studi mengenai peningkatan pendapatan petani: …tahap-3: pelaksanaan hubungan antara model usaha...

51
MINISTRY OFAGRICULTURE THE REPUBLIC OF INDONESIA STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DAN KEUANGAN MIKRO PEDESAAN DI INDONESIA RINGKASAN ELSEKUTIF July 2007 JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY NIPPON KOEI CO., LTD.

Upload: others

Post on 01-Sep-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

MINISTRY OF AGRICULTURETHE REPUBLIC OF INDONESIA

STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI:

PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DAN KEUANGAN MIKRO PEDESAAN

DI INDONESIA

RINGKASAN ELSEKUTIF

July 2007

JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY

NIPPON KOEI CO., LTD.

Page 2: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- i -

LIST OF REPORTS

FINAL REPORT: SUMMARY

MAIN REPORT

APPENDICES

Appendix A: Rural Microfinance

Appendix B: Agricultural Processing

Appendix C: Agricultural Marketing

Appendix D: Socio-Economy and Institution

SUMMARY (Indonesian)

MAIN REPORT (Indonesian)

SOUTH SULAWESI COMPONENT:

MAIN REPORT

MAIN REPORT (Indonesian)

Page 3: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan
Page 4: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan
Page 5: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 1 -

Japan International Cooperation Agency (JICA) Departemen Pertanian

Republik Indonesia

Studi tentang Peningkatan Pendapatan Petani: Pengolahan Hasil Pertanian dan

Keuangan Mikro Pedesaan

Latar Belakang

37 juta penduduk Indonesia berada pada kategori kemiskinan, 70% diantaranya hidup di daerah pedesaan. Karenanya, peningkatan pendapatan petani di daerah pedesaan menjadi kunci utama dalam memerangi kemiskinan di negara ini.

Pemerintah Indonesia telah menjadikan peningkatan pendapatan petani prioritas utama dengan mendukung produksi bernilai tambah melalui pengolahan hasil pertanian.

Keuangan merupakan salah satu cara efektif dalam mendukung kegiatan para petani dan penghidupan di pedesaan guna meningkatkan pendapatan mereka meskipun masih terdapat kesenjangan antara persediaan dan permintaan.

Tujuan

Untuk mempersiapkan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Indonesia dalam penyusunan/pelaksanaan kebijakan dalam mendukung kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan guna meningkatkan pendapatan petani.

Untuk berbagi pengetahuan/keterampilan teknis kepada pihak-pihak terkait Pemerintah Indonesia melalui kegiatan pelatihan kerja lapangan selama berlangsungnya masa Studi ini.

Informasi Umum

Tujuan Umum: Pendapatan petani akan meningkat melalui promosi kegiatan pengolahan hasil pertanian dengan didukung oleh kondisi keuangan yang dicapai melalui keuangan mikro pedesaan yang saling mendukung. Wilayah dan Komoditas Studi: 3 Kabupaten di Propinsi Jawa Barat dan 2 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur

Indeks Kemiskinan (2003) Propinsi Kabupaten Komoditas Garis Kemiskinan

(Rp./kapita/bulan) Penduduk Miskin

(orang) Rasio Penduduk Miskin

(%)

Jawa Barat Cirebon Itik 120,074 352,400 17.3

Kuningan Ubi Jalar 123,267 201,700 19.5

Majalengka Ubi Jalar 129,547 203,700 17.7

Jawa Timur Mojokerto Itik 140,862 166,100 17.2

Kediri Mangga 112,907 289,200 19.6 Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian: Rencana dalam mempromosikan kegiatan pengolahan hasil pertanian telah disusun untuk setiap komoditas tersebut diatas. Sedangkan untuk jenis komoditas lain juga akan dipersiapkan dengan menggunakan pertimbangan yang sama. Keuangan Mikro Pedesaan: Sistem keuangan di Indonesia telah ditinjau ulang dengan menggunakan pendekatan keuangan mikro pedesaan guna membantu para petani dan masyarakat pedesaan. Untuk itu Studi ini telah mempersiapkan skema keuangan mikro pedesaan yang berkesinambungan dan mudah diakses para petani. Model Implementasi: Beberapa model implementasi telah dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan khususnya dengan penggunaan dana dari Second Kennedy Round-Counterpart Fund (SKR-CF).

Jadwal Studi

Studi ini telah dimulai sejak Desember 2005 dan berakhir pada Juli 2007 dengan jadwal sebagai berikut: (1) Kaji ulang dan analisa materi dan informasi

mengenai pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan,

(2) Survei terhadap Kelompok Tani dan lembaga keuangan melalui survei

Latar Belakang dan Tujuan Studi

2005 2006 2007

Tahun Pertama (JFY2005) Tahun Ke-2 (JFY2006) Tahun Ke-3 (JFY2007)

Nov Des Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

Pekerjaan di Indonesia

Pekerjaan di Jepang

Laporan

Periode Studi

Tahap II Tahap III

Tahap I

Pr/R(1)

Tahap II

Df/RIt/R

Tahap III

Tahap IV

Ic/R F/RPr/R(2)

Tahap Persiapan

Tahap I

c c

Page 6: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 2 -

lapangan dan seminar kelompok, (3) Pelaksanaan seminar lapangan bagi Kelompok Tani yang terseleksi dan para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi

masalah yang dihadapi dalam kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan serta kebutuhan para anggota Kelompok Tani tersebut,

(4) Penyusunan rekomendasi kebijakan dan model implementasi, serta penyelesaian tahap akhir melalui seminar sosialisasi, (5) Penyusunan topik umum dalam mempromosikan kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan, (6) Pelaksanaan seminar diseminasi, dan (7) Penyusunan Laporan Akhir.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Disahkan 19 Januari 2005 melalui Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tiga Agenda: (i) Menciptakan negara yang aman dan damai, (ii)

Menciptakan negara yang adil dan demokratis, dan (iii) Meningkatkan kesejahteraan rakyat

Sembilan Prioritas: (i) Penanggulangan kemiskinan, (ii) Peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor, (iii) Revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan perdesaan, (iv) Peningkatan akses dan kualitas bidang pendidikan dan kesehatan, (v) Pembenahan sistem hukum, birokrasi dan pemberantasan korupsi, (vi) Peningkatan kemampuan ketahanan negara, stabilisasi keamanan dan ketertiban serta penanggulangan konflik, (vii) Penanggulangan dan penanganan bencana, (viii) Percepatan pembangunan infrastruktur, dan (iv) Pembangunan perdesaan dan daerah tertinggal.

Rencana Pembangunan Pertanian 2005 – 2009 Disusun dan diterbitkan pada bulan Januari 2005 Penekanan terhadap peningkatan: (i) ketahanan pangan, (ii) produksi hasil pertanian yang bernilai tambah dan berdaya saing dan (iii) kesejahteraan petani. Tiga program pembangunan seperti (i) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, dan (ii) Program Pengembangan Agribisnis yang meliputi pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan, (iii) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.

Berikut ini dijelaskan karakteristik wilayah dan komoditas studi ditinjau dari sudut pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan. Data disusun berdasarkan kumpulan data dan survei lapangan yang diperoleh dari 34 Kelompok Tani, masyarakat pedesaan dan lembaga keuangan, lembaga keuangan non-bank serta Dinas dan lembaga pemerintah terkait. Pengolahan Hasil Pertanian

Itik di Kabupaten Cirebon and Mojokerto Sistem Segitiga merupakan kerja sama usaha antara kelompok-kelompok tani,

dimana masing-masing kelompok berlaku sebagai pemasok utama dari telur fertile, DOD (Day Old Duck) dan pullet (layer)

Tiga jenis pakan ternak itik: (i) Tradisional, (ii) Intensif and (iii) Semi-intensif Masalah yang perlu perbaikan: (i) rendahnya produksi telur yang dihasilkan oleh itik

petelur, (ii) rendahnya angka penetasan telur, (iii) tingginya angka kematian, (iv) belum ada penerapan ilmiah dalam pengaturan temperatur dan kelembaban pada penanganan penetasan telur, (v) belum ada penjualan daging itik pejantan muda di Kabupaten Cirebon (vi) tingginya harga pakan ternak itik dan (vii) belum ada penggunaan yang efektif dari bulu itik

Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan dan Majalengka Produktivitas ubi jalar dapat mencapai 8 – 20 ton/ha dan

sepenuhnya bergantung pada tersedianya fasilitas sistem irigasi.

Di Kabupaten Kuningan terdapat dua pabrik pengolahan ubi jalar yang cukup besar. Sedangkan Kabupaten Majalengka masih belum memiliki hubungan usaha dengan industri swasta.

Di Kabupaten Majalengka, 70% dari pasar ubi jalar didominasi oleh kelompok tengkulak.

Karakteristik Wilayah dan Komoditas Studi

Kebijakan di Sektor Pertanian

Target: Mengurangi angka kemiskinan menjadi 8.2 % Pertumbuhan ekonomi dari 5.5 % menjadi

7.6 % Mengurangi angka pengangguran dari 9.7 %

(2004) menjadi 5.1 % (sebelum 2009)

Target: Angka pertumbuhan PDB 3.3 % per tahun di

sektor pertanian Penciptaan lowongan kerja sebesar 44.5 juta

di 2009 Peningkatan penambahan nilai di tingkat 5%

per tahun Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada

tingkat 1.4 % per tahun Reduction in rural poverty to 15 % by 2009

Tigan MekarDOD Raising

Bebek JayaFertiled Egg

Selling fertiledegg

Branjangan PutihDuck Breeding

(Layer)

Selling DOD

Selling Layer

Skema Segitiga

Sweet Potato Chips

Sweet Potato Cakes

Keremes

Contoh Hasil Produksi Olahan Ubi Jalar

Page 7: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 3 -

Mangga di Kabupaten Kediri Penelitian terfokus pada dua kegiatan utama yaitu: (i) Pengolahan mangga kering pada

Kelompok Tani Sumber Mulyo (Kecamatan Banyakan) yang dibantu oleh sebuah LSM dan (ii) Pengolahan nanas yang dilakukan oleh Kelompok Tani Lohjinawi (Kecamatan Ngancar) yang mendapat bantuan teknis dari BPTP Malang, Universitas Brawijaya dan Dinas Perindustrian.

75% dari transaksi mangga dilakukan oleh pengumpul dan petani sebelum panen, atau sistem ijon, yang lazim terjadi di Pulau Jawa bukan hanya untuk komoditas mangga tapi juga untuk komoditas lainnya.

Masalah yang perlu perbaikan: (i) minimnya teknologi dalam pengolahan dan pengemasan, (ii) sarana transportasi menuju pasar kurang memadai, (iii) kesulitan dalam pengadaan sarana produksi, (iii) harga yang anjlok terutama saat panen raya dan (iv) kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan.

Keuangan Mikro Pedesaan

Temuan di Lapangan Petani mendapatkan akses yang berbeda dari lembaga-lembaga

keuangan seperti Unit-unit BRI dan lembaga Non-bank atau lembaga keuangan lainnya seperti pegadaian, warung dan arisan. Secara umum, penduduk kaya dan penduduk menengah sudah memiliki akses ke lembaga keuangan formal. Sedangkan kebanyakan penduduk miskin baru bisa mengakses keuangan melalui rentenir, pegadaian, warung dan arisan.

Hampir seluruh Kelompok Tani yang terseleksi telah memiliki kegiatan simpan pinjam walaupun dengan tingkatan yang berbeda.

Distribusi yang tidak merata pada program bantuan keuangan yang diberikan pemerintah bagi para petani khususnya dalam program pengentasan kemiskinan. Hal ini berpengaruh pada perilaku dan pola pikir kelompok penerima bantuan.

Kesenjangan antara Persediaan dan Permintaan Kebutuhan keuangan petani dan masyarakat pedesaan masih belum

dapat terpenuhi karena kesenjangan berikut: (i) Akses fisik yang kurang memadai karena berada di daerah terpencil, (ii) Jasa keuangan yang kurang menguntungkan bagi anggota masyarakat miskin di daerah pedesaan, (iii) Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pendanaan usaha agribisnis, (iv) Kesulitan dalam memenuhi persyaratan pinjaman di bank, (v) Ketergantungan pinjaman pada para pedagang untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan sarana produksi, dan (vi) Keterbatasan jumlah pinjaman yang diberikan oleh Kelompok Tani dan koperasi karena terbatasnya dana yang terhimpun dari anggota yang masih terbatas, serta status hukum informal yang menghambat akses ke lembaga keuangan formal.

Empat masalah mendasar yang dipertimbangkan dalam penyusunan pendekatan perbaikan adalah: (i) Kelompok Sasaran, (ii) Hubungan antara Pengolahan Hasil Pertanian dan Keuangan Mikro Pedesaan, (iii) Proses Transformasi dari Kelompok Tani menjadi Lembaga Keuangan Mikro dan Kelompok Usaha, dan (iv) Interaksi antara Usaha Agribisnis Petani dengan Pengembangan Masyarakat , seperti dijelaskan di bawah ini:

(i) Kelompok Sasaran: Kelompok Tani miskin yang memiliki motivasi kuat dan kemampuan potensial untuk memperbaiki taraf kehidupan mereka

(ii) Hubungan antara Pengolahan Hasil Pertanian dan Keuangan Mikro Pedesaan

Hubungan antara pengolahan hasil pertanian sebagai kegiatan peningkatan pendapatan dan keuangan mikro pedesaan sebagai pendukungnya merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai peningkatan pendapatan petani.

Pendekatan Perbaikan

Very Poor Poor Fair Rich

RegionalAverage

KelompokTani

0 50 100%25 75 Hasil Survei Tingkat Kemiskinan

Diskusi antara

Gabungan P4K dan para pemangku

kepentingan pada Seminar Sosialisasi di Kabupaten Mojokerto

Akses fisik yang buruk

di Kabupaten Majalengka

Unit BRI di

Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan

Mangga Podang di Kecamatan Tarokan

Buku Arisan

Kelompok Tani

Page 8: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 4 -

Menurut hasil survei tingkat kemiskinan dan seminar lapangan, para petani anggota Kelompok-kelompok Tani yang terseleksi masih merasa bahwa mereka masih berada pada taraf kehidupan yang hampir miskin. Karenanya mereka memohon bantuan untuk dapat meningkatkan kegiatan peningkatan penghasilan. Kelompok-kelompok Tani tersebut dianggap telah memiliki motivasi kuat dan kemampuan potensial untuk dapat melaksanakan kegiatan pengolahan hasil pertanian sebagai usaha mereka dan melakukan kegiatan simpan pinjam dengan dukungan yang dibutuhkan.

Serta memperhitungkan faktor-faktor pendukung lainnya.

(iii) Proses Transformasi Kelompok Tani menjadi LKM dan Kelompok Usaha:

Secara bertahap memperkuat kemampuan kelompok dan mengubah kelompok menjadi Gabungan / LKM (melalui Embrio LKM)

(iv) Interaksi antara Usaha Agribisnis Petani dan Pengembangan Masyarakat

Kegiatan usaha agribisnis petani melibatkan para pemangku kepentingan di masyarakat seperti rukun tetangga/pelanggan, pedagang dan penyedia jasa keuangan. Kegiatan tersebut akan membantu dalam peningkatan perekonomian dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan sebaliknya.

Tahap Persiapan Tahap-1: Persiapan langkah perbaikan bagi setiap Kelompok Tani, Tahap-2: Identifikasi dan klasifikasi model usaha, dan Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan.

Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan secara lengkap dalam Bab 5 dari Laporan Utama)

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Keuangan Penggunaan sistem organisasi yang sudah berjalan

seperti Skema Segitiga di Kabupaten Cirebon dan/atau membuat kemitraan baru dengan sektor swasta

Seleksi pasar: pasar lokal maupun luar Pengenalan teknologi baru / perluasan skala usaha Pembinaan dan fasilitasi pihak ketiga: BDS, LSM dan

Universitas Pinjaman lunak untuk peralatan dan bagian dari modal

kerja

Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di masyarakat dimana Kelompok Tani (KT) melakukan kegiatan, melalui (i) penguatan koperasi yang sudah terbentuk, (ii) membentuk KT menjadi LKM, dan (iii) membentuk LKM baru

Peningkatan keuntungan usaha agribisnis KT Peningkatan aset pada tingkat petani, KT dan koperasi untuk

mendukung stabilitas dan kesinambungan penghidupan

Model Usaha

Akses ke Layanan Keuangan

Manajemen Keuangan

Produksi Primer

Pengolahan Hasil Pertanian

Pemasaran

Faktor-Faktor Pendukung LainPenyuluh Pertanian & Penelitian PertanianSarana Produksi & Pasokan Bahan Baku

Kondisi Fisik InfrastrukturPemerintahan Daerah, Kesetaraan Gender

Manajemen Usaha

PenerapanTeknologi dan Peralatan yang

Sesuai

Peningkatan Kapasitas untuk Pers iapan dan

Penerapan Strategi Pemasaran

LKM Pedesaan di masyarakat

Peningkatan Aset dan Pemupukan

Modal pada tingkat Petani

Faktor Pendukung Usaha Usaha Meningkatkan Pendapatan

Hubungan Pengolahan Hasil Pertanian & Keuangan Mikro

Departemen Pertanian

Pemerintah Propins i

Pemerintah Kabupaten

Pasar, Pabrik & Konsumen

Bahan Baku

DukunganUsaha

Keuangan

PetaniKelompok Tani

Masyarakat

Hubungan dengan Masyarakat

PembentukanKelompok

PenguatanKelompok

Konsolidasi FormalisasiRegulasi

Individu

KT: Kelompok Tani, SHG: Self-Help Group (Kelompok Tani Mandiri), LKM: Lembaga Keuangan Mikro

KTSHG

KTSHG

KTSHG

KTSHG

KTSHG

KTSHG

EmbrioLKM LKM

GraduasiProses Manajemen

MandiriManajemen

MandiriPemberdayaanLivelihoodAssistance

Aktivitas Usaha

Ketergantunga padapendampingan

Inisiatif SendiriPembentukan Dana

Pembentukan asetPembentukan Modal

Menerima LayananKeuangan

Dana BergilirPinjaman dengan

Kontribusi Kelompok

HibahDana Bergilir

KelompokUsaha

Proses Transformasi Kelompok Tani menjadi LKM

Interaksi ini merupakan salah satu persyaratan keberhasilan dalam kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan karena kegiatan ini sangat dekat dengan masyarakat pedesaan dan mendorong perekonomian masyarakat.

Page 9: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 5 -

Berdasarkan atas langkah perbaikan diatas, rencana perbaikan telah disusun bagi 13 Kelompok Tani yang terseleksi dari survei lapangan dan Gabungan P4K / LKM seperti dibawah ini:

Kabupaten Kecamatan Komoditas Kelompok Tani & Jumlah Anggota P4K Gabungan / LKM

Cirebon Gegesik Sigranala Indah 7 (6 pria, 1 wanita)

Itik Cirebon Utara Bebek Jaya 20 (20 pria, 0 wanita)

Panguragan Tigan Mekar 36 (33 pria, 3 wanita)

13 Gabungan 1 LKM

Kuningan Cilimus Andayarasa 25 (20 pria, 5 wanita)

Ubi Jalar Jalaksana Bina Karya 20 (19 pria, 1 wanita)

Cilimus LInggasari II 20 (20 pria, 0 wanita)

12 Gabungan 6 LKM

Majalengka Cigasong Mitra Binangkit 37 (0 pria, 37 wanita)

Ubi Jalar Talaga Delima II 16 (5 pria, 11 wanita)

17 Gabungan 4 LKM

Mojokerto Pungging Karya Tani 11 (10 pria, 1 wanita)

Itik Bangsal Tani Mulyo 28 (5 pria, 23 wanita)

Mojosari Lestari Sejahtera 47 (0 pria, 47 wanita)

29 Gabungan 9 LKM

Kediri Tarokan Makmur Jaya 105 (75 pria, 30 wanita)

Mangga Banyakan Budidaya 160 (90 pria, 70 wanita)

4 Gabungan 0 LKM

¨ Besar modal Gabungan/LKM di 5 Kab.: Rp.0.125-160.783 juta

¨ Jumlah total anggota di 5 Kab.: 6,802

¨ Jumlah total KPK di 5 Kab.: 533

¨ Jumlah total Gabungan & LKM di 5 Kab.: 95

↓ ¨ Menyeleksi 10 Gabungan

atau LKM dari 5 Kabupaten sebagai target

Tahap-2: Model Usaha bagi Pengolahan & Pemasaran Hasil Pertanian dan Keuangan Model Usaha bagi Pengolahan & Pemasaran

Industri Itik (Kabupaten Cirebon dan Mojokerto) · Itik

Model 1: Perluasan skala bisnis dan pembaruan teknologi (pengenalan dan penguatan sistem produksi segitiga dengan melakukan kerjasama antara Kelompok Tani)

· Itik Model 2:

Perluasan skala bisnis dan penguatan industri itik (mengundang pendatang baru dan revitalisasi kelompok yang tidak aktif, membentuk kemitraan)

Pengolahan Ubi Jalar (Kabupaten Majalengka dan Kuningan) · Ubi Jalar

Model 1: Pengolahan dan pemasaran produk primer (irisan ubi jalar kering, dan kemitraan pabrik penggilingan tepung ubi jalar)

· Ubi Jalar Model 2:

Pengolahan dan pemasaran makanan industri rumah tangga (produksi lokal untuk konsumsi lokal, produk tradisional dan unik)

Pengolahan Mangga (Kabupaten Kediri) · Mangga

Model: Pengolahan dan pemasaran buah dengan sektor swasta (mangga kering dan jus, pemasaran)

Model Usaha bagi Keuangan Pembentukan LKM di masyarakat dimana Kelompok Tani melakukan kegiatan, tetapi diluar KT

Bagi Kelompok Tani yang kegiatan kelompoknya kurang aktif, ketua kelompok yang dominan dan anggota yang pasif

Pembentukan LKM mandiri dari Kelompok Tani

Bagi Kelompok Tani yang memiliki kegiatan simpan pinjam reguler dan dapat menunjukkan kepemimpinan yang baik serta kerjasama kelompok yang baik *Rencana perbaikan bagi kelompok ini adalah pembentukan Gabungan KT sebagai tahap lanjutan model ini

Penguatan fungsi keuangan dari koperasi yang sudah terbentuk (KSP/USP) yang melayani Kelompok Tani

Bagi Kelompok Tani yang sudah berhubungan langsung dengan koperasi

Catatan: Keterlibatan tengkulak dan pengumpul ke dalam LKM sangat penting artinya dalam berbagi informasi pasar dan guna mencapai ketentuan transaksi yang lebih adil.

Menuju Tahap 2

Page 10: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 6 -

Tahap-3: Hubungan Model Usaha antara Pengolahan Hasil Pertanian dan Keuangan

Setelah model usaha tersebut diatas dilaksanakan, pengaruh langsung dari pengolahan hasil pertanian diperkirakan akan meningkatkan pendapatan rata-rata menjadi Rp.6.6 juta per tahun bagi 350 anggota rumah tangga di 13 Kelompok Tani. Dari hubungan dengan LKM atau penguatan koperasi, peningkatan tingkat kemandirian diharapkan dapat tercapai melalui peningkatan aset dan modal sendiri untuk mengakses lembaga keuangan komersial setelah proyek berakhir dalam 5 tahun. Dari hubungan tersebut juga, diperkirakan akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap 4,200 rumah tangga di lingkungan tersebut yang 48% atau 2,000 rumah tangga berada dalam kemiskinan.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Tigan Mekar

Bebek Jaya

Sigranala Indah

Lestari Sejahtera

Karya Tani

Tani Mulyo

Industri Itik Model 1Perluasan Skala Usaha dan

Pembaruan Teknologi

Industri Itik Model 1Perluasan Skala Usaha &

Penguatan Industri Itik(Uji Coba Teknologi Baru)

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & Pemasaran

Penguatan Koperasi yangsudah Terbentuk

Pembentukan LKM BerbasisMasyarakat

Model UsahaKeuangan

Pembentukan LKM Mandiri

Pembentukan KSU

Industri Itik Model 2Perluasan Skala Usaha &

Penguatan Industri Itik

Perluasan danPengembangan Industri

Usaha Itik↓

Keterlibatan AnggotaMasyarakat dalam Usaha

Perluasan KerjasamaKelompok Tani

Keterlibatan AnggotaMasyarakat dalam Usaha

Pengaruh Hubungan

Industri Itik Model 2Perluasan Skala Usaha &

Penguatan Industri Itik

Kab. Mojokerto

Kab. Cirebon

Hubungan Model Usaha Industri Itik dan Keuangan

Andayarasa

Binakarya

Linggasari 2

Mitra Binangkit

Delima 2

Ubi Jalar Model 1Pengolahan dan Pemasaran

Produk Primer

Ubi Jalar Model 2Pengolahan dan Pemasaran

Makanan Industri Rumah Tangga

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & PemasaranModel Usaha

Keuangan Mikro

Pendaftaran SebagaiBadan Usaha (UKM)

Pembentukan LKM Mandiri

Pembentukan LKM BerbasisMasyarakat

Pembentukan LKM Mandiri

Perluasan PengolahanProduk Primer

Kluster PengolahanUbi Jalar

Perluasan PengolahanMakanan Industri Rumah

Tangga↓

Keterlibatan AnggotaMasyarakat dalam Usaha

Pengaruh Hubungan

Kab. Kuningan & Majalengka

Hubungan Model Usaha Pengolahan Ubi Jalar dan Keuangan

Budi Daya

Makmur Jaya

Model ManggaPengolahan Buah dan Pemasaran

dengan Perusahaan Swasta

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & PemasaranModel Usaha

Keuangan Mikro

Pembentukan LKM Mandiri

Keterlibatan AnggotaMasyarakat

Kluster Pengolahan Mangga

Pengaruh Hubungan

Kab. Kediri

Hubungan Model Usaha Pengolahan Mangga dan Keuangan

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & PemasaranModel Usaha

Keuangan Mikro

Pembentukan LKMGabungan KPK & LKMdibaw ah P4K Penguatan Sektor Agribisnis

Keterlibatan AnggotaMasyarakat

Pembentukan KlusterPengolahan

Pengaruh Hubungan

Jawa Barat & Jawa Timur

Hubungan Model Usaha Kegiatan Peningkatan Pendapatan dan Keuangan

Page 11: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

- 7 -

Aspek Pendukung Pengolahan Hasil Pertanian dan Keuangan Mikro Pedesaan

Aspek Utama dalam Penyusunan Rekomendasi Kebijakan

Aspek Utama Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi 1 Seleksi Kelompok, Pengawasan dan Keterlibatan Masyarakat

· Kelompok yang diseleksi adalah yang sudah melakukan kegiatan simpan pinjam · Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan guna mendukung kesinambungan · Kegiatan pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh pihak ketiga yang mandiri dan tanpa terlibat langsung

Rekomendasi 2 Teknologi Pengolahan & Komoditas Lain dan Kemitraan Pemasaran

· Persiapan pembuatan arah dan strategi dengan menggunakan teknis analisa seperti Analisa Rantai Nilai, Analisa SWOT, Market Mix dan sebagainya

· Keterlibatan para tengkulak dan pengumpul dalam Embrio LKM sebagai efek pengganda

Rekomendasi 3 Business Development Services (BDS)

· Kebutuhan Kelompok Tani akan bantuan khususnya dalam bidang keuangan, pengelolaan keuangan kelompok, teknologi pengolahan, pemasaran, koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan harus dilakukan dengan strategi yang tepat untuk mendukung inisiatif dan kapasitas dari Kelompok Tani

· Perlunya pendataan lembaga-lembaga BDS di tingkat Kabupaten dan Propinsi serta informasi dari hasil perkembangan dan prestasi mereka

Rekomendasi 4

Dukungan Modal bagi Pengembangan Kemampuan dengan Komponen Peningkatan Aset

· Dukungan modal harus dalam bentuk pinjaman dari bank, bukan dana bergulir yang diberikan langsung kepada Kelompok Tani

· Tabungan terbekukan akan meningkatkan aset Kelompok Tani dengan memanfaatkan suku bunga

· Memberikan pelatihan dalam pengelolaan keuangan bagi petani

Rekomendasi 5 Dukungan dari Pemerintah Daerah

· Peran penting Dinas Propinsi dan Dinas Kabupaten dalam menciptakan kondisi yang mendukung, sebagai kunci keberhasilan pelaksanaan program

· Bantuan modal bagi petani harus dalam bentuk pinjaman untuk KT melalui bank, tidak bergulir di dalam KT, untuk melatih kemampuan pengelolaan keuangan mereka

Rekomendasi 6 Replikasi Model Usaha

· Model yang direplikasi diasumsikan atas dasar keuntungan biaya dan peningkatan aset seperti model implementasi yang diajukan dalam Studi ini

· Pada saat pelaksanaan CF-SKR, dianjurkan untuk melibatkan Dinas Propinsi dan BPD dalam penyaluran dana dan pengadaan, kemudian, Dinas Kabupaten dapat belajar dari Dinas Propinsi untuk pelaksanaan lanjutan

JICA Study Team on the Improvement of Farmers’ Income: Agricultural Processing and Rural Micro Finance Gedung A. Ruang 811, Jl. Harsono RM No.3 Jakarta 12550 INDONESIA TEL (Kantor) :021-781-9833 , 081-385-661191 (N.Morioka), 081-385-661197 (S. Otsuka)

13 Kelompok Tani yang terseleksi

Wilayah Studi: 5 Kabupaten

Gabungan KPK dibawah P4K

Keuangan Mikro Pedesaan(Kondisi yang Mendukung)

Industri Itik 2 Model Usaha

Pengolahan Ubi Jalar 2 Model Usaha

Pengolahan Mangga Model Usaha

Model LKM Mandiri

Model Penguatan Koperasi yang sudah terbentuk

Model LKM berbasis Masyarakat

Rekomendasi 1Seleksi Kelompok, Pengawasan dan

Peran Serta Masyarakat

Rekomendasi 2Teknologi Pengolahan &

Komoditas Laindan

Kerjasama Pemasaran

Rekomendasi 5Replikasi Model Usaha

Rekomendasi 3Business Development

Services (Pendampingan)

Masyarakat Pedesaan

Pengolahan & Pemasaran(Meningkatkan Pendapatan)

Rekomendasi 4Dukungan dari

Pemerintah Daerah

Ringkasan Aspek Utama Rekomendasi Kebijakan

13 Kelompok Tani yang terseleksi

Gabungan KPK dibawah P4K

Indus tri Itik 2 Model Usaha

Pengolahan Ubi Jalar2 Model Usaha

Pengolahan Mangga 1 Model Usaha

LKM Mandiri (Lembaga Keuangan Mikro)

Model Penguatan Koperas i yang sudah terbentuk

LKM Berbas is Masyarakat

Simpan Pinjam Reguler

Masyarakat Pedesaan

Dukungan Masyarakat

Business Development Services

(Pendampingan)

Pemerintah DaerahDEPTAN

Bus iness Development Services

(Pendampingan)

Pemerintah DaerahDEPTAN

Wilayah Studi: 5 Kabupaten

Pengolahan & Pemasaran(Meningkatkan Pendapatan)

Keuangan Mikro Pedesaan(Kondis i yang Mendukung)

Menghidupkan Kegiatan Ekonomi di Masyarakat

Dampak bagi Masyarakat Miskin

Layanan KeuanganDisiplin Usaha

Keterlibatan PedagangTransparans i

Model Usaha Keuangan Mikro Pedesaan dan Pengolahan & Pemasaran

Page 12: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Gambar

- 8 -

Itik

Pemberian pakan DOD di Kabupaten Mojokerto (8 Agustus 2007)

Itik Persiapan pembuatan telur asin di Kabupaten Cirebon

(3 Agustus 2006)

Itik Saluran air kandang itik di Kabupaten Mojokerto

(8 Agustus 2006)

Itik

Meneropong fertilitas telur itik dengan menggunakan peralatan sederhana di Kabupaten Mojokerto

(8 Agustus 2007)

Itik Mesin Penetasan Tradisional di Kabupaten Mojokerto

(8 Agustus 2007)

Itik Pakan itik remisan di Kelompok Tani Ternak

Bebek Jaya di Kabupaten Cirebon (8 Agustus 2007)

Itik

Seminar Sosialisasi di Kabupaten Cirebon (6 Februari 2006)

Itik Sate Bebek, salah satu hasil produksi itik

di Kabupaten Cirebon (3 Agustus 2006)

Ubi Jalar Seminar lapangan di Kelompok Tani Linggasari II

di Kabupaten Kuningan (3 Agustus 2006)

Ubi Jalar

Seminar Sosialisasi di Kabupaten Majalengka (8 Februari 2007)

Ubi Jalar Survei lapangan, wawancara di Kelompok Tani

Andayarasa di Kabupaten Kuningan (7 September 2006)

Ubi Jalar Es krim terbuat dari ubi jalar di Kabupaten Kuningan

(2 Agustus 2006)

Page 13: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Gambar

- 9 -

Ubi Jalar

Irisan ubi kering hasil penelitian di Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI)

Malang (22 Februari 2007)

Ubi Jalar Mesin Penggilingan Tepung Ubi Jalar (Jenis Manual)

di Kabupaten Kuningan (2 Agustus 2006)

Ubi Jalar Ladang ubi jalar di Kelompok Tani Sawalogah

di Kabupaten Majalengka (11 September 2006)

Ubi Jalar Diskusi kelompok membahas draft Model Implementasi

pada Seminar Sosialisasi di Kabupaten Kuningan (7 Februari 2007)

Mangga Pengupasan mangga sebagai bagian dari proses pembuatan mangga kering yang dilakukan oleh

Kelompok Tani Sumber Mulyo di Kabupaten Kediri (6 November 2007)

Mangga Vacuum Fryer untuk proses pembuatan buah kering bantuan dari LSM, Resource Exchange International

(REI) di Kabupaten Kediri (20 Februari 2007)

Mangga

Mangga kering yang diproduksi atas bantuan REI di Kabupaten Kediri

(20 Februari 2007)

Mangga Tukar pendapat bersama REI selama Seminar

Sosialisasi di Kabupaten Kediri (20 Februari 2007)

Mangga Produk berkemasan di Kabupaten Kediri

(6 November 2006)

Mangga

Peralatan Pengemasan Jus di Kabupaten Kediri (6 November 2006)

Mangga Masalah Sensus dibahas di Seminar Lapangan di Kelompok Tani Makmur Jaya di Kabupaten Kediri

(16 October 2006)

Mangga Pasar Buah di Surabaya

(10 Agustus 2006)

Page 14: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 1

I. Pendahuluan

Otoritas

01. Laporan Akhir dari Studi tentang Peningkatan Pendapatan Petani: Pengolahan Hasil Pertanian dan Keuangan Mikro Pedesaan di Indonesia (selanjutnya disebut “Studi”) ini disusun berdasarkan Lingkup Kerja (Scope of Work) yang disepakati oleh Studi bersama antara Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Departemen Pertanian (DEPTAN) pada tanggal 5 November 2004. Laporan ini mengemukakan hasil Studi termasuk latar belakang, situasi di contoh Kabupaten saat ini, model usaha dan model implementasi dari pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan serta rekomendasi kebijakan pendukung pengolahan hasil pertanian dan pengembangan skema keuangan mikro. (1.1)

Tujuan Studi

02. Tujuan dari Studi adalah: (i) Untuk mempersiapkan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Indonesia dalam penyusunan/pelaksanaan kebijakan dalam mendukung kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan guna meningkatkan pendapatan petani., (ii) Untuk berbagi pengetahuan/keterampilan teknis kepada pihak-pihak terkait DEPTAN melalui kegiatan pelatihan kerja lapangan selama berlangsungnya masa Studi. (1.3)

Wilayah Studi

03. Guna membantu Studi melakukan penelitian dalam bidang pengolahan hasil pertanian, Pemerintah Indonesia telah memilih tiga komoditas yaitu ubi jalar, itik dan mangga. Berdasarkan wilayah produksi dari tiga komoditas tersebut, wilayah Studi dipilih di lima Kabupaten termasuk Cirebon, Kuningan dan Majalengka di Propinsi Jawa Barat, serta Mojokerto dan Kediri di Propinsi Jawa Timur, dengan total luas wilayah lebih dari 4,300 km2. (1.4)

Lingkup Studi

04. Lingkup Studi sebagaimana dijelaskan dalam Lingkup Kerja meliputi: (i) kaji ulang informasi/data yang ada mengenai pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan, (ii) pengumpulan informasi dasar dari lokasi contoh, (iii) promosi pengolahan hasil pertanian, (iv) pengembangan skema baru keuangan mikro pedesaan, (v) hubungan antara pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan, dan (vi) rekomendasi kebijakan. (1.5)

II. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian

Kondisi Sosial-Ekonomi Sektor Pertanian

05. Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia sangat terpuruk akibat krisis nilai tukar, tetapi sektor pertanian hanya menunjukkan 0.7% penurunan. Hal ini disebabkan oleh karena sektor pertanian sangat bergantung pada produksi tanaman pangan yang kurang sensitif terhadap perubahan yang terjadi di bidang ekonomi. Sejak tahun 2000, seluruh sektor

Page 15: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 2

perekonomian mencapai pertumbuhan PDB positif menjadi lebih dari 5% per tahun, sebagai hasil dari pertumbuhan sektor selain pertanian. Subsektor tanaman pangan dibawah sektor pertanian menunjukkan laju pertumbuhan yang rendah yaitu pada angka 1.5 hingga 2.5% per tahun. Selain itu, subsektor bukan tanaman pangan dan peternakan menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada total PDB di tahun 2001 dan 2002 sehingga turut meningkatkan PDB pertanian. Namun, setelah tahun 2004, laju pertumbuhan subsektor-subsektor tersebut menurun sehingga laju pertumbuhan lebih rendah daripada subsektor tanaman pangan. (2.1)

06. Hingga tahun 1999, sektor pertanian masih menduduki peringkat kedua terbesar, tetapi status saat ini turun ke peringkat ketiga sebesar 13% dari PDB. Sektor pertanian masih mempekerjakan lebih dari 40% total populasi pekerja, dan nilai ekspor dari sektor ini bernilai US$ 10 milyar atau setara dengan 16% dari pendapatan ekspor negara. Sehingga sektor pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, namun sektor ini mulai mengalami penurunan pertumbuhan dan menghadapi berbagai kendala. Kendala utama adalah pada rendahnya produktifitas seperti yang ditunjukkan pada nominal PDB per pekerja yaitu hanya sebesar 20% (US$880 per pekerja di sektor pertanian pada tahun 2005) dari sektor lain (US$4,490 per pekerja) (2.1)

07. Populasi miskin meningkat secara drastis menjadi 38.7 juta jiwa, atau 19.1% dari total populasi di tahun 2000 dari 22.5 juta atau 11.3% di tahun 1996 sebagai dampak krisis ekonomi. Secara penyebaran geografis, 60% dari total populasi miskin berada di Pulau Jawa (BPS, 2003 dan 2004). 59% dari rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa, untuk mengentaskan kemiskinan, pembangunan perekonomian di daerah pedesaan akan membantu mengurangi kemiskinan melalui penyediaan peluang peningkatan pendapatan, khususnya industri berbasis pertanian di Pulau Jawa. (2.1)

Sektor Pertanian

08. Setelah krisis nilai tukar pada tahun 1997, IMF memainkan peranan penting dalam pemulihan perekonomian dengan membantu penyusunan kebijakan ekonomi dan fiskal. Pada tahun 1999, laju pertumbuhan perekonomian mencatat angka 0.8% sebagai dampaknya. Keseluruhan jumlah kredit bermasalah (non-performing loan: NPL) dari sektor perbankan mencapai tingkat rasio tertinggi yaitu 58.7% di bulan Maret 1999, yang kemudian turun menjadi 18.8% pada akhir tahun 2000 berkat usaha restrukturisasi dari sektor korporasi dan perbankan. Jumlah NPL pada bank komersial ditunjukkan pada Tabel S-1 berikut ini.

Dari tahun 1998 sampai dengan 2004, berbagai upaya dilakukan guna mengatasi masalah reformasi sektor perbankan khususnya program restrukturisasi melalui suntikan modal oleh pemerintah. Sebagai badan pelaksana reformasi ini, maka dibentuk Badan

Tabel S-1 Kredit Bermasalah (Non Performing Loan: NPL) Bank Komersial 98/3 99/3 99/12 00/12 01/12 02/12 03/12 04/12 05/12

NPL Bank Komersial 19.8% 58.7% 32.8% 18.8% 12.1% 8.1% 8.2% 5.8% 8.3%

Sumber: JCIF, 2006

Page 16: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 3

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kredit bermasalah kemudian dialihkan ke BPPN dan banyak bank harus ditutup atau digabungkan dalam proses restrukturisasi tersebut. BPPN selesai melaksanakan tugasnya dan dibubarkan pada Februari 2004. (2.2.1)

09. Perekonomian Indonesia mulai stabil kembali setelah tahun 2000, dengan mencapai pertumbuhan yang stabil antara 3.8% dan 5.6% disebabkan beberapa faktor seperti: (i) pulihnya kegiatan investasi, (ii) peningkatan konsumsi domestik yang didukung oleh tingkat suku bunga yang rendah dan perluasan keuangan konsumen. Akan tetapi, menjelang akhir tahun 2005, pertumbuhan perekonomian menurun sebagai akibat tingkat inflasi dan suku bunga yang tinggi dipicu oleh pemotongan subsidi bahan bakar dan untuk meningkatkan harga produk bahan bakar menjadi lebih dari 120%. Tingkat inflasi di Indonesia ditunjukkan oleh suku bunga SBI satu bulan yang masih berkisar antara 10 sampai 15% hingga pertengahan 1990an. Kemudian setelah krisis berakhir, naik tajam hingga mencapai 70.6% pada bulan September 1998. Tingkat suku bunga SBI terus menurun setelah mencapai puncak, dan pada tahun 2005, pada kisaran antara 7.42% dan 12.75%. (2.2.1)

10. Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 menggolongkan bank menjadi dua kategori yaitu Bank Umum Komersial dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan menurut sudut pandang operasional, Bank Komersial dikategorikan menjadi empat bank yaitu Bank Pemerintah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Joint Venture, dan Bank Pembangunan Daerah, yang jumlahnya ditunjukkan oleh Tabel S-2. (2.2.2)

11. Tunggakan pinjaman pada bank komersial sebelum krisis nilai tukar bergerak stabil. Namun setelah krisis, tunggakan tersebut berubah menjadi NPL yang hampir seluruhnya dialihkan ke BPPN sebagai kredit bermasalah. Setelah pengalihan tersebut, telah terjadi situasi over-likuditas dimana jumlah simpanan melampaui jumlah tunggakan pinjaman, dan melimpahnya uang tunai yang berasal dari tabungan yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya dalam bentuk pinjam. Hal tersebut menyebabkan pengurangan fungsi bank sebagai perantara keuangan. Bank komersial cenderung untuk mendorong dana yang terjaring melalui simpanan menjadi SBI, khususnya ketika tingkat suku bunga deposito lebih rendah daripada rate SBI. Kinerja bank komersial dapat diindikasi oleh simpanan dan pinjaman yang terus berkembang. Belakangan ini, rasio LDR (loan to deposit ratio) kian meningkat dan lebih banyak lagi dana yang disalurkan bagi pinjaman. (2.2.2)

12. Laporan Ekonomi Bank Indonesia tahun 2005, sesuai dengan perluasan kredit secara keseluruhan, menunjukkan bahwa penyaluran pinjaman bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) meningkat tajam selama tahun 2005. Kenyataan bahwa tahun

Tabel S-2 Jumlah Bank Jenis 2001 2002 2003 2004 2005*

1. Bank Pemerintah 5 5 5 5 5 2. Bank Swasta Nasional 80 77 76 72 71 3. Bank Asing & JV 34 34 31 30 30 4. BPD: Bank

Pembangunan Daerah 26 26 26 26 26

Total 145 142 138 133 132 Total BPR 2,432 2,747 3,299 3,507 3,081*

Sumber: BI -2005 Laporan Ekonomi Indonesia. * September 2005

Page 17: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 4

2005 dinyatakan PBB sebagai Tahun Internasional Kredit Mikro dan diluncurkannya Tahun Keuangan Mikro Indonesia, telah memberikan kontribusi dalam pertumbuhan pinjaman UMKM, dan bank menyalurkan dana lebih banyak dari yang direncanakan dalam rencana usaha mereka. Pinjaman UMKM pada sektor pertanian juga turut berkembang, namun porsi pinjaman UMKM masih belum tinggi. Sebenarnya sektor ini mengalami penurunan tren dari 5.5% pada tahun 2001 menjadi 3.6% pada tahun 2005. (2.2.2)

13. Saat ini, ada dua bank Syariah di Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah Mega Indonesia yang menggunakan prinsip Islam dalam menjalankan kegiatan perbankan: (i) isu hukum, dimana suku bunga dilarang, dan (ii) isu ekonomi, dimana keadilan dalam ekonomi ditekankan. Pada bank yang menggunakan sistem konvensional, para penabung mendapatkan bunga meskipun bank tidak mendapatkan keuntungan. Sedangkan pada bank yang menggunakan sistem Syariah, ada sistem pembagian keuntungan dan kerugian. Bank Syariah menginvestasikan dana pada sektor riil dan tidak diperbolehkan untuk melakukan investasi berdasarkan spekulasi, yang tidak stabil. (2.2.2)

14. Sektor keuangan mikro di Indonesia terdiri dari (i) program pemerintah yang menargetkan program keuangan mikro dan program pengentasan kemiskinan dengan komponen keuangan mikro, (ii) perbankan yang menawarkan keuangan mikro (sebagian besar dari unit BRI), dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), (iii) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dari Koperasi Serba Usaha, (iv) Badan Kredit Desa (BKD), dan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), (v) pegadaian, (vi) sektor informal yang meliputi Kelompok Tani Kecil (KPK), koperasi simpan pinjam informal, Baitul Maal wat Tamwil (BMT) and Koperasi Kredit (Credit Union), LSM, rentenir, dan pedagang. (2.2.3)

15. Lembaga keuangan mikro yang telah terdaftar diringkas dalam Tabel S-3. Selain unit-unit BRI, bank komersial lain juga mencoba memasuki sektor keuangan mikro dengan menyalurkan pendanaan melalui lembaga keuangan mikro diatas dan/atau mendirikan unit sendiri. Selain itu, ada ribuan KPK, kelompok simpan pinjam yang dibentuk dibawah berbagai program, gabungan dan arisan. (2.2.3)

Nama Lembaga

Unit Jumlah Pinjaman (dalam Rp.000)

Nasabah Tabungan (dalam Rp.000)

Unit BRI 3,916 14,182,000 29,870,000 27,429,000BPR 2,158 12,150,000 5,760,000 11,160,000KSP 1,097 531,000 N/A 85,000USP 35,218 3,629,000 N/A 1,157,000BKD 5,345 200,000 460,000 28,500LDKP 2,272 358,000 N/A 334,000Pegadaian 42 21,000 Tidak Ada Tidak AdaBMT 3,038 157,000 N/A 209,000CU 1,022 395,721 207,147 272,124LSM 124 110,008 81,931 11,969

Total 54,232 31,733,729 36,379,078 40,686,593Sumber: ProFI (2005) Indonesia: Background Paper on Microfinance Policy and Strategy

Tabel S-3 Lembaga Keuangan Mikro

Page 18: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 5

16. Perbankan diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1992 yang memperbolehkan mereka untuk menerima simpanan dari publik. UU tersebut kemudian diperbaiki dengan diterbitkannya UU No. 10 Tahun 1998, untuk mengakomodasi berkembangnya industri perbankan Islam dan untuk meregulasi operasional perbankan berdasarkan prinsip Syariah. Berdasarkan Pasal 16 dari UU Perbankan, lembaga-lembaga keuangan non-bank non-koperasi adalah ilegal. Di antara lembaga keuangan non-bank, hanya koperasi yang diperbolehkan untuk mengambil simpanan, tapi hanya dari anggota dan bukan dari publik, menurut UU No. 25 Tahun 1992. Badan pengawas dalam hal ini adalah Kementerian Koperasi dan UKM. Namun, banyak koperasi yang juga mengambil simpanan dari bukan anggota, dan menyebut mereka “calon anggota”, yang secara hukum sangat tidak dibenarkan. Jenis lain dari lembaga keuangan non-bank adalah pegadaian yang merupakan badan usaha milik negara yang beroperasi dibawah UU No. 103 Tahun 2000, dan dibawah pengawasan Departemen Keuangan. (2.2.3)

17. Terdapat banyak lembaga keuangan non-bank non-koperasi (LKM B3K), yang tidak terdaftar sebagai koperasi, dan lembaga-lembaga kecil yang secara jelas atau tidak jelas, tidak diperkenankan untuk mengambil simpanan tetapi pada kenyataannya lembaga-lembaga tersebut tumbuh dari masyarakat dan mereka hidup dari simpanan bukan anggota, yang tidak diperbolehkan menurut sistem hukum yang berlaku. Kerangka hukum yang ada tidak menggambarkan kenyataan keuangan mikro di lapangan. Pada tahun 2001, Tim Inisiatif yang terdiri dari BI, Kementerian Koperasi, Departemen Keuangan dan Sekretariat Negara mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Keuangan Mikro (UU LKM). Rancangan tersebut masih didiskusikan oleh para pemangku kepentingan. Dengan mengikutsertakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Naskah Akademik dari RUU tersebut sudah dipersiapkan yang membahas masalah-masalah berikut: (i) untuk mengungkap ketidakseragaman peraturan yang berlaku dengan kebutuhan LKM Bukan Bank Bukan Koperasi (LKM B3K), (ii) untuk memberikan penjelasan umum mengenai LKM B3K dan (iii) untuk memberikan masukan bagi kepastian hukum bagi LKM B3K. (2.2.3)

18. Untuk memenuhi kebutuhan akan UU LKM, saat ini, Kementerian Koperasi & UKM telah memulai penyusunan rancangan Peraturan Presiden mengenai Kebijakan & Strategi Nasional bagi Perkembangan Keuangan Mikro yang mengajukan kerangka hukum bagi tingkat LKM seperti pada Gambar S-1. Dengan asumsi bahwa LDKP, BKD atau koperasi akan dimasukkan ke dalam kategori LKM Kecil dan Menengah tetapi bagi lembaga yang memiliki simpanan dengan jumlah besar harus naik peringkat menjadi LKM Besar. Kerangka hukum yang digunakan disini adalah Amandemen UU Perbankan

Pendaftaran & Supervisi

Batas Simpanan

Pendaftaran & Supervisi

Batas Simpanan

Pendaftaran& Pengawasan

UU Nasional

Peraturan Nasional

Perlindungan Simpanan

Perlindungan Lembaga

Tidak Ada Perlindungan

Si

(arisan-gabungan-kelompok-LSM kecil-kelompokgrameen)

Tingkat 1

Tingkat 2

Tingkat 3

Tingkat 4

BPR

LKM Besar

LKM Kecil Menengah

Sektor Informal(mendapat pengecualian peraturan)

Peraturan Propinsi / Kabupaten Tingkat Kemajuan

Sumber: ProFI (2006) Regulation, Supervision and Support of

Non-Bank, Non-Cooperative Micro-Finance Institutions Gambar S-1 Piramida 4 Tingkat LKM

(LKM menerima simpanan publik)

Page 19: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 6

(Jendela 1) untuk mengijinkan pengesahan Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden dalam menciptakan kerangka hukum bagi UU LKM dan Koperasi (Jendela 2) guna mengatur kegiatan simpan pinjam koperasi yang selanjutnya akan diperbaiki agar KSP/USP besar dapat menyesuaikan dengan peraturan Badan Pengawas Nasional. Jendela 3 akan menjadi Peraturan LKM yang mengatur parameter mobilisasi simpanan dari publik oleh LKM B3K (Jendela 3 harus dibuat). Pada tingkat daerah, UU/Peraturan di tingkat propinsi dan Peraturan/Keputusan di tingkat kabupaten sangat diperlukan untuk memberikan kerangka hukum bagi LKM Kecil Menengah. (2.2.3)

19. Pada tahun 1999, GTZ bersama dengan Bank Indonesia dan Departemen Keuangan menyusun program keuangan mikro yang menyeluruh yang disebut Promotion of Small Financial Institutions (ProFI). ProFI menyatukan berbagai pemangku kepentingan dalam mempromosikan LKM yang lebih dapat diakses, dapat dijangkau, dan efektif bagi penduduk berpendapatan rendah. ProFI berupaya memperkuat tiga jenis LKM yaitu: (i) Bank Perkreditan Rakyat, (ii) LKM non bank, dan (iii) lembaga simpan pinjam berbasis masyarakat di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. ProFI menerapkan kompenen keuangan seperti: (i) menyelenggarakan Forum Diskusi Kebijakan Keuangan Mikro Nasional (FOMFI) dan membantu menyusun kebijakan dan strategi nasional bagi pengembangan keuangan mikro, (ii) membantu Bank Indonesia untuk memperbaiki sistem pengaturan dan pengawasan serta infrastruktur (jaminan simpanan, organisasi apex, asosiasi) bagi BPR, (iii) memimpin dalam pengembangan sistem pelatihan dan sertifikasi bagi profesional BPR/LKM, dan (iv) menyatukan masukan kebijakan dan strategi, menciptakan lingkungan pendukung, peraturan yang cermat dan pengawasan yang efektif, sertifikasi profesional, pengembangan kemampuan dan kelembagaan pada tingkat propinsi dan kabupaten. (2.2.3)

20. Ada beberapa bank komersial yang secara strategis memberikan pinjaman kepada LKM. Beberapa bahkan melakukan kegiatan pengembangan kemampuan LKM sendiri, sedangkan beberapa melakukan kerjasama dengan mitra seperti (i) Bank Bukopin, (ii) Bank Mandiri, (iii) Bank Syariah Mandiri, (iv) Permodalan National Madani (PNM), (v) Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan (vi) Bank Perkreditan Rakyat (BPR). (2.2.3)

21. Selain bank-bank komersial tersebut diatas, program pemerintah yang memiliki komponen dalam mengembangkan lembaga keuangan seperti: (i) Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K), dan (ii) Pengembangan LKM Agribisnis (LKM-A) yang dikelola DEPTAN, (iii) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dibawah Departemen Pekerjaan Umum, (iv) Dana Bergulir bagi USP/KSP/LKM, dan (v) P3KUM dibawah Kementerian Negara Koperasi dan UKM, (vi) PEMP dibawah Departemen Kelautan dan Perikanan, dan (vii) Proyek Pengembangan Kecamatan dibawah Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Lembaga lain yang memberikan fasilitas pengembangan kemampuan adalah PINBUK, sebuah organisasi Islam, yang memiliki program pengembangan kelembagaan BMT berdasarkan konsep profesionalisme, swadaya, mandiri, dan berkelanjutan. (2.2.3)

Page 20: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 7

Kebijakan Sektor Pertanian

22. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) untuk tahun 2004 sampai 2009 disahkan pada 19 Januari 2005, berfokus pada tiga agenda sebagai pilar utama: (i) Menciptakan negara yang aman dan damai, (ii) Menciptakan negara yang adil dan demokratis, dan (iii) Meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sasaran RPJMN adalah untuk menurunkan persentase jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan menjadi 8.2%, meningkatkan laju perekonomian dari 5.5% menjadi 7.6% per tahun, dan mengurangi tingkat pengangguran dari 9.7% pada tahun 2004 menjadi 5.1% di tahun 2009. (2.3.1)

23. Agenda utama sektor pertanian pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional adalah “Revitalisasi Pertanian” guna meningkatkan kesejahteraan rumah tangga pedesaan dan membangun landasan bagi pembangunan ekonomi di masyarakat pedesaan. Dalam agenda tersebut, DEPTAN telah menyusun Rencana Pembangunan Pertanian tahun 2005 sampai 2009 sebagai rencana pembangunan jangka menengah yang telah diterbitkan bulan Januari 2005. Rencana Pembangunan Pertanian menekankan terhadap peningkatan: 1) Ketahanan Pangan, 2) Nilai tambah dan daya saing bagi produk hasil pertanian dan 3) Kesejahteraan petani. Sedangkan sasaran yang akan dicapai pada periode ini meliputi i) Laju pertumbuhan rata-rata PDB menjadi 3.3% per tahun di sektor pertanian, ii) Menciptakan lapangan kerja menjadi 44.5 juta di tahun 2009, iii) Meningkatkan nilai tambah pada tingkat 5% per tahun, iv) Pertumbuhan produktifitas tenaga kerja pada tingkat 1.4% per tahun, v) Pengurangan kemiskinan di pedesaan menjadi 15.0% sebelum 2009. Guna mencapai sasaran tersebut diatas, maka tiga program pembangunan telah disusun yang mencakup 1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, 2) Program Pengembangan Agribisnis dan 3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan merupakan komponen utama dalam Program Pengembangan Agribisnis. (2.3.2)

24. Mengenai pengolahan hasil pertanian, akses petani terhadap teknologi baru dan informasi pasar harus ditekankan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki taraf hidup mereka. Strategi tersebut difokuskan dalam kebijakan yang meliputi (i) pengembangan kemampuan petani, (ii) pengenalan metode pengolahan inovatif dan teknologi pasca panen, (iii) promosi produk domestik yang berdaya saing di pasar internasional, dan (iv) pengembangan industri melalui konsep kluster untuk menjamin keberlanjutan. (2.3)

25. Rencana Strategis bagi pemasaran produk hasil pertanian adalah: (i) untuk mendorong petani dan pelaku agribisnis untuk mengakses informasi pasar, dan (ii) untuk memperluas industri pengolahan produk hasil pertanian di tingkat desa. Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, kegiatan utama meliputi: (i) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, (ii) meningkatkan daya saing produk hasil pertanian melalui nilai tambah, dan (iii) perlindungan kepada petani terhadap pasar yang tidak adil. Rencana tersebut juga menekankan pentingnya (i) pengembangan produk hasil pertanian dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi pasar, dan juga (ii) kerjasama yang harmonis dan saling mendukung antara para pelaku agribisnis, pemerintah daerah dan masyarakat. (2.2)

Page 21: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 8

26. Esensi dari kebijakan keuangan DEPTAN adalah untuk menstimulasi dana masyarakat melalui pemanfaatan alokasi anggaran, dalam bentuk program kredit, intervensi pada kredit komersial dan fasilitasi akses permodalan melalui pembiayaan non- bank. Guna mewujudkan mandat tersebut, Pusat Pembiayaan Pertanian dibentuk pada tahun 2005 dibawah Sekretariat Jenderal, yang terdiri dari beberapa seksi yaitu program kredit, keuangan Syariah, keuangan komersial, dan administrasi. Sedangkan pengalaman yang diperoleh dari program yang dilaksanakan oleh DEPTAN dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut: (i) membiayai skema-skema yang dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan tujuannya yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat dan promosi agribisnis, (ii) upaya-upaya telah dilakukan tidak hanya oleh DEPTAN tetapi juga oleh Kementerian lain dan pemerintah daerah untuk menerapkan skema keuangan khususnya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, dan (iii) bantuan bagi pengembangan kemampuan kelompok tani guna membantu mereka mengelola bantuan keuangan serta menjadikan mereka badan usaha. (2.3)

27. Penyuluhan Pertanian sebelumnya dilaksanakan dengan prioritas utama untuk mencapai swadaya pangan nasional atas inisiatif kuat dari Pemerintah Pusat. Program Bimas dari Badan Intensifikasi Pertanian, merupakan bukti keberhasilan dari program pengembangan beras melalui revolusi hijau. Setelah tercapainya swadaya pangan, perhatian lebih diberikan kepada pemberdayaan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi yang berbasis, yang menjadi dasar penyusunan metodologi dan pedoman umum. Saat ini, banyak badan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyuluhan pertanian termasuk BIPP, UPTD, kelompok fungsional dll. Badan-badan tersebut berbeda di masing-masing kabupaten tergantung pada kemajuan disentralisasi sehingga terjadi keruwetan pembagian tanggung jawab dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Untuk itu diperlukan penyusunan kerangka kerja yang sistematis bagi kegiatan penyuluhan pertanian tersebut dengan mempertimbangkan tema disentralisasi guna memperbaiki keadaan. (2.4)

III. KONDISI WILAYAH STUDI SAAT INI

Pendahuluan

28. Kelompok Tani yang disurvei dalam Studi diseleksi melalui diskusi dengan Dinas Kabupaten dan berdasarkan pada data produksi komoditas contoh di tingkat kecamatan. Secara umum, 5 sampai 9 Kelompok Tani dipilih untuk komoditas contoh. Berdasarkan survei, evaluasi kualitatif disusun berdasarkan sudut pandang: (i) keuangan, (ii) sosial-ekonomi, (iii) organisasi, (iv) tingkat teknologi produksi dan pengolahan, (v) potensi pasar dan (vi) rencana ke depan untuk menyeleksi model Kelompok Tani untuk Studi yang lebih mendalam. (3.1.1)

29. Seminar lapangan diselenggarakan di tiap Kelompok Tani terpilih. Melalui seminar, dikumpulkan informasi mengenai kebutuhan, kendala dan persepsi peserta mengenai pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Penilaian tingkat kemiskinan dilakukan secara terpisah. Klasifikasi kemiskinan disusun menurut sudut pandang: (i) tingkat pendapatan, (ii) aset, (iii) tingkat pendidikan, (iv) kecukupan pangan, dan (v) transaksi keuangan, masing-masing tingkatan ditentukan oleh peserta seminar. Data dan informasi tersebut

Page 22: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 9

kemudian digabungkan menjadi sebuah rencana implementasi. Jumlah Kelompok Tani yang disurvei dijelaskan pada Tabel S-4. (3.1.2)

30. Jumlah penduduk di kabupaten pada wilayah Studi adalah 908,000 hingga lebih dari 2 juta jiwa, yang sebagian besar hidup di daerah pedesaan. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Cirebon merupakan yang terbesar (masing-masing 2,050,000 jiwa dan 2,080 jiwa per km2) di antara kabupaten sasaran yang lain. Data populasi berdasarkan sektor tersedia bagi Propinsi Jawa Barat. Walaupun porsi sektor pertanian terhadap GRDP belakangan ini menurun, populasi pertanian masih dominan di tiga kabupaten. (3.2.1)

31. Iklim di wilayah sasaran pada umumnya dikategorikan memiliki “temperatur tinggi dan lembab.” Musim kering dimulai dari bulan Mei sampai September sedangkan musim penghujan berlangsung dari bulan Oktober hingga April. 80% dari curah hujan terjadi di musim penghujan. Temperatur rataan dari seluruh wilayah sasaran adalah hampir 26 derajat Celsius. Pola curah hujan tidak berbeda antara Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Jawa Barat. Secara perbandingan, curah hujan tahunan di Propinsi Jawa Timur lebih rendah, kira-kira 2,000 mm, dibandingkan dengan di Jawa Barat yaitu antara 2,400 hingga 2,600 mm. Propinsi Jawa Timur sangat berbeda selam musim kering dan musim penghujan. Seluruh kabupaten dalam Studi menghadapi masalah kekeringan yang serius akibat menurunnya curah hujan tahunan sebesar 30% di tahun 2002 yang mengakibatkan penurunan produksi pertanian. (3.2.2)

32. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS mungkin merupakan acuan yang paling sering digunakan dalam mengukur kemiskinan di Indonesia. Acuan ini didasarkan pada tingkat pengeluaran kebutuhan untuk membeli 2,100 kkal makanan dan kebutuhan dasar non pangan lain. Berdasarkan estimasi BPS, Garis kemiskinan secara nasional adalah sekitar Rp.152,847 per bulan per orang (per Maret 2006). Walaupun populasi miskin telah menurun berkat Program Jaring Pengamanan Sosial pada tahun 1998 sampai 2001, kemiskinan tetap menjadi salah satu masalah yang harus ditangani. Garis kemiskinan, populasi miskin dan rasio populasi miskin di tiap kabupaten ditunjukkan pada Tabel S-5. Pada umumnya, rasio kemiskinan di Propinsi Jawa Timur lebih tinggi dari Propinsi Jawa Barat. Untuk wilayah studi, yaitu di 5 kabupaten, memiliki rasio populasi miskin yang lebih tinggi daripada rata-rata rasio tiap propinsi. (3.2.3)

Tabel S-4 Jumlah Kelompok Tani Yang Disurvei

Kelompok Tani Propinsi Kabupaten Penelitian

Dasar Seminar

LapanganJawa Barat Cirebon 9 3

Kuningan 7 2 Majalengka 7 3 Total Jawa Barat 23 8

Jawa Timur Mojokerto 5 3 Kediri 6 2

Total Jawa Timur 11 5 Total 34 13

Tabel S-5 Indeks Kemiskinan

Propinsi Kabupaten Garis

Kemiskinan (kapita/ bulan)

Populasi Miskin (orang)

Rasio Populasi Miskin

Jawa Barat Cirebon Rp.120,074 352,400 17.3% Kuningan Rp.123,267 201,700 19.5%

Majalengka Rp.129,547 203,700 17.7% Propinsi Jawa Barat - - 12.9%

Jawa Timur Mojokerto Rp.140,862 166,100 17.2% Kediri Rp.112,907 289,200 19.6%

Propinsi Jawa Timur - - 20.9% Sumber: UNDP (2004), National Human Development Report 2004

Page 23: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 10

Kabupaten Cirebon

33. Rencana Strategis Kabupaten Cirebon tahun 2005-2009 berfokus pada promosi kegiatan agribisnis berbasis peternakan dalam meningkatkan pendapatan petani. Dalam visi tersebut, Cirebon bertujuan untuk meningkatkan produksi peternakan dan perhatian khusus diberikan kepada produksi daging itik dan Day Old Duck (DOD) serta itik dara (pullet) sebagai produk berpotensi ekspor. Sejalan dengan visi tersebut, ada empat program yang mendapat prioritas utama: (i) Program Peningkatan Ketahanan Sumber Pakan Ternak, (ii) Program Pemberdayaan Usaha Ternak, (iii) Program Pengawasan Kesehatan Ternak dan Kesehatan Masyarakat Kedokteran Hewan dan (iv) Program Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur. (3.3.1)

34. Meskipun fokus Kabupaten Cirebon pada promosi itik, namun tren produksinya tidak mengalami kenaikan. Puncak produksi terjadi di tahun 2002 (350,000 ekor) sedangkan di tahun 2005 (280,000 ekor), produksi tersebut menurun sampai 20% sejak 2002 akibat dampak flu burung. Dinas Kabupaten menerapkan pendekatan utama dalam mempromosikan produk itik. Produksi itik terpusat di sepanjang pesisir pantai seperti Kecamatan Gebang (67,000 ekor), Panguragan (50,000 ekor), Kapetakan (48,000 ekor), Losari (40,000 ekor), dan Cirebon Utara (18,000 ekor), yang memberikan kontribusi lebih dari 80% total produksi di Kabupaten. (3.3.1)

35. Tiap Kelompok Tani di Kabupaten Cirebon memiliki tingkat kegiatan produksi dan pengolahan yang berbeda, demikian halnya dengan target pemasaran mereka. Beberapa Kelompok Tani seperti Jambul Jaya 6 dan Sigranala Indah menjual produk mereka di sekitar desa dan kelompok. Sedangkan Tigan Mekar berfokus pada pasar yang lebih luas termasuk di luar propinsi. Sehingga Kelompok Tani di Kabupaten Cirebon, dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: (i) di sekitar desa, (ii) di kabupaten dan (iii) lintas propinsi. Dari tiap kategori, Sigranala Indah (kelompok pasar di sekitar desa), Bebek Jaya (kelompok pasar di kabupaten) dan Tigan Mekar (kelompok pasar lintas propinsi) telah diseleksi untuk pelaksanaan studi lanjutan dan seminar lapangan, serta untuk mempersiapkan rencana implementasi sebagai model Kelompok Tani komoditas contoh itik di Cirebon. (3.3.2)

36. Hasil survei tingkat kemiskinan pada tiga komunitas Kelompok Tani ditunjukkan pada Gambar S-2 yang menjelaskan bahwa pada kategori melarat dan miskin persentase yang sangat tinggi terlihat pada Sigranala Indah menurut pemahaman peserta seminar. Masalah yang dihadapi oleh Kelompok Tani di Cirebon kebanyakan terfokus pada: (i) keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha, (ii) keterbatasan kegiatan pemasaran, dan (iii) harga telur dan produk itik yang tidak stabil. Kendala fisik adalah masalah yang dihadapi kelompok dalam mengembangkan dan memperluas kegiatan mereka seperti keterbatasan fasilitas pasokan air dan akses ke pasar. (3.3.2)

20%

28%

12%

45%

25%

28%

27%

38%

45% 15%

9%

8%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Sigranala Indah

Bebek Jaya

Tigan M ekar

Persentase

Melarat Miskin Sedang Kaya

Gambar S-2 Persentase Kemiskinan Masyarakat (Kabupaten Cirebon)

Page 24: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 11

37. Karakteristik penting dalam industri itik di Kabupaten Cirebon adalah kerjasama usaha yang disebut “Triangle System” (Skema Segitiga). Seperti yang diilustrasi Gambar S-3, empat Kelompok Tani menandatangani perjanjian (Memorandum of Understanding: MOU) untuk berbagi tanggung jawab kerja di antara kelompok. Sistem tersebut bermanfaat bagi para pendatang baru dengan menyediakan komoditas yang diperlukan (pullet & telur). Dinas Peternakan dan Perikanan telah berjasa dalam pengembangan sistem ini melalui pemberian peralatan seperti mesin tetas kepada kelompok. (3.3.3)

38. Varitas Rambon Aking merupakan varitas itik yang umum terdapat di Cirebon yang membutuhkan banyak air sehingga disebut sebagai itik basah. Ada dua jenis sistem beternak itik di Cirebon yaitu sistem tradisional (angon) dan sistem kandang. Sistem angon adalah beternak itik dengan melepas itik ke sawah setelah panen dimana tersedia sisa gabah dan keong sebagai pakan itik. Petani dan itik berpindah dari satu desa ke desa lain bahkan menyeberang ke perbatasan propinsi atau kabupaten lain. Berdasarkan hasil wawancara, produksi itik lebih baik dengan biaya produksi lebih rendah melalui metode ini. Kebanyakan peternak angon di Cirebon menggunakan sistem angon selama musim kering (dari Maret sampai November) dan sistem kandang selama musim hujan (Desember hingga Februari) di sekitar rumah mereka. Jumlah peternak itik yang menggunakan sistem semi-intensif atau intensif semakin bertambah belakang ini. (3.3.3)

39. Temuan khusus di bidang pemasaran di Kabupaten Cirebon seperti: (i) Perantara mengelola kelompok-kelompok tani mereka, pembagian hasil 5-10% bagi seluruh peternak itik di Cirebon, dan (ii) Kebanyakan telur itik mentah didatangkan dari kabupaten/propinsi lain karena kekurangan pasokan, namun DOD dikirim ke daerah lain karena DOD diproduksi khusus untuk pasar di luar. Setiap pergerakan produksi memberikan pihak perantara peluang untuk berbisnis. (3.3.4)

40. Pihak penghubung antara petani (perseorangan/kelompok) dan pengecer di pasar produk itik di Cirebon adalah: (i) Perantara, (ii) Pengepul Desa, (iii) Pengolah, dan (iv) Pemain Ganda. (3.3.4)

41. Masalah-masalah yang berkaitan dengan pemasaran kebanyakan berasal dari: (i) Transportasi: tidak ada sarana transportasi, biaya mahal dan kondisi jalan yang buruk, (ii) Kualitas Usaha: kurangnya orientasi bisnis dan perilaku petani yang pasif mengenai pemasaran dibandingkan dengan perantara, (iii) Ketergantungan pada perantara: tidak ada kesinambungan pemasaran disebabkan oleh ketergantung petani pada perantara, harga ditentukan oleh perantara dan keterikatan dengan perantara sejak pinjaman diberikan oleh mereka, dan (iv) Pasar: kesulitan dalam mengakses pasar, kesulitan pemasaran ini diakibatkan oleh flu burung dan terbatasnya akses di pasar global. (3.3.4)

Bebek Jaya(Telur Fertil)

Tigan Mekar (DOD)

Branjangan Putih (Pullet)

SariSejahtera (Telur Asin)

Pendatang baru dapat memasok bahan baku yang dibutuhkan

Gambar S-3 Sistem Segitiga (Kerjasama Usaha) dari Industri Itik (Kabupaten Cirebon)

Page 25: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 12

Kabupaten Kuningan

42. Pembangunan berbasis pertanian ditekankan untuk meningkatkan masyarakat pedesaan di Kabupaten Kuningan. Kebijakan “Pengembangan Wilayah Agropolitan” pada tahun 2006 telah disusun oleh BAPPEDA yang membagi Kabupaten menjadi empat zona yang dipusatkan pada empat Kecamatan: Cilimus, Ciawigebang, Luragung and Kuningan. Tiap zona memiliki perbedaan fokus dan sasaran komoditas tergantung pada potensi yang mereka miliki. Dari ke empat zona tersebut, zona Cilimus (Cilimus dan Cigandamekar) akan diarahkan menjadi pusat produksi ubi jalar, komoditas contoh di Kuningan, domba dan perikanan dll. Di dalam Rencana Strategis 2004-2008, Kabupaten Kuningan memprioritaskan tiga program sebagai berikut: (i) Program Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia Pertanian, (ii) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, dan (iii) Program Pengembangan Agribisnis. (3.4.1)

43. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas yang diprioritaskan di Kabupaten Kuningan. Menurut data produksi, tahun 2002 ubi jalar menunjukkan kinerja produksi yang lebih baik walaupun produksi pada tiga tahun terakhir masih mengalami stagnasi. Seperti yang dijelaskan diatas, pusat produksi ubi jalar adalah di Kecamatan Cilimus dan Cigandamekar. Dua kecamatan ini memproduksi 59,500 ton ubi jalar atau sama dengan 55% of total produksi di seluruh kabupaten, kemudian diikuti oleh Jalaksana (16,500 ton), Pancalang (9,900 ton) dan Cipicung (7,100 ton). Produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan lebih baik daripada di Kabupaten Majalengka karena kondisi tanah yang memungkinkan di sekitar Gunung Ciremai dan telah memiliki fasilitas irigasi yang baik. Varitas AC merupakan varitas ubi jalar yang umum terdapat di Kuningan. Namun menurut survei lapangan, petani tidak menggunakan benih unggul secara intensif, produksi menurun, lahan terserang hama penyakit setiap tahun. Untuk itu, sangat penting untuk membentuk sistem penggandaan dan pasokan benih ubi jalar yang dilakukan oleh Dinas Pertanian. (3.4.1 & 3.4.3)

44. Kelompok Tani dapat diklasifikasikan menjadi dua: (i) Kelompok Tani yang menangani produksi, dan (ii) Kelompok Tani yang melakukan pengolahan. Pertama-tama, Kelompok Tani terseleksi diklasifikasikan ke dalam dua kelompok tersebut untuk dievaluasi. Dari evaluasi ini, Kelompok Tani Andayarasa di Kecamatan Cilimus mendapatkan nilai yang tinggi di hampir seluruh aspek sehingga mereka diseleksi dan dimasukkan ke dalam kelompok produksi. Sedangkan dua Kelompok Tani lain yaitu, Bina Karya dan Linggasari 2 diseleksi ke dalam kelompok yang menangani pengolahan. (3.4.2)

45. Gambar S-4 di sebelah kanan ini menunjukkan persentase kategori “melarat” dan “miskin” mencapai 30 hingga 40%, ini dianggap relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ternak itik di Kabupaten Cirebon. Secara umum, pada Kelompok Tani Kuningan, masalah yang berkaitan dengan produksi dikategorikan tinggi melalui diskusi

3%

11%

18%

25%

31%

14%

60%

43%

58% 10%

15%

12%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Andayarasa

Bina Karya

Lingassari 2

Persentase

Melarat Miskin Sedang Kaya

Gambar S-4 Persentase Kemiskinan Masyarakat (Kabupaten Kuningan)

Page 26: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 13

dengan alasan: (i) Harga pupuk yang tinggi, (ii) terbatasnya modal untuk membeli pupuk, (iii) produksi yang tidak stabil dan/atau menurun, dan (iv) kekurangan modal untuk mengolah lahan. (3.4.2)

46. Kelompok Tani mengolah berbagai produk dari ubi jalar dan yang populer adalah keremes, dodol, tepung dan keripik. Beberapa Kelompok Tani, dibawah bimbingan sang ketua, tertantang untuk mencoba mengolah ubi jalar menjadi produk olahan yang unik seperti es krim dan saus sambal. Semua usaha pengolahan ini masih berskala kecil dan pasarnya masih terbatas di daerah sekitar kelompok. Masalah utama usaha skala kecil adalah kurangnya modal untuk pengembangan usaha, kemampuan pemasaran yang masih rendah dan kesempatan dalam mengenal produk maupun teknologi baru yang masih kurang. Operasional usaha ini cenderung masih merupakan usaha pribadi meskipun telah mendapat bantuan dari dinas, misalnya Binakarya untuk pembuatan saus sambal dan Linggasari 2 untuk pengolahan es krim. (3.4.3)

47. Ada dua pabrik skala besar pengolahan ubi jalar yang beroperasi di Kabupaten Kuningan. Yang pertama adalah PT. Galih Estetika yang terletak di Kecamatan Cilimus. Pabrik ini memproduksi pasta ubi jalar untuk diekspor ke Jepang, Korea dan Cina. Yang kedua adalah PT. Global Agro-Inti yang berlokasi di Kecamatan Ciganda Mekar, dengan produk utama tepung ubi jalar. Ada beberapa kemungkinan kelompok tani bekerja untuk perusahaan-perusahaan swasta tersebut, misalnya dengan memasok bahan baku dan/atau produk semi olahan seperti ubi jalar kering. Namun, diperlukan jaminan kualitas yang seksama yang harus dilakukan para petani. (3.4.3)

48. Temuan pada bidang pemasaran di Kabupaten Kuningan adalah sebagai berikut: (i) Sekitar 70% produksi ubi jalar dikirim melalui perantara ke kabupaten lain (pengolah atau pedagang grosir untuk ekspor) dalam bentuk segar (belum diolah). Sisa 30% didistribusikan kepada pengolah dan pedagang grosir lokal. (ii) Terdapat industri pengolahan (dua perusahaan swasta) untuk permintaan ekspor dan industri domestik seperti dijelaskan diatas, dan (iii) Tidak ada kelompok perantara yang mendominasi pasar ubi jalar. Persaingan yang lebih adil dan terbuka antara pihak perantara, berbeda dengan di Majalengka. (3.4.4)

49. Para pelaku yang menghubungkan petani (perorangan/kelompok) dan pengecer di pasar ubi jalar di Kuningan adalah: (i) Perantara, (ii) Pengepul Desa, (iii) Pengolah dan (iv) Pedagang (Grosir). Fungsi mereka pada dasarnya sama dengan yang ada di Cirebon meskipun komoditasnya berbeda. (3.4.4)

50. Masalah pemasaran yang serupa yang ditemukan di Cirebon juga ditemukan disini: (i) Transportasi: tidak ada sarana transportasi, (ii) Kualitas usaha: tidak punya orientasi bisnis dan perilaku petani yang pasif dalam pemasaran dibandingkan dengan perantara, (iii) Ketergantungan pada perantara: harga ditentukan oleh perantara dan keterikatan dengan perantara sejak diberikannya pinjaman, dan (iv) Pasar: tidak memiliki pengetahuan tentang harga pasar dan sistem informasi pasar yang tidak berfungsi. (3.4.4)

Page 27: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 14

Kabupaten Majalengka

51. Kebijakan pengembangan pertanian Kabupaten Majalengka berfokus pada dua hal utama: ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis melalui integrasi sumber daya alam dan sumber daya manusia secara berkesinambungan. Kabupaten Majalengka memprioritaskan lima program yang diklasifikasikan dalam dua kategori: Program Umum dan Program Khusus. Program Umum mencakup dua program: (i) Program Peningkatan Ketahanan Pangan dan (ii) Program Pengembangan Agribisnis. Program Khusus terdiri dari: (i) Program Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Lembaga Pertanian, (ii) Program Pengembangan Potensi Daerah Agribisnis, (iii) Program Pemetaan Daerah Komoditas Kompetitif Agribisnis, (iv) Program Pengembangan Produksi Pertanian dan (v) Program Pengembangan Fasilitas dan Infrastruktur. (3.5.1)

52. Produksi ubi jalar, komoditas contoh dari Studi untuk Majalengka, meskipun mengalami depresi pada tahun 2003 akibat kondisi musim yang tidak mendukung, tetap menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan kenaikan sebesar 60% sejak 2001. Produksi ubi jalar terpusat pada lima kecamatan. Daerah dengan produksi terbesar adalah Kecamatan Maja dengan memproduksi 4,000 ton, yaitu 30.1% dari produksi total kabupaten, disusul oleh Kecamatan Cigasong (2,100 ton), Argapura (1,400 ton), dan Majalengka (1,000 ton). Produksi ubi jalar di Kabupaten Majalengka lebih rendah daripada di Kuningan karena petani menanam ubi jalar hanya pada musim hujan disebabkan oleh sistem irigasi yang buruk. Survei lapangan menunjukkan bahwa produktifitas ubi jalar di musim hujan lebih rendah. Juga dilaporkan bahwa petani tidak menggunakan bibit unggul secara intensif, produksi menurun dan mudah terserang hama penyakit. Sehingga diperlukan sistem penggandaan dan pemasokan benih berkualitas yang dilakukan oleh Dinas Pertanian. (3.5.1 & 3.5.3)

53. Delapan Kelompok Tani yang tersebar di empat kecamatan yang disurvei di Majalengka. Serupa dengan Kabupaten Kuningan, Kelompok Tani yang disurvei terlebih dahulu dikategorikan menjadi dua: (i) Kelompok Tani “Produksi” dan (ii) Kelompok Tani “Pengolah” untuk dievaluasi, dimana Delima 2 dari Kecamatan Telega dan GPK Mitra Binangkit di Kecamatan Cigasong terseleksi dari kelompok “Pengolahan”. Survei lapangan mengungkap bahwa Kelompok Tani yang masuk dalam kategori “Produksi” masih menggunakan metode produksi yang primitif dan masih sulit untuk memulai kegiatan pengolahan. Produksi mereka tidak stabil dibandingkan dengan kelompok di Kuningan. Sehingga, yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu adalah untuk menstabilkan produksi dari Kelompok Tani tersebut melalui dukungan Dinas Pertanian yang nantinya akan membantu memulai kegiatan pengolahan secara bertahap. (3.5.2)

54. Hasil dari survei tingkat kemiskinan pada dua Kelompok Tani dikemukakan pada Gambar S-5, yang menjelaskan bahwa persentase populasi miskin dimana Delima 2 berada lebih rendah jika dibandingkan dengan Mitra Binangkit. Kedua Kelompok Tani ini mengungkapkan bahwa “keterbatasan modal” menjadi masalah utama dalam kelompok. Masalah lain yang dikemukakan mereka adalah mengenai pengolahan dan pemasaran, khususnya mengenai keterampilan pengolahan dan pengemasan yang masih rendah. (3.5.2)

Page 28: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 15

55. Berdasarkan hasil seminar lapangan, peta hubungan kelembagaan telah dipersiapkan untuk menggambarkan lembaga apa saja yang berhubungan dengan masyarakat dan tingkatnya. Tingkat hubungan ini diklasifikasikan menjadi lima: (i) sangat kecil, (ii) kecil, (iii) sedang, (iv) besar dan (v) sangat besar. Pemetaan ini juga menunjukkan jarak fisik bagi setiap lembaga. Apabila lembaga-lembaga tersebut berjarak dekat, maka lingkaran akan diletakkan dekat dengan kelompok. Dari pemetaan kelembagaan yang diterapkan pada tiga kabupaten di Jawa Barat, ditemukan pola kedekatan antara Kelompok Tani dan lembaga yang serupa. Kelompok Tani memiliki hubungan yang lebih dekat dengan pemerintah daerah khususnya Dinas Pertanian dan/atau Dinas Peternakan Kabupaten serta Petugas Penyuluhan Lapangan. Lembaga keuangan juga diikutsertakan dalam pemetaan ini, tetapi anggota kelompok memiliki akses yang berbeda. Banyak kelompok mengungkapkan bahwa rekening kelompok menggunakan atas nama ketua kelompok. Namun aksesibilitas sebagai kelompok bukan berarti tinggi. Pengembangan pemasaran masih dalam proses pertumbuhan di hampir seluruh kelompok, sehingga pedagang masih menjadi pihak penting dalam kegiatan Kelompok Tani. (3.3.2, 3.4.2 & 3.5.2)

56. Mengenai kegiatan pengolahan, Majalengka memiliki kelompok-kelompok wanita yang aktif seperti Mitra Binangkit dan Delima 2. Mereka sudah mengolah komoditas ubi jalar menjadi keremes, kecemplung dan papais dengan menggunakan peralatan dan pemasaran skala kecil. Perluasan wilayah pemasaran bagi produk-produk tradisional semacam itu akan sangat sulit. Karakteristik jenis usaha seperti ini harus menargetkan “Lokal Produksi dan Lokal Konsumsi/Pemasaran dengan menggunakan Produk Lokal”. (3.5.3)

57. Hasil temuan di bidang pemasaran di Kabupaten Majalengka adalah sebagai berikut: (i) Satu kelompok bandar mendominasi lebih dari 60% pasar ubi jalar di Majalengka. Tujuan utama produk melalui kelompok ini adalah pengolah-pengolah besar untuk diekspor ke kabupaten atau propinsi lain, dan (ii) Di wilayah yang didominasi kelompok bandar tersebut, petani ubi jalar tidak punya pilihan lain untuk memasarkan produk mereka. Namun di daerah lain, pemasaran oleh para petani sendiri lebih terbuka. (3.5.4)

58. Para pelaku penghubung petani (perorangan/kelompok) dan pengecer di pasar ubi jalar di Majalengka adalah: (i) Perantara, (ii) Pengepul Desa, (iii) Pengolah dan (iv) Pedagang Grosir. Seperti yang dijelaskan diatas, Perantara memiliki pengaruh yang besar di pasar ubi jalar. (3.5.4)

59. Masalah pemasaran secara umum meliputi: (i) Transportasi: Tidak ada sarana transporasi milik Kelompok Tani, (ii) Kualitas Usaha: keterbatasan promosi penjualan, kurangnya orientasi bisnis dan perilaku pasif petani tentang pemasaran dibandingkan dengan perantara, (iii) Kinerja Usaha: keterbatasan jalur pemasaran, keterbatasan daerah pemasaran, tingkat keuntungan yang rendah dan keterbatasan kemitraan di antara

9%

11%

18%

31%

65%

43% 15%

8%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

M itra Binangkit

Delima 2

Persentase

Melarat Miskin Sedang Kaya

Gambar S-5 Persentase Kemiskinan Masyarakat (Kabupaten Majalengka)

Page 29: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 16

Kelompok Tani, (iv) Ketergantungan pada perantara: harga ditentukan oleh perantara dan keterikatan dengan perantara sejak diberikannya pinjaman dari mereka, dan petani tidak memiliki pillihan lain untuk memasarkan produk mereka karena sebagian besar pasar dikuasai oleh kelompok bandar (v) Pasar: sistem informasi pasar yang tidak berfungsi, tidak ada akses ke informasi pasar dan ukuran pasar yang kecil bagi ubi jalar. (3.5.4)

Kabupaten Mojokerto

60. Menurut rencana strategis 2001–2005 yang disusun oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto, satu dari enam visinya adalah “meningkatkan produksi dan produktifitas ternak melalui pemuliaan ternak, pengembangan pakan dan penerapan teknologi peternakan.” Sejalan dengan visi tersebut, Dinas bermaksud meningkatkan populasi ternak sampai 2.1% per tahun untuk ternak besar dan 1.6% per tahun untuk ternak kecil serta meningkatkan produksi telur dan susu sebesar 2%. Dari komoditas contoh Studi, itik merupakan salah satu fokus yang harus dikembangkan Dinas dalam visi ini. Ada lima program yang diprakarsai oleh Dinas: (i) Program pengembangan produksi ikan dan ternak, (ii) Program satu juta ternak melalui inseminasi buatan, (iii) Program peningkatan ketahanan pangan melalui pasokan sumber protein hewani dan pemberdayaan kegiatan nelayan, (iv) Program pemberdayaan infrastruktur dan fasilitas pembenihan ikan. (v) Program pencegahan dan penanggulangan penyakit hewan, vaksinasi dan pemeriksaan rutin kualitas daging dan susu ternak. (3.6.1)

61. Produksi itik di Kabupaten ini menunjukkan pertumbuhan secara bertahap dalam lima tahun terakhir meskipun tidak ada data menurut kecamatan yang tersedia serta terjadi fluktuasi tahunan. Total produksi itik di kabupaten pada tahun 2005 adalah 207,000 ekor naik sekitar 15% sejak tahun 2001. (3.6.1)

62. Lima Kelompok Tani di lima Kecamatan telah disurvei. Kelompok Tani di Mojokerto tidak dapat dikategorikan menurut sasaran pemasaran karena pemasaran di Mojokerto berbeda dengan di Cirebon. Survei lapangan menjelaskan bahwa sasaran pemasaran di Mojokerto secara aktif digerakkan oleh para pengepul dan permintaan komoditas itik sangat tinggi khususnya dari pasar di luar kabupaten sehingga disebut pasar penjual. Melalui bantuan pengepul yang aktif semacam itu, permintaan pasar dapat diperluas di masa depan, khususnya bagi pasar di Surabaya dan wilayah perkotaan sekitarnya. Berdasarkan keadaan ini, proses seleksi dilakukan hanya berdasarkan skoring kualitatif tanpa segregasi pasar. Dari proses ini, tiga Kelompok Tani yaitu Karya Tani, Lestari Sejahtera dan Tani Mulyo terseleksi sebagai kelompok model dari Mojokerto. (3.6.2)

63. Hasil dari survei tingkat kemiskinan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar S-6 di sebelah kanan. Pada kategori melarat dan miskin, persentase yang lebih rendah ditunjukkan oleh masyarakat Kelompok Tani Tani Mulyo. Melalui sensus masalah yang dilakukan dalam seminar lapangan, keterbatasan permodalan untuk memperluas kegiatan mereka menduduki

4%

6%

14%

36%

29%

31%

50%

57%

52% 3%

8%

10%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Lestari Sejahtera

Tani M ulyo

Karya Tani

Persentase

Melarat Miskin Sedang Kaya

Gambar S-6 Persentase Kemiskinan Masyarakat (Kabupaten Mojokerto)

Page 30: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 17

peringkat tertinggi di seluruh kelompok tani. “Kenaikan harga bahan bakar” meskipun merupakan faktor eksternal juga didiskusikan dalam seminar dan diberikan peringkat sebagai masalah serius. (3.6.2)

64. Teknologi dasar dalam beternak itik dan rasio pemulihan dalam pemeliharaan, produksi DOD dan pengolahan telur asin hampir serupa dengan di Cirebon. Hal-hal yang berbeda untuk dijelaskan disini adalah tidak ada siklus pasokan yang pasti dari telur fertil, DOD dan pullet seperti yang ada di Cirebon, yang menyebabkan keterbatasan pengembangan usaha itik di Mojokerto. Sangat sulit bagi pendatang baru untuk memulai usaha itik atau bagi peternak yang sudah ada untuk mengembangkan usaha mereka. Dinas Peternakan dan Perikanan dianjurkan untuk mendukung sistem kerjasama usaha seperti yang ada di Cirebon bagi pengembangan industri itik. (3.6.3)

65. Kelompok ternak itik di terbesar di Mojokerto adalah Kelompok Tani Lestari Sejahtera yang memproduksi, telur fertil, telur asin, daging itik dan itik asap. Dinas telah mencoba di tahun 2001 untuk mengembangkan kelompok tani di sekitar Kelompok Tani Lestari Sejahtera dengan memberikan bantuan teknis dan keuangan namun, hasilnya tidak memuaskan. Ini disebabkan oleh karena mereka mendapat teguran dari masyarakat sekitar akan bau dan suara itik di daerah dengan penduduk padat. Dari percobaan ini, jelas bahwa promosi usaha baru membutuhkan pertimbangan seluruh aspek seperti lokasi, lingkungan, hubungan masyarakat, kepemimpinan, keterampilan manajemen, transparansi usaha, kondisi pemasaran, infrastruktur dan lain sebagainya. (3.6.3)

66. Hasil temuan di bidang pemasaran in Kabupaten Mojokerto meliputi: (i) Tidak ditemukan kerjasama usaha (perjanjian kemitraan) antara Kelompok Tani seperti yang telah dijelaskan, (ii) Kebanyakan produk itik seperti telur segar, DOD dan telur asin dikirim ke Surabaya dan kabupaten atau propinsi lain, dan (iii) Ditemukan berbagai jenis transaksi antara petani dan perantara, khususnya pengepul desa, untuk produk itik dengan karakteristik khusus. (3.6.4)

67. Dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa pejabat Dinas Peternakan, disimpulkan bahwa perantara terlibat pada sebagian besar transaksi produksi itik yang dilakukan oleh Kelompok Tani. Para pelaku penghubung petani (perorangan/kelompok) dan pengecer di pasar itik Mojokerto adalah: (i) Perantara, (ii) Pengepul Desa, (iii) Pengolah, dan (iv) Pemain Ganda. (3.6.4)

68. Masalah pemasaran meliputi: (i) Transportasi: kurangnya sarana transportasi, (ii) Kualitas Usaha: kurangnya orientasi bisnis, perilaku pasif petani di bidang pemasaran dibandingkkan perantara, reputasi Kelompok Tani yang tidak menguntungkan dana tidak ada kerjasama dengan kelompok lain, (iii) Ketergantungan pada perantara: pemasaran yang tidak sustainable yang disebabkan oleh ketergantungan pada perantara, harga ditentukan oleh perantara dan keterikatan pada pinjaman. (iv) Pasar: kesulitan akses ke pasar, kesulitan pemasaran karena flu burung, penurunan permintaan telur dan sistem informasi pasar yang tidak berfungsi. (3.6.4)

Page 31: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 18

Kabupaten Kediri

69. Kebijakan pengembangan pertanian di Kabupaten Kediri memberi prioritas pada: (i) peningkatan produktivitas pertanian, (ii) promosi industri pengolahan khususnya peningkatan nilai tambah melalui pengolahan produk primer, (iii) pengembangan sentra produksi untuk produk-produk potensial, dengan memfasilitasi keikutsertaan kelompok tani. Lima program berikut ini merupakan prioritas pada kebijakan pertanian kabupaten: (i) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (ii) Program Pengembangan Agribisnis dan Agro-industri, (iii) Program Pengembangan Kualitas Unggul untuk Buah-buahan dan Sayuran, (iv) Program Pengembangan Infrastruktur Pertanian dan (v) Program Pengembangan Sumber Daya Manusia. (3.7.1)

70. Meski mangga merupakan satu jenis tanaman yang berusia panjang, produksinya menunjukkan adanya fluktuasi yang cukup siknifikan. Produksi pada tahun 2003 terlihat merupakan produksi tertinggi dalam 5 tahun belakangan, sementara produksi tahun 2005 hanya mencapai 66% dari produksi tahun 2003. Untuk tingkat kecamatan, Kecamatan Tarokan adalah kecamatan yang paling tinggi produksi mangganya (15,300 ton) diikuti oleh Semen (10,100 ton), Grogol (7,700 ton) dan Banyakan (7,600 ton). Produksi mangga di 4 kecamatan ini mendominasi sekitar 84% dari total produksi mangga di Kediri. (3.7.1)

71. Enam Kelompok Tani yang tersebar di empat kecamatan telah disurvei, mengidentifikasi hanya dua Kelompok Tani, yaitu Budi Daya and Makmur Jaya, yang sudah melakukan pengolahan. Pengolahan mangga masih dalam tahap pertumbuhan dan kedua Kelompok Tani menunjukkan tingkat pengolahan yang sama. Sehingga, berbeda dengan komoditas ubi jalar di Kuningan dan Majalengka, Kelompok Tani tidak diklasifikasikan menjadi kelompok produksi dan pengolahan tetapi hanya dibandingkan dengan menggunakan skor kualitatif pada proses seleksi. Dari seleksi tersebut, dipilih Kelompok Tani Budi Daya karena memiliki paling banyak aspek yang kompetitif dan Makmur Jaya karena memiliki kemampuan pemasaran yang dominan. (3.7.2)

72. Hasil survei tingkat kemiskinan pada dua Kelompok Tani ditunjukkan pada Gambar S-7. Persentase kategori melarat dan miskin di dua Kelompok Tani tersebut cukup tinggi yaitu 70 sampai 80% dari anggota masyarakat, dibanding dengan Kabupaten lain. Survei lapangan menjelaskan bahwa akses fisik dari dua Kelompok Tani ke pasar dinilai menjadi masalah serius, sehingga peserta seminar lapangan masalah menempatkan masalah transportasi dan kondisi jalan sebagai masalah dengan peringkat tinggi. Sedangkan masalah lain yang dikemukakan meliputi (i) kemampuan dalam penanaman mangga yang tidak memadai dan (ii) kegiatan pemasaran yang tidak memadai. (3.7.2)

26%

38%

51%

45%

20%

14% 3%

10%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Budidaya

M akmur Jaya

Persentase

Melarat Miskin Sedang Kaya

Gambar S-7 Persentase Kemiskinan Masyarakat (Kabupaten Kediri)

Page 32: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 19

73. Petani mangga di Kediri biasanya menggunakan sistem tumpang sari yaitu menanam sayur mayur atau palawija bersama dengan pohon mangga. Panen dilakukan hanya setahun sekali. Peralatan pertanian untuk mangga dan tanaman pangan masih sederhana misalnya penyemprot tangan (hand sprayer) dan cangkul. Pengolahan mangga podang masih belum dikembangkan di wilayah produksi mangga (Kecamatan Tarokan, Kecamatan Semen dll.). Beberapa kelompok tani berniat untuk melakukan pengolahan mangga podang, namun mereka masih belum memiliki keterampilan dalam pengolahan dan pemasaran. Selain itu, mereka juga kekurangan modal untuk mengolah mangga. Hingga sekarang, kebanyakan petani hanya menjual mangga kepada pengepul. Akibatnya, pada panen raya petani tidak mendapatkan cukup keuntungan karena harga mangga terlalu rendah untuk menutupi biaya panen. (3.7.3)

74. Tingkat pengolahan pada kelompok masih rendah. Contohnya, Kelompok Tani Budidaya menerima Vacuum Fryer untuk pengolahan mangga dan pelatihan dari BPTP Malang. Namun, pengolahan mangga hingga kini masih dalam tahap percobaan. Berdasarkan wawancara, kelompok memproduksi jus mangga masih menggunakan metode tradisional yang sederhana tanpa proses pasturisasi, sehingga produksi hanya bertahan satu hari. Oleh karena petani memiliki keinginan kuat untuk menjual seluruh hasil panen mereka, 75% dari transaksi mangga dilakukan antara pengepul dan petani sebelum panen, atau sistem ijon, yang lazim dilakukan di Pulau Jawa, bukan hanya untuk mangga tapi juga untuk tanaman lain. (3.7.3)

75. Ditemukan dua kegiatan yang berbeda di Kediri yaitu: (i) pengolahan mangga kering oleh Kelompok Tani Sumber Mulyo (Kecamatan Banyakan) dengan dukungan sebuah LSM dan (ii) pengolahan nenas oleh Kelompok Tani Lohjinawi (Kecamatan Ngancar) yang menerima bantuan teknis dari BPTP Malang, Universitas Brawijaya dan Dinas Perindustrian Kediri. (3.7.3)

76. Hasil temuan di bidang pemasaran di Kabupaten Kediri adalah sebagai berikut: (i) Lebih dari 50% produksi mangga segar dikirim ke kabupaten lain (grosir, dll.), karena permintaan yang terbatas di kabupaten. (ii) Terdapat “pasar buah” pada wilayah sentra produksi. 80 % mangga lokal dikumpulkan di pasar tersebut pada saat panen, tetapi pembeli dari kabupaten lain lebih banyak daripada pembeli lokal, (iii) Sekitar 75 % dari transaksi mangga dilakukan sebelum panen yang disebabkan oleh keinginan petani untuk menjual seluruh hasil panen mereka. (iv) Tidak terdapat industri pengolahan mangga, tetapi hanya pada tingkat industri rumah tangga dan (v) Beberapa kemitraan antara Kelompok Tani perusahaan swasta di kabupaten lain hanya sebatas pada pemasokan bahan baku, pelatihan dan pengolahan. (3.7.4)

77. Sedangkan di kabupaten lain dan/atau komoditas lain, perantara dan pengepul terlibat dalam mayoritas transaksi mangga yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani dan non-Kelompok Tani. Pihak penghubung antara petani (perorangan/kelompok) dan pengecer di pasar mangga di Kediri adalah: (i) Perantara, (ii) Pengepul Desa, (iii) Pengolah dan (iv) Pedagang. Fungsi mereka pada dasarnya sama pada kabupaten lain. (3.7.4)

Page 33: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 20

78. Masalah pemasaran yang serupa juga ditemukan disini seperti: (i) Transportasi: Tidak ada sarana transportasi bagi distribusi produk dan kondisi jalan yang buruk sebagai penyebab tingginya biaya transportasi, (ii) Kualitas Usaha: kurangnya orientasi bisnis dan perilaku petani yang pasif dalam pemasaran dibandingkan dengan perantara, (iii) Ketergantungan pada perantara: harga ditentukan oleh perantara dan keterikatan dengan perantara sejak pinjaman diberikan, (iv) Pasar: sistem informasi pasar yang tidak berfungsi. (3.7.4)

Keuangan Mikro Pedesaan

79. Hasil Studi mengungkapkan bahwa petani memiliki akses ke berbagai lembaga keuangan dari unit BRI sampai lembaga non bank dan layangan keuangan informal lainnya seperti pegadaian, warung dan arisan. Meskipun terdapat berbagai jenis layanan keuangan, terungkap dari wawancara, seminar lapangan, survei tingkat kemiskinan dan survei rumah tangga bahwa tidak seluruh layanan tersebut dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dari hasil survei tingkat kemiskinan, secara umum, masyarakat pada kategori sedang dan kaya telah memiliki akses ke lembaga keuangan. Sedangkan masyarakat kategori miskin dan melarat hanya memiliki akses ke rentenir, arisan, pegadaian, warung dan pedagang (pengepul). Pada kasus terburuk, masyarakat pada kategori melarat tidak memiliki akses sama sekali ke layanan keuangan manapun. (3.8.1)

80. Keberadaan bank dekat masyarakat tidak berarti membantu mengisi kesenjangan permintaan dan persediaan keuangan. Bank-bank komersial pada umumnya terbatas untuk melayani nasabah yang berada di sekitar dengan radius antara 5 hingga 10 km dari cabang dan unit mereka. Kebijakan ini dan kenyataan bahwa bank-bank tersebut melayani lebih banyak program pemerintah, membantu terbentuknya unit-unit di daerah pedesaan dan mencapai tingkat jangkauan dari unit-unit BRI. Dari sisi bank, setiap bank memiliki prioritas wilayah yang berbeda-beda, dan tidak semuanya melayani sektor pertanian. Bank baru-baru ini mulai menaikkan pendanaan bagi usaha UMKM tetapi dana yang mengalir masih belum cukup untuk membiayai sektor agribisnis. Bank melakukan analisa kesulitan dari petani peminjam sebagai berikut: (i) kemampuan petani yang rendah di bidang pemasaran, pengelolaan dana dan pembukuan, (ii) risiko tanam, (iii) marjin keuntungan yang menurun akibat kenaikan harga bahan bakar, (iv) risiko flu burung. Hal tersebut diatas akan berisiko pada tertundanya pembayaran pinjaman. Sebagai dampak merebaknya flu burung, beberapa bank menghentikan pendanaan pinjaman baru yang diajukan oleh petani ayam dan unggas. (3.8.2)

81. Siklus pembayaran atau cicilan dari bank menjadi salah satu penghalang utama bagi petani yang tidak meminjam dari bank. Hal ini tidak terjadi pada pinjaman yang diberikan oleh pedagang (atau perantara dan pengepul) dan pemasok pakan, yang menjadi pemberi dana utama diikuti oleh perbankan, lembaga keuangan non bank dan kelompok tani. Praktik yang biasa terjadi dalam hal pembayaran adalah petani menjual produk mereka kepada pedagang/pemasok setelah panen, dan memotong jumlah pinjaman dan mengembalikan sisanya kepada petani. Hubungan kekuatan antara petani dan pedagang/pemasok tersebut berbeda pada setiap kasus, beberapa petani memandang positif hubungan ini dengan memanfaatkan jaringan pemasaran pedagang / pemasok, dan

Page 34: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 21

untuk mengamankan penjualan bahkan sebelum panen. Namun, ada beberapa petani yang menganggap hubungan dengan pemasok pakan merangkap pengepul adalah sebagai keterikatan, dimana mereka dikenakan harga pasar ketika memasok pakan dengan sistem kredit, dan ketika produk mereka dikumpulkan, harga beli menjadi lebih rendah daripada harga pasar yang berlaku. (3.8.2)

82. Mayoritas kelompok tani yang terseleksi telah memiliki kegiatan simpan pinjam, meski dengan tingkat yang berbeda. Hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah distribusi yang tidak seimbang dari program keuangan pemerintah bagi petani dan pengentasan kemiskinan yang mempengaruhi perilaku dan pola pikir kelompok. Beberapa kelompok yang telah menerima program keuangan dengan kondisi lunak lebih siap menuju kemandirian finansial, dari segala bentuk hibah atau pinjaman lunak. Dengan kata lain, untuk mendapatkan bantuan yang besar, mereka dipilih sebagai contoh showcase. Akan tetapi bantuan yang kumulatif jelas memberikan pengharapan besar terhadap program keuangan tambahan dengan persyaratan lunak. Selain itu, kelompok yang memiliki sedikit pengalaman atau tidak memiliki pengalaman dalam menerima program pemerintah lebih memperlihatkan perilaku yang berorientasi bisnis. Karakteristik dari pemanfaatan pinjaman menurut komoditas adalah berbeda. Seluruh pengalaman yang dimiliki Kelompok-kelompok Tani tersebut harus dipertimbangankan dalam pendekatan perbaikan. (3.8.3)

83. Menurut penelitian dasar pada kabupaten contoh, kelompok tani yang terseleksi telah memiliki akses ke keuangan pada tingkat tertentu. Jenis lembaga keuangan yang dapat mereka akses juga berbeda yang disebabkan oleh faktor-faktor yang di luar kuasa mereka seperti kondisi geografis masyarakat dan struktur keuntungan dari komoditas. Beberapa kelompok tani sudah memiliki akses ke bank, untuk menabung dan meminjam modal kerja mereka dan modal investasi sekitar Rp.5 juta. Beberapa telah memiliki akses ke koperasi, menabung dan meminjam modal kerja sebesar Rp.1 juta tanpa agunan. Sedangkan sisanya meminjam kepada kelompok tani, untuk menabung dan menyimpan sekitar Rp.0.5 juta tanpa agunan, dan ke warung serta ke perseorangan (ketua kelompok, pedagang, pemasok pakan). Bagi petani lain tidak mendapatkan akses fisik ke bank karena tinggal di daerah terpencil, mereka mendapat layanan skema P4K. Keadaan ini menggambarkan kesenjangan antara permintaan dan persediaan dari layanan keuangan di pedesaan: (i) kurangnya akses fisik, (ii) kebutuhan keuangan masyarakat, (iii) kebutuhan keuangan agribisnis, (iv) tidak memenuhi persyaratan pinjaman, (v) ketergantungan pada pinjaman dari pedagang, dan (vi) batas jumlah pinjaman yang ditawarkan oleh kelompok tani dan koperasi. (3.8.4)

Page 35: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 22

IV. PENDEKATAN PERBAIKAN DASAR

Pendekatan Perbaikan Dasar

84. Kelompok Tani sasaran adalah petani miskin di daerah pedesaan. Rasio populasi miskin pada tingkat kabupaten di wilayah Studi dengan persentase terendah adalah di Cirebon yaitu 17.3% dan persentase tertinggi adalah di Kediri yaitu 19.6% di tahun 2004, lebih tinggi daripada rata-rata nasional yaitu 16.7%. Hasil penilaian kemiskinan tersebut menunjukkan rasa dan tingkat kemiskinan yang berbeda di setiap lapisan masyarakat,

seperti yang ditunjukkan pada Gambar S-8.

Beberapa petani menunjukkan motivasi dan potensi yang kuat dalam meningkatkan pengolahan hasil pertanian menjadi sebuah usaha, serta meningkatkan kegiatan simpan pinjam. Kedua hal tersebut merupakan persyaratan minimum dalam kegiatan peningkatan pendapatan. Oleh sebab itu, Kelompok Tani sasaran diharapkan untuk 1) memiliki keinginan untuk mandiri, 2) mengenali pentingnya kemampuan pengelolaan organisasi, dan 3) mempertimbangkan beban perempuan dan kesetaraan gender. (4.1.1)

85. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dalam membantu petani menuju kemandirian dengan melakukan kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan yang meliputi: (i) kemampuan teknis dan pemasaran dalam usaha pengolahan, (ii) strategi pemasaran agar dipersiapkan dan diperbaharui sesuai tingkat pemahaman petani, (iii) mengisi kesenjangan antara persediaan dan permintaan finansial melalui pembentukan lembaga keuangan mikro (LKM) menuju kepada peningkatan aset dan pemupukan modal, dan (iv) faktor pendukung yang meliputi penelitian dan penyuluhan, organisasi dan kelembagaan, sarana produksi dan pasokan bahan baku, infrastruktur pedesaan dll. Gambar skematis dari hubungan tersebut ditunjukkan oleh Gambar S-9. (4.1.2)

Sangat Miskin + Miskin (65%) Sedang + Kaya (35%)

Sangat Miskin + Miskin (53%) Sedang + Kaya (47%)

Sangat Miskin + Miskin (40%) Sedang + Kaya (60%)

Sangat Miskin + Miskin (28%) Sedang + Kaya (72%)

Sangat Miskin + Miskin (42%) Sedang + Kaya (58%)

Sriganala Indah

Bebek Jaya

Tigan Mekar

Andayarasa

Bina Karya

Linggasari 2

Mitra Binangkit

Delima 2

Lestari Sejahtera

Tani Mulyo

Karya Tani

Budidaya

Makmur Jaya

Sangat Miskin + Miskin (32%) Sedang + Kaya (68%)

Sangat Miskin + Miskin (42%) Sedang + Kaya (58%)

Sangat Miskin + Miskin (27%) Sedang + Kaya (73%)

Sangat Miskin + Miskin (40%) Sedang + Kaya (60%)

Sangat Miskin + Miskin (35%) Sedang + Kaya (65%)

Sangat Miskin + Miskin (45%) Sedang + Kaya (55%)

Sangat Miskin + Miskin (83%) Sedang + Kaya (17%)

Sangat Miskin + Miskin (77%) Sedang + Kaya (23%)

10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Proporsi Penduduk Tingkat Dusun (RW & RT) di sekitar Kelompok Tani

Ked

iriM

ojok

erto

Maj

alen

gka

Kun

inga

nC

irebo

n

Kelompok Tani

Survei Kemiskinan Kabupaten (2004) Sangat Miskin & Miskin Sedang & Kaya Gambar S-8 Hasil Survei Tingkat Kemiskinan

Page 36: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 23

Akses ke Layanan Keuangan

Manajemen Keuangan

Produksi Primer

Pengolahan Hasil Pertanian

Pemasaran

Faktor-Faktor Pendukung LainPenyuluh Pertanian & Penelitian PertanianSarana Produksi & Pasokan Bahan Baku

Kondisi Fisik InfrastrukturPemerintahan Daerah, Kesetaraan Gender

Manajemen Usaha

PenerapanTeknologi dan Peralatan yang

Sesuai

Peningkatan Kapasitas untuk Persiapan dan

Penerapan Strategi Pemasaran

LKM Pedesaan di masyarakat

Peningkatan Aset dan Pemupukan

Modal pada tingkat Petani

Faktor Pendukung Usaha Usaha Meningkatkan Pendapatan

Gambar S-9 Gambar Skematik Hubungan

86. Dalam proses transformasi LKM, petani akan membentuk sendiri kelompok atau kelompok wanita untuk kemudian diubah bentuk menjadi LKM melalui Embrio LKM (LKM informal tetapi sudah diterima secara luas) melalui penguatan dan konsolidasi kelompok menjadi lebih besar. Proses transformasi tersebut diilustrasikan dalam Gambar S-10. Melalui proses tersebut, kegiatan usaha akan dapat ditingkatkan dan “pola pikir ketergantungan” akan menurun seiring berjalannya setiap tahap. (4.1.3)

Pembentukan Kelompok

Penguatan Kelompok

KonsolidasiFormalisasi

RegulasiIndividu

KTKPK

KTKPK

KTKPK

KTKPK

KTKPK

KTKPK

EmbrioLKM

LKM

GraduasiProses Manajemen

MandiriManajemen

MandiriPemberdayaan

Penghidupan & Kesejahteraan

Kegiatan Usaha

Ketergantungan pada Bantuan

Inisiatif SendiriPengumpulan Dana

Peningkatan asetPemupukan Modal

Menerima Layanan Keuangan

Pinjaman Dana Bergulirdengan

Kontribusi Kelompok

HibahDana Bergulir

KelompokUsaha

Gambar S-10 Gambar Transformasi Kelompok Tani menjadi LKM/Kelompok Usaha

Page 37: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 24

87. Petani dan/atau Kelompok Tani yang terlibat dalam pengolahan hasil pertanian merupakan produsen berbasis masyarakat pedesaan yang memanfaatkan bahan baku yang tersedia secara lokal, dan produk yang didistribusikan melalui pengepul dan perantara ke pasar-pasar. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian berbasis masyarakat dan meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Selain itu, kegiatan yang beragam pada pembangunan berbasis masyarakat akan menggairahkan dan memperluas pengolahan hasil pertanian secara langsung maupun tidak langsung. Keadaan yang sama juga dapat diharapkan pada keuangan mikro pedesaan, sehingga hubungan dengan pengembangan masyarakat adalah penting bagi promosi kegiatan pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar S-11. Pada beberapa kasus seperti itik dan ubi jalar, produk dipasarkan ke pasar domestik pada tingkat nasional, langsung maupun tidak langsung melalui pengolahan dan manufaktur lebih lanjut. Di Kuningan, irisan ubi jalar kering akan diproduksi melalui pengolahan primer ubi jalar yang dilakukan oleh kelompok tani, dan untuk dijual ke pengillingan tepung ubi jalar secara rutin. Dalam hal ini, kelompok tani akan memiliki kemitraan dengan pengolah dan

perusahaan lain dalam memasok bahan baku mereka. (4.1.4)

Departemen Pertanian

Pemerintah Propinsi

Pemerintah Kabupaten

Pasar, Pabrik & Konsumen

Sarana Produksi

DukunganUsaha

Keuangan

PetaniKelompok Tani

Masyarakat

Gambar S-11 Interaksi dengan Masyarakat

Page 38: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 25

Langkah Perbaikan

Pengolahan

88. Rantai nilai dari industri itik diilustrasikan dalam Gambar S-12. Langkah-langkah berikut ini harus dilakukan bagi perbaikan di Kabupaten Cirebon yang meliputi: (i) skema segitiga yang sudah ada harus lebih dikuatkan, (ii) bantuan teknis/penyuluhan harus diberikan oleh BPTP Bogor, IPB dan lembaga lain, (iii) peralatan tetas baru seperti jenis semi otomatis harus diterapkan, (iv) berbagai dukungan bagi pengelolaan usaha harus diberikan kepada Kelompok Tani, (v) pinjaman lunak harus diberikan untuk membantu pengembangan usaha tetapi bukan dalam bentuk hibah, dan (vi) peluang usaha baru harus dikembangkan oleh petani. (4.2.1)

89. Di Kabupaten Mojokerto, langkah perbaikan yang harus dilakukan meliputi: (i) sistem segitiga seperti di Kabupaten Cirebon harus dibentuk, (ii) bantuan teknis/penyuluhan harus diberikan oleh BPTP Malang, Universitas Brawijaya dan lembaga lain, (iii)

ACTIVITY PLAYER ISSUE

Research/Extension

Input Supply

Growing/Processing

Collecting/BulkingTrading

Selling

DEPTAN/BPTP/Dinas/University

*New technologiesdeveloped requiredissemination systemto rural area.

Training to trainer/farmer

Input Supply by

Companies

Small-scale Duck Farmers(DOD, Fertile eggs, Salty eggs,

Pullets, Meat ducks)

Local Collector/Bandar

Consumption Consumers

*The yield of eggproduction, incubation ofDOD and survival rate islow level due to traditionalmethod. New technologyneed to be extended.*Capital accumulation forbusiness expansion is notactive.*Environmental friendlybreeding system isrequired.

*Collectors/Middlemen playas a leader of farmersgroup causing unfair profitsharing.*Cooperative is not strong.

*Consumers areconservative to duck meat.

DOD Production/Supply

Pullets Production/Supply

Fertile egg Production/Supply

Triangle System *Triangle scheme is wellfunctioning in Cirebonbut not in Mojokerto yet.

Input Supplyby own

Cooperative

Urban/OtherProvince/Export Local market

Gambar S-12 Rantai Nilai Industri Itik

Page 39: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 26

peralatan tetas baru harus diterapkan, (iv) berbagai dukungan dalam pengelolaan usaha harus diberikan kepada Kelompok Tani, (v) pinjaman lunak harus diberikan untuk pengembangan usaha tetapi bukan dalam bentuk hibah. (4.2.1)

90. Rantai nilai industri ubi jalar diilustrasikan dalam Gambar S-13 dibawah ini. Langkah-langkah berikut ini diajukan dalam peningkatan produksi dan pengolahan ubi jalar Kabupaten Kuningan: (i) penggandaan dan pemasokan bibit ubi jalar yang bebas penyakit, (ii) pengembangan produk ubi jalar baru, (iii) memperkuat kemampuan pemasaran dari Kelompok Tani yang memiliki produk unik, (iv) mengembangkan konsep baru dalam penambahan nilai, (v) memberikan dukungan pengelolaan usaha, dan (vi) memberikan pinjaman lunak bagi pengembangan usaha tetapi bukan dalam bentuk hibah. (4.2.1)

KEGIATAN PEMAIN MASALAH

Penelitian/Penyuluhan

Pasokan Sarana Produksi

Penanaman

Pengepulan/Jual Beli Borongan

Pemasaran

DEPTAN/BPTP/Dinas/Universitas

*Cara baru dalam pengolahan ubi jalar menjadi makanan olahan atau bahan baku industri harus dikembangkan oleh lembaga. * Petani menggunakan bibit ubi lokal yang mudah terkena penyakit.* Pemasok menjual dengan cara kredit yang mengikat petani.

Pelatihan bagi Penyuluh/Petani

Pasokan Sarana Produksidari Pabrik

Petani Ubi Jalar

Pengepul Lokal/Bandar

Pengolahan Penggilingan Tepung Ubi Jalar

Pengolahan Produk Primer oleh Petani/KT

(irisan kering)

Pasar GrosirPasar Eceran

Produk tradisional skala kecil industri

rumah tangga (keremes/keripik)

Pabrik Pengolahan Makanan, Toko Roti, Pembuat Mie

Pasar Desa(Produksi Lokal/Konsumsi Lokal)

Konsumsi Konsumen

*Kegiatan kelompok tidak aktif menyebabkan lemahnya kekuatan tawar petani.

*Pengepul/Perantara memonopoli pasar. Tidak ada pasar terbuka yang tersedia bagi petani.

*Permintaan akan komoditas tradisional akan menurun tetapi belum ada alternatif produk baru*Pengolahan produk primer merupakan konsep baru dan memerlukan usaha keras dari petani. Peran BDS dalam hal ini sangat penting.

*Penerapan pengolahan ubi jalar belum sepenuhnya dikembangkan

*Pasar grosir bagi ubi jalar segar merupakan pasar oligopoli tertutup

Segar Olahan*Petani sangat kesulitan dalam memahami/memenuhi kebutuhan konsumen

Catatan: Tanda Panah menunjukkan alur ubi jalar segar

Gambar S-13 Rantai Nilai Industri Ubi Jalar

Page 40: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 27

91. Langkah perbaikan bagi Kabupaten Majalengka meliputi: (i) penggandaan dan pemasokan benih ubi jalar yang bebas penyakit, (ii) pengembangan jenis produk ubi jalar baru, (v) memberikan dukungan pengelolaan usaha, dan (vi) pemberian pinjaman lunak bagi pengembangan usaha, tetapi bukan dalam bentuk hibah. (4.2.1)

92. Rantai nilai dari industri mangga diilustrasikan oleh Gambar S-14 berikut ini. Sedangkan langkah perbaikan yang diajukan dalam peningkatan produksi dan pengolahan mangga di Kabupaten Kediri meliputi: (i) teknologi baru bagi pengolahan mangga harus diujicoba di Kelompok Tani terpilih yang sudah memiliki organisasi yang kuat, kegiatan harian, pengelolaan simpan pinjam dan khususnya kemampuan dalam pengolahan, pemasaran dan usaha, (ii) produksi mangga kering harus dikelola dengan pola kerjasama dengan proyek LSM, (iii) proyek produksi jus mangga, puree, jelly harus dimulai di KT terpilih sebagai proyek uji coba, (iv) kegiatan harus dikembangkan secara bertahap apabila proyek tersebut layak dan berkelanjutan, (v) pendekatan pemasaran baru harus dipelajari dan dikembangkan. (4.2.1)

KEGIATAN PEMAIN MASALAH

Penelitian/Penyuluhan

Pasokan Sarana Produksi

Penanaman

Pengepulan/Jual Beli Borongan

Pemasaran

DEPTAN/BPTP/Dinas/Universitas

*Teknologi baru yang dikembangkan perlu diperkenalkan melalui diseminasi ke daerah pedesaan.

Pelatihan bagi Penyuluh/Petani

Pasokan Sarana Produksi dari Pabrik/Koperasi/Pengecer

Petani Mangga

Pengepul Lokal/Bandar

Pengolahan

Pasar GrosirPasar Eceran

Industri skala rumah tangga

(produk tradisional,

dodol/keripik)

Pabrik Pengolahan Buah (Jus,

Jelly, Mangga Kering)

Pasar Desa(Produksi Lokal/Konsumsi Lokal)

Konsumsi Konsumen

*Kegiatan koperasi lemah. Pemasok menjual dengan cara kredit untuk mengikat petani.

*Kegiatan kelompok tidak aktif dalam produksi, panen dan pemasaran yang menyebabkan lemahnya kekuatan tawar petani.

*Petani sangat bergantung pada sistem ijon yang dilakukan pengepul dalam panen/pemasaran

*Metode sederhana dengan menggunakan peralatan modern untuk pengolahan mangga sudah tersedia di pasar tapi masih sulit dijangkau daerah pedesaan.

*Petani dapat mengolah jus/jelly tapi masih sulit mengembangkan pasar*Dibutuhkan pendekatan baru dalam pemasaran produk petani ke daerah perkotaan.

*Pasokan mangga yang berlebihan selama musim panen raya menyebabkan harga mangga turun drastis

Segar Olahan

Pengolahan Buah oleh Kelompok Tani (Jus,

Jelly, Mangga Kering)

Catatan: Tanda Panah menunjukkan alur mangga segar

Gambar S-14 Rantai Nilai Industri Mangga

Page 41: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 28

Pemasaran

93. Menurut analisa masalah pemasaran, masalah utama yang diidentifikasi adalah “Kurangnya Orientasi Usaha”. Sehingga untuk memperbaiki situasi tersebut, sistem pendukung melalui kerjasama dengan perusahaan swasta dan/atau fasilitator (Penyedia BDS: Business Development Service) akan diajukan. Kelompok Tani perlu melakukan kegiatan pemasaran mereka dengan cara mencari permintaan pembeli dan melakukan promosi penjualan secara berkesinambungan, dibawah sistem pendukung tersebut. (4.2.2)

94. Dengan mempertimbangkan seluruh karakteristik dari setiap kabupaten yang diteliti, jenis unit usaha yang sesuai akan diajukan seperti: (i) Penguatan atau replikasi sistem kerjasama yang ada di antara Kelompok Tani di Cirebon dan Mojokerto (itik), (ii) Kerjasama dengan industri pengolahan lokal di Kuningan (ubi jalar), (iii) Pengembangkan sistem usaha “Produksi Lokal & Pemasaran Lokal” bagi Majalengka (ubi jalar) dan (iv) Kerjasama dengan pihak swasta (pemasaran) bagi Kediri (mangga). (4.2.2)

Keuangan

95. Saat ini bank komersial telah memperkuat usaha mereka untuk mengembangkan kredit UMKM dengan cara memberikan pinjaman kembali (re-lending) kepada LKM formal seperti BPR dan koperasi. Selain itu, mekanisme pun telah dibentuk guna meningkatkan pinjaman dari bank komersial dan BPR terhadap UMKM. Meskipun porsi pinjaman UMK pada total pinjaman bank tumbuh pesat, porsi sektor pertanian dalam pinjaman UMKM menurun. (4.2.3)

Oleh sebab itu, sebaiknya petani dihubungkan kepada lembaga keuangan yang lebih formal. Akan tetapi pada kebanyakan kasus, hal tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan secara langsung karena adanya kesenjangan antara permintaan keuangan petani dan masyarakat petani, dengan persediaan, seperti yang dijelaskan diatas. (4.2.3)

Karena Studi ini berfokus pada petani dan masyarakat pedesaan, program-program pemerintah dan bantuan donor dianjurkan untuk menjembatani kesenjangan-kesenjangan tersebut dengan: (i) membentuk LKM yang kuat di sekitar Kelompok Tani di masyarakat pedesaan untuk melayani petani dan anggota masyarakat, dan, (ii) meningkatkan kemampuan agribisnis seperti meningkatkan keuntungan sebagai berikut:

① Pembentukan LKM yang kuat di masyarakat

1. Pembentukan LKM Masyarakat

Kelompok Tani yang tidak aktif karena didominasi oleh sang ketua serta memiliki perilaku anggota yang pasif, cenderung untuk tidak memiliki kegiatan simpan pinjam. Guna mengubah keadaan tersebut, intervensi harus dilakukan untuk memperkuat kegiatan kelompok melalui peningkatan agribisnis.

Dalam hal perbaikan akses keuangan, LKM dianjurkan untuk dibentuk di tengah masyarakat, guna menghindari kepemimpinan yang kuat secara berlebihan dan masalah kekuasaan lainnya, serta untuk mengikutsertakan partisipasi pemimpin lain di masyarakat.

2. Pembentukan LKM Mandiri

Page 42: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 29

Pendekatan ini adalah untuk Kelompok Tani, yang sudah melakukan kegiatan simpan pinjam reguler dan memiliki kegiatan kelompok. Kelompok Tani ini juga harus memiliki disiplin, kepemimpinan dan pengelolaan keuangan yang baik.

Bagi Kelompok Tani tersebut disarankan untuk membentuk LKM yang berbasis pada kelompok yang sudah ada (Kelompok Tani atau Kelompok Petani Kecil).

Ada dua cara dalam mencapai proses tersebut yaitu: i) cara pertama adalah memperluas kelompok setelah kelompok memiliki kemampuan kuat dan berpotensi dalam mengakumulasi modal, dan ii) cara kedua adalah dengan membentuk gabungan dengan kelompok lain di masyarakat, dan mengubahnya menjadi LKM sehingga kelompok-kelompok tersebut dapat menggabungkan modal mereka bersama.

3. Penguatan fungsi koperasi yang sudah terbentuk (KSP/USP)

Apabila Kelompok Tani sudah memiliki hubungan yang kuat dengan koperasi, intervensi harus dilakukan untuk memperkuat hubungan tersebut dan kemampuan koperasi tersebut.

② Peningkatan Agribisnis

Guna meningkatkan keuntungan kegiatan agribisnis dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan agribisnis, diperlukan intervensi bantuan teknis serta keuangan untuk langkah perbaikan bagi Pengolahan Hasil Pertanian dan Pemasaran.

Ketiga pilihan dari (a) sampai (c) tersebut merupakan intervensi perbaikan keuangan yang berjalan paralel dengan peningkatan agribisnis. Untuk kasus kerjasama yang menjanjikan, dianjurkan untuk mengubahnya menjadi entitas usaha dalam bentuk sebuah perusahaan. Dengan demikian diharapkan untuk mendapatkan akses keuangan dari bank komersial.

③ Peningkatan Aset

Peningkatan aset harus dipadukan dalam seluruh pilihan perbaikan yang disebutkan diatas. Petani, Kelompok Tani, koperasi dan LKM harus meningkatkan aset mereka agar mencapai stabilitas penghidupan dan kesinambungan organisasi.

④ Tujuan

Pendekatan (i) sampai (iii) harus menuntun petani dan masyarakat mencapai Tujuan untuk dapat memiliki dan menjalankan LKM yang layak didanai, dan menjadi individu yang cukup menguntungkan secara finansial dan memiliki cukup aset, dan memiliki akses ke layanan keuangan yang mereka pilih. (4.2.3)

Page 43: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 30

V. RENCANA PERBAIKAN

96. Berdasarkan kondisi sekarang dan pendekatan perbaikan yang telah didiskusikan, rencana perbaikan telah dipersiapkan dengan mempertimbangkan langkah-langkah berikut ini: (i) Menyusun arah perbaikan bagi tiap Kelompok Tani, (ii) Mengidentifikasi dan mengklasifikasi model usaha, dan (iii) Menerapkan hubungan model usaha antara pengolahan hasil pertanian dan keuangan. (5.1)

97. Rencana perbaikan bagi kegiatan pengolahan dan pemasaran untuk meningkatkan pendapatan petani secara singkat dipersiapkan untuk 13 Kelompok Tani. Langkah perbaikan tersebut dikategorikan dalam lima model usaha sebagai berikut:

Table S-6 Langkah Perbaikan dan Model Usaha bagi Pengolahan & Pemasaran Industri Itik (Kab. Cirebon dan Mojokerto) • Model 1 Industri Itik: Perluasan skala usaha dan pembaruan teknologi (pengenalan

dan penguatan sistem produksi segitiga dengan kerjasama antara Kelompok Tani)

• Model 2 Industri Itik: Perluasan skala usaha dan penguatan industri itik (pendatang baru dan pengaktifan kembali kelompok yang tidak aktif, dilibatkan dalam kerjasama)

Pengolahan Ubi Jalar (Kab. Majalengka dan Kuningan) • Model 1 Ubi Jalar: Pengolahan dan pemasaran produk primer (irisan ubi jalar

kering, kerjasama dengan pabrik tepung ubi jalar) • Model 2 Ubi Jalar: Pengolahan dan pemasaran makanan industri rumah tangga

(produksi lokal dan konsumsi lokal, produk tradisional dan produk unik)

Pengolahan Mangga (Kab. Kediri) • Model Mangga: Pengolahan dan pemasaran buah dengan sektor swasta

(mangga kering dan jus mangga, pemasaran)

Seluruh model diharapkan untuk memberikan kontribusi dalam mengentaskan kemiskinan secara langsung atau tidak langsung di seluruh lapisan masyarakat. (5.1.2)

98. Langkah perbaikan dalam bidang keuangan diklasifikasikan dalam tiga kelas yaitu sebagai berikut:

Tabel S-7 Langkah Perbaikan dan Model Usaha bagi Keuangan • Model Pembentukan LKM

Berbasis Masyarakat: Bagi Kelompok Tani yang tidak aktif, ketua kelompok yang mendominasi pengelolaan kelompok, dan anggota kelompok berperilaku pasif

• Model Pembentukan LKM Mandiri:

Bagi Kelompok Tani yang melakukan kegiatan simpan pinjam dan memiliki kegiatan kelompok yang aktif

• Model Penguatan Fungsi Koperasi yang sudah terbentuk:

Bagi Kelompok Tani dimana koperasi sudah dibentuk

Hal lain yang penting adalah untuk melibatkan pihak perantara dan pengepul dalam LKM untuk berbagi informasi mengenai keinginan konsumen akan suatu produk. Saat ini petani berada dalam posisi lemah melawan perantara dan pengepul dalam penentuan harga dan transaksi produk. Bagi kelancaran pemasaran produk, informasi pemasaran sangat dibutuhkan petani dan berbagi informasi akan menguntungkan kedua pihak, petani dan pedagang. (5.1.3)

Page 44: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 31

99. Pada tingkat Kelompok Tani, pengolahan dan keuangan sangat berhubungan erat, yang membutuhkan hubungan antara model usaha. Hubungan dan pengaruhnya tersebut diilustrasikan dalam Gambar S-15 hingga Gambar S-18:

Budi Daya

Makmur Jaya

Model ManggaPengolahan Buah dan Pemasaran

dengan Perusahaan Swasta

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & PemasaranModel Usaha

Keuangan Mikro

Pembentukan LKM Mandiri

Keterlibatan Anggota Masyarakat

Kluster Pengolahan Mangga

Pengaruh Hubungan

Kab. Kediri

Gambar S-17 Hubungan Pengolahan Mangga dengan Model Usaha Keuangan

Andayarasa

Binakarya

Linggasari 2

Mitra Binangkit

Delima 2

Ubi Jalar Model 1Pengolahan dan Pemasaran

Produk Primer

Ubi Jalar Model 2Pengolahan dan Pemasaran

Makanan Industri Rumah Tangga

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & PemasaranModel Usaha

Keuangan Mikro

Pendaftaran Sebagai Badan Usaha (UKM)

Pembentukan LKM Mandiri

Pembentukan LKM Berbasis Masyarakat

Pembentukan LKM Mandiri

Perluasan Pengolahan Produk Primer

Kluster PengolahanUbi Jalar

Perluasan PengolahanMakanan Industri Rumah

Tangga↓

Keterlibatan Anggota Masyarakat dalam Usaha

Pengaruh Hubungan

Kab. Kuningan & Majalengka

Gambar S-16 Hubungan Pengolahan Ubi Jalar dengan Model Usaha Keuangan

Tigan Mekar

Bebek Jaya

Sigranala Indah

Lestari Sejahtera

Karya Tani

Tani Mulyo

Industri Itik Model 1Perluasan Skala Usaha dan

Pembaruan Teknologi

Industri Itik Model 1Perluasan Skala Usaha &

Penguatan Industri Itik(Uji Coba Teknologi Baru)

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & Pemasaran

Penguatan Koperasi yang sudah Terbentuk

Pembentukan LKM Berbasis Masyarakat

Model Usaha Keuangan

Pembentukan LKM Mandiri

Pembentukan KSU

Industri Itik Model 2Perluasan Skala Usaha &

Penguatan Industri Itik

Perluasan dan Pengembangan Industri

Usaha Itik↓

Keterlibatan Anggota Masyarakat dalam Usaha

Perluasan Kerjasama Kelompok Tani

Keterlibatan Anggota Masyarakat dalam Usaha

Pengaruh Hubungan

Industri Itik Model 2Perluasan Skala Usaha &

Penguatan Industri Itik

Kab. Mojokerto

Kab. Cirebon

Gambar S-15 Hubungan Industri Itik dengan Model Usaha Keuangan

Page 45: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 32

Pengaruh dari hubungan tersebut diasumsi sebagai: (i) LKM akan memfasilitasi Kelompok Tani dalam meningkatkan dan mengembangkan kegiatan agribisnis mereka, (ii) kegiatan dalam hubungan ini akan memberikan lingkungan dan kondisi bagi Kelompok Tani untuk menciptakan pola pikir usaha mereka, (iii) LKM akan menyediakan akses keuangan yang lebih sesuai kepada anggota masyarakat yang saat ini belum mendapatkan cukup akses, dan (iv) LKM akan terlibat dengan anggota masyarakat di sekitar Kelompok Tani, dan beberapa anggota diharapkan untuk bergabung atau memulai usaha pengolahan. (5.1.4)

100. Seminar sosialisasi diselenggarakan di lima kabupaten dengan tujuan untuk mengumpulkan pendapat seluruh pemangku kepentingan di bidang pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan yang diperlukan dalam penyusunan rancangan rekomendasi kebijakan dari model implementasi. Para peserta di setiap seminar terdiri dari pihak DEPTAN, Dinas Propinsi dan Dinas Kabupaten, anggota Kelompok Tani terpilih, Bank dan sebagainya. Melalui rangkaian seminar tersebut, rancangan ide dalam peningkatan pendapatan petani melalui pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan dipresentasikan oleh Tim kami dan didiskusikan bersama seluruh peserta. Meskipun sedikit ada perbedaan di antara seminar dan kelompok, para peserta secara keseluruhan paham dan setuju akan rancangan pendekatan perbaikan dan model implementasi yang diajukan Tim kami. (5.2)

101. Seluruh skema model bagi pengolahan dan pemasaran tersebut rencananya akan dilaksanakan selama lima tahun dari 2007 sampai 2012 seperti dijelaskan pada Gambar S-19 dibawah ini.

2007 2008 2009 2010 2011 20121. Persiapan

(1) Perekrutan Universitas/BDS(2) Sosialisasi dan Penyadaran Masyarakat(3) Penilaian Kelembagaan & Survei Pemasaran(4) Pembelian dan Instalasi Fasilitas

2. Operasional(1) Produksi/Pengolahan(2) Pemasaran(3) Program Pelatihan (pengolahan dan pemasaran)

3. Pengawasan dan Evaluasi(1) Pengawasan dan Bantuan Teknis

(Pendampingan dari BDS/Universitas)(2) Evaluasi (Deptan/LSM, Evaluasi bersama)

Ulasan Teknis dan Tindak Lanjut

Gambar S-19 Jadwal Implementasi Skema Model bagi Pengolahan dan Pemasaran

Kelompok TaniModel Usaha

Pengolahan & PemasaranModel Usaha

Keuangan Mikro

Pembentukan LKMGabungan KPK & LKM dibaw ah P4K

Penguatan Sektor Agribisnis

Keterlibatan Anggota Masyarakat

Pembentukan Kluster Pengolahan

Pengaruh Hubungan

Jawa Barat & Jawa Timur

Gambar S-18 Hubungan Kegiatan Peningkatan Pendapatan dengan Model Usaha Keuangan

Socialization Workshop at Kabupaten Mojokerto

(Date: February 21st, 2007)

Page 46: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 33

Pekerjaan persiapan proyek akan dimulai dengan merekrut universitas/BDS untuk memberikan dukungan teknis bagi Kelompok Tani yang diikuti oleh sosialisasi dan kepedulian publik, penilaian kelembagaan dan survei pemasaran dan fasilitas pengadaan. Selama operasional produksi/pengolahan dan pemasaran, program pelatihan akan diselenggarakan secara berkala. Sedangkan untuk monitoring dan evaluasi akan dilaksanakan oleh DEPTAN dan LSM untuk mempersiapkan kajian yang efektif dan rekomendasi serta memastikan adanya transparansi. (5.2.3)

102. Untuk model implementasi skema keuangan, Studi berfokus pada aspek “Keuangan Pedesaan: meningkatkan aksesibilitas terhadap keuangan.” Penguatan Embrio Lembaga Keuangan Mikro Pedesaan Non-Bank (Embrio LKM Pedesaan) dikembangkan dari KPK yang dibentuk dibawah proyek sebelumnya, yang menargetkan 10 Embrio LKM Pedesaan, Gabungan LKM di 5 kabupaten contoh.

Model ini bertujuan untuk mengembangkan Embrio LKM dengan menggunakan pengalaman yang diperoleh dari program-program sebelumnya dalam mendukung petani kecil melalui usaha mikro guna: (i) meningkatkan pendapatan dan mengembangkan aset dari anggota Embrio LKM Pedesaan, (ii) memperkuat kapasitas Embrio LKM Pedesaan untuk menjadi bank masyarakat yang sesungguhnya di daerah terpencil, dan (iii) membentuk Embrio LKM Pedesaan yang mendukung mekanisme di kabupaten. Jadwal

implementasi dijelaskan pada Gambar S-20.

Model tersebut akan dimulai dari seleksi dan penilaian pada Embrio LKM Pedesaan sasaran, survei baseline, sosialisasi dan pengembangan kemampuan bagi petugas administrasi skema kredit, dukungan modal kerja dalam bentuk pinjaman dari dana bergulir di BPD untuk meningkatkan aset bagi rumah tangga pedesaan yang terlibat dan memupuk modal bagi Embrio LKM Pedesaan, bagi dukungan infrastruktur. Implementasi dijadwalkan selama 5 tahun dari tahun 2007 sampai 2008. Proyek ujicoba ini diharapkan sebagai model bagi perbaikan akses kredit petani yang berorientasi usaha di daerah pedesaan. Untuk jangka panjang, model tersebut akan direplikasi ke daerah/propinsi lain, khususnya daerah terpencil. (5.4)

2008 2009 2010 2011 2012(i) Seleksi Target

(ii) Survei Baseline

(iii) Loka Karya Awal

(iv) Peningkatan Kapasitas

(v) Dukungan Modal Kerja (Pinjaman)

(vi) Pembinaan yang berkesinambungan

Koordinasi dengan Dinas terkait (Perindustrian & Perdagangan, Koperasi, dll.)

(vii) Evaluasi Tengah-Termin, Evaluasi Akhir & Loka Karya Penutupan

2007

Gambar S-20 Jadwal Implementasi Skema Keuangan

Page 47: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 34

103. Pengembangan kemampuan bagi pelaksanaan model yang diajukan akan melibatkan: (i) Pengembangan Kelembagaan Masyarakat dan (ii) Pengembangan Teknis. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat bertujuan: (i) untuk memberikan fasilitasi kemampuan berbasis desa, khususnya Kelompok Tani dalam meningkatkan diseminasi layanan penyuluhan lapangan bagi masyarakat melalui pelatihan bagi anggota Kelompok Tani, (ii) untuk mempersiapkan proposal Kelompok Tani dan proses pelelangan proyek untuk memfasilitasi keterlibatan anggota kelompok dalam identifikasi masalah, perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan produksi dan pengolahan, (iii) untuk memimpin kolaborasi kerjasama dengan lembaga-lembaga masyarakat seperti lembaga desa, lembaga keuangan, lembaga pemerintah, lembaga swasta/usaha dan lembaga keagamaan. Dengan diperkenalkannya layanan BDS dan/atau universitas, pengembangan teknis akan dilaksanakan dengan tujuan (i) untuk memperkuat kemampuan teknis Kelompok Tani dalam bidang produksi, pengolahan dan pemasaran dari komoditas contoh, dan (ii) menciptakan hubungan antara BDS/universitas dalam memperbarui program-program pelatihan secara berkesinambungan. (5.2.4)

104. Pengawasan dan evaluasi berperan penting dalam memahami tingkat kemajuan serta hambatan yang ada secara berkala. Hasilnya yang didapat dari kegiatan pengawasan dan evaluasi tersebut akan memberikan informasi yang berguna bagi operasional dan pengelolaan proyek yang ada atau proyek yang akan datang. Selain itu, penting pula untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan dan evaluasi bagi pemberdayaan masyarakat, karena pengembangan kemampuan masyarakat dan/atau anggota Kelompok Tani sebagai pelaku utama dalam promosi kegiatan pengolahan dan pemasaran, diharapkan dapat dilakukan melalui pengawasan dan evaluasi kegiatan mereka sendiri serta diharapkan untuk dapat mempersiapkan rekomendasi berdasarkan proses tersebut. Kegiatan pengawasan dan evaluasi bersama antara DEPTAN, LSM dan anggota Kelompok Tani juga diajukan. Jadwal implementasi dijelaskan dalam Gambar S-14, dimana pengawasan dilakukan selama berjalannya proyek, sedangkan evaluasi dilakukan setiap tahun bersama oleh DEPTAN dan LSM dengan mengkaji ulang teknis dan tindak lanjut yang akan didukung oleh BDS/universitas. Mekanisme Pengembangan Kemampuan, Pengawasan dan Evaluasi diilustrasikan pada Gambar S-21 berikut ini:

Petugas Penyuluh Lapangan (PPL)

Administrasi Desa Dusun, RW, RT

Dinas Kabupaten

Pemerintah Kabupaten

Departemen Pertanian

Dinas Propinsi

Penyedia Layanan BDS (Lembaga, Universitas,

konsultan, LSM)

Tim Pelatihan

Pihak Ketiga(Universitas, Konsultan, LSM)

Pelatihan

Gabungan(Asosiasi)

Kelompok Tani

AnggotaAnggota

AnggotaAnggota

Anggota

Kelompok Petani Kecil

AnggotaAnggota

AnggotaAnggota

Anggota

Umpan Balik Pengawasan

Evaluasi

Unit PelatihanBDS+PPL

Gambar S-21 Mekanisme Pengembangan Kemampuan, Monitoring dan Evaluasi

Page 48: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 35

Pemikiran awal dari indikator kegiatan pengawasan dan evaluasi terdiri dari: (i) indikator operasional dan (ii) indikator pengaruh. Indikator operasional dapat dipisahkan menjadi tiga yaitu: indikator organisasi, indikator teknis dan indikator social dan lingkungan. Indikator operasional menunjukkan hasil langsung yang harus diperoleh dari kegiatan yang diajukan sedangkan indikator pengaruh menunjukkan konsekuensi dari hasil langsung di masa depan. (5.2.5)

Page 49: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 36

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

105. Dari sudut pandang sistem agribisnis, pengolahan hasil pertanian dimasukkan ke dalam subsistem pengolahan dan pemasaran, dan pendapatan langsung dari rumah tangga pertanian diharapkan datang dari subsistem agribisnis tersebut. Selain itu, keuangan mikro pedesaan bukan merupakan kegiatan menghasilkan pendapatan, tetapi agribisnis pendukung subsistem yang menciptakan “faktor pendukung usaha” di daerah pedesaan. Keuangan mikro pedesaan juga memberikan layanan keuangan untuk memenuhi berbagai permintaan petani dan rumah tangga pedesaan di masyarakat pedesaan, dimana layanan

keuangan sulit untuk diakses.

106. Setelah model yang diajukan diatas dilaksanakan, pengaruh langsung dari kegiatan pengolahan hasil pertanian diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan menjadi sebesar Rp.4.8 juta per tahun dari total jumlah 335 anggota rumah tangga di 13 Kelompok Tani. Dari hubungan dengan LKM atau penguatan koperasi, perbaikan tingkat kemandirian petani diharapkan dicapai melalui peningkatan aset dan pembentukan modal sendiri agar dapat mengakses keuangan komersial setelah berakhirnya proyek dalam 5 tahun. Dari hubungan tersebut, pengaruh tidak langsung diharapkan terjadi pada 4,200 rumah tangga di masyarakat dimana 48% atau 2000 rumah tangga hidup dalam kemiskinan.

107. Beberapa dari rencana implementasi tersebut diharapkan untuk dapat dilaksanakan di bawah skema Second Kennedy Round-Counterpart Fund (SKR-CF) tahun 2007 dan 2008. Sedangkan model usaha dan hubungan antara pengolahan dan keuangan diharapkan pula untuk dapat direplikasi ke daerah lain dan komoditas lain melalui modifikasi model dan prosedur. Dengan demikian, berbagai pengalaman dan implikasi yang telah diperoleh selama Studi ini, dapat bermanfaat dalam kelancaran pelaksanaan proyek. Aspek-aspek penting diilustrasikan pada Gambar S-23 sebagai rekomendasi kebijakan yang dijelaskan berikut ini.

Wilayah Studi: 5 Kabupaten Pengolahan & Pemasaran(Peningkatan Pendapatan)

Keuangan Mikro Pedesaan(Kondisi yang Mendukung)

Industri Itik2 Model Usaha

Pengolahan Ubi Jalar 2 Model Usaha

Pengolahan Mangga 1 Model Usaha

Model LKM Mandiri

Model Penguatan Koperasi yang sudah terbentuk

Model LKM Berbasis Masyarakat

13 Kelompok Tani yang terseleksi

Gabungan KPK dibawah P4K

Masyarakat Pedesaan

Gambar S-22 Model Usaha Keuangan Mikro Pedesaan dan Pengolahan & Pemasaran

Page 50: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 37

108. Dalam proses implementasi, replikasi dan perluasan model usaha, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana yang dilakukan DEPTAN. Tabel S-8 Aspek Penting dalam Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi 1

Seleksi Kelompok, Pengawasan, dan Keterlibatan Masyarakat

• Melakukan seleksi kelompok yang sudah melakukan kegiatan simpan pinjam

• Keterlibatan masyarakat di dalam kegiatan untuk meningkatkan kesinambungan

• Memanfaatkan pihak ketiga yang independen dari keterlibatan langsung dalam kegiatan pengawasan dan evaluasi

Rekomendasi 2

Teknologi Pengolahan & Komoditas Lain dan Kerjasama Pemasaran

• Persiapan arah dan strategi dengan menggunakan teknis analisa seperti Analisa Rantai Nilai, Analisa SWOT, Bauran Pemasaran (Market Mix) dan sebagainya

• Keterlibatan perantara dan pengepul dalam Embrio LKM untuk mendapatkan efek penggandaan

Rekomendasi 3

Business Development Services (BDS)

• Mendukung Kelompok Tani khususnya dalam keuangan, pengelolaan kelompok, teknologi pengolahan, pengaturan pemasaran, koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan dengan menggunakan exit strategy yang tepat, guna meningkatkan inisiatif dan kemampuan kelompok

• Perlunya untuk mempersiapkan daftar nama penyedia layanan BDS pada tingkat kabupaten dan propinsi yang disertai informasi hasil kinerja mereka

Rekomendasi 4

Dukungan Modal bagi Pengembangan Kemampuan dengan Komponen Peningkatan Aset

• Dukungan modal harus dalam bentuk pinjaman dari bank, bukan dana bergulir yang diberikan langsung kepada Kelompok Tani

• Tabungan terbekukan akan meningkatkan aset Kelompok Tani dengan memanfaatkan suku bunga

• Memberikan pelatihan dalam pengelolaan keuangan bagi petani

13 Kelompok Tani yang terseleksi

Daerah Penelitian: 5 Kabupaten

Gabungan KPK dibawah P4K

Keuangan Mikro Pedesaan(Kondisi yang Mendukung)

Industri Itik 2 Model Usaha

Pengolahan Ubi Jalar 2 Model Usaha

Pengolahan Mangga Model Usaha

Model LKM Mandiri

Model Penguatan Koperasi yang sudah terbentuk

Model LKM berbasis Masyarakat

Rekomendasi 1Seleksi Kelompok, Pengawasan dan

Peran Serta Masyarakat

Rekomendasi 2Teknologi Pengolahan &

Komoditas Laindan

Kerjasama Pemasaran

Rekomendasi 5Replikasi Model Usaha

Rekomendasi 3Business Development

Services (Pendampingan)

Masyarakat Pedesaan

Pengolahan & Pemasaran(Meningkatkan Pendapatan)

Rekomendasi 4Dukungan dari

Pemerintah Daerah

Gambar S-23 Ringkasan Aspek Penting bagi Rekomendasi Kebijakan

Page 51: STUDI MENGENAI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI: …Tahap-3: Pelaksanaan hubungan antara model usaha dengan pengolahan hasil pertanian dan keuangan. Tahap-1 Langkah Perbaikan (dijelaskan

Ringkasan Elsekutif

S - 38

Rekomendasi 5

Dukungan dari Pemerintah Daerah

• Dinas Kabupaten berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung sebagai kunci bagi keberhasilan implementasi

Rekomendasi 6

Replikasi Model Usaha

• Model replikasi diterapkan dengan pertimbangan biaya dan keuntungan, serta peningkatan aset berdasarkan model implementasi yang diajukan dalam Studi ini