tekanan mereda

81
Oktober 2016 Tekanan mereda

Upload: doanquynh

Post on 09-Dec-2016

256 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: tekanan mereda

Oktober 2016

Tekanan mereda

Supported by funding from the Australian Government (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT), under the Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA) program.

Page 2: tekanan mereda

PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA Tekanan mereda

Oktober 2016

Page 3: tekanan mereda
Page 4: tekanan mereda

Kata Pengantar

Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Indonesia Economic Quarterly, IEQ) mempunyai dua tujuan. Pertama, untuk menyajikan perkembangan utama perekonomian Indonesia dalam tiga bulan terakhir, dan menempatkan dalam konteks jangka panjang dan global. Berdasarkan perkembangan ini, serta perubahan kebijakan dalam periode tersebut, laporan ini menyediakan perkembangan terkini secara rutin tentang prospek perekonomian dan kesejahteraan sosial Indonesia. Kedua, laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia ini memberikan penilaian mendalam terhadap isu-isu ekonomi dan kebijakan tertentu, dan analisis terhadap tantangan pembangunan jangka menengah Indonesia. Laporan ini ditujukan untuk khalayak luas termasuk pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, pelaku pasar keuangan, serta komunitas analis dan profesional yang terlibat dan mengikuti perkembangan ekonomi Indonesia.

Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia merupakan laporan Bank Dunia di Jakarta dan mendapatkan bimbingan editorial dan strategis oleh dewan editorial yang dipimpin oleh Rodrigo Chaves, Country Director untuk Indonesia. Laporan ini disusun oleh tim Macroeconomic and Fiscal Management Global Practice, dibawah bimbingan Ndiame Diop, Practice Manager, dan Hans Beck, Senior Economist. Tim utama penyusun laporan ini dipimpin oleh Masyita Crystallin dan bertanggung jawab di bagian A, dan Kelly Wyett, pengeditan dan produksi, tim inti terdiri dari Magda Adriani, Arsianti, Indira Maulani Hapsari, Ahya Ihsan, Taufik Indrakesuma, Dhruv Sharma, dan Violeta Vulovic. Dukungan administrasi diberikan oleh Titi Ananto. Diseminasi dilakukan oleh Jerry Kurniawan, GB Surya Ningnagara, Kurniasih Suditomo, Nugroho Sunjoyo, dan Suryo Utomo Tomi, dibawah bimbingan Dini Sari Djalal.

Edisi ini juga mencakup kontribusi dari Bertine Kamphuis, Nikola Kojucharov, John Perrottet, dan Andre Simangunsong (Bagian B.1, Pariwisata), Mateo Ambrosio, Emilie Cassou, Steven M. Jaffee, dan Taimur Samad (Bagian B.2, Kebijakan ketahanan pangan), Martin Albrecht, Claire Chase, Sarah Glavey, Martin Gambrill, Rahmi Kasri, Sitaram Machiraju, Vikram Rajan, Amin Robiarto Deviariandy Setiawan, dan Ali Subandoro (Bagian C.1, WASH), Tazeen Fasih, Karthik Muralidharan, Menno Pradhan, Joppe de Ree, dan Halsey Rogers (Bagian C.2, Sertifikasi pengajar dan pandangan kedepannya). Laporan ini juga mendapat masukan yang penting dari, Tatiana Nenova, Massimiliano Cali, Nikola L. Spatafora, Ekaterine T. Vashakmadze, Maria Monica Wihardja, Nikhilesh Bhattacharya (Australia Department of Foreign Affairs and Trade), dan Amanda Apsden dan David Nellor (Australia Indonesia Partnership for Economic Governance).

Laporan ini disusun oleh para staf International Bank for Reconstruction and Development Bank Dunia, dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah Australia (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan atau Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT) melalui program Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA). Temuan-temuan, interpretasi dan kesimpulan-kesimpulan yang dinyatakan di dalam laporan ini tidak mencerminkan pandangan AusAID dan Pemerintah Australia, para Direktur Pelaksana Bank Dunia atau pemerintah yang diwakilinya. Bank Dunia tidak menjamin ketepatan data-data yang termuat dalam laporan ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi-informasi lain yang digambarkan pada setiap peta di dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Bank Dunia mengenai status hukum dari wilayah atau dukungan atau penerimaan dari batas-batas tersebut. Semua foto merupakan Hak Cipta Bank Dunia, kecuali Bagian B, yang merupakan Hak Cipta Riaz Sharma. Semua Hak Cipta dilindungi.

Untuk mendapatkan lebih banyak analisi Bank Dunia tentang ekonomi Indonesia:

Untuk informasi mengenai Bank Dunia serta kegiatannya di Indonesia, silakan berkunjung ke website ini www.worldbank.org/id Untuk mendapatkan publikasi ini melalui e-mail, silakan hubungi [email protected]. Untuk pertanyaan dan saran berkaitan dengan publikasi ini, silakan hubungi [email protected].

Page 5: tekanan mereda

Daftar Isi

RINGKASAN EKSEKUTIF: TEKANAN MEREDA .............................................................. I

A. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN FISKAL TERKINI ............................................... 1

1. Gejolak pasar keuangan global telah mereda, tetapi perekonomian dunia masih tidak mendukung pertumbuhan Indonesia .................................................................................................................... 1

2. Pertumbuhan PDB meningkat karena ditopang oleh meningkatnya konsumsi pemerintah ........... 2 3. Tekanan inflasi lebih rendah karena stabilnya harga pangan dan menurunnya biaya transportasi . 5 4. Defisit transaksi berjalan sedikit menurun di Triwulan ke-2 2016 .................................................... 7 5. Kondisi keuangan dalam negeri yang stabil dan pelonggaran kebijakan moneter .......................... 10 6. Kebijakan merespon pengumpulan penerimaan yang lemah .......................................................... 11 7. Setelah bertahun-tahun stagnan, kemiskinan dan ketimpangan (akhirnya) turun lagi ................... 19 8. Potensi hambatan untuk outlook makro fiskal dari faktor eksternal tetap tinggi ............................ 21

B. BEBERAPA PERKEMBANGAN TERKINI PEREKONOMIAN INDONESIA .......... 22

1. Percepatan pembangunan pariwisata .............................................................................................. 22 a. Meningkatkan infrastruktur dan merencanakan pertumbuhan pariwisata yang berkelanjutan .................... 24 b. Menarik investasi dan meningkatkan keterkaitan dengan perekonomian local ........................................... 25 c. Memperkuat kemampuan koordinasi dan pelaksanaan untuk mencapai hasil ............................................. 26

2. Mengapa Indonesia harus mempertimbangkan kembali kerangka dan arah kebijakan ketahan pangannya? ..................................................................................................................................... 29

a. Terdapat kekhawatiran tentang efektifitas kebijakan ketahanan pangan dan belanja publik Indonesia ...... 30 b. Implikasi perubahan pola pengeluaran untuk bahan pangan dan nutrisi bagi kebijakan pangan Indonesia 35 c. Bagaimana seharusnya Indonesia secara strategis mengubah orientasi kebijakan ketahanan pangannya? . 37

C. INDONESIA 2018 DAN SELANJUTNYA: TINJAUAN PILIHAN ............................... 41

1. Memastikan akses air minum dan sanitasi untuk semua (akses universal) sebagai upaya menurunkan stunting, kemiskinan, dan ketimpangan.................................................................... 41

a. Kerangka kelembagaan yang kuat membantu meningkatkan akses air minum dan sanitasi di perdesaan .. 42 b. Air Minum dan Sanitasi sangat memengaruhi stunting ................................................................................ 44 c. Pendekatan air minum dan sanitasi terpadu diperlukan untuk mengatasi stunting dan kemiskinan .......... 46 d. Meneruskan kemajuan AMS untuk menurunkan stunting dan kemiskian ................................................... 47

2. Apa hasilnya? Melihat lebih jauh Sertifikasi Guru ........................................................................... 50 a. Program Sertifikasi Guru ............................................................................................................................... 51 b. Evaluasi program sertifikasi guru .................................................................................................................. 52 c. Apa yang lebih penting bagi pembelajaran murid? ....................................................................................... 54 d. Dari “Sertifikasi” ke tunjangan “Profesi” ...................................................................................................... 57

LAMPIRAN: INDIKATOR GAMBARAN EKONOMI INDONESIA ................................ 59

Page 6: tekanan mereda

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Volatilitas pasar keuangan mereda di kuartal ketiga .............................................. 2 Gambar 2: Konsumsi pemerintah merupakan pendorong utama dari peningkatan dan

pertumbuhan PDB ................................................................................................. 3 Gambar 3: Sebagian besar indikator yang frekuensi tinggi meningkat pada bulan Juli dan

Agustus ................................................................................................................... 3 Gambar 4: Inflasi umum telah turun oleh karena menurunnya harga pangan ........................ 6 Gambar 5: Harga beras dalam negeri menurun sejalan dengan tren internasional ................. 6 Gambar 6: Arus masuk portofolio publik yang tinggi mendorong surplus Neraca

Pembayaran yang cukup besar ............................................................................... 8 Gambar 7: Ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam empat triwulan, tetapi tetap

rendah sepanjang tahun ......................................................................................... 8 Gambar 8: Kebutuhan pembiayaan eksternal tetap stabil ........................................................ 9 Gambar 9: Pinjaman Pemerintah semakin banyak yang berasal dari luar negeri .................... 9 Gambar 10: Rupiah tetap stabil di Triwulan ke-3 .................................................................... 10 Gambar 11: Inflasi jinak memberikan ruang bagi pelonggaran moneter ................................ 11 Gambar 12: Pertumbuhan kredit dan deposito terus mengecewakan ..................................... 11 Gambar 13: Pertumbuhan year-to-date total pertumbuhan pengumpulan penerimaan

meningkat pada triwulan ketiga tahun fiskal … ................................................... 12 Gambar 14: ... terutama karena meningkatnya pengumpulan PPh Badan, PPN dalam negeri,

dan hasil amnesti pajak ......................................................................................... 12 Gambar 15: Pemotongan pengeluaran di APBN tahun 2016 yang belum lama ini diumumkan

memberi dampak kepada beberapa kementrian kunci ......................................... 14 Gambar 16: Pengentasan kemiskinan pada tahun 2016, meskipun lebih besar dibandingkan

tahun-tahun belakangan ini, tetap lebih lambat dari sebelum tahun 2011 ........... 19 Gambar 17: Koefisien Gini di tahun 2016 turun di bawah 40 untuk pertama kalinya sejak

tahun 2011 ............................................................................................................. 20 Gambar 18: Peningkatan harga komoditas mungkin bersifat sementara ................................ 21 Gambar 19: Pengeluaran di sektor pariwisata di Indonesia memiliki dampak yang besar

terhadap PDB dan kesempatan kerja dibandingkan dengan pengeluaran di sektor-sektor lain .................................................................................................. 23

Gambar 20: Pasar Asia Pasifik sangat penting bagi pertumbuhan pariwisata Indonesia ...... 23 Gambar 21: Jumlah pengunjung asing telah meningkat terus sejak tahun 2006, namun

pertumbuhan pengunjung tidak merata dan dipengaruhi oleh eksternalitas ...... 27 Gambar 22: Target pertumbuhan pengunjung asing untuk 10 tujuan wisata prioritas lebih

tinggi dari pertumbuhan yang dicapai Bali sepanjang 5 tahun pertumbuhan yang paling cepat .......................................................................................................... 27

Gambar 23: Dukungan total Indonesia untuk pertanian meningkat dan lebih tinggi dari negara-negara “emerging market” dan negara-negara OECD lainnya .............. 29

Gambar 24: Peningkatan belanja Pemerintah Pusat untuk pertanian lebih cepat dari peningkatan PDB pertanian ................................................................................. 29

Gambar 25: Harga eceran beras lebih tinggi di Indonesia dan Filipina .................................. 31 Gambar 26: Pajak implisit yang dikenakan kepada konsumen pangan di Indonesia sangat

besar, dan terus meningkat saat di tempat lain turun ........................................... 31 Gambar 27: prevalensi Indonesia untuk stunting jauh lebih tinggi daripada di negara-negara

dengan tingkat Pendapatan Nasional Bruto yang sama ...................................... 32 Gambar 28: Prevalensi stunting sedikit berubah dalam beberapa tahun terakhir namun

sebenarnya meningkat di beberapa daerah .......................................................... 33 Gambar 29: Kelebihan tenaga kerja di beberapa daerah tetap mengalir masuk ke dalam

system produksi padi, menghasilkan produktivitas tenaga kerja yang rendah ... 34

Page 7: tekanan mereda

Gambar 30: Diversifikasi tanaman pangan yang cukup besar telah terjadi di Tiongkok, sedangkan untuk Indonesia beras tetap dominan dan perubahan utamanya hanya pada konversi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit ......................... 34

Gambar 31: Pola pengeluaran untuk sektor pangan Indonesia berubah, terutama di daerah perkotaan .............................................................................................................. 35

Gambar 32: Dalam total impor pangan Indonesia, impor (bahan) makanan bernilai tinggi dan makanan olahan tumbuh pesat ..................................................................... 37

Gambar 33: Impor pangan per kapita per tahun di Indonesia rendah dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya ............................................... 37

Gambar 34: Indonesia harus menyeimbangkan kebijakan ketahanan pangannya ................ 38 Gambar 35: Pertumbuhan akses WASH perdesaan naik setelah STBM dan PAMSIMAS

dilaksanakan ......................................................................................................... 43 Gambar 36: Investasi publik yang terarah mampu memicu investasi yang lebih besar dari

masyarakat ............................................................................................................ 44 Gambar 37: Perbaikan sanitasi dan penurunan stunting berkorelasi erat .............................. 45 Gambar 38: Kemiskinan dan Stunting turun, sementara akses AMS naik ............................. 48 Gambar 39: Sejak 2001, pengeluaran untuk pendidikan dalam nilai riil naik tiga kali lipat ... 50 Gambar 40: Kinerja guru diharapkan meningkat melalui tiga saluran mekanisme ............... 52 Gambar 41: Proporsi guru dengan gelar sarjana meningkat ................................................... 52 Gambar 42: Sampel representatif dari 20 kabupaten dipilih untuk dievaluasi ....................... 53 Gambar 43: Program sertifikasi tidak berdampak pada hasil belajar murid .......................... 54 Gambar 44: Program sertifikasi memperbaiki kondisi keuangan guru dan kepuasan

pekerjaan .............................................................................................................. 54 Gambar 45: Guru diperkirakan mendapat hasil lebih baik dalam tes setelah pengetahuan

mereka ditingkatkan ............................................................................................. 54 Gambar 46: Rekrutmen selektif untuk guru berkinerja tinggi bisa berdampak positif

terhadap hasil belajar murid ................................................................................ 56 Gambar 47: Meningkatkan pengetahuan guru memberi manfaat jangka pendek; merekrut

guru yang lebih baik memberikan hasil jangka panjang ..................................... 56

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

Lampiran Gambar 1: Pertumbuhan PDB riil .......................................................................... 59 Lampiran Gambar 2: Kontribusi terhadap PDB pengeluaran ................................................ 59 Lampiran Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB produksi ...................................................... 59 Lampiran Gambar 4: Penjualan mobil dan sepeda motor ...................................................... 59 Lampiran Gambar 5: Indikator konsumen ............................................................................. 59 Lampiran Gambar 6: Indikator produksi industri .................................................................. 59 Lampiran Gambar 7: Neraca pembayaran .............................................................................. 60 Lampiran Gambar 8: Komponen neraca berjalan ................................................................... 60 Lampiran Gambar 9: Ekspor barang ...................................................................................... 60 Lampiran Gambar 10: Impor barang ...................................................................................... 60 Lampiran Gambar 11: Cadangan devisa dan arus masuk modal ............................................ 60 Lampiran Gambar 12: Inflasi dan kebijakan moneter ............................................................ 60 Lampiran Gambar 13: Rincian IHK bulanan ........................................................................... 61 Lampiran Gambar 14: Perbandingan inflasi beberapa negara ................................................. 61 Lampiran Gambar 15: Harga beras domestik dan internasional ............................................. 61 Lampiran Gambar 16: Tingkat kemiskinan dan pengangguran .............................................. 61 Lampiran Gambar 17: Indeks saham regional ......................................................................... 61 Lampiran Gambar 18: Nilai tukar dollar AS ............................................................................. 61 Lampiran Gambar 19: Imbal hasil obligasi pemerintah 5-tahunan dalam mata uang lokal .. 62 Lampiran Gambar 20: Spread obligasi dolar AS kelompok negara-negara EMBI Global ..... 62

Page 8: tekanan mereda

Lampiran Gambar 21: Pertumbuhan kredit komersial, pedesaan dan deposito ................... 62 Lampiran Gambar 22: Indikator sektor perbankan ................................................................ 62 Lampiran Gambar 23: Utang pemerintah ............................................................................... 62 Lampiran Gambar 24: Utang luar negeri ................................................................................ 62

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Dalam kasus dasar, pertumbuhan PDB diproyeksikan sebesar 5,1 persen pada tahun 2016 ............................................................................................................................. iii

Tabel 2: Dalam kasus dasar, pertumbuhan PDB diproyeksikan sebesar 5,1 persen pada tahun 2016 dan 5,3 persen pada tahun 2017 ................................................................. 7

Tabel 3: Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan sedikit melebar di tahun 2016 dan 2017 9 Tabel 4: Pengumpulan penerimaan dari program amnesti pajak telah mencapai lebih dari 50

persen dari target ........................................................................................................ 17 Tabel 5: Bank Dunia memproyeksikan penerimaan dan pengeluaran lebih rendah daripada

APBN tahun 2016 ....................................................................................................... 18 Tabel 6: Ketimpangan telah turun karena meningkatnya konsumsi kelompok 40 yang berada

di Tengah, tetapi konsumsi kelompok 40 yang berada di bagian Paling Bawah 40 telah menurun ........................................................................................................... 20

Tabel 7: Sumber daya alam dan budaya Indonesia secara global kompetitif, tetapi menghadapi kendala infrastruktur dan dukungan lingkungan ................................ 23

Tabel 8: Pelatihan untuk wirausaha sanitasi telah membantu meningkatkan penjualan jamban ....................................................................................................................... 47

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

Lampiran Tabel 1: Realisasi dan anggaran belanja Pemeritah ............................................... 63 Lampiran Tabel 2: Neraca pembayaran ................................................................................. 63 Lampiran Tabel 3: Perkembangan indikator ekonomi makro Indonesia .............................. 64 Lampiran Tabel 4: Sekilas indikator perkembangan Indonesia ............................................. 65

DAFTAR KOTAK

Kotak 1: Apa yang terjadi ketika Pemerintah meningkatkan investasi publik di Indonesia? .. 5 Kotak 2: Program amnesti pajak Indonesia ............................................................................. 16

Page 9: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

i Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Ringkasan eksekutif: tekanan mereda

Perekonomian Indonesia tetap kuat meskipun pertumbuhan perekonomian global lebih lemah dari perkiraan

Pertumbuhan global yang lamban di semester pertama tahun ini didorong oleh pertumbuhan negara-negara maju yang lebih lemah dari perkiraan. Selain itu, pertumbuhan Tiongkok yang semakin menurun sejalan dengan pergeseran sumber pertumbuhan yang didorong oleh investasi menuju ke konsumsi, dan berkurangnya kelebihan kapasitas industri. Sebaliknya, volatilitas pasar keuangan global menjelang dan pasca referendum Brexit pada bulan Juni telah menurun secara signifikan. Volatilitas yang lebih rendah di pasar keuangan telah memberikan kontribusi untuk stabilisasi nilai rupiah terhadap Dolar AS, sejalan dengan mata uang negara-negara berkembang (emerging market) lainnya. Diduking oleh pengeluaran pemerintah, pertumbuhan Indonesia tetap kuat di Triwulan kedua. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan semakin menguat sejalan dengan meningkatknya investasi swasta yang didukung oleh perubahan iklim investasi dan kebijakan fiskal yang kredibel.

Risiko fiskal menurun; risiko negatif pertumbuhan sebagian besar berasal dari faktor eksternal

Risiko fiskal dalam negeri baru-baru ini menurun oleh karena diumumkannya penyesuaian pengeluaran untuk tahun 2016, dan rancangan APBN tahun 2017 yang lebih dapat dicapai. Penerimaan yang lebih tinggi dari yang diharapkan (Rp 93,4 Triliun, 56,6 persen dari target) dari program amnesti pajak pada akhir tahap 1 ini juga telah membantu menurunkan risiko fiskal. Pendapatan amnesti pajak ini berpotensi untuk meningkatkan belanja modal pemerintah dan memberikan dorongan positif pada pertumbuhan. Di sisi lain, risiko pelemahan (downside) eksternal tetap ada. Risiko ini berasal dari kemungkinan perlambatan pertumbuhan dunia lebih lanjut, perlambatan pertumbuhan Tiongkok yang lebih cepat dari perkiraan, serta meningkatnya ketidakpastian kebijakan moneter AS dan potensi gangguan di pasar keuangan sebagai akibatnya.

Pertumbuhan PDB meningkat menjadi

Pertumbuhan PDB meningkat menjadi 5,2 persen tahun-ke-tahun (yoy) di Triwulan ke-2 dari 4,9 persen yoy pada Triwulan ke-1, karena konsumsi pemerintah yang

Page 10: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

i i Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

5,2 persen yoy di Triwulan ke-2 didorong oleh konsumsi pemerintah

tinggi. Konsumsi sektor swasta tetap tinggi sementara konsumsi pemerintah dipacu, tumbuh 6,3 persen dari 2,9 persen pada Triwulan ke-1. Investasi tetap tumbuh sebesar 5,1 persen yoy di Triwulan ke-2, dari 5,6 persen pada Triwulan ke-1, yang terutama didorong oleh investasi pemerintah, menyiratkan terjadinya penurunan investasi swasta. Meskipun pemotongan pengeluaran pemerintah telah diumumkan pada bulan Agustus sebesar Rp 134 triliun, belanja modal pemerintah dari bulan Januari hingga Agustus 19,3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ekspor bersih tidak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan di Triwulan ke-2, baik ekspor maupun impor tahun-ke-tahun (yoy) terus berkontraksi.

Penurunan inflasi memberi ruang yang lebih untuk pelonggaran kebijakan moneter

Kurangnya tekanan inflasi telah memberi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memotong suku bunga acuan sebanyak lima kali tahun ini. Pada bulan September, inflasi terus menurun tajam, sebesar 3,1 persen yoy, sementara inflasi inti 3,2 persen yoy. Penurunan inflasi ini sebagian disebabkan oleh harga makanan yang lebih stabil, terutama beras, dan biaya transportasi yang lebih rendah yang disebabkan oleh penurunan harga BBM pada awal tahun. Di bulan Agustus, BI mengubah suku bunga acuan menjadi reverse repo rate 7 hari, dalam upaya untuk meningkatkan mekanisme transmisi antara suku bunga kebijakan (policy rate) dan suku bunga bank. Namun demikian, dampaknya bagi fasilitas kredit antar bank (interbank credit line) dan distribusi likuiditas yang tidak merata di sistem perbankan sejauh ini masih terbatas.

Neraca pembayaran secara keseluruhan mencatat surplus yang moderat

Neraca pembayaran secara keseluruhan mencatat surplus sebesar USD 2,2 miliar oleh karena adanya dukungan arus modal yang tinggi dan defisit transaksi berjalan yang menurun. Didorong oleh perbaikan neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan sedikit menurun menjadi 2,0 persen dari PDB. Ekspor meningkat triwulan-ke-triwulan (qoq) untuk pertama kalinya sejak Triwulan ke-2 tahun 2015. Pertumbuhan ini didorong oleh ekspor manufaktur, satu-satunya kategori ekspor yang meningkat di sepanjang tahun. Impor ikut meningkat di Triwulan ke-2 tetapi masih turun di sepanjang tahun. Impor bahan baku maupun barang modal, yang merupakan indikator utama untuk investasi swasta, menunjukkan tanda-tanda peningkatan yang kecil. Rekening keuangan negara membesar karena pinjaman sektor publik yang tinggi. Kebutuhan pembiayaan eksternal tetap stabil, meskipun kepemilikan asing dari hutang pemerintah meningkat sebagai bagian dari total hutang.

Rupiah menjadi lebih stabil

Pasar keuangan global yang relatif stabil dan Neraca Pembayaran (BOP) yang surplus membantu menstabilkan nilai Rupiah, yang kembali pulih setelah mendapat tekanan di Triwulan ke-2, dan meningkat nilainya sejak saat itu. Sebagian besar mata uang negara-negara berkembang lainnya belum meningkat nilainya sebagaimana Rupiah. Asset keuangan dalam negeri juga memiliki kinerja yang relatif baik dibandingkan dengan negara-negara yang setara di kawasan di Triwulan ke-3. Penurunan pertumbuhan kredit di Indonesia juga telah stabil, disebabkan sebagian karena pelonggaran kebijakan moneter BI.

Peningkatan tajam hasil amnesti pajak membantu meningkatkan penerimaan

Program amnesti pajak Pemerintah menunjukkan peningkatan tajam dalam penerimaan tepat sebelum berakhirnya tahap pertama program tersebut. Pemungutan pajak di bawah program tersebut mencapai Rp 93,4 triliun, atau 56,6 persen dari target, pada akhir tahap 1 pada tanggal 30 September1 (lihat Box 2). Kendati hasil amnesti pajak yang positif, Pemerintah telah mengumumkan perkiraan

1 Data diakses pada tanggal 11 Oktober 2016 melalui http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti.

Page 11: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

i i i Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

kekurangan penerimaan secara keseluruhan sebesar Rp 219 triliun di tahun 2016. Pada saat yang sama, pemerintah mengumumkan pemotongan pengeluaran lebih dari Rp 134 triliun terhadap APBN-P tahun 2016 dan meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7 persen dari PDB (dari semula 2,2 persen dari PDB)2. Dengan maksud untuk meningkatkan kredibilitas, dan mengurangi kemungkinan pemotongan pengeluaran di pertengahan tahun, rancangan APBN tahun 2017 memiliki target penerimaan yang lebih realistis. Dengan asumsi Pemerintah menjaga momentum investasi prioritas, Bank Dunia memproyeksikan defisit fiskal mencapai 2,6 persen dari PDB pada tahun 2016 dan 2,8 persen dari PDB pada tahun 2017.

Perkiraan dasar (baseline outlook) pertumbuhan PDB sebesar 5,1 persen pada tahun 2016 dan 5,3 persen pada tahun 2017 tidak berubah

Ke depannya, Bank Dunia mempertahankan perkiraan dasar pertumbuhan PDB dari Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia edisi bulan Juni 2016 sebesar 5,1 persen di tahun 2016 dan 5,3 persen di tahun 2017. Proyeksi peningkatan pertumbuhan tahun ini dan tahun depan bergantung pada meningkatnya kontribusi dari investasi swasta pada pertumbuhan, sejalan dengan menurunnya biaya pinjaman, anggaran pemerintah yang lebih kredibel, dan perubahan iklim investasi. Konsumsi swasta diharapkan akan tetap kuat untuk menghadapi tekanan inflasi yang terkendali, nilai Rupiah yang stabil, dan pengeluaran yang terkait dengan kegiatan pemilihan kepala daerah yang akan dimulai pada Triwulan ke-43. Selain itu, risiko fiskal telah mereda oleh karena target penerimaan dan pengeluaran yang lebih realistis dalam rancangan APBN tahun 2017. Di sisi penerimaan, Pemerintah berharap bahwa rencana perubahan atas undang-undang umum perpajakan, undang-undang pajak penghasilan (Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan, KUP), undang-undang PPN, dan undang-undang materai, serta kenaikan lebih lanjut dalam hal cukai, akan meningkatkan penerimaan pajak dan membantu mencapai target penerimaan tahun 2017. Di sisi pengeluaran, perubahan alokasi belanja meliputi: penetapan target yang lebih baik untuk subsidi listrik dan program beras sejahtera (Beras untuk Rakyat Sejahtera, RASTRA) dan peningkatan transfer Dana Desa.

Tabel 1: Dalam kasus dasar, pertumbuhan PDB diproyeksikan sebesar 5,1 persen pada tahun 2016

2015 2016p 2017p

PDB Riil (Perubahan persentase tahunan)

4,8 5,1 5,3

Indeks Harga Konsumen

(Perubahan persentase tahunan)

6,4 3,6 4,4

Saldo rekening saat ini

(Persen dari PDB)

-2,1 -2,1 -2,3

Saldo anggaran (Persen dari PDB)

-2,6 -2,6 -2,8

Sumber: BI; BPS; Menteri Keuangan; Perhitungan staf Bank Dunia

Tingkat kemiskinan turun di Triwulan ke-1 tahun 2016, penurunan yoy terbesar dalam 3 tahun terakhir; koefisien Gini juga

Tingkat kemiskinan resmi turun sebesar 0,4 poin persentase di Triwulan ke-1 tahun 2016, penurunan yoy yang terbesar dalam 3 tahun terakhir. Stabilnya harga pangan, terutama untuk beras, memberi kontribusi besar bagi pengentasan kemiskinan. Secara khusus, perbaikan manajemen impor beras dan operasi pasar oleh pemerintah, pada akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016 menahan inflasi harga beras pada saat-saat yang biasanya bergejolak di dalam satu tahun. Perluasan dalam program bantuan sosial juga mungkin telah mendorong pengurangan kemiskinan.

2 Wirayani dan Parlina, 2016, “Budget Deficit Set to Soar towards Legal Limit”, Jakarta Post, 19

September, diakses di: http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/19/budget-deficit-to-soar-toward-legal-limit.html.

3 Pemilihan kepala daerah akan diselenggarakan pada tanggal 15 Februari 2017, dan mencakup 7 provinsi termasuk DKI Jakarta (dari total 34 provinsi) dan 94 kabupaten (dari total 504 kabupaten).

Page 12: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

iv Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

turun, penurunan tahunan terbesar sejak krisis keuangan Asia

Sebagai contoh, Program BantuanTunai Bersyarat, Program Keluarga Harapan (PKH), diperluas dari 2,8 juta rumah tangga menjadi 3,5 juta rumah tangga pada akhir tahun 2015. Perluasan ini memberikan kontribusi sebanyak 0,1 poin persentase pengurangan kemiskinan, atau hampir sepertiga dari total penurunan yang diamati. Koefisien Gini turun 1,1 poin menjadi 39,7 di bulan Maret 2016, penurunan tahunan koefisien Gini yang terbesar sejak terjadinya krisis keuangan Asia, dan salah satu dari tiga penurunan yang substansial dalam 15 tahun terakhir. Pendorong utama penurunan ini adalah realokasi dari total konsumsi nasional dari 20 persen rumah tangga di kelompok bagian atas (Kuintil (Quintile) 5) ke 40 persen rumah tangga di kelompok bagian tengah (Kuintil 3 dan 4). Namun, konsumsi dari 40 persen rumah tangga di kelompok bagian bawah (Kuintil 1 dan 2) tidak meningkat.

Membuka potensi pariwisata Indonesia memerlukan pembangunan infrastruktur, promosi investasi dan reformasi, koordinasi pemerintah yang lebih baik, dan peningkatan kapasitas pelaksanaan

Mengingat pelambatan yang berkepanjangan dalam pertumbuhan dan perdagangan global, salah satu cara bagi Indonesia untuk meningkatkan penerimaan ekspor dalam jangka menengah adalah dengan meningkatkan sektor pariwisata. Pariwisata juga memiliki potensi untuk membuka investasi swasta, memperkuat pertumbuhan inklusif dan pertumbuhan lapangan kerja, dan memberi bimbingan bagi program investasi infrastruktur yang bertarget dalam pengembangan tujuan wisata. Menggingat adanya potensi ini, Pemerintah telah mengembangkan suatu rencana ambisius untuk pengembangan 10 tujuan wisata prioritas. Untuk melaksanakan rencana ini akan memerlukan upaya di berbagai bidang. Pertama, pembangunan infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan daya dukung tujuan wisata yang baru tersebut. Pemerintah berencana untuk mempersiapkan rencana induk pariwisata terpadu untuk memberi panduan bagi pembangunan tersebut. Rencana ini juga harus dimanfaatkan untuk menjamin agar pembangunan tersebut ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kedua, penyederhanaan perizinan, revisi lebih lanjut terhadap Daftar Negatif Investasi - seperti fasilitas ekowisata, spa, dan agen perjalanan - dan diperlukan adanya upaya promosi lebih lanjut untuk menarik investasi asing dan dalam negeri untuk sektor ini. Ketiga, pengembangan tujuan wisata akan membutuhkan kemampuan pelaksanaan pemerintah daerah yang baik, dan koordinasi yang lebih baik antara instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta. Akhirnya, rencana pembangunan tujuan wisata harus disesuaikan secara berkala untuk dapat mencerminkan dinamika pasar global dan dalam negeri serta kondisi setempat. Untuk itu, data mengenai pariwisata perlu lebih dikonsolidasikan dan dianalisis secara lebih sistematis untuk dapat melacak hasilnya dan memberi informasi mengenai potensi koreksi di tengah jalan.

Ada keprihatinan tentang efektifitas kebijakan ketahanan pangan Indonesia, yang mendorong untuk perlunya mengembalikan keseimbangan yang benar untuk bergeser dari fokus pada produksi beras ke sistem pangan modern

Meskipun ada beberapa perbaikan dalam mekanisme stabilisasi harga beras, efektifitas kebijakan ketahanan pangan dan belanja publik di Indonesia tetap menjadi perhatian. Pertama, konsumen di Indonesia membayar harga yang sangat tinggi untuk makanan, dengan adanya pembatasan perdagangan pangan di negara ini dan intervensi kebijakan lainnya yang memberlakukan ‘pajak’ yang signifikan kepada konsumen. Harga makanan yang tinggi ini memiliki dampak negatif yang paling signifikan bagi masyarakat miskin dan hampir miskin di negeri ini, dan telah memberikan kontribusi bagi tingginya tingkat stunting (masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi – pent.). Kedua, meskipun ada dukungan pemerintah dan subsidi, banyak petani di Indonesia tidak mampu untuk mempertahankan mata pencaharian berbasis pertanian. Pada saat yang sama, mengubah pola pengeluaran untuk nutrisi dan makanan adalah dengan mengubah lanskap kebijakan pangan Indonesia, sehingga diperlukan kebijakan yang memberi perhatian yang lebih besar terhadap kontribusi sistem pangan bagi kesehatan

Page 13: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

v Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

masyarakat dan lingkungan serta beban yang ditimbulkannya. Mengingat temuan ini, Indonesia harus berupaya untuk mengembalikan keseimbangan yang benar untuk bergeser dari kebijakan ketahanan pangan yang lebih berfokus pada beras, dan menuju sistem makanan modern yang lebih RICE: (i) Reliable (terpercaya), (ii) Inclusive (Inklusif), (iii) Competitive (berdaya-saing); dan (iv) Eco-friendly (ramah lingkungan). Hal ini akan membutuhkan pergeseran dalam belanja pemerintah dan modalitas intervensi pemerintah.

Mengintegrasikan WASH (Water, Sanitation, and Hygiene – Air bersih, Sanitasi, dan Kebersihan) dengan sektor-sektor lainnya - seperti kesehatan, gizi, pertanian, dan bantuan sosial - diperlukan untuk mengurangi stunting

Sama seperti kebijakan pangan, stunting dipengaruhi oleh akses terhadap layanan air bersih, sanitasi, dan kebersihan WASH (Water, Sanitation, and Hygiene – Air bersih, Sanitasi, dan Kebersihan). Indonesia telah meningkatkan akses terhadap WASH di daerah pedesaan selama dasa warsa terakhir ini berkat adanya pergeseran pendekatan terhadap pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kerangka kelembagaan. Mempertahankan keberhasilan ini, dan mengintegrasikan WASH dengan sektor-sektor lainnya - kesehatan, gizi, pertanian, dan bantuan sosial – saat ini diperlukan untuk lebih meningkatkan akses ke WASH dan, akibatnya, mengatasi tingginya tingkat stunting di Indonesia. Beberapa kerjasama antar sektor sudah dilakukan. Misalnya, memicu kegiatan-kegiatan yang secara tradisional telah digunakan untuk merangsang respons emosional dari masyarakat untuk menghentikan cara-cara membuang air besar secara terbuka. Baru-baru ini, kegiatan-kegiatan tersebut juga dimanfaatkan untuk meningkatkan permintaan masyarakat untuk peningkatan pasokan air bersih dan nutrisi yang baik. Namun demikian, diperlukan lebih banyak upaya untuk mengarus-utamakan pendekatan terpadu untuk mengatasi permasalahan stunting. Untuk memulainya, penelitian secara formatif akan berguna dalam memproduksi pesan berbasis bukti mengenai keterkaitan WASH di pedesaan, gizi, dan kemiskinan. Pesan tersebut dapat membentuk dasar bagi kerangka kerja dan strategi Komunikasi Perubahan Perilaku (BCC - Behavioral Change Communication) terpadu. Selanjutnya, pemerintah daerah membutuhkan peningkatan kapasitas, peningkatan sumber daya, dan insentif yang lebih baik untuk bekerjasama dengan sektor-sektor lain dan memberikan layanan WASH terpadu. Akhirnya, organisasi WASH yang sudah ada, seperti Organisasi (Operator) Berbasis Masyarakat (CBO - Community-Based Operators) yang bertanggung jawab untuk mengawasi pemberian layanan lokal, dapat berfungsi sebagai titik masuk yang berguna untuk memberikan layanan di sektor-sektor lainnya.

Peningkatan kualifikasi guru tidak cukup untuk meningkatkan hasil belajar siswa

Prioritas lain Pemerintah selama dasa warsa terakhir ini adalah meningkatkan pendidikan. Sementara tingkat partisipasi telah secara substansial meningkat dalam beberapa dasa warsa terakhir ini, kinerja yang buruk Indonesia dalam penilaian internasional mengenai pembelajaran siswa menunjukkan bahwa tantangan utama di sektor ini sekarang kemungkinan adalah kualitas pendidikan. Menyadari hal ini, pemerintah menerapkan program sertifikasi guru yang dirancang untuk meningkatkan kualifikasi dan motivasi guru untuk melakukan, dan meningkatkan keinginan untuk mengajar sebagai profesi. Program ini memberikan tunjangan profesi yang besar bagi guru bersertifikat, yang secara efektif menggandakan gaji mereka. Persyaratan sertifikasi termasuk memiliki gelar sarjana serta portofolio pelatihan dan pengalaman lainnya. Yang penting, persyaratan untuk menunjukkan kompetensi dihilangkan selama tahap perancangan. Kemungkinan sebagai hasilnya adalah, evaluasi yang dilakukan baru-baru ini mendapati bahwa program sertifikasi tidak berdampak pada nilai ujian siswa, meskipun banyak guru yang diberi insentif untuk meningkatkan kualifikasi mereka. Ke depan, harapannya adalah bahwa program sertifikasi dapat membantu untuk meletakkan dasar untuk reformasi penting lebih lanjut di sektor ini. Secara khusus, program sertifikasi ini harus beralih

Page 14: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

vi Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

ke sistem manajemen guru dan pengembangan profesional berkelanjutan. Sistem seperti ini akan memprioritaskan kompetensi profesional yang ditunjukkan lebih dari tingkat pendidikan dan senioritas. Tanpa perbaikan seperti, biaya fiskal yang besar dari program ini akan berubah menjadi “memberi lebih dengan tidak mendapat apapun sebagai balasannya (double for nothing)”.

Page 15: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

1 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

A. Perkembangan ekonomi dan fiskal terkini

1. Gejolak pasar keuangan global telah mereda, tetapi perekonomian dunia

masih tidak mendukung pertumbuhan Indonesia

Pertumbuhan dunia terus mengecewakan

Momentum pertumbuhan dunia tetap lamban pada paruh pertama tahun ini, lebih lemah dari perkiraan pertumbuhan negara-negara maju (khususnya Amerika Serikat). Pertumbuhan negara-negara berkembang juga relatif lambat. Dampak ketidakpastian politik setelah referendum Brexit UK pada pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi sejauh ini terbatas hanya pada UK saja. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan akan terus melambat karena Tiongkok terus melakukan transisi dari industri dan investasi yang sarat dengan impor dan komoditas ke sektor konsumsi dan jasa. Hal ini akan memiliki dampak jangka pendek yang relatif lebih besar pada Indonesia dibandingkan dengan negara-negara yang perekonomiannya relatif kurang bergantung pada (ekspor) komoditas.

Page 16: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

2 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Volatilitas pasar keuangan global sebagian besar mereda di kuartal ketiga

Gejolak di pasar keuangan global menjelang dan pasca referendum Brexit pada bulan Juni telah mereda secara signifikan. Indikator volatilitas pasar seperti MOVE (pasar obligasi) dan VIX (pasar ekuitas) sudah kembali mendekati atau berada di bawah tingkat pada saat sebelum terkena dampak volatilitas pasar keuangan di Tiongkok pada bulan September 2015 (Gambar 1). Stabilitas pasar keuangan global ini juga berujung pada nilai Rupiah stabil terhadap dolar AS (sejalan dengan sebagian besar mata uang negara-negara berkembang lainnya). Adanya peningkatan harga komoditas global juga tercermin dalam pertumbuhan harga enam komoditas ekspor utama Indonesia di kuartal ketiga relatif terhadap kuartal kedua (dengan pengecualian untuk minyak mentah yang sedikit menurun). Pertumbuhan harga seluruh enam komoditas tersebut sangat tinggi selama tahun berjalan.

Gambar 1: Volatilitas pasar keuangan mereda di kuartal ketiga (indeks pertumbuhan, yoy, persen)

Sumber: Bloomberg; Perhitungan staf Bank Dunia

2. Pertumbuhan PDB meningkat karena ditopang oleh meningkatnya konsumsi pemerintah

Pertumbuhan PDB meningkat sebesar 5,2 persen yoy …

Pertumbuhan riil PDB meningkat menjadi 5,2 persen tahun-ke-tahun (yoy) di kuartal kedua dari 4,9 persen yoy di kuartal pertama, karena tingginya konsumsi pemerintah. Pertumbuhan total konsumsi tetap tinggi di kuartal kedua, sebesar 5,2 persen yoy. Meskipun pemerintah telah mengumumkan pemotongan belanja sebesar Rp 134 triliun pada bulan Agustus, investasi pemerintah terus tumbuh semakin cepat; pada akhir Agustus, belanja modal pemerintah 19,3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Meskipun Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali sejak awal tahun ini, dampaknya pada pertumbuhan kredit masih terbatas. Proyeksi Bank Dunia untuk pertumbuhan PDB Indonesia masih tetap sebesar 5,1 dan 5,3 persen untuk tahun 2016 dan 2017. Namun demikian, proyeksi tersebut tergantung pada peningkatan risiko eksternal serta pada ketahanan konsumsi sektor swasta dan peningkatan investasi swasta.

1. ... terutama didorong

oleh konsumsi

pemerintah …

2.

Konsumsi sektor swasta stabil di kuartal kedua, didukung oleh inflasi yang lebih rendah oleh karena stabilnya harga pangan, nilai tukar Rupiah yang relatif stabil (lihat Bagian 3), dan dampak musiman Ramadhan. Konsumsi sektor swasta ini tumbuh sebesar 5,1 persen yoy di kuartal kedua, sedikit di atas pertumbuhan yoy di tiga kuartal sebelumnya sebesar 5.0 persen. Namun, konsumsi pemerintah, merupakan pendorong utama meningkatnya pertumbuhan di kuartal kedua, yang tumbuh sebesar 6,3 persen yoy, naik dari 2,9 persen yoy pada kuartal pertama (Gambar 2). Kontribusi konsumsi pemerintah untuk pertumbuhan PDB yoy adalah sebesar 0,5 poin persentase di kuartal kedua dibandingkan dengan kontribusi sebesar 0,2 poin persentase pada triwulan sebelumnya.

0

20

40

60

80

100

120

140

0

5

10

15

20

25

30

35

Oct-2015 Apr-2016 Oct-2016

MOVE (kanan)

VIX (kiri)

Page 17: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

3 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

… sedangkan investasi swasta tetap lemah

Pertumbuhan total pengeluaran investasi tetap adalah sebesar 5,1 persen yoy, turun dari 5,6 persen pada triwulan terakhir, dan menyumbang 1,6 poin persentase terhadap pertumbuhan yoy. Sebaliknya, belanja investasi pemerintah (terdeflasi oleh total deflator investasi) tumbuh sebesar 45,7 persen yoy di kuartal kedua, menunjukkan perbaikan berkelanjutan dalam pencairan belanja. Namun demikian, mengingat kecilnya efek pengganda fiskal (fiscal multiplier) di Indonesia (lihat Kotak 1), dampak positif dari investasi ini cenderung kecil dan bersifat sementara. Oleh karena itu, adalah penting bahwa peningkatan belanja modal pemerintah disertai dengan perbaikan dalam manajemen investasi publik. Tidak hanya untuk meningkatkan dampak jangka pendek dari investasi tersebut pada pertumbuhan, tetapi yang lebih penting juga adalah untuk meningkatkan produktivitas dalam jangka panjang.

Pertumbuhan ekspor dan impor tampaknya telah berada pada titik terendah, tetapi kontribusi ekspor bersih terhadap pertumbuhan PDB masih nol

Ekspor bersih tidak memberi kontribusi terhadap pertumbuhan di kuartal kedua, karena baik ekspor maupun impor terus berkontraksi yoy. Namun, laju kontraksinya lebih lambat dibandingkan dengan kuartal pertama tahun ini. Ekspor riil berkontraksi sebesar 2,7 persen yoy di kuartal kedua dibandingkan dengan 3,5 persen yoy di kuartal pertama. Demikian pula, impor riil berkontraksi sebesar 3,1 persen yoy di kuartal kedua dibandingkan dengan -5,1 persen di kuartal pertama.

Gambar 2: Konsumsi pemerintah merupakan pendorong utama dari peningkatan dan pertumbuhan PDB (kontribusi terhadap pertumbuhan, persen yoy)

Gambar 3: Sebagian besar indikator yang frekuensi tinggi meningkat pada bulan Juli dan Agustus (rata-rata pergerakan 3 bulanan, persen yoy; indeks kepercayaan konsumen BI (Kanan))

Catatan: * Perbedaan dalam statistik termasuk perubahan persediaan. Sumber: BPS

Sumber: BI; BPS; Perhitungan staf Bank Dunia

Indikator berfrekuensi tinggi menunjukkan adanya sinyal beragam di bulan September

Indikator berfrekuensi tinggi memberikan gambaran beragam di bulan September, namun masih turun sepanjang tahun (Gambar 3). Indeks manajer pembelian (PMI - purchasing manager index) Nikkei/Markit dan survei penjualan eceran mencatat peningkatan pada bulan September. Suatu tren negatif terlihat pada indeks kepercayaan konsumen Bank Indonesia dan indeks harapan bisnis serta indeks realisasi. Penjualan sepeda motor meningkat di bulan September tetapi masih berkontraksi sebesar 15,7 persen yoy.

-4

-2

0

2

4

6

8

10

Jun-13 Dec-13 Jun-14 Dec-14 Jun-15 Dec-15 Jun-16

Stat. discrepancy*Net exportsInvestmentGovernment consumptionPrivate consumptionGDP

0

20

40

60

80

100

120

140

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

Indeks penjualan ritel

Penjualan mobil

Penjualan sepeda motor

Penjualan semen

Indeks kepercayaan konsumen

Page 18: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

4 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Proyeksi Bank Dunia untuk pertumbuhan PDB tetap tidak berubah sejak laporanTriwulanan Perekonomian Indonesia edisi bulan Juni 2016 sebesar 5,1 persen

untuk tahun 2016…

Proyeksi Bank Dunia untuk pertumbuhan PDB tetap sebesar 5,1 persen untuk tahun 2016 dan 5,3 persen untuk tahun 2017. Untuk mengantisipasi kekurangan penerimaan sebesar Rp 219 triliun, Pemerintah mengumumkan pemotongan pengeluaran sebesar Rp 134 triliun pada APBN Perubahan tahun 2016 dan pada awalnya meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7 persen dari PDB, mendekati (converging) proyeksi laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia edisi bulan Juni 2016 sebesar Rp 236 triliun untuk pemotongan belanja dan Rp 316 triliun untuk kekurangan penerimaan. Konsumsi swasta diperkirakan tetap kuat sejalan dengan inflasi yang jinak, nilai Rupiah yang relatif stabil, dan kegiatan Pilkada yang akan dimulai pada kuartal keempat. Namun, efek dari pelonggaran moneter baru-baru ini tetap belum berdampak. Mengingat kemungkinan efek dasar (base effect) yang tinggi dari pertumbuhan investasi pemerintah yang tinggi tahun ini, proyeksi untuk kuartal keempat tahun 2016 dan seterusnya akan tergantung pada peningkatan investasi swasta.

… namun memiliki risiko pelemahan yang signifikan

Skenario pertumbuhan dasar bergantung pada risiko pelemahan yang signifikan yang berasal dari faktor domestik dan eksternal. Risiko eksternal utama mencakup pertumbuhan yang lebih lambat dari proyeksi di negara-negara maju utama, dan ketidakpastian atas periode dari kenaikan suku bunga AS yang bisa mengalihkan arus modal dari negara-negara berkembang yang dapat meningkatkan gejolak pasar keuangan global. Risiko ini terutama akan mempengaruhi pertumbuhan tahun 2017 mengingat bahwa hanya ada satu triwulan yang tersisa di tahun 2016. Faktor risiko domestik terutama mencakup pemulihan investasi swasta yang lebih rendah dari yang diperkirakan, dan penurunan penerimaan yang lebih besar dari yang diperkirakan, yang pada gilirannya dapat berdampak negatif terhadap rencana infrastruktur pemerintah. Di sisi lain, sebagaimana teridentifikasi di IEQ edisi bulan Juni, risiko peningkatan terhadap penerimaan pemerintah dari program amnesti pajak sebagian telah terwujud. Penerimaan amnesti pajak mencapai Rp 93,4 triliun (56,6 persen dari target) pada akhir tahap 1 (lihat Box 2). Penerimaan tambahan dari program amnesti pajak yang disalurkan ke dalam belanja pemerintah untuk mendukung pertumbuhan tetap menjadi risiko peningkatan bagi pertumbuhan 2.017.

Page 19: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

5 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Kotak 1: Apa yang terjadi ketika Pemerintah meningkatkan investasi publik di Indonesia?

Dalam konteks permintaan global yang lemah, Pemerintah Indonesia telah meningkatkan investasi publik dengan maksud untuk mendukung permintaan dalam jangka pendek dan meningkatkan kapasitas sisi penawaran dalam jangka panjang dengan fokus pada belanja infrastruktur. Keputusan tersebut saat ini dianggap sangat menarik oleh banyak pemerintahan karena biaya pinjaman yang rendah dan tekanan inflasi yang rendah. Kajian terhadap literatur empiris terkait menunjukkan bahwa di negara-negara berkembang efek pengganda fiskal jauh lebih kecil daripada di negara-negara maju, terutama karena inefisiensi investasi publik, pasar keuangan yang relatif belum matang dan kemampuan pemerintah yang rendah untuk mempertahankan tingkat hutang pemerintah relatif tinggi karena kurangnya kredibilitas fiskal. Studi ini secara umum menunjukkan bahwa peningkatan investasi publik menghasilkan multiplier positif yang kecil di negara-negara berkembang. Bank Dunia melakukan analisis mengenai besar dan periode atas dampak ekonomi dari belanja investasi publik menggunakan pendekatan empiris yang serupa dengan pendekatan yang telah dilakukan oleh Blanchard dan Perotti (2002), Ilzetzki et al (2009) dan Tang et al (2010). Pendekatan tersebut menggunakan kerangka kerja auto regresi vektor (VAR - vector auto regression) dengan variabel-variabel sebagai berikut: Belanja modal mewakili investasi pemerintah, investasi swasta riil, pengeluaran konsumsi pemerintah riil, tingkat suku bunga, dan PDB riil. Analisis tersebut mendapati bahwa peningkatan satu persen dalam investasi pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,2 persen (serupa dengan hasil studi Tang et al (2010)) dan dampak ini cenderung menghilang setelah empat triwulan.

Sumber: Tang, Liu, dan Cheung, 2010, “Changing Impact of Fiscal Policy on Selected ASEAN Countries” ADB Working Paper Series on Regional Economic Integration, No. 70, December; Ilzetzki, Mendoza, dan Vegh 2009”, “How Big are Fiscal Multipliers?” Center for Economic Policy Research (CEPR) Policy Insight, No. 39; Blanchard dan Perotti, 2002, “An Empirical Characterization of the Dynamic Effects of Changes in Government Spending and Taxes on Output” Quarterly Journal of Economics 107 (4): 1329-68. Catatan: Data riil investasi swasta tidak dipublikasikan dan dihitung menggunakan selisih antara total investasi dan belanja modal pemerintah mewakili investasi publik dan kemudian membagi nilai tersebut menggunakan deflator investasi untuk mendapatkan angka riil.

3. Tekanan inflasi lebih rendah karena stabilnya harga pangan dan menurunnya biaya transportasi

Baik inflasi umum maupun inflasi inti terus menurun oleh karena menurunnya pertumbuhan harga pangan

Pada bulan September, inflasi terus melambat, sebesar 3,1 persen yoy, sementara

inflasi inti sebesar 3,2 yoy (Gambar 4). Penurunan inflasi ini sebagian disebabkan

oleh harga pangan yang lebih stabil, terutama untuk beras, dan biaya transportasi

yang lebih rendah yang disebabkan oleh penurunan harga BBM oleh pemerintah

pada awal tahun. Menurunnya inflasi pada harga beras sebagian disebabkan oleh

manajemen harga pangan oleh pemerintah. Upaya ini termasuk mengelola stok beras

Bulog, impor beras secara tepat waktu, dan distribusi beras langsung ke pasar.

Page 20: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

6 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Gambar 4: Inflasi umum telah turun oleh karena menurunnya harga pangan (persen perubahan, yoy; data terakhir September 2016)

Gambar 5: Harga beras dalam negeri menurun sejalan dengan tren internasional (pertumbuhantahun-ke-tahun, rata-rata pergerakan 3 bulanan, persen)

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia

Upaya stabilisasi harga beras dalam negeri telah berjalan efektif

Sementara pertumbuhan harga beras dalam negeri telah menurun akhir-akhir ini, harga tersebut tetap lebih tinggi dari harga internasional. Pada bulan September, harga rata-rata beras grosir dalam negeri (IR64-I) adalah sebesar Rp 10.010 per kg, sedangkan harga beras Thailand yang sebanding (5 persen yang bulirnya patah) adalah Rp 5.495 per kg. Kesenjangan antara harga beras grosir dalam negeri dan internasional tetap tinggi, melambung menjadi sekitar 80 persen pada bulan September, dari 57 persen di bulan Mei. Kedepannya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa curah hujan yang sangat tinggi yang disebabkan oleh peristiwa La Niña dapat berdampak buruk pada produksi dan distribusi pangan, hampir sama dengan peristiwa di masa lalu - tahun 2010-2011 dimana La Niña menyebabkan penurunan produksi beras sebesar 2 persen.

0

4

8

12

16

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Headline

Beras

Pangan

Inti

-24

-18

-12

-6

0

6

12

18

24

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Harga beras Internasional asal Thailand

Harga grosir domestik

Harga ritel domestik

Page 21: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

7 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Tabel 2: Dalam kasus dasar, pertumbuhan PDB diproyeksikan sebesar 5,1 persen pada tahun 2016 dan 5,3 persen pada tahun 2017 (persen perubahan, kecuali dinyatakan lain)

Tahunan YoY di Triwulan Keempat

Revisi Terhadap Nilai Tahunan

2015 2016 2017 2015 2016 2017 2016 2017

1. Indikator perekonomian utama

Total pengeluaran konsumsi 4,9 4,9 5,2 5,4 4,9 5,3 0,1 0,0

Pengeluaran konsumsi sektor swasta

4,8 5,0 5,3 5,0 5,1 5,3 -0,1 0,0

Konsumsi pemerintah 5,4 4,2 5,1 7,3 3,9 5,6 1,2 0,2

Pembentukan modal tetap bruto 5,1 4,7 5,2 6,9 3,9 5,7 -0,5 -0,1

Ekspor barang dan jasa -2,0 -1,2 3,4 -6,4 4,4 3,6 0 -0,2

Impor barang dan jasa -5,8 -2,3 2,7 -8,1 -0,5 3,4 -1,3 -0,1

Produk Domestik Bruto 4,8 5,1 5,3 5,0 5,1 5,4 0,0 0,0

2. Indikator eksternal

Neraca pembayaran (USD miliar) -1,1 1,4 5,8 - - - 0,0 0,0

Neraca transaksi berjalan (USD miliar)

-17,7 -20,1 -24,9 - - - 1,0 0,0

Sebagai bagian dari PDB (persen) -2,1 -2,1 -2,3 - - - 0,0 0,0

Neraca perdagangan (USD miliar) 5,0 6,2 5,0 - - - 0,0 0,0

Neraca transaksi kapital & finansial (USD miliar)

17,1 22,4 32,1 - - - 0,0 0,0

3. Indikator fiskal

Penerimaan pemerintah pusat (% dari PDB)

13,1 12,9 - - - 0,8 -

Belanja pemerintah pusat (% dari PDB)

15,6 15,4 - - - 0,5 -

Neraca fiskal (% dari PDB) -2,5 -2,6 - - - -0,2 -

Neraca primer (% dari PDB) -1,2 -1,0 - - - 0,4 -

4. Indikator perekonomian lainnya

Indeks Harga Konsumen 6,4 3,6 4,4 4,8 4,0 4,7 0,0 0,0

Deflator PDB 4,2 2,7 4,4 4,0 3,6 4,5 -0,2 -0,1

Nominal PDB 9,2 7,9 10,0 9,2 8,8 10,1 -0,2 -0,1

5. Asumsi ekonomi

Nilai tukar (IDR/USD) 13389 13300 13300 - - - 0,0 0,0

Harga minyak mentah Indonesia (USD/bl)

49 41 51 - - - 1,0 2,0

Catatan: Ekspor dan impor mengacu volume dari catatan nasional. Semua angka didasarkan pada PDB yang direvisi dan dirubah basisnya. Asumsi nilai tukar dan harga minyak mentah didasarkan pada rata-rata baru-baru ini. Revisi sesuai dengan proyeksi laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia edisi bulan Juni 2016. Sumber: BPS; BI; CEIC; proyeksi staf Bank Dunia

4. Defisit transaksi berjalan sedikit menurun di Triwulan ke-2 2016

Arus masuk portofolio publik yang tinggi mendorong surplus Neraca Pembayaran (BOP)

Peningkatan investasi portofolio menyebabkan terjadinya surplus neraca pembayaran di Triwulan ke-2, menyusul defisit kecil di triwulan sebelumnya (Gambar 6). Defisit transaksi berjalan sedikit menurun menjadi 2,0 persen dari PDB, didorong oleh peningkatan dalam neraca perdagangan. Rekening finansial meningkat nilainya karena pinjaman sektor publik yang tinggi. Kebutuhan pembiayaan eksternal tetap moderat, meskipun kepemilikan asing hutang pemerintah meningkat sebagai bagian dari total hutang.

Defisit transaksi berjalan sedikit membaik menjadi 2,0 persen dari PDB

Defisit transaksi berjalan sedikit membaik menjadi 2,0 persen dari PDB, dari 2,1 persen pada triwulan sebelumnya. Surplus perdagangan meningkat sebesar USD 1,7 miliar di Triwulan ke-2 karena ekspor meningkat 7,2 persen - peningkatan qoq yang pertama sejak Triwulan ke-2 tahun 2015. Pertumbuhan ini didorong oleh ekspor

Page 22: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

8 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

di Triwulan ke-2 tahun 2016 dan surplus perdagangan meningkat

manufaktur, yang merupakan satu-satunya kategori ekspor yang meningkat di sepanjang tahun (Gambar 7). Sebagian besar ekspor komoditas bergerak sejalan dengan harga – menurun sepanjang tahun tetapi meningkat lagi di triwulan ini. Impor juga meningkat di Triwulan ke-2, tetapi turun sebesar 7,8 persen di sepanjang setahun, didorong oleh impor bahan bakar yang berfluktuasi. Impor bahan baku dan barang modal juga meningkat pada triwulan tersebut tapi turun di sepanjang tahun.

Gambar 6: Arus masuk portofolio publik yang tinggi mendorong surplus Neraca Pembayaran (USD miliar)

Gambar 7: Ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam empat triwulan, tetapi tetap rendah sepanjang tahun (kontribusi terhadap pertumbuhan tahun-ke-tahun, poin persentase)

Catatan: Neraca dasar = investasi langsung + neraca transaksi berjalan Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Investasi langsung

dan investasi

portofolio yang

relative tinggi di

Triwulan ke-2

Investasi langsung sedikit meningkat di Triwulan ke-2 menjadi USD 3,0 miliar. Arus portofolio juga naik, didorong oleh pinjaman sektor publik. Arus masuk portofolio sektor swasta rendah dan berfokus pada ekuitas. Pembelian asing bersih ekuitas Indonesia dan obligasi pemerintah di Triwulan ke-3 menunjukkan bahwa arus portofolio akan tetap tinggi di Triwulan ke-3. Investasi lainnya mencatat defisit triwulanan, didorong oleh arus keluar dari aset sektor swasta, khususnya mata uang dan deposito.

Kebutuhan

pembiayaan

eksternal Indonesia

stabil dan

berkelanjutan

Proyeksi kebutuhan pembiayaan eksternal bruto Indonesia untuk 2016 - jumlah dari defisit transaksi berjalan dan amortisasi pinjaman eksternal - tetap stabil, di angka USD 75 miliar (8,0 persen dari PDB dan 71 persen dari cadangan) (Gambar 8). Rasio pinjaman jangka pendek terhadap total pinjaman eksternal (7,2 persen) juga tetap stabil. Namun, porsi pinjaman pemerintah yang didapat dari luar negeri secara bertahap telah meningkat selama dasa warsa terakhir, Hal ini mengakibatkan situasi keuangan pemerintah lebih rentan terdampak oleh siatuasi pasar modal internasional.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Current account Direct investmentPortfolio investment Other investmentOverall balance Basic balance

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

Jun-14 Jun-15 Jun-16

Oil and gas Coal

Mining Palm oil

Rubber Manufacturing

Other Total exports

Page 23: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

9 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Gambar 8: Kebutuhan pembiayaan eksternal tetap stabil (USD miliar ( Kiri), persen (Kanan))

Gambar 9: Pinjaman Pemerintah semakin banyak dikontribusikan dari luar negeri (USD miliar (Kiri), persen dari total (Kanan))

Catatan: Pinjaman jangka pendek dihitung berdasarkan jatuh tempo yang tersisa; * Proyeksi Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: * Proyeksi Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan melebar menjadi 2,1 persen dari PDB di tahun 2016 dan 2,3 persen di tahun 2017

Selanjutnya, perkiraan defisit transaksi berjalan untuk tahun 2016 dan 2017 masing-masing telah diturunkan 0,2 poin persentase menjadi 2,1 dan 2,3 persen dari PDB (Tabel 3), terutama karena surplus perdagangan yang lebih besar dari perkiraan di Triwulan ke-2. Impor, terutama impor barang modal, meningkat kurang dari perkiraan di Triwulan ke-2. Sebaliknya, ekspor meningkat lebih dari perkiraan, didukung oleh harga komoditas yang lebih tinggi di Triwulan ke-2. Harga komoditas terus meningkat sampai Juli-September, yang akan mendukung ekspor di Triwulan ke-3. Sebaliknya, pertumbuhan yang diperkirakan akan tetap tertekan di mitra dagang utama Indonesia memberi tekanan pada ekspor. Arus modal secara keseluruhan ke Indonesia, khususnya arus ekuitas, diperkirakan tetap kuat di Semester ke-2. Hal ini dikarenakan investor internasional mencari imbal hasil dalam lingkungan suku bunga global yang rendah. Namun, arus obligasi pemerintah diperkirakan akan melambat di Semester ke-2 mengingat tingkat pinjaman pemerintah sudah tinggi di Semester ke-1.

Tabel 3: Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan sedikit melebar di tahun 2016 dan 2017 (USD miliar kecuali dinyatakan lain)

2015 2016 2017

Neraca pembayaran secara keseluruhan

-1,1 3,5 8,6

% dari PDB -0,1 0,4 0,9

transaksi berjalan -17,7 -18,9 -23,5

% dari PDB -2,1 -2,1 -2,3

Neraca perdagangan barang

13,3 14,0 14,7

Neraca perdagangan jasa -8,3 -7,8 -9,5

Penerimaan -28,2 -30,3 -34,4

Transfer 5,5 5,2 5,7

Neraca transaksi kapital & finansial

17,1 22,4 32,1

% dari PDB 2,0 2,4 3,2

Investasi langsung 10,6 10,9 13,4

Investasi portfolio 16,7 15,8 21,5

Derivate keuangan 0,0 -0,1 0,0

Investasi lainnya -10,3 -4,3 -2,8

Memo: Neraca dasar -7,1 -8,0 -10,1

% dari PDB -0,8 -0,9 -1,1

Catatan: Neraca dasar = investasi langsung + neraca transaksi berjalan. Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

20

40

60

80

100

2012 2013 2014 2015 2016*

Private short term external debt

Government short term external debt

Current account deficit

External financing (% GDP) (RHS)

External financing (% reserves) (RHS)

50

53

56

59

62

65

0

50

100

150

200

250

2006 2008 2010 2012 2014 2016*

Foreign

Domestic

% foreign owned (RHS)

Page 24: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

10 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

5. Kondisi keuangan dalam negeri yang stabil dan pelonggaran kebijakan moneter

Kondisi keuangan dalam negeri stabil

Pasar keuangan global yang relatif stabil membantu menstabilkan nilai Rupiah di Triwulan ke-3 (Gambar 10). Selanjutnya, aset keuangan Indonesia berkinerja relatif baik dibandingkan dengan harga aset di negara-negara yang setara di kawasan (Thailand dan Malaysia) di Triwulan ke-3. Kondisi kredit menunjukkan beberapa tanda awal perbaikan namun hal ini tidak bertahan meskipun Bank Indonesia (BI) berpindah ke suku bunga kebijakan baru yang lebih rendah..

Rupiah stabil di sepanjang Triwulan ke-3…

Rupiah terapresiasi 1,3 persen terhadap dolar AS sejak awal Juli. Hal ini sejalan dengan situasi di negara-negara berkembang lainnya, seperti yang ditunjukkan oleh Index Mata Uang Negara Berkembang (Emerging Market Currency Index - EMCI) oleh JP Morgan (Gambar 10). Pada tataran year to date, Rupiah telah meunjukkan peningkatan yang tinggi di Triwulan ke-1 dan telah terapresiasi sebanyak 6,9 persen terhadap dolar AS.

Gambar 10: Rupiah tetap stabil di Triwulan ke-3 (index, 4 Januari 2016 = 100)

Sumber: BI; JP Morgan; Perhitungan staf Bank Dunia

…sedangkan biaya pinjaman telah menurun…

Imbal hasil pada obligasi pemerintah 10-tahun telah stabil di 7,1 persen, setelah jatuh 180 basis poin sejak awal tahun, bertepatan dengan pergolakan pasar keuangan global selama tahun ini yang antara lain disebabkan oleh keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa. Perbedaan (spread) Emerging Market Index (EMBI) JP Morgan untuk Indonesia juga menunjukkan adanya penurunan biaya pinjaman, menurun 51 basis poin antara akhir bulan Juni dan tanggal 19 Oktober (dibandingkan dengan penurunan sebesar 14 basis poin di Triwulan ke-2). Demikian pula, EMBIG global (ukuran biaya pinjaman US dollar bagi negara-negara emerging market) menurun sebesar 44 basis poin selama periode yang sama (dibandingkan dengan penurunan sebesar 25 basis poin selama Triwulan ke-2).

… dan ekuitas Indonesia mendekati nilai historis tertinggi

IHSG melanjutkan kinerjanya yang baik tahun ini, naik 8,8 persen antara akhir Juni hingga pertengahan Oktober, didorong oleh kinerja industri dasar yang kuat (kebanyakan bahan konstruksi; naik 24,0 persen sejak akhir Juni) dan sektor keuangan (naik 15,4 persen). Sektor pertambangan dan sektor lain-lain terus menjadi kekuatan pendorong di balik peningkatan di sepanjang tahun sampai dengan saat ini, dengan pertumbuhan 59 persen dan 31 persen. Saat ini ekuitas Indonesia mendekati nilai historis tertinggi (terakhir terlihat pada bulan April 2015).

Pelonggaran kebijakan moneter belum menunjukkan dampak positif pada

Pada tanggal 19 Agustus Bank Indonesia (BI) berpindah ke kebijakan tingkat suku bunga yang baru, yaitu kebijakan 7-day reverse repo, dalam upaya untuk menyelaraskan mekanisme transmisi antara tingkat suku bunga kebijakan bank sentral dan suku bunga bank. Sejauh ini, dampak perubahan kebijakan tersebut belum terlalu terlihat

96

98

100

102

104

106

108

110

Jan-2016 Apr-2016 Jul-2016 Oct-2016

USD/IDR

JP Morgan EMCI

Page 25: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

11 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

pertumbuhan kredit domestik

pada fasilitas penyediaan kredit antar bank dan distribusi likuiditas. Mengingat nilai Rupiah yang stabil dan tekanan inflasi yang rendah (Gambar 11), serta revisi penurunan untuk perkiraan pertumbuhan ekonomi oleh BI tahun 2016 dari 5,0-5,4 persen menjadi 4,9-5,3 persen, BI telah menurunkan suku bunga sebanyak enam kali tahun ini. Meskipun ada pelonggaran kebijakana moneter tahun ini, baik kredit dan pertumbuhan deposito tetap kurang bergairah (tidak jauh dari titik terendah enam tahun) (Gambar 12), sebagian dikarenakan peningkatan jumlah kredit bermasalah (NPL) selama tahun ini. Nampaknya peningkatan penyaluran kredit belum lama tidak bertahan lama.

Gambar 11: Inflasi yang rendah memberikan ruang bagi pelonggaran moneter (pertumbuhan tahun-ke-tahun, persen)

Gambar 12: Pertumbuhan kredit dan deposito belum menunjukkan perbaikan (pertumbuhan tahun-ke-tahun, persen)

Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

6. Kebijakan merespon pengumpulan penerimaan yang lemah

1. Pemerintah mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam menanggapi pengumpulan pajak yang lemah di awal tahun

Pengumpulan penerimaan naik secara signifikan di Triwulann ke-3, karena pelaksanaan tiga bulan pertama program amnesti pajak. Pengumpulan pajak berdasarkan program itu sendiri mencapai Rp 93,4 triliun, 56,6 persen dari target, pada akhir tahap ke-1 di tanggal 30 September4 (lihat Kotak 2). Namun demikian, Pemerintah mengumumkan perkiraan kekurangan penerimaan secara keseluruhan sebesar Rp 219 triliun di tahun 2016. Pada saat yang sama, pemerintah mengumumkan pemotongan pengeluaran lebih dari Rp 134 triliun pada APBN-P tahun 2016 dan meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7 persen dari PDB (dari 2,2 persen dari PDB pada APBN tahun 2016)5. Dengan maksud untuk meningkatkan kredibilitas, dan mengurangi kemungkinan pemotongan pengeluaran di pertengahan tahun tersebut, rancangan APBN tahun 2017 (saat ini sedang dibahas di DPR) memiliki target penerimaan yang lebih realistis.

Penerimaan melalui

Amnesti pajak telah

meningkatan

Realisasi penerimaan dalam sembilan bulan pertama tahun 2016 meningkat secara signifikan sebesar 9,2 persen yoy secara nominal (Gambar 13), terutama didorong oleh peningkatan tajam dalam pengumpulan pajak penghasilan non-minyak dan gas. Pajak menyumbang 12,0 persen untuk pertumbuhan yoy dibandingkan dengan 2,6

4 Data diakses pada tanggal 11 Oktober 2016 di: http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti. 5 Wirayani dan Parlina, 2016, “Budget Deficit Set to Soar towards Legal Limit”, Jakarta Post, 19

September, diakses di: http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/19/budget-deficit-to-soar-toward-legal-limit.html.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Jan-15 May-15 Sep-15 Jan-16 May-16 Sep-16

IHK inti

IHK Headline

Target inlasi BI

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Oct-14 Apr-15 Oct-15 Apr-16 Oct-16

Pertumbuhan deposito

Pertumbuhan kredit

7 Day reverse repo rate

Page 26: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

12 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

penerimaan pajak

year-to-date

persen pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan karena adanya peningkatan pengumpulan pajak penghasilan badan (PPh Badan) dan hasil dari program amnesti pajak (dicatat di bawah pajak penghasilan non-minyak dan gas lainnya) (Gambar 14). Di sisi lain, penerimaan minyak dan gas yang terkait terus berkurang nilainya, tetapi pada tingkat penurunan yang lebih rendah dari periode yang lalu (-9,5 persen), mencerminkan penurunan harga minyak dan gas yang lebih lambat tahun ini. PPN dalam negeri meningkat secara signifikan sebesar 36,1 persen yoy, sejalan dengan pertumbuhan konsumsi sektor swasta yang cukup tinggi. PPN impor terus menurun, namun penurunannya lebih lambat dibandingkan dengan tahun lalu, yang mencerminkan kontraksi yang lebih kecil di impor.

Gambar 13: Pertumbuhan year-to-date total pertumbuhan pengumpulan penerimaan meningkat pada triwulan ketiga tahun fiskal … (kontribusi terhadap pertumbuhan penerimaan yoy, persen)

Gambar 14: ... terutama karena meningkatnya pengumpulan PPh Badan, PPN dalam negeri, dan hasil amnesti pajak (kontribusi terhadap pertumbuhan penerimaan yoy, persen)

Catatan: O&G singkatan minyak dan gas, N-O&G singkatan non-minyak dan gas; PPnBM singkatan pajak penjualan barang mewah; “Lainnya” meliputi: pajak bumi dan bangunan, penerimaan pajak lainnya; PNBP non-minyak dan gas; PNBP lainnya (keuntungan perusahaan publik, pendapatan dari Badan Layanan Umum (BLU), dan PNBP lainnya (PNBP). Sumber: Kemenkeu; Perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: PPhB singkatan dari pajak penghasilan badan berdasarkan Pasal 25; (sektor minyak dan gas masih belum dikeluarkan) PPhP singkatan dari pajak penghasilan pribadi yang dipungut berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 25 / Pribadi dari UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008; WHT singkatan dari pemotongan pajak berdasarkan Pasal 22; FT singkatan pajak final berdasarkan Pasal 4 (2) UU Pajak Penghasilan; PPnBM singkatan daari pajak penjualan barang mewah; N-O&G merupakan pajak penghasilan non-migas tercatat di semua pasal yang lain dari UU PPh, termasuk biaya penebusan dalam program amnesti pajak. Sumber: Kemenkeu; Perhitungan staf Bank Dunia

Beberapa perubahan kebijakan pajak dan kebijakan administratif akhir akhir ini mungkin berdampak negatif terhadap pemungutan pajak

Perubahan kebijakan pajak dan kebijakan administratif akhir – akhir ini mungkin berdampak negatif terhadap kinerja penerimaan baru-baru ini. Dua kali kenaikan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP)6 tahun ini sebagian berkontribusi terhadap penurunan pajak penghasilan pribadi (PPhP) sebesar 2,2 persen relatif terhadap periode Januari-September 2015. Hal ini menyusul peningkatan ambang batas di tahun 2015, yang berlaku surut, yang memicu peningkatan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) PPhP sebanyak tujuh kali lipat dari 2015 ke 2016 (dari Rp 72,8 milyar di periode Januari-Agustus 2015, menjadi Rp

6 Kenaikan pertama dari Rp 24,3 juta menjadi Rp 36,0 juta dilaksanakan pada tahun 2015 (Peraturan

Menteri Keuangan PMK-122/2015) dan kenaikan kedua dari Rp 36,0 juta menjadi Rp 54 juta diberlakukan pada tahun 2016 (Peraturan Menteri Keuangan PMK-101/2016).

-10

-5

0

5

10

15

Jan-Sept 2014 Jan-Sept 2015 Jan-Sept 2016

O&G related revenuesIncome taxes N-O&GVAT/LGSTExcisesInternational trade taxesOtherTotal revenues

-2-10123456789

10 Jan-Sept 2014 Jan-Sept 2015 Jan-Sept 2016

Page 27: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

13 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

494, triliun di periode Januari-Agustus 2016). Pemungutan bersih PPh Badan sektor non-minyak dan gas mencatat pertumbuhan nominal sebesar 6,2 persen, kemungkinn karena penurunan sebesar 26,1 persen dalam SPT sektor non-minyak dan gas periode Januari-Agustus 2016 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.7 Selain itu, cukai menyumbang -1,0 poin persentase pertumbuhan penerimaan, yang mencerminkan perubahan peraturan untuk pembayaran cukai oleh produsen tembakau.8

Pelaksanaan APBN tahun 2016 dikendala oleh pemungutan pajak yang rendah

Setelah peningkatan yang tinggi di paruh pertama 2016, pencairan APBN tahun 2016 mencapai 63 persen pada akhir September 2016 (tingkat pencairan yang sama dengan yang terjadi pada periode yang sama tahun lalu), kemungkinan dikarenakan oleh dampak pengumuman pemotongan pengeluaran Pemerintah di bulan Juli. Tingkat eksekusi untuk belanja modal dan barang meningkat menjadi 36 dan 57 persen pada akhir bulan September (dibandingkan dengan 28 dan 45 persen pada periode yang sama tahun lalu), meskipun terjadi pemotongan belanja barang. Realisasi belanja pegawai dan pembayaran bunga ada di angka 69 dan 77 persen. Penyaluran transfer ke daerah sedikit lebih rendah, sebesar 63 persen, dikarenakan keterlambatan transfer dana bagi hasil dan DAU, yang merupakan bagian dari penyesuaian pengeluaran akhir – akhir ini.

Untuk menyelaraskan APBN dengan perkembangan ekonomi makro, Pemerintah telah merevisi target penerimaan, mengumumkan pemotongan belanja, dan memperlebar defisit fiskal

Pemerintah mengumumkan revisi lebih lanjut untuk perkiraan fiskal tahun 2016 pada bulan Juli, meskipun revisi Anggaran tahun 2016 baru disetujui pada tanggal 28 Juni.9 Kekurangan penerimaan diproyeksikan meningkat menjadi Rp 219 triliun dari sebelumnya Rp 190 triliun, yang mencerminkan pemungutan penerimaan year-to-date yang lemah dan kegiatan ekonomi yang kurang bergairah. Pemerintah juga mengumumkan pemotongan belanja lebih lanjut sebesar Rp 134 triliun (6 persen dari total belanja) yang berfokus pada pengeluaran kementerian non-prioritas (melalui swa pemblokiran (self-blocking)) dan penundaan transfer ke pemerintah daerah (Pemda). Selain itu, Pemerintah juga meningkatkan perkiraan defisit fiskal menjadi 2,5 persen dari PDB (dari 2,4 persen dari PDB di APBN-P tahun 2016), dan lagi sebesar 2,7 persen dari PDB di bulan September10. Langkah-langkah ini diharapkan dapat lebih menyelaraskan anggaran dengan perkembangan makroekonomi, menjaga belanja prioritas, dan mengurangi risiko pemotongan di akhir tahun.

7 Penerimaan bruto PPh Badan dari sektor non-minyak dan gas mencatat penurunan sebesar 3,1 persen

yoy. 8 Peraturan Menteri Keuangan No. PMK-20/2015, menyatakan bahwa, mulai tahun 2015, semua

pembayaran pita cukai harus dilakukan pada tanggal 31 Desember tahun berjalan. Di masa lalu, produsen diizinkan untuk menunda pembayaran tarif cukai ini selama 2 bulan setelah mereka memesan pita cukai, terlepas dari bulan pemesanannya. Akibatnya, hampir tidak ada pembayaran cukai tembakau yang diterima oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada bulan Januari dan Februari 2016; pembayaran penuh bulan pertama kali diterima di bulan Maret 2016.

9 Jakarta Globe, 2016, “Sri Mulyani Gets Straight to Work, Tips Spending Cuts for Ministries and Regions”, 4 Agustus, diakses di: http://jakartaglobe.beritasatu.com/business/sri-mulyani-gets-straight-work-tips-spending-cuts-ministries-regions/.

10 Wirayani dan Parlina, 2016, “Budget Deficit Set to Soar towards Legal Limit”, Jakarta Post, 19 September 19, diakses di: http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/19/budget-deficit-to-soar-toward-legal-limit.html.

Page 28: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

14 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Walaupun pemotongan tersebut berfokus pada belanja non-prioritas, beberapa kementerian kunci juga terkena dampaknya

Pemotongan pengeluaran sebesar Rp 134 triliun ini diharapkan datang dari kementerian pusat (Rp 65 triliun), maupun transfer ke Pemerintah Daerah (Rp 69 triliun). Pemotongan pengeluaran di tingkat pemerintah pusat berfokus pada belanja non-prioritas (seperti perjalanan dinas, paket meeting, honor, dan pengeluaran operasional lainnya), serta penundaan program dan kegiatan yang belum dimulai11. Meskipun pemotongan belanja ini berfokus pada belanja non-prioritas, beberapa kementerian kunci - seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (Rakyat), Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pertanian - masih harus dipaksa untuk menunda beberapa kegiatan (Gambar 15) 12. Langkah-langkah terhadap pengeluaran untuk Pemerintah Daerah melibatkan penundaan pembayaran triwulan terakhir dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana bagi hasil untuk Pemda yang kondisi keuangannya baik, dan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Transfer Dana Desa13.

Gambar 15: Pemotongan pengeluaran di APBN tahun 2016 yang belum lama ini diumumkan memberi dampak kepada beberapa kementrian kunci (IDR triliun (Kiri); persen alokasi (Kanan))

Sumber: Kemenkeu; Perhitungan staf Bank Dunia

Menyongsong tahun 2017, Pemerintah mengusulkan target penerimaan yang lebih realistis di dalam rancangan APBN…

Pada bulan Agustus, Pemerintah mengusulkan rancangan APBN tahun 2017 yang lebih realistis (dibandingkan dengan APBN tahun 2016) (Tabel 3)14. APBN tahun 2017 ini diharapkan akan selesai pada akhir Oktober 2016. Defisit fiskal diperkirakan menjadi 2,4 persen dari PDB, mirip dengan APBN Perubahan tahun 2016 tetapi lebih rendah dari revisi perkiraan (outlook) tahun 2016 sebesar 2,7 persen dari PDB. Target penerimaan ditetapkan pada tingkat yang lebih realistis sebesar Rp 1.738 triliun. Ini 2,7 persen lebih rendah dari APBN Perubahan tahun 2016 tetapi 10,9 persen lebih tinggi dari revisi perkiraan penerimaan yang diumumkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada bulan Juli 2016. Diproyeksikan Penurunan nominal (relatif terhadap APBN-P2016) dalam penerimaan terutama didorong oleh penurunan penerimaan PNBP sumber daya alam dan penerimaan pajak penghasilan. Rancangan APBN tahun 2017 disusun dengan asumsi bahwa semua hasil penerimaan pajak dari program amnesti pajak penggunaannya akan diarahkan untuk saldo Anggaran tahun 2016. Pemerintah berharap bahwa rencana

11 Instruksi Presiden No. 8/2016. 12 Beberapa proyek nasional ditunda, seperti: proyek kereta api jalur ganda Madiun-Kedungbanteng di

Jawa Timur (bagian dari proyek KA trans-Jawa), proyek kereta api Makassar-Parepare di Sulawesi Selatan (bagian dari proyek trans-Sulawesi), dan pembangunan fasilitas pelabuhan di Sumatera Utara dan Maluku. Lihat: Wirayani, Susanty dan Ribka, 2016, “Budget Cut Spillovers Loom”, Jakarta Post, 5 Agustus, diakses di: http://www.thejakartapost.com/news/2016/08/05/budget-cut-spillover-looms.html.

13 Wirayani, 2016, “Cash-strapped Budget Hits Indonesia”, Jakarta Post, 1 September, diakses di: http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/01/cash-strapped-budget-hits-ri.html.

14 Komisi Anggaran sepakat untuk menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi mereka untuk tahun 2017 menjadi 5,1 persen dari 5,3 persen untuk meminimalkan risiko pemotongan pengeluaran pada tahun 2017.

0

5

10

15

20

25

30

35

0123456789

Defe

nse

Pu

blic

Work

&…

Ag

riculture

Health

Tra

nsp

ort

Ed

ucation

Mo

F

Ma

ritim

e &

Fis

herie

s

Po

lice

Vill

age &

En

erg

y

Relig

ius A

ffairs

Researc

h &

So

cia

l

En

vironm

ent &

Budget cuts (IDR Tln) % of total (RHS)

Page 29: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

15 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

revisi terhadap UU Pajak Umum (KUP), UU Pajak Penghasilan, UU PPN dan UU materai akan meningkatkan penerimaan pajak, dan membantu mencapai target penerimaan tahun 2017. Namun, Pemerintah belum memberikan rincian tentang dampak dari rencana revisi tersebut. Pemerintah juga berencana untuk lebih meningkatkan cukai rokok sebesar 10,5 persen pada tahun 2017.15

…dan langkah-langkah untuk lebih meningkatkan kualitas belanja

Rancangan APBN tahun 2017 meliputi pengeluaran yang diusulkan sebesar Rp 2.070 triliun, sedikit lebih rendah dari APBN tahun 2016, namun 6,4 persen lebih tinggi dari revisi perkiraan (outlook) Kementerian Keuangan untuk tahun 2016. Usulan transfer ke Pemda adalah 2,1 persen lebih rendah dibandingkan dengan APBN Perubahan tahun 2016, yang didorong oleh perkiraan penurunan dana bagi hasil (16,7 persen) dan DAK (16,4 persen). Namun, transfer Dana Desa 27,7 persen lebih tinggi (dari Rp 47 triliun menjadi Rp 60 triliun). Rancangan APBN tahun 2017 ini juga termasuk usulan untuk lebih meningkatkan kualitas penetapan target subsidi listrik untuk pelanggan kategori 450 VA dan 900 VA16 dan program RASTRA (program beras sejahtera) melalui mekanisme distribusi voucher bagi 1,2 juta rumah tangga (dari 14,3 juta penerima).

Bank Dunia memproyeksikan penerimaan tahun 2016 mencapai Rp 1.602 triliun, termasuk hasil dari amnesti pajak

Mengingat perkiraan makroekonomi tahun 2016 yang tidak banyak berubah relatif terhadap Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia (IEQ) edisi bulan Juni (meskipun sekarang dengan risiko penurunan yang lebih besar), dan terealisasinya hasil yang didapat (outturns) dari program amnesti pajak, Bank Dunia memproyeksikan penerimaan tahun 2016 mencapai Rp 1.602 triliun (Tabel 5). Tahap pertama dari program amnesti pajak telah memberi dorongan yang signifikan untuk pengumpulan pendapatan sebesar Rp 93,4 triliun. Karena hasil yang didapat dari tahap kedua dan ketiga dari program ini masih belum pasti, proyeksi penerimaan dari Bank Dunia tidak memperhitungkan potensi hasil di luar yang sudah terealisasi di tahap pertama dari program ini. Dengan pengumpulan hasil yang terealisasi di tahap pertama dari program ini, Bank Dunia memproyeksikan total kekurangan penerimaan tahun 2016 mencapai Rp 184,2 triliun (1,5 persen dari PDB) relatif terhadap target APBN yang disetujui. Sesuai dengan perkiraan makro-ekonomi yang lebih optimis untuk tahun 2017 dan dengan dampak yang diharapkan dari reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung, Bank Dunia memproyeksikan total penerimaan mencapai Rp 1.708 triliun pada tahun 2017, 13,2 persen lebih tinggi dari proyeksi Bank Dunia untuk penerimaan tahun 2016. Proyeksi peningkatan ini dengan asumsi IDR 98 triliun berasal dari membaiknya kondisi makro-ekonomi, dan Rp 101 triliun berasal dari reformasi administrasi dan kebijakan pajak.

Bank Dunia memproyeksikan defisit fiskal sebesar 2,6 persen dari PDB untuk tahun 2016 dan 2,8 persen untuk tahun 2017

Dengan mempertimbangkan kemajuan yang signifikan dalam pelaksanaan tahap pertama dari program amnesti pajak ini, meskipun perkiraan makro-ekonomi-nya secara luas tidak berubah, Bank Dunia memproyeksikan defisit fiskal sebesar 2,6 persen dari PDB untuk tahun 2016, sedikit lebih rendah dari IEQ edisi bulan Juni 2016 sebesar 2,8 persen dari PDB. Revisi penurunan ini mengasumsikan bahwa penerimaan dari amnesti pajak digunakan untuk membiayai belanja produktif yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya (IEQ edisi bulan Juni 2016), khususnya belanja modal dan transfer bersyarat/kondisional (DAK) untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Selain itu, belanja pegawai juga direvisi naik

15 http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/30/govt-announces-10-54-percent-cigarette-excise-

hike-for-next-year.html 16 http://jakartaglobe.beritasatu.com/business/electricity-subsidy-cut-41-2016-pln/

Page 30: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

16 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

(relatif terhadap IEQ edisi bulan Juni 2016), karena belanja pegawai tersebut bukan bagian dari langkah efisiensi yang sudah diumumkan. Di sisi lain, belanja barang tidak berubah (relatif terhadap IEQ edisi bulan Juni 2016), sesuai dengan langkah-langkah efisiensi yang sudah diumumkan yang berfokus pada pengeluaran jenis ini. Untuk tahun 2017, Bank Dunia memproyeksikan defisit fiskal sebesar 2,8 persen dari PDB, dengan asumsi bahwa kebijakan Pemerintah dimaksudkan untuk menjaga momentum investasi publik terutama untuk belanja sektor prioritas seperti infrastruktur, dan belanja sosial di dalam aturan fiskal. Proyeksi defisit fiskal ini lebih tinggi dari APBN Perubahan tahun 2016 dan Rancangan APBN tahun 2017 sebesar 2,4 persen dari PDB.

Kebutuhan pembiayaan telah menunukkan trend peningkatan, namun rencana pembiayaan Pemerintah mampu mengimbangi

Kebutuhan pembiayaan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini menyusul lemahnya pengumpulan penerimaan, meningkatnya defisit fiskal, dan adanya kebijakan baru untuk mendukung BUMN melalui suntikan modal. Selain itu, akumulasi tunggakan beberapa kategori pengeluaran juga meningkat pada subsidi energi tertentu dan transfer ke daerah.17 Untuk tahun 2016, Pemerintah belum lama ini merevisi kebutuhan penerbitan surat berharga untuk tahun 2016, naik dari Rp 611,4 triliun menjadi Rp 654,4 triliun, sesuai dengan revisi peningkatan untuk target defisit fiskal dari 2,4 persen dari PDB menjadi 2,7 persen dari PDB. Realisasi pembiayaan pada umumnya sudah tepat. Pada tanggal 4 Oktober, Pemerintah telah mengeluarkan total Rp 589,2 triliun dalam bentuk obligasi (90,0 persen dari target yang baru).

Kotak 2: Program amnesti pajak Indonesia

Desain dari program ini Parlemen Indonesia mengesahkan RUU amnesti pajak pada tanggal 28 Juni, 2016 (yang berlaku pada tanggal 18 Juli, 2018) untuk membantu mencapai target APBN tahun 2016 yang ambisius dengan memperluas basis pajak, dan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi aset. Program amnesti pajak ini menawarkan pengurangan kewajiban pajak untuk deklarasi aset yang dilakukan antara bulan Juli 2016 dan Maret 2017 yang sebelumnya belum dideklarasikan, dengan tarif pajak yang lebih rendah untuk deklarasi yang dilakukan lebih awal dan untuk harta yang berada di dalam negeri dan harta yang berada di luar negeri yang direpatriasi/dipulangkan (dibandingkan dengan harta yang berada di luar negeri yang tidak direpatriasi) 18 Pembayaran pajak yang dilakukan pada harta yang sebelumnya tidak dideklarasikan tersebut disebut sebagai Uang Tebusan. APBN Perubahan tahun 2016 memproyeksikan bahwa program ini akan menghasilkan Rp 165 triliun (1,3 persen dari PDB tahun 2016) dalam bentuk penerimaan dari uang tebusan yang dibayarkan untuk harta yang dideklarasikan dan direpatriasi (berdasarkan pada asumsi bahwa Rp 1.000 triliun harta akan direpatriasi). Perkiraan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan Bank Indonesia (Rp 54 triliun penerimaan, Rp 560 triliun yang direpatriasi) dan estimasi pasar yang berkisar mulai dari Rp 40 sampai 70 triliun.19

17 Dalam APBN tahun 2015 yang telah diaudit, pemerintah melaporkan adanya akumulasi tunggakan

pada akhir tahun 2015 sebesar Rp 45 triliun untuk subsidi energi dan Rp 41 triliun untuk transfer ke Pemerintah Daerah

18 2 (4) persen pada Juli-September 2016, 3 (6) persen pada Oktober-Desember 2016, dan 5 (10) persen pada Januari-Maret 2017. Tarif dalam tanda kurung berlaku untuk harta yang berada di luar negeri yang dideklarasikan tetapi tidak direpatriasi.

19 AEOI diharapkan mulai berlaku mulai tahun 2018. AEOI mensyaratkan Lembaga Keuangan Pelapor (RFI) untuk melaporkan kepada otoritas pajak (TA) di negara mereka, yang kemudian akan bertukar informasi dengan TA dari negara lain. Pada bulan November 2015, 96 negara telah berkomitmen untuk memulai AEOI sesuai dengan Standar pada tahun 2017 atau 2018 secara timbal balik dan dengan mitra yang tepat; 74 negara telah menandatangani perjanjian kewenangan multilateral (“MCAA”) yang memungkinkan negara-negara peserta untuk mengikat perjanjian yang mendukung AEOI. Menurut sumber yang berbeda, sebagian besar harta milik orang Indonesia yang berada di luar negeri berada di Singapura. Sejak saat ini, Singapura telah berkomitmen untuk AEOI tetapi belum menandatangani MCAA tersebut. Setelah kedua negara menandatangani MCAA tersebut, maka Lembaga Keuangan Pelapor (RFI) yang berada di Singapura harus melaporkan informasi kepada Otoritas Pajak Singapura. Informasi tersebut kemudian akan dipertukarkan dengan kantor pajak di Indonesia. Sumber: Credit Suisse 2015.

Page 31: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

17 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Pemerintah meyakini bahwa program ini akan mencapai tujuannya karena adanya tekanan dari pelaksanaan undang-undang Pertukaran Informasi secara Otomatis (AEOI) antar negara pada tahun 2018, yang mensyaratkan pengungkapan harta secara global. Undang-undang AEOI yang akan datang ini memberi insentif bagi wajib pajak untuk memanfaatkan program amnesti pajak sebelum meningkatnya risiko untuk terdeteksi.

Program amnesti pajak ini memberi kesempatan satu kali, dan program ini menetapkan denda yang jauh lebih tinggi bagi yang tidak melaporkan hartanya atau harta yang dideklarasikan di luar periode amnesti. Harta yang tidak dilaporkan atau harta yang dideklarasikan di luar periode amnesti akan diperlakukan sebagai penghasilan tambahan dan terikat oleh ketentuan di dalam undang-undang dan peraturan pajak penghasilan yang ada. Ini termasuk denda tambahan hingga 200 persen dari penghasilan tambahan untuk harta yang tidak dilaporkan. Fitur tambahan dari program ini adalah bahwa dana yang direpatriasi harus diinvestasikan dalam bentuk aset domestik untuk jangka waktu minimum tiga tahun. Begitu pula, harta yang dideklarasikan yang berada di dalam negeri, tidak dapat ditransfer ke luar negeri untuk jangka waktu tiga tahun. Pelanggaran terhadap komitmen ini akan mengakibatkan harta yang dideklarasikan tersebut menjadi dikenai pajak penghasilan standar.

Kemajuan sampai saat ini Tahap pertama dari program ini mendapat sambutan yang signifikan, dengan Rp 3.824 triliun harta yang dideklarasikan sampai dengan tanggal 11 Oktober dan Rp 93,4 triliun dalam bentuk uang tebusan yang terkumpul (0,7 persen dari PDB) (Tabel 4). Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak mengumpulkan Rp 3,1 triliun tunggakan pajak (pembayaran tunggakan pajak merupakan persyaratan kelayakan untuk program amnesti ini).

Kemajuan dalam pengumpulan pajak, baik melalui uang tebusan maupun pengumpulan tunggakan pajak, menunjukkan bahwa tujuan Pemerintah meningkatkan pengumpulan penerimaan pada tahun 2016 melalui program amnesti pajak sebagian akan terpenuhi. Namun, untukmemenuhi tujuan lain dari program ini - perluasan basis pajak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan investasi melalui repatriasi aset - akan lebih menantang karena nilai aset yang direpatriasi masih sangat rendah. Sejauh ini, dampak ekonomi makro dari amnesti pajak masih lunak. Kekhawatiran tekanan inflasi, apresiasi nilai tukar yang cepat dan masuknya “uang panas” belum terwujud.

Tabel 4: Pengumpulan penerimaan dari program amnesti pajak telah mencapai lebih dari 50 persen dari target (IDR triliun, kecuali dinyatakan lain)

Aset Pajak

Total yang dideklarasikan

Di dalam negeri Di luar negeri

(total) Di luar negeri (direpatriasi)

tertagih % dari target

3.824 2.700 1.124 143 93,4 56,6

Sumber: Kemenkeu; Perhitungan staf Bank Dunia

Page 32: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

18 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Tabel 5: Bank Dunia memproyeksikan penerimaan dan pengeluaran lebih rendah daripada APBN tahun 2016

(IDR triliun, kecuali dinyatakan lain) 2015 2016 2016 2016 2017 2016 2017

Secara aktual

di-audit APBN APBN

Perubahan Jan – Sept

Usulan Anggaran

Bank Dunia

Bank Dunia

A. Penerimaan 1.508 1.822 1.786 1.081 1.738 1.602 1.708

(% dari PDB) 13,1 14,6 14,3 8,7 12,7 12,9 12,5

1. Penerimaan pajak 1.240 1.547 1.539 896 1.496 1.397 1.482

(% of GDP) 10,7 12,4 12,3 7,2 10,9 11,2 10,8

Pajak penghasilan 602 757 856 501 785 749 760

Minyak & Gas 50 41 36 25 33 23 23

Non-Minyak & Gas 553 716 819 477 752 726 737

PPN/PPnBM 424 572 474 270 494 456 510

PBB 29 19 18 16 17 18 19

Cukai 145 146 148 79 157 134 148 Pajak perdagangan internasional

35 40 36 25 34 35 39

Bea masuk 31 37 33 23 34 31 36

Pajak ekspor 4 3 3 2 0 4 4

Pajak lainnya 6 12 7 5 9 6 7

2. Penerimaan bukan pajak 256 274 245 184 240 203 223

(% dari PDB) 2,2 2,2 2,0 1,5 1,8 1,6 1,6

Penerimaan dari sumber daya alam

101 125 91 37 80 48 53

Minyak & Gas 78 79 69 23 57 26 29

Non-Minyak & Gas 23 46 22 14 23 22 24 Penerimaan bukan pajak lainnya

155 149 155 147 160 155 170

3. Hibah 12 2 2 1 1 2 3

B. Pengeluaran 1.806 2.096 2.083 1.305 2.070 1.924 2.088

(% dari PDB) 15,6 16,8 16,7 10,5 15,1 15,4 15,2

1. Pemerintah pusat 1.183 1.326 1.307 768 1.310 1.193 1.356

(% dari PDB) 10,3 10,6 10,5 6,2 9,6 9,6 9,9

Pegawai 281 348 343 236 n.a. 326 353

Material 233 325 281 159 n.a. 225 237

Modal 215 202 227 83 n.a. 216 296

Pembayaran bunga pinjaman

156 185 191 147

221 191 219

Subsidi 186 183 178 104 175 172 180

Energi 119 102 94 68 92 106 102

BBM 61 64 44 30 n.a. 43 57

Listrik 58 38 51 38 n.a. 63 45

Non-energi 67 81 83 36 83 66 78

Hibah 4 4 9 1 2 2 2

Sosial 97 55 55 35 n.a. 54 61

Lainnya 10 25 23 4 n.a. 6 7

2. Transfer ke daerah 623 770 776 538 760 731 732

(%d ari PDB) 5,4 6,2 6,2 4,3 5,5 5,9 5,3

Saldo Keseluruhan -298 -274 -297 -224 -333 -322 -380

(% dari PDB) -2,6 -2,2 -2,4 -1,8 -2,4 -2,6 -2,8

Asumsi Tingkat pertumbuhan riil PDB (%)

4,8 5,3 5,2 5,3 5,1 5,3

IHK (%) 6,4 4,7 4,0 4,0 3,9 4,6

Nilai tukar (IDR/USD) 13.458 13.900 13.500 13.300 13.300 13.300 Harga minyak mentah (USD/barrel)

51 50 40 45 41 51

Catatan: Proyeksi Bank Dunia ini tidak termasuk potensi penerimaan dari amnesti pajak. Sumber: Kemenkeu.

Page 33: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

19 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

7. Setelah bertahun-tahun stagnan, kemiskinan dan ketimpangan (akhirnya) turun lagi

Data bulan Maret 2016 menunjukkan penurunan kemiskinan yoy signifikan yang pertama kali dalam 3 tahun terakhir

Tingkat kemiskinan resmi bulan Maret 2016 turun sebesar 0,4 poin persentase yoy menjadi 10,9 persen. Ini adalah penurunan yoy terbesar dalam 3 tahun terakhir ini, setelah angka kemiskinan hampir tetap datar antara tahun 2013 dan 2015 (Gambar 16). Namun demikian, penurunan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengentasan yang dicapai antara tahun 2007 dan 2011, yang rata-rata sebesar 1,05 persen per tahun.

Gambar 16: Pengentasan kemiskinan pada tahun 2016, meskipun lebih besar dibandingkan tahun-tahun belakangan ini, tetap lebih lambat dari sebelum tahun 2011 (tingkat kemiskinan, persen (Kiri), perubahan dalam kemiskinan, persentase poin (Kanan))

Sumber: Susenas

Harga pangan yang stabil, terutama untuk beras, berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

Inflasi yang tidak terlalu tinggi dan harga pangan yang stabil (lihat Bagian 3 di atas) juga telah memberi kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan (karena harga pangan dimasukkan ke dalam perhitungan (penetapan) garis kemiskinan). Secara khusus, perbaikan manajemen impor beras dan operasi pasar oleh pemerintah pada akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016 menahan inflasi harga beras pada waktu di mana biasanya harga beras bergejolak. Antara bulan Oktober 2015 dan Maret 2016, Bulog mengimpor 1,49 juta ton beras dan menyalurkan lebih dari 177.000 ton melalui operasi pasar terbuka. Akibatnya, garis kemiskinan bulan Maret 2016 hanya meningkat 7,2 persen yoy menjadi Rp 354.386 per 6 bulan semester, lebih rendah dari peningkatan garis kemiskinan antara tahun 2014-2015 (9,26 persen) dan tahun 2013-2014 (11,45 persen).

Perluasan bantuan sosial juga dapat berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

Perluasan dalam program bantuan sosial juga mungkin telah mendorong pengentasan kemiskinan di sepanjang tahun lalu. Sebagai contoh, Program bantuan tunai bersyarat, Program Keluarga Harapan (PKH), diperluas dari 2,8 juta rumah tangga menjadi 3,5 juta rumah tangga pada akhir tahun 2015. Simulasi Bank Dunia menunjukkan bahwa perluasan bantuan tunai ini memberi kontribusi sebesar 0,1 poin persentase terhadap pengentasan kemiskinan, atau hampir sepertiga dari total penurunan yang teramati. Perluasan PKH yang direncanakan sebesar 2,5 juta rumah tangga tambahan di tahun 2016 dapat lebih meningkatkan pengentasan kemiskinan sebesar 0,4 poin persentase.

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Tingkat kemiskinan(kiri)

Perubahan dalam kemiskinan, tahunan (kanan)

Page 34: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

20 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Salah satu ukuran ketimpangan telah turun secara signifikan dalam satu tahun terakhir ini

Koefisien Gini untuk bulan Maret tahun 2016 adalah sebesar 39,7, turun 1,1 poin dari 40,8 di bulan Maret 2015. Ini adalah penurunan tahunan koefisien Gini yang terbesar sejak terjadinya krisis keuangan Asia dan salah satu dari tiga penurunan yang substansial dalam 15 tahun terakhir. Koefisien Gini relatif datar sejak tahun 2011, tetapi tahun ini koefisien Gini turun di bawah 40. Perlu lebih banyak waktu lagi untuk melihat apakah ini menandai awal dari periode turunnya ketimpangan.

Gambar 17: Koefisien Gini di tahun 2016 turun di bawah 40 untuk pertama kalinya sejak tahun 2011 (Koefisien Gini, poin (Kiri), perubahan koefisien Gini, poin (Kanan))

Sumber: Susenas

Koefisien Gini turun karena kelompok 40 yang berada di Tengah berusaha mengejar kelompok 20 yang berada di Atas, tetapi kelompok 40 yang berada di bagian Paling Bawah masih tertinggal

Pendorong utama penurunan ini adalah bahwa pangsa dari total konsumsi nasional dari 40 persen rumah tangga bagian Tengah (Kuintil (Quintile) 3 dan 4) telah meningkat terhadap konsumsi 20 persen rumah tangga Teratas (Kuintil 5) (lihat Tabel 6). Dengan meningkatnya ketimpangan di Indonesia sejak awal 2000-an yang didorong oleh cepatnya pertumbuhan konsumsi kelompok 20 persen Teratas, perkembangan terakhir ini menunjukkan bahwa kelompok 40 persen Tengah mulai mengejar ketinggalannya. Namun demikian, konsumsi kelompok 40 persen Terbawah belum mampu mengejar kedua kelompok lainnya. Bahkan, pangsa konsumsi mereka sedikit menurun di sepanjang tahun, yang berarti pertumbuhan Indonesia masih jauh dari merata.

Tabel 6: Ketimpangan telah turun karena meningkatnya konsumsi kelompok 40 yang berada di Tengah, tetapi konsumsi kelompok 40 yang berada di bagian Paling Bawah 40 telah menurun (persebaran konsumsi nasional di Indonesia, persentase total, Maret 2015 - Maret 2016)

Periode 40

Terbawah

40 di Bagian Tengah

20 Teratas

Maret 2015 17,1 34,7 48,3

Maret 2016 17,0 36,1 46,9

Perubahan, 2015-2016

-0,1 +1,4 -1,3

Sumber: Susenas

Pada akhirnya, masih diperlukan perbaikan berkelanjutan dalam kebijakan fiskal

Untuk melanjutkan percepatan pengentasan kemiskinan dan mempertahankan tren dari turunnya ketimpangan, diperlukan adanya perbaikan kebijakan fiskal. Secara khusus, Indonesia harus lebih banyak lagi membelanjakan pada program yang paling hemat biaya untuk mengurangi ketimpangan, seperti bantuan langsung ke rumah tangga miskin dan rentan. Keberhasilan baru-baru ini di wilayah ini mencakup perluasan PKH yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, Indonesia juga harus menghimpun penerimaan pajak lebih banyak lagi dengan cara yang progresif20.

20 Untuk melihat dampak dari kebijakan fiskal Indonesia pada ketimpangan secara mendalam, lihat Bab

2, Bagian C dari IEQ edisi Juni 2016.

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

20

25

30

35

40

45

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Gini (kiri)

Perubahan tahunan (kanan)

Page 35: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

21 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

8. Potensi hambatan untuk outlook makro fiskal dari faktor eksternal tetap tinggi

Risiko pelemahan dari lingkungan global dan harga komoditas tetap ada

Bagi Indonesia, risiko dari lingkungan internasional berasal dari pertumbuhan yang lebih lambat dari yang diharapkan di negara-negara maju. Hal ini diperparah oleh pemulihan di AS yang terseok-seok (stop-start) dan ketidakpastian seputar normalisasi tingkat suku bunga oleh

Bank Sentral (Federal Reserve) AS. Perkiraan pertumbuhan untuk Eropa juga tetap lesu dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang lebih rendah dari yang diharapkan untuk sebagian besar negara-negara utama di kawasan ini. Ketidakpastian politik setelah terjadinya Brexit terus membebani prospek pertumbuhan bagi Inggris. Selain itu, kenaikan harga sebagian besar komoditas baru-baru ini kemungkinan tidak dapat dijaga mengingat perkiraan pertumbuhan global yang sedang-sedang saja (moderate) dalam jangka menengah ini.

Gambar 18: Peningkatan harga komoditas mungkin bersifat sementara (indeks harga komoditas Indonesia, indeks 2014=100)

Sumber: Bank Dunia; Perhitungan staf Bank Dunia

Meskipun ruangan bagi kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dibatasi, anggaran yang kredibel dapat mendukung kepercayaan dunia usaha

Di Indonesia, sementara ruang kebijakan moneter ada, ruang kebijakan fiskal tersebut tetap dibatasi oleh pemungutan penerimaan yang lemah. Memang Pemerintah telah mengumumkan angka kekurangan penerimaan untuk tahun 2016 dan sudah mulai memotong pengeluaran (lihat Bagian 6). Sementara pemotongan pengeluaran tersebut tidak akan mempengaruhi belanja prioritas, pemotongan pengeluaran tersebut akan mempengaruhi beberapa kementerian yang berkaitan dengan infrastruktur. Sementara pengeluaran pemerintah pada semester pertama 2016 telah menjadi pendorong utama pertumbuhan, hal ini diperkirakan tidak akan terus berlanjut mengingat pemotongan pengeluaran pemerintah telah diumumkan. Risiko peningkatan (upside risk) dari program amnesti pajak ini sebagian telah terwujud, tetapi manfaat-manfaatnya akan tergantung pada kualitas belanja dari penerimaan yang dikumpulkan. Angka kekurangan penerimaan yang diumumkan Pemerintah dipandang lebih realistis dibandingkan dengan angka kekurangan penerimaan di masa lalu. Kredibilitas anggaran yang meningkat ini dapat membantu menurunkan ketidakpastian bagi dunia usaha dan membantu meningkatkan kepercayaan dunia usaha.

0

20

40

60

80

100

Indeks Harga Komoditas

Indeks Harga Komoditas tidak termasuk minyak dan gas

Page 36: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

22 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

B. Beberapa perkembangan terkini perekonomian Indonesia

1. Percepatan pembangunan pariwisata

Pariwisata merupakan sektor pertumbuhan yang menjanjikan dalam perekonomian Indonesia

Pariwisata merupakan sektor yang menjanjikan yang bisa membuka investasi swasta, mendorong pertumbuhan inklusif yang menjanjikan lapangan kerja melimpah, meningkatkan penerimaan ekspor, dan memberi arah bagi program investasi infrastruktur yang ditargetkan dalam (pengembangan) tujuan wisata. Jika direncanakan dan dikelola dengan baik, pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja yang besar dan bertindak sebagai pelipat ganda penerimaan untuk Indonesia, yang dapat berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran bersama. Tambahan sepuluh juta wisatawan internasional dan peningkatan pengeluaran per wisatawan ke tingkat yang ada di Thailand (yaitu rata-rata 1,5 kali lipat dari Indonesia saat ini) akan memberi tambahan penerimaan devisa sebesar USD 16 miliar setiap tahunnya. Menurut Badan Pariwisata dan Perjalanan Dunia (WTTC), di Indonesia, setiap pengeluaran perjalanan dan pariwisata sebesar USD 1 juta mendukung sekitar 200 pekerjaan (yang 67 adalah pekerjaan langsung) dan menyumbang PDB sebesar USD 1,7 juta (Gambar 19).21 Dengan tujuan wisata yang tersebar di seluruh nusantara, pariwisata juga dapat membantu mengurangi kesenjangan antar daerah di Indonesia.

21 WTTC, 2015,“Indonesia: How does Travel and Tourism compare to other sectors?,” Laporan patokan

(benchmark).

Page 37: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

23 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Gambar 19: Pengeluaran di sektor pariwisata di Indonesia memiliki dampak yang besar terhadap PDB dan kesempatan kerja dibandingkan dengan pengeluaran di sektor-sektor lain (dampak dari pengeluaran sebesar USD 1 juta di sektor, USD juta (Kiri); Jumlah pekerjaan (Kanan))

Gambar 20: Pasar Asia Pasifik sangat penting bagi pertumbuhan pariwisata Indonesia (jumlah pengunjung, juta)

Sumber: WTTC Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Indonesia memiliki karunia pariwisata yang kaya…

Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri pariwisata kelas dunia, dengan memanfaatkan karunia pariwisata yang kaya dan dibangun di atas keberhasilan Bali. Laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum, WEF)tentang Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata tahun 2015 menetapkan peringkat Indonesia di peringkat ke-17 (dari 141 negara) pada sub-indeks sumber daya nasional dan budaya, yang merupakan alasan-alasan utama untuk melakukan perjalanan (Tabel 7). Namun, pada indikator lainnya, seperti lingkungan yang kondusif, infrastruktur dan kelestarian lingkungan, Indonesia tertinggal. Secara keseluruhan, Indonesia menempati peringkat ke-50 dalam Indeks Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata, di belakang Thailand (35), Malaysia (25) dan Singapura (11). Pada tahun 2015, jumlah kedatangan pengunjung internasional Indonesia adalah 10,2 juta, sementara

Tabel 7: Sumber daya alam dan budaya Indonesia secara global kompetitif, tetapi menghadapi kendala infrastruktur dan dukungan lingkungan (Peringkat Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata dari 141 negara)

Peringkat tahun 2015 secara Keseluruhan 50

Lingkungan yang kondusif 80

Lingkungan usaha 63

Keselamatan dan keamanan 83

Kesehatan dan kebersihan 109

Sumber daya manusia dan pasar tenaga kerja 53

kesiapan ICT 85

Kebijakan dan kondisi Perjalanan & Pariwisata yang kondusif

9

Prioritas Perjalanan dan Pariwisata 15

Keterbukaan Internasional 55

Daya saing harga 3

Keberlanjutan lingkungan 134

Infrastruktur 75

Infrastruktur transportasi udara 39

Infrastruktur darat dan bandara 77

Infrastruktur pelayanan wisata 101

Sumber daya alam dan budaya 17

Sumber daya alam 19

Sumber daya kebudayaan dan perjalanan bisnis

25

Sumber: Forum Ekonomi Dunia, “Laporan Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata tahun 2015”

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

GDP impact (LHS) Employment impact (RHS)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Germany

France

Taiwan

Philippines

USA

UK

India

South Korea

Japan

Australia

China

Malaysia

Singapore

Page 38: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

24 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Thailand dan Malaysia masing-masing mencatatkan 29.900.000 dan 25.700.000 kedatangan pengunjung internasional.22

… dan dapat memanfaatkan ledakan permintaan pariwisata global

Permintaan pariwisata global, regional dan domestik bertumbuh. Di seluruh dunia, industri pariwisata diproyeksikan tumbuh sebesar 4,2 persen secara riil per tahun selama dekade berikutnya, melampaui pertumbuhan perekonomian global. Tiongkok terus memimpin sebagai negara dengan jumlah perjalanan wisata keluar (outbound) terbanyak secara global, yang kemudian akan menguntungkan negara-negara Asia tujuan wisata sekitarnya. Pengeluaran oleh wisatawan asal Tiongkok meningkat sebesar 25 persen pada tahun 2015, mencapai Rp 292 miliar, karena jumlah wisatawan asal Tiongkok naik 10 persen menjadi 128 juta, dan pengeluaran per wisatawan juga meningkat.23 Pada tahun 2015, wisatawan asing di Indonesia berasal dari lima negara utama, yaitu Singapura, Malaysia, Tiongkok, Australia, dan Jepang(Gambar 20). Kedatangan wisatawan asing di Indonesia meningkat sebesar 8,4 persen pada tahun 2015 dan rata-rata lama menginap naik 11 persen menjadi 8,53 hari. Namun, pengeluaran harian menurun, dari USD 154 per hari pada tahun 2014 menjadi USD 142 per hari pada tahun 2015. Perjalanan oleh wisatawan domestik di Indonesia pada tahun 2015 meningkat menjadi 255 juta dari 251 juta pada tahun 2014.24

Pemerintah bertujuan untuk mengubah perekonomian Indonesia melalui suatu rencana yang ambisius untuk pengembangan pariwisata

Untuk memenuhi potensi pariwisata Indonesia, Pemerintah telah mengidentifikasi sepuluh tujuan wisata untuk prioritas pembangunan, dengan penekanan pada menutup kesenjangan infrastruktur.25 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, RPJMN, 2015-2019, menetapkan sejumlah tujuan wisata untuk meningkatkan peran pariwisata dalam perekonomian Indonesia. Pada 2015, anggaran Kementerian Pariwisata untuk kegiatan promosi meningkat empat kali lipat dari Rp 300 juta menjadi Rp 1,2 triliun. Pada bulan Maret 2016, Pemerintah Indonesia menambah fasilitas bebas visa bagi 169 negara untuk menarik lebih banyak wisatawan asing. Namun demikian, hanya dengan melakukan promosi tujuan wisata saja, tanpa adanya reformasi kebijakan dan investasi infrastruktur yang ditargetkan untuk beberapa tujuan wisata, dapat membuat tujuan-tujuan wisata yang sudah mapan, seperti Bali, menjadi semakin padat, mengikis sumber daya alam dan budaya, dan merusak citra Indonesia. Menyadari hal ini, pada akhir tahun 2015 Presiden Joko Widodo mendesak kabinet untuk mempercepat pengembangan sepuluh tujuan wisata prioritas.

a. Meningkatkan infrastruktur dan merencanakan pertumbuhan pariwisata yang berkelanjutan

Pembangunan infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan

Indonesia menempati posisi lima puluh persen terendah di antara negara-negara lainnya dalam beberapa indikator yang berhubungan dengan daya saing infrastruktur pariwisata (Tabel 7) - infrastruktur darat dan pelabuhan/bandara, infrastruktur pelayanan wisata (misalnya hotel, perusahaan penyewaan mobil), kesehatan dan kebersihan (misalnya akses terhadap sanitasi), kesiapan ICT, dan kelestarian

22 Badan Pusat Statistik, BPS, 2016, Statistik Kedatangan Pengunjung Internasional, 2015; Kementerian

Pariwisata dan Kebudayaan Malaysia, http://www.tourism.gov.my/statistics; Departemen Pariwisata Thailand, http://www.tourism.go.th/home/details/11/221/24710.

23 WTTC, 2016, “Perjalanan dan Pariwisata: Dampak Ekonomi 2016 ": Dunia; UNWTO, 2016, Barometer Pariwisata Dunia, Volume 14, Mei.

24 Kementerian Pariwisata 2015, “Survei Kedatangan Penumpang 2015”; dan BPS, 2016, “Statistik Kedatangan Pengunjung Internasional tahun 2015”.

25 Danau Toba, Lombok, Borobudur, Kepulauan Seribu, Labuan Bajo di Pulau Flores, Wakatobi, Morotai, Belitung, Gunung Bromo, dan Tanjung Lesung (Ujung Kulon, Krakatau, Carita).

Page 39: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

25 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

daya dukung tujuan wisata...

lingkungan (misalnya pengolahan air limbah). Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah berencana untuk berinvestasi di sektor transportasi udara, air, dan jalan, infrastruktur dan layanan dasar, serta infrastruktur dan layanan pariwisata.

… dan harus secara hati-hati direncanakan untuk memastikan kelestarian lingkungan …

Antara tahun 2013 dan 2015, kinerja Indonesia memburuk pada dua indikator daya saing pariwisata: sumber daya alam (dari 6 menjadi 19) dan kelestarian lingkungan (dari 125 menjadi 134). Akses yang buruk terhadap layanan dasar, seperti penyediaan air bersih, sanitasi, koneksi saluran pembuangan, dan pengumpulan limbah padat, telah menggerogoti aset alam di beberapa daerah tujuan wisata di Indonesia. Selain itu, pertumbuhan industri pariwisata yang pesat namun tidak dikelola dengan baik dapat semakin menurunkan daya saing aset yang menjadi tumpuan bagi pertumbuhan pariwisata di masa depan. Pengalaman Nepal, Kamboja dan Kenya menunjukkan bahwa akibat dari hal-hal seperti itu bisa sulit untuk dikelola atau diperbaiki kembali, yang mengakibatkan semakin menurunnya nilai dari karunia pariwisata tersebut.

… melalui rencana induk pariwisata terpadu

Pemerintah berencana untuk mempersiapkan rencana utama (masterplans) pariwisata terpadu untuk masing-masing tujuan wisata prioritas, yang dapat memberikan kerangka yang kuat untuk pengembangan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini akan menjadi panduan dalam penetapan skala dan lokasi spasial pertumbuhan di masa depan, serta untuk menetapkan kebijakan dan praktek untuk memastikan aset utama dilindungi dan dampak lingkungan dikelola dengan baik dan dipantau. Rencana utama ini akan memanfaatkan infromasi detil dari proyeksi permintaan pariwisata, yang kemudian akan mengarah pada penilaian skala dan jenis investasi publik serta swasta yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan di masa depan. Proses penyusunan rencana induk ini juga akan menggabungkan program konsultasi yang komprehensif, dan memastikan semua pemangku kepentingan memiliki kesempatan untuk berkontribusi. Diperlukan kemampuan koordinasi beserta mekanismeyang baik agar konsultasi yang komprehensif ini dapat terlaksana, namun kedua hal tersebut belum ada saat ini.

b. Menarik investasi dan meningkatkan keterkaitan dengan perekonomian local

Pemerintah mengharapkan investasi swasta yang signifikan di sektor pariwisata…

Pemerintah mengharapkan investasi swasta yang signifikan di sektor pariwisata, dan indikator awal yang ada nampaknya menjanjikan. Total penanaman modal asing (Foreign Direct Investment, FDI) dan dalam negeri di sektor hotel dan restoran, suatu indikator yang relevan dari sektor pariwisata, mencapai hampir USD 1 miliar pada tahun 2015 - meningkat 45,5 persen dibandingkan tahun 2014, sementara jumlah perizinan investasi yang disetujui di sektor hotel dan restoran meningkat lima kali lipat, dari 52 perizinan di tahun 2014 menjadi 266 perizinan di tahun 2015.26

26 Badan Koordinasi Penanaman Modal, http://www.bkpm.go.id/en/investing-in-indonesia/statistic.

Total investasi langsung di hotel dan restoran terdiri dari USD 650.200.000 penanaman modal asing langsung (FDI) dan Rp 4 triliun penanaman modal dalam negeri.

Page 40: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

26 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

...tetapi proses perizinan dan upaya promosi perlu ditingkatkan

Namun, untuk mencapai USD 10 miliar yang ditargetkan oleh Kementerian Pariwisata pada investasi swasta di 10 tujuan wisata pada tahun 2019, diperlukan upaya lebih lanjut untuk menarik investasi. Penyederhanaan perizinan merupakan salah satu aspek yang penting. Sebagai langkah pertama, penting untuk melakukan inventarisasi jumlah dan jenis izin usaha yang dibutuhkan (di tingkat nasional dan daerah) untuk mendirikan suatu usaha yang berkaitan dengan pariwisata. Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI)27 di awal tahun ini telah semakin membuka sektor pariwisata bagi investasi asing, meskipun keterbatasan tetap ada. Besaran maksimal modal asing di bidang-bidang usaha lainnya pun telah dilonggarkan, walau tidak dihapus seluruhnya.28 Namun demikian, usaha penyewaan transportasi darat, wilayah usaha yang berkaitan dengan pariwisata, belum dibuka untuk investor asing. Hal ini dapat mempengaruhi jangkauan dan kualitas penyewaan mobil yang ditawarkan dan penyelenggaraan perjalanan wisata.

Peningkatan pengeluaran wisatawan dapat menghasilkan keuntungan yang signifikan bagi perekonomian lokal….

Pengeluaran wisatawan dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan di daerah tujuan wisata, jika sebagian besar dihabiskan untuk barang dan jasa yang diproduksi secara lokal. Data dari tabel input-output di Indonesia29 menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran wisatawan tetap berada di dalam perekonomian Indonesia; sekitar 20 persen dari pengeluaran tersebut dibelanjakan untuk barang dan jasa impor. Bagian yang tetap berada di dalam perekonomian (yaitu untuk barang dan jasa lokal) selanjutnya memiliki dampak pengganda yang kuat sebagai akibat dari efek tidak langsung (hasil peningkatan output dan kesempatan kerja untuk sektor lain yang memasok input untuk mendukung peningkatan belanja pariwisata), dan dampak yang diakibatkannya (induced). Artinya, pengeluaran tambahan oleh mereka yang mendapatkan penghasilan yang berasal dari berkembangnya kegiatan pariwisata. Beberapa studi menunjukkan bahwa dampak total dari belanja pariwisata dapat menjadi 1,7-3 kali dari dampak langsungnya.30

…namun kapasitas perusahaan dan pekerja lokal untuk berpartisipasi dalam ekonomi pariwisata tetap terbatas

Namun demikian, dengan tidak adanya peningkatan dalam kapasitas lokal, perusahaan dan individu akan berjuang untuk berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang ekonomi yang diciptakan oleh pengembangan tujuan wisata non-Bali. Di luar Bali, tenaga kerja Indonesia memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyediakan berbagai kenikmatan berwisata (seperti pemandu wisata, makanan, warisan budaya) dengan cara yang menguntungkan dan berkelanjutan. Selanjutnya, sebagian besar perusahaan di tujuan-tujuan wisata yang baru muncul dan kurang berkembang tersebut tidak memenuhi standar kualitas barang dan jasa yang diperlukan untuk bertindak sebagai pemasok bagi operator hotel dan operator wisata kelas dunia yang hendak disasar oleh tujuan-tujuan wisata.

c. Memperkuat kemampuan koordinasi dan pelaksanaan untuk mencapai hasil

Koordinasi dan perencanaan sangat penting untuk

Pengembangan tujuan wisata memerlukan kombinasi dari intervensi pemerintah dan swasta yang diselaraskan dengan baik dan koordinasi antar kementerian/ lembaga di tingkat nasional dan daerah. Di tingkat nasional, mekanisme koordinasi ini saat ini

27 Peraturan Presiden No.44/2016. 28 Keleluasaan modal asing maksimal tetap pada 51 persen untuk fasilitas ekowisata dan spa, dan 67

persen (atau 70 persen untuk investor dari negara-negara ASEAN) untuk agen perjalanan, hotel non-bintang, hotel bintang satu dan dua, motel, dan penyelenggara meetings, incentives, conferences, dan events (MICE).

29 Diambil dari akun satelit pariwisata yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pariwisata, yang tersedia di tingkat nasional dan untuk provinsi tertentu.

30 Penelitian WTTC yang terbaru untuk sektor pariwisata Indonesia menunjukkan nilai pengganda belanja sebesar mulai 1,7 sampai 3.

Page 41: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

27 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

pengembangan tujuan wisata yang efektif, namun sebagian besar masih belum ada

sedang dikembangkan. Namun, mengingat bahwa Indonesia sangat terdesentralisasi, mekanisme koordinasi di tingkat propinsi dan di daerah tujuan wisata serta kemampuan implementasi juga penting, tetapi masih lemah atau belum ada. Selanjutnya, perlu dipastikan keberadaan sektor swasta di semua lini – yang penting untuk mengukur dan menguji ketertarikan investor –melalui keanggotaan dalam tim koordinasi, diundang untuk mengikuti pertemuan secara berkala, dan/atau mengikuti pertemuan dengan status sebagai pengamat.

Bahkan dengan berbagai dukungan pemerintah yang terintegrasi, risiko tetap ada…

Bahkan dengan berbagai dukungan pemerintah yang terintegrasi, risiko terhadap pertumbuhan pariwisata tetap ada. Jumlah pengunjung menurun sebesar 11,3 persen pada tahun berikutnya setelah terjadinya bom Bali yang pertama di bulan Oktober 2002, dan 8,6 persen dalam dua tahun setelah bom Bali kedua. Serangan terbaru di Jakarta pada bulan Januari 2016, bersama dengan meningkatnya kesadaran global untuk masalah keamanan (terutama di antara turis Barat), cenderung menjadi faktor penghambat dalam perkiraan (outlook) pariwisata internasional bagi Indonesia (Gambar 21). Walaupun dampak dari serangan sporadis cenderung lebih bersifat jangka pendek, namun dampak tersebut akan meningkat di saat serangan lebih sering terjadi. Kunjungan wisatawan asing ke Turki selama enam bulan pertama tahun 2016 turun 4,15 juta atau 27,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya setelah terjadinya pola serangan teroris yang teratur.31

Gambar 21: Jumlah pengunjung asing telah meningkat terus sejak tahun 2006, namun pertumbuhan pengunjung tidak merata dan dipengaruhi oleh eksternalitas (kedatangan pengunjung internasional tahun 2001-2015, dalam juta (Kiri), persen (Kanan))

Gambar 22: Target pertumbuhan pengunjung asing untuk 10 tujuan wisata prioritas lebih tinggi dari pertumbuhan yang dicapai Bali sepanjang 5 tahun pertumbuhan yang paling cepat

(CAGR paling cepat sepanjang 5 tahun dari pengunjung asing dalam sejarah Bali dibandingkan dengan indikasi CAGR tahun

2014-2019 di 10 tujuan wisata)

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia Catatan: CAGR singkatan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan Sumber: Laporan Penyelesaian Proyek Pariwisata Bali Bank Dunia; rencana pembangunan 10 tujuan wisata dari Kementerian Pariwisata; BPS.

31 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Turki, http://www.kultur.gov.tr/EN,162852/number-of-

arriving-departing-visitors-foreigners-and-ci-.html

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

2

4

6

8

10

12

01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15year

International visitors (number, left axis)

Annual growth (percent, right axis)Bom Bali pertama

Bom Bali kedua

Resesi global (tgl perkiraan)

Daftar negara bebas visa ditambah

0

50

100

150

200

250

300

Rata-rata dari10 tujuan wisata

Page 42: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

28 Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

… menunjukkan perlunya melakukan pemantauan dan revisi terus menerus

Akan dibutuhkan fleksibilitas dalam rencana ambisius Indonesia untuk mempercepat pengembangan sepuluh tujuan wisata agar dapat menyesuaikan diri dengan dinamika pasar global dan domestik serta kondisi setempat. Target pertumbuhan pengunjung internasional untuk sepuluh tujuan wisata prioritas ini adalah target yang ambisius dan bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan yang dicapai Bali selama lima tahun puncak pertumbuhan tercepat (Gambar 22). Target ini perlu didukung oleh penilaian dari permintaan pasar dan minat investor. Data terinci mengenai jumlah wisatawan dan profil mereka sudah tersedia, demikian pula data statistik mengenai hotel dan investasi yang berkaitan dengan pariwisata. Namun, data statistik ini perlu lebih dikonsolidasikan dan dianalisa dengan lebih sistematis untuk memungkinkan pelacakan secara holistik dari upaya Pemerintah ini dan hasilnya, serta menginformasikan kemungkinan perlunya perubahan di tengah jalan.

Page 43: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 29

2. Mengapa Indonesia harus mempertimbangkan kembali kerangka dan arah kebijakan ketahan pangannya?

Kebijakan ketahanan pangan adalah wilayah yang sudah lama menjadi perhatian nasional

Pelaksanaan kebijakan ketahanan pangan Indonesia dibingkai oleh UU Pangan tahun 2012 yang mendefinisikan tujuan utamanya dalam hal (i) menjamin akses fisik dan ekonomi bagi seluruh penduduk untuk makanan yang beragam, aman dan bergizi; (ii) meningkatkan kesejahteraan petani; (iii) meminimalkan ketergantungan pada impor untuk sembako; dan (iv) mencapai ‘kedaulatan pangan’ secara menyeluruh (dalam arti memiliki kendali terhadap kondisi pangan negara). Instrumen kebijakan yang digunakan termasuk di dalamnya investasi publik, subsidi masukan dan subsidi kredit, pembatasan perdagangan, intervensi pasar dan penyimpanannya oleh badan usaha milik negara, serta jaring pengaman sosial.

Gambar 23: Dukungan total Indonesia untuk pertanian meningkat dan lebih tinggi dari negara-negara “emerging market” dan negara-negara OECD lainnya (dukungan total kepada pertanian sebagai persentase dari penerimaan kotor pertanian; 1995-1997 vs 2012-14)

Gambar 24: Peningkatan belanja Pemerintah Pusat untuk pertanian lebih cepat dari peningkatan PDB pertanian (IDR triliun, Kiri; persen, Kanan)

Sumber: OECD 2016. Kebijakan Pertanian dan Laporan Evaluasi Catatan: Angka dari pengeluaran merujuk pada pengeluaran yang terealisasi sampai tahun 2015 dan APBN-P untuk tahun 2016. Kementerian Pertanian melakukan klasifikasi ulang sebagian besar belanja bantuan sosial untuk barang dan jasa pada tahun 2016. Sumber: Database COFIS Bank Dunia menggunakan data Kemenkeu

Sepanjang satu dasa warsa terakhir, pemerintah secara substansial telah meningkatkan belanja untuk mencapai tujuan ketahanan pangan

Dukungan penuh Indonesia untuk sektor pertanian 32 secara proporsional adalah yang tertinggi dan tercepat di antara negara-negara OECD dan negara-negara berpendapatan menengah yang setara lainnya (Gambar 23). Pada tahun 2015, dukungan total untuk sektor pertanian di Indonesia setara dengan 4,6 persen dari PDB dibandingkan dengan 3,2 persen untuk Tiongkok, 1,0 persen untuk Jepang, 0,7 persen untuk Uni Eropa, 0,5 persen untuk Vietnam, dan 0,4 persen untuk Amerika Serikat - negara dan daerah yang biasanya dianggap memberikan tingkat perlindungan dan dukungan yang tinggi untuk sektor pertanian. Proporsi yang signifikan dari belanja publik di Indonesia untuk pertanian dipergunakan untuk

32 Didefinisikan oleh OECD sebagai nilai moneter transfer bruto dari wajib pajak dan konsumen yang

timbul dari langkah-langkah kebijakan yang mendukung pertanian. Termasuk di dalamnya investasi publik, subsidi, langkah-langkah dukungan terhadap harga pasar, dll, dan merupakan kategori yang lebih luas daripada 'pengeluaran pemerintah' di sektor pertanian.

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

1995-97 2012-14

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Extension services Irrigation

Other agriculture subsidies Fertilizer subsidies

R&D MoA non-social aid

MoA social aid

Central AG spending/AG GDP (Kanan)

Page 44: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 30

menyubsidi pupuk dan komponen masukan lainnya (Gambar 24), sementara telah lama terjadi kurangnya investasi jangka panjang dalam jenis barang publik yang vital bagi produktivitas dan daya saing pertanian. Barang publik tersebut meliputi: penelitian dan pengembangan (R&D), infrastruktur, jasa penyuluh pertanian, pendidikan pertanian, perlindungan tanaman, pengendalian penyakit hewan, dan keamanan pangan.33

a. Terdapat kekhawatiran tentang efektifitas kebijakan ketahanan pangan dan belanja publik Indonesia

Konsumen di Indonesia membayar harga yang sangat tinggi untuk makanan

Sejak awal dasa warsa ini, harga eceran beras dalam negeri telah mencapai 50 sampai 70 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga di Vietnam, Thailand, dan negara-negara lain di Wilayah Mekong Raya (Greater Mekong Region) (Gambar 25). Konsumen Indonesia juga membayar harga yang sangat tinggi untuk makanan yang kaya protein dan nutrisi mikro, termasuk sebagian besar buah dan sayuran dan produk unggas. Suatu penelitian mendapati bahwa harga makanan bernutrisi lebih tinggi ini jauh lebih tinggi di Indonesia daripada di Singapura, suatu negara yang tidak memiliki sektor pertanian dan mengimpor hampir semua makanannya.34 Selain itu, tingkat harga terus mengalami penyimpangan. Sementara harga internasional untuk bahan pangan biji-bijian telah menurun tajam sejak pertengahan tahun 2012, Indonesia terus mengalami inflasi pangan tingkat sedang sampai tinggi hingga saat ini.

Pembatasan perdagangan pangan Indonesia dan intervensi kebijakan lainnya memaksakan pengenaan ‘pajak’ yang besar kepada konsumen

OECD35 memperkirakan bahwa selama periode 2013-2015, konsumen Indonesia dikenai ‘pajak’ setara USD 98 miliar sebagai akibat dari pembatasan pada impor bahan pokok dan bahan makanan bernilai lebih tinggi, dan dampak dari intervensi terhadap pertanian dan pasar bahan pangan oleh Pemerintah (Gambar 26).36 Di tahun 2015 saja, biaya yang dibebankan kepada konsumen Indonesia diperkirakan sebesar USD 36 miliar, jauh lebih tinggi dari perkiraan sebesar USD 22 miliar untuk seluruh Uni Eropa (28 negara), suatu wilayah yang kebijakan pertanian dan kebijakan-kebijakan lainnya telah lama dikenal secara substansial menaikkan harga pangan bagi konsumen. Dalam tataran per kapita, pajak yang dikenakan kepada konsumen Indonesia adalah sebesar USD 139 di tahun 2015 dibandingkan dengan USD 44 di Uni Eropa, dan USD 31 di Vietnam. Dampak kumulatif dari kebijakan tersebut telah, setidaknya di masa lalu, melemahkan upaya Indonesia untuk, secara lebih luas, meningkatkan ketahanan pangan dan capaian nilai gizi.

33 Pengalaman internasional menunjukkan keunggulan investasi publik dibandingkan dengan subsidi

dalam meningkatkan pertumbuhan produktivitas pertanian dan pengentasan kemiskinan di pedesaan. Misalnya, salah satu penelitian terhadap 15 negara Amerika Latin menemukan bahwa realokasi sebesar 10 persen dari belanja pertanian dari subsidi untuk barang publik diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita pertanian sebesar 2,3 persen. Lihat: R. Lopez dan G. Galinato 2007, “Should governments stop subsidies to private goods? Evidence from rural Latin America”, Journal of Public Economics, 91 (5), hal. 1071-1094.

34 Di bulan Februari 2015, harga wortel, mangga, dan jeruk 50 persen lebih tinggi di Jakarta dibandingkan dengan di Singapura, sementara telur, harga madu dan ayam lebih dari 25 persen lebih mahal. Lihat S. Marks, 2015, “Non-tariff Trade Regulations in Indonesia: Measurement of their Economic Impact”, Kertas Kerja, Kemitraan Australia Indonesia untuk Tata Kelola Ekonomi.

35 Tautan (link) database-nya dapat ditemukan di OECD, 2016, Laporan Kebijakan Pertanian dan Evaluasi.

36 Analisa yang tersedia dalam IEQ edisi bulan Juni 2016 menyoroti bahwa intervensi non-tarif yang diterapkan pada impor gandum antara tahun 2008 dan 2014 mengakibatkan harga tepung terigu menjadi 22 persen lebih tinggi dibandingkan apabila tanpa menerapkan langkah-langkah tersebut. Pembatasan penggunaan pelabuhan Jakarta untuk impor buah-buahan dan sayuran, yang dimulai pada tahun 2012, telah mengakibatkan harga secara signifikan lebih tinggi untuk barang-barang tertentu di Jakarta dibandingkan dengan Surabaya, sebagai pelabuhan masuk yang dipersyaratkan.

Page 45: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 31

Gambar 25: Harga eceran beras lebih tinggi di Indonesia dan Filipina (USD/ton)

Gambar 26: Pajak implisit yang dikenakan kepada konsumen pangan di Indonesia sangat besar, dan terus meningkat saat di tempat lain turun (USD miliar)

Sumber: FAO GIEWS Sumber: Data Statistik Pertanian OECD

Dampak negatif dari tingginya harga pangan sangat terasa bagi masyarakat miskin dan hampir miskin…

Menurut data Susenas tahun 2013, pangsa anggaran makanan untuk rumah tangga di desil (desil adalah metode membagi satu set data menjadi 10 bagian yang sama besar – pent.) terendah dari pengeluaran per kapita adalah 61 persen. Untuk rumah tangga sampai dengan dan termasuk desil ketujuh, pangsa anggaran makanan masih melebihi 50 persen dibandingkan dengan hanya 30 persen untuk mereka yang berada di desil terkaya. Untuk seluruh jumlah penduduk, beras menyumbang 8 persen dari total pengeluaran dan 18 persen dari pengeluaran makanan. Namun demikian, untuk desil termiskin, pangsa ini adalah sebesar 22 persen dan 35 persen, masing-masing untuk total pengeluaran dan pengeluaran untuk makanan. Secara nasional, 92 persen rumah tangga adalah pembeli bersih (net buyer) beras. Meskipun sebagian besar dari penduduk miskin negeri ini adalah petani padi, lebih dari 87 persen rumah tangga miskin membeli lebih banyak beras daripada yang mereka jual. Harga beras yang tinggi juga menyedot pengeluaran penduduk miskin pada makanan yang lebih bergizi.37 Akibatnya, Indonesia terus melakukan langkah-langkah nasional yang buruk terkait dengan keanekaragaman dan kualitas makanan.38 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penduduk miskin dan hampir miskin Indonesia belum mampu membiayai makanan dengan gizi yang seimbang.39

37 Analisa Bank Dunia menunjukkan bahwa kenaikan harga beras sebesar 11 persen hanya mengurangi

konsumsi beras sebesar 0,08 percent, namun memiliki dampak turunan pada berkurangnya konsumsi sayuran dan buah sebesar masing-masing 3,2 persen dan 4,2 persen. Untuk analisis awal elastisitas silang permintaan terhadap harga, lihat A. Widaryono, 2012, “An Analysis of Protein and Calorie Consumption in Central Java”, Economic Journal of Emerging Markets, October 4(2), hal. 115-126.

38 Dalam laporan penilaian “Economist Intelligence Unit’s 2015 Global Food Security Index”, nilai Indonesia untuk kualitas diet berada pada urutan ke-88 dari 109 negara. 21 negara yang berada di bawah urutan Indonesia seluruhnya adalah negara berpendapatan rendah.

39 Sebagai contoh: World Food Programme, 2012, “Minimum Cost of a Nutritious Diet: First Results in Indonesia”, Jakarta.

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

Jun-12 Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Philippines

Indonesia

Thailand

Cambodia

Myanmar Viet Nam

0

5

10

15

20

25

30

35

40

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Indonesia Turkey Mexico Vietnam Brazil

Page 46: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 32

…serta berkontribusi bagi kemajuan terbatas dalam meningkatkan capaian nilai gizi di Indonesia

Produksi biji-bijian nasional yang lebih tinggi selama dasa warsa terakhir belum diterjemahkan ke dalam peningkatan capaian nilai gizi secara nasional dan khususnya di wilayah kepulauan bagian timur. Dengan tingkat stunting balita sebesar 37 persen pada tahun 2013, dan kurangnya mikro nutrisi yang terjadi secara meluas, status gizi di Indonesia lebih mirip dengan negara berpenghasilan rendah daripada negara berpenghasilan menengah yang berkembang pesat dan berorientasi perkotaan (urbanizing) (Gambar 27). Meskipun pengakuan mengenai masalah gizi rendah terus berkembang, terdapat sedikit kemajuan dalam mengurangi tingkat stunting sejak pertengahan tahun 2000-an (Gambar 28). Meskipun terdapat beberapa faktor lain yang berkontribusi (termasuk praktik pemberian makanan bayi yang kurang layak, rendahnya akses terhadap air bersih dan sanitasi, dll.)40, sistem agro-makanan Indonesia dan kebijakan pangan yang sudah bertahan lama tidak memainkan peran yang diperlukan untuk mengatasi masalah nasional ini, yang akan memiliki dampak negatif yang besar dalam jangka pendek dan jangka panjang pada produktivitas dan pembangunan manusia.

Gambar 27: Prevalensi Indonesia untuk stunting jauh lebih tinggi daripada di negara-negara dengan tingkat Pendapatan Nasional Bruto yang sama (Pendapatan Nasional Bruto per kapita, USD (axis x); prevalensi stunting, balita, persen (axis y))

Catatan: Angka Pendapatan Nasional Bruto per kapita adalah untuk periode terakhir, 2012-2014, yang ada. Angka prevalensi stunting adalah untuk periode terakhir yang ada, 2010-2014, kecuali Singapura (2000), Malaysia (2006), dan Brunei (2009). Garis putus-putus pada 30 persen menunjukkan batas (cutoff) WHO untuk prevalensi “stunting yang tinggi”. Sumber: WDI 2015

40 Pada tahun 2013, pangsa penduduk kurang memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi masing-

masing adalah sebesar 33 persen dan 40 persen. Hanya 42 persen bayi berusia kurang dari 6 bulan yang diberi ASI eksklusif, jauh di bawah target nasional sebesar 85 persen. Lihat Kementerian PPN/Bappenas, 2014, “Ulasan Sektor Kesehatan Indonesia: Nutrisi”, Jakarta.

Burundi

Zimbabwe

Haiti

VietnamMongolia

IndonesiaPhilippines

China

Peru

Jamaica

Colombia

ThailandMalaysia

Suriname

Equatorial Guinea

Turkey

0

10

20

30

40

50

60

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

Lao PDR

Myanmar

Page 47: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 33

Gambar 28: Prevalensi stunting sedikit berubah dalam beberapa tahun terakhir namun sebenarnya meningkat di beberapa daerah (persen dari balita yang menderita stunting)

Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013

Banyak dari petani yang dilindungi di Indonesia tidak mampu mempertahankan mata pencaharian berbasis pertanian

Pembatasan impor beras, jagung dan gula dan berbagai intervensi non-tarif yang diterapkan terhadap produk-produk hewani dan hortikultura telah, sampai batas tertentu, melindungi para petani Indonesia dari persaingan.41 Namun demikian, tidak ada bukti bahwa perlindungan ini telah diterjemahkan ke dalam harga yang lebih tinggi bagi petani mengingat kekuatan pasar mereka yang terbatas dibandingkan kekuatan para pengolah dan distributor. Selain itu, bagi sebagian besar petani yang hanya bertanam padi atau produk biji-bijian lainnya, ukuran sawah yang kecil dan kurangnya akses terhadap layanan irigasi yang handal dan penyuluh pertanian merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mereka terjebak pada kondisi rendahnya produktifitas tenaga kerja dan pendapatan usaha pertanian. Subsidi pupuk belum mampu merubah tren menurunnya hasil panen secara nasional. Bahkan, masalah yang muncul dari tidak imbangnya (atau berlebihannya) penggunaan unsur hara yang kemungkinan telah diperparah oleh subsidi pupuk, memberikan kontribusi bagi menurunnya kondisi tanah, pencemaran air dan emisi gas rumah kaca yang tinggi.42 Hal ini telah memperkuat siklus negatif yang merugikan baik petani maupun konsumen. Harga pangan yang tinggi telah memberi tekanan pada meningkatnya biaya tenaga kerja upahan dan biaya sewa tanah bagi petani, terutama di Jawa. Biaya produksi yang relatif tinggi43 (ditambah dengan efisiensi penggilingan padi yang rendah dan biaya logistik yang tinggi) yang menyebabkan para petani Indonesia tidak kompetitif, tampaknya memerlukan tindakan perlindungan bagi mereka yang, pada

41 Sementara untuk hampir semua negara OECD besarnya koefisien perlindungan (yaitu harga

produsen/harga perbatasan) telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, sedangkan untuk Indonesia telah meningkat, dari rata-rata 25 persen selama periode 2010-2012 menjadi 40 persen pada tahun 2015. OECD, 2016.

42 Dengan praktek pemberian hara tanah yang tepat, para petani didapati telah mendapatkan hasil yang lebih tinggi dengan penggunaan pupuk yang lebih rendah dan menghasilkan pendapatan yang agak lebih tinggi. R. Buresh, Nutrient Best Management Practices in Rice, Seminar IFA di Indonesia, Jakarta, 23 April 2014. Nitrogen yang tidak diserap oleh tanaman dapat mencemari sumber-sumber air atau dikonversi menjadi oksida nitrat dan dipancarkan.

43 Borday dkk, 2014, mendapati bahwa biaya produksi padi per hektar di Jawa Barat mencapai USD 1.849 dibandingkan dengan USD 1.207 di Thailand, USD 1.059 di Vietnam dan USD 868 di India. Biaya produksi per kilogram padi lebih tinggi sepertiga kali di Indonesia dibandingkan dengan di Thailand dan India dan lebih dari dua kali lipat biaya di Vietnam.

0

10

20

30

40

50

60

70

Ria

u Isla

nd

s

DI Y

ogyakart

a

Jakart

a

Ea

st K

alim

anta

n

Ba

ngka B

elit

un

g…

Ba

li

Ba

nte

n

Nort

h S

ula

wesi

West Java

Ea

st Java

Centr

al Java

So

uth

Sum

atr

a

Ria

u

Indonesia

Jam

bi

West K

alim

anta

n

Goro

nta

lo

West S

um

atr

a

Be

ngkulu

Pa

pua

Ma

luku

So

uth

Sula

wesi

Centr

al S

ula

wesi

Nort

h M

alu

ku

Centr

al K

alim

anta

n

Aceh

Nort

h S

um

atr

a

So

uth

East S

ula

wesi

Lam

pung

So

uth

Kalim

anta

n

West P

apua

West N

usa T

eng

gara

West S

ula

wesi

Ea

st N

usa T

enggara

2007 2010 2013

Page 48: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 34

gilirannya, merugikan konsumen. Diperlukan suatu pendekatan kebijakan yang sama sekali berbeda untuk mematahkan siklus ini, baik sekarang maupun untuk jangka panjang.

Gambar 29: Kelebihan tenaga kerja di beberapa daerah tetap mengalir masuk ke dalam system produksi padi, menghasilkan produktivitas tenaga kerja yang rendah (8 jam hari-orang per hektar per panen)

Gambar 30: Diversifikasi tanaman pangan yang cukup besar telah terjadi di Tiongkok, sedangkan untuk Indonesia beras tetap dominan dan perubahan utamanya hanya pada konversi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit (cakupan lahan tanaman pangan, persen)

Sumber: Bordey dkk, 2014, “Benchmarking the Cost and Profitability of Paddy Rice Production in Selected Asian Rice Bowls”

Sumber: FAOSTAT

Mengatasi masalah pendapatan usahatani akan memerlukan adanya perubahan struktural (dibandingkan mengandalkan proteksi dan subsidi)

Di tempat lain di kawasan, proses transformasi struktural sedang berlangsung di dalam pertanian—menampilkan pola konsolidasi tanah, peningkatan mekanisasi, pergeseran besar (dan diversifikasi) dalam penggunaan lahan pertanian, dan perubahan besar dalam komposisi PDB pertanian.44 Banyak pekerja surplus meninggalkan lahan pertanian, sehingga produktivitas dari mereka yang tinggal meningkat. Perubahan struktural tersebut telah terjadi di Indonesia pada kecepatan yang lebih lambat (Gambar 29 dan Gambar 30). Hal ini mungkin oleh karena tidak amannya kepemilikan lahan, terjadinya distorsi yang diakibatkan oleh kebijakan dalam pemberian insentif, dan panjangnya pola kekurangan investasi pada barang pemerintah yang sangat diperlukan.

44 D. Dawe, 2015, “Agricultural Transformation of Middle Income Asian Economies: Diversification, Farm Size,

and Mechanization”, Kertas Kerja ESA, No. 15-04, FAO, Bangkok. Juga, Bank Dunia, 2016, “Transforming Vietnamese Agriculture: Gaining More from Less”, Hong Duc Publishing.

0

20

40

60

80

100

120

140

160 1994-99 2013

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1990

1995

2000

2005

2010

2013

1990

1995

2000

2005

2010

2013

China Indonesia

Maize Rice, paddy

Wheat Fruits, Vegetables, Pulses

Oilcrops Roots & Tubbers

Page 49: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 35

b. Implikasi perubahan pola pengeluaran untuk bahan pangan dan nutrisi bagi kebijakan pangan Indonesia

Pergeseran struktural yang lebih luas adalah mengubah perspektif dalam penyusunan kebijakan pangan Indonesia…

Pertumbuhan pendapatan, perubahan demografi dan perubahan gaya hidup berkontribusi terhadap perubahan struktural dalam pola konsumsi pangan dan pengeluaran dalam negeri, dan di dalam sistem di mana orang bisa mendapatkan dan membeli makanan mereka. Secara khusus, diversifikasi makanan terjadi dengan cepat di masyarakat perkotaan Indonesia; konsumsi beras per kapita menurun sementara konsumsi dan pengeluaran produk hewani, buah-buahan, sayuran, dan berbagai pilihan makanan olahan meningkat (Gambar 31).45 Makan di luar menjadi lebih sering dilakukan, demikian pula berbagai penjual makanan modern lebih banyak yang muncul. Perubahan konsumsi makanan dan pengeluaran relatif lebih lambat di daerah pedesaan karena kendala akses dan keterjangkauan, namun tetap menunjukkan adanya beberapa perubahan. Misalnya, pangsa pengeluaran pangan pedesaan untuk makanan olahan meningkat dari 8 persen awal tahun di awal 2000-an menjadi 19 persen satu dasa warsa kemudian. Seperti yang diamati di negara-negara lain, tren ini diperkirakan akan terus terjadi di Indonesia selama beberapa dasa warsa mendatang, sehingga menimbulkan struktur konsumsi makanan dan belanja yang akan terlihat sangat berbeda dari yang ada saat ini—baik secara kuantitatif maupun kualitatif.46

Gambar 31: Pola pengeluaran untuk sektor pangan Indonesia berubah, terutama di daerah perkotaan (komposisi belanja bulanan rata-rata)

Sumber: BPS

…meningkatnya kekhawatiran mengenai kontribusi dan beban sistem pangan pada kesehatan masyarakat…

Indonesia mulai mengalami ‘beban ganda’ kekurangan gizi. Sementara kejadian kekurangan gizi tetap tinggi, tingkat kelebihan berat badan dan obesitas di antara orang dewasa terus berkembang. Di antara anak-anak laki-laki, tingkat obesitas saat ini sama dengan tingkat kekurangan gizi (sebesar 12 persen). Di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, Indonesia mengalami tingkat tercepat pertumbuhan (dan kematian dikaitkan dengan) penyakit diabetes dan penyakit tidak menular terkait pola makan lainnya.47 Biaya kesehatan masyarakat dan pembangunan manusia yang

45 Secara nasional, elastisitas pendapatan dari permintaan untuk beras adalah -0,05 persen di tahun 2013

dibandingkan dengan 1,76 persen untuk buah-buahan, 1,93 persen untuk produk telur/susu, dan 2,53 persen untuk daging. (Analisa yang tidak dipublikasikan dibuat oleh N. Minot dari IFPRI untuk penelitian ini, berdasarkan data Susenas).

46 Sebagai contoh, diproyeksikan bahwa pangsa beras dalam pengeluaran pangan nasional akan menurun dari 17,7 persen di tahun 2013 menjadi 8,2 persen di tahun 2035. Dan, pangsa pengeluaran pangan yang dilakukan di luar rumah akan naik dari 26 persen saat ini menjadi lebih dari 40 persen di tahun 2035, lihat N. Minot, 2016, yang akan segera dipublikasikan (forthcoming), IFPRI.

47 Oleh karena bukti internasional menunjukkan adanya hubungan antara stunting di masa kanak-kanak dan perkembangan obesitas serta penyakit kronis di kemudian hari, Indonesia menghadapi risiko akan biaya kesehatan masyarakat di masa depan yang sangat besar dan kerugian produktivitas. Lihat misalnya: C. Victora, 2008, “Maternal and Child Undernutrition: Consequences for Adult Health and Human Capital”, The Lanset, Volume 37, No. 9609, hal. 340-357.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1998

2001

2004

2007

2010

2013

1998

2001

2004

2007

2010

2013

Urban Rural

Prepared food and beverages Beverage, spices, tobacco, misc

Oil and fats Vegetables, legumes, fruits

Fish, meat, eggs and milk Cereals, tubers

Page 50: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 36

sangat besar mungkin menghadang di depan. Risiko penyakit hewan dan keprihatinan terhadap ketahanan pangan juga berkembang di Indonesia. Untuk beberapa negara lain di kawasan—termasuk Tiongkok dan Vietnam—keamanan pangan dan risiko penyakit hewan telah muncul sebagai masalah ketahanan pangan yang utama, dan Indonesia mungkin menghadapi prospek ini dengan tidak adanya tindakan bersama yang terpadu di antara pemerintah dan sektor swasta.

...serta kebutuhan untuk mengurangi jejak lingkungan dari sistem pangan

Jejak lingkungan dari sistem agro-pangan Indonesia telah sangat signifikan, yang dapat mempengaruhi produktivitas (misalnya, melalui menipisnya sumber daya perikanan), kesehatan manusia (misalnya, melalui kebakaran yang dilakukan untuk pembukaan lahan), ketersediaan dan kualitas air untuk penggunaan non-pertanian, serta reputasi internasional dan domestik dari sektor pertanian. Masalah lain yang muncul adalah limbah makanan dan dampaknya yang merugikan secara sosial-ekonomi, lingkungan dan mata pencaharian. Terdapat bukti dari meningkatnya jumlah limbah makanan di Indonesia48 dan hal ini akan menjadi lebih menantang dengan terjadinya urbanisasi lebih lanjut dan pergeseran ke arah makanan olahan dan makan di luar rumah. Diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan insentif dan kemampuan untuk menerapkan praktek-praktek yang lebih ramah lingkungan di bidang pertanian dan fungsi rantai nilai makanan lainnya.

Mengubah permintaan makanan memiliki implikasi terhadap perdagangan makanan

Data statistik resmi menunjukkan bahwa proporsi yang sangat tinggi dari kebutuhan nasional untuk beras dan jagung (untuk pakan ternak) dipenuhi dari produksi dalam negeri, kecuali di tahun-tahun yang luar biasa saat kondisi cuaca buruk terjadi (yaitu di tahun 2015-16 saat terjadinya El Niño). Namun, dengan perubahan pola makan, Indonesia kini mengalami percepatan impor untuk komoditas biji-bijian dan minyak biji-bijian di mana Indonesia bukan merupakan produsen yang efisien (yakni gandum dan kedelai). Impor dari beberapa makanan yang bernilai lebih tinggi dan beberapa makanan (semi) olahan baru-baru ini telah mencapai 4 sampai 6 kali lipat lebih tinggi nilainya dari gabungan impor beras dan jagung (Gambar 32). Beberapa barang impor ini mewakili pasokan pelengkap (yaitu buah-buahan beriklim tertentu atau spesies ikan tertentu yang tidak dapat dibudidayakan di Indonesia); impor lainnya adalah produk antara atau bahan yang dicampur dengan bahan baku dalam negeri untuk menghasilkan produk konsumen akhir. Konsumen domestik memperoleh akses ke lebih banyak jenis makanan sementara perusahaan pangan Indonesia dapat tumbuh dan, dalam beberapa kasus, menargetkan kelas menengah yang tumbuh pesat di ASEAN dan negara-negara Asia lainnya. Sementara saat ini tidak diprediksi untuk terwujud di dasa warsa mendatang 49, hasil pengembalian di masa depan untuk harga komoditas internasional yang lebih tinggi tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan. Namun, impor pangan per kapita Indonesia nilainya rendah menurut standar internasional (Gambar 33). Sementara tantangan daya saing yang signifikan tetap ada—terutama dalam produksi primer dan dimensi logistik dari banyak buah, sayuran, dan rantai nilai (value chain) dari produk hewan Indonesia—impor pangan tidak harus dianggap sebagai indikasi kegagalan pertanian. Negara-negara berpenghasilan menengah lainnya dengan sektor pertanian yang sangat berhasil memilih untuk melakukan baik ekspor pangan

48 Neraca pangan FAO menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi lebih dari 100kg sampah makanan

per kapita per tahun, angka ini dua setengah kali dari Korea Selatan, negara yang telah melembagakan program yang efektif untuk mencegah atau membatasi limbah makanan. Limbah makanan sangat umum ditemui di sampah kota-kota di Indonesia, dua-pertiga dari limbah makanan tersebut berakhir di tempat pembuangan sampah. http://faostat.fao.org/site/354/default.aspx

49 Lihat Bank Dunia, 2016, “Commodities Market Outlook”, Juli, Washington, D.C.

Page 51: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 37

maupun impor pangan/pakan ternak yang lebih tinggi, yang nampaknya mencerminkan pola efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia.50

Gambar 32: Dalam total impor pangan Indonesia, impor (bahan) makanan bernilai tinggi dan makanan olahan tumbuh pesat (USD miliar)

Gambar 33: Impor pangan per kapita per tahun di Indonesia rendah dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya (USD)

Sumber: ITC/Comtrade dan WDI Sumber: ITC/Comtrade dan WDI

c. Bagaimana seharusnya Indonesia secara strategis mengubah orientasi kebijakan ketahanan pangannya?

Ini akan bermanfaat bagi Indonesia untuk memperbaiki aspirasi kebijakan pangannya—dari beras menjadi RICE

Indonesia memiliki tujuan ambisius untuk pertumbuhan ekonomi hijau, meningkatkan kesejahteraan, dan daya saing internasional. Masyarakat yang penuh gairah hidup dan berpikiran maju memerlukan tujuan yang sama ambisiusnya, yang terkait dengan sektor agro-pangan. Hanya sekadar memenuhi target produksi komoditas yang ditargetkan tidaklah cukup. Tujuannya haruslah untuk mengembangkan sistem makanan modern yang lebih (i) Reliable (terpercaya), (ii) Inclusive (Inklusif), (iii) Competitive (berdaya-saing); dan (iv) Eco-friendly (ramah lingkungan). Artinya, mengembalikan keseimbangan yang benar dari perhatian untuk keluar dari fokus yang didominasi oleh beras untuk beralih kepada konsep yang lebih luas dari RICE. Aspek dari RICE adalah mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan di dalam UU Pangan, dan memberi penekanan yang lebih besar pada ketahanan, fleksibilitas, mendorong pola hidup sehat, tanggap konsumen, efisiensi, dan kelestarian lingkungan. Indikator tertentu dapat didefinisikan sesuai karakteristik dan nilai-nilai khas Indonesia, sehingga kinerjanya dapat secara akurat dipantau dan diukur.

Untuk mengejar agenda ini akan memerlukan usaha

Kebijakan pangan adalah lingkup yang lebih luas dari hanya sekadar kebijakan pertanian. Bagian penting dari kebijakan pertanian adalah yang terkait dengan pangan, namun kebijakan pangan juga mencakup berbagai dimensi yang terkait

50 Misalnya, Vietnam terus meningkatkan ekspor dari berbagai makanan dan komoditas pertanian

lainnya, namun selama 5 sampai 10 tahun terakhir, impor dari pakan ternak biji-bijian (feedgrains) dan bahan pakan ternak lainnya melonjak dan saat ini melebihi nilai tahunan dari volume perdagangan ekspor beras yang tinggi. Impor pakan ternak biji-bijian ini telah memungkinkan peningkatan besar dan kompetitif dalam produksi daging babi dan produk unggas dalam negeri, untuk melayani meningkatnya permintaan, termasuk dari kalangan masyarakat miskin dan hampir miskin.

0

2

4

6

8

10

12

2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015

Fruit and Vegetable Semiprocessed Food

Processed Food

0

50

100

150

200

250

300

2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013

Indonesia

Vietnam

Thailand

Philippines

Chile

Mexico

Brazil

Page 52: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 38

yang lebih seimbang dan terkoordinasi di berbagai sektor

dengan kesehatan/gizi, transportasi/logistik, perdagangan, perlindungan sosial, dan perlindungan lingkungan. Penduduk perkotaan berpenghasilan menengah Indonesia membutuhkan kebijakan pangan yang seimbang di mana ada konsistensi dan sinergi antara kebijakan dan program multi sektoral yang berdampak pada sistem pangan negara dan pemangku kepentingan yang berbeda (Gambar 34). Ada kebutuhan untuk keseimbangan yang lebih besar antara preferensi konsumen dan dimensi pasokan makanan, serta antara produksi utama dan tantangan sistem pangan yang melampaui pertanian. Dari fokus yang dominan pada produksi biji-bijian dan menjamin tersedianya makanan dengan kalori yang memadai, kebijakan di masa depan harus memberikan perhatian yang lebih seimbang pada seluruh jenis makanan yang bergizi—karbohidrat, nutrisi mikro, dan protein—dan antara kualitas makanan (dan pola makan) serta jumlah yang tersedia.

Gambar 34: Indonesia harus menyeimbangkan kebijakan ketahanan pangannya

Sumber: Bank Dunia

Diperlukan upaya yang cukup besar untuk membangun sistem pangan yang lebih dapat diandalkan (R) dan tangguh…

Suatu sistem pangan yang handal merupakan salah satu hal yang dapat menjamin ketersediaan makanan pokok dan makanan lain yang cukup dan yang aman untuk dimakan; ini adalah salah satu sistem yang fleksibel dan mampu mengurangi risiko kinerja produksi dan pasar yang ditimbulkan oleh cuaca dan faktor alam lainnya yang mempengaruhi tanaman/kesehatan hewan, dan guncangan ‘eksternal’ lainnya (termasuk perkembangan pasar internasional). Kehandalan juga berhubungan dengan memiliki informasi yang akurat (mengenai produksi, harga, keamanan pangan, dll). Agenda kebijakan yang terkait bersifat multi faset (multi-faceted). Sebagai contoh, hal tersebut termasuk langkah-langkah untuk mengembangkan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan dan banjir, meningkatkan akses ke layanan irigasi, memperkuat pengawasan dan pengendalian hama dan penyakit, meningkatkan kinerja dan kredibilitas pengawasan peraturan keamanan pangan, dan memfasilitasi petani dan perusahaan investasi yang bergiat di tanaman pangan dan penyimpanan makanan. Suatu sistem pangan yang handal adalah suatu sistem di mana baik perdagangan internal maupun internasional didukung dan difasilitasi. Dalam hal ini, meningkatkan infrastruktur pelabuhan, dan menerapkan reformasi secara terus menerus untuk mengaktifkan pasar yang lebih kompetitif untuk pengiriman barang, penyimpanan, distribusi, dan jasa pengiriman tambahan akan menjadi hal yang penting.

… satu sistem yang lebih inklusif (I) dan

Suatu sistem pangan yang inklusif adalah salah satu yang dapat memberikan penghidupan yang stabil dan menguntungkan bagi banyak orang (di dimensi

Produksi dan Produktivitas Biji-

bijian

Pengelolaan Perdagangan

dan Pasar

Penghidupan dan

Infrastruktur Pedesaan

Jaring Pengaman

Produktivitas, Kelangsungan

dan Diversifikasi Pertanian

Memfasilitasi Perdagangan dan

Bisnis Makanan dan Pakan Ternak

Pengelolaan Keamanan

Makanan dan Perlindungan Konsumen

Peendekatan Terintegrasi

Terhadap Nutrisi

Jaring Pengaman dan Tindakan lain untuk

Mengatasi Kerentanan Pangan

Page 53: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 39

mendorong pola hidup sehat

pertanian, manufaktur dan jasa) dan mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan keamanan pangan dan gizi seluruh penduduk, terutama segmen berpendapatan rendah. Hal ini memerlukan agenda multi faset. Melindungi petani harus memberi jalan pada tindakan yang memberdayakan petani (seperti tindakan kolektif dalam pengelolaan air dan dalam fungsi komersial) dan memfasilitasi perubahan struktural yang penting (seperti konsolidasi tanah dan diversifikasi tanaman pangan) yang akan membantu untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan. Suatu sistem pangan yang lebih inklusif mungkin memerlukan beberapa upaya yang lebih intensif untuk mengembangkan dan melaksanakan pembedaan makanan dan pendekatan keamanan gizi di berbagai daerah dengan memperhitungkan dukungan sumber daya alam, demografi, kapasitas kelembagaan, konektivitas, dan preferensi makanan. Program jaring pengaman dirancang untuk meningkatkan akses ekonomi terhadap makanan, seperti RASTRA (beras sejahtera), bisa disertai dengan langkah-langkah pelengkap (seperti program kesadaran gizi dan kebun pangan lokal) untuk mempromosikan keragaman makanan.

Berbagai kebijakan dan program yang diperlukan untuk memperkuat daya saing (C) dari pangan dan pertanian Indonesia…

Suatu sistem pangan yang lebih kompetitif adalah suatu sistem yang mampu mencapai tingkat yang lebih tinggi dan berkelanjutan dari produktivitas dalam penggunaan tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam. Hal ini akan dapat mewujudkan sinergi yang lebih baik dan skala ekonomi/lingkup, dan, sebagai hasilnya, dapat lebih memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri dan internasional dan preferensi untuk variasi, kualitas, keterjangkauan, keamanan makanan, dan etika. Biaya per unit harus dikurangi di sisi produsen dan di beberapa tahapan rantai nilai. Diperlukan langkah tindakan untuk merevitalisasi penelitian dan penyuluhan pemerintah di bidang pertanian serta mendorong penelitian dan pengembangan dan penyuluhan serta jasa teknis lainnya dari sektor swasta. Akan diperlukan perbaikan di dalam lingkungan yang mendukung bagi investasi swasta dalam layanan logistik, manufaktur, dan distribusi makanan, dan dalam kerangka peraturan bagi perlindungan konsumen. Program pendidikan pertanian (dan agribisnis) dapat diperkuat untuk mendorong generasi berikutnya dari petani yang memiliki semangat kewirausahaan dan perusahaan penyelenggara agribisnis.

…dan untuk membuat sistem pangan menjadi lebih ramah lingkungan (E)

Ada kebutuhan yang kuat untuk upaya untuk mencegah, mengurangi, dan merehabilitasi dampak lingkungan yang merugikan yang terkait dengan pasokan dan distribusi pangan Indonesia dan berkontribusi untuk memberi layanan ekosistem yang positif apabila memungkinkan. Pemerintah memiliki berbagai sarana advokasi, regulasi, dukungan dan alat-alat lain untuk dipergunakan untuk mempengaruhi perilaku petani, nelayan, dan perusahaan terhadap praktik yang memiliki jejak lingkungan yang lebih rendah. Misalnya, dukungan teknis dan keuangan dapat diberikan untuk mendorong penggunakan cara-cara yang berkelanjutan di tingkat lokal, sambil menerapkan pendekatan manajemen terpadu dari lanskap multi-fungsional pada skala yang lebih besar. Gabungan dari peraturan, langkah perencanaan tata ruang dan insentif ekonomi akan diperlukan untuk mengatasi polusi pertanian, mengelola sumber daya perikanan dengan lebih baik, dan melindungi satwa liar dan ekosistem alam yang sensitif dari perambahan untuk tujuan pertanian.51

Langkah menuju kebijakan yang seimbang

Mengejar jenis agenda RICE ini akan melibatkan pergeseran dari intervensi harga ke non-harga oleh Pemerintah, terutama dari memasok barang sektor swasta bergeser pada memperkuat penyediaan barang publik yang diprioritaskan. Dalam sistem

51 Lihat B. Leimona dkk., 2015, “Indonesia’s Green Agriculture Strategies and Policies: Closing the

Gap Between Aspirations and Applications”, ICRAF, Jakarta.

Page 54: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 40

(mengembalikan keseimbangan kebijakan) untuk keamanan pangan dan nutrisi akan membutuhkan pergeseran belanja pemerintah dan modalitas intervensi pemerintah

pangan yang dimodernisasi dan berbasis pasar, Pemerintah akan ‘lebih sedikit mengarahkan dan lebih banyak memfasilitasi’. Pemerintah tidak perlu menjadi operator pasar makanan utama (dan barang masukan) atau menyediakan berbagai layanan. Namun harus menjadi efektif dalam memfasilitasi investasi, inisiatif dan perubahan perilaku di kalangan petani, perusahaan pertanian, penyedia layanan dan konsumen. Menekankan penyeimbangan kembali kebijakan ketahan pangan dan gizi juga akan memerlukan realokasi belanja pemerintah. Yang paling penting, mengganti program subsidi pupuk yang (berbiaya) besar dan salah sasaran dengan program manajemen kesuburan tanah dan air secara menyeluruh dapat memiliki dampak yang lebih besar pada produktivitas pertanian dengan biaya yang lebih rendah. Dengan menurunkan skala dan menyempitkan penetapan target bagi subsidi pupuk, dividen fiskal bisa didistribusikan untuk memungkinkan peningkatan besar yang bertahap dalam investasi di bidang infrastruktur pertanian dan pedesaan, serta berbagai barang publik yang disorot di atas. Pola perubahan orientasi belanja pemerintah ini akan memberikan keuntungan di dalam produktivitas, peningkatan pendapatan petani, dan perbaikan dalam pertanian dan ketahanan rantai nilai, daya saing, serta keberlanjutan yang akan menjadi penting untuk ketahanan pangan dan keamanan gizi Indonesia dalam jangka panjang.

Page 55: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 41

C. Indonesia 2018 dan selanjutnya: Tinjauan pilihan

1. Memastikan akses air minum dan sanitasi untuk semua (akses universal) sebagai upaya menurunkan stunting, kemiskinan, dan ketimpangan

Setelah mencapai target MDG untuk air minum, target Indonesia sekarang adalah akses air minum dan sanitasi untuk semua pada tahun 2019

Dalam dekade terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan cukup besar di bidang air minum dan sanitasi (AMS). Indonesia berhasil mencapai target akses air minum dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dengan 87 persen penduduk mendapatkan air dari sumber yang aman52 pada tahun 2015. Namun, target sanitasi dalam MDG belum tercapai meski kekurangannya tinggal sedikit. Akses sanitasi naik signifikan dari 35 persen pada tahun 1990 ke 61 persen pada tahun 2015 (target MDG: 62,4 persen). Penyumbang utama kemajuan di sektor ini adalah sanitasi perdesaan. Di perdesaan, akses sanitasi naik dua kali lipat dari 24 persen ke 47 persen, sementara akses air minum naik dari 61 persen ke 79 persen—atau percepatannya tumbuh tiga kali lebih tinggi dibandingkan wilayah perkotaan53. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah Indonesia yakin Indonesia mampu mencapai target akses universal air minum dan sanitasi pada tahun 2019, sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals -SDGs).

Ketimpangan pendapatan berkaitan dengan ketimpangan akses

Capaian AMS terjadi bersamaan dengan periode pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan dari 23,4 persen pada tahun 1999 ke 10,9 persen pada tahun 2016. Di sisi lain, ketimpangan pendapatan justru meningkat. Indeks Gini naik 10 poin dari 30.0 menjadi 39.7 antara tahun 2000 dan 201654. Ketimpangan

52 Sumber air minum aman (improved drinking-water source) adalah sumber yang, secara alamiah atau

melalui intervensi aktif, aman dari kontaminasi, khususnya kontaminasi kotoran manusia. Fasilitas sanitasi layak (improved) adalah fasilitas yang secara higienis memisahkan kotoran manusia dari kontak dengan manusia.

53 Joint Monitoring Programme WHO-Unicef, 2015. 54 Informasi lebih jauh mengenai topik ini ada di laporan Bank Dunia, “Indonesia’s Rising Divide”

http://www.worldbank.org/en/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide

Page 56: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 42

air minum dan sanitasi

juga terjadi di bidang AMS; terdapat ketimpangan besar dalam hal akses terhadap layanan AMS di perdesaan antara kuintil terbawah dengan kuintil teratas dalam sebaran pendapatan55. Di perdesaan, akses terhadap air minum dimiliki oleh 57 persen masyarakat di kuintil termiskin, sedangkan 97 persen masyarakat di kuntil teratas memiliki akses air minum yang aman. Dalam hal sanitasi, hanya 36 persen kuintil termiskin yang punya akses pada sanitasi yang layak (improved sanitation) dibandingkan 87 persen di kuintil teratas. Sekitar sepertiga dari ketimpangan ini bisa dirunut ke situasi keluarga saat seorang anak lahir atau kondisi yang dialaminya setelah kelahiran. Sebagai contoh, data Susenas menunjukkan bahwa 94 persen anak dari orangtua tidak miskin dengan tingkat pendidikan minimal SMA di Jakarta memiliki kemungkinan mengakses sanitasi layak. Sementara, kemungkinan hanya 2 persen anak dari orangtua miskin dan berpendidikan lebih rendah di Papua atau Maluku yang memiliki akses kepada sanitasi yang layak56.

Masih ada 24 juta penduduk perdesaan tanpa akses air minum yang aman; 62 juta tanpa akses sanitasi yang layak; dan 9 juta anak mengalami stunting

Sanitasi buruk, penyakit yang menular melalui air, malnutrisi, dan kasus tubuh pendek atau stunting (akibat malnutrisi kronis) saling berkaitan. Potensi pertumbuhan dan kecerdasan anak yang terpapar lingkungan kotor dan gizi buruk sejak kecil, akan menurun sehingga pencapaian dirinya sebagai sumber daya manusia juga akan berkurang.57 Di Indonesia, skala permasalahan ini sangat besar; ada sekitar 9 juta anak yang mengalami stunting,58 dan stunting serta malnutrisi diperkirakan menjadi penyebab hilangnya PDB hinggga 2 sampai 3 persen59. Program AMS perdesaan yang berkelanjutan dan terhubung dengan bidang lain adalah titik penting untuk bisa menyediakan akses air minum dan sanitasi untuk semua, sehingga pada akhirnya berkontribusi menurunkan kemiskinan dan kasus stunting. Bagian ini menyajikan pandangan ringkas mengenai proses mencapai akses universal AMS dan pentingnya AMS dalam upaya menurunkan stunting. Terdapat pula contoh kerja sama AMS dengan bidang terkait lain serta beberapa pilihan untuk melanjutkan program AMS perdesaan yang berkelanjutan dan terpadu.

a. Kerangka kelembagaan yang kuat membantu meningkatkan akses air minum dan sanitasi di perdesaan

Pendekatan AMS berbasis komunitas diangkat menjadi bagian kebijakan melalui STBM dan PAMSIMAS…

Indonesia telah mengubah pendekatan pembangunan sanitasi perdesaan secara signifikan dari berbasis subsidi pemerintah dan pemberian penyediaan jamban menjadi pemberdayaan masyarakat, membangun kebutuhan terhadap sanitasi yang layak, serta melibatkan sektor swasta. Berangkat dari keberhasilan ujicoba di beberapa lokasi, pendekatan ini diterapkan di beberapa provinsi sebelum akhirnya dijadikan strategi nasional pada tahun 2008, yaitu Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang diterapkan di semua provinsi. Ada tiga komponen STBM: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku; 2) peningkatan penyediaan fasilitas sanitasi yang terjangkau dan sesuai kebutuhan oleh sektor swasta; dan 3) penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif. PAMSIMAS, program nasional penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat yang diluncurkan pada tahun 2008, diintegrasikan dengan

55 WSP, 2015, “Water Supply and Sanitation in Indonesia: Turning Finance into Service for the

Future”. 56 Lihat laporan Bank Dunia, 2015, “Indonesia Systematic Country Diagnostic: Connecting the Bottom

40 percent to the Prosperity Generation”, World Bank East Asia and Pacific, September 2015 57 Victora, C, Adair, L, Fall C., Hallal P., Martorell R., Richter L., Sachdev H. et al., 2008, “Maternal

and child undernutrition: consequences for adult health and human capital”, Lancet 371(9609), 340 58 Kementerian Kesehatan, 2013, “Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)” 59 Bank Dunia, 2014, “Better Growth Through Improved Sanitation & Hygiene Practices (PPT)”

Page 57: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 43

pendekatan STBM, sehingga semakin mendekatkan kebijakan di bidang air minum dan sanitasi.

….perubahan pendekatan dan kerangka kelembagaan yang lebih kuat berhasil meningkatkan akses AMS di perdesaan

Perubahan pendekatan, penguatan kerangka kelembagaan yang memilah peran dan tanggung jawab, serta kontribusi pemangku kepentingan di semua tingkat menjadi dasar perbaikan akses AMS perdesaan. Akses sanitasi di desa naik rata-rata 2,2 persen per tahun antara 2009 dan 2015 (Gambar 35). Sebelumnya, akses tumbuh hanya 1,6 persen per tahun antara 2000 dan 200860. Di kedua periode, rata-rata kenaikan tahunan akses air minum perdesaan juga tumbuh dari 1,4 persen ke sedikit di atas 2 persen.61

Gambar 35: Pertumbuhan akses WASH perdesaan naik setelah STBM dan PAMSIMAS dilaksanakan (garis ungu adalah peningkatan yang diperlukan untuk mencapai target akses universal air minum dan sanitasi pada tahun 2019)

Sumber SUSENAS, BPS, 2016.

Sumber utama pendanaan air minum perdesaan adalah program pemerintah dan masih sangat terbatas…

Kajian Penyelenggaraan Layanan (Service Delivery Assessment, SDA) Bank Dunia tahun 2015 untuk Air Minum dan Sanitasi di Indonesia mencatat bahwa, meski ada mandat jelas dan peraturan, namun informasi lengkap mengenai total anggaran dan pengeluaran di bidang62 ini masih sulit didapat. Ada berbagai sumber pendanaan air minum perdesaan (pendapatan dalam negeri, hibah, dan pinjaman konsesi) dan sebagian besar disalurkan melalui PAMSIMAS, dengan pengeluaran di tingkat nasional (APBN), provinsi dan kabupaten (APBD), dan desa (dana desa). Dalam kurun 14 tahun dari dimulai sampai tahun 2020, anggaran PAMSIMAS mencapai USD1.600 juta (rata-rata 115 juta per tahun). Namun, menurut SDA, angka ini masih jauh dari USD 772 juta per tahun yang diperkirakan diperlukan untuk mencapai akses air perdesaan yang universal. Kajian lebih lanjut sedang dilakukan untuk melihat sumber lain yang potensial untuk dana (seperti tarif yang dibayarkan pengguna, dukungan pemerintah, atau mitra pembangunan) dan sumber keuangan lain (lembaga keuangan mikro atau bank daerah).

… sementara, sanitasi perdesaaan utamanya dibiayai oleh rumah tangga

Berkebalikan dengan sektor air minum, terjadi peningkatan besar investasi rumah tangga dalam penyediaan Sanitasi Perdesaan karena tidak ada subsidi pemerintah. SDA memperkirakan dibutuhkan belanja modal USD 414 juta per tahun untuk mencapai akses universal sanitasi perdesaan. Sebagian besar bersumber dari rumah tangga untuk penyediaan jamban sehat, sementara pemerintah melaksanakan kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran dan kebutuhan sanitasi (misalnya,

60 Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016, “Survei Sosial Ekonomi Nasional” 61 BPS merevisi formula perhitungan akses air pada tahun 2011. Formula baru mencakup akses air

mandi dan cuci selain air minum. Tingkat akses naik dari 45,9 persen pada tahun 2010 ke 52,3 persen pada tahun 2011, BPS, 2011.

62 Lihat World Bank, 2015, “The 2015 Service Delivery Assessment (SDA) on Water and Sanitation in Indonesia”, tersedia di: http://documents.worldbank.org/curated/en/326971467995102174/Water-supply-and-sanitation-in-Indonesia-turning-finance-into-services-for-the-future.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

Rural Water Rural Sanitation

Page 58: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 44

kampanye untuk perubahan perilaku) dan pembuatan kebijakan (seperti membuat peraturan untuk mengarusutamakan pendekatan yang sudah terbukti berhasil).

Investasi publik yang terarah di bidang sanitasi memicu investasi yang lebih besar oleh masyarakat

Setelah diterapkannya STBM, investasi publik yang terarah mampu memicu masyarakat untuk berinvestasi jauh lebih besar di bidang sanitasi. Sebagai contoh, antara tahun 2009 dan 2011, investasi Bank Dunia untuk Proyek Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (TSSM) sebesar USD 3 juta memicu investasi pemerintah daerah sebesar USD 1,7 juta dan kontribusi rumah tangga senilai USD 7,8 juta. Data dari sistem pemantauan di situs STBM juga menunjukkan bahwa antara Januari 2014 dan Agustus 2016 pemerintah di 277 kota/kabupaten mengeluarkan USD 4,5 juta untuk STBM (utamanya untuk menciptakan kebutuhan, pengembangan kapasitas, pemantauan, dan kebijakan), dan berhasil memicu investasi USD 55,8 juta dari rumah tangga (Gambar 36).

Gambar 36: Investasi publik yang terarah mampu memicu investasi yang lebih besar dari masyarakat (juta USD, rasio)

Sumber: Bank Dunia, STBM

b. Air Minum dan Sanitasi sangat memengaruhi stunting

1 dari setiap 3 anak di Indonesia mengalami stunting

Prevalensi stunting di Indonesia naik ke 37,2 persen pada tahun 2013 dari 35,6 persen pada tahun 2010 dan 36,8 persen pada tahun 2007.63 Dengan nyaris 9 juta anak stunting—atau 1 tiap 3 anak—prevalensi stunting Indonesia lebih tinggi dari negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35 persen), Vietnam (23 persen), dan Thailand (16 persen). Indonesia adalah satu dari lima negara dengan jumlah anak-anak stunting terbanyak64.

Stunting mencerminkan malnutrisi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan

Menurut World Health Organization65, stunting mencerminkan malnutrisi kronis selama masa pertumbuhan dan perkembangan penting dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Stunting dikaitkan dengan hambatan perkembangan otak dan

63 Riskesdas. Sementara angka stunting cenderung tidak berubah di beberapa tahun terakhir, akses AMS

meningkat cukup besar. Meskipun demikian, angka-angka tersebut tidak menegasi hubungan antara AMS dan stunting. Kontradiksi terkait data time-series dapat menurunkan dampak dari faktor penentu lain (seperti nutrisi). Lebih jauh, data cross-sectional (angka stunting dan akses sanitasi provinsi) menunjukkan korelasi negatif yang diperkirakan.

64 Negara lain termasuk: India, Nigeria, Pakistan, dan RRT. Lihat “The Global Nutrition Report”, 2016.

65 Lihat dokumen WHO, 2013, “Conceptual Framework for Childhood Stunting”, untuk informasi lengkap http://www.who.int/nutrition/ events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf

0

2

4

6

8

10

12

14

0

10

20

30

40

50

60

70

28 district in East Java 277 districts

Community Contribution

Local GovernmentSpending

Ratio of community togovernment contribution(RHS)

Page 59: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 45

kemampuan belajar 66. Stunting dipengaruhi beberapa faktor yang saling terkait, termasuk akses gizi, cara pengasuhan, akses kesehatan, dan akses AMS 67.

Perbaikan kondisi sanitasi menurunkan kasus stunting

Ketidaklayakan sanitasi berdampak pada status gizi anak melalui beberapa cara, utamanya melalui penyakit diare dan infeksi parasit berbahaya akibat lingkungan yang terkontaminasi kotoran manusia. Layanan AMS yang baik bisa menurunkan kasus anemia dan berperan penting mencegah enteropati lingkungan68. AMS bukan satu-satunya penyebab stunting, namun data Indonesia menunjukkan ada kaitan erat antara sanitasi yang baik dengan penurunan kasus stunting (Gambar 37). Menurut data provinsi, akses sanitasi dan air minum berkaitan dengan tinggi badan anak69. Kenaikan tinggi badan bisa lebih besar jika sanitasi dasar dan air minum diiringi akses ke makanan sehat dan layanan kesehatan. Studi evaluasi dampak di Jawa Timur menunjukkan rata-rata kasus infeksi parasit di kelompok anak yang terpapar Program Sanitasi Perdesaan lebih sedikit. Berat dan tinggi badan mereka juga lebih baik daripada anak yang tidak menerima program70. Studi lain, seperti di Kamboja71, Mali72, dan India,73 dan studi ekonometrik global 74 menunjukkan kadar stunting anak di rumah tangga yang tidak melakukan buang air besar sembarangan (BABS) lebih rendah. Dari studi yang ada, program internasional untuk stunting pun mulai memasukkan AMS dalam fokusnya. Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) yang diikuti Pemerintah Indonesia per

Gambar 37: Perbaikan sanitasi dan penurunan stunting berkorelasi erat (stunting, persen balita (kiri); fasilitasi sanitasi sehat, persen populasi dengan akses, (sumbu x))

Catatan: Data berdasarkan provinsi Sumber: Riskesdas, 2013

66 Victora, et.al., 2008, “Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human

capital”, Lancet 371(9609), 340. 67 Diambil dari UNICEF, 1990, “Strategy for Improved Nutrition of Children and Women in

Developing Countries”, tersedia di:http://siteresources.worldbank.org/INTLACREGTOPNUT/Resources/UNICEF_Framework.pdf

68 Kondisi rusaknya pencernaan akibat frekuensi infeksi dan menyebabkan menurunnya kemampuan

tubuh menyerap nutrisi 69 Laporan Bank Dunia dan Balitbang Kementerian Kesehatan RI, ‘Operationalizing a Multi-Sectoral

Approach for the Reduction of Malnutrition in Indonesia: An Application using the 2007 and 2013 Riskesdas, Juli 2015.

70 WSP, 2013, “Impact Evaluation of a Large-Scale Rural Sanitation Project in Indonesia”. 71 WSP, 2013, “Investing in the Next Generation: Growing Tall and Smart with Toilets, Stopping

Open Defecation Improves Children’ Height in Cambodia”. 72 Pickering, et.al., 2015, "Effect of a community-led sanitation intervention on child diarrhoea and

child growth in rural Mali: a cluster-randomised controlled trial", The Lancet Global Health 3, no. 11, e701-e711.

73 Hammer, et.al., 2016, "Village sanitation and child health: Effects and external validity in a randomized field experiment in rural India”, Journal of health economics 48, 135-148.

74 Spears, D., 2013, “How Much International Variation in Child Height Can Sanitation Explain?”, Policy Research Working Paper 6351, World Bank, Washington, DC.

R² = 0.4397

0

5

10

15

20

25

30

20 40 60 80 100

Page 60: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 46

September 2012 menempatkan AMS sebagai alat intervensi perbaikan gizi.75 Ada pula Program Nasional Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Kehidupan yang memprioritaskan AMS sebagai bagian strategi multisektor untuk menangani stunting76.

Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan angka stunting dari 37 persen pada tahun 2013 ke 28 persen pada tahun 2019

Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan angka stunting nasional ke 28 persen pada tahun 2019. Untuk itu, dana pemerintah dan donor diarahkan untuk mengatasi stunting. Pemerintah, misalnya, menandatangani perjanjian USD 130 juta dengan Millennium Challenge Corporation (MCC) pada tahun 2013 untuk mendanai Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) yang bertujuan menurunkan stunting. PKGBM saat ini dilaksanakan di 64 kabupaten di 11 provinsi. Untuk mengatasi stunting, PKGBM memadukan program nutrisi dengan pendekatan STBM.

c. Pendekatan air minum dan sanitasi terpadu diperlukan untuk mengatasi stunting dan kemiskinan

Kerja sama berbagai sektor untuk mengatasi stunting dan kemiskinan sudah berjalan

Dibutuhkan pendekatan terpadu antarsektor—air minum, pertanian, kesehatan, dan gizi—untuk mengatasi stunting dan kemiskinan. Kerja sama antarsektor sudah berjalan di beberapa wilayah terpilih yang sudah memiliki program STBM, PAMSIMAS, dan PKGBM. Contohnya, PAMSIMAS (program air minum) dan PKGBM (program gizi) menggunakan pendekatan STBM untuk sanitasi perdesaan. Program-program ini hendak menciptakan kebutuhan konsumen terhadap toilet sekaligus menguatkan pasokan produk dan layanan sanitasi.

Penyerasian sistem pemantauan dan pelaporan mendukung penyelenggaraan layanan yang terpadu

Penyerasian sistem pemantauan dan pelaporan adalah satu cara memastikan sasaran AMS ada dalam proyek gizi (dan sebaliknya). Sistem pemantauan dan informasi (MIS) PAMSIMAS sekarang menggunakan data dari program STBM untuk membuat laporan lengkap tentang air dan sanitasi. Hal serupa dilakukan PKGBM yang memprakarsai analisis data bersama untuk menghasilkan data statistik tentang faktor penentu gizi rendah, termasuk: sanitasi, gizi, kesehatan ibu dan anak, dan penyakit menular.

Kebutuhan untuk mengatasi stunting dapat diciptakan melalui kampanye perubahan perilaku dan diperkuat melalui pelatihan petugas masyarakat

Kegiatan pemicuan, dahulu digunakan untuk memancing respon emosional dari masyarakat dalam rangka menghentikan BABS, kini juga digunakan untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat terhadap air bersih dan gizi layak. Contohnya: Kementerian Kesehatan (didukung Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I)) melaksanakan komunikasi pengubahan perilaku (behaviour change communication, BCC) terpadu tentang stunting bersama dengan kegiatan pemicuan dan pemasaran STBM.77 Per Agustus 2016, MCA-I sudah melatih 2.400 sanitarian dan tenaga kesehatan gizi untuk menyebarkan pesan-pesan ini78.

75 Untuk informasi lebih lanjut tentang SUN di Indonesia, kunjungi http://scalingupnutrition.org/sun-

countries/indonesia 76 Intervensi lain mencakup: stimulasi psikososial untuk bayi dan anak, keluarga berencana, kebun gizi

keluarga, dan transfer tunai untuk gizi. Untuk informasi lebih lanjut tentang SUN di Indonesia, kunjungi http://scalingupnutrition.org/sun-countries/indonesia

77 Sarana BCC lain yang biasa digunakan adalah media lokal dan kegiatan kebudayaan. 78 Lihat sistem pemantauan pelatihan MCA-I: http://monev-chnpmcai.org/index.php/traininglist

Page 61: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 47

Sisi suplai AMS perdesaan terus membaik dan berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian setempat

Mencetak wirausahawan untuk memenuhi kebutuhan sanitasi tidak hanya membantu memperluas akses terhadap AMS, tetapi juga berdampak baik terhadap perekonomian masyarakat secara umum. Sisi suplai AMS terus meningkat melalui penggunaan teknologi baru dan pelatihan kewirausahaan. Sejak tahun 2010, pemerintah sudah melatih total 1,945 tukang79 sebagai calon wirausaha sanitasi—273 dari mereka sudah aktif berwirausaha (Tabel 8). Mereka sudah menjual 63.760 jamban sehat atau setara Rp.90 miliar80. Melalui Asosiasi wirausaha sanitasi, sudah ada pengusaha yang menerima bantuan bank daerah atau lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan bisnis. Jamban cemplung layak adalah salah satu solusi paling ekonomis dengan biaya per unit sekitar USD 30 per rumah tangga per tahun. Di desa, manfaat ekonomi jamban ini setidaknya tujuh kali lebih besar dari biaya pembeliannya81. Jadi, sisi pasokan AMS tidak hanya membawa layanan sanitasi dan manfaat ekonomi, tetapi juga peluang usaha yang menguntungkan.

Tabel 8: Pelatihan untuk wirausaha sanitasi telah membantu meningkatkan penjualan jamban

2012 2013 2014 2015

Wirausaha aktif (kumulatif) 74 117 194 273

Penjualan jamban per tahun 14,486 8,394 17,635 16,045

Penjualan/Wirausaha/bulan 16 6 8 5

Catatan: Data dari www.stbm-indonesia.org dan mencakup 5 provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat). Sumber: MIS STBM per Oktober 2015

Organisasi masyarakat yang dibentuk untuk melaksanakan layanan air minum bisa menjadi titik masuk penting untuk layanan di bidang lain

Pengelola air minum berbasis masyarakat (BPSPAM/HIPPAM/PokAir) berperan penting memastikan keberlanjutan layanan AMS. Namun, setelah layanan AMS mapan dan berjalan baik, lembaga ini dapat menjadi pintu masuk layanan lain. Diperkirakan sudah ada 25.000 pengelola di Indonesia. Sekitar 12.000 dibentuk di bawah PAMSIMAS dan disebut BPSPAMS (Badan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi). Upaya penguatan BPSPAMS sudah dilakukan dengan bantuan dari Kementerian Dalam Negeri

d. Meneruskan kemajuan AMS untuk menurunkan stunting dan kemiskian

Upaya menurunkan stunting perlu integrasi lebih jauh dengan sektor AMS perdesaan, gizi, dan kemiskinan

Sejak tahun 2008, peningkatan investasi dan kerangka kelembagaan yang lebih kuat berhasil meningkatkan akses AMS di perdesaan. Namun, pelaksanaan layanan masih terhambat. Alokasi belanja pemerintah daerah yang tidak efisien, kapasitas teknis dan koordinasi yang kurang baik, motivasi rendah, dan struktur akuntabilitas capaian adalah sebab mendasar rendahnya pelaksanaan layanan di daerah82. Mengatasi hambatan dan menyatukan lebih jauh program AMS dengan bidang lain dapat membantu menurunkan angka stunting dan kemiskinan.

79 Keterampilan pekerja bangunan paling sesuai untuk pembuatan jamban dibandingkan profesi lokal

lainnya. 80 WSP, 2015, “Scaling Up Rural Sanitation and Hygiene in Indonesia”, www.stbm-indonesia.org 81 Informasi terperinci lihat WSP, 2011, “The Economic Returns of Sanitation Interventions in

Indonesia”. 82 WSP, 2015, “Water Supply and Sanitation in Indonesia, Turning Finance into Service for the

Future”, World Bank Group.

Page 62: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 48

Data terpadu AMS, gizi, dan kemiskinan adalah langkah pertama yang penting

Di lingkungan multisektor, data yang padu, lengkap, handal, dan bisa dibandingkan adalah kunci analisis dan pembuatan kebijakan yang efektif. BPS dan Kemendagri menyediakan data keseluruhan (Gambar 38), namun data terpadu dan terperinci (untuk AMS, gizi, dan kemiskinan) belum ada.83 Perbedaan cara pengumpulan data, ketersediaan data dalam kurun waktu, dan definisi adalah beberapa penghalang keserasian data. Diperlukan juga penguatan kapasitas unit teknis pemerintah dalam hal penggunaan dan pertukaran bukti dan data untuk perencanaan kebijakan.

Gambar 38: Kemiskinan dan Stunting turun, sementara akses AMS naik (akses AMS perdesaan, angka kemiskinan, dan prevalensi stunting di kalangan balita, dalam persen)

Sumber: BPS dan Riskesdas, Kementerian Dalam Negeri

Sinergi antarsektor bisa dibangun melalui beberapa cara

Sinergi antarsektor bisa dibangun dengan, antara lain: (i) menggunakan tolok ukur, patokan, dan perangkat yang seragam; (ii) bersama-sama memilih lokasi program di wilayah dengan angka stunting tinggi; (iii) menggunakan strategi penentuan target yang sudah ada dan platform pelaksanaan program jaminan sosial untuk menyampaikan pesan BCC tentang AMS dan gizi dalam skala besar; (iv) dan mengatur agar sistem penyelenggaran gizi dan AMS saling memperkuat pesan-pesan BCC. Sudah ada bukti awal tingkat global yang menunjukkan bahwa membawa pesan BCC dalam AMS bisa meningkatkan dampak pada sasaran kesehatan dan gizi. Ke depan, perlu ada kajian lebih lanjut untuk melihat bukti kaitan AMS perdesaan, gizi, dan kemiskinan untuk digunakan dalam kampanye BCC. Sinergi untuk membangun perilaku AMS yang dikaitkan dengan nutrisi bisa dicapai dengan menggunakan perangkat tambahan yang memengaruhi pilihan dan tindakan kelompok sasaran. Semua ini bisa diuji dan dikaji dengan ketat untuk melihat dampaknya, kemudian diperluas.

Reformasi kebijakan bisa membantu menggerakkan sumber daya dan meningkatkan efisiensi pengeluaran

Akses AMS universal membutuhkan sumber daya besar dan pemanfaatan yang lebih baik terhadap sumber daya yang ada. Transfer fiskal ke pemerintah daerah, investasi sektor keuangan dan swasta bisa membantu memberikan hasil lebih baik. Misalnya, kerangka peraturan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat (KPSM) akan menjadi sarana pelibatan perusahaan swasta dan sosial dalam rangka pelaksanaan layanan AMS dan gizi yang berkelanjutan kepada masyarakat. Secara bersamaan, pemerintah dimotivasi memperbaiki kinerja dengan meningkatkan penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK)—hal ini akan menjadi insentif lebih jauh agar pemerintah berfokus pada sektor sasaran dan kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan melalui pendekatan berorientasi hasil. PAMSIMAS sudah menerapkan “pendanaan berorientasi hasil” untuk pemerintah daerah sebagai ‘hadiah’ karena sudah melaksanakan layanan air

83 Sebagai contoh, sebuah peta yang terintegrasi yang menghamparkan kemiskinan, stunting dan akses

AMS akan berguna untuk perencanaan program terpadu.

0

10

20

30

40

50

60

Stunting

Akses air minum bersih

Akses Sanitasi

Angka kemiskinan

Page 63: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 49

perdesaan dan mendapatkan pendanaan masyarakat. Cara ini berpotensi

menggerakkan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk program gizi.

Peningkatan pemberian layanan perlu diikuti pengembangan keterampilan dan pertukaran pengetahuan…

Strategi pelatihan yang ada perlu dikaji secara menyeluruh demi mencapai akses AMS universal dan mengaitkan AMS dengan gizi menggunakan platform nontradisional: pemerintah daerah, petugas kesehatan, konselor gizi, wirausaha AMS, dan wirausaha nutrisi. Platform untuk mengembangkan keterampilan dan bertukar pengalaman harus lebih inovatif dan efektif secara biaya; mereka harus mampu membangun kemampuan lembaga di luar sektor air untuk memastikan layanan AMS sampai ke penerima manfaat akhir. Asosiasi BPSPAMS, misalnya, adalah sarana hemat biaya untuk pertukaran pengetahuan teknis. Pendekatan serupa bisa diterapkan untuk Asosiasi penyedia jasa kesehatan, wirausaha AMS, dan usaha bidang gizi.

…dan pelibatan masyarakat yang lebih luas

UU Desa adalah payung hukum yang kuat untuk desa meningkatkan perannya dalam penyelenggaran layanan publik yang berkelanjutan dan akuntabel. Desa yang mampu melaksanakan program dan menerima insentif yang sama saat berkolaborasi dengan sektor lain akan membantu pemerintah daerah mewujudkan layanan AMS dan gizi yang terpadu. Hal lain yang juga dapat membantu kinerja pemerintah adalah pelibatan masyarakat untuk memantau secara langsung implementasi program-program utama. PAMSIMAS dan STBM sudah menggiatkan pelibatan ini beserta nilai transparansi, akuntabilitas, dan integritas. PAMSIMAS, misalnya, punya mekanisme penanganan keluhan, dan laporan bisa disampaikan via SMS, telepon,

situs, atau surat elektronik.

Page 64: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 50

2. Apa hasilnya? Melihat lebih jauh Sertifikasi Guru84

Setelah berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah, kini Indonesia menghadapi tantangan perbaikan mutu pendidikan

Sumber literatur ekonomi memberikan banyak bukti bahwa mutu pendidikan—dilihat dari kemampuan kognitif yang diukur oleh evaluasi internasional—bukan sekadar lama bersekolah, berpengaruh lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.85 Indonesia telah berhasil memperluas akses ke pendidikan dengan Angka Partisipasi Murni (APM) saat ini lebih dari 92 persen untuk jenjang SD dan 75 persen untuk jenjang SMP dan SMA. Namun, dalam evaluasi internasional untuk hasil pembelajaran, kinerja Indonesia rendah, yang artinya ada potensi masalah dalam hal mutu pendidikan. Hampir 40 persen siswa Indonesia usia 15 tahun berada di tingkat kompetensi terendah atau kedua terendah (dari 6 tingkat) dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dari OECD untuk mata pelajaran matematika dan sains

Mandat konstitusi agar 20 persen APBN dianggarkan untuk pendidikan adalah bukti nyata komitmen besar Pemerintah Indonesia terhadap pendidikan

Pemerintah Indonesia berkomitmen memperluas pendidikan bermutu. Hal ini tampak dari mandat konstitusi agar 20 persen APBN dianggarkan untuk pendidikan (Gambar 39). Pemerintah juga aktif berupaya mengatasi masalah akses dan mutu pendidikan melalui berbagai kebijakan dan program. Dimulai dengan perluasan sekolah dan pembangunan puluhan ribu gedung SD, Indonesia berhasil meningkatkan jumlah murid baru jenjang SD lebih dari dua kali lipat antara 1973 dan 197986. Pembangunan gedung sekolah jelas bermanfaat, implementasinya yang kilat tetapi mengandung kelemahan: sekolah dibangun terlalu cepat tidak sebanding dengan jumlah guru terlatih, sementara guru baru dididik dengan terburu-buru. Proses ini dikatakan melemahkan mutu tenaga

Gambar 39: Sejak 2001, pengeluaran untuk pendidikan dalam nilai riil naik tiga kali lipat (triliun Rupiah pada harga 2013 (Kiri), persen (Kanan))

Catatan: angka pengeluaran pusat dan daerah merujuk pada realisasi belanja, kecuali angka tahun 2014; angka belanja daerah pada tahun ini menggunakan perkiraan berdasarkan APBD. Angka total belanja pendidikan dalam Gambar ini mungkin lebih rendah dari angka sebenarnya karena belum sepenuhnya mencakup realisasi BOS di tingkat daerah. Sumber: Basis data COFIS Bank Dunia menggunakan data Kemenkeu

84 Mayoritas bagian ini merangkum dua makalah terpisah: Joppe de Ree, Karthik Muralidharan, Menno

Pradhan, Halsey Rogers, 2015, “Double for Nothing? Experimental Evidence on the Impact of an Unconditional Teacher Salary Increase on Student Performance in Indonesia”, NBER Working Paper No. 21806; and World Bank, 2015, “Indonesia: Teacher certification and beyond. An empirical evaluation of the teacher certification program and education quality improvements in Indonesia”.

85 Woessmann, L, 2003, “Specifying human capital”, Journal of Economic Surveys 17(3), 239–270; Hanushek, E. A. and Woessmann, L., 2008, ‘‘The role of cognitive skills in economic development’’, Journal of Economic Literature 46(3), 607–668; Hanushek, E. A. and Woessmann, L., 2009, “Do better schools lead to more growth? Cognitive skills, economic outcomes, and causation”, NBER Working Paper No. 14633, Cambridge, MA, National Bureau of Economic Reasearch.

86 World Bank, 1989, “Indonesia: Basic education study”.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0

50

100

150

200

250

300

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Central, LHS Central-MoEC, LHSCentral-MoRA, LHS Central-MoRTHE, LHSCentral-other ministries, LHS Provinces, LHSDistricts, LHS

Total belanja pendidikan, persen terhadap APBN, kanan

Total belanja pendidikan, persen terhadap PDB, kanan

Page 65: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 51

pengajaran di Indonesia. Pelemahan mutu ini yang melatarbelakangi beberapa program reformasi pendidikan di Indonesia, seperti sertifikasi guru.

a. Program Sertifikasi Guru

Hasil PISA Indonesia yang rendah pada tahun 2000 mencetuskan pelembagaan tunjangan guru yang cukup besar jika seorang guru berhasil menuntaskan program sertifikasi

Pada tahun 2000, Indonesia ikut serta dalam prakarsa Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) bernama PISA, Programme for International Student Assessment. PISA mengukur prestasi akademis bidang matematika dan sains. Sampelnya adalah siswa usia 15 tahun dan dilakukan di beberapa negara. Kinerja Indonesia yang rendah dalam PISA menandai awal investasi besar-besaran dalam sistem pendidikan di era pasca-Soeharto. Pemimpin baru Indonesia paham bahwa dibutuhkan upaya luar biasa untuk meningkatkan (atau memulihkan) citra guru sebagai profesi. Jawaban Indonesia adalah perumusan dan pengesahan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru). Program utama dalam UU ini adalah sertifikasi guru dengan tujuan mengembalikan kepercayaan diri profesi guru yang sempat hilang saat terjadi ekspansi cepat dalam kurun 1970an dan 1980an. Program ini menjanjikan tunjangan besar yang setara gaji pokok setelah seorang guru menuntaskan program sertifikasi. Jadi, sertifikasi dibutuhkan agar guru bisa melipatgandakan penghasilan bulanannya.87 Rancangan awal program menyatakan syarat mengikuti sertifikasi adalah gelar sarjana dan, sebagai bukti kompetensi, guru harus menunjukkan kemampuannya melalui ujian tertulis, observasi kelas, dan data pelatihan yang pernah diikuti dan pengalaman yang dimiliki. Dengan begitu, sekarang, guru yang kurang terampil punya motivasi finansial untuk meningkatkan kemampuan dan mencapai standar yang ditentukan.

Namun, kondisi sertifikasi yang kurang baik menghambat potensi manfaat dari program ini

Pada awal dekade 2000an, momentum politik dibangun seputar program sertifikasi. Namun, isi rancangan undang-undang dipangkas signifikan saat dibahas di parlemen. Dengan tekanan dari himpunan guru, persyaratan untuk menunjukkan kompetensi melalui uji tertulis dan observasi kelas, misalnya, dihapus. Hanya data pelatihan dan pengalaman yang dipertahankan.88 Banyak pengamat yang khawatir bahwa gelar sarjana dari salah satu institusi pendidikan pengajaran di Indonesia tidak cukup untuk memastikan tingkat minimal mutu guru. Kekhawatiran ini sebagian didasarkan pada studi empiris yang skeptis terhadap kualifikasi akademis formal para guru. Namun, studi demikian biasanya melihat situasi di negara maju dan membandingkan guru bergelar sarjana dengan guru bergelar magister89. Situasi di Indonesia sangat berbeda; seperempat dari 2,7 juta guru di tahun 2005 (yang sepertiganya adalah guru SD) hanya memiliki sertifikat kelulusan SMA. Dalam konteks ini, tidaklah beralasan untuk mengharapkan bahwa diraihnya gelar sarjana oleh para guru berarti meningkatkan mutu pembelajaran.

Mutu pendidikan diharapkan meningkat melalui tiga mekanisme

Program sertifikasi diharapkan meningkatkan mutu pendidikan melalui tiga cara: peningkatan motivasi kinerja (mekanisme perilaku), peningkatan kualifikasi guru (mekanisme peningkatkan akademik), dan peningkatan minat terhadap profesi guru

87 Ada guru yang menerima tunjangan lain selain gaji pokok. Tunjangan sertifikasi tidak

melipatgandakan penghasilan guru dalam konteks ini, namun tetap memberikan peningkatan besar. 88 Lihat: Woessman, 2003; Hanushek and Woessman, 2008, 2009. Diskusi yang lebih mendalam

tentang ekonomi politik dari proses ini disediakan oleh Chang, Shaeffer, Al-Samarrai, Ragatz, De Ree, and Stevenson, 2013.

89 Hanushek & Rivkin, 2006, “Teacher Quality”, in Hanushek and Welsch, Handbook of the economics of education, Vol. 2.

Page 66: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 52

(mekanisme menarik minat) (Gambar 40).90 Guru yang sudah mengajar dan memenuhi syarat sertifikasi pada tahun 2005/06, karena sudah meraih gelar sarjana, hanya akan dipengaruhi mekanisme perilaku. Guru yang sudah ada dalam sistem (guru mengajar dan murid institusi pendidikan pengajaran) akan dipengaruhi mekanisme peningkatan akademis dan perilaku. Sementara, calon guru masa depan akan dipengaruhi oleh dua mekanisme itu ditambah dengan mekanisme keminatan.

Gambar 40: Kinerja guru diharapkan meningkat melalui tiga saluran mekanisme Mekanisme menarik minat

Meningkatkan gaji guru berarti membuat profesi ini lebih menarik saat dijajarkan dengan profesi lain. Hal ini dapat menarik lulusan SMA yang bermutu untuk bergabung sebagai tenaga kependidikan

Mekanisme peningkatan akademis Guru memerlukan gelar sarjana agar dapat mengikuti sertifikasi. Dalam proses meraih gelar itulah, pengetahuan dan keterampilan guru dapat meningkat, sehingga menjadikan mereka guru yang lebih baik

Mekanisme perilaku Dengan gaji lebih besar, guru tidak lagi perlu mencari pekerjaan lain, dan hal ini dapat membantu memotivasi guru agar lebih baik lagi dalam mempersiapkan bahan ajar dan lebih tepat waktu.

GRUP 1. Guru aktif yang sudah memenuhi syarat sertifikasi 2005/06

GRUP 2. Guru aktif yang belum memenuhi syarat sertifikasi 2005/06 + peserta baru lembaga pendidikan guru 2005/06

Grup 3. Calon guru 2005/06 yang baru akan mendaftar ke lembaga pendidikan guru

Sumber: Bank Dunia, 2015

b. Evaluasi program sertifikasi guru

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia untuk melakukan evaluasi mendalam program sertifikasi guru dan menjadikan hasil evaluasi sebagai pembelajaran

Evaluasi mendalam secara acak terhadap program sertifikasi guru dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah Belanda melalui Dutch Education Support Program (DESP). Hasil evaluasi cukup membuka mata. Meski ada peningkatan drastis jumlah guru yang memiliki gelar sarjana (Gambar 41), biaya fiskal yang tinggi (lihat bagian d), namun perbaikan hasil pembelajaran siswa yang diamati selama periode evaluasi (2009-2012) tidak terlihat. Evaluasi dilakukan

Gambar 41: Proporsi guru dengan gelar sarjana meningkat (dalam persen)

Catatan: evaluasi berakhir pada tahun 2012. Proporsi guru saat itu belum setinggi data tahun 2015 Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan dataset NUPTK 2005/06 dan NUPTK 2011/1291

90 Gaji pokok guru pemula dengan gelar sarjana kurang lebih setara dengan gaji rata-rata semua pekerja

bergelar sarjana di Indonesia. Namun, gaji pokok ditambah tunjangan profesi kurang lebih setara dengan persentil ke-90 dari sebaran penghasilan yang sama.

91 http://jendela.data.kemdikbud.go.id/jendela/index.php/chome/dashboard/

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Primary Junior Secondary Senior Secondary

2005/06 20011/12 2015

Page 67: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 53

dengan mencocokkan data murid dengan guru; data dikumpulkan khusus untuk tujuan evaluasi ini. Murid SD dan SMP yang dipilih diikuti perkembangannya selama 2,5 tahun. Hasil belajar mereka selama kurun tersebut lalu dikaitkan dengan hasil survei informasi dan skor mata pelajaran guru mereka. Data mewakili 40 persen SD dan SMP negeri di Indonesia dan mencakup kawasan geografis dari barat ke timur—dari kabupaten di Sumatera hingga kepulauan Maluku bagian selatan (Gambar 42).92

Gambar 42: Sampel representatif dari 20 kabupaten dipilih untuk dievaluasi (warna gelap menandai kabupaten sampel)

Sumber: Bank Dunia 2015

Program sertifikasi tidak berdampak pada nilai ujian siswa untuk mata pelajaran bahasa, matematika, dan sains di kelompok sekolah yang diberi perlakuan(treatment) dan sekolah kontrol

Evaluasi tidak menemukan perbedaan nilai ujian siswa untuk mata pelajaran bahasa, matematika dan sains di kelompok sekolah treatment dan kontrol, baik untuk jenjang SD maupun SMP (Gambar 43). Hal ini bisa jadi menunjukkan fakta bahwa guru di kelompok sekolah treatment (yang ikut dalam sertifikasi) tidak memberikan upaya lebih sehubungan dengan kenaikan penghasilan. Artinya, tidak ada perbedaan antara sekolah dengan guru bersertifikasi dan tidak bersertifikasi dalam hal nilai ujian guru, kemungkinan guru mengikuti pendidikan lanjutan (lebih dari syarat sertifikasi), atau hasil laporan mandiri tingkat absensi. Kenaikan upah berhasil mencapai hanya sebagian sasaran sertifikasi: memperbaiki kondisi keuangan guru, memberikan kepuasan pekerjaan, dan membuat guru dapat lebih berkonsentrasi mengajar dengan mengurangi kebutuhan guru mengambil pekerjaan lain (Gambar 44).

92 Masing-masing dari tiga seri pengujian menguji sekitar 80.000 murid, yaitu pada November 2009,

April 2011, dan April 2012.

Page 68: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 54

Gambar 43: Program sertifikasi tidak berdampak pada hasil belajar murid93 (deviasi kelompok kontrol, diukur sebagai standar deviasi nilai tes)

Gambar 44: Program sertifikasi memperbaiki kondisi keuangan guru dan kepuasan pekerjaan (persen guru)

Sumber: Bank Dunia 2015 Sumber: Bank Dunia 2015

c. Apa yang lebih penting bagi pembelajaran murid?

Dibandingkan kualifikasi akademik guru, pengetahuan guru terhadap materi ajar lebih akurat untuk memperkirakan hasil pembelajaran murid

Pengukuran lain juga dilakukan untuk mengevaluasi pengetahuan dan mutu guru. Dari variabel variable ini, pengetahuan guru mengenai materi ajar (yang diukur berdasarkan evaluasi spesifik terhadap guru saat evaluasi dikukaukan) ternyata lebih dapat memperkirakan hasil pembelajaran murid ketimbang kualifikasi akademik guru. Jadi, meningkatkan pengetahuan guru tentang materi ajar—yang saat ini belum memadai—dapat menghasilkan perbaikan hasil belajar murid dengan lebih cepat dan signifikan (dibandingkan guru meraih gelar sarjana). Gambar 45 menunjukkan kinerja guru

Gambar 45: Guru diperkirakan mendapat hasil lebih baik dalam tes setelah pengetahuan mereka ditingkatkan (persen guru yang menjawab dua pertanyaan tes dengan benar)

Sumber: World Bank 2015

93 Efek yang dilaporkan didapat dari regresi midline dan endline pada skor tes terstandardisasi murid

menggunakan variabel kualitatif (dummy) yang menunjukkan apakah sekolah sampel termasuk dalam kelompok treatment; skor tes pada murid dengan baseline standar (angka 0 apabila skor baseline tidak tersedia); variabel kualitatif yang menunjukkan saat baseline skor tes murid tidak tersedia; dan set penuh 20 variabel kualitatif di tingkat kabupaten. Estimasi efek pada midline adalah nol, sementara estimasi efek pada endline adalah standar deviasi 2 persen. Dengan standar eror, pengelompokan di tingkat sekolahs secara arbitrer dapat dilakukan dan standar eror diperkirakan sekitar 0,04. Artinya, estimasi-estimasi ini secara statistik tidak jauh berbeda dari nol dan perkiraan cukup tepat. Disajikan juga tingkat kepercayaan estimasi di 95 pesen. Lihat De Ree, Muralidharan, Pradhan, & Rogers, 2015, untuk analisis lengkap dan estimasi seta perincian lebih jauh.

-0.10

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

Midline (April 2011) Endline (April 2012)

dampak intervensi

interval kepercayaan 95 persen

0%

10%

20%

30%

40%

50%

treatment control treatment control

Fraction of teachersreporting financial stress

Fraction of teachers with asecond job

baseline (November 2009)midline (April 2011)endline (April 2012)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2

baseline

projection, following a standard deviation increasein teacher's subject matter knowledge

Page 69: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 55

dalam dua tes 94 dan perkiraan kinerja mereka setelah pengetahuan ditambah.95,96 Bank Dunia (2015) memperkirakan bahwa dengan perbaikan pengetahuan guru di atas, hasil pembelajaran murid menurut PISA dapat naik sekitar 20 poin antara 2015 dan 2019 (Gambar 47, di bawah). Kenaikan 20 poin masih belum dapat menyamakan posisi Indonesia dengan negara tetangga, namun merupakan perbaikan yang sebelumnya belum pernah terlihat dalam beberapa kali pelaksanaan PISA.

Dengan meningkatnya minat terhadap pengajaran sebagai profesi, Indonesia punya peluang unik untuk memilih sumber daya terbaik bagi profesi ini

Membuat lulusan terbaik tertarik untuk menjadi guru juga bisa berdampak terhadap hasil belajar murid. Ada indikasi jelas bahwa profesi guru mulai lebih populer di kalangan lulusan SMA; dengan begitu, akan ada lulusan berkualitas yang mengikuti pendidikan guru. Survei di 15 sekolah pendidikan guru menunjukkan bahwa angkatan pelajar dalam beberapa tahun belakangan memiliki nilai ujian akhir nasional yang lebih tinggi dibandingkan angkatan sebelumnya (dilihat berdasarkan rata-rata nasional di tiap tahun angkatan)97. Namun, Indonesia belum memanfaatkan kepopuleran profesi guru untuk benar-benar menyeleksi lulusan SMA yang paling cemerlang. Selain itu, belum jelas apakah sistem saat ini memiliki mekanisme checks and balances untuk dapat merekrut lulusan terbaik, atau bahkan calon guru terbaik yang sudah dilatih, dan memberikan posisi mengajar di sekolah. Naiknya minat terhadap profesi guru membuat lembaga pendidikan swasta kini bermunculan—yang tampaknya beroperasi tanpa kendali mutu yang ketat ataupun pengawasan pemerintah. Belum jelas bagaimana perkembangan ini mempengaruhi mutu rata-rata mereka yang mendaftar. Jika jumlah lembaga pendidikan guru secara umum ingin menyamai besarnya lowongan guru, maka sistem akan gagal menyortir lulusan SMA berkompetensi rendah. Negara lain yang juga mengalami kelebihan permintaan lowongan guru dari lembaga pendidikan pengajarannya menggunakan peluang ini untuk menentukan hanya siswa paling berprestasi yang dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Contohnya adalah Finlandia, salah satu negara dengan skor PISA tertinggi.

94 Soal tes terdiri dari pertanyaan sederhana yang ada dalam kurikulum SMA. Perincian lebih jauh lihat

Bank Dunia, 2015. 95 Kenaikan ini sesuai dengan kenaikan satu standar deviasi dalam kinerja guru didefinisikan dalam

Bank Dunia, 2015 dan telah diterjemahkan dalam arti jawaban yang benar untuk dua soal tes dari penilaian agar dapat dipahami pembaca.

96 Peningkatan pengetahuan dapat mencakup pelatihan khusus mata pelajaran untuk guru. 97 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2009 dan Chang, Shaeffer, Al-Samarrai, Ragatz, De

Ree, & Stevenson, 2013.

Page 70: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 56

Merekrut guru terbaik akan meningkatkan hasil pembelajaran

Merekrut guru terbaik akan memperbaiki hasil belajar dalam jangka panjang (Gambar 46). Misalnya, dalam skenario optimis, guru purnabakti yang berkualitas sedang akan digantikan angkatan guru baru dengan kinerja di tingkat 15 persen teratas. Menurut skenario target, guru purnabakti berkualitas sedang akan digantikan guru baru dengan kinerja di tingkat di tingkat 30 persen teratas. Skenario pesimis menunjukkan kondisi jika mutu angkatan guru baru tidak lebih baik dibandingkan guru purnabakti yang mereka gantikan. Dari perbandingan skenario, jelas bahwa jika potensi mekanisme menarik minat dari UU Guru 2005 tidak digunakan dengan memastikan mutu lembaga pendidikan guru, maka program sertifikasi guru juga akan gagal mencapai tujuannya.

Gambar 46: Rekrutmen selektif untuk guru berkinerja tinggi bisa berdampak positif terhadap hasil belajar murid (skor PISA)

Sumber: Bank Dunia 2015

Meningkatkan pengetahuan guru tentang materi ajar memberi manfaat jangka pendek, merekrut guru yang lebih bermutu memberikan hasil jangka panjang

Jadi, dalam jangka pendek, guru harus punya peluang meningkatkan pengetahuan; dan dalam jangka menengah, pemerintah menguatkan checks and balances terhadap mutu guru yang akan memasuki profesi itu. Meningkatkan pengetahuan terhadap materi ajar mencakup pelatihan intensif untuk guru mengajar; pelatihan disesuaikan secara spesifik dengan kurikulum yang berlaku untuk mata pelajaran yang diampu. Gambar 47 menunjukkan upaya ini dapat secara nyata memperbaiki hasil belajar siswa.

Gambar 47: Meningkatkan pengetahuan guru memberi manfaat jangka pendek; merekrut guru yang lebih baik memberikan hasil jangka panjang (skor PISA98)

Sumber: Bank Dunia 2015

98 Untuk memberikan konteks, rata-rata PISA dari negara OECD di bidang Matematika untuk tahun

2012 adalah 494, dengan sistem kinerja terbaik seperti Shanghai, Cina dan Singapura mencetak 613 dan 573 masing-masing. Vietnam juga melakukannya dengan baik (511), sementara Thailand (427) dan Malaysia (421) jauh tertinggal di belakang.

360

380

400

420

440

460

2000 2010 2020 2030 2040 2050

optimistic target pessimistic

360

380

400

420

440

460

2000

2003

2006

2009

2012

2015

2018

2021

2024

2027

2030

2033

2036

2039

2042

2045

2048

perkiraan peningkatan hasil belajar dari rekrutmen lebih baik (target)

perkirakaan peningkatan hasil belajar dari peningkatan pengetahuan guru dengan standar deviasi 1,0

Page 71: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 57

d. Dari “Sertifikasi” ke tunjangan “Profesi”

Program sertifikasi guru memiliki implikasi fiskal yang amat besar.

Indonesia menaikkan belanja pendidikan dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. Sebagian besar anggaran diserap untuk tunjangan sertifikasi99. Ada sekitar 2 juta guru yang memenuhi syarat sertifikasi, sehingga implementasi penuh program itu akan menelan biaya Rp 65 trilliun tiap tahun (sekitar 62 persen dari total belanja pendidikan pada tahun 2015). Dalam hal dampak fiskal, sejauh ini, program sertifikasi guru adalah reformasi pendidikan terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Harapannya, program sertifikasi akan membuka jalan bagi reformasi penting lainnya di bidang pendidikan. Bidang pengajaran kembali menjadi profesi yang populer. Namun, jika tunjangan profesi hanya dikaitkan dengan gelar sarjana dan syarat lain yang mudah dipenuhi, biaya fiskal akan terus meningkat seiring dengan semakin banyak orang yang bergabung menjadi guru.

Evaluasi kompetensi dan penilaian kinerja dapat turut memastikan guru dan pemangku kepentingan lain bertanggung jawab atas kemajuan yang mereka buat

Program sertifikasi telah meningkatkan standar kualifikasi guru. Kini, Indonesia perlu berfokus pada sistem manajemen guru dan pengembangan profesional yang terus menerus. Sistem itu perlu mengutamakan kompetensi profesional100 yang bisa dibuktikan dan bukan tingkat pendidikan ataupun lama mengajar (hasil jangka menengah yang mendukung kompetensi). Menyadari hal ini, Pemerintah Indonesia membentuk Sistem Manajemen Guru pada tahun 2013. Sistem ini mengalami perubahan penting dari pendahulunya, yaitu penekanan eksplisit pada kaitan penilaian kompetensi, penilaian kinerja, dan pengembangan profesional yang terus menerus. Dengan penilaian kompetensi dan kinerja, aspek pengetahuan dan keterampilan guru yang perlu diperbaiki bisa diketahui. Penilaian ini perlu dihubungkan dengan sistem perencanaan, pelatihan, dan pengembangan profesional. Melalui evaluasi dan penilaian setelah guru mengajar mendapatkan pelatihan, guru dan pemangku kepentingan lain dapat diminta pertanggungjawabannya atas kemajuan mereka.

Penilaian ulang terhadap guru aktif dan insentif untuk kinerja yang berhasil dipertahankan dapat meningkatkan mutu pengajaran

Sistem manajemen guru dapat berfungsi lebih baik jika guru dan pemangku kepentingan lain diberikan insentif finansial saat memenuhi standar kompetensi yang lebih tinggi. Artinya, sebagian tunjangan profesi dapat dihubungkan dengan kinerja dan mendorong guru untuk selalu memberikan upaya lebih. Tantangan kebijakan ini adalah target dan sasaran perlu ditetapkan berdasarkan kompetensi yang ditunjukkan, bukan indikator lain yang lebih mudah. Selain itu, target dan sasaran juga harus didasarkan indikator yang andal, penting (idealnya ada bukti ilmiah yang mendukung tingkat kepentingannya) untuk pengajaran yang lebih baik, dan yang mengukur kompetensi dengan tingkat ketepatan yang bisa diterima. Secara umum, mengembangkan dan melaksanakan penilaian yang andal dan efektif untuk sistem manajemen ini adalah tantangan besar dan tidak bisa selesai dengan singkat.

Sistem penilaian ulang yang teratur dan insentif kinerja

Saat ini, pemerintah memiliki dua fokus; dalam jangka pendek, fokusnya adalah memperbaiki pendidikan guru dengan penekanan pada pengetahuan materi; dan dalam jangka menengah hingga panjang pemerintah hendak memperbaiki proses seleksi guru melalui pengujian ulang guru baru (para lulusan) dalam hal pengetahuan

99 Bank Dunia, 2013 100 Dalam hal ini, kompetensi mengacu pada pengetahuan materi pelajaran dan kemampuan pedagogik.

Evaluasi program sertifikasi telah memperlihatkan bahwa pengetahuan materi guru penting dalam kinerja siswa (lihat sub-bagian c). Studi lain juga menunjukkan bahwa pengetahuan pedagogis merupakan unsur yang sangat penting dari kompetensi guru. Lihat contohnya: World Bank, 2016, “A Video Study of Teaching Practices in TIMSS Eighth Grade Mathematics Classrooms Understanding What Teaching Practices are Used, Why They are Used and How They Relate to Student Learning”.

Page 72: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 58

dapat meningkatkan mutu pengajaran

dan keterampilan mengajar, konteks pembelajaran, serta personal. Tanpa perbaikan-perbaikan ini, kenaikan besar biaya fiskal tidak akan memberi hasil berarti.

Page 73: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 59

LAMPIRAN: INDIKATOR GAMBARAN EKONOMI INDONESIA

Lampiran Gambar 1: Pertumbuhan PDB riil (persen)

Lampiran Gambar 2: Kontribusi terhadap PDB pengeluaran (kontribusi terhadap pertumbuhan PDB riil yoy, persen)

Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Catatan: * sudah termasuk perubahan inventori.

Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB produksi (kontribusi terhadap pertumbuhan PDB riil yoy, persen)

Lampiran Gambar 4: Penjualan mobil dan sepeda motor (pertumbuhan penjualan penyesuaian musim, persen)

Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 5: Indikator konsumen (tahun dasar penjualan eceran 2010=100)

Lampiran Gambar 6: Indikator produksi industri (indeks difusi PMI; pertumbuhan produksi industri yoy, persen)

Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; Nikkei/Markit: ; perhitungan staf Bank Dunia

0

2

4

6

8

0

1

2

3

4

Jun-10 Jun-12 Jun-14 Jun-16

kuartal ke kuartal, penyesuaian musim (kkk sa)

Tahun ke tahun, kanan

Rata-rata kkk sa

-4

-2

0

2

4

6

8

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Private cons. Gov cons.

Investment Net exports

Stat.discrepancy* GDP

0

2

4

6

8

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Agriculture Mining and constr.Manufacturing Comm & transportTrade, hotel & rest Other servicesGDP

-40

-20

0

20

40

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

penjualan sepeda motor

penjualan mobil

Cement sales

80

100

120

140

160

180

200

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Indeks penjualan ritel BI

Indeks Survey konsumen BI

-10

-5

0

5

10

15

45

47

49

51

53

55

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Indeks Manufaktur PMI (kiri)

Indeks produksi industri (kanan)

Page 74: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 60

Lampiran Gambar 7: Neraca pembayaran (miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 8: Komponen neraca berjalan (miliar dolar AS)

Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 9: Ekspor barang (miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 10: Impor barang (miliar dolar AS)

Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 11: Cadangan devisa dan arus masuk modal (miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 12: Inflasi dan kebijakan moneter (persen)

Sumber: BI; Kementrian Keuangan; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; BI; Perhitungan staf Bank Dunia

-16

-8

0

8

16

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Current account Capital and financial

Errors and omissions Overall BoP inflows

-16

-8

0

8

16

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

perdaganganbarang

Perdagangan jasa Pendapatan primer

Pendapatan sekunder

Neraca perdagangan

0

4

8

12

16

Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

Minyak dan gas

Pertaninan

Manufaktur

Tambang dan mineral

Total ekspor (fob)

0

4

8

12

16

Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

Minyak dan gas

Barang konsumsiBarang modal

Barang mentah

Total Impor (cif)

-5

-2

1

4

7

10

0

25

50

75

100

125

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Equities SUN SBI Global bondsAliran masuk portfolio, (Kanan):

Cadangan devisa

-1.0

0.2

1.4

2.6

3.8

-4.0

0.0

4.0

8.0

12.0

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Inflasi inti, tahun ke tahun

Inflasi headline, tahun ke tahun

Inflasi headline, bulan ke bulan, kanan

Tingkat bunga BI

Page 75: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 61

Lampiran Gambar 13: Rincian IHK bulanan (persen kontribusi terhadap pertumbuhan bulanan)

Lampiran Gambar 14: Perbandingan inflasi beberapa negara (perubahan, yoy)

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia *Catatan: September 2016; yang lain Agustus.

Sumber: BPS; CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 15: Harga beras domestik dan internasional (perbedaan harga persen kiri, harga kulakan Rp per kg, kanan)

Lampiran Gambar 16: Tingkat kemiskinan dan pengangguran (persen)

Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang; FAO; Perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 17: Indeks saham regional (indeks harian mata uang lokal, Oktober 11 2013=100)

Lampiran Gambar 18: Nilai tukar dollar AS (indeks bulanan, Oktober 2013=100)

Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia

-1

0

1

2

3

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Core AdministeredVolatile Headline

-1 0 1 2 3 4 5

Japan

Singapore

Thailand *

Korea

USA *

Malaysia

Philippines

China *

Indonesia *

India *

-1,000

1,000

3,000

5,000

7,000

9,000

11,000

0

25

50

75

100

125

150

Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16

Beras Thailand 15% pecah, kanan

presentasi perbedaan harga

Beras lokal IR64-II, kanan

0

4

8

12

16

20

2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015

Tingkat kemiskinan

Tingkat pengangguran

50

100

150

200

250

Oct-13 Oct-14 Oct-15 Oct-16

Shanghai-China

SET-Thailand

JSI-Indonesia

SGX-Singapore

BSE-India

45

65

85

105

Oct-13 Oct-14 Oct-15 Oct-16

Brazil

Afrika Selatan

Turki

Indonesia

India

Page 76: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 62

Lampiran Gambar 19: Imbal hasil obligasi pemerintah 5-tahunan dalam mata uang lokal (persen)

Lampiran Gambar 20: Spread obligasi dolar AS kelompok negara-negara EMBI Global (basis poin)

Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: JP Morgan; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 21: Pertumbuhan kredit komersial, pedesaan dan deposito (pertumbuhan tahun ke tahun, persen)

Lampiran Gambar 22: Indikator sektor perbankan (bulanan, persen)

Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 23: Utang pemerintah (persen terhadap PDB; miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 24: Utang luar negeri (persen terhadap PDB; miliar dolar AS)

Sumber: BI; MoF; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

0

2

4

6

8

10

Oct-13 Oct-14 Oct-15 Oct-16

Indonesia

United States

Thailand

Malaysia

Singapore-240

-180

-120

-60

0

60

120

180

240

300

360

420

Oct-13 Oct-14 Oct-15 Oct-16

Indonesia, obligasi dolar AS stripped

Perbedaan Indonesia spreads dan EMBIG bonds stripped spreads, kanan

5

10

15

20

25

30

Jul-12 Jul-13 Jul-14 Jul-15 Jul-16

Deposito swasta

Kredit bank komersial dan kredit pedesaan

0

1

2

3

4

5

0

20

40

60

80

100

Jul-12 Jul-13 Jul-14 Jul-15 Jul-16

Rasio pengembalian aset-ROA, kanan

Rasio pinjaman terhadap deposito

Rasio likuiditas terhadap aset

Rasio kredit bermasalah, kanan

Rasio kecukupan modal

0

60

120

180

240

300

360

0

10

20

30

40

50

60

2007 2009 2011 2013 2015

Utang LN swasta, kananUtang LN pemerintah, kananTotal LN negeri terhadap PDB

Agustus

0

80

160

240

320

0

15

30

45

60

2008 2010 2012 2014 2016

Private external debt, RHS

Public external debt, RHS

Total external debt to GDP

Agustus

Page 77: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 63

Lampiran Tabel 1: Realisasi dan anggaran belanja Pemeritah (triliun Rupiah)

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Realisasi Realisasi Realisasi l Realisasi

APBN perubahan

APBN proposal

A. Penerimaan dan hibah 1,338 1,439 1,550 1,508 1,786 1,738

1. Penerimaan pajak 981 1,077 1,147 1,240 1,539 1,496

2. Penerimaan non-pajak 352 355 399 256 245 240

B. Pengeluraran 1,491 1,651 1,777 1,807 2,083 2,070

1. Pemerintah pusat 1,011 1,137 1,204 1,183 1,307 1,310

2. Transfer ke pemerintah daerah 481 513 574 623 776 760

C. Neraca utama -53 -99 -93 -142 -106 -111

D. Surplus/defisit -153 -212 -227 -298 -297 -333

(persen dari PDB) -1.8 -2.2 -2.1 -2.6 -2.4 -2.4

Catatan: Budget balance sebagai persentase dari PDB menggunakan PDB yang direvisi dengan tahun dasar yang disesuaikan. Sumber: Kementerian Keuangan; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Tabel 2: Neraca pembayaran (miliar dolar AS)

2013 2014 2015

2015 2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2

Neraca Pembayaran -7.3 15.2 -1.1 1.3 -2.9 -4.6 5.1 -0.3 2.2

Persen dari PDB -0.8 1.7 -0.1 0.6 -1.3 -1.9 2.2 -0.1 0.9

Neraca berjalan -29.1 -27.5 -17.7 -4.1 -4.3 -4.2 -5.1 -4.8 -4.7

Persen dari PDB -3.2 -3.1 -2.1 -1.8 -1.9 -1.7 -2.2 -2.1 -2.0

Neraca perdagangan -6.2 -3.0 5.0 1.2 1.5 2.0 0.2 1.6 1.7

Pendapatan bersih & transfer berjalan

-22.9 -24.5 -22.7 -5.4 -5.8 -6.2 -5.3 -6.3 -6.4

Neraca modal & keuangan 22.0 44.9 17.1 5.0 2.0 0.2 9.9 4.6 7.4

Persen dari PDB 2.4 5.0 2.0 2.2 0.9 0.1 4.3 2.0 3.2

Investasi langsung 12.2 14.7 10.6 1.6 3.9 1.8 3.3 2.7 3.0

Investasi porfolio 10.9 26.1 16.7 8.5 5.6 -2.2 4.9 4.4 8.4

Investasi lain -0.8 4.3 -10.3 -5.3 -7.4 0.4 2.0 -2.5 -3.9

Kesalahan & pembulatan -0.2 -2.2 -0.5 0.5 -0.7 -0.6 0.3 -0.1 -0.6

Cadangan devisa* 99.4 111.9 105.9 111.6 108.0 101.7 105.9 107.5 109.8

Catatan: * Cadangan devisa pada akhir periode. Sumber: BI; BPS; Perhitungan staf Bank Dunia

Page 78: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 64

Lampiran Tabel 3: Perkembangan indikator ekonomi makro Indonesia

2000 2005 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Neraca Nasional (% perubahan)1

PDB riil 4.9 5.7 6.2 6.2 6.0 5.6 5.0 4.8

Investasi riil 11.4 10.9 8.5 8.9 9.1 5.0 4.6 5.1

Konsumsi riil 4.6 64.0 4.1 5.1 5.4 5.7 4.7 4.9

Swasta 3.7 0.9 4.8 5.1 5.5 5.5 5.3 4.8

Pemerintah 14.2 6.6 0.3 5.5 4.5 6.7 1.2 5.4

Ekspor rill, barang dan jasa 30.6 16.6 15.3 14.8 1.6 4.2 1.0 -2.0

Impor riil, barang dan jasa 26.6 17.8 17.3 15.0 8.0 1.9 2.2 -5.8

Investasi (% PDB) 20 24 31 31 33 32 33 33

Nominal PDB (milyar dolar AS) 165 286 755 893 918 913 890 862

PDB per kapita (dolar AS) 857 1,396 3,167 3,688 3,741 3,668 3,530 3,374

Anggaran Pemerintah Pusat (% GDP)2

Penerimaan dan hibah 20.8 16.8 14.5 15.5 15.5 15.1 14.7 13.1

Penerimaan bukan pajak 9.0 5.0 3.9 4.2 4.1 3.7 3.8 2.2

Penerimaan pajak 11.7 11.7 10.5 11.2 11.4 11.3 10.9 10.7

Pengeluaran 22.4 17.3 15.2 16.5 17.3 17.3 16.8 15.7

Konsumsi 4.0 2.8 3.6 3.8 3.9 4.1 4.0 4.5

Modal 2.6 1.1 1.2 1.5 1.7 1.9 1.4 1.9

Bunga pinjaman 5.1 2.2 1.3 1.2 1.2 1.2 1.3 1.4

Subsidi 6.3 4.1 2.8 3.8 4.0 3.7 3.7 1.6

Surplus/defisit -1.6 -0.6 -0.7 -1.1 -1.8 -2.2 -2.1 -2.6

Utang Pemerintah 97.9 44.3 24.5 23.1 23.0 24.9 24.7 26.8

Utang luar negeri pemerintah 51.4 23.4 11.1 10.2 9.9 11.2 10.2 11.9

Total utang luar negeri (juga utang swasta) 87.1 47.1 26.8 25.2 27.5 29.2 32.9 36.0

Neraca Pembayaran (% PDB)3

Neraca pembayaran keseluruhan .. 0.2 4.0 1.3 0.0 -0.8 1.7 -0.1

Neraca transaksi berjalan 4.8 0.1 0.7 0.2 -2.7 -3.2 -3.1 -2.1

Ekspor, barang dan jasa 42.8 35.0 22.0 23.8 23.0 22.5 22.3 19.8

Impor, barang dan jasa 33.9 32.0 19.2 21.2 23.2 23.2 22.7 19.2

Transaksi berjalan 8.9 2.9 2.8 2.7 -0.2 -0.7 -0.3 0.6

Neraca transaksi keuangan .. 0.0 3.5 1.5 2.7 2.4 5.1 2.0

Penanaman modal langsung, neto -2.8 1.8 1.5 1.3 1.5 1.3 1.7 1.2

Cadangan devisa bruto (USD billion) 29.4 34.7 96.2 110.1 112.8 99.4 111.6 101.7

Moneter (% change)3

Deflator PDB1 20.4 14.3 8.3 7.5 3.8 5.0 5.4 4.2

Suku bunga Bank Indonesia (%) .. 9.1 6.5 6.0 5.8 7.5 7.8 7.5

Kredit domestik .. 24.3 22.8 24.6 23.1 21.6 11.6 10.4

Nilai tukar Rupiah/Dolar AS (rata-rata)4 8,392 9,705 9,087 8,776 9,384 10,460 11,869 13,389

Harga-harga (% perubahan)1

Indeks harga konsumen (akhir periode) 9.4 17.1 7.0 3.8 3.7 8.1 8.4 3.4

Indeks harga konsumen (rata-rata) 3.7 10.5 5.1 5.3 4.0 6.4 6.4 6.4

Harga minyak mentah Indonesia (US$ per barel)5 28 53 79 112 113 107 60 36

Sumber: 1 BPS dan perhitungan staf Bank Dunia, menggunakan angka yang direvisi dan rebased; 2 Kementrian Keuangan dan perhitungan staf Bank Dunia; 3 BI; 4 IMF; 5 CEIC

Page 79: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 65

Lampiran Tabel 4: Sekilas indikator perkembangan Indonesia

2000 2005 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kependudukan1

Penduduk (juta) 213 227 242 245 248 251 254 258

Tingkat pertumbuhan penduduk (%) 1.3 1.2 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.2

Penduduk perkotaan (% terhadap total) 42 46 50 51 51 52 53 53.7

Rasio ketergantungan (% penduduk usia kerja) 55 54 51 51 50 50 49 49.0

Angkatan Kerja2

Angkatan kerja, total (juta) 98 106 117 117 120 120 122 122

Laki-laki 60 68 72 73 75 75 76 77

Perempuan 38 38 45 44 46 45 46 46

Kontribusi tenaga kerja sektor pertanian (%) 45 44 38 36 35 35 34 33

Kontribusi tenaga kerja sektor industri (%) 17 19 19 21 22 20 21 22

Kontribusi tenaga kerja sektor jasa (%) 37 37 42 43 43 45 45 45

Tingkat pengangguran, total (% angkatan kerja) 8.1 11.2 7.1 7.4 6.1 6.2 5.9 6.2

Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan3

Konsumsi rumah tangga, median (Rp 000 per bulan) 104 211 374 421 446 487 548 623

Garis kemiskinan nasional (Rp 000 per bulan) 73 129 212 234 249 272 303 331

Jumlah penduduk miskin (juta) 38 35 31 30 29 28 28 29

Penduduk miskin (% penduduk dibawah garis kemiskinan) 19.1 16.0 13.3 12.5 12.0 11.4 11.3 11.2

Di perkotaan 14.6 11.7 9.9 9.2 8.8 8.4 8.3 8.3

Di perdesaan 22.4 20.0 16.6 15.7 15.1 14.3 14.2 14.2

Laki-laki sebagai kepala rumah tangga 15.5 13.3 11.0 10.2 9.5 9.2 9.0 9.3

Perempuan sebagai kepala rumah tangga 12.6 12.8 9.5 9.7 8.8 8.6 8.6 11.1

GINI indeks 0.30 0.35 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41

Kontribusi konsumsi pada 20% kelompok termiskin (%) 9.6 8.7 7.9 7.4 7.5 7.4 7.5 7.2

Kontribusi konsumsi pada 20% kelompok terkaya (%) 38.6 41.4 40.6 46.5 46.7 47.3 46.8 47.3

Pengeluaran pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat (% PDB)4 .. 0.4 0.4 0.4 0.4 0.6 0.5 0.6

Kesehatan dan Gizi1

Tenaga kesehatan (per 1,000 people) 0.16 0.13 0.29 .. 0.20 .. ..

Tingkat kematian balita (per 1000 anak usia dibawah 5 tahun) 52 42 33 32 30 29 28 27

Tingkat kematian bayi lahir (per 1000 kelahiran hidup) 22 19 16 16 15 15 14 14

Tingkat kematian bayi (per 1000 kelahiran hidup) 41 34 27 26 25 24 24 23

Rasio kematian persalinan (perkiraan, per 100,000 kelahiran hidup) 265 212 165 156 148 140 133 126

Imunisasi campak (% anak usia dibawah 2 tahun) 74 77 78 80 85 84 77 69

Total pengeluaran untuk kesehatan (% GDP) 2.0 2.8 2.9 2.7 2.9 2.9 2.8 ..

Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan (% GDP) 0.7 0.8 1.1 1.1 1.2 1.2 1.1 ..

Pendidikan3

Angka partisipasi murni (APM) SD, (%) .. 92 92 92 93 92 93 97

APM perempuan (% dari total partisipasi) .. 48 48 49 49 50 48 49

Angka partisipasi murni pendidikan tingkat menengah, (%) .. 52 61 60 60 61 65 66

APM perempuan (% dari total partisipasi) .. 50 50 50 49 50 50 51

Angka partisipasi murni universitas/pendidikan tinggi, (%) .. 9 16 14 15 16 18 20

APM perempuan (% dari total partisipasi) .. 55 53 50 54 54 55 56

Angka melek huruf Dewasa (%) .. 91 91 91 92 93 93 95

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (% terhadap PDB)5 .. 2.7 3.5 3.6 3.8 3.8 3.6 ..

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (% terhadap APBN)5 .. 14.5 20.0 20.2 20.1 20.0 19.9 20.6

Air Bersih dan Kesehatan lingkungan1

Penduduk dengan akses air bersih disempurnakan (% tot penduduk) 78 81 85 85 86 86 87 87

Di perkotaan (% penduduk perkotaan) 91 92 93 93 94 94 94 94

Di perdesaan (% penduduk perdesaan) 68 71 76 77 77 78 79 80

Penduduk dengani akses kesehatan lingkungan (% tot penduduk) 44 53 57 58 59 60 61 61

Di perkotaan (% penduduk perkotaan) 64 70 70 71 71 72 72 72

Di perdesaan (% penduduk perdesaan) 30 38 44 45 46 47 48 48

Lainnya1

Pengurangan resiko bencana (skala 1-5; 5=terbaik) .. .. .. 3.3 .. .. .. ..

Proporsi perempuan yang duduk di parlemen (%)6 8 11 18 18 19 19 17 17

Sumber: 1 World Development Indicators; 2 BPS (Sakernas); 3 BPS (Susenas) and World Bank; 4 MoF, Bappenas, and World Bank staff calculations, only includes spending on rice distribution for the poor (RASTRA), health insurance for the poor, scholarships for the poor, and Family Hope Program (PKH) and actuals; 5 MoF; 6 Inter-Parliamentary Union

Page 80: tekanan mereda

T e k a n a n m e r e d a P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 66

Page 81: tekanan mereda

Resilience through reformsJune 2016

Supported by funding from the Australian Government (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT), under the Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA) program.