perpustakaan pusat mata nasional rumah sakit mata...
TRANSCRIPT
1
ABSTRACT
Introduction: Cataract is responsible for 10% blindness in children
worldwide. The control of long-term outcomes of childrens with cataract
remains one of the biggest challenges. Performing a good pre-operative
examination and calculating appropriateintraocular lens (IOL) power
creates better visual outcome and minimum complication.
Purpose: to present a case of refractive surprise in patient following
cataract surgery.
Case Report: a 6-years old boy came to Cicendo National Eye Hospital
with blurriness after cataract surgery that was performed a week ago. He
was previously diagnosed as developmental cataract on both eyes, and the
cataract surgery was performed on his right eye. The visual acuity on his
right eye was 3/60 S-7.50C-1.50 x 10 = 0.4, while the left eye visual acuity
was 0.2. The ophthalmology examination on his right eye shows
appearance of centered intraocular lens (IOL). The examination of his left
eye found lens opacity, the rest is normal.Patient was performed IOL
exchange procedure on his right eye, resulting an improvement visual
acuity of 0.2 S+2.00 C-3.50 x15 = 0.25 a week after.In this case we found
differences of axial length measurement on the right eye by 3.62 mm
between pre and post operative examination.
Conclusion: Precised pre operative examination on a child with cataract
should be done carefully before the surgery to prevent any long-term
complications.
PENDAHULUAN
Katarak merupakan penyebab kebutaan pada 10% populasi anak di
seluruh dunia. Katarak dapat muncul sebagai kelainan tersendiri, maupun
berhubungan dengan kelainan sistemik lain. Sementara di Asia, katarak
menjadi penyebab kebutaan pada lebih dari satu juta anak, dengan angka
kejadian sebesar 7.4 – 15.3%. Katarak dapat timbul secara unilateral
maupun bilateral dan dapat bervariasi dalam ukuran, morfologi, serta
2
derajat kekeruhan. Sehingga efek gangguan penglihatan yang ditimbulkan
pun bervariasi begitu juga dengan penanganan dan prognosisnya.(1)(2)
Perhitungan target refraksi pasca operasi yang akurat menjadi
sebuah tantangan tersendiri bagi ahli bedah katarak. Salah satu faktor yang
utama ialah biometri yang meliputi pengukuran panjang aksial bola mata,
keratometri dan kedalaman bilik mata depan. Tantangan tersebut semakin
berat ketika berhadapan dengan pasien anak dengan katarak. Memilih
kekuatan LIO untuk diimplantasikan pada mata yang masih akan tumbuh
merupakan kesulitan tersendiri. Melakukan implantasi LIO dengan hasil
emetropia akan meningkatkan resiko terjadi myopia saat usia anak
bertambah. Sebaliknya, bila pemeriksa memberikan keadaan hiperopia
pada mata anak tersebut, hal ini akan menyulitkan dokter untuk
mengendalikan resiko terjadi amblyopia. Hingga kini belum ada satupun
yang menemukan formulasi atau teknik prediksi Perhitungan LIO yang
akurat untuk anak-anak. (1)(3)
Kesalahan pada pengukuran status refraksi preoperatif dapat
menimbulkan berbagai kesulitan lain pasca operasi. Salah satunya dapat
terjadi refractive surprise. Laporan kasus ini akan membahas mengenai
refractive surprise pasca operasi katarak pada pasien anak.
LAPORAN KASUS
Pasien laki-laki berusia 6 tahun datang diantar orang tuanya untuk
kontrol ke Poli Pediatrik Oftalmologi PMN RS Mata Cicendo dengan
keluhan penglihatan masih buram satu minggu setelah operasi katarak.
Pasien sebelumnya didiagnosis menderita katarak developmental ODS
dan telah menjalani operasi katarak pada mata kanan tanggal 23
November 2016, dengan hasil pengukuran diameter kornea OD 12 mm,
keratometri OD 40,89/44.80, serta panjang aksial OD 20.13 mm. Power
LIO yang terpasang adalah +30.00 D dengan nilai konstanta LIO 118.0
jenis foldable dan target refraksi +1.66. Tidak terdapat komplikasi saat
dilakukan operasi. Saat datang, pasien masih menggunakan obat antibiotik
3
tetes levofloxacin 6x1 tetes mata kanan, prednisolon asetat tetes mata 8x1
tetes mata kanan dan homatropin 2% tetes mata 2x1 tetes mata kanan
yang diberikan pasca operasi.
Gambar 1. Hasil pemeriksaan biometri menggunakan ultrasonografi A-scan pada mata kanan yang dilakukan sebelum operasi pertama.
Pasien merupakan anak tunggal, lahir cukup bulan melalui
persalinan normal dibantu bidan. Pasien langsung menangis kuat setelah
lahir. Berat badan lahir pasien 2900 gram. Ibu pasien memeriksakan
kehamilan setiap bulan ke bidan, dan selama kehamilan menyangkal
adanya penyakit atau mengkonsumsi obat-obatan.
Pemeriksaan status generalis member kesan dalam batas normal.
Berat badan pasien 16 kilogram, tinggi badan 103 cm. Pemeriksaan status
oftalmologis tajam penglihatan pasien VOD 3/60 ph sulit VOS 0.2 ph
tetap. Posisi bola mata ortotropia, tidak ada nystagmus. Gerakan bola
mata baik ke segala arah tanpa hambatan. Tekanan bola mata dengan
palpasi kesan dalam batas normal. Pemeriksaan segmen anterior kedua
4
mata didapatkan jahitan kornea sebanyak 1 buah, intak. Bilik mata depan
kedalaman sedang, tampak flare/cell +1/+1. Didapatkan lensa intraokular
di bilik mata belakang pada mata kanan, sedangkan pada mata kiri tampak
kekeruhan lensa tipe lamellar. Pemeriksaan segmen posterior dengan
funduskopi pada mata kanan didapatkan dalam batas normal, namun pada
mata kiri tidak dapat dilakukan karena kekeruhan media, sehingga
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dengan hasil segmen posterior
dalam batas normal.
Gambar 2. Pemeriksaan segmen anterior kedua mata.Tampak adanya lensa intraokular pada mata kanan. Pada mata kiri lensa tampak keruh.
Tajam penglihatan mata kanan pasien dengan pemeriksaan koreksi
sikloplegik ialah 3/60 S-7.50 C-1.50 X 10 = 0.4. Pasien didiagnosis
sebagai pseudofakia OD, katarak developmental OS, serta myopic
surprise OD. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan IOL
exchange OD dalam narkose umum. Pasien dilakukan pemeriksaan
biometri ulang mata kanan dengan menggunakan IOLMaster™. Panjang
aksial mata kanan didapatkan 23.75 mm.
5
Gambar 3. Pemeriksaan biometri menggunakan IOLMaster™. pada mata kanan yang telah dilakukan operasi dan mata kiri dengan katarak developmental.
Tindakan IOL exchange OD dilakukan pada tanggal 10 Januari
2017. Pemeriksaan biometri dilakukan dengan biometri A-scan, dan
mendapatkan hasil panjang aksial 23.75mm, prediksi kekuatan lensa
intraokular +20.50D dengan target refraksi -0.07. Hasil tersebut
didapatkan setelah melakukan pemeriksaan beberapa kali untuk
mendapatkan hasil yang tepat. Prosedur diawali dengan tindakan aseptik
dan antispetik. Jahitan pada kornea mata kanan dilepaskan. Insisi
6
berbentuk garis horizontal dilakukan pada kornea arah jam 12, kemudian
ditembus dengan keratom ke dalam bilik mata depan. Cairan viskoelastik
diberikan di depan dan belakang lensa intraokular . Lensa intraokular di
eksplantasi dari dalam kapsul lensa. Lensa intraokuler pengganti
berkekuatan +20.50 D jenis foldable dengan nilai konstanta 118.4
diimplantasikan ke dalam sulkus siliaris. Penjahitan dilakukan dengan
benang ethylon 10-0 sebanyak 5 buah dengan teknik interrupted. Pada
akhir operasi diberikan injeksi antibiotik kombinasi dengan steroid di
subkonjungtiva. Tidak terdapat komplikasi selama tindakan.
Gambar 4. Ultrasonografi A-scan sebelum dilakukan IOL exchange
Pasien diperiksa kembali satu hari pasca operasi. Tidak terdapat
keluhan subjektif pada pasien. Pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan
VOD 0.1 ph sulit, VOS 0.1 ph tetap. Pemeriksaan segmen anterior mata
kanan tampak perdarahan subkonjungtiva, tampak jahitan kornea
sebanyak 5 buah intak. Bilik mata depan kedalaman sedang, tampak fibrin
di depan pupil, dengan flare/cell +1/+3. Lensa intraokular tampak sentral
7
di tempat. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri tampak lensa keruh.
Pasien didiagnosis sebagai pseudofakia OD, katarak developmental OS.
PTerapi yang diberikan ialah antibiotik levofloxacin 6x1 tetes mata kanan.
Pemberian prednisolon asetat ditingkatkan menjadi 1 tetes/jam mata
kanan. Pasien diperbolehkan rawat jalan dan dijadwalkan kontrol kembali
1 minggu yang akan datang.
Gambar 5. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan pasca operasi IOL exchange.
Pasien datang kembali pada tanggal 20 Januari 2017 untuk kontrol
1 minggu pasca operasi. Pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan
VODS 0.2. Tekanan bola mata kanan 10 mmHg sedangkan mata kiri 12
mmHg. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan ditemukan 5 buah
jahitan kornea intak, bilik mata depan sedang, f/s +1/+1, LIO di sulkus
siliaris dengan posisi sentral. Pemeriksaan segmen posterior mata kanan
kesan dalam batas normal. Pemeriksaan segmen posterior mata kiri sulit
dinilai karena kekeruhan media. Pasien kemudian diperiksa status refraksi
pupil lebar dan dilakukan koreksi. Hasil pemeriksaan refraksi pupil lebar
didapatkan S+2.00 C-3.50 X 15 = 0.25. Pemakaian obat-obatan post
operasi dilanjutkan, prednisolone asetat diturunkan menjadi 6x1 tetes
mata kanan. Pasien direncanakan untuk dilakukan operasi aspirasi irigasi
dengan implantasi LIO mata kiri dalam NU, kemudian jahitan mata kanan
8
akan diangkat dan setelahnya akan diperiksa kembali status refraksi kedua
mata.
DISKUSI
Kesalahan dalam pengukuran kekuatan LIO preoperasi merupakan
salah satu faktor penyebab utama timbulnya refractive surprise selain
perubahan status refraksi karena pertumbuhan ukuran bola mata. Oleh
karena itu, diperlukan teknik pengukuran yang tepat dengan menggunakan
alat yang terkalibrasi.(3)
Pasien didiagnosis sebagai refractive surprise OD setelah
ditemukan perbaikan tajam penglihatan 3/60 dan dengan koreksi S-7.50
C-1.50 X 10 menjadi 0.4 pada mata yang telah dipasang LIO. Status
refraksi tersebut tidak sesuai dengan prediksi status refraksi preoperasi
sebesar +1.66 dengan LIO berkekuatan +30.0D. LIO dengan kekuatan
+30.0D didapat dari hasil pemeriksaan biometri A-scan ultrasound yang
mengkalkulasikan ukuran panjang aksial bola mata, keratometri serta
target refraksi menggunakan rumus SRK/T.
Gambar 6. Rumus regresi penghitungan kekuatan LIO
Hasil pengukuran panjang aksial bola mata kanan saat
pemeriksaan mata sebelum operasi pertama didapatkan 20.13 mm, dengan
nilai K140.69D dan K2 44.80D. Saat didapatkan adanya refractive
surprise, pasien diperiksa biometri ulang dengan menggunakan
IOLMaster, dan didapatkan hasil panjang aksial bola mata 23.75 mm, K1
41.98D dan K2 43.89D, serta prediksi kekuatan LIO sebesar +19.5D
hingga +21.0D untuk membuat status refraksi menjadi emetropia. Hasil
9
ini kemudian dikonfirmasi kembali durante operasi dengan didapatkan
panjang aksial 23.75 mm. Selisih pengukuran panjang aksial mata kanan
sebesar 3.62 mm ekuivalen dengan selisih Perhitungan kekuatan LIO
sebesar 9.00D. Dimana perbedaan 1 mm panjang aksial bola mata
memberikan perubahan kekuatan refraksi sebesar 2.50D. Hasil
pemeriksaan keratometri yang memberikan perbedaan kekuatan sebesar
>1.00D antara kedua aksis menunjukkan bahwa pemeriksaan perlu
diulang kembali.(4)(5)
Pemeriksaan biometri dapat dilakukan menggunakan
ultrasonografi A-scan. Ultrasonografi A-scan dilakukan dengan dua cara,
yaitu kontak dan immersi. Wilson dan Trivedi melakukan penelitian untuk
membandingkan hasil pemeriksaan panjang aksial bola mata dengan
menggunakan cara immersi dan kontak. Pengukuran dengan
menggunakan cara kontak memberikan panjang aksial bola mata yang
lebih pendek rata-rata 0.27 mm dibandingkan dengan cara immersi. Pada
kasus ini pemeriksaan biometri dengan ultrasonografi A-scan dilakukan
dengan cara kontak, sehingga dapat memberikan hasil pengukuran
panjang aksial yang lebih pendek dari nilai sebenarnya.(4)
Pemeriksaan keratometri dapat dilakukan menggunakan
automated handheld keratometer. Pemeriksaan keratometri dilakukan
setelah anak berada dalam kondisi sedasi, sebelum dipasang spekulum
mata. Permukaan kornea harus tetap dalam kondisi terbasahi dengan
cairan Balance salt solution untuk mencegah kornea kering. Nilai akurasi
dan reliabilitas pengukuran dengan alat tersebut masih dianggap
suboptimal, sehingga perlu dilakukan perhitungan beberapa kali untuk
diambil nilai rata-ratanya. Wilson dan Trivedi menyatakan bahwa nilai
keratometri pasien anak dengan katarak berbeda dengan anak yang tidak
memiliki katarak.(4)(6)
Faktor pertumbuhan ukuran bola mata menjadi kendala yang
menyulitkan dalam menentukan kekuatan LIO yang dipasang. Nilai rata-
rata myopic shift pada anak sesuai usia dapat dijadikan pertimbangan
10
untuk menentukan berapa kekuatan LIO yang akan dipasang.
Undercorrection dapat dilakukan untuk mengakomodasi myopic shift
yang terjadi, dengan koreksi hiperopia yang minimal agar tidak
menimbulkan resiko amblyopia. Usia yang semakin muda akan
memperbesar nilai undercorrection kekuatan LIO yang diimplantasikan.
Sebuah pengujian regresi linear mengungkapkan bahwa pada 6 bulan
pertama kehidupan, panjang aksial bola mata bertambah 0.62 mm per
bulan. Sejak usia 6 hingga 18 bulan, panjang aksial akan bertambah 0.19
mm setiap bulan dan setelah usia 18 bulan, ukuran tersebut masih akan
bertambah 0.01 mm per bulan atau 0.12 mm setiap tahunnya. Bila angka
panjang aksial bola mata rata-rata pada bayi usia 1bulan ialah 16.01 mm,
dan meningkat menjadi rata-rata 23.20 mm pada anak usia 10-18 tahun,
maka pertumbuhan panjang aksial yang terjadi sebesar 7.19 mm. Nilai ini
dapat dijadikan acuan untuk memprediksi kekuatan refraksi pasca operasi,
walaupun tidak akurat dan memiliki variabilitas yang besar pada setiap
anak.(4)
Enyedi dkk dan Dahan dkk memaparkan sebuah acuan untuk
menentukan besarnya undercorrection yang dapat dilakukan pada anak
pasca operasi. Dahan dkk menganjurkan melakukan undercorrection
sebesar 20% dari kekuatan LIO yang diperlukan untuk menjadi emetropia
pada anak usia <2 tahun dan pengurangan 10% pada anak usia > 2tahun.
Pendekatan yang dilakukan oleh Enyedi dkk ialah dengan membuat target
refraksi +6 untuk anak usia 1 tahun, +5 untuk anak usia 2 tahun, +4 untuk
anak usia 3 tahun, +3 untuk anak usia 4 tahun, +2 untuk anak usia 5 tahun,
+1 untuk anak usia 6 tahun, plano untuk anak usia 7 tahun, serta -1 hingga
-2 untuk anak usia 8 tahun ke atas (rule of seven).(7)(8)(9)
Pemeriksaan biometri pada pasien anak dengan katarak memiliki
perbedaan dibandingkan dengan anak tanpa katarak. Gordon dan Donzis
menemukan bahwa panjang aksial bola mata pada anak dengan katarak
(20.5 ± 2.9 mm) berbeda secara signifikan (P < 0.001) dengan panjang
aksial bola mata anak tanpa katarak (21.9 ± 1.6 mm). Hal ini dapat
11
menjelaskan mengapa terjadi perbedaan hasil pemeriksaan antara
preoperasi dengan pasca operasi, namun apakah selisih 3.62 mm
diakibatkan karena ada dan tidaknya katarak masih harus diteliti lebih
lanjut.(10)
Pasien memiliki panjang aksial bola mata kanan 23.75 mm yang
sudah mendekati ukuran bola mata dewasa. Hal ini mengarahkan penulis
pada 2 hal; ukuran bola mata tersebut mendekati ukuran normal bola mata
sehingga dapat dilakukan prediksi target refraksi emetropia dan kemudian
melakukan hal yang sama pada mata sebelahnya, namun pemikiran
berikutnya ialah masih ada kemungkinan ukuran bola mata akan berubah
seiring bertambahnya usia. Prinsip pemasangan LIO pada anak hingga
saat ini belum memiliki suatu kesepakatan. Sebagian ahli berpedapat
bahwa membuat status refraksi menjadi emetropia akan memudahkan
evaluasi tajam penglihatan dengan resiko amblyopia yang lebih minimal.
Namun ahli lainnya memilih untuk membuat status refraksi pasca operasi
sedikit hiperopia sehingga perubahan ukuran bola mata yang masih terjadi
akan terpenuhi dengan sisa hiperopia yang ada. Pilihan kedua ini memiliki
resiko amblyopia sedikit lebih tinggi namun lebih banyak dijadikan
pilihan oleh para klinisi. Pada kasus ini perlu ditanyakan kembali pada
orang tua pasien mengenai riwayat myopia dalam keluarga untuk
memprediksi pertumbuhan ukuran bola mata pasien.(5)(11)
Status refraksi pasien pasca tindakan IOL exchange ialah S+2.00
C-3.50 X 15 = 0.25 dengan nilai spherical equivalent +2.00 +(-1.75) =
+0.25. Nilai ini mendekati nilai refraksi emetropia yang sesuai dengan
target refraksi pre operasi. Nilai astigmat yang tinggi dapat diakibatkan
adanya jahitan pada kuadran superior sehinga direncanakan untuk
dilakukan pengangkatan jahitan saat 1-2 bulan pasca operasi.
SIMPULAN
Pemeriksaan preoperasi memegang peranan penting dalam
menentukan target refraksi pada pasien anak dengan katarak.
12
Pertumbuhan ukuran bola mata menjadi faktor yang cukup berpengaruh,
dan hingga kini masih ditemukan kesulitan untuk menentukan status
refraksi pasca operasi. Pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti dengan
akurasi alat yang presisi akan memudahkan klinisi dalam menentukan
target refraksi yang ingin dicapai pada pasien anak dengan katarak.
Komplikasi berupa amblyopia serta refractive surprise perlu menjadi
perhatian saat menentukan LIO yang akan diimplantasikan.
Pemberian informasi yang tepat dapat membantu pasien
memahami kondisi yang dialami, serta meningkatkan kepatuhan pasien
untuk kontrol sehingga kondisi mata terpantau dengan baik oleh dokter
mata.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaidjohar SR, Savalia NK, Vasavada AR GP. Epidemiology Based
Ethiological Study of Pediatric Cataracts in Western India. Indian J
Med Sci. 2004;58(3).
2. Gilbert CE, Canovas R, Hagan M, Rao S FA. Causes of childhood
blindness: results from West Africa, South India and Chile. Eye.
1993;7:184–8.
3. Hiramatsu R, Fujisawa K. To avoid post-operative refractive error
in cataract surgery. Saudi J Ophthalmol [Internet]. 2012;26(1):113–
4. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.sjopt.2010.11.004
4. Wilson ME, Trivedi RH. Axial length measurement techniques in
pediatric eyes with cataract. Saudi J Ophthalmol [Internet].
2012;26(1):13–7. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.sjopt.2011.11.002
5. Boyd B. The Art and The Science of Cataract Surgery. 25th ed.
Panama: Highlights of Ophthalmology International; 2001. 42-44
p.
6. Trivedi RH, Power IOL, Cataracts P, Trivedi RH, Wilson ME.
MINOR REVIEW IOL Power Calculation for Pediatric Cataract.
2006;(September):189–93.
7. Dahan E, Drusedau M. Choice of lens and dioptric power in
pediatric pseudophakia. J Cataract Refract Surg. 1997;23(Supl
1):618–23.
8. Enyedi L, Peterseim M, Freeman S, Buckley E. Refractive changes
after pediatric intraocular lens implantation. Am J Ophthalmol.
1998;126(6):772–81.
9. Sachdeva V, Katukuri S, Kekunnaya R, Fernandes M, Ali M.
Validation of Guidelines for Undercorrection of Intraocular Lens
Power in Children. Am J Ophthalmol. 2017;174:17–22.
10. Gordon RA DP. Refractive development of the human eye. Arch
14
Ophthalmol. 1985;103:785–9.
11. American Academy of Ophthalmology. Cataract Surgery in
Pediatric Patients. In: Section 6: Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. San Fransisco: European Board of Ophthalmology;
2014. p. 302.