program studi pendidikan matematika...
TRANSCRIPT
One-Sample Test2.09931.0442.86768.114E-025.6542KeaktvntdfSig. (2-tailed)MeanDifferenceLowerUpper95% ConfidenceInterval of theDifferenceTest Value = 70
ANOVAb2531.26212531.26234.226.000a
2218.7383073.9584750.00031RegressionResidualTotalModel1Sum ofSquaresdfMean SquareFSig.Predictors: (Constant), K_PROSESa. Dependent Variable: Kognitifb.
Coefficientsa-16.91216.890-1.001.3251.341.229.7305.850.000(Constant)K_PROSESModel1BStd. ErrorUnstandardizedCoefficientsBetaStandardizedCoefficientstSig.Dependent Variable: Kognitifa.
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DIPADU
STRATEGI TURNAMEN BELAJAR UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN
BELAJAR DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI
POKOK OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DENGAN MEDIA LEMBAR
KERJA SISWA SISWA KELAS II SD
ARTIKEL
Oleh
ISWAHYUDI JOKO S, S.Si, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYANEGERI SEMARANG
2012
2
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DIPADU
STRATEGI TURNAMEN BELAJAR UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN
BELAJAR DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI
POKOK OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DENGAN MEDIA LEMBAR
KERJA SISWA SISWA KELAS II SD
Iswahyudi Joko Suprayitno
Abstrak
Secara umum tujuan pendidikan dapat digolongkan menjadi tiga domain atau ranah; yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari ketiga domain tersebut, domain kognitif sangat diutamakan dalam pendidikan di Indonesia sementara domain yang lain kurang diperhatikan. Apabila hal tersebut dibiarkan terus menerus tanpa sama sekali memperhatikan domain yang lain, kiranya mudah dipahami kalau hasil pendidikan itu sangat mungkin mencapai tingkat kecerdasan yang tinggi, tetapi tidak menunjukkan sikap-sikap yang diharapkan dalam pergaulan sehari-hari.
Dengan adanya hal tersebut peneliti ingin mencobakan suatu strategi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik dipadu strategi turrnamen belajar dengan media LKS. Disini setiap siswa diharapkan menjadi lebih aktif dan memahami proses pembelajaran yang diberikan sehingga siswa dapat memberikan kontribusi pemikiran baru yang tercipta melalui pemecahan masalah matematika realistik dan terbentuk suatu lingkungan belajar yang kondusif. Dalam hal ini setiap individu dalam kelas dapat berfungsi dan dipandang sebagai sumber informasi atau sebagai sumber belajar. Selain penggunaan pembelajaran matematika realistik disini turnamen berperan juga dalam mengaktifkan siswa karena dalam turnamen ini siswa akan diajak melakukan permainan dan berkompetisi, sehingga tidak hanya ranah kognitifnya saja yang terambil, tetapi ranah afektif dan psikomotorik akan terlibat juga didalamnya. Sedangkan LKS digunakan sebagai pendamping dari pembelajaran yang dilaksanakan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana pencapaian ketuntasan belajar siswa, meneliti pengaruh dari keaktivan siswa dan keterampilan proses terhadap kognitifnya, kemudian akan diuji perbedaan antara hasil belajar pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar dengan pendekatan ekspositori. Penelitian ini dilaksanakan di SDI Al Azhar 14 Banyumanik semarang pada siswa kelas II. Disini populasinya seluruh siswa kelas II yang terdiri dari 4 kelas dengan masing-masing kelas berisi 32 siswa. Sampel dilakukan dengan cluster random sampling untuk mengambil kelas eksperimen yaitu IIA dan kelas kontrol IIB. Variabel bebasnya adalah; keaktivan siswa, keterampilan proses, dan jenis strategi pembelajaran. Sedangkan variabel terikatnya adalah kognitif siswa. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dokumentasi, lembar observasi, angket, dan tes. Data yang diperoleh diolah dengan analisis deskriptif, analisis uji t satu sampel, dan analisis regresi linier sederhana.
Hasil penelitian dengan pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar dengan media LKS menunjukkan bahwa; (1) ketuntasan belajar dalam keaktivan siswa 72,87 %, keterampilan proses 73,40%, dan kognitif siswa telah mencapai 70%, (2) keaktivan siswa mempengaruhi kognitif sebesar 58,9%, sedangkan
3
keterampilan proses mempengaruhi kognitif sebesar 53,3%, (3) uji rata-rata pihak kanan menunjukkan bahwa hasil belajar dengan pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar dengan media LKS lebih baik dibandingkan pendekatan pembelajaran ekspositori.
Dengan adanya pembelajaran ini diharapkan guru dapat mengembangkan kreatifitasnya dan dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran ini perlu juga dikembangkan pada materi lain yang dipelajari. Dengan adanya variasi pembelajaran seperti ini diharapkan meningkatkan keaktivan siswa dan keterampilan dalam berproses, sehingga dapat mendukung terciptanya kognitif yang lebih baik.
Kata kunci: Pembelajaran matematika realistik, turnamen belajar, LKS, ekspositori, dan ketuntasan belajar siswa.
PENDAHULUAN
Secara umum tujuan pendidikan (behavioral) dapat digolongkan menjadi
tiga domain atau ranah; yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain
kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-
kemampuan intelektual, kemampuan berpikir maupun kecerdasan yang akan
dicapai. Domain afektif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada
kemampuan bersikap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah yang
muncul di sekitarnya. Disini keaktivan siswa menjadi bagian penting dalam belajar.
Domain psikomotorik menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah pada
keterampilan-keterampilan dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika, para guru masih cenderung menggunakan
metode ekspositori yang hampir sepenuhnya jam pelajaran untuk ceramah dan
membahas soal-soal. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan yang dikehendaki
kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 yang dalam pembelajaran matematika
perlu menggunakan metode pembelajaran yang berbeda seperti yang akan diteliti
disini yaitu metode pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen
belajar.
Pembelajaran aktif adalah suatu pendekatan dalam kegiatan belajar yang
menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa
merasa benar-benar ikut ambil bagian dan berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Aktifitas yang banyak dilakukan siswa ini tidak berarti guru bisa
tinggal diam. Guru tetap harus menjalankan fungsi dan perannya secara aktif,
4
misalnya dengan memberi petunjuk dan pengarahan tentang apa yang harus
dilakukan siswanya sekaligus mendampinginya dalam proses pembelajaran, serta
menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat agar pembelajaran aktif
ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Dalam pembelajaran aktif, metode yang sering digunakan adalah
membentuk kelompok belajar di kalangan siswa. Dengan belajar kelompok setiap
siswa akan mampu berinteraksi dengan anggota kelompok lain untuk bisa
memecahkan masalah secara bersama-sama, saling bantu-membantu, saling
mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Interaksi itu juga
akan memunculkan persaingan yang sehat di kalangan siswa yang pada akhirnya
akan memunculkan iklim belajar yang menyenangkan.
Siswa yang kurang dilibatkan dalam kegiatan mental untuk mengembangkan
kompetensi kognitif dan keterampilan intelektual akan membawa implikasi pada
rendahnya respon siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa kurang termotivasi
dalam belajar dan kurang mengembangkan keaktivan berupa sikap yang positif
dalam pembelajaran matematika. Rendahnya respon siswa terhadap keaktivan dan
keterampilan proses dalam matematika berimplikasi pada kognitif, misalnya dapat
dilihat dari rendahnya nilai matematika pada siswa SDI Al Azhar 14 kelas II pada
caturwulan pertama rata-rata kelas 6, dengan siswa yang tuntas belajar hanya 60
dari 128 siswa dalam kelas tersebut. Tentunya keadaan demikian bila tidak segera
dilakukan tindakan perbaikan dapat berpengaruh terhadap rendahnya kognitif
matematika.
Dengan penggunaan pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi
turnamen belajar dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat memberikan
peluang secara luas pada siswa untuk meningkatkan keaktivannya dalam
pembelajaran secara interaktif dan meningkatkan ketrampilan dalam berproses. Dua
hal ini menambah minat dan motivasi belajar siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir (kognitif). Suasana demikian tentunya akan berpengaruh pada
berkembangnya kemampuan berpikir dan keterampilan hidup (life skill) siswa.
Dalam tesis ini penulis akan meneliti hal tersebut, maka peneliti mengambil
judul ”Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik dipadu Strategi Turnamen
5
Belajar untuk Mencapai Ketuntasan Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada
Materi Pokok Operasi Hitung Bilangan Bulat Siswa Kelas II SDI Al Azhar 14
Semarang Tahun Pelajaran 2006/ 2007”
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Dengan berdasarkan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah
yang diambil sebagai berikut;
1) Apakah siswa dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dipadu
strategi turnamen belajar dapat mencapai ketuntasan belajar dalam keaktivan
siswa?
2) Apakah siswa dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dipadu
strategi turnamen belajar dapat mencapai ketuntasan belajar dalam keterampilan
proses siswa?
3) Apakah pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar
siswa dapat mencapai ketuntasan belajar dalam aspek kognitif siswa?
4) Apakah ada pengaruh keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika realistik
dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa?
5) Apakah ada pengaruh keterampilan proses dalam pembelajaran matematika
realistik dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa?
6) Apakah kognitif pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen
belajar lebih baik daripada kognitif pembelajaran ekspositori?
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian ketuntasan belajar siswa dalam
keaktivan, keterampilan proses, dan kognitif siswa dengan menggunakan
pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar.
2) Untuk mengetahui besarnya pengaruh keaktivan siswa dalam pembelajaran
matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa.
3) Untuk mengetahui besarnya pengaruh keterampilan proses siswa dalam
pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar terhadap
kognitif siswa.
4) Untuk mengetahui apakah kognitif pembelajaran matematika realistik dipadu
strategi turnamen belajar lebih baik daripada kognitif pembelajaran dengan
metode ekspositori.
6
Teori – teori pembelajaran yang terkait dengan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dalam penelitian ini.
A. Belajar
Belajar adalah suatu proses atau usaha seseorang yang ditandai dengan
adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik
berupa diperolehnya pengetahuan, sikap maupun keterampilan baru. Kegiatan atau
usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar.
Sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan kognitif (Hudoyo 1988:
1).
B. Keaktivan Siswa
Keaktivan belajar matematika adalah proses komunikasi antara siswa dan
guru dalam lingkungan kelas baik proses akibat dari hasil interaksi siswa dan guru,
siswa dengan siswa sehingga menghasilkan perubahan akademik, sikap, tingkah laku
dan keterampilan yang dapat diamati melalui, perhatian siswa, kesungguhan siswa,
kedisiplinan siswa, dan keterampilan bertanya/menjawab siswa.
C. Keterampilan Proses
Proses menurut Muhibbin (2003:109) berarti cara-cara atau langkah-langkah
khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-
hasil tertentu. Sedangkan keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola
tingkah laku yang komplek dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan
keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan
motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Jadi
keterampilan proses bagi siswa dalam proses pembelajaran adalah suatu
kesanggupan/kecakapan yang diperoleh akibat dari cara atau langkah-langkah
strategi pembelajaran yang dikenakan pada siswa sehingga terjadi perubahan tingkah
laku.
Dalam proses pembelajaran, guru diharapkan dapat menguasai berbagai
strategi pengajaran, memahami hakekat belajar, hakekat peserta didik, dan mengikuti
perkembangan pendidikan terbaru. Guru hendaknya juga mengkaji dan mengevaluasi
tindakan pembelajaran yang telah dilakukan untuk kemudian merefleksikan dengan
tindakan baru sebagai perbaikan agar dapat melakukan pengelolaan pembelajaran
dengan baik dan bermutu (Dimyati dan Mujiono, 2002:28).
7
Berdasarkan uraian di atas maka terungkap banyak komponen yang terlibat
dalan proses pembelajaran. Unsur-unsur yang terlibat tersebut sangat komplek dan
terkait satu dengan lainnya baik berupa perangkat lunak seperti program, tujuan, dan
strategi pembelajaran dengan pendekatan tertentu maupun berupa perangkat keras
seperti sarana dan prasarana gedung sekolah, laboratorium dan media. Oleh sebab itu
dalam pengelolaan proses pembelajaran tentunya juga diperlukan pemahaman yang
mendalam tentang unsur-unsur pembelajaran tersebut.
D. Kognitif Siswa
Menurut Winkel (1991:42), kognitif merupakan bukti keberhasilan yang
telah dicapai siswa di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu
perubahan yang khas. Prestasi adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan prestasi adalah hasil usaha. Perbedaan
kognitif dengan prestasi belajar, bahwa penilaian kognitif dilakukan sekali setelah
suatu kegiatan pembelajaran dilaksanakan, sementara penilaian prestasi belajar
dilakukan setelah beberapa kali penilaian kognitif dan kognitif yang terakhir
dianggap sebagai prestasi belajar karena diharapkan merupakan hasil yang maksimal,
tetapi kedua istilah tersebut dikatakan identik karena sama-sama merupakan hasil
usaha yaitu belajar.
E. Kriteria Tuntas Belajar
Ketuntasan belajar atau disebut juga daya serap adalah pencapaian taraf
penguasaan minimal yang telah ditetapkan oleh guru dalam tujuan pembelajaran
setiap satuan pelajaran. Ketuntasan belajar pada materi pelajaran atau tujuan
pembelajaran, di mana keduanya dapat dianalisis secara perorangan atau perkelas.
Dalam penelitian ini kriteria ketuntasan belajar siswa bila telah menguasai
70% dari keseluruhan materi pokok yang diberikan.
F. Pendidikan Matematika Realistik dan Pembentukan Kemampuan Berpikir Siswa
Pengembangan matematika realistik didasarkan pada pandangan
Freudenthal terhadap matematika yang berpandangan sebagai berikut; matematika
harus dikaitkan dengan hal yang nyata bagi murid, dan matematika harus dipandang
sebagai suatu keaktivan manusia.
8
Sejalan dengan itu, menurut Soedjadi (2000) pendidikan matematika
realistik memiliki filsafat dasar yaitu bahwa “matematika adalah keaktivan manusia”,
dan tidak lagi dipandang “siap pakai”. Filsafat ini mengakibatkan perubahan yang
amat mendasar tentang proses pembelajaran matematika. Tidak lagi hanya
pemberian informasi dalam pembelajaran matematika, tetapi harus mengubah
menjadi keaktivan manusia untuk memperoleh pengetahuan matematika.
Selanjutnya PMR memiliki karakteristiknya; menggunakan konteks, menggunakan
model, menggunakan konstribusi siswa, interaksi, dan presentasi.
Implementasi PMR di Indonesia harus dimulai dengan mengadaptasikan
agar sesuai dengan karakteristik dan budaya bangsa Indonesia. Pengimplementasian
di kelas harus didukung oleh sebuah perangkat yang dalam hal ini adalah buku ajar
yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Implementasi PMR di kelas meliputi
tiga fase yakni; fase pengenalan, fase eksplorasi dan fase meringkas.
Pada fase pengenalan, guru memperkenalkan masalah realistik dalam
matematika kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman
(setting) masalah. Pada fase ini sebaiknya ditinjau ulang semua konsep-konsep yang
berlaku sebelumnya dan diusahakan untuk mengaitkan masalah yang dikaji saat itu
ke pengalaman siswa sebelumnya
Pada fase eksplorasi, siswa dianjurkan bekerja secara individual,
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang bekerja, mereka
mencoba membuat model situasi masalah, berbagi pengalaman atau ide,
mendiskusikan pola yang dibentuk saat itu, serta berupaya membuat dugaan.
Selanjutnya dikembangkan strategi-strategi pemecahan masalah yang mungkin
dilakukan berdasarkan pada pengetahuan informal atau formal yang dimiliki
siswa. Di sini guru berupaya meyakinkan siswa dengan cara memberi pengertian
sambil berjalan mengelilingi siswa, melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan
siswa, dan memberi motivasi kepada siswa untuk giat bekerja. Dalam hal ini,
peranan guru adalah memberikan bantuan seperlunya kepada siswa yang
memerlukan bantuan. Bagi siswa yang berkemampuan tinggi, dapat diberikan
pekerjaan yang lebih menantang yang berkaitan dengan masalah.
9
Pada fase meringkas, guru dapat mengawali pekerjaan lanjutan setelah siswa
menunjukkan kemajuan dalam pemecahan masalah. Sebelumnya mendiskusikan
pemecahan-pemecahan dengan berbagai strategi yang mereka lakukan. Dalam hal
ini, guru membantu siswa meningkatkan kinerja matematika secara lebih efisien dan
efektif. Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti; mengajukan dugaan,
pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi, alternatif-alternatif pemecahan masalah,
memberikan alasan, memperbaiki strategi dan dugaan mereka, dan membuat
keterkaitan. Sebagai hasil dari diskusi, siswa diharapkan menemukan konsep-konsep
awal/utama atau pengetahuan matematika formal sesuai dengan tujuan materi.
Dalam fase ini guru juga dapat membuat keputusan pengajaran yang memungkinkan
semua siswa dapat mengaplikasikan konsep atau pengetahuan matematika formal.
Kekuatan-kekuatan yang diperlukan untuk mengatasi kerumitan
mengimplementasikan PMR di sekolah antara lain:
1) Pemahaman tentang PMR dan upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan
perubahan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar,
mengenai berbagai hal, misalnya mengenai siswa, mengenai guru, mengenai
peranan soal, peranan konteks, peranan alat peraga (manipulative materials),
pengertian belajar, dan lain-lain.
2) Pencarian soal-soal yang kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut
oleh PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu
dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut masing-masing harus
dapat diselesaikan dengan bermacam cara.
3) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan setiap soal juga merupakan tantangan tersendiri.
4) Pemilihan alat-alat peraga harus cermat, agar alat peraga yang dipilih bisa
membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan PMR.
5) Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara
substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan
prinsip-prinsip PMR.
Keunggulan Matematika Realistik
10
Menurut Mustaqimah (2001) PMR mempunyai keunggulan sebagai
berikut;
1. karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah
lupa dengan pengetahuannya.
2. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar
matematika.
3. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada
nilainya.
4. Memupuk kerja sama dalam kelompok.
5. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
6. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
7. Pendidikan budi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati teman
yang sedang berbicara.
G. Teams Games Tournaments atau Turnamen Belajar
Komponen-komponen turnamen belajar adalah sebagai berikut: Presentasi
kelas, tim dan permainan. Turnamen merupakan struktur bagaimana
dilaksanakannya permainan tersebut. Turnamen itu biasanya dilaksanakan pada
akhir minggu, setelah guru menyelesaikan presentasi kelas dan tim-tim memperoleh
kesempatan berlatih. Untuk turnamen pertama, guru menetapkan siapa yang akan
bertanding pada meja permainan. Menetapkan empat siswa peringkat atas dalam
kinerja yang lalu pada meja, masing-masing siswa mewakili timnya. Empat siswa
berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Bertanding dengan lawan seimbang ini,
menyerupai sitem skor perbaikan individual pada STAD, yang memungkinkan bagi
setiap siswa dari seluruh tingkat kinerja yang lalu menyumbang secara maksimal
kepada skor timnya apabila mereka melakukan yang terbaik. Diagram 1
menunjukkan hubungan antara tim-tim heterogen itu dengan meja-meja yang
homogen.
Setelah minggu pertama tersebut, siswa dapat berpindah meja bergantung
kepada kinerja mereka sendiri pada turnamen yang paling mutakhir. Pemenang pada
11
tiap meja naik ke atas menuju ke meja yang lebih tinggi berikutnya (misalnya, dari
meja 2 ke meja 3). Dengan cara ini, jika ada siswa yang salah tempat pada awalnya,
mereka akhirnya akan bergerak ke atas atau ke bawah sampai mereka berada pada
tingkat kinerja yang benar.
H. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah seperangkat pertanyaan dan tugas yang
disusun dalam suatu lembaran untuk memahami suatu konsep. LKS bertujuan untuk
mengarahkan siswa melalui tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu pemahaman terhadap konsep tertentu. Oleh karena tujuan akhir dari
pemberian lembar kerja siswa adalah tercapainya pemahaman pada diri siswa
terhadap suatu konsep maka suatu lembar kerja siswa harus disusun secara
sistematis.
I. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan PMR dipadu Strategi Turnamen Belajar
a. Teori Piaget
a.1. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental
a.2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan pembelajaran
a.3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan.
b. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel belajar bermakna timbul jika siswa mencoba
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya.
J. Metode Ekspositori
Metode ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru
kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan
materi dan contoh soal disertai tanya jawab (Suyitno, 2004: 4).
Kekurangan dari metode ekspositori adalah:
(1) Pada metode ini tidak menekankan penonjolan keaktivan fisik seperti
keaktivan mental siswa.
(2) Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran).
(3) Pengetahuan yang didapat dengan metode ekspositori cepat hilang.
12
(4) Kepadatan konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat berakibat siswa
tidak menguasai bahan pelajaran yang diberikan.
(Suharyono, 1996).
K. Soal Cerita
Soal dalam mata pelajaran matematika dibedakan menjadi dua yaitu soal
dalam bentuk cerita dan soal non cerita. Soal cerita adalah soal yang disajikan
dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah
kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Panjang pendeknya bahasa yang
digunakan untuk mengungkap soal cerita biasanya berpengaruh terhadap tingkat
kesulitan soal tersebut. Makin panjang bahasa yang digunakan maka makin tinggi
tingkat kesulitan soal tersebut. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan soal
cerita adalah soal matematika yang disajikan dengan kalimat dan berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan.
Menurut tim matematika depdikbud, tiap soal cerita dapat diselesaikan
sebagai berikut:
a. Membaca soal tersebut dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan
dalam soal.
b. Menuliskan kalimat matematika yang menyatakan hubungan-hubungan tersebut
dalam bentuk operasi bilangan.
c. Menyelesaikan kalimat matematika.
d. Menggunakan hasil penyelesaian tersebut untuk menjawab pertanyaan dalam
soal.
Soal cerita dalam matematika lebih ditekankan kepada penajaman
intelektual anak sesuai dengan realitas sehari-hari. Karena masalah matematika
sehari-hari lebih banyak bersifat kata-kata daripada simbol. Bentuk masalah-
masalah yang dihadapi dirangkai menjadi kata yang harus diterjemahkan dalam
bentuk kalimat matematika.
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup
13
1. Populasi. Populasi yang ditetapkan peneliti adalah semua kelas II SDI Al Azhar 14 Semarang pada cawu dua tahun pelajaran 2006/2007.
2. Sampel. Kelas II A sebagai kelompok eksperimen, kelas II B sebagai kelompok kontrol, dan kelas II C sebagai kelas uji coba instrumen. Semuanya dipilih secara cluster random sampling.
B. Variabel Penelitiana) Untuk hipotesis 1, 2, dan 3 diatas dikenakan pada kelas eksperimen. Variabelnya
adalah keaktivan siswa dalam pembelajaran, keterampilan proses pembelajaran siswa, dan kognitif siswa.
b) Untuk hipotesis 4 dikenakan pada kelas eksperimen. Variabel independennya (X) keaktivan siswa dalam pembelajaran. Variabel
dependennya (Y) adalah kognitif siswac) Untuk hipotesis 5 dikenakan pada kelas eksperimen.
Variabel independennya (X) Keterampilan proses siswa dalam pembelajaran. Variabel dependennya (Y) adalah kognitif siswa
d) Untuk hipotesis 6 dikenakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Variabel independennya adalah jenis strategi pembelajaran. Variabel dependennya
adalah kognitif siswa.C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
d.1 Dokumentasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh nama-nama siswa yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini dan data nilai murid caturwulan pertama matematika kelas II SDI Al-Azhar 14 Semarang tahun pelajaran 2006/2007. Nilai tersebut digunakan untuk mengetahui homogenitas sampel awal yang akan diteliti.
d.2 Tes. Tes digunakan untuk mengukur kognitif siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
d.3 Pengamatan atau observasi. Hal ini dilakukan untuk mengamati keaktivan siswa, suasana proses pembelajaran, dan keterampilan proses yaitu dengan lembar pengamatan
d.4 Angket. Digunakan untuk memperoleh data yang lebih lengkap tentang keaktivan siswa terhadap pembelajaran dengan tugas terstruktur yang menggunakan pendekatan PMR dipadu strategi turnamen belajar.
D. Instrumen dan Teknik Pengambilan Data Instrumen variabel keaktivan siswa, keterampilan proses, dan instrumen variabel
kognitif Dalam pelaksanaan penelitian, teknik pengambilan data pada variabel
keaktivan siswa dan keterampilan proses dilakukan dengan lembar pengamatan sedangkan untuk variabel kognitif kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pengukurannya dengan tes tertulis.
Indikator–indikator variabel keterampilan proses dan variabel keaktivan akan diuji validitas isinya dengan pembimbingan dosen pembimbing, sedangkan untuk variabel kognitif akan dilakukan reliabilitas, validitas, tingkat kesulitan soal, dan daya beda.
Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa 10 item dari 15 item soal yang diujicobakan layak untuk dipakai yaitu dengan kriteria valid dan mempunyai daya pembeda yang tidak jelek sehingga soal tersebut dapat digunakan. Soal yang
14
digunakan dalam penelitian ini adalah soal nomor 1, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, dan 15. Perhitungan analisis uji coba tes selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8.
E. Metode Analisis Data Tahap awal yang merupakan tahap pemadanan sampel dan tahap akhir,
yang merupakan tahap analisis data untuk menguji hipotesis penelitian.
1) Analisis Data Awala. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menentukan statistik yang akan digunakan dalam mengolah data, yang paling penting adalah untuk menentukan apakah menggunakan statistik parametrik atau non parametrik.
Untuk menguji normalitas data sampel yang diperoleh yaitu nilai ulangan harian matematika dari materi sebelumnya dapat digunakan uji Chi-Kuadrat.
a) Untuk kelompok eksperimen
Dari hasil perhitungan diperoleh χ2 = 5,8432, dengan n = 4 dan taraf nyata = 0,05. Sedangkan pada tabel nilai χ2 = 9,49. Karena χ2 < χ2tabel maka Ho berada pada daerah penerimaan, maka data berdistribusi normal. (lampiran 10)
b) Untuk kelompok kontrol
Dari hasil perhitungan diperoleh χ2 = 4,7005, dengan n = 4 dan taraf nyata = 0,05. Sedangkan pada tabel nilai χ2 = 9,49. Karena χ2 < χ2
tabel maka Ho berada pada daerah penerimaan, maka data berdistribusi normal. (lampiran 11)
b. Uji Kesamaan Dua Varians (homogenitas)Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel
penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak.
Dari hasil perhitungan didapat S12 = 162,40 dan S2
2 = 165,79 diperoleh F = 1,02 dengan derajat kebebasan untuk pembilang = 31, penyebut = 31, dan = 0,05 dari daftar F(0,025)(31,31) = 1,84. Jelas Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima, yang berarti tidak ada perbedaan varians antara kedua kelompok tersebut. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 33.
c. Uji Kesamaan Rata-Rata
α
α
α
15
Analisis data dengan uji t digunakan untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan diperoleh t = 0,165, dengan dk = 79 dan taraf nyata = 0,05. Sedangkan pada tabel nilai t = 1,67. Karena – ttabel < thitung < ttabel maka Ho berada pada daerah penerimaan. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan. (lampiran 34)
2) Analisis Data AkhirSetelah semua perlakuan berakhir kemudian diberi tes. Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah hasilnya sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Data yang terkumpul dilakukan uji statistik deskriptif dan dilanjutkan analisis data kuantitatif.
Untuk menguji hipotesis nomor 1, 2, dan 3 ini digunakan uji t satu sampel. Sedangkan untuk menguji hipotesis nomor 4 dan 5 ini digunakan uji normalitas, uji homogenitas, uji regresi linier sederhana. Dalam hal ini diolah menggunakan program microsoft exel dan SPSS versi 10.0. Kemudian untuk menguji hipotesis 6 dilakukan uji t satu sampel.
F. Indikator PencapaianTarget pencapaian untuk keaktivan siswa, keterampilan proses, dan kognitif
siswa pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar pada penelitian ini akan memprogramkan sebesar 70%. Hal ini dengan pertimbangan menghindari jenjang siswa yang pandai dan tidak (keheterogenan siswa dalam kelas). Sedangkan standar ketuntasan belajar minimal mata pelajaran matematika yang ditetapkan di SDI Al Azhar 14 Semarang adalah 65.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan PembelajaranKegiatan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 sampai dengan 27
April 2007. Sebelum kegiatan penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu menentukan materi penelitian, subjek penelitian, menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari; kisi-kisi soal uji coba, soal uji coba, rencana pembelajaran, soal evaluasi tiap pertemuan, lembar kerja siswa, angket keaktivan siswa, dan angket keterampilan proses. Materi pokok yang dipilih adalah operasi hitung bilangan bulat.
Model pembelajaran yang digunakan dalam kelas eksperimen yaitu model pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar dan di kelas kontrol digunakan pembelajaran dengan metode ekspositori. Pelaksanaan pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar terdiri dari 3 tahap utama yaitu; pengenalan, eksplorasi, dan meringkas.
2. Deskripsi Data Hasil PenelitianProses pembelajaran sesuai dengan jadwal pelajaran kelas II semester 2
tahun pelajaran 2006/2007 yaitu pada tanggal 10, 11, 13, 17, dan 18 April 2007. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dilaporkan hasil angket siswa
α
Descriptive Statistics
32 56.47 91.76 72.8676 7.7287 59.73332 59.41 90.59 73.4007 6.7397 45.42332 48.00 100.00 81.5000 12.3784 153.22632
KEAKTIVNK_PROSESHSL_BLJRValid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
16
variabel keaktivan, hasil pengamatan variabel keterampilan proses, dan kognitif siswa.
Tabel 1. Deskripsi Variabel
a) Keaktivan siswa terhadap pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar
Untuk variabel keaktivan siswa terhadap pembelajaran matematika realistik yang dipadu dengan strategi turnamen belajar rataannya sebesar 72,87. Berdasarkan kriteria seperti diuraikan pada bab II, maka rataan tersebut termasuk dalam kategori tinggi.
Bila nilai rataan keaktivan siswa ditambah dan dikurangi dua kali nilai standar deviasi yaitu dan maka akan menjadi 72,87 – 2 x 7,73 = 57,41 dan 72,87 + 2 x 7,73 = 88,33. Nilai interval 57,41 sampai 88,33 berada dalam interval minimum atau maksimum, sebab data nilai minimum 56,47 dan maksimumnya 91,76. Hal ini dikatakan data mempunyai simpangan baku kecil yang berarti data cenderung homogen.
b) Keterampilan proses siswa terhadap pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar
Dari skoring variabel keterampilan proses siswa terhadap pembelajaran matematika realistik yang dipadu dengan strategi turnamen belajar yang berisi 17 item (lampiran 2) dapat dideskripsikan bahwa nilai rataan 73,40 (lampiran 35) merupakan nilai dalam bentuk persen yang berasal dari data asli nilai terendah dan tertinggi diskoring dalam rentang 0 sampai dengan 100. Dengan nilai rataan keterampilan proses 73,40 dapat disimpulkan bahwa skor rataan keterampilan proses berada pada kategori tinggi.
Jika nilai rataan ditambah dan dikurangi dua kali nilai standar deviasi yaitu dan maka akan menjadi 73,40 – 2 x 6,74 = 59,92 dan 73,40 + 2 x 6,74 = 86,88. Nilai interval 59,92 sampai 86,88 berada dalam interval minimum atau maksimum, sebab data nilai minimum 59,41 dan maksimumnya 90,59. Hal ini dikatakan data mempunyai simpangan baku kecil yang berarti data cenderung homogen.
SDx 2− SDx 2+
SDx 2− SDx 2+
One-Sample Test
2.854 31 .008 3.4007 .9708 5.8306K_PROSESt df Sig. (2-tailed)
MeanDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Test Value = 70
17
c) Pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa
Nilai kognitif siswa yang diberi 10 item soal dapat dideskripsikan bahwa nilai rataan 81,50 merupakan nilai dalam bentuk persen artinya data asli nilai terendah dan tertinggi diskoring dalam rentang 0 % sampai dengan 100 %. Perolehan nilai kognitif para siswa sudah mencapai rataan 81,50 yang berada pada kategori sangat tinggi (ketentuan kategori dapat dilihat pada bab III).
Jika nilai rataan kognitif ditambah dan dikurangi dua kali standar deviasi yaitu dan maka akan menjadi 81,50 – 2 x 12,38 = 56,74 dan 81,50 + 2 x 12,38 = 106,26. Nilai interval 56,74 sampai 106,26 berada dalam interval nilai minimum tetapi diluar nilai maksimum, sebab data nilai minimum 48 dan maksimumnya 100. Hal ini dikatakan data mempunyai simpangan baku tidak kecil. Ini berarti data cenderung mengumpul ke kanan atau tidak homogen.
B. Uji Hipotesis Penelitian1) Siswa dengan pembelajaran matematika realistik dipadu strategi
turnamen belajar dapat mencapai ketuntasan belajar dalam keaktivannya.Ho : µ ≤ 0 (rataan nilai keaktivan sama atau kurang dari 70)
H1 : µ > 70 (rataan nilai keaktivan melebihi 70)
Tabel 2. Ketuntasan Variabel Keaktivan
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansinya adalah 0,044 = 4,40%, ini kurang dari 5% maka Ho ditolak, artinya penyataan rataan variabel keaktivan melebihi nilai 70 dapat diterima. Dengan demikian perolehan nilai uji ketuntasan variabel keaktivan secara statistik menunjukkan diatas harapan karena telah melebihi dari target 70% yaitu 72,87%.
2) Siswa dengan pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar dapat mencapai ketuntasan belajar dalam keterampilan proses. Ho : µ ≤ 0 (rataan nilai keterampilan proses sama atau kurang dari 70)
H1 : µ > 70 (rataan nilai keterampilan proses melebihi 70)
Tabel 3. Ketuntasan Variabel Keterampilan Proses
SDx 2− SDx 2+
ANOVAb
2798.636 1 2798.636 43.026 .000a
1951.364 30 65.0454750.000 31
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), KEAKTVNa.
Dependent Variable: KOGNITIFb.
18
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansinya adalah 0,008 = 0,8%, ini kurang dari 5% maka Ho ditolak, artinya penyataan rataan variabel keterampilan proses melebihi nilai 70 dapat diterima. Dengan demikian perolehan nilai uji ketuntasan variabel keterampilan proses secara statistik menunjukkan diatas harapan karena telah melebihi dari target 70% yaitu 73,40%.
3) Siswa dengan pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar dapat mencapai ketuntasan kognitifnya.
Hasil perhitungan uji keefektifan pembelajaran kelompok eksperimen diperoleh thitung = 5,26. Dengan kriteria uji pihak kanan, untuk = 5% dan dk = n – 1 = 32 – 1 = 31, diperoleh t(0.95)(31) = 1,7. Karena thitung > ttabel maka disimpulkan bahwa rata-rata kognitif kelompok eksperimen 70, sehingga dapat dinyatakan bahwa siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 41.
4) Terdapat pengaruh keaktivan siswa dalam pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa.a) Hasil Uji Normalitas
b) Hasil Uji Homogenitas
c) Hasil Uji Regresi Linier Sederhana
Uji keberartian : Ho : hubungan antara keaktivan siswa dan kognitif tidak berarti
H1 : hubungan antara keaktivan siswa dan kognitif berarti
Tabel 4. Keberartian Regresi
Dari tabel diatas diperoleh anova output SPSS versi 10.0 dengan nilai sig = 0,000 = 0% lebih kecil dari 5%, maka Ho ditolak yang mempunyai arti bahwa antara keaktivan siswa dan kognitif mempunyai hubungan yang berarti.
Uji Lineritas antara Keaktivan Siswa terhadap kognitifUntuk menguji kelinieritasan antara keaktivan siswa terhadap kognitif
dalam persamaan regresi Y = a + bX dapat dilihat pada tabel koefisien.
Obj110Obj111
Coefficientsa
-8.082 13.731 -.589 .5611.229 .187 .768 6.559 .000
(Constant)KEAKTVN
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: KOGNITIFa.
Model Summary
.768a .589 .575 8.0651Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), KEAKTVNa.
19
Tabel 5. Uji Kelieran antara Keaktivan dan Kognitif siswa
Dari tabel diatas dapat dibaca persamaan regresinya Y = -8,082 + 1,229 X
Ho : β = 0, keaktivan tidak linier terhadap kognitif siswa
H1 : β ≠ 0, keaktivan linier terhadap kognitif siswa
Data tabel diatas terlihat pada distribusi t signifikan untuk keaktivan siswa. Signifikansinya adalah 0,000 = 0% lebih kecil dari 5%, maka Ho
ditolak artinya antara variabel keaktivan siswa mempunyai hubungan linier terhadap kognitif siswa. Karena koefisien β untuk X adalah positif 1,229 maka dikatakan hubungan tersebut adalah positif. Positif mengandung arti bahwa variabel keaktivan terhadap kognitif siswa mempunyai hubungan linier. Dengan melihat koefisien β yang terstandar seperti terlihat pada tabel adalah 0,768 maka secara teoritis nilai tersebut menunjukkan sama dengan nilai koefisien korelasi. Hal tersebut diatas menunjukkan hubungan X terhadap Y adalah linier berarti besarnya koefisien korelasi adalah 0,768.
Untuk melihat besar pengaruh atau kontribusi keaktivan siswa (X) terhadap kognitif siswa (Y) dapat dibaca dari nilai R Square. Dari tabel model summary dapat dilihat nilai R Square yang diperoleh dari hasil olahan SPSS versi 10.0.
Tabel 6. Kontribusi Keaktivan terhadap Kognitif Siswa
Nilai R Square menunjukkan besarnya kontribusi keaktivan siswa (X) terhadap nilai kognitif siswa (Y). Dari tabel diatas dapat dilihat nilai R 2 = 0,589 =
20
58,9%, artinya keaktivan mempengaruhi kognitif siswa sebesar 58,9%, sedangkan masih ada pengaruh variabel lain sebesar 41,1%.
5) Terdapat pengaruh positif keterampilan proses pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa.
Uji keberartian : Ho : hubungan antara keteramplan proses dan kognitif tidak berarti
H1 : hubungan antara keteramplan proses dan kognitif berarti
Tabel 7. Keberartian Regresi
Dari tabel diatas diperoleh anova output SPSS versi 10.0 dengan nilai sig = 0,000 = 0% lebih kecil dari 5%, maka Ho ditolak yang mempunyai arti bahwa antara keterampilan proses dan kognitif mempunyai hubungan yang berarti.
Uji Lineritas antara Keterampilan Proses terhadap kognitifTabel 8. Uji Kelieran antara Keterampilan Proses dan Kognitif
Dari tabel diatas dapat dibaca persamaan regresinya Y = -16,912 + 1,341 X Ho : β = 0, keterampilan proses tidak linier terhadap kognitif
H1 : β ≠ 0, keterampilan proses linier terhadap kognitif
Data tabel diatas terlihat pada distribusi t signifikan untuk keterampilan proses. Signifikansinya adalah 0,000 = 0% lebih kecil dari 5%, maka Ho
ditolak artinya antara variabel keterampilan proses mempunyai hubungan linier terhadap kognitif . Karena koefisien β untuk X adalah positif 1,341 maka dikatakan hubungan tersebut adalah positif. Positif mengandung arti bahwa variabel keterampilan proses terhadap kognitif mempunyai hubungan linier. Dengan melihat koefisien β yang terstandar seperti terlihat pada tabel adalah 0,730 maka secara teoritis nilai tersebut menunjukkan sama dengan nilai koefisien korelasi. Hal tersebut diatas menunjukkan hubungan X terhadap Y adalah linier berarti besarnya koefisien korelasi adalah 0,730.
Tabel 9. Kontribusi Keterampilan terhadap Proses Kognitif
Model Summary
.730a .533 .517 8.5999Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), K_PROSESa.
21
Nilai R Square menunjukkan besarnya kontribusi X yaitu keterampilan proses terhadap Y nilai kognitif. Dari tabel diatas dapat dilihat nilai R 2 = 0,533 = 53,3%, artinya keterampilan proses mempengaruhi kognitif sebesar 53,3%, sedangkan masih ada pengaruh variabel lain sebesar 46,7%.
6) Kognitif pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar lebih baik daripada kognitif pembelajaran dengan metode ekspositori.
a. Nilai Rata-rata KognitifBerdasarkan hasil perhitungan nilai rata-rata kognitif kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh sebagai berikut:
Sampel Rata-rata Kognitif Simpangan Baku
Kel. Eksperimen 81,50 12.38
Kel. Kontrol 76.59 10.83
b. Estimasi Rata-rata Kognitif
Hasil perhitungan uji estimasi rata-rata kognitif kelompok eksperimen adalah 77.04 – 85.96 untuk koefisien = 0,975 dan dk = 32 – 1 = 31, diperoleh tp = 2.04. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 43.
Sedangkan hasil perhitungan uji estimasi rata-rata kognitif kelompok kontrol adalah 72.69 – 80.50 untuk koefisien = 0,975 dan dk = 32 – 1 = 31, diperoleh tp = 2.04. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 44.
c. Uji Perbedaan Dua Rata-rata: Uji pihak KananHasil perhitungan menunjukkan bahwa data kognitif matematika siswa
kelas IIA dan IIB berdistribusi normal dan homogen. Untuk menguji perbedaan dua rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol digunakan uji t satu pihak yaitu uji pihak kanan. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut;
Ho :
Obj112
Obj113
Obj114
Obj115
22
Ha :
Dari penelitian diperoleh bahwa rata-rata kelompok eksperimen = 81.50 dan rata-rata kelompok kontrol = 76.59, dengan n1 = 32 dan n2 = 31 diperoleh thitung = 1.687. Dengan = 5% dan dk = 32 + 32 – 2 = 62, diperoleh ttabel =1.67. Karena thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti rata-rata kognitif matematika pada materi operasi hitung pada bilangan bulat dengan pembelajaran matematika realistik dipadu dengan strategi turnamen belajar lebih dari rata-rata kognitif matematika dengan metode ekspositori. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 40.
C. Pembahasan1. Proses Kelompok Eksperimen
Pada fase pengenalan, guru memperkenalkan masalah realistik dalam matematika kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman (setting) masalah. Pada fase ini sebaiknya ditinjau ulang semua konsep-konsep yang berlaku sebelumnya dan diusahakan untuk mengaitkan masalah yang dikaji saat itu ke pengalaman siswa sebelumnya
Pada fase eksplorasi, siswa dianjurkan bekerja secara individual, berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang bekerja, mereka mencoba membuat model situasi masalah, berbagi pengalaman atau ide, mendiskusikan pola yang dibentuk saat itu, serta berupaya membuat dugaan. Selanjutnya dikembangkan strategi-strategi pemecahan masalah yang dilakukan berdasarkan pada pengetahuan informal atau formal yang dimiliki siswa. Di sini guru berupaya meyakinkan siswa dengan cara memberi pengertian sambil berjalan mengelilingi siswa, melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa, dan memberi motivasi kepada siswa untuk giat bekerja. Dalam hal ini, peranan guru adalah memberikan bantuan seperlunya kepada siswa yang memerlukan bantuan. Bagi siswa yang berkemampuan tinggi, dapat diberikan pekerjaan yang lebih menantang yang berkaitan dengan masalah. Didalam fase eksplorasi ini terdapat presentasi dan turnamen. Dalam presentasi ini siswa diberikan LKS sebagai bahan panduan. LKS tersebut dibaca dan dibahas dalam tim. Pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan isi yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim.
Setelah itu diadakan turnamen. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Permainan dimainkan pada meja-meja yang berisi tiga siswa, tiap-tiap siswa mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan permainan hanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberi nomor dan disajikan pada lembar pertanyaan. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor kartu tersebut. Diadakan aturan tantangan yang memungkinkan seorang pemain mengemukakan jawaban berbeda untuk menantang jawaban lawannya. Turnamen itu biasanya dilaksanakan pada akhir minggu, setelah guru menyelesaikan presentasi kelas dan tim-tim memperoleh
Obj116Obj117Obj118
23
kesempatan berlatih dengan LKS. Untuk turnamaen pertama, guru menetapkan siapa yang akan bertanding pada meja permainan. Menetapkan tiga siswa peringkat atas dalam kinerja yang lalu pada meja, masing-masing siswa mewakili timnya. Tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Bertanding dengan lawan seimbang ini, menyerupai sitem skor perbaikan individual pada STAD, yang memungkinkan bagi setiap siswa dari seluruh tingkat kinerja yang lalu menyumbang secara maksimal kepada skor timnya apabila mereka melakukan yang terbaik.
Setelah minggu pertama tersebut, siswa dapat berpindah meja bergantung kepada kinerja mereka sendiri pada turnamen yang paling mutakhir. Pemenang pada tiap meja naik ke atas menuju ke meja yang lebih tinggi berikutnya (misalnya, dari meja 2 ke meja 3). Dengan cara ini, jika ada siswa yang salah tempat pada awalnya, mereka akhirnya akan bergerak ke atas atau ke bawah sampai mereka berada pada tingkat kinerja yang benar.
Pada fase meringkas, guru dapat mengawali pekerjaan lanjutan setelah siswa menunjukkan kemajuan dalam pemecahan masalah. Sebelumnya mendiskusikan pemecahan-pemecahan dengan berbagai strategi yang mereka lakukan. Dalam hal ini, guru membantu siswa meningkatkan kinerja matematika secara lebih efisien dan efektif. Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan dugaan, pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi, alternatif-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaiki strategi dan dugaan mereka, dan membuat keterkaitan. Sebagai hasil dari diskusi, siswa diharapkan menemukan konsep-konsep awal/utama atau pengetahuan matematika formal sesuai dengan tujuan materi. Dalam fase ini guru juga dapat membuat keputusan pengajaran yang memungkinkan semua siswa dapat mengaplikasikan konsep atau pengetahuan matematika formal.
Berdasarkan pertemuan pertama masih terdapat kekurangan selama proses pembelajaran sebagai berikut, kinerja guru dalam pengelolaan pembelajaran belum dilaksanakan dengan baik karena model ini merupakan hal yang baru bagi guru. Motivasi yang diberikan guru masih terlalu sedikit, peran guru dalam membimbing siswa dalam mengorganisasi tugas-tugas masih perlu ditingkatkan sehingga masih terdapat beberapa kelompok yang belum memahami tugas yang harus diselesaikan sehingga banyak siswa yang bertanya, bercerita sendiri, dan tidak aktif dalam kelompoknya sehingga menimbulkan kegaduhan. Dalam membimbing siswa membuat hasil karya, peran guru juga masih perlu ditingkatkan.
Penyajian hasil diskusi kelompok oleh wakil dari setiap kelompok belum disajikan dengan baik, tulisan yang ditampilkan belum lengkap dan tulisannya kecil-kecil, suara yang dikeluarkan juga masih pelan sehingga belum bisa dimengerti oleh teman sekelasnya dengan baik sehingga terkesan menerangkan untuk dirinya sendiri. Reaksi dari siswa atau kelompok lain juga belum ada karena masih belum ada siswa yang bertanya atau menanggapi tentang penyajian dari kelompok yang maju.
Kerja sama siswa pada pertemuan pertama belum baik karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang dilaksanakan, masih banyak siswa yang pasif dalam kelompoknya dan belum ada pembagian tugas yang merata dalam kelompok. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama belum dilaksanakan
24
dengan baik, sehingga masih perlu diperbaiki, agar kemampuan dalam memecahkan masalah dan bekerja sama dapat ditumbuhkembangkan sehingga kognitif dapat ditingkatkan.
Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua sudah lebih baik dari pertemuan sebelumnya. Tetapi motivasi yang diberikan guru masih sedikit. Bimbingan penyelidikan secara individual atau kelompok juga masih perlu ditingkatkan, karena masih ada beberapa siswa yang belum aktif dalam pelaksanaan diskusi. Peran guru dalam membimbing pengembangan dan penyajian hasil karya perlu ditingkatkan karena belum dibuat kesepakatan dengan siswa tentang posisi kertas dalam menyajikan hasil karya sehingga siswa masih semaunya sendiri.
Keaktivan siswa sudah semakin baik, sebagian anggota kelompok sudah berbagi tugas. Interaksi antar siswa belum terlaksana dengan maksimal, mereka masih canggung untuk saling bertanya dan menjelaskan dengan teman sekelompoknya sehingga masih sering bertanya kepada guru bila menemui kesulitan. Dalam menyampaikan tanggapan dan gagasan secara lisan juga perlu ditingkatkan, karena dalam penyajian hasil diskusi masih terlihat malu-malu sehingga memakan banyak waktu.
Kerjasama siswa sudah semakin baik, karena siswa sudah mengenal model pembelajaran yang dilaksanakan. Partisipasi siswa di dalamnya menunjukkan sedikit peningkatan. Diskusi antar teman dalam kelompok terlaksana dengan baik walau masih ada sebagian siswa yang tidak berperan aktif dalam kelompoknya.
Pelaksanaan pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar pada pertemuan ketiga menunjukkan peningkatan yang lebih baik daripada pertemuan kedua. Guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran dengan lengkap dan memunculkan masalah dengan sangat baik. Bimbingan guru dalam mengorganisasi tugas-tugas sudah sangat baik juga, siswa sudah dengan sendirinya mengambil dan mempersiapkan logistik yang diperlukan walaupun masih terkesan ramai. Bimbingan individual maupun kelompok sudah mulai ditingkatkan, sehingga suasana pembelajaran menjadi kondusif, hampir seluruh siswa aktif dalam pembelajaran. Peran guru dalam membimbing siswa menyajikan hasil karya sudah lebih baik. Penulisan hasil diskusi dalam kertas manila sudah tertulis lengkap. Dalam menyimpulkan materi pada pertemuan ketiga ini, guru masih berperan cukup banyak karena siswa masih kesulitan dalam merangkai kata-kata.
Keaktivan siswa pada pertemuan ketiga juga meningkat dibanding pertemuan II. Sebagian besar siswa melakukan keaktivan matematika seperti menghitung, mengamati, mencatat, memprediksi, dan membuat kesimpulan sehingga pembagian tugas dalam kelompok sudah lebih merata dan tidak terlihat siswa yang diam atau bercerita sendiri. Interaksi antar siswa sudah baik, mereka sudah saling bekerjasama, berdiskusi, bertanya dan menjelaskan, bahkan sudah ada sebagian kelompok yang berdiskusi dengan guru ketika guru memberikan bimbingan kelompok.
Siswa menjadi lebih berani dalam menyajikan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Wakil kelompok yang maju setiap kali pertemuan tidak sama dengan pertemuan sebelumnya, hal ini untuk melatih keberanian tiap-tiap anak. Suara yang dikeluarkan sudah cukup keras sehingga siswa lain yang di belakang dapat
25
mendengar. Beberapa anak sudah berani bertanya dan menanggapi secara lisan hasil presentasi kelompok yang maju. Kerjasama siswa pada pertemuan ini, menunjukkan peningkatan. Semua anggota kelompok sudah terbiasa membagi tugas untuk memecahkan masalah, setiap anggota kelompok terlibat di dalamnya.
Pada pertemuan keempat, guru sudah agak mengurangi pemberian bantuan karena siswa sudah bisa melakukannya sendiri. Guru hanya memberikan bantuan pada kelompok yang mengalami kesulitan. Pada pertemuan yang ke keempat ini, guru tetap mengaktifkan diskusi/dialog antar teman dalam kelompoknya. Diskusi antara guru dengan siswa juga semakin meningkat, siswa sudah tidak merasa canggung lagi bertanya kepada guru. Hubungan yang baik antara guru dengan siswa dan sesama siswa dalam kelompok telah meningkatkan kerjasama yang baik sehingga jumlah siswa yang mengalami kesulitan sudah berkurang.
Keaktivan siswa yang dilakukan pada pertemuan keempat sudah baik. Model kerja sama yang dilaksanakan pada model pembelajaran realistik yang dipadu strategi turnamen belajar telah meningkatkan keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat. Siswa sudah berani menyampaikan gagasannya secara lisan. Dalam penyampaian hasil diskusi, siswa sudah dapat menyampaikan gagasan kelompoknya secara lengkap dan teratur.
Kerjasama siswa pada pertemuan keempat juga semakin baik. Antar sesama anggota kelompok sudah saling membantu dalam mengutarakan pendapat, dan saling mendengarkan pendapat yang diajukan oleh salah satu anggota. Mereka berbicara secara teratur dan bergiliran sehingga suasana diskusi terlihat semakin kondusif.
Pelaksanaan pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar pada pertemuan kelima sudah baik. Guru telah melaksanakan tahap-tahap pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar dengan sangat baik. Guru telah memunculkan masalah dan memotivasi siswa untuk bisa memecahkan masalah yang diajukan dengan sangat baik sehingga siswa semakin senang dengan model pembelajaran yang dilaksanakan. Peran guru dalam membimbing siswa mengorganisasikan tugas-tugas dan berbagi tugas dengan teman kelompoknya juga sudah baik. Siswa sudah dengan sendirinya melaksanakan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Bantuan yang diberikan guru sudah berkurang, guru hanya memberikan bantuan pada siswa atau kelompok yang membutuhkan.
Ada peningkatan keaktivan siswa dibanding pertemuan-pertemuan sebelumnya, dengan model kerja kelompok yang dilakukan setiap kali pertemuan telah meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Bentuk kerjasama yang selalu mereka kerjakan juga melatih mereka untuk selalu menghargai orang lain.
Menurut peneliti, kerjasama yang baik ini menjadi salah satu pendukung keberhasilan siswa yang ditunjukkan tidak hanya pada kognitifnya saja tetapi pada kemampuan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah serta kerjasama yang dapat ditumbuhkembangkan. Model pembelajaran ini membuat mereka menjadi berani mengemukakan pendapat dan meningkatkan percaya diri bagi siswa untuk tampil di depan kelas.
26
2. Proses Kelompok KontrolPembelajaran yang dilaksanakan pada kelas kontrol adalah pembelajaran
ekspositori. Metode yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Dalam pembelajaran ekspositori, guru menjelaskan materi secara urut kemudian siswa diberi kesempatan untuk mencatat. Selanjutnya guru memberikan beberapa contoh soal latihan. Kemudian guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di buku latihan. Setelah selesai mengerjakan soal, beberapa siswa diminta untuk mengerjakan soal tersebut di papan tulis. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang belum dipahami. Di akhir pembelajaran, guru menegaskan kembali tentang materi yang telah dipelajari kemudian memberi tugas rumah.
Pembelajaran dengan metode ekspositori pada awalnya memang membuat siswa lebih tenang karena guru yang mengendalikan siswa. Siswa duduk dan memperhatikan guru menerangkan materi pelajaran. Hal semacam ini justru mengakibatkan guru kurang memahami pemahaman siswa, karena siswa yang sudah jelas atau belum hanya diam saja. Siswa yang belum jelas kadang tidak berani atau malu untuk bertanya pada guru. Pada waktu mengerjakan soal latihan hanya siswa yang pandai saja yang serius mengerjakan soal yang diberikan oleh guru sedangkan yang lain lebih asyik bercerita dengan temannya.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh siswa adalah tentang kemampuan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah. Karena pembelajaran tidak menggunakan sistem kelompok maka masalah yang diberikan harus dikerjakan sendiri, oleh karena itu pemahaman siswa dalam memahami arti atau maksud soal yang diberikan agak lambat dan kecepatan berhitung pun agak lambat sehingga memakan banyak waktu, dalam setiap kali pertemuan tidak selalu bisa memberikan evaluasi. Karena itu guru yang memberikan pelajaran sebaiknya mengadakan variasi model pembelajaran dalam mengajar.
Berdasarkan analisis hasil penelitian, kita ketahui bahwa kognitif kelas eksperimen lebih baik dari kognitif kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena kedua kelas ini diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran matematika realistik yang dipadu dengan strategi turnamen belajar sedangkan pada kelas kontrol dengan menggunakan metode ekspositori. Indikator dari keefektifan pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil tes secara individual yang mampu menyelesaikan minimal 70% dari tujuan keseluruhan, tetapi juga ketuntasan belajar secara klasikal yang mencapai sekurang-kurangnya 70% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas telah tuntas belajar.
Suatu proses pembelajaran juga dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan kerjasama siswa dalam kelompoknya. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pun semakin meningkat pada setiap pertemuan.
Pada pertemuan kelima guru memberikan penguatan materi dan beberapa soal latihan yang harus dikerjakan secara individual karena siswa harus dilatih untk berfikir mandiri. Tidak selamanya siswa harus menyelesaikan masalah secara bersama-sama atau kelompok. Selain itu dengan pemberian masalah yang berbeda
27
dari tiap kelompok juga menyebabkan pemahaman yang berbeda, siswa lebih menguasai masalah yang dihadapi dalam kelompoknya sedangkan masalah yang terdapat dalam kelompok lain siswa perlu pemahaman khusus.
Pelaksanaan model pembelajaran yang monoton dapat menyebabkan kejenuhan pada siswa, untuk lebih memotivasi dan menghindari kejenuhan pada siswa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika realistik yang dipadu dengan strategi turnamen belajar guru dapat mengadakan variasi dengan memberikan keleluasaan dalam memilih masalah untuk diselidiki dan pemecahannya dapat dilakukan dengan beragam material dan peralatan, dan pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam kelas, bisa juga dilakukan di perpustakaan atau laboratorium, bahkan dilakukan diluar sekolah agar siswa lebih memahami peran matematika yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Hambatan yang dialami selama proses pembelajaran kiranya dapat menjadi tinjauan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran serupa. Pembelajaran matematika realistik yang dipadu dengan strategi turnamen belajar perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan kognitif siswa.
Pada metode ekspositori, karena tidak adanya sistem kelompok maka kerjasama antar individu tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan metode pembelajaran yang demikian belum bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tursinah (2004) mengenai kelemahan metode ekspositori yang diterapkan pada kelompok kontrol ini.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab IV di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Secara deskriptif hasil variabel keaktivan siswa mempunyai rataan 72,87 (skor terendah 56,47 dan skor tertinggi 91,76) yang berkategori tinggi. Hasil ini memberikan gambaran keaktivan siswa terhadap pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar. Setelah diadakan uji pihak kanan diperoleh signifikansi sebesar 4,40% kurang dari 5% maka Ho ditolak, artinya penyataan rataan variabel keaktivan siswa melebihi skor 70 dapat diterima. Dengan demikian perolehan skor uji ketuntasan variabel keaktivan siswa secara statistik menunjukkan diatas harapan karena telah melebihi dari target 70% yaitu 72,87%.
2) Variabel keterampilan proses mempunyai rataan 73,40 (skor terendah 59,41 dan skor tertinggi 90,59) yang berkategori tinggi.. Setelah diadakan uji pihak kanan diperoleh signifikansi sebesar 0,8% kurang dari 5% maka Ho ditolak, artinya penyataan rataan variabel keterampilan proses melebihi skor 70 dapat diterima. Dengan demikian perolehan skor uji ketuntasan variabel keterampilan proses siswa secara statistik menunjukkan diatas harapan karena telah melebihi dari target 70% yaitu 73,40%.
Obj119
28
3) Ketuntasan variabel kognitif dengan uji t mempunyai thitung = 5,26 dan ttabel = 1,7. Karena thitung > ttabel maka disimpulkan bahwa rata-rata kognitif kelompok eksperimen 70. Dengan ini dapat dinyatakan bahwa siswa telah mencapai ketuntasan belajar dalam variabel kognitif.
4) Adanya pengaruh keaktivan siswa dengan pembelajaran matematika realistik dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa ditunjukkan dengan persamaan regresi Y = -8,082 + 1,229 X yang bersifat linier. Besarnya pengaruh keaktivan siswa terhadap kognitif diketahui dari nilai R2 = 0,589 = 58,9%, artinya keaktivan siswa mempengaruhi kognitif sebesar 58,9%, sedangkan masih ada pengaruh variabel lain sebesar 41,1%.
5) Adanya pengaruh keterampilan proses dengan pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar terhadap kognitif siswa ditunjukkan dengan persamaan regresi Y = -16,912 + 1,341X yang bersifat linier. Besarnya pengaruh keterampilan proses terhadap kognitif diketahui dari nilai R2 = 0,533 = 53,3%, artinya keterampilan proses mempengaruhi kognitif sebesar 53,3%, sedangkan masih ada pengaruh variabel lain sebesar 46,7%.
6) Nilai rata-rata kognitif pada pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar lebih baik daripada nilai rata-rata kognitif pembelajaran dengan metode ekspositori. Pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami soal cerita dan memecahkan masalah yang diberikan. Selain itu pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar juga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, meningkatkan keterampilan proses siswa, dan juga menumbuhkembangkan kerjasama antar siswa dalam kelompok, sehingga kognitifnya dapat menjadi lebih baik
B. Saran1. Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam membuat soal diskusi
dengan lebih mengaitkan masalah pada soal dengan kegiatan sehari-hari sehingga keaktifan siswa dapat lebih ditingkatkan.
2. Dalam proses pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar masih memerlukan adanya perbaikan pada guru agar dapat lebih memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan cara memberikan keleluasaan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah.
3. Pembelajaran matematika realistik yang dipadu strategi turnamen belajar perlu terus diterapkan dan dikembangkan pada materi yang lain agar siswa lebih memahami bahwa materi yang dipelajari ada hubungannya dan berguna bagi kehidupan sehari-hari.
4. Bagi guru-guru bidang studi lain diharapkan dapat melaksanakan variasi pendekatan pembelajaran sehingga para siswa dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan keterampilan prosesnya. Dengan ini diharapkan nilai kognitif siswa dapat menjadi lebih baik.
5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
29
Anwar, K. 2006. Mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Turnamen Belajar untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Matematika Pada Siswa SMA Negeri 1 Dempet. Semarang: UNNES.
Arifin, Z. 1991. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Asmin, 2001. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan Kendala yang Muncul di Lapangan. Medan: Universitas Negeri Medan. http://www.depdiknas.go.id/jurnal/44/asmin.htm
Burhanudin, M. 2006. Keyakinan Guru Terhadap Konsep Cara Belajar Siswa Aktif dan Implentasinya dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI.
Busono, M. 1988. Dasar-dasar Pembelajaran. Rhineka Cipta: Jakarta. Darhim dan Hamzah. 2006. Antara Realistic Mathematics Education (RME) dengan
Matematika Modern (New Math). Bandung: UPIDe Bono, E. 1987. Berpikir Lateral. Jakarta: ErlanggaDe Lange, J. 1996. Using Applying Mathematics in Education. Belanda: Kluwer
Academic Publisher.Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika
SMP dan MTs. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta
Freudenthal. 1991. Revisiting mathematics education. Belanda: Kluwer Academic Publisher.
Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Hamalik, O. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudoyo, H. 1988. Strategi Belajar Mengajar Matematika LP3M. Jakarta: Depdikbud. Killen. 1998. Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice.
Australia: Social Science Press.Marpaung, Y. 2001. Pendekatan Realistik dan Seni dalam Pembelajaran Matematika.
Makalah dalam Seminar Nasional “Pendidikan matematika realistik Indonesia” tanggal 14-15 November 2001. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Muhibbin, S. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Murtadho dan Tambunan. (1987) Pengajaran Matematika. Jakarta: Karunika.
Mustaqimah, S. 2001. Pengalaman dalam Melaksanakan Uji Coba Pembelajaran Matematika Secara Realistik di MIN Yogyakarta II. Makalah dalam Seminar
30
Nasional “Pendidikan matematika realistik Indonesia” tanggal 14-15 November 2001. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: UNM.
Putman, R. 1987. Mathematics Knowledge For Under Standing And Masalah Solving. International Journal Of Educational Research. 11. (16). P. 67-70
Soedjadi. 1994 Orientasi Kurikulum Matematika Serkolah di Indonesia Abad 21. Jakarta: Grasindo.
Soedjadi. 2000. Kiat-Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen DIKTI.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suharyono, dkk. 1996. Strategi Belajar Matematika. AMP Matematika Jakarta: Konsultan dan TIM Pengembangan PKG Matematika Dirjen Dikdasmen Depdikbud.
Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Sukestiyarno, YL. 2004. Modul Kuliah SPSS. Semarang: Program Pascasarjana UNNES.
Sunaryo, 2003. Penerapan Prinsip Cara Belajar Siswa Aktif dalam Meningkatkan Keefektifan Proses Pembelajaran IPA. Jakarta: Balai Pustaka
Supriyono dan Sukestiyarno. 2002. Efektivitas Pembelajaran Teori Peluang dan Statistika dengan Memerankan Media dan Tugas Terstruktur dari SD hingga Perguruan Tinggi. Semarang: Laporan penelitian Due Like UNNES.
Suyitno, A. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: UNNES.
Tim Penyusun.1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Tursinah. 2004. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Aritmatika Sosial dengan Menggunakan Metode diskusi, Ekspositori, dan Resitasi pada Siswa Kelas I Semester I Bantarkawung Brebes Tahun Ajaran 2003/ 2004. Semarang: UNNES.
Winkel, S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Zulkardi. 2001. Efektiviitas Ligkungan Belajar Berbasis Kuliah Singkat dan Situs Web sebagai suatu Inovasi Dalam Menghasilkan Guru RME di Indonesia. Makalah
31
disajikan pada seminar nasional “Pendidikan matematika realistik Indonesia” tanggal 14-15 November 2001. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.