sitogenetika tiram mutiara

20
JUMLAH DAN KARAKTERISTIK KROMOSOM TIRAM MUTIARA Pinctada maxima (The Number and Characteristics of Chromosomes the Pearl Oyster, Pinctada maxima) BRURI MELKY LAIMEHERIWA (Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Jl. Mr. Chr. Soplanit Ambon) ABSTRACT: One of the marine resources’ commodities of high economic value which has been exploited intensively is the pearl oyster, Pinctada maxima. However, little is known about the cytogenetics of the species especially its chromosomes. This research was aimed to gain information on the number of chromosomes and their characteristics such as: size, arm ratio, relative length, position of centromeres and morphological structure of chromosomes of P. maxima. Pearl oyster samples were obtained from the Pearl Oyster Culture Center at Pohon Batu, Piru-Western Seram. The number of diploid chromosomes (2n) of P. maxima were 28 or 14 pairs, consisted of two pairs of small size chromosomes (<1 m) and 12 pairs of large size chromosomes (>1 m). The chromosomes showed several characteristics such as: the size of arms ranging from 0,419 to 2,077 μm, arms ratio ranging from 1,469 to 8,500, relative length of chromosomes ranging from 2,084 to 10,330%, and the position of centromeres ranging from 10,523 to 40,506%. Key words: Cytogenetics, Chromosome, Pearl oyster, Pinctada maxima PENDAHULUAN Tiram mutiara, Pinctada maxima merupakan salah satu komoditas bernilai ekonomi tinggi. Sayangnya, penghasil mutiara yang mahal dan langka ini sangat terbatas jumlahnya karena masih bergantung pada hasil penyelaman di dasar laut. Bahkan, keberhasilan memperoleh tiram mutiara dari dasar laut belum tentu diiringi dengan keberhasilan memperoleh mutiara. Terkadang dari 100 ekor tiram mutiara tidak satupun terdapat mutiara. Pertumbuhan tiram mutiara yang relatif lambat, sehingga kontinuitas penangkapan di alam terasa sangat menguras populasi di alam. Alternatif yang cukup bijaksana adalah dengan memproduksi benih tiram mutiara melalui panti pembenihan atau hatchery untuk mengurangi perburuan tiram mutiara di alam, namun kendala yang dihadapi adalah dari sisi teknologi dan sumberdaya manusia. Selain itu, dalam rangka mendapatkan benih yang unggul dan berkualitas pada sebuah panti benih tiram mutiara masih juga ditemui kendala karena dibutuhkan penguasaan ilmu genetika, yakni bagaimana mengontrol gen-gen sebagai pembawa sifat-sifat induk kepada keturunannya. Studi sitogenetika merupakan suatu fenomena yang menarik dan menantang. Hal ini didasari pada beberapa keajaiban atau keanehan mengenai kromosom, yakni: sebuah sel yang berukuran 10-20 mikron, berat sekitar 10 -12 gram serta secara kimiawi terdiri atas air, karbohidrat, lipid dan protein, tetapi mampu mengontrol kehidupan suatu organisme dari suatu generasi ke generasi berikut (King et al., 1994). Selain itu, satu kromosom mengandung satu molekul DNA dengan panjang rentang 102 cm yang harus dipilin atau dikemas menjadi 0,34 nm tanpa terganggu sedikitpun fungsi dan strukuturnya. Padahal, inti

Upload: bruri-penabur

Post on 20-Jun-2015

2.302 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sitogenetika tiram mutiara

JUMLAH DAN KARAKTERISTIK KROMOSOM TIRAM MUTIARA Pinctada maxima

(The Number and Characteristics of Chromosomes the Pearl Oyster, Pinctada maxima)

BRURI MELKY LAIMEHERIWA

(Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Pattimura, Jl. Mr. Chr. Soplanit – Ambon)

ABSTRACT: One of the marine resources’ commodities of high economic value which has

been exploited intensively is the pearl oyster, Pinctada maxima. However, little is known

about the cytogenetics of the species especially its chromosomes. This research was aimed to

gain information on the number of chromosomes and their characteristics such as: size, arm

ratio, relative length, position of centromeres and morphological structure of chromosomes

of P. maxima. Pearl oyster samples were obtained from the Pearl Oyster Culture Center at

Pohon Batu, Piru-Western Seram. The number of diploid chromosomes (2n) of P. maxima

were 28 or 14 pairs, consisted of two pairs of small size chromosomes (<1 m) and 12 pairs

of large size chromosomes (>1 m). The chromosomes showed several characteristics such

as: the size of arms ranging from 0,419 to 2,077 µm, arms ratio ranging from 1,469 to 8,500,

relative length of chromosomes ranging from 2,084 to 10,330%, and the position of

centromeres ranging from 10,523 to 40,506%.

Key words: Cytogenetics, Chromosome, Pearl oyster, Pinctada maxima

PENDAHULUAN

Tiram mutiara, Pinctada maxima merupakan salah satu komoditas bernilai ekonomi

tinggi. Sayangnya, penghasil mutiara yang mahal dan langka ini sangat terbatas jumlahnya

karena masih bergantung pada hasil penyelaman di dasar laut. Bahkan, keberhasilan

memperoleh tiram mutiara dari dasar laut belum tentu diiringi dengan keberhasilan

memperoleh mutiara. Terkadang dari 100 ekor tiram mutiara tidak satupun terdapat mutiara.

Pertumbuhan tiram mutiara yang relatif lambat, sehingga kontinuitas penangkapan di alam

terasa sangat menguras populasi di alam. Alternatif yang cukup bijaksana adalah dengan

memproduksi benih tiram mutiara melalui panti pembenihan atau hatchery untuk mengurangi

perburuan tiram mutiara di alam, namun kendala yang dihadapi adalah dari sisi teknologi dan

sumberdaya manusia. Selain itu, dalam rangka mendapatkan benih yang unggul dan

berkualitas pada sebuah panti benih tiram mutiara masih juga ditemui kendala karena

dibutuhkan penguasaan ilmu genetika, yakni bagaimana mengontrol gen-gen sebagai

pembawa sifat-sifat induk kepada keturunannya.

Studi sitogenetika merupakan suatu fenomena yang menarik dan menantang. Hal ini

didasari pada beberapa keajaiban atau keanehan mengenai kromosom, yakni: sebuah sel yang

berukuran 10-20 mikron, berat sekitar 10-12

gram serta secara kimiawi terdiri atas air,

karbohidrat, lipid dan protein, tetapi mampu mengontrol kehidupan suatu organisme dari

suatu generasi ke generasi berikut (King et al., 1994). Selain itu, satu kromosom

mengandung satu molekul DNA dengan panjang rentang 102 cm yang harus dipilin atau

dikemas menjadi 0,34 nm tanpa terganggu sedikitpun fungsi dan strukuturnya. Padahal, inti

Page 2: Sitogenetika tiram mutiara

yang mengandung kromosom hanya sebesar 5 mikron atau 5 x 10-4

cm, dan tebal serabut

atau benang kromosom hanya 50 nm dan berdiameter 20-30 nm (Hartwell et al., 1973; De

Robertis et al., 1975). Fenomena menarik lainnya, gen-gen dalam DNA secara konsisten dan

tetap meneruskan sifat-sifat ke generasi berikut, padahal dalam satu inti sel atau nukleus

mengandung 3x109 pasang basa DNA (Subowo, 1995; Gilbert, 2002).

Setiap spesies makhluk hidup, termasuk tiram mutiara, memiliki jumlah kromosom

yang spesifik atau berbeda dan tetap. Tiram mutiara, P. maxima mempunyai gen khusus yang

dapat menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang memberikan turunan

kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap tiram mutiara terdiri atas

bahan kimia yaitu DNA dan RNA. Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk

menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi semua aktivitas hidup tiram mutiara

tersebut baik pertumbuhan, reproduksi, pembentukan cangkang dan organ lainnya serta inti

atau biji mutiara (Benzie et al., 2003).

Hingga kini penelitian sitogenetika di Indonesia masih sangat rendah bahkan informasi

mengenai jumlah kromosom P. maxima belum dilakukan. Padahal, melalui studi ini berbagai

macam kelainan kromosomal yang sering timbul pada organisme laut dapat diketahui sebab-

sebabnya, dan diusahakan untuk menghindarinya. Di samping itu, rekayasa genetika terhadap

suatu organisme laut termasuk tiram mutiara P. maxima dapat dilakukan dengan baik jika

jumlah dan karakteristik kromosom sebagai data dasar diketahui dan dipahami. Dengan

melihat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan suatu studi awal tentang sitogenetika

tiram mutiara P. maxima dengan penekanan pada jumlah dan karakteristik kromosom biota

tersebut.

Permasalahan yang lain adalah kurangnya informasi atau data dasar jumlah kromosom

diploid, karakteristik, tingkah laku dan kariotip kromosom organisme laut yang dapat dijadikan

bahan perbandingan. Untuk itu, perlu diadakan penelitian mengenai: berapa jumlah kromosom

diploid tiram mutiara P. maxima dan bagaimana karakteristik kromosom meliputi: ukuran, rasio

lengan, panjang relatif, posisi sentromer dan morfologi tiram P. maxima? Tujuan dari penelitian

ini adalah: mengetahui jumlah kromosom diploid atau 2n tiram P. Maxima, dan menganalisis

karakteristik kromosom meliputi: ukuran, rasio lengan, panjang relatif, posisi sentromer dan

morfologi tiram P. maxima. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menyediakan informasi

atau data dasar mengenai kromosom P. maxima yang sangat dibutuhkan dalam pengungkapan

keanekaragaman, kekerabatan, dan konservasi genetik spesies tersebut. Di samping itu, hasil

penelitian ini diharapkan memberikan informasi dalam usaha pengembangan teknik produksi

dalam budidaya seperti halnya produksi tiram P. maxima yang bersifat monoseks, ploidisasi dan

hibridisasi.

Materi dan Metode

Penelitian ini dilakukan selama dua tahun. Sampel tiram diperoleh dari lokasi budidaya tiram

mutiara Pohon Batu, Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat. Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain: anakan (juvenil) tiram P. maxima berukuran antara 4-5 cm, larutan

kolkisin 0,075% w/v (75mg kolkisin dalam 1 liter air pemeliharaan), larutan hipotonik 0,075 M

KCl, larutan carnoy segar yaitu campuran etanol absolut dengan asam asetat glasial (dengan

perbandingan 3:1), kapas, kain kasa, larutan asam asetat 50%, giemsa, air bersih (tap water),

dan aquabides. Peralatan yang digunakan antara lain: kaca obyek cekung, pisau scalpel, pipet

pasteur, kaca obyek datar, cover slip, hot plate merk Daiwa, pemanas spiritus, stopwatch, gelas

Page 3: Sitogenetika tiram mutiara

arloji, mikroskop cahaya merk ZEIZZ, handy counter, kamera digital merk HP tipe 635, mistar

skala LEITZ dengan ketelitian 0,01 mikron, dan alat tulis.

Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap yaitu: tahap persiapan, pengambilan sampel di

lapangan, pembuatan preparat kromosom, pengamatan mikroskop dan pemotretan, serta

pemrosesan gambar dan analisis data. Sampel tiram P. maxima diambil dari pusat budidaya

tiram mutiara dalam keadaan hidup dan sehat dengan ukuran antara 4-5 cm. Sejumlah sampel

tiram yang masih segar diambil untuk keperluan deskripsi spesies (morfologi dan anatomi),

sedangkan beberapa ekor tiram yang masih hidup dibawa ke laboratorium, lalu dipelihara untuk

keperluan pembuatan preparat kromosom. Pembuatan preparat kromosom menggunakan teknik

jaringan padat (solid tissue technique) yang mengacu pada metode Kligerman dan Bloom (1977),

Cook (1978), Carman (1992), Nurhayati (1997), serta Said (2001) yang telah dimodifikasi dan

dioptimasi. Preparat diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 10X, 40X hingga 100X.

Jumlah kromosom pada sel dihitung dan dipotret. Hasil penghitungan dan pemotretan diproses

dengan menggunakan software sehingga mendapatkan jumlah dan gambar kromosom.

Pengukuran kromosom menggunakan skala ERNST LEITZ dengan ketelitian 0,01 µm.

Pengukuran mikrometri bertujuan mendapatkan ukuran lengan pendek dan lengan panjang.

Data jumlah kromosom diperoleh dari 675 sel yang berasal dari lima individu tiram (135 sel dari

tiap individu). Penentuan jumlah kromosom diploid (2n) tiram P. maxima didasarkan pada

jumlah kromosom yang memiliki frekuensi tertinggi atau modus sebagaimana diusulkan oleh

Brown (1972), Levan et al. (1983), dan Carman (1992). Analisis karakteristik kromosom

dilakukan mencakup: ukuran kromosom, tipe kromosom dan struktur morfologi kromosom. Data

ukuran kromosom diperoleh dari pengukuran mikrometri terhadap ukuran lengan pendek dan

lengan panjang, sedangkan panjang relatif kromosom (PRK), rasio lengan kromosom (RLK)

serta harga numerik posisi kromosom (HNPS), dihitung dengan menggunakan rumus yang

diusulkan oleh Brown (1972) dan Levan et al. (1983), sebagai berikut:

%100enom

gPanjang

kromosomPanjangPRK

kromosompendeklenganPanjang

kromosompanjanglenganPanjangRLK

%100

totalkromosomPanjang

kromosompendeklenganPanjangHNPS

Tipe kromosom tiram P. maxima ditentukan berdasarkan HNPS dan RLK sesuai pola yang

diusulkan oleh Levan et al. (1983). Genom set kromosom, diperoleh dengan mengurutkan tiap

kromosom sesuai panjang. Penomoran dimulai dari ukuran terpanjang hingga terpendek

berdasarkan PRK. Kariotip kromosom diperoleh dengan memasang-masangkan kromosom yang

homolog berdasarkan PRK dan tipe kromosom yang diperoleh, sedangkan penyusunan rumus

kromosom berdasarkan distribusi dan komposisi tipe kromosom. Data foto (images) kromosom

dipotret atau direkam dengan menggunakan kamera digital, selanjutnya diproses dengan

software: photoshop cs, macromedia flash mx, dan adobe ilustrator. Uji homogenitas dan

ANOVA untuk mengetahui apakah kelima individu yang diteliti berasal dari populasi (spesies)

yang sama atau berbeda. Pengolahan data dan analisis statistik menggunakan software: Microsoft

Excell 2003, Minitab versi 13, SPSS versi 12, Matlab versi 6 dan Genstat release 7.

Page 4: Sitogenetika tiram mutiara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi spesies P. maxima.

Spesies tiram P. maxima memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan spesies lainnya

dari genus yang sama. Pengamatan morfologi terhadap warna cangkang, cangkang bagian luar

dan dalam, serta bentuk tiram P. maxima diperoleh bahwa spesies ini mempunyai diameter

dorso-ventral dan antero-posterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal

berbentuk datar dan panjang serta dihubungkan oleh semacam engsel berwarna hitam. Tiram

muda mempunyai warna cangkang yang bervariasi dengan warna dasar kuning pucat, kuning tua

atau kuning kecokelatan, cokelat kemerahan dan kehijauan (Gambar 1). Pada cangkang bagian

luar terdapat garis-garis radial yang menonjol seperti sisik yang berwarna lebih terang dari

warna dasar cangkang.

Beberapa individu setelah mencapai dewasa, warna cangkang berwarna kuning tua sampai

kuning kecokelatan dan warna garis radial biasanya sudah memudar (Gambar 2). Cangkang

bagian dalam berkilau dengan warna putih keperakan. Bagian tepi nacre ada yang berwarna

keemasan dan kadang berwarna keperakan, sedangkan pada bagian luar nacre berwarna cokelat

kehitaman (Winanto, 2004; Pereira et al., 2002). Secara teoritis ada tiga lapisan yang tampak

pada cangkang yaitu lapisan periostracum yang berada paling atas atau luar, lapisan prismatic

yang terdapat di bagian tengah, sedangkan lapisan yang agak ke dalam yang berhubungan

dengan organ dalam disebut lapisan nacre atau lapisan mutiara. Ketiga lapisan tersebut, jika

dilihat dari zat penyusunnya, maka lapisan periostracum merupakan lapisan kulit terluar yang

kasar yang tersusun dari zat organik yang menyerupai tanduk. Lapisan prismatic umumnya

tersusun dari kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal calcite, sedangkan

lapisan mutiara atau nacre merupakan lapisan kulit sebelah dalam yang tersusun dari kalsium

karbonat (Benzie et al., 2003; Berland, 2005).

Tiram P. maxima memiliki sejumlah organ tubuh yang berfungsi sebagai pengatur aktivitas

kehidupan tiram mutiara itu sendiri. Pengamatan terhadap organ tubuh tiram P. maxima

menunjukkan bahwa organ tubuh tiram terdiri atas tiga bagian utama yaitu: kaki, mantel dan

organ dalam. Kaki tiram P. maxima merupakan suatu organ tubuh yang mudah bergerak dan

berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek. Kaki ini tersusun dari jaringan

otot yang menuju ke berbagai jurusan, sehingga dapat digunakan untuk bergerak terutama waktu

masih muda, sedangkan setelah agak dewasa dan hidup menempel pada suatu substrat, kaki tidak

lagi digunakan untuk bergerak, tetapi menggunakan byssusnya untuk menempel. Kaki tiram P.

maxima juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada insang

maupun mantelnya (Kono et al., 2000; Du Xiao-Dong, 1999). Di samping itu, tiram memiliki

mantel yang merupakan jaringan yang dilindungi oleh sel-sel epithelial dan dapat membungkus

organ bagian dalam. Mantel terletak di antara cangkang bagian dalam atau epitel luar dengan

organ dalam atau mass viseralis. Secara teoritis, sel-sel dari epitel luar ini akan menghasilkan

kristal kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit yang lebih dikenal dengan nama

lapisan mutiara. Sel ini juga membentuk bahan organik protein yang disebut konkhiolin sebagai

bahan perekat kristal kapur (Bedouet et al., 2001). Gambar 3 memperlihatkan secara skematis

organ-organ dalam tiram P. maxima, di mana terlihat organ-organ tersebut letaknya agak

tersembunyi setelah mantel dan merupakan pusat aktivitas kehidupan tiram. Organ dalam yang

dimiliki tiram P. maxima terdiri atas: insang, mulut, jantung, susunan saraf, alat

perkembangbiakan (gonad), hati, otot (adductor muscle), lambung, usus, dan anus.

Page 5: Sitogenetika tiram mutiara

Sebaran kromosom.

Hasil penelitian menunjukkan sebaran kromosom dan penampakan struktur morfologinya, sudah

dapat diamati pada individu anakan tiram berukuran 4-5 cm, dosis kolkisin 0,075% selama 7-8

jam, perlakuan hipotonik selama 100 menit, dan pewarnaan giemsa pada konsentrasi 2,5%

selama 25-30 menit. Hasil ini berbeda dengan waktu perendaman larva warm-water fish yang

berkisar antara 3-4 jam dalam 0,07% kolkisin, sedangkan larva Chilaterina campsi

membutuhkan waktu perendaman selama sembilan jam dalam 0,07% kolkisin (Carman, 1998).

Di samping itu, ikan pelangi Irian membutuhkan waktu perendaman sembilan jam dalam

kolkisin 0,07% untuk larvanya yang berumur 10 hari (Said, 1998).

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak semua sel pada anakan tiram menghasilkan sebaran

kromosom yang dapat diamati. Diduga, hal ini disebabkan perbedaan respons sel atau jaringan

individu tiram terhadap pengaruh kolkisin atau mungkin kolkisin tidak berfungsi dengan baik

karena larva tiram mengalami ketegangan pada saat pemeliharaan (Flajshans and Rab, 1989;

Carman, 1992).

Jumlah kromosom P. maxima.

Hasil penghitungan 675 sel dari lima individu tiram P. maxima (masing-masing individu

diambil 135 sel), diperoleh jumlah kromosom diploid (2n) yang bervariasi. Jumlah kromosom

tertinggi 30 buah dan terendah 26 buah dengan rata-rata berjumlah 28,04. Jumlah kromosom

diploid untuk kelima individu hampir seragam, yaitu: pada individu pertama dan kelima,

memiliki jumlah kromosom diploid tertinggi 30 buah dan terendah 26 buah dengan rata-rata

sebesar 28,03. Individu kedua, ketiga dan keempat memiliki jumlah kromosom terendah 27 buah

dan tertinggi 30 buah, tetapi memiliki rata-rata yang berbeda yakni: rata-rata jumlah kromosom

sebesar 28,08 pada individu kedua, sedangkan pada individu 3 dan 4 masing-masing sebesar

28,04 dan 28,01 (Tabel 1). Akan tetapi, rata-rata jumlah kromosom untuk kelima individu yang

diteliti tidak jauh berbeda. Variasi jumlah kromosom ini menunjukkan adanya sel yang tidak

tepat metafase sehingga tidak semua larva menghasilkan sebaran kromosom tepat metafase.

Sebagaimana dikemukakan oleh Flajshans and Rab (1989) bahwa kondisi tersebut disebabkan

ada perbedaan respons sel atau jaringan terhadap pengaruh kolkisin atau mungkin kolkisin tidak

berfungsi dengan baik karena anakan tiram yang stres pada saat perendaman.

Pada tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% (p=0,05), rata-rata jumlah kromosom kelima

individu tiram P. maxima ada pada kisaran 28,01-28,07. Sebaliknya, tiap-tiap individu pada

tingkat kepercayaan 95% tidak ada perbedaan yang mencolok bagi kelima individu, yaitu pada

individu ke-2 memiliki kisaran rata-rata yang sangat kecil yaitu 28,01-28,15 atau sekitar 0,14,

jika dibandingkan dengan kisaran rata-rata individu ke-3 yaitu 27,97-28,12 atau perbedaan

sebesar 0,15 (Tabel 1). Jumlah modus kromosom tiram P. maxima yang diperoleh baik secara

keseluruhan maupun individu per individu adalah 28 buah. Jumlah ini mengindikasikan bahwa

jumlah kromosom diploid (2n) kelima individu tiram tersebut adalah 28 buah.

Data yang disajikan Tabel 2, memperlihatkan bahwa statistik Levene (uji homogenitas) hitung

adalah 1,947 dengan nilai probabilitas 0,101 (Tabel 2). Uji homogenitas varians dilakukan untuk

mengetahui apakah kelima individu memiliki varians yang sama. Probabilitas > 0.05 (selang

kepercayaan 95%), mengindikasikan bahwa kelima individu memiliki varians jumlah kromosom

yang sama. ANOVA (analysis of variance) untuk mengetahui apakah rata-rata jumlah kromosom

kelima individu tersebut mempunyai rata-rata (mean) yang sama. Hasil perhitungan ANOVA

Page 6: Sitogenetika tiram mutiara

terhadap variabel individu menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah 0,626 dengan signifikansi

atau probabilitas 0,644 (Tabel 3). Probabilitas > 0,05, mengindikasikan bahwa kelima individu

mempunyai nilai rata-rata jumlah kromosom yang sama. Hasil uji ini mengindikasikan bahwa

kelima individu yang diteliti berasal dari populasi (spesies) yang sama atau sejenis. Uji

homogenitas menunjukkan bahwa kelima individu tidak berbeda secara signifikan karena baik

individu pertama sampai kelima termasuk dalam satu subset atau grup (Tabel 4). Dengan kata

lain, baik individu 1, 2, 3, 4 maupun 5 tidak mempunyai perbedaan signifikan satu dengan

lainnya atau sama. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai signifikan atau probabilitas 0,555 yang

lebih besar dari p=0,05. Distribusi frekuensi kehadiran jumlah kromosom diploid (2n)

berdasarkan individu secara umum bervariasi (Tabel 5). Frekuensi kehadiran tertinggi diperoleh

pada individu dengan jumlah kromosom 28 yaitu sebesar 613 sel atau 90,81%, sedangkan pada

individu dengan jumlah kromosom 26 frekuensinya terendah yaitu dua sel atau 0,30%.

Bila ditelusuri per individu, perbedaan frekuensi jumlah kromosom 2n pada tiap-tiap individu

juga relatif besar, yakni: pada individu 1 dengan jumlah kromosom 28, frekuensi kehadirannya

tertinggi yakni sebesar 88,10%, sedangkan jumlah kromosom 26, frekuensi kehadirannya

terendah yakni sebesar 0,70%. Pada individu 2 dan 3 jumlah kromosom 28, frekuensi

keharidarannya tertinggi sebesar 89,60%, sedangkan jumlah kromosom 26 frekuensi

kehadirannya terendah yakni sebesar 0,00%. Pada individu 4 dan 5 jumlah kromosom 28

frekuensi kehadirannya juga tertinggi yakni sebesar 93,30%, sedangkan pada jumlah kromosom

26 frekuensi kehadirannya terendah yakni sebesar 0,00% dan 0,70%.

Penentuan jumlah kromosom suatu organisme dengan menggunakan metode langsung adalah

berdasarkan pada modus atau frekuensi tertinggi jumlah kromosom yang ditemukan (Brown,

1972; Carman, 1992; Said, 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kromosom

diploid 28 buah memiliki modus maupun frekuensi kehadiran yang tertinggi yaitu sebanyak 613

atau 90,81%. Hasil pengamatan ini mengindikasikan bahwa jumlah kromosom diploid (2n) yang

dimiliki oleh tiram P. maxima adalah 28 buah. Meskipun demikian, dalam penelitian juga

ditemukan jumlah kromosom yang kurang atau lebih dari modus tersebut seperti 26, 27, 29 dan

30. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kromosom yang terpisah dari kelompoknya pada saat

pembuatan preparat kromosom.

Karakteristik kromosom P. maxima.

Sel-sel epitel insang tiram P. maxima yang diwarnai dengan larutan giemsa merupakan

sumber penting untuk mempelajari kromosom-kromosom pada tiram P. maxima karena jumlah

kromosomnya dapat cepat diketahui. Selain itu, karakteristik kromosom pada metafase mitosis

dapat dipelajari dengan mudah. Meratanya kromosom-kromosom pada metafase merupakan

kondisi yang tepat untuk menghitung dan membandingkan ukuran-ukuran serta morfologi dari

kromosom P. maxima (Wilson, 1968; Lawrence, 1993; Zhao et al., 2000).

Secara teori sejauh ini kromosom dipandang sebagai struktur mirip cacing yang mengandung

gen. Pada kenyatannya, kromosom sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk, dengan ciri-ciri

yang memungkinkan para ahli sitogenetika mengenal kromosom-kromosom yang khas dalam

banyak kasus (Lopez et al., 2000). Pengamatan karakteristik kromosom tiram P. maxima adalah

penting, terutama dalam mempelajari tingkah laku dari kromosom-kromosom tersebut pada

waktu terjadi pembelahan sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai ekspresi

dari kromosom-kromosom pada waktu pembelahan sel berlangsung. Beberapa karakteristik dari

kromosom-kromosom yang ditemukan di dalam sel-sel P. maxima yang diperoleh selama

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 7: Sitogenetika tiram mutiara

1. Ukuran kromosom.

Pengukuran kromosom tiram P. maxima dilakukan terhadap 14 pasang kromosom dengan

pengulangan sebesar 10 kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ukuran kromosom tiram

P. maxima berkisar dari 0,419-2,077 mikron dengan rata-rata 1,436 ± 0,503 (Tabel 6). Bila

ditelusuri berdasarkan panjang lengan panjang dan lengan pendek, maka ukuran lengan panjang

yang ditemukan berkisar dari 0,333-1,644 µm dengan rata-rata sebesar 1,080 ± 0,353, sedangkan

ukuran lengan pendek berkisar dari 0,085-0,760 dengan rata-rata sebesar 0,357 ± 0,243.

Pada setiap lengan kromosom ada dua bagian yang serupa yang dinamakan kromatid. Di dalam

kromatid tampak adanya kromonema yakni dua pita berbentuk spiral yang padanya terdapat

penebalan-penebalan. Kromatid ini tersusun oleh nukleoprotein dan sangat mudah menyerap

warna. Seringkali dianggap bahwa kromosom itu tersusun atas dua macam kromatin (MacGregor

and Varley, 1983; Smith et al., 2003). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kromosom yang

diberi pewarnaan giemsa, pada bagian tertentu lengannya tampak lebih gelap warnanya,

sedangkan lengan kromosom lainnya yang terdapat di dalam sel yang sama hanya berwarna

terang atau tidak berwarna sama sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa ada bagian kromatin

yang menyerap zat warna lebih intensif sehingga tampak lebih kelam atau gelap sedangkan

bagian lainnya tidak begitu intensif dalam menyerap zat warna tersebut. Menurut Brown (1972)

kromatin yang memiliki sifat-sifat lebih intensif menyerap warna ini memiliki fungsi

memperkuat dan melindungi sentromer karena sering ditemukan dekat dengan daerah sentromer,

telomer dan lekukan sekunder (nucleolar organizer). Hal ini berhubungan dengan kontribusinya

dalam memberi bantuan struktural kepada sentromer, yakni ikut mendukung pemisahan

kromosom yang tepat pada waktu pembelahan sel. Selain itu, memudahkan sinapsis kromosom-

kromosom homolog selama meiosis serta melindungi kelompok gen-gen tertentu dari perubahan

evolusioner oleh pindah silang atau mutasi.

Tabel 6 juga memperlihatkan variasi ukuran pasangan kromosom tiram P. maxima. Bila

mengacu pada King et al. (2002), maka terdapat dua kelompok ukuran kromosom yang dimiliki

oleh tiram P. maxima yaitu: kromosom berukuran besar (>1 mikron) dan kromosom ukuran kecil

(<1 mikron). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromosom ukuran kecil yang dimiliki oleh

tiram ini hanya berjumlah dua pasang (14,29%) yaitu pada kromosom nomor 13 dan 14,

sedangkan sisanya termasuk kelompok kromosom berukuran besar yaitu sebanyak 12 pasang

(85,71%), yang dimiliki oleh kromosom nomor 1-12 (Gambar 4).

Setiap pasang kromosom homolog biasanya mempunyai ukuran dan bentuk yang tetap

dalam fase tertentu dalam siklus sel, namun antara pasangan kromosom non-homolog dan antara

kromosom-kromosom dari spesies yang berlainan dapat dijumpai perpedaan-perbedaan

(Subowo, 1995). Kromosom pendek dan padat yang dapat dilihat dalam pembelahan sel dari

makhluk eukaryotik adalah sekitar ¼ mikron, seperti pada fungi, sedangkan kromosom yang

panjang dapat mencapai ukuran 30 mikron yang terdapat pada tanaman Trillium (Suryo, 1995).

Umumnya sebagian besar kromosom metafase berkisar dari 0,3-25 m (Brown, 1972). Misalnya,

antara 0,5-1,5 m pada ikan Telmatherina ladigesi (Adriani, 2001), dari 1-3,5 m pada

Drosophila, 5 m pada manusia dan 8-10 m pada jagung (McIntosh and Hering, 1991).

2. Rasio lengan kromosom.

Rasio lengan kromosom merupakan perbandingan antara lengan kromosom panjang dengan

lengan kromosom pendek (Levan et al., 1983). Rasio lengan kromosom (RLK) yang dijumpai

pada tiram P. maxima sangat bervariasi yakni antara 1,469-8,500 dengan rata-rata sebesar 4,344

Page 8: Sitogenetika tiram mutiara

(Tabel 7). Dengan mengetahui nilai rasio lengan, sebuah kromosom dapat dibedakan dengan

kromosom lainnya. Kromosom yang memiliki rasio lengan berkisar dari 1,00-1,67 dapat

dikategorikan sebagai kromosom metasentrik, nilai RLK berkisar dari 1,68-3,00 dikategorikan

sebagai submetasentrik, nilai RLK berkisar dari 3,01-7,00 dikategorikan sebagai subtelosentrik

dan nilai RLK>7,0 dikategorikan sebagai telosentrik. Berdasarkan pola pembagian tersebut,

maka dapat dikatakan bahwa rata-rata nilai RLK 4,344 mengindikasikan adanya kecenderungan

kromosom tiram P. maxima berbentuk subtelosentrik, yang ditunjukkan oleh rata-rata nilai RLK

tersebut yang berada pada kisaran 3,01-7,00. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

McIntosh and Hering (1991), bahwa kromosom-kromosom dari suatu genome tunggal dapat

berbeda dalam ukuran dan rasio lengannya. Sebagai contoh, dalam genome manusia, ada sekitar

3-4 kali lipat kisaran dalam ukuran dari kromosom 1 (ukuran terbesar) ke kromosom 21 (ukuran

terkecil). Oleh karena itu, dalam menganalisis kromosom beberapa spesies, seorang ahli

sitogenetika bisa mengalami kesulitan mengenal individu kromosom hanya oleh ukurannya

tetapi bisa mengelompokkan kromosom-kromosom yang berukuran serupa (Brown, 1972).

3. Panjang relatif kromosom.

Panjang relatif kromosom didefinisikan sebagai panjang total sebuah kromosom dibagi dengan

panjang set kromosom suatu genom (set kromosom haploid) dan dinyatakan dalam persen

(MacGregor and Varley, 1983). Panjang relatif kromosom tiram yang diperoleh selama periode

penelitian adalah sebesar 2,084-10,330% dengan rata-rata sebesar 7,143% (Tabel 8). Hal ini

berarti dari seluruh set kromosom yang dimiliki oleh tiram P. maxima, tidak ada sebuah

kromosom yang terlalu besar atau dominan, karena selisih antara kromosom terbesar dan terkecil

hanya sebesar 8, 246% atau 1,558 mikron. Menurut Brown (1972) dan Levan et al. (1983), tiap

kromosom dalam suatu genome dinomori menurut urutan panjang relatifnya dan dimulai dari

yang terpanjang hingga yang terpendek. Dengan demikian, berdasarkan nilai PRK dapat dibuat

urutan tiap kromosom tiram P. maxima dalam suatu genome sebagai satu set kromosom haploid,

mulai dari yang terpanjang hingga yang terpendek (Gambar 5).

Kromosom-kromosom tampak sebagai benang-benang halus yang terlihat sebagai pasangan-

pasangan yang homolog. Kromosom yang dilihat dengan mikroskop elektron tampak terdiri atas

serabut-serabut yang tebalnya dapat berkisar antara 100-500 angstrom dengan diameter sekitar

250 angstrom, sedangkan sebuah kromosom terdiri atas seutas serabut tunggal yang berbentuk

spiral yang membentuk banyak ragam dan lipatan selama pembelahan sel (Du Praw, 1970

dalam Suryo, 1995). Dalam interfase kromosom-kromosom belum kelihatan jelas, melainkan

hanya terlihat adanya benang-benang halus dan panjang. Setelah fase mitosis dalam siklus sel

dimulai, benang-benang itu mengalami kontraksi sehingga menjadi pendek dan tebal. Kromosom

kelihatan lebih menebal pada fase metafase. Hal ini terjadi sebagai akibat dari terbentuknya

super spiral dan terbungkusnya serabut-serabut kromatin. Dalam daerah sentromer tampak

adanya struktur seperti benang-benang halus yang dinamakan mikrotubulus (Brown, 1972;

Suryo, 1995; dan Subowo, 1995).

4. Posisi sentromer.

Dari pengamatan di bawah mikroskop cahaya, kromosom hanya tampak berupa batang

yang lurus atau bengkok dan dapat dibedakan beberapa bagiannya seperti sentromer dan satelit.

Sentromer tampak berupa lekukan ke arah dalam dan warnanya lebih terang, dibandingkan

dengan warna lengan kromosom. Menurut Morrison et al. (1999), sentromer-sentromer ini

berfungsi sebagai tempat berpegangannya benang-benang plasma dari spindel (gelendong inti)

Page 9: Sitogenetika tiram mutiara

sewaktu pembelahan sel berlangsung. Apabila benang spindel berkontraksi sehingga memendek,

maka kromosom tertarik atau bergerak ke arah kutub sel. Walaupun posisi sentromer ini tetap

untuk suatu kromosom tertentu, namun umumnya untuk berbagai kromosom posisi ini dapat

berbeda-beda. Perbedaan posisi sentromer ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

mengidentifikasi beberapa macam kromosom dalam suatu siklus pembelahan sel. Bahkan

dengan menggunakan posisi sentromer dalam suatu kromosom dapat dihitung rasio lengan

kromosom dan harga numerik posisi sentromer sehingga dapat merupakan kunci dalam

penyusunan kariotip dan rumus kromosom suatu spesies.

Posisi sentromer terhadap ujung lengan yang dimiliki kromosom tiram P. maxima berjarak

terkecil atau minimum sekitar 10,523% dan terbesar atau maksimum 40,506% dengan rata-rata

sebesar 23,517% (Tabel 9.). Sebagaimana dikemukakan oleh Darnell et al. (1990) mengenai

nomenklatur dan morfologi suatu kromosom, maka dapat dikatakan bahwa jarak antara ujung

kromosom atau telomer yang terpendek sampai ke posisi sentromer rata-rata sekitar 23,517%,

dibandingkan dengan jarak telomer yang lainnya terhadap posisi sentromer yaitu sekitar

76,483%. Selain itu, bila tiap kromosom ditelusuri, terlihat bahwa penyebaran HNPS setiap

kromosom sangat bervariasi. Sentromer mempunyai bentuk yang mirip jantung dengan diameter

sekitar 0,8 mikron. Sentromer ini tidak menyerap warna seperti lengan kromosom dan pada akhir

metafase akan membelah diri secara memanjang, yaitu pada tiap belahan sentromer melekat dua

serabut spindel yang masing-masing tersusun atas serabut microtubulus. Sentromer merupakan

bagian kromosom ke mana serat-serat berpilin menempel. Bagian sentromer biasanya tampak

sempit atau terjepit dan posisi jepitan menjelaskan rasio antara panjang lengan kedua kromosom.

Bahkan rasio ini menjadi suatu ciri yang berguna dalam mengenal karakteristik kromosom suatu

organisme (Elridge, 1985; Rieder and Salmon, 1998).

Posisi sentromer bukan hanya menentukan ratio lengan, tetapi juga bentuk-bentuk kromosom

sementara mereka bermigrasi ke kutub yang berlawanan selama anafase. Pada beberapa

organisme, seperti: lepidoptera, sentromer menyatu, sehingga serat-serat berpilin menempel

seantero panjang kromosom (Sagata, 1996). Jika mengacu pada stuktur dan morfologi yang

dikemukakan oleh Darnell et al. (1990), maka hasil pengamatan struktur dan morfologi

kromosom tiram P. maxima selama penelitian menunjukkan struktur yang lengkap, yakni: ada

kromatid, sentromer, telomer, serta tidak ditemukan kelainan fisik kromosom tiram P. maxima

seperti lekukan sekunder dan satelit.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa: Sebaran dan penampakan struktur morfologi

kromosom tiram P. maxima sudah dapat diamati pada dosis kolkisin 0,075% selama 7-8 jam,

perlakuan hipotonik selama 100 menit, dan pewarnaan giemsa pada konsentrasi 2,5% selama 25-

30 menit. Kromosom diploid (2n) tiram P. maxima berjumlah 28 buah atau 14 pasang

kromosom haploid (n) yang terdiri atas dua pasang kromosom berukuran kecil (lebih kecil dari 1

µm) dan 12 pasang berukuran besar (lebih besar dari 1 µm). Kromosom tiram P. maxima

mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: Ukuran lengan berkisar dari 0,419-2,077 µm

dengan rata-rata 1,436 µm; Rasio lengan berkisar dari 1,469-8,500 dengan rata-rata sebesar

4,344; Panjang relatif kromosom berkisar dari 2,084-10,330% dengan rata-rata sebesar 7,143%;

Posisi sentromer kromosom berkisar dari 10,523-40,506% dengan rata-rata sebesar 23,517%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Page 10: Sitogenetika tiram mutiara

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. E. Ferdinandus, M.Sc., Ph.D., Drs. G.V.

Limmon, M.Sc., Ph.D. dan Ir. J.A. Pattikawa, M.Sc., selaku pembimbing sekaligus mitra dalam

bidang penelitian ini. Terima kasih juga kepada Dr. Odang Carman (Kepala Laboratorium

Genetika dan Pengembangbiakan Ikan Institut Pertanian Bogor) dan Ir. Maudy Littay, DEA,

Ph.D. yang telah membantu penulis dalam penelitian terutama mengenai literatur, metode

perhitungan, pengukuran dan analisis data penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, I. 2001. Bioekologi, morfologi, kariotip dan reproduksi ikan hias rainbow Sulawesi

(Therlamterina Ladigesi) di Sungai Maros, Sulawesi Selatan Tesis (Tidak dipublikasi). Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 101 halaman.

Bedouet, L., M.J. Schuller, F. Marin, C. Milet, E. Lopez and M. Giraud. 2001. Soluble proteins

of the nacre of the giant oyster Pinctada maxima and of the abalone Haliotis tuberculata:

Extraction and partial analysis of nacre proteins. Comparative biochemistry and physiology. Part

B, Biochemistry and Molecular Biology 128B(3): 389-400.

Benzie, J. A. H., C. Smith and K. Sugama. 2003. Mitochondrial DNA reveals genetic

differentiation between Australian and Indonesian pearl oyster Pinctada maxima (Jameson 1901)

populations. Journal of Shellfish Research 22(3) : 781-787.

Berland, S. 2005. Nacre/bone interface changes in durable nacre endosseous implants in sheep.

Biomaterials 26(1) : 2767-2773.

Brown, W.V., 1972. Textbook of cytogenetics. C.V. Mosby, Saint Louis. 1632 pp.

Carman, O. 1992. Chromosome set manipulation in some warm-water fish. Ph.D. Dissertation

(Unpublish.). Tokyo University of Fisheries, Tokyo, 165 pp.

Carman, O., Alimudin, S. Sastrawibawa, and H. Arfah. 1998. Karyotype and nucleoli number in

Red Tilapia. The Fifth Asian Fisherie Forum International Conference on Fisheries and Food

Security Beyond the Year 2000. November 11-14, 1998. Chiang Mai, Thailand. 312 pp.

Cook, P.C. 1978. Karyotypic analysis of the Gobiid Genus Quietula. Jordan and Evermann. J.

Fish. Biol., 12: 173-174.

Darnell, C., C. Milet, E. Lopez and M. Giraud. 1990. Moleculer cell biology. (2nd

Ed.). AVI

Publ. Co. Inc., Westport. 480 pp.

De Robertis, E.D.P., F.A.Saez, and E.M.F de Robertis. 1975. Cell biology. W.B. Sounders,

Philadelphia. 860 pp.

Du Xiao-Dong. 1999. Ultrastructure of epithelial cells of the mantle of Pinctada maxima. Acta

Zoologica Sinica, 45(3): 246-251.

Eldridge, F.E. 1985. Cytogenetics of lifestock. AVI Publ. Co. Inc., Westport. 280 pp.

Flajshans, M. and P. Rab. 1989. Chromosome study of Oncorhyncus mykiss Kamploops.

Aquaculture, 89: 1-8.

Gilbert, S. F. 2000. Developmental biology. 6th

Ed., Sinauer Assoc., Sunderland. 940 pp.

Page 11: Sitogenetika tiram mutiara

Hartwell, L.H. and T.A. Weinert. 1989. Checkpoints: Controls that ensure the order of cell cycle

events. Science 246: 629-634.

Hartwell, L.H., R.K. Mortimer, J. Culotti, and M. Culotti. 1973. Genetic control of the cell

division cycle in yeast: V. Genetic analysis of cdc mutants. Genetics 74: 267-287.

King, R.C., P.K. Jackson and M.W. Kirschner. 1994. Mitosis in transition. Cell, 79: 563-571.

Kligerman, A.D. and Bloom, 1977. Rapid Chromosome preparation from solid tissue of fishes.

Fisheries Research Board Cannadian, 34: 266-269.

Kono, M., N. Hayashi, and T. Samata. 2000. Molecular mechanism of the nacreous layer

formation in Pinctada maxima. Biochemical dan Biophysical Research Communications 269(1):

213-218.

Lawrence, J.B. 1993. Probing functional organization within the nucleus: Is genome structure

integrated with RNA metabolism? Cold Spring Harbour Symposia on Quantitative Biology,

Volume LVIII. Cold Spring Harbour Press. 807- 818.

Levan, A., K. Fredga, and A.A. Sandberg. 1983. Nomenclature for centromic position on

chromosome. Hereditas, 52: 201-220.

Lopez, E.; A. Le Faou; S. Borzeix; and S. Berland. 2000. Stimulation of rat cutaneous fibroblasts

and their synthetic activity by implants of powdered nacre (mother of pearl). Cell, 32(1): 95-

101.

MacGregor, H.C and J.M. Varley. 1983. Working with animal chromosomes. John Willey and

Sons Inc., New York. 250 pp.

McIntosh, J.R. and G.E. Hering. 1991. Spindle fiber action and chromosome movement Ann.

Rev. Cell Biol., 7: 403-426.

Morrison, S.J., P.M. White, C. Zock, and D.J. Anderson. 1999. Prospective identification,

isolation by flow cytometry, and in vivo self-renewal of multipotent mammalian neural crest

stem cells. Cell, 96: 737-749.

Nurhayati, 1997. Karyotip ikan rainbow famili Atherinidae. Skripsi (tidak dipublikasikan).

Fakultas Perikanan IPB, Bogor. 76 halaman.

Pereira, M., L. Almeida, C. Ribeiro, J. Peduzzi, and E. Lopez. 2002. Soluble silk-like organic

matrix in the nacreous layer of the bivalve Pinctada maxima. A new insight in the

biomineralization field. European Journal of Biochemistry, 269(20): 4994-5003.

Rieder, C.L. and E.D. Salmon. 1998. The vertebrate cell kinetochore and its roles during mitosis.

Trends Cell Biol., 8: 310-318.

Sagata, N. 1996. Meiotic metaphase arrest in animal oocytes: Its mechanisms and biological

significance. Trends Cell Biol., 6: 22-28.

Said, D.S. 1998. Chromosome ikan pelangi Irian (Melanoteania boesemani). Pambakuan metode

ekstraksi kromosom. Laporan Teknik Proyek Penelitian, Pengembangan, dan Pendayagunaan

Biota Darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI, Bogor. Halaman 19-23.

Page 12: Sitogenetika tiram mutiara

Said, D.S. 2001. Karyotipe dan hibridisasi ikan pelangi Irian (Famili Melanoteanlidea). Tesis

(tidak dipublikasikan). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,

Depok. 40 halaman.

Smith, C., J. A. Benzie, and K. J. Wilson. 2003. Isolation and characterization of eight

microsatellite loci from silver-lipped pearl oyster Pinctada maxima. Molecular Ecology Notes,

3(1): 125-127.

Subowo. 1995. Biologi sel. Angkasa, Bandung. 286 halaman.

Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 446 halaman.

Wilson, G.B., 1968. The element of cytogenetics. McGraw-Hill Co., New York. 546 pp.

Winanto, T. 2004. Memproduksi benih tiram mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta. 96 halaman.

Zhao, B., S. Zhang, and P.Y. Qian. 2003. Larval settlement of the silver or goldlip pearl oyster

Pinctada maxima (Jameson) in response to natural biofilms and chemical. Aquaculture, 220(4):

883-901.

Page 13: Sitogenetika tiram mutiara

Gambar 1. Variasi warna tiram muda P. maxima.

Gambar 2. Penampakan cangkang bagian luar (A) dan bagian dalam (B) tiram P. maxima.

(Sumber: Berland, 2005).

1 cm

AA

BB

Page 14: Sitogenetika tiram mutiara

Gambar 3. Organ-organ dalam tubuh tiram P. maxima.

(Sumber: Du Xiao-Dong, 1999).

Gambar 4. Persentase kromosom kecil (<1 mikron) dan besar (>1 mikron).

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

pre

sen

tase

<1 mikron > 1 mikron

ukuran kromosom

Page 15: Sitogenetika tiram mutiara

Gambar 5. Genome set kromosom tiram P. maxima berdasarkan PRK.

Tabel 1. Deskripsi statistik jumlah kromosom yang diamati selama penelitian.

Individu N Rata-rata Simp.

baku Modus Min Maks

Selang kepercayaan

95% dari rata-rata

Batas

bawah

Batas

atas

1 135 28,03 0,456 28 26 30 27,95 28,11

2 135 28,08 0,406 28 27 30 28,01 28,15

3 135 28,04 0,438 28 27 30 27,97 28,12

4 135 28,01 0,334 28 27 30 27,95 28,06

5 135 28,03 0,365 28 26 30 27,97 28,09

Total 675 28,04 0,402 28 26 30 28,01 28,07

Tabel 2. Uji homogenitas varians individu tiram P. maxima.

Statistik Levene Derajat

bebas 1

Derajat

bebas 2

Signifikansi

1.947 4 670 0.101

1

m

Page 16: Sitogenetika tiram mutiara

Tabel 3. ANOVA rata-rata jumlah kromosom kelima individu tiram P. maxima.

Jumlah

kuadrat

Derajat

bebas

Kuadrat

tengah F Sig.

Between Groups 0,406 4 0,101 0,626 0,644

Within Groups 108,593 670 0,162

Total 108,999 674

Tabel 4. Uji homogenitas kelompok (subsets) individu tiram yang memilki jumlah kromosom yang berbeda.

Individu N

Subset untuk α = .05

1

Tukey HSDa

4 135 28,01

1 135 28,03

5 135 28,03

3 135 28,04

2 135 28,08

Signifikansi 0,555

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 135

Tabel 5. Sebaran jumlah kromosom diploid kelima individu tiram P. maxima.

Jumlah kromosom diploid (2n)

INDIVIDU KE- Total

1 2 3 4 5

Frek. Sel

% Frek. sel

% Frek. sel

% Frek. sel

% Frek. sel

% Frek. sel

%

26 1 0,70 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 0,70 2 0,30

27 6 4,40 3 2,20 6 4,40 5 3,70 2 1,50 22 3,26

28 119 88,10 121 89,60 121 89,60 126 93,30 126 93,30 613 90,81

29 6 4,40 8 5,90 4 3,00 2 1,50 4 3,00 24 3,56

30 3 2,20 3 2,20 4 3,00 2 1,50 2 1,50 14 2,07

Total 135 100,00 135 100,00 135 100,00 135 100,00 135 100,00 675 100,00

Page 17: Sitogenetika tiram mutiara

Tabel. 6. Komposisi ukuran kromosom P. maxima yang diperoleh selama penelitian

(N=10 kali pengulangan).

Kromosom Lengan panjang Lengan pendek Panjang total lengan

Mean Stdev Mean Stdev Mean Stdev

1 1,6640 0,1060 0,4140 0,0260 2,0770 0,1330

2 1,3560 0,1060 0,6852 0,0537 2,0410 0,0980

3 1,1163 0,0679 0,7599 0,1480 1,8760 0,1820

4 1,3105 0,0516 0,5510 0,3368 1,8620 0,3470

5 1,0508 0,0458 0,6529 0,0981 1,7040 0,1300

6 1,3560 0,1060 0,2885 0,0226 1,6450 0,1290

7 1,0429 0,0673 0,5908 0,0383 1,6340 0,0830

8 1,3290 0,0684 0,1726 0,0089 1,5020 0,0770

9 1,1163 0,0679 0,2067 0,0126 1,3230 0,0810

10 1,0508 0,0458 0,1383 0,0060 1,1890 0,0520

11 1,0429 0,0673 0,1227 0,0079 1,1660 0,0750

12 0,9090 0,0684 0,1179 0,0636 1,0270 0,0980

13 0,4332 0,0421 0,2083 0,0105 0,6410 0,0530

14 0,3332 0,0421 0,0854 0,0108 0,4190 0,0530

Rata-rata 1,0794 0,3567 1,4361

Simpangan

baku 0,3531 0,2434 0,5032

Minimum 0,3332 0,0854 0,4190

Maksimum 1,6640 0,7599 2,0770

Page 18: Sitogenetika tiram mutiara

Tabel 7. Rata-rata ukuran lengan pendek, lengan panjang dan rasio lengan kromosom (RLK)

tiram P. maxima (N=10 kali pengukuran).

Kromosom Lengan panjang

(µm)

Lengan pendek

(µm)

RLK

(%)

1 1,6640 0,4140 4,019

2 1,3560 0,6852

1,979

3 1,1163 0,7599

1,469

4 1,3105 0,5510

2,378

5 1,0508 0,6529

1,609

6 1,3560 0,2885

4,700

7 1,0429 0,5908

1,765

8 1,3290 0,1726

7,700

9 1,1163 0,2067

5,401

10 1,0508 0,1383

7,598

11 1,0429 0,1227

8,500

12 0,9090 0,1179

7,710

13 0,4332 0,2083

2,080

14 0,3332 0,0854

3,902

Rata-rata 1,079 0,357 4,344

Simpangan

baku 0,353 0,243 2,616

Minimum 0,333 0,085 1,469

Maksimum 1,664 0,760 8,500

Page 19: Sitogenetika tiram mutiara

Tabel 8. Rata-rata panjang kromosom dan panjang relatif kromosom (PRK) tiram P. maxima

(N=10 kali pengukuran).

Kromosom Panjang romosom

(µm)

PRK

(%)

1 2,0770

10,330

2 2,0410

10,151

3 1,8760

9,331

4 1,8620

9,261

5 1,7040

8,475

6 1,6450

8,182

7 1,6340

8,127

8 1,5020

7,470

9 1,3230

6,580

10 1,1890

5,914

11 1,1660

5,799

12 1,0270

5,108

13 0,6410

3,188

14 0,4190

2,084

Rata-rata 1,436 7,143

Simpangan

baku 0,503 2,503

Minimum 0,419 2,084

Maksimum 2,077 10,330

Page 20: Sitogenetika tiram mutiara

Tabel 9. Rata-rata ukuran lengan pendek, panjang total dan HNPS tiram P. maxima

(N=10 kali pengukuran).

Kromosom Lengan pendek

(µm)

Panjang total

(µm)

HPNS

(%)

1 0,414 2,077 19,933

2 0,685 2,041 33,572

3 0,760 1,876 40,506

4 0,551 1,862 29,592

5 0,653 1,704 38,316

6 0,289 1,645 17,538

7 0,591 1,634 36,157

8 0,173 1,502 11,491

9 0,207 1,323 15,624

10 0,138 1,189 11,632

11 0,123 1,166 10,523

12 0,118 1,027 11,480

13 0,208 0,641 32,496

14 0,085 0,419 20,382

Rata-rata 0,357 1,436 23,517

Simpangan

baku 0,243 0,503 11,116

Minimum 0,085 0,419 10,523

Maksimum 0,760 2,077 40,506