universitas indonesia implementasi ... -...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)
TESIS
SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI
JAKARTA JANUARI 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.)
SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI
JAKARTA JANUARI 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Assalammu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Salam Sejahtera untuk kita semua,
Puji dan syukur tidak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT serta salam dan shalawat kepada Rasullah Muhammad SAW, karena atas
bimbingan, izin, dan petunjuk-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum Program Kekhususan Hukum
Ekonomi pada Fakutas Hukum Universitas Indonesia. Program Pascasarjana
beserta penulisan tesis sebagai tugas akhir ini penulis jalani dengan proses
panjang yang tidak terlepas dari hambatan, tantangan dan pengorbanan yang harus
penulis atasi dengan semaksimal mungkin. Penulis menyadari akan banyaknya
kekurangan yang dimiliki oleh penulis dalam menyelesaikan Program
Pascasarjana dan penulisan tesis ini, serta berbagai permasalahan yang menerpa
penulis sehingga mempengaruhi dalam proses penyelesaian tugas ini.
Namun dengan banyaknya hambatan dan tantangan yang penulis hadapi,
penulis selalu memperoleh bimbingan, masukan dan saran yang membangun serta
semangat dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan tingkat Pascasarjana dan penulisan tugas akhir ini
dengan baik. Penulis menyadari benar bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan doa
dari berbagai pihak, dari mulai awal masa perkuliahan sampai pada penyusunan
tesis ini, akan sangat sulit bagi penulis untuk dapat meyelesaikan perkuliahan dan
tesis ini.
Dari semua pihak yang berperan dalam kemajuan penulis, penulis
menyadari bahwa setiap hari yang penulis lalui adalah proses pendidikan yang
dapat mematangkan penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini,
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
v
perkenankanlah penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Cita Citrawinda, S.H., MIP sebagai pembimbing penulis dalam
menyelesaikan tesis ini yang telah berkenan meluangkan waktu disela
kesibukan Beliau untuk memberikan bimbingan dan memberikan masukkan,
saran dan kritik kepada Penulis. Penulis merasa sangat terbantu dengan
bimbingan yang diberikan oleh Beliau karena Penulis merasa telah diberikan
arahan yang tepat oleh ahlinya. Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih
atas bantuan staf Beliau yang selalu dapat mengkoordinasikan dan
menginforasikan jadwal bimbingan dengan baik.
2. Bapak/Ibu Dosen pengajar di lingkungan Pascasarjana Hukum Ekonomi,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberikan pembekalan
semangat dan berbagi ilmu serta pengalaman yang sangat berharga bagi para
mahasiswanya termasuk Penulis. Walaupun ditengah-tengah kesibukan
berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus,
Bapak/Ibu Dosen pengajar selalu dapat memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi mahasiswanya. Penulis merasa bangga memperoleh
bimbingan, arahan dan pengajaran dari para Dosen yang merupakan orang-
orang yang ahli dibidangnya.
3. Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH dari Dekranasda DIY yang telah
meluangkan waktunya memberikan banyak informasi kepada penulis selama
penulis melakukan survey di Yogyakarta. Atas bantuan Beliau penulis
mendapat kesempatan untuk mengenal lebih jauh kondisi kerajinan dan
budaya di Yogyakarta, serta berkesempatan untuk bertemu dengan pengerajin.
4. Bapak Riyadi selaku pemilik Ragiel Handycraft yang telah berkenan
meluangkan waktunya disela kesibukannya mengelola toko kerajinan dan
mengajar pada workshop kerajinan batik kayu di Sentra Krebet, Bantul,
Yogyakarta.
5. Bapak Soehartono, Bapak Prakoso dan Ibu Azizah dari Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah yang telah memberikan banyak
informasi yang dibutuhkan oleh penulis terkait dengan topik penulisan tesis
ini. Penulis sangat terbantu dengan koordinasi dari Dinas Perindustrian dan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
vi
Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, sehingga penulis dapat memperoleh
informasi, khususnya mengenai penanganan HKI dan program One Village
One Product (OVOP) selama penulis melakukan survey di Jawa Tengah.
6. Bapak H. Deddy Rosyidin selaku Ketua Koperasi Masyarakat Industri Rakyat
Karya Bersama (KOPMIR KARSA) yang telah banyak memberikan
informasi seputar produk Bandeng Kendal yang menjadi produk unggulan
daerah Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Atas informasi yang berharga dari
Beliau maka penulis dapat memperoleh pengetahuan baru yang akan lebih
memperkaya penulis untuk melakukan penulisan karya ilmiah.
7. Para pimpinan dan peneliti di lingkungan Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan dimana
secara tidak langsung telah memberikan banyak ilmu mengenai dunia
penelitian kepada Penulis, sehingga Penulis dapat lebih percaya diri dalam
penulisan tesis ini.
8. Pimpinan dan rekan-rekan pada Bagian Program dan Kerjasama, Sekretariat
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian
Perdagangan dimana tempat penulis mengabdi dan banyak menimba ilmu
mengenai proses penulisan suatu karya ilmiah, serta ilmu yang bermanfaat
yang digunakan oleh para peneliti. Penulis sangat bersyukur ditempatkan di
Bagian yang apat memberikan banyak masukkan dan pembelajaran kepada
penulis tentang bagaimana menyusun suatu karya ilmiah sehingga penulis
memperoleh rasa percaya diri dalam melakukan penulisan tesis ini. Walaupun
latar belakang keilmuan penulis berbeda dengan Pimpinan dan rekan-rekan di
Bagian Program dan Kerjasama yang semuanya berlatar belakang ilmu
ekonomi, namun dengan kerjasama yang baik serta komunikasi dan
bimbingan yang diperoleh penulis, semua itu tidak menjadi masalah, bahkan
menjadi pelengkap bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Suharno, dimana
saat Beliau masih menjabat sebagai Kepala Bagian Program dan Kerjasama
telah memberikan ijin dan doa kepada Penulis untuk dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
vii
9. Para staf administrasi dan perpustakaan di Sekretariat Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Salemba yang selalu memberikan
layanan dengan ramah dan sangat berharga, serta memberikan segala
informasi yang dibutuhkan para mahasiswa.
10. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan segalanya baik berupa doa,
semangat, dan dorongan setiap saat tanpa pernah berhenti. Terutama kepada
Papa dan Mama yang selalu memberikan semangat dan doa agar jangan
pernah kendur semangat berjuang menghadapi hambatan dan tantangan
dalam menyelesaikan kuliah dan tesis ini, sehingga penulis bertekad untuk
dapat menyelesaikan pendidikan formal ini.
11. Sahabat dan teman-teman sesama mahasiswa Program S2 Hukum Ekonomi
(Magister Hukum Ekonomi Kelas Sore) Fakultas Hukum Universitas
Indonesia Angkatan Tahun 2009. Terima kasih atas kebersamaan dan waktu
yang telah kita jalani bersama dari mulai awal masuk masa perkuliahan
sampai sekarang, terima kasih atas dorongan moril, masukan, dan kritikan
yang pernah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung yang merupakan salah satu bahan pembelajaran bagi penulis untuk
terus memperbaiki diri ke arah yang lebih baik.
Masih banyak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Namun
dengan tulus penulis berterima kasih dan berharap Allah SWT berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu serta bagi para pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Januari 2013
Penulis,
Shanti Eka Marthani
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Shanti Eka Marthani Program Studi : Magister Hukum Ekonomi Judul Tesis : Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam
Model One Village One Product (OVOP) One Village One Product (OVOP) merupakan program unggulan yang digagas oleh Pemerintah Jepang sebagai proyek untuk memajukan perekonomian suatu desa dengan menonjolkan produk lokalnya yang khas. Program ini sudah banyak diadopsi oleh beberapa negara dengan tujuan yang sama, termasuk Indonesia. Pengembangan program OVOP di Indonesia tidak terlepas dari peranan Hak Kekayaan Intelektual. Pengembangan program OVOP difokuskan bagi para pelaku usaha dalam skala kecil dan menengah (UKM) yang banyak tersebar di Indonesia, dimana mereka perlu memperoleh perlindungan hukum terkait HKI, terutama dalam hal penggunaan merek sebagai identitas produknya. Namun temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masih banyaknya kendala yang dihadapi UKM dalam pendaftaran merek, dengan demikian UKM perlu disosialisasikan mengenai penggunaan merek kolektif sebagai salah satu jalan keluar permasalahan. Kata kunci: One Village One Product (OVOP), Merek Kolektif, Pengembangan UKM, Perlindungan hukum terhadap merek
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Shanti Eka Marthani Study Program : Magister in Economic Law Title : Implementation of the Collective Brand Protection in
One VillageOne Product (OVOP) Model One Village One Product (OVOP) is a flagship program, initiated by the Government of Japan, as a project to promote the economy of a village with a distinctive feature local products. This program has been widely adopted by several countries with the same purpose, including Indonesia. Development of OVOP program in Indonesia cannot be separated from the role of Intellectual Property Rights. OVOP program development focused for business on small and medium scale enterprises (SMEs) throughoutIndonesia, where they need to obtain IPR-related legal protections, especially in terms of the use of the brand identity products. However, findings from the reak activities indicate that there are still many obstacles faced by SMEs in the registration of the brand, so SMEs need to be disseminated on the use of collective brand as one way out of the problem. Key Words: One Village One Product (OVOP), Collective Brands, SMEs Development, BrandProtection
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ viii ABSTRAK ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2.Perumusan Masalah ............................................................................. 14 1.3.Tujuan Penelitian ................................................................................. 15 1.4.Kegunaan Penelitian ............................................................................ 16 1.5.Kerangka Teori .................................................................................... 16
1.5.1. Replikasi OVOP di Indonesia .................................................. 16 1.5.2. Prinsip Keadilan Ekonomi ........................................................ 17
1.6.Kerangka Konseptual ........................................................................... 22 1.6.1. Gambaran Umum Tentang OVOP ........................................... 22 1.6.2. Gambaran Umum Penerapan OVOP Indonesia ....................... 23 1.6.3. Gambaran Umum Mengenai Merek ......................................... 24 1.6.4. Gambaran Umum Mengenai UKM .......................................... 27
1.7.Metode Penelitian ................................................................................ 30 1.7.1. Metode Pendekatan .................................................................. 31 1.7.2. Tipe penelitian .......................................................................... 31 1.7.3. Sifat Penelitian ......................................................................... 32 1.7.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 32 1.7.5. Cara dan alat pengumpulan Data ............................................. 33 1.7.6. Analisis Data ............................................................................ 33 1.7.7. Metode Pendekatan atas obyek pengenal ................................. 33 1.7.8. Metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan .......... 34
1.8.Sistematika Penulisan .......................................................................... 34
2. GAMBARAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK ...................................................................... 36
2.1.Gambaran Umum Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 36 2.1.1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual ........................................... 36 2.1.2. Pembagian Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 44 2.1.3. Ruang Lingkup dan Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual ....... 46 2.1.4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual ............................................ 47 2.1.5. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual ................................... 50
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
xii Universitas Indonesia
2.1.6. Pengalihan Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 51 2.2.Hak Merek ........................................................................................... 52
2.2.1. Sejarah Hak Merek ................................................................... 52 2.2.2. Ruang Lingkup dan Sifat Hak Merek ....................................... 55 2.2.3. Pembagian Jenis Hak Merek .................................................... 57 2.2.4. Fungsi Hak Merek .................................................................... 58
2.3.Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Penerapan Merek ................... 64 2.3.1. Perkembangan Penerapan Indikasi Geografis .......................... 64 2.3.2. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek dan Program
One Village One Product (OVOP) ........................................... 68
3. MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK UKM ................................ 73 3.1.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia ............................................. 73
3.1.1. Gambaran Umum UKM ........................................................... 73 3.1.2. Upaya dalam rangka Pengembangan UKM ............................. 78 3.1.3. Permasalahan yang Dihadapi UKM ......................................... 79
3.2.Merek Kolektif ..................................................................................... 86 3.2.1. Gambaran Umum Merek Kolektif dan Peranannya Bagi
UKM ......................................................................................... 86 3.2.2. Dasar Hukum dan Perlindungan Hukum terhadap Merek
Kolektif Bagi UKM .................................................................. 89
4. IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENERAPAN MEREK KOLEKTIF OLEH UKM SEBAGAI PENUNJANG PROGRAM ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) .................................................................................................... 91
4.1.Program One Village One Product (OVOP) ....................................... 91 4.1.1. Sejarah Pembentukan Program OVOP .................................... 91 4.1.2. Perkembangan Program One Village One Product (OVOP) di
Beberapa Negara Asia .............................................................. 92 4.1.2.1. Jepang .......................................................................... 93 4.1.2.2. Thailand ....................................................................... 98 4.1.2.3. Kamboja ....................................................................... 102
4.1.3. Perkembangan dan Pemanfaatan Program One Village One Product (OVOP) di Indonesia .................................................. 108
4.1.4. Sasaran GerakanOVOP ............................................................ 111 4.2.Merek Kolektif Sebagai Sarana Pengembangan Produk UKM dalam
Program One Village One Product (OVOP) ........................................ 112 4.2.1. Penerapan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Merek
Kolektif pada Produk UKM ...................................................... 112 4.2.1.1. Perkembangan HKI dan program One Village One
Product di PropinsiJawaTengah ................................... 115 4.2.1.2. Produk Kerajinan Kayu di Yogyakarta ........................ 120
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
4.2.1.3.Produk Bandeng Tanpa Duri di Kabupaten Kendal, JawaTengah .................................................................. 123
4.2.1.4. Produk Minuman Bir Pletok di Jakarta Barat .............. 127 4.2.2. Hubungan Merek Kolektif dengan Indikasi Geografis sebagai
Bagian dari Program One Village One Product, Studi Kasus: Kopi Pelaga, Bali ...................................................................... 129
5. PENUTUP ................................................................................................ 139 5.1.Kesimpulan .......................................................................................... 139 5.2.Saran .................................................................................................... 141
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 143 LAMPIRAN
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam Kemasan
Produk Kopi ......................................................................... 72 Gambar 3.1. Alur Penjualan Langsung ..................................................... 81 Gambar 3.2. Alur dengan Metode Membuka Outlet ................................ 82 Gambar 3.3. Kombinasi Pemasaran Produk UKM Melalui
Perantara .............................................................................. 83
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Kriteria UKM di Indonesia ....................................................... 30 Tabel 2.1. Perbedaan Antara Merek dengan Indikasi Geografis ............... 71 Tabel 3.1. Peranan UKM dalam Perekonomian ........................................ 74 Tabel 3.2. Kekuatan dan Kelemahan UKM ............................................... 85 Tabel 4.1. Definisi UKM di Thailand ........................................................ 99 Tabel 4.2. Pembagian UKM di Kamboja .................................................. 103 Tabel 4.3. Perkembangan OVOP di Beberapa Negara Asia ...................... 107 Tabel 4.4. Pembagian Kopi Spesial Indonesia .......................................... 134
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta
kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki manfaat serta berguna
dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi.
Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya cipta intelektualitas manusia
tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra. Dalam
kasanah ilmu pengetahuan, intelektual manusia diartikan sebagai kekayaan
intelektual yang dapat dimiliki oleh pribadi manusia sebagai hak. Dengan
kata lain bahwa hak kekayaan intelektual secara sederhana merupakan
kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia.
Karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia
dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan
sastra. Hal tersebut yang membedakan kekayaan intelektual dengan jenis
kekayaan lain yang juga dapat dimiliki oleh manusia tetapi tidak
dihasilkan oleh intelektualitas manusia.
Merujuk pada pengertian HKI, maka sifat dari Hak Kekayaan
Intelektual adalah : (1) mempunyai jangka waktu terbatas, artinya setelah
habis masa perlindungan inovasinya, maka ada yang dapat diperpanjang
(Hak merek), tetapi ada juga setelah habis masa perlindungannya menjadi
milik umum (Hak Paten), (2) bersifat eksklusif dan mutlak, maksudnya
hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan si pemilik
mempunyai hak monopoli yaitu penemu dapat mempergunakan haknya
dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan ataupun
menggunakan teknologi yang dimilikinya, dan (3) bersifat hak mutlak
yang bukan kebendaan.
Sedangkan tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HKI
secara umum meliputi: Pertama, Memberi kejelasan hukum mengenai
hubungan antara kekayaan dengan inventor, pencipta, desainer, pemilik,
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
2
Universitas Indonesia
pemakai, perantara yang menggunakannya, wilayah kerja pemanfaatannya
dan yang menerima akibat pemanfaatan HKI untuk jangka waktu tertentu;
Kedua, Memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau
upaya menciptakan suatu karya intelektual; Ketiga, Mempromosikan
publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk dokumen HKI yang terbuka
bagi masyarakat; Keempat, Merangsang terciptanya upaya alih informasi
melalui kekayaan intelektual serta alih teknologi melalui paten; Kelima,
Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena adanya
jaminan dari negara kepada yang berhak.
Hukum Islam juga mengatur mengenai masalah HKI. Hak Milik
Intelektual (HKI) sendiri terkait dengan benda dan milik. Menurut Fikih
Islam, benda adalah segala seuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan
dapat diambil manfaatnya.1 Sedangkan pengertian miliki menurut Fikih
Islam adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat
dilakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu
dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.2
Salah satu sisi HKI yang tidak dapat dielakan terutama dewasa ini
adalah semakin eratnya kaitan dan pengaruh HKI dalam perdagangan
internasional. HKI menjadi semakin penting mengingat perannya yang
begitu besar bagi kehidupan industri dan perdagangan internasional.
Dengan alasan apapun, pemilik HKI telah semakin menyadari dan
memahami tentang arti peran dan pentingnya perlindungan HKI sebagai
aset dan komoditi yang diperdagangkan.3
Dewasa ini kegiatan negara di bidang perdagangan internasional
diatur sekumpulan peraturan internasional yang cukup rumit, yang
ketentuan-ketentuan pokoknya termuat dalam General Agreement On
Tariffs and Trade (GATT) yang ditandatangani negara-negara pada tahun
1947. Disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangan bahwa
1 KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Edisi Revisi, UII Press, Yogyakarta, 2000, hal. 41. 2 Ibid, hal. 45 3 Cita Citrawinda Priapantja, Hak Kekayaan Intelektual, Tantangan Masa Depan, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 3.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
3
Universitas Indonesia
hubungan antar negara di bidang perdagangan dan ekonomi harus
dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin
lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan,
pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas
produksi serta pertukaran barang.4
Dalam era globalisasi maka suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pelaku usaha pasti memuat ketentuan tentang tarif dan perdagangan.
Dalam perkembangannya ternyata melebar pada hal-hal yang mencakup
aspek dagang dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI ini sangat
ditekankan pada perdagangan bebas karena mempunyai aspek strategis
baik dari sisi pelaku usaha maupun dari sisi negara.5 Tujuan sesungguhnya
dari HKI adalah memberi perlindungan bagi perusahaan-perusahaan
pemilik HKI terhadap perusahaan-perusahaan pesaing yang akan menjual
langsung produk-produk atau jasa sebagai persaingan.6
Undang-Undang no. 15 Tahun 2001 tentang Merek pada Pasal 1
memberikan penjelasan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan ketentuan tersebut,
fungsi merek adalah untuk membedakan barang atau jasa produksi
perusahaan lain yang sejenis. Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai
jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian
pemakainya. Dari segi pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-
barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi
konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan barang yang akan
4 Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 1-2. 5 Dhaniswara K. Harjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis (PPHBI), Jakarta, 2009, hal. 113. 6 Cita Citrawinda Priapantja, Op cit, hal. 3.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
4
Universitas Indonesia
dibeli. Bahkan terkadang penggunaan merek tertentu bagi seorang
konsumen dapat menimbulkan image tertentu pula.7
Merek atau brand merupakan identitas yang melekat pada suatu
produk atau jasa. Dengan memiliki merek atau brand, masyarakat dapat
lebih mudah untuk mengenali suatu produk atau jasa. Indonesia memiliki
banyak merek yang tidak hanya mampu bersaing di dalam negeri tetapi
juga di luar negeri, sebagai contoh adalah merek Indomie untuk makanan
olahan atau merek PAC untuk jenis kosmetika. Penggunaan suatu merek
tidak hanya sebatas logo atau nama, tetapi memiliki kesan yang tercipta
dan dapat dengan mudah terus diingat oleh orang lain sebagai konsumen.
Produsen suatu produk yang terdapat di Indonesia tidak hanya sebatas
perusahaan-perusahaan besar semata. Banyak perusahaan kecil atau
UMKM yang juga mengeluarkan merek atau brand-nya sendiri.
Krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997
membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian
Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengoptimalisasikan
pasar domestik dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal.8 Potensi
sumber daya lokal yang dimaksud diantaranya adalah dengan
pengembangan merek lokal yang telah ada di wilayah tersebut.
Pengembangan merek tersebut diharapkan mampu memberikan peluang
peningkatan perekonomian. Beberapa wilayah di Indonesia telah mampu
menghasilkan suatu produk dengan merek yang memiliki daya saing di
pasar domestik. Produk-produk tersebut diberi merek yang menjadi ciri
khas wilayah tersebut, sebagai contoh adalah produk Bakpia Pathuk untuk
kategori makanan olahan atau Rokok Kretek Sukun untuk produk olahan
tembakau.
7 Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy dan Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta Bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI Jakarta, Juni, 2000, hal. 114-115. 8 Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah dalam mengurus aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi dan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat di daerah yang bersangkutan.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek
asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada
merek terdaftar. Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan
yng bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum yang bersifat
preventif dilakukan melalui pendaftaran merek. Sedangkan perlindungan
hukum yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran merek
melalui gugatan perdata dan atau tuntutan pidana.9
Salah satu alternatif perlindungan merek adalah dengan merek
kolektif. Pelaksanaan penggunaan merek kolektif semakin berkembang
seiring perubahan jaman serta memasuki era perdagangan bebas. Merek
lokal banyak tersaingi dengan merek yang sudah terkenal, hal ini yang
menyebabkan merek lokal, khususnya yang dimiliki oleh UKM, sulit
untuk bersaing. Terinspirasi dari model OVOP (One Village One
Product)10 dimana satu desa atau kawasan tertentu berkonsentrasi pada
satu produk yang dapat dikerjakan dengan baik untuk dipasarkan ke luar
negeri, maka tujuan untuk peningkatan perekonomian melalui
pengembangan merek akan dapat terwujud. OVOP ini awalnya dimulai di
Oita, Jepang. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk, memperbaiki /
menyempurnakan sumber daya lokal yang tersedia dan memproduksi
barang yang dapat diterima secara internasional. Terinspirasi oleh ide ini,
pemerintah Thailand telah mempromosikan industri lokal melalui
pembuatan produk khusus dan menarik berdasarkan tradisi asli masyarakat
lokal Thailand yang berlimpah, budaya dan alamnya. Kampanye ini
disebut, One Tambon One Product (OTOP) karena target daerah adalah
unit administrasi yang disebut, Tambon, (setara dengan desa atau kota).11
Perlunya menghidupkan semangat kegiatan ekonomi di pedesaan
yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan tersebut dan mengurangi
rasa ketergantungan masyarakat desa terhadap pemerintah sehingga dapat 9 Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy dan Nurjihad, Op.cit., Hal. 115-116 10 Diprakarsai oleh Mr. Hisamatsu, Gubernur Oita di tahun 1979. Kesuksesan dari gerakan ini tidak hanya bergantung pada kreativitas dan semangat menghadapi tantangan dari warga setempat dan UKM di wilayah tersebut, tapi juga bergantung pada efektifitas dorongan yang diberikan oleh pemerintah, institusi terkait, asosiasi perekonomian dan perbankan di wilayah tersebut. 11 http://www.thai-otop-city.com/background.asp
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
6
Universitas Indonesia
menciptakan inisiatif dan semangat revitalisasi dalam masyarakat tersebut.
Pemerintah sudah mulai menginisiasi OVOP di daerah untuk menjawab
tantangan di atas.
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan daya saing produk
dalam negeri melalui pengembangan merek adalah dengan
mengembangkan merek lokal dan kemasan produk yang memenuhi
standar kualitas yang baik. Terinspirasi oleh model OVOP dan kisah
sukses OTOP (One Tambon One Product) di Thailand, model Sakasame
direkomendasikan untuk mengembangkan merek lokal produk Indonesia.
Hal ini dikarenakan bahwa sebuah pengembangan merek lokal dan desain
kemasan yang baik membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena
dapat diupayakan penciptaan merek kolektif dengan menggunakan model
SAKASAME (Satu Kampung Satu Merek).
OVOP pertama kali diperkenalkan di Jepang dan hingga kini telah
banyak diadopsi oleh banyak negara. Penggunaan OVOP di Indonesia
dimungkinkan karena telah banyak daerah atau wilayah di Indonesia yang
memiliki potensi usaha UKM yang telah memiliki merek kolektif namun
belum didaftarkan sehingga belum memperoleh sertifikasi dan pengakuan
secara sah menurut hukum mengenai penggunaan merek kolektif tersebut.
OVOP memiliki 3 (tiga) prinsip dasar yang mendukung pengembangan
berbasis kewilayahan, yaitu: (1) Berpikir Global, laksanakan/implementasi
secara Lokal, dengan mengangkat keunikan lokal; (2) Usaha mandiri
dengan inisiatif dan kreativitas masyarakat setempat sehingga harus
berdasar kepada pemberdayaan; (3) Pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM), dimana SDM sebagai sentral dari penciptaan kreatifitas sehingga
harus kemampuannya harus terus ditingkatkan.
Beberapa peraturan yang terkait dengan model OVOP di Indonesia
dapat ditelaah dalam: Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/M-
IND/PER/9/2007 dimana dengan Peraturan Menteri tersebut, Kementerian
Perindustrian melakukan koordinasi dalam pengembangan OVOP di
Indonesia. Kemudian di dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Tentang Merek yang dapat dijadikan acuan dalam pemberian Merek.
Desain kemasan yang kurang baik dan ketiadaan merek yang memiliki
nilai seringkali menjadi penyebab rendahnya daya saing produk-produk
UMKM yang umumnya berada di wilayah pedesaan. Dalam Amanat
Inpres No.6 Tahun 2009 dimana Ekonomi Kreatif dapat mensinergikan
konsep OVOP dan merek kolektif, salah satu rencana aksi pengembangan
Industri Kreatif adalah melalui pensinergian OVOP dengan SAKASAME
antara lain dengan melakukan diversifikasi produk melalui riset dan
pengembangan yang intensif, perbaikan desain kemasan dan penciptaan
merek, sampai pada upaya pencitraan produk secara komprehensif.
Dalam implementasi model ini, suatu daerah dapat distimulasi
untuk mengembangkan satu merek bersama (merek kolektif yang
dimungkinkan oleh UU Merek No. 15 tahun 2001). 12 Merek tersebut
diciptakan, didaftarkan, dikembangkan, dan dikelola oleh suatu lembaga di
daerah. Setiap UKM dimungkinkan meminta izin dari pemegang merek
untuk menggunakan merek kolektif tersebut. Sebagai imbalannya, UKM
dikenakan biaya bersama untuk membiayai manajemen merek. Biaya
tersebut harus cukup terjangkau dan tidak terlalu membebankan para
pelaku usaha. Solusi ini bisa memecahkan masalah mahalnya biaya
pengembangan merek. Dengan satu merek kolektif, biaya pengembangan
merek tersebut dapat dibagi sehingga lebih terjangkau oleh para pelaku
bisnis di daerah.
Model ini butuh pengelolaan secara hati-hati salah satunya dengan
memberikan pengawasan mutu yang ketat terhadap produk yang
dikeluarkan dengan merek kolektif tersebut, agar tidak muncul produk
yang kualitasnya dibawah standar. Apabila hal ini terjadi, terdapat risiko
bahwa produk-produk lain yang dikembangkan dengan merek kolektif
tersebut akan tidak dipercaya oleh konsumen. Model ini dapat digunakan
selain untuk mengembangkan produk dalam negeri, juga untuk 12 Merek Kolektif menurut Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 nomor 4 adalah “Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya”.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
8
Universitas Indonesia
meningkatkan kapasitas dan menggali kreatifitas suatu daerah untuk
meningkatkan perekonomiannya. Dengan demikian, diharapkan suatu
setiap daerah dapat meningkatkan potensinya untuk membangun
perekonomiannya.
Undang-Undang Merek telah mengatur mengenai merek kolektif.
Dalam kaitannya dengan model OVOP atau Sakasame tersebut,
penggunaan merek kolektif dinilai mampu untuk memperbaiki aspek
perekonomian dan menciptakan produk yang berdaya saing. Merek
kolektif sendiri diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 55 Undang-
Undang Merek. Dalam Undang-Undang Merek juga diatur mengenai
indikasi geografis yang identik dengan penggunaan merek kolektif.
Indikasi geografis dalam merek kolektif terutama terkait dengan model
OVOP atau Sakasame merupapakan faktor pengenal bagi merek tersebut.
Apa yang terjadi dalam masyarakat khususnya yang terjadi pada
UKM, penggunaan merek kolektif masih menemukan kendala. Di era
perdagangan global serta pasar bebas, merek diakui memegang peranan
penting yang memerlukan suatu sistem pengaturan yang memadai.
Kebutuhan akan adanya perlindungan hukum terhadap merek semakin
meningkat dan berkembang pesat seiring dengan banyaknya duplikasi atau
bentuk peniruan terhadap suatu merek.
Salah satu bentuk dari pelaksanaan OVOP yang diterapkan melalui
Sakasame adalah seperti yang dilakukan oleh Koperasi Masyarakat
Industri Rakyat (selanjutnya disebut KOPMIR) di Desa Jambearum,
Kecamatan Patebon, Kendal. KOPMIR ini bergerak dalam industri
makanan olahan berbahan dasar ikan bandeng, baik makanan beku dan
kering yang siap masak maupun makanan jadi yang siap makan. KOPMIR
tersebut telah menggunakan suatu merek kolektif untuk identitas produk
yang dihasilkan. Merek kolektif dimaksud adalah merek ”Bandeng Kendal
Bandeng Tanpa Duri”. Merek kolektif ini digunakan untuk memasarkan
hasil olahan ikan bandeng yang dibuat oleh warga Desa Jambearum.
Adanya merek Bandeng Kendal tersebut sebagai bukti bahwa penggunaan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
9
Universitas Indonesia
merek kolektif pada UKM telah berjalan. Indikasi geografis yang
ditampilkan pada merek Bandeng Kendal mencerminkan adanya indikasi
pelaksanaan model OVOP untuk merek Bandeng Kendal tersebut.
Dengan demikian OVOP atau Sakasame memiliki pemahaman
dalam :
1. Satu Desa Satu Produk
Dijabarkan sebagai Satu : Satu daerah memiliki minimal satu produk
unik. Satu produk dapat dikembangkan dua atau lebih daerah. Desa :
merepresentasikan wilayah, sehingga bisa mewakili desa/
kecamatan/kabupaten/ provinsi; tidak terbatas pada wilayah, namun
dapat merepresentasikan komunitas (One community one product),
Produk : Produk dapat meliputi produk tangible, dan juga intangible
(pariwisata, seni).
2. Model Bisnis
Usaha atau model bisnis OVOP di berbagai negara, dapat berbentuk :
Usaha Komunitas, Usaha Individu, Koperasi, Asosiasi.
3. Kemandirian dan Kelokalan
Pemanfaatan potensi kelokalan merupakan konsep umum yang
diterima semua Negara. Sumberdaya lokal : Ketersediaan bahan
baku di suatu wilayah merupakan aspek kemandirian utama. Keahlian
Lokal : Bahan baku bisa tidak tersedia, tetapi keahlian penduduk di
atas rata-rata wilayah lain. Budaya Lokal : Tradisi, seni, sejarah,
lokasi, juga dapat menjadi sumber kemandirian usaha OVOP.
4. Penggerak Utama
Key Leader : Keberadaan key leader merupakan kunci sukses
pengembangan OVOP, baik tingkat nasional (OVOP Thailand),
tingkat daerah (OVOP Jepang), maupun tingkat komunitas.
Komunitas: Komunitas merupakan penggerak utama dalam
implementasi OVOP. Komunitas dapat berupa bentukan pemerintah,
atau atas inisiatif masyarakat.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Pengembangan OVOP tidak terlepas dari pengembangan industri
kreatif yang juga telah dicanangkan oleh Pemerintah. Posisi strategis
ekonomi kreatif dan industri kreatif dalam pembangunan nasional semakin
disadari oleh berbagai pihak. Berbagai aktivitas kreatif digulirkan di
berbagai tempat, baik oleh pemerintah, dunia bisnis maupun oleh kaum
intelektual. Publikasi di media massa dan di dunia maya semakin intensif.
Komunitas-komunitas semakin tumbuh dan mulai saling terhubung. Kota-
kota dan daerah semakin antusias untuk menjadi kota/daerah kreatif.
Prestasi-prestasi prestisius terus diraih oleh para pelaku-pelaku kreatif.
Kondisi-kondisi di atas merupakan sebagian dari indikasi-indikasi
perkembangan ekonomi kreatif Indonesia. Kondisi-kondisi ini sangat
penting untuk dipetakan atau didokumentasikan, selain untuk memberikan
pemahaman mengenai pentingnya industri kreatif, juga untuk dapat
menjadi lebih baik dalam dalam mengevaluasi kegiatan yang sudah
dilaksanakan dan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan
selanjutnya.13 Industri Kreatif sendiri dipetakan menjadi 14 (empat belas)
subsektor. Pemetaan tersebut berdasarkan pada studi pemetaan industri
kreatif yang dilakukan oleh DCMS Inggris, yang disesuikan dengan KBLI
(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2005. Ke-14
subsektor tersebut adalah:14
1. Periklanan
2. Arsitektur
3. Pasar dan barang seni
4. Kerajinan
5. Desain
6. Fesyen
7. Film, Video, Fotografi
8. Permainan Interaktif
9. Musik
10. Seni Pertunjukan 13 Studi Industri Kreatif Indonesia 2009, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Hal. 9. 14 Ibid, Hal. 11.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
11
Universitas Indonesia
11. Penerbitan dan Percetakan
12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak
13. Televisi dan Radio
14. Riset dan Pengembangan
Pengembangan Industri Kreatif sendiri tidak terlepas pada amanat
Instruksi Presiden no. 6 Tahun 2009 mengenai pengembangan Industri
Kreatif. Sebagai bentuk dukungan Pemerintah yang lebih nyata terhadap
pengembangan Industri Kreatif, Presiden Indonesia telah mengeluarkan
Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009, kepada 28 instansi pemerintah pusat
dan daerah. Presiden menginstruksikan agar seluruh instansi yang
disebutkan untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif
tahun 2009-2015, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan
pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya
kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh
pada kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan sasaran, arah, dan
strategi.15
Dunia kini tengah memasuki era industri gelombang keempat,
yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry), usaha industri
ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai
fourth wave industry (industri gelombang keempat), yang menekankan
pada gagasan dan ide kreatif, hal ini bukan tanpa alasan, mengingat
industri ekonomi kreatif telah mampu mengikat pasar dunia dengan jutaan
kreativitas dan persepsi yang dapat dijual secara global. Ekonomi Kreatif
merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan
stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor
produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Mengingat peran ekonomi
kreatif yang semakin meningkat bagi perekonomian suatu wilayah,
utamanya terhadap pengembangan ekonomi berbasis UMKM, maka
tidaklah berlebihan bila semakin banyak kota yang menjadikan ekonomi
15 Ibid, Hal. 28-29.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
12
Universitas Indonesia
kreatif sebagai ujung tombak dan katalisator pengembangan ekonomi
daerahnya.16
Pemilihan strategi kebijakan mengembangkan ekonomi kreatif di
tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, ini bukan tanpa alasan,
kontribusi sektor ekonomi kreatif terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir, di mana pada 2010 mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu
menyerap 11,49 tenaga kerja dan pada 2011 naik menjadi Rp 526 triliun
dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja.Tahun ini angka itu ditargetkan
terdongkrak menjadi Rp 573,4 triliun dengan serapan 11,57 juta tenaga
kerja. Pengembangan ekonomi kreatif akan sangat berperan dalam
mengembangkan job creation, mengingat besarnya potensi ekonomi
kreatif yang dimiliki Indonesia, dengan lebih dari 300 suku bangsa. Dari
sisi demografi penduduk usia muda yang mencapai 43% menjadi modal
plus yang kita miliki, karena kreatifitas sangat dekat dengan kaum muda.
Pengembangan ekonomi kreatif juga akan berdampak langsung bagi
masyarakat kalangan menengah ke bawah, mengingat sektor ekonomi
kreatif, sebagian besar digerakkan oleh pelaku UMKM dan sangat
potensial menjadi kekuatan dashyat untuk mendorong Indonesia menjadi
negara maju, oleh karena itu menjadi jelaslah bahwa ekonomi kreatif perlu
dijadikan sebagai salah satu sektor yang harus didorong
perkembangannya.17
Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep yang bersifat “komposit”
atau gabungan dari berbagai sektor kegiatan. Fenomena tersebut berbeda
dengan sektor kegiatan lain yang relatif dapat “berdiri sendiri” seperti
sektor transportasi. Pernyataan ini mengandung konsekuensi dalam hal
kewenangan dalam pembuatan dan implementasi kebijakan. Institusi di
sektor transportasi akan lebih menetapkan dan menerapkannya karena
memiliki ruang lingkup pengaturan yang jelas, seperti: kendaraan
bermotor (laut, darat dan udara), industri otomotif, standar kelayakan
16 Eddy Cahyono Sugiarto, Ekonomi Kreatif, http://www.setkab.go.id/artikel-6693-ekonomi-kreatif.html, diunduh 12 Januari 2012. 17 Eddy Cahyono Sugiarto, Ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
13
Universitas Indonesia
operasi kendaraan bermotor dan sebagainya. Keberhasilan pembangunan
Ekonomi Kreatif sangat bergantung kepada tingkat kesuksesan koordinasi
lintas sektor. Kegagalan koordinasi berarti pemborosan kebijakan yang
telah disusun dan ditetapkan. Karakteristik tersebut tidak banyak berbeda
dengan sektor Pariwisata.18
Penggerak ekonomi kreatif sendiri adalah hasil dari peran sertai
sektor industri, sehingga sektor industri tersebut dikategorikan sebagai
industri kreatif. Krisis global yang melanda Amerika Serikat dan Eropa
tidak membuat pasar industri kreatif Indonesia semakin menurun, karena
itu pelaku usaha memaksimalkan potensi pasar dalam negeri. Industri
kreatif di dalam negeri terbukti tahan terhadap krisis dan tidak tergantung
pada pembiayaan yang bersumber pada luar negeri. Selain itu, industri
kreatif memiliki target pasar nasional yang besar dengan potensi jumlah
penduduk Indonesia.
Industri kreatif memiliki target pasar nasional yang besar dengan
potensi jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah mengupayakan pemberian
insentif fiskal dan non fiskal, selain juga pengupayan kemudahaan
memperoleh bahan baku bagi industri kreatif. Saat ini, banyak pelaku
industri kreatif, seperti kerajinan, kesulitan bahan baku. Kendala ini juga
dialami pada upaya perwujudan terminal bahan baku. Untuk insentif fiskal
dan non fiskal lebih berbentuk bimbingan Hak Kekayaan Intelektual,
pelatihan, dan sarana pameran gratis. Pemerintah juga tengah
mengupayakan pembebasan pajak bahan baku, namun kendala lain adalah
pembebasan pajak karena yang biasanya memperoleh pembebasan pajak
adalah perusahaan skala besar. Banyak lokasi di Indonesia yang berpotensi
sebagai tempat wisata, yang juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat display
18 Basuki Antariksa, Konsep “Indonesia Kreatif”: Tinjauan Awal Mengenai Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hal. 5, http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf, diunduh 12 Januari 2013.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
14
Universitas Indonesia
produk kreatif. Selain itu, potensi produk kreatif biasanya dibuat oleh
pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM).19
Sebagai bentuk upaya pengembangan, dilakukan pemberian
insentif pajak pada Industri Kreatif agar dapat bertumbuh. Melihat karakter
sebagian besar industri kreatif yang berbentuk Usaha Kecil Menengah
(UKM) dan informal, diperkirakan potensi yang belum bayar pajak dari
industri kreatif ini cukup tinggi yaitu 10% dari total penerimaan negara
dari perpajakan. Bagi pemerintah, pemberian insentif ini juga diharapkan
meningkatkan penerimaan negara. Pemberian insentif dapat diartikan
sebagai sebuah bentuk dorongan atau rangsangan yang umumnya berasal
dari faktor eksternal (dalam hal ini pemerintah) yang dilakukan untuk
mempengaruhi atau memotivasi individu atau kelompok (industri kreatif)
melakukan suatu perubahan tertentu. Di Indonesia saat ini bentuk insentif
yang paling dekat untuk industri kreatif adalah insentif pajak UKM. Pada
Agustus 2011 pemerintah menyatakan akan mengeluarkan 2 skema
insentif pajak, yaitu untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang
akan dikenakan Pajak Pertambahan nilai (PPn) hanya sebesar 0,5% dan
UKM yang akan dikenakan pajak 3% yang merupakan akumulasi dari
Pajak Penghasilan (PPh) 2% dan PPn 1%. Selain potongan pajak, bentuk
dukungan terhadap usaha kreatif misalnya adalah insentif ekspor seperti
yang dilakukan Kota Zhengzhou di Cina dengan memberikan hibah
kepada perusahaan dengan nilai ekspor tertentu setiap tahunnya.20
1.2. Perumusan Masalah
Dari hasil uraian yang dijabarkan dalam latar belakang masalah,
serta mengingat bahwa Undang-Undang Merek terdiri dari berbagai aspek
pengaturan mengenai merek sehingga ruang lingkup dari Undang-Undang
19 Pemerintah siapkan insentif untuk industri kreatif, Pemerintah siapkan insentif untuk industri kreatif, http://www.antaranews.com/berita/326316/pemerintah-siapkan-insentif-untuk-industri-kreatif, diunduh 12 Januari 2013 20 Agung Pascasuseno, Berharap pada Insentif Pemerintah untuk Industri Kreatif, http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/tulisananda/read/berharap-pada-insentif-pemerintah-untuk-industri-kreatif, diunduh tanggal 12 Januari 2013.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Merek cukup luas, penulis menganggap perlu untuk memberikan batasan
ruang lingkup penulisan, yaitu dengan memberikan fokus kepada aturan-
aturan yang terdapat dalam pasal-pasal Undang-Undang Merek yang
memiliki kaitan dengan pelaksanaan model Sakasame (Satu Kampung
Satu Merek).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka permasalahan penelitian
yang diangkat adalah:
1. Bagaimanakah praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif oleh
pengusaha UKM khususnya dengan menggunakan model OVOP atau
dalam hal ini disebut juga dengan Sakasame (Satu Kampung Satu
Merek)?
2. Bagaimanakah peran Undang-Undang Merek yang mengatur
mengenai merek kolektif dalam kaitannya dengan upaya perlindungan
merek serta terkait dengan praktek penggunaan merek kolektif dalam
model OVOP / Sakasame?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik
merek kolektif bila terjadi suatu pelanggaran terhadap penggunaan
merek kolektif tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada permasalahan tersebut diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif
khususnya yang dilakukan oleh pengusaha UKM dalam upaya
perlindungan merek khususnya terhadp merek yang dimiliki oleh
UKM.
2. Mengetahui peran Undang-Undang Merek dalam praktek penggunaan
merek kolektif.
3. Mengetahui risiko dan tanggung jawab hukum yang dapat terjadi
apabila terjadi pelanggaran dalam penggunaan merek kolektif dengan
mengacu kepada Undang-Undang Merek.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
16
Universitas Indonesia
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Untuk memberikan sumbangan terhadap pengetahuan mengenai
pengembangan merek Indonesia melalui model Sakasame (Satu
Kampung Satu Merek).
2. Untuk memberikan bahan rekomendasi kepada para pihak terkait yang
memiliki kepentingan dalam usaha pengembangan dan perlindungan
HAKI khususnya yang terkait dengan merek.
3. Sebagai pedoman penulisan/penelitian lebih lanjut terutama mengenai
permasalahan yang menyangkut penggunaan merek kolektif.
1.5. Kerangka Teori
Penggunaan merek kolektif dalam prakteknya dapat menambah
daya jual dari suatu barang, terlebih bila penggabungan yang dilakukan
melibatkan pelaku-pelaku yang sudah terkenal dalam dunia bisnis, seperti
misalnya merek Sony Ericsson. Penggunaan merek kolektif dalam
penelitian ini dilakukan oleh kumpulan pengusaha lokal yang terhimpun
dalam suatu wadah organisasi, dimana untuk memasarkan hasil produk
mereka, digunakan satu merek kolektif.
1.5.1. Replikasi OVOP di Indonesia
Sebuah pengalaman yang menarik terjadinya OTOP di Thailand
dan OVOP di Jepang adalah kawasan (kecamatan/desa) yang semula
miskin menjadi desa yang masyarakatnya menjadi makmur. Gerakan satu
desa satu komoditi One Village One Commodity (OVOC) dan One
Tambon One Product (OTOP), meskipun dilakukan dalam konteks
gerakan masyarakat dalam pembangunan daerah, namun salah satu inti
dari gerakan tersebut adalah bagaimana menciptakan produk unggul dan
memiliki daya saing yang berasal dari keunggulan atau keunikan,
kekhasan yang dimiliki. Konsep ini didukung dengan adanya rasa
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
17
Universitas Indonesia
kebanggaan dalam menghasilkan produk tersebut dengan menggunakan
simbol, jargon dan bentuk lainnya yang memberikan motivasi kepada
UKM/petani untuk berinovasi dan berproduk.21
Dari aspek kelembagaan, replikasi program OTOP nampaknya
dapat dikaitkan dengan program sentra bisnis yang saat ini telah
dikembangkan di banyak daerah. Sentra adalah pusat kegiatan di
kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan
baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta
memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sentra dapat lebih
diarahkan kepada pemilihan dan penetapan komoditas unggulan, termasuk
produk unggulan industri rumah tangga yang menggunakan bahan dasar
lokal.
1.5.2. Prinsip Keadilan Ekonomi
Dalam kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial
perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi
sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Ini berkaitan dengan
apa yang disebut dengan keadilan distributif. Ketaatan terhadap hukum,
khususnya hukum bisnis, pada akhirnya berkaitan juga dengan apa yang
disebut sebagai keadilan legal, yaitu perlakuan yang sama terhadap semua
orang sesuai dengan hukum nyang berlaku. Ini berarti semua orang harus
dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada tanpa pandang bulu.
Demikian pula, pernghargaan atas hak dan kepentingan stakeholders pada
akhirnya berkaitan juga dengan apa yang disebut sebagai keadilan
komutatif. Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan
bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya
keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan
kondusif bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat.22
21 http://www.smecda.com/ Buku_Sorotan / 2 - BISNIS % 20 KOPERASI / 2 – OTOP / OTOP % 20 kompilasi - executive.pdf 22 Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya (Edisi Baru), Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006, hal. 137.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Keadilan memang merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi
sekaligus sangat diharapkan dan dinanti-nanti oleh masyarakat. Manusia
tidak dapat menghindar dari pekerjaan mencari keadilan tersebut. Manusia
membentuk kehidupan bermasyarakat, sebagai sisi lain kehidupan
berkeadilan. Kehidupan bersama atau bermasyarakat manusia tidak
diciptakan untuk memberi hati kepada ketidakadilan. Maka dapat
dikatakan, bahwa hidup bermasyarakat adalah hidup dalam suatu
masyarakat yang adil.23
Dari mana keadilan itu? Keadilan 24 , menurut Prof.Subekti,S.H,
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi seorang manusia diberi
kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang
dinamakan adil. Dan segala kejadian di alam dunia ini pun sudah
semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada manusia. Dengan
demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencari
keseimbangan antara perbagai kepentingan yang bertentangan satu sama
lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan
keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan
“ketertiban”atau “kepastian hukum”.25
Aristoteles dalam tulisannya “Rhetorica,” membedakan dua macam
keadilan, yaitu keadilan “distributif” dan keadilan “komulatif”. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah
menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Ia tidak
menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya;
bukan persamaan melainkan kesebandingan. Dengan demikian, belum
23 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik, Penerbit Buku Kompas, Oktober, 2009, Hal. 2. 24 Menurut Prof. Subekti, S.H melayani tujuan Negara adalah dengan menyelanggarakan “Keadilan” dan “Ketertiban” dimana kedua hal tersebut menjadi syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadilan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. Keadilan selalu mengundang unsur “penghargaan,” “penilaian” atau “pertimbangan” dan karena itu ia lazim dilambangkan suatu “neraca keadilan”. Dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa “dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula”. 25 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, Hal. 41.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
19
Universitas Indonesia
berarti setiap warga Negara mempunyai pekerjaan yang sama karena
sesuai dengan keahliannya masing masing. Keadilan komutatif ialah
keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan
tidak mengingat jasa-jasa perorangan. Ia memegang peranan dalam tukar
menukar; pada pertukaran barang dan jasa dalam mana sebanyak mungkin
harus terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan. Keadilan
komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya
negara) dengan perseorangan khusus.26
Menurut Aristoteles, yang ada dalam realitas adalah potensi,
pertumbuhan, dan tujuan dari kehidupan manusia. Sudah merupakan
karakter manusia bahwa ada manusia yang memiliki karakter yang baik
maupun yang jahat, ada yang adil maupun tidak adil. Karena itu,
Aristoteles membedakan dengan jelas antara keadilan alam (natural justice)
dengan keadilan konvensional. Dalam hal ini, keadilan alam mempunyai
eksistrensi dan kekuatan yang sama dimana saja, sebagaimana dipikirkan
manusia. Namun ketika keadilan alam tersebut diterapkan ke dalam
kenyataan (sesuai konvensi), maka tidak akan menghasilkan hal yang sama
di setiap tempat dan waktu, meskipun secara alam di mana pun hanya ada
satu keadilan yang terbaik.27
Aristoteles mengartikan kedilan dalam arti sempit, hampir seperti
pengertian keadilan dalam artinya yang modern. Dalam hal ini, keadilan
dapat diartikan sebagai kesamaan perlakuan (equality) dan juga sebagai
“sesuai hukum” (lawfulness). Equality merupakan proporsi yang benar,
titik tengah, atau jarak yang sama antara “terlalu banyak” dengan “terlalu
sedikit”. Karena itu, Aristoteles mengartikan keadilan sebagai sesuatu
yang berkenaan dengan orang-orang.28
John Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of
Justice bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari
dan menghasilkan keadilan. Ada prosedur-prosedur berfikir untuk
26 Ibid, Hal. 42-43 27 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Agustus, 2007, Hal. 82. 28 Ibid, Hal. 83.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
20
Universitas Indonesia
menghasilkan keadilan. Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu
tentang Equal Right dan juga Economic Equality. Dalam Equal Right
dikatakannya harus diatur dalam tataran leksikal, yaitu different principles
bekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip
perbedaan akan bekerja jika basic right tidak ada yang dicabut (tidak ada
pelanggaran HAM) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang
beruntung. Dalam prinsip Rawls ini ditekankan harus ada pemenuhan hak
dasar sehingga prinsip ketidaksetaraan dapat dijalankan dengan kata lain
ketidaksetaraan secara ekonomi akan valid jika tidak merampas hak dasar
manusia.
Menurut John Rawls, keadilan adalah kejujuran (fairness). Agar
hubungan sosial seperti di atas bisa berjalan secara berkeadilan, ia harus
diatur atau berjalan sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan. Pertama,
kebebasan yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang
mempunyai kebebasan dasar yang sama. Kebebasan dasar ini, antara lain,
(1) kebebasan politik, (2) kebebasan berfikir, (3) kebebasan dari tindakan
sewenang-wenang, (4) kebebasan personal, dan (5) kebebasan untuk
memiliki kekayaan. Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of
difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam
bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga
ketidaksamaan tersebut, (1) dapat menguntungkan setiap orang, khususnya
orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan (2) melekat pada
kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua orang. 29 Artinya,
Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah sama, seperti
kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu tidak mungkin,
melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur sedemikian rupa
29 John Rawls, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, Hal. 72. Bila mengambil dari pendapat John Rawls bahwa keadilan yang mesti dikembalikan oleh hukum dapat diterima dengan akal sehat sebagai keuntungan bagi setiap orang. Prinsip keadilan menurut Rawls terbagi dalam (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang, (2) Ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
21
Universitas Indonesia
sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling menguntungkan juga
membutuhkan di antara mereka. Prinsip kedua tersebut, mengandung dua
rumusan: (1) keuntungan bagi setiap orang (everyone’s advantage) yang
dapat diturunkan menjadi dua kemungkinan interpretasi: prinsip efisiensi
(principle of efficiency) dan (2) prinsip perbedaan (difference principle).30
Dari pendapat John Rawls tersebut terlihat bahwa nilai keadilan
tidak boleh ditawar-tawar dan harus diwujudkan ke dalam masyarakat
tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu
ketidakadilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk
menghindariketidakadilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan
yang terpenting dalam kehidupan manusia, maka terhadap kebenaran dan
keadilan tidak ada kata kompromi.31
Terkait dengan pelaksanaan OVOP, ada empat prinsip dasar yang
harus dipenuhi dalam melaksanakan OVOP di Indonesia, yaitu : (1)
produk komoditas yang berbasis sumberdaya lokal namun berdaya saing
global (Loccally originated but globally competetive), (2) usaha mandiri
dengan kreativitas dan inovasi yang terus menerus, (3) munculnya proses
pengembangan sumberdaya manusia (human resources development), (4)
aspek penting dari implementasi konsep ini adalah adanya usaha untuk
menciptakan produk yang memiliki daya saing dan keunggulan dalam
pasar yang luas, meskipun produknya berbasis sumberdaya lokal.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka hal ini berkaitan dengan
apa yang dikemukakan oleh St. Thomas Aquinas, dimana beliau membagi
keadilan ekonomi kedalam 3 jenis : Commutative Justice, Distributive
Justice dan Social Justice. Pertama, Commutative Justice adalah berkaitan
dengan beroperasinya ekonomi pasar yaitu penghormatan terhadap kontrak
dan hak milik pribadi. Individu mempunyai kepentingan yang alamiah,
30 A. Khudori Soleh, Teori Keadilan John Rawls, hal. 5 – 7. Prinsip efisiensi dapat dipenuhi jika sistem ekonomi yang membawa keuntungan pada sekelompok orang tidak merugikan pada pihak lain. Artinya, konsumsi produksi, pembagian sarana produksi dan seterusnya yang dimaksudkan untuk memperbaiki suatu pihak tertentu akan dianggap efisien jika hal itu tidak mengurangi atau merugikan pihak lainnya. Jika pembagian tersebut hanya menguntungkan suatu pihak dan ternyata kemudian justru merugikan pihak lainnya, berarti tidak efisien. 31 Munir Fuady, Op cit. Hal. 94.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
22
Universitas Indonesia
asal tidak melukai orang lain. Kedua, Distributive Justice adalah penting
untuk berfungsinya ekonomi. Hal ini berkenaan dengan pertanyaan
bagaimana membagikan keuntungan kegiatan ekonomi. Ketiga, Social
Justice berkenaan dengan kebutuhan ekonomi untuk mempunyai
structures dan institutions – jika hubungan ekonomi tidak baik akan
berakibat kurangnya produktivitas.
1.6. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian mengenai Implementasi Perlindungan Merek
Kolektif dalam Model One Village One Product (OVOP), kegiatan yang
terkait dengan pelaksanaan pembuatan merek kolektif khususnya untuk
lingkup UKM harus dapat diperoleh suatu pemahaman secara menyeluruh.
1.6.1. Gambaran Umum Tentang OVOP
Pemahaman mengenai Satu Kampung Satu Merek atau yang
disebut juga dengan OVOP adalah penyebutan istilah Satu Desa Satu
Produk, dimana terdapat 3 (tiga) faktor penentu yang dapat dijadikan
acuan pemikiran, yaitu : Satu: Satu daerah memiliki minimal satu produk
unik. Satu produk dapat dikembangkan dua atau lebih daerah. Desa:
merepresentasikan wilayah, sehingga bisa mewakili desa/
kecamatan/kabupaten/ provinsi; tidak terbatas pada wilayah, namun dapat
merepresentasikan komunitas (One community one product). Produk:
Produk dapat meliputi produk tangible, dan juga intangible (pariwisata,
seni).
Dalam pelaksanaan OVOP yang ideal dan sudah diterapkan di
beberapa negara, seperti Thailand dan Jepang, diperlukan suatu strategi
model bisnis yang dapat diterapkan. Model Bisnis dimaksud merupakan
usaha atau model bisnis OVOP di berbagai negara, yang dapat
berbentuk:Usaha Komunitas, Usaha Individu, Koperasi dan Asosiasi.
Model bisnis ini dapat disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing
wilayah yang menerapkan OVOP.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Selain itu, pemanfaatan kemandirian dan kelokalan juga
merupakan suatu konsep umum yang diterima semua negara. Kemandirian
dan kelokalan tersebut dapat terdiri dari: Sumberdaya lokal: terkait
dengan ketersediaan bahan baku di suatu wilayah merupakan aspek
kemandirian utama. Keahlian Lokal: Bahan baku bisa tidak tersedia,
tetapi keahlian penduduk di atas rata-rata wilayah lain. Budaya Lokal:
Tradisi, seni, sejarah, lokasi, juga dapat menjadi sumber kemandirian
usaha OVOP.
Untuk menunjang keberhasilan OVOP di Indonesia, harus
ditentukan kunci sebagai penggerak utama. Key Leader sebagai penggerak
utama dimana keberadaan key leader merupakan kunci sukses
pengembangan OVOP, baik tingkat nasional (seperti di Thailand,
Kamboja), tingkat daerah (contoh : Jepang), maupun tingkat komunitas
(contoh: Malawi). Komunitas: Komunitas merupakan penggerak utama
dalam implementasi OVOP. Komunitas dapat berupa bentukan pemerintah,
atau atas inisiatif masyarakat.
1.6.2. Gambaran Umum Penerapan OVOP Indonesia
Program OVOP diperkenalkan pertama kali di Jepang dan kini
telah diadopsi oleh banyak negara. Menggunakan nama OVOP karena
OVOP telah dikenal secara internasional serta memiliki ‘equity’ yang kuat
sehingga akan mempermudah proses komunikasi program OVOP
Indonesia. Kata ‘Indonesia’ menyertai identitas - OVOP Indonesia sebagai
penekanan akan identitas dan membuka pemahaman akan asal produk
dengan segenap keunikannya/kekhasannya (indikasi geografis).
OVOP Merupakan suatu inisiatif yang diharapkan menjadi
program berkelanjutan dalam pengembangan wilayah pedesaan dan
perkotaan. Diimplementasikan dalam gerakan yang bertujuan
mengembangkan produk lokal agar dapat diterima secara global, dengan
tetap mengedepankan nilai-nilai, sumber daya lokal serta mendorong
kemandirian masyarakat.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Model Satu Kampung Satu Merek atau OVOP merupakan salah
satu strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan perekonomian
dan daya saing produk dalam negeri. Selain itu, dengan menggunakan
mekanisme penggunaan merek kolektif sebagai dasar pembentukan OVOP,
akan dapat mempermudah pengusaha-pengusaha khususnya pengusaha
UKM yang akan mendaftarkan merek produk barang dan/atau jasa mereka.
Dengan adanya konsep merek kolektif akan dapat menghemat waktu dan
biaya dalam pengurusannya.
1.6.3. Gambaran Umum Mengenai Merek
Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan
terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur
pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO
(Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian
Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur
segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual
manusia. Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak
atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai
hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia
(human right). Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan”
(ownership) yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu
terkait dengan “pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki
(something owned).
Sebelum tahun 1961, Undang – undang Merek Kolonial Belanda
tahun 1912 tetapi berlaku sebagai akibat dari penerapan Pasal-Pasal
peralihan dalam UUD 1945 dan Undang Dasar RIS 1949 serta UUD
Sementara 1950. Undang-Undang merek 1961 kemudian menggantikan
Undang-Undang merek Kolonial. Namun sebenarnya UU tahun 1961
hanya merupakan ulangan dari Undang-undang sebelumnya. Pada Tahun
1992 Undang- Undang merek merek baru diundangkan dan berlaku mulai
tanggal 1 April 1993, menggantikan Undang - Undang merek tahun 1961.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan
adminstratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek dibuat.
Berkaitan dengan kepentingan reformasi Undang - Undang merek,
Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian merek WIPO (World
Intellectual Property Organization). Pada tahun 1997 Undang- undang
merek tahun 1992 diubah dengan mempertimbangkan Pasal-Pasal dari
perjanjian Internasional tentang Aspek-aspek yang terkait dengan
perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual yaitu TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights). Dalam Pasal-Pasal tersebut
memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Dalam Undang-
undang tahun 1997 juga mengubah ketentuan dalam Undang-undang
sebelumnya dimana tentang penggunaan merek pertama di Indonesia
berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek. Pada tahun
2001 berlaku Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 sebagi Undang-
Undang merek yang baru menggantikan Undang-Undang Nomor 14 tahun
1997. Ada beberapa perubahan penting yang tercantum dalam Undang -
Undang nomor 15 Tahun 2001 yaitu; Penetapan sementara Pengadilan,
perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam
memutuskan sengketa suatu perkara merek, kemungkinan penggunaan
alternatif penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 (1)
tentang merek, merek didefinisikan sebagai tanda yang terdiri : gambar,
nama, kata, huruf,-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dalam Pasal ini mengandung tiga
rumusan yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Dilihat dari bentuk atau wujud merek sama dengan tanda yang terdiri
dari beberapa unsur,
2. Segi fungsinya merek sebagai daya pembeda
3. Tujuan merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Merek adalah sebuah identitas, sebuah profil yang diperkenalkan
kepada publik. Dan, jika kemudian berhasil menjadi bagian dari pemikiran
konsumen, proses branding tersebut telah sukses menjalankan perannya.
Sebaliknya jika tidak, usaha tersebut perlahan akan dilupakan bajkan
mungkin tidak dikenal sama sekali. Sebuah merek mulai pudar ketika
merek tidak dapat lagi menyentuh kebutuhan konsumennya. Kini, pada
pasar modern sebuah merek haruslah sanggup menjangkau pasar seuai
dengan tren dan konteksnya.32
Merek juga berfungsi memberikan jaminan nilai atau kualitas dari
barang dan jasa yang bersangkutan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi
pemilik merek, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu
barang sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi
produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang dan
jasa yang bersangkutan. Dalam dunia perdagangan global merek seringkali
dijadikan sebagai salah satu cara untuk menciptakan dan mempertahankan
good will dimata konsumen dan sekaligus untuk sarana untuk memperluas
pasaran suatu barang atau jasa ke seluruh dunia. Sehingga merek yang
sudah mempunyai reputasi tinggi dan menjadikan good will bagi pemilik
barang dan jasa, hal ini merupakan sesuatu yang tak ternilai harganya.
Pasal 1 butir 2, 3 dan 4 Undang - Undang Merek menjabarkan
mengenai jenis merek yang dapat dibedakan menjadi :
1. Merek Dagang adalah merek yang digunakkan pada barang yang
diperdagangkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan barang dengan barang yang
sejenisnya.
2. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang untuk
membedakan jasa-jasa lainnya yang sejenis.
3. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa
dengan karekteristik yang sama yang diperdagangkan beberapa orang 32 Arif Rahman, Strategi Dahsyat Marketing Mix for Small Business, Cara Jitu Merontokkan Pesaing, TransMedia Pustaka, Jakarta, 2010, Hal. 172-173
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
27
Universitas Indonesia
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan
barang atau jasa sejenis lainnya.
Pelanggaran terhadap merek biasanya mempunyai motovasi untuk
mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan mencoba, meniru, atau
memalsu merek-merek yang sudah terkenal dimasyarakat. Tindakan ini
dapat merugikan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti
masyarakat, baik pihak produsen maupun konsumen selain itu negara juga
banyak dirugikan. Seseorang pemilik merek atau penerima lisensi merek
dapat menuntut seseorang yang tanpa ijin menggunakan merek
miliknya.Dari setiap undang- undang yang mengatur tentang merek maka
pasti ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai sanksi-
sanksi bagi pelanggar hak merek oarang lain.
Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan perbuatan
melanggar hukum (Pasal 1365) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sebgai pihak penggugat harus membuktikan bahwa ia karena perbuatan
melanggar hukum tergugat, penggugat menderita kerugian. Guagatan
demikian bersifat keperdataan, tidak bisa digabungkan dengan
permohonan pembatalan merek, sebab upaya hukumnya tunduk pada
Hukum Acara Perdata (terbuka upaya hukum banding dan kasasi).
Sebaiknya gugatan ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum, didahului
adanya putusan gugatan pembatalan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap. Gugatan ganti rugi dapat pula dilakukan oleh penerima
lisensi merek baik secara sendiri atau bersama-sama dengan pemilik merek
yang bersangkutan.
1.6.4. Gambaran Umum Mengenai UKM
Secara konseptual dan filosofis sistem hak kekayaan intelektual
tidak melakukan pengelompokan antara kelompok UKM dan non-UKM.
Jika kemudian muncul pengaturan khusus yang berkaitan dengan UKM,
hal itu lebih pada penerapan pelaksanaan kebijakan. HKI di lingkungan
pelaku usaha lebih sering dipahami sebagai aset perusahaan. HKI sebagai
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
28
Universitas Indonesia
aset perusahaan dikualifikasikan sebagai aset tidak berwujud (intangible
assets). Dalam konteks kegiatan usaha HKI memegang peranan penting.
Peranan penting tersebut dapat dilihat dari masuknya HKI yang
merupakan aset tidak berwujud (intagible assets) sebagai salah satu
pendorong bagi kegiatan bisnis selain sumber daya manusia, sumber daya
finansial, aset berwujud (tangible assets).
Masuknya HKI sebagai pendorong kegiatan bisnis tentunya tidak
sekedar pada pelaku-pelaku usaha besar, namun terjadi juga pada pelaku-
pelaku usaha kecil dan menengah. Dalam konteks keindonesiaan, pelaku
usaha kecil dan menengah ini dikenal dengan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM). UKM sendiri sebagaimana didefinisikan di dalam ketentuan Pasal
1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria
kekayaan sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta) atau hasil penjualan
tahunan Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) serta kepemilikan oleh
warga negara Indonesia, sedangkan usaha menengah adalah kegiatan
ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan usaha
tahunan usaha kecil.
Pada dasarnya, relevansi HKI bagi UKM dapat digunakan sebagai
sarana untuk melakukan inovasi terhadap suatu produk. Hal ini
dikarenakan syarat untuk mendapatkan perlindungan atas kekayaan
intelektual yang diformat dalam bentuk pemberian HKI salah satunya
adalah harus adanya unsur kebaruan. Dengan adanya syarat seperti ini bagi
UKM akan terdorong untuk mampu menghasilkan produk (kekayaan
intelektual) yang lebih inovatif dan kreatif. Semisal; desain industri
sebagai suatu bentuk rancangan produk yang dapat berupa bentuk,
konfigurasi dan komposisi dapat dilindungi apabila mempunyai unsur
kebaruan, estetika dan terdaftar. Dengan kondisi demikian, desain industri
tersebut jelas akan mampu menghasilkan inovasi terhadap produk,
mengingat rancangan desain produknya diharuskan selalu mempunyai
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
29
Universitas Indonesia
unsur kebaruan jika ingin dilindungi. Inovasi ini tentunya tidak sekedar
dari kebaruan suatu rancangannya, tetapi juga nuansa estetikanya.33
Relevansi lain dari HKI bagi penguatan UKM adalah HKI
memiliki arti yang sangat strategis untuk UKM. Dengan adanya HKI,
UKM dapat melakukan keberlanjutannya. Bahkan dengan HKI, UKM juga
dapat melakukan ekspansi pasar. Salah satu keberlanjutan UKM dapat
dilakukan melalui pengembangan HKI, terutama bagi industri-industri
yang mengandalkan kreatifitas dan inovasi yang berasal dari suatu proses
penuangan ide dan gagasan. Hal ini semisal untuk industri elektronik,
industri musik, industri kerajinan, industri mebel dan furniture serta
industri fashion. Sementara itu, melalui HKI pula suatu UKM dapat
melakukan ekspansi pasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang sangat
tinggi. Fenomena ini dapat terjadi, jika HKI dapat dikomersialisasikan ke
pasar dengan model lisensi (licences) atau pengalihan hak (assignments).
Artinya, dengan komersialisasi HKI oleh UKM menjadikan UKM tidak
harus bersusah payah menyiapkan tempat, tenaga kerja untuk memasarkan
produknya.
Guna mendukung pengembangan UKM di Indonesia, salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan media online. Masih
minimnya jumlah pengusaha di Indonesia yang memanfaatkan media
online membuat perusahaan Google tergerak dengan menyediakan domain
dan hosting melalui program 'Bisnis Lokal Go Online'. Program ini
ditujukan untuk 100.000 usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia
dengan mendorong mereka mempunyai website sendiri, dengan ini mereka
bisa berjualan melalui media online.34 Pengertian dari UKM sendiri dibagi
kedalam 3 kriteria, yaitu: 35
33 http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektual-untuk-usaha-kecil-menengah-ukm.html, diunduh 27 Desember 2012. 34 http://tekno.kompas.com/read/2012/01/11/14415874/Google.Sediakan.100.000.Domain.Gratis.untuk.UKM, Rabu, 11 Januari 2012 35 Undang-Undang UMKM no. 20 Tahun 2008, http://www.depkop.go.id/index.php? Option = com_content & view = article & id = 129
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
30
Universitas Indonesia
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
Tabel 1.1. Kriteria UKM di Indonesia
No URAIAN
KRITERIA ASSET OMZET
1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
2 Usaha Kecil > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 Miliar
3 Usaha Menengah > 500 Juta - 10 Miliar > 2,5 Miliar - 50 Miliar
1.7. Metode Penelitian
Dalam prakteknya di masyarakat, suatu proses kegiatan dapat
menimbulkan aspek hukum yang dapat diteliti sampai sejauh mana
pengaruhnya dalam masyarakat tersebut. Untuk mengetahuinya
dibutuhkan penelitian yang dapat mencakup beberapa aspek penting yang
dapat dikaitkan antara teori dengan prakteknya di masyarakat. Untuk
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
31
Universitas Indonesia
mengetahui keterkaitan tersebut, maka penelitian yang dilakukan harus
memiliki analisa yang berdasarkan atas metode penelitian tertentu.
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu,
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti
tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu36.
Dalam rangka untuk memenuhi sifat dari penelitian yang telah
disebutkan diatas, maka penelitian dilakukan dengan menggunakan cara,
bentuk dan batasan-batasan tertentu, sehingga tulisan ini dapat menjadi
sebuah karya ilmiah. Adapun metode penelitian yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
1.7.1. Metode Pendekatan
Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukakan maka
penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
namun didukung dengan data yang diperoleh dari lapangan, karena dalam
penelitian ini tekanannya pada aspek hukum sebagai suatu sikap
masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum sebagai contoh nilai-nilai,
ide-ide, kepercayaan ataupun harapan-harapan yang pada akhirnya dengan
kekuatan-kekuatan sosial akan dapat menentukan bagaimana hukum
tersebut tersebut ditaati, dilanggar ataupun disimpangi, atau dapat
dikatakan dengan yuridis sosiologis, hukum tak hanya dipandang sebagai
peraturan- peraturan atau kaidah-kaidah saja akan tetapi juga meliputi
bekerjanya hukum dalam masyarakat.
1.7.2. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif,
yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti dan
36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986, hal. 42.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
32
Universitas Indonesia
menganalisis bahan sekunder 37 atau bahan-bahan kepustakaan melalui
studi dokumen.
1.7.3. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian yang akan dilakukan disini, adalah penelitian
hukum yang bersifat deskriptif, yang merupakan suatu penelitian yang
dilakukan dimana telah ada teori/pengetahuan tentang obyek yang akan
diteliti, sehingga diharapkan dapat mempertegas hipotesa dalam rangka
membantu menyusun teori-teori baru ataupun memperkuat teori-teori lama.
Penelitian yang bersifat deskriptif ini dilakukan dengan terlebih dahulu
menjelaskan secara umum mengenai permasalahan yang akan dibahas
sebelum dianalisis lebih lanjut.
1.7.4. Metode Pengumpulan Data.
a. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini dilakukan
dengan cara interview atau wawancara, yaitu teknik pengumpulan
data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada
informan/narasumber. Dalam melakukan penelitian dimungkinkan
tidak hanya menggunakan pertanyaan yang disediakan secara tertulis
dalam bentuk daftar pertanyaan, tetapi dapat dilakukan pengembangan
pertanyaan sepanjang tidak menyimpang dari permasalahan
b. Data Sekunder
Mengingat tipe penelitian yang digunakan adalah tipe
penelitian normatif, maka cara pengumpulan data yang dipergunakan
dalam penelitian ini, adalah studi kepustakaan/dokumen. Melalui studi
kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data melalui dengan
mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar artikel dan internet serta
37 Data yang sudah ada, diolah dan sudah ditangani orang lain, maupun keterangan narasumber yang berdasarkan perUndang-Undangan yang ada.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
33
Universitas Indonesia
referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan dengan
penelitian ini. Data skunder dalam penelitian ini mencakup :
1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan
atau putusan-putusan pengadilan Dalam penelitian ini yang
digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-
undangan yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil
penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, artikel-artikel, internet,
buku-buku yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan
yang akan diteliti.
3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
contohnya adalah kamus dan ensiklopedia.
1.7.5. Cara dan alat pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan studi
dokumen terhadap sumber sekunder, serta melakukan pengumpulan data
melalui wawancara untuk digunakan sebagai data pendukung.
1.7.6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif.
Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan
data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh
narasumber/informan secara tertulis/lisan dan juga perilakunya yang nyata,
diteliti, dan dipelajari secara utuh.
1.7.7. Metode Pendekatan atas obyek pengenal.
Metode pendekatan atas obyek pengenal yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah dari disiplin ilmu hukum (yuridis), dengan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
34
Universitas Indonesia
ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu penunjang dalam memahami pendekatan-
pendekatan secara hukum.
1.7.8. Metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode
deduktif, yaitu suatu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat
umum, dibawa kepada hal-hal yang bersifat khusus, untuk kemudian dapat
diambil kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan mengenai metodolgi tersebut diatas, maka
dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan dalam tesis ini akan
dilakukan secara yuridis normatif, dimana penelitian dilakukan melalui
studi literatur/peraturan perundang-undangan, namun hasil wawancara di
beberapa daerah survey yang didapat oleh peneliti akan dijadikan data
dukung guna memperkuat analisa yuridis normatif.
1.8. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini dibagi dalam 5 (lima) Bab
dengan uraian sebagai berikut :
1. Bab I : Merupakan bagian pendahuluan. Bagian ini
menyajikan uraian tentang latar belakang masalah,
tujuan penelitian, kegunaan dan metodologi penelitian,
dan sistematika penulisan.
2. Bab II : Dalam bab ini dibahas tentang gambaran umum Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) dan pengaturan mengenai
berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 2001
tentang Merek.
3. Bab III : Tentang uraian mengenai merek kolektif yang
digunakan dalam produk UKM.
4. Bab IV : Mengenai Analisa implementasi perlindungan hukum
dan penerapan merek kolektif oleh UKM sebagai
penunjang program One Village One Product (OVOP).
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Dalam bab ini juga menjabarkan mengenai program
One Village One Product (OVOP) yang diterapkan di
Indonesia berdasarkan hasil survey, dan perbandingan
mengenai penerapan One Village One Product
(OVOP) di beberapa negara Asia.
5. Bab V : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
36
Universitas Indonesia
BAB 2
GAMBARAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN
PENGATURAN MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG MEREK
2.1. Gambaran Umum Hak Kekayaan Intelektual
2.1.1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual
Setiap manusia memiliki suatu kemampuan mendasar untuk
menciptakan sesuatu, mengkreasikan sesuatu maupun menemukan sesuatu.
Kemampuan tersebut merupakan kekayaan intelektual yang harus
dilindungi karena kemampuan tersebut bersumber dari ide dasar dari
manusia itu sendiri. Kekayaan intelektual tersebut dilindungi oleh hukum
dari segala bentuk pelanggaran. Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan
sebagai suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara kepada
seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang ide dan
gagasannya telah dituangkan kedalam bentuk suatu karya cipta.
Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak yang dimiliki oleh
setiap orang yang bersumber dari suatu ide untuk selanjutnya diwujudkan
dalam suatu bentuk perwujudan atas ide tersebut, baik itu dalam bentuk
seni, teknologi maupun ilmu pendidikan atau dalam bidang penemuan-
penemuan ilmiah lainnya. Hukum memberikan perlindungan terhadap Hak
Kekayaan Intelektual setiap manusia guna menghindari penyalahgunaan
atau pemalsuan wujud dari pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual tersebut.
Indonesia sendiri memiliki suatu bentuk peraturan perundang-undangan38
untuk memberikan perlindungan hukum bagi Hak Kekayaan Intelektual
tersebut. Dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan tersebut,
38 Bentuk peraturan perundangan-undangan yang mengatur lingkup Hak Kekayaan Intelektual saat ini terdiri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
37
Universitas Indonesia
diharapkan dapat memberikan kenyamanan serta perlindungan hukum atas
Hak Kekayaan Intelektual.
Hak Kekayaan Intelektual mengacu kepada 3 (tiga) kata penting,
yaitu: “Hak”, “Kekayaan”, dan “Intelektual”. Teori tentang HKI sendiri
sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik yang
menyebutkan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang
dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia itu lahir. Benda dalam
pengertian disini tidak hanya benda berwujud namun juga benda yang
abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud
yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia. Sedangkan kekayaan
merupakan abstraksi atas hal yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli,
maupun dijual. Sedangkan intelektual sendiri merupakan kemampuan
seorang manusia untuk berpikir maupun menciptakan atau menemukan
sesuatu.
HKI terkait dengan kreativitas manusia, dan daya cipta manusia
dalam memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah kehidupannya,
baik dalam seni, ilmu pengetehuan dan teknologi maupun produk
unggulan suatu masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi disertai dengan eksistensi HKI sangat penting.
Dimana kegiatan penelitian ini tidak dapat menghindar dari masalah HKI
apabila menginginkan suatu penghormatan hak maupun inovasi baru, dan
orisinalitasnya. Permasalahan mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan
menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya,
dan berbagai aspek lainnya. Akan tetapi, aspek terpenting jika
dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah
aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai
permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual
tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya
intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat
yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Berbicara mengenai HKI tidak terlepas pada peran HKI sebagai
penyumbang perekonomian. Hal ini menimbulkan asumsi baru mengenai
suatu analisis ekonomi terhadap hukum, dimana analisis ekonomi terhadap
hukum dibangun atas dasar beberapa konsep dalam ilmu ekonomi, antara
lain: (1) Pemanfaatan secara maksimal; (2) Rasional; dan (3) Stabilitas
pilihan dan biaya peluang. Atas dasar konsep tersebut, analisis ekonomi
terhadap hukum membangun asumsi baru, yakni “manusia secara rasional
akan berusaha mencapai kepuasan maksimum bagi dirinya”. Dasar
penalarannya adalah bahwa dalam setiap aspek hidupnya, manusia harus
membuat keputusan tertentu karena sifat manusia yang memiliki keinginan
tanpa batas sementara berbagai sumber daya yang ada sangat terbatas
ketersediannya terhadap kebutuhan manusia. Jika terhadap suatu pilihan ia
dapat memperoleh keinginan melebihi pilihan lain maka ia akan
menjatuhkan pilihan terbaik dan efisien bagi dirinya dan konsisten dengan
pilihannya itu. Masalah bagaimana membuat pilihan untuk mewujudkan
efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya guna mencapai
kepuasan maksimum, pada dasarnya merupakan titik berat (focus) analisis
mikro ekonomi.39
Paten, merek, dan hak cipta adalah istilah-istilah yang bersumber
dari satu konsep, yakni Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Right) yang biasa disingkat HKI atau HaKI. HaKI tidak hanya
perlu diketahui oleh para produsen atau pedagang, namun juga masyarakat
luas sebagai konsumen. Karena pelanggaran HaKI dapat membuat
pelanggarnya diseret ke pengadilan dan diancam hukuman (penjara atau
denda). Terkadang, masyarakat tidak sepenuhnya memahami bahwa
melanggar HaKI adalah suatu kesalahan, bahkan merupakan tindak
kriminal serius.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak eksklusif yang diberikan
oleh Pemerintah kepada seseorang atau kelompok orang, merupakan
perlindungan atas penemuan, ciptaan dibidang seni dan sastra, ilmu, 39 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2009, hal. 58-59.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
39
Universitas Indonesia
teknologi dan pemakaian simbol atau lambang dagang (merek).
Perwujudan suatu penemuan, ciptaan atau bentuk pemakaian dari hal-hal
yang menyangkut masalah Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan atas
kemampuan manusia dalam merealisasikan bentuk pemikiran dan
kemampuan akalpikirnya. Itu semua dapat terwujud dikarenakan manusia
adalah mahluk berbudaya dan berpikir.
Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian penting dan
pendukung suatu negara dalam hal industrialisasi, dan perdagangan.
Diakui bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung banyak pada
perdagangannya, yang pada akhirnya ditentukan oleh keunggulan
komparatif yang dimiliki. Sementara itu, keunggulan komparatif
tergantung banyak pada kemampuan teknologinya, yang salah satu
unsurnya adalah pada bidang cakupan milik intelektual (kekayaan
intelektual). Jadi dengan demikian kekayaan intelektual adalah salah satu
bagian yang sangat strategis dalam kegiatan ekonomi suatu negara pada
saat ini.40
Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual terus mengalami
perubahan yang berarti seiring dengan kemajuan zaman. Dengan
bertambahnya kemampuan manusia dalam mengolah dan mewujudkan
kemampuan berpikirnya, Hak Kekayaan Intelektual terus akan terus
berusaha untuk mengimbanginya.
Permasalahan yang ada pada Hak Kekayaan Intelektual adalah
permasalahan yang terus mengalami perkembangan seiring dengan
berubahnya zaman, dimana aspek teknologi dan ilmu pengetahuan
mengambil peran yang penting dalam perkembangan Hak Kekayaan
Intelektual. Awal dari perkembangan permasalahan yang terjadi adalah
sederhana, misalnya saja mengenai pengakuan tentang siapa pemilik suatu
karya yang pada perkembangannya karya tersebut digunakan oleh orang
lain. Dalam dunia perdagangan dan industri juga tidak lepas dari
permasalahan-permasalahan yang melibatkan Hak Kekayaan Intelektual, 40 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 9.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
40
Universitas Indonesia
seperti misalnya sengketa merek dagang terkenal, atau dalam hal
penyalahgunaan suatu desain industri. Hak Kekayaan Intelektual dalam
perjalanannya semakin menghasilkan permasalahan yang majemuk,
namun juga turut menghasilkan perkembangan upaya perlindungan sesuai
dengan era kemajuan zaman.
Upaya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual telah ada
sejak era Revolusi Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Revolusi
Perancis dan Revolusi Industri di Inggris tersebut banyak memberikan
dorongan terhadap perkembangan doktrin maupun objek perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual. Perkembangan lainnya yang turut memberikan
warna pada sejarah Hak Kekayaan Intelektual adalah dengan lahirnya
konvensi mengenai Hak Milik Intelektual pada akhir abad ke 19 (sembilan
belas), yaitu Konvensi Hak Milik Perindustrian dan Konvensi Hak Cipta.
Kedua Konvensi ini lahir karena kebutuhan akan pentingnya perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual secara internasional, dan juga merupakan
bentuk realisasi terhadap perlunya suatu peraturan yang bersifat global di
bidang Hak Milik Intelektual. Seiring dengan perkembangan zaman yang
memasuki era teknologi canggih, Hak Kekayaan Intelektual membuat
suatu perluasan cakupan yang tidak hanya mencakup objek dari hak milik
atau hak kekayaan itu sendiri melainkan juga mencakup pada doktrin dan
peraturan yang berkaitan dengan HKI. 41
Dewasa ini masalah dan perkembangan Hak Kekayaan Intelektual
mulai merambah tidak hanya semata-mata masalah milik intelektual saja
melainkan mulai mencakup masalah ekonomi, sosial dan bahkan politik.
Sebagai contoh adalah bila maraknya pembajakan atau pemalsuan suatu
karya yang dianggap tidak wajar, maka bisa dikenai embargo ekonomi.
Yang terjadi adalah pada umumnya pelanggaran berupa pembajakan atau
pemalsuan tersebut dilakukan oleh kelompok dengan tingkat ekonomi
lemah, sehingga bila mereka melakukan pelanggaran kekayaan intelektual
sasaran pemasaran mereka adalah kelompok menengah ke bawah. Bila
41 Ibid, hal. 7-8.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
41
Universitas Indonesia
melakukan suatu pemalsuan, misalnya merek terkenal, maka akan
berimbas pada gangguan hubungan internasional dengan negara mitra
dagang dan gangguan pada arus perdagangan. Dengan adanya
permasalahan tersebut maka bisa merusak politik luar negeri.
Dengan adanya kelompok negara maju dan kelompok negara
berkembang menandakan bagaimana Hak Kekayaan Intelektual diterapkan
serta bagaiman perlindungan yang akan diberikan. Yang biasanya terjadi
adalah negara berkembang demi mencapai tujuan pembangunannya,
biasanya menggunakan segala aspek Hak Kekayaan Intelektual dengan
berbagai cara legal maupun ilegal. Misalnya saja dengan maraknya
pemalsuan suatu merek terkenal atau pencurian paten, sebagai contoh
maraknya peredaran obat-obatan palsu yang banyak terjadi di negara
berkembang.
Negara maju selalu meminta kepada negara berkembang untuk
dapat mengefektifkan peraturan Hak Kekayaan Intelektualnya dan
menjadikan keadaan demikian sebagai konsesi timbal-balik dalam
pembuatan perjanjian ekonomi. Sebaliknya, negara berkembang sulit
untuk dapat menyetujui dalam memberikan perlindungan lebih besar
terhadap Hak Kekayaan Intelektual bila negara maju tidak menyediakan
atau membuka pasarnya untuk komoditi tertentu, misalnya tekstil dan hasil
pertanian.
Contoh tawar menawar tersebut menggambarkan bahwa semakin
besarnya pengaruh Hak Kekayaan Intelektual dalam perdagangan. Oleh
karena itu, pada bulan September 1990 di Jenewa, salah satu forum yang
dinamakan Intellectual Propety in Bussines Briefing mendiskusikan
masalah tersebut. Dapat dikatakan bahwa forum ini sebagai embrio dari
apa yang kini dikenal dengan Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPs).42
42 Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2000, hal. 118.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
42
Universitas Indonesia
HKI bila dipandang dari segi ekonomi berarti bicara mengenai
persaingan. Pada dasarnya HKI sangat memainkan peranan yang
signifikan dalam pendapatan ekonomi suatu negara. Pada tahun 80-an
devisa yang diperoleh Amerika Serikat dari HKI sudah melebihi 50%.
Oleh karenanya seringkali kita melihat Amerika akan melakukan apa saja
untuk melindungi HK yang dimilikinya dan memberikan sanksi yang sanat
berat bagi pelanggar. Bahkan Amerika pun membuat suatu daftar negara-
negara yang tidak melaksanakan HKI secara efektif, yang disebut sebagai
prority watch list. Bagi negara yang tidak melaksanakan HKI tersebut
maka akan memperoleh tekanan secara ekonomi.43
Karena Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian yang
penting dalam aspek ekonomi terutama perdagangan hingga aspek politik
suatu negara, maka dapat dikatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual
merupakan bagian yang strategis dalam kegiatan perekonomian suatu
negara. Melihat keadaan seperti ini, jelas sesuatu yang beralasan bila sejak
selesainya Putaran Uruguay44, yang dimulai sejak tahun 1986 dan berakhir
dengan perjanjian Marrakesh 1994, Hak Kekayaan Intelektual selalu
menjadi topik dalam suatu perjanjian internasional tentang ekonomi. Salah
satu bentuk nyata adalah bahwa permasalahan Hak Kekayaan Intelektual
ini oleh Amerika Serikat harus ditempatkan dalam naungan General
Agreement on Tariff and Trade (GATT). Gagasan agar pertemuan-
pertemuan GATT juga mempermasalahkan Hak Kekayaan Intelektual
timbul karena desakan Amerika Serikat yang menilai World Intellectual
Property Organization (WIPO) tidak mampu lagi melindungi Hak
Kekayaan Intelektual warga negara Amerika Serikat di dunia
internasional.45
43 Dhaniswara K. Harjono, Op cit, hal. 114. 44 Putaran Uruguay diselenggarakan dalam beberapa tahap yaitu: Tahap perundingan awal (1986-1988), dimulai dari perundingan Punta del Este, Uruguay; Tahap paruh masa (1988 di Montreal, Kanada); Tahap pertemuan Brusel; Tahap Perundingan di Jenewa pada tahun 1991 yang kemudian diikuti oleh inisiatif Direktur Jenderal GATT untuk menyusun Naskah Ketua Komite Perundingan Perdagangan; Tahap Pertemuan Jenewa (1993). Tahap Perjanjian Marrakesh (15 April 1994). 45 Paingot Rambe Manalu, Op Cit, hal. 119.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Walaupun terjadi perdebatan antara setuju atau tidak setuju dari
negara-negara berkembang terhadap keberadaan GATT untuk menangani
masalah Hak Kekayaan Intelektual, sebagai salah satu negara yang turut
menandatangani Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket
TRIPs dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.:46
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sendiri banyak mempengaruhi
perekonomian suatu negara dikarenakan HKI sangat mempengaruhi
investasi untuk pengembangan ekonomi suatu negara. Tidak diragukan
lagi bahwa HKI memiliki peranan penting, terlebih lagi HKI merupakan
hak yang melekat pada diri manusia. Dalam hukum Islam juga disinggung
masalah HKI, dimana HKI dalam Islam merupakan Haq Maaliyah (harta).
Harta dalam bahasa Arab disebut al maal atau jamaknya al amwal. Dalam
kamus al Muhith, al maal adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki.
Menurut istilah syara’, harta adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan
pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’, seperti jual beli, pinjam
meminjam, konsumsi dan lain-lain.47
HKI merupakan benda (al maal) yang berupa benda immateriil
yang berupa manfa’at (al manfa’ah) karena yang dilindungi bukan benda
yang diciptakan tetapi ide yang tertuang dalam suatu karya. Salah satu
prinsip suatu ciptaan yang dilindungi oleh HKI adalah ketika memenuhi
satu ciptaan tersebut memenuhi syarat keaslian. Karena HKI dapat
dikategorikan sebagai al maal, maka ia dapat menjadi al milk (hak milik).
Hak milik adalah penguasaan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan
dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’. 48 Maka,
dengan diakuinya HKI sebagai al maal, maka sudah barang tentu menjadi
wajib hukumnya untuk menjaga HKI, dan merealisasikan terwujudnya
perlindungan HKI tersebut.49
46 Ibid, hal. 121 47 Aunur Rohim Faqih, Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, HKI, Hukum Islam dan Fatwa MUI, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal. 21. 48 Ibid, hal. 23. 49 Ibid, hal. 26.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
44
Universitas Indonesia
2.1.2. Pembagian Hak Kekayaan Intelektual
Permasalahan Hak Kekayaan Inteletual merupakan permasalahan
yang terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)50 merupakan
terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur
pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO
(Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian
Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur
segala karya- karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual yang
mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi
manusia (human right).
Konsep properti (property) yang digunakan adalah sinonim dengan
konsep benda/kebendaan dalam Buku II KUHPerdata. Pasal 449
KUHPerdata memberikan definisi tentang kebendaan yaitu tiap-tiap
barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai oleh hak milik. Pengertian dalam
Pasal 449 KUHPerdata tersebut yaitu konsep properti atau
benda/kebendaan meliputi baik barang maupun hak. Istilah barang secara
yuridis orientasinya ialah menunjuk benda berwujud. Sementara, segenap
hak orientasinya ialah untuk menunjuk segenap benda tak berwujud.51
Sistematika IPR atau Hak Kekayaan Industri yang diikuti oleh
WIPO yang berlaku sampai saat ini terdiri dari:52
1. Paten Sederhana (Utility Model) dan Desain Produk Industri
(Industrial Design); dan
50 Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) disinggung dalam sambutan Presiden RI pada acara peringatan HAKI sedunia tanggal 26 April 2011. Dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa yang benar adalah ‘hak kepemilikan’, bukan ‘hak kekayaan’. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah bila direnungkan IPR (Intelectual Property Rights) diterjemahkan menjadi hak kekayaan intelektual. Bila mengacu pada pengetian kekayaan dalam bahasa inggris adalah wealth atau rich, sedangkan property pengetiannya adalah milik., SBY Tak Sepakat dengan Istilah 'Kekayaan Intelektual', http://news.detik.com/read/2011/04/26/134737/1625819/10/sby-tak-sepakat-dengan-istilah-kekayaan-intelektual, Detik News, diunduh Selasa, 26/04/2011. 51 Titon Slamet Kurnia, Pelindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs, PT. Alumni, Bandung, 2011, hal. 103-104. 52 Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
45
Universitas Indonesia
2. Merek, termasuk Merek Dagang (Trade Mark), Merek Jasa (Service
Mark), Nama Perusahaan (Trade Name), Petunjuk Sumber (Indication
of Source) dan Sebutan Asal (Appellation of Origin).
Menurut TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights), pada Pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dengan HKI adalah semua
kategori kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam bagian 1
sampai dengan 7 Bab II Agreement TRIPs yang mencakup:
1. Hak Cipta dan Hak-hak terkait lain (Copyrights and Related Rights);
2. Merek Dagang (Trade Marks);
3. Indikasi Geografis (Geographical Indications);
4. Desain Produk Industri (Industrial Designs);
5. Paten (Patent);
6. Desain Lay Out (topografi) dari Rangkaian Elektronik Terpadu (Lay
Out Designs (Topographies) of Integrated Circuits),
7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan (Protection of
Undisclosed Information).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
konsep properti/benda/kebendaan adalah sangat luas karena mencakup
segenap benda berwujud atau tidak berwujud, benda tetap atau bergerak.
Perlindungan tertinggi yang diberikan oleh hukum dalam hubungan antara
benda, objek hukum, dengan subjek hukum ialah melalui konsep hukum
yang disebut hak milik. Suatu properti atau benda yang dalam hubungan
dengan subjek hukum tertentu diikat dengan hak milik akan memperoleh
perlindungan hukum seperti terdapat dalam Pasal 570 KUHPerdata.53
Sedangkan bila dilihat dari hukum kebendaan, HKI termasuk
benda tidak berwujud karena dapat dialihkan. HKI berfungsi:54
53. Titon Slamet Kurnia, Op cit, hal. 104. Pasal 570 KUHPerdata: Hak milik adalah hak untuk enikmati keguanaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetpkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi. 54 Dhaniswara K. Harjono, Op cit, hal. 114.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
46
Universitas Indonesia
1. Melindungi inovasi, kreativitas, serta untuk memberi imbalan
terhadap siapa saja atas suatu penemuan, desain dan merek.
2. Memberikan hak eksklusif dalam jangka waktu tertentu.
2.1.3. Ruang Lingkup dan Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual sulit didefinisikan secara menyeluruh,
karena banyak bentuknya dan luas ruang lingkupnya. Pada umumnya HKI
berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang
memiliki nilai komersial. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dibagi
kedalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu:
1. Hak Cipta (copyrights) dan Hak-Hak terkait yang terdiri dari tulisan-
tulisan, musik, drama, Audiovisual, Lukisan dan Gambar Patung, Foto,
Ciptaan Arsitektur; dan hak terkait berupa Rekaman Suara,
Pertunjukan Pemusik, Aktor, dan Penyanyi, dan Penyiaran.
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang terdiri dari
paten, merek barang dan jasa, rahasia dagang, disain Industri dan
Indikasi Geografis Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Mengingat hak cipta, paten, merek dan lain-lain berbeda hasil
karya atau temuannya, maka berbeda pula perlakuannya. Paten, desain
industri, desain tata letak sirkuit terpadu, merek serta varietas tanaman
baru harus terdaftar untuk memperoleh perlindungan. Yang dimuat dalam
pendaftaran adalah penemunya, desain, nama dagang, logo dan lain-lain
untuk informasi kepada publik. Sedangkan untuk hak cipta dan rahasia
dagang secara otomatis akan dilindungi sesuai dengan kondisi spesifik.
Kedua hak ini tidak harus, dan oleh karena itu data-datanya tidak perlu
dibuka untuk umum, contohnya hak cipta atas suatu program computer.
Tentang konstruksi suatu program komputer tetap menjadi milik si
pencipta. Perbedaan lainnya adalah jangka waktu perlindungan tiap-tiap
kekayaan intelektual.
HKI memiliki sifat-sifat yang melekat, yang secara umum dapat
memberikan pengaruh pada upaya perlindungan hukum serta penerapan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
47
Universitas Indonesia
HKI itu sendiri. Adapun untuk sifat-sifat dari Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) itu sendiri adalah:
1. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya, maka ciptaan atau
penemuan tersebut akan menjadi milik umum. Namun ada juga yang
setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya
hak merek.
2. Bersifat eksklusif dan mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini dimaksudkan bahwa hak
tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dengan kata lain
dapat dipertahankan dari upaya peniruan atau penjiplakan hasil
karyanya. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HKI mempunyai
suatu hak monopoli, dimana pemilik atau pemegang hak dapat
mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa
persetujuannya untuk membuat kembali barang ciptaan atau temuan si
pemilik hak, ataupun menggunakan barang tersebut tanpa persetujuan
dari si pemilik hak.
2.1.4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual pada prinsipnya merupakan hak yang
diberikan negara kepada kaum intelektual yang mampu menerapkan ide
dan gagasannya dalam bentuk kongkrit mempunyai dasar filosofi hak
milik (walau terbatas dan berbeda dengan konsep hak milik atas benda),
yaitu hak individual yang paling tinggi dan sempurna. Konsep dasarnya
ialah bahwa pemilik hak sudah berkorban dan mencurahkan pikiran,
tenaga, waktu dan biaya untuk menghasilkan suatu karya, maka ia dapat
menggunakan buah karyanya sebagai hak, aset pribadi atau
mengalihkannya pada pihak lain secara sosial (hibah, wasiat) atau
komersial (Licensi Agreement atau Assignment Agreement atau perjanjian
lainnya); dan diberi penghargaan dan perlindungan hukum. Perlindungan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
48
Universitas Indonesia
hukum baru efektif berlaku kalau karyanya dimintakan hak perlindungan
kekayaan intelektual pada instansi terkait.55
Prinsip dari hak kekayaan Intelektual sendiri dapat memberikan
suatu identitas yang dapat dengan jelas memetakan bagaimana Hak
Kekayaan Intelektual memposisikan diri berdasarkan prinsip-prinsip yang
melekat pada Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri. Prinsip dari Hak
Kekayaan Intelektual itu sendiri terdiri dari :
a. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Berdasarkan prinsip ini HaKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi
serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HaKI
merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta
mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti
dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu
hasil ciptaannya. Yakni, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif
suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai
bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang
bersangkutan.
b. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada
pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka
kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu
karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil
karyanya. Yakni, di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang
bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam
ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang akan mendapat perlindungan
dalam pemilikannya.
c. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil
ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan
minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan 55 http://www.atmajaya.ac.id/_images/hki/Juli08/sambungan%20Konsep%20dasar.pdf, diakses 30 Maret 2012.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
49
Universitas Indonesia
karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan
sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan
martabat manusia. Selain itu, HKI juga akan memberikan keuntungan
baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara, yakni pengembangan
ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan
manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf
kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan
keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan negara.
d. Prinsip Sosial (The Social Argument)
Berdasarkan prinsip ini, sistem HKI memberikan perlindungan kepada
pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu,
persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan
keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini
dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam
undang-undang hak cipta Indonesia. Prinsip ini mengatur kepentingan
manusia sebagai warga negara, artinya hak yang diakui oleh hukum
dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan,
sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan
kepentingan individu dan masyarakat.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Hak Kekayaan Intelektual
dapat memposisikan diri sebagai salah satu bagian penting dalam
kehidupan manusia karena Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri
merupakan bagian dari manusia yang dapat secara sadar dirasakan maupun
tidak. Sebagian manusia dapat secara sadar menggunakan Hak Kekayaan
Intelektual yang ada pada dirinya untuk membantu menopang
kehidupannya, khususnya dari segi peningkatan ekonomi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa Hak Kekayaan Intelektual memberikan konstribusi yang
besar terhadap peningkatan sektor perekonomian. Keempat prinsip Hak
Kekayaan Intelektual tersebut setidaknya mampu memberikan gambaran
mengenai apa saja yang dapat diperoleh oleh masyarakat apabila mereka
dapat memanfaatkan HKI secara maksimal.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
50
Universitas Indonesia
2.1.5. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual
Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual seyogyanya dapat
direalisasikan secara maksimal apabila masyarakat telah memiliki
kesadaran mengenai Hak Kekayaan Intelektual yang baik. Kesadaran
mengenai pemanfaatan HKI di masyarakat merupakan dasar/langkah awal
yang harus dilakukan apabila hendak mewujudkan perlindungan terhadap
HKI itu sendiri. Dalam beberapa aspek, pemanfaatan HKI diperlukan
untuk membantu meningkatkan aspek itu sendiri. Misalnya dalam aspek
ekonomi dimana pemanfaatan HKI diperlukan dalam upaya pengenalan
suatu transaksi barang atau jasa dalam perdagangan. Masyarakat dapat
memanfaatkan HKI untuk memberikan suatu tanda pengenal pada
produknya, misalnya saja dengan memanfaatkan suatu merek untuk
produknya.
Kita ketahui bahwa pemanfaatan HKI yang dilaksanakan secara
menyeluruh dapat membuahkan suatu keunggulan tertentu bagi produk
yang menggunakan dan juga bagi pihak yang memiliki produk tersebut.
pengembangan produk dan bisnis secara tepat oleh perusahaan-perusahaan
di negara maju telah menjadikan produk-produk mereka lebih bernilai dan
lebih unggul, dibandingkan jika mereka hanya mengandalkan kualitas
produk dan servis saja. Telah banyak pihak-pihak yang memanfaatkan
HKI untuk memperoleh perlindungan hukum dan juga meningkatkan daya
tarik produk itu sendiri. Selain itu, perlindungan HKI bisa pula
dimanfaatkan untuk membuka peluang-peluang riset maupun bisnis baru.
Artinya, kemampuan memanfaatkan HKI merupakan bekal utama untuk
memanfaatkan peluang dan menambah daya saing.
Pemanfaatan HKI sangat penting khususnya bagi dunia usaha. Hal
ini dapat diketahui dari sosok HKI itu sendiri, dimana:
1) HKI dapat meningkatkan performa dan daya saing,
2) HKI mampu membantu dunia usaha dalam memberikan perlindungan
hukum, manage, licence dan enforcement HKI,
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
51
Universitas Indonesia
3) HKI merupakan aset bisnis yang sangat penting bagi perdagangan
nasional dan internasional.
2.1.6. Pengalihan Hak Kekayaan Intelektual
Semua perubahan menyangkut kepemilikan atas Hak Kekayaan
Intelektual terdaftar wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI. Untuk hak merek,
kepemilikan hak merek dapat beralih karena berbagai sebab, di antaranya,
akibat restrukturisasi perusahaan (misalnya merger menjadi perusahaan
baru), pengalihan hak antara dua perusahaan dalam satu grup (seperti
antara perusahaan induk dengan anak perusahaannya), penjualan atau
akuisisi perusahaan baik seluruh ataupun sebagian perusahaan, atau
perubahan nama.
Pengalihan Hak kekayaan Intelektual yang dimungkinkan oleh
Undang-Undang Negara Republik Indonesia mencakup:
1. Pewarisan;
2. Wasiat;
3. Hibah;
4. Perjanjian; atau
5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pengalihan atas Hak Kekayaan Intelektual wajib dimohonkan
pencatatannya kepada Ditjen HKI untuk dicatat dalam Daftar Umum Hak
Kekayaan Intelektual terkait, dengan disertai dokumen-dokumen
pendukung. Pengalihan hak atas Hak Kekayaan Intelektual terdaftar yang
telah dicatat, diumumkan dalam Berita Resmi Hak Kekayaan Intelektual
terkait. Tanpa dicatatkan dalam Daftar Umum, pengalihan hak atas Hak
Kekayaan Intelektual tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
Sebelum pencatatan pengalihan haknya dilaksanakan di Direktorat
Jenderal HKI, pemilik yang baru atas Hak Kekayaan Intelektual yang
dialihkan tidak dapat mengambil tindakan hukum baik perdata maupun
pidana apabila terjadi pelanggaran hak atas merek–merek yang dialihkan,
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
52
Universitas Indonesia
tidak dapat mengajukan oposisi terhadap permohonan merek serupa yang
diajukan pihak lain, atau mengajukan perpanjangan pendaftaran merek-
merek yang dialihkan.
Menunda pencatatan pengalihan hak di Direktorat Jenderal HKI
dapat juga mengakibatkan penolakan permohonan pendaftaran Hak
Kekayaan Intelektual terkait apabila pemilik baru mengajukan
permohonan pendaftaran merek yang mengandung persamaan pada
pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan Hak Kekayaan
Intelektual atau merek-merek yang dialihkan untuk barang atau jasa
sejenis.
Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan
pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan
Merek tersebut. Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan
dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang
bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan
terhadap kualitas pemberian jasa. Pengalihan hak atas Merek terdaftar
hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal HKI apabila disertai pernyataan
tertulis dari penerima pengalihan (dalam hal ini, perusahaan baru hasil
merger) bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang
dan/atau jasa.
2.2. Hak Merek
2.2.1. Sejarah Hak Merek
Pada periode 200 atau 300 tahun yang lalu, merek hanya
diaplikasikan pada pengecapan di tubuh sapi. Sebuah merek menyatakan
hak properti dan kepemilikan, tetapi begitu berbeda dengan masa kini,
sebuah merek menjadi keharusan yang mutlak dalam dunia pemasaran.
Sejarah mengajarkan kita bahwa ada yang berbeda dari masa lalu dan
masa kini, merek lahir dengan begitu banyak janji-janji. Hal ini mulai
berlaku pada periode 1950-an, saat itu pandangan citra yang lebih baik dari
kompetitor memberikan perlindungan pada konsumen. pada 1960-an
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
53
Universitas Indonesia
sebuah proyek dibangun dengan berusaha menciptakan konsep intelektual
yang menganggap merek sebagai sintesis pengetahuan, keyakinan, dan
proyeksi emosional. Berlanjut pada era 1991, tahun saat Amerika
mengalami geliat kebangkitan label-label pribadi yang disebut produk
tanpa merek dan menandai melambungnya dunia periklanan.56
Pemberian nama merek merupakan salah satu masalah utama
dalam strategi pemasaran. Dilain pihak, mengembangkan produk bermerek
membutuhkan pengeluaran investasi jangka panjang yang besar,
khususnya untuk iklan, promosi dan pengemasan. Namun, kini banyak
produsen yang akhirnya menyadari bahwa penguasaan pasar justru dapat
dimiliki dengan membangun merek mereka sendiri. Perusahaan-
perusahaan Jepang dan Korea Selatan menyadari hal tersebut dan
mengeluarkan biaya besar-besaran untuk membangun merek seperti Sony,
Toyota, LG, dan Samsung. Bahkan, ketika perusahaan-perusahaan itu
tidak dapat lagi memproduksi produk mereka di dalam negeri, merek
mereka akan tetap memperoleh kesetiaan pelanggan.
Merek merupakan sebuah identitas. Dengan adanya identitas
tersebut, pelaku usaha dapat bersaing di pasar dan konsumen dapat
mengenal produk atau jasa yang dihasilkan melalui merek. Merek adalah
sebuah tanda yang dapat membedakan barang dan jasa yang diproduksi
dan dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Kata,
huruf, angka, gambar, foto, bentuk, warna, jenis logo, label atau
gabungannya yang dapat digunakan untuk membedakan barang dan jasa
dapat dianggap sebagai sebuah merek.
Di sebagian negara, slogan iklan juga dianggap sebagai merek dan
dapat didaftarkan pada Kantor HKI. Jumlah negara yang membuka
kemungkinan untuk pendaftaran bentuk-bentuk merek yang kurang biasa
didaftarkan seperti warna tunggal, tanda tiga dimensi (bentuk produk atau
kemasan), tanda-tanda yang dapat didengar (bunyi) atau tanda olfactory
(bau). Namun demikian, sebagian besar negara telah menentukan batasan-
56 Arif Rahman, Op cit, hal. 175-176.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
54
Universitas Indonesia
batasan mengenai hal apa saja yang dapat didaftarkan sebagai sebuah
merek, secara umum adalah untuk tanda-tanda yang memang secara visual
dapat dirasakan atau yang dapat ditunjukkan dengan gambar atau tulisan.57
Perkembangan merek di Indonesia sendiri diawali dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Hak milik perindustrian yaitu dalam
“Reglement Industriele Eigendom Kolonien“ Stb 1912 – 545 jo Stb 1913 –
214 , kemudian pada jaman penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan
merek yang dikenal dengan osamu Seirei Nomor 30 tentang menyambung
pendaftaran cap dagang yang mulai berlaku pada tanggal 1 bulan 9 tahun
Showa (2603) kemudian peraturan tersebut diganti dengan Undang-
undang Nomor 21 tahun 1961 tentang merek perusahaan dan merek
perniagaan. Sebelum tahun 1961, Undang-undang Merek Kolonial
Belanda tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan Pasal-
Pasal peralihan dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Dasar RIS 1949
serta UUD Sementara 1950. 58 Undang-Undang merek 1961 kemudian
menggantikan Undang-Undang merek Kolonial. Namun sebenarnya
Undang-Undang No 21 tahun 1961 hanya merupakan ulangan dari
undang-undang sebelumnya. Pada Tahun 1992 undang-undang merek baru
diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993 menggantikan
Undang-Undang Merek tahun 1961. Dengan adanya Undang-Undang baru
tersebut, surat keputusan adminstratif yang terkait dengan prosedur
pendaftaran merek dibuat.
A "trademark for commercial goods" necessarily requires
commercial goods; in societies based on the barter system, therefore, there
was no basis for "trademarks for goods." Trademarks not only identify
goods, but create a distinction between goods from various sources.
Consequently, a competitive relationship exists, and an overly simplistic
mark is insufficient to be a trademark. The trade of goods came into 57 Intellectual Property for Business Series, Number: 1, Membuat Sebuah Merek, Pengantar Merek untuk Usaha Kecil dan Menengah, World Intellectual Property Organization (WIPO), http://www.wipo.int/export/sites/www/sme/en/documents/guides/translation/making_a_mark_indo.pdf, diunduh 9 Maret 2011. 58 http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan - pengaturan - merek – di - indonesia/ diunduh 21 Februari 2012.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
55
Universitas Indonesia
practice long ago, and the use of trademarks is thought to have evolved
from that. 59 Merek dagang tidak hanya mengidentifikasi barang, tapi
membuat perbedaan antara barang-barang tersebut dengan barang-barang
dari berbagai sumber. Akibatnya, terdapat hubungan kompetitif, dan
penggunaan tanda yang terlalu sederhana tidak cukup untuk menjadi
sebuah merek dagang.
Secara umum, brand sama dengan trademark atau merek dagang.
Ada banyak istilah untuk menggambarkan aspek berbeda dari konsep
brand mulai dari citra, reputasi, brand value, identitas dan brand
recognition. Sedangkan, brand image adalah citra atas suatu merek yang
tujuannya menciptakan kecenderungan bagi konsumen atas merek tersebut.
Semua istilah tersebut mengacu pada pengertian yang sama. Brand
seringkali diasosiasikan sama dengan positioning. Itulah sebabnya banyak
yang menyebut bahwa brand dan positioning layaknya “saudara dekat”.
Namun demikian, branding pada dasarnya adalah langkah penyempurnaan
dari positioning. Jika positioning mendefinisikan sebuah perusahaan atau
produk dalam kaitannya dengan pasar dan pesaing, branding adalah upaya
untuk menciptakan persepsi unik serta ikatan emosional atau intelektual
antara produk dan konsumen akhir.60
2.2.2. Ruang Lingkup dan Sifat Hak Merek
Merek yang digunakan sebagai identitas suatu produk diatur dalam
Undang-Undang no. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan telah ditegaskan
didalamnya bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan
konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan
merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha
yang sehat, sehingga diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek
guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat. Salah satu jenis
merek yang diatur dalam Undang-undang Merek adalah Merek Kolektif.
59 Shoen Ono, Overview of Japanese Trademark Law 2nd ed., Yuhikaku, 1992, http://www.iip.or.jp/translation/ono/ch2.pdf, diunduh 28 Maret 2012. 60 Arif Rahman, Op cit, hal. 176-177.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Merek kolektif merupakan hasil penggabungan dari beberapa merek yang
sudah ada, menjadi satu kesatuan bentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan daya jual dan daya saing produk atau jasa yang dihasilkan.
Suatu produk barang atau jasa akan lebih menarik dan memiliki daya jual
maupun daya saing apabila terdapat penggunaan merek sebagai alat untuk
mengidentifikasi produk barang/jasa tersebut.
Menurut Undang-Undang Merek no. 15 Tahun 2001, merek
kolektif merupakan Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan
barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Namun pengertian mengenai merek
itu sendiri terkadang mengakibatkan persepsi ganda dari masyarakat
pengguna suatu produk atau jasa (konsumen). Persepsi ganda tersebut
diperoleh bila dikaitkan dengan penggunaan Indikasi Geografis.
Perlu dipertegas bahwa terdapat kesamaan mendasar antara
indikasi Geografis dengan Merek. Kesamaan mendasar tersebut terletak
pada “suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang” serta pada
“memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”61.
Perbedaannya adalah, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah
asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis
termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut. Hal ini dijelaskan pada Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
Merek.62 Maka bila mengacu kepada peraturan tersebut, tersirat bahwa
Indikasi Geografis akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk
yang dihasilkan karena keanekaragaman sumber daya yang dimiliki
Indonesia, dan saat ini dinilai merupakan satu-satunya bagian dari HKI
61 Indikasi Geografis: adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu. 62 Pasal 56 ayat (1) UU Merek menegaskan bahwa Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
57
Universitas Indonesia
yang memberikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif dari
negara berkembang.
Perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan dari
sifat merek sebagai tanda kepemilikan/proprietary marks (pada merek
mula-mula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/product image
atau simbol gaya hidup/way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang
ini. Pada sejarah perdagangan, merek semula digunakan dalam proses
perdagangan sebagai tanda kepemilikan atas barang, hal ini bisa ditemukan
pada bidang peternakan, yaitu menandai binatang ternak dengan tanda
khusus, atau praktek penandaan barang yang akan dikirim melalui laut
agar memudahkan identifikasi pada saat terjadi kecelakaan. Dalam
perlindungan Merek, yang ditekankan adalah Daya
Pembeda/Distinctiveness. Daya Pembeda ini akan melahirkan suatu
kepribadian atas produk yang dijual. Ukurannya adalah apakah ada
"Kesamaan pada pokoknya" dengan merek lain.
2.2.3. Pembagian Jenis Hak Merek
Merek dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan
merek dagang tersebut atau setelah registrasi. merek dagang berlaku pada
negara tempat pertama kali merek dagang tersebut digunakan atau
didaftarkan. Tetapi ada beberapa perjanjian yang memfasilitasi
penggunaan merek dagang di negara lain. Merek terdaftar mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal
Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itudapat diperpanjang.
Seperti HaKI lainnya, merek dagang dapat diserahkan kepada
pihak lain, sebagian atau seluruhnya. Contoh yang umum adalah
mekanisme waralaba (franchise). Pada waralaba (franchise), salah satu
kesepakatan adalah penggunaan nama merek dagang dari usaha lain yang
sudah terlebih dahulu sukses. Di Indonesia, hak merek diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Menurut undang-undang tersebut
pengertian merek dibedakan antara:
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
58
Universitas Indonesia
1) Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
2) Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
3) Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
4) Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau
jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh
beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
5) Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek
untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek
tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya.
2.2.4. Fungsi Hak Merek
Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dasar yang
kuat dalam rangka mengantisipasi persaingan dagang dengan negara-
negara lain, khususnya dengan negara-negara maju yang telah memiliki
kemampuan daya saing yang lebih tinggi dari Indonesia dari berbagai
faktor. Sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, namun
hingga saat ini masih menemui kendala dalam mengelolaannya, khususnya
untuk sumber daya manusianya. Merek memberikan banyak peluang untuk
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
59
Universitas Indonesia
membuktikan bahwa produk barang atau jasa yang ada dari Indonesia itu
ada, dan dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat.
Sebelum membahas mengenai hak merek lebih lanjut, harus
dipahami terlebih dahulu mengenai produk sebagai bagian dari merek itu
sendiri. Ada merek tentunya ada produk, namun tidak semua produk sudah
ada mereknya. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke
pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi
dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup
obyek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan ide.63
Pemberian merek bagi suatu produk barang atau jasa memang
dipandang sebagai suatu hal yang mudah dan sepele. Banyak anggapan
bahwa kemudahan tersebut adalah hanya dengan memberikan suatu nama
atau gambar/logo yang mudah diingat oleh konsumen, maka merek yang
diinginkan akan dapat mewakili produk barang/jasa tersebut. Namun yang
terkadang dilupakan adalah pemakaian kaidah-kaidah atau norma-norma
yang benar dalam penggunaan merek.
Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari suatu
produk, dan menetapkan merek dapat menambah nilai produk. Penetapan
merek menjadi isu utama dalam strategi produk. Di satu pihak,
mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi pemasaran
yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, berpromosi dan
kemasan. 64
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai
berikut:65
“A brand is a name, term, sign, symbol, design, or a combination
of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of
sellers and to differentiate them from those of competitors.” Merek adalah
nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau 63 Kotler, Philip and Armstrong, Gary, Dasar-dasar Pemasaran, Principles of Marketing, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 1997, hal. 274. 64 Ibid, hal. 282 65 Branding: Defined, http://chicagoama.org/behind-branding-scenes, diakses 3 Agustus 2012.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
60
Universitas Indonesia
layanan dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari
produk pesaing.
Pada hakikatnya, merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat.
Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lain. Peraturan
perundangan di berbagai negara bahwa diberikan hak eksklusif kepada
pemegang merek untuk menggunakan merek untuk selamanya. Jadi merek
berbeda dengan aktiva lain seperti hak paten dan hak cipta yang
mempunyai batas waktu.
Merek setidaknya harus memiliki beberapa elemen yang mampu
memberikan kontribusi positif dalam penciptaan merek yang ideal.
Beberapa elemen tersebut antara lain: 66
1. Nama merek (Brand name), yakni suatu bagian dari merek yang dapat
diucapkan. Nama merek merupakan unsur sentral yang ada di dalam
suatu merek. Nama merek harus mudah diucapkan, dapat diingat
dengan baik oleh konsumen, serta memiliki konotasi yang baik di
dalam pikiran penggunanya. Contohnya: Pepsodent, Indomie,
Polytron, dan sebagainya.
2. Logo dan simbol, yakni seperangkat gambar atau huruf yang
diciptakan untuk mengindikasikan keorisinalan, kepemilikan ataupun
asosiasi. Walaupun kunci elemen dalam merek adalah nama merek,
namun logo dan simbol juga merupakan suatu elemen yang diingat
dalam memori seseorang. Oleh karena itu, penciptaan logo dan simbol
sangat penting agar dapat dikaitkan dengan suatu nama merek di
dalam memori pelanggan.
3. Karakter, yakni unsur khusus di dalam simbol suatu merek. Karakter
biasanya muncul dalam iklan dan memainkan peran penting dalam
kampanye periklanan merek. Karakter dapat digambarkan dengan
sosok manusia atau karakter animasi atau buatan.
4. Slogan dan jingle. Slogan merupakan kalimat singkat yang
menyampaikan informasi-informasi, baik yang bersifat persuasi 66 Bernd Schmitt and Alex Simonson, Marketing Aesthetics, (New York: The Free Press 1999), 149.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
61
Universitas Indonesia
maupun deskripsi tentang suatu merek. Jingle adalah slogan yang
dinyanyikan. Slogan dan jingle biasa diciptakan terkait dengan suatu
merek karena mudah diingat, bahkan setelah beberapa tahun
digunakan. Slogan dan jingle biasanya terdapat dalam suatu iklan
yang menampilkan merek tertentu, tentunya dengan format yang
mudah untuk diingat oleh konsumen. Iklan dilukiskan sebagai
komunikasi antara produsen dan konsumen, antara penjual dan calon –
pembeli. Iklan bermaksud memberikan informasi dengan tujuan yang
terpenting adalah memperkenalkan produk atau jasa. Iklan (yang
terdiri dari slogan dan jingle) merupakan salah satu strategi promosi
dari marketing yang berfungsi menyampaikan informasi tentang suatu
produk kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendekatkan
suatu produk dan memberikan kesan kepada konsumen bahwa produk
tersebut lebih unggul (exellent) daripada yang lain dengan beberapa
kelebihannya.67
Menurut aturan yang telah tegas disebutkan dalam Undang-Undang
Merek Pasal 4, bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan
yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Menurut
penjelasan Pasal 4, Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang
mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun
untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain
demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu
atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau
menyesatkan konsumen. Contohnya, Merek Dagang A yang sudah dikenal
masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa
sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi iktikad tidak
baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur
kesengajaannya dalam meniru merek dagang yang sudah dikenal tersebut.
Maka secara garis besar, suatu merek akan ditolak permohonannya bila: 67 H. Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, Penebar Plus, Jakarta, 2012, hal. 163.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
62
Universitas Indonesia
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis. Persamaan pada pokoknya adalah
kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol
antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur
ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek
tersebut.
2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis . Pengertian merek Terkenal dilakukan dengan memperhatikan
pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang
usaha yang bersangkutan, reputasi merek tersebut yang diperoleh
karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa
negara di dunia yang dilakukan pemilik merek disertai bukti
pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Apabila perlu,
Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga independen untuk
melakukan survei guna memperoleh
Mengacu kepada peraturan tersebut, dapat ditegaskan bahwa
pelaku usaha dalam mendaftarkan mereknya, atau minimal ketika dia
membuat mereknya, memiliki niat untuk meniru suatu merek yang telah
dikenal masyarakat yang berakibat kerugian pada pihak lain, menimbulkan
suatu kondisi persaingan curang, membingungkan konsumen karena
kesamaan unsur dalam mereknya, maka merek tersebut tidak dapat
didaftarkan karena adanya itikad yang tidak baik. Begitu pula yang terjadi
untuk penggunaan merek kolektif. Bila dalam pembuatan dan pengajuan
pendaftaran merek kolektif tersebut terdapat itikad yang tidak baik dari
pelaku usaha, maka merek kolektif tersebut tidak dapat didaftarkan.
Telah diketahui sebelumnya bahwa merek yang dapat terdiri dari
logo atau gambar atau tulisan yang tertera dalam suatu produk barang/jasa
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
63
Universitas Indonesia
merupakan suatu identitas dari produk barang/jasa yang digunakan dalam
perdagangan. Suatu merek umumnya merupakan suatu bentuk perwakilan
atau pencitraan dari perusahaan pembuat produk atau jasa tersebut, yang
didalamnya terkandung makna filosofis yang disesuaikan dengan visi dan
misi dari perusahaan pembuatnya. Pada umumnya perusahaan besar
memberikan suatu aturan khusus terutama untuk para sales/marketingnya
untuk menggunakan merek yang mereka miliki secara benar dan bijak.
Sebagai contoh adalah peraturan mengenai penggunaan merek
dagang pada produk Tupperware. 68 Logo dan merek dagang
TUPPERWARE dimiliki oleh TUPPERWARE BRANDS
CORPORATION. Tupperware memberikan hak kepada Distributor untuk
mendistribusikan/ menjual produk, namun hak atas logo dan merek tetap
hanya dimiliki oleh PT Tupperware Indonesia. Peraturan selanjutnya
menyatakan bahwa Semua penggunaan Logo dan Merek TUPPERWARE
yang akan dipergunakan oleh Distributor harus meminta ijin dari PT
Tupperware Indonesia. Begitu pula untuk penggunaan merek dan logo
pada merchandise, kartu nama dan website, yang harus
memberitahukan/meminta ijin dari perusahaan.
2.3. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Penerapan Merek
2.3.1. Perkembangan Penerapan Indikasi Geografis
Indonesia sebagai negara dengan kekayaan yang melimpah serta
memiliki keanekaragaman budaya memerlukan suatu bentuk pengakuan
terutama mengenai komoditi yang dihasilkan, khususnya dari masing-
masing wilayah di Indonesia. Masing-masing wilayah tersebut tentunya
memiliki produk atau komoditi unggulan yang dapat meningkatkan
pendapatan di daerah masing-masing dan memiliki daya saing di pasar
internasional, selain itu nama Indonesia juga akan semakin dikenal oleh
masyarakat internasional. Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya terdapat
suatu penjelas mengenai dari mana produk atau komoditi tersebut berasal.
68 Penting Untuk Diketahui Sales Force, http://www.tupperware.co.id.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
64
Universitas Indonesia
Adakalanya dalam suatu produk yang telah memiliki merek, dalam
label merek yang tertera pada produk tersebut terdapat suatu ciri-ciri
khusus mengenai asal produk tersebut. Dalam suatu produk sering didapati
menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari produk yang
ditawarkan, misalnya saja seperti Kopi Toraja dan Kopi Kintamani.
Dengan demikian suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang
yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang
sesuai dengan asal geografis barang tersebut dikenal dengan Indikasi
Geografis. Selain disebutkan sebagai Indikasi Geografis, penanda yang
sering muncul adalah mengenai Indikasi Asal yang digunakan sebagai
pendukung dari Indikasi Geografis itu sendiri.
Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah
asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk
faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut,
memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Sedangkan Indikasi Asal adalah suatu tanda yang memenuhi ketentuan
tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan atau semata-mata
menunjukan asal suatu barang atau jasa.
Dalam Undang-Undang Merek sendiri disebutkan bahwa Indikasi
Geografis memiliki tanda yang berfungsi sebagai penunjuk daerah asal.
Tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 merupakan nama
tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal
tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh Indikasi-geografis.
Yang dimaksud dengan "tanda tertentu lainnya" adalah tanda yang berupa
kata, gambar, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Contoh: Kata
"Minang" mengindikasikan daerah Sumatera Barat; sedangkan gambar
rumah adat Toraja, mengindikasikan daerah Toraja di Sulawesi Selatan.
Bila ciri khas dipertahankan dan dijaga konsistensi mutu tingginya
maka produk tersebut akan tetap mendapatkan pasaran yang baik,
sebaliknya bila ciri khas dan mutu produk tersebut tidak konsisten maka
nilainya akan merosot. Suatu produk yang bermutu khas tentu banyak
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
65
Universitas Indonesia
ditiru orang sehingga perlu diupayakan perlindungan hukum yang
memadai bagi produk-produk tersebut. Dalam beberapa kasus telah
terbukti bahwa nama produk Indonesia seperti kopi Mandailing atau
Mandheling Coffee digunakan untuk produk lain atau diisi dengan kopi
yang berasal dari daerah lain bahkan negara lain; demikian juga di pasaran
dunia telah dikenal nama batik Malaysia bahkan batik Thailand, suatu hal
yang tentunya tidak kita kehendaki mengingat batik adalah suatu ciri khas
Indonesia.
Indikasi Geografis juga amat menghargai keterkaitan historis
antara suatu produk dengan tempat asalnya. Karakter kepemilikannya pun
bersifat komunal atau kolektif. Selain itu, Indikasi Geografis juga amat
potensial untuk menjamin agar keuntungan ekonomis tertinggi dari suatu
produk dapat tetap paling dinikmati oleh produsen dari daerah asal produk
itu sendiri. Bahkan, di beberapa negara maju Indikasi Geografis secara
signifikan telah menaikkan standar kehidupan masyarakat lokal yang
terancam kemiskinan karena kedudukannya yang jauh dari pusat. Dalam
suatu produk, pendaftaran produk indikasi geografis akan memberikan
nilai tambah dan keuntungan kepada para stakeholders yang terlibat
misalnya seperti eksportir. Selain itu, pendaftaran produk berindikasi
geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga
produk bisa lebih mahal dari produk sejenis.
Dalam perkembangan Indikasi Geografis di Indonesia sendiri,
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, baru
mulai menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis sejak
September 2007. Pendaftar pertama dari dalam negeri adalah Kopi
Kintamani, Bali. Hingga kini pemerintah sudah menerbitkan empat
sertifikat produk indikasi geografis. Keempat produk tersebut adalah Kopi
Kintamani (Bali), Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), Mebel ukir
Jepara (Jawa Tengah) dan Lada Putih Muntok (Bangka). 69 Sedangkan
Indikasi Geografis yang baru saja diterbitkan adalah untuk Beras Adan 69 http://patenindonesia.blogspot.com/2011/04/forum-nasional-indikasi-geografis.html, diakses tanggal 3 Agustus 2012.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Krayan (Nunukan) pada Januari 2012.70 Beras Adan sendiri merupakan
beras yang diproduksi oleh petani di wilayah Krayan, Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur yang merupakan salah satu kawasan terluar yang
berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Wilayah Krayan berada
pada ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut Wilayah tersebut
termasuk sulit dijangkau karena hanya bisa ditempuh melalui jalan udara
dari kabupaten Nunukan atau Tarakan dan tidak ada akses melalui jalan
darat atau sungai, Wilayah Krayan merupakan lembah yang dikelilingi
hutan lindung dan sejumlah gunung yang secara administratif dibagi
menjadi dua yaitu kecamatan Krayan Induk dan Kecamatan Krayan
Selatan. Wilayah tersebut terkenal menghasilkan beras dengan cita rasa
khas, penanaman padi diolah secara organik dengan memanfaatkan
kotoran kerbau sebagai input pemupukan. Cita rasa beras Adan Krayan
tidak bisa ditemukan di wilayah lain hal ini merupakan satu keunikan
tersendiri.71
Penggunaan indikasi geografis tidak terbatas kepada produk
pertanian. Indikasi geografis juga dapat merupakan pertanda kualitas
khusus produk yang disebabkan oleh faktor manusia yang dapat dijumpai
hanya didaerah asal produk, yang berkaitan dengan keahlian dan tradisi
khusus. Tempat asal tersebut mungkin berupa desa, kota, daerah atau
bahkan nama negara. Suatu contoh adalah nama Swiss atau Switzerland
yang dipandang sebagai indikasi geografis di banyak Negara untuk produk
yang dibuat di Switzerland dan khususnya untuk jam dan untuk pisau. Kita
kenal nama Switzerland watches atau Swiss army knife.
Disamping indikasi geografis terdapat pula istilah lain yaitu
appellation of origin yaitu indikasi geografis yang sangat spesifik, istilah
ini digunakan untuk produk yang mempunyai kualitas spesifik yang secara
70 Upaya perlindungan beras Adan Krayan merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Kementerian Dalam Negeri RI dan Kementerian Pertanian RI tentang “Pengembangan Potensi Produk Indikasi Geografis Bidang Pertanian.” Kemudian pada 26 September 2011, Beras Adan Krayan diajukan oleh Asosiasi Masyarakat Adat Perlindungan Beras Adan Krayan untuk mendapatkan perlindungan hukum perlindungan Indikasi Geografis Beras Adan Krayan. 71 http://www.organicindonesia.org/05infodata-news.php?id=321, diakses tanggal 3 Agustus 2012
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
67
Universitas Indonesia
eksklusif atau secara esensial disebabkan oleh kondisi geografis di tempat
produk tersebut di produksi. Konsep indikasi geografis mencakup
pengertian appellations of origin. 72
Indikasi geografis merupakan pertanda yang menunjuk kepada
tempat khusus atau daerah produksi yang menentukan kualitas
karakteristik produk yang dimaksud. Hal yang terpenting adalah
bahwasanya produk tersebut mendapatkan kualitas khususnya dan
reputasinya dari tempat tersebut Oleh karena kualitas tersebut tergantung
kepada tempat produksi, maka terdapat “hubungan” atau “pertautan”
antara produk tersebut dengan tempat produksi asalnya. Di samping
indikasi geografis dikenal pula istilah Indikasi asal yaitu tanda yang
semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa.
Indikasi Geografis juga dapat dimanfaatkan oleh UKM sebagai
salah satu strategi untuk pengembangan usahanya. GI can become a very
powerful competitive tool for the SMEs collectively involved in
manufacturing and marketing of agricultural goods, foodstuff, handicrafts,
traditional arts, etc. Indikasi Geografis dapat digunakan oleh UKM
sebagai alat kompetitif yang sangat kuat, khususnya untuk UKM yang
terlibat dalam pembuatan dan pemasaran produk pertanian, bahan
makanan, kerajinan, seni tradisional, dan lain sebagainya. 73 Selain itu,
Sektor UKM harus memperoleh efektifitas pembiayaan dalam
memanfaatkan Pendaftaran Desain Industri di sejumlah besar sektor untuk
mempertahankan daya saing mereka, sebagai alat HKI yang relatif lebih
murah dan sederhana untuk didaftarkan dan diperoleh oleh UKM.74
72 Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Indonesia Dengan Pengembangan Indikasi Geografis, Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional, 2004. 73 Prof. Dr. Prabuddha Ganguli, Brand management: Role of Trademarks, Collective/Certification Marks, Geographical Indications and Industrial Designs as Marketing Tools for SMEs: Practical Experience and Case Studies, presentation, WIPO/QCCI Sub-Regional Seminar on SME for the Member States of the Gulf Cooperation Council (GCC), October 14-15, 2003. 74 Prof. Dr. Prabuddha Ganguli, ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
68
Universitas Indonesia
2.3.2. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek dan Program
One Village One Product (OVOP)
Dalam arena perdagangan internasional, disamping harga, sebagian
besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu
produk. Produk yang berciri khas dan bermutu tinggi secara konsisten
akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di pasar internasional.
Ciri khas dari suatu produk dapat terjadi karena faktor geografis, keadaan
tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil dan/atau faktor budaya
masyarakat setempat. Ciri khas tersebut dinamakan sebagai indikasi
geografis.
Merek adalah tanda yang digunakan oleh produsen untuk
membedakan produk dan jasa yang disediakannya dengan produk dari
produsen lain. Merek memberikan hak kepada pemiliknya untuk
mengecualikan produsen lain dalam penggunaan merek yang sama.
Indikasi geografis suatu produk menunjukkan kepada konsumen bahwa
produk tersebut diproduksi di suatu tempat tertentu dan mempunyai ciri
khas yang disebabkan atau berasal dari tempat produksi tersebut. Indikasi
geografis dapat digunakan oleh semua produsen yang membuat produknya
di tempat yang disebutkan oleh indikator geografisnya dan yang
produknya mempunyai kualitas yang khusus.
Indikasi geografis dimengerti oleh konsumen sebagai citra tentang
asal dan kualitas produk. Banyak diantaranya yang telah mendapatkan
reputasi yang berharga yang apabila tidak dilindungi secara baik, akan
dapat disalahgunakan oleh pelaku komersial yang tidak jujur.
Penyalahgunaan indikasi geografis akan merugikan baik konsumen
maupun produsen. Konsumen ditipu dan dirugikan karena ciri khas dan
kualitas produk yang dibeli tidak sesuai dengan seharusnya, sedang
produsen dirugikan karena menurunnya mutu dan tidak sesuainya ciri khas
produk akan mengakibatkan kekecewaan konsumen yang berakibat
merusak reputasi produk tersebut.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
69
Universitas Indonesia
Pada dasarnya merek dan indikasi geografis sering mengalami
benturan didalam prakteknya, oleh karena indikasi geografis dan merek
dagang sering dipakai secara bersamaan sehingga seringkali para
pengusaha mendaftarkan indikasi geografis sebagai merek dagang. Hal ini
telah memicu terjadinya persaingan curang diantara para produsen.
Beberapa kasus telah terjadi menimpa produk indikasi geografis indonesia.
Indikasi Geografis sendiri pada dasarnya memiliki kesamaan dengan
merek. Perbedaannya, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah
asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis
termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut (Pasal 56 Undang-Undang Merek). Jadi sebenarnya Indikasi
Geografis ini akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk yang
dihasilkan karena keanekaragaman plasma nutfah yang dimiliki Indonesia,
dan ini merupakan satu-satunya bagian dari HKI yang memberikan
perlindungan terhadap keunggulan komparatif negara berkembang.
Untuk memberikan gambaran mengenai penerapan Indikasi
Geografis dan Merek dalam suatu produk, dapat melihat pada contoh
produk Pelaga Kopi merek Ijo Bang. Produk tersebut merupakan kopi
bubuk yang diproduksi dari desa Pelaga di Petang, Badung, Bali. Dalam
kemasan kopi tersebut tertera gambar ayam jago dan gambar biji kopi
sebagai gambar merek dan “Ijo Bang” sebagai mereknya. Sedangkan
untuk Indikasi Geografisnya dapat terlihat pada kalimat “Pelaga Kopi”
dimana “Pelaga” merupakan nama dari desa penghasil kopi tersebut.
Sedangkan keterkaitan antara Indikasi Geografis dengan One
Village One Product (OVOP) memiliki kemiripan yang dapat diabungkan.
Bila Indikasi Geografis memfokuskan diri pada tanda yang menunjukan
daerah asal suatu barang, OVOP memfokuskan diri pada produk dan
pelaku usahanya. Sebagai contoh untuk produk Pelaga Kopi merek Ijo
Bang, dimana Indikasi Geografis terletak pada “Pelaga Kopi” yang
menunjukan desa Pelaga, Bali. Sedangkan untuk OVOP terletak pada
pelaku usaha/UKM yang membuat/memproduksi kopi tersebut.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
70
Universitas Indonesia
Dapat dikatakan bahwa Indikasi Geografis memiliki manfaat
tersendiri, khususnya bagi pelaku usaha/produsen yang menghasilkan
suatu produk. Bagi produsen, manfaat keberadaan IG dapat dilihat dari
aspek ekonomi, aspek ekologi, aspek sosial budaya dan aspek hukum.75
a. Aspek Ekonomi; adanya kepemilikan khas suatu produk, peningkatan
nilai tambah, peningkatan pemasaran, perlindungan dari pemalsuan
produk, peningkatan pendapatan, peningkatan lapangan kerja,
keberlanjutan usaha, pengembangan agrowisata, penguatan ekonomi
wilayah, percepatan pengembangan. wilayah serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
b. Aspek Ekologi; menjaga kelestarian alam, mempertahankan
kelestarian sumber daya genetik serta peningkatan reputasi kawasan.
c. Aspek Sosial Budaya; mempererat hubungan komunitas produsen,
meningkatkan dinamika wilayah, melestarikan adat, pengetahuan serta
kearifan lokal masyarakat.
d. Aspek Hukum; memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
produsen dan perlindungan dari pemalsuan dan pemanfaatan legal,
ketenaran produk.
75 Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi, Pedoman Teknis Pelaksanaan Indikasi Geografis Tahun 2012, , Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian, Januari 2012, hal. 14-15.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
71
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Merek dengan Indikasi Geografis
Merek Indikasi Geografis
Tanda yang digunakan oleh produsen
untuk membedakan produk dan jasa yang
disediakannya dengan produk dari
produsen lain, yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Tanda yang digunakan untuk produk
yang mempunyai asal geografis spesifik
dan mempunyai kualitas atau reputasi
yang berkaitan dengan asalnya, contoh
tanda bergambar rumah Minang yang
menandakan produk berasal dari
Sumatera atau penari Bali yang
menandakan produk berasal dari Bali,
tanda dengan produk yang diikuti nama
daerah.
Pemilik merek memiliki perlindungan
hukum terhadap mereknya apabila ada
produsen lain yang menggunakan merek
sejenis.
Indikasi Geografis dapat digunakan oleh
semua produsen yang membuat
produknya di tempat yang disebutkan
oleh indikator geografisnya dan yang
produknya mempunyai kualitas yang
khusus.
Merek dapat dimiliki oleh perseorangan
maupun secara kolektif
Indikasi Geografis bersifat komunal
(dimiliki oleh masyarakat) dan bukan
oleh perseorangan
Perlindungan merek memiliki jangka
waktu dan dapat diperpanjang selama
merek tersebut digunakan dalam bidang
perdagangan barang atau jasa.
Perlindungan Indikasi Geografis bersifat
permanen asal ciri khas dan kualitas
barang yang dilindungi masih tetap sama
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam
Kemasan Produk Kopi
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
73
Universitas Indonesia
BAB 3
MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK UKM
3.1. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia
3.1.1. Gambaran Umum UKM
Dalam penjelasan singkat pada Bab dimuka, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM), lingkup UMKM dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria,
yaitu:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan.
Disadari bahwa UKM merupakan salah satu bagian penting dari
perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia.
Terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini
memandang penting keberadaan UKM. Alasan pertama adalah karena
kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja
yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering
mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
74
Universitas Indonesia
teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki
keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. 76
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sendiri memiliki peranan yang
cukup besar dalam pembangunan ekonomi. UKM memiliki kontribusi
dalam pertumbuhan nilai tambah (value added) sebesar 57% dari total nilai
Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu untuk sektor penyediaan
tenaga kerja, UKM berkontribusi sebesar 99,5% dari nilai total jumlah
tenaga kerja. UKM sendiri memiliki nilai konstribusi ekspor yang
potensial, dengan share sebesar 16-21% dari nilai total ekspor. UKM juga
memiliki kekuatan dalam hal mempertahankan kondisi perekonomiannya.
Hal ini dapat dilihat dari terus bertahannya UKM terhadap krisis.
Perusahaan skala mikro dan usaha kecil lebih mampu untuk terus bertahan,
sedangkan untuk usaha kelas menengah belum sepenuhnya pulih dari
krisis sampai dengan tahun 2003.77
Tabel 3.1. Peranan UKM dalam Perekonomian
The Role of SME in Economic Development Contributor to Value added
(Growth)
Provider of Employment
Potential Contributor to
Export
Flexibility and Resilience to Shocks
About 57% of GDP
Contribute to 99.5% of total employment
Share about 16-21% of total export
Continue to survive during the crisis, micro and small enterprises more resilience, but medium enterprises are not fully recovered from the crisis up to 2003
UKM tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi; yang
meliputi masalah permodalan, manajemen produksi, pemasaran produk,
76 Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Retail Besar, Kementerian Perdagangan, 2008. 77 Noer Soetrisno, Clustering Strategy in SME Development : An Integral Development Supports, 2004 APEC Informatization Policy Forum For Small and Medium Enterprises, Presentation, July, 15-16, 2004.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
75
Universitas Indonesia
keterbatasan sumber daya manusia dan akses terhadap sumber informasi.
Diversifikasi produk dan pasar merupakan strategi penting dalam
pemasaran untuk mengantisipasi ketergantungan terhadap pasar tertentu
termasuk kejenuhan pasar. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa perluasan
pasar bagi produk-produk UKM sangat diperlukan untuk meningkatkan
kinerjanya sehingga UKM dapat lebih berkembang.78
Usaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu prioritas
pembangunanan pemerintah. Dalam upaya meningkatkan peran UKM
adalah meningkatkan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi dunia
usaha termasuk UKM. Selain itu kebijakan lainnya adalah meningkatkan
akses UKM kepada sumber daya produksi dan meningkatkan kualitas
tenaga kerja dan wirausaha.
UKM telah terbukti cukup handal dalam menghadapi berbagai
gejolak, baik gejolak ekonomi maupun politik. UKM dianggap lebih
mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi, seperti yang terjadi
pada pertengahan tahun 1997. UKM masih perlu untuk terus diberdayakan
agar meningkat jumlah yang sukses dan semakin menyebar keberadaannya.
Sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan UKM adalah kontribusi
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu,
pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan berkaitan dengan
pemberdayaan UKM, namun sampai saat ini hasil yang didapat belum
optimal.
Keberadaan UKM sangat penting karena diharapkan dapat
menggunakan sumber daya produksi yang efisien, menciptakan lapangan
kerja, dan menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata. Namun
pada kenyataannya, peran UKM ini masih rendah yang tercermin dari
kontribusinya terhadap PDB. Kondisi UKM yang demikian disebabkan
oleh beberapa permasalahan yang dihadapinya, yang secara rinci dapat
diuraikan sebagai berikut:79
78 Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Op cit. 79 Ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
76
Universitas Indonesia
1. Permodalan. UKM masih dihadapkan pada keterbatasan kemampuan
dalam menyediakan modal kerja bagi pengembangan usahanya.
Deregulasi di sektor perbankan bagi UKM justru mempersulit untuk
memperoleh dana murah, karena tingkat suku bunga sepenuhnya
ditentukan oleh mekanisme pasar, sedangkan kredit likuiditas Bank
Indonesia sangat dibatasi. Selain itu, UKM mempunyai akses yang
sangat minim untuk mendapatkan sumber pembiayaan alternatif
(Lembaga Non Bank) karena berbagai bentuk persyaratan dan
prosedur untuk memperoleh kredit, sehingga akhirnya UKM pada
umumnya mencari pinjaman ke rentenir.
2. Teknologi dan Produksi. Di bidang teknologi sering dijumpai masalah
efisiensi dan produktvitas yang rendah. Masalah ini timbul karena
kapasitas alat tidak digunakan secara optimal, kapasitas jam kerja
rendah, ketrampilan tenaga kerja yang masih sederhana, metode dan
teknik produksi yang masih konvensional, serta kurangnya kegiatan
untuk melakukan diversifikasi produk. Mutu produksi yang masih
rendah disebabkan mutu bahan baku yang juga rendah, quality control
yang masih lemah, disain dan pengepakan yang kurang diperhatikan.
Dalam beberapa hal UKM juga belum mampu mengawetkan produk
dan belum memiliki kemampuan untuk memanfaatkan limbah.
Kondisi tersebut sebagai akibat belum memadainya dukungan
penelitian dan pengembangan guna mendapatkan teknologi tepat guna,
sehingga mengalami kesulitan dalam pengembangan produk yang
sesuai dengan kebutuhan buyers. Selain itu, kesulitan lain yang
dihadapi oleh UKM adalah dalam memperoleh sumber-sumber bahan
baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor, sehingga
target produksi belum dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah
permintaan. Hal ini terjadi karena harga bahan baku lebih mahal
sebagai akibat pembelian dalam jumlah kecil. Kondisi ini sebenarnya
dapat diatasi jika sesama UKM dengan usaha sejenis saling bersinergi
dan bekerjasama.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
77
Universitas Indonesia
3. Pemasaran. Selama ini orientasi UKM terfokus pada pasar domestik
karena belum siap dalam menghadapi persaingan global akibat
rendahnya mutu dan produktifitas, belum mampu menerobos pasar
akibat keterbatasan dalam mengakses informasi pasar, dan rendahnya
posisi tawar (bargaining position). Sebenarnya peningkatan perluasan
pasar tersebut penting bagi pengembangan pasar karena akan
memperbesar jangkauan usaha UKM. Adanya peningkatan perluasan
pasar terutama dalam era perdagangan bebas ini merupakan peluang
sekaligus tantangan bagi UKM dalam memperoleh informasi pasar
dengan cepat dan tepat. Keterbatasan dalam berproduksi
mengakibatkan promosi yang dilakukan UKM sangat terbatas pada
pasar dan wilayah tertentu. Selain itu, keterbatasan pengetahuan
tentang bentuk dan cara promosi, serta belum terkoordinir dan
terkelolanya aktivitas UKM secara terpadu, mengakibatkan beban
yang cukup besar (high cost) bagi UKM dalam melakukan promosi,
sehingga cenderung mengabaikan kegiatan ini.
4. Manajemen. Dalam bidang manajemen, kesulitan yang dihadapi UKM
adalah kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan keuangan
administrasi pembukuan, tingginya biaya yang dikeluarkan dari setiap
unit produksi karena proses produksi yang tidak efisien. Selain itu,
pengusaha kecil masih banyak yang belum menguasai penentuan
kalkulasi harga pokok dan harga jual, serta tidak menganggap penting
rencana usaha. Dalam pengelolan tenaga kerja sering tidak efisien
karena pembagian kerja tidak tepat atau pelaksanaan tugas yang
tumpang tindih. Keuangan perusahaan dan pribadi berbaur dalam
“satu laci”, sehingga tidak jelas berapa laba yang diperoleh dan
bagaimana cara meningkatkan efisiensi. Semua itu sebagai akibat
ketertutupan dan belum tertatanya sistem, khususnya fungsi
manajemen di bidang produksi, keuangan, maupun pemasaran dan
Management Information System (MIS) sehingga sulit untuk
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
78
Universitas Indonesia
berkembang serta belum mempunyai perencanaan yang matang dan
terarah, sehingga belum dapat memberikan jaminan kontinuitas usaha.
5. Sumber Daya Manusia. Keterbatasan pengetahuan dalam
memanfaatkan peluang pasar dalam maupun luar negeri
mengakibatkan UKM sulit mengembangkan usahanya. Kondisi ini
diakibatkan relatif rendahnya tingkat pendidikan formal, rendahnya
tingkat ketrampilan, tidak seimbangnya tingkat upah dengan
produktifitas yang dihasilkan, dan rendahnya turn over sehingga dapat
menganggu kontinuitas produksi.
6. Informasi. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat memberi
dampak terhadap perkembangan UKM, seperti tentang Perlindungan
Konsumen, HKI, dan lain-lain.
3.1.2. Upaya dalam rangka Pengembangan UKM
Sebagaimana digambarkan diatas bahwa sampai dengan saat ini
hasil dari kebijakan pemerintah dalam memberdayakan UKM masih belum
optimal yang antara lain ditandai dengan kesulitan dalam akses
permodalan, bahan baku, dan sumber daya, serta akses pemasaran dan
sumber informasi. Ketergantungan terhadap pasar domestik, dan belum
tersedianya SDM yang handal sesuai dengan kebutuhan dan selera pasar
serta minimnya penguasaan teknologi menyebabkan UKM belum dapat
berkembang.
Persoalan dalam pembangunan UKM di Indonesia dalam kerangka
pemberdayaan adalah bagaimana mengangkat kekuatan ekonomi lokal
sebagai basis perekonomian nasional. Persoalan tersebut terkait dengan
dua pertanyaan pokok, yaitu pertama, bagaimana peran dan kontribusi
perekonomian lokal terhadap perekonomian nasional selama ini, dan
kedua, bagaimana upaya optimalisasi atas peran dan kontribusi tersebut.
Termasuk dalam kaitan dengan UKM ini adalah bagaimana mengelola
potensi-potensi yang ada dan dimiliki oleh masyarakat, baik sumber daya
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
79
Universitas Indonesia
alam, sumber daya manusia, teknologi kemampuan kelembagaan maupun
aset pengalaman.
Isu pokok yang seharusnya mendapatkan perhatian serius dalam
konteks pemberdayaan UKM adalah bagaimana UKM mampu
membangun kapasitas dalam mengelola potensi-potensi yang ada secara
optimal. Kapasitas yang dimaksud merupakan kemampuan masyarakat
dalam mengakses terhadap segala hal yang berkaitan langsung dengan
pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat dan iklim yang kondusif
dimana mereka bekerja.
Konsep pemberdayaan masih memiliki variasi atau keberagaman
yang tinggi dalam menterjemahkan pengertian pemberdayaan itu sendiri.
Sistem masyarakat sebagai suatu sistem yang diunsuri oleh masyarakat,
pemerintah dan lingkungan ekonomi, maka dengan mudah terlihat bahwa
suatu strategi pemberdayaan haruslah menyentuh secara sistemik
keseluruhan komponen sistem tersebut. Yaitu, sistem ekonominya, sistem
pemerintahannya dan sistem masyarakatnya.
Pemberdayaan mengacu pada kata empowerment yang artinya
upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki. Jadi
pendekatan pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah penekanan pada
pentingnya masyarakat pedesaan/lokal yang mandiri, sebagai suatu system
yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan
masyarakat pedesaan yang demikian tentunya diharapkan memberikan
peranan kepada individu bukan sebagai pelaku (aktor) yang menentukan
hidup mereka. Salah satu pemberdayaan UKM adalah melalui pembinaan
yang dilakukan secara lebih terarah dan komprehensif, sehingga menjadi
kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi, baik di pasar dalam negeri
maupun luar negeri.
3.1.3. Permasalahan yang Dihadapi UKM
Aspek pemasaran seringkali menjadi hambatan utama bagi UKM
dalam melakukan usahanya. Pemasaran seringkali dianggap sebagai
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
80
Universitas Indonesia
masalah “batu sandungan” suatu UKM tidak berhasil menjaga
kelangsungan hidup usahanya. Hal ini terbukti dari adanya keluhan
beberapa UKM mengenai sulitnya pemasaran produk. Karena adanya
hambatan pemasaran inilah maka seringkali program bantuan modal tidak
banyak bermanfaat. Di tengah ramainya bantuan dari pemerintah untuk
UKM, baik berupa pemberian kredit maupun penguatan modal, namun
para pengusaha kecil belum merasakan manfaatnya, bahkan dinilai bahwa
pemerintah kurang memahami apa yang menjadi kendala bagi UKM.
Sebenarnya, bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya
bantuan permodalan saja, tetapi juga dalam hal pemasaran. Pemerintah
dalam hal ini pemerintah daerah maupun pusat seringkali menyediakan
sarana pemasaran berupa pameran. Tetapi sayangnya tidak ada tindakan
selanjutnya untuk mengupayakan keberlangsungan pemasaran tersebut.
Para pelaku UKM pun sering “salah kaprah” dengan istilah
pemasaran, terkadang, UKM menyamakan pemasaran dengan penjualan.
Padahal bila merujuk pada konsep pemasaran, pemasaran dan penjualan
adalah dua hal yang berbeda dengan tujuan yang berbeda. Penjualan
adalah proses menjual barang/jasa yang sudah ada dan bertujuan menjual
barang sebanyak-banyaknya sehingga seringkali pada penjualan, para
pelaku menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan kepuasan
konsumen. Sedangkan pemasaran adalah strategi (cara untuk memuaskan
konsumen (manusia) mulai dari pembuatan, penyediaan dan transaksi (jual
beli) barang/jasa yang dihasilkan, sehingga sifatnya menjaga kontinuitas
penjualan dalam jangka panjang.
Dalam hal perdagangan yang dilaksanakan oleh UKM di Indonesia,
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Perdagangan Dalam
Negeri Kementerian Perdagangan pada tahun 2008 mencatat setidaknya
ada 3 (tiga) metode yang digunakan oleh UKM dalam memasarkan
produknya. Metode tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:80
a. Direct Selling (Pemasaran Langsung) 80 Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Retail Besar, Ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Metode pemasaran direct selling merupakan metode pemasaran yang
paling sering digunakan oleh para UKM dalam memasarkan
produknya. Metode ini cukup efektif dilakukan oleh para pelaku usaha
apabila pelaku usaha memiliki jaringan (networking) yang luas.
Penjualan langsung tidak menimbulkan biaya yang besar seperti harus
membayar sewa setiap bulan atau membayar pegawai untuk
menunggu outlet dan sebagainya, tetapi jumlah yang terjual terbatas.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan tenaga untuk memasarkan
secara langsung. Yang termasuk dalam pemasaran secara langsung
adalah dengan memasarkan door to door (dari pintu ke pintu), melalui
pameran ataupun sebagai pedagang keliling dimana pelaku usaha
tidak memerlukan suatu tempat misalnya toko atau warung untuk
melakukan usahanya.
Gambar 3.1 Alur Penjualan Langsung
b. Membuka Outlet
Metode kedua adalah membuka outlet. Outlet yang dimaksud di sini
adalah suatu tempat dimana para pelaku UKM menyimpan dan
mendisplay produknya dan menunggu para pembeli datang ke outlet
dan melakukan transaksi. Outlet ini dapat berupa toko, warung, kios,
dll. Metode membuka outlet ini biasanya dilakukan jika produk/jasa
yang dijual tidak dapat dijual melalui metode direct selling. Misalnya
pedagang kelontong, wartel, warnet, dll. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa para UKM menggunakan kombinasi metode
pemasaran, maksudnya selain membuka outlet, pemilik juga
melakukan direct selling sebagai sarana promosi. Keuntungan dari
metode ini adalah konsumen mengetahui kemana harus mencari
produk/jasa yang diinginkan dan target konsumen dapat diperluas.
Produsen Konsumen
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
82
Universitas Indonesia
Kelemahannya adalah UKM harus membayar biaya sewa dan utility,
biaya tenaga kerja, biaya kebersihan, dll yang melekat pada outlet
yang ada.
Gambar 3.2. Alur dengan Metode Membuka Outlet
c. Pemasaran Barang Melalui Perantara
Memasarkan barang melalui perantara biasanya dilakukan dengan
menitipkan barang outlet ritel, baik ritel kecil maupun ritel besar.
Keuntungan memasarkan barang melalui metode ini adalah UKM
dapat memproduksi produknya dalam jumlah banyak karena dapat
dipasarkan ke banyak outlet, tetapi kelemahannya, UKM harus berani
menanggung risiko kerugian apabila barang yang dititipkan tidak laku
dijual sehingga harus dikembalikan ke produsen. Bagi beberapa
produk yang tidak memiliki masa kadaluarsa, mungkin tidak menjadi
kendala, tetapi bagi produk yang memiliki masa kadaluarsa, hal ini
menjadi kendala yang sangat besar. Hal ini mengakibatkan UKM yang
bergerak di bidang produksi makanan dan minuman lebih senang jika
memasok ke perantara menggunakan sistem beli putus, sehingga
terjadi pemindahan risiko kerugian. Selain itu juga jika memasarkan
barang melalui perantara maka akan timbul biaya-biaya seperti adanya
bagi hasil atau persyaratan perdagangan (jika memasok ke ritel besar)
yang harus dipenuhi sehingga menimbulkan biaya tinggi.
Memasarkan barang melalui perantara biasanya dilakukan oleh para
UKM untuk menjangkau konsumen yang lokasinya jauh, misalnya
kota lain, tetapi merupakan konsumen yang potensial, hal ini sangat
menguntungkan, karena selain dapat dijadikan sebagai sarana
promosi, outlet dengan jaringan yang besar juga mempermudah
Produsen Konsumen Outlet
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
83
Universitas Indonesia
pemasaran produk UKM. Perantara di sini dapat berupa pedagang
perantara, ritel tradisional maupun ritel modern.
Gambar 3.3 Kombinasi Pemasaran Produk UKM Melalui
Perantara
Dari ketiga merode pemasaran yang sering dilakukan oleh UKM,
terdapat beberapa hambatan yang perlu menjadi perhatian oleh UKM.
Hambatan yang umum bagi UKM yaitu hambatan yang datang dari aspek
manajemen, standarisasi produk dan kemasan serta biaya pemasaran. Dan
bila diperhatikan lagi, ketiga hambatan tersebut merupakan masalah klasik
yang selalu menghinggapi sektor UKM di Indonesia.
Hambatan yang menyangkut manajemen berdampak pada
kemampuan manajerial dan teknis UKM dalam mengelola sumber daya
yang dimiliki meliputi perangkat permodalan, tenaga kerja (SDM),
pemasaran, dan teknologi. Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap
pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk
meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci
keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah
yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih
mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga
memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar
ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya.
Produsen Konsumen Pedagang Perantara
Ritel Tradisional
Ritel Modern
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
84
Universitas Indonesia
Dilain pihak tidak dapat dipungkiri bahwa peran ekspor UKM
relatif masih kecil karena adanya berbagai hambatan yang harus dihadapi
UKM Indonesia dalam kegiatan ekspor, sehingga ekspor produk UKM
lebih banyak dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha besar atau eksportir
yang mampu mereduksi, bahkan mengeliminasi hambatan-hambatan
tersebut yang tentunya diperlukan dukungan pemerintah melalui suatu
kebijakan yang implementatif dan kondusif.81
UKM yang memiliki peran besar dalam ekspor adalah UKM yang
mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan
dan ukiran kayu sehingga cenderung bersifat padat karya. Karakteristik
tersebut merupakan keunggulan UKM, dimana lebih banyak
mengandalkan keterampilan tangan. Usaha skala besar yang cenderung
bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini.
Hal ini membuktikan pentingnya UKM dalam penyerapan tenaga kerja,
terutama saat krisis ekonomi.82
Dalam hal standarisasi produk, pelaku bisnis dituntut untuk dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau
permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat berubah, sehingga
peredaran suatu produk di pasar memiliki siklus yang relatif pendek. Hal
ini akan lebih memicu kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya
saing produk. Namun demikian, hal ini pun merupakan kelemahan yang
dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan spesifikasi
produk yang sesuai dengan perkembangan selera konsumen. UKM
memerlukan fasilitasi yang berkaitan dengan kebutuhan
peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas dan inovasi
produk. Dengan demikian, UKM memiliki kemampuan untuk
menghasilkan diversifikasi produk, sehingga tidak bertumpu pada produk-
produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif.
81 Lina Anatan dan Lena Ellitan, Strategi Bersaing, Konsep, Riset dan Instrumen, Alfabeta, Bandung, 2009, hal. 4. 82 Ibid, hal. 5.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
85
Universitas Indonesia
Lingkup usaha yang dijalankan oleh UKM juga tidak terlepas dari
aspek biaya pemasaran. Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan dalam
kegiatan pemasaran dalam rangka mendistribusikan produk, merupakan
hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi faktor yang menurunkan
daya saing produk UKM karena harga jual produk menjadi tidak
kompetitif.
Tabel 3.2. Kekuatan dan Kelemahan UKM
Kekuatan Kelemahan
Kebebasan untuk bertindak Relatif lemah dalam spesialisasi
Menyesuaikan kepada kebutuhan
setempat
Modal dalam pengembangan
terbatas
Peran serta dalam melakukan
usaha/tindakan
Sulit untuk mendapat karyawan
yang cakap
Pemerintah telah menyadari nilai dari mencipta dan mendorong
suatu lingkungan kewirausahaan yang mendorong muncul dan tumbuhnya
usaha-usaha skala kecil. Usaha-usaha skala kecil ini merupakan industri-
industri kaitan dan pendukung kedalam kelompok industri suatu bangsa.
Wirausahawan muncul karena berbagai alasan. Sifat-sifat tertentu yang
menyumbang pada keberhasilan kewirausahaan bersifat alami (yaitu
mereka yang berasal dari keluarga yang memiliki usaha sehingga memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk memulai usahanya sendiri, daripada
mereka yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan tetap), atau
ditentukan secara budaya (yaitu kecenderungan yang berbeda terhadap
pengambilan risiko). Namun kebijakan pemerintah dapat memainkan
peran vital karena dua alasan: pertama, aspek lain dari kewirausahaan
seperti keterampilan manajemen bisa dipelajari atau diperbaiki; kedua,
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
86
Universitas Indonesia
efektifnya bakat kewirausahaan sebagian bergantung pada kemampuan
sumber daya pelengkap lainnya dalam perekonomian.83
Hampir semua anggota suatu kelompok industri, khususnya
industri pendukung, adalah badan usaha bisnis skala menengah dan kecil.
Usaha menengah hingga kecil ini: (1) menciptakan kesempatan kerja; (2)
mengarah ke kemampuan teknologi khusus; (3) membantu pertumbuhan
industri yang sistematis dan seimbang; dan (4) mempercepat alih
tekonologi dan penyebaran teknologi.84
3.2. Merek Kolektif
3.2.1. Gambaran Umum Merek Kolektif dan Peranannya Bagi UKM
Keberadaan UKM tidak terlepas dari keterkaitannya dengan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI). Dimulai dari produk yang dihasilkan dari
kegiatan usaha UKM, teknologi yang digunakan, desain dari setiap produk
yang dihasilkan, maupun penggunaan merek dagang ataupun merek jasa
untuk kepentingan pemasaran. Pemerintah mencoba meningkatkan
kesadaran usaha kecil menengah (UKM) terhadap pentingnya masalah hak
kekayaan intelektual (HKI). Ini dimaksudkan untuk melindungi UKM
sehingga bisa berkembang pesat.
Sektor UKM tumbuh secara signifikan dalam dekade terakhir ini.
Ironisnya, pemahaman para pelaku UKM terhadap brand masih sebatas
penggunaan nama, merek, atau cap yang diberikan pada produk atau jasa
yang diproduksinya. Kontribusi sektor UKM terhadap pertumbuhan
ekonomi akan jauh lebih besar apabila mereka mampu meningkatkan nilai
jual mereka bukan sekedar komoditas, melainkan sudah dalam bentuk
produk. Pentingnya suatu merek bagi pengenalan produk dan pemasaran
adalah untuk meningkatkan nilai jual yang signifikan serta meningkatkan
daya saing UKM dalam menembus pasar global. Produk dengan merek
yang direncanakan dengan baik, didesain secara menarik dan
83 Kotler, Philip, Jatusripitak, Somkid dan Maesincee, Suvit, Pemasaran Keunggulan Bangsa (The Marketing of Nations), Edisi Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 1998, hal. 298. 84 Ibid, hal. 298-299.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
87
Universitas Indonesia
dikomunikasikan secara tepat akan lebih mudah masuk di pasar
mancanegara dan bersaing dengan produk-produk negara lain.
Ketentuan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak
atas merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus
dikeluarkan juga ditanggung bersama. Hal ini disebut juga merek kolektif.
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan
barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Melihat pada pengertian merek
kolektif ini makah dapat diketahui bahwa merek kolektif pada dasarnya
dapat berupa merek barang, merek jasa atau merek barang dan/atau jasa.
Suatu merek dapat dijadikan merek kolektif apabila memenuhi
persyaratan, dimana produk barang dan/atau jasa yang diberikan merek
tersebut memiliki karakteristik yang sama. Untuk mendapatkan hak atas
merek kolektif, sehingga memperoleh hak eksklusif proses dan
prosedurnya sama dengan jenis merek dagang atau jasa yakni melalui
pendaftaran. Kemungkinan untuk menggunakan merek kolektif sangat
besar, khususnya bagi UKM.
Kemungkinan ini tentunya dapat berakibat pada murahnya biaya
yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak atas merek, dimana para
pemohon merek kolektif dapat saling berbagi biaya untuk mengajukan
permohonan merek kolektif tersebut. Bila dikaitkan dengan usaha kecil
dan menengah pengakuan terhadap merek kolektif di dalam Undang-
Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sebenarnya memiliki arti yang
sangat strategis mengingat umumnya usaha kecil dan menengah ini dalam
hal pengurusan merek yang menjadi beban utama adalah biaya dari
permohonan merek, ketika mereka menghendaki merek mereka dilindungi
secara hukum. Sederhananya, merek kolektif dapat dijadikan jawaban
alternatif dalam melindungi merek usaha kecil dan menengah.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
88
Universitas Indonesia
Manajemen merek merupakan proses pelaksanaan keputusan-
keputusan dibidang pemasaran dengan merefleksikan prinsip-prinsip
merek. Manajemen merek merupkan salah satu jawaban atas permasalahan
permasalahan yang dihadapi UKM dalam aspek pemasaran. Pada UKM,
manajemen merek belum menjadi prioritas dalam kegiatan bisnisnya
sehingga peran pemilik menjadi sangat penting baik secara internal
maupun eksternal untuk memprioritas pengelolaan merek dalam kegiatn
bisnis.
Dalam pengembangan merek untuk UKM diperlukan
penggabungan antara peran manejemen merek dalam organisasi sebagai
faktor internal dan brand recognition sebagai faktor eksternal. Dalam
mengembangkan merek ada 4 (empat) tahapan yang meliputi : Beginning
and underprivileged Brand, emerging brand, establised brand, historic
brand. Agar penerapan manajemen merek efektif dan sesuai dengan yang
diharapkan, disarankan bagi pemilik UKM untuk mempertimbangkan tipe
dan strategi bisnisnya.85 Selain itu, pandangan mengenai merek kolektif
dapat dikatakan bahwa merek kolektif memiliki manajemen yang fantastis
dan proses yang sangat efisien dan efektif. Dengan merek kolektif dapat
menggabungkan sifat-sifat dengan kecenderungan untuk inovasi dan
kemampuan yang khas dalam pengembangan usaha, sehingga memiliki
bakat untuk menjadi perusahaan yang tangguh.86
Sebuah merek kolektif biasanya dimiliki oleh sebuah asosiasi atau
perusahaan yang anggotanya dapat menggunakan merek kolektif tersebut
untuk memasarkan produk-produk yang mereka miliki. Biasanya asosiasi
tersebut menetapkan serangkaian kriteria untuk menggunakan merek
kolektif tersebut (misalnya standar kualitas) dan memungkinkan
perusahaan secara indvidu untuk menggunakan merek tersebut jika
mengikuti standar-standar yang ditetapkan. Merek kolektif merupakan cara
85 Rahab, Penerapan Manajemen Merek Pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2009, hal. 18 – 25, Vol. 16, No.1 86 Jonathan Booth, Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market, article, June 1, 2011, http://seekingalpha.com/article/272814-collective-brands-opportunity-afforded-by-myopic-market
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
89
Universitas Indonesia
yang efektif untuk memasarkan secara bersama produk-produk yang
dihasilkan oleh satu kelompok perusahaan yang mungkin merasa kesulitan
untuk mendapatkan pengakuan konsumen dan atau kepercayaan para
penyalur utama atas produknya apabila menggunakan merek sendiri.87
3.2.2. Dasar Hukum dan Perlindungan Hukum terhadap Merek
Kolektif Bagi UKM
Ketentuan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak atas
merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus
dikeluarkan juga ditanggung bersama. Adapun merek yang dimohonkan
tersebut adalah merek kolektif. Merek kolektif di dalam Pasal 1 angka 4
dinyatakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau
badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
dan/atau jasa sejenis lainnya. Melihat pada pengertian merek kolektif ini
tegaslah bahwa merek kolektif pada dasarnya dapat berupa merek barang,
merek jasa atau merek barang dan/atau jasa. Kemudian suatu merek dapat
dijadikan merek kolektif apabila memenuhi persyaratan, dimana produk
barang dan/atau jasa yang diberikan merek tersebut memiliki karakteristik
yang sama. Untuk mendapatkan hak atas merek kolektif, sehingga
memperoleh hak eksklusif proses dan prosedurnya sama dengan jenis
merek dagang atau jasa yakni melalui pendaftaran.
Tanpa kita sadari, produk-produk yang diproduksi oleh UKM-
UKM di Indonesia banyak yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki
keunikan terutama apabila sudah masuk dalam pasar luar negeri.
Kurangnya kepekaan dan tidak memberikan perlindungan terhadap produk
yang dimiliki, pada akhirnya banyak dari produk-produk Indonesia
khususnya produk-produk yang memiliki nilai tradisional yang ide-ide dan
desainnya ‘dicuri’ oleh pihak luar. Mungkin kita tidak menyadari bahwa
87 Intellectual Property for Business Series, Number: 1, Op Cit.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
90
Universitas Indonesia
perlindungan HKI membawa nilai ekonomi yang tinggi apabila sudah
masuk dalam dunia perdagangan.
Suatu produk yang dilindungi HKI hanya dapat diproduksi oleh si
Pemilik atau Pemegang Hak atas produk tersebut (eksklusif). Apabila ada
pihak lain yang ingin memproduksinya tentunya harus dengan seijin
Pemegang Hak-nya, disinilah letak nilai ekonomi dari produk yang telah
dilindungi HKI. Dimana pihak lain yang ingin memproduksi barang yang
sama berkewajiban mendapatkan lisensi terlebih dahulu dari si Pemegang
Hak dan membayar royalti atas penggunaan tersebut. Tindakan produksi
atas suatu produk yang telah dilindungi HKI tanpa seijin Pemegang Hak
merupakan pelanggaran dan pembajakan yang dapat membawa akibat
hukum.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
91
Universitas Indonesia
BAB 4
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENERAPAN
MEREK KOLEKTIF OLEH UKM SEBAGAI PENUNJANG PROGRAM
ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)
4.1. Program One Village One Product (OVOP)
4.1.1. Sejarah Pembentukan Program OVOP
One Vilage One Product (OVOP) dirintis oleh Prof. Morihiko
Hiramatsu yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Oita, Jepang tepatnya
pada 1980. Lantas konsep ini berkembang atau diduplikat oleh negara-
negara ASEAN diantaranya Malaysia, Philipina, Indonesia, Kamboja,
Vietnam, Thailand, negara-negara di Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur ,
dan Amerika Selatan.88 OVOP yang diterjemahkan sebagai “paling sedikit
satu kecamatan menghasilkan satu produk unggulan”. 89 Gerakan ini
ditujukan mengembangkan produk yang diterima global dengan tetap
memberikan keistimewaan pada invensi nilai tambah lokal dan mendorong
semangat menciptakan kemandirian masyarakat. Dari sisi dampak
pariwisata, kawasan Oita menjadi magnet bagi 10 juta wisatawan yang
berkunjung per tahun.90
OVOP begitu popular di dunia karena dengan konsep OVOP ini,
dimana suatu daerah menetapkan satu produk yang memiliki keunikan
untuk dikembangkan sehingga akan memberikan nilai tambah pada produk
tersebut. Yang selanjutnya akan memberikan kontribusi pendapatan cukup
besar bagi daerah tersebut, karena produknya memiliki keunggulan dan
masuk di pasar internasional. Gerakan OVOP telah diadopsi di berbagai
belahan dunia seperti One Factory One Product di China untuk Kerajinan
kayu, One Barangay One Product (Philipina), Satu Kampung Satu Produk
Movement (Malaysia), One Village One Product a Day (USA), One 88 http://ikm.kemenperin.go.id 89 Ahmad Firdaus, Memberdayakan Desa dengan Produk Unggulan, http://pkpu.or.id, 12 Januari 2012 90 Ibid, http:// pkpu.or.id
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
92
Universitas Indonesia
Village One Product (Malawi) dengan produk utama jamur. Sementara di
Thailand OVOP lebih dikenal sebagai OTOP, yaitu One Tambon, One
Product. Model dari Thailand inilah yang di adopsi oleh pemerintah.
Sampai saat ini negara-negara yang menerapkan OVOP adalah :
1. Asia (Indonesia, Malaysia, China, Laos, Philipina, Myanmar, Kamboja,
Singapura, Thailand, Vietnam, Mongolia, Korea, Taiwan, Bangladesh,
Timor Leste, Srilangka, Moldova).
2. Afrika (Mozambiq, Tunisia, Malawi, Madagaskar, Liberia, Kenya,
Ethiopia, Ghana, Kingdom of Leshoto).
3. Amerika (Costarica, Ekuador, Mexico, Bolivia, Chile, Elsavador,
Columbia, Peru, Paraguay, Argentina, Venezuela, Afrika Selatan,
Brazil).
Dalam beberapa tahun terakhir, program OVOP terus
dikembangkan hampir seluruh negara di dunia, dan produk-produknya
mendapat respon cukup besar dari buyers di setiap negara. Konsep OVOP
sendiri adalah mengutamakan produk unik yang terdapat pada daerah,
bahkan produk tersebut menjadi ikon atau lambang daerah tersebut.
Keunikan tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku,
pengerjaan, dan proses produksinya. Jadi produk OVOP adalah produk
suatu daerah dengan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Karena
keunikannya dan proses produksinya yang langka, sehingga akan
memberikan nilai tambah produk tersebut. Selanjutnya daerah OVOP
menjadi menarik, dan bisa dijadikan tujuan wisata bagi turis asing. Tentu
ini menjadi peluang bisnis baru, yang juga akan memberikan kontribusi
bagi daerah tersebut.
4.1.2. Perkembangan Program One Village One Product (OVOP) di
Beberapa Negara Asia
Beberapa negara di Asia menerapkan sistem One Village One
Product sebagai salah satu bentuk pengembangan industri dan
perekonomiannya. Namun yang lebih difokuskan dari sistem
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
93
Universitas Indonesia
pengembangan OVOP ini adalah mengenai upaya untuk mengembangkan
potensi daerah melalui produk yang dihasilkan. Produk-produk tersebut,
dalam rangka mewakili sistem One Village One Product, dibentuk dengan
menggunakan merek kolektif untuk memudahkan dalam
pengembangannya.
Beberapa negara memiliki langkah pengembangan OVOP yang
baik untuk diikuti oleh Indonesia dalam rangka memajukan potensi daerah
melalui produk UKM. Khususnya untuk negara-negara di Asia yang telah
menerapkan sistem OVOP untuk program pengembangan daerah,
beberapa program dapat diadopsi kedalam kebijakan pemerintah untuk
memajukan produk daerah. Beberapa negara Asia tersebut diantaranya
Jepang, Thailand dan Kamboja.
4.1.2.1. Jepang
a. Gambaran UKM di Jepang
Perkembangan UKM di Jepang merupakan adaptasi dari
negara lain, yang kemudian di sesuaikan dengan kondisi masing-
masing daerah di Jepang.91 Situasi yang berkembang saat ini terhadap
pengembangan UKM di Jepang, kondisi bisnis masih memburuk
karena mereka menghadapi masalah seperti penurunan penjualan dan
pesanan akibat melambatnya ekonomi global, dan perlambatan
pertumbuhan iklim ekonomi Jepang sebagai akibat dari efek dari
krisis keuangan yang dimulai di Amerika Serikat. Kondisi yang
berkembang saat ini dimana permintaan sedang mengalami penurunan,
sehingga perlu untuk melihat dan memahami kebutuhan pelanggan
yang terus berubah, serta mempertimbangkan bentuk masa depan
ekonomi global, termasuk Jepang.92
Pada saat yang sama, penting untuk membedakan kebutuhan
potensial dan menyediakan produk dan jasa sesuai dengan tuntutan
91 http://www.jetro.go.jp/indonesia/newsletter/nl69.html, diunduh 27 Desember 2012. 92 White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan, Finding Vitality through Innovation and Human Resources, Japan Small Business Research Institute (JSBRI), 2009, hal. 39. http://www.chusho.meti.go.jp/pamflet/hakusyo/h21/h21_1/2009hakusho_eng.pdf, diunduh 27 Desember 2012
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
94
Universitas Indonesia
masyarakat. Kondisi yang ada memperlihatkan bahwa masih
terdapatnya masalah dimana potensi pemenuhan kebutuhan bagi
masyarakat Jepang sendiri belum cukup terpenuhi, khususnya di
berbagai bidang seperti keamanan pangan dan keamanan produk
(ramah lingkungan), serta jasa dalam mendukung pengasuhan anak
dan keperawatan.
UKM, yang mendukung kerangka ekonomi Jepang,
diharapkan dapat berperan positif serta mampu dalam menanggapi
kebutuhan dan aktif untuk mewujudkan inovasi melalui
pengembangan produk dan layanan dengan metode baru. Dengan
berani mencoba berinovasi dan bekerja untuk menciptakan dan
mengembangkan pasar yang baru, UKM harus dapat menemukan
jalan keluar dalam mengatasi penurunan ekonomi, dan mencapai
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk masa depan.
Menurut data dari Ministry of Economy, Trade and Industry
(METI) di Jepang terdapat 4,69 juta UKM. 99,7% dari jumlah tersebut
adalah menampung 70% dari seluruh tenaga kerja dari perusahaan
yang ada. Kebijakan Pemerintah Jepang untuk melindungi dan
mengembangkan usaha UKM diberlakukan beberapa aturan seperti
diantaranya : Small and Medium Enterprise Basic Law dan Law on the
Cooperative Association of SMEs. Perundang-undang dan peraturan
bertujuan untuk mendukung kemitraan (partnership) di antara UKM-
UKM agar mereka dapat memulai bisnis baru dan memperluas pasar
(Business Exchange Matching). Salah satu tugas dari lembaga yang
menangani UKM adalah untuk mendorong dan menguatkan UKM-
UKM agar mereka memiliki spirit dan daya juang untuk revitalisasi
dan penciptaan lapangan kerja termasuk pemulihan ekonomi Jepang.93
Dalam menetapkan kebijakan pengembangan UKM,
pemerintah Jepang mempunyai kerangka landasan yang jelas dengan
menetapkan bahan kebijakan yang perlu dipertimbangkan. Bahan 93 Tim Peneliti Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Pemberdayaan Ukm Kerajinan Melalui Pola Kemitraan, Presentasi, Kementerian Perdagangan, 2006.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
95
Universitas Indonesia
kebijakan pertama yang perlu dipertimbangkan adalah mengevaluasi
lingkungan usaha untuk pengembangan UKM. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan apakah sudah ada kebijakan yang mendukung iklim
UKM, misalnya peraturan perundang-undangan tentang UKM dan
kelembagaan usaha kecil menengah. Perlu juga dipertimbangkan
apakah UKM mempunyai kendala dalam hal pengalaman usaha, akses
informasi dan pemilikan modal. Sedangkan bahan yang kedua adalah
penetapan kebijakan yang terkait dengan evaluasi kebijakan. Dalam
hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah proses pembuatan
kebijakan harus diorganisir; perubahan kebijakan yang terkait dengan
peraturan perundangan-undangan harus dimasyarakatkan (sosialisasi);
dan program kegiatan yang efektif dan efisien perlu direncanakan.
Kerangka dasar kebijakan pemerintah Jepang terbagi menjadi tiga,
yaitu struktur pemerintahan, kebijakan lingkungan dan pengembangan
program. 94
1. Dasar yang pertama mensyaratkan agar departemen, institusi dan
badan yang terkait dalam bidang UKM serta pemerintah daerah
harus mempunyai kebijakan dan program yang mendukung
pengembangan UKM. Selain itu Badan UKM di bawah koordinasi
departemen ekonomi, perdagangan dan industri (METI) harus
merencanakan dan melaksanakan sebagian besar program UKM
dan juga menggabungkan program-program lain yang berhubungan
dengan pengembangan UKM dari badan atau institusi lainnya.
2. Dasar yang kedua mensyaratkan agar seluruh kebijakan lingkungan
pada kegiatan UKM di Jepang harus mempunyai kebijakan usaha
yang ramah lingkungan. Setiap kegiatan usaha yang berhubungan
dengan regulasi dan institusi harus dipertahankan oleh masing-
masing departemen, institusi, badan atau pemerintah daerah.
94 Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Pusat Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara, 2001, hal. 30. http://www.pkai.lan.go.id/ pdf/ Model_ Vitalisasi_ UKM_ Full% 20Report.pdf, diunduh 27 Desember 2012
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
96
Universitas Indonesia
Regulasi ini dapat direvisi dengan berkonsultasi kepada pemerintah
pusat.
3. Dasar yang ketiga mensyaratkan agar perubahan besar struktur
kebijakan pengembangan program berdasarkan dasar hukum UKM
yang diberlakukan pertama pada tahun 1963 dan sudah direvisi
pada tahun 1999.
b. Gambaran Program One Village One Product di Jepang
Pendekatan One Village One Product (OVOP) pertama kali
diinisiasi di Oita, Jepang. OVOP merupakan suatu pendekatan
pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan
produk yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap memiliki
ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang
dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik
sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.95 Sebagai negara
yang memperkenalkan OVOP, pada dasarnya memiliki tujuan untuk
melakukan revitalisasi masyarakat desa melalui program OVOPnya.
Pemerintah Daerah setempat melihat potensi yang dimiliki oleh
daerahnya bekerjasama dengan komunitas setempat telah berhasil
melakukan pengembangan produk lokal yang memiliki kehususan
(produk khas).
Latar belakang dari program One Village One Product (OVOP)
di Jepang adalah mencegah depopulasi desa, mengurangi polusi urban
dan optimalisasi pasar domestik. 96 Prinsip dari pengembangan
program OVOP di Jepang itu sendiri melingkupi prinsip lokal
sekaligus global, usaha mandiri dengan inisiatif dan kreativitas, serta
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Secara kelembagaan,
OVOP di Jepang memiliki sumber inisiatif dari masyarakat (bottom
95 Meirina Triharini, Dwinita Larasati & R. Susanto, Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 6, No. 1, 2012, 28-41, hal. 29. journal.itb.ac.id/download.php?file=D12004.pdf&id=1312...1 96 Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
97
Universitas Indonesia
up), sehingga tidak ada kelembagaan yang menangani pengembangan
OVOP secara khusus, Pemerintah hanya berperan sebagai sebagai
fasilitator dan motivator. Selain itu, pengembangan program One
Village One Product di Jepang tidak terlepas dari kunci sukses yang
berdampak pada keberhasilan program tersebut sampai saat ini. Kunci
sukses penerapan program OVOP di Jepang menerapkan hal-hal
sebagai berikut:97
1. Perubahan mindset penduduk: inisatif masyarakat dengan visi
pengembangan yang jelas, merangkul dan melibatkan pelaku
2. Mengenali harta lokal: mengangkat keunikan yang dimiliki
sehingga menjadi lebih dihargai baik secara domestik maupun
global;
3. Berkelanjutan menciptakan kekuatan: selalu mengupayakan
peningkatan kualitas dan melakukan penelitian yang mendukung;
4. Produk nilai tambah tinggi: pengembangan dan diversifikasi
produk melalui penelitian dan perbaikan metode/teknologi;
5. Mencari saluran pemasaran: membuka akses dan
pengembangan pasar di dalam maupun di luar negeri;
6. Pemberdayaan SDM: peningkatan kemampuan teknis dan
manajemen SDM dilakukan secara berkelanjutan;
7. Satu faktor tambahan yang juga merupakan hal yang penting
adalah: Penggerak OVOP: keberadaan key leader sebagai motor.
Selain kunci sukses dari pelaksanaan pengembangan program
OVOP di Jepang tersebut, pemerintah dan instansi terkait yang
mendukung program OVOP di Jepang terus berupaya melakukan
pengembangan dan kegiatan yang memberikan ruang gerak luas untuk
berbagai faktor pendukung, diantaranya:
1. Dukungan pemasaran: memberikan bantuan pendanaan
pembangunan tempat penjualan (Kanohana Garten);
97 Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
98
Universitas Indonesia
2. Dukungan pengembangan SDM: memberikan pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan kebutuhan dari pelaksana OVOP di setiap
daerah di propinsi Oita;
3. Dukungan pengembangan produk: memberikan dukungan
penelitian-penelitian yang dapat meningkatkan kualitas dan mutu
produk (khususnya produk-produk hasil pertanian)
4. Dukungan infrastruktur: memberikan dukungan pada
pembangunan infrastruktur penunjang;
5. Dukungan motivasi: memberikan motivasi moral kepada
penggerak dan masyarakat yang mencoba mengimplementasikan
OVOP.
4.1.2.2. Thailand
a. Gambaran UKM di Thailand
Kementerian Industri Thailand membagi UKM menjadi 4
(empat) kategori yang terkait dengan jenis industrinya. UKM di
Thailand dapat didefinisikan berdasarkan jumlah pegawai dan jumlah
modal tetap (fixed assets) UKM. Karakteristik definisi ini dapat
dipetakan seperti yang tertera dalam tabel berikut ini yaitu:98
98 Small and Medium Enterprise Development Policies in Thailand, makalah, hal. 161, http://www.smrj.go.jp/keiei/dbps_data/_material_/common/chushou/b_keiei/keieikokusai/pdf/SME_in_ASEAN_E2_0803.pdf
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
99
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Definisi UKM di Thailand
Industry Small Enterprise Medium Enterprise
Industri
Manufaktur
(Manufacturing
Industry)
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with
employees of up to 50 or
with assets of up to 50
million bahts.
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with 51-200
employees or with assets of
no less than 50 million
bahts and up to 200 million
bahts.
Industri
Perdagangan
Skala Besar
(Wholesale
Industry)
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with
employees of up to 25or
with assets of up to 50
million bahts.
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with 26-200
employees or with assets of
no less than 50 million
bahts and up to 100 million
bahts.
Industri
Perdagangan
Skala Kecil
(Retailing
Industry)
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with
employees of up to15 or
with assets of up to 30
million bahts.
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with 16-150
employees or with assets of
no less than 30 million
bahts and up to 60 million
bahts.
Industri Jasa
(Service
Industry)
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with
employees of up to 50 or
with assets of up to 50
million bahts.
Enterprise which
corresponds to any of the
following; with 51-200
employees or with assets of
no less than 50 million
bahts and up to 200 million
bahts.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
100
Universitas Indonesia
Dari tabel pemetaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
UKM adalah usaha yang dilakukan oleh pengusaha pada sektor
tertentu yang memiliki jumlah pegawai tertentu dengan jumlah modal
tetap yang tertentu pula. UKM di Thailand dapat didefinisikan
berdasarkan jumlah pegawai dan jumlah modal tetap (fixed assets)
UKM. Kerajaan Thailand yang juga dilanda krisis pada tahun 1997
berhasil keluar dari krisis moneter yang berkepanjangan. Pulihnya
Thailand dari krisis yang berkepanjangan disebabkan salah satunya
adalah kuatnya peran UKM dalam meningkatkan perekonomian
Thailand.
Peran UKM di Thailand amatlah penting karena sebagian
pendapatan negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan
penambahan nilai ekspor UKM dari beberapa sektor seperti tekstil dan
garmen, keramik, batu-batuan dan perhiasan, industri pertanian,
industri furnitur kayu, dan produksi kulit. Selain itu peningkatan
ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung, seperti industri
besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan barang
elektronik serta packaging (pengepakan barang).99
Peran UKM di Thailand sangat vital bagi peningkatan
pertumbuhan perekonomian nasional dan juga merupakan salah satu
faktor pengungkit bangkitnya Thailand dari krisis moneter.
Pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya
peningkatan produktifitas dan efektifitas UKM, seperti ditetapkannya
UU Promosi UKM, UU Small Industries Finance Corporations.
Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk mendukung
peningkatan pengembangan UKM terutama dalam pendanaan UKM.
Upaya yang dilakukan meliputi fasilitasi akses UKM dalam pasar
internasional, penetapan SME Equity Fund, dan memberikan modal
99 Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Op Cit..
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
101
Universitas Indonesia
ventura pada UKM. Peran pemerintah Thailand adalah sebagai
fasilitator dalam rangka pengembangan UKM.
b. Gambaran Program One Village One Product di Thailand
Negara ini mengadopsi program OVOP Jepang dan lebih
dikenal dengan One Tambon One Product (OTOP), pada dasarnya
memiliki tujuan untuk membangun perekonomian lokal sebagai
bagian dari restrukturisasi ekonomi nasionalnya. Yang menjadi
perbedaan dengan Jepang adalah bahwa di Thailand dilakukan
dikoordinir oleh Pemerintah Pusat dan tidak harus bekerjasama
dengan komunitas tertentu. Hal ini sama dengan yang terjadi dalam
OVOP yang dikembangkan di Kamboja.
Latar belakang dari dikembangkannya program OTOP di
Thailand adalah upaya untuk pengembangan ekonomi lokal sebagai
bagian dari Restrukturisasi Ekonomi Nasional. Secara kelembagaan,
program ini dikoordinasikan secara sentral oleh Pemerintah Pusat
melalui OTOP National Administrative Committee, melalui
pengembangan konsep Top Down yang kuat. Pengembangan program
OTOP di Thailand sendiri menggunakan prinsip Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Kemandirian dan Kreativitas serta Lokal
tetapi Global. Dalam pengembangannya, program OTOP di Thailand
memiliki kunci sukses dalam penerapannya sampai saat ini. Adapun
kunci sukses tersebut adalah:
1. Keunikan produk, menggunakan falsafah lokal dan atau material
lokal, disertai dengan standarisasi dan sistem manajemen;
2. Dukungan pimpinan tertinggi pemerintahan Thailand terhadap
program-program pengembangan OTOP;
3. Akumulasi pengetahuan dan pasar, melalui terciptanya
jaringan produsen-produsen OTOP yang membuat produk-produk
yang sama;
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
102
Universitas Indonesia
4. Koordinasi yang kuat diantara produsen OTOP dengan
instansi pemerintah, khususnya pemerintah daerah tingkat povinsi;
5. Integrasi tugas-tugas diantara kementerian yang terlibat berjalan
dengan baik;
6. Penetrasi pasar yang baik melalui program pemasaran yang
terencana dan terintegrasi di setiap tingkatan wilayah target pasar.
Untuk terus mengembangkan program OTOP tersebut,
pemerintah Thailand mengupayakan kegiatan penunjang program
pengembangan OTOP dengan kegiatan yang difokuskan pada:
1. Dukungan Kelembagaan Pemerintah dalam melaksanakan
program OTOP;
2. Dukungan pelaksanaan seleksi local identity;
3. Peningkatan Pengetahuan dan Kompetensi: Program “SMART
OTOP”;
4. Peningkatan Kualitas Produk dan Standarisasi Produk: OTOP
Product Champion (OPC);
5. Promosi: OTOP City, Trade Fair dan Pameran OTOP;
6. Kolaborasi Internasional.
4.1.2.3. Kamboja
a. Gambaran UKM di Kamboja
UKM di Kamboja telah memberikan kontribusi yang tinggi
terutama dalam pada pengembangan sektor privat maupun terhadap
pengembangan perekonomian Kamboja itu sendiri sejak awal tahun
1990an. Kementerian Industri, Pertambangan dan Energi atau yang
disebut Ministry of Industry, Mines and Energy (MIME) di Kamboja
telah memetakan sektor industri manufaktur di Kamboja dibagi
kedalam 4 (empat) segmen, yaitu:100
100 Meas, Wat Ho, Characteristics of Small and Medium Enterprises in Cambodia: Case study of rice milling enterprises, makalah, Hokkaido University, hal. 5.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
103
Universitas Indonesia
Tabel 4.2. Pembagian UKM di Kamboja
Kategori Pekerja Modal
micro
enterprises
(MEs)
Kurang dari 10 orang Modal awal kurang dari
USD 10.000
small
enterprises
(SEs)
10 – 49 orang Modal awal antara USD
10.000 – USD 199.000
medium
enterprises
(MEs)
50 – 199 orang Modal awal antara USD
200.000 – kurang dari USD
1.000.000
large
enterprises
(LEs)
Lebih atau sama
dengan 200 orang
Modal awal lebih dari USD
1.000.000
Pada tahun 2004, pemerintah Kamboja membentuk SME Sub-
Committee dan SME Development Framework. Tujuan dari
pembentukan framework tersebut adalah untuk mengidentifikasi
hambatan yang ada serta pengenalan terhadap isu-isu spesifik untuk
mendukung pengembangan UKM di Kamboja. Terdapat 3 (tiga)
hambatan utama UKM di Kamboja, yaitu lemahnya regulasi yang
mengatur UKM dan kerangka hukumnya, akses terbatas bagi UKM
untuk bantuan keuangan, serta minimnya dukungan terhadap kegiatan
UKM.101 Setelah krisis keuangan yang terjadi selama periode 2008 –
2009, terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh UKM di Kamboja,
yaitu:102
101 Peter Baily, Cambodian Small and Medium Sized: Enterprises: Constraints, Policies and Proposals for Their Development, makalah, hal. 1. 102 IFC Advisory Services in East Asia and the Pacific, Understanding Cambodian Small and Medium Enterprise Needs for Financial Services and Products, Cambodia Agribusiness Series - No. 2, November 2010, hal. 4.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
104
Universitas Indonesia
1. Keadilan yang merata bagi UKM.
UKM terdaftar dan yang tidak terdaftar sama-sama bersaing untuk
pelanggan yang sama. Terdapat beberapa UKM yang terdaftar dan
mematuhi hukum, serta adanya UKM yang menyediakan produk
dan jasa yang sama namun tidak sesuai dengan hukum, dan mereka
dapat menikmati keuntungan. Untuk memastikan kepatuhan
terhadap hukum dan mendorong pengusaha untuk memformalkan
usaha mereka, prosedur pendaftaran untuk UKM perlu
dirampingkan.
2. Produksi yang rendah
Dalam hal persaingan yang adil di pasar global, UKM di Kamboja
dirugikan oleh tingkat produktivitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan negara tetangga (seperti Thailand dan
Vietnam) dan negara-negara lain dengan populasi yang jauh lebih
besar seperti Bangladesh, Cina, India dan Pakistan. Sebuah studi
Bank Dunia tahun 2004 menunjukkan bahwa faktor produktivitas
total UKM di Kamboja adalah 18% lebih rendah dibandingkan
dengan India dan 24% lebih rendah dari China. Hal ini menjadi
sebuah hambatan. Maka untuk pengembangan UKM yang secara
keseluruhan untuk mengatasi tingkat produktivitas rendah tersebut,
dibukakan akses ke pelatihan yang sesuai dengan jasa profesional
yang diberikan oleh sektor publik atau swasta. Hal ini penting
untuk memastikan sektor UKM menjadi kompetitif.
3. Kurangnya akses terhadap informasi konsumen dan pasar
UKM tidak memiliki akses ke informasi tentang pasar. Sebagian
besar UKM beroperasi hanya di provinsi-provinsi di mana mereka
berada. Sangat sedikit memiliki peluang untuk masuk ke pasar
internasional untuk produk mereka. Untuk memastikan bahwa
UKM dapat bersaing di pasar global dan berkontribusi lebih
banyak untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi,
mereka memerlukan akses ke informasi, teknologi dan layanan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
105
Universitas Indonesia
yang akan memungkinkan mereka untuk memperluas basis
pelanggan mereka, baik di dalam Kamboja maupun secara global.
b. Gambaran One Village One Product di Kamboja
Pengembangan program OVOP di Kamboja bertujuan untuk
memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan
pengentasan kemiskinan. Latar belakang dari program pengembangan
OVOP di Kamboja adalah pengembangan ekonomi lokal untuk
mencegah depopulasi dan pencari kerja di wilayah urban serta
mengoptimalkan ekspor. Secara kelembagaan, program
pengembangan OVOP di Kamboja dikoordinasikan secara sentral oleh
Pemerintah Pusat melalui Komite Nasional OVOP, yang dipimpin
langsung oleh Perdana Menteri. Dalam pengembangannya, program
OVOP di Kamboja memiliki kunci sukses tersendiri. Kunci sukses
tersebut adalah:
1. Modal dasar keahlian penduduk yang tinggi dalam penciptaan
produk-produk, khususnya kerajinan;
2. Dukungan pimpinan tertinggi pemerintahan Kamboja terhadap
program-program pengembangan OVOP;
3. Dukungan finansial dari Pemerintah Jepang untuk menginisiasi
program OVOP Kamboja;
4. Kelembagaan pemerintah yang kuat dalam pengembangan
OVOP;
5. Program pemberdayaan yang berhasil meningkatkan
kepercayaan diri penduduk desa untuk berusaha dan menciptakan
produk-produk unggul;
6. Akses pasar yang semakin baik, melalui program pemasaran
yang terencana dan berkesinambungan dalam kerangka Gerakan
One Province One Product, One Community One Product.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
106
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk program kegiatan yang mendukung
pengembangan program OVOP di Kamboja dilaksanakan dengan
fokus terhadap:
1. Dukungan Studi, menentukan produk-produk unggulan local;
2. Dukungan Promosi, melalui pembukaan akses pasar usaha
OVOP ke perusahaan swasta, pengusaha, pemilik peternakan,
negara dan perusahaan swasta, hotel, restoran, resor dan pemasok
di provinsi dan kota;
3. Insentif bagi produsen seperti akses pasar, memberikan kredit,
transfer teknologi, dan menawarkan benih serta bahan baku;
4. Fasilitasi pembentukan Koperasi Petani untuk menjamin harga
produk;
5. Dukungan alat-alat produksi yang sesuai dengan situasi nyata
di lingkungan desa dan sesuai dengan permintaan pasar;
6. Dukungan peningkatan keterampilan manajemen dan
pengembangan sumber daya manusia.
Secara garis besar pengembangan OVOP di beberapa Negara Asia
dapat dilihat pada tabel berikut ini:103
103 Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Sinergi OVOP Dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, Presentasi, Kementerian Perdagangan, Op Cit.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
107
Universitas Indonesia
Tabel 4.3. Perkembangan OVOP di Beberapa Negara Asia
Faktor OVOP Jepang (Oita) OTOP Thailand OVOP Kamboja
Tujuan Dasar Revitalisasi Masyarakat Desa
Pembangunan ekonomi lokal sebagai bagian dari restrukturisasi ekonomi nasional
Memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan pengentasan kemiskinan.
Inisiator Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat (Komite Admistratif Nasional OTOP)
Perdana Menteri & Wakil melalui Komite Nasional OVOP
Pendekatan Implementasi
Bottom - up Top – Down Top - Down
Kriteria/Syarat Usaha OVOP
Produk /komoditas lokal yang khas, yang merupakan inisiatif masyarakat,
Menetapkan persyaratan bagi usaha OVOP(kualitas, pemasaran, dll) untuk menentukan positioning produk OVOP
Kelembagaan Pemerintah Dikordinasi
Pemerintah Daerah Dikordinasi Pemerintah Pusat
Dikordinasi Pemerintah Pusat
Usaha/Bisnis Berbasis komunitas Tidak harus komunitas (petani, Grup UMKM, Perusahaan swasta)
Tidak selalu komunitas
Jumlah Usaha OVOP
Thn 2003 :16.808 produsen, 2004 : 27.889 produsen
Lokasi Usaha OVOP
11 kota dan 47 desa : Desa Oyama, Desa Yufuin, Pulau Himeshima, Desa Miyanaura, Kagoshima, Kumamoto dan Oita
Seluruh wilayah Thailand
Jenis Produk Utama
Plum, Kastanye, Udang Himeshima, Ikan kering, Baso Ikan, Telur ikan, Shochu Gandum Oita
Makanan; Kain, Tekstil, Pakaian; Kerajinan Tangan; Souvenir; Minuman; Hiasan; Tanaman Obat/rempah
Souvenir (tas sutra, tatami, ginseng wine, red wine, palm wine, bunga, souvernir batu & kayu); Buah; Sayuran
Produksi Program “SMART OTOP
Berbasis “One Province One Product”
Pemasaran OTOP City, Trade Fair dan Pameran OTOP, Kolaborasi
Pemasaran: berbasis One Workshop One Product
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
108
Universitas Indonesia
Faktor OVOP Jepang (Oita) OTOP Thailand OVOP Kamboja
Internasional
Standar & Kualitas
OTOP Product Champion (OPC)
diupayakan oleh komunitas lokal, terhadap usaha-usaha OVOP yang ada di wilayahnya
Fasilitasi Pemerintah Pelatihan Mengembangkan
semacam pondok belajar (bernama Toyo-no-kuni juku) di 12 tempat di Propinsi Oita, untuk menyebar pikiran pokok OVOP. Saat ini sekitar 1.500 orang lulusan pondok
Smart OTOP: pelatihan bisnis untuk meningkatkan pengetahuan dasar berbisnis seperti: manajemen, akuntansi, keuangan, pemasaran, pengembangan produksi.
Pembiayaan Bank khusus untuk pembiayaan usaha OTOP
Pemasaran/Promosi
Konohana Garten: menjadi one stop shopping produk OVOP
“OTOP City”, trade fair dan pameran OTOP
Pendampingan Pelaku usaha dapat meminta pendampingan kepada pemerintah
Dukungan Kebijakan OVOP
Roadmap OTOP
4.1.3. Perkembangan dan Pemanfaatan Program One Village One
Product (OVOP) di Indonesia
OVOP di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten
menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha
Milik Negara) dan terus mendapat bimbingan serta aneka bantuan dari
pemerintah. Hal ini berkaitan demgan produk yang dihasilkan mewakili
identitas daerah bahkan negara. Dimana produk-produknya mencerminkan
keunikan suatu daerah atau desa. Dengan keunggulan yang dimiliki, maka
produk tersebut dapat meningkatkan pendaptan bagi daerahnya, melalui
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
109
Universitas Indonesia
kunjungan turis, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan
ketrampilan SDM. Di Indonesia terdapat sekitar 74.000 desa yang
memiliki keunikan atau ciri khas. Dimana mayoritas atau sekitar 65%
penduduknya masih tergolong miskin, berpendapatan rendah. Dan
mayoritas desa-desa tersebut eksis disektor pertanian atau agrikultur.
Dengan kultur tersebut, sangat potensial dikembangkan OVOP.
OVOP merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan
daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi
atau UKM. Program OVOP ini dalam rangka pelaksanaan Instruksi
presiden No 6 Tahun 2007, tanggal 8 Juni 2007 tentang Percepatan Sektor
Riil dan Pembangunan usaha Mikro Kecil dan menengah. Melalui program
ini setiap daerah akan memiliki produk unggulan yang bisa dipasarkan
baik di pasar domestik maupun internasional, sehingga bisa meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Bagi Indonesia, OVOP berarti satu desa satu produk yang bersifat
unggulan. Satu produk merujuk pada pendekatan pengembangan potensi
daerah di satu wilayah tertentu, pengertian desa juga bisa diperluas
menjadi kecamatan atau kabupaten/kota. Tujuan utama hadirnya OVOP
dalam rangka menggali, mengembangkan dan mempromosikan produk-
produk inovatif dan kreatif yang berasal dari daerah yang bersangkutan
bersifat unik, khas dan memiliki ciri tertentu agar lebih bernilai tinggi.
Sehingga diharapkan mampu mengurangi kemiskinan secara massif.
Indonesia mulai merealisasikan gerakan OVOP tahun 2008
berkolaborasi dengan melibatkan banyak stakeholder. Usulan daerah yang
ingin mengembangkan OVOP dilakukan secara bottom up yang kemudian
dilakukan seleksi dengan kriteria keunikan khas budaya dan originalitas,
mutu dan tampilan produk, potensi pasar yang terbuka di dalam dan di luar
negeri, kontinuitas dan konsistensi produksi yang didukung sumber daya
lokal. Dengan sentuhan trend warna, tekstur dan material yang menjadi
trend masa depan, produk lokal ini menjadi relevan dengan tampilan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
110
Universitas Indonesia
kontemporer tanpa menghilangkan cita rasa lokal. Ini adalah yang disebut
sebagai proses decoding. Para kreator produk diajak untuk memahami
trend, untuk kemudian mentransformasi desain produk dengan
mengombinasikan sentuhan trend baru ini.
OVOP merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan
daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi
atau UKM. Prinsip dasar One Village One Product adalah dimana
masyarakat desa/daerah mampu mencari dan menggali komoditas/produk
yang bisa menjadi unggulan secara berkesinambungan. Kriteria yang
diperlukan dalam mengidentifikasi produk unggulan tersebut sebagai
produk OVOP adalah sebagai berikut:104
1. Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan
telah dikembangkan secara turun-temurun.
2. Merupakan komoditas/produk khas dan unik dari desa/daerah
setempat.
3. Berbasis pada sumberdaya alam (SDA) setempat/lokal.
4. Memiliki tampilan dan kualitas produk yang baik.
5. Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun
internasional.
6. Memiliki nilai tambah produk yang tinggi.
7. Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat
Adapun yang menjadi prinsip dasar OVOP dapat dilihat pada
kriteria sebagai berikut:
1. PRODUKSI LOKAL NAMUN BERSIFAT GLOBAL (Local yet
global)
Mengupayakan potensi lokal untuk mencapai reputasi global, dengan
merevitalisasi tiap daerah untuk mengembangkan potensi sumber daya
dan memacu menghasilkan kreasi dalam bentuk produk yang spesial/
unik, perpaduan dengan potensi kearifan dan budaya lokal, bernilai
104 http://OVOP.or.id
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
111
Universitas Indonesia
tambah tinggi, bernuansa standar pasar internasional, dan tetap
menjaga kelestarian lingkungan. Produk OVOP dapat dipasarkan
secara internasional, namun tetap disukai di pasar lokal.
2. KEMANDIRIAN DAN KREATIVITAS (Self reliance and
creativity)
Penggerak utama yang menjadi kekuatan gerakan OVOP adalah
masyarakat sendiri. Menggerakkan peran masyarakat dengan
kreativitas, inovasi, ketekunan, dan potensi sumber daya. Pengetahuan
masyarakat itu sendiri merupakan salah satu prinsip dasar gerakan
OVOP. Masyarakat yang menentukan produk yang dipilih yang
memiliki spesialitas/keunikan nyata.
3. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (Human
resource development)
Pengembangan SDM masyarakat lokal merupakan prinsip yang sangat
penting dalam gerakan OVOP. Masyarakat harus mempunyai motivasi
tinggi untuk mentransformasikan tantangan menjadi peluang, tidak
menyerah dalam pencarian, tidak pernah menderita oleh kegagalan,
tetapi secara terus menerus berupaya menghadapi perubahan.
4.1.4. Sasaran Gerakan OVOP
Gerakan OVOP dalam pengembangannya memiliki sasaran sebagai
berikut:
1. Penciptaan lapangan kerja dan pendapatan untuk penduduk dan
masyarakat lokal;
2. Penguatan kemampuan kemandirian masyarakat lokal, dalam
pembangunan ekonomi masyarakatnya;
3. Pengembangan pengetahuan tradisional, sumber daya lokal dan
pengoptimalan pemanfaatan SDM lokal;
4. Pengembangan SDM melalui pengembangan kemampuan,
keterampilan dan pengetahuan;
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
112
Universitas Indonesia
5. Pengembangan untuk memotivasi kreativitas dan inovasi masyarakat
lokal, khususnya dalam pengembangan produk lokal yang dipadu
dengan keunikan tradisi, kearifan dan budaya lokal.
4.2. Merek Kolektif Sebagai Sarana Pengembangan Produk UKM dalam
Program One Village One Product (OVOP)
4.2.1. Penerapan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Merek
Kolektif pada Produk UKM
Terinspirasi dengan model OVOP, terdapat suatu rekomendasi
mengenai penerapan pembangunan “branding produk lokal” yang disebut
SAKASAME (Satu Kabupaten Satu Merek). Dalam implementasi model
ini, suatu daerah dapat distimulasi untuk mengembangkan satu merek
bersama (merek kolektif yang dimungkinkan oleh UU Merek No.15 tahun
2001). Merek kolektif tersebut diciptakan, didaftarkan, dikembangkan, dan
dikelola oleh suatu lembaga di daerah. Untuk kepentingan profesionalisme
wirausaha, lembaga tersebut sebaiknya dikelola oleh asosiasi usaha di
daerah atau oleh unit usaha koperasi pemasaran.
Setiap unit usaha kecil atau menengah (UKM) dimungkinkan
meminta izin dari pemegang merek untuk menggunakan merek kolektif
tersebut. Sebagai imbalannya, UKM dikenakan biaya bersama (sharing
cost) untuk membiayai manajemen merek. Biaya bersama tersebut harus
cukup terjangkau dan tidak terlalu membebankan para pelaku usaha.
Upaya ini dipandang perlu mengingat cukup banyak UKM-UKM kreatif di
daerah yang telah mampu memproduksi produk dengan kualitas baik,
bahkan unggulan, namun tidak mampu memasarkan produknya dengan
nilai tambah yang tinggi.
Sebagian besar UKM di Indonesia masih banyak menemui
berbagai macam kendala dalam pengembangan produknya, baik produk
baru yang diproduksi tanpa merek maupun produk yang diproduksi sudah
menggunakan merek. Sebagian besar pelaku industri makanan dan
minuman di Indonesia berperan sebagai : (1) pemasok komoditas (industri
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
113
Universitas Indonesia
hulu dan memperdagangkan barang-barang tidak bermerek), (2) penjual
produk (menjual produk dengan identitas yang mirip tetapi aktivitasnya
hanya sampai distribusi saja), dan (3) pemasar merek semu (membangun
dan menjual merek melalui promosi dan distribusi tetapi memiliki
keterbatasan modal untuk bersaing dengan merek yang mapan).
Ketiga kondisi ini menyebabkan kurangnya daya saing dan daya
jual produk-produk lokal di pasar global, padahal produk makanan dan
minuman lokal daerah asli Indonesia banyak digemari oleh konsumen
asing. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh beberapa “produsen” bangsa
asing untuk mengatas namakan produk Indonesia sebagai produk mereka,
kejadian ini tentu sangat merugikan produsen lokal. Untuk menghadapai
permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya dan perlindungan yang
terpadu dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan produk
makanan dan minuman daerah asli Indonesia, khususnya produk yang
dibuat oleh UKM.
Permasalahan yang umum dialami oleh UKM Indonesia adalah
kendala biaya pendaftaran merek yang masih dianggap mahal bila mereka
hendak mendaftarkan mereknya sendiri, serta banyaknya merek yang
hampir sama sebagai bentuk persaingan usaha antar UKM. Beberapa
UKM yang sudah berhasil memperoleh omset yang cukup besar untuk
produksinya memiliki kecenderungan untuk membuatkan merek khusus
untuk produknya. Pembuatan merek tersebut diharapkan dapat
meningkatkan minat beli dan harga jual.
Saat ini masih banyak pelaku usaha, khususnya UKM, yang belum
menyadari peran merek. Di antara pelaku usaha UKM yang sudah
menyadari peranan merek, ternyata relatif masih banyak yang belum
mampu melakukannya sendiri. Kesadaran pengusaha industri kecil dan
Menengah untuk melindungi merek dagangnya dengan mendaftarkan diri
ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kementerian Hukum dan
HAM masih sangat rendah. sedikitnya jumlah UKM yang mendaftarkan
merek dagang disebabkan antara lain karena keterbatasan biaya. Para
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
114
Universitas Indonesia
UKM yang memiliki modal terbatas cenderung memilih memfokuskan
pengeluaran pada produksi. Selain itu rendahnya tingkat pencatatan merek
dagang di dalam negeri disebabkan banyak pengusaha yang tak gunakan
merek orisinil. Beberapa produk UKM yang sudah memiliki merek yang
dikenal sebagai contoh Dagadu di DIY, Joger di Bali dan Kartika Sari di
Bandung.
Perlindungan hukum merek yang ditujukan untuk UKM terlebih
dahulu harus melihat apakah merek dari produk UKM tersebut telah
didaftarkan atau belum. Merek baru memiliki kekuatan hukum setelah
didaftarkan ke Ditjen HKI dan kemudian kembali dicatat di klinik HKI
Ditjen IKM Kementerian Perindustrian. Dengan telah diaftarkan merek
tersebut, maka sengketa merek bisa dihindarkan, sehingga UKM dapat
memperoleh perlindungan hukum terhadap merek yang digunakannya
karena memiliki bukti mengenai hak milik mereknya.
Pengusaha UKM yang hendak mendaftarkan mereknya umumnya
terbentur masalah mahalnya biaya pendaftaran merek. Sebagai solusi
untuk masalah ini adalah pengusaha UKM dapat menggunakan merek
bersama (merek kolektif) sebagai jalan keluar dalam memperoleh nama
bagi produknya serta kemudahan dalam pendaftaran merek. Penggunaan
merek kolektif dapat lebih mempermudah UKM dan tentunya dapat
digunakan sebagai sarana pembangunan produk lokalnya. Untuk
prndaftaran merek oleh UKM secara umum dibantu oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan atau instansi terkait untuk memudahkan
UKM. Prosesnya secara umum adalah :
1. Menyelenggarakan sosialisasi/forum fasilitasi pendaftaran merek
dengan UKM
2. Melakukan inventarisasi persyaratan permohonan pendaftaran merek;
3. Melakukan review atas pemenuhan persyaratan permohonan
pendaftaran merek;
4. Mengajukan permohonan merek ke Direktorat Jenderal HKI RI;
5. Monitoring proses pendaftaran merek di Direktorat Jenderal HKI; dan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
115
Universitas Indonesia
6. Penyerahan sertifikat merek kepada UKM terkait.
Langkah-langkah tersebut juga dilaksanakan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah dalam menghimpun
pendaftaran merek untuk UKM. Selain itu, Disperindag Propinsi Jawa
Tengah juga bekerjasama dengan Universitas/Perguruan Tinggi yang
memiliki fasilitas penunjang HKI.
4.2.1.1. Perkembangan HKI dan program One Village One Product
di Propinsi Jawa Tengah
Dari hasil surey dan wawancara dengan pihak Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, 105 diketahui bahwa Program
OVOP di Jawa Tengah saat ini sedang dalam tahapan untuk
mengidentifikasi OVOP yang sesuai dengan kriteria OVOP itu sendiri.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah mengadakan
identifiasi OVOP dan meminta masing-masing Kabupaten/Kota untuk
dapat mengirimkan usulan komoditi apa yang dapat dijadikan sebagai
komoditi OVOP. Namun kendala yang dihadapi adalah sampai saat ini
masih sedikit informasi yang masuk dari masing-masing Kabupaten/Kota.
Untuk pengembangan program OVOP bagi UKM di Jawa Tengah sendiri
pada akhirnya program OVOP tersebut akan menunggu kesediaan dari
masing-masing UKM apakah mereka mau dijadikan sebagai OVOP atau
tidak.
Sedangkan untuk isu permasalahan seputar HKI, kendala yang
dihadapi terutama untuk UKM adalah mahalnya biaya pendaftaran HKI,
masalah sertifikasi, keterbatasan Sumber Daya Manusia, dan sebagainya.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah melakukan
program untuk pengembangan UKM antara lain dengan cara memfasilitasi
untuk pendaftaran HKI, sosialisasi mengenai HKI, Focus Group
Discussion (FGD) mengenai HKI, serta pengiriman perwakilan UKM
untuk mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri. 105 Hasil wawancara dengan Bapak Soehartono, Ibu Azizah dan Bapak Prakoso, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Propinsi Jawa Tengah.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
116
Universitas Indonesia
Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah melakukan sosialisasi
terkait dengan HKI. Sosialisasi yang dilakukan terkait dengan HKI
diantaranya yaitu mengenai Hak Cipta, Merek termasuk merek kolektif.
Dalam melaksanakan sosialisasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
bekerjasama dengan akademisi, dalam hal ini Universitas Diponegoro
yang sudah terbentuk Klinik HKI-nya. Sedangkan untuk UKM yang
tersebar di Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi
Jawa Tengah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal HKI memberikan
sosialisasi mengenai merek untuk peningkatan daya saing produk UKM.
Sebagai langkah tindaklanjut setelah tersosialisasikannya HKI
kepada UKM di Jawa Tengah tersebut adalah melakukan pendataan
mengenai UKM mana saja yang belum mendaftar HKI yang untuk
selanjutnya diminta untuk mengajukan pendaftarannya. Data awal
sementara yang diperoleh berasal dari UKM yang mengikuti sosialisasi
tersebut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah
mengupayakan untuk segera mengumpulkan data UKM sesaat setelah
sosialisasi, yang merupakan usaha untuk dapat mempercepat proses
pendataan dan pendaftaran produk UKM ke Direktorat Jenderal HKI,
Kementerian Hukum dan HAM.
Tujuan dari kegiatan tersebut secara sederhana adalah untuk
menjaga agar produk dari UKM tersebut tidak mudah untuk ditiru oleh
pihak/UKM lain. Dengan demikian sebagai langkah antisipasi dalam
rangka perlindungan hukum terhadap HKI bagi UKM, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan melakukan kegiatan “jemput bola” untuk mempercepat
dan mempermudah pendaftaran HKI.
Langkah lainnya yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dalam menyelesaikan permasalahan di
lapangan terkait dengan UKM adalah dengan menempatkan diri sebagai
mediator bagi UKM. Bila dalam prakteknya ditemukan suatu
permasalahan, maka langkah awal yang diberikan oleh Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah adalah dengan mengusulkan bagi
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
117
Universitas Indonesia
UKM tersebut untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan (mediasi),
namun bila tetap tidak bisa menemukan penyelesaian, maka Dinas
Perindustrian dan Perdagangan yang akan turun tangan untuk membantu.
Sebagai gambaran, pada tahun 2003, telah dilaksanakan sosialisasi
HKI di beberapa UKM, termasuk didalamnya adalah sosialisasi mengenai
merek dan hak cipta. Kegiatan tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan
Universitas Diponegoro, Jawa Tengah. Terpilihnya Universitas
Diponegoro, Jawa Tengah sebagai mitra kerja dikarenakan lembaga
tersebut telah memiliki klinik HKI sendiri. Kendala yang dihadapi dalam
rangka mensosialisaskan HKI tersebut pada saat itu adalah banyaknya
UKM yang menolak untuk didaftarakan HKI-nya karena rata-rata mereka
berpikiran bahwa untuk pendaftaran HKI dibutuhkan waktu yang lama
serta biaya yang mahal. Namun seiring dengan perkembangan informasi
dam pelayanan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Propinsi Jawa Tengah, maka untuk saat ini kendala yang seperti itu sudah
berangsur-angsur hilang. Saat ini sudah banyak UKM yang sadar
mengenai pentingnya untuk mendaftarkan HKI mereka guna memperoleh
perlindungan hukum (sadar HKI). Sedangkan dalam periode 2004 sampai
dengan awal tahun 2012, telah banyak UKM di Jawa Tengah yang
mendaftarkan HKI untuk produknya.
Sebelumnya terdapat hal yang dikeluhkan UKM terkait dengan
lamanya proses pendaftaran HKI. Menurut informasi yang diterima
minimal 18 bulan dengan jumlah pendaftar minimal 500-600 pendaftar.
Bila terjadi overlapping pendaftaran dengan UKM yang lain, maka bisa
menunggu 9 bulan lagi untuk selesai. Dengan adanya proses yang lama
tersebut, UKM melaporkan permasalahan ini ke Dinas Perindustrian dan
Perdagangan untuk memperoleh solusi. Dari pihak Dinas diberikan solusi
awal bahwa khususnya untuk merek, UKM harus membuat ide sendiri dan
jangan meniru produk/UKM yang lain. Bila sudah memiliki merek/produk
yang akan didaftarkan, UKM bisa datang ke Dinas untuk dilakukan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
118
Universitas Indonesia
pengecekan apakah ada yang sama dengan produk/UKM lain atau tidak
(orisinil).
Beberapa permasalahan HKI yang telah ditangani oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah sebagian besar
terkait masalah sengketa merek dagang antar UKM. Sebagai contoh kasus
sengketa HKI adalah yang terjadi pada produk UKM “Kecap Purwodadi”
dimana letak permasalahannya adalah saat terjadi perpecahana internal
dalam UKM tersebut, terjadi sengketa pemegang merek dagang “Kecap
Purwodadi”. Sewaktu diadakan sosialisasi HKI, pemilik UKM kecap tidak
hadir tetapi diwakilkan oleh karyawannya. Maka, saat dilakukan
pendaftaran HKI, yang mendaftarkan merek “Kecap Purwodadi” adalah
karyawan UKM tersebut. Masalah ini diselesaikan melalui mediasi yang
dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa
Tengah. Contoh lainnya adalah mengenai produk batik di Magelang, Jawa
Tengah. Produk batik yang dihasilkan mengalami sengketa merek, dimana
produk yang dihasilkan sama namun memiliki merek yang berbeda.
Pemegang merek yang telah terdaftar merasa dirugikan karena produknya
kalah bersaing dalam penjualan dengan produk yang sama namun dengan
merek yang belum terdaftar. Masalah ini masih dalam tahap musyawarah.
Kasus lainnya adalah mengenai kerajinan kuningan di Pati, Jawa Tengah.
Menurut informasi dari pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Propinsi Jawa Tengah, untuk kasus ini berawal dari orang dari luar daerah
Pati yang datang dan belajar kerajinan kuningan. Setelah mahir dan
kembali ke daerahnya, dia bisa memproduksi kerajinan tersebut lalu
memberi merek OVOP Pati. Kasus inipun masih dalam tahap pemeriksaan.
Kecenderungan UKM, khususnya di Jawa Tengah, adalah menjual
produknya dengan merek tiruan, dan bila sudah memiliki merek sendiri,
merek tersebut tidak didaftarkan. Khusus untuk merek kolektif, UKM di
Jawa Tengah belum banyak yang menghimpun merek kolektif untuk
didaftarkan. Umumnya mereka mendaftarkan sendiri mereknya. Terkait
hal ini, tingkat Kabupaten/Kota telah memiliki anggaran khusus untuk
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
119
Universitas Indonesia
merek kolektif UKM dan sudah mulai berjalan. Sedangkan untuk tingkat
Propinsi sudah mulai menghimpun merek kolektif sejak tahun 2009.
Langkah yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam
melakukan sosialisasi HKI sekaligus melakukan pendaftaran HKI
dirasakan sangat membantu UKM yang tidak mampu. Pengurusan HKI
untuk UKM yang tidak mampu dilakukan secara bebas biaya (gratis), dan
kebanyakan untuk UKM yang memproduksi makanan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, terkait dengan
pengembangan program One Village One Product (OVOP) di Jawa
Tengah, diketahui bahwa OVOP Jawa Tengah sudah mulai berjalan seiring
dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur Jawa Tengah No. 518/23546
Tahun 2011 tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah Perdesaan
Melalui Pendekatan One Village One Product (OVOP) Berbasis Koperasi
di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Instruksi Gubernur tersebut tingkat
Kabupaten/Kota sudah mengusulkan produk-produk yang akan dijadikan
OVOP, namun tidak semua produk sesuai dengan ketentuan OVOP. Hal
ini terkendala dengan belum adanya sosialisasi kriteria OVOP seperti apa
yang sesuai dengan kondisi Jawa Tengah. Berdasarkan hal tersebut
Kabupaten/Kota diminta untuk melakukan kembali melakukan
indentifikasi produk.
Sasaran OVOP Jawa Tengah yang akan dicapai mengadopsi dari
OVOP Jepang dan OTOP Thailand, dimana tidak ada pembatasan wilayah
dan pembinaannya lebih ke pelaku usaha. Sebagai contoh untuk produk
yang akan di-OVOP-an adalah tenun akar wangi untuk OVOP Pekalongan.
UKM diarahkan untuk memilih produk yang sesuai dengan kriteria OVOP,
yaitu dimana produk OVOP untuk pemasarannya berorientasi global,
maka dalam hal ini dilakukan pembinaan pasar dengan langkah
pendekatan pasar dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM).
Langkah kedepannya sebagai tindak lanjut OVOP Jawa Tengah
akan dilakukan klasterisasi/klasifikasi UKM dengan menggunakan bintang.
Sebagai contoh untuk UKM dengan nilai bintang 1 dan bintang 2
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
120
Universitas Indonesia
pembinaan yang dilakukan untuk UKM hanya sebatas diklat, sedangkan
untuk bintang 3-5 pembinaan akan lebih fokus tidak hanya sebatas diklat
dan lebih ke pelaku usahanya yang memiliki kemampuan produksi dengan
kualitas lebih. Penentuan kriteria berdasarkan bintang tersebut dilihat dari
produk yang akan dijadikan OVOP memiliki dampak yang luas bagi
perekonomian, lapangan kerja dan memiliki prospek pasar global. Sebagai
contoh untuk batik Pekalongan. Batik Pekalongan merupakan OVOP,
namun tidak semua batik yang diproduksi dapat menjadi OVOP.
Fleksibilitas yang ditawarkan oleh Dinas kepada UKM terkait
OVOP adalah dengan melakukan bimbingan OVOP yang terdiri dari
bimbingan proses produksi, bahan baku, maupun lay out. Bila UKM tidak
menghendaki bimbingan tersebut, maka program OVOPnya tidak akan
dilanjutkan. Salah satu kriteria OVOP yang dimasukan dalam program
OVOP Jawa Tengah adalah ketersediaan bahan baku. Hal ini menjadi
penting karena terkait dengan kemampuan pelaku usaha dalam
memproduksi serta terkait dengan kualitas dan kuantitas produknya.
4.2.1.2. Produk Kerajinan Kayu di Yogyakarta
Program OVOP di Yogyakarta dimulai sejak tahun 2006 yang
merupakan proyek pertama sekaligus proyek percontohan untuk program
pengembangan OVOP di Indonesia. Proyek tersebut merupakan hasil
kerjasama antara Pemerintah Jepang melalui JETRO dengan Pemerintah
Daerah Propinsi DIY. Dipilihnya propinsi DIY sebagai proyek percontohan
OVOP oleh pihak Jepang dikarenakan adanya ketertarikan akan potensi
yang dimiliki oleh DIY terutama dalam hal pengembangan komoditi
kerajinan melalui sentra-sentra UKM yang terfokus pada beberapa
komoditi. Pemerintah Jepang memberikan support kepada UKM di DIY
melalui Pemda setempat untuk dapat melakukan pengembangan produk
seperti yang telah dilaksanakan di Jepang.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
121
Universitas Indonesia
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ronni Mohamad
Guritno, SH, Direktur Eksekutif Dekranasda DIY, konsep OVOP yang
diperkenalkan di DIY terdiri dari 2 (dua) fokus perhatian106, yaitu:
1. Fokus pertama:
a. Memperoleh bantuan tenaga ahli dari Jepang, dalam hal ini oleh
Japan External Trade Organization (JETRO), berupa tenaga ahli
dalam bidang desain.
b. Melakukan survey produk yang dapat dikembangkan dan
memliki daya jual di Jepang
c. Untuk produk kulit, furniture dan serat dilakukan pendesainan
ulang (re-design) dengan salah satu langkahnya adalah dengan
mengirim pengerajin lokal ke Jepang untuk mendapat pelatihan
intensif.
2. Fokus kedua: DIY digunakan sebagai pilot project oleh Jepang
dalam pengembangan OVOP. Sebagai pilot project, DIY diminta
untuk dapat mensosialisasikan OVOP ke daerah-daerah lain sebagai
proyek OVOP.
Saat ini Jepang merasa bahwa program OVOP DIY sudah berhasil,
sehingga tidak lagi mengirimkan tenaga ahlinya. Hal ini menjadi kendala
tersendiri sehingga dibutuhkan bantuan dari pemerintah untuk
pengembangan lebih lanjut. Potensi pengembangan OVOP di DIY sangat
besar, namun terkendala masalah anggaran yang terbatas. Saat ini
pengelola OVOP DIY dipegang oleh Jogja Exotic (JogjaTIC) 107 yang
melakukan pengelolaan OVOP serta melakukan pengolahan produk dan
kerjasama perdagangan dengan Jepang. OVOP DIY sendiri difokuskan
pada bidang kerajinan batik ramah lingkungan yang bekerjasama dengan
106 Hasil wawancara dengan Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH, Direktur Eksekutif Dekranasda DIY 107 Produk yang dikembangkan berada dibawah pilot project yang diprakarsai JETRO untuk pengembagan One Village One Product (OVOP) di Jawa Tengah, khususnya DIY terutama setelah terjadinya bencana gempa bumi tahun 2006. Proyek tersebut mengatur kerjasama antara tenaga ahli JETRO dengan pengerajin lokal di DIY untuk membuat produk yang akan diekspor ker Jepang. http://www.jetro.go.jp/ ttpp/ EAN.CL01_EAN? d_mode = ndp&d_koryu = 0&d_kuni = 0&jetro_proj = 500000035&disp_proj = 500000035&start_line = 1, diunduh 20 Desember 2012
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
122
Universitas Indonesia
Jerman, bidang makanan yang fokus untuk masalah pengemasan
(packaging), bidang kerajinan furniture serta kerajinan kulit. Khusus untuk
kerajinan kulit ikan pari dilakukan re-design oleh Jepang. Rencana tindak
lanjut untuk OVOP DIY selanjutnya adalah dengan mengembangkan
OVOP yang ramah lingkungan dengan fokus pada ekologi. Saat ini telah
ada beberapa pengerajin yang membuat kerajinan berbasis teknologi ramah
lingkungan. Program ini dikoordinir oleh lembaga Jogja Eco Exotic.
OVOP DIY sendiri memiliki kekhususan yang berbeda dengan
konsep One Village One Product. Hal ini sengaja dibuat berbeda oleh
Jepang yang membina suatu komunitas untuk menghasilkan One Village
One Product. Di Yogyakarta OVOP dilakukan dengan pembinaan untuk 1
orang. Dari 1 orang yang telah dibina OVOP ini diharapkan dapat
membina yang lain. Selain itu, OVOP DIY lebih mengedepankan bahan
baku lokal, tenaga lokal dan pengolahan lokal. Namun dengan kondisi
alam dan setelah terjadi erupsi gunung Merapi, kendala bahan baku
menjadi permasalahan sendiri. Untuk itu Pemerintah Daerah melakukan
kerjasama pemenuhan bahan baku dengan daerah lain, khususnya untuk
pemenuhan bahan baku kerajinan berbahan dasar kayu.
Kelemahan OVOP DIY adalah ketersediaan anggaran yang
terbatas untuk pengembangan OVOP. Selain itu masih adanya praktek
penempelan label yang menyatakan bahwa produk dibuat di negara/kota
lain seperti berdasarkan temuan adanya produk kerajinan DIY yang
menempelkan label “made in Sabah” pada produk lokalnya. Produk yang
dihasilkan untuk OVOP DIY menggunakan merek Jogja TIK, namun bila
pelaku usaha/pengerajin akan menjual sendiri, mereka menggunakan
mereknya sendiri. Merek Jogja TIK sendiri telah memperoleh sertifikasi
dari JETRO, Jepang. Secara garis besar, belum maksimalnya OVOP DIY
dan keterbatasan anggaran merupakan kendala yang dihadapi. Untuk itu
dibutuhkan dukungan dari pemerintah untuk memfasilitasi.
Survey untuk mengetahui kondisi salah satu produk OVOP DIY
dilakukan di Sentra Kerajinan Batik Kayu di wilayah Krebet, Bantul,
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
123
Universitas Indonesia
Yogyakarta. Informasi diperoleh dari Bapak Riyadi, pemilik Ragiel
Handicraft 212.108 Sentra kerajinan kayu di Krebet memfokuskan diri pada
kerajinan batik kayu. Sentra ini memiliki 49 sanggar kerajinan batik kayu
yang bernaung dibawa Koperasi dan Paguyuban Pengerajin Kayu. Anggota
paguyuban pengerajin sudah menjadi anggota koperasi, dimana
pembentukan koperasi pada tahun 2004 dan menjadi status Badan Hukum
pada tahun 2008.
Permasalahan yang dihadapi di Sentra Krebet adalah sarana dan
prasarana yang belum memadai. Untuk menarik konsumen secara langsung
belum bisa maksimal karena lokasi sentra sendiri masih cukup sulit untuk
dicapai. Padahal sentra Krebet sebagai penghasil Batik Kayu sudah diakui
sebagai yang pertama di dunia Hal ini telah dialami selama survey, dimana
petunjuk arah menuju lokasi sentra sangat minim. Permasalahan lainnya
adalah untuk pembuatan dan pendaftaran merek yang terkendala masalah
belum cukupnya modal, keterbatasan SDM serta tanggung jawab yang
berat. Sampai saat ini, koperasi di sentra tersebut hanya mampu
menyediakan dana untuk bahan baku proses membatiknya saja, sedangkan
untuk membuat 1 pintu (OVOP) dibutuhkan dana yang lebih besar. Untuk
itu sangat dibutuhkan bantuan dari Pemerintah terkait permasalahan
tersebut.
4.2.1.3. Produk Bandeng Tanpa Duri di Kabupaten Kendal, Jawa
Tengah
Koperasi Masyarakat Industri Rakyat Karya Bersama (KOPMIR
KARSA) adalah suatu lembaga yang berbentuk Koperasi yang
menghimpun beberapa UKM yang memproduksi produk olahan makanan
berbahan dasar ikan bandeng.109 Koperasi ini telah berhasil memperoleh
sertifikat merek “Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri” yang merupakan
merek kolektif. Merek “Bandeng Kedal Bandeng Tanpa Duri” dikeluarkan 108 Hasil wawancara dengan Bapak Riyadi, pemilik Ragiel Handicraft 212, Krebet, Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, DIY. 109 Hasil wawancara dengan Bapak H. Deddy Rosyidin, Ketua KOPMIR KARSA, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
124
Universitas Indonesia
sertfikatnya oleh Direktorat Jenderal HKI pada tanggal 31 Januari 2012
dan berjarak selama hampir 18 bulan sejak pendaftaran. Koperasi MIR
adalah kumpulan UKM sekabupaten Kendal, Jawa Tengah. UKM sengaja
dihimpun untuk menghasilkan 1 merek bandeng kendal sebagai produk
unggulannya. Dari sisi manajemen yang diberlakukan, KOPMIR KARSA
memfasilitasi masing-masing UKM untuk membuat produk olahan
bandeng yang berbeda. KOPMIR KARSA sendiri berperan sebagai pemilik
merek, penyedia bahan baku, pencipta spesifikasi produk dan penyedia
pasar, sedangkan dari segi produksi dibebankan pada UKM.
Alasan KOPMIR KARSA memilih menggunakan merek kolektif
karena untuk memberikan kemudahan bagi para UKM untuk berkembang.
Namun usaha tersebut masih terbentur kendala faktor indivisualisme UKM
yang bila dibawa untuk kebersamaan sebagian UKM masih sulit karena
masih mementingkan keuntungan individu. Masalah tersebut yang menjadi
salah satu penghambat kemajuan UKM yang tentunya berbeda dengan
perusahaan besar yang sudah memiliki satu manajemen yang bagus dan
satu merek. Karena tantangan tersebut maka KOPMIR mempelopori dan
berhasil sampai saat ini. Hasilnya yang bisa dinikmati adalah produksi
yang lebih efisien serta pemasaran lebih terfokus dengan adanya merek
kolektif. Dengan keberhasilan yang dicapai, KOPMIR dapat memberikan
sosialisasi/sharing knowledge kepada Pemerintah Daerah mengenai
kegunaan merek kolektif.
Selama ini sosialisasi sistem yang dilakukan oleh KOPMIR adalah
untuk untuk satu merek bersama yang digunakan, sistem kerja KOPMIR,
pemasaran, konsentrasi pasar dan spesifikasi produk, sehingga UKM lebih
fokus pada produksi untuk pelaksanaan pemenuhan permintaan pasar.
KOPMIR sengaja hanya memberikan fasilitas seperti merek pada olahan
dari bandeng karena SDM dari UKM sendiri masih terbatas, bila dibebani
macam-macam (masalah bahan baku, produksi, pemasaran) maka tidak
akan mampu, untuk itu mereka difokuskan untuk produksi saja. Sedangkan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
125
Universitas Indonesia
untuk pendampingan dalam hal teknologi pengolahan diperleh bantuan dari
Bupati Kendal.
Terkait dengan pendaftaran merek, pengurusan merek yang
dialami KOPMIR KARSA menemukan kendala awal berupa masih adanya
individualisme dari UKM. Pencipta bandeng tanpa duri di Kendal yang
pertama adalah KOPMIR, lalu memberikan pelatihan-pelatihan ke desa
lain. Peserta yang telah memperoleh pelatihan telah diarahkan untuk
bergabung dengan KOPMIR namun banyak juga yang ingin berdiri sendiri.
Mengantisipasi hal tersebut, terus disosialisasikan mengenai hal-
hal apa saja yang dapat menjadi hambatan bila melaksanakannya sendiri,
seperti biaya dan pemasaran. Namun mereka diberi kebebasan dan
gambaran mana yang lebih mudah, sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Menurut Ketua KOPMIR KARSA, akan lebih efisien bila produknya
dihimpun menjadi satu wadah di bawah KOPMIR, selain itu produknya
akan lebih diakui oleh Kabupaten dan Propinsi sehingga diberi fasilitas dan
kemudahan. Bila sendiri-sendiri belum tentu mendapatkan fasilitas dan
kemudahan. Maka perlu kesabaran dalam mengajak UKM untuk dapat
berkembang lebih baik.
KOPMIR memperoleh bantuan dari Bupati Kendal untuk promosi
sehingga mempermudah dalam proses berkembangnya usaha. Secara
umum kendala khusus belum ada, hanya butuh waktu dan proses secara
bertahap untuk berkembang. Disamping itu, perlu memberikan aspek
manfaat dan mampu meyakinkan UKM. Dari sistem merek kolektif dapat
sekaligus mendapat bimbingan dan arahan sehingga bisa menembus pasar
yang lebih luas. Saat ini kopmir bekerjasama denganCarrefour Jawa
Tengah, namun belum 100% bisa memenuhi permintaan. Permasalahannya
adalah bandeng cabut duri masih dikerjakan secara manual dan perlu
pelatihan dan penghimpunan produk secara baik..
Produk bandeng dari KOPMIR ada 12 macam produk yang
menggunakan 1 merek “Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri”,
diantaranya abon bandeng, rengginang duri bandeng, bandeng presto, dan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
126
Universitas Indonesia
otak-otak. Dalam proses awalnya, dari bulan Juli 2010 mulai masuk
pendaftaran merek, baru keluar pendaftaran mereknya pada bulan Januari
2012. Yang menjadi ciri khas dari merek tersebut adalah bahwa bandeng
kendal bandeng tanpa duri hanya ada satu, yaitu di Kendal. Selain itu nama
“Masyarakat Industri Rakyat” dengan logo MIR tidak ada yang menyamai.
Sedangkan untuk pemakaian kata “Bandeng Tanpa Duri” awalnya hanya
karena ingin tampil berbeda. Yang terjadi dalam prakteknya biasanya
orang meniru merek yang bagus dan sudah terkenal sehingga menjadi
mirip dan mampu mendongkrak penjualan produk. Hal ini berarti tidak ada
kepercayaan diri, dan tidak mau bersusah payah dnegan merek sendiri
(merek orisinil), seperti yang terjadi pada produk bandeng presto yang
sudah terkenal.
Untuk bahan baku ikan bandeng sendiri KOPMIR memiliki sekitar
33.000 hektar tambak dan produksinya mencapai 4.000 ton/tahun (untuk
tambak yang semi intensif) sedangkan untuk tambak yang intensif bisa
mencapai 12.000 ton /tahun. Untuk bahan baku memiliki persediaan yang
cukup besar. Mengenai standar rasa masih dalam tahap percobaan/survey
lapangan untuk mengetahui respon masyarakat/konsumen, jadi belum
menetapkan standard yang dikehendaki. Dengan langkah tersebut
diharapkan dapat menetapkan standar dalam kualitas rasa. Sedangkan
untuk pengemasan masih dilakukan di koperasi, namun kedepannya akan
dibuatkan rumah-rumah produksi sendiri untuk menangani pengemasan
maupun pengolahan dan pemasaran seiring dengan meningkatnya kualitas
SDM dan bahan baku.
Rencana kedepannya KOPMIR akan melakukan peningkatan
jaminan kualitas dari bahan baku karena produknya berasal dari ikan, maka
kualitas ikan tersebut harus dipertahankan jangan sampai terkena polusi,
misalnya pencemaran tambak. Industrialisasi kedepan juga akan
diperhatikan, pemasaran juga ditingkatkan. Kedepannya promosi akan
digunakan sebagai pembuktian, misalnya bahwa makan ikan itu sehat
beserta nutrisinya. Sudah ada penelitian dari UNDIP mengenai asupan gizi
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
127
Universitas Indonesia
dari bandeng. Bupati Kendal sendiri sudah mencanangkan gerakan “gemar
bandeng” sehingga sejalan dengan program kerja pemerintah.
Produk KOPMIR sendiri menonjolkan produk yang difungsikan
sebagai produk unggulan daerah. Dalam hal promosi dilakukan dengan
mengedepankan hasil industri rakyat. Hal ini juga berdasarkan pada
penilaian bahwa:
1. Produk unggulan harus berdasarkan pada potensi terbesar daerah,
2. Ikan bandeng merupakan makanan yang menyehatkan masyarakat.
3. Karena ini produk unggulan, maka Pemerintah Daerah dan Dinas
terkait harus turut mempromosikan.
Secara umum KOPMIR berpeluang juga dalam pengembangan
OVOP wilayah Kendal sebagai pendukung OVOP Jawa Tengah dengan
menggunakan merek kolektif yang telah ada. Dengan demikian dibutuhkan
peran serta masyarakat dan Pemerintah setempat untuk memajukan
program OVOP tersebut, serta menggalakan sosialisasi HKI untuk
memajukan UKM yang bergerak di sektor komoditi Bandeng mengingat
bahwa produk hasil olahan Bandeng merupakan produk unggulan di
wilayah Kendal, Jawa Tengah.
4.2.1.4. Produk Minuman Bir Pletok di Jakarta Barat
Terkait dengan program OVOP, wilayah Jakarta Barat memiliki
beberapa komoditi unggulan yang dikembangkan dalam program OVOP.
Sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Jakarta Barat No.86/2009 tentang
Penetapan Produk Unggulan Tingkat Kota Jakarta Barat, salah satu produk
unggulan yang sedang dikembangkan dalam lingkup program One Village
One Product (OVOP) adalah produksi Bir Pletok. Produksi bir pletok
khususnya di wilayah Jakarta Barat masih banyak yang dilakukan secara
sederhana dan berbentuk industri rumahan (UKM). Namun selain industri
rumahan yang memproduksi secara tersendiri, ada pula kelompok usaha
yang bergabung membentuk suatu lembaga atau kelompok tani dan
kemudian memproduksi beberapa komoditi unggulan. Kelompok tani di
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
128
Universitas Indonesia
wilayah Jakarta Barat yang memproduksi minuman bir pletok salah
satunya adalah Asosiasi kelompok Tani Olahan (AKTO) Jakarta Barat,
yang merupakan anggota dari AKTO DKI Jakarta.
Asosiasi Kelompok Tani Olahan (AKTO) DKI Jakarta, merupakan
organisasi sosial yang anggotanya terdiri dari kelompok-kelompok wanita
tani dibawah binaan Dinas Pertanian DKI Jakarta. Organisasi nirlaba ini
kegiatannya mengolah aneka produk pertanian atau membuat hasil olahan
pasca panen. Sebagian anggotanya sudah mempunyai produk layak Eksport
bahkan sudah mulai menjalin kerja sama elsport dengan buyer dari
berbagai mancanegara.
Produk unggulan AKTO DKI Jakarta adalah minuman khas
Betawi yang dikenal dengan “Bir Pletok”. Terbuat dari jahe rempah dan
aneka bahan rempah-rempah antara lain: kapulaga, lada hitam, cabe jawa,
pala, kayu secang, daun jeruk, daun pandan dan lain-lain. Walaupun
memiliki nama “Bir”, minuman ini tidak mengandung alkohol layaknya bir
pada umumnya, sehingga minuman ini aman untuk dikonsumsi. Nama atau
merek produk yang dipasarkan adalah “Biar Pletok”. Merek tersebut
awalnya bernama Bir Pletok, namun karena tidak boleh menggunakan kata
“Bir” maka dirubah menjadi “Biar”.
Sebagai salah satu produk unggulan OVOP dari Jakarta Barat,
perkembangan industri pembuatan Bir Pletok saat ini mengalami kemajuan
pesat. Bir Pletok sudah banyak diperdagangkan di hotel-hotel dan tempat
lainya di Jakarta, yang disajikan baik pada turis domestik maupun
mancanegara. Pengolahan bir pletok yang dilakukan oleh petani masih
bervariasi mulai dari bahan baku, warna, rasa, aroma dan umur simpan.
Dalam pengolahan, mereka belum mengarah kepada peningkatan mutu dan
nilai tambah produk. Rendahnya nilai mutu produk ini, menyebaabkan
petani pengolah hanya dapat membuat bir pletok yang masa kadaluarsanya
tidak terlalu lama serta jumlah produksinya masih terbatas.
Bir pletok merupakan kekayaan masyarakat Betawi tidak hanya
mempunyai nilai budaya tetapi juga mempunyai nilai ekonomi. Minuman
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
129
Universitas Indonesia
ini selalu diproduksi masyarakat Betawi dengan tingkat keragaman yang
cukup tinggi antara satu tempat pembuatan dengan tempat lainnya di
wilayah DKI Jakarta. Keragaman tersebut terjadi pada semua aspek,
meliputi bahan baku, cara produksi, kemasan, rasa, warna, aroma dan umur
simpan. Inovasi teknologi standardisasi pembuatan bir pletok tidak
memerlukan persyaratan khusus, asalkan mengikuti Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang sudah disusun yaitu mulai dari proses pembuatan,
sterilisasi botol hingga pengemasan. Keunggulan inovasi ini adalah kualitas
produk dan daya saing pasar/nilai jualnya akan semakin tinggi dan
keberlanjutan usaha para pengolah akan lebih terjamin, mengingat jenis
minuman bir pletok tersebut sudah dicanangkan sebagai minuman khas
selamat datang bagi para tamu wisatawan ke wilayah DKI Jakarta.
4.2.2. Hubungan Merek Kolektif dengan Indikasi Geografis sebagai
Bagian dari Program One Village One Product, Studi Kasus:
Kopi Pelaga, Bali
Menurut data tahun 2000 yang dihimpun oleh Asosiasi Ekspor
Kopi Indonesia (AEKI) dan Deperindag, jumlah total ekspor kopi yang
dipasarkan mencapai 306.865 ton untuk jenis robusta, 27.187 ton arabika,
3.886 ton kopi tanpa kafein dan 176 ton kopi bubuk. Sedangkan jenis
lainnya sekitar 1.263 ton kategori biji dan 1.510 ton kategori bubuk.
Negara yang dituju yakni Timur Tengah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan
Asia Timur.110
Kopi memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peranan penting
bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia diberkati dengan letak
geografisnya yang sangatlah cocok bagi tanaman kopi. Letak Indonesia
sangat ideal bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi.
Dalam beberapa tahun terakhir harga kopi cenderung barada pada tingkat
rendah dan posisi negara-negara produsen kopi, khususnya Indonesia,
sangat tidak menguntungkan karena terjadi kelebihan pasokan di pasar kopi
110 http://www.kedaikopi.info, diunduh 20 Maret 2011.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
130
Universitas Indonesia
dunia. Hal ini menyebabkan pihak produsen dan eksportir kopi di
Indonesia mengalami kesulitan dalam mencari upaya untuk mengangkat
harga kopi.
Menurut data tahun 2000 yang dihimpun oleh Asosiasi Ekspor
Kopi Indonesia (AEKI) dan Deperindag, jumlah total ekspor kopi yang
dipasarkan mencapai 306.865 ton untuk jenis robusta, 27.187 ton arabika,
3.886 ton kopi tanpa kafein dan 176 ton kopi bubuk. Sedangkan jenis
lainnya sekitar 1.263 ton kategori biji dan 1.510 ton kategori bubuk.
Negara yang dituju yakni Timur Tengah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan
Asia Timur.111
Produk-produk kopi yang diekspor tersebut kemudian mengalami
re-package dan sekaligus di branding sedemikian rupa sehingga ketika
kembali ke negeri asalnya, harga kopi yang telah dikemas ini bisa
melambung 300% dari harga normalnya. Perjalanan panjang tersebut telah
membalikkan Indonesia dari pengasil kopi (pengekspor) menjadi
pengimpor kopi yang juga termasuk salah satu terbesar. Keadaan seperti ini
memang tidak bisa disalahkan tetapi justru keadaan ini menuntut kita untuk
bisa 'belajar' dari luar untuk segala aspek sehingga kopi-kopi yang kita
miliki dapat dinikmati dengan harga yang terjangkau dan dengan kualitas
yang dapat bersaing. Pengolahan kopi yang dilakukan secara terbaik
membutuhkan sebuah seni dan pengetahuan yang mendalam tentang
karakter kopi.112
Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan harga kopi
Indonesia, maka telah ditetapkan visi pengembangan perkopian Indonesia,
yaitu mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkopian yang berdaya
saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (Dirjen Bina
Produksi Perkebunan, 2003). 113 Untuk mewujudkan sistem dan usaha
111 ibid 112 ibid 113 Reni Kustiari, Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 43 – 55.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
131
Universitas Indonesia
agribisnis yang demikian diperlukan serangkaian kebijakan pembangunan
sebagai berikut :114
1. Pertama, kebijakan makro ekonomi (moneter, fiskal) yang mendukung
pembangunan sistem dan usaha agribisnis;
2. Kedua, kebijakan pengembangan industri yang memberikan prioritas
pada pengembangan kluster industri (industy cluster) agribisnis;
3. Ketiga, kebijakan perdagangan internasional yang netral baik secara
sektoral domestik maupun antar negara dalam kerangka mewujudkan
suatu free trade yang fair trade;
4. Keempat, pengembangan infrastruktur daerah;
5. Kelima, pengembangan kelembagaan baik lembaga keuangan,
penelitian dan pengembangan kelembagaan dan organisasi ekonomi
petani;
6. Keenam, pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan;
7. Ketujuh, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis daerah;
8. Kedelapan, ketahanan pangan; dan
9. Kesembilan, kebijakan khusus komoditi spesifik (Dirjen Bina Produksi
Perkebunan, 2003).
Kopi Indonesia sudah dikenal oleh masyarakat internasional
dikarenakan kekhasan aroma dan rasanya. Dunia internasional memberikan
apresiasi yang cukup tinggi terhadap kopi Indonesia. Dengan adanya
apresiasi tersebut, masyarakat perkopian Indonesia harus terus
mempertahankan dan melakukan peningkatan terhadap mutu dan kualitas
kopi Indonesia.
Indonesia memiliki kopi spesial berdasarkan keterangan indikasi
geografis asal kopi tersebut tumbuh dan diproduksi. Macam-macam kopi
spesial Indonesia adalah Mandheling Coffee dari Sumatera Utara, Gayo
Mountain Coffee dari Aceh, Java Coffee dari Jawa Timur, Flores Coffee
dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali Coffee dari Bali dan Toraja Coffee
dari Sulawesi Selatan. Pada umumnya, kopi spesial Indonesia memiliki
114 Ibid.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
132
Universitas Indonesia
full body dan tingkat keasaman yang relatif rendah. Setiap kawasan
dikenal dengan profil cupping 115-nya yang khas, walaupun dalam satu
wilayahpun masih dapat ditemukan keanekaragaman. Umumnya proses
cupping diawali dengan:
1. Fragrance, yaitu mencium bau kopi sebelum diseduh, aroma
mencium bau kopi yang sudah diseduh, acidity yang lebih mengarah
pada sensasi keasaman yang dirasakan saat menghirup kopi tersebut
di lidah dan langit-langit mulut. Umumnya diparameterkan dengan
very flat, very soft, slightly sharp, very sharp dan very bright.
2. Flavor, yang sangat tergantung pada penilaian masing-masing orang,
juga dirasakan saat menghirup kopi tersebut, diparameterkan dengan
very poor hingga outstanding.
3. Body yaitu yang dirasakan mulut saat menghirup kopi diimajinasikan
seperti saat kita meminum air biasa dengan susu. Berdasarkan inilah
muncul istilah medium body ataupun full body dimasing-masing
blend biji kopi.
4. After taste atau rasa yang ditinggalkan, yang dirasakan setelah
meminum kopi tersebut.
Dari proses cupping tersebut, masing-masing kopi special
Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut:116
1. Sumatra : memiliki aroma yang kuat, dengan cita rasa kakao, tanah
dan tembakau.
2. Jawa : memiliki good, heavy body, dengan rasa akhir yang bertahan
dan cita rasa herbal.
3. Bali : memiliki rasa yang lebih manis dari kopi Indonesia lainnya,
dengan cita rasa kacang dan jeruk / sitrus.
4. Sulawesi : memiliki tingkat kemanisan dan body yang baik, dengan
cita rasa rempah hangat.
5. Flores : memiliki heavy body, manis, cita rasa coklat dan tembakau.
6. Papua : memiliki heavy body, coklat, tanah, dan finish rempah. 115 Uji kualitas kopi atau cupping, selalu dilakukan produsen kopi untuk menjaga kualitas. 116 Berdasarkan data dari Asosiasi Kopi Spesial Indonesia.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
133
Universitas Indonesia
Selain kopi special yang berdasarkan pada indikasi geografis,
Indonesia juga terkenal dengan jenis kopi luwak hasil fermentasi dari
sistem pencernaan hewan Luwak. Beberapa perusahaan menghasilkan
produk yang disebut sebagai “Kopi Luwak”, yang merupakan kopi yang
sangat langka di dunia. Kopi Luwak diproses menggunakan cara yang
unik, yaitu dengan menjadikannya sebagai makanan bagi hewan luwak,
spesies lokal sejenis musang. Sistem pencernaan luwak akan mencerna
lapisan buah. Setelah melalui sistem pencernaan hewan luwak tersebut,
biji kopi dicuci dan disortir. Kopi yang dihasilkan bernilai tinggi karena
kelangkaannya dan aroma yang berbeda.
Berdasarkan data yang diperoleh dari AEKI, beberapa kopi
spesiality terbagi dalam 3 (tiga) jenis kopi spesialty, yaitu: Arabica
Specialty, Robusta Specialty dan Commercial Coffee Sumatera Coffee117.
Masing-masing dari kopi specialty tersebut memiliki katakteristik untuk
masa panen, proses dan grade serta citarasa yang berbeda. Selain itu,
produksi per tahunnya juga mengalami perbedaan. Pembagian kopi
specialty dapat terlihat pada table berikut ini:
117 http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi/
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
134
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Pembagian Kopi Spesial Indonesia
No. Jenis Kopi Masa Panen Proses Grade CitarasaProduksi /
tahunI
Mandheling Coffee September - May semi Washed 1,2, & 3 Full body, neutral, good acidity 35.000 Linthong Coffee October - May semi Washed 1,2, & 3 Fine acidity, and good body 10.000 Java Coffee May - August Wet Process 1 Good body, fine acidity, nice complex cup
and exotic flavour 4.000
Toraja / Kalosi / Celebes Coffee June - September Dry Process 1 & 2 Good acidity, smooth, very nice mellow and good body
4.000
Bali Coffee May - September Wet & Dry 1,2, & 3 Fine acidity, smooth 2.000
IIWashed Java Robusta May - September Wet Process 1 Good body, clean, very weak acidity and
bitterness net 5.000
Lampung Specialty AP April - July Dry Process 1 Full body, clean and very weak acidity 15.000 Lampung Specialty ELB April - July Dry Process 1 Full body, large beans and clean 10.000 Flores Coffee May - August Wet Process 1 Good body and bitterness net 4.000
IIILampung April - July Dry Process 4,5 and 6 Full body and very weak acidity 270.000 South Sumatera April - July Dry Process 4,5 and 6 Full body and very weak acidity 270.000 Bengkulu April - July Dry Process 4,5 and 6 Full body and very weak acidity 270.000
Sumber: AEKI
PEMBAGIAN KOPI SPESIAL INDONESIA
ARABICA SPECIALTY
ROBUSTA SPECIALY
COMMERCIAL COFFEE SUMATERA COFFE
Banyaknya ragam dan jenis kopi spesial Indonesia menimbulkan
peluang yang sangat besar dalam perkembangan daya saing perkopian
Indonesia. Sejak pemerintah menelurkan Peraturan Pemerintah (PP) No.
51/2007 tentang Perlindungan Indikasi Geografis, baru satu kekayaan
alam Indonesia yang mendapat sertifikasi indikasi geografis. Kopi
Kintamani Bali berhasil mengukir sejarah pertama kali sertifikasi indikasi
geografis itu.118
Provinsi Bali melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis
Kopi Kintamani Bali telah mengajukan pendaftaran Indikasi Geografis 118 Daftarkan Produk Indikasi Geografis Indonesia, Jumat, 05 December 2008, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20657/daftarkan-produk-indikasi-geografis-indonesia, diakses 2 April 2012.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
135
Universitas Indonesia
Kopi Kintamani Bali sesaat setelah PP Nomor 51 Tahun 2007 diterbitkan.
Melalui pemeriksaan administrasi dan pemeriksaan substantif oleh Tim
Ahli dari Pusat, maka Kopi Kintamani Bali di rekomendasikan untuk
memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis. Sertifikat Indikasi Geografis
Kopi Kintamani Bali merupakan Sertifikat I (Pertama) di Indonesia setelah
PP Nomor 51 Tahun 2007 di terbitkan dengan Nomor Sertifikat ID IG
000000001.
Perkembangan kopi di Bali mengalami kemajuan yang pesat
setelah kopi Bali mendapatkan sertifikat berdasarkan indikasi
geografis/wilayah yang dilakukan bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu
PT. Indokom Citra Persada yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur berupa
sertifikasi KOPI KINTAMANI. Sertifikasi berdasarkan indikasi geografis
tersebut mencakup wilayah Kabupaten Bangli, Badung, Buleleng dan
Singaraja. Khusus untuk kopi Kintamani, kopi dengan jenis Arabika yang
ditanam di ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut, dikenal
dengan indikasi geografis Kopi Arabika Bali Kintamani yang memiliki
keunikan dalam aroma dan rasa (memiliki rasa dan aroma jeruk / sitrus).119
Sejalan dengan perkembangan dilapangan, keadaan ini kemudian
diperkuat dengan telah dilakukannya proses sertifikasi organik untuk kopi
Bali (Kintamani) yang juga dilakukan oleh pihak PT. Indokom Citra
Persada bekerja sama dengan Balai Sertifikasi (LeSOS) Lembaga
Sertifikasi Organik Seloliman. Pada tanggal 11 Agustus 2008 dikeluarkan
sertifikat organik untuk kopi Bali khususnya untuk perkebunan kopi di
wilayah Sukasada, Kabupaten Buleleng. Sertifikat tersebut dikeluarkan
oleh Control Union Certifications.
Tujuan dari Indikasi Geografis Kopi Kintamani Bali adalah sebagai
berikut:120
1. Perlindungan terhadap produk Kopi Arabika di Kawasan Kintamani
2. Perbaikan mutu kopi Arabika Kintamani Bali
119 Hasil wawancara dengan Dinas Perkebunan Provinsi Bali 120 Penyerahan Sertifikasi Indikasi Geografis, 30 Desember 2008, http://www.disbunbali.info/ arsip_berita.php? id_berita =66, diakses tanggal 2 April 2012.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
136
Universitas Indonesia
3. Penambahan nilai ekonomis Kopi Arabika Kintamani Bali
4. Pengembangan wilayah pedesaan di Kawasan Kintamani Bali
Sedangkan manfaat dari Indikasi Geografis tersebut bisa dirasakan
antara lain:
1. Bagi Produsen yaitu dapat memberi nilai tambah yang lebih tinggi
sehingga merupakan kerja kolektif sehingga dapat mendinamiskan
Subak di Kawasan Kintamani Bali, sebagai sarana promosi,
meningkatkan produksi Kopi Kintamani yang berkarakter khas,
menghindari fluktuasi harga .
2. Bagi Konsumen yaitu dapat meningkatkan mutu bahan pangan yang
lebih luas, dapat diketahui dengan jelas dan terinci mengenai asal-usul
dan asal geografisnya, untuk produk lokal dapat diketahui keasliannya.
3. Terhadap Ekonomi Lokal dapat meningkatkan reputasi kawasan,
menjaga kelestarian, keindahan alam, pengetahuan tradisional dan
sumberdaya hayati, menunjang pengembangan ”Agrowisata / Wisata
Agro”.
Dinas Perkebunan Provinsi Bali mengakui adanya kelemahan
dalam hal pemasaran produk komoditi di Bali, khususnya untuk komoditi
kopi. Hal tersebut dikarenakan para buyers tidak mengenal produk-produk
komoditi perkebunan yang ada di Bali, sehingga komoditi-komoditi
perkebunan teresebut tidak mampu memenuhi permintaan pasar yang
tinggi. Namun dikarenakan nama besar pulau Bali, strategi pasar yang
digunakan adalah dengan “menjual” nama Bali pada produk komoditinya.
Selain itu, kendala/kelemahan lainnya yang dihadapi adalah kendala
protensi produksi yang dipengaruhi dengan keterbatasan lahan, kendala
sarana dan prasarana peralatan serta kendala Sumber Daya Manusia.
Khusus untuk pengaruh dari sertifikasi organik yang telah
dikeluarkan, Dinas Perkebunan Provinsi Bali mengajak petani kopi untuk
melakukan sistem organik, karena dengan sistem organik dapat diperoleh
insentif harga sekitar 20% dari produk non organik dari harga jual pasar.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
137
Universitas Indonesia
Dengan adanya sertifikasi organik dan indikasi geografis tersebut,
diharapkan kopi Bali akan dapat bersaing dipasaran.
Bebarapa kendala yang dihadapi oleh petani kopi diwilayah
Kabupaten Badung untuk saat ini masih menemui kesulitan dalam hal
pemilihan buah kopi yang ideal untuk dipanen, yang dikenal dengan istilah
“Petik Merah” (pemilihan buah kopi yang matang pohon dan berwarna
merah cerah). Petik Merah berpengaruh dalam segi rasa, dan juga karena
berdasarkan permintaan dari konsumen untuk memilih buah yang matang
pohon pada waktu pemetikan kopi.121
Selain itu masih terdapat kendala yang disebabkan peralihan sistem
pencucian dari dry washed ke fully washed, yaitu para petani masih
enggan untuk beralih ke sistem fully washed dikarenakan kebiasaan yang
sudah dilakukan sejak lama. Namun pemerintah melalui Dinas Perkebunan
Provinsi Bali mendatangkan tim peneliti dari Jember untuk melakukan
sosialisasi kepada kelompok petani kopi dengan membentuk 3 (tiga)
kelompok sebagai kelompok percontohan untuk meningkatkan mutu dan
kualitas kopi arabika Bali, sehingga kelompok tani yang semula enggan
beralih ke sistem fully washed saat ini mulai mengikuti jejak ketiga
kelompok tani yang telah berhasil meningkatkan mutu dan kualitas kopi
Bali.
Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung terkenal
dengan komoditi kopi yang khas yang menjadi andalan. Kopi di Pelaga
ada dua jenis, robusta dan arabika. Dari total luas luas lahan seluas 160 Ha,
perkebunan Kopi menggunakan lahan seluas 80 Ha. Dari luas tersebut,
tanaman kopi yang ada selama ini menggunakan pupuk kompos dari
kotoran sapi dan tidak menggunakan pupuk buatan. Penggunaan pupuk
kompos dapat menghasilakan kopi dengan cita rasa, aroma serta kualitas
yang baik dibandingkan menggunakan pupuk buatan walaupun pupuk
121 Hasil wawancara dengan Bapak Juta, Kelompok Tani Subak Petang di wilayah Petang, Kabupaten Badung dan Bapak Wayan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Petang, Kabupaten Badung. Lokasi perkebunan kopi di wilayah Kabupaten Badung merupakan lokasi perkebunan kopi yang terletak pada ketinggian 950 m diatas permukaan laut. Perkebunan tersebut merupakan perkebunan kopi jenis Arabika. Namun ada juga jenis Robusta yang ditanam di lokasi perkebunan.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
138
Universitas Indonesia
buatan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Kopi yang dihasilkan
oleh perkebunan Petang merupakan kopi dengan kelompok grade 5,2 yang
artinya dari 5,2 Kg buah kopi setelah dilakukan proses pengolahan kopi
hingga menjadi green beans berat yang diperoleh menjadi 1 Kg dengan
diperoleh nilai keuntungan sebesar Rp. 1.800,- dengan menjual green
beans tersebut seharga Rp. 44.500,- / Kg.
Khusus untuk sertifikasi indikasi geografis itu sendiri, Sertifikasi
indikasi geografis bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk
pertanian. Yakni dengan menjual keunikan dari citra rasa produk pertanian
yang dihasilkan suatu daerah dan tidak dimiliki daerah lain. Selain produk
pertanian, hasil olahan produk pertanian, kerajinan tangan dan hasil
tambang bisa didaftarkan sebagai indikasi geografis. Yang penting
memiliki keunikan dan originalitas. Daya saing itu disebabkan karena
produksi hasil indikasi unik dan terbatas pada luasan wilayah produksi.
Akibatnya, jumlah produksi sedikit. Jika reputasi produk pertanian itu
sudah dikenal maka permintaan akan terus meningkat. Dengan jumlah
produk yang kecil dan permintaan yang banyak maka harga produk akan
naik, dengan demikian maka petani akan diuntungkan.
Perlindungan atas Indikasi Geografis sendiri diatur dalam
Perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Right
Agreement) yang mewajibkan negara – negara Anggota WTO (World
Trade Organization) untuk meretifikasi perjanjian tersebut. Indonesia
pertama kali mengatur perlindungan atas indikasi geografis dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang diatur dalam
pasl 79 A sampai dengan 79 D, kemudian diatur dalam pasal 56 sampai
pasal 60 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dimana
pelaksanaan ketentuan tersebut diatas lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang
memuat tentang tata cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Penerbitan
Sertifikasi Produk Indikasi Geografis.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
139
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Seperti yang telah dijabarkan dalam bab-bab terdahulu bahwa
penggunaan merek, khususnya untuk produk yang dihasilkan oleh UKM
Indonesia, dapat membantu meningkatkan daya saing produk, terlebih lagi
jika produk tersebut ditujukan untuk ekspor. Selain dalam rangka untuk
peningkatan daya saing, penggunaan merek juga akan meningkatkan nilai
jual serta secara tidak langsung berpotensi untuk mengembangkan
produksi dari UKM itu sendiri. Selain penggunaan merek tunggal,
pengusaha UKM dapat menggunakan merek kolektif sebagai sarana
bersama dalam melakukan promosi produk. Bila merek tunggal dirasakan
memberatkan UKM terutama dalam hal pendaftaran, penggunaan merek
kolektif dapat lebih mempermudah dimana merek kolektif digunakan
secara bersama, seperti yang telah digunakan oleh UKM di Kendal, Jawa
Tengah yang menggunakan merek kolektif untuk produk ikan bandeng
yang dikoordinir oleh koperasi.
Pemanfaatan HKI sangat penting khususnya bagi dunia usaha
dikarenakan sosok HKI itu sendiri meliputi peningkatan performa dan
daya saing, HKI mampu membantu dunia usaha dalam memberikan
perlindungan hukum, manage, licence dan enforcement. Selain itu HKI
merupakan aset bisnis yang sangat penting bagi perdagangan nasional dan
internasional. Peran merek sendiri bagi suatu produk sangat penting karena
dengan adanya merek konsumen akan dapat membedakan produk yang
satu dengan produk yang lain. Dalam upaya membangun merek-merek
yang dimiliki UKM agar tumbuh menjadi besar dan menimbulkan
hubungan yang kuat dengan target pasar, diperlukan manajemen merek.
Merek kolektif dapat digunakan sebagai sarana untuk
pengembangan One Village One Product (OVOP) di Indonesia yang saat
ini sedang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Program OVOP sebagai
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
140
Universitas Indonesia
sarana untuk meningkatkan potensi ekspor Indonesia ke luar negeri serta
sebagai pengembangan daya saing dan potensi daerah dirasakan perlu
untuk ditindaklanjuti lebih jauh, terutama untuk program OVOP dengan
sasaran produk UKM di satu daerah. Dengan banyaknya UKM yang
tersebar di Indonesia membuka peluang bagi program OVOP untuk
berkembang.
Namun masih banyaknya kendala yang dihadapi oleh pengusaha
UKM, terutama dalam hal pendaftaran HKI serta pembuatan merek.
Kendala-kendala tersebut juga telah diakui oleh Pemerintah pusat maupun
Pemerintah Daerah, sehingga berbagai program pengembangan untuk
UKM selalu dilakukan dalam rangka membantu mengatasi kendala yang
dihadapi UKM, seperti kendala permodalan, sumber daya manusia,
keterbatasan informasi, serta kendala infrastruktur yang turut
mempengaruhi dalam upaya pengembangan UKM.
Berdasarkan penjabaran yang telah dilakukan dalam Bab-bab
terdahulu, maka diperoleh kesimpulan serta saran yang diharapkan dapat
menjadi bahan masukan/rekomendasi bagi terlaksananya pelaksanaan
program One Village One Product (OVOP) dalam rangka mendukung
pengembangan perekonomian, khususnya yang melibatkan UKM di
Indonesia.
Dari hasil analisa dan penjabaran dalam tesis ini diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif oleh pengusaha
UKM masih belum banyak dilakukan dikarenakan UKM masih belum
nyaman dalam menggunakan merek kolektif, terlebih lagi masih
banyaknya UKM yang bersifat individualis, dalam pengertian mereka
hanya percaya bahwa dengan memiliki merek sendiri akan
mendatangkan keuntungan lebih dibandingkan dengan menggunakan
merek kolektif. Selain itu, masih banyak UKM yang kesulitan dalam
pembuatan merek/pendaftara mereknya. Namun dengan upaya yang
dilakukan oleh Koperasi yang berkoordinasi dengan Dinas/Instansi
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
141
Universitas Indonesia
terkait, pelaksanaan penggunaan merek kolektif dapat dilaksanakan
secara bertahap dengan memperkenalkan manfaat penggunaan merek
kolektif kepada UKM, terutama dalam rangka mendukung
pelaksanaan progam OVOP.
2. Peran Undang-Undang Merek no. 15 tahun 2001 yang mengatur
mengenai merek kolektif terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan
program OVOP memiliki peranan yang penting, terlebih lagi dengan
didukung oleh Inpres no. 6 Tahun 2009 dimana Ekonomi Kreatif
dapat mensinergikan konsep OVOP dan Merek Kolektif. Dengan
demikian, maka upaya untuk meyakinkan pengusaha UKM mengenai
pentingnya memiliki merek sediri yang orisinil, serta mengenai
manfaat dan pentingnya pendaftaran HKI akan lebih mudah untuk
direalisasikan.
3. Perlindungan hukum untuk merek yang digunakan oleh UKM dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mendaftarkan merek tersebut untuk
memperoleh kekuatan secara hukum. Dalam hal ini
Dinas/Instansi/Koperasi membantu dengan memfasilitasi para UKM
dalam hal sosialisasi dan bantuan pendaftaran HKI. Merek kolektif
UKM bila telah didaftarkan akan memiliki kekuatan hukum
dikarenakan dalam UU Merek sendiri mengatur bahwa merek kolektif
terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain. Untuk itu, UKM
telah diarahkan agar mampu membuat merek sendiri yang orisinil dan
berbeda/belum pernah digunakan oleh orang lain.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dalam penyusunan
tesis ini, maka diperoleh saran sebagai berikut:
1. Dalam rangka pengembangan UKM di Indonesia, khususnya untuk
melindungi produk yang dihasilkan, maka diperlukan suatu
forum/sosialisasi untuk menyebarluaskan informasi mengenai
pentingnya penggunaan merek sebagai salah satu upaya perlindungan
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
142
Universitas Indonesia
hukum bagi UKM, serta sebagai sarana peningkatan nilai tambah
produk, daya saing dan daya jual. Perlunya koordinasi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka
pengembangan OVOP, dengan melakukan lankah-langkah sosialisasi
dan pelatihan bagi pelaku usaha/UKM serta peningkatan sarana dan
prasarana yang memadai
2. Undang-Undang Merek no. 15 Tahun 2001 telah mengatur mengenai
merek kolektif. Namun masih banyak UKM yang belum memahami
akan pentingnya merek/merek kolektif bagi pengembangan usaha
mereka. Maka disarankan agar diberikan penjelasan dalam Undang-
Undang Merek yang berorientasi kepada usaha kecil dan usaha
menengah, khususnya untuk syarat pendaftaran serta tata cara
pendaftaran yang lebih mudah mengingat kondisi UKM yang masih
banyak mengalami kendala utamanya modal dan SDM.
3. Diperlukan suatu program bantuan khusus/insentif dari
pemerintah/instansi terkait dalam hal penanganan pendaftaran HKI,
khususnya merek bagi pengusaha UKM yang masih memiliki kendala
dalam hal pengurusan pendaftaran merek, serta program
bantuan/diklat/workshop untuk membuat suatu merek yang baik, yang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Merek.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
143
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
1. Buku
Anatan, L., & Ellitan, L. (2009). Strategi Bersaing, Konsep, Riset dan
Instrumen. Bandung: Alfabeta.
Basyir, K. A. (2000). Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam)
(Edisi Revisi ed.). Yogyakarta: UII Press.
Djakfar, H. M. (2012). Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan
Pesan Moral Ajaran Bumi. Jakarta: Penebar Plus.
Djumhana, M., & Djubaedillah, R. (1993). Hak Milik Intelektual (Sejarah,
Teori dan Prakteknya di Indonesia). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Faqih, A. R., Riswandi, B. A., & Mahmashani, S. (2010). HKI, Hukum Islam
dan Fatwa MUI. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fuady, M. (2007). Dinamika Teori Hukum. Ghalia Indonesia.
Harjono, D. K. (2009). Aspek hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Pusat
Pengembangan Hukum dan Bisnis (PPHBI).
Hata. (2006). Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO,
Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum. Bandung: Refika Aditama.
Ibrahim, J. (2009). Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia. Malang, Jawa Timur: Bayumedia
Publishing.
Kansil, C.S.T. (1986). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, S. (2006). Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya (Edisi Baru).
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kotler, P., & Armstrong, G. (1997). Dasar-Dasar Pemasaran, Principles of
Marketing (Edisi Bahasa Indonesia, Vol. I). Jakarta: Prenhallindo.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
144
Universitas Indonesia
Kotler, P., Jatusripitak, S., & Maesincee, S. (1998). Pemasaran Keunggulan
Bangsa (The Marketing of Nations) (Edisi Indonesia). Jakarta:
Prenhallindo.
Kurnia, T. S. (2011). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di
Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs. Bandung: PT. Alumni.
Manalu, P. R. (2000). Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi
Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum Hak Atas
Kekayaan Intelektual. CV. Novindo Pustaka Mandiri.
Maulana, I. B., Khairandy, R., & Nurjihad. (2000). Kapita Selekta Hak
Kekayaan Intelektual I. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum UII
Bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI.
Priapantja, C. C. (2003). Hak Kekayaan Intelektual, Tantangan Masa Depan.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Rahardjo, S. (2009). Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum
yang Baik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Rahman, A. (2010). Strategi Dahsyat Marketing Mix for Small Business, Cara
Jitu Merontokkan Pesaing. Jakarta: TransMedia Pustaka.
Rawls, J. (2006). Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk
Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Schmitt, B., & Simonson, A. (1999). Marketing Aesthetics, New York: The
Free Press.
Studi Industri Kreatif Indonesia. (2009). Jakarta: Departemen Perdagangan
Republik Indonesia.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
145
Universitas Indonesia
2. Makalah/Publikasi Ilmiah
Baily, P. Cambodian Small and medium Sized: Enterprises: Contraints,
Policies and Proposals for Their Development. Makalah.
Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional. (2004). Peningkatan
Nilai Tambah Komoditas Indonesia dengan Pengembangan Indikasi
Geografis. Kementerian Perdagangan.
Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi. (2012). Pedoman Teknis
Pelaksanaan Indikasi Geografis tahun 2012. Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran hasil Pertanian. Kementerian Pertanian.
Ganguli, P. (2003). Brand Management: Role of Trademarks,
Collective/Certification Marks, Geographical Indications and
Industrial Design as marketing Tools for SMEs: Practical Experience
and Case Studies. WIPO/QCCI Sub-Regional Seminar on SME for the
Member States of the Gulf Cooperation Council (GCC) October 14-
15.
IFC Advisory Services in East Asia and the Pacific. (2010). Understanding
Cambodian Small and Medium Enterprise Needs for Financial
Services and Products. Cambodia Agribusiness Series , No. 2.
Kustiari, R. (2007). Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi
Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi , Vol. 25, No. 1.
Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. (2008). Kajian Pemasaran Produk
UKM Melalui Jaringan Ritel Besar. Badan Litbang Kementerian
Perdagangan. Jakarta: Kementerian Perdagangan.
Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. Kajian Sinergi OVOP dan
SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM. Badan
Litbang Kementerian Perdagangan. Jakarta: Kementerian
Perdagangan.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
146
Universitas Indonesia
Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. (2006). Pemberdayaan UKM
Kerajinan Melalui Pola Kemitraan. Badan Litbang Kementerian
Perdagangan. Jakarta: Kementerian Perdagangan.
Rahab. (2009). Penerapan Manajemen Merek Pada Usaha Kecil dan
Menengah (UKM). Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) , Vol. 16, No. 1.
Soetrisno, N. (2004). Clustering Strategy in SME Development: an Integral
Development Supports. APEC Informatization Policy Forum for
Small and Medium Enterprises 15-16 July.
Soleh, A. K. Teori Keadilan John Rawls.
Wat Ho, M. Characteristics of Small and Medium Enterprises in Cambodia:
Case Study of Rice Milling Enterprises. Hokkaido University.
3. Wawancara
Dinas Perkebunan Propinsi Bali. (2009). (S. E. Marthani, Pewawancara)
Guritno, R. M. (2011, September). Dekranasda DIY. (S. E. Marthani,
Pewawancara) Yogyakarta, DIY
Juta. (2009). Kelompok Tani Subak Petang. (S. E. Marthani, Pewawancara)
Badung, Bali.
Riyadi. (2012, Mei). Ragiel Handicraft 212. (S. E. Marthani, Pewawancara)
Bantul, DIY.
Rosyidin, H. D. (2012, Mei). KOPMIR KARSA. (S. E. Marthani,
Pewawancara) Kendal, Jawa Tengah.
Soehartono, Azizah, & Prakoso. (2012, Mei). Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. (S. E. Marthani, Pewawancara)
Semarang, Jawa Tengah.
Wayan. (2009). Unit Pelaksana Teknis (UPT) Petang Kabupaten Badung Bali.
(S. E. Marthani, Pewawancara) Badung, Bali.
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
147
Universitas Indonesia
4. Publikasi dalam Website/e-Book
Ahmad Firdaus. Memberdayakan Desa dengan Produk Unggulan,
http://pkpu.or.id. 12 Januari 2012
Branding: Defined. http://chicagoama.org/behind-branding-scenes. 3 Agustus
2012
Eddy Cahyono Sugiarto. Ekonomi Kreatif, http://www.setkab.go.id/artikel-
6693-ekonomi-kreatif.html. 12 Januari 2012
http://www.antaranews.com/ berita/ 326316/ pemerintah - siapkan - insentif –
untuk – industri - kreatif. 12 Januari 2013
http://www.atmajaya.ac.id/_images/hki/Juli08/sambungan%20Konsep%20da
sar.pdf. 30 Maret 2012
http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi
Daftarkan Produk Indikasi Geografis Indonesia, Jumat, 05 Desember 2008,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20657/daftarkan-produk-
indikasi-geografis-indonesia. 2 April 2012
http://news.detik.com/read/2011/04/26/134737/1625819/10/sby-tak-sepakat-
dengan-istilah-kekayaan-intelektual, Detik News. 26 April 2011.
http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merek-
di-indonesia. 21 Februari 2012
http://ikm.kemenperin.go.id
http://www.jetro.go.jp/ttpp/EAN.CL01_EAN?d_mode=ndp&d_koryu=0&d_
kuni=0&jetro_proj=500000035&disp_proj=500000035&start_line=1.
20 Desember 2012
Jonathan Booth. Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market.
(2011). http://seekingalpha.com/ article/ 272814 – collective – brands
– opportunity – afforded – by – myopic - market.
http://www.kedaikopi.info, 20 Maret 2011
http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf. 12 Januari 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
148
Universitas Indonesia
Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of
Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Pusat
Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara,
2001. http://www.pkai.lan.go.id/ pdf/ Model_Vitalisasi_UKM_Full %
20 Report.pdf. 27 Desember 2012
http://www.organicindonesia.org/ 05 infodata - news.php ? id=321. 3 Agustus
2012
http://OVOP.or.id
Intellectual Property for Business Series, Number: 1. Membuat Sebuah Merek,
Pengantar Merek untuk Usaha Kecil dan Menengah. World
Intellectual Property Organization (WIPO). http://www.wipo.int/
export/ sites/ www/ sme/ en/ documents/ guides/ translation/
making_a_mark_indo.pdf. 9 Maret 2011
Jonathan Booth. Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market,
article. (June 1, 2011). http://seekingalpha.com/article/272814-
collective-brands-opportunity-afforded-by-myopic-market
http://www.jetro.go.jp/indonesia/newsletter/nl69.html. 27 Desember 2012
http://www.jetro.go.jp/ttpp/EAN.CL01_EAN?d_mode=ndp&d_koryu=0&d_
kuni=0&jetro_proj=500000035&disp_proj=500000035&start_line=1.
20 Desember 2012
Meirina Triharini, Dwinita Larasati & R. Susanto. Pendekatan One Village
One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan
Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered,
Kabupaten Purwakarta. (2012). ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 6. No. 1.,
28-41. journal.itb.ac.id/download.php?file=D12004.pdf&id=1312...1
Penyerahan Sertifikasi Indikasi Geografis. (30 Desember 2008).
http://www.disbunbali.info/arsip_berita.php?id_berita=66. 2 April
2012
Penting Untuk Diketahui Sales Force, http://www.tupperware.co.id
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
149
Universitas Indonesia
http://patenindonesia.blogspot.com/ 2011/ 04/ forum – nasional – indikasi -
geografis. html. 3 Agustus 2012.
http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektual-
untuk-usaha-kecil-menengah-ukm.html. 27 Desember 2012
Shoen Ono, Overview of Japanese Trademark Law 2nd ed. Yuhikaku. (1992).
http://www.iip.or.jp/translation/ono/ch2.pdf. 28 Maret 2012.
Small and Medium Enterprise Development Policies in Thailand.
http://www.smrj.go.jp/keiei/dbps_data/_material_/common/chushou/b
_keiei/keieikokusai/pdf/SME_in_ASEAN_E2_0803.pdf
http://www.smecda.com/Buku_Sorotan/2-BISNIS%20KOPERASI/2-
OTOP/OTOP%20kompilasi-executive.pdf
http://www.thai-otop-city.com/background.asp
http://tekno.kompas.com/read/2012/01/11/14415874/Google.Sediakan.100.00
0.Domain.Gratis.untuk.UKM. 11 Januari 2012
Undang-Undang UMKM no. 20 Tahun 2008. http://www.depkop.go.id/
index.php? option = com_content & view = article&id = 129
White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan, Finding Vitality
through Innovation and Human Resources, Japan Small Business
Research Institute (JSBRI). 2009. http://www.chusho.meti.go.jp/
pamflet/ hakusyo/ h21/ h21_1/ 2009 hakusho_eng.pdf. 27 Desember
2012
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013