research article optimization of bhabinkamtibmas

TANGGON KOSALA VOLUME 9(2) 2020 257

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. Published by Indonesian National Police Academy (Akademi Kepolisian Republik Indonesia), Semarang, Indonesia

RESEARCH ARTICLE

OPTIMIZATION OF BHABINKAMTIBMAS ACTIVITIES IN THE CONTEXT OF OUTREACH

FOR STUDENTS TO PREVENT NARCOTICS ABUSE AT THE BOGOR CITY POLICE

Hilda Safira Ayu Rulita Jati1

1Indonesian National Police Academy, Semarang, Indonesia [email protected]

HOW TO CITE Jati, H. S. A. R. (2020). Optimization of Bhabinkamtibmas Activities in the Context of Outreach for Students to Prevent Narcotics Abuse at the Bogor City Police. Tanggon Kosala, 9(2), 257-314.

ABSTRACT The background of this research is because there is still Narcotics Abuse among students in the Bogor City Police area. Therefore, the authors are interested in seeing the phenomenon that occurs and trying to link it with the implementation of Bhabinkamtibmas duties in counseling on drug abuse among students. So, a research was carried out which aims to determine the description of the implementation of counseling by Bhabinkamtibmas, the factors that influence extension, as well as efforts to optimize Bhabinkamtibmas extension. The research conducted by the author was carried out in the city of Bogor, especially the Bogor City Police, using a qualitative approach, using field research research methods (field research), and using POAC management theory, communication theory, and crime prevention theory as well as management resource theory. This research is based on the Regulation of the Head of the National Police of the Republic of Indonesia Number 21 of 2007 concerning Guidance for Community Security and Order Counseling, which includes the management of the extension consisting of planning or preparation stages to controlling guidelines in analyzing extension activities by Bhabinkamtibmas to prevent narcotics abuse against students. The results showed that Bhabinkamtibmas work was in accordance with the SOP but there were still influencing factors, namely the facilities and infrastructure factors, human resource factors, and budget factors as well as students' legal awareness factors. Efforts that have been made use secondary crime prevention theory, namely a form of cooperation with internal and external Polri to get maximum results and as expected. The results of this study are expected to provide an overview of how to optimize extension activities by Bhabinkamtibmas, because the methods, techniques and utilization of all existing organizational resources are expected to be more able to reduce the level of narcotics abuse among students.

Keywords: Optimization, Counseling, Bhabinkamtibmas, Narcotics Prevention, Students

Tanggon Kosala (2020), 9(2), pp. 257-314 ISSN (Print) 2087-0043 http://journal.akpol.ac.id/index.php/tanggonkosala

http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/

http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&1349414300&1&&

http://journal.akpol.ac.id/index.php/tanggonkosala

http://journal.akademikepolisian.com/index.php/tanggonkosala/article/view/527

258 TANGGON KOSALA VOLUME 9(2) 2020


ARTIKEL PENELITIAN

OPTIMALISASI KEGIATAN BHABINKAMTIBMAS DALAM RANGKA PENYULUHAN TERHADAP

PELAJAR GUNA MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRESTA BOGOR KOTA

Hilda Safira Ayu Rulita Jati1

1Akademi Kepolisian Republik Indonesia, Semarang, Indonesia [email protected]

SARAN PENGUTIPAN Jati, H. S. A. R. (2020). Optimization of Bhabinkamtibmas Activities in the Context of Outreach for Students to Prevent Narcotics Abuse at the Bogor City Police. Tanggon Kosala, 9(2), 257-314.

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi karena masih adanya Penyalahgunaan Narkotika pada kalangan pelajar di wilayah Polresta Bogor Kota. Oleh karena itu, penulis tertarik melihat fenomena yang terjadi tersebut dan mencoba mengkaitkan dengan pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas dalam penyuluhan penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar. Sehingga dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas, faktor-faktor yang mempengaruhi penyuluhan, serta upaya optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas. Penelitian yang dilakukan oleh penulis dilaksanakan di Kota Bogor khususnya Polresta Bogor Kota dengan menggunakan pendekatan kualitatif, menggunakan metode penelitian field research (penelitian lapangan), serta menggunakan teori manajemen POAC, teori komunikasi, dan teori pencegahan kejahatan serta teori sumber daya manajemen. Penelitian ini didasarkan pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Bimbingan Penyuluhan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat mencakup manajemen pelakasanaan penyuluhan terdiri dari tahap perencanaan atau persiapan sampai dengan pengendalian pedoman dalam menganalisis kegiatan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas untuk mencegah penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja Bhabinkamtibmas sudah sesuai SOP tetapi masih ada faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor sarana dan prasarana, faktor sumber daya manusia, dan faktor anggaran serta faktor kesadaran hukum pelajar. Upaya yang sudah dilakukan meggunakan teori pencegahan kejahatan sekunder yakni bentuk kerja sama dengan internal dan eksternal Polri untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sesuai yang diharapkan. Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana mengoptimalkan kegiatan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas, karena dengan metode, teknik dan pemanfaatan seluruh sumber daya organisasi yang ada diharapkan akan lebih mampu menekan tingkat penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar.

Kata kunci: Optimalisasi, Penyuluhan, Bhabinkamtibmas, Pencegahan Narkotika, Pelajar

Tanggon Kosala (2020), 9(2), pp. 257-314 ISSN (Print) 2087-0043 http://journal.akpol.ac.id/index.php/tanggonkosala


http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&1349414300&1&&

http://journal.akpol.ac.id/index.php/tanggonkosala

http://journal.akademikepolisian.com/index.php/tanggonkosala/article/view/527



PENDAHULUAN Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang memiliki tugas pokok dalam memelihara keamanan dan kertertiban masyarakat (Kamtibmas), menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat (Pasal 13 Undang - Undang Republik Indnesia No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor Pasal 51, salah satu kegiatan yang menjadi tugas Satbinmas adalah melakukan penyuluhan masyarakat. Untuk mengoptimalkan penyuluhan, sesuai dengan peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang pemolisian masyarakat, dimana dalam pelaksanaan Polmas (Pemolisian/Perpolisian Masyarakat) dilakukan oleh Bhabinkamtibmas.

Polisi masyarakat tersebutlah maka pelaksanaan tugas setiap anggota satuan fungsi operasional polri harus dijiwai dengan semangat “melayani dan melindungi” sebagai suatu kewajiban profesi, sebagaimana fungsinya sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sedangkan tugas pokok Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menguntungkan, upaya penertiban hukum, upaya perlindungan dan pelayanan masyarakat di desa dan kelurahan menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat.

Upaya mewujudkan keamanan dan ketertiban sesuai dengan tugas pokoknya, hal ini sesuai dengan peran Bhabinkamtibmas yaitu sebagai pembimbing masyarakat bagi terwujudnya kesadaran hukum, kesadaran tentang pentingnya Pemelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dan partisipasi masyarakat dalam pembinaan kamtibmas di Desa atau Kelurahan, sehingga Bhabinkamtibmas dapat meminimalisir kejahatan-kejahatan yang bisa dilakukan khususnya penyalahgunaan narkotika.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 1 Disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Selain kegunaannya yang dominan dalam tindakan anastesi narkotika juga memiliki dampak negatif yaitu berupa ketergantungan terhadapnya jika digunakan dalam dosis yang tidak tepat. Penyalahgunaan narkoba telah berkembang dengan sangat pesat. Dibantu dengan teknologi pada era gobalisasi ini peredarannya bisa dangat cepat menembus batas ruang dan waktu. Seperti yang dikutip berikut:




“....... penyalahgunaan narkotika yang dewasa ini sangat mengkhawatirkan. Terlebih lagi semakin luasnya peredaran gelap narkotika dan psikotropika yang telah merebak di segala lapisan masyarkat, termasuk dikalangan generasi muda. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tata kehidupan masyarakat dan akan berdampak pada rusaknya sendi – sendi pembangunan bangsa, karena generasi muda adalah penerus cita – cita bangsa dan negara pada masa datang. Oleh karenanya pemerintah mengkategorikan narkoba sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) sekaligus kejahatan transnational crime, dengan pertimbangan impact yang ditimbulkannya sangatlah luas dan tidak hanya menjadi keuntungan bagi pemiliknya tapi menjadi sumber kejahatan lainnya, seperti money loundrying. Selain itu, ancaman terhadap kejahatan ini menyebar ke seluruh daerah negara – negara lain di dunia, tanpa memandang batas teritorial dan yuridiksi wilayah dan kebangsaan. Pengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta transaksi keuangan elektronik mengangkat narkoba menjadi masalah besar yang harus diantisipasi secara signifikan di tingkat internasional, sejajar dengan penyelundupan senjata api dan terorisme.” (Simunangkir, 2011:1)

Hal ini dipertegas dalam amanat yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam

berita online : “Rabu (24/2) Presiden Jokowi mengadakan rapat terbatas guna membahas masalah narkoba di Kantor Presiden, Jakarta. Dalam rapat tersebut, Presiden mengatakan akan lebih tegas dan berani berantas narkoba. “Saya ingin agar ada langkah-langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yang lebih gila lagi, yang lebih komprehensif lagi dan dilakukan secara terpadu” kata Presiden seperti dilansir presidenri.go.id.(kabarinews, 28 September 2017:1, URL) Pernyataan Simunangkir dan amanat Presiden Jokowi dapat diketahui bahwa

Indonesia saat ini sedang dalam keadaan darurat narkoba. Siswandi (2011: VI ) mengatakan narkoba merambah ke seluruh lapisan masyarakat seperti kalangan artis, profesional muda, kalangan eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, Remaja, wiraswata sampai ibu rumah tangga. Terlebih lagi, dampak narkoba yang sangat membahayakan ditambah pengaruh teknologi dan informasi di era globalisasi ini memungkinkan penyalahgunaan narkoba antar negara. Bagi para pemakainya, narkoba dapat sangat merusak kondisi fisik dan mental pemakainya

Penyalahgunaan narkotika juga berakibat bagi kerdilnya suatu bangsa baik secara fisik dan mental. Penelitian yang telah dilakukan Gizzi & Gerkin (2010) “explain that the logic is that different drugs will likely produce different effects on users and their likelihood of engaging in different types of crimes that compose the drug-crime nexus (pp. 931-932).” Bahwa ada korelasi antara pemakai narkotika dengan tingkat kenakalan remaja maupun kriminalitas. Sehingga penyalahgunaan narkotika tidak hanya berdampak kepada pemakai tapi dapat membuat kejahatan lainnya dalam pemenuhan kebutuhan terhadap narkotika.

Ketergantungan Reaktif berupa dorongan ingin mencoba karena rasa ingin tahu, ketergantungan simtomatis berupa munculnya sifat – sifat negatif untuk memenuhi kebutuhan narkotika, dan ketergantungan primer berupa timbul perasaan cemas dan depresi jika tidak memakai narkotika tersebut. Lebih lanjut lagi hal ini diungkapkan oleh Kepala BNN Budi Waseso yaitu :




“BANYUWANGI,KOMPAS.com - Jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Hal tersebut disampaikan Komjen Pol Budi Waseso Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) saat berkunjung di Pondok Pesantren Blok Agung Banyuwangi Senin (11/1/2016). "Indonesia sudah darurat bahaya narkoba dan hal itu sudah disampaikan oleh presiden. Sebelumnya pada bulan juni 2015 tercatat 4,2 juta dan pada November meningkat signifikan hingga 5,9 juta," ujarnya. Selain itu, menurut pria yang kerap disapa Buwas ini, di Asean, Indonesia adalah pangsa pasar terbesar untuk penjualan narkoba, sedangkan negara terbesar pengimpor adalah China dan Thailand. "Pada tahun 2015, kami berhasil mengamankan sekitar 3 ton sabu yang berarti menyelamatkan banyak generasi muda. Satu gram saja bisa digunakan untuk 5 orang. Jadi dengan mengamankan 3 ton sabu sudah berapa ribu jiwa yang diselamatkan," ungkapnya. ( Di unduh pada tanggal 4 oktober 2017 ) Berita di atas dapat diketahui bahwa jumlah pecandu narkoba mengalami

peningkatan tiap tahunnya, selama enam bulan (juni s.d. November 2017) peningkatan pecandu narkoba sebanyak 1, 8 juta. Prosentae peningkatan selama 6 bulan sudah mencapai sekitar 0,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia hal ini kan diprediksikan mengalami peningkatan kembali pada bulan – bulan berikutnya karena karena Indonesia tidak hanya menjadi Negeri dengan banyak pecandu tetapi menjadi pangsa terbesar Se – ASEAN. Dari laporan yang diterima baik dari pihak kepolisian maupun BNN masih terdapat dark number terhadap kasus narkoba. Lebih lanjut, keluarga, rekan maupun orang disekitar pecandu cenderung tidak melaporkan pecandu narkoba kepada pihak yang berwajib dan merehabilitasi sendiri karena pecandu narkoba dipandang menjadi aib masyarakat

Selain itu, menurut Siswandi (2011: VI) Indonesia menjadi salah satu destinasi utama dari para sindikat narkotika karena beberapa alasan berikut yaitu, (1) Banyak pintu masuk. (2) Murahnya harga kurir. (3) mudahnya merekrut kurir. (4) mudahnya membentuk jaringan. (5) Tingginya harga jual. (6) Mudahnya mencari tempat tinggal. (7) Tingginya jumlah penduduk. (8) Penerapan sanksi hukum kurang maksimal. (9) Hukum kurang memiliki kepastian hukum. (10) terbatasnya peralatan dan SDM. (11) Lemahnya pengawasan di pintu masuk.

Dampak bisnis haram peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan bangsa dari segi kesejahteraan masyarakat berupa Pelemahan ekonomi, Fisik dan Psikis suatu bangsa membuat pemerintah membuat berbagai kebijakan mengenai peraturan narkotika. Indonesia menjadi salah satu negara yang turut menandatangani The United Single Convention on Narcotic Drugs dan kemudian meratifikasinya dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika Tahun 1961 beserta protokol yang mengubahnya. Dilanjutkan pada tanggal 12 Oktober 2009 Indonesia Mengesahkan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dalam Lembaran Negara Tahun 2009, Nomor : 143, yang menggantikan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Narkotika karena sebagaimana yang tertuang dalam Undang – Undang No 35 tahun 2009 huruf (e) dikemukakan : bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.




Dilihat dari wilayah hukum terjadinya pengungkapan kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba, dia menuturkan, Polresta Bogor kota menempatkan posisi ketiga, setelah Polrestabes Bandung dan Kabupaten Bandung. "Ini dipengaruhi situasi perkotaan, banyak konsumen di daerah ini, banyak pusat perekonomian, pusat bisnis dan hiburan," katanya.

Selain itu trend penggunaan narkoba di Bogor Kota mengalami kenaikan. Berikut data Crime Total dalam Hasil Anev Kasat Narkoba Polresta Bogor Kota, yaitu:

Tabel.1.1 Rekapitulasi Data Kasus Narkoba Tahun 2017

NO BULAN

JUMLAH TINDAK PIDANA & PENYELESAIAN

NARKOTIKA PSIKOTROPIKA BAHAN

BERBAHAYA T O T A L

JTP JTP JPP

1 JANUARI 17 - 3 20

2 FEBRUARI 25 - 6 31

3 MARET 17 2 5 24

4 APRIL 20 - 3 23

5 M E I 8 - 4 12

6 JUNI 11 - 2 13

7 JULI 9 - 3 12

8 AGUSTUS 4 - 8 12

9 SEPTEMBER 13 - 2 15

10 OKTOBER 12 3 4 19

11 NOVEMBER 3 1 - 4

12 DESEMBER 10 1 2 13

JUMLAH 149 7 42 198

Sumber : Satresnarkoba 2017 Data diatas dapat diketahui bahwa antara bulan Januari sampai dengan

Desember tahun 2017 terdapat total 198 laporan penyalahgunaan narkoba pada periode Januari s.d. Desember laporan tersebut mengalami mengalami fluktuasi. Baik penurunan dan kenaikan. Sehingga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencegahan narkoba di polresta Bogor Kota pada bulan tersebut. Walaupun angka tersebut tidak dapat menjadi tolak ukur secara pasti karena kasus narkoba yang cenderung disembunyikan (dark number) karena narkoba merupakan kejahatan tanpa korban (hampir semua narkoba sadar akan penyalahgunaan yang dilakukan) tetapi data tersebut setidaknya dapat menjadi acuan dan dasar bagi penelitian terhadap pencegahan pada kasus penyalahgunaan narkoba di Bogor Kota.

Di sisi lain, Jumlah sumbangsih paling besar terdapat pada Jenis Narkotika yaitu sekitar 149 kasus dari 198 kasus. Dari tabel barang bukti pada setiap bulannya terdapat jenis narkotika sabu sabu dan ganja. Sehingga dapat diasumsikan Jenis narkotika paling banyak yang dikonsumsi pecandu narkotika adalah berupa sabu-




sabu. Dari kelompok pengguna (berdasar data anev kasat narkoba Polresta Bogor Kota 2017).

Lebih lanjut dalam rincian data tersebut, didapatkan fakta bahwa mayoritas pelaku penyalahguna nakoba di wilayah hukum Polresta Bogor Kota berpendidikan terkahir sebagai pelajar SMP dan SMA. Data penduduk Kota Bogor juga menunjukkan sebagian besar penduduk berpendidikan terakhir sebagai pelajar SMP dan SMA. Sehingga dengan melakukan penyuluhan narkoba terhadap pejalajar SMP dan SMA berarti memperbesar kemungkinan agar setiap orang pernah mendapat materi penyuluhan tentang narkoba. Dalam masa ini terdapat energy dan kekuatan fisik yang luar biasa serta tumbuh keingintahuan dan keingian untuk coba-coba.

Dengan demikian Bhabinkamtibmas merupakan sebuah instrument yang tepat untuk mengoptimalkan kegiatan penyuluhan dalam meningkatkan pelayanan Polri kepada masyarakat. Akan tetapi dalam meningkatkan Bhabinkamtibmas belum menunjukan hasil yang maksimal karena masih banyak ditemukan kasus penyalahgunaan narkotika dikalangan pelajar di Kota Bogor. Untuk itu penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas perlu untuk dikaji dan dianalisa secara medalam.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas dalam rangka pencegahan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar kota Bogor harus dioptimalkan agar tercapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, maka penulis mengambil judul “Optimalisasi Kegiatan Bhabinkamtibmas dalam Rangka Penyuluhan terhadap Pelajar Guna Mencegah Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polresta Bogor Kota”.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka terdapat beberapa pokok persoalan, antara lain : 1) Bagaimana pelaksanaan penyuluhan oleh Bhabinkantibmas Polresta Bogor Kota

dalam mencegah penyalahgunaan narkotika? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan

Bhabinkantibmas dalam rangka penyuluhan terhadap pelajar mencegah penyalahgunaan narkotika oleh satuan Binmas Polresta Bogor Kota?

3) Bagaimana upaya Satbinmas Polresta Bogor Kota dalam mengoptimalkan penyuluhan yang dilaksanakan oleh Bhabinkamtibmas untuk mecegah penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar?

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas

Polresta Bogor Kota dalam mencegah penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di Kota Bogor.

2) Menganalisa dan Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi penyuluhan Bhabinkantibmas dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar.

3) Mendeskripsikan upaya optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota dalam mencegah penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang optimalisasi kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas Satbinmas Polresta Bogor Kota dalam mencegah penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan suatu ilmu.Sesuai dengan tema yang diangkat, maka kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.




1) Manfaat Teoritis Selain memberikan manfaat praktis dari pelaksanaan penelitian ini, besar harapan dari peneliti bahwa hasil dari tulisan ilmiah ini dapat memberikan kontribusi akademis. Adapun manfaat Akademisnya adalah sebagai berikut : a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

memberikan referensi kepada Polresta Bogor Kota dalam pengembangan pengetahuan fungsi Binmas dalam melakukan pencegahan kejahatan melalui penyuluhan Bhabinkamtibmas.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi peneliti lain yang mengambil objek serupa, menjadi bahan masukan, informasi, referensi dan melengkapi bahan kepustakaan bagi pihak yang membutuhkan, khususnya akademisi dan praktisi di masaya yang akan datang

2) Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan masukan dan saran kepada pimpinan dalam menentukan kebijakan dan tindakan yang tepat pada fungsi binmas dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika maupun tindak pidana lainnya. Penelitian ini sebagai kajian dan evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas dalam pencegahan kejahatan khususnya kejahatan penyalahgunaan narkotika. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan anggota Bhabinkamtibmas dalam melakukan penyuluhan guna mencegah adanya kejahatan di masa mendatang sehingga dapat meningkatkan mutu profesionalisme dan terpercaya sebagai pelayan masyarakat.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kepustakaan Penelitian Kepustakaan penelitian adalah literatur yang memuat informasi tentang hasil

penelitian yang dilaksanakan sebelumnya, yang memiliki korelasi dengan penelitian yang dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan referensi kepustakaan beberapa penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menunjang keakuratan dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Literatur tersebut dapat berupa dokumen laporan hasil penelitian, sebuah pandangan kritis tentang persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penlitian yang direncanakan, sehingga dapat menempatkan suatu permasalahan yang dibahas secara berkesinambungan didalam penelitian secara signifikan dan berkesinambungan.

Penelitian ini menggunakan penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan yakni sebagai berikut:

Pertama, skripsi dari Kadek Intan Pramita Dewi, alumni Akpol pada tahun 2016 dengan judul “Optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas Wilayah Hukum Polrestabes Surabaya Dalam Rangka Mencegah Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Pelajar”. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahu gambaran penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas dijajaran Polrestabes Surabaya untuk pencegahan penyalahgunaan Narkotika, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta mengetahui upaya optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas.Persamaan penelitian Kadek Intan Pramita Dewi (2016) dengan penelitian ini adalah penggunaan pendekatan kualitatif




serta analisis mengenai penyuluhan oleh Satbinmas dalam upaya pencegahan kejahatan dan peneletian ini membahas tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Sementara yang menjadi perbedaan adalah dalam penelitian Kadek Intan Pramita Dewi (2016) berlokasi di wilaya hukum Polrestabes Surabaya sedangkan penelitian ini berlokasi di Polresta Bogor Kota. Hasil penelitian Kadek Intan Pramita Dewi (2016) menunjukan bahwa Penyuluhan Bhabinkamtibmas masih belum optimal disebabkan oleh beberapa hal yaitu manajemennya dan intensitas kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas sangat kurang. Hal tersebut dilihat dari Kualifikasi dan kemampuan petugas masih ada yang kurang sehingga tidak mengusai materi. Dalam pelakasanaanya kurangnya dukungan anggaran sehingga pelaksanaan kurang optimal. Serta, Banyaknya faktor yang menghambat seperti sumber daya manusia, sarana prasarana, serta kurangnya kesadaran hukum dan mindset pelajar.

Kedua skripsi dari Rio Adhikara (2016) yang berjudul “Optimalisasi Penyuluhan Narkotika Terhadap Pelajar Smp Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Oleh Satbinmas Polres Kediri”. Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana mengoptimalkan penyuluhan narkotika terhadap pelajar SMP oleh Satbinmas di Polres Kediri. Persamaan penelitian ini yaitu dalam hal tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dalam hal pendekatannya metode penelitiannya mengunakan penelitian kualitatif. Sedangkan perbedaan penelitian Rio Adhikara (2016) di wilyah hukum Polres Kediri dan penelitian ini di Polresta Bogor Kota. Perbedaan itu juga terlihat dalam penelitian Rio Adhikara (2016) optimalisasi penyuluhan mengunakan penerapan Model B-2 Intesifikasi penerangan dan penyuluhan sedangkan dalam penelitian ini Optimalisasi penyuluhan dilakukan melalui Bhabinkamtibmas.

Hasil dari peneltian Rio Adhikara (2016) menyatakan bahwa penyuluhan narkotika terhadap pelajar SMP oleh satbinmas polres Kediri sebagian besar telah menerapkan manajemen yang baik namun penerapanya masih belum optimal diantaranya sumber daya manusia, penggunaan anggaran penentuan sasaran dan tujuan penyuluhan narkotika dan standar penilaian pelaksanaannya. Serta, Efektivitas metode penyuluhan narkotika terhadap pelajar SMP dilihat melalui analisis teori komunikasi masih terdapat kekurangan dalam komponen komunikator yaitu personel penyuluhan, pemanfaatan waktu penyuluhan yang kurang efesien, serta dalam pemilihan waktu yang tepat dalam melaksanakan penyuluhan.Implementasi Polmas Model B dilihat dari ketentuan Perkap baru sebagian kecil yang telah dilaksanakan. Kemitraan terkait Polmas tersebut juga dilaksanakan sebatas dengan pihak sekolah belum dilakukan kemitraan langsung dengan pelajar SMP.

Ketiga skripsi dari Rahis Fadhilah (2017) yang berjudul “Optimalisasi Tugas Sat Binmas Guna Mencegah Penyalahgunaan Narkotika Di Kalangan Masyarakat Di Wilayah Hukum Polres Purbalingga”. Maksud dari penelitian ini bagaimana mengoptimalkan penyuluhan narkotika di kalangan masyarakat oleh Satbinmas di Polres Purbalingga. Persamaan penelitian ini yaitu dalam hal tindak pidana penyalahgunan narkotika dan pendekatan metode penelitiannya menggunakan metode kualitatif. Sedangkan perbedaan penelitian Rahis Fadillah (2017) sasaran penelitiannya adalah masyarakat di wilayah hukum Polres Purbalingga dan penelitian ini sasaran penelitiannya adalah pelajar diwilayah hukum Polres Bogor Kota.

Hasil dari penelitian Rahis Fadillah (2017) menyatakan bahwa perlunya penambahan dan pembagian tugas yang jelas untuk anggota binmas agar pelaksanaanya jelas. Perlunya memberikan pelatihan kejuruan tentang binmas kepada personel agar mampu melaksanakan kegiatan penyuluhan dalam penyampaian materi




penyuluhan masih terlalu luas sehingga tepat sasaran perlunya untuk dibatasi penyampaian materi agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Serta melakukan kerjasama dengan pihak ekstern seperti BNN dan pihak intern dengan Sat Intelkam dan Sat Resnarkotika.

Secara garis besar, keempat penelitian di atas memiliki substansi yang dapat mendukung penelitian yang akan dilakukan. Akan tetapi, penelitian tersebut juga memiliki perbedaan pada beberapa bagian. Adapun perbandingan mengenai penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu

Peneliti Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian Kadek Intan Pramita Dewi (2016)

1.Pendekatan kualitatif 2.Analisis mengenai penyuluhan oleh Satbinmas dalam upaya pencegahan kejahatan 3.Peneliti membahas tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika

1.Tempat penelitian di Surabaya

Penyuluhan Bhabinkamtibmas masih belum optimal disebabkan oleh beberapa hal yaitu manajemennya dan intensitas kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas sangat kurang. Hal tersebut dilihat dari Kualifikasi dan kemampuan petugas masih ada yang kurang sehingga tidak mengusai materi. Dalam pelakasanaanya kurangnya dukungan anggaran sehingga pelaksanaan kurang optimal. Serta, Banyaknya faktor yang menghambat seperti sumber daya manusia, sarana prasarana, serta kurangnya kesadaran hukum dan mindset pelajar.

Rio Adhikara (2016)


1.Tempat Penelitian di Polres Kediri 2.Optimalisasi penyuluhan dilakukan melalui penerapan B2 - Intensifikasi penerangan dan penyuluhan

Penyuluhan narkotika terhadap pelajar smp oleh satbinmas polres Kediri sebagian besar telah menerapkan manajemen yang baik namun penerapanya masih belum optimal diantaranya sumber daya manusia, penggunaan anggaran penentuan sasaran dan tujuan penyuluhan narkotika dan standar penilaian pelaksanaannya. Serta, Efektivitas metode penyuluhan narkotika terhadap pelajar SMP dilihat melalui analisis teori




komunikasi masih terdapat kekurangan dalam komponen komunikator yaitu personel penyuluhan, pemanfaatan waktu penyuluhan yang kurang efesien, serta dalam pemilihan waktu yang tepat dalam melaksanakan penyuluhan.Implementasi Polmas Model B dilihat dari ketentuan Perkap baru sebagian kecil yang telah dilaksanakan. Kemitraan terkait Polmas tersebut juga dilaksanakan sebatas dengan pihak sekolah belum dilakukan kemitraan langsung dengan pelajar SMP.

Rahis Faddhillah


1.Tempat penelitian di Purbalingga

Perlunya memberikan pelatihan kejuruan tentang binmas kepada personel agar mampu melaksanakan kegiatan penyuluhan dalam penyampaian materi penyuluhan masih terlalu luas sehingga tepat sasaran perlunya untuk dibatasi penyampaian materi agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Serta melakukan kerjasama dengan pihak ekstern seperti BNN dan pihak intern dengan Satintelkam dan Satresnarkotika.

B. Kepustakaan Konseptual

Kepustakaan konseptual merupakan suatu acuan yang digunakan agar penulis tidak keluar dari batasan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai konsep dan teori dari pakar yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis. 2.2.1 Teori 2.2.1.1 Teori Manajemen

Menurut George R. Terry dalam buku Principles of Management (Sukarna, 2011:3), juga menyatakan bahwa management is the accomplishing of a predetemined obejectives through the efforts of other people atau manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama-sama usaha orang lain.




Manajemen sangat penting bagi setiap aktivitas individu atau kelompok dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen berorientasi pada proses (process oriented) yang berarti bahwa manajemen membutuhkan sumber daya manusia, pengetahuan, dan keterampilan agar aktivitas menjadi lebih efektif atau dapat menghasilkan tindakan dalam mencapai kesuksesan. Oleh sebab itu, tidak akan ada organisasi yang akan sukses apabila tidak menggunakan manajemen yang baik. Lebih lanjut dalam teori manajemen George Terry menyebutkan empat fungsi utama yang harus ditekankan dalam proses manajemen diantaranya: 1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan atau asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik yang cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan. 3. Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan meliputi kepemimpinan dan koordinasi. Kepemimpinan yakni gaya memimpin dari sang pemimpin dalam mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber daya organisasi agar mengarah pada pencapaian tujuan program dan organisasi. Sedangkan koordinasi yakni suatu aktivitas membawa orang-orang yang terlibat organisasi ke dalam suasana kerjasama yang harmonis. Dengan adanya pengoordinasian dapat dihindari kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat dan kesimpangsiuran di dalam bertindak antara orang-orang yang terlibat dalam mencapai tujuan. Koordinasi ini mengajak semua sumber daya manusia yang tersedia untuk bekerjasama menuju ke satu arah yang telah ditentukan. 4. Pengawasan (Controling)

Pengawasan mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.

Dengan demikian pengawasan mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

George R.Terry dalam winardi (1990) juga menyebutkan bahwa ada enam unsur dalam manajemen yaitu : a. Men and woman diartikan unsur manusia. Manusia adalah unsur utama yang

menjalankan sebuah manajemen. b. Materials diartikan sebagai prasarana. Dalam mnjalankan manajemen harus

memiliki prasarana. c. Mechines diartikan sebagai sarana. Sarana adalah unsur pendukung dari sebuah

manajemen. d. Money diartikan sebagai dana atau anggaran. Dalam menjalankan manajemen

harus didukung adanya biaya anggaran.




e. Markets diartikan sebagai pasar atau sasaran. Setelah memiliki empat unsur diatas manajemen harus memiliki pasar atau sasaran dari manajemen itu sendiri.

f. Methods diarikan sebagai metode. Metode merupakan cara yang digunakan dalam menjalankan sebuah manajemen.

2.2.1.2 Teori Komunikasi Teori komunikasi Harold Lasswell merupakan teori komunikasi awal (1948).

Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik (paradigmatic question) Lasswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi, yaitu Communicator (Komunikator), Message (Pesan), Media (Media), Receiver (Komunikan/Penerima), dan Effect (Efek). Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan (penerima) dari komunikator (sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung/tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator. Yang memenuhi 5 unsur who, says what, in which channel, to whom, with what effect.

BAGAN PROSES KOMUNIKASI

1. Who (siapa/sumber)

Who dapat diartikan sebagai sumber atau komunikator yaitu, pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator. Pihak tersebut bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu Negara sebagai komunikator. 2. Says what (pesan)

Says menjelaskan apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan kepada komunikan (penerima), dari komunikator (sumber) atau isi informasi. Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima(komunikan),dari sumber(komunikator)atau isi informasi.Merupakan seperangkat simbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,simbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan. 3. In which channel (saluran/media)

Saluran/media adalah suatu alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (melalu media cetak/elektronik). 4. To whom (siapa/penerima)

Sesorang yang menerima siapa bisa berupa suatu kelompok, individu, organisasi atau suatu Negara yang menerima pesan dari sumber.Hal tersebut dapat




disebut tujuan (destination), pendengar (listener), khalayak (audience), komunikan, penafsir, penyandi balik (decoder) 5. With what effect (dampak/efek)

Dampak atau efek yang terjadi pada komunikan (penerima) seteleh menerima pesan dari sumber seperti perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan. 2.2.1.3 Teori Pencegahan Kejahatan

Pencegahan dijelaskan oleh M. Kemal Dermawan (1994:4) (Strategi Pencegahan Kejahatan) sebagai kegiatan yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil luas lingkup suatu pelanggaran, baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan ataupun melalui usaha pemberian pengaruh kepada orang yang potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum. Selain itu, dalam buku yang berjudul Evidence-Based Crime Prevention yang disusun oleh Lawrence W. Sherman (2004), dikemukakan teori pencegahan kejahatan yang berasal dari pendapat para ahli, yakni:

Pencegahan kejahatan adalah tindakan yang dilakukan untuk memperkecil luas lingkup suatu pelanggaran dengan ditandai oleh penurunan jumlah tindak pidana yang terjadi serta jumlah korban yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut. Kedua, pencegahan kejahatan adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kesempatan terjadinya suatu pelanggaran dengan mempengaruhi masyarakat untuk tidak menjadi pelaku maupun menjadi korban atau menjadi korban kembali.

a. Pencegahan primer Pencegahan primer ditetapkan sebagai strategi pencegahan kejahatan melalui

bidang social, ekonomi dan bidang- bidang lain dari kebijakan umum, khususnya sebagai usaha untuk mempengaruhi situasi-situasi kriminogenik dan sebab-sebab dasar dari kejahatan. Tujuan utama dari pencegahan primer ini adalah untuk menciptakan kondisi-kondisi yang sangat memberikan harapan bagi keberhasilan sosialisai untuk setiap anggota masyarakat. b. Pencegahan Sekunder

Hal yang mendasar dari pencegahan sekunder dapat ditemui dalam kebijakan peradilan pidana dan pelaksanaannya. Dapat ditambahkan bahwa pencegahan umum dan pencegahan khusus meliputi identifikasi dini dari kondisi-kondisi kriminogenik dan pemberian pengaruh pada kondisi-kondisi tersebut Peran preventif dari polisi diletakan dalam pencegahan sekunder, begitu pula pengawasan dari masa media, perencanaan perkotaan, serta desain dan kontraksi pembangunan. c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier sangat memberika perhatian pada pencegahan terhadap residivisme melalui peran polisi dana agen-agen lain dalam sistem peradilan pidana. Segala tindakan dari pencegahan tertier ini dengan demikian berkisar dari sanksi-sanksi peradilan informal dan kondisi bayar hutang bagi korban atau juga sebagai perbaikan pelanggaran serta hukuman penjara. Oleh karena batasan-batasan cari sanksi yang dalam periode terakhir ini berorientasi pada pembinaan, maka pencegahan juga sering mengurangi tindakan-tindakan represif.

1. 2.2.2 Konsep 2.2.2.1 Konsep Optimalisasi

Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud : 1995 : 628) optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi. Penambahan ‘isasi’ pada bagian akhir




memiliki arti membuat atau menjadikan/dijadikan. Jadi secara umum Optimalisasi berarti suatu proses untuk menjadikan sesuatu menjadi yang terbaik atau yang sudah ada menjadi lebih baik. Optimalisasi yang dimaksudkan disini adalah cara menjadikan pelaksanaan penyuluhan menjadi lebih baik sehingga dapat menurunkan angka penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di wilayah hukum Polresta Bogor Kota. 2.2.2.2 Konsep Penyuluhan

Penyuluhan adalah merupakan suatu aktifitas wawancara yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah dalam rangka untuk membicarakan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan memberikan bantuan kepada mereka, sehingga pada akhirnya bermuara pada teratasi masalah yang dihadapi oleh klien dan dapat beradaptasi dengan baik dan efektif dengan lingkungan hidupnya.

Ketentuan pelaksanaan kegiatan penyuluhan diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2007 tentang Bimbingan Penyuluhan Kemanan dan Ketertiban Masyarakat. Dalam Pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa bimbingan penyuluhan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan tuntutan, petunjuk, dan penerangan kepada individu atau kelompok secara terus - menerus dengan maksud agar terjadi perubahan perilaku atau sikap yang bagi diri pribadi maupun kelompok atau masyarakat. Selain itu, bimbingan dan penyuluhan juga dijelaskan sebagai kegiatan memberi penerangan, arahan, dan atau meningkatkan masyarakat tentang masalah-masalah kamtibmas dan cara-cara menghindari atau menanggulanginya.

Perkap Nomor 21 Tahun 2007 dijabarkan mengenai tujuan binluh yang meliputi tujuan strategis dan tujuan teknis operasional sebagaimana tercantum pada Pasal 2. Adapun yang menjadi tujuan strategis binluh yaitu: 1. Terwujudnya pesan-pesan kamtibmas yang disampaikan kepada masyarakat yang

berdampak pada terciptanya kondisi kemanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif;

2. Terjadinya komunikasi secara langsung antara petugas Polri dengan warga masyarakat.

3. Teciptanya pemahaman bahwa kamtibmas merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan bersama-sama antara Polri dan elemen masyarakat lainnya;

4. Terwujudnya citra polisi sebagai aparat pemerintah penegak hukum yang siap melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sedangkan yang menjadi tujuan teknis opersional binluh yaitu:

1. Termotivasinya komponen masyarakat untuk membentuk FKPM; 2. Teraplikasinya dalam kehidupan sehari-hari pesan-pesan kamtibmas yag

disampaikan;dan 3. Terciptanya kemitraan antara Polri dengan masyarakat untuk bersama-sama

memlihara kamtibmas. Kegiatan bimbingan dan penyuluhan kamtibmas yang menjadi sasaran

berdasarkan Pasal 5 perkap ini yaitu: a. Kelompok atau organisasi kemasyarakatan b. Siswa sekolah;dan c. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), antara lain: d. Penyandang cacat e. Tuna asusila f. Gelandangan dan pengemis g. Pencandu narkotika dan obat-obatan terlarang




h. Napi atau eks napi Berdasarkan Pasal 6 Perkap No.21 Tahun 2007 yaitu metode kegiatan bimbingan

dan penyuluhan kamtibmas dilaksanakan melalui: a. Ceramah b. Konseling c. Pemasagan spanduk dan leaflet kamtibmas; d. Tanya jawab kamtibmas; e. Diskusi; f. Panggung hiburan kamtibmas; g. Pesan kamtibmas melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat;dan h. Media cetak, media elektronik, dan melalui komunikasi lainnya.

Dalam pelaksanaannya berdasarkan pasal 7 perkap ini, unsur-unsur yang dilibatkan dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan penyuluhan kamtibmas meliputi penyelenggara kegiatan bimbingan penyuluhan kamtibmas meliputi:

a. Petugas polri b. Kelompok Masyarakat berdasrkan kesamaan kepentingan(community of

interest); c. Para pemua Mitra Kamtibmas; dan Instansi terkait lainnya.

Pasal 8, 9, 10, dan 11 Perkap Nomor 21 Tahun 2007 tentang Bimbingan Penyuluhan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat mencakup manajemen pelakasanaan penyuluhan terdiri dari tahap perencanaan atau persiapan sampai dengan pengendalian. Persiapan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan penyuluhan Kamtibmas meliputi: 1) Menyiapkan materi 2) Mengkoordinasikan dengan pejabat dan isntansi terkait; 3) Menyiapkan petugas bimbingan penyuluhan yang mengusai permasalahan; 4) Menyusun tim penyelenggar kegiatan;dan 5) Menyiapkan alat-alat peraga, alat instruksi (alins), dan/atau penolong instruksi

(alongins). Adapun hal-hal yang perlu dilakukan petugas dalam pelaksanaan kegiatan

bimbingan penyuluhan kamtibmas antara lain: a. Memperkenalkan identitas diri; b. Menyampaikan materi/permasalahan secara keseluruhan, cara-cara

pemecahannya dan langkah-langkah antisipasinya; c. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami; d. Metode yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi; e. Gunakan alat peraga, alins dan/atau alongins yang tersedia; f. Kuasai audiens dan ilmu komunikasi; g. Manfaatkan waktu seefisien mungkin. h. Alokasi waktu untuk Tanya jawab materi ceramah.

Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan penyuluhan Kamtibmas wajib memperhatikan: a. Tempat dan waktu yang disesuaikan dengan situasi dan keadaaan lingkungan

tempat bimbingan penyuluhan dilaksanakan; b. Petunjuk dan saran-saran dari pejabat setempat; c. Pelaporan setiap kegiatan kepada pejabat setempat secara lisan maupun

tertulis;dan d. Keikutsertaan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Pasal 11 Perkap nomor 21 tahun 2007 yaitu:




1. Analisa dan evaluasi kegiatan bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan melalui tahapan:

a. Pemantauan; b. Pencatatan; c. Penilaian; dan d. Pelaporan berdasarkan hasil 2. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dimulai sejak awal

kehiatam, selama proses kegiatan berlangsung, dan setelah kegiatan dengan tujuan sasaran tercapai.

3. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan umpan balik untuk mengetahui informasi kegiatan.

4. Penilaian sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kegiatan yang dilakukan dari awal sampai dengan akhir untuk mengetahui pencapaian target yang telah ditetapkan.

5. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, didasarkan pada hasil pengamatan, pencatatan, dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan (4). (Polri, 2007 : pasal 8,9,10,11). Dalam pembahasan, Perkap No 21 Tahun 2007 ini akan digunakan untuk

memulai pelaksanaanya penyuluhan narkotika oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota meliputi aturan tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian untuk menunjang teori manajemen sebelumnya. 2.2.2.3 Konsep Bhabinkamtibmas

Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat yang selanjutnya disebut Bhabinkamtibmas adalah Pengemban Polmas di desa/kelurahan yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah, dipilih dengan sengaja karena mempunyai kapasitas, atau dibentuk dan disiapkan dengan pelatihan - pelatihan tertentu untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai mediator dan fasilitator, dalam penyelesaian-penyelesaian masalah sosial yang ada di masyarakat (Problem Solving), dinamisator dan motivator aktivitas masyarakat yang bersifat positif dalam rangka menciptakan dan memelihara kamtibmas.

Fungsi Bhabinkamtibmas berdasarkan Pasal 26 Perkap No.3 tahun 2015 yaitu: 1. Melaksanakan kunjungan/sambang kepada masyarakat untuk:

a. Mendengarkan keluhan warga masyarakat tentang permasalahan Kamtibmas dan memberikan penjelasan serta penyelesaiannya; b. memelihara hubungan silaturahmi/persaudaraan;

2. Membimbing dan menyuluh di bidang hukum dan Kamtibmas untuk meningkatkan kesadaran hukum dan Kamtibmas dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM);

3. Menyebarluaskan informasi tentang kebijakan pimpinan Polri berkaitan dengan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas);

4. Mendorong pelaksanaan siskamling dalam pengamanan lingkungan dan kegiatan masyarakat;

5. Memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat yang memerlukan; 6. Menggerakkan kegiatan masyarakat yang bersifat positif; 7. Mengkoordinasikan upaya pembinaan Kamtibmas dengan perangkat

desa/kelurahan dan pihak-pihak terkait lainnya; 8. Melaksanakan konsultasi, mediasi, negosiasi, fasilitasi, motivasi kepada

masyarakat dalam Harkamtibmas dan pemecahan masalah kejahatan dan sosial.




Berdasarkan Pasal 27 Perkap No.3 Tahun 2015 yaitu Tugas Pokok Bhabinkamtibmas melakukan pembinaan masyarakat,deteksi dini, dan mediasi/negosiasi agar tercipta kondisi yang kondusif di desa/kelurahan. Dalam melaksanakan tugas pokok, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bhabinkamtibmas melakukan kegiatan: 1) Kunjungan dari rumah ke rumah (door to door) pada seluruh wilayah

penugasannya; 2) Melakukan dan membantu pemecahan masalahan (Problem Solving); 3) Melakukan pengaturan dan pengamanan kegiatan masyarakat; 4) Menerima informasi tentang terjadinya tindak pidana; 5) Memberikan perlindungan sementara kepada orang yang tersesat, korban

kejahatan dan pelanggaran; 6) Ikut serta dalam memberikan bantuan kepada korban bencana alam dan wabah

penyakit; 2.2.2.4 Konsep Penyalahgunaan Narkotika

Narkotika dan Obat-obatan terlarang (NARKOTIKA) atau Narkotik, Psikotropika, dan Zat Aditif (NAPZA) adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pada pasal 1 angka 1, disebutkan bahwa

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

Jenis-jenis narkotika berbagai macam tingkatan dan golongan telah dipisahkan, sebagai alat untuk mengukur seberapa besar hukuman yang diperoleh. Seperti jenis narkotika yang dibagi 3 golongan yaitu: 1. Golongan I tidak digunakan dalam pengobatan, hanya digunakan dalam

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, jumlahnya ada 65 jenis. Contoh: Heroin, ganja, opium,sabu-sabu, Extacy dan kokain.

2. Golongan II digunakan pengobatan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan salam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu terakhir serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, jumlahnya ada 86 jenis. Contoh: morfin, fentamil, alfa metadol, ekgonia dan bezetidin.

3. Golongan III digunakan dalam pengobatan dan banyak digunkan dalam terapidan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatka keterganungan, jumlahnya ada 13 jenis. Contoh: kodein, propiram, norkedenia, polkodina dan etilmorfina.

2.2.2.5 Konsep Pelajar Menurut Sinolungan (1997), mengemukakan bahwa pengertian pelajar secara

luas adalah setiap orang yang terlibat dengan proses pendidikan untuk memperoleh pengetahuan sepanjang hidupnya. Sedangkan dalam arti sempit, pengertian pelajar adalah setiap siswa yang belajar di sekolah.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelajar adalah individu yang ikut dalam kegiatan belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Hal ini usia pelajar dari umur 6-18 tahun adalah kategori umur pelajar. Pelajar merupakan aset yang sangat penting bagi suatu negara. Karena generasi penerus bangsa yang




diharapkan adalah pelajar yang nantinya dapat menjadi individu yang dapat memajukan agama, bangsa dan negara. Selain itu, pelajar yang diharapkan adalah generasi yang nantinya dapat membuat pergaulan sosial juga semakin baik. C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan bentuk gambaran jelas yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam pengumpulan data agar informasi lebih merinci . Kerangka berpikir akan menjelaskan dan memecahkan tentang permasalahan terkait dengan objek permasalahan yang akan dikaji dari temuan penelitian selanjutnya akan di analisis. Adapun gambar kerangka berpikir penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar.1

Kerangka Berpikir

Penyalahgunaan Narkotika terhadap pelajar

meningkat di Polresta Bogor Kota

Upaya pencegahan dari Satuan

Binmas

Penyuluhan Narkotika oleh

Satbinmas

Faktor Internal

Faktor Eksternal

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

TERHADAP PELAJAR TIDAK TERJADI LAGI

• Teori

Manajemen

• Teori

Komunikasi

• Undang-Undang

No.35 Tahun

2009

• Perkap no.21

tahun 2007

• Perkap No.3

Tahun 2015




METODE

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tentang peran Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota dalam melakukan pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di wilayah hukum Bogor Kota adalah pendekatan secara kualitatif yang menggambarkan secara mendalam tentang situasi kamtibmas di wilayah hukum Polresta Bogor Kota pada umumnya dan Polresta Bogor Kota pada khususnya. Menurut Prof.Dr.Lexy J.Moleong, M.A ( 2011;6) penelitian kualitatif adalah

Penelitian dimaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holisitik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa , pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh pemahaman

yang mendalam mengenai optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota baik dalam pelaksanaan penyuluhan, kemampuan petugas, dalam mencegah penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar. Penelitian ini akan digambarkan secara utuh dan menyeluruh mengenai objek penelitian. Penelitian ini tidak terfokus pada sebagian dari objek namun memandang sebagai satu kesatuan secara utuh dan menyeluruh. Dengan demikian penelitian ini lebih tepat untuk digambarkan dan dijelaskan dengan uraian kata-kata dan laporan informasi secara mendalam dan menyeluruh, bukan dengan data angka yang dapat diolah dengan metode statistik. Data angka hanya digunakan untuk membantu menggambarkan permasalahan secara rinci. 3.1.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analisis artinya penelitian ini bertujuan menggambarkan dan mendeskripsikan secara verbal atau diungkapkan dalam bentuk verbal dengan merujuk pada permasalahan yang telah dirumuskan secara mendalam berupa gambaran tentang pelaksanaan penyuluhan Bhanbikamtibmas wilayah hukum Polresta Bogor Kota, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penyuluhan Bhabinkamtibmas dalam mencegah penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di Bogor Kota, serta upaya optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas dalam mencegah penyalahgunaan narkotika dikalangan pelajar selanjutnya hal tersebut akan dikaji secara mendalam mengunakan teori dan konsep penelitian.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian obyek penelitian pada penelitian yang pendekatan kualitatif (Juknis penyusunan dan pembimbingan skripsi S-1 Taruna Akpol, 2017 : 17). Fokus penelitian harus ditentukan sebelum dilakukannya penelitian baik berupa wawancara, observasi, maupun telaah dokumen. Namun agar lebih jelas ruang lingkup dan batasan penelitian diperlukan adanya pembatasan. Hal ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan lebih fokus dan terarah degan kata lain agar penelitian yang dilakukan dapat




mencapai tujuan, yaitu menjawab permasalahan atau fenomena yang diangkat dalam penelitian tersebut.

Fokus penelitian yaitu seputar bahaya penyalahgunaan narkotika sebagai permasalahan yang penting untuk ditangani karena dapat merusak generasi masa depan bangsa dan negara. Penanganan bahaya narkotika ditangani dengan berbagai cara salah satunya melalui pencegahan. Pencegahan berarti mengurangi kemungkinan atas terjadinya aksi kejahatan. Melalui pernyataan tersebut maka pencegahan yang dimaksud dibatasi dalam lingkup sasaran orang yang berpotesi menjadi penyalah guna narkotika dalam hal ini yaitu pelajar. Bentuk pencegahan yang diajadikan objek penelitian adalah penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan oleh Bhabinkamtibmas yang termasuk dalam anggota Satbinmas Polresta Bogor Kota.

Fokus penelitian yang dipilih oleh peneliti pada skripsi ini adalah Optimalisasi Kegiatan Bhabinkamtibmas dalam Rangka Penyuluhan Terhadap Pelajar Guna Mencegah Penyalahgunaan Narkotika di Wilayah Hukum Polresta Bogor Kota.

C. Lokasi Peneitian

Menentukan lokasi penelitian penting untuk dilakukan. Penulis melakukan penelitian di wilayah hukum Kota Bogor. Lokasi penelitiaan tersebut diangkat menjadi fokus penelitian terkait judul penulisan tentang Optimalisasi kegiatan Bhabinkamtibmas dalam Rangka Penyuluhan Guna Mencegah Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Pelajar di Polresta Bogor Kota.

D. Sumber Data / Informasi

Sumber data dalam penelitian kualitatif ini didapat dari data primer dan data sekunder untuk mendapatkan data yang valid mengenai kegiatan Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota dalam melakukan pencegahan penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum Polresta Bogor Kota, peneliti melakukan pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer. 3.1.1 Data Primer

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan sumber data / informasi dari data primer secara langsung kepada sasaran dengan melakukan wawancara. Menurut Sugiyono (2007:72), bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dikonstrruksikan makna dalam suatu tertentu.

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti ditujukan kepada sumber-sumber informasi, adapun sumber informasi peneliti ini adalah: a. Kapolreta Bogor Kota yaitu Komisaris Besar Polisi Ulung Sampurna Jaya

S.I.K, M.H. b. Kasat Binmas Polresta Bogor Kota yaitu Komisaris Polisi Wijayanti. c. Kasat Reserse Narkotika Polresta Bogor Kota yaitu Komisaris Polisi Agah

Sonjaya M.H. d. Panit Binmas Polresta Bogor Kota yaitu Ajun Inspektur Polisi Tingkat Satu

Hermanto. e. Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota yaitu Ajun Inspektur Polisi Tingkat

Satu M.Zen. f. Pelajar di Bogor Kota yaitu peneliti mengambil beberapa sampel dari pelajar di

SMA 6 dan SMA 7 Bogor Kota.




Adapun pendekatan-pendekatan yang harus dilakukan sebelum melakukan wawancara agar informasi yang diperlukan dapat terpenuhi. 3.1.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data tambahan yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari literatur, teori tulisan ilmiah, konsep perundang-undangan serta dokumentasi yang memiliki relevan dengan objek penelitian dan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini yang merupakan sumber informasi sekunder yaitu berupa data-data, laporan, peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan informasi terkait dengan optimalisasi kegiatan Bhabinkamtibmas dalam rangka penyuluhan terhadap pelajar guna mencegah penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum polresta bogor kota. Sumber data sekunder sebgaimana yang disebutkan diatas diperoleh dari Satbinmas Polresta Bogor Kota, Instansi/lembaga lain yang bergerak di bidang hukum dalam hal ini yaitu BNNK (Badan Narkotika Nasional Kota) Bogor, Perkap, perturan perundang-undangan, serta dokumentasi terkait dengan permasalahan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.1.3 Teknik wawancara

Wawancara secara umum adalah mengumpulkan bahan-bahan keterangan yang dilakukan secara langsung dengan tanya jawab secara lisan, sepihak, berhadapan muka dengan arah tujuan yang telah ditentukan. Wawancara biasanya menggunakan pernyataan terbuka. Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan metode wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang diajukan (Moleong,2011:190). Wawancara terstruktur dilakukan dengan menyiapkan kerangka dan garis pokok-pokok yang dirumuskan sebagai pedoman berupa pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan agar data yang diperoleh relevan dan rinci serta saling mengisi dengan kekurangan data yang diperoleh dari hasil pengamatan/observasi. Sedangkan wawancara tidak testruktur berbeda dari wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respon, yaitu jenis lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri dari atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas (Moleong,2011;191). Wawancara tidak terstruktur dilakukan secara langsung tanpa adanya pedoman wawancara tergantung pada spontanitas wawancara dalam mengajukan pertanyaan kepada pewawancara. Dalam hal ini penulis mengambil sampel pewaancara yaitu pelajar SMAN 6 dan SMAN 7 di Bogor kota. 3.1.4 Teknik Observasi

Teknik pengamatan atau observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan. Pengamatan lapangan dilakukan terhadap kegiatan tugas satuan Binmas, perencanaan hingga kegiatan pengakhirannya yang dilakukan Satuan Binmas Polresta Bogor Kota untuk menyesuaikan hasil wawancara dengan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan. 3.1.5 Telaah Dokumen

Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang didapatkan dari dokumen, yaitu data laporan atau pengaduan, surat kabar, majalah, jurnal, kliping, dokumen-dokumen, peraturan dan sebagainya dokumen yang berkaitan tentang




subyek penelitian. Dalam penelitian ini dipelajari beberapa dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas di Polresta Bogor Kota guna mencegah penyalahgunaan narkotika.

F. Validitas Dan Reabilitas

Untuk menentukan keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik Triangulasi. Dalam Sugiyono (2007;83), triangulasi merupak teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Denzin (Moleong;2006:330) membedakan menjadi 4 (empat) macam teknik yaitu: 1. Trianggulasi sekunder yaitu suatu teknik pengecekan kreadibilitias data yang

dilakukan dengan memeriksa data yang didapatkan melalui beberapa sumber. Untuk menguji kreadibilitas data mengenai pelaksanaan kegiatan Bhabinkamtibmas, pengumpulan data dilakukan dari berbagai jabatan dan posisi personel di Polres. Kemudian dilanjutkan kepada masyarakat dan personel Polri lain yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.

2. Triangulasi teknik yaitu dilakukan dnegan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pada penelitian ini digunakn teknik wawancara, observasi dan telaah dokumen.

3. Triangulasi waktu yaitu dilakukan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Penelitian dilaksanakan pada pagi, siang, sore dan malam hari dengan kondisi yang ditetapkan.

4. Triangulasi sumber dengan menggunakan teori komunikasi, teori manajemen, konsep penyalahgunaan narkotika, konsep penyuluhan, konsep optimalisasi, konsep pencegahan kejahatan, konsep Bhabinkamtibmas. Konsep dan teori tersebut digunakan untuk menganalisis data temuan penelitian.

G. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan, kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,2006;280). 3.1.6 Reduksi data

Reduksi data adalah bagian dari proses analisi untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus serta membuang hal-hal yang tidak diperlukan dan mengatur data sehingga dapat dibuat kesimpulan. Dalam penelitian ini, tidak semua informasi dituangkan dalam pembahasan dan analisis. Hasil wawancara yang tidak berhubungan secara langsung dengn objek penelitian tidak akan dimasukkan dalam temuan penelitian. 3.1.7 Sajian data

Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan penelitian. Dengan melihat sajian data, peneliti dapat mengetahui serta memahami apa yang terjadi serta memberikan peluang bagi peneliti untuk mengerjakan sesuatu analisis berdasarkan pemahamannya. 3.1.8 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Kesimpulan akhir pada penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali setelah proses pengumpulan data berakhir.”kesimpulan yang dibuat perlu diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali informasi yang telah diperoleh, sambil meninjau secara sepintas, pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman




yang lebih tepat”.Dengan demikian penarikan kesimpulan membutuhkan kesimpulan awal yang selanjutnya dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung untuk mengecek tingkat kealidan dan konsistensi dari kesimpulan awal tersebut. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan disampaikan sesuai dengan persoalan yang diangkat yang terdiri dari menjelaskan dan menjabarkan pelaksanaan penyuluhan pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar oleh Bhabinkamtibmas di Bogor Kota, menjelaskan dan menjabarkan langkah-langkah dalam optimalisasi penyuluhan yang dilakukan serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelakasanaan penyuluhan tersebut. Kesimpulan akhir diambil oleh penulis setelah proses pengumpulan data benar-benar berakhir. Penarikan kesimpulan dilaksanakan secara cermat dengan memerikasa ulang temuan dan uraian analisis penelitian. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh benar-benar didasarkan atas temuan dan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. SITUASI UMUM Untuk memenuhi dan memahami kondisi umum daerah penelitian, maka disajikanlah suatu gambaran tentang situasi Kota Bogor, Tugas pokok dan struktur organisasi Polresta Bogor Kota, gambaran umum Bhabinkamtibmas serta gambaran tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang terjadi di wilayah hukum Polresta Bogor Kota. 4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Polresta Bogor Kota Bogor Kota merupakan sebuah kota berbatasan dengan dengan Kota Jakarta dan berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor, serta wilayah Bogor Kota terbagi atas 6 Kecamatan, 68 Kelurahan, 803 RW dan 3.664 RT. Wilayah Polresta Bogor Kota dengan batas, sebagai berikut : a. Kecamatan Kemang, Bojonggede dan Sukaraja di arah Utara; b. Kecamatan Sukaraja dan Ciawi di arah Timur; c. Kecamatan Darmaga dan Ciomas di arah Barat; d. Kecamatan Cijeruk dan Caringin di arah Selatan

Gambar 4.1 Peta Kota Bogor




Kota Bogor memiliki luas 118,50km² dan jumlah penduduknya 1.818.962 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 930.522 jiwa dan perempuan 888.440 jiwa. Berdasarkan intel dasar Polresta Bogor Kota 2017 kepadatan penduduk Kota Bogor cukup tinggi. Secara ekonomi, pada umumnya masyarakat di wilayah Polresta Bogor Kota merupakan menengah ke bawah. Hal ini dapat dilihat dari data mata pencaharian yaitu penduduk yang bekerja segabai buruh sebanyak 29,84%,TNI/POLRI/PNS 29,40%, pedagang kecil 27,57%, pensiunan 9,78%, pengusaha 1,50%, swasta 1,00% dan petani 0,91%. Angka pengangguran penduduk wilayah hukum Polresta Bogor Kota juga tergolong tinggi karena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Terjadinya peningkatan angka pengangguran usia produktif baik akibat PHK, lulusan/tamatan sekolah maupun putus sekolah akan menjadi salah satu Potensi Gangguaan (PG) yang sangat berpotensi sebagai sumber ancaman kerawanan sosial ekonomi dan keamanan di wilayah Kota Bogor. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab munculnya berbagai fenomena tindak kriminal di kalangan usia produktif termasuk juga di kalangan pelajar. Bidang pendidikan, tingkat pendidikan peduduk wilayah hukum Polresta Bogor Kota didominasi penduduk dengan pendidikan terakhir SMP. Data tingkat pendidikan penduduk wilayah hukum Polres Bogor Kota selengkapnya sebagai berikut yaitu SD 24%, SMP 46%, SMA 27%, dan Perguruan Tinggi 3 %. Jumlah sekolah SMP atau sederajat yang ada di wilayah hukum Polresta Bogor Kota berjumlah 206 sekolah, data lengkap selanjutnya terdapat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Jumlah Sekolah di Wilayah Hukum Polresta Bogor Kota

No. JENJANG LEMBAGA JUMLAH NEGERI SWASTA

1. TK - 129 129 2. SD 91 9 100

3 MI - 4 4 4. SMP 21 96 117 5. MTs - 89 89 6. SMA 10 40 50 7. SMK 4 66 70 8. Perguruan Tinnggi 1 11 12

Berbagai macam tingkat pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini sampai dengan perguruan tinggi sepeti Akademi, Institut, Politeknik, hingga Universitas di Kota Bogor. Dapat dikatakan Kota Bogor merupakan kota yang mengalami kemajuan yang sangat pesat di segala bidang. Melihat sarana dan prasarana pendidikan yang cukup banyak dan berkualitas baik. Akan tetapi, kemajuan tersebut tidak dapat berjalan secara sempurna akibat adanya dampak negatif dari arus globalisasi yang memberikan banyak pengaruh kepada masyarakat termasuk juga pelajar di Kota Bogor. Bentuk pengaruh negatif yang ada yaitu banyaknya fenomena pergaulan bebas yang muncul pada anak-anak muda Kota Bogor, salah satunya penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar Kota Bogor.




4.1.2 Situasi Kesatuan Polresta Bogor Kota Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja pada tingkat Kepolisian Resort dan Sektor, Kepolisian Resort yang selanjutnya disingkat Polres merupakan satuan organisasi Polri yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota di daera hukum masing-masing. Polresta Bogor Kota merupakan unsur pelaksanaan tugas pokok kepolisian yang berada di bawah Kapolresta. Pada pasal 5 Peraturan Kapolri Nomor 23 tahun 2010 disebutkan:

Polres bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat dan melaksanakan tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Polresta Bogor Kota dituntut untuk dapat menjamin terpeliharanya situasi dan

kondisi kamtibmas terdapat struktur organisasi Polresta Bogor Kota dalam menunjang terwujudnya tujuan Polri khususnya bagi Polresta Bogor Kota. Berikut merupakan struktur organisasi Polresta Bogor Kota :

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Polresta Bogor Kota

Susunan Organiasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor, Polresta Bogor Kota dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi (KBP) yaitu KBP Ulung Sampurna Jaya, SIK, MH, dan dibantu oleh Wakapolresta Bogor Kota yaitu AKBP Rantau Isnur Eka SIK. Dalam mendukung tugas pokok dan fungsinya, selain membawahi 6 Polsek, juga memiliki satuan-satuan dengan tupoksi masing-masing sesuai dengan bidangnya. Satuan-satuan tersebut antara lain SPKT, Satuan Lalu Lintas, Satuan Sabhara, Satuan Reserse Narkotika , Satuan Reserse,




Satuan Binmas, dan Satuan Tahti. Adapaun satuan Binmas Polresta Bogor Kota yang juga menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini juga merupakan salah satu unsur pelaksana Polresta Bogor Kota. 4.1.3 Situasi dan Kondisi Satuan Binmas Polresta Bogor Kota Berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 23 tahun 2010 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja pada tingkat Kepolsian Resort dan Kepolisian Sektor dalam pasal 1 nomor 18 yang menjelaskan bahwa “Satuan Pembinaan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Satbinmas adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi pembinaan masyarakat pada tingkat Polresta yang berada dibawah Kapolresta”. Pada pasal 6 huruf d dijelaskan beberapa fungsi polres yang dilaksakan oleh Satbinmas yaitu :

Pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masysarkat melalui perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan tetaatan warga masyarakat terhadap hukum dan ketentuan perturan perundang-undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan masyarakat, koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus.

Tugas Satbinmas tercantum dalam perkap yang sama pada pasal 51 nomor 2 yaitu :

Satbinmas bertugas melaksanakan pembinaan masyarakat yang meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan Perpolisian Masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (pam swakarsa), Kepolisian Khusus (Polsus), serta kegiatan kerja sama dengan organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Fungsi Satbinmas sesuai dengan pasal 51 angka 3, salah satu diantaranya adalah

; Pemberdayaan kegiatan Polmas yang meliputi pengembangan kemitraan dan kerja sama antara Polres dengan masyarakat, organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat. Sedangkan salah satu pengemban fungsi Polmas adalah Bhabinkamtibmas.

Satbinmas Polresta Bogor Kota dikepalai oleh seorang Kasat Binmas berpangkat Komisaris Polisi. Dalam pelaksanaan tugasnya Kasat Binmas dibantu oleh Kepala Urusan Pembinaan Opresaional (Kaurbinops) dan Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Kaurmintu) serta 3 pejabat Kepala Unit masing-masing menjabat sebagai Kepala Unit Pembinaan Perpolisian Masyarakat (Kanitbinpolmas), Kepala Unit Pembinaan dan Ketertiban Masyarakat (Kanitbintibmas), dan Kepala Unit Pembinaan Keamanan Swakarsa (Kanitbinkamsa). Struktur organisasi satuan Binmas sebagai berikut:




Gambar 4.3

Struktur Satbinmas Polresta Bogor Kota

C

Sumber : Satbinmas Polresta Bogor Kota Kebutuhan personel baik jumlah maupun kualifikasi pangkat yang diperlukan untuk menduduki suatu jabatan secara ideal telah diatur dalam Peraturan Kapolri No.23 tahun 2010 dengan bentuk Daftar Susunan Personel. Perbandingan antara jumlah dan pangkat ideal sesuai yang diatur dalam DSP dengan jumlah dan pangkat riil di Satbinmas Polresta Bogor Kota dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.2 Perbandingan Jumlah dan Pangkat DSP dengan Riil Personel Satbinmas

NO. JABATAN DSP RIIL

PANGKAT JUMLAH PANGKAT JUMLAH 1. KASAT BINMAS KOMPOL 1 KOMPOL 1 2. WAKASAT BINMAS AKP 1 AKP 1 3. KAURBINOPS AKP 1 IPDA 1 4. KAURMINTU IP 1 PNS/III 1 5. KANITBINTIBMAS AKP 1 AKP - 6. KANIT BINKAMSA AKP 1 AKP -

KAUR MINTU PENDATU HENI DWI ASTUTI, S.Kom

BANUM : PENGTU ASIANTINA GUNARNI,A.Ma.TE PENGTU AMIN MAULANA

KAUR BIN OPS BINMAS IPDA ASNADI

WAKASAT BINMAS AKP IHIN SOLIHIN

KASAT BINMAS WIJAYANTI, SH

KANIT BIN POLMAS / AKP . . . . . . . . . . .

KANIT BIN KAMSA / AKP . . . . . . . . . . . . .

PS PANIT BIN POLMAS

AIPTU SUTOMO

PS PANIT BIN KAMSA

AIPTU HERMANTO

BAMIN 1. AIPTU ERLAN J 2. AIPTU H.M.ZEN, SH

3 .BRIPDA FITRI YULYANI

BAMIN 1. AIPTU DEDE SOLIHIN

2. AIPTU JEPRI BUTAR 3. BRIPKA SURIATI ABADI

KANIT BIN TIBMA / AKP . . . . . . . . . . . . . . . . .

PS.PANIT BIN TIBMAS

AIPTU DENI DWI SAKTI

BAMIN 1. AIPTU YULIA ARYANI, SH 2. BRIPKA RINTO Y, SH 3. BRIPKA HARRY R, SH




7. KANIT BINPOLMAS AKP 1 AKP - 8. PANIT

BINTIBMAS IP 1 BA 1

9. PANIT BINKAMSA IP 1 BA 1 10. PANIT BINPOLMAS IP 1 BA 1 11. BANIT BA 9 BA - 12. BAMIN BA 4 BA 9 13. BANUM PNS/II 2 PNS/II 2

JUMLAH 25 18 Sumber : Perkap dan Satbinmas, diolah oleh penulis. 4.1.4 Gambaran Umum Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota Bhabinkamtibmas sesuai dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep / 507 / IX / 2009, tanggal 30 Oktober 2009 tentang pedoman dasar standar operasional polmas dengan pendekatan polmas. Adapun tugas pokok Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota sesuai dengan Perkap No.3 tahun 2015 pasal 27 adalah sebagai berikut : 1) Kunjungan dari rumah ke rumah (door to door) pada seluruh wilayah

penugasannya; 2) Melakukan dan membantu pemecahan masalahan (Problem Solving); 3) Melakukan pengaturan dan pengamanan kegiatan masyarakat; 4) Menerima informasi tentang terjadinya tindak pidana; 5) Memberikan perlindungan sementara kepada orang yang tersesat, korban

kejahatan dan pelanggaran; 6) Ikut serta dalam memberikan bantuan kepada korban bencana alam dan wabah

penyakit. Fungsi Bhabinkamtibmas sesuai dengan pasal 26 yaitu antara lain sebagai

berikut : 1) Melaksanakan kunjungan/sambang kepada masyarakat untuk: 2) Mendengarkan keluhan warga masyarakat tentang permasalahan Kamtibmas dan

memberikan penjelasan serta penyelesaiannya; 3) memelihara hubungan silaturahmi/persaudaraan; 4) Membimbing dan menyuluh di bidang hukum dan Kamtibmas untuk

meningkatkan kesadaran hukum dan Kamtibmas dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM);

5) Menyebarluaskan informasi tentang kebijakan pimpinan Polri berkaitan dengan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas);

6) Mendorong pelaksanaan siskamling dalam pengamanan lingkungan dan kegiatan masyarakat;

7) Memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat yang memerlukan; 8) Menggerakkan kegiatan masyarakat yang bersifat positif; 9) Mengkoordinasikan upaya pembinaan Kamtibmas dengan perangkat

desa/kelurahan dan pihak-pihak terkait lainnya; 10) Melaksanakan konsultasi, mediasi, negosiasi, fasilitasi, motivasi kepada

masyarakat dalam Harkamtibmas dan pemecahan masalah kejahatan dan sosial. Bhabinkamtibmas sebagai anggota Polri yang berada ditengah-tengah masyarakat, pada dirinya juga melekat kewenangan kepolisian secara umum berdasarkan perutaran perundangan-undangan dan prosedur yang berlaku di lingkungan Polri serta menyesuaikan dengan situasi kondisi yang ada.




Polresta Bogor Kota dalam rangka memelihara kondisi wilayah hukum yang berhubungan dengan situasi kamtibmas menempatkan 1 (satu) orang anggota Bhabinkamtibmas pada setiap kelurahan yang juga merupakan pelaksana program Pemolisian Masyarakat.Diwilayah hukum Polresta Bogor Kota terdapat sebanyak 68 Bhabinkamtibmas yang sudah ditempatkan di 68 kelurahan. 4.1.5. Gambaran Umum Satgas Pelajar dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkotika

di Wilayah Hukum Polresta Bogor Kota Bahwa dalam rangka pencegahan diri terhadap penyimpangan perilaku pelajar

serta semakin seringnya terjadi kenakalan remaja khususnya penyalahgunaan narkotika di Kota Bogor, tentu membuat rasa kekhawatiran para pelajar, orang tua maupun oleh masyarakat itu sendiri, hal tersebut pula menimbulkan dampak negatif terhadap dinamika pendidikan dan bagi pelajar/siswa itu sendiri. Dalam hal ini maka dibuatlah suatu bentuk pencegahan yang bersifat preventif yaitu Satuan Tugas Pelajar dimana hasil kerja sama beberapa intansi dengan Polri terdiri PM, BNN dan Diknas (Guru Olahraga maupun Konseling). Berdasarkan hasil wawancara dari Ketua Satuan Tugas Pelajar (Satgas Pelajar) yang diketuai Bapak Teddy Kusadi S.pd, Mpd. Menjelaskan bahwa :

Satuan Tugas Pelajar (Satgas Pelajar) merupakan kumpulan dari jajaran guru yang berada di Kota Bogor. Maksud dari pembentukan satgas ini untuk mencegah kenakalan remaja khususnya tawuran pelajar dan penyalahgunaan narkotika dengan cara melaksanakan razia secara rutin di sekolah dan bimbingan konseling oleh guru BK serta adanya kurikulum baru tentang pencegahan penyalahgunaan narkotika. Dalam hal ini para guru diberikan pembekalan tentang kurikulum baru (pencegahan penyalahgunaan narkotika) oleh pihak kepolisian.” (wawancara, 6 Maret 2018).

Menurut keterangan dari Kasatgas Pelajar Kota Bogor tersebut diatas dengan segala daya dan upaya untuk tetap menjaga dan terpeliharanya stabilitas kamtibmas yang aman, tertib dan nyaman dalam kehidupan sehari-hari serta dalam rangka terjaminnya kelangsungan pembangun di semua aspek kehidupan menuju kehidupan sosial yang lebih baik terutama dalam menyelamatkan generasi muda/ pelajar sebagai penerus melalui pembentukan Perpolisian Siswa yang ada di sekolah-sekolah. Adapun tugas pokok, fungsi dan peranan Bhabinkamtibmas dalam konseling sekolah adalah sebagai berikut : a. Tugas Pokok

1. Mengawasi dan mengendalikan siswa / siswi di lingkungan sekolahnya untuk memelihara dan menjaga keamanan, ketertiban di lingkungan sekolah masing-masing dengan petunjuk dan arahan dari kepala sekolah dan guru bimbingan konseling.

2. Memantau kegiatan siswa / siswi di luar sekolah dan menampung informasi dari orang tua murid dan masyarakat serta mengkoordinir, mengkonsultasikan dengan guru BK, Kepsek maupun petugas Polisi Pembina Polsis.

3. Mendata dan mecatat serta memberi bantuan untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang dialkukan oleh siswa / siswi kepada guru BK / Kepsek untuk mengambil langkah kebijakan.




b. Fungsi Polsis 1. Polsis merupakan kepanjang tangan dari Kepsek/Guru dan Kepolisian

untuk menjaga dan memelihara kamtib dilingkungan sekolah masing-masing.

2. Membantu dan memfasilitasi pihak sekolah apabila sekolah maupun lingkungan masyarakat.

3. Membantu pihak sekolah dan kepolisian dengan memberikann informasi dan melakukan koordinasi apabila ada siswa yang melakukan penyimpangan untuk diambil langkah-langkah pembinaan dan mencegah adanya pelanggaran oleh siswa yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban di lingkungan sekolah amupun lingkungan masyarakat serta dapat mendatangkan kerugian bagi siswa sendiri maupun orang lain.

4. Melaksanakan pengecekan kegiatan yang dilaksanakan / dilakukan oleh siswa siswi.

c. Peran Polsis 1. Memberikan contoh yang baik siswa / siswi lain di lingkungan sekolahnya

maupun diluar sekolahnya. 2. Membangun komunikasi yang sinergis dengan sesama siswa / siswi di

sekolahnya maupun antar sekolahan sehingga terjalin suasana keakraban antar siswa, antar sekolah serta dengan guru / kepala sekolah begitu juga dengan ketua komite untuk mengantisipasi adanya penyimpangan perilaku yang mengarah kepada munculnya gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah.

3. Melaksanakan pengamanan dan memediasikan apabila siswa menghadapi untuk masa, Polsis menghadap ke siswa dengan tujuan terkontrolnya para siswa yang melakukan pelanggaran antara kepala sekolah, guru BK serta siswa itu sendiri sehingga ada titik temunya kedua pihak dalam menyelesaikan masalah.

4. Menampung aspirasi siswa siswi dan meneruskannya kepada kepala sekolah serta BK untuk mecari jalan penyelesaian dengan solusi yang terbaik.

4.1.6 Gambaran Umum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di kalangan pelajar di Kota Bogor. Bogor Kota merupakan kota yang berbatasan langsung dengan ibukota Negara

Indonesia yaitu Jakarta, dimana seluruh kegiatan bapak presiden dilakukan di istana bogor yang bertepat dalam lingkup wilayah bogor kota, oleh karenanya kepadatan penduduk yang meningkat setiap tahun juga mempengaruhi kenaikan angka jumlah tindak pidana yang ada di kota bogor.

Berikut ini adalah tabel tentang rincian data tindak pidana yang terjadi di wilayah Polresta Bogor Kota dalam periode 2014-2017 :

Table 4.4

Data Kejahatan Polresta Bogor Kota Tahun 2014 – 2017 NO JENIS KASUS 2014 2015 2016 2017 JUMLAH

1 CURRAT 138 112 51 149 450 2 CURRANMOR 229 148 289 293 959 3 CURRAS 25 20 34 35 114 4 NARKOTIKA 172 184 137 130 623




5 ANIRAT 1 0 0 1 2 6 PEMBUNUHAN 2 2 6 1 11 7 PENIPUAN 211 265 300 212 988 8 PENGGELAPAN 133 104 97 109 443 9 PENGANIAYAAN 117 140 118 84 459 10 PERJUDIAN 9 10 10 10 39 11 PENCURIAN BIASA 46 52 45 28 171 12 PEMERKOSAAN 2 6 4 2 14 13 KORUPSI 1 0 0 1 2 14 KDRT 43 52 56 33 184 15 UU PERLINDUNGAN ANAK 46 50 60 43 199

16 PENGANCAMAN DAN

KEKERASAN 5 6 5 9 25

17 PENEMUAN MAYAT 7 14 10 5 36 18 KEBAKARAN 7 8 7 5 27 19 LAIN – LAIN KEJADIAN 235 276 207 174 892

JUMLAH 1429 1449 1436 1324 5638 Sumber : Bag Ops Polresta Bogor Kota

Tabel tersebut maka dapat terlihat perbandingan kenaikan ataupun penurunan setiap tahun pada masing-masing tindak pidana yang terjadi di Bogor Kota. Terutama terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang lebih dirincikan seperti dibawah ini (Bag Ops polres bogor kota 2014-2017)

Tabel 4.5 Jumlah Tindak Pidana Narkotika 2014 s.d 2017

TINDAK PIDANA

TAHUN JUMLAH

2014 2015 2016 2017 NARKOTIKA 174 185 141 198 808

Data diatas dapat dilihat bahwa tindak pidana narkotika di Kota Bogor mengalami kenaikan berturut-turut pada tahun 2014, dan 2015, namun kemudian mengalami penurunan di tahun 2015 yang semula sebesar 185 pada tahun 2016 menjadi 141 dan mengalami kenaikan kembali yang cukup signifikan pada tahun 2017 menjadi 198. Data tersebut menunjukan bahwa tindak pidana narkotika selalu muncul ditiap tahunnya dengan tingkatan yang relative tinggi sehingga perlu dilakukan upaya preventif yang lebih optimal. Sedangkan di kalangan pelajar kota Bogor, berdasarkan intelijen dasar Polresta Bogor Kota tahun 2017 menunjukan bahwa tahun 2014 s.d 2017 masih ada pelajar yang terlibat kasus narkotika baik SD, SMP, SMA maupun Mahasiswa. Adapun riciannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Jumlah Penyalahguna Narkotika kalangan pelajar 2014 s.d 2017

PEKERJAAN TAHUN JUMLAH 2014 2015 2016 2017

PELAJAR 12 7 6 5 30 Sumber : Satresnarkotika Polresta Bogor Kota

Berdasarkan data pelajar diatas menunjukan perkembangan narkotika di kalangan pelajar kota Bogor tiap tahunnya mengalami penurunan.Data tersebut




kemudian dijabarkan kembali oleh laporan analisa dan evaluasi Satresnarkotika periode 2017 sebagai berikut:

Tabel 4.7 Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika pada Pelajar Kota Bogor Tahun 2017

NO LAPORAN POLISI

T K P TERSANGKA BARANG

BUKTI

PASAL YG DILANGGA

R

NO DAN TGL SP.

HAN

KET

1 3 4 5 6 7 8 9 1 LP / 216 /

A / II / 2017 / Sat Res

Narkotika 25.02.2017 20.00 Wib

Jln. Raya Tajur

Samping Penjualan

Ayam Goreng TRIOO

Kel. Muara

Sari Kec. Bogor

Selatan Kota

Bogor

FANI ADAM alias FANI bin

MAMAN Jakarta,

25.09.1998 (umur 18 tahun lebih 5

bulan), Ind, Islam, Pelajar Klas III SMK Bakti Taruna Bogor, alamat rumah : Raya

Tajur Gg. Warung Pala Rt. 02 Rw. 02 Kel. Muara Sari Kec. Bogor

Selatan Kota Bogor

3 (Tiga) bungkus bungkus

plastik klip kecil berisi Narkotika jenis Sabu, berat 0,58

gram

Pasal 114 ayat (1), pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35

tahun 2009, ttg Narkotika

Sp.Han / 50 / II / 2017 / Sat Res

Narkotika

26.02.2017

P. 21

2 LP / 220 / A / II / 2017 / Sat Res


Kp. Cipicung

Rt. 09 Rw. 02

Kel. Cibening

Kec. Pamijaha

n Kab. Bogor

RULLY IRAWAN alias KRITING bin

JUARTA Bogor,

09.07.1998 (umur 18 tahun lebih 6

bulan), Ind, Islam, Pelajar Klas III SMK Pelita Bogor, alamat rumah : Kp. Cipicung Rt. 09 Rw. 02 Kel. Cibening Kec.

Pamijahan Kab. Bogor

1 (Satu) bungkus

besar dan 2 (Dua)

bungkus sedang berisi

Narkotika jenis Ganja, berat 250

gram

Pasal 114 (1), pasal 111 ayat (1) UU RI No.

35 tahun 2009, ttg Narkotika

Sp.Han / 53 / II / 2017 / Sat Res

Narkotika

28.02.2017

P. 21

3 LP / 318 / A / III / 2017 / Sat Res


Babakan Lio Ret.

04 Rw. 11 Kel.

Balumbang Jaya Kec.

Bogor Barat Kota

Bogor

MUHAMMAD LUTFI bin

ABDULLAH Depok,

18.05.1998 (umur 19 tahun), Ind,

Islam, PELAJAR SMK ZA Klas

III, alamat rumah : Babakan Lio Ret.

0`4 Rw. 11 Kel.

10 (Sepuluh) bungkus

kertas warna

coklat berisi Narkotika

jenis Ganja, berat 25,75 Gram

Pasal 114 (1), pasal 111 ayat (1) UU RI No.

35 tahun 2009, ttg Narkotika

Sp.Han / 79 / III /

2017 / Sat Res

Narkotika

20.03.2017

P. 21




Balumbang Jaya Kec. Bogor Barat

Kota Bogor

4. LP / 1395 / A / XII / 2016 / Sat Res

Narkotika Senin,

05.12.2016 01.30 Wib

Kp. Kota Batu

Resident Rt. 05 Rw. 05 Desa

Sirnagalih Kec.

Taman Sari Kab.

Bogor

MUHAMAD RIYADI

WIRAREJA alias JAWIR (

DPO ) Bogor,

06.04.1992 ( umur 25 tahun ),

Ind, Islam, MAHASISWA,

alamat : Asrama Badak Putih I Rt. 03 Rw. 03 Desa Kota Batu Kec.

Ciomas Kab. Bogor

Barbuk ada pada

pengusaan tersangka

Sdr. ANDRI

ERDIAN bin

SUPARJO

Pasal 114 ayat (1), pasal 111 ayat (1) UU RI No. 35

tahun 2009, ttg Narkotika

Sp.Han / 26 / II / 2017 / Sat Res

Narkotika

05..02.2017

Proses

Sidik

5. LP / 244 / A / III / 2017 / Sat Res

Narkotika Sabu,

04.03.2017 16.00 Wib

Air Mancur

Jln. Jenderal

Sudirman Kel.

Sempur Kec.

Bogor Tengah

Kota Bogor

NAUVAL AL MUQQIT alias

IJO bin MARYONO

Bogor, 20.12.1997 (umur 19 Tahun ),

Ind, Islam, MAHASISWA, alamat rumah:

Desa Duren Seribu Rt. 03 Rw. 08 Kel. Sawangan Kec. Bojong Sari

Kota Depok

3 (tiga) butir

Psikotropika jenis Pil

Aprazolam dan 60 (

Enam puluh ) butir obat keras jenis

Pil Tramadol

Sumber : Satresnarkotika Polresta Bogor Kota Tabel diatas menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar rata-rata adalah pelajar SMA 18-19 th. Jenis narkotika yang digunakan yaitu jenis Sabu,Ganja, dan Pil Koplo. Dilihat dari penggolongan jenis narkotika, sabu termasuk dalam psikotropika gol II yaitu berpotensi kuat menyebabkan ketergantungan dan digunakan untuk therapi, namun sangat terbatas, sedangkan ganja termasuk dalam narkotika gol I yaitu berpotensi sangat tinggi yang menyebabkan ketergantungan namun tidak dipergunakan untuk therapi atau psikotropik pengobatan. Dan pil koplo termasuk dalam psikotropika gol IV, potensinya ringan menyebabkan ketergantungan dan sangat luas digunakan dalam therapi. Ditinjau dari jumlah sekolah yang ada di Kota Bogor sebanyak 571 sekolah dari tingkat SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi, sedangkan jumlah Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polresta Bogor Kota hanya 68 orang. Oleh karena itu potensi peredaran narkotika di kalangan pelajar Bogor Kota sangatlah besar berakibat susahnya petugas melakukan pengawasan atau pencegahan. Terlebih lagi bahwa pelajar masih dalam kondisi labil, sehingga sangat mudah untuk menjadi sasaran pengguna narkotika. Secara nasional Jawa Barat menduduki yang awalnya pada tahun 2015 peringkat 4 kemudian mengalami penurunan menjadi peringkat 11 pada tahun 2016. Kapala Badan Narkotika Nasional (Ka BNN) Kota Bogor Komisaris Polisi Supeno SH saat ditemui di kantornya pada hari Rabu, 7 Maret 2018 menyatakan bahwa :




“Narkotika masuk ke Indonesia lewat pulau-pulau kecil yang tidak dijaga oleh aparat. Jabar sekarang sudah menduduki peringkat 11 seluruh Indonesia kasus narkotikanya akan tetapi untuk wilayah Kota Bogor mengalami kenaikan kasus penyalahgunaan narkotika. Kota Bogor merupakan tempat yang sangat strategis dimana letak geografisnya dapat menjadi jalur keluar masuk antar beberapa kota dan banyak tempat hiburannya. Kalangan pelajar pun saat ini banyak menggunakan narkotika jenis ganja yang meberikan euphoria dan halusinasi. Remaja lebih cenderung terlibat narkotika akibat gaya hidup yang ingin mencari tahu dengan mencoba barang haram tersebut dan diajak oleh teman-teman satu lingkungannya”.(wawancara, 7 Maret 2018).

Menurut keterangan Ka BNN Kota Bogor tersebut diatas memang benar Narkotika saat ini merambat ke pelajar Kota Bogor. Menurut hasil wawancara ke beberapa pelajar di Kota Bogor rata-rata pelajar menggunakan narkotika disebabkan oleh beberapa faktor. Sebagaimana yang disampaikan dalam wawancara dengan Kepala Sekolah SMA PGRI 2 Kota Bogor Drs.Tjipta Udjiana, menyatakan bahwa :

“Pelajar melakukan kenakalan remaja khususnya penyalahgunaan narkotika itu disebabkan beberapa faktor. Menurut saya bisa dari lingkungan satu tempat tinggalnya dimana remaja yang masih labil dan gampang untuk dipengaruhi untuk menggunakan narkotika hanya kesenangan saja. Bisa juga ditawari teman-temannya supaya di bilang hebat. Oleh karena itu, kami dari pihak sekolah sering melakukan beberapa tindakan preventif seperti melaksanakan ibadah jumat bersama, razia kepada siswa dan melakukan pembinaan imtaq dengan cara penyuluhan tentang bahaya narkotika. Serta melakukan tindak represif dengan menghukum murid yang melakukan pelanggaran dengan mengirimkan surat kepada orangtua siswa yang bersangkutan.”(wawancara, 6 Maret 2018).

Penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di Kota Bogor memang sudah sangat memprihatinkan. Dilihat dari data yang ada setiap tahunnya penyalahgunaan narkotika oleh pelajar terus ada dan menunjukkan peningkatan pada tahun 2016. Apabila tidak segera dilakukan upaya penanggulangannya dan pencegahannya dikhawatirkan akan semakin meningkat penyalahgunaan narkotika. Dapat dikatakan upaya pencegahan yang dilakukan belum optimal.

II. PELAKSANAAN KEGIATAN BHABINKAMTIBMAS DALAM RANGKA PENYULUHAN GUNA MENCEGAH

NARKOTIKA TERHADAP PELAJAR DI WILAYAH HUKUM POLRESTA BOGOR KOTA

Penelitian yang telah dilakukan, kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas yang telah dilakukan dalam upaya pencegahan tindak pidana penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar akan dikaji berdasarkan aspek manajemen, intensitas, kemampuan dan kualifikasi petugas, serta materi penyuluhan. 4.2.1 Pelaksanaan Penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas Guna Mencegah Narkotika

Terhadap Pelajar dengan Menggunakan Teori Manajemen Penyelenggaraan penyuluhan Bhabinkamtibmas oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota mengunakan teori manajemen dari George Terry yang dijabarkan dalam




empat tahapan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (analisa dan evaluasi) kegiatan. 4.2.1.1 Perencanaan Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan atau asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan Selain menggunakan teori Geeorge Terry, perencanaan penyuluhan narkotika terhadap pelajar dalam pelaksanaannya memedomani melalui Perkap no.21 tahun 2007 tentang Bimbingan Penyuluhan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat yang menyebutkan :

Pasal 8 Persiapan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan penyuluhan Kamtibmas

meliputi: 1) Menyiapkan materi 2) Mengkoordinasikan dengan pejabat dan instansi terkait;

(Polri, 2007 :pasal 8) Sebelum melaksanakan kegiatan penyuluhan, Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polresta Bogor Kota menyiapkan terlebih dahulu materi yang akan disampaikan kepada audience. Mendapatkan materi yang disiapkan oleh Polresta Bogor Kota dalam bentuk Slide Power Point. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa Bhabinkamtibmas dibeberapa kelurahan di wilayah hukum Polresta Bogor Kota, kebanyakan dari mereka memang tidak menjadwalkan akan penyuluhan dalam suatu rengiat, mereka hanya mengikuti rengiat yang dibuat oleh Polsek maupun Polresta Bogor Kota. Hal terebut diperkuat dengan pernyataan dari Aiptu Hermanto, Panit Binkamsa Polresta Bogor Kota bahwa:

“Penyuluhan biasanya dilakukan melalui banner, ke sekolah-sekolah dan memasukkan penyuluhan narkotika kedalam kurikulum sekolah di kota bogor. Selain itu penyuluhan dilakukan kalau diminta oleh pihak sekolah atau ada perintah dari Polresta. Jadi memang tidak dijadwalkan dalam bentuk rengiat dan kami para Bhabinkamtibmas juga ditargetkan dalam melakukan penyuluhan. Dan untuk materi dari pengalam sendiri atau materi yang disiapkan oleh Polresta.”(wawancar, 8 Maret 2018)

Namun demikian, dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar Kota Bogor, materi diberikan dalam penyuluhan tidak hanya terfokus pada narkotika saja. Melainkan disisipkan dalam penyuluhan kenakalan remaja. Sebagaimana yang diucapkan oleh Panit Binpolmas Aiptu Soetomo (wawancara, 6 Maret 2018) bahwa:

“Dalam penyuluhan ke sekolah, kita membawakan materi tidak hanya narkotika saja, tetapi disesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi pada saat ini seperti tawuran antar pelajar, lalu lintas, radikalisme dan terorisme. Maksud dari penyuluhan tersebut agar pelajar menumbuhkan rasa kesadaran untuk mengindari perbuatan kenalan remaja dan menekan angka tindak pidana khususnya yang berhubungan dengan kenalan remaja”.

Satbinmas Polresta Bogor Kota juga melakukan koordinasi dengan instansi lain atau satuan fungsi lain seperti Satuan Lalu Lintas dilakukan kerjasama dalam bentuk dikmas lantas, dengan Satuan Reserse dilakukan kerja sama dengan kring serse, dengan Satuan Sabhara dilakukan patroli dialogis, dan Satuan Reserse Narkotika tidak melakukan narkotika karena penyuluhan tidak termasuk dalam satuan tugas dan




fungsinya namun merupakan tugas dan fungsi Satbinmas, Satreserse Narkotika hanya melakukan tugas penindakan dan penyidikan terhadap kasus Narkotika. Akan tetapi hal tersebut tidak dibenarkan oleh Kasat Narkotika Polresta Kota Bogor Komisaris Polisi Agah Sonjaya, MH bahwa:

“Memang untuk tugas dan fungsi Satresnarkotika adalah melakukan pengungkapan dan penyidikan akan tetapi kami juga melakukan suatu tindakan secara preventif dengan melakukan penyuluhan ke berbagai sekolah bahkan kami juga bekerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk memasukan materi pencegahan penyalahgunaan narkotika dalam kurikulum Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Jasmani (POK) terhadap pelajar Kota Bogor, serta pemasangan banner di beberapa tempat. Dalam kegiatan penyuluhan dilakukan apabila ada permintaan dari sekolah atau perintah dari Polresta”.(wawancara, 3 Maret 2018)

. Selanjutnya, para Bhabinkamtibmas hendaknya berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak sekolah yang akan diberikan penyuluhan. Tujuannya agar Satbinmas mengetahui kesiapan dari penerima penyuluhan. Apabila penerima penyuluhan mengalami kendala maka akan dikoordinasikan kembali agar kegiatan penyuluhan dapat tetap terlaksana. Dengan demikian pelaksanaan penyuluhan narkotika telah memenuhi ketentuan yang ada di perkap.

Tabel 4.8

4.2.1.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik yang cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan. Dalam perkap no.21 tahun 2007 tentang Bimbingan Penyuluhan dan Keamanan dan Ketertiban pasal 8 huruf c, d, dan e terdapat poin-poin yang dapat disebut sebagai pengorganisasian penyuluhan.

Pasal 8 1) Menyiapkan petugas bimbingan penyuluhan yang mengusai permasalahan; 2) Menyusun tim penyelenggara kegiatan;dan 3) Menyiapkan alat-alat peraga, alat instruksi (alins), dan/atau penolong instruksi

(alongins). Pelaksanaan penyuluhan oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota tidak memiliki kelompok tertentu yang sudah dibentuk oleh Kasatbinmas. Binluh narkotika hanya dilakukan oleh unit Bintibmas. Unit Bintibmas terdiri dari 3 personil yang saling berinteraksi dan kerja sama. Masing-masing orang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya terdiri dari narasumber,operator, dokumentasi dan administrasi. Narasumber dilakukan oleh personil yang sudah mengusai materi, berpengalaman dan lancar dalam berbicara didepan umum, ini dilakukan oleh Panitbintibmas. Tugas dari operator adalah menjadi kendali saat pelaksanaan kegiatan mengenai sarpras

No Tahapan dalam perencanaan Terpenuhi 1 Menyiapkan materi V 2 Koordinasi dengan pejabat dan instansi terkait V

Tahapan dalam Perencanaan




yang digunakan misalnya laptop dan speaker. Dan personil yang memiliki tugas mempersiapkan tempat sasaran, selain itu mendokumentasikan seluruh kegiatan dengan kamera ataupun handpone. Personel dokumentasi juga bertugas membuat laporan di akhir pelaksanaan.

Berdasarkan keterangan yang diberikan dalam wawancara dengan KBO Binmas IPDA Asnadi menyatakan bahwa :

“Dalam pelaksanaan Bhabinkamtibmas sesuai dengan DIPA yang dianggarkan bertugas selama 22 hari kerja dan anggota melakukan sosialisasi sendiri-sendiri tergantung dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di wilayah. Dalam satu unit terdiri dari 4 sampai 5 orang, kalau dalam penyuluhan ada narasumber, oprerator, dokumentasi dan supir. Selain itu, kita tidak ada pembagian kelompok yang sudah baku untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan”.(wawancara, 12 Maret 2018).

Pelaksanaan tersebut bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi sebelum dan

saat kegiatan. Apabila terdapat personil yang berhalangan melaksanakan tugasnya pada saat itu maka personil yang lain bisa menggantikan. Pembagian peran ini penunjukannya langsung dari Kasatbinmas sebagai pimpinan dalam Satbinmas. Dengan demikian pengorganisasian sesuai dengan Perkap telah dilaksanakan.

Tabel 4.9 Tahapan dalam Pengorganisasian

No Tahapan dalam Pengorganisasian Terpenuhi 1 Menyiapkan petugas bimbingan penyuluhan yang mengusai

permasalahan; V

2 Menyusun tim penyelenggara kegiatan V 3 Menyiapkan alat-alat peraga, alat instruksi (alins), dan/atau

alat penolong instruksi (alongnis) V

4.2.1.3 Pelaksanaan

Pelaksanaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu usaha yang dilakukan Kasatbinmas untuk dapat menggerakan anggota Satbinmas agar mau melaksanakan giat penyuluhan. Usaha tersebut dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi komunikasi dan sisi kepemimpinan Kasatbinmas terhadap anggotanya.

Dari sisi komunikasi, kedisplinan dan semangat kerja tinggi dari Kasatbinmas yang ditunjukkan dengan intensitas kehadiran Kasatbinmas di kantor Satbinmas menumbuhkan interaksi yang baik antara Kasatbinmas dengan anggota Satbinmas. Hal ini membawa pengaruh yaitu terjaganya komunikasi antar anggota dalam Satbinmas. Pelaksanaan sistem kerja bersama juga mendukung keberhasilan Kasatbinmas dalam menjaga komunikasi antar anggota dengan menumbuhkan rasa kekeluargaan dan baik saling mendorong dalam Satbinmas. Adanya komunikasi yang berjalan baik ini membawa pengaruh positif yaitu perintah yang dikeluarkan oleh Kasatbinmas dapat dengan mudah dipatuhi dan dilaksanakan oleh anggota Satbinmas termasuk dalam hal pelaksanaan penyuluhan narkotika.

Komunikasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi tidak langsung dilakukan dengan menggunakan teknologi komunikasi seperti telephone / handphone. Selain itu komunikasi juga memanfaatkan media sosial berupa aplikasi “whatsapp” yang didalamnya terdapat group yang berisikan personel Satbinmas dan melaporkan semua kegiatan penyuluhan seperti DDS (door to door system), Sambang, Binkamsa, dan Binluh yang dilaksanakan anggota Satbinmas.




Bentuk komunikasi tidak langsung lain dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan narkotika dalam bentuk peritah tertulis seperti surat perintah tugas dan rencana kegiatan yang ditanda tangani oleh Kasatbinmas.

Komunikasi langsung dapat berupa perintah lisan dari Kasatbinmas kepada anggota Satbinmas untuk melaksakan penyuluhan. Perintah ini dikeluarkan berdasarkan situasi dan kondisi yang sedang terjadi saat itu. Selain itu, pelaksanaan penyuluhan yang berdasarkan permintaan dari masyarakat. Bentuk lain dari komunikasi langsung dalam pelaksanaan penyuluhan narkotika yaitu pada saat pelaksanaan AAP (Acara Arahan Pimpinan) maupun laporan. AAP merupakan saran komunikasi antar pimpinan dengan anggota dalam hal ini yaitu Kasatbinmas dengan anggota Satbinmas berkaitan dengan adanya informasi atau hal lain yang perlu diteruskan kepada anggota. Sedangkan laporan adalah bentuk pertanggungjawaban tugas anggota mengenai perkembangan, kendala, atau hal lain yang peru disampaikan pada pimpinan dalam hal ini yaitu Kasatbinmas.

Pelaksanaan penyuluhan cara terbaik yang digunakan untuk membuat komunikasi yang baik antara Bhabinkamtibmas dengan masyarakat. Dimana komponen komunikasi menurut lashwell (2011) adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media untuk memperoleh suatu dampak tertentu kepada komunikan sesuai keinginannya. Sehingga untuk memperoleh komunikasi yang baik diperlukan unsur-unsur proses komunikasi yaitu: 1. Komunikator

Pelaksanaan Pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas Polresta Bogor Kota, narasumber yang menyampaikan pesan secara keseluruhan. Namun pada pelaksanaannya Satuan Binmas yang maju untuk memberikan penyuluhan kepada pelajar, sementara yang lain hanya ikut meramaikan dan terkadang memberikan sedikit penjelasan kepada pelajar mengenai penyalahgunaan narkotika. Hal ini disebabkan karena ada beberapa petugas yang belum meguasai materi binluh secara keselurhan. IPDA Asnadi (wawancara, 12 Maret 2018) berkata,

Banyak anggota Binmas yang baru belum terlalu lancar untuk menyampaikan materi, sehingga sering personel Binmas yang lama bertugas di Satuan ini yang maju untuk memberikan materi. Sedangkan anggota Binmas yang Baru selalu di berikan latihan saat Apel Pagi untuk memberikan penyuluhan dan memberi tahu tentang peraturan-peraturan tentang Binmas agar lancar dalam memberikan materi dan diterima oleh masyarkat.

Hasil wawancara diatas, seharusnya Satuan Binmas mengambil kebijakan kepada anggota Bhabinkamtibmas melakukan pelatihan terlebih dahulu. Sehingga saat pelaksanaan penyuluhan Bhabinkamtibmas sudah siap dan mengusai materi yang ingin disampainkan serta tercapai tujuan yang diinginkan. 2. Pesan Pesan adalah isi dari materi yang disampaikan. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,simbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan. Sehingga dalam memberikan materi yang disampaikan mengenai penyuluhan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar haruslah berisi materi mengenai pengertian narkotika secara umum serta upaya-upaya pencegahannya. Namun dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa pelaksanaan penyuluhan materi yang disampaikan secara keselurahan seperti kenakalan remaja,




dikmas lantas. Sehingga pesan yang disampaikan kurang efektif karena pesan yang disampaikan tidak terkhususkan untuk pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar. 3. Media

Media merupakan alat yang digunakan dalam menyampaikan suatu materi. Materi akan diterima secara baik dan dimengerti oleh audiens apabila media yang digunakan mendukung. Berdasarkan hasil pengamatan materi penyuluhan Bhabinkamtibmas di SMAN 6 Bogor tanggal 8 Maret 2018, materi yang disampaikan hanya melalui slide power point dan membawa beberapa contoh narkotika dalam bentuk figura. Tidak ada bentuk inovasi lain yang digunakan petugas dalam penyampaian materi, sehingga terkesan monoton. 4. Komunikan

Komunikan adalah Sesorang yang menerima siapa bisa berupa suatu kelompok, individu, organisasi atau suatu Negara yang menerima pesan dari sumber. Dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar yang menjadi sasaran adalah remaja yang berstatus baik pelajar SD, SMP, SMA. Akan tetapi berdasarkan hasil temuan beberapa laporan Bhabinkamtibmas penyuluhan narkotika jarang dilakukan. Kegiatan ini dilakukan apabila ada permintaan dari sekolah tiap tahun pada saat Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK). 5. Efek

Efek merupakan hasil yang dicapai seteleh menerima pesan dari sumber seperti perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan. Dalam kominikasi Lasswell terjadinya perubahan sikap dan perilaku audience berupa : a. Terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan (kognitif)

Dimana seorang pelajar yang belum mengerti tentang narkotika. Setelah diberi penyuluhan diharapkan menjadi paham pengertan narkotika secara umum dan cara untuk mencegah penyalahgunaan narkotika. Sehingga pelajar tidak terjerumus dan menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika. b. Terjadinya perubahan pada tingkat emosi/ perasaan (afektif) Pelajar harus menjadi mawas diri dan berhati-hati apabila ada yang menawari barang haram tersebut. Selain itu, pelajar harus lebih dewasa dan bisa menganalisa untuk memilih teman atau lingkungan dalam bergaul. Apabila kegiatan yang dilakukan tidak positif maka hindari kegiatan tersebut, karena akan merugikan pelajar itu sendiri. c. Terjadinya perubahan pada tingkat tingkah laku (psikomotorik) Pelajar dapat berprilaku baik di lingkungannya. Dimana pelajar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar. Serta taat pada aturan yang berlaku di lingkungannya. Sehingga pelajar bisa membantu pihak kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Dari sisi kepemimpinan dalam menggerakan anggota binmas, Kasatbinmas tidak egois dan tidak otoriter justru cenderung meminta pendapat dan masukan dari anggota dalam mengambil suatu keputusan dan kebijakan. Keputusan yang diambil Kasatbinmas seringkali hasil kesepakatan dengan anggota Satbinmas. Kasatbinmas juga memiliki sifat yang ramah dan mudah bergaul membuat anggota Satbinmas nyaman bekerja dan meghormati serta mematuhinya. 4.2.1.4 Pengawasan dan Pengendalian

Pengawasan mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik,




tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Pengawasan dan pengendalian kegiatan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas sudah sesuai dengan Perkap no.21 tahun 2007 Pasal 11 sebagai berikut :

Pasal 11 1. Analisa dan evaluasi kegiatan bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan melalui

tahapan: a. Pemantauan; b. Pencatatan; c. Penilaian; dan d. Pelaporan berdasarkan hasil

2. Pemantauan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a, dimulai sejak awal kehiatam, selama proses kegiatan berlangsung, dan setelah kegiatan dengan tujuan sasaran tercapai.

3. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan umpan balik untuk mengetahui informasi kegiatan.

4. Penilaian sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kegiatan yang dilakukan dari awal sampai dengan akhir untuk mengetahui pencapaian target yang telah ditetapkan.

5. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, didasarkan pada hasil pengamatan, pencatatan, dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan (4). (Polri, 2007 : pasal 11).

Tahap pengendalian seluruh kegiatan Satbinmas dilaksanakan oleh Kasatbinmas. Pegendalian dilakukan dari tahap perencanaan, pengorganisasian hingga setelah pelaksanaan secara langsung maupun tidak langsung. Pada tahap perencanaan Kasatbinmas menghubungi Panitbintibmas untuk melakukan pengecekan terhadap persiapan unitbintibmas dalam kegiatan penegahan penyalahgunaan narkotika. Pengecekan melalui kesiapsiagaan anggota, materi yang disampaikan dan kesiapan terhadap sasaran. Apabila Kasatbinmas tidak berada di kantor maka pengendalian sebelum kegiatan dilakukan melalui handphone menggunakan media sosial “whatsapp” kepada anggota Satbinmas dengan mengirimkan hasil laporan kegiatan penyuluhan dalam bentuk dokumentasi sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Selain itu fungsi grup tersebut adalah sebagai sarana Kasatbinmas dan personil lainnya untuk berbagi informasi dan arahan dari Kasatbinmas kepada anggota Satbinmas Poresta Bogor Kota. Pengendalian juga dilaksanakan melalui pengawasan secara adminstrasi. Administrasi dilaksanakan berupa Rencana Kegiatan, Surat Perintah, Laporan Pertanggungjawaban, dan Kartu Pengawasan.

Tabel 4.10 Tahapan dalam Analisa Dan Evaluasi

NO Tahapan dalam

Analisa dan Evaluasi

Terpenuhi

1 Pemantauan V 2 Pencatatan V 3 Penilaian V 4 Pelaporan Hasil V




III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

OPTIMALISASI PELAKSANAAN KEGIATAN BHABINKAMTIBMAS DALAM RANGKA

PENYULUHAN TERHADAP PELAJAR MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH SATUAN

BINMAS POLRESTA BOGOR KOTA Bhabinkamtibmas sebagai ujung tombak kinerja kepolisian mempunyai peranan penting dalam melakukan upaya pencegaan atau preventif di kehidupan masyarakat. Dalam konteks pemolisian masyarakat, Bhabinkamtibmas dituntut untuk lebih meningkatkan kemampuannya sehingga dapat berperan sebagai Community Policing Officer, yang lebih memusatkan perhatiannya kepada upaya Pencegahan. Namun demikian berdasarkan hasil temuan menunjukan Bhabinkamtibmas masih kurang diberdayakan oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota dalam memberikan penyuluhan khususnya materi pencegahan penyalahgunaan narkotika karena kuragnya pemahaman dan penguasaan Bhabinkamtibmas terhadap materi yang disampaikan serta kurangnya keterampilan Bhabinkamtibmas dalam menyampaikan materi.

Rangka mencegah penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar dan memelihara kamtibmas di wilayah Kota Bogor maka akan dilakukan beberapa upaya untuk mendapatkan hasil yang optimal sehingga mengunakan teori sumber daya manajemen antara lain sebagai berikut : 4.2.2 Manusia (Man)

Bhabinkamtibmas merupakan sosok Polri yang bertugas terdepan dan langsung berada ditengah-tengah masayakat, kebijakan pimpinan Polri adalah setiap 1 Desa/ Kelurahan terdapat 1 Bhabinkamtimas, artinya kuantitas personil Bhabinkamtibmas di Polresta Bogor Kota berdasarkan dari banyaknya Kelurahan di wilayah admistratif Bogor Kota, sebagaimana Tabel 4.11 berikut:Tabel 4.11

Jumlah Personil Bhabinkamtibmas Jumlah

Kelurahan Bhabinkamtibmas 68 68

Sumber Data: Satbinmas Polresta Bogor Kota, 2018 Keputusan Kapolri Nomor: Kep/618/ VII/2014 tentang Buku Pintar

Bhabinkamtibmas menyebutkan bahwa Bhabinkamtibmas harus memiliki kompetensi, sebagai berikut: 1. Pengetahuan. Bhabinkamtibmas harus memiliki pengetahuan yang meliputi:

a. Karakteristik wilayah penugasan; b. Budaya masyarakat setempat; c. Peraturan perundang-undangan; d. Sosiologi masyarakat desa; e. Polmas; f. Komunikasi sosial; g. Bimbingan dan penyuluhan;




h. Kepemimpinan; i. Hak asasi manusia.

2. Keterampilan. Bhabinkamtibmas harus memiliki keterampilan yang setidak-

tidaknya meliputi: a. Keterampilan berkomunikasi/berbicara efektif; b. Keterampilan memecahkan; c. Keterampilan untuk menangani konflik dan perbedaan persepsi; d. Keterampilan kepemimpinan; e. Keterampilan membangun tim dan mengelola dinamika dan motivasi

kelompok; f. Keterampilan mediasi dan negosiasi; g. Keterampilan memahami keaneka-ragaman, kemajemukan dan prinsip non

diskriminasi; h. Terampil menerapkan strategi Polmas dan menghormati hak azasi manusia

serta kesetaraan gender; i. Terampil menangani dan memperlakukan kelompok rentan; j. Inter personal skill;

3. Sikap kepribadian. Bhabinkamtibmas harus memiliki sikap kepribadian

yang setidak-tidaknya meliputi: a. percaya diri; b. profesional; c. disiplin; d. simpatik; e. ramah; f. optimis; g. inisiatif; h. cermat; i. tertib; j. akurat; k. tegas; l. peduli. Kompetensi Bhabinkamtibmas sesuai dengan Buku Pintar Bhabinkamtibmas

didapatkan melalui pendidikan kejuruan dan latihan-latihan yang pernah diikuti oleh personil tersebut. Selain itu dapat juga dilihat dari tingkat pendidikan umum seorang Bhabinkamtibmas.

Bhabinkamtibmas yang ada di Polresta Bogor Kota sebanyak 68 orang. Yang sudah mendapatkan pendidikan kejuruan ataupun pelatihan Bhabinkamtibmas 20 orang dan Bhabinkamtibmas yang mempunyai pendidikan setingkat S1 sebanyak 12 orang. Selanjutnya penulis mengambil sampel dari 2 Polsek yaitu Polsek Bogor Utara dan Polsek Bogor Tengah. Dari kedua Polsek tersebut dapat diketahui tingkat kemampuan dan kualifikasi dari Bhabinkamtibmas sebagai berikut :




Tabel 4.12 Kualifikasi Bhabinkamtibmas Polsek Bogor Utara dan Polsek Bogor Tengah

NO NAMA PANGKAT /

NRP JABATA

N

PENDIDIKAN KET

UMUM

POLRI

KEJU RUAN / PROLA

T

1. PARMONO AIPTU / 66090517 Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Utara

2. MISYANTO AIPTU / 67020475 Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Utara

3. ANWAS

SUTRIAWAN

AIPTU / 64080515 Bhabin SMA Secaba BA DAS

SABHARA 1985

Sek Bogor Utara

4. SANTOSO AIPTU / 66030671 Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Utara

5. SUNARTO AIPTU / 71120322 Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Utara

6. ISKANDAR BRIPKA / 82080505

Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Utara

7. IFAN

MUSYARIEF AIPTU / 72070741 Bhabin SMA Secaba -

Sek Bogor Utara

8. IPUNG

SUDJATMOKO

AIPTU / 72060443 Bhabin SMA Secaba

BA BHABINKAMTIBMA

S 2004

Sek Bogor Utara

9. ERIK ROJAK

BRIPKA/ 75010149 Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Tengah

10. ASEP DAYAT

AIPTU / 64040005 Bhabin SMA Secaba BA JUYAR

1993 Sek Bogor

Tengah

11. SUDIRMAN AIPTU / 68120442 Bhabin SMA Secaba - Sek Bogor

Tengah

12. WAWAN SUDARMAWAN,S.IP

AIPTU/ 76060659 Bhabin S1 Secaba - Sek Bogor

Tengah

13. YANA SURYANA

AIPTU / 69010219 Bhabin SMA Secaba

BA BHABIN KAMTIB

MAS 2003

Sek Bogor Tengah

14. MAHRUF BRIGADIR /

82040539 Bhabin SMA Secaba -

Sek Bogor Tengah

Sumber : Bagsumda Polresta Bogor Kota Kemudian penulis melakukan pengamatan terhadap kompetensi Bhabinkamtibmas dengan sampel terhdapa 2 personil yang belum dan sudah melaksanakan pelatihan yaitu Aiptu Yana Suryana dan Aiptu Dedi Wahydi dengan hasil sebagaimana Tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13 Pengamatan Terhadap Kompetensi Bhabinkamtibmas

No. Kompetensi Aiptu Yana Suryana Aiptu Dedi Wahyudi

Belum pelatihan Sudah pelatihan

I. Pengetahuan 1. Karakteristik wilayah penugasan Terpenuhi Terpenuhi 2. Budaya masyarakat Terpenuhi Terpenuhi




3. Peraturan perundang-undangan Belum Terpenuhi Terpenuhi 4. Sosiologi masyarakat Desa Terpenuhi Terpenuhi 5. Polmas Terpenuhi Terpenuhi 6. Komunikasi sosial Terpenuhi Terpenuhi 7. Bimbingan dan penyuluhan Terpenuhi Terpenuhi 8. Kepemimpinan Belum Terpenuhi Terpenuhi 9. Hak asasi manusia Terpenuhi Terpenuhi

II. Keterampilan

1. Berkomunikasi Belum

Terpenuhi Terpenuhi

2. Memecahkan masalah Belum Terpenuhi Terpenuhi

3. Menangani konflik Belum

Terpenuhi Terpenuhi

4. Kepemimpinan Belum Terpenuhi Terpenuhi

5. Membangun tim dan mengelola dinamika

Belum Terpenuhi Terpenuhi

6. Mediasi dan negosiasi Terpenuhi Terpenuhi 7. Memahami keanekaragaman Terpenuhi Terpenuhi

8. Menerapkan Strategi Polmas dan HAM serta kesetaraan Gender

Belum Terpenuhi Terpenuhi

9. Menangani kelompok rentan Terpenuhi Terpenuhi 10. Inter personal skill Belum Terpenuhi Terpenuhi

III. Sikap 1. Percaya diri Terpenuhi Terpenuhi 2. Profesional Terpenuhi Terpenuhi

3. Disiplin Belum

Terpenuhi Terpenuhi

4. Simpatik Terpenuhi Terpenuhi 5. Ramah Terpenuhi Terpenuhi 6. Optimis Terpenuhi Terpenuhi 7. Inisiatif Belum Terpenuhi Terpenuhi 8. Cermat Belum Terpenuhi Terpenuhi

9. Tertib Belum

Terpenuhi Terpenuhi

10. Akurat Terpenuhi Terpenuhi 11. Tegas Terpenuhi Terpenuhi 12. Peduli Belum Terpenuhi Terpenuhi

Sumber Data: Diolah oleh penulis, 2018 Melihat Tabel 4.13 penulis dapat memberikan gambaran bahwa dari 31 indikator, untuk Aiptu Yana Suryana adalah terdapat 10 indikator yang tidak terpenuhi, dan terdapat 22 indikator yang terpenuhi, sedangkan Aiptu Dedi Wahyudi adalah semua indikator tersebut terpenuhi. Data tersebut diatas menggambarkan bahwa terdapat perbandingan dalam pemenuhan indikator kompetensi dari kedua Bhabinkamtibmas tersebut. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari personil yang sudah dan belum program Latihan serta memiliki kepangkatan yang sama, tidak memberikan pengaruh yang sama terhadap kompetensi yang dimilikinya. Ini dikarenakan kemauan, akhlak atau sifat dan motivasi dari masing-masing diri Bhabinkamtibmas itu sendiri, meskipun pangkatnya sama namun mereka memiliki nilai berbeda di mata orang lain atau masyarakat. Selain itu, Aiptu Dedi Wahyudi merupakan penerima penghargaan Bhabinkamtibmas terbaik dari Kapolri pada tahun 2017. Hal ini menunjukan bahwa interpersonal skill yang sudah dimiliki oleh Bhabinkamtibmas sangat menentukan hasil pencapaian kinerja Bhabinkamtibmas, dan program pelatihan ataupun pengembangan yang disediakan untuk melengkapi kompetensi yang dibutuhkan




seorang Bhabinkamtibmas. Sehingga ini merupakan temuan awal yang menunjukan bahwa perlunya dilakukan uji awal guna menentukan personil Bhabinkamtibmas yang tepat dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan, namun tetap membutuhkan pelatihan dan pengembangan agar sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas. Hal ini ditunjukan dari adanya pernyataan Kasatbinmas Polresta Bogor Kota, Kompol Wijayanti, bahwa

“kalau yang muda mengerti cara buat laporan tapi pengalaman dengan masyarakat kurang, tetapi kalau yang sudah tua mereka pengalamannya banyak sehingga diminta sama masyarakat, tapi kebanyakan tidak menguasai teknologi sehingga laporan pun minta dibuatkan orang lain”. (Wawancara, 5 Maret 2017). Dari segi masyarakat sendiri terutama pelajar Sekolah menengah atas masih

belum mampu untuk mengontrol diri sendiri dan memiliki pengetahuan yang sedikit tentang Narkotika.Hal ini ditunjukan dari pernyataan Ketua kelas IPA 1 SMA N 3 Bogor Kota Wirdatul Aini, bahwa “Saya tidak terlalu paham jenis-jenis narkotika dan bentuknya seperti apa yang saya tahu ya narkotika itu berbahaya dan merusak tubuh dan bisa membuat orang yang memakainya meninggal dunia”(wawancara tanggal 6 Maret 2017).

Hal serupa juga diperkuat dari pernyataan Guru Bimbingan Konseling SMA 3 Bogor Kota Tessa Rahmayanti, bahwa :

“Pada usia Sekolah menengah atas ini masih lanjutan dari masa pubertas, para siswa masih mencari jati diri mereka,mereka belum mampu untuk membedakan hal yang benar dan hal yang salah,mereka masih butuh dibimbing dan diarahkan agar menghindari perbuatan yang tergolong kejahatan”(Wawancara tanggal 6 Maret 2018). Kedua hal diatas yakni pelajar yang memiliki sedikit pengetahuan tentang

narkotika dan belum mampunya mereka dalam mengontrol diri sendiri menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan Narkotika. 4.2.3 Materi (Materials)

Materi yang disampaikan oleh Bhabinkamtibmas sudah sangat jelas dalam bentuk slide power point tentang penyalahgunaan narkotika. Akan tetapi materi yang disampaikan sangatlah monoton dan kurang menarik perhatian pelajar dan materi tidak tersampaikan dengan baik kepada pelajar.

Oleh karena itu, Bhabinkamtibmas harus selalu mengetahui perkembangan tentang penyalahgunaan narkotika yang bekerjasama dengan Satresnarkotika dan BNNK Bogor. Sehingga Bhabinkamtibmas dapat menyampaikan hal-hal baru kepada pelajar materi dan Bhabinkamtibmas dalam pembuatan slide power point hendaknya memasukan video tentang penyalahgunaan narkotika yang membuat pelajar menjadi ingin tahu lebih dalam.

Dari sisi pihak sekolah, sendiri masih belum memiliki materi tentang narkotika dan belum ada sub bab dalam mata pelajaran apapun di Sekolah yang memuat narkotika. Sebagaimana dijelaskan Kepala Sekolah SMA N 3 Bogor Ceppy Isyana, S.Pd., M.M. (wawancara tanggal 6 maret 2018)

“Memang belum diatur pelajaran narkotika di mata pelajaran di sekolah ini, hal ini karena belum ada surat edaran dinas pendidikan dan belum ada juga guru yang menguasai tentang materi tersebut sehingga diharapkan para siswa dapat browsing sendiri di internet tentang hal tersebut dan masing masing wali kelas selalu mengawasi siswa didiknya”.




4.2.4 Sarana dan prasarana (Mechines) Sarana dan prasana yang digunakan dalam penyuluhan terdiri dari alat

transportasi dan alat penyuluhan. Satbinmas Polresta Bogor Kota memiliki 3 kendaraan transportasi yang cukup untuk kegiatan penyuluhan. Sarana dan prasana penyuluhan yang dimiliki Satbinmas juga sudah dikatakan lengkap diantaranya laptop, proyektor, layar proyektor, dan pengeras suara. Dalam rangka mendukung dan melaksanakan tugasnya maka Bhabinkamtibmas dilengkapi dengan sarana prasarana dan alat material khusus operasional Bhabinkamtibmas, sebagaimana Tabel 4.14 dan 4.15 berikut:

Tabel 4.14

Sarana dan Prasarana Operasional Bhabinkamtibmas No. Jenis Barang Jumlah Keterangan

1. Komputer (PC) 3 Satbinmas Resta 2. Laptop - - 3. Printer 3 Satbinmas Resta 4. Hand phone - Pengadaan oleh Bhabinkamtibmas

sendiri-sendiri 5. Ranmor R4 3 Mobil Satbinmas

utk keperluan penerangan keliling 6. Ranmor R2 5 Ranmor Dinas Sumber Data: Satbinmas Polresta Bogor Kota, 2018

Tabel 4.15 Alat Kelengkapan Operasional Bhabinkamtibmas

No. Jenis Barang Jumlah Keterangan 1. Jas Hujan 10 - 2. Rompi 10 - 3. Tas Kerja 10 - 4. Ban Lengan 10 - 5. Tongkat Polisi 10 - 6. Borgol 10 - 7. HT 6 - 8. Senter 10 - 9. Peta Wilayah 10 -

10. Blangko Kunjungan 68 - 11. Buku Kegiatan 68 - 12. Blangko Penyelesaian Masalah 68 - Sumber Data: Satbinmas Polresta Bogor Kota, 2018 Selain itu Satbinms Polresta Bogor Kota mendapatkan prasarana baru berupa box

berisi obat-obatan berjumlah 10 (sepuluh) buah yang akan ditempatkan di samping moto Bhabinkamtibmas. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Kaurbinopsnal Satbinmas Polresta Bogor Kota IPDA Asnadi bahwa :

“Alhamdulillah, tahun ini kami mendapatkan prasarana baru dari Polda Jabar berupa kotak obat-obatan yang ditaruh dibelakang motor Bhabinkamtibmas sebanyak 10 (sepuluh) buah dan belum cukup untuk semua Bhabinkamtibmas. Sehingga kami pasti mengusulkan untuk penambahan setiap tahunnya akan tetapi belum tentu mendapatkan penambahan tergantung yang di pusat”. (Wawancara, 5 Maret 2018)




Dari wawancara tersebut, dapat disimpulkan sarana dan prasarana untuk perseorangan Bhabinkamtibmas belum semuanya lengkap. Hasil penelitian yang ditemukan oleh penulis sebagai berikut : 1. Sarana dan prasarana yang digunakan oleh petugas Bhabinkamtibmas kurang

mendapat perhatian. Contohnya anggota Bhabinkamtibmas tidak semuanya mempunyai laptop, tidak ada anggaran untuk perawatan kendaraan bermotor hanya untuk uang jalan saja. Kemudian petugas Bhabinkamtibmas dalam melaksanakan dokumentasi setiap kegiatan hanya menggunakan kamera handphone sehararusnya dalam pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas dibekali dengan kamera.

2. Tidak tersedianya ruang atau tempat khusus untuk Bhabinkamtibmas, sehingga masyarakat mengalami kesulitan apabila dalam situasi mendadak ingin bertemu Bhabinkamtibmas. Hal ini disebabkan kurang efektifitas terhadap pelaksanaan tugas dalam memberikan penyuluhan secara mobile kepada masyarakat. Pihak sekolah sendiri belum mampu untuk memetakan siswa yang pernah

mengkonsumsi narkotika dengan siswa yang belum pernah mengkonsumsi narkotika. Hal ini dikarenakan pihak sekolah tidak memiliki peralatan untuk tes urin. Sebagaimana dijelaskan Kepala Sekolah SMA N 3 Bogor Ceppy Isyana, S.Pd., M.M. (wawancara tanggal 6 maret 2018):

“Pihak sekolah masih kesulitan untuk mengidentifikasi siswa yang telah terlibat narkoba, karena sekolah ini tidak dilengkapi fasilitas uji laboratorium tentang urin dan juga belum ada program tersebut selama ini sekolah, penerimaan siswa di sekolah ini pun juga tanpa uji urin terlebih dahulu sehingga hanya mampu untuk melakukan himbauan secara keseluruhan saja saat apel pagi”.

4.2.5 Anggaran (Money) Bhabinkamtibmas sebagai sosok Polri terdepan dan langsung berada ditengah-

tengah masyarakat memiliki tugas, fungsi, dan wewenang sesuai dengan Perkap No. 3 tahun 2015. Dalam melaksanakan tugas-tugas operasional, setiap Bhabinkamtibmas didukung dengan anggaran operasional, sebagaimana Tabel 4.16 berikut:

Tabel 4.16 Dukungan Anggaran Bhabinkamtibmas

No. Jenis Jumlah Keterangan

1. Tunjangan Bhabinkamtibnas 125.000 Diterima bersama dgn Gaji Bulanan

2. Dana harian/ sarana kontak 1.100.000 Dibuat Perwabku

3. BBM 90 liter per/ bulan

Untuk kendaraan R2 dinas

Sumber Data: Diolah oleh Penulis, 2018 Tabel 4.16 tersebut, dijelaskan bahwa Bhabinkamtimas di Polresta Bogor Kota

setiap bulannya telah mendapatkan tunjangan Bhabinkamtibmas yang diterima bersamaan/melekat dengan Gaji sejumlah Rp. 125.000 (seratus dua puluhlima ribu rupiah), selain itu mendapatkan uang harian untuk keperluan sarana kontak, kalau ditotalkan setiap bulannya sejumlah Rp. 1.100.000.000 (satu juta seratus ribu rupiah).

Sarana kontak yang disiapkan untuk penyuluhan terhadap pelajar yakni bingkisan/buah tangan seperti kaos, stiker dan bolpoin. Selain itu sarana kontak digunakan untuk membeli pulsa/paket internet. Uang harian untuk sarana kontak




yang diterima oleh Bhabinkamtibmas tersebut, oleh Bhabinkamtibmas dibuatkan pertanggungjawaban keuangan (Perwabku).

Melihat tugas dan tanggungjawab Bhabinkamtibmas, menurut penulis tunjangan Bhabinkamtibmas yang diterima setiap bulannya dan uang harian untuk keperluan sarana kontak, jumlahnya masih kurang banyak. Pendapat penulis tersebut berbeda dengan pendapat dari Bhabinkamtibmas di Polsek Tanah Sareal, Aiptu Dedi Wahyudi yang mengatakan:

Dalam melaksanakan tugas, Bhabinkamtibmas sudah didukung uang operasional yang cukup memadai bahkan uang pulsa untuk membeli paket internet dan mengirim pesan-pesan Kamtibmas di media sosial pun dimasukkan mas. (Wawancara, 5 Maret 2018)

Selain itu, untuk Bhabinkamtibmas yang mendapat/ menggunakan Ranmor R2

Dinas dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya, mendapatkan BBM setiap bulan totalnya sejumlah 90 liter, sedangkan Bhabinkamtibmas yang tidak mendapat/ menggunakan Ranmor R2 non Dinas, tidak dapat dukungan BBM.

Pihak sekolah membentuk dewan komite sekolah guna penyelenggaraan kegiatan sekolah bersama orang tua. Adapun kegiatan rapat dewan komite diadakan 4 kali sebulan. Setiap rapat mengumpulkan uang sumbangan dari para dewan komite. Uang tersebutlah yang nantinya digunakan untuk menjamu tamu dari luar seperti pihak kepolisian. 4.2.6 Sasaran (Markets)

Pasar atau sasaran penyuluhan narkotika adalah pelajar SMP dan SMA karena dilihat dari sisi usia, pelajar SMP dan SMA tergolong dalam usia produktif dan merupakan generasi penerus bangsa. Akibat penyalahgunaan narkotika akan berdampak buruk di masa yang akan datang.

Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa penyuluhan yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas terhadap pelajar guna penyalahgunaan narkotika di Kota Bogor sudah mencapai hasil yang optimal. Hal ini dibuktikan dari tabel 4.7 tentang jumlah penyalahgunaan narkotika dikalangan pelajar yang semakin menurun setiap tahunnya.

Selain kepada pelajar Sekolah menengah atas dan Sekolah Menengah Pertama, kegiatan penyuluhan narkotika juga dilakukan pada orang tua siswa dan guru yang mengajar di sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama. Hal ini dimaksudkan agar orang tua dan guru dapat mengontrol siswa agar terhindar dari narkotika.(Disadur dari wawancara Kasat Binmas tanggal 7 maret 2018)

4.2.7 Metode (Method)

Metode yang digunakan yaitu pemberikan peyuluhan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar sesuai dengan pasal 6 perkap No.21 tahun 2007. Bhabinkamtibmas dalam memberikan penyuluhan melalui ceramah, konseling, Pemasangan spanduk dan leaflet kamtibmas, tanya jawab kamtibmas dan diskusi.

Dalam melaksanakan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas untuk dapat mencegah perkembangan lebih lanjut dari adanya peyalahgunaan narkotika sesuai pencegahan kejahatan maka perlu ditentukan skala prioritas penyuluhan. Namun, penentuan sasaran penyuluhan narkotika oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota masih dilakukan menurut pertimbangan Kasatbinmas dan belum ada prioritas sasaran dan penyuluhan yang diharapkan.




Selain itu Kasatbinmas melakukan analisa dan evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan Bhabinkamtibmas per bulannya sebagai proritas sasaran kegiatan, sehingga diketahui kendala serta hambatan yang dialami . Metode yang digunakan dalam pembuatan peta kerawan kamtibmas tentang penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar dilaksanakan melalui tahapan-tahapan secara sistematis.

Selain secara langsung, kegiatan penyuluhan narkotika juga dilakukan secara tidak langsung yakni melalui pemberdayaan satgas pelajar.Bhabinkamtibmas terlebih dahulu melatih satgas pelajar, kemudian satgas pelajar tersebut yang melakukan pembinaan kepadaagar terhindar dari narkoba( disadur dari wawancara dengan kasat Binmas tanggal 7 maret 2018) 4.2.8 Analisis Sumber Daya Manajemen

Terdapat enam sumber daya pokok dari manajemen yaitu man, materials, money, mechines, method dan market. Analisis dari masing-masing pokok sumber daya yakni sebagai berikut: a. Manusia (Man)

• Secara Internal Secara kuantitas, jumlah personel Bhabinkamtibmas sebanyak 68 orang sudah

sesuai dengan jumlah wilayah administratif yaitu 68 kelurahan di Kota Bogor. Namun jika dibandingkan dengan jumlah pelajar dan jumlah sekolah yang ada dirasakan belum cukup. Belum semua Bhabinkamtibmas mendapatkan pendidikan kejuruan atau pelatihan Bhabinkamtibmas. Sehingga dilihat dari kompetensi atau kemampuan Bhabinkamtibmas belum memadai.

• Secara Eksternal Dari segi masyarakat sendiri terutama pelajar Sekolah menengah atas masih

belum mampu untuk mengontrol diri sendiri dan memiliki pengetahuan yang sedikit tentang Narkotika. b. Materi (Materials)

• Secara Internal Materi penyuluhan narkotika dibuat dalam bentuk paparan slide power point

yang mencakup keseluruhan materi narkotika. Isi dari materi tersebut mencakup pengenalan narkotika, jenis narkotika, serta hal-hal yang harus dilakukan terkait adanya penyalahgunaan narkotika. Penyusunan materi selalu mengikuti perkembangan yang ada dan informasi dari fungsi atau instansi lain seperti Satresnarkotika atau BNNK.

• Secara Eksternal Dari sisi pihak sekolah, sendiri masih belum memiliki materi tentang narkotika

dan belum ada sub bab dalam mata pelajaran apapun di Sekolah yang memuat narkotika. c. Sarana dan Prasarana (Mechines)

• Secara Internal Sarana dan prasarana yang digunakan dalam penyuluhan narkotika terdiri dari

alat transportasi dan alat penyuluhan. Namun sarana prasarana perseoragan yang dimiliki belum lengkap seperti HT, Laptop dan Bhabinkamtibmas belum memiliki tempat khusus untuk melakukan pelayanan. Sehingga pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas kurang efektif.

• Secara Eksternal




Pihak sekolah sendiri belum mampu untuk memetakan siswa yang pernah mengkonsumsi narkotika dengan siswa yang belum pernah mengkonsumsi narkotika. Hal ini dikarenakan pihak sekolah tidak memiliki peralatan untuk tes urin. d. Anggaran (Money)

• Secara Internal Anggaran operasional Bhabinkamtbmas bersumber dari DIPA Polri sebesar

Rp.1.100.000,- atau Rp.50.000,- /hari untuk jangka waktu 22 hari kerja yang diberikan setiap awal bulan. Anggaran ini dirasakan masih belum mencukupi untuk mendukung kegiatan operasional Bhabinkamtibmas. Hal ini dikuatkan dengan hasil wawancara antara penulis dan Bhabinkamtibmas Aiptu M.Zen menyatakan bahwa:

“Kami menerima anggaran operasional setiap bulannya sebesar Rp.1.100.000,- tanpa ada potongan. Tapi uang itu tidak cukup kalau digunakan untuk sambang, tatap muka, atau bertemu masyarakat, apalagi jika bertemu di warung kopi, tentunya kami juga terkadang harus menggunakan uang itu untuk membayar sekedar minum atau rokok”. (wawancara, 7 Maret 2018)

• Secara Eksternal

Pihak sekolah membentuk dewan komite sekolah guna penyelenggaraan kegiatan sekolah bersama orang tua. Adapun kegiatan rapat dewan komite diadakan 4 kali sebulan. Setiap rapat mengumpulkan uang sumbangan dari para dewan komite. Uang tersebutlah yang nantinya digunakan untuk menjamu tamu dari luar seperti pihak kepolisian. e. Pasar atau Sasaran (Markets)

• Secara Internal Sasaran penyuluhan narkotika adalah pelajar SMP dan SMA yang masih dalam

usia produktif. Sehingga perlu perhatian khusus agar tidak terjerumus dalam kenakalan remaja yang berakibat merusak masa depan bangsa. Jumlah Bhabinkamtibmas yang ada saat ini yakni 68 orang dirasakan belum dapat secara optimal menyentuh sasaran yakni pelajar tingkat SMP dan SMA lebih kurang sebanyak 150.460 orang yang tersebar di 326 sekolah.

• Secara Eksternal Selain kepada pelajar Sekolah menengah atas dan Sekolah Menengah Pertama,

kegiatan penyuluhan narkotika juga dilakukan pada orang tua siswa dan guru f. Metode (Method)

• Secara Internal Sebelum melakukan penyuluhan terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan

pihak sekolah agar menyiapkan tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan penyuluha. Metode penyuluhan narkotika terhadap pelajar yang dilaksanakan oleh Bhabinkamtibmas terdiri dari penyuluhan langsung kepada pelajar di ruang yang ditentukan. Metode ini dilakukan untuk dapat berkomunikasi dua arah terhadap pelajar dan mengetahui langsung hasil dari penyuluhan tersebut. Sehingga Bhabinkamtibmas dapat membuat peta kerawanan penyalahgunaan narkotika dilihat dari hasil survei, analisa dan evaluasi.

• Secara Eksternal Selain secara langsung, kegiatan penyuluhan narkotika juga dilakukan secara

tidak langsung yakni melalui pemberdayaan satgas pelajar.Bhabinkamtibmas terlebih




dahulu melatih satgas pelajar, kemudian satgas pelajar tersebut yang melakukan pembinaan kepadaagar terhindar dari narkoba

III. UPAYA OPTIMALISASI BHABINKAMTIBMAS WILAYAH POLRESTA BOGOR KOTA DALAM

MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI KALANGAN PELAJAR

Peningkatan upaya Satuan Binmas Polresta Bogor Kota perlu pengkajian menggunakan teori pencegahan kejahatan menurut Kemal Dermawan (1994 :12). Pencegahan kejahatan adalah tindakan yang dilakukan untuk memperkecil luas lingkup suatu pelanggaran dengan ditandai oleh penurunan jumlah tindak pidana yang terjadi serta jumlah korban yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut. Kedua, pencegahan kejahatan adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kesempatan terjadinya suatu pelanggaran dengan mempengaruhi masyarakat untuk tidak menjadi pelaku maupun menjadi korban atau menjadi korban kembali. Ada 3 pendekatan pencegahan kejahatan menurut teori tersebut yakni pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier. Dalam hal ini penulis akan fokus pada indikator pencegahan kejahatan dengan menggunakan pendekatan sekunder, karena pendekatan sekunder adalah yang mengedepankan tindakan-tindakan preventifs sesuai dengan tugas pokok dan peran Bhabinkamtibmas.

Hal yang mendasar dari pencegahan sekunder dapat ditemui dalam kebijakan peradilan pidana dan pelaksanaannya. Dapat ditambahkan bahwa pencegahan umum dan pencegahan khusus meliputi identifikasi dini dari kondisi-kondisi kriminogenik dan pemberian pengaruh pada kondisi-kondisi tersebut Peran preventif dari polisi diletakan dalam pencegahan sekunder, begitu pula pengawasan dari masa media, perencanaan perkotaan, serta desain dan kontraksi pembangunan. Temuan penelitian terkait pencegahan kejahatan dengan pendekatan sekunder yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas adalah sebagai berikut : 1. Bhabinkamtibmas melaksanakan pendekatan sosial yaitu kegiatan penyuluhan

dengan memberikan materi penyuluhan tentang narkotika sebagai upaya merubah pola pikir pelajar dan meningkatkan kesadaran akan bahaya narkotika. Selain itu Bhabinkamtibmas memberikan penyuluhan kepada para orang tua tentang penyalahgunaan narkotika agar lebih perhatian dan mengawasi serta memberikan kepercayaan terhadap anak di lingkungannya.

2. Bhabinkamtibmas melakukan kerjasama dengan instansi yakni BNK (Badan Narkotika Kabupaten), dalam bentuk sambang seperti halnya kunjungan ke sekolah dengan memberikan materi-materi tentang Narkotika kepada remaja (pemuda/pemudi) dengan membawa contoh-contoh narkotika seperti ganja, sabu, XTC, dan lain sebagainya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh petugas Bhabinkamtibmas Aiptu Dedi Wahyu pada tanggal 6 Maret sebagai berikut :

“Sebagai petugas Bhabinkamtibmas kami sering melakukan sambang dan penyuluhan ke dalam kelurahan, sekolah, dan tempat ibadah dengan ditemani oleh pihak BNK dalam melaksankan kegiatan serta beberapa materi juga diberikan oleh BNK. Selain itu Bhabin juga dibantu oleh Muspika, Tokoh Agama dan Tokoh adat juga.




3. Bhabinkamtibmas bekerja sama dengan instansi terkait yakni Dinas pendidikan. Pencegahan kejahatan yang sudah dilakukan yaitu memasukan sub materi tentang narkotika kedalam kurikulum Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (POK) dan melakukan bimbingan konseling terhadap pelajar yang bermasalah.

4. Adanya pembentukan Satgas Pelajar yakni bentuk kerja sama Bhabinkamtibmas dengan Dinas pendidikan, PM dan Dinas Kesehatan di lingkungan pelajar. Satgas pelajar diharap dapat menciptakan dan menimbulkan rasa keamanan dan ketertiban, serta meningkatkan kesadaran pelajar akan bahaya narkotika dengan melaksanakan razia rutin setiap bulannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bhabinkamtibmas Polsek Tanah Sareal, Aiptu Dedi Wahyu pada tanggal 6 Maret 2018 sebagi berikut:

“Memang saya ketahui yang membantu pelaporan Bhabin dan sangat mempermudah, namun sampai sekarang menurut saya Satgas Pelajar sangat membantu saya dalam melaksanakan tugas dan peran saya dalam menjaga Kamtibmas karena dengan adanya Satgas Pelajar segala permasalahan di masyarakat dapat dipecahkan secara merata dan tanpa harus melalui jalur hukum”.

5. Bhabinkamtibas melaksanakan rangkap tugas untuk melaksanakan penyuluhan penyalahgunaan narkotika dikarenakan kendala kekurangan personil. Hal ini didukung dengan banyak anggota yang berdedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas Bhabinkamtibmas, sehingga kemitraan dapat berjalan dengan baik dan meciptakan situasi aman dan tertib.

6. Satbinmas melakukan peningkatan pendidikan dengan mengikuti pendidikan kejuruan dan program latihan yang diadakan oleh Polresta Bogor Kota. Kemudian Satbinmas membuat surat perintah khusus yang ditujukan kepada anggota Binmas untuk menyiapkan materi dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan pencegahan tindak penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum Polresta Bogor Kota. Dalam surat perintah ini berisi nama anggota satuan Bimas yang terlibat dalam kegiatan pelatihan anggota Bhabinkamtibmas di Polresta Bogor Kota, penentuan perwira pengendali dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilakukan kepada anggota Bhabinkamtibmas. Perwira pengendali yang telah ditunjuk mengambil apel sebelum pelaksanaan kegiatan pelatihan untuk membahas cara bertindak yang akan dilakukan dalam kegiatan pelatihan anggota Bhabinkamtibmas. Selanjutnya pelaksanaan kegiatan pelatihan, perwira pengendali kegiatan pelatihan anggota Bhabinkamtibmas dapat mengambil kebijakan untuk memaksimalkan kegiatan yang dilakukan.

Dari hasil temuan penelitian tersebut diatas dikaitkan dengan teori pencegahan kejahatan dalam pendekatan sekunder, maka yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas dalam melakukan upaya pencegahan kejahatan dapat dinilai sudah optimal.




KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap optimalisasi penyuluhan Bhabinkamtibmas dalam mecegah peyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di wilayah hukum Polresta Bogor Kota, dengan menggunakan teori dan konsep terkait, maka diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Kegiatan Bhabinkamtibmas dalam Rangka Penyuluhan

Penyalahgunaan Narkotika terhadap Pelajar di Polresta Bogor Kota Upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di Polresta Bogor Kota, kegiatan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas sudah dilaksanakan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari penurunan angka penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan sudah berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam Perkap No.21 Tahun 2007 serta sesuai dengan SOP yang ada. Kemudian Bhabinkamtibmas sudah menerapkan fungsi manajemen dengan baik. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Penyuluhan Bhabinkamtibmas Kegiatan penyuluhan oleh Bhabinkamtibmas yang dilaksanakan oleh Satbinmas Polresta Bogor Kota dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar dalam penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menunjang dan juga menjadi kendala yakni sebagai berikut: Yang menjadi kendala dalam menunjang pelaksanaan penyuluhan dilihat dari faktor internal yaitu :

a. Sarana prasarana perseorangan yang digunakan seperti HT, Laptop, Kamera masih dirasa kurang memadai sehingga dapat menghambat proses pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas. Serta, tidak ada ruangan khusus untuk Bhabinkamtibmas juga menjadi penghambat efektifitas pelaksanaan tugas bhabinkamtibmas. b. Kompetensi Bhabinkamtibmas tidak semuanya dapat mengusai materi penyuluhan dikarenakan belum pernah mendapat pendidikan kejuruan dan pelatihan di bidang fungsi binmas. c. Anggaran sarana kontak di Polresta Bogor Kota dirasa kurang untuk kebutuhan anggota yang juga dapat menghambat pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas. d. Metode penyuluhan guna mencegah penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar sudah sangat maksimal. e. Materi yang dibuat sangat jelas akan tetapi materi yang disampaikan terlihat monoton.

Yang menjadi kendala dalam menunjang pelaksanaan penyuluhan dilihat dari faktor eksternal yaitu :

a. Kepedulian pelajar dirasa masih kurang. Hal ini terlihat pada pelaksanaan penyuluhan tentang penyalahgunaan narkotika dimana masih banyak pelajar yang tidak memperhatikan dengan seksama. Sehingga pelajar tidak memahami dengan baik bahaya dari penyalahgunaan narkotika.

3. Upaya Optimalisasi Penyuluhan Bhabinkamtibmas dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkotika di Polresta Bogor Kota

Upaya Optimalisasi Penyuluhan Polresta Bogor Kota sudah dilakukan dan mendapatkan hasil yang maksimal dan sesuai yang diharapkan. Upaya yang sudah




dilakukan meggunakan teori pencegahan kejahatan sekunder yakni bentuk kerja sama dengan internal dan eksternal Polri yaitu melakukan merancang pola secara regular dengan metode dan materi pelatihan yang menitik beratkan pada praktek untuk meningkatkan kemampuan Bhabinkamtibmas, materi yang akan disampaikan harus dikuasai terlebih dahulu oleh Bhabinkamtibmas , mengusulkan penambahan sarana dan prasarana perseorangan, mengusulkan penambahan anggaran dan pelaksanaan analisa dan evaluasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas.

SARAN

Berdasarkan simpulan yang sudah dijelaskan diatas oleh peneliti mengenai Optimalisasi kegiatan Bhabinkamtibmas dalam rangka Penyuluhan guna mencegah penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar di wilayah hukum Polresta Bogor Kota, peneliti akan memberikan saran sebagai berikut : 1) Pimpinan Polresta Bogor Kota melalui Kasat Binmas harus menjalin hubungan

baik dengan para kepala pendidikan dan Badan Narkotika Nasional yang terdapat di Kota Bogor untuk memudahkan koordinasi dan kerja sama di masa mendatang terkait penanggulangan kenakalan remaja khususnya penyalahgunaan narkotika.

2) Kepada Kapolres untuk mengatasi terbatasnya personel yang ada, agar membantu membantu penambahan personel di Satbinmas dan mengadakan pelatihan keterampilan dan pengetahuan personel Satbinmas tentang ilmu komunikasi baik melalui pendidikan kejuruan maupun pelatihan mandiri yang diadakan oleh Polresta Bogor. Selain itu ditetapkan pula personel untuk menjadi penyuluh khusus narkoba agar materi yang disampaikan secara mendalam. Serta Kapolres dapat menunjuk anggota Bhabinkamtibmas yang berkompeten untuk melaksankan rangkap tugas guna menyelesaikan masalah kamtibmas dalam bentuk surat perintah.

3) Dalam pelaksanaan penyuluhan narkoba penulis menyarankan Kasatbinmas melakukan kerja sama dengan fungsi lain seperti Satresnarkoba, dan Satintelkam dalam menyusun tujuan dan rencana penyuluhan narkoba baik tujuan strategis maupun tujuan operasional dengan spesifik dan bersifat kuantitatif.

4) Untuk meingkatkan upaya pengoptimalkan penyuluhan Bhabinkamtibmas dapat dilakukan pemanfaatan terhadap Perpolisian Siswa (Polsis). Selain tugas dari Polsis untuk melakukan pengawasan di sekolahnya. Polsis juga dapat dijadikan sebagai agent of change atau sebagai pelopor untuk menghimbau teman-temannya sendiri agar menjauhi narkotika.

5) Satbinmas mengusulkan penambahan anggaran yang mendukung program pelatihan secara regular, penambahan anggaran sarana kontak dan penambahan volume sambang dan sentuh serta meminta penambahan anggaran kepada pimpinan Satuan Binmas. Karena dengan anggaran yang cukup maka pelaksanaan kegiatan penyuluhan akan lebih optimal dilaksanakan, selain itu juga tidak akan menghambat kreatifitas petugas sebagaimana yang terjadi bila anggaran benar benar pas atau bahkan kurang untuk pelaksanaan kegiatan.

6) Bhabinkamtibmas melakukan kerja sama kepada Pejabat kelurahan agar menyediakan ruang khusus. Bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas menjadi efektif dan efesien.




7) Kepada Lembaga Pendidikan Akademi Kepolisian disarankan untuk memberikan pengajaran lapangan untuk menambah waktu pelaksanaan penelitian kepada seluruh taruna agar skripsi yang dihasilkan lebih berkualitas.

REFERENSI

Abu, A. (1991). Psikologi Sosial . Jakarta: Rineka Cipta Abumanyu, B. (2017). Gurita Narkoba di Indonesia. Jakarta: Indonesia Press. Akpol. (2014). Manajemen Operasional Kepolisian. Semarang: Akpol. Akpol. (2016). Diktat Binmas. Semarang: Akademi Kepolisian Republik Indonesia. Akpol. (2016). Diktat Komunikasi Sosial. Semarang: Akademi Kepolisian Republik

Indonesia. Akpol. (2016). Diktat Polmas. Semarang: Akademi Kepolisian Republik Indonesia. Anriz, R. (2017). Peran Bhabinkamtibmas Polsek Cilacap Tengah Dalam Melakukan

Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polres Cilacap. Advances in Police Science Research Journal, 1(3), 983-1030.

Amanda, M. P., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja (Adolescent Substance Abuse). Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(2).

Amalia, L., & Doriza, S. (2018). The Learning Media Development in the Family for the Prevention of Drug Abuse in Children Aged 9–13 Years Old. KnE Social Sciences, 489-495.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dermawan, M. K. (1994). Strategi Pencegahan Kejahatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti.

Dermawan, M. K. (2001). Pencegahan Kejahatan: Dari Sebab-Sebab Kejahatan Menuju pada Konteks Kejahatan. Jurnal Kriminologi Indonesia, 1(3), 34-42.

Devianty, F. G. (2017). Peran Kepolisian Sektor Gedebage Bandung dalam Rangka Memelihara Kamtibmas dan Penegakan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum, 16(1), 47-66.

Hayati, F. (2019). Penyuluhan Tentang Bahaya Narkoba Pada Remaja. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 1(3), 190-193.

Ismail, W. (2017). Teori biologi tentang perilaku penyalahgunaan narkoba. Jurnal Biotek, 5(1), 127-143.

Isnaini, F., Nitibaskara, T. B. R., & Usman, W. (2018, August). Spatial analysis on the impact of socioeconomic vulnerability to drug abuse prevalence in Indonesia 2015. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 179, No. 1, p. 012005). IOP Publishing.

Juliantoro, R. (2017). Peran Bhabinkamtibmas Dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja Di Wilayah Hukum Polres Sukoharjo. Advances in Police Science Research Journal, 1(5), 1761-1800.

Kristiono, N. (2018). Pengembangan Metode Tutor Teman Sebaya Sebagai Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Pelajar. Integralistik, 29(2), 197-207.




Lembaga Pendidikan Polri Akademi Kepolsian. (2017). Petunjuk Teknis Penyusun dan PEmbimbingan Skripsi Program Sarjana Strata Satu (S-1) Terapan Kepolisian Taruna Akademi Kepolisian. Semarang: Lembaga Pendidikan Polri Akademi Kepolisian.

Murtiwidayanti, S. Y. (2018). Sikap dan Kepedulian Remaja dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 17(1), 47-60.

Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurmala, I., Pertiwi, E. D., Muthmainnah, N. I. D. N., & Rachmayanti, R. D. (2019). Teacher's Perception of Stakeholder Support in the Peer Education Program about Drug Abuse Prevention. Indian Journal of Public Health Research & Development, 10(3), 514-518.

Pranawa, S., Humsona, R., & Yuliani, S. (2018). Meningkatkan Pengetahuan Remaja Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Dengan Peer Education Strategy. Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi, & Antropologi, 2(2), 183-194.

Pramesti, T. A., Trisnadewi, N. W., & Idayani, S. (2019, December). Pencegahan penyalahgunaan narkoba dan seks bebas di kalangan remaja millennial. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL (pp. 128-134).

Sari, D. M. (2017). Peran kader anti penyalahgunaan narkoba berbasis pelajar oleh Badan Narkotika Nasional Surabaya. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education, 5(2), 128-140.

Siswandi, S. (2011). Pangsa Narkotika Dunia Indonesia. Jakarta, Vva Tanpas. Siddieq, M. H. A., Hayati, R., & Firdaus, M. R. (2018). Peran Bhabinkamtibmas Dalam

Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba Di Desa Salikung Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong. JAPB, 1(1), 258-275.

Sugiyono, S. (2007). Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugihartati, R., & Susilo, D. (2019). Acts against drugs and narcotics abuse: Measurement of the effectiveness campaign on Indonesian narcotics regulator Instagram. Journal of Drug and Alcohol Research, 8, 1-4.

Suhartini, E., Roestamy, M., & Yumarni, A. (2019). Prevention and Eradication of Drug Trafficking in Indonesia. UNTAG Law Review, 3(1), 39-56.

Sutono, D. A. (2017). Upaya Satbinmas Polres Purworejo Dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Pelajar. Advances in Police Science Research Journal, 1(4), 1211-1260.

Nurmala, I., Pertiwi, E. D., Muthmainnah, N. I. D. N., & Rachmayanti, R. D. (2019). Teacher's Perception of Stakeholder Support in the Peer Education Program about Drug Abuse Prevention. Indian Journal of Public Health Research & Development, 10(3), 514-518.

Terry, G. R. (2009). Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: P.T Bumi Aksara. Winardi, W. (1996). Istilah Optimalisasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Wulanata, I. A., Vanriel, M., & Anas, M. A. (2019). Sosialisasi Pencegahan Kenakalan

Remaja demi Terwujudnya Generasi Muda yang Berkualitas dan Berdaya Saing Menuju Indonesia Emas 2045 di Desa Karangmojo, Jombang, Jawa Timur. Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR), 2, 758-762.




Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

21 tahun 2007 tentang Bimbingan Penyuluhan Kemanan dan Ketertiban Masyarakat.

Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang polisi masyarkat

Republik Indonesia, Keputusan Kapolri tentang Buku pintar Bhabinkamtibmas. Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor.

Republik Indonesia, Unddang – Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (Amandemen Ke-IV). Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolsian

Negara Republik Indonesia. Skripsi Dewi , Kadek I.P. 2016. Skripsi tentang Optimalisasi penyuluhan Bhabinkantibmas

Wilayah Hukum Polrestabes Surabaya Dalam Rangka Mencegah Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Pelajar : Semarang: Akpol.

Adhikara, Rio. 2016. Skripsi tentang Optimalisasi Penyuluhan Narkoba Terhadap Pelajar Smp Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Oleh Satbinmas Polres Kediri: Semarang: Akpol.

Fadhilah, Rahis. 2017. Skripsi tentang Optimalisasi Tugas Sat Binmas Guna Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Masyarakat Di Wilayah Hukum Polres Purbalingga: Semarang: Akpol.

Internet https://regional.kompas.com/read/2018/03/02/09431351/luhut-narkoba-ancaman-

terberat-indonesia https://syukai.wordpress.com/2009/06/15/pengertian-fungsi-fungsi-dan-unsur-

unsur-manajemen/


research article optimization of bhabinkamtibmas

Documents