susu pasteurisasi_ theresia gilang a_ 13.70.0123
TRANSCRIPT
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
1/22
Acara I
SUSU PASTEURISASI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun Oleh :
Nama : Theresia Gilang A.
NIM : 13.70.0123
Kelompok D1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
2/22
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Topik
Pada tanggal 30 Mei 2016, kloter D praktikum teknologi pengolahan susu memulai
praktikum dengan topik “Susu Pasteurisasi” yang dilakukan di laboratorium rekayasa
pangan Universitas Katolik Soegijapranata. Praktikum dimulai pada pukul 15.00 WIB –
selesai didampingi oleh asisten dosen. Mula-mula asisten dosen menjelaskan terlebih
dahulu metode yang dilakukan dalam proses pembuatan susu pasteurisasi. Bahan dasar
pembuatan susu pasteurisasi yaitu susu sapi segar. Pada praktikum kali ini susu segar akan
dipasteurisasi dengan suhu yang berbeda yaitu selama 15 detik dengan suhu 72oC dan 3
menit dengan suhu 62oC. Metode pasteurisasi dilakukan sebagai salah satu cara yang dapat
mengurangi dan menghambat aktivitas mikroorganisme pada produk susu yang merupakan
salah satu bahan pangan bersifat perishable atau mudah rusak karena kandungan nutrisinya
yang tinggi. Setelah melakukan proses pasteurisasi maka praktikan menganalisa mikroba
awal dan akhir pada produk.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum susu pasteurisasi ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode
pemanasan susu dengan proses pasteurisasi dalam mengontrol jumlah bakteri yang
terkandung dalam produk susu.
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
3/22
2
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Tabel Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan ketika praktikum, hasil pengamatan susu
pasteurisasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Susu Pasteurisasi
Kel PerlakuanJumlah total bakteri
(CFU/ml)
D1 Susu sebelum pasteurisasi 5,6x10
Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik 8,4x10
Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit 3x10
D2 Susu sebelum pasteurisasi 5,6x10Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik 8,8x10
Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
4/22
3
2.2. Foto Pengamatan
Foto hasil pengamatan pasteurisasi dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Proses pasteurisasi susu
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa susu dari masing-masing kelompok sedang
dipasteurisasi pada salah satu suhu yang diterapkan dalam praktikum.
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
5/22
4
3. PEMBAHASAN
Menurut SNI 3141.1:2011 susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi atau
disebut dengan kelenjar mamae yang sehat dan bersih, kemudian susu diperoleh dengan
cara pemerahan yang benar, setelah itu kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah
sesuatu apapun dan susu belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu
merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena kandungan gizinya yang
lengkap sehingga susu masuk ke dalam kelompok bahan pangan mudah rusak ( perishable)
(Maitimu et al., 2012). Menurut Widodo (2003) susu merupakan bahan pangan yang
dihasilkan selama proses laktasi pada hewan menyusui yang memiliki rasa sedikit manis
serta memiliki aroma spesifik. Susu mengandung gula laktosa, protein, lemak, vitamin dan
mineral yang berfungsi baik bagi tubuh. Susu memiliki nilai pH antara 6,5 - 6,6. Derajat
keasaman ini merupakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi mikroorganisme karena
pH mendekati netral (pH 6,5-7,5) merupakan kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan
bakteri, sehingga susu akan mudah rusak (Cahyono et al., 2013).
Susu dapat dikatakan steril jika susu masih berada didalam kelenjar susu atau yang disebut
dengan ambing. Akan tetapi ketika susu diperah akan mengalami kontak dengan udara luar
dan susu berpotensi menjadi tempat pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme (Saleh,
2004). Kontaminasi miikroorganisme dapat bersifat endogen dan eksogen. Kontaminasi
endogen berarti kontaminasi tersebut berasal dari ternak itu sendiri misalnya kondisi ternak
yang tidak sehat, sedangkan cemaran eksogen berarti berasal dari lingkungan sekitar
misalnya seperti kurangnya sanitasi pada kandang, suhu penyimpanan susu yang kurang
tepat dan kebersihan pekerja (Widodo,2003). Kurniawan et al (2013) didalam jurnalnya
mengatakan bahwa salah satu cara untuk mencegah kontaminan pada susu dengan
melakukan proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi merupakan proses perlakuan panas yang
diberikan pada bahan dengan suhu dibawah titik didih. Menurut saleh (2004), tujuan
pasteurisasi antara lain :
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
6/22
5
a. Membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri-bakteri yang berbahaya bagi manusia karena
dapat menimbulkan penyakit. Misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella
bunetti.
b.
Membunuh suatu bakteri tertentu dengan cara mengatur tingginya suhu dan lamanya
waktu pasteurisasi.
c. Mengurangi jumlah atau populasi bakteri dalam produk.
d. Memperpanjang umur simpan bahan.
e. Dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih menarik konsumen.
Proses pasteurisasi dapat mematikan mikroorganisme patogen tetapi belum bisa
menghilangkan spora yang terbentuk oleh mikroorganisme dan mikroorganisme yang tahan
terhadap suhu tinggi (Hariyadi,2000). Tidak hanya mikroorganisme patogen yang dapat
mati dengan metode pasteurisasi namun proses ini juga dapat menginaktifkan enzim seperti
enzim fosfatase dan katalase. Kedua enzim ini berperan dalam menurunkan kualitas susu
sapi. Omiccioli et al. (2009) juga menambahkan bahwa tujuan proses pasteurisasi adalah
untuk membunuh mikroorganisme kontaminan dan menghilangkan kestabilan kasein susu.
Terdapat dua metode pasteurisasi yang umum dilakukan, yaitu: low temperature long time
(LTLT) yakni pasteurisasi pada suhu rendah 62,8oC selama 30 menit, sedangkan metode
lain adalah high temperature short time (HTST), yakni pemanasan pada suhu tinggi 71,7oC
selama 15 detik (Sabil, 2015).
Pada praktikum ini dilakukan pasteurisasi dengan 2 macam perlakuan yaitu menggunakan
suhu dan waktu yang berbeda. Mula-mula susu yang akan dipasteurisasi diletakan ke dalam
botol kaca yang sudah melalui tahap sterilisasi sebanyak 200 ml. Tahap sterilisasi
merupakan proses yang penting untuk menghindari sumber kontaminasi pada alat yang
digunakan dan untuk menjaga kualitas produk. Proses sterilisasi merupakan pemanasan
dengan suhu 100oC tanpa tekanan atau suhu 109
oC dengan telakan 5 lb, suhu 115,5
oC
dengan pemberian tekanan 10 lb atau suhu 121,5oC dengan tekanan 15 lb (Frazier &
Westhoff, 1988). Kemudian termometer dimasukkan untuk mengukur suhu awal susu
sebelum dipasteurisasi. Kemudian susu sebanyak 2 ml diambil untuk dilakukan uji jumlah
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
7/22
6
mikroba awal sebelum proses pasteurisasi. Setelah diambil maka masing-masing botol
dipanaskan dengan suhu 72oC selama 15 detik (botol A) dan suhu 62
oC selama 3 menit
(botol B). Pasteurisasi pada botol A dapat digolongkan dalam metode pasteurisasi HTST
karena pemanasan susu menggunakan suhu yang tinggi dan waktu yang sangat singkat,
sedangkan pada botol B pasteurisasi digolongkan dalam metode LTLT karena suhu dan
waktu yang diaplikasikan rendah dan lama. Setelah pasteurisasi selesai maka botol ditutup
dan disimpan pada refrigerator.
Susu yang sudah melewati proses pemanasan dengan metode pasteurisasi memiliki umur
simpan selama kurang lebih 7 hari pada suhu 4oC. Teori tersebut juga didukung oleh
Wanniatie & Hanum (2015) dalam jurnalnya yang mengatakan bahwa susu yang sudah
dipasteurisasi memiliki umur simpan terbatas yaitu 5-8 hari pada suhu penyimpanan
dibawah 10oC. Umur simpan yang terbatas dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
masih bertahan selama proses pasteurisasi seperti Staphylococcus aureus maupun
mikroorganisme yang baru tumbuh akibat kontaminasi yang terjadi setelah proses
pasteurisasi. Bakteri patogen dalam susu yang dapat dihambat pertumbuhannya melalui
proses pasteurisasi yaitu Enterobacter sakazakii, Campylobacter sp., Bacillus cereus,
Bacillus coagulans, Staphylococcus aureus, Brucella sp., Escherichia coli, Mycobacterium
sp., Listeria monocytogenes, Streptococcus sp. dan Salmonella (Djaafar dan Rahayu, 2007).
Analisa total bakteri pada susu sebelum pasteurisasi dilakukan pengenceran hingga 10-5
dan
10-6
, sedangkan untuk uji analisa mikroba pada susu setelah pasteurisasi dilakukan
pengenceran 10-1
, 10-2
, dan 10-3
. Aquades yang digunakan dalam pengenceran juga harus
steril karena apabila aquades tidak steril akan menyebabkan sel dari mikoorganisme tidak
tumbuh (Winarno, 1994). Setiap pengenceran kemudian dituangkan ke dalam cawan petri
yang berisi media NA ( Nutrient Agar ) menggunakan metode pour plate. Pertama dilakukan
penuangan media Nutrient Agar (NA) yang masih cair kedalam cawan petri. Kondisi agar
yang belum memadat kemudian ditambahkan sampel susu dengan cara diteteskan secara
aseptis menggunakan mikropipet ke dalam cawan. Setelah itu cawan petri di putar
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
8/22
7
membentuk angka delapan agar suspensi sampel dan media homogen, setelah itu didiamkan
sebentar hingga memadat. Metode pour plate memiliki keunggulan yaitu sel-sel bakteri
lebih homogen, tidak hanya terdapat pada permukaan agar tetapi terdapat di dasar agar
sehingga kita dapat mengetahui keberadaan sel pada bagian yang kaya O2 dan pada bagian
yang kurang O2 (Cappucino, 1983). Kelemahan metode ini adalah hasil perhitungan pada
metode ini tidak menunjukkan hasil yang sebenarnya. Misalnya ada sel yang berdekatan itu
bisa dikatakan satu koloni, medium dan kondisi inkubasi yang berbeda dapat menghasilkan
nilai yang berbeda pula, dan mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium
padat serta membentuk koloni yang padat, kompak, dan tidak menyebar. Kandungan nutrisi
yang terdapat pada media NA seperti C, H, O, N, S, P, dan sejumlah kecil Fe, Mg, K, dan
Ca akan digunakan oleh mikroba untuk tumbuh. Komposisi media NA adalah polipepton
(pepton) dengan pH 5, beef extract dengan pH 3, dan agar dengan pH 15, dengan pH
akhirnya adalah 6,8 (Suriawiria, 2005).
Setelah itu sampel akan diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan penghitungan
jumlah koloni mikroba menggunakan alat colony counter. Pengenceran yang dilakukan
bertujuan agar larutan susu yang digunakan memiliki konsentrasi yang lebih rendah
sehingga larutan tidak terlalu pekat karena akan mempengaruhi jumlah mikroba yang
terhitung. Sampel yang diencerkan memiliki jumlah mikroba yang lebih sedikit
dibandingkan dengan sampel pekat (Khan et al., 2010). Pengenceran ini juga bertujuan
untuk memenuhi persyaratan statistik untuk penghitungan koloni mikroba yaitu dengan
menggunakan cawan yang mengandung koloni berjumlah 30-300. Setelah penghitungan
jumlah koloni maka dikonversikan dengan dikali faktor pengenceran sampel.
Dari tabel hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah bakteri awal susu sebelum
pasteurisasi adalah 5,6 x 106
CFU/ml. Syarat mutu TPC (Total Plate Count ) maksimal
menurut SNI 01-3951-1995 tentang Susu Segar adalah 1 x 106 CFU/ml. Berdasarkan
standart tersebut maka hasil pengamatan pada susu sebelum pasteurisasi mengandung
banyak sekali mikroorganisme dan terbukti bahwa susu merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Gaman & Sherrington (1994) menambahkan terdapat
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
9/22
8
beberapa bakteri yang pada umumnya terdapat pada susu segar, seperti bakteri asam laktat,
bakteri koliform, bakteri asam butirat, bakteri asam propionat serta bakteri pembusuk.
Jumlah kontaminasi pada susu dipengaruhhi oleh lingkungan pengambilan susu baik secara
endogen maupun eksogen. Menurut Roswita et al. (2005), susu yang disimpan pada suhu
kamar (sekitar 27,5°C) akan terjadi pertumbuhan bakteri mencapai 100 kali lipat setiap
enam jam dengan waktu generasi 58 menit. Sedangkan pada suhu penyimpanan 10°C,
terjadi peningkatan jumlah bakteri sekitar 10 kali lipat dalam 6 jam dengan waktu generasi
66 menit. Ketika susu disimpan pada suhu 4°C terjadi perlambatan pertumbuhan bakteri,
yaitu kurang dari 10 kali lipat dalam waktu 6 jam dengan waktu generasi 195 menit.
Susu setelah pasteurisasi pada hasil penelitian diketahui menurun secara signifikan jumlah
bakterinya dibandingkan dengan susu sebelum pasteurisasi. Pada pasteurisasi suhu 62oC
selama 3 menit mengandung jumlah bakteri yang lebih sedikit dibandingkan dengan
pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik. Dari hasil tersebut menunjukkan perlakuan LTLT
(62oC selama 3 menit ) lebih efektif daripada HTST (72°C selama 15 detik). Hal ini dapat
terjadi karena faktor suhu dan waktu yang kurang terkontrol dengan baik, selain itu dapat
juga disebabkan oleh permukaan botol yang kurang tercelup pada saat pasteurisasi
berlangsung sehingga menyebabkan distribusi suhu pemanasan pada susu kurang merata
dan menyebabkan metode pasteurisasi menjadi kurang optimal (Willian & Dennis, 1988).
Tamime (2009) mengatakan bahwa semakin tinggi suhu pasteurisasi yang digunakan, maka
semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme. Berdasarkan
teori dari Budiono (2009), pemanasan susu dengan metode HTST lebih efektif dalam
menurunkan jumlah mikroba dibanding dengan metode LTLT. Hal ini karena pada LTLT
digunakan suhu yang rendah dan waktu pemanasan yang lebih lama dan memungkinkan
terjadinya kontaminasi selama proses pasteurisasi berlangsung, maka hasil penelitian dapat
dikatakan kurang sesuai. Menurut Sabil (2015), pasteurisasi melalui metode suhu rendah
dengan waktu lama (low temperature long time atau LTLT) menggunakan suhu pemanasan
sebesar 63oC selama 30 menit, sedangkan pada praktikum ini hanya dilakukan selama 3
menit saja. Namun, Abubakar et al. (2001) mengatakan bahwa metode HTST dan LTLT
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
10/22
9
tidak berbeda nyata dalam hal menurunkan jumlah bakteri akan tetapi berbeda nyata dalam
mempengaruhi umur simpan. Susu yang dipasteurisasi dengan metode HTST memiliki
umur simpan yang lebih panjang daripada susu yang dipasteurisasi dengan metode LTLT.
Widodo (2003) mengatakan bahwa suhu pasteurisasi tidak memiliki beda nyata terhadap
jumlah bakteri dalam susu. Perlakuan pasteurisasi, baik pada suhu 65oC selama 30 menit
(LTLT) maupun pada suhu 72oC selama 15 detik (HTST) mampu mengurangi jumlah total
mikroba dari jumlah total bakteri pada susu segar.
Pada hasil penelitian dapat dilihat pula perbedaan jumlah koloni yang sedikit signifikan jika
dibandingkan antar perlakuan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang
dilakukan menghasilkan nilai yang tidak valid. Dengan metode yang sama, seharusnya
tidak terjadi perbedaan nilai yang signifikan diantara sampel sesuai dengan pernyataan
Abubakar et al (2001) yang mengatakan bahwa waktu dan suhu pasteurisasi tidak berbeda
nyata terhadap jumlah bakteri dalam sampel. Secara keseluruhan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa metode pasteurisasi dapat menurunkan jumlah mikroorganisme pada
susu segar sehingga layak untuk dikonsumsi. Dibutuhkan kegiatan penelitian yang lebih
aseptis dan hati-hati dalam bekerja supaya hasil yang didapatkan dari praktikum
semaksimal mungkin.
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
11/22
10
4. KESIMPULAN
Faktor mikrobiologi merupakan penyebab utama yang dapat mengubah karakteristik
susu, seperti warna, aroma, rasa, kekentalan, dan zat gizi susu
Pasteurisasi susu merupakan salah satu cara mengawetkan susu melalui pemanasan
pada suhu tertentu dibawah titik didih susu
Metode pasteurisasi pada susu dalam praktikum ini adalah High Temperature Short
Time/ HTST (72oC selama 15 detik) dan Low Temperature Long Time/ LTLT
(62Oc selama 3 menit)
Pasteurisasi dapat membunuh bakteri patogen di dalam susu, namun tidak dapat
membunuh spora yang dihasilkan, terutama yang bersifat termoresisten dan dapatmenginaktifkan enzim fosfatase dan katalase yang menyebabkan susu cepat rusak
Pasteurisasi HTST lebih efektif untuk menurunkan jumlah mikroorganisme/bakteri
pada susu karena metode LTLT akan tepat jika dilakukan pada suhu 62°C selama
30 menit tidak hanya 3 menit pemanasan.
Jenis bakteri patogen yang sering dijumpai dalam susu adalah Escherichia coli,
Mycobacterium tuberculosis, dan Coxiella burnetii.
Batas maksimum cemaran mikroorganisme susu yang telah dipasteurisasi adalah 3 x
104 (CFU/ml)
Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah bakteri dalam proses
pasteurisasi adalah temperatur, waktu, jumlah bakteri awal, dan keaseptisan
kemasan.
Semarang, 8 Juni 2016
Praktikan, Asisten Dosen
- Graytta Intannia
- Rr. Panulu P.M.
Theresia Gilang Astuti
13.70.0123
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
12/22
11
5. DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Triyantini, R. Sunarlim, H. Setiyanto, and Nurjannah. (2001). Effect Of
Temperature And Time Of Pasteurization On The Milk Quality During Storage.Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):45-50.
Badan Standarisasi Nasional. (2011). SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar Sapi. Jakarta.
Cahyono, Dwi; Masdiana Ch. Padaga; dan Manik Eirry Sawitri. (2013). Kajian KualitasMikrobiologis (Total Plate Count , Enterobacteriaceae, dan Staphylococcus aureus)
Susu Sapi Segar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo. Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1 ISSN : 1978 – 0303.
Cappuccino, J. G. & N. Sherman. (1983). Microbiology: A Laboratorium Manual. AddisonWesley Publishing Company Inc. USA.
Djaafar, T.F dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit
yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian Balai PengkajianTeknologi Pertanian 26(2) : 67-75.. Yogyakarta.
Frazier, William C. & Dennis C. Westhoff. (1988). Food Microbiology Fourth Edition. Kin
Keong Printing Co. Pte. Ltd. Singapore
Gaman, P. B. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi,dan Mikrobiologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hariyadi, P. (2000). Dasar-Dasar Teori dan Praktek Proses Termal . Pusat Studi Pangan
dan Gizi IPB. Bogor.
Khan, M., S.S. Khan, Z. Ahmed and A. Tanveer (2010). Production of Single Cell Protein
from Saccharomyces cerevisiae by utilizing Fruit Wastes. NanobiotechnicaUniversale Journal; 1(2), 127-132
.
Kurniawan, Irfan., dan Putri, Riana Defi Mahadji. 2013. Alat Pemantau KestabilanPasteurisasi Susu. Junral Teknik Elektro Vol. 5 No. 2.
Maitimu, Centhya Victorin; Anang M. Legowo; Ahmad N. AlI Baarr. (2012). ParameterKeasaman Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Ekstrak Daun Aileru (Wrightia
caligria). Fakultas Pertanian Universitas! Pattimura Ambon dan Fakultas Peternakan
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
13/22
12
Universitas Diponegoro Semarang. Vol. 1 No. 1, 2012 – Jurnal Aplikasi TeknologiPangan.
Ommiccioli E., Giulia A., Giorgio B., Mauro M., (2009). A New Platform for Real-Time
PCR derection of Salmonella spp., Listeria monocytogenes and Escherichia coli 0157in milk. Food Microbiology. Vol 26.
Roswita, Sunarlim dan Widaningrum. (2005). Cara Pemanasan, Suhu dan Lama
Penyimpanan terhadap Masa Simpan Susu Kambing. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor
Sabil, Syahriana. (2015). Pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) Susu terhadap Listeria Monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator . Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Saleh, E. (2004). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Suriawiria, U. (2005). Mikrobiologi Dasar . Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
Tamime, A.Y. (2009). Milk Processing and Quality Management . Blackwell Publishing
Ltd. Chichester.
Wanniatie,Veronica, dan Zuraida Hanum. (2015) Kualitas Susu Pasteurisasi Komersil.Jurnal Agripet, Vol 15 No. 2.
Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Laticia Press. Yogyakarta.
Widodo. (2003). Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta.
William, C.F. & Dennis C.W. (1988). Food Mikrobaiology 4 edition. McGraw-hill Book.
Singapore.
Winarno, F. G. (1994). Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
14/22
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
15/22
13
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus :
⁄
Sebelum Pasteurisasi
- Pengenceran 10-5
⁄
= 56x105
- Pengenceran 10-6
⁄
= 38x106
Maka menggunakan pengenceran kecil, yaitu
Setelah pasteurisasi 72°C selama 15 detik
Kelompok D1
CFU/ml =
= 2,1x102
CFU/ml =
= 8,4x103
CFU/ml =
= 9,3x104
= 11,07 > 2
Maka menggunakan pengenceran kecil yaitu 8,4x103CFU/ml
Kelompok D2
CFU/ml =
= 2,4x102
CFU/ml =
= 1,5x103
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
16/22
14
CFU/ml =
= 8,8x104
Maka menggunakan nilai 8,8x104
CFU/ml
Kelompok D3
CFU/ml =
= 3 x102
CFU/ml =
= 5,5 x103
CFU/ml =
= 3,6x104
= 65 > 2
Maka menggunakan pengenceran kecil yaitu 5,5 x103
CFU/ml
Kelompok D4
CFU/ml =
= 1,4 x102
CFU/ml =
= 6,8 x103
CFU/ml =
= 2,55x104
= 37,5 > 2
Maka menggunakan pengenceran kecil yaitu 6,8 x103
CFU/ml
Kelompok D5
CFU/ml =
= -
CFU/ml =
= 4,5 x103
CFU/ml = = 3,2x104
= 7,1 > 2
Maka menggunakan pengenceran kecil yaitu 4,5 x103
CFU/ml
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
17/22
15
Setelah pasteurisasi 62°C selama 3 menit
Kelompok D1
CFU/ml =
= 0
CFU/ml =
= 3x103
CFU/ml =
= 1,17x104
= 39 > 2
Maka menggunakan pengenceran kecil yaitu 3x103
CFU/ml
Kelompok D2
CFU/ml =
= 6 x10
CFU/ml =
= 0
CFU/ml =
= 1x103
< 3,0 x102
Maka menggunakan nilai 6 x10 CFU/ml
Kelompok D3
CFU/ml =
= 1,5 x102
CFU/ml =
= 1,4X102
CFU/ml =
= 7x103
< 3,0 x102
Maka menggunakan nilai 1,5 x102
CFU/ml
Kelompok D4
CFU/ml =
= 3,1 x102
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
18/22
16
CFU/ml =
= 0
CFU/ml =
= 1,5x104
< 3,0 x10
2
Maka menggunakan nilai 3,1 x10
2CFU/ml
Kelompok D5
CFU/ml =
= 2,0X102
CFU/ml =
= 4,1x103
CFU/ml =
= 3,3x104
= 8,05 > 2
Maka menggunakan pengenceran kecil yaitu 4,1x103
CFU/ml
6.2.
Abstrak Jurnal
6.3. Laporan Sementara
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
19/22
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
20/22
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
21/22
-
8/15/2019 Susu Pasteurisasi_ Theresia Gilang A_ 13.70.0123
22/22