study on the behavior of bats (cynopterus sp.)...

12
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 107 STUDY ON THE BEHAVIOR OF BATS (Cynopterus sp.) AND IDENTIFICATION LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PRACTICE OF SOCIETY ON THE RISK OF TRANSMISSION OF RABIES DISEASE FROM BATS Didik Pramono 1 , Supratikno 2 , Ni Luh Putu Ika Mayasari 3 , Etih Sudarnika 3 , Abdul Zahid Ilyas 3 , Chaerul Basri 3 , Srihadi Agungpriyono 2* , 1 National Zoonosis Center, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University; 2 Departement of Anatomy, Physiology and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University; 3 Departement of Animal Diseases and Veterinary Public Health, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University ABSTRAK About 75% of contagious diseases in the world were classified as zoonoses. One of among wild animals suspected to spread the disease is the fruit bats (Cynopterus sp.). Research in Vietnam showed that 24.5% from 789 samples were positive for antibodies of Lyssavirus (Marini et al. 2014). In Cambodia, about 14.7% of 1303 bats serum showed positive of antibody of lyssaviruses (Reynes et al. 2004). Surveillance in Thailand in 2002 and 2003 collected 932 bats and 16 samples had detectable antibodies of Aravan virus, Khujand virus, Irkut virus, or Australia Bat Lyssavirus (Lumlertdacha et al., 2005). In the Philippines, 231 bats serum were tested, about 9.5% serums were positive for antibodies to ABLV (Arguin et al. 2002). In Indonesia, not many information about possibility rabies virus transmission from bats to human. The objectives of this research were to study of behavior of fruit bats (Cynopterus sp.) and to identify level of knowledge, attitudes, and behaviour of villagers that related to rabies and fruit bats. The study were conducted in Leuwisancang national conservation area in Garut, West Java, Indonesia. Behavioral observations were done started from sunrise to sunset and at nigh thet using two methods: the focal sampling technique and scan sampling technique. To identify the difference of villagers behaviour in response to the bats, the data were collected by direct interview techniques to 150 respondents using a structured questionnaire with closed questions model. A questionnaire consists of four parts, these are the identity of respondents, questions related to practices (actions), knowledge and attitudes in response to the bats and its relation with transmition of rabies disease. The results on the behavioral study showed that sleep was dominant activity of bats

Upload: vannguyet

Post on 29-May-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 107

STUDY ON THE BEHAVIOR OF BATS (Cynopterus sp.) AND

IDENTIFICATION LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PRACTICE OF

SOCIETY ON THE RISK OF TRANSMISSION OF RABIES DISEASE FROM

BATS

Didik Pramono1, Supratikno2, Ni Luh Putu Ika Mayasari3, Etih

Sudarnika3, Abdul Zahid Ilyas3, Chaerul Basri3, Srihadi Agungpriyono2*,

1 National Zoonosis Center, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor

Agricultural University; 2Departement of Anatomy, Physiology and

Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University; 3Departement of Animal Diseases and Veterinary Public Health, Faculty of

Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University

ABSTRAK

About 75% of contagious diseases in the world were classified as

zoonoses. One of among wild animals suspected to spread the disease is the

fruit bats (Cynopterus sp.). Research in Vietnam showed that 24.5% from 789

samples were positive for antibodies of Lyssavirus (Marini et al. 2014). In

Cambodia, about 14.7% of 1303 bats serum showed positive of antibody of

lyssaviruses (Reynes et al. 2004). Surveillance in Thailand in 2002 and 2003

collected 932 bats and 16 samples had detectable antibodies of Aravan virus,

Khujand virus, Irkut virus, or Australia Bat Lyssavirus (Lumlertdacha et al.,

2005). In the Philippines, 231 bats serum were tested, about 9.5% serums

were positive for antibodies to ABLV (Arguin et al. 2002). In Indonesia, not

many information about possibility rabies virus transmission from bats to

human. The objectives of this research were to study of behavior of fruit bats

(Cynopterus sp.) and to identify level of knowledge, attitudes, and behaviour

of villagers that related to rabies and fruit bats. The study were conducted in

Leuwisancang national conservation area in Garut, West Java, Indonesia.

Behavioral observations were done started from sunrise to sunset and at

nigh thet using two methods: the focal sampling technique and scan sampling

technique. To identify the difference of villagers behaviour in response to the

bats, the data were collected by direct interview techniques to 150

respondents using a structured questionnaire with closed questions model. A

questionnaire consists of four parts, these are the identity of respondents,

questions related to practices (actions), knowledge and attitudes in response

to the bats and its relation with transmition of rabies disease. The results on

the behavioral study showed that sleep was dominant activity of bats

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 108

behavioral in roosting site during the day. Bats also carry out other activities

such as self grooming, moving and flapping wings. The most activity that was

rarely done during this period were mating. The bats activities were mostly

in the roosting site suggest a possibility to transmitting virus among

individuals in their group. Bats generally fly into village throughout the year,

especially during the fruit season. Villagers ever had contact with bats,

suggest a possibility of transmision of diseases such as rabies from bats.

However, there was not much information regarding any direct contact

between bats with other animals in village such as dogs, cattle and other

livestock.

Keywords: Bat, Behaviour, Garut, Rabies, Virus,

PENDAHULUAN

Sebanyak 75% dari penyakit menular tergolong zoonosis. Salah satu

hewan liar yang berperan dalam penyebaran penyakit adalah kelelawar. Di

Vietnam tahun 2011 dari 926 kelelawar dilakukan pengujian 789 sampel

serum menunjukkan 24.5% positif memiliki antibodi terhadap lyssavirus

(Marini et al. 2014). Di Kamboja, dari 1303 kelelawar antibodi terhadap

lyssavirus terdeteksi pada 14.7% dari sampel serum (Reynes et al. 2004). Di

Thailand pada tahun 2002 dan 2003 dari 932 kelelawar, dengan uji

netralisasi virus sebanyak 16 sampel terdeteksi memiliki antibodi terhadap

virus Aravan, virus Khujand, virus Irkut, atau Australia Bat Lyssavirus

(Lumlertdacha et al. 2005). Di Filipina, dari 231 serum kelelawar yang diuji,

9.5% positif mengandung antibodi terhadap ABLV (Arguin et al. 2002).

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah endemis Rabies di

Jawa Barat. Kasus rabies di Kabupaten Garut sejak tahun 2005 sampai

dengan 2013 sebanyak 60 kasus gigitan anjing pembawa rabies. Fokus

pengendalian rabies yang selama ini dilakukan adalah pengendalian dengan

eliminasi dan vaksinasi anjing. Penelitian terhadap kelelawar sebagai

pembawa lyssavirus penyebab rabies masih sedikit sekali dilakukan di

Indonesia. Kelelawar hampir sepanjang tahun memasuki kawasan

pemukiman manusia terutama saat musim buah untuk mencari makan.

Selama masuk ke area pemukiman, kelelawar dapat berkontak dengan

masyarakat karena kadang tertangkap atau dikonsumsi. Penelitian ini

bertujuan mempelajari tingkah laku kelelawar pemakan buah (Cynopterus

sp.) pada tempat istirahatnya dan mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan

perilaku masyarakat berkaitan dengan rabies dan kelelawar pemakan buah.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 109

METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada periode Mei-

Juni 2016.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian yaitu yaitu Teropong,

kamera, stopwatch, counter, lembar data, kuisioner, dan GPS.

Metode Penelitian

Penelitian tingkah laku kelelawar (Cynopterus sp.)

Pengamatan dilakukan pada dua lokasi yaitu di roosting site pada

siang hari dimulai pada pukul 10.00 hingga sore pukul 17.00, serta dilakukan

juga pengamatan pada pukul 03.00 hingga sore pukul 18.00 dan malam hari

di sekitar rumah penduduk. Pengamatan dilakukan secara focal sampling

technique dan scan sampling technique. Focal sampling technique untuk

melacak dan mencatat perilaku satu individu kelelawar pada waktu tertentu.

Satu sesi berlangsung selama 1 jam selanjutnya waktu istirahat selama 30

menit bagi peneliti. Scan sampling technique untuk mendapatkan banyak

data pada waktu yang singkat, selama setiap 15 menit. Pengamatan

dilakukan dengan memilih satu gerombolan kecil agar mudah diamati.

Kelelawar pemakan buah tidak terganggu dengan kehadiran peneliti

sehingga pengamatan dilakukan pada jarak yang sangat dekat (sekitar 4-6 m

dari roosting site).

Penelitian identifikasi Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik

Masyarakat terhadap Keberadaan Codot dan Risiko Penularan Rabies

Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal

disekitar area di sekitar tepat istirahat kelelawar (seperti RT, RW, Tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda karang taruna, Kader posyandu,

Orang yang bekerja sebagai petani, peternak, dan nelayan). Responden

diambil dari 3 kategori jarak tempat tinggal yang berbeda, yaitu pada radius

kurang dari 1 km (50 responden), radius 1-5 km (50 responden) dan radius

5-10 km (50 responden). Penentuan batas dari masing-masing area tersebut

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 110

ditentukan dengan menarik garis lurus dari batas terluar area roosting

dengan menggunakan program google earth. Data dikumpulkan dengan

wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang

digunakan model pertanyaan tertutup. Kuisioner terdiri atas 4 bagian yaitu

identitas responden, pertanyaan terkait praktik (tindakan), pengetahun dan

sikap respon terhadap kalong dan penyakit terkait rabies yang ditularkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tingkah Laku Kelelawar (Cynopterus sp.)

Pengamatan di Roosting Site

Berdasarkan hasil pengamatan, kelelawar pemakan buah ini memiliki

habitat roosting site pada siang hari di tebing batu di pesisir pantai. Kelelawar

hidup bergerombol. Kelelawar menggantung di tebing batu dengan sangat

dan tidak mudah untuk pengamatan focal sampling. Menurut Kurz (1982);

Murray dan Kurta (2004), kelelawar sering tinggal di gua, bebatuan pohon

atau sering berpindah sesuai dengan kebutuhan. Lokasi yang paling sering

dipilih kelelawar yaitu pohon atau kanopi dengan temperatur yang baik.

Pemilihan roosting site didasarkan pada upaya untuk menghindari predator

atau mendapatkan keadaan temperatur yang sesuai kebutuhan tubuh.

Beberapa fungsi roosting site yang digunakan oleh kelelawar pada siang hari

antara lain, fasilitas interaksi sosial, perlindungan dari predator atau cuaca

buruk, untuk defekasi atau membuang kotoran, dan transfer informasi

tentang tempat makanan (Kurz 1982; Murray dan Kurta 2004). Aktivitas

kelelawar yang diamati sangat beragam, mulai dari tidur, kawin, berkelahi,

mengepakkan sayap hingga tidur.

Focal Sampling Technique

Berdasarkan data (Tabel 1) dan analisis dengan Uji Statistika Mann-

Whitney didapat bahwa perilaku yang dilakukan pada siang hari berbeda

nyata (p<0.05). Uji Statistika Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui

perbedaan perilaku antara kelelawar jantan dan betina. Perilaku dominan

kelelawar pada siang hari di roosting site tepian tebing yaitu tidur dengan

rataan waktu 846.8 detik per kelelawar. Hal ini sesuai dengan yang

dilaporkan Kunz (1982); Murray dan Kurta (2004) bahwa kelelawar akan

menghabiskan waktu hingga 10-12 jam per hari untuk beristirahat atau

menggantung di roosting site.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 111

Tabel 1 Hasil analisa mean, standard deviasi data kelelawar focal sampling

technique

No

. Perilaku

Jumla

h

Mean

(detik

)

Std.Deviatio

n

(detik)

Minimu

m

(detik)

Maximu

m

(detik)

1. Berpindah 10 106.3 307.0 5.0 980.0

2. Tidur 32 846.8 861.5 60.0 3300.0

3. Melebarkan

sayap

19 28.5 65.8 2.0 240.0

4. Melihat

sekitar

24 436.3 460.0 3.0 1800.0

5. Waspada 5 43.6 53.5 3.0 120.0

6. Ekskresi 2 33.5 40.3 5.0 62.0

7. Terbang 3 1620.0 468.6 1080.0 1920.0

8. Self-

grooming

32 221.3 322.6 2.0 1440.0

9. Mengepaka

n sayap

24 12.2 35.3 2.0 163.0

10. Mutual-

grooming

5 38.4 51.1 4.0 120.0

11. Bermain 15 32.9 71.0 2.0 274.0

12. Menggigit 11 3.2 2.4 2.0 10.0

13. Mengejar 1 3.0 3.0 3.0

14. Suara yang

agresif

2 2.5 0.7 2.0 3.0

15. Sayap

dikibaskan

agresif

1 3.0 3.0 3.0

16. Memukul 5 4.0 1.4 2.0 5.0

Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan perilaku

antara kelelawar pada setiap kelompok waktu. Kelompok waktu dibedakan

menjadi 4 kelompok yaitu kelompok 1: 05:00 – 06.55, kelompok 2: 07.00 –

11.55, kelompok 3: 12.00 – 14.55 dan kelompok 4: 15.00 – 17.55.

Berdasarkan hasil pengamatan yang diuji didapat bahwa kelelawar dominan

beraktivitas pada kelompok waktu 4 yaitu pukul 15.00 – 17.55. Perilaku yang

dilakukan pada kelompok waktu 4 yaitu berpindah, tidur, melebarkan sayap,

melihat sekitar bersantai, waspada, self-grooming, mengepakkan sayap dan

menggigit. Kelelawar dominan beraktivitas pada kelompok waktu 4

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 112

dimungkinkan kelelawar mulai mempersiapkan diri untuk aktivitas utama di

malam hari seperti mencari makan yang mengindikasikan kelelawar sebagai

kelompok hewan nokturnal. Pada penelitian ini pengamatan pada kelompok

waktu 1 tidak dapat dilakukan karena kendala cuaca, pasang surut air laut,

lokasi dan lingkungan.

Scan Sampling Technique

Scan sampling technique dilakukan untuk mendapatkan data secara

cepat pada waktu yang ditentukan. Berdasarkan data yang disajikan (Tabel

2) didapat informasi bahwa tidur merupakan aktivitas dominan yang

dilakukan kelelawar, sebanyak 58 kali dan aktivitas yang paling jarang

dilakukan yaitu kawin (1 kali). Data yang didapat menggunakan scan

sampling technique diuji dengan Uji Statistika Kruskal Wallis untuk

mengetahui perbedaan perilaku antara kelelawar pada setiap kelompok

waktu. Data Scan sampling technique dikelompokkan menjadi 4 kelompok

waktu yaitu kelompok 1: 05:00 – 06.55, kelompok 2: 07.00 – 11.55, kelompok

3: 12.00 – 14.55 dan kelompok 4: 15.00 – 17.55. Berdasarkan hasil uji pada

kelompok waktu 2 dominan melakukan aktivitas merawat anak. Pada

kelompok waktu 3, dominan melakukan aktivitas ekskresi, waspada dan

mutual grooming. Pada kelompok waktu 4 adalah kelompok waktu kelelawar

banyak melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas dominan yang dilakukan

kelelawar yaitu bermain, agresi, mengepakkan sayap, berpindah, dan

melebarkan sayap.

Tabel 2 Hasil analisa mean, standard deviasi data kelelawar scan sampling

technique

No.

Perilaku Jumlah Mean

(ekor)

Std.

Deviation

(ekor)

Minimum

(ekor)

Maximum

(ekor)

1. Tidur 58 18 9 3 36

2. Self-Grooming 55 10 6 1 35

3. Melebarkan

sayap

34 4 3 1 15

4. Berpindah 55 10 7 1 27

5. Mengepakkan

sayap

51 7 4 1 18

6. Ekskresi 15 2 1 1 5

7. Waspada 5 3 2 1 5

8. Relaks 34 8 7 1 24

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 113

9. Agresi 25 3 1 1 6

10. Courtship 2 4 3 2 6

11. Kawin 1 1 1 1

12. Merawat anak 4 2 1 1 4

13. Bermain 27 4 2 1 11

14. Mutual

grooming

11 4 1 3 6

Pengamatan di Sekitar Rumah Penduduk

Berdasarkan hasil pengamatan didapat informasi bahwa kelelawar

yang terlihat ada yang sedang menggantung di ranting pohon, ada yang

terbang di antara pohon dan ada juga yang sedang makan buah kapuk yang

masih muda. Menurut masyarakat, pada musim buah akan banyak kelelawar

yang berdatangan di sekitar rumah. Jumlah kelelawar yang sedikit pada saat

pengamatan ini mungkin disebabkan pada waktu itu bukan merupakan

musim buah. Buah pada pohon belum matang dan masih dalam fase bunga.

Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktek Masyarakat terhadap

Keberadaan Kelelawar dan Risiko Penularan Rabies

Survei yang dilakukan pada penelitian ini telah melakukan wawancara

dengan menggunakan kuesioner terhadap masyarakat yang tinggal dengan

jarak < 1 km, 1-5 km dan 5-10 km dari area yang merupakan tempat tinggal

kelelawar.

Tingkat Pengetahuan Masyarakat

Tingkat pengetahuan masyarakat sekitar mengenai keberadaan

kelelawar dan risikonya dalam menularkan penyakit rabies disajikan pada

Tabel 3. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar (56%) masyarakat

memiliki tingkat pengetahuan yang buruk, sedangkan 35.3% memiliki

tingkat pengetahuan berkategori sedang dan hanyak 8.7% yang memiliki

pengetahuan berkategori baik.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 114

Tabel 3 Tingkat pengetahuan (knowledge) masyarakat mengenai kelelawar

dan rabies

Tingkat Pengetahuan Jumlah Persen

Buruk 84 56

Sedang 53 35.3

Baik 13 8.7

Tingkat Sikap

Tingkat sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap

keberadaan kelelawar dan risikonya dalam menyebarkan penyakit rabies

dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil survei menunjukkan hanya 10% dari

masyarkat yang memiliki sikap positif terhadap keberadaan kelelawar dan

risikonya terhadap penularan penyakit rabies. Sebagain besar masyarakat

(50.7%) memiliki sikap yang negatif dan 39.3% lainnya memiliki sikap yang

netral terhadap hal tersebut.

Tabel 4 Tingkat Sikap (attitude) Masyarakat mengenai Kelelawar dan Rabies

Tingkat sikap Jumlah Persen

Negatif 76 50.7

Netral 59 39.3

Positif 15 10.0

Hubungan kelelawar dengan komunitas

Hasil yang didapatkan (Tabel 5) menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat memiliki pohon buah disekitar pemukimannya dan biasa melihat

kelelawar di sekitar pohon buah yang dimilikinya. Kelelawar biasanya masuk

ke pemukiman sepanjang tahun dan terutama pada musim buah-buahan

pada pada pohon yang ada di dalam pemukiman tersebut. Jumlah kelelawar

yang masuk ke dalam pemukiman setiap malam saat musim buah dapat

mencapai lebih dari 10 ekor. Sebagian besar masyarakat membiarkan saja

kelelawar masuk dan mengonsumsi buah-buahan yang dimilikinya. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada sebagian (67%) masyarakat yang

mengaku sering berkontak dengan kelelawar. Kontak yang umumnya terjadi

adalah memegang dan mengkonsumsi. Masyarakat yang sering kontak

dengan kelelawar mayoritas tidak pernah menggunakan alat pelindung diri

yang dapat mencegah tertular penyakit (rabies) dari kelelawar.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 115

Tabel 5 Tingkat hubungan kelelawar dengan komunitas di wilayah

Kabupaten Garut

Variabel Jumlah Persentase

Memiliki pohon buah di sekitar tempat tinggal

Ya 148 98.7

Tidak 2 1.3

Melihat kelelawar menggantung atau makan di pohon buah-

buahan tersebut

Ya 145 96.7

Tidak 5 3.3

Musim kelelawar masuk ke sekitar tempat tinggal

Musim panas 0 0

Musim hujan 0 0

Sepanjang tahun 103 71.0

Tidak tentu, mengikuti musim

buah

42 29.0

Jumlah kelelawar yang sering berkeliaran setiap malam

Sedikit (< 10 ekor) 11 7.6

Banyak (> 10 ekor) 134 92.7

Perlakuan terhadap kelelawar yang berkeliaran di pemukiman

Dibiarkan 136 93.8

Diusir 27 18.6

ditangkap 1 0.7

dibunuh 1 0.7

Kontak antara kelelawar dengan hewan lain

Data di atas menunjukkan bahwa kelelawar yang masuk ke dalam

pemukiman sangat sedikit yang berkontak dengan hewan lain yang ada.

Sebagian masyarakat (32.9%) menyatakan pernah melihat kelelawar

berkontak dengan kelelawar besar (kalong) terutama dalam hal berbagi

makanan yang sama dan bertengger sementara di pohon yang sama, ada

yang pernah melihat kontak dengan anjing, dapat berupa anjing

mengkonsumsi kelelawar yang mati atau jatuh. Masyarakat belum pernah

melihat adanya kontak antara kelelawar dengan hewan ternak seperti sapi,

kambing, domba dan ayam.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 116

Tabel 6 Kontak antara kelelawar dengan manusia

Variabel Jumlah Persentase

Sering berkontak dengan kelelawar

Ya 67 44.7

Tidak 83 55.3

Jenis kontak yang biasa dilakukan

mengusir 16 22.2

memegang 69 95.8

memotong 20 27.8

memasak 20 27.8

mengonsumsi 25 34.7

menjual 5 6.9

Penggunaan alat pelindung diri saat kontak

Ya 3 3.7

Tidak 79 96.3

Tabel 7 Kontak kelelawar dengan hewan lain yang ada di pemukiman

Variabel Jumlah Persentas

e

kelelawar kontak dengan kalong (flying foxes)

ya 47 32.4

tidak 98 67.6

Tipe kontak antara kelelawar dengan kalong

berkelahi 7 14.9

berbagi makanan 38 80.9

berbagi tempat bertengger 38 80.9

Kelelawar kontak dengan anjing

Ya 6 4.0

Tidak 144 96.0

Tipe kontak kelelawar dengan anjing

Berkelahi 0 0

Diburu 2 33.3

dikonsunsi 4 66.7

Anjing diserang kelelawar

Ya 0 0

Tidak 150 100

Melihat atau ada laporan sapi diserang kelelawar

Ya 0 0

Tidak 150 100

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 117

Melihat atau ada laporan hewan lain seperti

kambing, domba atau ayam diserang kelelawar

Ya 0 0

tidak 150 100

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengamatan tingkah laku kelelawar selama siang hari di roosting site

menunjukkan bahwa tidur merupakan aktivitas dominan. Aktivitas antar

individu yang dilakukan di roosting site berisiko saling menularkan penyakit

antar individu dalam kelompok.

Pada malam hari, kelelawar sering memasuki area pemukiman

masyarakat terutama pada saat musim buah. Beberapa orang pernah

berkontak dengan kelelawar yang memasuki pemukimannya. Sejauh ini,

tidak banyak informasi terkait adanya kontak langsung antara kelelawar

dengan hewan lain yang ada di pemukiman seperti anjing, sapi dan hewan

ternak lainnya.

Saran

Perlu peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat di

sekitar tempat istirahat kelelawar terhadap keberadaan kelelawar untuk

menurunkan bahaya risiko tertularnya penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Arguin, PM. Lillibridge KM, Miranda MEG, Smith JS, Calaor AB, Rupprecht CE.

2002. Serologic Evidence of Lyssavirus Infections among Bats, the

Philippines. Emer Infect Dis. 8(3):258–262.

Kunz TH. 1982. Ecology of bats. New York (US): Plenum Press

Lumlertdacha B. Boongird K, Wanghongsa S, Wacharapluesadee S, Chanhome

L, Khawplod P, Hemachudha T, Kuzmin I, Rupprecht CE. 2005. Survei

for Bat Lyssaviruses, Thailand. Emer Infect Dis. 11(2): 232-234.

Marini, RP. Cassiday PK, Venezia J, Shen Z, Buckley EM, Peters Y, Taylor N,

Dewhirst FE, Tondella ML, Fox JG. 2014. Bat Lyssaviruses Nothern

Vietnam. Emer Infect Dis. 20(1): 161-163.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 118

Murray SW dan Kurta A. 2004. Nocturnal activity of the endangered Indiana

bat (Myotis sodalis). J Zool Lond 262: 197-206.

Reynes J, Molia S, Hout S, Ngin S, Walston J, Bourhy H. 2004. Serologic

Evidence of Lyssavirus Infection in Bats, Cambodia. Emer Infect Dis.

10(12): 2231–2234.