perubahan material arsitektur tradisional … arsitektur/seminar... · arsitektur tradisional...

14
1 | Page PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL BETAWI Kasus Studi Rumah Tradisional Betawi Pada Perkampungan Betawi Meruya Udik, Meruya Selatan, Jakarta Barat Rahmat Faiz Abdullah dan Rahil M. Hasbi Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRACT Architectural development always has an impact on the architectural rules that had previously existed. In Indonesia, which the majority of the people are influenced by the culture, they have a strong connection with nature, the development of traditional architecture depends on the tradition, attitudes and values that applied in each area, including Betawi traditional architecture in Jakarta. Nowadays, the growth of artificial materials has increased. Slowly the behavior of people in Jakarta who used natural resources as their main material of their house has changed and also it is caused by the lack of the land in Jakarta, as well as the increase of many complex architectural style that have become a big influence in developing traditional architecture style. In the past, the natural materials used by Betawi people were jackfruit wood, gowok wood, kecapi wood, bamboo, and etc., but because of the strength quality of these natural materials are very limited, only decades, then the materials will rotten and damaged because of the age and natural factors. The development of artificial materials have many advantages and convenience especially on the strength quality that can be used for hundred years. It’s like offering something new that can be used by Betawi people to make their house which can be used ever after - standing for hundred years. Keywords: changes, Betawi traditional architecture, natural materials, engineering materials, factors cause changes ABSTRAK Perkembangan arsitektur selalu berdampak pada pakem dari langgam arsitektur yang telah lebih dahulu ada, di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat kultural yang memiliki keterkaitan kuat dengan alam, arsitektur tradisional berkembang sesuai dengan adat, perilaku dan norma yang berlaku di setiap daerah, termasuk halnya arsitektur tradisional Betawi di Jakarta. Pada zaman dimana perkembangan material-material buatan berkembang pesat seperti sekarang ini, pelan-pelan kebiasaan masyarakat tradisional Jakarta yang dahulunya banyak memanfaatkan kekayaan alam untuk material rumah tradisionalnya mulai bergeser, ditambah lagi semakin menurunnya jumlah lahan yang tersedia di Jakarta yang dahulunya menjadi tempat material alami bisa diambil, serta semakin kompleksnya gaya arsitektur yang banyak bermunculan menjadi hal yang memiliki andil besar dalam mengembangkan arsitektur lokal. Dahulu, material alami yang biasa digunakan masyarakat Betawi adalah kayu nangka, kayu kecapi, kayu gowok, bambu, dan lain sebagainya, namun karena kekuatan material-material alam tersebut sangatlah terbatas berkisar hanya puluhan tahun saja, maka material-material yang sejak lama digunakan tersebut kemudian melapuk dan rusak utamanya karena factor usia dan factor alam. Berkembangnya material-material rekayasa yang memberikan banyak keunggulan dan kemudahan terutama pada sisi kekuatan untuk digunakan

Upload: phamtruc

Post on 05-Feb-2018

260 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

1 | P a g e

PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL BETAWI

Kasus Studi Rumah Tradisional Betawi Pada Perkampungan Betawi Meruya Udik, Meruya Selatan, Jakarta Barat

Rahmat Faiz Abdullah dan Rahil M. Hasbi

Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Architectural development always has an impact on the architectural rules that had previously existed. In Indonesia, which the majority of the people are influenced by the culture, they have a strong connection with nature, the development of traditional architecture depends on the tradition, attitudes and values that applied in each area, including Betawi traditional architecture in Jakarta. Nowadays, the growth of artificial materials has increased. Slowly the behavior of people in Jakarta who used natural resources as their main material of their house has changed and also it is caused by the lack of the land in Jakarta, as well as the increase of many complex architectural style that have become a big influence in developing traditional architecture style. In the past, the natural materials used by Betawi people were jackfruit wood, gowok wood, kecapi wood, bamboo, and etc., but because of the strength quality of these natural materials are very limited, only decades, then the materials will rotten and damaged because of the age and natural factors. The development of artificial materials have many advantages and convenience especially on the strength quality that can be used for hundred years. It’s like offering something new that can be used by Betawi people to make their house which can be used ever after - standing for hundred years.

Keywords: changes, Betawi traditional architecture, natural materials, engineering materials, factors cause changes

ABSTRAK

Perkembangan arsitektur selalu berdampak pada pakem dari langgam arsitektur yang telah lebih dahulu ada, di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat kultural yang memiliki keterkaitan kuat dengan alam, arsitektur tradisional berkembang sesuai dengan adat, perilaku dan norma yang berlaku di setiap daerah, termasuk halnya arsitektur tradisional Betawi di Jakarta. Pada zaman dimana perkembangan material-material buatan berkembang pesat seperti sekarang ini, pelan-pelan kebiasaan masyarakat tradisional Jakarta yang dahulunya banyak memanfaatkan kekayaan alam untuk material rumah tradisionalnya mulai bergeser, ditambah lagi semakin menurunnya jumlah lahan yang tersedia di Jakarta yang dahulunya menjadi tempat material alami bisa diambil, serta semakin kompleksnya gaya arsitektur yang banyak bermunculan menjadi hal yang memiliki andil besar dalam mengembangkan arsitektur lokal. Dahulu, material alami yang biasa digunakan masyarakat Betawi adalah kayu nangka, kayu kecapi, kayu gowok, bambu, dan lain sebagainya, namun karena kekuatan material-material alam tersebut sangatlah terbatas berkisar hanya puluhan tahun saja, maka material-material yang sejak lama digunakan tersebut kemudian melapuk dan rusak utamanya karena factor usia dan factor alam. Berkembangnya material-material rekayasa yang memberikan banyak keunggulan dan kemudahan terutama pada sisi kekuatan untuk digunakan

Page 2: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

2 | P a g e

dalam jangka waktu ratusan tahun seolah menawarkan sesuatu baru yang dapat digunakan masyarakat Betawi untuk membuat rumah mereka tetap dapat digunakan meski telah berdiri ratusan tahun.

Kata Kunci: perubahan, arsitektur tradisional betawi, material alami, material rekayasa, factor penyebab perubahan

1 LATAR BELAKANG

Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, pola hidup, adat istiadat dan norma-norma yang berlaku pada suatu komunitas tradisional, implementasi bentuk dan coraknya beragam sesuai dengan tempat dimana ia berada, pengaruhnya dihasilkan dari kearifan local yang diwariskan secara turun temurun oleh para pendahulu komunitas tradisional sesuai ketentuan adat yang disepakati bersama, sebagai Negara yang memiliki banyak etnis Indonesia memiliki beragam bentuk arsitektur tradisional yang berkembang dari Sabang sampai merauke, di Indonesia bagian barat Aceh memiliki Rumoh Aceh, di Indonesia bagian tengah Toraja memiliki Rumah Tongkonan, dan di Indonesia bagian timur Papua memiliki Rumah Honai, semuanya berkembang dan menjadi ciri khas dari daerahnya masing-masing. Setiap tempat yang menjadi lokasi sebuah karya seni bangunan akan selalu bercerita tentang kondisi yang melatarbelakanginya. Priyo Pratikno (2011)

Jakarta sebagai ibukota negara juga memiliki rumah adat yang menjadi ciri khas kota nya, etnis Betawi yang hidup dan tinggal di Jakarta memiliki rumah tradisional Betawi, rumah tradisional Betawi berkembang dari tengah kota hingga daerah pesisir, bahkan berkembang juga pada kota-kota penunjang Ibukota, seperti Tangerang, Bekasi, dan Bogor, ini dikarenakan etnis Betawi yang menyebar kemudian mendirikan rumah tradisionalnya pada daerah-daerah yang didiami.

Sebagai ibukota negara, Jakarta tentunya tidak lepas dari perkembangan-perkembangan yang terjadi, modernisasi dan gaya hidup yang semakin kompleks kemudian ikut pula merubah arsitektur yang berkembang, arsitektur bergaya modern berkembang pesat dan lebih banyak dijumpai saat ini dibandingkan arsitektur tradisional yang menjadi ciri khas kotanya, arsitektur tradisional Betawi seolah hilang ditelan gedung-gedung tinggi dan mall-mall yang ada, serta kalah bersaing dari perumahan-perumahan mewah dan real estate yang mayoritas bergaya arsitektur modern.

Ketenaran arsitektur modern tidak lepas dari penggunaan bahan material yang digunakan, bahan fabrikasi yang telah tersentuh teknologi menjadi keunggulan dari arsitektur modern, kesan kuat, rapi, indah, dan glamor menjadi sampul yang dapat jelas terlihat oleh masyarakat yang melihatnya, karena elastisitas dari material-material fabrikasi yang dapat dibentuk sesuai model dan kebutuhan yang diinginkan.

Di tengah pesatnya arus modernisasi yang terjadi di Jakarta, arsitektur tradisional Betawi masih dapat bertahan hingga saat ini, tidak dipungkiri tentu banyak perubahan yang terjadi pada arsitekturnya untuk dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungan yang berkembang, hasil dari tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana rumah tradisional Betawi yang berada di kawasan Meruya Udik, Meruya Selatan, Jakarta Barat bertahan dan berkembang dengan perubahan material kekinian yang lebih unggul dibanding material tradisional yang sejak turun temurun telah digunakan oleh masyarakat Betawi.

2 METODE PENELITIAN

Pendekatan dalam penelitian menggunakan metode kualitatif dan metode historik, dalam penelitian ini peneliti mengamati individu atau unit secara mendalam dan mencari faktor-faktor yang dapat menjelaskan kondisi subyek dan obyek yang diteliti, sedangkan metode historik digunakan untuk mengkaji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan sejarah agar hasil penelitian menjadi lebih lengkap.

Page 3: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

3 | P a g e

2.1 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dari sumber data yang telah didapatkan dalam penelitian ini maka teknik pengumpulan data dijawab dengan :

1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dijabarkan dari pedoman pengumpulan data dan informasi yang relevan. Wawancara ditujukan kepada informan yang dianggap dapat memberikan informasi yang relevan dengan permasalahan kajian, antara lain kepala desa, pemilik rumah, atau orang-orang yang telah lama menetap di daerah yang dijadikan lokasi penelitian.

2. Observasi Langsung

Observasi yang dilakukan ada dua macam, yaitu untuk mengamati elemen-elemen arsitektural rumah tradisional Betawi yang menjadi ciri khas arsitekturnya. serta observasi terhadap perubahan material yang terjadi pada rumah tradisional Betawi akibat banyaknya rumah-rumah berarsitektur modern yang berdiri disekitarnya.

3. Mencatat Arsip dan Dokumentasi

Mencatat arsip dan dokumentasi yang dikaitkan dengan masalah dan tujuan penelitian.

Fokus dari penelitian tentang arsitektur tradisional Betawi ini adalah pada materialnya, peneliti akan menganalisa perubahan-perubahan akibat perkembangan zaman yang terjadi disekitar lokasi arsitektur tradisional tersebut berada, analisanya dengan cara membandingkan arsitektur tradisional Betawi asli, dengan perubahan-perubahan yang telah terjadi pada rumah-rumah tradisional Betawi yang diteliti.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Arsitektur Tradisional

Sebagai Negara majemuk yang memiliki berbagai macam etnis, Indonesia juga memiliki arsitektur tradisional yang terbentang dari sabang sampai merauke, arsitektur tersebut menjadi perlambang dan ciri khas dari masing-masing etnis di tiap daerah. Arsitektur tradisional merupakan implementasi dari keseharian yang diwujudkan dalam bentuk bangunan, tradisi membangun masyarakat untuk mewujudkan rumah tinggal yang sesuai dengan kebutuhan adat istiadat dari masing-masing daerah. Menurut Amos Rapoport (1960), Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mempelajari bangunan tradisional berarti mempelajari tradisi masyarakat yang lebih dari sekadar tradisi membangun secara fisik. Masyarakat tradisional terikat dengan adat yang menjadi konsesi dalam hidup bersama. Menurut Myrtha Soeroto (2003, Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia) Arsitektur tradisional merupakan identitas budaya suatu suku bangsa, karena didalamnya terkandung segenap peri kehidupan masyarakatnya. Jadi, setiap perubahan bentuk kehidupan masyarakat tradisional akan mempengaruhi arsitekturnya. Arsitektur tradisional mementingkan keserasian antara manusia, adat, dan alam, kearifan arsitekturnya terlihat dari penggunaan bahan material yang berasal dari alam, namun penggunaannya tetap diatur oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat, ini dilakukan agar kelestarian alam tetap terjaga.

Ditengah arus globalisasi arsitektur dunia yang semakin meluas serta gencarnya pembangunan di segala sektor, menyebabkan pergeseran nilai serta filosofi dari arsitektur tradisional yang ada, sehingga wujud dari arsitektur tradisional itu sendiri ikut berubah mengikuti perkembangan yang terjadi, perubahan-perubahan tersebut tidak diimbangi oleh kemampuan untuk mempertahankan ketradisionalan yang dimiliki bangsa ini, sehingga banyak perumahan yang berkembang di suatu daerah tidak mengikuti ciri khas dari arsitektur tradisional daerah tersebut. Eko Budihardjo dalam bukunya Arsitektur Pembangunan dan Konservasi (1997), menganalisa secara kritis mengenai arsitektur dan konservasinya. Globalisasi telah membuat kebudayaan setiap bangsa berada dalam proses transformasi terus menerus sehingga masyarakat menjadi semakin heterogen. Simbol, makna, dan

Page 4: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

4 | P a g e

bahasa arsitektur yang dulunya disepakati bersama dalam suatu komunitas tradisional, saat ini makin tidak tersepakati secara homogen. Pluralisme budaya memang akan menjadi ciri setiap bangsa industrial modern yang sedang bergerak maju dan menuntut setiap profesi agar semakin kreatif dengan penemuan dan ragam alternatif inovasi baru.

Menurut Marcus Gartiwa, Arsitektur tradisional Indonesia berdasarkan budayanya secara umum dapat ditandai memiliki ciri atau karakter sebagai berikut :

a. Penserasian mikro kosmos dengan makro kosmos

b. Menghormati alam

c. Sebagai sarana dasar dalam membentuk jiwa penghuninya

d. Berlandaskan agama/kepercayaan

2.2.2 Modernisasi Dalam Arsitektur

Modernisasi dalam arsitektur Indonesia diawali dari Revolusi Industri pada abad ke 19, karena adanya perubahan dalam teknologi, sosial, dan kebudayaan. Perubahan dalam bidang teknologi bangunan, terjadi peningkatan mutu dan pengerjaan bahan bangunan tradisional dari kayu, batu bata, genting, dan batu alam menjadi 3 bahan baru (penemuan teknologi terbaru) yaitu kaca, baja dan beton. Perubahan dan kemajuan inilah yang memunculkan gerakan modern yang juga ikut mempengaruhi seluruh bidang kehidupan. Menurut Adhitya Eka Hermawan (2009) modernisme bisa dilihat dalam transformasi bentuk bangunan, ataupun penggunaan teknologi dan material yang mencerminkan kemodern-an sebuah bangunan.

Di Indonesia sendiri modernisasi arsitektur semakin marak terlihat pada masa orde baru, dimana krisis kebudayaan dan kemerosotan moral bangsa tercermin pada miskinnya wajah arsitektur dari sifat-sifat Indonesia asli. Sejarah orde baru yang berbasis ekonomi-industri melahirkan arsitektur yang memamerkan gaya hidup materialistis-konsumtif tanpa batas. Gejala arogansi individualisme yang terekspresi pada desain rumah semakin menonjol. Wajah arsitektur perkotaan, terutama Jakarta, menjadi tolok ukur kesenjangan sosial-budaya-ekonomi yang memprihatinkan antara pusat dan daerah. Sementara arsitektur pedesaan semakin terpuruk dan terlupakan dalam gemuruhnya derap pembangunan selama 3 dasawarsa. (Myrtha Soeroto (2003) Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia hal 13) Senada dengan Myrtha Soeroto Menurut Atmadi (1997) perkembangan arsitektur di Indonesia sesudah kemerdekaan menunjukkan corak perkembangan tersendiri. Ungkapan arsitekturnya disesuaikan dengan tantangan, pengaruh perkembangan teknologi dan bahan bangunan yang ada.

2.2.3 Elemen Arsitektur Alami (material alam) Beserta Fenomenanya dan Keterkaitannya dengan Kebutuhan Arsitektur untuk Beradaptasi

Elemen arsitektur alami (material alam) adalah elemen yang menjadi komponen pengisi wajah arsitektur tradisional, bahan yang masih banyak tersedia di alam dan kepercayaan masyarakat tradisional bahwa alam adalah bagian dari mereka menjadikan material alam sebagai bahan yang paling banyak dipilih untuk membangun rumah atau tempat tinggal, dari tahun ke tahun secara turun-temurun kepercayaan ini terus dijaga dan diwariskan kepada penerus mereka, kelestarian alam dan kebutuhan berjalan imbang, tidak ada pembangunan yang dampaknya merusak alam karena masyarakat tradisional memiliki waktu-waktu tertentu dimana kekayaan alam boleh diambil dan kapan tidak boleh diambil, sehingga pembangunan tetap dapat terwujud tanpa harus mengorbankan kelestarian alam.

Kemampuan material alami dalam hal kekuatannya untuk bertahan dari kondisi alam dinilai hanya mampu bertahan dalam jangka waktu puluhan tahun saja, dibutuhkan renovasi berkala untuk mengganti bagian-bagian rumah yang materialnya telah rusak, meskipun renovasi tersebut puluhan tahun hitungannya, namun keinginan-keinginan masyarakat untuk menciptakan rumah yang tidak terlalu banyak direnovasi perlahan mulai menggeser

Page 5: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

5 | P a g e

popularitas material alam, apalagi dengan semakin berkurangnya ketersediaan material-material tersebut di alam serta pertimbangan efisiensi waktu apabila kerusakan-kerusakan mengharuskan masyarakat merenovasi rumahnya kemudian menimbulkan keinginan akan material rumah yang lebih tahan lama dan mampu bertahan selama ratusan tahun.

Menurut Priyo Pratikno dalam bukunya “Etika dan Estetika” (2011) Kemampuan fisis dari bahan bangunan local alami sangat terbatas, yakni hanya untuk hitungan puluhan tahun saja bilamana tidak dilakukan perawatan secara teliti. Maka perhatian terhadap penggunaan bahan bangunan local memerlukan teknik dan penyiasatan tertentu. Apalagi dengan adanya pandangan yang menganggap masyarakat sebaiknya rumah dibuat sekaligus jadi dan sesedikit mungkin perawatannya, akan berdampak besar bagi ditinggalkannya bangunan alami. Karena bagaimanapun juga, rumah membutuhkan perawatan dan perbaikan secara teratur.

Penggunaan bahan material dalam arsitektur kini semakin kompleks, perkembangan dengan sentuhan teknologi kini memungkinkan sebuah material mengikuti bentuk bangunan yang diinginkan, berbeda dengan karya-karya arsitektur tradisional yang terbatas pada alam dan bentuk bangunannya karena material-material yang tersedia tidak memungkinkan masyarakat tradisional menggubah arsitekturnya ke dalam bentuk yang lebih variatif.

Persis seperti apa yang dituturkan oleh Priyo Pratikno dalam bukunya “etika dan estetika” (2011) Ketersediaan bahan bangunan menjadi batasan pada bentuk rumah dan bangunan serta lingkungan binaan sebuah komunitas tradisional. Kini akurasi dan efisiensi teknologi memungkinkan penggunaan bahan material yang dahulu tidak terbayangkan.

Banyaknya bahan fabrikasi yang dikembangkan sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman kemudian merubah paradigma masyarakat tradisional, masyarakat tradisional yang awalnya cenderung kaku mengikuti adat norma yang ada dengan menggantungkan kehidupan pada kekayaan alam kini mulai bergeser, masyarakat yang tidak ingin repot-repot mengumpulkan bahan dari alam guna membangun atau memperbaiki rumah mereka kemudian mulai melirik bahan-bahan fabrikasi yang telah tersentuh teknologi, bahan-bahan fabrikasi yang dinilai memiliki ketahanan terhadap cuaca, memiliki umur kerusakan yang cukup lama, praktis, efisien, dan banyak tersedia di pasaran menjadi alasan kuat bagi masyarakat tradisional untuk beralih, karena mereka banyak menemukan keuntungan terutama dalam hal efisiensi waktu untuk belanja bahan bangunan dan merenovasi rumah, sehingga kini banyak ditemukan rumah-rumah tradisional yang telah berubah materialnya meskipun keberadaan material tersebut tidak menghilangkan kekhasan arsitektur tradisionalnya. Hal ini banyak terjadi di kota-kota besar terutama Jakarta dengan rumah Betawinya.

Mengutip dari buku “Etika dan Estetika” (2011) karya Priyo Pratikno, Teknologi dan bahan fabrikasi memberi banyak kemudahan sehingga secara pragmatis hal tersebut dipandang akan sangat menguntungkan banyak pihak.

2.2.4 Betawi dan Arsitektur Tradisionalnya

2.2.4.1 Sejarah Etnis Betawi

Etnis Betawi seringkali dikatakan sebagai salah satu etnis termuda yang muncul di Nusantara, yang keberadaannya selalu dikaitkan dengan kota Batavia dan perkembangannya. Istilah etnis Betawi ini mulai populer terutama sejak dibentuknya organisasi Kaoem Betawi pada tahun 1918 dan disusul dengan terpilihnya Mohammad Husni Thamrin di tahun 1919 sebagai anggota Gemeenteraad kota Batavia, yang menyatakan bahwa ia mewakili rakyat bumi putera Batavia atau orang Betawi. (Ensiklopedi Jakarta)

Penggunaan istilah etnis Betawi digunakan untuk menjelaskan tentang identitas kelompok masyarakat yang bermukim di kota Batavia dan sekitarnya. Nama Betawi muncul akibat pelafalan lokal dari kata Batavia yang berubah menjadi Betawi (Gunawan Tjahjono dalam tulisannya Reviving The Betawi Tradition). Sebagian dari kelompok masyarakat yang menamakan dirinya bangsawan Betawi mengatakan nama Betawi berasal dari kata fatawi

yang berarti penasehat urusan keagamaan, gelar yang diberikan kepara penguasa kota Jayakarta semasa masih berkuasanya kerajaan Jayakarta. (Yasmine Shahab, Bangsawan Betawi : Tantangan Bagi Pandangan Orang Luar, di buku Kees Grijns dan Peter J.M. Nas,

Page 6: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

6 | P a g e

J a k a r t a – B a t a v i a : E s s a y S o s i o K u l t u r a l , KITLV,2007 p215)

Etnis Betawi sendiri dikatakan sebagai percampuran dari berbagai kebudayaan pendatang yang masuk ke kota Batavia dan membentuk satu kebudayaan baru. Yang menjadi pemersatu etnis Betawi, adalah kesamaan bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu Betawi yang mana di dalamnya terdapat berbagai kata serapan dari bahasa asal kelompok – kelompok pembentuk etnis Betawi.

Mengenai asal muasal etnis Betawi sendiri, terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan tentang proses terbentuknya etnis baru ini. Teori paling populer adalah etnis Betawi merupakan hasil percampuran beragam etnis yang tinggal di kota Batavia dan sekitarnya yaitu antara etnis Sunda dan Jawa sebagai penduduk mayoritas setempat dengan pendatang dari Portugal, Cina, Timur Tengah, dan seluruh wilayah Nusantara. Pendekatan ilmiah dalam menelusuri asal muasal etnis Betawi ini dilakukan oleh Lance Castle dengan pendekatan demografi, yang kemudian hasil penelitiannya banyak dijadikan sebagai rujukan oleh para ilmuan Indonesia. Castle memunculkan teori tentang asal muasal etnis Betawi melalui pembacaan hasil sensus yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda hingga tahun 1930 yang kemudian dibandingkan dengan sensus pemerintah Republik Indonesia tahun 1961. Dari pembacaan data tersebut, Castle kemudian mengatakan bahwa etnis Betawi terbentuk sejak abad ke - 19 dari hasil pembauran berbagai etnis yang datang ke Batavia antara abad ke - 17 dan - 18 yang kemudian membentuk etnis baru.

2.2.4.2 Rumah Tradisional Betawi

Rumah Betawi Pesisir adalah rumah yang umumnya terdapat di pesisir pantai Jakarta. Rumah berbentuk panggung dengan kaki – kaki yang tingginya hampir sama dengan tinggi satu lantai bangunan. Salah satu yang masih tersisa dari rumah jenis ini adalah sebuah rumah di kawasan Marunda, yang dikenal dengan nama rumah si Pitung. Rumah ini di tahun 1970an dibeli oleh Pemerintah DKI Jakarta dan dipertahankan kelestariannya hingga sekarang ini. Dalam situs resmi pemerintah DKI Jakarta, dikatakan bahwa rumah yang diperkirakan dibangun di abad ke 20 ini bergaya bugis dan menyerupai bentuk perahu phinisi.

Pengaruh Bugis pada bangunan yang terletak di pesisir Jakarta ini dikarenakan pada masa kekuasaan kolonial Belanda, banyak didatangkan orang – orang dari Bugis yang kemudian menetap dan bermukim di Batavia. Antara tahun 1620 hingga 1800 mereka menempati kampung Bugis di utara Bacherachtgracht dan di Patuakan, yang berada di sekitar Jalan Tubagus Angke sekarang ini.

Gambar 1 Rumah Panggung Si Pitung, representasi arsitektur betawi awal

Sumber : (www.Jakarta.Go.Id)

“Masyarakat Betawi tergolong masyarakat rawa. Itu sebabnya mereka mengenal model rumah panggung,” kata Ridwan Saidi (2002) Namun, Ketua Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (PPBB) Agus Asenie Dipl Ing, praktisi arsitektur berpendapat, masyarakat Betawi sebenarnya tinggal di habitat yang beragam, sejak pesisir hingga pedalaman. Bahkan, sekarang juga tinggal di wilayah urban padat penduduk di tengah Kota Jakarta. “Sehingga rumah panggung bukan satu-satunya sistem rumah tradisionilnya. Arsitektur rumah Betawi juga mengenal rumah darat. Jadi memang ada variasi pola arsitektur rumah sesuai dengan rentang sebaran komunitas Betawi dari pesisir yang mencari nafkah sebagai nelayan hingga pedalaman yang bercocok tanam padi sawah,”

“Betawi pada awalnya adalah masyarakat river basin. Mereka membangun masyarakat berkelompok sepanjang sungai-sungai di kawasan ini. Ada belasan sungai besar di kawasan

Page 7: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

7 | P a g e

ini. Pintu depan rumah menghadap ke arah sungai. Akibatnya, setelah perlahan-lahan rumah Betawi masuk ke pedalaman, arah hadap rumah Betawi tidak teratur seperti rumah di Jawa yang berjajar menghadap jalan. Tetapi, sisa-sisa budaya DAS-nya masih tertinggal, biasanya dalam bentuk adanya sumur gali di depan rumah.

Menurut Jan J.J.M. Wuisman (2007), rumah Betawi termasuk dalam Arsitektur tradisional yang mengalami transformasi, yang bertransformasi dari rumah berbentuk panggung ke rumah yang menempel dengan tanah.

Rumah Betawi daerah dataran dalam merupakan model yang mungkin paling banyak dikenali oleh masyarakat terutama bagi mereka yang mengikuti tayangan acara – acara di televisi. Salah satu sinetron yang sangat fenomenal di paruh tahun 1990an yaitu sinetron “Si Doel Anak Sekolahan” mengambil setting utama di sebuah rumah Betawi. Rumah dengan beranda lebar tempat menerima tamu yang terletak di tengah lahan yang luas dan dikelilingi dengan banyak pohon buah – buahan. Rumah keluarga “Si Doel” adalah rumah yang dibangun di atas permukaan tanah atau rumah depok. Ratu Arum Kusumawardhani (2012) .

Rumah Betawi daerah dataran dalam memiliki tampilan yang sangat berbeda dengan rumah Betawi pesisir. Umumnya merupakan bangunan yang didirikan langsung diatas permukaan tanah. Rumah tersebut merupakan bangunan bermassa tunggal dengan pembagian ruang yang dapat dikelompokan menjadi ruang depan sebagai ruang publik, ruang tengah yang menjadi area tinggal atau area pribadi, dan dapur sebagai area service. (Dinas Kebudayaan DKI Jakarta)

Pada rumah yang beralas tanah, pengaruh Belanda dapat dilihat dari penggunaan Rorag (terbuat dari bata) sebagai penghubung antara struktur tegak (baik setengah tembok maupun dinding kayu/bambu) dengan lantai. Pada rumah yang bukan panggung dipergunakan tanah sebagai lantai atau menggunakan ubin tembikar (pada orang kaya setempat), kemudian pada perkembangannya dipergunakan ubin semen. Penggunaan ubin tembikar dan semen ini merupakan pengaruh Belanda. Ensiklopedi Jakarta (2009)

Gambar 2 Rumah P.W.A van Spall di Rijswijk, kawasan elite kota Batavia tahun 1880

(Koleksi KITLV, Leiden)

Secara garis besar, bentuk rumah tradisional Betawi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis tipe bangunan, yaitu :

(a) (b) (c)

Gambar 3 (a) Rumah Gudang, (b) Rumah Bapang/ Kebaya, (c) Rumah Joglo

Sumber : Ismet B Harun, dkk, Rumah Tradisional Betawi, 1991

Page 8: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

8 | P a g e

(a) Rumah Gudang, memiliki denah empat persegi panjang, yang memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana atau perisai, yang tersusun dari kerangka kuda-kuda dan untuk perisai ditambah denga jurai.

(b) Menurut Ismet B Harun (1991) Rumah Bapang/Kebaya, memiliki daerah empat persegi panjang, atapnya juga berbentuk pelana namun berbeda dengan atap rumah Gudang, atap rumah Bapang tidak merupakan pelana yang penuh sampai ke tepi, sebagian atap rumah Bapang terbentuk oleh atap pelana yang ditekuk, biasa disebut sorondoy, sedangkan atap pelananya berada ditengah-tengah ruang.

Sedangkan menurut Ensiklopedi Jakarta (2009) Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya ada yang berbentuk rumah panggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah.

Lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan teras-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah. Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah.

Ruang-ruang terbagi dengan hirarki dari sifat publik di bagian depan menuju sifat privat dan service di bagian belakang. Beranda depan adalah tempat untuk menerima tamu dan bersantai bagi keluarga yang diberi nama ‘amben’. Lantai teras depan yang bernama ‘gejogan’ selalu dibersihkan dan siap digunakan untuk menerima dan menghormati tamu. Gejogan dihubungkan tangga yang disakralkan oleh masyarakat betawi dengan nama ’balaksuji’, sebagai satu-satunya lokasi penting untuk mencapai rumah. Ruang berikutnya adalah kamar tamu yang dinamakan ‘paseban’. Setelah ruang tamu terdapat ruang keluarga yang berhubungan dengan dinding-dinding kamar, ruang ini dinamakan ‘pangkeng’. Selanjutnya ruang-ruang berfungsi sebagai kamar-kamar tidur dan terakhir adalah dapur yang diberi nama ‘srondoyan’

(c) Menurut Ismet B Harun, Rumah Joglo umumnya memiliki denah bujur sangkar. Ditinjau dari namanya rumah Joglo ini tentulah bentuk yang dipengaruhi Arsitektur Jawa, namun beda dengan Joglo pada arsitektur jawa. Pada arsitektur Betawi, integrasi antara denah, kolom dan atapnya tidak begitu nyata.

Page 9: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

9 | P a g e

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

(1) Rumah tradisional Betawi milik bapak Haji Mukhtar (74 th)

Gambar 4 Rumah Tradisional Betawi Bapak Haji Mukhtar

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 1 Perubahan Material Rumah Tradisional Betawi Bapak Haji Mukhtar

Page 10: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

10 | P a g e

(2) Rumah tradisional Betawi milik bapak Ali (42 th)

Gambar 5 Rumah Tradisional Betawi Bapak Ali

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 2 Perubahan Material Rumah Tradisional Betawi Bapak Ali

Page 11: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

11 | P a g e

(3) Rumah tradisional Betawi milik bapak Nasim (62 th)

Gambar 6 Rumah Tradisional Betawi Bapak Nasim

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 3 Perubahan Material Rumah Tradisional Betawi Bapak Nasim

Page 12: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

12 | P a g e

4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa 3 rumah pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa adaptasi arsitektur betawi terhadap perkembangan zaman, sebagian besarnya terkait dengan perubahan material yang digunakan.

(1) Lantai tanah tidak lagi populer karena perawatannya yang sulit. Pemilik rumah menginginkan bagian teras menjadi lebih rapi dan nyaman karena teras adalah ruang tamu dan tempat untuk sosialisasi. Material yang digunakan adalah keramik, teraso atau sekedar plester semen.

(2) Bagian yang paling banyak berubah adalah dinding samping dan dinding teras, hal ini disebabkan karena pengaruh iklim sehingga material tersebut (kayu nangka atau kayu kecapi) lebih cepat melapuk, material pengganti yang dipilih adalah batu bata karena lebih kuat, tahan lama, dan mudah untuk dicari.

(3) Faktor budaya masyarakat Betawi yang senang bersosialisasi menyebabkan jaro kayu nangka dan kawat berubah menjadi tempat duduk dari bata dengan finishing keramik atau teraso

(4) Sulitnya mencari material kayu nangka atau kayu kecapi yang digunakan semenjak pembangunan rumah menyebabkan pemilik rumah memilih material modern yang lebih mudah dicari, kuat, praktis, dan efisien waktu renovasi.

(5) Pergeseran budaya dari budaya gotong royong menjadi budaya individualis, yang menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan material rekayasa karena lebih praktis. Penggunaan material alam membutuhkan gotong royong masyarakat dalam membangun sebuah rumah, sedangkan penggunaan material buatan/ rekayasa hanya membutuhkan beberapa orang tukang (lebih individual).

(6) Penempatan material khususnya kayu juga menjadi penyebab material berubah dan diganti, material kayu nangka pada interior dapat lebih lama bertahan dibanding material kayu nangka pada dinding luar, ia lebih cepat lapuk karena lebih sering terkena air hujan dan panas.

Page 13: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

13 | P a g e

Tetapi terdapat perbedaaan perubahan dari masing-masing rumah tersebut, yaitu :

(1) Rumah Betawi Bapak Haji Mukhtar (74 th)

(a) Pengaruh budaya modern yang mengutamakan privasi pengguna turut merubah budaya bapak Haji Mukhtar sebagai masyarakat Betawi yang terbiasa praktis kepada aplikasi penggunaan sekat, material yang digunakan adalah dinding bata.

(b) Faktor usia dan kondisi alam merubah seluruh material atap teras menjadi kayu kamper dan triplek yang dilapisi mika

(c) Efisiensi perubahan yang tidak ingin berulang-ulang turut merubah jendela bujang yang kayunya melapuk menjadi roster dengan material bata

(2) Rumah Betawi Bapak Ali (42 th)

(a) Faktor budaya masyarakat Betawi yang senang bersosialisasi menyebabkan teras yang awalnya terbuka berubah menjadi tempat duduk dari bata dengan finishing teraso

(b) Faktor pencegahan bencana kebakaran merubah dinding dapur menjadi dinding bata

(c) Faktor ekonomi merubah jendela bujang menjadi sekat warung yang menggunakan kayu meranti

(3) Rumah Betawi Bapak Samin (62 th)

(a) Topografi rumah yang terletak di dataran rendah menyebabkan material kayu yang digunakan pada rumah melapuk ketika banjir, sehingga memaksa pemilik rumah untuk beradaptasi dengan material-material baru guna meningkatkan kenyamanan

(b) Panas dan hujan menyebabkan kayu nangka pada eksterior yang digunakan pada dinding samping diganti menggunakan dinding bata setinggi 1 meter

4.2 Rekomendasi

(1) Penggunaan material rekayasa adalah hal yang sah-sah saja, namun tidak boleh menghilangkan ciri dari arsitektur tradisional Betawi yang telah diwariskan secara turun temurun.

(2) Dengan berkembangnya teknologi, semestinya penggunaan material alam tetap dapat dilestarikan, dengan cara membuat bahan pelapis yang dapat meminimalisir kerusakan material akibat cuaca ataupun rendaman air akibat bencana banjir, sehingga material yang digunakan tidak mudah lapuk.

(3) Mengadakan program rumah konservasi yang dimotori oleh pemerintah agar kelestarian arsitektur tradisional tetap terjaga.

Page 14: PERUBAHAN MATERIAL ARSITEKTUR TRADISIONAL … ARSITEKTUR/Seminar... · Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, ... Menurut Priyo Pratikno

14 | P a g e

(4) Merekayasa teknologi yang dapat mempercepat proses renovasi namun dengan tetap menggunakan material alam sebagai pengganti bagian rumah yang terkena renovasi.

(5) Memadukan lokalitas material alami dengan material rekayasa saat mendirikan rumah tradisional Betawi, dengan persentase material local yang lebih besar, dan menempatkan penggunaan material rekayasa pada bagian-bagian rumah yang paling cepat mengalami kerusakan.

4.3 Referensi

Ensiklopedi Jakarta. (2009), Rumah Betawi. http://www.jakarta.go.id/web/ encyclopedia/detail/2598/Rumah-Betawi

Fathony, Budi. (2012). Perkembangan Arsitektur, Tanggung-jawab Arsitek dan Masyarakat.

http://iplbi.or.id/2012/02/perkembangan-arsitektur-tanggung-jawab-arsitek- dan-masyarakat/

Harun, Ismed B. (1991), Rumah Tradisional Betawi. (Jakarta : Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta).

Hermawan, Adhitya Eka. (2009). Perpustakaan Hybrid Di Yogyakarta. Tugas Akhir S1 Teknik Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Indradi, Dani dan Irene Noviana. (2011). Rumah Etnik Modern di Lahan 60 – 100 m². (Jakarta: Griya Kreasi)

Kania, Tjandra. (2000). Eksistensi Rumah Betawi Keturunan, Kajian Kebudayaan dan Iklim tropis Lembab pada Rumah Betawi Keturunan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Tesis Magister Teknik Arsitektur (online).

Kusumawardhani, Ratu Arum. (2012). Liyan dalam Arsitektur Betawi, Studi Kasus pada Rumah Betawi Ora di Tangerang Selatan. Tesis Magister Teknik Arsitektur (online).

Mulyawan, Deddy. (2012). Rumah Asli Betawi. http://materialrumah.com/artikel/73-rumah-asli-betawi

Pratikno, Priyo. (2011). Etika & Estetika. (Surabaya: Andi)

Rambe, Katarina Basaulina. (2006). Identifikasi Pola Pekarangan pada Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, Jakarta Selatan. Skripsi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB.

Sasmita, Rosa. (2007). Arsitektur Tradisional dalam Himpitan Modernisasi. Tugas Akhir MK Teknik Penulisan Ilmiah (online).

Segantang, Doel Selawang. (2012). Pengertian Metodologi Sejarah dan Jenis-Jenis Penelitian Sejarah. http://triseptyo.blogspot.com/2012/03/pengertian-metodologi-sejarah-dan-jenis.html

Soeroto, Myrtha. (2003). Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. (Jakarta: Ghalia Indonesia)

Tabloid Rumah. (2005). Keunikan Rumah Tradisional Betawi. http://lib.archiplan.ugm .ac.id/rumah/Edisi%2039.pdf

Wahyudi, Agung. (2007). Peran Serta Masyarakat dalam Menciptakan Perumahan Ber”arsitektur” Betawi di Setu Babakan. Journal Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma, Depok