pt5 pemberdayaan kuba pengolahan tapioka
DESCRIPTION
tentang Pemberdayaan Kuba Pengolahan TapiokaTRANSCRIPT
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KAJIAN KAWASAN INDUSTRI PENGOLAHAN TAPIOKA MILIK MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (KITAPMAS)
Study of the Community Based Tapioca Industry at the Forest Areas
Niniek Dyah, Sri Sulastri, Siti FaridaDosen Institut Pertanian Malang
SoemarnoDosen Fakultas Pertanian, UB
ABSTRACT
Research aims to analyze and describe the cassava farming its tapioca industry, analyze factors involved in any activities of tapioca home industries. The field survey was conducted at the southern part of Magetan, Ponorogo and Poacitan regencies, East Java. About 40 tapioca home industries and 16 market institutions are selected as a research sampel purposively. Data and information collection were carried out by using any methods of personal interview, focus group discussion, and Rapid Rural Appraisal.
Results show that tapioca agroindustries in these area suggest significant potency and a high economic prospective to be developed in relation to rural economic development. The local agroecological resources are relatively suitable for cassava farming productively. Cassava farming systems have been practiced by any local drylands farmer since along time ago. Tapioca home industries and its side products as a one of an important income source for any rural household in these areas. Business institution in tapioca processing are household and usually have been linkaged with any marketing institution and vertical linkages with any tapioca industry.
Keywords: Tapioca home industry
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan usaha pengolahan tapioka dan menganalisis variabel yang mempengaruhi eksistensi usaha industri rumah tangga tapioka.
Penelitian dilaksanakan di sentra produksi tapioka di Jawa Timur, yaitu Ponorogo, Magetan, dan Pacitan. Sebanyak 40 pengrajin dan 16 pedagang diambil sebagai sampel. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dnegan metode wawancara, diskusi kelompok, dan observasi appraisal di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa agroindustri pengolahan tapioka di wilayah sekitar hutan di Jawa Timur mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dapat dikembangkan dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kondisi agroekologi sesuai untuk membudidayakan tanaman ubikayu secara produktif. Teknologi usahatani ubikayu telah dikuasai oleh masyarakat petani lahan kering di sekitar kawasan hutan, demikian juga teknologi pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Kelembagaan usaha pengolahan tapioka adalah rumah-tangga industri, sekala usahanya tidak terlalu besar, dan biasanya mempunyai hubungan erat dengan lembaga pemasaran dan industri vertikal tapioka. Segmen pasar bagi produk-produk tapioka terbuka luas di wilayah Jawa Timur .
Kata kunci: industri rumah tangga tapioka
2267
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
PENDAHULUAN
Pemberdayaan kelembagaan sosial-ekonomi yang komprehensif untuk pengem bangan sektor strategis sangat diperlukan dalam pencapaian hasil pembangunan yang optimal di suatu wilayah, seperti wilayah sekitar hutan di Kabupaten Magetan, Ponorogo, Pacitan, Propinsi Jawa Timur. Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah tatanan kelembagaan yang ada belum mampu mengimbangi perkem-bangan sektor pembangunan strategis se-hingga sehingga hanya mampu menangkap sebagian kecil nilai tambah komoditi yang potensial. Oleh karena itu salah tujuan pengembangan kawasan ekonomi strategis (seperti KAWASAN AGROINDUSTRI) di suatu wilayah, adalah memadukan penggu-naan ruang dengan segenap sumberdayanya dan kelembagaan sosial-ekonominya se-cara fungsional untuk mendorong sektor strategis agar tercapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempunyai linkages positif dengan wilayah sekitarnya. Dalam konteks ini, kriteria “strategis” bukan hanya dari sudut pandang ekonomi, melain kan juga harus dikaitkan dengan pertimbangan kelestarian fungsi ekologis.
Pengembangan Kawasan Industri Tapioka Milik Masyarakat (KITAPMAS) merupakan salah satu bentuk perencanaan ruang untuk sektor strategis yang diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan nilai tambah produksi dari sub-sektor pertanian, subsektor peternakan, industri dan kerajinan, serta subsektor tradisional lainnya yang didukung oleh sarana dan prasarana yang fungsional. Konsep KITAPMAS ini dapat berdiri sendiri atau menyatu dengan Kawasan yang lebih luas, tergantung dari potensi produksi serta faktor jarak geografis dan faktor jarak aksesibilitas. Faktor jarak aksesibilitas sangat berperan dalam menentukan orientasi produktif dari suatu kawasan, terutama kawasan
potensial yang jauh dari pusat pengembangannya.
Pengembangan KITAPMAS dalam suatu wilayah harus dicirikan oleh komoditas unggulan dan komoditi pe-nunjangnya, yang diusahakan dalam suatu Sentra Produksi (SPr) yang didukung oleh sentra pengolahan (SPg) dan sentra perdagangannya (SPd), mulai dari berskala kecil (mikro) hingga bersekala besar (makro) dan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan eko-nomi di KITAPMAS dapat berlanjut, serta pemerataan kegiatan ekonomi wilayah. Dalam jangka pendek upaya ini diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya wilayah secara optimal dan lestari.
Pengembangan KITAPMAS Ubikayu di wilayah sentra pertanaman ubikayu mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi (investasi pro-duksi dan investasi konservasi) bagi peme-rintah maupun swasta dalam mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan sentra-sentra produksi tersebut.
Tujuan penelitian adalah untuk (1) Mengidentifikasi potensi sumberdaya wilayah penunjang KITAPMAS seperti potensi subsektor pertanian, subsektor industri-perdagangan, subsektor peter-nakan, dan subsektor penunjang lainnya; (2) Mengembangkan sistem informasi teknologi dan informasi pasar yang relevan untuk mendukung berkembangnya CLUSTER - CLUSTER aktivitas dengan pendekatan tekno-ekonomi; (3) Rancangan masing-masing cluster dalam suatu KITAPMAS, keterkaitan antar cluster dan pola net-workingnya dengan lingkungan eksternalnya; (4) Menyusun konsep pengembangan kawasan : Rencana Induk, RENCANA STRATEGIS dan RENCANA OPERASIONAL.
KERANGKA KONSEP
2268
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
Lingkup Kawasan AgroindustriPenentuan KITAPMAS di suatu
wilayah SEKITAR HUTAN, diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi pengembangan agroindustri dalam arti luas, dengan basisnya komoditi ubikayu serta harus ditunjang dengan ketersediaan sarana dan prasarana transpor tasi dan pemasaran. Lingkup kawasan tidak dibatasi dengan batas administratif, tetapi ditentukan oleh fungsi ekologisnya, termasuk fungsi hidrologisnya. Dengan demikian, maka lingkup kawasan dapat relatif luas dapat terdiri dari beberapa wilayah kecamatan, dapat juga relatif kecil terdiri dari satu atau lebih wilayah desa dalam satu kecamatan.
Besar kecilnya Kawasan ini tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan, serta posisi geografisnya. Adanya perbedaan jarak yang panjang memung kinkan perlunya pemisahan kawasan, sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan Kawasan.
Dalam kaitannya antara batas admi nistratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawas an, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah desa dan masuk membentuk kawasan baru di wilayah desa lainnya. Kemungkinan ini dapat saja terjadi di seluruh wilayah kabupaten, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung secara fisik. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.
2269
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
WILAYAH MAKRO
KPU
KPU DEVELOPMENT AREA KITAPMAS IPT
IPMT MARKET AREA I KPMT OUTLET Toko, Kios,
Pasar Pedagang
Perdagangan luar daerah
(MARKET AREA ll)
Gambar 1. Konsep pengembangan KITAPMAS
Lingkup Teknologi
Pengolahan TapiokaPada prinsipnya pembuatan produk
tepung tapioka adalah mengambil granula-granula pati dari dalam selnya dan selanjutnya dipisahkan dari komponen-
komponen lain sehingga diperoleh pati dalam keadaan murni.
Secara ringkas proses pembuatan tepung tapioka dalam skala industri dapat dijelaskan pada bagan berikut :
2270
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
Ketela pohon
Penimbunan
Pembersihan
Air Segar Lantai tunggu Tanah, pasir, daun dll.
Pencucian Hidrocyclone
SO2 Pemarutan Pengolahan Tanah, pasir
Limbah cair kotoran lain Ekstraksi
Air sirkulasi Air segar Pompa pengumpanan
Air sirkulasi Saringan Kasar Partikel kasar – Alat penghalus
Separation
Hidrocyclone
De-watering
Pengeringan
Penimbangan
Pengemasan
Gudang
Proses produksi tepung tapioka dilak ukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
Tahap I : Singkong segar (maksimal 2 hari setelah panen) dimasukkan ke dalam mesin pengupas kulit.
Tahap II : Singkong yang telah dikupas dibersihkan dalam mesin pembersih
2271
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
untuk memisahkan dari kotoran-kotoran yang melekat.
Tahap III : Singkong yang telah bersih diparut atau dihancurkan dengan mesin penghancur.
Tahap IV : Hasil pemarutan dicampur dengan air dan diaduk dalam sebuah mesin pengaduk.
Tahap V : Hasil adukan diperas untuk memisahkan pati dengan ampasnya.
Tahap VI : Pati yang bercampur air diendapkan untuk memisahkan cairan pati yang kental dan berat dengan cairan yang ringan atau air limbah.
Tahap VII : Cairan pati kental dan berat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tangki pati dan ditambahkan sulfur (belerang) agar hasil produksinya bersih dari kotoran.
Tahap VIII : Dari tangki pati cairan tersebut selanjutnya dikeringkan menjadi tepung. Hasil pengeringan ini masih berupa gumpalan tepung kasar, yang kemudian diayak untuk mendapat kan tepung tapioka yang halus sebagai produk jadi.
Tahap IX : Pada tahap yang paling akhir, tepung tapioka dimasukkan ke dalam karung plastik dan diangkut dengan mesin khusus dan selanjutnya disimpan dalam gudang sebelum di jual.
Dalam proses produksi tersebut di-
hasilkan tiga jenis limbah, yaitu :1. Kulit singkong, limbah ini tidak
memiliki nilai ekonomi akan tetapi dapat
dimanfaatkan untuk bahan kompos oleh penduduk yang ada di sekitarnya.
2. Ampas singkong (onggok), meru pakan ampas basah hasil pemisahan dengan pati. Ampas ini mempumyai nilai ekonomi dengan harga basah sekitar Rp 40 000/ton) dan dapat digunakan untuk pakan ternak dan pabrik asam sitrat.
3. Air limbah cair, yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang karena mengandung sianida yang dapat meng akibatkan pencemaran lingkungan.
Aspek KelembagaanKelompok Petani Ubikayu (KPU)
merupakan kelompok tani yang dibentuk untuk memudahkan pelayanan usaha agri bisnis anggotanya, mulai dari pengadaan sarana produksi, inovasi teknologi, infor masi teknologi dan pasar, proses produksi maupun pemasaran hasil produksinya. Demikian juga Kelompok Pengolah Ma-kanan Tradisional (KPMT) yang terkait dengan Industri Pengolahan Makanan Tradisional (IPMT), dan Industri Pengo lahan Tapioka (IPT). Kelompok-kelompok ini menjalin networking sinergis melalui mediasi forum komunikasi agroindustri (FORKA) yang keanggotaannya adalah para ketua Kelompok, Koperasi, Industri (IPT dan IPMT), instansi terkait dan tokoh masyarakat. FORKA ini diperlukan agar proses inovasi, transfer, adopsi teknologi serta informasi pasar dengan cepat sampai pada anggota kelompok.
2272
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
Struktur sistem pemberdayaan kelembagaan KITAPMAS dapat dilihat pada bagan berikut :
FORKA
BIPP / BPPTeknologi
Instansi terkait Investor /Pemerintah Tokoh Masyarakat
Pusat/BalaiLatihan danPendidikan
IPT IPMT
KOPAYU MITRA Swasta
KPU KPT KPMT RTPU RTPT RTPMT
2273
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KPU: Kelompok Petani Ubikayu
PT.PERHUTANI RTP (Lahan di bawah tegakan) Lahan Pekarangan/ Tegalan
KPU Cluster usahatani ubikayu+Jagung
Dinas/Instansi Pendamping Kabupaten PPL PLK
IPT Koperasi IPMT KOPAYU
PEDAGANG PENGUMPUL
2274
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KOPAYU : Koperasi Agroindustri Ubikayu
KOPAYUPENERAPAN MODEL TIGA RODA
TIPOLOGI WILAYAH SEKITAR KOPAYU
Petani dan POKTANI KOPAYU Ubikayu
Unit tokoh masyarakat KSP Ubikayu kontak tani pedesaan
Unit
LKU Pengolah Unit Tapioka (TP) IPMT Makanan Tradisional IPT
masyarakat luas
2275
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
MITRA EKSTERNAL
KOPAYU:*) Amanah*) Profesional
UNIT USAHA KSPU – IPT - IPMT
UNIT USAHA UNIT PENGOLAHAN JASA-JASA IPT & IPMTPENUNJANG/
KOMPLEMEN
PENGOLAH/ PETANI MASYARAKAT
2276
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KOPAYU SEBAGAI AGEN KENDALI DISTRIBUSI UBIKAYU
PETANI UBIKAYU
IPT Mitra sharing modal KOPAYU IPMT eksternal
ubikayu
Unit Perdagangan Pembelian onggok
Onggok kering
SISTEM RT-PPT IPPT Tradisional sekala kecil
Peternak Peternak Di luar di daerah Ponorogo
2277
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
IPT : Industri Pengolahan Tapioka
KSPU Pacitan KSPU Ponorogo & lainnya
Pedagang Pedagang dari luar Ponorogo Ponorogo
IPTPT. SARI TANAM X
Di Lokasi
Limbah cair Tepung Limbah padat Tapioka (onggok)
Lahan pertanian Industri Masyarakat Milik masyarakat pengguna sekitar
2278
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
IPMT: Industri Pengolahan Makanan TradisionalKPMT: Kelompok Pengolahan Makanan Tradisional
Ubikayu Jagung Bahan lain Daun-daunan Produk hewani
RTP-MT Rumah Tangga Pengolah Makanan Tradisional
KPMT: Kelompok Pengolahan Makanan Tradisional
IPMT Industri Pengolahan Makanan Tradisional
Pedagang RTP-MT Lokal/sekala kecil/tradisional
KPMT Kelompok Pengolah Makanan Tradisional
2279
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KPMT: Kelompok Pengolah Makanan Tradisional
Usaha pengolahan makanan tradisi-onal oleh masyarakat secara sendiri-sendiri telah berlangsung secara alamiah, namun usaha secara berkelompok dengan kerja-sama yang serasi masih harus dikembang-kan dan diberdayakan.
Strategi rekayasa kelembagaan Ke-lompok usaha dapat disarankan sebagai berikut :1. Menciptakan usaha berkelompok dari
RTP yang memungkinkan berkongsi dengan pangsa yang relatif seimbang, Kelompok Pengolah Makanan Tradi-
sional (KPMT); demikian juga kelom-pok pengolahan pakan ternak (KPPT)
2. Meningkatkan peran serta PPL, pedagang dan tokoh masyarakat dalam pemberdayaannya;
3. Mengurangi bertahap ketergantungan peternak pada pedagang/ lembaga pemasaran sehingga meningkatkan po-sisi tawar-menawar dalam pemasaran hasil ;
4. Memperkenalkan kredit yang ditempuh dengan sistem bagi hasil, serta meng-atur sistem bagi hasil yang lebih se-imbang dengan melibatkan Koperasi .
1. Keterkaitan Kelembagaan Pengolah Makanan Tradisional
FORKA Investor Makanan Tradisional Pemerintah (Bank Jatim)
konsultasi/investasi
SPMT KOPERASI kerjasama dlm.pemasaran
bagi hasil , Suasta/ , ( PTL dan PPL) produksi perwakilan Pedagang Tokoh Produsen Saprodi Masyarakat
Pemasaran Penyuluhan Modal hasil pakan DIKLAT usaha dan makanan tradisional
KELOMPOK PENGOLAH 20-25 RTP
2280
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di sentra produksi tapioka di Jawa Timur, yaitu Ponorogo, Magetan, dan Pacitan. Kegiatan penelitian dipusatkan di wilayah bagian selatan, tempat berpusatnya uasahatani ubikayu dan industri pengolahan tapioka. Dari data sekunder dapat diketahui populasi petani ubikayu, pengolah tapioka, dan lembaga pemasaran yang terkait. Penetapan sumber informasi (sampel) dilakukan secara sengaja untuk mewakili setiap kelompok stakeholder
yang terkait dengan agro industri tapioka dan usahatani ubikayu. Sebanyak 40 pengrajin dan 16 pedagang diambil sebagai sampel. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dnegan metode wawancara, diskusi kelompok, dan obser-vasi appraisal di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KONSEP KELEMBAGAAN KITAPMAS
1. Konsep Sistem kelembagaan KITAPMAS
MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI
INVESTASI
LITBANG Teknol KOPAYU dana
POSYANTEK KITAPMAS & SIM-Pasar
SENTRA PRODUKSI S.Pr KSPU
SENTRA PENGOLAHAN SENTRA PERDAGANGAN S.Pg S.Pd IPT & IPPT, IPMT OUTLET, Kios, Pasar
OUTLET
2281
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KITAPMAS
CLUSTER ALSINTAN
Tapioka S.Pr: S.Pg: Pakan / CLUSTER PASAR KSPU IPT Makanan Produk regional IPPT, IPMT Tradisional OLAHAN
- Pupuk - Pestisida Bahan LIMBAH - Herbisida penolong INDUSTRI Pengolahan LIMBAH / CLUSTER CLUSTER hasil ikutan Pemasaran Saprotan transportasi
CLUSTER CLUSTER Pasar Industri Industri PROMOSI Nasional hasil pengolahan Kemas & ikutan limbah packaging
SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI
SISTEM KETERKAITAN KELEMBAGAAN KOPAYU
2282
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
(KOPERASI AGROINDUSTRI BASIS UBIKAYU)
KOPAYU
AMANAH & PROFESIONAL
UNIT LKU (Lembaga Keuangan )
POSYANTEK: SIMTEK SIMPASAR UNIT PRODUKSI: UNIT PEMASARAN KSPU & IPT & PROMOSI IPPT & IPMT
2283
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
SISTEM KETERKAITAN KELEMBAGAAN dalam KSPU (Kawasan Sentra Produksi Ubikayu)
Bank JatimDaerah
IPT DINAS / LITBANG IPPT-IPMT INSTANSI TEKNIS
KOPAYU MITRA SUASTA EKSTERNAL
UNITLKU-PU PENDAMPING
RTP SPU KPU (Center of Cassava Info)
PASAR SWALAYANPASAR TRADISIONAL(KOPAS)TOKO/KIOS
2284
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
SISTEM KETERKAITAN KELEMBAGAAN dalam KSPMT(Kawasan Sentra Produksi Makanan Tradisional)
Bank Jatim IPT
IPMT DINAS / IPPT INSTANSI TEKNIS
KOPAYU MITRA SUASTA EKSTERNAL
UNITLKU PENDAMPING
RTP SPMT KPMT
PASAR SWALAYANPASAR TRADISIONAL(KOPAS)TOKO/KIOSIPMT (Industri Pengolahan Makanan Tradisional )
Kelembagaan IPT /IPPT/ IPMT
2285
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
Industri pengolahan tapioka pada saat ini telah ada di Kecamatan Siman, Ponorogo, yaitu PT. Sari Tanam, dengan kapasitas maksimum yang sangat besar (250 ton sehari), sehingga dapat menam-pung seluruh hasil ubikayu dari wilayah Ponorogo dan sekitarnya. Hubungan kemi-traan antara petani ubikayu dengan pabrik selama ini masih dianggap bagus, meka-nisme pasar masih berlaku cukup fair dalam menetapkan harga ubikayu pada tingkat industri, demikian juga penetapan rendemen tapioka.
Limbah tapioka (onggok) dikeringkan dan digunakan untuk industri pengolahan pakan ternak yang berada di Kabupaten Blitar dan Tulungagung. Hanya sebagian kecil sekali yang dimanfaatkan oleh masya-rakat setempat untuk membuat pakan ter-nak, dicampur dengan jagung, ubikayu , daun-daun legume dan ikan asin sebagai sumber protein. Pengembangan industri pengolahan pakan ternak (IPPT) dan Industri Pengolahan Makanan Tradisional (IPMT) berbasis ubikayu /tapioka mempu-nyai prospek yang bagus untuk mendorong berkembangnya industri pangan. Investasi pembangunan industri dapat suasta murni atau dengan dukungan investasi pemerintah daerah dengan sekala usaha yang layak ekonomis.
Kelembagaan Industri menyangkut bentuk badan usaha (IPMT, IPT dan IPPT) tersebut. Bentuk Badan Usaha ini penting karena akan menyangkut hak kepemilikan dan tanggung jawab serta status di muka hukum. Unit industri sebagai Badan Usaha dan sebagai perusahaan tidak dapat dipi-sahkan, karena sebagai Badan Usaha IPT adalah sebagai badan hukum sedangkan sebagai perusahaan IPT merupakan penjel-maan dari aktivitasnya sebagai Badan Usaha. Mengenai bentuk Badan Usaha IPT/IPPT/IPMT yang akan dibentuk dalam KITAPMAS ini (dengan dukungan investasi publik) disarankan untuk melalui tahapan bentuk sementara dan bentuk akhir.
Kelembagaan Internal IPT/IPPT/IPMT
Dalam kelembagaan yang perlu dikemukakan adalah struktur organisasi, deskripsi kerja dan kualifikasi personil yang dibutuhkan. Deskripsi kerja yang dikemu-kakan hanya untuk Manajer dan Kepala Seksi, demikian juga kualifikasi per-sonilnya.
PENDAMPINGAN
Upaya pendampingan ditempatkan secara utuh dalam kerangka pemberdayaan masyarakat dan peningkatan produktivitas usaha agroindustri milik rakyat (usahatani ubikayu, pengolahan pakan ternak, usaha peternakan ayam buras dan lainnya). Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan sektor secara terpadu dengan meka-nisme pendampingan sesuai dengan potensi wilayah.
Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengem-bangkan usaha agribisnis. Pendamping bertugas antara lain (1) membina penduduk yang bergabung dalam kelompok usaha sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehi-dupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan kelom-pok dan pembimbing pengembangan ke-giatan usaha agribisnis.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping dikoordinasikan oleh KOPAYU. Ruang lingkup tugas pendam-ping adalah sbb:a. Melalui prakarsa KOPAYU, pendam-
ping memandu pembentukan
2286
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
kelompok melalui musyawarah RT/RW/ Lingkungan/Dusun/Desa.
b. Membina Kelompok agar berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara anggota dengan para petugas.
c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumber daya manusia dari para anggota dan pengurus kelompok.
d. Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta ketersediaan teknologi tepat guna.
e. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat, lembaga- lembaga pene-litian serta lembaga-lembaga suasta.
f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota kelompok
g. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga inovasi teknologi.
Kegiatan Utama Pendamping
1. Membantu Pembentukan Kelompok (KPU, KPPT, KPMT)
Dalam membantu pembentukan Ke-lompok tersebut maka perlu memperhati-kan beberapa hal, yaitu: (a). Pembentukan kelompok didasarkan
pada kebutuhan rumahtangga, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
(b). Harus dihindari pembentukan kelom-pok yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk aparat desa
(c). Dalam wadah kelompok ini dise-lenggarakan usaha produktif agri-bisnis, pemupukan modal dan peng-himpunan tabungan sehingga membe-rikan manfaat secara ekonomis bagi semua anggota
kelompok secara lestari dan berkelanjutan
(d). Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan, dan dibina secara khusus oleh aparat desa, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lembaga swa-daya masya rakat sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu anggotanya penduduk miskin
(e). Pada satu desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan atau dengan mengembangkan kelompok yang ada. Kelompok beranggotakan sekitar 20-25 rumahtangga yang tinggal dalam satu hamparan.
(f). Pembinaan pendamping terhadap Kelompok disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jumlah Kelom-pok yang dibina dibatasi sebanyak-banyaknya 5 Kelompok.
2. Membimbing Pilihan Jenis dan Mengembangkan Mutu Usaha
Anggota Kelompok yang belum mem-punyai usaha intensif memerlukan bim-bingan dalam memilih jenis kegiatan. Jenis usaha yang dipilih hendaknya berdasarkan; (a). Kesepakatan anggota KELOMPOK; (b) berorientasi pada peningkatan pen-dapatan, (c) kemampuan anggota, (d) potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam dalam konteks agribisnis komoditas unggulan wilayah.
Bagi anggota KELOMPOK yang sudah mempunyai kegiatan produktif tetap maka pendamping membimbing guna meningkatkan mutu dan penambahan modal
3. Membimbing Perencanaan Kegiatan Usaha KELOMPOK
(a). Membantu KELOMPOK dalam membahas sumberdaya alam dan manusia sesuai dengan pilihan
2287
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
terbaik bagi anggota berdasarkan kemampaun yang ada
(b). Membantu menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kemampuan sumber-daya yang tersedia. Dengan memper-hatikan aspek alat, bahan. cara dan tempat.
(c). Membantu KELOMPOK membahas dan menyusun jadwal kegiatannya.
(d). Jadwal seluruh kelompok dibahas dan disepakati dalam musyawarah pemba-ngunan desa.
4. Mengusahakan Bantuan Teknik Bantuan teknis dapat berupa :
a. Bidang pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha, pengembangan sumberdaya manusia, jaringan kerja;
b. Bidang teknis sektoral: pertanian, perikanan, perkebunan, perindustrian, perdagangan dst.
Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah sebagaiberikut:a. Pendamping membuat daftar
kebutuhan bantuan teknis dari hasil diskusi KELOMPOK.
b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang ada di desa atau sekitarnya.
c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari instansi terkait melalui Koperasi.
5. Membantu Pengelolaan Dana Bantuan/Kredit
Pendamping membantu memeriksa kelengkapan persyaratan pencairan dana program bantuan/kredit termasuk per-setujuan Koperasi, dan kesesuaiann usulan dengan hasil musyawarah KELOMPOK. Pendamping perlu memahami prosedur pencairan dana sbb:
LembagaKeuangan KOPAYU
Kelompok Pengurus Koperasi KELOMPOK
Keterangan: : arus dokumen : arus dana
6. Membina Kegiatan Usaha
Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus diingat:
a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati sebelumnya.
b. Situasi dan kondisi yang paling tepat c. Bersifat menyuluh, memotivasi atau
mengajak, bukan menginstruksikan
2288
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
d. Tingkat perkembangan yang dicapai.Ada beberapa cara yang dapat dipilih
mana yangs esuai dengan keperluan:a. Pengarahan langsung pada waktu
usaha dilaksanakan b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan
KELOMPOKc. Melalui pertemuan umum seperti:
musyawarah RT/RW, Sholat Jum'at, upacara perayaan dan semacamnya
d. Menjembatani anggota dan KELOM POK yang memerlukan bantuan teknis yang dibutuhakan
e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang berhasil, mem beri motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan dan sebagainya.
Jika terjadi masalah atau kemacetan usaha maka dibahas bersama cara peme cahan masalahnya.
POLA INVESTASI
Koperasi agroindustri basis ubikayu (KOPAYU) dapat dijadikan sebagai alter natif wadah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui berbagai bentuk kemitraan investasi dengan stakeholder yang relevan.
Pola I: Koperasi Pengelola KITAPMAS (Kawasan Industri basis Tapioka
Milik Masyarakat)
Masyarakat membentuk KOPAYU, membangun kawasan sentra produksi (KSP) ubikayu dan fasilitas Industri Pengolahan Tapioka (IPT) dan Industri Pengolahan Pakan Ternak (IPMT), serta
mengembangkan sarana dan prasarana penunjangnya. Dalam proses pengem bangan koperasi seperti ini masyarakat anggota dan pengurus koperasi dapat meminta bantuan pihak ke tiga (manajemen profesional) berdasarkan suatu KONTRAK PEKERJAAN (KP).
Biaya pemberdayaan kelompok usaha agroindustri, fasilitas industri pengolahan, sarana dan prasarana agroindustri serta biaya KP, 100 persen bersumber dari dana/investasi masyarakat ”agroindustri”, termasuk ANGGOTA dan pengurus KOPE RASI.
Pola II: Patungan Koperasi dan Investor. Pola ini merupakan modifikasi dari
pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat), yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan inti. Dalam Pola II, sejak awal masyarakat membentuk KOPAYU dan berpatungan dengan suasta sebagai satu unit usaha patungan KITAPMAS. Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham antara KOPAYU dan SUASTA dapat beragam sesuai kesepa katan, misalnya 65 persen : 35 persen.
Pola III: Patungan Investor dan Koperasi. Seperti Pola II, tetapi kontribusi
KOPAYU lebih terbatas, yaitu pada "in kind contribution” yang disetarakan de-ngan nilai uang, misalnya lahan usaha ubikayu milik Koperasi (sebagai saham). Secara menyeluruh pangsa KOPAYU pada tahap awal sekurangnya 20%, yang selanjut nya secara bertahap meningkat sesuai dengan perkembangan kondisi usaha agro industri KITAPMAS.
2289
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
KOPAYU
ANGGOTA PENGURUS
DANA INVESTASI & MASYARAKAT
KITAPMAS
KSPU IPT KSPAB IPMT IPPT
Penunjang Komplemen
Pola IV. BOT (Building-Operating-Transfer).
Pola ini terbuka bagi investor (ter-masuk PEMERINTAH). Dalam pola ini investor membangun industri pengolahan (IPT , IPPT dan IPMT), sarana dan prasarana pendukungnya (KITAPMAS), termasuk pula memberdayakan KOPAYU yang akan menerima dan melanjutkan usaha. Tahapan dan persyaratan yang diperlukan untuk membangun, meng-operasikan dan mentransfer dirancang ke-sesuaiannya dengan karakteristik komoditi dan kondisi pasarnya. Pada dasarnya fasilitas agroindustri ditransfer pada saat KOPAYU sudah siap dan kondisi fasilitas industri pengolahan masih
menguntungkan secara teknis-ekonomis untuk dikelola oleh koperasi.
Pola V. Model BTN (Bank Tabungan Negara)
Pola ini mengadopsi dari pola pengembangan perumahan rakyat yang dikembangkan oleh Bank Tabungan Ne-gara. Pemerintah bukan hanya menyediakan paket kredit untuk mengembangkan KSPU & KSPAB, IPT & IPMT, tetapi juga mengembangkan kelembagaan keuangan (seperti BTN) sebagai lembaga yang membiayai pembangunan KITAPMAS, yang dilaksanakan oleh developer. De-veloper dibatasi kepada BUMD/BUMS yang
2290
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
memiliki “core competence” di bidang AGROINDUSTRI. Kapling KSP dan industri pengolahan yang telah dibangun dapat dimiliki oleh para pihak yang berminat menanamkan modalnya dalam bentuk agroindustri basis tapioka. KO-PAYU dikembangkan untuk mengelola KITAPMAS secara utuh dengan dukungan dana operasionalnya bersumber dari hasil usahanya.
KESIMPULAN
Agroindustri pengolahan tapioka di wilayah sekitar hutan di Jawa Timur mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dapat dikembangkan dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kondisi agroekologi sesuai untuk membudidayakan tanaman ubikayu secara produktif. Teknologi usahatani ubikayu telah dikuasai oleh masyarakat petani lahan kering di sekitar kawasan hutan, demikian juga teknologi pengolahan ubikayu menjadi tapioka.
Kelembagaan usaha pengolahan tapio-ka adalah rumah-tangga industri, sekala usahanya tidak terlalu besar, dan biasanya mempunyai hubungan erat dengan lembaga pemasaran dan industri vertikal tapioka.
Segmen pasar bagi produk-produk tapioka masih terbuka luas di wilayah Jawa Timur .
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, D. A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Pedesaan Dalam Pembangunan Pertanian Beren-cana. Orba Shakti Bandung.
Ajit Ghose dan Greffin. 1990. Rural Poverty Development Alternatives In South and South Easth Asia. Some Policy
Yssenes, Develop-ment Ang Cange, Volume II.
Amin Azis, M. 1990. Agroindustri: Pilihan Industrialisasi Pedesaan. Seminar Nasional Pedesaan Universitas Brawijaya, Malang 12-25 Maret 1990.
Amin Azis, M. 1991. Interaksi Sektor Pertanian dan Sektor Industri dalam Proses Industrialisasi. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V, Jakarta 3-7 September 1991. Pusat Analisa Perkem-bangan IPTEK-LIPI, Jakarta.
Asnawi, S. 1991. Indstrialisasi dan Pertanian Serta Pemerataan Pen-dapatan di Indonesia. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V, 3-7 September 1991, Jakarta. Pusat Analisa Perkembangan IPTEK- LIPI Jakarta.
Batubara, Cosmas, 1989, Kebijaksanaan Pengembangan Sektor Informal, makalah Disampaikan pada Loka-karya Nasional Peranan Pemuda Dalam Pengembangan Sektor Informal, Kaliurang Yogyakarta
Bintoro Cokroamidjojo, 1994. Manajemen Pembangunan Pengentasan Kemis-kinan. Mimbar BP-7 Pusat, No.66 Tahun XI 1993/1994. page 101. Jakarta.
BRLKT, Wilayah IV. 1986. Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai Brantas (Buku Utama). Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) jawa Timur.
Cheema, G.S. 1981. Institutional Dimen-sions of Development. Maruzen Asia, United Nations Centre for Regional Development, Nagoya, Japan.
Dawam Rahardjo. 1986. Transformasi Pertanian Industrialisasi dan Ke-sempatan Kerja. Jakarta, UIP.
2291
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
Downey, W.D. dan Steven. P. Erickson, 1989. Manajemen Agribisnis (Agribusiness Management) Alih Bahasa Rochijat Ganda S. dan Alfonsus Sirait. Penerbit Erlangga.
Iba Royani. 1997. Peranan Pendamping Dalam Menunjang Keberhasilan Program IDT. Studi Kasus di Kabupaten Jombang. Skripsi. Fa-kultas Pertanian, Institut Pertanian Malang
Kabra, Kamal Nayan, 1995, The Informal Sector: A Reappraisal, Journal of Contemporary Asia Vol.25 No.2 1995
Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kartasubrata, J. dan A.F. Mas'ud. 1981. Beberapa Definisi, Pengertian dan Perkembangan Dari Konsep Agroforestry. Makalah Disam-paikan Pada Seminar Agroforestry dan Pengendalian Perladangan. Jakarta 19-21 Nopember 1981.
Manuwoto. 1991. Peranan Pertanian Lahan Kering di dalam Pembangunan Daerah. Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering yang Berkelanjutan. Malang 29-31 Agustus 1991.
Mosher,A.T, 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian di sadur oleh S. Krisnandi dan Bahrin Samad. CV. Yasaguna Jakarta.
P3HTA. 1989. Pertanian Lahan kering dan Konservasi di Daerah Aliran Sungai. Risalah Diskusi Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian. Batu, Malang 1-3 Maret 1989.
PPLK. 1992. Buku Pedoman Operasional . Petunjuk Teknis Proyek Pertanian Lahan Kering, Jawa Timur. PPLK Jatim,
Sekretariat Badan Pengen-dali Bimas, DEPTAN, Jakarta.
Robertson, D.C. 1989. Sosial Determinants of Information Systems Use. Jour. of Management Information Systems 5:55-71.
Sabarnurdin, S. 1988. Perhutanan Sosial dan Konsekwensinya Bagi Rim-bawan. Silva Indonesia, No 1 Tahun 1988, Jakarta.
Sanchez, P.A. 1995. Science in Agro-forestry. Agroforestry Systems 30:5-55. Kluwer Academic Publishers, Netherlands.
Sayogyo, 1989. Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dalam Rangka Industrialisasi (disampaikan pada Simposium IP PSP-IPB Bogor).
Sediono M.P. Tjondronegoro. 1991. Ethos Kerja Masyarakat. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V, 3-7 September 1991, Jakarta. Pusat Analisa Perkembangan IPTEK-LIPI Jakarta.
Soeharjo. 1989. Peranan Agroindustri dalam memperbaiki Pendapatan dan Menciptakan Lapangan Kerja di Pedesaan. Simposium Indus-trialisasi Pedesaan. Bogor 18-19 Desember 1989. Pusat Studi Pembangunan, Lembaga Pene-litian, Institut Pertanian Bogor.
Soemarno, H.Hidayat, I.Syafii, Masrofie. 1998. Rancang Bangun dan Rekayasa KOPONTREN (Kope-rasi Pondok Pesantren) sebagai pengelola usaha agribisnis dan agroindustri komoditas melinjo di Jawa Timur, PUSLIT PWD LP Unibraw.
SP2UK-PPLK Jatim. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya dan Konservasi Lahan Kering. SP2UK-PPLK Jawa Timur, Malang.
White, B. 1989. Agroindustri, Industri-alisasi Pedesaan dan Transfor-masi Pedesaan. Pusat Studi Pemba-ngunan, Lembaga
2292
AGRITEK VOL. 16 NO. 12 DESEMBER 2008 ISSN. 0852-5426
Penelitian, Institut Pertanian Bogor.
Zain, D. 1993. Kaji Tindak Lembaga Keuangan Pedesaan untuk Orang Miskin (MKEJ : Mitra Karya East Java) di Kecamatan Wlingi, Blitar. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya, Malang.
2293