pit_iagi37-sdg033_arsenic concentration at several geotherma

13
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008 450 ARSENIC CONCENTRATION AT SEVERAL GEOTHERMAL SYSTEM IN WEST JAVA, INDONESIA C. Hardjana 1 , G.S. Srikandi 1 & R. Waren 1 1 Program Study of Geology Engineering, Faculty of Earth Sciences and Technology – FITB, Bandung Institute of Technology Jl. Ganesha 10 bandung, 40132, Indonesia 1 Phone : +6281-79272704, 1 E-mail : [email protected] SARI Arsen dikenal sebagai kontaminan di dalam air tanah dan air permukaan pada daerah pertambangan emas epitermal. Hal tersebut masih belum diketahui apakah kontaminan tersebut berasal dari kegiatan petambangan atau merupakan kondisi alami dari sistem epitermal. Berdasarkan studi dari beberapa sistem geotermal di Jawa Barat, Indonesia, diketahui bahwa kandungan Arsen secara alami mencapai 2,6 ppm dan alterasi hidrothermal di permukaan dapat mencapai 50 ppm. Data ini diperoleh dari Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan Inductively Coupled Plasma (ICP). Pada beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan antara konsentrasi Arsen dari air panas dengan air klorida yang terbentuk dari reservoir geotermal dalam. Semakin tinggi kandungan klorida, semakin tinggi kandungan Arsen pada air panas. Kandungan Arsen cenderung menurun dengan terjadinya peningkatan konsentrasi SO4. Pada sistem geotermal, Arsen hadir pada fluida panas sebagai hasil pelarutan batuan. Kandungan Arsen pada sistem epitermal dan geotermal dipengaruhi oleh tipe host rock, proses pendidihan, dan pencampuran air panas. ABSTRACT Arsenic (As) is known as contaminant in groundwater and surface waters of epithermal-gold mining areas. It is still unknown whether the contaminants are from the mining practices or due to natural conditions. Based on study of several geothermal sistem in West Java, Indonesia, thermal waters could naturally contain up to 2.6 ppm As and the surface hydrothermal alteration contributes up to 50 ppm. These data are known from Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and Inductively Coupled Plasma (ICP). Several studies show a relationship between As concentrations of thermal waters with chloride waters that originating from a deep geothermal reservoir. The higher the chloride content, the higher the As content of thermal waters. The As content of thermal waters tend to decrease with an increase in the concentration of SO 4. In geothermal systems, As occurs in thermal fluids as a result of rock dissolution. The contents of As in epithermal and geothermal sistems are influenced by the type of host rocks, processes of boiling and mixing of thermal waters.

Upload: albab-onyon

Post on 26-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

450

ARSENIC CONCENTRATION AT SEVERAL GEOTHERMAL SYSTEM IN WEST JAVA, INDONESIA

C. Hardjana1, G.S. Srikandi1 & R. Waren1

1Program Study of Geology Engineering, Faculty of Earth Sciences and Technology – FITB, Bandung Institute of Technology

Jl. Ganesha 10 bandung, 40132, Indonesia 1Phone : +6281-79272704, 1E-mail : [email protected]

SARI Arsen dikenal sebagai kontaminan di dalam air tanah dan air permukaan pada daerah pertambangan emas epitermal. Hal tersebut masih belum diketahui apakah kontaminan tersebut berasal dari kegiatan petambangan atau merupakan kondisi alami dari sistem epitermal. Berdasarkan studi dari beberapa sistem geotermal di Jawa Barat, Indonesia, diketahui bahwa kandungan Arsen secara alami mencapai 2,6 ppm dan alterasi hidrothermal di permukaan dapat mencapai 50 ppm. Data ini diperoleh dari Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan Inductively Coupled Plasma (ICP). Pada beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan antara konsentrasi Arsen dari air panas dengan air klorida yang terbentuk dari reservoir geotermal dalam. Semakin tinggi kandungan klorida, semakin tinggi kandungan Arsen pada air panas. Kandungan Arsen cenderung menurun dengan terjadinya peningkatan konsentrasi SO4. Pada sistem geotermal, Arsen hadir pada fluida panas sebagai hasil pelarutan batuan. Kandungan Arsen pada sistem epitermal dan geotermal dipengaruhi oleh tipe host rock, proses pendidihan, dan pencampuran air panas.

ABSTRACT Arsenic (As) is known as contaminant in groundwater and surface waters of epithermal-gold mining areas. It is still unknown whether the contaminants are from the mining practices or due to natural conditions. Based on study of several geothermal sistem in West Java, Indonesia, thermal waters could naturally contain up to 2.6 ppm As and the surface hydrothermal alteration contributes up to 50 ppm. These data are known from Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and Inductively Coupled Plasma (ICP). Several studies show a relationship between As concentrations of thermal waters with chloride waters that originating from a deep geothermal reservoir. The higher the chloride content, the higher the As content of thermal waters. The As content of thermal waters tend to decrease with an increase in the concentration of SO4. In geothermal systems, As occurs in thermal fluids as a result of rock dissolution. The contents of As in epithermal and geothermal sistems are influenced by the type of host rocks, processes of boiling and mixing of thermal waters.

Page 2: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

451

Page 3: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

452

PENDAHULUAN

Latar Belakang Arsen hadir pada sistem geotermal dan

menjadi indikator zona upflow (zona

diatas reservoir geotermal). Arsen juga

dapat menyebabkan masalah

lingkungan yang signifikan pada sistem

geotermal. Studi ini mengamati

konsentrasi Arsen pada air panas di

beberapa sistem geotermal aktif. Hasil

studi tersebut dapat digunakan untuk

memperkirakan nilai alami Arsen pada

fossil sistem geotermal yang biasa

dikenal sebagai sistem epitermal.

Air bawah tanah dan permukaan pada

daerah pertambangan emas epitermal

sering terkontaminasi oleh Arsen

contohnya di Buyat, Sulawesi Utara.

Walaupun begitu, hal tersebut masih

tidak diketahui apakah disebabkan

kegiatan pertambangan dan/atau

kondisi alami dimana mineral-mineral

alterasi mengandung Arsen. Air

permukaan pada sistem geotermal

telah terkontaminasi dengan cara yang

sama, yaitu akibat aktivitas fluida panas

di dasar sungai (Webster, 1999).

Pada sistem geotermal, Arsen hadir

pada fluida panas sebagai hasil dari

pelarutan batuan. Menurut Webster dan

Nordstrom (2003), dapat diketahui

bahwa konsentrasi Arsen pada

beberapa mata air panas di lapangan-

lapangan geotermal berkisar antara <

0.1-10 ppm. Di Tongonan, Filipina dan

Los Azures, Mexico pelarutan Arsen

pada air panas dapat lebih dari 20 ppm.

Kandungan Arsen yang tinggi sangat

dipengaruhi oleh tipe batuan yang

berinteraksi dengan fluida panas dan

kehadiran alterasi pada batuan.

Berdasarkan Ellis dan Mahon (1967)

dapat disimpulkan bahwa andesit yang

tidak teralterasi dapat melarutkan 1.3

ppm Arsen ke dalam air panas,

sebaliknya basal tidak akan melarutkan

Arsen ke dalam air panas, seperti yang

terjadi pada air panas di Iceland dan

Hawaii yang memiliki kadar Arsen yang

sangat rendah, yaitu kurang dari 0.01

ppm (Webster dan Nordstrom, 2003).

Suatu sistem epitermal dikenal sebagai

sistem geotermal yang telah menjadi

fosil. Kehadiran sistem epitermal dan

sistem geotermal dipengaruhi oleh

interaksi antara fluida panas dan

batuan-batuan di sekitarnya. Studi

sebelumnya menunjukkan bahwa

sistem Geotermal aktif memiliki bentuk

dan karakteristik alterasi dan/atau

mineralisasi yang sama dengan sistem

Epitermal. Pada kedua sistem ini,

Arsen hadir sebagai kontaminan yang

berasosiasi dengan antimoni (Sb),

boron (B), litium (Li), fluoride (F), dan

hidrogen sulfida (H2S) (Webster-Brown,

2000). Pada sistem geotermal, Arsen

Page 4: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

453

terlarut dalam fluida panas dan

terkonsentrasi pada alterasi permukaan

(Webster dkk.,2003). Beberapa studi

sebelumnya memperlihatkan hubungan

antara konsentrasi Arsen pada air

panas dan tipe fluida panas, khususnya

air klorida (Cl) yang berasal dari

reservoir geotermal dalam (Ritchie,

1961). Beberapa penelitian mendalam

mengenai hubungan antara klorida dan

Arsen pada daerah geotermal telah

dilakukan di Taupo Volcanic Zone, New

Zealand oleh Ritchie (1961) dan

Yellowstone National Park oleh

Nordstrom dkk. (2001).

Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang

yang telah di kemukakan maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah kontaminan Arsen

berasal dari kegiatan

petambangan atau bersifat alami.

2. Bagaimana hubungan antara

konsentrasi Arsen dari air panas

dengan air klorida yang terbentuk

dari reservoir geotermal dalam.

3. Bagaimana hubungan konsentrasi

Arsen dengan SO4.

4. Apa yang mempengaruhi

kandungan Arsen pada sistem

epitermal dan geotermal.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

untuk mengetahui harga ambang alami

Arsen di daerah epitermal dan

pengaruh kegiatan pertambangan

terhadap kandungan Arsen di daerah

tersebut.

Sumber Data

Dalam makalah ini data diperoleh dari

studi literatur, makalah-makalah ilmiah

yang dipublikasikan, buku-buku,

internet, dan penelitian di lapangan.

Lokasi dan Metodologi Untuk memahami kandungan Arsen

alami dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya dalam sitem

epitermal, telah diambil 28 sampel

limpasan air panas berupa mata air

panas, kolam air panas, rembesan, dan

fumarol. Daerah studi di Jawa Barat

dan Banten, memiliki beberapa

manifestasi permukaan geotermal,

seperti mata air panas, kolam air

panas, kolam lumpur, fumarol, dan

steaming ground.

Sampel air panas dikumpulkan ke

dalam botol-botol polypropylene.

Setelah filtrasi dengan saringan

membrane 0.45 µm selesai, tidak perlu

dilakukan acidification. Temperature

dan pH air panas langsung diukur di

lapangan. Lalu sampel dianalisa di

laboratorium menggunakan Atomic

Absorption Spectrophotometer (AAS).

Page 5: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

454

GEOLOGI REGIONAL

Fisiografis Secara fisiografis, daerah Jawa Barat

dibagi menjadi 6 zona (Van Bemmelen,

1949). Zona tersebut dari arah utara ke

selatan meliputi:

1. Zona Dataran Pantai Utara

Jawa

2. Zona Antiklinorium Bogor

3. Zona Pegunungan Bayah

4. Zona Bandung

5. Zona Gunung Api Kuarter

6. Zona Pegunungan Selatan

Jawa Barat

Berdasarkan pembagian zona ini,

daerah penelitian termasuk Zona

Pegunungan Selatan Jawa Barat.

Struktur Geologi

Proses tektonik yang terjadi di Pulau

Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi

lempeng Indo-Australia ke bawah

lempeng Mikro Sunda. Pola struktur

dominan yang berkembang di Pulau

Jawa adalah Pola Meratus berarah

timur laut-barat daya (NE-SW)

terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun

yang lalu ( Kapur Akhir – Eosen Awal ),

Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S)

terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang

lalu ( Eosen Awal – Oligosen Awal ),

Pola Jawa berarah barat-timur (E-W)

terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu.

Pola struktur yang berkembang di Jawa

Barat merupakan Pola Meratus yang

diwakili oleh Sesar Cimandiri yang

masih dapat diikuti ke timur laut. Pola

Sunda umumnya berkembang di

bagian barat wilayah Jawa Barat,

sedangkan Pola Jawa yang

berkembang diwakili oleh sesar-sesar

naik. Selain itu, di Jawa Barat juga

hadir pola-pola struktur Sumatera yang

berarah baratlaut-tenggara tapi tidak

terlalu dominan.

Pembentukan jalur penunjaman baru

pada kala Oligosen Akhir-Miosen Awal

mengakibatkan daerah Jawa Barat

Selatan menjadi busur volkanik.

Deretan gunung api ini diperkirakan

sebagian besar berupa deretan gunung

api bawah laut. Deretan gunung api

inilah yang menjadi batuan asal dari

Formasi Jampang. Kegiatan magmatik

waktu itu diakhiri dengan penerobosan

diorit kuarsa pada akhir Miosen

Tengah.

Kegiatan vulkanisme kemudian

bergerak lebih ke utara, pasca

pengendapan Formasi Jampang (Oligo-

Miosen). Hal ini ditandai dengan

pengendapan Formasi Bentang

dengan kemiringan 2o-8o ke arah

selatan, setelah terlebih dahulu

mengalami pengangkatan yang

ditandai dengan adanya

ketidakselarasan.

Page 6: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

455

Setelah pengendapan Formasi

Bentang, terjadi perlipatan,

pengangkatan dan erosi, yang disusul

oleh kegiatan magmatik yang

menghasilkan kegunungapian dan

diakhiri oleh penerobosan retas-retas

andesit pada Pliosen.

Pada Plio-Plistosen kegiatan gunungapi

kembali terjadi dan disusul oleh

serangkaian kegiatan gunung api

Kuarter Awal hingga sekarang dimana

busur volkanik berada di Zona

Bandung.

PEMBAHASAN

Lokasi Pengambilan Sampel Sampel uji diambil dari delapan mata

air panas, tujuh kolam air panas, tiga

kolam air hangat, satu spouting spring

di Cisolok (CSL), satu rembesan di

Sekarwangi (SKW), satu aliran hangat

di Anyer (AY-1), satu sumur bor di

Cilurah (AY-10), satu kolam lumpur

panas di Gunung Papandayan (PPD),

dan satu steaming ground di Cibuni

(CBN). Gambar 2 memperlihatkan

daerah lokasi pengambilan sampel dan

tabel 1 memperlihatkan daftar nama-

nama dan karakteristik dari manifestasi

permukaan.

Komposisi kimia Air Panas Tabel 1 memperlihatkan komposisi

kimia dari fluida panas. Konsentrasi

klorida (Cl) dari air panas mencapai

1000 mg/kg, tetapi air panas CLY dan

AY – 010 mengandung lebih dari 1,200

mg/kg. Konsentrasi sulfida (SO4)

mencapai 3,000 mg/kg, kecuali di PPD

dimana kandungan sulfida tertinggi

melebihi 14,000 mg/kg. Sampel air

panas juga mengandung bikarbonat

(HCO3) mencapai 700 mg/kg kecuali

pada AY-002 dan AY-008 dimana

kandungan bikarbonat lebih dari 1400

mg/kg.

Konsentrasi relatif Cl, SO4, dan HCO3

dari air panas diberikan pada gambar 3.

Secara umum, air pada lokasi-lokasi ini

merupakan air bikarbonat dengan pH

netral hingga slightly basic (contohnya

CMG, MRB, KTM, AY-009) atau air

asam sulfat (contohnya CBN, CBR,

PPD,AY-014. Pencampuran antara air

asam sulfat dan air bikarbonat hadir di

CBL, AY-15 dan AY-3. Dari 24 sampel,

hanya air panas CLY dan AY-10 yang

merupakan air klorida matang. Air

panas PKJ dan CPT merupakan

campuran air klorida dan air sulfat,

sedangkan air panas yang merupakan

campuran air klorida dan air bikarbonat

adalah AY-6, AY-12, AY-9 dan AY-1.

Air panas juga mengandung silika

(SiO2) hingga mencapai 200 mg/kg,

kecuali air pada PPD. PPD merupakan

fluida asam dan pelarutan di sekitar

batuan menyebabkan air panas ini kaya

akan silika. Dengan demikian,

Page 7: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

456

kandungan silika dipengaruhi oleh pH fluida.

Tabel 1. Komposisi kimia sampel air panas

Konsentrasi Arsenic pada Mata Air Panas Seperti yang diperlihatkan oleh tabel 1,

konsentrasi Arsen pada air panas

kebanyakan kurang dari batas

ambangnya yaitu 0.1 ppm. Walupun

begitu, air panas pada CLY, CSL, PKJ,

PPD, dan CPT mengandung Arsen

mencapai 2.6 ppm.

Tipe air panas yang Mengandung Arsen

Kandungan Arsen pada air panas akan

meningkat dengan terjadinya

No.

Lokasi

No. Sampel

Konsentrasi (mg/L)

Cl- SO42- SiO2 HCO3- As3+ pH

1 Anyer AY - 001 172.6 26.51 19.52 270.03 0.006 7.51 2 Kareos AY - 002 493.14 268.04 12.22 1416.36 0.0327 6.41 3 Batukuwung AY - 003 73.97 190.08 22.63 275.33 0.001 6.4 4 Cilenge AY - 006 542.46 9.14 20.86 418.29 0.0158 6.11 5 Sadatani AY - 009 197.2 0.21 11.7 389.17 0.0002 7.14 6 Cilurah AY - 010 1380.8 0.21 7.61 309.75 0.0022 7.23 7 Kajaroan AY - 012 320.54 0.21 13.82 532.13 0.0002 7.25 8 Cipanas Hilir AY - 013 9.58 3.29 35.43 124.4 0.0008 6.51 9 Cileunyep AY - 015 38.48 269.15 25.28 237.9 0.0005 6.29

10 Cisolok CSL 284 609.02 59.69 142.56 0.4 6.9 11 Cibuni, Rancabali CBN 5 255.13 74.19 <0.1 2.5 12 Cimanggu, Ciwidey CMG 35.5 55.96 172.03 375.02 <0.1 6.8 13 Cilayu, Gunung Kendang CLY 1216 402.03 156.76 257.6 2 6.8 14 Kertasana, Pangalengan KTM 115.22 190.92 457.65 <0.1 6.9 15 Cibolang, Panglengan CBL 8 227.15 197.43 438.58 <0.1 6.6 16 Maribaya, Lembang MRB 53.25 25 188.46 608.27 <0.1 6.6 17 Pakenjeng, Sukamulya PKJ 177.5 912.63 64.18 45.02 2.6 7.9 18 Papandayan PPD 71 14402.5 426.21 0.2 1.6 19 Cibeureum, Kw Darajat CBR 625.48 158.51 <0.1 2.9 20 Toblong, Kw Darajat TBL 337.43 133.7 160.06 <0.1 6.2 21 Cipatujah CPT 905.25 2703.56 36.62 32.51 0.8 7.9 22 Cileusing, Buah Dua CLS 727.75 175.29 686.47 <0.1 6.6 23 Sekarwangi, Buah Dua SKW 213 187.54 622.91 <0.1 6.7 24 Kampung Sumur, Sukasono KPS 71 10 99.34 235.09 <0.1 7.8

Page 8: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

457

peningkatan konsentrasi klorida

(Gambar 4). Hal ini menguatkan bahwa

Arsen dibawa oleh air panas tipe

klorida. Fluida reservoir dalam

didominasi oleh air klorida sedangkan

air hasil kondensasi uap yang hadir di

permukaan akan kaya akan asam sulfat

atau bikarbonat dan rendah kandungan

klorida.

Gambar 5 memperlihatkan hubungan

antara asam sulfat dan Arsen pada air

panas. Gambaran yang diberikan

menunjukkan korelasi yang berbeda

dengan hubungan Arsen dan klorida

yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Kandungan Arsen pada air panas

cenderung menurun dengan

peningkatan konsentrasi asam sulfat.

Walaupun begitu, beberapa sampel

tidak sesuai dengan tren garisnya,

seperti pada air termal di PKJ yang

mengandung Arsen yang tinggi sebagai

hasil interaksi intensif antara fluida

panas dan batuan sekitarnya.

DISKUSI

Pada kebanyakan sistem geotermal,

fluida reservoir dalam jenuh akan

Arsenopirit dan mineral mengandung

Arsen lainnya. Arsen cenderung

melarut ke dalam fluida reservoir,

dibandingkan mengalami presipitasi

dan pembentukan Arsen bearing

deposit fourieretal. Fornier dkk

menyatakan bahwa fluida reservoir

pada sistem geotermal Yellowstone

mengandung Arsen sekitar 400 ppm.

Sebagai tambahan, dengan naiknya

fluida reservoir ke permukaan dan

mendidih, Arsen berada dalam fase cair

(seperti halnya conservative elements

lainnya seperti klorida dan silika).

Konsentrasi Arsen dari air panas akan

selalu meningkat. Sebaliknya,

pencampuran antara fluida reservoir

dan air tanah atau air permukaan (Air

asam sulfat atau air bikarbonat) dapat

menyebabkan kandungan Arsen pada

air panas menurun. Karena itu, hal ini

sudah jelas bahwa perubahan dari

kandungan Arsen pada Arsen

mencirikan perubahan dalam tipe fluida

panas dan proses-proses fluida. Dapat

dikatakan bahwa tipe air klorida akan

mengandung Arsen yang tinggi

sedangkan air sulfat dan bikarbonat

akan kecil kandungan Arsennya,

proses pendidihan kemudian dapat

meningkatkan kandungan klorida air

panas. Sedangkan pencampuran akan

mengurangi jumlah klorida, tetapi

meningkatkan kandungan sulfat,

bikarbonat, dan magnesium dari fluida

panas. Dari hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa kandungan Arsen

dari fluida panas akan meningkat akibat

pendidihan, tetapi akan menurun

karena dilution oleh fluida lain.

Kesimpulan ini didukung oleh Ritchie

Page 9: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

458

(1961), yang menunjukkan korelasi

positif klorida dan kandungan Arsen

dari fluida panas, khususnya air klorida

yang berhubungan dengan reservoir

geotermal.

Studi ini memperlihatkan bahwa Arsen

mendominasi air klorida. Hal tersebut

juga memperlihatkan bahwa

kandungan Arsen pada fluida panas

meningkat secara eksponensial dengan

adanya peningkatan konsentrasi klorida

pada fluida. Sebaliknya kandungan

Arsen menurun dengan adanya

peningkatan kandungan sulfat pada

fluida. Peningkatan kandungan klorida

biasanya mencirikan adanya

peningkatan dalam saturasi silika

(SiO2), Karena itu, air panas dapat

membentuk sinter silika di permukaan

pada saat air klorida mendingin dengan

cepat. Walaupun begitu, hubungan

antara klorida dan kandungan Arsen

dari air panas pada studi ini masih tidak

jelas karena hanya terdapat sedikit

sampel air klorida, sampel kebanyakan

berupa air asam sulfat dan air

bikarbonat. Strauffer dan Thompson

(1984) menyimpulkan bahwa korelasi

kandungan Arsen dan kandungan

klorida pada fluida panas juga

dipengaruhi oleh pelarutan H2S dan

CO2 pada fluida panas; komponen

yang terlarut dapat bereaksi

membentuk air asam sulfat dan air

bikarbonat di sekitar kondisi

permukaan.

Pada kedalaman fluida panas kaya

Arsen akan membentuk oxy-anion,

khususnya dengan ion-ion karbonat;

fluida ini juga akan bereaksi secara

cepat dengan batuan di sekitarnya

(Strauffer dan Thompson, 1984).

Dengan naiknya fluida ke permukaan,

fluida akan mendidih dan membentuk

fasa cair dan fasa uap. Fluida akan

jenuh Arsen, sedangkan fasa uap akan

jenuh dengan Hg. Fluida panas yang

jenuh akan As dapat memiliki

manifestasi permukaan contohnya

sebagai mata air panas, kolam air

panas, kolam lumpur, steaming ground,

dan fumarol. Arsen dapat berpresipitasi

sebagai endapan permukaan Arsen

yang hadir di sekitar manifestasi.

Keberadaan arsen di lingkungan

epitermal dapat diamati dari kehadiran

mineral- mineral senyawa arsen seperti

realgar, cinabar (HgS), dan stibnit

(Sb2S3). Mineral-mineral tersebut

merupakan mineral yang umum

berasosiasi dengan alterasi permukaan

pada sinter silika. Arsenofirit (FeAsS)

juga merupakan mineral bearing-As

yang umum biasanya hadir pada

kedalaman. Orphiment (As2S3) dapat

terbentuk di dekat manifestasi

permukaan pada air asam sulfat (

Spycher dan Reed, 1989). Realgar

lebih stabil dibandingkan orphiment

Page 10: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

459

pada lingkungan bertemperatur tinggi

tapi orphiment lebih stabil dibandingkan

realgar dalam kondisi pH rendah

(Nordstrom dan Archer, 2003). Pada

sistem geotermal bertemperatur

rendah, native As secara umum hadir

seperti di Osorezan, Jepang

(Sergeyeva dkk., 1969) Walaupun

begitu, Arsen bisa terkandung dalam

lempung, material organic dan

hidroksida.

KESIMPULAN

Studi beberapa sistem geotermal di

Jawa Barat, Indonesia memperlihatkan

bahwa kebanyakan dari fluida panas

mengandung konsentrasi Arsen yang

rendah, tetapi terdapat beberapa yang

mengandung Arsen hingga 2,6 ppm

lebih. Jika sistem geotermal telah

menjadi fosil (epitermal), alterasi

hidrotermalnya dapat mengandung

Arsen dalam jumlah yang sama

tingginya dengan sistem geotermal

yang masih aktif.

Komposisi alami Arsen pada sistem

epitermal dan geotermal dipengaruhi

oleh host rock yang berinteraksi

dengan fluida hidrotermal, Andesit akan

melarutkan Arsen ke dalam fluida

panas lebih banyak dibandingkan

basal. Konsentrasi Arsen di fluida

panas dapat juga terpengaruhi ketika

fluida panas tepat akan mendidih dan

proses pencampuran. Efek lain yang

mempengaruhi jumlah Arsen adalah

kehadiran gas-gas volkanik dan

oksidasi dekat permukaan. Semua

pengaruh pada sistem epitermal dapat

dipahami dengan mempelajari alterasi

dan mineralisasi.

Walaupun begitu, korelasi

eksponensial antara klorida dan Arsen

yang ditunjukkan oleh studi ini

membutuhkan studi lanjut yang dapat

menguatkan, khususnya pada tipe air

panas klorida. Hal ini direkomendasikan

untuk mempelajari sistem geotermal

one particular, sehingga efek dari

pendidihan, pencampuran dan gas-gas

volkanik dapat dipahami.

DAFTAR PUSTAKA Ellis, A. J. & Mahon, W. A., Natural

Hydrothermal Sistem and Experiment Hot Water/Rock Interaction, Geochimica et Cosmochimica Acta, 28, 1323-1357, 1964.

Ellis, A. J. & Mahon, W. A., Natural Hydrothermal Sistem and Experiment Hot Water/Rock Interaction (Part II), Geochimica et Cosmochimica Acta, 31, 519-538, 1967.

Fournier, R.O., Thompson, J.M., & Hutchison, R.A., Fluctuation in Compotition of Cistren Spring, Norris Geyser Basin, Yellowstone National Park, Wyoming – variable boiling and mixing 1962-1985, in

Page 11: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

460

Proceeding 5Th water-rock interaction symposium, Reykjavik,Iceland,pp.206-209,1986.

Nicholson, K., Geothermal Fluids, Chemistry and Exploration Techniques. Springer-verlag Berlin Heidelberg, 63p,1993.

Nordstrom, D.K., Ball, J.W., & McCleskey, R.B., Processes Governing Arsenic Concentrations on Thermal Waters of Yellowstone National Park, in U.S Geological Survey Workshop on Arsenic in The Environment, 2001.

Nordstrom, D.K. & Archer, D.G., Arsenic Thermodynamic Data and Environmental Geochemistry, in A.H.Welch and K.G. Stollenwerk ( eds.), Arsenic in Ground Water. Kluwer Academic Publisher, USA, pp.1-25,2003.

Ritchie, J. A., Arsenic and Antimony in some New Zealand Thermal Water, New Zealand Journal of Sience, 4, 218-229, 1961.

Sergeyeva, E.I., khodakovskiy, I.L., & Vernadskiy, V.I ., Physiochemical Condition of Formation of Native Arsenic in Hydrotermal Deposits, Geochemistry International, 6,pp.681-694,1969.

Simmons, S. F. & Browne, P. R. L., Hydrothermal Mineral

and Precious Metals in the Broadland-Ohaaki Geothermal system: Implications for Understanding Low-Sulfidation Epithermal Environments, Economic Geology, 95, pp. 971-999, 2000.

Spycher, N.F. & Reed, H.M., As ( III) and Sb (III) Sulfide Complexes: an Evaluation of Stoichimetry and Stability from Existing Experimental Data, Geochimica et Cosmochimita Acta,53,pp.2185-2194,1989.

Strauffer, R.E. & Thompson, J.M., Arsenic and antimony in Geothermal Waters of Yellowstone national Park, Wyoming, USA, Geochimica et Cosmochimica Acta,48, pp.2247-2561,1984.

van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology Of Indonesia. Vol. IA., Martinus Nijhoff, The Hague.

Webster, J. G., The Source of Arsenic (and other elements) in the Marbel-Matingao River Catchment, Mindanao, Philipines Geothermic, 28, 95-111, 1999.

Webster, J.G. & Nordstrom, D. K., Geothermal Arsenic, In A.H. Welch dan K. Y. Stollenwerk (eds.), Arsenic in Ground Water, Kluwer Academic Publisher, USA, pp. 101-125, 2003.

Page 12: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

461

Punggungan Zona Depresi Tengah

Zona Depresi Tengah Jawa Barat

Pegunungan Selatan Jawa Barat

Gunungapi kwarter

Dataran Pantai Jakarta

Zona Bogor

Gambar 1. Peta Fisiografi Jawa Barat (modifikasi Van Bemmelen, 1949).

Gambar 2. Peta Jawa Barat yang menunjukkan lokasi daerah penelitian yang termasuk dalam Provinsi Banten dan Jawa Barat.

Page 13: PIT_IAGI37-SDG033_Arsenic Concentration at Several Geotherma

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

 

 

462

Gambar 3. Konsentrasi relatif dari Cl, SO4 dan HCO3 yang memperlihatkan tipe air panas

CPT

CLY

PKJ 

AY‐10

As (ppm) 

Gambar 4. Korelasi antara kandungan klorida dan arsen pada fluida panas.

CPT 

PPD

CLY 

PKJ 

As (ppm) 

Gambar 5. Korelasi antara kandungan SO4 dan Arsen pada fluida panas