sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/artikel/pengaruh_penambahan... · in is study,...

21

Upload: lyliem

Post on 25-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENGARUH PENAMBAHAN WAJIB PAJAK BADAN, PENYAMPAIAN SPT MASA PPH BADAN, DAN PENGAWASAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI KPP PRATAMA JAKARTA MATRAMAN

(Tresno, Indra , Wulan) [email protected] (Universitas Negeri Jakarta)

ABSTRACT

The role of the Corporate Income Tax revenue is needed to finance the country's development. The importance of the role of the Corporate Income Tax revenue in supporting the country's development makes KPP Pratama Jakarta Matraman feel the need to pay attention to performance monitoring taxpayer compliance. Therefore, this study aims to determine how the effect of adding the registered taxpayer, corporate income tax return period, and a tax on corporate income tax receipts. In is study, researchers used secondary data which is in the form of a formal document, in the form of additional monthly corporate taxpayers, report a notice period of corporate income tax and tax bills in the period Januari 2007 to Desember 2009 or for 36 months. Data collection techniques by studying the documents and reports that have been in the recap or issued by the KPP Pratama Jakarta Matraman. This study uses multiple linier regression analysis techniques and has passed the normality test data and the assumptions of classical.

Based on the results of data processing is known that the addition of taxpayer significant effect on corporate income tax receipts. In addition, corporate income tax return period is also significant effect on corporate income tax receipts. Meanwhile, tax collection letter does not significantly influence income tax receipts. Sunbangan effect of adding large taxpayer, corporate income tax return period, and a tax on corporate income tax revenues amounted to 80.9% and the rest be affected by other factors not examined. Keywords: The Addition Of Corporate Taxpayers, The Delivery Of The Notice Period Of Corporate Income Tax, And Taxpayer Compliance Oversight Body Against The Corporate Income Tax Receipts BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap Wajib Pajak atas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan pembangunan dan aktivitas pemerintah maka kebutuhan akan peningkatan penerimaan negara menjadi semakin mendesak. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi pajak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Keberadaan program intensifikasi pemungutan pajak diharapkan dapat meningkat dengan meningkatkan upaya penegakan hukum serta upaya penyempurnaan sistem administrasi pajak. Demikian halnya program ekstensifikasi, peningkatan penerimaan pajak diharapkan dapat meningkat karena dengan program tersebut jumlah Wajib Pajak dan jenis objek pajak semakin meningkat. Pajak Penghasilan merupakan salah satu unsur pajak yang diberlakukan sebagai salah satu sektor penerimaan suatu negara. Pajak telah menjadi sumber penerimaan terbesar bagi negara yang tertuang dalam APBN. Peraturan perundang-undangan tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-Undang No. 7 tahun 1983. Dengan semakin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang maka perlu diadakan perubahan Undang-Undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. Undang-Undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali diubah dan

2

disempurnakan, yaitu Undang-Undang No. 10 tahun 1994, Undang-Undang No. 17 tahun 2000, dan yang terakhir adalah Undang-Undang No. 36 tahun 2008 yang diberlakukan mulai 1 Januari 2009. Adanya perubahan peraturan perpajakan nasional (Tax Reform) yang paling mendasar adalah pelaksanaan pemungutan pajak, yaitu perubahan dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Terkait dengan sistem perpajakan di Indonesia, Pajak Penghasilan menganut prinsip Self Assessment System (yaitu Wajib Pajak menghitung dan menentukan sendiri besar pajak yang terutang). Dalam pelaksanaannya, sistem ini memerlukan adanya keterbukaan dan kejujuran dari Wajib Pajak yang bersangkutan, mulai dari pendaftaran, perhitungan besarnya pajak yang terutang, penyetoran, sampai dengan pengisian dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Fenomena yang seringkali terjadi di masyarakat adalah rendahnya tingkat kesadaran dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya. Rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat, tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya ketidaktahuan mengenai sistem dan aturan perpajakan yang berlaku, atau mungkin ada juga mereka yang masih enggan membayar pajak karena beranggapan bahwa pajak dapat mengurangi keberhasilan yang seharusnya mereka terima dan sebagainya. Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan selalu kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak, khususnya Wajib Pajak Badan. Banyaknya jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar tentunya secara otomatis akan meningkatkan penerimaan pajak yang akan diperoleh. Walaupun, sebenarnya banyak jumlah Wajib Pajak Badan tersebut belum tentu mengindikasikan bahwa penerimaan pajak, khususnya penerimaan Pajak Penghasilan Badan dapat meningkat, terutama untuk periode-periode selanjutnya. Logikanya, setiap terjadi penambahan jumlah Wajib Pajak Badan maka akan diiringi dengan meningkatnya jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Badan yang signifikan. Penambahan jumlah Wajib Pajak Badan yang seperti inilah yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan Badan pada masa-masa berikutnya. Dengan berdirinya KPP Pratama Jakarta Matraman dapat diharapkan penerimaan yang meningkat dari sektor pajak, selain itu memberikan pelayanan yang istimewa, mulai dari pemantauan perkembangan usaha, konsultasi perpajakan dan penyampaian atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa yang dilakukan dengan teknologi dan prosedur yang memudahkan Wajib Pajak itu sendiri. Sebagaimana umumnya Kantor Pelayanan Pajak dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak dengan menyediakan fasilitas yang memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban serta hak perpajakannya, meningkatkan pengawasan terhadap Wajib Pajak, meningkatkan pengawasan pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu bentuk pengawasan adalah pengawasan terhadap penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Surat Pemberitahuan merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan seluruh kegiatan usahanya selama periode waktu tertentu. Selain itu, Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai wujud pertanggungjawaban Wajib Pajak terhadap kinerja perusahaannya. Oleh karena itu, Surat Pemberitahuan (SPT) tidak hanya berfungsi sebagai data melainkan sarana komunikasi antara Wajib Pajak dengan Fiskus untuk mempertanggungjawabkan pemenuhan seluruh kewajiban perpajakan perusahaan selama waktu tertentu. Wajib Pajak yang tidak atau terlambat lapor SPT Tahunan/Masa setelah jangka waktu yang ditentukan lampau akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi. Salah satu produk hukum yang akan timbul disini sudah pasti adalah Surat Tagihan Pajak. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak bersangkutan terdaftar akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang berisi denda administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal tersebut merupakan salah satu tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, setelah sebelumnya diterbitkan Surat Himbauan dan Surat Teguran kepada Wajib Pajak terdaftar untuk segera menyampaikan SPT Tahunan/Masa mereka. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengaji lebih jauh mengenai pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan ini sebagai obyek dan potensi yang besar dalam pengoptimalkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Oleh sebab itu, penulis membahas dalam penelitian ini yang berjudul “Analisis Penambahan Wajib Pajak Badan, Penyampaian Surat

3

Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Badan, Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP Pratama Jakarta Matraman”. 1.2 Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitiaan ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan Wajib Pajak Badan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP Pratama Jakarta Matraman?

2. Bagaimana pengaruh penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Badan yang kurang bayar dan lebih bayar terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP Pratama Jakarta Matraman?

3. Bagaimana pengaruh terbitnya Surat Tagihan Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP Pratama Jakarta Matraman?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Badan Menurut Mardiasmo (2006:123), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau tahun takwim. Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (SAK No. 46:2), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pengertian badan itu sendiri tertuang dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2007 Pasal 1 ayat (2) tentang KUP adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 2.1.2 Penerimaan PPh Badan Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang telah dianggarkan dalam APBN pada suatu tahun. Rencana penerimaan pajak secara nasional dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dibagi menjadi rencana penerimaan pajak tiap-tiap kantor wilayah kemudian dibagi lagi menjadi rencana penerimaan tiap-tiap unit KPP. Selain itu, dapat disebutkan bahwa penerimaan pajak merupakan jumlah total keseluruhan pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak ke kas negara yang diterima oleh KPP Pratama setempat. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Menurut Hendri Purnomo Djati (2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk ke dalam faktor eksternal, antara lain: 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Tingkat Inflasi 3. Nilai Tukar Rupiah 4. Harga Minyak Internasional 5. Produksi Minyak Mentah Internasional 6. Suku Bunga Yang termasuk faktor internal, antara lain: 1. Besarnya Dasar Pengenaan Pajak (Tax Based) atau Objek Pajak 2. Besarnya Tarif Pajak 2.1.4 Pengertian Surat Pemberitahuan Sistem pajak di Indonesia menganut self assessment, yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang, melalui Surat Pemberitahuan yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak dengan Wajib Pajak tersebut terdaftar sehingga SPT merupakan salah satu aspek yang tidak dapat diabaikan dalam administrasi perpajakan. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (11) tentang KUP, definisi Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan saja dalam bentuk

4

elekronik. Yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Elektronik yang selanjutnya disebut e-SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan Tahunan dalam bentuk digital (berisi rekaman data elemen Surat Pemberitahuan Induk beserta lampirannya) yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media digital atau yang informasi digitalnya disampaikan melalui jaringan komunikasi data, sebagai lampiran dari Surat Pemberitahuan Induk hasil cetakan data tersebut. 2.1.5 Macam-macam Surat Pemberitahuan Menurut jenisnya di Indonesia terdapat dua macam Surat Pemberitahuan yang biasanya digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan kewajiaban perpajakannya, yaitu:

1. Surat Pemberitahuan Masa Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007 Pasal 1 ayat (12) tentang KUP, Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Yang dimaksud Masa Pajak adalah satu bulan takwim (Misalnya Masa Januari, Masa Februari atau takwim lainnya). Surat Pemberitahuan Masa terdiri dari Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan berupa Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26, Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 25, Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, dan Surat Pemberitahuan Masa Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Dalam hal-hal tertentu satu Surat Pemberitahuan dapat digunakan untuk beberapa Masa Pajak.

2. Surat Pemberitahuan Tahunan Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007 Pasal 1 ayat (13) tentang KUP, Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun Pajak adalah kurun waktu 12 (dua belas) bulan. Apabila kurun waktu 12 bulan tersebut dimulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember maka Tahun Pajaknya sama dengan tahun takwim.

2.1.6 Fungsi Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan mempunyai fungsi untuk berbagai pihak antara lain sebagai berikut:

1. Fungsi Surat Pemberitahuan Bagi Wajib Pajak Surat Pemberitahuan berfungsi sebagai sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Misalnya menyangkut pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan, Wajib Pajak harus melaporkan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh, menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, memperhitungkan Pajak Penghasilan yang sudah dipotong atau dipungut, memperhitungkan Pajak Penghasilan yang sudah dibayar di luar negeri dan memperhitungkan Pajak Penghasilan yang sudah dibayar sendiri dalam Tahun Pajak bersangkutan. Apabila pajak yang terutang terutang lebih besar dibanding pajak yang sudah dipungut atau dipotong pihak ketiga dan pajak yang telah dibayar sendiri, maka selisih yang masih harus dibayar tersebut harus disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah berakhirnya Tahun Pajak.

2. Fungsi Surat Pemberitahun Bagi Pengusaha Kena Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan merupakan sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang.

3. Fungsi Surat Pemberitahuan Bagi Direktorat Jenderal Pajak Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak akan menjadi sarana bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan dan pengujian atas kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan

2.1.7 Pengertian Pengawasan Pengertian pengawasan menurut Soemitro (1990:159) adalah alat yang sangat penting dalam usaha memasukkan uang pajak sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara, sesuai dengan ketentuan undang-undang yang tidak melanggar keadilan dan hak asasi manusia. 2.1.8 Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Berikut merupakan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, antara lain:

1. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa SPT Masa harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Terdaftar atau ke Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

5

2. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Seperti halnya SPT Masa, SPT Tahunan harus disampaikan pula ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Terdaftar atau ke Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 1) Bagi Wajib Pajak Tertentu, terutama Wajib Pajak Badan ada kalanya batas waktu

penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan tersebut tidak dapat dipenuhi, misalnya dengan alasan Laporan Keuangan Perusahaan yang belum selesai atau sedang diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam hal demikian Wajib Pajak diberi kesempatan untuk memperpanjang batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 yang menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan untuk paling lama 6 (enam) bulan.

2.1.9 Sanksi-sanksi Berkenaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 7 tentang KUP akan diberikan denda

administrasi. Bagi Wajib Pajak yang tidak atau belum menyampaikan SPT sampai dengan batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

2. Bunga a) Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 8 tentang KUP, dalam hal

Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu.

b) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 19 tentang KUP, dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas pembayaran pajak tersebut, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

3. Kenaikan Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Pasal 13 ayat 3 tentang KUP, dalam hal Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) untuk Pajak Penghasilan Badan atau Orang Pribadi dan 100% (seratus persen).

4. Sanksi Pidana a) Karena kealpaan, SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak

benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Pasal 38 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

b) Karena sengaja, SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling tinggi sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 39 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

6

2.1.10 Penerbitan Surat Tagihan Pajak karena terlambat atau tidak lapor Surat Pemberitahuan Tahunan

Sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (20) tentang KUP yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Seperti sudah disebutkan pada sanksi-sanksi berkenaan dengan SPT, maka terhadap Wajib Pajak yang tidak atau terlambat lapor SPT Tahunan setelah jangka waktu yang ditentukan lampau akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi Pasal 7 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Salah satu produk hukum yang akan timbul disini sudah pasti adalah Surat Tagihan Pajak. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak bersangkutan terdaftar akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang berisi denda administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal tersebut merupakan salah satu tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, setelah sebelumnya diterbitkan Surat Himbauan dan Surat Teguran kepada Wajib Pajak terdaftar untuk segera menyampaikan SPT Tahunan mereka. 2.1.11 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Gibson yang telah dikutip oleh Budiatmanto (1999) mendefinisikan bahwa kepatuhan sebagai motivasi seseorang, kelompok, atau organisasi untuk berbuat atau berbuat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok, dan organisasi. 2.2 Review Penelitian Relevan Euphrasia Susy Suhendra (2010), dalam penelitian dengan judul ”Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan” menelaah lebih dalam mengenai pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak yang diukur dari jumlah SPT yang disampaikan, pemeriksaan pajak yang diukur dari jumlah SPT yang diperiksa, dan pajak penghasilan terutang yang diukur dari jumlah PPh terutang yang dibayarkan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan untuk tahun pajak 2004 s.d 2008. Berdasarkan uji parsial variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan Pajak Penghasilan terutang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Sedangkan variabel pemeriksaan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Selain itu, variabel-variabel bebas dalam penelitian ini secara simultan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Putri Purna Sari (2009) dengan judul ”Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Badan, Kepatuhan Wajib Pajak Badan, dan Tingkat Inflasi Tahunan Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di Wilayah Jakarta Selatan” mencoba menguji pengaruh secara parsial dan simultan variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan uji parsial variabel kepatuhan Wajib Pajak Badan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPh Badan sedangkan variabel jumlah Wajib Pajak dan tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan. Jumlah wajib pajak tidak mempengaruhi penerimaan PPh Badan karena subjek pajak setiap KPP berbeda. Selain itu, variabel-variabel bebas dalam penelitian ini secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan di Wilayah Jakarta Selatan. Selain itu, penelitian Heris Septin (2008) dengan judul ”Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan SPT Tahunan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pada KPP Pratama Jakarta Pancoran” meneliti tingkat kepatuhan yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak di KPP. Variabel yang diteliti hanya terbatas pada kepatuhan SPT Pajak Penghasilan yang dilaporkan dan disetorkan serta jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2006 s.d. 2007. Berdasarkan uji F, kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan sebesar 36,563 dengan signifikan 0,000. Anna Wahyuni (2009), telah melakukan penelitian yang berjudul ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat”. Penelitian tersebut untuk menganalisis pengaruh antara jumlah penetapan, jumlah Wajib Pajak, dan penagihan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel penagihan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penetapan terhadap penerimaan pajak Orang Pribadi juga berpengaruh signifikan negatif. Hasil penelitian menunjukkan variabel jumlah Wajib Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang

7

Pribadi menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan bahwa pengaruh antara penagihan, penetapan, jumlah Wajib Pajak secara bersama-sama terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah signifikan. Selain itu, Prastyo Bangun Nuswantara (2010) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Kota Surabaya”. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Dirjen Pajak Kanwil Jawa Timur I, dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur selama 2000 s.d. 2008. Data yang dianalisis menggunakan model regresi linier berganda yaitu suatu analisis untuk mengetahui masing-masing variabel bebas (X) yang terdiri dari variabel Jumlah Wajib Pajak, Upah Minimum Regional, Pendapatan Perkapita, dan Jumlah Penduduk terhadap variabel terikat (Y) yaitu Pajak Penghasilan baik secara simultan maupun secara parsial. Sedangkan hasil uji t secara parsial variabel Jumlah Wajib Pajak, Upah Minimum Regional, Pendapatan Perkapita berpengaruh secara nyata terhadap Pajak Penghasilan tetapi variabel Jumlah Penduduk tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pajak Penghasilan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kukuh Widya Prayogo (2011) dengan judul ”Pengaruh Self Assessment System dan Surat Tagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai”, menunjukkan bahwa variabel Surat Tagihan Pajak yang meningkat per bulan tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu dalam bentuk dokumen formal, dalam bentuk jumlah PKP terdaftar per bulan, SPT Masa PPN yang disampaikan, serta SSP PPN per bulan yang dilaporkan, dan Surat Tagihan Pajak yang meningkat dalam periode bulan Januari 2008 s.d. bulan Desember 2010 atau selama 36 bulan. 2.3 Kerangka Pemikiran Subjek pajak badan merupakan salah satu dari subjek Pajak Penghasilan sebagai salah satu sasaran pengenaan pajak dan dasar pajak terutang yaitu penghasilan. Pemerintah telah menempuh upaya-upaya kebijakan pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan PPh Badan. Salah satu cara yang dilakukan dengan perluasan basis pajak, dalam hal ini adalah jumlah Wajib Pajak. Perluasan Wajib Pajak dilakukan melalui program ekstensifikasi yaitu calon Wajib Pajak dijaring atau disisir melalui kegiatan-kegiatan tertentu seperti melalui pemberi kerja atau pemilik properti. Ketika seseorang atau badan hukum telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka kewajiban selanjutnya adalah memenuhi segala kewajiban perpajakannya yaitu salah satunya melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak masa dan atau tahunan. Berkenaan dengan SPT, Wajib Pajak yang tidak atau terlambat lapor SPT Masa setelah jangka waktu yang ditentukan lampau akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi. Salah satu produk hukum yang akan timbul disini sudah pasti adalah Surat Tagihan Pajak. Hal tersebut merupakan salah satu tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan. Berdasarkan uraian yang dikemukakan, untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada bagian kerangka pemikiran berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat digunakan sebagai dasar untuk menyatakan hipotesis sebagai berikut:

H1: Penambahan Wajib Pajak Badan terdaftar berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan.

SPT Masa PPh Badan

yang dilaporkan

Penerimaan Pajak Penghasilan Badan

Surat Tagihan Pajak Penambahan Wajib Pajak Badan

terdaftar

8

H2: SPT Masa PPh Badan yang disampaikan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan.

H3: Terbitnya Surat Tagihan Pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan.

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Jakarta Matraman. 3.1.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai sejak bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. 3.2. Metode Penelitian Suatu penelitan dapat dilakukan dengan berbagai metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian empiris. Bersifat empiris artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan. Jenis penelitian empiris yang digunakan peneliti berbentuk kuantitatif. Jenis data yang akan dikumpulkan berupa data sekunder. 3.3 Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Independen Pada penelitian ini, data yang menjadi variabel independen antara lain:

a. Penambahan Wajib Pajak Badan terdaftar. Hal ini diukur dengan menghitung perubahan penambahan jumlah Wajib Pajak Badan dari bulan Januari 2007 s.d bulan Desember 2009.

b. SPT Masa PPh Badan yang kurang bayar dan lebih bayar Variabel ini diukur dengan menghitung jumlah SPT yang disetor Wajib Pajak Badan dengan menjumlahkan SPT Masa PPh Badan kurang bayar dan lebih bayar dari bulan Januari 2007 s.d bulan Desember 2009.

c. Surat Tagihan Pajak Variabel ini diukur dengan menghitung jumlah Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan dari bulan Januari 2007 s.d bulan Desember 2009. 2. Variabel Dependen Pada penelitian ini variabel dependen adalah penerimaan pajak penghasilan badan yang diukur dengan cara menghitung jumlah pembayaran dari penerimaan Pajak Penghasilan Badan yang disetorkan Wajib Pajak dari bulan Januari 2007 s.d bulan Desember 2009. 3.4 Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara pengambilan data yang telah direkap dan dikeluarkan oleh KPP Pratama Jakarta Matraman, berupa laporan penerimaan pajak dan daftar penambahan Wajib Pajak Badan selama 3 tahun terakhir. Dari laporan penerimaan tersebut tahunan tersebut akan dicari data jumlah Wajib Pajak Badan akhir tahun dan Wajib Pajak Badan baru untuk mengetahui Wajib Pajak Badan yang terdaftar pada KPP Pratama tersebut. Selain itu, laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Badan yang kurang dan lebih bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak tersebut dan jumlah penerbitan Surat Tagihan Pajak. Selanjutnya, jumlah pembayaran Surat Setoran Pajak (SSP) yang disampaikan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Jakarta Matraman. 3.5. Metode Analisis 3.5.1. Analisis Regresi

Y = α + β 1X1 + β 2X2 + β3X3 + e Keterangan:

Y = Penerimaan Pajak Penghasilan Badan X1 = Penambahan Wajib Pajak Badan X2 = Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Badan yang kurang bayar dan lebih bayar X3 = Surat Tagihan Pajak α = Konstanta. β = Koefisien regresi. e = Error.

9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Unit Analisis/Observasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Unit Analisis/Observasi Berdasarkan hasil pengamatan pada bulan Januari 2007 s.d. Desember 2009, diperoleh suatu gambaran mengenai pengawasan kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Jakarta Matraman. Berikut ini ringkasan mengenai pengawasan kepatuhan Wajib Pajak Badan KPP Pratama Jakarta Matraman yang dilihat dari empat variabel penelitian.

Tabel. 4.1 Deskripsi Unit Observasi

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Penerimaan PPh Badan 36 966 6698 2408.36 1526.978

Penambahan WP Badan 36 52 242 125.75 49.204

SPT Masa PPh Badan 36 57 259 116.47 51.729

STP 36 1 38 6.64 7.635

Valid N (listwise) 36

Sumber: Output SPSS (Data Olahan) 4.1.1. Penambahan WP Badan (X1) Berdasarkan tabel 4.1, rata-rata penambahan Wajib Pajak Badan selama 36 bulan yang menjadi objek pengamatan sebesar 125,75 dengan standar deviasi sebesar 49,204. Pada bulan April 2009 penambahan Wajib Pajak Badan mempunyai peningkatan yang tertinggi yaitu sebesar 242 Badan sedangkan penambahan Wajib Pajak Badan yang terendah sebesar 52 Badan terjadi pada bulan Januari 2008. 4.1.2. SPT Masa PPh Badan (X2) Berdasarkan tabel 4.1, rata-rata penyampaian SPT Masa PPh Badan yang menjadi objek pengamatan selama 36 bulan sebesar 116,47 dengan deviasi 51,729. Pada bulan Desember 2007 penyampaian SPT Masa PPh Badan mempunyai nilai yang tertinggi yaitu sebesar 259 lembar surat sedangkan penyampaian SPT Masa PPh Badan yang terendah sebesar 57 lembar surat terjadi pada bulan Februari 2009. 4.1.3. Surat Tagihan Pajak (X3) Berdasarkan tabel 4.1, rata-rata terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) selama 36 bulan yang menjadi objek pengamatan 6,64 dengan standar deviasi 7,635. Pada bulan Agustus 2008 terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) mempunyai nilai yang tertinggi yaitu sebesar 38 lembar surat sedangkan terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) yang terendah sebesar 1 lembar surat terjadi pada beberapa bulan antara lain bulan Januari 2007, September 2007, November 2007, Februari 2009, September 2009, Oktober 2009, dan November 2009. 4.1.4. Penerimaan PPh Badan (Y) Pada variabel Penerimaan PPh Badan (Y) diinteprestasikan dibagi 1.000.000. Berdasarkan tabel 4.1, rata-rata penerimaan PPh Badan selama 36 bulan yang menjadi objek pengamatan Rp2,408.36 milyar dengan standar deviasi 1,526.978. Pada bulan Juli 2008 penerimaan PPh Badan mempunyai nilai yang tertinggi yaitu sebesar Rp6,698 milyar sedangkan penerimaan PPh Badan yang terendah sebesar Rp966 juta terjadi pada Februari 2008. 4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1. Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih

10

besar dari 0.05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran. Nilai signifikansi variabel Penerimaan PPh Badan = 0.212, Penambahan WP Badan = 0.609, SPT Masa PPh Badan = 0.126, dan STP = 0.087 indepedennya di atas 0.05. Oleh karena semua variabel memiliki nilai signifikansi > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. 4.2.2 Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas pada suatu model adalah dengan melihat nilai yang dipakai untuk menandai adanya faktor multikolinearitas. Nilai yang dipakai adalah nilai nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai VIF ≥10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada lampiran. Nilai tolerance = 0.674 dan VIF = 1.483. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresinya. 4.2.2.2. Uji Autokolerasi Dikarenakan menggunakan 30 bulan dan variabel bebas yang diujikan sebanyak 3 (tiga) variabel, maka nilai dU = 1,650 dan nilai dL= 1,214. Nilai DW sebesar 1,802 masuk kedalam kriteria keempat yaitu 1.65<1.802<2, kriteria ini merupakan masuk ke daerah tidak terkena autokolerasi. Oleh karena itu, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa model regresi yang digunakan tidak terjadi autokolerasi atau antara pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain tidak terjadi korelasi residual. Dengan kata lain, gangguan pada periode sebelumnya tidak mengganggu peride penelitian ini. 4.2.2.3. Uji Heterokedastisitas Untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran heterokedastisitas dalam penelitian ini dilakukan uji Park (Park test). Pengujian ini dilakukan dengan meregrasikan absolut variabel residual yang telah dikuadratkan kemudian log naturalkan sebagai variabel dependen. Apabila nilai signifikan (Sig.) hasil regersi lebih besar daripada taraf signifikan yang digunakan (5%) maka tidak terjadi heterokedastisitas (homokedastisitas). Berikut ini hasil uji Park dengan menggunakan SPSS. Berdasarkan nilai Sig. pada tabel 4.5 dapat diinteprestasikan bahwa nilai Sig. semua variabel independen (0.156, 0.376, dan 0.137) lebih besar daripada 0.05 sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seluruh variabel bebas tidak mengandung heterokedastisitas atau varian residual dari satu obsevasi ke observasi lainnya sama. 4.2.3. Hasil Analisis regresi Linier Berganda Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini sebagai berikut:

Y = -743.405 + 11.997X1 + 12.703X2

4.2.4. Hasil Uji Anova (F test) Dari hasil Uji Anova atau F test, diperoleh nilai F.hitung sebesar 37.804 dengan probabilitas 0.000. Nilai probabilitas ini lebih kecil daripada daripada taraf signifikan yang digunakan 0.05 dan nilai F.hitung lebih besar daripada F.tabel (2.96) sehingga diketahui bahwa model regresi ditentukan dapat digunakan untuk memprediksi penerimaan PPh Badan atau dapat dikatakan bahwa Penambahan Wajib Pajak Badan, SPT Masa PPh Badan, dan STP secara bersama-sama berpengaruh terhadap penerimaan PPh Badan. 4.2.5. Hasil Pengujian Hipotesis Apabila nilai t.hitung > t.tabel dan nilai Signifikan < tingkat kesalahan (5%) yang digunakan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk mengetahui nilai t.tabel dalam penelitian ini dapat dicari dengan menggunakan tabel statistik pada signifikan 0.05/2=0.025 (Uji 2 sisi) dan df=29 sehingga menghasilkan nilai t.tabel sebesar 2.0452. Berikut ini hasil pengujian hipotesi secara parsial (uji.t): 1. Berdasarkan tabel 4.6, menunjukkan nilai t.hitung Penambahan Wajib Pajak Badan (X1) sebesar

4.995 > t.tabel (2.0452) dan nilai Sig. sebesar 0.000 < 5% sehingga keputusan yang dapat diambil adalah menerima H1 dan menolak Ho1. Dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan antara Penambahan Wajib Pajak Badan dengan penerimaan PPh Badan sedangkan tanda positif pada t.hitung menunjukkan hubungan yang positif antara antara Penambahan Wajib Pajak Badan dengan penerimaan PPh Badan .

11

2. Berdasarkan tabel 4.6, menunjukkan nilai t.hitung SPT Masa PPh Badan (X2) sebesar 5.053 > t.tabel (2.0452) dan nilai Sig. sebesar 0.000 < 5% sehingga keputusan yang dapat diambil adalah menerima H2 dan menolak Ho2. Dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan antara SPT Masa PPh Badan dengan penerimaan PPh Badan sedangkan tanda positif pada t.hitung menunjukkan hubungan yang positif antara SPT Masa PPh Badan dengan penerimaan PPh Badan.

3. Berdasarkan tabel 4.6, nilai t.hitung STP (X3) sebesar 0.525 < t.tabel (2.0452) dan nilai Sig. 0,601 > 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial hipotesis H3 ditolak dan menerima Ho3. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tidak terdapat pengaruh signifikan antara STP dengan penerimaan PPh Badan.

4.2.6. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Koefisien determinasi terletak pada tabel model summary. Tabel 4.8 menunjukkan nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.792 atau 79.2% yang artinya variabel bebas dalam penelitian ini secara bersama-sama mampu mempengaruhi perubahan penerimaan PPh Badan sebesar 79.2% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Menurut Lind (dalam Suharyadi, 2004) nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0,5 menujukkan variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat dengan baik dan kuat. Dengan kata lain, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang dipilih yaitu Penambahan Wajib Pajak Badan, SPT Masa PPh Badan, dan STP dapat menjelaskan dengan baik terhadap variabel tidak bebas yaitu penerimaan PPh Badan. 4.2.7. Pembahasan 4.2.7.1 Pengaruh Penambahan Wajib Pajak terhadap Penerimaan PPh Badan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial, nilai nilai t.hitung Penambahan Wajib Pajak Badan (X1) sebesar 4.995 > t.tabel (2.0452) dan koefisien regresi pada persamaan regersi (11.997) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara penambahan Wajib Pajak Badan terhadap penerimaan PPh Badan. Berdasarkan nilai koefisien regresi diperkirakan ketika terjadi peningkatan terhadap 1 Wajib Pajak Badan akan meningkatkan penerimaan PPh Badan sebesar 11.997 atau hubungan positif penambahan Wajib Pajak dengan penerimaan PPh Badan. Hasil penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna Wahyuni (2009) dan Prastyo Bangun Nuswantara (2010) yang menyatakan bahwa variabel jumlah Wajib Pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi menunjukkan hasil yang signifikan. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin besar jumlah Wajib Pajak, maka semakin besar jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Badan, begitu pula sebaliknya. Tetapi, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Putri Purna Sari (2009) yang menyatakan bahwa jumlah Wajib Pajak Badan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPh Badan di wilayah Jakarta Selatan. Hal ini dapat terlihat dengan menggunakan regresi dengan t.hitung lebih kecil t.tabel, yaitu 0,318 < 1,761 dan tingkat signifikansinya lebih besar dari taraf nyata signifikansi, yaitu 0,757 > 0,05. Hal ini mungkin dikarenakan berbedanya objek pajak dan juga tempat yang dijadikan objek penelitian yang diteliti. Jumlah Wajib Pajak Badan tidak mempengaruhi penerimaan PPh Badan karena subjek pajak setiap KPP Pratama berbeda. Banyaknya jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar tentunya secara otomatis akan meningkatkan penerimaan pajak yang akan diperoleh. Walaupun, sebenarnya banyak jumlah Wajib Pajak Badan terdaftar tersebut belum tentu mengindikasikan bahwa penerimaan pajak, khususnya penerimaan Pajak Penghasilan Badan dapat meningkat, terutama untuk periode-periode selanjutnya karena penghasilan Wajib Pajak Badan yang diperoleh juga tidak sama rata atau dengan kata lain ada yang berpenghasilan tinggi dan rendah. Selain itu, logikanya setiap terjadi penambahan jumlah Wajib Pajak Badan maka akan diiringi dengan meningkatnya jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Badan yang signifikan. Penambahan jumlah Wajib Pajak Badan yang seperti inilah yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan Badan pada masa-masa berikutnya. 4.2.7.2 Pengaruh Penyampaian SPT Masa PPh Badan terhadap Penerimaan PPh Badan Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji.t menghasilkan nilai t.hitung SPT Masa PPh Badan (X2) sebesar 5.053> t.tabel (2.0452) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara SPT Masa PPh Badan dengan tingkat penerimaan PPh Badan dan dari nilai koefisien

12

regresi diperkirakan ketika terjadi peningkatan terhadap 1 SPT Masa PPh Badan akan meningkatkan penerimaan PPh Badan sebesar 12.703. Penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Heris Septin (2008), Putri Purna Sari (2009), dan Euphrasia Susy Suhendra (2010). Hasil penelitian sebelumnya memberikan bukti bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari jumlah SPT yang disampaikan atau dilaporkan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan Badan pada KPP Pratama. Sistem pajak di Indonesia menganut self assessment, yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang, melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak dengan Wajib Pajak tersebut terdaftar sehingga Suarat Pemberitahuan (SPT) merupakan salah satu aspek yang tidak dapat diabaikan dalam administrasi perpajakan. Surat Pemberitahuan (SPT) berfungsi sebagai sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Misalnya menyangkut pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan, Wajib Pajak harus melaporkan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh, menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, memperhitungkan Pajak Penghasilan yang sudah dipotong atau dipungut, memperhitungkan Pajak Penghasilan yang sudah dibayar di luar negeri dan memperhitungkan Pajak Penghasilan yang sudah dibayar sendiri dalam Tahun Pajak bersangkutan. Dengan penyampaian SPT Masa PPh Badan oleh Wajib Pajak Badan tentunya secara otomatis akan meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Logikanya kemungkinan besar setiap terjadi penyampaian SPT Masa PPh Badan maka akan diiringi dengan meningkatnya jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Badan yang signifikan. 4.2.7.3 Pengaruh Terbitnya Surat Tagihan Pajak terhadap Penerimaan PPh Badan Pada Uji-t yang telah dilakukan diperoleh nilai t.hitung Surat Tagihan Pajak (X3) sebesar 0.529 < t.tabel (2.0452) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara Surat Tagihan Pajak dengan penerimaan PPh Badan. Berdasarkan koefisien regresi menunjukkan peningkatan Surat Tagihan Pajak sebesar 1, diperkirakan penerimaan PPh Badan meningkat sebesar 8.698. Surat Tagihan Pajak tidak berpengaruh signifikan karena kemungkinan besar bahwa Wajib Pajak sudah patuh dalam penyampaikan SPT Masa PPh Badan jadi tidak melakukan pelanggaran sehingga KPP Pratama Jakarta Matraman tidak perlu mengeluarkan Surat Tagihan Pajak yang merupakan salah satu produk hukum yang timbul karena Wajib Pajak yang tidak atau terlambat lapor SPT Tahunan setelah jangka waktu yang ditentukan lampau. Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan Anna Wahyuni (2009) menunjukkan bahwa variabel penagihan terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Selain itu, hasil pengujian penelitian yang dilakukan Kukuh Widya Prayogo (2011). Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa menunjukkan bahwa variabel Surat Tagihan Pajak PPN yang meningkat per bulan tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Akan tetapi, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Riskon Ginting (2006) yang menemukan fakta bahwa pengaruh pemberian surat penagihan terhadap pembayaran tunggakan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yaitu 95% Wajib Pajak melunasi utang pajaknya setelah diberikan surat penagihan tersebut sehingga dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan. Seperti sudah disebutkan pada sanksi-sanksi berkenaan dengan SPT, maka terhadap Wajib Pajak yang tidak atau terlambat lapor SPT Tahunan/Masa setelah jangka waktu yang ditentukan lampau akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi Pasal 7 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak bersangkutan terdaftar akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang berisi denda administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, setelah Wajib Pajak Badan diberikan Surat Tagihan Pajak maka akan melaporkan SPT Masa PPh Badan sehingga penerimaan Pajak Penghasilan pun otomatis akan mengalami peningkatan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Matraman mengenai pengaruh pengawasan kepatuhan wajib pajak terhadap

13

penerimaan Pajak Penghasilan Badan, serta didukung oleh teori yang telah penulis pelajari dan hasil pembahasan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan: 1. Nilai t.hitung lebih besar daripada t.tabel dan nilai signifikannya lebih kecil daripada tingkat

signifikan yang digunakan (0.05) yang artinya penambahan jumlah Wajib Pajak Badan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin besar jumlah Wajib Pajak Badan, maka semakin besar jumlah penerimaan PPh Badan, begitu pula sebaliknya.

2. Penyampaian SPT Masa PPh Badan memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap penerimaan PPh Badan, yang ditunjukkan dengan nilai signifikan yang lebih kecil daripada tingkat signifikan yang digunakan. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi penyampaian SPT Masa PPh Badan akan kemungkinan semakin tinggi penerimaan PPh Badan.

3. Dari hasil pengolahan data menunjukkan terbitnya Surat Tagihan Pajak tidak terdapat pengaruh signifikan. Hal ini mengindikasikan ketika penerimaan Pajak Penghasilan terjadi peningkatan, perubahan nilai terbitnya Surat Tagihan Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Hasil penelitian ini mendukung beberapa hasil penelitian sebelumnya.

5.2 Keterbatasan Penelitian Walaupun penelitian ini telah berhasil menguji hipotesis yang diajukan, tetapi disadari bahwa penelitian ini tidak sepenuhnya pada tingkat kebenaran mutlak sehingga tidak menutup kemungkinan diadakan penelitian lanjutan. Beberapa penelitian ini, antara lain: 1. Variabel yang diteliti hanya terbatas pada penambahan jumlah Wajib Pajak Badan, SPT Masa

PPh Badan, Surat Tagihan Pajak, dan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP Pratama Jakarta Matraman.

2. Penelitian terbatas pada bulan Januari 2007 s.d. Desember 2009 karena data lengkap dan ter-update di KPP Pratama Jakarta Matraman.

5.3 Saran Berdasarkan hasil kesimpulan dari penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah:

1. Untuk mencapai target penerimaan pajak Penghasilan Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak melakukan berbagai cara melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi kepada wajib pajak untuk dapat melakukan pembayaran. Wajib Pajak pada umumnya sering melakukan penunggakan pembayaran pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk menghadapi wajib pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak melakukan tindakan penagihan.

2. Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, maka KPP Pratama Jakarta Matraman harus lebih banyak melakukan upaya-upaya sosialisasi perpajakan sehingga Wajib Pajak lebih sadar dan peduli untuk membayar pajak tepat pada waktunya.

3. Guna mendapatkan penelitian yang lebih baik pada masa yang akan datang, maka pada penelitian-penelitian selanjutnya yang menggunakan judul analisis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Badan diharapkan dapat menambahkan variabel lainnya agar memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap penerimaan PPh Badan.

DAFTAR PUSTAKA

Budiatmanto, Agus. 1999. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Reformasi

Perpajakan Tahun 1983 Studi Kasus pada Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Unpublished Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Daft, Richard L. 2006. Manajemen. Edward Tanujaya dan Shirly Tiolona. Jakarta: Salemba Empat. Djati, Hendri Purnomo. 2004. Pengaruh Pertambahan Jumlah dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap

Penerimaan Pajak. Undergraduate Thesis. Jakarta. Program Studi Magister Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.

Ginting, Riskon. 2006. Pengaruh Pemberian Surat Penagihan terhadap Pembayaran Tunggakan Pajak Penghasilan di Tiga Kantor Pelayanan Pajak. Jurnal Ekonomi & Bisnis, vol 5, no. 1, hlm 11-20.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: FE UNDIP. Handayaningrat, Soewarno. 1994. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Haji

Masagung.

14

Kiryanto. 1997. Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Pajak Penghasilannya, Ikatan Akuntansi Indonesia Kompartemen Akuntan Pendidik (IAI-KAPd).

Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Edisi Revisi. Cetakan Ketiga, Andi. Jakarta. M. Herujito, Yayat. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT. Grasindo. Mc. Farland, Dalton E. 1972. Management. (Amerika Serikat: Colliex Max Millan International

Editions. Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit Kelompok Yayasan Obor Indonesia. Prastyo, Bangun Nuswantara. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak

Penghasilan (PPh) di Kota Surabaya. Undergraduate Thesis, Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jatim.

Purna Sari, Putri. 2009. “Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Badan, Kepatuhan Wajib Pajak Badan, dan Tingkat Inflasi Tahunan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di Wilayah Jakarta Selatan”. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Septin, Heris. 2008. “Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan SPT Tahunan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pada KPP Pratama Jakarta Pancoran”. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Soemitro, Rochmat. 1988. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: PT. Eresco. -------------------------. 1990. Asas dan Dasar Perpajakan 1. Bandung: PT. Eresco. Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Suharyadi dan Purwanto S.K. 2004. Statistika: Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta:

Penerbit Salemba Empat. Susy Suhendra, Euphrasia. 2010. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap

Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Jurnal Ekonomi Bisnis, vol 15, no. 1, hlm 58-64.

Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Wahyuni, Anna. 2009. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Orang

Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat. Skripsi. Unisbank Semarang. Widya Prayogo, Kukuh. 2011. “Pengaruh Self Assessment System dan Surat Tagihan Pajak terhadap

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada Pengusaha Kena Pajak. Skripsi. Universitas Airlangga

Yanuarno, Haris dan Afifudin. 2006. Jurnal Ilmiah Bidang Manajemen & Akuntansi. Fakultas Ekonomi Unisma.

Sumber lain: KPP Pratama Jakarta Matraman Lampiran Analisis Statisitik Deskriptif

OUTPUT SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

Penerimaan.PPh.Badan

36 966 6698 2408.36 1526.978

WP.Badan 36 52 242 125.75 49.204

SPT.Masa.PPh.Badan 36 57 259 116.47 51.729

STP 36 1 38 6.64 7.635

Valid N (listwise) 36

15

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Penerimaan.PPh.B

adan WP.Bada

n SPT.Masa.PP

h.Badan STP

N 30 30 30 30

Normal Parametersa Mean 2002.70 115.60 103.47 5.17

Std. Deviation

990.900 42.549 40.183 5.200

Most Extreme Differences

Absolute .193 .139 .215 .229

Positive .193 .139 .215 .229

Negative -.148 -.085 -.124 -.211

Kolmogorov-Smirnov Z 1.059 .761 1.175 1.253

Asymp. Sig. (2-tailed) .212 .609 .126 .087

a. Test distribution is Normal.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Tolerance VIF

1 (Constant) -743.405 295.920 -2.512 .019

WP.Badan 11.997 2.402 .515 4.995 .000 .674 1.483

SPT.Masa.PPh.Badan

12.703 2.514 .515 5.053 .000 .690 1.449

STP 8.698 16.447 .046 .529 .601 .963 1.039

a. Dependent Variable: Penerimaan.PPh.Badan

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson

R Square Change

F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .902a .814 .792 451.938 .814 37.804 3 26 .000 1.530

a. Predictors: (Constant), STP, SPT.Masa.PPh.Badan, WP.Badan

b. Dependent Variable: Penerimaan.PPh.Badan

16

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant)

-14.139 90.436

-.156 .877

LAG_1 .238 .235 .207 1.014 .321 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Unstandardized Residual

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson

R Square Change

F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .913a .833 .809 473.79672 .833 34.849 3 21 .000 1.802

a. Predictors: (Constant), New_stp, New_sptmasapph, New_wpbadan

b. Dependent Variable: New_penerimaan

Uji Park

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Tolerance VIF

1 (Constant) 5.955 1.534 3.883 .001

WP.Badan .018 .012 .307 1.459 .156 .674 1.483

SPT.Masa.PPh.Badan

.012 .013 .187 .901 .376 .690 1.449

STP .131 .085 .270 1.534 .137 .963 1.039

17

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Tolerance VIF

1 (Constant) 5.955 1.534 3.883 .001

WP.Badan .018 .012 .307 1.459 .156 .674 1.483

SPT.Masa.PPh.Badan

.012 .013 .187 .901 .376 .690 1.449

STP .131 .085 .270 1.534 .137 .963 1.039

a. Dependent Variable: LnKwa

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.316E7 3 7721388.776 37.804 .000a

Residual 5310449.971 26 204248.076

Total 2.847E7 29

a. Predictors: (Constant), STP, SPT.Masa.PPh.Badan, WP.Badan

b. Dependent Variable: Penerimaan.PPh.Badan