the plant machinery and their models to produce the photosyntat (the sigmoid and the environment...

26
1. Pendahuluan Proses metabolisme dalam tanaman yang berkaitan dengan sistem kerja source atau sink sebagai mesin tanaman dalam membuat produk atau yang lebih kita kenal fotosintesis, fotosintesis disini merupakan suatu proses yang meliputi beberapa komponen seperti bantuan sinar matahari,molekul karbondioksida yang diserap oleh tanaman dan air sehingga menghasilkan suatu produk atau fotosintat. Fotosintat ini akan ditanslokasikan ke bagian tanaman terutama pada edible part yang mana secara tidak langsung mempengaruhi berat kering pada bagian tersebut. Produksi bahan kering merupakan dasar dari produksi tanaman dimana laju pertambahan bahan kering atau laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh indeks luas daun (ILD), tingkat fotosintesis bersih daun dan sudut daun. Dalam mekanisme produktivitas bahan kering tersebut sink menyerap hasil fotosintat tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dimana hal tersebut tergantung pada kekuatan sink masing-masing. Sink yang memiliki daya serap yang kuat secara tidak langsung mempunyai daya serap yang tinggi dibanding sink yang mempunyai daya serap yang rendah. Kekuatan sink ini ditentukan oleh ukuran, aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan hubungannya dengan jaringan pembuluh.

Upload: ariowww

Post on 28-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ario wahyu task

TRANSCRIPT

Page 1: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

1. Pendahuluan

Proses metabolisme dalam tanaman yang berkaitan dengan sistem kerja

source atau sink sebagai mesin tanaman dalam membuat produk atau yang lebih

kita kenal fotosintesis, fotosintesis disini merupakan suatu proses yang meliputi

beberapa komponen seperti bantuan sinar matahari,molekul karbondioksida yang

diserap oleh tanaman dan air sehingga menghasilkan suatu produk atau fotosintat.

Fotosintat ini akan ditanslokasikan ke bagian tanaman terutama pada edible

part yang mana secara tidak langsung mempengaruhi berat kering pada bagian

tersebut. Produksi bahan kering merupakan dasar dari produksi tanaman dimana

laju pertambahan bahan kering atau laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh

indeks luas daun (ILD), tingkat fotosintesis bersih daun dan sudut daun.

Dalam mekanisme produktivitas bahan kering tersebut sink menyerap hasil

fotosintat tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dimana hal tersebut

tergantung pada kekuatan sink masing-masing. Sink yang memiliki daya serap yang

kuat secara tidak langsung mempunyai daya serap yang tinggi dibanding sink yang

mempunyai daya serap yang rendah. Kekuatan sink ini ditentukan oleh ukuran,

aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan hubungannya

dengan jaringan pembuluh.

Dalam hal ini keterkaitan antara bahn kering atau produktivitas (yield)

tanaman dibatasi oleh aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk

menggunakan asimilat yang dihasilkan source. Oleh karena itu terjadinya perubahan

akumulasi bahan kering atau perubahan indeks panen (partisi asimilat) atau

keduanya, yang dapat terjadi akibat perubahan faktor-faktor produksi, dapat

mempengaruhi hasil biji.

Page 2: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

2. PEMBAHASAN

2.1 Produksi Tanaman, fotosintesis dan respirasi

Produksi tanaman adalah puncak dari berbagai proses yang terjadi dalam

suatu siklus hidup tanaman (Khanna-Chopra 2000). Setiap fase pertumbuhan dan

perkembangan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Pertumbuhan adalah proses

kenaikan massa dan volume yang irreversible (tidak kembali ke asal) karena adanya

tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi selama proses tersebut.

Selama pertumbuhan terjadi pertambahan jumlah dan ukuran sel. Pertumbuhan

dapat diukur serta dinyatakan secara kuantitatif. Perkembangan adalah proses

menuju tercapainya kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna. Perkembangan

tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif. Perkembangan merupakan proses yang

berjalan sejajar dengan pertumbuhan. Proses dasar produksi tanaman adalah

fotosintesis merupakan konversi bahan baku atau input produksi dengan bantuan

energi radiasi matahari yang berlangsung dalam klorofil disertai proses respirasi

dalam mengakumulasikan fotosintat yang berupa senyawa bahan organik dalam

bentuk yang bermanfaat.

Page 3: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

Proses fotosintesis pada terdapat pada tumbuhan hijau yang bersifat autotrof

yakni bisa menyusun makanannya sendiri. Melalui daun, tumbuhan menyerap

molekul karbondioksida juga air dalam rangka menghasilkan gula dan juga oksigen.

Kedua senyawa tersebut kemudian akan digunakan sebagai penyokong

pertumbuhannnya. Adapun persamaan reaksi yang terjadi dalam proses fotosintesis

adalah sebagai berikut: 

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2

Tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis memerlukan bantuan cahaya

matahari. Mereka mampu menyerap cahaya tersebut sebab mereka memiliki zat

hijau daun atau klorofil. Klorofil ini sendiri ada di dalam bagian organel bernama

kloroplast. Pada bagian daun tumbuhan, terdapat dua lapisan sel yang dinamai

denegan mesofil. pada bagian ini terdapat kurang lebih setengah juta kloroplast

yang tersebar di setiap millimeter persegi. Cahaya matahari selanjutnya akan

melewati lapisan epidermis yang tanpa warna kemudian melaju menuju mesofil.

Pada bagian inilah sebagian besar kegiatan fotosintesis berlangsung. 

Proses fotosintesis ini sendiri cukup kompleks dan masih dalam penelitian

Page 4: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

beberapa ahli. Masih ada banyak hal yang belum berhasil diungkapkan. Mengapa

proses ini kompleks? Sebab ia melibatkan hampir semua cabang ilmu sains,

misalnya bilologi, kimia dan juga fisika. Organ utama tempat berlangsungnya

fotosintesis adalah daun tepatnya pada bagian stomata atau mulut daun. Proses

fotosintesis ini terdiri atas dua rangkaian reaksi yakni reaksi terang dan juga reaksi

gelap. Dinamakan rekasi terang sebab prosesnya membutuhkan cahaya. Sementara

itu reakasi gelap adalah proses fotosintesis yang tidak lagi melibatkan cahaya tetapi

hanya karbondioksida.

Dalam proses fosintesis, reaksi terang merupakan proses yang pada akhirnya

menghasilkan ATP juga NADPH2. Dalam rekasi ini diperlukan molekul air. Proses

rekais terang dimulai dengan menangkap foton yang dilakukan oleh pigmen klorofil

yang berperan sebagai antenna. Di dalam daun, cahaya akan diserap melalui

molekul klorofil dan kemudian dikumpulkan pada pusat-pusat reaksi. Fotosintesis

dimulai pada saat cahaya mulai mengionisasi molekul klorofil dan kemudian terjadi

pelepasan electron.

 (Sumber : http://kelasbiologiku.blogspot.com/2014/06/reaksi-dan-proses-fotosintesis-

pada.html)

Sementara itu, apa yang dimaksud dengan reaksi gelap adalah proses dimana

ATP dan juga NADPH yang dihasilkan dalam proses sebelumnya kemudian

menghasilkan sejumlah proses atau reaksi biokimia.Pada tumbuhan sendiri, reaksi

biokimia ini akan terjadi siklus calvin dimana karbondioksida akan diikat dengan

Page 5: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

tujuan membentuk ribose dan lebih lanjut akan menjadi glukosa. Reaksi ini tidak

bergantung pada ada atau tidaknya cahaya matahari. 

Laju proses fotosintesis pada tumbuhan bisa berlangsung dengan laju

maksimal jika unsur-unsur pendukungnya terpenuhi yakni antara lain: cahaya,

konsentrasi karbondiosida, suhu, kadar air, jumlah fotosintet atau hasil fotosintesis

dan kemudian tahap pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Respirasi pada tumbuhan pada dasarnya memerlukan oksigen, meski dalam

keadaan tertentu, keberadaan okisigen tak lagi dibutuhkan (terutama pada tumbuhan

yang tak berklorofil). Tujuan respirasi tumbuhan sama halnya dengan tujuan

makhluk hidup lainnya. Respirasi dilakukan untuk mendapatkan energi. Tumbuhan

yang bernapas dengan sistem anaerob, akan mendapatkan energi. Caranya dengan

mengurai sejumlah bahan tertentu di tempat mereka hidup. Sedangkan pada

pernapasan aerob, akan dihasilkan karbon dioksida juga uap air yang kemudian

akan dikeluarkan melalui tubuh tumbuhan dengan sistem difusi. Semua gas yang

keluar dan masuk tersebut melewati stomata yang terletak pada permukaan daun

tumbuhan juga inti sel yang ada pada batang tumbuhan. Pada kondisi tertentu, akar

tanaman juga merupakan tempat keluar masuknya gas. Terutama bagi tanaman

yang tumbuh di rawa.

Respirasi pada tumbuhan tingkat tinggi. Prosesnya berlangsung secara aerob

dimana pada pernapasan tersebut terdapat pembebasan energi dari sari-sari

makanan pada bagian dalam sel tubuh tumbuhan yang dilakukan dengan cara

oksidasi secara biologis. Oksidasi sendiri merupakan proses reaksi di antara sari

makanan dengan oksgen yang pada akhirnya akan menghasilkan CO2 atau

karbondioksida, energi dan juga H20. Reaksi tersebut merupakan jenis rekasi

enzimatis yang memiliki peran sebagai katalisator. Energi yang dihasilkan oleh

tumbuhan tersebut akan digunakan dalam proses pertumbuhan, pengangkutan

mineral, pembentukan protein, proses fotosintesis dan masih banyak lagi lainnya.

Pernapasan pada tumbuhan tingkat rendah bisa terjadi dengan dua cara yakni

aerob dan juga anaerob. Respirasi anaerob yang biasanya disebut juga dengan

fermentasi yakni suatu proses pengubahan suatu senyawa utama menjadi senyawa

lanjutan dengan menggunakan bantuan enzim. Proses ini bisa kita jumpai pada

Page 6: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

pembentukan alhokol yang awalnya merupakan glukosa. Respirasi pada tumbuhan

tak sempurna ini juga bisa dijumpai pada pembentukan tempe.

2.2 Produksi Bahan Kering

Hasil fotosintesis tanaman (asimilat) diukur secara tidak langsung dengan

mengukur produksi bahan keringnya. Produksi bahan kering merupakan dasar dari

produksi tanaman. Yoshida (1972) menyatakan bahwa laju pertambahan bahan

kering atau laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh indeks luas daun (ILD),

tingkat fotosintesis bersih daun dan sudut daun.

Dale et al., dalam Edoka (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan dan

lamanya daun hijau suatu tanaman menentukan persentase radiasi matahari yang

dapat ditangkap tajuk sehingga mempengaruhi fotosintesis, translokasi asimilat dan

hasil akhir tanaman. Indeks Luas Daun (ILD) merupakan rasio antara luas daun

yang hijau dengan luas permukaan tanah dimana tanaman tumbuh. Kiniry et al.

(2005) menggunakan nilai ILD, koefisien light extinction (k) hukum Beer dan

indeks panen untuk membandingkan produksi bahan kering (biomass) dan hasil

berbagai kultivar kacang tanah.

Produksi bahan kering sendiri merupakan perimbangan dari proses

fotosintesis dan respirasi, dimana laju pertambahan bahan kering tanaman

meningkat secara asimtot dengan peningkatan ILD sehingga hampir tidak ada

optimum ILD untuk produksi bahan kering (Yoshida 1972). Walaupun demikian

definisi titik kritis ILD dapat diartikan sebagai suatu nilai ILD dimana peningkatan

ILD tidak lagi meningkatkan laju pertumbuhan tanaman atau terjadi peningkatan

tetapi kecil. Kiniry et al. (2005) menemukan ILD kacang tanah pada berbagai lokasi

di Texas USA pada satu musim berkisar antara 5 – 6 dengan nilai koefisien

extinction cahaya (k) berkisar 0,60 – 0,65. Untuk mendapatkan penetrasi cahaya

yang lebih baik maka diharapkan daun lebih tegak dan sudut daun kecil sehingga

nilai k menjadi lebih kecil, lebih banyak daun terpapar sinar matahari pada PAR

yang lebih kecil sehingga laju pertukaran karbon (CER=Carbon Exchange Rate)

kanopi meningkat.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering yang terjadi

menjelang dan saat pengisian biji amat menentukan hasil. Shiraiwa et al. (2004)

Page 7: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

menemukan besarnya akumulasi bahan kering pada fase periode awal pengisian biji

merupakan karakteristik yang menentukan perbedaan hasil antara genotipe-genotipe

kedelai. Perbedaan hasil antara padi berdaya hasil tinggi dan padi berdaya hasil

rendah terletak pada kemampuan mengakumulasi bahan kering sebelum heading

dan translokasi asimilat selama pengisian biji (Miah et al. 1996). Lubis et al. (2003)

menyatakan bahwa berat kering padi saat pengisian biji lebih mempengaruhi hasil

daripada karbohidrat non-struktur (non structural carbohydrate = NSC) saat

berbunga penuh.

Kemampuan fotosintesis dapat diamati dengan mengukur tingkat pertukaran

karbondioksida (CER) pada tajuk. Nilai CER dihitung berdasarkan laju CO2 yang

memasuki stomata. Tanaman dengan CER tinggi diharapkan memiliki laju

akumulasi bahan kering yang juga tinggi dan pada akhirnya memiliki potensi

produksi yang juga tinggi. Nilai CER sendiri sangat dipengaruhi oleh konduktansi

stomata (KS). Konduktansi stomata diukur dengan mengamati jumlah CO2 yang

masuk melalui hambatan stomata. Tanaman dengan nilai CER tinggi umumnya

didukung pula oleh KS yang juga tinggi (Santosa, 2000). Semakin kecil hambatan

stomata, semakin besar nilai konduktansinya sehingga semakin banyak CO2 yang

dapat masuk melalui stomata ke dalam daun. Semakin banyak CO2 yang masuk

memungkinkan terjadinya fiksasi CO2 untuk fotosintesis yang lebih banyak.

Dalam fase pengisian terdapat dua sumber N untuk pertumbuhan biji yaitu N

yang diabsorpsi akar dan N yang berasal dari remobilisasi jaringan vegetatif (Ta dan

Weiland 1992). Penundaan remobilisasi N dari daun dapat mempertahankan

kapasitas fotosintesis lebih lama dan kemungkinan dapat meningkatkan hasil biji.

Kemampuan padi cv. Akenoshi untuk mempertahankan kandungan N daun yang

tinggi pada periode pemasakan, sehingga laju fotosintesis tetap tinggi pada fase

tersebut, mengakibatkan pengisian biji menjadi optimal dan produksi biji lebih

tinggi dibanding padi cv Nipponbare (Ookawa et al. 2003).

Kemampuan tanaman dalam menangkap dan menggunakan radiasi cahaya

matahari untuk fotosintesis dipengaruhi pula oleh faktor morfologis, anatomis dan

fisiologis daun. Peningkatan luas daun, pengurangan trikoma, pengurangan

Page 8: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

ketebalan daun, dan peningkatan kandungan klorofil sehingga memungkinkan

penangkapan cahaya menjadi lebih efisien (Taiz dan Zeiger 2002).

Energi cahaya yang jatuh ke daun pertama kali diserap oleh pigmen klorofil.

Tipe klorofil yang banyak terdapat dalam tanaman adalah tipe a dan b. Klorofil a

memiliki gugus metil dalam susunannya sedangkan klorofil b memiliki gugus

aldehid. Fungsi kedua klorofil ini berbeda dimana klorofil b bersama dengan

pigmen lain seperti karoten berperan sebagai penangkap foton cahaya.

Foton ini kemudian diteruskan secara berantai ke klorofil a yang berfungsi

sebagai antena pusat reaksi. Rasio antara klorofil a dan b menentukan keefisienan

penangkapan cahaya. Tanaman yang tumbuh cepat dan berproduksi tinggi

membutuhkan respirasi yang juga tinggi. Dengan melakukan respirasi, energi yang

tersimpan dalam substrat organik akan dilepas dan diubah dalam bentuk senyawa

ATP yang digunakan untuk berbagai proses metabolisme. Dari proses respirasi

dapat dihasilkan banyak reduktan, berbagai substrat dan karbon skeleton serta CO2

dan panas sebagai produk sampingannya (Taiz dan Zeiger 2003). Pertukaran gas

CO2 dan O2 dapat digunakan untuk mengukur tingkat respirasi suatu jaringan

(Moss, 1986). Pada kondisi tersedia cukup cahaya untuk fotosintesis maka gas CO2

yang terukur pada daun (kloroplas) merupakan hasil dari fiksasi karbon dan

respirasi, sedangkan pada kondisi gelap atau cahaya rendah maka CO2 yang terukur

menunjukkan tingkat respirasi daun tersebut. Tingkat respirasi tanaman dipengaruhi

oleh faktor eksternal dan internal (Mohr dan Schopfer 1995). Usia jaringan, adanya

pelukaan merupakan contoh faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi.

Stress air, serangan hama penyakit sering memicu peningkatan respirasi tanaman.

Kacang tanah membutuhkan energi jauh lebih besar dalam memproduksi polong

daripada organ vegetatif (Duncan et al. 1978). Khanna-Chopra (2000) menyatakan

bahwa dari studi-studi tentang efisiensi konversi gula menjadi karbohidrat, lipid dan

protein menunjukkan bahwa untuk mensintesa lipid dan protein dibutuhkan lebih

banyak heksosa daripada untuk membentuk selulosa atau pati. Konsekuensinya,

efisiensi konversi gula menjadi bahan kering pada biji yang kaya kandungan

karbohidrat lebih tinggi daripada biji yang banyak kandungan lipidnya. Duncan et

al. (1978) dan Wright et al. (1991) menggunakan faktor koreksi energi untuk

Page 9: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

mengukur nilai biomas kacang tanah yaitu bobot biomas tajuk ditambah bobot

polong x 1,65.

2.3 Distribusi Asimilat

Egli (1999) menyatakan bahwa produktivitas (yield) tanaman dibatasi oleh

aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk menggunakan asimilat

yang dihasilkan source. Oleh karena itu terjadinya perubahan akumulasi bahan

kering atau perubahan indeks panen (partisi asimilat) atau keduanya, yang dapat

terjadi akibat perubahan faktor-faktor produksi, dapat mempengaruhi hasil biji.

Pembagian karbon dalam tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain

perubahan suplai dan kebutuhan karbon selama pertumbuhan dan perkembangan

tanaman, adanya kontrol hormon atau nutrisi antar organ, hambatan jaringan

pembuluh, efek buffer dalam organ penyimpan diberbagai lokasi dalam tanaman,

laju fotosintesis (aktivitas source) dan laju penggunaan karbon (aktivitas sink)

(Wardlaw 1990). Distribusi atau partisi asimilat dikendalikan berbagai proses mulai

dari transpor sel ke sel, transfer antara xilem dan floem, loading dan unloading

dalam jaringan pembuluh, translokasi longdistance dalam floem, hubungan jaringan

pembuluh antara source dan sink (Hendrix 2000). Distribusi asimilat menjadi

penting dalam menentukan hasil akhir tanaman.

Kekuatan sink dalam menarik asimilat berbeda-beda, sink yang kuat akan

mendapat bagian asimilat lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan sink yang

tidak terlalu kuat. Dasar bagi kekuatan sink (sink strenght) adalah kemampuan sink

untuk secara efektif mengurangi konsentrasi asimilat dalam jaringan pembuluh

yang berhubungan dengan sink tersebut untuk menghasilkan gradien konsentrasi

yang terbaik antara source dan sink (Wardlaw 1991). Kekuatan sink ini ditentukan

oleh ukuran, aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan

hubungannya dengan jaringan pembuluh (Taiz and Zeiger 2003). Faktor yang

paling menentukan aktifitas sink menurut Gifford dan Evans (1981) adalah suply

asimilat pada tahap ontogenik paling awal (stadia dimana terjadi perubahan tunas

vegetatif menjadi tunas generatif). Inanaga dan Yoshihara (1997) menyatakan

bahwa cabang merupakan sumber karbon untuk bintil akar kacang tanah, sedangkan

Page 10: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

batang utama sebagai sumber karbon bagi polong. Sebagian besar karbon untuk

polong dan biji merupakan hasil fotosintesis pada fase reproduktif. Pada saat faktor

lingkungan tumbuh terbatas, seperti kekeringan dan naungan, maka pengaruh buruk

kondisi ini diminimalisir oleh tanaman dengan melakukan perubahan partisi

asimilat (Chartterton dan Silvius 1979). Squire (1993) juga menyatakan kerapatan

tanaman (populasi) dan ketersediaan hara dapat mempengaruhi partisi bahan kering

(Squire 1993). Perubahan alokasi karbon (fotosintat) dalam tanaman yang

mengalami stress tumbuh dapat disebabkan adanya hambatan dalam “floem

loading” sukrosa atau rendahnya kapasitas sink (Khanna-Chopra 2000).

2.4 Hubungan Source dan Sink

Menurut definisi Snyder dan Carlson (1983), daun dan semua jaringan

tanaman yang berfotosintesis adalah source. Organ atau jaringan tanaman yang

menjadi tempat akumulasi sementara bahan kering untuk kemudian melepaskannya

kebagian yang memanfaatkan bahan kering juga termasuk source.

Bahan kering hasil fotosintesis kemudian ditranslokasikan melalui floem ke

bagian tanaman yang membutuhkannya (sink). Sink menggunakan asimilat untuk

pertumbuhannya dan sebagian lagi untuk disimpan. Sink merupakan semua bagian

tanaman yang tidak berfotosintesis atau ber fotosintesis tetapi tidak maksimum

sehingga sebagian kebutuhan karbohidratnya disediakan oleh source (Taiz dan

Zeiger 2003). Sink dapat berupa jaringan meristematik, jaringan yang sedang

mengalami pemanjangan, “respiratory sink” dan jaringan penyimpanan (storage

sink) (Gifford dan Evans 1981). Antara sink-sink yang ada akan saling berkompetisi

dalam mendapatkan asimilat yang dihasilkan source.

Sink dapat dibagi menjadi sink vegetatif dan sink reproduktif. Sink vegetatif

ada yang bersifat temporer dan ada yang bersifat terminal, sedangkan sink

reproduktif adalah sink terminal. Sink temporer artinya asimilat yang disimpan

dapat dialihkan ke bagian sink lain apabila dibutuhkan, sedangkan sink terminal

berarti asimilat tidak dapat diremobilisasi dari bagian ini karena menjadi bagian

struktural.

2.5 Kekuatan Sink

Page 11: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

Hubungan antara kapasitas source dari bagian atas daun aktif dan kapasitas

sink mempengaruhi produksi bahan kering dan menentukan produksi padi (Kato et

al. 2003). Adanya kebutuhan sink akan asimilat merupakan faktor yang menentukan

laju fotosintesis, disamping faktor lingkungan (Gifford dan Evans 1981). Setelah

tajuk berkembang penuh, CER masih dapat meningkat atau menurun sejalan dengan

perubahan kebutuhan sink. Apabila sink kuat menyerap asimilat mengakibatkan

gradien karbohidrat antara source dan sink makin tinggi, hal ini merangsang source

untuk lebih produktif. Akan tetapi apabila biji/buah yang ada tidak terlalu kuat,

asimilat akan lebih banyak dialokasikan kebagian lain yang akhirnya dapat

mengakibatkan aborsi (bunga, buah/polong). Apabila sink berkompetisi dengan

daun/source untuk nitrogen maka hal ini akan mendorong penurunan CER dan

senesens daun.

Pada awal pertumbuhan vegetatif daun muda dan akar merupakan sink utama

dimana pada sebagian tanaman, tajuk lebih mendominasi akar dalam memperoleh

asimilat. Pada fase reproduktif pertumbuhan dan perkembangan buah dan biji

mendominasi pertumbuhan tajuk (Wardlaw 1991). Hasil polong merupakan hasil

akhir dari proses-proses yang berlanjut sejak pembentukan bunga, inisiasi ginofor,

perubahan ginofor menjadi polong dan pengisian polong (Songsri et al. 2008).

Adanya bunga pada fase pembentukan dan pengisian biji menjadi pesaing kuat bagi

biji pada kondisi source terbatas.

2.6 Translokasi Asimilat

Pada prinsipnya asimilat yang ditranslokasikan dari source ke sink adalah

karbon dan nitrogen (Atkins dan Smith 2007). Hara K memang bukan pembentuk

senyawa organik dalam tanaman tetapi unsur K sangat penting dalam proses

pembentukan biji kacang tanah bersama hara P disamping juga penting sebagai

pengatur berbagai mekanisme dalam proses metabolik seperti fotosintesis,

transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimlat dari daun ke seluruh jaringan

tanaman (Sumarno 1986). Kalium berperan penting dalam translokasi asimilat baik

dalam phloem loading maupun dalam aliran asimilat dari source ke sink (Marschner

1995). Penelitian yang telah dilakukan pada castorbean menunjukkan bahwa

banyaknya fotosintat yang ditranslokasikan dipengaruhi oleh suplay K+ yaitu,

Page 12: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

kandungan K+ yang lebih tinggi memberikan hasil fotosintesis yang lebih banyak

tersalurkan dari source ke sink. Hal ini menunjukkan bahwa K+ mempengaruhi

kapasitas source sink dengan mempengaruhi transpor floem (Mengel 1996). Pada

tanaman leguminose, tanaman yang kekurangan kalium lebih peka terhadap

penyakit dan menunjukkan kualitas produksi yang rendah karena biji yang

dihasilkan banyak yang keriput (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Ispandi (2004)

menyatakan bahwa pada lahan kering alfisol pemupukan 100 kg KCl/ha

meningkatkan hasil kacang tanah secara nyata daripada yang dipupuk 50 kgKCl/ha.

Umumnya jenis karbohidrat yang ditranslokasikan dalam jaringan pembuluh

adalah jenis gula non-reduksi (nonreducing sugars) karena substrat ini tidak

sereaktif gula reduksi/pereduksi (reducing sugars). Gula reduksi/pereduksi

merupakan gula dengan gugus keton atau aldehid. Sukrosa adalah jenis gula

nonreduksi yang umumnya ditranslokasikan dalam tanaman. Beberapa tanaman ada

yang mentranslokasikan raffinosa, stachyosa, verbascosa, manitol dan sorbitol

(Taiz dan Zeiger 2002). Zheng et al. (2001) menemukan bahwa bentuk

fotosintat yang diekspor daun kacang tanah adalah fruktosa, sukrosa mungkin

disintesis di batang, akar dan polong. Translokasi fotosintat dari sumber (source) ke

pengguna (sink) diatur oleh senyawa pengendali pertumbuhan tanaman yang

disebut plant growth substances, jika senyawa buatan yang diberikan secara

eksogen disebut plant growth regulator (Sumardi et al. 2007). Paclobutrazol secara

signifikan mampu mempengaruhi karakteristik fotosintesis dan anatomi tanaman

Catharanthus roseus (L.) G. Don, meningkatkan kandungan klorofil dan parameter

yang berhubungan dengan fotosintesis seperti laju fotosintesis bersih dan

konsentrasi CO2 internal tanaman dan mengurangi transpirasi (Jaleed et al. 2007).

Paclobutrazol juga meningkatkan ketebalan daun, epidermis dan kutikula, jaringan

palisade dan jaringan bunga karang tetapi mengurangi diameter xylem. Senoo dan

Isoda (2003) menemukan bahwa aplikasi 100 dan 200 ppm paclobutrazol pada fase

awal pembentukan polong dan fase awal pengisian biji mampu meningkat produksi

polong kacang tanah hingga 3,7 ton/ha.

Pada awal pertumbuhannya kandungan pati, fruktosa dan glukosa pada daun

dan batang menurun cepat karena pertumbuhan organ-organ vegetatif dan

Page 13: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

pembentukan polong. Pada fase pembesaran polong kandungan ketiganya tetap

tinggi di daun dan batang menunjukkan bahwa tidak semua karbohidrat yang ada

digunakan untuk pembentukan biji (Zheng et al. 2001). Inanaga dan Yoshihara

(1997) menemukan bahwa cabang merupakan sumber karbohidrat untuk akar dan

bintil akar, sedangkan batang utama adalah sumber karbohidrat untuk pengisian biji.

Mereka juga menemukan bahwa sebagian besar sumber karbon untuk pertumbuhan

buah kacang tanah tergantung pada fotoasimilat saat fase reproduktif.

2.7 Elemen Tanspor Fotosintat

1.  Sel Sumber

      Sel sumber atau “Sourch cell” adalah sel yang berfungsi sebagai tempat

penghasil dan penyimpanan fotosintat yang umumnya berupa sukrosa. Pada

tumbuhan, sel sumber yakni mesofil pada daun.

2. Sel Penerima

Sel penerima atau “Sink cell” adalah sel yang menerima fotosintat dari sel

sumber yang digunakan untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan. Sel

penerima seperti sel-sel yang  membangun akar, pucuk batang, dan biji yang sedang

berkecambah.

3.  Floem

Floem bisa disebut sebagai penghubung antara sel sumber dengan sel

penerima. Seperti yang pernah diajarkan oleh guru semenjak SMA atau diulang lagi

oleh dosen bahwasannya Floem (pembuluh tapis) berfungsi untuk mengangkut

hasil-hasil fotosintesis untuk disalurkan dari daun ke seluruh bagian

tumbuhan. Floem terdiri atas sel-sel yang disebut saluran penyaring atau “Sieve-

tube”. Saluran Penyaring itu sendiri terdiri lagi atas piringan perforasi (Sieve tube

plates), penyaring tepi (lateral sieve area). Piringan perforasi merupakan struktur

lapisan agak horizontal yang berpori. Penyaring tepi berfungsi menghubungkan

saluran penyaring dengan sel tetangga. Sel tetangga yang menempel pada penyaring

tepi berperan dalam menyediakan energy untuk saluran penyaring.

4.  Xylem

Page 14: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

Secara struktural, xylem bukanlah elemen utama dalam transpor fotosintat.

Namun bagaimanapun juga, peran xylem dalam mengangkut air juga sangat

diperlukan. Keberadaan xylem tak jauh dari floem, hal ini akan sangat

menguntungkan dalam perpindahan air dari xylem ke floem atau pengembalian air

dari floem ke xylem. Air yang disalurkan ke floem sangat berguna untuk membantu

transport fotosintat. Logikanya, transpor fotosintat yang berupa koloid akan lebih

susah melewati bagian piringan perforasi karena tidak punya dari alir yang tinggi

dan kerapatan molekulnya cukup besar. Adanya air, memberikan daya alir

(menyebabkan tekanan hidrostatik pada saluran penyaring) dan merenggangkan

kerapatan antar molekul sukrosa, dengan begitu sukrosa akan mudah terbawa atau

tertranslokasikan.

Page 15: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

Gambar 1. Mekanisme Transpor Fotosintat

Page 16: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

Daftar Pustaka

Atkins CA, Smith PMC. 2007. Translocations in Legumes; Assimilates, Nutrients and Signaling Molecules. Plant Physiology 144:550-561.

Chatterton JN, Silvius JE. 1979. Photosynthate partitioning into starch in soybean leaves. Plant Physiol. 64:749-753.

Duncan, W.G., D.E. McCloud, R.L. McGraw, and K.J. Boote. 1978. Physiological aspects of peanut yields improvement. Crop Science 18:1015-1020.

Egli, D.B. 1999. Variation in leaf starch and sink limitation during seed filling in soybean. Crop Sci. 39:1361-1368.

Inanaga S, Yoshihara R. 1997. Translocation and distribution of assimilated carbon in peanut plant. Soil Sci. Plant Nutr. 43(2):267-274

Ispandi A, Munip A. 2004. Efektifitas Pupuk PK dan Frekuensi Pemberian Pupuk K dalam Meningkatkan Serapan Hara dan Produksi Kacang Tanah di Lahan Kering Alfisols. Jurnal. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 2, 2004 : 11-24. Diakses pada Sabtu, 20 Oktober 2007.

Kato M, Kobayashi K,Ogiso E, Yokoo M. 2004. Photosynthesis and dry matter production during ripening stage in a female –sterile line of rice. Plant Prod. Sci. 7(2):184-188

Khanna-Chopra, R. 2000. Photosynthesis in relation to crop productivity, 263-280. In Yunus, M., U. Pathre, and P. Mohanty (Eds). Probing Photosynthesis : Mechanisms, Regulation and Adaptation. Taylor and Francis. London.

Kiniry, JR, CE Simson, AM Schubert and JD Reed. 2005. Peanut leaf area index, light interception , radiation use efficiency and harvest index at three sites in Texas. Field Crops Research 91:297-306

Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, I., T. Shiraiwa, M. Ohnishi, T. Horie, N. Inoue. 2003. Contribution ofsinkand source sizes to yield variation among rice cultivars. Plant Prod. Sci. 61119-125

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press.131-183p.

Mengel, K. 1996. Potassium movement within plant and its importance in assimilate transport. Hal : 408 – 409. In R. D. Munson (ed). Potassium In Agriculture. American Soils Society. 1207 p.

Miah, M.N.H., T. Yoshida, Y. Yamamoto, Y. Nitta. 1996. Characteristics of dry matter production and partitioning of dry matter in high yielding semi dwarf indica dan japonica-1indica hybrid rice varieties. Jpn. J. Crop Sci. 65:672-685.

Okawa Y, Kobayashi M, Suzuki, S, and Suzuki, M., 2003, Comparative

Santosa, E. 2000. Adaptasi Fisiologi Tanaman Padi Gogo Terhadap Naungan : Laju Pertukaran Karbon, Respirasi dan Konduktansi Stomata. Thesis.Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 17: The Plant Machinery and Their Models to Produce the Photosyntat (the Sigmoid and the Environment Will Be Involve)

Senoo S, Isoda A. 2003. Effects of paclobutrazol on dry matter distribution and yield in peanut. Plant Prod. Sci. 6(1):90-94

Shíraiwa, T., N. Ueno, S. Shimada, T. Horíe. 2004. Correlation between yielding ability and dry matter productivity during initial seed ñlling stage in various soybean genotypes. Plant Prod.'Sci. 7:1355-142.

Snyder, F.W. and G.E. Carlson. 1983. Selecting for partitioning of photosynthetic products in crops. Advances in Agronomy vol. 37: 47 – 69

Songsri, P., Jogloy, S., Vorasoot, N., Akkasaeng, C., Patanothai, A. & Holbrook, C.C. 2008. Root distribution of drought resistance peanut genotypes in response to drought. J. Agron. Crop Sci 194: 92-103.

Study of Protective Effectsof Chitin, Chitosan, and N-Acetyl Chitohexaose against Pseudomonas aeruginosa and Listeria monocytogenes Infections in Mice, Biol. Pharm. Bull. 26(6) 902-904

Sumardi, kasli, Musliar Kasim, Auzar Syarif dan Nazres Akhir. 2007. Respon padi sawah pada teknik budidaya secara aerobic dan pemberian bahan organic. Jurnal Akta Agrosia 10: 65-71.

Sumarno. 1986. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru. Bandung. 75 hal.

Taiz, L. and Zeiger. E. 2002. Plant Physiology (3 rd Edition). Sinauer Associates, Inc. Publishers. Sunderland Massachusetts Mohr, Hans and Peter Schopfer. 1995. Plant Physiology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany (P. 544)

Yoshida, S., D.A. Forno, J.H. Cock, K.A. Gomes. 1972. Laboratory Manual Physiological Studies of Rice. Second Edition. IRRI, Los Banos, Philippines.

Zheng, W., H. Mitsusu, C. Naoya, I. Shunji. 2001. Behavior of carbohydrates within peanut plant. Soil Sci. Plant Nutr. 47:45-53.

http://kelasbiologiku.blogspot.com/2013/03/reaksi-dan-proses-fotosintesis-pada.html