prosedur asma jurnal dr rudi sppd
DESCRIPTION
asmaTRANSCRIPT
PROSEDUR ASMA NAEPP-EPR3: PERSPEKTIF PRAKTIS
Amir A Zeki, MD; Nicholas J Kenyon, MD; Samuel Louie, MD
Prosedur asma menurut The National Asthma Education and Prevention Program
(NAEPP) memiliki kekhasan pada peningkatan fokus untuk mengontrol asma dan
penanganan individual. Kortikosteroid inhalasi berlanjut sebagai terapi utama. β-2
agonis kerja panjang adalah terapi tambahan pilihan pertama pada pasien dengan
asma persisten yang tidak respon terhadap terapi inhalasi steroid saja. Untuk
pasien dengan asma yang tidak terkontrol direkomendasikan untuk dilakukan
pemantauan ketat selama interval 2-6 minggu. Jika keadaan asma sudah
terkontrol, maka pemantauan bisa dilakukan 1-6 bulan.
Angka kejadian asma berkisar 20-22 juta orang di Amerika Serikat. Pada orang
dewasa asma menunjukkan angka rata-rata 12,3 juta pasien rawat jalan, 504.000
pasien rawat inap, dan 2 juta pasien rawat emergensi tiap tahunnya (2001-2003).
Berlawanan dengan penurunan angka kematian asma sejak tahun 1996, angka
kejadian penyakit dan penggunaan layanan kesehatan untuk asma cenderung
meningkat.
Sekitar 40% sampai 60% dari pasien tidak mencapai keadaan asma yang
terkontrol, dan perbedaan angka kejadian asma bertahan pada beberapa segmen
populasi penduduk, termasuk Afro-Amerika, penduduk asli Amerika, Hispanik,
dan Asia. Biaya tahunan untuk asma mendekati angka 15 juta dollar AS, dengan
80% biaya langsung hanya mencukupi 20% dari seluruh penderita asma.
Menghadapi data seperti ini, NAEPP-Expert Panel Report 3 (EPR3), ditulis untuk
menilai perbedaan pada perawatan asma dan untuk menggarisbawahi cara praktis
terbaik untuk mengontrol asma. Prosedur EPR3 diterbitkan oleh institusi Jantung,
Paru, dan Darah nasional pada September 2007. Selanjtnya, EPR3 menghasilkan
6 langkah yang fokus namun fleksibel untuk mendapatkan tujuan asma yang
terkontrol, menghasilkan empat komponen perawatan:
1
Penatalaksanaan teratur dan reguler untuk monitoring dan mengontrol
asma
Edukasi pasien
Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan keparahan dari asma
Keamanan obat dan efektivitas dari evaluasi
Pada artikel ini, kami mendiskusikan perubahan mayor pada EPR3 yang
memfokuskan ulang terhadap pendekatan untuk mencapai asma terkontrol jangka
panjang. Kami mendiskusikan empat komponen perawatan asma, menitikberatkan
FDA terkini tentang keamanan dengan farmakoterapi, menilai masalah yang
umum pada praktek klinis, dan menyediakan tips praktis untuk mengatur
keputusan yang tepat terkait diagnosis dan kontrol dari asma.
Konsep Utama Dari EPR 3
Pada 1991, prosedur NAEPP-EPR I mendefinisikan asma sebagai penyakit
inflamasi dan menggunakan kortikosteroid sebagai terapi utama berkelanjutan.
Pada 1997 dan 2002, EPR2 mengenalkan pentingnya pendeteksian awal dari
penyakit dan intervensi kombinasi baik obat maupun terhadap lingkungan.
Laporan ini memberikan patokan yang bermakna untuk terapi awal tetapi tidak
memberikan rekomendasi yang spesifik untuk pasien yang asmanya gagal
terkontrol. Sebelumnya, asma diklasifikasikan berdasar tingkat keparahan,
maksudnya adalah penyakit tersebut bersifat statis dan tidak berubah. Pada EPR3,
ada peningkatan fokus pada kontrol asma dan perawatan pasien secara individual
untuk menurunkan kerusakan dan resiko dari asma.
Keparahan dan Kontrol
Keparahan dari asma didefinisikan sebagai intensitas intrinsik dari penyakit
sebelum diberikan terapi dengan pengontrol, seperti steroid inhalasi. Tingkat
keparahan biasanya penting untuk merawat pasien yang tidak mendapatkan terapi
kontroller jangka panjang, seperti steroid inhalasi dan obat modifikator
leukotriene. Pada prosedur yang baru, keparahan berlanjut sehingga disebut
2
intermiten atau persisten, kemudian persisten diklasifikasikan sebagai ringan,
sedang, dan berat.
Tidak terkait dengan tingkat keparahan asma, tujuan terapi adalah untuk mencapai
keadaan asma terkontrol. Kontrol adalah derajat keadaan dimana gejala asma
diminimalisir oleh pengobatan pengontrol dan tujuan terapi tercapai. Asma dibagi
menjadi terkontrol baik, tidak terkontrol baik, dan tidak terkontrol sama sekali.
Selama pemantauan , kontrol dari asma –bukan tingkat keparahan- menjadi fokus
utama untuk pasien dan klinisi. Kontrol asma harus di monitor dan dipantau
berkesinambungan untuk menyesuaikan terapi pada pendekatan bertahap, sejak
banyak pasien menunjukkan level variabel terkontrol yang tinggi tiap waktunya.
Karakteristik Komentar
Keparahan Intermiten atau persisten?
Jika persisten:
Ringan
Sedang
Berat
Berguna jika pada visit awal sebelum meresepkan terapi pengontrol
Semua visit subsequent fokus pada kontrol asma
Kontrol Terkontrol baik
Tidak terkontrol baik
Tidak terkontrol sama sekali
Penatalaksaan kerusakan saat visit untuk menentukan respon terapi dan kebutuhan untuk meningkatkan maupun menurunkan terapi
Tujuan utama adalah untuk mengontrol asma menggunakan dosis efektif obat yang terendah
Resiko dan Kerusakan
EPR3 meyakinkan bahwa kontrol terhadap asma tidak dapat dicapai tanpa
mengukur dampak dari dua hal: kerusakan dan resiko. Kerusakan yang ada
sekarang dan resiko masa depan terkait dengan asma tidak sama, dan tiap hal
harus ditangani secara terpisah.
3
Penatalaksanaan dari kerusakan termasuk frekuensi dan intensitas gejala asma,
penggunaan inhaler (seperti albuterol), fungsi paru, dan hambatan fungsional
dialami dan dilaporkan oleh pasien sendiri. Tes kontrol asma adalah satu dari tiga
kuesioner yang direkomendasikan oleh EPR3 untuk menangani kerusakan yang
terjadi pada orang dewasa, dan tertulis di http://www.assthmacontroltest.com .
nilai tes kontrol asma 19 atau lebih kecil mengindikasikan asma tidak terkontrol
(sensitivitas 69,2%; spesifisitas 76,2%).
Penatalaksanaan resiko dilakukan untuk mengukur kecenderungan bahwa pasien
tersebut akan mengalami eksaserbasi di kemudian harinya, termasuk memiliki
serangan fatal, membutuhkan perawatan emergensi atau rumah sakit, mengalami
penurunan fungsi paru, atau mendapatkan efek samping dari pengobatan.
Penatalaksanaan resiko dapat termasuk evaluasi dari frekuensi dan keparahan dari
eksaserbasi; penggunaan kortikosteroid oral; perawatan darurat; pengukuran
spirometri di klinik; dan biomarker potensial non-invasif, seperti menghirup nitrit
oksida. Secara keseluruhan, EPR3 menngelompokkan kembali tujuan terapi asma
kepada konsep yang lebih luas dari resiko lawan kerusakan dan penggunaan hal
tersebut untuk mengevaluasi respon penatalaksaan klinis utama terhadap asma.
Penggunaan EPR3: Aktivitas Klinis Utama
Sekali diagnosis asma telah dibuat sebagai dasar hasil riwayat klinis, pemeriksaan
fisik, spirometri, dan penelitian lain, empat komponen dari perawatan asma
menjadi dasar aktivitas klinis utama dalam menatalaksanai assma:
Perawatan dan pemantauan
Edukasi
Kontrol dari faktor lingkungan dan kondisi penyerta
Pengobatan
Respon pasien terhadap pengembangan penatalaksanaan asma baik gejala,
kapasitas latihan, gejala malam hari, spirometri, dan kebutuhan albuterol sebagai
terapi – akan mengkonfirmasi diagnosis klinis asma atau memberikan petunjuk
untuk mencari penyerta atau keadaan yang dapat meyebabkan komplikasi dari
4
penatalaksanaan, seperti lemahnya daya tahan, gastroesophageal reflux disease
(GERD), pengobatan yang tdak sesuai, atau kondisi yang menyerupai asma.
Pemeriksaan tambahan, seperti tes metakolin, mungkin dibutuhkan untuk
menyingkirkan asma.
Manajemen asma yang berhasil didasarkan pada kombinasi dari keadaan klinis,
motivasi dari pasien dan klinisi untuk meningkatkan kontrol terhadap asma, dan
evidence-based praktis yang dapat meningkatkan hasil. Tujuan kontrol dari asma
adalah untuk mengurangi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh asma dan untuk
mengurangi resiko eksaserbasi akut dan efek samping obat.
Tabel 2. Mencapai keadaan asma terkontrol
Mengurangi kerusakan
Mencegah gejala kronis dan masalah tambahan
Membutuhkan penggunaan inhalasi β-2 agonis kerja cepat secara tidak rutin
Mempertahankan fungsi paru normal atau mendekati normal
Mempertahankan level aktivitas normal
Mendapatkan kepuasan pasien terhadap pengobatan asma
Menurunkan resiko
Mencegah eksaserbasi berulang
Meminimalisir kebutuhan untuk kunjungan emergensi atau rawat rumah sakit
Mencegah kerusakan fungsi paru yang progresif
Menyediakan terapi optimal, dengan efek samping minimal atau tidak ada
Penatalaksanaan dan Pemantauan
Aktivitas klinis utama termasuk mengklasifikasikan keparahan asma saat awal
terapi dan secara berkelanjutan melakukan kontrol asma pada berbagai lapisan
pendekatan klinis untuk meningkatkan atau menurunkan terapi. EPR3 memotivasi
penggunaan pengukuran multipel dari kerusakan dan resiko untuk menentukan
keparahan dan kontrol, disamping pertanyaan tunggal “bagaimana keadaan asma
anda?”. Pengukuran berbeda menghasilkan manifestasi yang berbeda dari asma.
5
Dalam pendapat anda, pada pasien yanng asmanya sulit terkontrol, makin banyak
data yang didapat semakin baik.
Spirometri untuk memantau fungsi paru sangat dianjurkan untuk asma yang tidak
terkontrol sampai dicapai keadaan terkontrol, dan kemudian dapat dilakukan lagi
tiap 1 atau 2 tahun. EPR3 menekankan bahwa beberapa pasien mungkin dapat
berada pada resiko tinggi untuk munculnya eksaserbasi bahkan jika pasien
tersebut hanya menunjukkan gejala harian yang sedikit atau hasil spirometri yang
normal maupun mendekati normal. Hal ini mungkin karena faktor musiman,
seperti puncak infeksi virus (dari 37 minggu tiap tahun, minggu ketiga September,
sampai akhir musim dingin di Amerika Serikat), atau karena alergen yang
berbeda.
Penggunaan β2 agonis kerja singkat (SABA) lebih dari 2 hari seminggu untuk
meredakan gejala (tidak untuk pencegahan bronkokonstriksi akibat latihan)
umumnya menginidikasikan ketidak cukupan kontrol dan kebutuhan untuk
meningkatkan terapi seperti yang telah dituliskan pada EPR3. Gejala malam hari,
keterbatasan aktivitas, dan gejala asma juga mengindikasikan ketidakcukupan
kontrol. Ketika mencoba untuk mendapatkan keadaan terkontrol, dianjurkan untuk
pasien dipantau tiap 2-6 minggu. Tergantung dari langkah perawatan yang
dibutuhkan, perawatan dapat dijadwalkan 1-6 bulan, atau 3 bulan interval jika
memerlukan terapi meningkat atau menurun.
Setiap kunjungan klinik, kontrol asma, teknik pengobatan, rencana pengobatan
asma yag ditulis, dan kepatuhan pasien dan perhatian harus dipantau, umumnya
jika pengobatan dinaikkan atau diturunkan didasarkan oleh penatalaksaan agar
asma terkontrol. Rencana pengelolaan asma yang tertulis membantu mengatur
pasien dan membantu mengedukasi pasien. Penting untuk menyadari bahwa
bahkan jika step 2 - step 6 terapi yang direncanakan dalam kombinasi dengan
usaha kontrol lingkungan, beberapa pasien mungkin tidak terkontrol dengan baik
atau mungkin tidak terkontrol sama sekali. Perhatian terhadapa kondisi penyerta
penting; merujuk pada ahli penyakit asma direkomendasikan pada step 3 dan
dibutuhkan pada step 4- step 6.
6
Edukasi
EPR3 mengemukakan pendekatan terintegrasi bagi pasien dan penyedia edukasi
dengan memotivasi manajemen diri pasien. Kemampuan manajemen diri
tergantung dari penggunaan riwayat gejala dan pengukuran puncak arus
bersamaan dengan rencana pengelolaan asma tertulis, mempelajari penggunaan
obat-obatan yang sesuai dan teknik inhalasi, dan komunikasi dengan penyedia
layanan kesehatan. Rencana pengelolaan asma yang tertulis, dampaknya, kontrak
yang mengikat pasien untuk kadar penampilan dan untuk klinisi adalah kadar
layanan.
Edukasi harus terintegrasi dengan semua poin perawatan dimana penyedia
layanan kesehatan berinteraksi dengan pasien. Dokter, spesialis asma, perawat,
asisten dokter, terapis nafas, dan tenaga farmasi dapat berpartisipasi pada edukasi
asma. Pada Universitas California, jaringan asma Davis, kami menyewa seorang
terapis pernafasan yang memiliki serifikat edukasi asma nasional, untuk
mengkoordinasi dan mengajarkan asma bersamaan dengan spesialis asma.
Kontrol Faktor Lingkungan dan Kondisi Penyerta
Aktivitas klinis utama pada EPR3 termasuk membatasi paparan alergen, polutan,
asap rokok, atau iritan lain yang dapat menyebabkan asma yang terkontrol
menjadi memburuk. Langkah tunggal jarang bermakna untuk mengurangi alergen
dan substansi berbahaya lain. Rekomendaasi termasuk penatalaksanaan terhadap
paparan dan sensitivitas, temasuk alergen invitro radioalergosorbent tes atau skin
tes untuk alergen. Imunoterapi alergen direkomendasikan sebagai penunjang
untuk pengobatan yang dipilih atau altenatif untuk pasien dengan asma persisten.
Nilainya ditentukan dari hubungan yang jelas antara gejala dan paparan terhadap
alergen.
Mengobati kondisi penyerta, seperti GERD, rinosinusitis, apnea obstruktif saat
tidur, alergi bronkopulmoner aspergillosis, obesitas, dan stres atau depresi, dan
menolong untuk meningkatkan asma kontrol. Sebagai pengukuran profilaksis,
vaksin influenza untuk semua pasien yang berusia lebih dari 6 bulan juga
7
dianjurkan. CDC merekomendasikan vaksinasi influenza untuk pasien dengan
asma; bagaimanapun, prosedur telah menunjukkan bahwa “vaksin tidak boleh
diberikan dengan harapan untuk menurunkan frekuensi atau keparahan dari
eksaserbasi asma selama musim influenza”.
Pengobatan : Modifikasi Pendekatan Secara Bertahap Dalam Pengelolaan
Asma
Tidak ada terapi pengontrol tunggal pada asma yang dapat mencapai kontrol total
pada semua pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat pengendali jangka panjang
harus berdasarkan respon masing-masing pasien terhadap obat.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan yaitu :
Identifikasi dan penilaian kondisi penyerta, seperti rinosinusitis, dan GERD,
serta faktor-faktor prnghambat, termasuk kepatuhan pasien.
Pertimbangan faktor keamanan dalam pengobatan, bukti kemanjuran, dan
tingkat ketidak efektifan pada pasien asma dalam percobaan klinis dari satu.
Identifikasi secara individual yang relevan untuk pasien: kerusakan, resiko,
atau keduanya.
Pengembangan rencana tindakan yang fleksibel untuk mengatasi perubahan
kebutuhan tiap pasien.
Pendekatan bertahap untuk mengendalikan asma diperluas di ERP3 dalam 6
langkah untuk menyederhanakan tindakan dalam setiap langkah. Sebelumnya
pedoman tersebut termasuk beberapa tindakan progresif dalam berbagai langkah.
Dalam EPR3, tindakan ini dipisahkan menjadi langkah-langkah yang
berbeda. Selain itu obat pengontrol telah direposisi dalam 6 langkah perawatan.
Pengelolan asma memiliki tahapan manajemen yang bervariasi dan diperluas
untuk menentukan pengobatan, yaitu dibagi dalam 3 kelompok usia: 0-4 tahun, 5-
11 tahun, dan ≥12 tahun.
Rekomendasi obat diperbaharui di EPR3 yang mencerminkan bukti terbaru
mengenai efektivitas dan keamanan pengobatan pilihan serta alternatif. Ketika
8
memilih antara beberapa pilihan pengobatan, dokter disarankan untuk
mempertimbangkan penurunan kondisi pasien, resiko dimasa mendatang, dan
resistensi obat-obatan. Jangka waktu pembentukann kontrol asma dapat berbeda
antara pasien. Untuk rawat jalan dianjurkan 2-6 minggu untuk mencapai kontrol.
Setelah kontrol tercapai, dianjurkan tindak lanjut pada 1-6 bulan.
Tabel 3. Kondisi yang mempengaruhi kontrol asma atau menyerupai asma
Kondisi komorbid yang mempengaruhi kontrol asma
Gastroesophageal reflux disease
rinosinusitis
Bronkopulmonar alergi aspergilosis
Apnea obstruksi saat tidur
Penyakit paru obstruksi kronis
Obesitas
Merokok
Stress
Depresi
Kondisi yang menyerupai gejala asma
Disfungsi pita suara
Infeksi Bordetella pertusis
Obstruksi trakea
Gagal jantung
Obesitas
Churg-Strauss sindrom
Steroid inhalasi pada dosis terendah yang tetap efektif dalam jangka panjang
merupakan terapi pilihan sebagai pengontrol untuk
segala usia. Kombinasi dari agonis β2-long-acting (LABA) dan Steroid
inhalasi adalah pilihan terapi yang lebih disukai, daripada Steroid
inhalasi saja. Penggunaannya lebih bermanfaat pada anak-anak yang lebih
tua dan orang dewasa dengan potensi peningkatan resiko eksaserbasi berat, yang
meskipun jarang dapat terkait dengan penggunaan LABA sehari-hari.
9
Pendekatan ini tergantung pada tingkat kontrol asma yang dilaporkan oleh pasien
menggunakan alat divalidasi sebagai penilaian kontrol asma dan pengalaman dari
penyedia pelayanan kesehatan. Penelitian untuk mendapatkan pengontrolan asma
yang optimal membandingkan penggunaan Steroid inhalasi dan LABA pada
pasien dengan asma yang tidak terkontrol untuk pasien yang mencapai kadar
terkontrol lebih cepat dan pada dosis steroid inhalasi yang lebih rendah dibanding
steroid inhalasi dosis tunggal.
Di seluruh kelompok umur, antagonis reseptor leukotrriene LTRA efektif
mengurangi resiko eksaserbasi baik sebagai pengendali alternatif awal pada pasien
asma ringan dan terapi tambahan pada pasien dengan asma yang tidak terkontrol
dengan steroid inhalasi saja. LTRA dapat melemahkan pengaruh
leukotrienes yang tidak diblokir oleh Steroid inhalasi dan alternatif yang bisa
diterima untuk LABA, tetapi perlakuan itu tidak disukai di EPR3.
Teofilin dan zileuton adalah obat alternative pengontrol utama lainnya. Zileuton
adalah inhibitor 5-lipoksigenase yang dapat meningkatkan fungsi saluran udara
dengan menghalangi sintesis leukotrien dan efek inflamasinya. Zileuton
menghambat kemotaksis neutrofil dan mungkin cocok bagi pasien yang diduga
memiliki asma dengan neutrofil dominan (asma berat).
Omalizumab (anti-igE) adalah antibody monoclonal yang mencegah pengikatan
IgE pada reseptor afinitas tinggi di basofil dan sel mast. Hal ini dapat
dipertimbangkan untuk orang dewasa dan remaja ≥ 12 tahun dengan asma
persisten sedang sampai berat yang dites positif untuk aeroallergen tahunan
(serbuk sari, rumput, atau debu) serta yang gejalanya tidak cukup dikendalikan
dengan steroid. Inhalasi dan LABA. Omalizumab harus dipertimbangkan untuk
pasien dengan asma sangat kurang terkontrol (langka 5) sebelum memillih untuk
menambahkan kortikosteroid oral (langkah 6).
Kortikosteroid oral telah dimasukkan ke langkah 6 di EPR3, berdasarkan
kemanjuran dosis menengah dan steroid inhalasi dosis tinggi plus LABA dalam
10
mencapai kontrol pada kebanyakan pasien ≥ 12 tahun yang menderita asma tidak
terkontrol. Kortikosteroid oral bersama dengan SABA, seperti albuterol,
tetap menjadi inti pengobatan untuk asma akut eksaserbasi dalam konteks
rencana tindakan asma individual tertulis.
Asma yang tidak terkontrol telah menyebabkan banyak masalah yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya pendidikan pasien penyakit tak terkendali yang masih
belum ditemukan, kepatuhan pasien yang rendah dalam rencana tindakan
pengelolaan asma, mengambil obat yang salah atau salah
dosis, teknik inhaler yang tidak benar, paparan alergen lingkungan yang
berlanjut, tidak mengambil resep obat karena takut pada efek samping yang
merugikan, akses pelayanan kesehatan yang buruk, dan biaya (Tabel 4).
Kontroversi
LABA
Pada tahun 2006, FDA diperlukan peringatan kotak hitam ditambahkan untuk
semua produk yang mengandung salmeterol dan formoterol karena peningkatan
risiko potensi eksaserbasi asma berat dan kematian. Meskipun ini kekhawatiran
yang sedang berlangsung, kematian asma terus berkurang sejak LABAs tersedia
di Amerika Serikat pada tahun 1993. Dalam EPR3, LABAs masih merupakan
pilihan add-on pengobatan untuk pasien dengan asma persisten yang belum
memadai menanggapi ICS menggunakan saja. Pada langkah 3 sampai 6, obat
11
pilihan untuk asma yang tidak terkendali adalah LABAs dalam kombinasi dengan
steroid inhalasi.
Sebuah meta analisis-kontroversial dari 19 percobaan, termasuk Salmeterol
Multisenter Asma Riset Trial (SMART), menyimpulkan bahwa penggunaan NET
dikaitkan dengan peningkatan risiko eksaserbasi asma parah dan mengancam
kehidupan dan kematian asma terkait. [18] Analisis ini berpengaruh nyata
keterbatasan, termasuk yang dipertimbangkan oleh SMART. Yang dirancang
untuk menyelidiki keselamatan salmeterol dibandingkan dengan
plasebo ditambahkan keperawatan asma biasa . Pada SMART, kejadian hasil
utama dari kematian terkait pernafas rendah dan tidak berbeda secara nyata antara
ras kulit putih dan Afrika Amerika, namun ada peningkatan yang signifikan
secara statistic pada hasil sekunder dari kematian pernafasan atau asma itu sendiri
dan kematian akibat kombinasi asma atau pengalaman yang membahayakan
nyawa. Ketika analisis subkelompok post hoc dilakukan, perbedaan ini tercatat
hanya di ras Afro-amerika.
Kurang dari 1% dari Afro-Amerika terdaftar di acara SMART asma yang dialami
dalam persidangan 28-minggu. Jumlah pasien dari kelompok etnis lain terlalu
kecil untuk menarik kesimpulan. Para ahli perdebatan validitas dari kedua
SMART dan meta-analisis, terutama mengingat keterbatasan rancangan studi dan
bias melekat metaanalisis.
Pengobatan Rekomendasi yang di perbarui di EPR3 mencerminkan bukti
terbaru mendukung efektivitas dan keamanan yang diinginkan dan
pengobatan alternatif.
Menghapus LABAs, seperti salmeterol dan formoterol, dari rencana perawatan
yang sukses yang mencakup ICSs dapat mengakibatkan undertreatment asma dan
eksaserbasi akut risiko dan kematian akibat asma akut memburuk kontrol. Itu
selalu bijaksana untuk mengulangi dan memperkuat obat nasihat penting tentang
keselamatan dari FDA untuk pengelolaan asma, terlepas dari etnis pasien, tapi ini
12
tidak boleh menghalangi pemilihan LABAs dalam pengobatan asma persisten
sebagaimana ditetapkan oleh EPR3.
Omalizumab
FDA membutuhkan peringatan kotak hitam ditambahkan untuk omalizunab pada
awal tahun 2007. Meskipun manfaat konsisten omalizunab pada pasien 12 tahun
dan lebih tua yang menderita asma persisten yang tidak terkontrol (langkah 5 dan
6), kekhawatiran telah diajukan lebih dari dampak yang tidak diharapkan ,
Sepertikeganasan dan anafilaksis. Urtikaria dan reaksi anafilaksis telah dilaporkan
dalam 0,1% kasus, dan laporan analisis pasca dalam0 ,1%dimana terjadi kasus
reaksi anafilaksis muncul pada 0.2% dari pasien yang dirawat.
FDA menginstruksikan bahwa dokter sepenuhnya siap untuk menangani reaksi
anafilaksis diklinik dan bahwa pasien diinformasikan dan siap untuk mengenali
dan memulai penanganan darurat untuk menangani reaksi anafilaksis di klinik dan
bahwa pasien diinformasikan dan siap untuk mengenali dan dan memulai
penanganan darurat diluar tempat perawatan
kesehatan. Peringatan itu termasuk kemungkinan anafilaksis berkembang setelah
setiap dosis omalizumab, bahkan jika tidak ada reaksi terhadap dosis pertama.Ana
filaksis mungkin tertunda sampai 24 jam setelah dosis diberikan secara subkutan.
Dalam persidangan yang dilaporkan kepada FDA, keganasan terjadi pada dua kali
lebih banyak pada pasien yang menerima omalizumab (sekitar 0,5%
dari seluruh pasien) seperti pada mereka yang menerima placebo
(0,2%). Jenis tumor spesifik yang didominasi epitel atau organ kanker padat.
Kebanyakan pasien yang dirawat dengan omalizumab diamati hanya 1 tahun,
sehingga efek paparan obat lagi atau penggunaan pada pasien dengan resiko
terkena kanker kenjaddi tidak diketahui. Tanpa data yang lebih baik untuk
menyelesaikan masalah ini, dokter harus membahas pertimbangan-pertimbangan
dengan pasien sebelum memulai terapi.
Montelukast
13
Pada bulan Maret 2008,Merck dan FDA mengumumkan evaluasi bersama mereka
dari kemungkinan adanya hubungan antara penggunaan montelukast dan
perubahan prilaku atau suasana hati, bunuh diri, dan depresi
setelah meninjau laporan pasca pemasaran ke FDA, efek samping pasca
pemasaran disertakan. Dalam resep dan informasi pasien untuk montelukast tahun
2007 termasuk tremor, depresi, dan bunuh diri, kecemasan yang termasuk pada
tahun 2008.
Montelukast tetap merupakan obat yang efektif yang diindikasikan untuk
pengobatan asma pada semua kelompok umur di EPR3. Pasien tidak
boleh berhenti memakai montelukast atau obat modifikator leukotriene
lainnya, termasuk zafirlukast dan zileuton, dan mereka tidak harus berhenti
mengambil LABA tanpa memberitahu penyedia layanan kesehatan
mereka. Sampai informasi lebih lanjut tersedia dari FDA dan NIH-
NAEPP, penyedia layanan kesehatan harus memonitor pasien mereka secara
teratur untuk mengontrol asma yangmemburuk, terutama yang LABA mengambil,
dan memantau untuk pikiran ingin bunuh diri dan
dan perubahan perilaku pada pasien yang menggunakan montelukast.
KESIMPULAN
Asma yang tidak terkontrol harus diketahui oleh pasien dan dokter. Menyatakan
diagnosa secara benar adalah langkah pertama, meskipun asma seringkali masih
salah didiagnosa.
Meremehkan keparahan asma serta melebih-lebihkan kontrol merupakan
perangkap umum dalam pengaturan rawat jalan dan dapt menunda rujukan
penting bagi seorang pakar asma atau asmatologis
Kegagalan mengidentifikasi lingkungan dan pekerjaan pemicu dengan baik dan
untuk mengobati kondisi komorbiditas serius dapat menghambat upaya
pengobatan. Terlupa untuk rutin menilai spirometri dan tidak memperhatikan
seringnya penggunaan SABA adalah kesalahan umum.
14
Kegagalan untuk mengetahui heterogenitas penyakit bisa diartikan menjadi
sebuah kegagalan untuk menilai dengan baik penurunan dan risiko di masa
mendatang dari asma. Hal ini membutuhkan dokter yang cerdik untuk memahami
dfan mengembangkan variable hasil pasien terpusat yang paling cocok untuk
setiap pasien.
Akhirnya, percaya bahwa salah satu rencana aksi pengendalian asma akan
mengontrol asma setiap pasien dan mengabaikan untuk mendidik pasien untuk
mengelola kesehatannya bisa mengakibatkan hasil akhir yang buruk.
Penilaian alat seperti ACT yang mudah digunakan dan efisien untuk menentukan
mengontrol asma selama 4 minggu sebelumnya.
EPR3 menjelaskan konsep penanganan asma menjadi keparahan, kontrol, dan
respon. pendekatan bertahap direkomendasikan pada prosedur ini dimaksudkan
untuk mengatasi, bukan mengganti, keputusan klinis yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pasien. Tujuan terapi adalah untuk memperoleh dan
mempertahankan control dengan mengurangi kerusakan yang terjadi dan resiko
jangka panjang yang akan terjadi. Edukasi asma (untuk pasien dan penyedia
layanan kesehatan) dan pemicu kemampuan manajemen klinis penting untuk
kontrol penyakit.
Dengan aplikasi yang tepat dari pedoman ini, penilaian hati-hati dari keunikan
fenotipik asma pada setiap pasien dan pendidikan pada pasien secara tepat
pasien dapat belajar untuk mengendalikan asma atau melalui manajemen aktif.
Untungnya, pada kebanyakan pasien (63% sampai 68%) dengan asma tidak
terkontrol, kontrol dapat dicapai dan dipertahankan.
Kontrol Asma tidak hanya membutuhkan waktu tetapi juga sebuah kemitraan
jangka panjang antara pasien, dokter yang memberdayakan pasien untuk
mencapai kontrol merupakan salah satu proses penyakit yang selalu berubah.
15