staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · oab lengkap...
TRANSCRIPT
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OVERACTIVE BLADDER (OAB) PADA WANITA
Budi Iman Santoso
ABSTRACT
Overactive bladder is o syndrome comprises symptoms related to abnormal urinary bladder storage. It is defined as
urinary urgency, usually accompanied by frequency and nocturia, with or without urinary incontinence, in the
absence of urinary tract infection or other obvious pathology . The prevalence fn women is reported ranges between
11.8% and 17 % and It significantly increases with age. rn general, an appropriate history, o physical examination
and a urinalysis is adequate for a physician to make on OAB diagnosis. However, primary care providers have not
routinely asked their patients expl icitly about lower urinary tract symptoms associated with OAB; whfle the patients
are too embarrassed to bring it up or stoning the conversotlon about their problems. It contributes to difficult
diagnosis and management of DAB. Moreover, ther:e is generally lack of consensus on how to optimally manage
this condition. Currently, the treatment modalities for OAB Include life styl e fntervention, physical therapies,
bladder retraining, pharmacological therapies and su.rgicof treatments . The aging society in Indones ia is rapidly
growing and therefore, the clinical and economical burden In treating pratients with aAB is enormous. A general
consensus or a clinical guidelines on DAB diagnosis and treatment should be generated to provide a cost· effi cient
healthcare roadmap, which has become a necessity. A task force and further discussions should be attempted in
order to provide an effective, economical and evidence-based national guidelines and/or consensus.
Keywords: DAB, diagnosis,management, consensus, clinical guidelines
ABSTRAK
Overactive bladder (OAB) atau aktivitas kandung kemih yang berleb ihan merupakan suatu slndroma yang terd iri
at as sejumlah gejala yang ber kaitan dengan penyimpanan urin yang tidak normal di dalam kandung kemih. Gejala
gejala tersebut biasanya meliputi urgensi, yang diikuti dengan frekuensi berkernih yang sering dan nokturia, baik
dengan maupun tanpa inkontinensia urin, tanpa disertai adanya infeksl saluran kemih atau kelainan patologik
lainnya. Prevalensi OAB pada wanita dilaporkan berkisar antara 11,8% dan 17% dan angka ini meningkat secara
bermakna seiring dengan bertambahnya usia . Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti serta
urirnalisis yang dilakukan oleh dokter cukup untuk menegakkan diagnosis OAB. Meskipun demikian, para dokter di
tingkat layanan kesehatan primer belum menanyakan gejala saluran kemih bawah yang berkai tan dengan OAB
secara rutin kepada pasiennya dan 1Pasien seringkali terlalu malu untuk membicara kan dan memulai percakapan
tentang hal tersebut. Hal ini membuat penegakan di agn osis dan tatalaksana DAB rnenjadi sulit. Selain i tu, belum
ada konsensus yang mengatur tentang bagaimana menangani kondisi lni secara opti mal. Saat ini, ada sejumlah
modalitas terapi yang dapat digunakan untuk menangani DAB, yang meliputi intervensi gaya hidup, terapi fisik,
latihan kandung kernlh, terapi farmakologik dan pembedahan . Masyarakat beru sia lanjut di Indonesia jumlahnya
semak in bertambah dan oleh karerna itu, beban klinis maupun eko11omi untuk menangan i pas ien dengan DAB
sangatlah besar. Konsensus atau panduan klinis mengenal diagnosis dan tatalaksana DAB perlu dibuat agar dapat
menjadi patokan strategi dasar layanan kesehatan yang efi.sien dan efektif biaya. Kelompok kerja dan berbagai
pertemuan untuk membahas hal ini perlu dilakukan agar dapat menghasilkan panduan klinis dan/atau konsensus
yang efektif, ,ekonomis dan berbasis bukti.
Kata kunci: DAB, diagnosis, t at,alaksana, konsensus, panduan klinis
1
PENDAHULUAN
Overactive bladder (OAB) atau aktivitas kandung kemih yang berlebihan merupakan
suatu sindroma yang terdiri atas sejumlah gejala yang berkaitan dengan penyimpanan urin yang
tidak normal di dalam kandung kemih. Gejala-gejala tersebut biasanya meliputi urgensi, yang
diikuti dengan frekuensi berkemih yang sering dan nokturia, baik dengan maupun tanpa inkont
inensi a urin, tanpa disertai adany.a infeksi saluran kemih atau kel1ainan patologik
lainnya.1•2 Sedangkan menurut International Continence Society dan Canadian Urological
Association G.uidelines, OAB didefinisikan sebagai sindroma dengan gejala urgensi dengan atau
tanpa inkontinensia tipe urgensi, dan biasanya disertai dengan gejala frekuensi dan nokturia,
yang semua gejala itu mencerminkan adanya gangguan pada penyimpanan urin pada saluran
kemih bagian bawah.·3 5 (Gambar 1)
Gejala utama OAB adalah urgensi yang didefini sikan sebagai keluhan atas adanya hasrat
mendadak untuk berkemih yang tidak dapat ditahan. Selain urgensi, pada OAB juga terdapat
gejala lainnya yakni meningkatnya frekuensi berkemih (> 8 kali buang air kecil / hari),
menurunnya volume berkemih dan secara tidak langsung dapat juga menimbulkan nokturia
atau buang air kecil pada malam hari dan inkontinensia urin atau mengompol6. Berdasarkan
definisi, OAB dapat terjadi dengan maupun tanpa inkontinensia urln. Bahkan hampir separuh
jumlah pasien dengan OAB tidak mengalami inkontinensia. Meskipun demikian, gejala urgensi
dan frekuensi tetap saja dapat menimbukan gangguan yang menurunkan kualitas hidup dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. 7•8
Prevalensi OAB pada wanita dilaporkan berkisar antara 11,8% dan 17% dan angka ini
meningkat secara bermakna seiring dengan bertambahnya usia.3•·9 1 2 Di Kanadai, preve'l ansinya
berkisar anta.ra 11-18%; sedangkan pada wanita berusia 60 tahun, prevalensinya bi,sa
mencapai 20%.13 •1 4 Sebagian besar wanita melaporkan adanya inlkontinensia uriin (96%). OAB
mempunyai dampak yang lebih besar terhadap kualitas hidup dariipada inkontinensia urin tipe
st res . Sekitar 67% pasien OAB melaporkan dampak negatif OAB terhadap kualitas hidup sehari
ha.ri karena turut memperberat dan menimbulkan kondisi penyerta lainnya misalnya depresi,
insidens jatuh dan fraktur dan meningkatnya kasus rawat di rumah sakit maupun di panti
jompo.U, 5 16 Selain usia, sejumlah faktor lainnya ternyata juga turut mempengaruhi terjadinya
OAB, yakni sindroma metabolik (diabetes dan hiper lipidemia), inkontinensia urin, t ipe stres dan
infeksi saluran kemih bawah berulang.7 Meskipun demikian, angka yang sebenarnya bisa saja
lebih tinggi karena para dokter di tingkat layanan kesehatan primer belum menanyakan gejala
saluran kemih bawah yang berkaitan dengan DAB secara rutin kepada pasiennya dan pasien
seringkal 'i terlalu malu untuk membicarakan dan memulai percakapan tentang hat tersebut . Hal
ini membuat penegakan diagnosis maupun t atal laksana OAB sulit di1lakukan.
2
..
Gambar 1. Gejala CAB berdasarkan kategori gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Dimodifikasi dari: Corcos J, Gajewski J, Herlt z D, at al. Can J Urol 2006;13(3):3127-38
PENEGAKAN DIAGNOSIS
OAB merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala dan oleh karena itu, diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan gejala. Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti serta
pemeriksaan urinalisis sederhana yang dilakukan oleh dokter cukup untuk menegakkan
diagnosis OAB.. Pemeriksaan lanjut yang bersifat invasi f tidak diperlukan. Berdasarkan
definisinya, OAB dapat terjadi baik dengan atau tanpa inkont inens ia urin tipe urgensi dan
seringkali didefinisikan sebagai kebocoran urin involunter (yang tidak disadari), yang disertai
atau didahului oleh gejala urgensi. Meskipun demikian, OAB perlu dibedakan dari inkontinensia
urin tipe st res (stress urinary incontinence) maupun tipe campuran (mixed incontinence) seperti
yang ditunjukkan oleh tabel 1.17 Sedangkan tabel 2 menunjukkan diagnosis banding untuk
OAB.18
Tabel 1. Perbedaan OAB dengan inkontinensia urin tipe stres dan t,i pe campuran
Gejala OAB lnkontlnensia urin
tipe stres
lnkontinensia urin tipe
campuran
Urgensi ' Ya Tidak Ya
Frekuensi dan urgensi (> 8 kali /
24Jam)
Ya Tidak Ya
Kebocoran urin saat melakukan
aktivitas fisik, misalnlya batuk,
bersin, mengangkat barang, dll.
Tidak Ya Ya
Dikutip dari Kirby M. Int J Clln Pract 2006; 60(2):184-9
3
Urgensi
Frekuensl
lnkontlnensla
Nokturia
Pancaran kencing yang buruk
Pancaran kenclng terputus
Mengedan
Adanya tetesan kencing
berkemlh (post-void dribble)
Kenclng tidak l amplas
Menunggu sebelum memulai
berkemih (hesitancy)
Adanya tetesan kencing pada saat
akhir berkemih (terminal dribble)
Gejala Saluran Kemih Bawah
yang berkaitan dengan OAB
Pemeriksaan awal: •
1. Riwayat medis dan pemahlan obat (alfa bloker, AC£inhibitor, diuretlk, alkohol), rlwavat pembedahan.
2. Buku harian b erkemih (voiding diory} settdaknya 3 harl yang menggambarkan adanya geJal a frekuensl,
waktu dan volume berkemih dan pencetus te(jadinya kebocoran urin
3. Menllal dam,pakhal ini t,erhadap kualitas hldup (dengan menB8unakan kuesio-ner OAB-q, King·'s health, 0ABSS.
4, Volumeresldu urln pasca1kemil'I
5. Ujl tes celup urin(dipstick test) untuk mendetlksl adanya glukosa, darah, protein, leukoslt dan ni trit dalam urin
6. Pemenks:aan vagi11a; rnenilai otot dasar p anggu·r, atroft vagina dan prolaps
7. Pemeri ksaan f1Slk: abdomen, panggul dan tatus neurologik.
D1mod1fikasi darl Nitt i v, Taneja S. Int J Clln Pract 2005;59(7):825-30
Berbagai algoritma penegakan diagnosis DAB telah disusun oleh sejumlah ahli. Para ahli
uroginekologi di Taiwan menerbitkan panduan ldinis tentang gangguan fungsi saluran kemih
bagian bawah pada wanita dan membuat algoritma untuk penegakan diagno si s dan evaluasi
DAB (gambar 2).19 Sedangkan para ahli dari Kanada, the fnternotional Continence Society dan
Canadian Urological Association Guidelines juga mener bitkan algorir tma penegakan diagnosis
OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera
merujuk pasieri ke dokter spesialis bila didapatkan tanda bahaya tersebut (gambar 3).3
Wanita dengan keluhan kebocoran urin involunter
--+ Rujuk ke dokter spesialis
· Gambar 2. Algorltma diagnosis dan evaluasl OAB menurut Pe rh impun an. Uroginekologi Taiwan Oimodifikas:i dari: Coroos J, Gajewski J, Herltz D, at al. Can J Urol .2006; 13(3):3127-38
4
1. OAB dengan atau tanpa inlcontinensia urln
2. lnkontinensia uri n tlpe stres
3, lnkontinensia tipe campuran
Bila terJadl gangguan fungsl
berkemlh ata u prolaps organ
Tabel 2. Diagnosis Banding OAB
Gejala klinls --
OAB Kanker Kandung Kemih
lnfeksi Saluran Kemlh (ISK)
I.Jrgensl Ya Kadang-kadang Ya
. Frekuensi Ya Kadang-kadang Ya Kencing tidak lampias Tidak Tidak Tidak
Pancaran kencing lemah Tidak Tidak Tidak
Mengedan / menunggu sesaat
sebelumberkemlh ( hesit ancy)
Tidak Tidak Kadang-kadang
Nyeri Tidak Kadang-kadang Ya
Disuria Tidak Kadang-kadang Ya
Piuria Tidak Jarang Ya Hematuria Tidak Ya Blasanya mikroskopik
ANAMNES ,IS Tanda Bahaya Evaluasl
• Perokok dengan hematurla
• Riwayat lnfeksi saluran kemih rekuren dengan komplikasi
• Gejala obstruksl kandung kemih yang berat
• Nyeri yang berkaitan dengan kandung kemih
• Usia
• Riwayat Penyakit Oahulu • Lama dan beratnya geJal<1 yang diala mi • Dampak terhadap aktivitas sehari·hari
• Karakteristik gaya hidup
• 1-!ubungan dengan gejala berkemlh lainnya • Riwayat pembedahan sebelumnya
PEMERll<SAAN FISII<
landa Bahaya Evaluasl
Nyerl kandung kemih / nyerl panggul Pemerlksaan abdomen, panggul, perineum, termasuk
pemeriksaan colok dubur (digital rectal exams), blla
dlperlukan
Penllaian otot dasar panggul volunter
Uji batuk untuk membedakannya dari inkontinensia t,ip e
stres, bila dlperlulkan
PEMERIKSAAN LANJUTAN
Tanda Bahaya Evaluasi
Hematuria (makroskopikl
PVR meningkat (>200 cc:)
Kultur urin positif dengan komplikasl
Standar baku: Urinalisis dan kultur
Plllhan: PVR / post -void residual urine atau urin pasca
kemih
Pemeriksaan darah, bila ada indikasi
DIAGNOSIS OAB
Gambar 3. Algoritma diagnosis dan evaluasi OAB dari Ka.nada
Dimodifikasi dari : Gaj,ewskl JB, Gray GJ, Haber J, et al. The Canadian Journal of Diagnosis June 2012; 31-38
TATALAKSANA OAB
Saat ini, ada sejumlah modalitas terapi yang dapat digunakan untuk menangani DAB,
yang meliputi: (1) intervensi gaya hidup; f2) terapi fisik; (3) latihan kandung kemih; (4) terapi
farmakologik;: (5) pembedahan .
5
.•
lntervensi gaya hidup meliputi penurunan berat badan, berhenti merokok, asupan
cairan yang cukup dan tidak terlalu banyak serta menguran gi konsumsi kafein. Sedangkan yang
termasuk di dalam terapi fisik adalah latihan otot dasar panggul, st imulasi listrik dan
neuromodulasi. Lati h an kandung kemih (bladder retraining) biasanya dilakukan dengan
memberikan edukasi kepada pasien, proses berkemih yang teratur, strategi pengendalian gejala
urgensi, pengawasan yang mandiri (self-monitoring) dan dukungan yang positif. Terapi
farmakologi merupakan1tatalaksana dengan menggunakan obat-obatan, yakni obat golongan
antimuskarinik, penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker), pembuka kanal kalium
(potassium channel opners), relaksan kandung kemih, penghambat alfa (alpha blocker), agonis
beta, inhibitor sintesis prost aglandin, antidepresan, analog vasopresin, capsaicin intravesika
pemasangan resiniferatoksin, dan injeksi toksin botulinum int ravesika. Sedangkan terapi
pembedahan meliputi denervasi dan augmentasi kanclung kemih. 7
Para ahli di Kanada mengembangkan algor it ma tata.laksana OAB yang terdiri atas pilihan
terapi yang terbatas pada intervensi gaya hidup dan farmakologik serta tindak I.anjut (follow-up)
saat pasien kembali kontrol ke dokter (gambar 4). 3
PILIHAN TERAPI Tanda Bahaya Evaluasi
• Retensi urin
• Gastroparesis/ retensi lambung
• Pen, y esuaian gaya hidup ; membatasi
asupan cair an, berkemih teratur, latlhan
kandung kemih, senam Kegel
• Anti muskarin ik: oksib utinln, toleterodin,
trospium, soli fenasi n, dari fenasio,
fesoterodin
TINDAK LANJUT
Tanda Bahaya Evaluasl
• Volume residu pasca kemih (PVR) meningkat
• lidak ada respons terhadap 2 terap l atau leblh
Nllai dalam waktu 4-8 minggu setelah terapi dimulai:
• Bila gejala terkontro l, artinya obat
ditoleransi bal k. Teruskan pengob atan dan
lakukan penil aiao secara berkala
• BIi a gejala tidak te, rkontrol, artinya obat
ditoleransi buruk '7 sesu aikan dosis atau
ganti ke terap i alt ernatif lainnya "7 nilai
kembali dalam waktu 4-8 minggu '7 bila
masih tidak ada perbaikan, rujuk ke
speslalis
Gambar 4. Algoritma tatalaksana OAB dari Kanada
o i modifikasi dari : Gajewski JB, Gray GJ, Haber J, et al. The ,Canadian J'ournal of Diagnosis June 2012; 31-38
6
Secara umum, pasien dengan riwayat infeksi saluran kemih berulang yang disertai gejala
pancara n kencing yang lemah, hematuria, disuri a dan hasil kultur posit i f perlu dievaluasi oleh
ahli urologi atau uroginekologi. Terapi modifikasi perilaku dan gaya hidu p dapat ditawarkan
untuk memperbaiki gejala, mulai dari membatasi asupan cairan, mengurangi kafein atau
alkohol hingga latiha n senam kegel.,20 21 Beberapa ah li menyarankan agar terapi farmakologik
ditawarkan ket ika perubahan perilaku tidak memberikan hasil yang memuaskan. Terapi
farmakologik tersebut biasanya meliputi ant im uskarinik yang dapat memberikan efek klinis
yang berarti karena menghambat reseptor pada otot detrusor kandung kemih. Obat tertentu
secara bermakna lebih bersifat selektif terhadap organ target dibandingkan dengan obat
lainnya. Selektivitas ini cukup penting diperhati kan karena mempenga ruhi angka kejadian efek
samping. Obat yang lebih selektif mempunyai efek samping yang lebih sedikit . Oleh karena itu,
memilih terapi untuk menanganl OAB dapat menjadi tant angan tersendiri dan pasien perlu
dievaluasi pada kunjungan selanjutnya dalam waktu 4- 8 minggu sete lah terapi dimulai agar
dokt er dapat menilai efektivitas dan t olerabili tas t erapi.22
Hingga kini, dikenal enam jenis obat sebagai farmakoter api dalam tatalaksana OAB, yang
meliputi oksib utinin (dala m bentuk tablet, koyo, maupun gel), tolter odin tartrat,
trospiumklorida, solifenas in, darifenasin dan fesoterodin. Cara pem berian, dosis, selektivitas
reseptor, met abolisme dan penetra si ke sistem saraf pusat obat- obat tersebut ditunjukkan oleh
tabel 3.
Tabel 3. Farmakoterapi Antikolinergik untuk Tatalaksana OAB
Nama Obat cara
Pemberian
Dosls Selektivitas
Reseptor
Metabolisme
Utama
Penetrasl ke
sistem saraf
pusat
Oksibutinin Or al IR: 5 mg, 2-3x/hari
ER: 5-l 0mg, 4x/hari
Non -selek tif Hati; sediaan
koyo dan gel
tidak
dimetabolisme
di hati
Tinggi
Tolterodin Oral IR: 2 mg, 2x/hari
ER: 4 mg, 4x/hari
Non-selektlf Hati Tinggi
Trospium Oral IR: 20 mg, 2x/hari
Usia > 75: 20 mg,
4x/ har i
ER: 60 mg, 4x/hari
Non-selektif Ginjal Rendah
Solifenasin Oral 5-10 mg, 4x/ha rl Selektif M3 Ml Hati Tinggi
Darifenasin Oral 7,5-15 mg, 4x/hari Selektif M3 Hati Rendah
Fesoterodin Oral ER:4mg, 8mg Non selektif Hati Tinggi
Tolterodin, solifenasin, darifenasin : gunakan ½ dosis pada insufisiensi hati; hindari penggunaan pada gangguan
hati berat.
Tolterodin, trospium, solifenasin - gunakan ½ dosis pada bersihan kreatinin < 30 ml / menit
Hati-hat i bila pasien juga menggunakan obat inhibitor CYP450 {misalnya antijamur , antiretrovirus dan makrolid)
7
'
Mekanisme kerja dasar obat tersebut adalah melalui mekanisme anti kolinergik yang
bekerja pada reseptor muskarinik (kolinergik) pada otot detrusor kand1.mg kemih. Selekti'vitas
terhadap reseptor muskarinik ini mempengaruhi efek samping yang terjadi. Semakin kecil
u:kuran molekul obat dan dan semakin Hpofilik karakteristik obat, maka obat semakin mudah
menembus sawar darah otak (blood brain barrier) dan menyebabkan efek samping pada sistem
saraf pusat. Efek samping dapat terjadi segera (kebingungan, delirium, sakit kepala, gangguan
penglihatan, pusing dan halusinasi) atau dapat juga terjadi lambat (gangguan memor, i) 23 24
Antimuskarinik non-selektif yang berikatan dengan reseptor M2 dapat memberikan efek
samping takikardi atau peningkatan frekuensi denyut jantung dan memperpanjang interval QT
misalnya tolterodin dan solifenasin. Sedangkan darifenasin, fesoterodin dan tro sp iu m tidak
memperpanjang interval QT. Selain itu, sebagian besar obat antikolinergik dimetabolisme di
hati melalui sistem sitokrom CVP 450, kecuall trsopium yang hanya dimetabolisrne minimal di
hati. Oleh karena itu, setiap obat atau zat yang dimetabolisme oleh hati melalui sistem CYP450
juga dapat berinteraksi dengan obat antikolinergik ter sebut.
Perhimpunan ahli obstetri dan ginekologi di Kanada (Society of Obstetricians and
Gynecologists of Canada I SOGC) telah menerbitkan panduan klinis berbasis bukti tentang
tatalaksana OAB. Panduan tersebut menyertakan tingkat kesahihan bukti penelitian dan tingkat
kualitas rekomendasi yang dicantumkan pada panduan tersebut. label 3 di bawah ini
menerangkan tentang LoE = Level of evidence - Tingkat kesahihan bukti penelitian; GoR =
Grade of recommendation; sedangkan tabel 4 merupakan rekomendasi tatalaksana OAB.
8
label 3. LoE (Level of evidence) dan GoR (Grade of Recommendation) LoE
I
11-1
Kualitas Penilaian Bukti Penelitian
Bukti didapalkan dar.i selidaknya satu uji klinis acak terkonlrol (RCTI yang dilakukan dengan baik
Bukti didapatkan dari uji klinis terkontrol baik, tanpa randomisasi
Bukti didapatkan dari penelitlan kohort dengan desain yang baik (prospektif maupun retrospektiij, atau peneliUan kasus kontrol (case-control), terutama dari satu atau leblh kelompok riset atau pusat penelitian
GoR
A
B
11-2 C
Klasifikasi Rekomendasi
Ada bukti yang baik untuk merekomendasikan tindakan ktinis preventif
Ada buktl yang cukup untuk merekomendasikan tlndakan klinis prevenlif
Ada bukti yang bertentangan dan tidak dapat dipakai sebagai dasar rekomemdasi baik untuk menganjurkan atau tldak menganjurkan suatu tindakan klinis preventif tertentu; tetapi, faktor-faktor lainnya keputusan
dapat mempengaruhi pengambilan
11-3 Bukti didapalkan dari perbandingan antar waktu atau tempat, dengan atau tanpa intervensi. Hasil dramatis pada penelitian yang tidak terkonlrol (misalnya hasil
D Ada bukti yang cukup untuk memberikan rekomendasi menentang tindakan klinis preventif
terapi penisilin di tahun 1940-an). dimasul<kan dalam kateQori ini
juga dapat
Ill Opini dari otoritas yang diakui, berdasar.kan E .Ada bukti yang baik untuk memberikan rekomendasi pengalaman klinis, penelitian deskriptif atau laporan menentang tindakan klinis preventif
dari komite ahli L Tidak ada bukti yang cukup (baik kuantitas maupun
kualitas) untuk memberikan rekomendasi; telapi faktor-faktor lainnya dapat mempengaruhi pengam·bilankeputusan
label 4. Rekomendasi Tatalaksana OAB Menurut SOGC
1. Modifikasl perilaku dan sti mulasi listrik fungsional perlu ditawarkan sebagal spektrum terapi primer yang
efektif untuk mengatasi sindroma OAB (1:-A) 2. Okslbutinin oral, balk dalam sedi aan segera (IR maupun lepas lambat (ER) serta transdermal dapat
ditawarkan sebagai terapi OAB karena berkaitan dengan perbaikan klinis obyektif yang bermakna dalam
waktu 12 minggu (I-A). Oksibuti nin sediaan segera (IR) lebih efektlf blaya tetapi efek sampingnya lebih
banyak daripada antikolinergik lainnya {I-A). Efek samping oksibutlnin transdermal lebih sedikit daripada
oksibutinin oral (I-A)
3. Toliterodin, baik sediaan segera maupun lepas lambat, dapal ditawarkan seba gai terapi OAB karena
berkaitan dengan perbaikan kllnis obyektif yang bermakna dalam wakt:u 12 rninggu {1-.A).
4. Trospium, balk sediaan segera maupun lepas lambat, dapat dilawarkan sebagai terapi OAB karena
berkai ta.n dengan perbalkan klinis obyektir yang bermakna dalam waktu 12 minggu (I-A). Trospium
rnerupakan antikolinergik pllihan yang adekuat untuk pasien OAB yang sebelumnya memiliki .riwayat
gangguan kognitif (11-B) dan untuk paslen OAB yang menggunakan obat inhib itor CYP450 (111-B).
5. Sollfenasin dapat ditawarkan sebagai terapi DAB karena berkai tan dengan perbaikan klinis obyelctif yang
bermakna dalam waktu 12 minggu (II-A). Solifenasin dapat menjadi ant i koline rgik pilihan yang adekuat
untuk pasien DAB usia lan j ul atau pasiien yang sebelumnva mengalam i gangguan fungsi kognitlf(I-B)
6. Darifenasin dapat ditawarkan sebagai terapi DAB karena berkaitan dengan perb aika,n lklinis obyektif yang
bermakna dalam waktu 12 minggu (I-A). Darifenasin dapat menjadi antikolinergik pilihan yang adekuat
untuk pasien OAB dengan gangguan janhmg atau gangguan fungsi kognitir sebelumnya. (l·B)
7. Pasien dengan sindroma OAB perlu ditawarkan pilihan berupa latihan kandung kemih, stimulasi 1,istrik
fungsional atau terapi antiko lli nergik, karena tidak ada perbedaan angka kesembuhan antara ketiganya.
Terapi kombinasi belum je!as terbukti lebih baik dibandingka n satu terapi saja. (l·A)
8. Pilihan terapi antikolinergik sebaiknya didasarkan pada kondisi penyakit penyerta pasien karena efikasi
obyektif antar obat-obat tersebut serupa (I-A ). P,eningkatan dosi s tidak memperbal.ki parameteir obyektir ,
dan lebih banyak menyebabkan efek samping. Meskipun demikian, peningkatan dosis berkai:tan dengarn
perbaikan gejala subyektif (I-A). Untuk mengurangi efek samping; penggantian ke dosis yang lebih rendall
atau penggunaan formulaisl lepas lambat (extended release} atau cara pemberian transclermal perl'u
dip ertimbangkan (I-,A).
9. Ed'ukasi tentang efikasi terapi, harapan yang realistik dan lamanya ,pengobatan perlu ditawarkan kepada
pasien saat terapi antikoliner glk dlmulal karena jumlah pasien yang meneruskan terapi antiko linergi ik
cukup rendah (111-B)
10. Suplementasi estrogen oral atau transdermal sebaik ,nya tidak direkomendasikan sebagai terapi sindroma
OAB karena efeknya sebanding dengan plasebo. (1-E) Estrogen vaginal dapat disara,nkan untuk
memperbaiki gejala subyektlf pada sindroma DAB (111-B).
11. Sunt 1i kan toksin botulinum lntraveslka dan stlmulasl sara.f sakral dan saraf tibia posterior mernpakan
pilihan klinis yang efektif untuk pasien OAB yang tidak berespons terhadap terapi konservatif, terapi
antikolinergik, maupun estrogen vaginal. (I-A).
KESIMPU LAN
Overactive bladder (OAB) merupakan sindroma yang umum terjadi dan dapat
mengganggu k1.1alitas hidup penderitanya. Pilihan t erapinya beragam, mull·ai dari modifikasi gaya
hidup, terapi farmakologik hingga pembedahan. Prevalenslnya cenderung meni ngkat seiring
dengan semakin banyaknya pasien usia lanjut dalam populasi, sehingga beban klinis maupun
elconomi untuk menangani pasien dengan OAB semakln bertambah. Oleh karena itu, peran
dokter dalam mendet eksi sindroma ini sangat pent ing.
9
Di Indonesia, hingga kini belum ada konsensus nasional maupun panduan klinis tentang
diagnosis dan tatalaksana OAB. Panduan klinis semacam ini perlu disusun agar dapat menjadi
patokan strategi dasar layanan kesehatan yang efisien dan efektif biaya. Kelompok kerja dan
berbagai pertemuan untuk membahas hal ini perlu dilakukan agar dapat menghasilkan panduan
k l"nis dan/atau konsensus yang efektif, ekonomis dan berbasis bukti.
DAifTAR PUSTAKA
1. Geoffrion R, Lovat si s D, Walter JE, et al. SOGC Clilnical Practice Guideline: Treatments for overacti ve
bladder: focus on pharm acotherapy , J Obstet Gynaecol Can 2012; 34(11):1092-11 01
2. Haylen BT, de Ridder D, Freeman RM, et al. An International Urogynecological Associat i on
(IUGA)/lnternational Continence Society (ICS) Joint Report on the terminology for female pelvic floor
dyscunction. Int Urogynecol J 2010; 21:5-26
3. Gajewski JB, Gray GJ, Haber J, et al. A simplified approach to diagnosis and treatment of overactive
bladder. The Canadian Journal of Diagnosis June 2012; 31-38
4. Corcos J, Gajewski J, Heritz D, at al. Canadian Urological Association guidelines on urinary
incontinence. Can J Urol 2006;13(3):3127-38
S. Abrams P, Cardozo L, Fall M, et al. The standardisation of terminology of lower urinary tract function:
:report from the Standardisation Sub-committee of the Internationa l Cont inence Society Neurourol
Urodyn 2002;21(2):167-78
6. Chapple CR, Artibani W, Cardozo LD, et al. The role of urinary urgency and its measurement in the
overactive bladder symptom syndrome: current concepts and future prospects. BJU Int
2005;95(3):335-40
7. Vat-Ching Tong. Commitment of Taiwanese Continence Society on the Clinical Practice Guidelines for
Overactive Bladder. Incant Pelvic Floor Dysfunct 2008; 2(3):89-90
8. Abram PA, Wein AJ. Int ro duction : Overactive bladde r and its treat ments . Urology 2000;55:1-2
9. Lawrence JM, Lukacz ES, Nager CW, et al. Prevalence and co-occurrence of pelvic floor disorders in
community-dwelling women. Obstet Gynecol 2008; 111(3):678-85
10. lrwin DE, Milsom I, Hunskaar S1 et al. Population-based survey of urinary incontinence, overactive
bladder and other lower urinary tract symptoms in five countries : results of the EPIC study. Eu r Urol
2006;50(6):1306-15
11. Milsom I, Abrams P, Cardozo L, et al. How widespread are the symptoms of overactive bladder and
how are they managed? A population-based prevalence study. Br J Urol lnt 2001; 87(9):760-6
12. Stewart WF, Van Rooyen JB, Cundiff GW, et al. Prevalence and burden of overactive bladder in the
United St ates. World J U r ol 2003; 20(6):327 -36
13. Corcos J, Schick E. Prevalence of overactive bladder and incontinence in Canada. Can J Urol
2004;11(3):2278-84
14. Herschorn S, Gajewski J, Schullz J, et al. A populaltion-ba sed study of urinary symptoms and
incontinence : the Canadia n Urinary Bladder Survey. BJU Int 2008;101(1):52-8
15. Bart oli S, Aguzzi G, Tarricone R. Impact on quality of life of urinary incontinence and overactive
bladder: a systematic literature review. Urology 2010;75(.3):491-500
10
..
16. Kelleher CJ, Cardozo LO, Khullar V, et al. A new questionnaire to assess the quality of life of urinary
incontinent women. Br J Obstet Gynaecol 1997;104(12):1374-9
17. Kirby M. Managing stress urinary incontinence - a primary care issue. Int J Clin Pract 2006;
60(2):184-9
18. Nitti V, Taneja S. Overactive bladder: achieving a differential diagnosis from other lower urinary tract
conditions. Int J Clin Pract 2005;59(7):825-30
19. Chuang FC, Horng HC, Lin YH, et al. TUGA guideline for female lower urinary tract dysfuncti on. 2015
[cited 2015 Aug 2]; 1-27. Available from: http//
www.tuga.org.tw/ english/ download/TUGA_Guideline.pdf
20. Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada . Robert M, Ross S, Farrel SA, et al.
Conservative management of urinary incontinence. J Obstet Gynaecol Can 2006;28(12):1113-25
21. Wyman JF, Burgio KL, Newman DK. Practical aspects of lifestyle modifications and behavioural
inte rvent ions in the treatment of overactive bladder and urgency urinary incontinence. Int J Clin
Pract 2009;63(8):11 77-91
22. Schabert VF, Bavendam T, Goldberg EL, et al. Challenges for managing overactive bladder and
guidance for patient support. Am J Manag Care 2009; 15(4 Suppl): SllS-22
11