the sunan giri award (p. chalik. web)

Upload: habiburrahman-el-sunary

Post on 15-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 The Sunan Giri Award (P. Chalik. Web)

    1/4

    The Sunan Giri Award

    Program Paling Inovatif di Bidang Pelayanan Publik Tingkat Desa

    di Kabupaten Gresik

    Pengantar :

    Pada 7 Maret 2014, program The Sunan Gi ri Award akan dipresentasikan oleh Bupati Gr esik di depan Menteri PAN dan RB di Jakart a

    sebagai The Most Inovative Program selama kur un waktu tiga tahun terkhi r di Kabupaten Gresik. Selanjutn ya, hasil dari pr esentasi

    tersebut SGA akan dipertimbangkan untuk di replikasi secara nasional. Rasa syukur tidak terh ingga, karena SGA menjadi salah satu

    program paling inovatif selama empat tahun terkhir di Kabupaten Gresik. Berikut ini adalah paparan tentang SGA yang akan

    dipresentasikan.

    A. Permasalahan dan Konteks Program1. Sejak tahun 2011, Pemkab Gresik mencanangkan program inovasi di bidang pelayanan publik di tingkat Desa

    yang dikenal dengan sebutan The Sunan Award (SGA). SGA merupakan program pembinaan, pemberdayaan

    dan pemberian penghargaan bagi desa dan kelurahan yang memiliki kualitas pelayanan publik terbaik. Yang

    dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhankebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas

    barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara (UU No. 25 tahun 2009)

    2. Program ini didasari oleh kebutuhan mendasar pelayanan kepada masyarakat di tingkat basis. Desa dan kelurahan

    merupakan kepanjangan utama pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dari pintu

    desa/kelurahan itulah pelayanan pertama dilakukan oleh pemerintah. Pemenuhan standar minimal layanan di

    tingkat desa dan kelurahan diharapkan dapat memperkuat layanan public serta memperbaiki citra pelayanankepada masyarakat.

    3. Bahwa pada kenyataannya tidak semua desa dan kelurahan memberikan layanan maksimal kepada masyarakat.

    Banyak ditemui kegiatan layanan dilakukan di luar jam kerja, tanpa mengenal batas waktu, tidak memiliki

    standar operasional, dan dilakukan seenaknya oleh aparatur desa. Proses ini tanpa diketahui dan dikontrol ketat

    oleh pengambil kebijakan di atasnya, sehingga terkesan pelayanan publik di tingkat desa dibiarkan berjalanmengikuti ritme dan mekanisme arus lokal di masing-maing daerah (desa/dusun) tanpa adanya standar an aturan

    yang universal.

    4. Ketiadaan standar pelayanan di tingkat desa dan rendahnya kontrol pemerintah daerah berdampak pada

    munculnya aturan pelayanan publik yang bersifat tertutup dan berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan

    tertentu. Reformasi birokrasi meniscayakan adanya keinginan kuat untuk menjadikan layanan bersifat standar

    dan baku sehingga akan terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan tertentu.5. Menyadari hal itu, sejak Tahun 2011 Pemkab Gresik bersama The Sunan Giri Foundation (SAGAF) lembaga

    konsultan di bidang pelayanan publik menyelenggarakan aktifitas pembinaan, pendampingan dan pemberian

    penghargaan di bidang pelayanan publik yang dikenal dengan sebutan The Sunan Giri Award. Program ini

    merupakan ikhtiar Pemkab untuk menjadikan pelayanan publik ditingkat desa dan kelurahan terstandarkan dan

    pada akhirnya akan memaksimalkan semua pelayanan kepada masyarakat.

    B. Pendekatan1. Pengorganisasian gagasan. Pendekatan yang digunakan dalam pengorganisasian gagasan di bidang pelayanan

    publik adalah Assets Based Community Driven (ABCD). Pendekatan ini berangkat potensi masing-masingindividu, kepala desa, aparatur desa, tokoh lokal untuk disinergikan dalam menyusun pelayanan publik

    (appreciative inquiry). Pendekatan ABCD berangkat dari apa yang sudah dilakukan oleh aparat dan warga, yangberasal dari lokalitas yang sudah dibangun sejak lama, sehingga akan meminimilisir benturan dengan teori dan

    regulasi tentang pelayanan publik. Hal ini untuk menjaga agar potensi dan kearifan lokal tetap terjaga, terlebih

    banyak tokoh masyarakat desa yang sekaligus sebagai pamong.

    2. Pembinaan dan pendampingan. Pendekatan yang digunakan adalah Learning Organization and Change (LOC),

    dimana dalam proses pelatihan, pembinaan dan pendampingan sedapat mungkin peserta belajar dari sesama

    dengan menjadikan organisasi (kantor Desa) sebagai tempat belajar dan sumber informasi. Sedapat mungkinproses replikasi, duplikasi dan inovasi berasal dari sumber lokal desa atau kawasan lain di tempat tersebut,

    sehingga setiap orang dipahami memiliki potensi atau andil yang sama untuk dikembangkan dan ditransfer

    kepada yang lain.

    3. Penilaian. Semua penilaian desa yang memiliki kualitas pelayanan publik menggunakan penilaian kualitatif dan

    kuantitatif (dengan teknik scoring sebagaimana ada pada bagian akhir lampiran ini). Penilaian meliputi aspekdokumen, penilaian masyarakat melalui kuesioner dan observasi dan presentasi (performance).

  • 5/25/2018 The Sunan Giri Award (P. Chalik. Web)

    2/4

    C. Unsur Inovasi dan Pengembangan1. Peran serta masyarakat. Dalam proses SGA peran serta masyarakat dituntut lebih maksimal sesuai dengan porsi

    dan kapasitas masing. Masyarakat (melalui BPD, RT/RW, dan forum desa) diberi kesempatan untuk

    mengorganisir gagasan dalam rangka menyusun Perdes di bidang pelayanan publik serta bagaimana Perdes

    tersebut dapat dijalankan dengan baik.2. Meminimalisir terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Dengan pelibatan masyarakat yang lebih luas,

    maka kontrol terhadap kekuasaan di tingkat desa semakin ketat. Munculnya SOP pelayanan yang terpampang

    dengan jelas memudahkan segenap unsur masyarakat untuk memperoleh informasi tentang jenis layanan sertamengetahui mekanisme bagaimana layanan tersebut dijalankan berdasarkan tahapan.

    3. Menciptakan good governance (tata kelola yang baik). Program SGA telah membantu pelaksana pemerintahan di

    tingkat desa dalam mengelola pemerintahan yang baik. Kesan selama ini bahwa desa sangat sulit berubah dan

    beradaptasi dengan perkembangan dapat dihapus dengan perlahan dengan munculnya SGA. Lambat laun

    tatanan pengelolaan adminitrasi, menejemen pemerintahan, pelayanan dan aturan yang terkait dengannya dapat

    dijalankan dengan baik di tingkat desa.

    D. Hasil dan Dampak1. Munculnya gagasan The Sunan Giri Award (SGA) telah mendorong pemerintahan desa untuk menyusun

    Peraturan Desa (Perdes) yang secara spesifik mengatur tentang pelayanan publik di tingkat desa. Kondisi ini

    tidak pernah terjadi sebelumnya. Perdes di Gresik pada umumnya mengatur tentang pembangunan, kas danjabatan di tingkat desa.

    2. Munculnya gagasan SGA mendorong desa untuk terus berbenah dalam memberikan layanan terbaik kepada

    masyarakat, salah satunya adalah dengan mencitrakan desa sebagai lembaga transparan dan bebas korupsi.

    Tidak sedikit setelah adanya SGA desa memiliki website, anggaran pendapatan dan belanja dipublish secara

    terbuka, demikian pula kegiatan pelayanan.

    3. Munculnya gagasan SGA mendorong desa untuk menyusun aturan, prosedur pelayanan (SOP) yang selama ini

    banyak dikesampingkan. Munculnya kesadaran baru ini berbading lurus dengan semangat dan gairah pamong

    dan tokoh masyarakat

    4. SGA telah mendorong pemerintagan desa/kelurahan untuk berkompetisi secara sehat dan terbuka dalam

    memberikan layanan kepada masyarakat. Terutama bagi desa/kelurahan yang tidak masuk dalam

    nominasi/juara. SGA telah mendorong organ-organ desa seperti BPD, LKMD, RW/RT, Posyandu lebih

    bergairah untuk mewujudkan desanya sebagai ruang bagi semua.

    D. Pelaksanaan dan Penerapan1. Pihak yang terlibat

    a. Penggagas. Penggagas program ini adalah sekumpulan anak muda kreatif yang memilikiconcerndi bidang

    pelayanan publik. Mereka mengorganisir dirinya dalam sebuah organisasi yang disebut The Sunan Giri

    Foundation (SAGAF). Gagasan ini kemudian disampaikan kepada Bupati/Wakil Bupati serta Bagian OrtalaPemkab Gresik melalui forum Focus Group Discussion (FGD).

    b. Penanggungjawab. Untuk menjembatani gagasan ini, Pemkab menunjuk Bagian Ortala sebagai penanggung

    jawab yang menyediakan anggaran, menfasilitasi kegiatan dan memediasi antara Pemkab, SAGAF dengan

    pihak masyarakat.c. Pelaksana. Kegiatan pembinaan, pemberdayaan, pendampingan dan penilaian dilakukan oleh SAGAF. Kegiatan

    pembinaan dan pendampingan meliputi pendalaman regulasi tentang pelayanan publik, penyusunan SOP

    pelayanan, praktik pelayanan, hingga penilaian atas kerja pelayanan kepada masyarakat. Struktur dan resourse

    person SAGAF terdiri dari aktifis mahasiswa, OKP, wartawan, dosen PTN dan expert di bidang pelayanan

    publik.

    2. Strategi dan pengorganisasian proses

    a. Pra Kondisi.Dalam proses pembinaan, semua desa dikumpulkan dalam satu tempat untuk memperoleh

    penjelasan tentang regulasi di bidang pelayanan publik, terutama Undang-undang, Peraturan Pemerintah,

    Permenpan, Pergub hingga Perbup. Pada kesempatan tersebut, Desa diminta untuk mengisi form yang berisi

    tentang pelayanan publik yang sudah dilakukan di tingkat desa. Sebagian nara sumber diambilkan dari kepala

    desa yang memenangkan Award pada tahun sebelumnya untuk melakukan testimony, replikasi dan duplikasiatas pelayanan publik yang sudah dilakukannya di tingkat desa.

  • 5/25/2018 The Sunan Giri Award (P. Chalik. Web)

    3/4

    b. Selanjutnya, Pemkab meminta kecamatan untuk mengirimkan desa/kelurahan yang akan dikompetisikan,

    maksimal 2 desa dengan menyertakan syarat dan kelengkapan administratif. Selanjutnya Pemkab akan

    menentukan desa terpilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan.

    c. Masing-masing desa yang menjadi nominator akan diberi penjelasan dan praktik di bidang pelayanan publik,

    mulai prosedur, mekanisme, penyusunan SOP, standar layanan serta etika pelayanan.

    d. Bagi desa/kelurahan yang sudah ditetapkan sebagai nominator, selanjutnya akan dilakukan penilaian. Penilaian

    akan dilakukan tiga tahap :1. Penilaian administratif berupa kelengkapan dasar yang dipersyaratkan, yang disertakan pada saat pengajuan calon

    desa/kelurahan oleh kecamatan2. Penilaian masyarakat, yakni penyebaran kuesioner kepada masyarakat sebanyak 30-40 kuesioner. Proses ini

    dilakukan 1 minggu sebelum visitasi.

    3. Visitasi dan presentasi, yakni mendengarkan presentasi atas penyelenggaraan pelayanan publik sekaligus

    melakukan observasi atas semua proses dan hasil yang sudah dilakukan.

    e. Penilaian

    Penilaian menggunakan skema sebagai berikut :20 + 40 + 40 X 100

    3

    Nilai 20 adalah score penilaian adiministratif

    Nilai 40 adalah score kuesioner

    Nilai 40 adalah svore visitasi, observasi dan presentasi

    3. Keahlian PelaksanaUntuk mendukung agar pelaksanaan The Sunan Giri Award berproses dengan maksimal, maka disiapkan tim

    SAGAF yang terdiri dari unsur pengelola program, relawan (volunteer) dan tenaga ahli. Tugas tenaga ahli

    adalah menyiapkan konsep dan disain, menyusun dan menvalidasi instrument dan memberikan masukan akhir

    atas kerja penilaian pelayanan publik.Ada tiga konsultan yang terlibat dalam kegiatan pelayanan publik ini :

    1. Dr. Abdul Chalik/Dosen dan Kepala Pusat Penelitian UIN Sunan Ampel Surabaya.

    2. Ach. Room Fitrianto, SE., MEI. MA. Ph.D. Dosen/Konsultan bidang pelayanan publik

    3. Indra Fauzi, SE, M.Si (Direktur REDI/Resources Economic Development Institute Surabaya).

    4. Sumber PembiayaanPembiayaan sepenuhnya diback up oleh dana APBD Gresik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan

    untuk diperluas dengan menggandeng beberapa CSR BUMD/BUMN yang berada di Kabupaten Gresik.

    5. Monitoring dan Evaluasi

    a. Monitoring proses dan hasil. Kegiatan SGA dimonitor oleh Pemkab dan SAGAF. Monitoring dilakukan untukmengukur sejauh mana penerapan UU Pelayanan Publik yang diatuangkan dalam instrument monitoring sudah

    dilaksanakan. Sementara monitoring hasil menyangkut dampak hasil setelah program ini berjalan, yang

    dilakukan 3 bulan setelah pelaksanaan SGA.

    b. Evaluasi. Evaluasi hasil dilakukan setelah 3 bulan dan 6 bulan berjalan. Evaluasi dilakukan oleh tim Pemkab dan

    SAGAF untuk mengukur seberapa besar dampak SGA terhadap kebertahanan pelaksanaan public di tingkatdesa, serta apakah terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan SGA. Kegiatan evaluasi

    terutama dilakukan pada desa/kelurahan yang masuk nominasi dan memenangkan program SGA.

    C. Keberlanjutan dan peluang replikasi

    1. Pembelajaran utamaa. Knowledge sharing. Program SGA memungkinkan satu desa/kelurahan belajar dari yang lain melalui apa yang

    disebut dengan knowledge sharing. Masing-masing desa/kelurahan memiliki local wisdomsendiri tentang

    bagaimana mereka mengelola gagasan, melaksanakan gagasan serta mempraktikkan gagasan tersebut dalam

    pelayanan publik di tingkat desa. Masing-masing desa memiliki kesempatan yang sama untuk saling memahami

    dan saling belajar atas kelebihan dan kekurangannya.

    b. Mengorganisir local wisdom. Forum masyarakat di tingkat desa tidak selamanya diselesaikan di forum resmi

    atau tempat resmi seperti balai desa/balai RT dan RW melainkan banyak tempat yang memungkinkan mereka

    beradaptasi dengan kekayaan lokal yang berkembang. Forum pengajian, Yasinan, Salawatan menjadi wahanadalam membicarakan dan menyelesaikan masalah desa. Demikian pula lokasi tempat mereka menuangkan dan

    merumuskan gagasan, di mana Majid, Mushalla, TPQ, sawah dan tambak menjadi ruang publik yang tidak

  • 5/25/2018 The Sunan Giri Award (P. Chalik. Web)

    4/4

    resmi untuk membicarakan masalah-masalah pelayanan public tingkat desa. Local wisdom (kearifan local)

    cukup dominan dalam merumuskan gagasan selama pelaksanaan SGA.

    2. Aspek keberlanjutan.The Sunan Giri Award dipandang sebagai kebutuhan utama dan pintu masuk untuk menciptakangood

    governancedi Kabupaten Gresik. Sejak penyusunan Program tahun 2010, SGA sudah masuk prioritas utamayang memperoleh dukungan kebijakan dari Bupati/Wabup dan DPRD Gresik untuk terus dikembangkan dan

    digalakkan melalui program jangka panjang. Pada masa yang akan datang, program ini direncanakan akan

    dikembangkan pada satuan Dinas, Kecamatan, UPT dan Sekolah.Kehadiran lembaga SAGAF sebagai inisiator dan lembaga yang secara spesifik bergerak di bidang pelayanan

    publik telah cukup membantu untuk pelaksanaan kegiatan, penyediaan materi pelayanan dan sumber daya

    manusia. Lembaga ini sejak empat tahun terakhir bersama-sama mendampingi desa dan Pemkab dalam

    mengelola pelayanan publik

    3. Peluang ReplikasiSGA dapat dijadikan modeling untuk direplikasi di tempat lain. Program semacam ini akan berjalan apabila

    dukungan dari pimpinan daerah, terutama Bupati/Wabup serta DPRD yang berfungsi sebagai penyusun

    anggaran dapat beriringan memperkuat gagasan di bidang pelayanan public tingkat desa.

    Kehadiran lembaga independen (LSM yang bergerak di bidang pelayanan publik) yang bertugas melaksanakan

    program tidak kalah pentingnya. Lembaga independen ini yang memiliki kualifikasi untuk menilai dan menjagakualitas program. Sering kali aspek survivalitas program terkendala oleh adanya trust yang kurang dari

    masyarakat karena penilai dari unsur dari dalam pemerintah atau unsure luar yang kredibilitasnya

    dipertanyakan.

    D. Perspektif reformasi birokrasia. Merubah mind set masyarakat. Salah satu bangunan pikir yang sulit dirubah adalah bahwa pemerintahan desa

    merupakan pemerintahan yang berbeda dengan pemerintahan di atasnya, baik kecamatan, kabupaten maupun

    propinsi. Perbedaan itu terutama di bidang pelayanan. Misalnya ketidakharusan aparat desa berada di kantor

    pada jam kerja, kebiasaan melayani di berbagai tempat, dan membawa urusan administrasi kantor di rumahKepala Desa atau Sekdes. SGA menawarkan konsep dan pandangan bahwa siapapun yang digaji dari dana

    APBN/D atau bersumber dari masyarakat (Kas Desa) yang bersangkutan punya kewajiban yang sama dengan

    aparatur yang lain. Pandangan ini ingin memperkuat dan ingin merubah pola pikir yang sangat kuat bahwaaparatur desa lebih bersifat fungsional dibandingkan structural, sehingga dapat bekerja kapanpun sesuai dengan

    kemauan aparatur desa.

    b. Membiasakan bekerja sesuai prosedur. Hampir semua desa tidak memiliki standar yang baku dan diterapkan

    secara maksimal dalam melayani masyarakat. SGA menawarkan bahwa standarisasi pelayanan merupakan

    keharusan dalam memperkuat pelayanan kepada masyarakat.

    c. Keterbukaan merupakan pintu awal pengurangan penyelewengan. Dengan semua layanan masyarakat yangtersosialisasikan baik lewat internet desa, publikasi secara luas dib alai desa dan RT/RW maka akan terhindar

    dari kegiatan yang mengarah pada korupsi seperti pugli (pungutan liar), makelar surat, maupun permintaan lain

    di luar aturan yang ditetapkan.

    Gresik, 1 Maret 2014Konsultan

    Dr. Abdul Chalik