revisi_hasanah_1

34
Pengaruh Defatting, Frekuensi Pencucian, dan Jenis Cryoprotectant pada Penyimpanan beku Terhadap Mutu Surimi Ikan Lele (Clarias) sp. Effect of Defatting, Washing cycle , and Cryoprotectant on surimi Frozen storage to Surimi Quality Fish (Clarias) sp Hasanah Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Jl.Rasamala No.1, Kampus IPB Darmaga, Bogor, 16680. Email : [email protected] Abstract Suirmi is myofibril cosentrate maked by deboning from meat fish and guuting also has leaching. Process of defatting, leaching frecuency, and kind of cryoprotectant are influence factor of surimi quality. Lele fish is economic fish and many consumed by our society. The aim in this practicum is to know effect of defatting, leaching frequency, and kind of cryoprotectant during frozen storage to surimi quality of lele fish. Tehe best material for defatting process use Na 2 HPO 4 with cosentration 2% during10’. Leaching frequency has effect to teeth cutting test, folding test, gel strength, PLG, pH, and .....Using kind of cryoprotectant Abstrak Surimi adalah kosentrat miofibril yang dibuat dari pemisahan daging ikan dengan tulang, dan jeroan serta mengalami pencucian. Proses defatting, frekuensi pencucian, dan jenis cryoprotectant yang digunakan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas surimi. Ikan lele merupakan ikan ekonomis yang banyak dikonsumsi masyarakat. Tujuan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh defatting, frekuensi pencucian, dan jenis cryoprotectant selama penyimpanan beku terhadap kualitas dari surimi ikan lele. Bahan terbaik untuk proses defatting menggunakan Na 2 HPO 4 kosentrasi 2% selama 10 menit. Frekuensi

Upload: ashley-cole

Post on 28-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi_hasanah_1

Pengaruh Defatting, Frekuensi Pencucian, dan Jenis Cryoprotectant pada

Penyimpanan beku Terhadap Mutu Surimi Ikan Lele (Clarias) sp.

Effect of Defatting, Washing cycle , and Cryoprotectant on surimi Frozen storage to

Surimi Quality Fish (Clarias) sp

Hasanah

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanInstitut Pertanian Bogor

Jl.Rasamala No.1, Kampus IPB Darmaga, Bogor, 16680.Email : [email protected]

AbstractSuirmi is myofibril cosentrate maked by deboning from meat fish and guuting also

has leaching. Process of defatting, leaching frecuency, and kind of cryoprotectant are influence factor of surimi quality. Lele fish is economic fish and many consumed by our society. The aim in this practicum is to know effect of defatting, leaching frequency, and kind of cryoprotectant during frozen storage to surimi quality of lele fish. Tehe best material for defatting process use Na2HPO4 with cosentration 2% during10’. Leaching frequency has effect to teeth cutting test, folding test, gel strength, PLG, pH, and .....Using kind of cryoprotectant

AbstrakSurimi adalah kosentrat miofibril yang dibuat dari pemisahan daging ikan dengan

tulang, dan jeroan serta mengalami pencucian. Proses defatting, frekuensi pencucian, dan jenis cryoprotectant yang digunakan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas surimi. Ikan lele merupakan ikan ekonomis yang banyak dikonsumsi masyarakat. Tujuan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh defatting, frekuensi pencucian, dan jenis cryoprotectant selama penyimpanan beku terhadap kualitas dari surimi ikan lele. Bahan terbaik untuk proses defatting menggunakan Na2HPO4 kosentrasi 2% selama 10 menit. Frekuensi pencucian berpengaruh terhadap uji gigit, uji lipat, kekuatan gel, PLG, pH, dan kadar air yang dihasilkan. Frekuensi pencucian terbaik adalah pencucian dua kali. Penggunaan jenis cryoprotectant berpengaruh terhadap kamaboko yang dihasilkan selama penyimpanan. Cryoprotectant terbaik untuk kekuatan gel, PLG, pH, dan kadar air selama penyimpanan adalah cryoprotectant trehalosa sedangkan jenis cryoprotectant terbaik untuk uji gigit dan lipat adalah tanpa cryoprotectant.

PENDAHULUAN

Surimi adalah kosentrat miofibril yang dibuat dari pemisahan daging ikan dengan

tulang, ikan, dan jeroan serta mengalami pencucian. Proses pencucian menggunakan air

dingin untuk menghilangkan lemak dan kandungan yang larut air sehingga didapatkan

Page 2: Revisi_hasanah_1

protein miofibril. Protein miofibril yang didapatkan dicampur dengan cryoprotectant dan

disebut dengan surimi. Surimi merupakan bahan utama yang digunakan pada gelling food

seperti kamaboko dan fish ball. Surimi umumnya dibuat dalam bentuk block dan disimpan

(Santana et al. 2012).

Surimi pertama kali dibuat 100 tahun lalu di Jepang. Sekarang surimi tidak hanya

sebagai makanan yang populer di Jepang namun di negara lain karena memiliki tekstur yang

unik dan nilai nutrisi yang tinggi. Produk surimi yang diproduksi di Asia Tenggara pada

tahun 2005 sebesar 315.800 juta ton (Santana et al. 2012). Spesies yang umumnya digunakan

sebagai surimi antara lain threadfin bream, bigeye snapper (Thailand) (Lertwittayanon et al.

2013), Alaska pollock, Pacific whiting, Blue whiting, Mackerel, Menhadden (Tina et al.

2010).

Perikanan Indonesia mempunyai potensi untuk pengembangan surimi karena

memiliki keragaman spesies yang tinggi. Bahan baku surimi dapat dimanfaatkan dari ikan

ekonomis dan non ekonomis. Ikan lele merupakan salah satu ikan komoditi utama yang

banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan lele merupakan ikan yang memiliki nilai gizi yang

tinggi, dagingnya berwaqrna putih, pertumbuhannnya cepat, dan biaya pemeliharaanya

murah. Volume produksi ikan lele di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Ikan lele

pada tahun 2007 sebesar 12.395 ton, 2008 sebesar 14.323 ton, 2009 sebesar 12713 ton, 2010

sebesar 14.259 ton, 2011 sebesar 16..739 ton (KKP 2013). Ikan lele memiliki potensi untuk

digunakan sebagai bahan baku surimi.

Pengolahan surimi pada ikan yang berlemak umumnya menggunakan proses

perendaman. Proses perendaman menggunakan asam dan alkali berfungsi untuk

meminimalkan lemak. Pengurangan mioglobin dan lemak lebih mudah terjadi dalam proses

alkali atau asam, bila dibandingkan dengan proses konvensional. Bahan kimia yang sering

digunakan dalam proses perendaman surimi adalah NaHCO3 dan Na2HPO4. Penambahan

Page 3: Revisi_hasanah_1

natrium bikarbonat (NaHCO3) dengan konsentrasi 0,5-1,0% berfungsi mengurangi

kandungan lemak pada daging dan mengubah warna menjadi lebih baik (Litaay dan Santoso

2013).

Proses pembuatan surimi antara lain deboning, mincing, washing dan dewatering,

refining, screw pressing, penambahan cryoprotectant, dan freezing. Tehnik pencucian

merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan kualitas surimi (Santana et al.

2012). Pencucian bertujuan untuk memisahkan daging dari bahan yang larut dalam air,

lemak, darah (pigmen-pigmen); untuk memperbaiki flavor dan warna serta meningkatkan

kekuatan gel. Pencucian ini selain dapat membersihkan lemak dan bahan-bahan yang tak

diinginkan seperti darah, pigmen dan substansi penyebab bau juga dapat meningkatkan

konsentrasi protein miofibrilar (aktomiosin) sehingga dapat memperbaiki gel dari protein

daging dan denaturasi protein selama penyimpanan beku (Suharyanto 2007)

Pencucian menyebabkan hilangnya substansi yang larut dalam air seperti protein

sarkoplasmik, enzim pencernaan protease, garam organik dan substansi organik berbobot

molekul rendah. Pencucian dapat menyebabkan hilangnya protein sebesar 15-30% dari total

protein daging giling. Total nitrogen sebanyak 19% didapat berasal dari protein sarkoplasma

yang terbuang bersama bekas air cucian. Protein sarkoplasma lebih banyak ditemukan

(hilang) pada pencucian pertama (Suharyanto 2007) .

Kondisi pencucian berpengaruh terhadap beberapa parameter kualitas surimi.

Pencucian dengan air dingin bersuhu 18°C memiliki kekuatan gel yang lebih baik dari pada

dengan air dingin yang suhunya di bawah 18°C tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap

hilangnya protein daging. Protein dan kadar air daging lumat dipengaruhi oleh rasio antara air

dengan daging lumat dan lamanya dalam satu kali pencucian. Semakin tinggi rasio air :

daging lumat maka otot daging semakin basah dan semakin basah lagi bila waktu pencucian

lebih lama (Suharyanto 2007). Pencucian alkali pada daging ikan sardin (Sardina pilchardus)

Page 4: Revisi_hasanah_1

memiliki total padatan dan protein yang lebih tinggi pada pencucian dengan larutan dengan

keasaman rendah. Perlakuan pencucian dengan larutan alkali lebih efektif untuk

menghilangkan lemak dan abu. Pencucian dengan kondisi asam maupun alkali dapat

meningkatkan kecerahan dan derajat putih (Karayannakidis et al. 2007)

Frekuensi pencucian juga mempengaruhi beberapa parameter kualitas surimi.

Frekuensi pencucian semakin sering maka semakin banyak protein, lemak, abu dan rendemen

yag hilang tetapi meningkatkan nilai daya mengikat air daging dan kadar karbohidratnya.

Hilangnya protein dan substansi larut air lebih banyak hilang pada saat pencucian pertama

kali (Suharyanto 2007).

Proses pembuatan surimi umumnya menambahkan cryoprotectant. Cryoprotectant

berfungsi untuk meningkatkan kekuatan gel pada surimi. Kekuatan gel pada surimi umumnya

mengalami penurunan selama penyimpanan (Aminudin et al 2013). Cryoprotectant yang

umumnya digunakan dalam pengolahan surimi adalah cryoprotectant komersil dan trehalosa

namun belum diketahui cyroprotectant terbaik pada pembuatan surimi ikan lele sehingga

perlu dilakukan praktikum tentang pengaruh defatting, pencucian, dan pennggunaan

cryoprotectant terhadap penyimpanan surimi ikan lele.

METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah ikan lele (Clarias gariepinus), natrium bikarbonat,

natrium phospat, garam, sorbitol, sukrosa, sodium triposphate, trehalosa, air, es, akuades, HCl

0,1 N, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH 40 % dan H3BO3.

Alat yang digunakan adalah pisau, talenan, baskom plastik, sendok, karet, tabung

stainless, timbangan digital, meat grinder, food processor, alat pengepres surimi, kain belacu,

panci perebusan, kompor, oven, desikator, kompor, tanur, tabung kjeldahl, erlenmeyer, soxhlet,

Page 5: Revisi_hasanah_1

kondensor, labu lemak, waring blender, gelas kimia, termometer, pH meter, kertas saring, dan

texture analyzer (TA-XT21) dan sentrifuge.

Metode

Defatting

Ikan lele yang digunakan sebagai bahan baku dipreparasi terlebih dahulu. Bagian yang

diambil dari bahan baku hanya dagingnya. Daging digunakan untuk proses defatting dengan

cara merendam fillet daging ikan dengan air dingin suhu 10oC yang telah dilarutkan garam.

Garam yang digunakan adalah natrium bikarbonat dan natrium phospat. Perlakuan yang

digunakan selama defatting dibagi menjadi dua perlakuan antara lain konsentrasi garam (0, 0,5,

1, 1,5 dan 2%) dan lama perendaman (10, 20 dan 30 menit). Hasil perlakuan terbaik dari tahap

pertama akan digunakan sebagai acuan untuk tahap kedua.

Frekuensi Pencucian

Pencucian dilakukan dengan perlakuan 1,2, dan 3 kali ulangan dan dewatering. Surimi

yang dihasilkan selanjutya diolah menjadi kamaboko. Pengolahan kamaboko dengan cara

menambahkan 3% garam dan 10% air dingin dalam surimi, selanjutnya dicetak dalam

selongsong kamaboko dan direbus pada suhu 40°C dan 90oC selama 30 menit. Surimi dengan

perlakuan pencucian terbaik akan digunakan sebagai acuan pada tahap ketiga.

Penyimpanan Suhu Beku.

Perlakuan pada tahap ini adalah surimi tanpa cryoprotectant, surimi dengan

cryoprotectant komersil (sorbitol 4%, sukrosa 4% dan sodium triposphate 0,5%) dan surimi

dengan cryoprotectant trehalosa 4%. Pengujian karakteristik fisik dalam praktikum ini

dilakukan pada tahap dua dan tiga yaitu kekuatan gel dengan menggunakan texture analyzer

(TA-XT21), pengujian pH dengan menggunakan pH meter, serta uji lipat dan uji gigit

mengacu metode Suzuki (1981). Pengujian karakteristik kimia meliputi kadar proksimat

mengacu pada AOAC (2005) sebelum tahap satu, pengujian kadar lemak (AOAC 2005) pada

Page 6: Revisi_hasanah_1

tahap satu serta protein larut garam mengacu metode (Shuffle dan Galbraeth 1964) pada tahap

dua dan tiga.

Analisis Data

Data hasil uji lipat dan uji gigit dianalisis dengan menggunakan ANNOVA dan Uji

lanjut uji Dunn.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Komposisi Kimia Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu ikan komoditi utama yang banyak dibudidayakan dan

dikonsumsi masyarakat. Ikan lele merupakan salah satu ikan yang dapat digunakan sebagai

bahan baku surimi. Hasil analisis proksimat pada ikan Lele dapat dilihat pada Tabel 1.

Sumber : *Rosa et al (2007)

Hasil analisis proksimat ikan lele pada praktikum ini memiliki kadar air dan kadar abu yang

tidak jauh berbeda dengan hasil analisis proksimat ikan lele pada penelitian Rosa et al.

(2007). Kadar lemak yang didapatkan pada praktikum ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan

dengan kadar lemak lele pada penelitian Rosa et al. (2007) sedangkan kadar proteinnya jauh

lebih rendah. Hal ini disebabkan daging yang digunakan untuk analisis proksimat adalah

daging yang berada dekat dengan perut sehingga lebih banyak memiliki kadar lemak yang

tinggi.

2. Defatting

Proses perendaman pada pengolahan surimi berfungsi untuk mengurangi lemak yang

terdapat pada daging ikan. Proses perendaman pada praktikum ini menggunakan natrium

bikarbonat dan natrium fosfat. Grafik hubungan perendaman dengan kosentrasi Na2HCO3 dan

lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 1. Perendaman dengan natrium bikarbonat pada

Tabel 1 Hasil Analisis Proksimat Ikan Lele

Komposisi Jumlah (%) Jumlah (%)*Kadar protein 3,4 16,80Kadar lemak 8,58 5,70

Kadar abu 0,8 1,00Kadar air 77,2 75,68Kadar karbohidrat 10

Page 7: Revisi_hasanah_1

kosentrasi 0 % memiliki kadar lemak tertinggi dengan waktu 10’ dan mengalami penurunan

seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman. Kosentrasi natrium bikarbonat yang

efektif untuk menurunkan kadar lemak sebesar 2 % dengan lama perendaman selama 10’.

Penambahan senyawa alkali (Na2HCO3) berfungsi untuk meminimalkan kandungan protein

sarkoplasma, lemak, dan menaikkan nilai pH (Santoso et al. 2010).

0% 0.5% 1% 1,5% 2%0

2

4

6

8

10

12 10.7

0.5

2.22.8

0.4

67.3

4.7

2.43.63.175

2.151.5 1.8 0.70000000000

0001

Grafik hubungan perendaman dengan konsentrasi Na2HCO3 dan lama perendaman

10'

20'

30'

Konsentrasi dan Waktu

Kada

r Lem

ak(%

)

Gambar 1 Grafik hubungan perendaman dengan kosentrasi Na2HCO3 dan lama perendaman

Perendaman dengan natrium fosfat secara umum mengurangi kadar lemak pada ikan.

Grafik hubungan perendaman dengan kosentrasi Na2HPO4 dan lama perendaman dapat

dilihat pada Gambar 2.

0% 0.5% 1% 1,5% 2%0

2

4

6

8

10

12

14

10.7

6.15

3.15 3.81

0.15

65.2

8.35000000000001

12.8

0.4

3.1752.1

3.86

9.65500000000001

4.66

Grafik hubungan perendaman dengan konsentrasi Na2HPO4 dan lama perendaman

10'

20'

30'

Konsentrasi dan Waktu

Kada

r Lem

ak(%

)

Gambar 2 Grafik hubungan perendaman dengan kosentrasi Na2HPO4 dan lama perendaman

Page 8: Revisi_hasanah_1

Kosentrasi natrium fosfat terbaik untuk mengurangi kadar lemak sebesar 2 % dengan

lama perendaman selama 10’. Penggunaan Na2HCO3 lebih efektif daripada Na2HPO4 pada

kosentrasi 2 % dan lama perendaman 10’. Hal ini disebabakan Na2HPO4 mungkin lebih

bersifat alkali dibandingkan Na2HCO3 walaupun keduanya sama-sama bersifat alikali dan

meningkatkan pH. Penelitian Lestari (2012) yang menunjukkan bahwa pH surimi dengan

pencucian menggunakan Na2HCO3 berkisar 6,76-8,79 sedangkan pH surimi dengan Na2HPO4

berkisar 6,76-8,25. Perendaman dengan bahan yang mendekati titik isoelektrik protein daging

ikan lebih efisien menghilangkan lemak karena sebagian besar protein mengendap keluar

sehingga lemak lebih mudah dilepaskan ke permukaan karena adanya perbedaan densitas

(Karayannakidis et al. 2007). Titik isoelektrik protein ikan berkisar pada pH 5,5 sehingga pH

Na2HPO4 lebih mendekati ke titik isoelektrik protein ikan sehingga lebih efisien dalam

menghilangkan lemak ikan.

Perbedaan kadar lemak selain itu juga dipengaruhi oleh adanya penggunaan metode

perendaman, dimana sifat asam yang dapat memecah lemak mengakibatkan terjadinya

penurunan kandungan lemak dibandingkan perendaman dengan air dan alkali (Litaay dan

Santoso 2013). Fosfat merupakan bahan tambahan yang potensial digunakan pada ikan dan

seafood untuk meningkatkan sifat fungsional produk. Fosfat menyebabkan peningkatan WHC

pada gel sehingga meningkatkan pH (Orawan et al. 2006).

3. Pencucian

Hasil terbaik perendaman kemudian digunakan untuk pembuatan surimi selanjutnya

dengan menggunakan perlakuan pencucian 1, 2, dan 3 kali selama 30 menit. Surimi yang

dihasilkan digunakan untuk pembuatan kamaboko. Kamaboko yang dihasilkan diuji lipat dan

gigit. Hasil analisis ANNOVA menunjukkan bahwa frekuensi pencucian berpengaruh

terhadap uji gigit dan uji lipat kamaboko yang dihasilkan (Fhit > 0,05). Hasil analisis

Page 9: Revisi_hasanah_1

ANNOVA kemudian dilanjutkan dengan uji Dunn. Hasil uji Dunn untuk uji gigit dapat

dilihat pada Gambar 3.

TP P1 P2 P301234567

1,59a

3,77b

6,64c

5,05d

Uji Gigit

perlakuan

rata

-rat

a uj

i gig

it

Ket : TP = Tanpa pencucian P1 = Pencucian satu kali P2 = Pencucian dua kali P3 = Pencucian tiga kali

Gambar 3 Hasil uji gigit kamaboko

Kekuatan gel kamaboko dapat juga dinilai dengan uji gigit. Uji gigit adalah salah satu

uji sensori terhadap kekenyalan dari produk surimi. Analisis ANNOVA menunjukkan bahwa

frekuensi pencucian berpengaruh terhadap kamaboko yang dihasikan kemudian dilakukan uji

lanjut Dunn. Kamaboko yang dibuat dari surimi hasil pencucian satu kali dengan air dingin

memperoleh skor 3,77 yang berarti kamaboko dari surimi mendekati lunak, pencucian dua

kali memperoleh skor 6,64 berarti kamaboko dari surimi kekenyalannya dapat diterima,

pencucian tiga kali memperoleh skor 5,05 berarti kamaboko dari surimi agak lunak.

Kamaboko yang dibuat dari surimi tanpa perlakuan pencucian memperoleh skor 1,59 yang

berarti mendekati hancur. Frekuensi pencucian terbaik untuk uji gigit adalah pencucian dua

kali. Kamaboko yang dihasilkan pada praktikum ini memiliki kekuatan gel yang rendah

sehingga kamaboko yang dihasilkan lunak dan mudah hancur. Hal ini diduga karena

komposisi kimia dari ikan yang digunakan memiliki nilai protein yang kecil. Kekuatan gel

dari kamaboko meningkat pada pencucian pertama dan kedua serta mengalami penurunan

pada pencucian ketiga. Hal ini disebabkan pengaruh peningkatan fraksi protein miofibril

Page 10: Revisi_hasanah_1

daging. Protein ini mempunyai kemampuan dalam pembentukan gel yang terbentuk dengan

adanya proses penggilingan, pemanasan dan pemberian garam. Pemberian garam

menyebabkan protein ini larut dan kemudian membentuk gel. Peningkatan kekuatan gel pada

pencucian satu kali juga disebabkan hilangnya beberapa komponen dalam daging ikan yang

dapat menghambat proses pembentukan gel antara lain protein sarkoplasma, lemak, dan

darah (Uju et al. 2004). Peningkatan kekuatan gel pada pencucian dua kali juga disebabkan

hilangnya beberapa komponen dalam daging ikan yang dapat menghambat proses

pembentukan gel. Penurunan kekuatan gel pada pencucian tiga kali disebabkan ikut larut dan

hilangnya protein miofibril.

Kemampuan membentuk gel surimi menentukan kekuatan gel kamaboko yang

dihasilkannya. Kekuatan gel secara sensori dapat dinilai dengan melakukan uji lipat

kamaboko. Hasil uji lipat kamaboko dapat dilihat pada Gambar 4.

TP P3 P1 P20

0.51

1.52

2.53

3.54

4.5

1,1364a

2,2727b

3,2273d

4,0455c

Uji Lipat

perlakuan

rata

-rat

a uj

i lip

at

Ket : TP = Tanpa pencucian P1 = Pencucian satu kali P2 = Pencucian dua kali P3 = Pencucian tiga kali

Gambar 4 Hasil uji lipat kamaboko

Hasil uji lipat pada praktikum ini, pencucian satu kali memperoleh skor uji lipat

3,2273 berarti retak tetapi bisa menyatu bila dilipat dua. Pencucian dua kali memperoleh skor

4,0455 berarti sedikit retak bila dilipat dua. Pencucian tiga kali memperoleh skor 2,2727

berarti retak mendekati patah. Tanpa perlakuan pencucian memperoleh skor 1,1364 berarti

Page 11: Revisi_hasanah_1

patah seluruhnya bila dilipat dua. Frekuensi pencucian terbaik pada uji lipat adalah pencucian

dua kali. Hasil uji lipat ini sama dengan hasil terbaik dari uji gigit yaitu pencucian dua kali

karena terjadi penghilangan lemak dan komponen yang mempengaruhi pembentukan gel

sehingga kekuatan gel meningkat dan kamaboko yang dilipat retak tetapi bisa menyatu bila

dilipat dua dibandingkan dengan kamaboko tanpa pencucian, pencucian satu dan tiga kali.

Hasil penenlitian yang dilakukan Santoso et al. (2009a) terhadap ikan layang menunjukkan

bahwa pencucian 2 kali menghasilkan kekuatan surimi gel tertinggi. Park dan Lin (2005)

menyatakan bahwa pencucian merupakan tahapan yang penting khususnya untuk ikan-ikan

yang mempunyai kemampuan membentuk gel yang rendah. Semakin baik hasil uji lipat

(makin sukar retak) tersebut, maka dapat dinyatakan mutu gel ikan yang dihasilkan juga

semakin baik.

Kekuatan gel menentukan mutu kamaboko yang dihasilkan. Kekuatan gel kamaboko

pada pencucian 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 5.

kontrol

P1

P2

P3

574.65

510.35134.4

66.2

kekuatan gel

Gambar 5 Kekuatan gel kamaboko pada pencucian 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada

Kekuatan gel kamaboko pada praktikum ini semakin menurun dengan semakin

banyaknya pencucian. Kekuatan gel kamaboko terbaik ada pada kontrol (tanpa pencucian).

Chen et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan siklus pencucian dengan waktu yang

lama akan meningkatkan hidrasi daging lumat dan degradasi protein miofibril, yang akhirnya

menghambat kemampuan membentuk gel.

Page 12: Revisi_hasanah_1

PLG adalah kelompok protein miofibril yang tersusun oleh aktin dan miosin sebagai

penyusun utamanya. Sifat dari miofibril adalah mudah larut garam dengan kosentrasi 2-3%.

PLG bertanggung jawab terhadap kualitas surimi karena memiliki kemampuan untuk

memebentuk struktur tuga dumensi sel. Nilai PLG kamboko pada pencucian satu, dua, dan

tiga kali dapat dilihat pada Gambar 6.

kontrol

P1

P2

P3

1.74

00.15

0.15

PLG

Gambar 7. Nilai PLG kamboko pada pencucian satu, dua, dan tiga kali

Nilai PLG berbanding lurus dengan nilai kekuatan gel. Nilai PLG mengalami

penurunan dari kontrol, pencucian 1, pencucian 2 dan sama untuk pencucian 3. Hal ini

disebabkan karena adanya degradasi miofibril selama pencucian. Chen et al. (1997)

menyatakan bahwa penambahan siklus pencucian dengan waktu yang lama akan

meningkatkan hidrasi daging lumat dan degradasi protein miofibril, yang akhirnya

menghambat kemampuan membentuk gel.

Nilai pH merupakan parameter yang penting dalam analisis surimi. Hal ini terkait

dengan sifat fungsional dari surimi. Mutu daging ikan segar dapat diindikasikan dengan nilai

pH yang mendekati netral antara 6,8-7,2 Nilai Ph kamaboko pada pencucian satu, dua, dan

tiga kali dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 13: Revisi_hasanah_1

kontrol

P1

P2

P3

6.55

6.53

7

6.76

pH

Gambar 6. Nilai pH kamaboko pada pencucian satu, dua, dan tiga kali

Nilai pH kamaboko pada untuk semua perlakuan menunjukkan bahwa ikan yang

digunakan adalah ikan bermutu daging segar. pH tertinggi terdapat pada perlakuan pencucian

dua kali. Pada pH 7 dihasilkan pembentukan gel terbaik sehingga nilai uji lipat dan uji gigit

terbaik pada pencucian dua kali. Liu et al. (2010) melaporkan pembentukan gel pada daging

ikan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix) terjadi pada pH 5,5-7,5, sedangkan pada pH

8-9 tidak terbentuk gelasi.

Kadar air merupakan faktor penting yang mempengaruhi mutu dari bahan dan produk

pangan. Nilai kadar air kamaboko dengan pencucian satu, dua, dan tiga kali dapat dilihat

pada Gambar 9.

kontrol

P1

P2

P3

77.2

76.6

76.19

79.88

kadar air

Gambar 10. Nilai kadar air kamaboko dengan pencucian satu, dua, dan tiga kali

Page 14: Revisi_hasanah_1

Nilai kadar air mengalami penurunan pada pencucian satu dan dua kali dan

mengalami peningkatan pada pencucian tiga. Peningkatan kadar air pada pencucian 3 kali

disebabkan semakin banyak frekuensi pencucian semakin banyak air yang tertahan

sehingga kadar airnya tinggi

Jenis cryoprotectant

Pada proses pembuatan surimi, penambahan cryoprotectan berfungsi untuk mencegah

denaturasi protein selama penyimpanan. Proses pembuatan surimi pada praktikum ini

menggunakan tiga perlakuan yaitu surimi tanpa cryoprotectant, surimi dengan cryoprotectant

komersil (sorbitol 4%, sukrosa 4% dan sodium triposphate 0,5%) dan surimi dengan

cryoprotectant trehalosa 4%. Nilai kekuatan gel selama penyimpanan dengan surimi tanpa

cryoprotectant, surimi dengan cryoprotectant komersil (sorbitol 4%, sukrosa 4% dan sodium

triposphate 0,5%) dan surimi dengan cryoprotectant trehalosa 4% dapat dilihat pada Gambar

11.

minggu 0

minggu 1

minggu 2

minggu 3

510.35

428.15225.55167.9

510.35

319.25

340.25

236.45

510.35

355.5

237.7

354.15

Tanpa cryoprotec-tant

Sorbitol, gula dan STPP

Trehalosa

Gambar 11. Nilai kekuatan gel selama penyimpanan

Kekuatan gel kamaboko yang dihasilkan mengalami penurunan setiap minggunya

secara keseluruhan untuk semua perlakuan karena terjadi degradasi protein selama proses

penyimpanan. Pada minggu ke-3 penyimpanan, kekuatan gel kamaboko tertinggi terdapat

pada cryoprotectant dengan trehalosa diikuti dengan cryoprotectant (sorbitol, gula, dan

Page 15: Revisi_hasanah_1

STPP), dan tanpa cryoprotectant. Trehalosa merupakan cryoprotectant yang dapat

melindungi dari suhu serta menginaktifkan enzim. Penambahan trehalosa kosentrasi 5-7,5%

akan meningkatkan air yang tidak beku dan mencegah denaturasi protein karena

penyimpanan. Trehalosa memiliki peran yang paling besar dalam menghambat denaturasi

protein yang ditunjukkan dengan efektivitas aktivitas Ca2+ ATPase dan kelatutan protein jika

dibandingkan dengan sukrosa dan sorbitol. Breaking force dan deformation paling tinggi

terjadi pada surimi dengan penambahan trehalosa 8 % dan dapat bertahan untuk penyimpanan

24 minggu (Rodiana et al. 2010).

Penurunan nilai kekuatan gel berbanding lurus dengan penurunan PLG. Nilai PLG

selama penyimpanan dengan jenis cryoprotectant yang berbeda dapat dilihat pada Gambar

12.

minggu 0

minggu 1

minggu 2

minggu 3

0

3.115

3.125

3.09 0 4.275

3.43

3.4550 3.22

3.305

3.97

Tanpa cryoprotec-tant

Sorbitol, gula dan STPP

Trehalosa

Gambar 12. PLG selama penyimpanan dengan jenis cryoprotectant yang berbeda

PLG secara keseluruhan mengalami penurunan setiap minggunya selama

penyimpanan. Hal ini disebabkan adanya degradasi protein yang menyebabkan perubahan

sifat fungsional miofibril serta adanya aktivitas enzim proteinase. Faktor yang mempengaruhi

perubahan sifat fungsional protein miofibril antara lain degradasi protein yang dapat

disebabkan oleh aktivitas bakteri dan enzim, denaturasi protein akibat penyimpanan dingin

Page 16: Revisi_hasanah_1

(Choi et al 2005). Penurunan nilai PLG selama penyimpanan dingin diduga disebabkan juga

oleh aktivitas enzim proteinase seperti katepsin D, kalpain, dan alkali proteinase yang banyak

terdapat pada protein sarkoplasma (Benjakul et al. 1996). Penelitian Rawdkuen et al. (2009)

yang mengatakan bahwa penurunan kadar PLG berbanding lurus dengan kekuatan gel, kadar

PLG yang rendah akan berakibat pada rendahnya kekuatan gel yang dimiliki oleh surimi.

Menurunnya konsentrasi protein larut garam akan menyebabkan ketegangan menurun dan

kemampuan untuk membentuk gel juga akan ikut menurun. Nilai PLG tertinggi pada minggu

ke-3 adalah trehalosa. Hal ini disebabkan trehalosa dapat menghambat denaturasi paling

besar jika dibandingkan dengan cryoprotectant jenis lainnya sehingga perubahan sifat

fungsional protein miofibrilnya paling kecil diantara tanpa cryoprotectant dan cryoprotectant

komersil (sorbitol 4%, sukrosa 4% dan sodium triposphate 0,5%).

Derajat keasaman (pH) mempengaruhi kelarutan protein. Kelarutan protein akan

menentukan kekuatan gel yang dihasilkan. Nilai pH kamaboko dengan jenis cryoprotectant

yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13.

minggu 0

minggu 1

minggu 2

minggu 3

6.53

6.75

6.64

6.69

6.53

6.87

6.92

6.98

6.53

6.56

6.59

6.7

Tanpa cry-oprotectant

Sorbitol, gula dan STPP

Trehalosa

Gambar 13. Nilai pH kamaboko dengan jenis cryoprotectant yang berbeda selama

penyimpanan

Page 17: Revisi_hasanah_1

Nilai pH secara keseluruhan mengalami peningkatan sampai pada minggu ke-3.

Kenaikan nilai pH disebabkan proses autolisis yang dapat menguraikan protein sehingga

tercipta kondisi optimum bagi tumbuhnya mikroflora pembusuk dengan menghasilkan

senyawa biogenik amin. Nilai pH tertinggi pada minggu ke-3 terdapat pada cryoprotectant

(sorbitol, gula, STPP) diikuti dengan trehalosa dan tanpa cryoprotectant. Perbedaan nilai pH

ini disebabkan perbedaan sifat bahan yang digunakan pada cryoprotectant. Trehalosa

memiliki peran yang paling besar dalam menghambat denaturasi protein yang ditunjukkan

dengan efektivitas aktivitas Ca2+ ATPase dan kelarutan protein jika dibandingkan dengan

sukrosa dan sorbitol (Rodiana et al. 2010) sehingga menyebabkan kenaikan pH trehalosa

lebih kecil jika dibandingkan dengan sorbitol, sukrosa, dan sodium tripolifosfat.

Kadar air merupakan faktor yang penting dalam penyimpanan suatu bahan atau

produk pangan. Kadar air dengan cryoprotectant berbeda dapat dilihat pada Gambar 14.

Kadar air mengalami peningkatan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-3 untuk trehalosa dan

tanpa cyoprotectant serta menurun untuk cryoprotectant komersil. Hal ini disebabkan karena

cryoprotectant trehalosa lebih efektif dalam melindungi dan mengikat air kamaboko daripada

cryoprotectant komersil sehingga lebih efektif mempertahankan kadar air selama

penyimpanan. Penambahan trehalosa kosentrasi 5-7,5% akan meningkatkan air yang tidak

beku dan mencegah denaturasi protein karena penyimpanan. Trehalosa memiliki peran yang

paling besar dalam menghambat denaturasi protein yang ditunjukkan dengan efektivitas

aktivitas Ca2+ ATPase dan kelarutan protein jika dibandingkan dengan sukrosa dan sorbitol

(Rodiana et al. 2010)

Page 18: Revisi_hasanah_1

minggu 0

minggu 1

minggu 2

minggu 3 76.60%80.29%

81.27%

78.12% 76.60%

75.49%76.13%

76.28%

76.60%

79.68%

77.00%

79.46%

Tanpa cryopro-tectant

Sorbitol, gula dan STPP

Trehalosa

Gambar 14. Kadar air dengan cryoprotectant berbeda selama penyimpanan

Sorbitol dengan kosentrasi 4 % berpengaruh melindungi surimi dari pengeringan

selama penyimpanan. Sorbitol berfungsi untuk mempertahankan sifat fungsional surimi

karena meningkatkan interaksi hidrofobik antara protein-sorbitol komplek sehingga

membantu menstabilkan struktur protein tiga dimensi. Disakarida seperti trehalosa juga

berpengaruh melindungi surimi dari pengeringan selama penyimpanan (Santana et al. 2012).

Uji gigit merupakan uji sensori yang dilakukan terhadap kekenyalan surimi. Nilai uji

gigit dengan jenis cryoprotectant berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar

15.

Page 19: Revisi_hasanah_1

Minggu 0 Minggu I Minggu II Minggu III0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

3.77a3.2a 3.3a

3.88a3.77a

7.1b

4.65b

7.06b

3.77a

7.5b 7.75c 7.63b

Uji Gigit

TCCKCT

Gambar 15. Nilai uji gigit dengan jenis cryoprotectant berbeda selama penyimpanan

Hasil uji gigit menunjukkan terjadi peningkatan selama penyimpanan untuk

kamaboko tanpa cryoprotectant. Uji gigit untuk cryoprotectant komersial mengalami

peningkatan pada minggu ke-1 dan mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan ke-3. Uji

gigit untuk cryoprotectant trehalosa mengalami penurunan pada minggu ke-1 dan

peningkatan pada minggu ke-2 dan ke-3. Cryoprotectant terbaik pada uji gigit dengan

menggunakan cyrprotectant komersil. Pada minggu ke-0, uji gigit menunjukkan bahwa

kamaboko memiliki daya lenting lemah. Pada minggu ke-1, kamaboko dengan cryoprotectant

trehalosa memiliki daya lenting lemah sedangkan cryoprotectant komersil dan tanpa

cryoprotectant memiliki daya lenting agak kuat. Pada minggu ke-2, kamaboko dengan

cryoprotectant trehalosa memiliki daya lenting lemah, cryoprotectant komersil memiliki daya

lenting agak kuat, dan cryoprotectant memiliki daya lenting agak lemah. Pada minggu ke-3,

kamaboko dengan cryoprotectant trehalosa memiliki daya lenting lemah sedangkan

cryoprotectant komersil dan tanpa cryoprotectant memiliki daya lenting agak kuat. Hasil uji

gigit terbaik terdapat pada kamaboko tanpa cryoprotectant. Hasil uji gigit ini berbanding

terbalik dengan nilai kekuatan gel dan PLG yang mengalami penurunan seiring dengan

lamanya penyimpanan. Hal ini mungkin disebabkan karena tingkat pengamatan setiap orang

Page 20: Revisi_hasanah_1

berbeda-beda dan ketidakstabilan protein selama penyimpana Cryoprotectant sorbitol dan

sukrosa berfungsi untuk meningkatkan nilai kekuatan gel karena bersifat mengikat air

(Aminudin et al. 2013).

Hasil uji gigit untuk cryoprotectant komersil (sorbitol, sukrosa, sodium tripolisposfat)

memiliki skor 7 dengan daya lenting agak kuat pada minggu ke-3. Skor ini mendekati dengan

penelitian Kamal et al. (2005) yang menggunakan kombinasi cryoprotectant (sorbitol 4%,

sukrosa 4%, dan polyposfat 0,3%) memiliki nilai uji gigit dengan skor 8 mulai dari minggu

ke-1 sampai minggu ke-3. Penambahan cryoprotectant (sorbitol 4%, sukrosa 4%, dan

polyposfat 0,3% atau sodium tripolyfosfat 0,3%) memiliki efek yang sinergis dalam

membentuk gel.

Uji lipat kamaboko berhubungan dengan nilai kekuatan gel surimi. Uji lipat

merupakan penilaian sensori terhadap kekuatan gel. Hasil uji lipat kamaboko dengan jenis

cryoprotectan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16.

Minggu 0 Minggu I Minggu II Minggu III0

1

2

3

4

5

6

3.22a

1.75a 1.6a1.88a

3.22a

4.6b

2.45b

4.88b

3.22a

4.6b4.85c 4.81b

Uji Lipat

TCCKCT

Gambar 16. Uji lipat kamaboko dengan jenis cryoprotectan selama penyimpanan

Uji lipat kamaboko mengalami peningkatan untuk tanpa cryoprotectant pada setiap

minggu, cryoprotectant trehalosa daya lentingnya mengalami penurunan pada minggu ke-1

dan ke-2 dan mengalami peningkatan pada minggu ke-3, dan cryoprotectant komersil

Page 21: Revisi_hasanah_1

mengalami peningkatan pada minggu ke-1 dan penurunan pada minggu ke-2 serta

peningkatan pada minggu ke-3. Uji lipat terbaik adalah tanpa cryoprotectant. Hasil uji lipat

yang dihasilkan berbeda dengan hasil uji lipat pada umumnya yang akan mengalami

penurunan selama penyimpanan. Hasil uji lipat juga berbanding terbalik dengan nilai

kekuatan gel dan PLG. Hal ini mungkin disebabkan karena uji lipat merupakan uji sensori

berdasarkan pengamatan setiap panelis terhadap produk kamaboko. Hasil uji lipat untuk

cryoprotectant komersil (sorbitol, sukrosa, sodium tripolisposfat) memiliki skor 4,88 yang

berarti mendekati kualitas AA. Skor ini mendekati dengan penelitian Kamal et al. (2005)

yang menggunakan kombinasi cryoprotectant (sorbitol 4%, sukrosa 4%, dan polyposfat

0,3%) memiliki nilai uji lipat dengan kualitas AA mulai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-

3. Penambahan cryoprotectant (sorbitol 4%, sukrosa 4%, dan polyposfat 0,3% atau sodium

tripolyfosfat 0,3%) memiliki efek yang sinergis dalam membentuk gel.

KESIMPULAN

Ikan lele pada praktikum ini memiliki kadar protein yang rendah. Penggunaan

Na2HPO4 dan Na2HCO3 berpengaruh terhadap proses defatting. Bahan terbaik untuk proses

defatting menggunakan Na2HPO4 kosentrasi 2% selama 10 menit. Frekuensi pencucian

berpengaruh terhadap uji gigit, uji lipat, kekuatan gel, PLG, pH, dan kadar air yang

dihasilkan. Frekuensi pencucian terbaik adalah pencucian dua kali. Penggunaan jenis

cryoprotectant berpengaruh terhadap kamaboko yang dihasilkan selama penyimpanan.

Cryoprotectant terbaik untuk kekuatan gel, PLG, pH, dan kadar air selama penyimpanan

adalah cryoprotectant trehalosa sedangkan jenis cryoprotectant terbaik untuk uji gigit dan

lipat adalah tanpa cryoprotectant.

Page 22: Revisi_hasanah_1

Aminudin N, YS Darmanto, Apri Dwi Anggo. 2013. Pengaruh asam tanat, sukrosa, dan sorbitol terhadap kualitas surimi ikan Swangi (Priacanthus tayenus) selama penyimpanan suhu -5°C. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perairan. 2 (2) : 1-13.

Choi JY, Kang IK, Lanier TC. 2005. Proteolytic enzymes and control in surimi. Di dalam Park JW (ed). Surimi and Surimi Seafood 2nd edition. CRC Press, Boca Raton. P 227-277.

Kamal M, M. Ismail Hossain, M.N. Sakib, FH Shikha, M. Neazudin, M.A.J Bapary, M.N Islam. 2005. Effect salt cocentration and cryoprotectant on gel forming ability of surimi prepared from Queen Fish (Chorinemus lysan) during frozen storage. Pakistan Journal of Biological Sciences. 8 (6) : 793-797.

Karayannakidis PD, Zotos A, Petridis D, Taylor KDA. 2007. The effect of initial wash at acidic and alkaline pHs on the properties of protein concentrate (kamaboko) products from sardine (Sardina pilchardus) samples. Journal of Food Engineering 78: 775–783.

Lertwittayanon K, Soottawat Benjakul, Sajid Maqsood, Angel B Encamacion. 2013. Effect of different salts on dewatering properties of yellowtail barracuda surimi. International Aquatic Research. 5 (10) : 1-12.

Lestari Susi. Penggunaan bahan pencuci alkali dan perendaman fillet dalam pembuatan surimi pada formulasi pempek patin (Pangasius pangasius). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Litaay C, Joko Santoso. 2013. Pengaruh perbedaan metode perendaman dan lama perendaman terhadap karakteristik fisiko kimia tepung ikan Cakalang (Katsuwonus pelanis). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (1) : 85-92.

Park JW, Lin TMJ. 2005. Surimi : Manufacturing and Evaluation. Dalam Park JW (ed.). Surimi and Surimi Seafood. 2nd edition. New York : CRC Press.2: 35-98.

Rosa R, Bandara NM, Nunes ML. 2007. Nutritional quality of African catfish Clarias gariepinus (Burchell 1822): a positive criterion for the future development of the European production of Silurodei. International Journal of Food Science and Technology 42 : 342-351.

Rodiana N, Nurul H, Noryati I. 2010. Loss of functional properties of proteins during frozen storage and improvement of gel forming properties of surimi. Asian journal of Food and Agro Industry. 3(06) : 535-547.

Santana P, Huda N, Yang TA. 2012. Technology for production of surimi powder and potential of application. International Food Research Journal. 19(4) : 1313-1323.

Santoso J, Fie Ling, Ratna Handayani. 2010. Pengaruh pengkomposisian dan penyimpanan karakteristik surimi ikan Pari (Trygon sp) dan ikan Kembung (Rastreligger sp).

Page 23: Revisi_hasanah_1

Suharyanto. 2007. Komposisi proksimat nikumi (surimi like) curing pada beberapa jenis daging yang dicuci (leached) dengan cara kominusi berbeda. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 2 (2) : 91-96.

Uju, Rudy Nitibaskara, Bustami Ibrahim. 2004. Pengaruh frekuensi pencucian surimi terhadap mutu produk bakso ikan jangilus (Istiophorus sp). Buletin Teknologi Hasil Perairan. 8 (2) : 1-10.