tesis efektifitas penerapan discharge planning …
TRANSCRIPT
TESIS
EFEKTIFITAS PENERAPAN DISCHARGE PLANNING
TERHADAP AVERAGE LENGTH OF STAY (AvLOS),
HOSPITAL COSTS
PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
The Effectivity of Discharge Planning Implementation to Average Length of
Stay (AvLOS) and Hospital Cost Patient with Congestive Heart Failure at
Inpatient Room of Wahidin Sudirohusodo Hospital
OLEH
WENY ANGGRAINI ADHISTY
P4200214034
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ABSTRAK
WENY ANGGRAINI ADHISTY. Efektifitas Penerapan Discharge Planning
terhadap Average Length of Stay (AvLOS) dan Hospital Cost pada pasien dengan
Congestive Heart Failure di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo (dibimbing oleh Saldy Yusuf dan Cahyono Kaelan)
Penelitian ini bertujuan mengetahui Efektifitas Penerapan Discharge Planning
terhadap Average Length of Stay (AvLOS) dan Hospital Cost pada pasien dengan
Congestive Heart Failure (CHF). Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah quasy eksperimen post test only non equivalent control
group. Sampel penelitian sebanyak 36 responden yang terdiri dari 18 kelompok
intervensi dan 18 kelompok kontrol. Data dianalisis dengan menggunakan 2
metode, yaitu uji statistik Mann Withney untuk data numerik dan uji Fisher’s
Exact Test untuk data kategorik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Efektifitas penerapan
discharge planning secara signifikan terhadap AvLOS dan Hospital Cost pada
pasien dengan CHF dengan nilai p < 0.05 dimana nilai Mean AvLOS kelompok
intervensi yakni 4.83 hari jauh lebih singkat daripada Mean AvLOS kelompok
kontrol memanjang hingga 8.28 hari dengan tingkat kemaknaan p= 0.015. Hal ini
juga berimplikasi terhadap Hospital Cost dimana mean kelompok kontrol jauh
lebih besar yakni Rp. 6.798.659,22 sedangkan pada kelompok intervensi sebesar
Rp. 3.291.754 dengan tingkat kemaknaan p= 0.001.
Kata Kunci: Average Length Of Stay (AvLOS), Discharge Planning, Hospital
Cost, Congestive Heart Failure
ABSTRACT
WENY ANGGRAINI ADHISTY. The Effect of Discharge Planning
Implementation to Average Length of Stay (AvLOS) and Hospital Cost patients
with Congestive Heart Failure at Inpatient Room of Wahidin Sudirohusodo
Hospital (Supervised by Saldy Yusuf and Cahyono Kaelan)
The aim of the research was to determine the effect of Discharge Planning
Implementation to Average Length of Stay (AvLOS) and Hospital Cost patients
with Congestive Heart Failure (CHF). The research used quasy experiment post
test only non equivalent control group design. The sample was 36 respondents
consisting of 18 intervention groups and 18 control groups. Data were analyzed
using two methods, Mann Withney statistical test for numerical data and Fisher's
Exact Test for categorical.
The results showed that there was significant effect of discharge planning
implementation on AvLOS and Hospital Cost patients with CHF with p Value <
0.05 where the mean value of AvLOS group of intervention group 4.83 days was
much shorter than the mean AvLOS control group extending up to 8.28 days with
significance level = 0.015. This also has implications for Hospital Cost where the
mean control group is much larger that is Rp. 6,798,659.22 while in the
intervention group of Rp. 3,291,754 with significance level p = 0.001.
Keywords: Average Length Of Stay (AvlOS), Discharge Planning, Hospital Cost,
Congestive Heart Failure
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah Satu indikator mutu pelayanan kesehatan adalah pemberian asuhan
keperawatan termasuk di rumah sakit. Proses asuhan keperawatan itu sendiri
secara berkesinambungan dimulai dari pengkajian sampai evaluasi
perkembangan pasien mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan (Sitorus,
2011). Salah satu aplikasi manajemen keperawatan guna meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan melalui penerapan discharge planning secara
berkesinambungan sejak pasien dirawat pertama kali di ruang rawat inap
sampai pasien rencana pulang (Abdullah, 2015).
Dikutip dalam National Council of Social Service (NCSS) tahun 2006
bahwa perencanaan pulang merupakan suatu lembar pencatatan perencanaan
pulang yang disusun oleh perawat meliputi intervensi keperawatan pasien
yang melibatkan pasien dan keluarga serta lingkungan masyarakat. Dalam
pemberian discharge planning peran perawat sangat berpengaruh dimana
proses pengobatan dan perawatan pasien secara berkesinambungan
membutuhkan tingkat pengetahuan dan keterampilan perawat yang baik
(Rondhianto, 2008).
Pemberian discharge planning yang dimaksud adalah sejak pasien baru
masuk, menjalani perawatan dan persiapan kembali ke rumah, dimana
kemampuan pasien dan keluarga dalam menanggulangi penyakitnya
berpotensi mengurangi length of stay, resiko keparahan (severity) dan resiko
dirawat kembali ke rumah sakit (readmission) dalam rentan waktu 30 hari
serta mengurangi biaya rumah sakit (Krantz et al., 2006). Hal senada
ditunjukkan pada hasil penelitian Bowers & Cheyne (2016) bahwa pemberian
discharge planning mampu memendekkan lama hari rawat/ length of stay
(LOS) dari 36 jam menjadi 30 jam dan mampu menghemat biaya sebesar
£117. Penelitian lain oleh Baghae, et.al (2016) menunjukkan bahwa melalui
penerapan discharge planning berkesinambungan sejak pasien masuk di
ruang rawat inap hingga persiapan pulang secara signifikan mampu
mengurangi kecemasan pasien dan meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga terkait kondisi kesehatan pasien dengan masalah jantung sehingga
mampu mempercepat proses perawatan di rumah sakit. Hasil penelitian
Pemila (2011) juga menunjukkan bahwa pemberian discharge planning
mampu memendekkan rata-rata lama hari rawat pasien (AvLOS)
Dengan demikian, secara umum discharge planning mampu menurunkan
AvLOS dan hospital cost, disisi lain pelayanan keperawatan di rumah sakit
telah melakukan pemberian discharge planning, namun dalam penerapannya
hanya bersifat seperti pendokumentasian keperawatan, dimana tidak
dilakukan pengkajian awal sejak pasien baru masuk di ruang rawat inap
sampai persiapan pulang hanya berupa pemberian lembar resume
keperawatan yang berisi tentang jadwal kontrol selanjutnya (bila ada),
intervensi medis dan non medis, serta gizi yang harus dipenuhi sejak pasien
kembali ke rumah.
Pemberian dengan cara tersebut dirasakan sangat tidak efektif sebab
tidak sesuai dengan standar penerapan discharge planning sesungguhnya
serta membuat pasien dan keluarga hanya sekedar tahu dan mengingatkan
saja (Abdullah, 2015). Hasil penelitian Liliana (2012) menunjukkan
pemberian discharge planning belum sesuai dengan stadar operasional
prosedur yang ada, dimana mayoritas perawat melakukan discharge
planning/perencanaan pulang hanya pada tahapan akhir (Liliana, 2012). Riset
Kesehatan Dasar (RisKesDas) (2013) mengatakan apabila discharge planning
tidak dilakukan secara optimal maka dapat beresiko terhadap beratnya
penyakit (severity), ancaman hidup dan disfungsi fisik.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2014
menunjukkan bahwa di dunia, sebanyak 17 juta orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Penyakit gagal jantung atau
dikenal dengan Congestive Heart Failure (CHF) tercatat sebagai salah satu
penyakit yang menjadi perhatian dunia, dimana tercatat lebih dari 30% angka
kematian pada tahun 2014 di Negara berkembang akibat penyakit jantung dan
sebanyak 50% penderita CHF pernah menjalani hospitalisasi (WHO, 2015),
dengan kisaran biaya langsung maupun tidak langsung $39,2 juta dimana
biaya perawatan cenderung meningkat pada pasien geriatrik (Wang, 2010).
Di Indonesia, sebanyak 36 juta jiwa atau sebesar 18% dari total penduduk
Indonesia menderita penyakit jantung dan pembuluh darah dan sebagian
besar meninggal secara mendadak dan sebagian kecil meninggal tanpa gejala
penyakit jantung (RisKesDas, 2013).
Hasil perolehan data awal dari pihak rekam medis RS DR. Wahidin
Sudirohusodo bahwa peyakit CHF merupakan 10 penyakit terbanyak di RS
tersebut dengan jumlah penderita yang semakin bertambah setiap tahunnya.
Data awal rekam medis menunjukkan pada tahun 2014 (337 kasus), tahun
2015 (437 kasus) dan data triwulan pertama tahun 2016 (141 kasus) dengan
AvLOS untuk NYHA I-II (5-6 hari), dan NYHA III-IV (23-24 hari) rawat
inap berarti lebih lama dari masa clinical pathway 9-12 hari (NYHA III-IV).
Sebagai salah satu sampel pasien dengan diagnosa CHF NYHA III telah
dirawat selama 34 hari di kelas 2, klaim asuransi kesehatan pasien CHF
NYHA III Rp. 9.790.300 namun Hospital Cost pasien selama 1 episode
perawatan mencapai Rp. 49. 044.736 sehingga pihak RS harus menanggung
selisih biaya sebesar Rp. 39.254.436 (Rekam Medis RS. DR. Wahidin
Sudirohusodo).
Adapun biaya rawat inap untuk pasien CHF beragam berdasarkan derajat
NYHA dan tarif INA-CBGs (2014) dimana RS DR. Wahidin Sudirohusodo
merupakan RS tipe A pada regional 3 maka besar tarif klaim asuransi
terhadap kasus CHF NYHA I-II kelas 1 (Rp. 7.058.000), kelas 2 (Rp.
6.049.200), dan kelas 3 (Rp. 5.041.500). NYHA III, kelas 1 (Rp. 11.422.100),
kelas 2 (Rp. 9.790.300), kelas 3(Rp. 8.157.800), sedangkan NYHA IV kelas 1
(Rp. 14.108.600), kelas 2 (Rp. 12.094.300), dan kelas 3 (Rp.10.007.600)
(Rekam Medis RS DR. Wahidin Sudirohusodo).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah bahwa
pelaksanaan discharge planning berupa pendokumentasian, tingginya angka
prevalensi AvLOS serta tingginya biaya selisih yang harus dibayar pihak RS
maka sangat perlu dilakukan peningkatan penanganan perawatan pasien
termasuk perbaikan dalam pemberian discharge planning sehingga dapat
menekan angka AvLOS dan hospital costs pada pasien CHF.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, maka peneliti merasa perlu
melakukan penelitian terkait “efektivitas penerapan discharge planning
terhadap Average length of stay (AvLOS), hospital costs pada pasien
dengan congestive heart failure (CHF) di ruang rawat inap rumah sakit
DR. Wahidin Sudirohusodo”
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya efektivitas discharge planning terhadap AvLOS pada
pasien CHF di ruang rawat inap RS DR Wahidin Sudirohusodo
b. Diketahuinya efektivitas discharge planning terhadap hospital costs
pada pasien CHF di ruang rawat inap RS DR Wahidin Sudirohusodo
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
dasar evidence bagi perawat terhadap pentingnya program discharge
planning pada pasien CHF
2. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ataupun acuan
bagi penelitian selanjutnya untuk mensintesis ilmu dan teori keperawatan
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi aspek AvLOS dan hospital cost pada
pasien CHF yang menjalani rawat inap melalui penerapan discharge
planning di ruang rawat inap RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menguraikan tinjauan umum tentang average length of stay
(AvLOS), hospital costs, efektivitas, discharge planning, dan congestive heart
failure (CHF) serta tinjauan hasil penelitian dan konsep teori.
A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Umum tentang rata-rata lama hari rawat (AvLOS)
a. AvLOS sebagai indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah
sakit
Menurut Wartawan (2012) mengklasifikasikan indikator untuk
menilai efisiensi pengelolaan rumah sakit ke dalam 4 bagian, yaitu:
1) LOS/AvLOS.
AvLOS adalah jumlah rata-rata lama hari rawat yang dibutuhkan
oleh pasien menjalani perawatan terhitung sejak pasien baru masuk
rumah sakit (admisi) hingga pasien kembali ke rumah (discharge)
baik dalam kondisi hidup maupun meninggal. Adapun cara
menghitung AvLos adalah sebagai berikut:
AvLOS = X:Y
X: Jumlah hari perawatan pasien rawat inap (hidup dan meninggal) di
rumah sakit pada suatu periode tertentu
Y: Jumlah pasien rawat inap yang keluar (hidup dan meninggal) di
rumah sakit pada periode tertentu
Sebelum menghitung nilai AvLOS, terlebih dahulu harus diperoleh
jumlah pasien yang keluar rumah sakit baik hidup ataupun meninggal
dalam periode tertentu melalui catatan setiap hari pasien keluar/masuk
rumah sakit dari masing-masing ruang rawat inap yang mencakup
lama hari rawat inap masing-masing pasien (Depkes RI, 2005). Pada
kasus akut dan kronis akan memerlukan lama hari rawat yang berbeda-
beda, sebagai contoh pada penyakit kronis akan membutuhkan masa
perawatan lebih lama dibandingkan dengan penyakit yang bersifat akut
(Krzysztof, 2011).
2) Turn Over Internal (TOI)
Merupakan lama tempat tidur tidak terisi, hari kosong ini terhitung
antara saat tempat tidur yang ditinggalkan oleh pasien sampai
digunakan kembali oleh pasien berikutnya. Nilai ideal untuk TOI
berkisar antara 1-3 hari
3) Bed Occupancy Rate (BOR)
BOR adalah persentase hunian tempat tidur pada satu waktu
tertentu di unit rawat inap. Standar nilai ideal BOR menurut Barber
Johnson berkisar antara 70%-85%
4) Bed Turn Over (BTO)
BTO adalah pasien rawat inap keluar dengan keadaan hidup dan
meninggal per tempat tidur yang tersedia dalam satu periode
tertentu. Nilai BTO sangat membantu dalam menilai tingkat
penggunaan tempat tidur. Nilai ideal BTO per tahun adalah
minimal 30 pasien dalam kurun waktu setahun yang artinya 1
tempat tidur hanya dihuni 30 pasien dalam setahun, dengan kata
lain, 1 pasien dirawat maksimal selama 12 hari (ideal AvLOS).
b. Faktor yang mempengaruhi AvLOS
Secara singkat, penelitian Anggraini (2009) menunjukkan
bahwa 5 faktor yang sangat berpengaruh terhadap AvLOS antara lain
jumlah hari perawatan pasien (LOS) sebesar 17,3%, jenis penyakit
yang diderita 9,2%, tarif rumah sakit 6,82%, tingkat pendapatan
masyarakat sebesar 5,89%, serta jumlah pasien keluar sebesar 5,56%,
(Anggraini, 2009).
Sejalan dengan hasil penelitian Wartawan (2012) beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi AvLOS antara lain severity, usia,
jenis operasi, infeksi luka operasi, tenaga medis, hari masuk rumah
sakit, hari pulang dari rumah sakit, jenis penanggung biaya, pekerjaan,
alasan keluar dari RS, serta jenis pemeriksaan penunjang yang
diperoleh pasien selama menjalani perawatan.
2. Tinjauan teori tentang Hospital Cost
a. Defenisi
Biaya merupakan pengorbanan atau pengeluaran yang
dilakukan oleh suatu perusahaan atau peorangan yang bertujuan untuk
memperoleh manfaat lebih dari aktivitas yang dilakukan tersebut
(Raharjaputra, 2009). Defenisi lain terkait biaya dikemukakan oleh
Supriyono (2011) bahwa pengorbanan/pengeluaran yang dilakukan oleh
suatu perusahaan atau individu yang berhubungan langsung dengan
output/produk yang dihasilkan oleh perusahaan/perorangan tersebut.
Misalnya: bahan baku dan pembantu, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya umum pabrik/biaya rawat inap Rumah Sakit. Dengan kata lain Riil
Cost atau biasa disebut dengan Hospital Cost rumah sakit merupakan
segala bentuk pengorbanan atau pengeluaran yang dikeluarkan oleh
pasien selaku pihak yang terkait langsung dengan proses pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit.
b. Rincian Hospital Cost rumah sakit pada pasien CHF
Biaya yang dikeluarkan pasien CHF selama menjalani perawatan di
rumah sakit sangat bervariasi bergantung pada kondisi dan tingkat
kebutuhan pasien. Adapun beberapa rincian Hospital Cost rumah sakit
pasien selama menjalani perawatan 1 episode adalah sebagai berikut:
1) Biaya langsung pasien dengan CHF terdiri dari:
a) Biaya kamar rawat inap merupakan biaya kamar yang digunakan
pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit
b) Biaya jasa medis adalah biaya yang dikeluarkan dalam
memperoleh jasa medis seperti visite dokter, perawat dan
konsultasi medis lainnya
c) Biaya instalasi gizi adalah biaya yang digunakan dalam
pemenuhan nutrisi pasien selama dirawat di rumah sakit
d) Biaya pemeriksaan penunjang/diagnostik merupakan biaya yang
digunakan untuk pemeriksaan penunjang guna membantu dalam
penentuan pengobatan pasien CHF seperti EKG, patologi klinik,
radiologi, parasitologi dan mikrobiologi.
e) Biaya bahan habis pakai merupakan biaya seluruh bahan yang
dipakai selama pasien menjalani perawatan seperti: kain kasa,
plester, infus set, handskun, spoit, dll
f) Biaya alat kesehatan (alkes) merupakan biaya penggunaan alat
kesehatan tambahan selama menjalani pengobatan
g) Biaya tindakan merupakan biaya untuk memperoleh tindakan
ahli medis ketika pasien berada di unit gawat darurat (UGD)
h) Biaya obat adalah biaya obat yang diterima pasien selama
menjalani perawatan yang terdiri dari biaya obat gagal jantung
kongestif (ACE inhibitor, Angiotensin Receptor Blockers,
antagonis aldosteron dan Beta Blocker) dan biaya obat non gagal
jantung kongestif (oksigen, cairan infus, dll)
2) Biaya tidak langsung pasien CHF terdiri dari biaya administrasi dan
biaya ambulans (apabila pasien menggunakan ambulans).
d. Faktor yang mempengaruhi Hospital Cost rumah sakit
Berdasarkan hasil penelitian Putra (2013) bahwa faktor yang
mempengaruhi tingginya Hospital Cost rumah sakit antara lain
pengobatan, tingkat keparahan (severity) serta lama hari rawat inap.
Sejalan dengan Wijayanti & Sugiarsi (2014) bahwa hal-hal yang
melatarbelakangi selisih Hospital Cost antara lain sebagai berikut:
a) Perbedaan standar Hospital Cost dengan tarif INA-CBG’s
Sebagian besar Hospital Cost di tiap rumah sakit dihitung per rincian
jenis pelayanan sedangkan tarif INA-CBG’s dihitung berdasarkan
penggabungan kode diagnosa ke dalam kode CBG dimana masing-
masing diagnose telah memiliki standar tarif yang telah ditentukan
oleh pemerintah pusat
b) LOS/AvLOS
Lama hari rawat juga diidentifikasi dapat menyebabkan selisih
tarif riil dan tarif paket INA-CBG’s dimana perhitungan lama hari
rawat pada tarif riil dihitung per hari sehingga semakin lama pasien
dirawat maka semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh pasien,
sedangkan pada tarif INA CBG’s standar lama hari rawat sudah
ditentukan berdasarkan kode diagnosa sehingga panjang atau
pendeknya lama rawat tidak berpengaruh terhadap biaya. Menurut
Sudra (2009), apabila dipandang dari aspek medis, lama hari rawat
menunjukkan mutu/ kualitas kinerja medis dan dari aspek ekonomi,
semakin panjang lama hari rawat maka semakin besar pula biaya yang
harus dikeluarkan oleh pihak pasien
c) Software
Perhitungan tarif pada INA-CBG’s menggunakan alat bantu berupa
software yang ditentukan sehingga tarif telah sesuai dengan database
sedangkan pada perhitungan tarif riil belum menggunakan alat bantu
software secara efektif sehingga dapat memungkinkan terjadinya
human error.
d) Ketepatan kode diagnosis
Ketepatan pengkodean diagnosis dapat mempengaruhi ketepatan tarif
pada software INA-CBG’s. penentuan tarif berdasarkan diagnosa dan
penentuan diagnosa primer atau sekunder sesuai dengan derajat
keparahan (severity level) yang tepat pula. Apabila penentuan diagnosa
tidak tepat sesuai biasa disebut dengan upcoding yang semakin
memperbesar selisih/nilai hospital cost.
e) Clinical pathway
Clinical pathway sangat berperan dalam proses pemberian pelayanan
kesehatan di rumah sakit agar tidak terjadi proses perawatan beragam
untuk kasus/penyakit yang sama misalnya pada acuan lama hari rawat
pasien yang berbeda-beda dengan diagnosa yang sama bergantung
pada dokter yang menangani.
e. Tarif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan
Indonesian-Cased Based Groups (INA-CBG’s)
Permenkes No 59 mengklasifikasikan biaya dalam 3 jenis yakni
tarif kapitasi, tarif non kapitasi, serta tarif Indonesian-Cased Based
Groups (INA-CBG’s). Tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran
klaim BPJS kesehatan yang dibayarkan kepada fasilitas kesehatan
rujukan lanjutan (FKTL) dalam hal ini adalah rumah sakit (Permenkes
No. 59 Pasal 1). Sistem pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah saat
ini adalah sistem pembiayaan INA-CBG’s yang bertujuan menjadi
kendali biaya kesehatan dan mutu dalam memperoleh keuntungan (moral
hazard) baik oleh pemberi layanan kesehatan maupun pengguna layanan
kesehatan (Putra, 2013).
Adapun daftar tarif INA-CBG’s khusus pasien CHF berdasarkan
Permenkes No. 59 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Tarif INA-CBG’s 2014
Regional 3
No Kode Deskripsi kode INA-CBG’s Tarif kelas 3 Tarif kelas 2 Tarif kelas 1
Rumah Sakit kelas A
1 I-4-12-I Kegagalan jantung ringan 5,041,500 6,049,200 7,058,000
2 I-4-12-II Kegagalan jantung sedang 8,157,800 9,790,300 11,422,100
3 I-4-12-III Kegagalan jantung berat 10,007,600 12,094,300 14,108,600
3. Tinjauan teori tentang Efektivitas
a. Defenisi
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang
berarti berhasil dengan baik (Kamus Bahasa Indonesia). Kurniawan
(2015) mendefinisikan efektivitas adalah kemampuan melaksanakan
tugas dan fungsi yang tidak memiliki tekanan dalam proses
pelaksanaannya. Hidayat (2011) mengemukakan efektivitas sebagai
suatu ukuran seberapa jauh target baik secara kualitas, kuantitas dan
waktu yang telah tercapai. Efektivitas atau biasa juga disebut efektif
merupakan unsur pokok dalam mencapai suatu tujuan atau sasaran yang
telah ditentukan (Hidayat, 2011).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas mengenai efektivitas
maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas dan waktu) yang
telah dicapai oleh manajemen dimana target sebelumnya telah
ditentukan, dimana semakin besar persentase target tercapai maka
semakin tinggi pula tingkat efektivitasnya.
b. Pendekatan dalam menilai efektivitas
Muhidin (2009) mengemukakan terdapat beberapa pendekatan evaluasi
dalam mengukur keberhasilan suatu program, antara lain dijelaskan
sebagai berikut:
1) Pendekatan eksperimental (experimental approach), berasal dari
kontrol eksperimen yang dilakukan dalam penelitian akademik
dimana bertujuan memperoleh kesimpulan yang bersifat umum
tentang dampak suatu program tertentu dengan mengontrol faktor
dan mengisolasi pengaruh program
2) Pendekatan berorientasi terhadap tujuan (Goal oriented approach),
dalam pendekatan ini menggunakan tujuan sebagai kriteria
menentukan keberhasilan dimana memiliki desain pengembangan
program yang mudah dan praktis. Pendekatan ini memberikan
penjelasan terkait hubungan kegiatan khusus yang ditawarkan
dengan hasil yang akan dicapai
3) Pendekatan yang berfokus pada keputusan (The decision focused
approach), pendekatan ini menekankan peranan informasi yang
sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugas,
dimana dalam pendekatan ini, informasi sangat berguna membantu
pengelola program membuat suatu putusan sehingga evaluasi harus
direncanakan sesuai dengan kebutuhan program tersebut
4) Pendekatan yang berorientasi pada pemakai (The user oriented
approach), pendekatan ini berfokus pada masalah utilisasi evaluasi
dengan penekanan pada perluasan pemakaian informasi. Dalam
pendekatan ini mementingkan teknik analisa data atau penjelasan
tentang tujuan evaluasi, namun usaha pemakai dan cara pemakaian
informasi jauh lebih penting.
5) Pendekatan yang responsive (The responsive approach), pada
pendekatan ini menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah
evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut
pandang seluruh pihak yang terlibat dan berkepentingan terhadap
program.
c. Ukuran efektivitas
Siagian (1978) dalam Soekanto (2010) mengatakan bahwa tingkat
efektivitas dapat diukur dengan membandingkan rencana yang telah
ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Adapun criteria
pencapaian efektif atau tidak dijabarkan sebagai berikut:
1) Kejelasan tujuan yang akan dicapai agar dalam pelaksanaan tugas
staf lebih terarah sehingga memudahkan untuk mencapai tujuan dan
keberhasilan
2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan. Strategi merupakan “trik atau
jalan” yang diikuti dalam melakukan upaya mencapai tujuan yang
telah ditargetkan agar staf tidak tersesat dalam mencapai tujuan
organisasi
3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan
artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan dengan usaha
pelaksanaan kegiatan operasional
4) Perencanaan yang matang. Suatu perencanaan yang matang akan
meningkatkan kemungkinan keberhasilan pencapaian tujuan karena
disusun dan dipikirkan sejak dini dengan menimbang strategi tebaik
yang akan digunakan
5) Penyusunan program yang tepat. Suatu perencanaan yang baik masih
perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat
agar para pelaksana memiliki pedoman bertindak dan bekerja dengan
tepat
6) Tersedianya sarana dan prasarana. Salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif yang
disediakan oleh organisasi bersangkutan
7) Pelaksanaan efektif dan efisien. Suatu program sebaiknya
dilaksanakan secara efektif dan efisien agar semakin mendekatkan
kepada keberhasilan pencapaian tujuan
d. Masalah pengukuran efektivitas
Terdapat beberapa masalah yang dikemukakan oleh Muhidin (2009)
terkait pengukuran atau penilaian efektivitas sebagai berikut:
1) Masalah kesahihan penyusunan
Bahwa susunan yang dimaksud adalah suatu hipotesis yang abstrak
mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling
berhubungan dimana dinyatakan bahwa variabel-variabel tersebut
bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh
2) Masalah stabilitas kriteria
Bahwa terdapat beragam kriteria evaluasi yang digunakan dapat
membuat suatu pengukuran efektivitas yang tidak stabil setelah
beberapa waktu.
3) Masalah perspektif waktu
Bahwa masalah yang dimaksud adalah masalah dalam mempelajari
cara terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka
pendek dan kepentingan jangka panjang
4) Masalah kriteria ganda
Keuntungan utama dari rancangan multivariasi dalam evaluasi
efektivitas adalah bersifat komprehensif, memadukan beberapa
faktor kedalam suatu kerangka.
5) Masalah ketelitian pengukuran
Dalam hal ini, peneliti harus mengenali criteria yang dapat diukur
dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh
variabel yang menyesatkan dalam proses analisis
6) Masalah kemungkinan generalisasi
Pada saat memilih kriteria, seseorang harus memperhatikan tingkat
konsistensinya dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang
dipelajari
7) Masalah relevansi teoritis
Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori dan model
secara tepat. Dari sudut pandang a teoritis, pertanyaan yang diajukan
harus bersifat logis, karena pertanyaan yang logis memiliki nilai
teoritis yang tinggi.
4. Tinjauan teori tentang discharge planning
Perencanaan pulang atau biasa juga disebut dengan discharge
planning, merupakan rangkaian tindakan keperawatan yang dibutuhkan oleh
pasien dimanapun pasien tersebut berada. Berikut ini beberapa pendapat
terkait pengertian, tujuan, manfaat serta prinsip-prinsip dalam pelaksanaan
discharge planning/perencanaan pulang:
a. Pengertian
Discharge planning adalah suatu rangkaian kegiatan yang
menghubungkan antara rumah sakit, pelayanan berbasis masyarakat, serta
organisasi non pemerintah (Departemen Kesehatan, 2005). National
Council of Social service (2009) bahwa sebuah discharge planning
merupakan tujuan akhir dari suatu rencana perawatan dengan
memberdayakan pasien dalam memanfaatkan dukungan sumber daya
dalam keluarga maupun masyarakat. Rofi’I (2011) berpendapat discharge
planning merupakan rangkaian perawatan sistematis diberikan sejak
pasien baru masuk kemudian selama dirawat hingga pasien dalam
persiapan pemulangan.
Pada dasarnya discharge planning merupakan program
pemberian informasi atau pendidikan kesehatan kepada pasien terkait
nutrisi, aktivitas/latihan, obat-obatan, serta tanda dan gejala penyakit
pasien agar pasien dan keluarga mengetahui manajemen perawatan pasien
setelah kembali ke rumah serta batasan dan implikasi kesehatan secara
dinamis terdiri dari penilaian, persiapan, serta koordinasi dengan tujuan
memudahkan pengawasan pelayanan kesehatan dan sosial sebelum
maupun setelah kembali ke rumah (Nursalam, 2014). Dengan demikian,
dapat disimpulkan discharge planning merupakan suatu tindakan secara
berkesinambungan diberikan sejak pasien masuk hingga persiapan pulang
mencakup pengkajian keperawatan berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan pasien
b. Tujuan Discharge planning
World Health Organization (WHO) (2005) merumuskan tujuan
dari pelaksanaan discharge planning adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga terkait kondisi
kesehatan pasien serta hal-hal tertentu yang menjadi keterbatasan
pasien selama berada di rumah
2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memodifikasi kondisi
lingkungan rumah agar dapat memandirikan pasien
3) Memastikan bahwa perawatan selanjutnya yang akan diperoleh
pasien selama berada di rumah sudah tepat
Menurut Nursalam (2014) tujuan discharge planning adalah
sebagai berikut:
1) Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial
2) Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
3) Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien
4) Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
5) Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan
status kesehatan pasien
6) Melaksanakan rentang keperawatan antara rumah sakit dan
masyarakat
c. Manfaat Discharge planning
Nursalam (2011) menjabarkan manfaat dari discharge planning adalah
sebagai berikut:
1) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapatkan informasi
terkait kesehatannya selama berada di rumah sakit, sehingga dapat
berguna bila telah kembali ke rumah
2) Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin
kontinuitas keperawatan pasien
3) Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau
kebutuhan keperawatan baru
4) Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan
keperawatan di rumah.
Wulandari (2011) mengatakan bahwa manfaat dari pemberian discharge
planning secara terstruktur sejak pasien masuk di ruang perawatan
sampai rencana pemulangan adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi pelayanan yang tidak terencana
2) Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan selama berada di rumah
3) Mengurangi LOS/AvLos
4) Meningkatkan kepuasan pasien
5) Menghemat biaya perawatan
6) Hasil kesehatan optimal dapat tercapai
d. Prinsip-prinsip pelaksanaan discharge planning
Didalam proses pelaksanaannya, discharge planning memiliki beberapa
prinsip yang dijelaskan oleh Nursalam (2014) sebagai berikut:
1) Pelaksanaan discharge planning berfokus kepada pasien seperti nilai
keinginan dan kebutuhan pasien harus dikaji secara berkala
2) Mengidentifikasi kebutuhan pasien. Kebutuhan yang dimaksud
adalah segala kebutuhan terkait dengan masalah yang kemungkinan
akan timbul pada saat pasien berada di rumah/pulang, sehingga dapat
diidentifikasi sejak dini.
3) Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif yang melibatkan
multidisiplin dalam setiap tim.
4) Perencanaan pulang dilaksanakan pada setiap tatanan pelayanan
kesehatan dimana setiap pasien masuk, maka perencanaan pulang
harus dilakukan.
Selain prinsip tersebut diatas, Depkes RI (2008) mengemukakan prinsip
yang harus diperhatikan oleh seorang perawat dalam pembuatan discharge
planning adalah sebagai berikut:
1) Dibuat pada saat pasien masuk
Pelaksanaan pengkajian pada saat pasien masuk akan memudahkan
proses mengidentifikasi kebutuhan pasien. Perencanaan pemulangan
pasien sejak awal dapat berpengaruh terhadap LOS dan biaya
perawatan
2) Berfokus pada kebutuhan pasien
Kebutuhan pasien yang dimaksud adalah kebutuhan pasien dan
keluarga secara komprehensif
3) Melibatkan berbagai pihak yang terkait
Dalam penyusunan perencanaan keperawatan, pasien dan keluarga
turut serta terlibat agar sumber pelayanan kesehatan dapat
dimanfaatkan secara optimal setelah pasien dipulangkan
4) Dokumentasi pelaksanaan discharge planning
Pelaksanaan discharge planning harus didokumentasikan dan
dikomunikasikan kepada pasien dan keluarga minima 24 jam sebelum
pasien dipindahkan
e. Pemberi Layanan discharge planning
Proses penerapan discharge planning harus dilakukan secara
komprehensif melibatkan multidisiplin ilmu dalam pemberian pelayanan
kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006). Seorang petugas rumah
sakit sebagai koordinator discharge planning dalam tim discharge
planner mempersiapkan proses persiapan pulang, menyiapkan
pendidikan kesehatan serta merencanakan dan mengimplementasikan
perencanaan pulang tersebut. Adapun peran seorang perawat dalam tim
discharge planner memegang peranan penting dimana perawat selama
1x24 jam berada bersama pasien sejak pasien menjalani perawatan di
rumah sakit (Discharge Planning Association, 2008)
f. Komponen discharge planning
Discharge Planning Association (2008) mengatakan bahwa unsur-unsur
yang harus ada dalam format discharge planning terdiri atas:
1) Pengobatan di rumah mencakup resep baru, pengobatan yang sangat
dibutuhkan serta pengobatan yang dihentikan
2) Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi serta efek
samping secara umum
3) Hasil tes laboratorium yang dianjurkan serta pemeriksaan penunjang
lain yang mendukung
4) Pola hidup mencakup aktivitas, latihan, diet yang dianjurkan dan
pembatasannya
5) Petunjuk perawatan diri
6) Waktu serta bagaimana perawatan selanjutnya setelah dipulangkan,
waktu kontrol selanjutnya dengan nama, tanggal dan lokasi yang jelas
7) Kontak yang dapat dihubungi ketika keadaan darurat
g. Jenis-jenis discharge planning
Nursalam (2014) mengklasifikasikan jenis pemulangan sebagai berikut:
1) Conditioning discharge (pulang sementara), keadaan ini dilakukan
apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien
sementara dirawat di rumah namun tetap memperoleh pengawasan
dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.
2) Absolute discharge (pulang mutlak/selamanya), cara ini merupakan
akhir dari perawatan pasien, namun apabila perlu dirawat kembali
maka prosedur keperawatan dapat dilakukan kembali.
3) Judicial discharge (pulang paksa), pasien diperbolehkan pulang
walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang,
tetapi pasien tetap dipantau dengan melakukan kerjasama dengan
pihak puskesmas terdekat.
h. Proses pelaksanaan discharge planning
Potter dan Perry (2006) membagi pelaksanaan discharge planning
kedalam tiga fase yaitu fase akut, transisional dan pelayanan
berkelanjutan. Pada fase akut, perhatian dititik beratkan pada usaha
discharge planning, fase transisional, pasien sudah dipersiapkan untuk
pulang dan kebutuhan pelayanan akut masih terlihat namun tingkat
urgency telah berkurang, sedangkan pada fase pelayanan berkelanjutan,
pasien ikut berpartisipasi dalam menyusun rencana pemulangan serta
pelaksanaan perawatan berkelanjutan setelah berada di rumah. Selain itu,
Potter dan Perry (2006) merumuskan pelaksanaan perencanaan pulang
yang terdiri dari proses pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi keperawatan dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengkajian
a) Proses pengkajian dimulai sejak pasien masuk, dimana dalam
mengkaji kebutuhan pemulangan menggunakan riwayat
keperawatan yang terdiri dari kesehatan fisik pasien, status
fungsional, sistem pendukung sosial, sumber finansial, latar
belakang budaya, serta tingkat pendidikan yang dilakukan
secara terus menerus
b) Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga dalam penggunaan
alat medis di rumah serta hal-hal yang berpotensi mengganggu
kesehatan dan dapat menimbulkan komplikasi.
c) Mengkaji metode pembelajaran serta media yang diminati oleh
pasien dan keluarga sehingga memudahkan dalam memahami
informasi yang diberikan
d) Faktor lingkungan. Bersama pasien dan keluarga
mengidentifikasi faktor penghambat proses pelaksanaan
keperawatan di rumah seperti luas kamar, fasilitas kamar mandi,
fasilitas pendukung motorik, dsb
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul setelah pemulangan
pasien bergantung kepada kondisi masing-masing individu yang
kemudian dikembangkan guna mengetahui kondisi klien serta
perawatan dirumah tepat sasaran. Dikutip dalam Carpenito (2009)
standar perawatan lazimnya mengacu kepada resiko ketidakefektifan
manajemen regimen terapeutik dan resiko kelemahan pemeliharaan
di rumah.
3) Perencanaan
Potter & Perry (2006) menjelaskan bahwa proses
perencanaan dalam discharge planning berpusat pada kondisi pasien
serta penetapan kriteria hasil dilakukan sebagai pedoman dalam
mencapai tujuan perawatan. Adapun proses perencanaan pulang
terdiri dari:
a) Daftar kebutuhan pasien selama berada di lingkungan
masyarakat
b) Melibatkan stakeholder yang berperan dalam proses
pemulangan pasien
c) Mengidentifikasi fasilitas pendukung perawatan pasien selama
berada di masyarakat
d) Mengimplementasikan perencanaan pemulangan yang dapat
dicapai
Apabila seluruh prosedur perencanaan telah lengkap, maka
hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a) Pasien atau keluarga pasien (sebagai care giver) mampu
menjelaskan bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan
setelah pasien berada di rumah, terapi pengobatan yang harus
diperoleh pasien setelah berada di rumah.
b) Pasien dan keluarga mampu mendemonstrasikan aktivitas
perawatan diri (atau anggota keluarga mampu melakukan aturan
perawatan)
c) Rintangan terhadap ambulasi dan pergerakan pasien diubah
sesuai kebutuhan dan tingkat keterbatasan pasien serta
mengidentifikasi hal-hal yang beresiko membahayakan kondisi
kesehatan pasien.
4) Implementasi
Proses implementasi dalam discharge planning dibagi menjadi 2
bagian yang terdiri dari: penatalaksanaan sebelum hari pemulangan,
dan penatalaksanaan pada hari pemulangan yang dijelaskan sebagai
berikut:
a) Persiapan sebelum hari pemulangan
Pada tahap ini, pasien dan keluarga dipersiapkan dalam
memperoleh informasi terkait sumber pelayanan setelah kembali
ke masyarakat, memberikan health education tentang tanda
dan gejala, komplikasi, kepatuhan pengobatan, diet, dan
komunikasi dengan pihak RS terkait kepatuhan melaksanakan
discharge planning.
Selain hal tersebut diatas, pada tahap ini pasien dan
keluarga dipersiapkan dalam mengidentifikasi hambatan untuk
belajar serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi
pengajaran dengan pasien dan keluarga menggunakan leaflet,
buku-buku, atau rekaman video. Apabila aktivitas diatas dapat
dilakukan sebelum hari pemulangan, maka proses perencanaan
akan berjalan dengan efektif.
b) Persiapan setelah hari pemulangan
Setelah melakukan persiapan sebelum proses pemulangan,
maka pada saat hari pemulangan aktivitas yang dilakukan
adalah memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga
mengajukan pertanyaan terkait kondisi kesehatan pasien, isu-isu
terkait perawatan di rumah, serta mendemonstrasikan
kemampuan keluarga sebagai care giver dalam merawat pasien
di rumah. Pada tahap ini juga dilakukan pemeriksaan terhadap
instruksi pemulangan dokter, resep pengobatan sesuai instruksi
dokter, kebutuhan alat-alat medis baik selama perjalanan
maupun setelah berada di rumah, persiapan transportasi,
mengatur jadwal pertemuan follow up dengan dokter, serta tetap
menjaga privasi pasien selama berada di perjalanan.
5) Evaluasi
Pada tahap ini, pasien dan keluarga diberi kesempatan untuk
menjelaskan kembali tentang penyakit, pengobatan, diet, tanda dan
gejala yang harus dilaporkan ke pihak RS (dokter/perawat),
mendemostrasikan setiap pengobatan yamg dilakukan di rumah,
serta perawat yang bertugas melakukan home care/care giver agar
mengidentifikasi segala faktor yang berpotensi dapat menghambat
keberlangsungan dari proses perawatan dan pengobatan pasien
selama berada di rumah.
i. Elemen discharge planning
1) Perencanaan pulang harus dimulai sejak pasien baru masuk di
rumah sakit
2) Pengkajian menggunakan instrumen pengkajian pemulangan
khusus
3) Memilih perencanaan pulang yang paling sesuai dengan pasien
j. Penerima discharge planning
Berdasarkan DPA (2008) mengatakan bahwa semua pasien yang
dihospitalisasi memerlukan discharge planning, namun terdapat
beberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan berkelanjutan setelah pasien
pulang contohnya pasien dengan penyakit terminal atau dengan
kecacatan permanen.
k. Cara mengukur discharge planning
Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien
dipersiapkan untuk pulang, dan sebelum pulang pasien memperoleh
informasi serta penjelasan yang penting terkait kondisi/pengobatan serta
perawatannya di rumah (The Royal Marsden Hospital, 2004).
Discharge planning yang berhasil adalah suatu proses yang
terpusat dan terkordinir dari berbagai disiplin ilmu yang menyatakan
bahwa pasien memiliki suatu rencana untuk memperoleh perawatan yang
berkelanjutan setelah meninggalkan rumah sakit. Indicator keberhasilan
discharge planning dapat dilihat dari:
1) Pasien dan keluarga mampu memahami diagnose, antisipasi tingkat
fungsi, obat-obatan serta tindakan pengobatan untuk kepulangan,
antisipasi tindakan keperawatan lanjutan serta respon pada saat
kondisi gawat darurat
2) Pendidikan mendalam (deep learning) diberikan kepada pasien dan
keluarga demi memastikan perawatan yang tepat setelah pasien
dipulangkan ke rumah
3) Berkoordinasi dengan sistem pelayanan pendukung
l. Faktor yang mempengaruhi discharge planning
Melalui suatu penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Poglitsch, Emery
& Darragh (2011) tentang faktor-faktor yang menentukan proses
perencanaan pulang terdiri dari 6 faktor yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Karakteristik perawat
Adapun karakteristik perawat dalam hal ini terdiri dari umur, jenis
kelamin, jenjang pendidikan, masa kerja serta status pernikahan
mampu mempengaruhi proses penerapan discharge planning di rumah
sakit.
2) Umur
Umur merupakan faktor penentu dalam kinerja seseorang, dimana
semakin bertambahnya umur diyakini dapat menurunkan kemampuan
kerja karyawan/staff, dan sebaliknya pada umur tertentu, produktivitas
seseorang dapat meningkat.
3) Jenis Kelamin
Robbins (2006) mengatakan bahwa penelitian-penelitian dalam bidang
ilmu psikologi menunjukkan hasil bahwa pria lebih cenderung
memiliki harapan besar dalam keberhasilan dibandingkan wanita
walaupun perbedaan tersebut tidak signifikan, namun wanita lebih
cenderung dapat mematuhi wewenang daripada pria.
4) Jenjang pendidikan
Hasil penelitian Riyanti (2015), berpendapat semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin besar pula keinginannya untuk
mengaplikasikan ilmu yang mereka miliki.
5) Masa kerja
Masa kerja seseorang juga berpengaruh terhadap pelaksanaan
discharge planning dimana hanya seseorang dengan pengalaman kerja
yang sudah cukup dapat berperan sebagai discharge planner. Dimana
pendapat lain oleh Robbins (2006) mengatakan bahwa masa atau
pengalaman kerja dapat menjadi dasar perkiraan yang baik terhadap
produktivitas kinerja seorang karyawan.
6) Status pernikahan
Seorang karyawan dengan status pernikahan akan berbeda cara
memaknai suatu pekerjaan dibandingkan dengan karyawan yang
belum menikah, dimana seseorang dengan keluarga akan jauh
bertanggung jawab terhadap pekerjaan karena merasa telah memiliki
beban hidup yang lebih dalam hal ini adalah keluarga.
7) Personil perencanaan pulang
Orang-orang yang berkontribusi dalam proses penerapan discharge
planning memiliki peranan dan pengaruh sangat penting. Faktor
personil discharge planning terdiri dari perawat, dokter, petugas
kesehatan di masyarakat, petugas gizi, pasien itu sendiri, beserta
keluarga pasien (Poglits, Emery & Darragh, 2011).
8) Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah sejauh mana petugas kesehatan
memberikan informasi terkait kesehatan pasien serta informasi tersebut
dapat dimengerti oleh pasien dan keluarga. Tugas seorang perawat
sebagai discharge planner adalah menjelaskan tujuan, manfaat dan
proses perencanaan perawatan kepada pasien dan keluarga yang akan
merawat di rumah. Informasi diberikan kepada pasien dan keluarga
harus dengan cara dan tingkat kecepatan komunikasi yang sesuai
dengan kondisi mereka.
9) Waktu
Proses penerapan discharge planning membutuhkan waktu yang cukup
agar berjalan optimal. Berdasarkan Pengalaman Implementasi
discharge planning menggunakan The Agency for Healthcare
Research and Quality (AHRQ) strategy_4 tools IDEAL discharge
planning bahwa penerapan yang optimal dilakukan sebanyak 4 kali
tatap muka melibatkan pasien dan keluarga yang akan merawat pasien
setelah kembali ke rumah (AHRQ Tools Ideal Discharge Planning)
10) Perjanjian dan konsensus
Hasil panelitian Astuty dan Risqi (2015) menunjukkan hasil bahwa
salah satu faktor penyebab perencanaan pulang tidak dilakukan secara
optimal diakibatkan oleh beban kerja perawat yang cukup banyak
sehingga perawat sebagai pemberi discharge planning tidak mampu
melaksanakan, perawat hanya melakukan poin penting pada tiap
subvariabel discharge planning.
m. Alur pelaksanaan discharge planning
Dalam melakukan suatu discharge planning dibutuhkan alur yang
jelas agar proses pelaksanaannya dapat berjalan secara terus menerus
sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku guna mencapai
hasil pelayanan keperawatan yang optimal bagi pasien selama menjalani
perawatan. Berdasarkan Nursalam (2014), alur penerapan discharge
planning digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Nursalam (2014)
5. Tinjauan teori tentang congestive heart failure (CHF)
a. Pengertian
Dikutip dalam Muttaqin (2009) congestive heart failure (CHF)
merupakan suatu kondisi patologis jantung mengalami ketidakmampuan
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
Perencanaan Pulang
Dokter dan tim
kesehatan lainnya
Penentuan keadaan pasien
1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang lainnya
2. Tingkat ketergantungan
pasien
Ners PP dibantu
PA
Program HE:
1. Kontrol dan obat
2. Nutrisi
3. Aktivitas dan istirahat
4. Perawatan diri
Lain-lain Penyelesaian
Administrasi
Monitor (sebagai program
service safety) oleh keluarga
dan petugas
oksigen dalam jaringan. Brown, Diane & Edwards (2005) berpendapat
CHF adalah keadaan dimana jantung mengalami gangguan yang
mengakibatkan ketidakmampuan jantung memompa darah keluar ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh baik pada saat
beristirahat maupun sedang beraktivitas. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan CHF merupakan suatu kondisi jantung yang kehilangan
kemampuan dalam memompa darah ke seluruh tubuh demi memenuhi
kebutuhan suplai oksigen ke jaringan.
b. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab CHF sebagai faktor
resiko diantaranya adalah hipertensi, diabetes mellitus, kehamilan,
anemia, gangguan pada paru, gangguan hormon tyroid, faktor usia, dan
pola hidup (Udjianti, 2010). Adapun pendapat lain menurut Kasron
(2012) terkait penyebab CHF sebagai berikut:
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung
yang disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeratif atau inflamasi
2) Aterosklerosis koroner
Menyebabkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung yang disertai hipoksia dan asidosis
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5) Penyakit jantung lainnya
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk ke jantung, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah,
serta peningkatan mendadak after load
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik.
c. Klasifikasi
Dikutip dalam The American Health Association (AHA, 2011)
bahwa penyakit congestive heart failure (CHF) merupakan suatu keadaan
yang timbul secara progresif dan perlahan menjadi lebih berat bahkan
semakin memburuk. Adapun stage CHF menurut AHA (2011) adalah:
1) Stage A (beresiko): pasien dengan kondisi medis yang dapat
menyebabkan gagal jantung (DM, hipertensi, obesitas,dll)
2) Stage B (penyakit jantung): pasien yang didiagnosis dengan penyakit
jantung (serangan jantung, penyakit katup)
3) Stage C (gejala): pasien dengan penyakit jantung dan beberapa
keterbatasan aktivitas fisik karena sesak napas/kelelahan
4) Stage D (berat): stadium akhir gagal jantung dan butuh perawatan di
rumah sakit
Klasifikasi CHF menurut Herdman (2012) membagi kriteria CHF
berdasarkan akut-kronik, gagal jantung kanan-kiri, serta gagal jantung
sistolik dan diastolik yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Gagal jantung akut-kronik
a) Gagal jantung akut terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan
penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan
yang mengakibatkan edema paru dan perfusi jaringan.
b) Gagal jantung kronik ditandai dengan penyakit jantung
iskemik, penyakit paru kronik. Selain itu juga dapat terjadi
retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan
hipervolemia yang mengakibatkan ventrikel dilatasi dan
hipertropi.
2) Gagal jantung kanan-kiri
a) Gagal jantung kiri
Terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara
adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi
dan kelainan pada katub aorta/mitral
b) Gagal jantung kanan
Disebabkan oleh peningkatan tekanan pulmonal akibat gagal
jantung kiri yang terjadi cukup lama.
3) Gagal jantung sistolik-diastolik
a) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang
berakibat penurunan cardiac output dan ventrikel hipertropi
b) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisisan
darah akibatnya stroke volume cardiac output
Berdasarkan The New York Heart Association (NYHA)
mengklasifikasikan batasan fungsional CHF adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4
Kelas Definisi
I
Penyakit ringan dan masih dapat melakukan aktivitas
biasa, tidak menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak
napas dan angina pektoris
II
Pasien telah mengalami keterbatasan aktifitas ringan
seperti berjalan dan menaiki tangga yang mengalami
kelelahan, palpitasi, sesak napas atau angina tetapi akan
merasa nyaman bila beristirahat
III
Pasien mengalami gejala walau hanya dengan aktifitas
minimal, dan mengalami kelelahan, palpitasi dan sesak
napas, namun pasien masih bisa merasa nyaman pada saat
beristirahat
IV
Pasien mengalami keterbatasan aktifitas fisik berarti,
gejala dapat dirasakan pada saat beristirahat dan dapat
diperberat walau dengan aktifitas fisik ringan
Dikutip dalam: European Society of cardiology (ESC, 2012)
d. Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh
kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat ke seluruh
tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress secara
fisiologis (Hatler, 2006)
CHF kronik merupakan suatu keadaan dimana terjadi disfungsi
antara satu atau kedua ventrikel. Secara normal, jantung memompa darah
dari bagian kiri dan kanan sehingga menghasilkan aliran yang terus
menerus, namun pada penderita CHF, salah satu sisi jantung mengalami
kegagalan, sementara bagian lainnya masih berfungsi normal hingga
periode beberapa waktu (Meng, 2013).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan:
1) Preeload
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung
2) Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya
regangan serabut jantung
3) Afterload
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri
e. Pemeriksaan penunjang
1) Tes laboratorium
2) Sinar X dan Fluoroskopi
Pemeriksaan ini tidak membantu diagnosa infark miokard akut
namun dapat menguatkan adanya komplikasi tertentu.
3) Elektrokardiogram (EKG)
4) Kateterisasi jantung
f. Penatalaksanaan CHF
1) Terapi non farmakologi
a) Pemberian diet pasien CHF diberikan diet yang sesuai untuk
menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badannya. Asupan
Nacl dibatasi hingga 2-3 gr/hari untuk gagal jantung ringan, atau
<2 gr/hari untuk gagal jantung berat (Crawford, 2009).
b) Merokok harus dihentikan
c) Aktivitas, olahraga yang teratur seperti berjalan dan naik sepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas
II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien
d) Istirahat dianjurkan untuk gagal jantung akut dan gagal jantung
tidak stabil (NYHA kelas IV). Modifikasi aktifitas fisik
merupakan bagian dari manajemen pasien heart failure.
Modifikasi minimal secara konsisten terhadap gaya hidup dapat
membantu mengurangi gejala yang dirasakan pasien dan
menurunkan kebutuhan yang lebih terhadap pengobatan
(Crawford, 2009). Aktivitas fisik harus disesuaikan dengan
tingkat gejala yang dialami pasien. aktivitas fisik yang sesuai
dengan kondisi pasien akan membantu menurunkan tonus
simpatik, mendorong penurunan berat badan dan memperbaiki
gejala serta berefek toleransi aktivitas pada gagal jantung
terkompensasai dan stabil. Namun pada kondisi heart failure
stage sedang dan berat, pembatasan aktivitas fisik dan bed rest
sangat penting dilakukan untuk memperbaiki kondisi klinis
pasien. penting juga memberikan kesempatan bagi pasien untuk
terlibat dalam melakukan aktivitas sehari-hari walaupun dalam
kondisi yang tidak mendukung (Crawford, 2009).
e) Monitoring berat badan dianjurkan bagi pasien rutin dilakukan
setiap hari, sebaiknya pagi hari sebelum sarapan. Penurunan
berat badan ≥ 1,5 kg lebih dari 3 hari harus menjadi perhatian
dan perlu dilaporkan ke petugas kesehatan (Alves et al., 2012).
Sebaliknya berat badan berlebih (obesitas) merupakan faktor
risiko terhadap perkembangan buruk heart failure khususnya
terhadap perubahan hemodinamik seperti perubahan volume
overload yaitu terjadi penignkatan afterload dan preload,
hipertrofi ventrikel kiri dan remodeling. Oleh karena itu sangat
penting untuk memberikan pemahaman bagi pasien mengenai
pentingnya mengontrol berat badan.
2) Terapi farmakologi
Dikutip dari Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung (2015)
No Nama Obat Jenis Kegunaan
1 Inhibitor ACE Enalapril (Vasotec), lisinopril
(prinipil, Zestril)
Menurunkan tekanan
darah
2 Diuretik dan
Digoxin
Furosemid (Lasix) Mengatasi penumpukan
cairan dan memperkuat
detak jantung
3 Bloker beta Carvedilol (Coreg), Metoprolol
(toprol XL)
Menurunkan beban
kerja jantung
B. Publikasi Terkait discharge planning, AvLOS dan Hospital Cost
Beberapa publikasi penelitian sebelumnya terkait penerapan discharge
planning terhadap AvLOS ditunjukkan oleh Hastono, Pemila & Sitorus (2010)
bahwa melalui penerapan discharge planning pada pasien stroke mampu
memendekkan LOS yang juga mempengaruhi AvLOS pasien stroke di RS.
Hasil penelitian Asukai, et, al (2015) bahwa pasien dengan umur lebih tua
cenderung membutuhkan lama hari rawat lebih panjang dibandingkan pasien
berumur lebih muda.
Penelitian Baghaei, et, al (2016) menunjukkan bahwa dengan
penerapan discharge planning metode IDEAL (include-discuss-educate-
assess-listen) mampu menurunkan tingkat kecemasan pada pasien dengan
Infark Miokard di RS In Khoy, Iran. Selain itu, Bowers & Cheyne (2016)
bahwa dengan penerapan discharge planning secara terstruktur pada pasien
post partum dapat memendekkan LOS yang berimplikasi terhadap hospital
cost di rumah sakit. Hasil penelitian Putra (2013) bahwa terdapat selisih biaya
perawatan antara Hospital CostRS dengan klaim BPJS pada pasien thalasemia
dimana komponen biaya terbesar pada biaya kantong darah, obat-obatan dan
biaya rawat inap yang memanjang.
Kerangka Teori Menurut Donabedian (1988)
Structure Process Outcomes
Sumber: Teori Donabedian (1988)
Man
Material
Method
Machine
Hasil yang
ditunjukkan
setelah
pemberian
Discharge
Planning
Penerapan
Discharge
Planning
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementas
5. Evaluasi
1. Avlos
2. Hospital Cost
Konsep Discharge
Planning
1. Tujuan
2. Pemberi
layanan
3. Manfaat
4. Alur
5. Elemen
Proses
pemberian
Discharge
Planning
B. Konsep Teori Donabedian
Teori yang melandasi penelitian ini berdasarkan teori Donabedian (1988)
tentang Quality of Care (QOC). Pemberian pelayanan keperawatan yang
berkualitas terdapat beberapa unsur yang berperan sangat penting, dimana unsur
tersebut diklasifikasikan menjadi 3 domain penting, yakni structure, process dan
outcomes.
1. Struktur
Struktur atau input berperan sebagai karakteristik yang stabil dimana dalam
memberikan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas, terdapat unsur-unsur
yang mendukung penerapan tersebut. Konsep struktur terdiri dari Man
(sumber daya manusia sebagai penggerak), Material (sumber dana sebagai
penyokong), Method (manual prosedur atau standar operasional prosedur),
serta Machine (sarana prasarana) (Donabedian, 1988).
2. Proses
Memberikan pelayanan keperawatan secara paripurna dan berkualitas
merupakan maksud dari domain proses pada teori ini. Karakteristik dalam
domain struktur sangat berpengaruh terhadap perwujudan suatu proses
pemberian pelayanan keperawatan sehingga akan membuat kualitas
meningkat ataupun sebaliknya.
3. Hasil
Didalam Donabedian (1988) dikatakan bahwa outcomes dapat menjadi
indikator mutu pelayanan keperawatan, dimana domain hasil yang dimaksud
disini adalah perubahan kondisi kesehatan yang terjadi pada pasien setelah
memperoleh pelayanan kesehatan. Hasil pelayanan kesehatan dapat ditilik
melalui pencatatan audit medis, review rekam medis, adanya keluhan pasien
serta review medis lainnya.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang kerangka konsep, variabel penelitian, definisi
operasional, kriteria objektif serta hipotesis penelitian.
A. Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka teori dari Donabedian (1988) maka kerangka konsep
penelitian dapat dideskripsikan pada bagan sebagai berikut:
Variabel independen Variabel dependen
Penerapan
Discharge
planning
1. Pasien masuk
2. Pasien selama
dirawat
3. Pasien persiapan
pulang
AvLOS
Hospital Costs
Variabel Moderator
Keterangan:
: Variabel Independen yang diteliti
: Variabel Dependen yang diteliti
: Variabel Moderator
Pada kerangka konsep ini dijelaskan bahwa variabel independen pada
penelitian ini adalah penerapan discharge planning dan variabel dependen adalah
AvLOS dan hospital costs pada pasien CHF di ruang rawat inap RS Wahidin
Sudirohusodo.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) atau variabel sebab yaitu karakteristik
dari subjek dimana keberadaannya menyebabkan perubahan pada variabel
lainnya (Dharma, 2011). Variabel independen pada penelitian ini adalah
Karakteristik
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Tingkat
keparahan/severity
dalam NYHA
penerapan discharge planning pada kelompok intervensi pasien CHF baru
masuk di ruang rawat inap RS DR.Wahidin Sudirohusodo.
2. Variabel Dependen
Variabel dependent atau variabel akibat adalah variabel yang akan berubah
akibat perubahan yang terjadi pada variabel independen (Notoatmodjo,
2010). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah AvLOS dan hospital
costs pada pasien CHF di ruang rawat inap RS DR.Wahidin Sudirohusodo
3. Variabel Moderator
Variabel ini merupakan variabel yang dapat memperkuat ataupun sebaliknya
dapat melemahkan hubungan antara variabel dependen dan independen
(Sugiyono,2013). Dalam penelitian ini terdapat variabel moderator yang
berpotensi mempengaruhi hubungan kedua variabel yaitu usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan dan severity.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dan skala pengukuran dari variabel-variabel penelitian ini
diuraikan agar terjadi pemahaman yang sama terkait pengertian variabel yang
akan diteliti serta menjadi patokan dalam penentuan metodologi yang akan
digunakan dalam analisis selanjutnya. Dibawah ini adalah definisi operasional
yang digunakan dalam penelitian ini berikut dengan kriteria objektif pengukuran:
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Variabel
Independen
Penerapan
Suatu kegiatan yang dilakukan
Format
1. Penerapan discharge
Nominal
discharge
planning
perawat dimulai sejak pasien
masuk hingga persiapan pulang
ke rumah yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, tahap rencana
tindak lanjut setelah pasien
pulang hingga pemberian
informasi tentang penanganan
pasien di rumah dengan
melibatkan keluarga pasien
discharge
planning
planning efektif
2. Penerapan discharge
planning tidak efektif
2 Variabel
dependen
AvLOS
Hospital Costs
Rata-rata lama hari rawat pada
pasien CHF setelah pemberian
discharge planning
Biaya yang dibutuhkan dalam
perawatan pasien selama 1
episode perawatan
Data Medical
record
Billing tagihan
biaya RS
Rata-rata lama hari
rawat
Biaya riil dan klaim
BPJS
Rasio
Rasio
3 Variabel
Moderator
Umur
Jenis kelamin
Tingkat
pendidikan
Diagnosa
Utama
Lama masa hidup yang dijalani
responden terhitung sejak tahun
lahir hingga saat ini
Karakteristik individual sebagai
perbedaan fisik antara laki-laki
dan perempuan
Jenjang pendidikan pasien yang
dijalani secara formal
Derajat/tingkat keparahan
penyakit berdasarkan NYHA
Kuesioner
karakteristik
responden
Kuesioner
karakteristik
responden
Kuesioner
karakteristik
responden
Status Rekam
Medik (RM)
pasien
Dinyatakan dalam tahun
1.laki-laki
2. perempuan
1. Tidak sekolah
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT
1. NYHA III
2. NYHA IV
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
D. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada perbedaan AvLOS antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
yang memperoleh discharge planning terstruktur pada pasien CHF di RS DR.
Wahidin Sudirohusodo
2. Ada perbedaan hospital costs antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi yang memperoleh discharge planning terstruktur pada pasien CHF
di RS DR. Wahidin Sudirohusodo
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas metode penelitian yang digunakan, teori dan
pelaksanaan penelitian yang terdiri dari: desain, tempat, waktu, populasi,
pengambilan sampel, teknik sampling, instrumen dan pengumpulan data, analisis
serta etika penelitian.
A. Desain penelitian
Desain penelitian merupakan metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian guna memberikan arah terhadap jalannya penelitian
berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian itu sendiri (Burns & Grove, 2011).
Desain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Quasi
Eksperimen (eksperimen semu) post test only non equivalent control group,
dimana dalam desain ini tidak terdapat pembatasan randomisasi jika
memasukkan subjek ke dalam kelompok perlakuan ataupun kelompok kontrol
(Dharma, 2011).
Setelah itu, peneliti mengidentifikasi AvLOS pasien dengan harapan
setelah pemberian IDEAL discharge planning, AvLOS pasien dapat menurun dan
berimplikasi terhadap hospital costs. Berikut rancangan penelitian pada
penelitian ini:
Kelompok Perlakuan Post test
Intervensi
Kontrol
XI
- OI
OI
Keterangan:
XI : Penerapan discharge planning pada pasien CHF
OI : Hasil variabel dependen pada kelompok kontrol dan intervensi
setelah pemberian discharge planning
B. Tempat dan waktu penelitian
1. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017 sampai bulan Juli 2017.
Dimana dilakukan pengambilan sampel setiap hari pada pasien rawat inap
sesuai dengan kriteria inklusi
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di ruangan rawat inap RS Wahidin Sudirohusodo.
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Sugiyono (2013) mengatakan populasi merupakan keseluruhan objek
penelitian yang akan diteliti. Dharma (2011) mendefinisikan populasi sebagai
unit dimana suatu penelitian akan diterapkan. Adapun populasi pada
penelitian ini adalah pasien yang masuk ruang rawat inap dengan diagnosa
medis CHF di rumah sakit DR. Wahidin Sudirohusodo sebesar 141 pasien
2. Sampel
Menurut Dharma (2011) sampel merupakan sekelompok unit yang lebih kecil
dari populasi dimana peneliti langsung mengumpulkan data, melakukan
pengukuran/pengamatan pada unit tersebut. Adapun teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini dengan teknik non probability dengan pendekatan
consecutive sampling. Besar sampel pada penelitian ini adalah 36 dengan
menggunakan rumus dari Slovin dalam Sugiyono (2014), yaitu:
N
n= 1+Ne2
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = batas toleransi kesalahan
Demi memperoleh sampel yang sesuai, peneliti menetapkan beberapa kriteria
yang dibagi dalam kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi:
1) Pasien baru masuk ruang rawat inap
2) Pasien maksimal berada di UGD selama 1x24 jam
3) Diagnosa medis CHF NYHA III, IV
4) Pasien yang mampu membaca dan menulis
5) Pasien dewasa
6) Pasien BPJS
7) Bersedia menjadi responden
b. Kriteria Ekslusi:
1) Pasien pulang paksa
2) Pasien tidak mengikuti tahap Discharge Planning sampai selesai (4
tahap)
3) Pasien CHF dengan gangguan neurologis seperti stroke dan memiliki
gangguan renal disease dan sedang menjalani hemodialisa
D. Instrumen Penelitian, Alur, dan Prosedur Pengumpulan Data
1. Instrumen penelitian
a. Instrumen data demografi
Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terdiri
dari data demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan, derajat NYHA serta Comorbid.
b. Instrumen data edukasi (booklet) yang berisi tentang bagaimana pasien
mampu mengetahui dan mengerti tentang penyakit dan kondisi
kesehatannya serta bagaimana perawatan yang baik setelah pasien
berada di rumah. Booklet ini merupakan booklet baku dari AHRQ Tools
2a dan 2b Strategy_4 discharge planning
c. Instrumen panduan observasi
Panduan observasi yaitu panduan tentang penerapan discharge planning
metode IDEAL (include-discuss-educate-assess-listen). Panduan ini
merupakan AHRQ Tools strategy_4 discharge planning dan check list.
2. Prosedur Pengumpulan Data
a. Tahap administrasi
1) Mengajukan permohonan surat lolos kaji etik kepada komite etik
penelitian FK Unhas
2) Permohonan ijin penelitian oleh Dekan FK Unhas melalui koordinasi
Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan kepada Direktur RS
DR. Wahidin Sudirohusodo
3) Presentasi hasil proposal kepada pihak RS dan membentuk tim
discharge planner
4) Melakukan mini workshop discharge planning menggunakan AHRQ
Tools strategy_4 tool 1, tool 2a dan tool 2b
b. Tahap pemilihan sampel
Peneliti melakukan identifikasi terhadap populasi yang memenuhi kriteria
inklusi untuk kemudian dijadikan sampel penelitian. Setelah itu dilakukan
penjelasan kepada responden terkait prosedur penelitian, keuntungan yang
diperoleh oleh pasien, jika mendapat persetujuan dari responden maka
responden diberikan lembar informed consent untuk kemudian ditanda
tangani
c. Tahap pelaksanaan
1) Kelompok Intervensi
a) Peneliti memberikan pelatihan penerapan discharge planning terhadap
masing-masing perawat discharge planner pada tiap ruang rawat inap.
Sebelum melakukan intervensi, peneliti dan perawat menyamakan
persepsi terkait langkah dan proses pelaksanaan penelitian
b) Selanjutnya pertemuan pertama dengan pasien, penelitian dimulai
dengan prosedur pengisian instrumen karakteristik responden
kemudian pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang prosedur
penelitian, penjelasan informed consent, penandatanganan informed
consent kemudian memulai membina hubungan saling percaya
(BHSP). Setelah itu, tim discharge planner melakukan pengkajian
terhadap kondisi pasien hingga menyusun intervensi sesuai kebutuhan
discharge planning pasien.
c) Pertemuan kedua dilakukan pemberian health education tehadap
pasien terkait dengan kondisi kesehatannya meliputi pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, cara minum obat yang benar dengan
menggunakan booklet yang telah disediakan oleh peneliti
d) Pertemuan ketiga diberikan pendidikan kesehatan terkait nutrisi/diet
sesuai kebutuhan pasien CHF serta bagaimana cara merawat pasien
CHF setelah kembali ke rumah dengan menggunakan booklet yang
telah disediakan peneliti
e) Pertemuan keempat, bersama pasien dan keluarga perawat
memberikan pendidikan tentang modifikasi lingkungan/aktivitas serta
mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan perawatan pasien
selama berada di rumah
f) Setelah pasien memperoleh pelayanan sesuai dengan prosedur
discharge planning dan dinyatakan dapat dipulangkan kembali ke
rumah maka peneliti mempersiapkan lembar discharge planning
AHRQ tool 2b sesuai dengan kebutuhan pasien selama di rumah
kemudian dilanjutkan dengan mengukur lama hari rawat dan hospital
costs pasien pada data rekam medis rumah sakit
g) Setelah sampel telah cukup, maka peneliti menghitung AvLOS pasien
dengan menggunakan formula/rumus yang telah ditentukan
sebelumnya
2) Kelompok Kontrol
a) Peneliti memberikan informed consent pada pasien serta menjelaskan
proses penelitian pada pasien, lalu dilanjutkan dengan membina
hubungan saling percaya. Responden kelompok kontrol diberikan
resume pulang seperti biasa dilakukan di ruang perawatan. Setelah
pasien diperbolehkan pulang, peneliti melanjutkan dengan mengukur
length of stay dan hospital costs pasien tersebut
b) Setelah sampel telah cukup, maka peneliti menghitung rata-rata lama
hari rawat pasien dengan menggunakan formula/rumus yang telah
ditentukan sebelumnya
3. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan data
Pengolahan data terdiri dari proses editing, coding, processing, dan
cleaning data, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Editing
Editing adalah kegiatan melakukan perbaikan isian formulir, kuesioner
ataupun lembar observasi. Setelah kuesioner diisi responden maka
dilakukan editing. Editing atau proses penyuntingan data dilakukan
apabila seluruh data telah terkumpul.
2) Coding
Coding bertujuan memudahkan proses pengolahan data dengan
memberikan kode terhadap jawaban kemudian dikonversi kedalam
bentuk yang lebih ringkas berupa angka-angka yang dapat
memudahkan proses pengolahan data. Pada penelitian ini, variabel laki-
laki diberi kode 1, perempuan diberi kode 2. Pendidikan diberi 4
kriteria dimana kode 1 SD, kode 2 SLTP, kode 3 SLTA, serta kode 4
untuk Diploma/PT. Untuk Data Pekerjaan, Koding 1: Tidak Bekerja,
koding 2: Bekerja. Data Variabel Diagnosa Utama, koding 1 untuk
NYHA III, 2 untuk NYHA IV. Pada variabel Comorbid, koding 1
untuk1 Comorbid, dan 2 untuk 2 Comorbid. Untuk variabel Hospital
Cost diberi koding 1 untuk selisih dan koding 2 untuk tanpa selisih.
3) Data Entry atau processing
Data entry atau processing adalah kegiatan memasukkan data
(jawaban-jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode
baik berupa angka maupun huruf) ke dalam komputer, dimana pada
penelitian ini menggunakan software program statistik SPSS.
b. Analisis data
Adapun analisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Analisa univariat
Pada analisis univariat dilakukan analisis antara variabel independen
dan dependen dimana data yang diperoleh didistribusikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral (mean, median,
modus) atau grafik (Dharma, 2011). Pada penelitian ini variabel
independen terdiri dari penerapan discharge planning, variabel
dependen terdiri dari AvLOS dan hospital costs.
2) Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis atau untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel yang bersangkutan. Sebelum
menentukan jenis analisis bivariat yang akan digunakan, dilakukan uji
normalitas untuk jenis data numerik. Dimana data numerik hasil
penilaian umumnya mengikuti distribusi normal namun beberapa
distribusi data numerik tidak mengikuti asumsi distribusi normal
sehingga perlu dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-wilk
untuk besar sampel kurang dari 50 responden (Dharma, 2011). Apabila
hasil menunjukkan distribusi normal maka uji statistik yang digunakan
adalah statistik parametrik dengan jenis uji independent t-test namun
apabila hasil uji tidak normal maka jenis uji statistik yang digunakan
adalah statistik non parametrik dengan jenis uji mann withney t-test.
Hasil penelitian bermakna apabila nilai p lebih kecil dari 0,05 (p value
< 0,05) (Dharma, 2011).
4. Etika penelitian
Setelah mendapat persetujuan dari responden yang diteliti maka
dilakukan penelitian dengan menekankan pada etika penelitian menurut Dharma
(2011) yang meliputi :
a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Penelitian ini dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia dimana responden berhak dan memiliki kebebasan dalam
menentukan pilihan atau menolak penelitian yang dituangkan dalam
informed consent dimana langkah-langkahnya terdiri dari: (Dharma, 2011)
1) Mempersiapkan formulir informed consent yang akan ditandatangani
oleh pasien
2) Memberikan penjelasan terkait deskripsi penelitian, tujuan dan langkah-
langkah proses penelitian
3) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
4) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mempertimbangkan
apakah akan ikut didalam penelitian atau tidak
5) Apabila pasien menyetujui, maka informed consent ditandatangani oleh
pasien/responden
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and
confidentiality)
Privacy yang dimaksud adalah jawaban responden pada kuesioner yang
bersifat rahasia dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti dan
kerahasiaan subjek dijaga dengan cara hanya memberikan inisial pada nama
responden
c. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)
Pada proses penelitian ini, peneliti tidak membedakan agama, suku, ras
ataupun status sosial responden. Seluruh responden diperlakukan sama sejak
dari awal sampai pada akhir penelitian.
d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm
and benefits)
Perlu dilakukan pertimbangan rasio antara manfaat dan resiko dari sebuah
penelitian terhadap sampel. Oleh sebab itu, sebelum proses penelitian
dimulai, perlu adanya persetujuan etik dari komite etik penelitian.
e. Informed consent (persetujuan)
Informed consent diberikan kepada responden disertai judul
penelitian dan manfaat penelitian. Bila responden menolak maka peneliti
tidak akan memaksakan kehendak dan tetap memahami hak-hak subjek.
Pada penelitian ini, penjelasan terkait informed consent sejak pertemuan
pertama dengan pasien sebagai calon responden.
f. Anonimity (tanpa nama)
Demi menjaga kerahasiaan, pada penelitian ini anonymity dilakukan
dengan hanya memberikan inisial nama pasien pada lembar instrument untuk
mewakili nama responden.
g. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan hanya
kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Pada
penelitian ini, informasi responden hanya dapat diakses peneliti, perawat
sebagai discharge planner dan pembimbing penelitian
5. Alur penelitian
Proposal Penelitian
Pengurusan surat ijin penelitian
Pascasarjana Unhas
Komite etik Unhas
RS DR. Wahidin Sudirohusodo
Penentuan Populasi
Pasien CHF di ruang rawat inap
Teknik sampling
non probability sampling : consecutive sampling
Sampel
Pasien CHF n=36
Informed Consent
Memberi penjelasan dan meminta
persetujuan responden
Variabel dependen
AvLOS, Hospital Cost
Variabel independen
Penerapan discharge planning
Analisa Data:
Analisa Univariat dan Bivariat
Hasil Dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Kontrol
Pasien CHF n:18 Intervensi
Pasien CHF n: 18
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil analisis data penelitian dengan menggunakan
statistik dari hasil analisis univariat dan bivariat lalu diuji menggunakan uji mann
whitney dan uji fisher’s Exact test , kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil
penelitian, keterbatasan serta implikasi terhadap pelayanan keperawatan
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di RS Wahidin Sudirohusodo di Ruang Penyakit
Jantung Terpadu (PJT) pada tanggal 24 april 2017 sampai 9 Juli 2017. Sebelum
melakukan pengumpulan data, dilakukan miniworkshop terkait IDEAL discharge
planning kepada 6 orang discharge planner yang telah memenuhi kriteria sebagai
discharge planner.
Sebelum dilakukan penerapan IDEAL Discharge Planning, terlebih dahulu
dilakukan miniworkshop IDEAL Discharge Planning AHRQ Tools terhadap 12
orang perawat yang telah memenuhi syarat sebagai pemberi discharge planning.
Selama kurang lebih satu minggu pelaksanaan, sebanyak 1 orang perawat
mengundurkan diri dengan alasan tidak mampu menerapkan IDEAL Discharge
Planning di ruangan karena penerapan yang sangat menyita waktu, selain itu,
beban kerja di ruangan dirasa sudah sangat berat.
Penerapan IDEAL discharge planning dilakukan sebanyak 4 kali tatap muka
dengan pasien dan keluarga dimana pada pertemuan pertama, perawat melakukan
asesmen terkait siapa yang akan merawat pasien setelah berada di rumah,
kemudian pertemuan berikutnya menetapkan tujuan dan target perawatan pasien
secara bersama dengan keluarga, lalu pertemuan ke tiga memberikan deep
learning kepada pasien dan keluarga terkait konndisi kesehatan pasien dan
pertemuan terakhir sehari sebelum pasien pulang, perawat memberikan resume
pulang kepada pasien serta menjelaskan secara rinci setiap item trekait
Proses Pengumpulan data dilakukan di Ruang Perawatan PJT dan Ruang
HCU/CVCU PJT, dimana sampel terdiri dari 2 kelompok yakni 18 responden
kelompok kontrol dan 18 responden kelompok intervensi. Hasil analisis disajikan
dalam bentuk tabel frekuensi (%) untuk data kategorik dan data numerik disajikan
dalam bentuk mean, median, standar deviasi dan nilai IQR kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan tabel.
1. Analisa Bivariat
Pada bagian ini diuraikan tentang distribusi frekuensi data demografi
responden meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan serta
diagnosa utama dan comorbid responden.
a. Karakteristik Responden
Distribusi responden menurut karakteristik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,, Pendidikan, Pekerjaan,
Diagnosa utama, Comorbid Di Ruang Rawat Inap RS
Wahidin Sudirohusodo
Variabel
Total
p Kelompok
Kontrol
Kelompok
intervensi
n:18 % n:18 %
Usia, Median (IQR)
58.50
(20)
59.50
(19)
0.308
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-laki
Perempuan
13
5
72.2
27.8
12
6
66.7
33.3
0.381
Tingkat Pendidikan, n (%)
SD
SLTP
SLTA
PT
4
5
4
5
22.2
27.8
22.2
27.8
5
2
3
8
27.8
11.1
16.7
44.4
0.023
Pekerjaan, n(%)
Tidak Bekerja
Bekerja
7
11
38.9
61.1
5
13
27.8
72.2
0.001
Diagnosa, n (%)
CHF NYHA III
CHF NYHA IV
15
3
83.3
16.7
11
7
61.1
38.9
0.348
Diagnosa Penyerta, n (%) 0.001
1 Comorbid
2 Comorbid
-
18
-
100
1
17
5.6
94.4
Data numerik diuji menggunakan mann withney sedangkan Data kategorik
diuji menggunakan uji Fisher’s Exact
Pada tabel 5.1 diatas menunjukkan distribusi karakteristik dari dua
kelompok yaitu kelompok intervensi dan kontrol dimana total responden
sebanyak 36 dan disebar kedalam 2 kelompok yang terdiri dari 18
kelompok kontrol dan 18 kelompok intervensi. Data terkait median usia
pada kelompok kontrol berada pada 58.50 (IQR 20) sedangkan pada
kelompok intervensi, median usia berada pada 59.50 (19).
Menurut tingkat pendidikan pada kelompok kontrol, responden rata-
rata berlatar belakang SLTP dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar
27.8%, dan pada kelompok intervensi didominasi oleh responden dengan
latar belakang Perguruan Tinggi sebesar 44.4%. Dari segi status
pekerjaan, pada kelompok kontrol mayoritas responden bekerja 61.1%.
dan pada kelompok intervensi, responden bekerja sebesar 72.2%.
Berdasarkan diagnosa utama, responden kelompok kontrol dengan
CHF NYHA III sebesar 83.3%, keseluruhan responden dengan 2
Comorbid sebesar 100%, sedangkan pada kelompok intervensi,
responden dengan diagnosa utama CHF NYHA III sebesar 61.1% dan
CHF NYHA IV sebesar 38.9% dimana responden dengan 1 Comorbid
sebesar 5.6% dan 2 Comorbid sebesar 94.4%. Dengan demikian, secara
statistik tidak ada perbedaan karakteristik, hal ini membuktikan bahwa
terdapat kesetaraan atau homogenitas antara kelompok kontrol dan
kelompokintervensi
ALGORITMA RESPONDEN
Intervensi
n:18
36 inklusi
Kontrol
n:18
DO: 2
2 bertambah dx
penyerta
DO: 6
2 sampel berubah
diagnosa utama
2 sampel pindah ke VIP
1 bertambah dx penyerta
1 meninggal
n:9 HCU n:9 perawatan
DO: 4
1 sampel berubah
diagnosa utama
2 sampel pindah ke VIP
1 bertambah dx penyerta
Inklusi 6
n:9 HCU
DO: 3
1 sampel pindah ke VIP
1 meninggal
1 bertambah dx penyerta
Inklusi 4
n:9 perawatan n:9 HCU
n:9 HCU n:9 perawatan
DO: 2
1 sampel pindah ke VIP
1 bertambah dx penyerta
Inklusi 2
Inklusi 2
DO: 2
1 pindah VIP
Inklusi 2
n:9 perawatan
DO: 1
1 sampel
pindah ke VIP
1 bertambah dx
Inklusi 1
Informed Consent
c. Breakdown Hospital Cost Pasien dengan CHF
Tabel 5.2 Breakdown Hospital Cost Pasien CHF Di Ruang rawat Inap RS
Wahidin Sudirohusodo
Pada tabel diatas menunjukkan besaran selisih Hospital Cost dengan tarif INA
CBGs karena beberapa hal seperti tarif akomodasi rawat inap pasien di Rumah Sakit dihitung
per hari sedangkan pada tarif INA CBGs dihitung berdasarkan grouping diagnosa. Selain itu
ada beberapa tindakan yang diluar dari tanggungan klaim INA CBGs misalnya tindakan Cath
Lab
d. Perbedaan AvLOS dan Hospital Cost pada kelompok intervensi dan kontrol
Tabel 5.3 Perbedaan AvLOS dan Hospital Cost kelompok kontrol dan
kelompok intervensi pasien CHF di Ruang Rawat Inap RS
Wahidin Sudirohusodo
Variabel Total
Kelompok Kontrol Kelompok intervensi
n:18 n: 18
AvLOS, Median (IQR)
Mean (±SD)
6.50
8.28
9
(SD ±4.95)
4.00
4.83
8
(±4.95)
Hospital Cost, Median (IQR) 5.286.233 6.249.831 2.626.544,50 3.387.318
Unit Layanan Item Tindakan Jumlah Tagihan Harus
Bayar
Administrasi - 1 7.500 7.500
PJT IGD (IRNA) Akomodasi 0 0 0
PJT CVCU (NON VIP) Akomodasi 6 3.240.000 3.240.000
PJT CVCU Tindakan O2 1 717.000 717.000
Lab PCC Tindakan Lab 8 383.000 383.000
Farmasi Pengambilan Obat 140 3.263.316 3.263.316
Farmasi (Retur) Pengembalian Obat 11 -92.930 -92.930
PJT CVCU Visite dokter & perawat 6 2.160.000 2.160.000
PJT CVCU Tindakan IRNA 52 3.062.230 3.062.230
PJT Perawatan (Lt.3) Akomodasi 6 741.600 741.600
Poli Jantung Tindakan IRNA 1 300.000 300.000
Cath Lab Tindakan IRNA 1 7.200.000 7.200.000
PJT Perawatan (Lt.3) Tindakan IRNA 14 897.000 897.000
PJT Perawatan (Lt.3) Visite dokter & perawat 494.400 494.400
Total Tagihan 22.373.116 22.373.116
Total Jaminan 8.657.900
Total Subsidi: Total Tagihan - Total Jaminan
Rp. 22.373.116 - Rp 8.657.900 = 13.715.216
Mean (±SD) 6.798.659,22 5.580.903,72 3.291.754 2.081.229,98
Data numerik diuji menggunakan mann withney
Pada tabel 5.3 menunjukkan hasil Median AvLOS kelompok kontrol 6.50
(IQR 9) sedangkan pada kelompok intervensi sebesar 4.00 (IQR 8) dimana hal ini
menunjukkan bahwa median AvLOS kelompok kontrol jauh lebih besar
dibandingkan AvLOS kelompok intervensi. Berdasarkan variabel Hospital Cost,
median pada kelompok kontrol, jauh lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
intervensi.
e. Analisis perbedaan Hospital Cost dan tarif INACBGs pasien dengan CHF di Ruang
Rawat Inap RS Wahidin Sudirohusodo
Tabel 5.4 Analisis Perbedaan tarif Hospital Dan Tarif INA CBGs
Variabel Mean Maksimum Minimum
Hospital Cost
Intervensi 3.291.754 7.743.893 1.173.500
Kontrol 6.798.659,22 20.200.866 1.515.175
INACBGs
Intervensi 6.236.083,33 7.902.500 4.869.600
Kontrol 5.585.488,89 6.773.600 4.869.600
Data numerik diuji menggunakan mann withney sedangkan Data kategorik diuji
menggunakan Fishe’sr Exact
Berdasarkan Hospital Cost dan tarif INACBG’s terdapat perbedaan rata-rata
(mean) Hospital Cost dan INA CBGs pada pasien kelompok intervensi dan
pasien kelompok kontrol. Dimana mean Hospital Cost kelompok intervensi Rp.
3.291.754 dan kelompok kontrol sebesar Rp. 6.798.659 sedangkan mean tarif INA
CBGs pada kelompok intervensi sebesar Rp. 6.236.083 dan kelompok kontrol sebesar
Rp. 5.585.488
2. Analisa Bivariat
Pada analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan pelaksanaan discharge
planning terhadap AvLOS dan Hospital Cost pada pasien dengan CHF di RS Wahidin
Sudirohusodo
Tabel 5.5 Hubungan Pelaksanaan Discharge Planning dengan AvLOS dan
Hospital Cost pada pasien dengan CHF di RS Wahidin
Sudirohusodo
Variabel Median Rank P Value
AvLOS
Kontrol 22.69 0.015
Intervensi 14.31
Hospital Cost
Kontrol 23.00 0.001
Intervensi 14.00 Data numerik dianalisis menggunakan uji Mann Withney
Pada bagian ini akan dianalisis variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan
discharge planning. Dimana variabel discharge planning akan dihubungkan dengan 2
variabel dependen yakni AvLOS dan Hospital Cost
a. Uji Korelasi variabel Discharge Planning dengan variabel AvLOS
Berdasarkan tabel 5.3 diatas terlihat bahwa nilai Median Rank AvLOS kelompok
kontrol memiliki nilai 22.69 dan kelompok intervensi sebesar 14.31 dengan taraf
signifikansi sig(2-tiled) atau probabilitas (p)= 0.015 dengan taraf kepercayaan
0.05 atau 95%. Oleh karena itu nilai p < α < 0.05 artinya terdapat hubungan antara
pelaksanaan discharge planning dengan jumlah AvLOS
b. Uji Korelasi variabel Discharge Planning dengan variabel Hospital Cost
Pada bagian ini dianalisis variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan
discharge planning. Pada tabel 5.3 diatas terlihat bahwa nilai Median Rank
Hospital Cost kelompok kontrol memiliki nilai 23.00 dan kelompok intervensi
sebesar 14.00 dengan taraf signifikansi sig(2-tiled) atau probabilitas (p)= 0.001
dengan taraf kepercayaan 0.05 atau 95%. Oleh karena itu nilai p < α < 0.005
artinya terdapat hubungan antara pelaksanaan discharge planning dengan jumlah
Hospital Cost
B. Pembahasan
1. Efektivitas Penerapan discharge planning terhadap AvLOS kelompok yang
diberi IDEAL discharge planning dengan kelompok yang tidak diberi
discharge planning
Dari hasil analisis test Mann Withney diperoleh perbedaan yang signifikan antara
Average Length Of Stay (AvLOS) pada kelompok yang diberikan discharge
planning dengan kelompok yang tidak diberikan discharge planning namun hanya
berupa resume pulang saja dengan nilai pada AvLOS sebesar p= 0.015 dan nilai p
pada Hospital Cost sebesar 0.001.
Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu salah satunya
oleh Hastono, Pemila dan Sitorus (2010) bahwa melalui penerapan discharge
planning mampu memendekkan lama hari rawat pasien. Hal tersebut juga
didukung oleh hasil penelitian Bowers & Cheyne (2016) bahwa discharge
planning secara signifikan mampu memendekkan lama hari rawat sebesar
sepertiga dari total responden pasien post partum
Hasil penelitian Wartawan (2012) menunjukkan bahwa salah satu penyebab
AvLOS memanjang adalah pemulangan pasien bertepatan dengan hari libur kerja,
namun pada penelitian ini hal tersebut tidak terjadi sebab di RS Wahidin
Sudirohusodo khususnya di Ruang Rawat Inap dan HCU PJT, sudah terbentuk tim
khusus yang menangani pasien yang rencana pulang pada hari libur kerja.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang tidak dikontrol dalam penelitian ini yang
kemungkinan berpeluang menyebabkan bias seperti tindakan medis yang
diberikan oleh dokter.
2. Analisis Hospital Cost pada pasien dengan CHF
Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa terdapat selisih biaya pada tarif Hospital Cost
dan tarif INA CBGs. Dimana pada kelompok kontrol tarif maksimum Hospital
Cost sebesar Rp. 20.200.866 sedangkan tarif maksimum INA CBGs hanya berkisar Rp.
6.773.600, berbeda dengan kelompok intervensi dimana tarif Hospital Cost maksimum
sebesar Rp. 7.743.893 dengan tarif INA CBGs maksimum Rp. 7.902.500. Hal ini
menunjukkan terjadi Selisih biaya Hospital Cost dengan tarif INA CBG’s pada pasien
kelompok kontrol (tanpa discharge planning). Pada penelitian ini, perbedaan Hospital
Cost pada kelompok kontrol dan intervensi terjadi secara signifikan karena melalui
penerapan IDEAL discharge planning mampu memandirikan pasien dan keluarga dalam
merawat pasien selama proses penyembuhan dan pemulihan di Rumah sakit serta
meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga terkait perawatan pasien di rumah.
Namun pada penelitian ini, sampel tidak dikontrol berdasarkan kelas INA-CB’s
khusus kelas I, II, atau III sehingga hal ini berpotensi menyebabkan bias pada hasil
penelitian ini.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini tidak dapat diuraikan secara jelas item-item khusus break down
INA CBGs
2. Perawat yang menjadi discharge planner sebagian besar tidak memiliki
kepercayaan diri dalam melakukan IDEAL Discharge Planning
3. Pada penelitian ini masih ada anggota tim discharge planner yang belum
memenuhi kriteria khusus sebagai seorang discharge planner
4. Oleh karena keterbatasan waktu, maka pada penelitian ini tidak dapat diukur
bagaimana efektifnya discharge planning setelah pasien kembali ke rumah
5. Peneliti tidak mengontrol kelas perawatan serta tindakan medic yang diberikan
dokter sebagai faktor yang berpotensi menyebabkan bias pada penelitian ini
D. Implikasi Terhadap Keperawatan
Secara tidak langsung penelitian ini dapat menambah pemahaman perawat terkait
pelaksanaan IDEAL Discharge Planning khususnya pada pasien dengan CHF.
Melalui penelitian ini menunjukkan bahwa perawat memiliki peranan penting dalam
pemberian discharge planning yang mampu memendekkan AvLOS dan
meminimalkan Hospital Cost pada pasien dengan CHF di RS Wahidin Sudirohusodo
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan kesimpulan yang menjawab permasalahn penelitian yang telah
dirumuskan. Saran praktis yang berhubungan dengan masalah penelitian diuraikan untuk
meningkatkan hasil penelitian ini
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan:
1. Penerapan IDEAL Discharge Planning efektif menurunkan AvLOS pada pasien
dengan CHF
2. Penerapan IDEAL Discharge Planning efektif menekan Hospital Cost pada pasien
dengan CHF
B. Saran
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang dialami peneliti sehingga
disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian sejauh mana efektifitas
penerapan discharge planning mampu mengurangi readmission (kejadian rawat kembali)
dengan derajat NYHA yang semakin bertambah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, F. (2015). The Aplication Of discharge planning inpatients and its influence on
patiens satisfaction in regional public hospital of dr. H. Chasan Boisoirie of Ternate.
PSMIK UNHAS. Makassar
Alves, F.D, et al. (2012). Nutritional Orientation, Knowledge and Quality of diet in heart
failure: randomized controlled trial. ISSN 0212-1611. CODEN NUHOEQ
Azwar, A.(2009). Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga. Jakarta: Bina Rupa
Aksara
Burns, N., & Groove, S.K. (2011). Understanding Nursing Research (5th ed). USA:
Elsevier.
Bowers, J., & Cheyne, H. (2016). Reducing The Length Of Postnatal Hospital Stay:
Implications For Cost and Quality Of Care. BMC Health Service Research. DOI:
10.1186/512913-015-1214-4
Corwin, Elisabeth J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dahlan, M. (2014). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan
multivariat, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Edisi 6. Jakarta:
Epidemologi Indonesia.
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan :Panduan Melaksanakan dan
Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans InfoMedia
Departemen Kesehatan RI. 1999. Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah
Sakit, Jakarta : Dep.Kes RI, Dirjen Pelayanan Medik.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Standar Pelayanan Minimal. Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat. Jakarta
Discharge Planning Association. (2008). Discharge Planning di http.www.discharge
planning.org.au/index.htm. diunduh pada tanggal 25 maret 2016.
Donabedian, A. (1988). The Quality of Care: How can it be assessed. Archives of Phatology
& Laboratory Medicine. Proquest Nursing Journals. Page 1145:Nov 1997: 121, 11
Emely, J.C. (2012). Features of High Quality Discharge Planning for Patients Following
Acute Miocard Infraction. www.pubpdf.com
Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Holland, D.E., & Hemann, M.A. (2011). Standardizing Hospital Discharge Planning at the
Mayo Clinic Join Commission Journal on quality of Patient Safety. volume 37, pp29-
36(8)
Ishak, J.K, et al. (2012). Accounting For The Relationship Between Per Diem Cost and LOS
When Estimating Hospitalization Costs. Biomed Central Research
Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori, Konsep dan
Aplikasi (1st ed). Jakarta: FKUI
Kozier & Erb’s. (2010). Fundamental of nursing : concepts, process, and practice. Vol 1.
Ninth edition. New Jesery : Pearson Education.
Krzystof, S. (2011). Predictors of Length of Hospital Stay after spine surgery. Wisdom Teeth
Surgery
Lubis, A., F. (2009). Ekonomi Kesehatan. USU press. Medan
Majid, A. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Rawat Inap
Ulang Pasien Gagal jantung Kongestif di Rumah Sakit Yogyakarta. FIK UI: Jakarta
Meng, et al. (2013). Evaluation of a Self Management Patient Education Program For
Patients With Chronic Heart Failure Undergoing Inpatients Cardiac Rehabilitation.
Study Protocol of a Cluster: Randomized Controlled Trial
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2014). Manajemen keperawaan: Aplikasi dalam praktik keperawatan profesional
(4th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Otsu, H., & Moriyama, M. (2011). Effectiveness of an Educational Self management
Program For Outpatient with Chronic Heart Failure. Japan Journal Of Nursing. DOI:
10.1111/5.1742-7924.2010.00166.x
Pemila, U. (2006). Konsep Discharge Planning. Diakses di http://www.FIK.UI. Ac.id tanggal
21 Maret 2016
Rofi’I, M. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perencanaan
Pulang pada Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. FIK UI: Depok
Sabarguna, B. S. (2008). Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto.
Samson, R. (2009). Leadership and management in nursing practice and education (First).
Missouri: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Simamora, R. (2012). Buku ajar: Manajemen keperawatan. Jakarta: EGC.
Sitorus, R. (2006). Model praktek keperawatan professional di rumah sakit : Penataan
struktur & proses (system) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat (Cetakan I).
Jakarta: EGC.
Sitorus, R., & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: Manajemen keperawatan di
ruang rawat inap. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Sudra, R.I. (2009). Statistik Rumah Sakit dari Sensus Pasien dan Grafik barber Johnson.
Yogyakarta. Graha Ilmu
Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Undang-Undang Republik Indonesia. Rumah Sakit (2009). Retrieved from
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2012/07/UU-No.-44-
Th-2009-ttg-Rumah-Sakit.pdf
Wartawan, I.W. (2012). Analisis lama hari rawat pasien yang menjalani pembedahan di ruang
rawat inap bedah kelas III RSUP Sanglah Denpasar. FKM UI: Depok
Wijayanti, A.I., & Sugiarsi, S,. (2014). Analisis Perbedaan Tarif Riil Dengan Tarif Paket
INA-CBG’s Pada Pembayaran Klaim Jamkesmas Pasien Rawat Inap di RSUD
Kabupaten Sukoharjo. APIKES jurnal Mitra Husada