positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

169
DISERTASI EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL I NYOMAN GEDE BUDIANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: hatram

Post on 31-Dec-2016

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

DISERTASI

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL

LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI

CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO

TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

I NYOMAN GEDE BUDIANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

DISERTASI

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL

LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI

CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO

TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

I NYOMAN GEDE BUDIANANIM : 0990271018

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

ii

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL

LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI

CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO

TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Kedokteran,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NYOMAN GEDE BUDIANANIM : 0990271018

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

iii

Page 5: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI DISERTASI

Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup oleh Panitia Penguji

Tanggal: 27 April 2015

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. : 1120/UN14.4/HK/2015

Tanggal : 13 April 2015

Ketua : Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K)

2. Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD

3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes

4. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD

5. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FACCS

6. Prof. dr. Herman Susanto, SpOG(K)

7. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si

Page 6: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)Program Studi : Ilmu KedokteranNIM : 0990271018No. Tlp/No. HP : 08123997401Email : [email protected] Proposal : Ekspresi Protein 53 Mutan dan Ekspresi B-Cell

Lymphoma-2 Protein Positif serta Ekspresi Caspase-3

Negatif sebagai Faktor Risiko Terjadinya Kanker

Ovarium Tipe Epitel

Merupakan hasil karya original yang bisa dipertanggungjawabkan keasliannya dan

tidak mengandung unsur plagiarism.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila di kemudian hari

ditemukan adanya pelanggaran, maka saya bersedia untuk mempertanggungjawabkan

sesuai peraturan yang berlaku.

Denpasar, 10 April 2015

Yang membuat pernyataan,

(dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)

Page 7: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, penulis

mempunyai kekuatan dan kesehatan lahir batin untuk menjalani pendidikan doktor

dan laporan dalam bentuk disertasi ini dapat penulis selesaikan.

Dalam menjalani pendidikan, penulis banyak mendapatkan bimbingan,

dukungan, motivasi semangat, dan petunjuk teknis sehingga disertasi ini dapat

diselesaikan. Untuk itu, ijinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K)

selaku promotor, yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,

semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menjalani pendidikan doktor,

khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Prof. Drh. I Nyoman Mantik

Astawa, PhD selaku kopromotor I dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes selaku

kopromotor II atas segala perhatian dan kesabarannya telah memberikan bimbingan,

semangat, dan saran kepada penulis selama menjalani pendidikan doktor dan dalam

penyelesaian disertasi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas

Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, dan mantan Rektor Universitas

Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD, KHOM, atas kesempatan dan fasilitas

yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

program doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, SpS(K) beserta jajarannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro dan Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus

Mahadewa, SpBS(K), M.Kes selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu

Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana serta Dr. dr. I Wayan Putu

Sutirta Yasa, M.Si dan Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, SpMK selaku mantan Ketua

Page 8: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

vii

dan mantan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana

Universitas Udayana atas kesempatan dan dorongan yang diberikan kepada penulis

selama menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Kedokteran pada Program

Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada seluruh staf pegawai Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program

Pascasarjana Universitas Udayana, yaitu Ni Nyoman Arimani, S.Sos, Ni Ketut

Partini, S.Sos, Deppy Librata, S.Kom, Luh Komang Ari Lestari, SP, dan I Made

Arisandhi, SS, atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan program doktor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan dan mantan Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K),

M.Kes dan Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, atas ijin dan kesempatan yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program doktor. Demikian juga

ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur Utama dan mantan Direktur

Utama RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, MARS dan dr. I Wayan

Sutarga, MPHM, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

program doktor.

Selesainya disertasi ini tidak terlepas dari bimbingan, masukan, saran-saran,

sanggahan, dan koreksi dari tim penguji disertasi. Untuk itu, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr.

Ketut Suwiyoga, SpOG(K), Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD, Dr. dr. Ida Sri

Iswari, SpMK., M.Kes, Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS, Prof. Dr.

dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD, Prof. dr.

Herman Susanto, SpOG(K), dan Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Tjokorda Gde

Agung Suwardewa, SpOG(K) dan Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku

Ketua Bagian dan mantan Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, atas ijin dan kesempatan untuk mengikuti

pendidikan program doktor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

guru-guru dan sejawat di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP

Page 9: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

viii

Sanglah Denpasar, yaitu Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG(K), Prof. dr. Made

Kornia Karkata, SpOG(K), Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), dr. Ketut Putra

Kemara, SpOG, dr. I Putu Gede Wardhiana, SpOG(K), dr. Tjokorda Gde Agung

Suwardewa, SpOG(K), dr. Ida Bagus Upadana Pemaron, SpOG, dr. I Gusti Putu

Mayun Mayura, SpOG, dr. Ida Bagus Putra Adnyana, SpOG(K), dr. Made Suyasa

Jaya, SpOG(K), dr. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma, SpOG(K), dr. Anak Agung

Ngurah Anantasika, SpOG(K), Dr. dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K), dr. Nono

Tondohusodo, SpAnd, dr. I Nyoman Haryasa Sanjaya, SpOG(K), MARS, dr. Ketut

Surya Negara, SpOG(K), MARS, dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K), Dr. dr. Ida

Bagus Gde Fajar Manuaba, SpOG, MARS, Dr. dr. I Nyoman Bayu Mahendra, SpOG,

dr. I Gede Mega Putra, SpOG(K), dr. Anom Suardika, SpOG(K), dr. I Gede Ngurah

Harry Wijaya Surya, SpOG, dr. I Made Darmayasa, SpOG(K), dr. I Made Bagus Dwi

Aryana, SpOG(K), dr. I Wayan Artana Putra, SpOG(K), dr. Anak Agung Gede Putra

Wiradnyana, SpOG(K), dr. Jacqueline Sudiman, GradDipRepSc, MRepSci, PhD, dr.

Kadek Fajar Marta, M.Biomed, SpOG, dr. Endang Sri Widiyanti, M.Biomed, SpOG,

dr. I Gede Sastra Winata, M.Biomed, SpOG, dan dr. Ryan Saktika Mulyana,

M.Biomed, SpOG, atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama

menjalani pendidikan doktor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada guru-guru dan sejawat di Divisi Onkologi Ginekologi,

Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu

Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), dr. Ida Bagus Upadana Pemaron, SpOG, dr.

I Gusti Putu Mayun Mayura, SpOG, Dr. dr. I Nyoman Bayu Mahendra, SpOG, dan

dr. I Gede Sastra Winata, M.Biomed, SpOG, yang banyak memberikan sumbangan

moril dan materil kepada penulis serta banyak membantu mengambil alih tugas dan

kewajiban pelayanan di RSUP Sanglah Denpasar selama penulis mengikuti

pendidikan Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pegawai di

Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu Dra.

Page 10: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

ix

Luh Ketut Ariasih, Ni Wayan Suastini, SH, Gusti Ayu Made Budiyasih, SE, A.A. Sri

Agung Ardaningrum, SE, Luh Putu Rika Suantari, SE, M. Nina Trisnawati, Amd,

Drs. Ketut Tunas, M.Si, Diana, I Wayan Dwipa, Luh Dina Mariati, dan Ni Made

Kesumawati, atas bantuannya selama penulis menjalani pendidikan dan

menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

seluruh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar atas segala bantuannya sehingga penelitian dan

penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. A.A.A. Susraini, SpPA

dan dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA selaku Ketua Bagian dan Kepala

Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. IG.A. Sri Mahendra

Dewi, SpPA(K), dr. Ni Wayan Winarti, SpPA, Alit Nursarih, dan seluruh staf

pegawai Laboratorium Patologi Aanatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang

telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan prosesing bahan-bahan penelitian.

Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada semua penderita dan keluarganya yang juga merupakan guru

bagi penulis.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh guru-guru yang telah

memberikan bimbingan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, yang

telah dengan sabar mendidik, memberikan ilmu pengetahuan, etika, dan moral kepada

penulis. Ucapan terima kasih dan sembah sujud penulis haturkan kepada kedua orang

tua penulis, I Wayan Susun dan Ni Nengah Puji, sebagai Guru Rupaka, yang telah

mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan doa restu, nasihat, bimbingan,

dorongan, kasih sayang, pengertian, dan kesabaran selama penulis menjalani

pendidikan doktor bahkan sepanjang hayat penulis. Demikian juga ucapan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu mertua, Raka

Suwasta dan Ni Made Ripek, yang dengan penuh kasih sayang memberikan

Page 11: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

x

dukungan selama penulis menjalani pendidikan doktor. Ucapan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada saudara-saudara

penulis, Ir. I Gede Arya Suyata, dr. I Made Sutresna, SpB, dan Ir. I Ketut Putu

Suparta, yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis

selama menjalani pendidikan doktor. Terakhir tetapi yang utama, kepada istri tercinta,

Ni Made Evawani Utari, ST, dan anak-anakku tersayang, I Gede Bagus Wikarna

Satyabrata, I Made Bagus Nugraha Jaya Wisesa, dan Ni Nyoman Pradnya

Prameswari, yang dengan penuh pengertian dan kesabaran telah memberikan

dorongan moril, semangat, doa, kasih sayang, dan pengorbanan selama penulis

menjalani pendidikan doktor di Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas

Udayana.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

penulis sampaikan kepada semua pihak, yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu, atas segala dukungan moril dan materiil yang telah diberikan kepada penulis

selama menjalani pendidikan doktor, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa membalas budi baik yang telah diberikan, serta senantiasa

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga dapat bekerja dan mengabdi

sesuai swadarma-nya masing-masing. Terima kasih.

Denpasar, 10 April 2015

Penulis

Page 12: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xi

ABSTRAK

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEINPOSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR

RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalahkesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginyaangka insiden dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium. Beberapaupaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal ataukombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Di sisi lain, pengetahuandan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju, termasuktentang protein-protein yang terlibat pada mekanisme apoptosis seperti p53, Bcl-2,dan caspase-3. Penanganan kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanismekarsinogenesisnya dan besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel padaekspresi ketiga protein tersebut lebih menjanjikan di masa yang akan datang.Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif danekspresi caspase-3 negatif sebagai faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.

Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol. Penelitian dilaksanakan diBagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar danLaboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Penelitiandilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014. Sampel yangmemenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok. Kelompokkasus adalah pasien-pasien dengan kanker ovarium tipe epitel sedangkan kelompokkontrol adalah pasien-pasien dengan tumor jinak ovarium tipe epitel. Ekspresi p53mutan, Bcl-2, dan caspase-3 diperiksa secara imunohistokimia.

Telah dilakukan penelitian terhadap 25 kasus dan 25 kontrol. Karakterisitikkelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan umur adalah 50,44±7,94 tahundan 48,40±6,52 tahun, paritas 1,20±0,91 dan 1,36±0,76, Indeks Massa Tubuh (IMT)22,66±5,11 dan 22,82±2,93, riwayat kontrasepsi oral 8% dan 4%, riwayat keluarga0% dan 4%. Tidak ada sampel penelitian dengan riwayat pemakai obat-obat induksiovulasi dan terapi sulih hormon pada kedua kelompok penelitian. Semua karakteristiksampel pada kedua kelompok penelitian dengan nilai p>0,05. Odds ratio (OR)ekspresi p53 mutan positif, ekspresi Bcl-2 positif, dan caspase-3 negatif masing-masing adalah 5,41 (IK 95%=1,02-28,79; p=0,03), 5,76 (IK 95%=1,36-24,36;p=0,01), 6,47 (IK 95%=1,23-34,01; p=0,02).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53 mutan danBcl-2 positif, serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinyakanker ovarium tipe epitel.

Kata kunci: kanker ovarium tipe epitel, ekspresi p53 mutan, ekspresi Bcl-2, ekspresicaspase-3.

Page 13: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xii

ABSTRACT

POSITIVE EXPRESSION OF MUTANT PROTEIN 53 AND B-CELLLYMPHOMA-2 PROTEIN AND NEGATIVE EXPRESSION OF CASPASE-3

AS RISK FACTORS FOR EPITHELIAL OVARIAN CANCER

Over the past three decades, ovarian cancer remains to be women’s healthproblem in the world, including Indonesia. It has been associated with high rates ofincidence and mortality caused by ovarian cancer. Several attempts of therapies suchas surgery, chemotherapy, and radiation, either as a single or in combination therapiesremain unsatisfactory. On the other hand, knowledge and researches in molecularbiology is advancing, including proteins that involved in apoptosis mechanisms suchas p53, Bcl-2, and caspase-3. Treatment of ovarian cancer through the understandingof carcinogenesis mechanism and the risk of epithelial ovarian cancer in theexpression of these proteins are more promising in the future. This study aimed todemonstrate mutant p53 expression and positive Bcl-2 and negative caspase-3expression as risk factors for epithelial ovarian cancer.

Case control was used as a study design. The research was located in theDepartment of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, UdayanaUniversity/Sanglah General Hospital and Laboratory of Anatomical Pathology,Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General Hospital in Denpasar. Theresearch was conducted from January 2013 to December 2014. The samples thatqualified from inclusion and exclusion criteria were divided into two groups. Casesgroup were patients with epithelial ovarian cancer and the control group were patientswith benign ovarian epithelial tumors. Expression of mutant p53, Bcl-2, and caspase-3 examined by immunohistochemistry.

The study was conducted on 25 cases and 25 controls. Characteristics of thecase group and the control group based on age was 50.44 ± 7.94 years and 48.40 ±6.52 years, parity was 1.20 ± 0.91 and 1.36 ± 0.76, body mass index (BMI) was 22.66± 5.11 and 22.82 ± 2.93, history of oral contraceptive was 8% and 4%, a familyhistory was 0% and 4%, respectively. Neither sample with history of ovulationinduction drug nor hormone replacement therapy in both study groups. All thecharacteristics of the samples in both study groups, with p> 0.05. Odds ratio (OR) ofpositive mutant p53 expression, positive Bcl-2 expression, and negative caspase-3expression were respectively 5.41 (95% CI = 1.02 to 28.79; p = 0.03), 5, 76 (95% CI= 1.36 to 24.36; p = 0.01), 6.47 (95% CI = 1.23 to 34.01; p = 0.02).

Conclusion of this study are the positive expression of mutant p53 and Bcl-2,and negative expression of caspase-3 are risk factors for epithelial ovarian cancer.

Keywords: epithelial ovarian cancer, mutant p53 expression, Bcl-2 expression,caspase-3 expression.

Page 14: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Dalam................................................................................................ i

Lembar Pengesahan........................................................................................ iii

Penetapan Panitia Penguji Disertasi............................................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... vi

ABSTRAK..................................................................................................... xi

DAFTAR ISI.................................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL.......................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xviii

DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xxi

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 7

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 8

1.3.1 Tujuan umum............................................................................ 8

1.3.2 Tujuan khusus........................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 8

1.4.1 Manfaat keilmuan..................................................................... 8

1.4.2 Manfaat praktis......................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................ 10

2.1 Kanker Ovarium.................................................................................... 10

2.1.1 Epidemiologi............................................................................. 10

2.1.2 Kanker ovarium dalam keluarga............................................... 15

2.2 Protein 53 (p53).................................................................................... 17

Page 15: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xiv

2.2.1 Protein penekan tumor p53....................................................... 17

2.2.2 Struktur p53.............................................................................. 20

2.2.2.1 Bagian N-terminal...................................................... 21

2.2.2.2 Bagian pengikat DNA................................................ 22

2.2.2.3 Bagian C-terminal...................................................... 22

2.2.3 Peran p53................................................................................... 23

2.2.3.1 Regulasi siklus sel dan perbaikan kerusakan DNA... 24

2.2.3.1 Apoptosis................................................................... 27

2.2.4 Protein 53 dan kanker ovarium................................................. 31

2.3 Protein Bcl-2......................................................................................... 33

2.4 Caspase-3.............................................................................................. 36

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN............................................................ 42

3.1 Kerangka Berpikir................................................................................. 42

3.2 Konsep Penelitian................................................................................. 44

3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................... 45

BAB IV METODE PENELITIAN................................................................ 46

4.1 Rancangan Penelitian............................................................................ 46

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 47

4.2.1 Lokasi penelitian....................................................................... 47

4.2.2 Waktu penelitian....................................................................... 47

4.3 Populasi, Sampel Penelitian, dan Jumlah Sampel................................ 47

4.3.1 Populasi penelitian.................................................................... 47

4.3.2 Sampel penelitian...................................................................... 47

4.3.3 Besar sampel........................................................................... 48

4.4 Identifikasi Variabel, Hubungan Antar Variabel, dan

Definisi Operasional Variabel............................................................... 49

4.4.1 Identifikasi variabel................................................................... 49

Page 16: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xv

4.4.2 Hubungan antar variabel........................................................... 49

4.4.3 Definisi operasional variabel.................................................... 50

4.5 Bahan-Bahan Penelitian........................................................................ 53

4.6 Alur Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Sampel Penelitian........... 53

4.6.1 Alur penelitian........................................................................... 53

4.6.2 Prosedur pengumpulan sampel penelitian................................. 54

4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan Sampel Penelitian...... 55

4.7.1 Instrumen penelitian.................................................................. 55

4.7.2 Metode pemeriksaan sampel penelitian.................................... 56

4.8 Pengumpulan Data dan Analisis Data................................................... 58

4.8.1 Pengumpulan data..................................................................... 58

4.8.2 Analisis data.............................................................................. 58

BAB V HASILPENELITIAN........................................................................ 59

5.1 Distribusi Umur, Paritas, Indeks Masa Tubuh (IMT), Kontrasepsi

Oral, Riwayat Keluarga, Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon

pada Kedua Kelompok.......................................................................... 59

5.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............ 61

5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif......... 62

5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3

Negatif................................................................................................... 63

BAB VI PEMBAHASAN............................................................................. 65

6.1 Distribusi Karakteristik Umur, Paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT),

Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Oral, Riwayat

Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Riwayat Terapi Sulih

Hormon pada Kedua Kelompok........................................................... 66

6.1.1 Distribusi umur......................................................................... 66

6.1.2 Distribusi paritas....................................................................... 69

6.1.3 Distribusi indeks massa tubuh (IMT)........................................ 71

Page 17: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xvi

6.1.4 Distribusi riwayat keluarga....................................................... 74

6.1.5 Distribusi riwayat pemakaian kontrasepsi oral......................... 76

6.1.6 Distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi.......... 78

6.1.7 Distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon................... 80

6.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............ 82

6.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif......... 89

6.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3

Negatif................................................................................................... 92

6.5 Temuan Baru (Novelty)......................................................................... 96

6.5.1 Risiko kanker ovarium tipe epitel............................................. 96

6.5.2 Patogenesis molekuler kanker ovarium tipe epitel.................... 97

6.6 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 99

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 101

7.1 Simpulan............................................................................................... 101

7.2 Saran...................................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 103

LAMPIRAN................................................................................................... 121

Page 18: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Pengelompokan Keluarga Caspase........................................................... 38

5.1 Distribusi Umur, Paritas, dan IMT pada Kedua Kelompok.................. 60

5.2 Distribusi Riwayat Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Riwayat

Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon.......... 60

5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............... 61

5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif............ 62

5.5 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif... 64

Page 19: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Struktur p53.............................................................................................. 21

2.2 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G1-S..................... 25

2.3 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G2-M.................... 26

2.4 Mekanisme Apoptosis yang Dimediasi oleh p53..................................... 32

2.5 Protein-Protein yang Termasuk Keluarga Bcl-2....................................... 36

2.6 Struktur Caspase-3.................................................................................... 40

2.7 Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Executioner Lainnya................ 41

3.1 Konsep Penelitian..................................................................................... 44

4.1 Rancangan Penelitian................................................................................ 46

4.2 Hubungan Antar Variabel......................................................................... 49

4.3 Alur Penelitian.......................................................................................... 55

5.1 Ekspresi p53 Negatif................................................................................. 62

5.2 Ekspresi p53 Positif.................................................................................. 62

5.3 Ekspresi Bcl-2 Negatif.............................................................................. 63

5.4 Ekspresi Bcl-2 Positif............................................................................... 63

5.5 Ekspresi caspase-3 Negatif....................................................................... 64

5.6 Ekspresi caspase-3 Positif......................................................................... 64

6.1 Hubungan antara Variabel-Variabel Penelitian........................................ 99

Page 20: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xix

DAFTAR SINGKATAN

ACOG : American College of Obstetric and Gynecologic

AIF : Apoptosis inducing factor

Apaf-1 : Apoptosis protease-activating factor-1

Asp : Aspartat

ATM : Ataxia telangiectasia mutated

ATR : Ataxia telangiectasia and Rad3 related

Bcl-2 : B-cell lymphoma-2 protein

BH : Bcl-2 homology

BRCA1 : Breast Cancer Antigen 1

BRCA2 : Breast Cancer Antigen 2

CA125 : Cancer Antigen 125

CAK : cdk-activating kinase

CARD : Caspase activated and recruitment domain

Caspase-3 : Cystein aspartic acid protease-3

Cdc2 : Cell division cycle-2

cdk : cyclin-dependent kinase

CED : Caenorhabditis elegans

Chk2 : Checkpoint kinase-2

DBD : DNA binding domain

DED : Death effector domain

DISC : Death-inducing signaling complex

DNA : Deoxiribose Nucleic Acid

ER-α : Estrogen receptor-α

ER-β : Estrogen receptor-β

FADD : Fas associated death domain

FAS : Fatty acid syntetase

FASL : Fatty acid syntetase ligand

Page 21: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xx

GADD45 : Growth arrest and DNA damaged-45

Glu : Glutamat

Gran B : Granzyme B

HBOC : Hereditary breast and ovarian cancer

HNPCC : Hereditary non-polyposis colorectal cancer

IAPs : Inhibitor of apoptosis proteins

ICAD : Inhibitor of caspase activated deoxyribonuclease

IL : Interleukin

IMT : Indeks Massa Tubuh

Ipaf : Interleukin-1β-converting-enzyme protease-activating

factor

NCI : the National Cancer Institute

NES : Nuclear export sequence

NOD-LRR : Nucleotide-binding oligomerization domain-leucine-rich

repeat

PARP : Poly(ADP-ribose) polymerase

P53 : Protein 53

pRb : protein Retinoblastoma

PUMA : p53-upregulated modulator of apoptosis

SEER : the Surveillance Epidemiology and End Results

TNF : Tumor necrosis factor

TRAIL : TNF-related apoptosis-inducing ligand

VEGF : Vascular endothelial growth factor

wt : Wild type

3-D : Tiga dimensi

Page 22: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Surat Keterangan Kelaikan Etik............................................................... 121

2 Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian......................................................... 122

3 Lembar Informasi Pasien.......................................................................... 123

4 Lembar Informed Consent........................................................................ 128

5 Lembar Pengumpulan Data...................................................................... 129

6 Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Tipe Epitel................................. 131

7 Prosedur Pemeriksaan Histopatologi dan Pulasan Imunohistokimia....... 133

8 Tabulasi Data Penelitian..................................................................... 136

9 Hasil Analisis Statistik......................................................................... 138

Page 23: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

angka insiden dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium. Banyak

upaya diagnosis dini kanker ovarium, akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan

metode yang memuaskan. Upaya skrining seperti ultrasonografi, pemeriksaan CA-

125, α-feto protein, dan upaya lainnya belum mampu menurunkan angka insiden dan

angka kematian kanker ovarium. Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi,

dan radiasi, sebagai terapi tunggal atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang

memuaskan. Hal ini berkaitan dengan posisi anatomi ovarium, aktivitas reproduksi,

pandangan budaya terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi. Di sisi lain, pengetahuan

dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju. Penanganan

kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya

termasuk pendekatan risiko lebih menjanjikan di masa yang akan datang.

Kanker ovarium terdiri dari berbagai bentuk keganasan. Berdasarkan asal

selnya, secara histologis kanker ovarium terbagi menjadi tipe epitel dan non-epitel

(Berek, dkk., 2010). Kanker ovarium sebanyak 90% berasal dari epitel coelom

(Rosen, dkk., 2010), produk dari mesoderm yang dapat mengalami metaplasia

(Berek, dkk., 2010). Kanker ovarium tipe epitel terdiri dari berbagai tipe sel yang

Page 24: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

2

secara histologis dibagi menjadi tipe serous (30-70%), endometrioid (10-20%),

mucinous (5-20%), clear cell (3-10%), dan undifferentiated (1%) (McCluggage,

2011; Rosen, dkk., 2010). Sementara kanker ovarium tipe non-epitel sebanyak 10%,

yang dapat berasal dari sel germinal (5%), sex-cord-stromal (5-8%), metastasis, dan

bentuk-bentuk yang sangat jarang seperti sarcoma dan lipoid (Berek, dkk., 2010).

Transformasi keganasan dapat terjadi ketika sel-sel epitel yang menutupi permukaan

ovarium atau melapisi kista inklusi mengalami proliferasi sewaktu terjadi ovulasi

untuk memperbaiki kerusakan akibat ruptur folikel (Berek, dkk., 2010).

Di dunia, angka insiden kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 9,4%

(Ferlay, dkk., 2010; Jemal, dkk., 2011). Angka insiden tersebut menempati urutan

ketujuh di antara kanker pada wanita setelah kanker payudara, kolorektal, serviks,

paru-paru, lambung, dan korpus uteri. Angka insiden kanker ovarium ini menempati

urutan ketiga di antara kanker ginekologi setelah kanker payudara dan serviks

(Ferlay, dkk., 2010). Di beberapa negara dilaporkan bahwa angka insiden kanker

ovarium bervariasi. Pada tahun 2008, jumlah kasus kanker ovarium di Amerika

Serikat adalah 21.650 kasus (Jemal, dkk., 2008) dan di Inggris adalah 6.500 kasus

(Office for National Statistics, 2010). Pada tahun yang sama, angka insiden kanker

ovarium di Eropa bervariasi antara 12 per 100.000 wanita di Eropa Selatan sampai 19

per 100.000 wanita di Eropa Utara (GLOBOCAN, 2008).

Di Indonesia, angka insiden kanker ovarium secara pasti tidak diketahui.

Laporan dari Badan Registrasi Kanker Departemen Kesehatan Republik Indonesia

yang diperoleh dari 13 Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di Indonesia

Page 25: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

3

menunjukkan bahwa angka proporsi kanker ovarium di antara kanker pada wanita

adalah 4,9% (Lubis, dkk., 2003). Berdasarkan laporan beberapa rumah sakit

pendidikan, angka proporsi kanker ovarium berkisar antara 32,5% (Aziz, 2009)

sampai 35% (Karyana, 2005).

Angka insiden kanker ovarium juga cenderung meningkat. Di Inggris, angka

insiden kanker ovarium meningkat dari 15 per 100.000 wanita pada tahun 1975

menjadi 19 per 100.000 wanita pada akhir tahun 1990 (Office for National Statistics,

2010). Di Australia, jumlah kasus kanker ovarium meningkat sebanyak 47% dari

tahun 1982 sampai 2006, yaitu dari 833 kasus menjadi 1.226 kasus. Diperkirakan

jumlah kasus baru akan terus meningkat menjadi 1.434 kasus kanker ovarium pada

tahun 2015 (Australia Institute of Health and Welfare, 2010). Sementara di Rumah

Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka proporsi kanker ovarium

antara tahun 1989-1992 sebesar 13,6% (Aziz, 1995) menjadi 32,5% pada tahun 2002

(Aziz, 2009).

Selain angka insidennya yang tinggi dan cenderung meningkat, angka

kematian kanker ovarium adalah tinggi di antara kanker ginekologi. Di dunia, angka

kematian akibat kanker ovarium pada tahun 2008 sebesar 5,1% (Jemal, dkk., 2011).

Di Amerika Serikat, pada tahun 2002 terdapat 23.300 kasus kanker serviks dan hanya

51,5% di antaranya meninggal, berbeda dengan kanker ovarium di mana ditemukan

16.200 kasus dan angka kematiannya mencapai 85,7%. Faktor terpenting yang

mempengaruhi tingginya angka kematian kanker ovarium adalah 70-75% kasus

terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal di mana angka harapan hidup 5

Page 26: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

4

tahun secara keseluruhan adalah 20-30%. Namun, bila ditemukan pada stadium I

maka angka harapan hidup 5 tahun mencapai 90-95% (ACOG Committee Opinion,

2002). Meskipun angka kejadian kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi

kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi.

Kesulitan menemukan kanker ovarium pada stadium dini berkaitan dengan

kesulitan menemukan metode skrining dan diagnosis dini yang akurat. Selain itu,

belum jelasnya karsinogenesis kanker ovarium menjadikan kanker ovarium seakan

tidak terkendali dan mengikuti hukum alam. Penanganan kanker ovarium melalui

pemahaman terhadap etiopatologi dan karsinogenesisnya lebih menjanjikan di masa

yang akan datang. Dengan demikian, penelitian tentang faktor risiko yang lebih

mendalam menjadi sangat penting dalam upaya mengungkap etiopatogenesisnya.

Penelitian yang lebih mendalam tersebut meliputi penentuan faktor risiko di tingkat

molekuler, seluler, histologis, organ, dan sistem.

Dalam dekade terakhir, penelitian di bidang biomolekuler semakin maju.

Secara umum, pada karsinogenesis terjadi perubahan berbagai komponen genetik

yang memungkinkan berkembangnya sel-sel normal menjadi ganas di mana sel

mengalami proliferasi tidak terkontrol yang berlanjut ke proses invasi dan metastasis.

Di tingkat molekuler, terjadi mutasi gen di mana pada kanker ovarium mutasi tersebut

bersifat sporadik, yang terutama menimbulkan aktivasi proto-onkogen menjadi

onkogen dan hilangnya fungsi protein penekan tumor atau antionkogen serta

keterlibatan protein-protein lainnya (Bast dan Mills, 2000). Dalam hal ini peranan

Page 27: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

5

onkogen, antionkogen, dan protein-protein yang lain diharapkan dapat menjelaskan

mekanisme terjadinya kanker ovarium.

Proto-onkogen dan protein penekan tumor memainkan peranan penting dalam

mekanisme siklus sel, regulasi pertumbuhan sel normal, dan dalam proses

karsinogenesis. Secara fisiologis, proto-onkogen menstimulasi diferensiasi dan

proliferasi sel. Ketika terjadi mutasi genetik maka hal ini akan menstimulasi proses

transformasi ke arah keganasan, sedangkan protein penekan tumor berperan

menghambat proliferasi sel dan/atau menstimulasi inaktivasi dan apoptosis. Mutasi

gen dan perubahan aktivitas protein yang berperan sebagai onkogen, protein penekan

tumor, dan apoptosis memicu transformasi sel-sel normal menjadi ganas, termasuk

terjadinya kanker ovarium (Nielsen, dkk., 2004).

Salah satu protein penekan tumor yang diduga berperan dalam etiopatogenesis

dan progresi kanker ovarium adalah protein 53 (p53). Gen ini sebagai guardian of

genome mengontrol protein yang berperan pada mekanisme karsinogenesis kanker

ovarium melalui aktivasi apoptosis, kontrol kecepatan siklus sel, kerjasama dengan

protein-protein reparasi, dan protein-protein lain yang bertujuan untuk mengontrol

protein berada pada jalur fisiologis (Foulkes, 2007; Pollard, 2008). Beberapa

penelitian melaporkan mutasi dan/atau ekspresi p53 mutan pada kanker ovarium tipe

epitel bervariasi antara 45-55% (Geisler, dkk., 2000) dan lebih dari 81% (Suwiyoga,

2003).

Salah satu mekanisme terhadap kontrol pertumbuhan sel adalah proses

kematian sel yang terprogram atau apoptosis. Mekanisme apoptosis ini selain melalui

Page 28: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

6

aktivitas protein penekan tumor p53, juga melalui interaksi dengan protein-protein

dari keluarga B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) dan caspase-3. Protein Bcl-2 bekerja secara

berlawanan dengan p53 sehingga mengganggu keseimbangan regulasi siklus sel. Sel-

sel akan mengalami proliferasi dan resistensi terhadap stimulasi yang secara normal

mengakibatkan kematian sel (Pollard, 2008). Beberapa studi melaporkan bahwa

ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium berkisar antara 33-39% (Chan, 2000). Penelitian

di Makasar menemukan ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 63,4% (Rauf,

dkk., 2006). Duo dan Tong (2004) menemukan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker

ovarium secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan tumor jinak.

Protein caspase-3 adalah salah satu dari 14 caspase yang telah diketahui pada

manusia (Elmore, 2007). Caspase-3 berperan sebagai eksekutor apoptosis pada tipe

sel dan jaringan tertentu serta mencetuskan kematian sel akibat rangsangan spesifik.

Selain itu, caspase-3 berperan penting pada perubahan morfologi sel dan berbagai

peristiwa biokimia yang berkaitan dengan pelaksanaan dan lengkapnya proses

apoptosis (Rastogi, dkk., 2009). Ekspresi caspase-3 ditemukan sebesar 93,4% pada

tumor ovarium jinak dan 48,8% pada kanker ovarium tipe epitel. Terdapat perbedaan

yang bermakna ekspresi caspase-3 pada tumor ovarium jinak dan kanker ovarium tipe

epitel. Ekspresi positif caspase-3 ditemukan pada kanker ovarium tipe

kistadenokarsinoma serosa, kistadenokarsinoma musinosa, karsinoma endometrioid,

dan karsinoma clear cell (Duo dan Tong, 2004). Penelitian lain menemukan adanya

perbedaan yang bermakna ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium epitel, tumor

ovarium borderline, tumor ovarium jinak, dan jaringan ovarium normal. Caspase-3

Page 29: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

7

juga merupakan faktor prognosis yang buruk pada kanker ovarium epitel (Chen dan

Peng, 2010).

Penelitian-penelitian tentang onkogen, protein penekan tumor, dan protein-

protein yang terlibat pada proses apoptosis pada kanker ovarium telah banyak

dilakukan. Akan tetapi, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan hanya terfokus

pada satu protein saja dan pada keluarga yang berisiko tinggi sehingga hasilnya

kurang representatif ketika dilakukan ekstrapolasi. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan

caspase-3 diketahui berbeda pada tumor ovarium ganas, borderline, jinak, dan sel

ovarium normal. Tetapi, besar risiko terjadinya kanker ovarium akibat ekspresi

ketiga protein tersebut belum pernah dilaporkan. Selain itu, sangat sedikit laporan

tentang yang mana dari ketiga jenis protein tersebut yang berperan paling besar pada

karsinogenesis kanker ovarium. Pembuktian peran ketiga protein tersebut pada

karsinogenesis kanker ovarium akan memperkaya arah skrining dan diagnosis dini.

Pada akhirnya, semakin banyak metode skrining, diagnosis dini, dan terapi genetik

dapat diaplikasikan akan menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker

ovarium.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dibuat rumusan

masalah sebagai berikut:

Page 30: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

8

1. Apakah penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih

besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi

p53 mutan negatif?

2. Apakah penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar

terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2

negatif?

3. Apakah penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih

besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi

caspase-3 positif?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui peranan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dalam

karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai

risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita

dengan ekspresi p53 negatif.

2. Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko

lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan

ekspresi Bcl-2 negatif.

Page 31: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

9

3. Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai

risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita

dengan ekspresi caspase-3 positif.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat keilmuan

Untuk memperjelas dan memperkuat teori karsinogenesis kanker ovarium tipe

epitel dengan melihat peranan p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 yang dapat dijadikan

dasar pengembangan diagnosis, terapi, dan prognosis secara molekuler.

1.4.2 Manfaat praktis

Dapat meramalkan bahwa penderita yang mempunyai ekspresi p53 mutan dan

Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar terkena

kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan penderita yang mempunyai ekspresi

p53 mutan dan Bcl-2 negatif serta ekspresi caspase-3 positif.

Page 32: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kanker Ovarium

2.1.1 Epidemiologi

Sampai saat ini, angka insiden kanker ovarium masih tinggi dan cenderung

meningkat. Di dunia, angka insiden kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 9,4%

dengan angka kematian sebesar 5,1% (Jemal, dkk., 2011). Angka insiden kanker

ovarium menempati urutan ketujuh di antara kanker pada wanita setelah kanker

payudara, kolorektal, serviks, paru-paru, lambung, dan korpus uteri, serta kanker

terbanyak ketiga di antara kanker ginekologi setelah kanker payudara dan serviks

(Ferlay, dkk., 2010).

Di beberapa negara dilaporkan bahwa angka insiden kanker ovarium

bervariasi. Di Amerika Serikat berdasarkan data the Surveillance, Epidemiology, and

End Results (SEER) dari the U.S. National Cancer Institute (NCI) jumlah kasus

kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 21.650 kasus (Jemal, dkk., 2008), sementara

di Inggris pada tahun yang sama terdapat 6.500 kasus kanker ovarium. Jumlah kasus

kanker ovarium di Inggris menempati urutan kedua di antara kanker ginekologi

setelah kanker korpus uteri dan menempati urutan keenam di antara kanker pada

wanita melampaui jumlah kasus kanker serviks (Office for National Statistics, 2010).

Pada tahun 2008, angka insiden kanker ovarium di Eropa bervariasi dari 12 per

100.000 wanita di Eropa Selatan sampai 19 per 100.000 wanita di Eropa Utara.

Page 33: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

11

Negara-negara Eropa dengan angka insiden kanker ovarium tertinggi adalah Latvia

dan Lithuania (sekitar 19 per 100.000 wanita), sedangkan negara-negara Eropa

dengan angka insiden kanker ovarium paling rendah adalah Cyprus dan Portugal

(sekitar 7 per 100.000 wanita) (GLOBOCAN, 2008).

Di Asia, angka insiden kanker ovarium secara umum lebih rendah

dibandingkan dengan populasi Eropa dan Amerika Utara. Di Jepang, angka insiden

kanker ovarium meningkat sejak tahun 1970, tetapi tetap lebih rendah dibandingkan

dengan negara-negara barat (Niwa, dkk., 2005). Ushijima (2009) melaporkan angka

insiden kanker ovarium di Jepang pada usia 60 tahun sebanyak 10 per 100.000 wanita

dan terus meningkat setelah usia tersebut.

Di Indonesia, angka insiden kanker ovarium secara pasti tidak diketahui.

Berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2003) yang diperoleh dari 13 Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di

Indonesia menunjukkan bahwa angka insiden kanker ovarium adalah 4,9%. Angka

insiden kanker ovarium menempati urutan keenam di antara sepuluh kanker tersering

pada pria dan wanita setelah kanker serviks, payudara, kulit, nasofaring, dan

kolorektal, serta menempati urutan ketiga di antara kanker pada wanita setelah kanker

serviks dan payudara (Lubis, dkk., 2003). Hal yang sama ditemukan di Rumah Sakit

Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, di mana angka proporsi kanker ovarium

pada tahun 2002 menempati urutan ketiga di antara sepuluh kanker tersering pada

wanita yaitu sebanyak 178 kasus (32,5%) (Aziz, 2009). Di RSUP Sanglah Denpasar

Page 34: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

12

dilaporkan angka proporsi kanker ovarium sebanyak 35% dari seluruh kanker

ginekologi dan hanya 10% terdiagnosis pada stadium dini (Karyana, 2005).

Angka insiden kanker ovarium juga cenderung meningkat. Di Inggris, angka

insiden kanker ovarium meningkat dari 15 per 100.000 wanita pada tahun 1975

menjadi 19 per 100.000 wanita pada akhir tahun 1990 (Office for National Statistics,

2010). Di Australia, jumlah kasus kanker ovarium meningkat sebanyak 47% dari

tahun 1982 sampai 2006, yaitu dari 833 kasus menjadi 1.226 kasus. Diperkirakan

jumlah kasus baru akan terus meningkat menjadi 1.434 kasus kanker ovarium pada

tahun 2015 (Australia Institute of Health and Welfare, 2010). Di Rumah Sakit Umum

Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka proporsi kanker ovarium antara tahun

1989-1992 sebesar 13,6% (Aziz, 1995) menjadi 32,5% pada tahun 2002 (Aziz, 2009).

Meskipun angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi

kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi. Di

Amerika Serikat (2002) terdapat 23.300 kasus kanker serviks dan sebanyak hanya

51,5 % di antaranya meninggal. Berbeda dengan kanker ovarium di mana ditemukan

16.200 kasus dan angka kematiannya mencapai 85,7%. Di Indonesia, penelitian yang

dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta menemukan

angka harapan hidup selama lima tahun penderita kanker ovarium stadium I sebesar

94,3%, stadium II 75%, stadium III 31%, dan stadium IV 11,7% (Aziz, 2009). Hal ini

terkait dengan hampir 90% diagnosis kanker ovarium ditegakkan pada stadium III ke

atas (Karyana, 2005; Sihombing dan Sirait, 2007). Faktor terpenting yang

mempengaruhi tingginya angka kematian kanker ovarium adalah sebanyak 70-75%

Page 35: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

13

kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal di mana angka harapan hidup

5 tahun secara keseluruhan adalah 20-30%. Namun, bila ditemukan pada stadium I

maka angka harapan hidup 5 tahun mencapai 90-95 % (ACOG Committee Opinion,

2002). Gambaran ini menunjukkan kemungkinan adanya peluang untuk

meningkatkan angka harapan hidup penderita kanker ovarium bila terdeteksi pada

stadium awal.

Sebagian besar (90%) tumor ovarium adalah tipe epitel dan berasal dari epitel

coelom. Sisanya berasal dari sel-sel germinal atau sel-sel stromal (Karst dan Draphin,

2010). Komponen herediter pada kanker ovarium yang berasal dari sel-sel germinal

atau sel-sel stromal sangat jarang, tetapi termasuk herediter dari tipe ini adalah tumor

sel granulosa pada pasien-pasien dengan sindrom Peutz-Jeghers dan pada kanker

ovarium tipe sel kecil yang diturunkan secara autosomal dominan (Jinawath dan Shih,

2010).

Terdapat banyak faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap

perkembangan kanker ovarium. Karakteristik individu seperti umur, ditemukan

bahwa kanker ovarium sangat jarang terjadi pada usia muda dan kemungkinannya

meningkat sejalan dengan peningkatan umur sampai mencapai kejadian yang stabil

dalam rentang usia 50-55 tahun. Beberapa penelitian menemukan risiko kanker

ovarium tipe epitel lebih tinggi pada wanita-wanita dengan status sosial ekonomi

yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan sedikitnya wanita-wanita ini mempunyai anak

(Berek, 2010). Faktor lain yang berperan sebagai faktor risiko kanker ovarium tipe

epitel adalah indeks massa tubuh (IMT). Suatu penelitian menemukan bahwa pada

Page 36: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

14

wanita dengan IMT di atas 30 kg/m2 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59

untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan wanita dengan IMT normal (Lahmann,

2009). Faktor reproduksi lain yang berpengaruh terhadap perkembangan kanker

ovarium adalah multiparitas. Multiparitas berkaitan dengan penurunan risiko terkena

kanker ovarium, di mana multiparitas mempunyai risiko relatif terkena kanker

ovarium sebesar 0,6-0,8 dibandingkan dengan wanita nuliparitas (Pelucchi, dkk.,

2007). Faktor lain yang turut berperan dalam penurunan risiko kanker ovarium adalah

menyusui. Wanita-wanita yang menyusui selama 1-2 bulan mempunyai risiko relatif

terjadinya kanker ovarium sebesar 0,6 dibandingkan dengan wanita-wanita yang tidak

pernah menyusui (Jinawath dan Shih, 2010), sedangkan faktor lain yang berperan

meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium adalah infertilitas. Wanita-wanita

infertil mempunyai risiko tinggi terkena kanker ovarium. Beberapa peneliti

menemukan hal ini berkaitan dengan seringnya pasien-pasien infertil terpapar atau

diterapi dengan obat-obat untuk induksi ovulasi (Ness, dkk., 2002; Rossing, dkk.,

2004). Penelitian lainnya menemukan efek proteksi dari kontrasepsi oral terhadap

perkembangan kanker ovarium. Penurunan risiko kanker ovarium pada pemakai

kontrasepsi oral diperkirakan sekitar 30-60% tergantung dari lamanya pemakaian

(Berek, 2010). Suatu penelitian kohort dan kasus kontrol menemukan efek proteksi

sebesar 40% pada wanita-wanita pemakai kontrasepsi oral dan efek proteksinya

meningkat mencapai 50% pada pemakaian selama lima tahun atau lebih (La Vecchia,

2006).

Page 37: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

15

Efek proteksi terhadap perkembangan kanker ovarium seperti multiparitas,

menyusui, dan pemakaian kontrasepsi oral mendukung konsep incessant ovulation

merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan terjadinya kanker ovarium.

Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Fathalla (Fathalla, 1971). Peneliti-peneliti

berikutnya menemukan bahwa proses yang terlibat pada upaya mereparasi epitel

permukaan ovarium yang rusak akibat trauma ovulasi, suatu ketika mengalami

perubahan ke arah keganasan. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang

hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium

tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003).

2.1.2 Kanker ovarium dalam keluarga

Kanker ovarium dalam keluarga pertama kali dilaporkan pada tahun 1929

yang terjadi pada 2 saudara kembar. Selama 15 tahun kemudian tidak ada laporan,

tetapi penemuan itu memulai penelitian yang lebih sistematik tentang kemungkinan

kanker ovarium diturunkan secara genetik (Zweemer dan Jacobs, 2000). Meskipun

kanker ovarium dalam keluarga sangat jarang, sekitar 5-10% dari semua kasus kanker

ovarium (Jinawath dan Shih, 2010), banyak peneliti tertarik untuk menemukan kaitan

kemungkinan perubahan genetik dengan kanker ovarium tipe epitel. Kanker ovarium

dalam keluarga dapat muncul sebagai suatu fenomena lokasi spesifik, dalam

kombinasi dengan kanker payudara atau dalam kombinasi dengan kanker

endometrium dan kanker kolon yang diturunkan (sindroma Lynch) (Pal, dkk., 2005).

Page 38: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

16

Dalam upaya untuk menemukan gambaran kanker ovarium yang diturunkan,

selama 10 tahun Piver, dkk., (1993) mengumpulkan data 1.568 kasus kanker ovarium

yang berasal dari 658 keluarga. Dalam laporannya, hubungan yang paling sering

terjadi antara ibu dengan anak perempuan, diikuti kemudian antara saudara

perempuan. Hubungan antara ibu dan anak perempuan yang menderita kanker

ovarium dalam keluarga terbukti sekitar 49,5% sementara hubungan antara saudara

terjadi sekitar 38,5%. Penelitian itu juga melaporkan bahwa wanita yang mempunyai

riwayat keluarga di mana ibunya menderita kanker ovarium mempunyai rasio odds

40,73 untuk menderita kanker ovarium, sedangkan wanita dengan riwayat keluarga di

mana saudaranya menderita kanker ovarium mempunyai rasio odds sebesar 34,51.

Penelitian ini secara umum menunjukkan gambaran penurunan secara autosomal

dominan dengan penetrasi yang bervariasi, di mana setiap wanita mempunyai risiko

sepanjang hidupnya lebih dari 50% untuk menderita kanker ovarium. Risiko yang

dihubungkan dengan adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium juga

banyak diteliti dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Rasio odds yang

dikaitkan dengan adanya riwayat kanker ovarium dalam keluarga setidaknya pada

generasi pertama, mempunyai rentang 2,5 sampai tak terhingga (Zweemer dan

Jacobs, 2000).

Penelitian-penelitian selanjutnya mendukung peranan genetik pada

perkembangan kanker ovarium. Penelitian sitogenetik kanker ovarium menemukan

karyotyping aneuploid kompleks dengan sejumlah kelainan struktural, yang paling

sering mengenai kromosom 1, 3, 6, 11, 17, dan 19. Meskipun tidak ada kelainan

Page 39: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

17

sitogenetik secara spesifik, perubahan yang paling sering adalah deletion pada lengan

pendek kromosom 6 yang menghasilkan mutasi pada sejumlah gen seperti gen

BRCA1 (Buller, dkk., 2001; Deng dan Wang, 2003; Pal, dkk., 2005).

Abnormalitas gen-gen yang berperan pada regulasi siklus sel, proliferasi sel,

proses perbaikan terhadap kerusakan gen, dan apoptosis sering ditemukan dan

merupakan bukti lebih lanjut keterlibatan faktor genetik pada kanker ovarium (Bai

dan Zhu, 2006). Banyak literatur membahas tentang peran penting gen p53 pada

proses karsinogenesis. Mutasi gen p53 sejauh ini merupakan perubahan genetik yang

paling sering dijelaskan pada kanker ovarium tipe epitel (Legge, dkk., 2005).

Penelitian in vitro menunjukkan p53 wild-type berperan sebagai gen penekan tumor.

Protein 53 mutant berperan sebagai onkogen transformasi dominan di dalam kultur

sel dan menunjukkan hubungan dengan p53 wild-type, mungkin melalui ikatan

dengan p53. Karena gen mutant p53 mengkode protein dengan waktu paruh yang

panjang, mutasi gen p53 selalu memungkinkan ekspresi relatif protein p53. Hampir

50% kanker ovarium stadium lanjut memperlihatkan ekspresi p53 mutant, sementara

itu ekspresi p53 mutan pada kanker ovarium stadium awal hanya 15% (Bast dan

Mills, 2000).

2.2 Protein 53 (p53)

2.2.1 Protein penekan tumor p53

Protein 53 (p53) pertama kali diidentifikasi pada tahun 1979 sebagai

transformation-related protein dan protein sel yang terakumulasi pada inti sel kanker

Page 40: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

18

dan berikatan kuat dengan simian virus 40 (SV40) large T antigen (Lane dan

Crawford, 1979). Akan tetapi, hampir 10 tahun kemudian para peneliti menemukan

bahwa ternyata protein tersebut merupakan bentuk mutasi dari p53 yang pada

awalnya diistilahkan sebagai p53 wild-type (p53 wt), dan sifat onkogenik dari p53

sebenarnya berasal dari mutasi p53 (Bai dan Zhu, 2006).

Pada masa lalu, p53 diyakini berperan sebagai onkogen karena ditemukan

pada sel-sel yang mengalami perubahan keganasan. Hal ini berdasarkan beberapa

penelitian, di mana beberapa klon p53 dapat diisolasi dan terbukti dapat memelihara

sel-sel kultur tetap hidup melalui kolaborasi dengan c-ras. Tetapi kemudian,

penelitian-penelitian mencatat bahwa p53 pada sel-sel yang mengalami perubahan

keganasan adalah bentuk mutant p53. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa p53

mampu menekan perubahan sel-sel ke arah keganasan yang disebabkan oleh onkogen

di dalam jaringan yang dikultur dan dapat menghambat potensi sel-sel menjadi tumor

pada binatang (Suryohusodo, 2000). Karena alasan tersebut, saat ini p53

diklasifikasikan sebagai protein penekan tumor.

Protein 53 (p53) merupakan penekan tumor yang multifungsi dan sering

mengalami perubahan pada kanker ovarium dan jenis kanker lainnya. Protein 53

dalam kondisi normal berinteraksi dengan berbagai jenis protein yang terlibat dalam

regulasi transkripsional, perbaikan kerusakan DNA, progresi siklus sel, dan apoptosis

(Havrilesky, dkk., 2003). Protein 53 dikenal dengan sebutan beragam seperti p53 atau

TP53. Protein 53 merupakan salah satu molekul terpenting dalam dunia biologi.

Berbagai peran dari p53 yang berhubungan dengan kanker terus berusaha diteliti.

Page 41: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

19

Sejauh ini fungsi p53 yang telah diketahui mencakup pengaturan siklus sel, kematian

sel/apoptosis, perbaikan kerusakan DNA yang disebabkan oleh bahan genotoksik,

angiogenesis, dan regulasi stres oksidatif. Relevansi fungsi yang sangat luas

menempatkan p53 pada posisi pengendali yang bertanggung jawab terhadap berbagai

proses terkait dengan kanker. Begitu pula mengingat banyaknya mitra interaksi,

tidaklah mengherankan jika penyimpangan pada p53 sangat sering ditemukan pada

kanker (Foulkes, 2007).

Protein penekan tumor p53 bertindak sebagai simpul utama dari jalur sinyal

kompleks yang terlibat dalam berbagai respon stres seluler seperti kerusakan DNA,

aktivasi onkogen, infeksi virus, dan deplesi ribonukleotida. Pada keadaan normal, p53

dalam jaringan berada pada kondisi yang tidak aktif (switched off). Protein 53

biasanya diaktifkan oleh semacam stres seluler yang dapat mengubah siklus

perkembangan sel normal atau menginduksi mutasi genome yang kemudian

mengarah pada perubahan keganasan. Protein 53 aktif dapat menghentikan siklus sel,

atau pada banyak kasus, mengaktifkan (switched on) program jalur kematian sel

(apoptosis) dan memaksa sel-sel rusak dan mengandung mutasi melakukan bunuh diri

sehingga mencegah perbanyakan dan pertumbuhan selular yang abnormal. Oleh

karena itu, p53 dikenal sebagai penjaga genome (guardian of genome), berperan

menghambat perkembangan tumor sehingga protein ini paling sering mengalami

mutasi pada penyakit kanker (Bourdon, dkk., 2003).

Banyak penelitian melaporkan bahwa patogenesis kanker ovarium saat ini

makin luas dengan ditemukannya peranan berbagai onkogen. Salah satu teori

Page 42: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

20

menjelaskan progresivitas kanker ovarium invasif berdasarkan interaksi yang

kompleks antara latar belakang genetik pasien dengan pengaruh lingkungan yang

memicu mutasi berbagai onkogen. Perkembangan keganasan memerlukan kerusakan

berbagai protein. Hal ini dapat memicu kerusakan gen penekan tumor akibat adanya

delesi atau mutasi (Bai dan Zhu, 2006).

2.2.2 Struktur p53

Gen yang menyandi protein 53 terletak pada bagian lengan pendek dari

kromosom 17 (17p13.1), merupakan suatu fosfoprotein nukleus yang memiliki berat

molekul sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Protein 53 ini dikode oleh 20 kilobasa (kb)

yang terdiri dari 11 ekson dan 10 intron (Bai dan Zhu, 2006; Maximov dan Maximov,

2008). Protein p53 wild type (p53 wt) mengandung sebanyak 393 asam amino yang

secara fungsional dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian N-terminal, bagian

inti, dan bagian C-terminal (Bai dan Zhu, 2006). Tiga bagian utama ini terbagi lagi

menjadi 5 bagian penting, yaitu: N-terminal transactivation, rantai spesifik pengikat

DNA, C-terminal yang terlibat pada regulasi pengikat DNA, bagian pengatur yang

kaya prolin, dan bagian oligomerization (Gambar 2.1) (Bai dan Zhu, 2006).

2.2.2.1 Bagian N-terminal

Sebagai faktor transkripsi, p53 memiliki bagian transaktivasi ganda (asam

amino 1-42 dan 43-73) yang bersama-sama dengan bagian yang kaya prolin (asam

amino 61-94) membentuk bagian N-terminal. Oleh karena kaya akan residu acidic

seperti Asp dan Glu menjadikan domain ini suatu bagian transaktivasi acidic (bagian

transaktivasi yang bersifat asam) (Jung, 2007). Bagian ini tidak memiliki struktur

Page 43: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

21

tersier dan sebagian besar memerlukan elemen struktural sekunder yang merupakan

ciri khas dari kebanyakan transaktivasi ganda acidic. Potongan kecil dari transaktivasi

ganda p53 dapat membentuk sub-struktur lokal, seperti induced helices, dengan

formasinya yang tergantung pada sifat pasangan protein pengikatnya, misalnya

murine double minute 2 (MDM2) (Reles, 2001). Suatu rangkaian pengekspor inti

(nuclear export sequence=NES) terletak pada bagian N-terminal (asam amino 11-27)

dan berkolaborasi dengan C-terminal NES untuk melaksanakan ekspor inti p53.

Inaktivasi sinyal ekspor oleh modifikasi pasca-translasi terhadap bagian N-terminal

terjadi saat aktivasi p53 (Jung, 2007; Meek dan Anderson, 2009).

Gambar 2.1 Struktur p53Protein p53 terdiri dari 393 asam amino, terbagi menjadi tiga domain

fungsional; N-terminal activation domain, DNA binding domain dan C-

terminal tetramerization domain (Bai dan Zhu, 2006).

Page 44: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

22

2.2.2.2 Bagian pengikat DNA

Central sequence-specific DNA binding domain (DBD) dari p53 umumnya

disebut sebagai core domain (bagian inti; asam amino 102-292) sangat penting dalam

kapasitas faktor transkripsi p53 untuk mengikat DNA. Ikatan p53 dengan DNA

terjadi melalui kerjasama dengan empat bagian inti yang menempati satu elemen

respon DNA. Berdasarkan data dasar internasional, lebih dari 90% mutasi p53 pada

berbagai tumor terjadi pada bagian inti (Jung, 2007).

2.2.2.3 Bagian C-terminal

Bagian C-terminal dianggap memiliki peran regulasi. Residu pada bagian C-

terminal mengalami modifikasi pasca-translasi termasuk fosforilasi dan asetilasi.

Bentuk fungsional p53 terdapat dalam bentuk tetramer (Bai dan Zhu, 2006). Bagian

C-terminal p53 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian oligomerisasi atau bagian

tetramerisasi (residu 324 sampai 355) dan bagian regulator pada terminal karboksil

(residu 363 sampai 393) (Bai dan Zhu, 2006). Suatu nuclear export sequence (NES;

asam amino 350-351) terletak di dalam bagian tetramerisasi dan melakukan mediasi

hubungan sitoplasma-inti. Saat bagian ini terpapar pada permukaan protein dan ketika

p53 berada dalam bentuk monomernya, NES tertanam di bawah permukaan saat

oligomerisasi p53 dan akan menimbulkan retensi inti. Bagian auto-regulatory negatif

pada bagian C-terminal dari p53 dihubungkan dengan bagian tetramerisasi melalui

bagian penghubung utama, yang mengandung suatu sinyal lokalisasi inti ganda

(bipartite nuclear localization signal) yang memediasi impor inti dari p53. Bagian

Page 45: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

23

auto-regulatory negatif berimplikasi pada auto-inhibisi terhadap fungsi bagian

pengikat DNA p53 (Jung, 2007). Bagian C-terminal juga berfungsi sebagai bagian

regulasi negatif yang memiliki fungsi menginduksi proses kematian sel atau apoptosis

dan mengatur kemampuan bagian pengikat DNA untuk mempertahankan dalam

bentuk laten. Jika interaksi antara bagian C-terminal dan bagian pengikat inti diputus

atau dihilangkan oleh modifikasi pasca-translasi, seperti proses fosforilasi dan

asetilasi, bagian pengikat inti akan menjadi teraktivasi, sehingga dapat menginduksi

terjadinya transkripsi (Bai dan Zhu, 2006).

2.2.3 Peran p53

Protein 53 berperan utama sebagai faktor transkripsi dengan bermacam-

macam target. Hal ini berarti p53 mengontrol berbagai jenis protein dengan fungsi

yang berbeda-beda (Foulkes, 2007). Sebagai protein penekan tumor, p53 sangat

penting untuk mencegah proliferasi sel yang menyimpang serta mempertahankan

integritas genome akibat stres genotoksik. Sebagai akibat dari berbagai stimulus

intraseluler dan ekstraseluler, seperti kerusakan DNA (termasuk radiasi pengion,

radiasi ultraviolet, pengunaan obat-obat sitotoksik atau obat-obat kemoterapi, dan

infeksi virus), syok akibat pemanasan, hipoksia, dan ekspresi onkogen yang

berlebihan, p53 wt diaktifkan dan hadir sebagai protein regulator yang penting untuk

memicu respon biologis yang beragam, baik di tingkat sel tunggal maupun pada

semua organisme.

Page 46: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

24

Protein-protein yang diaktifkan oleh p53 wt memiliki fungsi yang beragam

dan merupakan efektor hilir (downstream) pada jalur penyampaian sinyal yang

memperoleh tanggapan beragam seperti cell-cycle checkpoints, reparasi kerusakan

DNA, dan apoptosis. Sebagian dari berbagai fungsi p53 termasuk peran utama p53

dalam menekan pertumbuhan tumor, dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk

bertindak sebagai faktor transkripsi – suatu rangkaian spesifik yang mengatur

ekspresi protein-protein seluler yang berbeda dalam mengatur berbagai proses seluler,

meskipun interaksi protein-protein lain juga mungkin memainkan peranan.

Menanggapi berbagai jenis stres, p53 diakumulasikan di dalam inti dan berikatan

pada tempat tertentu di daerah pengaturan dari gen responsif p53, dan kemudian

mendorong dengan kuat transkripsi dari gen-gen tersebut. Target hilir p53 secara

berbeda diaktifkan tergantung pada jenis sel, tingkat kerusakan yang telah

mempengaruhi aktivasi p53, dan berbagai parameter lain yang belum teridentifikasi

(Bai dan Zhu, 2006).

2.2.3.1 Regulasi siklus sel dan perbaikan kerusakan DNA

Berbagai respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 yang merupakan kontrol

terhadap pertumbuhan meliputi penghentian siklus sel (cell cycle arrest), reparasi

kerusakan DNA, dan apoptosis (Reles, 2001; Bai dan Zhu, 2006). Tampak bahwa

kemampuan p53 untuk menghambat pertumbuhan sel sangat penting mengingat

fungsinya sebagai penekan tumor. Hambatan terhadap siklus sel terjadi apabila timbul

rintangan di dalam siklus pembelahan sel. Induksi penghentian siklus sel oleh p53

Page 47: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

25

dapat memberikan tambahan waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan genome

sebelum memasuki tahapan penting sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang

sebelumnya tertahan akan dikembalikan ke kondisi proliferasinya melalui fungsi

biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan DNA termasuk di antaranya nucleotide

excision repair dan base excision repair (Bai dan Zhu, 2006).

Mekanisme p53 dalam proses transformasi ke arah keganasan dapat melalui

beberapa mekanisme. Bila terjadi kerusakan DNA, p53 memperantarai berhentinya

fase G1 melalui pengaktifan gen-gen yang bertanggungjawab pada respon kerusakan

gen seperti WAF1 yang mengkode p21Waf1/Cip1, suatu penghambat yang poten dari

cyclin-dependent kinase (cdk)-dependent phosphorylation dari protein retinoblastoma

Gambar 2.2 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G1-S(Rose, 2007)

Gambaran skematik penghentian siklus sel pada fase G1-S oleh p53 yang

mengaktifkan p21, CAK, dan PC3. Tanda panah warna hijau menunjukkan

aktivasi target dan garis merah menunjukkan penghambatan target

Page 48: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

26

(pRb) (Gambar 2.2). Protein retinoblastoma yang terhipofosforilasi mengikat faktor

transkripsi E2F-1 yang mengakibatkan berhentinya siklus sel. Protein 53 dapat juga

menghambat siklus G1 melalui pengaturan aktivitas transkripsi RNA polymerase II

dengan menghambat kompleks cdk-activating kinase (CAK) cdk7/cyclin H1/Mat1

(Rose, 2007). Selain itu, berhentinya siklus G1 dapat juga diakibatkan oleh

kemampuan p53 menginduksi PC3, gen yang menurunkan kadar cyclin D1, yang

menghambat cdk4 dan hipofosforilasi pRb (Guardavaccaro, dkk., 2000). Hal ini

menunjukkan bahwa checkpoint pada fase G1-S dari siklus sel merupakan fase yang

sangat kritis dari mekanisme perbaikan kerusakan DNA.

Gambar 2.3 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G2-M(Rose, 2007)

Gambaran skematik penghentian siklus sel pada fase G2-M oleh p53 yang

mengaktifkan p21, GADD45, dan 14-3-3σ. Tanda panah warna hijau menunjukkan

aktivasi target dan garis merah menunjukkan penghambatan target.

Page 49: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

27

Seperti terlihat pada Gambar 2.3, protein 53 juga menghambat siklus sel pada

fase transisi G2-M. Aktivasi p53 dapat menghambat secara efektif aktivitas B1/cdc2

yang sangat penting bagi sel-sel memasuki fase mitosis. Protein 21Waf1/Cip1 juga

berperan pada berhentinya fase G2 melalui penghambatan secara langsung kompleks

cyclin B1/cdc2 (Flatt, dkk., 2000). Selain itu, p53 menginduksi GADD45 yang dapat

mengikat cdc2 dan mengakibatkan ketidakmampuannya membentuk kompleks

dengan cyclin B1 (Jin, dkk., 2000; Rose, 2007). Protein 53 menginduksi 14-3-3-σ

yang tidak hanya mengikat dan menghancurkan cdc2 di dalam sitoplasma, tetapi juga

mengikat dan menghancurkan cdc25 yang bertanggungjawab terhadap defosforilasi

dan aktivasi kompleks cyclin B/cdc2 (Rose, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa p53

dikenal sebagai guardian of the genome karena peranannya menghambat

pertumbuhan sel-sel dengan kerusakan DNA.

2.2.3.2 Apoptosis

Selain melalui mekanisme tersebut di atas, p53 juga mengontrol proliferasi sel

dan integritas genome dengan menginduksi apoptosis melalui aktivasi transkripsi gen-

gen target p53. Sebagai penjaga integritas keutuhan selular, salah satu peranan p53

adalah memonitor stres selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA

irreversible atau tidak dapat diperbaiki. Apoptosis merupakan proses multi-step yang

diregulasi dengan ketat, ditandai dengan penyusutan sel, kondensasi kromatin, serta

fragmentasi sel dan inti (Bai dan Zhu, 2006; Miettinen, 2009). Dalam

perkembangannya apoptosis juga sering disebut dengan kematian sel yang

Page 50: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

28

terprogram, yang berlangsung terus selama proses kehidupan dengan maksud untuk

menjaga homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara proliferasi dengan

kematian sel.

Apoptosis merupakan barrier utama onkogenesis dan protein penekan tumor

p53 merupakan kunci utama regulasi apoptosis dan karsinogenesis (Maximov dan

Maximov, 2008). Seperti diuraikan di atas, apoptosis dimediasi oleh dua jalur

apoptosis utama, yaitu jalur ekstrinsik dan intrinsik. Apapun jalur aktivasi yang

diinduksi, masing-masing jalur tersebut menimbulkan aktivasi protease selektif yang

disebut sebagai caspase. Jalur ekstrinsik dikenal sebagai death receptor pathway dan

jalur intrinsik sebagai mitochondrial pathway. Baik jalur ekstrinsik dan intrinsik

diaktifkan oleh gen penekan tumor p53 (Miettinen, 2009).

A. Jalur Ekstrinsik

Protein p53 dapat mengaktivasi jalur apoptosis ekstrinsik melalui induksi gen

yang mengkode tiga protein transmembran: FAS, DR5/KILLER (the death-domain-

containing receptor for TNF-related apoptosis-inducing ligand/TRAIL), dan PERP.

Reseptor permukaan sel FAS (CD95/APO1) merupakan komponen kunci dari jalur

apoptosis ekstrinsik (Haupt, dkk., 2003). Jalur apoptosis ekstrinsik diinisiasi oleh

anggota keluarga tumor necrosis factor (TNF) termasuk TNFα, FAS/CD95 ligand

(FASL), dan APO2 ligand (APO2L). Mereka mengaktifkan death receptor dari

keluarga TNF/NGF seperti TNFR1, FAS (CD95/APO1), dan APO2 (Maximov dan

Maximov, 2008).

Page 51: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

29

Fatty acid synthetase (FAS) diaktifkan dengan ikatan pada ligand-nya

(FASL), yang dominan diekspresikan oleh sel T. Protein 53 menginduksi ekspresi

FAS mRNA dengan berikatan pada elemen yang terdapat pada promoter dan intron

pertama dari gen FAS (Haupt, dkk., 2003). Fatty acid synthetase (FAS) berhubungan

dengan protein FADD (Fas associated death domain) untuk membentuk suatu

kompleks yang disebut DISC (Death-inducing signaling complex), kemudian DISC

mengaktifkan procaspase-8 dan caspase-8 yang pada gilirannya menginduksi aktivasi

caspase-3 dan caspase-7 sehingga menyebabkan apoptosis. TNFR1 dan APO2 yang

terinduksi juga mempromosikan kematian sel melalui caspase-8. Caspase-8 dapat

mengaktifkan protein proapoptosis BID yang merupakan penghubung antara jalur

apoptosis ekstrinsik dan intrinsik (Maximov dan Maximov, 2008).

Protein 53 berperan baik pada jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik dari

mekanisme apoptosis. Reseptor kematian sel pada membran plasma seperti Fas, DR4,

dan DR5 diatur oleh p53 melalui jalur ekstrinsik (Yu, dkk., 2005). Protein 53

menginduksi caspase-8 yang mengaktifkan Bid. Bid memasuki membran

mitokondria, yang selanjutnya mengaktifkan Bax dan Bak. Bax dan Bak

menstimulasi pembentukan apoptosome dalam mitokondria. Protein 53 mengatur

mekanisme jalur intrinsik apoptotik melalui induksi langsung keluarga Bcl-2 seperti

Bax, PUMA (p53-upregulated modulator of apoptosis), dan Noxa, yang terletak pada

membran mitokondria dan menstimulasi pelepasan sitokrom-c dan mengaktifkan

jalur caspase (Schuler, dkk., 2000; Haupt, dkk., 2003). Pembentukan apoptosome

tergantung pada sitokrom-c, Apaf-1, dan caspase-9. Dengan demikian, p53 tidak

Page 52: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

30

bekerja sendiri dalam mekanisme transaktivasi, tetapi memerlukan kerjasama banyak

protein yang secara bersama-sama menimbulkan efek pada mekanisme apoptosis.

B. Jalur Intrinsik

Jalur apoptosis intrinsik juga disebut mitochondrial pathway karena dikaitkan

dengan pelepasan protein sitokrom-c dan protein lain dari ruang antar-membran

mitokondria ke dalam sitoplasma sebagai akibat dari aktivasi anggota keluarga

protein proapoptosis Bcl-2 yang merupakan regulator permeabilitas membran luar

mitokondria. Jalur apoptosis intrinsik didominasi oleh keluarga protein Bcl-2, yang

terbagi menjadi tiga kelas: protein pro survival seperti Bcl-2, Bcl-XL; protein pro-

apoptosis seperti Bax, Bak, dan Bcl-X1; protein pro-apoptosis BH3-only seperti Bid,

Bad, Noxa, Puma (p53-up-regulated modulator of apoptosis), p53AIP1 (Haupt, dkk.,

2003; Bai dan Zhu, 2006). Anggota keluarga pro-apoptosis Bcl-2 yang telah

diaktifkan dapat menetralkan anggota anti-apoptosis dari keluarga yang sama, yang

jika tidak, akan dapat menghambat kematian sel dengan mencegah pelepasan

sitokrom-c dari mitokondria. Setelah dilepaskan ke sitoplasma, sitokrom-c mengikat

protein adaptor Apaf-1 (Apoptotic protease-activating factor-1) untuk membuat

apoptosome, sebuah kompleks yang akan mengaktifkan procaspase-9. Dengan

adanya dATP/ATP nukleotida caspase-9 diaktifkan, yang pada gilirannya

mengaktifkan caspase-3 dan caspase-7, menyebabkan aktivasi luas terhadap caspase

lain (caspase cascade) dan kematian sel. Beberapa protein inhibitor dari IAPs

(proteins-inhibitors of caspases) seperti DIABLO/Smac dan Omi/HtrA2 juga dirilis,

Page 53: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

31

serta protein penting lainnya seperti AIF (apoptosis-inducing factor) dan

endonuklease G (Endo G). Protein-protein ini dapat berkontribusi pada proses

apoptosis, bahkan tanpa adanya aktivasi caspase, menciptakan jalur kematian sel

caspase-independent (Maximov dan Maximov, 2008).

2.2.4 Protein 53 mutan dan kanker ovarium

Pada kanker, mutasi p53 sebagian besar adalah missense mutations yang

menimbulkan substitusi asam amino pada protein wild-type (Bai dan Zhu, 2006).

Mutasi ini selalu berakibat terjadinya sintesis protein mutant yang dapat

meningkatkan stabilitas seluler akan tetapi cacat secara fungsi. p53 mutant

terakumulasi di dalam sel, mencapai level hingga 10 sampai 100 kali lipat lebih tinggi

daripada protein wild type (Miettinen, 2009). Terdapat hubungan yang erat antara

missense mutations dengan ekspresi protein 53 (Havrilesky, dkk., 2003).

Selama perkembangan kanker, p53 dapat mengalami perubahan oleh karena

terjadi mutasi. Sejauh ini, missense mutation pada p53 sangat sering terjadi pada sel

kanker. Non-sense mutation, insersi, dan delesi pada p53 juga dijumpai. Mutasi pada

gen p53 terdeteksi pada 10% hingga 80% pasien kanker ovarium. Pada beberapa

penelitian, mutasi p53 berhubungan dengan prognosis yang buruk. Prevalensi mutasi

p53 sangat bergantung pada subtipe histologik kanker ovarium. Mutasi p53 terjadi

pada lebih dari dua pertiga kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut (Havrilesky,

dkk., 2003).

Page 54: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

32

Mutasi p53 lebih sering terjadi pada primary serous ovarian cancer yaitu

58% dari kasus. Persentase mutasi p53 dilaporkan rendah pada tumor ovarium tipe

endometrioid, musinus, dan clear-cell, berturut-turut 28%, 16%, dan 10% tetapi

sedikit lebih tinggi jika menggunakan teknik imunohistokimia, yaitu 37% pada

endometrioid dan 31% pada tipe tumor musinus (Schuijer dan Berns, 2003). Insiden

mutasi sangat tinggi khususnya pada highgrade serous carcinoma.

Gambar 2.4 Mekanisme Apoptosis yang Dimediasi oleh p53(Maximov dan Maximov, 2008)

Jalur Intrinsik

Jalur Ekstrinsik

Page 55: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

33

Status ekspresi p53 juga berkaitan dengan prognosis kanker ovarium. Pasien

dengan p53 aberrant, misalnya, ekspresi positif atau status p53 yang benar-benar

negatif, mempunyai 5-year overall survival 26%, sedangkan pasien dengan p53

normal memiliki 5-year overall survival 79%. Frekuensi ekspresi p53 lebih tinggi

secara bermakna pada penyakit stadium lanjut yakni stadium III dan IV (40%-60%)

dibandingkan pada stadium I dan II (10%-20%). Dengan kata lain, sangat mungkin

jika p53 berkaitan dengan fenotip yang agresif, yang juga berarti bahwa penyakit

tersebut menyebar lebih cepat (Havrilesky, dkk., 2003).

Akumulasi mutasi p53 pada sel ganas membangkitkan respon imun humoral

terhadap protein p53 pada lingkungan di sekitar tumor. Seperti adanya autoantibodi

anti-p53 dalam cairan asites pasien kanker ovarium, yang berhubungan dengan

disease free survival yang buruk (Miettinen, 2009). Selain itu, perubahan pada p53

diketahui berhubungan dengan respon atau resistensi terhadap kemoterapi. Hal ini

mengindikasikan bahwa hilangnya fungsi p53 dapat memberikan fenotif berupa sifat

kanker yang kemoresisten, karena p53 berperan dalam apoptosis yang diinduksi oleh

kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian in vitro, status p53 sangat penting

khususnya dalam hal sensitivitas sel kanker ovarium terhadap cisplatin (Havrilesky,

dkk., 2003).

2.3 Protein Bcl-2

Telah diketahui bahwa regulasi sel diatur oleh keseimbangan antara laju

proliferasi sel dan kematian sel. Hal ini berarti pertumbuhan sel-sel secara tidak

Page 56: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

34

terkontrol tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya proliferasi sel tetapi dapat juga

disebabkan oleh karena adanya hambatan terhadap proses kematian sel, yang

mengakibatkan kegagalan mekanisme fisiologis kematian sel yang terprogram

(apoptosis). Protein Bcl-2 merupakan salah satu anggota keluarga Bcl-2 yang terlibat

pada mekanisme apoptosis dan berperan sebagai anti-apoptosis (protectors) yang

memungkinkan sel-sel tetap tumbuh (Marx dan Meden, 2001; Raspollini, dkk., 2006).

Protein ini pertama kali ditemukan sebagai proto-onkogen pada limfoma sel B. Gen

yang menyandi protein ini terletak pada kromosom nomer 18q21 sebagai hasil

translokasi t(14;18)q (Pollard, dkk., 2008).

Keluarga Bcl-2 dapat dibagi menjadi kelompok protectors (anti-apoptotis)

yaitu Bcl-2, Bcl-xl, Bcl-W, Mcl-1, A1, Boo/Diva, C. elegans ced-9, Adenovirus

E1B19K, Epstein-Barr virus BHFR1. Kelompok killers (pro-apoptosis) antara lain

Bax, Bak, Bok/Mtd, Bcl-xs, serta kelompok regulators seperti Bad, Bid, Bim, BmF,

Hrk, C. elegans Egl-1, Bik/Nbk, HRK, Puma, dan Noxa (Pollard, dkk., 2008). Protein

Bcl-2 memiliki berat molekul 25 kD. Gugusan C-terminal 21 asam amino dikode

menjadi asam amino hidrofobik yang penting dalam pertahanan membran. Protein

Bcl-2 terdapat dalam permukaan sitoplasma membran luar mitokondria, envelop inti

sel, dan dalam retikulum endoplasma (Pollard, dkk., 2008).

Proses apoptosis pada tingkat yang lebih tinggi melibatkan p53 seperti telah

diuraikan di atas. Protein 53 akan menghambat aktivitas anti-apoptosis dan

mengaktifkan gen-gen pro-apoptosis dari membran mitokondria. Hal ini

mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran mitokondria. Meningkatnya

Page 57: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

35

permeabilitas membran mitokondria akan melepaskan molekul pro-apoptosis

sitokrom-c yang akan berikatan dengan apoptotic protease-activating factor-1 (Apaf-

1). Ikatan ini kemudian akan mengaktifkan kaskade caspase yang menimbulkan

apoptosis (Kumar, dkk., 2005).

Suatu protein yang mencegah sel-sel dari kematian menyebabkan organisme

multiseluler berhadapan dengan potensi yang berbahaya, di mana keseimbangan

antara proliferasi dan kematian sel menjadi terganggu. Peningkatan transkripsi Bcl-2

secara langsung bertanggungjawab terhadap stimulasi perubahan ke arah keganasan.

Tidak seperti onkogen-onkogen lainnya, ekspresi berlebihan dari Bcl-2 tidak

menyebabkan proliferasi sel. Sebaliknya, hal itu menyebabkan terganggunya

pengaturan keseimbangan antara kehidupan dan kematian dari sel-sel yang terkena.

Sel-sel yang memperlihatkan ekspresi Bcl-2 berlebihan akan mengalami

pertumbuhan terus dan sangat resisten terhadap berbagai rangsangan yang secara

normal menstimulasi kematian sel (Pollard, dkk., 2008).

Telah diketahui bahwa ekspresi protein Bcl-2 sangat lemah pada sel-sel epitel

ovarium yang normal atau pada tumor ovarium jinak dan borderline, tetapi sangat

kuat pada kanker ovarium (Chan, dkk., 2000; Anderson, dkk., 2009). Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas apoptosis menurun sebagai akibat peningkatan

aktivitas protein Bcl-2 pada kanker ovarium (Tas, 2001). Baekelandt, dkk., (1999)

menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 39%, sementara

Chan, dkk., (2000) menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar

33%.

Page 58: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

36

Gambar 2.5 Protein-Protein yang Termasuk Keluarga Bcl-2(Pollard, dkk., 2008)

Anggota keluarga Bcl-2 dikenali dengan adanya satu sampai empat kotak pendek

rangkaian protein yang disebut BH (Bcl-2 homology). Kelompok anti-apoptosis Bcl-2

(protectors) mempunyai empat bagian. Kelompok pro-apoptosis (killers) mempunyai

tiga bagian, sedangkan kelompok regulators hanya mempunyai satu bagian BH3.

2.4 CASPASE-3

Caspase termasuk keluarga protease interleukin-1β-converting enzyme, yang

sangat mirip dengan protein kematian dari sel Caenorhabditis elegans (CED-3).

Sampai saat ini telah diketahui sebanyak 14 caspase, yang semuanya merupakan

protease dengan kandungan sistein asam asetat (caspase=cysteine aspartic acid

KELUARGA Bcl-2

PROTECTORS KILLERS REGULATORS

Page 59: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

37

protease) (Bai dan Zhu, 2006). Caspase terdapat di setiap sel sebagai prekursor tidak

aktif yang disebut procaspase. Bagian N-terminal dari procaspase mengandung

struktur yang sangat bervariasi yang diperlukan untuk aktivasi caspase. Semua

anggota caspase mampu mengaktivasi dirinya sendiri (autoactivation) seperti halnya

mengaktivasi caspase lainnya untuk menghasilkan suatu heterodimer dengan sebuah

subunit besar dan sebuah subunit kecil, serta dua heterodimer membentuk suatu

enzim aktif heterotetramer (Fan, dkk., 2005).

Di antara 14 anggota procaspase, hanya procaspase-14 yang bersifat unik

untuk proses proteolisis yang secara prinsip berkaitan dengan differensiasi sel-sel

epitel dibandingkan dengan apoptosis atau inflamasi. Semua bentuk procaspase dari

caspase yang memediasi inflamasi dan caspase aktivator apoptosis mempunyai long

prodomain. Bagian long prodomain mengandung death effector domain (DED) pada

procaspase-8 dan procaspase-10 atau caspase activation and recruitment domain

(CARD) pada procaspase-2 dan procaspase-9. DED dan CARD anggota dari keluarga

death domain terlibat pada aktivasi procaspase dan regulasi kaskade caspase melalui

interaksi protein-protein. Ketiga bagian tersebut mengandung struktur 3-D yang

dikenal sebagai death domain fold, yang tersusun oleh enam α-heliks antiparalel.

Namun, prodomain yang lebih pendek pada procaspase dari caspase executioner

apoptosis tidak terlibat pada interaksi antar protein (Yuan dan Ding, 2002).

Ketika teraktivasi, caspase aktivator apoptosis seperti caspase-2, caspase-8,

dan caspase-10 akan mengaktifkan caspase executioner apoptosis seperti caspase-3,

caspase-6, dan caspase-7. Selanjutnya caspase-8 dapat mengikat Bid ke tBid yang

Page 60: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

38

berpindah ke membran mitokondria dan memicu pelepasan sitokrom-c dan

mengaktifkan jalur apoptosis mitokondria (jalur intrinsik) (Kuwara, dkk., 2002).

Caspase executioner yang teraktivasi selanjutnya mengikat protein seluler yang

berbeda seperti PARP [poly(ADP-ribose) polymerase], lamin, fodrin, dan Bcl-2 yang

menyebabkan perubahan bentuk morfologis. Pengaktifan caspase mediator inflamasi

seperti caspase-1, caspase-4, dan caspase-5, termasuk pro-IL-1β, pro-IL-18, IL-1F7b,

dan keluarga NOD-LRR (nucleotide-binding oligomerization domain-leucine-rich

repeat) seperti Ipaf (interleukin-1β-converting-enzyme protease-activating factor),

LRR dan protein pyrin (Gaggero, 2004; Martinon dan Tschopp, 2004).

Tabel 2.1

Pengelompokan Keluarga Caspase (Fan, dkk., 2005)

KELOMPOK CASPASE ANGGOTA

1. Caspase Initiator/activator Caspase-2Caspase-8Caspase-9Caspase-10

2. Caspase Executioner Caspase-3Caspase-6Caspase-7

3. Caspase mediator inflamasi Caspase-1Caspase-4Caspase-5Caspase-11Caspase-12Caspase-13Caspase-14

Page 61: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

39

Caspase-3 adalah faktor kunci dari apoptosis executioner yang merupakan

bentuk aktif dari procaspase-3. Procaspase-3 dapat diaktifkan oleh caspase-3,

caspase-8, caspase-10, CPP32 activating protease, granzyme B (Gran B), dan lain-

lain. Pengaktifan substrat caspase-3 dilakukan oleh procaspase-3, procaspase-6,

procaspase-9, DNA-PK, PKCγ, PARP, D4-GDI (D4GDP-dissociation inhibitor),

steroid response element-binding protein, U1-70kD, inhibitor of caspase activated

deoxyribonuclease (ICAD), dan lain-lain. Kecuali untuk α-fodrin dan topoisomerase

I, semua substrat dapat melekat pada caspase-3 selama apoptosis (Yuan dan Ding,

2002). Caspase-6 dan caspase-7 sangat homolog dengan caspase-3. Procaspase-6

dapat diaktifkan oleh caspase-3 tetapi bukan Gran-B. Caspase-6 juga dapat

mengaktifkan procaspase-3 melalui suatu jalur umpan balik positif. Substrat caspase-

6 meliputi PARP, lamin, dan procaspase-3. Procaspase-7 yang substratnya meliputi

PARP, procaspase-6, dan steroid response element-binding protein dapat diaktifkan

oleh Gran B (Cowling dan Downward, 2002; Sattar, dkk., 2003).

Seperti diuraikan di atas, caspase-3 adalah salah satu kunci executioner dari

apoptosis yang bertanggungjawab secara sebagian atau secara keseluruhan terhadap

melekatnya beberapa protein kunci seperti nuclear enzyme poly (ADP-ribose)

polymerase (PARP) yang melekat pada beberapa sistem berbeda selama apoptosis.

Dengan menggunakan potongan DNA yang mengkode lokasi aktif dari caspase-1 dan

CED-3 untuk mencari suatu potongan yang mengekspresikan tanda data dasar, suatu

rangkaian telah teridentifikasi, diklon, dan dikode oleh suatu protease sistein 32kDa

yang disebut CPP32. Caspase-3 merupakan anggota dari keluarga CED-3 secara luas

Page 62: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

40

didistribusikan dengan ekspresi yang sangat tinggi dalam cell lines yang berasal dari

limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa caspase-3 mungkin berperan sebagai mediator

apoptosis yang penting pada sistem imun (Fan, dkk., 2005).

Gambar 2.6. Struktur Caspase-3 (Pollard, dkk., 2008)

A. Caspase-3 mempunyai komponan subunit besar (warna biru) dan subunit kecil

(warna kuning) serta bagian kecil dari prodomain (warna abu-abu). B. Struktur 3-D

caspase-3 menunjukkan residu katalisis terutama berasal dari subunit besar (warna

biru). Subunit kecil (warna kuning) membentuk suatu tudung yang membatasi akses

ke lokasi yang aktif. Struktur ruang kosong (warna merah) menunjukkan suatu

peptida inhibitor yang terikat secara kovalen pada lokasi yang aktif.

Pada kanker ovarium, beberapa penelitian menemukan ekspresi caspase-3

lebih rendah dibandingkan dengan ekspresinya pada tumor ovarium jinak atau pada

ovarium normal. Duo, dkk., (2004) menemukan bahwa ekspreasi caspase-3 pada

kanker ovarium sebesar 44.4%, lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3

pada tumor jinak sebesar 81,8%. Ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium

BA

Page 63: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

41

berhubungan dengan derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, dan adanya metastasis

pada kelenjar limfe. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan antara ekspresi

caspase-3 dengan apoptosis yang berperan pada perubahan keganasan dan untuk

memprediksi prognosis.

Gambar 2.7 Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Executioner Lainnya

(Fan, dkk., 2005)

Page 64: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

42

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kanker ovarium dibedakan atas 5-10% herediter dan 90-95% sporadik yang

secara histologis sebagian besar adalah tipe epitel. Pada karsinogenesisnya,

melibatkan proto-onkogen-onkogen, gen penekan tumor, dan berbagai gen lainnya

yang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal.

Pada kanker ovarium herediter, mutasi germ line gen BRCA1 dan/atau

BRCA2 memegang peranan yang sangat besar pada mekanisme terjadinya kanker

ovarium. Mutasi BRCA1 dan/atau BRCA2 akan memicu mutasi berbagai gen lainnya

yang berperan pada pengaturan mekanisme siklus sel, tetapi mutasi pada tingkat germ

line ini hanya menempati 5-10% dari kejadian kanker ovarium.

Kanker ovarium sporadik merupakan sebagian besar kanker ovarium,

melibatkan berbagai protein pada mekanisme karsinogenesisnya, antara lain p53, Bcl-

2, dan caspase-3. Protein penekan tumor p53 sebagai guardian of genome memegang

peranan yang sangat besar. Ekspresi p53 mutan mengakibatkan fungsinya menurun

bahkan hilang. Hal ini memungkinkan sel-sel mutasi yang mengandung kerusakan

DNA untuk hidup dan berkembang, yang pada suatu ketika membentuk tumor.

Sebagai suatu rangkaian, ekspresi p53 mutan mengaktifkan atau menghambat

protein-protein lain, yang dalam hal ini akan memicu aktivitas protein anti-apoptosis

Page 65: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

43

Bcl-2 dan selanjutnya mengaktifkan kaskade caspase, termasuk caspase-3 yang

diduga berperan sebagai caspase eksekutor. Akumulasi dari rangkaian proses ini akan

memicu berkembangnya proliferasi sel yang tidak terbatas, yang salah satunya dapat

membentuk kanker ovarium.

Faktor risiko kanker ovarium adalah multifaktorial yang dibedakan atas faktor

risiko mayor dan faktor risiko minor. Faktor risiko mayor adalah mutasi gen yang

diekspresikan sebagai ekspresi abnormal berbagai protein antara lain p53, Bcl-2, dan

caspase-3. Ekspresi p53 mutan mengakibatkan kelainan seluler tiga proses proliferasi

sel yaitu pada check point, G1/S, dan G2/M. Fungsi p53 adalah mengenal DNA yang

rusak, mengendalikan progresi siklus sel, dan proses apoptosis. Cara kerja p53 adalah

memonitor kerusakan DNA melalui DNA-damage inducible genes (DDI genes) yang

produknya mempunyai fungsi penting dalam DNA-repair atau menginaktivasi cell

cycle check point yang berfungsi memperpanjang waktu tertentu dalam siklus sel

untuk memberi kesempatan perbaikan DNA yang rusak sebelum dilipat gandakan.

Protein 53 berfungsi sebagai faktor transkripsi melalui kelompok INK (inhibitor of

kinase) seperti p15, p16, dan p18 serta kelompok KIP (kinase inhibitory protein)

seperti p21, p27 dan p57. Kedua kelompok protein ini akan berinteraksi dan

menghambat sintesis kompleks siklin-cdk yang sangat penting dalam mengendalikan

cell cycle check point sehingga terjadi penghentian siklus sel. Selanjutnya, kerja

sama dengan kelompok protein lain dapat melakukan DNA-repair dan dapat terjadi

apoptosis. Ekspresi p53 mutan selanjutnya memicu aktivitas protein anti-apoptosis

Page 66: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

44

Bcl-2. Aktivasi protein Bcl-2 ini menghambat aktivitas salah satu caspase eksekutor

yaitu caspase-3, sehingga kehilangan fungsi p53 mengakibatkan gangguan apoptosis.

Faktor-faktor risiko minor kanker ovarium meliputi faktor-faktor eksternal seperti

beberapa faktor reproduksi yang meliputi umur, paritas, indeks massa tubuh, riwayat

keluarga, riwayat pemakaian kontrasepsi oral, riwayat pemakaian obat-obat induksi

ovulasi dan terapi sulih hormon.

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat disusun konsep penelitian

sebagai berikut:

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

Fungsi p53 Menurun

Aktivasianti-apoptosis Bcl-2

Kanker ovariumtipe epitel

Aktivasi caspase-3terhambat

UmurParitasIndeks Massa TubuhRiwayat keluargaKontrasepsi oralInduksi ovulasiTerapi sulih hormon

Ekspresi p53 mutan

Keterangan:Pengaruh langsung

Pengaruh tidaklangsung

Page 67: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

45

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih besar

terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi p53

mutan negatif.

2. Penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar terkena

kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2 negatif.

3. Penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar

terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi

caspase-3 positif.

Page 68: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

46

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus adalah kanker ovarium

tipe epitel dan kontrol adalah tumor ovarium jinak tipe epitel.

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Kasus

p53 mutan (+)

Bcl-2 (+)

p53 mutan (-)

Bcl-2 (-)

Caspase-3 (+)

Caspase-3 (-)

Kontrol

p53 mutan (+)

Bcl-2 (+)

p53 mutan (-)

Bcl-2 (-)

Caspase-3 (+)

Caspase-3 (-)

Page 69: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

47

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014.

4.3 Populasi, Sampel Penelitian, dan Jumlah Sampel

4.3.1 Populasi penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang menderita tumor

ovarium tipe epitel. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien tumor ovarium tipe

epitel yang menjalani laparotomi pengangkatan ovarium di RSUP Sanglah Denpasar.

4.3.2 Sampel penelitian

Kriteria inklusi adalah:

1. Penderita tumor ovarium yang jaringan ovariumnya diperoleh dari operasi

laparotomi, kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan

hasil PA tumor ovarum tipe epitel.

2. Penderita bersedia ikut serta menjadi sampel penelitian setelah diberikan

penjelasan dan menandatangani lembar informed consent.

3. Penderita tidak pernah mendapat kemoterapi atau radioterapi sebelum operasi.

Page 70: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

48

Kriteria eksklusi adalah:

Bahan jaringan tumor ovarium rusak karena berbagai sebab teknis sehingga

tidak bisa dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.

Kriteria kasus adalah:

Penderita tumor ovarium yang hasil pemeriksaan PA-nya adalah kanker

ovarium tipe epitel.

Kriteria kontrol adalah:

Penderita tumor ovarium yang hasil pemeriksaan PA-nya adalah tumor

ovarium jinak tipe epitel.

4.3.3 Besarsampel

Besar sampel dihitung dengan rumus Machin dkk. (2009):

= [ + ]Keterangan:n = Jumlah sampelP1 = Proporsi kasusP2 = Proporsi kontrold = Deviasi yang diharapkan terjadinya kemaknaan

Berdasarkan referensi, proporsi pada kasus (p1) sebesar 5% dan proporsi pada

kontrol (p2) sebesar 3%. Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan

α = 0,05, β = 0,20, dan d = 15% sehingga diperoleh sampel sebesar 18,52 pasang.

Setelah ditambahkan 10% maka jumlah sampel minimal adalah 21, masing-masing

pada kasus dan kontrol.

Page 71: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

49

4.4 Identifikasi Variabel, Hubungan antar-Variabel dan Definisi Operasional

Variabel

4.4.1 Identifikasi variabel

Variabel bebas : p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3

Variabel tergantung : Kanker ovarium

Variabel terkontrol : Umur, paritas, indeks massa tubuh (IMT), riwayat

keluarga, riwayat kontrasepsi oral, riwayat induksi

ovulasi, riwayat obat terapi sulih hormon.

4.4.2 Hubungan antar-variabel

Gambar 4.2 Hubungan Antar-Variabel

p53 mutan

Bcl-2 Kanker ovarium tipeepitel

UmurParitasIMT

Riwayat keluargaKontrasepsi oralInduksi ovulasi

Terapi sulih hormon

Caspase-3

Variabel bebasVariabel tergantung

Variabel terkontrol

Page 72: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

50

4.4.3 Definisi operasional variabel

1. Kanker ovarium tipe epitel adalah tumor ganas primer ovarium tipe epitel

yang diagnosisnya berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi menurut

klasifikasi WHO tahun 2003 sesuai dengan lampiran 4.

2. Umur adalah umur pasien dalam tahun berdasarkan tanggal lahir atau

berdasarkan umur yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk dimana data

tersebut diperoleh melalui wawancara.

3. Paritas adalah jumlah anak hidup yang pernah dilahirkan oleh pasien dimana

data tersebut diperoleh melalui wawancara.

4. Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks antopometri yang dihitung dengan

perhitungan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi

badan (dalam meter). Berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui

pengukuran.

5. Riwayat pemakaian kontrasepsi oral adalah riwayat pasien memakai

kontrasepsi oral yang datanya diperoleh melalui wawancara.

6. Riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi adalah riwayat pasien memakai

obat-obat untuk induksi ovulasi yang datanya diperoleh melalui wawancara.

7. Terapi sulih hormon adalah riwayat pemakaian obat-obatan oleh pasien untuk

terapi sulih hormon. Data ini juga diperoleh melalui wawancara.

8. Riwayat keluarga dengan kanker payudara dan/atau ovarium (Scottish

Intercollegiate Guidelines Network, 2003; Lancaster, dkk., 2007) adalah:

a. Wanita-wanita dengan riwayat kanker payudara dan/atau kanker ovarium.

Page 73: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

51

b. Wanita-wanita dengan kanker ovarium dan keluarga dekat (generasi

pertama, kedua, dan ketiga seperti ibu, saudara perempuan, anak

perempuan, bibi, keponakan perempuan, nenek, kakek, sepupu

perempuan, kakek buyut, nenek buyut) dengan kanker payudara pada usia

≤ 50 tahun atau kanker ovarium pada segala usia.

c. Wanita-wanita dengan kanker payudara pada usia ≤ 50 tahun dan keluarga

dekat (generasi pertama, kedua, dan ketiga seperti ibu, saudara

perempuan, anak perempuan, bibi, keponakan perempuan, nenek, kakek,

sepupu perempuan, kakek buyut, nenek buyut) dengan kanker ovarium

atau kanker payudara pada laki-laki pada segala usia.

d. Tiga atau lebih anggota keluarga menderita kanker kolon, atau 2 anggota

keluarga menderita kanker kolon dan 1 menderita kanker gaster, kanker

ovarium, kanker endometrium, kanker traktus urinarius atau kanker usus

halus pada 2 generasi. Salah satu dari kanker ini harus terdiagnosis pada

usia dibawah 50 tahun.

9. Ekspresi protein 53 mutan (p53 mutan) adalah ekspresi gen p53 mutant yang

diperiksa secara imunohistokimia menggunakan metode pewarnaan antibodi

monoklonal primer komersial pAb1801 (DAKO-p53, Dako, Denmark).

Penilaian p53 dilakukan secara semikuantitatif dengan menilai intensitas dan

persentase jumlah sel yang tercat. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi 0

(tidak tercat), 1 (pewarnaan ringan), 2 (pewarnaan sedang), dan 3 (pewarnaan

kuat). Persentase jumlah inti sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila jumlah sel

Page 74: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

52

yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel

yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Lee dan Park,

2009).

8.1 p53 mutan positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%

dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat.

8.2 p53 mutan negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel

yang tercat kurang dari 10%.

10. Ekspresi Bcl-2 adalah ekspresi protein Bcl-2 yang diperiksa secara

imunohistokimia menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal

primer khusus monoclonal mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124.

Penilaian Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif dengan menghitung

persentase sitoplasma yang tercat (Sengupta, dkk., 2000), yaitu:

9.1 B-cell lymphoma-2 protein (Bcl-2) positif (+) adalah bila jumlah sel yang

tercat minimal 10%.

9.2 B-cell lymphoma-2 protein (Bcl-2) negatif (-) adalah bila tidak ada sel

yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%.

10. Ekspresi caspase-3 adalah ekspresi protein caspase-3 yang diperiksa dengan

teknik imunohistokimia menggunakan pewarnaan biotin-avidin indirek primer

antibodi monoklonal tikus (Triton, Alameda, CA). Penilaian semikuantitatif

caspase-3 dilakukan dengan menghitung persentase inti dan/atau sitoplasma

yang tercat, dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila

Page 75: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

53

jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3

bila jumlah sel yang tercat > 50% (Vranic, 2013).

10.1 Caspase-3 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat miniml 10%.

10.2 Caspase-3 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel

yang tercat kurang dari 10%.

4.5 Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan penelitian adalah jaringan tumor ovarium yang diambil dengan

ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm sayatan pisau tajam ketika operasi laparotomi.

Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan bufer formalin

10% yang selanjutnya dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar untuk pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan

imunohistokimia p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3.

4.6 Alur Penelitian dan Prosedur Pengambilan Sampel

4.6.1 Alur penelitian

Pasien-pasien dengan tumor ovarium yang belum pernah mendapatkan terapi

sebelumnya dan direncanakan terapi operasi laparotomi di Klinik Onkologi

Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,

ditawarkan untuk turut serta dalam penelitian. Pasien diberikan penjelasan tentang

tujuan dan prosedur penelitian, keuntungan dan kerugian penelitian serta manfaat

penelitian (Lampiran 3). Setelah pasien dan keluarganya memahami prosedur

Page 76: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

54

penelitian dan bersedia ikut serta sebagai sampel penelitian maka pasien dan

keluarganya menandatangani informed consent (Lampiran 4). Data demografi dan

epidemiologi pasien diperoleh melalui wawancara berdasarkan lembar kuesioner

(Lampiran 5). Jaringan tumor ovarium diperoleh melalui operasi laparotomi. Jaringan

tumor ovarium dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm dimasukkan ke dalam

botol khusus berisi formalin buffer 10%, kemudian dikirim ke Laboratorium Patologi

Anatomi (PA) untuk diperiksakan jenis histopatologi sesuai dengan kriteria WHO

tahun 2003 (Lampiran 6). Apabila jaringan tumor ovarium pada pemeriksaan Patologi

Anatomi hasilnya adalah kanker ovarium tipe epitel maka dimasukkan sebagai kasus.

Sebaliknya, hasil PA adalah bukan kanker ovarium atau tumor jinak ovarium maka

dimasukkan sebagai kontrol. Selanjutnya, jaringan tersebut diperiksa

imunohistokimia p53 mutan menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal

primer komersial pAb1801 (DAKO-p53, Dako, Denmark), imunohistokimia Bcl-2

menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal primer khusus monoclonal

mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124, dan pemeriksaan imunohistokimia

caspase-3 menggunakan pewarnaan biotin-avidin indirek primer antibodi monoklonal

tikus (Triton, Alameda, CA). Diagram alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.3.

4.6.2 Prosedur pengumpulan sampel penelitian

Pemeriksaan secara klinis dan prosedur operasi tumor ovarium dilakukan oleh

peneliti dan staf di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar. Bahan-bahan untuk pemeriksaan histopatologi dimasukkan ke dalam botol

Page 77: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

55

khusus berisi bufer formalin 10% dan diberi label identitas dan nomor catatan medis.

Selanjutnya, bahan-bahan tersebut dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untuk pemeriksaan histopatologi dan dilanjutkan

dengan pemeriksaan imunohistokimia.

Gambar 4.3 Alur Penelitian

4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan Sampel Penelitian

4.7.1 Instrumen penelitian

a. Alat untuk memberikan informasi dan persetujuan kepada pasien tentang

penelitian yang akan dilaksanakan berupa lembar informasi pasien (Lampiran

3) dan lembar informed consent (Lampiran 4).

Tumor Ovarium

Laparotomi

Histopatologi

Tumor Jinak Ovarium tipe epitelKanker Ovarium tipe epitel

Bcl-2p53 mutan Caspase-3 Bcl-2p53 mutan Caspase-3

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Page 78: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

56

b. Alat untuk mengumpulkan data-data pasien termasuk data demografi dan

epidemiologi adalah kuesioner (Lampiran 5).

c. Alat-alat untuk mengumpulkan bahan-bahan sampel seperti botol tempat

jaringan, label, dan larutan bufer formalin 10%.

d. Alat-alat kantor seperti kertas, lembar penelitian, buku register, komputer,

printer, dan lain-lain.

4.7.2 Metode pemeriksaan sampel penelitian

Jaringan yang berasal dari tumor ovarium diperiksa untuk pemeriksaan

histopatologi dan imunohistokimia.

a. Pemeriksaan histopatologi menggunakan teknik haematoxylin-eosin,

dilakukan terhadap jaringan segar (frozen section) dan jaringan yang sudah

diblok parafin.

b. Teknik imunohistokimia untuk melihat ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan

caspase-3 pada jaringan blok parafin setebal 5 µm. Teknik pewarnaan secara

biotin-avidin indirek menggunakan antibodi monoklonal tikus untuk

pemeriksaan ekspresi caspase-3 (Triton, Alameda, CA), pewarnaan dengan

antibodi monoklonal pAb1801 untuk pemeriksaanekspresi p53 (DAKO-p53,

Dako, Denmark), dan pewarnaan dengan antibodi primer monoclonal mouse

anti-human Bcl-2 protein clone 124 untuk pemeriksaan ekspresi protein Bcl-

2.

c. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dinilai dengan mikroskop cahaya

pembesaran 400 kali, dihitung secara semikuantitatif.

Page 79: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

57

d. Penilaian p53 mutan dilakukan secara semikuantitatif dengan menilai

intensitas dan persentase jumlah sel yang tercat. Intensitas pewarnaan dibagi

menjadi 0 (tidak tercat), 1 (pewarnaan ringan), 2 (pewarnaan sedang), dan 3

(pewarnaan kuat). Persentase jumlah inti sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila

jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila

jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Lee

dan Park, 2009). Ekspresi p53 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat

minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat. Ekspresi

p53 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat

kurang dari 10%.

e. Penilaian Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif dengan menghitung

persentase sitoplasma sel yang tercat. Persentase jumlah sel yang tercat dibagi

menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat

10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang

tercat > 50% (Sengupta dkk., 2000). Ekspresi Bcl-2 positif (+) adalah bila

jumlah sel yang tercat minimal 10%. Sedangkan ekspresi Bcl-2 negatif (-)

adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari

10%.

f. Penilaian semikuantitatif caspase-3 dilakukan dengan menghitung persentase

inti dan/atau sitoplasma sel yang tercat, dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang

tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang

tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Vranic, 2013).

Page 80: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

58

Ekspresi caspase-3 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%.

Ekspresi caspase-3 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah

sel yang tercat kurang dari 10%.

4.8 Pengumpulan Data dan Analisis Data

4.8.1 Pengumpulan data

Data-data penelitian dikumpulkan dari Klinik Onkologi Ginekologi

Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan

Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Data-data

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lembar pengumpul data penelitian untuk

selanjutnya dilakukan tabulasi.

4.8.2 Analisis data

Data-data penelitian yang sudah ditabulasi selanjutnya dianalisis dengan

bantuan SPSS. Analisis dilakukan pada beberapa variabel sebagai berikut:

1. Uji normalitas menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov.

2. Uji homogenitas menggunakan tes Levene’s T.

3. Besar risiko ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 untuk terjadinya kanker

ovarium tipe epitel dihitung untuk mendapatkan rasio odds.

4. Tingkat kemaknaan α = 0,05

Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Page 81: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

59

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian kasus kontrol pada 25 pasien kanker ovarium tipe epitel

sebagai kelompok kasus dan 25 pasien tumor ovarium jinak tipe epitel sebagai

kelompok kontrol. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi

FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dan Laboratorium Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut:

5.1 Distribusi Umur, Paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT), Kontrasepsi Oral,

Riwayat Keluarga, Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon pada Kedua

Kelompok

Pada studi kasus kontrol ini dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-

Smirnov dan uji homogenitas data dengan uji Levene’s t-test terhadap variabel umur,

paritas, dan IMT. Dari hasil analisis didapatkan nilai p > 0,05, yang menunjukkan

bahwa variabel umur, paritas, dan IMT pada kedua kelompok berdistribusi normal

dan homogen.

Tabel 5.1 menunjukkan variabel umur, paritas, dan IMT dengan nilai p > 0,05 yang

berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian.

Page 82: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

60

Tabel 5.1

Distribusi Umur, Paritas, dan IMT pada Kedua Kelompok

Variabel

Kelompok kasus

(n=25)

Kelompok kontrol

(n=25) p

Rerata SD Rerata SD

Umur (tahun) 50,44 7,94 48,40 6,52 0,326

Paritas 1,20 0,91 1,36 0,76 0,503

IMT (kg/m2) 22,66 5,11 22,82 2,93 0,894

Keterangan: IMT=Indeks Massa Tubuh; SD=standar deviasi

Untuk variabel riwayat kontrasepsi oral dan riwayat keluarga didapatkan nilai

p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok

penelitian. Sementara itu, variabel riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi dan

riwayat penggunaan terapi sulih hormon tidak ditemukan pada kedua kelompok

(Tabel 5.2).

Tabel 5.2

Distribusi Riwayat Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian

Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon

Variabel Kelompok kasus

(n=25)

Kelompok kontrol

(n=25)p

Riwayat kontrasepsi oral 2 (8%) 4 (16%) 0,384

Riwayat keluarga 0 (0%) 1 (4%) 0,312

Obat-obat induksi ovulasi 0 (0%) 0 (0%) -

Terapi sulih hormon 0 (0%) 0 (0%) -

Page 83: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

61

5.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif

Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker

ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi p53 mutan positif. Hasil analisis

disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif

KelompokOR IK 95% p

Kasus Kontrol

Ekspresip53 mutan

Positif 8 25,41 1,02-28,79 0,034

Negatif 17 23

Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan

Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi p53 mutan positif adalah

bila jumlah sel yang tercat minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang,

dan kuat. Sedangkan ekspresi p53 mutan negatif adalah bila tidak ada sel yang tercat

atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Lee dan Park, 2009). Tabel 5.3 di atas

menunjukkan bahwa ekspresi p53 mutan positif merupakan faktor risiko terjadinya

kanker ovarium tipe epitel (OR = 5,41; IK 95% = 1,02-28,79; p=0,034). Sampel

dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko 5,41 kali menderita kanker

ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi p53 mutan negatif.

Page 84: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

62

5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif

Risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi Bcl-2

positif menggunakan uji Chi-Square terlihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif

KelompokOR IK 95% p

Kasus Kontrol

EkspresiBcl-2

Positif 11 35,76 1,36-24,36 0,012

Negatif 14 22

Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan

Gambar 5.1

Ekspresi p53 mutan negatifGambar 5.2

Ekspresi p53 mutan positif

Page 85: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

63

Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi Bcl-2 positif adalah bila

jumlah sel yang tercat minimal 10%, sedangkan ekspresi Bcl-2 negatif adalah bila

tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Sengupta,

dkk., 2000). Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 positif merupakan

faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 5,76; IK 95% = 1,36-24,36;

p=0,012). Sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko 5,76 kali

menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi

Bcl-2 negatif.

5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif

Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker

ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif. Hasil analisis

disajikan pada Tabel 5.5.

Gambar 5.3

Ekspresi Bcl-2 negatif

Gambar 5.4

Ekspresi Bcl-2 positif

Page 86: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

64

Tabel 5.5

Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif

KelompokOR IK 95% p

Kasus Kontrol

Ekspresicaspase-3

Negatif 23 166,47 1,23-34,01 0,017

Positif 2 9

Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan

Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi caspase-3 positif adalah

bila jumlah sel yang tercat miniml 10%, sedangkan ekspresi caspase-3 negatif adalah

bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Vranic,

2013). Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa ekspresi caspase-3 negatif merupakan

faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 6,47; IK 95% = 1,23-34,01;

p=0,017). Sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali

menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi

caspase-3 positif.

Gambar 5.5

Ekspresi caspase-3 negatifGambar 5.6

Ekspresi caspase-3 positif

Page 87: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

65

BAB VI

PEMBAHASAN

Kanker ovarium masih menjadi masalah di dunia termasuk Indonesia, terkait dengan

tingginya angka insiden dan angka kematiannya. Faktor terpenting yang

mempengaruhi tingginya angka insiden dan angka kematian kanker ovarium adalah

70-75% kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal, di mana angka

harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah 20-30% (ACOG Committee

Opinion, 2002). Meskipun angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketiga

akan tetapi kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker

ginekologi. Berbagai upaya skrining dan deteksi dini melalui pemeriksaan

ultrasonografi, pemeriksaan CA-125, α-feto protein, dan petanda tumor lainnya

belum mampu menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker ovarium.

Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal

atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Di sisi lain,

pengetahuan dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju.

Salah satu mekanisme terhadap kontrol pertumbuhan sel adalah proses kematian sel

yang terprogram atau apoptosis. Mekanisme apoptosis ini selain melalui aktivitas

protein penekan tumor p53, juga melalui interaksi dengan protein-protein dari

keluarga B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) dan caspase-3. Penanganan kanker ovarium

melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya melalui peran ketiga

Page 88: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

66

protein tersebut termasuk pendekatan risiko lebih menjanjikan di masa yang akan

datang.

6.1 Distribusi Karakteristik Umur, Paritas, Indek Massa Tubuh (IMT),

Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Oral, Riwayat

Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Riwayat Pemakaian Terapi

Sulih Hormon pada Kedua Kelompok

Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker

ovarium, antara lain umur, paritas, indek massa tubuh (IMT), riwayat keluarga,

riwayat pemakaian kontrasepsi oral, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi,

dan riwayat pemakaian terapi sulih hormon.

6.1.1 Distribusi umur

Kanker ovarium dapat ditemukan pada semua golongan umur, bahkan pada kasus

yang jarang, juga dapat ditemukan pada bayi umur di bawah lima tahun (balita) dan

anak-anak. Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada wanita

berumur lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat

ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker lainnya pada wanita,

yaitu umur 20 sampai 30 tahun (Fauzan, 2009). Angka kejadian paling banyak

ditemukan pada rentang umur 60 sampai 74 tahun dengan median umur saat

terdiagnosis adalah 59 tahun (Colditz, 2004).

Page 89: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

67

Risiko terjadinya kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya

umur (Fauzan, 2009). Berbagai kepustakaan menyatakan bahwa angka insiden kanker

ovarium meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya umur wanita. Kanker

ovarium sangat jarang pada umur di bawah 40 tahun (Whittemore, dkk., 1992).

Puncak kejadian kanker ovarium terjadi pada umur sekitar 50-an tahun, meningkat

bertahap sampai umur 70 tahun, kemudian menurun setelah umur 80 tahun (Yancik,

dkk., 1986). Mekanisme umur berkaitan dengan insiden kanker ovarium ini belum

jelas, tetapi terdapat beberapa alasan yang membedakan wanita-wanita premenopause

dengan postmenopause yang mempengaruhi perubahan pada ovarium, yaitu: (1)

berkurang atau hilangnya oosit sebagai mekanisme dasar menopause; (2)

berkurangnya kadar estrogen akibat hilangnya folikel; (3) peningkatan hormon

gonadotrropin yang diproduksi oleh hipofisis, follicle-stimulating hormone (FSH) dan

luteinizing hormone (LH), sebagai konsekuensi berkurangnya kadar estrogen

(Vanderhyden, dkk., 2004).

Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2001 memperoleh hasil yang sama,

di mana risiko terjadinya kanker ovarium kurang dari 3 kasus per 100.000 wanita

pada umur di bawah 30 tahun, namun cenderung meningkat seiring dengan

peningkatan umur dan menjadi 54 kasus per 100.000 wanita pada umur 75 sampai 80

tahun. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) di mana

diperoleh rerata umur penderita kanker ovarium adalah 55 tahun. Risiko tumor

ovarium untuk mengalami degenerasi keganasan pun meningkat seiring dengan

bertambahnya umur. Risiko terjadinya degenerasi keganasan pada tumor ovarium

Page 90: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

68

sebesar 13% pada wanita premenopause dan 45% pada wanita postmenopause

(Colditz, 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research of the United Kingdom

pada tahun 2006 diperoleh hasil bahwa angka kejadian kanker ovarium meningkat

seiring dengan bertambahnya umur, di mana kasus tertinggi kanker ovarium

ditemukan pada wanita kelompok umur 60 sampai 64 tahun (Granstrom, 2008).

Sementara itu, data the Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) dari the

U.S. National Cancer Institute (NCI) melaporkan bahwa antara tahun 2005 – 2009

proporsi kanker ovarium terbanyak terjadi pada kelompok umur 55 – 64 tahun

sebesar 23,4% (Jemal, dkk., 2011). Sementara itu, penelitian di Thailand

mendapatkan puncak insiden kanker ovarium terjadi pada kelompok umur 45 – 60

tahun (Wilailak, 2009). Penelitian di Brasil yang mengevaluasi data pasien-pasien

kanker ovarium dari tahun 1997 sampai 2007 menemukan rerata umur penderita

kanker ovarium adalah 54,67±13,84 tahun (Paes, dkk., 2011).

Pada penelitian ini, didapatkan rerata umur kelompok kasus adalah

50,44±7,94 tahun, sedangkan rerata umur kelompok kontrol adalah 48,40±6,52 tahun,

dengan nilai p=0,326 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis ditemukan

tidak terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik umur antara kedua kelompok

penelitian (p>0,05).

Page 91: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

69

6.1.2 Distribusi paritas

Faktor lain terjadinya kanker ovarium adalah kehamilan dan paritas. Wanita yang

sudah pernah hamil memiliki risiko terjadinya kanker ovarium sekitar 50% lebih

rendah dibandingkan dengan wanita yang belum pernah hamil. Wanita yang telah

beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker ovarium semakin berkurang (Czyz,

2008). Penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research of the United Kingdom

menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas maka semakin rendah risiko

terjadinya kanker ovarium. Risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita yang tidak

memiliki anak dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki

tiga anak atau lebih (Granstrom, 2008).

Penelitian oleh Rivas-Corchado, dkk., (2011) menemukan dari 40 pasien

kanker ovarium, sebanyak 25% terjadi pada pasien-pasien dengan paritas 0 (Rivas-

Corchado, dkk., 2011). Beberapa penelitian menemukan risiko kanker ovarium tipe

epitel lebih tinggi pada wanita-wanita dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Hal

ini berkaitan dengan sedikitnya wanita-wanita ini mempunyai anak (Berek dan

Natarajan, 2010). Paritas adalah faktor yang meningkatkan risiko kanker ovarium.

Risiko kanker ovarium menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah kehamilan

(Whittemore, dkk., 1992). Multiparitas berkaitan dengan penurunan risiko terkena

kanker ovarium, dimana multiparitas mempunyai risiko relatif terkena kanker

ovarium sebesar 0,6-0,8 (Pelucchi, dkk., 2007).

Efek proteksi terhadap perkembangan kanker ovarium seperti multiparitas,

mendukung konsep incessant ovulation merupakan faktor yang berperan dalam

Page 92: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

70

perkembangan terjadinya kanker ovarium. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh

Fathalla (Fathalla, 1971). Risiko kanker ovarium berkaitan dengan jumlah siklus

ovulasi. Ketika terjadi ovulasi, epitel permukaan mengalami kerusakan. Kerusakan

epitel merangsang sel-sel epitel mengalami proliferasi sebagai upaya reparasi. Pada

saat ovulasi juga terjadi invaginasi permukaan epitel ke dalam stroma membentuk

kista inklusi (Whittemore, dkk., 1992). Mekanisme reparasi kerusakan epitel

permukaan ovarium akibat proses ovulasi memerlukan waktu tertentu. Apabila

kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan

sempurna tercapai, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk

istirahat tidak cukup, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan

sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Peneliti-peneliti

lainnya menemukan bahwa proses yang terlibat pada upaya mereparasi epitel

permukaan ovarium yang rusak akibat trauma ovulasi terutama epitel yang menutupi

kista inklusi, di bawah pengaruh faktor-faktor onkogenik suatu ketika mengalami

perubahan kearah keganasan. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang

hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium

tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003). Hal tersebut menjelaskan

bahwa wanita dengan multiparitas akan menurunkan risiko terjadinya kanker

ovarium.

Pada penelitian ini ditemukan rerata paritas pada kelompok kasus adalah

1,20±0,91, sementara rerata paritas pada kelompok kontrol adalah 1,36±0,76 dengan

nilai p=0,503 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis ditemukan tidak

Page 93: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

71

terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik paritas antara kedua kelompok

penelitian (p>0,05).

6.1.3 Distribusi indeks massa tubuh (IMT)

Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat meningkatkan

risiko terjadinya kanker ovarium, yaitu pada wanita-wanita dengan berat badan

berlebih, terutama wanita-wanita dengan IMT yang lebih dari 30 kg/m2 (Czyz, 2008).

Wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk

terjadinya kanker ovarium dibandingkan dengan wanita dengan IMT normal

(Lahmann, 2009). Penelitian lain menemukan hasil bahwa peningkatan IMT pada

wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko

relatif sebesar 1,72. Namun peningkatan IMT tersebut tidak bermakna meningkatkan

risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita pascamenopause (Schouten, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil di mana

risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita dengan IMT lebih dari 30 kg/m2

sebesar 1,26 lebih besar dibandingkan dengan IMT normal. Sementara itu, Anders

(2003) melaporkan hasil penelitian yang menemukan bahwa risiko relatif terjadinya

kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT.

Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,09 untuk

terjadinya kanker ovarium, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko relatif

sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko relatif sebesar 1.43,

dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,56 untuk menderita

Page 94: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

72

kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil bahwa IMT yang lebih dari 30

kg/m2 memiliki risiko sebesar 2,03 kali lebih besar untuk terjadinya kanker ovarium

dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT kurang dari 30 kg/m2.

Indeks massa tubuh (IMT) berkaitan dengan komposisi lemak dalam

tubuh/obesitas. Zat lemak pada wanita-wanita obese dapat menghasilkan estrogen

yang umumnya berbentuk estron dan estradiol. Hal ini menyebabkan kadar estrogen

dalam tubuh wanita-wanita obese meningkat. Mekanisme perubahan zat lemak atau

kolesterol dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, di mana semua hormon

steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Cadangan lemak di dalam tubuh

memainkan peranan yang penting sebagai bahan untuk memproduksi hormon,

khususnya hormon estrogen. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, yang

dinilai melalui IMT yang tinggi (≥30 kg/m2) dapat mengakibatkan peningkatan kadar

estrogen di dalam darah. Pada tingkat seluler, efek estrogen terhadap perkembangan

kanker melalui jalur yang tergantung reseptor dan jalur tidak tergantung reseptor

(Mungenast & Thalhammer, 2014). Pada jalur yang tergantung reseptor, estrogen

berikatan dengan reseptor membran sel G-protein-coupled estrogen receptor yang

selanjutnya mengaktifkan transduksi sinyal melalui extacellular signal-regulated

kinase (ERK) (Filardo, dkk., 2008), phosphatidylinositol-3 kinase (PI3K) (Petrie,

dkk., 2013) yang selanjutnya mengaktifkan reseptor estrogen α inti. Aktivasi reseptor

estrogen α menimbulkan sinyal transkripsional melalui berbagai gen seperti c-fos, c-

myc, HER-2/neu, siklin yang berperan pada regulasi siklus sel (Chang, dkk., 2012),

Page 95: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

73

dan faktor-faktor pertumbuhan seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1),

Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor Receptor

(EGFR) (Petrie, dkk., 2013). Aktivasi onkogen dan faktor-faktor pertumbuhan

tersebut menimbulkan sinyal sistem proliferasi dan diferensiasi sel secara berlebihan

sehingga terbentuk kanker.

Jalur yang tidak tergantung pada reseptor estrogen terjadi melalui efek

metabolisme estrogen yang menghasilkan metabolit cathecol dan radikal bebas.

Kedua produk metabolisme estrogen ini bersifat mutagenik yang selanjutnya dapat

menimbulkan transformasi sel-sel menjadi kanker (Cavalieri dan Rogan, 2011; Chang

dan Mcdonnel, 2012; Yager, 2014). Selain itu, estrogen juga bekerja melalui jalur

anti-apoptosis yaitu Bcl-2, yang merupakan suatu protein anti-apoptosis dan

meningkatkan kemampuan invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D, dan

kallikreins (Choi, dkk., 2007).

Berbagai penelitian telah menemukan bahwa Estrogen Receptor-α (ER-α)

bertanggung jawab dalam proses proliferasi sel-sel ovarium, sementara Estrogen

Receptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel

(Britt & Findlay, 2002). Peningkatan rasio ER-α:ER-β juga telah diamati pada kanker

ovarium (Cunat, dkk., 2004). Peningkatan estrogen juga berperan pada peningkatan

molekul Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan

adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan sel dalam melakukan migrasi (Cunat, dkk.,

2004). Pada akhirnya, kombinasi mekanisme tersebut berdampak pada proliferasi

Page 96: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

74

abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk menuju proses

transformasi ganas dalam hal ini adalah kanker ovarium.

Pada penelitian ini ditemukan rerata IMT pada kelompok kasus adalah

22,66±5,11, sementara rerata IMT pada kelompok kontrol adalah 22,82±2,93 dengan

nilai p=0,894 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis secara statistik

ditemukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik IMT antara kedua

kelompok penelitian (p>0,05).

6.1.4 Distribusi riwayat keluarga

Sebagian besar kanker ovarium bersifat sporadik. Hanya sekitar 5-10% kanker

ovarium bersifat herediter. Saat ini, terdapat dua sindrom kanker ovarium herediter,

yaitu hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) dan hereditary nonpolyposis

colorectal cancer (HNPCC) (Reedy, dkk., 2002; Pal, dkk., 2005). Gen yang berperan

pada HBOC adalah breast cancer susceptibility gene 1 (BRCA1) dan breast cancer

susceptibility cancer gene 2 (BRCA2). Beberapa ratus mutasi telah dilaporkan pada

kedua gen ini sejak ditemukan (Brody dan Biesecker, 1998). Suatu meta-analisis

memperkirakan risiko sepanjang hidup (lifetime risk) wanita pembawa mutasi gen

BRCA1 dan BRCA2 untuk menderita kanker ovarium berturut-turut adalah 39% dan

17% (Chen dan Parmigiani, 2007). Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 berkaitan

dengan onset kanker ovarium pada umur yang lebih muda. Selain itu, berkaitan juga

dengan tipe histologis kanker ovarium, terutama tipe serus dan endometrioid. Namun,

Page 97: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

75

tumor ovarium jinak dan borderline tidak berkaitan dengan mutasi kedua gen tersebut

(Risch, dkk., 2001).

Sindrom kanker ovarium kedua adalah hereditary nonpolyposis colorectal

cancer (HNPCC). HNPCC juga dikenal dengan Lynch syndrome pertama kali

diidentifikasi dalam keluarga dengan kanker kolorektal onset usia muda. Meskipun

kanker kolorektal adalah kanker dominan (sekitar 75%) pada HNPCC, namun

sindrom ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya kanker yang lain.

Kanker kedua tersering adalah kanker endometrium dengan lifetime risk sebesar 30-

60%, disusul dengan kanker ovarium dengan lifetime risk sebesar 10%. Kanker-

kanker lain dari sindrom HNPCC dengan lifetime risk kurang dari 10% adalah kanker

lambung, kanker usus halus, kanker traktus urinarius, dan kanker sistem bilier

(Soliman, dkk., 2005). Gen yang bertanggungjawab terhadap sindrom HNPCC adalah

gen-gen yang berperan pada reparasi kerusakan DNA. Mutasi pada gen-gen tersebut

dikenal sebagai microsatellite instability. Saat ini diketahui empat gen yang berperan,

yaitu MLH1, MSH2, MSH6, dan PMS2 (Lindor, dkk., 2006).

Adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium dapat meningkatkan

risiko terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain (Granstrom, 2008).

Risiko terjadinya kanker ovarium pada populasi umum adalah 1,6%. Risiko tersebut

meningkat menjadi 4 sampai 5% apabila ada satu anggota keluarga, baik ibu atau

saudara kandung, menderita kanker ovarium. Apabila terdapat dua anggota keluarga

yang menderita kanker ovarium, maka risiko menderita kanker ovarium meningkat

Page 98: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

76

menjadi 7%. Adanya riwayat kanker payudara dan kolon juga dapat meningkatkan

risiko terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain (Busmar, 2008).

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya riwayat keluarga pada kelompok

kasus, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sampel dengan riwayat keluarga

menderita kanker ovarium sebesar 4%, dengan nilai p=0,312. Secara statistik tidak

ditemukan perbedaan yang bermakna karakteristik riwayat keluarga antara kedua

kelompok penelitian (p>0,05).

6.1.5 Distribusi riwayat pemakaian kontrasepsi oral

Salah satu hal yang menarik dari aspek epidemiologi kanker ovarium adalah efek

proteksi dari kontrasepsi oral. Hankinson, dkk., (1992) melakukan suatu meta-analisis

terhadap 20 penelitian epidemiologi yang mengevaluasi hubungan penggunaan

kontrasepsi oral dengan kanker ovarium. Penelitian ini menyimpulkan bahwa risiko

relatif terjadinya kanker ovarium pada pemakai kontrasepsi oral adalah 0,64 (KI 95%;

0,57-0,73). Hal ini berarti terdapat penurunan risiko terjadinya kanker ovarium pada

pemakai kontrasepsi oral sebesar 36%. Semakin lama pemakaian kontrasepsi oral

akan semakin menurun risiko terjadinya kanker ovarium. Pemakaian kontrasepsi oral

selama satu tahun menurunkan risiko kanker ovarium sebesar 10-20%. Pemakaian

selama lima tahun menurunkan risiko kanker ovarium sebesar 50%.

Penelitian lain menemukan hubungan risiko terjadinya kanker ovarium

dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat menurunkan risiko terjadinya kanker

Page 99: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

77

ovarium sebesar 40% pada wanita yang berumur 20-54 tahun, dengan risiko relatif

sebesar 0,6. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral

selama satu tahun dapat menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 11%,

sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker

ovarium semakin menurun, bahkan mencapai 50% (Fauzan, 2009). Penelitian lain

juga memperoleh hasil bahwa penurunan risiko relatif terjadinya kanker ovarium

sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral. Pada wanita yang memakai

kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif sebasar 1 dan

semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian kontrasepsi oral yang lebih dari

lima belas tahun (Beral, 2008).

Efek proteksi kontrasepsi oral terhadap terjadinya kanker ovarium berkaitan

dengan komponen hormon yang terkandung dalam kontrasepsi oral. Analisis lanjutan

terhadap jenis hormon pada kontrasepsi oral, diperoleh bahwa hormon yang berperan

dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah progesteron.

Penggunaan obat yang mengandung hormon estrogen saja khususnya pada wanita

pasca menopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium, namun

penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan

menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008).

Pada penelitian ini ditemukan riwayat pemakaian kontrasepsi oral pada

kelompok kasus sebanyak 8% sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 16%,

dengan nilai p=0,384. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

Page 100: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

78

bermakna karakteristik riwayat pemakaian kontrasepsi oral antara kedua kelompok

penelitin (p>0,05).

6.1.6 Distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi

Wanita-wanita dengan masalah fertilitas cendrung mempunyai paritas rendah bahkan

tidak bisa hamil. Sementara itu paritas berhubungan dengan risiko terjadinya kanker

ovarium. Semakin sedikit paritas, risiko terjadinya kanker ovarium semakin

meningkat. Hal ini diperberat dengan pemakaian obat-obat induksi ovulasi pada

wanita-wanita infertil. Induksi ovulasi bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada

wanita-wanita unovulasi dengan menginduksi pertumbuhan folikel dan melepaskan

oosit matur. Hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan paparan gonadotropin

menghasilkan folikel multipel. Kondisi hiperstimulasi ini diduga berperan pada

terjadinya neoplasia ovarium.

Penelitian tentang pengaruh obat-obat induksi ovulasi terhadap terjadinya

kanker ovarium pertama kali dilakukan pada awal tahun 1990. Penelitian ini

merupakan suatu meta-analisis dari 12 penelitian kasus-kontrol. Dilaporkan adanya

peningkatan risiko sebesar 2,8 kali (KI 95%: 1,3-6,1) terjadinya kanker ovarium pada

wanita-wanita infertil yang mendapatkan obat-obat induksi ovulasi. Risiko ini

meningkat sebesar 27 kali pada pasien-pasien yang tidak pernah hamil sama sekali

(Whittemore, dkk., 1992). Selanjutnya beberapa penelitian kohort dilakukan untuk

mengevaluasi hubungan terapi infertilitas dengan kanker ovarium. Penelitian kohort

terbesar dilakukan di Denmark, melibatkan 54.362 wanita infertil antara tahun 1963-

Page 101: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

79

1998. Selama penelitian ditemukan 156 kanker ovarium invasif. Secara statistik

ditemukan peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium berkaitan dengan

penggunaan clomifen sitrat sebagai obat induksi ovulasi (Jensen, dkk., 2009). Pada

penelitian kasus-kontrol lainnya dilaporkan bahwa risiko kanker ovarium meningkat

sebesar 3,13 kali di antara wanita-wanita yang menggunakan obat-obat induksi

ovulasi dan tetap tidak hamil. Sementara itu, pada wanita-wanita yang menggunakan

obat-obat induksi ovulasi kemudian menjadi hamil ditemukan tidak terjadi

peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium (Kurta, dkk., 2012). Penelitian kohort

di Amerika Serikat melibatkan 9.825 wanita infertil selama tahun 1965-1988 yang di-

follow-up sampai tahun 2010 menemukan bahwa wanita-wanita infertil yang

menggunakan obat induksi ovulasi clomifen sitrat dan tetap tidak hamil mempunyai

risiko terjadinya kanker ovarium sebanyak 3,63 kali, sebaliknya wanita-wanita yang

menggunakan clomifen sitrat kemudian menjadi hamil tidak mempunyai risiko untuk

terjadinya kanker ovarium (Trabert, dkk., 2013).

Obat-obat yang meningkatkan kesuburan atau fertilitas, seperti klomifen sitrat

dan obat-obatan gonadotropin, seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan

Luteinizing Hormone (LH) dapat menginduksi terjadinya ovulasi baik tunggal

maupun multipel. Obat-obat gonadotropin dikenal sebagai faktor pertumbuhan pada

kanker ovarium. FSH dan LH akan mengaktifkan jalur proliferasi pada epitel

permukaan ovarium. Hal tersebut ternyata meningkatkan risiko seorang wanita

mengalami kanker ovarium (Hillard, dkk., 2013; Tomao, dkk., 2014). Pada

pemakaian klomifen sitrat lebih dari dua belas siklus, dapat meningkatkan risiko

Page 102: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

80

relatif sebesar 11 kali untuk menjadi kanker ovarium (Busman, 2008). Teori incessant

ovulation dan sekresi gonadotropin yang berlebihan berperan penting pada

perkembangan kanker ovarium. Obat-obat induksi ovulasi yang meningkatkan kadar

gonadotropin serum dan terjadinya ovulasi multipel, merupakan faktor risiko

terjadinya kanker ovarium (Gadducci, dkk., 2013).

Pada penelitian ini tidak ditemukan riwayat pemakaian obat-obat induksi

ovulasi baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol. Jadi tidak ada

perbedaan distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi pada kedua

kelompok penelitian.

6.1.7 Distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon

Terapi sulih hormon yang mengandung estrogen digunakan untuk mengatasi keluhan-

keluhan menopause, mencegah penyakit osteoarthritis dan penyakit jantung koroner.

Estrogen sering dikombinasikan dengan progesteron baik secara sekuensial atau

kontinyu. Penelitian-penelitian yang berupaya menemukan hubungan antara terapi

sulih hormon dengan risiko terjadinya kanker ovarium jumlahnya terbatas. Suatu

penelitian kohort menemukan risiko relatif terjadinya kanker ovarium pada pemakai

terapi sulih hormon estrogen secara tunggal sebesar 1,6 (Lacey, dkk., 2002).

Sementara itu, penelitian lain yang meneliti risiko terjadinya kanker ovarium tipe

epitel pada pemakai terapi sulih hormon estrogen yang dikombinasi dengan

progesteron secara sekuensial dan kontinyu. Penelitian ini menemukan risiko

terjadinya kanker ovarium meningkat sebesar 1,43 kali pada pemakai terapi sulih

Page 103: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

81

hormone dibandingkan dengan populasi yang tidak memakai terapi sulih hormon.

Terapi sulih hormon estrogen yang dikombinasikan dengan progesteron secara

sekuensial meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel sebesar 1,54

kali, sedangkan pemakaian kombinasi progesteron secara kontinyu tidak berhubungan

dengan peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (Riman, dkk., 2002).

Penelitian-penelitian menemukan adanya hubungan antara lamanya

pemakaian terapi sulih hormon estrogen dengan kanker ovarium. Penelitian yang

dilakukan The National Institute of Health-AARP Diet and Health Study Cohort

melibatkan 97.638 wanita umur antara 50-71 tahun. Pemakaian terapi sulih hormon

estrogen selama kurang dari sepuluh tahun tidak berhubungan dengan terjadinya

kanker ovarium. Namun, bila dibandingkan dengan tanpa terapi hormon, pemakaian

terapi sulih hormon estrogen selama sepuluh tahun atau lebih secara statistik

berkaitan dengan kanker ovarium (Lacey, dkk., 2002; Riman, dkk., 2002; Lacey,

dkk., 2006). Penelitian lain menemukan bahwa pemakaian terapi sulih hormon pada

wanita menopause dengan menggunakan estrogen dalam jangka waktu sepuluh tahun

dapat meningkatkan risiko relatif sebesar 2,2 untuk terjadinya kanker ovarium. Pada

pemakaian yang lebih lama lagi, selama 20 tahun lebih meningkatkan risiko relatif

menjadi 3,2 untuk terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Data-data ini

menunjukkan bahwa pemakaian terapi sulih hormon estrogen selama lebih dari

sepuluh tahun meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium.

Pada penelitian ini tidak ada sampel penelitian pada kelompok kasus dan

kelompok kontrol dengan riwayat pemakaian terapi sulih hormon. Jadi tidak ada

Page 104: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

82

perbedaan distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon pada kedua kelompok

penelitian.

6.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Mutan Positif

Penelitian-penelitian menemukan ekspresi p53 pada kanker ovarium lebih tinggi

dibandingkan dengan tumor ovarium jinak dan normal. Chan, dkk., (2000)

melakukan penelitian pada 127 jaringan ovarium melibatkan 14 jaringan ovarium

normal, 11 tumor ovarium jinak, 37 tumor ovarium borderline, dan 65 kanker

ovarium tipe epitel. Melalui pemeriksaan imunohistokimia ditemukan ekspresi p53

sebesar 54% pada kanker ovarium tipe epitel, sedangkan pada tumor ovarium

borderline, jinak, dan jaringan ovarium normal tidak ditemukan ekspresi p53.

Penelitian-penelitian lain menemukan ekspresi p53 pada kanker ovarium tipe epitel

sebesar 54% (Dogan, dkk., 2005), 53% (Lee dan Park, 2009), 73,7% (Lobna, 2010),

dan 51,4% (Rechsteiner, dkk., 2013). Sementara itu, pada penelitian ini ditemukan

ekspresi p53 positif sebanyak 8 dari 25 sampel (32%) pada kanker ovarium tipe epitel

dan sebanyak 2 dari 25 sampel (8%) pada tumor ovarium jinak.

Ekspresi p53 pada kanker ovarium tipe epitel berhubungan dengan beberapa

parameter klinikopatologis seperti stadium (Dogan, dkk., 2005; Lee dan Park, 2009;

Rechsteiner, dkk., 2013). Ekspresi p53 ditemukan sebesar 25% pada kanker ovarium

tipe epitel stadium dini (stadium I dan II) dan 100% pada kanker ovarium tipe epitel

stadium lanjut (stadium III dan IV) (Chen, dkk., 2012). Sementara itu, penelitian lain

menemukan ekspresi p53 sebesar 51% pada kanker ovarium tipe epitel stadium dini

Page 105: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

83

risiko tinggi dan 66% pada kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut yang mengalami

reseksi suboptimal (Darcy, dkk., 2008). Selain stadium, ekspresi p53 juga

berhubungan dengan jenis histologi dan derajat diferensiasi sel (Dogan, dkk., 2005;

Lee dan Park, 2009; Rechsteiner, dkk., 2013), sitologi positif (Dogan, dkk., 2005),

residu tumor (Dogan, dkk., 2005; Rechsteiner, dkk., 2013), metastasis kelenjar getah

bening (Lee dan Park, 2009; Chen, dkk., 2012), survival (Dogan, dkk., 2005; Darcy,

dkk., 2008; Lee dan Park, 2009; Chen, dkk., 2012; Rechsteiner, dkk., 2013). Hal ini

menunjukkan bahwa ekspresi p53 sangat mungkin berkaitan dengan fenotip yang

agresif, yang juga berarti bahwa penyakit tersebut menyebar lebih cepat.

Sepanjang pengetahun penulis, sampai saat ini belum ada penelitian yang

melaporkan besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada wanita-wanita

dengan ekspresi p53 positif. Penelitian ini menemukan risiko terjadinya kanker

ovarium tipe epitel pada ekspresi p53 positif sebesar 5,41 kali (IK95%=1,02-28,79;

p=0,034). Telah ditemukan bahwa sekitar 80% mutasi gen pada kanker ovarium tipe

epitel berkaitan dengan perubahan ekspresi p53 yang dideteksi secara

imunohistokimia karena waktu paruhnya yang panjang. Terdeteksinya p53 secara

imunohistokimia berkaitan dengan bentuk mutant p53. Akumulasi p53 mutant

berkaitan dengan aktifitas proliferasi dan derajat histologis yang jelek (Preethi, dkk.,

2002). Jumlah p53-wt dalam sel normal rendah, karena diinaktifkan oleh mekanisme

degradasi, sehingga mempunyai waktu paruh yang pendek, sekitar 15-20 menit.

Degradasi p53 melalui proses yang disebut dengan proteolisis yang dimediasi oleh

ubiquitin. Melalui berbagai tahapan ubiquitin mengikat p53. Ubiquitin berperan

Page 106: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

84

sebagai petanda yang memberikan sinyal kepada mekanisme degradasi protein untuk

mendeteksi p53. MDM2 adalah enzim yang terlibat dalam degradasi p53 oleh

ubiquitin. MDM2 mengikat p53 dan menstimulasi ubiquitin lainnya menuju bagian

karboksil terminal dari p53, yang kemudian mendegradasi p53 (Vogelstein, dkk.,

2000).

Faktor-faktor risiko kanker ovarium secara epidemiologi seperti umur, paritas,

riwayat terapi induksi ovulasi, dan terapi sulih hormon, meningkatkan risiko wanita

untuk mengalami ovulasi. Ketika terjadi ovulasi, epitel permukaan mengalami

kerusakan. Kerusakan epitel merangsang sel-sel epitel mengalami proliferasi sebagai

upaya reparasi. Upaya reparasi ini melibatkan berbagai protein yang bila terjadi

secara berulang-ulang akan menginduksi terjadinya mutasi gen yang berperan pada

mekanisme homeostasis, salah satunya adalah p53. Semakin banyak jumlah total

siklus ovulasi sepanjang hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko

terkena kanker ovarium tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003).

Protein 53 dalam jaringan normal berada dalam kondisi tidak aktif. P53 akan

teraktivasi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme pertama melalui kerusakan

DNA, yang dapat terjadi karena radiasi pengion, radiasi ultraviolet, pengunaan obat-

obat sitotoksik atau obat-obat kemoterapi, infeksi virus (Vogelstein, dkk., 2000;

Harris dan Levine, 2005; Levine, dkk., 2006), syok akibat pemanasan, dan hipoksia

(Levine dan Oren, 2009; Jelovac dan Armstrong, 2011). Mekanisme ini melibatkan

protein kinase ATM (ataxia telangiectasia mutated), ATR (ataxia telangiectasia and

Rad3 related), dan Chk2. Mekanisme kedua distimulasi oleh sinyal pertumbuhan

Page 107: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

85

abnormal seperti stimulasi onkogen Ras atau Myc. Pada mekanisme ini, aktivasi p53

melalui protein p14ARF (Vogelstein, dkk., 2000). Mekanisme aktivasi p53 tersebut di

atas menghambat degradasi p53 dan menjaga kadarnya tetap tinggi. Konsentrasi p53

yang tinggi akan mengaktifkan berbagai protein dengan fungsi yang berbeda-beda

(Foulkes, 2007).

Protein-protein yang diaktifkan oleh p53 memiliki fungsi yang beragam dan

merupakan efektor hilir (downstream) pada jalur penyampaian sinyal yang

memperoleh tanggapan beragam seperti cell-cycle checkpoints, reparasi kerusakan

DNA, dan apoptosis. Sebagian dari berbagai fungsi p53 termasuk peran utama p53

dalam menekan pertumbuhan tumor, dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk

bertindak sebagai faktor transkripsi – suatu rangkaian spesifik yang mengatur

ekspresi protein-protein seluler yang berbeda dalam mengatur berbagai proses seluler,

meskipun interaksi protein-protein lain juga mungkin memainkan peranan.

Menanggapi berbagai jenis stres, p53 diakumulasikan di dalam inti dan berikatan

pada tempat tertentu di daerah pengaturan dari gen responsif p53 (Bai dan Zhu,

2006).

Berbagai respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 merupakan kontrol

terhadap pertumbuhan meliputi penghentian siklus sel (cell cycle arrest), apoptosis,

dan stabilitas genom (Reles, 2001; Bai dan Zhu, 2006). Kemampuan p53 untuk

menghambat pertumbuhan sel sangat penting mengingat fungsinya sebagai penekan

tumor. Induksi penghentian siklus sel oleh p53 dapat memberikan tambahan waktu

bagi sel untuk memperbaiki kerusakan genome sebelum memasuki tahapan penting

Page 108: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

86

sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang sebelumnya tertahan akan dikembalikan ke

kondisi proliferasinya melalui fungsi biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan

DNA termasuk di antaranya nucleotide excision repair dan base excision repair (Bai

dan Zhu, 2006).

Bila terjadi kerusakan DNA, p53 memperantarai berhentinya fase G1 melalui

pengaktifan gen-gen yang bertanggungjawab pada respon kerusakan gen seperti

WAF1 yang mengkode p21Waf1/Cip1, suatu penghambat yang poten dari cyclin-

dependent kinase (cdk)-dependent phosphorylation dari protein retinoblastoma (pRb).

Protein retinoblastoma yang terhipofosforilasi mengikat faktor transkripsi E2F-1 yang

mengakibatkan berhentinya siklus sel pada fase transisi G1-S (Sionov dan Haupt,

1999). Protein 53 juga dapat menghambat siklus G1 melalui jalur yang tidak

tergantung p21. Mekanisme ini melalui pengaturan aktivitas transkripsi RNA

polymerase II dengan menghambat kompleks cdk-activating kinase (CAK)

cdk7/cyclin H1/Mat1 (Rose, 2007). Selain itu, berhentinya siklus G1 dapat juga

diakibatkan oleh kemampuan p53 menginduksi PC3, gen yang menurunkan kadar

cyclin D1, yang menghambat cdk4 dan hipofosforilasi pRb (Guardavaccaro, dkk.,

2000). Hal ini menunjukkan bahwa checkpoint pada fase G1-S dari siklus sel

merupakan fase yang sangat kritis dari mekanisme perbaikan kerusakan DNA.

Protein 53 juga menghambat siklus sel pada fase transisi G2-M. Aktivasi p53

dapat menghambat secara efektif aktivitas cyclin B1/cdc2 yang sangat penting bagi

sel-sel memasuki fase mitosis. Protein 21Waf1/Cip1 juga berperan pada berhentinya fase

G2 melalui penghambatan secara langsung kompleks cyclin B1/cdc2 (Flatt, dkk.,

Page 109: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

87

2000). Selain itu, p53 menginduksi GADD45 yang dapat mengikat cdc2 dan

mengakibatkan ketidakmampuannya membentuk kompleks dengan cyclin B1 (Jin,

dkk., 2000; Rose, 2007). Protein 53 menginduksi 14-3-3-σ yang tidak hanya

mengikat dan menghancurkan cdc2 di dalam sitoplasma, tetapi juga mengikat dan

menghancurkan cdc25 yang bertanggungjawab terhadap defosforilasi dan aktivasi

kompleks cyclin B/cdc2 (Rose, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa p53 dikenal

sebagai guardian of the genome karena peranannya menghambat pertumbuhan sel-sel

dengan kerusakan DNA.

Selain melalui mekanisme tersebut di atas, p53 juga mengontrol proliferasi sel

dan integritas genome dengan menginduksi apoptosis melalui aktivasi transkripsi gen-

gen target p53. Sebagai penjaga integritas keutuhan selular, salah satu peranan p53

adalah memonitor stres selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA

irreversible atau tidak dapat diperbaiki (Ghobriel, dkk., 2005). Apoptosis merupakan

proses multi-step yang diregulasi dengan ketat. Apoptosis juga sering disebut dengan

kematian sel yang terprogram, yang berlangsung terus selama proses kehidupan

dengan maksud untuk menjaga homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara

proliferasi dengan kematian sel (Bai dan Zhu, 2006; Miettinen, 2009).

Apoptosis merupakan barrier utama onkogenesis dan protein penekan tumor

p53 merupakan kunci utama regulasi apoptosis dan karsinogenesis (Maximov dan

Maximov, 2008). Terdapat dua mekanisme utama apoptosis, yaitu jalur ekstrinsik dan

jalur intrinsik. Aktivasi apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dengan ligasi reseptor

permukaan sel yang disebut death receptor dengan ligand-nya. Fas adalah salah satu

Page 110: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

88

reseptor tumor necrosis factor (TNF) yang juga disebut Apo-1 atau CD95. Reseptor

TNF lainnya meliputi TNF R1, DR3 (Apo-2), DR4 (tumor necrosis factor-related

apoptosis-inducing ligand receptor 1 [TRAIL R1]), DR5 (TRAIL R2), dan DR6.

Ketika teraktivasi, FasL dan fas membentuk kompleks yang disebut DISC (death-

inducing signaling complex). Kompleks ini akan mengaktifkan caspase-8 yang

selanjutnya mengaktifkan efektor hilir dari jalur apoptosis. Selain itu, caspase-8

berinteraksi dengan jalur intrinsik dari mekanisme apoptosis melalui aktivasi Bid

yang memungkinkan pelepasan sitokrom-c dari mitokondria (Bai dan Zhu, 2006;

Ghobrial, dkk., 2010).

Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik disebut juga dengan jalur

mitokondria karena berkaitan dengan pelepasan sitokrom-c dan protein-protein

lainnya dari ruang intermembran mitokondria ke dalam sitoplasma. Hal ini

merupakan hasil dari aktivasi anggota famili Bcl-2 proapoptosis (seperti BID, BAX,

BAK) yang mengatur permeabilitas membran luar mitokondria (Maximov dan

Maximov, 2008). Aktivasi proapoptosis keluarga Bcl-2 menetralkan aktifitas anti

apoptosis keluarga Bcl-2 lainnya yang berperan menghambat aktifitas kematian sel

dengan menghambat pelepasan sitokrom-c dari mitokondria. Ketika terlepas ke dalam

sitoplasma, sitokrom-c berikatan dengan Apaf-1 membentuk apoptosome, suatu

kompleks yang selanjutnya mengaktifkan caspase-9. Aktivasi caspase-9

mengaktifkan cascade caspase seperti caspase-7 dan caspase-3 yang selanjutnya

memicu terjadinya kematian sel (Ghobrial, dkk., 2005; Maximov dan Maximov,

2008).

Page 111: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

89

Dengan demikian, ekspresi p53 positif pada penelitian ini sebagai ekspresi

dari adanya p53 mutan menunjukkan bahwa p53 tidak dapat berfungsi dengan baik

sebagai guardian of the genome sehingga mengakibatkan berbagai perubahan protein-

protein efektor hilir. Kondisi ini mengakibatkan cell cycle check-point menjadi

terganggu, proses perbaikan kerusakan DNA tidak dapat berjalan dengan baik, dan

mekanisme apoptosis untuk mengeradikasi sel-sel dengan kerusakan gen tidak terjadi.

Pada ovarium, mekanisme reparasi sel-sel epitel permukaan ovarium yang mengalami

kerusakan akibat mekanisme ovulasi tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi

proliferasi secara tidak terkendali.

6.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif

Protein Bcl-2 merupakan anggota keluarga Bcl-2 yang berperan dalam regulasi

permeabilitas membran luar mitokondria pada mekanisme apoptosis melalui jalur

intrinsik. Karena itu jalur intrinsik disebut juga dengan jalur mitokondria. Protein

Bcl-2 berperan sebagai anti apoptosis dari keluarga Bcl-2 selain Bcl-w, dan Bcl-XL

(Maximov dan Maximov, 2008). Protein Bcl-2 menjadi aktif apabila p53 mengalami

mutasi atau tidak dapat berfungsi, sehingga mekanisme apoptosis tidak dapat berjalan

dengan baik. Hal ini mengakibatkan sel-sel yang mengalami kerusakan DNA dan

tidak dapat diperbaiki dengan mekanisme perbaikan sel akan terus mengalami

proliferasi dan mengalami transformasi menjadi ganas.

Pada penelitian ini didapatkan ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium sebanyak

11 dari 25 sampel (44%), sedangkan pada tumor ovarium jinak sebanyak 3 dari 25

Page 112: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

90

sampel (12%). Penelitian-penelitian lainnya menemukan bahwa ekspresi protein Bcl-

2 sangat lemah pada sel-sel epitel ovarium yang normal atau pada tumor ovarium

jinak dan borderline, tetapi sangat kuat pada kanker ovarium (Chan, dkk., 2000;

Anderson, dkk., 2009). Baekelandt, dkk., (1999) menemukan ekspresi protein Bcl-2

pada kanker ovarium sebesar 39%, sementara Chan, dkk., (2000) menemukan

ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 33%. Intensitas imunohistokimia

ekspresi Bcl-2 sangat kuat ditemukan pada kanker ovarium dibandingkan dengan

tumor ovarium atau borderline (Zeren, dkk., 2014). Ekspresi Bcl-2 ditemukan sebesar

52% pada kanker ovarium dan berkorelasi secara negatif dengan indeks apoptosis (de

la Torre, dkk., 2007). Bcl-2 akan menghambat aktivitas protein pro-apoptosis seperti

Bak dan Bax. Protein Bak dan Bax adalah protein regulator yang sangat penting

untuk mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik atau jalur mitokondria. Protein Bak

berada pada membran luar dari mitokondria, sementara protein Bax berada dalam

sitoplasma. Protein Bax mengalami translokasi ke membran luar mitokondria karena

aktivasi protein Bid yang selanjutnya menimbulkan perubahan permeabilitas

membran mitokondria. Perubahan permeabilitas membran mitokondria ini akan

melepaskan sitokrom-c yang selanjutnya membentuk apoptosom setelah membentuk

kompleks dengan procaspase-9 dan Apaf-1. Aktivasi Bcl-2 menyebabkan mekanisme

ini tidak terjadi, sehingga terjadi hambatan terhadap mekanisme apoptosis (Rastogi,

dkk., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas apoptosis menurun sebagai akibat

peningkatan aktifitas protein Bcl-2 pada kanker ovarium (Tas, 2001).

Page 113: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

91

Telah ditemukan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium lebih tinggi

dibandingkan dengan tumor ovarium jinak maupun jaringan ovarium normal, tetapi

sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian tentang besarnya risiko

terjadinya kanker ovarium pada ekspresi Bcl-2 positif. Penelitian ini menemukan

risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif

sebesar 5,76 kali dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi Bcl-2 negatif (IK

95% = 1,36-24,36; p=0,012) seperti terlihat pada Tabel 5.3.

Ekspresi protein Bcl-2 ditemukan pada semua komponen dari ovarium fetus

manusia pada usia kehamilan 19-33 minggu yang bertujuan untuk mengatasi aktivitas

apoptosis yang luas (Abir, dkk., 2002; Mahmoud, 2005). Ekspresi ini terkait dengan

kadar hormon gonadotropin, yang mana semakin tinggi gonadotropin akan

meningkatkan ekspresi Bcl-2 (Sugino, dkk., 2000; Mahmoud, 2005). Peranan Bcl-2

pada apoptosis ovarium didukung melalui beberapa penemuan dalam penelitian,

yaitu: (i) penurunan jumlah folikel pada defisiensi Bcl-2 pada tikus; (ii) ekspresi yang

kuat dari Bcl-2 menunjukkan penurunan dari apoptosis folikuler dan atresia; (iii)

defisiensi Bax pada tikus mempunyai folikel yang abnormal dengan jumlah sel

granulosa yang banyak; dan (iv) ekspresi Bax kuat pada folikel yang atresia

dibandingkan dengan folikel yang sehat (Mahmoud, 2005).

Saat mengalami ekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis yang

diinduksi oleh bermacam - macam agen baik invitro maupun invivo. Suatu penelitian

menemukan bahwa ekspresi Bcl-2 berkorelasi secara negatif dengan apoptosis (r = -

0,3592; p = 0,0001) (Preethi, dkk., 2002). Korelasi antara ekspresi Bcl-2 dengan

Page 114: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

92

penurunan persentase apoptosis menunjukkan bahwa imunoreaktivitas Bcl-2 dapat

digunakan untuk mengidentifikasi tumor dengan penurunan apoptosis dan

kemungkinan peningkatan potensi metastasis sebagai hasil dari peningkatan viabilitas

sel. Kondisi ini mendukung pendapat bahwa Bcl-2, dengan menghambat apoptosis

menyebabkan suatu perubahan kinetika sel dengan mempertahankan sel-sel yang

mengandung perubahan genetik yang selanjutnya memfasilitasi progresivitas tumor.

Dengan demikian, adanya ekspresi Bcl-2 positif menunjukkan sel-sel dengan

imunoreaktifitas Bcl-2 yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 positif berperan sebagai

protein anti apoptosis yang memungkinkan sel-sel yang mengandung kerusakan gen

dan tidak dapat diperbaiki melalui mekanisme cell cycle check point dan reparasi

kerusakan DNA, tetap mengalami proliferasi. Proliferasi secara tidak terkontrol ini

mengakibatkan sel-sel mengalami transformasi ganas. Jadi, ekspresi Bcl-2 positif

merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel, melalui berkurangnya

kemampuan apoptosis sel.

6.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekpresi Caspase-3 Negatif

Pada kanker ovarium, beberapa penelitian menemukan ekspresi caspase-3 secara

konsisten lebih rendah dibandingkan dengan ekspresinya pada tumor ovarium jinak

atau pada ovarium normal. Duo, dkk., (2004) menemukan bahwa ekspresi caspase-3

pada kanker ovarium sebesar 44,4%, lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi

caspase-3 pada tumor ovarium jinak, yaitu sebesar 81,8%. Ekspresi caspase-3 pada

kanker ovarium berhubungan dengan derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, dan

Page 115: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

93

adanya metastasis pada kelenjar limfe. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan

antara ekspresi caspase-3 dengan apoptosis yang berperan pada perubahan keganasan

dan untuk memprediksi prognosis. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian lain,

yang memeriksa ekspresi caspase-3 secara imunohistokimia pada 16 kasus tumor

ovarium jinak dan 84 kasus kanker ovarium. Ekspresi caspase-3 positif masing-

masing sebesar 93,4% pada tumor ovarium jinak dan 48,8% pada kanker ovarium

(Chan dan Peng, 2010). Demikian juga penelitian pada 112 kasus tumor ovarium

primer, mendapatkan eskpresi caspase-3 positif pada tumor ovarium ganas sebesar

44,4% secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3 pada

tumor ovarium jinak sebesar 81,8% (p=0,01) (Duo, dkk., 2004). Sementara itu, pada

penelitian ini didapatkan hasil yang hampir sama, di mana ekspresi caspase-3 pada

kelompok kasus lebih banyak yang negatif yaitu sebanyak 23 dari 25 sampel (92%)

sedangkan ekspresi caspase-3 negatif pada kelompok kontrol sebanyak 16 dari 25

sampel (64%). Namun, seberapa besar risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel

bila terjadi ekspresi caspase-3 negatif? Sepanjang pengetahuan penulis, sampai saat

ini belum ada penelitian yang meneliti hal tersebut.

Pada penelitian ini didapatkan ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor

risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 6,47; IK 95% = 1,23-34,01;

p=0,017) seperti terlihat pada Tabel 5.4. Sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif

mempunyai risiko 6,47 kali menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan

sampel dengan ekspresi caspase-3 positif. Pada mekanisme karsinogenesis secara

umum, termasuk kanker ovarium tipe epitel, gangguan pada mekanisme apoptosis

Page 116: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

94

yang diekspresikan dengan kelainan ekspresi protein-protein yang terlibat pada

mekanisme apoptosis, salah satunya caspase-3, berperan pada terganggunya

homeostasis sel sehingga terjadi proliferasi sel secara berlebihan (Elmore, 2007;

Rastogi, dkk., 2009).

Kemampuan sel berespon terhadap sinyal apoptosis tergantung pada regulasi

caspase. Induksi apoptosis melalui berbagai mekanisme sebagian besar akan

mengaktifkan caspase. Apoptosis tergantung caspase diinduksi oleh efektor hulu

melalui caspase activation and recruitment domain (CARD) yang berlokasi pada

permukaan dalam membran sel dari reseptor permukaan sel. Ketika teraktivasi,

caspase initiator akan mengaktifkan efektor hilir atau caspase executioner secara

langsung atau tidak langsung melalui jalur mitokondria dengan melepaskan sitokrom-

c. Puncak dari mekanisme apoptosis ini adalah teraktivasinya caspase executioner

caspase-3 (Johnson, dkk., 2004).

Caspase-3 merupakan caspase executioner yang paling penting di antara

caspase executioner lainnya seperti caspase-6 dan caspase-7. Dalam aktivitasnya,

caspase-3 mengaktivasi banyak substrat dalam nukleus seperti lamin A, actin, gas2,

dan α-fodrin yang selanjutnya menyebabkan sel-sel mengkerut dan membran sel tidak

beraturan. Caspase-3 juga mengaktifkan CAD yang menyebabkan terjadinya

fragmentasi DNA (Porter dan Janicke, 1999). Aktifitas protein-protein ini selanjutnya

menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia seperti terlihat pada sel-sel

apoptosis antara lain sel-sel mengkerut, kondensasi protein, kromosom DNA

mengalami fragmentasi, degradasi inti termasuk protein sitoskeleton, dan disintegrasi

Page 117: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

95

sel-sel mejadi apoptosis bodies (Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Pada fase akhir,

terjadi fagositosis di mana sel-sel apoptosis pada permukaannya mengekspresikan

fosfatidilgliserin yang menyebabkan tidak terjadinya reaksi radang (Elmore, 2007).

Sel-sel yang mengekspresikan caspase-3 positif menunjukkan mekanisme

apotosis berjalan lebih baik dibandingkan dengan sel-sel yang tidak mengekspresikan

caspase-3. Sel-sel yang berproliferasi secara tidak terkendali akibat abnormalitas gen

akan jatuh ke mekanisme apoptosis bila proses reparasi tidak berjalan dengan baik.

Mekanisme apoptosis yang berjalan baik, yang diekspresikan salah satunya dengan

caspase-3, akan mendegradasi sel-sel abnormal sebagai upaya untuk mempertahankan

homeostasis, sehingga secara histologis tampak sebagai sel-sel dengan derajat

diferensiasi yang baik. Sebaliknya, bila mekanisme apoptosis tidak berjalan dengan

baik, yang diekspresikan dengan ekspresi caspase-3 negatif, sel-sel yang sudah

membawa abnormalitas gen akan berproliferasi secara tidak terkendali. Pada

pemeriksaan histologis akan tampak sebagai sel-sel dengan atipia dan mitosis yang

banyak, sebagai cerminan dari diferensiasi sel yang jelek (Pollard, dkk., 2008).

Salah satu faktor biologi yang berperan penting dalam karsinogenesis kanker

ovarium adalah protein-protein yang yang memegang peranan dalam mekanisme

apoptosis, dalam hal ini adalah caspase-3. Caspase-3 adalah caspase executioner,

caspase hilir dalam kaskade caspase untuk berlanjutnya proses apoptosis. Aktivasi

caspase-3 diikuti dengan aktivasi berbagai substrat dalam nukleus seperti lamin A,

actin, gas2, fodrin, ICAD, CAD (Fan, dkk., 2005) yang pada akhirnya menimbulkan

perubahan morfologi secara histologis tampak sebagi sel-sel yang mengkerut,

Page 118: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

96

membran sel tidak beraturan, dan DNA mengalami fragmentasi (Janicke, dkk., 1998;

Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Tidak berfungsinya caspase-3 yang

dimanifestasikan dengan ekspresi caspase-3 negatif menyebabkan sel-sel yang

mengandung abnormalitas gen dan gagal diperbaiki dengan mekanisme perbaikan

gen mengalami proliferasi secara tidak terkendali (Fan, 2005). Hal ini berkaitan

dengan hasil-hasil penelitian, di mana ekspresi caspase-3 berhubungan secara

bermakna dengan derejat diferensiasi sel dan stadium kanker ovarium. Subyek-

subyek penelitian dengan ekspresi caspase-3 negatif secara bermakna lebih banyak

mempunyai derajat diferensiasi sel jelek dan stadium kanker ovarium yang lanjut

(Budiana, dkk., 2013). Hal ini menunjukkan sel-sel dengan ekspresi caspase-3 negatif

mempunyai sifat agresifitas yang tinggi. Dengan demikian, caspase-3 yang tidak

berfungsi dengan baik, yang diekspresikan dengan caspase-3 negatif merupakan

faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.

6.5 Temuan Baru (Novelty)

6.5.1 Risiko kanker ovarium tipe epitel

Pada penelitian ini ditemukan ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi

caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.

Ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif meningkatkan

risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel masing-masing sebesar 5,41 kali, 5,76

kali, dan 6,47 kali.

Page 119: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

97

6.5.2 Hubungan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada kanker ovarium

tipe epitel

Dalam teori incessant ovulation diketahui bahwa risiko terjadinya kanker ovarium

tipe epitel sejalan dengan makin meningkatnya jumlah ovulasi. Faktor-faktor risiko

epidemiologi seperti umur, paritas, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi, dan

riwayat pemakaian obat-obat terapi sulih hormon meningkatkan risiko terjadinya

kanker ovarium tipe epitel. Sementara faktor-faktor lain seperti kehamilan, riwayat

menyusui, dan riwayat pemakaian kontrasepsi oral merupakan faktor protektif kanker

ovarium tipe epitel. Kondisi-kondisi ini menegaskan bahwa cedera berulang pada

epitel permukaan ovarium akibat ovulasi akan meningkatkan proses reparasi untuk

memperbaiki kerusakan, yang suatu ketika dapat menginduksi terjadinya mutasi gen.

Mutasi yang banyak terjadi pada mekanisme ini adalah protein 53 (p53).

Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara ekspresi p53 mutan

dengan ekspresi Bcl-2 (r=0,41; p=0,003), hubungan antara ekspresi p53 mutan

dengan ekspresi caspase-3 (r=0,42; p=0,007), dan hubungan ekspresi p53 mutan

dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,29; p=0,030). Selain itu ditemukan juga

adanya hubungan antara ekspresi Bcl-2 dengan ekspresi caspase-3 (r=0,31; p=0,037),

ekspresi Bcl-2 dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,29; p=0,034). Sementara itu,

ditemukan hubungan antara ekspresi caspase-3 dengan kanker ovarium tipe epitel

(r=0,30; p=0,027). Hal ini menunjukkan bahwa p53 yang mengalami mutasi tidak

dapat berperan sebagai guardian of genome mengakibatkan berbagai perubahan pada

Page 120: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

98

efektor hilir. P53 yang tidak aktif akan mengakibatkan berbagai hambatan dalam

berbagai mekanisme homeostasis seluler, dalam hal ini adalah mekanisme apotosis.

Pada mekanisme karsinogenesis kanker ovarium, akumulasi sel-sel neoplastik

tidak hanya terjadi karena inaktivasi gen supresor tumor p53, tetapi juga karena

kelainan protein-protein yang mengatur proses apoptosis, seperti Bcl-2 dan caspase-3.

Karena itu, apoptosis merupakan pertahanan tubuh yang harus diatasi untuk

terjadinya kanker. Kematian sel akibat apoptosis merupakan respon fisiologis pada

berbagai kondisi patologis yang berperan untuk terjadinya keganasan bila sel-sel

dibiarkan hidup terus. Sel-sel dengan cedera gen dapat diinduksi untuk mengalami

kematian, sebagai upaya untuk mencegah akumulasi sel-sel yang mengandung

mutasi. Namun, bila p53 mengalami mutasi sehingga menjadi tidak aktif maka

mekanisme hilir yang berperan untuk berlangsungnya apoptosis tidak berjalan dengan

baik. Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik maupun intrinsik tidak dapat

berjalan. Aktivasi death receptor pada membran permukaan sel (TNF-α dan FASL)

tidak terjadi sehingga efektor hilir yang menginduksi caspase-8 untuk mengaktifkan

BID tidak terjadi. P53 yang tidak aktif juga tidak mampu menginduksi apoptosis

melalui jalur internal. Protein BIM dan BID yang tidak aktif akan menginduksi

aktifnya Bcl-2 sehingga menghambat terbentuknya apoptosome dan tidak terjadi

aktivasi caspase-3 yang berperan mengakhiri rangkaian proses apoptosis. Mekanisme

apoptosis yang tidak berjalan dengan baik menyebabkan sel-sel dengan kerusakan

materi genetik akan terus mengalami proliferasi.

Page 121: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

99

Akumulasi dari tidak aktifnya p53 akibat ovulasi yang berulang-ulang

mengakibatkan tidak aktifnya mekanisme restriction point dari siklus sel dan

mekanisme apoptosis melalui aktifnya Bcl-2 dan tidak aktifnya caspase-3, sehingga

terjadi proliferasi sel-sel secara tidak terkendali membentuk kanker ovarium tipe

epitel.

Gambar 6.1 Hubungan antara variabel-variabel penelitian

6.6 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, yaitu:

1. Kanker ovarium secara histopatologi terdiri dari berbagai macam jenis sel,

termasuk untuk kanker ovarium tipe epitel. Berkaitan dengan jenis

histopatologis kanker ovarium, Kurman, dkk., Memperkenalkan dualistic

model kanker ovarium, yang membagi kanker ovarium menjadi dua tipe,

yaitu tipe I dan tipe II. Kanker ovarium tipe I meliputi kanker ovarium tipe

serous low grade, musinous, endometrioid, Brenner tumor, dan kanker

p53mutan Bcl-2 Caspase-3

Kankerovarium

tipe epitel

r=0,41p=0,003

r=0,31p=0,037

r=0,30p=0,027

r=0,29; p=0,034

r=0,42; p=0,007

r=0,29; p=0,030

Page 122: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

100

ovarium tipe clear cell. Sementara kanker ovarium tipe II meliputi kanker

ovarium tipe serous high grade, malignant mixed mesodermal tumors

(carcinosarcoma), dan kanker ovarium tipe undifferentiated. Kedua tipe

ini berbeda dalam hal mutasi gen dan agresivitas kanker. Tipe I cenderung

keganasaanya rendah dan berkembang dari tipe jinak dan/atau borderline,

sedangkan tipe II terjadi tanpa ada lesi prekursor. Tipe I berkaitan dengan

perubahan molekuler yang berbeda dengan tipe II, yaitu ditemukannya

mutasi BRAF dan KRAS untuk tipe serous, mutasi KRAS untuk tipe

musinous, mutasi β-catenin dan PTEN serta microsatellite instability

untuk tipe endometrioid, sedangkan pada kanker ovarium tipe II sering

ditemukan adanya mutasi p53.

Pada penelitian ini tidak dibedakan dan tidak dianalisis jenis histopatologi

kanker ovarium tipe epitel berdasarkan jenis selnya. Semua jenis sel

epitel, dikatagorikan sebagai kanker ovarium tipe epitel.

2. Berkaitan dengan karsinogenesis kanker secara umum, terdapat beberapa

mekanisme yang melibatkan berbagai protein yang saling berkaitan.

Mekanisme karsinogenesis bisa melibatkan berbagai onkogen, gen

supresor tumor, berbagai protein yang terlibat pada siklus sel, mekanisme

reparasi kerusakan DNA, dan mekanisme apoptosis, serta protein-protein

yang terlibat dalam berbagai mekanisme transduksi sinyal. Pada penelitian

ini diteliti p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 yang berperan pada

mekanisme apoptosis.

Page 123: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

101

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53

mutan dan Bcl-2 positif, serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko

terjadinya kanker ovarium tipe epitel, melalui jawaban hipotesis dari hasil penelitian,

bahwa:

1. Penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko 5,41 kali

lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita

dengan ekspresi p53 mutan negatif.

2. Penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko 5,76 kali lebih

besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan

ekspresi Bcl-2 negatif.

3. Penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali

lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita

dengan ekspresi caspase-3 positif.

7.2 Saran

Mengacu dari kerangka berpikir, kerangka konsep, hasil penelitian, pembahasan dan

keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk pengembangan

Page 124: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

102

ilmu pengetahuan dan kepentingan klinik untuk pelayanan pasien/masyarakat sebagai

berikut:

1. Kanker ovarium tipe epitel secara histopatologi terdiri dari berbagai tipe

sel, yaitu serous, musinous, endometrioid, Brenner tumor, clear cell, dan

undifferentiated. Menurut Kurman, dkk., terdapat berbagai manifestasi

mutasi gen yang diekspresikan oleh berbagai tipe sel tersebut yang

mempengaruhi perangai agresivitas kanker dan prognosis. Sampai saat ini

belum pernah dikonfirmasi lebih lanjut konsistensi temuan tersebut oleh

penelitian-penelitian lain. Perlu diteliti lebih lanjut ekspresi berbagai gen

pada berbagai jenis histopatologi sel kanker ovarium tipe epitel untuk

pengembangan sarana diagnostik, terapi, dan prognosis kanker ovarium.

2. Karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel melibatkan berbagai protein

yang berperan dalam berbagai mekanisme seperti regulasi siklus sel,

reparasi kerusakan DNA, apoptosis, dan berbagai transduksi sinyal. Perlu

dilakukan penelitian terhadap protein-protein yang terlibat pada

mekanisme-mekanisme tersebut untuk mengetahui peranannya dalam

karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel.

3. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam praktek klinik dengan

melakukan pemeriksaan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, atau caspase-3

melalui spesimen yang diperoleh melalui fine needle aspiration biopsy

(FNAB) pada kasus-kasus tumor ovarium curiga ganas sebelum dilakukan

Page 125: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

103

tindakan operasi untuk meningkatkan kewaspadaan dan persiapan

penanganan yang lebih baik.

4. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dalam penelitian ini diperiksa

dari jaringan tumor yang diperoleh melalui operasi laparotomi. Untuk

mempermudah akses pemeriksaan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

untuk mendeteksi ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dari spesimen

darah.

Page 126: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

104

DAFTAR PUSTAKA

Abir, R., Orvieto, R., Dicker, D., Zukerman, Z., Barnett, M., Fisch, B., 2002.

Preliminary studies on apoptosis in human fetal ovaries. Fertil Steril, 78:

259–264.

Anderson, N., S., Turner, L., Livingston, S., Chen, R., Nicosia, S.,V., Kruk, P., A.

2009. Bcl-2 expression is altered with ovarian tumor progression: an

immunohistochemical evaluation. J Ovarian Res, 2: 16-7.

Aziz, M., F. 1995. Current management and trend of ovarian cancer. In: Saifudin

AB, Affandi B, Wiknjosastro GH. Eds. Women Health.The proceeding of

the XV Asian and Oceania Congress of Obstetrics and Gynecology.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p. 35-40.

Aziz, M., F. 2009. Gynecological cancer in Indonesia. J GynecolOncol, 20: 8-10.

Australia Institute of Health and Welfare. 2010. Ovarian cancer in Australia: an

overview. Available from: http://www.aihw.gov.au. Diunduh tanggal 30

Juli 2012.

Ayadi, L., Chaaboni, S., Khabir, A., Amouri, H., Malani, S., Guermazi, M.,

Frikha, M., Boudewara, T.,S. 2010. Correlation Between

Immunohistochemical Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian

Carcinomas in Tunisian. [Online] World Journal Oncology,I(3): 118-128.

Available from: http://www.wjon.org/index.php/wjon/article/view/213/144

[Accessed: 17th November 2010].

Bast, R., C., Mills, G., B. 2000. Alterations in oncogenes, tumor suppressor genes,

and growth factors associated with epithelial ovarian cancers. In: Bartlett

JMS ed. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana

Press Inc. p. 37-45.

Page 127: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

105

Baekelandt, M., Kristensen, G., B., Nesland, J., M., Holmi, R., Trope, C., G.

1999.Clinical significance of apoptosis-related factors p53, mdm2, and

Bcl-2 in advanced ovarian cancer. J Clin Oncol, 17: 2061-8.

Bai, L., Zhu, W., G. 2006. P53 - Structure, function, and therapeutic applications.

J Can Mol, 2: 141-53.

Beral, V. 2008. Ovarian Cancer and Oral Contraceptives: Collaborative

Reanalysis of Data from 45 Epidemiological Studies Including 23,257

Women with Ovarian Cancer and 87,303 Controls. (serial online), [cited

2010 Aug. 29]. Available from: URL:

http://www.cancernewsincontext.org/2010/03/oral-contraceptives-reduce-

cancer.html.

Berek, J., S. 2010. Epithelial Ovarian Cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F.,

editors. Practical Gynecologic Oncology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. p. 457-522

Berek, J.,S., Natarajan, S. 2010. Ovarian and Fallopian Tube Cancer. In: Berek,

J.,S., editor. Berek & Novak’s Gynecology. 14th. Ed. Philadhelpia:

Lippincott William & Wilkins. p.1457-548.

Berek, J.,S., Friedlander, M., Hacker, N.,F. 2010. Epithelial ovarian, fallopian

tube, and peritoneal cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Berek

and Hacker’s Gynecology Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. p. 444-96.

Berek, J.,S., Friedlander, M., Hacker, N.,F. 2010. Germ cell and other

nonepithelial ovarian cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Berek

and Hacker’s Gynecology Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. p. 510-32.

Bourdon, J., C., Laurenzi, V., D., Melino, G., Lane, D. 2003. P53: 25 years of

research and more questions to answer. Cell Death Diff, 10: 397-9.

Page 128: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

106

Brody, L.,C., Biesecker, B.,B. 1998. Breast cancer susceptibility genes. BRCA1

and BRCA2. Medicine, 77: 208-26.

Budiana, I N.,G., Suhatno, Hoesin, F., Budiono. 2013. Profil ekspresi caspase-3

pada kanker ovarium tipe epitel. IJoC, 7: 85-91.

Buller, R., E., Lallas, T., A., Shahin, M., S., Sood, A., K., Hatterman-Zogg, M.,

Anderson, B., Sorosky, J., I., Kirby, P., A. 2001. The p53 mutational

spectrum associated with BRCA1 mutant ovarian cancer. Clin Cancer Res,

7: 831-8.

Busmar, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin,

A.,B, editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p. 468-527.

Cavalieri, E.,L., Rogan, E.,G. 2011. Unbalanced metabolism of endogenous

estrogens in the etiology and prevention of human cancer. J Steroid

Biochem Mol Biol, 125: 169-80.

Chan, W.,Y., Cheung, K.,K., Schorge, J.,O., Huang, L.,W., Welch, W.,R., Bell,

D.,A., Berkowitz, R.,S., Mok, S.,C. 2000. Bcl-2 and p53 protein

expression, apoptosis, and p53 mutant in human epithelial ovarian cancers.

Am J Pathol, 156(2): 409-17.

Chen, W., Peng, P. 2010. Expression and clinical significance of xiap and

caspase-3 protein in primary epithelial ovarian cancer. Xi Bao Yu Fen Zi

Mian Yi Xue Za Zhi, 26: 673-4.

Cowling, V., Downward, J. 2002. Caspase-6 is the direct activator of caspase-8 in

the cytochrome-induced apoptosis pathway absolute requirement for

removal of caspase-6 prodomain. Cell Death Diff, 9: 1046-56.

Page 129: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

107

Chang, C.,Y., McDonnell, D.,P. 2012. Molecular pathway: the metabolic

regulator estrogen-related receptor alpha as a therapeutic target in cancer.

Clin Cancer Res, 18: 6089-95.

Chen, S., Parmigiani, G. 2007. Meta-analysis of BRCA1 and BRCA2 penetrance.

J Clin Oncol, 25: 1329-33.

Chen, W., Peng, P. 2010. Expression and clinical significance of Xiap and

Caspase-3 protein in primary epithelial ovarian cancer. Chinese J Cell Mol

Immuno, 7:7-16.

Chen, L., Li, L., Chen, F., He, D. 2012. Immunoexpression and prognostic role of

p53 in different subtype of epithelial ovarian carcinoma. J Biomed Res,

26(4): 274-7.

Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and

Ovarian Cancer. Endocrine Reviews, 28 (4): 440-61.

Colditz, G.,A. 2004. Handbook of Cancer Risk Assesment and Prevention. (serial

online), [cited 2010 Aug. 18). Available from: URL:

http://riskfactor.cancer.gov/cancer_risk_prediction/workshop/JNCI_Works

hop_Commentary.pdf.

Darcy, K.,M., Brady, W.,E., McBroom, J.,W., Bell, J.,G., Young, R.,C., McGuire,

W.,P., Linnoila, R.,I., Hendricks, D., Bonome, T., Farley, J.,H. 2008.

Association between p53 overexpression and multiple measures of clinical

outcome in high risk, early stage or suboptimaly-rescted, advanced stage

epithelial ovarian cancer: A Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol

Oncol, 111: 487-95.

de la Torre, F.,J., Garcia, A., Gil-Moreno, A., Planeguma, J., Reventos, J., Cajal,

S.,R., Xercavius, J. 2007. Apoptosis in epithelial ovarian tumors

prognostic significance of clinical and histopathologic factors and it

association with the immunohistochemial expression of apoptotic

Page 130: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

108

regulatory proteins (p53, bcl-2, and bax). Eur J Obstet Gynecol & Rep

Biol, 130: 121-8.

Deng, C., Wang, R.,H. 2003. Roles of BRCA1 in damage repair: a link between

development and cancer. Hum Mol Gen, 12: 113-23.

Dogan, E., Saygili, U., Tuna, B., Gol, M., Gurel, D., Acar, B., Koyuncuoglu, M.

2005. P53 and mdm2 as prognostic indicators in patients with epithelial

ovarian cancer: A multivariate analysis. Gynecol Oncol, 97: 46-52.

Duo, Y., Tong, L. 2004. Expression of caspase-3 and Bcl-2 protein in ovarian

tumor and relation of the expression with cell apoptosis and proliferation.

China J Modern Med, 08: 08-015.

Duo, Y., Tong, L., Jing-ming, L. 2004. Expression of caspase-3 and it’s relation

with cell apoptosis and proliferation in epithelial ovarian tumor. J Qilu

Oncol, 6: 6-20.

Elmore, S. 2007. Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicol Pathol,

35: 495-516

Fan, T.,J., Han, L.,H., Ceng, R.,S., Liang, J. 2005. Caspase family protease and

apoptosis. Act BiochimBiophys Sin, 37: 719-27.

Fathalla, M.,F. 1971. Incessant ovulation: a factor in ovarian neoplasia? Lance,t 2:

163.

Fauzan, R. 2009. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka

kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta

berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007 (tesis). Jakarta:

Universitas Indonesia.

Ferlay, J., Shin, H.,R., Bray, F., Forman, D., Mathers, C., Parkin, D.,M. 2010.

Cancer incidence and mortality worldwide IARC cancerbase no. 10.

Available from: http://globocan.iarc.fr. Diunduh tanggal 31 Juli 2012.

Page 131: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

109

Filardo, E.,J., Quinn, J.,A., Sabo, E. 2008. Association of the membrane estrogen

receptor, GPR30, with breast tumor metastasis and transactivation of the

epidermal growth factor receptor. Steroids, 73: 870-3.

Flatt, P., M., Polyak, K., Tang, L., J. 2000.P-53 dependent expression of PIG3

during proliferation, genotoxic stress, and reversible growth arrest. Cancer

Vet, 156: 63-72.

Foulkes, W., D. 2007.P53-Master and commander. N Eng J Med, 357: 2539-41.

Gadducci, A., Guerrieri, M.,E., Genazzoni, A.,R. 2013. Fertility drug use and risk

of ovarian tumors: a debated clinical challange. Gynecol Endocrinol,

29(1): 30-5.

Gaggero, A., de Ambrosis, A., Mezzenzanica, D., Piazza, T., Rubartelli, A.,

Figini, M., Canevari, S., Ferrini, S. 2004. A novel isoform of pro-

interleukin-18 expressed in ovarian tumor is resistent to caspase-1 and

caspase-4 processing. Oncogene, 23: 7552-60.

Geisler, J., P., Geisler, H., E., Miller, G., A., Wiemann, M., C., Zhou, Z.,

Crabtree, W. 2000. P53 and Bcl-2 in epithelial ovarian carcinoma: their

value as prognostic indicators at a median follow-up of 60 months.

Gynecol Oncol, 77: 278-82.

Ghobrial, I.,M., Witzig, T.,E., Adjei, A. 2005. Targeting apoptosis pathway in

cancer therapy. CA Cancer J Clin, 55: 178-94.

GLOBOCAN. 2008. European age-standardised rates calculated by Statistical

Information Team at Cancer Research UK 2011 using data from

GLOBOCAN 2008 v1.2. IARC. Available from: http://globocan.iarc.fr.

Diunduh tanggal 29 Juli 2012.

Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fractions for Ovarian Cancer in

Swedish Women by Morphological Type. (serial online), [cited 2010 Oct.

Page 132: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

110

21]. Available from: URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681/.

Harris, S.,L., Levine, A.,J. 2005. The p53 pathway: positive and negative

feedback loop. Oncogene, 24: 289-908.

Haupt, S., Berger, M., Goldberg, Z., Haupt, Y. 2003.Apoptosis-the p53 network. J

Cell Sci, 116: 4077-85.

Havrilesky, L., Darcy, K.,M., Hamdan, H., Priore, R.,L., Leon, J., Bele, J.,

Berchuck, A. 2003. Prognostic significance of p53 mutation and p53

overexpression in advanced epithelial ovarian cancer: A Gynecologic

Oncologic Group Study. J Clin Oncol, 21: 3814-25.

Hillard, T.,S., Moli, D.,A., Burdette, J.,E. 2013. Gonadotropin activate oncogenic

pathways to enhance proliferation in normal mouse ovarian surface

epithelium. Int J MolSci, 14(3): 4762-82.

Janicke, R.,U., Sprengart, M.,L., Wati, M.,R., Porter, A.,G. 1998. Caspase-3 is

required for DNA fragmentation and morphological changes associated

with apoptosis. The Journal of Biological Chemistry, 273(16): 9357-60.

Jelovac, D., Armstrong, D.,K. 2011. Recent progress in the diagnosis and

treatment of ovarian cancer. CA Cancer J Clin, 61: 183-203.

Jemal, A., Bray, F., Center, M., M., Ferlay, J., Ward, E., Forman, D. 2011. Global

cancer statistics. CA Cancer J Clin, 61(2): 69-90.

Jemal, S., Siegel, R., Ward, E., Hao, Y., Xu, J., Murray, T., Thun, M., J. 2008.

Cancer statistics. CA Cancer J Clin, 58: 71-96.

Jensen, A., Aharif, H., Frederiksen, K., Kjaer, S.,K. 2009. Use of fertility drugs

and risk of ovarian cancer: Danish Population Based Cohort Study. BMJ,

338: b249.

Page 133: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

111

Jin, S., Martinek, S., Joo, W., S, Wortman, J., R., Mirkovic, N., Sali, A., Yandell,

M., D., Pavletich, N., P., Young, M., Levine, A., J. 2000. Identification

and characterization of a P53 homologue in Drosophila melanogaster.

Proc Natl Acad Sci USA, 97: 7301-6.

Jinawath, N., Shih, I., M. 2010. Biology and pathology of ovarian cancer. In:

Bristow, R.,E., Armstrong, D.,K., editors. Early diagnosis and treatment

of cancer: ovarian cancer. Saunders-Elsevier: Philadelphia. p.17-30.

Johnson, N.,C., Don, H.,C., Cheng, J.,Q., Kruk, P.,A. 2004. BRCA1 185delAG

mutation inhibitor Akt-dependent, IAP-mediated caspase-3 inactivation in

human ovarian surface epithelial cells. Experiment Cell Res, 298: 9-15.

Jung, P. 2007. Analysis of p53 and c-MYC, two key transcription factors involved

in tumorigenesis (dissertation). Germany: Munchen University.

Karst, A., M., Draphin, R. 2010. Ovarian cancer pathogenesis: A model in

evaluation. J Oncol, 10: 1-9.

Karyana, K. 2005. Profil penderita kanker ovarium di RS Sanglah Denpasar

(tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Kumar, V., Abbas, A., K., Fausto, N. 2005. Cellular adaptations, cell injury, and

cell death. In: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed.

Philadelphia: WB Saunders. p. 3-46.

Kurman, R., J., Shih, I., M. 2010. The origin and pathogenesis of epithelial

ovarian cancer: A proposed unifying theory. Am J Surg Pathol, 34: 433-

43.

Kurta, M.,L., Moysich, K.,B., Weissfeld, J.,L., Youk, A.,O., Bunker, C.,H.,

Edwards, R.,P. 2012. Use of fertility drugs and risk of ovarian cancer:

result from a US-based case-control study. Cancer Epidemiol Biomarkers

Prev, 21: 1282-92.

Page 134: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

112

Kuwara, T., Mackey, M., R., Perkins, G., Ellisman, M,. H., Latterich, M.,

Schneifer, R., Green, D., R., Newmeyer, D., D. 2002. Bid, bax, and lipids

cooperate to form supramolecular opening in the outer mithocondrial

membrane. Cell, 111: 331-42.

Lacey, J.,V., Mink, P.,J., Lubin, J.,H., Sherman, M.,E., Troisi, R., Hartge, P.,

Schatzkin, A., Schairer, C. 2002. Menopausal hormone replacement

therapy and riks of ovarian cancer. JAMA, 288: 334-41.

Lacey, J.,V., Brinton, L.,A., Leitzmann, M.,F., Mouw, T., Hollenbeck, A.,

Schatzkin, A., Hartge, P. 2006. Menopausal hormone therapy and ovarian

cancer risk in the National Institutea of Health-AARP Diet and Health

Study Cohort. J Natl Cancer Inst, 98(19): 1397-405.

Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric measures and epithelial ovarian cancer risk

in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition.

(serial online), [cited 2010 Sep. 18]. Available from: URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19821492.

Lancaster, J., Powell, C., B., Kauf, N., D., Cass, I., Chen, L., M., Lu, K., H.,

Mutch, D., G., Berchuck, A., Karlan, B., Y., Herzoq, T., J. 2007. Society

of gynecologic oncologist education committee statement on risk

assesment for inherited gynecologic cancer predispositions.

GynecolOncol, 107: 159-62.

Lane, D., P., Crawford, L., V. 1979. T antigen is bound to a host protein in SV40

transformed cells. Nature, 278: 261-3.

La-Vecchia, C. 2006. Oral contraceptive and ovarian cancer: an update. Eur J

Cancer Prev, 15: 117-24.

Lee, Y.,K., Park, N.,H. 2009. Prognostic value and clinicopathological

significance of p53 and PTEN in epithelial ovarian cancer. Gynecol Oncol,

112: 475-80.

Page 135: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

113

Legge, F., Ferrandina, G., Salutri, V., Scambia, G. 2005. Biological

characterization of ovarian cancer: Prognostic and therapeutic implication.

Annals Oncol, 16: 95-101.

Leitzmann, M.,F., Koebnick, C., Danforth, K.,M., Brinton, L.,A., Moore, S.,C.,

Hollenbeck, A.,R., Schatzkin, A., Lacey, J.,V. 2009. Body mass index and

risk of ovarian cancer. Cancer, 115: 812-22.

Levine, A.,J., Oren, M. 2009. The first 30 years of p53: growing ever more

complex. Nat Rev Cancer, 9: 749-58.

Levine, A.,J., Hu, W., Feng, Z. 2006. The p53 pathway: what question remain to

be explored. Cell Death Diff, 13: 1027-36.

Lindor, M.,N., Petersen, G.,M., Hadley, D.,W., Kinney, A.,Y., Miesfeldt, S., Lu,

K.,H., Lynch, P., Burke, W., Press, N. Recommendations for the care of

individuals with an inherited predisposition to Lynch syndrome: a

systematic review. JAMA, 2006; 296: 1507-17.

Lubis, N., D., Nizar, R., Z., Musa, Z. 2003. Kanker di Indonesia: data

histopatologi. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan RI. p.12-5.

Machin, D., Campbell, M., Tan, S., B., Tan, S., H. 2009. Sample size tables for

clinical study. 3rd ed. Oxford: Wiley-Blackwell. 32.

Mahmoud, R.,H. 2005. Apoptosis in the ovary: molecular mechanisms. Human

Repro Updated, 11(2): 162-178.

Martinon, F., Tschopp, J. 2004. Inflammatory caspases: Linking an intracellular

innate immune system to autoinflammatory diseases. Cell, 117: 561-74.

Marx, D., Meden, H. 2001. Differential expression of apoptosis-associated genes

Bax and Bcl-2 in ovarian cancer. In: Bartlett, J.,M.,S., editor. Ovarian

cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc. p.687-91.

Page 136: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

114

Maximov, G., K., Maximov, K., G. 2008. The role of p53 tumor suppressor

protein in apoptosis and cancerogenesis. Biotechnol & Biotechnol, 22:

664-7.

McCluggage W.,G. 2011. Morphological subtype of ovarian carcinoma: a review

with emphasis on new development and pathogenesis. Pathology, 43(5):

420-32.

Meek, D., W., Anderson, C., W. 2009. Posttranslation modification of p53:

Cooperative integrators of function. Cold Spring Harb Perspect Biol, 1: 1-

12.

Miettinen, S. 2009. “Targeting the growth of ovarian cancer cell: In vitro effect of

vitamin D3, anticancer drugs, and p53 gene therapy” (dissertation).

Finland: University of Tampere.

Mungenast, F., Thalhammer, T. 2014. Estrogen biosyntesis and action in ovarian

cancer. Frontiers in Endo, 5(192): 1-12.

Ness, R., B., Cramer, D., W., Goodman, M., T., Kjaer, S., K., Mallin, K.,

Mosgaard, B., J., Purdie, D., M., Risch, H., A., Vergona, R., Wu, A., H.

2002. Infertility, fertility drugs, and ovarian cancer: a pooled analysis of

case-control studies. Am J Epidemiol, 155: 217-24.

Nielsen, J., S., Jakobsen, E., Holund, B., Bertelsen, K., Jakobsen, A. 2004.

Prognostic significance of p53, Her-2, and EGFR overexpression in

borderline and epithelial ovarian cancer. Int J Gynecol Cancer, 14: 1086-

96.

Niwa, Y., Yatsuya, H., Tamakoshi, K., Nishio, K., Kendo, T., Lin, Y., Suzuki, S.,

Wakai, K., Tokudone, S., Yamamoto, A., Hamajima, N., Toyoshima, H.,

Tamakoshi, A. 2005. Relationship between body mass index and the risk

of ovarian cancer in the Japanese population: finding from the Japanese

Collaborate Cohort (JACC) Study. J Obstet Gynecol Res, 31: 452-8.

Page 137: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

115

Office for National statistics-England. 2010. Cancer statistics registrations:

registrations of cancer diagnosed in 2008. 15-9.

Paes, M.,F., Daltoe, R.,D., Madeira, K.,P., Rezende, L.,C.,D., Sirtoli,

G.,M.,Herlinger, A.,L., Souza, L., Coitinho, L.,B., Silva, D., Cerri, M.,F.,

Chiaradia, A.,C.,N., Carvalho, A.,A., Silva, I.,V., Rangel, L.,B. A

retrospective analysis of clinicopathological and prognostic characteristics

of ovarian tumors in the State of Espírito Santo, Brazil. Journal of Ovarian

Research, 2011;4:14-24.

Pal, T., Permuth-Wey, J., Betts, J., A., Krsicher, J., P., Fiorica, J., Arango, H.,

Lapolla, J., Hoffman, M., Martino, M., A., Wakeley, K., Wilbanks, G.,

Nicosia, S., Cantor, X., Sutphen, R. 2005. BRCA1 and BRCA2 mutation s

account for a large proportion of ovarian carcinoma cases. Cancer, 104:

2807-16.

Pelucchi, C., Galeone, C., Talamin, R., Bosetti, C., Montella, M., Negri, E.,

Francheschi, S., La-Vecchia, C. 2007. Lifetime ovulatory cycles and

ovarian cancer risk in two Italian case-control studies. Am J Obstet

Gynecol, 196(1): 831-7.

Petrie, W.,K., Dennis, M.,K., Hu, C., Dai, D., Arterburn, I.,B., Smith, H.,O.,

Hathaway, H.,J., Prossnitz, E.,R. 2013. G protein-coupled estrogen

receptor-selective ligants modulate endometrial tumor growth. Obstet

Gynecol Int, 2013: 472-720.

Piver, M., S., Jishi, M., F., Tsukada, Y., Nava, G. 1993. Primary peritoneal

carcinoma after prophylactic oophorectomy in women with a family

history of ovarian cancer. Cancer, 71: 2751-5.

Pollard, T., D., Earnshaw, W., C., Schwartz, J., L. 2008. Programmed cell death.

In: Cell biology. 2nd ed. Phiadelphia: Saunders-Elsevier. p. 833-50.

Page 138: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

116

Porter, A.,G., Janicke, R.,U. 1999. Emerging roles of caspase-3 in apoptosis. Cell

Death Diff, 6: 99-104.

Preethi, T.,R., Chacko, P., Kesari, A.,L., Praseeda, I., Chellam, V.,G., Pillai, M.,R.

2002. Apoptosis in epithelial ovarian tumors. Pathol Res Pract, 198: 273-

80.

Purdie, D., M., Bain, C., J., Siskind, V., Webb, P., M., Green, A., C. 2003.

Ovulation and risk of epithelial ovarian cancer. Intl J Cancer, 104 (2):

228-32.

Raspollini, R., M., Amunni, G., Villanucci, A., Baroni, G., Taddei, A., Taddei, G.,

L. 2006. Her-2/neu and Bcl-2 in ovarian carcinoma: clinicopathologic,

immunohistochemical, and molecular study in patients with shorter and

longer survival. Appl Immunohistochem Mol Morphol, 14: 181-6.

Rastogi, R., P., Richa, Sinha, R., P. 2009. Apoptosis: Molecular mechanisms and

pathogenicity. EXCLI Journal, 8: 155-81.

Rauf, S., Masadah, R., Yusuf, I. 2006. Bcl-2 protein expression in ovarian cancer.

Available at http://med.unhas.ac.id. Diunduh tanggal 25 Juli 2012.

Rauf, S., Masadah, R. 2009. The Prognostic Value of The p53 Expression and

Mutation in Ovarian Cancer. Med J Indo, 18 (2): 81-90.

Reedy, M., Gallion, H., Fowler, J.,M., Kryscio, R., Smith, S.,A. 2002.

Contribution of BRCA1 and BRCA2 to familial ovarian cancer: a

Gynecologic Oncology Group study. Gynecol Oncol, 85: 255-9.

Reles, A. 2001. Molecular genetic alteration in ovarian cancer: The role of the

p53 tumor suppressor gene and the mdm2 oncogene (dissertation).

Germany: University of Berlin.

Riman, T., Dickman, P.,W., Nilsson, S., Correia, N., Norlinder, H., Magnusson,

C.,M., Weiderpass, E., Person, I.,R. 2002. Hormone replacement therapy

Page 139: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

117

and the risk of invasive epithelial ovarian cancer in Swedish women. J

Natl Cancer Inst, 94: 497-504.

Risch, H.,A., McLaughlin, J.,R., Cole, D.,E., Rosen, B., Bradley, L., Kuran, E.,

Jack, E., Vesprini, D.,J., Kuperstein, G., Abrahamson, J.,L., Fan, I., Wong,

B., Narod, S.,A. 2001. Prevalence and penetrance of germline BRCA1 and

BRCA2 mutation in a population series of 649 women with ovarian

cancer. Am J Hum Genet, 68: 700-10.

Rivas-Corchado, L.,M., Gonzales-Geroniz, M., Hernandez-Herrera, R.,J. 2011.

Epidemiological profile of ovarian cancer. Gynecol Obstet Mex,

79(9):558-64.

Rose, S., L. 2007. TP53/p53 as a prognostic factor. In: Levenback, C.,F., Sood,

A.,K., Lu, K.,H., Coleman, R.,L., editors. Prognostic and predictive

factors in gynecologic cancer. United Kingdom: Informa Healthcare. p.45-

57.

Rosen, D.,G., Yang, G., Liu, G., Mercado-Uribe, I., Chang, B., Xiao, X., Zheng,

J., Xue, F.,X., Liu, J. 2010. Ovarian cancer, pathology, biology, and

disease models. Front Bio Sci, 14: 2089-102.

Rossing, M., A., Tang, M., T., Flag, E., W. 2004. A case-control study of ovarian

cancer in relation to infertility and the use of ovulation-inducing drugs. Am

J Epidemiol, 160: 1070-8.

Sattar, R., Ali, S., A., Abbasi, A. 2003. Molecular mechanism of apoptosis:

Prediction of three-dimensional structure of caspase-6 and its interactions

by homology modeling. BiochemBiophys Res Commun, 308: 497-504.

Scottish intercollegiate guidelines network. 2003. Epithelial ovarian cancer: A

national clinical guideline. Available from: www.SIGN.AC.UK. Diunduh

tanggal 23 Maret 2012.

Page 140: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

118

Schuler, M., Bossy-Wetzel, E., Goldstein, J., C., Fitzgerald, P., Green, D., R.

2000.P53-induces apoptosis by caspase activation through mitochondrial

cytochrome-c release. J BiolChem, 275: 7337-42.

Schuijer, M., Berns, M. 2003. TP53 and ovarian cancer. Hum Mutat, 21: 285-91.

Schouten, L.J. 2008. Height, body mass index, and ovarian cancer: a Pooled

Analysis of 12 Cohort Studies. (serial online), [cited 2010 Sep. 10].

Available from: URL:

http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/riskfactors/.

Sengupta, P.,S., McGown, A.,T., Bajaj, V., Blachall, F., Swindell, R., Bromley,

M., Shanks, J.,H., Ward, T., Buckley, C.,H., Reynolds, K., Slade, R.,J.,

Jayson, G.,C. 2000. P53 and related protein in epithelial ovarian cancer.

Eur J Cancer, 36: 2317-28.

Sihombing, M., Sirait, A., M. 2007.Angka ketahanan hidup penderita kanker

ovarium di RS Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta. Maj Kedok Indo, 57:

346-52.

Sionov, R.,V., Haupt, Y. 1999. The cellular respons to p53: the decision between

life and death. Oncogene, 18: 6145-57.

Soliman, P.,T., Broaddus, R.,R., Schmeler, K.,M., Daniels, M.,S., Gonzalez, D.,

Slomovitz, B.,M., Gershenson, D.,M., Lu, K.,H. 2005. Women with

synchronous primary cancers of the endometrium and ovary: do they have

Lynch syndrome? J Clin Oncol, 23: 9344-50.

Supariasa, I.,D.,N. 2001. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC. p. 10-25.

Suryohusodo, P. 2000. Ilmu kedokteran molekuler. Edisi pertama. Jakarta: CV.

Sagung Seto. p.102-5.

Suwiyoga, K. 2003. Protein 53 sebagai supresor tumor. Maj Kedok Udayana, 34:

151-7.

Page 141: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

119

Tas, F., Duranyildiz, D., Oguz, H., Camlica, H., Yasasever, V., Topuz, E. 2006.

The value of serum Bcl-2 levels in advanced epithelial ovarian cancer.

Med Oncol, 23: 213-7.

Tavassoli, F., A., Devilee, P. 2003. Tumours of the Breast and Female Genital

Organs. World Health Organization Classification of Tumors. Lyon,

France: IARC Press. p. 114.

Trabert, B., Lamb, E.,J., Scoccia, B., Moghissi, K.,S., Westhoff, C.,L., Niwa, S.,

Brinton, L.,A. 2013. Ovulation-inducing drugs and ovarian cancer risk:

results from an extended follow-up of large United States infertility cohort.

Fertil Steril, 100: 1660-6.

Tomao, F., Lo-Russo, G., Spinelli, G., Stati, V., Prete, A.,A., Prinzi, N., Sinjari,

M., Vici, P., Papa, A., Chiotti, M.,S., Panici, P.,B., Tomao, S. 2014.

Fertility drugs, reproductive strategies and ovarian cancer riks. J Ova Res,

7: 51-8.

Ushijima, K. 2009. Current status of gynecological cancer in Japan. J Gynecol

Oncol, 20: 67-71.

Vogelstein, B., Lane, D., Levine, A.,J. 2000. Surfing the p53 network. Nature,

408: 307-10.

Vanderhyden, B.,C., Shaw, T.,J., Garson, K., Tonary, A.,M. 2004. Ovarian

carcinogenesis. In: Leung, P.,C.,K., Adashi, E.,Y., editors. The Ovary. 2nd

Edition. San Diego, California, USA: Elsevier Academic Press. p. 591-

593.

Vranic, A. 2013. Caspase-3 and survivin expression in primary atypical and

malignant meningiomas, ISRN Neuroscience, 2013: 1-5.

Whittemore, A.,S., Harris, R., Itnyre, J. 1992. Collaborative ovarian cancer group:

characteristics relating to ovarian cancer risk, collaborative analysis of 12

Page 142: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

120

US case-control studies.II.invasive epithelial ovarian cancer in white

women. Am J Epidemiol, 136(10): 1212-20.

Whittemore, A.,S., Harris, R., Itnyre, J. 1992. Characteristic relating to ovarian

cancer riks: collaborative analysis of case-control studies. II. Invasive

epithelial ovarian cancer in white women. Am J Epidemiol, 136: 1184-203.

Wilailak, S. 2009. Epidemiologic report of gynecological cancer in Thailand. J

Gynecol Oncol; 20(2): 80-3.

Yager, J.,D. 2014. Mechanisms of estrogen carcinogenesis: the role of E2/E1-

quinone metabolites suggest new approach to preventive intervention – A

review. Steroids, S0039-128X(14): 00199-8.

Yancik, R., Ries, L.,G., Yates, J.,W. 1986. Ovarian cancer in the elderly: an

analysis of Surveillance, Epidemiology, and End Results Program data.

Am J Obstet Gynecol, 154(3):639-47.

Yu, Z., Zhang, L., Wu, D., Liu, F. 2005. Anti-apoptosis action of zearalenone in

MCF-7 cells. Ecotoxicol Environ Safety, 62: 441-6.

Yuan, C., Q., Ding, Z., H. 2002. Structure and function of caspases. Guowai Yixue

Fenzi Shengwuxue Fence, 24: 146-51.

Zeren, T., Inau, S., Vatansever, H.,S., Sayhan, S. 2014. Significance of apoptosis

related protein in malignant transformation of ovarian tumors: A

comparison between Bcl-2/Bax ratio and p53 immunoreactivity. Acta

Histochemica, 116: 1251-8.

Zweemer, R., P., Jacobs, I., J. 2000. Familial ovarian cancer. In: Bartlett, J.,M.,S.,

editor. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana

Press Inc. p. 13-21.

Page 143: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

121

Lampiran 1

SURAT KETERANGAN KELAIKAN ETIK

Page 144: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

122

Lampiran 2

SURAT IJIN PELAKSANAAN PENELITIAN

Page 145: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

123

Lampiran 3

LEMBAR INFORMASI PASIEN

Judul Penelitian :

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEINPOSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR

RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

I. LATAR BELAKANG

Kanker ovarium (indung telur) secara umum masih menjadi masalah di

Indonesia khususnya di Bali karena angka kejadian dan mortalitasnya yang tinggi.

Berdasarkan data histopatologi di Indonesia, angka kejadian kanker ovarium

menduduki rangking kedua setelah kanker leher rahim. Di RSUP Sanglah

Denpasar, angka kejadian kanker ovarium 35% dari seluruh kanker ginekologi,

sebagian besar terdiagnosis pada stadium lanjut. Hanya 10% yang terdiagnosis

pada stadium awal. Deteksi dini kanker ovarium merupakan upaya yang lebih

menguntungkan dalam upaya untuk menurunkan angka kejadian, angka kesakitan

dan kematian yang ditimbulkannya. Sayangnya, penapisan untuk kanker ovarium

tidak mudah untuk dilakukan. Sementara itu, pengetahuan dan penelitian-

penelitian di bidang biomolekuler semakin berkembang dengan pesat. Penanganan

kanker melalui pengetahuan mekanisme terjadinya kanker ovarium akan semakin

menjanjikan di masa mendatang.

Peran protein-protein yang berperan pada proses terjadinya kanker

ovarium semakin banyak diteliti. Di antara protein-protein itu adalah proto-

onkogen dan protein penekan tumor memainkan peranan yang penting pada

pengaturan pertumbuhan sel-sel normal dan pada proses terjadinya kanker

Page 146: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

124

ovarium. Proto-onkogen secara normal memicu pertumbuhan dan perkembangan

sel-sel, tetapi bila mengalami mutasi, akan memicu terjadinya perubahan sel-sel

kearah yang tidak normal. Sementara itu, protein penekan tumor menghambat

pembelahan sel dan/atau memicu inaktivasi dan kematian sel. Perubahan genetik

mengakibatkan perubahan ekspresi protein yang memicu sel-sel normal menjadi

sel-sel ganas, termasuk kanker ovarium. Pada penelitian ini, peneliti akan

memeriksa tiga ekspresi protein yaitu p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada

kanker ovarium tipe epitel.

II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan

caspase-3 pada penderita kanker ovarium tipe epitel di Bali serta berupaya untuk

mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker ovarium pada ekspresi ketiga

protein tersebut.

Disamping itu, dengan diketahuinya peran p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-

3 pada kanker ovarium, diharapkan mekanisme terjadinya kanker ovarium dapat

dijelaskan. Selanjutnya, ekspresi ketiga protein tersebut dapat digunakan untuk

mengembangkan teknik skrining atau teknologi baru yang dapat membantu

mendeteksi kanker ovarium pada stadium awal, stadium yang masih memberikan

peluang yang besar untuk sembuh.

Sebagai suatu kehormatan bagi kami dapat mengundang ibu-ibu untuk ikut

ambil bagian dalam penelitian ini. Tidak ada tambahan biaya bila ibu-ibu ikut

serta sebagai sampel penelitian.

Page 147: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

125

III. MENGAPA INFORMASI INI PERLU?

Bila ibu-ibu berkenan ikut serta dalam penelitian ini, sangat penting bagi

ibu-ibu untuk mengetahui apa yang akan ibu-ibu lakukan termasuk kemungkinan

risiko dan keuntungan yang ibu-ibu peroleh sebagai akibat terlibat dalam

penelitian ini. Proses inilah yang disebut informed consent. Lembar informasi ini

berisikan tentang informasi umum tentang penelitian yang akan dilakukan, yang

akan disampaikan oleh staf peneliti. Peneliti selalu ada untuk memberikan

jawaban atas berbagai pertanyaan dari ibu-ibu sekarang atau nanti setelah

penelitian ini berjalan. Jika ibu-ibu membaca lembar informed consent ini,

kemudian mengerti dan memutuskan untuk ikut serta sebagai sampel penelitian

ini, ibu-ibu berkewajiban menandatangani lembar informed consent. Keterlibatan

ibu-ibu dalam penelitian ini murni secara sukarela dan sewaktu-waktu ibu-ibu

boleh memutuskan keluar sebagai sampel penelitian.

IV. APA YANG AKAN KAMI LAKUKAN DALAM PENELITIAN INI?

Salah satu hal yang akan peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah

mengumpulkan informasi dasar melalui kuesioner dan mengumpulkan jaringan

tumor ovarium sewaktu dilakukan operasi. Kami harapkan :

1. Ibu-ibu berkenan memberikan data-data yang akan diminta oleh staf

peneliti berdasarkan lembar pengumpulan data.

2. Ibu-ibu berkenan menyumbangkan jaringan tumor ovarium yang

diangkat sewaktu operasi untuk digunakan sebagai sampel dalam

penelitian ini. Jaringan tumor ovarium itu hanya akan digunakan

Page 148: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

126

berkaitan dengan penelitian seperti diuraikan diatas. Namun, jaringan

tumor yang tersisa mungkin akan digunakan kembali untuk penelitian

yang berkaitan dimasa yang akan datang, tentunya atas persetujuan ibu-

ibu.

V. RISIKO, PERASAAN TIDAK NYAMAN, PENGOBATAN, DAN

KOMPENSASI BILA IBU-IBU MENGALAMI CEDERA

Selain efek samping dan komplikasi dari prosedur operasi, tidak ada risiko

atau cedera yang ditimbulkan oleh penelitian ini. Ibu-ibu akan memperoleh

informed consent berkaitan dengan prosedur operasi, informasi yang berbeda dari

penelitian ini.

VI. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini tidak akan ibu-ibu peroleh dan tidak terkait dengan

catatan medis rumah sakit. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam jurnal-

jurnal ilmiah dan identitas ibu-ibu akan selalu dirahasiakan.

VII. MENGUNDURKAN DIRI SEBAGAI SAMPEL PENELITIAN

Pilihan untuk ikut serta sebagai sampel dalam penelitian ini murni atas

keputusan ibu-ibu sendiri. Jika ibu-ibu berkeinginan untuk mengundurkan diri

setelah penelitian berjalan, bisa ibu lakukan sewaktu-waktu. Partisipasi ibu-ibu,

penolakan atau pengunduran diri ibu-ibu dari penelitian tidak akan berpengaruh

terhadap penanganan medis yang ibu peroleh di rumah sakit. Bila ibu-ibu

Page 149: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

127

mengundurkan diri sebagai sampel penelitian, semua data dan jaringan tumor

ovarium yang dikumpulkan akan dikeluarkan dari daftar sampel penelitian.

VIII. KERAHASIAAN

Semua informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga

kerahasiaannya. Sampel ibu-ibu akan diberikan kode dan hanya peneliti utama

yang mengetahui kode tersebut. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam

grup atau jurnal-jurnal ilmiah dan identitas ibu-ibu akan selalu dirahasiakan.

IX. KEUNTUNGAN SEBAGAI SAMPEL PENELITIAN

Meskipun ibu-ibu tidak memperoleh keuntungan secara langsung dan

bersifat segera dengan terlibat sebagai sampel dalam penelitian ini, kami berharap

pengetahuan yang berkembang dari penelitian ini akan memberikan kontribusi

pada penatalaksanaan kanker ovarium di masa mendatang. Dan semua itu tidak

terlepas dari peran serta ibu-ibu sebagai sampel dalam penelitian ini.

X. KE MANA BERTANYA BERKAITAN DENGAN PENELITIAN?

Lembar informasi ini berisi tentang informasi penelitian yang akan

dilakukan. Bacalah dengan seksama. Silahkan menanyakan hal-hal yang belum

jelas, sekarang atau nanti, kepada dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)

melalui nomer telepon 08123997401.

Page 150: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

128

Lampiran 4LEMBAR INFORMED CONSENT

Penelitian yang berjudul :

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN

POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR

RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

Telah dijelaskan kepada saya dan saya memutuskan ikut serta sebagai sampel

dalam penelitian ini serta bersedia menyumbangkan jaringan tumor ovarium untuk

digunakan dalam penelitian ini.

Denpasar, tanggal :

______________________________ ____________________________Nama subyek Tanda tangan subyek

______________________________ ____________________________Nama saksi Tanda tangan saksi

dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K) _____________________________Peneliti Tanda tangan peneliti

Page 151: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

129

Lampiran 5LEMBAR PENGUMPULAN DATA

Judul Penelitian :

EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEINPOSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR

RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Kode pasien :Tanggal registrasi :Umur :Paritas :Suku :Alamat :

II. KEHIDUPAN SOSIAL

Merokok : □ iya, .................... tahun □ tidak Minum alkohol : □ iya, .................... tahun □ tidak Pemakai kontasepsi oral : □ iya, .................... tahun □ tidak Obat-obat induksi ovulasi : □ iya, .................... tahun □ tidak Terapi sulih hormon : □ iya, .................... tahun □ tidak Riwayat keluarga : □ iya □ tidak Lainnya (sebutkan) : .....................................................................

III. DIAGNOSIS KERJA : .....................................................................

......................................................................

......................................................................

IV. RIWAYAT/CATATAN : .................................................................................

..................................................................................

..................................................................................

Page 152: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

130

V. OPERASI

Tanggal operasi : ......................................................................

Jenis operasi : ......................................................................

Jenis cairan asites : ......................................................................

Jenis cairan kiste : ......................................................................

Jenis jaringan/organ : ......................................................................

Metastasis saat diagnosis : ......................................................................

Lainnya (jelaskan) : ......................................................................

VI. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Tanggal pemeriksaan : ......................................................................

Hasil pemeriksaan : ......................................................................

........................................................................................................................

........................................................................................................................

Derajat diferensiasi : ......................................................................

VII. DIAGNOSIS AKHIR : .................................................................................

..................................................................................

VIII. HASIL PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA

Ekspresi protein 53 mutan : ......................................................................

Ekspresi protein Bcl-2 : ......................................................................

Ekspresi protein caspase-3 : ......................................................................

Page 153: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

131

Lampiran 6

Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Tipe Epitel(Tavassoli FA dan Devilee P, 2003)

SEROUS TUMORSJinak

Cystadenoma dan papillary cystadenomaSurface papillomaAdenofibroma dan cystadenofibromaBorderline tumor (atypical proliferative tumor)

GanasAdenocarcinomaSurface papillary adenocarcinoma

MUSINOUS TUMORSJinak

CystadenomaAdenofibroma dan cystadenofibromaBorderline tumor (atypical proliferative tumor)Intestinal typeEndocervical-like

GanasAdenocarcinomaMalignant adenofibromaMural nodule arising in mucinous cystic tumor

ENDOMETRIOID TUMORSJinak

Adenoma dan cystadenomaAdenofibroma dan cystadenofibromaBorderline tumor (atypical proliferative tumor)

GanasAdenocarcinomaAdenoacanthomaAdenosquamous carcinomaMalignant adenofibroma with a malignant stromal componentAdenosarcomaEndometrial stromal sarcomaCarcinosarcoma, homologous and heterologousUndifferentiated sarcoma

Page 154: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

132

CLEAR CELL TUMORSJinak

Borderline tumor (atypical proliferative tumor)Ganas

Adenocarcinoma

TRANSITIONAL CELL TUMORSBrenner’s tumorProliferating Brenner’s tumorMalignant Brenner’s tumorTransitional cell carcinoma (non-Brenner type)

SQUAMOUS CELL CARCINOMAMIXED EPITHELIAL TUMORS (SPECIFY TYPES)

JinakBorderline tumor (atypical proliferative tumor)

GanasUndifferentiated carcinoma

Page 155: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

133

Lampiran 7

PROSEDUR PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

DAN PULASAN IMUNOHISTOKIMIA

I. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

I.1 Pemeriksaan Makroskopis dan Pemilihan Sampel1. Identifikasi spesimen dan formulir permintaan.

2. Lakukan pemeriksaan bahan sesuai kaidah keilmuan (expertise).

3. Catat dan buat ilustrasi hasil pemeriksaan makroskopis tersebut pada

formulir yang telah disediakan.

4. Jika sampel besar, lakukan pemilihan sampel sesuai kaidah keilmuan

(expertise). Jika sampel kecil, semua jaringan diproses.

I.2 Prosesing Jaringan

1. Masukkan sampel dalam kaset-kaset jaringan, selanjutnya fiksasi dengan

formalin buffer 10% semalaman.

2. Pindahkan kaset-kaset jaringan ke dalam mesin tissue processor otomatis

(24 jam).

3. Keluar dari tissue processor, jaringan-jaringan tersebut selanjutnya di-

embedding dengan paraffin cair dan dibiarkan memadat (menjadi blok

paraffin).

4. Potong blok paraffin dengan mikrotom dengan ketebalan 4 mikron.

5. Masukkan hasil potongan mikrotom ke dalam waterbath.

6. Tempelkan hasil potongan mikrotom di atas kaca obyek yang sudah diberi

nomor lab dengan pensil kaca (menjadi preparat).

7. Pulas preparat dengan pulasan Haematoksilin-Eosin.

8. Preparat ditutup dengan kaca penutup dan diberi label, menjadi sediaan

mikroskopis siap untuk dibaca.

9. Sediaan mikroskopis dan formulir permintaan diserahkan ke bagian

diagnostik.

Page 156: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

134

I.3 Pemeriksaan Mikroskopis dan Diagnostik

1. Sediaan mikroskopis dan formulir permintaan diidentifikasi oleh dokter

pemeriksa.

2. Sediaan mikroskopis dibaca dengan mikroskop, dianalisis, dan didiagnostik

oleh Spesialis Patologi Anatomi.

II. PEMERIKSAAN PULASAN IMUNOHISTOKIMIA

1. Siapkan blok paraffin yang akan dicat imunohistokimia.

2. Potong blok sesuai dengan permintaan yang diinginkan dan kontrol positif.

3. Tiriskan slide sebentar kemudian ditekan menggunakan kertas saring pelan-

pelan. Panaskan sebentar di atas hot plate dan disimpan dalam inkubator

dengan suhu 45oC selama 24 jam.

4. Deparafinisasi dengan urutan xylol, xylol, xylol, xylol, alkohol 95%, alkohol

95%, alkohol 95%, alkohol 95%, dan air, masing-masing selama 2 menit.

5. Cuci dengan aquadest, rotator selama 5 menit.

6. Dilanjutkan dengan penetesan H2O2 3% selama 20 menit dalam chamber.

7. Slide ditempatkan pada wadah lalu dilanjutkan pencucian dengan aquadest

sambil digoyang-goyang selama 5 menit dan dilanjutkan dengan pencucian

memakai PBS selama 5 menit pada rotator.

8. Slide dilap dengan kassa kemudian dilakukan penetesan ultra V-block

selama 5 menit.

9. Slide cukup dilap saja tanpa dicuci dilanjutkan dengan penetesan antibodi

yang sesuai (antibodi monoklonal primer komersial pAb1801 [DAKO-p53,

Dako, Denmark] untuk p53, antibodi monoklonal primer khusus monoclonal

mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124 untuk Bcl-2, dan biotin-avidin

indirek primer antibodi monoklonal tikus [Triton, Alameda, CA] untuk

caspase-3), dilakukan inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar.

10. Slide dicuci dengan PBS selama 5 menit pada rotator sebanyak 2 kali.

11. Dilanjutkan dengan penambahan Biotin (kuning), diamkan selama 15 menit.

12. Dicuci kembali dengan PBS selama 5 menit pada rotator sebanyak 2 kali.

Page 157: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

135

13. Slide diteteskan Streptavidin (merah), diamkan selama 10 menit.

14. Selanjutnya dicuci dengan PBS baru pada rotator selama 4 menit.

15. Ditetesi dengan kromogen selama 10 menit.

16. Disiram dengan air mengalir 1 kali, kemudian dicuci kembali dengan air

mengalir selama 10 menit.

17. Ditetesi dengan HE Mayer selama 4 menit. Kemudian dicuci dengan air

mengalir sampai air bersih.

18. Dicelupkan sebentar pada alkohol bertingkat, xylol, xylol, xylol, xylol.

19. Mounting menggunakan entelan dan slide ditutup dengan deck glass.

20. Slide siap untuk dibaca oleh Spesialis Patologi Anatomi.

Page 158: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

136

Lampiran 8TABULASI DATA PENELITIAN

Kelompok Kasus

No. No. CM UMUR PARITAS IMT PIL KB RIWAYATKELUARGA

INDUKSIOVULASI TSH P53 Bcl-2 CASPASE-

31 01.44.62.10 50 2 18.9 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif2 01.44.94.40 34 2 18.3 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif3 01.45.18.86 48 0 21.2 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif4 01.45.44.57 59 2 22 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif5 01.44.13.72 49 1 21.6 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif6 01.46.84.91 55 2 26.8 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif7 01.46.67.88 40 0 29.6 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif8 01.44.95.40 64 0 17.3 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif9 01.46.61.79 52 2 20 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif10 01.47.05.36 60 0 22.8 tidak tidak tidak tidak negatif positif positif11 01.38.48.90 48 2 19.4 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif12 01.47.90.00 45 2 19.1 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif13 01.47.69.39 49 2 28.3 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif14 01.47.21.38 44 0 21.2 tidak tidak tidak tidak positif negatif positif15 01.53.50.97 55 0 22 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif16 01.55.67.92 44 2 20.5 tidak tidak tidak tidak positif negatif negatif17 01.54.80.49 56 2 15.2 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif18 01.53.48.73 52 1 24.6 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif19 01.49.63.90 47 0 32.3 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif20 01.46.20.82 56 1 38.2 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif21 01.55.43.48 48 0 23.8 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif22 01.52.30.28 57 2 20 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif23 01.14.23.14 35 2 23.4 tidak tidak tidak tidak positif negatif negatif24 01.55.66.84 66 2 17.8 tidak tidak tidak tidak positif negatif negatif25 01.13.39.42 48 1 22.2 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif

Page 159: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

137

Kelompok Kontrol

No. No. CM UMUR PARITAS IMT PIL KB RIWAYATKELUARGA

INDUKSIOVULASI TSH P53 Bcl-2 CASPASE-

31 01.45.63.96 52 2 25.8 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif2 01.45.79.08 55 2 22.15 ya ya tidak tidak negatif negatif positif3 01.46.45.05 51 1 21.78 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif4 01.46.86.07 50 2 24.1 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif5 01.44.88.13 48 1 20.72 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif6 01.47.31.93 43 1 27.18 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif7 01.47.79.12 49 1 28.5 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif8 01.48.25.29 50 0 15.61 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif9 01.48.64.44 38 1 23.7 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif10 01.20.62.24 50 2 26.3 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif11 01.48.06.07 42 3 25.62 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif12 01.47.10.29 33 2 19.75 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif13 01.54.27.32 51 1 21.33 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif14 15.58.56.78 31 2 21.64 ya tidak tidak tidak positif positif positif15 01.48.25.53 55 2 24.35 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif16 01.50.35.17 50 1 19.8 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif17 01.51.43.58 52 2 23 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif18 01.53.31.47 53 1 21.64 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif19 01.55.62.71 48 0 18.2 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif20 01.59.83.58 47 2 22.22 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif21 01.55.75.27 48 2 26.83 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif22 01.60.71.48 50 1 21.6 tidak tidak tidak tidak negatif positif positif23 01.57.64.36 51 0 22.89 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif24 01.58.49.10 57 1 23.25 tidak tidak tidak tidak positif positif positif25 01.57.55.75 56 1 22.5 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif

Page 160: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

138

Lampiran 9

HASIL ANALISIS STATISTIK

Tests of Normality

KELOMPOK

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

UMUR Kasus .099 25 .200* .977 25 .813

Kontrol .136 25 .101 .856 25 .057PARITAS Kasus .130 25 .080 .818 25 .062

Kontrol .143 25 .061 .853 25 .059IMT Kasus .176 25 .095 .886 25 .089

Kontrol .106 25 .200* .978 25 .849a. Lilliefors Significance Correction*. This is a lower bound of the true significance.

Group StatisticsKELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

UMUR Kasus 25 50.44 7.938 1.588

Kontrol 25 48.40 6.519 1.304PARITAS Kasus 25 1.20 .913 .183

Kontrol 25 1.36 .757 .151IMT Kasus 25 22.6600 5.11085 1.02217

Kontrol 25 22.8184 2.92923 .58585

Independent Samples TestLevene'sTest for

Equality ofVariances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.(2-

tailed)

MeanDiffere

nce

Std.Error

Difference

95% ConfidenceInterval of the

DifferenceLower Upper

UMUR

Equal variances assumed 1.401 .242 .993 48 .326 2.040 2.054 -2.091 6.171Equal variances notassumed .993 46.25 .326 2.040 2.054 -2.095 6.175

PARITAS

Equal variances assumed 3.499 .067 -.675 48 .503 -.160 .237 -.637 .317Equal variances notassumed -.675 46.41 .503 -.160 .237 -.637 .317

IMT Equal variances assumed 3.390 .072 -.134 48 .894 -.15840 1.1781 -2.5272 2.2104

Page 161: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

139

Independent Samples TestLevene'sTest for

Equality ofVariances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.(2-

tailed)

MeanDiffere

nce

Std.Error

Difference

95% ConfidenceInterval of the

DifferenceLower Upper

UMUR

Equal variances assumed 1.401 .242 .993 48 .326 2.040 2.054 -2.091 6.171Equal variances notassumed .993 46.25 .326 2.040 2.054 -2.095 6.175

PARITAS

Equal variances assumed 3.499 .067 -.675 48 .503 -.160 .237 -.637 .317Equal variances notassumed -.675 46.41 .503 -.160 .237 -.637 .317

IMT Equal variances assumed 3.390 .072 -.134 48 .894 -.15840 1.1781 -2.5272 2.2104Equal variances notassumed -.134 38.23 .894 -.15840 1.1781 -2.5429 2.2261

PIL_KB * KELOMPOK CrosstabulationCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

PIL_KB Ya 2 4 6

Tidak 23 21 44Total 25 25 50

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .758a 1 .384Continuity Correctionb .189 1 .663Likelihood Ratio .771 1 .380Fisher's Exact Test .667 .334Linear-by-LinearAssociation .742 1 .389

N of Valid Casesb 50a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.b. Computed only for a 2x2 table

Page 162: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

140

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for PIL_KB (Ya / Tidak) .457 .076 2.755

For cohort KELOMPOK = Kasus .638 .199 2.047For cohort KELOMPOK = Kontrol 1.397 .733 2.662

N of Valid Cases 50

CrosstabCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

RIWAYAT_KELUARGA Ya 0 1 1

Tidak 25 24 49Total 25 25 50

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Pearson Chi-Square 1.020a 1 .312Continuity Correctionb .000 1 1.000Likelihood Ratio 1.407 1 .236Fisher's Exact Test 1.000 .500Linear-by-LinearAssociation 1.000 1 .317

N of Valid Casesb 50a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.b. Computed only for a 2x2 table

CrosstabCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

INDUKSI_OVU Tidak 25 25 50Total 25 25 50

Page 163: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

141

CrosstabCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

TSH Tidak 25 25 50Total 25 25 50

EKSPRESI_P53 * KELOMPOK

CrosstabCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

EKSPRESI_P53 Positif 8 2 10

Negatif 17 23 40Total 25 25 50

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.500a 1 .034Continuity Correctionb 3.125 1 .077Likelihood Ratio 4.758 1 .029Fisher's Exact Test .074 .037Linear-by-LinearAssociation 4.410 1 .036

N of Valid Casesb 50a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.b. Computed only for a 2x2 table

Page 164: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

142

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for EKSPRESI_P53 (Positif/ Negatif) 5.412 1.017 28.791

For cohort KELOMPOK = Kasus 1.882 1.170 3.028

For cohort KELOMPOK = Kontrol .348 .098 1.236

N of Valid Cases 50

EKSPRESI_BCL_2 * KELOMPOK

CrosstabCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

EKSPRESI_BCL_2 Positif 11 3 14

Negatif 14 22 36Total 25 25 50

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.349a 1 .012Continuity Correctionb 4.861 1 .027Likelihood Ratio 6.653 1 .010Fisher's Exact Test .025 .013Linear-by-LinearAssociation 6.222 1 .013

N of Valid Casesb 50a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.b. Computed only for a 2x2 table

Page 165: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

143

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for EKSPRESI_BCL_2(Positif / Negatif) 5.762 1.363 24.362

For cohort KELOMPOK = Kasus 2.020 1.235 3.306

For cohort KELOMPOK = Kontrol .351 .124 .988

N of Valid Cases 50

EKSPRESI_CASPASE_3 * KELOMPOK

CrosstabCount

KELOMPOK

TotalKasus Kontrol

EKSPRESI_CASPASE_3 Negatif 23 16 39

Positif 2 9 11Total 25 25 50

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.711a 1 .017Continuity Correctionb 4.196 1 .041Likelihood Ratio 6.081 1 .014Fisher's Exact Test .037 .019Linear-by-LinearAssociation 5.597 1 .018

N of Valid Casesb 50a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50.b. Computed only for a 2x2 table

Page 166: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

144

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio forEKSPRESI_CASPASE_3 (Negatif /Positif)

6.469 1.230 34.012

For cohort KELOMPOK = Kasus 3.244 .901 11.673

For cohort KELOMPOK = Kontrol .501 .314 .801

N of Valid Cases 50

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .408a .166 .149 .427 .166 9.583 1 48 .003

a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_P53

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.747 1 1.747 9.583 .003a

Residual 8.753 48 .182

Total 10.500 49

a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_P53

b. Dependent Variable: EKSPRESI_BCL_2

Page 167: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

145

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

95% Confidence

Interval for B

B Std. Error Beta

Lower

Bound

Upper

Bound

1 (Constant) .958 .247 3.879 .000 .462 1.455

EKSPRESI_P

53.426 .138 .408 3.096 .003 .149 .703

a. Dependent Variable:

EKSPRESI_BCL_2

Model Summary

Model R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .385a .148 .112 .406 .148 4.096 2 47 .023

a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_BCL_2,

EKSPRESI_P53

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.354 2 .677 4.096 .023a

Residual 7.766 47 .165

Total 9.120 49

a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53

b. Dependent Variable: EKSPRESI_CASPASE_3

Page 168: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

146

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

95% Confidence

Interval for B

B Std. Error Beta

Lower

Bound

Upper

Bound

1 (Constant) .865 .270 3.210 .002 .323 1.407

EKSPRESI_P53 .409 .144 .420 2.846 .007 .120 .697

EKSPRESI_BCL_2 -.198 .137 .312 -1.438 .037 -.474 .079

a. Dependent Variable:

EKSPRESI_CASPASE_3

Model Summary

Model R

R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .605a .366 .325 .415 .366 8.850 3 46 .000

a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_CASPASE_3,

EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4.575 3 1.525 8.850 .000a

Residual 7.925 46 .172

Total 12.500 49

a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_CASPASE_3, EKSPRESI_BCL_2,

EKSPRESI_P53

b. Dependent Variable: KELOMPOK

Page 169: positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2

147

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

95%

Confidence

Interval for B

B

Std.

Error Beta

Lower

Bound

Upper

Bound

1 (Constant) -.025 .304 -.083 .934 -.637 .587

EKSPRESI_P53 .328 .159 .288 2.065 .045 .008 .647

EKSPRESI_BCL_2 .314 .143 .287 2.187 .034 .025 .602

EKSPRESI_CASP

ASE_3.340 .149 .291 2.284 .027 .040 .640

a. Dependent Variable:

KELOMPOK

.030