staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · oab lengkap...

16

Upload: others

Post on 15-Nov-2019

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri
Page 2: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri
Page 3: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri
Page 4: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri
Page 5: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OVERACTIVE BLADDER (OAB) PADA WANITA

Budi Iman Santoso

ABSTRACT

Overactive bladder is o syndrome comprises symptoms related to abnormal urinary bladder storage. It is defined as

urinary urgency, usually accompanied by frequency and nocturia, with or without urinary incontinence, in the

absence of urinary tract infection or other obvious pathology . The prevalence fn women is reported ranges between

11.8% and 17 % and It significantly increases with age. rn general, an appropriate history, o physical examination

and a urinalysis is adequate for a physician to make on OAB diagnosis. However, primary care providers have not

routinely asked their patients expl icitly about lower urinary tract symptoms associated with OAB; whfle the patients

are too embarrassed to bring it up or stoning the conversotlon about their problems. It contributes to difficult

diagnosis and management of DAB. Moreover, ther:e is generally lack of consensus on how to optimally manage

this condition. Currently, the treatment modalities for OAB Include life styl e fntervention, physical therapies,

bladder retraining, pharmacological therapies and su.rgicof treatments . The aging society in Indones ia is rapidly

growing and therefore, the clinical and economical burden In treating pratients with aAB is enormous. A general

consensus or a clinical guidelines on DAB diagnosis and treatment should be generated to provide a cost· effi cient

healthcare roadmap, which has become a necessity. A task force and further discussions should be attempted in

order to provide an effective, economical and evidence-based national guidelines and/or consensus.

Keywords: DAB, diagnosis,management, consensus, clinical guidelines

ABSTRAK

Overactive bladder (OAB) atau aktivitas kandung kemih yang berleb ihan merupakan suatu slndroma yang terd iri

at as sejumlah gejala yang ber kaitan dengan penyimpanan urin yang tidak normal di dalam kandung kemih. Gejala­

gejala tersebut biasanya meliputi urgensi, yang diikuti dengan frekuensi berkernih yang sering dan nokturia, baik

dengan maupun tanpa inkontinensia urin, tanpa disertai adanya infeksl saluran kemih atau kelainan patologik

lainnya. Prevalensi OAB pada wanita dilaporkan berkisar antara 11,8% dan 17% dan angka ini meningkat secara

bermakna seiring dengan bertambahnya usia . Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti serta

urirnalisis yang dilakukan oleh dokter cukup untuk menegakkan diagnosis OAB. Meskipun demikian, para dokter di

tingkat layanan kesehatan primer belum menanyakan gejala saluran kemih bawah yang berkai tan dengan OAB

secara rutin kepada pasiennya dan 1Pasien seringkali terlalu malu untuk membicara kan dan memulai percakapan

tentang hal tersebut. Hal ini membuat penegakan di agn osis dan tatalaksana DAB rnenjadi sulit. Selain i tu, belum

ada konsensus yang mengatur tentang bagaimana menangani kondisi lni secara opti mal. Saat ini, ada sejumlah

modalitas terapi yang dapat digunakan untuk menangani DAB, yang meliputi intervensi gaya hidup, terapi fisik,

latihan kandung kernlh, terapi farmakologik dan pembedahan . Masyarakat beru sia lanjut di Indonesia jumlahnya

semak in bertambah dan oleh karerna itu, beban klinis maupun eko11omi untuk menangan i pas ien dengan DAB

sangatlah besar. Konsensus atau panduan klinis mengenal diagnosis dan tatalaksana DAB perlu dibuat agar dapat

menjadi patokan strategi dasar layanan kesehatan yang efi.sien dan efektif biaya. Kelompok kerja dan berbagai

pertemuan untuk membahas hal ini perlu dilakukan agar dapat menghasilkan panduan klinis dan/atau konsensus

yang efektif, ,ekonomis dan berbasis bukti.

Kata kunci: DAB, diagnosis, t at,alaksana, konsensus, panduan klinis

1

Page 6: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

PENDAHULUAN

Overactive bladder (OAB) atau aktivitas kandung kemih yang berlebihan merupakan

suatu sindroma yang terdiri atas sejumlah gejala yang berkaitan dengan penyimpanan urin yang

tidak normal di dalam kandung kemih. Gejala-gejala tersebut biasanya meliputi urgensi, yang

diikuti dengan frekuensi berkemih yang sering dan nokturia, baik dengan maupun tanpa inkont

inensi a urin, tanpa disertai adany.a infeksi saluran kemih atau kel1ainan patologik

lainnya.1•2 Sedangkan menurut International Continence Society dan Canadian Urological

Association G.uidelines, OAB didefinisikan sebagai sindroma dengan gejala urgensi dengan atau

tanpa inkontinensia tipe urgensi, dan biasanya disertai dengan gejala frekuensi dan nokturia,

yang semua gejala itu mencerminkan adanya gangguan pada penyimpanan urin pada saluran

kemih bagian bawah.·3 5 (Gambar 1)

Gejala utama OAB adalah urgensi yang didefini sikan sebagai keluhan atas adanya hasrat

mendadak untuk berkemih yang tidak dapat ditahan. Selain urgensi, pada OAB juga terdapat

gejala lainnya yakni meningkatnya frekuensi berkemih (> 8 kali buang air kecil / hari),

menurunnya volume berkemih dan secara tidak langsung dapat juga menimbulkan nokturia

atau buang air kecil pada malam hari dan inkontinensia urin atau mengompol6. Berdasarkan

definisi, OAB dapat terjadi dengan maupun tanpa inkontinensia urln. Bahkan hampir separuh

jumlah pasien dengan OAB tidak mengalami inkontinensia. Meskipun demikian, gejala urgensi

dan frekuensi tetap saja dapat menimbukan gangguan yang menurunkan kualitas hidup dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. 7•8

Prevalensi OAB pada wanita dilaporkan berkisar antara 11,8% dan 17% dan angka ini

meningkat secara bermakna seiring dengan bertambahnya usia.3•·9 1 2 Di Kanadai, preve'l ansinya

berkisar anta.ra 11-18%; sedangkan pada wanita berusia 60 tahun, prevalensinya bi,sa

mencapai 20%.13 •1 4 Sebagian besar wanita melaporkan adanya inlkontinensia uriin (96%). OAB

mempunyai dampak yang lebih besar terhadap kualitas hidup dariipada inkontinensia urin tipe

st res . Sekitar 67% pasien OAB melaporkan dampak negatif OAB terhadap kualitas hidup sehari­

ha.ri karena turut memperberat dan menimbulkan kondisi penyerta lainnya misalnya depresi,

insidens jatuh dan fraktur dan meningkatnya kasus rawat di rumah sakit maupun di panti

jompo.U, 5 16 Selain usia, sejumlah faktor lainnya ternyata juga turut mempengaruhi terjadinya

OAB, yakni sindroma metabolik (diabetes dan hiper lipidemia), inkontinensia urin, t ipe stres dan

infeksi saluran kemih bawah berulang.7 Meskipun demikian, angka yang sebenarnya bisa saja

lebih tinggi karena para dokter di tingkat layanan kesehatan primer belum menanyakan gejala

saluran kemih bawah yang berkaitan dengan DAB secara rutin kepada pasiennya dan pasien

seringkal 'i terlalu malu untuk membicarakan dan memulai percakapan tentang hat tersebut . Hal

ini membuat penegakan diagnosis maupun t atal laksana OAB sulit di1lakukan.

2

Page 7: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

..

Gambar 1. Gejala CAB berdasarkan kategori gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Dimodifikasi dari: Corcos J, Gajewski J, Herlt z D, at al. Can J Urol 2006;13(3):3127-38

PENEGAKAN DIAGNOSIS

OAB merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala dan oleh karena itu, diagnosisnya

ditegakkan berdasarkan gejala. Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti serta

pemeriksaan urinalisis sederhana yang dilakukan oleh dokter cukup untuk menegakkan

diagnosis OAB.. Pemeriksaan lanjut yang bersifat invasi f tidak diperlukan. Berdasarkan

definisinya, OAB dapat terjadi baik dengan atau tanpa inkont inens ia urin tipe urgensi dan

seringkali didefinisikan sebagai kebocoran urin involunter (yang tidak disadari), yang disertai

atau didahului oleh gejala urgensi. Meskipun demikian, OAB perlu dibedakan dari inkontinensia

urin tipe st res (stress urinary incontinence) maupun tipe campuran (mixed incontinence) seperti

yang ditunjukkan oleh tabel 1.17 Sedangkan tabel 2 menunjukkan diagnosis banding untuk

OAB.18

Tabel 1. Perbedaan OAB dengan inkontinensia urin tipe stres dan t,i pe campuran

Gejala OAB lnkontlnensia urin

tipe stres

lnkontinensia urin tipe

campuran

Urgensi ' Ya Tidak Ya

Frekuensi dan urgensi (> 8 kali /

24Jam)

Ya Tidak Ya

Kebocoran urin saat melakukan

aktivitas fisik, misalnlya batuk,

bersin, mengangkat barang, dll.

Tidak Ya Ya

Dikutip dari Kirby M. Int J Clln Pract 2006; 60(2):184-9

3

Urgensi

Frekuensl

lnkontlnensla

Nokturia

Pancaran kencing yang buruk

Pancaran kenclng terputus

Mengedan

Adanya tetesan kencing

berkemlh (post-void dribble)

Kenclng tidak l amplas

Menunggu sebelum memulai

berkemih (hesitancy)

Adanya tetesan kencing pada saat

akhir berkemih (terminal dribble)

Gejala Saluran Kemih Bawah

yang berkaitan dengan OAB

Page 8: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

Pemeriksaan awal: •

1. Riwayat medis dan pemahlan obat (alfa bloker, AC£inhibitor, diuretlk, alkohol), rlwavat pembedahan.

2. Buku harian b erkemih (voiding diory} settdaknya 3 harl yang menggambarkan adanya geJal a frekuensl,

waktu dan volume berkemih dan pencetus te(jadinya kebocoran urin

3. Menllal dam,pakhal ini t,erhadap kualitas hldup (dengan menB8unakan kuesio-ner OAB-q, King·'s health, 0ABSS.

4, Volumeresldu urln pasca1kemil'I

5. Ujl tes celup urin(dipstick test) untuk mendetlksl adanya glukosa, darah, protein, leukoslt dan ni trit dalam urin

6. Pemenks:aan vagi11a; rnenilai otot dasar p anggu·r, atroft vagina dan prolaps

7. Pemeri ksaan f1Slk: abdomen, panggul dan tatus neurologik.

D1mod1fikasi darl Nitt i v, Taneja S. Int J Clln Pract 2005;59(7):825-30

Berbagai algoritma penegakan diagnosis DAB telah disusun oleh sejumlah ahli. Para ahli

uroginekologi di Taiwan menerbitkan panduan ldinis tentang gangguan fungsi saluran kemih

bagian bawah pada wanita dan membuat algoritma untuk penegakan diagno si s dan evaluasi

DAB (gambar 2).19 Sedangkan para ahli dari Kanada, the fnternotional Continence Society dan

Canadian Urological Association Guidelines juga mener bitkan algorir tma penegakan diagnosis

OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera

merujuk pasieri ke dokter spesialis bila didapatkan tanda bahaya tersebut (gambar 3).3

Wanita dengan keluhan kebocoran urin involunter

--+ Rujuk ke dokter spesialis

· Gambar 2. Algorltma diagnosis dan evaluasl OAB menurut Pe rh impun an. Uroginekologi Taiwan Oimodifikas:i dari: Coroos J, Gajewski J, Herltz D, at al. Can J Urol .2006; 13(3):3127-38

4

1. OAB dengan atau tanpa inlcontinensia urln

2. lnkontinensia uri n tlpe stres

3, lnkontinensia tipe campuran

Bila terJadl gangguan fungsl

berkemlh ata u prolaps organ

Tabel 2. Diagnosis Banding OAB

Gejala klinls --

OAB Kanker Kandung Kemih

lnfeksi Saluran Kemlh (ISK)

I.Jrgensl Ya Kadang-kadang Ya

. Frekuensi Ya Kadang-kadang Ya Kencing tidak lampias Tidak Tidak Tidak

Pancaran kencing lemah Tidak Tidak Tidak

Mengedan / menunggu sesaat

sebelumberkemlh ( hesit ancy)

Tidak Tidak Kadang-kadang

Nyeri Tidak Kadang-kadang Ya

Disuria Tidak Kadang-kadang Ya

Piuria Tidak Jarang Ya Hematuria Tidak Ya Blasanya mikroskopik

Page 9: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

ANAMNES ,IS Tanda Bahaya Evaluasl

• Perokok dengan hematurla

• Riwayat lnfeksi saluran kemih rekuren dengan komplikasi

• Gejala obstruksl kandung kemih yang berat

• Nyeri yang berkaitan dengan kandung kemih

• Usia

• Riwayat Penyakit Oahulu • Lama dan beratnya geJal<1 yang diala mi • Dampak terhadap aktivitas sehari·hari

• Karakteristik gaya hidup

• 1-!ubungan dengan gejala berkemlh lainnya • Riwayat pembedahan sebelumnya

PEMERll<SAAN FISII<

landa Bahaya Evaluasl

Nyerl kandung kemih / nyerl panggul Pemerlksaan abdomen, panggul, perineum, termasuk

pemeriksaan colok dubur (digital rectal exams), blla

dlperlukan

Penllaian otot dasar panggul volunter

Uji batuk untuk membedakannya dari inkontinensia t,ip e

stres, bila dlperlulkan

PEMERIKSAAN LANJUTAN

Tanda Bahaya Evaluasi

Hematuria (makroskopikl

PVR meningkat (>200 cc:)

Kultur urin positif dengan komplikasl

Standar baku: Urinalisis dan kultur

Plllhan: PVR / post -void residual urine atau urin pasca

kemih

Pemeriksaan darah, bila ada indikasi

DIAGNOSIS OAB

Gambar 3. Algoritma diagnosis dan evaluasi OAB dari Ka.nada

Dimodifikasi dari : Gaj,ewskl JB, Gray GJ, Haber J, et al. The Canadian Journal of Diagnosis June 2012; 31-38

TATALAKSANA OAB

Saat ini, ada sejumlah modalitas terapi yang dapat digunakan untuk menangani DAB,

yang meliputi: (1) intervensi gaya hidup; f2) terapi fisik; (3) latihan kandung kemih; (4) terapi

farmakologik;: (5) pembedahan .

5

Page 10: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

.•

lntervensi gaya hidup meliputi penurunan berat badan, berhenti merokok, asupan

cairan yang cukup dan tidak terlalu banyak serta menguran gi konsumsi kafein. Sedangkan yang

termasuk di dalam terapi fisik adalah latihan otot dasar panggul, st imulasi listrik dan

neuromodulasi. Lati h an kandung kemih (bladder retraining) biasanya dilakukan dengan

memberikan edukasi kepada pasien, proses berkemih yang teratur, strategi pengendalian gejala

urgensi, pengawasan yang mandiri (self-monitoring) dan dukungan yang positif. Terapi

farmakologi merupakan1tatalaksana dengan menggunakan obat-obatan, yakni obat golongan

antimuskarinik, penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker), pembuka kanal kalium

(potassium channel opners), relaksan kandung kemih, penghambat alfa (alpha blocker), agonis

beta, inhibitor sintesis prost aglandin, antidepresan, analog vasopresin, capsaicin intravesika

pemasangan resiniferatoksin, dan injeksi toksin botulinum int ravesika. Sedangkan terapi

pembedahan meliputi denervasi dan augmentasi kanclung kemih. 7

Para ahli di Kanada mengembangkan algor it ma tata.laksana OAB yang terdiri atas pilihan

terapi yang terbatas pada intervensi gaya hidup dan farmakologik serta tindak I.anjut (follow-up)

saat pasien kembali kontrol ke dokter (gambar 4). 3

PILIHAN TERAPI Tanda Bahaya Evaluasi

• Retensi urin

• Gastroparesis/ retensi lambung

• Pen, y esuaian gaya hidup ; membatasi

asupan cair an, berkemih teratur, latlhan

kandung kemih, senam Kegel

• Anti muskarin ik: oksib utinln, toleterodin,

trospium, soli fenasi n, dari fenasio,

fesoterodin

TINDAK LANJUT

Tanda Bahaya Evaluasl

• Volume residu pasca kemih (PVR) meningkat

• lidak ada respons terhadap 2 terap l atau leblh

Nllai dalam waktu 4-8 minggu setelah terapi dimulai:

• Bila gejala terkontro l, artinya obat

ditoleransi bal k. Teruskan pengob atan dan

lakukan penil aiao secara berkala

• BIi a gejala tidak te, rkontrol, artinya obat

ditoleransi buruk '7 sesu aikan dosis atau

ganti ke terap i alt ernatif lainnya "7 nilai

kembali dalam waktu 4-8 minggu '7 bila

masih tidak ada perbaikan, rujuk ke

speslalis

Gambar 4. Algoritma tatalaksana OAB dari Kanada

o i modifikasi dari : Gajewski JB, Gray GJ, Haber J, et al. The ,Canadian J'ournal of Diagnosis June 2012; 31-38

6

Page 11: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

Secara umum, pasien dengan riwayat infeksi saluran kemih berulang yang disertai gejala

pancara n kencing yang lemah, hematuria, disuri a dan hasil kultur posit i f perlu dievaluasi oleh

ahli urologi atau uroginekologi. Terapi modifikasi perilaku dan gaya hidu p dapat ditawarkan

untuk memperbaiki gejala, mulai dari membatasi asupan cairan, mengurangi kafein atau

alkohol hingga latiha n senam kegel.,20 21 Beberapa ah li menyarankan agar terapi farmakologik

ditawarkan ket ika perubahan perilaku tidak memberikan hasil yang memuaskan. Terapi

farmakologik tersebut biasanya meliputi ant im uskarinik yang dapat memberikan efek klinis

yang berarti karena menghambat reseptor pada otot detrusor kandung kemih. Obat tertentu

secara bermakna lebih bersifat selektif terhadap organ target dibandingkan dengan obat

lainnya. Selektivitas ini cukup penting diperhati kan karena mempenga ruhi angka kejadian efek

samping. Obat yang lebih selektif mempunyai efek samping yang lebih sedikit . Oleh karena itu,

memilih terapi untuk menanganl OAB dapat menjadi tant angan tersendiri dan pasien perlu

dievaluasi pada kunjungan selanjutnya dalam waktu 4- 8 minggu sete lah terapi dimulai agar

dokt er dapat menilai efektivitas dan t olerabili tas t erapi.22

Hingga kini, dikenal enam jenis obat sebagai farmakoter api dalam tatalaksana OAB, yang

meliputi oksib utinin (dala m bentuk tablet, koyo, maupun gel), tolter odin tartrat,

trospiumklorida, solifenas in, darifenasin dan fesoterodin. Cara pem berian, dosis, selektivitas

reseptor, met abolisme dan penetra si ke sistem saraf pusat obat- obat tersebut ditunjukkan oleh

tabel 3.

Tabel 3. Farmakoterapi Antikolinergik untuk Tatalaksana OAB

Nama Obat cara

Pemberian

Dosls Selektivitas

Reseptor

Metabolisme

Utama

Penetrasl ke

sistem saraf

pusat

Oksibutinin Or al IR: 5 mg, 2-3x/hari

ER: 5-l 0mg, 4x/hari

Non -selek tif Hati; sediaan

koyo dan gel

tidak

dimetabolisme

di hati

Tinggi

Tolterodin Oral IR: 2 mg, 2x/hari

ER: 4 mg, 4x/hari

Non-selektlf Hati Tinggi

Trospium Oral IR: 20 mg, 2x/hari

Usia > 75: 20 mg,

4x/ har i

ER: 60 mg, 4x/hari

Non-selektif Ginjal Rendah

Solifenasin Oral 5-10 mg, 4x/ha rl Selektif M3 Ml Hati Tinggi

Darifenasin Oral 7,5-15 mg, 4x/hari Selektif M3 Hati Rendah

Fesoterodin Oral ER:4mg, 8mg Non selektif Hati Tinggi

Tolterodin, solifenasin, darifenasin : gunakan ½ dosis pada insufisiensi hati; hindari penggunaan pada gangguan

hati berat.

Tolterodin, trospium, solifenasin - gunakan ½ dosis pada bersihan kreatinin < 30 ml / menit

Hati-hat i bila pasien juga menggunakan obat inhibitor CYP450 {misalnya antijamur , antiretrovirus dan makrolid)

7

Page 12: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

'

Mekanisme kerja dasar obat tersebut adalah melalui mekanisme anti kolinergik yang

bekerja pada reseptor muskarinik (kolinergik) pada otot detrusor kand1.mg kemih. Selekti'vitas

terhadap reseptor muskarinik ini mempengaruhi efek samping yang terjadi. Semakin kecil

u:kuran molekul obat dan dan semakin Hpofilik karakteristik obat, maka obat semakin mudah

menembus sawar darah otak (blood brain barrier) dan menyebabkan efek samping pada sistem

saraf pusat. Efek samping dapat terjadi segera (kebingungan, delirium, sakit kepala, gangguan

penglihatan, pusing dan halusinasi) atau dapat juga terjadi lambat (gangguan memor, i) 23 24

Antimuskarinik non-selektif yang berikatan dengan reseptor M2 dapat memberikan efek

samping takikardi atau peningkatan frekuensi denyut jantung dan memperpanjang interval QT

misalnya tolterodin dan solifenasin. Sedangkan darifenasin, fesoterodin dan tro sp iu m tidak

memperpanjang interval QT. Selain itu, sebagian besar obat antikolinergik dimetabolisme di

hati melalui sistem sitokrom CVP 450, kecuall trsopium yang hanya dimetabolisrne minimal di

hati. Oleh karena itu, setiap obat atau zat yang dimetabolisme oleh hati melalui sistem CYP450

juga dapat berinteraksi dengan obat antikolinergik ter sebut.

Perhimpunan ahli obstetri dan ginekologi di Kanada (Society of Obstetricians and

Gynecologists of Canada I SOGC) telah menerbitkan panduan klinis berbasis bukti tentang

tatalaksana OAB. Panduan tersebut menyertakan tingkat kesahihan bukti penelitian dan tingkat

kualitas rekomendasi yang dicantumkan pada panduan tersebut. label 3 di bawah ini

menerangkan tentang LoE = Level of evidence - Tingkat kesahihan bukti penelitian; GoR =

Grade of recommendation; sedangkan tabel 4 merupakan rekomendasi tatalaksana OAB.

8

label 3. LoE (Level of evidence) dan GoR (Grade of Recommendation) LoE

I

11-1

Kualitas Penilaian Bukti Penelitian

Bukti didapalkan dar.i selidaknya satu uji klinis acak terkonlrol (RCTI yang dilakukan dengan baik

Bukti didapatkan dari uji klinis terkontrol baik, tanpa randomisasi

Bukti didapatkan dari penelitlan kohort dengan desain yang baik (prospektif maupun retrospektiij, atau peneliUan kasus kontrol (case-control), terutama dari satu atau leblh kelompok riset atau pusat penelitian

GoR

A

B

11-2 C

Klasifikasi Rekomendasi

Ada bukti yang baik untuk merekomendasikan tindakan ktinis preventif

Ada buktl yang cukup untuk merekomendasikan tlndakan klinis prevenlif

Ada bukti yang bertentangan dan tidak dapat dipakai sebagai dasar rekomemdasi baik untuk menganjurkan atau tldak menganjurkan suatu tindakan klinis preventif tertentu; tetapi, faktor-faktor lainnya keputusan

dapat mempengaruhi pengambilan

11-3 Bukti didapalkan dari perbandingan antar waktu atau tempat, dengan atau tanpa intervensi. Hasil dramatis pada penelitian yang tidak terkonlrol (misalnya hasil

D Ada bukti yang cukup untuk memberikan rekomendasi menentang tindakan klinis preventif

terapi penisilin di tahun 1940-an). dimasul<kan dalam kateQori ini

juga dapat

Ill Opini dari otoritas yang diakui, berdasar.kan E .Ada bukti yang baik untuk memberikan rekomendasi pengalaman klinis, penelitian deskriptif atau laporan menentang tindakan klinis preventif

dari komite ahli L Tidak ada bukti yang cukup (baik kuantitas maupun

kualitas) untuk memberikan rekomendasi; telapi faktor-faktor lainnya dapat mempengaruhi pengam·bilankeputusan

Page 13: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

label 4. Rekomendasi Tatalaksana OAB Menurut SOGC

1. Modifikasl perilaku dan sti mulasi listrik fungsional perlu ditawarkan sebagal spektrum terapi primer yang

efektif untuk mengatasi sindroma OAB (1:-A) 2. Okslbutinin oral, balk dalam sedi aan segera (IR maupun lepas lambat (ER) serta transdermal dapat

ditawarkan sebagai terapi OAB karena berkaitan dengan perbaikan klinis obyektif yang bermakna dalam

waktu 12 minggu (I-A). Oksibuti nin sediaan segera (IR) lebih efektlf blaya tetapi efek sampingnya lebih

banyak daripada antikolinergik lainnya {I-A). Efek samping oksibutlnin transdermal lebih sedikit daripada

oksibutinin oral (I-A)

3. Toliterodin, baik sediaan segera maupun lepas lambat, dapal ditawarkan seba gai terapi OAB karena

berkaitan dengan perbaikan kllnis obyektif yang bermakna dalam wakt:u 12 rninggu {1-.A).

4. Trospium, balk sediaan segera maupun lepas lambat, dapat dilawarkan sebagai terapi OAB karena

berkai ta.n dengan perbalkan klinis obyektir yang bermakna dalam waktu 12 minggu (I-A). Trospium

rnerupakan antikolinergik pllihan yang adekuat untuk pasien OAB yang sebelumnya memiliki .riwayat

gangguan kognitif (11-B) dan untuk paslen OAB yang menggunakan obat inhib itor CYP450 (111-B).

5. Sollfenasin dapat ditawarkan sebagai terapi DAB karena berkai tan dengan perbaikan klinis obyelctif yang

bermakna dalam waktu 12 minggu (II-A). Solifenasin dapat menjadi ant i koline rgik pilihan yang adekuat

untuk pasien DAB usia lan j ul atau pasiien yang sebelumnva mengalam i gangguan fungsi kognitlf(I-B)

6. Darifenasin dapat ditawarkan sebagai terapi DAB karena berkaitan dengan perb aika,n lklinis obyektif yang

bermakna dalam waktu 12 minggu (I-A). Darifenasin dapat menjadi antikolinergik pilihan yang adekuat

untuk pasien OAB dengan gangguan janhmg atau gangguan fungsi kognitir sebelumnya. (l·B)

7. Pasien dengan sindroma OAB perlu ditawarkan pilihan berupa latihan kandung kemih, stimulasi 1,istrik

fungsional atau terapi antiko lli nergik, karena tidak ada perbedaan angka kesembuhan antara ketiganya.

Terapi kombinasi belum je!as terbukti lebih baik dibandingka n satu terapi saja. (l·A)

8. Pilihan terapi antikolinergik sebaiknya didasarkan pada kondisi penyakit penyerta pasien karena efikasi

obyektif antar obat-obat tersebut serupa (I-A ). P,eningkatan dosi s tidak memperbal.ki parameteir obyektir ,

dan lebih banyak menyebabkan efek samping. Meskipun demikian, peningkatan dosis berkai:tan dengarn

perbaikan gejala subyektif (I-A). Untuk mengurangi efek samping; penggantian ke dosis yang lebih rendall

atau penggunaan formulaisl lepas lambat (extended release} atau cara pemberian transclermal perl'u

dip ertimbangkan (I-,A).

9. Ed'ukasi tentang efikasi terapi, harapan yang realistik dan lamanya ,pengobatan perlu ditawarkan kepada

pasien saat terapi antikoliner glk dlmulal karena jumlah pasien yang meneruskan terapi antiko linergi ik

cukup rendah (111-B)

10. Suplementasi estrogen oral atau transdermal sebaik ,nya tidak direkomendasikan sebagai terapi sindroma

OAB karena efeknya sebanding dengan plasebo. (1-E) Estrogen vaginal dapat disara,nkan untuk

memperbaiki gejala subyektlf pada sindroma DAB (111-B).

11. Sunt 1i kan toksin botulinum lntraveslka dan stlmulasl sara.f sakral dan saraf tibia posterior mernpakan

pilihan klinis yang efektif untuk pasien OAB yang tidak berespons terhadap terapi konservatif, terapi

antikolinergik, maupun estrogen vaginal. (I-A).

KESIMPU LAN

Overactive bladder (OAB) merupakan sindroma yang umum terjadi dan dapat

mengganggu k1.1alitas hidup penderitanya. Pilihan t erapinya beragam, mull·ai dari modifikasi gaya

hidup, terapi farmakologik hingga pembedahan. Prevalenslnya cenderung meni ngkat seiring

dengan semakin banyaknya pasien usia lanjut dalam populasi, sehingga beban klinis maupun

elconomi untuk menangani pasien dengan OAB semakln bertambah. Oleh karena itu, peran

dokter dalam mendet eksi sindroma ini sangat pent ing.

9

Page 14: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

Di Indonesia, hingga kini belum ada konsensus nasional maupun panduan klinis tentang

diagnosis dan tatalaksana OAB. Panduan klinis semacam ini perlu disusun agar dapat menjadi

patokan strategi dasar layanan kesehatan yang efisien dan efektif biaya. Kelompok kerja dan

berbagai pertemuan untuk membahas hal ini perlu dilakukan agar dapat menghasilkan panduan

k l"nis dan/atau konsensus yang efektif, ekonomis dan berbasis bukti.

DAifTAR PUSTAKA

1. Geoffrion R, Lovat si s D, Walter JE, et al. SOGC Clilnical Practice Guideline: Treatments for overacti ve

bladder: focus on pharm acotherapy , J Obstet Gynaecol Can 2012; 34(11):1092-11 01

2. Haylen BT, de Ridder D, Freeman RM, et al. An International Urogynecological Associat i on

(IUGA)/lnternational Continence Society (ICS) Joint Report on the terminology for female pelvic floor

dyscunction. Int Urogynecol J 2010; 21:5-26

3. Gajewski JB, Gray GJ, Haber J, et al. A simplified approach to diagnosis and treatment of overactive

bladder. The Canadian Journal of Diagnosis June 2012; 31-38

4. Corcos J, Gajewski J, Heritz D, at al. Canadian Urological Association guidelines on urinary

incontinence. Can J Urol 2006;13(3):3127-38

S. Abrams P, Cardozo L, Fall M, et al. The standardisation of terminology of lower urinary tract function:

:report from the Standardisation Sub-committee of the Internationa l Cont inence Society Neurourol

Urodyn 2002;21(2):167-78

6. Chapple CR, Artibani W, Cardozo LD, et al. The role of urinary urgency and its measurement in the

overactive bladder symptom syndrome: current concepts and future prospects. BJU Int

2005;95(3):335-40

7. Vat-Ching Tong. Commitment of Taiwanese Continence Society on the Clinical Practice Guidelines for

Overactive Bladder. Incant Pelvic Floor Dysfunct 2008; 2(3):89-90

8. Abram PA, Wein AJ. Int ro duction : Overactive bladde r and its treat ments . Urology 2000;55:1-2

9. Lawrence JM, Lukacz ES, Nager CW, et al. Prevalence and co-occurrence of pelvic floor disorders in

community-dwelling women. Obstet Gynecol 2008; 111(3):678-85

10. lrwin DE, Milsom I, Hunskaar S1 et al. Population-based survey of urinary incontinence, overactive

bladder and other lower urinary tract symptoms in five countries : results of the EPIC study. Eu r Urol

2006;50(6):1306-15

11. Milsom I, Abrams P, Cardozo L, et al. How widespread are the symptoms of overactive bladder and

how are they managed? A population-based prevalence study. Br J Urol lnt 2001; 87(9):760-6

12. Stewart WF, Van Rooyen JB, Cundiff GW, et al. Prevalence and burden of overactive bladder in the

United St ates. World J U r ol 2003; 20(6):327 -36

13. Corcos J, Schick E. Prevalence of overactive bladder and incontinence in Canada. Can J Urol

2004;11(3):2278-84

14. Herschorn S, Gajewski J, Schullz J, et al. A populaltion-ba sed study of urinary symptoms and

incontinence : the Canadia n Urinary Bladder Survey. BJU Int 2008;101(1):52-8

15. Bart oli S, Aguzzi G, Tarricone R. Impact on quality of life of urinary incontinence and overactive

bladder: a systematic literature review. Urology 2010;75(.3):491-500

10

Page 15: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri

..

16. Kelleher CJ, Cardozo LO, Khullar V, et al. A new questionnaire to assess the quality of life of urinary

incontinent women. Br J Obstet Gynaecol 1997;104(12):1374-9

17. Kirby M. Managing stress urinary incontinence - a primary care issue. Int J Clin Pract 2006;

60(2):184-9

18. Nitti V, Taneja S. Overactive bladder: achieving a differential diagnosis from other lower urinary tract

conditions. Int J Clin Pract 2005;59(7):825-30

19. Chuang FC, Horng HC, Lin YH, et al. TUGA guideline for female lower urinary tract dysfuncti on. 2015

[cited 2015 Aug 2]; 1-27. Available from: http//

www.tuga.org.tw/ english/ download/TUGA_Guideline.pdf

20. Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada . Robert M, Ross S, Farrel SA, et al.

Conservative management of urinary incontinence. J Obstet Gynaecol Can 2006;28(12):1113-25

21. Wyman JF, Burgio KL, Newman DK. Practical aspects of lifestyle modifications and behavioural

inte rvent ions in the treatment of overactive bladder and urgency urinary incontinence. Int J Clin

Pract 2009;63(8):11 77-91

22. Schabert VF, Bavendam T, Goldberg EL, et al. Challenges for managing overactive bladder and

guidance for patient support. Am J Manag Care 2009; 15(4 Suppl): SllS-22

11

Page 16: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/publication/1.14.pdf · OAB lengkap dengan tanda bahaya (red flags) yang memandu para. dokter umum untuk segera merujuk pasieri