universitas indonesia laporan praktik kerja...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI KEFARMASIAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 7 APRIL – 18 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
TRIANI DIAN ANGGRAINI, S. Farm
1306344330
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI KEFARMASIAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 7 APRIL – 18 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
TRIANI DIAN ANGGRAINI, S. Farm
1306344330
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
laporan praktek kerja profesi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, Juni 2014
Triani Dian Anggraini
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan praktek kerja profesi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua baik yang dikutip atau dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Triani Dian Anggraini
NPM : 1306344330
Tanda Tangan :
Tanggal : Juni 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
v
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :
Nama : Triani Dian Anggraini, S.Farm
NPM : 1306344330
Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Judul Skripsi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemetrian
Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 April-18April
2014
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dina Sintia Pamela, M.Pharm., S.Si., Apt.( )
Pembimbing II : Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. ( )
Penguji I : ( )
Penguji II : ( )
Penguji III : ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 28 Juni 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada periode 7 April - 17 April 2014. Kegiatan PKPA bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh
ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini, yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
pada umumnya.
4. Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt., selaku Direktur Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian.
5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang selalu memberi saran dan mendukung penulis.
6. Dina Sintia Pamela, S. Si., Apt., M.Pharm., selaku Kepala Seksi Standarisasi
Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional dan pembimbing dalam
penulisan tugas umum yang selalu memberi saran dan mendukung penulis.
7. Anwar Wahyudi, SE., S.Farm., Apt., MKM, selaku Kepala Subbagian Tata
Usaha.
8. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas
segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan
PKPA.
9. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
vii
Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran dalam
perkuliahan dan penyusunan laporan ini.
10. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap
langkah perjalanan hidup penulis.
11. Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 78 Universitas Indonesia atas
kebersamaan, kerjasama dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan dan
semangat yang diberkan kepada penulis.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis
Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini jauh dari sempurna. Semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama kegiatan PKPA ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Triani Dian Anggraini
NPM : 1306344330
Program studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Laporan kerja praktek profesi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Periode 7 April - 17 April 2014
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 28 Juni 2014
Yang menyatakan
(Triani Dian Anggraini)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
ix
ABSTRAK
Nama : Triani Dian Anggraini, S.Farm.
NPM : 1306344330
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7
April - 17 April 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan bertujuan untuk mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, khususnya di
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian serta memahami peran dan
fungsi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Tugas khusus
yang diberikan berjudul Pengolahan data survey terhadap industri farmasi
mengenai kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle. Tugas
khusus ini untuk mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan
kapasitas idle dari seluruh obat yang berada pada Fornas secara nasional dengan
pengolahan data hasil survey.
Kata kunci : direktorat bina kefarmasian dan alat kesehatan, direktorat bina
produksi dan distribusi kefarmasian, farmasi, industri, kapasitas
idle, kapasitas produksi, kapasitas terpasang,
Tugas umum : xv + 60 halaman; 4 gambar; 5 tabel ; 8 lampiran
Tugas khusus : iii + 39 halaman; 6 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 5 (2009 - 2014)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2010 - 2014)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
x
ABSTRACT
Name : Triani Dian Anggraini, S.Farm.
NPM : 1306344330
Study Program : Apothecary Profession
Title : Report of Pharmacist Profession Internship at Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia in 7 April -
17 April 2014
Pharmacists Internship Program at Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian and Alat
Kesehatan aims to understand the main duties and functions of Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian and Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, specifically in
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, and also to understand the
role of a pharmacist at Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian and Alat Kesehatan.
The specific assignment that is given entitled processing of data survey on the
pharmaceutical industry regarding installed capacity, production capacity, and idle
capacity. This assignment aims to determine the installed capacity, production
capacity, and idle capacity of all drugs that are on Fornas with national
acumulation.
Keywords : direktorat bina kefarmasian dan alat kesehatan, direktorat
bina produksi dan distribusi kefarmasian, idle capacity,
installed capacity, production capacity, pharmacy,
pharmaceutical industry
General Assignment : xv + 60 pages; 4 pictures; 5 tables; 8 appendices
Specific Assignment : iii + 39 pages; 6 appendices
Bibliography of General Assignment: 5 (2009 - 2014)
Bibliography of Specific Assignment: 6 (2010 - 2014)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSTUJUAN PUBLIKASI ........................ viii
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
ABSTRACT ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................... 4 2.1 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ................................. 4
2.2 Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .......... 15
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI KEFARMASIAN ....................................................... 23
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi .............................................................. 23
3.2 Tujuan .......................................................................................... 23
3.3 Visi dan Misi ................................................................................ 24
3.4 Sasaran ......................................................................................... 24
3.5 Indikator ....................................................................................... 25
3.6 Arah program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ............................................................................... 25
3.7 Strategi ......................................................................................... 26
3.8 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ................................................................................. 26
3.9 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional .................................................................................. 26
3.10 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ....................... 28
3.11 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ..................................... 29
3.12 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ............. 30
3.13 Subbagian Tata Usaha ................................................................. 31
3.14 Strategi Pelaksanaan .................................................................... 32
3.15 Sumber Daya................................................................................ 34
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
xii
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................... 36 4.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional ................................................................................... 36
4.2 Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan ......................... 40
4.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ..................................... 43
4.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ............. 45
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 49 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 49
5.2 Saran ............................................................................................ 49
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 50
LAMPIRAN ....................................................................................................... 52
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Penampilan Rekapitulasi Perizinan Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Tahun 2013....... 39
Gambar 4.2. Rekapitulasi Perizinan Sub Direktorat Produksi dan
Makanan Tahun 2013........................................................... 42
Gambar 4.3. Proses Penyelesaian Perizinan Sub Direktorat Produksi
Kosmetik dan Makanan Tahun 2013.................................... 43
Gambar 4.4. Perbandingan Capaian Indikator Jumlah Bahan Bahan
Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam
Negeri................................................................................... 48
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Pegawai di Lingkungan Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian Tahun 2013 ................................................ 34
Tabel 4.1 Perizinan Bidang Obat dan Obat Tradisional Tahun 2013 .............. 38
Tabel 4.2 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Tahun 2013 yang diterbitkan Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan
Farmasi Khusus ................................................................................ 45
Tabel 4.3 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Kinerja
Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional
Produksi di Dalam Negri Tahun
2013 .................................................................................................. 46
Tabel 4.4 Perbandingan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku
Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negri Tahun
2013 ................................................................................................. 48
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI...................... 52
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan.............................................................. 53
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal............ 54
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kefarmasian ..................................................... 55
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian.......................................................................... 56
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan..................................................................... 57
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ........................................................................ 58
Lampiran 8. Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat
Tradisional yang Telah Siap Diproduksi Didalam
Negeri................................................................................... 59
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis merupakan definisi dari kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2009 .
Organisasi Kesehatan Sedunia atau yang biasa disebut World Health Organization
(WHO) juga memiliki pernyataan bahwa kesehatan dapat dimaknai sebagai suatu
keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap yang tidak hanya
sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan tertentu saja.
Tubuh yang sehat merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap
individu untuk dapat menjalankan segala aktivitas kehidupannya dengan baik dan
berkualitas. Derajat kesehatan masyarakat juga merupakan investasi bagi
pembangunan negara. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan merupakan hal
yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan rakyat Indonesia.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal ini merupakan suatu investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
(Kementerian Kesehatan RI, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan dibangun
dengan asas perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan,
penghormatan terhadap hak, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan
pembangunan kesehatan. Tanggung jawab pemerintah tersebut yaitu mecakup
tentang perencanaan, pengaturan, peyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasaan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
2
Universitas Indonesia
terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk tercapinya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan segala
sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan kesehatan negara.
Hal ini dikarenakan seluruh rakyat Indonesia berhak memiliki hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau
(Kementerian Kesehatan RI,2009).
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus berupaya untuk
memberikan dan menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu
upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan adalah dengan pelayanan
kefarmasian yang profesional. Terwujudnya pelayanan kefarmasian yang
mumpuni merupakan tanggung jawab dari berbagai pihak, salah satunya adalah
apoteker.
Apoteker selaku tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan
kefarmasian dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
melalui pembinaan pelayanan kefarmasian. Untuk menunjang hal tersebut, maka
pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001
membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Ditjen Yanfar dan Alkes). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1575/MENKES/PER/XI/2005, Ditjen Yanfar dan Alkes berganti nama menjadi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan
Alkes).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi
menjadi empat direktorat. Salah satunya direktorat yang terdapat pada Ditjen
Binfar dan Alkes adalah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Direktorat ini bertugas melaksanakan penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan
kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Peran apoteker di pemerintahan memegang peranan yang sangat penting.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Peran penting apoteker berkaitan dengan penanganan sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Calon apoteker harus memiliki bekal ilmu dan pengetahuan yang
cukup mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam bidang kefarmasian sehingga
nantinya mampu menjalankan perannya sebagai apoteker yang baik dalam
masyarakat. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan
merupakan salah satu cara untuk mewujudkan harapan tersebut. Calon apoteker
dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara
umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara
khusus, terutama di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki beberapa tujuan. Tujuan-tujuan
tersebut adalah :
a. Apoteker dapat mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
b. Calon Apoteker dapat memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam
melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan adalah Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan RI ini dipimpin oleh
seorang Menteri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47
Tahun 2009 nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk menggantikan nama
sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan
2.1.1 Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan oleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia terdiri dari tiga poin. Tiga dasar hukum tersebut yaitu :
a. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara.
b. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
c. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan.
2.1.2 Visi dan Misi
“Sehat Yang Mandiri ,dan Berkeadilan” adalah visi yang dimiliki oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan
beberapa misi untuk mendukung tercapainya visi tersebut. Misi yang dilakukan
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
5
Universitas Indonesia
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.3 Strategi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyusun beberapa strategi
untuk mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkan terkait peningkatan
pembangunan kesehatan. Strategi yang dimiliki Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia yaitu:
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif
dan preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna
dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang
bertanggungjawab.
2.1.4 Nilai-Nilai
Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia membuat beberapa strategi. Strategi-strategi
tersebut digunakan untuk tercapainya visi dan misi. Strategi-strategi tersebut
harus menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2011) :
a. Pro Rakyat
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Kementerian Kesehatan harus selalu mendahulukan kepentingan rakyat.
Segala tindakan yang dilakukan dalam pembangunan kesehatan haruslah
menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi setiap orang merupakan salah satu hak asasi manusia tanpa
membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan
masyarakat akar rumput.
c. Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat.
Ketanggapan dalam mengatasi segala permasalahan di daerah merupakan
suatu keharusan. Situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi
geografis serta hal-hal lainnya tetap harus diperhatikan. Faktor-faktor ini
menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target
yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5 Tujuan
Sebagai penjabaran dari Visi Kementrian Kesehatan, maka tujuan yang
akan dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-
guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Kementrian Kesehatan repuplik Indonesia, 2011). Tujuan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
7
Universitas Indonesia
tersebut dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta
pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh system
informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum
kesehatan.
2.1.6 Sasaran Strategis
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat
dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut
usia (lansia), dan keluarga miskin. Oleh sebab itu diperlukan sasaran-sasaran
starategis guna meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia, berikut
adalah sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010–2014, yaitu
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2011):
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan:
1) Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun
2) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per
100.000 kelahiran hidup
3) Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000
kelahiran hidup
4) Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000
kealahiran hidup
5) Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8
persen menjadi kurang dari 32 persen
6) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN)
sebesar 90%
7) Persentase puskesmas rawat inap yang mampu melaksanakan
Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED) sebesar 100%
8) Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komperhensif (PONEK)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
8
Universitas Indonesia
sebesar 100%
9) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%.
b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan :
1) Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000
penduduk
2) Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API dari 2 menjadi
1 per 1.000 penduduk
3) Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi
di bawah 0,5%
4) Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan
dari 80% menjadi 90%
5) Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI)
dari 80% menjadi 100%
6) Angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) dari 55 menjadi 51
per 100.000 penduduk
c. Menurunnya disparasitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan
antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparasitas
separuh dari tahun 2009.
d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh
penduduk, terutama penduduk miskin.
e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak
menular.
h. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.7 Rencana Strategis (Renstra)
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka sebagai salah satu pelaku
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
9
Universitas Indonesia
pembangunan kesehatan, Kementrian Kesehatan telah menyusun Rencana
Strategis (Renstra) Kementrian Kesehatan periode 2010-2014. Renstra
Kementrian Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif
dan memuat berbagai program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakn
langsung oleh Kementrian Kesehatan untuk kurun waktu 2010-2014, dengan
penekanan pada penetapan sasaran Prioritas Nasional, Standar Pelayanan Minimal
(SPM), dan Millenium Development Goals’s (MDG’S). Pembangunan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui beberapa
upaya untuk peningkatan :
1. Upaya kesehatan
2. Pembinaan kesehatan
3. Sumber daya manusia kesehatan
4. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
5. Manajemen dan informasi kesehatan
6. Pemberdayaan masyarakat
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan (RPJPK) 2005-2025 dalam tahap ke-2 (2010-2014), kondisi
pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), seperti meningkatnya derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender,
meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak,
terkendalinya jumlah dn laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya
kesenjangan antar individu, antar kelompok masyarakat, dan antar daerah.
2.1.8 Arah Kebijakan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2011)
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan bidang
sosial budaya dan kehidupan beragama yang diarahkan untuk mencapai sasaran
peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ditandai dengan meningkatnya
IPM dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), yang didukung oleh tercapainya
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
10
Universitas Indonesia
penduduk tumbuh seimbang, serta semakin kuatnya jati diri dan karakter bangsa.
Sesuai visi misi Presiden, kebijakan pembangunan kesehatan periode 5
tahun ke depan (2010-2014) diarahkan pada tersedianya akses kesehatan dasar
yang murah dan terjangkau terutama pada kelompok menengah ke bawah guna
mendukung pencapainya MDG’s pada tahun 2015.
Tema Prioritas Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014 adalah
“Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan” melalui :
1. Program Kesehatan Masyarakat
2. Program Keluarga Berencana (KB)
3. Sarana Kesehatan
4. Obat
5. Asuransi Kesehatan Nasional
Prioritas Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014 difokuskan pada
delapan fokus prioritas, yaitu :
1. Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, dan Keluarga Berencana (KB)
2. Perbaikan status gizi masyarakat
3. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti
penyehatan lingkungan
4. Pemenuhan, pengembangan, dan pemberdayaan SDM kesehatan
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu,
dan penggunaaan obat serta pengawasan obat dan makanan
6. Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
7. Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis
kesehatan
8. Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier
Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah
kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana
Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dengan
memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil
review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun 2010-2014.
Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
11
Universitas Indonesia
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin
terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai
daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan
upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif.
Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat,
peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di
seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi,
pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Penanganan Daerah
Bermasalah Kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan
upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi
dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2010-2014 ini.
Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan
status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat
sosial ekonomi, melalui: pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok
miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumber daya yang lebih
memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan
instrument untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial
ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang
tertinggal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan
didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan,
sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui:
a. Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan
pembangunan kesehatan
b. Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah
c. Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan
d. Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin
ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
12
Universitas Indonesia
informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring
e. Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun
alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat
f. Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang
cost effective
g. Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif;
h. Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran
dan sasaran hasil
i. Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM
j. Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan
k. Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta
l. Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran
m. Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan
preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
2.1.9 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/
MENKES/PER/VIII/2010 pasal 4 menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010a) :
a. Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f. Inspektorat Jenderal.
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
13
Universitas Indonesia
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.
n. Pusat Data dan Informasi.
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
r. Pusat Komunikasi Publik.
s. Pusat Promosi Kesehatan.
t. Pusat Inteligensia Kesehatan.
u. Pusat Kesehatan Haji.
Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada
lampiran 1.
2.1.10 Kedudukan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 1, kedudukan dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia adalah (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a) :
1. Kementrian Kesehatan berada di bawah dan beranggung jawab kepada
Presiden.
2. Kementrian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan.
2.1.11 Tugas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
Negara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
2.1.12 Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
14
Universitas Indonesia
1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 3 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a) :
a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.13 Kewenangan
Dalam menyelenggarakan fungsinya, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia mempunyai kewenangan, berikut adalah kewenangan Kementrian
Kesehatan RI :
a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
pembangunan secara makro
b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan
c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan
d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan
e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di
bidang kesehatan
f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan
atas nama Negara di bidang kesehatan
g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan
h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang
kesehatan
i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
15
Universitas Indonesia
j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan
k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan
l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan anak
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan
p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi
kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan
q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan
gizi
r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan
s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa
t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
sangat esensial (buffer stock nasional)
u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu :
1) Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu
2) Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
2.2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Kedudukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2010)
Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur
Jenderal.
2.2.2 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2010)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
16
Universitas Indonesia
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.3 Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan
perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan
c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh
tenaga farmasi yang profesional.
2.2.4 Sasaran dan Indikator ( Ditjen Binfar dan Alkes,2013)
Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014
adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%..
2.2.5 Kegiatan (Ditjen Binfar dan Alkes,2013)
Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan , maka diperlukan dilakukan
upaya kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut. kegiatan yang akan dilakukan
meliputi:
a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
c. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
17
Universitas Indonesia
d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.6 Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan.
Struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat
pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal.
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
2.2.6.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat
Jenderal Kesehatan . Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi, berikut adalah fungsinya ((Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010) :
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b. Pengelolaan data dan informasi.
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan
hubungan masyarakat.
d. Pengelolaan urusan keuangan.
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan.
f. Evaluasi dan penyusunan laporan.
Sekretariat Direktorat Jendral terdiri atas (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010):
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
18
Universitas Indonesia
1) Bagian Program dan Informasi.
2) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.
3) Bagian Keuangan.
4) Bagian Kepegawaian dan Umum.
5) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.6.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat
publik dan perbekalan kesehatan.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
19
Universitas Indonesia
dan perbekalan kesehatan.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4):
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.6.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi,
yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi
komunitas,farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional.
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi
yang terdiri atas (Lampiran 5):
1) Subdirektorat Standarisasi
2) Subdirektorat Farmasi Komunitas
3) Subdirektorat Farmasi Klinik
4) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional
5) Subbagian Tata Usaha
6) Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.6.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
terdiri atas (Lampiran 6):
1) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
2) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
3) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
4) Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.
5) Subbagian Tata Usaha.
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.6.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian
terdiri atas (Lampiran 7):
1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
22
Universitas Indonesia
2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Sediaan Farmasi Khusus.
4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
5) Subbagian Tata Usaha.
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
24
Universitas Indonesia
3.3 Visi dan Misi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah menetapkan
tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, tujuan yang telah ditetapkan tersebut
diupayakan dengan melalui berbagai aktivitas operasional sesuai dengan visi dan
misi. Visi dan misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Visi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah mewujudkan Industri
farmasi dan Makanan yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
bersaing di era globalisasi. Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian terdiri dari empat poin yaitu:
a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan.
b. Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan
distribusi kefarmasian dan makanan.
c. Membentuk aliansi strategis dalam bidang obat, obat tradisonal, sediaan
farmasi khusus, kosmetik dan makanan.
d. Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan
makanan.
3.4 Sasaran
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah menetapkan
beberapa sasaran. Sasaran-sasaran ini dimaksudkan untuk tercapainya tujuan dari
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian itu sendiri. Sasaran-sasaran
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah sebagai berikut:
(Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
a. Menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulsi,
standar dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di bidang
farmasi dan makanan.
b. Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan
dsitribusi kefarmasian dan makanan
c. Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan
makanan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
23 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian bertugas untuk
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan
RI, 2010). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis
dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
3.2 Tujuan (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tujuan
yang hendak dicapai. Tujuan tersebut tergambar dari pernyataan “Industri Farmasi
dan Makanan Yang Memenuhi Syarat dan Mampu Memenuhi Kebutuhan Dalam
Negeri Serta Bersaing di Era Globalisasi.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
diketahui bahwa tujuan utama Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian tidak hanya mengenai kebutuhan dalam negeri namun juga
bagaimana agar Industri farmasi dan makanan Indonesia dapat berkembang dan
mampu bersaing dengan kualitasnya yang terjamin.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
25
Universitas Indonesia
d. Menciptakan kemandirian di bidang kefarmasian
3.5 Indikator
Kegiatan Peningkatan produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki
luaran sebagai berikut :
a. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi
dan distribusi kefarmasian
b. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian
c. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam
negeri.
3.6 Arah program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Arah program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
dilaksanakan melalui 10 program, meliputi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian,
2013) :
a. Menyusun norma, standar, persyaratan serta regulasi di bidang produksi dan
distribusi kefarmasian dan makanan;
b. Mengupayakan kemandirian di bidang obat, bahan baku obat dan obat
tradisional Indonesia melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati;
c. Meningkatkan pelaksanaan pelayanan prima didalam perijinan di bidang obat,
narkotika, psikotropika, prekursor dan obat tradisional dan sediaan farmasi
khusus, dan kosmetika;
d. Membentuk aliansi strategis dalam rangka meningkatkan kemandirian obat,
obat tradisional, kosmetika dan makanan;
e. Menintegrasikan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal;
f. Meningkatkan daya saing industri farmasi dan makanan;
g. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu sediaan farmasi dan makanan
yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah
danpenyalahgunaan sediaan farmasi dan makanan;
h. Melaksanakan pembinaan terhadap sarana dan prasarana kefarmasiaan dan
makanan;
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
26
Universitas Indonesia
i. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang produksi dan
distribusi kefarmasian dan makanan;
j. Monitoring dan evaluasi program Direktorat Produksi dan Distribusi
Kefarmasian
3.7 Strategi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
Strategi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran Direkorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian dengan cara sebagai berikut :
a. Menyusun regulasi, standar dan pedoman yang dapat mengakomodir
pengembangan di bidang farmasi dan makanan.
b. Membentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.
c. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu.
d. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional.
3.8 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian memiliki Struktur Organisasi sebagai berikut(Kementerian
Kesehatan RI, 2010):
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b. Sudirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus.
d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.9 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
3.9.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
27
Universitas Indonesia
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan
Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
3.9.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Struktur Organisai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional terdiri atas :
a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat
dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang
besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan
penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
28
Universitas Indonesia
3.10 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian
Kesehatan RI, 2010)
3.10.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Subdirektorat Poduksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang produksi
kosmetika dan makanan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi
Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi
kosmetika dan makanan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kosmetika dan makanan.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi
kosmetika dan makanan.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
produksi kosmetika dan makanan.
3.10.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan
terdiri atas:
a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan
Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika
Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi
kosmetika. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
29
Universitas Indonesia
penerbitan izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan
standar dan pedoman di bidang produksi ksometika dan makanan.
3.11 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
3.11.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,
prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan
pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika prekursor,
dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,
prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan
makanan.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan
sediaan farmasi khusus dan makanan.
3.11.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas:
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
30
Universitas Indonesia
a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan
teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus
Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan.
Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan
Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka dalam
hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport
prekusor, psikotropika.
3.12 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian
Kesehatan RI, 2010)
3.12.1 Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan
bahan baku obat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat
Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian
obat dan bahan baku obat.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria dibidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
31
Universitas Indonesia
c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan
lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku
obat.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.12.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku
Obat terdiri atas:
a. Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat
Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
b. Seksi Kerjasama
Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi,
pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian
obat dan bahan baku obat.
3.13 Subbagian Tata Usaha (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas untuk melaksanakan urusan
tata usaha dan rumah tangga Direktorat sebagai berikut :
3.13.1 Umum
a. Pencatatan surat menyurat (surat masuk dan surat keluar) dengan sistem
arsiparis.
b. Distribusi surat masuk dan surat keluar ke subdit maupun eksternal Direktorat
c. Pengetikan (komputerisasi) surat terutama untuk keperluan pimpinan
d. Penyusunan daftar kepustakaan Direktorat
e. Kearsipan dengan pola atau sistem arsiparis.
3.13.2 Kepegawaian
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Tugas Subbagian Tata Usaha Kepegawaian adalah membuat data
dan informasi kepegawaian. Data dan informasi tersebut antara lain:
a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama
jabatan, eselon dan golongan.
b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama jabatan
serta alamat.
c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun.
d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas data KP4 (Surat Keterangan Untuk
Mendapat Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai.
e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan)
seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian.
f. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai
untuk seluruh pegawai.
g. Mengurus data kenaikan pangkat pegawai yang mau naik pangkat.
h. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian).
3.13.3 Kerumahtanggaan Direktorat
Tugas Subbagian Tata Usaha kerumahtangaan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara.
b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang
inventaris dan bekerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen
(Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan
penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian
Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur.
e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang
Direktorat.
3.14 Strategi Pelaksanaan (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
Strategi yang dilaksanakan oleh masing –masing Subdirektorat untuk
mencapai target indikator adalah sebagai berikut :
3.14.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
33
Universitas Indonesia
a. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional
b. Penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional
c. Pembinaan kepada sarana di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional
d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di bidang
pembinaan obat dan obat tradisional
e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional
3.14.2 Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan
a. Aliansi strategi di bidang produksi kosmetik dan makanan
b. Penyusunan NSPK di bidang produksi kosmetik dan makanan
c. Pembinaan kepada produsen kosmetik dan makanan
d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang pembinaan
produksi makanan
e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang
produksi kosmetik dan makanan
3.14.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor
dan Sediaan Farmasi Khusus
a. Membangun jejaring kerjasama dengan stake holder terkait melalui aliansi
strategi di bidang produksi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan
farmasi khusus
b. Penyusunan NSPK di bidang produksi narkotik, psilotropik, prekursor dan
sediaan farmasi khusus
c. Pembinaan terhadap industri farmasi dan PBF yang melakukan produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus
d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang pembinaan
produksi dan distibusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi
khusus dan pelaporan Narkotika dan Psikotropika.
3.14.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat
a. Pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat. Kelompok kerja
kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kemandirian dan stake
holder terkait lain dengan kementrian kesehatan sebagai koordinator
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
34
Universitas Indonesia
b. Kerjasama dan fasilitas penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LIPI)
di bidang pengembangan bahan baku obat
c. Pembentukan jejaring kerja dengan berbagai stake holder diantaranya institusi
penelitian, kalangan indutri dan asosiasi pengusaha
3.15 Sumber Daya (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2014)
3.15.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang bertugas di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
sampai akhir tahun 2013 berjumlah 47 orang yang terdiri dari 34 PNS dan 13 Non
PNS.
Berdasarkan jabatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
terdiri dari 14 orang dengan jabatan struktural dan 20 orang dengan jabatan
fungsional umum/staf. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah pegawai di lingkungan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian Tahun 2013
No Jabatan Jumlah
1
Menurut Jabatan
Jabatan Struktural
Jabatan Fungsional Umum/Staf
14 orang
20 orang
2
Menurut Golongan
Golongan II
Golongan III
Golongan IV
4 orang
23 orang
7 orang
3
Menurut Pendidikan
S2
S1
D3
SLTA
SLTP
24 orang
4 orang
2 orang
2 orang
1 orang
4 Menurut Jenis Kelamin
Pria
9 orang
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Wanita 25 orang
5
Menurut Kelompok Usia
< 30 tahun
31 – 40 tahun
41 – 50 tahun
51 – 58 tahun
9 orang
12 orang
5 orang
8 orang
Total SDM 34
3.15.2 Sarana dan Prasarana (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
Sarana dan prasarana yang tersedia di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian sesuai dengan Laporan Barang Milik Negara (BMN) pada
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menggunakan data yang
berasal dari Sistem Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
36 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Kementrian Kesehatan adalah suatu badan pelaksana pemerintah yang
mempunyai tugas untuk mennyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam
pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintah
negara didasari pada nilai-nilai pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih.
Kementrian kesehatan terdiri bari beberapa direktorat salah satunya adalah
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang memiliki tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian,
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang memiliki tugas dan fungsi masing-
masing salah satunya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan suatu Direktorat
yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan yang terdiri dari 4 subdirektorat yaitu
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, Subdirektorat
Produksi Kosmetika Dan Makanan, Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus Dan
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
4.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan
Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi:
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
37
Universitas Indonesia
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan, Subdirektorat Produksi dan
Distribusi obat dan Obat Tradisional telah melakukan tugas dan fungsinya dengan
baik. Subdirektorat ini secara garis besar memberikan pembinaan kepada seluruh
industri farmasi di Indonesia dan juga memberikan pembinaan kepada produsen
herbal dari jamu gendong hingga industri obat tradisional. Kerja nyata yang telah
dilaksanakan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional antara lain:
a. Pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, Industri Ekstrak Bahan
Alam, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat.
b. Perizinan industri farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan
Alam, Pedagang Besar Farmasi Dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat.
c. Penyusunan Farmakope Indonesia
d. Penyusunan Kurikulum Modul Pembinaan di bidang Obat dan Obat
Tradisional
e. Penyusunan Pedoman Pembinaan IOT dan IEBA.
f. Penyusunan Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan di Bidang Obat dan
Obat Tradisional
g. Sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap Industri
Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang
Besar Farmasi Dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional telah
mengeluarkan izin terhadap Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri
Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi
Bahan Obat. Subdirektorat ini telah mengeluarkan izin sebanyak 577 selama
tahun 2013 yang terbagi dalam 7 jenis. Rekapitulasi perizinan Subdirektorat
Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional yang telah diterbitkan pada
tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1
Tabel 4.1. Daftar Perizinan Bidang Obat dan Obat tradisional Tahun 2013
No Jenis Kategori Izin yang
dikeluarkan
1 Izin IF 90
2 Persetujuan
Prinsip IF
6
3 Izin OT 15
4 Persetujuan
Prinsip IOT
1
5 Izin IEBA 2
6 Izin PBF 420
7 Izin PBF Bahan
Obat
43
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Rekapitulasi Perizinan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat
dan Obat Tradisional Tahun 2013
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
melakukan sosialisasi perizinan Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional,
Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi Obat dan Pedagang Besar
Farmasi Bahan Obat secara berkesinambungan. Sosialisasi yang telah dilakukan
dalam bentuk :
1. Aliansi strategis di bidang obat dan obat tradisional,
2. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Obat Tradisional melalui media cetak
3. Pendampingan tenaga kesehatan Provinsi terhadap perizinan dalam rangka
pelayanan prima
4. Pembekalan terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional
5. Pendampingan bagi KUMKM bidang obat tradisional
6. Pembekalan tenaga kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dalam rangka
pembinaan industri dan usaha obat tradisional
Sosialisasi ini terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
pemahaman industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi
(PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBFBO) agar mampu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Pada proses pengaujuan perizinan Industri Farmasi, Industri Obat
Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat
dilakukan pada loket 1 unit layanan terpadu. Pada prosesnya, masih banyak
berkas perizinan yang belum lengkap sehingga pemohon harus datang berulang-
kali. Perizinan yang ditangani Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian ini
merupakan suatu perizinan yang kompleks dan melibatkan juga instansi lainnya
seperti Dinas Kesehatan Propinsi, Badan Pengawas Obat dan Makanan dan
BKPM. Rekomendasi dari instansi lain tersebut merupakan salah satu persyaratan
dari permohonan perizinan, sehingga tertundanya pengeluaran surat rekomendasi
menyebabkan proses perizinan menjadi lebih lama. Selain itu, dari sekian banyak
kegiatan pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi yang ditangani oleh
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, baru perizinan
ekspor/impor narkotika saja yang menerapkan sistem online registration.
Perizinan lainnya masih dilakukan pemeriksaan secara manual saja, namun akan
diarahkan menjadi pelayanan online ke depannya. Dengan adanya sistem online
registration ini, diharapkan proses akan lebih cepat dan efisien.
Pada Subdirektorat selain memiliki seksi perizinan, terdapat pula Seksi
Standarisasi Produksi dan Distribusi. Seksi ini mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional. Selain itu, pada Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat Tradisional juga dilakukan pengumpulan data-data
untuk mendapatkan database yang akan dibutuhkan sewaktu-waktu. Data-data
tersebut dikumpulkan dengan cara survey terhadap masing-masing Industri
Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar
Farmasi Bahan Obat. Sebagai contoh adalah pengumpulan data kapasitas produksi
suatu obat skala nasional yang dikumpulkan dengan cara survey terhadap Industri
Farmasi yang memproduksi obat tersebut.
4.2 Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan
Subdirektorat produksi kosmetika dan makanan bertanggung jawab dalam
pengautran regulasi produksi kosmetik dan makanan yaitu penyiapan bahan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
41
Universitas Indonesia
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan, serta
bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri kosmetik dan makanan
untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Pemenkes RI No. 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang izin
produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan produksi kosmetika.
Syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin produksi kosmetika adalah
industri kosmetika harus menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik
(CPKB) dalam produksinya. CPKB bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Izin produksi diberikan sesuai bentuk dan jenis kosmetik
yang akan dibuat. Izin produksi dibedakan atas dua golongan sebagai berikut,
industri kosmetik golongan A yaitu izin produksi yang dapat membuat semua
bentuk dan jenis sediaan kosmetik dan wajib menerapkan seluruh aspek CPKB.
Pada industri kosmetik golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetik
yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetik tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana, namun harus mampu menerapkan hygiene
sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Hal ini bertujuan untuk menjamin
mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat.
Di Indonesia peraturan kosmetik disesuaikan dengan harmonisasi ASEAN
tahun 1998. Penerapkan harmonisasi ASEAN di Indonesia pada tahun 2011 dalam
bentuk notifikasi kosmetika. Tujuan perubahan alur registrasi menjadi notifikasi
ialah agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, klaim manfaat produk serta
mempermudah perolehan izin edar kosmetik. Notifikasi kosmetik, menetapkan
aturan mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk
kosmetik sebelum diedarkan kemasyarakat yang diatur dalam Permenkes RI No.
1175Menkes/Per/VIII/2010 dan di bawah kewenangan Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM). Notifikasi memiliki kelemahan, yaitu konsumen sulit
untuk mengetahui apakah produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau
belum ternotifikasi. Hal ini disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
42
Universitas Indonesia
mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik. Pada subdit
ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun
Formularium Kosmetik Indonesia.
Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain
melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada
di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan
tambahan dalam pangan yang diatur dalam Permenkes RI No. 033 tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), serta pembinaan terhadap Industri
Rumah Tangga (IRT). Diharapkan produk yang sampai ke konsumen memenuhi
syarat mutu dan keamanan.
Subdirektorat produksi kosmetik dan makanan melaksanakan perizinan di
bidang produksi kosmetik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Selama
tahun 2013, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan telah
memberikan izin di bidang Kosmetika dan melakukan pembinaan pada Industri
Rumah Tangga yang memproduksi makanan. Pada tahun 2013, jumlah izin
produksi kosmetika yang masuk adalah sebanyak 106 buah, ditam jumlah izin
yang masuk di tahun sebelumnya sehingga jumlah yang diterbitkan adalah
sebanyak 118 buah izin, dengan rincian 113 izin (95,76%) diselesaikan tepat
waktu dan izin (4,24%) tidak tepat waktu. Dinyatakan tepat waktu apabila waktu
penyelesaian izin kurang dari 14 hari kerja, yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika.
Rekapitulasi perizinan Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan yang telah
diterbitkan pada tahun 2013 dapat dilihat pada Grafik dan Diagram di bawah ini.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Rekapitulasi Perizinan Sub Direktorat Produksi Kosmetik
dan Makanan Tahun 2013
Gambar 4.3. Proses Penyelesaian Perizinan Sub Direktorat Produksi
Kosmetik dan Makanan Tahun 2013
4.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika dan
Sediaan Farmasi Khusus
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor
dan Sediaan Farmasi Khusus merupakan subbagian dari Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian yang khusus menangani hal-hal yang terkait perizinan
di bidang impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi seperti
Surat Persetujuan Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir
Produsen (IP), Importir Terdaftar (IT), Eksportir Produsen (EP) dan Eksportir
Terdaftar (ET). Selain menangani perizinan narkotika, Subdirektorat ini juga
020406080
10083
16 4 3
JUM
LAH
IZI
N
JENIS IZIN
REKAPITULASI PERIZINAN SUB DIREKTORAT PRODUKSI KOSMETIK DAN MAKANAN TAHUN 2013
96%
4%
≤ 14 HK (Sesuai Permenkes 1175)
≥ 14 HK (Tidak Sesuai Permenkes 1175)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
44
Universitas Indonesia
menangani pengadaan sediaan farmasi khusus melalui jalur SAS (Special Access
Scheme) untuk sediaan farmasi yang belum memiliki izin edar di Indonesia.
Pemberian izin sebagai IP narkotika, psikotropika maupun prekursor
farmasi serta Surat Persetujuan impor/ekspor narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi dapat diberikan atas persetujuan Menteri Kesehatan. Dalam hal
impor/ekspor narkotika, PT Kimia Farma ditunjuk sebagai Industri tunggal yang
memiliki izin sebagai IP (Importir Produsen) dan PBF tunggal sebagai IT
(Importir Terdaftar) narkotika di mana impor/ekspor psikotropika dan prekursor
farmasi dapat dilakukan oleh industri farmasi maupun PBF lainnya.Narkotika dan
Psikotropika memerlukan penanganan khusus terkait produksi dan distribusinya
mulai dari pengadaan bahan baku hingga dalam bentuk produk jadi yang siap
diedarkan. Selain narkotika dan psikotropika, dikenal istilah prekursor atau bahan
kimia yang dengan reaksi sederhana dapat diubah menjadi narkotika dengan
penambahan senyawa lain. Prekursor farmasi juga memiliki tingkat resiko
penyalahgunaan yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan khusus seperti
Narkotika dan Psikotropika. Sediaan Farmasi Khusus merupakan sediaan yang
sangat dibutuhkan untuk kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia
tetapi belum memiliki izin edar di Indonesia yang dapat diperoleh dari sumbangan
negara lain.
Obat tersebut digunakan untuk pengobatan penyakit langka atau
menyangkut keselamatan jiwa manusia seperti obat untuk penyakit Hemofilia.
Kurangnya nilai komersial dari sediaan farmasi khusus menyebabkan tidak ada
importir atau produsen yang bersedia menangani registrasi dan izin edarnya.
Pengadaansediaan farmasi khusus ini melalui jalur khusus yang dikenal dengan
istilah SAS (Special Access Scheme).
Berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian Tahun 2013, Rekapitulasi perizinan Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus yang
telah diterbitkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Tabel 4.2. Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Tahun 2013 yang diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
No Jumlah
SPI SPE IP EP IT
1. Narkotika 63 1 1 0 0
2. Psikotropika 175 149 22 0 0
3. Prekursor 245 76 41 0 0
4.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat melaksanakan
tugasnya yang bertujuan menjadikan negara Indonesia dapat mandiri dalam hal
pengadaan obat dan bahan baku obat karena hampir 96% kebutuhan produk obat
tersebut tergantung pada bahan baku obat (BBO) impor. Ada beberapa faktor
yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri
diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di
industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan
baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri
menjadi lebih tinggi daripada harga bahan baku impor.
Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi mudah mendapatkan
bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak terpengaruh dengan
kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan harga obat dalam
negeri. Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan dan ketersediaan bahan baku
obat, pemerintah melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana
riset bekerjasama dengan lembaga terkait dan industri farmasi, menstimulasi
berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama distribusi
bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional.
Definisi operasional dari bahan baku obat dan obat tradisional yang
diproduksi di dalam negeri yaitu : “bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat
dan obat tradisional) dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan yang
merupakan hasil penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi”.
Untuk memenuhi bahan baku obat dalam negeri, pemerintah menyusun roadmap
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
46
Universitas Indonesia
pengembangan bahan baku. Dengan roadmap ini diharapkan terjalin kerjasama
antara instansi/lembaga terkait dengan industri farmasi. Dalam roadmap tersebut
telah ditetapkan strategi yaitu mengembangkan kebijakan yang berpihak pada
pengembangan bahan baku obat; meningkatkan sinergitas Academic Business
Goverment (ABG); menguatkan riset di bidang bahan baku obat yang berorientasi
pada kebutuhan; meningkatkan kemampuan iptek; dan meningkatkan produksi
bahan kimia sederhana, pemanfaatan sumber daya alam, dan bioteknologi. Untuk
pengembangan bahan baku obat yang lebih efektif, saat ini telah dibentuk
POKJANAS pengembangan bahan baku yang terdiri dari beberapa lembaga, yaitu
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
Badan POM, Kemenkokesra, BPPT, LIPI, universitas, dan industri farmasi.
Pada tahun 2013, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di
dalam negeri yang tersedia mencapai 39 jenis dari target yang telah ditetapkan,
seperti yang tertera pada tabel 4.4
Tabel 4.3. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku
Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri Tahun 2013
INDIKATOR
KINERJA
TARGET
2013
REALISASI
2013
CAPAIAN
(%)
Jumlah bahan baku obat
dan obat tradisional
produksi di dalam negeri
35 39 111,43
Upaya yang dilakukan adalah dengan pendirian kelompok kerja
kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kementrian dan stakeholder
terkait lainnya dengan Kementrian Kesehatan sebagai koordinator. Pencapaian
kemandirian obat dan bahan baku obat juga terutama dilakukan melalui kerjasama
dan fasilitasi penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT, LIPI dan Perguruan
Tinggi) di bidang pengembangan bahan baku obat serta pembentuk jejaring
dengan berbagai stakeholder diantaranya institusi penelitian, kalangan industri
dan asosiasi pengusaha.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Optimalisasi koordinasi dengan pihak terkait dilakukan melalui perluasan
jaringan kerja sama dengan universitas negeri yang memiliki basis riset dan
bermitra dengan industri farmasi dan atau industri obat tradisional. Pada tahun
2012 kerja sama ini baru dilakukan dengan Kementrian Riset dan Teknologi dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada tahun 2013 dilakukan
optimalisasi dengan kementrian terkait yaitu Kementrian Keuangan, Kementrian
Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Negara Ristek, dan
Kementrian Perekonomian. Juga telah dilakukan perbaikan skema kerja
pengembahan bahan baku dan bahan baku obat tradisional yang tidak hanya
berorientasi pada produk, tetapi juga pada proses produksi lebih lanjut. Hal ini
diperkuat dengan adanya Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku dan Rencana
Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia. Untuk
mencapai kemandirian di bidang obat tradisional, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian telah melaksanakan pembangunan berupa:
a. Fasilitasi peralatan untuk Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat
(P4TO) diempat tempat yaitu Kabupaten Kaur (Bengkulu), Kabupaten Bangli
(Bali), Kabupaten sukoharjo (Jawa Tengah) dan Kabupaten Tegal (Jawa
Tengah).
b. Fasilitasi peralatan untuk Pusat Ekstrak Daerah (PED) di Kota Pekalongan
(Jawa Tengah).
c. Fasilitasi peralatan Laboratorium Mikrobiologi untuk tiga daerah penerima
P4TO tahun 2012, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sumatera Utara
dan Kota Pekalongan.
Tiga puluh sembilan jenis bahan baku obat dan obat tradisional yang telah siap
diproduksi di dalam negeri (kumulatif 2011-2013) dapat terlihat pada Lampiran 8.
Kinerja pemerintah untuk meningkatkan jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional produksi di dalam negri guna meningkatkan kemandirian bahan baku
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase peningkatannya dapat
dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Perbandingan capaian indikator kinerja jumlah bahan baku obat dan
obat tradisional produksi di dalam negeri tahun 2011 – 2013
INDIKATOR
KINERJA
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
T R C T R C T R C
Jumlah bahan
baku obat dan
obat tradisional
produksi di dalam
negeri
15 4 26,67 % 25 15 60,00 % 35 39 111,43 %
Ket : T = Target
R = Realisasi
C = Capaian
Gambar 4.4. Perbandingan Capaian Indikator Jumlah Bahan Bahan Baku Obat
dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri
Jika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam negeri,
maka pemerintah akan turut serta membantu dalam hal pemasaran bahan baku
dengan menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku
obat di luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan
baku obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran
bahan baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan
mendapatkan profit yang lebih besar.
0
10
20
30
40
50
2010 2011 2012 2013 2014
Jum
lah
BB
O d
an B
BO
T
Tahun
Perbandingan Capaian Indikator Jumlah Bahan Bahan
Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam
Negeri
Target
Realisasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
49 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
Kementerian Kesehatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas
melaksanakan penyimpanan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis
dan evaluasi dibidang Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
2. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat
bagi apoteker untuk menjalankan fungsi profesinya berkaitan dengan
pembuatan regulasi, pembinaan, serta mengawasi produsen dan distributor
di bidang farmasi, kosmetika, dan makanan yang bertujuan untuk
memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan
serta terjamin mutu dan keamanannya.
5.2 Saran
1. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai
agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri
farmas, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang
bahan baku obat.
2. Menjalin kerja sama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi,
pihak negeri maupun swasta berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan
kemandirian bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika, dan makanan.
3. Memperbaiki program Aplikasi sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIP-NAP) sehingga dapat memperlancar impor data di
program tersebut.
4. Melakukan pengembangan sistem e-registration terhadap semua perizinan
yang ditangani oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
50 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian RI. (2013). Laporan
Tahunan Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. (2014). Laporan
Tahunan 2013 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/1/2011 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
52
Lampiran I. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
53
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
54
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
55
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
56
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
57
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
58
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
59
Lampiran 8. Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Telah
Siap Diproduksi di Dalam Negeri
Nama Tahun
1. Fraksi bioaktif kayu manis (Cinamomum burmani)
2. Fraksi bioaktif bungur (Lagerstroemia speciosa)
3. Fraksi bioaktif mahkota dewa (Phaleria macrocara)
4. Fraksi protein bioaktif cacing tanah (Lumbricus Rubellus)
5. Ekstrak herba sambiloto ( Andrographis paniculata)
6. Ekstrak herba sambiloto terfraksinasi
7. Ekstrak pegagan (Centella asiatica)
8. Ekstrak pegagan terfraksinasi
9. Ekstrak herba meniran (Phylanthus niruri)
10. Ekstrak herba meniran tefraksinasi
11. Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)
12. Ekstrak rimapng jahe (Zingiber officinale)
13. Ekstrak Rimpang Kencur (Kaemferia galanga)
14. Difruktosa anhidra III
15. Pati ter-pragelatinasi
16. Ekstrak terstandar legundi (Vitex trifolia Linn.)
17. Ekstrak terstandar palisa (Kleinhovia hospita Linn.)
18. Ekstrak rumput laut (Eucheuma cottoni)
19. Karaginan rumput laut
20. Ekstrak terstandar pugun lano (Curanga fel-terrae)
21. Ekstrak terstandar daun jati belanda (Guazuma ulmifolia)
22. Ekstrak terstandar herba sidaguri (Sida rhombifolia)
23. Ekstrak terstandar daun sirsak (Annona muricata L.)
24. Ekstrak terstandar biji buah kedaung (Parkia timoriana)
25. Ekstrak tersandar daun salam (Syzygium polyanthum)
26. Tetrasiklin
27. Albumin
28. Ekstrak terstandar pegagan (Centella asiatica L.)
29. Fraksi triterpen Pegagan
30. Isolat pegagan (asiatikosida)
2011
2012
2013
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
60
31. Isolat pegagan (asam madekasat)
32. Isolat pegagan (asam asiatat)
33. Ekstrak terstandar Ganoderma lucidum
34. 2-metoksi-isobutilisonitril (MIBI)
35. Amilum jagung pulut ter-pragelatinasi-hidrolisis enzimatik
fosforilasi
36. Ekstrak terstandar kulit buah manggis (Garcinia
mangostana L.)
37. Ekstrak terstandar herba tapaak dara (Catharanthus
roseus)
38. Ekstrak terstandar umbi bawang putih (Allium sativum L.)
39. Ekstrak terstandar Biji mahoni (Swietenia mahagoni L.)
Jacq.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGOLAHAN DATA SURVEY TERHADAP INDUSTRI
FARMASI MENGENAI KAPASITAS TERPASANG,
KAPASITAS PRODUKSI, DAN KAPASITAS IDLE
TRIANI DIAN ANGGRAINI, S. Farm
1306344330
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
APRIL 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................... 3
2.1 Direktorat Jendral Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .... 3
2.2 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
dan Obat Tradisional .................................................................... 4
2.2 Jaminan Kesehatan Nasional ....................................................... 5
2.3 Formularium Nasional ................................................................. 6
2.4 Industri Farmasi ........................................................................... 6
BAB 3. METODOLOGI ANALISIS ............................................................. 9
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas Khusus .......................... 9
3.2 Metode ......................................................................................... 9
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................... 10
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 14
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 14
5.2 Saran ............................................................................................ 14
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 15
LAMPIRAN ....................................................................................................... 16
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir informasi umum yang harus diisi oleh industri
farmasi................................................................................... 17
Lampiran 2. Formulir pengisian kapasitas terpasang, kapasitas produksi,
dan kapasitas idle yang harus diisi oleh industri farmasi...... 18
Lampiran 3. Formulir mengenai sertifikat CPOB yang dimiliki industri
farmasi....................................................................................19
Lampiran 4. Formulir yang diberikan berdasarkan sediaanya dari industri
farmasi ...................................................................................20
Lampiran 5. Form pengolahan data survey................................................ 21
Lampiran 6. Ringkasan kapasitas produksi, dan kapasitas idle................. 22
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bentuk pelayanan
kesehatan terbaru yang baru dilaksanakan pada awal bulan januari tahun 2014 dan
memiliki tujuan yaitu melindungi semua penduduk Indonesia agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Program terbaru ini harus
disertai dengan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas, tidak
terkecuali pelayanan dan penyediaan obat.
Dalam rangka mensukseskan program JKN ini, maka banyak hal yang
harus direncanakan termasuk penyediaan obat. Hal utama yang selalu menjadi
masalah klasik di Indonesia ada ketersediaan obat secara nasional sering
mengalami kelangkaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasiaan dan Alat kesehatan telah merilis sistem elektronik
catalog (e-Catalogue) obat-obatan. Sistem e-Catalogue ini diluncurkan untuk
mendukung program JKN. E-Catalogue sendiri merupakan daftar obat yang
dijamin dalam sistem JKN yang memuat harga satuan obat. E-Catalogue adalah
kelanjutan dari daftar Formularium Nasional (Fornas) yang menjadi acuan bagi
fasilitas pelayanan kesehatan. Melalui Fornas, masyarakat akan mendapatkan obat
yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
E-Catalogue dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan
obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan, perlu dilaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien,
serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Pengguna dari E-Catalogue sendiri
adalah rumah sakit, klinik, dan apotek. Kemudian para pengguna E-Catalogue
akan melihat daftar obat yang berada pada E-Catalogue dan melakukan tender
terhadap industri farmasi. Industri farmasi mana yang siap memproduksi obat
sesuai kebutuhan dan ketepatan waktu distribusi.
Tujuan awal E-Catalogue adalah untuk menjamin ketersediaan dan
pemerataan obat. Untuk menjamin kebutuhan obat yang merata di seluruh wilayah
di Indonesia, maka perlu diketahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
2
Universitas Indonesia
kapasitas idle pada seluruh obat yang tercantum dalam Formularium Nasional
yang akan dilanjutkan ke E-Catalogue dari seluruh industri farmasi di Indonesia
sehingga dapat diketahui kapasitas secara nasional. Kapasitas terpasang adalah
kemampuan pada suatu Industri untuk memproduksi obat tertentu. Kapasitas
produksi adalah jumlah obat yang sudah diproduksi oleh industri farmasi tertentu.
Sedangkan, kapasitas idle adalah kemampuan yang tersisa untuk memproduksi
obat tertentu. Jika database mengenai kemampuan kapsitas terpasang, produksi,
dan idle sudah terpenuhi maka akan mudah untuk mengetahui kemampuan
produksi secara nasional pada obat tertentu sehingga jika terdapat kelangkaan obat
atau kekurangan obat akan teratasi. Untuk itu Pemerintah Pusat dalam hal ini
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian membuat suatu survey
terhadap seluruh industri farmasi di Indonesia sehingga dapat diketahui kapasitas
terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada seluruh obat yang berada di
fornas secara nasional.
1.2. Tujuan
Tujuan tugas khusus Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
untuk mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari
seluruh obat yang berada pada Fornas secara nasional dengan dilakukannya
pengolahan data dari hasil survey.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian
terdiri atas :
1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Sediaan Farmasi Khusus.
4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
5) Subbagian Tata Usaha.
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
4
Universitas Indonesia
2.2. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
2.2.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan
Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
2.2.2. Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Struktur Organisai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional terdiri atas :
a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
5
Universitas Indonesia
distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat
dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang
besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan
penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
2.3. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem
asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak. Prinsip-prinsip dari JKN adalah prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat,
dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
Sistem JKN akan menjamin kebutuhan kesehatan masyarakat akan
terpenuhi tidak terkecuali obat. Obat seringkali menjadi masalah dalam
penjaminan kesehatan, dikarenakan masalah pengadaan dan kelangkaan obat pada
daerah-daerah tertentu. Untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yg
aman, bermutu dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,
perlu dilaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien serta
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu pada sistem JKN
dibuatlah suatu sistem pengadaan obat berdasarkan e-Catalogueue. Pengadaan
obat berdasarkan e-Catalogueue bertujuan agar proses pengadaan obat menjadi
lebih transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Menurut surat edaran Menteri
Kesehatan No. KF/Menkes/167/III/2014 tentang pengadaan obat, Pengadaan obat
dilaksanakan berdasarkan e-Catalogueue obat dengan menggunakan metode
pembelian secara elektronik (e-Purchasing) sebagaimana tercantum dlm e-
Catalogueue Obat yg ditetapkan oleh Kepala LKPP (dapat dilihat dlm website
resmi LKPP: inaproc.lkpp.go.id) atau pembelian secara manual.
e-Catalogueue sendiri merupakan daftar harga obat dan bahan medis habis
pakai (BMHP) yang mengacu pada daftar obat dan BMHP pada Formularium
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Nasional yang sudah ditetapkan oleh Menkes. e-Catalogueue adalah sistem untuk
mengatur dan mengendalikan jumlah obat. Ini sekaligus dapat memudahkan
rumah sakit (RS) mendapatkan obat yang dibutuhkan pasien saat program jaminan
kesehatan nasional berjalan. Saat ini e-Catalogueue terdapat 300 jenis obat yang
sudah terdaftar yang mengacu pada Formularium Nasional.
2.4. Formularium Nasional
Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan
terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup.
Sebagai referensi utama Fornas diambil dari Daftar Obat Essensial
(DOEN). Fornas menggunakan konsep obat essensial yang artinya obat-obat yang
digunakan harus aman, efisien, dan hemat biaya sehingga biaya dan mutu
pengobatan dapat dikendalikan serta memudahkan perencanaan dan penyediaan
obat. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas digunakan sebagai acuan untuk
penulisan resep dalam JKN. Kriteria pemilihan obat, yaitu obat harus memiliki
khasiat keamanan terbaik berdasarkan bukti ilmiah mutakhir dan valid, memiliki
rasio manfaat-risiko (benfit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien,
memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh Badan POM, memiliki rasio
manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi, dalam kriteria ini tidak termasuk
obat tradisional dan suplemen makanan. Daftar obat yang berada pada
Formularium Nasional ini adalah yang menjadi acuan daftar obat yang berada
pada e-Catalogueue.
2.5. Industri Farmasi
Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari
Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Sedangkan yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
7
Universitas Indonesia
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu
sebagai bahan baku farmasi. Pembuatan Obat adalah seluruh tahapan kegiatan
dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai
diperoleh obat untuk didistribusikan. Berdasarkan pasal 4 Permenkes No.
1799/MENKES/PER/XII/2010, setiap pendirian Industri farmasi wajib
memperoleh izin Industri Farmasi dari Direktur Jenderal. Persyaratan untuk
memperoleh izin industri terdiri atas: berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat; memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak; memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga
Negara Indonesia mesing-masing sebagai penanggungjawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu; komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik
langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang kefarmasian.
Tahap persetujuan prinsip harus dilalui oleh setiap industri farmasi untuk
dapat memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. Persetujuan prinsip diberikan
kepada industri farmasi agar melakukan persiapan-persiapan dan usaha
pembangunan, pengadaan, pemasangan, instalasi peralatan termasuk produksi
percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat.
Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu tiga tahun, dan setiap
enam bulan sekali perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi
kemajuan pembangunan proyeknya kepada Direktur Jenderal dari Kementerian
Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Industri farmasi harus menjamin bahwa produk yang diproduksinya dapat
memenuhi syarat mutu, berkhasiat, dan aman. Setiap pendirian industri farmasi
wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, industri
farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB untuk menjamin itu semua. CPOB
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
8
Universitas Indonesia
(Cara Pembuatan Obat yang Baik) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan
untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan
tujuan penggunaannya. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB sendiri terdiri dari 12 bab yaitu diantaranya manajemen mutu; personalia;
bangunan dan fasilitas; perlatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan
mutu; inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok; penanganan
keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan
dan analisis berdasarkan kontrak; dan kuliafikasi dan validasi. 12 bab pada CPOB
tersebut merupakan pilar
Pemenuhan persyaratan CPOB tersebut dapat dibuktikan dengan adanya
sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti
bahwa industry farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu
jenis bentuk sediaan obat yang berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi
persyaratan. Serifikasi CPOB diberikan untuk setiap unit bangunan sesuai dengan
bentuk sediaan dan proses pembuatan yang dilakukan untuk semua tahapan atau
sebagian tahapan.
Pada industri farmasi terdapat istilah kapasitas terpasang, kapasitas
produksi, dan kapasitas idle. Kapasitas terpasang merupakan kapasitas terpasang,
produksi saat ini, dan kapasitas idle menunjukkan jumlah produksi per unit
terkecil untuk setiap bentuk sediaan pert tahun. Contoh : 1.000.000 tablet/tahun.
Kapasitas terpasang adalah kapasitas maksimal yang dapat diproduksi pada
industri farmasi. Kapasitas produksi adalah kapasitas yang digunakan untuk
memproduksi dalam satu periode operasi. Sedangkan kapasitas idle adalah
kapasitas yang belum digunakan untuk produksi. Kapasitas terpasang, kapasitas
produksi, dan kapasitas idle dihitung berdasarkan jumlah obat yang diproduksinya
disesuaikan dengan sertifikat CPOB yang dimiliki dari industri farmasi tersebut.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
9 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI ANALISIS
3.1. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Pengolahan data survey terhadap industri farmasi mengenai kapasitas
terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian dilakukan ketika mahasiswa melakukan praktek kerja
profesi apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 7– 18 April 2014
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengolahan data survey terhadap industri
farmasi mengenai kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yakni melalui analisis data
dari data yang sudah dikumpulkan dan melakukan penelusuran/studi literature
dari media cetak maupun elektronik. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penyusunan laporan tersebut adalah :
1. Mahasiswa melakukan pengolahan data survey dari industri farmasi
2. Mahasiswa melakukan penelusuran literatur mengenai data survey dari
industri farmasi
3. Mahasiswa melakukan analisa dari hasil pengolahan data survey dari
industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
10 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada era JKN, pengadaan obat sudah harus merata diseluruh wilayah di
Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat Indonesia. Maka
dari itu dibuatlah Fornas atau Formularium Nasional yang merupakan daftar obat
terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan yang
kemudian akan dicantumkan pada e-Catalogueue. JKN memiliki tujuan
pemerataan kesehatan masyarakat yang layak secara nasional. Pemerataan
kesehatan tersebut termasuk pemerataan dalam hal pengadaan obat. Kekosongan
atau kelangkaan obat dalam wilayah indonesia tidak boleh terjadi. Untuk
mencegah kekosongan dan kelangkaan obat, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasiaan melakukan antisipasi yaitu dengan membuat suatu
database kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari masing-
masing obat yang tercantum pada Fornas. Dengan mengetahui kapasitas
terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle tersebut maka dapat diketahui
kemampuan secara nasional dalam usahnya untuk memproduksi obat tertentu.
Database dibuat dengan melakukan survey ke seluruh industri farmasi di
Indonesia. Proses survey diawali dengan mengirimkan surat kepada industri
farmasi untuk dapat mengumpulkan data nama obat, nama zat aktif obat, kekuatan
obat, bentuk sediaannya, kapsitas terpasang, kapasitas produksi, kapasitas idle,
volume dalam negeri, dan volume luar negeri. Setelah beberapa minggu dari
pengirimin surat ke industri farmasi, surat balasan berisi formulir data yang
dibutuhkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasiaan banyak
berdatangan. Setelah beberapa lama waktu pengumpulan terkumpulah data-data
dari industri farmasi. Pengumpulan data tersebut tidak sesuai dengan waktu yang
sudah ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasiaan
karena beberapa industri farmasi belum mengumpulkan formulir data tersebut
walaupun sudah melewati batas waktu yang ditetapkan. Contoh dari surat formulir
data yang diberikan oleh industri farmasi dapat dilihat pada lampiran 1 dan
lampiran 2.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Setelah data-data dari industri farmasi tersebut dikumpulkan, dilakukanlah
pengolahan data untuk mendapatkan hasil dari survey tersebut yaitu kapasitas
terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle secara nasional. Tahap pertama
yang dilakukan adalah mendata kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan
kapasitas idle pada setiap masing-masing industri farmasi terhadap obat yang
diproduksinya dan sudah terdaftar pada fornas ke form yang sudah disediakan.
Pengolahan data kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle
disesuaikan dengan sertifikat CPOB yang dimiliki industri farmasi tersebut.
Sertifikat CPOB yang dimiliki harus sertifikat yang terbaru yang dan tidak boleh
kadaluarsa. Contoh bukti sertifikat CPOB yang ditunjukkan dapat dilihat pada
lampiran 3.
Data-data industri farmasi yang sudah terkumpul dibagikan ke dalam tim,
setiap orang memegang 10-20 industri farmasi untuk diolah. Penulis mengolah 10
industri farmasi yaitu pabrik A, pabrik B, pabrik C, pabrik D, pabrik E, pabrik F,
pabrik G, pabrik H, pabrik I, dan pabrik J. Dalam pengolahan data ini, masing-
masing industri farmasi memiliki permasalahan masing-masing. Masalah-masalah
yang dialami pada sepuluh industri ini diantaranya adalah tidak mencantumkan
kekuatan sediaan; hanya mencantumkan nama dagangnya saja tetapi tidak
mencantumkan nama zat aktifnya; tidak mencantumkan kapasitas terpasang,
kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada sediaan tertentu; tidak mencantumkan
satuan pada kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle; dan satuan
pada masing-masing industri tidak sama sehingga sulit untuk mengolah data.
Karena terdapat masalah maka pengolahan data tidak berjalan dengan cepat dan
lancar. Setiap masalah harus diberikan solusinya masing-masing agar dapat
dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Masing-masing masalah sudah diberikan solusinya. Untuk industri farmasi
yang memiliki masalah tidak mencantumkan kekuatan sediaan dan hanya
mencantumkan nama dagangnya saja, maka solusinya adalah dengan mencari zat
aktif dari nama dagang tersebut dan kekuatan sediaan tersebut dari literatur-
literatur yang ada seperti MIMS, ISO, ataupun internet. Tidak semua produk dari
industri farmasi ada dalam literatur-literatur tersebut. Jika memang tidak ada pada
literatur, maka harus dicatat kemudian akan diberikan surat kepada industri
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
12
Universitas Indonesia
farmasi tersebut untuk melengkapi kekurangannya. Untuk industri farmasi yang
memiliki masalah tidak mencantumkan kapasitas terpasang, kapasitas produksi,
dan kapasitas idle pada sediaan tertentu, pengolahan tidak dapat dilanjutkan jika
mereka tidak memberikan data tersebut. Oleh karena itu, solusi yang diberikan
adalah memberikan surat kepada industri farmasi terkait agar dapat dilengkapi.
Untuk industri farmasi yang memiliki masalah tidak mencantumkan satuan pada
kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle, memiliki solusi yang
sama dengan masalah satuan dari setiap industri tidak sama. Solusinya adalah
dengan mengkonversi jumlahnya dalam bentuk presentase sehingga akan lebih
mudah dalam perhitungan jumlah secara nasional.
Setelah sudah selesai mendata kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan
kapasitas idle dari masing-masing industri farmasi yang disesuaikan dengan
fornas, dilanjutkan dengan pengolahan data tahap ke dua. Pengolahan data tahap
ke dua yaitu mengkonversi satuan menjadi bentuk presentase sehingga akan lebih
mudah dalam penjumlahan dan untuk mengatasi perbedaan satuan dari masing-
masing industri farmasi. Setelah itu dilanjutkan pada tahap ke tiga menjumlahkan
presentase kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari industri
farmasi yang memiliki obat yang sama. Setelah itu dirata-ratakan sehingga dapat
diketahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle secara
nasional.
Hasil yang diinginkan dari survey industri farmasi ini adalah dapat
mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari
seluruh obat yang tercantum pada formnas secara nasional. Pada kenyataannya,
hasil akhir yang didapatkan tidak memenuhi tujuan awal. Seluruh obat yang
tercantum pada formularium nasional tidak memiliki data kapasitas terpasang,
kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari industri farmasi. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya industri farmasi yang
belum menyerahkan data hasil survey tersebut sehingga terdapat kekosongan data
pada obat-obat tertentu dari daftar formularium nasional karena seharusnya
seluruh obat yang tercantum pada daftar formularium nasional tersebut pasti
diproduksi oleh industri farmasi tertentu. Hal tersebut dapat berakibat tidak
adanya database pada obat tersebut sehingga menyebabkan tidak terpantaunya
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
13
Universitas Indonesia
pengadaan untuk obat tersebut sehingga akan rentan terjadi kelangkaan pada obat
tersebut. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan mencari tahu industri farmasi
mana yang memproduksi obat yang mengalami kekosongan data tersebut.
Pencarian dapat dilakukan dengan menelusuri literatur-literatur yang ada seperti
MIMS dan ISO. Jika sudah diketahui industri farmasi mana yang memproduksi
obat tersebut, maka pihak dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian akan mengirimkan surat terhadap industri farmasi untuk segera
mengirimkan data-data survey yang dibutuhkan oleh pihak Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Database ini harus diperbaharui setiap tahunnya, karena yang didaftarkan
adalah kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle per tahunnya.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
14 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
Kementerian Kesehatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil dari pengolahan data survey terhadap industri farmasi mengenai
kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle masih tidak sesuai
dengan harapan, karena masih banyak daftar obat pada fornas yang belum
terisi kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle.
2. Kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle yang sudah diolah
datanya belum dapat dikatakan skala nasional karena belum semua industri
farmasi mengumpulkan data yang dibutuhkan
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis antara lain:
1. Industri farmasi sebaiknya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dalam hal pengisian data yang
dibutuhkan agar tidak terjadi permasalahan yang dapat menghambat.
2. Data kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle daftar obat
fornas dari industri farmasi harus diperbaharui setiap tahunnya untuk
mengantisipasi kekosongan obat
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
15 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. (2011). Pedoman
Pembinaan Industri Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013, tentang Formularium
Nasional.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010, tentang Industri
Farmasi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Surat Edaran Nomor
KF/MENKES/167/III/2014, tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog
Eleketronik (E-Catalogue).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
17
Lampiran1. Formulir informasi umum yang harus diisi oleh industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
18
Lampiran 2. Formulir pengisian kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas
idle yang harus diisi oleh industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
19
Lampiran 3. Formulir mengenai sertifikat CPOB yang dimiliki industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
20
Lampiran 4. Formulir yang diberikan berdasarkan sediaanya dari industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
21
Lampiran 5. Form pengolahan data survey
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
22
Lampiran 6. Ringkasan rata-rata kapasitas produksi dan rata-rata kapasistas idle
Nama Obat dan Kekuatan RATA-RATA KAP PRODUKSI RATA-RATA KAP IDLE
asam mefenamat
1. kaps 250 mg 32,58919842 67,41080158
2. kaps 500 mg 51,50352829 48,49647171
tab 500 mg 100 0
kaptab salut selaput 500 mg 26,16666667 73,83333333
kaplet salut selaput 500 mg 76,71293274 23,28649466
kaplet 49,76294479 50,18887588
ibuprofen
1. tab 200 mg 39,55188664 60,44811336
2. tab 400 mg 53,34414124 46,65585876
3. sir 100 mg/5 mL 23,03117817 76,96882183
4. sir 200 mg/5 mL 0,119695586 99,88030441
ketoprofen
1. sup 100 mg 30,7256 69,2744
ketorolak
1. inj 30 mg/mL 15,51221458 42,82111875
natrium diklofenak
1. tab 25 mg 42,66726557 57,29416426
2. tab 50 mg
47,93827391 52,06169271
parasetamol
1. tab 500 mg 44,75349768 59,06800445
2. sir 120 mg/5 mL 45,87943802 54,12056198
3. tts 60 mg/0,6 mL 37,15939014 73,18467425
4. drips (infus) 1000 mg/100 mL 80 20
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
23
tramadol
1. inj 50 mg/mL 30,59891467 41,62330756
alopurinol
1. tab 100 mg 70,72864701 34,44338519
2. tab 300 mg 38,33597615 72,00884582
ketamin
1. inj 50 mg/mL (i.v.)
2. inj 100 mg/mL (i.v.)
klorfeniramin
1. tab 4 mg 26,80822286 69,62034857
loratadin
1. tab 10 mg 38,09938755 66,63894623
setirizin
1. tab 10 mg 33,53678422 66,46321578
2. sir 5 mg/5 mL
40,57686663 59,42313337
efedrin
1. inj 50 mg/mL 15,51221458 42,82111875
fenitoin Na
1. kaps 50 mg
2. kaps 100 mg
3. inj 100 mg/2 mL
4. inj 50 mg/mL
fenobarbital
1. tab 30 mg 38,58024691 61,41975309
2. tab 100 mg 51,02040816 48,97959184
karbamazepin
2. sir 100 mg/5 mL 105,8725806 -
albendazol
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
24
1. tab 400 mg - -
pirantel pamoat
1. tab scored 125 mg 82,67195767 17,32804233
2. tab scored 250 mg 100 0
4. susp 125 mg/5 mL 60 40
dietilkarbamazin
1. tab 100 mg - -
amoksisilin
1. tab 250 mg 26,7516027 73,2483973
2. tab 500 mg 60,03086407 43,31839255
3. sir kering 125 mg/5 mL 73,74478099 26,25493417
4. sir forte 250 mg/5 mL 69,13920415 30,86059239
sefadroksil
1. kaps 250 mg 47,88914456 52,11085544
2. kaps/tab 500 mg 19,82459036 80,17540964
3. sir kering 125 mg/5 mL 92,52351228 7,476250351
4. sir kering 250 mg/5 mL 87,12060478 12,87911037
sefazolin
1. serb inj 1 g/vial 99,11328125 0,88671875
sefepim
1. serb inj 1000 mg/vial 99,11328125 0,88671875
sefiksim
1. tab 100 mg 46,15693679 53,84301113
2. sir 100 mg/5 mL 119,5380498 -19,53804977
sefotaksim
1. inj 500 mg/vial 99,11328125 0,88671875
2. serb inj 1.000 mg/vial 99,11328125 0,88671875
sefpodoksim proksetil
1. tab sal 100 mg
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
25
sefoperazon
1. serb inj 1.000 mg/vial 99,11328125 0,88671875
seftazidim
1. serb inj 1.000 mg/vial 99,11328125 0,88671875
seftriakson
1. serb inj 1.000 mg/vial 99,11328125 0,88671875
sefuroksim
1. tab 250 mg 9,284938889 90,71506111
2. tab sal 500 mg 9,284938889 90,71506111
3. serb inj 750 mg/vial
doksisiklin
1. kaps 50 mg - -
2. kaps 100 mg 39,47597538 60,52402462
tetrasiklin
1. kaps 250 mg 16,06760931 43,93239069
2. kaps 500 mg 23,17083995 76,82966005
kloramfenikol
1. kaps 250 mg 42,17331385 75,57996377
3. susp 125 mg/5 mL 40,84833859 59,15166141
4. serb inj 1.000 mg/mL
kotrimoksazol (dewasa) kombinasi :
a. sulfametoksazol 400 mg
b. trimetoprim 80 mg
1. tab 480 mg 61,78317726 38,1978218
tiap 5 ml suspensi :
a. sulfametoksazol 200 mg
b. trimetoprim 40 mg
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
26
1. susp 240 mg 181,8132427 133,1867573
kotrimoksazol forte kombinasi:
a. sulfametoksazol 800 mg
b. trimetoprim 160 mg
1. tab 960 47,48713047 52,48074998
azitromisin
1. tab 250 mg 32,05340578 67,94659422
2. tab 500 mg 30,68563034 69,31436966
3. sir kering 200 mg/5 mL 0,872130674 99,12786933
eritromisin
1. kaps 250 mg 43,78762999 56,21237001
2. tab 500 mg 43,28132739 56,71867261
3. sir 200 mg/5 mL - -
klindamisin
1. kaps 150 mg 78,27908476 21,72091524
2. kaps 300 mg 36,70517708 63,29482292
spiramisin
2. tab 500 mg 30,36493949 69,63506051
gentamisin
2. inj 40 mg/mL 53,10833866 26,058328
kanamisin
1. inj 1.000 mg/ vial
levofloksasin
1. tab 500 mg 32,01142544 67,96105422
2. inf 5 mg/mL - -
ofloksasin
1. tab 200 mg 51,31115956 55,32832119
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
27
2. tab 400 mg 48,56154632 51,39027435
siprofloksasin
1. tab scored 500 mg 49,56007811 50,09849869
meropenem
1. serb inj 500 mg/vial 99,11328125 0,88671875
2. serb inj 1000 mg/vial 99,11328125 0,88671875
metronidazol
1. tab 250 mg - -
2. tab 500 mg 93,5875011 16,11762711
3. sup 500 mg 42,50744792 57,49255208
6. lar inf 5 mg/mL
rifampisin
1. kaps 300 mg 38,71928456 61,28071544
2. tab 450 mg 47,33402192 56,63618641
3. tab 600 mg 48,63048865 54,52996135
etambutol
1. tab 250 mg - -
3. tab 500 mg 57,90268815 42,04913252
isoniazid
1. tab 100 mg 25 75
2. tab 300 mg 76,59002197 23,40997803
pirazinamid
1. tab 500 mg 55,78848165 44,17297489
asam pipemidat
1. kaps 400 mg 32,05340578 67,94659422
flukonazol
1. kaps 50 mg
2. kaps 150 mg
griseofulvin (micronized)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
28
1. tab 125 mg 42,5170068 57,4829932
3. tab 500 mg 27,38588333 72,61411667
ketokonazol
1. tab 200 mg 61,45413259 38,51833636
doksisiklin
1. kaps 100 mg 32,05340578 67,94659422
asiklovir
1. tab 200 mg 56,82961032 43,17038968
2. tab 400 mg 68,36516378 31,63483622
valasiklovir
1. tab 500 mg 17,9548542 82,0451458
propranolol
1. tab 10 mg 52 48
2. tab 40 mg 52 48
kombinasi :
a. ergotamin 1 mg
b. kafein 50 mg
1. tab 75,23219814 24,76780186
deksametason
1. tab 0,5 mg 45,99017575 46,31751465
metilprednisolon
1. tab 4 mg 29,22706466 70,77293534
2. tab 16 mg 17,9548542 82,0451458
hidro klorokuin
1. tab 150 mg - -
kombinasi :
a. benserazid 25 mg
b. levodopa 100 mg
1. kaps 43,33606749 56,59969341
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
29
triheksifenidil
1. tab 2 mg 42,68901879 57,31098121
asam folat
1. tab 0,4 mg 20,44392523 79,55607477
2. tab 1 mg - -
sianokobalamin (vitamin B12)
1. tab 50 mcg - -
2. inj 500 mcg/mL
asam traneksamat
1. tab 500 mg 42,77502478 57,22497522
2. inj 50 mg/mL 15,51221458 42,82111875
fluoresein
1. tts mata 2,5 mg/mL 100 -
povidon iodin
1. lar 100 mg/mL 87,5 25
etanol 70%
1. cairan 70% 34,34916667 65,65083333
furosemid
1. tab 40 mg 64,04437899 43,23446716
2. inj 10 mg/mL (i.v./i.m.) 12,83769483 35,43816724
spironolakton
1. tab 25 mg 18,3499069 81,6500931
glibenklamid
2. tab 5 mg 55,23501923 52,04382692
gliklazid*
3. tab 80 mg 65,26977948 34,73022052
glikuidon
1. tab 30 mg 22,67036877 77,32963123
glimepirid
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
30
1. tab 1 mg 96,21025641 16,72991453
2. tab 2 mg
3. tab 3 mg*
4. tab 4 mg*
metformin
1. tab 500 mg 55,79583433 44,18228527
2. tab 850 mg 47,60615109 52,39384891
klomifen sitrat
1. tab 50 mg 1,08752809 98,91247191
deksametason
1. tab 0,5 mg 20,44392523 79,55607477
prednison
1. tab 5 mg 46,52051227 9918,467652
atenolol
1. tab 50 mg 27,38588333 72,61411667
diltiazem HCl
1. tab 30 mg - -
isosorbid dinitrat
1. tab 5 mg - -
2. tab 10 mg 77,30364873 22,69635127
digoksin
1. tab 0,25 mg 77,30364873 22,69635127
verapamil
1. tab 80 mg - -
amlodipin
1. tab 5 mg 29,09193012 70,90806988
2. tab 10 mg 41,83144454 58,16855546
bisoprolol*
1. tab 5 mg 40,64410492 59,01881643
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
31
diltiazem*
1. tab 30 mg - -
doksazosin*
1. tab 1 mg - -
2. tab 2 mg - -
kaptopril*
1. tab 12,5 mg 71,13712607 28,86287393
2. tab 25 mg 67,61427172 32,38572828
3. tab 50 mg 100 0
klonidin*
1. tab 0,15 mg
klortalidon*
1. tab 50 mg 75,23219814 24,76780186
lisinopril*
1. tab 5 mg
2. tab 10 mg
nifedipin*
1. kaps 10 mg 38,82726679 61,03442003
nikardipin
1. inj 10 mg/vial 90,70446275 9,295537255
propranolol*
1. tab 10 mg 52 48
ramipril* 91,47307692 37,64230769
1. tab 2,5 mg
2. tab 5 mg
3. tab 10 mg
verapamil*
1. tab 80 mg - -
asam asetilsalisilat (asetosal)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
32
1. tab 80 mg - -
2. tab 100 mg 89,67330838 10,32669162
klopidogrel
1. tab 75 mg 19,95430977 80,04569023
kaptopril
3. tab 50 mg 82,64802632 17,35197368
spironolakton
1. tab 25 mg 18,3499069 81,6500931
dobutamin
2. inj 50 mg/mL 15,51221458 42,82111875
dopamin
1. inj 40 mg/mL 15,51221458 42,82111875
fenofibrat*
1. kaps 100 mg 33,82604377 66,17395623
2. kaps 300 mg 22,68603831 77,31396169
gemfibrozil*
1. kaps 300 mg 22,85811789 77,14188211
2. kaps 600 mg 60,44313146 39,55686854
pravastatin*
1. tab 10 mg 59,61907648 39,95998834
simvastatin *
1. tab sal 10 mg 55,70023584 52,25694071
2. tab sal 20 mg 84,81960517 15,18039483
kloramfenikol
1. salep kulit 2% 12,92517007 87,07482993
natrium fusidat
1. salep 20 mg/g 66,19514696 33,80041012
antifungi, kombinasi :
a. asam benzoat 6%
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
33
b. asam salisilat 3%
1. salep 83,33333333 25
ketokonazol
1. krim 2% 38,22732293 61,77267707
2. scalp sol 2% 80 20
betametason
2. krim 0,1% 10,14125 89,85875
desoksimetason
1. krim 0,25% 83,09757348 41,90020506
2. salep 0,25% 56,50494505 47,90604396
flusinolon asetonid
1. krim 0,025% 41,4448 58,5552
hidrokortison
1. krim 1% 50 50
2. krim 2,5% 42,48550725 57,29710145
mometason furoat
1. krim 0,1% 42,28303571 28,08733466
salep 2-4, kombinasi :
a. asam salisilat 2%
b. belerang endap 4%
1. salep
bedak salisil
1. serb 2% 22,55 67,45
garam oralit kombinasi :
a. natrium klorida 0,52 g
b. kalium klorida 0,30 g
c. trinatrium sitrat dihidrat
0,58 g
d. glukosa 2,7 g
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
34
anhidrat
1. serb untuk 200 mL air
natrium bikarbonat
1. tab 500 mg 50 50
tetrakain
1. tts mata 0,5% 100 0
gentamisin
1. salep mata 0,3% 100 0
2. tts mata 0,3% 100 0
kloramfenikol
1. tts mata 0,5% 100 0
2. tts mata 1%
3. salep mata 1%
natamisin
1. tts mata 50 mg/mL 100 0
fluorometolon
1. tts mata 0,1% 100 0
atropin
1. tts mata 0,5% 100 0
2. tts mata 1% 100 0
homatropin
1. tts mata 2% 100 0
tropikamid
1. tts mata 1% 100 0
asetazolamid
1. tab 250 mg 100 0
2. tts mata 0,01% 100 0
pilokarpin
1. tts mata 2% 100 0
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
35
timolol
1. tts mata 0,25% 100 0
2. tts mata 0,5% 100
1. tts mata 0,35%
karboksimetilselulosa
1. tts mata 100 0
kombinasi:
a. natrium klorida 8,664 mg
b. kalium klorida 1,32 mg
1. tts mata 2,5 mg/mL 100 0
metilergometrin
1. tab salut 0,125 mg 59,84729435 39,95998834
2. inj 0,2 mg/mL 40,5762973 31,64592492
oksitosin
1. inj 10 UI/mL 15,51221458 42,82111875
diazepam
1. tab 2 mg 77,30364873 22,69635127
2. tab 5 mg 85,03401361 14,96598639
klobazam
1. tab 10 mg 75,66018564 38,80114801
amitriptilin
1. tab sal 25 mg 82,67195676 17,32804324
maprotilin HCl
1. tab sal 25 mg 46,58073289 53,41926711
2. tab sal 50 mg 75,20661157 24,79338843
sertralin
1. tab sal 50 mg 59,84729435 39,95998834
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
36
klomipramin
1. tab 25 mg 75,20661157 24,79338843
haloperidol
1. tab 0,5 mg 47,82677782 52,17322218
2. tab 1,5 mg 46,14286014 53,85713986
4. tab 5 mg 46,14286014 53,85713986
klorpromazin
1. tab sal 25 mg 25 75
2. tab sal 100 mg 52,59938414 47,30425721
1. tab 25 mg 59,84729435 39,95998834
2. tab 100 mg 59,84729435 39,95998834
antasida, kombinasi :
a. aluminium hidroksida 200 mg 121,3875124 78,61248761
b. magnesium hidroksida 200 mg 22,65190398 77,34809602
1. tab kunyah
29,48348499 70,51651501
2. susp 0 0
lansoprazol
1. kaps 30 mg 18,75426958 61,24847014
omeprazol
1. kaps 20 mg 47,5202181 52,4797819
ranitidin
1. tab 150 mg 54,69445304 48,73750865
2. inj 25 mg/mL 15,51221458 42,82111875
sukralfat
1. tab 500 mg 46,24918447 53,75081553
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
37
dimenhidrinat
1. tab 50 mg 21,67981642 78,32018358
domperidon
1. tab 10 mg
2. susp 5 mg/5 mL 56,34679486 43,66272895
3. tts 5 mg/mL 24,66488955 75,33511045
klorpromazin
1. tab 25 mg 25 75
metoklopramid
1. tab 5 mg 18,3499069 81,6500931
2. tab 10 mg 42,06184167 50,98331363
3. sir 5 mg/5 mL 34,78479479 50,96559333
4. drop botol 10 mL 14,12093646 43,13022792
5. inj 5 mg/mL 53,10833866 26,058328
1. tab 4 mg 38,70864062 61,29135938
2. tab 8 mg 29,76685771 70,23314229
hiosina butilbromida
1. tab 10 mg 45,52110869 54,41368118
2. inj 20 mg/mL 15,51221458 42,82111875
atapulgit
1. tab 64,87469766 35,12624845
zinc
1. tab disp 20 mg 30,68563034 69,31436966
2. sir 20 mg/5 mL 38,64628534 61,35371466
loperamid
1. tab 2 mg 45,96702994 54,00085051
bisakodil
1. tab sal 5 mg 30,05555556 69,94444444
2. sup 5 mg 13,0944003 86,9055997
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
38
3. sup 10 mg 13,0944003 86,9055997
laktulosa
1. sir 3,335 g/5 mL 12,33244477 37,66755523
aminofilin
2. tab 200 mg 20,44392523 79,55607477
3. inj 24 mg/mL 15,51221458 42,82111875
deksametason
1. tab 0,5 mg 33,99421248 65,95760819
2. cairan ih 0,1%
ipratropium bromida
1. ih 20mcg/puff
metilprednisolon 47,57800804 58,24506889
1. tab 4 mg
2. tab 16 mg 42,77502478 57,22497522
salbutamol
1. tab 2 mg 71,50691486 28,49308514
2. tab 4 mg 52,80577888 47,19422112
6. sir 2 mg/5 mL*
teofilin*
1. tab 100 mg
3. tab SR 300 mg
terbutalin*
1. tab 2,5 mg 59,92760432 40,00815658
2. sir 1,5 mg/5 mL 21,25372396 28,74627604
asam askorbat (vitamin C)
1. tab 50 mg 40,63358129 59,36641871
2. tab 250 mg
kalsium glukonat
1. inj 100 mg/mL 15,51221458 42,82111875
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
39
kalsium laktat (kalk)
1. tab 500 mg 52,05044112 47,94931584
piridoksin (vitamin B6)
1. tab 10 mg 32,87541092 67,12458908
2. tab 25 mg 40,75082184 59,24917816
3. inj 100 mg/mL 15,51221458 42,82111875
sianokobalamin (vitamin B12)
1. tab 50 mcg 40,75082184 59,24917816
tiamin (vitamin B1)
1. tab 50 mg 23,83837274 76,16162726
vitamin B kompleks 56,5649284 57,05093407
1. tab
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014