skripsi fix opik - universitas udayana · 2017. 4. 1. · Æ ] ] $%675$. 6ddw lql nuhglw phqmdgl...
TRANSCRIPT
-
ix
DAFTAR ISI
SKRIPSI ........................................................................................................................................ i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM....................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………….... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI…….……………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………… v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………....................... viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………. ix
ABSTRAK…………………………………………………………………………………………….. xii
ABSTRACT.................................................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………….…………..………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………….. 9
1.3 Ruang Lingkup Masalah……………………………………………………… 9
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………………………………... 10
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………………………… 10
1.6 Landasan Teoritis………………………………………………………………………. 11
-
x
1.7 Metode Penelitian………………………………………………………………………. 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
DAN JAMINAN………………………………………………………….……..…… 22
2.1 Pengertian Kredit……………………………………………………………………….. 22
2.2 Unsur-Unsur Kredit………………………………………………………………...….. 23
2.3 Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit………………………………....….. 25
2.4 Pengertian Perjanjian Kredit………………………………………………...…... 29
2.5 Bentuk Perjanjian Kredit……………………………………………..………….….. 31
2.6 Pengertian Jaminan Kredit………………………………………………….....…... 32
2.7 Fungsi Jaminan Kredit…………………………………………………………..… 32
2.8 Macam-Macam Jaminan Kredit…………………………………………….…..… 37
BAB III PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN
KREDIT PADA BANK BPD CABANG KLUNGKUNG…………………. 40
3.1 Syarat-Syarat Pengikatan Jaminan Fidusia pada Bank BPD
Cabang Klungkung……………………………………………………………………..……. 40
3.2 Tata Cara Pemberian Kredit dengan Jaminan Fiduisa pada
Bank BPD Cabang Klungkung……..………………………………………………….. 45
BAB IV HAMBATAN DALAM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DAN
UPAYA MENGATASINYA…………………………………………………………. 52
-
xi
4.1 Hambatan-Hambatan dalam Pengiktan Jaminan Fidusia
pada Bank BPD Cabang Klungkung………………………………….….. 52
4.2 Upaya Bank BPD Cabang Klungkung Mengatasi Hambatan-
Hambatan yang Terjadi dalam Pengikatan Jaminan Fidusia…… 60
BAB V PENUTUP……………………………………………………………….………..…… 67
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...……….. 67
5.2 Saran-saran………………………………………………………………………....….. 68
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..……………….. 69
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………………………..
1. DAFTAR RESPONDEN……………………………………………………………………
2. PERJANJIAN FIDUSIA………………………………………………......................
-
xii
ABSTRAK
Saat ini kredit menjadi salah satu alternative bagi sebagian orang, mulai dari kredit dalam hal pembelian barang hingga kredit dalam peminjaman uang. Perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat memiliki produk unggulan yakni pemberian kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana pinjaman. Pelaksanaan pemberian kredit tentu saja tidak selalu berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah, terdapat risiko tidak kembalinya dana yang disalurkan tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi risiko yang dialami oleh bank adalah dengan menetapkan jaminan dalam analisis pemberian kredit. Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam pemberian kredit seta hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan fidusia pada suatu bank. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris dengan melakukan pendekatan undang-undang dan pendekatan fakta. Data yang dipergunakan dalam penulisan ini bersumber dari data primer dan data sekunder dengan teknik studi dokumen, wawancara serta pengolahandan analisis data. Dalam prosedur pemberian kredit dengan jaminan fisdusia pada Bank BPD Cabang Klungkung, bank mewajibkan calon debitur untuk menyerahkan jaminan. Bank melakukan pengikatan terhadap barang jaminan yang kemudian didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Pengikatan jaminan fidusia tidak selalu berjalan dengan mulus, kadang terjadi hambatan-hambatan. Upaya-upaya Bank BPD Cabang klungkung dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut diharapkan mampu untuk memberikan pengamanan bagi pihak bank.
Kata Kunci : Kredit, Jaminan, Fidusia.
-
xiii
ABSTRACT
At this moment the credit has become one alternative for some people, ranging from loans in terms of credit purchases until the loan money. Banks as institutions that collect and distribute public funds have a superior product that is the provision of credit to the people who need a loan fund. The implementation of crediting of course does not always go smoothly as expected. The distribution of the funds in the form of credit to customers, there is no risk of the return of the funds disbursed. One of the ways to address the risks faced by the bank is to set bail in the analysis of lending. The purpose of writing this paper is to know and understand the implementation of binding fiduciary in lending seta constraints in binding fiduciary at a bank. This type of research is a kind of empirical research by approaching the law and facts approach. The data used in this paper derived from primary data and secondary data with engineering studies documents, interviews as well as processing and data analysis. In the lending procedures to guarantee fisdusia the BPD Bank branch of Klungkung, the banks require potential borrowers to apply for bail. Bank of binding against the collateral is then registered at the registration office fiduciary guarantee. Binding of fiduciary does not always go smoothly, sometimes there barriers. Efforts BPD branch of klungkung in overcoming these obstacles will be able to provide security for the bank.
Keyword : Credit, Guarantee, Fiduciary.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan
perkembangan ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan
masyarakat akan jasa keuangan turut serta mengalami peningkatan, maka dari itu
peranan dari dunia perbankan sangat dibutuhkan oleh seluruh masyarakat salah
satunya untuk mengembangkan dunia usaha. Dunia usaha yang dibangun oleh
masyarakat tentu memerlukan dana untuk memajukan usahanya demi mencapai
tujuan yang diinginkan. Untuk memperoleh dana guna membangun usaha perlu
adanya dukungan dari lembaga perbankan, karena lembaga perbankan memiliki
fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10
tahun 1998 (selanjutnya disingkat UU Perbankan) bahwa yang dimaksud dengan
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan adalah lembaga keuangan yang sudah menyebar luas di
lingkungan masyarakat dan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.
Bank menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-
-
2
badan usaha milik negara bahkan lembaga-lembaga pemerintah menyimpan dana-
dana/harta kekayaan yang dimilikinya.
Disamping sebagai tempat untuk menyimpan dana-dana/harta
kekayaan yang dimiliki, bank juga berfungsi sebagai tempat untuk menukar uang,
memindahkan uang, menerima segala macam bentuk pembayaran listrik, telepon, air,
pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya, serta memberikan pinjaman dana (kredit)
kepada masyarakat dengan tujuan untuk mensejahterakan taraf hidup masyarakat.1
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Perbankan, fungsi utama bank adalah
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari ketentuan Pasal 3 tersebut
terlihat bahwa bank mempunyai fungsi utama sebagai perantara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana. Sehingga
perbankan harus menyalurkan dana ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian
sasaran pembangunan.
Berkaitan dengan fungsi perbankan yang menghimpun dan
menyalurkan dana, perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidang-
bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Oleh karenanya
perbankan wajib menjaga dengan sebaik-baiknya dana yang dititipkan masyarakat
tersebut.
Perbankan memiliki produk-produk yang diunggulkan dan mampu
menarik simpati masyarakat, yang salah satu produknya adalah pemberian kredit
1Kasmir, 1999, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.23.
-
3
kepada masyarakat yang memerlukan dana pinjaman dari suatu bank. Sebagai
lembaga keuangan bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian.
Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani
kebutuhan dan pembiayaan bagi semua sektor perekonomian.2
Ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud
dengan Kredit adalah :
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Menurut asal mulanya kata kredit berasal dari kata credere yang artinya
adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka
berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya
memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti
kembali.
Kredit dapat diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu dari tahap
pengajuan aplikasi kredit sampai dengan tahap penerimaan kredit. Tahapan-tahapan
tersebut merupakan suatu proses baku yang berlaku bagi setiap debitur yang
membutuhkan kredit bank.
2Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. Ke-5, Kencana, Jakarta, h.7.
-
4
Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank dimaksudkan untuk dapat
membantu pihak yang membutuhkan dana. Akan tetapi tidak semua pihak dapat
memperoleh kredit dari suatu bank. Pihak yang dapat diberikan pinjaman kredit dari
bank adalah hanya seorang nasabah debitur yang mendapat kepercayaan dari pihak
bank. Kepercayaan yang dimaksud adalah bahwa kredit yang disalurkan oleh bank
kepada penerima kredit pasti akan dipergunakan sebaik mungkin dan dikembalikan
sesuai dengan perjanjian. Pemberian kredit merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga dapat memperkuat permodalan
yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pemohon kredit tidak akan dapat mengambil uang, apabila tidak ada
pernyataan dari bank bahwa pemohon sudah boleh mengambil pinjaman tersebut.3
Dengan adanya fasilitas kredit yang ditawarkan oleh setiap bank, selain dapat
membantu debitur dalam pemberian pinjaman dana, fasilitas kredit tersebut juga
dapat menguntungkan pihak bank yang menyalurkan dana tersebut kepada debitur.
Karena dengan fasilitas perkreditan, pihak bank akan memperoleh bunga dari
pembayaran yang dilakukan oleh debitur setiap bulannya. Adanya hubungan pinjam
meminjam tersebut diawali dengan pembuatan kesepakan antara peminjam (debitur)
dan yang memberikan pinjaman/meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam
bentuk perjanjian. Akan tetapi pihak bank harus tetap berhati-hati dalam memberikan
kredit karena dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya debitur
3Mariam Darsus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cet. ke-3, Alumni, Bandung, h. 29.
-
5
yang wanprestasi/ cidra janji/ debitur tidak menepati janjinya untuk membayar hutang
(mengembalikan kredit) tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Dalam praktek perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya
diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang
tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank.4
Bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan
pengikatan jaminan. Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai
mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran
dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.5
Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang sering dipergunakan oleh bank
adalah jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak
mutlak atas suatu benda tertentu dari debitur, yang dapat dipertahankan pada setiap
orang.6 Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal adalah jaminan fidusia.
Jaminan fidusia sebagai jaminan atas benda bergerak banyak
dipergunakan oleh masyarakat luas. Lembaga jaminan fidusia ini digunakan sebagai
dasar pemberian kredit atau transaksi pinjam-meminjam dengan jaminan benda
bergerak selain gadai.
4Sutarno, 2009, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet. Ke- 4, Alfabeta, Bandung, h.140.
5Ibid, h.142. 6Mgs. Edy Putra The’Aman, 1986, Kredit Perbankan, Cet-1, Liberty, Yogyakarta, h. 1.
-
6
Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan akta jaminan fidusia yang
dibuat oleh notaris dan didaftarkan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia.
Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia telah diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-
Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Mengenai pembebanan
jaminan fiduisa diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Kewajiban pembebanan objek jaminan fidusia berikut pendaftarannya
tersebut sangat diperlukan mengingat adanya kemungkinan kelalaian dari para pihak
terhadap pembebanan objek jaminan fidusia berikut pendaftarannya. Salah satu akibat
hukum apabila fidusia tidak didaftarkan yaitu terjadinya kesulitan dalam
mengeksekusi objek jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi atau cidera janji,
karena dalam Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia telah dijelaskan bahwa
apabila pemberi fidusia atau debitur wanprestasi atau cidera janji maka benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dapat dieksekusi dengan cara pelaksanaan
eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan penjualan di
bawah tangan.
Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia sangat menarik
karena objek jaminan fidusia khususnya benda bergerak tidak harus diserahkan
langsung dalam wujud bendanya tetapi hanya menyerahkan surat-surat kepemilikan
atas benda yang dijadikan sebagai jaminan tersebut, bendanya masih dikuasai oleh
debitur. Misalnya jaminan fidusia yang objeknya berupa sepeda motor atau mobil,
yang dijaminkan tidak harus sepeda motor atau mobil tersebut yang diserahkan
-
7
sebagai jaminan kepada bank, melainkan surat-surat kepemilikannya atau Buku
Pemilik Kendaraan Bermotornya saja (BPKB).
Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia tentu saja tidak
selalu berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Sering sekali terjadi di
masyarakat bahwa debitur menggadaikan kendaraan bermotor yang digunakan
sebagai jaminan kepada pihak ketiga, sehingga bank dalam pelaksanaannya haruslah
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian pinjaman dana kepada debitur.
Bank haruslah mampu bersikap bijak dalam memberikan pinjaman atau kredit kepada
masyarakat sehingga dalam hal ini pihak bank haruslah memperhatikan prinsip-
prinsip penyaluran atau pemberian kredit.
Penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah, terdapat risiko
tidak kembalinya dana yang disalurkan tersebut sehingga ada adagium yang
berbunyi: “Bisnis perbankan adalah bisnis risiko” dan dengan pertimbangan risiko
inilah, bank-bank selalu harus melakukan analisis yang mendalam terhadap setiap
permohonan kredit yang diterimanya.7
Apabila debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela maka kreditur
mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya bila hutang tersebut sudah
dapat ditagih, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan.
7H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.123.
-
8
Salah satu cara untuk mengatasi risiko yang dialami oleh bank adalah
dengan menetapkan jaminan dalam analisis pemberian kredit. Jaminan yang diminta
bank dapat berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa
barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut, sedangkan jenis
tambahan adalah harta kekayaan nasabah debitur. Harta kekayaan dapat berupa
barang bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak dapat berupa kendaraan
bermotor, logam mulia, stok barang, dan sebagainya. Sedangkan benda tidak
bergerak seperti bangunan/rumah, tanah, mesin-mesin pabrik yang melekat dengan
tanah, dan sebagainya. Salah satu pengikatan jaminan atas harta kekayaan ini adalah
jaminan fidusia.
Untuk dapat melaksanakan pemenuhan haknya terhadap benda-benda
tertentu dari debitur yang dijaminkan tersebut yaitu dengan cara melalui eksekusi
benda jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur dalam permohonan kredit,
maka kreditur harus mempunyai alasan hak untuk dapat melakukan eksekusi terhadap
jaminan tersebut. Sehingga dengan adanya jaminan fidusia dalam pemberian kredit
pada bank maka dapat mengamankan pihak bank dari tindakan debitur yang beritikad
tidak baik.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka diangkatlah
permasalahan ini sebagai suatu karya ilmiah dengan judul “Pemberian Kredit dengan
Jaminan Fidusia Sebagai Upaya Pengamanan Pihak Bank pada Bank BPD Cabang
Klungkung”
-
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka
rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam pemberian kredit
pada Bank BPD Cabang Klungkung?
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan fidusia pada Bank
BPD Cabang Klungkung?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas dan menyimpang dari
rumusan masalah diatas, maka ruang lingkup pembahasan masalah hanya pada
permasalahan yang sudah ditetapkan. Dimana dalam prakter perbankan di Indonesia,
pemberian kredit umumnya diikuti dengan penyediaan jaminan oleh pemohon kredit.
Maksud dari ruang lingkup maslah dalam penulisan ini merupakan
bingkai penelitian yang menggabarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan,
dan membatasi area penelitian serta umumnya dipergunakan untuk mempersempit
pembahasan, yaitu hanya sebatas pada permasalahan yang sudah ditetapkan.8
8Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Cet. Ke-3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 111.
-
10
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap karya tulis ilmiah pada pokoknya mempunyai suatu tujuan yang
ingin dicapai, baik itu tujuan umum maupun tujuan khusus.
a. Tujuan umum
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam
pemberian kredit pada suatu bank.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan
fidusia pada suatu bank.
b. Tujuan khusus
1. Untuk memahami pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam
pemberian kredit pada Bank BPD Cabang Klungkung.
2. Untuk memahami hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan
fidusia pada Bank BPD Cabang Klungkung.
1.5 Manfaat Penelitian
Setiap karya ilmiah mempunyai suatu manfaat, baik dilihat dari aspek
teoritis maupun praktisnya.
Dalam penulisan skripsi ini manfaat penelitian dapat dilihat dari aspek
teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat teoritis
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah kontribusi bagi
pengembangan ilmu hukum khususnya pada hukum perbankan
-
11
2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan serta refrensi bagi penelitian
yang dilakukan berikutnya.
b. Manfaat praktis
Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik
itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan
pengalaman belajar dan melakukan penelitian bagi mahasiswa, sehingga
mahasiswa mengetahui jalannya praktek hukum di masyarakat secara langsung.
1.6 Landasan Teoritis
Bertitik tolak pada perumusan masalah agar dalam penelitian mempunyai
landasan teoritis, maka perlu terlebih dahulu mengumpulkan teori-teori dan konsep-
konsep yang pada umumnya dapat diketemukan dalam bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder.
Kredit merupakan kegiatan usaha yang paling utama dalam perbankan,
sebab pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan usaha kredit yaitu
berupa bunga dan provisi.
Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere”
yang di Indonesiakan menjadi kredit mempunyai arti kepercayaan. Seseorang yang
memperoleh kredit, berarti memperoleh kepercayaan. Dengan demikian dasar dari
kredit adalah kepercayaan.9
9Mgs. Edy Putra The’Aman, op.cit, h.1.
-
12
Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan
pembayaran. Maksudnya pengembalian atas penerimaan uang dan/atau suatu barang
tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya
dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.10
Di dalam banyak literature terdapat beberapa pendirian mengenai arti
kredit, antara lain sebagai berikut :
1. H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain :
a. sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak
menuntut sesuatu dari yang lain
b. sebagai jaminan, di mana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orag lain
dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (Mariam
Darus Badrulzaman, 1983 : 21 )
2. Mr, JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut : “Menyerahkan
secara sukrela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima
kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk
keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di
belakang hari” (Mariam Darus Badrulzaman, 1983 : 21)11
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Kredit adalah:
10Mgs. Edy Putra The’Aman, loc.cit. 11Mgs. Edy Putra The’Aman, loc.cit.
-
13
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Sebelum diberikannya kredit, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah
benar-benar dapat dipercaya maka perlu diadakan analisis kredit dengan tujuan agar
bank yakin bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah benar-benar aman.
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu
zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara
kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum
debitur terhadap barang-barangnya.12
Dalam KUHPerdata tidak secara tegas merumuskan tentang apa yang
dimaksud dengan jaminan, namun dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132
KUHPerdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut.
Pasal 1131 KUHPerdata merumuskan bahwa segala barang-barang
bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,
menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata mengandung asas bahwa setiap orang
bertanggung jawab terhadap hutangnya tanggung jawab yang mana merupakan
12H. Salim HS, 2008, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 21.
-
14
penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu
dijual untuk melunasi utang-utangnya.
Dari ketentuan-ketentuan di atas tampak bahwa bank dalam memberikan
kredit harus menganut prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk menghindari
munculnya kredit macet.
Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian
suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit harus
lebih mengutamakan keberadaan jaminan yang dimiliki oleh debitur sebagai jaminan
dalam permohonan kredit sehingga bank merasa aman dalam memberikan pinjaman
dana kepada debitur.
Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan kredit dengan
tujuan untuk menghindarkan adanya resiko debitur tidak membayar hutangnya.
Apabila debitur oleh karena sesuatu sebab tidak mampu melunasi hutangnya maka
kreditur dengan bebas dapat menjual dan menutup hutang dari hasil penjualan
jaminan dimaksud.
Jaminan fidusia merupakan jaminan terhadap benda bergerak. Pilihan
menggunakan jaminan fidusia dalam pemberian kredit ini karena mereka dapat tetap
menggunakan barang yang mereka jaminkan sedangkan yang diserahkan hanyalah
hak miliknya saja.
Mengenai jaminan fidusia itu sendiri diatur dalam Pasal 1 ayat 2
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menurut ketentuan
yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah:
-
15
Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan fidusia itu sendiri juga terdapat dalam
ketentuan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, yang dimaksud dengan fidusia
adalah:
“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda.”
Di Indonesia, peristiwa jaminan fidusia untuk pertama kali diputus oleh
Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM)
v. Pedro Clignett tanggal 18Agustus 1932 dengan objek fidusia adalah benda
bergerak (mobil). Menurut Mahadi, alasan pertimbangan yang dipakai MA adalah
sama dengan pertimbngan HR di negeri Belanda tahun 1929.13 Hooggerechtschof
dengan arrestnya tanggal 16 Februari 1933 menetapkan bahwa hak grant (grantrecht)
dapat dijadikan objek jaminan fidusia.14
13Mahadi, 1989, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 108. 14Sumardi Mangunkusumo, Fiducia Bangunan-Bangunan di Atas Tanah Hak Sewa, Hukum dan
Keadilan No.3 Tahun Ke III, Mei/Juni 1972, (selanjutnya disebut Sumardi Mangunkusumo II), h. 8.
-
16
Jaminan kredit oleh calon debitur diharapkan dapat memperlancar proses
analisis pemberian kredit dari bank, yang dengan demikian jaminan kredit atau
collateral tersebut haruslah :
1. Secured, artinya jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatannya
secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku. Dengan demikian apabila di kemudian hari terjadi wanprestasi dari
debitur, bank telah mempunyai alat bukti sempurna dan lengkap untuk
menjalankan suatu tindakan hukum.
2. Marketable, artinya apabila jaminan tersebut harus, perlu, dan dapat
dieksekusi, jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah diual atau
diuangkan untuk melunasi hutang debitur.15
Jaminan kredit bank akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada
perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan
kredit perbankannya.16
Untuk menjaga kualitas kredit menjadi sehat yang disebut performing
loan bank sebagai pemberi kredit kepada masyarakat harus melakukan analisa yang
mendalam dari berbagai aspek. Aspek yang memegang peranan penting dalam proses
prekreditan adalah aspek hukum, karena pemberian kredit adalah sebuah transaksi
pinjam meminjam yang merupakan perbuatan hukum antara bank dengan
15H. R Daeng Naja, op.cit, h. 209. 16Thomas Suyatno, 1995, Dasar-Dasar Perkreditan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.88.
-
17
peminjamnya. Sehingga dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit akan dapat
mengamankan pihak bank dari tindakan debitur wanprestasi.
1.7 Metode Penelitian
“Istilah metodelogi berasal dari kata metode yang dapat diartikan sebagai
jalan”.17 Oleh karena itu kata metode dapat berarti cara kerja untuk mencapai tujuan,
sehingga dalam penulisan ini metode merupakan cara kerja untuk memahami objek
dari penulisian ilmiah ini.
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah :
a. Jenis penelitian
Terdapat dua jenis penelitian yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau
sosiologis.18
Penelitian yang dilakukan sehubungan dengan penulisan skripsi ini
adalah jenis penelitian hukum empiris, dalam hal ini penulis perilu mencari
data langsung ke lapangan (Bank BPD Cabang Klungkung) sehingga penulis
mengadakan studi khusus untuk mendapatkan data sesuai yang sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.
17Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 5. 18Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali,
Jakarta, h. 147.
-
18
Menurut Bahder Johan Nasution, penelitian ilmu hukum empiris
mempunyai tujuan untuk mengetahui sejauh mana bekerjanya hukum di dalam
masyarakat.19
b. Jenis pendekatan
Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis pendekatan yaitu
pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) dan pendekatan fakta
(The Fact Approach).
Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) adalah
pendekatan yang berdasarkan pada peraturan-peraturan atau norma-norma
hukum yang berlaku dan pendapat pakar hukum, karya tulis hukum yang
termuat dalam media massa dan buku-buku hukum sesuai dengan fakta-fakta
yang diperoleh di lapangan.
Pendekatan fakta (The Fact Approach) adalah pendekatan dengan
melihat fakta-fakta dan penerapan hukum yang ada di lapangan terkait dengan
permasalahan yang akan dikaji.
c. Sifat penelitian
Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dibedakan menjadi
penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian deskriptif,
penelitian eksplanatoris, dan penelitian verifikatif
19Bahder Johan Nasution, 2008, Metoda Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, h. 123.
-
19
Dilihat dari permasalahan, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu
penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan dan memaparkan
secara cermat karakteristik dari keadaan dan fakta-fakta yang sebenarnya di
lapangan.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengetahui secara tepat sifat-
sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain
dalam masyarakat.
d. Sumber data
Data yang dipergunakan dalam penulisan ini bersumber dari data primer
dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian lapangan
yang dilakukan di Bank BPD Cabang Klungkung
2. Data sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan. Pengumpulan data sekunder meliputi :
a. Bahan hukum primer, yang berupa asas dan kaidah hukum.
Perwujudan asas dan kaidah hukum ini terdiri dari : peraturan
perundang-undangan diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata serta Undang-Undang No.7 Tahun1992 tentang
-
20
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.
10 Tahun 1998.
b. Bahan hukum sekunder, dimana sumber bahan yang dipergunakan
dalam penulisan ini diperoleh melalui kepustakaan, dimana bahan-
bahan yang diperoleh berdasarkan pemeriksaan pustaka, dalam hal
ini sumber-sumber bacaan baik dari literature-literatur maupun
dari penelusuran internet.
e. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini mempergunakan
teknik :
1. Teknik studi dokumen
Terhadap data sekunder pengumpulan data dilakukan dengan cacra
studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari
kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-
buku/literatur-literatur, dan karya ilmiah seperti makalah, surat kabar,
dan segala tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Teknik wawancara
Terhadap data primer, dilakukan pengumpulan data dengan teknik
wawancara kepada pihak bank (selaku pihak kreditur) pada Bank
BPD Cabang Klungkung untuk memperoleh data yang relevan.
Dimana teknik wawancara (interview) yaitu proses tanya jawab lisan
dalam masa dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang
-
21
satu dapat melihat yang lain dn mendengarkan dengan telinganya
sendiri.20
f. Teknik pengolahan dan analisis data
Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pengolahansecara kualitatif, yaitu
dengan memilih data yang kualitasnya dapat menjawab permasalahan yang diajukan
dan untuk penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisa yaitu suatu cara analisis
data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh
kesimpulan umum.21
20Sutrisno Hadi, 1984, Methodologi Research, Gajah Mada University, Yogyakarta, h. 192. 21Ronny Hanotijo, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. Ke-4, Ghalia
Indoesia, Jakarta, h.98.
-
22
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN
2.1 Pengertian Kredit
Definisi tentang kredit dapat dilihat dari beberapa sumber bahan hukum,
seperti dari bahan hukum tersier dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa istilah kredit dipadankan dengan cara menjual barang dengan pembayaran
pengembalian secara mengangsur.
Dilihat dari sudut bahasa,kredit dapat berarti kepercayaan yaitu seseorang
yang menerima kredit dari suatu bank adalah seseorang yang dipercayai oleh bank
pemberi kredit.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang
berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitor yang memperoleh kredit dari
bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini
menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah
debitor adalah kepercayaan.22
22Hermansyah, op.cit, h. 57.
-
23
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian bahwa kredit :
“The abillityof a business man to borrow money, or obtain goods on
time, inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his
solvency and reliability”.23
Pengertian kredit menurut Collins Dictionary Law adalah :
“1. to put money into a person’s account;in contrast to debit which is the taking of money from an account. 2. A period given to someone before he has to ake payment. 3. In the law of evidence, credit is synonymous with credibility; objections that were formely sufficient to make a witness incompetent are now, in general, only available as affecting his credit or worthiness to be believed”.24
2.2 Unsur-Unsur Kredit
Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah
adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai
debitur.
Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan
persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan
peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain.25
23Henry Black Campbell, 1990, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St. Paul Minn, h. 367.
24W.J. Steward and Robert Burgess, 1996, Collins Dictionary Law, Harper Collins Publisher, Sidney, h. 108.
25Hermansyah, op.cit, h. 58.
-
24
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa
kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) akan benar-
benar diterima kembali di masa datang sesuai dengan jangka waktu
kredit. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana
dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang
nasabah. Penelitian dan penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui
kemauan dan kemampuan penerima kredit dalam membayar kredit
yang disalurkan.
2. Kesepakatan
Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan
penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank dan nasabah.
3. Jangka waktu
Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit
yang sudah disepakati kedua belah pihak.Untuk kondisi tertentu jangka
waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
-
25
4. Resiko
Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian
yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya dan
resiko yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat
terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih
sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian
(jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin
besar resikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Resiko ini
menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun resiko
yang tidak disengaja.
5. Balas jasa
Dalam bank konvensional balas jasa kita kenal dengan nama
bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga
merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan
prinsip syari’ah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.26
2.3 Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit
Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian
suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit
dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.27
26Kasmir,2006, Manajemen Perbankan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 74 27Hermansyah, op.cit, h.63
-
26
Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Personality
Dalam hal ini pihak bank mencari data lengkap mengenai kepribadian si
pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya , pengalamannya
dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini
diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh
pemohon kredit.
2. Purpose
Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank
juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut
sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.
3. Prospect
Bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang
bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya,
apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek
dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
4. Payment
Bank harus mengetahui dengan jelas mengnai kemampuan dari pemohon
kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang
bersangkutan.
Mengenai Formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Character
-
27
Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti
sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar
belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui
apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi
kewajibannya.
2. Capacity
Yang dimaksud dengan capacity adalah kemampuan calon nasabah
debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat
prospektif masa depan, sehingga usahanya dapat berjalan dengan baik dan
memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi
hutang kreditnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3. Capital
Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang
dikelolanya. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan
penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.
Penyelidikan ini tidaklah semata-mata berdasarkan pada besar kecilnya
modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal
ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah
ada dapat berjalan secara efektif
4. Collateral
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang
merupakan sarana pengaman ( back up) atas resiko yang mungkin terjadi
-
28
atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi
kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit
baik hutang pokok maupun bunganya.
5. Condition of Economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum
dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari
bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan
oleh kondisi ekonomi tersebut.28
Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya
pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada 2 prinsip,
yaitu :
1. Prinsip kepercayaan
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada
nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai
kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah
debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama bank percaya nasabah
debitur yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunga
dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
28Hermansyah, op.cit, h. 64
-
29
2. Prinsip kehati-hatian
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit
kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip
kehati-hatian. Prinsip ini antra lain diwujudkan dalam bentuk penerapan
secara konsisten berdasarka itikad baik terhadap semua persyaratan dan
peraturan periundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit
oleh yang bersangkutan.29
2.4 Pengertian Perjanjian Kredit
Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Bab II
Buku III KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata yaitu :
3. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan puhak lainnya. Yang sesuai adalah pernyataannya, karena kehendak itu
tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain.
4. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
29 Hermansyah, op.cit, hal. 65.
-
30
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum dalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat
hukum. Seseorang dapat dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia
sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun
belum berumur 21 tahun. Seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian
menurut pasal 1330 KUHPerdata ialah orang yang belum dewasa, orang yang
dibawah pengampuan, dan wanita bersuami ( menurut hukum nasional Indonesia
sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum, jadi
tidak perlu ijin suami).
5. Ada hal tertentu
Yang dimaksud hal tertentu merupakan objek perjanjian yang merupakan
prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan
menjadi hak kreditur.
6. Ada suatu sebab yang halal (causa)
Kata causa berasal dari bahasa Latin yang berarti sebab. Sebab adalah suatu
yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Suatu perjanjian
haruslah dibuat dengan maksud atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku.
Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang
menjadi dasar dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang
ditandatangani antara pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit
tersebut.
-
31
Perjanjian kredit adalah ikatan antara bank dengan nasabah peminjam dana
yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang
berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui dan disepakati bersama
akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian
hasil keuntungan.
2.5 Bentuk Perjanjian Kredit
Dalam praktek perbankan ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu :
1. Perjanjian kredit di bawah tangan
Perjanjian kredit dibawah tangan dinamakan dengan akta dibawah tangan.
Menurut pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksudkan dengan akta dibawah tangan
adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat
yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti.
2. Perjanjian dibuat oleh dan di hadapan notaries
Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris atau pengikatan
yang dilakukan dihadapan notaris dinamakan dengan akta otentik atau akta notariil.
Pasal 1868 KUHPerdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang berkuasa
(pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Notaris merumuskan apa
yang diinginkan para pihak yang bersangkunan dan dirumuskan dalam bentuk akta
notariil atau akta otentik.
-
32
2.6 Pengertian Jaminan Kredit
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu
zekerheid atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin
dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap
barang-barangnya.
Dalam KUHPerdata memang tidak secara tegas merumuskan tentang apa
yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri, namun dari ketentuan Pasal 1131 dan
Pasal 1132 KUHPerdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut.
Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata merumuskan bahwa jaminan adalah
segala kebendaan si berhutang (debitur), baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada dikemudian hari menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur
tersebut.30
Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut mengandung asas bahwa
setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggungjawab yang mana
berupa penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika
perlu dijual untuk melunasi hutang-hutangnya.
2.7 Fungsi Jaminan Kredit
Dalam hal pemberian kredit kepada debitur pihak bank harus tetap
berhati-hati karena dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tindak
debitur yang wanprestasi/ cidra janji/ debitur tidak menepati janjinya untuk
30Sutarno, op.cit, h. 145
-
33
membayar hutang (mengembalikan kredit) tepat pada waktu yang telah ditentukan
dalam perjanjian. Jaminan kredit umumnya dipersyaratkan dalam suatu pemberian
kredit.31
Oleh karena itu dalam pemberian kredit diperlukan adanya jaminan
sebagai upaya pengamanan pihak bank, karena dengan adanya jaminan bank
mendapatkan keyakinan bahwa dana yang dipinjamkan akan dapat kembali.
Berdasarkan hal tersebut, jaminan merupakan persyaratan dalam
permohonan kredit karena jaminan memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit
Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib
melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi oleh debitur yang
bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun
sebagian akan merupakan kerugian bagi bank.32 Kerugian yang menunjukkan jumlah
yang relatif besar akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha
bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan
kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui tahap analisis
kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus mengenai
31M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 102 32Ibid, h. 103
-
34
jaminan kredit, untuk pengamanannya dapat ditemukan baik pada tahap analisis
kredit maupun melalui penerapan ketentuan hukum.
Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan
dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sehingga merupakan upaya lain atau alternatif
yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada waktu debitur
inkar janji kepada bank.33
Bila dikemudian hari debitur inkar janji, yaitu tidak melinasi hutangnya
kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan
(penjualan) atas objek jaminan kredit yang bersangkutan. Hasil pencairan jaminan
kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitur
yang telah dinyatakan sebagai kredit macet.34
Cara pencairan jaminan kredit tersebut wajib dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini cara pencairan jaminan kredit terkait
dengan berbagai hal, antara lain kepada pengikatannya melalui lembaga jaminan atau
tidak melalui lembaga jaminan, kemauan debitur untuk bekerjasama dengan bank,
bentuk dan jenis jaminan kredit, kemampuan bank untuk menangani pencairan
jaminan kredit, dan sebagainya.
Fungsi Jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan
muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi
oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan
33M.Bahsan, loc.cit. 34M.Bahsan, loc.cit.