perandan intervensipemerintah dalam perekonomian

18
PERAN DAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN Edy Suandi Hamid Abstract It is y^idely accepted that government has an important role on economic development. Throughpolicies on public sector for instance, government has a significant role in pushing economic growth. However, in economics literatures, there seems a debate about whether government should role on economic de velopment. This article extends that government role on economic development is widely accepted in economics literatures. If it seems there are two opposite poles debating whether government should role on economic development, this article extends that the difference of the arguments actually merely discuss about how much government should role on economic development. This article elaborates the government role on economic development. RASIONALITAS PERAN PEMERINTAH Adanya peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi suatu negara meru- pakan suatu yang tidak diperdebatkan dalam teori-teori ataupun kh^zanah pemikiran eko nomi. Melalui berbagai kebijakan yang ter- kait dengan sektor publik, penierlntah mem- punyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (Post, James dkk, 1996, h. 209-210). Pertumbuhan ekonomi, misalnya, didorong oleh kebijakan pe merintah yang berupaya melakukan in- vestasi dan menarik para investor, men dorong perkembangan teknologi, atau pun menghasilkan/mendidik tenaga kerja yang dibutuhkan oieh bursa tenaga kerja. Kaiaupun kemudian berkembang pandangan .yang. seakan memunculkan dua kutub pandangan yang menyatakan perlu dan tidaknya peran pemerintah, sebenamya perbedaan dari dua pandangan itu hanya terletak pada besaran atau kadar dari peran pemerintah tersebut. Adam Smith, yang sering dianggap sebagai pendirl (founder) ekonomi modem dan pendukung utama JEPVol.4No. 1,1999 mekanisme pasar secara penuh (Jaissez faire), pada hakekatnya juga memberikan porsi pada peran pemerintah dalam pereko- nomian, hanya saja dalam porsi yang sangat terbatas (Stiglitz, 1986, h. 8). Penyediaan barang-barang publik dan upaya mendorong konsumsi barang yang bermanfaat (merit goods) merupakan justifikasi ekonomi kla- sik atas parti^ipasi pemerintah dalam perekonomian (Rosen, Sherwin, dan Bruce A. Weinberg 1998,h. 139-166). Awalnya, para ekonom pembangu nan memang hanya mengakui peran pemerin tah sebataspenyediaan social overhead capital atau infrastruktur untuk memfasilitasi pem bangunan ekonomi (Krueger, 1990, h. 9). Namun demikian, peritembangan selanjutnya melahirkan pemikiran-pemikiran yang mene- gaskan tentang perlunya pemerintah melaku kan intervensi yang lebih luas dalam pere konomian untuk menyelesaikan ma- salah-masalah tertentu, dan tidak hanya se- kedar menyediakan infrastruktur perekono mian. Dengan demikian, yang membedakan pemikiran para ekonom tersebut adalah se- 41

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

PERAN DAN INTERVENSIPEMERINTAH

DALAM PEREKONOMIAN

Edy Suandi Hamid

Abstract

It is y^idely accepted that government has an important role on economicdevelopment. Through policies on public sector for instance, government has asignificant role in pushing economic growth. However, in economics literatures,there seems a debate about whether government should role on economic development.

This article extends that government role on economic development iswidely accepted in economics literatures. If it seems there are two opposite polesdebating whether government should role on economic development, this articleextends that the difference of the arguments actually merely discuss about howmuch government should role on economic development. This article elaboratesthe government role on economic development.

RASIONALITAS PERAN PEMERINTAH

Adanya peran pemerintah dalampembangunan ekonomi suatu negara meru-pakan suatu yang tidak diperdebatkan dalamteori-teori ataupun kh^zanah pemikiran ekonomi. Melalui berbagai kebijakan yang ter-kaitdengan sektor publik, penierlntah mem-punyai peranan penting dalam mendorongpertumbuhan ekonomi (Post, James dkk,1996, h. 209-210). Pertumbuhan ekonomi,misalnya, didorong oleh kebijakan pemerintah yang berupaya melakukan in-vestasi dan menarik para investor, mendorong perkembangan teknologi, ataupun menghasilkan/mendidik tenaga kerjayang dibutuhkan oieh bursa tenaga kerja.

Kaiaupun kemudian berkembangpandangan .yang. seakan memunculkan duakutub pandangan yang menyatakan perludan tidaknya peran pemerintah, sebenamyaperbedaan dari dua pandangan itu hanyaterletak pada besaran atau kadar dari peranpemerintah tersebut. Adam Smith, yangsering dianggap sebagai pendirl (founder)ekonomi modem dan pendukung utama

JEPVol.4No. 1,1999

mekanisme pasar secara penuh (Jaissezfaire), pada hakekatnya juga memberikanporsi pada peran pemerintah dalam pereko-nomian, hanya saja dalam porsi yang sangatterbatas (Stiglitz, 1986, h. 8). Penyediaanbarang-barang publik dan upaya mendorongkonsumsi barang yang bermanfaat (meritgoods) merupakan justifikasi ekonomi kla-sik atas parti^ipasi pemerintah dalamperekonomian (Rosen, Sherwin, dan Bruce A.Weinberg 1998,h. 139-166).

Awalnya, para ekonom pembangunan memang hanya mengakui peran pemerintah sebataspenyediaan social overhead capitalatau infrastruktur untuk memfasilitasi pembangunan ekonomi (Krueger, 1990, h. 9).Namun demikian, peritembangan selanjutnyamelahirkan pemikiran-pemikiran yang mene-gaskan tentang perlunya pemerintah melakukan intervensi yang lebih luas dalam perekonomian untuk menyelesaikan ma-salah-masalah tertentu, dan tidak hanya se-kedar menyediakan infrastruktur perekonomian. Dengan demikian, yang membedakanpemikiran para ekonom tersebut adalah se-

41

Page 2: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Edy Suandi Hamid.Perm dm InlervensiPemeriniaiidaiam Perekonomian ISSN: 1410 - 2641

jauhmana peran pemerintah dalam mem-pengaruhi perekonomian, dan bukan perluatau tidaknya pemerintah tersebut.

Tentang besar-kecilnya intervensipemerintah dalam perekonomian ini, paraekonom dalam periode tertentu juga mela-hirkan anis pemikiran yang berbeda. Padatahun 1950-an, para ekonom dengan argu-mentasi yang meyakinkan berpendapat bah-wa perencanaan dan intervensi pemerintahdalam perekonomian merupakan suatu keha-rusan untuk mendukung pertumbuhan eko-nomi. Tetapi pada tahun 1970-an dan1980-an, para pakar pembangunan —palingtidak di negara Barat dan lembaga-lembagabantuan intemasional"— menyerukan lebihbanyak pada pengurangan pemerintah, danmendorong aktivitas ekonom! pada swastaatau pasar (Perkins, 19,91, h. 28).

Disamping adanya kebutuhan akanpenyediaan infrastruktur, ada beberapa ala-san lain yang menyebabkan perlunya pemerintah melakukan intervensi dalam perekonomian. Menurut Meier (1995, h. 548)argumen tersebut adalah, pertama, adanyakegagalan pasar atau marketfailure, terma-suk adanya ekstemalitas ekonomis, skalaproduksi yang menaik, penyediaan barangpublik dan informasi yang tidak sempuma.Kedua, perhatian untuk menghilangkan ke-miskinan dan meningkatkan distribusi pen-dapatan. Ketiga, adanya tuntutan atau hakuntuk pemenuhan fasilitas pokok sepertipendidikan, kesehatan, dan perumahan.Keempat, penyediaan dana-dana untuk ma-syarakat tertentu yang menjadi tanggungjawab pemerintah, seperti pensiun, bea-siswa, dan sebagainya, Kelima, melindungihak-hak generasi mendatang, termasuk yangberkaifan dengan masalah lingkungan.

Sementara itu, Stiglitz (1986, h.22-50) mencatat adanya lima jenis peranpemerintah dalam perekonomian. Pertama,menyediakan kerangka atau perangkat hu-kum yang berkaitan dengan seluruh tran-

42

saksi ekonomi. Adanya perangkathukum inimerupakan unsur yang sangat penting dalamperekonomian, sehingga memberikankepastian akan hak milik, keamanan daripencurian, dan sebagainya. Walaupun inisangat penting, namun pengeluaran danauntuk penyediaan legal framework ini relatifkecil dibandingkan anggaran pengeluaranpemerintah. Di Amerika Serikat (1983),hanya 2 persen dari total pengeluaran pemerintah dialokasikan untuk kepentinganadminstrasi umum, legislatif, dan aktivitasjudisial.

Kedua, pemerintah mempunyai peransebagai pengatur (regulator). Aturan-aturanini diperlukan dalam aktivitas bisnis, sepertiuntuk melindungi tenaga kerja, konsumen,serta lingkungan. Misalnya saja, di AmerikaSerikat, pemerintah memiliki OccupationalSafety and Health Administration untukmenjamin tersedianya standar minimaltempat keija bagi para pekerjanya, atau National Labor Relations Board untuk menjamin hubungan yang jujur dan adil antaramanajemen dengan pekeija. Aturan-aturanyang berkaitan dengan sistem nilai tukar,lalu lintas perdagangan internasional,ataupun yang berkaitan dengan persainganyangjujur,jugamenjadi bagian yang seringditetapkan oleh pemerintah.

Ketiga, pemerintah berperan sebagai produsen. Pemerintah tidak saja menyediakan infrastruktur dan barang-barang ataujasa publik, meiainkan juga barang-barang"individual" {private goods). Barang-barangatau jasa yang diproduksi pemerintah ini,ada yang hanya dihasilkan oleh pemerintahsaja, dan ada pula yang dihasilkan bersamaprodusen swasta. Produk-produk tersebut,misalnya penyediaan jasa pos, perbankan,telekomunikasi, transportasi (kereta apl, pe-sawat terbang, kapal laut ataupun bus-busumum), jasa asuransi,dan sebagainya.

Keempat, sebagai komunitas dalamperekonomian, pemerintah juga berperan

JEPVol.4No.l, 1999

Page 3: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410 - 2641 Edy Suandi Hamid-Peran dan Iniervensi Pemeriniah dalam Perekonomian

sebagai konsumen yang signifikan mem-pengaruhi perekonomian. Di Amerika Seri-kat, pembelian barang danjasa yang dilaku-kan pemerlntah mencapai seperlima daritotal produksi di negara tersebut. Kelima,pemerintah mempunyai peran aktif pulauntuk melakukan redistribusi pendapatandalam masyarakat. Ini dapat dilakukan me-lalui bantuan publik {public assistance)berupa bantuan yang sifatnya langsung(cash) dan asuransi sosial yang tergantungpada kontribusi masing-masing individudalam masyarakat {transfer payments).Upaya pemerintah untuk mere-distribusipendapatan ini juga dilakukan melalui sis-tem perpajakan, dimana dana yang di-peroleh dari pajak sebagian dialokasikanuntukkepentingan masyarakat yang berpen-dapatan rendah.

Adanya kegagalan pasar dan upayamelengkapi sistem pasar ini pula yang jugaikut mendorong aktiftiya pemerintah dalamaktvitas produksi barang dan jasa melaluipembentukan badan-badan usaha milik negara atau state owned enterprises. Adanyabadan-badan usaha negara tersebut, tidaksaja teijadi di negara-negara sosialis, komu-nis, ataupun negara yang bersistem campu-ran, melainkan juga di negara bersistemkapitalis, baik negara-negara sedarigberkembang maupun negara yang- sudahmaju atau negara industri. Hanya saja, dinegara bersistem sosialis ataupun komunisumumnya kepemilikan perusahaan-perusahaanoleh negara jauh lebih banyak dibandingkannegara-negara dengan sistem lainnya.

Dalam perkembangan pragmatis,sejauhmana peran pemerintah ini sangat ter-kait dengan sistem pemerintahanmasing-masing negara. Di negara-negaraliberal, yang umumnya menganut sistemekonomi kapitalis, intervensi pemerintahadalah sangat minimal. Sebalilmya, padanegara-negara komunis dan sosialis, yangmenerapkan sistem 'ekonomi komando.

JEP Vol. 4 No. 1,1999

peran pemerintah dalam perekonomian sangat dominan. Diantara dua sistem politikdan ekonomi itu, terdapat pula negara yang.menerapkan sistem ekonomi campuran,yang pada dasarnya melegitimasi lebihbanyak peran pemerintah dibandingkansistem kapitalis, namun lebih sedikit dibandingkan sistem sosialis-komunis.

Di negara-negara sedang berkembang pemerintah memiliki tradisi yang pan-jang dalam mengontrol atau campur tangandalam perekonomian, bahkan sampai padatingkat manajemen mikro. Intervensi initermasuk dalam penetapan harga, pengon-trolan kredit, pemasaran, dan restrik-si-restriksi pada investasi asing dan keun-tungannya (Boeninger, 1991, h. 277). Dalam beberapa hal, pada batas-batas tertentupemerintah temyata memang berperan sangat penting dalam mendukung perkembangan ekonomi, seperti melakukan pelati-han tenaga kerja, inovasi teknologi, mendorong perkembangan bisnis kecil dan me-nengah, serta mendorong ekspor. Hal inimemberikan kontribusi terhadap pertum-buhan ekonomi dan pemerataan {ibid, h.277-278). Peran pemerintah yang jugasangat menonjol, terutama di banyak negara berkembang, adalah dalam pembentukan kapital (lihat Lampiran I). Initerjadi baik di negara sosialis yang campur tangan pemerintahnya sangat tinggi,maupun di negara kapitalis seperti Taiwan dan Jepang yang separo atau lebihdari seluruh pembentukan gross domestic capital-rxyz dilakukan oleh pemerintah (Perkins, 1991, h. 13-14).

Namun demikian, peran pemerintahyang terlalu tinggi ini temyata tidak selalumendukung pertumbuhan ekonomi, sehing-ga perlu dikurangi. Campur tangan yangberlebihan, seperti pada banyak negaraberkembang, justra menimbulkan distorsipada perekonomian, misalnya distorsi dalamproses pembentukan harga (lihat lampiran

43

Page 4: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Edy SuafidiHamid Peran dan InlervensiPemerintahdalam Perekonomian ISSN: 1410-2641

2). Arturo Israel (1990) secara tegasmenyatakan, strategi untuk mencapai per-tumbuhan ekonomi yang tinggi dan tujuanpembangunan lainnya harus diartikan seba-gai mengubah atau menurunkan peran sektorpemerintah dalam perekonomian, dan mem-berikan tempat yang lebih besar pada sektorswasta. In! diartikan pula bahwa perluadanya suatu privatisasi dan iikuidasi atas-sektor pubiik yang berkompetisi secara tidakfair dengan sektor swasta, penghapusanhambatan dalam persaingan, penghapusanberbagai kontro! dan lisensi yang justrudapat menghambat perkembangan ekonomi.

. Dari berbagai alasan yang dikemu-kakan di atas, masalah kegagalan pasarmerupakan faktor yang kemudian lebih ba-nyak ditonjolkan sebagai rasionalitas utamaadanya intervensi pemerintah dalam perekonomian tersebut. Bahkan beberapa ekonompembangunan yang berpandangan struk-turalis menganggap faktor kegagalan pasarIni pula yang menyebabkan perbedaan dalam pembangunan ekonomi. Kegagalanpasar dapat diartikan sebagai suatu kondisiPareto-optimal tidak dipenuhi (Krueger,1990, h. 11). Sementara Mrinal-DattaChaudhuri (1990, h. 25) mengartikankegagalan pasar sebagai ketidakmampuanekonomi pasar untuk mencapai suatu hasilyang diharapkan dari adanya penggunaansumberdaya. Bentuk-bentuk kegagalan pasarini, yang menjadi rasionalitas bagi aktivitaspemerintah untuk terlibat dalam perekonomian, adalah (1) Kegagalan dalam persaingan; (2) Adanya barang pubiik, yaknibarang yang tidak ditawarkan di pasar, ataukalau ditawarkan jumlahnya tidak akan .me-madai; (3) Adanya ekstemalitas ekonomismaupun ekstemalitas dis-ekonomis; (4)Adanya ketidaksempumaan pasar, di mahabarang yang disediakan sektor swasta dipasar tidak mencukupi, walaupun biaya untuk memproduksi barang tersebut lebih ren-dah dari harga yang ingin dibayarkan oleh

44

konsumen; (5) Adanya kegagalan atau ketidaksempumaan informasi (Stiglitz, 1986, h.83-91). Secara sistematis faktor penyebabkegagalan pasar dan beberapa masalah yangdihadapi pemerintah dalam mengatasi kegagalan pasar tersebut dikemukakan dalamlampiran 3.

Banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan pasar tersebut,menghamskan pemerintah untuk mengambilperan utama untuk melakukan alokasi in-vestasi, mengontrol perkembangan ekonomi,dan melakukan intervensi untuk mengkom-pensasi dari adanya kegagalan pasar ini.Dalam kaitan untuk melakukan kontrol ter-hadap perekonomian ini, pemerintah mem-buat berbagai regulasi untuk mengatur ke-giatan ekonomi tersebut.

Berbagai kontrol yang banyak dila-kukan oleh negara-negara sedang berkem-bangadalah (Perkins, 1991, h. 17-18): (1) Banksentral melakukan kontrol atas tingkat bungabank-bank umum yang umumnya ditetapkanlebih rendah dari tingkat bunga ekulibrium.(2) Penetap^ kuota impor atas faktor pro-duksi yang penting, dan sejumlah lisensi danizin dibutuhkan untuk memperoleh kuotatersebut. (3) Pengontrolan atas pembeliandan penjualan valuta asing. (4) Keharusanmemiliki lisensi untuk investasi baru untuk

skala tertentu bagi sektor swasta. (5) Kebe-basan pemerintah untuk menetapkan tingkatpajak atas bisnis tertentu. (6) Pemerintahmenetapkan harga produk barang-barangdan jasa yang karena pertimbangan tertentudianggap penting.

Berbagai kontrol serupa juga terjadidi negara maju, hanya saja seperti halnyaketerlibatan pemerintah dalam badan usahamilik negara, dalam besaran yang berbeda.Di negara maju regulasi ataupun intervensipemerintah atas aspek-aspek di atas relatiflebih rendah dibandingkan negara sedangberkembang. Namun demikian, walaupunpemerintah sudah melakukan intervensi un-

JEP Vol. 4 No.l, 1999

Page 5: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410-2641 Edy Suandi Hmi\A.Peran danIntervensi Pemerintah dalamPerekonomian

tuk mengatasi kegagalan pasar dan melaku-kan upaya untuk mendorong pertumbuhanekonomi, temyata tldak selalu dapat mewu-judkan sasaran yang ditetapkan pemerintahdari adanya intervensi tersebut. Paling tidakada lima faktor yang menyebabkan terja-dinya kegagalan pemerintah atau governmentfailures (Stiglitz, 1986,6-8).

Pertama, kesalahan dalam melaku-kan antisipasi terhadap berbagai keadaanekonomi yang dihadapi. Ini dapat terjadikarena persoalan yang dihadapi memangsangat kompleks dan sulit diramalkan.Misalnya, pemerintah menempuh kebijak-sanaan devaluasi untuk mengatasi krisis dalam neraca pembayaranya. Kebijaksanaanini bisa saja keliru apabila respons dari im-portir dan eksportir tidak sebagaimana yangdiperkirakan oleh pemerintah.

Kedua^ kontrol -pemerintah atasvariabel-variabel ekonomi adalah terbatas.Upaya-pemerintah untuk mengendalikan in-flasi, misalnya, tidak selalu berhasil karenavariabel yang berkaitan dengan jumlah uangyang beredar dan juga variabel penawaranatas barang dan jasa,justru banyak berada ditangan swasta atau masyarakat. Hal yangsama jugaterjadi manakala pemerintah inginmengendalikan pengangguran, mengingatkeputusan investasi juga ada di tangan pe-millk modal yang akan mempengaruhi se-cara langsung penciptaaan kesempatankerja.

Ketiga, Keterbatasan pemerintahuntuk melakukan kontrol atas program dankebijakannya. Ini juga dapat terjadi karenalemahnya aspek kelembagaan pemerintahdan masyarakat.

Keempat, haipbatan dalam prosespolitik yang bisa teijadi karena adanyaperbedaan pandangan dalam mengatasiproblematik ekonomi antara eksekutif danlegislatif. Pemikiran atau kebijakan pemerintahbisajadi berbeda dengan keinginan publik.

JEP Vol. 4 No. 1,1999

sehingga suatu kebijakan yang dilakukanpemerintah tidak sepenuhnya mendapatdukungan masyarakat.

Kelima, adanya vested interest sehingga melahirkan perilaku yang mengarahpada prilaku pencari rente atau rent seekingbehaviour. Akibatnya, kebijakan pemerintahsendiri justru menjauhkannya dari sasaranyang seharusnya diwujudkan dari kebijakantersebut. Misalnya saja dalam penetapanproteksi, sebagaimana ditunjukkan dalamthe interest group model, bisa saja suatuproteksi dilakukan karena adanya tekanandari kelompok kepentingan yang terkaitdengan pengarabil keputusan (lihat Basridan Hall Hill, 1996).

Menurut model ini, struktur proteksi tergantung pada manfaat danbiaya darikelompok kepentingan dalam mengorgani-sasi untuk mendapatkan proteksi yang me-nguntungkannya. Adanya kenyataandemikian, menghasilkan suatu realitas dariadanya intervensi pemerintah yang tidaksejalan dengan yang diharapkan, ataubahkan menghasilkan sebaliknya, yangmencerminkan adanya suatu kegagalan pemerintah {governmentfailures).

Oleh karena itu, studi empirik yangada sering menghasilkan kesimpulan b^waintervensi pemerintah melalui pemberianproteksi pada sektor industri tertentu justrumerugikan perkembangan sektor tersebut.Penelitian di Korea Selatan menunjuk-kan, pemberian proteksi pada sektorperdagangan, seperti tarif, resiriksi im-por, berhubungan negatif dengan pertumbuhan nilai tambah, stok modal, dan pro-duktivitas input secara keseluruhan (WhaLee, Jhong, 1996, h. 404). Ini mencerminkan intervensi pemerintah dalamperdagangan luar negeri tidak selalumendukung pertumbuhan ^sektortersebut dalam jangka panjang.

45

Page 6: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Edy Suandi Hamid. PermdanIntervensi Pemerinlah dalam Perekonomim ISSN; 1410 - 2641

FAKTOR KELEMBAGAAN UNTUK MEN-DUKUNG PERAN PEMERINTAH DALAMPEREKONOMIAN

Dalam perkembangan pemikiranekonomi sekarang ini; kecenderungan yangterjadi adalah semakin diterimanya pemiki-ran-pemikiran yang mendukung terbentuk-nya suatu perekonomi^ pasaryang terbuka.Proses integrasi ekonomi regional danglobal-yang terns berlangsung dan dengankecepatan yang semakin tinggi, merefleksi-kan adanya kecenderungan tersebut. Ini ber-arti peran pemerintah dalam perekonomiansemakin diminimalkan. Namun demikian,peran yang semakin kecii ini tidak berartimenciptakan pula negara yang lemah untuk -melakukan intervensi dalam hal-hal tertentu

yang menjadi bidangnya. Bahkan untukkeefektifan intervensi tersebut dibutuhkan

suatu negara yang kuat, dan ini bisa mewu-jud jika didukung pula oleh aspek kelemba-gaan yang kuat pula. Dalam hal ini palingtidak ada empat lembaga yang perlu men-dapat perhatian, yaltu'(l) lembaga ekonomidan politik; (2) lembaga hukum yang inde-penden; (3) organisasi relawan swasta; (4)dan lembaga pengaw^an umum atau ma-syarakat (Boeninger, 1991, h. 279-281).

' Lembaga ekonomi ini, misalnya,menyangkut masalah yang berkaitan denganadminsitrasi perpajakan, pengaturan lembaga perbankan, pengaturan perilaku bisnis,dan sebagainya. Dalam konteks perpajakan,misalnya, adalah sangat penting bagi pemerintah untuk mendukung perannya dalamtugas pemerintahannya. Anggaran peneri-maan pemerintah, yang terbesar umumnyajuga berasal dari perpajakan tersebut. Olehkarena itu, apabila lembaga perpajakan inilemah, atau menimbulkan adanya rasa tidakadil'di kalangan wajib pajak dan masyara-kat, maka peiaksanaan fungsi-fungsi pemerintah juga bisa terganggu.

Lembaga ekonomi yang kuat inijuga menyangkut lembaga perencanaan

46

pembangunan. Dukungan lembaga ini akanmemberikan kejelasan arah dan tujuan darisetiap rencana pembangunan ekonomi, se-hingga pelaku-pelaku ekonomi di luar pemerintah dapat melakukan langkah-langkahyang saling melengkapi dan menguntung-kan. Misalnya, adanya suatu perencanaanuntuk melakukan perombakan struktur ekonomi, dapat menjadi informasi bagi swastauntuk mengalokasikan investasinya padasektor-sektor yang akan dipacu perkem-bangannya. Dengan adanya pengembanganpada sektor-sektor tertentu, maka dapatdipastikan bahwa infrastruktur pendukung-nya akan dibangun oleh pemerintah. Inimerupakan ekstemalitas ekonomis yangakan menarik investasi swasta pada sektoryang infrastruktumya sudah dibangun olehpemerintah tersebut.

Di sis! politik, lembaga yang sangatpenting yang dapat memperkokoh pemerintah dalam peiaksanaan tugasnya adalah par-tai politik dan perundang-undangan. Moder-nisasi partai-partai politik, memperkuat akarmereka di masyarakat dan nienciptakanstruktur dukungan teknis untuk meningkat-kan kinerjanya, merupakan kondisi yangmendasar untuk mewujudkan pemerintahanyang baik dalam lingkungan yang majemuk(loc.cit). Dalam kasus yang terjadi di Indonesia, dapat dilihat bahwa partai-partai politik sangat lemah dan kecil perannya dalammempengaruhi kebijakan pemerintah. Aki-batnya, peran pemerintah pun menjadi tidakoptimal dalam upaya melaksanakan program-program pembangunannya secarabenar dan sesuai dengan tuntutan kebutuhanpembangunan ekonomi nasionalnya. Tran-sisi pemerintahannya juga berjalan tidaknormal, sehingga menimbulkan dampakyang tidak menguntungkan bagi pembangunan ekonominya. Ini berbeda dengan yangterjadi di Chile, di mana adanya sistemkepartaian yang kuat, telah memberikankontribusi yang besar dalam transisi secara

JEP Vol. 4 No.l, 1999

Page 7: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410-2641 Edy Suandi Haiwd.Peran dan Imervensi Pemeriniah da/am Perekonomian

damai untuk membentuk pemerintahan yangdemokratis.

Adanya iembaga peradilan yangindependen dan ketertiban hukum merupa-kan salah satu syarat penting pula untukmendukung peran pemerintah yang terbatasnamun kokoh. Tujuan-tujuan ekonoml akandengan mudah dibelokkan untuk mendu- •kung vested interest, walaupun ini merugi-kan kepentingan perekonomian secara ke-seluruhan. Hal ini tentu sulit dilakukan apa-bila terdapat Iembaga hukum yang kuat danindependen, sehingga'setiap tindakan harusberdasarkan hukum {rule of law). Adanyaketentuan hukum ini akan menjadi landasanyang mengatur hubungan individual dankelompok dalam masyarakat, seperti halnyajuga hubungan warga negara dengan pemerintah. Hal in! juga memberikan kepas-tian hukum pada lembaga-lembaga ekonomiyang berkaitan dengan hak milik, kontrak,dan tanggung jawab utang-piutangnya(Adamolekun, 1990).

Jika dalam pembangunan ekonomidi banyak negara berkembang terjadi ka-sus-kasus kebocoran atau korupsi, ini jugamerefleksikan iemahnya institusi peradilan,di samping juga karena tidak eksisnya lembaga-lembaga pengawasan dari publik.Korupsi, dalam berbagai bentuknya, me-mang dialami oleh negara maju maupun negara berkembang. Tidak ada satu negara pundi dunia ini yang bebas korupsi sama sekali(Susan-Rose Ackerman, 1998, h. 35-57).Namun demikian, di negara berkembang,seperti halnya yang terjadi di Indonesia, ka-sus ini lebih meluas dan parah dampaknya.Ini terkait dengan Iemahnya pemerintahan dinegara berkembang tersebut. Bahkan, di be-berapa negara berkembang, seperti Zaire danKenya, korupsi telah meliputi bagian besardari GDP-nya (Schleifer dan RobertW. Vischney, 1993, h. 599-617).

Dengan melihat kasus-kasus yangterkait dengan korupsi dan sejenisnya di In

JEPVol.4No. 1,1999

donesia, misalnya, terutama pada masarezim Orde Baru, adalah sangat transparan,dan sebenarya bisa langsung dideteksi olehmasyarakat dan unsur pengawas dalam bi-rokrasi sendiri. Namun demikian, karenaIemahnya hukum dan kontrol sosial, sertakuatnya posisi birokrat yang melakukan tindakan korupsi dan praktek lainnya yangmerugikan pembangunan ekonomi nasionaltersebut, mengakibatkan hanya sebagian ke-cil dari kasus korupsi ini yang bisa disele-saikan. Sebagian besar dari kasus ini dibiar-kan terus berlanjut, bahkan perbuatan yangdemikian dianggap sebagai suatu kelumra-han oleh sebagian besar masyarakat, karenaketidakberdayaan untuk meluruskan perbuatan yang merugikan kepentingan masyarakat banyak tersebut.

Hal demikian mencenminkan bahwa

ketidakterbukaan untuk memerangi korupsi di-akibatkan karena ketakutan berhadapan dengankekuasaan yang sentralistik di puncak birokrasitersebut, sebagai akibat lemah dan tidak inde-pendennya Iembaga hukum maupun Iembagakontrol masyarakat Memang tidak mudahuntuk menghapuskan korupsi yang meluastersebut. Namun demikian Johnston (1988,h. 69-90), yang menilai kasus korupsi palingserius adalah "political and bureaucraticcorruption", mengemukakan bahwa padaperiode jangka menengah ke jangka panjangadalah mungkin untuk menurunkan korupsidari tingkat korupsi yang tinggi ke tingkatyang rendah. Hal tersebut dapat dilakukanmelalui pemberian jaminan h^ atas kebu-tuhan dasar ekonomi dan kebebasan sipii,peningkatan kompetisi politik dan ekonomi,dan mendorong pertumbuhan masyarakatsipil yang lebih kuat.

Sistem kelembagaan hukum sangatdiperlukan untuk memelihara iklim persainganpasar yang sehat. Terdapat beberapa aspekyang diharapkan dari sistem hukum agardapat memelihara iklim persaingan yang sehat tersebut (Nasution, 1992, h. 246). Per-

47

Page 8: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Edy Suandi Hamid Peran danInlervensi Pemerinluh dalam Perekonomian ISSN: 1410-2641

tama, melindungi hak'milik pribadi. Kedua,memaksakan berlakunya kontrak yang telahdibuat antar pelaku ekonomi. Ketiga, me-maksa.pelaku ekonomi untuk memberikankompensasi bag! pihak lain yang dirugikanakibat ekstemalitas disekonomis yang di-tumbulkannya, termasuk tindakan monopo-lis dan oligopolis yang merugikan pihaklain. Keempat, memelihara kesehatan per-saingan dan transparansi pasar untuk me-ningkatkan efisiensi perekonomian nasional.Kelima, menjamin pelayanan hukum yangmerata dengan biaya yang murah dan dapatdijangkau masyarakat.

Dalam prakteknya, terutama di ne-gara sedang berkembang, peran pemerintahini justru sering menjadi sumber distorsidalam perekonomian, Dengan alasan ter-tentu, pemerintah mengeluarkan perlindung-an khusus, atau memberikan lisensi berupamonopoli ataupun oligopoll pada sedikitpelaku ekonomi. Akibdtnya, peran pemerintahyang antara Iain diharapkan mengatasi ter-jadinya kegagalan pasar, justru menghasikanhal yang sebaliknya. Hal demikian dapatterjadi pada negara yang sistem kelemba-gaan hukumnya dan lembaga kontrolnyamasih lemah, sehingga distorsi yang timbu!dari adanya intervensi pemerintah ternsberlanjut.

Adanya sistem hukum yang kuatdan independen akan memberikan pula pe-luang munculnya organisasi relawan swasta(private voluntary organizations) dan lembaga pengawasan umum atau masyarakat(office ofcontroller-general). Lembaga-lembagainiakanmemperkuatkelembagaan pemerintah,walaupun dengan intervensi yang minimal,dalam mendukung jalannya pembangunanekonomi. Ini menunjukkan bahwa upayapembangunan ekonomi tidak bisa beijalansendirian, melainkan juga secara simultandibarengi dengan perkembangan bidang-bidanglainnya, seperti bidang politik dan hukum.

48

PEMERINTAH DAN BADAN USAHA

MILIK NEGARA

Sebagaimana dikemukakan sebe-lumnya, pemerintah juga terlibat dalam ak-tivitas produksi, di samping juga distribusi,melalui badan-badan usaha yang dibentuknya.Berbeda dengan sektor swasta yang selaiuberusaha mendapatkan keuntungan maksi-mai, perusahaan pemerintah (government enterprise) tidak seldu mengutamakan keuntunganmaksimal dalam aktivitas tersebut. Badan

usaha milik negara ada pula yang didesainuntuk mencapai tujuan-tujuan tertentu,seperti menciptakan kesempatan kerja,pengembangan daerah, merintis usaha yangbeium dimasuki sektor swasta, dan seba-gainya. Secara umum dapat diringkaskantujuan dari badan usaha milik negara iniadalah (1) memaksimumkan kesejahteraanmasyarakat; dan (2) memaksimumkan tujuan "tertentu" dari manajemen atau pemerintah, termasuk kemungkinan memperolehkeuntungan maksimal. Tujuan tertentu tersebut, misalnya, penciptaan lapangan kerja,melayani barang kebutuhan publik, mendapatkan keuntungan, pengembangan in-dustri atau sektor yang dianggap strategis,merintis pengembangan usaha yang belumdimasuki swasta, dan sebagainya. Dengandemikian badan-badan usaha milik negaraini terdapat tujuan-tujuan non-komersial,disamping tujuan komersialnya.

Lingkup kegiatan badan usaha pemerintah dapat mencakup semua sektorekonomi, tetapi biasanya terkonsentrasi padabidang yang terkait dengan penyediaan kebutuhan mayoritas penduduk. Namundemikian, di negara sosialis ataupun komu-nis, pemerintah dengan ribuan (bahkan ra-tusan ribu, termasuk yang dimiliki pemerin-tahan lokal seperti di RR Cina) badan usa-hanya, yang bergerak dalam semua sektorekonomi. Sebaliknya di negara-negarakapitalis, pemerintah hanya bergerak pada

JEPVol.4No.l, 1999

Page 9: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410-2641 Edy Suandi Hamid./'era« dan Intervensi Pemerintah dalam Perekonomian

sektor tertentu saja. Di Amerika Serikat,sektor ekonomi yang dimasuki pemerintahsangat terbatas, seperti sektor jasa pos, lis-trik, kereta api, asuransi dan perbankan.

Pengalaman banyak negara,menunjukkan bahwa banyak dari badanusaha yang dimiliki pemerintah berjaian ti-dak ellsien dan justru menjadi beban bagipemerintah dan masypakat. Hal ini telahmendorong terjadinya upaya privatisasibadan-'badan usaha milik negara tersebut.Disamping alasan eflsiensi tersebut, argu-mentasi yang menyarankan swastanisasiadalah aiasan ideologis dan keuangan.Swastanisasi dianggap sebagai bagian daridemokratisasi ekonomi, karena akan meli-batkan banyak pelaku ekonomi dalammenangani sektor usaha tertentu. Aiasankeuangan terkait dengan upaya untukmengurangi beban anggaran pemerintahyang terbatas, sehingga tidak periu dibe-bani untuk mendukung jaiannya badanusaha yang sudah bisa ditangani sektorswasta.

Badan-badan- intemasional, sepertiUSAID, Bank Dunia, dan IMF, terutamasejak 1980-an banyak menekan negara yangdibantunya untuk mel^ukan privatisasi tersebut (Meier, 1995, h. 545), Ini kemudianmenjadi suatu fenomena global dalanirangka menlngkatkan kinerja dan mengurangi beban pemerintah. Badan-badan UsahaMilik Negara {public enterprises, government own-companies) diarahkan untukmelakukan korporatisasi {corporatisation)dan privatisasi (privatisation). MenurutJ. Boston (1988), sebagaimana dikutipMardjana (Jurnal Keuangan dan Moneter,Desember 1994), korporatisasi merupakanproses dimana aktivitas perdagangan ataukomersial suatu departemen pemerintahdipisahkan dari kegiatan nonkomersial danditempatkan pada organisasi yang bertu-juan niencari keuntungan atau menjadibagian fiingsi komersial BUMN. Ringkas-

JEP Vol. 4 No. 1,1999

nya, korporatisasi dapat diartikan sebagaimenerapkan pola-pola manajemen unit bis-nis swasta dalam badan-badan usaha milik

negara tersebut dan menghapuskanpola-pola birokrat atau pemerintahan yangsering mencemari manajemen BUMN. Privatisasi atau swastanisasi adalah melepaskansebagian atau seluruh saham kepada pihakswasta, baik itu secara langsung maupunmelalui pasar modal (gopublic).

Sebagaimana dikemukakan sebe-lumnya, proses korporatisasi dan privatisasiBUMN sudah gencar sejak awal dasawarsa1980-an (lihat lampiran 4). Dasar utamaproses privatisasi ini terutama adalah pe-mikiran bahwa aktivitas ekonomi dan bisnislebih baik diserahkan kepada swasta, karenausaha yang dikelola swasta umumnya lebiheflsien. Ini didasarkan pada berbaga! peneli-tian yang pemah dilakukan, yang mem-bandin'gkan unit usaha swasta dan negaradalam bidang yang sama, yang selaiuberakhir dengan kesimpulan bahwa usahaswasta-lah yang lebih eflsien, dan usaha negara cenderung tidak eflsien dan menjadikankineija perekonomian masyarakat dibebaniekonomi biayatinggi (Ruru, 1996, h. 40).

Oleh karena itu, dengan penyera-han unit-unit usaha BUMN pada swasta,maka pemerintah dapat lebih mongkonsen-trasikan aktivitas dan dananya pada kegia-tan-kegiatan untuk menjalankan roda pemerintahan tanpa terlibat banyak pada urusanbisnis. Disamping itu, privatisasi tersebutdianggap juga sebagai langkah lebih men-demokratisasikan ekonomi, karena masyarakat dapat masuk ke semua bidang usaha.Walaupun pemikiran demikian juga banyakditentang, namun proses privatisasi ini terusberlanjut.

Privatisasi tidak saja terjadi di negarabericembang, tetapijuga di negara-negara majuseperti Amerika Serikat, Inggris, Kanac^Jepang, Jerman, dan negara-negara lainnya.Amerika Serikat, misalnya, beberapa negara

49

Page 10: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

EdySuandi Hamid. PemndanIntervensi Pemerintah dalamPerekonomian ISSN: 1410-264]

bagiannya menjual perusahaan listriknya,dan menyerahkan urusan pemadam keba-karan pada swasta. Kanada melepas BUMNbidang telekomunikasinya, di samping pu-luhan BUMN lainnya. Bahkan Kanadamenempatkan seorang menteri negara yangkhusus menangani privatisasi tersebut.Inggris, yang diawali oleh PM MargarethThatcher, juga melakukan hal yang sama,misalnya menjual saham British Telcom danBritish Gas di bursa London. Dalam periodepemerintahan Hiatcher tersebut (1979-1993),Inggris memperoleh penerimaan sebesar 55miliar poundsterling dari penjualan BUMN.Jika sebelumnya setiap tahun harus memberisubsidi 3 miliar poundsterling, berbalikmenghasilkan tambahan penerimaan pajak60 juta poundsterling per minggu. Lebih dariitu, pelayanan pun menjadi lebih baik pascaprivatisasi, seperti tercermin dari penurunantarif gas dan telekomunikasinya (WartaEkonomi, 1997, h. 35).

pi Selandia Baru, program refor-masi ekonomi yang secara gencar dilak-sanakan sejak 1984, telah berhasil pulamengubah posisi BUMN .yang sebelumhyaselaiu merugi dan menjadi beban pembayarpajak, menjadi BUMN yang efisien dan be-berapa di antaranya disegani di tingkat- in-temasional (Bale dan Dale, 1988).

Di Republik Rakyat Cina (RRC),yang ekonominya dikendalikan oleh negara,tahun 1995 menguiTiumkan hanya akanmempertahankan 1000 BUMN dari 100 ribuBUMN yang dimilikinya (Ruru, 1997).Sunita Kikerl, John Nellis dan MaryShirley menunjukkan selama kurun waktu1980-1992 terdapat lebih dari 15.000BUMN di seluruh dunia yang diswastakan(World Bank Research Observer, Juli1994, h. 241-273). Suatu penelitian dari 272perusahaan negara di RR Cina menyimpul-kan bahwa telah teijadi peningkatan per-tumbuhan produktivitas secara substansialdari BUMN di sana selama kurun waktu

50

1980-1989. Pertumbuhan ini sebagian besarsebagai akibatdari kebijakan reformasi ekonominya yang juga menyentuh BUMN dinegratersebut (Wei Li, 1997, h. 1080-1106).

Keadaan yang demikian sangat ber-beda dengan kondisi tahun 1950-an hingga1970-an, di mana waktu itu pemerintah sangataktif dalam perekonomian, dan BUMN di-jadikan alat untukmendukung berbagai program ekonomi pemerintah. Adanya era ke-sejagatan (globalisasi) ekonomi, yangmengarahkan prilaku ekonomi pada per-saingan bebas, telah memaksa setiap pelakudan unit ekonomi untuk bertindak efisien,sehingga banyak negara melakukan reformasi dalam kaitan dengan BUMN-nya.

Di Indonesia pemikiran privatisasilebih diorientasikan pada penjualan sahamBUMN melalui pasar modal. Pada tahun1986, gagasan privatisasi tersebut munculmelalui Badan Pemeriksa Keuangan danPembangunan (BPKP). Gagasan ini men-dapat tanggapan dari pemerintah yang tercermin dari pembentukan Team PengkajianAntar Departemen pada tahun 1987 yangdipimpin Menko Ekuin dan PengawasanPembangunan (PDBI, 1989). Kemudian,menjeiang akhir rezim Soeharto, dikeluar-kan pula suatu Keputusan Presiden No.55/1996 yang membentuk Team PrivatisasiBUMN. Team ini sebenamya hanya meng-gantikan team yang pemah dibentuk olehMenteriKeuangan, yang dibubarkan setelahprivatisasi PTTelkom. Walaupun pemikirantentang swastanisasi ini mendapat perhatiandari pemerintah, namun dalam prakteknyaberjalan lamban. Bahkan Bank Dunia (1996)menilai Indonesia sebagai negara yangpaling lamban dalam melaksanakan prosesswastanisasi BUMN di Asia Timur, disampingjuga dianggap sebagai yang tidak transparanBUMN-nya.

Korporatisasi atau privatiasi, sebenamya merupakan langkah nyata darisuatu reformasi ekonomi, yakni menyangkut

JEP Vol. 4 No.l, 1999

Page 11: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN; 1410 - 2641 Edy Suandi HaiTM.Peran dan Intervensi Pemerinlah dalam Perekonomian

suatu proses perubahan kelembagaan (institutional change) yang" membuat produklivi-tas meningkat. Lebih lengkap reformasiekonomi didefinisikan-sebagai "suatu prosesperubahan kelembagaan yang membawapada peningkatan tingkat pertumbuhan pro-duktivitas input total (total factor productivity. TFP) (Reynolds, Bruce L, 1987).Atau menurut Meier (1995, h. 514), reformasi ekonomi merupakan perubahan dalamkebijakan pemerintah, struktur kelembagaan, atau prosedur administratif untukmengubah dan meningkatkan kinerja ekonomi. Dengan demikian, privatisasi di-arahkan untuk meningkatkan produktivitassemua sumber yang ada dalam BUMN.Untuk kasus Indonesia, seiring dengantuntutan reformasi ekonomi sekarang ini,maka adalah penting untuk melakukanpengkajian ulang atas kelembagaan dankinerja semuaBUMN yang ada.

Dalam pengalaman melakukan reformasi usaha milik Tiegara ini, SelandiaBam spring dianggap sebagai salah satu ne-gara yang cukup sukses melakukan reformasi di sektor publiknya lewat kebijakankorporatisasi (lihat Bale dan Dale, 1998, h.103-121). Pada tahun 1984, BUMN diSelandia Barn, yang bergerak dalam bidanginfrastraktur, telekomunikasi, industri baj^pGs, pelayaran, listrik, dan sebagainya, ham-pir semuanya memgi dan memaksa pemba-yar pajak untuk mensubsidinya. Langkahkorporatisasi yang ditempuhnya tersebutmemberikan basil yang menakjubkan. Telecom hiew Zealand yang sebelumnya dike-cam sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi yang paling tidak efisien didunia, sejak awal 1990-an telah men-jadi salah satu .perusahaan jasa telekomunikasi yang memimpin di tingkatintemasional.

Paling tidak ada lima pendekatandan langkah yang dilakukan BUMN diSelandia Bam, yang mungkin bisa kita

JEP Vol. 4 No. 1,1999

adopsi, agar BUMN ini bisa berkembangmenguntungkan dan tidak justm menjadibeban rakyat banyak. Yaitu (I) Penetapanjalur tanggung jawab yang jeias di antarakementerian atau departemen yang ada; (2)Pemmusan kinerja dalam kerangka yang tidak mendua dan temkur; (3) Pelimpahanwewenang kepada top eksekutif BUMN; (4)Pemberian penghargaan dan hukuman/sangsiyang dikaitkan dengan kinerja pemsahaan;dan (5) adanya sistem pelaporan danpemantauan kineijaBUMN.

Korporatisasi menuntut adanyajalur hubungan dan tanggung jawab yangjelas antara pihak-pihak yang terkait denganBUMN. Pendelegasian kewenangan padamanajemen BUMN diberikan secara penuh,tanpa intervensi yang justm membuatmanajemen sulit bergerak, atau harusmenempuh jalur yang justm membuatBUMN memgi atau menjadi lebih bumkkinerjanya. Kasus PT PLN di Indonesia,misalnya, mempakan contoh campur tanganbirokrasi yang luar biasa jauh pada PLN,karena direksi sama sekali tidak dilibatkan,dan hanya tinggal tanda tangan saja untiiksuatu transaksi jual-beli listrik dari swasta.Padahal, transaksi ini jelas-jelas menjem-muskan BUMN dalam kesulilan, karena hams membayar lebih mahal dari semestinya.Pola campur tangan seperti di BUMN inijuga terjadi pada BUMN-BUMN lainnya,seperti di PT Telkom, Pertamina, Gamda,dan sebagainya. Tanpa ada otonomi yangluas bagi manajemen BUMN, bukan sajaakan menulitkan bagi manajemen untukmerespon keadaan pasar yang sangat cepatberubah, tetapi juga menutup peluang untukmelakukan improvisasi dan menerapkankiat-kiat bisnis untuk mengembangkanBUMN tersebut.

Proses korporatisasi iiii jugamenuntut adanya pemmusan tujuan yangjelas. Tujuan komersial dan sosial hamsjelas. Apabila ada ketidakjelasan tujuan ini.

51

Page 12: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

EdySuandi Hamid.Reran dm IniervensiPemerintahdalam Perekonomian ISSN: 1410 - 2641

maka misi sosial sering dijadikan dalih se-bagai apologi atas kerugian BUMN. Hal inibukan berarti misi sosial BUMN yang sudahmenerapkan strategi korporatisasi dihilang-kan. Misi demikian tetap ada, namun setiaptransfer dana atau aktivltas untuk kegiatannonkomersial hams Jelas arah dan manfaat-nya, serta diketahui separaluas oleh publik.

Badan usaha pemerintah sebagaisuatu unit ekonomi hams memmuskankinerjanya, menerapkan target-target yangtemkur, dan ada pelaporan serta pemantauanatas kinerja BUMN ini. Adanya keterlibatanpihak-pihak di luar manajemen BUMN akanmenyulitkan usaha pemantauan kinerjaBUMN secara JuJur dan benar. Akibatnya,pemantauan lebih besifat formalitas, se-hingga kondisi sebenamya dari BUMNmenjadi tidak terpantau. Dengan kondisiseperti ini sulit diharapkan suatu badanusaha akan berkembang secara efisien. Olehkarena itu, sebagaimana dikemukakan padaaspek kelembagaan di atas, perlii adanyasuatu lembaga independen yang memantaupemsahaan-pemsahaan negara tersebut,yang lepas dari departemen maupun BUMNitu sendiri, sehingga Jidak terjadi benturankepentlngan yang bisa membuat pemantauanmenjadi tidak obyektif.^

Untuk memacu manajemen dansegenap jajaran BUMN agar bekerja secara profesional dan efisien, maka diterap-kan puia sistem penghargaan dan sangsi{reward/incentive and punishment) ataskinerja dari setiap unsur dalam BUMN. Dalam manajemen modem, penghargaan dansangsi ini sangat penting dalam memotivasimanajemen untuk mengembankan pemsa-haan yang dikelolanya.

Secara konseptual, pola pendekatansebagaimana yang dilakukan di SelandiaBam tersebut mempakan pola umum yangbanyak dilakukan di negara lain. Di Indonesia hal demikian juga dif^iami, khususnyaoleh otoritas yang menangani pengembang-

52

an BUMN. Walaupun belum menjadi suatukeputusan pemerintah, konsep privatisasiyang sangat identik dengan yang di SelandiaBam di atas acapkali dikemukakan. Misal-nya, dalam satu tulisannya, Bacellius Ruru(1996), mengemukakan lima prinsip dasarprivatisasi, yaitu: (1) kejeiasan tujuan; (2)otoritas dan otonomi; (3) pantauan kerja; (4)sistem penghargaan dan hukuman; dan (5)persaingan yang netral. Namun demikian,dalam upaya privatisasi ini, bukanlah se-mata-mata pada pengetahuan atau konsepgagasannya, namun yang lebih penting ada-lah upaya riel melaksanakan konsep-konsepyang dimiliki tersebut dalam tataran opera-sionalnya. Di negara-negara kerkembang,model badan usaha yang berkembang adalahsuatu model birokratis, sehingga banyakcampur tangan di luar pihak-pihak manajemen yang menghambat kinerja badan usahatersebut.

PENUTUP

Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yang berkai-tan dengan peranan pemerintah dalampembangunan ekonomi suatu negara.

Pertama, peran pemerintah dalamperekonomian mempakan sesuatu yangmutlak, namun demikian peran ini terbataspada aspek-aspek tertentu, seperti yang ber-kaitan dengan penyedian barang-barangpublik dan mengatasi terjadinya kegagalanpasar.

Kedua, implementasi peran pemerintah dalam perekonomian mengalamipasang-sumt yang berkaitan dengan sebera-pa besar.peran tersebut dapat diterima. Padamasa sekarang ini peran pemerintah diterimadalam batas-batas yang moderat, tanpamengganggu atau menghambat jalannyakegiatan ekonomi yang dilakukan oleh sek-tor swasta.

Ketiga, dalam peran pemerintahyang moderat tersebut maka perlu dukungan

JEPVol.4No.l, 1999

Page 13: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410- 2641 Edy Suandi Hamid./'erfl/i dan Jniervensi Pemerintah dalam Perekonomian

kelembagaan yang kuat, baik dari lembaga yang menyangkut masyarakat banyak dandi lingkungan pemerintah sendiri maupun sektor yang kurang menarik bagi sektorlembaga-Iembaga di luar pemerintahan un- swasta.tuk melengkapi dan mengontrol jalannya Namun demikian, perlu ada upayalembagapemerintahan tersebut. untuk melakukan privatisasi dan korporatisasi

KeempaU keberadaan badan-badan untuk perusahaan-perusahaan milik negarausaha milik negara masih diperlukan untuk yang tidak efisien atau menjadi beban bagimelengkapi badan-badan usaha milik negara, tanpa memberikan kontribusi yangswasta, khususnya untuk sektor-sektor berarti bagi perekonomian secarakeseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Ackerman, Susan Rose (1998)^ "Corruption: Catalist and Cosntraints", AnnualBank ConferenceDevelopmentEconomics 1997, Washington DC,The World Bank

Adamolekun, Ladipo (1991), "Institutional Perspectives in Africa's Development Crisis" African Government in I990's, TTie Carter Center of Emory University

Bale, Malcolm dan Tony Dale (1998), "Public Sector Reform in New Zealand and Its Relevance toDQ\Q\opmgCo^tnes",77ie WorldBank Research Observer, Wo\. 13,No. 1,February

Basri,Chatib dan Hal Hill (1996), "The Political Economy of Manufacturing Protection inthe LDCs: An Indonesian Case Study", Oxford Development Studies, Vol. 24, No.3, 1996, Oxford, International Development Centre

Boeninger, Edgardo (1992), "Government and Development: Issues and Constraints", TheWorldBank, Proceeding of The WorldBank Annual Conference ond DevelopmentEconomics 1991, Washington DC, IBRD

Chaudhuri, Mrinal Datta (1990), "Market Failure and Goverment Failure", Journal ofEconomic Perspectives, vol. 4, no. 3, summer

Johnston, Michael (1998), "What Can Be Done about Entrenched Corruption?", Annual BankConference Development Economics 1997, Washington DC. The World Bank

Kikeri, Sunita et al (1994), "Privatization: Lesson from Market Economies", World Bank Research Observer, Juli 1994, IBRD,, Washington DC

Krueger, Anne 0 (199p), "Government Failures in Development" Journal ofEconomic Perspectives, vol. 4, no. 3, summer

Li, Wei (1997), "The Impact of Economic Reform on the Performance of Chinese State Enterprises 1980-1989", ofPolitical Economics, vol. 105, No. 5

JEPVol.4No. 1,1999 53

Page 14: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Edy Suahdi Hamid Perandanlniervensi PemerinlahdahmPerekonomian ISSN: 1410-2641

Mardjana, 1 Ketut (1994), "Korporatisasi dan Privatisasi sebagai Altematif PembenahanBUMN", Jurnal Keuangan dan Moneter^ Jakarta, BPEK

Meier M. Gerald (1995), Leading Issues in Economic Development, edisi keenam. NewYork, Oxford University Pressm

Nasution, Anwar (1992), "Demokratisasi Ekonomi di Sektor Industri Manufaktur", dalamM. Arsyad Anwar dkk (eds), Pemikiran, Pelaksanaan, dan PerintisanPembangunan Ekonomi, Jakarta, FEUI-ISEI-Gramedia

Perkins, Dwight H (1991), "Economic System Reform in Developing Countries" dalam Perkins dan Michael Roemer, Reforming Economic System in Developing Countries,Cambrdige, N^assachusetts,Harvard Institute for International Development

Post, James dkk (1996), Business and Society - Corporate Strategy, Public Policy, Ethics,New York, McGraw-Hill Inc

Pusat Data Bisnis Indonesia (1989), Prqfil dan Anatomi BUMN, edisi kedua, volume 1,1989, PDBl, Jakarta

Reynolds, Bruce (ed) (1987), Chinesse Economic Reform

Rosen, Sherwin, dan Bruce A. Weinberg (1998), "Incentives, Efficiency, and GovernmentProvision of Public Services'^wrtMo/ Bank Conference Development Economics1997, Washington DC, The World Bank

Ruru, Bacelius (1986), "Prospek Penjualan Saham BUMN di Bursa Lokal dan Internasional",Kelola, Yogyakarta, MM UGM

Ruru, Bacelius (I986){ "Privatisasi BUMN Sebagai Strategi Makro dl Bidang Pasar Modal",Seminar Pengembangan Pasar Modal, Yogyakarta, ISEI-PAU Studi Ekonomi UGM

Schleifer, Andrei dan Robert W. Vischney (1993) "Corruption" Quarterly of Journal Economy, vol. CVIIl, Agustus, Cambrdige, Massachusetts, MITPress

Stiglitz, Josep E (1986), Economics of the Public Sector, New York-London, WW Northon& Company

Warta Ekonomi (1997), "Liputan Utama", Warta Ekonomi, Jakarta, No,23/IX/27 Oktober 1997

Wha Lee, Jhong (1996), "Government Intervention and Productivity Growth", Journal ofEconomic Growth, vol. 1, no. 3, Nederland, Kluwer Avademic Publishers

Wibisono, Christianto (1986), "Anatomi BUMN di Indonesia; Sejarah, Masalah danProspek",Kelola, MMUGM,Yogyakarta

54 JEPVcl.4No.l, 1999

Page 15: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410-2641 Edy Suandi HamxA.Peran dan Inlervensi Pemerinlah dalam Perekonomian

Lampiran 1The,Public Share in Capital Formation (Selected years)

Country Period Gros Domestic Capital Formation

Public (% of total) Private (%of total)Japan 1892-1901 55.9 44.1

1902-1911 57.3 42.7

I9I2-192I 47.0 53.0

1922-1931 54.1 45.9

Taiwan 1960 45.3 54.7

1980 48.5 51.5

India 1970-1971 46.0 54.0

1975-1976 56.9 43.1

Bangladesh 1980-1981 60.1 39.9

Malaysia 1965 44.6 55.4'

1970 35.9 64.1

Hongkong 1975 16.0 84.0

1980 14.8 85.2

Kenya 1980-1985 41.9 58.1

Ivory Coast 1980-1985 61.0 49.0

Botswana 1980-1985 45.0 55.0

Egypt 1980-1985 65.0 35.0

Turkey 1980-1985 68.0 32.0

Argentina 1980-1985 58.0 42.0

Colombia 1980-1985 40.0 60.0

Mexico 1980-1985 31.0 69.0

Peru 1980-1985 29.0 71.0

Dominican Rep 19870-1985 24.0 • 76.0 .

13 Industrial Countries 1980-1985 30.0 70.0

The figures for India are for Net Domestic Capital Formation and those for Bangladesh and Malaysiaare for Gross Investment.

Sources

1. Bangladesh Bureau of Statistic: Statistical Pocket Book of Bangladesh, 1982 (Dhaka BangladeshBureau of Statistics. 1983)262-63

2. Census and Statistic Department Hongkong Estimates of Gross Domestic Product 1966-1983(Hongong Govermment Poter. 1984) 16-17

3. Control Statistical Ocganizatlon. Statistical Pocket Book India, 1977 (Delhi Govemment of IndiaPress. 1977) 14-15

4. Council for Economic Planning and Development, Taiwan Statistical Data Book. 1987 (JapanCouncil Economic Planning and Development, 1987) 47

JEP Vol. 4 No. 1,1999 55

Page 16: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Edy Suandi Hamid. Perm dmJnlervensi Pemerinrah dalam Perekonomian

Lampiran 2Price Distortion Indexes

ISSN: 1410-2641

Country Distortion Index Country Distrortion Index

Malawi 1.14 Ivory Coast 21.4

Thailand 1.43 Egypt 2.14 .

Cameroon 1.57 Turkey 2.14

Korea, Republic of 1.57 Senegal 2.29

Malaysia 1.57 Pakistan 2.29

Philippines 1.57 Jamaica 2.29

Kenya 1.71 Uruguay 2.29

Yugoslavia 1.71 Bolivia 2.29

Colombia 1.71 Peru 2.29

Ethiopia 1.86 Argentina 2.43

Indonesia 1.86 Chile 2.43

India 1.86 Bangladesh 2.57

Sri Lanka 1.86 Tanzania 2.57

Brazil 1.86 Nigeria 2.71

Mexico 1.86 Ghana 2.86

Source World Bank(1983), Word Development Report, 1983 New York, Exford University Press

Markets, Government, and PolicyMarket Failure dan State Intervention

Lampiran 3

Reasons ofMarket Failure

Market may be monopolised or oligopolistici. There may be externalitiesii. There may be increasing teturns to scaleV. Some markets, particularly insurance and future markets, cannot be perfect and. Inded,

may not exist.V. Markets may adjust slowly or imprecisely because information may move slowly or

marketing institutions may be inflexiblevi. Individuals or enterprises may adjust slowlyvii. Individuals or enterprises may be badly informed about products, prices, their

production possibilities, and so onviii. Individuals may not act so as to maximise anything, either implicitly or explicitlyix. Government taxation is unaviodable and will not, or cannot, take a form which allows

efficiency.

56 JEP Vol. 4 No.l, 1999

Page 17: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

ISSN: 1410-2641 Edy Suandi Hamid./'eron dan InlervensiPemerinlah dalain Perekonomian

Some Problem ofState Intervention

i. Individuals may know more about their own preferences and circumstances than thegovernment

ii. Government planning may increase risk by pointing everyone in the same direction-governments may make bigger mistakes than markets

iii. Government planning may be more rigid and inflexible than private decision-makingsince complex decision-making machinery may be involved in government

iv. Government may.be incapable of administering detailed plans.V. Government controls may prevent private sector individual initiative of there are many

bureaucratic abstaclesvi. Organisations and individuals require incentives to work, innovate, control cost, and

allocate efficiently and the disipline and reward ofthe market cannot easily be replicatedwithin public enterprises and organisations.

vii. Different labels and parts of government may be poorly coordinated in the absence ofthe equalibrating signals provided by the market, particularly where group or regionswith different interest are involved.

viii. Market place constrains on what can be achieved by government, for example, resale ofcommodidies on black markets and activities in the informal sector can disrupt rationingorother non-linier pricing or taxation schemes. This isthegeneral problem of"incentivecompatibiliby."

ix. Controls Create resource-using activities to Influence those controls through lobbyingand corruption-often called rentseeking or directly unproductive activities in theliterature

X. Planning may be manipulated by privilaged and powerful groupts which act in their owninterests and further, planning creates groups with a vested interest in planning, forexample, bureaucrats or industialists who obtain protected positions.

xi. Government may bedominated by narrow interest groups interested in their own welfareand sometimes actively hostile to large sections of the population. Planning mayintensify thir power.

Source: Nicholas Stem. "The Economics of Development," Economic Journal (September1989),-p.6l6. Reprinted by permission.

JEP Vol. 4 No. 1,1999 57

Page 18: PERANDAN INTERVENSIPEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

i!'

Edy Suandi Hamid. Percm dan klervensi Petwrinuih datum Perclconomian ISSN: 1410 - 2641

Lampiran4

Recent Privatization Trancastions Valued at USSlOO Million or more, 1988-92

Data Gross transacticHi

Economy Interprise of value (millions Sector

Sale ofUSS)

Mexico Bancomer 10/91 2,550 Banking

Mexico Bancamex 9/91 2300 Baning

Korea, Republic of Korea Electric Power 6/89 2,100 Power

Venezuela CANIV 11/90 1,885 Telecommunications

Mexico TELMEX 12/90 1,760 Telecommunications

Brazil Usiminas 12/92 1,430 Steel

Mexico Mexicana de Cobre 10/88 1360 Mining

Argentina INTEL 11/90 1344 Telecommunications

Mexico Banca Serfin 1/92 909 Banking

Mexico Muhibanco Commennex 2/92 872 Banking

Malaysia Telekom Malaysia 10/90 861 Telecommunications

Brazil Copesul 5/92 839 Petrochemical

Mexico Cananea, 9/90 475 Mining

Argentina Somisa 10/92 m Steel

Philippines Philippines Airlines 1/92 368 Airline

Mexico Aerovias de Mexico 11/88 339 Airline

Philippines Nonoc 10/90 325 Mining

Taiwan (China) China Steel 4/89 285 Steel

Argentina Aerolinas Argentinas 4/90 • 285 Airline

Mexico Banca Cremi 6/91 248 Banking

Mexico Muhibanco de Mercantil 6/91 204 Banking

Mexico Banpais 6/91 182 Banking

Mexico Sicartsa 1 11/91 170 Steel

Chile Compania deTelefonos 1/88 170 Telecommunications

Mexico Sidermex North 11/91 145 Steel

Venezuela VIASA 9/91 145 Airline

Mexico Mexicana de Aviacion 6/89 140 Airline

Brazil Aracruz 5/88 130 Pulp and PaperTurkey Perkim 6/90 125 Petrochemical

Peru Herro Peru 12/92 120 MiningPoland Kwidzyn 8/92 120 Pulp and paperHungary Tungsram 5/89 110 Electric equipment

Mexico Nikko Hotel 10/88 110 Hotel

Mexico Terefaltos Mexicanos 1/88 106 Cemical

Colombia Papercol 8/90 1 100 Pulp and paper

Source: Privatization International Yearbook and World Bank data

58 JEP Vol. 4 No.l, 1999