the role of occupational medicine in keeping the workers ... filedokter spesialis kedokteran...
TRANSCRIPT
1
BUKU PROSIDING
The Role of Occupational Medicine in
Keeping The Workers in Their Job
Diterbitkan oleh : PERHIMPUNAN SPESIALIS KEDOKTERAN OKUPASI INDONESIA
2
BUKU PROSIDING
INDONESIAN OCCUPATIONAL MEDICINE UPDATE
2018
“The Role of Occupational Medicine in Keeping The
Workers in Their Job”
Penyunting
dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK, Sp.Ok
dr. Dewi Yunia Fitriani, Sp.Ok
dr. Nino Putri Arpeni
PERHIMPUNAN SPESIALIS KEDOKTERAN
OKUPASI INDONESIA
2018
3
BUKU PROSIDING
INDONESIAN OCCUPATIONAL MEDICINE UPDATE 2018
“The Role of Occupational Medicine in Keeping The Workers in Their Job”
Hotel Melia Purosani Yogyakarta, 21-23 September 2018
Susunan Panitia
Ketua : Dr.dr. Astrid B. Sulistomo, MPH, Sp.Ok
Wakil Ketua : dr. Harianto Ludirdja, MS, Sp.Ok
Sekretaris : dr. Maya Setyawati, MKK, Sp.Ok
Bendahara : dr. Arie Wulandari, MKK, Sp.Ok
Sie. Ilmiah : dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK, Sp.Ok
Sie. Pubdok : dr. Dewi Yunia Fitriani, Sp.Ok
Sie. Registrasi : dr. David Rudy Wibowo, Sp.Ok
Sie. Konsumsi : dr. Mei Wulandari, Sp.Ok
Sie. Acara : dr. Iwan Rivai Alam Siahaan, Sp.Ok
Sie. Perlengkapan : dr. Titis Maryamah, Sp.Ok
Sie. Dana : dr. Radite Nusasenjaya, MKK, Sp.Ok
Penyunting
dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK, Sp.Ok
dr. Dewi Yunia Fitriani, Sp.Ok
dr. Nino Putri Arpeni
Reviewer
Dr. dr. Lientje Setyawati K, MS, SpOk
Dr. dr. Dewi Sumaryani Soemarko, MS, SpOk
dr.Muchtarudin Mansyur, MS, PhD, SpOk
Prof.Dr.dr.Santoso, MS, SpOk
PENERBIT :
Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 29, Menteng, RT.2/RW.3
Gondangdia, Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10350
Telepon : +62-812 88837455
ISBN : 978-602-96045-6-6
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang terus mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua, serta dengan ijinNya IOMU 2018 dengan tema “The
Role of Occupational Medicine in Keeping the Workers in Their
Job”, dapat terlaksana dengan baik dan buku prosiding ini dapat
diterbitkan.
Tema tersebut dipilih karena ingin membangkitkan perhatian
dunia usaha dan para professional kesehatan, mengenai isu
terkini di bidang Kesehatan Kerja, yaitu bagaimana menjaga
agar pekerja tetap fit bekerja, mencegah penyakit khususnya
penyakit akibat kerja serta mengupayakan mereka dapat
kembali bekerja bahkan setelah mengalami kecacatan akibat
kecelakaan maupun penyakit.
Pertemuan ini dihadiri oleh sekitar 500 peserta yang terdiri dari
Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Dokter Umum, Tenaga
Kesehatan serta para ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja
dari seluruh Indonesia. Serta menghadirkan nara sumber dari
Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Filipina dan Brunei
5
Darussalam untuk mengupas berbagai topik terkini dalam
bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, khususnya terkait
program Kembali Bekerja (Return to Work). Forum ini
diharapkan akan memberikan manfaat yang besar kepada
seluruh peserta sehingga dapat mengimplementasikan program
pencegahan penyakit dan kecelakaan kerja maupun Return to
Work di tempat kerja masing-masing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak, baik dari instansi pemerintah maupun swasta, peserta,
panitia, dan sponsor yang telah berkontribusi pada acara IOMU
2018.
Jakarta, September 2018
Dr.dr. Astrid W. Sulistomo, MPH, Sp.Ok
Ketua Panitia IOMU 2018
6
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Ketua Panitia IOMU 2018……………………………………………. 4 Daftar Isi………………………………………………………………………………………………. 6 1. Diagnosis Okupasi Penyakit Tuli Saraf pada Pekerja Industri
Percetakan (Alvin M. Ridwan, Astrid W. Hardjono)………………………… 10 2. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Ground Support Equipment
Paska Nerve Transfer pada Cedera Pleksus Brakialis Kanan (Anditta Zahrani Ali, Astrid W. Sulistomo)…………… ………………………… 12
3. Kajian Aspek Legal Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi di Indonesia (Andrian Purwo Sulistyo, Sinatra Gunawan)........................................................................................... 15
4. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Asisten Utama Koki dengan Karsinoma Sel Skuamosa Laring Post Laringektomi Total (Ardi Artanto, Astrid W. Sulistomo)………………………………………………………… 17
5. Hubungan Pajanan Rendah Xylene dengan Terjadinya Gejala Dini Neurotoksik Menggunakan Kuesioner Swedish Q16 (Ariningsih, Dewi S. Soemarko, Johannes Hudyono)………………………………………….. 19
6. Asbestos-Related Lung Cancer In Construction Worker (Anna Suraya, Aziza Ikhsan, Dennis Nowak, Stephan Boese O’Reilly , Astrid Sulistomo, Elisna Syahrudin, Nurul hanifah)…………………………………… 21
7. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Petugas Keamanan dengan gagal ginjal kronis dan hipertensi (Carmia Pratiwi Santoso, Astrid W. Sulistomo)……………..……..................................................................... 23
8. Dampak Stress Kerja Terhadap Gangguan Musculoskeletal Disorder Pada Pekerja Proyek Rumah Sakit (Dini Widianti, Citra Dewi)……………………………………………………………………………………………. 26
7
9. Tingkat Pengetahuan Sikap dan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Sektor Informal Aki Bekas di Jakarta Barat Tahun 2017 (Esa Claudia Haning, Johannes Hudyono, Indriani K Sumadikarya, Yosephin Sri Sutanti)……………………..…………………….. 28
10. Gambaran Kelainan Postur Tubuh Dan Cedera Pada Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up) Atlet Berprestasi Di Rumah Sakit X Tahun 2018 (Ferdianto, Eva Mitrasari Nurjana)……………………………… 30
11. Evaluasi Kejadian Nyeri Punggung Bawah (Npb) Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pada Analis Laboratorium X Tahun 2017 (Ferdy Bahasuan, Liem Jen Fuk, Yosephin Sri Sutanti)……………………………….. 33
12. Rekomendasi Pemeriksaan Kesehatan Berkala dan Surveilans Medis Untuk Pekerja Aplikator Fumigasi (Fumigator) yang Menggunakan Metil Bromida (Ferry Afero Tanama, Astrid W. Sulistomo)……………………………………………………………………………………… 35
13. Cardiovascular Disease Risk Factors and Maximal Oxygen Volume in Community Healthy Movement Programme (GERMAS) (Fida Dewi Ambarsari, Ambar W. Roestam, Imran Agus Nurali, Setyawati Budiningsih, Sri Nilawati)……………………………………………………………….. 37
14. Hubungan Periode Shift Kerja dengan Kelelahan pada Perawat Rumah Sakit Jiwa (Hirsa A. Sukma, Erna Tresnaningsih)………………… 39
15. Uji Validasi Dan Reliabilitas VICO Display Screen Equipment Cheklist Sebagai Instrumen Penilai Bahaya Pajanan Ergonomi Pekerja VDT Di Kantor (Iwan Susilo Joko)………………………………………. 41
16. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perakitan Optical Pickup Unit dengan Sklerosis Sistemik (Joni Fiter, Astrid W. Sulistomo)…… 43
17. Hubungan Masa Kerja Dan Sikap Kerja Terhadap Kejadian Low Back Pain Pada Pekerja Pembuat Simping Di Kampung Kaum, Purwakarta – 2018 (July Ivone, Giovana Tyas P, Rislefia Amadina S) 46
8
18. Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Dosen Dengan Disfonia Karena Refluks Laringofaringeal (Lidwina M. L. Bansena, Astrid W. Sulistomo)……………………………………………………………………………………. 48
19. Gambaran Tingkat Kelelahan Dosen Dengan Uji Lakassidaya Di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (Luciana, Yusuf Handoko, Susanty Dewi Winata)…………………………………………… 50
20. Hubungan Persentase Lemak Tubuh dengan Konsumsi Oksigen Maksimal pada Petugas Keamanan (Muhammad Zulfar Aufin, Listya Tresnanti Mirtha)…………………………………………………………………. 52
21. Hubungan Antara Kebugaran Kardiorespirasi dan Kualitas Tidur pada Petugas Keamanan (Marco Ariono, Listya Tresnanti Mirtha)… 54
22. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perminyakan Lepas Pantai Pasca Combustio grade IIAB 6% (Ma’rifatul Mubin, Astrid W. Sulistomo)…………………………………………………………………………………….. 56
23. Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Stress Kerja pada Pekerja Produksi Perusahaan Tempa Besi di Jakarta Timur (Dini Widianti, Natasha M Dwidita, Naura Zhafira, Nazhira N Amaliya, Restu K Madani, Shelvi R Amalia)…………………………………….. 58
24. Gambaran Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru pada Pekerja Patung Kayu di Desa Mas, Ubud-Bali (Gede Raditya Yoga Pratama, Novendy)………………………………………………………………………………………. 60
25. Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pengemudi perusahaan dengan Coronary Artery Disease post CABG (Poudra Agusta, Astrid W. Sulistomo)…………………………………………………………………………………… 62
26. Analisis Nyeri Bahu Dan Faktor Risiko Yang Berhubungan Pada Pekerja Laki-Laki Pembuat Batu Bata : Studi di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi (R.M. Adi Pranaya, Astrid Sulistomo, Sudadi Hirawan)…………………………………………………………………………….. 64
9
27. Uji Validitas dan Reliabilitas Epworth Sleepiness Scale (ESS) Sebagai Instrumen Penilaian Daytime Sleepiness (Raissa Putri Kusuma, Nuri Purwito Adi, Retno Asti Werdhani)…………………………… 66
28. Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Mesin Benzo di Proses Induction Quenching and Tempering (IQT) Bagian Fabrikasi Rangka PT. X dengan Trigger Finger (Redy, Astrid W. Sulistomo)……. 68
29. Uji Validitas dan Reliabilitas Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER15) Versi Bahasa Indonesia sebagai Instrument Penilaian Kelelahan Umum Akibat Kerja Pada Industri Manufacture di Indonesia (Riri Mega Lestari, Astrid Sulistomo, Zarni Amri, Suryo Wibowo, Retno Asti Werdhani)…………………………. 71
30. Hubungan Masa Kerja Terhadap Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Batik Di Kota Tasikmalaya (Rr.Desire Meria Nataliningrum, Nissa Amamah Mulyani)………………………………. 74
31. Pengaruh Kebugaran Kardiorespirasi dalam Mencegah Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler pada Petugas Satpam (Septia Mandala Putra, Listya Tresnanti Mirtha)………………………………………… 76
32. Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen pada Membran Stetoskop di Rumah Sakit X Bogor, Jawa Barat (Stellon Salim, Yosephin Sri Sutanti, Yusuf Handoko)…………………………………………….. 78
33. Obesitas di Tempat Kerja (Sugih Firman)………………………………………. 80 34. Gambaran Kualitas Tidur Pada Polisi Jalan Raya Korps Lalu Lintas
(Korlantas) Jakarta Selatan Tahun 2018 (Wayan Sadhira Gita Krisnayanti, Susanty Dewi Winata)…………………………………………………. 81
35. Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pekerja Offshore dengan Post Synovectomy Karena Artritis Gout Sinistra (Yonathan Winata, Astrid W. Sulistomo)………………………………………………………………………. 83
36. Diagnosis Okupasi Penyakit Silikotuberkulosis pada Pekerja Grafir Kaca (Zulkifli Dharma, Astrid W. Hardjono)…………………………………….. 85
10
Laporan Kasus
Diagnosis Okupasi Penyakit Tuli Saraf pada Pekerja
Industri Percetakan
Alvin M. Ridwan1, Astrid W. Hardjono2
1) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Pajanan di tempat kerja yang bersifat otoneurotoksik dapat
berupa pajanan zat kimia, bising dan kombinasi keduanya. Pekerja di
tempat percetakan mempunyai risiko tinggi terkena gangguan
pendengaran dalam pekerjaannya, salah satunya adalah tuli saraf.
Diagnosis okupasi menjadi penting untuk menentukan apakah penyakit
tuli saraf tersebut disebabkan oleh pekerjaan. Penegakan diagnosis
okupasi pada pekerja dipercetakan dengan tuli saraf menggunakan
metode 7 langkah Diagnosis Okupasi, yang di dalamnya termasuk metode
Evidence Based, sesuai konsensus PERDOKI.
Deskripsi Kasus: Seorang pekerja mekanik diperusahaan percetakan
sektor informal, laki-laki, berumur 35 tahun, yang terpajan uap lem
11
selama 16 tahun. Keluhan dan gejala timbul pada tahun ke-10 sejak
terpajan uap lem, dengan keluhan telinga kiri berdenging, pendengaran
kanan berkurang dan kadang pusing berputar. Pada hasil audiometri
didapatkan hasil tuli syaraf dengan derajat ringan pada telinga kiri dan
derajat sedang pada telinga kanan.
Diskusi: Dari informasi yang didapat mengenai deskripsi kerja, cara
kerja, penggunaan Alat Pelindung Diri, serta mengacu pada bukti dari
penelitian Morata TC et al (1997) yang menunjukkan bahwa paparan
toluena memiliki efek toksik pada sistem pendengaran, maka dapat
disimpulkan pekerja ini mengalami Tuli saraf pada telinga kanan dan kiri
akibat kerja
Kata Kunci : pekerja sektor informal, mekanik mesin percetakan, Tuli
saraf, diagnosis okupasi.
12
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Ground Support
Equipment Paska Nerve Transfer pada Cedera Pleksus
Brakialis Kanan
Anditta Zahrani Ali1, Astrid W. Sulistomo2
1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Cedera pleksus brakialis paska trauma merupakan cedera
yang umum pada usia dewasa muda dan dapat menyebabkan hilangnya
fungsi dan kemampuan untuk melakukan tugas di tempat kerjanya.
Mempertahankan status pekerjaan masih menjadi tantangan utama dan
beberapa pasien paska cedera pleksus brakialis bergantung pada orang
lain untuk mengerjakan beberapa aktifitas. Mengingat bahwa cedera
pleksus brakialis merupakan cedera yang menimbulkan disabilitas dalam
melakukan pekerjaan dan masa pemulihan paska operasi yang lama, maka
perlu dilakukan penentuan kelaikan kerja.
13
Deskripsi kasus : Seorang laki-laki usia 25 tahun, dengan profesi sebagai
operator Ground Support Equipment (GSE), 21 hari paska nerve transfer
atas indikasi cedera pleksus brakialis kanan. Dilakukan penilaian kelaikan
kerja, atas permintaan perusahaannya. Pasien saat ini masih menjalani
fisioterapi.
Metode : Tujuh Langkah Penilaian Kelaikan Kerja Konsensus
PERDOKI.
Hasil : Dari uraian tugas didapatkan, tuntutan pekerjaan utamanya adalah
mengendarai baggage towing tractor untuk mengangkut bagasi
penumpang dari dan menuju terminal, serta mendorong dan mengarahkan
tangga pesawat sampai tangga tersebut menempel di pintu pesawat.
Kondisi kesehatan saat pemeriksaan terdapat monoplegia dan hipestesi
ekstremitas kanan atas. Saat ini terdapat disabilitas untuk memakai APD
(safety shoes, gloves) dan butuh bantuan sosial untuk melakukan aktifitas
yang membutuhkan koordinasi kedua tangan. Berdasarkan studi Yang et
al. di Michigan, Amerika Serikat (2012), lingkup gerak abduksi bahu
yang dapat dicapai pada follow up terakhir pasien paska nerve transfer
adalah 30˚-127˚; dan 79% mencapai kekuatan motorik minimal 3 dan
46% pasien mencapai kekuatan motorik ≥4. Pasien ini tidak dapat
memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai operator GSE dan terdapat risiko
14
kecelakaan kerja, sehingga dapat membahayakan diri sendiri, rekan kerja
dan lingkungan kerja.
Kesimpulan : Pasien ini dinyatakan tidak layak kerja sementara sebagai
operator GSE, sampai dilakukan pemeriksaan kelaikan kerja ulang tiga
bulan kemudian dan direkomendasikan untuk menjalani program kembali
kerja.
Kata kunci : Kelaikan kerja, cedera pleksus brakialis, nerve transfer
15
Kajian Aspek Legal Tugas Pokok dan Fungsi
Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi di Indonesia
Andrian Purwo Sulistyo1, Sinatra Gunawan2
1) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Latar belakang : Kompetensi Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi
(SpOk) dimanifestasi di dalam Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) antara
lain terdiri dari Penegakkan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK),
Penentuan Kelaikan Kerja, dan Penentuan Besarnya Persentase
Kecacatan Akibat Kecelakaan Kerja atau PAK, dan Rekomendasi
Program Kembali Kerja. Tupoksi Dokter SpOk juga dilakukan oleh
teman sejawat lain di luar kewenangan level kompetensinya. Keempat
kompetensi tersebut, selain memerlukan keterampilan medis, juga terkait
aspek hukum, khususnya dengan pihak ketiga seperti perusahaan,
lembaga tenaga kerja atau vendor asuransi.
Tujuan : Mengkaji aspek legal menjalankan Tupoksi Dokter SpOk.
16
Metode : Metode Penelitian Normatif tipe deskriptif analitis dengan
menggunakan sumber data hukum primer dan sekunder seperti UUD
1945, UU, KUHP, Standar Kompetensi Dokter SpOk yang disahkan KKI,
KODEKI 2012 MKEK PB IDI.
Hasil : Ditemukan empat Tupoksi Dokter SpOk sesuai kompetensi yang
telah diakui oleh KKI, Undang – Undang dan Kebijakan lainnya.
Kesimpulan : Tupoksi Dokter SpOk perlu diterbitkan dalam bentuk
Undang – Undang untuk mendukung terlaksana amanah UUD 1945 yakni
tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak.
Kata kunci : Kajian Hukum, Tupoksi, Kedokteran Okupasi.
17
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja pada Asisten Utama Koki
dengan Karsinoma Sel Skuamosa Laring Post
Laringektomi Total
Ardi Artanto1, Astrid W. Sulistomo2
1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Korespondesi: Ardi Artanto, email: [email protected]
Abstrak
Pendahuluan : Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu keganasan
pada saluran aero-pencernaan yang paling sering. Diperkirakan 12.260
pria dan wanita di Amerika Serikat didiagnosis dengan Karsinoma Sel
Skuamosa (KSS) laring pada tahun 2013. Paling sering terjadi pada usia
di atas 40 tahun. Pasien yang survive masih mungkin berada di usia
produktif dan masih ingin bekerja. Oleh karenanya dibutuhkan suatu
penilaian kelaikan kerja sebelum kembali bekerja. Untuk melakukan
penilaian kelaikan kerja, diperlukan penilaian menyeluruh yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan kesehatan pasien dan deskripsi pekerjaan
18
kemudian dilakukan pencocokan antara kondisi kesehatan pekerja dengan
tuntutan pekerjaan.
Tujuan : Menguraikan bagaimana melakukan penilaian kelaikan kerja
pada kasus KSS laring pada pekerja koki yang dilakukan berbasis bukti.
Deskripsi kasus : Seorang laki-laki usia 48 tahun, dengan profesi sebagai
asisten utama koki/sous chef, yang mengalami ketidakmampuan dalam
berbicara secara lisan pasca laringektomi total atas indikasi KSS laring.
Diskusi : Pasien sebenenarnya masih mampu untuk melakukan pekerjaan
memasak tetapi profesi koki di hotel menuntut adanya komunikasi secara
lisan, berinteraksi secara sosial dan berkoordinasi dengan rekan dan
atasan.
Kesimpulan : Setelah dilakukan penilaian kelaikan kerja, pasien ini
dinyatakan unfit for this job sebagai koki di hotel. Disarankan untuk
pindah ke restoran/kedai makanan kecil yang tidak membutuhkan banyak
komunikasi saat bekerja.
Kata kunci : Kelaikan kerja, karsinoma sel skuamosa laring, laringektomi
19
Hubungan Pajanan Rendah Xylene dengan Terjadinya
Gejala Dini Neurotoksik Menggunakan Kuesioner
Swedish Q16
Ariningsih1, Dewi S. Soemarko2, Johannes Hudyono2
1.) Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3.) Correspondence Author : Dewi S. Soemarko
email: [email protected]
Abstrak
Latar Belakang: Pajanan rendah xylene dapat menyebabkan gangguan
neurotoksik. Upaya untuk pencegahan dampak neurotoksik tersebut
antara lain deteksi gejala dini neurotoksik. Penelitian tentang pajanan
rendah xylene dalam jangka waktu lama pada pekerja di Indonesia belum
banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan pajanan
rendah xylene dengan terjadinya gejala dini neurotoksik.
Metode: Desain cross sectional, dilakukan pada 97 orang pekerja terpajan
xylene. Tingkat pajanan xylene ditentukan dengan metode
semikuantitatif. Menggunakan data sekunder pemeriksaan kesehatan
berkala pekerja dan hasil pengisian kuesioner Swedish Q16.
20
Hasil : Prevalensi gejala dini neurotoksik didapatkan pada 19,6% pekerja
dengan pajanan rendah xylene dalam jangka waktu lama. Terdapat
hubungan bermakna antara tingkat pajanan (exposure rating) xylene
dengan terjadinya gejala dini neurotoksik (p = 0,036). Faktor umur, status
gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol, serta
penggunaan APD tidak berhubungan bermakna dengan gejala dini
neurotoksik
Kesimpulan. Pajanan rendah xylene berhubungan dengan terjadinya
gejala dini neurotoksik.
Kata Kunci. Xylene, pajanan rendah, gejala dini neurotoksik, Swedish
Q16.
21
Case Study
Asbestos-Related Lung Cancer In Construction Worker
Anna Suraya1,5, Aziza Ikhsan2, Dennis Nowak1, Stephan Boese
O’Reilly1 , Astrid Sulistomo4, Elisna Syahrudin2, Nurul hanifah3
1. CIH LMU Center for International Health, Medical Center of the University of Munich
(LMU)
2. Persahabatan National Respiratory Referral Hospital Jakarta, Indonesia
3. Fit2Work, Occupational medicine and Environmental Study Centre, Jakarta
4. Ilmu Kedokteran Komunitas, FKUI, Jakarta
5. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Binawan, Jakarta
Abstract
Introduction : Diagnosing of asbestos-related diseases is very tricky
because of the lack of guidance, inexperienced physicians and the long
latency of the diseases. Lung cancer is one of malignancy that can be
caused by asbestos. Findings the exposure will be the most important
evidence to determine the role of asbestos in the disease. Construction
workers are in the high risk to get asbestos-related diseases because they
work closely with asbestos-containing building material.
Methods : The case was found during a hospital-based case control study
in a hospital in Jakarta. The employee was interviewed and underwent a
physical exam and CT imaging. Determining of asbestos-related diseases
22
using Helsinki Criteria for Diagnosis and Attribution 2014 and
assessment of work-relatedness followed the seven-step of occupational
disease diagnosis set by the Indonesian Ministry of Health (Regulation
#56, 2016)
Result : A sixty four years old man who had been worked as a construction
worker for more than 36 years visited hospital for evaluation of lung
cancer treatment. He was diagnosed to have lung adenocarcinoma since
2017. CT imaging showed a pleural plaques and calcification around the
mass. Based on Helsinki Criteria, the existence of pleural plaques is the
evidence of the existence of long period past asbestos exposure. From
interview it was revealed that asbestos exposure had been connected with
his work as a construction worker for 36 years.
Discussion : This is the first case of asbestos-related lung cancer found in
Indonesia. Determining the source of exposure is crucial because asbestos
hazards are relatively unknown to public, workers, health professionals
and government in Indonesia. This case also showed the pivotal rule of
doctors to define an asbestos-related diseases by having a structured
interview to obtain past exposure and findings of pleural plaques.
23
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja pada Petugas Keamanan
dengan gagal ginjal kronis dan hipertensi
Carmia Pratiwi Santoso1, Astrid W. Sulistomo2
1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Abstrak
Pendahuluan
Penyakit Gagal Ginjal Kronis merupakan salah satu penyebab off from
work time terbesar dan tingkat kembali bekerja yang rendah pada
populasi pekerja. Oleh karenanya dibutuhkan suatu penilaian kelaikan
kerja yang meliputi pemeriksaan kondisi fisik, psikia dan juga aspek
intrinsik pekerjaan. GGK adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. GGK memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Tujuan : Untuk menilai kondisi kesehatan pekerja dan menyesuaikannya
dengan tuntutan pekerjaan pada pasien laki-laki berusia 45 tahun dengan
24
faktor risiko berupa hipertensi dan berbagai komplikasi keluhan yang
muncul.
Metode : laporan kasus ditelaah berdasarkan evidence based medicine
Deskripsi kasus :
Seorang laki - laki usia 45 tahun sebagai Petugas keamanaan (Security
guard) perumahan terdiagnosis menderita GGK dan hipertensi tidak
terkontrol datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari lalu dan kedua
kaki bengkak sejak 1 bulan lalu. Nyeri saat BAK dan nyeri pinggang
belakang sejak 6 bulan lalu yang mengharuskan pasien cuci darah sejak 2
bulan yang lalu namun belum dilakukan oleh pasien. Riwayat hipertensi
sejak 2 tahun lalu dan jarang mingum obat, tekanan darah 160/110
mmHg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemis, nyeri
tekan epigastrium, pitting edema pada pedis bilateral. Hasil lab darah
terdapat peningkatan ureum dan kreatinin. Pemeriksaan USG ginjal
didapatkan ukuran ren dextra dan sinistra mengecil sesuai CKD. Telah
diberikan edukasi kepada pasien untuk membatasi asupan cairan dan
anjuran hemodialisis.
Hasil : Pekerjaan sebagai security guard menuntut pekerja untuk dapat
berdiri, berjalan, berlari, berpindah posisi mengendarai motor berkeliling
perumahan dan kesigapan sangat diperlukan dalam bertugas. GGK
25
mengakibatkan pergerakan kedua tungkai pekerja mengalami gangguan
akibat keluhan bengkak yang dialami dan kesulitan dalam menjalankan
tugasnya terutama saat dituntut harus menggunakan kedua kakinya.
Kemampuan jalan berkurang, kemampuan berlakri berkurang, kesigapan
dan ketangkasan berkurang.
Diskusi : pada kasus ini, tatacara diagnosis dan terapi untuk GGK sudah
baik, namun yang kurang maksimal adalah belum dilakukannya anjuran
hemodialisa pada pasien ini.
Kesimpulan : setelah dilakukan penilaian kelaikan kerja. Pasien ini
dinyatakan tidak laik kerja sebagai petugas keamanan (security guard)
karena tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaan yang ada. Hal ini
berisiko jika terjadi emergensi pekerja sulit menyelamatkan diri yang
tentunya juga berdampak terhadap warga yang seharusnya perlu dikontrol
keamanannya.
Kata kunci : kelaikan kerja, Gagal Ginjal Kronis, Hipertensi, pekerja
security.
26
Dampak Stress Kerja Terhadap Gangguan
Musculoskeletal Disorder Pada Pekerja Proyek Rumah
Sakit
Dini Widianti*, Citra Dewi*
*Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI
email : [email protected]
Abstrak
Pendahuluan : Secara tidak langsung, stress kerja dapat menimbulkan
berbagai konsekuensi terhadap pekerja, seperti adanya gangguan
fisiologis, psikologis dan perilaku. Stress yang dialami secara terus
menerus dan tidak bisa dikendalikan dengan baik, akan menyebabkan
terjadinya burnout yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis, emosi
(Marcheilia, 2014).
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan antara stress kerja
dengan keluhan MSDs (Musculoskeletal Disorder) pada pekerja proyek
rumah sakit di Jakarta.
Metode : Instrumen stress kerja menggunakan Survey Diagnostic Stress
(SDS) hasilnya akan terbagi menjadi tiga yaitu stress kerja rendah,
sedang, dan tinggi. Pengukuran musculoskeletal disorder menggunakan
Nordic Body Map (NBM) yang hasilnya dibagi menjadi tiga klasifikasi
27
yaitu ringan, sedang, dan tinggi. Metode yang digunakan deskriptif
analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian
berjumlah 120 orang menggunakan metode total sampling. Data yang
didapatkan akan diolah dengan SPSS versi 25, dilakukan analisis
bivariate dan multivariat.
Hasil penelitian : menunjukkan angka proporsi stress kerja responden
adalah sebanyak 69 orang (57,5%) mengalami stress kerja ringan, dan
sebanyak 116 orang (96,7%) mengalami keluhan musculoskeletal
disorder diklasifikasi ringan. Serta adanya hubungan antara stress kerja
dengan musculoskeletal disorders dengan nilai p<0,05.
Kesimpulan : Penyakit yang berkaitan dengan sektor konstruksi biasanya
mengenai bagian muskuloskeletal atau musculosceletal disorder.
Musculosceletal disorder (MSDs) adalah cedera atau nyeri yang
mempengaruhi otot, sendi dan tendon. Hal ini biasa terjadi karena postur
tubuh yang tidak baik dalam pekerjaan sehari-hari dan pengerahan tenaga
yang terlalu kuat dalam mengangkat atau membawa beban. Membungkukan
dan memutar punggung atau anggota badan dan terpapar getaran atau
melakukan gerakan berulang juga bisa menjadi faktor terjadinya
musculosceletal disorder. (Valero E, 2015).
Kata Kunci : stress kerja, musculoskeletal disorders, pekerja proyek
28
Tingkat Pengetahuan Sikap dan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri pada Pekerja Sektor Informal Aki
Bekas di Jakarta Barat Tahun 2017
Esa Claudia Haning*, Johannes Hudyono**, Indriani K
Sumadikarya**, Yosephin Sri Sutanti.**
*Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana
**Staf Pengajar Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email : [email protected]
Abstrak
Timbal (Pb) adalah salah satu logam berat yang sering digunakan pada
aki. Timbal dapat ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan,
oral, ataupun langsung melalui permukaan kulit. Pajanan timbal ini dapat
menimbulkan masalah kesehatan pada manusia, yaitu pada darah, sistem
saraf, rongga mulut, ginjal, sistem rangka, sistem kardiovaskular,
hipertensi, pencernaan, dan sistem reproduksi. Salah satu pekerjaan yang
sangat berisiko untuk terpajan timbal adalah pekerja aki. Dengan tingkat
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang kurang baik juga dapat
meningkatkan risiko akan timbulnya penyakit tersebut. Salah satu cara
untuk mencegah dan mengurangi hal tersebut maka dapat digunakan alat
pelindung diri (APD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
29
pengetahuan, sikap, dan perilaku para pekerja sektor informal aki bekas
terhadap penggunaan APD. Penelitian in adalah penelitian deskriptif
dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Dari 20
sampel penelitian, didapatkan 17 responden (85%) memiliki tingkat
pengetahuan yang baik, 19 responden (95%) memiliki sikap positif atau
mendukung penggunaan APD, 4 responden (20%) berperilaku baik yaitu
menggunakan APD dan 16 responden (80%) berperilaku kurang baik
yaitu tidak menggunakan APD. Dari penelitian ini didapatkan adanya
kecenderungan ketidak sesuaian antara pengetahuan, sikap, dan perilaku.
Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, aki, timbal, alat pelindung diri
30
Gambaran Kelainan Postur Tubuh Dan Cedera Pada
Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up) Atlet
Berprestasi Di Rumah Sakit X Tahun 2018
Ferdianto1, Eva Mitrasari Nurjana2
1Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Rumah Sakit Olahraga Nasional, Kementerian Pemuda
dan Olahraga 2Dokter Umum, Rumah Sakit Olahraga Nasional, Kementerian Pemuda dan Olahraga RI
Email : [email protected]
Abstrak
Pendahuluan Postur tubuh dan cedera merupakan unsur yang dinilai saat
dilakukan pemeriksaan kesehatan atlet, disamping hasil pemeriksaan
lainnya. Postur tubuh adalah bentuk tubuh atau sikap badan yang terlihat
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cedera olahraga adalah cedera pada
sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan
olahraga. Latar belakang penelitian ini karena terbatasnya data prevalensi
kelainan postur tubuh dan cedera atlet di Indonesia.
Tujuan. Diperoleh data prevalensi kelainan postur tubuh dan cedera atlet
di Indonesia.
31
Metoda : Analisis deskriptif, total data adalah 122 atlet berprestasi pada
pemeriksaan kesehatan (MCU) di RS. X tahun 2018, didapat dari data
sekunder.
Hasil : Persentase kelainan postur tubuh atlet dikelompokkan berdasarkan
kelainan hiperlaksiti, skoliosis, kelainan sendi lutut (genu varum), dan
lengkung kaki. Hasil menunjukan jumlah atlet dengan hiperlaksiti 2 atlet
(1,6%), skoliosis 16 atlet (13,1%), genu varum 12 atlet (9,8%) dan
kelainan kelengkungan kaki (flat feet, flat foot, high arch) 64 atlet
(52,5%). Didapatkan 41 atlet yang cedera (33,6%), dari jumlah tersebut
11 atlet (9,0%) cedera ˃ 1 bagian tubuh
Diskusi : Persentase skoliosis (13,1%) pada atlet berprestasi lebih tinggi
dibandingkan epidemiologi pada populasi (0,93–12%). Prevalansi cedera
atlet (33,6%) yang didapat, lebih rendah dibandingkan prevalansi cedera
olahraga pada cabor sepak bola di Kuwait (69%) dan di Arab saudí (50%),
tetapi cedera atlet dipengaruhi oleh banyak faktor.
Kesimpulan : Angka persentase tertinggi dari data atlet berprestasi yaitu
kelainan lengkung kaki (52,5%), sedangkan persentase terendah yaitu
hiperlaksiti (1,6%). Pemeriksaan kesehatan (MCU) sebelum kompetisi
penting untuk mengetahui tingkat kesehatan dan keselamatan atlet,
penilaian postur tubuh dan cedera diperlukan. Perlu penelitian lanjutan
32
dengan subjek penelitian lebih besar untuk mengetahui angka kejadian
kelainan postur tubuh dan cedera Atlet dengan memperhitungkan variabel
cabang olahraganya, serta faktor yang berpengaruh pada cedera atlet.
Kata Kunci : Pemeriksaan kesehatan, atlet, kelainan postur tubuh, cedera
olahraga
33
Evaluasi Kejadian Nyeri Punggung Bawah (Npb) Dan
Faktor Yang Mempengaruhi Pada Analis Laboratorium
X Tahun 2017
Ferdy Bahasuan*, Liem Jen Fuk**, Yosephin Sri Sutanti.**
*Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana
**Staf Pengajar Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email : [email protected]
Abstrak
Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah salah satu gangguan
musculoskeletal yang terlokalisasi di daerah antara batas kosta atau rib-
12 ke lipat gluteus bagian bawah. Prevalensi Nyeri Punggung Bawah di
Indonesia berdasarkan pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu
11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7 persen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor
individu (usia, indeks massa tubuh) dan faktor pekerjaan (masa kerja,
pajanan ergonomi) dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Analis
Laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi keluhan yang
berhubungan dengan Nyeri Punggung Bawah sebesar 80%, dengan rata-
34
rata usia 27 tahun, indeks massa tubuh 22.6 kg/m2, masa kerja 5 tahun
serta pajanan ergonomi berupa posisi canggung yang statis dan berulang.
Ada kecenderungan bahwa usia > 27 tahun, berat badan obesitas, masa
kerja ≤ 5 tahun dan risiko tinggi berdasarkan REBA dapat meningkatkan
kemungkinan terjadi keluhan NPB, namun tidak ditemukan adanya
hubungan yang bermakna antara usia, IMT, masa kerja dan skor akhir
REBA dengan keluhan NPB. Penelitian ini penting sebagai pre-eliminary
study mengingat belum banyaknya data NPB pada analis laboratorium, sebagai
materi penelitian selanjutnya. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai keluhan
NPB dan faktor yang mempengaruhinya pada analis laboratorium dalam skala
sampel yang lebih besar agar mendapatkan hasil yang lebih bermakna.
Kata kunci: Nyeri Punggung Bawah (NPB), analis laboratorium, pajanan
ergonomi
35
Rekomendasi Pemeriksaan Kesehatan Berkala dan
Surveilans Medis Untuk Pekerja Aplikator Fumigasi
(Fumigator) yang Menggunakan Metil Bromida
Ferry Afero Tanama1, Astrid W. Sulistomo2
1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Kebijakan pemerintah mengenai perlakuan fumigasi terhadap komoditi
perdagangan ekspor dan impor menjadi kesempatan bagi beberapa
perusahaan untuk membuka lahan usaha dengan menyediakan jasa
fumigasi. Hal ini tentunya berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja
yang bekerja sebagai pekerja aplikator fumigasi (fumigator). Pekerjaan
sebagai fumigator memiliki risiko yang sangat tinggi karena sifat bahan
fumigan yang sangat beracun bagi manusia, baik karena paparan akut
maupun paparan kronik. Sampai saat ini gas metil bromida merupakan
zat fumigan yang sering dipakai dan secara luas digunakan di Indonesia.
Pada akhirnya hal ini menjadi masalah tersendiri, karena sampai saat ini
penelitian mengenai efek paparan zat tersebut baik efek secara akut
36
maupun kronik pada manusia masih sangat terbatas, hanya efek terhadap
sususan saraf pusat yang sudah banyak diketahui dan diamati dalam
penelitian terhadap manusia. Oleh sebab itu diperlukan suatu
rekomendasi pemeriksaan kesehatan berkala yang spesifik dan
dikhususkan bagi para fumigator. Pemeriksaan kesehatan berkala tersebut
sekaligus sebagai sarana surveilans medis terhadap fumigator yang
menggunakan gas metil bromida sebagai bahan fumigan utamanya.
Metode penentuan jenis pemeriksaan kesehatan berkala didasarkan pada
proses kerja, identifikasi bahaya potensial, penilaian risiko kesehatan
pekerja (health risk assesment), dan penyesuaian terhadap kemampuan
perusahaan tempat bekerja pada umumnya. Selain itu, penentuan juga
mengacu pada berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia dan tinjauan dari berbagai referensi internasional. Berdasarkan
hal tersebut, maka didapatkan suatu rekomendasi pemeriksaan kesehatan
berkala untuk para fumigator yang harus dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Rekomendasi pemeriksaan berkala tersebut juga dapat digunakan sebagai
sarana untuk surveilans medis, serta dapat dijadikan data untuk
kepentingan penelitian pada masa mendatang.
Kata kunci : Fumigasi, metil bromida, fumigator, pemeriksaan kesehatan
berkala, surveilans medis
37
Cardiovascular Disease Risk Factors and Maximal
Oxygen Volume in Community Healthy Movement
Programme (GERMAS)
Fida Dewi Ambarsari1, Ambar W. Roestam2, Imran Agus Nurali3,
Setyawati Budiningsih2, Sri Nilawati2
1 Magister of Occupational Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta
2 Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta
3Directorate of Environmental Health, Ministry of Health of Republic Indonesia, Jakarta
Abstract
Background : Low cardiorespiratory fitness (CRF) level associated to
cardiovascular (CVD) risk factors such as obesity, hypercholesterolemia,
diabetes mellitus type 2 and hypertension. Generally, office workers have
light physical effort to work and tend to be a sedentary physical activity
behavior that is also risk factors of cardiovascular disease. This study
aims to identify association and correlation of CVD risk factors changes
and maximal oxygen volume (VO2 max) in 12-15 weeks among
community healthy movement programme (GERMAS).
Methods : Comparative cross sectional study of two examination on year
2017-2018, baseline and second data have 12-15 weeks intervals. Subject
38
are government office workers (n=102), CVD risk factors determined:
BMI, blood pressure, cholesterol level, blood glucose and physical
activity. Germas implementation are physical activity, fruit and vegetable
diet and non communicable disease screening. VO2 max as a CRF level
examined by Rockport methods.
Results : average of VO2 max was increased 0.75 ± 2.65 ml/kg/minute
and CRF level prevalence was increased 6.9% after 12 – 15 weeks. By
the CRF levels, duration of work has significant association to CRF level
changes (p<0.05, OR 3.61, CI95% 1.05-12.41). BMI have significant
correlation to VO2 max (p 0.02, r = -0.21). Linear regression shown age
and body mass index as a predictors for VO2 max.
Conclusion : Based on 12 – 15 weeks observation, Germas
implementation was not optimal to increased cardiorespiratory fitness. It
is need self awareness, individual education and monitoring also has to
be a longer observation study.
Keywords : Cardiorespiratory fitness, VO2 max, Cardiovascular Disease
Risk Factors, Community Healthy Movement Programme (GERMAS),
office workers
39
Hubungan Periode Shift Kerja dengan Kelelahan pada
Perawat Rumah Sakit Jiwa
Hirsa A. Sukma1, Erna Tresnaningsih2
1) Dokter Umum, Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, email: [email protected]
2) Correspondence Author, Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi,
email:[email protected]
Abstrak
Latar Belakang : Bekerja dengan sistem shift merupakan salah satu faktor
risiko kelelahan kerja pada perawat. Delapan puluh persen perawat di
Rumah Sakit Jiwa Tampan merasakan kelelahan kerja. Sebagian besar
(80%) lebih lelah setelah menjalani shift malam.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan periode shift kerja dengan
kelelahan kerja pada perawat di RSJ Tampan.
Metode : Enam puluh orang perawat yang memenuhi kriteria inklusi
diukur waktu reaksi setelah menjalani shift pagi, sore dan malam.
Pengukuran waktu reaksi menggunakan Reaction Timer Lakassidaya
L77. Data dianalisis dengan uji T dependent.
Hasil penelitian : Rerata waktu reaksi perawat setelah menjalani shift
malam 316,717 md, setelah shift sore 265,807 md dan setelah shift pagi
261,427 md.
40
Diskusi : Pengurangan waktu tidur mengakibatkan gangguan irama
sirkadian tubuh dan menimbulkan kelelahan yang dapat bermanifestasi
sebagai perlambatan waktu reaksi.
Kesimpulan : Terdapat hubungan periode shift kerja dengan kelelahan
kerja (p value < 0,001). Perlambatan waktu reaksi perawat setelah shift
malam bermakna secara statistik. Namun, tidak bermakna secara klinis.
Kata Kunci : Shift Kerja, Kelelahan Kerja, Perawat, Rumah Sakit Jiwa
41
Uji Validasi Dan Reliabilitas VICO Display Screen
Equipment Cheklist Sebagai Instrumen Penilai Bahaya
Pajanan Ergonomi Pekerja VDT Di Kantor
Iwan Susilo Joko1
Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak
Latar Belakang : Gangguan otot rangka merupakan gangguan yang paling
sering dialami oleh pekerja VDT yang salah satu faktor risikonya adalah
posisi kerja yang tidak ergonomis. Untuk menilainya dapat dilakukan
secara subjektif dengan suatu kuesioner yang valid supaya hasilnya yang
diperoleh dapat akurat.
Tujuan : Kami melakukan uji validasi dan reliabilitas terhadap VICO
DSE Checklist sebagai instrumen penilai bahaya pajanan ergonomi
pekerja VDT di kantor.
Metode : Penelitian potong lintang dengan mengambil data dari pekerja
kantor Jakarta VICO Indonesia Desember 2013 – Januari 2014 dan
menggunakan data sekunder VICO DSE checklist pada bulan Agustus
2013. Dikumpulkan karakteristik dari subjek penelitian, dan dilakukan
42
analisis uji validasi dengan menggunakan korelasi product moment dari
Pearson dan uji reliabilitas dengan Cronbach alpha.
Hasil & Diskusi : Dilakukan proses back translate-translate kuesioner
VICO DSE Checklist, diskusi dengan tim panel, dan proses cognitive
debriefing sehingga didapatkan kuesioner VICO DSE Checklist
berbahasa Indonesia yang final. Terdapat 154 responden yang mengikuti
penelitian ini dan hasilnya dibandingkan dengan data VICO DSE
Checklist yang didapatkan pada bulan Agustus 2013. Hasil perhitungan
korelasi product moment terhadap VICO DSE Checklist didapatkan hasil
15 butir pertanyaan tidak valid dan perlu dilakukan revisi serta 23
pertanyaan yang siap dipergunakan. Uji reliabilitas mendapatkan hasil
yang baik dengan koefisien Cronbach alpha 0.715-0.815.
Kesimpulan : VICO DSE checklistt masih dapat digunakan untuk menilai
pajanan ergonomis namun disertai catatan penjelasan khusus serta
wawancara terarah pada pertanyaan yang kurang valid.
Kata kunci : VDT, VICO DSE Checklist, ergonomi, validitas, reliabilitas.
43
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perakitan Optical
Pickup Unit dengan Sklerosis Sistemik
Joni Fiter1, Astrid W. Sulistomo2
1.) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2.) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Sklerosis sistemik merupakan salah satu penyakit
autoimun yang ditandai dengan kerusakan mikrovaskular, deposisi
kolagen dan perubahan respon imun. Penyakit ini dapat menyebabkan
disabilitas dalam bekerja. Insiden di Amerika Serikat 2 kasus / 100.000
orang per tahun. Mempertahankan status pekerjaan masih menjadi
tantangan utama karena kontraktur sendi dan keterlibatan organ dalam
seperti jantung dan paru sehingga diperlukan penentuan kelaikan kerja.
Laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui status laik kerja pada
operator perakitan optical pick up dengan sklerosis sistemik.
Deskripsi kasus : Seorang perempuan usia 26 tahun, dengan profesi
sebagai operator perakitan Optical Pickup Unit menderita sklerosis
44
sistemik dan telah menjalani tiga bulan pengobatan. Saat ini terdapat
kontraktur sendi MCP, PIP dan DIP minimal pada kedua tangan. Pada
echokardiografi dijumpai hipertensi pulmonal derajat sedang.
Metode : Tujuh Langkah Penilaian Kelaikan Kerja Konsensus
PERDOKI.
Hasil : Dari uraian tugas didapatkan, tugas utamanya adalah merakit
lensa, laser diode, aktuator, reflektor dan komponen lainnya pada papan
sirkuit menggunakan pinset, selanjutnya direkatkan dengan lem khusus.
Kondisi kesehatan saat ini pinch dan grip test tidak adekuat. Terdapat juga
hipertensi pulmonal. Terdapat disabilitas berupa kesulitan menggerakkan
jari-jari tangan dan cepat merasa lelah. Berdasarkan review oleh Mugii
dkk (2018), rehabilitasi dapat memperbaiki ROM sendi, elastisitas dan
kekakuan dalam 1-3 bulan secara bermakna, namun hanya sedikit
perbaikan terhadap kapasitas kardiorespirasi. Saat ini, kapasitas fisik
pasien ini tidak memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai operator perakitan
optical pickup unit dan terdapat risiko memperberat penyakit sehingga
dapat membahayakan diri sendiri.
Kesimpulan : Pasien ini dinyatakan tidak laik kerja sebagai operator
perakitan optical pickup unit dan direkomendasikan untuk melanjutkan
45
pengobatan dan diberikan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas fisik
saat ini.
Kata kunci : Kelaikan kerja, sklerosis sistemik, operator perakitan optical
pickup unit.
46
Hubungan Masa Kerja Dan Sikap Kerja Terhadap
Kejadian Low Back Pain Pada Pekerja Pembuat Simping
Di Kampung Kaum, Purwakarta - 2018
July Ivone1, Giovana Tyas P2 , Rislefia Amadina S3
1 Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2 , 3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Email : [email protected]
Latar belakang : Angka kejadian Low Back Pain (LBP) di Indonesia
belum diketahui pasti, diperkirakan antara 7,6% sampai 37%. Masalah
LBP pada pekerja umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan
puncak kejadian pada kelompok usia 45-60 tahun. Faktor pekerjaan yang
mempengaruhi gangguan otot rangka seperti, gerakan berulang, gerakan
dengan tenaga kuat, penekanan, posisi kerja yang menetap atau posisi
yang tidak ergonomis. Postur tubuh merupakan penyebab terbanyak dari
LBP.
Tujuan : Mengetahui angka kejadian LBP, serta hubungan masa kerja dan
sikap kerja pada pekerja pembuat simping di Kampung Kaum, Puwakarta
tahun 2018.
Metode : Jenis penelitian analitik observasional dengan menggunakan
rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sample dengan whole
47
sample berjumlah 34 responden. Metode pengambilan data melalui
survei dengan teknik wawancara terpimpin menggunakan kuesioner
Roland-Morris Low Back Pain and Disability Questionnaire dan formulir
Rapid Entire Body Assesment (REBA), serta observasi sikap kerja secara
langsung. Analisis data univariat dan bivariat menggunakan chi square.
Hasil : Angka kejadian LBP berjumlah 19 orang (63,33%). Analisis
bivariat menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja
terhadap kejadian LBP (p value = 0,047; OR = 6,6), demikian juga
dengan sikap kerja terhadap kejadian LBP terdapat hubungan yang
bermakna (p value = 0,002; OR = 21,6).
Simpulan : Masa kerja dan sikap kerja mempengaruhi kejadian low back
pain pada pekerja pembuat simping di Kampung Kaum, Purwakarta
Kata kunci : masa kerja, sikap kerja, Low Back Pain, Purwakarta.
48
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Dosen Dengan Disfonia
Karena Refluks Laringofaringeal
Lidwina M. L. Bansena1, Astrid W. Sulistomo2
1. PPDS Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia
Abstrak
Disfonia memiliki prevalensi lebih tinggi pada guru dibandingkan
populasi umum. Hal ini disebabkan karena mengajar merupakan salah
satu pekerjaan yang menuntut penggunaan suara paling banyak. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penilaian kelaikan kerja pada dosen dengan
disfonia yang disebabkan oleh refluks laringofaringeal.
Penilaian kelaikan kerja dilakukan berdasarkan penilaian menyeluruh
menggunakan 7 langkah penilaian laik kerja consensus PERDOKI.
Kami melaporkan seorang laki-laki 39 tahun, bekerja sebagai dosen
bahasa inggris, mengeluhkan suara serak yang bertambah berat saat
mengajar sejak 1 tahun yang lalu. Pasien didiagnosis Disfonia e.c refluks
laringofaringeal, mendapat terapi Lanzoprazole 1x40mg dan edukasi diet.
Pasien mengajar 4 jam/hari, tanpa microphone, 28 – 31 mahasiswa setiap
49
kelas. Tidak ada kegiatan lain yang menggunakan suara keras dalam
waktu lama selain mengajar. Keadaan umum pasien baik, pemeriksaan
fisik dalam batas normal. Reflux Symptom Index (RSI) 15, Reflux
Finding Score (RSF) 12.
Berdasarkan hasil analisis penilaian kelaikan kerja, dapat disimpulkan
bahwa status laik kerja pekerja pada saat ini adalah laik kerja dengan
catatan sebagai dosen. Disfonia yang disebabkan oleh refluks
laringofaringeal menunjukan perubahan yang signifikan secara klinis
dalam skor RSI dan RFS pada bulan ke 3 setelah mendapat antirefluks,
perubahan pola diet dan terapi vokal, namun karena tuntutan penggunaan
suara yang berlebih pada pekerja ini menyebabkan terapi menjadi lebih
lama, memperberat disfonia dan tingkat kekambuhan menjadi lebih
tinggi. Dapat disimpulkan bahwa antirefluks dan diet rendah asam
menunjukan efek yang baik terhadap gejala disfonia dan temuan klinis
pada refluks laringofaringeal berdasarkan skor RSI dan RFS. Perbaikan
pada RSI ≥5 dan RFS ≥3 menunjukan prognosis yang baik pada disfonia.
Evaluasi kembali bekerja dapat dilakukan setelah 3 bulan edukasi
perubahan pola diet dan terapi adekuat untuk menilai pemulihan yang
terjadi pada pasien pasca pengobatan.
Kata kunci : kelaikan kerja, disfonia, refluks laringofaringeal.
50
Gambaran Tingkat Kelelahan Dosen Dengan
Uji Lakassidaya Di Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana
Luciana*, Yusuf Handoko**, Susanty Dewi Winata***
*Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
**Staf Pengajar Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja (K3), Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
*** Staf Pengajar Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja (K3), Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Email : [email protected]
Abstrak
Dosen adalah salah satu komponen esensial dalam suatu sistem
pendidikan di perguruan tinggi. Apabila kinerja dosen dalam mengajar
berkurang akibat peningkatan kelelahan yang semakin bertambah maka
berdampak pada kualitas mahasiswa nantinya di masa depan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan dosen di
Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana. Penelitian ini adalah
Penelitian Survey untuk mengetahui tingkat kelelahan dosen di Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Data dalam penelitian ini
diperoleh dari data primer yaitu dengan tes waktu reaksi menggunakan
Lakassidaya L77. Pada tes awal didapatkan hasil waktu reaksi tertinggi
51
yaitu 374,97 milisekon dan waktu reaksi terendah sebesar 159,91
milisekon. Pada tes akhir didapatkan hasil waktu reaksi tertinggi yaitu
369,07 milisekon dan waktu reaksi terendah sebesar 164,92 milisekon.
Dari hasil penelitian diketahui tingkat kelelahan dosen sebelum
melakukan aktivitas pada kategori normal berjumlah 35 responden dan
yang mengalami kelelahan ringan berjumlah 13 responden. Tingkat
kelelahan dosen sesudah melakukan aktivitas pada kategori normal
berjumlah 39 responden dan yang mengalami kelelahan ringan berjumlah
9 responden.
Kata kunci : Tingkat kelelahan, dosen, Fakultas Kedokteran
52
Hubungan Persentase Lemak Tubuh dengan Konsumsi
Oksigen Maksimal pada Petugas Keamanan
Muhammad Zulfar Aufin1, Listya Tresnanti Mirtha1,2
1. Program Studi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2. Divisi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Pendahuluan : Pekerjaan sebagai petugas keamanan umumnya memiliki
pola kerja yang kurang aktif. Keadaan ini memicu terjadinya kelebihan
lemak tubuh, yang dapat menjadi faktor yang memengaruhi kemampuan
fisik terutama kebugaran kardiorespirasi petugas keamanan. Studi ini
dilakukan untuk memeriksa hubungan antara persentase dari lemak tubuh
terhadap kebugaran kardiorespirasi petugas keamanan.
Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan
melibatkan 43 petugas keamanan di Universitas Indonesia, persentase
lemak tubuh diukur dengan alat analisis bioimpedasi (BIA) dan
kebugaran kardiorespirasi ditentukan dengan VO2maks berdasarkan hasil
uji Cooper Test selama 12 menit. Hubungan persentase lemak tubuh
dengan kebugaran kardiorespirasi dianalisis dengan uji korelasi. Hasil :
Persentase lemak tubuh berbanding terbalik dengan nilai VO2 max (-
53
0,536) dan adanya korelasi yang kuat antara persentase lemak tubuh
dengan nilai CRF (persentase lemak tubuh dengan VO2maks sebesar
0.00, p< 0,001).
Diskusi: Dapat diketahui dengan adanya pola kerja yang sedenter pada
petugas keamanan yang berhubungan dengan persentase lemak tinggi
terjadi penurunan nilai kebugaran kardiorespirasi dan penimbunan lemak
pada otot dan pembuluh darah yang akhirnya mengakibatkan kemampuan
otot untuk menggunakan oksigen menjadi tidak efektif. Simpulan :
Tingginya persentase lemak tubuh membuat berkurangnya kebugaran
kardiorespirasi dan kapasitas kerja petugas keamanan. Diperlukan studi
lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara persentase lemak tubuh
dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi dan faktor lain yang mungkin
memengaruhinya.
Kata Kunci : kebugaran kardiorespirasi, persentase lemak tubuh, petugas
keamanan
54
Hubungan Antara Kebugaran Kardiorespirasi dan
Kualitas Tidur pada Petugas Keamanan
Marco Ariono1, Listya Tresnanti Mirtha1,2
1. Program Studi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2. Divisi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Latar Belakang : Terdapat data yang terbatas tentang hubungan antara
kebugaran kardiorespirasi (CRF) dan kualitas tidur pada orang dewasa
yang tampaknya sehat. Dalam hal ini petugas keamanan merupakan orang
dewasa yang mempunyai pola tidur yang berbeda terkait pekerjaannya.
Studi telah menunjukkan bahwa tingkat CRF rendah terkait dengan risiko
tinggi penyakit kardiovaskular dan semua penyebab kematian. Studi ini
bertujuan untuk mengukur CRF pada petugas keamanan terkait dengan
kualitas tidur mereka. Metode: Studi potong lintang untuk mengukur
CRF (Cooper Test) dan kualitas tidur (Pittsburgh Sleep Quality Index)
melibatkan penjaga keamanan (n=43) Universitas Indonesia. Hasil:
Subjek dengan kualitas tidur yang buruk (P) lebih mungkin memiliki
tingkat kebugaran kardiorespirasi yang lebih rendah. Korelasi signifikan
(p=0.046) ditemukan antara skor PSQI global dan CRF. Diskusi: Belum
55
ada studi di Indonesia yang mencari keterkaitan kebugaran kardiorepirasi
dengan kualitas tidur petugas keamanan. Padahal pola tidur penjaga
keamanan yang tidak menentu akan cenderung memiliki kualitas tidur
buruk dan menyebabkan rendahnya CRF. Banyak faktor yang
menyebabkan kualitas tidur buruk. Simpulan : Penjaga keamanan di
Universitas Indonesia dengan level CRF yang relatif lebih tinggi
berkaitan dengan tingkat kualitas tidur yang lebih tinggi. Perlu dilakukan
studi lebih lanjut untuk mengetahui komponen yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan kualitas tidur petugas keamanan.
Kata Kunci : kebugaran kardiorespirasi, kualitas tidur, petugas keamanan
56
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Perminyakan
Lepas Pantai Pasca Combustio grade IIAB 6%
Ma’rifatul Mubin1, Astrid W. Sulistomo2
1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Kegiatan ekstraksi minyak lepas pantai merupakan salah
satu kegiatan kerja yang dikategorikan berbahaya karena rentan terhadap
insiden-insiden yang dapat membahayakan keselamatan orang-orang di
atasnya. Oleh karena itu tuntutan kerja pekerja lepas pantai sangat
spesifik. Pekerja offshore pengeboran minyak lepas pantai sering
mengalami kondisi berbahaya, seperti akibat cuaca buruk, bahan-bahan
yang mudah terbakar dan masalah dari alat berat yang dioperasikan.
Program kelaikan kerja adalah rangkaian tata laksana penanganan kasus
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja melalui pelayanan
kesehatan, rehabilitasi dan pelatihan agar pekerja dapat bekerja kembali
dan mendorong secara psikologis pekerja yang mengalami cacat untuk
57
tetap produktif. Metode penilaian kelaikan kerja mengikuti konsensus
PERDOKI.
Deskripsi kasus : Seorang laki-laki usia 26 tahun, dengan profesi sebagai
operator lapangan sebuah perusahaan perminyakan di lepas pantai Selat
Sulawesi yang mengalami luka bakar akibat bahan kimia methyl ethylene
glycol bersuhu 150oC dan pH 11 yang menyebabkan keterbatasan
gerakan motorik jari-jari tangan. Penilaian kelaikan kerja dilakukan 1
bulan setelah perawatan.
Hasil : Dari penerapan 7 langkah penilaian laik kerja didapatkan
keterbatasan yang menunjukkan pekerja membutuhkan penyesuaian
lingkungan kerja dan rekan kerja lainnya. Pasien saat ini tidak dapat
menggunakan safety shoes. Sehingga terdapat kecenderungan untuk
membahayakan diri sendiri.
Kesimpulan : Penilaian kelaikan kerja pasien ini dinyatakan tidak laik
kerja sementara selama 1 bulan sebagai operator lapangan.
Kata kunci: Kelaikan kerja, luka bakar, operator lapangan.
58
Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi
Stress Kerja pada Pekerja Produksi Perusahaan Tempa
Besi di Jakarta Timur
Dini Widianti1, Natasha M Dwidita2*, Naura Zhafira2, Nazhira N
Amaliya2, Restu K Madani2, Shelvi R Amalia2
1Dosen Pengajar, Departemen Kesehatan Masyarakat, Universitas YARSI
2Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI
*E-mail: [email protected]
Background : Setiap tempat kerja mengandung berbagai potensi bahaya
yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja sehingga dapat
menimbulkan gangguan fisik atau psikis terhadap tenaga kerja. Objective:
Pada penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di perusahaan tempa besi
di Jakarta Timur karena terdapat faktor-faktor lingkungan kerja yang
mempengaruhi stress kerja. Methods: Penelitian ini menggunakan metode
case-control dengan jumlah responden 80 orang pekerja bagian produksi
yang terpengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan kerja. Results: Analisis
data dilakukan secara bivariat dengan menggunakan uji fisher dan uji
korelasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat
hubungan antara shift kerja dengan stress kerja (Pvalue 0,401), tidak ada
hubungan antara intensitas cahaya dengan stress kerja (Pvalue 0,528),
59
tidak ada hubungan antara kebisingan dengan stress kerja (Pvalue 0,429),
tidak ada hubungan antara alat pelindung diri dengan stress kerja (Pvalue
0,531), dan tidak terdapat hubungan antara paparan panas dengan stress
kerja (Pvalue 0,223). Penelitian ini dikatakan tidak berhubungan karena
terdapat teori yang mengatakan bahwa kesehatan psikologis bersifat
multidimensional. Discussion and Conclusions: Berdasarkan penelitian
tentang faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi stress kerja
pada perusahaan tempa besi di Jakarta Timur diperoleh kesimpulan
bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor lingkungan kerja
dengan stress kerja pada pekerja perusahaan tempa besi di Jakarta Timur.
Keywords : Lingkungan Kerja, Stress Kerja
60
Gambaran Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru pada Pekerja
Patung Kayu di Desa Mas, Ubud-Bali
Gede Raditya Yoga Pratama1, Novendy2*
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
2. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Korespondensi : [email protected]
Abstrak
Latar belakang : Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Februari
2014, terdapat sebanyak 70,7 juta pekerja di sektor informal. Pekerja di
sektor informal tidak mendapatkan perhatian khusus dalam menangani
masalah kesehatan yang terjadi. Salah satu contoh sektor informal adalah
pekerja pembuatan patung kayu. Pekerja pembuatan patung kayu
memiliki risiko tinggi untuk terjadinya penyakit akibat kerja, yang salah
satunya adalah penyakit akibat gangguan pernafasan.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperolehnya data
mengenai pekerja patung kayu.
Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif berbasis
komunitas. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang
terstruktur dan pemeriksaan spirometri. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive non-random sampling
61
Hasil : Sebanyak 62 responden berparstisipasi, dengan 36 (58,1%) adalah
pemahat, 3 (4,8%) adalah pemotong kayu, 11 (17,7%) adalah pengamplas
dan 12 (19,4) adalah pengecat. Hasil spirometri menunjukan 16 (25,81%)
responden obstruktif, 5 (8,06%) responden restriksi, 2 (3,23%) responden
campuran dan sisanya normal. Rerata masa kerja adalah 23,85 tahun. Alat
pelindung diri yang terdapat hanya masker dan sebanyak 47,37%
responden menyatakan kadang menggunakannya dan 31,58% responden
tidak menggunakan masker pada saat bekerja
Kesimpulan : Penelitian ini merupakan suatu data awal yang dapat
memberikan gambaran bagaimana hasil pemeriksaan fungsi paru dari
pekerja patung kayu. Dimana telah diketahui bahwa pekerja patung kayu
mempunyai risiko untuk mengalami gangguan pernafasan. Sehingga
masih sangat diperlukannya penelitian-penelitian yang lebih lanjut.
Kata-kata kunci : sektor informal, pekerja patung kayu, fungsi paru,
spirometri.
62
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pengemudi perusahaan
dengan Coronary Artery Disease post CABG
Poudra Agusta1, Astrid W. Sulistomo2
1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan
penyebab kematian nomor satu di dunia dan penyebab utama kematian
pada manusia dibandingkan penyebab lain. Penyakit jantung dan
pembuluh darah merupakan penyakit dengan tingkat disabilitas tinggi dan
salah satu penyebab kehilangan waktu kerja dengan tingkat kembali
bekerja yang rendah pada pekerja. Maka penilaian kelaikan kerja sangat
diperlukan untuk pekerja pasca pemulihan dari penyakit jantung, untuk
mementukan apakah pekerja dapat kembali bekerja. Dalam penilaian
kelaikan kerja dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, diperlukan
penilaian secara menyeluruh yang meliputi kapasitas fisik, kapasitas
63
mental, uraian kerja, tuntutan pekerjaan, dan penilaian disabilitas, serta
risiko.
Deskripsi kasus : Laporan kasus pada seorang laki-laki usia 55 tahun,
dengan profesi sebagai pengemudi operasional marketing pada
perusahaan kargo, yang telah dilakukan operasi CABG. Penilaian laik
kerja dilakukan 1 bulan pasca operasi.
Hasil : Dari penerapan 7 langkah penilaian laik kerja, dapat disimpulkan
bahwa kondisi pekerja belum memenuhi pedoman standar untuk
mengemudi. Pada aspek fisik pekerja belum memenuhi kapasitas fisik
dalam melakukan pekerjaannya sebagai pengemudi. Pada aspek mental
dalam menangani stress belum memenuhi, dikarenakan kondisi yang
lemah dan cepat lelah. Pada aspek risiko didapatkan adanya kemungkinan
membahayakan diri sendiri, rekan kerja dan lingkungan dikarenakan
kondisi yang belum memenuhi kapasitas dalam mengemudi.
Kesimpulan : Penilaian kelaikan kerja pasien ini dinyatakan tidak laik
kerja sebagai pengemudi.
Kata kunci : Kembali bekerja, Sopir perusahaan, penyakit jantung coroner
pasca-CABG.
64
Analisis Nyeri Bahu Dan Faktor Risiko Yang
Berhubungan Pada Pekerja Laki-Laki Pembuat Batu
Bata : Studi di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi
R.M. Adi Pranaya, Astrid Sulistomo, Sudadi Hirawan
Program Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Latar Belakang : Lebih dari sepertiga pekerja pembuatan batubata
mengalami keluhan nyeri pada bahu. Perlu di identifikasi penyebab atau
faktor yang berhubungan dengan terjadinya nyeri bahu, sehingga dapat
dilakukan upaya pencegahan di tempat kerja dengan harapan terjadi
peningkatan derajat kesehatan pekerja pembuatan batu bata.
Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan
pemilihan sampel secara Total sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan pengamatan cara kerja. Variabel yang diteliti
adalah umur, indeks massa tubuh, masa kerja, lama kerja, aktivitas
olahraga, kebiasaan merokok, pekerjaan rumah tangga, Posisi kerja
lengan atas lama posisi lengan atas sewaktu istirahat, posisi duduk ketika
65
bekerja. Dilakukan pengukuran nyeri dan disabilitas juga menggunakan
instrumen shoulder pain and disablity index (SPADI).
Hasil : Jumlah responden adalah 92 orang lelaki. Didapatkan prevalensi
nyeri bahu 57,6% dengan skor pain index <50%, sebesar 84,9% dan
disability index pada kategori 50%-79%, sebesar 96,2%. Faktor individu
yang berhubungan dengan nyeri bahu adalah umur > 40 tahun ROs 30,62
(IK95% 7,16-131,01), tidak aktivitas olahraga ROs 8,97 (IK95% 1,30-
61,76) Faktor pekerjaan yang berhubungan; lama kerja > 8 jam ROs 5,71
(IK95% 1,56-20,80), masa kerja > 5 tahun ROs 5,00 (IK95% 1,30-19,13),
serta posisi duduk bungkuk ROs 5,13 (IK95% 1,20–21,95).
Kesimpulan dan saran : Prevalensi nyeri bahu pada pekerja pembuatan
batubata adalah 57,6%. Faktor yang berhubungan adalah; umur > 40
tahun, tidak aktivitas olahraga, lama kerja > 8 Jam, masa kerja > 5 tahun,
posisi duduk bungkuk. Saran agar desain tempat kerja agar sesuai dengan
posisi bekerja dan dianjurkan untuk berisitirahat yang cukup bagi pekerja
seteleh bekerja 8 jam sehari.
Kata Kunci : Nyeri bahu, pekerja informal, pembuat batu bata, aktivitas
olahraga, lama kerja, masa kerja, posisi duduk.
66
Uji Validitas dan Reliabilitas Epworth Sleepiness Scale
(ESS) Sebagai Instrumen Penilaian Daytime Sleepiness
Raissa Putri Kusuma, Nuri Purwito Adi, Retno Asti Werdhani
Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaE-mail:
Abstrak
Latar Belakang : Excessive Daytime Sleepiness (EDS) merupakan salah
satu gangguan kesehatan kerja dan merupakan indikator pengukuran rasa
kantuk yang telah teruji pada sejumlah studi berkaitan dengan
peningkatan resiko kecelakaan, hipertensi dan diabetes yang tidak
terkontrol, obesitas, late life memory impairment, gangguan tidur dan
sleep-disordered breathing. Berkaitan dengan hal tersebut, penting
adanya suatu instrumen untuk menilai EDS, sayangnya belum terdapat
instrumen penilaian EDS dalam Bahasa Indonesia. Epworth Sleepiness
Scale (ESS) adalah instrumen potensial untuk diadaptasi berkaitan
dengan pengukuran subjektif untuk mengukur daytime sleepiness yang
telah digunakan secara luas sebagai instrumen screening Obstructive
Sleep Apnea (OSA) pada pekerja. ESS memiliki validitas dan reliabilitas
67
yang baik dimana ESS telah diadaptasi secara transkultural ke dalam
berbagai bahasa di dunia.
Tujuan : Mendapatkan ESS Versi Bahasa Indonesia yang valid dan
reliabel dari versi asli yang berbahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.
Metode : Penelitian ini dilakukan dengan metode adaptasi transkultural
10 langkah dari ISPOR (International Society of Pharmacoeconomics and
Outcome Research) diikuti dengan uji validitas serta uji reliabilitas
terhadap 90 karyawan perusahaan di Jakarta.
Hasil : Didapatkan kuesioner ESS Versi Bahasa Indonesia yang terdiri
atas 8 butir dimana semuanya dinyatakan valid dengan nilai r 0.490
hingga 0.770. Nilai α Cronbach ESS Versi Bahasa Indonesia pada saat tes
adalah 0,645, pada saat retes 0,654 dan uji Intraclass Correlation (ICC)
terhadap total skor tes dan retes didapatkan hasil r 0.996 (p < 0.001). Hal
ini berarti ESS Versi Bahasa Indonesia memiliki stabilitas internal yang
dapat diterima.
Kesimpulan : ESS versi Bahasa Indonesia terbukti memiliki validitas,
reliabilitas dan stabilitas internal yang baik sebagai instrumen penilaian
daytime sleepiness terhadap karyawan kantor di Indonesia.
Kata kunci. ESS ; Bahasa Indonesia; kuesioner; daytime sleepiness
68
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja pada Operator Mesin Benzo di
Proses Induction Quenching and Tempering (IQT) Bagian
Fabrikasi Rangka PT. X dengan Trigger Finger
Redy1, Astrid W. Sulistomo2
1. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan: Trigger finger adalah penyakit yang umum terjadi pada jari
tangan dengan prevalensi mencapai 3% dari populasi umum. Sampai saat
ini etiologi pasti masih belum jelas tetapi beberapa faktor diduga sebagai
penyebab diantaranya berhubungan dengan gerakan repetitif jari tangan
dan genggaman kuat saat bekerja. Keluhan ditandai oleh rasa nyeri
gradual, bunyi klik saat jari fleksi atau ekstensi, dan hilangnya ruang
gerak atau terkunci pada jari yang terkena. Hal tersebut menyebabkan
limitasi gerak fungsi jari pada saat kondisi akut ataupun kronik sehingga
mengganggu aktifitas kerja. Oleh sebab itu, diperlukan suatu penilaian
69
kelaikan kerja untuk mencocokkan antara kondisi kesehatan pekerja
dengan tuntutan pekerjaannya.
Deskripsi
Kasus : Seorang laki-laki usia 47 tahun, dengan profesi sebagai operator
mesin Induction Quenching and Tempering (IQT) bagian fabrikasi rangka
PT. X, yang mengalami penurunan fungsi kekuatan menggenggam akibat
adanya trigger finger pada kedua ibu jari tangannya. Dilakukan penilaian
kerja atas permintaan perusahaan. Pasien saat ini sudah menjalani terapi
konservatif dan penempatan kerja hanya di bagian pengoperasian mesin
benzo.
Metode : Tujuh Langkah Penilaian Laik Kerja Konsensus PERDOKI.
Hasil : Dari uraian tugas didapatkan tuntutan pekerjaan utama pasien
adalah memindahkan komponen bar besi baja panjang dari lantai dari
conveyor menggunakan alat bantu crane, memotong bar besi baja
menggunakan mesin benzo, dan memindahkan hasil potongan bar besi
baja ke palate. Kondisi kesehatan saat pemeriksaan adalah terdapat
limitasi fungsi fleksi-ekstensi kedua ibu jari tangan. Penempatan
workstation baru dan penggunaan thumb splints telah meminimalkan
aktifitas gerak fleksi-ekstensi kedua ibu jari tangan sehingga pasien masih
dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dan tidak berisiko membahayakan
70
diri sendiri, rekan kerja maupun lingkungan kerja. Prognosis trigger
finger dengan terapi konservatif secara umum baik dengan tanpa faktor
komorbid.
Kesimpulan : Pasien ini dinyatakan laik kerja dengan catatan sebagai
operator mesin Benzo di bagian proses IQT fabrikasi rangka PT. X.
Kata kunci : Trigger finger, Trigger thumb, Kelaikan kerja.
71
Uji Validitas dan Reliabilitas Occupational Fatigue
Exhaustion Recovery (OFER15) Versi Bahasa Indonesia
sebagai Instrument Penilaian Kelelahan Umum Akibat
Kerja Pada Industri Manufacture di Indonesia
Riri Mega Lestari1, Astrid Sulistomo2, Zarni Amri2, Suryo
Wibowo2, Retno Asti Werdhani2
1 Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Universitas Indonesia
2 Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Latar Belakang : Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER)
sebagai instrumen penilaian kelelahan pada pekerja selain bisa
mendapatkan tingkat kelelahan kronis, kelelahan akut juga dapat menilai
kecukupan intershift recovery dan banyak dipergunakan secara luas di
berbagai negara, akan tetapi belum ada dalam versi Bahasa Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan OFER15 versi Bahasa
Indonesia yang valid dan reliabel.
Metode : Adaptasi OFER15 versi aslinya menggunakan metode 10
langkah dari ISPOR (International Society for Pharmacoeconomics and
72
Outcomes Research) diikuti dengan uji validitas butir dan faktor serta uji
reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 172 pekerja baik itu dengan
sistem shift maupun nonshift pada Industri Manufacture di PT X di
Jakarta.
Hasil : Hasil dari ISPOR pada penelitian ini terjadi beberapa penyesuaian
bahasa dan idioms. Keseluruhan 15 butir OFER15 versi Bahasa Indonesia
dinyatakan valid (r = 0.496-0.649). Hasil Analisis Faktor Eksploratori
mengidentifikasi struktur tiga faktor yang signifikan yang memiliki
kompatibilitas yang dapat diterima untuk model kuesioner OFER-15 asli.
Nilai α Cronbach OFER 15 versi Bahasa Indonesia adalah 0,82 pada
Subskala Kelelahan Kronis , 0,88 pada Subskala Kelelahan Akut dan 0,82
pada Subskala Intershift Recovery. Didapatkan hasil tes-retest dengan
nilai Intra-Class Correlation > 0,8 pada setiap subskala. Hasil penelitian
di PT X dari 172 pekerja didapatkan 91 orang mengalami kelelahan
kronis, 33% nya mengalami
kurangnya kecukupan waktu pemulihan kerja, 68 orang mengalami
kelelahan akut, 34% nya mengalami kurangnya kecukupan waktu
pemulihan kerja, dan 13 orang (8%) tidak mengalami kelelahan akibat
kerja.
73
Kesimpulan : OFER15 versi Bahasa Indonesia ini memiliki validitas,
reliabilitas dan stabilitas internal baik, sebagai instrumen yang dapat
dipergunakan untuk menilai kelelahan akibat kerja pada populasi
pekerja di Indonesia.
74
Hubungan Masa Kerja Terhadap Kejadian Carpal Tunnel
Syndrome Pada Pekerja Batik Di Kota Tasikmalaya
Rr.Desire Meria Nataliningrum, Nissa Amamah Mulyani
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani
Pekerjaan membatik membutuhkan ketekunan dan kesabaran untuk
menghasilkan sebuah hasil yang baik. Masih banyak pekerja batik
melakukan pekerjaan membatik dengan cara tradisional, menggunakan
canting dan malam dan menggambar langsung pada kain. Pekerjaan
membatik membutuhkan gerakan tangan berulang dari pekerja batik.
Masa kerja merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sindroma karpal
tunnel CTS) . CTS adalah kumpulan gejala neuropati yang disebabkan
oleh tekanan pada nervus medianus pada pergelangan tangan, ditandai
dengan rasa nyeri pada tangan, mati rasa, dan kesemutan dalam distribusi
nervus medianus (ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan sisi radial jari manis)
serta pengurangan kekuatan pada genggaman dan fungsi tangan. CTS
sering terjadi secara bilateral dan intensitas nyeri lebih hebat pada tangan
yang dominan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
masa kerja terhadap kejadian CTS pada pekerja batik di Kota
Tasikmalaya. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
75
menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 40
responden didapatkan dengan teknik simple random sampling. Kriteria
gejala klinis CTS ditetapkan berdasarkan General Practices dari Primary
Care Rheumatology Society yang terdiri dari delapan pertanyaan dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah Phalen Test, Tinnel Test, Tes
Kompresi Karpal, Wrist Extension Test, dan Flick Test. Hasil penelitian
menunjukkan pekerja yang memiliki tanda dan gejala klinis CTS dengan
masa kerja ≥4 tahun sebanyak 42,50%. Sementara untuk masa kerja < 4
tahun sebanyak 5% memiliki tanda dan gejala klinis CTS. Terdapat
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan terjadinya gejala
klinis CTS pada pekerja batik di Kota Tasikmalaya. (p= 0.005). Tindakan
pencegahan CTS perlu disarankan pada pekerja batik.
Kata kunci: pekerja batik, masa kerja, Carpal Tunnel Syndrome
76
Pengaruh Kebugaran Kardiorespirasi dalam Mencegah
Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler pada Petugas
Satpam
Septia Mandala Putra1, Listya Tresnanti Mirtha1,2
1. Program Studi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Indonesia
2. Divisi Kedokteran Olahraga, Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Pendahuluan : Petugas satpam (satuan pengamanan) merupakan satuan
kelompok yang berfungsi untuk dapat menjaga keamanan fisik di dalam
lingkungan kerjanya. Salah satu faktor yang dapat menunjang performa
satpam adalah kebugaran kardiorespirasi yang baik. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa kebugaran kardiorespirasi yang baik merupakan
prediktor dan dapat mencegah risiko gangguan penyakit jantung. Tujuan
: Apakah satpam yang memiliki kebugaran kardiorespirasi yang baik
dapat mencegah faktor risiko penyakit kardiovaskuler? Metode :
Pengukuran kebugaran kardiorespirasi dilakukan dengan metode Cooper
Test selama 12 menit, yang merupakan battery test dari tes kesamaptaan.
Risiko penyakit kardiovaskular diukur berdasarkan kriteria Jakarta
Cardiovascular Score yaitu jenis kelamin, umur, pengukuran tekanan
77
darah, riwayat merokok, gula darah, indeks massa tubuh, dan tingkat
aktivitas fisik. Hasil : Dari hasil yang didapat, maka satpam yang
memiliki kebugaran kardiorespirasi rendah akan 3 x berisiko lebih tinggi
untuk mengalami penyakit kardiovaskuler. Diskusi : Dari data diatas
didapati bahwa dengan baiknya kebugaran kardiorespirasi seorang
satpam, dapat memberikan sedikitnya 2 manfaat, 1) Performa fisik lebih
terjaga, sehingga dapat melakukan tugas dengan maksimal 2) Dapat
mencegah gangguan kardiovaskuler yang menjadi faktor kematian
terbesar di Indonesia.
Simpulan : Diharapkan satpam memiliki kebugaran kardiorespirasi yang
baik sebagai modal kesehatan dan produktivitasnya.
Kata Kunci: kebugaran kardiorespirasi, penyakit kardiovaskuler, petugas
keamanan.
78
Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen pada
Membran Stetoskop di Rumah Sakit X Bogor, Jawa Barat
Stellon Salim*, Yosephin Sri Sutanti**, Yusuf Handoko**
*Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana
**Staf Pengajar Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email : [email protected]
Abstrak
Seperti yang diketahui alat-alat medis merupakan salah satu tempat
transmisi bakteri patogen, salah satunya adalah stetoskop. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jumlah koloni bakteri
pada membran stetoskop di Rumah Sakit X. Jenis penelitian ini berupa
cross sectional dengan metode deskriptif, yang dilakukan pada bulan Mei-
November 2016. Sampel yang diteliti berjumlah 21 stetoskop yang
terdapat diruangan Rumah Sakit X dengan teknik pengambilan sampel
secara total purposive sampling. Pada diafragma stetoskop dilakukan
swab dengan cotton bud steril yang sudah dibasahi oleh NaCl 0,9%,
kemudian hasil swab dibawa ke laboratorium FK UKRIDA untuk diteliti
lebih lanjut. Dari hasil penelitian didapatkan 85,7% membran stetoskop
terkontaminasi tinggi bakteri dengan jumlah koloni ≥20CFU (Colony
79
Forming Unit) dengan mayoritas bakteri tetracoccus dan staphylococcus.
Dari data membran stetoskop menyatakan sebanyak 14 sampel (67%)
dibersihkan dengan isopropil alkohol 70%, diikuti 6 sampel (28,5%)
dibersihkan tanpa desinfektan dan 1 sampel (4,7%) dibersihkan dengan
sabun antiseptik. Selain itu data menunjukkan jumlah koloni tertinggi
ditemukan di kamar operasi, instalasi gawat darurat (IGD) dan poli anak
dengan jumlah koloni >300 CFU. Hal ini dapat menjadi pertimbangan
yang mewajibkan tenaga kesehatan di rumah sakit memperhatikan
pemeliharaan kebersihan stetoskop sesuai Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) untuk mencegah transmisi bakteri.
Kata kunci : koloni bakteri, membran stetoskop, rumah sakit.
80
Tinjauan Pustaka
Obesitas di Tempat Kerja Sugih Firman
Occupational Health Doctor
International SOS – Freeport Site, Mimika, Papua
Email: [email protected]
Abstrak
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa penyakit
komorbid, mulai dari penyakit jantung dan pembuluh darah hingga
kanker. Penyebab obesitas multifaktor, meliputi interaksi kompleks
antara genetis, hormon, lingkungan, beberapa penyakit tertentu dan obat-
obatan. Di beberapa tempat kerja, obesitas membatasi pekerja untuk
melakukan beberapa jenis pekerjaan karena postur, kekuatan otot,
kapasitas kardiorespirasi, rentang gerak, dan sebagainya.
Penatalaksanaan penurunan berat badan yang berhasil meliputi penentuan
tujuan dan membuat perubahan gaya hidup, seperti mengkonsumsi kalori
lebih rendah dan menjadi aktif secara fisik. Penatalaksanaan perilaku
merupakan pendekatan untuk membantu pasien obese mengembangkan
suatu ketrampilan untuk mencapai berat yang lebih sehat.
81
Gambaran Kualitas Tidur Pada Polisi Jalan Raya Korps
Lalu Lintas (Korlantas) Jakarta Selatan Tahun 2018
Wayan Sadhira Gita Krisnayanti*, Susanty Dewi Winata**
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
**Staf Pengajar K3 Fakultas Kedokteran Ukrida
Alamat email: [email protected], [email protected]
Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis bagi manusia yang
berguna untuk proses pemulihan fungsi tubuh. Banyak faktor yang
menyebabkan terganggunya kualitas tidur seperti penyakit, lingkungan,
latihan fisik dan kelelahan, kerja gilir, stress, gaya hidup dan kebiasaan,
penggunaan obat – obatan dan zat kimia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kualitas tidur pada polisi jalan raya Korps Lalu
Lintas (KORLANTAS). Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional dimana pengambilan data dan pengukuran diambil pada saat
yang bersamaan. Penelitian ini merupakan jenis deskriptif analitik dimana
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan itu terjadi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
adalah dengan consecutive sampling. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 96 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa polisi jalan raya
Korps Lalu Lintas memiliki kualitas tidur yang baik (71,9 %). Untuk
82
polisi yang memiliki kualitas tidur yang baik, diharapkan selalu
memperhatikan kesehatan dan juga faktor yang lain sehingga kualitas
tidur tetap terjaga dengan baik.
Kata Kunci : kualitas tidur, kerja gilir.
83
Laporan Kasus
Evaluasi Kelaikan Kerja Pada Pekerja Offshore dengan
Post Synovectomy Karena Artritis Gout Sinistra
Yonathan Winata1, Astrid W. Sulistomo2
1. PPDS Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak
Atritis gout adalah salah satu penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi
di Indonesia. Artitis gout dapat menimbulkan nyeri dan menyebabkan
gangguan pada mobilitas sehingga dapat mengganggu pekerjaan yang
membutuhkan mobilitas tanpa ada gangguan pada sendi dan otot rangka.
Pekerjaan sebagai Lead Operator Production menuntut mobilitas anggota
gerak yang tinggi sehingga perlu dilakukan penilaian kelaikan kerja pada
pekerja dengan post synovectomy karena Artritis Gout Sinistra. Penilaian
kelaikan kerja dilakukan berdasarkan 7 langkah penilaian kelaikan kerja
sesuai konsensus PERDOKI. Kami melaporkan seorang laki – laki usia
25 tahun, bekerja sebagai Lead Operator Production di offshore dengan
nyeri pada lutut kiri sejak 1 minggu. Pekerja didiagnosis joint effusion
sinistra kemudian dilakukan operasi synovectomy dan ditemukan kristal
84
asam urat pada lutut kiri saat operasi. Pasien bekerja shift 12 jam/hari
dengan jadwal on – off /2 minggu. Keadaan umum pasien saat ini masih
terasa nyeri ringan saat berjalan, ROM kedua organ ekstremitas bawah
dalam batas normal, pemeriksaan asam urat darah 8,8. Berdasarkan
penilaian kelaikan kerja, disimpulan bahwa status laik kerja pekerja pada
saat ini adalah tidak laik bekerja untuk sementara untuk bekerja sebagai
Lead Operator Production di lingkungan kerja offshore, karena kondisi
pekerjaan dan lingkungan kerjanya berisiko memperberat penyakitnya.
Tampak perbaikan setelah dilakukan tindakan synovectomy namun
dibutuhkan rehabilitasi paska tindakan oleh ahli rehabilitasi medik
sebelum lutut kiri pasien dapat digunakan untuk berjalan atau naik turun
tangga secara normal kembali tanpa terasa nyeri. Evaluasi ulang penilaian
kelaikan kerja akan dilakukan kembali 1 bulan setelah pasien
mendapatkan terapi adekuat yaitu: fisioterapi oleh ahli rehabilitasi medik
dan pengaturan diet untuk menurunkan berat badan oleh ahli gizi.
Kata kunci: kelaikan kerja, Synovectomy, Artritis Gout.
85
Laporan Kasus
Diagnosis Okupasi Penyakit Silikotuberkulosis pada
Pekerja Grafir Kaca
Zulkifli Dharma1, Astrid W. Hardjono2
1) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2) Divisi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Abstrak
Pendahuluan : Lapangan kerja sektor informal di Indonesia semakin
berkembang, salah satunya adalah jasa grafir kaca. Pekerja yang
menggrafir kaca berada dalam risiko tinggi terkena penyakit paru
Silikosis karena penggunaan pasir silika dalam pekerjaannya. Salah satu
komplikasi dari silikosis adalah Silikotuberkulosis. Penegakan diagnosis
okupasi pada pekerja grafir kaca dengan silikotuberkulosis ini
menggunakan metode 7 langkah Diagnosis Okupasi, sesuai konsensus
PERDOKI, yang di dalamnya termasuk metode Evidence Based.
Deskripsi Kasus : Kami menegakkan diagnosis okupasi pada seorang
pekerja grafir kaca, laki-laki, berumur 35 tahun, yang terpajan debu silika
selama 5 tahun. Keluhan dan gejala timbul pada tahun ke-6 sejak terpajan
86
debu silika, dengan kondisi fisik yang semakin menurun, disertai dengan
adanya komplikasi infeksi tuberkulosis.
Diskusi : Dari informasi yang didapat mengenai deskripsi kerja, cara
kerja, penggunaan alat pelindung diri (APD) serta mengacu pada
evidence yang ada di referensi, disimpulkan pekerja ini mengalami
Silikotuberkulosis Akibat Kerja.
Kata Kunci : diagnosis okupasi, grafir kaca, pekerja sektor informal,
silikotuberkulosis.
87