the fifth world conference of speakers of ......laporan delegasi the fifth world conference of...
TRANSCRIPT
-
LAPORAN DELEGASI
THE FIFTH WORLD CONFERENCE OF
SPEAKERS OF PARLIAMENT
Wina - Austria I 19 – 20 Agustus 2020
BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
-
1
LAPORAN
DELEGASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MENGHADIRI SIDANG THE FIFTH WORLD CONFERENCE OF SPEAKER OF
PARLIAMENT
“PARLIAMENTARY LEADERSHIP FOR MORE EFFECTIVE MULTILATERALISM THAT DELIVERS
PEACE AND SUSTAINABLE DEVELOPMENT FOR THE PEOPLE AND PLANET”.
Wina - Austria, 19 – 20 Agustus 2020
Ketua DPR RI dan Badan Kerja Sama Antar Parlemen menghadiri the Fifth World
Conference of Speaker of Parliament pada tanggal 20 Agustus 2020. Pertemuan Tingkat
Tinggi yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali ini merupakan forum bagi para Ketua
Parlemen seluruh dunia yang bertujuan untuk berbagi pengalaman dan praktik cerdas,
sebagai wadah untuk saling belajar, terutama di masa pandemi yang menuntut kita semua
untuk saling berkolaborasi satu sama lain. Di tengah pandemi Covid-19, pertemuan ini
diselenggarakan dalam bentuk virtual yang menggunakan teknologi informasi dalam bentuk
Web Seminar. Pertemuan tahun ini diselenggarakan atas kerja sama Inter-Parliamentary
Union (IPU) dan Parlemen Republik Austria sebagai tuan Rumah.
Tema utama yang diangkat tahun ini adalah “Parliamentary leadership for more effective
multilateralism that delivers peace and sustainable development for the people and planet”.
Di tengah menguatnya ketegangan antar-negara, maupun praktik unilateralisme, parlemen
sebagai penjaga demokrasi harus memastikan bahwa multilateralisme merupakan jalan
yang harus dikedepankan berbagai negara untuk menyelesaikan permasalahan kita
bersama. Saling mendengar dan memahami adalah esensi dari multilateralisme, yang
seringkali diabaikan dalam proses dan hubungan antar-komunitas, kelompok, dan bahkan
negara. Konflik dan pembangunan yang mengabaikan keberlanjutan maupun kelestarian
planet seringkali karena berbagai negara mengedepankan ego masing-masing. Parlemen
dapat berperan sebagai suara moral dalam membendung kecenderungan ini.
A.PENDAHULUAN
-
2
Kepercayaan masyarakat yang cenderung melemah kepada proses demokrasi
ditunjukkan dengan menguatnya kecenderungan otokratik di banyak negara. Hal ini tidak
dapat disalahkan sepenuhnya kepada masyarakat karena sedikit banyak kegagalan dalam
menjamin kesejahteraan masyarakat turut mendorong kecenderungan tersebut. Parlemen
harus menjadi jembatan antara suara masyarakat yang sering kali terabaikan dengan
keputusan di tingkat negara, sehingga keberadaan parlemen tetap relevan di mata
masyarakat.
Pandemi Covid-19 yang jangkauannya melampaui permasalahan kesehatan semata,
mengakibatkan juga guncangan terhadap perekonomian masyarakat. Kegagapan dalam
solusi yang ditawarkan oleh negara mendorong erosi yang lebih jauh terhadap kekecewaan
masyarakat tersebut. Menurut data yang dilansir oleh IPU, kecenderungan ini terlihat dari
meningkatnya kekecewaan masyarakat dari 47,9 persen pada dekade 1990-an menjadi 57,5
persen pada tahun 2019. Indikator lainnya adalah menurunnya tingkat partisipasi pemilih
pada berbagai pemilu yang diselenggarakan, terutama pada para pemilih muda di bawah 25
tahun. Di tengah kecenderungan ini, maka peran parlemen menjadi semakin penting dan
dalam konteks inilah konferensi internasional para Ketua Parlemen sedunia tahun ini
diselenggarakan
Susunan Delegasi DPR RI pada sidang Fifth World Conference of the Speaker of
Parliament adalah sebagai berikut:
NO NAMA JABATAN
1. DR. (H.C.) Puan Maharani
A-188
● Ketua Delegasi DPR RI
● Ketua DPR RI
● Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
2. Dr. Fadli Zon, SS., M.Sc
A-86
● Anggota Delegasi
● Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen
(BKSAP)
● Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya
3. Charles Honoris
A-162
● Anggota Delegasi
● Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar
Parlemen (BKSAP)
● Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
-
3
Dr. (H.C.) Puan Maharani, Ketua DPR RI/F-PDIP menjadi salah satu pembicara utama
dalam sesi ketiga dengan tema “Improving Governance by Bridging the gap between
parliament and the people”. Delegasi DPR RI juga diwakili oleh Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP/F-
Gerindra dan Charles Honoris, Wakil Ketua BKSAP/F-PDIP.
Ketua-ketua Parlemen yang juga akan menjadi pembicara utama dalam sesi ini adalah:
1. Mr. Jan Anthoine Bruijn (Belanda)
2. Dr. (H.C.). Puan Maharani (Indonesia)
Selain para pembicara utama, sidang ini juga menghadirkan para pakar terkait isu tersebut,
mereka antara lain:
1. Ms. Phumzile Mlambo-Ngcuka (Executive Director, UN Women)
2. Mr. Fabrizio Hochschild-Drummond (Special Advisor to the UN Secretary-General on
the Commemoration of the United Nations 75th Anniversary)
Beberapa Ketua Parlemen juga memberikan tanggapan dan masukan di dalam sesi tersebut.
Mereka antara lain:
1. Mr. Rahman Rahmani (Afghanistan)
2. Mr. Andreas Norlen (Swedia)
3. Mr. Anthony Rota (Kanada)
4. Mr. Om Birla (India)
5. Ms. Inara Murniece (Latvia)
6. Mr. Juan Guaido (Venezuela)
7. Ms. Tanzila Narbaeva (Uzbekistan)
8. Mr. Igor Zorcic (Slovenia)
Para
Ketua Parlemen yang Hadir dalam Fifth World Conference of Speaker
-
4
1. Rapat Pimpinan Badan Kerja Sama Antar Parlemen Ke-7 pada tanggal 3 Juni 2020
menyetujui pengiriman delegasi pada sidang virtual Fifth World Conference of
Speakers of Parliament dan menugaskan Biro Kerja Sama Antar Parlemen untuk
mempersiapkan aspek teknis maupun substansi untuk acara tersebut.
2. Biro KSAP mengirimkan surat pada tanggal 11 Agustus 2020, nomor DP/09009/Setjen
dan BK DPR RI/AP.01/VIII/2020, perihal permintaan pendampingan untuk Ketua DPR
RI pada sidang tersebut kepada Kementerian Luar Negeri.
3. Biro KSAP mengadakan persiapan teknis terkait jaringan internet, kamera, suara,
maupun aspek teknis lainnya yang dibutuhkan. Kegiatan ini merupakan agenda
bersama organizing commitee IPU untuk memastikan segala hal berjalan baik ketika
pelaksanaan kegiatan. Agenda ini dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2020, pukul
17.00 WIB di ruang rapat Pimpinan DPR RI, Gedung Nusantara III, lantai 3 bekerja
sama dengan Bidang Data dan Teknologi Informasi dan Biro Pemberitaan Parlemen.
4. Biro Kerja Sama Antar Parlemen melakukan gladi bersih dan berbagai persiapan akhir
bersama dengan Bidang Data Teknologi Infomasi dan Biro Pemberitaan Parlemen
pada tanggal 19 Agustus 2020, pukul 13.00 WIB di Ruang Rapat Pimpinan DPR RI,
Gedung Nusantara III, lantai 3.
1. AGENDA WEB SEMINAR
Konferensi Ketua Parlemen Dunia Ke-5 Markas PBB, Wina, Austria, 19-21 Agusutus 2020
RABU, 19 AGUSTUS 2020
14:00 - 14:30
Pembukaan Konferensi Ketua Parlemen
Pidato sambutan dari:
● Ibu Gabriela Cuevas Barron, Presiden IPU
● Bpk. Wolfgang Sobotka, Ketua Dewan Nasional Austria
● Bpk. Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB
B. PERSIAPAN WEB SEMINAR
C. PELAKSANAAN WEB SEMINAR
-
5
14:35 - 15:20 Pembukaan: Debat interaktif mengenai kesehatan, iklim, dan ekonomi
Pimpinan: Ibu Gabriela Cuevas Barron, Ketua IPU
Moderator: Ibu Claire Doole
Undangan khusus:
● Ms. Sarah Gilbert
Profesor Vaksinologi dari University of Oxford
● Bpk. Jeffrey Sachs
Direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan dan Profesor pada
Columbia University
Direktur Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB
● Ibu Phoebe Koundouri
Profesor pada Athens University of Economics and Business
Presiden Terpilih Asosiasi Ekonom Sumber Daya dan Lingkungan
Eropa
15:30 - 16:10 Penyampaian laporan:
Mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan
anak perempuan: Praktik terbaik dan komitmen-komitmen parlemen
Pembicara Utama:
● Bpk. Kenneth Lusaka (Kenya)
● Ibu Donatille Mukabalisa (Rwanda)
● Ibu Shirin Sharmin Chaudhury (Bangladesh)
Penguatan peran pemuda di bidang politik dan parlemen: Dari kata-kata
menjadi aksi nyata
Pembicara Utama:
● Lord Fakafanua (Tonga)
● Ibu Fawzia Zainal (Bahrain)
● Bpk. Slimane Chenine (Aljazair)
-
6
Aksi puluhan tahun untuk mencapai Agenda Pembangunan
Berkelanjutan 2030
Pembicara Utama:
● Bpk. Chuan Leekpai (Thailand)
● Ibu Tone Wilhelmsen Trøen (Norwegia)
● Ibu Thandi Modise (Afrika Selatan)
16:20 - 17:05 Diskusi panel: Memperkuat aksi parlemen:
Darurat perubahan iklim
Pembicara Utama:
● Bpk. César Litardo Caicedo (Ekuador)
● Ibu Roser Suñé Pascuet (Andorra)
● Bpk. Haroun Kabadi (Chad)
Panelis:
● Ibu Yolanda Kakabadse
Mantan Presiden Word Wildlife Fund (WWF) dan International
Union for Conservation of Nature (IUCN)
● Bpk. Luis Alfonso de Alba
Utusan Khusus Sekretearis Jenderal PBB untuk KTT Iklim 2019
17:15 – 18:00 Diskusi panel: Pergerakan manusia untuk meraih kehidupan yang lebih
baik: Tantangan, peluang dan solusi
Pembicara Utama:
● Ibu Laura Rojas (Meksiko)
● Bpk. Mustafa Şentop (Turki)
● Ibu Zinaida Greceanîi (Republik Moldova)
Panelis:
● Ibu Gillian Triggs
Asisten Komisioner Tinggi bidang Perlindungan,
Kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR)
● Bpk. Gilles Carbonnier
Wakil Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC)
-
7
KAMIS, 20 AGUSTUS 2020
14:00 - 14:25
Penyampaian laporan (lanjutan)
Demokrasi dan perubahan peran parlemen abad ke-21
Pembicara Utama:
● Bpk. Demetris Syllouris (Siprus)
● Ibu Rebecca Alitwala Kadaga (Uganda)
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan etika: Permasalahan-permasalahan
yang muncul dan solusi yang mendesak
Pembicara Utama:
● Ibu Akiko Santo (Jepang)
● Bpk. Yariv Levin (Israel)
14:30 - 15:15 Diskusi panel: Meningkatkan mutu tata kelola dengan menjembatani
jarak antara parlemen dan masyarakat
Pembicara Utama:
● Ibu Adriana Muñoz (Chile)
● Bpk. Jan Anthonie Bruijn (Belanda)
● Ibu Puan Maharani (Indonesia)
Panelis:
● Ibu Phumzile Mlambo-Ngcuka
Direktur Eksekutif Perempuan PBB
● Bpk. Fabrizio Hochschild-Drummond
Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB pada Peringatan 75
Tahun PBB
15:25 - 16:10 Diskusi panel: Mendorong ekonomi inklusif dan berkelanjutan yang
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua
-
8
Pembicara Utama:
● Bpk. Marzouq Ali M. Al-Ghanim (Kuwait)
● Ibu Gabriela Cuevas Barron (Presiden IPU)
● Bpk. Jacob F. Mudenda (Zimbabwe)
Panelis:
● Bpk. Augustus Nuwagaba
Profesor pada Makerere University
● Ibu Armida Alisjahbana
Sekretaris Eksekutif, Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia
dan Pasifik (ESCAP)
16:20 - 17:05 Agenda khusus: Pemberantasan terorisme dan ekstremisme kekerasan:
Perspektif korban
Testimoni:
● Bpk. Imrana Alhaji Buba
Pemuda korban asal Nigeria, pendiri Koalisi Pemuda Melawan
Terorisme (YOCAT)
Pembicara Utama:
● Bpk. Wolfgang Sobotka (Austria)
● Ibu Esperança Bias (Mozambique)
● Bpk. Reinhold Lopatka, Ketua Kelompok Penasihat Tingkat Tinggi
IPU dalam Penanggulangan Terorisme dan Ekstremisme
Kekerasan
Panelis:
● Ibu Ghada Fathi Waly
Direktur Jenderal Markas PBB di Wina
Direktur Eksekutif Markas PBB untuk Obat-obatan dan Kejahatan
(UNODC)
● Bpk. Vladimir Voronkov
Under-Secretary-General pada Kantor PBB untuk
Penanggulangan Terorisme (UNOCT)
17:10 - 17:40 Adopsi Deklarasi ketua-ketua/pimpinan parlemen untuk mewujudkan
-
9
multilateralisme yang lebih efektif demi terciptanya perdamaian dan
pembangunan berkelanjutan bagi manusia dan bumi
17:45 - 18:15 Pidato penutup
● Bpk. Wolfgang Sobotka
Ketua Dewan Nasional Austria
● Bpk. Tijjani Muhammad-Bande
Presiden Majelis Umum PBB
● Ibu Gabriela Cuevas Barron
Presiden IPU
2. JALANNYA WEB SEMINAR
Rabu, 20 Agustus 2020
a. Sesi Pembukaan
Gabriela Cuevas Barron, President of the IPU menyatakan Diplomasi Parlemen sangat
penting karena merupakan wadah untuk mencari kesepahaman dan saling pengertian.
Walaupun ketidaksepakatan banyak terjadi di berbagai isu, upaya bersama terus
dilakukan untuk mencapai consensus. Di tengah dunia yang banyak dilanda konflik, kita
harus berani membayangkan dunia dimana pencarian solusi secara damai adalah
keniscayaan.
Wolfgang Sobotka, President of the National Council menyatakan bahwa sebagai
penjaga demokrasi dan tatanan hukum, parlemen memiliki peran kunci dalam
menyelesaikan tantangan dewasa ini. Penting bagi parlemen untuk melihat bahwa
pandemic korona sebagai kesempatan untuk mengakui nilai dan kelebihan yang
ditawarkan oleh diplomasi parlemen.
Antonio Guterres, Secretary General of the UN menyatakan bahwa pandemic Covid-19
merupakan bencana yang belum ada presedennya. Efek pandemi ini melanda mulai dari
sisi ekonomi, hingga bencana kemanusiaan dan hak asasi manusia. Bahkan tanpa
pandemi ini masalah kesenjangan, degradasi lingkungan, menciutnya hak-hak sipil,
fasilitas publik yang tidak layak telah menjadi masalaha akibat kegagalan pemerintah.
Pada tataran global, kita memerlukan Tatanan Global Baru yang memastikan
kekuasaan, kekayaan, dan kesempatan dapat dibagi secara lebih luas dan merata. Kita
memerlukan globalisasi yang lebih adi dan suara yang lebih kuat bagi negara-negara
-
10
berkembang. Para anggota parlemen memiliki peran penting dalam mewujudkan
semua ini.
b. Sesi Pertama: Mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan
anak perempuan: Praktik terbaik dan komitmen-komitmen parlemen
Pembicara Utama:
● Bpk. Kenneth Lusaka (Kenya)
● Ibu Donatille Mukabalisa (Rwanda)
● Ibu Shirin Sharmin Chaudhury (Bangladesh)
Sesi ini dilaksanakan pada pukul 15.30 – 16.10 WIB yang fokus pada isu kesetaraan dan
pemberdayaan perempuan. Isu yang dibicarakan pada sesi ini penting karena masih
terdapat banyak permasalahan terkait kesetaraan jender dewasa ini. World Conference
on Women yang dilaksanakan pada tahun 1995 telah menyepakati The Beijing
Declaration dan Platform for Action yang berisi visi dan peta jalan yang komprehensif
terkait kesetaraan jender. Salah satu tujuan SDGs secara khusus menjadikan isu
kesetaraan jender ini sebagai Agenda 2030 nya.
Walaupun banyak kemajuan telah dicapai, tidak sedikit tantangan yang menghalangi
proyek besar pemberdayaan dan kesetaraan bagi perempuan. Sebagai contoh di
beberapa negara perempuan hanya memperoleh hak dan posisi hukum yang setara
hanya dengan hak yang dimiliki oleh laki-laki. Aturan hukum yang diskriminatif masih
mempengaruhi hidup sekitar 2.5 milyar perempuan di seluruh dunia. Diskriminasi
bahkan terjadi dalam ranah keluarga, dimana perlakuan yang berbeda diterima oleh
anak laki-laki dan perempuan. Masih banyak aturan yang sangat mempersulit
perempuan dalam memperoleh hak-hak yang setara dengan laki-laki.
Di tengah semua tantangan banyak kemajuan yang telah dicapai selama 5 tahun
belakangan ini. Aturan perundangan maupun kebijakan yang tidak ramah kesetaraan
jender perlahan ditinggalkan. Beberapa reformasi praktek kebijakan yang telah terjadi
beberapa tahun belangan ini antara lain:
1. 191 konstitusi negara telah memasukkan aturan yang mendorong persamaan hak
dan anti diskriminasi dan sebanyak 24 konstitusi memiliki aturan tersendiri terkait
isu kesetaraan jender ini.
2. Data Bank Dunia menyatakan bahwa antara 2008 – 2017, sebanyak 274 reformasi
terkait kesetaraan jender telah dilaksanakan di 131 negara.
3. Dua per tiga negara telah memiliki aturan terkait cuti hamil, maupun melahirkan
sebagai bentuk pengakuan negara atas peran perempuan yang lebih berat terkait
pemenuhan tugas-tugas profesional dan domestik.
-
11
4. Peraturan dan regulasi terkait kekerasan terhadap perempuan telah dilaksanakan
di lebih dari setengah negara-negara di seluruh dunia.
5. Partisipasi politik perempuan telah meningkat di banyak negara pasca pemilu
yang banyak diselenggarakan pada tahun 2019.
6. Sebelum tahun 1995, hanya 2 negara yang memberlakukan kuota minimal bagi
perempuan di pemilu. Dewasa ini, praktek tersebut telah tersebar ke seluruh
penjuru dunia, yaitu sebanyak 81 negara.
Sejak 2015, banyak parlemen negara di seluruh dunia yang menempatkan perempuan
sebagai Ketua Parlemennya. Negara-negara tersebut antara lain: Nepal (2015), Vietnam
(2016), Filipina (2018) dan Indonesi serta Kazakstan (2019). Beberapa negara Afrika juga
menempatkan perempuan sebagai Ketua Parlemen Untuk Pertama kalinya, yaitu
Namibia (2015), Republik Demokratik Kongo, Malawi dan Togo (2019). Negara-negara
Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab (2015), Suriah (2016) dan Bahrain juga telah
melakukan hal yang sama.
Inter-Parliamentary Union (IPU) mendorong parlemen untuk membangun petunjuk
dengan:
1. Mengadopsi kebijakan yang memperjelas bahwa seksisme dan pelecehan
merupakan tindakan ilegal.
2. Melakukan evaluasi berkala, termasuk melalui survey.
3. Memastikan bahwa korban dapat memakses bantuan dan terjaga kerahasiaannya.
4. Menerapkan sanksi yang tegas terhadap para pelaku.
5. Membangun kesadaran kepada para anggota parlemen mengenai pentingnya isu
ini.
Dalam rangka mempercepat upaya ini, maka para anggota parlemen berkomitmen:
1. Mendorong komitmen global untuk menghapus segala bentuk diskriminasi
maupun kekerasan terhadap perempuan.
2. Melakukan tinjauan berkala terhadap komitmen ini, khususnya dalam pencapaian
tujuan dalam Decade of Action.
3. Membangun komitmen politik dalam memperjuangkan kesetaraan jender.
4. Melacak sumber diskriminasi jika terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan.
5. Menghentikan seluruh kekerasan dan diskriminasi melalui pembuatan kebijakan.
6. Mengadopsi legislasi yang lebih ambisius dalam mencapai tujuan ini.
7. Mendorong peran perempuan yang lebih besar di dalam internal partai politik.
8. Mengawasi pemerintah untuk menjaga komitmen ini.
9. Mengalokasikan sumber daya yang kuat untuk memastikan pencapaian tujuan
kesetaraan jender
-
12
10. Mengutuk segala bentuk kekerasan berbasis jender, baik dalam bentuk seksisme,
pelecehan, maupun kekerasan.
c. Sesi Kedua: Penguatan peran pemuda di bidang politik dan parlemen: Dari kata-kata
menjadi aksi nyata
Pembicara Utama:
● Lord Fakafanua (Tonga)
● Ibu Fawzia Zainal (Bahrain)
● Bpk. Slimane Chenine (Aljazair)
Sesi ini dilaksanakan pada pukul 15.30 – 16.10 WIB yang fokus pada isu partisipasi
pemuda dalam politik. Pemuda merupakan komponen demografis yang masih relatif
kecil terwakili dalam partisipasi politik dan pengambilan keputusan, temasuk parlemen.
Menurut data yang dilansir oleh IPU, pemuda hanya mewakili 2.2 persen dari seluruh
anggota parlemen.
Beberapa tantangan yang dihadapi oleh pemuda untuk terlibat dalam politik antara
lain:
1. Pemuda banyak terhalang oleh batasan umur agar dapat dicalonkan dalam
kontestasi politik.
2. Pemuda banyak yang terhalang secara finansial jika ingin terlibat di dalam politik.
3. Bias sosial yang mengganggap para pemuda belum siap untuk terjun dalam politik
banyak terjadi di seluruh belahan dunia.
4. Banyak pemuda yang masih sulit untuk mendapatkan atau membangun koneksi
yang cukup agar dapat dicalonkan dalam kontestasi politik.
5. Sikap apatis banyak mendorong kaum muda untuk menjauhi politik.
Dalam mengatasi permasalahan ini, IPU telah mengadopsi resolusi Youth Participation
in the Democratic Process pada pertemuan majelis umum IPU yang ke 122 pada tahun
2010. Resolusi tersebut mendorong parlemen seluruh dunia untuk mengambil aksi
nyata. Aksi nyata yang dimaksud antara lain:
1. Membentuk Forum bagi Para Anggota Parlemen Muda.
2. Mengadakan konferensi global maupun regional bagi para anggota parlemen
muda.
3. Melakukan riset dan pengumpulan data terkait partisipasi para pemuda di
parlemen.
4. Mendorong partisipasi anggota parlemen muda pada kegiatan-kegiatan
internasional.
5. Memasukkan penguatan partisipasi pemuda dalam Statuta IPU.
6. Pembangunan kapasitas maupun bantuan teknis kepada para politisi muda.
-
13
Selain resolusi yang telah dihasilkan, para anggota parlemen juga didorong untuk
menginisiasi aksi nyata yang dapat mendorong partisipasi para pemuda dalam politik.
Dorongan tersebut antara lain:
1. Meningkatkan proporsi pemuda di bawah 45 tahun sebagai anggota parlemen.
2. Pemerintah dan parlemen harus mendorong reformasi institusi yang dapat
mendorong representasi para pemuda dalam politik.
3. Mereformasi regulasi yang selama ini menjadi penghambata para pemuda untuk
terlibat dalam politik.
4. Membentuk komite khusus di dalam parlemen untuk mendorong isu-isu yang
terkait dengan para pemuda.
5. Mempromosikan penggunaan teknologi dalam proses di parlemen yang dapat
menarik minat para pemuda.
6. Berinvestasi dalam pembangunan teknologi dengan melibatkan para pemuda.
7. Membuka partai politik bagi keterlibatan para pemuda.
8. Melakukan pemantauan secara berkala untuk memastikan berbagai target dapat
tercapai.
d. Sesi Ketiga: Aksi puluhan tahun untuk mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan
2030
Pembicara Utama:
● Bpk. Chuan Leekpai (Thailand)
● Ibu Tone Wilhelmsen Trøen (Norwegia)
● Ibu Thandi Modise (Afrika Selatan)
Sesi ini dilaksanakan pada pukul 15:30 - 16:10 yang fokus pada Agenda 2030. Agenda
ini diadopsi pada tahun 2015 yang terdiri atas 17 tujuan beserta 169 target yang
bertuuan untuk menghapuskan kemiskinan dan mengurangi berbagai bentuk
kesenjangan sosial dengan tetap berpedoman kepada kelestarian lingkungan. IPU
menjadikan agenda SDGs sebagai kegiatan utama dan telah mengintegrasikan hal
tersebut ke dalam Strategi 2017-2021.
Strategi IPU terkait isu ini terbagi 2, yaitu: institusionalisasi program-program SDGs
menjadi kerangka kerja acuan bagi parlemen. Pada saat yang bersamaan fokus pada isu-
isu tertentu yang relevan dengan kerja dan fungsi parlemen, seperti isu kesetaran
jender, perubahan iklim, tata kelola yang baik dan isu kemiskinan dan kelaparan.
IPU mendorong parlemen agar membantu mendorong tercapainnya berbagai tujuan
tersebut pada tahun 2030. Beberapa hal yang telah dilakukan antara lain:
1. Membangun struktur internal untuk mengidentifikasi dan memastikan berbagai
tujuan SDGs relevan dengan kebutuhan masing-masing negara.
-
14
2. Mendorong setiap rencana SDGs di tangkat nasional dapat terlaksana dalam
tataran kebijakan.
3. Menyediakan anggaran yang memadai untuk memastikan keberhasilan rencana
SDGs di tingkatan nasional.
4. Secara aktif terlibat langsung dengan masyarakat, terutama lapisan yang paling
terpinggirkan dan rentan.
Dari berbagai pengalaman IPU selama terlibat dalam program-program SDGs, beberapa
hal yang dapat menjadi pelajaran adalah:
1. Secara umum, dukungan politik terhadap tujuan-tujuan SDGs harus ditingkatkan.
2. Harus mempertimbangkan kondisi masing-masing negara terkait upaya
institusionalisasi SDGs.
3. Berdasarkan survey yang dilakukan IPU, parlemen telah menunjukkan beragam
upaya dalam mengimplementasikan tujuan-tujuan SDGs, dimana beberapa
praktik cerdas telah dihasilkan.
4. Kerjasama regional maupun inter-regional antar-parlemen sangat penting untuk
saling bertukan informasi maupun pengalaman.
5. Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap pembangunan
dan kesejahteraan global.
6. Akses terhadap data yang berkualitas sangat penting untuk menhasilkan
kebijakan yang tepat sasaran.
Tahun 2020 menandai dimulainya Decade of Action dan berlakunya Paris
Agreement, dimana parlemen harus memastikan agar pembangunan dan
kesejahtearaan dibangun dengan cara yang berkelanjutan.
e. Diskusi panel: Memperkuat aksi parlemen: Darurat perubahan iklim
Pembicara Utama:
● Bpk. César Litardo Caicedo (Ekuador)
● Ibu Roser Suñé Pascuet (Andorra)
● Bpk. Haroun Kabadi (Chad)
Panelis:
● Ibu Yolanda Kakabadse Mantan Presiden Word Wildlife Fund (WWF) dan
International Union for Conservation of Nature (IUCN)
● Bpk. Luis Alfonso de Alba Utusan Khusus Sekretearis Jenderal PBB untuk KTT Iklim
2019
Panel diskusi ini dilaksanakan pada 21.20-22.05 WIB yang fokus pada aksi yang dapat
dilakukan oleh parlemen terkait permasalahan perubahan iklim. Terkait isu ini, upaya
-
15
global telah dilakukan dan menghasilkan Paris Agreement pada tahun 2015. Tujuan
utama dari perjanjian ini adalah memperkuat aksi global untuk mencegah kenaikan
suhu. Hingga saat ini sebanyak 189 negara telah meratifikasi perjanjian tersebut, yang
mencakup hamper 90 persen negara penghasil emisi global.
Pada saat yang bersamaan, IPU telah mengadopsi beberapa keputusan sebagai bentuk
dukungan atas aksi menanggulangi permasalahan perubahan iklim. Pernyataan terbaru
IPU terkait isu ini adalah resolusi Addressing Climate Change, yang diadopsi pada Sidang
Umum IPU ke-141 di Beograd, Serbia yang mendorong semua pihak untuk serius dalam
mengimplementasikan Paris Agreement.
Para Ketua Parlemen dan parlemen harus memainkan peran dalam proses yang penting
ini. Parlemen harus memaksimalkan kewenangan legislasi, pengawasan dan anggaran
untuk memastikan perubahan terjadi dan mendesain sistem perekonomian kita
menjadi lebih ramah lingkungan sesuai dengan tujuan di dalam Paris Agreement.
f. Diskusi panel: Pergerakan manusia untuk meraih kehidupan yang lebih baik:
Tantangan, peluang dan solusi
Pembicara Utama:
● Ibu Laura Rojas (Meksiko)
● Bpk. Mustafa Şentop (Turki)
● Ibu Zinaida Greceanîi (Republik Moldova)
Panelis:
● Ibu Gillian Triggs Asisten Komisioner Tinggi bidang Perlindungan, Kantor Komisioner
Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR)
● Bpk. Gilles Carbonnier, Wakil Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC)
Panel diskusi ini dilaksanakan pada 17.15-18.05 WIB yang fokus pada isu migrasi dan
pengungsi. Berdasarkan data yang dilansir IPU, pada tahun 2019 jumlah migran maupun
pengungsi yang tersebar di seluruh dunia mencapai 270 juta jiwa. Pengungsi tersebut
terdiri dari 48 persen perempuan, dan 12 persen berusia di bawah 18 tahun.
Sebagian besar dari para migran tersebut adalah migran sukarela yang dimotivasi oleh
faktor ekonomi maupun para profesional. Sebagian lagi melakukan migrasi karena
didorong oleh konflik berkepanjangan di negara masing-masing. Para migran yang
terpaksa meninggalkan negara mereka ini sebagian besar menjadi pengungsi, dimana
pada tahun 2019 jumlahnya mencapai 25,9 juta dengan yang sedang dalam proses
mendapatkan suaka sejumlah 3.5 juta jiwa.
-
16
Di tengah tekanan jumlah migrasi yang semakin kuat ini, berbagai masalah masih
terjadi. Dukungan bagi para pengungsi tersebut masih lemah di banyak negara. Para
migran seringkali tidak terlindungi dari diskriminasi, ekspolitasi, perdagangan manusia,
maupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.
The 2018 Global Compact Compact for Safe, Orderly and Regular Migration
diselenggarakan dengan melibatkan para pemangku kepentingan, baik pemerintah,
parlemen, organisasi internasional, sektor privat dan masyarakat sipil untuk bekerja
bersama untuk mencari solusi permasalahan pengungsi dan migran ini. Berdasarkan
kesepakatan ini pula, parlemen mendorong dibentuknya legislasi dan memperkuat
kerangka hukum yang ada sebagai bentuk komitmen kepada Refugee Convention yang
telah disepakati.
KAMIS, 20 AGUSTUS 2020
a. Sesi Pertama: Demokrasi dan perubahan peran parlemen abad ke-21
Pembicara Utama:
● Bpk. Demetris Syllouris (Siprus)
● Ibu Rebecca Alitwala Kadaga (Uganda)
Pada hari kedua, Kamis, 20 Agustus 2020, sesi pertemuan dimulai dengan presentasi
laporan dengan tema Democracy and the Changing Role of Parliament in the Twenty-
First Century. Pembicara utama adalah Mr. Demetris Syllouris, Ketua Parlemen Siprus
dan Ms. Rebecca Alitwala Kadaga Ketua Parlemen Uganda.
● Mr. Demetris Syllouris (Ketua Parlemen Syprus)
Mr. Syllouris menekankan bahwa parlemen perlu memikirkan kembali mengenai
cara kerjanya pada abad 21. Prosedur yang adil dan inklusif di parlemen sangat
penting untuk mencapai hubungan yang komprehensif, transparan, dan interaktif
dengan masyarakat. Parlemen harus mendorong demokrasi yang partisipatif
melalui penggunaan teknologi digital, Artificial Intelligence (AI), perangkat inovatif
dan transformatif lainnya. Ia juga menekankan pentingnya membangun
komunikasi, tidak hanya dengan masyarakat, tetapi komunitas ilmiah, dan
akademisi.
● Ms. Rebecca Alitwala Kadaga, Ketua Parlemen Uganda
Ms. Kadaga menjelaskan mengenai akibat dari pandemi terhadap parlemennya.
Parlemen Uganda telah mengubah aturan tata tertibnya untuk menyesuaikan
dengan situasi pandemi. Pemilihan umum untuk Presiden pada 2021 direncanakan
akan berlangsung secara digital khususnya selama proses kampanye
-
17
b. Sesi Kedua: Ilmu pengetahuan, teknologi, dan etika: Permasalahan-permasalahan
yang muncul dan solusi yang mendesak
Pembicara Utama:
● Ibu Akiko Santo (Jepang)
● Bpk. Yariv Levin (Israel)
● Mr. Yariv Levin (Ketua Parlemen Israel)
Mr. Levin menguraikan perkembangan keilmuan dan teknologi tidak akan berhenti
dan masyarakat saat ini harus melakukan urusannya kendati pandemi. Parlemen
perlu mencari cara untuk mendukung pengembangan keilmuan dan teknologi. Ia
menekankan perlunya keilmuan yang etis serta harus seimbang dengan tujuan
dalam SDGs dan perlindungan HAM. Tantangan penggunaan teknologi yang
berpotensi memecah belah bangsa ketimbang menyatukan harus ditangani. Ia
menekankan pentingnya mendorong penggunaan inovasi keilmuan yang
bertanggung jawab. Perlu ada upaya untuk mendorong keseimbangan antara
perlindungan masyarakat dari teknologi dan kemajuan penggunaan teknologi.
● Ms. Akiko Santo (Ketua Majelis Tinggi Jepang)
Ms. Santo menyoroti perkembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan
pelatihan sangat penting dan dibutuhkan manusia, khususnya untuk kaum muda. Ia
menekankan tentang masih adanya kesenjangan gender dalam pengembangan
ilmu dan teknologi. Japan mendeklarasikan kesiapannya untuk membuka
kesempatan bagi sedikitnya empat juta perempuan dari negara berkembang untuk
mendapatkan peluang dan kesempatan pendidikan lebih tinggi. Ia juga mendorong
anggota parlemen untuk mengkoreksi bias gender dan membentuk lingkungan
yang dapat mendorong perempuan berpartisipasi secara setara.
c. Sesi Ketiga: Diskusi panel: Meningkatkan mutu tata kelola dengan menjembatani
jarak antara parlemen dan masyarakat
Pembicara Utama:
● Ibu Adriana Muñoz (Chile)
● Bpk. Jan Anthonie Bruijn (Belanda)
● Ibu Puan Maharani (Indonesia)
Panelis:
● Ibu Phumzile Mlambo-Ngcuka
-
18
Direktur Eksekutif Perempuan PBB
● Bpk. Fabrizio Hochschild-Drummond
Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB pada Peringatan 75 Tahun PBB
Diskusi panel berikutnya bertema Improving Governance by Bridging the Gap Between
Parliaments and the People dengan pembicara utama Mr. Jan Anthonie Bruijn, Presiden
Senat Belanda dan Dr. (H.C.) Puan Maharani, Ketua DPR RI. Selain itu, sejumlah panelis
dari UN turut meramaikan diskusi tersebut.
● Mr. Jan Anthonie Bruijn (Ketua Parlemen Belanda)
Mr. Bruijn menguraikan aktivitas parlemennya sejak pandemi merebak. Sejak
Maret, Senat telah menutup gedungnya dan beralih ke piranti digital untuk segala
pertemuan. Kombinasi pertemuan fisik dan digital menjadi norma dan setidaknya
satu wakil per kelompok politik di Senat harus hadir dalam setiap pertemuan.
Pada saat bersamaan, Senat masih mencari gedung yang lebih memadai untuk
memungkinkan seluruh anggotanya bertemu fisik sembari menjaga jarak sesuai
protokol (setidaknya 1.5 meter). Saat ini, Senat Belanda tengah mendalami usulan
protokol darurat baru untuk mengganti protokol darurat pemerintah yang
berdampak pada hak masyarakat secara langsung. Baginya, hingga saat ini
demokrasi adalah satu-satunya sistem yang memiliki kapasitas untuk self-
correction sehingga check and balance dapat terjaga.
● Dr. (H.C.) Puan Maharani, Ketua DPR RI
Dr. Maharani menegaskan DPR RI tidak berhenti sejenak pun untuk bekerja di
tengah kekhawatiran rakyat dan beban ekonomi yang bertambah. Anggota
parlemen harus cepat menghasilkan Undang-Undang (UU) yang dapat membantu
mengatasi dampak pandemi COVID-19 dengan tetap menangkap aspirasi rakyat.
Pada saat-saat sulit seperti inilah, masyarakat memiliki kebutuhan untuk lebih
dekat dengan parlemen dalam menyampaikan aspirasinya. Ketua DPR RI
menyebut terobosan diperlukan untuk membuat kehadiran parlemen lebih
berarti dalam menjaga kepercayaan rakyat.
-
19
Dr. (H.C.) Puan Maharani memberikan pemaparan sebagai salah satu pembicara utama
Cara-cara baru telah diperkenalkan dalam “Kenormalan Baru” untuk
memastikan tugas DPR RI dapat terus berjalan dengan lancar dan produktif
termasuk kombinasi virtual dan tatap muka dalam rapat-rapat di DPR. Ketua DPR
RI juga mengungkapkan Parlemen telah mengembangkan Sistem Informasi
Legislasi (SILEG) yang lebih baik di laman resmi DPR RI dengan penggunaan yang
lebih mudah (easy user interface). DPR RI juga hadir di media sosial dalam bentuk
saluran layanan pengaduan baik dalam perangkat mobile dan dalam jaringan
(Daring) agar rakyat dapat lebih mudah menyampaikan aspirasinya. Pusat
Perancangan UU di DPR, sebagai salah satu sistem pendukung kerja parlemen,
juga membuka ruang partisipasi publik Daring dalam pembahasan RUU inisiatif
DPR. Para pakar, akademisi, lembaga pemikir dan organisasi masyarakat dapat
berpartisipasi dalam proses tersebut.
-
20
Dr. (H.C.) Puan Maharani & Charles Honoris berdiskusi terkait topik yang akan disampaikan
d. Diskusi panel: Mendorong ekonomi inklusif dan berkelanjutan yang mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan bagi semua
Pembicara Utama:
● Bpk. Marzouq Ali M. Al-Ghanim (Kuwait)
● Ibu Gabriela Cuevas Barron (Presiden IPU)
● Bpk. Jacob F. Mudenda (Zimbabwe)
Panelis:
● Bpk. Augustus Nuwagaba
Profesor pada Makerere University
● Ibu Armida Alisjahbana
Sekretaris Eksekutif, Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP)
Diskusi panel ini fokus pada isu ketimpangan sosio-ekonomi yang diperburuk oleh
terjadinya pandemic yang terutama banyak terjadi kepada generasi muda. Parlemen
harus mengambil peran dalam memastikan tercapainya ekonomi yang inklusif,
berkelanjutan dan adil bagi semua. Ketimpangan tersebar luas ke seluruh dunia, dan
pada saat yang bersamaan Sebagian kecil populasi menguasai kekayaan setara dengan
3.6 milyar populasi lainnya.
-
21
Ketimpangan diperburuk oleh lemahnya perlindungan bagi para pekerja, serikat pekerja
yang lemah, rendahnya upah, dan kebijakan pasar kerja yang terlalu fleksibel.
Perkembangan teknologi menjadikan banyak pekerja menjadi tidak relevan yang
mendorong ketimpangan menjadi lebih jauh lagi. Hal tersebut disebabkan cepatnya
perkembangan teknologi tidak diimbangi oleh kecepatan penyesuaian keterampilan para
pekerja agar dapat memanfaatkan perubahan tersebut demi perbaikan kehidupan
mereka.
Beberapa hal yang menjadi masalah dan mempengaruhi kesejahteraan dan keadilan bagi
semua, antara lain:
● Terbatasnya akses kepada layanan sosial di banyak negara.
● Rezim perdagangan dan finansial global yang secara umum tidak adil kepada
negara-negara berkembang.
● Akses yang tidak sama terhadapa Pendidikan berbasis science, technology,
engineering dan mathematics (STEM) di negara-negara berkembang.
● Infrakstruktur yang terbatas untuk mendukung industrialisasi di negara-negara
berkembang.
● Produksi dan distribusi pangan yang hanya berpihak pada perkebunan dan
pertanian skala besar.
Dua hal yang mencegah pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kesenjangan adalah:
● Pertumbuhan ekonomi global yang tinggi tidak selalu mendorong kesejahteraan
masyarakat akibat hambatan struktural.
● Semakin tinggi upaya mengejar pertumbuhan ekonomi, maka akan kontraproduktif
terhadap kelestarian lingkungan yang akan mendorong kesenjangan sosial yang jauh
lebih tinggi.
Oleh karena itulah solusi atas permasalahan ini adalah merancang suatu sistem ekonomi
baru yang inklusif dan berkelanjutan dan menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi
semua.
e. Agenda khusus: Pemberantasan terorisme dan ekstremisme kekerasan: Perspektif
korban
Testimoni:
● Bpk. Imrana Alhaji Buba
Pemuda korban asal Nigeria, pendiri Koalisi Pemuda Melawan Terorisme (YOCAT)
Pembicara Utama:
● Bpk. Wolfgang Sobotka (Austria)
● Ibu Esperança Bias (Mozambique)
● Bpk. Reinhold Lopatka, Ketua Kelompok Penasihat Tingkat Tinggi IPU dalam
-
22
Penanggulangan Terorisme dan Ekstremisme Kekerasan
Panelis:
● Ibu Ghada Fathi Waly
Direktur Jenderal Markas PBB di Wina
Direktur Eksekutif Markas PBB untuk Obat-obatan dan Kejahatan (UNODC)
● Bpk. Vladimir Voronkov
Under-Secretary-General pada Kantor PBB untuk Penanggulangan Terorisme (UNOCT)
Agenda khusus ini diselenggarakan untuk mendorong para anggota parlemen
berperan menjadi suara dan mendukung para korbang kekerasan akibat terorisme.
Parlemen memiliki peran penting dalam mempromosikan, melindungi dan
menghormati hak-hak korban. Hal tersebut dalam dilakukan dengan mengadopsi
legislasi yang relevan, mengalokasikan anggaran yang mendukung para korban dan
menjadi suara bagi mereka. Parlemen juga harus mentransformasikan kesepakatan di
tingkat global di tingkatan lokal.
..............................................................................
3. Outcome Document
Sidang tersebut menghasilkan outcome document “Declaration on Parliamentary
Leadership for More Effective Multilateralism that Delivers Peace and Sustainable
Development for the People and Planet” Outcome document memuat kesepakatan-
kesepakatan, terutama terkait peran parlemen dalam mewujudkan perdamaian dan
pembangunan berkelanjutan terutama di tengah situasi tidak menentu akibat COVID-
19. Krisis kesehatan global ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi antar negara
dan menggarisbawahi kebutuhan akan sistem multilateralisme yang efektif.
Terkait respon terhadap pandemi, outcome document menggarisbawahi mengenai
kerjasama tenaga medis dan obat-obatan, serta kerjasama pencegahan, deteksi, test,
pengobatan dan pelacakan terduga Covid-19. Digarisbawahi juga mengenai peran
penting World Health Organization (WHO) dalam tata kelola global dan kesiapsiagaan
darurat kesehatan.
Terkait dampak COVID-19 terhadap ekonomi, outcome document menggarisbawahi
mengenai koordinasi kebijakan makroekonomi dan menjaga kestabilan pasar
keuangan global. Untuk jangka panjang, pertumbuhan ekonomi harus diarahkan pada
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan menuju keadilan sosial. Pertumbuhan
ekonomi harus juga berpijak pada “Green Economy” dan model pertumbuhan
ekonomi yang mempertimbangkan pelestarian lingkungan, terutama untuk industri
-
23
ekstraktif, perikanan dan pertanian, manufaktur dan jasa. Pertumbuhan ekonomi
harus pula berbasis gender dan mempertimbangkan pemberdayaan perempuan dan
generasi muda. Outcome document juga menegaskan kembali komitmen bagi
perdagangan multilateral yang adil, terbuka dan tanpa diskriminasi di bawah WTO.
Delegasi mengikuti proses pengadopsioan resolusi
Pandemi COVID-19 selayaknya tidak mengalihkan perhatian dunia dari krisis lainnya
yaitu perubahan iklim. Dalam kerangka kesepakatan yang lebih besar lagi, pandemi ini
selayaknya tidak mengalihkan perhatian dunia dari upaya-upaya pencapaian SDGs.
Tujuan pembangunan global yang tercakup dalam 17 Goals tersebut merupakan cetak
biru untuk pencapaian tujuan pembangunan bersama melalui kerjasama
internasional. Tahun ini merupakan awal dari SDGs Decade of Action dan oleh karena
itu negara-negara harus meningkatkan upaya-upaya mewujudkan agenda menjadi
realita. Outcome document memuat pula kesepakatan atas komitmen pemenuhan
kesetaraan gender, penghormatan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), serta
pemberdayaan generasi muda terutama partisipasi dalam politik.