plagiarism checker x originality...

49
Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 10% Date: Monday, April 27, 2020 Statistics: 1562 words Plagiarized / 15704 Total words Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- PERAN CATUR SANAK DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Kajian Agama Hindu Penulis: I Nyoman Nadra Isi diluar tanggungjawab penerbit Copyright ©2018 by Jayapangus Press All Right Reserved PENERBIT: Jayapangus Press Anggota IKAPI No. 019/Anggota Luar Biasa/BAI/2018 Jl. Ratna No.51 Denpasar - BALI <http://jayapanguspress.org> Email : [email protected] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-53015-5-1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerahNya sehingga buku ini dapat selesai disusun. Buku yang berjudul “Peran Catur Sanak Dalam Kehidupan Manusia: Kajian Agama Hindu” mencoba untuk melihat kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Hindu yang sangat multikultur, baik budaya, suku, adat maupun kebiasaan, kebiasaannya. Apalagi dalam urusan beragama yang sering dikenal dengan istilah Desa, Kala, Patra. Desa, Kala, Patra di Bali sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga Bangsa Indonesia sangat kompleks untuk mengurus kehidupan masyarakatnya, dalam kehidupan masyarakat terutama Hindu Bali sangat penting memperhatikan Sang Catur Sanak (saudara empat lahir manusia), yang setia mengikuti dari lahir sampai meninggal, dengan adanya perkembangan globalisasi banyak orang Hindu Bali yang tidak mengenal Catur Sanak (saudara empat manusia), ketidak tahuan terhadap catur sanak bisa menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia maupun sebaliknya bahagia lahir batin kalau dia mengetahui dan melakukan upacara yadnya dari awal perkawinan orang tuanya sampai lahir anak tumbuh Dewasa. Karena idelanya kehidupan manusia di dunia ini harus berkarak terbaik, bermoral baik, bahagia, dan sejahtera. Untuk mencapai kesemua itu sangat penting untuk mendalami, melakukan terkait dengan Catur Sanak. Semakin hari manusia itu semakin besar maka saudara Catur Sanak

Upload: others

Post on 26-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Plagiarism Checker X Originality Report

    Similarity Found: 10%

    Date: Monday, April 27, 2020

    Statistics: 1562 words Plagiarized / 15704 Total words

    Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

    -------------------------------------------------------------------------------------------

    PERAN CATUR SANAK DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Kajian Agama Hindu Penulis: I

    Nyoman Nadra Isi diluar tanggungjawab penerbit Copyright ©2018 by Jayapangus

    Press All Right Reserved PENERBIT: Jayapangus Press Anggota IKAPI No. 019/Anggota

    Luar Biasa/BAI/2018 Jl. Ratna No.51 Denpasar - BALI

    Email : [email protected] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog

    Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-53015-5-1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis

    panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerahNya

    sehingga buku ini dapat selesai disusun.

    Buku yang berjudul “Peran Catur Sanak Dalam Kehidupan Manusia: Kajian Agama

    Hindu” mencoba untuk melihat kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Hindu yang

    sangat multikultur, baik budaya, suku, adat maupun kebiasaan, kebiasaannya. Apalagi

    dalam urusan beragama yang sering dikenal dengan istilah Desa, Kala, Patra. Desa, Kala,

    Patra di Bali sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga Bangsa

    Indonesia sangat kompleks untuk mengurus kehidupan masyarakatnya, dalam

    kehidupan masyarakat terutama Hindu Bali sangat penting memperhatikan Sang Catur

    Sanak (saudara empat lahir manusia), yang setia mengikuti dari lahir sampai meninggal,

    dengan adanya perkembangan globalisasi banyak orang Hindu Bali yang tidak

    mengenal Catur Sanak (saudara empat manusia), ketidak tahuan terhadap catur sanak

    bisa menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia maupun sebaliknya bahagia lahir

    batin kalau dia mengetahui dan melakukan upacara yadnya dari awal perkawinan orang

    tuanya sampai lahir anak tumbuh Dewasa. Karena idelanya kehidupan manusia di dunia

    ini harus berkarak terbaik, bermoral baik, bahagia, dan sejahtera.

    Untuk mencapai kesemua itu sangat penting untuk mendalami, melakukan terkait

    dengan Catur Sanak. Semakin hari manusia itu semakin besar maka saudara Catur Sanak

  • tersebut juga mengalami perubahan status atau terjadi perubahan nama dari Yeh nyom,

    Darah, Ari-ari, Lamad. Nama-nama tersebut seiring dengan perjalanan waktu mengalami

    perubahan, begitu juga bayi itu sendiri semakin besar-semakin besar.

    Perubahan perubahan tersebut diantaranya Yeh Nyom menjadi Anggapati, Darah

    menjadi Mrajapati, Ari-ari menjadi Banaspati, Lamad menjadi Banaspati Raja. Pertemuan

    antara kama putih (bapak) dengan kama bang (ibu) dimana pertemuan ini mengasilkan

    laki-laki (kama putih), kama bang (perempuan), dan kalau warnanya dadu akan menjadi

    bencong “Nihan Kawiting Manusanira Duk Sira Ring Jero Weteng, Kaweruhakena arane,

    Sangkane Ana Jatma Lanang, Wadon, Mwang Kedi.

    Duk Bapanta Matemu Ring Babunta, Ana Kama Putih, Kama Bang, Kama Dadu. Kama

    Putih dadi Lanang, Kama Bang dadi Wadon, Kama Dadu Dadi Kedi”. Makna Keberaneka

    Ragaman, makna kemaha kuasaan Tuhan, Makna Kesaktian, Makna Kesaktian, Iki

    Kangetakna kawisesan Sanghyang Pancamahabhuta. Yan sira arep sakti. Iki adegang

    linggiyang taksu. Pasuk wetu ring ragane. Pada mijilang kawisesan kabeh. Nanging sira

    mangda astiti ring Ida Bhatara sami ngaturang panyanggra sasai-sasainan.

    Sangkaning nirmala. Tan wenang meroko, iki pangastawanya kabeh. Kritik dan saran

    yang membangun penulis harapkan dari berbagai pihak demi perbaikan untuk

    penyusunan buku berikutnya. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih

    sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun buku

    ini.

    Denpasar, Nopember 2018 Penulis, DAFTAR ISI HALAMAN

    DALAM....................................................................... i

    REDAKSI.......................................................................................... ii PERNYATAAN HAK

    CIPTA......................................................... iii KATA

    PENGANTAR...................................................................... iv DAFTAR

    ISI..................................................................................... vii

    PENDAHULUAN..............................................................................

    1 KONSEP CATUR SANAK.............................................................. 7 PERAN CATUR SANAK

    DALAM KEHIDUPAN MANUSIA....... 11 1. Peran Sebagai Kelahiran

    Manusia.............................................. 12 2. Peran Sebagai

    Kebersamaan....................................................... 13 3. Peran Sebagai

    Etika..................................................................... 15 4. Peran

    Religius.............................................................................

    18 5. Peran Sebagai Dewa.................................................................... 24 6. Sebagai Peran

  • Tanda-tanda Kematian........................................ 26 7. Sebagai Peran

    Yoga.................................................................... 29 8. Sebagai Peran Pengembalian Kepada

    Asalnya........................... 35 9. Peran Sebagai Dewata nawa Sanga............................................ 39

    PROSES CATUR SANAK DALAM DIRI MANUSIA.................. 47 1.

    Satu Sampai Sepuluh Bulan........................................................ 47 2. Lepas Tali

    Pusar.......................................................................... 49 3. Empat Puluh Dua

    Hari................................................................ 55 MAKNA CATUR SANAK DALAM KEHIDUPAN

    MANUSIA.... 56 1. Makna Keberaneka Ragaman..................................................... 56 2. Makna

    Kemaha Kuasaan Tuhan.................................................

    58 3. Makna Kesaktian......................................................................... 62

    PENUTUP.......................................................................................... 74 DAFTAR

    FUSTAKA...................................................................... 80 PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat

    Indonesia khususnya Hindu sangat multikultur, baik budaya, suku, adat maupun

    kebiasaan, kebiasaannya.

    Apalagi dalam urusan beragama yang sering dikenal dengan istilah Desa, Kala, Patra.

    Desa, Kala, Patra di Bali sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya,

    sehingga Bangsa Indonesia sangat kompleks untuk mengurus kehidupan

    masyarakatnya, dalam kehidupan masyarakat terutama Hindu Bali sangat penting

    memperhatikan Sang Catur Sanak (saudara empat lahir manusia), yang setia mengikuti

    dari lahir sampai meninggal, dengan adanya perkembangan globalisasi banyak orang

    Hindu Bali yang tidak mengenal Catur Sanak (saudara empat manusia), ketidak tahuan

    terhadap Catur Sanak bisa menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia maupun

    sebaliknya bahagia lahir batin kalau dia mengetahui dan melakukan upacara yadnya dari

    awal perkawinan orang tuanya sampai lahir anak tumbuh dewasa. Karena idelanya

    kehidupan manusia didunia ini harus berkarakter baik, bermoral baik, bahagia, dan

    sejahtera.

    Untuk mencapai kesemua itu sangat penting untuk mengetahui, melakukan terkait

    dengan Catur Sanak. Peran Catur Sanak sangat penting dalam kehidupan ini. Orang

    yang pintar secara intelektual belum tentu karakternya baik, moralnya baik serta orang

    yang emosinya baik belum tentu karakternya juga baik tetapi orang yang karakternya

    baik sudah pasti ada emosi yang baik pada dirinya. Dalam perkembangan sekarang

    pergaulan bebas, minum-minuman beralkohol.

    Tidak hanya bagi anak-anak tetapi karakter juga diperuntukan bagi kalangan yang tua,

    dengan mengetahui, menyadari, Catur Sanak ada dalam tubuh maka dia akan selalu

    menuntunnya. Semua kalangan membutuhkan karakter yang baik untuk mengabdi

  • kepada nusa bangsa, agama sebagai wujud bakti kepada Tuhan yang Maha Esa Dalam

    membentuk kehidupan masyarakat di Indonesia pada umumnya, Bali pada khususnya

    banyak terdapat dalam teks-teks lontar, cerita-cerita pewayangan, cerita legenda, mitos,

    cerita fiksi maupun non fiksi selalu diselipkan ajaran kemanusian ajaran universal.

    Cerita-cerita tersebut tidak banyak diungkap dalam kehidupan sehari-hari.

    Para generasi muda, orang tua lebih banyak menonton televisi-televisi yang ada

    sinetron, film-film percintaan, sangat jarang mengungkap kearifan lokal, ajaran lokal

    genius terutama tentang Catur Sanak. Banyak masyarakat beranggapan ajaran kuno

    dianggap terbelakang, tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi disetiap

    agama mengandung ajaran karakter yang adi luhung yang pasti relevan dalam

    perkembangan zaman, tinggal dipilih yang mana ada kecocokan sesuai dengan situasi

    dan kondisi, karena ajaran agama banyak menyiapkan ajaran-ajaran tinggal dipilih saja.

    Apalagi di Bali banyak ada lontar-lontar yang menyimpan ajaran karakter, ajaran etika,

    ajaran tentang Tri Hita Karana, ajaran tatwamasi, ajaran tentang seni hidup dan lain-lain.

    Didalam Hindu untuk mewujudkan hidup sebagai manusia menjadi lebih baik sudah

    sejak dulu diajarkan dimana Pandawa dan Korawa berguru pada Rsi Drona, Pendidikan

    kemanusian yang meneruskan adalah Pandawa. Pandawa adalah cerminan keberhasilan

    dalam membentuk kehidupan manusia yang lebih baik.

    Dalam lontar yang sudah dibukukan salah satunya adalah tentang Catur Sanak,

    Merupakan tutur dari inti ajaran empat saudara yang mengikuti kelahiran manusia.

    Dalam Catur Sanak sangat banyak pembelajaran menjadi manusia yang baik, mulai dari

    orang tuanya kawin, anak dalam kandungan sampai lahir, remaja, dewasa, dalam Tutur

    Catur Sanak ini membahasnya.

    Karena masalah kehidupan manusia sangat urgen, dan sedang hangat-hangatnya

    dibicarakan maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti penelitian ini. Manusia pada

    zaman modern ini banyak yang lupa terhadap Tuhan sehingga dia ingat kepada Tuhan

    disaat-saat ia menderita. Dia mencari Tuhan kemana-mana tempat yang sangat jauh

    padahal didalam dirinya sudah terdapat Tuhan itu sendiri yang dalam ajaran Bali kuno

    disebut dengan Catur Sanak.

    Dalam Catur Sanak terdapat saudara, saudara tersebut yang lahir bersamaan dengan

    manusia. Manusia sejak lahir diikuti saudaranya sampai manusia tersebut meninggal.

    Karena manusia sudah sejak lahir ada saudara empatnya atau Catur Sanak, yang

    lama-lama saudara ini berubah nama menjadi Dewa maka untuk menyadari hal tersebut

    dengan meditasi atau memanggil saudaranya dalam diri masing-masing, meditasi ini

    yang jarang dilakukan oleh kebanyakan orang.

  • Untuk memanggil saudara empat manusia ini menggunakan mantra khusus tidak terlalu

    panjang mantra tersebut dan mengunakan sarana banten, sarana banten tersebut

    sederhana tidak terlalu besar. Dengan berbagai keinginan bisa digunakan dengan

    memanggil saudara empat ini orang menjadi sakti mantraguna tinggal memanggil saja,

    yang tentunya agar apa yang dipanggil terebut berhasil maka harus tau cara

    memanggilnya. Kadang-kadang disaat tidur pulas saudara manusia datang memberikan

    isyarat melalui pewisik, maupun mimpi.

    Orang yang didatangi saat tidur tidak menentu tiba-tiba dia datang, akan tetapi

    kedatangan dia kapan saja, disaat apapun juga karena dia sebenarnya adalah Tuhan itu

    sendiri bermanifestasi sebagai saudara, atau dewa. dewa-dewa yang dikenal sesuai

    dengan arah mata angin itulah perwujudan dari saudara atau Catur Sanak. Dalam

    penelitian ini disebut peran Catur Sanak, Catur Sanak merupakan inti dari ajaran-ajaran

    kandapat yang lainnya.

    Adapun saudara tersebut adalah ; yang paling tua (pertama lahir) yang paling pertama

    lahir adalah Yeh Nyom (air ketuban) menjadi patih di Pura Hulun Suwi yang bergelar I

    Ratu Ngurah Tangkeb Langit. Beliau menjadi Dewanya Sawah, Dewanya Bumi, dan

    Dewanya semua binatang. Bila didalam badan beliau berstana dikulit. Berwujud amerta

    sanjiwani.

    Kalau memberikan beliau sesajen bantennya; ketipat dampulan, dengan ikan telur

    bokasem, canang pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe. atau disebut

    Sang Bhuta Anggapati Aksara Sucinya SANG dengan arah mata angin di Timur. Yang

    kedua adalah Getih (darah) disebut dengan Prajapati aksaranya BANG arahnya selatan

    warnanya merah, beliau sebagai Dewa Hutan, Dewa Gunung, Dewa jalan, menjadi patih

    di Pura Sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng, sesaji beliau atau upacaranya banten;

    ketipat geleng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe,

    canang pasucian.

    Yang ketiga lamas atau Banaspati, arahnya barat aksaranya TANG bergelar I Ratu

    Nyoman Jelawung sebagai Dewanya kebun, upacara banten untuk beliau ketipat

    gangsa, dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning, ikannya

    bawang dan jahe. Yang ke empat Ari-ari Banaspatiraja menjadi Patih di Pura Dalem,

    bergelar Banaspati Raja Aksaranya ANG bergelar I Ratu Ketut Petung.

    Untuk memuja beliau dengan banten Upacara Ketipat Gong, ikannya telur diguling,

    pesucian, segehan kepelan selem, ikannya bawang dan jahe, ditambah rokok, sesari

    sebelas 11 uang kepeng bolong. Dalam membentuk manusia menjadi lebih baik

  • diperlukan kesabaran yang di mulai dari memilih calon istri/suami, anak dalam

    kandungan sampai dia tumbuh dewasa.

    Mulai dalam kandungan dia dididik dalam bentuk upacara magedong-gedongan,

    upacara baru lahir, upacara putus tali pusar, upacara 42 hari (tutug kambuhan), upacara

    tiga bulanan, upacara enam bulanan (otonan), sampai tiga oton atau 630 hari, upacara

    menek kelih, menek bajang, upacara potong gigi. Walaupun dari dalam kandungan

    sampai lahir pendidikan melalui upacara akan tetapi lingkungan sangat mempengaruhi

    anak, selain itu juga lingkungan keluarga sangat mempengaruhi karena orang tua

    beserta keluarga lainnya lebih banyak mereka sekolah kesempatan mendidiknya, dari

    hari kehari, setiap detik, menit selalu bersama keluarga.

    Keluarga sangat berperan, dalam pembentukan manusia yang lebih baik. Dalam

    keluarga yang baik-baik, aman, tentram damai akan mengasilkan anak yang baik atau

    suputra. Anak yang baik adalah investasi emas, harta karun yang tersimpan, untuk

    bangsa dan Negara nantinya. Menjadikan kehidupan manusia yang lebih baik,

    kesuksesan, adalah yadnya yang paling tinggi menurut Agama Hindu karena Agama

    Hindu adalah agama yang lues, pleksibel, sesuai dengan desa, kala, patra.

    Kehidupan manusia yang lebih baik tentunya dambaan semua orang apalagi orang tua

    terhadap anaknya, begitu juga sebaliknya anaknya terhadap orang tuanya dikemudian

    hari kelak. Kehidupan manusia menjadi lebih baik juga dambaan bagi leluhur-leluhur

    yang sudah meninggal. Kalau dipikir mendalam mati tidak akan membawa apa-apa

    hanya karmalah yang akan mengikuti sebagai saudara yang setia untuk sampai ke alam

    tujuan.

    Dalam ajaran Bali Kuno Saudara setia yang mengikuti samapai mati adalah Catur Sanak

    KONSEP CATUR SANAK Catur Sanak berasal dari kata Catur yang artinya empat dan

    Sanak yang artinya keluarga. Jadi Catur Sanak artinya empat saudara. Catur Sanak sama

    dengan Kandapat. Kandapat berasal dari kata Kanda dan Pat. Kanda dan Pat mempunyai

    pengertian Kanda adalah Tutur/Petuah. Pat artinya empat (Yendra, 2007 : 15).

    Selain itu juga pengertian Kanda pat artinya saudara empat waktu bayi itu lahir.

    Diceritakan pada waktu lahir pada saat yang sama juga lahir Sanghyang Panca

    Mahabhuta dan Sanghyang Tiga Sakti. Beliau Sanghyang Tiga Sakti amor ring (menyatu

    dengan) Bhuwana Agung, kemudian dipuja semua mahkluk semua.

    Sedangkan Sanghyang Panca Maha Bhuta menjadi Pepatih disegala penjuru, sebagai

    pemelihara dunia, semua sakti tanpa ditandingi, bila dipuja, diresapi, diyakini, beliau

    masuk kedalam badan (Yendra, 2007 : 15). Adapun saudara tersebut adalah ; yang

  • paling tua (pertama lahir) Yeh Nyom (air ketuban) menjadi patih di Pura Hulun Suwi

    yang bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit.

    Beliau menjadi Dewanya Sawah, Dewanya Bumi, dan Dewanya semua binatang. Bila

    didalam badan beliau berstana dikulit. Berwujud Amerta Sanjiwani. Kalau memberikan

    beliau sesajen bantennya ; ketipat dampulan, dengan ikan telur bokasem, canang

    pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe. atau disebut sang bhuta

    anggapati aksara sucinya SANG dengan arah mata angin di Timur.

    Yang ke dua adalah Getih (darah) disebut dengan Prajapati aksaranya BANG arahnya

    selatan warnanya merah, beliau sebagai dewa hutan, dewa gunung, dewa jalan, menjadi

    patih di pura sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng, sesaji beliau atau upacaranya banten ;

    ketipat geleng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe,

    canang pasucian.

    Yang ketiga lamas atau Banaspati, arahnya barat aksaranya TANG bergelar I Ratu

    Nyoman Jelawung sebagai Dewanya kebun, upacara banten untuk beliau ketipat

    gangsa, dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning, ikannya

    bawang dan jahe. Yang keempat Ari-ari Banaspatiraja menjadi patih di Pura Dalem,

    bergelar Banaspati Raja Aksaranya ANG bergelar I Ratu Ketut Petung.

    Untuk memuja beliau dengan banten upacara ketipat gong, ikannya telur diguling,

    pesucian, segehan kepelan selem, ikannya bawang dan jahe, di tambah rokok, sesari

    sebelas 11 uang kepeng bolong. Idealnya semua orang menginginkan kehidupan yang

    lebih baik. Kehidupan Manusia yang lebih baik tidak bisa lepas dari sifat atau karakter

    manusia dari bawaan maupun dari lingkungan disekitarnya, baik pendidikan maupun

    pergaulan dimasyarakat, lebih-lebih mulai dari orang tuanya kawin, memilih bibit, bebet,

    bobot, menentukan hari baik (dewasa ayu), dari bayi dalam kandungan hingga lahir

    sampai dewasa. Kesemua hal tersebut ada didalam ajaran Catur Sanak atau Kanda Pat

    manusia. Untuk mewujudkan peran manusia menjadi lebih baik juga sangat diperlukan

    pendidikan.

    Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional

    berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

    bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

    untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

    bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri

    dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

    Terutama peran Catur Sanak dalam mengembangkan kehidupan manusia yang lebih

  • baik atau berkarakter adalah suatu sistem penanaman nilai karakter kepada manusia

    yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran pada manusia yang meliputi

    komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan

    nilai-nilai tersebut. Dalam urusan kehidupan manusia yang lebih baik atau karakter

    semua komponen harus saling terkait.

    Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidikan, yang mampu

    mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik membantu membentuk watak peserta

    didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik

    berbiacara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbangsa

    hal terkait lainnya. Dalam penelitian ini bagaimana menanamkan peran saudara yang

    bersama-sama lahir saat bayi lahir agar menjadi manusia yang lebih baik.

    Pentingnya hidup yang lebih baik atau karakter yang baik, merupakan persyaratan agar

    kompetensi yang dimiliki seseorang dipakai secara bijaksana. Kompetensi hanya akan

    menjadi kekayaan dan membawa maslahat bagi orang banyak apabila kompetensi

    tersebut disertai dengan karakter baik. Sebaliknya orang yang berkompetensi tinggi

    namum karakternya tidak baik cenderung akan memakai kompetensinya untuk hal-hal

    yang merugikan masyarakat.

    Dengan demikian, apabila dalam satu masyarakat kerusakan hidupnya meluas, maka

    bangsa tersebut akan digerogoti sendiri oleh warganya, atau dengan kata lain

    masyarakatnya akan melalukan tindakan merusak diri sendiri. Sebuah peradaban akan

    menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan

    orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang

    harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membantu sebuah masyarakat yang tertib

    aman dan sejahtera.

    Dalam penelitian ini untuk memjadi manusia yang lebih baik dari orang tuanya mulai

    kawin sampai anak lahir tumbuh dewasa dan sampai meninggal. PERAN CATUR SANAK

    DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Peran Catur Sanak sangat penting dalam kehidupan

    manusia, dari baru lahir sampai dewasa dan bahkan meninggal. Saudara empat atau

    Catur Sanak selalu bersama manusia itu sendiri.

    Semakin hari manusia itu semakin besar maka saudara Catur Sanak tersebut juga

    mengalami perubahan status atau terjadi perubahan nama dari Yeh nyom, Darah,

    Ari-ari, Lamad. Nama-nama tersebut seiring dengan perjalanan waktu mengalami

    perubahan, begitu juga bayi itu sendiri semakin besar-semakin besar. Perubahan

    perubahan tersebut diantaranya Yeh Nyom menjadi Anggapati, Darah menjadi

    Mrajapati, Ari-ari menjadi Banaspati, Lamad menjadi Banaspati raja (Dinas Kebudayaan

  • Provinsi Bali. 2001 : 36-37), saudara-saudara empat atau Catur Sanak ini selalu menjaga

    manusia itu sendiri.

    Catur Sanak tersebut sampai meningkat statusnya menjadi Dewata Nawa Sanga. Dewata

    Nawa Sanga bisa digunakan sebagai ajaran meditasi atau ajaran yoga dengan mengolah

    saudara-saudara atau Catur Sanak didalam diri sendiri yang disimbulkan juga dengan

    aksara Dasaksara. Catur Sanak berasal dari kata Catur yang artinya empat dan Sanak

    yang artinya keluarga. Jadi Catur Sanak artinya empat saudara.

    Catur Sanak sama dengan Kandapat. Kandapat berasal dari kata Kanda dan Pat. Kanda

    dan Pat mempunyai pengertian Kanda adalah Tutur/Petuah. Pat artinya empat (Yendra,

    2007 : 15). Selain itu juga pengertian Kanda pat artinya saudara empat waktu bayi itu

    lahir. Diceritakan pada waktu lahir pada saat yang sama juga lahir Sanghyang Panca

    Mahabhuta dan Sanghyang Tiga Sakti.

    Beliau Sanghyang Tiga Sakti amor ring (menyatu dengan) Bhuwana Agung, kemudian

    dipuja semua mahkluk semua. Sedangkan Sanghyang Panca Maha Bhuta menjadi

    Pepatih di segala penjuru, sebagai pemelihara dunia, semua sakti tanpa ditandingi, bila

    di puja, diresapi, diyakini, beliau masuk kedalam badan (Yendra, 2007 : 15). 1. Peran

    Sebagai Kelahiran Manusia Kelahiran manusia disertai saudara.

    Adapun saudara tersebut adalah ; yang paling tua (pertama lahir) Yeh Nyom (air

    ketuban) menjadi patih di pura hulun suwi yang bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit.

    Beliau menjadi dewanya sawah, dewanya bumi, dan dewanya semua binatang. Bila di

    dalam badan beliau berstana di kulit. Berwujud Amerta Sanjiwani. Kalau memberikan

    beliau sesajen bantennya ; ketipat dampulan, dengan ikan telur bokasem, canang

    pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe, atau disebut Sang Bhuta

    Anggapati aksara sucinya SANG dengan arah mata angin di Timur.

    Yang ke dua adalah Getih (darah) disebut dengan Prajapati aksaranya BANG arahnya

    selatan warnanya merah, beliau sebagai dewa hutan, dewa gunung, dewa jalan, menjadi

    patih di pura sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng, sesaji beliau atau upacaranya banten ;

    ketipat geleng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe,

    canang pasucian.

    Yang ketiga lamas atau Banaspati, arahnya barat aksaranya TANG bergelar I Ratu

    Nyoman Jelawung sebagai Dewanya kebun, upacara banten untuk beliau ketipat

    gangsa, dengan ikan sate gede, canang pasucian, segehan kepelan kuning, ikannya

    bawang dan jahe. Yang ke empat Ari-ari Banaspatiraja menjadi patih di pura dalem,

    bergelar Banaspati Raja Aksaranya ANG bergelar I Ratu Ketut Petung.

  • Untuk memuja beliau dengan banten upacara ketipat gong, ikannya telur diguling,

    pesucian, segehan kepelan selem, ikannya bawang dan jahe, di tambah rokok, sesari

    sebelas 11 uang kepeng bolong. 2. Peran Sebagai Kebersamaan Kebersamaan yang

    dapat dirasakan dalam ajaran Catur Sanak adalah ; baru lahir si bayi, dimana ari-ari

    ditanam dibuatkan upacara, kemudian setelah kepus pusar dibuatkan Saudara

    Empatnya (Catur Sanak) pelangkiran ditempat tidur, semakin hari-kehari bayi tumbuh

    besar, dibuatkan upacara sampai tumbuh remaja, dewasa, tua, bahkan sampai

    meninggal, hal ini berarti selalu bersama-sama dengan saudaranya.

    Betapa bahagianya hidup ini kalau bisa hidup bersama-sama apalagi manusia adalah

    hidup sosial. Hal ini juga terdapat dalam Atharwa Weda : 19.62.1 dikatakan ”Priyam ma

    krnu deve su priyam rajasu ma krnu priyam sarvasya pasyata uta sudra utarye” yang

    artinya saya mendapatkan kasih sayang dari Para Brahmana, Ksatrya, Vaisya, dan Sudra,

    demikian juga saya mendapatkan kasih sayang dari semua mahkluk yang bisa melihat.

    Hubungannya dengan penelitian ini dapat diartikan bahwa semua orang dimata Tuhan

    adalah sama dan harus bersama-sama memupuk kasih sayang baik itu Brahmana,

    Ksatrya, Wesya, Sudra karena banyak masyrakat yang saling menjaga jarak tidak ramah

    kepada masyarakat bawah Begitu juga dalam bagian yang lainnya dikatakan ”Etada roha

    vaya unmrjanah sva lha brhadu didayante abhi prehi madhyato mapa hasthah pitrnam

    lokam prathamo yo” (Atharvaveda : 18.3.73) artinya wahai manusia, dengan menyucikan

    kehidupan ini tingkatkanlah kesejahteraan keluarga dan sahabatmu yang banyak

    memiliki keistimewaan.

    Majulah engkau dari semua lapisan dan jangan meninggal dunia sebelum waktunya.

    Hiduplah dalam lingkungan keluarga, karena hidup bermasyarakat adalah hal yang

    penting didunia ini. Begitu pentingnya dalam bermasyarakat tidak boleh sombong dan

    bermusuhan.

    Hidup harus memandang bahwa semua adalah keluarga dan sahabat karena banyak

    sahabat hidup menjadi tenang bepergian jauh menjadi tenang, semua harus dilihat

    sebagai sahabat seperti mantra Yajurveda : 36.18 mengatakan ”Drte Drha ma mitrasya

    ma caksusa sarvani bhutani samiksantam mitrasyaham cak susa sarvani bhutani samikse

    mitrasya cak susa samik samahe” artinya Oh Tuhan yang menghancurkan kegelapan,

    anugrahilah saya supaya semua makhluk memandang saya sebagai sahabat, demikian

    pula saya melihat mereka sebagai sahabat, teguhkanlah saya dalam keyakinan ini. 3.

    Peran Sebagai Etika Ini dapat dilihat dimana saudara masing-masing Catur Sanak

    (Saudara Empat) diurutkan dari yang lebih tua, kemudian yang lebih muda. Hal ini dapat

  • diartikan orang yang lebih muda harus menghormati atau beretika yang baik kepada

    orang lebih tua, tidak boleh memotong pembicaraan orang tua, tidak boleh mendahului

    yang lebih tua, tidak boleh melawan orang tua, ini mengajarkan kepada manusia harus

    selalu hormat kepada saudara atau sesama.

    Selalu menempatkan dirinya baik secara fisik maupun mental berada dibawah

    kedudukan yang yang lebih tua dalam hal ini, dalam ajaran Catur Sanak (Saudara Empat)

    selain sebagai saudara juga sebagai Guru. Guru terdiri dari ; Guru Rupaka (orang tua),

    Guru Pengajian (guru yang mendidik), Guru Wisesa (pemerintah), Guru Swadiayaya

    (Tuhan). Disamping itu juga seorang anak harus selalu beretika baik terhadap yang lebih

    tua atau orang tuanya seperti sloka dalam Sarassamuscaya mengatakan: “Perbuatan

    seorang yang Setia dan Bhakti terhadap Orangtuanya, membuat Orangtuanya sangat

    senang dan puas hatinya, pahalanya tetap akan diterima baik saat berbuat maupun

    dimasa mendatang dan akan mendapat pujian karena telah melaksanakan kebajikan”

    (Sarassamuscaya: 241) ”Oleh karena itu terhadap orangtua (ibu dan ayah), hendaknya

    selalu memberi salam selamat dan menyapa dengan sopan santun, mempersilahkan

    duduk serta dengan sikap sopan duduk didekatnya atau dihadapannya, ketika beliau

    hendak berangkat hendaklah dihantarkan” (Sarassamuscaya: 248).

    Jadi sloka diatas mengisiaratkan orang yang lebih tua adalah guru, saudara yang lebih

    tua adalah guru, orang yang memang dari segi umur lebih tua semuanya itu harus

    dihormati. Sloka ini sangat terkait Catur Sanak (Saudara Empat) dimana saudara kita

    yang duluan lahir harus selalu dihormati yang disimbulkan Palinggih ditengah-tengah

    halaman rumah yang disebut dengan Palinggih Ratu Sakti Pangadan-ngadangan, begitu

    juga dalam hubungan dengan saudara yang kandung satu ibu, dimana kakak dan

    beradik harus selalu rukun, aman, tentram, saling menghormati terutama adik-adiknya

    kepada yang lebih tua Penjelasan diatas sejalan juga dengan sloka yang ada dalam

    Manawa Dharma Sastra, untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai sebagai berikut ; ”Guru

    adalah gambaran dari Brahman (Tuhan), Ayah adalah gambaran dari Prajapati, Ibu

    adalah gambaran dari Prtwi, Kakak adalah gambaran dari diri sendiri” oleh sebab itu

    jangan ragu-ragu menghormati semuanya (Manawa Dharmasastra, II:226).

    Maka dari itu harus selalu ingat kepada saudara yang lebih tua, apalagi dalam ajaran

    Catur Sanak tersebut sekaligus sebagai Dewa yang menjaga, memberikan kehidupan

    sehari-hari Kedudukan Catur Sanak merupakan hubungan Tri Hita Karana dimana

    hubungan antara manusia dengan Tuhannya hal ini dapat dilihat dari keempat saudara

    (catur sanak) berubah menjadi Dewa atau Tuhan. Disamping itu juga kebersamaan

    dapat dilihat dalam Atharwa Weda : 19.62.1

    dikatakan ”Priyam ma krnu deve su priyam rajasu ma krnu priyam sarvasya pasyata uta

  • sudra utarye” yang artinya saya mendapatkan kasih sayang dari Para Brahmana, Ksatrya,

    Vaisya, dan Sudra, demikian juga saya mendapatkan kasih sayang dari semua mahkluk

    yang bisa melihat. Hubungannya dengan penelitian ini dapat diartikan bahwa semua

    orang dimata Tuhan adalah sama dan harus bersama-sama memupuk kasih sayang baik

    itu Brahmana, Ksatrya, Wesya, Sudra karena banyak masyrakat yang saling menjaga

    jarak tidak ramah kepada masyarakat bawah Begitu juga dalam bagian yang lainnya

    dikatakan ”Etada roha vaya unmrjanah sva lha brhadu didayante abhi prehi madhyato

    mapa hasthah pitrnam lokam prathamo yo” (Atharvaveda : 18.3.73) artinya wahai

    manusia, dengan menyucikan kehidupan ini tingkatkanlah kesejahteraan keluarga dan

    sahabatmu yang banyak memiliki keistimewaan.

    Majulah engkau dari semua lapisan dan jangan meninggal dunia sebelum waktunya.

    Hiduplah dalam lingkungan keluarga, karena hidup bermasyarakat adalah hal penting

    didunia ini. Begitu pentingnya dalam bermasyarakat tidak boleh sombong dan

    bermusuhan apalagi dengan sesama suami istri.

    Hidup harus memandang bahwa semua adalah keluarga dan sahabat, karena banyak

    sahabat hidup menjadi tenang bepergian jauh menjadi tenang, semua harus dilihat

    sebagai sahabat seperti mantra Yajurveda : 36.18 mengatakan ”Drte Drha ma mitrasya

    ma caksusa sarvani bhutani samiksantam mitrasyaham cak susa sarvani bhutani samikse

    mitrasya cak susa samik samahe” artinya Oh Tuhan yang menghancurkan kegelapan,

    anugrahilah saya supaya semua makhluk memandang saya sebagai sahabat, demikian

    pula saya melihat mereka sebagai sahabat, teguhkanlah saya dalam keyakinan ini. 4.

    Peran Religius Sikap religus tidak hanya mengajarkan seseorang untuk bersifat kaku

    atau panatik.

    Namun, sikap religus akan memberikan pandangan bahwa manusia agar mampu

    melaksanakan seperti ajaran Catur Marga Yoga yang memiliki berbagai cara untuk

    memuja Tuhan namun pada akirnya adalah akan sampai pada Tuhan. Begitu juga

    melalui ajaran Catur Sanak akan sampai juga kepada Tuhan. Religius merupakan sikap

    dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran

    terhadap pelaksanakan ibadah dan hidup rukun dalam kehidupan beragama tanpa

    adanya intimidasi terhadap kepercayaan lain.

    Sikap religuis juga memberikan gambaran bagaimana seseorang mengamalkan ajaran

    agama dengan perpedoman pada nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari

    baik dalam tataran individu maupun kelompok (Zubaindi, 2012: 75). Hal ini dapat dilihat

    juga dalam percakapan Sri Krisna dengan Arjuna. Dimana pada bagian Bisma Parwa

    merupakan bagian diwedarkannya kitab bagawad Gita oleh Sri Krisna kepada Arjuna

    saat hari pertama pertempuran Bharata Yuda.

  • Bagawadgita yang merupakan salah satu kitab suci dalam Hindu yang menguraikan

    mengenai hakikat Ketuhanan. Melalui percakapan antara Sri Krisna dengan Arjuna

    menggambarkan hubungan antara Tuhan dengan umatnya. Sri Krisna sebagai

    persononalitas Tuhan sedangkan Arjuan sebagai hamba Tuhan.

    Percakapan yang panjang dan begitu mendalam tidak hanya berbicara masalah filsafat

    akan tetapi berbicara bagaimana hakikat Tuhan, jiwa, dan dharma serta bagaimana

    memahaminya yang bisa dilakukan dengan empat jalan yang disebut dengan Catur

    Marga Yoga yaitu: Bhakti Marga Yoga jalan dengan bhakti, Karma Marga Yoga jalan

    dengan karma atau perbuatan.

    Jnana Karma Yoga jalan dengan ilmu pengetahuan, dan Raja Marga Yoga jalan

    penyerahan diri secara totalitas Wejangan Sri Krisna dan Arjuna menjelaskan untuk

    senantiasa melakukan penyerahan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud

    sikap religius seorang umat kepada Tuhannya ini dapat dilihat dari sloka Bagawad Gita

    VIII.7 yang dimana Bagawad Gita merupakan bagian Bisma Parwa.

    Karena itu kapanpun juga, ingatlah selalu pada-Ku dan berjuanglah untuk perpegang

    kepada-Ku pikiran untuk ingat pada-Ku hasilnya kau akan sampai pada-Ku. Sloka

    tersebut menguraikan bagaiman hendaknya seseorang salalu bertindak dan berbuat

    dalam kesadarn Tuhan. Senantiasa bertindak dibawah perintah Tuhan Yang Maha Esa.

    Sehingga ajaran-ajaran Ketuhana hendaknya senantiasa dijadikan pedoman untuk

    bertindak dan berbuat dalam kehidupan sehari-haris sebagai cerminan insan yang

    relegius. Dalam penelitian Peran Catur Sanak terhadap kehidupan manusia juga

    mengisyaratkan selalu ingat kepada Beliau yaitu Nyama Pat (Saudara Empat) dimanapun

    dan apapun juga. Begitu juga pada Bagawadgita dijelaskan mengenai sikap toleransi

    terhadap bagaimana seseorang dapat menggunakan jalan untuk memuja Tuhan.

    Sehingga disini terdapat sikap toleransi yang tercemin dalam aplikasinya manusia

    sebagai makluk religius. sikap toleransi merupakan bagian dari nilai karakter khususnya

    dalam pelaksanaan nilai-nilai Ketuhanan seperti yang diuraikan dalam Bagawadgita

    IV.11 “Dalam cara apapun manusia memuja Aku, Dengan cara yang sama Aku

    menemukan kasih-Ku, Berbagai cara yang ditempuh oleh manusia, tetapi pada akhirnya

    mereka akan sampai pada-Ku. Dari uraian sloka tersebut sangat terlihat bagaimana nilai

    toleransi yang terkandung dalam Bisma Parwa khusunya dalam Bagawad Gita.

    Sikap toleransi yang tercermin dalam sloka tersebut memberikan nilai-nilai positif bagi

    perkembangan karakter jika diajarkan pada usia dini guna untuk menumbuhkan sikap

  • relegius yang berlandaskan toleransi. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

    tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat

    lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan

    yang menunjukan prilaku tertib dan patuh terhadap berbagai aturan dan ketentuan.

    Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan

    tugas-tugas (Zubaindi, 2012: 75). Dalam Bisma Parwa menganai tanggung jawab disiplin

    dan mandiri dapat dilihat dari percakapan antara Sri Krisna dengan Arjuna yang terurai

    menjadi ajaran Bagawad Gita. Uraian Bagawad Gita sangat jelas ditekankan mengenai

    tanggung jawab, disiplin, dan mandiri.

    Yang dikenaal dengan Swadarma seseorang ini dapat dilhat dari ketika hari perang

    pertama akan dimulai dan ketika Arjuna menagalami kebingungan ketika harus

    berhadapan dengan musuhnya di Kurusetra. Pada kebingungan Arjuna, Sri Krisna

    menguraikan bagaimana manusia hendaknya melaksanakan tanggung jawab secara

    mandiri dan disiplin dalam hal ini bagaimana hendaknya Arjuna dapat melaksanakan

    tanggung jawabnya sebagai seorang Kesatria, ini dapat dilihat dari makna Sloka

    Bagawad Gita II.33 “Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan kewajiban

    Dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat melalaikan

    kewajibanmu, dan dengan demikian kemansyuranmu sebagai kesatria akan hilang” Arti

    seloka tersebut bahwa seseorang hendaknya menyadari akan tanggung jawab dan

    kewajibanya dan bisa melaksanakan dengan disiplin dan mandiri agar terbebas dari

    dampak buruk yang ditimbulkan apa yang menjadi tugasnya.

    Kaitanya dengan sikap tanggung jawab, mandiri, bahwa semua orang agar senantiasa

    menjalankan kewajibannya menuju harmonis, sejahtera. Melaksanakan kewajiban

    merupakan memerangi kehidupan antara suami-istri agar tercapai keharmonisan,

    kebahagian rumah tangga untuk bermasyarakat, bernegara. Semua orang harus

    berperang yang dalam hal ini artinya memerangi kompleksnya kebutuhan manusia ini,

    hindu memberikan ruang untuk adat, budaya yang berbeda.

    Bisa menjalankan kewajibannya atau tangggung jawabnya sebagai masyarakat,

    mengikuti peraturan, maka ia akan bisa melewati setiap langkah. Melaksanakan

    tanggung jawab juga dituntut untuk senantiasa bisa menjalankan tugasnya secara

    mandiri dan disiplin guna untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan

    makna nilai yang menekankan pada segala sesuatu yang mengandung hal yang baik

    dan bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai yang dipetik dari sloka

    diatas adalah supaya berkarakter yang baik. Karakter merupakan suatu sistem

    pembentukan nilai-nilai karakter kepada warga masyarakat.

  • Nilai merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

    Misalnya, nilai-nilai agama yang perlu diindahkan dalam kehidupan bermasyarakat.

    Pada mulanya kata nilai dipergunakan dalam ilmu ekonomi serta dalam perkembangan

    selanjutnya. Kata nilai dipergunaan dalam pergaulan hidup manusia untuk mengatur

    hubungan yang harmonis, dalam upaya untuk menciptakan kelangsungan hidup

    manusia sehari-hari.

    Terciptanya hubungan yang harmonis, sehingga selaras, sangat membutuhkan atau

    memerlukan suatu yang dianggap indah, baik, benar serta sesuatu itu berguna dalam

    kehidupan manusia disebut nilai kemanusiaan, demikian juga halnya segala sesuatu

    yang indah, baik benar dan berguna dalam hidup kekeluargaan baik dalam arti sempit

    maupun dalam arti luas disebut dengan nilai-nilai kekeluargaan.

    Jika kata nilai dihubungkan dengan aktivitas kehidupan Agama khususnya kehidupan

    Agama Hindu, maka keseluruhan dari praktik Agama disebut nilai-nilai Agama

    (Poerwardarminta, 1985: 677) Secara umum pendidikan karakter di Indonesia didasarkan

    pada sembilan pilar karakter dasar yaitu 1) Relegius, 2) tanggung jawab, disiplin, dan

    mandiri, 3) Jujur, 4) Hormat dan santun 5) Kasih sayang, peduli dan kerja sama, 6)

    Percaya diri, kereatif, kerja keras, dan pantang menyerah,7) Keadilan dan kepemimpinin,

    baik danrendah hati, 9) Toleransi cinta damai dan persatuan (Zubaidi, 2012: 72).

    Percakapan yang terjadi antara Sri Krisna dengan Arjuna merupakan perumusan suatu

    ilmu pengetahuan. Dimana melaui percakapan mengenai filsafat maka pengetahuan

    tertinggi dapat dikenal yang terangkum dalam Bagawad Gita. Dari proses percakapan

    yang mengulas pengetahuan merupakan salah satu aplikasi dari pendidikan karakter.

    Dimana pendidikan karakter menekankan bagaimana pengembangan emosional.

    Karakter yang dibangun yaitu bagaimana pasangan suami istri mampu melangsungkan

    hidup yang akan terjadi nantinya akan melahirkan kualitas manusia yang unggul. Begitu

    juga dalam makna pengetahuan Long life education belajar seumur hidup sangat

    diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, semakin sering belajar semakin

    sadar terhadap adat, budaya tradisi disebuah tempat dan ingin mengetahuinya seperti

    apa yang disebutkan diatas.

    Hendaknya seorang setiap hari memperdalam ilmu pengetahuan, misalnya:

    kesusastraan, filsafat, ilmu ekonomi, ilmu pengobatan, astrologi dan lain-lainnya yang

    dapat menambah kesempurnaan pengetahuannya. Ia juga harus mempelajari segala

    sesuatu yang mengajarkan bagaimana mendapatkan harta, segala yang berguna untuk

    hidup keduniawian dan demikian pula Nigama yang memberikan penjelasan tentang

    Weda (Manawa Dharmastra, IV : 19) 5.

  • Peran Sebagai Dewa Di dalam Lontar Angkusprana Catur Sanak juga disebut dengan

    Kandapat Catur Subhiksa. Ka adalah niat. Nda adalah aturan. Phat adalah asal mula. Ca

    adalah makhluk hidup. Tur artinya agar jelas. Su artinya mulia. Bhik adalah nafas. Sa

    adalah agar sungguh-sungguh. Untuk lebih jelasnya didalam Lontar Angkusprana terkait

    dengan Catur Sanak dijelaskan Ka ngaran idhep. Nda ngaran padabdab. Phat ngaran

    pawedan. Ca ngaran bhawane.

    Tur apang sinah. Su ngaran lwih. Brik ngaran bàyune. Sa apang wiaki. Iki kanda-phat tiga

    ngaran. Anggapati, prajapati, bhanaspati-raja, iki kanda phat kaputusan ngaran. I

    krodha, i pugala, i sara, i asrep, ring dada unggwania. Jatinia Bhatàra Iswara, Bhaþàra

    Brahma Mahàdewa, Bhatàra Wisnu.

    Ika sanak ta wenang tinuduh rumuhun, mangempu sanak rabi, mwang ràgane, wyadi

    mayuda, maswaka, wyadin mainepan. Ika pah manuduh sanak ta dadi anggen ucap bali

    sekeng idhep. Anghing saparanta ajak bareng, wehin mretha sai-sai. Ajak medem

    bangun angempu urip. Malih pangelepsan tedung jati, manadi sang hyang aji pàwasan.

    Ika apang weruh ring penangkan ing musuh apang prasama ane catur angempu sang

    hyang pati kalawan sang hyang urip. Haywa tan prayatna, wireh sang hyang urip meràga

    rare angon ngaran angen. Malih tutur paduh ing sembah, tan hana mantra, kewala

    mantra idhepe tan hana pangarad bàyu. Kewala bàyune anes mwang ajnyana Siwa

    nirmala. Sampun tunggal idhepe terusang idhep ta kaprabhunta, rasayang sajron ing

    untek.

    Sampun nunggal irika radana Bhatàran ring niskala, sangkane idhep, idhep matemuang

    ring dewane ring bhuwana alit. Sampun matemu maring idhep rasane, raris angeka cita

    padma slaning lelata. Liyepang ikang netra. Pelengakena pabahane. Ika padmàsanane

    ring bhuwana alit. Yan sampun metu hana bhawa, irika rupa lwir endah: putih, abang,

    ireng, kuning, Iswara, Brahma, Wisnu, Mahàdewa.

    Dadu, jingga, ijo, baru, Mahesra, Ludra, Sangkara, Sambhu. Mañcawarna: lewih pandita

    mwang wadu, mwang licin. Irika sàrìning awake sujatining àtma. Hawya sangsaya, haywa

    jejeh tekeng urip. Puput kasembah. Artinya : Ini Kanda Phat Catur Subhiksa. Ka adalah

    niat. Nda adalah aturan. Phat adalah asal mula. Ca adalah makhluk hidup. Tur artinya

    agar jelas. Su artinya mulia. Bhik adalah nafas. Sa adalah agar sungguh-sungguh. Inilah

    kanda phat tiga.

    Anggapati, Prajapati, Bhanaspati, ini Kanda Phat Kaputusan namanya. I Krodha, I

    Puagala, I Sari, I Asrep, tempatnya didada. Sesungguhnya adalah Bhatar Iswara, Brahma,

  • Mahadewa dan Bhatara Wisnu. Kesemuanya itu adalah saudaramu, yang dapat

    diperintah terlebih dahulu untuk menjaga anak istri dan dirimu, untuk berperang,

    meminta, atau menginap.

    Bagi-bagi saudaramu dan perintahkan dapat menggunakan Bahasa Bali melalui niat.

    Kemanapun engkau pergi aja bersama-sama, berikan makan setiap hari. Ajak baik pada

    saat tidur maupun bangun untuk menjaga jiwa. 6. Sebagai Peran Tanda-tanda Kematian

    Lagi Pengelepasan Tedung Jati, sebagai ilmu untuk melihat. Itu digunakan untuk

    mengetahui datangnya musuh, dimana saudara empat agar bersama-sama menjaga

    Sanghyang Pati dan Sanghyang Urip (menjaga hidup dan mati).

    Janganlah kurang hati-hati, sebab sanghyang Urip berwujud rare angon yang disebut

    angen (hati). Lagi tutur paduhing sembah, tanpa mantra, hanya dengan mantra niat,

    tanpa menghirup udara. Hanya saja nafas ditahan dan pikiran suci murni. Setelah

    pikiramu menyatu teruskanlah niatmu ke kepala, rasakan dalam otak.

    Setelah terasa menyatu di sana lalu ciptalah Bhatara yang ada di alam gaib dengan niat,

    niat mempertemukan dewa-dewa di Bhuwana alit. Setelah dirasakan bertemu dalam

    pikiran, lalu bayangkan padma berada pada sela-sela alis. Lalu tutuplah matamu.

    Pandanglah ubun-ubun. Itulah padmasana di Bhuwana alit.

    Apabila telah muncul ada tanda, dengan wujud yang beraneka, seperti: putih, merah,

    hitam, kuning, iswara, Brahma, Wisnu, Mahadewa, merah muda jingga, hijau, biru.

    Mahesora, Ludra, Sangkara, Sambhu. Bila lima warna itu pertanda pendeta dan wanita

    mulia dan licin. Itulah sari-sarinya badan yang sesungguhnya adalah atma. Janganlah

    ragu, janganlah takut pada hidup. Yan kalaning pejah hana tengeran ri kalan latri, hana

    wang mengalih mesabda tan pantara.

    Ika sanak ta prapta, mengaran I tutur menget, ngajakin mulih, mulih buwin abulan. Yan

    merasa mangkana regep: tri mandala-lañca den ahening. Elingakena ara ning

    bapa-ibunta. Warnania mwah pasuk wetunia ring rasa panunggalania. Elingakena tutur

    leng ing sang hyang aji. Yan tan merasa amangan mwang anginum,

    anrawang-anrawang manahnia, ulun atinia merasa panes tan urung pejah. Iki geni

    tibeng banyu ngaran, masuk ka papusuh.

    Kukus ida dadi àtmà. Àtma ika meràga idhep. Pegatang pitresnane ring sekala. Ang ring

    nabhi, mulih ring Siwadwàra. Wireh toyane sampun mulih ka nyali. Getihe mulih ke ati.

    Angine mulih ke angkihan, manadi tunggal, manadi idhep, dadi atma. Deleng usehanta,

    hana màrga ersània. Yan hana mametel kadi rambut pinarah tiga gengnia ngaran màrga

    pantara, anerus ring catur loka, phala dibya. Hana màrga patpat: kidul, kulon, lor, wetan.

  • Telas rasaning uttama. Yan sira anjadma sadhya kita rahayu, kinasihan dening rat, apan

    sang hyang aji ring adnyana tan bisa pasah ring idhep tan keneng papa. Nanging hana

    bratania tan wenang mangan iwak bawi mwang papusuhan, salwiring pangan kinum

    dadi amertha. Yan sira mangan marep pùrwa, utama, guyan ing tri mandala ngaran

    idhep, idha, pinggala, susumnà. Idha mawak sarìra. Idha mawak licin. Idha mawak sakti

    wisesa.

    Samangkana katuturania pemargi ikang aji satra molah. Kweh ikang màrgania. Ya kweh

    tan kena winilang. Puput telas sami tutur angkusprana. Artinya : Pada saat kematian ada

    tanda-tandanya pada malam hari, ada orang mencari dan berkata dengan tidak

    henti-hentinya. Itu pertanda saudaramu yang datang, yang bernama I Tutur Menget,

    hendak mengajak pulang, pulang lagi sebulan.

    Apabila dirasakan demikian, maka pusatkanlah pikiranmu pada Tri Mandala-lanca

    dengan hening. Ingatlah nama ayah-ibumu, warna dan masuk keluarnya,

    penunggalannya ada dalam rasa. Ingatlah ajaran dari ilmu itu. Apabila merasa tidak

    seperti makan dan minum, seperti melayang-layang pikirannya, hulu hati terasa panas,

    itu tanda pasti akan meninggal.

    Inilah yang disebut dengan api disiram dengan air, masuk ke jantung. Asap itu menjadi

    atma. Atma itu berujud pikiran. Putuskanlah kecintaanmu pada dunia nyata. Ang pada

    nabhi, pulang ke ubun-ubun. Sebab airnya sudah pulang ke empedu. Darahnya pulang

    ke hati. Udara pulang ke nafas, menjadi satu, menjadi pikiran, menjadi atma. Pandanglah

    pusar kepalamu, ada jalan di timur laut.

    Apabila ada jalan lurus sebesar rambut dipecah tiga besarnya namanya jalan 'pantara',

    tembus ke Catur Loka, pahalanya sorga. Kemudian ada jalan empat buah, ke selatan, ke

    barat, ke utara dan ke timur. Habislah rasa yang utama itu. Apabila engkau terlahirkan

    kembali, engkau akan memperoleh kebaikan dan kerahayuan, dicintai oleh masyarakat,

    sebab ilmu pengetahuan itu tidak pernah lepas dari pikiran, bebas dari papa. Namun

    ada bertanya yaitu tidak boleh makan daging babi dan jantung, semua yang dimakan

    dan diminum akan menjadi amertha.

    Bila engkau makan menghadaplah ke timur adalah utama, tempatnya tri mandala

    adalah pikiran, idha, pinggala dan susumana. Idha adalah perwujudan dari badan. Idha

    perwujudan dari kesempurnaan. Idha perwujudan dari kekuatan yang tertinggi.

    Demikianlah penjelasan ilmu pengetahuan yang dinamis itu. Banyak jalannya, karena

    banyaknya tidak dapat disebutkan. Selesailah semua penjelasan ajaran Angkusprana. 7.

  • Sebagai Peran Yoga Didalam Loantar Aji Swamandala disebutkan Iti yogapràna, nga,

    wayaktinya, ring pêjah, lwirnya, úabda mulih ring bàyu kakêtêg, bàyu kakêtêg, mulih

    maring bàyu angên mulih maring adêg, idêp mulih maring ajñana, ika ingaranan àtman,

    waróa kadi damar tan pakukus. Yaika ika tan sira apilih màrga, yan sira amàrga ring

    uswan, dadi brahmaóa byuh yaúa, amàrga ring sêlan ing lalata, dadi ratu mabala ratu.

    Yan amàrgi ring patitis, dadi prabhu añakrawarti, tri windu ngaranya, utpêti stiti pralióa.

    Lwirnya utpêti anjênêngakên, stiti nga, ingarakên pralina, nga, anêlasakên, ati têlas

    aweh, mahabara, apan Bhaþàra pingitên mahabaranya. Nyan pahungguwan Aji Akûara,

    lwirnya: Sam ring tungtung ing ati, BAM ring mandhyan ing ati, TAM ring Ampru, Am

    ring witning ati, Im ring têlêngning ati.

    Ika pañca brahma, nga pañcaksara, wyaktinya: Nam ring inêban, Nam ring paparu, SIM

    ring usus agung, Wam ring limpa, Yam ring têngah ing ati. Samangkana munggwing

    babadan kata, ilingakêna. Iki kawêruhakêna sang mahyun angulah kadharman, muwang

    sang mahyun aweda úawa, mwang salwir ing karyanya, prasanaknya, juga pratista

    rumuhun, mwang asung apusuh, yan wus mangkana wênang sira amrastista úawa,

    sanaknya kabeh, antuk akêna: I Anggapati, antukakêna ring laklakan klêtêg. I Mrajapati,

    antukakêna ring grudug.

    I banaspati, antukakêna ring krebek. I banaspatiràja, antukakêna ring grêh. Mwang

    sanak ta umijil hana ring manah, ring kênêh, ring budhi, ring iðêp, ring sabda, ring tutur,

    sùksma ika, ingaran Sanghyang parawatêk dewata nawasanga, sanakta ika kabeh

    umantukakêna ring katiga: Tri Purusa pamantuka ring ulunta, Bhatàra Hyang Sinuhun

    Pur, Da, Pa, U, pamantuka ring Sùrya Candra, ika pada mungguh ring praweúa, pêtêngêr

    ing ala aywan ing nagara, pada têlas mungguh ring krimping, mwang ring Bhagawan

    Garga, ri Purwanang Sang Wikwa Sadhu budhi, awas akêna ring ungguwanta, praweúa.

    Yan sira uwus wruh, wênang sira mawarah ring sang umawang ràt.

    Iti ilingakêna de sang mahyun amratista wong pêjah muwah angàyêng ing karya, ika

    kawruhakêna rumuhun, unggwan prasanak ira kabeh ring sarìra, sanakta ring umah

    mêten nga, babu abra ne ring ambêng, nga, babu lêmbana, ne ring mujur nga, Babu

    Ugyan, ne ring malang nga, Babu Kakered, ne ring sanggar nga, watêk Dewata

    Nawasanga. Ika kawêruhakêna namanya mwang unggwanya, mwang dodoyan ira,

    wênang sira angarêpi sakarya-karya, masàksen akêna, mwang mawarah-warah, sambat

    aran ira kon anuntuna àtma sang pêjah, lumaku maring setra.

    Mwang ring swarga, katemwing bapebunya, mwang saksenakêna ring kahyangan ring

    cungkub di Dalêm, angaturana pasusuguh, yan tan mangkana tan wêruha Bhatàrì Durga

    ti rekan ing sang pêjah. Yan sira wus wêruha, mwang asung pasusuguh ring sanak ira

  • kabeh, tan wurung sira amanggih swarga, katêmu bapebun, mwang prasanakta kabeh,

    pada mapaga.

    Mangke yan sira tan wêruha, mwang sira tan asêgêh-sêgêh, ring prasanak ira kabeh,

    mwang tan eling asanak ring sira, mangke krodha sanaknya, lumaku mara ring setra,

    matêmahan pada marùpa Bhùta. Sanaknya ne ring màrga ing pêmpatan, ring têgal, ring

    setra, ring batu, ring yeh, ring tukad, ring sanggah, yeka yen sira tanana wêruha ring

    sanakta ika kabeh, matêmahan bhùta-bhùti, raksasa, wil, brêgala, pada lumakwa maring

    setra.

    I Anggapati, matêmahan Sang Suratma, I Mêrajapati matêmahan sang Jogormanik, I

    Banaspati matêmahan Sang Dorakàla, I Banaspatiràja, matêmahan Sang Mahàkàla, pada

    umêdêk ring Bhatàra Durga. Tanwa umijil Bhatàrì Durga, mangrak asinganàda, Uh, Ah,

    Eh, ih kita balan iringon, wahu datêng, atma paran ginawa mangke, lah warah akên ing

    rogon.

    Tan awêruha, singgih pakulun, kyayi Sang suratma lah takwan akêna, sapa aran

    bapa-ibunya, mwang êndi surat ginawanya ngùni, lah takwana juga, ingsun kinen de

    Bhaþàrì Durga, syapa aran bapebunira, mwang surat ginawanya ngùni. Ya kita balan

    ingulun, atma paran tan wring kalingan. Mwang tan ana ngawa surat, yan tuhu

    mangkana lah kon mijila, unggwa akêna ring têgal panangsaran, kon binanda ginitik

    ring têgal panangsaran, mwang linêbok akêna ring kawah tambragomuka.

    Singgih pukulun Bhatàrì Durga, Anuhun kawula ingandika, ih àtma paran kita, aywa kita

    ing kene, lah patuha ing kene ring têgal panangsaran, lah angadêga kita. Antyan ta

    krodhanira Sang Suratma, sang Jogormanik, Sang Cikrabala, raju kinêpung binanda,

    ginitik de Sang Dorakàla, mwang Bhùta-bhùti, Pisaca, Wil, mangrak-mangrik

    amlagandang. Mangke ajrit ikang àtma, kapalayu pati pañjing, pati luplup, pati masuk,

    raju kalênggak hana ring Kawah Tambra Gohmuka.

    Mangka aling akûara aji prasama kang angêntas lan kang ingêntas, samàpta sasarnya,

    pwa kita, apan sira tan wêruh angaku wêruh, mangkana kajarnya. Nyan ala ring dewasa,

    wuku tan paguru, sasih tan patumpêk, wulan tan pasirah, lyan ring tanggal mwang

    pangêlong, aywa nangsayani, tan katiban lara wighna. Kita ika wêruhakêna, uning ing

    prasanaknya ne ring bhuwana alit lawan ring bhuwana agung, ungguwan ing raditya

    wulan, mwang ungguwan prawatêk Dewata Nawasanga.

    Iti walinya, itik pêtak mulus, pênêk agung, apucak manik, katipat mañcawarna, bantal

    agung, bantal pundak, gêdang satakêp, sata pêtak mulus, pênêk adanan, sasananya, tri

    anglayung, sata putih kuning wyañcana, sêgêh kuning, tatêbus nagasari, têbu raja, sesari

  • beras 2, kulak 1, gêdang satakêp, raka woh-wohan, grih antiga, lawe satukel, artha 225,

    mwang wali ring prasanakira, ne ring umah mêten, ring ambêng ring mujur, ring

    malang, ika wênang sawiji, sêga pangkonan, miwak olah-olahan gênêp salwir ing olah.

    Mwang ne ring màrga, ring pêmpatan, ring têgal ring se setra, ring tukad, ring we, ring

    batu, ring alas, mwang ring dalêm, ika kawêruh akna, babantênya, tumpêng putih, iwak

    sasate calon, saluwiring êbatan, grih antiga 3, jajanganan, maduluran nasi sokan, ulam

    karangan, nasi ika unggwangkêna ring sor, akarya sêkar sataman, maduluran sangku,

    batok irêng, twak bêrêm, arak, prês.

    Iti sapanya, ma, gêtih mantuk rig we, wat mantuk ring bun, tulang mantuk ring lês,

    ambêk mantuk ring bintang, bulu mantuk ring padang, angkihan mantuk ring angin,

    sabda mantuk ring kêtug, lindu prahara, cangkêm mantuk ring guhwa, irung mantuk

    ring sumur, karna mantuk ring rejeng, kijapan mantuk ring tatit, netra mantuk kalih ring

    Sùrya candra, sirah mantuk ring akasa, rambut mantuk ring gulêm, uwab mantuk gêrêh,

    kokohan mantuk ring klêtêg, bangkês mantuk mrêtiyu, ika ta prasama juga rumuhun,

    aywa salah sara, tan siddha karyanta, pada mamrês, kadalame pras asoroh, mwang

    bantêne ring uma pada mapras. Artinya : Ini Yogapramana.

    Sesungguhnyalah waktu meninggal, kata-kata kembali kepada bàyu kakêtêg (detak

    jantung), bàyu kakêtêg kembali kepada bàyu angên (tenaga pikiran), bàyu angên

    kembali kepada adêg. Idêp (pikiran), idêp kembali kepada ajnana (batin) yaitu àtma.

    Warnanya seperti pelita yang tidak berasap. Ia tidak memilih jalan. Bila ia berlalu

    dianatara kening, menjelma menjadi rajanya raja.

    Bila berlalu melalui patitis (diantara dua kening) menjelma menjadi raja penguasa dunia;

    tri windu namanya yaitu utpati, sthiti, pralina. Utpati, menghidupkan, sthiti, dinamakan

    (ingaranakên), pralina, menghabiskan. Habis sama sekali, mahahebat, karena Bhatàra

    harus dirahasiakan kemahahebatannya. Inilah letak Aji Aksara, yaitu: SAM, ujung hati;

    BAM, pertengahan hati; TAM, pada empedu; AM, pangkal hati; IM, di tengah-tengah

    hati.

    Inilah yang disebut Pañca Brahma, Pañcaksara, tegasnya: NAM, pada ineban; MAM,

    pada paru-paru; SIM, pada usus besar; WAM, pada limpa; YAM, di tengah hati. 8.

    Sebagai Peran Pengembalian Kepada Asalnya Demikianlah letak sesuai dengan urutan

    kata hendaknya diingat. Inilah hendaknya diketahui oleh ia yang hendak melaksanakan

    kadarman (kewajiban) dan yang hendak mengucapkan Weda untuk jenasah, juga untuk

    segala kerjanya, saudaranya semua. Pertama-tama sucikan lebih dahulu kemudian

    persembahkan suguhan (sesaji berupa makanan).

  • Sesudah itu menyucikan jenasah, dan saudara-saudaranya supaya dikembalikan kepada

    asalnya. I Anggapati kembalikan pada laklakan kleteg. I Mrajapati kembalikan pada

    guruh. I Banaspati kembalikan pada krebek (geledek). I Banaspatiraja kembalikan pada

    greh (guntur). Dan saudara-saudaranya yang hadir dalam manah (pikiran), kênêh

    (kehendak), budi (nalar), idêp (kemauan), Sabda (kata-kata), tutur (ingatan), semuanya

    itu adalah suksma (halus), disebut golongan Dewata Nawasanga. Saudara-saudara itu

    semuanya itu kembalikan pada yang Tiga. Sang Hyang Tripurusa kembalikan pada

    kepalamu.

    Bhatàra Hyang Sinuhun Pur, Da, U, kembali pada Sùrya candra (matahari dan bulan). Itu

    berada pada prawesa (batin), sebagai tanda memperkirakan baik buruk dalam negara.

    Semuanya itu telah tercantum pada (Wariga) Kriping dan Bhagawan Garga, sang Wiku

    baik budi yang terkemuka, kembalikan ketempatmu, masuk. Bila engkau telah

    mengetahuinya, engkau wajib menyampaikan kepada yang menguasai negara.

    Inilah supaya diingat oleh orang yang menyucikan jenasah orang yang meninggal,

    menghadapi kerja. Inilah lebih dahulu hendaknya diketahui: tempatkan

    saudara-saudaramu semua didalam badan. Saudaramu di Umah maten namanya Babu

    Abra, di Ambeng namanya Babu Lembana, dimujur namanya Babu Ugyan, yang di

    Nalang namanya Babu Kekuud, yang di Sanggah namanya Pura Dewata Nawasanga.

    Itulah hendaknya diketahui nama dan tempatnya dan kesenangannya. Mereka patut

    menghadapi semua kegiatan, menyaksikannya.

    Dan berkata, sebut namanya, suruh menuntun atma orang yang mati itu, berjalan

    menuju kuburan dan menuju sorga, menemukan ibu bapaknya. Dan persaksikan di

    Khayangan dan Cungkub di Pura Dale, persembahkan makanan. Bila tidak demikian

    Bhatàrì Durga tidak tahu akan datangnya orang yang mati itu. Bila ia sudah tahu dan

    mempersembahkan makanan kepada pengiringnya, tentu orang itu mendapatkan

    sorga, bertemu dengan ibu bapaknya dan sanak saudaranya yang sama-sama

    menjemputnya.

    Bila ia tidak tahu dan engkau tidak mempersembahkan sêgêhan kepada semua

    pengiringnya dan melupakan pengiringnya, tidak ingat bahwa itu adalah pengiringnya,

    maka pengiringnya itu akan barang dan datang ke kuburan, menjelma berwujud Bhùta.

    Pengiringnya yang berada di jalan, di perempatan, di pekarangan, di kuburan, di batu, di

    air, di sungai, di sanggah, jika tidak diketahui bahwa semuanya itu adalah pengiringnya

    yang menjelma menjadi Bhùta Bhùti, Raksasa, wilayah, Bregala akan sama-sama

    berangkat menuju kuburan.

    I Anggapati menjadi sang Suratma, I Mrajapati menjadi sang Jogormanik, I Banaspati

  • menjadi Sang Dorakala, I Banaspati menjadi Sang Mahakala sama-sama menghadap

    Bhatàrì Durga. Tiba-tiba muncullah Bhatàrì Durga menjerit seperti raungan singa. “Uh,

    ah, eh, ih! Engkau hamba-hambaku yang baru datang. Atma siapa yang engkau bawa

    kesini Katakanlah kepadaku”. “Daulat, tuanku! Hamba tidak tahu.

    Tanyakanlah Kiay Sang Suratma, siapa nama ibu bapaknya, dan mana surat yang

    dibawanya dahulu, tanyakanlah”. “Aku disuruh oleh Bhatàrì Durga, siapa nama ibu

    bapaknya, dan mana surat yang dibawanya dahulu”. Hai kamu pengikutku, atma apa ini

    tak tahu kebenaran dan tidak ada membawa surat.

    Bila benar demikian, suruhlah ia keluar, tempatkan ia di Têgal Panangsaran, perintahkan

    supaya diikat dipukul di Tegal Panangsaran dan tenggelamkan di Kawah

    Tambragomuka”. “Baiklah paduka Bhatàrì Durga, hamba menjunjug apa yang paduka

    katakana”. “Ih, atma apa ini, janganlah engkau disini, selaraskan dirimu di sini di Tegal

    Panangsaran. Berdirilah engkau, agar tidak marah Sang Suratma, Sang Jogarmanik, Sang

    Cikrabala, dikepung diikat, dipukul oleh sang Dorakala dan Bhùta Bhùti, Pisaca, Wilayah

    berteriak-teriak memperkosa. Sekarang atma itu menjerit, lari memasuki yang tidak

    patut dimasuki, terburu-buru, lalu terhenyak di Kawah Tambragomuka.

    Demikianlah ucap sastra, samalah orang yang membebasakan dan yang dibebaskan

    sampai pada tujuannya, karena ia tidak tahu mengaku tahu. Demikian diajarkan. Inilah

    alanya (buruknya) hari: wuku tidak mempunyai guru, sasih yang tidak mempunyai

    tumpek, bulan yang tidak mempunyai sirah, demikian juga tanggal dan panglong.

    Janganlah sangsi, tidak ditimpa kesusahan, halangan.

    Hendaknya saudara mengetahui, tahu saudara-saudaranya di Bhuwana Alit dan di

    Bhuwana Agung, tempat matahari dan bulan dan tempat para Dewata Nawasanga. Ini

    bantênya: Itik putih mulus, pênêk agung, berpuncak permata, katupat mañcawarna,

    bantal agung, bantal pundak, gêdang satakêp, ayam putih mulus, pênêk adanan,

    sasananya! Tri anglayung, ayam putih kuning wyañcana, sêgêh kuning, tatêbus nagasari,

    tebu raja, sesari beras 2 kulak, pisang satadan, raka buah-buahan, grih telur, benang 1

    gulung, uang 225 dan bantên untuk prasanak ira (saudara) di rumah meten, di ambeng,

    di muju, di malang masing-masing hanya satu: sega pangkonan, daging olahan,

    sempurna semua olahannya.

    Dan yang di jalan, di perempatan jalan, di tegal, di kuburan, di sungai, di batu, di hutan

    dan di Dalem (pura Dalem) hendaknya diketahui bantênya: tumpêng putih, ikannya

    saseta calon, segala macam ebatan, grih telur 3, jajanganan, serta nasi soka, daging

    olahan karangan. Nasi itu ditaruh di bawah, membuat sekar sataman, disertai sangku,

    tempurung hitam, tuak dan barem, arak, pres. Inilah doanya.

  • Darah kembali pada air, urat kembali pada sulur, tulang kembali pada teras, pikiran

    kembali pada bintang, bulu kembali pada rumput, nafas kembali pada angina, suara

    kembali pada getar gempa dan badai, cangkem kembali pada gua, hidung kembali pada

    sumur, telinga kembali pada jurang, kerdipan mata kembali pada kilat, kedua mata

    kembali pada matahari dan bulan, kepala kembali pada angkasa, rambut kembali pada

    mendung, ucapan kembali pada guruh, batuk pada kleteg, bersin kembali pada mretyu

    (kematian), itulah semua supaya berkumpul terlebih dahulu, janganlah salah sasaran,

    tidak berhasil pekerjaanmu, semua akan menindas. Ke Dalem: pras satu soroh.

    Bantên di rumah semua memakai pras. 9. Peran Sebagai Dewata Nawa Sanga Seperti

    yang diuraikan diatas Saudara Empat telah menjadi Dewata Nawa Sanga dengan

    Dasaksara Aksara Sucinya SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA dan sejalan dengan isi

    lontar Bhuwana Kosa juga dijelaskan Hredistamsarwwa bhutanam, pasyate jala cakra

    wat·, anadi madhyani dhanam, siwanggadhya namomretam.

    Lwir Bhatara Siwa, sira humungguring hatining sarwwamawak, tarpadi, tarpama dhya,

    tarpanta, langgenghananira, kadi jalacakra rupanira, sirataka toned Sang- Yogiswara

    artinya Keadaan Sang Hyang Siwa bersemayam di hati semua makhluk, tanpa awal,

    tanpa pertengahan, dan tanpa akhir. Keberadaan beliau kekal, berwujud seperti pusaran

    air. Demikian beliau tampak oleh Sang Yogiswara.

    Acalancalayet sarwwam, jagat stawara jangganam, wyapi hityam bhawo wira, durjne

    yojna na warjjitah. Lwir Bhatara Siwa baneriya, wyapaka nitya, mengetsita tan cala,

    meweh sira kawruhana deningnina jnana, siratamarcalairikang jagatkabeh, sthawara

    jang-gamawaknya Artinya Keberadaan Sang Hyang Siwa disana, selalu menyusupi

    segala, selalu sadar dan tak dapat bergerak, sulit diketahui oleh orang yang tidak

    berilmu pengetahuan, beliaulah menggerakan seluruh dunia baik tumbuh-tumbuhan

    maupun binatang.

    Pembahasan Dengan kata lain ajaran Agama atau ajaran Weda sangat takut kepada

    orang-orang yang sedikit Ilmunya. Beliau menggerakan semua isi alam semesta ini

    Jnanawadi mahadewah, hredayanta ri sangsthitah, nityadresto mahasangkyam,

    dehitwamantarikswawat. Bhatara Mahadewa, sira tanityo-mungguhitumpukaning hati,

    ngkaneng sarwwa mawak tar. katahman, kadyakasa lwirnira, sira takaton desang

    wruhring Jnana.

    Artinya Sang Hyang Mahadewa, beliau selalubersemayampada "Tumpukaninghati" pada

    semua makhluk, tak dapat ditahan/sangat kuat, seperti angkasa keadaannya, beliaulah

    tampak oleh orang yang berilmu pengetahuan tinggi. Hredantesumire wira,

  • pancawarnnama tah prabham, rakta triwarnna masitam, _diptam spaika sannibham.

    Hana Warnnam limakwehnya, atisayatejanya, munggwitumpukning hati, malyang taya,

    lwirnya; ikangrakta, Aghora, ikangtriwarnna, bang, putih, kresna ya Tatpurusa ikang

    hireng padhalawan nilanjana, ya Sadya, ikang kaditeja ning aditya, ya Bamadewa, ikang

    kadi manik spatika, ya Isana, nahan kramanya, kawruhanata kitang wira.

    Artinya Ada lima jenis warna, sangat luar biasa cahayanya, bertempat pada tumpuk hati

    sangat bersih, perinciannya sebagai berikut: merah, Aghora Dewanya. Yang tiga warna

    yaitu: merah, putih, dan hitam, Tatpurusa dewanya. Yang hitam seperti celakmata, Sadya

    Dewanya. Warna yang seperti sinar matahari, Bama Dewa Dewanya. Yang seperti

    permata batu kristal, Isana Dewanya. Demikian penjelasannya, hendaknya anakda

    ketahui. Hal diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

    Perincian dari Dasa Napi yang bertempat pada tumpukin hati itu dikatakan sangat

    bersih dalam hal ini ada lima yaitu merah, aghora dewanya. Merah, putih dan hitam, tat

    purusa dewanya. Yang hitam seperti celak mata, Sadya Dewanya. Yang seperti Sinar

    matahari Bama Dewa Namanya. Yang pennata batu Kristal Isana nama Dewanya. b.

    Dalam Penjelasan nama-nama dalam pembahasan ini Dewata Nawa Sanga sudah

    sangat jelas di sebutkan yaitu a) yang warna putih tempatnya di timur aksaranya SA

    (dewanya Satyojata). b) yang warna merah selatan tempatnya, aksaranya BA (dewanya

    Bama Dewa). c) yang berwarna kuning aksaranya TA (dewanya Tatpurusa) tempatnya di

    Barat. d) yang warna hitam aksaranya A (Dewanya Aghora) tempatnya di utara. e) di

    tengah aksaranya I dan YA Dewanya Siwa warnanya mancawarna.

    f) warna dadu di tenggara tempatnya aksaranya NA. g) Di barat daya aksaranya MA,

    warnanya orange. h) Di barat laut warnanya hijau aksaranya SI. kalau di gabung aksara

    NA, MA, SI, WA, Ya menjadi NAMASIWAYA. Khusus di tengah I dan YA itu adalah Isana

    nama lain Dewa Siwa. Swacchamsuksmam paramsiinyam, siwangkewalya macyutam,

    anamaya manidhanam, hana di madhyamantikam.

    Hana tapada Siinya, malilangtaya, wiseaika, malit yaparama, suksmaya Kewalya, nga,

    tarpakahilangan, tanpadi, tarpamadhya, tanpanta, karananing dadikabeh, yakalinanya

    artinya ada lagi alam kosong terang benderang, itu sangat utama, sangat halus dan

    sangat rahasia, itu bernama alam "Kewalya" tanpa batas, tanpa awal, dan tanpa

    pertengahan, dan tanpa akhir. Itu semua sumber makhluk dan itu juga pembinasaannya.

    Niranjanam nirakaram, nirgatrewam winisretam, astasiwasyanirmalyam, paran nirbana

    mawyayam.

    Tan kareketanmala, tanpalwir, tanpagatra, wyapaka, yonggwan Sang Hyang asta Siwa,

  • tarpacala, wisesa ya. Artinya Tanpanoda, tanpawujud, tanparupa, .tetapi

    menguasai/memenuhi alam. Itu tempat bersemayam Sang Hyang Astasiwa, sangat

    utama tanpa cela. Inilah dijelaskan lagi nama lain dari alam Nirbhana atau Sunya atau

    kosong itu disebut Kewalya tanpa noda, tanpa wujud, tanpa rupa tetapi memenuhi alam

    yang disebut tempat bersemayamnya Sang Hyang Astasiwa. Asta artinya delapan, Siwa

    artinya Bhatara Siwa jadi delapan Siwa.

    Di tambah Siwa lagi satu menjadi Sembilan yang disebut Dewata Nawa Sanga. ·

    Etatparama nirbanam aitat kewala santikam, paratmamaha dewam, parameswara sang

    jnakam. Ikang padamangkana, ya Parania· Nirbhana, ya Kewalya pada, ya Paratma, ya

    Mahadewa, ya Parameswara ngaranira artinya alam yang demikian disebut alam maha

    sempuma (paramanirbana), itu juga disebut alam Murni (Kewalyapada), juga disebut

    Paratma, juga disebut Mahadewa dan Parameswara.

    Alam yang demikian itu namanya alam murni, bersih, alam Parama Nirbana kalau dalam

    konsep Tri Purusa di sebut PARAMA SIWA. Siwaparam brahmamunih, proktot

    tamakyatal labhet, dhyatwamaha prayatneka, hredan tecalalataka. Hanata Siwapada,

    nga, Param Brahma, nga, yatangen-angensangwiku, maka karana ng manah nira,

    pinangguhnirapwaya, ngkaritumpuk ninghati, yatnatasira Murddhini mewa pimunih,

    prawiset Siwa. muttamam, pranastakramate Wira, yatnatahsampratistati.

    Ngkana ryungg wanirangen angeneniraya, mati pwasang wiku, mantuk ta siraripa da

    Bhatara Siwa, sayojyata sira la:wan Bhatara Siwa, makanimittangyatnanira, mangkana

    Wuwuskwikita ngwira. Artinya apabila pikirannya menyatu dengan tempat itu, lalu Rsi

    itu meninggal, maka ia akan kembali kealam Siwa, menyatulah ia bersama Sang Hyang

    Siwa, oleh karena kehatihatianya. Demikian penjelasanku kepadamu.

    Pembahasan apabila pikiran sang Rsi bisa menyatu dengan tempat itu maka sang Rsi

    setelah meninggal akan menyatu dengan Alam Siwa. Jadi semua orang umat manusia di

    dunia ini jika pikirannya sudah bisa menyatu, sudah bisa stabil tidak pernah merasakan

    penderitaan, tidak pernah merasakan kebahagiaan duniawi dengan kata lain kalau

    pikirannya sudah tidak terikat maka dia adalah Moksa.

    Moksa tidak hanya bisa dicapai setelah meninggal saja tapi semasih hidup pun bisa

    mencapai moksa. Moksa semasih hidup jika pikirannya tidak melekat, tidak terikat.

    Kebutuhan duniawi sangat perlu tapi pikirannya tidak terikat. Dikala dia punya harta

    benda yang banyak yang penting pikirannya tidak terikat dengan harta itu, dia hanya

    biasa-biasa saja.

    Dikala mendapat kedukaan dia hanya biasa saja, tidak bersedih maka orang tersebutlah

  • disebut Moksha/bebas Wiswas tharuna taprabham, padma raga samaprabham,

    wyaptinam tejabayunam, antare manasontare. Pradipta-dityasang kasah, jyoti jwalita

    pinggalam, mana sewa wijanyat, wiswa dewam pratistanam. Hana tapa dabang,

    kaditambage napi lwirnya, pada tejanya lawan mani padma raga kadyaditya wawu metu,

    mwang kadi teja·ningapuy, Wiswa dewa hyangnya, mungwa i hati, Agnora wijangkana,

    Ong Angnamah, yata kawruhana sangwiku, ring akasa, ryantaraning manah, maka

    karana ng manah nira artinya adalagi alam merah seperti tembaga yang baru habis

    dibersihkan, sinarnya seperti permata merah, seperti matahari baru terbit, seperti cahaya

    api, dewanya bergelar Wiswadewa, bersemayam pada hati, intinya bernama Aghora,

    aksara sucinya Ong, Ang, itu patut diketahui oleh pararesi dalam cakrawalanya pikiran

    melalui pikiran.

    Ta dan taritriwarnnasya, mahendra·dhanu sannibham, matra tangkaratadwijam, aiwan

    tatpurusottamam. Hana triwarnna, bang, putih, hireng, Tatpurusa wijangkana, munggu ri

    hati, kadiwangkawalwirnya, mahireng, mabang, maputih, panca tanmatra buddhi,

    yatamaka pada Tatpurusa wija ngakana, Ong Tang Namah·.

    artinya berada dalam hati seperti pelangi, hitam, merah, dan putih, Panca tanmatra

    buddi, itulah alam Tat Purusa, aksara sucinya Ong, Tang. Pembahasan Dikatakan Panca

    Tanmatra Budhi sebagai alam Tat Purusa. Yang di maksud Panca Tanmatra adalah benih

    atau inti sari (halus) dari unsur zat alam yaitu ; 1) Sabda tan matra (benih atau inti sari

    dari suara, suara yang sangat halus 2) rupa tan matra (benih inti sari dari rupa) yaitu

    pada saat matahari mau terbit, pada saat matahari mau terbenam, jadi seperti itu alam

    Tat Purusa.

    3) rasa tan matra (benih inti sari dari rasa), benih dari rasa inti sari dari rasa ini seperti

    merasakan disaat misalnya melihat mangga, belum merasakan sudah keluar air liur

    seperti rasa kejut. 4) sparsa (benih dari rasa sentuhan) sebelum ada yang menyentuh

    seperti ada yang menyentuh yang sangat halus missal saat dikala bulu kuduk merinding,

    atau saat disirsir udara yang sejuk. Saewam prana uktewa, dehamnam brahma

    mantratam, asita warnna mityuktarn, nilanjana samaprabham.

    Ika tawinarahanku, ya prananing sarwwa mawak, yabrahma mantra, mwang hana ta

    warnna mahireng, Wesna wawijang kana, Ong Sang namah, padalawan nilanjana tejania.

    Artinya Itulah yang akan aku jelaskan. Ia merupakan jiwa dari segala yang berbadan, ia

    juga disebut Mantra Brahma. Dan adalagi warna hitam inti dari Wesnawa, aksara

    sucinya, Ong, Sang.

    Cahayanya sama dengan tinta hitam Ta dante pari sang srestah, wisnu waktara mucyate,

    tasyantare prabha matram, surya yutasamaprabhah. Ikang Abyakta Wisnu ya, mijil

  • sangkeng witninghati, Titengahninghatihana ta prabha pada lawan Suryya sayuta

    tejanya, Bamadewa wija ngkana, Ong Bangnamah. Artinya Yang Awyakta itu disebut

    Wisnu yang keluar dari pangkal hati, ditengah-tengahh ati ada berupa sinar yang sama

    dengan sinar matahari sejuta.

    Itu manifestasi dari Bamadewa, aksara sucinya, Ong. Bang. PROSES CATUR SANAK

    DALAM DIRI MANUSIA Didalam Lontar Kanda Empat dikatakan ada manusia laki-laki,

    ada manusia perempuan, ada manusia bencong, ini disebabkan karena pertemuan

    antara kama putih (bapak) dengan kama bang (ibu) dimana pertemuan ini mengasilkan

    laki-laki (kama putih), kama bang (perempuan), dan kalau warnanya dadu akan menjadi

    bencong “Nihan Kawiting Manusanira Duk Sira Ring Jero Weteng, Kaweruhakena arane,

    Sangkane Ana Jatma Lanang, Wadon, Mwang Kedi.

    Duk Bapanta Matemu Ring Babunta, Ana Kama Putih, Kama Bang, Kama Dadu. Kama

    Putih dadi Lanang, Kama Bang dadi Wadon, Kama Dadu Dadi Kedi”. 1. Satu Sampai

    Sepuluh Bulan Selanjutnya masih dalam lontar Kanda Empat disebutkan “Wus Tutug

    Sawulan Bapanta Amulang Sih Ring Babunta, Kaprabeda Aran Sanghyang Maya-maya,

    nga., adruwe Surya, Candra. Rong Wulan Denia Pulang Sih, Sanghyang Kaputihana, nga.,

    Adruwe Bayu, Sabda, Idep, Tigang Bulan Mapulang Sih, Sanghyang Tiga nga.,

    Ana Panca Resi Sumusup Ring Kulit, Ring Daging, Ring Otot, Ring Balung, Ring Sumsum.

    Petang Wulan, Sanghyang Catur Warna, nga., Ana Dewata, Nawasanga, Sumusup ring

    Buwana. Limang Wulan, Sanghyang Alenging, nga., Ana Bumi, Langit, Sami Matunggalan

    dados asiki, mareka Jadma Genep. Tutug Enam Wulan, Sanghyang Rambutmalengis,

    nga., ana sanakta mijil saking Babunta, nga.,

    Babu Ugian pada ngempu ring gedong watu, anginum titisan, mreta ring kundi manik.

    Sapuluh Wulan jeroning weteng, arep sira metu, menga lawangan agung, metu Babu

    Lembana rihin, metu Kakangira Babu Abra. Babu ugian, Babu Kakere, pada tiba ring

    lemah kabeh” Artinya Ketika terjadi pembuahan antara Kama Petak dengan Kama Bang

    umurnya baru sebulan bernama Sanghyang Maya-maya.

    Kalau sudah dua bulan bernama Sanghyang Kaputihana baru ada setitik atau gumpalan

    merah (Surya, Candra). Tiga bulan umurnya bernama Sanghyang Tiga sudah terdapat

    Sabda, Bayu, Idep, dan sudah mulai terbentuk kulit, daging, otot, tulang, sumsum.

    Empat bulan umurnya bernama Sanghyang Caturwarna, ada Dewata Nawasanga yang

    memasuki bayi tersebut.

    Lima bulan umurnya Sanghyang Alenging namanya, mulai semakin padat,

    rongga-rongga badan mulai terbentuk, semua menyatu akan semakin sempurna.

  • Berumur enam bulan Sanghyang Rambut Malengis namanya, disaat berumur enam

    bulan ini mulai nampak saudaranya (catur sanak) atau saudara empat. Berumur sepuluh

    bulan sempurna bayi tersebut dan siap lahir.

    Yang lahir pertama saudaranya yang bernama Babu Lembana (yeh nyom), kemudian

    Babu Abra (darah), kemudian Babu Ugian (ari-ari), kemudia Babu Kakere (lamad) baru

    bayi itu sendiri lahir. 2. Lepas Tali Pusar Masih dilontar Kanda Empat dikatakan Wus

    Kepus Pungsed, sanakta masalin aran, nga., Anta, Preta, Dengen, Yeh Nyom. Tutug

    satahun bisa ya rumangkang, rong tahun bisa ya lumaku, nambat Babu Bapanta muwah

    masalin aran, nga., I Jelahir, I Slahir, I Makahir, I Mokahir.

    Wus belas ring kakangira rin ibunia, sanakira pada umarah desa, lali asabnak. I Jelahir

    lunga mangetan, I Slahir lunga mangulon, I Makahir lunga mangalor. Sawatara tigang

    tahun lawasnia mawrah desa, malih mapreda aran mwang rupa, marupa Detya Sakti,

    nga. I Anggapati, I Mrajapati, I Banaspati, Banaspatiraja. Artinya Sudah kepus Pusar,

    Saudara (Catur Sanak) tersebut berubah lagi namanya yaitu ; Anta, Preta, Dengen, Yeh

    Nyom.

    Sudah setahun bayi bisa merangkak, dua tahun bisa melakukan sesuatu atau berjalan

    dan berganti lagi namanya yaitu : I Jelahir, I Slahir, I Makahir, I Mokahir. Kira-kira tiga

    tahun lagi berubah wujud dan nama berupa Detya Sakti yaitu Anggapati, Mrajapati,

    Banaspati, Banaspati Raja. Anandakusuma (Swastika, 2009 : 108) dikatakan sebagai

    berikut : a. Yeh nyom, berupa cairan yang melindungi bayi waktu dalam kandungan

    bernama I Karen b.

    Lamas, yaitu wujudnya dalam bentuk lemak halus yang membungkus bayi bernama I

    Bra c. Darah, yang berfungsi mengedarkan sari-sari makanan bernama I Angdian d.

    Ari-ari, (plazenta) tempat melekatnya ali pusar yang berfungsi sebagai penyerap dan

    sumber makanan bernama I Lembana e. Jabang Bayi merupakan wujud manusia yang

    masih berupa bayi bernama I Legaprana Selanjutnya setelah jabang bayi tersebut

    berumur dua puluh hari didalam kandungan, Sang Catur Sanak tersebut berganti nama

    menjadi : a. Yehnyom I Anta menjadi I Mekair b. Lamas I Preta menjadi I Selabir c. Darah

    menjadi I Kala menjadi Mokair d.

    Ari-ari I Dengen menjadi I Selair e. Si Jabang Bayi I Lilacita menjadi I Tutur Menget Untuk

    mewujudkan keselamatan dan mewujudkan manusia yang Suputra kepercayaan

    masyarakat Hindu Bali dari awal sudah ada prosesnya yaitu dari bayi dalam kandungan

    sampai bayi itu lahir sampai dewasa dan akhirnya sampai meninggal.

    Dijelaskan didalam lontar Anggastya Prana (dalam Swastika, 2009 : 108-109)

  • benih-benih terjadinya pembuahan dari bapak dan ibu (orang tua) : Sarin Pangan Kinum

    Dadi Kama, Kama I Meme Kama I Bapa, Kamane dadi Manusa, Bayun Kamane dadi Kala,

    rasan Kamane Atma, sarin Kamane dadi Dewa artinya sari-sari makanan dan minuman

    menjadi kama, kama si Ibu dan kama si Bapak, Kama mereka (bila ketemu) menjadi

    manusia, kekuatan kama menjadi kala, rasa dari kama menjadi Atma dan sari kama

    menjadi Dewa, untuk menjadi anak menjadi Suputra maka kepercayaan masyarakat

    Hindu Bali melakukan dengan upacara diantaranya : a. Upacara Magedong-gedongan.

    Upacara Magedong-gedongan biasanya dilakukan setelah umur kandungan tiga bulan

    sampai tujuh bulan. Upacara magedong-gedongan dilakukan agar bayi nantinya lahir

    selamat, sehat jasmani-rohani b. Upacara Bayi baru lahir, upacara ini bertujuan untuk

    mengungkapkan rasa syukur karena bayi sudah lahir dan memberi tahukan kepada

    leluhur agar selalu atas tuntunannya.

    Upacara anak baru lahir dibarengi dengan rangkaian-rangkaiannnya seperti : 1)

    Menghaturkan pejati di tempat suci, dengan mengucapkan terima kasih karena bayi

    sudah lahir 2) Menanam Ari-ari dengan sarana kelapa yang telah dibersihkan batoknya,

    penghangat dari bumbu dapur alami, air kum-kuman atau air harum berisi

    bunga-bunga, serabut ijuk, daun lontar yang berisi tulisan Dasa Bayu I, A, Ka, Sa, Ma, Ra,

    La, Wa, Ya, Ung, bambu yang diris pinggirnya sampai tajam, batu bulitan, pohon yang

    berduri/daun berduri, pohon kanta wali, kawangen, segehan manca warna dan segehan

    putih kuning.

    Mantranya Om Ang Sri Basunari Jiwa Mertha, Trepti Paripurna Ya Namah Swaha 3)

    Upacara kepus pungsed yaitu upacara yang bertujuan sebagai simbul bahwa mulai si

    bayi beserta keluarganya mengalami sebel atau cuntaka selama empat puluh dua hari,

    dan harus dibersihkan. Dalam hal kepus pungsed atau hari 10-12 hari ini disebut dengan

    upacara Namadhewa (manawadharmasastra dalam Sudarsana.

    2008 : 22-23) yang isinya adalah “Namadheyam Dasamyam Tu Dwadasyam Wasya

    Karayat Punye Ti Thau Muhurtee Wa Naksatre Wa Gunanwite” artinya hendaknya orang

    tua melakukan upacara Namadhewa pada saat umur bayi 10-12 hari, setelah

    kelahirannya. Tatacara melaksanakan upacara kepuspungsed (Sudarsana. 2008 : 23-24)

    adalah : a) Mengaturkan upakara dipemerajan, dengan maksud dan tujuan memohon

    tirtha pengelukatan atau pembersihan kehadapan Hyang Guru agar si bayi selalu

    mendapatkan kesucian dengan mantra : Om Guru Rupam Sadadnyanam, Guru

    Parantaram Dewam, Guru Nama Japetsadha, Nasti-nasti, dine-dine, Om Gung Guru

    Paduka Byonamah Swaha atau Pakulun paduka Bhatara Hyang Guru pinakengulun

    angaturaken tadah saji pawitra seprekaraning daksina, anyenengana paduka Bhatara,

    Ngeyoganing Pinunas Pinakengulun, maminta tirtha pangelukatan pabersihan, anglukat

  • raga roga, sebel kandelan sariran ipun di Jabang bayi matemahan Sudha Nirmala Ya

    Namah Swaha b) Mencabut Sanggah Tutuan dengan mengganti dengan Pelangkiran

    diatas tempat tidur yang disebut dengan Kumara.

    Dengan mantra “Om Sang Hyang Kumaragana-kumaragani, para gandharwa, widyadara,

    widyadari manusanira angaturaken tadah saji pawitra, aminta asih, pageh denira

    angayoni sang rare rahina kelawan wengi, menadia trepti paripurna ya namah, Om Sidhi

    Rastu Ya Namah Swaha c) Melakukan pemujaan terhadap banten panelahan dan

    pengelepas hawon, banten dapetan dan lain-lain, dengan mantra “Om Ngadeg Bhatara

    Guru Anepung Tawari, Angresiki, Angelengini Manusanira Lumilangaken mala papa

    petaka sebel kandelan sariran ipun, moksah ilang matemahan sudha nirmala ya namah.

    Om Sryambhawantu, Purnam Bhawantu, Sukham Bhawantu.

    Untuk kepus pungsed banten muncuk kukusan dengan mantra “Om Pukulun Bhatara

    Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Iswara, manusanira angidep anglepas aon ipun ri

    Bhatara Tiga, pukulun anyadah letuh ipun anglepasaken sebel kandelan, teka sudha

    lepas malan ipun. Om Sidhi Rastu Ya Namah i. Mantra ayaban (dapetan, jarimpen

    peneteg, ajuman putih kuning) mantra “Om Ang, Ung, Mang Angadeg Sanghyang Tri

    Premana Ri Sariran Sang Rare Sumurup Ring Awak Walunan, menerus maring Sabda,

    Bayu, Idep, manadi pageh urip ipun.

    Om Sidhi Rastu Ya Namah Swaha” d) Setelah selesai banten dipuja semua, selanjutnya

    memercikan tepung tawar, pangresikan, tirtha terhadap si ibu dan bayi serta ngayab

    pangelepas aon Upacara - upacara panelahan atau upacara kepus pungsed tersebut

    antara lain : 1) Upacara di Pamerajan a) Peras, soda, daksina, penyeneng b) Ketipat sari

    akelan (6 buah) c) Canang payasan, canang sari 2) Upacara Kumara a. Eteh-eteh daksina

    (beras, porosan, pepeselan, gagantusan, benang) b.

    Soda putih kuning, yuyu (kepiting) c. Canang burat wangi, lenga wangi, canang geti-geti

    d. Ketela dan jagung mentah 3) Upakara Pesucian a. Banten Pangelepas Aon (muncuk

    kukusan, raka-raka berisi linting menyala) b. Banten panelahan (eteh-eteh pesucian) c.

    Banten Soroan (peras tulung sayut) 4) Upacara Ayaban a. Dapetan asoroh b. Ajuman

    putih kuning c. Peras pengambean d.

    Jerimpen panegteg (sebuah wakul) didalamnya diisi sebuah tumpeng berisi telur itik

    matang, banten peras tulung sayut, raka-raka, beras, porosan, gegantusan, papeselan,

    tingkih, pangi, benang, jinah satakan, sampian naga sari 3. Empat Puluh Dua Hari Disaat

    bayi berumur 42 hari maka bersihlah sudah dari cuntaka atau sebel, maka pada umur

    tersebut lagi dibuatkan Upacara : Dapetan, Penyeneng, Janganan, Suci, Dandanan,

    Canangsari, Canang raka, canang wangi untuk Dewa Kumara.

  • Selanjutnya tinggal melanjutkan upacara ketahap-tahap selanjutnya seperti tiga

    bulanan, enam bulanan, tiga otonan, menek bajang atau menek kelih, metatah dan

    seterusnya sampai dia meninggal lagi ada upacaranya. Melalui tahapan-tahapan

    waktu-kewaktu, hari-kehari begitu juga dari tahapan-tahapan upacaranya maka saudara

    empat (catur sanak) juga ikut berubah nama dan kedudukannya MAKNA CATUR SANAK

    DALAM KEHIDUPAN MANUSIA 1.

    Makna Keberaneka Ragaman Makna keberanekaragaman dalam Catur Sanak sangat

    erat, dimana dari mulai lahir, sampai dewasa sama-sama meningkat statusnya. Si bayi

    tumbuh semakin besar, Catur Sanak juga tumbuh semakin meningkat yaitu peningkatan

    kualitasnya yaitu dari yeh nyom, lamas, darah, ari-ari sampai menjadi Dewata

    Nawasanga (Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, Dewa Wisnu, Dewa Siwa,

    Dewa Maheswara, Dewa Sangkara, Dewa Rudra, Dewa Sambu).

    Sejalan dengan Catur Sanak tersebut, keberanekaragaman juga dapat dilihat dalam

    Hindu (Rgveda I.164.46) yang bunyiny