teori sapir-whorf dalam bahasa serapan

28
PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERGESERAN MAKNA PADA KATA SERAPAN BAHASA INDONESIA DARI BAHASA ARAB DALAM HIPOTESA SAPIR-WHORF Athiyah Salwa* Abstract The aim of this paper is to present the semantic lexical shift and change of Indonesia borrowing words from the original one, in this case Arabic. Those words then are categorized into broadening, or narrowing in Semantics shift and change. By presenting the data, we will see that every language has its own meaning in describing the same lexical words. It is as Sapir-Whorf hypothesis in which states that language is a negotiator between culture and social worlds of the speaker of language itself. In addition, language determines human and society cognitive mind. Keywords: Borrowing words, Meaning Change, Sapir-Whorf Hipothesis 1. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan. Di dalamnya terdapat beribu-ribu pulau yang didiami oleh berbagai macam suku. Dari berbagai macam suku yang tersebar dari beragam pulau inilah lahir berbagai macam budaya dan bahasa. Setiap suku di berbagai pulau dan daerah di Indonesia memiliki masing-masing bahasa daerah. Mereka menggunakan bahasa daerah sebagai 1

Upload: athiyah-salwa

Post on 01-Jul-2015

959 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERGESERAN MAKNA PADA KATA SERAPAN BAHASA INDONESIA DARI BAHASA ARAB DALAM HIPOTESA SAPIR-WHORF Athiyah Salwa* Abstract The aim of this paper is to present the semantic lexical shift and change of Indonesia borrowing words from the original one, in this case Arabic. Those words then are categorized into broadening, or narrowing in Semantics shift and change. By presenting the data, we will see that every language has its own meaning in describing the same lexical words.

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERGESERAN MAKNA

PADA KATA SERAPAN BAHASA INDONESIA DARI BAHASA ARAB

DALAM HIPOTESA SAPIR-WHORF

Athiyah Salwa*

Abstract

The aim of this paper is to present the semantic lexical shift and change of Indonesia

borrowing words from the original one, in this case Arabic. Those words then are categorized

into broadening, or narrowing in Semantics shift and change. By presenting the data, we will

see that every language has its own meaning in describing the same lexical words. It is as

Sapir-Whorf hypothesis in which states that language is a negotiator between culture and

social worlds of the speaker of language itself. In addition, language determines human and

society cognitive mind.

Keywords: Borrowing words, Meaning Change, Sapir-Whorf Hipothesis

1. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan. Di dalamnya terdapat beribu-ribu pulau yang didiami

oleh berbagai macam suku. Dari berbagai macam suku yang tersebar dari beragam pulau

inilah lahir berbagai macam budaya dan bahasa. Setiap suku di berbagai pulau dan daerah di

Indonesia memiliki masing-masing bahasa daerah. Mereka menggunakan bahasa daerah

sebagai bahasa ibu mereka, namun mereka tetap mengakui dan menggunakan Bahasa

Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Nasional.

Namun di balik semua itu, Bahasa Indonesia sendiri sebenarnya berasal dari berbagai

macam bahasa yang kemudian digunakan secara massal oleh orang Indonesia sebagai bahasa

serapan. Hal ini tidak terlepas dari faktor historis bangsa Indonesia itu sendiri. Indonesia

dijajah tidak kurang dari 350 tahun dan hal inilah yang menyumbangkan berbagai bahasa

yang digunakan oleh rakyat Indonesia hingga saat ini. Tidak hanya Bahasa Melayu yang

merupakan induk dari Bahasa Indonesia, Bahasa Belanda, Bahasa Mandarin (China), Bahasa

Inggris dan Bahasa Arab juga menyumbangkan tidak sedikit dari bahasa mereka dalam

perbendaharaan kata Bahasa Indonesia. Pertukaran bahasa-bahasa ini di dapat melalui proses

campur budaya, proses perdagangan maupun politik yang digunakan para penjajah dahulu.

1

Page 2: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Bahasa pinjaman ini kemudian digunakan oleh orang Indonesia secara luas sama

halnya dengan Bahasa Indonesia asli. Bahasa-bahasa asing itu kemudian disebut sebagai

bahasa serapan dan dianggap sebagai bagian dari Bahasa Indonesia yang digunakan oleh

orang Indonesia kebanyakan.

Namun, adakalanya bahasa serapan yang digunakan oleh orang Indonesia ini

memiliki arti yang berbeda makna dari bahasa aslinya. Hal ini dikarenakan masing-masing

pengguna bahasa memilki budaya dan interpretasi yang berbeda-beda terhadap dunia dimana

bahasa tersebut digunakan. Setiap individu atau masyarakat memiliki dunia realitas sendiri

yang berbeda antara satu dengan yang lain bergantung pada bahasa yang mereka gunakan

(Nurhayati, 2010).

Dalam tulisan ini, kata serapan Bahasa Indonesia akan dibandingkan dengan bahasa

aslinya, dalam hal ini Bahasa Arab. Dari sini kita akan melihat pergesaran maupun perubahan

makna seperti apa yang akan muncul. Walapun keduanya memiliki persamaan bentuk

leksikal maupun fonologis, bisa saja makna keduanya berbeda maupun bergeser. Hal ini tidak

lepas dari unsur budaya yang dimiliki oleh orang Indonesia dengan orang Arab yang berbeda.

Tradisi yang sebenarnya mengenai berbagai ciri dalam bahasa setiap orang itu telah melalui

pribadi-pribadi dan masyarakat-masyarakat yang sangat berbeda-beda (Bloomfield,

1933:429). Tujuan ini dimaksudkan untuk menunjukkan jika masing-masing pengguna

bahasa yang berbeda memiliki cara tersendiri untuk menginterpretasi dunia yang mereka

diami. Meskipun secara leksikal mereka menggunakan kata yang sama, mereka memiliki

makna masing-masing dalam penggunaanya. Hal ini karena, bahasa merupakan refleksi

pemikiran dan cerminan budaya masyarakat yang berbeda-beda.

2. MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA

Pada dasarnya makna merupakan inti dari segala sesuatu, baik itu benda konkret maupun

abstrak. Sama halnya dengan unsur kebendaan, makna dalam tiap kata dalam bahasa

merupakan inti dari kata itu sendiri. Baik kata itu bersanding dengan kata yang lain maupun

berdiri sendiri.

Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama kata-

kata (Djajasudarma, 2009:7). Beberapa definisi makna antara lain makna merupakan suatu

sifat intrinsik, konotasi suatu kata, tempat sesuatu di dalam sistem, kata-kata lain yang

dihubungkan dengan sebuah kata di dalam kamus, dan lain-lain (Leech, 1974:7). Sedangkan

2

Page 3: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

menurut Palmer (1981;4) setiap kata tidak hanya memilki satu makna literal saja, melainkan

makna lain yang muncul ketika bersanding dengan kata yang lain. Makna dari suatu kata

didefinisikan sebagai bagian dari hubungan kata itu sendiri dengan kata lain dalam suatu

bahasa (Saeed, 1997:53). Sehingga makna suatu kata dapat dicermati dan didefinisikan

ketika kata itu berdiri dalam suatu kalimat dan bersanding dengan kata-kata yang menyusun

kalimat itu sendiri. Contoh:

(1) Surat itu diletakkan ibu di atas meja.

(2) Dia siap dituntut di meja hijau.

Meja dalam kalimat (1) bermakan harfiah sebagaimana makna di dalam kamus yaitu

perkakas yang memilki bidang datar sebagai daun meja dan kaki sebagai penyangga (KBBI,

1993:570). Sedangkan dalam kalimat (2), meja yang disandingkan dengan kata hijau tidak

berarti perabotan rumah yang berwarna hijau melainkan bermakna pengadilan.

Dalam contoh di atas, dapat kita lihat jika setiap kata memilki tidak hanya satu makna

saja, namun makna yang lain bergantung dimana kata itu berdiri. Kedua makna ini dikenal

dengan makna leksikal dan grammatikal. Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa

sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain, sedangkan makna grammatikal adalah makna

yang menyangkut hubungan intrabahasa atau makna sebagai akibat berfungsinya sebuah

kalimat di dalam kalimat (Djajasudarma, 2009:16). Unsur pembawa makna yang terkecil

yang bersifat gramatikal adalah morfem, maksudnya morfem terikat, seperti afiks atau

imbuhan (Verhaar, 2010: 386). Artinya, jika suatu kata, dalam hal ini kata kerja,

mendapatkan imbuhan baik awalan maupun akhiran atau kedua-duanya maka makna kata itu

dapat berubah atau bergeser dari kata dasarnya.

Leech (1974:38) membagi tipe makna menjadi tujuh yang dapat dikategorikan kedalam

tiga tipe dasar yakni 1) makna konseptual; 2) makna asosiatif, dan 3) makna tematik. Yang

tergabung dalam makna asosiatif antara lain makna konotatif (makna kiasan atau makna tak

sebenarnya), makna stilistik (makna yang berhubungan dengan keadaan sosial penggunanya),

makna afektif (makna yang berasal dari perasaan atau tingkah laku penuturnya), makna

refleksi (makna kiasan dari ungkapan yang sama), dan makna kolokatif (makna yang timbul

dari asoasiasi makna kata yang berbeda).

Karena makna memiliki intensitas untuk berubah-ubah baik bersandingan dengan kata

lain atau berdiri sendiri, maka makna juga dapat berubah tergantung siapa pemakainya.

3

Page 4: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Adakalanya suatu bahasa memiliki pencitraan arti yang berbeda-beda di suatu daerah dengan

daerah lain. Tiap-tiap masyarakat bahasa belajar dari tetangga-tetangganya. Barang-barang,

baik alami maupun buatan, diteruskan dari satu masyarakat ke masyarakat lain, begitu pula

pola-pola perbuatan,... (Bloomfield, 1933:430). Dari sini dapat kita lihat bahwa bahasa

sebagaimana bagian dari kehidupan bermasyarakat memiliki tendensi untuk dipakai tidak

hanya oleh masyarakat asal tetapi juga diteruskan ke sekelompok masyarakat yang lain.

Bahasa induk dari Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu, sebagaimana bahasa

Malaysia. Namun, seiring dengan perkembangan jaman beberapa bahasa asing seperti,

Bahasa Inggris, Bahasa China, Bahasa Belanda atau Bahasa Arab banyak menyumbangkan

kosa kata mereka dalam perbendaharaan kata Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan

ketiadaan kata dalam Bahasa Indonesia untuk menyebut budaya dari asal bahasa tersebut.

Untuk itu, masyarakat Indonesia menggunakan bahasa tersebut dan digunakannya terus

menerus hingga berlangsung saat ini. Perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan

penuturnya sebagai pemakai bahasa (Djajasudarma, 2009:75). Perkembangan bahasa ini

kemudian dapat disebut dengan pinjaman bahasa. Pengambilan ciri-ciri yang berbeda dengan

ciri-ciri tradisi dasar adalah pinjaman bahasa (Bloomfield,1933:429)

Peminjaman bahasa sebenarnya merupakan fenomena kebahasaan yang diakibatkan oleh

kontak bahasa. Di dalam peristiwa kontak bahasa akan terjadi peminjaman sejumlah unsur

bahasa antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain (Nurhayati, 2010). Jika pengguna

suatu bahasa bersinggungan dengan pengguna bahasa lain dalam jangka waktu yang panjang

dan berkesinambungan maka kemungkinan terjadinya peminjaman bahasa ini sangat besar.

Hal ini karena masing-masing pengguna bahasa menggunakan bahasa ibu mereka untuk

mengungkapkan apa yang ada dalam fikiran mereka dan untuk menggambarkan apa yang ada

dalam dunia mereka. Terlebih, bangsa Indonesia pernah bersinggungan dengan berbagai

bangsa lain dalam kurun waktu yang tidak singkat, sehingga kemungkinan bahasa Indonesia

untuk menyerap dan meminjam bahasa asing sangat besar.

Bloomfield (1933:429-430) membedakan pinjaman bahasa ke dalam pinjaman dialek dan

pinjaman budaya. Pinjaman dialek yang dimaksud Bloomfield disini adalah bahasa yang

berasal dari daerah yang sama namun memilki perbedaan cara pengucapannya saja.

Sedangakan pinjaman budaya adalah bahasa pinjaman dari daerah luar yang memiliki

kebudayaan berbeda.

Pinjaman budaya inilah yang nantinya mempengaruhi perubahan makna dalam suatu

kata. Suatu kata yang memilki ciri-ciri baik morfologis maupun fonologis yang sama dapat

4

Page 5: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

memilki makna yang berbeda karena penggunanya berbeda-beda. Apalagi jika pengguna

tersebut berasal dari daerah yang memilki perbedaan budaya yang signifikan.

Maka tidak dapat dipungkiri lagi jika makna dapat berubah-ubah seiring budaya yang

melekat oleh pengguna bahasa tersebut. Adapun perubahan makna tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor budaya dalam suatu masyarakat saja, melainkan beberapa faktor sebagaimana

yang diungkapkan Djajasudarma (2009:76) yaitu 1) faktor kebahasaan; 2) faktor sejarah; 3)

sebab sosial; 4) faktor psikologis; 5) pengaruh bahasa asing; dan 6) perubahan akan kata-kata

baru.

Sedangkan Palmer dalam bukunya Semantics (1981) menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi perubahan makna antara lain; 1) terjadi karena adanya

kesempatan; 2) kebutuhan akan kata baru; 3) kata-kata ilmiah; dan 4) tabu, baik tabu karena

unsur takut, menghaluskan, maupun kesopanan atau menghindari ungkapan asusila. Namun,

dari berbagai faktor-faktor diatas secara garis besar dapat kita tarik kesimpulan jika

perkembangan makna bahasa digolongkan menjadi dua yakni perluasan makna (broadened

meaning) dan penyempitan makna (narrowed meaning).

Keduanya dapat terjadi karena faktor perbedaan budaya dari kedua pengguna bahasa,

maupun karena faktor kebiasaan yang dilakukan oleh pengguna bahasa pinjaman yang

memakai bahasa semau mereka sendiri, sehingga maknanya bergeser. Bahasa asing yang

dipinjam, dalam hal ini Bahasa Arab, juga dapat bergeser maknanya karena perubahan fonetis

atau luruhnya beberapa fonem sehingga membentuk makna baru. Karena perbedaan latar

belakang budaya dan bahasa yang sangat jauh, sehingga orang Indonesia cenderung

mengucapkan bahasa pinjaman ini dengan bahasa ibu mereka. Sehingga ada kalanya, kata-

kata tersebut melenceng dari pengucapan yang sebenarnya dan pada akhirnya menimbulkan

perbedaan arti.

Jika bangsa yang meminjam relatif tahu benar tentang bahasa yang meminjamkan, atau jika kata-kata yang dipinjam cukup banyak, maka bunyi-bunyi asing yang akustiknya jauh berbeda dengan setiap fonem bahasa ibu, mungkin dipertahankan dengan cara mengucapkannya sedikit banyak tepat sehingga melanggar sistem fonetis bahasa ibu (Bloomfield, 1933: 432)

Sebagaimana pernyataan Bloomfield di atas, bahwa jika bangsa yang meminjam bahasa

tersebut tahu dengan pasti bahasa aslinya, maka pengucapannya akan dipertahankan.

Sayangnya, bahasa Arab yang diperoleh rakyat Indonesia dahulunya diterima oleh kaum

pedagang dan rakyar jelata karena adanya hubungan perdagangan maupun tali perkawinan

sehingga bahasa asing ini diucapkan sebagaimana yang mereka dengar dari telinga mereka,

5

Page 6: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

entah itu tepat pengucapannya maupun tidak. Sebagai contoh nama-nama dalam bahasa Arab

seperti “’aisyah” dimana huruf /’a/ ditulis dengan huruf /’ain/ dalam Bahasa Arab.

Pengucapan huruf /’ain/ ini tidak ada dalam artikulasi Bahasa Indonesia begitu juga artikulasi

huruf /sy/ yang dalam bahasa arabnya ditulis dengan huruf /syin/ tidak ada dalam bahasa

Indonesia. Sehingga pengucapannya disesuaikan dengan bahasa ibu mereka dan nama

“’aisyah” diucapkan dengan “ngaisah”. Huruf /’ain/ diganti dengan /nga/ dan /sy/ dengan /s/.

Bentuk pinjaman dapat mengalami perubahan-perubahan fonetis yang terjadi sesudah

diambil (Bloomfield, 1933:435). Sebagian besar pengaruh orang-orang terpelajar juga

membuat pengucapan menjadi kurang tepat (Bloomfield, 1933:433). Mengapa orang

terpelajar berperan dalam salah pelafalan bahasa pinjaman ini? Mulanya orang-orang

terpelajar ini menggunakan bahasa asing untuk dipinjam dalam mengungkapkan apa yang dia

fikirkan. Namun, mereka cenderung melafalkan bahasa asing ini sebagaimana pelafalan pada

bahasa ibu mereka. Sehingga unsur-unsur fonetis dari bahasa asing cenderung dilanggar oleh

mereka. Hal ini menyumbangkan kesalah-lafalan pada bahasa pinjaman yang berlangsung

hingga saat ini.

3. RELATIVITAS BAHASA

Penjelasan di atas dapat kita cermati sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh dua ilmuwan

bahasa yakni Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Sapir menyatakan bahwa kita hidup

dalam dunia yang berbeda dengan pengguna bahasa yang berbeda pula, sebagaimana

pernyataannya berikut ini:

Human beings do not live in the objective world alone, nor alone in the world of social activity as ordinarily understood, but are very much at the mercy of the particular language which has become the medium of expression for their society (...) The worlds in which different societies live are distinct worlds, not merely the same world with different labels attached (Sapir 1929, hlm.209 dalam Sampson 1980:82-83)

Sebagaimana pernyataan Sapir diatas bahwa bahasa mencerminkan masing-masing pola

pikir dan budaya masyarakat. Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang

memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama (Widhiarso:

2005). Bahasa merupakan hubungan antara masyarakat, budaya dengan dunia yang mereka

diami dimana bahasa tersebut digunakan. Sehingga tidak ada bahasa yang universal karena

bahasa itu mewakili dunia penggunanya masing-masing.

6

Page 7: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Sebelumnya, Wilhelm von Humboldt dirujuk sebagai Bapak Relativitas Bahasa.

Menurut filusuf ini, terdapat hubungan yang erat antara masyarakat, bahasa, dan budaya.

Dalam pandangan Humboldt suatu bahasa secara mutlak menentukan pola pikir penuturnya.

(Kadarisman, 2008:2).

Setelah adanya teori Relativitas Bahasa dari Humboldt, di Amerika Serikat, seorang

ahli bahasa yakni Franz Boas juga dikenal karena penelitiannya dalam bidang Relativitas

Bahasa. Dari penelitiannya tersebut, Boas menyatakan bahwa tak ada bahasa dengan tipe

ideal, yang dapat dijadikan model bagi bahasa-bahasa alamiah yang ada. Relativitas bahasa

begitu mutlak, sehingga tak ada ruang bagi universalitas bahasa (Kadarisman, 2008:3).

Pandangan Boas ini kemudian diwariskan kepada muridnya Edward Sapir. Dan dari

Sapir pandangan ini diwarisi juga oleh muridnya, Benjamin Lee Whorf. Di masa sekarang

pembicaraan tentang relativitas bahasa dan juga tentang bahasa dan budaya selalu dikaitkan

dengan Hipotesis Sapir-Whorf (Kadarisman, 2008:3). Karena pandangan Sapir belumlah

sempurna hingga muridnya Whorf meneliti bahasa Amerika-Indian yang meyakinkan dan

membuktikan pandangan Sapir ini (Sampson, 1980:83). Hingga saat ini relativitas bahasa

lebih dikenal dengan Hipotesis Sapir-Whorf.

Secara sederhana dinyatakan, Hipotesa Sapir-Whorf berbunyi bahwa isi sebuah

bahasa secara langsung berhubungan dengan isi kebudayaan dan susunan bahasa secara

langsung berhubungan susunan sebuah kebudayaan (Aniq, 2010).  

Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan

pikiran. Dua hipotesis itu antara lain:

Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual (Widhiarso, 2005).

Dari hipotesis Sapir-Whorf yang pertama tentang Relativitas Bahasa dapat kita simak, bahwa

perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan cara berfikir pemakai bahasa tersebut. Suatu

bahasa mencerminkan pola pikir dan budaya pengguna bahasa tersebut. Sehingga, keragaman

bahasa juga menggambarkan keragaman berfikir masyarakat satu dengan yang lainnya.

Bahasa ibu mencerminkan budaya, dan serangkaian pola berpikir dan berperilaku dalam

suatu masyarakat. Dalam Relativitas Bahasa (Linguistics Relativity) dinyatakan bahwa

perbedaan simbol-simbol pada suatu bahasa adalah unik terhadap bahasa itu sendiri, dan

bahwa tak ada batas pada keragaman struktural bahasa (dalam interpretasi Aniq, 2010). 7

Page 8: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Whorf juga menyatakan bahwa jika terdapat beberapa bahasa yang sama (dalam hal

ini bentuk leksikal dan grammatikal formalnya), namun terdapat paling tidak sedikit saja

perbedaan kognitf dari bahasa tersebut (at

http://plato.stanford.edu/entries/relativism/supplement2.html). Disini Whorf memandang, jika

terdapat bahasa yang sama baik bentuk leksikal, grammatikal, maupun strukturnya, paling

tidak dari kedua bahasa yang dibandingkan tersebut terdapat perbedaan kognitif dari

pengguna bahasa tersebut.

Sapir-whorf juga menyatakan bahwa, bahasa ibu menyediakan suatu rangkaian yang

berubah-ubah namun tepat untuk untuk mengkategorikan pengalaman dalam dunia

penggunanya (Sampson, 1980:102). Sehingga, pada dasarnya tidak ada bahasa yang lebih

baik dari bahasa yang lain, begitu juga tidak ada bahasa yang buruk dari bahasa yang lain.

Karena bahasa merupakan suatu kumpulan yang lengkap dan sempurna bagi penggunanya

untuk menggambarkan dunianya masing-masing.

4. PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERUBAHAN MAKNA

Sebagimana hipotesa Sapir-Whorf dalam lingusitic relativity atau Relativitas Bahasa yang

pada intinya menyatakan bahwa perbedaan bahasa mempengaruhi perbedaan cara berfikir

seseorang maka dapat kita tarik benang merah bahwa perbedaan bahasa juga disebabkan

karena perbedaan budaya. Pola berfikir masyarakat menentukan budaya seperti apa yang

muncul dalam suatu golongan masyarakat. Hal ini karena pola fikir menentukan pola perilaku

bersikap dan bertutur dalam suatu golongan masyarakat.

Berkaitan dengan perubahan bahasa inilah kita dapat mencermati perubahan makna

yang terjadi dalam Bahasa Indonesia, khususnya dari bahasa asing yang dalam makalah ini

diambil contohnya yaitu Bahasa Arab. Kata-kata yang berasal dari Bahasa Arab yang

dipinjam dan digunakan secara umum oleh orang Indonesia tidak kurang dari 250 kata

(http://arabic.web.id/kata-serapan-bahasa-arab/). Lebih dari itu, masih banyak kata-kata yang

diserap namun tidak digunakan dalam konteks yang luas dan umum oleh orang Indonesia.

Metode yang dihimpun adalah dengan membandingkan kedua unsur bahasa baik yang

mengalami perubahan pelafalan maupun tidak namun mengalami pergeseran makna yang

disebabkan karena perbedaan budaya dari masing-masing pengguna bahasa ini. Perbedaan

budaya yang dimaksud disini adalah karena ketiadaan unsur dalam satu bangsa pada bangsa

yang lain, maupun karena kebiasaan pemakaian atau salah kaprah yang terjadi dalam jangka

8

Page 9: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

waktu yang lama.Sehingga pada kata pinjaman yang tidak mengalami perubahan makna tidak

dicantumkan pada objek penelitian ini.

Berikut ini, kata-kata serapan Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab akan dicantumkan berikut

keterangan akan perubahan maknanya.

4.1 Perubahan makna dari konsep konkret ke konsep abstrak

a) Badaniyyah (Ar) (بدانية) = badan, tubuh, bersifat jasmani

Badan (Ind) = tubuh, awak, sekumpulan orang yang berkumpul untuk mengerjakan

sesuatu hal/ tujuan yang sama

b) Bathin (Ar) (بطن) = samar, tersembunyi, di dalam segala sesuatu

Batin (Ind) = yang terdapat di dalam hati, mengenai jiwa

Berdasarkan data yang ditemukan, terdapat perubahan makna dari konsep kata yang

ditujukan untuk hal yang konkret menjadi hal yang abstrak. Kedua kata yang ditemukan

bersifat ragawi atau jasmaniyah. Untuk kata badan yang diserap dari kata badaniyyah

merupakan bentuk perluasan makna. Dalam bahasa arab, kata badaniyyah hanya digunakan

untuk referen yang berhubungan dengan jasmani atau yang berhubungan dengan fisik

seorang manusia. Namun, ketika diserap dalam bahasa Indonesia kata badan digunakan juga

untuk menyatakan suatu kumpulan yang bersekutu dalam satu tujuan yang sama. Begitu juga

dengan kata batin, yang berasal dari kata bathin yang dalam bahasa asalnya hanya untuk

menyatakan letak sesuatu hal yang berada di dalam atau tersembunyi. Namun, dalam bahasa

Indonesia diserap menjadi lawan kata lahir, yakni batin atau apa saja yang ada di hati

(perasaan).

4.2 Perubahan makna dari konsep abstrak ke konsep konkret

a) Wasatho (Ar) (وسط) = tengah, pertengahan

Wasit (Ind) = penengah, pemimpin, penentu dalam pertandingan olah raga

b) Qoroba (Ar) (قرب) = berati dekat (untuk menyatakan jarak atau hubungan)

Kerabat (Ind) = keluarga, sahabat, dan sanak keluarga

Akrab (Ind) = dekat, erat (dalam konteks pertemanan atau persahabatan)

9

Page 10: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Dari kedua data yang ditemukan, keduanya merupakan bentuk simbol leksikal untuk

menyatakan jarak antara satu tempat dengan tempat yang lain. Namun, dalam Bahasa

Indonesia penggunaanya lebih ditekankan ke dalam referen yang lebih konkret yaitu orang

yang-. Jadi, untuk kata qoroba yang berarti dekat diartikan ke dalam orang yang dekat dan

dalam Bahasa Indonesia diasosiasikan kedalam hubungan keluarga dan sanak saudara. Dan

untuk kata wasatho yang berarti penengah diartikan orang yang menengahi. Namun, dalam

Bahasa Indonesia lebih dimaknai sebagai orang yang menengahi khususnya dalam bidang

pertandingan.

4.3 Perubahan makna yang tidak mengacu makna sebenarnya

a) Jildun (Ar) (جلد) = pencambukan, penjilidan

Jilid (Ind) = penggalan bagian buku, penjahitan buku

b) Ahli (Ar) (اهل) = famili, keluarga, kerabat

Ahli (Ind) = orang yang mahir, atau paham sekali dalam suatu ilmu atau bidang

Tipe perubahan makna pada jenis ini, bahasa pinjaman tidak memiliki makna yang memiliki

asosiasi atau referen yang sama dengan bahasa asal. Tidak jelas mengapa antara kedua bahasa

tidak memiliki makna yang berhubungan. Namun, dapat kita cermati dari ketiga contoh

tersebut merupakan bentuk arbitrer atau sifat manasuka dari masing-masing bahasa.

Sehingga, penggunaan pada bahasa asli dengan bahasa pinjaman tidak memiliki kaitan sama

sekali. Untuk kata jildun yang berarti hukum cambuk di negara Arab, karena di Indonesia

tidak berlaku hukum cambuk maka digunakan kata jilid untuk menyebut istilah penjilidan

atau pengelompokan buku. Karena dalam hukum jilid di Arab, alatnya menggunakan sapu

lidi yang dikumpulkan menjadi satu terdiri dari 100 atau lebih sapu lidi. Dan hal inilah yang

mendasari penjilidan dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga untuk kata ahli yang berarti famili

dan diterjemahkan kedalam orang yang piawai dalam bidang tertentu.

4.4 Perubahan makna karena menyesuaikan dengan keadaan pada pengguna bahasa

a) Ibtidaiyyah (Ar) (ابتدائية) = yang pertama, permulaan

Ibtidaiyah (Madrasah) (Ind) = sekolah berbasis islam setara SD

b) Tsanawiyyah (Ar) (ثنوية) = yang kedua, sekolah menengah

Tsanawiyah (Madrasah) (Ind) = sekolah berbasis islam setara SMP

10

Page 11: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

c) Aliyyah (Ar) (ة� yang tertinggi, perguruan tinggi = (علي

Aliyah (Madrasah) (Ind) = sekolah berbasis islam setara SMA

d) Madrosah (Ar) (مدرسة) = sekolah

Madrasah (Ind) = sekolah atau perguruan (biasanya berdasarkan agama islam)

Dari data-data yang ditemukan diatas, Bahasa Arab yang dipinjam oleh Bahasa Indonesia ini

dipakai untuk mengungkapkan istilah yang dipakai pada lembaga pendidikan di Indonesia,

khususnya yang berbasis islami. Sedangkan dalam Bahasa Arab digunakan untuk

menyatakan tingkat baik pada sekolah maupun lembaga lain, walaupun kebanyakan

digunakan untuk tingkat sekolah. Begitu juga kata madrasah yang berarti sekolah, namun

dalam Bahasa Indonesia konteksnya lebih kepada sekolah yang menggunakan kurikulum

islam. Kata-kata ini masih dipakai meskipun dalam bahasa Indonesia sudah terdapat kata

SMA, SMP, maupun SD. Hal ini untuk membedakan mana yang umum dan mana yang

islami. Untuk menyesuaikan keadaan pendidikan yang ada di Indonesia, kata-kata yang

dipinjam tidak digunakan secara langsung namun memiliki sedikit perbedaan saja. Sebagai

contoh kata Madrasah Aliyyah yang dalam bahasa asal bermakna perguruan tinggi, tidak

digunakan pada perguruan tinggi di Indonesia karena sudah terdapat bahasa pinjaman lain

yaitu kata Universitas.

4.5 Perubahan makna karena asosiasi pengguna bahasa pinjaman

a) Wujudun (Ar) (وجود) = ada ditemukan (baik itu benda abstrak maupun konkret)

Wujud (Ind) = benda yang nyata, ada rupa dan bentuknya

b) Lughoh (Ar) (لغة) = bahasa (yang digunakan untuk komunikasi)

Logat (Ind) = cara mengucapkan kata-kata atau aksen

c) ‘Aqobah (Ar) ) (عقبة= kesudahan, atau hukuman

Akibat (Ind) = sesuatu yang menjadi hasil dari segala sesuatu atau kesudahan

(intensitasnya negatif)

d) Ashlu (Ar) (اصل) = pangkal

Asal (Ind) = keadaan (tempat, wujud, rupa, dsb) yang semula,mula-mula sekali,

e) Hamilun/hamala (Ar) (حمل) = membawa

Hamil (Ind) = mengandung, bunting

11

Page 12: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

f) Lazim (Ar) (لزم) = yang perlu sekali, tak dapat dihindari

Lazim (Ind) = sudah biasa, sudah umum, menjadi kebiasaan

Tidak jauh berbeda dengan tipe-tipe perubahan makna yang sebelumnya, pada perubahan

jenis ini, kata serapan digunakan dalam konteks yang lebih sempit dari makna aslinya. Kata-

kata yang memiliki makna luas kemudian hanya digunakan pada hal-hal tertentu yang lebih

spesifik. Seperti kata hamilun yang berarti membawa, digunakan untuk menyebut seseorang

yang sedang mengandung (membawa) jabang bayi pada tubuh mereka. Begitu juga untuk

kata ashlu yang berarti pangkal diserap menjadi kata asal yang berarti keadaan awal atau

keadaan semula dengan kata lain merupakan pangkal dari segala sesuatu.

4.6 Perubahan makna karena adanya hubungan religi antara kedua bahasa

a) Aqad (Ar) (عقد) = dalam bahasa arab bermakna perjanjian atau kontrak

Akad (Ind) = janji namun, lebih pada konsep janji nikah

b) Waliy (Ar) (ولى) = dekat dengan, menguasakan atau memerintahkan kepada

Wali (Ind) = orang yeng menurut hukum ditugasi untuk mengurus harta anak yatim,

atau pendamping pengantin wanita.

c) Kitabun (Ar) (كتاب) = buku (dalam konteks apapun)

Kitab (Ind) = wahyu Tuhan yang dibukukan, buku yang menjadi pegangan penting

d) ‘Ayah (Ar) (اية) = tanda

Ayat (Ind) = beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian dari

kitab suci Alqur’an

e) Barokah (Ar) (بركة) = kenikmatan, kebahagiaan

Berkah (Ind) = karunia Tuhan yang membawa kebahagiaan dalam hidup, pengaruh

baik

f) Da’wah/da’watun (Ar) (دعوة) = do’a, ajakan, seruan, panggilan, permintaan

Dakwah (Ind) = penyiaran, mengajak untuk mengajari dan mengamalkan ajaran

agama

g) Fithroh (Ar) (فطرة) = sifat pembawaan yang ada sejak lahir,

Fitrah (Ind) = sedekah wajib berupa makanan pokok, sifat asal, kesucian

h) Tholaq (Ar) (طالق) = lepas/pisah dari ikatannya

12

Page 13: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Talak (Ind) = perceraian dalam hukum islam yang dijatuhkan suami atas istri

i) Ruju’ (Ar) (رجوع) = kembali, pulang

Rujuk (Ind) = kembalinya suami kepada istri yang telah dijatuhi talak

j) Imsak (Ar) (امسك) = menahan diri dari

Imsak (Ind) = waktu mulai berpuasa setelah makan sahur

k) Khusyu’ (Ar) (خسع) = tunduk, takut, menyerah

Khusyu’ (Ind) = sungguh-sungguh, penuh penyerahan dan kebulatan hati

Perubahan makna pada data-data yang ditemukan di atas merupakan istilah atau simbol

leksikal yang digunakan karena pengaruh ajaran dan budaya yang diajarkan pada tradisi

Islam. Di satu sisi, bahasa Arab yang digunakan tersebut sebenarnya merupakan bahasa

keseharian, namun hal ini kemudian berakar kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas

penduduknya beragama Islam. Mereka mengasosiasikan istilah yang digunakan tersebut

untuk merujuk pada satu referen yang sifatnya lebih spesifik sebagaimana ajaran dan budaya

yang telah diwariskan dari nenek moyangnya. Seperti kata imsak yang dalam bahasa aslinya

bermakna menahan diri (dari apapun) karena digunakan untuk menyebut waktu dimana kita

memulai menahan untuk tidak makan saat bulan puasa, maka imsak diartikan waktu dimana

kita harus menahan diri untuk tidak (boleh) makan setelah waktu sahur.

4.7 Perubahan makna akibat penyesuaian budaya pemakai bahasa

a) Ahad (Ar) (احد) = satu

Ahad = minggu,

b) Isnaini (Ar) (اثنين) = Dua

Senin = menyatakan nama hari

c) Tsalaasun (Ar) (ثالث) = tiga

Selasa = nama hari

d) Arba’un (Ar) (اربع) = empat

Rabu = nama hari

e) Khomsun (Ar) (خمس) = lima

Kamis (Ind) = nama hari

f) Jum’ah (Ar) (جمعة) = didirikan sholat jum’at

13

Page 14: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Jum’at (Ind)= hari jum’at

g) Sab’atun (Ar) (سبعة) = tujuh

Sabtu (Ind) = nama hari

Yang dimaksud dengan menyesuaikan budaya para pemakai bahasa adalah kata serapan tidak

serta merta digunakan untuk menunjuk referen yang sama. Hal ini karena ketiadaan unsur

pada pengguna bahasa. Yakni, jika dalam Bahasa Arab penggunaan angka-angka ini untuk

menyatakan nama hari, dalam Bahasa Indonesia hari yang dikenal dimulai dari hari Senin,

Hal ini terpengaruh dengan ajaran Negara Barat, seperti Inggris pada jaman dahulu, karena

hari pertama memulai bekerja hari Senin dan Minggu (Ahad) merupakan hari terakhir dalam

seminggu. Kata Jum’ah yang berarti hari dimana orang-orang, khusunya kaum muslimin

melaksanakan sholat Jum’at disebut dengan hari Jum’at dan bukan tsadisun yang berarti hari

ke enam. Sehingga, kata Ahad jarang dipakai dari pada hari Minggu, hal ini untuk mencegah

adanya penyebutan hari Ahad sebagai hari yang pertama dalam seminggu dalam Bahasa

Indonesia.

4.8 Perubahan makna dari konsep non-formal ke formal

a) Majlis (Ar ) (مجلس) = tempat duduk, tempat berkumpul

Majlis (Ind) = dewan atau atau rapat yang mengemban tugas kenegaraan tertentu dan

terbatas

b) Kuliyyah (Ar) (كلية) = Sekolah tinggi, fakultas, college

Kuliah (Ind) = mengikuti pelajaran di perguruan tinggi, (banyak diartikan seperti

ceramah)

c) Babun (Ar) (باب) = pintu, pembagian dalam bab-bab/bahasan

Bab (Ind) = bagian isi buku dibagi atas pasal-pasal

c) Faslun (Ar) (فص::ل) = yang memisahkan antara dua perkara/ barang,

bagian/seksi/kelas.

Pasal (Ind) = bab, pokok pembicaraan, artikel dalam undang-undang

Perubahan makna pada jenis ini, merupakan bentuk perubahan dari tempat atau simbol

leksikal yang umum ke khusus. Dengan kata lain, perubahan jenis ini merupakan bentuk

penyempitan makna. Antara bahasa asli dengan bahasa pinjaman memiliki referen yang tidak

jauh berbeda. Hanya saja penggunaan dalam bahasa Indonesia kata-kata serapan tersebut

hanya digunakan pada konteks yang lebih formal atau berlaku hanya pada satu bidang saja,

14

Page 15: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

seperti pasal banyak digunakan dalam KUHP atau bidang peradilan. Juga kata kuliah yang

digunakan untuk menyebut pelajaran pada perguruan tinggi atau perkataan dari seseorang

yang bersifat negatif.

4.9 Pergeseran (penyempitan) makna

a) Daftarun (Ar) (دفتر) = buku, buku tulis,

Daftar (Ind) = catatan sejumlah nama atau hal yg disusun berderet, dari atas ke bawah

b) Ashliyun (Ar) (اصلى) = yang mula-mula, yang dahulu

Asli (Ind) = tulen, murni, bukan salinan, tak ada campurannya

c) Safar (Ar) (سفر) = perjalanan

Safari (Ind) = perjalanan jarak jauh (konteksnya bertamasya)

d) ‘Alamah (Ar) (عالمة) = tanda, alamat untuk menyatakan sesuatu baik yang abstrak

mapun konkret

Alamat (Ind) = tanda, sasaran atau tujuan (untuk menyatakan nama atau tempat yang

dituju)

e) Kalimah (Ar) (كلمة ( = kata

Kalimat (Ind) = rangkaian kata-kata yang membentuk satu kesatuan dalam

mengungkapkan ide.

Data-data yang dikumpulkan pada perubahan jenis ini merupakan bentuk penyempitan

makna. Antara makna asli dengan dengan makna bahasa pinjaman memilki referen yang

sama, namun perbedaanya hanya lingkup dan kajiannya yang lebih dikhususkan pada hal-hal

yang lebih spesifik saja pada bahasa peminjam. Seperti kata alamah yang ditransliterasi

dengan kata alamat. Dalam bahasa arab, alamah digunakan untuk menyatakan tanda, alamat,

atau tujuan yang akan dituju baik itu abstrak maupun konkret. Namun, penggunaan dalam

bahasa Indonesia dikhususkan untuk menunjukkan nama, tempat, atau tempat tinggal

seseorang.

5 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa yang telah diperoleh, kebanyakan bahasa serapan dari Bahasa Arab

mengalami penyempitan makna dan hanya beberapa saja yang mengalami perluasan makna.

15

Page 16: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Hal ini tidak lepas karena pengaruh ajaran dan tradisi dari nenek moyang karena mayoritas

penduduk Indonesia adalah agama Islam yang ajaran asalnya berasal dari negara Arab. Kata-

kata yang pada dasarnya bermakna umum pada bahasa aslinya, mengalami penyempitan

makna dalam Bahasa Indonesia karena digunakan hanya untuk menyatakan referen tertentu

sebagaimana ajaran agama. Hal ini menunjukkan eksistensi Relativitas Bahasa sebagaimana

yang dikemukakan oleh Sapir-Whorf. Meskipun kedua bahasa memiliki simbol leksikal yang

sama atau hampir sama ciri morfologis dan fonologisnya, pada tataran kognitifnya terdapat

sedikit perbedaan karena adanya perbedaan pengguna bahasanya.

DAFTAR PUSTAKA

Aniq, M. 2010. Mengadili Hipotesa Sapir-Whorf. 27 September 2010. Dikutip dari

http://ikippgrismg.ac.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=129:mengadili-hipotesa-sapir-

whorf&catid=45:artikel&Itemid=91

Bloomfield, L. 1933. Language. Diterjemahkan oleh I. Sutikno Bahasa 1995. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Djajasudarma, F. 2009. Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: Refika Aditama.

Kadarisman, A. Effendi. 2008. Hipotesis Sapir-Whorf dan Ungkap Verbal Keagamaan.

Dikutip dari http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/002-Hipotesis-Sapir-

Whorf-MLI-(hipotesis ungkap verba)

Leech, G. 1974. Semantics. Diterjemahkan oleh Paina Partana Semantik 2003. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Munawwir, A.W. 1984. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Yogyakarta:

Pustaka Progressif

Nurhayati. 2010. Pengaruh Teknologi Mesin Terhadap Perubahan Penggunaan Kosa Kata di

Bidang Pertanian. Dalam Parole Jurnal Linguistik dan Edukasi. Oktober 2010. Vol 1:

Hal 34. Semarang: Program Studi Magister Linguistik Universitas Diponegoro

Semarang.

Palmer, F.R. 1981. Semantics. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Saeed, J.I. 1997. Semantics. Oxford: Blackwell Publishing.

Sampson, G. 1980. Schools of Linguistic. Stanford: Stanford University Press.

Verhaar. J.W.M. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

16

Page 17: Teori Sapir-Whorf  dalam Bahasa Serapan

Widhiarso, W. (2005). Pengaruh bahasa terhadap pikiran kajian hipotesis Benyamin Whorf

dan Edward Sapir. Dikutip dari http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/h-33/pengaruh-bahasa-

terhadap-pikiran.html

_________. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

_________ . 2010 . The Linguistic Relativity Hypothesis. Dikutip dari

http://plato.stanford.edu/entries/relativism/supplement2.html

http://arabic.web.id/kata-serapan-bahasa-arab/

*) Athiyah Salwa

Mahasiswa Program Magister Linguistik UNDIP Semarang

E-mail: [email protected]

CP: 085 641 028 528

17