plagiarism checker x originality...
TRANSCRIPT
-
Plagiarism Checker X Originality Report
Similarity Found: 10%
Date: Monday, April 27, 2020
Statistics: 1562 words Plagiarized / 15704 Total words
Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------
PERAN CATUR SANAK DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Kajian Agama Hindu Penulis: I
Nyoman Nadra Isi diluar tanggungjawab penerbit Copyright ©2018 by Jayapangus
Press All Right Reserved PENERBIT: Jayapangus Press Anggota IKAPI No. 019/Anggota
Luar Biasa/BAI/2018 Jl. Ratna No.51 Denpasar - BALI
Email : [email protected] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog
Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-53015-5-1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerahNya
sehingga buku ini dapat selesai disusun.
Buku yang berjudul “Peran Catur Sanak Dalam Kehidupan Manusia: Kajian Agama
Hindu” mencoba untuk melihat kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Hindu yang
sangat multikultur, baik budaya, suku, adat maupun kebiasaan, kebiasaannya. Apalagi
dalam urusan beragama yang sering dikenal dengan istilah Desa, Kala, Patra. Desa, Kala,
Patra di Bali sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga Bangsa
Indonesia sangat kompleks untuk mengurus kehidupan masyarakatnya, dalam
kehidupan masyarakat terutama Hindu Bali sangat penting memperhatikan Sang Catur
Sanak (saudara empat lahir manusia), yang setia mengikuti dari lahir sampai meninggal,
dengan adanya perkembangan globalisasi banyak orang Hindu Bali yang tidak
mengenal Catur Sanak (saudara empat manusia), ketidak tahuan terhadap catur sanak
bisa menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia maupun sebaliknya bahagia lahir
batin kalau dia mengetahui dan melakukan upacara yadnya dari awal perkawinan orang
tuanya sampai lahir anak tumbuh Dewasa. Karena idelanya kehidupan manusia di dunia
ini harus berkarak terbaik, bermoral baik, bahagia, dan sejahtera.
Untuk mencapai kesemua itu sangat penting untuk mendalami, melakukan terkait
dengan Catur Sanak. Semakin hari manusia itu semakin besar maka saudara Catur Sanak
-
tersebut juga mengalami perubahan status atau terjadi perubahan nama dari Yeh nyom,
Darah, Ari-ari, Lamad. Nama-nama tersebut seiring dengan perjalanan waktu mengalami
perubahan, begitu juga bayi itu sendiri semakin besar-semakin besar.
Perubahan perubahan tersebut diantaranya Yeh Nyom menjadi Anggapati, Darah
menjadi Mrajapati, Ari-ari menjadi Banaspati, Lamad menjadi Banaspati Raja. Pertemuan
antara kama putih (bapak) dengan kama bang (ibu) dimana pertemuan ini mengasilkan
laki-laki (kama putih), kama bang (perempuan), dan kalau warnanya dadu akan menjadi
bencong “Nihan Kawiting Manusanira Duk Sira Ring Jero Weteng, Kaweruhakena arane,
Sangkane Ana Jatma Lanang, Wadon, Mwang Kedi.
Duk Bapanta Matemu Ring Babunta, Ana Kama Putih, Kama Bang, Kama Dadu. Kama
Putih dadi Lanang, Kama Bang dadi Wadon, Kama Dadu Dadi Kedi”. Makna Keberaneka
Ragaman, makna kemaha kuasaan Tuhan, Makna Kesaktian, Makna Kesaktian, Iki
Kangetakna kawisesan Sanghyang Pancamahabhuta. Yan sira arep sakti. Iki adegang
linggiyang taksu. Pasuk wetu ring ragane. Pada mijilang kawisesan kabeh. Nanging sira
mangda astiti ring Ida Bhatara sami ngaturang panyanggra sasai-sasainan.
Sangkaning nirmala. Tan wenang meroko, iki pangastawanya kabeh. Kritik dan saran
yang membangun penulis harapkan dari berbagai pihak demi perbaikan untuk
penyusunan buku berikutnya. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun buku
ini.
Denpasar, Nopember 2018 Penulis, DAFTAR ISI HALAMAN
DALAM....................................................................... i
REDAKSI.......................................................................................... ii PERNYATAAN HAK
CIPTA......................................................... iii KATA
PENGANTAR...................................................................... iv DAFTAR
ISI..................................................................................... vii
PENDAHULUAN..............................................................................
1 KONSEP CATUR SANAK.............................................................. 7 PERAN CATUR SANAK
DALAM KEHIDUPAN MANUSIA....... 11 1. Peran Sebagai Kelahiran
Manusia.............................................. 12 2. Peran Sebagai
Kebersamaan....................................................... 13 3. Peran Sebagai
Etika..................................................................... 15 4. Peran
Religius.............................................................................
18 5. Peran Sebagai Dewa.................................................................... 24 6. Sebagai Peran
-
Tanda-tanda Kematian........................................ 26 7. Sebagai Peran
Yoga.................................................................... 29 8. Sebagai Peran Pengembalian Kepada
Asalnya........................... 35 9. Peran Sebagai Dewata nawa Sanga............................................ 39
PROSES CATUR SANAK DALAM DIRI MANUSIA.................. 47 1.
Satu Sampai Sepuluh Bulan........................................................ 47 2. Lepas Tali
Pusar.......................................................................... 49 3. Empat Puluh Dua
Hari................................................................ 55 MAKNA CATUR SANAK DALAM KEHIDUPAN
MANUSIA.... 56 1. Makna Keberaneka Ragaman..................................................... 56 2. Makna
Kemaha Kuasaan Tuhan.................................................
58 3. Makna Kesaktian......................................................................... 62
PENUTUP.......................................................................................... 74 DAFTAR
FUSTAKA...................................................................... 80 PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat
Indonesia khususnya Hindu sangat multikultur, baik budaya, suku, adat maupun
kebiasaan, kebiasaannya.
Apalagi dalam urusan beragama yang sering dikenal dengan istilah Desa, Kala, Patra.
Desa, Kala, Patra di Bali sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya,
sehingga Bangsa Indonesia sangat kompleks untuk mengurus kehidupan
masyarakatnya, dalam kehidupan masyarakat terutama Hindu Bali sangat penting
memperhatikan Sang Catur Sanak (saudara empat lahir manusia), yang setia mengikuti
dari lahir sampai meninggal, dengan adanya perkembangan globalisasi banyak orang
Hindu Bali yang tidak mengenal Catur Sanak (saudara empat manusia), ketidak tahuan
terhadap Catur Sanak bisa menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia maupun
sebaliknya bahagia lahir batin kalau dia mengetahui dan melakukan upacara yadnya dari
awal perkawinan orang tuanya sampai lahir anak tumbuh dewasa. Karena idelanya
kehidupan manusia didunia ini harus berkarakter baik, bermoral baik, bahagia, dan
sejahtera.
Untuk mencapai kesemua itu sangat penting untuk mengetahui, melakukan terkait
dengan Catur Sanak. Peran Catur Sanak sangat penting dalam kehidupan ini. Orang
yang pintar secara intelektual belum tentu karakternya baik, moralnya baik serta orang
yang emosinya baik belum tentu karakternya juga baik tetapi orang yang karakternya
baik sudah pasti ada emosi yang baik pada dirinya. Dalam perkembangan sekarang
pergaulan bebas, minum-minuman beralkohol.
Tidak hanya bagi anak-anak tetapi karakter juga diperuntukan bagi kalangan yang tua,
dengan mengetahui, menyadari, Catur Sanak ada dalam tubuh maka dia akan selalu
menuntunnya. Semua kalangan membutuhkan karakter yang baik untuk mengabdi
-
kepada nusa bangsa, agama sebagai wujud bakti kepada Tuhan yang Maha Esa Dalam
membentuk kehidupan masyarakat di Indonesia pada umumnya, Bali pada khususnya
banyak terdapat dalam teks-teks lontar, cerita-cerita pewayangan, cerita legenda, mitos,
cerita fiksi maupun non fiksi selalu diselipkan ajaran kemanusian ajaran universal.
Cerita-cerita tersebut tidak banyak diungkap dalam kehidupan sehari-hari.
Para generasi muda, orang tua lebih banyak menonton televisi-televisi yang ada
sinetron, film-film percintaan, sangat jarang mengungkap kearifan lokal, ajaran lokal
genius terutama tentang Catur Sanak. Banyak masyarakat beranggapan ajaran kuno
dianggap terbelakang, tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi disetiap
agama mengandung ajaran karakter yang adi luhung yang pasti relevan dalam
perkembangan zaman, tinggal dipilih yang mana ada kecocokan sesuai dengan situasi
dan kondisi, karena ajaran agama banyak menyiapkan ajaran-ajaran tinggal dipilih saja.
Apalagi di Bali banyak ada lontar-lontar yang menyimpan ajaran karakter, ajaran etika,
ajaran tentang Tri Hita Karana, ajaran tatwamasi, ajaran tentang seni hidup dan lain-lain.
Didalam Hindu untuk mewujudkan hidup sebagai manusia menjadi lebih baik sudah
sejak dulu diajarkan dimana Pandawa dan Korawa berguru pada Rsi Drona, Pendidikan
kemanusian yang meneruskan adalah Pandawa. Pandawa adalah cerminan keberhasilan
dalam membentuk kehidupan manusia yang lebih baik.
Dalam lontar yang sudah dibukukan salah satunya adalah tentang Catur Sanak,
Merupakan tutur dari inti ajaran empat saudara yang mengikuti kelahiran manusia.
Dalam Catur Sanak sangat banyak pembelajaran menjadi manusia yang baik, mulai dari
orang tuanya kawin, anak dalam kandungan sampai lahir, remaja, dewasa, dalam Tutur
Catur Sanak ini membahasnya.
Karena masalah kehidupan manusia sangat urgen, dan sedang hangat-hangatnya
dibicarakan maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti penelitian ini. Manusia pada
zaman modern ini banyak yang lupa terhadap Tuhan sehingga dia ingat kepada Tuhan
disaat-saat ia menderita. Dia mencari Tuhan kemana-mana tempat yang sangat jauh
padahal didalam dirinya sudah terdapat Tuhan itu sendiri yang dalam ajaran Bali kuno
disebut dengan Catur Sanak.
Dalam Catur Sanak terdapat saudara, saudara tersebut yang lahir bersamaan dengan
manusia. Manusia sejak lahir diikuti saudaranya sampai manusia tersebut meninggal.
Karena manusia sudah sejak lahir ada saudara empatnya atau Catur Sanak, yang
lama-lama saudara ini berubah nama menjadi Dewa maka untuk menyadari hal tersebut
dengan meditasi atau memanggil saudaranya dalam diri masing-masing, meditasi ini
yang jarang dilakukan oleh kebanyakan orang.
-
Untuk memanggil saudara empat manusia ini menggunakan mantra khusus tidak terlalu
panjang mantra tersebut dan mengunakan sarana banten, sarana banten tersebut
sederhana tidak terlalu besar. Dengan berbagai keinginan bisa digunakan dengan
memanggil saudara empat ini orang menjadi sakti mantraguna tinggal memanggil saja,
yang tentunya agar apa yang dipanggil terebut berhasil maka harus tau cara
memanggilnya. Kadang-kadang disaat tidur pulas saudara manusia datang memberikan
isyarat melalui pewisik, maupun mimpi.
Orang yang didatangi saat tidur tidak menentu tiba-tiba dia datang, akan tetapi
kedatangan dia kapan saja, disaat apapun juga karena dia sebenarnya adalah Tuhan itu
sendiri bermanifestasi sebagai saudara, atau dewa. dewa-dewa yang dikenal sesuai
dengan arah mata angin itulah perwujudan dari saudara atau Catur Sanak. Dalam
penelitian ini disebut peran Catur Sanak, Catur Sanak merupakan inti dari ajaran-ajaran
kandapat yang lainnya.
Adapun saudara tersebut adalah ; yang paling tua (pertama lahir) yang paling pertama
lahir adalah Yeh Nyom (air ketuban) menjadi patih di Pura Hulun Suwi yang bergelar I
Ratu Ngurah Tangkeb Langit. Beliau menjadi Dewanya Sawah, Dewanya Bumi, dan
Dewanya semua binatang. Bila didalam badan beliau berstana dikulit. Berwujud amerta
sanjiwani.
Kalau memberikan beliau sesajen bantennya; ketipat dampulan, dengan ikan telur
bokasem, canang pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe. atau disebut
Sang Bhuta Anggapati Aksara Sucinya SANG dengan arah mata angin di Timur. Yang
kedua adalah Getih (darah) disebut dengan Prajapati aksaranya BANG arahnya selatan
warnanya merah, beliau sebagai Dewa Hutan, Dewa Gunung, Dewa jalan, menjadi patih
di Pura Sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng, sesaji beliau atau upacaranya banten;
ketipat geleng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe,
canang pasucian.
Yang ketiga lamas atau Banaspati, arahnya barat aksaranya TANG bergelar I Ratu
Nyoman Jelawung sebagai Dewanya kebun, upacara banten untuk beliau ketipat
gangsa, dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning, ikannya
bawang dan jahe. Yang ke empat Ari-ari Banaspatiraja menjadi Patih di Pura Dalem,
bergelar Banaspati Raja Aksaranya ANG bergelar I Ratu Ketut Petung.
Untuk memuja beliau dengan banten Upacara Ketipat Gong, ikannya telur diguling,
pesucian, segehan kepelan selem, ikannya bawang dan jahe, ditambah rokok, sesari
sebelas 11 uang kepeng bolong. Dalam membentuk manusia menjadi lebih baik
-
diperlukan kesabaran yang di mulai dari memilih calon istri/suami, anak dalam
kandungan sampai dia tumbuh dewasa.
Mulai dalam kandungan dia dididik dalam bentuk upacara magedong-gedongan,
upacara baru lahir, upacara putus tali pusar, upacara 42 hari (tutug kambuhan), upacara
tiga bulanan, upacara enam bulanan (otonan), sampai tiga oton atau 630 hari, upacara
menek kelih, menek bajang, upacara potong gigi. Walaupun dari dalam kandungan
sampai lahir pendidikan melalui upacara akan tetapi lingkungan sangat mempengaruhi
anak, selain itu juga lingkungan keluarga sangat mempengaruhi karena orang tua
beserta keluarga lainnya lebih banyak mereka sekolah kesempatan mendidiknya, dari
hari kehari, setiap detik, menit selalu bersama keluarga.
Keluarga sangat berperan, dalam pembentukan manusia yang lebih baik. Dalam
keluarga yang baik-baik, aman, tentram damai akan mengasilkan anak yang baik atau
suputra. Anak yang baik adalah investasi emas, harta karun yang tersimpan, untuk
bangsa dan Negara nantinya. Menjadikan kehidupan manusia yang lebih baik,
kesuksesan, adalah yadnya yang paling tinggi menurut Agama Hindu karena Agama
Hindu adalah agama yang lues, pleksibel, sesuai dengan desa, kala, patra.
Kehidupan manusia yang lebih baik tentunya dambaan semua orang apalagi orang tua
terhadap anaknya, begitu juga sebaliknya anaknya terhadap orang tuanya dikemudian
hari kelak. Kehidupan manusia menjadi lebih baik juga dambaan bagi leluhur-leluhur
yang sudah meninggal. Kalau dipikir mendalam mati tidak akan membawa apa-apa
hanya karmalah yang akan mengikuti sebagai saudara yang setia untuk sampai ke alam
tujuan.
Dalam ajaran Bali Kuno Saudara setia yang mengikuti samapai mati adalah Catur Sanak
KONSEP CATUR SANAK Catur Sanak berasal dari kata Catur yang artinya empat dan
Sanak yang artinya keluarga. Jadi Catur Sanak artinya empat saudara. Catur Sanak sama
dengan Kandapat. Kandapat berasal dari kata Kanda dan Pat. Kanda dan Pat mempunyai
pengertian Kanda adalah Tutur/Petuah. Pat artinya empat (Yendra, 2007 : 15).
Selain itu juga pengertian Kanda pat artinya saudara empat waktu bayi itu lahir.
Diceritakan pada waktu lahir pada saat yang sama juga lahir Sanghyang Panca
Mahabhuta dan Sanghyang Tiga Sakti. Beliau Sanghyang Tiga Sakti amor ring (menyatu
dengan) Bhuwana Agung, kemudian dipuja semua mahkluk semua.
Sedangkan Sanghyang Panca Maha Bhuta menjadi Pepatih disegala penjuru, sebagai
pemelihara dunia, semua sakti tanpa ditandingi, bila dipuja, diresapi, diyakini, beliau
masuk kedalam badan (Yendra, 2007 : 15). Adapun saudara tersebut adalah ; yang
-
paling tua (pertama lahir) Yeh Nyom (air ketuban) menjadi patih di Pura Hulun Suwi
yang bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit.
Beliau menjadi Dewanya Sawah, Dewanya Bumi, dan Dewanya semua binatang. Bila
didalam badan beliau berstana dikulit. Berwujud Amerta Sanjiwani. Kalau memberikan
beliau sesajen bantennya ; ketipat dampulan, dengan ikan telur bokasem, canang
pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe. atau disebut sang bhuta
anggapati aksara sucinya SANG dengan arah mata angin di Timur.
Yang ke dua adalah Getih (darah) disebut dengan Prajapati aksaranya BANG arahnya
selatan warnanya merah, beliau sebagai dewa hutan, dewa gunung, dewa jalan, menjadi
patih di pura sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng, sesaji beliau atau upacaranya banten ;
ketipat geleng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe,
canang pasucian.
Yang ketiga lamas atau Banaspati, arahnya barat aksaranya TANG bergelar I Ratu
Nyoman Jelawung sebagai Dewanya kebun, upacara banten untuk beliau ketipat
gangsa, dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning, ikannya
bawang dan jahe. Yang keempat Ari-ari Banaspatiraja menjadi patih di Pura Dalem,
bergelar Banaspati Raja Aksaranya ANG bergelar I Ratu Ketut Petung.
Untuk memuja beliau dengan banten upacara ketipat gong, ikannya telur diguling,
pesucian, segehan kepelan selem, ikannya bawang dan jahe, di tambah rokok, sesari
sebelas 11 uang kepeng bolong. Idealnya semua orang menginginkan kehidupan yang
lebih baik. Kehidupan Manusia yang lebih baik tidak bisa lepas dari sifat atau karakter
manusia dari bawaan maupun dari lingkungan disekitarnya, baik pendidikan maupun
pergaulan dimasyarakat, lebih-lebih mulai dari orang tuanya kawin, memilih bibit, bebet,
bobot, menentukan hari baik (dewasa ayu), dari bayi dalam kandungan hingga lahir
sampai dewasa. Kesemua hal tersebut ada didalam ajaran Catur Sanak atau Kanda Pat
manusia. Untuk mewujudkan peran manusia menjadi lebih baik juga sangat diperlukan
pendidikan.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Terutama peran Catur Sanak dalam mengembangkan kehidupan manusia yang lebih
-
baik atau berkarakter adalah suatu sistem penanaman nilai karakter kepada manusia
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran pada manusia yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut. Dalam urusan kehidupan manusia yang lebih baik atau karakter
semua komponen harus saling terkait.
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidikan, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik membantu membentuk watak peserta
didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik
berbiacara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbangsa
hal terkait lainnya. Dalam penelitian ini bagaimana menanamkan peran saudara yang
bersama-sama lahir saat bayi lahir agar menjadi manusia yang lebih baik.
Pentingnya hidup yang lebih baik atau karakter yang baik, merupakan persyaratan agar
kompetensi yang dimiliki seseorang dipakai secara bijaksana. Kompetensi hanya akan
menjadi kekayaan dan membawa maslahat bagi orang banyak apabila kompetensi
tersebut disertai dengan karakter baik. Sebaliknya orang yang berkompetensi tinggi
namum karakternya tidak baik cenderung akan memakai kompetensinya untuk hal-hal
yang merugikan masyarakat.
Dengan demikian, apabila dalam satu masyarakat kerusakan hidupnya meluas, maka
bangsa tersebut akan digerogoti sendiri oleh warganya, atau dengan kata lain
masyarakatnya akan melalukan tindakan merusak diri sendiri. Sebuah peradaban akan
menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan
orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang
harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membantu sebuah masyarakat yang tertib
aman dan sejahtera.
Dalam penelitian ini untuk memjadi manusia yang lebih baik dari orang tuanya mulai
kawin sampai anak lahir tumbuh dewasa dan sampai meninggal. PERAN CATUR SANAK
DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Peran Catur Sanak sangat penting dalam kehidupan
manusia, dari baru lahir sampai dewasa dan bahkan meninggal. Saudara empat atau
Catur Sanak selalu bersama manusia itu sendiri.
Semakin hari manusia itu semakin besar maka saudara Catur Sanak tersebut juga
mengalami perubahan status atau terjadi perubahan nama dari Yeh nyom, Darah,
Ari-ari, Lamad. Nama-nama tersebut seiring dengan perjalanan waktu mengalami
perubahan, begitu juga bayi itu sendiri semakin besar-semakin besar. Perubahan
perubahan tersebut diantaranya Yeh Nyom menjadi Anggapati, Darah menjadi
Mrajapati, Ari-ari menjadi Banaspati, Lamad menjadi Banaspati raja (Dinas Kebudayaan
-
Provinsi Bali. 2001 : 36-37), saudara-saudara empat atau Catur Sanak ini selalu menjaga
manusia itu sendiri.
Catur Sanak tersebut sampai meningkat statusnya menjadi Dewata Nawa Sanga. Dewata
Nawa Sanga bisa digunakan sebagai ajaran meditasi atau ajaran yoga dengan mengolah
saudara-saudara atau Catur Sanak didalam diri sendiri yang disimbulkan juga dengan
aksara Dasaksara. Catur Sanak berasal dari kata Catur yang artinya empat dan Sanak
yang artinya keluarga. Jadi Catur Sanak artinya empat saudara.
Catur Sanak sama dengan Kandapat. Kandapat berasal dari kata Kanda dan Pat. Kanda
dan Pat mempunyai pengertian Kanda adalah Tutur/Petuah. Pat artinya empat (Yendra,
2007 : 15). Selain itu juga pengertian Kanda pat artinya saudara empat waktu bayi itu
lahir. Diceritakan pada waktu lahir pada saat yang sama juga lahir Sanghyang Panca
Mahabhuta dan Sanghyang Tiga Sakti.
Beliau Sanghyang Tiga Sakti amor ring (menyatu dengan) Bhuwana Agung, kemudian
dipuja semua mahkluk semua. Sedangkan Sanghyang Panca Maha Bhuta menjadi
Pepatih di segala penjuru, sebagai pemelihara dunia, semua sakti tanpa ditandingi, bila
di puja, diresapi, diyakini, beliau masuk kedalam badan (Yendra, 2007 : 15). 1. Peran
Sebagai Kelahiran Manusia Kelahiran manusia disertai saudara.
Adapun saudara tersebut adalah ; yang paling tua (pertama lahir) Yeh Nyom (air
ketuban) menjadi patih di pura hulun suwi yang bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit.
Beliau menjadi dewanya sawah, dewanya bumi, dan dewanya semua binatang. Bila di
dalam badan beliau berstana di kulit. Berwujud Amerta Sanjiwani. Kalau memberikan
beliau sesajen bantennya ; ketipat dampulan, dengan ikan telur bokasem, canang
pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe, atau disebut Sang Bhuta
Anggapati aksara sucinya SANG dengan arah mata angin di Timur.
Yang ke dua adalah Getih (darah) disebut dengan Prajapati aksaranya BANG arahnya
selatan warnanya merah, beliau sebagai dewa hutan, dewa gunung, dewa jalan, menjadi
patih di pura sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng, sesaji beliau atau upacaranya banten ;
ketipat geleng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe,
canang pasucian.
Yang ketiga lamas atau Banaspati, arahnya barat aksaranya TANG bergelar I Ratu
Nyoman Jelawung sebagai Dewanya kebun, upacara banten untuk beliau ketipat
gangsa, dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning, ikannya
bawang dan jahe. Yang ke empat Ari-ari Banaspatiraja menjadi patih di pura dalem,
bergelar Banaspati Raja Aksaranya ANG bergelar I Ratu Ketut Petung.
-
Untuk memuja beliau dengan banten upacara ketipat gong, ikannya telur diguling,
pesucian, segehan kepelan selem, ikannya bawang dan jahe, di tambah rokok, sesari
sebelas 11 uang kepeng bolong. 2. Peran Sebagai Kebersamaan Kebersamaan yang
dapat dirasakan dalam ajaran Catur Sanak adalah ; baru lahir si bayi, dimana ari-ari
ditanam dibuatkan upacara, kemudian setelah kepus pusar dibuatkan Saudara
Empatnya (Catur Sanak) pelangkiran ditempat tidur, semakin hari-kehari bayi tumbuh
besar, dibuatkan upacara sampai tumbuh remaja, dewasa, tua, bahkan sampai
meninggal, hal ini berarti selalu bersama-sama dengan saudaranya.
Betapa bahagianya hidup ini kalau bisa hidup bersama-sama apalagi manusia adalah
hidup sosial. Hal ini juga terdapat dalam Atharwa Weda : 19.62.1 dikatakan ”Priyam ma
krnu deve su priyam rajasu ma krnu priyam sarvasya pasyata uta sudra utarye” yang
artinya saya mendapatkan kasih sayang dari Para Brahmana, Ksatrya, Vaisya, dan Sudra,
demikian juga saya mendapatkan kasih sayang dari semua mahkluk yang bisa melihat.
Hubungannya dengan penelitian ini dapat diartikan bahwa semua orang dimata Tuhan
adalah sama dan harus bersama-sama memupuk kasih sayang baik itu Brahmana,
Ksatrya, Wesya, Sudra karena banyak masyrakat yang saling menjaga jarak tidak ramah
kepada masyarakat bawah Begitu juga dalam bagian yang lainnya dikatakan ”Etada roha
vaya unmrjanah sva lha brhadu didayante abhi prehi madhyato mapa hasthah pitrnam
lokam prathamo yo” (Atharvaveda : 18.3.73) artinya wahai manusia, dengan menyucikan
kehidupan ini tingkatkanlah kesejahteraan keluarga dan sahabatmu yang banyak
memiliki keistimewaan.
Majulah engkau dari semua lapisan dan jangan meninggal dunia sebelum waktunya.
Hiduplah dalam lingkungan keluarga, karena hidup bermasyarakat adalah hal yang
penting didunia ini. Begitu pentingnya dalam bermasyarakat tidak boleh sombong dan
bermusuhan.
Hidup harus memandang bahwa semua adalah keluarga dan sahabat karena banyak
sahabat hidup menjadi tenang bepergian jauh menjadi tenang, semua harus dilihat
sebagai sahabat seperti mantra Yajurveda : 36.18 mengatakan ”Drte Drha ma mitrasya
ma caksusa sarvani bhutani samiksantam mitrasyaham cak susa sarvani bhutani samikse
mitrasya cak susa samik samahe” artinya Oh Tuhan yang menghancurkan kegelapan,
anugrahilah saya supaya semua makhluk memandang saya sebagai sahabat, demikian
pula saya melihat mereka sebagai sahabat, teguhkanlah saya dalam keyakinan ini. 3.
Peran Sebagai Etika Ini dapat dilihat dimana saudara masing-masing Catur Sanak
(Saudara Empat) diurutkan dari yang lebih tua, kemudian yang lebih muda. Hal ini dapat
-
diartikan orang yang lebih muda harus menghormati atau beretika yang baik kepada
orang lebih tua, tidak boleh memotong pembicaraan orang tua, tidak boleh mendahului
yang lebih tua, tidak boleh melawan orang tua, ini mengajarkan kepada manusia harus
selalu hormat kepada saudara atau sesama.
Selalu menempatkan dirinya baik secara fisik maupun mental berada dibawah
kedudukan yang yang lebih tua dalam hal ini, dalam ajaran Catur Sanak (Saudara Empat)
selain sebagai saudara juga sebagai Guru. Guru terdiri dari ; Guru Rupaka (orang tua),
Guru Pengajian (guru yang mendidik), Guru Wisesa (pemerintah), Guru Swadiayaya
(Tuhan). Disamping itu juga seorang anak harus selalu beretika baik terhadap yang lebih
tua atau orang tuanya seperti sloka dalam Sarassamuscaya mengatakan: “Perbuatan
seorang yang Setia dan Bhakti terhadap Orangtuanya, membuat Orangtuanya sangat
senang dan puas hatinya, pahalanya tetap akan diterima baik saat berbuat maupun
dimasa mendatang dan akan mendapat pujian karena telah melaksanakan kebajikan”
(Sarassamuscaya: 241) ”Oleh karena itu terhadap orangtua (ibu dan ayah), hendaknya
selalu memberi salam selamat dan menyapa dengan sopan santun, mempersilahkan
duduk serta dengan sikap sopan duduk didekatnya atau dihadapannya, ketika beliau
hendak berangkat hendaklah dihantarkan” (Sarassamuscaya: 248).
Jadi sloka diatas mengisiaratkan orang yang lebih tua adalah guru, saudara yang lebih
tua adalah guru, orang yang memang dari segi umur lebih tua semuanya itu harus
dihormati. Sloka ini sangat terkait Catur Sanak (Saudara Empat) dimana saudara kita
yang duluan lahir harus selalu dihormati yang disimbulkan Palinggih ditengah-tengah
halaman rumah yang disebut dengan Palinggih Ratu Sakti Pangadan-ngadangan, begitu
juga dalam hubungan dengan saudara yang kandung satu ibu, dimana kakak dan
beradik harus selalu rukun, aman, tentram, saling menghormati terutama adik-adiknya
kepada yang lebih tua Penjelasan diatas sejalan juga dengan sloka yang ada dalam
Manawa Dharma Sastra, untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai sebagai berikut ; ”Guru
adalah gambaran dari Brahman (Tuhan), Ayah adalah gambaran dari Prajapati, Ibu
adalah gambaran dari Prtwi, Kakak adalah gambaran dari diri sendiri” oleh sebab itu
jangan ragu-ragu menghormati semuanya (Manawa Dharmasastra, II:226).
Maka dari itu harus selalu ingat kepada saudara yang lebih tua, apalagi dalam ajaran
Catur Sanak tersebut sekaligus sebagai Dewa yang menjaga, memberikan kehidupan
sehari-hari Kedudukan Catur Sanak merupakan hubungan Tri Hita Karana dimana
hubungan antara manusia dengan Tuhannya hal ini dapat dilihat dari keempat saudara
(catur sanak) berubah menjadi Dewa atau Tuhan. Disamping itu juga kebersamaan
dapat dilihat dalam Atharwa Weda : 19.62.1
dikatakan ”Priyam ma krnu deve su priyam rajasu ma krnu priyam sarvasya pasyata uta
-
sudra utarye” yang artinya saya mendapatkan kasih sayang dari Para Brahmana, Ksatrya,
Vaisya, dan Sudra, demikian juga saya mendapatkan kasih sayang dari semua mahkluk
yang bisa melihat. Hubungannya dengan penelitian ini dapat diartikan bahwa semua
orang dimata Tuhan adalah sama dan harus bersama-sama memupuk kasih sayang baik
itu Brahmana, Ksatrya, Wesya, Sudra karena banyak masyrakat yang saling menjaga
jarak tidak ramah kepada masyarakat bawah Begitu juga dalam bagian yang lainnya
dikatakan ”Etada roha vaya unmrjanah sva lha brhadu didayante abhi prehi madhyato
mapa hasthah pitrnam lokam prathamo yo” (Atharvaveda : 18.3.73) artinya wahai
manusia, dengan menyucikan kehidupan ini tingkatkanlah kesejahteraan keluarga dan
sahabatmu yang banyak memiliki keistimewaan.
Majulah engkau dari semua lapisan dan jangan meninggal dunia sebelum waktunya.
Hiduplah dalam lingkungan keluarga, karena hidup bermasyarakat adalah hal penting
didunia ini. Begitu pentingnya dalam bermasyarakat tidak boleh sombong dan
bermusuhan apalagi dengan sesama suami istri.
Hidup harus memandang bahwa semua adalah keluarga dan sahabat, karena banyak
sahabat hidup menjadi tenang bepergian jauh menjadi tenang, semua harus dilihat
sebagai sahabat seperti mantra Yajurveda : 36.18 mengatakan ”Drte Drha ma mitrasya
ma caksusa sarvani bhutani samiksantam mitrasyaham cak susa sarvani bhutani samikse
mitrasya cak susa samik samahe” artinya Oh Tuhan yang menghancurkan kegelapan,
anugrahilah saya supaya semua makhluk memandang saya sebagai sahabat, demikian
pula saya melihat mereka sebagai sahabat, teguhkanlah saya dalam keyakinan ini. 4.
Peran Religius Sikap religus tidak hanya mengajarkan seseorang untuk bersifat kaku
atau panatik.
Namun, sikap religus akan memberikan pandangan bahwa manusia agar mampu
melaksanakan seperti ajaran Catur Marga Yoga yang memiliki berbagai cara untuk
memuja Tuhan namun pada akirnya adalah akan sampai pada Tuhan. Begitu juga
melalui ajaran Catur Sanak akan sampai juga kepada Tuhan. Religius merupakan sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanakan ibadah dan hidup rukun dalam kehidupan beragama tanpa
adanya intimidasi terhadap kepercayaan lain.
Sikap religuis juga memberikan gambaran bagaimana seseorang mengamalkan ajaran
agama dengan perpedoman pada nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam tataran individu maupun kelompok (Zubaindi, 2012: 75). Hal ini dapat dilihat
juga dalam percakapan Sri Krisna dengan Arjuna. Dimana pada bagian Bisma Parwa
merupakan bagian diwedarkannya kitab bagawad Gita oleh Sri Krisna kepada Arjuna
saat hari pertama pertempuran Bharata Yuda.
-
Bagawadgita yang merupakan salah satu kitab suci dalam Hindu yang menguraikan
mengenai hakikat Ketuhanan. Melalui percakapan antara Sri Krisna dengan Arjuna
menggambarkan hubungan antara Tuhan dengan umatnya. Sri Krisna sebagai
persononalitas Tuhan sedangkan Arjuan sebagai hamba Tuhan.
Percakapan yang panjang dan begitu mendalam tidak hanya berbicara masalah filsafat
akan tetapi berbicara bagaimana hakikat Tuhan, jiwa, dan dharma serta bagaimana
memahaminya yang bisa dilakukan dengan empat jalan yang disebut dengan Catur
Marga Yoga yaitu: Bhakti Marga Yoga jalan dengan bhakti, Karma Marga Yoga jalan
dengan karma atau perbuatan.
Jnana Karma Yoga jalan dengan ilmu pengetahuan, dan Raja Marga Yoga jalan
penyerahan diri secara totalitas Wejangan Sri Krisna dan Arjuna menjelaskan untuk
senantiasa melakukan penyerahan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud
sikap religius seorang umat kepada Tuhannya ini dapat dilihat dari sloka Bagawad Gita
VIII.7 yang dimana Bagawad Gita merupakan bagian Bisma Parwa.
Karena itu kapanpun juga, ingatlah selalu pada-Ku dan berjuanglah untuk perpegang
kepada-Ku pikiran untuk ingat pada-Ku hasilnya kau akan sampai pada-Ku. Sloka
tersebut menguraikan bagaiman hendaknya seseorang salalu bertindak dan berbuat
dalam kesadarn Tuhan. Senantiasa bertindak dibawah perintah Tuhan Yang Maha Esa.
Sehingga ajaran-ajaran Ketuhana hendaknya senantiasa dijadikan pedoman untuk
bertindak dan berbuat dalam kehidupan sehari-haris sebagai cerminan insan yang
relegius. Dalam penelitian Peran Catur Sanak terhadap kehidupan manusia juga
mengisyaratkan selalu ingat kepada Beliau yaitu Nyama Pat (Saudara Empat) dimanapun
dan apapun juga. Begitu juga pada Bagawadgita dijelaskan mengenai sikap toleransi
terhadap bagaimana seseorang dapat menggunakan jalan untuk memuja Tuhan.
Sehingga disini terdapat sikap toleransi yang tercemin dalam aplikasinya manusia
sebagai makluk religius. sikap toleransi merupakan bagian dari nilai karakter khususnya
dalam pelaksanaan nilai-nilai Ketuhanan seperti yang diuraikan dalam Bagawadgita
IV.11 “Dalam cara apapun manusia memuja Aku, Dengan cara yang sama Aku
menemukan kasih-Ku, Berbagai cara yang ditempuh oleh manusia, tetapi pada akhirnya
mereka akan sampai pada-Ku. Dari uraian sloka tersebut sangat terlihat bagaimana nilai
toleransi yang terkandung dalam Bisma Parwa khusunya dalam Bagawad Gita.
Sikap toleransi yang tercermin dalam sloka tersebut memberikan nilai-nilai positif bagi
perkembangan karakter jika diajarkan pada usia dini guna untuk menumbuhkan sikap
-
relegius yang berlandaskan toleransi. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan
yang menunjukan prilaku tertib dan patuh terhadap berbagai aturan dan ketentuan.
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas (Zubaindi, 2012: 75). Dalam Bisma Parwa menganai tanggung jawab disiplin
dan mandiri dapat dilihat dari percakapan antara Sri Krisna dengan Arjuna yang terurai
menjadi ajaran Bagawad Gita. Uraian Bagawad Gita sangat jelas ditekankan mengenai
tanggung jawab, disiplin, dan mandiri.
Yang dikenaal dengan Swadarma seseorang ini dapat dilhat dari ketika hari perang
pertama akan dimulai dan ketika Arjuna menagalami kebingungan ketika harus
berhadapan dengan musuhnya di Kurusetra. Pada kebingungan Arjuna, Sri Krisna
menguraikan bagaimana manusia hendaknya melaksanakan tanggung jawab secara
mandiri dan disiplin dalam hal ini bagaimana hendaknya Arjuna dapat melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai seorang Kesatria, ini dapat dilihat dari makna Sloka
Bagawad Gita II.33 “Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan kewajiban
Dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat melalaikan
kewajibanmu, dan dengan demikian kemansyuranmu sebagai kesatria akan hilang” Arti
seloka tersebut bahwa seseorang hendaknya menyadari akan tanggung jawab dan
kewajibanya dan bisa melaksanakan dengan disiplin dan mandiri agar terbebas dari
dampak buruk yang ditimbulkan apa yang menjadi tugasnya.
Kaitanya dengan sikap tanggung jawab, mandiri, bahwa semua orang agar senantiasa
menjalankan kewajibannya menuju harmonis, sejahtera. Melaksanakan kewajiban
merupakan memerangi kehidupan antara suami-istri agar tercapai keharmonisan,
kebahagian rumah tangga untuk bermasyarakat, bernegara. Semua orang harus
berperang yang dalam hal ini artinya memerangi kompleksnya kebutuhan manusia ini,
hindu memberikan ruang untuk adat, budaya yang berbeda.
Bisa menjalankan kewajibannya atau tangggung jawabnya sebagai masyarakat,
mengikuti peraturan, maka ia akan bisa melewati setiap langkah. Melaksanakan
tanggung jawab juga dituntut untuk senantiasa bisa menjalankan tugasnya secara
mandiri dan disiplin guna untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan
makna nilai yang menekankan pada segala sesuatu yang mengandung hal yang baik
dan bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai yang dipetik dari sloka
diatas adalah supaya berkarakter yang baik. Karakter merupakan suatu sistem
pembentukan nilai-nilai karakter kepada warga masyarakat.
-
Nilai merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Misalnya, nilai-nilai agama yang perlu diindahkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada mulanya kata nilai dipergunakan dalam ilmu ekonomi serta dalam perkembangan
selanjutnya. Kata nilai dipergunaan dalam pergaulan hidup manusia untuk mengatur
hubungan yang harmonis, dalam upaya untuk menciptakan kelangsungan hidup
manusia sehari-hari.
Terciptanya hubungan yang harmonis, sehingga selaras, sangat membutuhkan atau
memerlukan suatu yang dianggap indah, baik, benar serta sesuatu itu berguna dalam
kehidupan manusia disebut nilai kemanusiaan, demikian juga halnya segala sesuatu
yang indah, baik benar dan berguna dalam hidup kekeluargaan baik dalam arti sempit
maupun dalam arti luas disebut dengan nilai-nilai kekeluargaan.
Jika kata nilai dihubungkan dengan aktivitas kehidupan Agama khususnya kehidupan
Agama Hindu, maka keseluruhan dari praktik Agama disebut nilai-nilai Agama
(Poerwardarminta, 1985: 677) Secara umum pendidikan karakter di Indonesia didasarkan
pada sembilan pilar karakter dasar yaitu 1) Relegius, 2) tanggung jawab, disiplin, dan
mandiri, 3) Jujur, 4) Hormat dan santun 5) Kasih sayang, peduli dan kerja sama, 6)
Percaya diri, kereatif, kerja keras, dan pantang menyerah,7) Keadilan dan kepemimpinin,
baik danrendah hati, 9) Toleransi cinta damai dan persatuan (Zubaidi, 2012: 72).
Percakapan yang terjadi antara Sri Krisna dengan Arjuna merupakan perumusan suatu
ilmu pengetahuan. Dimana melaui percakapan mengenai filsafat maka pengetahuan
tertinggi dapat dikenal yang terangkum dalam Bagawad Gita. Dari proses percakapan
yang mengulas pengetahuan merupakan salah satu aplikasi dari pendidikan karakter.
Dimana pendidikan karakter menekankan bagaimana pengembangan emosional.
Karakter yang dibangun yaitu bagaimana pasangan suami istri mampu melangsungkan
hidup yang akan terjadi nantinya akan melahirkan kualitas manusia yang unggul. Begitu
juga dalam makna pengetahuan Long life education belajar seumur hidup sangat
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, semakin sering belajar semakin
sadar terhadap adat, budaya tradisi disebuah tempat dan ingin mengetahuinya seperti
apa yang disebutkan diatas.
Hendaknya seorang setiap hari memperdalam ilmu pengetahuan, misalnya:
kesusastraan, filsafat, ilmu ekonomi, ilmu pengobatan, astrologi dan lain-lainnya yang
dapat menambah kesempurnaan pengetahuannya. Ia juga harus mempelajari segala
sesuatu yang mengajarkan bagaimana mendapatkan harta, segala yang berguna untuk
hidup keduniawian dan demikian pula Nigama yang memberikan penjelasan tentang
Weda (Manawa Dharmastra, IV : 19) 5.
-
Peran Sebagai Dewa Di dalam Lontar Angkusprana Catur Sanak juga disebut dengan
Kandapat Catur Subhiksa. Ka adalah niat. Nda adalah aturan. Phat adalah asal mula. Ca
adalah makhluk hidup. Tur artinya agar jelas. Su artinya mulia. Bhik adalah nafas. Sa
adalah agar sungguh-sungguh. Untuk lebih jelasnya didalam Lontar Angkusprana terkait
dengan Catur Sanak dijelaskan Ka ngaran idhep. Nda ngaran padabdab. Phat ngaran
pawedan. Ca ngaran bhawane.
Tur apang sinah. Su ngaran lwih. Brik ngaran bàyune. Sa apang wiaki. Iki kanda-phat tiga
ngaran. Anggapati, prajapati, bhanaspati-raja, iki kanda phat kaputusan ngaran. I
krodha, i pugala, i sara, i asrep, ring dada unggwania. Jatinia Bhatàra Iswara, Bhaþàra
Brahma Mahàdewa, Bhatàra Wisnu.
Ika sanak ta wenang tinuduh rumuhun, mangempu sanak rabi, mwang ràgane, wyadi
mayuda, maswaka, wyadin mainepan. Ika pah manuduh sanak ta dadi anggen ucap bali
sekeng idhep. Anghing saparanta ajak bareng, wehin mretha sai-sai. Ajak medem
bangun angempu urip. Malih pangelepsan tedung jati, manadi sang hyang aji pàwasan.
Ika apang weruh ring penangkan ing musuh apang prasama ane catur angempu sang
hyang pati kalawan sang hyang urip. Haywa tan prayatna, wireh sang hyang urip meràga
rare angon ngaran angen. Malih tutur paduh ing sembah, tan hana mantra, kewala
mantra idhepe tan hana pangarad bàyu. Kewala bàyune anes mwang ajnyana Siwa
nirmala. Sampun tunggal idhepe terusang idhep ta kaprabhunta, rasayang sajron ing
untek.
Sampun nunggal irika radana Bhatàran ring niskala, sangkane idhep, idhep matemuang
ring dewane ring bhuwana alit. Sampun matemu maring idhep rasane, raris angeka cita
padma slaning lelata. Liyepang ikang netra. Pelengakena pabahane. Ika padmàsanane
ring bhuwana alit. Yan sampun metu hana bhawa, irika rupa lwir endah: putih, abang,
ireng, kuning, Iswara, Brahma, Wisnu, Mahàdewa.
Dadu, jingga, ijo, baru, Mahesra, Ludra, Sangkara, Sambhu. Mañcawarna: lewih pandita
mwang wadu, mwang licin. Irika sàrìning awake sujatining àtma. Hawya sangsaya, haywa
jejeh tekeng urip. Puput kasembah. Artinya : Ini Kanda Phat Catur Subhiksa. Ka adalah
niat. Nda adalah aturan. Phat adalah asal mula. Ca adalah makhluk hidup. Tur artinya
agar jelas. Su artinya mulia. Bhik adalah nafas. Sa adalah agar sungguh-sungguh. Inilah
kanda phat tiga.
Anggapati, Prajapati, Bhanaspati, ini Kanda Phat Kaputusan namanya. I Krodha, I
Puagala, I Sari, I Asrep, tempatnya didada. Sesungguhnya adalah Bhatar Iswara, Brahma,
-
Mahadewa dan Bhatara Wisnu. Kesemuanya itu adalah saudaramu, yang dapat
diperintah terlebih dahulu untuk menjaga anak istri dan dirimu, untuk berperang,
meminta, atau menginap.
Bagi-bagi saudaramu dan perintahkan dapat menggunakan Bahasa Bali melalui niat.
Kemanapun engkau pergi aja bersama-sama, berikan makan setiap hari. Ajak baik pada
saat tidur maupun bangun untuk menjaga jiwa. 6. Sebagai Peran Tanda-tanda Kematian
Lagi Pengelepasan Tedung Jati, sebagai ilmu untuk melihat. Itu digunakan untuk
mengetahui datangnya musuh, dimana saudara empat agar bersama-sama menjaga
Sanghyang Pati dan Sanghyang Urip (menjaga hidup dan mati).
Janganlah kurang hati-hati, sebab sanghyang Urip berwujud rare angon yang disebut
angen (hati). Lagi tutur paduhing sembah, tanpa mantra, hanya dengan mantra niat,
tanpa menghirup udara. Hanya saja nafas ditahan dan pikiran suci murni. Setelah
pikiramu menyatu teruskanlah niatmu ke kepala, rasakan dalam otak.
Setelah terasa menyatu di sana lalu ciptalah Bhatara yang ada di alam gaib dengan niat,
niat mempertemukan dewa-dewa di Bhuwana alit. Setelah dirasakan bertemu dalam
pikiran, lalu bayangkan padma berada pada sela-sela alis. Lalu tutuplah matamu.
Pandanglah ubun-ubun. Itulah padmasana di Bhuwana alit.
Apabila telah muncul ada tanda, dengan wujud yang beraneka, seperti: putih, merah,
hitam, kuning, iswara, Brahma, Wisnu, Mahadewa, merah muda jingga, hijau, biru.
Mahesora, Ludra, Sangkara, Sambhu. Bila lima warna itu pertanda pendeta dan wanita
mulia dan licin. Itulah sari-sarinya badan yang sesungguhnya adalah atma. Janganlah
ragu, janganlah takut pada hidup. Yan kalaning pejah hana tengeran ri kalan latri, hana
wang mengalih mesabda tan pantara.
Ika sanak ta prapta, mengaran I tutur menget, ngajakin mulih, mulih buwin abulan. Yan
merasa mangkana regep: tri mandala-lañca den ahening. Elingakena ara ning
bapa-ibunta. Warnania mwah pasuk wetunia ring rasa panunggalania. Elingakena tutur
leng ing sang hyang aji. Yan tan merasa amangan mwang anginum,
anrawang-anrawang manahnia, ulun atinia merasa panes tan urung pejah. Iki geni
tibeng banyu ngaran, masuk ka papusuh.
Kukus ida dadi àtmà. Àtma ika meràga idhep. Pegatang pitresnane ring sekala. Ang ring
nabhi, mulih ring Siwadwàra. Wireh toyane sampun mulih ka nyali. Getihe mulih ke ati.
Angine mulih ke angkihan, manadi tunggal, manadi idhep, dadi atma. Deleng usehanta,
hana màrga ersània. Yan hana mametel kadi rambut pinarah tiga gengnia ngaran màrga
pantara, anerus ring catur loka, phala dibya. Hana màrga patpat: kidul, kulon, lor, wetan.
-
Telas rasaning uttama. Yan sira anjadma sadhya kita rahayu, kinasihan dening rat, apan
sang hyang aji ring adnyana tan bisa pasah ring idhep tan keneng papa. Nanging hana
bratania tan wenang mangan iwak bawi mwang papusuhan, salwiring pangan kinum
dadi amertha. Yan sira mangan marep pùrwa, utama, guyan ing tri mandala ngaran
idhep, idha, pinggala, susumnà. Idha mawak sarìra. Idha mawak licin. Idha mawak sakti
wisesa.
Samangkana katuturania pemargi ikang aji satra molah. Kweh ikang màrgania. Ya kweh
tan kena winilang. Puput telas sami tutur angkusprana. Artinya : Pada saat kematian ada
tanda-tandanya pada malam hari, ada orang mencari dan berkata dengan tidak
henti-hentinya. Itu pertanda saudaramu yang datang, yang bernama I Tutur Menget,
hendak mengajak pulang, pulang lagi sebulan.
Apabila dirasakan demikian, maka pusatkanlah pikiranmu pada Tri Mandala-lanca
dengan hening. Ingatlah nama ayah-ibumu, warna dan masuk keluarnya,
penunggalannya ada dalam rasa. Ingatlah ajaran dari ilmu itu. Apabila merasa tidak
seperti makan dan minum, seperti melayang-layang pikirannya, hulu hati terasa panas,
itu tanda pasti akan meninggal.
Inilah yang disebut dengan api disiram dengan air, masuk ke jantung. Asap itu menjadi
atma. Atma itu berujud pikiran. Putuskanlah kecintaanmu pada dunia nyata. Ang pada
nabhi, pulang ke ubun-ubun. Sebab airnya sudah pulang ke empedu. Darahnya pulang
ke hati. Udara pulang ke nafas, menjadi satu, menjadi pikiran, menjadi atma. Pandanglah
pusar kepalamu, ada jalan di timur laut.
Apabila ada jalan lurus sebesar rambut dipecah tiga besarnya namanya jalan 'pantara',
tembus ke Catur Loka, pahalanya sorga. Kemudian ada jalan empat buah, ke selatan, ke
barat, ke utara dan ke timur. Habislah rasa yang utama itu. Apabila engkau terlahirkan
kembali, engkau akan memperoleh kebaikan dan kerahayuan, dicintai oleh masyarakat,
sebab ilmu pengetahuan itu tidak pernah lepas dari pikiran, bebas dari papa. Namun
ada bertanya yaitu tidak boleh makan daging babi dan jantung, semua yang dimakan
dan diminum akan menjadi amertha.
Bila engkau makan menghadaplah ke timur adalah utama, tempatnya tri mandala
adalah pikiran, idha, pinggala dan susumana. Idha adalah perwujudan dari badan. Idha
perwujudan dari kesempurnaan. Idha perwujudan dari kekuatan yang tertinggi.
Demikianlah penjelasan ilmu pengetahuan yang dinamis itu. Banyak jalannya, karena
banyaknya tidak dapat disebutkan. Selesailah semua penjelasan ajaran Angkusprana. 7.
-
Sebagai Peran Yoga Didalam Loantar Aji Swamandala disebutkan Iti yogapràna, nga,
wayaktinya, ring pêjah, lwirnya, úabda mulih ring bàyu kakêtêg, bàyu kakêtêg, mulih
maring bàyu angên mulih maring adêg, idêp mulih maring ajñana, ika ingaranan àtman,
waróa kadi damar tan pakukus. Yaika ika tan sira apilih màrga, yan sira amàrga ring
uswan, dadi brahmaóa byuh yaúa, amàrga ring sêlan ing lalata, dadi ratu mabala ratu.
Yan amàrgi ring patitis, dadi prabhu añakrawarti, tri windu ngaranya, utpêti stiti pralióa.
Lwirnya utpêti anjênêngakên, stiti nga, ingarakên pralina, nga, anêlasakên, ati têlas
aweh, mahabara, apan Bhaþàra pingitên mahabaranya. Nyan pahungguwan Aji Akûara,
lwirnya: Sam ring tungtung ing ati, BAM ring mandhyan ing ati, TAM ring Ampru, Am
ring witning ati, Im ring têlêngning ati.
Ika pañca brahma, nga pañcaksara, wyaktinya: Nam ring inêban, Nam ring paparu, SIM
ring usus agung, Wam ring limpa, Yam ring têngah ing ati. Samangkana munggwing
babadan kata, ilingakêna. Iki kawêruhakêna sang mahyun angulah kadharman, muwang
sang mahyun aweda úawa, mwang salwir ing karyanya, prasanaknya, juga pratista
rumuhun, mwang asung apusuh, yan wus mangkana wênang sira amrastista úawa,
sanaknya kabeh, antuk akêna: I Anggapati, antukakêna ring laklakan klêtêg. I Mrajapati,
antukakêna ring grudug.
I banaspati, antukakêna ring krebek. I banaspatiràja, antukakêna ring grêh. Mwang
sanak ta umijil hana ring manah, ring kênêh, ring budhi, ring iðêp, ring sabda, ring tutur,
sùksma ika, ingaran Sanghyang parawatêk dewata nawasanga, sanakta ika kabeh
umantukakêna ring katiga: Tri Purusa pamantuka ring ulunta, Bhatàra Hyang Sinuhun
Pur, Da, Pa, U, pamantuka ring Sùrya Candra, ika pada mungguh ring praweúa, pêtêngêr
ing ala aywan ing nagara, pada têlas mungguh ring krimping, mwang ring Bhagawan
Garga, ri Purwanang Sang Wikwa Sadhu budhi, awas akêna ring ungguwanta, praweúa.
Yan sira uwus wruh, wênang sira mawarah ring sang umawang ràt.
Iti ilingakêna de sang mahyun amratista wong pêjah muwah angàyêng ing karya, ika
kawruhakêna rumuhun, unggwan prasanak ira kabeh ring sarìra, sanakta ring umah
mêten nga, babu abra ne ring ambêng, nga, babu lêmbana, ne ring mujur nga, Babu
Ugyan, ne ring malang nga, Babu Kakered, ne ring sanggar nga, watêk Dewata
Nawasanga. Ika kawêruhakêna namanya mwang unggwanya, mwang dodoyan ira,
wênang sira angarêpi sakarya-karya, masàksen akêna, mwang mawarah-warah, sambat
aran ira kon anuntuna àtma sang pêjah, lumaku maring setra.
Mwang ring swarga, katemwing bapebunya, mwang saksenakêna ring kahyangan ring
cungkub di Dalêm, angaturana pasusuguh, yan tan mangkana tan wêruha Bhatàrì Durga
ti rekan ing sang pêjah. Yan sira wus wêruha, mwang asung pasusuguh ring sanak ira
-
kabeh, tan wurung sira amanggih swarga, katêmu bapebun, mwang prasanakta kabeh,
pada mapaga.
Mangke yan sira tan wêruha, mwang sira tan asêgêh-sêgêh, ring prasanak ira kabeh,
mwang tan eling asanak ring sira, mangke krodha sanaknya, lumaku mara ring setra,
matêmahan pada marùpa Bhùta. Sanaknya ne ring màrga ing pêmpatan, ring têgal, ring
setra, ring batu, ring yeh, ring tukad, ring sanggah, yeka yen sira tanana wêruha ring
sanakta ika kabeh, matêmahan bhùta-bhùti, raksasa, wil, brêgala, pada lumakwa maring
setra.
I Anggapati, matêmahan Sang Suratma, I Mêrajapati matêmahan sang Jogormanik, I
Banaspati matêmahan Sang Dorakàla, I Banaspatiràja, matêmahan Sang Mahàkàla, pada
umêdêk ring Bhatàra Durga. Tanwa umijil Bhatàrì Durga, mangrak asinganàda, Uh, Ah,
Eh, ih kita balan iringon, wahu datêng, atma paran ginawa mangke, lah warah akên ing
rogon.
Tan awêruha, singgih pakulun, kyayi Sang suratma lah takwan akêna, sapa aran
bapa-ibunya, mwang êndi surat ginawanya ngùni, lah takwana juga, ingsun kinen de
Bhaþàrì Durga, syapa aran bapebunira, mwang surat ginawanya ngùni. Ya kita balan
ingulun, atma paran tan wring kalingan. Mwang tan ana ngawa surat, yan tuhu
mangkana lah kon mijila, unggwa akêna ring têgal panangsaran, kon binanda ginitik
ring têgal panangsaran, mwang linêbok akêna ring kawah tambragomuka.
Singgih pukulun Bhatàrì Durga, Anuhun kawula ingandika, ih àtma paran kita, aywa kita
ing kene, lah patuha ing kene ring têgal panangsaran, lah angadêga kita. Antyan ta
krodhanira Sang Suratma, sang Jogormanik, Sang Cikrabala, raju kinêpung binanda,
ginitik de Sang Dorakàla, mwang Bhùta-bhùti, Pisaca, Wil, mangrak-mangrik
amlagandang. Mangke ajrit ikang àtma, kapalayu pati pañjing, pati luplup, pati masuk,
raju kalênggak hana ring Kawah Tambra Gohmuka.
Mangka aling akûara aji prasama kang angêntas lan kang ingêntas, samàpta sasarnya,
pwa kita, apan sira tan wêruh angaku wêruh, mangkana kajarnya. Nyan ala ring dewasa,
wuku tan paguru, sasih tan patumpêk, wulan tan pasirah, lyan ring tanggal mwang
pangêlong, aywa nangsayani, tan katiban lara wighna. Kita ika wêruhakêna, uning ing
prasanaknya ne ring bhuwana alit lawan ring bhuwana agung, ungguwan ing raditya
wulan, mwang ungguwan prawatêk Dewata Nawasanga.
Iti walinya, itik pêtak mulus, pênêk agung, apucak manik, katipat mañcawarna, bantal
agung, bantal pundak, gêdang satakêp, sata pêtak mulus, pênêk adanan, sasananya, tri
anglayung, sata putih kuning wyañcana, sêgêh kuning, tatêbus nagasari, têbu raja, sesari
-
beras 2, kulak 1, gêdang satakêp, raka woh-wohan, grih antiga, lawe satukel, artha 225,
mwang wali ring prasanakira, ne ring umah mêten, ring ambêng ring mujur, ring
malang, ika wênang sawiji, sêga pangkonan, miwak olah-olahan gênêp salwir ing olah.
Mwang ne ring màrga, ring pêmpatan, ring têgal ring se setra, ring tukad, ring we, ring
batu, ring alas, mwang ring dalêm, ika kawêruh akna, babantênya, tumpêng putih, iwak
sasate calon, saluwiring êbatan, grih antiga 3, jajanganan, maduluran nasi sokan, ulam
karangan, nasi ika unggwangkêna ring sor, akarya sêkar sataman, maduluran sangku,
batok irêng, twak bêrêm, arak, prês.
Iti sapanya, ma, gêtih mantuk rig we, wat mantuk ring bun, tulang mantuk ring lês,
ambêk mantuk ring bintang, bulu mantuk ring padang, angkihan mantuk ring angin,
sabda mantuk ring kêtug, lindu prahara, cangkêm mantuk ring guhwa, irung mantuk
ring sumur, karna mantuk ring rejeng, kijapan mantuk ring tatit, netra mantuk kalih ring
Sùrya candra, sirah mantuk ring akasa, rambut mantuk ring gulêm, uwab mantuk gêrêh,
kokohan mantuk ring klêtêg, bangkês mantuk mrêtiyu, ika ta prasama juga rumuhun,
aywa salah sara, tan siddha karyanta, pada mamrês, kadalame pras asoroh, mwang
bantêne ring uma pada mapras. Artinya : Ini Yogapramana.
Sesungguhnyalah waktu meninggal, kata-kata kembali kepada bàyu kakêtêg (detak
jantung), bàyu kakêtêg kembali kepada bàyu angên (tenaga pikiran), bàyu angên
kembali kepada adêg. Idêp (pikiran), idêp kembali kepada ajnana (batin) yaitu àtma.
Warnanya seperti pelita yang tidak berasap. Ia tidak memilih jalan. Bila ia berlalu
dianatara kening, menjelma menjadi rajanya raja.
Bila berlalu melalui patitis (diantara dua kening) menjelma menjadi raja penguasa dunia;
tri windu namanya yaitu utpati, sthiti, pralina. Utpati, menghidupkan, sthiti, dinamakan
(ingaranakên), pralina, menghabiskan. Habis sama sekali, mahahebat, karena Bhatàra
harus dirahasiakan kemahahebatannya. Inilah letak Aji Aksara, yaitu: SAM, ujung hati;
BAM, pertengahan hati; TAM, pada empedu; AM, pangkal hati; IM, di tengah-tengah
hati.
Inilah yang disebut Pañca Brahma, Pañcaksara, tegasnya: NAM, pada ineban; MAM,
pada paru-paru; SIM, pada usus besar; WAM, pada limpa; YAM, di tengah hati. 8.
Sebagai Peran Pengembalian Kepada Asalnya Demikianlah letak sesuai dengan urutan
kata hendaknya diingat. Inilah hendaknya diketahui oleh ia yang hendak melaksanakan
kadarman (kewajiban) dan yang hendak mengucapkan Weda untuk jenasah, juga untuk
segala kerjanya, saudaranya semua. Pertama-tama sucikan lebih dahulu kemudian
persembahkan suguhan (sesaji berupa makanan).
-
Sesudah itu menyucikan jenasah, dan saudara-saudaranya supaya dikembalikan kepada
asalnya. I Anggapati kembalikan pada laklakan kleteg. I Mrajapati kembalikan pada
guruh. I Banaspati kembalikan pada krebek (geledek). I Banaspatiraja kembalikan pada
greh (guntur). Dan saudara-saudaranya yang hadir dalam manah (pikiran), kênêh
(kehendak), budi (nalar), idêp (kemauan), Sabda (kata-kata), tutur (ingatan), semuanya
itu adalah suksma (halus), disebut golongan Dewata Nawasanga. Saudara-saudara itu
semuanya itu kembalikan pada yang Tiga. Sang Hyang Tripurusa kembalikan pada
kepalamu.
Bhatàra Hyang Sinuhun Pur, Da, U, kembali pada Sùrya candra (matahari dan bulan). Itu
berada pada prawesa (batin), sebagai tanda memperkirakan baik buruk dalam negara.
Semuanya itu telah tercantum pada (Wariga) Kriping dan Bhagawan Garga, sang Wiku
baik budi yang terkemuka, kembalikan ketempatmu, masuk. Bila engkau telah
mengetahuinya, engkau wajib menyampaikan kepada yang menguasai negara.
Inilah supaya diingat oleh orang yang menyucikan jenasah orang yang meninggal,
menghadapi kerja. Inilah lebih dahulu hendaknya diketahui: tempatkan
saudara-saudaramu semua didalam badan. Saudaramu di Umah maten namanya Babu
Abra, di Ambeng namanya Babu Lembana, dimujur namanya Babu Ugyan, yang di
Nalang namanya Babu Kekuud, yang di Sanggah namanya Pura Dewata Nawasanga.
Itulah hendaknya diketahui nama dan tempatnya dan kesenangannya. Mereka patut
menghadapi semua kegiatan, menyaksikannya.
Dan berkata, sebut namanya, suruh menuntun atma orang yang mati itu, berjalan
menuju kuburan dan menuju sorga, menemukan ibu bapaknya. Dan persaksikan di
Khayangan dan Cungkub di Pura Dale, persembahkan makanan. Bila tidak demikian
Bhatàrì Durga tidak tahu akan datangnya orang yang mati itu. Bila ia sudah tahu dan
mempersembahkan makanan kepada pengiringnya, tentu orang itu mendapatkan
sorga, bertemu dengan ibu bapaknya dan sanak saudaranya yang sama-sama
menjemputnya.
Bila ia tidak tahu dan engkau tidak mempersembahkan sêgêhan kepada semua
pengiringnya dan melupakan pengiringnya, tidak ingat bahwa itu adalah pengiringnya,
maka pengiringnya itu akan barang dan datang ke kuburan, menjelma berwujud Bhùta.
Pengiringnya yang berada di jalan, di perempatan, di pekarangan, di kuburan, di batu, di
air, di sungai, di sanggah, jika tidak diketahui bahwa semuanya itu adalah pengiringnya
yang menjelma menjadi Bhùta Bhùti, Raksasa, wilayah, Bregala akan sama-sama
berangkat menuju kuburan.
I Anggapati menjadi sang Suratma, I Mrajapati menjadi sang Jogormanik, I Banaspati
-
menjadi Sang Dorakala, I Banaspati menjadi Sang Mahakala sama-sama menghadap
Bhatàrì Durga. Tiba-tiba muncullah Bhatàrì Durga menjerit seperti raungan singa. “Uh,
ah, eh, ih! Engkau hamba-hambaku yang baru datang. Atma siapa yang engkau bawa
kesini Katakanlah kepadaku”. “Daulat, tuanku! Hamba tidak tahu.
Tanyakanlah Kiay Sang Suratma, siapa nama ibu bapaknya, dan mana surat yang
dibawanya dahulu, tanyakanlah”. “Aku disuruh oleh Bhatàrì Durga, siapa nama ibu
bapaknya, dan mana surat yang dibawanya dahulu”. Hai kamu pengikutku, atma apa ini
tak tahu kebenaran dan tidak ada membawa surat.
Bila benar demikian, suruhlah ia keluar, tempatkan ia di Têgal Panangsaran, perintahkan
supaya diikat dipukul di Tegal Panangsaran dan tenggelamkan di Kawah
Tambragomuka”. “Baiklah paduka Bhatàrì Durga, hamba menjunjug apa yang paduka
katakana”. “Ih, atma apa ini, janganlah engkau disini, selaraskan dirimu di sini di Tegal
Panangsaran. Berdirilah engkau, agar tidak marah Sang Suratma, Sang Jogarmanik, Sang
Cikrabala, dikepung diikat, dipukul oleh sang Dorakala dan Bhùta Bhùti, Pisaca, Wilayah
berteriak-teriak memperkosa. Sekarang atma itu menjerit, lari memasuki yang tidak
patut dimasuki, terburu-buru, lalu terhenyak di Kawah Tambragomuka.
Demikianlah ucap sastra, samalah orang yang membebasakan dan yang dibebaskan
sampai pada tujuannya, karena ia tidak tahu mengaku tahu. Demikian diajarkan. Inilah
alanya (buruknya) hari: wuku tidak mempunyai guru, sasih yang tidak mempunyai
tumpek, bulan yang tidak mempunyai sirah, demikian juga tanggal dan panglong.
Janganlah sangsi, tidak ditimpa kesusahan, halangan.
Hendaknya saudara mengetahui, tahu saudara-saudaranya di Bhuwana Alit dan di
Bhuwana Agung, tempat matahari dan bulan dan tempat para Dewata Nawasanga. Ini
bantênya: Itik putih mulus, pênêk agung, berpuncak permata, katupat mañcawarna,
bantal agung, bantal pundak, gêdang satakêp, ayam putih mulus, pênêk adanan,
sasananya! Tri anglayung, ayam putih kuning wyañcana, sêgêh kuning, tatêbus nagasari,
tebu raja, sesari beras 2 kulak, pisang satadan, raka buah-buahan, grih telur, benang 1
gulung, uang 225 dan bantên untuk prasanak ira (saudara) di rumah meten, di ambeng,
di muju, di malang masing-masing hanya satu: sega pangkonan, daging olahan,
sempurna semua olahannya.
Dan yang di jalan, di perempatan jalan, di tegal, di kuburan, di sungai, di batu, di hutan
dan di Dalem (pura Dalem) hendaknya diketahui bantênya: tumpêng putih, ikannya
saseta calon, segala macam ebatan, grih telur 3, jajanganan, serta nasi soka, daging
olahan karangan. Nasi itu ditaruh di bawah, membuat sekar sataman, disertai sangku,
tempurung hitam, tuak dan barem, arak, pres. Inilah doanya.
-
Darah kembali pada air, urat kembali pada sulur, tulang kembali pada teras, pikiran
kembali pada bintang, bulu kembali pada rumput, nafas kembali pada angina, suara
kembali pada getar gempa dan badai, cangkem kembali pada gua, hidung kembali pada
sumur, telinga kembali pada jurang, kerdipan mata kembali pada kilat, kedua mata
kembali pada matahari dan bulan, kepala kembali pada angkasa, rambut kembali pada
mendung, ucapan kembali pada guruh, batuk pada kleteg, bersin kembali pada mretyu
(kematian), itulah semua supaya berkumpul terlebih dahulu, janganlah salah sasaran,
tidak berhasil pekerjaanmu, semua akan menindas. Ke Dalem: pras satu soroh.
Bantên di rumah semua memakai pras. 9. Peran Sebagai Dewata Nawa Sanga Seperti
yang diuraikan diatas Saudara Empat telah menjadi Dewata Nawa Sanga dengan
Dasaksara Aksara Sucinya SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA dan sejalan dengan isi
lontar Bhuwana Kosa juga dijelaskan Hredistamsarwwa bhutanam, pasyate jala cakra
wat·, anadi madhyani dhanam, siwanggadhya namomretam.
Lwir Bhatara Siwa, sira humungguring hatining sarwwamawak, tarpadi, tarpama dhya,
tarpanta, langgenghananira, kadi jalacakra rupanira, sirataka toned Sang- Yogiswara
artinya Keadaan Sang Hyang Siwa bersemayam di hati semua makhluk, tanpa awal,
tanpa pertengahan, dan tanpa akhir. Keberadaan beliau kekal, berwujud seperti pusaran
air. Demikian beliau tampak oleh Sang Yogiswara.
Acalancalayet sarwwam, jagat stawara jangganam, wyapi hityam bhawo wira, durjne
yojna na warjjitah. Lwir Bhatara Siwa baneriya, wyapaka nitya, mengetsita tan cala,
meweh sira kawruhana deningnina jnana, siratamarcalairikang jagatkabeh, sthawara
jang-gamawaknya Artinya Keberadaan Sang Hyang Siwa disana, selalu menyusupi
segala, selalu sadar dan tak dapat bergerak, sulit diketahui oleh orang yang tidak
berilmu pengetahuan, beliaulah menggerakan seluruh dunia baik tumbuh-tumbuhan
maupun binatang.
Pembahasan Dengan kata lain ajaran Agama atau ajaran Weda sangat takut kepada
orang-orang yang sedikit Ilmunya. Beliau menggerakan semua isi alam semesta ini
Jnanawadi mahadewah, hredayanta ri sangsthitah, nityadresto mahasangkyam,
dehitwamantarikswawat. Bhatara Mahadewa, sira tanityo-mungguhitumpukaning hati,
ngkaneng sarwwa mawak tar. katahman, kadyakasa lwirnira, sira takaton desang
wruhring Jnana.
Artinya Sang Hyang Mahadewa, beliau selalubersemayampada "Tumpukaninghati" pada
semua makhluk, tak dapat ditahan/sangat kuat, seperti angkasa keadaannya, beliaulah
tampak oleh orang yang berilmu pengetahuan tinggi. Hredantesumire wira,
-
pancawarnnama tah prabham, rakta triwarnna masitam, _diptam spaika sannibham.
Hana Warnnam limakwehnya, atisayatejanya, munggwitumpukning hati, malyang taya,
lwirnya; ikangrakta, Aghora, ikangtriwarnna, bang, putih, kresna ya Tatpurusa ikang
hireng padhalawan nilanjana, ya Sadya, ikang kaditeja ning aditya, ya Bamadewa, ikang
kadi manik spatika, ya Isana, nahan kramanya, kawruhanata kitang wira.
Artinya Ada lima jenis warna, sangat luar biasa cahayanya, bertempat pada tumpuk hati
sangat bersih, perinciannya sebagai berikut: merah, Aghora Dewanya. Yang tiga warna
yaitu: merah, putih, dan hitam, Tatpurusa dewanya. Yang hitam seperti celakmata, Sadya
Dewanya. Warna yang seperti sinar matahari, Bama Dewa Dewanya. Yang seperti
permata batu kristal, Isana Dewanya. Demikian penjelasannya, hendaknya anakda
ketahui. Hal diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Perincian dari Dasa Napi yang bertempat pada tumpukin hati itu dikatakan sangat
bersih dalam hal ini ada lima yaitu merah, aghora dewanya. Merah, putih dan hitam, tat
purusa dewanya. Yang hitam seperti celak mata, Sadya Dewanya. Yang seperti Sinar
matahari Bama Dewa Namanya. Yang pennata batu Kristal Isana nama Dewanya. b.
Dalam Penjelasan nama-nama dalam pembahasan ini Dewata Nawa Sanga sudah
sangat jelas di sebutkan yaitu a) yang warna putih tempatnya di timur aksaranya SA
(dewanya Satyojata). b) yang warna merah selatan tempatnya, aksaranya BA (dewanya
Bama Dewa). c) yang berwarna kuning aksaranya TA (dewanya Tatpurusa) tempatnya di
Barat. d) yang warna hitam aksaranya A (Dewanya Aghora) tempatnya di utara. e) di
tengah aksaranya I dan YA Dewanya Siwa warnanya mancawarna.
f) warna dadu di tenggara tempatnya aksaranya NA. g) Di barat daya aksaranya MA,
warnanya orange. h) Di barat laut warnanya hijau aksaranya SI. kalau di gabung aksara
NA, MA, SI, WA, Ya menjadi NAMASIWAYA. Khusus di tengah I dan YA itu adalah Isana
nama lain Dewa Siwa. Swacchamsuksmam paramsiinyam, siwangkewalya macyutam,
anamaya manidhanam, hana di madhyamantikam.
Hana tapada Siinya, malilangtaya, wiseaika, malit yaparama, suksmaya Kewalya, nga,
tarpakahilangan, tanpadi, tarpamadhya, tanpanta, karananing dadikabeh, yakalinanya
artinya ada lagi alam kosong terang benderang, itu sangat utama, sangat halus dan
sangat rahasia, itu bernama alam "Kewalya" tanpa batas, tanpa awal, dan tanpa
pertengahan, dan tanpa akhir. Itu semua sumber makhluk dan itu juga pembinasaannya.
Niranjanam nirakaram, nirgatrewam winisretam, astasiwasyanirmalyam, paran nirbana
mawyayam.
Tan kareketanmala, tanpalwir, tanpagatra, wyapaka, yonggwan Sang Hyang asta Siwa,
-
tarpacala, wisesa ya. Artinya Tanpanoda, tanpawujud, tanparupa, .tetapi
menguasai/memenuhi alam. Itu tempat bersemayam Sang Hyang Astasiwa, sangat
utama tanpa cela. Inilah dijelaskan lagi nama lain dari alam Nirbhana atau Sunya atau
kosong itu disebut Kewalya tanpa noda, tanpa wujud, tanpa rupa tetapi memenuhi alam
yang disebut tempat bersemayamnya Sang Hyang Astasiwa. Asta artinya delapan, Siwa
artinya Bhatara Siwa jadi delapan Siwa.
Di tambah Siwa lagi satu menjadi Sembilan yang disebut Dewata Nawa Sanga. ·
Etatparama nirbanam aitat kewala santikam, paratmamaha dewam, parameswara sang
jnakam. Ikang padamangkana, ya Parania· Nirbhana, ya Kewalya pada, ya Paratma, ya
Mahadewa, ya Parameswara ngaranira artinya alam yang demikian disebut alam maha
sempuma (paramanirbana), itu juga disebut alam Murni (Kewalyapada), juga disebut
Paratma, juga disebut Mahadewa dan Parameswara.
Alam yang demikian itu namanya alam murni, bersih, alam Parama Nirbana kalau dalam
konsep Tri Purusa di sebut PARAMA SIWA. Siwaparam brahmamunih, proktot
tamakyatal labhet, dhyatwamaha prayatneka, hredan tecalalataka. Hanata Siwapada,
nga, Param Brahma, nga, yatangen-angensangwiku, maka karana ng manah nira,
pinangguhnirapwaya, ngkaritumpuk ninghati, yatnatasira Murddhini mewa pimunih,
prawiset Siwa. muttamam, pranastakramate Wira, yatnatahsampratistati.
Ngkana ryungg wanirangen angeneniraya, mati pwasang wiku, mantuk ta siraripa da
Bhatara Siwa, sayojyata sira la:wan Bhatara Siwa, makanimittangyatnanira, mangkana
Wuwuskwikita ngwira. Artinya apabila pikirannya menyatu dengan tempat itu, lalu Rsi
itu meninggal, maka ia akan kembali kealam Siwa, menyatulah ia bersama Sang Hyang
Siwa, oleh karena kehatihatianya. Demikian penjelasanku kepadamu.
Pembahasan apabila pikiran sang Rsi bisa menyatu dengan tempat itu maka sang Rsi
setelah meninggal akan menyatu dengan Alam Siwa. Jadi semua orang umat manusia di
dunia ini jika pikirannya sudah bisa menyatu, sudah bisa stabil tidak pernah merasakan
penderitaan, tidak pernah merasakan kebahagiaan duniawi dengan kata lain kalau
pikirannya sudah tidak terikat maka dia adalah Moksa.
Moksa tidak hanya bisa dicapai setelah meninggal saja tapi semasih hidup pun bisa
mencapai moksa. Moksa semasih hidup jika pikirannya tidak melekat, tidak terikat.
Kebutuhan duniawi sangat perlu tapi pikirannya tidak terikat. Dikala dia punya harta
benda yang banyak yang penting pikirannya tidak terikat dengan harta itu, dia hanya
biasa-biasa saja.
Dikala mendapat kedukaan dia hanya biasa saja, tidak bersedih maka orang tersebutlah
-
disebut Moksha/bebas Wiswas tharuna taprabham, padma raga samaprabham,
wyaptinam tejabayunam, antare manasontare. Pradipta-dityasang kasah, jyoti jwalita
pinggalam, mana sewa wijanyat, wiswa dewam pratistanam. Hana tapa dabang,
kaditambage napi lwirnya, pada tejanya lawan mani padma raga kadyaditya wawu metu,
mwang kadi teja·ningapuy, Wiswa dewa hyangnya, mungwa i hati, Agnora wijangkana,
Ong Angnamah, yata kawruhana sangwiku, ring akasa, ryantaraning manah, maka
karana ng manah nira artinya adalagi alam merah seperti tembaga yang baru habis
dibersihkan, sinarnya seperti permata merah, seperti matahari baru terbit, seperti cahaya
api, dewanya bergelar Wiswadewa, bersemayam pada hati, intinya bernama Aghora,
aksara sucinya Ong, Ang, itu patut diketahui oleh pararesi dalam cakrawalanya pikiran
melalui pikiran.
Ta dan taritriwarnnasya, mahendra·dhanu sannibham, matra tangkaratadwijam, aiwan
tatpurusottamam. Hana triwarnna, bang, putih, hireng, Tatpurusa wijangkana, munggu ri
hati, kadiwangkawalwirnya, mahireng, mabang, maputih, panca tanmatra buddhi,
yatamaka pada Tatpurusa wija ngakana, Ong Tang Namah·.
artinya berada dalam hati seperti pelangi, hitam, merah, dan putih, Panca tanmatra
buddi, itulah alam Tat Purusa, aksara sucinya Ong, Tang. Pembahasan Dikatakan Panca
Tanmatra Budhi sebagai alam Tat Purusa. Yang di maksud Panca Tanmatra adalah benih
atau inti sari (halus) dari unsur zat alam yaitu ; 1) Sabda tan matra (benih atau inti sari
dari suara, suara yang sangat halus 2) rupa tan matra (benih inti sari dari rupa) yaitu
pada saat matahari mau terbit, pada saat matahari mau terbenam, jadi seperti itu alam
Tat Purusa.
3) rasa tan matra (benih inti sari dari rasa), benih dari rasa inti sari dari rasa ini seperti
merasakan disaat misalnya melihat mangga, belum merasakan sudah keluar air liur
seperti rasa kejut. 4) sparsa (benih dari rasa sentuhan) sebelum ada yang menyentuh
seperti ada yang menyentuh yang sangat halus missal saat dikala bulu kuduk merinding,
atau saat disirsir udara yang sejuk. Saewam prana uktewa, dehamnam brahma
mantratam, asita warnna mityuktarn, nilanjana samaprabham.
Ika tawinarahanku, ya prananing sarwwa mawak, yabrahma mantra, mwang hana ta
warnna mahireng, Wesna wawijang kana, Ong Sang namah, padalawan nilanjana tejania.
Artinya Itulah yang akan aku jelaskan. Ia merupakan jiwa dari segala yang berbadan, ia
juga disebut Mantra Brahma. Dan adalagi warna hitam inti dari Wesnawa, aksara
sucinya, Ong, Sang.
Cahayanya sama dengan tinta hitam Ta dante pari sang srestah, wisnu waktara mucyate,
tasyantare prabha matram, surya yutasamaprabhah. Ikang Abyakta Wisnu ya, mijil
-
sangkeng witninghati, Titengahninghatihana ta prabha pada lawan Suryya sayuta
tejanya, Bamadewa wija ngkana, Ong Bangnamah. Artinya Yang Awyakta itu disebut
Wisnu yang keluar dari pangkal hati, ditengah-tengahh ati ada berupa sinar yang sama
dengan sinar matahari sejuta.
Itu manifestasi dari Bamadewa, aksara sucinya, Ong. Bang. PROSES CATUR SANAK
DALAM DIRI MANUSIA Didalam Lontar Kanda Empat dikatakan ada manusia laki-laki,
ada manusia perempuan, ada manusia bencong, ini disebabkan karena pertemuan
antara kama putih (bapak) dengan kama bang (ibu) dimana pertemuan ini mengasilkan
laki-laki (kama putih), kama bang (perempuan), dan kalau warnanya dadu akan menjadi
bencong “Nihan Kawiting Manusanira Duk Sira Ring Jero Weteng, Kaweruhakena arane,
Sangkane Ana Jatma Lanang, Wadon, Mwang Kedi.
Duk Bapanta Matemu Ring Babunta, Ana Kama Putih, Kama Bang, Kama Dadu. Kama
Putih dadi Lanang, Kama Bang dadi Wadon, Kama Dadu Dadi Kedi”. 1. Satu Sampai
Sepuluh Bulan Selanjutnya masih dalam lontar Kanda Empat disebutkan “Wus Tutug
Sawulan Bapanta Amulang Sih Ring Babunta, Kaprabeda Aran Sanghyang Maya-maya,
nga., adruwe Surya, Candra. Rong Wulan Denia Pulang Sih, Sanghyang Kaputihana, nga.,
Adruwe Bayu, Sabda, Idep, Tigang Bulan Mapulang Sih, Sanghyang Tiga nga.,
Ana Panca Resi Sumusup Ring Kulit, Ring Daging, Ring Otot, Ring Balung, Ring Sumsum.
Petang Wulan, Sanghyang Catur Warna, nga., Ana Dewata, Nawasanga, Sumusup ring
Buwana. Limang Wulan, Sanghyang Alenging, nga., Ana Bumi, Langit, Sami Matunggalan
dados asiki, mareka Jadma Genep. Tutug Enam Wulan, Sanghyang Rambutmalengis,
nga., ana sanakta mijil saking Babunta, nga.,
Babu Ugian pada ngempu ring gedong watu, anginum titisan, mreta ring kundi manik.
Sapuluh Wulan jeroning weteng, arep sira metu, menga lawangan agung, metu Babu
Lembana rihin, metu Kakangira Babu Abra. Babu ugian, Babu Kakere, pada tiba ring
lemah kabeh” Artinya Ketika terjadi pembuahan antara Kama Petak dengan Kama Bang
umurnya baru sebulan bernama Sanghyang Maya-maya.
Kalau sudah dua bulan bernama Sanghyang Kaputihana baru ada setitik atau gumpalan
merah (Surya, Candra). Tiga bulan umurnya bernama Sanghyang Tiga sudah terdapat
Sabda, Bayu, Idep, dan sudah mulai terbentuk kulit, daging, otot, tulang, sumsum.
Empat bulan umurnya bernama Sanghyang Caturwarna, ada Dewata Nawasanga yang
memasuki bayi tersebut.
Lima bulan umurnya Sanghyang Alenging namanya, mulai semakin padat,
rongga-rongga badan mulai terbentuk, semua menyatu akan semakin sempurna.
-
Berumur enam bulan Sanghyang Rambut Malengis namanya, disaat berumur enam
bulan ini mulai nampak saudaranya (catur sanak) atau saudara empat. Berumur sepuluh
bulan sempurna bayi tersebut dan siap lahir.
Yang lahir pertama saudaranya yang bernama Babu Lembana (yeh nyom), kemudian
Babu Abra (darah), kemudian Babu Ugian (ari-ari), kemudia Babu Kakere (lamad) baru
bayi itu sendiri lahir. 2. Lepas Tali Pusar Masih dilontar Kanda Empat dikatakan Wus
Kepus Pungsed, sanakta masalin aran, nga., Anta, Preta, Dengen, Yeh Nyom. Tutug
satahun bisa ya rumangkang, rong tahun bisa ya lumaku, nambat Babu Bapanta muwah
masalin aran, nga., I Jelahir, I Slahir, I Makahir, I Mokahir.
Wus belas ring kakangira rin ibunia, sanakira pada umarah desa, lali asabnak. I Jelahir
lunga mangetan, I Slahir lunga mangulon, I Makahir lunga mangalor. Sawatara tigang
tahun lawasnia mawrah desa, malih mapreda aran mwang rupa, marupa Detya Sakti,
nga. I Anggapati, I Mrajapati, I Banaspati, Banaspatiraja. Artinya Sudah kepus Pusar,
Saudara (Catur Sanak) tersebut berubah lagi namanya yaitu ; Anta, Preta, Dengen, Yeh
Nyom.
Sudah setahun bayi bisa merangkak, dua tahun bisa melakukan sesuatu atau berjalan
dan berganti lagi namanya yaitu : I Jelahir, I Slahir, I Makahir, I Mokahir. Kira-kira tiga
tahun lagi berubah wujud dan nama berupa Detya Sakti yaitu Anggapati, Mrajapati,
Banaspati, Banaspati Raja. Anandakusuma (Swastika, 2009 : 108) dikatakan sebagai
berikut : a. Yeh nyom, berupa cairan yang melindungi bayi waktu dalam kandungan
bernama I Karen b.
Lamas, yaitu wujudnya dalam bentuk lemak halus yang membungkus bayi bernama I
Bra c. Darah, yang berfungsi mengedarkan sari-sari makanan bernama I Angdian d.
Ari-ari, (plazenta) tempat melekatnya ali pusar yang berfungsi sebagai penyerap dan
sumber makanan bernama I Lembana e. Jabang Bayi merupakan wujud manusia yang
masih berupa bayi bernama I Legaprana Selanjutnya setelah jabang bayi tersebut
berumur dua puluh hari didalam kandungan, Sang Catur Sanak tersebut berganti nama
menjadi : a. Yehnyom I Anta menjadi I Mekair b. Lamas I Preta menjadi I Selabir c. Darah
menjadi I Kala menjadi Mokair d.
Ari-ari I Dengen menjadi I Selair e. Si Jabang Bayi I Lilacita menjadi I Tutur Menget Untuk
mewujudkan keselamatan dan mewujudkan manusia yang Suputra kepercayaan
masyarakat Hindu Bali dari awal sudah ada prosesnya yaitu dari bayi dalam kandungan
sampai bayi itu lahir sampai dewasa dan akhirnya sampai meninggal.
Dijelaskan didalam lontar Anggastya Prana (dalam Swastika, 2009 : 108-109)
-
benih-benih terjadinya pembuahan dari bapak dan ibu (orang tua) : Sarin Pangan Kinum
Dadi Kama, Kama I Meme Kama I Bapa, Kamane dadi Manusa, Bayun Kamane dadi Kala,
rasan Kamane Atma, sarin Kamane dadi Dewa artinya sari-sari makanan dan minuman
menjadi kama, kama si Ibu dan kama si Bapak, Kama mereka (bila ketemu) menjadi
manusia, kekuatan kama menjadi kala, rasa dari kama menjadi Atma dan sari kama
menjadi Dewa, untuk menjadi anak menjadi Suputra maka kepercayaan masyarakat
Hindu Bali melakukan dengan upacara diantaranya : a. Upacara Magedong-gedongan.
Upacara Magedong-gedongan biasanya dilakukan setelah umur kandungan tiga bulan
sampai tujuh bulan. Upacara magedong-gedongan dilakukan agar bayi nantinya lahir
selamat, sehat jasmani-rohani b. Upacara Bayi baru lahir, upacara ini bertujuan untuk
mengungkapkan rasa syukur karena bayi sudah lahir dan memberi tahukan kepada
leluhur agar selalu atas tuntunannya.
Upacara anak baru lahir dibarengi dengan rangkaian-rangkaiannnya seperti : 1)
Menghaturkan pejati di tempat suci, dengan mengucapkan terima kasih karena bayi
sudah lahir 2) Menanam Ari-ari dengan sarana kelapa yang telah dibersihkan batoknya,
penghangat dari bumbu dapur alami, air kum-kuman atau air harum berisi
bunga-bunga, serabut ijuk, daun lontar yang berisi tulisan Dasa Bayu I, A, Ka, Sa, Ma, Ra,
La, Wa, Ya, Ung, bambu yang diris pinggirnya sampai tajam, batu bulitan, pohon yang
berduri/daun berduri, pohon kanta wali, kawangen, segehan manca warna dan segehan
putih kuning.
Mantranya Om Ang Sri Basunari Jiwa Mertha, Trepti Paripurna Ya Namah Swaha 3)
Upacara kepus pungsed yaitu upacara yang bertujuan sebagai simbul bahwa mulai si
bayi beserta keluarganya mengalami sebel atau cuntaka selama empat puluh dua hari,
dan harus dibersihkan. Dalam hal kepus pungsed atau hari 10-12 hari ini disebut dengan
upacara Namadhewa (manawadharmasastra dalam Sudarsana.
2008 : 22-23) yang isinya adalah “Namadheyam Dasamyam Tu Dwadasyam Wasya
Karayat Punye Ti Thau Muhurtee Wa Naksatre Wa Gunanwite” artinya hendaknya orang
tua melakukan upacara Namadhewa pada saat umur bayi 10-12 hari, setelah
kelahirannya. Tatacara melaksanakan upacara kepuspungsed (Sudarsana. 2008 : 23-24)
adalah : a) Mengaturkan upakara dipemerajan, dengan maksud dan tujuan memohon
tirtha pengelukatan atau pembersihan kehadapan Hyang Guru agar si bayi selalu
mendapatkan kesucian dengan mantra : Om Guru Rupam Sadadnyanam, Guru
Parantaram Dewam, Guru Nama Japetsadha, Nasti-nasti, dine-dine, Om Gung Guru
Paduka Byonamah Swaha atau Pakulun paduka Bhatara Hyang Guru pinakengulun
angaturaken tadah saji pawitra seprekaraning daksina, anyenengana paduka Bhatara,
Ngeyoganing Pinunas Pinakengulun, maminta tirtha pangelukatan pabersihan, anglukat
-
raga roga, sebel kandelan sariran ipun di Jabang bayi matemahan Sudha Nirmala Ya
Namah Swaha b) Mencabut Sanggah Tutuan dengan mengganti dengan Pelangkiran
diatas tempat tidur yang disebut dengan Kumara.
Dengan mantra “Om Sang Hyang Kumaragana-kumaragani, para gandharwa, widyadara,
widyadari manusanira angaturaken tadah saji pawitra, aminta asih, pageh denira
angayoni sang rare rahina kelawan wengi, menadia trepti paripurna ya namah, Om Sidhi
Rastu Ya Namah Swaha c) Melakukan pemujaan terhadap banten panelahan dan
pengelepas hawon, banten dapetan dan lain-lain, dengan mantra “Om Ngadeg Bhatara
Guru Anepung Tawari, Angresiki, Angelengini Manusanira Lumilangaken mala papa
petaka sebel kandelan sariran ipun, moksah ilang matemahan sudha nirmala ya namah.
Om Sryambhawantu, Purnam Bhawantu, Sukham Bhawantu.
Untuk kepus pungsed banten muncuk kukusan dengan mantra “Om Pukulun Bhatara
Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Iswara, manusanira angidep anglepas aon ipun ri
Bhatara Tiga, pukulun anyadah letuh ipun anglepasaken sebel kandelan, teka sudha
lepas malan ipun. Om Sidhi Rastu Ya Namah i. Mantra ayaban (dapetan, jarimpen
peneteg, ajuman putih kuning) mantra “Om Ang, Ung, Mang Angadeg Sanghyang Tri
Premana Ri Sariran Sang Rare Sumurup Ring Awak Walunan, menerus maring Sabda,
Bayu, Idep, manadi pageh urip ipun.
Om Sidhi Rastu Ya Namah Swaha” d) Setelah selesai banten dipuja semua, selanjutnya
memercikan tepung tawar, pangresikan, tirtha terhadap si ibu dan bayi serta ngayab
pangelepas aon Upacara - upacara panelahan atau upacara kepus pungsed tersebut
antara lain : 1) Upacara di Pamerajan a) Peras, soda, daksina, penyeneng b) Ketipat sari
akelan (6 buah) c) Canang payasan, canang sari 2) Upacara Kumara a. Eteh-eteh daksina
(beras, porosan, pepeselan, gagantusan, benang) b.
Soda putih kuning, yuyu (kepiting) c. Canang burat wangi, lenga wangi, canang geti-geti
d. Ketela dan jagung mentah 3) Upakara Pesucian a. Banten Pangelepas Aon (muncuk
kukusan, raka-raka berisi linting menyala) b. Banten panelahan (eteh-eteh pesucian) c.
Banten Soroan (peras tulung sayut) 4) Upacara Ayaban a. Dapetan asoroh b. Ajuman
putih kuning c. Peras pengambean d.
Jerimpen panegteg (sebuah wakul) didalamnya diisi sebuah tumpeng berisi telur itik
matang, banten peras tulung sayut, raka-raka, beras, porosan, gegantusan, papeselan,
tingkih, pangi, benang, jinah satakan, sampian naga sari 3. Empat Puluh Dua Hari Disaat
bayi berumur 42 hari maka bersihlah sudah dari cuntaka atau sebel, maka pada umur
tersebut lagi dibuatkan Upacara : Dapetan, Penyeneng, Janganan, Suci, Dandanan,
Canangsari, Canang raka, canang wangi untuk Dewa Kumara.
-
Selanjutnya tinggal melanjutkan upacara ketahap-tahap selanjutnya seperti tiga
bulanan, enam bulanan, tiga otonan, menek bajang atau menek kelih, metatah dan
seterusnya sampai dia meninggal lagi ada upacaranya. Melalui tahapan-tahapan
waktu-kewaktu, hari-kehari begitu juga dari tahapan-tahapan upacaranya maka saudara
empat (catur sanak) juga ikut berubah nama dan kedudukannya MAKNA CATUR SANAK
DALAM KEHIDUPAN MANUSIA 1.
Makna Keberaneka Ragaman Makna keberanekaragaman dalam Catur Sanak sangat
erat, dimana dari mulai lahir, sampai dewasa sama-sama meningkat statusnya. Si bayi
tumbuh semakin besar, Catur Sanak juga tumbuh semakin meningkat yaitu peningkatan
kualitasnya yaitu dari yeh nyom, lamas, darah, ari-ari sampai menjadi Dewata
Nawasanga (Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, Dewa Wisnu, Dewa Siwa,
Dewa Maheswara, Dewa Sangkara, Dewa Rudra, Dewa Sambu).
Sejalan dengan Catur Sanak tersebut, keberanekaragaman juga dapat dilihat dalam
Hindu (Rgveda I.164.46) yang bunyiny