short case mila

23
Journal Reading Clopidogrel Plus Aspirin Versus Warfarin in Patients With in Patients With Stroke And Aortic Arch Plaques Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Sarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter !agian "lmu Penakit Saraf Disusun oleh # Nur Ulayatilmiladiyyah 01.211.6475 Pem$im$ing # dr. Dyah Nuraini, Sp.S. !"#!N #$%U &'N(!)#* S!R!+

Upload: nur-ulayatilmiladiyyah

Post on 04-Nov-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Short Case Mila

TRANSCRIPT

Journal Reading

Clopidogrel Plus Aspirin Versus Warfarin in PatientsWith in Patients With Stroke And Aortic Arch Plaques

Diajukan untukMemenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu SyaratMenempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Disusun oleh :Nur Ulayatilmiladiyyah01.211.6475

Pembimbing :dr. Dyah Nuraini, Sp.S.

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2015

BAB ILAPORAN KASUS PENDEK

1. IDENTITAS1.1. Identitas PenderitaNama penderita: An. NUmur: 7 TahunJenis kelamin: PerempuanNo. CM: 366238Tanggal : 25/07/14

1.2. Identitas Orang Tua PenderitaNama Ayah: Tn. MUmur: 35 tahunPendidikan: SMPPekerjaan: WiraswastaAgama: IslamAlamat: Payung, Rt.3 Rw.2 Weleri Kendal

Nama Ibu: Ny. RUmur: 34 tahunPendidikan: SDPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamAlamat: Payung, Rt.3 Rw.2 Weleri Kendal

2. ANAMNESIS Anamnesa dilakukan 25 Juli 2014 jam 10.00 WIB secara auto dan alloanamnesis2.1. Keluhan utama : Sesak Nafas

2.2. Riwayat Penyakit SekarangSeorang anak perempuan dibawa orangtuanya ke Poli Anak dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari yang lalu. Keluhan sesak diakui oleh pasien paling sering saat malam hari atau cuaca dingin. Sesak disertai suara mengi dan diperberat setelah melakukan aktifitas fisik seperti berlari. Sesak tidak disertai bibir dan tangan berwarna biru.Selain itu, ibu juga mengeluhkan adanya batuk dan pilek, batuk berdahak putih kental, tidak bercampur darah dan mengganggu waktu tidur. Batuk biasnaya muncul setelah aktifitas dan lebih sering muncul saat malam hari. Demam juga dirasakan pasien 2 hari, demam tidak terlalu tinggi dan menurun setelah minum obat panas. Keluhan mual, muntah disangkal oleh pasien, BAB dan BAK dalam keadaan normal.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi obat (-), Riwayat Alergi Debu (+), Alergi makanan (-),Riwayat TB (-)

2.4 Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan yang sama : (-)Riwayat Asma (+) NenekRiwayat Hipertensi dan DM : (-)

2.5. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak pertama. Ayah bekerja wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Penderita tinggal bersama ayah dan ibu. Ayah pasien seorang perokok aktif (1-2bungkus/hari) dan merokok di dalam lingkungan rumah. Rumah dekat dengan pepohonan dan udara di sekitar rumah dingin pada malam dan siang banyak debu. Di deket rumah juga terdapat kandang kambing yang menyatu dengan rumah. Biaya pengobatan ditanggung sendiri. Kesan ekonomi : Cukup.

2.6. Riwayat Pemeliharaan PrenatalPemeriksaan kehamilan: 4 x ke bidanPenyakit kehamilan : DisangkalPerdarahan selama kehamilan : DisangkalObat selama kehamilan : VitaminImunisasi selama kehamilan: 2 kali suntik TTKesan : Pemeliharaan prenatal baik

2.7. Riwayat KelahiranPersalinan: Lahir ditolong bidan Jenis Persalinan: SpontanUsia dalam kandungan : 9 bulanBerat badan lahir: 2800Panjang badan: 44 cm

2.8. Riwayat Imunisasi Dasar BCG : 1x, umur 1 bulan Polio: 4x, umur 0,2,4,6 bulan DPT: 3x, umur 2,4,6 bulan Campak: 1x, umur 9 bulan Hepatitis B: 3x, umur 0,1,4 bulanKesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap

2.9. Riwayat Gizi ASI diberikan sejak lahir sampai kurang lebih usia 2 tahun. Sejak usia 6 bulan pasien mulai diajarkan untuk makan. Makan pendamping asal diberikan bubur dan pisang yang dihaluskan. Sekarang pada usia 7 tahun penderita makan makanan keluarga. Menu seadanya mengingat kebutuhan keluarga hanya dicukupi oleh ayah penderita.Status Gizi (Z-score)Jenis Kelamin: PerempuanBerat Badan: 15 kgPanjang Badan: 125 cmUsia: 7 tahunStatus gizi menurut Z-score= nilai real nilai median SD upper SD lowerSD upper jika nilai real > nilai medianSD lower jika nilai real < nilai medianWAZ (BB/U)= 15 25,3 = 0,361 (Gizi Normal) 4,70HAZ (TB/U)= 125 127,0 = -0,37 (Normal) 5,40WHZ (BB/TB)= 27 24,5 = 0,86 (Normal) 2,9Kesan : Status gizi baik

2.10. Riwayat perkembanganSenyum:Usia 2 bulanMiring:Usia 3 bulanTengkurap:Usia 4 bulanDuduk dengan dibantu:Usia 5 bulanMerangkak:Usia 6 bulanBerdiri:Usia 7 bulanBerjalan:15 bulanKesan : Riwayat perkembangan dalam batas normal.

3. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 25 Juli 2014 jam 10.00 WIB di Poli Anak RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

Status PresentJenis Kelamin: PerempuanUsia: 7 tahunBerat Badan: 15 kgPanjang Badan: 125 cm

Tanda VitalNadi: 104 x / menitSuhu: 36,4 C (aksila)Frekuensi Nafas: 56 x / menit

Pemeriksaan FisikKeadaan umum : Sakit sedangKepala : MesocephalRambut : Hitam, tidak mudah dicabut.Mata : Palpebra simetris, cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).Telinga: Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.Hidung: Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)Mulut: Sianosis (-), tonsil bengkak (-)Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)Thorax Paru-paruInspeksi: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamisPalpasi: Stem fremitus kanan dan kiri sama.Perkusi: Sonor seluruh lapangan paruAuskultasi: Suara dasar : vesikuler Suara tambahan : wheezing (+/+), ronkhi (-/-) JantungInspeksi: Iktus kordis tidak tampakPalpasi:Iktus kordis teraba linea midclavicularis sinistra, kuat angkat (-), tidak melebar.Perkusi: RedupAuskultasi: Reguler, Suara jantung murni, gallop (-), bising (-)

Abdomen Inspeksi : Datar Palpasi: Supel, nyeri tekan (+), perut bagian bawah, massa (-), hepar dan lien tidak teraba. Perkusi: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-) Auskultasi: Peristaltic (+) normal

Genitalia: laki-laki, tidak ada kelainanEkstremitasPemeriksaanSuperiorInferior

Akral dingin-/--/-

Reflek fisiologis+/+ N+/+ N

Reflek patologis-/--/-

Sianosis-/--/-

Petekhie-/--/-

4. DIAGNOSIS BANDING1 Asma Bronkhiale2 Bronkopneumonia5. DIAGNOSIS SEMENTARAAsma Bronkhiale6. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG X-Foto Thorax AP Lateral

7. PENATALAKSANAANSalbutamol (1-2 mg 3-4 x/hari)Prednison (2 x 1 mg/kgBB = 2 x 3 tablet (2 x 10 mg))CTM 2 x 1mgAmbroxol sirup 3 x cth

8. PROGNOSISQua ad vitam= ad bonamQua ad sanam= ad bonamQua ad fungsional= ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISIAsma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Asma adalah inflamasi kronis saluran nafas yg berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari yg berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas yg sebagian bersifat reversible (Global Initiative for Asthma (GINA), 2005).ETIOLOGIDari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori timbal balik dapat dipisahkan :1. Asma ekstrinsik imunologikDitemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak, umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik. Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk alergi dan mungkin asma bronkial. Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.2. Asma intrinsik imunologikDitandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti aspirin dan obat-obat sejenisnya, latihan jasmani, emosi, cuaca/ udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. Dapat terjadi pada segala usia dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh dan berat. Lebih sering berkembang ke status asmatikus.FAKTOR RISIKOSecara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor lingkungan. 1. Faktor genetik Hipereaktivitas Atopi/alergi bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik Jenis kelamin Ras/etnik 2. Faktor lingkungan Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll) Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll) KLASIFIKASITabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinisDerajat asmaGejalaGejala malamFaal paru

Intermitten Bulanan Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala diluar serangan Serangan singkat 2x/bulan APE 80% VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE < 20%

Persisten ringan Mingguan Gejala > 1x/minggu tetapi < 1x/hari Serangan dpt mengganggu aktivitas dan tidur> 2x/bulan APE > 80% VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE 20-30%

Persisten sedang Harian Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur membutuhkan bronkodilator setiap hari> 1x/minggu APE 60-80% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%

Persisten berat Kontinua Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatasSering APE 60% VEp1 60% nilai prediksi 60% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%

PATOGENESISAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel. 1. Inflamasi akutPencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain virus, iritan, alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenikJika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat dalam 1015 menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan performed mediator seperti histamin protease dan newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin dan platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik secara spontan maupun dengan bronkodilator seperti simpatomimetik. Perubahan ini dapat dicegah dengan pemberian kromoglikat atau antagonis H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid untuk beberapa hari sebelumnya dapat mencegah reaksi ini. Reaksi fase lambat dan lamaReaksi ini timbul antara 69 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan makrofag. Patogenesis reaksi yang tergantung pada IgE, biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil 48 jam setelah rangsangan. Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan dengan reaktivasi sel mast. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin juga mempunyai peranan pada reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat oleh pemberian kromiglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya. 2. Inflamasi kronikAsma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan inflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Pada otopsi ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukan sumbatan bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh mukus ini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel mononuklear terjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen dapat juga mencegah fase ketiga ini.GAMBARAN KLINIKGambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant ashtma. Bila hal yang terkahir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.DIAGNOSISStudi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. Riwayat penyakit atau gejala :1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit1. Riwayat keluarga (atopi).2. Riwayat alergi/atopi.3. Penyakit lain yang memberatkan.4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

PENATALAKSANAANTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat, aman dan terjangkau.Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan) Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : Bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) Kortikosteroid sistemik Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari. Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau 14 drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

Serangan asma dan penanggulangannya Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat bronkodilator oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak memerlukan pengobatan. Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang kerjanya cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau bronkodilator subkutan seperti adrenalin. Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi pada serangan ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan kortikosteroid dan bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu diberikan 12 liter/menit. Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol atau subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal, keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam keadaan status asmatikus.

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran. 1. Edukasi Edukasi yang diberikan mencakup : Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan Mengenali gejala serangan asma secara dini Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya Mengenali dan menghindari faktor pencetus Kontrol teratur Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

PENCEGAHANSecara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut: Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara : Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Diet hipoalergenik ibu menyusui Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

KomplikasiBila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri mePada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.Prognosis dan perjalanan klinisMortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang

DAFTAR PUSTAKA

1. Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 209.2. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.3. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta. Penerbit EGC. 1996:775.4. Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan CaraPenanggulangannya, Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta. 2006.5. PDPI. ASMA pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2003.6. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB,. Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI: Jakarta. 20127. Anggarwal A.N et al. 2006. Prevalence and Risk Factors for Bronchial Asthma in Indian Adults: A Multicentre Study. Original ArticleVol : 48 Hal : 13 22 8. Behera, D. 2005. Bronchial Asthma. Jaypee Brothers Medical Publisher : New Delhi9. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. 10. Grootendorst, D. C. et all. 2004. Mechanisms of Bronchial Hyperreactivity in Asthma and Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Leiden University Medical Centre : The Netherlands11. Hadeli, Khaled O. 2011. Bronchial Asthma. The Oea Review Medicine.12. Handari, M. 2007. Hubungan Antara Sebelum dan Setelah Mengikuti Senam Asma dengan Frekuensi Kekambuhan Penyakit Asma. Jurnal Kesehatan Surya Medika : Yogyakarta13. Meiyanti dan Julius I. Mulia. 2000. Perkembangan patogenesis dan pengobatan Asma Bronkial. J Kedokter Trisakti, Vol.19, No.3, Hal.125 13214. Oemiati R., Sihombing M., & Qomariah. (2010). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma di Indonesia. Dipetik November 21, 2013, dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/201104149_0853-9987.pdf15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta16. Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta 17. Rosamarlina, dkk. 2010. Prevalens Asma Bronkial Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Perilaku Merokok pada Siswa SLTP di Daerah Industri Jakarta Timur. J Respir Indo Vol. 30, No. 2, Hal. 75 84 18. Rozaliyani A., dkk. 2011. Mekanisme Resistens Kortikosteroid Pada Asma. FKUI : Jakarta19. Sihombing, Marice, dkk. 2010. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma Pada Usia 10 Tahun Di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J Respir Indo Vol. 30, No. 2, Hal. 85 91 20. Sundaru, Heru dk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta.