secret window
DESCRIPTION
secretTRANSCRIPT
ANALISIS FILM
“SECRET WINDOW”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem Neuro-Behaviour 2
Oleh:
TUTOR 6
Meila Sabridatia Putri 220110100007
Jelita Puspa Nirwana 220110100011
Novi Lisnawati 220110100018
Nur Asiyah 220110100040
Ina Islamia 220110100069
Devi Puspasari 220110100087
Dwi Jayanti Meiana Dewi 220110100090
Dini Fathania 220110100094
Putri Ayu Prima Dewi 220110100112
Santa Maria Pangaribuan 220110100115
Cindy HMP Simangunsong 220110100116
Dina Sonyah 220110100125
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat,
kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya
dapat terpenuhi tingkat sosial di masyarakat lebih tinggi. Hal ini merupakan dambaan setiap
manusia ( Dep Kes RI. 2000 ).
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara dengan
penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam
arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun kelompok akan
menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien. Gangguan jiwa (mental
disorder) merupakan salah satu empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju,
modern dan indrustri keempat kesehatan utama tersbut adalah penyakait degeneratif, kanker,
gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak di anggap sebagai
gangguan jiwa yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan
tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok
akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien (Yosep, 2007).
Skizofrenia merupakan psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi
personalitas terbesar, pasien tidak mempunyai realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal di Rumkital Dr. Ramelan PAV VI A terdapat 16 klien (100%) dan ada 4 klien yang
mengalami gangguan Skizofrenia Paranoid (25%) . Di Indonesia, sekitar 1% – 2% dari total
jumlah penduduk mengalami skizofrenia yaitu mencapai 3 per 1000 penduduk, prevalensi
1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000 penduduk di pedesaan berarti jumlah
penyandang skizofrenia 600.000 orang produktif.
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan
jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(spilit), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan
jiwa Skizofernia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian
(splittingof of personality).
Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham
kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998).
Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia lebih
sering inkoherensi (Maramis, 2005). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori Townsend
(1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa sulit diramalkan, karena setiap saat dapat
berubah.
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan
bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya,
keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-Gross
dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder.
Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham
sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya
adalah waham kebesaran Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric
Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita
skizofrenia. 75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor.
Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap
sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep skizoprenia
2. Mampu menganalisa kasus dan dikaitkan dengan konsep
3. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan skizoprenia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sinopsis Film Secret Window
Seorang pria yang sekaligus seorang penulis, Mort Rainey (Jhonny Depp) tinggal sendirian di
sebuah villa kecil dekat sebuah danau, bersama anjingnya Chico. Mort sedang dalam proses
perceraian dengan istrinya Amy (Maria Bello) dikarenakan istrinya yang tertangkap berselingkuh
dengan lelaki lain, 6 bulan yang lalu, dan di sinilah kisah Mort bermula.
Suatu hari ketika Mort sedang tidur di sofa, bel rumahnya berdering, seseorang lelaki yang
memakai topi datang mengaku bernama John Shooter dari Missisippi. John berkata bahwa Mort telah
mencuri ceritanya yang berjudul Secret Window, yaitu cerita seorang istri yang menemukan jendela
rahasia yang mengarah ke kebun rahasia. John menuntut bahwa Mort telah meng-copy ceritanya dan
merubah endingnya. Mort tidak percaya dan mengusir Shooter.
Singkat cerita, Shooter meneror Mort terus dan terus, mulai dari membunuh Chico
menggunakan obeng, membakar rumah istrinya, Amy dan membunuh dua orang, salah satunya
detektif yang berusaha membantu Mort. Shooter terus menuntut untuk menerbitkan ulang ceritanya
dengan namanya yang tercantum dan dengan ending versinya.
Singkatnya lagi, Mort merenung di rumahnya. Dia merenung setelah ditelepon dan didesak
oleh Amy untuk menandatangani surat perceraian. Dalam ingatannya masih berbayang bahwa
istrinya berselingkuh dengan Ted, lelaki lain. Ia bercermin dan merenung, ia baru mengingat-ingat
kejadian saat menangkap istrinya berselingkuh. Dia hampir saja menembak Amy dan Ted. ternyata,
John Shooter hanyalah khayalan. Tanpa ia sadari, ialah yang melakukan semua pembunuhan dan
pembakaran itu.
Di saat yang salah, Amy datang untuk mendesak Mort. Ia terkejut luar biasa karena rumah
Mort acak-acakan, dan ia melihat tulisan Shooter yang diukir dengan pisau dimana-mana, dan
terakhir di samping Mort, bertuliskan Shoot Her (tembak dia).
Mort pun mengejar Amy dan berusaha membunuhnya tanpa belas kasih. Ketika itu, Ted pun
datang, namun sayangnya Mort berhasil membunuh keduanya dan mengubur mereka berdua tepat di
kebun rahasia di jendela rahasia rumahnya.
2.2 Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau “pecah”,
dan “phren” yang artinya “jiwa”.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan
disorganisasi personal yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak
dengan realitas sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
B. Etiologi
1. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan
pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan
antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang
menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis.
Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran
penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan
interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.
2. Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau
hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya
hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada korelasi antara efektivitas dan potensi
suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor
dopamine D2.Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-
dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.
3. Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah
satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang
menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya
yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian
terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh
lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
Beberapa peneliti mencoba dengan beberapa model (Rathus,et al., 1991), antara lain:
a. Distinct Heterogenity Model
Model ini menyatakan bahwa shizophrenia terdiri dari sejumlah psikosis, beberapa
diantaranya disebabkan oleh kerusakan gen yang dapat diikuti oleh gen-gen tertentu
dan yang hanya disebabkan oleh faktor lingkungan.
b. Monogenic Gen
Model ini menyatakan bahwa semua bentuk schizophrenia dapat disebabkan oleh
suatu gen yang cacat. gen yang cacat ini dapat menyebabkan schizophrenia pada
orang yang menerima gen itu dari kedua orang tuanya.
c. Multifactorial-Polygenic Model
Model ini menekankan pengaruh nilai ambang. disebabkan pengaruh oleh berbagai
gen, trauma biologis prenatal dan postnatal dan tekenan psikososial yang salaing
berinteraksi.
4. Faktor Psikososial
a. Teori Tentang Individu Pasien
Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan,
yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan
konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia
luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi
terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada
pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru
terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut
memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang
skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap
frustasi dan konflik dengan orang lain. Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa
gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi
sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya
pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan. Secara umum, dalam
pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi
interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti
seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan
timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-
masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan
persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin
merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas
yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan
terdalam yang dimilikinya.
Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam
hubungan interpersonal. Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif
diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor
pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif
berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal
mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan
dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya,
semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham
kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal
yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia
belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak
rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki
masalah emosional.
b. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-
berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang
secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien
skizofrenia. Antara lain: Double Bind Konsep yang dikembangkan oleh Gregory
Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang
bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun
perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar,
sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari
rasa konfliknya itu. Schims and Skewed Families . Menurut Theodore Lidz, pada pola
pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang
tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya.
Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang
antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan
antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families . Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa
keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal
yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut
terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan
masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
Ekspresi Emosi Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis,
kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian
menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien
skizofrenia
c. Teori Sosial .
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,
namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu
timbulnya onset dan keparahan penyakit.
5. Faktor Resiko
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau
impulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena
dideritanya gangguan ini
6. Faktor Presipitasi
Sosial budaya, hormonal, hipotesa virus, model biological lingkungan sosial, psikologis
Perilaku.
1. Curiga : tidak mampu mempercayai orang lain, bermusuhan, mengisolasi diri, paranoid
2. Manipulasi : kurang asertif, mengisolasi diri, HDR, sangat tergantung.
3. Menarik diri/isolasi sosial : kurang spontan, apatis, ekspresi sedih, afek tumpul,
menghindar dari orang lain.
C. Manifestasi klinis
Menurut Keltner et al (1995), gejala-gejala ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori :
1. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas.
Menurut Moller dan Murphy dalam Stuart dan Sundeen (1997) tingkatan
halusinasi dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu :
Tahap 1 : Comforting
Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah sesuatu yang
menyenangkan. Pengalaman halusinasi karena emosi yang meningkat
seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut serta mencoba untuk berfokus
pada pikiran yang nyaman untuk melepaskan cemas. Individu mengenal
bahwa pikiran dan pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas
dapat dikelola. Nonpsykotik.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
- Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat.
- Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara.
- Pergerakan mata yang cepat.
- Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik.
- Diam dan tampak asyik.
Tahap II
Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal yang
menjijikkan dan menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control dan ada
usaha untuk menjauhkan diri dari sumber stimulus yang diterima . Individu
mungkin merasa malu dengan adanya pengalaman sensori dan menarik diri
dari orang lain. Non psychotic.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
- Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas seperti
meningkatnya nadi, pernafasan dan tekanan darah.
- Lapang perhatian menjadi sempit
- Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi atau realitas.
Tahap III
Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi hal
yangmenguasai. Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi
mungkin menjadi sangat menarik bagi individu. Individu mungkin mengalami
kesepian , jika sensori yang diberikan berhenti. Psychotic.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
- Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti.
- Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
- Lapang perhatian hanya beberapa detik aau menit.
- Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan mengikuti perintah.
Tahap IV
Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi terperinci
dan khayalan tampak seperti kenyataan. Pengalaman sensori mungkin
mengancam jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi mungkin
memburuk dalam 4 jam atau sehari atau sehari jika tidak ada intervensi
terapeutik.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
- Teror keras pada tingkah laku seperti panic.
- Potensial kuat untuk bunuh diri.
- Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonia.
- Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks.
- Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.
b. Delusi
Adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar
yang cukup dan mempunyai cirri-ciri realistic, tidak logis, menetap, egosentris,
diyakini kebenarannya oleh pasien sebagai hal yang nyata, pasien hidup dalam
wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian dari
sosiokultural setempat.
Macam-macam waham :
- Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya,
ingkah lakunya dikendalikan dari luar.
- Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang
yang penting dan berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan
kekuatan yan terpendam atau benar-benar merakanfiur orang kuat
sepanjang sejarah.
- Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti
atau ada sekelompok orang yang memenuhinya.
- Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi
di sekelilngnya mempai hubungan pribadi seperti perinah atau pesan
khusus.
- Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik
msalnya pasien percaya adanya benda ang begerak-gerak di dalam
ususnya. Yang termasuk waham ini adalah waham sedot pikir, waham
sisip pikir, waham siar pikir, waham kendali pikir.
c. Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa tindakan
orang lain sebagai suatu ancaman atau ejekan.
d. Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang nyata.
2. Gangguan Proses Pikir
a. Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai perpindahan
materi pembicaraan yang menddak tanpa alas an logic yang nyata.
b. Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien mengatakan
saya tidak dapat berpikir apa-apa.
c. Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara sementara atau
terhentinya pembicaraan.
d. Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi.
e. Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda pada waktu
yang sama dan orang yang sama.
f. Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang normal, tiba-
tiba beralih tanpa menunjukkan hubungan dengan topic sebelumnya.
3. Gangguan Kesadaran
Manifestasi dari ganguan kesadaran antara lain bingung, inkoherensi pembicaraan,
pembicaraan ang tidak dapat dimengerti, terdapat distrsi tata bahasa atau susunan
kalimat, sering memakai istilah aneh, inkherensi timbul karena pikiran kacau sehingga
beberapa pikiran dikeluarkan dalam satu kalimat, clouding atau kesadaran berkabut,
kesadaran menurun disertai gangguan persepsi dan sikap.
4. Gangguan Afek
a. Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai dengan
tingkah laku pasien.
b. Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon trhadap berita
duka.
c. Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai respon.
d. Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah.
e. Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.\
f. Euforia, gembira berlebihan, aa peningkatan perasaan dari biasanya selalu merasa
optimis, senang dan percaya diri, bersikap meyakinkan.
D. Klasifikasi
Kraepelin membagi skizofrenia mejadi beberapa jenis:
1. Skizofrenia kompleks, gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan.
2. Jenis bebefrenik, gejala yang menonjol adalah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.
3. Jenis katatonik, biasanya akut dan didahului oleh stress emosional, dapat terjadi stupor
katatonik (penderita tidak menampakkan sama sekali ketertarikannya terhadap
lingkungannya) dan gaduh gelisah katatonik ( terdapat hiperaktifitas motorik, tetapi
tidak disertai emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar).
4. Jenis paranoid, gejala-gejala yang menyolok adalah waham primer disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi.
5. Episoda skizofrenia akut, gejala skizofrenia muncul mendadak sekali dan pasien
seperti dalam keadaan mimpi. Dalam keadaan ini seakan-akan dunia luar dan dirinya
sendiri berkabut.
6. Skizofrenia residual gejala yang menyolok adalah gangguan afek dan emosi, gangguan
pikiran dan kemauan.
7. Jenis skizo-afektif disamping gejala skizofrenia menonjol pada saat bersamaan juga
gejala depresi atau gejala mania.
E. Komplikasi
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan
diri, penampila dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari
teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap
lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang.
3. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada
klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi
stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak
ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani
mencapai sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah
digunakan klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7. Kebutuhan terapi yang lama
Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode
selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit
dalam 1 tahun.
F. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Obat-obat antipsikotik (disebut juga neuroleptika, antiskizofren, atau tranquilizer
mayor) terutama digunakan untuk mengobati skizofrenia. Antipsikotik tipikal yang lebih dulu
digunakan adalah antagonis dopamine dan digunakan untuk mengatasi tanda-tanda positif
skizofrenia seperti waham, halusinasi, ganggguan pikiran, dan gejala psikotik lain, tetapi tidak
memiliki efek yang tampak pada tanda-tanda negative. Antipsikotik terbaru adalah antipsikotik
atipikal yang merupakan antagonis dopamine dan serotonin. Antipsikotik atipikal tidak hanya
mengurangi gejala psikotik, tetapi pada banyak klien, juga mengurangi tanda-tanda negative
seperti tidak memiliki kemauan dan motivasi, menarik diri dari masyarakat, dan anhedonia.
Obat antipsikotika bukan untuk pengobatan kuratif dan tidak menghilangkan gangguan
pemikiran yang fundamental, tetapi sering memungkinkan klien psikotik berfungsi dalam
lingkungannya yang suportif.
Obat-obat antipsikotik dibagi atas 5 kelompok utama berdasarkan struktur obat :
Perbedaan rantai samping pada tiap grup kimiawi mempunyai efek penting pada potensi
obat.
1. HALOPERIDOL
Nama klinis : haloperidol
Nama dagang : haldol, haldol decanoat, halperon
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi haloperidol yang utama adalah sebagai antipsikotik untuk pengobatan
skizofrenia. Haloperidol juga bias digunakan pada berbagai situasi klinis lain. Contohnya,
dalam dosis rendah efektif untuk menghilangkan mual dan muntah dikarenakan blockade
reseptor dopamine pada chemoreceptor trigger zone (CTZ). Haloperidol juga digunakan
untuk mengobati sindrom perilaku yang terjadi bersamaan dengan gangguan-gangguan
motorik.
Kontraindikasi penggunaan haloperidol adalah pada pasien dengan karsinoma
mammae, wanita menyusui, wanita hamil, penyakit jantung, anak-anak, depresi SSP,
koma, glaucoma, dan penyakit Parkinson.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antipsikotik yang sebenarnya belum diketahui. Efek terapeutik primer
dari antipsikotik tipikal diperkirakan muncul pada sistem limbic, termasuk striatum
ventral, sedangkan efek samping diperkirakan berhubungan dengan blockade dopamine
pada striatum dorsal. Haloperidol menghambat reseptor dopamine dalam otak (terutama
ganglia basalis dan sistem limbic pada otak depan) dan perifer, sehingga menghambat
keerja dopamine sebagai neurotransmitter pada area-area tersebut. Lima jenis reseptor
dopamine : Reseptor D1 dan D5 mengaktifkan adenil siklase, sedangkan reseptor D2,
D3, dan D4 mennghambatnya. Obat antipsikotika terikat pada reseptor-reseptor tersebut
dalam berbagai tingkat, dan efikasi obat antipsikotik tipikal berkolerasi dengan
kemampuannya menghambat reseptor D2dalam sistem mesolimbik otak. Penghambatan
ini mengurangi halusinasi dan agitasi, juga bersifat menenangkan dan mengurangi
gerakan fisik spontan. Haloperidol mempunyai selektivitas yang relative tinggi sebagai
antagonis pada reseptor dopamine D2 dan D3, dengan afinitas D4 yang bervariasi. Efek
antipsikotik biasanya terlihat setelah beberapa minggu, menunjukkan bahwa efek terapi
berkaitan dengan perubahan sekunder dalam jalur nigostriata.
Farmakokinetik
Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet atau cairan oral, rapid acting IM lactate, atau
long lasting IM decanoate. Injeksi regular atau long acting ini semakin banyak digunakan
untuk pasien rawat jalan, orang-orang yang tidak patuh terhadap pengobatan, kasus-
kasus yang dicurigai berat, dan kegagalan dalam pengobatan oral.
Setelah pemberian per oral, haloperidol diabsorpsi dengan baik dari GIT dan konsentrasi
puncak dicapai dalam 2-6 jam. Jika diberikan dalam injeksi IM laktat, konsentrasi puncak
dalam plasma dicapai setelah 10-20 menit dan menimbulkan efek dalam 30-45 menit.
Jika diberikan dalam injeksi IM dekanoat, konsentrasi puncak dalam plasma dicapai
setelah tujuh hari.
Obat ini mudah masuk otak karena relative lipofilik, mempunyai volume distribusi yang
besar, sanngat mudah terikat pada protein plasma dan membrane, dan
dimetabolismemenjadi berbagai zat oleh sistem P-450 (mekanisme oksidatif) dalam hati
dan proses konjugasi.
Efek samping
Efek samping antipsikotik terjadi karena interaksi obat tersebut dengan reseptor
dopamine di tempat lain dan neurotransmitter lain. Efek samping antipsikotik signifikan
dan dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai gangguan gerakan yang
permanen. Karena banyak efek samping ini menakutkan dan mengesalkan bagi klien,
efek samping tersebut seringkali menjadi alasan utama klien mengurangi dosis obat atau
menghentikan pengobatan.
a) Efek samping neurologis
Efek samping neurologis yang serius meliputi efek samping
ekstrapiramidal, yaitu gangguan gerakan reversible yang dicetuskan oleh obat antipsikotik,
meliputi reaksi distonia, parkinsonisme, dan akatisia. Reaksi distonia terhadap antipsikotik
muncul pada awal proses terapi dan ditandai oleh spasme pada kelompok otot diskret seperti
otot-otot leher (tortikolis) atau otot-otot mata (krisis okulogirik). Reaksi distonia sangat
menakutkan dan menyakitkan bagi klien. Terapi akut terdiri atas difenhidramin (Benadryl)
yang diberikan melalui intramuskular dan intravena, atau benzotropin (cogentin) yang
diberikan melalui intramuskular.
Parkinsonisme dan parkinsonisme yang diinduksikan antipsikotik
meliputi berjalan dengan kaki terseret, wajah seperti topeng, kaku otot, dan pengeluaran air
liur (drooling). Terapi parkinsonisme dan pencegahan reaksi distonia lebih lanjut dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan :
Nama Dagang
Generik
Akatisi
a
Distoni
a
Rigidita
s
Tremo
r
Benztropin
(Cogentin)
2 2 3 2
Triheksifenidil
(Artane)
2 3 3 3
Biperiden
(Akineton)
1 3 3 3
Prosiklidin
(Kemadrin)
1 3 3 3
Amantadin
(Symmetrel)
3 2 3 2
Difenhidramin
(Benadryl)
2 2-3 1 2
Diazepam 2 1-2 1-2 0-1
(Valium)
Lorazepam
(Ativan)
2 1-2 1-2 0-1
Propranolol
(Inderal)
3 0 0 1-2
0, tidak ada efek; 1, beberapa efek (respon 20%); 2, efek sedang (respon 20-40%); 3, efek
baik (respon 40%)
Akatisia ditandai oleh gerakan yang gelisah, berjalan mondar-mandir,
ketidakmampuan untuk tetap tenang, dan klien menyatakan kegelisahannya. Klien merasa
sangat tidak nyaman dengan sensasi ini dan mungkin berhenti meminum antipsikotik untuk
menghindari efek samping tersebut. Penyekat beta seperti propranolol terbukti paling efektif
dalam mengobati akatisia, dan benzodiapezin juga terbukti berhasil dalam mengobati
penyakit ini.
Diskinesia Tardif, suatu efek samping antipsikotik yang muncul dengan
lambat ditandai oleh gerakan invollunter abnormal seperti bibir yang mengerut, menjulurkan
lidah, mengunyah, mata yang berkedip-kedip, dan menyeringai. Gerakan involunter ini
memalukan bagi klien dan dapat membuat mereka lebih terisolasi secara sosial. Diskinesia
Tardif bersifat irreversible setelah terjadi, tetapi perkembangannya dapat dihentikan dengan
mengurangi atau menghentikan pemberian obat. Klozapin, suatu antipsikotik atipikal, belum
terbukti menyebabkan efek samping ini sehingga obat ini sering direkomendasikan untuk
klien yang mengalami diskinesia Tardif ketika menggunakan antipsikotik tipikal. Penting untuk
menskrining klien guna mengetahui adanya gangguan gerakan yang muncul dengan lambat
seperti diskinesia Tardif. Skala Gerakan Involunter Abnormal ( Abnormal Involuntary
Movement Scale), AIMS digunakan untuk menskrining gejala gangguan gerakan. Klien
diobservasi dalam beberapa posisi dan keparahan gejala dinilai 0 sampai 4. Pemeriksaan
AIMS dapat dilakukan setiap 3-6 bulan. Apabila perawat mendeteksi peningkatan nilai pada
AIMS, yang menunjukkan peningkatan gejala diskinesia Tardif, dokter harus diberi tahu
sehingga dosis obat klien dapat diganti untuk mencegah perkembangannya.
Kejang adalah efek samping yang jarang muncul terkait dengan antipsikotik.
Kejang dapat dikaitkan dengan pemberian obat dosis tinggi. Penanganannya dengan
mengurangi dosis obat atau membeerikan antipsikotik lain.
Sindrom Maligna Neuroleptik (SMN) adalah kondisi serius dan seringkali
fatal yang terlihat pada individu yang diobati dengan antipsikotik. Sindrom ini ditandai dengan
kekakuan otot, demam tinggi, peningkatan enzim otot, dan peningkatan leukosit. Setiap
antipsikotik dapat menyebabkan SMN, yang diatasi dengan menghentikna obat tersebut.
Kemampuan klien untuk menoleransi antipsikotik lain setelah SMN bervariasi.
b) Efek samping non-neurologis
Efek samping non-neurologis mencakup sedasi, fotosensitivitas, dan gejala antikolinergik
seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan hipotensi otostatik.
Toksisitas dengan overdose
Overdose akut dengan antipsikotik jarang menghasilkan simptomatologi yang serius.
Intoksikasi ringan bermanifestasi dengan sedasi, hipotensi, dan miosis sedangkan intoksikasi
berat dengan agitasi dan delirium, yang mungkin akan berkembangn menjadi
retardasimotorik, kejang, aritmia kardiak,henti napas, dan koma. Gejala distonia dan
psiudoparkinsonism juga bias muncul. Pengobatan yang di rekommendasikaan meliputi
tindakan-tindakan suportif, gastric lavage, dan activated charcoal. Induksi emesis mungkin
sulit karena efek pada CTZ (chemoreceptor trigger zone) dan dialisis tidak evektif karena
tingkat ikatan obat dengan protein.
Penggunaan sebagai antipsikotik
Antipsikotik merupakan satu-satunya pengobatan efektif untuk pengobatan skizofrenia. Agen
antispikotik tipikal efektif pada 70%pasien yang mengalami episode pertama psikosis. Tidak
semua pasien responsive dan normalisasi tingkah laku yang komplit jarang dicapai.
Antipsikotik tipikal, salah satunya adalah haloperidol, paling efektif dalam pengobatan gejala
skizofren yang positif (delusi, halusinasi, dan gangguan pemikiran). Pengobatan psikosis akut
biasanya melibatkan dosos harian sampai ekuivalen denagn 10 sampai 20 mg haloperidol
(dengan konsentrasi resum sekitar 5 sampai 20 ng/ml)
Dosis yang lebih tinggi biasanya tidak lebih efektif tapi meningkatkan resiko efek samping.
Dosis pengobatan yang eksstrim bias berkisar antara 1 sampai 100 mg/hari. Peningkatan
dosis ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan hanya dilakukan bila tindakan-tindakan
yang lain gagal. Preparat lepas lambat haloperidol dekanoat diberikan secara intramuscular.
Dosis untuk haloperidol dekanoat adalah 25-250 mg setiap 2 sampai 4 minggu. Dosis
haloperidol dekanooat diturunkan 25% pada bulan kedua dan ketiga. Haloperidol mempunyai
kurva. Dosis-respon yang relatif flat sehingga bias digunakan dengan rentang dosis yang
cukup luas. Haloperidol (secara oral) telah digunakan juga secara luas pada pasien anak-
anak.
Haropelidol direkomendasikan untuk digunakan dengan dosis 2-16 mg/ hari pada anak-anak
yang berusia lebih dari 12 tahun. Haloperidol hanya menimbulkan sedikit efek samping
antikolinergik. Efek sedasi nya pun sangat lemah.
Tidak ada satu obat atau kombinasi obat-obat yang mempunyai efek selektif terhaadap
kompleks gejala tertentu pada pasien-pasien psikosis; walaupun pasien-pasien individual
tampak lebih baik dengan 1 agen daripada agen lain, hal ini hanya bias ditentukan dengan
trial and error. Umumnya, gejala-gejala positif dan gejala-gejala negative cenderung untuk
berespon bersama-sama atau tidak berespon sama sekali terhadap pengobatan. Seleksi
obat sering tergantung pada efek-efek samping atau respon sebelumnya yang bagus
terhadap suatu jenis obat.
b. Terapi Non-Farmakologi
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan
menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk
mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik
pada angka relaps dan kualitas hidup penderit `a. Intervensi berpusat pada keluarga
hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan,
atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.
Tujuannya adalah :
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita
memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya.
Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan
yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya
dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Langkah-langkah mengatasi skizofrenia
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengatasi gejala Skizofrenia:
Belajar menanggulangi stress, depresi, pikiran negative, belajar rileks dan tidak
menggunakan alcohol ataupun abat-oabatan tanpa pengetahuan dokter. Yang
terpenting segera konsultasi ke fasilitas psikiatri bila tampil gejala-gejala skizofrenia
termasuk kemungkinan bila melakukan tindakan kekerasan.
Perlu bantuan orang-orang terdekat, pada skizofrenia akut penderita rentan terhadap
stress ringan sekalipun. Harus dikurangi pemberian tanggung jawab agar tidak
membebani penderita dan mengurangi jangka pendek. Namun jangan mengambil
semua tangguang jawabnya sebab akan menimbulkan ketergantungan dan problem
lain di kemudian hari.
Jangan membicarakan penderita jika tidak ada. Umunya penderita sangat sensitive
dengan lingkungan sekitarnya. Agar lebih memahaminya cobalah berkomunikasi
dengan cara lain, dengan mengajak aktivitas secara bersama seperti mendengarkan
musik, melukis atau dengan menunjukan perhatian tanpa harus bercakap-cakap.
Pemberian obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan terapi pendukung. Obat
antipsikotik yang banyak peredar dipasaran dan diresepkan dokter. Antipsikotik
generasi terbaru bekerja mengurangi dan menagtasi gejala-gejala skizofrenia yang
positif, negative dan memperbaiki kognitif dengan efek samping yang dapat
ditoleransi lebih baik disbanding antipsikotik sebelumnya.
Terapi obat-obatan biasanya dikombinasi dengan terapi pendukung guna membantu
menurunkan dan mengatsai gejala skizofrenia, mencegah kekambuhan, membantu
pasien tetap berobat dan membantu penderita kembali ke kehidupan normal.
c. Terapi Modalitas
1. TERAPI KOGNISI
Cognitve behavioral therapy, aplikasi dari berbagai variasi teori belajar dalam kehidupan.
Tujuannya adalah untuk menolong seseorang keluar dari kesulitannya dalam berbagai bidang
kehidupan dan pengalamaman. Teknik kognitif dapat diterapkan dalam bidang pendidikan, di
tempat kerja, dalam kegiatan konsumen, dan olah raga. Dalam situasi tersebut kognitif
behavioral terapi dapat meningkatkan kemampuan kopingnya.
Bentuk Distorsi Kognisi
No Kelainan Kognitif Pengertian Contoh
1. Overgeneralizatio
n
Menggambarka
n kesimpulan
secara
menyeluruh
segala sesuatu
berdasarkan
kejadian tunggal
Seorang
mahasiswa yg
gagal dalam satu
ujian mengatakan “
kayaknya saya gak
akan lulus dalam
setiap ujian”
2. Personalization Menghubungkan
kejadian diluar
terhadap dirinya
meskipun hal
tersebut tidak
beralasan
“Atasan saya
mengatakan
produktivitas
perusahaan sedang
menurun tahun ini,
saya yakin
pernyataan ini
ditujukan pada
saya.”
3. Dichotomus
thinking
Berpikir ekstrim,
menganggap
segala
sesuatunya
selalu sangat
bagus atau
“bila suami saya
meninggal saya
pikir lebih baik saya
mati.”
sangat buruk.
4. Catastrophizing Berpikir sangat
buruk tentang
oranag dan
kejadian
“Saya lebih baik
tidak mengisi
formulir promosi
jabatan itu, sebab
saya tidak
menginginkan dan
tidak akan
nayaman dengan
jabatan itu.”
5. Selective
abstraction
Berfokus pada
detail, tetapi
tidak relavan
dengan
informasi yang
lain.
Seorang istri
percaya bahwa
suaminya tidak
mencintainya
sebab ia dating
terlambat dari
pekerjaannya
6. Arbitary Inference Menggambarka
n kesimpulan
yang salah
tanpa di dukung
data.
Teman saya tidak
pernah menyukai
saya sebab ia tidak
mau diajak pergi.
7. Mind reading Percaya bahwa
seseorang
mengetahui
pemikiran orang
lain tanpa
mengecek
kebenaranya
Mereka pasti
berpikir bahwa
dirinya terlalu kurus
atau terlalu gemuk
8. Magnification Exaggregating
the importance
of events
Saya telah
meninggalkan
makan malam
saya, hal ini dapat
menunjukan betapa
tidak kompetennya
saya.
10
.
Externalization of
self worth
Menentukan tata
nilai sendiri
untuk diterapkan
pada orang lain
Saya sudah
berusaha untuk
kelihatan baik
setiap waktu tetapi
teman-teman saya
tidak menginginkan
saya berada di
sampingnya.
Peran perawat jiwa dalam kognitif terapi
Perawat jiwa memiliki peran penting, peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai
leader, fasilitator evaluator, dan motivator. Teknik kognitif dirumah sakit jiwa dapat
bermanfaat secara efektif terhadap bebagai masalah klinik atau semua rentang usia. Masalh
tersebut meliputi: kecemasan (anxiety), gangguan efek (affective), masalh makan (eat-ing),
schizophrenia, ketrgantungan zat( substance abuse), gangguan kepribadian( personality
disorder). Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik denagn tujuan sebagai
berikut:
Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity)
Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing unwanted behavior)
Meningkatklan rekreasi (increasing pleasure)
Meningkatkan dan memberin kesempatan dalam kemampuan social (Enchancing
social skiil)
Ada beberapa teknik kognitif yang harus diketahui perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik
ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara opitimal.
2. LOGOTERAPI
Secara etimologi, logoterapi berasal dari perkataan yunani “logos” yang berarti makna atau
spirit. Maka logoterapi berfokus pada arti eksisitensi manusia dan usaha mencari arti itu
sendiri. Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi :
fisisk, psikologis, dan spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus
memperhitungkan ketiganya.
Peran perawat dalam logoterapi
Konsep logoterapi dalam psikologi penting sekali diterapkan dalam ilmu kejiwaan. Logoterpi
sebagai ilmu psikologi dapat memperkaya knowledge keperawatan jiwa. Hal ini sangat sesuai
dengan konsep keperawatan secara umum sebagai berikut: Keperawatan adalah ilmu dan
kiat yang merupakan perpaduan dan itegrasi dari area teori-teori yang berbeda: ilmu-ilmu
social, seperti psikologi dan sosiologi , ilmu-ilmu dasar seperti anatomy, fisiologi, mikrobiologi,
dan serta ilmu medis tentang diagnosa dan pengobatan terhadap penyakit.
Konsep dasar logoterapi mengajarkan kepada klien agar tetap bersikap positif dalam kondisi
yang paling sulit sekalipun.Perawat hendaknya tetap memanfaatkan kondisi lingkunagn
sebagai bahan terapi, meskipun keadaan lingkungan penuh dengan stressor. Sharing dan
diskusi antara perawat jiwa dengan klien yang berada dalam keadaan cemas dan tertekan
dapat dilakukan dengan cara selalu melihat dan menanyakan hikmah apa yang dibalik semua
kejadian yang sedang menimpa dan menjadikan pengalaman tersebut sebagai terapi.
Prinsipnya perawat harus memberika stimulus bahwa seburuk apapun lingkungan tetap ada
kebaikan yang dapat kita petik. Hal tersebut bisa dilakukan mengingat tujuan keperawatn jiwa
adalah untuk tetap meningkatkan kesejahteraan klien dalam berbagai situasi. Perawat harus
berperan untuk meminimalkan distress yang merujuk pada penyesuaian diri terhadap distress
dengan mengerahkan sumber internal dan eksternal untuk meminimalisir ketegangan.
3. TERAPI KELUARGA
Keluarga mungkin merupakan system pendukung utam ayang memberi perawatan langsung
pada setiap (sehat-sakit) klien. Umumnya keluaga meminta bantuan tenaga kesehatan jika
mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuha keperawatan yang berfokus
pada keluarga bukan hanya memulihkan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut.
Perawat membantu keluarga agar dapat mampu melakukan lima tugas kesehatan:
1. Mengenal masalah kesehatan
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan
3. Memberi perawatan pada anggota yang sehat
4. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
5. Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat
Tujuan terapi keluarga
Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi: Keluarga
merupakan suatu konteks dimana individu memulai hubungan interpersonal. Keluarga
mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku klien, mengemukakan bahwa keluarga
mempunyai fungsi dasar memberi kasih saying, rasa aman, rasa dimiliki, dan menyiapkan
peran dewasa individu di masyarakat.
Jika keluarga dipandang sebagai suatu sitem, maka gangguan jiwa pada satu anggota
keluarga akan mengganggu semua system atau keadaan keluarga.
Strategi terapi keluarga
Dasar dari ajaran teori komunikasi adalah semua tingkah laku adalah komunikasi.Terapi ini
dapat dilakukan oleh klien atau anggota keluarga.
Strategi terapi meliputi:
a. Reframing : dimana problem ditegaskan kembali oleh ahli terapi/ orang yang melakukan
terapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh keluarga. Contoh: Problem yang
mengandung arti positif,dan dikembangkan untuk mengartikan suatu masalah.
b. Pengendalian perubahan, contoh keluarga diminta untuk melaksanakan beberapa
tindakan dan target untuk menagtasi masalh dalam beberapa minggu.
c. Paradok, contoh pertentangan keluarga ysng tinggi akan menyebabkan perubahan suatu
resposn. Anggota keluarga yang baiasanya dominan mencoba untuk tidak dominan,
yang biasa mengatur berupaya belajar untuk diatur.
Peran perawat dalam terapi keluaraga
Dengan bantuan perawat, keluarga diharapkan mempunyai kemampuan mengatasi masalah
dan stabilitas dari status kesehatan yang maksimal mungkin.
a. Mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga misalnya
perawat menjelaskan mengapa komunikasi itu penting,apa kesamaan harapan yang di
miliki oleh setiap keluarga.
b. Memberikan dukungan kepada klien serta system yang mendukung klien untuk
mencapai tujuan dan uasaha untuk berubah. Perawat meyakinkan bahwa keluarga klien
mampu memecah masalah yang dihadapi anggotanya.
c. Mengkoordinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan. Perawat menunjukan
institusi kesehatan mana yang harus bekerja sama denagan keluarga.
d. Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui penyuluhan perawatan
di rumah, pendidikan dan sebagainya.
Terapi keluarga berguna untuk klien yang ; (ndikasi)
a. Segan terhadap psikoterapi individu karena takut, tidak percaya pada terapi, menentang
keras pada terap.
b. Tidak/ kurang berpengalaman dengan saudara-saudaranya mempunyai pertentangan
dengan anggota keluarga lain tidak/ sukar menyesuaikan diri dlam keluarga.
c. Ada salah satu anggota keluarga yang mempunyai integelensi rendah atau komunikasi
keluarga yang terhambat.
Peran keluarga dalam terapi
1. Membuat suatu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya terhadap diri
klien dan aktivitasnya,
Mengurangi rasa takut
Memberikan arahan
Menolong mereka dapat merasa senang dengan proses terapinya
Menerima keahlian dan melakukan perannya denngan baik
2. Tidak merasa takut dan mampu bersikap berduka
Menyusun pertanyaan untuk membantu mengurangi rasa takut.
Menguatkan anggapan anggota dan menanyakan anggapan individu
Mendapatkan fakta tentang rencana proses, kelemahan dalam rencana, persepsi
pribadi dan orang lain, persepsi peran dan komunikasi yang baik dan tekniknya,
persaan seksual dan aktivitas
3. Membantu anggota bagaimana memandang orang lain
Observasi sharing bagaiman anggota memanifestasikan dirinya
Mengajarkan anggota bagaimana mengobservasi sharing merekka dengan orang lain
4. Bertanya dan memberikan informasi tak berbelit, Memudahkan dalam memberi dan
menerima informasi yang memudahkan bagi anggota keluarga untuk melakukannya.
5. Membangun self esteem
Dengan menyatakan “saya menghargai kamu”
Mencatumkan sesuatu yang berharga bagi seseorang
Ajukan pertayaan yang dapat dijawab oleh anggota keluarga
Menekankan bahwa ahli terapi dan anggota keluarga sanggup belajar dari terapi.
Menanyakan anggota keluarga yang lain, apakah klien dapat membawa kebahagiaan
bagi anggota keluarga.
6. Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi
Melihat kembali aturan dirumah diman semua anggota berpartisipasi.
Menggunakan pendekatan humor
Menciptakan ketenangan untuk control
7. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistemik
Memberitahukan tujuan dengan jelas sampai akhir terapi atau batas waktu untuk
evaluasi.
Memperlihatkan keluarga sebagai suatu kesatuan bukan bagian
Menurunkan ancaman
8. Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab
Mengingatkan anggota keluarga bahwa meraka dapat merubah diri mereka sendiri.
Keterbukaan antar anggota keluarga.
d. Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatn
manusia.
Lingkungangndan situasi rumah sakit yang asing serta pengalaman perawatan yang
tidak menyenangkan akan memberi pengaruh besar terhadap kemampuan adaptasi
pasien denagn gangguan fisik dan mental.
Modifikasi lingkunag menurut Florence adalah sebagai berikut:
Udara yang bersih (pure air)
Air yang jernih dan sehat (pure water)
Pembuangan yang aman dan memadai (efficient drainage)
Keadaan lingkugan yang bersih (cleanline)
Sinar matahari/ cahaya yang cukup (light)
Peran perawat dalam terapi lingkungan.
Perawat sebagai individu yang selalu berda dengan pasien selama 24jam
dibandingkan dengan tim anggota kesehatan lainnya sehingga peranannya dalam
menyelenggarakan terapi lingkungan sangatlah besar.
Peran perawat dalm menyelenggarakan terapi lingkungan adalah:
a. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
b. Perawat menciptakan dan mempertahan suasan yang akrab , menyenagkan, saling
menghargai diantara sesama perawat, petugas dan pasien.
c. Perawat mnciptakan suasana yang aman dan mnjauhkan benda-bend asing yang
dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan, luka terhadap pasien atau perawat.
d. Pasien diminta untuk berpartisispasi melakukan kegiatan bagi dirinya dan orang lain
seperti yang dilakukan dirumahnya.
9. .Penyelenggara proses sosialisasi
Membantu pasien untuk belajar berinteraksi dengan orang lain mempercayai
orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan-perasaannya
dan perilakunya secra terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan tertentu.
Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan
yang baru.
10. Sebagai teknisi keperawatan
Selama proses terapi lingkungan fungsi perawat adalah memberikan/ memenuhi
kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek
obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/ menyimpang serta mengidentifikasi masalah-
masalah yang timbul dalam terpi tersebut.
11. Sebagai leader dan pengelola dalam pelaksanaan terapi lingkungan perawat harus
mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung
penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis
kepada klien.
Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan.
Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan salah satu kegiatan yang dilakukan pada waktu
luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan
menyenangkan serta mangembangkan kemampuan hubungan social. Didalam
kehidupan bangsal yang memimpin terapi adalah perawat, dimana harus
menyesuaikan kegiatan dengan tingkatan umur.Misalkan untuk remaja yang
membutuhkan kegiatan yang mengeluarkan banyak energi seperti basket,
berenang.sedangkan untuk orang tua kegiatan yang tidak mengeluarkan energi
banyak sperti, maein kartu, karambol.
Terapi kreasi seni
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama dengan orang lain
yang ahli dalam bidangnya,misalnya:
a. Dance therapy/ menari
Suatu terapi yang menggunakan bentuk ekspresi nonverbal dengan
mengguanakn gerakan tubuh dimana mengkomunikasikan tentang perasaan-
perasaan dan kebutuhan. Kegiatan dapat disesuaikan dengan kultur dan dimana
pasien bersal serta RS berbeda.
b. Terapi musik
Terapi ini dilakukan melalui musik. Dengan musik memberikan kesempatan
kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, seperti marah, sedih,
kesepian. Pelaksanaan terapi ini dapat dilakukan bersama (kelompok) atau
individu.
c. Terapi dengan menggambar
Dengan manggambarkan atau melukis akan memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mengeskpresikan tentang apa yang sedang terjadi dengan
dirinya.Kegiatan ini dapat dilakukan secara individu atau berkelompok diberbagai
sarana sseperti di RS atau dirumah perawatan.dengan menggambar juga dapat
menurunkan keteganggan dan memusatkan pikiran pada kegiatan
d. Literatur / biblio therapy
Terapi dengan kegiatan membaca sperti novel, majalah, buku-buku dan
kemudian mendiskusikan diantar pasien tentang pendapat-pendapatnya
terhadap topik yang dibaca.
Tujuan terapi ini dalah mengembnagkan wawasan diri dan bagaimana
mengekspresika perasaan / pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-
norma.
Pet therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan
hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian,
menyendiri.Sarana yang dipergunakan dalam terapi ini adalah binatang-binatang diman
dapat memberikan respon menyenangkan kepada pasien.
Plant therapy
Terapi yang bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/
makhluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi dengan yang
lain.
Kegiatan ini menggunakan tanaman/ tumbuhan sebagai objek untuk mencapai tujuan
terapi. Menanam tumbuh-tumbuhan mulai dari bijisampai menjadi bunga atau buah dan
diperbolehkan untuk memetiknya bagi pasien merupakan pengalaman memelihara
makhlik hidup denagn kasih sayang dan berhasil diluar dirinya.
G. Health Education Skizofrenia
1. Ajarkan pada keluarga tentang skizofrenia :
Skizofrenia adalah gangguan otak yang memengaruhi semua aspek fungsional.
Tidak ada penyebab tunggal yang telah ditetapkan, tetapi penelitian menunjukkan
bahwa penyebabnya, antara lain genetika, perubahan struktur dan kimia otak, serta
berbagai faktor yang berkaitan dengan stres.
Gejala-gejalanya dapat mencakup mendengar suara-suara (halusinasi), keyakinan
yang keliru (waham), berkomunikasi dengan cara yang sulit dipahami, serta fungsi
okupasi dan sosial yang buruk.
Gejala-gejala dapat membaik, tetapi dapat juga kambuh terus seumur hidup.
2. Ajarkan pada keluarga tentang :
Obat-obatan antipsikotik yang digunakan; penting bagi klien untuk meminumnya
sesuai resep.
Efek samping yang banyak terjadi dan dapat diatasi bila segera dilaporkan ke
penyedia layanan kesehatan. (Berikan informasi spesifik mengenai obat klien).
Menindaklanjuti perawatan dengan ahli terapi atau manajer perawatan merupakan
hal yang sangat penting.
3. Ajarkan pada keluarga tentang cara-cara mengatasi gejala klien :
Identifikasi berbagai kejadian yang secara tipikal mengecewakan klien dan
memberikan bantuan ekstra sesuai kebutuhan.
Catat kapan klien menjadi marah dan lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi
ansietas.
Tindakan untuk mengurangi ansietas meliputi istirahat, teknik-teknik relaksasi,
keseimbangan antara istirahat dan aktivitas, dan diet yang tepat.
Catat gejala-gejala yang ditunjukkan klien ketika ia sakit, dan bila ini terjadi anjurkan
klien untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan (bila ia menolak, Anda harus
menghubungi sendiri penyedia layanan kesehatan tersebut).
Tidak menyetujui pernyataan klien tentang halusinasi atau waham; beri tahu tentang
realitas, tetapi jangan berargumentasi dengan klien.
4. Informasi tambahan :
Ajarkan kepada keluarga tentang perawatan diri.
Anjurkan keluarga untuk membicarakan tentang perasaan dan kekhawatiran mereka
dengan penyedia layanan kesehatan.
Anjurkan keluarga untuk mau mempertimbangkan bergabung dengan kelompok
pendukung atau bantuan masyarakat.
H. Pencegahan
1. Asam lemak omega 3
Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Archives of General Psychiatry
Februari 2010 mengenai pemberian asam lemak omega 3 untuk pencegahan skizofrenia
pada pasien yang rentan skizofrenia. Disain penelitian ini adalah acak, tersamar berganda,
kontrol plasebo melibatkan 81 sampel. Sampel penelitian adalah pasien rentang usia 13-25
tahun yang memenuhi kriteria berisiko psikosis. Intervensi yang dilakukan adalah pemberian
kapsul asam lemak tidak jenuh omega 3 sebanyak 4 kapsul sehari dengan kandungan total
1,2 gram/hari yang diberikan selama 12 minggu. Selama 12 minggu tersebut pasien tidak
mendapat obat antipsikotik ataupun mood stabilizer.
I. Prognosis
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-
20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat
digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang,
eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-
angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan
penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan
perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk
menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala
yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya
selama seluruh hidupnya.
2.3 Analisa Kasus Film “Secret Windows”
Berdasarkan cerita yang terkandung di dalam film “Secret Windows”, terdapat beberapa hal
yang dapat dianalisa dari cerita tersebut.
Di dalam cerita film tersebut, pemeran utama yakni Mort Rainey yang diperankan oleh
Johnny Depp, menunjukkan beberapa gejala kejiwaan yang mengarah pada gangguan jiwa
SKIZOFRENIA.
Berdasarkan cerita di dalam film, penyakit skizofrenia yang di derita Mort Rainey mungkin
disebabkan oleh tekanan mental berlebih yang ia rasakan untuk menyelesaikan akhir cerita dari
skenario yang ia buat sendiri (di dalam film pemeran utama berperan sebagai penulis naskah cerita)
terlebih lagi diperberat oleh proses perceraian yang sedang ia jalani dengan istri yang sangat ia cintai
sehingga Mort Rainey sering mengalami halusinasi dengan adanya gambaran atau bayangan akan
tokoh-tokoh yang terdapat di dalam naskah yang ia buat sendiri dan tanpa sadar ia melakukan hal-hal
yang dijelaskan di dalam naskah yang dibuatnya seperti membunuh mantan istri.
Pada penyakit Skizofrenia sendiri, terdapat dua kategori gejala utama yaitu gejala positif
atau gejala nyata dan gejala negatif atau gejala samar.
Beberapa gejala positif atau gejala nyata yang ditunjukkan di dalam film antara lain halusinasi,
waham, dan perseverasi. Halusinasi itu sendiri adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas. Apabila dikaitkan dengan film tersebut, di
dalam film dinyatakan bahwa pemeran utama sering berkomunikasi dengan seseorang yang dirasa
selalu mengikuti dan menerornya padahal dalam kenyataannya orang tersebut tidak ada dan tidak
dapat dilihat oleh orang lain selain oleh Mort Rainey (pemeran utama). Selain itu pada bagian akhir
film tersebut, Mort Rainey memiliki konflik pemikiran dan emosi dengan bayangan dirinya sendiri yang
digambarkan lebih kuat dari salah satu sisi pribadi Mort Rainey (semacam kepribadian terbelah/
kepribadian ganda). Waham adalah keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki
dasar dalam realitas. Dan di dalam film tersebut, Mort Rainey digambarakan sebagai seseorang yang
mengalami gejala waham kejar dimana Mort Rainey merasa menjadi korban atau dimata-matai oleh
John Shooter yang sebenarnya tidak ada di dalam realitas. Perseverasi adalah terus-menerus
membicarakan satu topik atau gagasan dan pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara verbal. Di
dalam cerita film sendiri gejala perseverasi tersebut diperkuat dengan frekuensi yang sangat sering
dalam pengucapan kalimat “You know….the only thing that matters is the ending. It’s the most
important part of the story, the ending.
And this one…..is very good. This one’s perfect.”.
Sedangkan untuk gejala negatif atau gejala samar, terdapat beberapa gejala yang
ditunjukkan di dalam cerita film tersebut seperti anhedonia yaitu merasa tidak senang atau tidak
gembira dalam menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan yang di dalam cerita diperkuat dengan Mort
Rainey yang hanya senang berdiam diri di rumah peristirahatannya yang berada di daerah terpencil
dan hanya makan snack selama 30 tahun, tidak memperhatikan kebersihan diri dengan tidak pernah
mandi, dan hanya bermalas-malasan tidur-tiduran di sofa lusuhnya.
2.4 Asuhan Keperawatan
ASKEP
Pengkajian :
Pengumpulan Data
A. Biodata
1. Nama : Tn. Morth Rainey
2. Usia : -
3. Status : Menikah (Proses Perceraian)
4. Alamat : -
5. Jenis kelamin : Pria
6. Pendidikan : -
7. Pekerjaan : Penulis Novel
8. Agama : -
9. Suku bangsa : -
Do
Sering berbicara sendiri
Cemas
Halusinasi
Anhedonia
Membunuh orang terdekat
Menggerakkan bibir tanpa ada suara
Ds
Merasa terancam
Merasa gelisah
B. Pengkajian umum dan prilaku motorik
1. Hygiene dan berhias : Kurang bersih
2. Pakaian yang pantas : Jarang berganti pakaian
3. Postur : -
4. Kontak mata : -
5. Prilaku gerak – gerik yang tidak biasa : tergesa-gesa,
6. Cara bicara : menggerak-gerakkan bibir
C. Mood dan afek
1. Emosi yang diungkapkan : ketakutan
2. Ekspresi wajah : ketakutan,cemas
3. Dorongan untuk mencelakakan diri : -
D. Proses dan isi pikir
1. Isi (yang klien pikirkan) :
merasa ada orang lain yang menuduh dia mencuri cerita orang lain, tetapi pada
kenyataannya cerita tersebut adalah cerita yang dia tulis sendiri
2. Proses (cara berfikir klien) :
Halusinasi
E. Konsep diri
1. Pandangan personal tentang diri : percaya diri
2. Gambaran fisik diri : kotor, tidak rapi
3. Kualitas / sifat personal :
F. Peran dan hubungan
1. Peran saat ini : -
2. Kepuasan dalam peran : -
3. Keberhasilan dalam peran : -
4. Hubungan yang signifikan : -
5. System pendukung : -
G. Perkembangan fisiologis dan perawatan diri
1. Pola makan :
Hanya makan potato chips selama 30 tahun.
2. Pola tidur :
Tidak teratur, sering bangun tiba-tiba.
3. Masalah kesehatan : -
4. Kepatuhan terhadap pengobatan yang diprogramkan : -
5. Kemajuan melakukan aktifitas tubuh sehari hari : -
Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
No.DIAGNOSA
KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUANKRITERIA
EVALUASIINTERVENSI
1. Gangguan
Sensori Persepsi
Halusinasi
Pasien :
1. Pasien Mengenali
halusinasi yg di
alaminya
2. Pasien dapat
mengontrol
Setelah …,
pertemuan pasien
dapat menyebutkan
isi, waktu, frekuensi,
situasi pencetus,
perasaan dan
S.P 1
1. Bantu pasien mengenal
halusinasi :
Isi
Waktu terjadinya
Frekuensi
halusinasinya
3. Pasien mengikuti
program pengobatan
secara optimal
mampu
memperagakan
cara dalam
mengontrol
halusinasi
Situasi Pencetus
Perasaan saat terjadi
halusinasi
2. Latih Mengontrol
halusinasi dengan cara
menghardik.
Tahapan tindikannya
meliputi :
Menjelaskan cara
menghardik halusinasi
Memperagakan cara
menghardik
Meminta pasien
memperagakan ulang
Memantau penerapan
cara ini, beri
penguatan perilaku
pasien
3. Memasukan dalam
jadwal kegiatan pasien
Setelah ….
Pertemuan pasien
mampu
menyebutkan
kegiatan yg sudah
dilakukan dan
mampu
memperagakan
cara bercakap –
cakap dengan
orang lain
S.P. 2
1. Evaluasi kegiatan yg
lalu (SP 1)
2. Melatih berbicara /
bercakap dgn orang lain
saat halusinasi muncul
3. Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah …
Pertemuan pasien
mampu
mnyebutkan
kegiatan yg sudah
dilakukan dan
mampu menbuat
S.P. 3
1. Evaluasi Kegiatan yg
lalu (SP. 1 & 2 )
2. Melatih kegiatan agar
halusinasi tdk muncul
Tahapannya :
Menjelaskan
jadwal kegiatan
sehari – hari &
mampu
memperagakannya
pentingnya aktivitas
yg teratur u/
mengatasi halusinasi
Mendiskusikan
aktivitas yg biasa
dilakukan oleh pasien
Melatih pasien
melakukan aktivitas
Menyusun jadwal
aktivitas sehari-hari
sesuai dgn aktivitas
yg telah dilatih ( dari
bangun pagi sampai
tdr mlm)
Memantau
pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan
penguatan terhadap
perilaku pasien yg (+)
Setelah ……
Pertemuan pasien
mampu
mnyebutkan
kegiatan yg sudah
dilakukan dan
mampu
menyebutkan
manfaat dari
program
pengobatan
S.P. 4
1. Evaluasi Kegiatan yg
lalu (SP. 1, 2 & 3 )
2. Tanyakan program
pengobatan.
Jelaskan pentingnya
penggunaan obat pd
gangguan jiwa.
Jelaskan akibat bila
tidak digunakan
sesuai program
Jelaskan akibat bila
putus obat
Jelaskan cara
mendapatkan obat /
berobat
3. Jelaskan pengobatan (5
B)
4. Latih pasien minum
obat
5. Masukan dalam jadwal
Keluarga :
Dapat merawat pasien di
rumah dan menadi sistem
pendukung yg efektif
untuk pasien
Setelah ……
Pertemuan keluarga
mampu
menjelaskan
tentang halusinasi
S.P. 1
1. Identifikasi masalah
keluarga dalam
merawat pasien.
2. Jelaskan tentang
halusinasi
Pengertian halusinasi
Jenis halusinasi yg
dialami pasien
Tanda & gejala
halusinasi
Cara mwrawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi,
pemberian obat &
pemberian aktivitas
kpd pasien)
Sumber-sumber
pelayanan kesehatan
yg bisa dijangkau
3. Bermain peran cara
merawat
4. Rencana tindak lanjut
keluarga , jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
Setelah …….
Pertemuan
Keluarga. Mampu
menyelesaikan
kegiatan yang
sudah dilakukan
dan mampu
memperagakan
cara merawat
S.P. 2
1. Evaluasi kemampuan
Kelg. (SP. 1)
2. Latih Keluarga merawat
Pasien
3. RTL Kelg. / Jadwal
Keluarga untuk
merawat Pasien
pasien
Setelah ……
Pertemuan keluarga
mampu
menyebutkan
kegiatan yg sudah
dilakukan dan
mampu
memperagakan
cara merawat
pasien serta
mampu membuat
RTL
S.P. 3
1. Evaluasi kemampuan
klg (SP. 2)
2. Latih klg merawat
pasien
3. RTL keluarga / jadwal
klg untuk merawat
pasien
Setelah ……
Pertemuan keluarga
mampu
menyebutkan
kegiatan yg sudah
dilakukan dan
mampu
melaksanakan
Follow Up rujukan
S.P. 4
1. Evaluasi kemampuan
klg
2. Evaluasi Kemampuan
Pasien.
3. RTL keluarga :
Follow Up
Rujukan
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak terjadi proses
penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan meneruskan pesan sekitar
otak. Pada penderita skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan
kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang
berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang–berlebihan atau kurang– penderita dapat
mengalami gejala positif dan negatif.
Perawat jiwa memiliki peran penting, peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai
leader, fasilitator evaluator, dan motivator. Teknik kognitif dirumah sakit jiwa dapat bermanfaat
secara efektif terhadap bebagai masalah klinik atau semua rentang usia. Masalh tersebut
meliputi: kecemasan (anxiety), gangguan efek (affective), masalh makan (eat-ing), schizophrenia,
ketrgantungan zat( substance abuse), gangguan kepribadian( personality disorder). Secara
umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik denagn tujuan sebagai berikut:
Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity)
Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing unwanted behavior)
Meningkatklan rekreasi (increasing pleasure)
Meningkatkan dan memberin kesempatan dalam kemampuan social (Enchancing social skiil)
Ada beberapa teknik kognitif yang harus diketahui perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik
ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara opitimal.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan & Sadock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi 7 Jilid 2,
Binarupa Aksara. Jakarta
Stuart & Sudeen, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3 EGC, Jakarta
Keliat, B, Herawati, 1999, Proses Keperawatan Jiwa, EGC Jakarta
Johnson Marion, dkk, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby
Nanda, 2005, Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing Intervention.
Waramis, W.F. 1994. catatan Ilmu Kedoktern Jiwa. Penerbit : Airlangga University Press.
Prawirohardjo, Soejono. 1973. Klasifikasi Penyakit Jiwa dan Aspek-Aspek pengobatannya. Yogyakarta.e-
smartschool.