teori locus of

25
TEORI LOCUS OF CONTROL Jun 28 Posted by hendry Sebelumnya kita telah membahas sekilas mengenai locus of control pada artikel perbedaan individu : kepribadian (1) , maka selanjutnya artikel ini akan membahas lebih luas mengenai locus of control sebagai kelanjutan artikel sebelumnya. Definisi Locus of Control Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan Kinicki, 2005). Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan lokus kendali sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam

Upload: firman-pratama

Post on 04-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

teori

TRANSCRIPT

TEORI LOCUS OFCONTROL

Jun 28

Posted by hendry

Sebelumnya kita telah membahas sekilas mengenai locus of control pada artikel perbedaan individu : kepribadian (1), maka selanjutnya artikel ini akan membahas lebih luas mengenai locus of control sebagai kelanjutan artikel sebelumnya.

Definisi Locus of Control

Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi.

Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan Kinicki, 2005).

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan lokus kendali sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control.

Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya.

Seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di dalamnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan.

Locus Of Control adalah sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Rotter (1975) menyatakan bahwa internal dan eksternal mewakili dua ujung kontinum, bukan bukan secara terpisah. Internal cenderung menyatakan bahwa sebuah peristiwa berada pada control mereka sendiri, sementara eksternal lebih cenderung menyalahkan factor luar yang mempengaruhi suatu kejadian yang menimpa mereka.

Contoh sederhananya adalah seorang karyawan dalam memandang karirnya di sebuah perusahaan. Jika ia memiliki internal locus of control maka dia akan menyatakan kegagalannya meraih suatu jabatan lebih dikarenakan dirinya sendiri, sementara karyawan yang memiliki eksternal locus of control akan menyalahkan keadaan seperti kurang beruntung, bos yang kurang adil, dst.

Implikasi yang jelas untuk perbedaan antara internal dan eksternal dalam hal motivasi berprestasi mereka. Lokus internal berkaitan dengan tingkat lebih tinggi dari N-ach. Karena kendali mereka mencari di luar dirinya, eksternal cenderung merasa bahwa mereka kurang memiliki kontrol atas nasib mereka. Orang dengan lokus kontrol eksternal cenderung lebih stres dan rentan terhadap depresi klinis (Benassi, Sweeney & Dufour, 1988; dikutip dalam Maltby, Hari & MacAskill, 2007).

Beberapa penelitian tentang Locus of Control

Thomas, dkk (2004). Locus of control at work: a meta-analysis. Journal of Organizational Behavior, Vol. 27, 10571087 (2006).

Dennis M. Patten. 2005. An analysis of the impact of locus-of-control on internal

auditor job performance and satisfaction. Managerial Auditing Journal Vol. 20 No. 9, 2005 pp. 1016-1029

Jui-Chen Chen and Colin Silverthorne, 2008. The impact of locus of control on job stress, job performance and job satisfaction in Taiwan. Leadership & Organization Development Journal Vol. 29 No. 7, 2008 pp. 572-582

Chou-Kang Chiu, et al. 2004. Understanding hospital employee job stress and turnover intentions in a practical setting The moderating role of locus of control Journal of Management Development Vol. 24 No. 10, 2005 pp. 837-855

Pengukuran Locus of Control

Yang paling banyak digunakan sebagai instrumen pengukuran locus of control adalah dari J.B. Rotter (1966) Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement, Psychological Monographs, 80, (1, Whole No. 609).

Secara online, untuk mengukur Locus of Control anda bisa mengunjungi situs berikut ini Go

Lihat juga Contoh Kuesioner Locus of Control

Reference :

Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 Jakarta : Salemba Empat

Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat

Maltby, J., Day, L., Macaskill, A. (2007). Personality, Individual Differences and Intelligence. at http://en.wikipedia.org/wiki/Locus_of_control

Contoh Pengukuran Locus ofControl

May 19

Posted by hendry

Model Pengukuran Locus of control

Oleh : Hendry

Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi.

Locus Of Control adalah sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Rotter (1975) menyatakan bahwa internal dan eksternal mewakili dua ujung kontinum, bukan bukan secara terpisah. Internal cenderung menyatakan bahwa sebuah peristiwa berada pada control mereka sendiri, sementara eksternal lebih cenderung menyalahkan factor luar yang mempengaruhi suatu kejadian yang menimpa mereka.

Berikut ini contoh kuesioner Locus of Control

*Contoh menggunakan fasilitas Google Doc

Kuesioner Locus of Control

Oleh Hendry (teorionline.net)

Email : [email protected] : 021-9229 0445SMS/whatsApp : 0856-9752 3260

Adapted from Rotter (internal and eksternal locus of control). Short version

Top of Form

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Bottom of Form

Pendidikan

Pendidikan

Masa Kerja

Masa Kerja

INT1

Saya benci menyerah sebelum benar-benar yakin saya kalah

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS1(R)

Anda melakukan pekerjaan satu-persatu, dan menunggu instruksi mengenai apa yang akan anda kerjakan nanti

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT2

Saya sering merasa tidak sabar terhadap lambannya kerja dari rekan saya

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS2(R)

Banyak hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan saya yang disebabkan oleh nasib buruk

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT3

Semakin banyak tantangan yang saya miliki, semakin baik.

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS3(R)

Sebagian orang tidak menyadari bahwa sebagian besar kehidupan dikarenakan hal-hal yang kebetulan terjadi

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT4

Karir saya sepenuhnya tergantung dari hasil kerja saya

1

2

3

4

5

6

7

Sangati Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS4(R)

Orang yang mampu tetapi gagal untuk menjadi pemimpin biasanya karena ketidakberuntungan

1

2

3

4

5

6

7

Sangati Tidak Setuju

Sangat Setuju

Locus of Control Scale 12

Oleh Hendryadi (teorionline.net)

Email : [email protected] : 021-9229 0445SMS/whatsApp : 0856-9752 3260

Adapted from Rotter (internal and eksternal locus of control). Short versionPenambahan Item menjadi 12 Tgl 30 November 2014

Top of Form

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Bottom of Form

Pendidikan

Pendidikan

Masa Kerja

Masa Kerja

INT1

Keberhasilan saya sepenuhnya ada di tangan saya

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS1

Banyak rekan saya yang sukses karena keberuntungan mereka

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT2

Orang yang bekerja lebih keras akan mendapatkan reward lebih baik

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS2

Banyak hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan saya yang disebabkan oleh nasib buruk

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT3

Penghasilan saya sesuai dengan usaha yang saya lakukan

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS3

Sebagian orang tidak menyadari bahwa sebagian besar kehidupan dikarenakan hal-hal yang kebetulan terjadi

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT4

Karir saya sepenuhnya tergantung dari hasil kerja saya

1

2

3

4

5

6

7

Sangati Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS4

Orang yang mampu tetapi gagal untuk menjadi pemimpin biasanya karena ketidakberuntungan

1

2

3

4

5

6

7

Sangati Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT5

Ketika saya membuat rencana, hampir pasti rencana tersebut akan terlaksana

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

INT6

Yang saya peroleh sesuai dengan yang saya usahakan

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS5

Kebanyakan rekan saya yang sukses karena keberuntungan mereka

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

EKS6

Sebaik apapun rencana, hasilnya tetap ditentukan oleh faktor yang tidak kita pahami

1

2

3

4

5

6

7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

PERBEDAAN INDIVIDU : KEPRIBADIAN(2)

Feb 25

Posted by hendry

Ada beberapa konsep kepribadian yang banyak digunakan oleh praktisi sumber daya manusia maupun para peneliti untuk melihat kencederungan pribadi seseorang, diantaranya adalah Myers-Briggs Type Indicators (MBTI), dan Model Lima Besar (the big five model).

A. Model Myers-Briggs Type Indicators :

Myers-Briggs Type Indicators merupakan instrumen yang paling sering dipergunakan. Instrumen ini berisi 100 pertanyaan mengenai bagaimana individua kan merasa atau bertindak dalam situasi tertentu. Berdasarkan jawaban-jawbaan yang diberikan dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstrovert-introvert (E atau I), sensitif atau intuitif (S atau N), pemikir atau perasa (E atau F), dan memahami atau menilai (judging atau perceiving : J atau P).

Istilah-istilah ini didefinisikan sebagai berikut (Robbins, 2007):

1. Ekstraver versus Introvert. Individu dengan karakteristik ekstravert digambarkan sebagai individu yang ramah, suka bergaul, dan tegas. Sedangkan individu dengan karakteristik introvert digambarkan sebagai individu yang pendiam dan pemalu

2. Sensitif versus Intuitif. Individu dengan karakteristik sensitif digambarkan sebagai individu yang praktis dan lebih menyukai rutinitas dan urutan. Mereka berfokus pada detail. Sebaliknya, individu dengan karakteristik intuitif mengandalkan proses-proses tidak sadar dan melihat gambaran umum

3. Pemikir versus Perasa. Individu yang termasuk dalam karakteristik pemikir menggunakan alasan dan logika untuk menganangi masalah, sednagkan individu dengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi mereka

4. Memahami versus Menilai. Individu yang cenderung memiliki karakteristik memahami menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan terstruktur, sedangkan individu dengan karakteristik menilai cenderung lebih fleksibel dan spontan.

B. Model Kepribadian Lima Besar (Kepribadian the Big Five)

Kepribadian lima besar meliputi ekstaversi (extravertion), mudah akur atau mudah bersepakat (agreeableness), sifat berhati-hati (conscientiousness), stabilitas emosi (emotional stability), dan terbuka terhadap hal-hal baru (openness to experience).

1. Esktraversi. Dimensi ini mengungkapkan bahwa tingkat kenyamanan seseorang dalam berhubungan dengan individu lain. Individu yang memiliki sifat ekstraversi cenderung suka hidup berkelompok, tegas, dan mudah bersosialisasi. Sebaliknya individu yang memiliki sifat introvert cenderung suka menyendiri, penakut dan pendiam.

2. Mudah akur atau bersekapakat. Dimensi merujuk pada kecenderungan individu untuk patuh terhadap individu lainnya. Individu sangat mudah bersepakat adalah individu yang tidak mudah bersepakat cenderung bersikap dingin, tidak ramah, dan suka menentang.

3. Sifat kehati-hatian. Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan. Individu yang sangat berhati-hati adalah individu yang bertanggungjawab, teratur, dapat diandalkan, dan gigih. Sebaliknya, individu dengan dengan sifat kehati-hatian yang rendah cenderung mudah bingung, tidak teratur, dan tidak bisa diandalkan.

4. Stabilitas emosi. Sering juga disebut berdasarkan kebalikannya yaitu neurosis. Dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk menahan stres. Individu dengan stabilitas emosi positif cenderung tenang, pecaya diri dan memiliki pendirian yang teguh. Sementara individu dengan stabilitas emosi yang negatif cenderung mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang teguh.

5. Terbuka terhadap hal-hal baru. Dimensi ini merupakan dimensi terakhir yang mengelompokkan individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadap hal-hal baru. Individu yang sangat terbuka, kreatif, ingin tau dan sensitif terhadap hal yang bersifat seni. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka cenderung memiliki sifat konvensional dan merasa nyaman dengan hal-hal yang telah ada

Referensi ;

Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat

Attribution Theory (B.Weiner)

Teori atribusi berkaitan dengan bagaimana individu menginterpretasikan peristiwa-peristiwa dan bagaimana ini berkaitan dengan pemikiran mereka dan perilaku. Heider (1958) adalah orang pertama yang mengajukan teori psikologis atribusi, namun Weiner dan rekan (misalnya, Jones et al, 1972; Weiner, 1974, 1986) mengembangkan sebuah kerangka teori yang telah menjadi sebuah paradigma penelitian utama psikologi sosial. Teori Atribusi mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan, yaitu, atribut menyebabkan perilaku. Seseorang berusaha untuk memahami mengapa orang lain melakukan sesuatu yang mungkin satu atau lebih atribut menyebabkan perilaku itu. Sebuah proses tiga tahap mendasari suatu atribusi: (1) orang harus melihat atau mengamati perilaku, (2) maka orang harus percaya bahwa perilaku itu sengaja dilakukan, dan (3) maka orang harus menentukan apakah mereka percaya yang lain orang dipaksa untuk melakukan perilaku (dalam hal ini penyebabnya adalah dikaitkan dengan situasi) atau tidak (dalam hal ini penyebabnya adalah dikaitkan dengan orang lain).

Weiner fokus teori atribusi pada prestasi (Weiner, 1974). Ia mengidentifikasi kemampuan, usaha, kesulitan tugas, dan keberuntungan sebagai faktor yang paling penting yang mempengaruhi atribusi untuk pencapaian. Atribusi diklasifikasikan bersama tiga dimensi kausal: lokus kontrol, stabilitas, dan pengendalian. Lokus kontrol dimensi memiliki dua kutub: internal locus versus eksternal kontrol. Stabilitas dimensi menangkap apakah menyebabkan perubahan dari waktu ke waktu atau tidak. Misalnya, kemampuan dapat diklasifikasikan sebagai penyebab, stabil internal, dan usaha diklasifikasikan sebagai tidak stabil dan internal. Controllability kontras menyebabkan seseorang dapat mengontrol, seperti keahlian / kemanjuran, dari penyebab seseorang tidak dapat mengontrol, seperti bakat, suasana hati, tindakan orang lain, dan keberuntungan.

Teori atribusi erat terkait dengan konsep motivasi. Hal ini juga terkait pekerjaan yang dilakukan pada teori script dan inferencing dilakukan oleh Schank.Lingkup / Aplikasi

Teori Weiner telah banyak diterapkan dalam pendidikan, hukum, psikologi klinis, dan domain kesehatan mental. Ada hubungan kuat antara konsep diri dan prestasi. Weiner (1980) menyatakan: atribusi kausal menentukan reaksi afektif terhadap keberhasilan dan kegagalan Sebagai contoh, seseorang tidak mungkin mengalami kebanggaan dalam keberhasilan, atau perasaan kompetensi, ketika menerima A dari seorang guru yang memberikan kelas hanya itu,. atau ketika mengalahkan petenis yang selalu kalah Di sisi lain, A dari seorang guru yang memberikan nilai tinggi atau beberapa kemenangan atas pemain tenis yang sangat dinilai setelah banyak praktek menghasilkan pengaruh positif yang besar. (P.362). Siswa dengan peringkat lebih tinggi dari harga diri dan dengan prestasi sekolah yang lebih tinggi cenderung untuk atribut sukses untuk internal, stabil, faktor-faktor terkendali seperti kemampuan, sementara mereka berkontribusi kegagalan baik internal tidak stabil, faktor terkontrol seperti usaha, atau eksternal, faktor-faktor tak terkendali seperti sebagai kesulitan tugas. Sebagai contoh, siswa yang mengalami kegagalan berulang-ulang dalam membaca cenderung untuk melihat diri mereka sebagai kurang kompeten dalam membaca. Ini persepsi diri dari kemampuan membaca mencerminkan dirinya dalam harapan anak-anak membaca keberhasilan tugas dan penalaran keberhasilan atau kegagalan membaca. Demikian pula, siswa dengan ketidakmampuan belajar tampak kurang mungkin dibandingkan non-cacat rekan-rekan untuk mengaitkan kegagalan dengan usaha, faktor, tidak stabil terkendali, dan lebih mungkin untuk mengaitkan kegagalan dengan kemampuan, faktor, stabil terkendali.

Lewis & Daltroy (1990) membahas aplikasi teori atribusi untuk perawatan kesehatan. Sebuah contoh yang menarik dari teori atribusi diterapkan untuk pengembangan karir disediakan oleh Daly (1996) yang meneliti atribusi yang diselenggarakan sebagai karyawan mengapa mereka gagal untuk menerima promosi.Contoh

Atribusi Teori telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan dalam motivasi berprestasi antara tinggi dan rendah. Menurut teori atribusi, berprestasi tinggi akan mendekati daripada menghindari tugas-tugas terkait untuk berhasil karena mereka percaya bahwa kesuksesan adalah karena kemampuan yang tinggi dan usaha yang mereka yakin. Kegagalan dianggap disebabkan oleh nasib buruk atau ujian yang miskin, yaitu bukan kesalahan mereka. Jadi, kegagalan tidak mempengaruhi harga diri mereka tetapi sukses membangun kebanggaan dan kepercayaan diri. Di sisi lain, berprestasi rendah menghindari tugas yang berhubungan dengan keberhasilan karena mereka cenderung untuk (a) meragukan kemampuan mereka dan / atau (b) menganggap kesuksesan adalah berkaitan dengan keberuntungan atau untuk siapa yang Anda tahu atau faktor-faktor lain di luar kendali mereka. Jadi, bahkan ketika sukses, adalah tidak bermanfaat untuk yang berprestasi rendah karena dia / dia tidak merasa bertanggung jawab, yaitu, tidak meningkatkan harga / nya dan kepercayaan diri.Prinsip

Atribusi adalah proses tahap ketiga: (1) perilaku yang diamati, (2) perilaku bertekad untuk menjadi yang disengaja, dan (3) perilaku dikaitkan dengan penyebab internal atau eksternal.Prestasi dapat dikaitkan dengan (1), usaha (2) tingkat kemampuan, (3) kesulitan tugas, atau (4) keberuntungan.Dimensi perilaku kausal adalah (1) lokus kontrol, (2) stabilitas, dan (3) pengendalian.

ATTRIBUTION THEORY

I.PRINSIP-PRINSIP DASARMeskipun terdapat berbagai pendekatan berlainan terhadap proses atribusi, pendekatan-pendekatan tersebut berhenti pada serangkaian prinsip dasar umum yang diacu sebagai teori atribusi (Attribution Theory). Semuanya ini berkenaan dengan seluruh proses pembuatan atribusi sebab-akibat : yakni apa yang memotivasikan orang untuk memberikan penjelasan mengenai sebab-akibat, bagaimana mereka mereka menentukkan penyebab mana yang paling penting, dan berbagai distrosi dalam proses atribusi yang mencegah orang untuk sampai kepada penjelasan sebab-akibat yang akurat. Marilah kita mulai dengan mempertimbangkan yang paling mendasar diantara berbagai prinsip atribusi ini.1.1. Bermula Psikologi Naif dari Heider (Pembuat Teori Atribusi)Pembuatan teori tentang atribusi dimulai Fritz eider (1946 1958), seorang psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa kita cenderung mengorganisasikan sikap kita, sehingga tidak menimbulkan konflk. Contohnya, jika kita setuju pada hak seseorang untuk melakukan aborsi, seperti juga orang-orang lain, maka sikap kita tersebut konsisten atau seimbang (balance). Namun jika kita setuju aborsi tetapi ternyata teman-teman dekat kita dan juga orang-orang di sekeliling kita tidak setuju pada aborsi maka kita dalam kondisi tidak seimbang atau (imbalance). Akibatnya kita merasa tertekan (stress), kurang nyaman, dan kemudian kita akan mencoba mengubah sikap kita, menyesuaikan dengan orang-orang di sekitar kita, misalnya dengan bersikap bahwa kita sekarang tidak sepenuhnya setuju pada aborsi. Melalui pengubahan sikap tersebut, kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap kita senantiasa kita sesuaikan dengan sikap orang lain agar terjadi keseimbangan karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih nyaman.Ia merasa tertarik akan cara orang menggambarkan dalam angan-angan apa yang mengakibatkan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana lazimnya tradisi kognitif dalam psikologi sosial, ia mengemukakan dua motif kuat dalam diri semua manusia, yakni : kenutuhan membentuk pengertian mengenai jagad raya yang tgerpadu, dan kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan.Salah satu pokok untuk memenuhi kedua motif tersebut ialah kemampuan meramalkan bagaimana manusia akan berperilaku. Jika kita tidak mampu meramalkan bagaimana orang lain akan berperilaku, maka kita akan memandang dunia secara acak, memebrikan kejutan, dan tidak terpadu. Kita tidak akan tahu apakah kita harus mengharapkan pujian atau hukuman untuk prestasi kerja kita. Begitu pula, kita harus mampu meramalkan perilaku orang lain agar dapat memperoleh tingkat kendali yang memuaskanatas lingkungan kita. Untuk menghindari kecelakaan, kita harus mampu meramalkan bahwa truk besar itu tidak akan berbelok secara tiba-tiba pada tikungan huruf U di depan kita. Untuk dapat meramalkan bagaimana orang lain akan berperilaku, kita harus mempunyai sedikit teori dasar mengenai perilaku manusia, Menurut Heider, setiap orang dan bukan hanya para psikolog saja, mencari penjelasan atasperilaku orang lain. Hasilnya ia namakan Psikologi Naif yaitu teori umum mengenai perilaku manusia, yang dianut oleh setiap orang awam.Yang Memandang Individu sebagai psikolog amatir yang memcoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia mencoba menemukkan apa penyebab apa, atau siapa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu. Dan teori ini berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an. 1.2. Dimensi Sebab Akibata. tempat sebab-akibat Heider juga mengatakan bahwa kita mengorganisasikan pikiran-pikiran kita dalam kerangka sebab dan akibat. Masalah pokok paling umum dalam persepsi sebab-akibat adalah menentukkan apakah suatu tindakan tertentu menurut kesimpulan Anda disebabkan keadaan intern atau kekuatan ekstern. Maksudnya, apakah tempat sebab-akibat? Misalnya Anda minta kepadawanita muda yang duduk disamping Anda di ruang kuliah untuk nonton bersama akhir minggu ini, tetapi ia menolak karena minggu ini ia sibuk sekali. Apakah inti sebenarnya dari penolakkannya tersebut? Hal itu mungkin disebabkan karena beberapa keadaan intern, seperti misalnya dia tidak tertarik kepada Anda, atau dia lebih tertarik mengerjakkan hal lain. Atau bisa juga dikarenakan faktor ekstern seperti, misalnya dia memang benar-benar mempunyai tugas lain. Agar supaya bisa meneruskan kegiatan kita dan mencocokkannya dengan orang-orang disekitar kita, kita mentafsirkan informasi untuk memutuskan penyebab perilaku kita dan orang lain. Heider memperkenalkan konsep Causal Attribution proses penjelasan tentang penyebab suatu perilaku. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu :1. penyebab internal (internal causality) merupakan atribut yang melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau personal seperti tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca dan seterusnya.2. penyebab eksternal (eksternal causality) terdapat dalam lingkungan atau situasi seperti keadaan hati, sikap, ciri kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi, atau keinginan.Jadi, apakah wanita muda tadi benar-benar sibuk (atribusi eksternal), atau apakah dia baru saja memutuskan bahwa dia tidak tertarik berkencan dengan Anda (atribusi intern)?. Dan yang jadi masalah utama ialah apakah harus dibuat kesimpulan intern atau kesimpulan ekstern terhadap perilaku pemberi stimulus. Pengambilan kesimpulan ekstern menguraikan sebab-akibat kepada segala sesuatu yang berada di luar orang tersebut seperti lingkungan umum, orang yang diajak berinteraksi, peranan yang dipaksakan, kemungkinan mendapat hadiah atau hukuman, keberuntungan, sifat khusus tugas, dan selanjutnya. Penyabab intern mencakup ciri kepribadian, motif, emosi, keadaan hati, sikap, kemampuan, dan usaha.b. stabilitas atau instabilitasDimensi sebab-akibat (causalitas) kedua ialah apakah penyebabnya stabil atau tidak stabil. Maksudnya, kita harus tau apakah penyebab tersebut merupakan bagian menarik yang relatif permanen dari lingkungan ekstern atau pembawaan intern orang itu. Ada beberapa penyebab ekstern yang cukup stabil seperti peraturan dan undang-undang (larangan untuk menjalankan kendaraan pada waktu lampu merah menyala,m atau larangan menyakiti lengan pelempar bola beseball yang bagus di pihak lawan). Beberapa penyebab ekstern bersifat tidak stabil : cuaca banyak sekali mempengaruhi apakah kita akan berbelanja di malam minggu atau tinggal di ruma membaca buku, namun cuaca itu banyak sekali ragamnya. Adakalanya tendangan bola dapat dikendalikan, namun adakalanya lebih mudah menendang tanpa arah. Itu berarti bahwa keberhasilan seorang pemain bola tergantung dari penyebab ekstern yang tidak stabil.Dan penyebab intern dapat bersifat stabil maupun tidak stabil. Dengan kata lain, penyebab dapat terdiri atas berbagai kombinasi dari kedua dimensi tersebut. Sebuah gambar tipologi Weiner mengenai penugasan hasil sederhana, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang mahasiswa dalam melakukan tugas tertentu dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari empat kemungkinan penyebab, yaitu : kemampuan, usaha, nasib baik, dan kesulitan tugas. Dan keempat penyebab itu masuk secara serasi dalam keempat kategori, seperti ditunjukkan dalam tabel ini.Skema Klasifikasi Bagi Penyebab Perilaku Prestasi DiamatiSTABILITAS TEMPAT KENDALI SEBENARNYAINTERN EKSTERNStabil Kemampuan, Bakat, Kecerdasan, Karakteristi Fisik Kesulitan TugasTidak Stabil Usaha, Mood, Kelelahan Berhasil,Nasib, Ketidaksengajaan, KesempatanSumber : Weiner (1974), hal.6c. kemampuan mengendalikanMenurut Weiner (1982), dimensi umum ketiga atribusi adalah kemampuan mengendalikan. Kita mengamati adanya beberapa kasus yang dapat dikendalikan seorang individu, sedangkan lainnya berada di luar kemampuannya. Kemampuan mengendalikan atau ketidak mampuan mengendalikan itu dapat berada- bersama dengan kombinasi tempat dari kendali dan stabilitas. Contohnya:1. sepertipenyebab intern yang tidak stabil , biasanya dipandang sebagai dapat dikendalikan.Contoh, seorangusaha mahasiswa dapat berusaha untuk belajar giat, atau memutuskan untuk tidak belajar giat. seperti kemampuan 2. Penebab intern yang stabil jarang dilihat sebagai dapat dikendalikan seseorang. Contoh, seorang yang dilahirkan sebagai jenius atau seseorang dikaruniai dan memiliki baka sejak lahir dipandang tidak menguasai kemampuannya tersebu. Kadangkala, kemampuan dipandang dapat dikendalika. Beberapa orang yang sangat sukses dipandang bahwa ia telah mengembangkan kemampuannya melalui kerja keras dalam jangka waktu yang lama. Di samping itu, keberhasilan adakalanya dipandang dapat dikendalikan meskipun sering kali dianggap tidak dapat dikuasai. Ringkasnya, mudah bagi kita untuk memikirkan kombinasi apapun dari ketiga dimensi dasar atribusi sebab-akibat.Ketiga dimensi itu merupakan dimensi yang paling masuk akal di antara berbagai atribusi sebab-akibat. Mereka juga amat sering dipergunakan untuk menjelaskan hasil. Dari telaah yang menanyakan penilaian mahasiswa terhadap prestasi rekan-rekannya, atau atas pengalaman nilai sekolah yang dicapainya ketika berada di SMA, terlihat bahwa penjelasan terhadap sebab-akibat cenderung terletak pada dimensi yang mendasarinya ini. (menurut analisis faktor yang dilakukan Meyer, 1980; dan Meyer & Koebl, 1982).1.3. Dua Prinsip SederhanaBagaimana kita sampai pada suatu atribusi? Teori atribusi dimulai dengan dua prinsip sederhana, yaitu :1. prinsip variasi bersamaMenurut Heider, prinsip variasi bersama berarti bahwa kita cenderung mencari hubungan antara pengaruh tertentu dengan penyebab tertentu di antara sejumlah kondisi yang berlainan. Jika sebuah penyebab tertentu selalu dihubungkan dengan pengaruh tertentu dalam berbagai situasi, dan jika pengaruhnya tidak terdapat karena tiadanya penyebab, maka kita memperhubungkan pengaruh tadi dengan penyebab. Penyebab selalu bervariasi bersama dengan pengaruh ; dan jika penyebab tidak ada, maka pengaruh pun tidak ada. Contoh rekan sekamar Anda marah-marah dan mengeluhkan segala sesuatu sebelum ujian, tetapi menyenangkan jika tidak ada ujian. Apakah kita menyimpulkan bahwa dia memang seorang pemarah- yaitu dia memang memiliki kepribadian pemarah? Mungkin tidak. Sebaliknya, kita akan menghubungkan keluhan-keluhannya dengan rasa tegang yang berhubungan dengan ujian, dan bukan karena dia pemarah. Kemarahannya hampir selalu diasosiasikan dengan ujian dan tidak muncul jika tidak sedang ada ujian, sehingga kita menghubungkannya dengan ujian dan bukan kepada kepribadiannya. Seperti psikolog yang naif, orang awam mengamati perilaku orang lain dan mencari pengaruh tetap yang tidak bervariasi, yang mengikuti stimulus tertentu. Dengan cara itu mereka akan sampai kepada sebuah atribusi. 2. prinsip keraguanPrinsip pokok lain guna membuat kesimpulam sebab-akibat ialah yang disebut Kelley sebagai prinsip keraguan yaitu peranan penyebab tertentu untuk menghasilkan pengaruh tertentu diragukan kebenarannya jika penyebab lain yang masuk akal juga hadir (1972, hal.8). Maksudnya, kita membaut kesimpulan yang kurang meyakinkan, dan kurang mengatribusikan pengaruhnya kepada suatu penyebab tertentu, jika terdapat lebih dari satu kemungkinan penyebab. Contoh seorang wira niaga asuransi bersikap sangat manis kepada kita dan menawarkan kopi, namun kita tidak dapat membuat kesimpulan yang meyakinkan, mengapa dia sedemikian ramahnya?. Kita dapat menyimpulkan perilakunya kepada rasa suka murni terhadap diri kita. Lebih mungkin lagi, kita meragukan kemungkinan penyebabnya dan mengatribusikan perilaku orang tadi sebagian karena dia menghendaki usaha kita. Sebaliknya, jika orang itu tahu bahwa kita tidak memiliki uang untuk membeli pois asuransi, kita tidak perlu memiliki keraguan, karena keinginan terhadap usaha kita bukan lagi merupakan penyebab yang masuk akal.II. ATRIBUSI TENTANG DIRI SENDIRISalah satu hipotesis yang paling menarik dalam teori atribusi adalah bahwa orang sampai kepada persepsi keadaan intern mereka sendiri dengan cara yang sama dengan jika mereka sampai pada persepsi tentang keadaan orang lain. Gagasan ini berasal dari asumsi umum bahwa emosi, sikap, ciri, dan kemampuan kita seringkali tidak jelas dan meragukkan kita sendiri. Kita harus menyimpulkannya dari perilaku terbuka kita dan persepsi kita tentang paksaan lingkungan di sekitar kita.Pendekatan tersebut menyatakan bahwa dalam persepsi diri sendiri, seperti halnya persepsi terhadap orang lain, maka kita mencari asosiasi penyebab-akibat tetap serta menggunakan prinsip keraguan untuk membagi tanggung jawab tentang berbagai sebab yang masuk akal. Jika kita mempersepsikan paksaan ekstern yang kuat mendorong untuk sampai ke atribusi situasional. Andakata kita terdapat paksaanekstern yang jelas, kita mengasumsi bahwa atribusi disposisional akan lebih cepat. Pendekatan ini telah banyak mendorong diadakannya riset tentang persepsi diri sendiri atas sikap, motivasi, dan emosi.2.1. SikapSudah sejak lamapara psikolog mengasumsikan bahwa orang menilai sikap mereka sendiri melalui introspeksi, yaitu dengan meninjau kembali berbagai kognisi dan perasaan secara sadar. 2.2. MotivasiGagasan yang sama telah diterapkan terhadap persepsi diri akan motivasi. Gagasannya adalah bahwa pelaksanaan tugas demi penghargaan tinggi, akan menjurus kepada atribusi eksternal yaitu, saya melakukannya karena telah dibayar tinggi untuknya. Melaksanakan tugas yang sama dengan penghargaan rendah akan menjurus kepada atribusi intern yaitu saya tidak seyogianya telah melakukannya demi sedikit uang tersebut, sehingga saya harus sudah melakukannya karena saya benar-benar menikmatinya. Hal ini akan menjurus kepada ramalan paradoksal bahwa penghargaan rendah akan menjurus ke minat intrinsik yang amat besar akan suatu tugas karena orang tersebut mengartibusikan pelaksanaan tugas tadi dengan minat intrinsik, dan bukan dengan penghargaan ekstrinsik. Dengan kata lain, pembenaran berlebihan untuk terlibat ke dalam suatu aktivitas akan merongrong minat intrinsik akan aktivitas tersebut.Penghargaan adakalanya menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, yaitu : penghargaan itu dapat menjauhkan orang secara aktual dari segala aktivitas yang mungkin akan mereka nikmati, dan bukannya memberikan dorongan. Hukuman pun dapat membuat aktivitas terlarang kelihatan lebih menarik, meskipun bukti mengenai hal ini lebih sedikit jumlahnya. 2.3. EmosiPara ahli teori tradisional tentang emosi menyatakan bahwa kita mengenal apa yang kita rasakan dengan mempertimbangkan keadaan fisiologis kita sendiri, keadaan mental kita, dan stimulus ekstern yang menyebabkan keadaan tersebut. Namun, bukti terakhir menunjukkan bahwa berbagai reaksi emosional secara biokimia serupa. Kita dapat membedakan rangsangan tinggi dari rangsangan rendah, tapi tidak dapat membedakan berbagai jenis emosi. Sebagai contoh, sukar sekali membedakan berbagai jenis emosi. Sebagai contoh, sukar sekali membedakan antara rasa cemburu yang berlebihan dari rasa cinta yang besar. Oleh karenanya, kita memerlukan informasi lain guna mengidentifikasikan emosi kita.Stanley Schacter (1962) telah mengambil pendekatan persepsi-diri-sendiri berdasar emosi. Ia menyatakan bahwa persepsi terhadap emosi kita tergantung dari :1. Tingkat rangsangan fisiologik yang kita alami dan2. Ciri kognitif yang kita terapkan seperti marah atau senang.Untuk sampai kepada ciri kognitif, kta meninjau perilaku kita sendiri serta situasinya. Jika secara fisiologik kita terangsang dan mentertawakan pertunjukkan komedi di televisi, maka dapat kita simpulkan bahwa kita merasa senang. Jika kita membentak seseorang karena dia telah mendorong kita dijalan yang padat, maka dapat kita simpulkan bahwa kita marah. Pada setiap kasus, perilaku dan interpretasi kita tentang keadaan akan melengkapi kita dengan ciri kognitif yang memungkinkan kita untukmenginterpretasikan pengalaman intern kita mengenai rangsangan emosi. Seperti teori Bem tentang teori persepsi-diri-sendiri, segi pandangan in kembali menekankan sifat meragukan dari keadaan intern, dan karena itu persepsi-diri-sendiri sangat bergantung dari persepsi atas perilaku yang timbul dan lingkungan ekstern. III. ATRIBUSI TENTANG ORANG LAINPrinsip-prinsip teoritis ini biasanya diterapkan pada atribusi tentang mengatribusikan perilaku orang lain. Pertanyaan yang paling pokok adalah sebagai berikut : Bilakah kita menarik kesimpulan bahwa tindakan orang lain mencerminkan pembawaan sejati seperti ciri, sikap, keadaan hati, atau keadaan intern lainnya? Bilakah kita menyimpulkanbahwa orang lain sesuai dengan situasi eksternnya?Atau guna lebih menempatkannya secara kontras. Bilakah kita membuat kesimpulan pembawaan yang bertentangan dengan kesimpulan situasional?Kita tahu bahwa orang tidak selalu melakukan atau mengatakan apa yang diyakininya. Seorang tawanan perang mungkin akan mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan sikapnya yang sebenarnya. Atau, seorang pemudabarangkali akan gembira dan bahagia di sekolah setelah semalam ia ditinggal pergi pacarnya. Sebaliknya, adakalanya tawanan perang mengungkapkan kecaman yang murni keluar dari hatinya terhadap rencana penyerangan negaranya. Hal ini pasti terjadi di Vietnam pada beberapa serdadu Amerika dan penerbang. Dan pemuda tadi mungkin merasa lega sejati karena hubungan dengan pacarnya selama ini membuatnya tertekan. Jadi, bagaimana kita dapat membedakan bilakah tindakan seseorang itu benar-benar merupakan cerminan sikap internnya atau merupakan ciri lain?Prinsip keraguan menyatakan bahwa terlebih dahulu kita harus mempertimbangkan apakah paksaan ekstern yang mungkin akan mengarahkan seseorang untuk salah menempatkan sikapnya yang sejati atau tidak. Contohnya, apakah seseorang mengarahkan senjatanya ke kepala orang tersebut? Jika demikian, dapat dibuat atribusi ekstern. Tidak terdapatnya paksaan ekstern masuk akal semacam itu., Penyebab ekster tetap akan meragukkan sifatnya, dan harus dibuat atribusi intern, yakni : orang tersebut harus benar-benar bersikap sesuai dengan perkataannya.DAFTAR PUSTAKARakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi, Edisi revisi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.Sears, D.O., Freedman, J.L, Peplau, L.A. 1991. Psikologi Sosial. Jilid 1 & 2. (terjemahan). Jakarta : Penerbit Erlangga

Diposkan oleh Dian Febriani di 05.47

Kuisioner mengukur Locus of Control

Berikut merupakan contoh quisioner untuk mengukur Locus of Control yang saya adopsi dari Rotter (1966). Semoga bermanfaat

Locus of control

Berilah tanda silang (X) pada kotak jawaban yang disediakan atas pernyataan yang diberikan sesuai dengan pendapat Anda.

1. a.Banyak ketidakbahagiaan yang terjadi pada hidup seseorang disebabkan sebagian karena adanya nasib buruk. b. Ketidakberuntungan seseorang berasal dari kesalahan yang mereka buat.

2. a.Satu alasan utama mengapa timbul perang adalah karena masyarakat tidak menaruh banyak perhatian pada politik.

b. Peperangan akan selalu terjadi, tidak peduli seberapa keras masyarakat berusaha mencegahnya.

3. a.Pada jangka panjang, orang layak mendapatkan rasa hormat di dunia ini.

b. Seseorang sering mengalami tidak diakui, tidak peduli ia sudah berusaha keras untuk diakui.

4. a.Pendapat bahwa guru berlaku tidak adil pada muridnya adalah omong kosong.

b.Sebagian besar siswa tidak menyadari bahwa nilai yang mereka peroleh merupakan hasil dari kejadian yang tidakdisengaja.

5. a. Tanpa adanya pengendalian yang tepat, seseorang tidak akan dapat menjadi pemimpin yang efektif.

b. Orang yang mampu menjadi pemimpin, namun gagal menjadi pemimpin, belum memanfaatkan peluang yang mereka miliki.

6. a. Sekeras apapun usaha Anda, orang tetap tidak menyukai Anda.

b. Orang yang tidak bisa membuat orang lain menyukai dirinya, tidak memahami bagaimana bergaul dengan baik.

7. a. Saya sering menemui bahwa apa yang akan terjadi benar terjadi.

b. Mempercayai nasib tidak pernah berubah juga bagi saya, maka saya membuat keputusan untuk mengambil tindakan yang pasti.

8. a. Murid yang mempersiapkan dirinya dengan baik saat ujian, jarang sekali menghadapi soal ujian yang tidak wajar.

b. Seringkali soal-soal ujian tidak terkait dengan apa yang telah dipelajari di sekolah, sehingga percuma saja belajar.

9. a. Kesuksesan berasal dari kerja keras, sedikit sekali atau bahkan tidak berkaitan dengan keberuntungan.

b. Mendapatkan pekerjaan yang baik tergantung pada berada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat (the right place and the right time).

10. a. Masyarakat umumnya mampu mempengaruhi keputusan pemerintah.

b. Dunia ini dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa, dan tidak banyak rakyat kecil yang bisa melakukan hal tersebut.

11. a. Ketika saya membuat rencana, saya hampir yakin bahwa saya bisa mewujudkannya.

b. Membuat rencana jauh-jauh hari tidak selalu menjadi hal yang bijak, banyak hal berubah dan menjadi suatu keberuntungan.

12. a. Pada diri saya, mendapatkan apa yang saya inginkan sedikit atau bahkan tidak ada hubungannya dengan keberuntungan.

b.Beberapa kali kita memutuskan apa yang harus dilakukan dengan cara melemparkan uang logam.

13. a.Apa saja yang terjadi pada diri saya adalah karena perbuatan saya.

b. Kadang-kadang saya merasa bahwa saya tidak memiliki cukup kontrol atas arah hidup saya yang saya ambil.Kuisioner ini telah saya gunakan dalam pengumpulan data untuk paper seminar akuntansi manajemen berjudul: "TINJAUAN KEMBALI HUBUNGAN PARTISIPASI BUDGET TERHADAP KINERJAMANAJERIAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR MODERASI DAN ANTESEDEN" (Januari 2013)

Diposkan oleh d'wicaks di 9:45 PM