pit_iagi37-sdg033_arsenic concentration at several geotherma
TRANSCRIPT
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
450
ARSENIC CONCENTRATION AT SEVERAL GEOTHERMAL SYSTEM IN WEST JAVA, INDONESIA
C. Hardjana1, G.S. Srikandi1 & R. Waren1
1Program Study of Geology Engineering, Faculty of Earth Sciences and Technology – FITB, Bandung Institute of Technology
Jl. Ganesha 10 bandung, 40132, Indonesia 1Phone : +6281-79272704, 1E-mail : [email protected]
SARI Arsen dikenal sebagai kontaminan di dalam air tanah dan air permukaan pada daerah pertambangan emas epitermal. Hal tersebut masih belum diketahui apakah kontaminan tersebut berasal dari kegiatan petambangan atau merupakan kondisi alami dari sistem epitermal. Berdasarkan studi dari beberapa sistem geotermal di Jawa Barat, Indonesia, diketahui bahwa kandungan Arsen secara alami mencapai 2,6 ppm dan alterasi hidrothermal di permukaan dapat mencapai 50 ppm. Data ini diperoleh dari Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan Inductively Coupled Plasma (ICP). Pada beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan antara konsentrasi Arsen dari air panas dengan air klorida yang terbentuk dari reservoir geotermal dalam. Semakin tinggi kandungan klorida, semakin tinggi kandungan Arsen pada air panas. Kandungan Arsen cenderung menurun dengan terjadinya peningkatan konsentrasi SO4. Pada sistem geotermal, Arsen hadir pada fluida panas sebagai hasil pelarutan batuan. Kandungan Arsen pada sistem epitermal dan geotermal dipengaruhi oleh tipe host rock, proses pendidihan, dan pencampuran air panas.
ABSTRACT Arsenic (As) is known as contaminant in groundwater and surface waters of epithermal-gold mining areas. It is still unknown whether the contaminants are from the mining practices or due to natural conditions. Based on study of several geothermal sistem in West Java, Indonesia, thermal waters could naturally contain up to 2.6 ppm As and the surface hydrothermal alteration contributes up to 50 ppm. These data are known from Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and Inductively Coupled Plasma (ICP). Several studies show a relationship between As concentrations of thermal waters with chloride waters that originating from a deep geothermal reservoir. The higher the chloride content, the higher the As content of thermal waters. The As content of thermal waters tend to decrease with an increase in the concentration of SO4. In geothermal systems, As occurs in thermal fluids as a result of rock dissolution. The contents of As in epithermal and geothermal sistems are influenced by the type of host rocks, processes of boiling and mixing of thermal waters.
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
451
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
452
PENDAHULUAN
Latar Belakang Arsen hadir pada sistem geotermal dan
menjadi indikator zona upflow (zona
diatas reservoir geotermal). Arsen juga
dapat menyebabkan masalah
lingkungan yang signifikan pada sistem
geotermal. Studi ini mengamati
konsentrasi Arsen pada air panas di
beberapa sistem geotermal aktif. Hasil
studi tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan nilai alami Arsen pada
fossil sistem geotermal yang biasa
dikenal sebagai sistem epitermal.
Air bawah tanah dan permukaan pada
daerah pertambangan emas epitermal
sering terkontaminasi oleh Arsen
contohnya di Buyat, Sulawesi Utara.
Walaupun begitu, hal tersebut masih
tidak diketahui apakah disebabkan
kegiatan pertambangan dan/atau
kondisi alami dimana mineral-mineral
alterasi mengandung Arsen. Air
permukaan pada sistem geotermal
telah terkontaminasi dengan cara yang
sama, yaitu akibat aktivitas fluida panas
di dasar sungai (Webster, 1999).
Pada sistem geotermal, Arsen hadir
pada fluida panas sebagai hasil dari
pelarutan batuan. Menurut Webster dan
Nordstrom (2003), dapat diketahui
bahwa konsentrasi Arsen pada
beberapa mata air panas di lapangan-
lapangan geotermal berkisar antara <
0.1-10 ppm. Di Tongonan, Filipina dan
Los Azures, Mexico pelarutan Arsen
pada air panas dapat lebih dari 20 ppm.
Kandungan Arsen yang tinggi sangat
dipengaruhi oleh tipe batuan yang
berinteraksi dengan fluida panas dan
kehadiran alterasi pada batuan.
Berdasarkan Ellis dan Mahon (1967)
dapat disimpulkan bahwa andesit yang
tidak teralterasi dapat melarutkan 1.3
ppm Arsen ke dalam air panas,
sebaliknya basal tidak akan melarutkan
Arsen ke dalam air panas, seperti yang
terjadi pada air panas di Iceland dan
Hawaii yang memiliki kadar Arsen yang
sangat rendah, yaitu kurang dari 0.01
ppm (Webster dan Nordstrom, 2003).
Suatu sistem epitermal dikenal sebagai
sistem geotermal yang telah menjadi
fosil. Kehadiran sistem epitermal dan
sistem geotermal dipengaruhi oleh
interaksi antara fluida panas dan
batuan-batuan di sekitarnya. Studi
sebelumnya menunjukkan bahwa
sistem Geotermal aktif memiliki bentuk
dan karakteristik alterasi dan/atau
mineralisasi yang sama dengan sistem
Epitermal. Pada kedua sistem ini,
Arsen hadir sebagai kontaminan yang
berasosiasi dengan antimoni (Sb),
boron (B), litium (Li), fluoride (F), dan
hidrogen sulfida (H2S) (Webster-Brown,
2000). Pada sistem geotermal, Arsen
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
453
terlarut dalam fluida panas dan
terkonsentrasi pada alterasi permukaan
(Webster dkk.,2003). Beberapa studi
sebelumnya memperlihatkan hubungan
antara konsentrasi Arsen pada air
panas dan tipe fluida panas, khususnya
air klorida (Cl) yang berasal dari
reservoir geotermal dalam (Ritchie,
1961). Beberapa penelitian mendalam
mengenai hubungan antara klorida dan
Arsen pada daerah geotermal telah
dilakukan di Taupo Volcanic Zone, New
Zealand oleh Ritchie (1961) dan
Yellowstone National Park oleh
Nordstrom dkk. (2001).
Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang
yang telah di kemukakan maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah kontaminan Arsen
berasal dari kegiatan
petambangan atau bersifat alami.
2. Bagaimana hubungan antara
konsentrasi Arsen dari air panas
dengan air klorida yang terbentuk
dari reservoir geotermal dalam.
3. Bagaimana hubungan konsentrasi
Arsen dengan SO4.
4. Apa yang mempengaruhi
kandungan Arsen pada sistem
epitermal dan geotermal.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui harga ambang alami
Arsen di daerah epitermal dan
pengaruh kegiatan pertambangan
terhadap kandungan Arsen di daerah
tersebut.
Sumber Data
Dalam makalah ini data diperoleh dari
studi literatur, makalah-makalah ilmiah
yang dipublikasikan, buku-buku,
internet, dan penelitian di lapangan.
Lokasi dan Metodologi Untuk memahami kandungan Arsen
alami dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dalam sitem
epitermal, telah diambil 28 sampel
limpasan air panas berupa mata air
panas, kolam air panas, rembesan, dan
fumarol. Daerah studi di Jawa Barat
dan Banten, memiliki beberapa
manifestasi permukaan geotermal,
seperti mata air panas, kolam air
panas, kolam lumpur, fumarol, dan
steaming ground.
Sampel air panas dikumpulkan ke
dalam botol-botol polypropylene.
Setelah filtrasi dengan saringan
membrane 0.45 µm selesai, tidak perlu
dilakukan acidification. Temperature
dan pH air panas langsung diukur di
lapangan. Lalu sampel dianalisa di
laboratorium menggunakan Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS).
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
454
GEOLOGI REGIONAL
Fisiografis Secara fisiografis, daerah Jawa Barat
dibagi menjadi 6 zona (Van Bemmelen,
1949). Zona tersebut dari arah utara ke
selatan meliputi:
1. Zona Dataran Pantai Utara
Jawa
2. Zona Antiklinorium Bogor
3. Zona Pegunungan Bayah
4. Zona Bandung
5. Zona Gunung Api Kuarter
6. Zona Pegunungan Selatan
Jawa Barat
Berdasarkan pembagian zona ini,
daerah penelitian termasuk Zona
Pegunungan Selatan Jawa Barat.
Struktur Geologi
Proses tektonik yang terjadi di Pulau
Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi
lempeng Indo-Australia ke bawah
lempeng Mikro Sunda. Pola struktur
dominan yang berkembang di Pulau
Jawa adalah Pola Meratus berarah
timur laut-barat daya (NE-SW)
terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun
yang lalu ( Kapur Akhir – Eosen Awal ),
Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S)
terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang
lalu ( Eosen Awal – Oligosen Awal ),
Pola Jawa berarah barat-timur (E-W)
terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu.
Pola struktur yang berkembang di Jawa
Barat merupakan Pola Meratus yang
diwakili oleh Sesar Cimandiri yang
masih dapat diikuti ke timur laut. Pola
Sunda umumnya berkembang di
bagian barat wilayah Jawa Barat,
sedangkan Pola Jawa yang
berkembang diwakili oleh sesar-sesar
naik. Selain itu, di Jawa Barat juga
hadir pola-pola struktur Sumatera yang
berarah baratlaut-tenggara tapi tidak
terlalu dominan.
Pembentukan jalur penunjaman baru
pada kala Oligosen Akhir-Miosen Awal
mengakibatkan daerah Jawa Barat
Selatan menjadi busur volkanik.
Deretan gunung api ini diperkirakan
sebagian besar berupa deretan gunung
api bawah laut. Deretan gunung api
inilah yang menjadi batuan asal dari
Formasi Jampang. Kegiatan magmatik
waktu itu diakhiri dengan penerobosan
diorit kuarsa pada akhir Miosen
Tengah.
Kegiatan vulkanisme kemudian
bergerak lebih ke utara, pasca
pengendapan Formasi Jampang (Oligo-
Miosen). Hal ini ditandai dengan
pengendapan Formasi Bentang
dengan kemiringan 2o-8o ke arah
selatan, setelah terlebih dahulu
mengalami pengangkatan yang
ditandai dengan adanya
ketidakselarasan.
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
455
Setelah pengendapan Formasi
Bentang, terjadi perlipatan,
pengangkatan dan erosi, yang disusul
oleh kegiatan magmatik yang
menghasilkan kegunungapian dan
diakhiri oleh penerobosan retas-retas
andesit pada Pliosen.
Pada Plio-Plistosen kegiatan gunungapi
kembali terjadi dan disusul oleh
serangkaian kegiatan gunung api
Kuarter Awal hingga sekarang dimana
busur volkanik berada di Zona
Bandung.
PEMBAHASAN
Lokasi Pengambilan Sampel Sampel uji diambil dari delapan mata
air panas, tujuh kolam air panas, tiga
kolam air hangat, satu spouting spring
di Cisolok (CSL), satu rembesan di
Sekarwangi (SKW), satu aliran hangat
di Anyer (AY-1), satu sumur bor di
Cilurah (AY-10), satu kolam lumpur
panas di Gunung Papandayan (PPD),
dan satu steaming ground di Cibuni
(CBN). Gambar 2 memperlihatkan
daerah lokasi pengambilan sampel dan
tabel 1 memperlihatkan daftar nama-
nama dan karakteristik dari manifestasi
permukaan.
Komposisi kimia Air Panas Tabel 1 memperlihatkan komposisi
kimia dari fluida panas. Konsentrasi
klorida (Cl) dari air panas mencapai
1000 mg/kg, tetapi air panas CLY dan
AY – 010 mengandung lebih dari 1,200
mg/kg. Konsentrasi sulfida (SO4)
mencapai 3,000 mg/kg, kecuali di PPD
dimana kandungan sulfida tertinggi
melebihi 14,000 mg/kg. Sampel air
panas juga mengandung bikarbonat
(HCO3) mencapai 700 mg/kg kecuali
pada AY-002 dan AY-008 dimana
kandungan bikarbonat lebih dari 1400
mg/kg.
Konsentrasi relatif Cl, SO4, dan HCO3
dari air panas diberikan pada gambar 3.
Secara umum, air pada lokasi-lokasi ini
merupakan air bikarbonat dengan pH
netral hingga slightly basic (contohnya
CMG, MRB, KTM, AY-009) atau air
asam sulfat (contohnya CBN, CBR,
PPD,AY-014. Pencampuran antara air
asam sulfat dan air bikarbonat hadir di
CBL, AY-15 dan AY-3. Dari 24 sampel,
hanya air panas CLY dan AY-10 yang
merupakan air klorida matang. Air
panas PKJ dan CPT merupakan
campuran air klorida dan air sulfat,
sedangkan air panas yang merupakan
campuran air klorida dan air bikarbonat
adalah AY-6, AY-12, AY-9 dan AY-1.
Air panas juga mengandung silika
(SiO2) hingga mencapai 200 mg/kg,
kecuali air pada PPD. PPD merupakan
fluida asam dan pelarutan di sekitar
batuan menyebabkan air panas ini kaya
akan silika. Dengan demikian,
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
456
kandungan silika dipengaruhi oleh pH fluida.
Tabel 1. Komposisi kimia sampel air panas
Konsentrasi Arsenic pada Mata Air Panas Seperti yang diperlihatkan oleh tabel 1,
konsentrasi Arsen pada air panas
kebanyakan kurang dari batas
ambangnya yaitu 0.1 ppm. Walupun
begitu, air panas pada CLY, CSL, PKJ,
PPD, dan CPT mengandung Arsen
mencapai 2.6 ppm.
Tipe air panas yang Mengandung Arsen
Kandungan Arsen pada air panas akan
meningkat dengan terjadinya
No.
Lokasi
No. Sampel
Konsentrasi (mg/L)
Cl- SO42- SiO2 HCO3- As3+ pH
1 Anyer AY - 001 172.6 26.51 19.52 270.03 0.006 7.51 2 Kareos AY - 002 493.14 268.04 12.22 1416.36 0.0327 6.41 3 Batukuwung AY - 003 73.97 190.08 22.63 275.33 0.001 6.4 4 Cilenge AY - 006 542.46 9.14 20.86 418.29 0.0158 6.11 5 Sadatani AY - 009 197.2 0.21 11.7 389.17 0.0002 7.14 6 Cilurah AY - 010 1380.8 0.21 7.61 309.75 0.0022 7.23 7 Kajaroan AY - 012 320.54 0.21 13.82 532.13 0.0002 7.25 8 Cipanas Hilir AY - 013 9.58 3.29 35.43 124.4 0.0008 6.51 9 Cileunyep AY - 015 38.48 269.15 25.28 237.9 0.0005 6.29
10 Cisolok CSL 284 609.02 59.69 142.56 0.4 6.9 11 Cibuni, Rancabali CBN 5 255.13 74.19 <0.1 2.5 12 Cimanggu, Ciwidey CMG 35.5 55.96 172.03 375.02 <0.1 6.8 13 Cilayu, Gunung Kendang CLY 1216 402.03 156.76 257.6 2 6.8 14 Kertasana, Pangalengan KTM 115.22 190.92 457.65 <0.1 6.9 15 Cibolang, Panglengan CBL 8 227.15 197.43 438.58 <0.1 6.6 16 Maribaya, Lembang MRB 53.25 25 188.46 608.27 <0.1 6.6 17 Pakenjeng, Sukamulya PKJ 177.5 912.63 64.18 45.02 2.6 7.9 18 Papandayan PPD 71 14402.5 426.21 0.2 1.6 19 Cibeureum, Kw Darajat CBR 625.48 158.51 <0.1 2.9 20 Toblong, Kw Darajat TBL 337.43 133.7 160.06 <0.1 6.2 21 Cipatujah CPT 905.25 2703.56 36.62 32.51 0.8 7.9 22 Cileusing, Buah Dua CLS 727.75 175.29 686.47 <0.1 6.6 23 Sekarwangi, Buah Dua SKW 213 187.54 622.91 <0.1 6.7 24 Kampung Sumur, Sukasono KPS 71 10 99.34 235.09 <0.1 7.8
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
457
peningkatan konsentrasi klorida
(Gambar 4). Hal ini menguatkan bahwa
Arsen dibawa oleh air panas tipe
klorida. Fluida reservoir dalam
didominasi oleh air klorida sedangkan
air hasil kondensasi uap yang hadir di
permukaan akan kaya akan asam sulfat
atau bikarbonat dan rendah kandungan
klorida.
Gambar 5 memperlihatkan hubungan
antara asam sulfat dan Arsen pada air
panas. Gambaran yang diberikan
menunjukkan korelasi yang berbeda
dengan hubungan Arsen dan klorida
yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Kandungan Arsen pada air panas
cenderung menurun dengan
peningkatan konsentrasi asam sulfat.
Walaupun begitu, beberapa sampel
tidak sesuai dengan tren garisnya,
seperti pada air termal di PKJ yang
mengandung Arsen yang tinggi sebagai
hasil interaksi intensif antara fluida
panas dan batuan sekitarnya.
DISKUSI
Pada kebanyakan sistem geotermal,
fluida reservoir dalam jenuh akan
Arsenopirit dan mineral mengandung
Arsen lainnya. Arsen cenderung
melarut ke dalam fluida reservoir,
dibandingkan mengalami presipitasi
dan pembentukan Arsen bearing
deposit fourieretal. Fornier dkk
menyatakan bahwa fluida reservoir
pada sistem geotermal Yellowstone
mengandung Arsen sekitar 400 ppm.
Sebagai tambahan, dengan naiknya
fluida reservoir ke permukaan dan
mendidih, Arsen berada dalam fase cair
(seperti halnya conservative elements
lainnya seperti klorida dan silika).
Konsentrasi Arsen dari air panas akan
selalu meningkat. Sebaliknya,
pencampuran antara fluida reservoir
dan air tanah atau air permukaan (Air
asam sulfat atau air bikarbonat) dapat
menyebabkan kandungan Arsen pada
air panas menurun. Karena itu, hal ini
sudah jelas bahwa perubahan dari
kandungan Arsen pada Arsen
mencirikan perubahan dalam tipe fluida
panas dan proses-proses fluida. Dapat
dikatakan bahwa tipe air klorida akan
mengandung Arsen yang tinggi
sedangkan air sulfat dan bikarbonat
akan kecil kandungan Arsennya,
proses pendidihan kemudian dapat
meningkatkan kandungan klorida air
panas. Sedangkan pencampuran akan
mengurangi jumlah klorida, tetapi
meningkatkan kandungan sulfat,
bikarbonat, dan magnesium dari fluida
panas. Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa kandungan Arsen
dari fluida panas akan meningkat akibat
pendidihan, tetapi akan menurun
karena dilution oleh fluida lain.
Kesimpulan ini didukung oleh Ritchie
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
458
(1961), yang menunjukkan korelasi
positif klorida dan kandungan Arsen
dari fluida panas, khususnya air klorida
yang berhubungan dengan reservoir
geotermal.
Studi ini memperlihatkan bahwa Arsen
mendominasi air klorida. Hal tersebut
juga memperlihatkan bahwa
kandungan Arsen pada fluida panas
meningkat secara eksponensial dengan
adanya peningkatan konsentrasi klorida
pada fluida. Sebaliknya kandungan
Arsen menurun dengan adanya
peningkatan kandungan sulfat pada
fluida. Peningkatan kandungan klorida
biasanya mencirikan adanya
peningkatan dalam saturasi silika
(SiO2), Karena itu, air panas dapat
membentuk sinter silika di permukaan
pada saat air klorida mendingin dengan
cepat. Walaupun begitu, hubungan
antara klorida dan kandungan Arsen
dari air panas pada studi ini masih tidak
jelas karena hanya terdapat sedikit
sampel air klorida, sampel kebanyakan
berupa air asam sulfat dan air
bikarbonat. Strauffer dan Thompson
(1984) menyimpulkan bahwa korelasi
kandungan Arsen dan kandungan
klorida pada fluida panas juga
dipengaruhi oleh pelarutan H2S dan
CO2 pada fluida panas; komponen
yang terlarut dapat bereaksi
membentuk air asam sulfat dan air
bikarbonat di sekitar kondisi
permukaan.
Pada kedalaman fluida panas kaya
Arsen akan membentuk oxy-anion,
khususnya dengan ion-ion karbonat;
fluida ini juga akan bereaksi secara
cepat dengan batuan di sekitarnya
(Strauffer dan Thompson, 1984).
Dengan naiknya fluida ke permukaan,
fluida akan mendidih dan membentuk
fasa cair dan fasa uap. Fluida akan
jenuh Arsen, sedangkan fasa uap akan
jenuh dengan Hg. Fluida panas yang
jenuh akan As dapat memiliki
manifestasi permukaan contohnya
sebagai mata air panas, kolam air
panas, kolam lumpur, steaming ground,
dan fumarol. Arsen dapat berpresipitasi
sebagai endapan permukaan Arsen
yang hadir di sekitar manifestasi.
Keberadaan arsen di lingkungan
epitermal dapat diamati dari kehadiran
mineral- mineral senyawa arsen seperti
realgar, cinabar (HgS), dan stibnit
(Sb2S3). Mineral-mineral tersebut
merupakan mineral yang umum
berasosiasi dengan alterasi permukaan
pada sinter silika. Arsenofirit (FeAsS)
juga merupakan mineral bearing-As
yang umum biasanya hadir pada
kedalaman. Orphiment (As2S3) dapat
terbentuk di dekat manifestasi
permukaan pada air asam sulfat (
Spycher dan Reed, 1989). Realgar
lebih stabil dibandingkan orphiment
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
459
pada lingkungan bertemperatur tinggi
tapi orphiment lebih stabil dibandingkan
realgar dalam kondisi pH rendah
(Nordstrom dan Archer, 2003). Pada
sistem geotermal bertemperatur
rendah, native As secara umum hadir
seperti di Osorezan, Jepang
(Sergeyeva dkk., 1969) Walaupun
begitu, Arsen bisa terkandung dalam
lempung, material organic dan
hidroksida.
KESIMPULAN
Studi beberapa sistem geotermal di
Jawa Barat, Indonesia memperlihatkan
bahwa kebanyakan dari fluida panas
mengandung konsentrasi Arsen yang
rendah, tetapi terdapat beberapa yang
mengandung Arsen hingga 2,6 ppm
lebih. Jika sistem geotermal telah
menjadi fosil (epitermal), alterasi
hidrotermalnya dapat mengandung
Arsen dalam jumlah yang sama
tingginya dengan sistem geotermal
yang masih aktif.
Komposisi alami Arsen pada sistem
epitermal dan geotermal dipengaruhi
oleh host rock yang berinteraksi
dengan fluida hidrotermal, Andesit akan
melarutkan Arsen ke dalam fluida
panas lebih banyak dibandingkan
basal. Konsentrasi Arsen di fluida
panas dapat juga terpengaruhi ketika
fluida panas tepat akan mendidih dan
proses pencampuran. Efek lain yang
mempengaruhi jumlah Arsen adalah
kehadiran gas-gas volkanik dan
oksidasi dekat permukaan. Semua
pengaruh pada sistem epitermal dapat
dipahami dengan mempelajari alterasi
dan mineralisasi.
Walaupun begitu, korelasi
eksponensial antara klorida dan Arsen
yang ditunjukkan oleh studi ini
membutuhkan studi lanjut yang dapat
menguatkan, khususnya pada tipe air
panas klorida. Hal ini direkomendasikan
untuk mempelajari sistem geotermal
one particular, sehingga efek dari
pendidihan, pencampuran dan gas-gas
volkanik dapat dipahami.
DAFTAR PUSTAKA Ellis, A. J. & Mahon, W. A., Natural
Hydrothermal Sistem and Experiment Hot Water/Rock Interaction, Geochimica et Cosmochimica Acta, 28, 1323-1357, 1964.
Ellis, A. J. & Mahon, W. A., Natural Hydrothermal Sistem and Experiment Hot Water/Rock Interaction (Part II), Geochimica et Cosmochimica Acta, 31, 519-538, 1967.
Fournier, R.O., Thompson, J.M., & Hutchison, R.A., Fluctuation in Compotition of Cistren Spring, Norris Geyser Basin, Yellowstone National Park, Wyoming – variable boiling and mixing 1962-1985, in
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
460
Proceeding 5Th water-rock interaction symposium, Reykjavik,Iceland,pp.206-209,1986.
Nicholson, K., Geothermal Fluids, Chemistry and Exploration Techniques. Springer-verlag Berlin Heidelberg, 63p,1993.
Nordstrom, D.K., Ball, J.W., & McCleskey, R.B., Processes Governing Arsenic Concentrations on Thermal Waters of Yellowstone National Park, in U.S Geological Survey Workshop on Arsenic in The Environment, 2001.
Nordstrom, D.K. & Archer, D.G., Arsenic Thermodynamic Data and Environmental Geochemistry, in A.H.Welch and K.G. Stollenwerk ( eds.), Arsenic in Ground Water. Kluwer Academic Publisher, USA, pp.1-25,2003.
Ritchie, J. A., Arsenic and Antimony in some New Zealand Thermal Water, New Zealand Journal of Sience, 4, 218-229, 1961.
Sergeyeva, E.I., khodakovskiy, I.L., & Vernadskiy, V.I ., Physiochemical Condition of Formation of Native Arsenic in Hydrotermal Deposits, Geochemistry International, 6,pp.681-694,1969.
Simmons, S. F. & Browne, P. R. L., Hydrothermal Mineral
and Precious Metals in the Broadland-Ohaaki Geothermal system: Implications for Understanding Low-Sulfidation Epithermal Environments, Economic Geology, 95, pp. 971-999, 2000.
Spycher, N.F. & Reed, H.M., As ( III) and Sb (III) Sulfide Complexes: an Evaluation of Stoichimetry and Stability from Existing Experimental Data, Geochimica et Cosmochimita Acta,53,pp.2185-2194,1989.
Strauffer, R.E. & Thompson, J.M., Arsenic and antimony in Geothermal Waters of Yellowstone national Park, Wyoming, USA, Geochimica et Cosmochimica Acta,48, pp.2247-2561,1984.
van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology Of Indonesia. Vol. IA., Martinus Nijhoff, The Hague.
Webster, J. G., The Source of Arsenic (and other elements) in the Marbel-Matingao River Catchment, Mindanao, Philipines Geothermic, 28, 95-111, 1999.
Webster, J.G. & Nordstrom, D. K., Geothermal Arsenic, In A.H. Welch dan K. Y. Stollenwerk (eds.), Arsenic in Ground Water, Kluwer Academic Publisher, USA, pp. 101-125, 2003.
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
461
Punggungan Zona Depresi Tengah
Zona Depresi Tengah Jawa Barat
Pegunungan Selatan Jawa Barat
Gunungapi kwarter
Dataran Pantai Jakarta
Zona Bogor
Gambar 1. Peta Fisiografi Jawa Barat (modifikasi Van Bemmelen, 1949).
Gambar 2. Peta Jawa Barat yang menunjukkan lokasi daerah penelitian yang termasuk dalam Provinsi Banten dan Jawa Barat.
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
462
Gambar 3. Konsentrasi relatif dari Cl, SO4 dan HCO3 yang memperlihatkan tipe air panas
CPT
CLY
PKJ
AY‐10
As (ppm)
Gambar 4. Korelasi antara kandungan klorida dan arsen pada fluida panas.
CPT
PPD
CLY
PKJ
As (ppm)
Gambar 5. Korelasi antara kandungan SO4 dan Arsen pada fluida panas