ringkasan ksmb pt aal
DESCRIPTION
Ringkasan KSMB PT AALTRANSCRIPT
RANGKUMAN CEO AND ENTREPRENEURIAL FORUM
“SUSTAINABILITY PRACTICES IN OIL PALM PLANTATION AT
PT ASTRA AGRO LESTARI, TBK”
(NARASUMBER : IR. WIDYA WIRYAWAN, MBA)
Mata Kuliah : Kapita Selekta Manajemen Bisnis
Dosen : Prof. Dr. Ir. E.Gumbira Sa’id, M.ADev
Oleh: Kelompok Yellow B1. Aprilia Sukmawati P056111061.472. Dian Luthfianingtyas P056111141.473. Febi Muryanto P056111171.474. Iradati Zahra P056111201.475. Irfan Handrian P056111211.47
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2012
I. RINGKASAN
I.1. Pendahuluan
CEO Forum yang diadakan oleh MB IPB kali ini mengundang Bapak
Widya Wiryawan yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur PT Astra Agro
Lestari, Tbk. Dalam kesempatan ini Beliau memaparkan tentang pengelolaan
perkebunan kelapa sawit yang lestari di PT Astra Agro Lestari, Tbk (PT AAL).
Diskusi yang berkembang sangat menarik dan dapat memberikan wawasan
khususnya bagi mahasiswa yang mendalami ilmu agribisnis. Dalam paparannya,
Beliau menekankan bagaimana menjalankan bisnis tanpa merusak lingkungan dan
mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat di sekitar perkebunan yang
dikelola yang pada akhirnya memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian
nasional.
Beliau memaparkan bahwa pengembangan sektor kelapa sawit di
Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama
periode 1980-an. Semula pelaku perkebunan kelapa sawit hanya terdiri atas
Perkebunan Besar Negara (PBN), namun pada tahun yang sama pula dibuka
Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) melalui pola PIR
(Perkebunan Inti Rakyat) dan selanjutnya berkembang pola swadaya. Data dari
Direktorat Jenderal Perkebunan (2009) menunjukkan pada tahun 1980 luas areal
kelapa sawit adalah 294.000 ha dan pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa
sawit diperkirakan sudah mencapai 7,32 juta ha dimana 47,81% dimiliki oleh
PBS, 43,76% dimiliki oleh PR, dan 8,43% dimiliki oleh PBN. Pada tahun 2009,
Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan
jumlah produksi diperkirakan sebesar 20,6 juta ton minyak sawit, kemudian
diikuti dengan Malaysia dengan jumlah produksi 17,57 juta ton. Produksi kedua
negara ini mencapai 85% dari produksi dunia yang sebesar 45,1 juta ton
(Bappenas, 2010).
2
Gambar 1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Dunia
Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan
komoditi ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2008 mencapai 80%
total produksi. India adalah negara tujuan utama ekspor kelapa sawit Indonesia,
yaitu 33% dari total ekspor kelapa sawit, kemudian diikuti oleh Cina sebesar 13%,
dan Belanda 9% (Oil World, 2010). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
sebagian besar berada di pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan. Berdasarkan
provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia
dengan produksi mencapai 24% dari produksi nasional pada tahun 2009,
sementara Jambi menyumbang minyak sawit sebesar 7,70% dari produksi
nasional dengan luas lahan mencapai 8,82% dari luas lahan nasional. Stakeholders
industri kelapa sawit menyadari bahwa kelapa sawit telah menunjukkan kontribusi
yang signifikan dalam perekonomian global dan nasional bahkan lokal.
Tabel 1. Konsumsi Minyak Nabati Dunia (Jumlah dalam Juta Ton)
(Sumber : Oil Wolrd, 2010)
3
Minyak sawit telah menjadi bagian dari minyak nabati dunia dan
kontribusinya cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Oil World (2010)
mencatat produksi minyak sawit tahun 2009 (45,1 juta ton = 34% dari minyak
nabati dunia) naik sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 1980, sementara minyak
kedelai pada periode yang sama hanya naik 2,7 kali lipat. Pada tataran nasional
dan lokal, minyak sawit telah mampu berkontribusi dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan/lapangan kerja, pendahuluan
pembangunan sosial dan pengurangan kemiskinan, pengembangan wilayah,
pemenuhan kebutuhan pangan dan non-pangan dan ekspor yang mendatangkan
devisa bagi negara.
I.2. Gambaran Umum Perusahaan
PT Astra Agro Lestari (PT AAL) pada awalnya didirikan dengan nama
PT Suryaraya Cakrawala berdasarkan Akta No. 12 tanggal 3 Oktober 1988 yang
kemudian dirubah dengan nama PT Astra Agro Niaga dengan Akta No. 9
tanggal 4 Agustus 1989. Akta nama telah mendapat persetujuan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No.
C2.10099.HT.01.01-Th89 tanggal 31 Oktober 1989 dan telah didaftarkan di
Pengadilan negeri Jakarta Pusat di bawah No.2553/1989 tanggal 9 November
1989 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 101
tanggal 19 Desember 1989, Tambahan No. 3626. Pada tahun 1997, PT AAL
melakukan Penawaran Umum Saham kepada masyarakat sebanyak 10% dari
modal disetor dan ditempatkan pada waktu itu, atau senilai Rp.125.800.000
saham, dengan nilai nominal Rp.500 untuk setiap lembar saham.
PT AAL merupakan perusahaan dari kelompok Astra International, yang
mengkhususkan diri, tumbuh dan berkembang menjadi perkebunan minyak sawit
terkemuka di Indonesia. Kantor pusat PT AAL berlokasi di Jl. Puloayang Raya
Blok OR-1, Kawasan Industri Pulogadung. PT AAL bergerak dalam bidang
usaha perkebunan, pengolahan, dan penjualan minyak goreng serta penyertaan
modal kepada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan
kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan pengolahan serta penjualan hasil perkebunan
tersebut.
4
PT AAL memiliki visi untuk “menjadi perusahaan agribisnis yang paling
produktif dan paling inovatif di dunia”. Sedangkan misi perusahaan adalah “untuk
menjadi panutan dan berkontribusi pada pembangunan dan kesejahteraan bangsa”.
Dalam melaksanakan usahanya, perusahaan berprinsip pada Community
Development (CD), yang diartikan sebagai segala upaya perbaikan kondisi
kehidupan masyarakat, dengan sebanyak-banyaknya menggerakkan inisiatif
mereka sendiri. Berdasarkan pemahaman ini maka CD dilaksanakan dengan
partisipasi masyarakat sebagai subjek sekaligus pusat dari seluruh aktivitas. PT
AAL juga memberikan pendampingan dan menyediakan pelayanan teknis/jasa
dalam rangka mendorong masyarakat ke arah swadaya (self help) dengan
memanfaatkan segenap potensi lokal yang tersedia.
PT AAL melaksanakan kegiatan usaha mulai dari penanaman, panen,
pengolahan dan perdagangan hasil tanaman yang dilaksanakan baik oleh PT
AAL sendiri maupun yang dioperasikan oleh 42 anak perusahaan, yang
terdiri dari 30 perusahaan yang bergerak dalam bidang kelapa sawit, 2
perusahaan dalam bidang karet, 4 perusahaan dalam bidang kakao, 5 perusahaan
dalam bidang perkebunan teh, serta 1 perusahaan dalam bidang penjualan minyak
goreng.
I.3. Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit dan CPO PT Astra Agro
Lestari
Sebagai salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia, PT
AAL mengelola area perkebunan dengan luas total 263.281 hektar, termasuk
perkebunan inti dan plasma (petani) di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
dengan usia tanaman rata-rata 14 tahun. PT AAL telah berhasil mengubah
perusahaan kelapa sawit menjadi kesempatan emas dimana produktifitas
komoditas kelapa sawit yang dikelolanya semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Hingga bulan Mei 2012, PT AAL mencatat produksi CPO mencapai
514.979 ton atau tumbuh 6% dibandingkan dengan periode tahun 2011 yang
mencatatkan jumlah produksi sebesar 485.889 ton. Pada periode yang sama juga,
produksi Tandan Buah Segar (TBS) perseroan meningkat 6,1% atau mencapai
1,97 juta ton dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Produksi kernel
5
hingga akhir Mei 2012 juga mengalami pertumbuhan sebesar 12,6% atau menjadi
113.565 ton dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Gambar 2. Komposisi Pendapatan PT Astra Agro Lestari Tahun 2011
Terkait dengan kinerja, pada kuartal I pada tahun 2012, emiten Bursa Efek
Indonesia berkode saham PT. Astra Agro Lestari Tbk ini mencatatkan laba
periode berjalan senilai Rp.390,58 miliar atau anjlok 42,757% dibandingkan
periode yang sama 2011 yang sebesar Rp 682,23 miliar. Penuruna laba ini terjadi
seiring dengan penurunan pendapatan bersih sebesar 6,52% menjadi Rp.2,58
triliun dibandingkan periode yang sama 2011 senilai Rp 2,76 triliun. Selain itu,
penurunan ini juga dipicu oleh kenaikan beban pokok pada kuartal I-2012 menjadi
Rp.1,84 triliun dibandingkan periode yang sama 2011 senilai Rp.1,68 triliun.
Hingga akhir Maret 2012, total aset perseroan mencapai Rp 10,83 triliun atau
meningkat dibandingkan kuartal I-2011 yang senilai Rp.10,20 triliun.
Produksi minyak sawit mentah (CPO) PT. Astra Agro Lestari Tbk naik
17,3% menjadi 92.116 ton pada Januari 2011 dibandingkan dengan 78.524 ton
pada Januari 2010. Adapaun produksi minyak nabati utama dunia di 2010 tercatat
sebesar 121,7 juta ton, naik 4,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Meskipun produksi meningkat, harga saham perseroan yang berkode PT. Astra
Agro Lestari Tbk itu terkoreksi pada perdagangan sebanyak Rp700 atau sebesar
3,4% ke level Rp22.300. Harga itumembentuk kapitalisasi pasarnya sebesar
Rp35,12 triliun.
6
I.4. Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit secara Lestari di PT Astra Agro
Lestari
A. Zero Waste Management
Sejak tahun 2006 PT Astra Agro Lestari selalu melakukan proses
identifikasi dan assesmen HCV (High Conservation Value) untuk areal-areal baru
sebelum dimulainya kegiatan pembukaan lahan. Perusahaan berkomitmen
melakukan konservasi terhadap areal yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi
(High Conservation Value/HCV) pada setiap kebun baru. Hal ini dijalankan
perusahaan melalui :
1. Pencegahan Kebakaran Lahan
PT AAL menerapkan kebijakan zero burning, dimana dalam pelaksanaan
kegiatan seperti pembukaan lahan senantiasa dilakukan dengan mekanisasi,
tanpa bakar, sehingga tidak menimbulkan polusi udara. Salah satu upaya PT
AAL dalam mengantisipasi kebakaran lahan adalah dengan menyediakan
sarana prasarana dan tim kesiapsiagaan tanggap darurat. Sampai tahun 2009,
perusahaan telah memiliki 32 unit mobil pemadam kebakaran.
2. Pengelolaan Limbah
Perusahaan menerapkan prinsip produksi bersih dan dikenal dengan istilah 6 R,
yaitu :
a. Refine adalah proses merancang atau mengubah desain alat dan material
untuk meminimalkan limbah.
b. Reduce adalah proses untuk mengurangi volume dan resiko limbah.
c. Reuse adalah menggunakan kembali limbah pada proses yang sama.
d. Recycle adalah menggunakan kembali limbah melalui proses tertentu.
e. Recovery adalah mengambil unsur dari limbah yang bermanfaat.
f. Retrieve to energy adalah memanfaatkan limbah sebagai bahan bakar.
Penerapan produksi bersih oleh PT AAL dilakukan secara terus menerus
melalui QCC (Quality Control Circle), SS (Suggestion System) dan QCP (Quality
Control Project). Hasil penyempurnaan ini dapat dijadikan standar dalam
penerapan produksi bersih.
Hampir seluruh limbah di perkebunan kelapa sawit milik PT AAL dapat
bermanfaat dan memberikan nilai tambah, diantaranya :
7
1. Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan di perkebunan kelapa sawit berupa tandan
kosong (empty bunch), cangkang & sabut (fiber). Tandan kosong yang
dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit diaplikasikan ke kebun kelapa
sawit sebagai pupuk tambahan. Pada tahun 2009, jumlah tandan kosong
meningkat sebanyak 19% dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan jumlah
tandan buah segar yang diolah juga meningkat. Cangkang dan serabut (fiber)
juga dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil pada boiler yang
digunakan menggerakkan generator yang memenuhi kebutuhan listrik di pabrik
kelapa sawit dan perumahan di sekitarnya. Pada tahun 2009, jumlah cangkang
dan fiber yang digunakan sebagai bahan bakar meningkat dari tahun
sebelumnya.
2. Pemanfaatan Limbah Cair
Limbah cair dari pabrik kelapa sawit diolah dengan proses biologi bersistem
anaerob. Hasil pengolahan limbah cair, seluruhnya dimanfaatkan sebagai
pupuk di kebun kelapa sawit. Limbah cair ini dapat menggantikan pupuk kimia
seperti urea, kieseritte dan phosphate. Limbah cair sejumlah 375 m3 dapat
menggantikan kebutuhan pupuk kimia pada lahan 1 ha/th.
3. Pengomposan
Perusahaan melakukan pengomposan dalam pemanfaatan limbah cair dan
limbah padat yang dihasilkan pabrik kelapa sawit. Pengomposan dipercaya
dapat meningkatkan efektifitas limbah yang digunakan sebagai pupuk
sekaligus dapat mengurangi emisi gas metan yang dihasilkan oleh limbah cair
di kolam anaerobik. Pemanfaatan sebagai limbah cair untuk menyiram
rajangan tandan kosong pada proses pengomposan berarti mengurangi volume
limbah cair pada kolam anaerobik yang berarti mengurangi pelepasan gas
metan yang dihasilkan oleh proses anaerobik.
4. Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya)
Limbah B3 di perkebunan kelapa sawit adalah oli bekas dan aki bekas.
Persyaratannya adalah penyimpanan sementara limbah B3 adalah memiliki
tempat penyimpanan sesuai standar, berizin dan disalurkan ke pengumpul
resmi.
8
5. Pengelolaan Limbah Udara
Limbah udara dari proses pengolahan kelapa sawit bersumber dari boiler dan
genset.Perusahaan secara konsisten melakukan pengukuran dan pemantauan
kualitas emisi udara cerobong dan udara ambient. Pengukuran ini dilakukan
oleh laboratorium eksternal yang telah diakreditasi, diantaranya: Laboratorium
Hiperkes Jakarta, Hiperkes Medan dan Hiperkes Makasar.
B. Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
Dalam pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest
Management), PT Astra Agro Lestari mengawali dengan melaksanakan “Early
Warning System“ secara periodik satu bulan sekali untuk mengetahui status hama
dan penyakit yang dapat dipantau melalui program GIS yang terkoneksi dari
kantor pusat ke seluruh kebun.
Upaya pengelolaan hama secara ramah lingkungan ini diutamakan dalam
mengelola hama utama tanaman Kelapa sawit. Sejak akhir tahun 1996 Perusahaan
telah memanfaatkan burung hantu Tyto alba sebagai agen hayati pengendalian
hama tikus, hingga kini populasi Tyto alba telah mencapai 6.584 ekor (induk
jantan dan betina) yang telah mengokupasi seluas 98,760 ha areal Kelapa sawit,
dengan cakupan luasan kebun sawit 113,777.04 ha (52.71% dari total luas areal
kebun Perusahaan). Sampai saat ini pengembangan Tyto alba terus dikembangkan
ke lokasi kebun lain dan areal baru.
Perusahaan memiliki kebijakan lingkungan untuk menjaga keseimbangan
ekosistem serangga bermanfaat di lingkungan perkebunan kelapa sawit dengan
meminimalkan penggunaan insektisida kimiawi sintetis yang digunakan secara
selektif. PT AAL juga memanfaatkan insektisida hayati Bacillus thuringiensis
yang tidak membahayakan serangga parasitoid dan predator sehingga memberi
kesempatan untuk berkembang. Selain itu juga dilakukan pengembangbiakan
secara massal serangga predator Sycanus sp sebagai agen hayati ulat pemakan
daun di dalam laboratorium serta melepaskannya di areal perkebunan.
PT AAL juga menerapkan kebijakan “zero burning” dalam program
peremajaan tanaman (replanting). Mekanisasi pada peremajaan tanaman
berpotensi menghadirkan hama kumbang tanduk, sebab batang-batang kelapa
sawit yang melapuk merupakan habitat yang cocok untuk tempat bertelur dan
9
tempat perkembang biakan hama kumbang tanduk. PT AAL mengatasi
permasalahan ini secara ramah lingkungan dengan memusnahkan sumber
breeding site secara mekanis maupun secara biologis dengan menaburkan
cendawan Metharizium anisopliae yang dikombinasikan dengan pemasangan
feromon trap, sedangkan aplikasi insektisida kimiawi dilakukan secara selektif.
Dalam melaksanakan manajemen penanganan penyakit busuk pangkal
batang yang merupakan penyebab penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot)
dan busuk batang atas (upper stem rot), PT AAL melakukan penelitian secara
intensif untuk menangani penyakit ini serta menekan laju infeksi penyakit baik
secara mekanis, biologis dan kimiawi pada tanaman. Upaya pencegahan penyakit
Ganoderma dilakukan dengan menerapkan kebijakan memanfaatkan cendawan
Trichoderma sp, Gliocladium sp. dan Arbuscural mycorrhizae pada pembibitan di
pre-nursery atau main nursery dan pada saat penanaman. Pemanfaatan cendawan
merupakan upaya yang ramah lingkungan untuk mengatasi masalah Ganoderma.
PT AAL juga selalu berupaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
karyawan dalam pengendalian hama terpadu dengan mengadakan program
training dan retraining pengendalian hama terpadu, pemanfaatan dan
pengembangan agen hayati serta pengelolaan dan penggunaan pestisida organik.
PT AAL juga menerapan kebijakan untuk menjaga keberadaan dan
konservasi serangga parasitoid dan predator melalui pembudidayaan dan
pengembangan tanaman bermanfaat dengan jenis Turnera subulata dan Antigonon
leptopus serta jenis lain seperti Casia tora, Euphorbia heteropylla, Celosia sp, dan
Turnera umnifolia sebagai sumber makanan dan tempat hidup bagi imago
serangga parasitoid dan predator.
Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit (ulat api dan ulat kantong)
dengan pestisida dilakukan secara selektif. Penggunaan insektisida hayati Bacillus
thuringiensis menjadi pilihan utama, sedangkan insektisida kimiawi sintetis
digunakan seminimal mungkin. Penekanan penggunaan insektisida kimiawi
sintesis, dilakukan untuk memberikan kesempatan serangga-serangga non target
seperti serangga penyerbuk (Elaidobius kamerunicus), serangga bermanfaat
berupa parasitoid dan predator yang banyak ditemukan seperti Spinaria spinator,
Apanteles sp., Brachymeria sp., Pediobius sp., Sycanus sp., dan Eucanthecona sp.
10
agar dapat hidup dan berkembang biak sehingga ekosistem dalam perkebunan
kelapa sawit senantiasa terjaga secara berkelanjutan.
Seiring dengan semangat Astra Green Company, PT AAL telah melakukan
penelitian yang berkonsentrasi pada optimalisasi pemanfaatan agrobiodiversity
untuk membangun ekosistem yang lebih sehat sekaligus meningkatkan efisiensi
dan produktivitas tanaman kelapa sawit yang lebih baik. Pengetahuan yang baik
tentang agrobiodiversity ini sangat penting untuk mengelola habitat guna
meningkatkan produktivitas sekaligus mengembalikan fungsi-fungsi komponen
ekosistem (restorasi) pada keadaan yang lebih baik.
C. Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
PT AAL memiliki kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk melakukan
pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Beberapa program yang
dilaksanakan terkait dengan aspek K3 antara lain sebagai berikut :
1. Penyediaan Sarana & Prasarana Kesehatan
PT AAL menyediakan sarana dan prasarana K3 berupa bangunan poliklinik,
mobil ambulan, serta mobil pemadam kebakaran. Hingga saat ini PT AAL
telah memiliki 29 unit poliklinik kebun (Polibun) dan 30 unit mobil ambulan.
Poliklinik melayani kesehatan karyawan dan keluarganya, melalui program
preventive promotif, kuratif dan rehabilitatif di kebun. Disamping poliklinik,
PT AAL secara rutin menggalakkan program Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil dan anak.
2. Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Perusahaan melaksanakan program inspeksi K3 secara rutin untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja. Inspeksi K3 ini dilakukan di setiap bagian dan
lokasi kerja. Hasil inspeksi ini divisualisasikan dengan status unsafe faktor
sistem bendera emas, hijau, biru, merah dan hitam sesuai dengan kinerja K3
yang ada di masing-masing bagian. Kinerja K3 terbaik ditandai dengan
bendera warna emas sedangkan kinerja K3 yang belum memenuhi standar
diberikan warna Hitam.
11
1.5. Corporate Social Responsibility (CSR)
Secara aktif PT AAL melakukan program CSR sebagai perwujudan
tanggung jawabnya untuk ikut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar kawasan perkebunan sebagai bagian yang terdekat dengan perusahaan.
Selama ini, PT AAL melakukan berbagai aktivitas dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan, kesehatan, pendapatan masyarakat serta peningkatan kualitas
infrastruktur.
1. Aktivitas untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Sekitar Kebun
Dalam melaksanakan bisnisnya, PT AAL senantiasa melibatkan masyarakat
sekitar sebagai mitra andalan, dengan demikian keberadaan perusahaan
memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitarnya. Kemitraan antara
perusahaan dengan masyarakat menjadi lokomotif penggerak perekonomian di
daerah, merangsang pertumbuhan usaha dan penciptaan lapangan kerja baru.
Berbagai jenis usaha tumbuh dan berkembang di daerah operasi perkebunan
kelapa sawit yang dikelola perusahaan. Efek penggandaan (multiplier effect)
terjadi karena adanya kesepakatan antara perusahaan dengan masyarakat untuk
bersama-sama membangun kemitraan yang saling menguntungkan.
PT AAL juga melaksanakan tanggung jawab sosialnya dengan menggelar
Program Peningkatan Pendapatan Masyarakat (Income Generating Activity /
IGA). Sejauh ini, melalui program IGA, PT AAL mampu membantu 7.297
Kepala Keluarga hingga memiliki kebun kelapa sawit sendiri sebagai sumber
peningkatan pendapatannya. Sejumlah 6.394 Kepala Keluarga peserta program
IGA dengan areal seluas 14.465 hektar tergabung dalam 358 Kelompok Tani di
67 desa yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. PT AAL juga
telah mengelola 60.126 hektar Program Plasma.
Perusahaan senantiasa menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk kelompok
tani peserta program IGA yang bertujuan menambah pengetahuan para petani
partisipan program IGA dalam hal teknis budidaya kelapa sawit dan
keorganisasian.
2. Aktivitas dalam Bidang Keuangan Mikro
PT Astra Agro Lestari juga aktif dalam mempelopori berdirinya Lembaga
Keuangan Mikro (LKM). LKM merupakan wadah pemupukan modal bagi
12
komunitas petani kelapa sawit yang dibina oleh PT AAL. Jika pada masa
sekarang para petani plasma diharapkan menabung untuk disalurkan sebagai
pinjaman kepada petani peserta program IGA yang tengah merintis usaha maka
pada gilirannya nanti petani peserta program IGA akan membantu petani
plasma, yaitu pada saat peremajaan tanaman (replanting) kelapa sawit kebun
plasma. LKM berperan membangkitkan semangat menabung di kalangan
masyarakat sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih produktif.
LKM yang difasilitasi oleh perusahaan dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik di tengah masyarakat antara lain karena: (a) proses pendiriannya
dilaksanakan dengan mengikut sertakan masyarakat; (b) pengelolanya direkrut
dari kalangan masyarakat setempat yang dikenal dan dipercaya oleh
masyarakat; (c) PPT AAL melakukan pelatihan secara intensif kepada para
petani plasma sehingga cakap dalam bekerja; (d) produk-produknya didesain
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, persyaratan relatif mudah dan bunga
yang ditawarkan cukup kompetitif dibandingkan dengan lembaga keuangan
lain; (e) didukung teknologi informasi modern yang cepat, akurat, dan
terpercaya; dan (f) segala keuntungan yang diperoleh sebagai hasil usaha akan
kembali ke masyarakat yang menjadi anggotanya.
3. Aktivitas Pendidikan
Perusahaan menyediakan beasiswa dengan beragam jenis. Beasiswa untuk
kalangan eksternal disalurkan untuk kalangan SLTP dan SLTA serta Perguruan
Tinggi (dengan ikatan dinas). Bagi kalangan internal, perusahaan menyediakan
beasiswa untuk pelajar SLTA dan beasiswa Anumerta khusus untuk
membantu pendidikan anak-anak dari karyawan yang meninggal dunia dalam
masa tugas, meliputi biaya pendidikan untuk jenjang SD, SLTP dan SLTA,
hingga Perguruan Tinggi dengan ikatan dinas.
4. Aktivitas Infrastruktur
PT AAL juga aktif dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan
infrastruktur di wilayah perkebunan dan prasarana umum yang dapat dinikmati
oleh masyarakat di sekitar perkebunan. PT Astra Agro Lestari melakukan
pembangunan ruas jalan, puskesmas, sekolah bagi anak-anak para pegawai dan
masyarakat sekitar kebun.
13
5. Aktivitas Kesehatan
PT Astra Agro Lestari berinisiatif untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui program revitalisasi Posyandu yang dimulai pada bulan Maret 2011.
Melalui program ini telah direvitalisasi 376 Posyandu di 243 desa di sekitar
perkebunan PT Astra Agro Lestari. Posyandu yang dibangun oleh perusahaan
melaksanakan program pemberian vitamin, makanan tambahan, imunisasi,
penimbangan balita rutin per bulan, keluarga berencana, pengobatan ringan
serta penyuluhan kesehatan lingkungan.
6. Program Lingkungan
Perusahaan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan lingkungan.
Berbagai program dijalankan untuk menjaga dan merawat kelestarian
lingkungan hidup agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada
masyarakat luas dan kelangsungan bisnis perusahaan di masa depan. Program
yang dijalankan oleh PT AAL diantaranya adalah program Konservasi
Keanekaragaman Hayati, Astra Green Company, Cleaner Production dan
program Evaluasi Kinerja Lingkungan. Keempat program ini tidak terlepas dari
cita-cita Astra untuk menjalankan green business.
Program CSR yang diterapkan oleh PT Astra Agro Lestari dilakukan
melalui empat prinsip utama agar dalam pelaksanaannya dapat diterima dan
didukung oleh masyarakat sehingga hasil dari program yang dilaksanakan dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Keempat prinsip tersebut adalah :
1. Based on Need, dimana program CSR yang dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan riil dari masyarakat, bukan berdasarkan keinginan masyarakat
semata.
2. Specific, dimana program CSR dilaksanakan untuk menyelelesaikan suatu
permasalahan yang spesifik, berdasarkan aspirasi dan potensi masyarakat lokal.
3. Oriented toward self reliance, yaitu program CSR yang dilaksanakan oleh PT
Astra Agro Lestari berorientasi pada pembentukan sikap percaya diri dari
komunitas lokal, dimana semua hal dijalankan sesuai dengan kemampuan dari
kedua belah pihak, yaitu komunitas lokal maupun perusahaan.
4. Participatory, yaitu ketersediaan masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif
dalam program yang dilaksanakan merupakan kunci sukses dari pelaksanaan
14
program CSR. Ketersediaan masyarakat lokal untuk ikut serta berpartisipasi
dalam rogram CSR ditentukan pada apakah program yang dilaksanakan
mencerminkan apa yang mereka butuhkan.
15
II. OPINI
Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan
sosial yang signifikan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit merupakan
komoditas perkebunan terbesar di Indonesia. Industri ini menjadi sarana meraih
nafkah dan meningkatkan perekonomian bagi sejumlah besar masyarakat miskin
di pedesaan Indonesia. Industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus
berkembang pesat dalam jangka menengah, namun daya saingnya akan
mendapatkan tantangan dari kelompok yang menamakan pecinta lingkungan anti
minyak sawit.
Pasar minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa
dasawarsa terakhir dengan produksi minyak sawit saat ini diperkirakan lebih dari
45 juta ton. Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir minyak sawit
terbesar di dunia, dengan produksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit per tahun.
Meskipun hanya menyumbang sekitar 14% dari PDB, sektor pertanian
menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 41% penduduk Indonesia dan menjadi
mata pencarian sekitar dua pertiga rumah tangga pedesaan. Industri kelapa sawit
memiliki kontribusi paling besar bagi pendapatan masyarakat pedesaan di
Indonesia. Pada 2008, lebih dari 41% perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh
petani kecil yang menghasilkan 6,6 juta ton minyak sawit. Dengan lebih dari
separuh penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan lebih dari 20%
diantaranya hidup di bawah garis kemiskinan, industri kelapa sawit menyediakan
sarana pengentasan kemiskinan yang tidak terbandingi.
Permintaan dunia akan minyak sawit diperkirakan akan semakin meningkat
di masa depan, hal ini membuat minyak sawit menawarkan prospek ekonomi yang
paling menjanjikan bagi Indonesia. Produksi minyak sawit dunia diperkirakan
meningkat 32% menjadi hampir 60 juta ton menjelang 2020. Pembatasan konversi
hutan untuk perkebunan kelapa sawit Indonesia akan mengurangi ketersediaan
lahan subur dan menghambat ekspansi industri ini. Kebijakan pemerintah harus
bertujuan meningkatkan produktivitas, bukan menerapkan kebijakan LSM yang
anti pertumbuhan.
Minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji
bunga matahari merupakan empat minyak utama yang diproduksi dan
16
diperdagangkan di pasar dunia minyak nabati maupun di pasar dunia minyak
hayati. Market share keempat jenis minyak tersebut terhadap total produksi dunia
minyak hayati tahun 2003-2008 sekitar 67% dan share terhadap volume
perdagangan dunia sekitar 81% dengan tren yang meningkat berkisar
1%-1.5%/tahun (Oil World, 2010).
Minyak kelapa sawit merupakan minyak terbesar yang diproduksi maupun
diperdagangkan, diikuti oleh minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji
bunga matahari. Negara produsen, eksportir dan importir utama minyak kelapa
sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari. Produksi
minyak nabati secara umum ditujukan untuk keperluan pangan, sebagian lainnya
digunakan untuk keperluan non pangan (khususnya industri oleokimia dan
biodiesel) dan sisanya digunakan sebagai pakan ternak. Di era tahun 1980-an rasio
penggunaan minyak nabati untuk pangan, non pangan dan pakan ternak berkisar
80:14:6. Seiring peningkatan penggunaan non pangan dalam 13 tahun terakhir,
rasio penggunaan minyak nabati saat ini berkisar 75:20:5. Peningkatan tersebut
didorong oleh kenaikan penggunaan biodiesel maupun sebagai subsitusi bahan
dasar industri oleokimia berbasis minyak bumi (AOCS, 2011).
Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada subsektor perkebunan, kelapa
sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada
dua dekade terakhir. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun
1990an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut,
areal meningkat dengan laju sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan
areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik
dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per
tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2004).
Tabel 2. Luas Areal Perkebunan Berbagai Jenis Komoditas Penghasil Minyak
Nabati.
17
Setiap usaha yang dijalankan pasti dihadapkan oleh berbagai tantangan.
Tantangan utama pembangunan perkebunan kelapa sawit kedepan adalah tuntutan
stakeholders untuk membangun sistem industri minyak sawit berkelanjutan
(Sustainable Palm Oil/SPO), dimana kondisi tersebut terkait dengan isu-isu
tentang global warming, konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati serta
alih fungsi lahan, serta tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility/CSR) dan isu-isu lainnya. Isu-isu tersebut pada akhirnya menuntut
semua perusahaan perkebunan untuk meraih efisiensi melalui intensifikasi dengan
meningkatkan produktivitas namun tetap harus memperhatikan aspek-aspek
keberlanjutan.
Penyediaan SDM yang handal baik dalam kemampuan teknis maupun
manajerial. Penyedian dan pengembangan SDM pada akhirnya akan menjadi
faktor kunci dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Berbeda
dengan faktor produksi (modal, lahan, dll) penyediaan dan pengembangan SDM
tidak dapat diusahakan secara instan. SDM perkebunan yang dikenal sebagai
Planters bukanlah sarjana pertanian biasa. Oleh karena dalam pembangunan
perkebunan kelapa sawit khususnya maupun perkebunan pada umumnya
diperlukan desain dan rencana-rencana penyedian dan pengembangan SDM.
Isu penting lainnya yang tidak bisa ditinggalkan adalah sulitnya untuk
mencari lahan dalam usaha pengembangan sulitnya legalitas,keterbatasan lahan
membut permasalahan tersendiri. Untuk mengantisipasi cara yang paling tepat
adalah intensifikasi lahan yang ada. Dalam proses intensifikasi tentunya harus
menyeluruh semua lapisan. Pemikiran-pemikiran yang cerdas untuk
menumbuhkan ide sangat diperlukan.
Dalam konteks industri perkebunan khususnya kelapa sawit, PT AAL juga
mempunyai tantangan utama yang harus dihadapi, yaitu: membangun kompetensi
karyawan yang secara mendasar memang berbeda dengan kompetensi yang
dituntut industri lain. Ketika kita bicara ekspansi, maka itu artinya kita tak hanya
bicara soal ekspansi lahan, tapi perbedaan permasalahan dengan masyarakat yang
harus dihadapi di tiap-tiap daerah. Berbeda dengan dunia manufaktur lain yang
mungkin tidak terlalu langsung berkaitan dengan hubungan dengan masyarakat, di
sini justru itu yang utama, kompetensi lainnya boleh dibilang umum saja.
18
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh pengusaha yang bergerak di bidang
agribisnis kelapa sawit, mulai dari masalah sosial, lingkungan, hukum, serta
perdagangan memerlukan suatu strategi dan kegiatan untuk mengatasi isu-isu
pembangunan kelapa sawit dalam rangka pembangunan kelapa sawit
berkelanjutan dan berkeadilan, diantaranya adalah :
A. Promosi, Advokasi dan Kampanye Publik Industri Kelapa Sawit
Berkelanjutan
Langkah operasional yang diperlukan adalah respon kebijakan yang jelas dan
tegas untuk menghadapi kampanye negatif yang menyatakan bahwa
pembangunan kelapa sawit merusak lingkungan dan menimbulkan konflik
sosial tanpa melihat peran ekonomi kelapa sawit, terutama dalam
pengurangan kemiskinan. Untuk itu, pemerintah dapat memfasilitasi
pemanfaatan berbagai fakta dan hasil penelitian yang menunjukkan peran
positif kelapa sawit sebagai materi promosi, advokasi dan kampanye publik.
Dampak lingkungan dan sosial yang tidak dikehendaki merupakan ekses dan
lebih disebabkan oleh masalah penegakan hukum dan manajemen kebun.
Seperti diketahui, respon atas kampanye negatif saat ini memang sudah
dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan dan pemerintah. Namun, langkah
untuk meningkatkan intensitas promosi dan advokasi dalam menghadapi
kampanye negatif masih diperlukan.
Langkah lain yang sedang dirintis, yaitu penggunaan standar pembangunan
kelapa sawit berkelanjutan perlu segera direalisasikan. Indonesian
Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan petunjuk pelaksanaan
pengembangan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia yang didasarkan kepada
peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. ISPO ini dapat dijadikan
alat promosi, advokasi dan kampanye publik untuk memperkuat posisi tawar
kelapa sawit Indonesia. Seperti ditentukan dalam konsep, ISPO mensyaratkan
7 prinsip yang diturunkan tidak kurang dari 20 peraturan perundang-
undangan dalam penerapan pembangunan perkebunan kelapa sawit, yaitu:
(i) Sistem perizinan dan manajemen kebun
(ii) Penerapan pedoman teknis sistem budidaya dan pengolahan kelapa sawit
(iii) Pengelolaan dan pemantauan lingkungan
19
(iv) Tanggung jawab terhadap pekerja
(v) Tanggung jawab terhadap individu dan komunitas (masyrarakat sekitar
perkebunan kelapa sawit)
(vi) Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat
(vii) Komitmen terhadap perbaikan ekonomi secara terus menerus.
B. Pengembangan Produk (Hilir dan Samping) dan Peningkatan Nilai
Tambah
Langkah operasional yang diperlukan diantaranya adalah pembentukan
klaster industri kelapa sawit sesuai dengan potensi produksi kelapa sawit
yang telah ada dan yang akan dikembangkan. Hambali (2009) menyampaikan
bahwa keterkaitan industri inti, industri terkait dan industri pendukung
merupakan kunci dalam pembentukan dan pengembangan klaster industri
kelapa sawit. Dengan pengertian ini maka kerjasama/koordinasi tanpa hirarki
antar stakeholders (swasta, pemerintah, lembaga keuangan, LSM, lembaga
penelitian, perguruan tinggi, dan lainnya) sangat diperlukan dalam rangka
pengembangan klaster. Langkah operasional yang diperlukan dari sisi
pemerintah diantaranya adalah memberikan berbagai insentif terkait
pelaksanaan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan dan berkeadilan,
seperti (i) pengembangan jaringan infrastruktur secara terintegrasi, (ii)
pemberian subsidi, restitusi atau ditanggung pemerintah untuk pajak
pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) dan bea masuk (BM)
untuk peralatan dan mesin-mesin, serta produk hilir, (iii) pemberian subsidi
bunga kredit investasi dan modal kerja, (iv) memprioritaskan alokasi kredit
untuk pengembangan industri hilir, (v) pajak ditanggung pemerintah/tax
holiday bagi investor yang membangun infrastruktur, dan (vi) insentif bea
keluar untuk ekspor produk hilir dan samping dan disinsentif bea keluar
untuk ekspor bahan mentah dengan tetap memperhatikan keberadaan industri
hulu. Pemberian disinsentif diberlakukan jika persyaratan pembangunan
kelapa sawit berkelanjutan dilanggar. Langkah operasional di atas perlu
didukung dengan penelitian dan pengembangan (litbang) produk dan nilai
tambah. Untuk itu diperlukan beberapa perhatian terhadap litbang, seperti (i)
peningkatan investasi untuk litbang melalui peningkatan proporsi anggaran
20
yang signifikan guna pelaksanaan litbang, (ii) menentukan agenda riset yang
bisa dikerjasamakan dengan lembaga riset dan PT. Pemberian insentif berupa
keringanan pajak diberikan bagi swasta yang bekerjasama dengan lembaga
litbang dalam pengembangan dan peningkatan nilai tambah produk turunan
kelapa sawit, (iii) penelitian pengembangan komoditas kelapa sawit untuk
memenuhi kebutuhan pangan (minyak goreng), pakan, bahan bakar dan serat,
dan (iv) pengembangan rantai nilai industri pengolahan CPO dan turunannya
untuk peningkatan daya saing dan peningkatan pangsa pasar.
C. Penguatan dan Penegakan Hukum dalam Pembangunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan dan Tata Kelola Perizinan
Langkah operasional yang diperlukan diantaranya adalah pengembangan
sistem manajemen penerapan hukum dan perizinan pembangunan kelapa
sawit berkelanjutan. Seperti diketahui, hukum-hukum terkait dengan
pembangunan kelapa sawit berkelanjutan di dalamnya termasuk perizinan
pada dasarnya telah dimiliki oleh Indonesia. Masalah tumpang tindih hukum
antar sektor dan antar pemerintah pusat dan daerah hanya dapat diatasi
dengan memperbaiki sistem manajemen penerapannya. Sistem manajemen
penerapan yang baik akan dicerminkan dengan (i) adanya kepatuhan terhadap
semua hukum dan peraturan yang berlaku, baik lokal, nasional maupun
internasional yang telah diratifikasi, (ii) hak untuk menguasai dan
menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh
masyarakat lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan, dan (iii)
penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan
hukum dan hak tradisional masyarakat lokal. Dalam hal perizinan, langkah
noperasional bagi perusahaan untuk dapat beroperasi ditentukan setelah
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(i) Memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Penggunaan
Tanah/Surat Pendaftaran/Sertifikasi Tanah;
(ii) Sesuai dengan RUTWP (Rencana Umum Tataruang Wilayah Provinsi)
dan RUTWK (Rencana Umum Tataruang Wilayah Kabupaten/Kota);
(iii) Sengketa lahan dan kompensasi telah diselesaikan;
21
(iv) Berupa usaha budidaya dan/atau pengolahan hasil dengan pengelolaan
berbentuk PBN, PBS (Asing, Nasional), Koperasi dan Perkebunan
Rakyat.
D. Transparansi Informasi Pembangunan Kebun Kelapa Sawit
Langkah operasional yang diperlukan antara lain adalah informasi tentang
perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit kepada stakeholders,
khususnya individu dan masyarakat lokal terkait dengan perizinan,
pembangunan kebun dan pengolahan kelapa sawit, dalam bahasa yang dapat
dimengerti stakeholders. Penyelenggaran informasi adalah lembaga-lembaga
pemerintah pusat dan daerah dalam bingkai koordinasi lembaga pemerintah,
sedangkan penyedia informasi adalah perusahaan perkebunan, industri
pengolahan kelapa sawit, lembaga pemerintah pusat dan daerah, serta
masyarakat lokal. Dokumen informasi tentang pembangunan kelapa sawit ini
tersedia secara umum dengan tetap menjamin kerahasiaan perusahaan dalam
bidang keuangan. Transparansi dokumen tersebut juga diyakini tidak akan
berdampak negatif terhadap perusahaan, masyarakat (petani) dan lingkungan.
Pemerintah daerah (kabupaten/kota) menjadi lembaga terdepan dalam
pemberian informasi ini.
E. Pengembangan Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Daya
Langkah operasional yang diperlukan di antaranya (i) modifikasi program
revitalisasi perkebunan kelapa sawit melalui penyediaan fasilitas kredit tanpa
jaminan, terutama untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat. Hal ini
sebagai solusi masalah sertifikat dan avalis yang dijumpai pada program
revitalsasi perkebunan kelapa sawit, (ii) pemberian subsidi bunga sehingga
tingkat bunga kredit menjadi murah dan terjangkau oleh petani, (iii)
penyediaan tenaga pendamping dalam penerapan inovasi teknologi dan
kelembagaan. Tenaga pendamping ini adalah tenaga yang kompeten di
bidang teknologi budidaya kelapa sawit dan kelembagaan petani, dan (iv)
penyediaan lahan bagi petani untuk menguasai lahan-lahan terlantar atau
lahan lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Langkah
operasional di atas perlu didukung dengan (i) pemberdayaan dan penguatan
kelembagaan petani sehingga kelembagaan petani mempunyai status hukum
22
yang pasti (ii) sosialisasi dan pelatihan kepada petani tentang penerapan
berbagai teknologi, termasuk tentang bibit palsu, dalam rangka pembangunan
kelapa sawit berkelanjutan, (iii) penerapan model peremajaan kelapa sawit
yang telah memperhitungkan kebutuhan teknologi, modal dan manajemen
peremajaan, terutama bagi perkebunan kelapa sawit rakyat, (iv)
pengembangan layanan penunjang agribisnis kelapa sawit, seperti penyediaan
teknologi, sarana produksi (pupuk organik dan non-organik serta obat-obatan)
dan prasarana (alat dan mesin), serta informasi agribisnis terutama bagi
perkebunan kelapa sawit rakyat, (v) penerapan kerjasama kemitraan antara
lembaga petani dan perusahaan yang efektif dan berkeadilan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Kemitraan, UU Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan Aturan-aturan
Pelaksanaannya), dan (vi) fasilitasi pengembangan kelembagaan petani
melalui penumbuhan dari bawah dan mampu menampung kepentingan para
petani anggotanya dan pengembangan kegiatan usaha.
F. Pengendalian Konversi Hutan Alam dan Lahan Gambut
Langkah operasional yang diperlukan diantaranya adalah (i) Percepatan padu
serasi antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW) semua tingkatan. Penguatan penataan ruang
dilakukan melalui mekanisme insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.
Daerah yang tidak menyelesaikan padu serasi tersebut terutama daerah yang
memiliki perkebunan kelapa sawit perlu mendapat perhatian serius, (ii)
Percepatan pelepasan kawasan hutan untuk hutan bagi areal penggunaan lain
(APL). Penerapannya tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku termasuk moratorium hutan disertai penguatan hukum dalam
implementasinya, (iii) Pemberian izin perluasan kebun diberlakukan untuk
perusahaan yang berkinerja baik, (iv) Perluasan lahan hanya diijinkan bila
produktivitas kebun sudah mencapai titik optimal, (v) Perluasan dilakukan
dengan memanfaatkan lahan pertanian terlantar.
G. Penerapan Prinsip dan Kriteria RSPO
Salah satu hal utama yang harus diperhatikan adalah penerapan prinsip dan
kriteria RSPO dalam rangka pembangunan kelapa sawit berkelanjutan, bukan
23
masalah keanggotaan. Seperti diketahui, penerapan pembangunan kelapa
sawit berkelanjutan harus menjadi komitmen pembangunan kelapa sawit
berkelanjtan. Langkah operasional yang diperlukan diantaranya adalah (i)
sosialisasi dan pelatihan penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan,
terutama kepada petani, (ii) monitoring dan evaluasi penerapan prinsip dan
kriteria berkelanjutan, dan (iii) fasilitasi promosi, advokasi dan kampanye
positif bahwa pembangunan perkebunan di Indonesia telah menerapkan
prinsip dan kriteria pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.
H. Pengembangan Mekanisme Resolusi Konflik
Langkah operasional yang diperlukan diantaranya adalah penanganan dampak
negatif dan pengembangan dampak positif dari pembangunan kelapa sawit.
Mekanisme tersebut diterapkan secara terbuka/transparan melalui komunikasi
dan konsultasi antara pihak perkebunan dan/atau industri pengolahan kelapa
sawit, masyarakat lokal, dan kelompok kepentingan lainnya. Mekanisme ini
menghasilkan suatu sistem yang disepakati dan didokumentasikan bersama
untuk menangani keluhan dan ketidakpuasan. Setiap masalah sosial seperti
masyarakat lokal kehilangan hak legal atau hak adat didokumentasikan
sehingga masyarakat lokal dan stakeholders lainnya dapat mengetahui secara
jelas. Sistem yang diterapkan merupakan sistem yang diterima oleh semua
stakeholders. Dalam rangka resolusi konflik, kerjasama kemitraan antara
perusahaan perkebunan dan industri pengolahan kelapa dengan masyarakat
sekitar/petani untuk mengembangkan perkebunan rakyat perlu didorong.
Untuk itu, penguatan SDM bidang kelembagaan petani, baik dari pihak petani
maupun perusahaan, perlu dilakukan. SDM yang kuat akan mampu
mengembangkan resolusi mekanisme resolusi konflik.
24
III. DAFTAR PUSTAKA
Annual Report PT Astra Agro Lestari, Tbk Tahun 2011.
Bappenas. 2010. Naskah Kebijakan (Policy Paper) Kebijakan dan strategi dalam
Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia
Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan. Direktorat Pangan Dan Pertanian
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan,
Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Statistik Perkebunan: Kelapa Sawit.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Hambali, E. 2009. Contribution of Higher Education and Research Institutions to
the Development of Palm Downstream Industrial Cluster. Presented in the
Development of Palm Downstream Worksop in Riau Province held at Gran
Melia Hotel on 24 June 2009. Surfactan and Bioenergy Research Center,
Bogor Agricultural University.
Oil World. 2009. Oil World Annual 2009. ISTA Mielke GmbH. Langenberg,
Hamburg, Germany.
Susila R, Wayan. 2010. Peluang Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia:
Perspektif Jangka Panjang 2025. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia,
Bogor.
World Growth. 2011. Manfaat Minyak Sawit Bagi Perekonomian Indonesia.
Laporan World Growth.
25