positive expression of mutant protein 53 and b-cell lymphoma-2
TRANSCRIPT
DISERTASI
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL
LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI
CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO
TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
I NYOMAN GEDE BUDIANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
DISERTASI
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL
LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI
CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO
TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
I NYOMAN GEDE BUDIANANIM : 0990271018
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL
LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI
CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO
TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Kedokteran,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN GEDE BUDIANANIM : 0990271018
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI DISERTASI
Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup oleh Panitia Penguji
Tanggal: 27 April 2015
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No. : 1120/UN14.4/HK/2015
Tanggal : 13 April 2015
Ketua : Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD
Anggota :
1. Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K)
2. Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD
3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes
4. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD
5. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FACCS
6. Prof. dr. Herman Susanto, SpOG(K)
7. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)Program Studi : Ilmu KedokteranNIM : 0990271018No. Tlp/No. HP : 08123997401Email : [email protected] Proposal : Ekspresi Protein 53 Mutan dan Ekspresi B-Cell
Lymphoma-2 Protein Positif serta Ekspresi Caspase-3
Negatif sebagai Faktor Risiko Terjadinya Kanker
Ovarium Tipe Epitel
Merupakan hasil karya original yang bisa dipertanggungjawabkan keasliannya dan
tidak mengandung unsur plagiarism.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila di kemudian hari
ditemukan adanya pelanggaran, maka saya bersedia untuk mempertanggungjawabkan
sesuai peraturan yang berlaku.
Denpasar, 10 April 2015
Yang membuat pernyataan,
(dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, penulis
mempunyai kekuatan dan kesehatan lahir batin untuk menjalani pendidikan doktor
dan laporan dalam bentuk disertasi ini dapat penulis selesaikan.
Dalam menjalani pendidikan, penulis banyak mendapatkan bimbingan,
dukungan, motivasi semangat, dan petunjuk teknis sehingga disertasi ini dapat
diselesaikan. Untuk itu, ijinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K)
selaku promotor, yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,
semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menjalani pendidikan doktor,
khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Prof. Drh. I Nyoman Mantik
Astawa, PhD selaku kopromotor I dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes selaku
kopromotor II atas segala perhatian dan kesabarannya telah memberikan bimbingan,
semangat, dan saran kepada penulis selama menjalani pendidikan doktor dan dalam
penyelesaian disertasi.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, dan mantan Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD, KHOM, atas kesempatan dan fasilitas
yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
program doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, SpS(K) beserta jajarannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro dan Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus
Mahadewa, SpBS(K), M.Kes selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu
Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana serta Dr. dr. I Wayan Putu
Sutirta Yasa, M.Si dan Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, SpMK selaku mantan Ketua
vii
dan mantan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana
Universitas Udayana atas kesempatan dan dorongan yang diberikan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Kedokteran pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada seluruh staf pegawai Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program
Pascasarjana Universitas Udayana, yaitu Ni Nyoman Arimani, S.Sos, Ni Ketut
Partini, S.Sos, Deppy Librata, S.Kom, Luh Komang Ari Lestari, SP, dan I Made
Arisandhi, SS, atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan program doktor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan dan mantan Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K),
M.Kes dan Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, atas ijin dan kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program doktor. Demikian juga
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur Utama dan mantan Direktur
Utama RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, MARS dan dr. I Wayan
Sutarga, MPHM, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
program doktor.
Selesainya disertasi ini tidak terlepas dari bimbingan, masukan, saran-saran,
sanggahan, dan koreksi dari tim penguji disertasi. Untuk itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr.
Ketut Suwiyoga, SpOG(K), Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD, Dr. dr. Ida Sri
Iswari, SpMK., M.Kes, Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS, Prof. Dr.
dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD, Prof. dr.
Herman Susanto, SpOG(K), dan Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Tjokorda Gde
Agung Suwardewa, SpOG(K) dan Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku
Ketua Bagian dan mantan Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, atas ijin dan kesempatan untuk mengikuti
pendidikan program doktor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
guru-guru dan sejawat di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP
viii
Sanglah Denpasar, yaitu Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG(K), Prof. dr. Made
Kornia Karkata, SpOG(K), Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), dr. Ketut Putra
Kemara, SpOG, dr. I Putu Gede Wardhiana, SpOG(K), dr. Tjokorda Gde Agung
Suwardewa, SpOG(K), dr. Ida Bagus Upadana Pemaron, SpOG, dr. I Gusti Putu
Mayun Mayura, SpOG, dr. Ida Bagus Putra Adnyana, SpOG(K), dr. Made Suyasa
Jaya, SpOG(K), dr. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma, SpOG(K), dr. Anak Agung
Ngurah Anantasika, SpOG(K), Dr. dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K), dr. Nono
Tondohusodo, SpAnd, dr. I Nyoman Haryasa Sanjaya, SpOG(K), MARS, dr. Ketut
Surya Negara, SpOG(K), MARS, dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K), Dr. dr. Ida
Bagus Gde Fajar Manuaba, SpOG, MARS, Dr. dr. I Nyoman Bayu Mahendra, SpOG,
dr. I Gede Mega Putra, SpOG(K), dr. Anom Suardika, SpOG(K), dr. I Gede Ngurah
Harry Wijaya Surya, SpOG, dr. I Made Darmayasa, SpOG(K), dr. I Made Bagus Dwi
Aryana, SpOG(K), dr. I Wayan Artana Putra, SpOG(K), dr. Anak Agung Gede Putra
Wiradnyana, SpOG(K), dr. Jacqueline Sudiman, GradDipRepSc, MRepSci, PhD, dr.
Kadek Fajar Marta, M.Biomed, SpOG, dr. Endang Sri Widiyanti, M.Biomed, SpOG,
dr. I Gede Sastra Winata, M.Biomed, SpOG, dan dr. Ryan Saktika Mulyana,
M.Biomed, SpOG, atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama
menjalani pendidikan doktor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada guru-guru dan sejawat di Divisi Onkologi Ginekologi,
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), dr. Ida Bagus Upadana Pemaron, SpOG, dr.
I Gusti Putu Mayun Mayura, SpOG, Dr. dr. I Nyoman Bayu Mahendra, SpOG, dan
dr. I Gede Sastra Winata, M.Biomed, SpOG, yang banyak memberikan sumbangan
moril dan materil kepada penulis serta banyak membantu mengambil alih tugas dan
kewajiban pelayanan di RSUP Sanglah Denpasar selama penulis mengikuti
pendidikan Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pegawai di
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu Dra.
ix
Luh Ketut Ariasih, Ni Wayan Suastini, SH, Gusti Ayu Made Budiyasih, SE, A.A. Sri
Agung Ardaningrum, SE, Luh Putu Rika Suantari, SE, M. Nina Trisnawati, Amd,
Drs. Ketut Tunas, M.Si, Diana, I Wayan Dwipa, Luh Dina Mariati, dan Ni Made
Kesumawati, atas bantuannya selama penulis menjalani pendidikan dan
menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar atas segala bantuannya sehingga penelitian dan
penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. A.A.A. Susraini, SpPA
dan dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA selaku Ketua Bagian dan Kepala
Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. IG.A. Sri Mahendra
Dewi, SpPA(K), dr. Ni Wayan Winarti, SpPA, Alit Nursarih, dan seluruh staf
pegawai Laboratorium Patologi Aanatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang
telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan prosesing bahan-bahan penelitian.
Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada semua penderita dan keluarganya yang juga merupakan guru
bagi penulis.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh guru-guru yang telah
memberikan bimbingan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, yang
telah dengan sabar mendidik, memberikan ilmu pengetahuan, etika, dan moral kepada
penulis. Ucapan terima kasih dan sembah sujud penulis haturkan kepada kedua orang
tua penulis, I Wayan Susun dan Ni Nengah Puji, sebagai Guru Rupaka, yang telah
mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan doa restu, nasihat, bimbingan,
dorongan, kasih sayang, pengertian, dan kesabaran selama penulis menjalani
pendidikan doktor bahkan sepanjang hayat penulis. Demikian juga ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu mertua, Raka
Suwasta dan Ni Made Ripek, yang dengan penuh kasih sayang memberikan
x
dukungan selama penulis menjalani pendidikan doktor. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada saudara-saudara
penulis, Ir. I Gede Arya Suyata, dr. I Made Sutresna, SpB, dan Ir. I Ketut Putu
Suparta, yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis
selama menjalani pendidikan doktor. Terakhir tetapi yang utama, kepada istri tercinta,
Ni Made Evawani Utari, ST, dan anak-anakku tersayang, I Gede Bagus Wikarna
Satyabrata, I Made Bagus Nugraha Jaya Wisesa, dan Ni Nyoman Pradnya
Prameswari, yang dengan penuh pengertian dan kesabaran telah memberikan
dorongan moril, semangat, doa, kasih sayang, dan pengorbanan selama penulis
menjalani pendidikan doktor di Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas
Udayana.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan kepada semua pihak, yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, atas segala dukungan moril dan materiil yang telah diberikan kepada penulis
selama menjalani pendidikan doktor, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa membalas budi baik yang telah diberikan, serta senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga dapat bekerja dan mengabdi
sesuai swadarma-nya masing-masing. Terima kasih.
Denpasar, 10 April 2015
Penulis
xi
ABSTRAK
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEINPOSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR
RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalahkesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginyaangka insiden dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium. Beberapaupaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal ataukombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Di sisi lain, pengetahuandan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju, termasuktentang protein-protein yang terlibat pada mekanisme apoptosis seperti p53, Bcl-2,dan caspase-3. Penanganan kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanismekarsinogenesisnya dan besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel padaekspresi ketiga protein tersebut lebih menjanjikan di masa yang akan datang.Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif danekspresi caspase-3 negatif sebagai faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.
Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol. Penelitian dilaksanakan diBagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar danLaboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Penelitiandilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014. Sampel yangmemenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok. Kelompokkasus adalah pasien-pasien dengan kanker ovarium tipe epitel sedangkan kelompokkontrol adalah pasien-pasien dengan tumor jinak ovarium tipe epitel. Ekspresi p53mutan, Bcl-2, dan caspase-3 diperiksa secara imunohistokimia.
Telah dilakukan penelitian terhadap 25 kasus dan 25 kontrol. Karakterisitikkelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan umur adalah 50,44±7,94 tahundan 48,40±6,52 tahun, paritas 1,20±0,91 dan 1,36±0,76, Indeks Massa Tubuh (IMT)22,66±5,11 dan 22,82±2,93, riwayat kontrasepsi oral 8% dan 4%, riwayat keluarga0% dan 4%. Tidak ada sampel penelitian dengan riwayat pemakai obat-obat induksiovulasi dan terapi sulih hormon pada kedua kelompok penelitian. Semua karakteristiksampel pada kedua kelompok penelitian dengan nilai p>0,05. Odds ratio (OR)ekspresi p53 mutan positif, ekspresi Bcl-2 positif, dan caspase-3 negatif masing-masing adalah 5,41 (IK 95%=1,02-28,79; p=0,03), 5,76 (IK 95%=1,36-24,36;p=0,01), 6,47 (IK 95%=1,23-34,01; p=0,02).
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53 mutan danBcl-2 positif, serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinyakanker ovarium tipe epitel.
Kata kunci: kanker ovarium tipe epitel, ekspresi p53 mutan, ekspresi Bcl-2, ekspresicaspase-3.
xii
ABSTRACT
POSITIVE EXPRESSION OF MUTANT PROTEIN 53 AND B-CELLLYMPHOMA-2 PROTEIN AND NEGATIVE EXPRESSION OF CASPASE-3
AS RISK FACTORS FOR EPITHELIAL OVARIAN CANCER
Over the past three decades, ovarian cancer remains to be women’s healthproblem in the world, including Indonesia. It has been associated with high rates ofincidence and mortality caused by ovarian cancer. Several attempts of therapies suchas surgery, chemotherapy, and radiation, either as a single or in combination therapiesremain unsatisfactory. On the other hand, knowledge and researches in molecularbiology is advancing, including proteins that involved in apoptosis mechanisms suchas p53, Bcl-2, and caspase-3. Treatment of ovarian cancer through the understandingof carcinogenesis mechanism and the risk of epithelial ovarian cancer in theexpression of these proteins are more promising in the future. This study aimed todemonstrate mutant p53 expression and positive Bcl-2 and negative caspase-3expression as risk factors for epithelial ovarian cancer.
Case control was used as a study design. The research was located in theDepartment of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, UdayanaUniversity/Sanglah General Hospital and Laboratory of Anatomical Pathology,Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General Hospital in Denpasar. Theresearch was conducted from January 2013 to December 2014. The samples thatqualified from inclusion and exclusion criteria were divided into two groups. Casesgroup were patients with epithelial ovarian cancer and the control group were patientswith benign ovarian epithelial tumors. Expression of mutant p53, Bcl-2, and caspase-3 examined by immunohistochemistry.
The study was conducted on 25 cases and 25 controls. Characteristics of thecase group and the control group based on age was 50.44 ± 7.94 years and 48.40 ±6.52 years, parity was 1.20 ± 0.91 and 1.36 ± 0.76, body mass index (BMI) was 22.66± 5.11 and 22.82 ± 2.93, history of oral contraceptive was 8% and 4%, a familyhistory was 0% and 4%, respectively. Neither sample with history of ovulationinduction drug nor hormone replacement therapy in both study groups. All thecharacteristics of the samples in both study groups, with p> 0.05. Odds ratio (OR) ofpositive mutant p53 expression, positive Bcl-2 expression, and negative caspase-3expression were respectively 5.41 (95% CI = 1.02 to 28.79; p = 0.03), 5, 76 (95% CI= 1.36 to 24.36; p = 0.01), 6.47 (95% CI = 1.23 to 34.01; p = 0.02).
Conclusion of this study are the positive expression of mutant p53 and Bcl-2,and negative expression of caspase-3 are risk factors for epithelial ovarian cancer.
Keywords: epithelial ovarian cancer, mutant p53 expression, Bcl-2 expression,caspase-3 expression.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Dalam................................................................................................ i
Lembar Pengesahan........................................................................................ iii
Penetapan Panitia Penguji Disertasi............................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... vi
ABSTRAK..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI.................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 8
1.3.1 Tujuan umum............................................................................ 8
1.3.2 Tujuan khusus........................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 8
1.4.1 Manfaat keilmuan..................................................................... 8
1.4.2 Manfaat praktis......................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................ 10
2.1 Kanker Ovarium.................................................................................... 10
2.1.1 Epidemiologi............................................................................. 10
2.1.2 Kanker ovarium dalam keluarga............................................... 15
2.2 Protein 53 (p53).................................................................................... 17
xiv
2.2.1 Protein penekan tumor p53....................................................... 17
2.2.2 Struktur p53.............................................................................. 20
2.2.2.1 Bagian N-terminal...................................................... 21
2.2.2.2 Bagian pengikat DNA................................................ 22
2.2.2.3 Bagian C-terminal...................................................... 22
2.2.3 Peran p53................................................................................... 23
2.2.3.1 Regulasi siklus sel dan perbaikan kerusakan DNA... 24
2.2.3.1 Apoptosis................................................................... 27
2.2.4 Protein 53 dan kanker ovarium................................................. 31
2.3 Protein Bcl-2......................................................................................... 33
2.4 Caspase-3.............................................................................................. 36
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN............................................................ 42
3.1 Kerangka Berpikir................................................................................. 42
3.2 Konsep Penelitian................................................................................. 44
3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................... 45
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................ 46
4.1 Rancangan Penelitian............................................................................ 46
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 47
4.2.1 Lokasi penelitian....................................................................... 47
4.2.2 Waktu penelitian....................................................................... 47
4.3 Populasi, Sampel Penelitian, dan Jumlah Sampel................................ 47
4.3.1 Populasi penelitian.................................................................... 47
4.3.2 Sampel penelitian...................................................................... 47
4.3.3 Besar sampel........................................................................... 48
4.4 Identifikasi Variabel, Hubungan Antar Variabel, dan
Definisi Operasional Variabel............................................................... 49
4.4.1 Identifikasi variabel................................................................... 49
xv
4.4.2 Hubungan antar variabel........................................................... 49
4.4.3 Definisi operasional variabel.................................................... 50
4.5 Bahan-Bahan Penelitian........................................................................ 53
4.6 Alur Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Sampel Penelitian........... 53
4.6.1 Alur penelitian........................................................................... 53
4.6.2 Prosedur pengumpulan sampel penelitian................................. 54
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan Sampel Penelitian...... 55
4.7.1 Instrumen penelitian.................................................................. 55
4.7.2 Metode pemeriksaan sampel penelitian.................................... 56
4.8 Pengumpulan Data dan Analisis Data................................................... 58
4.8.1 Pengumpulan data..................................................................... 58
4.8.2 Analisis data.............................................................................. 58
BAB V HASILPENELITIAN........................................................................ 59
5.1 Distribusi Umur, Paritas, Indeks Masa Tubuh (IMT), Kontrasepsi
Oral, Riwayat Keluarga, Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon
pada Kedua Kelompok.......................................................................... 59
5.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............ 61
5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif......... 62
5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3
Negatif................................................................................................... 63
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................. 65
6.1 Distribusi Karakteristik Umur, Paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT),
Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Oral, Riwayat
Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Riwayat Terapi Sulih
Hormon pada Kedua Kelompok........................................................... 66
6.1.1 Distribusi umur......................................................................... 66
6.1.2 Distribusi paritas....................................................................... 69
6.1.3 Distribusi indeks massa tubuh (IMT)........................................ 71
xvi
6.1.4 Distribusi riwayat keluarga....................................................... 74
6.1.5 Distribusi riwayat pemakaian kontrasepsi oral......................... 76
6.1.6 Distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi.......... 78
6.1.7 Distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon................... 80
6.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............ 82
6.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif......... 89
6.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3
Negatif................................................................................................... 92
6.5 Temuan Baru (Novelty)......................................................................... 96
6.5.1 Risiko kanker ovarium tipe epitel............................................. 96
6.5.2 Patogenesis molekuler kanker ovarium tipe epitel.................... 97
6.6 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 101
7.1 Simpulan............................................................................................... 101
7.2 Saran...................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 103
LAMPIRAN................................................................................................... 121
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Pengelompokan Keluarga Caspase........................................................... 38
5.1 Distribusi Umur, Paritas, dan IMT pada Kedua Kelompok.................. 60
5.2 Distribusi Riwayat Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Riwayat
Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon.......... 60
5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............... 61
5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif............ 62
5.5 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif... 64
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Struktur p53.............................................................................................. 21
2.2 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G1-S..................... 25
2.3 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G2-M.................... 26
2.4 Mekanisme Apoptosis yang Dimediasi oleh p53..................................... 32
2.5 Protein-Protein yang Termasuk Keluarga Bcl-2....................................... 36
2.6 Struktur Caspase-3.................................................................................... 40
2.7 Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Executioner Lainnya................ 41
3.1 Konsep Penelitian..................................................................................... 44
4.1 Rancangan Penelitian................................................................................ 46
4.2 Hubungan Antar Variabel......................................................................... 49
4.3 Alur Penelitian.......................................................................................... 55
5.1 Ekspresi p53 Negatif................................................................................. 62
5.2 Ekspresi p53 Positif.................................................................................. 62
5.3 Ekspresi Bcl-2 Negatif.............................................................................. 63
5.4 Ekspresi Bcl-2 Positif............................................................................... 63
5.5 Ekspresi caspase-3 Negatif....................................................................... 64
5.6 Ekspresi caspase-3 Positif......................................................................... 64
6.1 Hubungan antara Variabel-Variabel Penelitian........................................ 99
xix
DAFTAR SINGKATAN
ACOG : American College of Obstetric and Gynecologic
AIF : Apoptosis inducing factor
Apaf-1 : Apoptosis protease-activating factor-1
Asp : Aspartat
ATM : Ataxia telangiectasia mutated
ATR : Ataxia telangiectasia and Rad3 related
Bcl-2 : B-cell lymphoma-2 protein
BH : Bcl-2 homology
BRCA1 : Breast Cancer Antigen 1
BRCA2 : Breast Cancer Antigen 2
CA125 : Cancer Antigen 125
CAK : cdk-activating kinase
CARD : Caspase activated and recruitment domain
Caspase-3 : Cystein aspartic acid protease-3
Cdc2 : Cell division cycle-2
cdk : cyclin-dependent kinase
CED : Caenorhabditis elegans
Chk2 : Checkpoint kinase-2
DBD : DNA binding domain
DED : Death effector domain
DISC : Death-inducing signaling complex
DNA : Deoxiribose Nucleic Acid
ER-α : Estrogen receptor-α
ER-β : Estrogen receptor-β
FADD : Fas associated death domain
FAS : Fatty acid syntetase
FASL : Fatty acid syntetase ligand
xx
GADD45 : Growth arrest and DNA damaged-45
Glu : Glutamat
Gran B : Granzyme B
HBOC : Hereditary breast and ovarian cancer
HNPCC : Hereditary non-polyposis colorectal cancer
IAPs : Inhibitor of apoptosis proteins
ICAD : Inhibitor of caspase activated deoxyribonuclease
IL : Interleukin
IMT : Indeks Massa Tubuh
Ipaf : Interleukin-1β-converting-enzyme protease-activating
factor
NCI : the National Cancer Institute
NES : Nuclear export sequence
NOD-LRR : Nucleotide-binding oligomerization domain-leucine-rich
repeat
PARP : Poly(ADP-ribose) polymerase
P53 : Protein 53
pRb : protein Retinoblastoma
PUMA : p53-upregulated modulator of apoptosis
SEER : the Surveillance Epidemiology and End Results
TNF : Tumor necrosis factor
TRAIL : TNF-related apoptosis-inducing ligand
VEGF : Vascular endothelial growth factor
wt : Wild type
3-D : Tiga dimensi
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Surat Keterangan Kelaikan Etik............................................................... 121
2 Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian......................................................... 122
3 Lembar Informasi Pasien.......................................................................... 123
4 Lembar Informed Consent........................................................................ 128
5 Lembar Pengumpulan Data...................................................................... 129
6 Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Tipe Epitel................................. 131
7 Prosedur Pemeriksaan Histopatologi dan Pulasan Imunohistokimia....... 133
8 Tabulasi Data Penelitian..................................................................... 136
9 Hasil Analisis Statistik......................................................................... 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah
kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya
angka insiden dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium. Banyak
upaya diagnosis dini kanker ovarium, akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan
metode yang memuaskan. Upaya skrining seperti ultrasonografi, pemeriksaan CA-
125, α-feto protein, dan upaya lainnya belum mampu menurunkan angka insiden dan
angka kematian kanker ovarium. Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi,
dan radiasi, sebagai terapi tunggal atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang
memuaskan. Hal ini berkaitan dengan posisi anatomi ovarium, aktivitas reproduksi,
pandangan budaya terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi. Di sisi lain, pengetahuan
dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju. Penanganan
kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya
termasuk pendekatan risiko lebih menjanjikan di masa yang akan datang.
Kanker ovarium terdiri dari berbagai bentuk keganasan. Berdasarkan asal
selnya, secara histologis kanker ovarium terbagi menjadi tipe epitel dan non-epitel
(Berek, dkk., 2010). Kanker ovarium sebanyak 90% berasal dari epitel coelom
(Rosen, dkk., 2010), produk dari mesoderm yang dapat mengalami metaplasia
(Berek, dkk., 2010). Kanker ovarium tipe epitel terdiri dari berbagai tipe sel yang
2
secara histologis dibagi menjadi tipe serous (30-70%), endometrioid (10-20%),
mucinous (5-20%), clear cell (3-10%), dan undifferentiated (1%) (McCluggage,
2011; Rosen, dkk., 2010). Sementara kanker ovarium tipe non-epitel sebanyak 10%,
yang dapat berasal dari sel germinal (5%), sex-cord-stromal (5-8%), metastasis, dan
bentuk-bentuk yang sangat jarang seperti sarcoma dan lipoid (Berek, dkk., 2010).
Transformasi keganasan dapat terjadi ketika sel-sel epitel yang menutupi permukaan
ovarium atau melapisi kista inklusi mengalami proliferasi sewaktu terjadi ovulasi
untuk memperbaiki kerusakan akibat ruptur folikel (Berek, dkk., 2010).
Di dunia, angka insiden kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 9,4%
(Ferlay, dkk., 2010; Jemal, dkk., 2011). Angka insiden tersebut menempati urutan
ketujuh di antara kanker pada wanita setelah kanker payudara, kolorektal, serviks,
paru-paru, lambung, dan korpus uteri. Angka insiden kanker ovarium ini menempati
urutan ketiga di antara kanker ginekologi setelah kanker payudara dan serviks
(Ferlay, dkk., 2010). Di beberapa negara dilaporkan bahwa angka insiden kanker
ovarium bervariasi. Pada tahun 2008, jumlah kasus kanker ovarium di Amerika
Serikat adalah 21.650 kasus (Jemal, dkk., 2008) dan di Inggris adalah 6.500 kasus
(Office for National Statistics, 2010). Pada tahun yang sama, angka insiden kanker
ovarium di Eropa bervariasi antara 12 per 100.000 wanita di Eropa Selatan sampai 19
per 100.000 wanita di Eropa Utara (GLOBOCAN, 2008).
Di Indonesia, angka insiden kanker ovarium secara pasti tidak diketahui.
Laporan dari Badan Registrasi Kanker Departemen Kesehatan Republik Indonesia
yang diperoleh dari 13 Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di Indonesia
3
menunjukkan bahwa angka proporsi kanker ovarium di antara kanker pada wanita
adalah 4,9% (Lubis, dkk., 2003). Berdasarkan laporan beberapa rumah sakit
pendidikan, angka proporsi kanker ovarium berkisar antara 32,5% (Aziz, 2009)
sampai 35% (Karyana, 2005).
Angka insiden kanker ovarium juga cenderung meningkat. Di Inggris, angka
insiden kanker ovarium meningkat dari 15 per 100.000 wanita pada tahun 1975
menjadi 19 per 100.000 wanita pada akhir tahun 1990 (Office for National Statistics,
2010). Di Australia, jumlah kasus kanker ovarium meningkat sebanyak 47% dari
tahun 1982 sampai 2006, yaitu dari 833 kasus menjadi 1.226 kasus. Diperkirakan
jumlah kasus baru akan terus meningkat menjadi 1.434 kasus kanker ovarium pada
tahun 2015 (Australia Institute of Health and Welfare, 2010). Sementara di Rumah
Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka proporsi kanker ovarium
antara tahun 1989-1992 sebesar 13,6% (Aziz, 1995) menjadi 32,5% pada tahun 2002
(Aziz, 2009).
Selain angka insidennya yang tinggi dan cenderung meningkat, angka
kematian kanker ovarium adalah tinggi di antara kanker ginekologi. Di dunia, angka
kematian akibat kanker ovarium pada tahun 2008 sebesar 5,1% (Jemal, dkk., 2011).
Di Amerika Serikat, pada tahun 2002 terdapat 23.300 kasus kanker serviks dan hanya
51,5% di antaranya meninggal, berbeda dengan kanker ovarium di mana ditemukan
16.200 kasus dan angka kematiannya mencapai 85,7%. Faktor terpenting yang
mempengaruhi tingginya angka kematian kanker ovarium adalah 70-75% kasus
terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal di mana angka harapan hidup 5
4
tahun secara keseluruhan adalah 20-30%. Namun, bila ditemukan pada stadium I
maka angka harapan hidup 5 tahun mencapai 90-95% (ACOG Committee Opinion,
2002). Meskipun angka kejadian kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi
kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi.
Kesulitan menemukan kanker ovarium pada stadium dini berkaitan dengan
kesulitan menemukan metode skrining dan diagnosis dini yang akurat. Selain itu,
belum jelasnya karsinogenesis kanker ovarium menjadikan kanker ovarium seakan
tidak terkendali dan mengikuti hukum alam. Penanganan kanker ovarium melalui
pemahaman terhadap etiopatologi dan karsinogenesisnya lebih menjanjikan di masa
yang akan datang. Dengan demikian, penelitian tentang faktor risiko yang lebih
mendalam menjadi sangat penting dalam upaya mengungkap etiopatogenesisnya.
Penelitian yang lebih mendalam tersebut meliputi penentuan faktor risiko di tingkat
molekuler, seluler, histologis, organ, dan sistem.
Dalam dekade terakhir, penelitian di bidang biomolekuler semakin maju.
Secara umum, pada karsinogenesis terjadi perubahan berbagai komponen genetik
yang memungkinkan berkembangnya sel-sel normal menjadi ganas di mana sel
mengalami proliferasi tidak terkontrol yang berlanjut ke proses invasi dan metastasis.
Di tingkat molekuler, terjadi mutasi gen di mana pada kanker ovarium mutasi tersebut
bersifat sporadik, yang terutama menimbulkan aktivasi proto-onkogen menjadi
onkogen dan hilangnya fungsi protein penekan tumor atau antionkogen serta
keterlibatan protein-protein lainnya (Bast dan Mills, 2000). Dalam hal ini peranan
5
onkogen, antionkogen, dan protein-protein yang lain diharapkan dapat menjelaskan
mekanisme terjadinya kanker ovarium.
Proto-onkogen dan protein penekan tumor memainkan peranan penting dalam
mekanisme siklus sel, regulasi pertumbuhan sel normal, dan dalam proses
karsinogenesis. Secara fisiologis, proto-onkogen menstimulasi diferensiasi dan
proliferasi sel. Ketika terjadi mutasi genetik maka hal ini akan menstimulasi proses
transformasi ke arah keganasan, sedangkan protein penekan tumor berperan
menghambat proliferasi sel dan/atau menstimulasi inaktivasi dan apoptosis. Mutasi
gen dan perubahan aktivitas protein yang berperan sebagai onkogen, protein penekan
tumor, dan apoptosis memicu transformasi sel-sel normal menjadi ganas, termasuk
terjadinya kanker ovarium (Nielsen, dkk., 2004).
Salah satu protein penekan tumor yang diduga berperan dalam etiopatogenesis
dan progresi kanker ovarium adalah protein 53 (p53). Gen ini sebagai guardian of
genome mengontrol protein yang berperan pada mekanisme karsinogenesis kanker
ovarium melalui aktivasi apoptosis, kontrol kecepatan siklus sel, kerjasama dengan
protein-protein reparasi, dan protein-protein lain yang bertujuan untuk mengontrol
protein berada pada jalur fisiologis (Foulkes, 2007; Pollard, 2008). Beberapa
penelitian melaporkan mutasi dan/atau ekspresi p53 mutan pada kanker ovarium tipe
epitel bervariasi antara 45-55% (Geisler, dkk., 2000) dan lebih dari 81% (Suwiyoga,
2003).
Salah satu mekanisme terhadap kontrol pertumbuhan sel adalah proses
kematian sel yang terprogram atau apoptosis. Mekanisme apoptosis ini selain melalui
6
aktivitas protein penekan tumor p53, juga melalui interaksi dengan protein-protein
dari keluarga B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) dan caspase-3. Protein Bcl-2 bekerja secara
berlawanan dengan p53 sehingga mengganggu keseimbangan regulasi siklus sel. Sel-
sel akan mengalami proliferasi dan resistensi terhadap stimulasi yang secara normal
mengakibatkan kematian sel (Pollard, 2008). Beberapa studi melaporkan bahwa
ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium berkisar antara 33-39% (Chan, 2000). Penelitian
di Makasar menemukan ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 63,4% (Rauf,
dkk., 2006). Duo dan Tong (2004) menemukan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker
ovarium secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan tumor jinak.
Protein caspase-3 adalah salah satu dari 14 caspase yang telah diketahui pada
manusia (Elmore, 2007). Caspase-3 berperan sebagai eksekutor apoptosis pada tipe
sel dan jaringan tertentu serta mencetuskan kematian sel akibat rangsangan spesifik.
Selain itu, caspase-3 berperan penting pada perubahan morfologi sel dan berbagai
peristiwa biokimia yang berkaitan dengan pelaksanaan dan lengkapnya proses
apoptosis (Rastogi, dkk., 2009). Ekspresi caspase-3 ditemukan sebesar 93,4% pada
tumor ovarium jinak dan 48,8% pada kanker ovarium tipe epitel. Terdapat perbedaan
yang bermakna ekspresi caspase-3 pada tumor ovarium jinak dan kanker ovarium tipe
epitel. Ekspresi positif caspase-3 ditemukan pada kanker ovarium tipe
kistadenokarsinoma serosa, kistadenokarsinoma musinosa, karsinoma endometrioid,
dan karsinoma clear cell (Duo dan Tong, 2004). Penelitian lain menemukan adanya
perbedaan yang bermakna ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium epitel, tumor
ovarium borderline, tumor ovarium jinak, dan jaringan ovarium normal. Caspase-3
7
juga merupakan faktor prognosis yang buruk pada kanker ovarium epitel (Chen dan
Peng, 2010).
Penelitian-penelitian tentang onkogen, protein penekan tumor, dan protein-
protein yang terlibat pada proses apoptosis pada kanker ovarium telah banyak
dilakukan. Akan tetapi, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan hanya terfokus
pada satu protein saja dan pada keluarga yang berisiko tinggi sehingga hasilnya
kurang representatif ketika dilakukan ekstrapolasi. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan
caspase-3 diketahui berbeda pada tumor ovarium ganas, borderline, jinak, dan sel
ovarium normal. Tetapi, besar risiko terjadinya kanker ovarium akibat ekspresi
ketiga protein tersebut belum pernah dilaporkan. Selain itu, sangat sedikit laporan
tentang yang mana dari ketiga jenis protein tersebut yang berperan paling besar pada
karsinogenesis kanker ovarium. Pembuktian peran ketiga protein tersebut pada
karsinogenesis kanker ovarium akan memperkaya arah skrining dan diagnosis dini.
Pada akhirnya, semakin banyak metode skrining, diagnosis dini, dan terapi genetik
dapat diaplikasikan akan menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker
ovarium.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
8
1. Apakah penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih
besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi
p53 mutan negatif?
2. Apakah penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar
terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2
negatif?
3. Apakah penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih
besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi
caspase-3 positif?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui peranan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dalam
karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai
risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita
dengan ekspresi p53 negatif.
2. Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko
lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan
ekspresi Bcl-2 negatif.
9
3. Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai
risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita
dengan ekspresi caspase-3 positif.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat keilmuan
Untuk memperjelas dan memperkuat teori karsinogenesis kanker ovarium tipe
epitel dengan melihat peranan p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 yang dapat dijadikan
dasar pengembangan diagnosis, terapi, dan prognosis secara molekuler.
1.4.2 Manfaat praktis
Dapat meramalkan bahwa penderita yang mempunyai ekspresi p53 mutan dan
Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar terkena
kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan penderita yang mempunyai ekspresi
p53 mutan dan Bcl-2 negatif serta ekspresi caspase-3 positif.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kanker Ovarium
2.1.1 Epidemiologi
Sampai saat ini, angka insiden kanker ovarium masih tinggi dan cenderung
meningkat. Di dunia, angka insiden kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 9,4%
dengan angka kematian sebesar 5,1% (Jemal, dkk., 2011). Angka insiden kanker
ovarium menempati urutan ketujuh di antara kanker pada wanita setelah kanker
payudara, kolorektal, serviks, paru-paru, lambung, dan korpus uteri, serta kanker
terbanyak ketiga di antara kanker ginekologi setelah kanker payudara dan serviks
(Ferlay, dkk., 2010).
Di beberapa negara dilaporkan bahwa angka insiden kanker ovarium
bervariasi. Di Amerika Serikat berdasarkan data the Surveillance, Epidemiology, and
End Results (SEER) dari the U.S. National Cancer Institute (NCI) jumlah kasus
kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 21.650 kasus (Jemal, dkk., 2008), sementara
di Inggris pada tahun yang sama terdapat 6.500 kasus kanker ovarium. Jumlah kasus
kanker ovarium di Inggris menempati urutan kedua di antara kanker ginekologi
setelah kanker korpus uteri dan menempati urutan keenam di antara kanker pada
wanita melampaui jumlah kasus kanker serviks (Office for National Statistics, 2010).
Pada tahun 2008, angka insiden kanker ovarium di Eropa bervariasi dari 12 per
100.000 wanita di Eropa Selatan sampai 19 per 100.000 wanita di Eropa Utara.
11
Negara-negara Eropa dengan angka insiden kanker ovarium tertinggi adalah Latvia
dan Lithuania (sekitar 19 per 100.000 wanita), sedangkan negara-negara Eropa
dengan angka insiden kanker ovarium paling rendah adalah Cyprus dan Portugal
(sekitar 7 per 100.000 wanita) (GLOBOCAN, 2008).
Di Asia, angka insiden kanker ovarium secara umum lebih rendah
dibandingkan dengan populasi Eropa dan Amerika Utara. Di Jepang, angka insiden
kanker ovarium meningkat sejak tahun 1970, tetapi tetap lebih rendah dibandingkan
dengan negara-negara barat (Niwa, dkk., 2005). Ushijima (2009) melaporkan angka
insiden kanker ovarium di Jepang pada usia 60 tahun sebanyak 10 per 100.000 wanita
dan terus meningkat setelah usia tersebut.
Di Indonesia, angka insiden kanker ovarium secara pasti tidak diketahui.
Berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2003) yang diperoleh dari 13 Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di
Indonesia menunjukkan bahwa angka insiden kanker ovarium adalah 4,9%. Angka
insiden kanker ovarium menempati urutan keenam di antara sepuluh kanker tersering
pada pria dan wanita setelah kanker serviks, payudara, kulit, nasofaring, dan
kolorektal, serta menempati urutan ketiga di antara kanker pada wanita setelah kanker
serviks dan payudara (Lubis, dkk., 2003). Hal yang sama ditemukan di Rumah Sakit
Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, di mana angka proporsi kanker ovarium
pada tahun 2002 menempati urutan ketiga di antara sepuluh kanker tersering pada
wanita yaitu sebanyak 178 kasus (32,5%) (Aziz, 2009). Di RSUP Sanglah Denpasar
12
dilaporkan angka proporsi kanker ovarium sebanyak 35% dari seluruh kanker
ginekologi dan hanya 10% terdiagnosis pada stadium dini (Karyana, 2005).
Angka insiden kanker ovarium juga cenderung meningkat. Di Inggris, angka
insiden kanker ovarium meningkat dari 15 per 100.000 wanita pada tahun 1975
menjadi 19 per 100.000 wanita pada akhir tahun 1990 (Office for National Statistics,
2010). Di Australia, jumlah kasus kanker ovarium meningkat sebanyak 47% dari
tahun 1982 sampai 2006, yaitu dari 833 kasus menjadi 1.226 kasus. Diperkirakan
jumlah kasus baru akan terus meningkat menjadi 1.434 kasus kanker ovarium pada
tahun 2015 (Australia Institute of Health and Welfare, 2010). Di Rumah Sakit Umum
Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka proporsi kanker ovarium antara tahun
1989-1992 sebesar 13,6% (Aziz, 1995) menjadi 32,5% pada tahun 2002 (Aziz, 2009).
Meskipun angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi
kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi. Di
Amerika Serikat (2002) terdapat 23.300 kasus kanker serviks dan sebanyak hanya
51,5 % di antaranya meninggal. Berbeda dengan kanker ovarium di mana ditemukan
16.200 kasus dan angka kematiannya mencapai 85,7%. Di Indonesia, penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta menemukan
angka harapan hidup selama lima tahun penderita kanker ovarium stadium I sebesar
94,3%, stadium II 75%, stadium III 31%, dan stadium IV 11,7% (Aziz, 2009). Hal ini
terkait dengan hampir 90% diagnosis kanker ovarium ditegakkan pada stadium III ke
atas (Karyana, 2005; Sihombing dan Sirait, 2007). Faktor terpenting yang
mempengaruhi tingginya angka kematian kanker ovarium adalah sebanyak 70-75%
13
kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal di mana angka harapan hidup
5 tahun secara keseluruhan adalah 20-30%. Namun, bila ditemukan pada stadium I
maka angka harapan hidup 5 tahun mencapai 90-95 % (ACOG Committee Opinion,
2002). Gambaran ini menunjukkan kemungkinan adanya peluang untuk
meningkatkan angka harapan hidup penderita kanker ovarium bila terdeteksi pada
stadium awal.
Sebagian besar (90%) tumor ovarium adalah tipe epitel dan berasal dari epitel
coelom. Sisanya berasal dari sel-sel germinal atau sel-sel stromal (Karst dan Draphin,
2010). Komponen herediter pada kanker ovarium yang berasal dari sel-sel germinal
atau sel-sel stromal sangat jarang, tetapi termasuk herediter dari tipe ini adalah tumor
sel granulosa pada pasien-pasien dengan sindrom Peutz-Jeghers dan pada kanker
ovarium tipe sel kecil yang diturunkan secara autosomal dominan (Jinawath dan Shih,
2010).
Terdapat banyak faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap
perkembangan kanker ovarium. Karakteristik individu seperti umur, ditemukan
bahwa kanker ovarium sangat jarang terjadi pada usia muda dan kemungkinannya
meningkat sejalan dengan peningkatan umur sampai mencapai kejadian yang stabil
dalam rentang usia 50-55 tahun. Beberapa penelitian menemukan risiko kanker
ovarium tipe epitel lebih tinggi pada wanita-wanita dengan status sosial ekonomi
yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan sedikitnya wanita-wanita ini mempunyai anak
(Berek, 2010). Faktor lain yang berperan sebagai faktor risiko kanker ovarium tipe
epitel adalah indeks massa tubuh (IMT). Suatu penelitian menemukan bahwa pada
14
wanita dengan IMT di atas 30 kg/m2 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59
untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan wanita dengan IMT normal (Lahmann,
2009). Faktor reproduksi lain yang berpengaruh terhadap perkembangan kanker
ovarium adalah multiparitas. Multiparitas berkaitan dengan penurunan risiko terkena
kanker ovarium, di mana multiparitas mempunyai risiko relatif terkena kanker
ovarium sebesar 0,6-0,8 dibandingkan dengan wanita nuliparitas (Pelucchi, dkk.,
2007). Faktor lain yang turut berperan dalam penurunan risiko kanker ovarium adalah
menyusui. Wanita-wanita yang menyusui selama 1-2 bulan mempunyai risiko relatif
terjadinya kanker ovarium sebesar 0,6 dibandingkan dengan wanita-wanita yang tidak
pernah menyusui (Jinawath dan Shih, 2010), sedangkan faktor lain yang berperan
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium adalah infertilitas. Wanita-wanita
infertil mempunyai risiko tinggi terkena kanker ovarium. Beberapa peneliti
menemukan hal ini berkaitan dengan seringnya pasien-pasien infertil terpapar atau
diterapi dengan obat-obat untuk induksi ovulasi (Ness, dkk., 2002; Rossing, dkk.,
2004). Penelitian lainnya menemukan efek proteksi dari kontrasepsi oral terhadap
perkembangan kanker ovarium. Penurunan risiko kanker ovarium pada pemakai
kontrasepsi oral diperkirakan sekitar 30-60% tergantung dari lamanya pemakaian
(Berek, 2010). Suatu penelitian kohort dan kasus kontrol menemukan efek proteksi
sebesar 40% pada wanita-wanita pemakai kontrasepsi oral dan efek proteksinya
meningkat mencapai 50% pada pemakaian selama lima tahun atau lebih (La Vecchia,
2006).
15
Efek proteksi terhadap perkembangan kanker ovarium seperti multiparitas,
menyusui, dan pemakaian kontrasepsi oral mendukung konsep incessant ovulation
merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan terjadinya kanker ovarium.
Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Fathalla (Fathalla, 1971). Peneliti-peneliti
berikutnya menemukan bahwa proses yang terlibat pada upaya mereparasi epitel
permukaan ovarium yang rusak akibat trauma ovulasi, suatu ketika mengalami
perubahan ke arah keganasan. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang
hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium
tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003).
2.1.2 Kanker ovarium dalam keluarga
Kanker ovarium dalam keluarga pertama kali dilaporkan pada tahun 1929
yang terjadi pada 2 saudara kembar. Selama 15 tahun kemudian tidak ada laporan,
tetapi penemuan itu memulai penelitian yang lebih sistematik tentang kemungkinan
kanker ovarium diturunkan secara genetik (Zweemer dan Jacobs, 2000). Meskipun
kanker ovarium dalam keluarga sangat jarang, sekitar 5-10% dari semua kasus kanker
ovarium (Jinawath dan Shih, 2010), banyak peneliti tertarik untuk menemukan kaitan
kemungkinan perubahan genetik dengan kanker ovarium tipe epitel. Kanker ovarium
dalam keluarga dapat muncul sebagai suatu fenomena lokasi spesifik, dalam
kombinasi dengan kanker payudara atau dalam kombinasi dengan kanker
endometrium dan kanker kolon yang diturunkan (sindroma Lynch) (Pal, dkk., 2005).
16
Dalam upaya untuk menemukan gambaran kanker ovarium yang diturunkan,
selama 10 tahun Piver, dkk., (1993) mengumpulkan data 1.568 kasus kanker ovarium
yang berasal dari 658 keluarga. Dalam laporannya, hubungan yang paling sering
terjadi antara ibu dengan anak perempuan, diikuti kemudian antara saudara
perempuan. Hubungan antara ibu dan anak perempuan yang menderita kanker
ovarium dalam keluarga terbukti sekitar 49,5% sementara hubungan antara saudara
terjadi sekitar 38,5%. Penelitian itu juga melaporkan bahwa wanita yang mempunyai
riwayat keluarga di mana ibunya menderita kanker ovarium mempunyai rasio odds
40,73 untuk menderita kanker ovarium, sedangkan wanita dengan riwayat keluarga di
mana saudaranya menderita kanker ovarium mempunyai rasio odds sebesar 34,51.
Penelitian ini secara umum menunjukkan gambaran penurunan secara autosomal
dominan dengan penetrasi yang bervariasi, di mana setiap wanita mempunyai risiko
sepanjang hidupnya lebih dari 50% untuk menderita kanker ovarium. Risiko yang
dihubungkan dengan adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium juga
banyak diteliti dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Rasio odds yang
dikaitkan dengan adanya riwayat kanker ovarium dalam keluarga setidaknya pada
generasi pertama, mempunyai rentang 2,5 sampai tak terhingga (Zweemer dan
Jacobs, 2000).
Penelitian-penelitian selanjutnya mendukung peranan genetik pada
perkembangan kanker ovarium. Penelitian sitogenetik kanker ovarium menemukan
karyotyping aneuploid kompleks dengan sejumlah kelainan struktural, yang paling
sering mengenai kromosom 1, 3, 6, 11, 17, dan 19. Meskipun tidak ada kelainan
17
sitogenetik secara spesifik, perubahan yang paling sering adalah deletion pada lengan
pendek kromosom 6 yang menghasilkan mutasi pada sejumlah gen seperti gen
BRCA1 (Buller, dkk., 2001; Deng dan Wang, 2003; Pal, dkk., 2005).
Abnormalitas gen-gen yang berperan pada regulasi siklus sel, proliferasi sel,
proses perbaikan terhadap kerusakan gen, dan apoptosis sering ditemukan dan
merupakan bukti lebih lanjut keterlibatan faktor genetik pada kanker ovarium (Bai
dan Zhu, 2006). Banyak literatur membahas tentang peran penting gen p53 pada
proses karsinogenesis. Mutasi gen p53 sejauh ini merupakan perubahan genetik yang
paling sering dijelaskan pada kanker ovarium tipe epitel (Legge, dkk., 2005).
Penelitian in vitro menunjukkan p53 wild-type berperan sebagai gen penekan tumor.
Protein 53 mutant berperan sebagai onkogen transformasi dominan di dalam kultur
sel dan menunjukkan hubungan dengan p53 wild-type, mungkin melalui ikatan
dengan p53. Karena gen mutant p53 mengkode protein dengan waktu paruh yang
panjang, mutasi gen p53 selalu memungkinkan ekspresi relatif protein p53. Hampir
50% kanker ovarium stadium lanjut memperlihatkan ekspresi p53 mutant, sementara
itu ekspresi p53 mutan pada kanker ovarium stadium awal hanya 15% (Bast dan
Mills, 2000).
2.2 Protein 53 (p53)
2.2.1 Protein penekan tumor p53
Protein 53 (p53) pertama kali diidentifikasi pada tahun 1979 sebagai
transformation-related protein dan protein sel yang terakumulasi pada inti sel kanker
18
dan berikatan kuat dengan simian virus 40 (SV40) large T antigen (Lane dan
Crawford, 1979). Akan tetapi, hampir 10 tahun kemudian para peneliti menemukan
bahwa ternyata protein tersebut merupakan bentuk mutasi dari p53 yang pada
awalnya diistilahkan sebagai p53 wild-type (p53 wt), dan sifat onkogenik dari p53
sebenarnya berasal dari mutasi p53 (Bai dan Zhu, 2006).
Pada masa lalu, p53 diyakini berperan sebagai onkogen karena ditemukan
pada sel-sel yang mengalami perubahan keganasan. Hal ini berdasarkan beberapa
penelitian, di mana beberapa klon p53 dapat diisolasi dan terbukti dapat memelihara
sel-sel kultur tetap hidup melalui kolaborasi dengan c-ras. Tetapi kemudian,
penelitian-penelitian mencatat bahwa p53 pada sel-sel yang mengalami perubahan
keganasan adalah bentuk mutant p53. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa p53
mampu menekan perubahan sel-sel ke arah keganasan yang disebabkan oleh onkogen
di dalam jaringan yang dikultur dan dapat menghambat potensi sel-sel menjadi tumor
pada binatang (Suryohusodo, 2000). Karena alasan tersebut, saat ini p53
diklasifikasikan sebagai protein penekan tumor.
Protein 53 (p53) merupakan penekan tumor yang multifungsi dan sering
mengalami perubahan pada kanker ovarium dan jenis kanker lainnya. Protein 53
dalam kondisi normal berinteraksi dengan berbagai jenis protein yang terlibat dalam
regulasi transkripsional, perbaikan kerusakan DNA, progresi siklus sel, dan apoptosis
(Havrilesky, dkk., 2003). Protein 53 dikenal dengan sebutan beragam seperti p53 atau
TP53. Protein 53 merupakan salah satu molekul terpenting dalam dunia biologi.
Berbagai peran dari p53 yang berhubungan dengan kanker terus berusaha diteliti.
19
Sejauh ini fungsi p53 yang telah diketahui mencakup pengaturan siklus sel, kematian
sel/apoptosis, perbaikan kerusakan DNA yang disebabkan oleh bahan genotoksik,
angiogenesis, dan regulasi stres oksidatif. Relevansi fungsi yang sangat luas
menempatkan p53 pada posisi pengendali yang bertanggung jawab terhadap berbagai
proses terkait dengan kanker. Begitu pula mengingat banyaknya mitra interaksi,
tidaklah mengherankan jika penyimpangan pada p53 sangat sering ditemukan pada
kanker (Foulkes, 2007).
Protein penekan tumor p53 bertindak sebagai simpul utama dari jalur sinyal
kompleks yang terlibat dalam berbagai respon stres seluler seperti kerusakan DNA,
aktivasi onkogen, infeksi virus, dan deplesi ribonukleotida. Pada keadaan normal, p53
dalam jaringan berada pada kondisi yang tidak aktif (switched off). Protein 53
biasanya diaktifkan oleh semacam stres seluler yang dapat mengubah siklus
perkembangan sel normal atau menginduksi mutasi genome yang kemudian
mengarah pada perubahan keganasan. Protein 53 aktif dapat menghentikan siklus sel,
atau pada banyak kasus, mengaktifkan (switched on) program jalur kematian sel
(apoptosis) dan memaksa sel-sel rusak dan mengandung mutasi melakukan bunuh diri
sehingga mencegah perbanyakan dan pertumbuhan selular yang abnormal. Oleh
karena itu, p53 dikenal sebagai penjaga genome (guardian of genome), berperan
menghambat perkembangan tumor sehingga protein ini paling sering mengalami
mutasi pada penyakit kanker (Bourdon, dkk., 2003).
Banyak penelitian melaporkan bahwa patogenesis kanker ovarium saat ini
makin luas dengan ditemukannya peranan berbagai onkogen. Salah satu teori
20
menjelaskan progresivitas kanker ovarium invasif berdasarkan interaksi yang
kompleks antara latar belakang genetik pasien dengan pengaruh lingkungan yang
memicu mutasi berbagai onkogen. Perkembangan keganasan memerlukan kerusakan
berbagai protein. Hal ini dapat memicu kerusakan gen penekan tumor akibat adanya
delesi atau mutasi (Bai dan Zhu, 2006).
2.2.2 Struktur p53
Gen yang menyandi protein 53 terletak pada bagian lengan pendek dari
kromosom 17 (17p13.1), merupakan suatu fosfoprotein nukleus yang memiliki berat
molekul sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Protein 53 ini dikode oleh 20 kilobasa (kb)
yang terdiri dari 11 ekson dan 10 intron (Bai dan Zhu, 2006; Maximov dan Maximov,
2008). Protein p53 wild type (p53 wt) mengandung sebanyak 393 asam amino yang
secara fungsional dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian N-terminal, bagian
inti, dan bagian C-terminal (Bai dan Zhu, 2006). Tiga bagian utama ini terbagi lagi
menjadi 5 bagian penting, yaitu: N-terminal transactivation, rantai spesifik pengikat
DNA, C-terminal yang terlibat pada regulasi pengikat DNA, bagian pengatur yang
kaya prolin, dan bagian oligomerization (Gambar 2.1) (Bai dan Zhu, 2006).
2.2.2.1 Bagian N-terminal
Sebagai faktor transkripsi, p53 memiliki bagian transaktivasi ganda (asam
amino 1-42 dan 43-73) yang bersama-sama dengan bagian yang kaya prolin (asam
amino 61-94) membentuk bagian N-terminal. Oleh karena kaya akan residu acidic
seperti Asp dan Glu menjadikan domain ini suatu bagian transaktivasi acidic (bagian
transaktivasi yang bersifat asam) (Jung, 2007). Bagian ini tidak memiliki struktur
21
tersier dan sebagian besar memerlukan elemen struktural sekunder yang merupakan
ciri khas dari kebanyakan transaktivasi ganda acidic. Potongan kecil dari transaktivasi
ganda p53 dapat membentuk sub-struktur lokal, seperti induced helices, dengan
formasinya yang tergantung pada sifat pasangan protein pengikatnya, misalnya
murine double minute 2 (MDM2) (Reles, 2001). Suatu rangkaian pengekspor inti
(nuclear export sequence=NES) terletak pada bagian N-terminal (asam amino 11-27)
dan berkolaborasi dengan C-terminal NES untuk melaksanakan ekspor inti p53.
Inaktivasi sinyal ekspor oleh modifikasi pasca-translasi terhadap bagian N-terminal
terjadi saat aktivasi p53 (Jung, 2007; Meek dan Anderson, 2009).
Gambar 2.1 Struktur p53Protein p53 terdiri dari 393 asam amino, terbagi menjadi tiga domain
fungsional; N-terminal activation domain, DNA binding domain dan C-
terminal tetramerization domain (Bai dan Zhu, 2006).
22
2.2.2.2 Bagian pengikat DNA
Central sequence-specific DNA binding domain (DBD) dari p53 umumnya
disebut sebagai core domain (bagian inti; asam amino 102-292) sangat penting dalam
kapasitas faktor transkripsi p53 untuk mengikat DNA. Ikatan p53 dengan DNA
terjadi melalui kerjasama dengan empat bagian inti yang menempati satu elemen
respon DNA. Berdasarkan data dasar internasional, lebih dari 90% mutasi p53 pada
berbagai tumor terjadi pada bagian inti (Jung, 2007).
2.2.2.3 Bagian C-terminal
Bagian C-terminal dianggap memiliki peran regulasi. Residu pada bagian C-
terminal mengalami modifikasi pasca-translasi termasuk fosforilasi dan asetilasi.
Bentuk fungsional p53 terdapat dalam bentuk tetramer (Bai dan Zhu, 2006). Bagian
C-terminal p53 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian oligomerisasi atau bagian
tetramerisasi (residu 324 sampai 355) dan bagian regulator pada terminal karboksil
(residu 363 sampai 393) (Bai dan Zhu, 2006). Suatu nuclear export sequence (NES;
asam amino 350-351) terletak di dalam bagian tetramerisasi dan melakukan mediasi
hubungan sitoplasma-inti. Saat bagian ini terpapar pada permukaan protein dan ketika
p53 berada dalam bentuk monomernya, NES tertanam di bawah permukaan saat
oligomerisasi p53 dan akan menimbulkan retensi inti. Bagian auto-regulatory negatif
pada bagian C-terminal dari p53 dihubungkan dengan bagian tetramerisasi melalui
bagian penghubung utama, yang mengandung suatu sinyal lokalisasi inti ganda
(bipartite nuclear localization signal) yang memediasi impor inti dari p53. Bagian
23
auto-regulatory negatif berimplikasi pada auto-inhibisi terhadap fungsi bagian
pengikat DNA p53 (Jung, 2007). Bagian C-terminal juga berfungsi sebagai bagian
regulasi negatif yang memiliki fungsi menginduksi proses kematian sel atau apoptosis
dan mengatur kemampuan bagian pengikat DNA untuk mempertahankan dalam
bentuk laten. Jika interaksi antara bagian C-terminal dan bagian pengikat inti diputus
atau dihilangkan oleh modifikasi pasca-translasi, seperti proses fosforilasi dan
asetilasi, bagian pengikat inti akan menjadi teraktivasi, sehingga dapat menginduksi
terjadinya transkripsi (Bai dan Zhu, 2006).
2.2.3 Peran p53
Protein 53 berperan utama sebagai faktor transkripsi dengan bermacam-
macam target. Hal ini berarti p53 mengontrol berbagai jenis protein dengan fungsi
yang berbeda-beda (Foulkes, 2007). Sebagai protein penekan tumor, p53 sangat
penting untuk mencegah proliferasi sel yang menyimpang serta mempertahankan
integritas genome akibat stres genotoksik. Sebagai akibat dari berbagai stimulus
intraseluler dan ekstraseluler, seperti kerusakan DNA (termasuk radiasi pengion,
radiasi ultraviolet, pengunaan obat-obat sitotoksik atau obat-obat kemoterapi, dan
infeksi virus), syok akibat pemanasan, hipoksia, dan ekspresi onkogen yang
berlebihan, p53 wt diaktifkan dan hadir sebagai protein regulator yang penting untuk
memicu respon biologis yang beragam, baik di tingkat sel tunggal maupun pada
semua organisme.
24
Protein-protein yang diaktifkan oleh p53 wt memiliki fungsi yang beragam
dan merupakan efektor hilir (downstream) pada jalur penyampaian sinyal yang
memperoleh tanggapan beragam seperti cell-cycle checkpoints, reparasi kerusakan
DNA, dan apoptosis. Sebagian dari berbagai fungsi p53 termasuk peran utama p53
dalam menekan pertumbuhan tumor, dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk
bertindak sebagai faktor transkripsi – suatu rangkaian spesifik yang mengatur
ekspresi protein-protein seluler yang berbeda dalam mengatur berbagai proses seluler,
meskipun interaksi protein-protein lain juga mungkin memainkan peranan.
Menanggapi berbagai jenis stres, p53 diakumulasikan di dalam inti dan berikatan
pada tempat tertentu di daerah pengaturan dari gen responsif p53, dan kemudian
mendorong dengan kuat transkripsi dari gen-gen tersebut. Target hilir p53 secara
berbeda diaktifkan tergantung pada jenis sel, tingkat kerusakan yang telah
mempengaruhi aktivasi p53, dan berbagai parameter lain yang belum teridentifikasi
(Bai dan Zhu, 2006).
2.2.3.1 Regulasi siklus sel dan perbaikan kerusakan DNA
Berbagai respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 yang merupakan kontrol
terhadap pertumbuhan meliputi penghentian siklus sel (cell cycle arrest), reparasi
kerusakan DNA, dan apoptosis (Reles, 2001; Bai dan Zhu, 2006). Tampak bahwa
kemampuan p53 untuk menghambat pertumbuhan sel sangat penting mengingat
fungsinya sebagai penekan tumor. Hambatan terhadap siklus sel terjadi apabila timbul
rintangan di dalam siklus pembelahan sel. Induksi penghentian siklus sel oleh p53
25
dapat memberikan tambahan waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan genome
sebelum memasuki tahapan penting sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang
sebelumnya tertahan akan dikembalikan ke kondisi proliferasinya melalui fungsi
biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan DNA termasuk di antaranya nucleotide
excision repair dan base excision repair (Bai dan Zhu, 2006).
Mekanisme p53 dalam proses transformasi ke arah keganasan dapat melalui
beberapa mekanisme. Bila terjadi kerusakan DNA, p53 memperantarai berhentinya
fase G1 melalui pengaktifan gen-gen yang bertanggungjawab pada respon kerusakan
gen seperti WAF1 yang mengkode p21Waf1/Cip1, suatu penghambat yang poten dari
cyclin-dependent kinase (cdk)-dependent phosphorylation dari protein retinoblastoma
Gambar 2.2 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G1-S(Rose, 2007)
Gambaran skematik penghentian siklus sel pada fase G1-S oleh p53 yang
mengaktifkan p21, CAK, dan PC3. Tanda panah warna hijau menunjukkan
aktivasi target dan garis merah menunjukkan penghambatan target
26
(pRb) (Gambar 2.2). Protein retinoblastoma yang terhipofosforilasi mengikat faktor
transkripsi E2F-1 yang mengakibatkan berhentinya siklus sel. Protein 53 dapat juga
menghambat siklus G1 melalui pengaturan aktivitas transkripsi RNA polymerase II
dengan menghambat kompleks cdk-activating kinase (CAK) cdk7/cyclin H1/Mat1
(Rose, 2007). Selain itu, berhentinya siklus G1 dapat juga diakibatkan oleh
kemampuan p53 menginduksi PC3, gen yang menurunkan kadar cyclin D1, yang
menghambat cdk4 dan hipofosforilasi pRb (Guardavaccaro, dkk., 2000). Hal ini
menunjukkan bahwa checkpoint pada fase G1-S dari siklus sel merupakan fase yang
sangat kritis dari mekanisme perbaikan kerusakan DNA.
Gambar 2.3 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G2-M(Rose, 2007)
Gambaran skematik penghentian siklus sel pada fase G2-M oleh p53 yang
mengaktifkan p21, GADD45, dan 14-3-3σ. Tanda panah warna hijau menunjukkan
aktivasi target dan garis merah menunjukkan penghambatan target.
27
Seperti terlihat pada Gambar 2.3, protein 53 juga menghambat siklus sel pada
fase transisi G2-M. Aktivasi p53 dapat menghambat secara efektif aktivitas B1/cdc2
yang sangat penting bagi sel-sel memasuki fase mitosis. Protein 21Waf1/Cip1 juga
berperan pada berhentinya fase G2 melalui penghambatan secara langsung kompleks
cyclin B1/cdc2 (Flatt, dkk., 2000). Selain itu, p53 menginduksi GADD45 yang dapat
mengikat cdc2 dan mengakibatkan ketidakmampuannya membentuk kompleks
dengan cyclin B1 (Jin, dkk., 2000; Rose, 2007). Protein 53 menginduksi 14-3-3-σ
yang tidak hanya mengikat dan menghancurkan cdc2 di dalam sitoplasma, tetapi juga
mengikat dan menghancurkan cdc25 yang bertanggungjawab terhadap defosforilasi
dan aktivasi kompleks cyclin B/cdc2 (Rose, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa p53
dikenal sebagai guardian of the genome karena peranannya menghambat
pertumbuhan sel-sel dengan kerusakan DNA.
2.2.3.2 Apoptosis
Selain melalui mekanisme tersebut di atas, p53 juga mengontrol proliferasi sel
dan integritas genome dengan menginduksi apoptosis melalui aktivasi transkripsi gen-
gen target p53. Sebagai penjaga integritas keutuhan selular, salah satu peranan p53
adalah memonitor stres selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA
irreversible atau tidak dapat diperbaiki. Apoptosis merupakan proses multi-step yang
diregulasi dengan ketat, ditandai dengan penyusutan sel, kondensasi kromatin, serta
fragmentasi sel dan inti (Bai dan Zhu, 2006; Miettinen, 2009). Dalam
perkembangannya apoptosis juga sering disebut dengan kematian sel yang
28
terprogram, yang berlangsung terus selama proses kehidupan dengan maksud untuk
menjaga homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara proliferasi dengan
kematian sel.
Apoptosis merupakan barrier utama onkogenesis dan protein penekan tumor
p53 merupakan kunci utama regulasi apoptosis dan karsinogenesis (Maximov dan
Maximov, 2008). Seperti diuraikan di atas, apoptosis dimediasi oleh dua jalur
apoptosis utama, yaitu jalur ekstrinsik dan intrinsik. Apapun jalur aktivasi yang
diinduksi, masing-masing jalur tersebut menimbulkan aktivasi protease selektif yang
disebut sebagai caspase. Jalur ekstrinsik dikenal sebagai death receptor pathway dan
jalur intrinsik sebagai mitochondrial pathway. Baik jalur ekstrinsik dan intrinsik
diaktifkan oleh gen penekan tumor p53 (Miettinen, 2009).
A. Jalur Ekstrinsik
Protein p53 dapat mengaktivasi jalur apoptosis ekstrinsik melalui induksi gen
yang mengkode tiga protein transmembran: FAS, DR5/KILLER (the death-domain-
containing receptor for TNF-related apoptosis-inducing ligand/TRAIL), dan PERP.
Reseptor permukaan sel FAS (CD95/APO1) merupakan komponen kunci dari jalur
apoptosis ekstrinsik (Haupt, dkk., 2003). Jalur apoptosis ekstrinsik diinisiasi oleh
anggota keluarga tumor necrosis factor (TNF) termasuk TNFα, FAS/CD95 ligand
(FASL), dan APO2 ligand (APO2L). Mereka mengaktifkan death receptor dari
keluarga TNF/NGF seperti TNFR1, FAS (CD95/APO1), dan APO2 (Maximov dan
Maximov, 2008).
29
Fatty acid synthetase (FAS) diaktifkan dengan ikatan pada ligand-nya
(FASL), yang dominan diekspresikan oleh sel T. Protein 53 menginduksi ekspresi
FAS mRNA dengan berikatan pada elemen yang terdapat pada promoter dan intron
pertama dari gen FAS (Haupt, dkk., 2003). Fatty acid synthetase (FAS) berhubungan
dengan protein FADD (Fas associated death domain) untuk membentuk suatu
kompleks yang disebut DISC (Death-inducing signaling complex), kemudian DISC
mengaktifkan procaspase-8 dan caspase-8 yang pada gilirannya menginduksi aktivasi
caspase-3 dan caspase-7 sehingga menyebabkan apoptosis. TNFR1 dan APO2 yang
terinduksi juga mempromosikan kematian sel melalui caspase-8. Caspase-8 dapat
mengaktifkan protein proapoptosis BID yang merupakan penghubung antara jalur
apoptosis ekstrinsik dan intrinsik (Maximov dan Maximov, 2008).
Protein 53 berperan baik pada jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik dari
mekanisme apoptosis. Reseptor kematian sel pada membran plasma seperti Fas, DR4,
dan DR5 diatur oleh p53 melalui jalur ekstrinsik (Yu, dkk., 2005). Protein 53
menginduksi caspase-8 yang mengaktifkan Bid. Bid memasuki membran
mitokondria, yang selanjutnya mengaktifkan Bax dan Bak. Bax dan Bak
menstimulasi pembentukan apoptosome dalam mitokondria. Protein 53 mengatur
mekanisme jalur intrinsik apoptotik melalui induksi langsung keluarga Bcl-2 seperti
Bax, PUMA (p53-upregulated modulator of apoptosis), dan Noxa, yang terletak pada
membran mitokondria dan menstimulasi pelepasan sitokrom-c dan mengaktifkan
jalur caspase (Schuler, dkk., 2000; Haupt, dkk., 2003). Pembentukan apoptosome
tergantung pada sitokrom-c, Apaf-1, dan caspase-9. Dengan demikian, p53 tidak
30
bekerja sendiri dalam mekanisme transaktivasi, tetapi memerlukan kerjasama banyak
protein yang secara bersama-sama menimbulkan efek pada mekanisme apoptosis.
B. Jalur Intrinsik
Jalur apoptosis intrinsik juga disebut mitochondrial pathway karena dikaitkan
dengan pelepasan protein sitokrom-c dan protein lain dari ruang antar-membran
mitokondria ke dalam sitoplasma sebagai akibat dari aktivasi anggota keluarga
protein proapoptosis Bcl-2 yang merupakan regulator permeabilitas membran luar
mitokondria. Jalur apoptosis intrinsik didominasi oleh keluarga protein Bcl-2, yang
terbagi menjadi tiga kelas: protein pro survival seperti Bcl-2, Bcl-XL; protein pro-
apoptosis seperti Bax, Bak, dan Bcl-X1; protein pro-apoptosis BH3-only seperti Bid,
Bad, Noxa, Puma (p53-up-regulated modulator of apoptosis), p53AIP1 (Haupt, dkk.,
2003; Bai dan Zhu, 2006). Anggota keluarga pro-apoptosis Bcl-2 yang telah
diaktifkan dapat menetralkan anggota anti-apoptosis dari keluarga yang sama, yang
jika tidak, akan dapat menghambat kematian sel dengan mencegah pelepasan
sitokrom-c dari mitokondria. Setelah dilepaskan ke sitoplasma, sitokrom-c mengikat
protein adaptor Apaf-1 (Apoptotic protease-activating factor-1) untuk membuat
apoptosome, sebuah kompleks yang akan mengaktifkan procaspase-9. Dengan
adanya dATP/ATP nukleotida caspase-9 diaktifkan, yang pada gilirannya
mengaktifkan caspase-3 dan caspase-7, menyebabkan aktivasi luas terhadap caspase
lain (caspase cascade) dan kematian sel. Beberapa protein inhibitor dari IAPs
(proteins-inhibitors of caspases) seperti DIABLO/Smac dan Omi/HtrA2 juga dirilis,
31
serta protein penting lainnya seperti AIF (apoptosis-inducing factor) dan
endonuklease G (Endo G). Protein-protein ini dapat berkontribusi pada proses
apoptosis, bahkan tanpa adanya aktivasi caspase, menciptakan jalur kematian sel
caspase-independent (Maximov dan Maximov, 2008).
2.2.4 Protein 53 mutan dan kanker ovarium
Pada kanker, mutasi p53 sebagian besar adalah missense mutations yang
menimbulkan substitusi asam amino pada protein wild-type (Bai dan Zhu, 2006).
Mutasi ini selalu berakibat terjadinya sintesis protein mutant yang dapat
meningkatkan stabilitas seluler akan tetapi cacat secara fungsi. p53 mutant
terakumulasi di dalam sel, mencapai level hingga 10 sampai 100 kali lipat lebih tinggi
daripada protein wild type (Miettinen, 2009). Terdapat hubungan yang erat antara
missense mutations dengan ekspresi protein 53 (Havrilesky, dkk., 2003).
Selama perkembangan kanker, p53 dapat mengalami perubahan oleh karena
terjadi mutasi. Sejauh ini, missense mutation pada p53 sangat sering terjadi pada sel
kanker. Non-sense mutation, insersi, dan delesi pada p53 juga dijumpai. Mutasi pada
gen p53 terdeteksi pada 10% hingga 80% pasien kanker ovarium. Pada beberapa
penelitian, mutasi p53 berhubungan dengan prognosis yang buruk. Prevalensi mutasi
p53 sangat bergantung pada subtipe histologik kanker ovarium. Mutasi p53 terjadi
pada lebih dari dua pertiga kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut (Havrilesky,
dkk., 2003).
32
Mutasi p53 lebih sering terjadi pada primary serous ovarian cancer yaitu
58% dari kasus. Persentase mutasi p53 dilaporkan rendah pada tumor ovarium tipe
endometrioid, musinus, dan clear-cell, berturut-turut 28%, 16%, dan 10% tetapi
sedikit lebih tinggi jika menggunakan teknik imunohistokimia, yaitu 37% pada
endometrioid dan 31% pada tipe tumor musinus (Schuijer dan Berns, 2003). Insiden
mutasi sangat tinggi khususnya pada highgrade serous carcinoma.
Gambar 2.4 Mekanisme Apoptosis yang Dimediasi oleh p53(Maximov dan Maximov, 2008)
Jalur Intrinsik
Jalur Ekstrinsik
33
Status ekspresi p53 juga berkaitan dengan prognosis kanker ovarium. Pasien
dengan p53 aberrant, misalnya, ekspresi positif atau status p53 yang benar-benar
negatif, mempunyai 5-year overall survival 26%, sedangkan pasien dengan p53
normal memiliki 5-year overall survival 79%. Frekuensi ekspresi p53 lebih tinggi
secara bermakna pada penyakit stadium lanjut yakni stadium III dan IV (40%-60%)
dibandingkan pada stadium I dan II (10%-20%). Dengan kata lain, sangat mungkin
jika p53 berkaitan dengan fenotip yang agresif, yang juga berarti bahwa penyakit
tersebut menyebar lebih cepat (Havrilesky, dkk., 2003).
Akumulasi mutasi p53 pada sel ganas membangkitkan respon imun humoral
terhadap protein p53 pada lingkungan di sekitar tumor. Seperti adanya autoantibodi
anti-p53 dalam cairan asites pasien kanker ovarium, yang berhubungan dengan
disease free survival yang buruk (Miettinen, 2009). Selain itu, perubahan pada p53
diketahui berhubungan dengan respon atau resistensi terhadap kemoterapi. Hal ini
mengindikasikan bahwa hilangnya fungsi p53 dapat memberikan fenotif berupa sifat
kanker yang kemoresisten, karena p53 berperan dalam apoptosis yang diinduksi oleh
kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian in vitro, status p53 sangat penting
khususnya dalam hal sensitivitas sel kanker ovarium terhadap cisplatin (Havrilesky,
dkk., 2003).
2.3 Protein Bcl-2
Telah diketahui bahwa regulasi sel diatur oleh keseimbangan antara laju
proliferasi sel dan kematian sel. Hal ini berarti pertumbuhan sel-sel secara tidak
34
terkontrol tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya proliferasi sel tetapi dapat juga
disebabkan oleh karena adanya hambatan terhadap proses kematian sel, yang
mengakibatkan kegagalan mekanisme fisiologis kematian sel yang terprogram
(apoptosis). Protein Bcl-2 merupakan salah satu anggota keluarga Bcl-2 yang terlibat
pada mekanisme apoptosis dan berperan sebagai anti-apoptosis (protectors) yang
memungkinkan sel-sel tetap tumbuh (Marx dan Meden, 2001; Raspollini, dkk., 2006).
Protein ini pertama kali ditemukan sebagai proto-onkogen pada limfoma sel B. Gen
yang menyandi protein ini terletak pada kromosom nomer 18q21 sebagai hasil
translokasi t(14;18)q (Pollard, dkk., 2008).
Keluarga Bcl-2 dapat dibagi menjadi kelompok protectors (anti-apoptotis)
yaitu Bcl-2, Bcl-xl, Bcl-W, Mcl-1, A1, Boo/Diva, C. elegans ced-9, Adenovirus
E1B19K, Epstein-Barr virus BHFR1. Kelompok killers (pro-apoptosis) antara lain
Bax, Bak, Bok/Mtd, Bcl-xs, serta kelompok regulators seperti Bad, Bid, Bim, BmF,
Hrk, C. elegans Egl-1, Bik/Nbk, HRK, Puma, dan Noxa (Pollard, dkk., 2008). Protein
Bcl-2 memiliki berat molekul 25 kD. Gugusan C-terminal 21 asam amino dikode
menjadi asam amino hidrofobik yang penting dalam pertahanan membran. Protein
Bcl-2 terdapat dalam permukaan sitoplasma membran luar mitokondria, envelop inti
sel, dan dalam retikulum endoplasma (Pollard, dkk., 2008).
Proses apoptosis pada tingkat yang lebih tinggi melibatkan p53 seperti telah
diuraikan di atas. Protein 53 akan menghambat aktivitas anti-apoptosis dan
mengaktifkan gen-gen pro-apoptosis dari membran mitokondria. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran mitokondria. Meningkatnya
35
permeabilitas membran mitokondria akan melepaskan molekul pro-apoptosis
sitokrom-c yang akan berikatan dengan apoptotic protease-activating factor-1 (Apaf-
1). Ikatan ini kemudian akan mengaktifkan kaskade caspase yang menimbulkan
apoptosis (Kumar, dkk., 2005).
Suatu protein yang mencegah sel-sel dari kematian menyebabkan organisme
multiseluler berhadapan dengan potensi yang berbahaya, di mana keseimbangan
antara proliferasi dan kematian sel menjadi terganggu. Peningkatan transkripsi Bcl-2
secara langsung bertanggungjawab terhadap stimulasi perubahan ke arah keganasan.
Tidak seperti onkogen-onkogen lainnya, ekspresi berlebihan dari Bcl-2 tidak
menyebabkan proliferasi sel. Sebaliknya, hal itu menyebabkan terganggunya
pengaturan keseimbangan antara kehidupan dan kematian dari sel-sel yang terkena.
Sel-sel yang memperlihatkan ekspresi Bcl-2 berlebihan akan mengalami
pertumbuhan terus dan sangat resisten terhadap berbagai rangsangan yang secara
normal menstimulasi kematian sel (Pollard, dkk., 2008).
Telah diketahui bahwa ekspresi protein Bcl-2 sangat lemah pada sel-sel epitel
ovarium yang normal atau pada tumor ovarium jinak dan borderline, tetapi sangat
kuat pada kanker ovarium (Chan, dkk., 2000; Anderson, dkk., 2009). Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas apoptosis menurun sebagai akibat peningkatan
aktivitas protein Bcl-2 pada kanker ovarium (Tas, 2001). Baekelandt, dkk., (1999)
menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 39%, sementara
Chan, dkk., (2000) menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar
33%.
36
Gambar 2.5 Protein-Protein yang Termasuk Keluarga Bcl-2(Pollard, dkk., 2008)
Anggota keluarga Bcl-2 dikenali dengan adanya satu sampai empat kotak pendek
rangkaian protein yang disebut BH (Bcl-2 homology). Kelompok anti-apoptosis Bcl-2
(protectors) mempunyai empat bagian. Kelompok pro-apoptosis (killers) mempunyai
tiga bagian, sedangkan kelompok regulators hanya mempunyai satu bagian BH3.
2.4 CASPASE-3
Caspase termasuk keluarga protease interleukin-1β-converting enzyme, yang
sangat mirip dengan protein kematian dari sel Caenorhabditis elegans (CED-3).
Sampai saat ini telah diketahui sebanyak 14 caspase, yang semuanya merupakan
protease dengan kandungan sistein asam asetat (caspase=cysteine aspartic acid
KELUARGA Bcl-2
PROTECTORS KILLERS REGULATORS
37
protease) (Bai dan Zhu, 2006). Caspase terdapat di setiap sel sebagai prekursor tidak
aktif yang disebut procaspase. Bagian N-terminal dari procaspase mengandung
struktur yang sangat bervariasi yang diperlukan untuk aktivasi caspase. Semua
anggota caspase mampu mengaktivasi dirinya sendiri (autoactivation) seperti halnya
mengaktivasi caspase lainnya untuk menghasilkan suatu heterodimer dengan sebuah
subunit besar dan sebuah subunit kecil, serta dua heterodimer membentuk suatu
enzim aktif heterotetramer (Fan, dkk., 2005).
Di antara 14 anggota procaspase, hanya procaspase-14 yang bersifat unik
untuk proses proteolisis yang secara prinsip berkaitan dengan differensiasi sel-sel
epitel dibandingkan dengan apoptosis atau inflamasi. Semua bentuk procaspase dari
caspase yang memediasi inflamasi dan caspase aktivator apoptosis mempunyai long
prodomain. Bagian long prodomain mengandung death effector domain (DED) pada
procaspase-8 dan procaspase-10 atau caspase activation and recruitment domain
(CARD) pada procaspase-2 dan procaspase-9. DED dan CARD anggota dari keluarga
death domain terlibat pada aktivasi procaspase dan regulasi kaskade caspase melalui
interaksi protein-protein. Ketiga bagian tersebut mengandung struktur 3-D yang
dikenal sebagai death domain fold, yang tersusun oleh enam α-heliks antiparalel.
Namun, prodomain yang lebih pendek pada procaspase dari caspase executioner
apoptosis tidak terlibat pada interaksi antar protein (Yuan dan Ding, 2002).
Ketika teraktivasi, caspase aktivator apoptosis seperti caspase-2, caspase-8,
dan caspase-10 akan mengaktifkan caspase executioner apoptosis seperti caspase-3,
caspase-6, dan caspase-7. Selanjutnya caspase-8 dapat mengikat Bid ke tBid yang
38
berpindah ke membran mitokondria dan memicu pelepasan sitokrom-c dan
mengaktifkan jalur apoptosis mitokondria (jalur intrinsik) (Kuwara, dkk., 2002).
Caspase executioner yang teraktivasi selanjutnya mengikat protein seluler yang
berbeda seperti PARP [poly(ADP-ribose) polymerase], lamin, fodrin, dan Bcl-2 yang
menyebabkan perubahan bentuk morfologis. Pengaktifan caspase mediator inflamasi
seperti caspase-1, caspase-4, dan caspase-5, termasuk pro-IL-1β, pro-IL-18, IL-1F7b,
dan keluarga NOD-LRR (nucleotide-binding oligomerization domain-leucine-rich
repeat) seperti Ipaf (interleukin-1β-converting-enzyme protease-activating factor),
LRR dan protein pyrin (Gaggero, 2004; Martinon dan Tschopp, 2004).
Tabel 2.1
Pengelompokan Keluarga Caspase (Fan, dkk., 2005)
KELOMPOK CASPASE ANGGOTA
1. Caspase Initiator/activator Caspase-2Caspase-8Caspase-9Caspase-10
2. Caspase Executioner Caspase-3Caspase-6Caspase-7
3. Caspase mediator inflamasi Caspase-1Caspase-4Caspase-5Caspase-11Caspase-12Caspase-13Caspase-14
39
Caspase-3 adalah faktor kunci dari apoptosis executioner yang merupakan
bentuk aktif dari procaspase-3. Procaspase-3 dapat diaktifkan oleh caspase-3,
caspase-8, caspase-10, CPP32 activating protease, granzyme B (Gran B), dan lain-
lain. Pengaktifan substrat caspase-3 dilakukan oleh procaspase-3, procaspase-6,
procaspase-9, DNA-PK, PKCγ, PARP, D4-GDI (D4GDP-dissociation inhibitor),
steroid response element-binding protein, U1-70kD, inhibitor of caspase activated
deoxyribonuclease (ICAD), dan lain-lain. Kecuali untuk α-fodrin dan topoisomerase
I, semua substrat dapat melekat pada caspase-3 selama apoptosis (Yuan dan Ding,
2002). Caspase-6 dan caspase-7 sangat homolog dengan caspase-3. Procaspase-6
dapat diaktifkan oleh caspase-3 tetapi bukan Gran-B. Caspase-6 juga dapat
mengaktifkan procaspase-3 melalui suatu jalur umpan balik positif. Substrat caspase-
6 meliputi PARP, lamin, dan procaspase-3. Procaspase-7 yang substratnya meliputi
PARP, procaspase-6, dan steroid response element-binding protein dapat diaktifkan
oleh Gran B (Cowling dan Downward, 2002; Sattar, dkk., 2003).
Seperti diuraikan di atas, caspase-3 adalah salah satu kunci executioner dari
apoptosis yang bertanggungjawab secara sebagian atau secara keseluruhan terhadap
melekatnya beberapa protein kunci seperti nuclear enzyme poly (ADP-ribose)
polymerase (PARP) yang melekat pada beberapa sistem berbeda selama apoptosis.
Dengan menggunakan potongan DNA yang mengkode lokasi aktif dari caspase-1 dan
CED-3 untuk mencari suatu potongan yang mengekspresikan tanda data dasar, suatu
rangkaian telah teridentifikasi, diklon, dan dikode oleh suatu protease sistein 32kDa
yang disebut CPP32. Caspase-3 merupakan anggota dari keluarga CED-3 secara luas
40
didistribusikan dengan ekspresi yang sangat tinggi dalam cell lines yang berasal dari
limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa caspase-3 mungkin berperan sebagai mediator
apoptosis yang penting pada sistem imun (Fan, dkk., 2005).
Gambar 2.6. Struktur Caspase-3 (Pollard, dkk., 2008)
A. Caspase-3 mempunyai komponan subunit besar (warna biru) dan subunit kecil
(warna kuning) serta bagian kecil dari prodomain (warna abu-abu). B. Struktur 3-D
caspase-3 menunjukkan residu katalisis terutama berasal dari subunit besar (warna
biru). Subunit kecil (warna kuning) membentuk suatu tudung yang membatasi akses
ke lokasi yang aktif. Struktur ruang kosong (warna merah) menunjukkan suatu
peptida inhibitor yang terikat secara kovalen pada lokasi yang aktif.
Pada kanker ovarium, beberapa penelitian menemukan ekspresi caspase-3
lebih rendah dibandingkan dengan ekspresinya pada tumor ovarium jinak atau pada
ovarium normal. Duo, dkk., (2004) menemukan bahwa ekspreasi caspase-3 pada
kanker ovarium sebesar 44.4%, lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3
pada tumor jinak sebesar 81,8%. Ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium
BA
41
berhubungan dengan derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, dan adanya metastasis
pada kelenjar limfe. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan antara ekspresi
caspase-3 dengan apoptosis yang berperan pada perubahan keganasan dan untuk
memprediksi prognosis.
Gambar 2.7 Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Executioner Lainnya
(Fan, dkk., 2005)
42
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kanker ovarium dibedakan atas 5-10% herediter dan 90-95% sporadik yang
secara histologis sebagian besar adalah tipe epitel. Pada karsinogenesisnya,
melibatkan proto-onkogen-onkogen, gen penekan tumor, dan berbagai gen lainnya
yang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal.
Pada kanker ovarium herediter, mutasi germ line gen BRCA1 dan/atau
BRCA2 memegang peranan yang sangat besar pada mekanisme terjadinya kanker
ovarium. Mutasi BRCA1 dan/atau BRCA2 akan memicu mutasi berbagai gen lainnya
yang berperan pada pengaturan mekanisme siklus sel, tetapi mutasi pada tingkat germ
line ini hanya menempati 5-10% dari kejadian kanker ovarium.
Kanker ovarium sporadik merupakan sebagian besar kanker ovarium,
melibatkan berbagai protein pada mekanisme karsinogenesisnya, antara lain p53, Bcl-
2, dan caspase-3. Protein penekan tumor p53 sebagai guardian of genome memegang
peranan yang sangat besar. Ekspresi p53 mutan mengakibatkan fungsinya menurun
bahkan hilang. Hal ini memungkinkan sel-sel mutasi yang mengandung kerusakan
DNA untuk hidup dan berkembang, yang pada suatu ketika membentuk tumor.
Sebagai suatu rangkaian, ekspresi p53 mutan mengaktifkan atau menghambat
protein-protein lain, yang dalam hal ini akan memicu aktivitas protein anti-apoptosis
43
Bcl-2 dan selanjutnya mengaktifkan kaskade caspase, termasuk caspase-3 yang
diduga berperan sebagai caspase eksekutor. Akumulasi dari rangkaian proses ini akan
memicu berkembangnya proliferasi sel yang tidak terbatas, yang salah satunya dapat
membentuk kanker ovarium.
Faktor risiko kanker ovarium adalah multifaktorial yang dibedakan atas faktor
risiko mayor dan faktor risiko minor. Faktor risiko mayor adalah mutasi gen yang
diekspresikan sebagai ekspresi abnormal berbagai protein antara lain p53, Bcl-2, dan
caspase-3. Ekspresi p53 mutan mengakibatkan kelainan seluler tiga proses proliferasi
sel yaitu pada check point, G1/S, dan G2/M. Fungsi p53 adalah mengenal DNA yang
rusak, mengendalikan progresi siklus sel, dan proses apoptosis. Cara kerja p53 adalah
memonitor kerusakan DNA melalui DNA-damage inducible genes (DDI genes) yang
produknya mempunyai fungsi penting dalam DNA-repair atau menginaktivasi cell
cycle check point yang berfungsi memperpanjang waktu tertentu dalam siklus sel
untuk memberi kesempatan perbaikan DNA yang rusak sebelum dilipat gandakan.
Protein 53 berfungsi sebagai faktor transkripsi melalui kelompok INK (inhibitor of
kinase) seperti p15, p16, dan p18 serta kelompok KIP (kinase inhibitory protein)
seperti p21, p27 dan p57. Kedua kelompok protein ini akan berinteraksi dan
menghambat sintesis kompleks siklin-cdk yang sangat penting dalam mengendalikan
cell cycle check point sehingga terjadi penghentian siklus sel. Selanjutnya, kerja
sama dengan kelompok protein lain dapat melakukan DNA-repair dan dapat terjadi
apoptosis. Ekspresi p53 mutan selanjutnya memicu aktivitas protein anti-apoptosis
44
Bcl-2. Aktivasi protein Bcl-2 ini menghambat aktivitas salah satu caspase eksekutor
yaitu caspase-3, sehingga kehilangan fungsi p53 mengakibatkan gangguan apoptosis.
Faktor-faktor risiko minor kanker ovarium meliputi faktor-faktor eksternal seperti
beberapa faktor reproduksi yang meliputi umur, paritas, indeks massa tubuh, riwayat
keluarga, riwayat pemakaian kontrasepsi oral, riwayat pemakaian obat-obat induksi
ovulasi dan terapi sulih hormon.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat disusun konsep penelitian
sebagai berikut:
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
Fungsi p53 Menurun
Aktivasianti-apoptosis Bcl-2
Kanker ovariumtipe epitel
Aktivasi caspase-3terhambat
UmurParitasIndeks Massa TubuhRiwayat keluargaKontrasepsi oralInduksi ovulasiTerapi sulih hormon
Ekspresi p53 mutan
Keterangan:Pengaruh langsung
Pengaruh tidaklangsung
45
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih besar
terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi p53
mutan negatif.
2. Penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar terkena
kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2 negatif.
3. Penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar
terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi
caspase-3 positif.
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus adalah kanker ovarium
tipe epitel dan kontrol adalah tumor ovarium jinak tipe epitel.
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Kasus
p53 mutan (+)
Bcl-2 (+)
p53 mutan (-)
Bcl-2 (-)
Caspase-3 (+)
Caspase-3 (-)
Kontrol
p53 mutan (+)
Bcl-2 (+)
p53 mutan (-)
Bcl-2 (-)
Caspase-3 (+)
Caspase-3 (-)
47
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014.
4.3 Populasi, Sampel Penelitian, dan Jumlah Sampel
4.3.1 Populasi penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang menderita tumor
ovarium tipe epitel. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien tumor ovarium tipe
epitel yang menjalani laparotomi pengangkatan ovarium di RSUP Sanglah Denpasar.
4.3.2 Sampel penelitian
Kriteria inklusi adalah:
1. Penderita tumor ovarium yang jaringan ovariumnya diperoleh dari operasi
laparotomi, kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan
hasil PA tumor ovarum tipe epitel.
2. Penderita bersedia ikut serta menjadi sampel penelitian setelah diberikan
penjelasan dan menandatangani lembar informed consent.
3. Penderita tidak pernah mendapat kemoterapi atau radioterapi sebelum operasi.
48
Kriteria eksklusi adalah:
Bahan jaringan tumor ovarium rusak karena berbagai sebab teknis sehingga
tidak bisa dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.
Kriteria kasus adalah:
Penderita tumor ovarium yang hasil pemeriksaan PA-nya adalah kanker
ovarium tipe epitel.
Kriteria kontrol adalah:
Penderita tumor ovarium yang hasil pemeriksaan PA-nya adalah tumor
ovarium jinak tipe epitel.
4.3.3 Besarsampel
Besar sampel dihitung dengan rumus Machin dkk. (2009):
= [ + ]Keterangan:n = Jumlah sampelP1 = Proporsi kasusP2 = Proporsi kontrold = Deviasi yang diharapkan terjadinya kemaknaan
Berdasarkan referensi, proporsi pada kasus (p1) sebesar 5% dan proporsi pada
kontrol (p2) sebesar 3%. Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan
α = 0,05, β = 0,20, dan d = 15% sehingga diperoleh sampel sebesar 18,52 pasang.
Setelah ditambahkan 10% maka jumlah sampel minimal adalah 21, masing-masing
pada kasus dan kontrol.
49
4.4 Identifikasi Variabel, Hubungan antar-Variabel dan Definisi Operasional
Variabel
4.4.1 Identifikasi variabel
Variabel bebas : p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3
Variabel tergantung : Kanker ovarium
Variabel terkontrol : Umur, paritas, indeks massa tubuh (IMT), riwayat
keluarga, riwayat kontrasepsi oral, riwayat induksi
ovulasi, riwayat obat terapi sulih hormon.
4.4.2 Hubungan antar-variabel
Gambar 4.2 Hubungan Antar-Variabel
p53 mutan
Bcl-2 Kanker ovarium tipeepitel
UmurParitasIMT
Riwayat keluargaKontrasepsi oralInduksi ovulasi
Terapi sulih hormon
Caspase-3
Variabel bebasVariabel tergantung
Variabel terkontrol
50
4.4.3 Definisi operasional variabel
1. Kanker ovarium tipe epitel adalah tumor ganas primer ovarium tipe epitel
yang diagnosisnya berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi menurut
klasifikasi WHO tahun 2003 sesuai dengan lampiran 4.
2. Umur adalah umur pasien dalam tahun berdasarkan tanggal lahir atau
berdasarkan umur yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk dimana data
tersebut diperoleh melalui wawancara.
3. Paritas adalah jumlah anak hidup yang pernah dilahirkan oleh pasien dimana
data tersebut diperoleh melalui wawancara.
4. Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks antopometri yang dihitung dengan
perhitungan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi
badan (dalam meter). Berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui
pengukuran.
5. Riwayat pemakaian kontrasepsi oral adalah riwayat pasien memakai
kontrasepsi oral yang datanya diperoleh melalui wawancara.
6. Riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi adalah riwayat pasien memakai
obat-obat untuk induksi ovulasi yang datanya diperoleh melalui wawancara.
7. Terapi sulih hormon adalah riwayat pemakaian obat-obatan oleh pasien untuk
terapi sulih hormon. Data ini juga diperoleh melalui wawancara.
8. Riwayat keluarga dengan kanker payudara dan/atau ovarium (Scottish
Intercollegiate Guidelines Network, 2003; Lancaster, dkk., 2007) adalah:
a. Wanita-wanita dengan riwayat kanker payudara dan/atau kanker ovarium.
51
b. Wanita-wanita dengan kanker ovarium dan keluarga dekat (generasi
pertama, kedua, dan ketiga seperti ibu, saudara perempuan, anak
perempuan, bibi, keponakan perempuan, nenek, kakek, sepupu
perempuan, kakek buyut, nenek buyut) dengan kanker payudara pada usia
≤ 50 tahun atau kanker ovarium pada segala usia.
c. Wanita-wanita dengan kanker payudara pada usia ≤ 50 tahun dan keluarga
dekat (generasi pertama, kedua, dan ketiga seperti ibu, saudara
perempuan, anak perempuan, bibi, keponakan perempuan, nenek, kakek,
sepupu perempuan, kakek buyut, nenek buyut) dengan kanker ovarium
atau kanker payudara pada laki-laki pada segala usia.
d. Tiga atau lebih anggota keluarga menderita kanker kolon, atau 2 anggota
keluarga menderita kanker kolon dan 1 menderita kanker gaster, kanker
ovarium, kanker endometrium, kanker traktus urinarius atau kanker usus
halus pada 2 generasi. Salah satu dari kanker ini harus terdiagnosis pada
usia dibawah 50 tahun.
9. Ekspresi protein 53 mutan (p53 mutan) adalah ekspresi gen p53 mutant yang
diperiksa secara imunohistokimia menggunakan metode pewarnaan antibodi
monoklonal primer komersial pAb1801 (DAKO-p53, Dako, Denmark).
Penilaian p53 dilakukan secara semikuantitatif dengan menilai intensitas dan
persentase jumlah sel yang tercat. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi 0
(tidak tercat), 1 (pewarnaan ringan), 2 (pewarnaan sedang), dan 3 (pewarnaan
kuat). Persentase jumlah inti sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila jumlah sel
52
yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel
yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Lee dan Park,
2009).
8.1 p53 mutan positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%
dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat.
8.2 p53 mutan negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel
yang tercat kurang dari 10%.
10. Ekspresi Bcl-2 adalah ekspresi protein Bcl-2 yang diperiksa secara
imunohistokimia menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal
primer khusus monoclonal mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124.
Penilaian Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif dengan menghitung
persentase sitoplasma yang tercat (Sengupta, dkk., 2000), yaitu:
9.1 B-cell lymphoma-2 protein (Bcl-2) positif (+) adalah bila jumlah sel yang
tercat minimal 10%.
9.2 B-cell lymphoma-2 protein (Bcl-2) negatif (-) adalah bila tidak ada sel
yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%.
10. Ekspresi caspase-3 adalah ekspresi protein caspase-3 yang diperiksa dengan
teknik imunohistokimia menggunakan pewarnaan biotin-avidin indirek primer
antibodi monoklonal tikus (Triton, Alameda, CA). Penilaian semikuantitatif
caspase-3 dilakukan dengan menghitung persentase inti dan/atau sitoplasma
yang tercat, dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila
53
jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3
bila jumlah sel yang tercat > 50% (Vranic, 2013).
10.1 Caspase-3 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat miniml 10%.
10.2 Caspase-3 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel
yang tercat kurang dari 10%.
4.5 Bahan-Bahan Penelitian
Bahan-bahan penelitian adalah jaringan tumor ovarium yang diambil dengan
ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm sayatan pisau tajam ketika operasi laparotomi.
Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan bufer formalin
10% yang selanjutnya dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar untuk pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan
imunohistokimia p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3.
4.6 Alur Penelitian dan Prosedur Pengambilan Sampel
4.6.1 Alur penelitian
Pasien-pasien dengan tumor ovarium yang belum pernah mendapatkan terapi
sebelumnya dan direncanakan terapi operasi laparotomi di Klinik Onkologi
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
ditawarkan untuk turut serta dalam penelitian. Pasien diberikan penjelasan tentang
tujuan dan prosedur penelitian, keuntungan dan kerugian penelitian serta manfaat
penelitian (Lampiran 3). Setelah pasien dan keluarganya memahami prosedur
54
penelitian dan bersedia ikut serta sebagai sampel penelitian maka pasien dan
keluarganya menandatangani informed consent (Lampiran 4). Data demografi dan
epidemiologi pasien diperoleh melalui wawancara berdasarkan lembar kuesioner
(Lampiran 5). Jaringan tumor ovarium diperoleh melalui operasi laparotomi. Jaringan
tumor ovarium dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm dimasukkan ke dalam
botol khusus berisi formalin buffer 10%, kemudian dikirim ke Laboratorium Patologi
Anatomi (PA) untuk diperiksakan jenis histopatologi sesuai dengan kriteria WHO
tahun 2003 (Lampiran 6). Apabila jaringan tumor ovarium pada pemeriksaan Patologi
Anatomi hasilnya adalah kanker ovarium tipe epitel maka dimasukkan sebagai kasus.
Sebaliknya, hasil PA adalah bukan kanker ovarium atau tumor jinak ovarium maka
dimasukkan sebagai kontrol. Selanjutnya, jaringan tersebut diperiksa
imunohistokimia p53 mutan menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal
primer komersial pAb1801 (DAKO-p53, Dako, Denmark), imunohistokimia Bcl-2
menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal primer khusus monoclonal
mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124, dan pemeriksaan imunohistokimia
caspase-3 menggunakan pewarnaan biotin-avidin indirek primer antibodi monoklonal
tikus (Triton, Alameda, CA). Diagram alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.3.
4.6.2 Prosedur pengumpulan sampel penelitian
Pemeriksaan secara klinis dan prosedur operasi tumor ovarium dilakukan oleh
peneliti dan staf di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar. Bahan-bahan untuk pemeriksaan histopatologi dimasukkan ke dalam botol
55
khusus berisi bufer formalin 10% dan diberi label identitas dan nomor catatan medis.
Selanjutnya, bahan-bahan tersebut dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untuk pemeriksaan histopatologi dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan imunohistokimia.
Gambar 4.3 Alur Penelitian
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan Sampel Penelitian
4.7.1 Instrumen penelitian
a. Alat untuk memberikan informasi dan persetujuan kepada pasien tentang
penelitian yang akan dilaksanakan berupa lembar informasi pasien (Lampiran
3) dan lembar informed consent (Lampiran 4).
Tumor Ovarium
Laparotomi
Histopatologi
Tumor Jinak Ovarium tipe epitelKanker Ovarium tipe epitel
Bcl-2p53 mutan Caspase-3 Bcl-2p53 mutan Caspase-3
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
56
b. Alat untuk mengumpulkan data-data pasien termasuk data demografi dan
epidemiologi adalah kuesioner (Lampiran 5).
c. Alat-alat untuk mengumpulkan bahan-bahan sampel seperti botol tempat
jaringan, label, dan larutan bufer formalin 10%.
d. Alat-alat kantor seperti kertas, lembar penelitian, buku register, komputer,
printer, dan lain-lain.
4.7.2 Metode pemeriksaan sampel penelitian
Jaringan yang berasal dari tumor ovarium diperiksa untuk pemeriksaan
histopatologi dan imunohistokimia.
a. Pemeriksaan histopatologi menggunakan teknik haematoxylin-eosin,
dilakukan terhadap jaringan segar (frozen section) dan jaringan yang sudah
diblok parafin.
b. Teknik imunohistokimia untuk melihat ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan
caspase-3 pada jaringan blok parafin setebal 5 µm. Teknik pewarnaan secara
biotin-avidin indirek menggunakan antibodi monoklonal tikus untuk
pemeriksaan ekspresi caspase-3 (Triton, Alameda, CA), pewarnaan dengan
antibodi monoklonal pAb1801 untuk pemeriksaanekspresi p53 (DAKO-p53,
Dako, Denmark), dan pewarnaan dengan antibodi primer monoclonal mouse
anti-human Bcl-2 protein clone 124 untuk pemeriksaan ekspresi protein Bcl-
2.
c. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dinilai dengan mikroskop cahaya
pembesaran 400 kali, dihitung secara semikuantitatif.
57
d. Penilaian p53 mutan dilakukan secara semikuantitatif dengan menilai
intensitas dan persentase jumlah sel yang tercat. Intensitas pewarnaan dibagi
menjadi 0 (tidak tercat), 1 (pewarnaan ringan), 2 (pewarnaan sedang), dan 3
(pewarnaan kuat). Persentase jumlah inti sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila
jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila
jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Lee
dan Park, 2009). Ekspresi p53 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat
minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat. Ekspresi
p53 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat
kurang dari 10%.
e. Penilaian Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif dengan menghitung
persentase sitoplasma sel yang tercat. Persentase jumlah sel yang tercat dibagi
menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat
10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang
tercat > 50% (Sengupta dkk., 2000). Ekspresi Bcl-2 positif (+) adalah bila
jumlah sel yang tercat minimal 10%. Sedangkan ekspresi Bcl-2 negatif (-)
adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari
10%.
f. Penilaian semikuantitatif caspase-3 dilakukan dengan menghitung persentase
inti dan/atau sitoplasma sel yang tercat, dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang
tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang
tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Vranic, 2013).
58
Ekspresi caspase-3 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%.
Ekspresi caspase-3 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah
sel yang tercat kurang dari 10%.
4.8 Pengumpulan Data dan Analisis Data
4.8.1 Pengumpulan data
Data-data penelitian dikumpulkan dari Klinik Onkologi Ginekologi
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan
Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Data-data
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lembar pengumpul data penelitian untuk
selanjutnya dilakukan tabulasi.
4.8.2 Analisis data
Data-data penelitian yang sudah ditabulasi selanjutnya dianalisis dengan
bantuan SPSS. Analisis dilakukan pada beberapa variabel sebagai berikut:
1. Uji normalitas menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov.
2. Uji homogenitas menggunakan tes Levene’s T.
3. Besar risiko ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 untuk terjadinya kanker
ovarium tipe epitel dihitung untuk mendapatkan rasio odds.
4. Tingkat kemaknaan α = 0,05
Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
59
BAB V
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian kasus kontrol pada 25 pasien kanker ovarium tipe epitel
sebagai kelompok kasus dan 25 pasien tumor ovarium jinak tipe epitel sebagai
kelompok kontrol. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi
FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dan Laboratorium Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut:
5.1 Distribusi Umur, Paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT), Kontrasepsi Oral,
Riwayat Keluarga, Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon pada Kedua
Kelompok
Pada studi kasus kontrol ini dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-
Smirnov dan uji homogenitas data dengan uji Levene’s t-test terhadap variabel umur,
paritas, dan IMT. Dari hasil analisis didapatkan nilai p > 0,05, yang menunjukkan
bahwa variabel umur, paritas, dan IMT pada kedua kelompok berdistribusi normal
dan homogen.
Tabel 5.1 menunjukkan variabel umur, paritas, dan IMT dengan nilai p > 0,05 yang
berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian.
60
Tabel 5.1
Distribusi Umur, Paritas, dan IMT pada Kedua Kelompok
Variabel
Kelompok kasus
(n=25)
Kelompok kontrol
(n=25) p
Rerata SD Rerata SD
Umur (tahun) 50,44 7,94 48,40 6,52 0,326
Paritas 1,20 0,91 1,36 0,76 0,503
IMT (kg/m2) 22,66 5,11 22,82 2,93 0,894
Keterangan: IMT=Indeks Massa Tubuh; SD=standar deviasi
Untuk variabel riwayat kontrasepsi oral dan riwayat keluarga didapatkan nilai
p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok
penelitian. Sementara itu, variabel riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi dan
riwayat penggunaan terapi sulih hormon tidak ditemukan pada kedua kelompok
(Tabel 5.2).
Tabel 5.2
Distribusi Riwayat Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian
Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon
Variabel Kelompok kasus
(n=25)
Kelompok kontrol
(n=25)p
Riwayat kontrasepsi oral 2 (8%) 4 (16%) 0,384
Riwayat keluarga 0 (0%) 1 (4%) 0,312
Obat-obat induksi ovulasi 0 (0%) 0 (0%) -
Terapi sulih hormon 0 (0%) 0 (0%) -
61
5.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif
Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker
ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi p53 mutan positif. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif
KelompokOR IK 95% p
Kasus Kontrol
Ekspresip53 mutan
Positif 8 25,41 1,02-28,79 0,034
Negatif 17 23
Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan
Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi p53 mutan positif adalah
bila jumlah sel yang tercat minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang,
dan kuat. Sedangkan ekspresi p53 mutan negatif adalah bila tidak ada sel yang tercat
atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Lee dan Park, 2009). Tabel 5.3 di atas
menunjukkan bahwa ekspresi p53 mutan positif merupakan faktor risiko terjadinya
kanker ovarium tipe epitel (OR = 5,41; IK 95% = 1,02-28,79; p=0,034). Sampel
dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko 5,41 kali menderita kanker
ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi p53 mutan negatif.
62
5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif
Risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi Bcl-2
positif menggunakan uji Chi-Square terlihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif
KelompokOR IK 95% p
Kasus Kontrol
EkspresiBcl-2
Positif 11 35,76 1,36-24,36 0,012
Negatif 14 22
Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan
Gambar 5.1
Ekspresi p53 mutan negatifGambar 5.2
Ekspresi p53 mutan positif
63
Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi Bcl-2 positif adalah bila
jumlah sel yang tercat minimal 10%, sedangkan ekspresi Bcl-2 negatif adalah bila
tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Sengupta,
dkk., 2000). Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 positif merupakan
faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 5,76; IK 95% = 1,36-24,36;
p=0,012). Sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko 5,76 kali
menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi
Bcl-2 negatif.
5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif
Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker
ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 5.5.
Gambar 5.3
Ekspresi Bcl-2 negatif
Gambar 5.4
Ekspresi Bcl-2 positif
64
Tabel 5.5
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif
KelompokOR IK 95% p
Kasus Kontrol
Ekspresicaspase-3
Negatif 23 166,47 1,23-34,01 0,017
Positif 2 9
Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan
Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi caspase-3 positif adalah
bila jumlah sel yang tercat miniml 10%, sedangkan ekspresi caspase-3 negatif adalah
bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Vranic,
2013). Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa ekspresi caspase-3 negatif merupakan
faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 6,47; IK 95% = 1,23-34,01;
p=0,017). Sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali
menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi
caspase-3 positif.
Gambar 5.5
Ekspresi caspase-3 negatifGambar 5.6
Ekspresi caspase-3 positif
65
BAB VI
PEMBAHASAN
Kanker ovarium masih menjadi masalah di dunia termasuk Indonesia, terkait dengan
tingginya angka insiden dan angka kematiannya. Faktor terpenting yang
mempengaruhi tingginya angka insiden dan angka kematian kanker ovarium adalah
70-75% kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal, di mana angka
harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah 20-30% (ACOG Committee
Opinion, 2002). Meskipun angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketiga
akan tetapi kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker
ginekologi. Berbagai upaya skrining dan deteksi dini melalui pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan CA-125, α-feto protein, dan petanda tumor lainnya
belum mampu menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker ovarium.
Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal
atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Di sisi lain,
pengetahuan dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju.
Salah satu mekanisme terhadap kontrol pertumbuhan sel adalah proses kematian sel
yang terprogram atau apoptosis. Mekanisme apoptosis ini selain melalui aktivitas
protein penekan tumor p53, juga melalui interaksi dengan protein-protein dari
keluarga B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) dan caspase-3. Penanganan kanker ovarium
melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya melalui peran ketiga
66
protein tersebut termasuk pendekatan risiko lebih menjanjikan di masa yang akan
datang.
6.1 Distribusi Karakteristik Umur, Paritas, Indek Massa Tubuh (IMT),
Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Oral, Riwayat
Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Riwayat Pemakaian Terapi
Sulih Hormon pada Kedua Kelompok
Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker
ovarium, antara lain umur, paritas, indek massa tubuh (IMT), riwayat keluarga,
riwayat pemakaian kontrasepsi oral, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi,
dan riwayat pemakaian terapi sulih hormon.
6.1.1 Distribusi umur
Kanker ovarium dapat ditemukan pada semua golongan umur, bahkan pada kasus
yang jarang, juga dapat ditemukan pada bayi umur di bawah lima tahun (balita) dan
anak-anak. Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada wanita
berumur lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat
ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker lainnya pada wanita,
yaitu umur 20 sampai 30 tahun (Fauzan, 2009). Angka kejadian paling banyak
ditemukan pada rentang umur 60 sampai 74 tahun dengan median umur saat
terdiagnosis adalah 59 tahun (Colditz, 2004).
67
Risiko terjadinya kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya
umur (Fauzan, 2009). Berbagai kepustakaan menyatakan bahwa angka insiden kanker
ovarium meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya umur wanita. Kanker
ovarium sangat jarang pada umur di bawah 40 tahun (Whittemore, dkk., 1992).
Puncak kejadian kanker ovarium terjadi pada umur sekitar 50-an tahun, meningkat
bertahap sampai umur 70 tahun, kemudian menurun setelah umur 80 tahun (Yancik,
dkk., 1986). Mekanisme umur berkaitan dengan insiden kanker ovarium ini belum
jelas, tetapi terdapat beberapa alasan yang membedakan wanita-wanita premenopause
dengan postmenopause yang mempengaruhi perubahan pada ovarium, yaitu: (1)
berkurang atau hilangnya oosit sebagai mekanisme dasar menopause; (2)
berkurangnya kadar estrogen akibat hilangnya folikel; (3) peningkatan hormon
gonadotrropin yang diproduksi oleh hipofisis, follicle-stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH), sebagai konsekuensi berkurangnya kadar estrogen
(Vanderhyden, dkk., 2004).
Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2001 memperoleh hasil yang sama,
di mana risiko terjadinya kanker ovarium kurang dari 3 kasus per 100.000 wanita
pada umur di bawah 30 tahun, namun cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan umur dan menjadi 54 kasus per 100.000 wanita pada umur 75 sampai 80
tahun. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) di mana
diperoleh rerata umur penderita kanker ovarium adalah 55 tahun. Risiko tumor
ovarium untuk mengalami degenerasi keganasan pun meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Risiko terjadinya degenerasi keganasan pada tumor ovarium
68
sebesar 13% pada wanita premenopause dan 45% pada wanita postmenopause
(Colditz, 2004).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research of the United Kingdom
pada tahun 2006 diperoleh hasil bahwa angka kejadian kanker ovarium meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, di mana kasus tertinggi kanker ovarium
ditemukan pada wanita kelompok umur 60 sampai 64 tahun (Granstrom, 2008).
Sementara itu, data the Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) dari the
U.S. National Cancer Institute (NCI) melaporkan bahwa antara tahun 2005 – 2009
proporsi kanker ovarium terbanyak terjadi pada kelompok umur 55 – 64 tahun
sebesar 23,4% (Jemal, dkk., 2011). Sementara itu, penelitian di Thailand
mendapatkan puncak insiden kanker ovarium terjadi pada kelompok umur 45 – 60
tahun (Wilailak, 2009). Penelitian di Brasil yang mengevaluasi data pasien-pasien
kanker ovarium dari tahun 1997 sampai 2007 menemukan rerata umur penderita
kanker ovarium adalah 54,67±13,84 tahun (Paes, dkk., 2011).
Pada penelitian ini, didapatkan rerata umur kelompok kasus adalah
50,44±7,94 tahun, sedangkan rerata umur kelompok kontrol adalah 48,40±6,52 tahun,
dengan nilai p=0,326 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis ditemukan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik umur antara kedua kelompok
penelitian (p>0,05).
69
6.1.2 Distribusi paritas
Faktor lain terjadinya kanker ovarium adalah kehamilan dan paritas. Wanita yang
sudah pernah hamil memiliki risiko terjadinya kanker ovarium sekitar 50% lebih
rendah dibandingkan dengan wanita yang belum pernah hamil. Wanita yang telah
beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker ovarium semakin berkurang (Czyz,
2008). Penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research of the United Kingdom
menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas maka semakin rendah risiko
terjadinya kanker ovarium. Risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita yang tidak
memiliki anak dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki
tiga anak atau lebih (Granstrom, 2008).
Penelitian oleh Rivas-Corchado, dkk., (2011) menemukan dari 40 pasien
kanker ovarium, sebanyak 25% terjadi pada pasien-pasien dengan paritas 0 (Rivas-
Corchado, dkk., 2011). Beberapa penelitian menemukan risiko kanker ovarium tipe
epitel lebih tinggi pada wanita-wanita dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Hal
ini berkaitan dengan sedikitnya wanita-wanita ini mempunyai anak (Berek dan
Natarajan, 2010). Paritas adalah faktor yang meningkatkan risiko kanker ovarium.
Risiko kanker ovarium menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah kehamilan
(Whittemore, dkk., 1992). Multiparitas berkaitan dengan penurunan risiko terkena
kanker ovarium, dimana multiparitas mempunyai risiko relatif terkena kanker
ovarium sebesar 0,6-0,8 (Pelucchi, dkk., 2007).
Efek proteksi terhadap perkembangan kanker ovarium seperti multiparitas,
mendukung konsep incessant ovulation merupakan faktor yang berperan dalam
70
perkembangan terjadinya kanker ovarium. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh
Fathalla (Fathalla, 1971). Risiko kanker ovarium berkaitan dengan jumlah siklus
ovulasi. Ketika terjadi ovulasi, epitel permukaan mengalami kerusakan. Kerusakan
epitel merangsang sel-sel epitel mengalami proliferasi sebagai upaya reparasi. Pada
saat ovulasi juga terjadi invaginasi permukaan epitel ke dalam stroma membentuk
kista inklusi (Whittemore, dkk., 1992). Mekanisme reparasi kerusakan epitel
permukaan ovarium akibat proses ovulasi memerlukan waktu tertentu. Apabila
kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan
sempurna tercapai, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk
istirahat tidak cukup, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan
sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Peneliti-peneliti
lainnya menemukan bahwa proses yang terlibat pada upaya mereparasi epitel
permukaan ovarium yang rusak akibat trauma ovulasi terutama epitel yang menutupi
kista inklusi, di bawah pengaruh faktor-faktor onkogenik suatu ketika mengalami
perubahan kearah keganasan. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang
hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium
tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003). Hal tersebut menjelaskan
bahwa wanita dengan multiparitas akan menurunkan risiko terjadinya kanker
ovarium.
Pada penelitian ini ditemukan rerata paritas pada kelompok kasus adalah
1,20±0,91, sementara rerata paritas pada kelompok kontrol adalah 1,36±0,76 dengan
nilai p=0,503 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis ditemukan tidak
71
terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik paritas antara kedua kelompok
penelitian (p>0,05).
6.1.3 Distribusi indeks massa tubuh (IMT)
Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker ovarium, yaitu pada wanita-wanita dengan berat badan
berlebih, terutama wanita-wanita dengan IMT yang lebih dari 30 kg/m2 (Czyz, 2008).
Wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk
terjadinya kanker ovarium dibandingkan dengan wanita dengan IMT normal
(Lahmann, 2009). Penelitian lain menemukan hasil bahwa peningkatan IMT pada
wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko
relatif sebesar 1,72. Namun peningkatan IMT tersebut tidak bermakna meningkatkan
risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita pascamenopause (Schouten, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil di mana
risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita dengan IMT lebih dari 30 kg/m2
sebesar 1,26 lebih besar dibandingkan dengan IMT normal. Sementara itu, Anders
(2003) melaporkan hasil penelitian yang menemukan bahwa risiko relatif terjadinya
kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT.
Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,09 untuk
terjadinya kanker ovarium, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko relatif
sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko relatif sebesar 1.43,
dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,56 untuk menderita
72
kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil bahwa IMT yang lebih dari 30
kg/m2 memiliki risiko sebesar 2,03 kali lebih besar untuk terjadinya kanker ovarium
dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT kurang dari 30 kg/m2.
Indeks massa tubuh (IMT) berkaitan dengan komposisi lemak dalam
tubuh/obesitas. Zat lemak pada wanita-wanita obese dapat menghasilkan estrogen
yang umumnya berbentuk estron dan estradiol. Hal ini menyebabkan kadar estrogen
dalam tubuh wanita-wanita obese meningkat. Mekanisme perubahan zat lemak atau
kolesterol dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, di mana semua hormon
steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Cadangan lemak di dalam tubuh
memainkan peranan yang penting sebagai bahan untuk memproduksi hormon,
khususnya hormon estrogen. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, yang
dinilai melalui IMT yang tinggi (≥30 kg/m2) dapat mengakibatkan peningkatan kadar
estrogen di dalam darah. Pada tingkat seluler, efek estrogen terhadap perkembangan
kanker melalui jalur yang tergantung reseptor dan jalur tidak tergantung reseptor
(Mungenast & Thalhammer, 2014). Pada jalur yang tergantung reseptor, estrogen
berikatan dengan reseptor membran sel G-protein-coupled estrogen receptor yang
selanjutnya mengaktifkan transduksi sinyal melalui extacellular signal-regulated
kinase (ERK) (Filardo, dkk., 2008), phosphatidylinositol-3 kinase (PI3K) (Petrie,
dkk., 2013) yang selanjutnya mengaktifkan reseptor estrogen α inti. Aktivasi reseptor
estrogen α menimbulkan sinyal transkripsional melalui berbagai gen seperti c-fos, c-
myc, HER-2/neu, siklin yang berperan pada regulasi siklus sel (Chang, dkk., 2012),
73
dan faktor-faktor pertumbuhan seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1),
Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor Receptor
(EGFR) (Petrie, dkk., 2013). Aktivasi onkogen dan faktor-faktor pertumbuhan
tersebut menimbulkan sinyal sistem proliferasi dan diferensiasi sel secara berlebihan
sehingga terbentuk kanker.
Jalur yang tidak tergantung pada reseptor estrogen terjadi melalui efek
metabolisme estrogen yang menghasilkan metabolit cathecol dan radikal bebas.
Kedua produk metabolisme estrogen ini bersifat mutagenik yang selanjutnya dapat
menimbulkan transformasi sel-sel menjadi kanker (Cavalieri dan Rogan, 2011; Chang
dan Mcdonnel, 2012; Yager, 2014). Selain itu, estrogen juga bekerja melalui jalur
anti-apoptosis yaitu Bcl-2, yang merupakan suatu protein anti-apoptosis dan
meningkatkan kemampuan invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D, dan
kallikreins (Choi, dkk., 2007).
Berbagai penelitian telah menemukan bahwa Estrogen Receptor-α (ER-α)
bertanggung jawab dalam proses proliferasi sel-sel ovarium, sementara Estrogen
Receptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel
(Britt & Findlay, 2002). Peningkatan rasio ER-α:ER-β juga telah diamati pada kanker
ovarium (Cunat, dkk., 2004). Peningkatan estrogen juga berperan pada peningkatan
molekul Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan
adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan sel dalam melakukan migrasi (Cunat, dkk.,
2004). Pada akhirnya, kombinasi mekanisme tersebut berdampak pada proliferasi
74
abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk menuju proses
transformasi ganas dalam hal ini adalah kanker ovarium.
Pada penelitian ini ditemukan rerata IMT pada kelompok kasus adalah
22,66±5,11, sementara rerata IMT pada kelompok kontrol adalah 22,82±2,93 dengan
nilai p=0,894 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis secara statistik
ditemukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik IMT antara kedua
kelompok penelitian (p>0,05).
6.1.4 Distribusi riwayat keluarga
Sebagian besar kanker ovarium bersifat sporadik. Hanya sekitar 5-10% kanker
ovarium bersifat herediter. Saat ini, terdapat dua sindrom kanker ovarium herediter,
yaitu hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) dan hereditary nonpolyposis
colorectal cancer (HNPCC) (Reedy, dkk., 2002; Pal, dkk., 2005). Gen yang berperan
pada HBOC adalah breast cancer susceptibility gene 1 (BRCA1) dan breast cancer
susceptibility cancer gene 2 (BRCA2). Beberapa ratus mutasi telah dilaporkan pada
kedua gen ini sejak ditemukan (Brody dan Biesecker, 1998). Suatu meta-analisis
memperkirakan risiko sepanjang hidup (lifetime risk) wanita pembawa mutasi gen
BRCA1 dan BRCA2 untuk menderita kanker ovarium berturut-turut adalah 39% dan
17% (Chen dan Parmigiani, 2007). Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 berkaitan
dengan onset kanker ovarium pada umur yang lebih muda. Selain itu, berkaitan juga
dengan tipe histologis kanker ovarium, terutama tipe serus dan endometrioid. Namun,
75
tumor ovarium jinak dan borderline tidak berkaitan dengan mutasi kedua gen tersebut
(Risch, dkk., 2001).
Sindrom kanker ovarium kedua adalah hereditary nonpolyposis colorectal
cancer (HNPCC). HNPCC juga dikenal dengan Lynch syndrome pertama kali
diidentifikasi dalam keluarga dengan kanker kolorektal onset usia muda. Meskipun
kanker kolorektal adalah kanker dominan (sekitar 75%) pada HNPCC, namun
sindrom ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya kanker yang lain.
Kanker kedua tersering adalah kanker endometrium dengan lifetime risk sebesar 30-
60%, disusul dengan kanker ovarium dengan lifetime risk sebesar 10%. Kanker-
kanker lain dari sindrom HNPCC dengan lifetime risk kurang dari 10% adalah kanker
lambung, kanker usus halus, kanker traktus urinarius, dan kanker sistem bilier
(Soliman, dkk., 2005). Gen yang bertanggungjawab terhadap sindrom HNPCC adalah
gen-gen yang berperan pada reparasi kerusakan DNA. Mutasi pada gen-gen tersebut
dikenal sebagai microsatellite instability. Saat ini diketahui empat gen yang berperan,
yaitu MLH1, MSH2, MSH6, dan PMS2 (Lindor, dkk., 2006).
Adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain (Granstrom, 2008).
Risiko terjadinya kanker ovarium pada populasi umum adalah 1,6%. Risiko tersebut
meningkat menjadi 4 sampai 5% apabila ada satu anggota keluarga, baik ibu atau
saudara kandung, menderita kanker ovarium. Apabila terdapat dua anggota keluarga
yang menderita kanker ovarium, maka risiko menderita kanker ovarium meningkat
76
menjadi 7%. Adanya riwayat kanker payudara dan kolon juga dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain (Busmar, 2008).
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya riwayat keluarga pada kelompok
kasus, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sampel dengan riwayat keluarga
menderita kanker ovarium sebesar 4%, dengan nilai p=0,312. Secara statistik tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna karakteristik riwayat keluarga antara kedua
kelompok penelitian (p>0,05).
6.1.5 Distribusi riwayat pemakaian kontrasepsi oral
Salah satu hal yang menarik dari aspek epidemiologi kanker ovarium adalah efek
proteksi dari kontrasepsi oral. Hankinson, dkk., (1992) melakukan suatu meta-analisis
terhadap 20 penelitian epidemiologi yang mengevaluasi hubungan penggunaan
kontrasepsi oral dengan kanker ovarium. Penelitian ini menyimpulkan bahwa risiko
relatif terjadinya kanker ovarium pada pemakai kontrasepsi oral adalah 0,64 (KI 95%;
0,57-0,73). Hal ini berarti terdapat penurunan risiko terjadinya kanker ovarium pada
pemakai kontrasepsi oral sebesar 36%. Semakin lama pemakaian kontrasepsi oral
akan semakin menurun risiko terjadinya kanker ovarium. Pemakaian kontrasepsi oral
selama satu tahun menurunkan risiko kanker ovarium sebesar 10-20%. Pemakaian
selama lima tahun menurunkan risiko kanker ovarium sebesar 50%.
Penelitian lain menemukan hubungan risiko terjadinya kanker ovarium
dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat menurunkan risiko terjadinya kanker
77
ovarium sebesar 40% pada wanita yang berumur 20-54 tahun, dengan risiko relatif
sebesar 0,6. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral
selama satu tahun dapat menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 11%,
sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker
ovarium semakin menurun, bahkan mencapai 50% (Fauzan, 2009). Penelitian lain
juga memperoleh hasil bahwa penurunan risiko relatif terjadinya kanker ovarium
sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral. Pada wanita yang memakai
kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif sebasar 1 dan
semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian kontrasepsi oral yang lebih dari
lima belas tahun (Beral, 2008).
Efek proteksi kontrasepsi oral terhadap terjadinya kanker ovarium berkaitan
dengan komponen hormon yang terkandung dalam kontrasepsi oral. Analisis lanjutan
terhadap jenis hormon pada kontrasepsi oral, diperoleh bahwa hormon yang berperan
dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah progesteron.
Penggunaan obat yang mengandung hormon estrogen saja khususnya pada wanita
pasca menopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium, namun
penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan
menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008).
Pada penelitian ini ditemukan riwayat pemakaian kontrasepsi oral pada
kelompok kasus sebanyak 8% sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 16%,
dengan nilai p=0,384. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
78
bermakna karakteristik riwayat pemakaian kontrasepsi oral antara kedua kelompok
penelitin (p>0,05).
6.1.6 Distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi
Wanita-wanita dengan masalah fertilitas cendrung mempunyai paritas rendah bahkan
tidak bisa hamil. Sementara itu paritas berhubungan dengan risiko terjadinya kanker
ovarium. Semakin sedikit paritas, risiko terjadinya kanker ovarium semakin
meningkat. Hal ini diperberat dengan pemakaian obat-obat induksi ovulasi pada
wanita-wanita infertil. Induksi ovulasi bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada
wanita-wanita unovulasi dengan menginduksi pertumbuhan folikel dan melepaskan
oosit matur. Hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan paparan gonadotropin
menghasilkan folikel multipel. Kondisi hiperstimulasi ini diduga berperan pada
terjadinya neoplasia ovarium.
Penelitian tentang pengaruh obat-obat induksi ovulasi terhadap terjadinya
kanker ovarium pertama kali dilakukan pada awal tahun 1990. Penelitian ini
merupakan suatu meta-analisis dari 12 penelitian kasus-kontrol. Dilaporkan adanya
peningkatan risiko sebesar 2,8 kali (KI 95%: 1,3-6,1) terjadinya kanker ovarium pada
wanita-wanita infertil yang mendapatkan obat-obat induksi ovulasi. Risiko ini
meningkat sebesar 27 kali pada pasien-pasien yang tidak pernah hamil sama sekali
(Whittemore, dkk., 1992). Selanjutnya beberapa penelitian kohort dilakukan untuk
mengevaluasi hubungan terapi infertilitas dengan kanker ovarium. Penelitian kohort
terbesar dilakukan di Denmark, melibatkan 54.362 wanita infertil antara tahun 1963-
79
1998. Selama penelitian ditemukan 156 kanker ovarium invasif. Secara statistik
ditemukan peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium berkaitan dengan
penggunaan clomifen sitrat sebagai obat induksi ovulasi (Jensen, dkk., 2009). Pada
penelitian kasus-kontrol lainnya dilaporkan bahwa risiko kanker ovarium meningkat
sebesar 3,13 kali di antara wanita-wanita yang menggunakan obat-obat induksi
ovulasi dan tetap tidak hamil. Sementara itu, pada wanita-wanita yang menggunakan
obat-obat induksi ovulasi kemudian menjadi hamil ditemukan tidak terjadi
peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium (Kurta, dkk., 2012). Penelitian kohort
di Amerika Serikat melibatkan 9.825 wanita infertil selama tahun 1965-1988 yang di-
follow-up sampai tahun 2010 menemukan bahwa wanita-wanita infertil yang
menggunakan obat induksi ovulasi clomifen sitrat dan tetap tidak hamil mempunyai
risiko terjadinya kanker ovarium sebanyak 3,63 kali, sebaliknya wanita-wanita yang
menggunakan clomifen sitrat kemudian menjadi hamil tidak mempunyai risiko untuk
terjadinya kanker ovarium (Trabert, dkk., 2013).
Obat-obat yang meningkatkan kesuburan atau fertilitas, seperti klomifen sitrat
dan obat-obatan gonadotropin, seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) dapat menginduksi terjadinya ovulasi baik tunggal
maupun multipel. Obat-obat gonadotropin dikenal sebagai faktor pertumbuhan pada
kanker ovarium. FSH dan LH akan mengaktifkan jalur proliferasi pada epitel
permukaan ovarium. Hal tersebut ternyata meningkatkan risiko seorang wanita
mengalami kanker ovarium (Hillard, dkk., 2013; Tomao, dkk., 2014). Pada
pemakaian klomifen sitrat lebih dari dua belas siklus, dapat meningkatkan risiko
80
relatif sebesar 11 kali untuk menjadi kanker ovarium (Busman, 2008). Teori incessant
ovulation dan sekresi gonadotropin yang berlebihan berperan penting pada
perkembangan kanker ovarium. Obat-obat induksi ovulasi yang meningkatkan kadar
gonadotropin serum dan terjadinya ovulasi multipel, merupakan faktor risiko
terjadinya kanker ovarium (Gadducci, dkk., 2013).
Pada penelitian ini tidak ditemukan riwayat pemakaian obat-obat induksi
ovulasi baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol. Jadi tidak ada
perbedaan distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi pada kedua
kelompok penelitian.
6.1.7 Distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon
Terapi sulih hormon yang mengandung estrogen digunakan untuk mengatasi keluhan-
keluhan menopause, mencegah penyakit osteoarthritis dan penyakit jantung koroner.
Estrogen sering dikombinasikan dengan progesteron baik secara sekuensial atau
kontinyu. Penelitian-penelitian yang berupaya menemukan hubungan antara terapi
sulih hormon dengan risiko terjadinya kanker ovarium jumlahnya terbatas. Suatu
penelitian kohort menemukan risiko relatif terjadinya kanker ovarium pada pemakai
terapi sulih hormon estrogen secara tunggal sebesar 1,6 (Lacey, dkk., 2002).
Sementara itu, penelitian lain yang meneliti risiko terjadinya kanker ovarium tipe
epitel pada pemakai terapi sulih hormon estrogen yang dikombinasi dengan
progesteron secara sekuensial dan kontinyu. Penelitian ini menemukan risiko
terjadinya kanker ovarium meningkat sebesar 1,43 kali pada pemakai terapi sulih
81
hormone dibandingkan dengan populasi yang tidak memakai terapi sulih hormon.
Terapi sulih hormon estrogen yang dikombinasikan dengan progesteron secara
sekuensial meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel sebesar 1,54
kali, sedangkan pemakaian kombinasi progesteron secara kontinyu tidak berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (Riman, dkk., 2002).
Penelitian-penelitian menemukan adanya hubungan antara lamanya
pemakaian terapi sulih hormon estrogen dengan kanker ovarium. Penelitian yang
dilakukan The National Institute of Health-AARP Diet and Health Study Cohort
melibatkan 97.638 wanita umur antara 50-71 tahun. Pemakaian terapi sulih hormon
estrogen selama kurang dari sepuluh tahun tidak berhubungan dengan terjadinya
kanker ovarium. Namun, bila dibandingkan dengan tanpa terapi hormon, pemakaian
terapi sulih hormon estrogen selama sepuluh tahun atau lebih secara statistik
berkaitan dengan kanker ovarium (Lacey, dkk., 2002; Riman, dkk., 2002; Lacey,
dkk., 2006). Penelitian lain menemukan bahwa pemakaian terapi sulih hormon pada
wanita menopause dengan menggunakan estrogen dalam jangka waktu sepuluh tahun
dapat meningkatkan risiko relatif sebesar 2,2 untuk terjadinya kanker ovarium. Pada
pemakaian yang lebih lama lagi, selama 20 tahun lebih meningkatkan risiko relatif
menjadi 3,2 untuk terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Data-data ini
menunjukkan bahwa pemakaian terapi sulih hormon estrogen selama lebih dari
sepuluh tahun meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium.
Pada penelitian ini tidak ada sampel penelitian pada kelompok kasus dan
kelompok kontrol dengan riwayat pemakaian terapi sulih hormon. Jadi tidak ada
82
perbedaan distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon pada kedua kelompok
penelitian.
6.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Mutan Positif
Penelitian-penelitian menemukan ekspresi p53 pada kanker ovarium lebih tinggi
dibandingkan dengan tumor ovarium jinak dan normal. Chan, dkk., (2000)
melakukan penelitian pada 127 jaringan ovarium melibatkan 14 jaringan ovarium
normal, 11 tumor ovarium jinak, 37 tumor ovarium borderline, dan 65 kanker
ovarium tipe epitel. Melalui pemeriksaan imunohistokimia ditemukan ekspresi p53
sebesar 54% pada kanker ovarium tipe epitel, sedangkan pada tumor ovarium
borderline, jinak, dan jaringan ovarium normal tidak ditemukan ekspresi p53.
Penelitian-penelitian lain menemukan ekspresi p53 pada kanker ovarium tipe epitel
sebesar 54% (Dogan, dkk., 2005), 53% (Lee dan Park, 2009), 73,7% (Lobna, 2010),
dan 51,4% (Rechsteiner, dkk., 2013). Sementara itu, pada penelitian ini ditemukan
ekspresi p53 positif sebanyak 8 dari 25 sampel (32%) pada kanker ovarium tipe epitel
dan sebanyak 2 dari 25 sampel (8%) pada tumor ovarium jinak.
Ekspresi p53 pada kanker ovarium tipe epitel berhubungan dengan beberapa
parameter klinikopatologis seperti stadium (Dogan, dkk., 2005; Lee dan Park, 2009;
Rechsteiner, dkk., 2013). Ekspresi p53 ditemukan sebesar 25% pada kanker ovarium
tipe epitel stadium dini (stadium I dan II) dan 100% pada kanker ovarium tipe epitel
stadium lanjut (stadium III dan IV) (Chen, dkk., 2012). Sementara itu, penelitian lain
menemukan ekspresi p53 sebesar 51% pada kanker ovarium tipe epitel stadium dini
83
risiko tinggi dan 66% pada kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut yang mengalami
reseksi suboptimal (Darcy, dkk., 2008). Selain stadium, ekspresi p53 juga
berhubungan dengan jenis histologi dan derajat diferensiasi sel (Dogan, dkk., 2005;
Lee dan Park, 2009; Rechsteiner, dkk., 2013), sitologi positif (Dogan, dkk., 2005),
residu tumor (Dogan, dkk., 2005; Rechsteiner, dkk., 2013), metastasis kelenjar getah
bening (Lee dan Park, 2009; Chen, dkk., 2012), survival (Dogan, dkk., 2005; Darcy,
dkk., 2008; Lee dan Park, 2009; Chen, dkk., 2012; Rechsteiner, dkk., 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa ekspresi p53 sangat mungkin berkaitan dengan fenotip yang
agresif, yang juga berarti bahwa penyakit tersebut menyebar lebih cepat.
Sepanjang pengetahun penulis, sampai saat ini belum ada penelitian yang
melaporkan besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada wanita-wanita
dengan ekspresi p53 positif. Penelitian ini menemukan risiko terjadinya kanker
ovarium tipe epitel pada ekspresi p53 positif sebesar 5,41 kali (IK95%=1,02-28,79;
p=0,034). Telah ditemukan bahwa sekitar 80% mutasi gen pada kanker ovarium tipe
epitel berkaitan dengan perubahan ekspresi p53 yang dideteksi secara
imunohistokimia karena waktu paruhnya yang panjang. Terdeteksinya p53 secara
imunohistokimia berkaitan dengan bentuk mutant p53. Akumulasi p53 mutant
berkaitan dengan aktifitas proliferasi dan derajat histologis yang jelek (Preethi, dkk.,
2002). Jumlah p53-wt dalam sel normal rendah, karena diinaktifkan oleh mekanisme
degradasi, sehingga mempunyai waktu paruh yang pendek, sekitar 15-20 menit.
Degradasi p53 melalui proses yang disebut dengan proteolisis yang dimediasi oleh
ubiquitin. Melalui berbagai tahapan ubiquitin mengikat p53. Ubiquitin berperan
84
sebagai petanda yang memberikan sinyal kepada mekanisme degradasi protein untuk
mendeteksi p53. MDM2 adalah enzim yang terlibat dalam degradasi p53 oleh
ubiquitin. MDM2 mengikat p53 dan menstimulasi ubiquitin lainnya menuju bagian
karboksil terminal dari p53, yang kemudian mendegradasi p53 (Vogelstein, dkk.,
2000).
Faktor-faktor risiko kanker ovarium secara epidemiologi seperti umur, paritas,
riwayat terapi induksi ovulasi, dan terapi sulih hormon, meningkatkan risiko wanita
untuk mengalami ovulasi. Ketika terjadi ovulasi, epitel permukaan mengalami
kerusakan. Kerusakan epitel merangsang sel-sel epitel mengalami proliferasi sebagai
upaya reparasi. Upaya reparasi ini melibatkan berbagai protein yang bila terjadi
secara berulang-ulang akan menginduksi terjadinya mutasi gen yang berperan pada
mekanisme homeostasis, salah satunya adalah p53. Semakin banyak jumlah total
siklus ovulasi sepanjang hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko
terkena kanker ovarium tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003).
Protein 53 dalam jaringan normal berada dalam kondisi tidak aktif. P53 akan
teraktivasi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme pertama melalui kerusakan
DNA, yang dapat terjadi karena radiasi pengion, radiasi ultraviolet, pengunaan obat-
obat sitotoksik atau obat-obat kemoterapi, infeksi virus (Vogelstein, dkk., 2000;
Harris dan Levine, 2005; Levine, dkk., 2006), syok akibat pemanasan, dan hipoksia
(Levine dan Oren, 2009; Jelovac dan Armstrong, 2011). Mekanisme ini melibatkan
protein kinase ATM (ataxia telangiectasia mutated), ATR (ataxia telangiectasia and
Rad3 related), dan Chk2. Mekanisme kedua distimulasi oleh sinyal pertumbuhan
85
abnormal seperti stimulasi onkogen Ras atau Myc. Pada mekanisme ini, aktivasi p53
melalui protein p14ARF (Vogelstein, dkk., 2000). Mekanisme aktivasi p53 tersebut di
atas menghambat degradasi p53 dan menjaga kadarnya tetap tinggi. Konsentrasi p53
yang tinggi akan mengaktifkan berbagai protein dengan fungsi yang berbeda-beda
(Foulkes, 2007).
Protein-protein yang diaktifkan oleh p53 memiliki fungsi yang beragam dan
merupakan efektor hilir (downstream) pada jalur penyampaian sinyal yang
memperoleh tanggapan beragam seperti cell-cycle checkpoints, reparasi kerusakan
DNA, dan apoptosis. Sebagian dari berbagai fungsi p53 termasuk peran utama p53
dalam menekan pertumbuhan tumor, dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk
bertindak sebagai faktor transkripsi – suatu rangkaian spesifik yang mengatur
ekspresi protein-protein seluler yang berbeda dalam mengatur berbagai proses seluler,
meskipun interaksi protein-protein lain juga mungkin memainkan peranan.
Menanggapi berbagai jenis stres, p53 diakumulasikan di dalam inti dan berikatan
pada tempat tertentu di daerah pengaturan dari gen responsif p53 (Bai dan Zhu,
2006).
Berbagai respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 merupakan kontrol
terhadap pertumbuhan meliputi penghentian siklus sel (cell cycle arrest), apoptosis,
dan stabilitas genom (Reles, 2001; Bai dan Zhu, 2006). Kemampuan p53 untuk
menghambat pertumbuhan sel sangat penting mengingat fungsinya sebagai penekan
tumor. Induksi penghentian siklus sel oleh p53 dapat memberikan tambahan waktu
bagi sel untuk memperbaiki kerusakan genome sebelum memasuki tahapan penting
86
sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang sebelumnya tertahan akan dikembalikan ke
kondisi proliferasinya melalui fungsi biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan
DNA termasuk di antaranya nucleotide excision repair dan base excision repair (Bai
dan Zhu, 2006).
Bila terjadi kerusakan DNA, p53 memperantarai berhentinya fase G1 melalui
pengaktifan gen-gen yang bertanggungjawab pada respon kerusakan gen seperti
WAF1 yang mengkode p21Waf1/Cip1, suatu penghambat yang poten dari cyclin-
dependent kinase (cdk)-dependent phosphorylation dari protein retinoblastoma (pRb).
Protein retinoblastoma yang terhipofosforilasi mengikat faktor transkripsi E2F-1 yang
mengakibatkan berhentinya siklus sel pada fase transisi G1-S (Sionov dan Haupt,
1999). Protein 53 juga dapat menghambat siklus G1 melalui jalur yang tidak
tergantung p21. Mekanisme ini melalui pengaturan aktivitas transkripsi RNA
polymerase II dengan menghambat kompleks cdk-activating kinase (CAK)
cdk7/cyclin H1/Mat1 (Rose, 2007). Selain itu, berhentinya siklus G1 dapat juga
diakibatkan oleh kemampuan p53 menginduksi PC3, gen yang menurunkan kadar
cyclin D1, yang menghambat cdk4 dan hipofosforilasi pRb (Guardavaccaro, dkk.,
2000). Hal ini menunjukkan bahwa checkpoint pada fase G1-S dari siklus sel
merupakan fase yang sangat kritis dari mekanisme perbaikan kerusakan DNA.
Protein 53 juga menghambat siklus sel pada fase transisi G2-M. Aktivasi p53
dapat menghambat secara efektif aktivitas cyclin B1/cdc2 yang sangat penting bagi
sel-sel memasuki fase mitosis. Protein 21Waf1/Cip1 juga berperan pada berhentinya fase
G2 melalui penghambatan secara langsung kompleks cyclin B1/cdc2 (Flatt, dkk.,
87
2000). Selain itu, p53 menginduksi GADD45 yang dapat mengikat cdc2 dan
mengakibatkan ketidakmampuannya membentuk kompleks dengan cyclin B1 (Jin,
dkk., 2000; Rose, 2007). Protein 53 menginduksi 14-3-3-σ yang tidak hanya
mengikat dan menghancurkan cdc2 di dalam sitoplasma, tetapi juga mengikat dan
menghancurkan cdc25 yang bertanggungjawab terhadap defosforilasi dan aktivasi
kompleks cyclin B/cdc2 (Rose, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa p53 dikenal
sebagai guardian of the genome karena peranannya menghambat pertumbuhan sel-sel
dengan kerusakan DNA.
Selain melalui mekanisme tersebut di atas, p53 juga mengontrol proliferasi sel
dan integritas genome dengan menginduksi apoptosis melalui aktivasi transkripsi gen-
gen target p53. Sebagai penjaga integritas keutuhan selular, salah satu peranan p53
adalah memonitor stres selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA
irreversible atau tidak dapat diperbaiki (Ghobriel, dkk., 2005). Apoptosis merupakan
proses multi-step yang diregulasi dengan ketat. Apoptosis juga sering disebut dengan
kematian sel yang terprogram, yang berlangsung terus selama proses kehidupan
dengan maksud untuk menjaga homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara
proliferasi dengan kematian sel (Bai dan Zhu, 2006; Miettinen, 2009).
Apoptosis merupakan barrier utama onkogenesis dan protein penekan tumor
p53 merupakan kunci utama regulasi apoptosis dan karsinogenesis (Maximov dan
Maximov, 2008). Terdapat dua mekanisme utama apoptosis, yaitu jalur ekstrinsik dan
jalur intrinsik. Aktivasi apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dengan ligasi reseptor
permukaan sel yang disebut death receptor dengan ligand-nya. Fas adalah salah satu
88
reseptor tumor necrosis factor (TNF) yang juga disebut Apo-1 atau CD95. Reseptor
TNF lainnya meliputi TNF R1, DR3 (Apo-2), DR4 (tumor necrosis factor-related
apoptosis-inducing ligand receptor 1 [TRAIL R1]), DR5 (TRAIL R2), dan DR6.
Ketika teraktivasi, FasL dan fas membentuk kompleks yang disebut DISC (death-
inducing signaling complex). Kompleks ini akan mengaktifkan caspase-8 yang
selanjutnya mengaktifkan efektor hilir dari jalur apoptosis. Selain itu, caspase-8
berinteraksi dengan jalur intrinsik dari mekanisme apoptosis melalui aktivasi Bid
yang memungkinkan pelepasan sitokrom-c dari mitokondria (Bai dan Zhu, 2006;
Ghobrial, dkk., 2010).
Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik disebut juga dengan jalur
mitokondria karena berkaitan dengan pelepasan sitokrom-c dan protein-protein
lainnya dari ruang intermembran mitokondria ke dalam sitoplasma. Hal ini
merupakan hasil dari aktivasi anggota famili Bcl-2 proapoptosis (seperti BID, BAX,
BAK) yang mengatur permeabilitas membran luar mitokondria (Maximov dan
Maximov, 2008). Aktivasi proapoptosis keluarga Bcl-2 menetralkan aktifitas anti
apoptosis keluarga Bcl-2 lainnya yang berperan menghambat aktifitas kematian sel
dengan menghambat pelepasan sitokrom-c dari mitokondria. Ketika terlepas ke dalam
sitoplasma, sitokrom-c berikatan dengan Apaf-1 membentuk apoptosome, suatu
kompleks yang selanjutnya mengaktifkan caspase-9. Aktivasi caspase-9
mengaktifkan cascade caspase seperti caspase-7 dan caspase-3 yang selanjutnya
memicu terjadinya kematian sel (Ghobrial, dkk., 2005; Maximov dan Maximov,
2008).
89
Dengan demikian, ekspresi p53 positif pada penelitian ini sebagai ekspresi
dari adanya p53 mutan menunjukkan bahwa p53 tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai guardian of the genome sehingga mengakibatkan berbagai perubahan protein-
protein efektor hilir. Kondisi ini mengakibatkan cell cycle check-point menjadi
terganggu, proses perbaikan kerusakan DNA tidak dapat berjalan dengan baik, dan
mekanisme apoptosis untuk mengeradikasi sel-sel dengan kerusakan gen tidak terjadi.
Pada ovarium, mekanisme reparasi sel-sel epitel permukaan ovarium yang mengalami
kerusakan akibat mekanisme ovulasi tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi
proliferasi secara tidak terkendali.
6.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif
Protein Bcl-2 merupakan anggota keluarga Bcl-2 yang berperan dalam regulasi
permeabilitas membran luar mitokondria pada mekanisme apoptosis melalui jalur
intrinsik. Karena itu jalur intrinsik disebut juga dengan jalur mitokondria. Protein
Bcl-2 berperan sebagai anti apoptosis dari keluarga Bcl-2 selain Bcl-w, dan Bcl-XL
(Maximov dan Maximov, 2008). Protein Bcl-2 menjadi aktif apabila p53 mengalami
mutasi atau tidak dapat berfungsi, sehingga mekanisme apoptosis tidak dapat berjalan
dengan baik. Hal ini mengakibatkan sel-sel yang mengalami kerusakan DNA dan
tidak dapat diperbaiki dengan mekanisme perbaikan sel akan terus mengalami
proliferasi dan mengalami transformasi menjadi ganas.
Pada penelitian ini didapatkan ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium sebanyak
11 dari 25 sampel (44%), sedangkan pada tumor ovarium jinak sebanyak 3 dari 25
90
sampel (12%). Penelitian-penelitian lainnya menemukan bahwa ekspresi protein Bcl-
2 sangat lemah pada sel-sel epitel ovarium yang normal atau pada tumor ovarium
jinak dan borderline, tetapi sangat kuat pada kanker ovarium (Chan, dkk., 2000;
Anderson, dkk., 2009). Baekelandt, dkk., (1999) menemukan ekspresi protein Bcl-2
pada kanker ovarium sebesar 39%, sementara Chan, dkk., (2000) menemukan
ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 33%. Intensitas imunohistokimia
ekspresi Bcl-2 sangat kuat ditemukan pada kanker ovarium dibandingkan dengan
tumor ovarium atau borderline (Zeren, dkk., 2014). Ekspresi Bcl-2 ditemukan sebesar
52% pada kanker ovarium dan berkorelasi secara negatif dengan indeks apoptosis (de
la Torre, dkk., 2007). Bcl-2 akan menghambat aktivitas protein pro-apoptosis seperti
Bak dan Bax. Protein Bak dan Bax adalah protein regulator yang sangat penting
untuk mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik atau jalur mitokondria. Protein Bak
berada pada membran luar dari mitokondria, sementara protein Bax berada dalam
sitoplasma. Protein Bax mengalami translokasi ke membran luar mitokondria karena
aktivasi protein Bid yang selanjutnya menimbulkan perubahan permeabilitas
membran mitokondria. Perubahan permeabilitas membran mitokondria ini akan
melepaskan sitokrom-c yang selanjutnya membentuk apoptosom setelah membentuk
kompleks dengan procaspase-9 dan Apaf-1. Aktivasi Bcl-2 menyebabkan mekanisme
ini tidak terjadi, sehingga terjadi hambatan terhadap mekanisme apoptosis (Rastogi,
dkk., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas apoptosis menurun sebagai akibat
peningkatan aktifitas protein Bcl-2 pada kanker ovarium (Tas, 2001).
91
Telah ditemukan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium lebih tinggi
dibandingkan dengan tumor ovarium jinak maupun jaringan ovarium normal, tetapi
sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian tentang besarnya risiko
terjadinya kanker ovarium pada ekspresi Bcl-2 positif. Penelitian ini menemukan
risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif
sebesar 5,76 kali dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi Bcl-2 negatif (IK
95% = 1,36-24,36; p=0,012) seperti terlihat pada Tabel 5.3.
Ekspresi protein Bcl-2 ditemukan pada semua komponen dari ovarium fetus
manusia pada usia kehamilan 19-33 minggu yang bertujuan untuk mengatasi aktivitas
apoptosis yang luas (Abir, dkk., 2002; Mahmoud, 2005). Ekspresi ini terkait dengan
kadar hormon gonadotropin, yang mana semakin tinggi gonadotropin akan
meningkatkan ekspresi Bcl-2 (Sugino, dkk., 2000; Mahmoud, 2005). Peranan Bcl-2
pada apoptosis ovarium didukung melalui beberapa penemuan dalam penelitian,
yaitu: (i) penurunan jumlah folikel pada defisiensi Bcl-2 pada tikus; (ii) ekspresi yang
kuat dari Bcl-2 menunjukkan penurunan dari apoptosis folikuler dan atresia; (iii)
defisiensi Bax pada tikus mempunyai folikel yang abnormal dengan jumlah sel
granulosa yang banyak; dan (iv) ekspresi Bax kuat pada folikel yang atresia
dibandingkan dengan folikel yang sehat (Mahmoud, 2005).
Saat mengalami ekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis yang
diinduksi oleh bermacam - macam agen baik invitro maupun invivo. Suatu penelitian
menemukan bahwa ekspresi Bcl-2 berkorelasi secara negatif dengan apoptosis (r = -
0,3592; p = 0,0001) (Preethi, dkk., 2002). Korelasi antara ekspresi Bcl-2 dengan
92
penurunan persentase apoptosis menunjukkan bahwa imunoreaktivitas Bcl-2 dapat
digunakan untuk mengidentifikasi tumor dengan penurunan apoptosis dan
kemungkinan peningkatan potensi metastasis sebagai hasil dari peningkatan viabilitas
sel. Kondisi ini mendukung pendapat bahwa Bcl-2, dengan menghambat apoptosis
menyebabkan suatu perubahan kinetika sel dengan mempertahankan sel-sel yang
mengandung perubahan genetik yang selanjutnya memfasilitasi progresivitas tumor.
Dengan demikian, adanya ekspresi Bcl-2 positif menunjukkan sel-sel dengan
imunoreaktifitas Bcl-2 yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 positif berperan sebagai
protein anti apoptosis yang memungkinkan sel-sel yang mengandung kerusakan gen
dan tidak dapat diperbaiki melalui mekanisme cell cycle check point dan reparasi
kerusakan DNA, tetap mengalami proliferasi. Proliferasi secara tidak terkontrol ini
mengakibatkan sel-sel mengalami transformasi ganas. Jadi, ekspresi Bcl-2 positif
merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel, melalui berkurangnya
kemampuan apoptosis sel.
6.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekpresi Caspase-3 Negatif
Pada kanker ovarium, beberapa penelitian menemukan ekspresi caspase-3 secara
konsisten lebih rendah dibandingkan dengan ekspresinya pada tumor ovarium jinak
atau pada ovarium normal. Duo, dkk., (2004) menemukan bahwa ekspresi caspase-3
pada kanker ovarium sebesar 44,4%, lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi
caspase-3 pada tumor ovarium jinak, yaitu sebesar 81,8%. Ekspresi caspase-3 pada
kanker ovarium berhubungan dengan derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, dan
93
adanya metastasis pada kelenjar limfe. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan
antara ekspresi caspase-3 dengan apoptosis yang berperan pada perubahan keganasan
dan untuk memprediksi prognosis. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian lain,
yang memeriksa ekspresi caspase-3 secara imunohistokimia pada 16 kasus tumor
ovarium jinak dan 84 kasus kanker ovarium. Ekspresi caspase-3 positif masing-
masing sebesar 93,4% pada tumor ovarium jinak dan 48,8% pada kanker ovarium
(Chan dan Peng, 2010). Demikian juga penelitian pada 112 kasus tumor ovarium
primer, mendapatkan eskpresi caspase-3 positif pada tumor ovarium ganas sebesar
44,4% secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3 pada
tumor ovarium jinak sebesar 81,8% (p=0,01) (Duo, dkk., 2004). Sementara itu, pada
penelitian ini didapatkan hasil yang hampir sama, di mana ekspresi caspase-3 pada
kelompok kasus lebih banyak yang negatif yaitu sebanyak 23 dari 25 sampel (92%)
sedangkan ekspresi caspase-3 negatif pada kelompok kontrol sebanyak 16 dari 25
sampel (64%). Namun, seberapa besar risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel
bila terjadi ekspresi caspase-3 negatif? Sepanjang pengetahuan penulis, sampai saat
ini belum ada penelitian yang meneliti hal tersebut.
Pada penelitian ini didapatkan ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor
risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 6,47; IK 95% = 1,23-34,01;
p=0,017) seperti terlihat pada Tabel 5.4. Sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif
mempunyai risiko 6,47 kali menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan
sampel dengan ekspresi caspase-3 positif. Pada mekanisme karsinogenesis secara
umum, termasuk kanker ovarium tipe epitel, gangguan pada mekanisme apoptosis
94
yang diekspresikan dengan kelainan ekspresi protein-protein yang terlibat pada
mekanisme apoptosis, salah satunya caspase-3, berperan pada terganggunya
homeostasis sel sehingga terjadi proliferasi sel secara berlebihan (Elmore, 2007;
Rastogi, dkk., 2009).
Kemampuan sel berespon terhadap sinyal apoptosis tergantung pada regulasi
caspase. Induksi apoptosis melalui berbagai mekanisme sebagian besar akan
mengaktifkan caspase. Apoptosis tergantung caspase diinduksi oleh efektor hulu
melalui caspase activation and recruitment domain (CARD) yang berlokasi pada
permukaan dalam membran sel dari reseptor permukaan sel. Ketika teraktivasi,
caspase initiator akan mengaktifkan efektor hilir atau caspase executioner secara
langsung atau tidak langsung melalui jalur mitokondria dengan melepaskan sitokrom-
c. Puncak dari mekanisme apoptosis ini adalah teraktivasinya caspase executioner
caspase-3 (Johnson, dkk., 2004).
Caspase-3 merupakan caspase executioner yang paling penting di antara
caspase executioner lainnya seperti caspase-6 dan caspase-7. Dalam aktivitasnya,
caspase-3 mengaktivasi banyak substrat dalam nukleus seperti lamin A, actin, gas2,
dan α-fodrin yang selanjutnya menyebabkan sel-sel mengkerut dan membran sel tidak
beraturan. Caspase-3 juga mengaktifkan CAD yang menyebabkan terjadinya
fragmentasi DNA (Porter dan Janicke, 1999). Aktifitas protein-protein ini selanjutnya
menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia seperti terlihat pada sel-sel
apoptosis antara lain sel-sel mengkerut, kondensasi protein, kromosom DNA
mengalami fragmentasi, degradasi inti termasuk protein sitoskeleton, dan disintegrasi
95
sel-sel mejadi apoptosis bodies (Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Pada fase akhir,
terjadi fagositosis di mana sel-sel apoptosis pada permukaannya mengekspresikan
fosfatidilgliserin yang menyebabkan tidak terjadinya reaksi radang (Elmore, 2007).
Sel-sel yang mengekspresikan caspase-3 positif menunjukkan mekanisme
apotosis berjalan lebih baik dibandingkan dengan sel-sel yang tidak mengekspresikan
caspase-3. Sel-sel yang berproliferasi secara tidak terkendali akibat abnormalitas gen
akan jatuh ke mekanisme apoptosis bila proses reparasi tidak berjalan dengan baik.
Mekanisme apoptosis yang berjalan baik, yang diekspresikan salah satunya dengan
caspase-3, akan mendegradasi sel-sel abnormal sebagai upaya untuk mempertahankan
homeostasis, sehingga secara histologis tampak sebagai sel-sel dengan derajat
diferensiasi yang baik. Sebaliknya, bila mekanisme apoptosis tidak berjalan dengan
baik, yang diekspresikan dengan ekspresi caspase-3 negatif, sel-sel yang sudah
membawa abnormalitas gen akan berproliferasi secara tidak terkendali. Pada
pemeriksaan histologis akan tampak sebagai sel-sel dengan atipia dan mitosis yang
banyak, sebagai cerminan dari diferensiasi sel yang jelek (Pollard, dkk., 2008).
Salah satu faktor biologi yang berperan penting dalam karsinogenesis kanker
ovarium adalah protein-protein yang yang memegang peranan dalam mekanisme
apoptosis, dalam hal ini adalah caspase-3. Caspase-3 adalah caspase executioner,
caspase hilir dalam kaskade caspase untuk berlanjutnya proses apoptosis. Aktivasi
caspase-3 diikuti dengan aktivasi berbagai substrat dalam nukleus seperti lamin A,
actin, gas2, fodrin, ICAD, CAD (Fan, dkk., 2005) yang pada akhirnya menimbulkan
perubahan morfologi secara histologis tampak sebagi sel-sel yang mengkerut,
96
membran sel tidak beraturan, dan DNA mengalami fragmentasi (Janicke, dkk., 1998;
Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Tidak berfungsinya caspase-3 yang
dimanifestasikan dengan ekspresi caspase-3 negatif menyebabkan sel-sel yang
mengandung abnormalitas gen dan gagal diperbaiki dengan mekanisme perbaikan
gen mengalami proliferasi secara tidak terkendali (Fan, 2005). Hal ini berkaitan
dengan hasil-hasil penelitian, di mana ekspresi caspase-3 berhubungan secara
bermakna dengan derejat diferensiasi sel dan stadium kanker ovarium. Subyek-
subyek penelitian dengan ekspresi caspase-3 negatif secara bermakna lebih banyak
mempunyai derajat diferensiasi sel jelek dan stadium kanker ovarium yang lanjut
(Budiana, dkk., 2013). Hal ini menunjukkan sel-sel dengan ekspresi caspase-3 negatif
mempunyai sifat agresifitas yang tinggi. Dengan demikian, caspase-3 yang tidak
berfungsi dengan baik, yang diekspresikan dengan caspase-3 negatif merupakan
faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.
6.5 Temuan Baru (Novelty)
6.5.1 Risiko kanker ovarium tipe epitel
Pada penelitian ini ditemukan ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi
caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.
Ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif meningkatkan
risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel masing-masing sebesar 5,41 kali, 5,76
kali, dan 6,47 kali.
97
6.5.2 Hubungan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada kanker ovarium
tipe epitel
Dalam teori incessant ovulation diketahui bahwa risiko terjadinya kanker ovarium
tipe epitel sejalan dengan makin meningkatnya jumlah ovulasi. Faktor-faktor risiko
epidemiologi seperti umur, paritas, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi, dan
riwayat pemakaian obat-obat terapi sulih hormon meningkatkan risiko terjadinya
kanker ovarium tipe epitel. Sementara faktor-faktor lain seperti kehamilan, riwayat
menyusui, dan riwayat pemakaian kontrasepsi oral merupakan faktor protektif kanker
ovarium tipe epitel. Kondisi-kondisi ini menegaskan bahwa cedera berulang pada
epitel permukaan ovarium akibat ovulasi akan meningkatkan proses reparasi untuk
memperbaiki kerusakan, yang suatu ketika dapat menginduksi terjadinya mutasi gen.
Mutasi yang banyak terjadi pada mekanisme ini adalah protein 53 (p53).
Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara ekspresi p53 mutan
dengan ekspresi Bcl-2 (r=0,41; p=0,003), hubungan antara ekspresi p53 mutan
dengan ekspresi caspase-3 (r=0,42; p=0,007), dan hubungan ekspresi p53 mutan
dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,29; p=0,030). Selain itu ditemukan juga
adanya hubungan antara ekspresi Bcl-2 dengan ekspresi caspase-3 (r=0,31; p=0,037),
ekspresi Bcl-2 dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,29; p=0,034). Sementara itu,
ditemukan hubungan antara ekspresi caspase-3 dengan kanker ovarium tipe epitel
(r=0,30; p=0,027). Hal ini menunjukkan bahwa p53 yang mengalami mutasi tidak
dapat berperan sebagai guardian of genome mengakibatkan berbagai perubahan pada
98
efektor hilir. P53 yang tidak aktif akan mengakibatkan berbagai hambatan dalam
berbagai mekanisme homeostasis seluler, dalam hal ini adalah mekanisme apotosis.
Pada mekanisme karsinogenesis kanker ovarium, akumulasi sel-sel neoplastik
tidak hanya terjadi karena inaktivasi gen supresor tumor p53, tetapi juga karena
kelainan protein-protein yang mengatur proses apoptosis, seperti Bcl-2 dan caspase-3.
Karena itu, apoptosis merupakan pertahanan tubuh yang harus diatasi untuk
terjadinya kanker. Kematian sel akibat apoptosis merupakan respon fisiologis pada
berbagai kondisi patologis yang berperan untuk terjadinya keganasan bila sel-sel
dibiarkan hidup terus. Sel-sel dengan cedera gen dapat diinduksi untuk mengalami
kematian, sebagai upaya untuk mencegah akumulasi sel-sel yang mengandung
mutasi. Namun, bila p53 mengalami mutasi sehingga menjadi tidak aktif maka
mekanisme hilir yang berperan untuk berlangsungnya apoptosis tidak berjalan dengan
baik. Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik maupun intrinsik tidak dapat
berjalan. Aktivasi death receptor pada membran permukaan sel (TNF-α dan FASL)
tidak terjadi sehingga efektor hilir yang menginduksi caspase-8 untuk mengaktifkan
BID tidak terjadi. P53 yang tidak aktif juga tidak mampu menginduksi apoptosis
melalui jalur internal. Protein BIM dan BID yang tidak aktif akan menginduksi
aktifnya Bcl-2 sehingga menghambat terbentuknya apoptosome dan tidak terjadi
aktivasi caspase-3 yang berperan mengakhiri rangkaian proses apoptosis. Mekanisme
apoptosis yang tidak berjalan dengan baik menyebabkan sel-sel dengan kerusakan
materi genetik akan terus mengalami proliferasi.
99
Akumulasi dari tidak aktifnya p53 akibat ovulasi yang berulang-ulang
mengakibatkan tidak aktifnya mekanisme restriction point dari siklus sel dan
mekanisme apoptosis melalui aktifnya Bcl-2 dan tidak aktifnya caspase-3, sehingga
terjadi proliferasi sel-sel secara tidak terkendali membentuk kanker ovarium tipe
epitel.
Gambar 6.1 Hubungan antara variabel-variabel penelitian
6.6 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, yaitu:
1. Kanker ovarium secara histopatologi terdiri dari berbagai macam jenis sel,
termasuk untuk kanker ovarium tipe epitel. Berkaitan dengan jenis
histopatologis kanker ovarium, Kurman, dkk., Memperkenalkan dualistic
model kanker ovarium, yang membagi kanker ovarium menjadi dua tipe,
yaitu tipe I dan tipe II. Kanker ovarium tipe I meliputi kanker ovarium tipe
serous low grade, musinous, endometrioid, Brenner tumor, dan kanker
p53mutan Bcl-2 Caspase-3
Kankerovarium
tipe epitel
r=0,41p=0,003
r=0,31p=0,037
r=0,30p=0,027
r=0,29; p=0,034
r=0,42; p=0,007
r=0,29; p=0,030
100
ovarium tipe clear cell. Sementara kanker ovarium tipe II meliputi kanker
ovarium tipe serous high grade, malignant mixed mesodermal tumors
(carcinosarcoma), dan kanker ovarium tipe undifferentiated. Kedua tipe
ini berbeda dalam hal mutasi gen dan agresivitas kanker. Tipe I cenderung
keganasaanya rendah dan berkembang dari tipe jinak dan/atau borderline,
sedangkan tipe II terjadi tanpa ada lesi prekursor. Tipe I berkaitan dengan
perubahan molekuler yang berbeda dengan tipe II, yaitu ditemukannya
mutasi BRAF dan KRAS untuk tipe serous, mutasi KRAS untuk tipe
musinous, mutasi β-catenin dan PTEN serta microsatellite instability
untuk tipe endometrioid, sedangkan pada kanker ovarium tipe II sering
ditemukan adanya mutasi p53.
Pada penelitian ini tidak dibedakan dan tidak dianalisis jenis histopatologi
kanker ovarium tipe epitel berdasarkan jenis selnya. Semua jenis sel
epitel, dikatagorikan sebagai kanker ovarium tipe epitel.
2. Berkaitan dengan karsinogenesis kanker secara umum, terdapat beberapa
mekanisme yang melibatkan berbagai protein yang saling berkaitan.
Mekanisme karsinogenesis bisa melibatkan berbagai onkogen, gen
supresor tumor, berbagai protein yang terlibat pada siklus sel, mekanisme
reparasi kerusakan DNA, dan mekanisme apoptosis, serta protein-protein
yang terlibat dalam berbagai mekanisme transduksi sinyal. Pada penelitian
ini diteliti p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 yang berperan pada
mekanisme apoptosis.
101
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53
mutan dan Bcl-2 positif, serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko
terjadinya kanker ovarium tipe epitel, melalui jawaban hipotesis dari hasil penelitian,
bahwa:
1. Penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko 5,41 kali
lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita
dengan ekspresi p53 mutan negatif.
2. Penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko 5,76 kali lebih
besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan
ekspresi Bcl-2 negatif.
3. Penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali
lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita
dengan ekspresi caspase-3 positif.
7.2 Saran
Mengacu dari kerangka berpikir, kerangka konsep, hasil penelitian, pembahasan dan
keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk pengembangan
102
ilmu pengetahuan dan kepentingan klinik untuk pelayanan pasien/masyarakat sebagai
berikut:
1. Kanker ovarium tipe epitel secara histopatologi terdiri dari berbagai tipe
sel, yaitu serous, musinous, endometrioid, Brenner tumor, clear cell, dan
undifferentiated. Menurut Kurman, dkk., terdapat berbagai manifestasi
mutasi gen yang diekspresikan oleh berbagai tipe sel tersebut yang
mempengaruhi perangai agresivitas kanker dan prognosis. Sampai saat ini
belum pernah dikonfirmasi lebih lanjut konsistensi temuan tersebut oleh
penelitian-penelitian lain. Perlu diteliti lebih lanjut ekspresi berbagai gen
pada berbagai jenis histopatologi sel kanker ovarium tipe epitel untuk
pengembangan sarana diagnostik, terapi, dan prognosis kanker ovarium.
2. Karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel melibatkan berbagai protein
yang berperan dalam berbagai mekanisme seperti regulasi siklus sel,
reparasi kerusakan DNA, apoptosis, dan berbagai transduksi sinyal. Perlu
dilakukan penelitian terhadap protein-protein yang terlibat pada
mekanisme-mekanisme tersebut untuk mengetahui peranannya dalam
karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel.
3. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam praktek klinik dengan
melakukan pemeriksaan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, atau caspase-3
melalui spesimen yang diperoleh melalui fine needle aspiration biopsy
(FNAB) pada kasus-kasus tumor ovarium curiga ganas sebelum dilakukan
103
tindakan operasi untuk meningkatkan kewaspadaan dan persiapan
penanganan yang lebih baik.
4. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dalam penelitian ini diperiksa
dari jaringan tumor yang diperoleh melalui operasi laparotomi. Untuk
mempermudah akses pemeriksaan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mendeteksi ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dari spesimen
darah.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abir, R., Orvieto, R., Dicker, D., Zukerman, Z., Barnett, M., Fisch, B., 2002.
Preliminary studies on apoptosis in human fetal ovaries. Fertil Steril, 78:
259–264.
Anderson, N., S., Turner, L., Livingston, S., Chen, R., Nicosia, S.,V., Kruk, P., A.
2009. Bcl-2 expression is altered with ovarian tumor progression: an
immunohistochemical evaluation. J Ovarian Res, 2: 16-7.
Aziz, M., F. 1995. Current management and trend of ovarian cancer. In: Saifudin
AB, Affandi B, Wiknjosastro GH. Eds. Women Health.The proceeding of
the XV Asian and Oceania Congress of Obstetrics and Gynecology.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p. 35-40.
Aziz, M., F. 2009. Gynecological cancer in Indonesia. J GynecolOncol, 20: 8-10.
Australia Institute of Health and Welfare. 2010. Ovarian cancer in Australia: an
overview. Available from: http://www.aihw.gov.au. Diunduh tanggal 30
Juli 2012.
Ayadi, L., Chaaboni, S., Khabir, A., Amouri, H., Malani, S., Guermazi, M.,
Frikha, M., Boudewara, T.,S. 2010. Correlation Between
Immunohistochemical Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian
Carcinomas in Tunisian. [Online] World Journal Oncology,I(3): 118-128.
Available from: http://www.wjon.org/index.php/wjon/article/view/213/144
[Accessed: 17th November 2010].
Bast, R., C., Mills, G., B. 2000. Alterations in oncogenes, tumor suppressor genes,
and growth factors associated with epithelial ovarian cancers. In: Bartlett
JMS ed. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana
Press Inc. p. 37-45.
105
Baekelandt, M., Kristensen, G., B., Nesland, J., M., Holmi, R., Trope, C., G.
1999.Clinical significance of apoptosis-related factors p53, mdm2, and
Bcl-2 in advanced ovarian cancer. J Clin Oncol, 17: 2061-8.
Bai, L., Zhu, W., G. 2006. P53 - Structure, function, and therapeutic applications.
J Can Mol, 2: 141-53.
Beral, V. 2008. Ovarian Cancer and Oral Contraceptives: Collaborative
Reanalysis of Data from 45 Epidemiological Studies Including 23,257
Women with Ovarian Cancer and 87,303 Controls. (serial online), [cited
2010 Aug. 29]. Available from: URL:
http://www.cancernewsincontext.org/2010/03/oral-contraceptives-reduce-
cancer.html.
Berek, J., S. 2010. Epithelial Ovarian Cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F.,
editors. Practical Gynecologic Oncology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p. 457-522
Berek, J.,S., Natarajan, S. 2010. Ovarian and Fallopian Tube Cancer. In: Berek,
J.,S., editor. Berek & Novak’s Gynecology. 14th. Ed. Philadhelpia:
Lippincott William & Wilkins. p.1457-548.
Berek, J.,S., Friedlander, M., Hacker, N.,F. 2010. Epithelial ovarian, fallopian
tube, and peritoneal cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Berek
and Hacker’s Gynecology Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p. 444-96.
Berek, J.,S., Friedlander, M., Hacker, N.,F. 2010. Germ cell and other
nonepithelial ovarian cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Berek
and Hacker’s Gynecology Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p. 510-32.
Bourdon, J., C., Laurenzi, V., D., Melino, G., Lane, D. 2003. P53: 25 years of
research and more questions to answer. Cell Death Diff, 10: 397-9.
106
Brody, L.,C., Biesecker, B.,B. 1998. Breast cancer susceptibility genes. BRCA1
and BRCA2. Medicine, 77: 208-26.
Budiana, I N.,G., Suhatno, Hoesin, F., Budiono. 2013. Profil ekspresi caspase-3
pada kanker ovarium tipe epitel. IJoC, 7: 85-91.
Buller, R., E., Lallas, T., A., Shahin, M., S., Sood, A., K., Hatterman-Zogg, M.,
Anderson, B., Sorosky, J., I., Kirby, P., A. 2001. The p53 mutational
spectrum associated with BRCA1 mutant ovarian cancer. Clin Cancer Res,
7: 831-8.
Busmar, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin,
A.,B, editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p. 468-527.
Cavalieri, E.,L., Rogan, E.,G. 2011. Unbalanced metabolism of endogenous
estrogens in the etiology and prevention of human cancer. J Steroid
Biochem Mol Biol, 125: 169-80.
Chan, W.,Y., Cheung, K.,K., Schorge, J.,O., Huang, L.,W., Welch, W.,R., Bell,
D.,A., Berkowitz, R.,S., Mok, S.,C. 2000. Bcl-2 and p53 protein
expression, apoptosis, and p53 mutant in human epithelial ovarian cancers.
Am J Pathol, 156(2): 409-17.
Chen, W., Peng, P. 2010. Expression and clinical significance of xiap and
caspase-3 protein in primary epithelial ovarian cancer. Xi Bao Yu Fen Zi
Mian Yi Xue Za Zhi, 26: 673-4.
Cowling, V., Downward, J. 2002. Caspase-6 is the direct activator of caspase-8 in
the cytochrome-induced apoptosis pathway absolute requirement for
removal of caspase-6 prodomain. Cell Death Diff, 9: 1046-56.
107
Chang, C.,Y., McDonnell, D.,P. 2012. Molecular pathway: the metabolic
regulator estrogen-related receptor alpha as a therapeutic target in cancer.
Clin Cancer Res, 18: 6089-95.
Chen, S., Parmigiani, G. 2007. Meta-analysis of BRCA1 and BRCA2 penetrance.
J Clin Oncol, 25: 1329-33.
Chen, W., Peng, P. 2010. Expression and clinical significance of Xiap and
Caspase-3 protein in primary epithelial ovarian cancer. Chinese J Cell Mol
Immuno, 7:7-16.
Chen, L., Li, L., Chen, F., He, D. 2012. Immunoexpression and prognostic role of
p53 in different subtype of epithelial ovarian carcinoma. J Biomed Res,
26(4): 274-7.
Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and
Ovarian Cancer. Endocrine Reviews, 28 (4): 440-61.
Colditz, G.,A. 2004. Handbook of Cancer Risk Assesment and Prevention. (serial
online), [cited 2010 Aug. 18). Available from: URL:
http://riskfactor.cancer.gov/cancer_risk_prediction/workshop/JNCI_Works
hop_Commentary.pdf.
Darcy, K.,M., Brady, W.,E., McBroom, J.,W., Bell, J.,G., Young, R.,C., McGuire,
W.,P., Linnoila, R.,I., Hendricks, D., Bonome, T., Farley, J.,H. 2008.
Association between p53 overexpression and multiple measures of clinical
outcome in high risk, early stage or suboptimaly-rescted, advanced stage
epithelial ovarian cancer: A Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol
Oncol, 111: 487-95.
de la Torre, F.,J., Garcia, A., Gil-Moreno, A., Planeguma, J., Reventos, J., Cajal,
S.,R., Xercavius, J. 2007. Apoptosis in epithelial ovarian tumors
prognostic significance of clinical and histopathologic factors and it
association with the immunohistochemial expression of apoptotic
108
regulatory proteins (p53, bcl-2, and bax). Eur J Obstet Gynecol & Rep
Biol, 130: 121-8.
Deng, C., Wang, R.,H. 2003. Roles of BRCA1 in damage repair: a link between
development and cancer. Hum Mol Gen, 12: 113-23.
Dogan, E., Saygili, U., Tuna, B., Gol, M., Gurel, D., Acar, B., Koyuncuoglu, M.
2005. P53 and mdm2 as prognostic indicators in patients with epithelial
ovarian cancer: A multivariate analysis. Gynecol Oncol, 97: 46-52.
Duo, Y., Tong, L. 2004. Expression of caspase-3 and Bcl-2 protein in ovarian
tumor and relation of the expression with cell apoptosis and proliferation.
China J Modern Med, 08: 08-015.
Duo, Y., Tong, L., Jing-ming, L. 2004. Expression of caspase-3 and it’s relation
with cell apoptosis and proliferation in epithelial ovarian tumor. J Qilu
Oncol, 6: 6-20.
Elmore, S. 2007. Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicol Pathol,
35: 495-516
Fan, T.,J., Han, L.,H., Ceng, R.,S., Liang, J. 2005. Caspase family protease and
apoptosis. Act BiochimBiophys Sin, 37: 719-27.
Fathalla, M.,F. 1971. Incessant ovulation: a factor in ovarian neoplasia? Lance,t 2:
163.
Fauzan, R. 2009. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka
kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta
berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007 (tesis). Jakarta:
Universitas Indonesia.
Ferlay, J., Shin, H.,R., Bray, F., Forman, D., Mathers, C., Parkin, D.,M. 2010.
Cancer incidence and mortality worldwide IARC cancerbase no. 10.
Available from: http://globocan.iarc.fr. Diunduh tanggal 31 Juli 2012.
109
Filardo, E.,J., Quinn, J.,A., Sabo, E. 2008. Association of the membrane estrogen
receptor, GPR30, with breast tumor metastasis and transactivation of the
epidermal growth factor receptor. Steroids, 73: 870-3.
Flatt, P., M., Polyak, K., Tang, L., J. 2000.P-53 dependent expression of PIG3
during proliferation, genotoxic stress, and reversible growth arrest. Cancer
Vet, 156: 63-72.
Foulkes, W., D. 2007.P53-Master and commander. N Eng J Med, 357: 2539-41.
Gadducci, A., Guerrieri, M.,E., Genazzoni, A.,R. 2013. Fertility drug use and risk
of ovarian tumors: a debated clinical challange. Gynecol Endocrinol,
29(1): 30-5.
Gaggero, A., de Ambrosis, A., Mezzenzanica, D., Piazza, T., Rubartelli, A.,
Figini, M., Canevari, S., Ferrini, S. 2004. A novel isoform of pro-
interleukin-18 expressed in ovarian tumor is resistent to caspase-1 and
caspase-4 processing. Oncogene, 23: 7552-60.
Geisler, J., P., Geisler, H., E., Miller, G., A., Wiemann, M., C., Zhou, Z.,
Crabtree, W. 2000. P53 and Bcl-2 in epithelial ovarian carcinoma: their
value as prognostic indicators at a median follow-up of 60 months.
Gynecol Oncol, 77: 278-82.
Ghobrial, I.,M., Witzig, T.,E., Adjei, A. 2005. Targeting apoptosis pathway in
cancer therapy. CA Cancer J Clin, 55: 178-94.
GLOBOCAN. 2008. European age-standardised rates calculated by Statistical
Information Team at Cancer Research UK 2011 using data from
GLOBOCAN 2008 v1.2. IARC. Available from: http://globocan.iarc.fr.
Diunduh tanggal 29 Juli 2012.
Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fractions for Ovarian Cancer in
Swedish Women by Morphological Type. (serial online), [cited 2010 Oct.
110
21]. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681/.
Harris, S.,L., Levine, A.,J. 2005. The p53 pathway: positive and negative
feedback loop. Oncogene, 24: 289-908.
Haupt, S., Berger, M., Goldberg, Z., Haupt, Y. 2003.Apoptosis-the p53 network. J
Cell Sci, 116: 4077-85.
Havrilesky, L., Darcy, K.,M., Hamdan, H., Priore, R.,L., Leon, J., Bele, J.,
Berchuck, A. 2003. Prognostic significance of p53 mutation and p53
overexpression in advanced epithelial ovarian cancer: A Gynecologic
Oncologic Group Study. J Clin Oncol, 21: 3814-25.
Hillard, T.,S., Moli, D.,A., Burdette, J.,E. 2013. Gonadotropin activate oncogenic
pathways to enhance proliferation in normal mouse ovarian surface
epithelium. Int J MolSci, 14(3): 4762-82.
Janicke, R.,U., Sprengart, M.,L., Wati, M.,R., Porter, A.,G. 1998. Caspase-3 is
required for DNA fragmentation and morphological changes associated
with apoptosis. The Journal of Biological Chemistry, 273(16): 9357-60.
Jelovac, D., Armstrong, D.,K. 2011. Recent progress in the diagnosis and
treatment of ovarian cancer. CA Cancer J Clin, 61: 183-203.
Jemal, A., Bray, F., Center, M., M., Ferlay, J., Ward, E., Forman, D. 2011. Global
cancer statistics. CA Cancer J Clin, 61(2): 69-90.
Jemal, S., Siegel, R., Ward, E., Hao, Y., Xu, J., Murray, T., Thun, M., J. 2008.
Cancer statistics. CA Cancer J Clin, 58: 71-96.
Jensen, A., Aharif, H., Frederiksen, K., Kjaer, S.,K. 2009. Use of fertility drugs
and risk of ovarian cancer: Danish Population Based Cohort Study. BMJ,
338: b249.
111
Jin, S., Martinek, S., Joo, W., S, Wortman, J., R., Mirkovic, N., Sali, A., Yandell,
M., D., Pavletich, N., P., Young, M., Levine, A., J. 2000. Identification
and characterization of a P53 homologue in Drosophila melanogaster.
Proc Natl Acad Sci USA, 97: 7301-6.
Jinawath, N., Shih, I., M. 2010. Biology and pathology of ovarian cancer. In:
Bristow, R.,E., Armstrong, D.,K., editors. Early diagnosis and treatment
of cancer: ovarian cancer. Saunders-Elsevier: Philadelphia. p.17-30.
Johnson, N.,C., Don, H.,C., Cheng, J.,Q., Kruk, P.,A. 2004. BRCA1 185delAG
mutation inhibitor Akt-dependent, IAP-mediated caspase-3 inactivation in
human ovarian surface epithelial cells. Experiment Cell Res, 298: 9-15.
Jung, P. 2007. Analysis of p53 and c-MYC, two key transcription factors involved
in tumorigenesis (dissertation). Germany: Munchen University.
Karst, A., M., Draphin, R. 2010. Ovarian cancer pathogenesis: A model in
evaluation. J Oncol, 10: 1-9.
Karyana, K. 2005. Profil penderita kanker ovarium di RS Sanglah Denpasar
(tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Kumar, V., Abbas, A., K., Fausto, N. 2005. Cellular adaptations, cell injury, and
cell death. In: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed.
Philadelphia: WB Saunders. p. 3-46.
Kurman, R., J., Shih, I., M. 2010. The origin and pathogenesis of epithelial
ovarian cancer: A proposed unifying theory. Am J Surg Pathol, 34: 433-
43.
Kurta, M.,L., Moysich, K.,B., Weissfeld, J.,L., Youk, A.,O., Bunker, C.,H.,
Edwards, R.,P. 2012. Use of fertility drugs and risk of ovarian cancer:
result from a US-based case-control study. Cancer Epidemiol Biomarkers
Prev, 21: 1282-92.
112
Kuwara, T., Mackey, M., R., Perkins, G., Ellisman, M,. H., Latterich, M.,
Schneifer, R., Green, D., R., Newmeyer, D., D. 2002. Bid, bax, and lipids
cooperate to form supramolecular opening in the outer mithocondrial
membrane. Cell, 111: 331-42.
Lacey, J.,V., Mink, P.,J., Lubin, J.,H., Sherman, M.,E., Troisi, R., Hartge, P.,
Schatzkin, A., Schairer, C. 2002. Menopausal hormone replacement
therapy and riks of ovarian cancer. JAMA, 288: 334-41.
Lacey, J.,V., Brinton, L.,A., Leitzmann, M.,F., Mouw, T., Hollenbeck, A.,
Schatzkin, A., Hartge, P. 2006. Menopausal hormone therapy and ovarian
cancer risk in the National Institutea of Health-AARP Diet and Health
Study Cohort. J Natl Cancer Inst, 98(19): 1397-405.
Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric measures and epithelial ovarian cancer risk
in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition.
(serial online), [cited 2010 Sep. 18]. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19821492.
Lancaster, J., Powell, C., B., Kauf, N., D., Cass, I., Chen, L., M., Lu, K., H.,
Mutch, D., G., Berchuck, A., Karlan, B., Y., Herzoq, T., J. 2007. Society
of gynecologic oncologist education committee statement on risk
assesment for inherited gynecologic cancer predispositions.
GynecolOncol, 107: 159-62.
Lane, D., P., Crawford, L., V. 1979. T antigen is bound to a host protein in SV40
transformed cells. Nature, 278: 261-3.
La-Vecchia, C. 2006. Oral contraceptive and ovarian cancer: an update. Eur J
Cancer Prev, 15: 117-24.
Lee, Y.,K., Park, N.,H. 2009. Prognostic value and clinicopathological
significance of p53 and PTEN in epithelial ovarian cancer. Gynecol Oncol,
112: 475-80.
113
Legge, F., Ferrandina, G., Salutri, V., Scambia, G. 2005. Biological
characterization of ovarian cancer: Prognostic and therapeutic implication.
Annals Oncol, 16: 95-101.
Leitzmann, M.,F., Koebnick, C., Danforth, K.,M., Brinton, L.,A., Moore, S.,C.,
Hollenbeck, A.,R., Schatzkin, A., Lacey, J.,V. 2009. Body mass index and
risk of ovarian cancer. Cancer, 115: 812-22.
Levine, A.,J., Oren, M. 2009. The first 30 years of p53: growing ever more
complex. Nat Rev Cancer, 9: 749-58.
Levine, A.,J., Hu, W., Feng, Z. 2006. The p53 pathway: what question remain to
be explored. Cell Death Diff, 13: 1027-36.
Lindor, M.,N., Petersen, G.,M., Hadley, D.,W., Kinney, A.,Y., Miesfeldt, S., Lu,
K.,H., Lynch, P., Burke, W., Press, N. Recommendations for the care of
individuals with an inherited predisposition to Lynch syndrome: a
systematic review. JAMA, 2006; 296: 1507-17.
Lubis, N., D., Nizar, R., Z., Musa, Z. 2003. Kanker di Indonesia: data
histopatologi. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI. p.12-5.
Machin, D., Campbell, M., Tan, S., B., Tan, S., H. 2009. Sample size tables for
clinical study. 3rd ed. Oxford: Wiley-Blackwell. 32.
Mahmoud, R.,H. 2005. Apoptosis in the ovary: molecular mechanisms. Human
Repro Updated, 11(2): 162-178.
Martinon, F., Tschopp, J. 2004. Inflammatory caspases: Linking an intracellular
innate immune system to autoinflammatory diseases. Cell, 117: 561-74.
Marx, D., Meden, H. 2001. Differential expression of apoptosis-associated genes
Bax and Bcl-2 in ovarian cancer. In: Bartlett, J.,M.,S., editor. Ovarian
cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc. p.687-91.
114
Maximov, G., K., Maximov, K., G. 2008. The role of p53 tumor suppressor
protein in apoptosis and cancerogenesis. Biotechnol & Biotechnol, 22:
664-7.
McCluggage W.,G. 2011. Morphological subtype of ovarian carcinoma: a review
with emphasis on new development and pathogenesis. Pathology, 43(5):
420-32.
Meek, D., W., Anderson, C., W. 2009. Posttranslation modification of p53:
Cooperative integrators of function. Cold Spring Harb Perspect Biol, 1: 1-
12.
Miettinen, S. 2009. “Targeting the growth of ovarian cancer cell: In vitro effect of
vitamin D3, anticancer drugs, and p53 gene therapy” (dissertation).
Finland: University of Tampere.
Mungenast, F., Thalhammer, T. 2014. Estrogen biosyntesis and action in ovarian
cancer. Frontiers in Endo, 5(192): 1-12.
Ness, R., B., Cramer, D., W., Goodman, M., T., Kjaer, S., K., Mallin, K.,
Mosgaard, B., J., Purdie, D., M., Risch, H., A., Vergona, R., Wu, A., H.
2002. Infertility, fertility drugs, and ovarian cancer: a pooled analysis of
case-control studies. Am J Epidemiol, 155: 217-24.
Nielsen, J., S., Jakobsen, E., Holund, B., Bertelsen, K., Jakobsen, A. 2004.
Prognostic significance of p53, Her-2, and EGFR overexpression in
borderline and epithelial ovarian cancer. Int J Gynecol Cancer, 14: 1086-
96.
Niwa, Y., Yatsuya, H., Tamakoshi, K., Nishio, K., Kendo, T., Lin, Y., Suzuki, S.,
Wakai, K., Tokudone, S., Yamamoto, A., Hamajima, N., Toyoshima, H.,
Tamakoshi, A. 2005. Relationship between body mass index and the risk
of ovarian cancer in the Japanese population: finding from the Japanese
Collaborate Cohort (JACC) Study. J Obstet Gynecol Res, 31: 452-8.
115
Office for National statistics-England. 2010. Cancer statistics registrations:
registrations of cancer diagnosed in 2008. 15-9.
Paes, M.,F., Daltoe, R.,D., Madeira, K.,P., Rezende, L.,C.,D., Sirtoli,
G.,M.,Herlinger, A.,L., Souza, L., Coitinho, L.,B., Silva, D., Cerri, M.,F.,
Chiaradia, A.,C.,N., Carvalho, A.,A., Silva, I.,V., Rangel, L.,B. A
retrospective analysis of clinicopathological and prognostic characteristics
of ovarian tumors in the State of Espírito Santo, Brazil. Journal of Ovarian
Research, 2011;4:14-24.
Pal, T., Permuth-Wey, J., Betts, J., A., Krsicher, J., P., Fiorica, J., Arango, H.,
Lapolla, J., Hoffman, M., Martino, M., A., Wakeley, K., Wilbanks, G.,
Nicosia, S., Cantor, X., Sutphen, R. 2005. BRCA1 and BRCA2 mutation s
account for a large proportion of ovarian carcinoma cases. Cancer, 104:
2807-16.
Pelucchi, C., Galeone, C., Talamin, R., Bosetti, C., Montella, M., Negri, E.,
Francheschi, S., La-Vecchia, C. 2007. Lifetime ovulatory cycles and
ovarian cancer risk in two Italian case-control studies. Am J Obstet
Gynecol, 196(1): 831-7.
Petrie, W.,K., Dennis, M.,K., Hu, C., Dai, D., Arterburn, I.,B., Smith, H.,O.,
Hathaway, H.,J., Prossnitz, E.,R. 2013. G protein-coupled estrogen
receptor-selective ligants modulate endometrial tumor growth. Obstet
Gynecol Int, 2013: 472-720.
Piver, M., S., Jishi, M., F., Tsukada, Y., Nava, G. 1993. Primary peritoneal
carcinoma after prophylactic oophorectomy in women with a family
history of ovarian cancer. Cancer, 71: 2751-5.
Pollard, T., D., Earnshaw, W., C., Schwartz, J., L. 2008. Programmed cell death.
In: Cell biology. 2nd ed. Phiadelphia: Saunders-Elsevier. p. 833-50.
116
Porter, A.,G., Janicke, R.,U. 1999. Emerging roles of caspase-3 in apoptosis. Cell
Death Diff, 6: 99-104.
Preethi, T.,R., Chacko, P., Kesari, A.,L., Praseeda, I., Chellam, V.,G., Pillai, M.,R.
2002. Apoptosis in epithelial ovarian tumors. Pathol Res Pract, 198: 273-
80.
Purdie, D., M., Bain, C., J., Siskind, V., Webb, P., M., Green, A., C. 2003.
Ovulation and risk of epithelial ovarian cancer. Intl J Cancer, 104 (2):
228-32.
Raspollini, R., M., Amunni, G., Villanucci, A., Baroni, G., Taddei, A., Taddei, G.,
L. 2006. Her-2/neu and Bcl-2 in ovarian carcinoma: clinicopathologic,
immunohistochemical, and molecular study in patients with shorter and
longer survival. Appl Immunohistochem Mol Morphol, 14: 181-6.
Rastogi, R., P., Richa, Sinha, R., P. 2009. Apoptosis: Molecular mechanisms and
pathogenicity. EXCLI Journal, 8: 155-81.
Rauf, S., Masadah, R., Yusuf, I. 2006. Bcl-2 protein expression in ovarian cancer.
Available at http://med.unhas.ac.id. Diunduh tanggal 25 Juli 2012.
Rauf, S., Masadah, R. 2009. The Prognostic Value of The p53 Expression and
Mutation in Ovarian Cancer. Med J Indo, 18 (2): 81-90.
Reedy, M., Gallion, H., Fowler, J.,M., Kryscio, R., Smith, S.,A. 2002.
Contribution of BRCA1 and BRCA2 to familial ovarian cancer: a
Gynecologic Oncology Group study. Gynecol Oncol, 85: 255-9.
Reles, A. 2001. Molecular genetic alteration in ovarian cancer: The role of the
p53 tumor suppressor gene and the mdm2 oncogene (dissertation).
Germany: University of Berlin.
Riman, T., Dickman, P.,W., Nilsson, S., Correia, N., Norlinder, H., Magnusson,
C.,M., Weiderpass, E., Person, I.,R. 2002. Hormone replacement therapy
117
and the risk of invasive epithelial ovarian cancer in Swedish women. J
Natl Cancer Inst, 94: 497-504.
Risch, H.,A., McLaughlin, J.,R., Cole, D.,E., Rosen, B., Bradley, L., Kuran, E.,
Jack, E., Vesprini, D.,J., Kuperstein, G., Abrahamson, J.,L., Fan, I., Wong,
B., Narod, S.,A. 2001. Prevalence and penetrance of germline BRCA1 and
BRCA2 mutation in a population series of 649 women with ovarian
cancer. Am J Hum Genet, 68: 700-10.
Rivas-Corchado, L.,M., Gonzales-Geroniz, M., Hernandez-Herrera, R.,J. 2011.
Epidemiological profile of ovarian cancer. Gynecol Obstet Mex,
79(9):558-64.
Rose, S., L. 2007. TP53/p53 as a prognostic factor. In: Levenback, C.,F., Sood,
A.,K., Lu, K.,H., Coleman, R.,L., editors. Prognostic and predictive
factors in gynecologic cancer. United Kingdom: Informa Healthcare. p.45-
57.
Rosen, D.,G., Yang, G., Liu, G., Mercado-Uribe, I., Chang, B., Xiao, X., Zheng,
J., Xue, F.,X., Liu, J. 2010. Ovarian cancer, pathology, biology, and
disease models. Front Bio Sci, 14: 2089-102.
Rossing, M., A., Tang, M., T., Flag, E., W. 2004. A case-control study of ovarian
cancer in relation to infertility and the use of ovulation-inducing drugs. Am
J Epidemiol, 160: 1070-8.
Sattar, R., Ali, S., A., Abbasi, A. 2003. Molecular mechanism of apoptosis:
Prediction of three-dimensional structure of caspase-6 and its interactions
by homology modeling. BiochemBiophys Res Commun, 308: 497-504.
Scottish intercollegiate guidelines network. 2003. Epithelial ovarian cancer: A
national clinical guideline. Available from: www.SIGN.AC.UK. Diunduh
tanggal 23 Maret 2012.
118
Schuler, M., Bossy-Wetzel, E., Goldstein, J., C., Fitzgerald, P., Green, D., R.
2000.P53-induces apoptosis by caspase activation through mitochondrial
cytochrome-c release. J BiolChem, 275: 7337-42.
Schuijer, M., Berns, M. 2003. TP53 and ovarian cancer. Hum Mutat, 21: 285-91.
Schouten, L.J. 2008. Height, body mass index, and ovarian cancer: a Pooled
Analysis of 12 Cohort Studies. (serial online), [cited 2010 Sep. 10].
Available from: URL:
http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/riskfactors/.
Sengupta, P.,S., McGown, A.,T., Bajaj, V., Blachall, F., Swindell, R., Bromley,
M., Shanks, J.,H., Ward, T., Buckley, C.,H., Reynolds, K., Slade, R.,J.,
Jayson, G.,C. 2000. P53 and related protein in epithelial ovarian cancer.
Eur J Cancer, 36: 2317-28.
Sihombing, M., Sirait, A., M. 2007.Angka ketahanan hidup penderita kanker
ovarium di RS Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta. Maj Kedok Indo, 57:
346-52.
Sionov, R.,V., Haupt, Y. 1999. The cellular respons to p53: the decision between
life and death. Oncogene, 18: 6145-57.
Soliman, P.,T., Broaddus, R.,R., Schmeler, K.,M., Daniels, M.,S., Gonzalez, D.,
Slomovitz, B.,M., Gershenson, D.,M., Lu, K.,H. 2005. Women with
synchronous primary cancers of the endometrium and ovary: do they have
Lynch syndrome? J Clin Oncol, 23: 9344-50.
Supariasa, I.,D.,N. 2001. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC. p. 10-25.
Suryohusodo, P. 2000. Ilmu kedokteran molekuler. Edisi pertama. Jakarta: CV.
Sagung Seto. p.102-5.
Suwiyoga, K. 2003. Protein 53 sebagai supresor tumor. Maj Kedok Udayana, 34:
151-7.
119
Tas, F., Duranyildiz, D., Oguz, H., Camlica, H., Yasasever, V., Topuz, E. 2006.
The value of serum Bcl-2 levels in advanced epithelial ovarian cancer.
Med Oncol, 23: 213-7.
Tavassoli, F., A., Devilee, P. 2003. Tumours of the Breast and Female Genital
Organs. World Health Organization Classification of Tumors. Lyon,
France: IARC Press. p. 114.
Trabert, B., Lamb, E.,J., Scoccia, B., Moghissi, K.,S., Westhoff, C.,L., Niwa, S.,
Brinton, L.,A. 2013. Ovulation-inducing drugs and ovarian cancer risk:
results from an extended follow-up of large United States infertility cohort.
Fertil Steril, 100: 1660-6.
Tomao, F., Lo-Russo, G., Spinelli, G., Stati, V., Prete, A.,A., Prinzi, N., Sinjari,
M., Vici, P., Papa, A., Chiotti, M.,S., Panici, P.,B., Tomao, S. 2014.
Fertility drugs, reproductive strategies and ovarian cancer riks. J Ova Res,
7: 51-8.
Ushijima, K. 2009. Current status of gynecological cancer in Japan. J Gynecol
Oncol, 20: 67-71.
Vogelstein, B., Lane, D., Levine, A.,J. 2000. Surfing the p53 network. Nature,
408: 307-10.
Vanderhyden, B.,C., Shaw, T.,J., Garson, K., Tonary, A.,M. 2004. Ovarian
carcinogenesis. In: Leung, P.,C.,K., Adashi, E.,Y., editors. The Ovary. 2nd
Edition. San Diego, California, USA: Elsevier Academic Press. p. 591-
593.
Vranic, A. 2013. Caspase-3 and survivin expression in primary atypical and
malignant meningiomas, ISRN Neuroscience, 2013: 1-5.
Whittemore, A.,S., Harris, R., Itnyre, J. 1992. Collaborative ovarian cancer group:
characteristics relating to ovarian cancer risk, collaborative analysis of 12
120
US case-control studies.II.invasive epithelial ovarian cancer in white
women. Am J Epidemiol, 136(10): 1212-20.
Whittemore, A.,S., Harris, R., Itnyre, J. 1992. Characteristic relating to ovarian
cancer riks: collaborative analysis of case-control studies. II. Invasive
epithelial ovarian cancer in white women. Am J Epidemiol, 136: 1184-203.
Wilailak, S. 2009. Epidemiologic report of gynecological cancer in Thailand. J
Gynecol Oncol; 20(2): 80-3.
Yager, J.,D. 2014. Mechanisms of estrogen carcinogenesis: the role of E2/E1-
quinone metabolites suggest new approach to preventive intervention – A
review. Steroids, S0039-128X(14): 00199-8.
Yancik, R., Ries, L.,G., Yates, J.,W. 1986. Ovarian cancer in the elderly: an
analysis of Surveillance, Epidemiology, and End Results Program data.
Am J Obstet Gynecol, 154(3):639-47.
Yu, Z., Zhang, L., Wu, D., Liu, F. 2005. Anti-apoptosis action of zearalenone in
MCF-7 cells. Ecotoxicol Environ Safety, 62: 441-6.
Yuan, C., Q., Ding, Z., H. 2002. Structure and function of caspases. Guowai Yixue
Fenzi Shengwuxue Fence, 24: 146-51.
Zeren, T., Inau, S., Vatansever, H.,S., Sayhan, S. 2014. Significance of apoptosis
related protein in malignant transformation of ovarian tumors: A
comparison between Bcl-2/Bax ratio and p53 immunoreactivity. Acta
Histochemica, 116: 1251-8.
Zweemer, R., P., Jacobs, I., J. 2000. Familial ovarian cancer. In: Bartlett, J.,M.,S.,
editor. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana
Press Inc. p. 13-21.
121
Lampiran 1
SURAT KETERANGAN KELAIKAN ETIK
122
Lampiran 2
SURAT IJIN PELAKSANAAN PENELITIAN
123
Lampiran 3
LEMBAR INFORMASI PASIEN
Judul Penelitian :
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEINPOSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR
RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
I. LATAR BELAKANG
Kanker ovarium (indung telur) secara umum masih menjadi masalah di
Indonesia khususnya di Bali karena angka kejadian dan mortalitasnya yang tinggi.
Berdasarkan data histopatologi di Indonesia, angka kejadian kanker ovarium
menduduki rangking kedua setelah kanker leher rahim. Di RSUP Sanglah
Denpasar, angka kejadian kanker ovarium 35% dari seluruh kanker ginekologi,
sebagian besar terdiagnosis pada stadium lanjut. Hanya 10% yang terdiagnosis
pada stadium awal. Deteksi dini kanker ovarium merupakan upaya yang lebih
menguntungkan dalam upaya untuk menurunkan angka kejadian, angka kesakitan
dan kematian yang ditimbulkannya. Sayangnya, penapisan untuk kanker ovarium
tidak mudah untuk dilakukan. Sementara itu, pengetahuan dan penelitian-
penelitian di bidang biomolekuler semakin berkembang dengan pesat. Penanganan
kanker melalui pengetahuan mekanisme terjadinya kanker ovarium akan semakin
menjanjikan di masa mendatang.
Peran protein-protein yang berperan pada proses terjadinya kanker
ovarium semakin banyak diteliti. Di antara protein-protein itu adalah proto-
onkogen dan protein penekan tumor memainkan peranan yang penting pada
pengaturan pertumbuhan sel-sel normal dan pada proses terjadinya kanker
124
ovarium. Proto-onkogen secara normal memicu pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel, tetapi bila mengalami mutasi, akan memicu terjadinya perubahan sel-sel
kearah yang tidak normal. Sementara itu, protein penekan tumor menghambat
pembelahan sel dan/atau memicu inaktivasi dan kematian sel. Perubahan genetik
mengakibatkan perubahan ekspresi protein yang memicu sel-sel normal menjadi
sel-sel ganas, termasuk kanker ovarium. Pada penelitian ini, peneliti akan
memeriksa tiga ekspresi protein yaitu p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada
kanker ovarium tipe epitel.
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan
caspase-3 pada penderita kanker ovarium tipe epitel di Bali serta berupaya untuk
mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker ovarium pada ekspresi ketiga
protein tersebut.
Disamping itu, dengan diketahuinya peran p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-
3 pada kanker ovarium, diharapkan mekanisme terjadinya kanker ovarium dapat
dijelaskan. Selanjutnya, ekspresi ketiga protein tersebut dapat digunakan untuk
mengembangkan teknik skrining atau teknologi baru yang dapat membantu
mendeteksi kanker ovarium pada stadium awal, stadium yang masih memberikan
peluang yang besar untuk sembuh.
Sebagai suatu kehormatan bagi kami dapat mengundang ibu-ibu untuk ikut
ambil bagian dalam penelitian ini. Tidak ada tambahan biaya bila ibu-ibu ikut
serta sebagai sampel penelitian.
125
III. MENGAPA INFORMASI INI PERLU?
Bila ibu-ibu berkenan ikut serta dalam penelitian ini, sangat penting bagi
ibu-ibu untuk mengetahui apa yang akan ibu-ibu lakukan termasuk kemungkinan
risiko dan keuntungan yang ibu-ibu peroleh sebagai akibat terlibat dalam
penelitian ini. Proses inilah yang disebut informed consent. Lembar informasi ini
berisikan tentang informasi umum tentang penelitian yang akan dilakukan, yang
akan disampaikan oleh staf peneliti. Peneliti selalu ada untuk memberikan
jawaban atas berbagai pertanyaan dari ibu-ibu sekarang atau nanti setelah
penelitian ini berjalan. Jika ibu-ibu membaca lembar informed consent ini,
kemudian mengerti dan memutuskan untuk ikut serta sebagai sampel penelitian
ini, ibu-ibu berkewajiban menandatangani lembar informed consent. Keterlibatan
ibu-ibu dalam penelitian ini murni secara sukarela dan sewaktu-waktu ibu-ibu
boleh memutuskan keluar sebagai sampel penelitian.
IV. APA YANG AKAN KAMI LAKUKAN DALAM PENELITIAN INI?
Salah satu hal yang akan peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah
mengumpulkan informasi dasar melalui kuesioner dan mengumpulkan jaringan
tumor ovarium sewaktu dilakukan operasi. Kami harapkan :
1. Ibu-ibu berkenan memberikan data-data yang akan diminta oleh staf
peneliti berdasarkan lembar pengumpulan data.
2. Ibu-ibu berkenan menyumbangkan jaringan tumor ovarium yang
diangkat sewaktu operasi untuk digunakan sebagai sampel dalam
penelitian ini. Jaringan tumor ovarium itu hanya akan digunakan
126
berkaitan dengan penelitian seperti diuraikan diatas. Namun, jaringan
tumor yang tersisa mungkin akan digunakan kembali untuk penelitian
yang berkaitan dimasa yang akan datang, tentunya atas persetujuan ibu-
ibu.
V. RISIKO, PERASAAN TIDAK NYAMAN, PENGOBATAN, DAN
KOMPENSASI BILA IBU-IBU MENGALAMI CEDERA
Selain efek samping dan komplikasi dari prosedur operasi, tidak ada risiko
atau cedera yang ditimbulkan oleh penelitian ini. Ibu-ibu akan memperoleh
informed consent berkaitan dengan prosedur operasi, informasi yang berbeda dari
penelitian ini.
VI. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini tidak akan ibu-ibu peroleh dan tidak terkait dengan
catatan medis rumah sakit. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam jurnal-
jurnal ilmiah dan identitas ibu-ibu akan selalu dirahasiakan.
VII. MENGUNDURKAN DIRI SEBAGAI SAMPEL PENELITIAN
Pilihan untuk ikut serta sebagai sampel dalam penelitian ini murni atas
keputusan ibu-ibu sendiri. Jika ibu-ibu berkeinginan untuk mengundurkan diri
setelah penelitian berjalan, bisa ibu lakukan sewaktu-waktu. Partisipasi ibu-ibu,
penolakan atau pengunduran diri ibu-ibu dari penelitian tidak akan berpengaruh
terhadap penanganan medis yang ibu peroleh di rumah sakit. Bila ibu-ibu
127
mengundurkan diri sebagai sampel penelitian, semua data dan jaringan tumor
ovarium yang dikumpulkan akan dikeluarkan dari daftar sampel penelitian.
VIII. KERAHASIAAN
Semua informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga
kerahasiaannya. Sampel ibu-ibu akan diberikan kode dan hanya peneliti utama
yang mengetahui kode tersebut. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam
grup atau jurnal-jurnal ilmiah dan identitas ibu-ibu akan selalu dirahasiakan.
IX. KEUNTUNGAN SEBAGAI SAMPEL PENELITIAN
Meskipun ibu-ibu tidak memperoleh keuntungan secara langsung dan
bersifat segera dengan terlibat sebagai sampel dalam penelitian ini, kami berharap
pengetahuan yang berkembang dari penelitian ini akan memberikan kontribusi
pada penatalaksanaan kanker ovarium di masa mendatang. Dan semua itu tidak
terlepas dari peran serta ibu-ibu sebagai sampel dalam penelitian ini.
X. KE MANA BERTANYA BERKAITAN DENGAN PENELITIAN?
Lembar informasi ini berisi tentang informasi penelitian yang akan
dilakukan. Bacalah dengan seksama. Silahkan menanyakan hal-hal yang belum
jelas, sekarang atau nanti, kepada dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)
melalui nomer telepon 08123997401.
128
Lampiran 4LEMBAR INFORMED CONSENT
Penelitian yang berjudul :
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN
POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR
RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
Telah dijelaskan kepada saya dan saya memutuskan ikut serta sebagai sampel
dalam penelitian ini serta bersedia menyumbangkan jaringan tumor ovarium untuk
digunakan dalam penelitian ini.
Denpasar, tanggal :
______________________________ ____________________________Nama subyek Tanda tangan subyek
______________________________ ____________________________Nama saksi Tanda tangan saksi
dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K) _____________________________Peneliti Tanda tangan peneliti
129
Lampiran 5LEMBAR PENGUMPULAN DATA
Judul Penelitian :
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEINPOSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR
RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Kode pasien :Tanggal registrasi :Umur :Paritas :Suku :Alamat :
II. KEHIDUPAN SOSIAL
Merokok : □ iya, .................... tahun □ tidak Minum alkohol : □ iya, .................... tahun □ tidak Pemakai kontasepsi oral : □ iya, .................... tahun □ tidak Obat-obat induksi ovulasi : □ iya, .................... tahun □ tidak Terapi sulih hormon : □ iya, .................... tahun □ tidak Riwayat keluarga : □ iya □ tidak Lainnya (sebutkan) : .....................................................................
III. DIAGNOSIS KERJA : .....................................................................
......................................................................
......................................................................
IV. RIWAYAT/CATATAN : .................................................................................
..................................................................................
..................................................................................
130
V. OPERASI
Tanggal operasi : ......................................................................
Jenis operasi : ......................................................................
Jenis cairan asites : ......................................................................
Jenis cairan kiste : ......................................................................
Jenis jaringan/organ : ......................................................................
Metastasis saat diagnosis : ......................................................................
Lainnya (jelaskan) : ......................................................................
VI. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Tanggal pemeriksaan : ......................................................................
Hasil pemeriksaan : ......................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Derajat diferensiasi : ......................................................................
VII. DIAGNOSIS AKHIR : .................................................................................
..................................................................................
VIII. HASIL PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA
Ekspresi protein 53 mutan : ......................................................................
Ekspresi protein Bcl-2 : ......................................................................
Ekspresi protein caspase-3 : ......................................................................
131
Lampiran 6
Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Tipe Epitel(Tavassoli FA dan Devilee P, 2003)
SEROUS TUMORSJinak
Cystadenoma dan papillary cystadenomaSurface papillomaAdenofibroma dan cystadenofibromaBorderline tumor (atypical proliferative tumor)
GanasAdenocarcinomaSurface papillary adenocarcinoma
MUSINOUS TUMORSJinak
CystadenomaAdenofibroma dan cystadenofibromaBorderline tumor (atypical proliferative tumor)Intestinal typeEndocervical-like
GanasAdenocarcinomaMalignant adenofibromaMural nodule arising in mucinous cystic tumor
ENDOMETRIOID TUMORSJinak
Adenoma dan cystadenomaAdenofibroma dan cystadenofibromaBorderline tumor (atypical proliferative tumor)
GanasAdenocarcinomaAdenoacanthomaAdenosquamous carcinomaMalignant adenofibroma with a malignant stromal componentAdenosarcomaEndometrial stromal sarcomaCarcinosarcoma, homologous and heterologousUndifferentiated sarcoma
132
CLEAR CELL TUMORSJinak
Borderline tumor (atypical proliferative tumor)Ganas
Adenocarcinoma
TRANSITIONAL CELL TUMORSBrenner’s tumorProliferating Brenner’s tumorMalignant Brenner’s tumorTransitional cell carcinoma (non-Brenner type)
SQUAMOUS CELL CARCINOMAMIXED EPITHELIAL TUMORS (SPECIFY TYPES)
JinakBorderline tumor (atypical proliferative tumor)
GanasUndifferentiated carcinoma
133
Lampiran 7
PROSEDUR PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
DAN PULASAN IMUNOHISTOKIMIA
I. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
I.1 Pemeriksaan Makroskopis dan Pemilihan Sampel1. Identifikasi spesimen dan formulir permintaan.
2. Lakukan pemeriksaan bahan sesuai kaidah keilmuan (expertise).
3. Catat dan buat ilustrasi hasil pemeriksaan makroskopis tersebut pada
formulir yang telah disediakan.
4. Jika sampel besar, lakukan pemilihan sampel sesuai kaidah keilmuan
(expertise). Jika sampel kecil, semua jaringan diproses.
I.2 Prosesing Jaringan
1. Masukkan sampel dalam kaset-kaset jaringan, selanjutnya fiksasi dengan
formalin buffer 10% semalaman.
2. Pindahkan kaset-kaset jaringan ke dalam mesin tissue processor otomatis
(24 jam).
3. Keluar dari tissue processor, jaringan-jaringan tersebut selanjutnya di-
embedding dengan paraffin cair dan dibiarkan memadat (menjadi blok
paraffin).
4. Potong blok paraffin dengan mikrotom dengan ketebalan 4 mikron.
5. Masukkan hasil potongan mikrotom ke dalam waterbath.
6. Tempelkan hasil potongan mikrotom di atas kaca obyek yang sudah diberi
nomor lab dengan pensil kaca (menjadi preparat).
7. Pulas preparat dengan pulasan Haematoksilin-Eosin.
8. Preparat ditutup dengan kaca penutup dan diberi label, menjadi sediaan
mikroskopis siap untuk dibaca.
9. Sediaan mikroskopis dan formulir permintaan diserahkan ke bagian
diagnostik.
134
I.3 Pemeriksaan Mikroskopis dan Diagnostik
1. Sediaan mikroskopis dan formulir permintaan diidentifikasi oleh dokter
pemeriksa.
2. Sediaan mikroskopis dibaca dengan mikroskop, dianalisis, dan didiagnostik
oleh Spesialis Patologi Anatomi.
II. PEMERIKSAAN PULASAN IMUNOHISTOKIMIA
1. Siapkan blok paraffin yang akan dicat imunohistokimia.
2. Potong blok sesuai dengan permintaan yang diinginkan dan kontrol positif.
3. Tiriskan slide sebentar kemudian ditekan menggunakan kertas saring pelan-
pelan. Panaskan sebentar di atas hot plate dan disimpan dalam inkubator
dengan suhu 45oC selama 24 jam.
4. Deparafinisasi dengan urutan xylol, xylol, xylol, xylol, alkohol 95%, alkohol
95%, alkohol 95%, alkohol 95%, dan air, masing-masing selama 2 menit.
5. Cuci dengan aquadest, rotator selama 5 menit.
6. Dilanjutkan dengan penetesan H2O2 3% selama 20 menit dalam chamber.
7. Slide ditempatkan pada wadah lalu dilanjutkan pencucian dengan aquadest
sambil digoyang-goyang selama 5 menit dan dilanjutkan dengan pencucian
memakai PBS selama 5 menit pada rotator.
8. Slide dilap dengan kassa kemudian dilakukan penetesan ultra V-block
selama 5 menit.
9. Slide cukup dilap saja tanpa dicuci dilanjutkan dengan penetesan antibodi
yang sesuai (antibodi monoklonal primer komersial pAb1801 [DAKO-p53,
Dako, Denmark] untuk p53, antibodi monoklonal primer khusus monoclonal
mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124 untuk Bcl-2, dan biotin-avidin
indirek primer antibodi monoklonal tikus [Triton, Alameda, CA] untuk
caspase-3), dilakukan inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar.
10. Slide dicuci dengan PBS selama 5 menit pada rotator sebanyak 2 kali.
11. Dilanjutkan dengan penambahan Biotin (kuning), diamkan selama 15 menit.
12. Dicuci kembali dengan PBS selama 5 menit pada rotator sebanyak 2 kali.
135
13. Slide diteteskan Streptavidin (merah), diamkan selama 10 menit.
14. Selanjutnya dicuci dengan PBS baru pada rotator selama 4 menit.
15. Ditetesi dengan kromogen selama 10 menit.
16. Disiram dengan air mengalir 1 kali, kemudian dicuci kembali dengan air
mengalir selama 10 menit.
17. Ditetesi dengan HE Mayer selama 4 menit. Kemudian dicuci dengan air
mengalir sampai air bersih.
18. Dicelupkan sebentar pada alkohol bertingkat, xylol, xylol, xylol, xylol.
19. Mounting menggunakan entelan dan slide ditutup dengan deck glass.
20. Slide siap untuk dibaca oleh Spesialis Patologi Anatomi.
136
Lampiran 8TABULASI DATA PENELITIAN
Kelompok Kasus
No. No. CM UMUR PARITAS IMT PIL KB RIWAYATKELUARGA
INDUKSIOVULASI TSH P53 Bcl-2 CASPASE-
31 01.44.62.10 50 2 18.9 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif2 01.44.94.40 34 2 18.3 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif3 01.45.18.86 48 0 21.2 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif4 01.45.44.57 59 2 22 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif5 01.44.13.72 49 1 21.6 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif6 01.46.84.91 55 2 26.8 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif7 01.46.67.88 40 0 29.6 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif8 01.44.95.40 64 0 17.3 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif9 01.46.61.79 52 2 20 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif10 01.47.05.36 60 0 22.8 tidak tidak tidak tidak negatif positif positif11 01.38.48.90 48 2 19.4 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif12 01.47.90.00 45 2 19.1 tidak tidak tidak tidak negatif positif negatif13 01.47.69.39 49 2 28.3 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif14 01.47.21.38 44 0 21.2 tidak tidak tidak tidak positif negatif positif15 01.53.50.97 55 0 22 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif16 01.55.67.92 44 2 20.5 tidak tidak tidak tidak positif negatif negatif17 01.54.80.49 56 2 15.2 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif18 01.53.48.73 52 1 24.6 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif19 01.49.63.90 47 0 32.3 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif20 01.46.20.82 56 1 38.2 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif21 01.55.43.48 48 0 23.8 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif22 01.52.30.28 57 2 20 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif23 01.14.23.14 35 2 23.4 tidak tidak tidak tidak positif negatif negatif24 01.55.66.84 66 2 17.8 tidak tidak tidak tidak positif negatif negatif25 01.13.39.42 48 1 22.2 tidak tidak tidak tidak positif positif negatif
137
Kelompok Kontrol
No. No. CM UMUR PARITAS IMT PIL KB RIWAYATKELUARGA
INDUKSIOVULASI TSH P53 Bcl-2 CASPASE-
31 01.45.63.96 52 2 25.8 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif2 01.45.79.08 55 2 22.15 ya ya tidak tidak negatif negatif positif3 01.46.45.05 51 1 21.78 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif4 01.46.86.07 50 2 24.1 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif5 01.44.88.13 48 1 20.72 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif6 01.47.31.93 43 1 27.18 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif7 01.47.79.12 49 1 28.5 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif8 01.48.25.29 50 0 15.61 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif9 01.48.64.44 38 1 23.7 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif10 01.20.62.24 50 2 26.3 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif11 01.48.06.07 42 3 25.62 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif12 01.47.10.29 33 2 19.75 ya tidak tidak tidak negatif negatif negatif13 01.54.27.32 51 1 21.33 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif14 15.58.56.78 31 2 21.64 ya tidak tidak tidak positif positif positif15 01.48.25.53 55 2 24.35 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif16 01.50.35.17 50 1 19.8 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif17 01.51.43.58 52 2 23 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif18 01.53.31.47 53 1 21.64 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif19 01.55.62.71 48 0 18.2 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif20 01.59.83.58 47 2 22.22 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif21 01.55.75.27 48 2 26.83 tidak tidak tidak tidak negatif negatif positif22 01.60.71.48 50 1 21.6 tidak tidak tidak tidak negatif positif positif23 01.57.64.36 51 0 22.89 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif24 01.58.49.10 57 1 23.25 tidak tidak tidak tidak positif positif positif25 01.57.55.75 56 1 22.5 tidak tidak tidak tidak negatif negatif negatif
138
Lampiran 9
HASIL ANALISIS STATISTIK
Tests of Normality
KELOMPOK
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
UMUR Kasus .099 25 .200* .977 25 .813
Kontrol .136 25 .101 .856 25 .057PARITAS Kasus .130 25 .080 .818 25 .062
Kontrol .143 25 .061 .853 25 .059IMT Kasus .176 25 .095 .886 25 .089
Kontrol .106 25 .200* .978 25 .849a. Lilliefors Significance Correction*. This is a lower bound of the true significance.
Group StatisticsKELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
UMUR Kasus 25 50.44 7.938 1.588
Kontrol 25 48.40 6.519 1.304PARITAS Kasus 25 1.20 .913 .183
Kontrol 25 1.36 .757 .151IMT Kasus 25 22.6600 5.11085 1.02217
Kontrol 25 22.8184 2.92923 .58585
Independent Samples TestLevene'sTest for
Equality ofVariances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.(2-
tailed)
MeanDiffere
nce
Std.Error
Difference
95% ConfidenceInterval of the
DifferenceLower Upper
UMUR
Equal variances assumed 1.401 .242 .993 48 .326 2.040 2.054 -2.091 6.171Equal variances notassumed .993 46.25 .326 2.040 2.054 -2.095 6.175
PARITAS
Equal variances assumed 3.499 .067 -.675 48 .503 -.160 .237 -.637 .317Equal variances notassumed -.675 46.41 .503 -.160 .237 -.637 .317
IMT Equal variances assumed 3.390 .072 -.134 48 .894 -.15840 1.1781 -2.5272 2.2104
139
Independent Samples TestLevene'sTest for
Equality ofVariances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.(2-
tailed)
MeanDiffere
nce
Std.Error
Difference
95% ConfidenceInterval of the
DifferenceLower Upper
UMUR
Equal variances assumed 1.401 .242 .993 48 .326 2.040 2.054 -2.091 6.171Equal variances notassumed .993 46.25 .326 2.040 2.054 -2.095 6.175
PARITAS
Equal variances assumed 3.499 .067 -.675 48 .503 -.160 .237 -.637 .317Equal variances notassumed -.675 46.41 .503 -.160 .237 -.637 .317
IMT Equal variances assumed 3.390 .072 -.134 48 .894 -.15840 1.1781 -2.5272 2.2104Equal variances notassumed -.134 38.23 .894 -.15840 1.1781 -2.5429 2.2261
PIL_KB * KELOMPOK CrosstabulationCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
PIL_KB Ya 2 4 6
Tidak 23 21 44Total 25 25 50
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .758a 1 .384Continuity Correctionb .189 1 .663Likelihood Ratio .771 1 .380Fisher's Exact Test .667 .334Linear-by-LinearAssociation .742 1 .389
N of Valid Casesb 50a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.b. Computed only for a 2x2 table
140
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for PIL_KB (Ya / Tidak) .457 .076 2.755
For cohort KELOMPOK = Kasus .638 .199 2.047For cohort KELOMPOK = Kontrol 1.397 .733 2.662
N of Valid Cases 50
CrosstabCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
RIWAYAT_KELUARGA Ya 0 1 1
Tidak 25 24 49Total 25 25 50
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Pearson Chi-Square 1.020a 1 .312Continuity Correctionb .000 1 1.000Likelihood Ratio 1.407 1 .236Fisher's Exact Test 1.000 .500Linear-by-LinearAssociation 1.000 1 .317
N of Valid Casesb 50a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.b. Computed only for a 2x2 table
CrosstabCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
INDUKSI_OVU Tidak 25 25 50Total 25 25 50
141
CrosstabCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
TSH Tidak 25 25 50Total 25 25 50
EKSPRESI_P53 * KELOMPOK
CrosstabCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
EKSPRESI_P53 Positif 8 2 10
Negatif 17 23 40Total 25 25 50
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.500a 1 .034Continuity Correctionb 3.125 1 .077Likelihood Ratio 4.758 1 .029Fisher's Exact Test .074 .037Linear-by-LinearAssociation 4.410 1 .036
N of Valid Casesb 50a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.b. Computed only for a 2x2 table
142
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for EKSPRESI_P53 (Positif/ Negatif) 5.412 1.017 28.791
For cohort KELOMPOK = Kasus 1.882 1.170 3.028
For cohort KELOMPOK = Kontrol .348 .098 1.236
N of Valid Cases 50
EKSPRESI_BCL_2 * KELOMPOK
CrosstabCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
EKSPRESI_BCL_2 Positif 11 3 14
Negatif 14 22 36Total 25 25 50
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.349a 1 .012Continuity Correctionb 4.861 1 .027Likelihood Ratio 6.653 1 .010Fisher's Exact Test .025 .013Linear-by-LinearAssociation 6.222 1 .013
N of Valid Casesb 50a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.b. Computed only for a 2x2 table
143
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for EKSPRESI_BCL_2(Positif / Negatif) 5.762 1.363 24.362
For cohort KELOMPOK = Kasus 2.020 1.235 3.306
For cohort KELOMPOK = Kontrol .351 .124 .988
N of Valid Cases 50
EKSPRESI_CASPASE_3 * KELOMPOK
CrosstabCount
KELOMPOK
TotalKasus Kontrol
EKSPRESI_CASPASE_3 Negatif 23 16 39
Positif 2 9 11Total 25 25 50
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.711a 1 .017Continuity Correctionb 4.196 1 .041Likelihood Ratio 6.081 1 .014Fisher's Exact Test .037 .019Linear-by-LinearAssociation 5.597 1 .018
N of Valid Casesb 50a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50.b. Computed only for a 2x2 table
144
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio forEKSPRESI_CASPASE_3 (Negatif /Positif)
6.469 1.230 34.012
For cohort KELOMPOK = Kasus 3.244 .901 11.673
For cohort KELOMPOK = Kontrol .501 .314 .801
N of Valid Cases 50
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .408a .166 .149 .427 .166 9.583 1 48 .003
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_P53
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.747 1 1.747 9.583 .003a
Residual 8.753 48 .182
Total 10.500 49
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_P53
b. Dependent Variable: EKSPRESI_BCL_2
145
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95% Confidence
Interval for B
B Std. Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
1 (Constant) .958 .247 3.879 .000 .462 1.455
EKSPRESI_P
53.426 .138 .408 3.096 .003 .149 .703
a. Dependent Variable:
EKSPRESI_BCL_2
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .385a .148 .112 .406 .148 4.096 2 47 .023
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_BCL_2,
EKSPRESI_P53
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.354 2 .677 4.096 .023a
Residual 7.766 47 .165
Total 9.120 49
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53
b. Dependent Variable: EKSPRESI_CASPASE_3
146
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95% Confidence
Interval for B
B Std. Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
1 (Constant) .865 .270 3.210 .002 .323 1.407
EKSPRESI_P53 .409 .144 .420 2.846 .007 .120 .697
EKSPRESI_BCL_2 -.198 .137 .312 -1.438 .037 -.474 .079
a. Dependent Variable:
EKSPRESI_CASPASE_3
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .605a .366 .325 .415 .366 8.850 3 46 .000
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_CASPASE_3,
EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.575 3 1.525 8.850 .000a
Residual 7.925 46 .172
Total 12.500 49
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_CASPASE_3, EKSPRESI_BCL_2,
EKSPRESI_P53
b. Dependent Variable: KELOMPOK
147
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95%
Confidence
Interval for B
B
Std.
Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
1 (Constant) -.025 .304 -.083 .934 -.637 .587
EKSPRESI_P53 .328 .159 .288 2.065 .045 .008 .647
EKSPRESI_BCL_2 .314 .143 .287 2.187 .034 .025 .602
EKSPRESI_CASP
ASE_3.340 .149 .291 2.284 .027 .040 .640
a. Dependent Variable:
KELOMPOK
.030