suitability and carrying capacity of coastal …
TRANSCRIPT
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
196 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
ECSOFiM: Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210 e-ISSN: 2528-5939 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ecsofim.2021.008.02.04
kkkkk SUITABILITY AND CARRYING CAPACITY OF COASTAL ECOTOURISM IN CLUNGUP
MANGROVE CONSERVATION (CMC), MALANG DISTRICT, EAST JAVA
KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PESISIR CLUNGUP MANGROVE CONSERVATION (CMC) KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR
Prasasti Aditya Dharma*1), Fredinan Yulianda2), and Gatot Yulianto2)
1) Mahasiswa Magister Program Studi Ekonomi Kelautan Tropika, IPB University, Bogor
2) Dosen Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB University, Bogor
Received: January 26, 2021/ Accepted: April 24, 2021
ABSTRACT This study aims to determine the suitability and carrying capacity of coastal areas in the Clungup Mangrove Conservation (CMC) Malang Regency, East Java for coastal tourism activities such as beach recreation, mangrove tourism, snorkeling, and fishing. This research was conducted from August to October 2020 through a survey with an observative approach to obtain primary data, while secondary data was obtained from area managers as supporting data. The carrying capacity of the area for beach tourism activities is 3,234 people/day, mangrove tourism is 6,675 people/day, diving tours are 684 people/day, and snorkeling is 59 people/day. As for fishing activities, this area can accommodate 553 people/day, Canoeing 20,025 people/day, and camping 120 people/day. The number of tourists in the CMC area is still below its carrying capacity. The management of the number of tourists that are currently controlled is considered appropriate and follows the carrying capacity of the environment. However, the potential for the area to be developed closer to its carrying capacity is still possible. Increased tourist visits will provide economic benefits for the community and business actors who support tourism around the CMC area, causing an economic multiplier effect. Keywords: carrying capacity, tourism suitability, coastal ecotourism.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian dan daya dukung kawasan pesisir Clungup Mangrove Conservation (CMC) Kabupaten Malang Jawa Timur untuk kegiatan wisata rekreasi pantai, wisata magrove, snorkeling, dan memancing. Penelitian ini dilakukan Agustus-Oktober 2020 melalui survei dengan pendekatan observatif untuk memperoleh data primer, sementara data sekunder diperoleh dari pengelola kawasan sebagai data pendukung. Daya dukung kawasan aktivitas wisata pantai sebesar 3.234 orang/hari, wisata mangrove 6.675 orang/hari, wisata selam mampu menampung 684 orang/hari dan snorkeling 59 orang/hari. Sementara untuk aktivitas memancing kawasan ini dapat menampung 553 orang/hari, Kano 20.025 orang/hari, dan berkemah 120 orang/hari. Jumlah wisatawan di kawasan CMC masih di bawah daya dukungnya. Pengendalian jumlah wisatawan yang saat ini dilakukan pengelola dirasa sudah tepat dan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Akan tetapi, potensi kawasan tersebut untuk dikembangkan mendekati daya dukungnya masih memungkinkan untuk dilakukan. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha pendukung pariwisata di sekitar kawasan CMC sehingga menghasilkan multiplier effect secara ekonomi.
Kata kunci: daya dukung kawasan, kesesuaian wisata, ekowisata pesisir.
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata bahari merupakan salah sektor yang dapat dikembangkan dalam ekonomi
kelautan (Kusumastanto, 2003). Pembangunan pariwisata bahari dapat dilaksanakan melalui
pemanfaatan objek dan daya tarik wisata secara optimal. Berbagai objek dan daya tarik wisata yang
* Corresponding author : Prasasti Aditya Dharma, [email protected]
Study Program of Tropical Marine Economics, Graduated Program, IPB Univerity, Dramaga Bogor, Indonesia
Cite this as: Dharma, P et al. (2021). Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC), Malang District, East Java. ECSOFiM: Economic and Social of Fisheries and Marine Journal. 08(02): 196-210 Available online at http://ecsofim.ub.ac.id/
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
197 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
dapat dimanfaatkan adalah wisata alam (ecoturism), keanekaragaman hayati (biodiversity), wisata
bisnis, wisata budaya maupun wisata olahraga. Salah satu upaya pemanfaatan sumber daya tersebut
adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Ekowisata merupakan
kegiatan antara perjalanan wisata alam yang memiliki visi dan misi konservasi dan kecintaan
lingkungan (Yulisa et al, 2016). Selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur
pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi. Kegiatan ekowisata diharapkan berdampak
positif terhadap kelestarian lingkungan dan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
Pengembangan kawasan wisata harus mengarah pada pengembangan yang terencana
secara menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat
(Charlier et al, 1992). Salah satu sektor wisata berasal dari wisata pesisir. Wisata ini sebagai
kegiatan rekreasi yang dilakukan sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam,
snorkeling, berjalan-jalan atau berlari-lari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana
pesisir, dan bermeditasi (Dahuri, 2002). Pengembangan kegiatan wisata bahari tidak bersifat mass
tourism, mudah rusak, dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas (Ketjulan, 2010). Sama halnya
dengan wisata pantai yang juga memiliki batasan pengunjung. Sebagai negara kepulauan, wisata
pantai berperan penting bagi perekonomian nasional, sepanjang pengelolaannya baik untuk menjaga
kualitas lingkungan dan menarik wisatawan (Silva et al, 2007). Kurangnya perencanaan pengelolaan
wisata dan tidak diketahuinya daya dukung dan kesesuaian kawasan untuk kegiatan wisata
dikhawatirkan akan menghasilkan tata kekola kawasan yang tidak efektif dan merusak lingkungan.
Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) berada di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Kawasan ini dikelola oleh masyarakat lokal Sendang
Biru dengan dijadikan sebagai tempat ekowisata. Terdapat dua area konservasi didalamnya yaitu
Konservasi mangrove terdiri dari Pantai Clungup dan Pantai Gatra, dan Konservasi Terumbu Karang
di Pantai Tiga Warna. Luas area konservasi mangrove 74,59 Ha, terumbu karang 10 Ha, dan Hutan
lindung 33 Ha, Total luas area keseluruhan mencapat 117,59 Ha. Kawasan CMC dikelola oleh
Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru. Yayasan ini berfokus kepada masalah konservasi pesisir yang
dibentuk dan dikelola oleh sekolompok masyarakat yang sadar akan pentingnya ekosistem pesisir
berkelanjutan bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan ekowisata di CMC sejalan dengan tren
pengelolaan destinasi wisata saat ini, pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas dengan
mengedepankan perlindungan alam untuk menjamin eksistensi ekowisata yang berkelanjutan.
Model pariwisata ramah lingkungan menghasilkan manfaat ekonomi dengan mempromosikan
konservasi untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dan keberlanjutan lingkungan sebagai model
ekowisata yang dianggap konservatif terhadap ekosistem pesisir (Eunike et al, 2018).
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang pada tahun 2019 memcatat total
wisatawan yang berkunjung mencapai 8 juta orang dan sekitar 40 % didominasi kunjungan ke
kawasan pesisir yaitu 3,2 juta wisatawan. Tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung jika tidak
diimbangi dengan tata kelola yang baik dikhawatirkan akan membuat lingkungan pesisir Kabupaten
Malang rentan terhadap kerusakan termasuk pada kawasan CMC, karena perbedaan tingkat
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
198 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
kesadaran lingkungan wisatawan dan masyarakat lokal. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
dilakukan untuk mengidentifikasi kesesuaian dan daya dukung kawasan CMC untuk kegiatan
ekowisata serta memberikan rekomendasi implementasi rencana pengelolaan kawasan untuk masa
yang akan datang berdasarkan kondisi eksisting. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan
penunjang dalam pengambilan keputusan pembangunan ekowisata yang dapat diaplikasikan oleh
pengelola kawasan dan sebagai data dasar untuk penelitian lanjutan yang relevan di kawasan CMC.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Pantai Clungup, Pantai Gatra, Pantai Watu Pecah, dan Pantai Tiga
Warna pada kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Desa Tambakrejo Kabupaten
Malang Jawa Timur. Lokasi ini dipilih secara purposive (sengaja) mempertimbangkan sumber daya
pesisir yang sangat potensial dan produktif seperti pasir pantai yang putih, terumbu karang, padang
lamun, ekosistem mangrove, dan keanekaragaman biota yang hidup di kawasan ini untuk
dikembangkan menjadi destinasi ekowisata bahari. Pengambilan data primer dilakukan dengan
metode observasi pada bulan Agustus−Oktober 2020, sedangkan data sekunder didapatkan dari
berbagai sumber laporan pada beberapa tahun sebelumnya (Tabel 1).
Tabel 1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis WIsata Parameter Metode Sumber/Alat
Wisata Rekreasi Pantai
Tipe Pantai Pengamatan Observasi Lebar Pantai (m) Pengamatan Meteran Material Dasar Perairan Pengamatan Observasi Kedalaman Perairan (m) Pengamatan Meteran Kecerahan Perairan (%) Pengamatan Secchi Disk Kecepatan Arus (cm/detik) Pengamatan Current Meter Kemiringan Pantai ( ○ ) Pengamatan Waterpass Penutupan Lahan Pantai Pengamatan Observasi Biota Berbahaya Pengamatan Obsevasi Ketersediaan Air Tawar / jarak air tawar (km) Pengamatan Observasi
Wisata Mangrove
Ketebalan Mangrove (m) Pengamatan Arc map GIS 10 Kerapatan Mangrove (Ind/100m2) Pengamatan Transek 10x10 m Jenis Mangrove Literatur Laporan Kajian 2019 Pasang Surut (m) Pengamatan Observasi Objek Biota Pengamatan Observasi
Wisata Snorkeling dan Selam
Tutupan Komunitas Karang (%) Literatur Laporan Kajian 2019 Jenis Life Form Literatur Laporan Kajian 2019 Jenis Ikan Karang Literatur Laporan Kajian 2019 Kecerahan Perairan (%) Pengamatan Secci Disk Kedalaman Terumbu Karang (m) Pengamatan Observasi Kecepatan Arus (cm/detik) Pengamatan Current Meter Lebar Hamparan Karang (m) Pengamatan Observasi
Wisata Memancing
Kelimpahan Ikan Pengamatan Observasi
Jenis Ikan Pengamatan Observasi
Kedalaman Pengamatan Observasi
Data parameter karakteristik wisata pantai, mangrove, snorkeling dan selam diperoleh dengan
pengamatan secara langsung dan studi literatur. Data panjang pantai, panjang track mangrove, dan
luasan terumbu karang diukur dengan memakai tracking GPS dan analisis dari Arc map GIS versi
10 dengan peta dasar dari Google Earth 2020.
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
199 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Sejumlah kriteria kesesuaian kawasan dilihat dari penilaian daya dukung kawasan wisata
seperti lokasi penyelaman, snorkeling, rekreasi pantai, fasilitas pendukung wisata seperti
penginapan, rumah makan, warung, dan fasilitas penunjang wisata lainnya di lokasi penelitian.
Penilaian dilakukan dengan pendekatan standar kenyamanan individu dalam melakukan
suatu aktivitas rekreasi. Metode yang digunakan untuk mengetahui daya dukung kawasan
adalah dengan mengacu pada analisis indeks kesesuaian dan daya dukung yang telah dimodifikasi
dari Yulianda (2019).
IKW = ∑ (𝑩𝒊 𝒙 𝑺𝒊)𝒏𝒊=𝟏 (1)
Keterangan: IKW = Indeks kesesuaian kawasan n = Banyaknya kesesuaian kawasan Bi = Bobot parameter ke-i Si = Skor parameter ke-i
Nilai persentase indeks kesesuaian diklasifikasikan empat kategori, yaitu sangat sesuai (IKW ≥ 2,5),
sesuai (2,0 ≤ IKW < 2,5), tidak sesuai (1,0 ≤ IKW < 2,0), dan sangat tidak sesuai (IKW < 1,0) seperti
pada Tabel 2 - Tabel 6.
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai
Parameter Bobot Kategori
S1 Skor S2 Skor S3 Skor S4 Skor
Tipe Pantai 0,300 Pasir Putih
3
Pasir Putih
campur pecahan karang
2
Pasir hitam, sedikit terjal
1 Lumpur, berbau,
terjal 0
Lebar Pantai 0,200 > 15 3 10 – 15 2 3 –< 10 1 < 3 0 Material Dasar Perairan
0,170 Pasir 3 Karang berpasir
2 Pasir
berlumpur 1
Lumpur, lumpur berpasir
0
Kedalaman Perairan (m)
0,125 0 – 3 3 > 3 – 6 2 > 6 – 10 1 > 10 0
Kecerahan Perairan (%)
0,125 > 80 3 > 50 – 80 2 20 – 50 1 < 20 0
Kecepatan Arus (cm/detik)
0,080 0 – 17 3 17 – 34 2 34 – 51 1 > 51 0
Kemiringan Pantai ( ○ )
0,080 < 10 3 10 – 25 2 > 25 – 45 1 > 45 0
Penutupan Lahan Pantai
0,010 Kelapa, Lahan
terbuka 3
Semak, belukar, rendah, savana
2 Belukar tinggi
1
Hutan bakau,
pemukiman, pelabuhan
0
Biota Berbahaya
0,005 Tidak ada
3 Bulu babi 2 Bulu babi, ikan pari
1 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu
0
Ketersediaan / Jarak Air Tawar (km)
0,005 < 0,5 3 > 0,5 – 1 2 > 1 – 2 1 > 2 0
*Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), Tidak Sesuai (S3), Sangat Tidak Sesuai (S4), Sumber: Modifikasi Yulianda (2019)
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
200 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Wisata Mangrove
Parameter Bobot Kategori
S1 Skor S2 Skor S3 Skor S4 Skor
Ketebalan Mangrove (m)
0,380 > 500 3 > 200 – 500 2 50 – 200 1 < 50 0
Kerapatan Mangrove (Ind/100m2)
0,250 > 15 – 20 3 > 10 – 15 ;
> 20 2 5 – 10 1 < 5 0
Jenis Mangrove 0,150 > 5 3 3 – 5 2 2 – 1 1 0 0 Pasang Surut (m) 0,120 0 – 1 3 > 1 – 2 2 > 2 – 5 1 > 5 0
Objek Biota 0,100
Ikan, udang,
kepiting, moluska,
reptil, burung
3 Ikan, udang,
kepiting, moluska
2 Ikan,
moluska 1
Salah satu biota air
0
*Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), Tidak Sesuai (S3), Sangat Tidak Sesuai (S4), Sumber: Modifikasi Yulianda (2019)
Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Wisata Snorkeling
Parameter Bobot Kategori
S1 Skor S2 Skor S3 Skor S4 Skor
Tutupan Komunitas Karang (%)
0,375 > 75 3 > 50 – 75 2 25 – 50 1 < 25 0
Jenis Life Form
0,145 > 12 3 < 7 – 12 2 4 – 7 1 < 4 0
Jenis Ikan Karang
0,140 > 50 3 30 – 50 2 10 – < 30 1 < 10 0
Kecerahan Perairan (%)
0,100 > 100 3 80 – < 100 2 20 – < 80 1 < 20 0
Kedalaman Terumbu Karang (m)
0,100 1 – 3 3 > 3 – 6 2 > 6 – 10 1 > 10 ; > 1 0
Kecepatan Arus (cm/detik)
0,070 0 – 15 3 > 15 – 30 2 > 30 – 50 1 > 50 0
Lebar Hamparan Karang (m)
0,070 > 500 3 > 100 – 500 2 20 – 100 1 < 20 0
*Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), Tidak Sesuai (S3), Sangat Tidak Sesuai (S4), Sumber: Modifikasi Yulianda (2019)
Tabel 5. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Wisata Selam
Parameter Bobot Kategori
S1 Skor S2 Skor S3 Skor S4 Skor
Tutupan Komunitas Karang (%)
0,375 > 75 3 > 50 – 75 2 25 – 50 1 < 25 0
Kecerahan Perairan (%)
0,150 > 80 3 50 – 80 2 20 – < 50 1 < 20 0
Kedalaman Terumbu Karang (m)
0,150 6 – 15 3 > 15 – 20 ; 3 – < 6
2 > 20 – 30 1 > 30 ; > 3 0
Jenis Life Form
0,135 > 12 3 < 7 – 12 2 4 – 7 1 < 4 0
Jenis Ikan Karang
0,120 > 100 3 50 – 100 2 20 – < 50 1 < 20 0
Kecepatan Arus (cm/detik)
0,070 0 – 15 3 > 15 – 30 2 > 30 – 50 1 > 50 0
*Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), Tidak Sesuai (S3), Sangat Tidak Sesuai (S4), Sumber: Modifikasi Yulianda (2019)
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
201 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Tabel 6. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Wisata Pancing
Parameter Bobot Kategori
S1 Skor S2 Skor S3 Skor S4 Skor
Kelimpahan Ikan
0,600 > 10 3 5 – 10 2 2 - < 5 1 < 2 0
Jenis Ikan 0,300 ≥ 4 3 3 2 2 1 ≤ 1 0 Kedalaman 0,100 1 ≤ x ≤ 3 3 3 < x ≤ 5 2 x > 5 1 x< 1 0
**Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), Tidak Sesuai (S3), Sangat Tidak Sesuai (S4), Sumber: Modifikasi Yulianda (2019)
DKK = K 𝑳𝒑
𝑳𝒕 x
𝑾𝒕
𝑾𝒑 (2)
Keterangan: DDK = Daya dukung kawasan (orang) K = Potensi ekologi pengunjung per unit area (orang) Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan (m2) Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m2) Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari) Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam/hari)
Luas suatu area dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam
dalam mentolerir pengunjung sehingga kondisi alam masih dapat terjaga. Potensi ekologis
pengunjung (K) ditentukan oleh kondisi sumber daya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan.
Sementara waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata (snorkling, diving, wisata pantai,
dan olahraga air) yang dilakukan oleh wisatawan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Potensi Ekologi Pengunjung (K), Luas Area (Lt) dan Waktu yang Dibutuhkan
Jenis Kegiatan
Jumlah Pengunjung (orang)
Unit Area (Lt)
Keterangan
Waktu yang dibutuhkan Wp-(jam)
Total waktu 1 hari Wt-(jam)
Snorkeling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m 3 6 Selam 2 2000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m 2 8 Wisata Pantai 1 50 m2 1 orang setiap 50 m panjang pantai 3 6 Olahraga Air 1 50 m2 1 orang setiap 50 m panjang pantai 2 4
Sumber: Modifikasi Yulianda (2019)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
Hasil kesesuaian kawasan untuk wisata pantai berdasarkan pengamatan beberapa parameter
(Tabel 2) menunjukan kondisi sumberdaya pantai di kawasan CMC cukup baik dan sangat
berpeluang untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata. Namun pemanfaatanya tetap harus
dikelola dengan manajemen yang baik agar kualitas lingkungan hidup tetap terjaga. Nilai IKW untuk
wisata pantai pada empat pantai pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Kesesuaian aktivitas wisata rekreasi pantai berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan
kesesuaian kawasan merujuk pada Yulianda (2019), diketahui di pantai Clungup, Gatra, dan Tiga
Warna termasuk kategori sangat sesuai, karena di kawasan ini memiliki pasir yang putih, lebar
pantai yang cukup luas, material dasar perairan pasir. Ketiga pantai tersebut juga memiliki
kedalaman perairan yang dangkal kurang dari 3 meter, kecepatan arus yang tenang, kemiringan
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
202 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
pantai yang landai, tutupan pantai yang teduh dikelilingi pohon kelapa dan tersedianya lahan
terbuka, tidak adanya biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar yang mencukupi bagi aktivitas
wisata pantai. Berdasarkan analisis di lapangan butiran sedimen di tiga pantai tesebut didominasi
dengan jenis substrat ukuran sedang. Ukuran sedimen yang kasar dan sedang sangat baik untuk
kegiatan ekowisata pantai dibandingkan ukuran butir sedimen yang sangat halus dan kasar (Hazeri
et al, 2016); (Yulisa et al, 2016). Hasil pengamatan secara visual di lapangan pada setiap stasiun
dapat dilihat pada (Gambar 1).
Gambar 1. Pantai Clungup (kiri), Pantai Gatra (tengah), Pantai Tiga Warna (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2020)
Tabel 8. Hasil Pengamatan Wisata Pantai Kawasan CMC
Parameter
Pantai
Clungup Skor Gatra Skor Watu Pecah
Skor Tiga
Warna Skor
Tipe Pantai Pasir Putih 3 Pasir Putih
3 Terjal 0 Pasir Putih 3
Lebar Pantai (m) > 15 3 > 15 3 < 3 0 > 15 3 Material Dasar Perairan
Pasir 3 Karang berpasir
2 Karang berpasir
2 Pasir 3
Kedalaman Perairan (m) 0 – 3 3 0 – 3 3 > 3 – 6 2 0 – 3 3 Kecerahan Perairan (%) > 80 3 > 80 3 > 80 3 > 80 3 Kecepatan Arus (cm/detik) 0 – 17 3 0 – 17 3 17 – 34 2 0 – 17 3 Kemiringan Pantai ( ○ ) < 10 3 10 – 25 2 10 – 25 2 < 10 3
Penutupan Lahan Pantai
Kelapa. Lahan
terbuka 3
Kelapa. Lahan terbuka
3
Semak, belukar, rendah, Savana
2 Kelapa. Lahan terbuka
3
Biota Berbahaya Tidak ada 3 Tidak ada 3 Tidak ada 3 Tidak ada 3 Ketersediaan Air Tawar / jarak air tawar (km)
< 0,5 3 < 0,5 3 > 0,5 – 1 2 < 0,5 3
Hasil Perhitungan IKW Sangat Sesuai
3,0 Sangat Sesuai
2,8 Tidak
Sesuai 1,9
Sangat Sesuai
3,0
*IKW ≥ 2,5 (sangat sesuai), 2,0 ≤ IKW < 2,5 (sesuai), 1,0 ≤ IKW < 2,0 (tidak sesuai), IKW < 1,0 (sangat tidak sesuai). Sumber: Hasil Pengamatan (2020)
Pada kawasan Pantai Gatra selain sangat sesuai untuk wisata rekreasi pantai (Gambar 2),
selain itu pantai ini sesuai untuk aktivitas berkemah, dan olahraga kano. Lebar pantai yang luas
dengan tutupan pantai yang teduh dan tersedianya lahan terbuka yang luas membuat pantai ini
menjadi pusat dari aktivitas berkemah. Sementara itu kondisi perairan yang tenang dimanfaatkan
untuk olahraga kano. Arus yang tenang pada pantai ini dikarenakan adanya pulau karang yang
menghalangi arus ombak sehingga 100 meter mendekati pantai ombak yang datang cukup tenang.
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
203 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Kawasan Pantai Watu Pecah (Gambar 2) cocok dijadikan sebagai spot untuk memancing
dengan nilai IKW kategori sesuai karena memiliki kedalaman perairan yang cukup dalam dan
banyak terdapat beragam jenis ikan karang seperti kerapu, beronang, sekartaji, ayam – ayam,
cendro, belanak, dan kerong – kerong. Pantai Tiga Warna memiliki nilai IKW sesuai untuk kegiatan
memancing. Nilai IKW untuk wisata memancing dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengamatan Wisata Memancing Kawasan CMC
Parameter Pantai
Clungup Skor Gatra Skor Watu Pecah Skor Tiga Warna Skor
Kelimpahan Ikan 5 – 10 1 < 2 0 5 – 10 2 5 – 10 2
Jenis Ikan Gelodok 1 - 0
Kerapu, Beronang, Sekartaji, Ayam – ayam,
Cendro, Belanak
3
Beronang, Kakaktua,
Ayam-ayam, Belanak, Sekartaji
3
Kedalaman x< 1 0 1 ≤ x ≤ 3 3 3 < x ≤ 5 2 1 ≤ x ≤ 3 3
Hasil Perhitungan IKW
Sangat Tidak
Sesuai 0,90
Sangat Tidak
Sesuai 0,30 Sesuai 2,30 Sesuai 2,40
*IKW ≥ 2,5 (sangat sesuai), 2,0 ≤ IKW < 2,5 (sesuai), 1,0 ≤ IKW < 2,0 (tidak sesuai), IKW < 1,0 (sangat tidak sesuai). Sumber: Hasil Pengamatan (2020)
Gambar 2. Pantai Watu Pecah (kiri), Bemain Kano di Pantai Gatra (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2020)
Tabel 10. Hasil Pengamatan Wisata Mangrove Kawasan CMC
Parameter
Pantai
Clungup Skor Gatra Skor Watu Pecah
Skor Tiga
Warna Skor
Ketebalan Mangrove (m)
> 500 3 < 50 0 < 50 0 < 50 0
Kerapatan Mangrove (Ind/100m2)
> 10 – 15 ; > 20
2 < 5 0 < 5 0 < 5 0
Jenis Mangrove 3 – 5 2 0 0 0 0 0 0 Pasang Surut (m) 0 – 1 3 0 – 1 3 0 – 1 3 0 – 1 3
Objek Biota
Ikan, udang,
kepiting, moluska,
reptil, burung
3 - 0 - 0 Ikan,
Burung 1
Hasil Perhitungan IKW Sangat Sesuai
2,60 Sangat Tidak
Sesuai 0,36
Sangat Tidak
Sesuai 0,36
Sangat Tidak
Sesuai 0,46
*IKW ≥ 2,5 (sangat sesuai), 2,0 ≤ IKW < 2,5 (sesuai), 1,0 ≤ IKW < 2,0 (tidak sesuai), IKW < 1,0 (sangat tidak sesuai). Sumber: Hasil Pengamatan (2020)
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
204 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 10 dan Gambar 3, aktivitas wisata mangrove
sangat sesuai dilakukan di Pantai Clungup yang memiliki tingkat kerapatan mangrove yang cukup
tinggi dengan substrat pasir berlumpur. Menurut Mirera et al, (2013), substrat jenis lempung berpasir
atau berlumpur merupakan substrat yang sangat cocok untuk tempat tumbuhnya jenis Rhizophora
Sp dan Sonneratia alba. Pasang surut di kawasan pantai juga tidak lebih dari 1 meter, dan terdapat
beragam biota khas ekosistem mangrove seperti ikan, udang, kepiting, moluska, reptile, dan burung.
Banyaknya jenis mangrove di suatu lokasi dapat menunjang keberagaman biota yang berasosiasi
serta menjadi pilihan yang akan digemari oleh para wisatawan, karena dapat menikmati alam yang
indah, udara yang sejuk serta dapat menambah wawasan tentang lingkungan hidup dan pentingnya
ekosistem mangrove dalam struktur ekosistem pesisir (Sadik et al, 2017). (Susi et al, 2018)
menambahkan bahwa keberagaman jenis mangrove yang ada di suatu kawasan dapat menunjang
aktivitas pengelolaan suatu kawasan wisata dan menambah daya tarik pengunjung.
Gambar 3. Pantai Clungup (kiri), Padatan Mangrove di Pantai Clungup (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2020)
Kawasan hutan mangrove di pantai ini juga dijadikan sebagai area konservasi dan masih
dilakukan penanaman mangrove sampai saat ini dengan tujuan keberlanjutan. Davinsy et al, (2015)
mengatakan pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan adalah kegiatan yang tepat dalam
pemanfaatan lahan dan hasil hutan di daerah pesisir. Sari et al, (2015) menambahkan bahwa
dukungan, perhatian pemerintah, dan keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan
sarana dan prasarana yang dapat menunjang pengembangan kegiatan ekowisata mangrove.
Tabel 11. Hasil Pengamatan Wisata Snorkeling Kawasan CMC
Parameter
Pantai
Clungup Skor Gatra Skor Watu Pecah Skor Tiga
Warna Skor
Tutupan Komunitas Karang (%)
< 25 0 < 25 0 < 25 0 > 75 3
Jenis Life Form < 4 0 < 4 0 < 4 0 4 - 7 1 Jenis Ikan Karang < 10 0 < 10 0 < 10 0 10 - < 30 2 Kecerahan Perairan (%) 100 3 100 3 80 - < 100 2 80 - < 100 2 Kedalaman Terumbu Karang (m)
> 10 ; > 1 0 > 10 ; > 1 0 > 10 ; > 1 0 1 – 3 3
Kecepatan Arus (cm/detik)
0 – 15 3 > 15 – 30 2 > 30 – 50 1 > 15 – 30 2
Lebar Hamparan Karang (m)
< 20 0 20 – 100 1 < 20 0 > 100 –
500 2
Hasil Perhitungan IKW Sangat Tidak
Sesuai 0,51
Sangat Tidak
Sesuai 0,51
Sangat Tidak
Sesuai 0,27
Sangat Sesuai
2,54
*IKW ≥ 2,5 (sangat sesuai), 2,0 ≤ IKW < 2,5 (sesuai), 1,0 ≤ IKW < 2,0 (tidak sesuai), IKW < 1,0 (sangat tidak sesuai). Sumber: Hasil Pengamatan (2020)
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
205 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Kesesuaian aktivitas wisata selam dan snorkeling sesuai di kawasan pantai Tiga Warna (Tabel
11 dan 12) karena memiliki kecerahan perairan yang baik sehingga perairan kawasan ini memiliki
tutupan dan lebar hamparan karang yang luas, arus yang tenang juga membuat tingkat kenyamanan
dan kemanan pengunjung menjadi tinggi, selain itu terdapat beragam jenis ikan karang yang
semakin membuat kawasan pantai Tiga Warna menjadi destinasi utama selam dan snorkeling di
CMC. Pantai Tiga Warna terdapat 5 jenis life form yaitu CB (Coral Branching), CE (Coral Encrusting),
CM (Karang Masif), CF (Coral Foliose), dan ACS (Acropora Sub-Massive). Life form ini juga
ditemukan pada penelitian Irsyad et al, (2021) jenis Coral Foliose merupakan salah satu yang paling
dominan berada di wilayah Pantai Tiga Warna. Coral Foliose dapat tumbuh dengan optimal di
kawasan ini karena kecerahan perairan yang cukup baik sehingga membuat intensitas cahaya yang
masuk menjadi tinggi.
Tabel 12. Hasil Pengamatan Wisata Selam Kawasan CMC
Parameter
Pantai
Clungup Skor Gatra Skor Watu Pecah
Skor Tiga
Warna Skor
Tutupan Komunitas Karang (%)
< 25 0 < 25 0 < 25 0 > 50 – 75 2
Kecerahan Perairan (%) > 80 3 > 80 3 > 80 3 > 80 3 Kedalaman Terumbu Karang (m)
> 30 ; > 3 0 > 30 ; > 3 0 > 30 ; > 3 0 6 – 15 3
Jenis Life Form < 4 0 < 4 0 < 4 0 < 4 – 7 1 Jenis Ikan Karang < 20 0 < 20 0 < 20 0 < 20 2 Kecepatan Arus (cm/detik)
0 – 15 3 > 15 – 30 2 > 30 – 50 1 > 15 – 30 2
Hasil Perhitungan IKW Sangat Tidak
Sesuai 0,66
Sangat Tidak
Sesuai 0,59
Sangat Tidak
Sesuai 0,52 Sesuai 2,16
*IKW ≥ 2,5 (sangat sesuai), 2,0 ≤ IKW < 2,5 (sesuai), 1,0 ≤ IKW < 2,0 (tidak sesuai), IKW < 1,0 (sangat tidak sesuai). Sumber: Hasil Pengamatan (2020)
Hasil pengamatan ikan terumbu yang dilakukan di perairan Pantai Tiga Warna ditemukan
beberapa ikan diantaranya kepe-kepe (Chaetodontidae), Butterflyfish (C. ephippium), Parrotfish
(Chlorurus perspicillatus), Moray eel (G. polyuranodon). Hasil identifikasi ikan ini diperkirakan
akan terus bertambah seiring dilakukannya pendataan secara berkala. Spesies ikan kepe-kepe
(Chaetodontidae) merupakan spesies yang dominan di perairan Pantai Tiga Warna.
Ikan kepe-kepe juga memiliki keunikan lainnya yaitu keberadaan, kelimpahan jenis serta individu
ikan ini pada suatu perairan dapat menjadi gambaran kondisi dari terumbu karang di tempat
tersebut (Muzaky et al, 2020). Keragaman jenis dan bentuk serta warna ikan karang ini akan menjadi
daya tarik wistawan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian dari (Bato et al, 2013), bahwa
kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida, Bali merupakan akibat dari melimpahnya
jenis ikan karangnya serta adanya ikan mola-mola dan pari manta sebgai primadona biota wisata.
Penentuan kesesuaian kawasan untuk atraksi wisata tertentu harus sesuai dengan
peruntukanya dengan standar yang sudah ditetapkan. Hal ini juga dijelaskan dalam (Abdulhaji &
Yusuf, 2016) bahwa atraksi wisata harus disajikan di hadapan wisatawan maka cara penyajinya
harus tepat. Atraksi wisata yang baik dapat mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya,
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
206 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
menahan mereka di tempat atraksi dalam waktu yang cukup lama dan memberikan kepuasan
kepada wisatawan yang berkunjung (Rossadi & Widayati, 2018).
Analisis Daya Dukung Kawasan
Daya dukung kawasan dalam penelitian ini dihitung terhadap tujuh aktivitas kegiatan wisata di
empat lokasi pantai pada kawasan CMC. Pembobotan atau skoring pada penelitian ini dilakukan
berdasarkan kondisi eksisting atau jenis aktivitas wisata yang telah berjalan yaitu wisata pantai,
mangrove, selam, snorkeling, dan memancing. Selain itu terdapat variabel tambahan yaitu aktifitas
berkemah dan kano. Total luas kawasan CMC yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas wisata
adalah 42,33 Ha. Daya dukung wisata di CMC dianalisa berdasarkan pemanfaatan potensi wilayah
pesisir dengan melihat beberapa aktivitas wisata yang dilakukan di lokasi. Menurut (Akliyah & Umar,
2013) banyaknya wisatawan yang berkunjung ke objek wisata baik per satuan luas ataupun
persatuan waktu cukup relatif. Hal ini merupakan hal penting yang dapat menunjang kenyamanan
wisatawan dalam berwisata. Pengukuran daya dukung kawasan penting untuk dilakukan karena
wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat
terbatas. Penelitian Hidayat et al (2016) di Pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar memiliki nilai Wp
untuk kegiatan berenang 2 jam, olahraga 2 jam, berjemur 2 jam, dan kegiatan rekreasi pantai
selama 3 jam. Hal ini dapat disebabkan waktu yang disediakan kawasan dalam satu hari berbeda
di masing-masing kawasan, dan kebutuhan waktu yang berbeda untuk setiap wisatawan. Nilai Daya
dukung kawasan di kawasan CMC dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai Parameter Daya Dukung Fisik Kawasan untuk Aktivitas Wisata
No Aktivitas Wisata
Jumlah Pengunjung
(orang)
Unit Area / Lt (m2)
Waktu yang dibutuhkan/
Wp (jam)
Total waktu 1 hari / Wt
(jam)
Luas area yang dapat
dimanfaatakn /Lp (Ha)
DDK (orang)
1 Pantai 1 25 3 6 4,0 3.234 2 Mangrove 1 25 2 8 15,3 24.507 3 Selam 2 2000 2 8 17,1 684 4 Snorkeling 1 500 3 6 1,5 59 5 Memancing 1 25 3 6 0,7 553 6 Kano 2 60 1 8 2,5 6.675 7 Berkeman 4 400 24 24 2,1 120
Total 43,2 35.832
Sumber: Hasil Analisa Data (2020)
CMC memiliki waktu operasional 8 jam/hari sehingga diketahui, daya dukung kawasan untuk
aktivitas wisata pantai sebesar 3.234 orang/hari, wisata mangrove 6.675 orang/hari, wisata selam
mampu menampung 684 orang/hari dan snorkeling 59 orang/hari. Sementara untuk aktivitas
memancing kawasan ini dapat menampung 553 orang/hari, Kano 20.025 orang/hari, dan berkemah
120 orang/hari. Zonasi aktivitas wisata di CMC desa Tambakrejo bisa dilihat pada Gambar 4.
Jika dilihat jumlah pengunjung, dibandingkan dengan daya dukung kawasan, pemanfaatan
saat ini masih berada di bawah daya dukung fisik kawasan sehingga masih dapat ditingkatkan
kuantitasnya sampai batas nilai daya dukungnya dengan menambahkan sarana dan prasarana yang
mendukung kegiatan wisatawan (Rizkhi & Buchori, 2014). Fasilitas sarana dan prasana pada objek
wisata berperan penting dalam menciptakan citra wisata yang berkualitas (Abdulhaji dan Yusuf,
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
207 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
2016). Tersedianya sarana maka akan mendorong calon wisatawan untuk berkunjung dan
menikmati objek wisata dengan waktu yang relatif lama.
Gambar 4. Zona Aktivitas Wisata Bahari CMC Desa Tambakrejo
Implikasi Perencanaan Pengelolaan
Kegiatan konservasi harus tetap dilakukan secara konsisten karena memiliki peran penting
dalam keberlanjutan ekowisata dan upaya meningkatkan kesadaran lingkungan bagi wisatawan dan
masyarakat di kawasan ekowisata CMC. Pengelola perlu memahami kesesuaian dan daya dukung
kawasan sehingga dapat menjaga keseimbangan antara kemampuan alam dan pemanfaatan alam
yang terbatas melalui ekowisata. Dijelaskan dalam penelitian Eunike et al, (2018) sejak dilakukan
gerakan konservasi yang melibatkan masyarakat lokal, kerusakan lingkungan pesisir berangsur-
angsur pulih dan kembali stabil secara ekologis. Abidin et al, (2021) juga dalam penelitianya
menjelaskan upaya konservasi yang dilakukan sejak tahun 2005 oleh gerakan individu dan relawan
hingga tahun 2011 sangat mempengaruhi keberlanjutan di kawasan CMC. Selanjutnya pada tahun
2014 dibentuk Yayasan Bhakti Alam Sendangbiru (YBAS) sebagai pengelola ekowisata pesisir yang
secara konsisten melakukan upaya konservasi di kawasan tersebut.
Kebijakan pembatasan jumlah wisatawan di kawasan CMC yang saat ini dilakukan dengan
pemberlakuan sistem booking, pembatasan peralatan snorkeling, selam, dan kano dinilai berhasil
mengendalikan jumlah wisatawan berada dibawah daya dukung kawasannya. Hal demikian juga
dijelaskan dalam penelitian Eunike et al, (2018) bahwa kondisi ekowisata CMC selama ini secara
ekologi dan pengelolaan dinilai stabil. Jumlah kunjungan harian menurut data pengelola CMC rata-
rata pada hari kerja adalah 130 orang, sedangkan pada hari libur dan akhir pekan kunjungan rata-
rata dapat mencapai 300 orang. Adanya perbedaan jumlah kunjungan yang signifikan antara hari
kerja dengan hari libur dan akhir pekan masih dapat dikendalikan, karena masih berada di bawah
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
208 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
daya dukung kawasannya. Nilai daya dukung (Tabel 14) dapat digunakan oleh pengelola untuk
menjadi batas yang dapat diterima sebagai ukuran kuantitatif dari pemanfaatan ruang yang sesuai
ke tingkat pemanfaatanya (Silva et al, 2007). Nilai daya dukung kawasan dapat digunakan sebagai
dasar keputusan untuk menentukan arah pengembangan wisata di kawasan tersebut. Jumlah
wisatawan dapat dibatasi pada area tertentu untuk mengurangi dampak kerusakan. Pembatasan
wilayah sensitif dan tidak sensitif dengan evaluasi keanekaragaman, kerapuhan, reversibel, dan
kealamian dapat mengantisipasi dampak negatif suatu aktivitas wisata (Ammar et al, 2011) atau
dikenal sebagai metode zonasi berdasarkan kualitas lingkungan (Zhong et al, 2011). Jika pengelola
ekowisata CMC tetap menjaga kelestarian keanekaragaman hayati pesisir secara konsisten maka
status keberlanjutan sumber daya alam dan kesadaran lingkungan akan tercapai. Sebaliknya jika
kondisi ekowisata CMC mengalami degradasi pada sumberdaya alamnya dan tidak dijaga dengan
baik, maka kesadaran masyarakat setempat terancam menurun karena tidak lagi memperoleh
manfaat ekonomi dari pariwisata. Dengan demikian, peran konservasi dalam menjaga keberlanjutan
sumberdaya alam sangat berperan untuk meningkatkan efektifitas ekowisata (Abidin et al, 2021).
Wisatawan sebagai bagian dari pelaku industri pariwisata diharapkan tidak hanya memiliki
kepedulian terhadap aktivitas konsumsi pengalaman berwisata, tetapi juga memiliki kepedulian
terhadap kondisi lingkungan saat ini dan yang akan datang dalam melestarikan lingkungan untuk
sosial, ekonomi, dan manfaat budaya, serta potensi untuk kunjungan di masa yang akan datang
(Kusumawati et al, 2020). Hal ini juga diimplementasikan dalam ekowisata CMC, dimana wisatawan
juga rela mematuhi aturan saat berwisata menjaga kebersihan dengan tidak meninggalkan sampah
plastik dan puntung rokok di lokasi ekowisata. Tindakan ekowisata tersebut mencerminkan peran
wisatawan yang tidak terbatas sebagai stakeholder terkait dengan kepedulian terhadap kegiatan
konsumtif berupa pengalaman berwisata untuk melestarikan alam dan lingkungan. Dengan kata lain,
ekowisata juga membentuk kesadaran lingkungan dengan memahami pentingnya lingkungan untuk
kehidupan yang lebih baik (Kusumawati et al, 2020).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) sangat sesuai untuk kegiatan wisata wisata
pantai, mangrove, selam, snorkeling, dan memancing. Daya dukung kawasan aktivitas wisata pantai
sebesar 3.234 orang/hari, wisata mangrove 6.675 orang/hari, wisata selam 684 orang/hari,
snorkeling 59 orang/hari, memancing 553 orang/hari, Kano 20.025 orang/hari, dan berkemah 120
orang/hari. Pengendalian jumlah wisatawan yang dilakukan pengelola dirasa sudah tepat dan sesuai
dengan daya dukung lingkungannya sebagai suatu ukuran terhadap pengelolaan kawasan.
Saran
Potensi kawasan tersebut masih dapat terus ditingkatkan untuk dapat memaksimalkan nilai
ekonomi yang dihasilkan dari aktifitas pariwisata. Terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan oleh
pengelola diantaranya, melakukan promosi kawasan untuk dapat meningkatkan jumlah wisatawan
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
209 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
hingga jumlah wisatawan mendekati titik daya dukung kawasanya dan meningkatkan nilai dari jasa
sumberdaya yang sudah dimanfaatkan secara eksisting dengan meningkatkan sarana dan
prasarana dan kualitas wisata. Sehingga harga dari jasa pariwisata di kawasan tersebut dapat
meningkat, dengan demikian pembatasan wisatawan akan tetap bisa dilakukan namun kawasan
tersebut nantinya akan bersifat ekslusif karena hanya dapat diakses oleh sebagian wisatawan yang
memiliki travel cost yang besar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru, Pengelola Clungup Mangrove
Conervation (CMC), East Java Ecotourism Forum (EJEF) dan Pemerintah Desa Tambakrejo beserta
jajarannya yang telah membantu, mengizinkan dan mendukung dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhaji, S. and Yusuf, I. S. H. (2016). Pengaruh Atraksi, Aksesibilitas, dan Fasilitas terhadap Citra Objek Wisata Danau Tolire Besar di Kota Ternate. Jurnal Penelitian Humano, 7(2), pp. 134–148.
Abidin Z, Setiawan B, Muhaimin AW, and Shinta A. 2021. The role of coastal biodiversity conservation on sustainability and environmental awareness in mangrove ecosystem of southern Malang, Indonesia. Biodiversitas 22: 648-658. doi: 10.13057/biodiv/d220217.
Akliyah, L. and Umar, M. (2013). Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Sebanjar Kabupaten Alor Dalam Mendukung Pariwisata Yang Berkelanjutan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 13(2), p. 124600. doi: 10.29313/jpwk.v13i2.1388.
Ammar MSA, Hassanein M, Madkour HA, and Abd-Elgawad AE. 2011. Site suitability to tourist use or management programs South Marsa Alam, Red Sea, Egypt. Nusantara Bioscience, 3: 36-43. doi: 10.13057/nusbiosci/n030106.
Bato, M., Yulianda, F. and Fahruddin, A. (2013). Kajian manfaat kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari: Studi kasus di kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Bali The study of benefit of marine protected areas for the development of marine ecotourism: A case study in themari. DEPIK, 2(12), pp. 104–113.
Charlier, R. H. and De Meyer, C. P. (1992). Tourism and the coastal zone: The case of Belgium. Ocean and Coastal Management, 18(2–4), pp. 231–240. doi: 10.1016/0964-5691(92)90026-H.
Dahuri, R. (2002). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu, Pradnya Paramita. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita.
Davinsy, R., Kustanti, A. and Hilmanto, R. (2015). Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari, 3(3), pp. 95–106.
Eunike A, Hardiningtyas D, Sari SIK, and Andronicus. (2018). Sustainability Analysis of Beach and Mangrove Tourism in Clungup, Malang Regency of East Java. Economic and Social Fisheries and Marine, 006(01), pp. 1–13. doi: 10.21776/ub.ecsofim.2018.006.01.01.
Hazeri, G., Hartono, D. and Cahyadinata, I. (2016). Studi Kesesuaian Pantai Laguna Desa Merpas Kecamatan Nasal Kabupaten Kaur Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata dan Konservasi, Jurnal Enggano. Universitas Bengkulu. doi: 10.31186/jenggano.1.1.33-41.
Hidayat, T., Sitorus, H. and Budiyulianto, E. (2016). Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Aquacoastmarine, 13.
Dharma, P et al: Suitability and Carrying Capacity of Coastal Ecotourism in Clungup Mangrove Conservation (CMC)..
210 ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2021. 08(02): 196-210
Irsyad M, Haykal M, Adibah F, Asyari I, Andrimida A, and Hardiyan F. (2021). Upaya Pengembangan Ekowisata Bahari di Pantai Tiga Warna dengan Identivikasi Terumbu Karang. Journal of Empowerment Community and Education.
Ketjulan, R. (2010). Daya Dukung Perairan Pulau Hari sebagai Obyek Ekowisata Bahari. 14(2), pp. 195–204.
Kusumastanto, T. (2003). Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pusaka Utama.
Kusumawati A, Utomo HS, Suharyono, and Sunarti. (2020). Effects of sustainability on WoM intention and revisit intention, with environmental awareness as a moderator. Management of Environmental Quality: An International Journal, 31(1), pp. 273–288. doi: 10.1108/MEQ-03-2019-0064.
Mirera D, Ochiewo J, Munyi F, and Muriuki T. (2013). Heredity or traditional knowledge: Fishing tactics and dynamics of artisanal mangrove crab (Scylla serrata) fishery. Ocean and Coastal Management, 84, pp. 119–129. doi: 10.1016/j.ocecoaman.2013.08.002.
Muzaky, O., Akbar, D. and S, M. S. F. (2019). Distribusi Ikan Terumbu di Perairan Cagar Alam Pulau Sempu, Kabupaten Malang. Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VIII. Malang (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.
Rizkhi, R. and Buchori, I. (2014). Preferensi Pengunjung terhadap Daya Tarik Objek Wisata Teluk Palu di Kota Palu. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 10(4), p. 425. doi: 10.14710/pwk.v10i4.8169.
Romadhon A, Yulianda F, Bengen D, and Adrianto L. (2014). Sustainable Tourism Based on Carrying Capacity and Ecological Footprint at Sapeken Archipelago, Indonesia. International Journal of Ecosystem, 4(4), pp. 190–196.
Rossadi, L. N. and Widayati, E. (2018). Pengaruh Aksesibilitas, Amenitas, Dan Atraksi Wisata Terhadap Minat Kunjungan Wisatawan Ke Wahana Air Balong Waterpark Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal of Tourism and Economic, 1(2). doi: 10.36594/jtec.v1i2.27.
Sadik, M., Muhiddin, A. H. and Ukkas, M. (2017). Biogeofisik Kawasan Pantai Gonda di Desa Laliko Mangrove Ecotourism Adjusment Reviewed Based on Biogeophysiscs Aspecs of Gonda Beach In The Villages of Laliko District of Campalagian Regency of Polewali Mandar. ESPERMONDE, 2, pp. 25–33.
Sari, I., Defri, Y. and Evi, S. (2015). Analisis Kelayakan Ekosistem Mangrove Sebagai Objek Ekowisata di Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. Jom Faperta, 2(1).
Silva, C. P., Alves, F. L. and Rocha, R. (2007). The management of beach carrying capacity: The case of northern Portugal. Journal of Coastal Research, (SPEC. ISSUE 50), pp. 135–139.
Susi, S., Adi, W. and Sari, S. (2018). Potensi Kesesuaian Mangrove Sebagai Sungai Selan Bangka Tengah Potential of Mangrove Suitability as Ecotourism Area in Dusun Tanjung. AkuaJurnal Sumberdaya Perairan, 12.
Yulianda F, Samosir A, Fachrudin A, Adimu H, and Febryane A. (2017). Daya Dukung Lingkungan di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, p. 56.
Yulianda, F. (2019) Ekowisata Perairan Suatu Konsep Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Bahari dan Wisata Air Tawar, IPB Press. Bogor: IPB PRESS.
Yulisa, E. N., Johan, Y. and Hartono, D. (2016). Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai Laguna Desa Merpas Kabupaten Kaur. Jurnal Enggano, 1(1), pp. 97–111. doi: 10.31186/jenggano.1.1.97-111.
Zhong L, Deng J, Song Z, and Ding P. (2011). Research on environmental impacts of tourism in China: Progress and prospect. Journal of Environmental Management, 92(11), pp. 2972–2983. doi: 10.1016/j.jenvman.2011.07.011.