upacara adat perkawinan priyayi di desa...

195
UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA NGEMBAL KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN SKRIPSI Oleh LINDA PUJI ASTUTI NIM 105811480809 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DESEMBER 2010

Upload: buianh

Post on 03-Feb-2018

254 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA NGEMBAL

KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Oleh

LINDA PUJI ASTUTI

NIM 105811480809

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

DESEMBER 2010

Page 2: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA NGEMBAL

KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Malang

Untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan program sarjana

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh

LINDA PUJI ASTUTI

NIM 105811480809

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

DESEMBER 2010

Page 3: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA NGEMBAL

KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Malang

Untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan program sarjana

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh

LINDA PUJI ASTUTI

NIM 105811480809

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

DESEMBER 2010

Page 4: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA NGEMBAL

KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Malang

Untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan program sarjana

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh

LINDA PUJI ASTUTI

NIM 105811480809

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

DESEMBER 2010

Page 5: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi oleh Linda Puji Astuti ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji. Malang,….November 2010 Pembimbing I

Drs. H. Suparlan, M.Si NIP. 19470501 197803 1 001

Malang,…. .November 2010 Pembimbing II

Drs. Ketut Diara Astawa, SH, M.Si NIP. 19540522 198203 1 337

Page 6: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi oleh Linda Puji Astuti ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 09 Desember 2010 Dewan Penguji Drs. H. Suparman, Adi Winoto, SH, M.Hum Ketua Drs. H. Suparlan, M.Si Anggota

Drs. Ketut Diara Astawa, SH, M.Si Anggota Mengetahui, Mengesahkan, Ketua Jurusan HKn Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Ketut Diara Astawa, SH, M.Si Prof. Dr. Hariyono, M.Pd NIP. 19540522 1982031 337 NIP. 196312271988021 001

Page 7: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

i

ABSTRAK Astuti, Linda Puji, 2010, Upacara Adat “Perkawinan Priyayi” di Desa Ngembal Kecamatan

Tutur Kabupaten Pasuruan, Skripsi, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.

Pembimbing: (I) Drs. H. Suparlan, M. Si, (II) Drs. Kt Diara Astawa, SH, M, Si. Kata kunci: Upacara adat perkawinan priyayi, pelaksanaan

Upacara perkawinan adat priyayi merupakan perkawinan yang menggunakan adat Jawa bersifat monogami. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari satu seorang istri dapat dilakukan apabila dipenuhi dengan persyaratan tertentu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan bahwa seorang pria yang bermaksud kawin lebih dari satu orang harus ada alasan-alasan yaitu: (a) tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (c) istri tidak dapat melahirkan keturunan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 5 ayat 1 tentang Perkawinan dijelaskan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; (b) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; (c) adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. Perkawinan merupakan hal yang sakral sehingga sebelum melaksanakan perkawinan perlu dipertimbangkan. Upacara perkawinan priyayi menggunakan adat Jawa. Upacara adat perkawinan priyayi tidak berubah meskipun dengan perubahan zaman dan perkembangan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang pelaksanaan upacara adat perkawinan priyayi. Ada tiga hal yang dideskripsikan sehubungan dengan pelaksanaan upacara adat perkawinan priyayi, antara lain (1) sistem perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan; (2) tradisi yang dilakukan sebelum perkawinan dilaksanakan; (3) pelaksanaan prosesi upacara adat perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.

Dalam mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti mecari data dari informan yang terdiri dari Bapak Cahyono, Bapak Yusman Ibu Danis, Ibu Fitri selaku keluarga priyayi dan tokoh masyrakat. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi partisipasi, wawancara, dokumentasi, kajian pustaka. Analisis yang dilakukan dengan cara: reduksi data, display data, pengambilan keputusan dan verifikasi. Kegiatan analisis data dilakukan selama maupun proses pengumpulan data. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dimulai sejak peneliti datang ke lokasi penelitian. Untuk mengkaji keabsahan data yang ditemukan, peneliti daatng ke lokasi penelitian. Untuk menguji keabsahan data yang ditemukan, peneliti melakukan pengecekan keabsahan antara lain: perpanjangan keikutsertaan, triangulasi, ketekunan pengamat, pemeriksaan sejawat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sistem perkwainan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan menunjukkan sistem perkawinan monogami; (2) terdapat tradisi yang dilakukan sebelum perkawinan dilaksanakan antara lain: (a) nontoni, merupakan pihak laki-laki sendiri ataupun pihak keluarga menanyakan terlebih dahulu apakah si perempuan tersebut sudah mempunyai pilihan untuk dijadikan pendamping atau belum dan anak perempuan bersedia untuk dipinang oleh laki-laki tersebut atau tidak; (b) lamaran, meneruskan pembicaraan pada waktu nontoni; (c) ningseti, mengencangkan tali

Page 8: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

ii

ikatan apabila lamaran telah diterima oleh pihak keluarga perempuan; (c) sengkeran, pengamanan sementara bagi calon pengantin putra dan putri sampai upacara panggih selesai yang ditempatkan di lingkungan atau tempat khusus yang aman dan tidak diperkenankan meninggalkan lingkungan sengkeran; (d) siraman, upacara mandi kembang bagi calon pengantin wanita dan pria sehari sebelum upacara panggih; (e) langkahan, meminta izin dan moho doa restu untuk mendahului kawin; (f) ngerik, menghilangkan bulu halus sekitar dahi agar tampak bersih dan wajahnya menjadi bercahaya; (g) midodareni, mengharapkan berkah Tuhan Yang Mahaesa agar memberikan keselamatan kepada pemangku hajat pada perhelatan hari berikutnya; (h) nyantrik, calon mempelai pria tidak diajak pulang dan menyerahkan tanggung jawab kepada orang tua calon mempelai putri, (i) maskawin, pemberian dari calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan berupa uang, barang-barang, ataupun perhiasan; (3) pelaksanaan prosesi upacara adat perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.

Berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut: perkawinan adat priyayi menggunakan adat perkwainan Jawa. Tradisi perkawinan dalam keluarga priyayi tidak berubah meskipun dengan perubahan zaman dan perkembangan. Oleh karena itu upacara adat perkawinan priyayi dengan menggunakan adat Jawa harus tetap dijaga dan dipertahankan. Perkawinan adat Jawa diharapkan tidak hanya kalangan priyayi yang menggunakan prosesi adat Jawa secara menyeluruh akan tetapi diharapkan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa. Prosesi perkawinan Jawa perlu dijaga dan dilestarikan dengan cara belajar, memahami makna yang terkandung dalam tradisi serta melakukan tradisi tersebut.

Page 9: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

ABSTRACT

Astuti, Puji Linda, 2010, Tradition Ceremony "Priyayi Marriage" in Ngembal Village of Tutur District of Pasuruan Regency, Thesis, Justice and Citizenship Department, Pancasila and Citizenship Education (PPKn) Study Program, Social Sciences Faculty, Malang State University.

Advisors: (I) Drs. H. Suparlan, M. Si, (II), Drs. Kt Diara Astawa, SH, M.Si.

Keywords: priyayi wedding tradition ceremony, implementation

Priyayi wedding tradition ceremony is a monogamous Java tradition marriage. However, the marriage of a husband with more than one wife can be done by some certain conditions. Based on Law No. 1 of 1974 and government regulation No. 9 of 1975 in Article 4 paragraph 2 of Law No. 1 Year 1974 about Marriage, it is explained that a man who intends to marry more than one person should have some reasons which are: (a) his wife is unable to perform her duty as a wife, (b) the wife has a physical defect or an incurable disease, (c) the wife can not deliver a baby. The Law No. 1 of 1974 section 5 paragraph 1 about Marriage explains that to apply to the court, as referred in Article 4 paragraph (1) of the Law, it must be fulfilled the conditions as follows: (a) There are some agreements from wife/wives, (b) there is certainty that the husband can ensure his wives and children's needs, (c) there is assurance that the husband can be fair to his wives and children. Marriage is a sacred thing, so it should be considered before. The priyayi marriage ceremony uses Java tradition. Priyayi wedding tradition ceremony has not been changed by the changing and developing of era.

This study was aimed to describe the priyayi wedding tradition ceremony implementation. There were three things which were described based on the priyayi wedding tradition ceremony implementation, they were (1) priyayi marriage system in Ngembal Village ofTutur District ofPasuruan Regency; (2) prior tradition of the marriage, (3) the implementation of the priyayi wedding tradition ceremony in Ngembal Village ofTutur District ofPasuruan Regency procession.

In achieving the goal, researcher used a qualitative approach, the researcher looked for some data from informants that consisted of Mr. Cahyono, Mr. Yusman, Ms. Danis, and Ms. Fitri as priyayi family and society figures. Data collection activities were conducted using participatory observation, interviews, documentation, and literature review. Analysis was conducted using: data reduction, data display, decision making and verification. Analyzing data activities were conducted during collecting data process. Data analysis in qualitative research was begun when the researcher came to the research location. To assess the validity of the data collection, the researcher came to the research location. To test the validity of the data collection, the researcher checked the validity of: the extension of participation, three-angularity, perseverance observer, peer examination.

The results showed that: (1) priyayi marriage system in Ngembal Village ofTutur District ofPasuruan Regency system was a monogamous marriage system; (2) there were some prior traditions of the marriage which were: (a) nontoni, it is the man or his family asks whether the woman is already having a choice to be her husband or not and she wants to be his wife or not; (b) proposal (lamaran), it is continuing talks on nontoni time; (c) ningseti, it is a process to make the relationship tighter if the proposal has been received by the women's family, (d) sengkeran, it is a security for bridegroom and bride until panggih ceremony is completed, the place is a special environment or a safe place and they are not allowed to leave the sengkeran environment; (e) spray

Page 10: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(siraman), it is a flowers bath ceremony for the bride and the bridegroom the day before panggih ceremony; (f) langkahan, it is requesting permission and blessing to precede mating, (g) ngerik, it is a process of cutting fluff around the forehead to make it look clean and his/her face became radiant, (h) midodareni, expect God's blessing for providing safety to the stakeholders intent in the event the next day, (i) nyantrik, bridegroom does not come home and hand over responsibility to bride's parents, (j) dowry (mas kawin), it is a gift from the bridegroom to bride which can be money, goods, or jewelry; (3) the implementation of the priyayi wedding tradition ceremony in Ngembal Village ofTutur District ofPasuruan Regency procession.

Based on the research results as follows: priyayi wedding tradition used Java marriage tradition. The wedding tradition in priyayi family had not been changed by the changing and developing of era. Therefore, the wedding tradition ceremony using Java tradition must be kept and maintained. It is expected not only priyayi community uses Java tradition in whole procession but also Indonesian community, especially Javanese community. Java wedding procession should be maintained and preserved by learning, understanding the meaning which is contained in the tradition and doing the tradition.

Page 11: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan

pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Terwujudnya skripsi ini tidak

lepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan serta doa dari beberapa pihak.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan, bimbingan maupun kerja sama

selama proses penulisan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial yang telah

memberikan izin untuk mengadakan penelitian,

2. Bapak Drs. Kt. Diara Astawa, SH selaku ketua jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

skripsi,

3. Bapak Drs. H. Suparlan, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, motivasi, serta kritik, dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis

demi terselesaikannya skripsi ini,

4. Bapak Drs. Kt. Diara Astawa, SH selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, serta kritik, dan meluangkan waktunya untuk

membantu penulis demi terselesaikannya skripsi ini,

5. Bapak dan Ibu dosen HKn yang telah mendidik, membimbing dan mengajarkan

berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan baik,

6. Ibu dan adik yang tiada henti memberikan doa, motivasi, pengorbanan, dan kesabaran

yang tidak tenilai harganya.

7. Bapak Arisuliswanto selaku Kepala Desa Ngembal Kecamatan uttur Kabupaten

Pasuruan yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian,

Page 12: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

iv

8. Bapak Cahyono, selaku keluarga priyayi yang bersedia memberikan waktu dan

kesempatan untuk melakukan wawancara,

9. Teman-teman di Jurusan Hkn yang telah memberikan motivasi selama penyusunan

skripsi,

Ibarat gading tak retak, penyusun sebagai manusia biasa menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran

demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penyusun dan rekan-rekan yang

membacanya.

Malang, 10 Desember 2010

Penulis

Page 13: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i KATA PENGANTAR................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................. v DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN

A. . Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ....... .......................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........ .......................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ...... .......................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Perkawinan ........................................................... 6 B. Pengertian Priyayi dan Perkawinan Menurut Hukum Adat ...... 8 C. Syarat-syarat Upacara Perkawinan Adat Priyayi ................... 10 D. Pelaksanaan Prosesi Ritual Perkawinan Priyayi .................... 33 E. Perbedaan Perkawinan Priyayi

dengan Perkawinan Masyarakat umum ................................. 62 F. Tujuan dan Hikmah Perkawinan ........................................... 68 G. Bentuk-bentuk Perkawinan .................................................. 71 H. Adat menetap sesudah menikah ........................................... 76 I. Asas-asas dalam Undang-undang Perkawinan ...................... 78

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................ 85 B. Kehadiran Peneliti ................................................................ 87 C. Data dan Sumber Data .......................................................... 88 D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................. 88 E. Analisis Data ........................................................................ 91 F. Pengecekan Keabsahan Data ................................................. 92 G. Tahap-tahap Penelitian ......................................................... 94

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data Penelitian ....................................................... 96 B. Temuan Penelitian ............................................................. 134

BAB V PEMBAHASAN .................................................................... 146 BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN ................................................................. 165 B. SARAN .............................................................................. 168

DAFTAR RUJUKAN .......................................................................... 169

Page 14: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1. data jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin ......... 97

Tabel 4.2. data penduduk berdasarkan umur ................................. 98

Tabel 4.3. data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ............. 99

Tabel 4.4. data berdasarkan sarana/prasarana fisik pendidikan ...... 99

Tabel 4.5. data penduduk berdasarkan agama ............................. 100

Tabel 4.6. data berdasarkan sarana fisik keagamaan .................... 101

Tabel 4.7. data penduduk berdasarkan mata pencaharian ............ 107

Page 15: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 3.1. upacara perkawinan prosesi panggih ............................. 124 Gambar 3.2. upacara perkawinan prosesi wijidadi.............................. 126 Gambar 3.3. upacara perkawinan prosesi sindurbanayang ................. 127 Gambar 3.4. upacara perkawinan prosesi sungkem ........................... 129 Gambar 3.5. upacara perkawinan prosesi kacar-kucur ....................... 130 Gambar 3.6. upacara perkawinan prosesi dahar kembul .................... 130 Gambar 3.7. upacara perkawinan prosesi resepsi pernikahan ............ 131

Page 16: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas serta terkenal dengan

kesuburan tanah dan penduduk yang ramah tamah, wilayah Indonesia terdiri dari

beberapa suku yang memiliki budaya berbeda-beda. Salah satu dari adat masyarakat

desa Ngembal tersebut adalah adat tentang pernikahan.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia

dengan belajar (Koentjaraningrat,1990: 180).

Berdasarkan penelitian tentang perkawinan di desa Ngembal, masih terdapat

masyarakat yang menggunakan tata cara pernikahan adat Jawa, unsur bibit, bebet dan

bobot mengakar kuat. Dengan perkembangan zaman masyarakat sedikit

meninggalkan tradisi Jawa yang sudah ada dengan alasan faktor biaya pernikahan

yang terlalu banyak.

Perubahan zaman bukan merubah kebudayaan Jawa yang sudah ada. Pengaruh

silsilah keluarga keturunan Jawa dan menyesuaikan adat daerah yang ditempati.

Sehingga, tradisi pernikahan keluarga priyayi yang masih kuat dengan menggunakan

adat Jawa. Tradisi pernikahan priyayi di Desa Ngembal menggunakan adat Jawa

karena Perubahan busana pengantin Jawa beralih busana pengantin Jawa model Islam

tidak merubah tentang tata cara pernikahan Jawa.

Pada masyarakat Jawa perkawinan adalah sebuah hal yang sangat fundamental

dan universal. Fundamental artinya sebuah hal yang mendasar dan wujud perkawinan

yang dijalani. Sedangkan, universal diartikan bahwa perkawinan merupakan sebuah

1

Page 17: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2

peristiwa ritual yang pasti akan dialami oleh setiap orang kapanpun dan pada usia

berapapun.

Pada umumnya orang tua akan memilih menantu yang jelas identitasnya untuk

menjadi bagian keluarga. Sebelum menentukan calon menantu terlebih dahulu secara

tidak terang-terangan orang tua akan melihat bibit, bebet dan bobot dalam memilih

pasangan yang berkualitas. Kelas sosial merupakan masalah yang sangat penting dan

saling mempengaruhi dalam kehidupan keluarga. Ketidaksamaan kelas sosial di

antara suami-istri dapat menjadi sumber ketegangan dalam kehidupan keluarga.

Dilihat dari segi sosial dalam kebudayaan Jawa terdapat kelas-kelas sosial.

Kelas sosial adalah kesetaraan kemampuan ekonomi seseorang dalam suatu kelompok

untuk memenuhi kebutuhan hidup dan statusnya, semakin tinggi kemampuan

seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup dan faktor ekonomi semakin tinggi kelas

dalam masyarakat (http://webcache.googleusercontent.com). Hal ini menjadikan

masyarakat terbagi dalam tingkatan-tingkatan sosial yaitu, santri, priyayi dan

abangan (http://nugzz.blogspot.com).

Kebudayaan Jawa terdapat dua istilah yang berdekatan, yaitu ningrat dan

priyayi. Sebutan ningrat mengacu pada kebangsawanan yang diperoleh karena faktor

keturunan langsung dari raja atau keluarga raja, sedangkan priyayi mengacu pada

bangsawan di bawah ningrat yang masih kerabat raja atau keluarga raja. Tradisi yang

ada dalam priyayi selain mistik dan kesadaran akan pangkat adalah perbedaan antara

lahir dan batin antara alus dan kasar. Peraturan etiket, gerak, sikap dan ucapan serta

kesenian harus halus di samping penguasaan diri sendiri. Secara tradisional seorang

priyayi dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesusastraan dan

filsafat priyayi yang tradisional terdiri dari tulisan-tulisan Jawa kuno.

Page 18: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

3

Menurut Geertz, pembagian kelas dalam masyarakat Jawa tidak terpaku pada

hierarki kemampuan ekonomi setiap orang namun lebih kearah jenis pekerjaan,

pendidikan dan spiritual. Kaum priyayi dianggap sebagai kaum tingkat menengah

keatas karena mereka mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, memiliki pekerjaan

dalam pemerintahan dan memimpin doa adat

(http://webcache.googleusercontent.com).

Dalam masyarakat Jawa, sebutan priyayi membawa beberapa konsekuensi.

Salah satu konsekuensi adalah bahwa orang tersebut disegani oleh masyarakat

sekitarnya. Akibat disegani tersebut, seorang priyayi dipandang memiliki

kebijaksanaan lebih dibandingkan dengan orang lain dan menjadi penengah atas

konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat.

Priyayi harus dapat menjadi panutan masyarakat dan dapat diterima oleh

seluruh lapisan masyarakat, baik lapisan masyarakat jelata maupun sesama priyayi.

Dalam budaya Jawa seorang priyayi memiliki simbol-simbol kepriyayian seperti

memelihara kelanggengan, gaya hidup santai dan rumah terkesan sepi. Simbol-simbol

seperti ini oleh masyarakat masih dipandang kekuatan gaib yang mendukung

kepriyayian seseorang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan ruang lingkup

penelitian dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem perkawinan priyayi di desa Ngembal Kecamatan Tutur

Kabupaten Pasuruan?

2. Bagaimana tradisi yang dilakukan sebelum perkawinan dilaksanakan di Desa

Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan?

Page 19: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

4

3. Bagaimana prosesi upacara adat perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan

Tutur Kabupaten Pasuruan?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas tentang upacara adat

perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan, maka

dapat ditentukan tujuan dari penelitian yaitu:

1. Mendiskripsikan sistem perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur

Kabupaten Pasuruan.

2. Mendiskripsikan tradisi yang dilakukan sebelum perkawinan dilaksanakan di Desa

Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.

3. Mendiskripsikan prosesi upacara adat perkawinan priyayi di Desa Ngembal

Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai

berikut:

1. Peneliti

Sebagai sarana belajar untuk mengimplementasikan ilmu, keterampilan antara

teori konsep ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan dengan pengetahuan dari

lapangan serta menambah pengalaman dan wawasan berfikir kritis dalam

mengadakan penelitian dan penggalian terhadap ilmu sosial khususnya jurusan

Hukum dan Kewarganegaraan, Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan.

Page 20: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

5

2. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Sebagai bahan, masukan dan dokumentasi untuk pengembangan khasanah

pengetahuan mahasiswa jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Program Studi

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

3. Masyarakat

Memberikan pengetahuan tentang kebudayaan Jawa serta menumbuhkan

perasaan cinta, rasa memiliki, mempertahankan, serta memberdayakan kebudayaan

yang telah ada.

Page 21: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan

Pola perkawinan adalah merupakan ciri khas kehidupan adat. Hal tersebut

dapat dilihat lebih jauh dalam kehidupan masa lampau. Para sarjana maupun para ahli

memberikan pengertian dan meninjau dari beberapa segi sehingga menjadikan

tinjauan itu lebih komplek dan menarik. Perkawinan adat merupakan syarat untuk

meneruskan silsilah di masa yang akan datang dengan keutuhan kerabat dan

kelangsungan adat dalam masyarakat. Oleh karena itu perkawinan tidak bersifat

individual tetapi sosial. Persoalan perkawinan adat tidak hanya menyangkut individu

yang mau kawin saja tapi juga kerabat. Masyarakat adat memandang perkawinan dari

dua segi, yang mau kawin dan juga dari sudut kerabat. Oleh karena itu perkawinan

merupakan masalah yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia dalam

masyarakat.

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat

manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina

sesuai dengan norma dan tata cara kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga

berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling berhubungan

agar mendapatkan keturunan sebagai penerus generasi. Kuat lemahnya perkawinan

yang ditegakkan dan dibina oleh suami-istri tersebut sangat tergantung pada kehendak

dan niat suami-istri yang melaksanakan perkawinan tersebut. Oleh karena itu, dalam

suatu perkawinan diperlukan adanya cinta lahir batin antara pasangan suami-istri

tersebut (Abdul Manan, 2006: 1).

6

Page 22: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

7

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1 tentang

Perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Untuk itu,

Al Qur’an menganjurkan agar lebih menunjukkan pandangan terhadap ciptaan Allah,

kelangsungan hidup dan perkembangbiakannya, supaya bertambah, keadaan,

keabadian, dan keesaannya seperti yang difirman Allah:

dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Ar-Rum: 21).

Allah menjadikan perkawinan diatur menurut syariat Islam sebagai

penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap harga diri, yang diberikan oleh

Islam khusus untuk manusia di antara makhluk-makhluk lainnya (Al-Shabgh, 1991:

23-24). Hakekat perkawinan menurut Koentjaraningrat (dalam Noviana, 2007:13)

Perkawinan sebagai pranata hubungan antara seorang pria dan seorang wanita, seorang pria dan dengan beberapa orang wanita yang diresmikan menurut prosedur adat istiadat agama dalam masyarakat yang bersangkutan dan karena itu mempunyai konsekuensi ekonomi sosial dan keagamaan sebagai individu yang bersangkutan para kaum kerabat mereka.

Hubungan perkawinan dalam sebagian besar masyarakat manusia tidak

semata-mata menyangkut fungsi pokoknya, yaitu melestarikan jenisnya dengan

melahirkan keturunan, tetapi di samping itu perkawinan juga membawa akibat-akibat

lain yang sangat luas. Perkawinan tidak hanya berakibat pada kedua individu tersebut,

tetapi juga pada keturunan mereka (Koentjaraningrat, 2006: 97).

Untuk mengkaji masalah perkawinan adat tidak bisa meninggalkan tradisi

lama. Suatu perkawinan selalu dipengaruhi oleh tingkat kemampuan masyarakat

Pandangan masyarakat modern masalah-masalah perkawinan hanya menjadi

Page 23: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

8

tanggung jawab yang kawin saja. Pandangan ini berbeda sekali dengan pandangan

masyarakat bahwa perkawinan itu juga menjadi urusan keluaga, masyarakat dan diri

sendiri. Pada masa lalu di Indonesia pada umumnya yang memegang peranan dalam

menentukkan jodoh adalah orang tua dengan cara menjodohkan anak-anaknya

sehingga seringkali didengar kawin paksa.

Pada masa sekarang juga telah diterima pandangan bahwa perkawinan adalah

menjadi masalah pribadi bagi mereka hendak melaksanakan perkawinan. Oleh karena

itu sekarang masalah pasangan hidup sudah mulai diserahkan kepada yang

bersangkutan, walaupun demikian tetap saja menjadi urusan keluarga. Orang tua dan

keluarga selalu turut campur dan bertanggung jawab dalam hal perkawinan itu.

B. Pengertian Priyayi dan Perkawinan Menurut Hukum Adat

1. Pengertian perkawinan priyayi.

Kebudayaan Jawa terdapat dua istilah yang berdekatan, yaitu ningrat dan

priyayi. Sebutan ningrat mengacu pada kebangsawanan yang diperoleh karena faktor

keturunan langsung dari raja atau keluarga raja, sedangkan priyayi mengacu pada

bangsawan di bawah ningrat yang masih kerabat raja atau keluarga raja. Tradisi yang

ada dalam priyayi selain mistik dan kesadaran akan pangkat adalah perbedaan antara

lahir dan batin antara alus dan kasar. Peraturan etiket, gerak, sikap dan ucapan serta

kesenian harus halus di samping penguasaan diri sendiri. Secara tradisional seorang

priyayi dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesusastraan dan

filsafat priyayi yang tradisional terdiri dari tulisan-tulisan Jawa kuno.

Priyayi (jawa) berasal dari kata “para” dan “yayi” yang berarti para adik.

Priyayi berarti orang yang berdarah biru atau bangsawan. Maka yang dimaksud “para

adik” adalah para adik raja. Karena priyayi berarti sebuah kelas sosial di masyarakat

yang berasal dari bangsawan, mereka adalah keturunan para raja. Priyayi adalah

Page 24: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

9

sebuah kelas sosial yang diturunkan secara turun-temurun, biasanya bergelar Raden,

Raden Mas, Putri, dan lain sebagainya. Namun dalam perkembangannya, golongan

priyayi mengalami pergeseran makna atau arti. Priyayi pada akhirnya identik dengan

elite birokrasi, para pegawai negeri (http://sosbud.kompasiana.com).

Berdasarkan penelitian di Desa Ngembal dan hasil wawancara dengan Bapak

Suwarno “perkawinan priyayi adalah perkawinan keluarga priyayi yang

menggunakan adat perkawinan Yogyakarta” (wawancara, 31 Oktober 2010).

Perkawinan adat adalah suatu bentuk hidup bersama yang langgeng lestari

antara seorang pria dengan wanita yang diakui oleh persekutuan adat dan yang di

arahkan pada pembantu dan keluarga (http://bloghukumumum.com).

2. Perkawinan Menurut Hukum Adat

Hukum Adat pada umumnya di Indonesia perkawinan bukan saja sebagai

perikatan Perdata tetapi juga merupakan “Perikatan Adat” dan sekaligus merupakan

perikatan kekerabatan dan kekeluargaan. Perkawinan bukan semata-mata membawa

akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan. Seperti, hak dan kewajiban suami-

istri, harta bersama kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua tetapi juga

menyangkut hubungan adat-istiadat, kewarisan kekeluargaan, dan kekerabatan dan

ketetanggaan serta menyangkut upacara adat dan keagamaan.

Perkawinan dalam arti Perikatan Adat ialah perkawinan yang mempunyai

akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang

bersangkutan. Akibat hukum ini ada telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi.

Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak dan kewajiban orang tua

termaksud anggota keluarga, kerabat menurut hukum adat setempat yaitu dengan

pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan memelihara

Page 25: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

10

kerukunan, kutuhan dan kelanggenan dari kehidupan anak-anak mereka yang terlibat

dalam perkawinan (http://bloghukumumum.com).

Tata tertib adat dalam melangsungkan perkawinan terserah kepada selera dan

nilai-nilai budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian perkawinan

dalam arti “Perikatan Adat” walaupun dilangsungkan antara adat yang berbeda tidak

akan seberat penyelesiannya dari pada berlangsungnya perkawinan yang bersifat antar

agama. Oleh karena itu perbedaan adat hanya menyangkut perbedaan masyarakat

bukan perbedaan keyakinan (http://bloghukumumum.com).

Menurut Geertz pembagian kelas dalam masyarakat Jawa tidak terpaku pada

hierarki kemampuan ekonomi tiap orang namun lebih kearah jenis pekerjaan,

pendidikan, dan spiritual. Kaum priyayi dianggap sebagai kaum tingkat menengah ke

atas karena mereka mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, memiliki pekerjaaan

dalam pemerintahan dan memimpin upacara adat.

Menurut Geertz hubungan sosial antar kaum terjalin lewat peranan priyayi

dalam menjembatani kaum abangan/wong cilik yang ingin menjadi priyayi. Budaya

ngenger sebagai contoh, membuka peluang bagi semua kaum untuk menjadi priyayi.

Sehingga dengan kata lain orang dengan kelas yang lebih rendah dapat berelasi

dengan kaum priyayi (http://webcache.googleusercontent.com).

C. Syarat-syarat Upacara Perkawinan Adat Priyayi

1. Paningsetan

Piranti atau sarana paningset tidak ditentukan secara pasti. Artinya , sarana

paningset tersebut tergantung pada kekuatan pihak pria.

a. Pisang Sanggan

Pisang sanggan dipilih dari pisang raja (pisang yang rasanya enak,

harum, dan tahan lama, walaupun kulitnya kering tetap enak dan ranum).

Page 26: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

11

Pisang tersebut dipilih pisang yang besar-besar dan bersih (gedhang ayu) dan

telah masak atau jadi. Gedhang ayu mengandung harapan kebahagiaan.

Sanggan terdiri atas setangkep pisang raja. Pisang raja mengandung makna

harapan bahwa kehidupan calon pengantin dapat berbahagia layaknya seorang

raja dan permaisuri, memberikan rasa enak/kebahagiaan kepada orang lain.

Pisang setangkep yang telah masak melambangkan pembicaraan antara kedua

calon besan telah matang untuk menikahkan putra-putrinya. Setangkep pisang

ayu sanggan singset yang diwadahi nampan disebut pisang sanggan.

b. Suruh Ayu

Suruh ayu mengandung maksud bersatunya dua insan. Walaupun

dilahirkan sebagai laki-laki dan perempuan jika telah disatukan oleh Tuhan,

maka mereka akan bersatu jiwa dan raga, bagaikan daun sirih yang berbeda

rupa permukaan dan alasnya (atas bawah) tetapi satu rasa. Antara suruh ayu

dan pisang sanggan biasa disatukan menjadi istilah suruh ayu, gendhang ayu.

c. Benang Lawe

Benang lawe untuk mengikat pisang melambangkan bahwa gadis yang

telah diikat dengan tali (dipinang) untuk menuju ke pertalian suci yaitu akad

nikah. Pisang sanggan, suruh ayu, dan benang lawe ditempatkan pada satu

nampan bundar.

d. Seperangkat Pakaian Lengkap Sarana Make Up

Seperangkat pakaian (busana sepengadeg) terdiri dari kain baju,

kebaya, sepatu, sandal, stagen, semekan atau kemben, dan sarana unuk berhias

bagi calon isteri. Seperangkat pakaian melambangkan bahwa calon

pengantinpria siap mencukupi kebutuhan lahir dan batin bagi istrinya

(sandang, ketentraman hati/ batin, dan keindahan bagi wanita). Hiasan ini

Page 27: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

12

melambangkan hidup senantiasa memancarkan sinar keindahan kepribadian

sehingga hidupnya dapat dicontoh.

e. Sindur

Sindur berasal dari bahasa sansekerta sindura artinya merah. Sindur

adalah semacam selendang dan bergaris tepi putih. Warna merah dan putih

melambangkan kama wanita dan pria. Ini mengandung harapan bahwa

menyatukan kama (wanita dan pria) akan membuahkan anugerah putra (anak)

sebagai momongan.

f. Kain Bercorak Truntum

Truntum atau trubus berarti tumbuh. Motif kain ini adalah bunga-

bunga kecil seperti binang dengan warna gelap. Kain truntum melambangkan

pengaharapan akan lesterinya perkawinan dan cinta yang terus tumbuh demi

kelangsungan hidup berkeluarga. Truntum ada pula yang mengartikan

tumaruntum artinya (1). Saling menuntun dan saling mencintai; (2). Dapat

tumaruntum (menuerunkan kebajikan) hingga turun-temurun. Motif kain juga

melambangkan perjalanan hidup manusia ada gelap, ada susah, ada gembira,

dsb.

g. Berbagai Perhaiasan

Perhiasan pokok adalah cincin dari perak atau emas. Selai itu, bila

mampu tersedia gelang, kalung, dsb. Cincin yang akan dipakai berbentuk

polos terusan. Hal ini melambangkan cinta calon pengantin tiada berakhir

sehingga membangun keluarga yang bahagia yang didasari cinta kasih berdua.

h. Jadah, Wajik, dan Jenang

Makanan terbuat dari beras ketan. Ketika masih berujud beras terpisah-

pisah per biji, namun setelah menjadi jadah, wajik atau jenang lengket menjadi

Page 28: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

13

satu. Hal ini melambangkan bersatunya pria dan wanita. Selanjutnya, mereka

akan lengket terus (bersatu dalam membangun keluarga) layaknya jadah dan

wajik.

i. Buah-buahan

Buah-buahan terdiri atas jeruk glundung atau jenis jeruk lainnya, apel,

kelengkeng. Melambangkan ketentraman, kesejukkan, dan kesegaran bagaikan

buah-buahan sehingga hidup saling memberikan penyegaran dalam

membangun bahtera rumah tangga.

j. Nasi Golong

Nasi golong adalah nasi putih tang dibentuk bulat seperti bola tenis.

Nasi golong mempunyai makna bahwa kedua calon pengantin dan orangtua

sudah bertekad bulat (golog gilig) untuk bersatu.

k. Uri-urip

Urip-urip berupa ayam jantan yang melambangkan seorang laki-laki

(calon pengantin) siap untuk menempuh hidup berkeluarga.

l. Uang

Uang sebagai sumbangan pihak calon besan. Uang tersebut disebut

buwuh. Artinya, uang itu untuk imbuh anggone arep ewuh (sebagai tambahan

kepada orangtua yang akan mantu).

m. Pelangkah

Pelangkah atau piangkah adalah memberi tali asih dari calon pengantin

pria kepada kakak calon pengantin wanita yang belum menikah. Karena

kedudukannya sebagai adik yang akan menikah terlebih dahulu, maka

memberikan tanda kasih yang disebut plangkah dan meminta izin restu

kakaknya. Pelangkah berupa pisang sanggan setangkep dan seperangkat

Page 29: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

14

pakaian dan perhiasan (cindera mata). Pakaian sebagai lambang jodoh.

Pelangkah berupa pakaian atau apa saja yang merupakan perlambang doa sang

adik agar kakaknya segera mendapatkan jodoh.

n. Pamesing

Pamesing disebut juga pepesing Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006:

47). Pamesing adalah pemberian kenang-kenangan sebagai tanda hormat dari

calon pengantin pria kepada nenek atau kakek calon pengantin wanita.

Menurut Poerwardarminta (dalam Suwarno, 2006: 47) pamesing biasanya

berujud kain jarit (jarik). Pamesing atau pepesing juga dapat berupa pakaian

baru yang terpilih. Pepesing bermakana (a) sebagai tanda hormat cucu kepada

kakek/nenek, (b)sebagai kenang-kenangan tanda kasih sebagai penghulu

(pendahulu) keturunan, (c) sebagai tanda penolak balak (pepesing) demi

keselamatan dan kebahagian calon pengantin. Pepesing disiapkan oleh

keluarga pihak calon pengantin pria dengan kesepakatan calon pengantin

wanita.

2. Srah-srahan

a. Cara Tradisional

Berdasarkan tradisi (secara tradisional), srah-srahan dilaksanakan sekitar dua

atau tiga hari menjelang upacara panggih. Acara dilaksanakan di kediaman keluarga

calon pengantin wanita dan dihadiri oleh kedua keluarga yang akan berbesan dan

calon pengantin berdua.

Pada umumnya, barang srah-srahan dibuat dua kali lipat dari barang-barang

paningset. Pada umumnya, barang srah-srahan berkaitan dengan kebutuhan keluarga.

Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006:49) menyebutkan:

1. kebo sejodho: sepasang kerbau jantan dan betina yang tanduknya diselut (dicathok) warna putih dengan perak dan kapur.

Page 30: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

15

2. banyak sejodho: sepasang angsa jantan dan betina digendog dengan kain cindai (cindhe) atau sindur.

3. pitik sejodho: ayam jantan dan beina diemban dengan kain cindai atau sindur. 4. jodhang berisi tuwuhan dan biji: wit lombok sarakit, wit terong sarakit, wit

parijata sarakit, dan wit tomat sarakit. 5. sepasang tebu herjuna: tebu warna hitam (wulung) beserta daunnya. 6. jodhang berisi bahan mentah: beras satu karung (bagor) berisi 100 taker dan

kelapa sebanyak 25 butir. 7. jodhang berisi perabot rumah tangga: dandang, kendhil, kenceng, ceret, siwur,

tembaga, wajan, diyan, ilir, pisau, parut, kukusan. 8. jodhang berisi makanan olahan seperti nasi dan lauk pauk lengkap, olahan

lengkap, tanpa guila dan teh. 9. jodhang berisi anggi-anggi: jamu racikan, gulian, empon-empon, ditutup

dengan cindai (anggi-anggi adalah kantong yang dijahit mati). 10. jodhang berisi perabot membatik: gawangan, canthing, bandhul, mori, dan

dakon. 11. uang Rp 25

b. Cara Modern

(Suwarno, 2006: 50) aspek (1) ketidaktahuan. (2)

ketidakmauan/ketidakperluan. (3) kepraktisan, atau (4) efesien, srah-srahan

dilaksanakan pada malam midodareni atau beberapa saat menjelang ijab kabul.

Srah-srahan tidak membedakan antara tukon, paningset, ataupun srah-srahan.

Syarat yang diserahkan adalah:

1. sanggan: pisang raja satu tangkep, ujungnya diikat dengan kertas emas, diserati suruh ayu (daun sirih yang tulang daunnya bertemu) dan lawe putih (benang putih).

2. pakaian lengkap (busana sepengadheg), sarana untuk berhias dn perhiasan. 3. sejumlah uang ‘sumbangan’ untuk penyelenggaraan perkawinan. 4. jadah, wajik 5. buah-buahan 6. ada yang menambah beberapa ruas tebu herjuna (tebu hitam tanpa daun),

ayam jantan, gala, beras, dan kelapa).

Peralatan srah-srahan dihias dan dibentuk sedemikian rupa sehingga tampak

indah. Pada zaman yang serba praktis dan efesien, acara yang dominan sebelum

mantu adalah lamaran dan srah-srahan. Srah-srahan mengaburkan perbedaan

antara tukon, paningset, dan srah-srahan. Pada saat ini menjadikan satu antara

tukon, paningset, dan srah-srahan. Penyatuan ini akhirnya disebut srah-srahan.

Page 31: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

16

3. Piranti Majang (alat sesajian)

Adrianto (dalam Suwarno, 2006: 68) ada beberapa piranti (alat sesajian)

majang anatara lain: lara blonyo, lampurobyong, ajug-ajug, kecohan, kendhi, klemuk,

kain syarat, jembana (tandhu).

a. Lara Blonyo (Blanya): berupa patung pengantin pria dan wanita.

Melambangkan penghuni rumah sepasang pengantin dengan posisi duduk

bersila (pengantin pria) dan simpuh (pengantin wanita). Lara blonyo

melambangkan status sosial calon pengantin. Misalnya, apabila status calon

pengantin wanita lebih tinggi dari pada calon pengantin pria, maka lara blonyo

wanita dipasang di sebelh kanan, sedangkan lara blonyo pria sebelah kiri. Lara

blonyo ditempatkan di depan pedaringan atau petanen (krobongan), boneka

pengantin putra sebelah kanan dan boneka pengantin putri di sebelah kiri.

Pedaringan adalah tempat penyimpanan beras. Petanen, senthong tengah, atau

krobongan adalah kamar tengah rumah induk. Menurut mitologi Jawa, petanen

merupakan tempat pesinggahan Dewi Sri, sebagai lambang kemakmuran dan

kesuburan.

Penempatan lara blonyo mempunyai beberapa makna, antara lain:

1) Sebagai pasren atau hiasan: lara blonyo ditempatkan di mana saja yang dapat menimbulkan suasana indah.

2) Sebagai penghormatan kepada Dewi Sri yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran: lara blonyo ditempatkan di depan pedaringan atau petanen.

3) Sebagai petunjuk tempat tumuruning wiji: lara blonyo ditempatkan di dekat sepasang pengatnin baru duduk bersanding.

4) Sebagai lambang penolak bala, penangkal gangguan dan ancaman terhadap tanem tuwuh (pertanian), kemakmuran, kerukunan, dan kedamaian. Sebagai penolak bala, kedua wajah lara blonyo diboren (diolesi) putih dan badan boneka diwarnai kuning.

b. Lampu Robyong dan Ajug-ajug: lampu robyong adalah lampu hias kumo

dengan berbagai hiasan keemasan sehingga tampak indah. Ajug-ajug adalah

Page 32: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

17

lampu kecil yang terus menyala sebagai lambang penerangan jiwa, semangat

hidup yang terus menyala.

c. Kecohan: tempat penampungan ludah. Melambangkan kebersihan dan

kedisiplinan.

d. Kendhi: wadah air yang terbuat dari tanah liat dan diisi air tempuran, yaitu

pertemuan antara air hilir sungai Gajah Wong dan Sungai Opak. Kedua sungai

ini bagi masyarakat Yogyakarta memiliki mitodologi yang kuat karena

dipercaya sebagai tempat pertemuan antara Amangkurat I dan Nyai Lara Kidul.

Air tempuran juga merupakan lambang pertemuan antara calon pengantin pria

dan wanita.

e. Klemuk: temapt beras, jagung, kedelai, kembang telon. Klemuk berjumlah dua

pasang ditempatkan di kanan dan kiri di depan pasren. Melambangkan

kemakmuran dan sumber rezeki.

f. Kain syarat: sebagai pajangan penolak bala sehingga perhelatan diharapkan

tidak ada suatu halangan apapun, segala bala telah ditolak.

g. Jempana: jempana atau tandhu diunkan untuk upacara panggih pengantin putri.

4. Ubarampe Majang (segala peralatan majang)

Adrianto (dalam Suwarno, 2006: 70) menyebutkan sesaji dalam majang. Pada

hakikatnya antara majang dan tarub merupakan rangkaian prosesi yang menyatu,

hanya pelaksanaannya berurutan.

a. Sekul wuduk: lembaran ayam putih mulus dengan santan kental (areh) dan

sayur mentah (lalaban). Ditujukan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

b. Sekul golong: sekul golong ditambah ulam sekupat (kerbau, lembu, kambing)

ulam toya, pecel tawon, jangan menir (sayur bening, lalapan, jagung muda)

ditujukan kepada Nabi Kidzir (penjaga air dan samudera).

Page 33: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

18

c. Sekul pulen, ulam sukupat, ulam peksi, ulam sangsam (daging rusa), dan pecel

atwon. Ditujukan kepada Nabi Elyas.

d. Sekul anggi, pupuk ulam ayam (bubur daging ayam), telur goreng, ditujukan

kepada Nabi Ibrahim.

e. Wuduk Ketan, sekul gapit (nasi di antara lauk pauk), ditujukan kepada Syeh

Ngabdulkadir Jaelani.

f. Sekul golong, ulam sekupat, dan urip-uripan lele, ditujukan kepada Kanjeng

Sunan Kalijaga.

g. Sekul golong lolo (kepalan nasi putih) di bagian atas dan bawahan nya

diberikan telor dadar dan uang logam yang ditujukan kepada Semara Bumi.

h. Sekul golong, ulam sekupat, pecel ayam, dan jangan menir yang ditujukan

kepada Kyai Ageng Pemanahan atau Kanjeng Panembahan Senopati.

i. Tigan panggang ayam, ketan kolak pisang mas yang ditujuka kepada Kanjeng

Sultan Agung.

j. Klepon dan srabi yang ditujukan kepada matahari, bumi, dan bintang.

k. Tumbasan peken dan colok ( senthir yang ditujukan Kanjeng Ratu Kidul yang

diberikan menjelang matahari terbenam (surup).

l. Sekul pulen, bubuk dhele, jangan oncon (sayur bening tanpa bumbu), tempe

goreng, ketan enten-enten, lemper ulam ayam, dan pisang raja. Sesajian ini

ditujukan kepasa Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan I.

m. Sekul punan, jangan oncon dengan santan. Sekul pulen, jangan kare, jangan

menir, pecel ayam, bubuk dhendheng, bubuk balur, bubuk kedelai, roti

gandum dengan mentega, jenang sungsum dengan juruh dan legen. Sesajian

ini ditujukkan kepada Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan II.

n. Sekul liwet, dhendeng bakar yang ditujukan kepada Kanjeng Sultan III.

Page 34: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

19

o. Sekul goreng mentega, jangan sop, ulam ayam, bakar gendir penjalin, kepiting

godog, panggang ayam, ulam loh goreng, dan tebu mlangi (tebu kecil-kecilan)

yang ditujukan kepada Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan

IV.

p. Roti tigan, sekul pulen, gandu bakar, lalaban, saron tamper (garam bubuk),

wader goreng, tigan pindang, ulam klepon (klepon berisi daging), ulam jambal

bumbu satu, pecel ayam, dan tebu lonjoran. Sesajian ditujukan kepada

Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan V.

q. Sekul goreng, sekul wuduk, sekukl jawi, semur bregedel, krupuk, dhendeng

goreng brambangan, sambel goreng ulam ati, sop, kecang ulam, ayam bumbu

lembaran, srabi tigan, woh-wohan warni aklih, dan toya degan (air kelapa

muda). Sesaji ini ditujukan kepada Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

Kanjeng Sultan VI.

r. Sekul liwet, lidah asin, tim kiyik/piyik ( sop burung merpati muda), cari cina,

pacitan jeram wedang teh, rokok, yang ditujukan kepada Sampeyan Dalem

Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan VIII.

s. Tempe kripik, blenyik jangan kluwih (sayur kluwih dengan kuah), dan bunga

mawar dalam gelas yang ditujukan kepada Gusti Kanjeng Ratu Hemas ibunda

Sultan VII.

4. Tuwuhan

Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006:80) tidak semua tuwuhan (tumbuhan)

dapat dipakai untuk tarub, tetapi harus dipilih tuwuhan yang memiliki makna dan

harapan:

a. Bumbu wulung: bentuknya lurus, warna hitam, pangkalnya kuat untuk

digunakan sebagai penyangga gapura tarub tuwuhan. Hal ini melambangkan

Page 35: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

20

pesan dan harapan akan kekuatan, kesentosaan dan kelestarian dalam

membangun keluarga.

b. Janur kuning: janur melambangkan keindahan dan kemenangan. Pengantin

diharapkan senantiasa diberi hidup yang indah dan dapat mencapai

kemenangan (kebahagiaan dan cita-ciat keluarga). Janur merupakan singkatan

sejatining nur (cahaya sejati yaitu Nur Ilahi) artinya sebagai hamba Tuhan

hendaknya senantiasa bertakwa melakukan apa yang diperintahkan

(dicahayakan) Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, disertai sifat luwes, sabar,

teguh iman, sentosa lahir batin, cerah, gembira, dan agung.

c. Dua batang pisang raja talun: untuk mantu harus dipilih pisang raja talun

yang buahnya besar-besar, enak rasanya, dan tidak berbiji. Dipilih pisang raja

yang unggul, lengkap dengan tandan buahnya, sudah suluh atau masak

sebagian, jumlah sisir genap, dan seimbang untuk kanan gapura tarub. Pisang

raja melambangkan bahwa pengantin akan mendapatkan pepadhang (petunjuk

jalan yang benar) dalam mencapai kebahagiaan hidup, kebahagiaan yang

seimbang antara suami dan istri, lahir dan batin, banyak rezeki, dan banyak

amal seperti buah pisang. Juga harapan orangtua agar pengantin memiliki sifat

raja dan ratu yang berbudi bawa leksana artinya pengantin suka berderma

kepada sesama dan selalu menepati janji.

d. Tebu arjuna/herjuna (wulung): tebu arjuna berwarna hitam. Batangnya kuat

dan lurus, hidupnya berumpun, jarang terserang hama. Tanaman tebu ini

ditempatkan pada dua sisi gapura tarub. Tebu malambangkan kekuatan dan

kesentosaan pengantin dalam membangun rumah tangga, hidup rukun besatu

dengan sanak saudara, tahan dan dapat mengatasi godaan dan rintangan, teguh

jiwa raga, lurus jalan hidupnya, dan lestasi akhir hayat. Antebing kalbu berarti

Page 36: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

21

kedua pengantin telah mantap atas pilihannya atas dasar jodohnya untuk

menjadi suami-istri. Bunga tebu disebut glagah sebagai lambang panah, yaitu

panah Raden Arjuna yang bernama Kyai Bramastra (Bramastra)

melambangkan cinta suami-istri. Panah ini memiliki kesaktian yang luar biasa,

tidak akan bisa dicabut bila telah sampai sasaran dan sasaran itu belum mati.

Artinya, cinta suami-istri senantiasa terpatri hingga akhir hayatnya. Tebu yang

berusa-ruas melambangkan bahwa hidup ini harus dilalui setahap demi setahap

dengan penuh ketegaran seperti batang tebu.

e. Cenkir gading atau cengkir legi (puyuh): bentuknya indah, bulat, dan cerah. Di

dalam cengkir berisi tirta nirmala (air suci dari penyakit). Jarwo dhosok

cengkir adalah kencenging pikir (persetujuan). Melambangkan bahwa kedua

orangtua telah kenceng ing pikir (menyetujui) bersatunya dua sejodoh

(pengantin berdua). Bentuk cengkir yang bulat melambangkan tekad yang

bulat dan air melambangkan kesucian tekad, sehingga hidup dapat bermanfaat

bagi sesama seperti halnya cengkir jika diminum airnya menyegarkan dan

menghilangkan dahaga. Kata gading dalam bahasa sansekerta berarti gigi. Gigi

(gading) perlambang kekuatan dalam perjuangan hidup. Kelapa gading

berwarna kuning melambangkan kecerahan. Kelapa merupakan tumbuhan

yang serba guna, dari daun, akar, pohon, dan buahnya. Kelapa bisa hidup

dimana-mana. Hal ini melambangkan hidup harus bisa mukarabi (bermanfaat)

bagi sesama, bisa menyesuaikan diri di mana pun pengantin berada.

f. Daun kluwih: melambangkan harapan orangtua agar anaknya diberikan

keluwihan (kelebihan). Kelebihan derajat, pangkat, dan semat (keturunn,

kedudukan, dan jabatan) dari pada yang lain, serta di sayang Tuhan. Syukur

mendapatkan kekayaan sehingga dapat berderma kepada sesama.

Page 37: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

22

g. Daun andhong: daunnya lurus, selualu tegar, bahkan dapat meluruskan batang

besar yang bengkok, melambangkan harapan bahwa hidupnya dapat berguna

bagi orang lain, meluruskan tingkah laku yang bengkok (salah), memberikan

nasihat, dan sentosa jiwa dan raga.

h. Daun girang: warnanya cerah, bersih, tidak berbulu. Daun ini melambangkan

harapan bagi pengantin untuk senantiasa memberikan kegembiraan

(kesenangan, kegirangan), tidak menyakiti orang lain. Hidup cerah, dan dapat

memberikan pencerahan.

i. Alang-alang: alang-alang termasuk jenis rumput yang dapat umbuh di mana-

mana (daya hidup tinggi), tahan panas dan hujan, tahan terhadap terpaan cuaca

dan musim. Rumput ini melambangkan harapan pengantin untuk dapat hidup

yang tahan banting, memiliki jiwa berjuang dan semangat hidup yang tinggi,

dan mempunyai ketahanan hidup yang tinggi (tidak mudah stres). Alang-alang

juga melambangkan bahwa pengantin dapat mengatasi segala halangan dan

rintangan hidup.

j. Daun apa-apa: apa-apa termasuk tumbuhan kecil (gulma). Rumput ini

melambangkan pesan dan harapan agar perhelatan dapat berlangsung aman,

lancar, dan selamat (tidak ada halangan apa-apa). Jika alang-alang dan daun

apa-apa digabung, maka kedua jenis rumput itu malambangkan harapan bahwa

selama perhelatan mantu ora ono alangan apa-apa (tidak ada halangan apa

pun).

k. Daun beringin: pohon beringin memiliki daun rimbun, batangnya kokoh, dan

sulur (akar atas) yang panjang menjurai. Daun beringin ini melambangkan

bahwa hidup kedua pengantin diharapkan dapat menjadi pengayoman

(perlindungan) seperti daun beringin, keluaruga yang kokoh seperti sulur yang

Page 38: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

23

senantiasa menjurai. Beringin juga melambangkan bahwa manusia pasti

memiliki keinginan (cita-cita). Maka harapannya adalah agar pengantin berdua

dapat mencapai cita-citanya.

l. Padi: padi melambangkan kemakmuran, maka kedua pengantin berharap

diberi cukup pangan. Padi juga melambangkan rendah hati, ‘padi’ semakin

merunduk semakin isi. Padi juga perlambang suka memberi karena padi

ditanam sebiji tumbuh sewuli. Jika pengantin diberi kebaikan maka mereka

diharapkan membalas dengan kebajikan yang lebih baik (banyak) dan

pengantin diharapkan gemar menanam kebaikan agar dapat menunaikan

kebajikan.

m. Kapas: kapas melambangkan sandang. Harapannya adalah agar pengantin

berkecukupan sandang. Jijka padi dan kapas digabungkan, maka kedua jenis

tuwuhan itu melambangkan harapan kecukupan sandang dan pangan.

n. Daun kara: tanaman kara merambat dari tempat rendah ke tempat yang

tinggi. Kara melambangkan harapan agar selama perhelatan tiada halangan.

Demikian juga, kedua pengantin dapat mengatasi segala hambatan dalam

mengarungi hidup berkeluarga. Selain itu, daun kara melambangkan bahwa

hidup harus senantiasa bersyukur jika diberi rezeki sedikit atau banyak, ,jika

mendapat kedudukan dan ilmu yang rendah ataupun tinggi. Pengantin

diharapkan juga tidak mudah putus asa untuk meraih cita-cita yang tinggi.

Hidup penuh perjuangan untuk mencapai kedudukan tinggi dari yang bawah

seperti halnya batang kara yang merambat dari bawah menuju tempat yang

tinggi.

o. Daun maja: pohon maja selalu memiliki daun yang ijo (hijau) dan tahan lama

dan buahnya sangat pahit. Hal ini melambangkan hidup yang senantiasa

Page 39: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

24

gembira, ayem tentrem walaupun hidup ini tidak akan lepas dari cobaan

(kepahitan hidup). Tidak ada manusia hidup tanpa cobaan dan perjuangan.

p. Daun dhadap serep: pohon dhadap serep memiliki daun yang luinak dan

sering digunakan untuk sarana tolak bala dan menurunkan panas. Hal ini

melambangkan ketenangan hidup yang ayem tentrem (anyep/dingin, tidak

panas), luwes, tidak kaku (lunak), dapat memberikan rasa dingin terhadap

suasana atau orang yang membutuhkan.

q. Daun sirih: daun sirih yang diolesi kapur (injet) bermakna sebagai penolak

kekuatan jahat (tolak bala). Daun sirih sangat bergua untuk penyembuhan

berbagai penyakit dan dapat membersihkan organ tubuh, apalagi kalau diramu

dengan daun-daun lainnya. Hal ini melambangkan harapan bahwa perhelatan

akan terhindar dari ganguan atau bersih dari mara bahaya/halangan.

5. Tarub

a. wilujengan

wilujengan adalah selamatan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan

Yang Mahaesa selama berlangsungnya perhelatan mantu. Syarat selamatan tarub

Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006: 88) adalah sebagai berikut:

1. sekul rasulan mengandung maksud persembahan kepada rasul agar rasul diberikan

berkah oleh Tuhan Yang Mahaesa, dan sebagai tawasul (lantara) permohonan

berkah selamatan perhelatan. Sekul rasulan terdiri atas nasi wuduk (gurih) disertai

lauk pauk ayam opor utuh (ingkung), kedelai hitam goreng, rambak, ulam lalaban

(lombok merah, bawang merah, mentimun, garam, pisang raja setangkep,

kembang telon (mawar, melati, kenanga).

Page 40: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

25

2. sekul asahan mengandung permohonan kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar

diberikan berkah kemakmuran. Sekul asahan terdiri atas nasi biasa dengan lauk

pauk, ikan asin goreng, tempe kripik, bihun goreng, dan krupuk.

3. tumpeng sekul janganan sebagai lambang kesuburan, ayem tentrem, dan

kebahagian. Tumpeng sekul janganan terdiri atas tumpeng (nasi dibentuk kerucut)

di sekitar nasi diberi berbagai daun-daunan (urap) seperti bayam, kacang kol.

Irisan wortel, kubis, bumbu urap.

4. sekul golong sebagai lambang persatuan (gumolong menjadi satu). Sekul golong

adalah nasi yang dibetuk bulat-bulat sebesar bola tenis, berjumlah genap.

5. tumpeng robyong sebagai tanda bahwa manusia senantiasa bertakwa kepada

Tuhan Yang Mahaesa dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi

larangan-Nya. Perintah dan larangan diwujukan dalam tumpeng (yang diujungnya

dihiasi dengan tancapan telur dan cabe merah) dan rumbai-rumbai daun pisang

serta sayuran sehingga kelihatan robyong-robyong.

6. jajan pasar melambangkan harapan akan kemeriahan dan murah pangan. Jajan

pasar berupa segala makanan kecil yang dibeli di pasar, pala kependhem (seperti

ketela, ubi, uwi, bentul, tales), pala kesimpan (timon, melon), pala gumantung

(buah-buahan).

7. pisang raja setangkep (rong lirang atau dua sisir) melambangkan kemanunggalan

calon pengantin berdua yang akan berbesan.

8. kembang setaman (kembang telon:mawar, melati, dan kenanga) melambangkan

bahwa calon pengantin akan memiliki nama harum seperti harumnya kembang

setaman.

9. ketan kolak apem melambangkan permohonan maaf jika ada kekurangan dalam

penyelenggaraan perhelatan.

Page 41: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

26

Setelah dipanjatkan doa kepada Tuhan Yang Mahesa oleh orang dipercaya

(kyai, kaum, ulama) dan acara tarub selesai, semua makanan selamatan dimanfaatkan

atau disedekahkan untuk perjamuan bagi para petugas tarub. Dengan demikian,

suasana kekeluargaan dan kemanunggalan semakin tampak dan menambah

kemeriahan.

b. Piranti Saji (syarat sesaji)

piranti saji terdiri atas piranti buangan, piranti sanggan, dan piranti syukur

Sumarno (dalam Suwarno, 2006: 91):

1. piranti buangan (bucalan)

piranti buangan terdiri atas:

a) tumpeng tujuh buah dengan tujuh warna: (merah, hitam, biru, hijau, kuning,

putih, dan satu tumpeng warna campuran mancawarna).

b) empluk untuk wadah kembang boreh.

c) Bubur merah satu sudi

d) Bubur baro-baro satu sudi

e) Pecok mentah: berupa biji kacang-kacangan, jagung, keluwek, kemiri

berkulit, telur ayam merah, gantal, bawang merah, bawang putih, cabe,

gula, kelapa, garam, bumbu, cacahan daging, uang logam. Semua itu

ditempatkan dalam takir besar, panjang ilang, tampah atau tambin. Panjang

ilang adalah tempat yang dibuat dari anyaman janur, berbentuk bulat dengan

empat gantungan tali yang diikat secara simpul keatas.

f) Gecok mentah: berupa daging sapi memntah dipotong-potong yang dibumbui

bawang, cabe, garam, kencur, santan, ditempatkan takir dan ditaruh di pojok-

pojok rumah pekarangan, sumur, dan jamban.

Page 42: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

27

Piranti buangan tersebut di atas melambangkan harapan agar roh-roh yang

bergentayangan tidak mengganggu selama perhelatan sehingga berlangsung dengan

lancar dan selamat.

2. piranti sanggan

piranti saji untuk sanggan terdiri atas:

a) tumpeng robyong, tumpeng gundul, tumpeng gudhul

b) pisang raja dan pisang pulut

c) jajan pasar

d) asrep-asrepan

e) nasi liwet, lauk serundeng, nasi ambeng, nasi punar, nasi golong, dan nasi

kabuli.

f) Pisang ayu.

g) Jerohan sapi, peyek gereh, gebingan, peyek, tempe kripik.

h) Ketan, kolak, apem,brokohan, ketan mancawarna, golong lulut.

i) Roti tawar, jadah bakar.

j) Kopi pahit, teh pahit, rujak degan, cerutu, dan candu.

k) Ayam seekor.

Semua piranti sanggan ditaruh pada satu tempat yang besar. Piranti sanggan

melambangkan bahwa manusia harus memperhatikan leluhur dan mendoakannya agar

mereka langgeng di alam baka, diampuni segala dosanya, dan diterima di sisi Tuhan.

Piranti sanggan juga melambangkan permohonan agar selama upacara perkawinan

selamat hingga selesai dan pengantin hidup bahagia.

3. Piranti Syukur

Secara simbolik piranti syukur terdiri atas:

a) Pisang raja dan pisang pulut.

Page 43: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

28

b) Buah-buahan dan jajan pasar.

c) Daun sirih, kapur sirih, dan gambir.

d) Kembang telon (melati, kantil, kenanga).

e) Jenang: (merah, putih, baro-baro).

f) Empon-empon (temu lawak, temu hitam, dlingo, bengle, kunyit, dan kencur).

g) Sayur padhamara.

h) Kolak kencana.

i) Kepala kerbau (diganti dengan jerohan dan daging kerbau).

j) Telur ayam dan ayam jago.

k) Pala kependhem dan pala gumantung

l) Kendhi, damar, jlupak.

m) Tempe mentah.

n) Tikar.

o) Dua butir kelapa.

Kepercayaan dan pelaksanaannya diserahkan kepada orang yang akan

melaksanakan hajat masing-masing. Pada zaman yang rasional dan modern masih ada

yang melakukan sesaji dan juga tidak mengandung resiko (walad) yang terpenting

adalah bermunajad kepada Tuhan Yang Mahaesa agar diberikan kelancaran dan

keselamatan, terhindar dari halangan dan rintangan selama melaksanakan hajatan.

6. Siraman

Yosodipuro (dalam Suwarno, 2006: 103-105) peralatan (piranti untuk upacara

siraman sebagai berikut:

a. Piranti sesaji: tumpeng robyong, tumpeng gundul, nasi asrep-asrepan, jajan

pasar, pisang raja, bubur (jenang merah, putih, baro-baro, palang), empluk kecil-

kecil diisi beras, telur, dan bumbu dapur), ayam kampung, satu butir kelapa yang

Page 44: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

29

sudah dikupas, juplak diisi minyak kelapa, kembang telon (bunga telon), gula

Jawa satu tangkep.

b. Air siraman: toyo pamorsi, yakni air yang ditaburi denga sritaman (mawar,

melati,dan kenanga). Air dapat memilih salah satu dari: (1). 7 sumber terpilih (dari

berbagai tempat); (2).air dari keraton; (3). Air tempuran (pertemuan dua hilir

sungai misalnya Sungai Opak dan Sungai Gajah Oya); atau (4). Berbagai

sendhang atau sumber tua, ,misalnya sumur-sumur tetangga yang tua dan airnya

tidak pernah surut

c. Air berjumlah tujuh melambangkan harapan hidup yang dapat saling

menolong (mitulung, pitulungan). Air keraton yang diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi rakyat atas kewibawaan dan kemakmuran raja. Air tempuran

melambangkan pertemuan dua insan (calon pengantin pria dan wanita). Air

sumber tua yang tidak pernah kering melambangkan hidup calon pengantin dapat

memberikan penghidupan seperti layaknya air yang tidak pernah kering, rezeki

terus mengalir, kemuliaan terus didapat, dan yang tua dapat memberikan

pengayoman kepada yang lebih muda.

d. Bunga sritaman (mawar, melati, dan kenanga) secara simbolik melambangkan

keharuman. Secara fisik keharuman bunga tersebut dapat meresap ke tubuh calon

pengantin diharapkan memiliki keharuman nama dapat dicontoh oleh sesama.

e. Alas duduk: (a). Klasa bangka, klasa pandahan anyar; (b). Godhong

(dedaunan); apa-apa, kluwih, alang-alang, kara, dhadap serep, eri kemangun,

maja, dlingo bengle dibungkus kain putih; (c). Kain tutup letrek jingga. Klasa

bangku melambangkan harapan bahwa calon pengantin kelak dapat hidup

bersahaja, walaupun bergelimang keewahan, tidak berfoya-foya. Daun apa-apa

melambangkan harapan agar acara pernikahan tidak ada aral apapun. Alang-alang

Page 45: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

30

melambangkan harapan agar tidak ada halangan apapun. Daun karo

melambangkan harapan segala cobaan, rintangan, sakit harus dihadapi dengan

tegar dan dihilangkan. Daun kluwih melambangkan harapan calon pengantin

diberi kelebihan presasi, sosial, ekonomi, pangkat, jabatan, kareie, kewibawaan.

Daun dhadap serep melambangkan harapan kehidupan calon pengantin penuh

dengan ketentraman. Duri kemarung, maja, dan dlingo bengle sebagai penolak

bala agar kehidupan calon pengantin dijauhkan dari marabahaya. Mori putih

melambangkan kesucian dan kepasrahan kepada Tuhan.

f. Dua kelapa hijau yang diikat serabutnya melambangkan calon pengantin

senantiasa berdua, seia sekata, terikat tali kasih sayang hingga akhir hayat dan

melambangkan kedua calon besan telah bersatu tekad menikahkan putra-putrinya.

g. Konyoh mancawarna lulur terdapat tepung beras dan kencur serta bahan

pewarna : (a) tepung konyoh lima warna, (b) ron kemuning, (c) mangir. Konyoh

lima warna melambangkan kemanunggalan warna cahaya (pamor) sarana

pembuka aura agar segala unsur cahaya berkumpul dan membuahkan cahaya

pamor sehingga calon penganti (wanita) atau tampan (pria). Secara simbolik

konyoh manca warna lulur bermakna agar segala cahaya menyatu di tubuh calon

pengantin sehingga calon pengantin tampak berwibawa dan indah untuk

dipandang.

h. Gayung siraman, yakni gayung yang dipakai untuk mengambil air siraman.

i. Sehelai mori berukuran dua meter dipakai ketika siraman.

j. Sehelai kain motif grombol dan nagasari atau motif lain seperti sidoluhur,

sidomukti, semen rama, sidoasih.

k. Kendhi atau klenting berisi air untuk bersuci pada akhir siraman

Page 46: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

31

l. Landha merang, santan kani (santan kental), dan banyu asem (air asam).

Ladha merang sebagai shampo untuk keramas, santenkental untuk menghitamkan

rambut, dan banyu asem (air asam) sebagai conditioner).

7. Kembar Mayang

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kembar mayang adalah sebagai

berikut:

a. Daun-daunan: daun maja, alang-alang, dan daun apa-apa, sebagai sarana tolak

bala (menolak segala bencana, halangan, rintangan, atau marabahaya). Daun

kluwih, kara, dhadap serep, dan daun salam adalah simbolisasi harapan

semoga senantiasa diberikan kelebihan, jangan ada halangan, selalu tentram,

dan selamat). Daun beringin melambangkan keinginan (cita-cita). Selain itu

ada berbagai piranti yang terbuat dari janur, yakni pecut-pecutan, keris-

kerisan, payung-payungan, walang-walangan, dan manuk-manukan.

b. Pecut-pecutan: pecut (cemeti) sebagai sarana untuk memacu kuda, sapi, atau

kerbau. Pecut-pecutan melambangkan bahwa hidup perlu semangat, tidak

takut menghadapi rintangan untuk meraih dinamika prestasi dan karier yang

tinggi.

c. Keris-kerisan: keris sebagai pusaka merupakan simbol bahwa menghadapi

hidup harus dengan pusaka. Pusaka untuk mengatasi kesulitan hidup dan

menjaga diri agar selamat. Makna pusaka dapat berarti ilmu ilmiah untuk

mencapai kebahagiaan hidup ataupun ilmu ibadah untuk hidup di akhirat.

d. Payung-payungan 3 buah: payung melambangkan pengayoman

(perlindungan), terutama laki-laki yang harus sanggup melindungi istrinya.

Manusia harus dapat menjadi pengayoman bagi diri sendiri, keluarga,

masyarakat, bahkan bangsa dan negara.

Page 47: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

32

e. Walang-walangan (belalang) sebanyak 3 buah: walang-walangan

melambangkan: (1). Ketahanan hidup (belalang dapat tahan hidup dalam

berbagai musim); (2). Kedinamisan. Belalang bergerak kesana-kemari untuk

mempertahankan hidup.

f. Manuk-manukan (burung) sebanyak 3 buah: burung yang siap menjelajah

dunia melambangkan perjuangan, kesetiaan, dan kecerian. Burung terbang

menjelajah melambangkan bahwa untuk menggapai kebahagiaan harus

panatang menyerah.

g. Gedebog: untuk menancapkan segala daun-daunan dan janur membentuk

kembar mayang. Kembar mayang dibentuk membulat dan semakin lancip.

Berbagai daun dan janur ditancapkan pada gedebog dan berbagai janur diikat

ke atas.

h. Sepasang kelapa muda: melambangkan bertemunya pemuda-pemudi (calon

pengantin). Di dalam kelapa muda terdapat air yang bersih (suci).

Selain bahan-bahan seperti yang disebutkan diatas, diperlukan perlengkapan

sebagai berikut:

a. Dlingo bengle jenis empon-empon sebagai sarana untuk menolak bala

sehingga upacara perkawinan terhidar dari marabahaya.

b. Dlingo bengle, bumbu dapur, dan berbagai macam biji-bijian ditemptkan

dalam klemuk (bejana yang terbuat dari tanah liat).

c. Klemuk ditutup dengan kain motif tulak dan gadhung melati. Bangun tulak

atau bango tulak untuk menolak bala dan lambang kelanggengan (keabadian).

gadhung mlati bernuansa warna hijau dan putih. Hijau melambanngkan

kedamaian, ketentraman, dan kemakmuran. Putih lambang kesucian,

kebersihan, dan kesetiaan.

Page 48: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

33

8. Majemukan

Majemukan dilaksanakan pada tengah malam dan diikuti tamu yang hadir

dalam tirakatan. Piranti untuk majemukan adalah:

a. Nasi gurih

b. Ayam lembaran (lingkung-ayam utuh)

c. Kedelai hitam goreng, rambak, lalaban cabai merah, bawang merah,

mentimun.

d. Pisang raja

e. Bunga telon (mawar, melati, dan kenanga).

D. Pelaksanaan Prosesi Ritual Perkawinan Priyayi

Di bumi Indonesia yang kaya akan ragam budaya, adat istiadat yang dimiliki

beragam pula. Termasuk didalamnya prosesi pernikahan. Adat Jawa misalnya,

kebanyakan orang hanya mengenal proses siraman dan midodareni. Padahal ada

beberapa proses lain yang tidak kalah pentingnya.

Dalam kebudayaan Jawa, terutama orang yang tidak memiliki dasar

keagamaan (Islam) yang kuat, yang juga disebut orang Islam abangan, ilmu gaib

meramal yang dilakukan dengan perhitungan (petungan) sangat penting dalam

mengambil keputusan utama dalam mengambil keputusan utama dalam

kehidupannya, misalnya untuk menentukkan saat mengerjakan sawah, saat menanam,

saat mengadakan slametan, saat mendirikan rumah, saat melangsungkan perkawinan,

saat melakukan perjalanan jauh, untuk mengetahui identitas pencuri, dan berbagai hal

lain. Metode-metode perhitungan dan meramal biasanya dimuat dalam buku-buku

ilmu gaib yang disebut primbon (Koentjaraningrat, 1997: 223).

Perkawinan Islam adalah suatu perjanjian antara pengantin laki-laki dan

wakilnya pengantin perempuan, disaksikan oleh paling sedikit 2 orang saksi, dimana

Page 49: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

34

dengan kata-kata keramat diucapkan penawaran dan penerimaan (ijab kabul) dan

jumlah pemberian perkawinan (mas kawin) ditetapkan. Mas kawin adalah

pembayaran sedikit jumlahnya dari si lelaki kepada si perempuan, adakalanya juga

digabungkan jadi satu dengan pembayaran-pembayaran lain. Misalnya, di Jawa

disebut dengan tukon.

Perkawinan merupakan suatu saat yang sangat penting. Suatu detik tatkala

hubungan persaudaraan diperluas dan berubah. Di Jawa perkawinan menjadi pertanda

terbentuknya sebuah somah baru yang segera akan memisahkan diri, baik secara

ekonomi maupun tempat tinggal, lepas dari kelompok orangtua dan membentuk

sebuah basis untuk sebuah rumah tangga baru.

Pada sementara masyarakat perkawinan juga merupakan pelebaran

menyamping tali ikatan antara dua kelompok himpunan yang tidak bersaudara, atau

pengukuhan keanggotaan didalam satu kelompok endogam bersama, tetapi di Jawa

melibatkan dua buah somah, yang akan dipersatukan kemudian melalui lahirnya

seorang cucu milik bersama. Anggota keluarga besar setiap pihak, dengan tetap

berada di latar belakang, mereka memberikan dukungan, sumbangan, bantuan,

kesaksian, masing-masing sesuai dengan kekhususan hubungannya dengan orangtua

pasangan suami-istri baru tersebut.

Kebanyakan perkawinan diatur oleh orangtua kedua belah pihak. Orangtualah

yang mencarikan bakal jodoh dan memutuskan hari perkawinan, terutama apabila

merupakan perkawinan pertama untuk anak mereka. Orang Jawa yakin bahwa

demikian, inilah jalan yang seyogyanya untuk memasuki perkawinan, dan bahwa anak

seharusnya menyetujui keputusan orangtua. Meskipun demikian, hanyalah ibu dan

ayah, yang biasanya berhak memutuskan segalanya bagi mereka. Jarang terjadi ada

kecenderungan untuk mencari jodoh dikalangan keluarga dekat, dan dengan

Page 50: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

35

pengecualian tertentu sedikit saja pantangan untuk perkawinan dikalangan saudara

kedua.

Dengan demikian, tata cara perkawinan di Jawa yang bersifat parental itu

harus tidak dilihat dari kerangka organisasi kekeluargaan semata-mata, tetapi harus

dilihat sebagi suatu aspek dari sistem ekonomi dan ”gengsi” pada masyakat luas, dan

sebagai suatu fungsi bangunan otoritas intern di dalam keluarga yang asasi. Untuk

pemilihan jodoh, terutama pada perkawinan pertama, mula-mula mengabdi kepada

kepentingan orangtua, dengan memperluas rentangan ikatan sosial mereka, atau

dengan memantapkan ikatan yang sudah ada, dan dengan mengesahkan berlakunya

tataran sosial mereka di masyarakat. Di tengah-tengah keluarga, kenyataan bahwa

anak harus menyerahkan pemilihan jodoh itu kepada orangtua merupakan pertanda

tentang ketergantungan sosial dan psikologis seorang anak kepada orangtuanya,

tentang penerimaannya terhadap tanggungjawab di masa mendatang untuk

orangtuanya pada hari-hari tua mereka, serta tentang status anak yang lebih rendah

dari pada orangtuanya (Geertz, 1985: 57-59).

Segera sesudah semua pihak sepakat tentang perkawinan itu penyelenggaraan

untuknya dapat diadakan. Dalam hal ini tidak ada masa tunggu yang ditentukan adat.

Masalahnya hanyalah, apakah bahan pangan dan uang sudah tersedia cukup di tangan

dan apakah hari serta bulan baik telah dipilih untuk perhelatan tersebut, sekali sudah

ditetapkan, perkawinan itu sedapat-dapatnya dilaksanakan tepat pada waktunya,

walaupun sering kali harus menunggu beberapa bulan sampai musim panen tiba.

Ada tiga macam upacara perkawinan yang terpisah-pisah, tetapi tidak harus

dilaksanakan semuanya. Sebuah yang tidak bisa ditawar adalah pelaksanaannya ialah

pendaftatran perkawinan pada kantor pejabat agama kecamatan (naib), serta doa

darinya untuk pengantin dan mempelai. Upacara ini tidak pernah dihilangkan, tetapi

Page 51: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

36

oleh kebanyakan orang Jawa tidak dianggap yang paling penting. Upacara kedua ialah

makan bersama secara keagamaan (slametan) yang diadakan dirumah pengantin

(perempuan). Pada anggapan kebanyakan orang Jawa, bagian penting dalam upacara

perkawinan ialah berupa perkawinan ”sebenarnya” yang berlangsung dalam upacara

ketiga, yaitu ”penjumpaan” (ketemuan) jika tidak cukup uang untuk

menyelenggarakan upacara besar-besaran atau jika pengantin telah pernah kawin

sebelumnya, upacara ini dapat ditiadakan. Tetapi jika upacara diadakan, perhatian

utama ditumpahkan pada upacara ini, dan disini pulalah perhelatan dilangsungkan

dengan segala kemewahan.

Adapun yang menjadi sasaran pesta, yaitu pasangan yang baru kawin tersebut,

berpartisipasi secara minimal dan pasif. Mereka tidak ikut membantu dalam

persiapan. Secra fisik mereka didorong, ditarik, dan digiring seperti sebuah boneka

dalam serangkaian upacara, semuanya memuncak di dalam kepasifan yang terakhir:

duduk dalam kebesaran berjam-jam tanpa bicara dan gerak, seolah terlupakan.

Keluarga pengantin laki-laki hampir tidak punya peranan apapun dalam

upacara perkawinan itu. Mereka tidak hadir pada upacara-upacara, tidak juga

memberikan sumbangan untuk pesta yang diselenggarakan. Sesudah ”temon” kedua

mempelai tinggal di rumah orangtua pangantin perempuan selama sebulan. Disana

mereka menerima tamu-tamu dan selama itu mereka tidak pernah meninggalkan

rumah. Masa pingitan inilah dilangsungkan acara kunjungan pengantin perempuan

dan mempelai laki-laki ke rumah orangtua mempelai laki-laki yang merupakan tata

cara kurang penting. Namun, mungkin mereka diterima dengan perhelatan yang tidak

kalah ramai ramainya dengan yang terdahulu dan mempelai itu pun harus duduk lebih

lama lagi. Tetapi mungkin juga (dan ini yang banyak terjadi) sekedar dengan makan

bersama secara adat kedua mempelai memasuki masa pingitan kedua selama sebulan

Page 52: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

37

di rumah mempelai laki-laki, tetapi adat ini sekarang tidak lagi dipenuhi.

Pengambilan pengantin perempuan pulang ke rumah mempelai laki-laki itu

dinamakan ngunduh manten harfiah berarti memetik atau panen pengantin (Geertz,

1985: 68-71).

Perkawinan adat tidak bisa meninggalkan apa yang sudah menjadi tradisi

lama. Dimana suatu perkawinan selalu dipengaruhi oleh tingkat kemajuan masyarakat

serta pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.

Dalam masyarakat adat, perkawinan bukan saja merupakan soal yang

mengenai orang-orang yang bersangkutan, tetapi seluruh atau masyarakat adat juga

ikut berkepentingan. Perkawinan harus merupakan perbuatan yang “terang”, karena

pelanggaran adat yang mungkin dilakukan salah satu anggota, dapat mengganggu

kebahagiaan hidup dan ketertiban seluruh keluarga dan masyarakat yang bersangkutan

(Suwondo, 1981: 39).

Perkawinan adat dilangsungkan dengan bermacam-macam upacara, seperti

pertemuan yang resmi dan makan bersama antara kedua mempelai, selamatan bagi

para leluhur, mengadakan pemberian-pemberian pada waktu perkawinan dan

sebagainya. Mengadakan pemberian-pemberian pada waktu perkawinan ini sangat

umum di seluruh Indonesia, meskipun jumlah dan macamnya barang yang diberikan

tentu berbeda-beda. Besarnya jumlah yang harus diberikan umumnya tergantung dari

pada tingkat kedudukan wanita, makin tinggi kedudukannya makin banyak jumlah

pemberian itu (Suwondo, 1981: 39).

Dalam mengkaji prosesi perkawinan di Indonesia salah satunya perkawinan

adat Jawa ada beberapa prosesi sebelum perkawinan (www.indonesiabrides.com).

antara lain:

Page 53: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

38

1. Memilih Jodoh

Kelas sosial merupakan masalah yang selalu sangat penting. Ketidaksamaan di

antara keluarga-keluarga suami istri akan merupakan sumber ketegangan yang tidak

kunjung putus. Kesamaan dalam status tersebut biasanya ditegaskan oleh banyak

orang mekanisme otomatis yang menguasai hubungan sehari-hari di dalam segala

cara untuk memperoleh pengakuan posisi tersebut.

Seorang pemuda yang ingin kawin, atau orangtuanya, hanya akan mendekat

kepada keluarga yang tidak mengakibatkan ”kurang gengsi” baginya. Bahkan di

daerah pedesaan pun, dengan jajaran perbedaan prestise kecil, hal ini masih

menjadi masalah. Karenanya pada beberapa kalangan desa tradisional terdapat

seorang mak-comblang (dandan), yang fungsi utamanya adalah menghubungkan

dan memperlancar suatu masalah musykil yang berkenaan dengan perbedaan dalam

tataran sosial itu (Geertz, 1985: 60).

Pada umumnya orang tua akan memilih menantu yang jelas identitasnya untuk

menjadi bagian keluarganya nanti. Karena itu sebelum menentukan calon menantu,

terlebih dahulu secara tidak terang-terangan orang tua akan melihat bibit, bobot dan

bebet dan calon menantunya hal ini dalam masyarakat Jawa dinamakan nontoni.

Bibit, bebet, bobot merupakan istilah untuk melakukan seleksi awal dalam

memilih pasangan yang berkualitas. Bobot diartikan dengan berbobot atau bermutu,

dari cara kemampuan berfikir, cara mengolah emosi dan prestasi yang dihasilkan,

seseorang akan menunjukkan seberapa tinggi kemampuannya serta seberapa besar

bobotnya.

Bibit, dari lingkungan sosial dan keluarga yang baik-baik, biasanya akan

melahirkan keturunan yang baik pula.

Page 54: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

39

Bebed, menunjukkan cara seseorang membawa diri, bergaul dan bertingkah

laku idealnya. Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar orang tua melaksanakan

pemulihan yang sesama akan calon menentunya atau lebih yang berkepentingan

memilih calon teman hidupnya.

Pemilihan ini jangan dianggap sebagai budaya pilih-pilih kasih, tapi

sebenarnya lebih kepada kecocokan multidimensi antara sepasang anak manusia

untuk memilih yang berasal dari benih (bibit) yang baik, dari jenis (bebed) yang

unggul dan yang unggul dan yang nilai (bobot) yang berat.

Fatwa itu mengandung anjuran pula, jangan orang hanya semata-mata

memandang lahiriah yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan. Pemilihan

yang hanya berdasarkan wujud lahiriah dan harta benda dapat melupakan tujuan

“ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang baik, saleh, berbudi, luhur, cerdas,

sehat al wafiat (http//:www.google.com).

Selain bibit, bobot, dan bebet dalam menentukan calon menantu pihak orang

tua juga memperhitungkan perhitungan hari. Dengan perhitungan khusus yang

menghasilkan jumlah nilai tertentu yang akhirnya berhasil diramalkan apakah

muda-mudi itu tepat untuk berjodoh atau tidak.

2. Nontoni

Nontoni adalah kegiatan keluarga bersilaturahmi untuk saling melihat anak

yang akan dijodohkan. Keluarga pihak pria mengirim utusan disertai pemuda yang

akan dijodohkan. Sulistyobudi (dalam Suwarno, 2006: 27).

Namun, sekarang kegiatan nontoni sudah jarang dilakukan, bahkan tidak

dilaksanakan karena peristiwa perjodohan anak oleh orangtua sangat jarang terjadi.

Pada umumnya, pemuda dan pemudi sudah saling mengenal dan sudah mengenalkan

diri kepada orangtua masing-masing, misalnya saling mengunjungi. Pemuda sering

Page 55: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

40

kali hadir di kediaman pemudi. Pemudi diajak ke rumah pemuda sehingga secara

tidak langsung calon menantu sudah diperkenalkan kepada calon mertua.

3. Nglamar

Sebelum upacara perkawinan dilaksanakan, terlebih dahulu orangtua pihak

pria mengadakan lamaran (pinangan) kepada orangtua pihak putri (besan). Lamaran

merupakan suatu upaya penyampaian permintaan untuk memperistri seorang putri

Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006: 28).

Nglamar bermaksud meneruskan pembicaraan pada waktu nontoni. Karena

sudah ada kemantapan dari pihak laki-laki dan perempuan yang dilihat cukup

memenuhi persyaratan untuk diambil menantu, maka dilanjutkan dengan upacara

nglamar (Noviana, 2007: 11).

Pola pinangan secara formal yang benar menurut kejawen terdiri dari tiga

tahap. Pertama-tama, semacam perundingan penjajakan yang dilakukan oleh seorang

teman atau saudara si pemuda, dengan maksud menghindari rasa malu apabila ditolak.

Tahap kedua, sekurang-kurangnya dengan suatu jamuan yang serba basa-basi,

kunjungan resmi pemuda tersebut ke rumah si gadis yang disertai ayah atau sanak

saudaranya yang lain. Kunjungan ini dinamakan nontoni, ’melihat-lihat’, tujuannya

untuk memberi kesempatan bagi orangtua kedua belah pihak untuk saling menilai

secara tradisional, dan bahkan sekarang pun masih sering terjadi, bakal mempelai itu

belum saling kenal maka saat inilah salah-satunya kesempatan bgi mereka untuk

menaksir.

Pinangan resmi kepada seorang gadis dapat terjadi sebelum ataupun sesudah

si pemuda melihatnya. Orangtua sang pemuda berkunjung ke orangtua pemudi, atau

mengirim seorang utusan atau mengirim sehelai surat. Biasanya pinangannya

dinyatakan bahwa mereka bermaksud menjadi besan bagi orangtua pemudi itu.

Page 56: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

41

Perundingan pinangan dapat diselenggarahkan dengan cara yang sangat

resmi, penuh dengan tata cara dan njelimet, tetapi juga dapat dengan cara sederhna

dan lugas jika semua pihak yang bersangkutan merupakan teman lama dan sanak

saudara. Pola yang formal itu lebih lazim berlaku di kalangan priyayi, yaitu kelas atas

kota; sedangkan pola yang tidak lazim di kalangan petani di desa dan di kalangan

kelas bawah kota (Childred Geertz, 1985: 65).

Setelah ditentukan hari kedatangan. Keluarga laki-laki berkunjung ke

keluarga perempuan dengan sekedar membawa peningset. Tanda pengikat guna

meresmikan adanya lamaran dimaksud, sedangkan peningsetnya yaitu 6 (enam) kain

batik halus bermotif loreng yang mana tiga buah berlatar dasar aneka, serta 6 (enam)

sedangkan pelangi berbagai warna dan 2 (dua) cincin emas berinisial huruf depan

panggilan calon pengantin berukuran jari pelamar dan yang dilamar (kelak dipakai

hari perkawinan). Pengingset diletakkan diatas nampan dengan barang-barang

tersebut dalam kondisi tertutup (http:// www. Google.com).

Nglamar pada intinya adalah memohon agar anak perempuan diperbolehkan

untuk diambil menantu. Jika lamaran pihak laki-laki diterima dengan baik, maka

biasanya jawabannya diberikan pada saat pertemuan nglamar tadi.

Namun jika lamaran ini ditolak, maka orang Jawa punya etika yang lebih

halus untuk mengungkapkannya. Keluarga pihak perempuan minta waktu beberapa

hari untuk mempertimbangkan dan memutuskan dengan mengemukakan berbagai

alasan. Orang Jawa punya etika untuk tidak mempermalukan orang lain dihadapan

umum (Noviana, 2007: 11).

4. Asok tukon

Secara harafiah asok berarti memberi, tukon berarti membeli. Namun, secara

kultural, asok tukon berarti pemberian sejumlah uang dari pihak keluarga calon

Page 57: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

42

pengantin pria kepada calon pengantin wanita sebagai pengganti tanggung jawab

orangtua yang telah mendidik dan membesarkan calon pengantin wanita

Bratisiswara (dalam Suwarno, 2006:38). Tukon bukan jaul beli dalam perkawinan.

Uang tukon dimaksud sebagai pengganti tanggung jawab pendidikan dan

pemeliharaan gadis yang dikawinkan.

Jumlah tukon tidak ditentukan atau tergantung kemampuan, walaupun ada

yang beranggapan bahwa tukon merupakan kebanggaan keluarga. Maksudnya,

orangtua wanita merasa bangga apabila mendapat tukon yang besar jumlahnya.

Sebaliknya, orangtua calon pengantin pria juga merasa bangga apabila dapat

memberikan tukon yang besar jumlahnya.

5. Ningseti

Ningseti dalam bahasa Indonesia artinya mengencangkan tali ikatan. Bila

lamaran diterima, pada hari yang disepakati keluarga pihak laki-laki datang lagi

kerumah pihak perempuan. Maksud kedatangan untuk menyerahkan beberapa barang

penyerahan (peningset) sebagai bukti bahwa anak perempuan tersebut akan

dijodohkan. Dengan peningset ini hubungan sudah menjadi setengah resmi dan

terikat dan tidak boleh dijodohkan dengan laki-laki lain. Namun demikian belum

diperbolehkan berkumpul layaknya orang rumah tangga.

Tujuan peningset adalah agar calon suami istri tidak berpaling pada pilihan

lain. Susilanti (dalam Suwarno, 2006: 39). Pada saat pertemuan penyerahan untuk

menyerahkan peningset, biasanya dibicarakan juga hari perkawinannya. Dalam adat

Jawa, yang mempunyai hajat mengawinkan adalah pihak orang tua perempuan,

sehingga hari yang baik untuk perkawinan biasnya ditentukan pihak orang tua

pengantin perempuan. Jika tidak ada halangan yang luar biasanya pentingnya,

Page 58: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

43

biasanya pihak laki-laki hanya menyetujui saja hari yang disodorkan oleh orang tua

anak perempuan (Noviana, 2007: 11).

5. Sanggan Srah-srahan

Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006: 47) srah-srahan adalah upacara

penyerahan barang-barang dari pihak calon pengantin pria kepada calon pengantin

wanita dan orangtuanya sebagai hadiah atau bebana menjelang upacara panggih. Srah-

srahan merupakan acara yang tidak baku, tetapi hanya sebagai nepa palupi atau

melestarikan adat budaya yang telah berjalan dan dipandang baik. Srah-srahan hanya

merupakan acara tambahan dalam acara mantu. Srah-srahan ini sering disatukan

dengan penyerahan jenis barang-barang yang ada hubungannya dengan perkawinan

seperti peningset dan tukon.

Masa pertunangan biasanya pendek saja. Terkadang sekedar dua hari, jarang

lebih dari sebulan. Menurut adat, ketika persetujuan tercapai, pemuda memberikan

suatu hadiah bagi pemudinya; dan nanti, pada saat upacara perkawinan, memberikan

sesuatu yang lain lagi. Hadiah-hadiah ini walaupun bisa diserah terimakan oleh

orangtua laki-laki kepada orangtua perempuan sebagai wakil pasangan baru tersebut

bukan harga pengantin bukan pula mas kawin, melainkan sebuah pertanda bahwa

persetujuan telah tercapai.

Hadiah atau hadiah-hadiah yang diberikan sebelum perkawinan itu bisa

mahal bisa pula murah, bergantung kepada adat kebiasaan yang ada pada kelompok

maasyarakat, tempat pasangan itu hidup (Childred Geertz, 1985: 65).

Selain peningset pihak keluarga pihak laki-laki juga menyerahkan sanggan

srah-srahan (beberapa macam barang untuk diserahkan). Tujuan penyerahan srah-

srahan untuk membantu meringankan beban calon besan waktu hajatan.

Page 59: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

44

Secara tradisi, hadiah sangat mahal berupa beberapa sapi dan beberapa

perabot rumah tangga yang berat atau semacamnya dapat diserahkan kira-kira

seminggu sebelum perkawinan. Inilah yang dinamakan sasrahan, yang secara harfiah

berarti ”sesuatu yang diserahkan”, dan biasanya tidak pula dikembalikan apabila

perkawinan itu tidak langgeng. Dewasa ini hadiah yang mahal-mahal demikian jarang

diadakan, kecuali oleh sementara penduduk desa yang kaya (Childred Geertz, 1985:

65-67).

Beberapa prosesi perkawinan priyayi (www.indonesiabrides.com). antara lain:

1. Majang

Majang artinya menghias. Dalam rangkaian upacara perhelatan perkawinan.

Majang berarti menghias rumah pemangku hajat. Tempat-tempat yang dipajang antara

lain: (a). depan rumah dengan dipasang tratag (bangunan sementara atau tambahan

yang terbuat dari atap dekli atau seng dengan penyangga bambu, kayu, rangkaian besi

permanent); berguna untuk tempat duduk tamu; (b). kamar pengantin yang di sebut

pasren penganten.

Majang didukung penyiapan kediaman pemangku hajat, misalnya rumah dan

pagar dicat kembali sehingga tampak baru. Kebun dan perkarangan dibersihkan,

taman dirapikan sehingga tampak Indah. Hiasan gambar, foto, dan seisi rumah ditata

sehingga rapi dan enak dipandang.

2. Tarub

Menurut Adrianto (dalam Suwarno, 2006: 75) tarub di lingkungan keratin

Yogyakarta diartikan sebagai suatu atap sementara di halaman yang dihias dengan

janur melengkung pada tiangnya dan bagian tepi tarub untuk perayaan pengantin.

Tarub terbuat dari anyaman blarak (daun kelapa) untuk keperluan sementara atap

tambahan. Tarub melambangkan kumpulan orang banyak secara bersama-sama

Page 60: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

45

melakukan suatu pekerjaan untuk membantu penyelenggaraan perhelatan mantu

(pernikahan).

3. Tuwuhan

Tuwuhan merupakan pajangan mantu (perkawinan) yang berupa paduan

batang buah daun tertentu di gapura tarub depan rumah. Pemasangan tuwuhan

dilakukan secara berurutan, yakni mjang, tarub, dan tuwuhan. Pasang tuwuhan

dilaksanakan oleh orang yang berpengalaman, yakni orang yang dapat melakukan dan

memilih tuwuhan (tumbuhan) yang dipajang sehingga makna yang terkandung di

dalamnya dapat tercakup semuanya (Suwarno, 2006: 79).

( Suwarno, 2006: 28) tuwuhan melambangkan hal-hal berikut: (a).

pengharapan akan kemakmuran; (b). semangat hidup baru (tuwuh = tumbuh ) yang

terus tumbuh; pengantin mulai tumbuh kehidupan baru, membangun rumah tangga,

tumbuh tanggung jawab, tumbuh pikiran demi kecekupan kebutuuhan hidup, dan

tumbuh sikap mandiri; (c). hidup dan kehidupan; tumbuh-tumbuhan yang dipasang

masih segar melambangkan kehidupan yang senantiasa tumbuh dan berkembang; (d).

harapan bahwa hidup pengantin akan berkembang menuju kebahagiaan; (e). harapan

keharmonisan dan keindahan hidup perkeluarga seperti harmoni dan keindahan

berbagai tuwuhan yang dipasang pada tarub; (f). harapan bahwa pengantin akan

segera diberi keturunan yang dapat mengembangkan keluarga.

(Suwarno, 2006: 28) pemasangan tuwuhan bertujuan: (a). menciptakan

suasana Indah, serasi, dan menyejukkan; (b). menyambut kehadiran keluarga baru

(pengantin baru) dengan harapan yang Indah yang tercermin dalam berbagai

tumbuhan; (c). menyambut kehadiran ntamu dan sanak saudara dengan keramahan

dan kesejukkan; (d). menyambut berkah Tuhan Yang Mahaesa bagi pengantin baru

dengan doa dan syukur (Bratasiswara dalam Suwarno, 2006: 81).

Page 61: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

46

3. Disengker.

Sudaryanto & Pranowo (dalam Suwarno, 2006: 95). Sengkeran berasal dari

kata sengker yang artinya dipingit. Sengkeran adalah pengamanan sementara bagi

calon pengantin putra dan putri sampai upacara panggih selesai. Bratasiswara (dalam

Suwarno, 2006: 95). Pengantin ditempatkan di lingkungan atau tempat khusus yang

aman dan tidak diperkenankan meninggalkan lingkungan sengkeran.

Sengkeran dilakukan menjelang hari penikahan. Pada zaman dahulu,

sengkeran dilakukan selama 40 hari. Tujuan sengkeran adalah untuk mempersiapkan

diri secara fisik (pangadining sarira-membentuk kecantikan diri dan kesehatan)

Ariani (dalam Suwarno, 2006: 95).

4. Siraman

Siraman adalah upacara mandi kembang bagi calon pengantin wanita dan

pria sehari sebelum upacara panggih. Siraman juga disebut adus kembang, karena air

yang digunakan dicampur dengan kembang sritaman. Sri artinya raja, taman artinya

tempat tumbuh. Jadi, sritaman berarti dipilih bunga khusus (rajanya bunga), yaitu

bunga mawar, melati, dan kenanga. Siraman juga dipamor. Air mandi yang digunakan

siraman merupakan perpaduan (pamoring) air suci dari berbagai sumber air, dicampur

(diwor) menjadi satu. Selain itu, siraman juga merupkan awal pembukaan pamor

(aura)agar wajah calon pengantin tampak bercahaya (Suwarno, 2006: 99).

Sebelum air dimandikan pada calon pengantin laki-laki dan perempuan air itu

sudah diberi mantra-mantra oleh juru sembaga (dukun manten). Ada tujuh pitulungan

(penolong) yang melakukan proses siraman. Airnya merupakan campuran dari

kembang setaman yang disebut banyu perwitosari yang jika memungkinkan diambil

dari tujuh mata air (www.indonesiabrides.com). Upacara siraman ini dipimpin oleh

dukun manten, dalam bahasa Jawa di sebut sembaga.

Page 62: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

47

Upacara adat siraman ini biasanya dilakukan di tempat khusus dengan hiasan

dengan sangat indah. Satu persatu para orang tua menyiramkan air siraman ke tubuh

calon pengantin perempuan dengan berdoa dalam hati semoga calon pengantin dapat

mengikuti prosesi pernikahan dengan selamat dan kelak dapat membangun rumah

tangga yang baik. Yang terakhir menguyur air sekar setaman ke tubuh calon

pengantin perempuan adalah juru sembaga dengan air dalam kendhi. Selanjutnya ayah

calon pengantin perempuan membanting kendhi tersebut sampai pecah dengan

mengucapkan doa yang kira-kira bunyinya sebagai berikut “niat ingsun ora mecah

kendhi, nanging mecah pamore anakku”artinya niat saya bukan memecah kendhi,

tetapi memecah pamornya anak saya (Noviana, 2007: 13).

5. Dodol Dawet

Dodol dawet maksudnya bapak dan ibu calon pengantin perempuan menjual

dawet. Pembelinya adalah para tamu yang diundang, para tetangga, dan sanak

keluarga. Zaman dulu, uang yang digunakan dari pecahan genting, tetapi dengan

kreasi oleh para seniman telah dihasilkan koin yang terbuat dari tembikar (tanah liat

yang dibakar) dan dihiasi nama calon pengantin laki-laki dan perempuan.

Upacara adat atau ritual ini mengandung doa atau permohonan kepada yang

kuasa agar besok pada saat pelaksanaan upacara pernikahan atau resepsi nanti banyak

tamu yang berdatangan memberi doa restu. Setelah dawet terjual dawet terjual habis,

dan tamu-tamu pamit pulang, uang koin hasil penjualan diberikan kepada calon

pengantin perempuan yang telah mengunggu didalam kamar. Pemberian ini sebagai

lambang pemberian terakhir dari orang tuanya, karena selanjutnya tugas memberikan

kesejahteraan akan diambil alih oleh calon suaminya nanti (Noviana, 2007: 13).

Page 63: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

48

6. Upacara Ngerik

Marmien Sardjonno Yosodipuro (dalam Suwarno, 2006: 419) menguraikan

bahwa upacara adalah menghilangkan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar dahi

agar tampak bersih dan wajahnya menjadi bercahaya. Upacara ngerik dimaksudkan

untuk membuang rasa sial (sebel).

Rambut pengantin putri dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa

wangi. Perias mulai merias calon pengantin, wajahnya dirias dan rambutnya

digelung sesuai dengan pola upacara perkawinan yang telah ditentukan. Sesudah

pengantin didandani dengan kebaya yang bagus yang telah disiapkan dan kain batik

motif sidomukti dan sidoasih, melambangkan dia akan hidup makmur dan dihormati

oleh sesama. Malam itu, ayah dan ibu calon mempelai putri memberikan suapan

terakhir kepada putrinya, karena mulai besok, dia sudah berada dibawah tanggung

jawab suaminya. Sesaji untuk ngerik sama dengan sesaji siraman. Jadi untuk

praktisnya, seluruh sesaji siraman dibawa masuk kekamar pelaminan dan menjadi

sesaji untuk ngerik (http://jagadkejawen.com).

7. Jonggolan

Sebagaimana diuraikan oleh Bratasiswara (dalam Suwarno, 2006: 123)

jonggolan adalah kehadiran calon pengantin pria ke kediaman keluarga pihak putri

(calon pengantin wanita). Jonggolan dilakukan pada waktu malan sehari sebelum

upacara pernikahan atau panggih. Calon pengantin pria diantar sanak saudaranya ke

tempat calon besan memiliki beberapa makna, antara lain: (1). Sebagai tanda bahwa

kedua calon pengantin betul-betul siap untuk dinikahkan; (2). Membantu petugas

untuk memudahkan pemeriksaan perlengkapan perkawinan sehingga acara

selanjutnya dapat berjalan lancar; (3). Membuat keluarga pihak putri dan calon

pengantin tenang dan mantap untuk upacara selanjutnya karena tidak ada yang perlu

Page 64: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

49

dikhawatirkan; (4). Untuk nyanti, yakni calon pengantin pria diberikan arahan tenang

bekal pernikahan dan berbagai upaya cara panggih, sera bekal hidup berumah tangga.

8. Tantingan

Tantingan disebut juga panuntunan, yakni upacara untuk menanyakan tentang

kesediaan calon pengantin wanita untuk dinikahkan dengan calon pengantin pria.

Tantingan ini dilakukan untuk mendapat kepastian terakhir tentang kesediaan calon

pengantin wanita untuk dinikahkan (Suwarno, 2006: 124). Upacara tantingan

dilatarbelakangi oleh proses perjodohan zaman dahulu. Pada zaman dahulu,

perjodohan dilakukan oleh orangtua. Oleh karenanya, kedua calon pengantin sering

belum saling mengenal, dan baru kenal ketika menjadi pengantin, kenal lebih dalam

ketika di upacara krobongan dan dipajang di pelaminan dari pagi hingga malam. `

9. Ngapeman

Dikaraton Ngayogyakarta, sebelum malam midodareni Sri Sultan

Hamangubuwono X dan permaisuri dibantu oleh beberapa putri karaton dan wanita

abdi dalem, membuat kue apem di Bangsal Keputren (http://jagadkejawen.com).

10. Midodareni

Midodareni adalah upacara untuk mengharapkan berkah Tuhan Yang Mahaesa

agar memberikan keselamatan kepada pemangku hajat pada perhelatan hari

berikutnya. Secara khusus, pemangku hajat mengharapkan turunnya wahyu

kecantikan bagi calon pengantin wanita sehingga kecantikannya diibaratkan bidadari

dalam Suwarno, 2006: 133).

Dalam hal ini berkaitan dengan sebuah legenda “Ki Jaka Tarub”tepat tengah

malam Dewi Nawangwulan (istri Jaka Tarub) akan turun dari khayangan untuk

memberikan berkah pangestu dan menambah kecantikan kepada penganti perempuan,

sehingga laksana bidadari widodari.

Page 65: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

50

Pada zaman sekarang, acara midodareni berubah sedikit menjadi acara

pertemuan keluarga dari pengantin laki-laki dengan keluarga calon perempuan disertai

secara resmi berupa penyerahan barang-barang (sanggahan srah-srahan) sebagai

upaya bantuan diadakannya upacara adat besok harinya (Noviana, 2007: 14).

Midodareni merupakan upacara yang cukup sakral. Pada siang harinya, kedua

calon pengantin telah disirami, disuci raga dan jiwa, malam hari siap untuk menerima

anugerah wahyu jodoh, dan mempersiapkan keesokkan harinya untuk dinikahkan.

Pada malam itu juga dilaksanakan acara permohonan (doa) dengan tirakatan.

Tirakatan merupakan cara berdoa menyampaikan permohonan kepada Tuhan Yang

Mahaesa. Pada akhir rangkaian tirakatan midodareni ada upacara wilujengan (upacara

selamatan) (Suwarno, 2006: 134).

(Suwarno, 2006: 135) adapun tujuan midodareni adalah sebagai berikut: (a)

menunjukkan tekad bulat dan suci untuk siap menjalankan pernikahan; (b) pernyataan

syukur kepada Tuhan karena telah siap untuk dinikahkan. Pernikahan anak merupakan

kebahagian tak terhingga bagi orangtua; (c) permohonan kepada Tuhuan agar

pelaksanaan acara berikutnya berjalan lancar dan selamat; (d) sebagai sarana menjalin

kekerabatan, kerukunan, kekompakan bersama antara pemangku hajat, pinisepuh,

sesepuh, dan kerabat tetangga; (e) meminta doa restu (bantuan) para hadirin agar

perhelatan berjalan selamat dan lancar; (f) mempersiapkan berbagai kebutuhan dan

acara hari berikutnya. Acara hari berikutnya merupakan acara inti, sacral, dan agung

(yaitu pernikahan dan upacara panggih, resepsi).

12. Kembar Mayang

Kembar artinya sama, mayang adalah bunga. Kembar mayang adalah sepasang

bunga yang bentuknya sama khusus untuk upacara pengantin, kecuali pada upacara

pengantin yang tidak menggunakan kembar mayang (Suwarno, 2006: 135).

Page 66: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

51

13. Majemukan

Majemuka adalah selamatan (rasulan) di malam midodareni (Bratasiswara

dalam Suwarno, 2006: 140). Majemuka dilandaskan pada tengah malam dan diikuti

para tamu yang akan hadir dalam tirakatan. Majemukan bertujuan: (1).

Menyampaikan doa kepada Tuhan agar mengampuni segala dosa, dapat mengikuti

untunan rasul, dan dapat meneladani para leluhur; (2). Menyampaikan permohonan

kepada Tuhan agar pelaksanaan perhelatan hingga akhir berjalan dengan lancerdan

selamat; (3). Menyampaikan permohonan kepada Tuhan agar semua pendukung acara

diberikan kekuatan dan kesehatan; (4). Menjalin kekompakan, kebersamaan, dan

kekerabatan dengan para amu dan tetangga.

13. Langkahan

Langkahan ini dilakukan apabila yang dilamar masih mempunyai kakak, baik

pria maupun wanita yang masih belum kawin. Upacara ini dilakukan agar adiknya

yang akan kawin terlebih dahulu tidak menemui kesulitan dalam hidupnya dan

kakaknya segera mendapatkan jodoh. Upacara langkahan ini dimaksudkan meminta

izin dan mohon doa restu untuk mendahului kawin. Upacara ini dilakukan setelah

upacara midodareni atau sebelum akad nikah.

(Suwarno, 2006: 273) upacara langkahan memeiliki beberapa makna dan

tujuan sebagai berikut:

a. memohon doa restu kepada kakak calon pengantin karena akan melaksanakan pernikahan terlebih dahulu.

b. Menunjukkan kebesaran jiwa sang kakak (yang dilangkahi) untuk rela (lila legawa) jika adiknya menikah menikah terlebih dahulu; perjodohan merupakan rahasia Tuhan.

c. Pernyataan hormat dan bakti adik kepada kakaknya, maka calon pengantin meminta izin kepada kakaknya untuk menikah lebih dahulu.

d. Pernyataan kasih sayang kakak kepada adik, maka kakaknya mengizinkan dan mendoakan adiknya yang akan menikah terlebih dahulu, semoga bahagia.

e. Menunjukkan kepada kerabat bahwa dalam keluarga tumbuh suasana saling mengasihi, menyayangi, dan menghormati.

Page 67: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

52

Pada upacara adat langkahan ada tiga acara yang harus diikuti yaitu sabetan

lalu putus lawe, kemudian sungkeman.

Sabetan yaitu kakak pengantin mengambil lidi sebanyak disabetkan kepundak

calon pengantin sebanyak tiga kali, sebagai menyebetkan lidi ke pundak adiknya

(pengantin perempuan), kakaknya berdoa berdoa dalam hati semoga kesalahan

adiknya diampuni yang maha kuasa dan kelak rumah tangganya bahagia selamanya.

Lidi tujuh batang melambangkan hari-hari biasanya, dan benang lawe helai

melanmbangkan hari-hari (pasaran) Jawa.

Putus lawe ini dilakukan apabila kakak dari pengantin perempuan adalah laki-

laki. Biasanya ini dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan keris kecil

atau gunting untuk memotong benang lawe yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Acara ini melambangkan bahwa kakaknya telah ikhlas mengizinkan adiknya untuk

mendahului kawin.

Sungkeman ini dilakukan dikamar pada saat pengantin masih menggunakan

busana pengantin. Calon pengantin lalu menyembah pada kakaknya dengan

mengucapkan kata-kata sebagi berikut : “kang mas atau mbakyu, saya akan kawin

dahulu.untuk itu saya mohon izin mendahului kang mas atau mbakyu, serta mohon

doa restu, agar rumah tangga yang akan saya bangun dapat selamat dan bahagia

selamanya. Saya juga mendokan agar kang mas atau mbakyu segera mendapat jodoh

yang dinginkan”. Dan kakaknya menjawab “iya adikku, saya izinkan engkau kawin

lebih dulu, semoga rumah tanggamu tentram, bahagia, dan sejahtera. Terimah kasih

atas doamu semoga saya juga segera mendapat jodoh juga”. Dilanjutkan dengan

pemberian cendera mata kepada kakaknya berupa apa saja sesuai kemampuan

biasanya berupa busana lengkap seprei kopiah, baju, sarung, celana, dan sepatu atau

sandal.

Page 68: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

53

13. Nyantri

Sewaktu rombongan keluarga temanten pria pulang dari upacara midodareni,

calon penganten pria juga ikut diajak pulang. Tetapi, bila calon mempelai pria nyantri,

maka dia ditinggal dirumah calon mertuanya. Tentu nyantri sebelumnya sudah

dibicarakan dan disetujui kedua pihak. Tata caranya: Orang tua calon mempelai pria

melalui jurubicara keluarga mengatakan kepada orang tua calon mempelai wanita,

bahwa calon mempelai pria tidak diajak pulang dan menyerahkan tanggung jawab

kepada orang tua calon mempelai putri. Setelah keluarganya pulang, ditengah malam

dia dipersilahkan masuk rumah untuk makan, tidak boleh ketemu calon istrinya dan

sesudah itu diantar kekamar tidur untuk beristirahat.

Nyantri dilaksanakan untuk segi praktisnya, mengingat besok pagi dia sudah

harus didandani untuk pelaksanaan ijab kabul/pernikahan. Juga untuk keamanan

pernikahan, kedua calon mempelai sudah berada disatu tempat

(http://jagadkejawen.com).

14. Maskawin (mahr) dan Pemberian Lainnya

Pada setiap upacara Perkawinan, Undang-Undang Islam mewajibkan pihak

laki-laki untuk memberikan maskawin. Pemberian ini dapat dilakukan secara tunai

atau cicilan yang berupa uang, atau barang, atau uang bersamaan dengan barang.

Kebiasaan memberikan maskawin dalam bentuk uang dan barang ini merupakan

kebiasaan yang lazim dilakukan di Negeri ini, mengingatkan kuatnya pengaruh adat

setempat. Sebagai contoh, maskawin yang diberikan berupa sejumlah uang tertentu

ditambah dengan sehelai songket atau bentuk cincin merupakan hal yang lazim pada

setiap perkawinan di kalangan orang melayu di Negeri ini. Jumlah dan bentuk

maskawin akan disebutkan secara rinci pada waktu akad nikah dilangsungkan,

sedangkan penyerahannya dilakukan di hadapan orang yang akan melaksanakan

Page 69: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

54

perkawinan dengan disaksikan oleh dua orang. Orang yang akan mengupacarakan

perkawinan yang merupakan pegawai pendaftar kemudian akan mencatat:

a. besar serta bentuk maskawin itu, b. besarnya pemberian yang lain, c. besarnya maskawin itu atau pemberian lainnya yang dijanjikan akan dibayar, d. jaminan bagi dibayarnya maskawin atau pemberian yang telah di janjikan.

Tentang besarnya maskawin tidak ditentukan secara pasti; semuanya

diserahkan kepada pihak-pihak yang akan kawin. Biasanya dalam hal ini pun terdapat

perpaduan di antara agama Islam dan adat setempat. Beberapa faktor turut berperan

dalam menentukan besarnya maskawin ini, yang status sosial orang tua mempelai

perempuan, pendidikan, dan lain-lain (Rasjidi, 1991: 42).

16. Akad Nikah

Upacara akad nikah, harus sesuai waktu yang baik yang tidak dihitung

berdasarkan primbon Jawa. Biasanya acaranya dipagi hari. Walau akad nikah adalah

sah secara hukum tetapi dalam kenyataannya masih banyak perhatian orang terpusat

pada upacara temu yang terkadang menganggap sebagai bagian terpenting hari

perayaan perkawinan. Padahal sebetulya peristiwa terpenting bagi calon pengantin

adalah saat pemasangan cincin kawin yang setelah itu penghulu menyatakan bahwa

mereka sah sebagai suami istri (http:// www. Google.com).

Ijab adalah hal paling penting untuk melegalisir sebuah perkawinan. Ijab atau

perkawinan dilaksanakan sesuai dengan agama yang dianut kedua pengantin, Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu. Perkawinan diakui sah oleh Negara sesuai

dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan (http://jagadkejawen.com).

Page 70: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

55

Akad nikah atau ijab qobul merupakan kewajiban hukum yang harus

dilakukan oleh warga Negara yang akan kawin. Orang Jawa juga menghormati hukum

Negara, dan menganggap perkawinan baru sah jika dilakukan dihadapan pejabat dari

kantor urasan agama sebagai wakil Negara. Pelaksanaan akad nikah ini dilakukan

dikantor urusan agama bagi warga yang beragama muslim dan kantor pencatatan sipil

bagi komunitas nonmuslim. Jika akad nikah dilakukan di rumah yang punya hajat,

maka waktunya sebelum upacara ada berlangsung.

17. Upacara Panggih

Upacara panggih yaitu tradisi pertemuan antara pengantin pria dan wanita.

Acara panggih dilaksanakan setelah ijab atau akad nikah (bagi pemeluk agama Islam)

atau sakramen bagi pemelukagama Nasrani (kristen dan katolik). Acara tersebut

dilaksanakan secara berurutan dan tidak boleh dibalik (Suwarno, 2006: 189).

(Suwarno, 2006: 135) upacara panggih merupakan upacara puncak bagi tradisi

perkawinan Jawa dan penuh kehormatan. Tanda-tanda kehormatan antara lain:

a) Tempat duduk pengantin dipersiapkan secara khusus. b) Pengantin bak raja sehari dengan pakaian kebesaran bagai seorang raja. c) Pada acara panggih para tamu dimohon berdiri memberikan penghormatan

jalannya upacara panggih. d) Jalannya upacara panggih diiringi gendhing-gendhing yang khusus untuk

pelaksanaan panggih. e) Selama panggih tidak boleh disisipi acara lain, baik hidangan maupun hiburan. f) Upacara panggih dilaksanakan seara agung dan khidmat.

(Suwarno, 2006: 190) upacara panggih bertujuan: (a) Untuk memperoleh

pengukuhan secara adat atas perjodohan dua insan yang sudah terikat tali pernikahan;

(b) Untuk memperkenalkan kepada khayalak (masyarakat) tentang terjadinya

perkawinan sekaligus mendapatkan pengakuan secara adat; (c) Untuk mendapatkan

doa dan restu pada sesepuh dan semua tamu yang hadir.

Upacara akad nikah, harus sesuai waktu yang baik yang tidak dihitung

berdasarkan primbon Jawa. Biasanya acaranya dipagi hari. Walau akad nikah adalah

Page 71: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

56

sah secara hukum tetapi dalam kenyataannya masih banyak perhatian orang terpusat

pada upacara temu, yang terkadang menganggap sebagai bagian terpenting hari

perayaan perkawinan. Padahal sebetulya peristiwa terpenting bagi calon pengantin

adalah saat pemasangan cincin kawin yang setelah itu penghulu menyatakan bahwa

mereka sah sebagai suami-istri.

Usai akad nikah dilakukan upacara panggih, pertemuan antara pengantin

wanita yang cantik dengan pengantin laki-laki yang tampan didepan rumah yang

dihias dengan taman tarub. Pengantin laki-laki diantar oleh keluarga dekatnya (tetapi

bukan orang tuanya karena mereka tidak boleh berada selama upacara), tiba dirumah

dari orang tua pengantin wanita dan berhenti didepan pintu gerbang. Pengantin

wanita, diantar oleh dua wanita yang dituakan, berjalan keluar dari kamar pengantin.

Orang tuanya dan keluarga dekatnya berjalan dibelakangnya. Di depan dua puteri

disebut patah, dengan membawa kipas. Dua wanita dituakan atau dua putera

membawa dua kembar mayang yang tingginya sekitar satu meter atau lebih. Satu

orang wanita dari keluarga pengantin laki-laki berjalan keluar dari barisan dan

memberi sanggan ke ibu pengantin perempuan, sebagi tanda dari penghargaan kepada

tuan rumah dari upacara. Dimana kembang mayang dibawa keluar rumah dan

diletakkan dipersimpangan dekat rumah yang tujuannya untuk mengusir roh jahat.

Selama upacara panggih, pemaes, menjadi pemimpin dari upacara, memberi

piring ke pengantin wanita (dengan nasi kuning, dadar telur, tahu, tempe, abon dan

hati ayam). Pertama, pengantin laki-laki membuat tiga bulatan ecil dari nasi

dengantangan kanannya dan diberinya ke pengantin wanita. Setelah pengantin wanita

memakannya, dia melakukan sama unuk suaminya. Setelah selesai, mereka minum

teh manis. Upacara itu melukiskan bahwa pasangan akan menggunakan dan

menikmati hidup bahagia satu sama lainnya.

Page 72: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

57

18. Balang Suruh

Kedua pengantin bertemu dan berhadapan langsung pada jarak sekitar dua

atau tiga meter, keduanya berhenti dan dengan sigap saling melempar ikatan daun

sirih yang diisi dengan kapur sirih dan diikat dengan benang. Ini yang disebut ritual

balangan suruh.

Kedua pengantin dengan sungguh-sungguh saling melempar sambil

tersenyum, diiringi kegembiraan semua pihak yang menyaksikan. Menurut

kepercayaan kuno, daun sirih punya daya untuk mengusir roh jahat. Sehingga dengan

saling melempar daun sirih, kedua pengantin adalah benar-benar pengantin sejati,

bukan palsu. Melempar daun sirih yang melambangkan cinta kasih dan kesetiaan

(http://jagadkejawen.com).

19. Wijidadi

Pengantin laki-laki mengijak telur dengan kaki kanannya. Pengantin

perempuan mencuci kaki pengantin laki-laki dengan mengggunakan air dicampur

dengan bermacam bunga. Itu melukiskan bahwa pengantin laki-laki siap untuk

menjadi ayah yang bertanggung jawab dan pengantin perempuan akan setia melayani

setia suaminya (www.indonesiabrides.com).

Acara ini melambangkan harapan orang Jawa agar pengantin berdua pecah

pikirnya, untuk berkarya, bekerja dan bertanggung jawab dalam membangun keluarga

yang sejahtera lahir dan batinnya.

20. Sindurbinayang

Setelah upacara wiji dadi, ayah pengantin perempuan mengantar pasangan

pengantin ke kursi pengantin, ibu pengantin perempuan menutup pundak pasangan

pengantin dengan sidur. Itu berarti bahwa ayah akan menunjukkan jalan kebahagiaan.

Ibu memberi dorongan moral (www.indonesiabrides.com).

Page 73: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

58

Acara ini menggambarkan doa orang Jawa agar kelak pengantin berdua dalam

menjalani kehidupan keluarga penuh dengan kehati-hatian, perhitungan, cermat dan

hemat. Sedangkan ibu yang mengiringi dari belakang sambil memegang bahu mereka

diibaratkan sebagai dorongan bahwa jika nanti menemui cobaan atau kesusahan

dalam rumah tangga tidak putus asaan tetapi tetap bersemangat memperbaiki kembali.

21. Upacara Sungkeman

Sepasang pengantin melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang

tua. Mula-mula kepada orang tua pengantin wanita kemudian kepada orang tua

pengantin pria. Sungkem adalah merupakan bentuk penghormatan tulus kepada orang

tua dan pinisepuh.

Pada waktu sungkem (menghormat dengan posisi jongkok, kedua telapak

tangan menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi), keris yang dipakai

pengantin pria dilepas dulu dan dipegangi oleh perias, sesudah selesai sungkem, keris

dikenakan kembali.

Orang tua dengan haru menerima penghormatan berupa sungkem dari putra

putrinya dan pada waktu yang bersamaan juga memberikan restunya supaya

keduanya menempuh hidup rukun, sejahtera. Orang tua pengantin sudah memberikan

restu yang dilambangkan dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum

artinya miliki rejeki yang cukup selama hidup. Kedua orang tua menggunakan ikat

pinggang besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang

melekuk-lekuk, artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu

bertindak hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini

(http://jagadkejawen.com).

Page 74: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

59

22. Timbang

Kedua pasangan pengantin duduk diatas pangkuan ayah dari pengantin wanita,

sementara dia bicara bahwa mereka sama beratnya, berarti cinta mereka sederajat.

Disebut timbang karena kasih sayang orang tua sama beratnya meskipun yang satu

hanya anak menantu tetapi sudah dianggap anak sendiri.

23. Tanem

Ayah pengantin wanita mendudukan pasangan pengantin ke kursi pengantin.

Itu melukiskan bahwa ayah pengantin wanita menyetujui perkawinan.

24. Tukarkalpika

Pertukaran cincin pengantin simbol dari tanda cinta

25. Kacar kucur/Tampakaya

Sadila (dalam Suwarno, 2006: 197) kacar kucur/Tampakaya melambangkan

seorang suami yang tidak curang, semua hasil jerih payahnya diperuntukkan bagi

keluarga, istri harus pandai mengatur ekonomi rumah tangga. Pasangan pengantin

berjalan bergandengan tangan dengan jari kelingking ke tempat upacara kacar kucur

atau tampakaya. Pengantin perempuan mendapat dari pengantin laki-laki beberapa

kedelai, kacang, padi, jagung, beras kuning, jamu dlingo bengle, bunga, dan beberapa

mata uang yang berbeda nilainya (jumlah dari mata uang harus genap). Itu melukiskan

bahwa suami akan memberi semua gajinya ke istrinya. Pengantin perempuan sangat

berhati-hati dalam menerima pemberiannya didalam kain putih, diatas tikar yang

sudah diletakkan dipangkuannya. Dia akan mengurus dan menjadi ibu rumah tangga

yang baik.

Page 75: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

60

26. Dahar Kalimah/Dahar Kembul

Pasangan pengantin makan bersama dan menyuapi satu sama lain. Acara ini

menggambarkan tekad pengantin berdua, bahwa berat dan ringannya kehidupan

berkeluarga akan dihadapi dan dipikul bersama.

27. Bubak Kawah

Bubak kawah adalah membuka jalan mantu atau mantu yang pertama

Sudaryanto & Pranowo (dalam Suwarno, 2006: 275). Sutawijaya & Yatma (dalam

Suwarno, 2006: 275) menyatakan bahwa bubak kawah adalah upacara adat yang

dilaksanakan ketika orangtua mantu pertama atau terakhir.

Suwarno (2006: 276) tujuan dan makna bubak kawah adalah sebagai

berikut:

a. Pernyataan syukur kepada Tuhan bahwa telah dapat mengawali mantu. b. Permohonan kepada Tuhan agar penagntin diberikan kekuatan, kesegaran jasmani dan rohani, ayem tentrem. c. harapan agar pengantin dikaruniai anak. d. menunjukkan tanggung jawab orangtua terhadap putrinya. Walaupun susah payah untuk melaksanakan perhelatan, tetapi badan dan pikiran tetap segar bugar sepoerti segarnya rujak degan. e. menunjukkan kepada kerabat amu bahwa perhelatan mantu yang pertama.

Ayah pengantin putri sesudah upacara Panggih minum rujak degan/ kelapa

muda didepan krobongan. Lalu istrinya ikut mencicipi minuman tersebut sedikit dari

gelas yang sama, diikuti anak menantu dan terakhir pengantin wanita. Bubak kawah

merupakan perlambang permohonan supaya pengantin segera dikaruniai keturunan

`(http://www.karatonsurakarta.com).

28. Tumplak Punjen

Ritual tumplak punjen ini dilakukan oleh orang tua yang mengawinkan

putrinya untuk terakhir kali. Tumplak artinya menuang atau memberikan semua,

punjen adalah harta orang tua yang telah dikumpulkan sejak mereka berumah tangga.

Page 76: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

61

Dalam ritual tumplak punjen orang tua berbahagia didepan krobongan,

memberikan miliknya ( punjen) kepada semua anak-anak dan keturunannya. Secara

simbolis kepada masing-masing diberikan sebuah bungkusan kecil yang berisi

bumbu-bumbu, nasi kuning ,uang logam dari emas, perunggu dan tembaga dll.

Dengan mengadakan tumplak punjen, orang tua ingin memberi teladan

kepada anak keturunannya, bahwa mereka sudah purna tugas dan supaya generasi

penerus selalu menyukuri karunia Tuhan dan mampu melaksanakan tugas hidupnya

dengan baik dan benar (http://www.karatonsurakarta.com).

29. Resepsi Perkawinan

Sesudah seluruh rangkaian upacara perkawinan selesai dilakukan resepsi,

dimana kedua pengantin baru diapit kedua belah pihak orang tua menerima ucapan

selamat dari para tamu.

Dalam acara resepsi tamu dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah

disediakan sambil beramah tamah dengan kerabat dan kenalan. Ada kalanya, sebelum

resepsi dimulai diadakan pementasan fragmen tari Jawa klasik yang sesuai untuk

perkawinan seperti fragmen Pergiwo Gatotkaca atau tari Karonsih, yang melukiskan

hubungan cinta kasih wanita dan pria (http://www.karatonsurakarta.com).

30. Ngunduh Mantu

Boyong penganten dilaksanakan pada hari kelima setelah pengantin tinggal di

kediaman orangtua pengantin wanita. Acara boyong penganten disebut sepasaran

(sepeken) pengantin. Sepeken artinya lima hari. Pada hari kelima pengantin diboyong

(dihadirkan/pindah) dari kediaman orangtua pengantin wanita ke kediaman pengantin

pria. Istilah boyong penganten adalah ngunduh mantu (Suwarno, 2006: 257).

Suwarno (2006: 135) beberapa tradisi yang dilakukan pada acara boyong

penganten antara lain sebagai berikut:

Page 77: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

62

1. pihak pria menerima kehadiran pengantin pria dan wanita beserta besan (orangtua pengantin wanita) dengan cara bersahaja, mengundang para tetua dan beberapa tamu tetangga.

2. ada pula yang menyelenggarakan resepsi ngunduh mantu

Upacara boyong penganten atau ngunduh mantu jatuh pada hari kelima

(sepeken) setelah upacara pernikahan. Upacara boyong penganten mengandung

makna, yakni orangtua kan “berpisah” anaknya (putrinya)karena harus membangun

keluarga yang mandiri bersama suaminya. Pada hari kelima, pengantin diboyong ke

kediaman pengantin pria. Tujuan upacara boyong penganten adalah sebagai berikut:

1. sebagai syukuran karena orangtua telah berhasil menikahkan anaknya. 2. memperkenalkan pengantin (wanita) dengan masyarakat sekitar, keluarga

mempelai pria. 3. untuk mendapatkan pengakuan (legitimasi) secara adat. 4. menjalin persaudaraan.

Orang Jawa khususnya Solo, yang repot dalam perkawinan adalah pihak

perempuan, sedangkan pihak laki-laki hanya memberikan sejumlah uang guna

membantu pengeluaran yang dikeluarkan pihak perempuan, diluar terkadang ada

pemberian sejumlah perhiasan, perabot rumah maupun rumahnya sendiri. Selain itu

saat acara ngunduh mantu (acara setelah perkawinan dimana yang membuat acara

pihak laki-laki untuk memboyong istri ke rumahnya), biaya dan pelaksanaan adalah

pihak laki-laki, walau biasanya sederhana (http://www.karatonsurakarta.com).

E. Perbedaan Perkawinan Priyayi dengan Perkawinan Masyarakat umum.

1. Sengkeran

a. Sengkeran di keraton Yogyakarta

Sengkeran dilakukan menjelang hari pernikahan. Pada zaman dahulu,

sengkeran dilakukan selama 40 hari. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri

secara fisik, membentuk kecantikan dan kesehatan. Ariani (dalam Suwarno, 2006:

95). Sengkeran bertujuan untuk memberikan pembekalan mental dan berbagai nasihat

Page 78: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

63

oleh sesepuh kepada calon pengantin dan menjaga keselamatan calon pengantin agar

tidak ‘melarikan diri’, misalnya calon pengantin tidak mau dinikahkan. Pada zaman

dahulu calon pengantin belum saling bertemu dan saling mengenal.

Pada zaman sekarang sengkeran hanya dilakukan satu sampai dua hari

menjelang pelaksanaan pernikahan, alasannya antara lain:

a) Calon pengantin sudah saling mencinta. Perjodohan oleh orangtua sudah sangat

jarang terjadi, walaupun mengkin masih ada. Orangtua tidak khawatir anaknya

akan pergi. Bahkan pernikahan tersebut atas permintaan anaknya sendiri.

b) Kesibukan calon pengantin karena pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

c) Zaman semakin maju sehingga masalah kecantikan dapat dilakukan dengan

cepat bersamaan dengan kegiatan merias.

Calon pengantin sudah pandai sehingga dianggap perlu diberi wejangan pada

waktu dan tempat khusus tenang berbagai ajaran berumah tangga karena dapat

diperoleh dari berbagai sumber buku.

Dilingkungan keraton Yogyakarta, calon pengatin pria dipingit dalem

Kasatriyan, sedangkan calon pengantin wanita dipingit di Kedhaton Kilen. Ariani

(dalam Suwarno, 2006: 96) menyebutkan urutan pingitan di keraton Yogyakarta

sebagai berikut:

a) GRAy Sindureja mengutus Abdi Dalem Kerapak dengan menggunakan

sempuran, baju jangan cemeng dengan wedung keluar dari Kagungan Dalem

Regol Kemagangan, kemudian siap memanggil calon pengantin putri dari

pondokannya sendiri. Sesampai di keraton, calon pengantin putri digandeng

ke Bangsal Sekar Kedhaton untuk dipasrahkan kepada GRAy Sindureja.

Setelah dijamu dengan hidangan dan minuman, calon pengantin wanita

ditempatkan di emper Kedhaton Kilen untuk disengker.

Page 79: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

64

b) GBPH Prabuningrat mengutus untuk menjemput Gusti Bandara Pangeran di

Kasatriyan. Busana yang dikenakan rasukan takwa, sedangkan para Gusti

Bandara Pangeran lainnya mengenakan busana Peranakan dengn sindur dan

semuanya tidak menggunakan celana (selop sandal). Setelah dijemput, calon

pengantin pria dipasrahkan kepada GBPH Prabuningrat di Nggandri

Kasatriyan. Calon pengantin dijamu dan selanjutnya disengker.

b. Sengkeran pada umumnya atau masyarakat Umum

Tata cara, waktu, dan tempat sengkeran dilakukan sebagai berikut: (a)

Sengkeran bagi calon pengantin putri di tempat khusus (mirunggan), mulai sejak

pemasangan tarub hingga upacara panggih; (b) Sengkeran bagi calon pengantin pria di

‘pondokan’ dilakukan sejak datang nyanti hingga upacara panggih, sengkeran kedua

calon pengantin jauh terpisah.

Pembatasan-pembatasan dalam sengkern bagi calon pengantin: (a) Tidak

boleh meninggalkan lingkungan sengkeran (pergi ke luar); (b) Tidak boleh berurusan

dengan pihak luar (keluar) yang tidak ada hubungannya dengan rancangan

perkawinan; (c) Meninggalkan lingkungan sengkeran untuk keperluan acara

perkawinan, seperti jonggolan dalam acara midodareni; (d) Tidak dilipatkan dalam

urusan persiapan perkawinan; (e) Segala kebutuhan makan dan terkait dengan upacara

perkawinan sudah ada yang mempersiapkan.

Adakalanya, sengkeran diperpanjang hingga lima hari. Setelah panggih atau

hingga acara boyongan pengantin. Selama menjadi pengantin baru sebelum boyongan

pengantin tidak boleh pergi jauh.

Page 80: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

65

2. tantingan

a. upacara Tantingan di Keraton Yogyakarta

Ali Murtolo (dalam Suwarno, 2006: 124) menguraikan bahwa menurut serat

Triman bab Angramakaken Putra Dalem ing Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

yang terbit tahun 1933, upacara tantingan dilaksanakan pada malam midodareni.

Pelaksanaan tantingan adalah sebagai berikut:

1) Abdi Dalem penghulu dibantu dua ketib (pembantu penghulu) sudah siap di

Bangsal Sri Panganti untuk menghadap Ngarsa Dalem Sultan tepat pukul 20.00.

2) Lurah Keparak dan Jawi (Lurah Abdi Dalem Wanita bagian luar) menghadap

Sultan untuk menyampaikan bahwa segala sesuatunya sudah siap.

3) Ngarsa Dalem kemudian menuju Dalem Traju Tresna. Setelah Ngarsa Dalem

duduk, Kyai Penghulu menghadap Sultan.

4) Sultan bertitah supaya calon pengantin wanita menghadap, kemudian

mendapatkan perintah tantingan.

5) Calon pengantin putri tanpa mengeluarkan kata-kata menghaturkan sembah. Hal

tersebut menandakan calon pengantin wanita bersedia untuk menikah. Apa yang

disampaikan oleh Ngarsa Dalem Sultan adalah sabda atau titah sehingga calon

pengantin hanya siap melaksnakan.

6) Setelah menyampaikan sembah, calon pengantin wanita, penghulu, dan ketib

mundur. Selesai.

b. Tantingan di Luar Keraton atau masyarakat Umum

Keraton Yogyakarta merupakan pusat kebudayaan Jawa sehingga segala

yang terjadi di keraton, diikuti oleh kawula (rakyat). Tata cara, upacara pengantin, dan

busana pengantin juga mengikuti perkembangan di keraton. Demikian juga, secara

tantingan di masyarakat umum mencontoh yang terjadi di keraton walaupun ada

Page 81: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

66

pengembangan atau perubahan. Pelaksanaan tantingan di kalangan masyarakat umum

adalah sebagai berikut:

1) Upacara tantingan dilaksanakan di kamar pengantin atau di ruang utama (di

ruang Padhe-padhe) atau pelaminan.

2) Kedua calon pengantin duduk berdampingan, sedangkan calon pengantin putri

duduk simpuh menghadap beberapa pinisepuh turut menyaksikan. Tantingan

dilaksanakan dengan pengeras suara sehingga calon pengantin pria dan keluarga

serta tamu mendengar dan memberikan kesaksian.

3) Ayah menanyakan kepada calon pengantin putri apakah bersediah untuk

menikah.

3. Ijab

a. Ijab Di keraton yogyakarta

Ijab merupakan inti utama dalam rangkaian perkawinan. Akad merupakan tata

cara agama, sedangkan rangkaian yang lain merupakan tradisi budaya Jawa. Di

Keraton Yogyakarta kegiatan ijab atau akad nikah dilakukan di Dalem Masjid

Panepen. Pada upacara ijab dihadiri para kerabat keraton pria saja, pernikahan

dilaksanakan oleh Sultan sendiri. Saksi berasal dari Ngarsa Abdi Dalem Lurah

Punawakan dan petugas kantor Urusan Agama Kecamatan Keraton Yogyakarta

bertindak melayani penandatanganan surat-surat untuk Sri Sultan dan pengantin pria.

Herawati (dalam Suwarno, 2006: 181) menjelaskan prosesi pernikahan GRAJ

Nurmagupita dengan KRT Suryokusuma. Prosesi diawali Ngarsa Abdi Dalem Sultan

diiringi oleh GBPH Joyokusuma dan GBPH Prabukusuma mahir di Kagungan Dalem

Dhawuh duduk di depan mihrob masjid menghadap ke timur. Kemudin, Ngarsa Abdi

Dalem Dhawuh kepada GBPH Joyokusuma dan GBPH Prabukusuma untuk

memanggil para Abdi Dalem Penghulu yang berjumlah 13 orang. Setelah itu Ngarsa

Page 82: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

67

Abdi Dalem Dhawuh GBPH Prabukusuma untuk kembali KRT Suryokusuma di

dalam Kasatriyan. KRT Suryakusuma duduk sebelah timur menghadap ke barat

berhadapan dengan Ngarsa Abdi Dalem Sultan Hamengku Buwono X. Para Gusti

Bandara Pangeran duduk di belakang dan samping kanan Ngarsa Abdi Dalem.

Setelah khotbah nikah yang sangat singkat dengan bahasa Arab oleh Kanjeng

Raden Penghulu, kemudian syahadat dan istighfar 3 kali, Ngarsa Abdi Dalem

mengucapkan lafadz ijab. Setelah mngucapkan lafadz., KRT Suryokusuma

menanggalkan Dhuwung (kerisnya). Kemudian maju untuk menandatangani

administrasi dan menghaturkan bakti kepada Sri Sultan. Ijab Kabul diakhiri dengan

doa oleh Kanjeng Raden Penghulu. Setelah itu, Ngarsa Abdi Dalem dhawuh mundur

kepada pengantin dan saksi. Acara ijab Kabul selesai.

b. Ijab Di Masyarakat Umum

Ijab antara tata cara Keraton yogyakarta dan masyarakat umum, secara prinsip,

syarat dan rukunnya tidak berbeda karena tata cara agama. Namun ada perbedaan

yang bukan merupakan syarat dan rukunnya akad nikah. Perbedaan antara lain:

1. tata cara keraton yang hadir dalam ijab adalah pria saja, pada akad nikah

masyarakat umum pria dan wanita boleh hadir. Ijab adalah tatacara agama

bukan tradisi adat. Siapa saja boleh hadir menjadi saksi.

2. pada akad nikah keraton, pengantin wanita tidak dihadirkan dalam majelis

akad nikah, cukup mendengarkan dari kejauhan. Pada pernikahan masyarakat

umum, biasanya calon pengantin wanita hadir di majelis sekaligus.

3. pembacaan sihgat taklik (janji) pengantin pria dan wanita, boleh dibaca di

depan majelis Walimatul nikah (tempat nikah) juga bisa berdua saja antara

pengantin pria dan wanita.

Herawati (dalam Suwarno, 2006: 181) adapun rangkaian acara sebagai berikut:

Page 83: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

68

1. saksi secara administratif dihadirkan dua orang, 1 orang dari pihak wanita dan

1 orang dari pihak pria. Walaupun sebetulnya semua yang hadir dalam majelis

itu sebagai saksi. Saksi duduk disalah satu sisi tempat ijab kabul.

2. wali (orangtua calon pengantin wanita) hadir menghadap ke Timur. Apabila

wali akan menikahkan sendiri. Apabila mewakilkn pada penghulu, wali bisa

menghadap ke Timur atau nanti duduk di antara calon pengantin (menghadap

ke Barat).

3. penghulu dan asisten penghulu duduk menghadap ke Timur berdampingan

dengan wali.

4. calon pengantin pria hadir, duduk menghadap ke Brat.

5. apabila calon pengantin wanita dihadirkan, calon pengantin wanita duduk

disebelah kiri calon pengantin pria.

6. Pemerikasaan kelengkapan administratif.

Apabila ada pembacaan kitab suci Alquran, pembacaan ditempatkan setelah

acara pembukaan. Ijab dapat dilaksanakan di masjid, rumah (kediaman calon

pengantin wanita), digedung pertemuan sekaligus panggih dan resepsi.

F. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

Perkawinan adalah satu bentuk khas percampuran antar golongan Az-Zawj

adalah sesuatu yang berpasangan dengan lainnya yang sejenis, keduanya yang disebut

sepasang (Az-Zawj). Tuhan menciptakan manusia dalam fitrah hidup yang berbeda

dengan makhluk lainnya. Diberi-Nya manusia akal untuk berfikir dan dibekali juga

insting untuk memperbanyak keturunan. Keinginan meneruskan keturunan tidak dapat

dipenuhi tanpa adanya kehadiran yang lain, jadilah mereka laki-laki dan wanita dan

kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

(Al Qur‘an dan terjemahannya, 1980: 847).

Page 84: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

69

Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan adanya hubungan

dan pertmuan antara laki-laki dan perempuan, dalam rangka menjaga jenis manusia di

bumi sebagai khalifah yang bertugas memakmurkan bumi ini, dan memanfaatkan

semua potensi alam dengan sebaik-baiknya sampai batas waktu yang ditentukan-Nya.

Manusia membutuhkan kestabilan dan ketenangan dalam kehidupan rumah tangganya

yang tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali melalui keberadaan kawan hidup yang

menjadi pembantu dan penguat dirinya. Suami-istri dapat menemukan ketenangan

dengan pasangannya, saling membantu meringankan beban dan penderitaan hidup,

dan saling merasakan cinta dan kasih sayang (As-Sanan, 2003: 21-22). Seperti yang di

firmankan Allah SWT:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-isri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang (Qs. 30:31).

Tujuan perkawinan bukanlah sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis,

tetapi lebih dari itu mempunyai tujuan yang mulia dan luhur yang berkaitan dengan

aspek-aspek kehidupan manusia dan aspek keagamaan sebagai ibadah didaerah

pedesaan dengan berbagai kebiasaan dan cara hidup yang sangat berpengaruh

terhadap tingkah laku dan pemikiran mereka dalam menjalani kehidupan karena

tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sangat ditentukan batasan usia

yang diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan dan ditetapkan dalam sebuah

Undang-Undang tertulis.

Summer (dalam Shadily, 1989: 350) menjelaskan tentang kebudayaan lebih

menonjolkan pembagian kebudayaan yang meliputi adat dan kebiasaan atau adat

istiadat seluruhnya. Adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat di dalamnya

terdapat nilai-nilai tidak terlepas nilai hukum dimana akan dikenakan sanksi jika di

Page 85: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

70

lakukan. Adanya lembaga perkawinan, sampai saat ini pun lembaga-lembaga yang

keberadaanya diakui dan dijunjung tinggi seperti lembaga perkawinan. Sampai saat

ini pun lembaga ini masih dijunjung tinggi oleh masyarakat bahkan terpelihara

dengan baik dan merupakan suatu yang sakral. Demikian juga dengan nilai-nilai yang

ada dalam masyarakat telah tertanam, terpelihara dan tidak begitu saja ditinggalkan

oleh generasi selanjutnya yang merupakan pembawa tongkat estafet

perkembangannya kebudayaan sekalipun gelombang modernisasi,

Menurut pendapat yang lain disebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah

sebagai berikut:

Tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi hajat tabiat kemanusiaan berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syariah. (Soemantri, 1986: 13).

Berdasarkan Inpres No 1 Tahun 1991, perkawinan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Seperti

tujuan perkawinan menurut Koentjaraningrat (dalam Noviana, 2007:14) dari segi adat

adalah :

1. kelangsungan pemeliharaan agama dan adat dari nenek moyang 2. kekerabatan tetap utuh, bahkan menambah kerabat baru 3. memelihara derajat hubungan 4. memelihara wujud harta warisan, supaya harta warisan dipergunakan anak

cucunya yang baik

Dengan adanya perkawinan ini, diharapkan agar kedua suami istri dapat

tinggal dirumah dengan damai serta saling mencintai antara keduanya. Sehingga

apabila perkawinan tidak dapat mendirikan rumah tangga dengan damai , berkasih

sayang serta saling mencintai antara yang satu dengan yang lain, maka perkawinan

tersebut telah terjauh dari tujuan perkawinan yang sebenarnya.

Page 86: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

71

Pernikahan juga menjaga jiwa manusia dan memenuhi kebutuhan seksualnya

sesuai aturan Allah SWT, di samping memenuhi insting keibuan dan kebapakan.

Perkawinan menjaga keluarga dari kerusakan sosial dan perzinaan, sehingga garis

keturunan yang sah tetap terjaga dan terpelihara kehormatannya.

Perkawinan dapat memperluas hubungan kekerabatan, hubungan cinta

diantara manusia yang sebelumnya tidak ada, dan membuka ikatan sosial baru yang

memperkuat masyarakat (As-Sanan, 2003: 22).

G. Bentuk-bentuk Perkawinan

Dalam masyarakat sederhana soal memilih jodoh tidaklah semata-mata

bergantung pada yang hendak menikah. Soal itu ditentukan oleh sekurang-kurangnya

seluruh keluarga, disamping itu setiap anggota masyarakat terikat pada ketentuan-

ketentuan kawin yang diharuskan dan dihalalkan golongannya secara khusus. Ada

yang mengharuskan berkawin dalam batas lingkungan tertentu, ada yang

mengharuskan berkawin diluar batas lingkungan itu (Hans Daeng, 1970: 58).

Masyarakat pada dasarnya telah menetapkan cara-cara tertentu untuk dapat

melangsungkan perkawinan. Untuk mengkaji masalah perkawinan ada beberapa sifat,

sistem, bentuk dan adat sesudah menikah di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Sifat Perkawinan

Semua masyarakat didunia mempunyai batasan-batasan tertentu dalam

perkawinan, baik itu berupa perkawinan yang dianggap ideal dan larangan dalam

perkawinan. Ball (dalam Noviana, 2007: 15). Koentjraningrat (1985: 9) membagi

perkawinan menjadi tiga yaitu:

Page 87: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

72

a. Endogami

Endogami yaitu seseorang harus kawin dengan orang yang berada dalam satu

lingkungannya. Endogami bisa dalam lingkup kasta, marga, dan suku. Perkawinan

semacam ini sudah jarang ditemukan di Indonesia.

b. Eksogami

Eksogami adalah perkawinan yang dilakukan dengan seseorang yang berada di

luar lingkungannya. Perkawinan semacam ini pada umumnya masih dipertahankan

oleh masyarakat yang menganut garis keturunan ayah (Patrilineal) atau dari garis

keturunan ibu (Matrilineal).

c. Elenthorogami

Jenis perkawinan dimana dalam mengambil calon istri atau calon suami bisa

dilakukan diluar kerabatnya sendiri atau didalam lingkungannya. Di Indonesia

sebagian masyarakat menganut asas ini.

2. Sistem Perkawinan

Pada banyak masyarakat didunia terdapat adat untuk berkawin tidak lebih dari

seorang istri, hal ini mungkin karena pengaruh agama tertentu atau pula karena tidak

cukupnya kekayaan untuk berkawin lebih dari satu istri (Hans Daeng, 1970: 63). Di

tinjau dari jumlah suami-istri dalam perkawinan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Monogami

Monogami yaitu seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai istri satu

orang saja. Bahkan untuk bermonogami dikuatkan dalam Undang-Undang

Perkawinan No 1 Tahun 1974 yang tertuang dalam pasal 3: (1) pada azasnya dalam

suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita

hanya boleh mempunyai seorang suami, (2) pengadilan dapat memberikan izin kepada

Page 88: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

73

suami untuk beristrikan lebih dari satu apabila dikehendaki oleh pihak yang

bersangkutan.

b. Poligami

Poligami yaitu seorang laki-laki boleh beristri lebih dari seorang wanita.

Perkawinan macam ini boleh dilakukan berdasarkan agama tertentu dan juga oleh

aturan-aturan yang ada, bila dirasa ada sebab khusus dan harus tetap mendapat

persetujuan dari pihak istri,

Hans Daeng (1970: 63) Alasan untuk berpoligami pada umumnya:

1. untuk mendapatkan tenaga kerja yang lebih banyak 2. sebagai pelambang kekuasaan/pengaruh dan kekayaan lelaki 3. untuk mendapatkan kekuatan atau gaya hidup-sakti dari wanita

c. Poliandri

Poliandri adalah perkawinan yang memperbolehkan seorang wanita

mempunyai suami lebih dari satu berdasarkan adat istiadat. Alasan yang di

kemukakan untuk berpoliandri biasanya: belis yang diminta oleh keluarga gadis itu

pada umumnya terlalu tinggi, sedang lelaki atau keluarganya miskin, maka untuk

mendapatkan jumlah mas kawin yang dimintakan itu, beberapa pemuda bekerja sama

mengumpulkannya, kemudian bersama pula memperistrikan gadis itu. Bila diperoleh

keturunan dari perkawinan secara bersama itu, maka salah seorang dari para lelaki

mengadakan upacara untuk memiliki secara sah anak itu sesuai peraturan norma

masyarakat (Hans Daeng, 1970: 63).

3. Bentuk Perkawinan

Masyarakat pada dasarnya telah menetapkan cara-cara tertentu untuk dapat

melangsungkan perkawinan. Pada prinsipnya cara paling umum dilakukan oleh

masyarakat adalah melalui pelamaran atau peminangan (Soekanto, 1983: 223).

Bentuk-bentuk perkawinan yang biasa dilakukan oleh beberapa masyarakat adalah:

Page 89: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

74

(1). Perkawinan Pinang

Pola yang dapat ditemui pada tiap masyarakat (hukum adat) yang ada di

Indonasia. Perkawinan pinang adalah perkawinan yang didahului dengan tindakan

pendahuluan yaitu datangnya pinangan (lamaran) (Noviana Anita, 2007:17). Untuk

masyarakat Desa Ngembal pihak laki-laki yang melamar perempuan. Cara yang

digunakan dalam malakukan pelamaran pada hakikatnya terdapat kesamaan, namun

perbedaan-perbedaan hanyalah (kira-kira) terdapat pada alat atau sarana pendukung

proses pelamaran itu.

Pada umumnya, pihak yang mengajukan lamaran atau pinangan adalah pihak

(keluarga) si pemuda, yang dijalankan oleh seseorang atau beberapa orang sebagai

utusan. Seseorang atau beberapa orang sebagai utusan itu adalah mereka yang

sekerabat dengan pihak laki-laki atau bahkan sering terjadi, yang melakukan lamaran

adalah orang tuanya sendiri. Bila pinangan atau lamaran itu diterima baik, maka

mungkin tidak sekaligus mengakibatkan perkawinan, akan tetapi mungkin dilakukan

pertunangan terlebih dahulu.

Pada masa kini, pertunangan dimulai pada ketika upacara “tukar cincin”, yaitu

suatu upacara yang diadakan khusus untuk saling memberikan cincin oleh kedua

belah pihak. Dengan demikian, cincin telah berfungsi sebagai alat pengikat atau tanda

yang kelihatan. Pertunangan sebagai adat turun-temurun dari nenek moyang dan

merupakan tindakan pendahuluan dari suatu perkawinan. Kedua belah pihak wajib

menepati janji yang telah diucapkan bersama. Bila yang ingkar dari pihak laki-laki

maka ia akan kehilangan tanda pengikat yang telah diserahkan atau membayar denda.

Pertunangan dimaksudkan oleh kedua belah pihak agar adanya kepastian

perkawinan yang diinginkan, atau merupakan pengumuman akan terjadinya

perkawinan yang telah disepakati bersama (Soekanto, 1983: 223-224).

Page 90: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

75

(2). Perkawinan Lari bersama

Bentuk perkawinan ini tidak melalui pertunangan atau peminangan. Seseorang

pemuda dan seorang gadis bermufakat untuk lari meninggalkan orang tua mereka

dengan maksud untuk hidup bersama sebagai suami-istri.

Perkawinan dengan cara lari bersama ini dilakukan, untuk menghindari diri

dari berbagai keharusan sebagai akibat perkawinan dengan cara pelamaran atau

peminangan, atau juga untuk menghindarkan diri dari rintangan-rintangan dari pihak

orang tua dan sanak saudara, yang terutama datangnya dari pihak orang tua dan sanak

saudara pihak perempuan.

Soerjono Soekanto (1983: 165) faktor-faktor yang mendorong terjadinya

kawin lari bersama ada beberapa sebab: (a) karena keluarga salah satu pihak atau

kedua belah pihak tidak setuju, (b) untuk menghindari biaya perkawinan yang sangat

mahal, (c) pihak laki-laki tidak mampu memenuhi permintaan keluarga pihak

perempuan. Bila hal ini terjadi perkawinan bisa dilaksanakan setelah tercapainya

perdamaian melalui rapat-rapat adat.

(3). Perkawinan Bawa Lari

Perkawinan bawa lari adalah berupa lari dengan seorang perempuan yang

sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan orang lain atau membawa lari perempuan

dengan paksaan.

(4). Perkawinan Gantung

Perkawinan gantung yaitu anak perempuan sebelum dewasa sudah dijodohkan

dan diikat pihak laki-laki. Setelah anak perempuan dewasa baru dilaksanakan

perkawinan.

Page 91: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

76

(5). Perkawinan Ganti Tikar

Perkawinan ganti tikar yaitu perkawinan yang dilaksanakan apabila suami atau

istri meninggal. Kemudian yang menggantikan posisi istri atau suami yang meninggal

adalah kakak atau adik almarhum atau almarhumah.

(6). Perkawinan Ambil Rampas

Perkawinan ambil rampas adalah apabila dua orang laki-laki atau lebih yang

menghendaki perempuan yang sama dan agar tidak terdahului, maka pihak orang tua

merelakan anak perempuannya dengan syarat pihak laki-laki memberi emas atau

hewan.

(7). Perkawinan Keris

Pada masyarakat jawa terdapat kebiasaan yang menghalalkan atau sahnya

perkawinan meski pengantin laki-laki tidak hadir, caranya dengan mengirimkan saja

kerisnya dan kerisnya itu waktu perayaan pernikahan diadakan, diletakkan disamping

pengantin wanita (Daeng, 1970: 64)

(8). Perkawinan Hypergami

Pada masyarakat yang masih sangat diutamakan kemurnian darah

bangsawannya, terdapatlah suatu keinginan untuk mengutamakan perkawinan hanya

dengan orang-orang keturunan bangsawan, dengan kata lain hanya dengan orang yang

mempunyai tingkat yang sama dalam masyarakat (Daeng, 1970: 64).

H. Adat menetap sesudah menikah

Koentjaraningrat (2002: 103) Diseluruh dunia dikenal sedikitnya 7 jenis adat

sesudah nikah, yaitu:

a. Adat utrolokal

Page 92: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

77

Adat utrolokal adalah yang memberi kebebasan kepada sepasang suami-istri

untuk memilih tinggal disekitar kediaman kaum kerabat suami atau disekitar

kediaman kaum kerabat istri.

b. Adat virilokal

Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri

diharuskan menetap sekitar pusat kediaman kerabat suami.

c. Adat uxorilokal

Adat uxorilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri harus

tinggal sekitar kediaman kaum kerabat istri.

d. Adat bilokal

Adat bilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diwajibkan

tinggal disekitar pusat kediaman kerabat suami pada masa tertentu, dan disekitar

pusat kediaman kaum kerabat istri pada masa lainnya.

e. Adat neolokal

Yang menentukan bahwa sepasang sumi-istri menempati tempatnya sendiri

yang baru, dan tidak mengelompok bersama kerabat suami ataupun istri.

f. Adat avunkulokal

Adat avunkulokal adalah yang mengharuskan sepasang suami istri menetap

sekitar tempat kediaman saudara pria ibu (avunculus) dari suami.

g. Adat natolokal

Adat natolokal adalah yang menentukan bahwa suami dan istri masing-masing

hidup terpisah, diantara kaum kerabatnya sendiri-sendiri.

Adat menetap sesudah nikah antara lain mempengaruhi pergaulan kekerabatan

dalam suatu masyarakat. Apabila dalam suatu masyarakat berlaku adat virilokal, maka

desa-desa atau daerah-daerah lokal merupakan tempat berkumpulnya keluarga-

Page 93: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

78

keluarga yang terikat hubungan kekerabat melalui garis pria. Dalam setiap keluarga

inti dalam masyarakat virilokal, anak-anak terutama bergaul dengan kaum kerabat

dari pihak ayahnya, sedang kaum kerabat dari pihak ibu mereka yang tinggal didesa-

desa atau didaerah-daerah lain, kurang mereka kenal. Dengan demikian adat menetap

sesudah menetap sesudah menikah menentukan dengan kaum kerabat mana warga

suatu masyarakat lebih banyak bergaul.

Dalam perkawinan di desa Ngembal masyarakat melaksanakan perkawinan

pinang. Hal ini bisa diamati dari caranya melamar dan menetapkan jodoh bagi putra-

putri adat menetap sesudah menikah antara lain mempengaruhi pergaulan kekerabatan

dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat, 2002: 103-104). Begitu juga dalam tempat

tinggal bagi pasangan baru tidak mutlak mengikuti aturan tertentu. Tetapi ada yang

menetap ditempat tinggal ibu pengantin putri dan ada pula yang menetap dirumah

keluarga si suami. Hal ini disebabkan mereka menganut sistem kekerabatan bilateral.

I. Asas-asas dalam Undang-undang Perkawinan

Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 1 ayat 1 dan ayat 2, pasal 3

ayat 1 dan 2, pasal 4 ayat 1 dan ayat 2, pasal 5 ayat 1 dan ayat 2, pasal 6 ayat 1, pasal

7 ayat 1 termuat berupa asas perkawinan. Asas-asas atau prinsip-prinsip mengenai

perkawinan telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Asas-asas

ini dapat dijumpai dalam penjelasan umum Undang-Undang No 1 Tahun 1974 adalah:

1. Asas Sukarela

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang

sejahtera, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu, agar suami-istri dapat membentuk keluarga

Page 94: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

79

bahagia dan sejahtera serta kekal, maka diwajibkan kepada calon mempelai untuk

saling kenal terlebih dahulu. Kenalan yang dimaksud adalah perkenalan atas dasar

moral dan tidak menyimpang dari norma agama yang dianutnya. Orang tua dilarang

memaksa anak-anaknya untuk dijodohkan dengan pria atau wanita pilihannya,

melainkan diharapkan membimbing dan menuntut anak-anaknya agar memilih

pasangan yang cocok sesuai dengan anjuran agama yang mereka peluk.

Sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, maka kawin paksa benar-benar

dilarang Undang-Undang Perkawinan. Dalam Bab I Pasal I Undang-Undang

Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan batas umur yang dikehendaki

Undang-undang Perkawinan yaitu minimal 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi

pria. Antara kedua calon mempelai harus ada kerelaan yang mutlak untuk

melangsungkan perkawinan yang mereka harapkan. Mereka harus mempunyai

suatu kesadaran dan keinginan bersama secara ikhlas untuk mengadakan akad

sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

2. Asas Partisipasi Keluarga

Meskipun calon mempelai diberi kebebasan untuk memilih pasangan

hidupnya berdasarkan atas sukarela, tetapi karena perkawinan itu merupakan suatu

peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, maka partisipasi keluarga sangat

diharapkan di dalam pelaksanaan akad perkawinan tersebut pihak keluarga masing-

masing pihak diharapkan memberikan restu perkawinan yang dilaksanakan itu. Hal

ini sesuai dengan sifat dan kepribadian bangsa Indonesia yang penuh etika sopan

santun dan religius.

Partisipasi keluarga yang diharapkan dalam hal peminangan dan dalam hal

pelaksanaan perkawinan. Dengan demikian, diharapkan dapat terjalin hubungan

silaturahmi antarkeluarga pihak mempelai pria dengan keluarga pihak mempelai

Page 95: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

80

wanita. Melibatkan kedua belah pihak dalam hal ini dengan suatu harapan pula agar

dapat membimbing pasangan yang baru menikah itu supaya dapat mengadakan

rumah tangganya dengan baik dan benar sesuai dengan norma-norma yang berlaku

Tidak sedikit pasangan yang berumur muda dalam menegakkan rumah tangganya

terdapat gangguan atau goyah, dalam hal yang demikian ini keluarga dsangat

diharapkan untuk berpartisipasi aktif supaya rumah tangga yang baru dibangun itu

kembali normal, dan tidak terjadi perceraian. Sehubungan dengan hal ini, maka

kawin lari sangat tidak disetujui oleh Undang-Undang Perkawinan ini.

3. Perceraian Dipersulit

Berkenaan dengan tujuan pernikahan antara suami-istri dalam berumah tangga

menerapkan prinsip-prinsip yang merupakan asas perkawinan dalam Islam tentang

Perkawinan yaitu adanya perceraian semaksimal mungkin dikendalikan dan

menekan angka perceraian kepada titik yang paling rendah. Pembuat undang-

undang menyadari bahwa perceraian dilakukan tanpa kendali dan sewenang-

wenang akan mengakibatkan kehancuran bukan saja kepada pasangan suami-istri

tersebut, tetapi juga kepada anak-anak yang mestinya harus diasuh dan dipelihara

dengan baik. Banyak sosiolog mengemukakan bahwa berhasil atau tidaknya

membina suatu masyarakat sangat ditentukan oleh masalah perkawinan yang

merupakan salah satu faktor di antara beberapa faktor yang lain. Kegagalan

membina rumah tangga bukan saja membahayakan rumah tangga itu sendiri, tetapi

juga sangat berpengaruh kepada kehidupan masyarakat. Hampir separuh dari

kenakalan remaja yang terjadi beberapa negara diakibatkan oleh keluarga yang

berantakan.

Penggunaan hak cerai dengan sewenang-wenang dengan dalih bahwa

perceraian itu hak suami harus segera dihilangkan. Pemikiran yang keliru ini segera

Page 96: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

81

diperbaiki dan dihilangkan dalam masyarakat. Hak cerai tidak dipegang oleh suami

saja, tetapi istri pun dapat menggugat suami untuk meminta cerai apabila ada hal-

hal yang menurut keyakinannya rumah tangga yang dibina itu tidak mungkin

diteruskan. Untuk itu, undang-undang ini merumuskan bahwa perceraian itu harus

dilakukan didepan pengadilan.

Perceraian yang dilaksanakan di luar sidang pengadilan dianggap tidak

mempunyai landasan hukum, dengan demikian tidak diakui

kebenarannya.pengadilan berusaha mendamaikan agar rukun kembali, hal ini

dilakukan pada setiap sidang dilaksanakan. Undang-Undang Perkawinan tidak

melarang perceraian artinya tetap dimungkinkan terjadinya perceraian jika

seandainya memang benar-benar tidak dapat dihindarkan, itu pun harus

dilaksanakan dengan secara baik dihadapan sidang pengadilan. Perceraian yang

demikian ini merupakan hal baru dalam masyarakat Indonesia, yang sebelumnya

hak cerai sepenuhnya berada ditangan suami yang pelaksanaannya dapat dilakukan

secara semaunya. Pelaksanaan yang seperti ini sungguh sangat memprihatinkan

pihak istri, biasanya pihak suami setelah menceraikan istrinya sama sekali tidak

memperhatikan hak-hak istri dan anak-anaknya.

4. Poligami Dibatasi dengan Ketat

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 menggunakan istilah “Poligami” yang sudah popular dalam

masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 3 ayat 1 dan

ayat 2 tentang Perkawinan adalah perkawinan yang bersifat monogami.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 3 ayat 1 tentang

Perkawinan yang berbunyi: “pada asasnya perkawinan seorang pria hanya boleh

mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya hanya boleh mempunyai seorang

Page 97: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

82

suami”. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 3 ayat 2 tentang

Perkawinan yang berbunyi: “pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami

untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan”. Namun demikian pekawinan seorang suami dengan lebih dari

seorang isteri meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan

hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan

diputuskan oleh pengadilan. Namun demikian beristri lebih dari satu orang dapat

dibenarkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum agama yang dianutnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dijelaskan bahwa seorang pria yang bermaksud kawin lebih dari satu

orang harus ada alasan-alasan yaitu:

a. tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan c. istri tidak dapat melahirkan keturunan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 5 ayat 1 tentang Perkawinan

dijelaskan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan

hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.

apabila alasan-alasan sebagaimana tersebut diatas sudah terpenuhi, maka

Pengadilan Agama juga harus meneliti apakah ada atau tidaknya syarat-syarat

tertentu secara kumulatif yaitu :

Page 98: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

83

1. persetujuan dari istri atau istri-istrinya, kalau ada harus diucapkan dimuka majelis hakim

2. kemampuan dari material dari orang bermaksud menikah lebih dari satu orang

3. jaminan berlaku adil terhadap istri-istrinya apabila ia sudah menikah, jaminan berlaku adil ini dibuat dalam persidangan majelis hakim

Poligami atau perkawinan lebih dari satu orang merupakan suatu hal yang

sangat ditakuti oleh setiap kaum wanita. Pelaksanaan poligami atau kawin lebih

dari satu orang tanpa dibatasi oleh peraturan yang membatasinya secara ketat, maka

akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif dalam menegakkan rumah

tangganya. Biasanya hubungan dengan istri muda (madunya istri tua) menjadi

tegang, sementara itu anak-anak yang berlainan ibu itu menjurus kepada

pertentangan yang membahayakan kelangsungan hidupnya, hal ini biasanya terjadi

kalau ayah telah meninggal dunia. Agar hal-hal yang bersifat negatif itu tidak

terjadi dalam rumah tangga orang yang kawin lebih dari satu orang maka Undang-

Undang Perkawinan ini membatasi secara ketat pelaksanaan perkawinan yang

demikian itu, dengan partisipasi lebih awal membatasi kawin lebih dari satu orang

itu dengan alasan-alasan dan syarat-syarat tertentu.

5. Kematangan Calon Mempelai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 tentang

Perkawinan yang berbunyi: “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah

mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”.

Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami-istri tersebut telah

masak jiwa-raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat

mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah

adanya perkawinan antara calon suami-istri yang masih dibawah umur. Karena

perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk

menekan laju kelahiran yang tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara

Page 99: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

84

calon suami-istri yang masih dibawah umur, sebab umur yang lebih rendah bagi

seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran semakin tinggi jika

dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka

Undang-Undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik baik bagi pria

maupun bagi wanita ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Dalam hal

perkawinan seorang pria dan wanita yang belum cukup umur standart. Perkawinan

yang tetap berkehendak untuk melangsungkan perkawinan bias mendapatkan izin,

pasal 6 ayat 2,3,4,5,6, dan pasal 7 ayat 2 dan ayat 5. dalam pasal tersebut dijelaskan

untuk mendapat perizinan perkawinan yang dibawah umur standart perkawinan.

6. Memperbaiki Derajat Kaum Wanita

Kehadiran Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 31 ayat 3 tentang

perkawinan yang berbunyi: “Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah

tangga. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat

sehingga dengan demikian segala sesuatu dan keluraga dapat dirundingkan dan

diputuskan bersama oleh suami-isteri”. Mereka harus mencari nafkah hidup untuk

membiayai dirinya dan juga anak-anaknya yang harus mencari nafkah hidup untuk

membiayai dirinya dan juga anak-anknya yang seharusnya menjadi tanggung jawab

pihak suami. Banyak suami meninggalkan begitu saja istrinya tanpa memikirkan

biaya hidup yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Secara lahiriah, wanita

makhluk yang paling banyak memerlukan memerlukan perlindungan, pengayoman,

dan kasih kasih sayang. Kehadiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 31

ayat 3 tentang perkawinan suami harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

istri dan anak-anaknya didalam hal pemeliharaan dan perlindungannya.

Page 100: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

85

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif

menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks

tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-

hari. Pendekatan kualitatif mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil

akhir oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada

kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan.

Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis.

Jika menggunakan pendekatan kualitatif maka dasar teori sebagai pijakan ialah

adanya interaksi simbolik dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir

berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan cara mencari makna semantis

universal dari gejala yang sedang diteliti. Tujuan utama penelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif ialah mengembangkan pengertian, konsep-konsep yang pada

akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”.

Pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-

ubah/berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Pada pendekatan kualitatif data

bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan

ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan

lapangan pada saat penelitian dilakukan (http://webcache.google).

Moleong (dalam Bungin, 2002: 3) penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti,

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan. Secara holistic (utuh) dan dengan cara

85

Page 101: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

86

deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang dialami

dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang berupaya untuk menggambarkan secara

rinci fenomena sosial yang menjadi pokok permasalahan tanpa melakukan hipotesis

dan perhitungan secara statistik (Sudjana, 1989: 27).

Responden dalam metode kualitatif berkembang terus (snowball) secara

bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap maksimal. Alat

pengumpulan data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah si peneliti

sendiri. Jadi peneliti merupakan key instrument, dalam mengunpulkan data si peneliti

harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering

digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi (Usmani &

Akbar, 2001: 81).

Dalam observasi diperlukan ingatan terhadap observasi yang telah dilakukan

sebelumnya. Manusia mempunyai sifat pelupa. Untuk mengatasi hal tersebut, maka

diperlukan: (1) catatan-catatan (check-list), (2) alat-alat elektronik seperti tustel,

video, tape recerder, dan sebagainya, (3) lebih banyak melibatkan pengamat, (4)

memusatkan perhatian pada data-data yang relevan, (5) mengklasifikasikan gejala

dalam kelompok yang tepat, dan (6) manambah bahan persepsi tentang objek yang

diamati (Usman & Akbar, 2001: 55).

Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara

langsung. Pewawancara disebut intervieuwer, sedangkan orang yang diwawancarai

disebut interviewee. Wawancara berguna untuk: (1) mendapatkan data ditangan

pertama (primer), (2) pelengkap teknik pengumpulan lainnya, (3) menguji hasil

pengumpulan data lainnya.

Page 102: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

87

Jenis wawancara ada dua yaitu: (1) tak terpimpin, dan (2) terpimpin.

Wawancara tak terpimpin ialah wawancara yang tidak terarah. Kelemahannya ialah:

tidak efisien waktu, biaya, dan tenaga. Keuntungannya ialah: cocok untuk penelitian

pendahuluan, tidak memerlukan keterampilan bertanya, dan dapat memelihara

kewajaran suasana. Wawancara terpimpin ialah tanya jawab yang terarah untuk

mengumpulkan data-data yang relevan saja. kelemahan teknik ini adalah: kesan-kesan

seperti angket yang diucapkan, teknik ini adalah pertanyaan sistematis sehingga

mudah diolah kembali, pemecahan masalah lebih mudah, memungkinkan analisa

kuantitatif dan kualitatif, dan kesimpulan yang diperoleh lebih realibel (Usman &

Akbar, 2001: 57-59).

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen. Keuntungan menggunakan dokumentasi ialah

biaya relatif murah, waktu dan tenaga lebih efesien. Sedangkan kelemahannya ialah

data yang diambil dari dokumen cenderung sudah lama, dan kalau ada yang salah

cetak, maka peneliti ikut salah pula mengambil datanya. Data-data yang dikumpulkan

dengan teknik dokumentasi merupakan data sekunder, sedangkan data-data yang

dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan angket cenderung merupakan

data primer atau data yang langsung didapat dari pihak pertama (Usman & Akbar,

2001: 73).

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sangat penting dan menentukan

karena peneliti berperan sebagai perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data dan

menganalisis, mengumpulkan dan akhirnya melaporkan hasil penelitian. Jadi peneliti

melaporkan instrumen utama, dimana terlibat secara langsung dari keseluruhan proses

Page 103: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

88

penelitian, mulai dari awal sampai akhir peneliti dengan harapan validitas data dapat

tercapai.

C. Data dan Sumber Data

Data tentang upacara adat perkawinan priyayi yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah : (i) hasil observasi di lapangan, (ii) hasil wawancara dengan

pihak-pihak terkait dan masyarakat sekitar, (iii) hasil kajian pustaka yang diperoleh

peneliti (iv) hasil catatan di lapangan.

Sumber data/informan peneliti yang akan diwawancarai dalam penelitian ini

adalah Bapak Cahyono, Bapak Yusman, Ibu Danis, Ibu Fitri selaku bagian keluarga

priyayi dan segenap keluarga priyayi. Bapak Mawardi selaku sekertaris desa Ngembal

serta warga masyarakat yang berada di desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan. Dengan demikian, penulis dapat lebih mudah untuk menganalisis dan

mengembangkan data yang dihasilkan dari wawancara tersebut.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Berdasarkan data penelitian, maka prosedur pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi Partisipasi (Participant Observer)

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.

Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan

pancaindra lainnya.

Observasi partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap

objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada

dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan (Bungin, 2007: 115-116).

Page 104: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

89

Metode ini lebih memungkinkan periset mengamati kehidupan individu

atau kelompok dalam situasi riil, dimana terdapat setting yang riil tanpa dikontrol

atau diatur secara sistematis seperti riset eksperimental. Misalnya, seperti

namanya, metode ini memunginkan periset terjun langsung dan menjadi bagian

dari yang diriset bahkan hidup bersama di tengah individu atau kelompok yang

diobservasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Periset memungkinkan untuk

memahami apa yang terjadi, memahami dua peran: sebagai partisipan dan

sebagai periset (observer). Selain itu dituntut untuk tidak teridentifikasi oleh

orang lain. Jika tidak, maka data yang diperoleh bisa tidak valid atau kehilangan

objektifitasnya. Karena itu observasi partisipasi ini disebut juga observasi tidak

mengganggu (unobstrusive) atau tersembunyi (concealed).

Rachmat (2006: 100) menyatakan ada dua jenis observasi partisipan sebagai

berikut:

a. Partisipasi sebagai periset

Artinya periset (observer) adalah orang dalam (insider) dari kelompok yang

diamati yang melakukan pengamatan terhadap kelompok yang diamati yang

melakukan pengamatan terhadap kelompok itu. Contoh seorang PR ingin

meriset sebagaimana pola hubungan kerja yang terjadi di kantornya, PR

tersebut meriset objek dimana dia berkerja didalamnya.

b. Observasi sebagai partisipan

Periset (observer) adalah orang luar yang netral (outsider) yang mempunyai

kesempatan untuk bergabung dalam kelompok dan berpartisipasi dalam

kegiatan dan pola hidup kelompok tersebut sambil melakukan pengamatan.

Contoh, seorang mahasiswa ingin meriset interaksi buruh dalam kegiatan

Page 105: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

90

demontarasi, maka dia ikut serta berbaur dengan para buruh sewaktu

demonstrasi.

b. Wawancara

Selain melakukan observasi maka peneliti juga melakukan wawancara

terhadap keluarga priyayi dan masyarakat sekitarnya yang ada di desa Ngembal.

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara mendalam dan wawancara

bertahap.

Wawancara adalah percakapan antara periset dan seseorang yang berharap

mendapatkan informasi dari informan seseorang yang diasumsikan mempunyai

informasi penting tentang objek Berger (dalam Rachmat, 2006: 98). Wawancara

merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh

informasi langsung dari sumbernya.

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana

pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Wawancara bertahap adalah wawancara terarah dilaksanakan secara bebas

dan juga mendalam (in-depth), tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dari

pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah

dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara (Bungin, 2007: 108-110).

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data

yang diperoleh melalui dokumen-dokumen (Usman & Setiady, 2001: 73).

Page 106: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

91

d. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini bertujuan untuk mencocokkan hasil penelitian penulis

dengan penelitian yang terdahulu sehingga ada ciri dan fenomena tersendiri

dalam penelitian ini. Kajian pustaka juga bertujuan sebagai acuan bagi peneliti

untuk melakukan penelitian dan wawancara.

E. Analisis Data

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka

analisis data dilakukan selama maupun proses penggumpulan data. Analisis data

dalam penelitian kualitatif, dimulai sejak peneliti datang ke lokasi penelitian, dimana

dilaksanakan secara intensif sejak awal pengumpulan data sampai proses

pengumpulan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dari

hasil observasi berupa catatan lapangan dokumentasi dan hasil wawancara.

Dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam

analisis data kualitatif, yaitu (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena

sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2)

menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena

sosial itu (Bungin, 2007: 153).

Usman & Akbar (2001: 86) ada berbagai macam cara untuk menganalisis

data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Data yang didapat di lapangan langsung diketik atau ditulis dengan rapi,

terinci serta sistematis setiap selesai mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu

direduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.

Page 107: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

92

b. Display Data

Display data ialah menyajikan data dalam bentuk matrik, network, chart, atau

grafik. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak terbenam dengan

setumpuk data.

c. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi

Laporan penelitian kualitatif dikatakan ilmiah jika persyaratan validitas,

realibilitas, dan objektisfitasnya sudah terpenuhi. Oleh sebab itu, selama proses

analisis hal-hal tersebut selalu mendapat perhatian.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan hal penting dalam penelitian. Untuk pengecekan

keabsahan digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan Moleong (dalam Bungin,

2007: 254). Derajat kepercayaan yang digunakan (i) perpanjangan keikutsertaan (ii)

triangulasi, (iii) ketekunan pengamat, (iv) pemeriksaan sejawat.

(i). Perpanjangan Keikutsertaan

Dalam setiap penelitian kualitatif, kehadiran peneliti dalam setiap tahap

penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun

dalam penelitian. Karena itu hampir dipastikan bahwa peneliti kualitatif adalah orang

yang langsung melakukan wawancara dan observasi dengan informan-informannya.

Moleong (dalam Bungin, 2006: 327) mengatakan apabila peneliti lebih lama di

lapangan, maka ia akan membatasi; (1) gangguan dari dampak peneliti pada konteks;

(2) kekeliruan (biases) peneliti; (3) mengompensasikan pengaruh dari kejadian-

kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat.

(ii) Triangulasi

Salah satu cara paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil

penelitian adalah dengan melakukan triangulasi penelitian, metode, teori, dan sumber

Page 108: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

93

data. Dengan mengacu kepada Denzin (dalam Bungin, 1978) maka pelaksanaan teknis

dari langkah pengujian keabsahan ini akan memanfaatkan; peneliti, sumber, metode,

dan teori.

a. Triangulasi dengan Sumber Data

Dwidjowinoto (dalam Rachmat, 2006: 70) membandingkan atau mengecek

ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda.

Misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara; membandingkan apa

yang dikatakan umum dengan yang dikatakan pribadi.

Moleong (dalam Bungin, 2006: 335) menyatakan triangulasi sumber data

juga memberi kesempatan untuk dilakukannya hal-hal sebagai berikut: (1) penelitian

hasil penelitian dilakukan oleh responden, (2) mengoreksi kekeliruan oleh sumber

data, (3) menyediakan tambahan informasi secara sukarela, (4) memasukkan informan

dalam kancah penelitian, menciptakan kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai

langkah awal analisis data, (5) menilai kecukupan menyeluruh data yang

dikumpulkan.

b. Triangulasi dengan Metode

Dwidjowinoto (dalam Rachmat, 2006: 71) menjalaskan bahwa usaha

mengecek keabsahan data atau mengecek keabsahan temuan riset. Triangulasi metode

dapat diakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk

mendapatkan yang sama. Dwidjowinoto (dalam Rachmat, 2006: 71).

Mengacu pendapat Patton (dalam Bungin, 1987: 329) dengan

menggunakan strategi; (1) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data, (2) pengecekan beberapa sumber data dengan

metode yang sama Moleong (dalam Bungin, 2006: 331). Triangulasi ini dilakukan

untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data,

Page 109: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

94

apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama dengan metode

observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika

di-interview.

c. Triangulasi dengan Teori

Dwidjowinoto (dalam Rachmat, 2006: 71) menjalaskan bahwa memanfaatkan

dua atau lebih teori untuk diadu atau dipadu. Untuk diperlukan rancangan riset,

pengumpulan data, dan analisis data yang lengkap supaya hasilnya komprehensif.

Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307 dalam

Moleong, 2006:331), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat

kepercayannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Moleong (dalam Bungin,

2006: 331) berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu

dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).

(iii). Ketekunan Pengamatan

Untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan penting

lainnya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam pengamatan di lapangan.

Pengamatan bukanlah suatu teknik pengumpulan data yang hanya mengandalkan

kemampuan pancaindra, namun juga menggunakan semua pancaindra termasuk

adalah pendengaran, perasaan, dan insting peneliti (Bungin, 2007: 256).

(iv). Pemeriksaan Sejawat

(Moleong dalam Bungin, 2006: 334) mengatakan bahwa diskusi dengan

kalangan sejawat akan menghasilkan; (1) pandangan kritis terhadap hasil penelitian,

(2) temuan teori substansif, (3) membantu mengembangkan langkah berikutnya, (4)

pandangan lain sebagai pembanding.

G. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:

Page 110: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

95

1. Tahap Persiapan

a) Peneliti mencari dan menetapkan lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian

b) Menyusun proposal penelitian skripsi

c) Mengurus izin dari pihak yang terkait untuk memperlancar penelitian skripsi

d) Melakukan pertemuan dengan pengurus desa

e) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan dalam penelitian

2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

a) Mengumpulkan data

b) Melakukan wawancara

c) Menganalisis data yang diperoleh

3. Tahap Penyelesaian

a) Membuat laporan penelitian

Page 111: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

96

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data Penelitian

1. Gambaran Umum

Dalam gambaran umum Desa Ngembal ini akan dipaparkan mengenai letak

Desa Ngembal, keadaan penduduk desa, tingkat pendidikan masyarakat, agama yang

dianut, dan perkawinan masyarakat Desa Ngembal.

a. Letak Desa Ngembal

Desa Ngembal termasuk wilayah Jawa Timur, secara geografis wilayah Desa

Ngembal terletak kurang lebih 600 meter dari permukaan laut. Desa Ngembal

termasuk dataran sedang karena mempunyai ketinggian sekitar 465 meter dari

permukaan laut dengan suhu rata-rata 24°-32° dan dengan curah hujan 318 meter3.

Sebagian besar wilayahnya terdiri atas dataran berupa lahan perkebunan,

lahan peternakan dan area permukiman penduduk. Dengan potensi alam seperti itu

tanaman buah-buahan dan tanaman kayu menjadi andalan dan bisa memberikan hasil

yang optimal bagi penduduk setempat.

Secara administratif Desa Ngembal terletak di Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan. Sebelah utara Desa Ngembal berbatasan dengan Desa Kademungan

Kecamatan Kejayan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sumberpitu Kecamata

Tutur, sebelah barat berbatasan dengan Desa Semut Kecamatan Purwodadi,

sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tempuran Kecamatan Paserepan.

Jarak absolut antara Ibukota Kabupaten 15 km, jarak ke Ibukota Kabupaten 35 km

sedangkan jarak ke Ibukota Propinsi 70 km.

Berdasarkan profil Desa. Desa Ngembal terbagi menjadi 11 Dusun, 11

Rukun Warga dan 67 Rukun Tetangga, yakni sebagai berikut: Dusun Kemangi terdiri

96

Page 112: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

97

dari 4 Rukun Tetangga dan 2 Rukun Warga, Dusun Wadung terdiri dari 3 Rukun

Tetangga dan 1 Rukun Warga,, Dusun Andong Timur terdiri dari 4 Rukun Tetangga

dan 1 Rukun Warga,, Dusun Andong Selatan terdiri dari 3 Rukun Tetangga dan 1

Rukun Warga, Dusun Andong Utara terdiri dari 2 Rukun Tetangga dan 1 Rukun

Warga, Dusun Alang-alangan terdiri dari 2 Rukun Tetangga dan 1 Rukun Warga,

Dusun Krajan Barat terdiri dari 4 Rukun Tetangga dan 2 Rukun Warga, Dusun Krajan

Timur terdiri dari 3 Rukun Tetangga dan 1 Rukun Warga, Dusun Ledok terdiri dari 3

Rukun Tetangga dan 1 Rukun Warga, Dusun Garutan terdiri dari 4 Rukun Tetangga

dan 2 Rukun Warga, Dusun Badut terdiri dari 3 Rukun Tetangga dan 1 Rukun Warga.

Berdasarkan profil Desa, sarana angkutan kota yang digunakan antara lain

mobil pick up dan ojeg. Dari desa Ngembal ke Wonorejo dengan menggunakan mobil

pick up biaya yang dikenakan Rp 5.000,00 dengan waktu 45 menit, sedangkan dari

Desa Ngembal ke Porwosari apabila menggunakan ojeg biaya Rp 10.000,00 dengan

waktu tempuh 30 menit. Dari Desa Ngembal ke Nongkojajar apabila menggunakan

sarana ojeg (jasa seseorang dengan menggunakan sepeda motor) biaya yang

dikenakan Rp12.000,00 dengan waktu tempuh 30 menit.

b. Jumlah Penduduk

Adapun pembagian jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat

digolongkan sebagai berikut:

Tabel 4.1. data jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

Jumlah Penduduk Jumlah Total

berdasarkan

1) Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

2.973 orang

3.063 orang

6.036 orang

Page 113: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

98

2) Kepala Keluarga 1.655 orang 1.655 orang

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

Berdasarkan data kependudukan Desa Ngembal. Jumlah penduduk sebesar

6.036 jiwa yang terdiri dari 1.655 Kepala Keluarga. Laki-laki sebanyak 2.973 jiwa,

perempuan sebanyak 3.063 jiwa.

Adapun pembagian jumlah penduduk berdasarkan umur dapat digolongkan

sebagai berikut:

Tabel 4.2. data penduduk berdasarkan umur

No Golongan Umur Jumlah

1. 0-5 tahun 386 orang

2. 6-15 tahun 1.135 orang

3. 16-19 tahun 1.301 orang

4. 20-26 tahun 73 orang

5. 27-40 tahun 836 orang

6. 41-50 tahun 736 orang

7. 51-60 tahun 869 orang

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

Berdasarkan data kependudukan Desa Ngembal. Penduduk yang berusia 0-5

tahun sebanyak 386 orang, 6-15 tahun sebanyak 1.135 orang, 16-19 tahun sebanyak

1.301 orang, 20-26 tahun sebanyak 773 orang, 27-40 tahun sebanyak 836 orang, 41-

50 tahun sebanyak 736 orang dan 51-60 tahun ke atas sebanyak 869 orang. Dari data

yang diperoleh berdasarkan data kependudukan di Desa Ngembal jumlah angka

penduduk yang paling menonjol adalah antara umur 16-19 tahun.

Page 114: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

99

c. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Adapun tingkat pendidikan penduduk dan sarana pendidikan dapat

digolongkan sebagai berikut:

a. tingkat pendidikan penduduk

Tabel 4.3. data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat pendidikan penduduk Jumlah

1. Buta aksara 0 orang

2. Tamat Sekolah Dasar /sederajat 3.811 orang

3. Tamat SLTP /sederajat 184 orang

4. Tamat SLTA /sederajat 178 orang

5. Tamat Akademi /sederajat 6 orang

6. Tamat Universitas /sederajat 16 orang

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

b. sarana/prasarana fisik pendidikan di Desa Ngembal

Tabel 4.4. data berdasarkan sarana/prasarana fisik pendidikan

No Sarana/prasana fisik pendidikan Jumlah

1. Taman Kanak-kanak 1 buah

2. Sekolah Dasar 4 buah

3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 buah

4. Sekolah Menengah Umum 1 buah

5. Madarasah 6 buah

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

Tingkat pendidikan dapat menggambarkan tingkat kemajuan daerah dalam

pembangunan. Dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik diperlukan

penduduk dan sumber daya yang berkualitas, sarana pendidikan di Desa Ngembal

meliputi 1 buah TK, SD 4 buah, SLTP 1 buah, SMU 1 buah, Madarasah 6 buah.

Sedangkan buta aksara 0 orang, tamatan SD 3.811 orang, tamatan SLTP 184 orang,

tamatan SLTA 178 orang, tamatan Akademi 6 orang dan tamatan Universitas 16

Page 115: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

100

orang. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan sudah cukup memenuhi

walaupun masyarakat mayoritas masih berpendidikan sekolah dasar, akan tetapi dari

jumlah tersebut sudah menunjukkan angka peningkatan dalam hal pendidikan sampai

ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi walaupun dalam angka yang masih rendah.

Berdasarkan keterangan dari Bapak Cahyono selaku masyarakat desa Ngembal

bahwa:

Berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat masih banyak tamatan Sekolah Dasar karena waktu itu untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan sangat jauh harus turun dari Desa minimal ke daerah Porwosari. Karena jarak tempuh yang relatif jauh maka uang untuk transport sangat mahal sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya cukup untuk keseharian saja selain itu kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Hampir 1 tahun ini berdiri sebuah yayasan untuk sekolah lanjutan yaitu, SLTP dan SLTA sehingga sudah banyak anak-anak yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (wawancara, 16 November 2009). Tingkat pendidikan masyarakat Desa Ngmebal masih banyak tamatan

Sekolah Dasar karena waktu untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan harus turun dari

Desa minimal ke daerah Porwosari. Jarak tempuh yang relatif jauh, uang transport,

serta kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan menjadi

penghalang masyarakat untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Dengan

berdirinya Yayasan pendidikan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah

Menengah Tingkat Atas sangat membantu dan mempengaruhi kesadaran masyarakat

akan arti penting pendidikan sehingga banyak anak-anak untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

d. Penduduk Menurut Agama

Adapun agama penduduk dapat digolongkan sebagai berikut:

Tabel 4.5. data penduduk berdasarkan agama

No Agama Jumlah

1. Islam 6.036 orang

Page 116: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

101

2. Hindu -

3. Budha -

4. Kristen -

5. Konghuchu -

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

Berdasarkan profil Desa Ngembal. Di Desa Ngembal penduduk setempat

seluruhnya beragama Islam.

Tabel 4.6. data berdasarkan sarana fisik keagamaan

No Sarana fisik keagamaan Jumlah

1. Masjid 9 buah

2. Musholah 32 buah

3. Gereja - buah

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

Prasarana ibadah berupa masjid 9 buah, musholah 32 buah dengan kondisi

prasarana masih sangat baik. Setiap hari Jum’at umat Islam melaksanakan sholat

Jum’at secara berjamaah di masjid terdekat. Di Desa Ngembal banyak kegiatan

keagamaan. Misalnya: pembacaan tahlil, yasin, diba’, manakib. Peringatan

keagamaan atau hari besar Islam dilaksanakan di masjid atau di tempat yang telah

ditentukan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Cahyono bahwa:

Di Desa Ngembal banyak kegiatan keagamaan. Tahlil, yasin, diba’ serta manakib dilaksanakan di rumah penduduk secara bergiliran yang dibuat seperti arisan. Dalam kegiatan tersebut masyarakat yang mengikuti kegiatan dikenai biaya yang telah disepakati. Biaya tersebut digunakan untuk keperluan jama’ah dan kegiatan itu sendiri (wawancara, 16 November 2009).

Selanjutnya Ibu Danis menambahkan bahwa:

Kegiatan keagamaan tersebut dilakukan pada hari yang telah disepakati bersama. Dalam kegiatan tersebut waktu dan hari berbeda antara kegiatan perempuan dengan kegiatan yang dilakukan oleh laki-laki. Selain kegiatan tersebut masih terdapat kegiatan remaja masjid yaitu albanjari. Kegiatan ini merupakan perkumpulan para remaja masjid yang dilakukan oleh remaja laki-laki. Kegiatan Albanjari sudah bagus dalam hal membawakan dan dalam hal struktur kepengurusan sudah jelas (wawancara, 16 November 2009).

Page 117: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

102

Kegiatan keagamaan penduduk Desa Ngembal meliputi Tahlil, yasin, diba’

serta manakib yang dilaksanakan di rumah penduduk secara bergiliran. Selain itu

terdapat kegiatan remaja masjid yaitu albanjari. Kegiatan ini merupakan perkumpulan

para remaja masjid yang dilakukan oleh remaja laki-laki. Kegiatan Albanjari sudah

bagus dalam hal membawakan dan dalam hal struktur kepengurusan sudah jelas.

Kegiatan pengajian ditentukan hari pelaksanaan acara pengajian sesuai dengan

kesepakatan. Selain itu, masyarakat yang mengikuti kegiatan dikenai biaya yang telah

disepakati. Biaya tersebut digunakan untuk keperluan jama’ah dan kegiatan tersebut.

e. Penduduk menurut Mata Pencaharian

Adapun mata pencaharian penduduk di Desa Ngembal digolongkan sebagai

berikut:

Tabel 4.7. data penduduk berdasarkan mata pencaharian

No Mata pencaharian Jumlah

1. Petani 1.504 orang

2. Pegawai Negeri Sipil 14 orang

3. TNI/Polri - orang

4. Pedagang 18 orang

5. Tukang 34 orang

6. Buruh Tani 465 orang

7. Guru 14 orang

8. Tukang Ojeg 67 orang

9. Penjahit 6 orang

10. Peternak 273 orang

11. Buruh Swasta 155 orang

Sumber: Profil Desa Ngembal 2009

Page 118: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

103

Mata pencaharian masyarakat Desa Ngembal yang menggambarkan aktifitas

ekonomi, penduduk setempat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, adalah

sebagai petani, buruh tani, pengusaha, pegawai, pedagang, penjahit, peternak.

Berdasarkan profil Desa Ngembal. Mata pencaharian penduduk petani

sebanyak 34 orang, Pegawai Negeri Sipil sebanyak 14 orang, TNI/Polri sebanyak -

orang, Pedagang sebanyak 18 orang, tukang sebanyak 34 orang, buruh tani

sebanyak 465 orang, guru sebanyak 14 orang, tukang ojeg sebanyak 67 orang,

penjahit sebanyak 6 orang, peternak sebanyak 273 orang, buruh swasta sebanyak 155

orang . Dari data yang diperoleh berdasarkan profil Desa Ngembal mata pencaharian

penduduk yang paling menonjol adalah petani

Berdasarkan mata pencaharian, persentase yang paling banyak adalah mereka

yang mempunyai pekerjaan petani, mata pencaharian sebagai buruh tani menunjukkan

urutan kedua, selanjutnya mata pencaharian yang diminati penduduk adalah peternak

ayam dan peternak sapi, buruh swasta, tukang ojeg, pedagang, guru, PNS, penjahit.

f. Perkawinan

Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah cukup dewasa dan siap

untuk berumah tangga, apabila kedua belah pihak menghendaki untuk menjalani

hidup bersama, maka mereka melaksanakan upacara perkawinan, secara adat serta

agama disaksikan oleh masyarakat. Perkawinan tersebut tercatat resmi dan diakui oleh

pemerintah. Perkawinan dalam keluarga priyayi, sebagai berikut:

Page 119: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

104

2. Sistem Perkawinan Priyayi

Berdasarkan penelitian di Desa Ngembal dan hasil wawancara dengan Bapak

Suwarno “perkawinan priyayi adalah perkawinan keluarga priyayi yang

menggunakan adat perkawinan Yogyakarta” (wawancara, 31 Oktober 2010).

Berikut merupakan perkawinan yang terjadi dalam keluarga priyayi:

a. Perkawinan Priyayi

Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada umumnya perkawinan priyayi

menganut sistem perkawinan monogami, yaitu suami mempunyai seorang istri dan

seorang istri mempunyai seorang suami. Walaupun bersifat monogami bukan berarti

dalam perkawinan keluarga priyayi tidak diperbolehkan melakukan perkawinan

secara poligami.

Berikut penjelasan dari Bapak Yus sebagai berikut:

Pernikahan poligami dalam keluarga kami bukan merupakan sebuah hal yang tidak boleh, akan tetapi akan sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga dengan istri pertama, apabila ingin poligami tentunya ada persetujuan dari istri pertama dan istri pertama tidak dapat menjalankan kewajiban dengan baik maka poligami dapat dilakukan (wawancara, 27 juni 2010).

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Danis, beliau menambah penjelasan dari Pak Yus sebagai berikut:

Perkawinan poligami selain berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga tentunya akan timbul percecokan antara istri satu dengan istri berikutnya, pertengkaran akan sering terjadi tidak hanya dengan kedua istri tersebut bahkan bisa dengan suami mereka disebabkan permasalahan yang sepele, apabila pertengkaran kerap terjadi tentunya akan sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga serta perkembangan psikologis anak (wawancara, 27 juni 2010).

Berikut Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Fitri bahwa: “perkawinan dengan sistem

poligami tidak dikehendaki dalam keluarga kami, sehingga tidak dilakukan

perkawinan yang bersifat poligami” (wawancara,27 juni 2010).

Page 120: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

105

Pernikahan poligami dalam keluarga priyayi bukan merupakan sesuatu yang

tidak boleh dalam sebuah perkawinan, akan tetapi sangat menghindari perkawinan

poligami karena membawa pengaruh terhadap keharmonisan keluarga terutama istri

pertama, timbul percecokan antara istri satu dengan istri berikutnya, pertengkaran

tidak hanya sering terjadi antara kedua istri tersebut bahkan bisa dengan suami

mereka disebabkan permasalahan yang sepele, apabila pertengkaran kerap terjadi

tentunya akan sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga serta perkembangan

psikologis anak. Sehingga perkawinan dengan sistem poligami tidak dikehendaki dan

hampir tidak dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Apabila ingin

poligami tentunya ada persetujuan dari istri pertama dengan sebab istri pertama tidak

dapat menjalankan kewajiban dengan baik maka poligami dapat dilakukan.

b. Perkawinan Sedarah

Perkawinan sedarah adalah perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-

laki dengan seorang perempuan yang masih mempunyai ikatan saudara ataupun

hubungan keluarga sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga.

Perkawinan sedarah masih tetap ada dalam kelaurga priyayi. Berikut wawancara

dengan Bapak Cahyono yang masih keluarga priyayi menceritakan:

Keluarga priyayi masih terdapat perkawinan sedarah, perkawinan seseorang yang masih mempunyai ikatan ataupun hubungan keluarga. Perkawinan sedarah dilakukan karena kedua belah pihak merasa cocok, walaupun masih ada hubungan keluarga tetapi keluarga jauh dan sudah bisa dinikahkan (wawancara, 26 juni 2010).

Hubungan perkawinan membawa akibat yang sangat luas dalam kehidupan

masyarakat. Misalnya, masalah yang berhubungan status anak, cara mendidik anak,

kelas sosial. Perkawinan bukan saja ikatan antara suami-istri akan tetapi juga

mempengaruhi keturunan mereka. Berdasarkan keterangan dari Ibu Fitri, beliau

menambahkan bahwa:

Page 121: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

106

Perkawinan sedarah bisa dilakukan apabila pihak laki-laki lebih tua dibanding dengan pihak perempuan, apabila pihak perempuan lebih tua dibanding dengan pihak laki-laki perkawinan tidak dapat dilangsungkan karena hal tersebut merupakan pantangan dalam keluarga tersebut walaupun kedua pasangan sudah merasa cocok satu sama lain ( wawancara, 26 juni 2010).

Seperti yang dijelaskan Ibu Danis, sebagai berikut:

Perkawinan sedarah dilakukan apabila kedua belah pihak merasa cocok tanpa adanya paksaan dari orang tua ada juga yang masih dijodohkan orang tuanya, apabila pihak yang hendak menikah tidak setuju dengan perjodohan tersebut maka pihak orang tua tidak dapat memaksa, selain itu perkawinan sedarah dilakukan dengan tujuan mempererat silaturahmi antara pihak keluarga, selain itu pihak orang tua berfikir agar harta mereka tetap kepada anak ataupun saudara sendiri (wawancara, 26 juni 2010).

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Yus sebagai berikut:

Perkawinan sedarah pihak yang hendak menikah sering kali dijodohkan oleh pihak orang tua, kebanyakan kedua belah pihak yang hendak menikah setuju dengan pilihan orang tua sehingga terjadi perkawinan sedarah, perkawinan sedarah ini dilakukan untuk menjaga keturunan supaya tidak bercampur dengan orang lain (wawancara, 26 juni 2010).

Berdasarkan penjelasan Bapak Cahyono sebagai berikut:

Walaupun dalam keluarga kami masih terdapat beberapa perkawinan sedarah akan tetapi sudah tidak seperti dulu, karena tanpa disadari banyak terjadi keluarga yang masih mempunyai ikatan ataupun hubungan suadara dekat menikah dengan saudara dekat sehingga secara tidak langsung mempengaruhi keturunan mereka terutama dalam hal cara berfikir anak sehingga banyak keluarga yang menikah dengan orang lain akan tetapi tetap dipertimbangkan secara keseluruhan pihak yang akan dinikahi. Walaupun demikian perkawinan sedarah masih kerap terjadi dalam keluarga kami (wawancara, juni 2010).

Keluarga priyayi masih terdapat perkawinan sedarah, perkawinan seseorang

yang masih mempunyai ikatan ataupun hubungan keluarga. Perkawinan sedarah

dilakukan karena kedua belah pihak merasa cocok, walaupun masih ada hubungan

keluarga tetapi keluarga jauh dan sudah bisa dinikahkan.

Berdasarkan silsilah keluarga, perkawinan sedarah bisa dilakukan apabila

pihak laki-laki lebih tua dibanding dengan pihak perempuan, apabila pihak perempuan

lebih tua dibanding dengan pihak laki-laki perkawinan tidak dapat dilangsungkan

Page 122: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

107

karena hal tersebut merupakan pantangan dalam keluarga tersebut walaupun kedua

pasangan sudah merasa cocok satu sama lain.

Perkawinan sedarah dilakukan apabila kedua belah pihak merasa cocok tanpa

adanya paksaan dari orang tua walaupun masih terdapat pihak calon pengantin yang

dijodohkan orang tuanya, kedua belah pihak yang hendak menikah setuju dengan

pilihan orang tua sehingga terjadi perkawinan sedarah, apabila pihak yang hendak

menikah tidak setuju dengan perjodohan tersebut maka pihak orang tua tidak dapat

memaksa. Perkawinan sedarah dilakukan dengan tujuan untuk menjaga keturunan

supaya tidak bercampur dengan orang lain dan mempererat silaturahmi antara pihak

keluarga.

Dalam kenyataannya perkawinan sedarah masih tetap terjadi dalam kalangan

keluarga priyayi. Meskipun dalam melaksanakannya sudah menyesuaikan dengan

perkembangan zaman. Dimasa sekarang perkawinan sedarah lebih mengutamakan

kebebasan kepada pihak yang hendak menikah baik dari pihak laki-laki maupun dari

pihak perempuan.

c. Perkawinan Sambungan

Perkawinan sambungan adalah perkawinan seorang laki-laki dengan saudara

perempuan istrinya atau dengan saudara laki-laki suaminya yang meninggal dunia,

dimana perkawinan sambungan dalam istilah Jawa dapat disebut dengan perkawinan

karang wulu.

Berdasarakan wawancara dengan Bapak Cahyono, beliau menjelaskan bahwa:

Selama ini perkawinan karang wulu tidak ada dalam keluarga kami akan tetapi selama ini perkawinan karang wulu hanya terjadi pada orang lain atau tetangga. perkawinan karang wulu ini juga sangat sulit untuk ditemui. Perkawinan sambungan dilakukan untuk mempererat tali persaudaraan selain itu apabila mempunyai keturunan dari perkawinan pertama dengan kakaknya, akan lebih baik dirawat oleh saudara dan dijadikan ibu (wawancara, 26 juni 2010).

Page 123: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

108

Perkawinan sambungan atau perkawinan karang wulu tidak ada dalam

keluarga priyayi. namun, selama ini perkawinan karang wulu hanya dijumpai

masyarakat diluar keluarga priyayi dan sangat jarang terjadi perkawinan sambungan

atau perkawinan karang wulu.

d. Perceraian dalam keluarga priyayi

Perceraian adalah putusnya hubungan sebagai suami-istri. Selain masalah

perkawinan dalam adat Jawa juga mengatur mengenai masalah perceraian. Perceraian

hanya bisa dilakukan kedua belah pihak apabila dalam perkawinan apabila tetap

dipaksanakan akan membawa dampak yang negatif untuk kedua belah pihak serta

anak-anak mereka.

Berikut merupakan keterangan Bapak Cahyono, beliau menjelaskan sebagai berikut:

Dalam keluarga kami hampir tidak ada yang bercerai, kalaupun ada hanya beberapa orang saja dan rujuk kembali sehingga perceraian dalam keluarga kami hampir tidak ada. Namun demikian bukan berarti di Desa kami tidak ada perceraian, Selama ini saya hanya mendapati perceraian tapi bukan dari kalangan keluarga saya. Perceraian mereka disebabkan kedua pasangan tidak merasa cocok satu sama lain, ada suami-istri yang tidak menyukai dari awal pernikahan sehingga hanya pernikahan hanya berjalan belum satu minggu (wawancara, 27 juni 2010).

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Fitri selaku keluarga priyayi, beliau menjelaskan

bahwa:

Perceraian yang terjadi dalam keluarga kami disebabkan oleh ketidakcocokan masing-masing pasangan, sehingga pertengkaran terus menerus terjadi. Selain itu ada permasalahan antara pihak menantu dengan pihak mertua disebabkan masalah materi sehingga perceraian bisa terjadi (wawancara, 27 juni 2010).

Pada umumnya perceraian yang terjadi dalam keluarga priyayi di Desa

Ngembal sangat rendah sekali. Perceraian yang terjadi hanya beberapa orang dari

pihak keluarga priyayi dan rujuk kembali sehingga perceraian sangat jarang terjadi.

Perceraian disebabkan oleh beberapa faktor yang sulit untuk disatukan baik pihak

laki-laki maupun pihak perempuan, maupun antara pihak menantu dengan pihak

Page 124: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

109

mertua disebabkan masalah materi sehingga terjadi perceraian. Namun demikian,

terdapat masyarakat di Desa Ngembal yang mengalami perceraian, disebabkan kedua

pasangan tidak merasa cocok satu sama lain, suami-istri yang tidak menyukai dari

awal pernikahan sehingga hanya pernikahan hanya berjalan belum satu minggu.

3. Tradisi yang dilakukan Sebelum perkawinan dilaksanakan

Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang

berlaku di daerah tersebut. Sebelum melaksanakan perkawinan terlebih dahulu

melalui tahap-tahap tertentu:

a. Nontoni

Pihak laki-laki sendiri ataupun pihak keluarga menanyakan terlebih dahulu

apakah si perempuan tersebut sudah mempunyai pilihan untuk dijadikan pendamping

atau belum dan anak perempuan bersedia untuk dipinang oleh laki-laki tersebut atau

tidak.

b. Lamaran

Lamaran adalah salah satu rangkaian upacara perkawinan. Di desa Ngembal

upacara perkawinan pelaksanaannya tergantung dari masing-masing keluarga.

Sebelum melaksanakan perkawinan kedua calon pengantin pada umumnya telah

saling mengenal.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu anggota keluarga priyayi, Ibu Fitri

menjelaskan bahwa:

Lamaran merupakan hal yang bersifat resmi, suatu tahapan dalam rangkaian pernikahan. Tahap lamaran ini dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, sedangkan tradisi yang berlaku di dalam keluarga priyayi sampai sekarang tidak melamar seorang perempuan begitu saja akan tetapi melihat serta memilih menantu yang jelas identitasnya untuk bagian keluarga sehingga mayoritas keluarga masih kuat menerapkan sistem bibit, bobot, bebet. Begitu juga sebaliknya (wawancara,17 November 2009).

Page 125: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

110

Berdasarkan keterangan Ibu Cahyono selaku keluarga priyayi menerangkan bahwa:

Dalam memilih manantu (suami atau istri dari anak mereka) dalam keluarga masih melihat bibit, bebet dan bobot. Tahap-tahap dalam memilih menantu ini bukan sebagai hal yang pilih kasih akan tetapi dengan tujuan menjaga kemurnian keturunan serta mempertahankan tradisi yang sudah melekat dari para sesepuh khususnya dalam hal memilih jodoh. Apabila dalam pemilihan calon menantu tersebut terdapat hal yang tidak baik maka pihak keluarga priyayi tidak melanjutkan untuk dijadikan bagian dalam keluarga mereka. Selain itu jika pihak perempuan yang dilamar maka lamaran tersebut akan ditolak secara halus (wawancara,17 November 2009).

Berdasarkan wawancara Bapak Cahyono yang masih keluarga priyayi

menceritakan:

Dahulu tidak semua orang berani untuk melamar perempuan anggota keluarganya apabila tidak sebanding dengan keluarga pihak yang dilamar. Perlu ditelusuri terlebih dahulu tentang keluarga pihak laki-laki tersebut. Sehingga, sebelum acara lamaran dilaksanakan, terlebih dahulu beberapa keluarga pihak perempuan meminta waktu kepada pihak keluarga laki-laki untuk mempertimbangkan dan mengemukakan dengan berbagai alasan. Pada waktu itu juga orang tua perempuan mencari kebenaran tentang keluarga pihak laki-laki yang melamar, apakah yang dikatakan itu benar atau tidak. Orang tua dari pihak perempuan mencari tahu tentang informasi tersebut dengan cara menyuruh orang ataupun keluarga yang dipercaya. Pihak yang dipercaya tersebut mencari informasi dengan cara menanyakan kepada masyarakat sekitar tentang kebiasaan hidup keluarga laki-laki serta pandangan masyarakat terhadap keluarga pihak laki-laki. Pendekatan serta pertanyaan yang dilakukan oleh pihak keluarga perempuan tidak akan ditanyakan kepada saudara atau sahabat pihak laki-laki, akan tetapi ditanyakan kepada orang lain untuk mencari data ataupun informasi. Setelah mendapatkan informasi suruhan pihak perempuan menceritakan tentang apa yang sebenarnya kepada keluarga perempuan. Apabila yang dikatakan pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan itu benar secara fakta maka keluarga membicarakan, memikirkan, dan mengambil keputusan tentang hasil apakah lamaran tersebut diterima ataupun ditolak (wawancara,17 November 2009).

Setelah jangka waktu yang telah ditentukan oleh keluarga pihak perempuan,

keluarga laki-laki kembali menanyakan tentang pinangan tersebut. Apabila lamaran

tersebut diterima, keluarga pihak perempuan yang menentukan tentang persiapan

pernikahan. Namun, jika lamaran tersebut ditolak, maka keluarga pihak perempuan

mempunyai etika yang lebih halus untuk mengungkapkan tentang penolakan tersebut.

Page 126: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

111

Upacara lamaran diselenggarakan di rumah orang tua perempuan tepatnya di

ruang depan. Keistimewaan dalam upacara lamaran tampak pada jamuannya serta

sikap penerimaan yang resmi, ramah, serta sopan, penuh tata cara.

Menurut keterangan dari Ibu Danis, beliau menjelaskan bahwa:

Dalam upacara lamaran seluruh keluarga memerlukan persiapan dan perlengkapan upacara yang pada intinya sama dengan masyarakat pada umumnya antara lain: tahap pertama, persiapan dalam acara lamaran yaitu membawa tukon (asak tukon), dan pihak laki-laki telah yakin bahwa lamarannya positif diterima. Selain itu rombongan itu juga membawa buah tangan. Misalnya, makanan tradisional yang wajib dibawa terbuat dari beras ketan, yakni, wajik, tetel atau makanan lainnya (wawancara,17 November 2009).

Berdasarkan keterangan Ibu Sum (bukan nama sebenarnya) selaku bukan keluarga

priyayi menerangkan bahwa:

Dalam pemilihan menantu dilihat terlebih dahulu apakah pihak orang tua setuju kedua belah pihak yang hendak menikah sudah setuju maka perkawinan dapat dilaksanakan dan untuk acara lamaran pihak laki-laki membawa makanan yang terbuat dari beras ketan (wawancara, 27 November 2009).

Pada saat upacara lamaran pihak laki-laki membawa makanan yang terbuat

dari beras ketan. Berdasarkan penjelasan ibu Fitri bahwa: “beras ketan mempunyai

makna untuk merekatkan tali silaturahmi antara kedua belah pihak, karena beras ketan

apabila dimasak terasa pekat sehingga mengandung makna demikian”(wawancara,17

November 2009).

Pada acara lamaran pihak laki-laki sekaligus menyerahkan cincin kepada

pihak perempuan untuk mengikat yang nantinya untuk dinikahi. Setelah pelaksanaan

lamaran dari pihak laki-laki selesai dilanjutkan dengan peningsetan atau pertunangan.

Mengenai hari H pernikahan yang dimaksud tidak ditentukan pada hari itu, akan tetapi

masih ditangguhkan dengan mencari hari baik dengan cara menunggu beberapa hari

setelah pihak gadis membericarakan dalam musyawarah keluarga.

Lamaran merupakan hal yang bersifat resmi, suatu tahapan dalam rangkaian

pernikahan. Tahap lamaran dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan,

Page 127: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

112

Dalam memilih manantu (suami atau istri dari anak mereka) pihak keluarga masih

melihat bibit, bebet dan bobot. Tahap-tahap dalam memilih menantu bukan sebagai

hal yang pilih kasih akan tetapi dengan tujuan menjaga kemurnian keturunan serta

mempertahankan tradisi yang sudah melekat dari para sesepuh khususnya dalam hal

memilih jodoh.

Orang tua dari pihak perempuan mencari tahu tentang informasi tersebut

dengan cara menyuruh orang ataupun keluarga yang dipercaya. Pihak yang dipercaya

tersebut mencari informasi dengan cara menanyakan kepada masyarakat sekitar

tentang kebiasaan hidup keluarga laki-laki serta pandangan masyarakat terhadap

keluarga pihak laki-laki. Pendekatan serta pertanyaan yang dilakukan oleh pihak

keluarga perempuan tidak akan ditanyakan kepada saudara atau sahabat pihak laki-

laki, akan tetapi ditanyakan kepada orang lain untuk mencari kebenaran data ataupun

informasi. Setelah mendapatkan informasi suruhan pihak perempuan menceritakan

tentang apa yang sebenarnya kepada keluarga perempuan. Apabila yang dikatakan

pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan itu benar secara fakta maka keluarga

membicarakan, memikirkan, dan mengambil keputusan tentang hasil apakah lamaran

tersebut diterima ataupun ditolak.

Dalam upacara lamaran persiapan dan perlengkapan upacara yang pada

intinya sama dengan masyarakat pada umumnya antara lain: tahap pertama, persiapan

dalam acara lamaran yaitu membawa tukon (asak tukon), dan pihak laki-laki telah

yakin bahwa lamarannya positif diterima makanan tradisional yang wajib dibawa

terbuat dari beras ketan, yakni, wajik, tetel dan berbagai makanan.

c. Ningseti

Ningseti dalam bahasa Indonesia artinya mengencangkan tali ikatan. Bila

lamaran diterima, pada hari yang disepakati keluarga pihak laki-laki datang lagi

Page 128: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

113

kerumah pihak perempuan. Maksud kedatangan untuk menyerahkan beberapa barang

penyerahan (peningset) sebagai bukti bahwa anak perempuan tersebut akan

dijodohkan.

Di Desa Ngembal keluarga priyayi acara ningseti pada dasarnya sama dengan

masyarakat umumnya. Berdasarkan yang dituturkan oleh Ibu Danis, beliau

menjelaskan bahwa:

Maksud serta tujuan dari ningseti tersebut tidak lain adalah mengencangkan tali ikatan apabila lamaran telah diterima. Pada acara ningseti ini juga kedua keluarga menentukan hari perkawinan yang telah disepakati (wawancara, 17 November 2009).

Pada acara ningseti tersebut pihak laki-laki datang kekeluarga pihak

perempuan dengan menyerahkan beberapa barang sebagai bukti bahwa anak

perempuan tersebut telah ada ikatan dengan pihak laki-laki. Menurut keterangan yang

disampaikan oleh Pak Cahyono bahwa:

Dengan adanya peningsetan ini ikatan ataupun hubungan kedua belah pihak, antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki menjadi setengah sah berdasarkan adat serta tidak boleh dijodohkan dan keluar dengan laki-laki lain. Apabila salah satu dari kedua belah pihak dikemudian hari menyalahi perjanjian yang telah disepakati, banyak melakukan penyimpangan dan jika hubungan tersebut dilanjutkan banyak membawa hal yang buruk terhadap kedua belah pihak, maka pertunangan dapat dibatalkan dan pihak perempuan harus mengembalikan barang-barang yang telah diberikan oleh pihak laki-laki, kecuali makanan. Namun, semua tergantung dari perjanjian kedua belah pihak tersebut (wawancara, 17 November 2009). Ningseti adalah mengencangkan tali ikatan apabila lamaran telah diterima

oleh pihak keluarga perempuan, pada hari yang sudah disepakati keluarga pihak laki-

laki berkunjung kerumah pihak perempuan. Tujuan ningseti adalah mengencangkan

tali ikatan apabila lamaran telah diterima.

Dengan adanya peningsetan ikatan ataupun hubungan kedua belah pihak,

antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki menjadi setengah sah berdasarkan adat

serta tidak boleh dijodohkan dan keluar dengan laki-laki lain. Apabila salah satu dari

Page 129: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

114

kedua belah pihak dikemudian hari menyalahi perjanjian yang telah disepakati,

banyak melakukan penyimpangan dan jika hubungan tersebut dilanjutkan banyak

membawa hal yang buruk terhadap kedua belah pihak, maka pertunangan dapat

dibatalkan dan pihak perempuan harus mengembalikan barang-barang yang telah

diberikan oleh pihak laki-laki, kecuali makanan. Namun, semua tergantung dari

perjanjian kedua belah pihak tersebut. Pada acara ningseti kedua keluarga menentukan

hari perkawinan yang telah disepakati

Tradisi ningseti di Desa Ngembal pihak perempuan tidak memberikan

balasan yang berupa srah-srahan kepada pihak laki-laki, hal tersebut juga berlaku di

kalangan keluarga priyayi di Desa Ngembal.

d. Sengkeran atau pingitan

Sengkeran atau pingitan adalah pengamanan sementara bagi calon pengantin

putra dan putri sampai upacara panggih selesai yang ditempatkan di lingkungan atau

tempat khusus yang aman dan tidak diperkenankan meninggalkan lingkungan

sengkeran. Berdasarkan keterangan dengan Pak Yus selaku keluarga priyayi

menjelaskan bahwa:

Sengkeran atau pingitan untuk sekarang ini dilakukan menjelang hari penikahan yaitu dilakukan selama 7 hari sebelum upacara panggih. Sehingga tradisi pingitan tidak seperti dahulu dimana pingitan dilakukan selama 40 hari (wawancara, 27 Oktober 2010). Ibu Danis menambahkan keterangan dengan Pak Yus, beliau menjelaskan

bahwa:

Sengkeran ataupun pingitan dilakukan dengan tujuan agar pihak calon pengantin tidak terganggu oleh orang lain untuk melakukan pernikahan, selain itu menjaga sari (aura) dalam diri calon pengantin sehingga pingitan perlu untuk dilakukan untuk menjaga kelancaran pelaksanaan pernikahan (wawancara, 13 November 2010).

Page 130: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

115

Berdasarkan keterangan Ibu Sum (bukan nama sebenarnya) selaku bukan

keluarga priyayi menjelaskan bahwa:

Dalam keluarga kami tidak melakukan pingitan, calon pengantin biasanya membantu untuk menyiapkan acara pernikahan besok, kami tidak melakukan prosesi adat Jawa secara menyeluruh karena faktor biaya yang banyak sehingga setelah acara lamaran dan ningseti langsung pada acara akad nikah, karena akad nikah merupakan hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan dan dilanjutkan dengan prosesi resepsi secara sederhana atau cukup dengan akad nikah setelah itu selesai (wawancara, 27 November 2010). Sengkeran atau pingitan dilakukan tidak seperti dahulu dimana pingitan

dilakukan selama 40 hari akan tetapi tradisi pingitan dilakukan menjelang hari

penikahan yaitu selama 7 hari sebelum upacara panggih. Sengkeran ataupun pingitan

dilakukan dengan tujuan menjaga serta mengamankan pihak calon pengantin dari

orang lain, menjaga sari (aura) dalam diri calon pengantin sehingga pingitan perlu

untuk dilakukan untuk menjaga kelancaran pelaksanaan pernikahan. Sedangkan

pingitan dalam keluarga bukan priyayi tidak dilaksanakan dan tidak melakukan

prosesi perkawinan adat Jawa secara menyeluruh.

e. Siraman

Upacara siraman di daerah Ngembal pada keluarga priyayi dilaksanakan pada

sore hari sekitar pukul 15.00. Siraman dilakukan di rumah calon pengantin

perempuan, berdasarkan keterangan Ibu Endang salah satu dari juru rias pengantin

bahwa:

Siraman dilakukan atas dasar permintaan dari pihak keluarga dan kedua pihak calon pengantin. Siraman dilakukan di tempat calon pengantin perempuan. Kebanyakan dalam keluarga priyayi di Desa Ngembal hanya pihak pengantin perempuan saja yang melakukan siraman, pihak laki-laki tidak melakukan proses siraman. Kebanyakan pihak laki-laki tidak ingin melakukan siraman (wawancara,18 November 2009).

Menurut Ibu Endang sebagai perias pengantin menjelaskan bahwa:

Sebelum melakukan proses siraman, air yang dibuat mandi oleh calon pengantin diberi doa terlebih dahulu oleh juru rias, dengan tujuan pengantin

Page 131: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

116

tampak lebih cantik serta aura dalam diri calon pengantin keluar (wawancara,18 November 2009).

Sebelum melakukan prosesi siraman, calon pengantin perempuan dirias

terlebih dahulu, rambut yang diurai yang dihiasi dengan bandu bunga hidup serta

mengenakan pakaian kemben (jarik sampai dada). Pengantin keluar dari kamar

dengan dipayungi oleh saudara perempuan pengantin menuju ke tempat pemandian

melalui dapur. Calon pengantin duduk di tempat siraman yang telah didekorasi

dengan nuansa alami.

Seperti yang diungkapkan oleh juru rias bahwa:“air yang digunakan untuk

siraman diperoleh dari tujuh mata air sumur yang berada di daerah tersebut dengan

taburan bunga” (wawancara, 18 November 2009).

Prosesi siraman dilakukan oleh para keluarga, dari keluarga yang tertua. Setelah

prosesi siraman selesai masih dilanjutkan banyak prosesi yang lain. Berdasarkan

keterangan Ibu Endang salah satu dari juru rias pengantin bahwa:

Air berjumlah tujuh melambangkan harapan hidup yang dapat saling menolong (mitulung, pitulungan). Air sumber tua yang tidak pernah kering melambangkan hidup calon pengantin dapat memberikan penghidupan seperti layaknya air yang tidak pernah kering, rezeki terus mengalir, kemuliaan terus didapat, dan yang tua dapat memberikan pengayoman kepada yang lebih muda (wawancara, 18 November 2009).

Menurut Ibu Endang sebagai perias pengantin menjelaskan bahwa:

Bunga sritaman (mawar, melati, dan kenanga) melambangkan keharuman. Secara fisik keharuman bunga tersebut dapat meresap ke tubuh calon pengantin diharapkan memiliki keharuman nama dapat dicontoh oleh sesama, adapun peralatan untuk acara siraman antara lain piranti sesaji, air siraman, bunga sritaman (mawar, melati, dan kenanga), alas duduk, gayung siraman, sehelai mori berukuran dua meter dipakai ketika siraman, Kendhi atau klenting berisi air untuk bersuci pada akhir siraman(wawancara, 18 November 2009).

Siraman dilakukan atas dasar permintaan dari pihak keluarga dan kedua

pihak calon pengantin. Keluarga priyayi di Desa Ngembal hanya pihak pengantin

perempuan saja yang melakukan siraman, pihak laki-laki tidak ingin melakukan

Page 132: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

117

proses siraman. Sebelum melakukan proses siraman, air yang dibuat mandi oleh calon

pengantin diberi doa terlebih dahulu oleh juru rias dan taburan bunga sritaman

(mawar, melati, dan kenanga) dengan tujuan pengantin tampak lebih cantik serta aura

dalam diri calon pengantin keluar.

f. Dodol Dawet

Dodol dawet merupakan suatu rangkaian prosesi setelah acara siraman.

Dodol dawet dilakukan dengan cara orang tua calon perempuan memecah kendhi

(tempat air minum yang terbuat dari batu bata dan tanah liat). Dodol dawet

melambangkan banyak tamu pengantin yang hadir dan banyak rezeki.

Salah satu juru rias pengantin menjelaskan bahwa:

Maksud serta tujuan dilakukannya dodol dawet tidak lain supaya pada waktu acara mantenan banyak tamu yang berdatangan semerawut (banyak tamu yang berdatangan) seperti dawet (wawancara,18 November 2009).

Dodol dawet ini disaksikan oleh para kerabat dan masyarakat sekitarnya.

Sebelum acara dodol dawet dilakukan jauh hari sebelumnya perias pengantin menulis

nama kedua calon pengantin, dan sehari sebelum acara pada waktu dodol dawet diisi

dengan uang logam serta bunga hidup. Pada waktu orang tua calon pengantin

perempuan memecah kendhi, para kerabat serta masyarakat saling berebut

mendapatkan pecahan kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) serta

uang logam yang terdapat dalam kendhi tersebut. Uang logam yang diperoleh dengan

cara berebut tersebut dapat diambil oleh orang yang memperolehnya, sedangkan

pecahan kreweng tersebut digunakan untuk membeli dawet kepada orang tua calon

perempuan. Penjualan dawet ini dilakukan sampai dawet tersebut habis terjual.

Berdasarkan keterangan dari salah satu juru rias bahwa:

Setelah penjualan habis, hasil dari pecahan kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut diberikan kepada calon pengantin perempuan yang telah menunggu di kamar. Maksud dari pemberian kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut adalah orang tua memberikan

Page 133: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

118

nafkah terakhir kepada calon pengantin yang selanjutnya menjadi kewajiban suami untuk memberikan nafkah (wawancara, 18 November 2009). Dodol dawet merupakan suatu rangkaian prosesi setelah acara siraman.

Dodol dawet dilakukan dengan cara orang tua calon perempuan memecah kendhi

(tempat air minum yang terbuat dari batu bata dan tanah liat). Setelah penjualan habis,

hasil dari pecahan kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut

diberikan kepada calon pengantin perempuan yang telah menunggu di kamar. Maksud

dari pemberian kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut adalah

orang tua memberikan nafkah terakhir kepada calon pengantin yang selanjutnya

menjadi kewajiban suami untuk memberikan nafkah. Maksud serta tujuan

dilakukannya dodol dawet pada waktu acara pernikahan banyak tamu yang

berdatangan.Tradisi dodol dawet merupakan acara yang khas sebelum pernikahan

dilaksanakan dalam prosesi pernikahan adat Jawa.

g. Langkahan

Langkahan dalam keluarga priyayi di Desa Ngembal masih dilakukan.

Langkahan dilaksanakan apabila calon pengantin mempunyai saudara kandung yang

belum menikah dan didahului oleh calon pengantin. Langkahan ini berlaku baik pihak

calon pengantin perempuan ataupun pihak calon pengantin laki-laki.

Berdasarkan keterangan dengan Pak Yus selaku keluarga priyayi menjelaskan bahwa:

Langkahan ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta doa restu kepada saudara tertua yang belum menikah dan mendoakan supaya saudara yang belum menikah tersebut segera mendapatkan jodoh (wawancara, 18 November 2009).

Berdasarkan keterangan dengan Pak cahyano, beliau menjelaskan bahwa:

Memohon doa restu kepada kakak calon pengantin karena melaksanakan pernikahan terlebih dahulu dan malambangkan kebesaran jiwa kakak (yang dilangkahi) untuk rela jika adiknya menikah menikah terlebih dahulu. Langkahan dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan keris kecil atau gunting untuk memotong benang lawe yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Acara ini melambangkan bahwa kakaknya telah ikhlas mengizinkan adiknya untuk mendahului kawin(wawancara, 11 November 2010).

Page 134: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

119

Langkahan dilakukan dengan tujuan untuk meminta doa restu kepada saudara

tertua yang belum menikah dan mendoakan supaya saudara yang belum menikah

tersebut segera mendapatkan jodoh dan memohon doa restu kepada kakak calon

pengantin karena melaksanakan pernikahan terlebih dahulu dan malambangkan

kebesaran jiwa kakak (yang dilangkahi) untuk rela jika adiknya menikah menikah

terlebih dahulu.

Langkahan dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan keris kecil

atau gunting untuk memotong benang lawe yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Acara ini melambangkan bahwa kakaknya telah ikhlas mengizinkan adiknya untuk

mendahului kawin.

Langkahan yang dilakukan calon pengantin yaitu dengan cara memberikan

berbagai perlengkapan. Orang Jawa menyebut perlengkapan sepengadhek

(perlengkapan kerudung, kebayak, jarik, sandal, kosmetik) yang diberikan calon

pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan sewaktu acara peningsetan

ataupun acara tunangan. Langkahan dilakukan sehari sebelum akad nikah yaitu, pada

waktu selesai acara siraman.

h. Ngerik

Upacara adalah menghilangkan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar dahi

agar tampak bersih dan wajahnya menjadi bercahaya. Upacara ngerik dimaksudkan

untuk membuang rasa sial (sebel).

Berdasarkan keterangan Ibu Danis selaku keluarga priyayi bahwa:

Setelah acara siraman dan langkahan (jika ada) calon pengantin perempuan dirias dikamar pengantin oleh juru rias, rambut pengantin putri dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa wangi. Wajahnya dirias dan rambutnya digelung sesuai dengan pola upacara perkawinan Jawa (wawancara, 27 Oktober 2010).

Page 135: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

120

Berdasarkan keterangan Ibu Sum (bukan nama sebenarnya) selaku bukan

keluarga priyayi menerangkan bahwa:

Upacara ngerik dilakukan pada saat merias pengantin perempuan (wawancara, 27 November 2010).

Upacara ngerik merupakan upacara yang selalu dilakukan setelah acara

siraman dan pelangkahan. Setelah acara siraman dan langkahan (jika ada) calon

pengantin perempuan dirias dikamar pengantin oleh juru rias, rambut pengantin putri

dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa wangi. Wajahnya dirias dan

rambutnya digelung. Maksud dari upacara ngerik adalah untuk membuang rasa sial

(sebel).

i. Midodareni

Acara midodareni yaitu acara yang di lakukan pada malam hari, tepatnya

pukul 18.00 sampai pukul 00.00. Berdasarkan keterangan Bapak Cahyono selaku

keluarga priyayi bahwa:

Acara midodareni sekarang ini pada keluarga priyayi jarang dilakukan karena ada beberapa hambatan untuk melakukan acara midodareni. Diantara hambatan tersebut adalah masalah biaya yang bertambah membengkak apabila melakukan acara midodareni. Selain itu juga memperhitungkan waktu serta tenaga yang bertambah banyak terkuras (wawancara, 18 November 2009). Tradisi midodareni jarang di lakukan dengan penyerahan srah-srahan dari

pihak laki-laki kepada pihak perempuan karena selama pelaksanaan perkawinan pihak

laki-laki maupun pihak perempuan sendiri atas dana sendiri, sehingga acara

midodareni jarang dilakukan. Pada malam melepas lajang pihak perempuan dipingit

dalam kamar, ditemani beberapa perempuan yang belum menikah dengan membakar

dupa pengantin.

j. Nyantri

Rombongan keluarga temanten pria berkunjung kekediaman pihak calon

penagntin perempuan dan calon pengantin pria tidak ikut diajak pulang. Tentu nyantri

Page 136: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

121

sebelumnya sudah dibicarakan dan disetujui kedua pihak. Nyantri dilaksanakan untuk

segi praktisnya, mengingat besok pagi dia sudah harus didandani untuk pelaksanaan

ijab kabul/pernikahan. Juga untuk keamanan pernikahan, kedua calon mempelai sudah

berada disatu tempat

Berdasarkan keterangan Bapak Cahyono menjelaskan bahwa:

Acara nyantri masih dilakukan oleh keluarga kami mengingat besok pagi calon pengantin laki-laki sudah harus didandani untuk pelaksanaan ijab kabul/pernikahan (wawancara, 27 Oktober 2010).

Acara nyantri tetap dilakukan oleh keluarga priyayi untuk kelancaran calon

pengantin pada waktu acara ijab Kabul dan prosesi perkawinan adat yang dilakukan.

k. Maskawin

Maskawin adalah pemberian dari calon pengantin laki-laki kepada calon

pengantin perempuan berupa uang, barang-barang, ataupun perhiasan. Maskawin

biasanya disesuaikan dengan adat daerah setempat. Setiap upacara perkawinan tidak

hanya kalangan keluarga priyayi saja, pihak laki-laki memberikan mahr, akan tetapi

pemberian mahar berlaku pada seluruh lapisan, hanya saja nominal yang diberikan

masing-masing orang berbeda-beda.

Berdasarkan keterangan Bapak Cahyono menjelaskan bahwa:

Maskawin yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan tergantung dari permintaan pihak perempuan, akan tetapi pihak perempuan juga masih melihat kemampuan pihak laki-laki untuk memberikan berapa banyak maskawin yang diberikan (wawancara,18 November 2009).

Seperti yang dituturkan oleh Ibu Danis menambahkan keterangan dari Bapak

Cahyono bahwa:

Pemberian maskawin kepada pihak perempuan minimal sebatas standar, artinya bukan asal-asalan untuk memberikan maskawin kepada pihak perempuan. Pemberian maskawin kepada pihak perempuan ini juga melihat tingkat stratifikasi keluarga pihak perempuan dalam masyarakat, sehingga pihak laki-laki mempertimbangkan serta menyesuaikan maskawin yang akan diberikan kepada pihak perempuan (wawancara,18 November 2009).

Page 137: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

122

Pemberian jumlah maskawin tersebut jauh hari sebelum acara akad nikah

diberitahukan kepada pihak perempuan terlebih dahulu, apakah sepakat dengan

jumlah pemberian maskawin atau belum. Jika belum, maka pihak laki-laki

menambahkan sampai terjadi kesepakatan tentang jumlah pemberian maskawin.

Jumlah pemberian maskawin tersebut akan disebutkan dalam acara akad nikah yang

disaksikan para undangan secara sah, sesuai dengan agama yang diyakini serta

perpaduan dengan adat setempat.

3. Pelaksanaan Prosesi Upacara perkawinan

Dalam kehidupan masyarakat Jawa tidak lepas dengan adat-istiadat yang

berlaku dalam komunitasnya. Salah satu prosesi yang sampai sekarang masih tetap

dilestarikan yaitu prosesi upacara perkawinan adat Jawa yang dilakukan keluarga

priyayi di Desa Ngembal. Adapun prosesi upacara perkawinan melalui tahap-tahap

sebagai berikut:

a. Akad Nikah

Akad nikah adalah pernyataan dari pihak calon suami dan pihak calon istri

untuk mengikat diri mereka dalam satu ikatan suci perkawinan.

Akad nikah merupakan hal yang sakral bagi perhatian seseorang tidak hanya

berdasarkan hukum saja akan tetapi juga berdasarkan agama. Akad nikah

dilaksanakan sesuai dengan perhitungan Jawa yang berdasarkan “primbon” Jawa.

Pelaksanaan upacara akad nikah biasanya dilakukan pada malam hari, sehari sebelum

acara resepsi dilaksanakan. Akan tetapi, akad nikah kebanyakan dilakukan pada pagi

hari. Berdasarkan keterangan dari Bapak Cahyono bahwa:

Akad nikah dalam tradisi kami dilaksanakan pada pagi hari biasanya pukul 08.00 wib atau pukul 10.00 wib, untuk waktu akad nikah disesuaikan dengan jam yang baik, pada waktu acara akad nikah hanya dihadiri oleh wali calon pengantin perempuan, calon pengantin laki-laki, penghulu, saksi, dan para tamu pria yang undangan dalam acara akad nikah, sedangkan calon pengantin

Page 138: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

123

perempuan yang sudah dirias mendengarkan dan menunggu didalam kamar (wawancara, 28 Oktober 2010).

Berdasarkan keterangan Ibu Sum (bukan nama sebenarnya) selaku bukan keluarga

priyayi menerangkan bahwa:

Akad nikah merupakan hal yang paling sakral dalam sebuah pernikahan berdasarkan agama sehingga merupakan keharusan yang dilakukan oleh setiap orang untuk melakukan sebuah pernikahan, untuk melakukan acara akad nikah tentunya memilih hari dan jam yang baik (wawancara, 27 November 2010).

Akad nikah merupakan kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh warga

negara muslim yang akan melakukan perkawinan. Sebelum acara akad nikah

dilaksanakan pihak calon pengantin mengurus surat ke kantor urusan agama terlebih

dahulu, setelah itu baru bisa dilakukan akad nikah sesuai dengan tanggal yang telah

dipersiapkan oleh calon pengantin.

b. Upacara Panggih

Upacara panggih merupakan pertemuan pengantin laki-laki dengan pengantin

perempuan setelah kedua pengantin dirias oleh juru rias dengan mengenakan pakaian

pengantin Jawa. Upacara panggih dilaksanakan pada sore hari sekiar pukul 15.00.

Berdasarkan keterangan Bapak Suwarno selaku dalang pengantin, beliau menjelaskan

bahwa:

Pada waktu acara panggih tersebut pengantin perempuan mencium tangan pengantin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pengantin perempuan akan patuh dan setia kepada pengantin laki-laki (wawancara,19 November 2009).

Berdasarkan keterangan Bapak Suwarno selaku dalang pengantin, beliau

menambahkan penjelasan bahwa:

Adapun makna kembar mayang yakni daun-daunan sebagai sarana tolak bala (menolak segala bencana, halangan, rintangan, atau marabahaya). Pecut-pecutan melambangkan bahwa hidup perlu semangat, tidak takut menghadapi rintangan. Keris-kerisan melambangkan pusaka dapat berarti ilmu ilmiah untuk mencapai kebahagiaan hidup ataupun ilmu ibadah untuk hidup di akhirat. Payung-payungan melambangkan pengayoman terutama laki-laki yang harus sanggup melindungi istrinya. Walangan melambangkan ketahanan hidup kedinamisan. Manuk-manukan (burung) melambangkan perjuangan,

Page 139: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

124

kesetiaan, dan kecerian. Gedebog untuk menancapkan segala daun-daunan dan janur membentuk kembar mayang. Sepasang kelapa muda melambangkan bertemunya pemuda-pemudi (calon pengantin) (wawancara,19 November 2009). Berdasarkan keterangan Ibu Sum (bukan nama sebenarnya) selaku bukan

keluarga priyayi menerangkan bahwa:

Pada waktu acara panggih, pertemuan pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki langsung menginjak acara wijidadi, sindurbinayang, dan penyerahan pengantin laki-laki kepada keluarga pihak pengantin perempuan (wawancara, 27 November 2010).

Pada waktu acara panggih pengantin laki-laki diantar oleh keluarga dekat

laki-laki yang dituakan, yang disebut dengan (kembang mayang putra) menuju ke

rumah pengantin perempuan, sedangkan pengantin perempuan diantar oleh wanita

yang dituakan yang disebut dengan (kembang mayang putri) keluar dari kamar

pengantin menuju ke halaman rumah menyambut datangnya pengantin laki-laki. Dua

kembang mayang putra dan dua kembang mayang putri membawa kembar mayang

yang tingginya sekitar satu meter atau lebih, dimana kembang mayang perempuan

lebih kecil, terbuat dari janur dengan dihiasi bunga, sedangkan kembang mayang laki-

laki terbuat dari pohon pisang yang dihiasi dengan janur serta bunga. Kedua kembang

mayang laki-laki nantinya akan ditukar dengan kembang mayang perempuan pada

waktu pengantin laki-laki bertemu dengan pengantin perempuan.

Setelah kembang mayang ditukar, kembang mayang perempuan yang sudah

ditukar dengan kembang mayang laki-laki tersebut diletakkan dipersimpangan dekat

rumah, sedangkan kembang mayang laki-laki diletakkan sejajar di depan dekorasi

tempat pengantin.

Page 140: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

125

Gambar 3.1. upacara perkawinan prosesi panggih

Pengantin laki-laki keluarga pengantin perempuan pengantin perempuan diantar keluarga dan para tamu menyambut mencium tangan dengan kembar mayang kedatangan kelaurga dan pengantin laki-laki

pengantin laki-laki c. Balang Suruh

Balang suruh dilakukan setelah acara panggih, dimana kedua pengantin

saling melempar suruh yang telah dibuntel (dibungkus atau di balut) dengan benang

putih.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Suwarno, beliau menjelaskan bahwa:

Gantal adalah daun sirih yang bertemu ruasnya untuk membuntal sedikit bunga pinang (jambe), tembakau berwarna hitam, diikat benang putih (lawe). Buah pinang melambangkan keindahan dan keharuman wanita. Kapur berwarna putih melambangkan kesucian, tembakau berwarna hitam melambangkan kcocokan hati. Gantal sebagai simbol perjodohan/pertemuan. Walaupun yang satu pria dan yang lain wanita jika telah diikat dengan tali suci (pernikahan) akan menjadi satu dalam cipta, rasa, dan karsa seperti layaknyadaun sirih yang bebeda ruas atas dan bawahnya, tetapi satu rasa. Lemparan dengan tangan kanan dan kiri, agar tepat saling melempar (pria dan wanita), pengantin pria terlebih dahulu melempar gantal. Lemparan pria diarahkan ke dahi, dada, dan lutut. Ini menunjukkan makna harapan pengantin pria bahwa wanita agar segera dapat mengembangkan dan kuat pikiran (pecah nalar). Biasanya jika ada permasalahan wanita lebih cepat menangis dari pada memikirkan solusinya., menangis dahulu baru bagaimana penyelesaiannya. Berbeda dengan laki-laki yang terkadang kebablasan, bertindak dahulu baru berfikir akibatnya dengan perasaan. Oleh karena itu, wajar jika wanita yang pertama melempar gantal pada dada pengantin pria dengan harapan membangkitkan perasaan kasih dan sayang (wawancara, 31 Oktober 2010).

Selanjutnya Bapak Suwarno menambahkan keterangan bahwa:

Balang suruh kedua pengantin, dimana suruh tersebut dibuntel(dibungkus atau di balut) dengan benang putih melambangkan cinta kasih, kesucian serta kesetiaan (wawancara,18 November 2009).

Page 141: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

126

Balang suruh dilakukan setelah acara panggih, dimana kedua pengantin

saling melempar suruh yang telah dibuntel (dibungkus atau di balut) dengan benang

putih. Balang suruh kedua pengantin, dimana suruh tersebut dibuntel (dibungkus atau

di balut) dengan benang putih. Tradisi balang suruh dilakukan pada waktu acara

temon kedua pengantin, pengantin perempuan melempar bungkusan daun sirih yang

diikat dengan benang putih kepada pengantin laki-laki melambangkan cinta kasih,

kesucian serta kesetiaan.

d. Wijidadi

Wijidadi merupakan acara yang dilakukan setelah acara balang suruh.

Wijidadi dilakukan dengan cara pengantin laki-laki menginjak telur yang telah

dipersiapkan. Dimana telur tersebut diletakkan di atas tikar yang terbuat dari anyaman

serta ditaburi dengan bunga.

Setelah pengantin laki-laki menginjak telur pengantin perempuan membasuh

kedua kaki pengantin laki-laki dengan menggunakan air yang telah dicampur dengan

berbagai macam bunga.

Berikut merupakan penjelasan Pak Suwarno, beliau menjelaskan bahwa:

Wijidadi melambangkan bahwa pikiran kedua pengantin bisa serta mampu berfikir untuk kedepannya dalam berbagai hal. Misalnya, bekerja dan bertanggung jawab dalam membangun keluarga secara lahir dan batin (wawancara,18 November 2009). Tradisi wijidadi melambangkan bahwa pikiran kedua pengantin bisa serta

mampu berfikir untuk kedepannya dalam berbagai hal dan membangun keluarga

secara lahir dan batin. wijidadi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan dalam

perkawinan masyarakat yang menggunakan perkawinan adat Jawa.

Page 142: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

127

Gambar 3.2. upacara perkawinan prosesi wijidadi

prosesi wijidadi

e. Sindurbinayang

Setelah acara wijidadi selesai dilanjutkan dengan acara sindurbinayang.

Sindurbinayang merupakan prosesi, dimana ayah pengantin perempuan mengantar

kedua pengantin ke kursi pengantin sedangkan ibu pengantin perempuan menutup

pundak kedua pengantin dengan kain sindur yang ditarik dari depan kedua pengantin

dengan menghadap ke depan oleh ayah pengantin perempuan. Sedangkan ibu

pengantin perempuan mengikuti dengan memegang pundak kedua pengantin.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Suwarno, beliau menjelaskan bahwa:

Sindurbinayang mempunyai makna, bahwa ayah akan menunjukkan jalan kebahagiaan. Sedangkan ibu, memberikan dorongan moral kepada kedua pengantin apabila suatu saat rumah tangga pengantin terdapat permasalahan agar tidak berputus asa akan tetapi tetap semangat untuk memperbaiki kembali (wawancara,18 November 2009)

Sesampai kedua pengantin pada kursi pengantin, kedua pengantin

melanjutkan acara sungkem kepada kedua ayah dan ibu pengantin perempuan secara

bergiliran. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Suwarno, beliau menjelaskan bahwa:

“sungkem melambangkan bahwa kedua pengantin akan terus berbakti kepada

orangtua walaupun sudah berumah tangga” (wawancara,18 November 2009).

Prosesi sindurbanayang di lakukan ayah pengantin perempuan menunjukkan

bahwa orang tua akan menunjukkan jalan kebahagian kepada kedua pengantin,

sedangkan ibu pengantin akan memberikan dorongan moral kepada kedua pengantin

apabila dalam berumah tangga mendapat musibah. Acara sindurbinayang yang

Page 143: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

128

dilanjutkan dengan acara sungkem, merupakan suatu lambang bahwa anak meminta

doa restu untuk berumah tangga dan akan terus berbakti kepada orang tua walaupun

pasangan pengantin sudah menikah.

Gambar 3.3. upacara perkawinan prosesi sindurbanayang

prosesi sindurbanayang

f. Timbang

Acara timbang dilakukan di saat kedua pengantin di atas kursi pengantin,

dengan cara ayah pengantin perempuan duduk di kursi pengantin dan kedua pengantin

duduk di atas pangkuan ayah pengantin perempuan sambil mengucapkan kedua

pengantin sama beratnya. Berikut ini keterangan dari Pak Suwarno, beliau

menjelaskan bahwa:

Acara timbang ini dilakukan dan ayah pengantin mengatakan sama beratnya, hal ini mempunyai maksud bahwa cinta kedua pengantin sederajat dan orang tua pengantin perempuan sudah menganggap pengantin laki-laki seperti anaknya sendiri walaupun hanya anak menantu (wawancara, 18 November 2009). Pada waktu acara timbang kedua orang tua pengantin perempuan menerima

pengantin laki-laki sebagai anak sendiri. Acara timbang dilakukan ayah pengantin

mengatakan sama beratnya. Melambangkan cinta kedua pengantin sederajat dan orang

tua pengantin perempuan sudah menganggap pengantin laki-laki seperti anaknya

sendiri walaupun hanya anak menantu.

g. Tanem

Acara tanem adalah ayah pengantin perempuan mendudukkan kedua

pengantin ke kursi pengantin. Berdasarkan wawancara dengan Pak Suwarno, beliau

Page 144: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

129

menjelaskan bahwa: “acara tanem mempunyai makna bahwa ayah pengantin

perempuan telah menyetujui pernikahan tersebut” (wawancara,18 November 2009).

Pada waktu acara tanem melambangkan bahwa ayah pengantin perempuan

sudah menyetujui dan ayah pengantin perempuan memberikan restu kepada kedua

pengantin atas perkawinan mereka.

h. Sungkeman

Sepasang pengantin melakukan sungkem kepada kedua pihak orangtua.

Mula-mula kepada orangtua penagntin wanita kemudian kepada orangtua penagntin

pria. Sungkem adalah merupakan bentuk penghormatan tulus kepada orangtua dan

pinisepuh.

Berikut wawancara dengan Pak Suwarno, beliau menjelaskan bahwa:

Acara sungkem dilakukan setelah acara timbang dimana pengatin perempuan dan pengatin laki-laki sungkem (menghormat dengan posisi jongkok, kedua telapak tangan menyembah dan mencium lutut yang disungkemi. Sungkem adalah bentuk penghormatan tulus kepada orang tua dan pinisepuh (wawancara, 27 Oktober 2010). Sungkem melambangkan bentuk penghormatan tulus kepada orang tua dan

pinisepuh. Pada waktu sungkem (menghormat dengan posisi jongkok, kedua telapak

tangan menyembah dan mencium lutut yang disungkemi), keris yangdipakai pengatin

pria dilepas terlebih dahulu dan dipegangi oleh juru rias, sesudah selesai sungkem,

keris dikanakan kembali.

Gambar 3.4. upacara perkawinan prosesi sungkem

Pengantin laki-laki sungkem pengantin perempuan sungkem

terlebih dahulu kepada orantua setelah pengantin laki-laki sungkem kepada

pengantinPerempuan orangtua pengantin perempuan

Page 145: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

130

i. Kacar Kucur/Tampakaya

Acara kacar kucur ini adalah pengantin laki-laki memberikan bungkusan

yang terbuat dari kain kepada pengantin perempuan, pemberiaan ini diletakkan di atas

pangkuan pengantin perempuan yang dialasi dengan tikar. Sedangkan pengantin laki-

laki mengucurkan isi dalam bungkusan tersebut sedikit demi sedikit di pangkuan

pengantin perempuan, dimana dalam bungkusan kain putih tersebut terdapat berbagai

macam persediaan bahan pangan. Misalnya, kedelai, kacang, padi, jagung, beras,

jamu dlingo, bunga, serta beberapa mata uang (jumlah mata uang harus genap).

Berikut wawancara dengan Pak Suwarno, beliau menjelaskan bahwa:

Kacar-kucur pengantin laki-laki mengucurkan isi dalam bungkusan tersebut sedikit demi sedikit di pangkuan pengantin perempuan, bungkusan kain putih tersebut terdapat berbagai macam persediaan bahan pangan seperti kedelai, kacang, padi, jagung, beras, jamu dlingo, bunga, serta beberapa mata uang. Kacar kucur mempunyai makna suami akan memberikan seluruh gaji yang diperoleh kepada istrinya dan pengantin perempuan menerima pemberian dari pengantin laki-laki serta berhati-hati dalam membelanjakan dan akan mengurus serta menjadi ibu rumah tangga yang baik (wawancara,18 November 2009).

Tradisi kacar kucur merupakan salah satu dari prosesi pernikahan adat Jawa

kacar kucur dilaksanakan setelah acara tanem. Kacar-kucur mempunyai makna suami

akan memberikan gaji yang diperoleh kepada istrinya dan pengantin perempuan

menerima pemberian serta berhati-hati dalam membelanjakan dan akan mengurus

serta menjadi ibu rumah tangga yang baik.

Gambar 3.5. upacara perkawinan prosesi kacar-kucur

Penyerahan isi kacar kucur prosesi kacar kucur

Page 146: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

131

j. Dahar Kalimah/Dahar Kembul

Dahar Kalimah/Dahar Kembul dilakukan setelah acara kacar-kucur selesai.

Orang tua pengantin perempuan memberikan nasi serta lauknya satu piring kecil dan

satu gelas air. Pasangan pengantin makan bersama dan saling menyuapi satu sama

lain. Berdasarkan penjelasan Pak Suwarno bahwa:

Dahar kembul (makan satu piring berdua) yang dilakukan oleh pengantin mempunyai makna bahwa kedua pengantin mempunyai tekad untuk hidup bersama serta berat ringan kehidupan berkeluarga dipikul berdua (wawancara,18 November 2009). Acara dahar kembul mempunyai makna bahwa kedua pengantin mempunyai

tekad untuk hidup bersama serta berat ringan kehidupan keluarga dipikul bersama.

Gambar 3.6. upacara perkawinan prosesi dahar kembul

prosesi dahar kembul

k. Resepsi Perkawinan

Sesudah seluruh rangkaian upacara perkawinan selesai dilakukan resepsi,

dimana kedua pengantin baru diapit kedua belah pihak orang tua menerima ucapan

selamat dari para tamu.

Berdasarkan keterangan Ibu Danis, beliau menjelaskan sebagai berikut: Acara resepsi tamu dilaksanakan setelah serangkaian prosesi perkawinan dan para tamu dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah disediakan sambil beramah tamah dengan kerabat dan kenalan (wawancara, 11 Oktober 2010). Resepsi dilakukan sesudah seluruh rangkaian upacara perkawinan selesai

dilakukan, dimana kedua pengantin baru diapit kedua belah pihak orang tua menerima

ucapan selamat dari para tamu. Pada waktu acara resepsi para tamu dipersilahkan

Page 147: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

132

menyantap hidangan yang sudah disediakan sambil beramah tamah dengan kerabat

dan kenalan.

Gambar 3.7. upacara perkawinan prosesi resepsi pernikahan

prosesi resepsi pernikahan

l. Nguduh Mantu

Ngunduh mantu adalah tradisi yang dilakukan oleh keluarga laki-laki setelah

acara pernikahan dikediaman pihak perempuan dengan mengadakan pesta. Acara

ngunduh mantu dilaksanakan dengan jangka waktu lima hari setelah acara panggih

dikediaman pihak perempuan.

Seperti yang dituturkan oleh Ibu Fitri, beliau menjelaskan sebagai berikut:

Ngunduh mantu dilaksanakan dikediaman pihak laki-laki setelah lima hari acara pernikahan dipihak perempuan dengan menggadakan pesta, acara ngunduh mantu dilaksanakan seperti acara dikediaman perempuan hanya saja tidak melalui tahap yang rumit. Acara ngunduh mantu ini dilaksanakan setelah lima hari karena sudah adat yang berlaku dari dahulu jadi sekarang tetap dilaksanakan dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan (wawancara, 25 Juni 2010).

Acara ngunduh mantu diperjelas, seperti yang dituturkan oleh Ibu Danis bahwa:

Ngunduh mantu dilaksanakan setelah acara sepasar dikeluarga pihak perempuan, maksud dari sepasar (selamatan setelah acara pernikahan). Acara sepasar dilaksanakan sehari setelah acara pernikahan. Acara sepasar membuat nasi tumpeng dengan mengundang tetangga ataupun jamaah pengajian (wawancara, 26 juni 2010).

Berdasarkan keterangan Bapak Cahyono, beliau menjelaskan sebagai berikut: Ngunduh mantu dilaksanakan dikediaman pihak laki-laki karena acara ijab dan

prosesi adat jawa dilakukan dikediaman pihak perempuan, ngunduh mantu dilaksanakan setelah lima hari mempunyai makna bahwa pengantin yang sudah bertekad untuk membangun rumah tangga harus siap mandiri lepas dari menggantungkan diri pada orangtua. Pengantin tidak boleh madhep, mantep, mangan, melu, mertuwo yang artinya hanya menguntungkan diri pada mertua.

Page 148: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

133

Tetapi juga momong, momot, momor, mursid, murakabit, mendidik, memnjadi wadah, tidak mudah sakit hati apabila dikritik, pandai dan berguna, sehingga acara ngunduh mantu perlu untuk dilakukan (wawacara, 27 Oktober 2010).

Berdasarkan keterangan Ibu Danis, beliau menambahkan sebagai berikut:

Tujuan upacara ngunduh mantu adalah sebagai syukuran karena orangtua telah berhasil menikahkan anaknya, memperkenalkan pengantin (wanita) dengan masyarakat sekitar, keluarga mempelai pria.untuk mendapatkan pengakuan (legitimasi) secara adat, menjalin persaudaraan(wawacara, 27 Oktober 2010).

Acara ngunduh mantu merupakan suatu tradisi yang dilakukan setelah lima

hari acara pernikahan dikediaman pihak laki-laki, acara ngunduh mantu lebih

sederhana dari pada acara dikediaman pihak perempuan. Ngunduh mantu

dilaksanakan setelah acara sepasar dikeluarga pihak perempuan, maksud dari sepasar

(selamatan setelah acara pernikahan). Acara sepasar dilaksanakan sehari setelah acara

pernikahan. Acara sepasar membuat nasi tumpeng dengan mengundang tetangga

ataupun jamaah pengajian.

Ngunduh mantu dilaksanakan dikediaman pihak laki-laki setelah lima hari

acara pernikahan dipihak perempuan dengan menggadakan pesta hanya saja tidak

melalui tahap yang rumit, Acara ngunduh mantu mempunyai makna pengantin yang

sudah bertekad untuk membangun rumah tangga harus siap mandiri lepas dari

menggantungkan diri pada orangtua. Pengantin tidak boleh madhep, mantep,

mangan, melu, mertuwo yang artinya hanya menguntungkan diri pada mertua. Tetapi

juga momong, momot, momor, mursid, murakabit, mendidik, menjadi wadah, tidak

mudah sakit hati apabila dikritik, pandai dan berguna. Acara ngunduh mantu juga

mempunyai tujuan syukuran karena orangtua telah berhasil menikahkan anaknya,

memperkenalkan pengantin (wanita) dengan masyarakat sekitar, keluarga mempelai

pria.untuk mendapatkan pengakuan (legitimasi) secara adat, menjalin persaudaraan.

Sehingga acara ngunduh mantu perlu untuk dilakukan.

Page 149: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

134

B. Temuan Penelitian

1. Sistem Perkawinan Priyayi

Pernikahan poligami dalam keluarga priyayi bukan merupakan sesuatu yang

tidak boleh dalam sebuah perkawinan, akan tetapi sangat menghindari perkawinan

poligami karena membawa pengaruh terhadap keharmonisan keluarga terutama istri

pertama, timbul percecokan antara istri satu dengan istri berikutnya, pertengkaran

tidak hanya sering terjadi antara kedua istri tersebut bahkan bisa dengan suami

mereka disebabkan permasalahan yang sepele, apabila pertengkaran kerap terjadi

tentunya akan sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga serta perkembangan

psikologis anak. Sehingga perkawinan dengan sistem poligami tidak dikehendaki dan

hampir tidak dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Apabila ingin

poligami tentunya ada persetujuan dari istri pertama dengan sebab istri pertama tidak

dapat menjalankan kewajiban dengan baik maka poligami dapat dilakukan.

a. Perkawinan Priyayi

Perkawinan priyayi adalah perkawinan keluarga priyayi yang menggunakan

adat perkawinan Yogyakarta.

b. Perkawinan Sedarah

Keluarga priyayi masih terdapat perkawinan sedarah, perkawinan seseorang

yang masih mempunyai ikatan ataupun hubungan keluarga. Perkawinan sedarah

dilakukan karena kedua belah pihak merasa cocok, walaupun masih ada hubungan

keluarga tetapi keluarga jauh dan sudah bisa dinikahkan.

Berdasarkan silsilah keluarga, perkawinan sedarah bisa dilakukan apabila

pihak laki-laki lebih tua dibanding dengan pihak perempuan, apabila pihak perempuan

lebih tua dibanding dengan pihak laki-laki perkawinan tidak dapat dilangsungkan

Page 150: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

135

karena hal tersebut merupakan pantangan dalam keluarga tersebut walaupun kedua

pasangan sudah merasa cocok satu sama lain.

Perkawinan sedarah dilakukan apabila kedua belah pihak merasa cocok tanpa

adanya paksaan dari orang tua walaupun masih terdapat pihak calon pengantin yang

dijodohkan orang tuanya, kedua belah pihak yang hendak menikah setuju dengan

pilihan orang tua sehingga terjadi perkawinan sedarah.

Dalam kenyataannya perkawinan sedarah masih tetap terjadi dalam kalangan

keluarga priyayi. Meskipun dalam melaksanakannya sudah menyesuaikan dengan

perkembangan zaman. Dimasa sekarang perkawinan sedarah lebih mengutamakan

kebebasan kepada pihak yang hendak menikah baik dari pihak laki-laki maupun dari

pihak perempuan.

c. Perkawinan Sambungan

Perkawinan sambungan atau perkawinan karang wulu tidak ada dalam keluarga

priyayi. namun, selama ini perkawinan karang wulu hanya dijumpai masyarakat diluar

keluarga priyayi dan sangat jarang terjadi perkawinan sambungan atau perkawinan

karang wulu.

d. Perceraian dalam keluarga priyayi

Pada umumnya perceraian yang terjadi dalam keluarga priyayi di Desa

Ngembal sangat rendah sekali. Perceraian yang terjadi hanya beberapa orang dari

pihak keluarga priyayi dan rujuk kembali sehingga perceraian sangat jarang terjadi.

Perceraian disebabkan oleh beberapa faktor yang sulit untuk disatukan baik pihak

laki-laki maupun pihak perempuan, maupun antara pihak menantu dengan pihak

mertua disebabkan masalah materi sehingga terjadi perceraian. Namun demikian,

terdapat masyarakat di Desa Ngembal yang mengalami perceraian, disebabkan kedua

Page 151: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

136

pasangan tidak merasa cocok satu sama lain, suami-istri yang tidak menyukai dari

awal pernikahan sehingga hanya pernikahan hanya berjalan belum satu minggu.

2. Tradisi yang dilakukan Sebelum perkawinan dilaksanakan

a. Nontoni

Menanyakan merupakan tindakan terlebih dahulu yang dilakukan oleh pihak

laki-laki ataupun pihak keluarga pihak laki-laki kepada pihak perempuan, apakah

pihak perempuan sudah mempunyai pilihan untuk dijadikan pendamping atau belum

dan menanyakan perempuan tersebut bersedia dipinang oleh laki-laki tersebut atau

tidak. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari rasa malu apabila lamarannya nanti

ditolakk oleh pihak perempuan. Menanyakan sangat penting untuk menghindari dari

hal yang tidak diinginkan.

b. Lamaran

Pada acara lamaran pihak laki-laki sekaligus menyerahkan cincin kepada

pihak perempuan untuk mengikat yang nantinya untuk dinikahi. Setelah pelaksanaan

lamaran dari pihak laki-laki selesai dilanjutkan dengan peningsetan atau pertunangan.

Mengenai hari H pernikahan yang dimaksud tidak ditentukan pada hari itu, akan tetapi

masih ditangguhkan dengan mencari hari baik dengan cara menunggu beberapa hari

setelah pihak gadis membericarakan dalam musyawarah keluarga.

Lamaran merupakan hal yang bersifat resmi, suatu tahapan dalam rangkaian

pernikahan. Tahap lamaran dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan,

Dalam memilih manantu (suami atau istri dari anak mereka) pihak keluarga masih

melihat bibit, bebet dan bobot. Tahap-tahap dalam memilih menantu bukan sebagai

hal yang pilih kasih akan tetapi dengan tujuan menjaga kemurnian keturunan serta

mempertahankan tradisi yang sudah melekat dari para sesepuh khususnya dalam hal

memilih jodoh.

Page 152: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

137

Orang tua dari pihak perempuan mencari tahu tentang informasi tersebut

dengan cara menyuruh orang ataupun keluarga yang dipercaya. Pihak yang dipercaya

tersebut mencari informasi dengan cara menanyakan kepada masyarakat sekitar

tentang kebiasaan hidup keluarga laki-laki serta pandangan masyarakat terhadap

keluarga pihak laki-laki. Pendekatan serta pertanyaan yang dilakukan oleh pihak

keluarga perempuan tidak akan ditanyakan kepada saudara atau sahabat pihak laki-

laki, akan tetapi ditanyakan kepada orang lain untuk mencari kebenaran data ataupun

informasi. Setelah mendapatkan informasi suruhan pihak perempuan menceritakan

tentang apa yang sebenarnya kepada keluarga perempuan. Apabila yang dikatakan

pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan itu benar secara fakta maka keluarga

membicarakan, memikirkan, dan mengambil keputusan tentang hasil apakah lamaran

tersebut diterima ataupun ditolak. Sedangkan keluarga bukan priyayi cenderung

melihat kepada yang hendak menikah, apabila kedua orangtua dan kedua calon

pengantin sudah setuju maka pelaksanaan perkawinan dapat dilakasanan.

Dalam upacara lamaran persiapan dan perlengkapan upacara yang pada

intinya sama dengan masyarakat pada umumnya antara lain: tahap pertama, persiapan

dalam acara lamaran yaitu membawa tukon (asak tukon), dan pihak laki-laki telah

yakin bahwa lamarannya positif diterima makanan tradisional yang wajib dibawa

terbuat dari beras ketan, yakni, wajik, tetel dan berbagai makanan.

c. Ningseti

Ningseti adalah mengencangkan tali ikatan apabila lamaran telah diterima

oleh pihak keluarga perempuan, pada hari yang sudah disepakati keluarga pihak laki-

laki berkunjung kerumah pihak perempuan. Tujuan ningseti adalah mengencangkan

tali ikatan apabila lamaran telah diterima.

Page 153: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

138

Dengan adanya peningsetan ikatan ataupun hubungan kedua belah pihak,

antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki menjadi setengah sah berdasarkan adat

serta tidak boleh dijodohkan dan keluar dengan laki-laki lain. Apabila salah satu dari

kedua belah pihak dikemudian hari menyalahi perjanjian yang telah disepakati,

banyak melakukan penyimpangan dan jika hubungan tersebut dilanjutkan banyak

membawa hal yang buruk terhadap kedua belah pihak, maka pertunangan dapat

dibatalkan dan pihak perempuan harus mengembalikan barang-barang yang telah

diberikan oleh pihak laki-laki, kecuali makanan. Namun, semua tergantung dari

perjanjian kedua belah pihak tersebut. Pada acara ningseti kedua keluarga menentukan

hari perkawinan yang telah disepakati

Tradisi ningseti di Desa Ngembal pihak perempuan tidak memberikan

balasan yang berupa srah-srahan kepada pihak laki-laki, hal tersebut juga berlaku di

kalangan keluarga priyayi di Desa Ngembal.

d. Sengkeran atau pingitan

Sengkeran atau pingitan dalam keluarga bukan priyayi tidak dilakukan

sedangkan pingitan untuk keluarga priyayi tidak seperti dahulu dimana pingitan

dilakukan selama 40 hari akan tetapi tradisi pingitan dilakukan menjelang hari

penikahan yaitu selama 7 hari sebelum upacara panggih. Sengkeran ataupun pingitan

dilakukan dengan tujuan menjaga serta mengamankan pihak calon pengantin dari

orang lain, menjaga sari (aura) dalam diri calon pengantin sehingga pingitan perlu

untuk dilakukan untuk menjaga kelancaran pelaksanaan pernikahan.

e. Siraman

Siraman dilakukan atas dasar permintaan dari pihak keluarga dan kedua

pihak calon pengantin. Keluarga priyayi di Desa Ngembal hanya pihak pengantin

perempuan saja yang melakukan siraman, pihak laki-laki tidak ingin melakukan

Page 154: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

139

proses siraman. Sebelum melakukan proses siraman, air yang dibuat mandi oleh calon

pengantin diberi doa terlebih dahulu oleh juru rias dan taburan bunga sritaman

(mawar, melati, dan kenanga) dengan tujuan pengantin tampak lebih cantik serta aura

dalam diri calon pengantin keluar.

f. Dodol Dawet

Dodol dawet merupakan suatu rangkaian prosesi setelah acara siraman.

Dodol dawet dilakukan dengan cara orang tua calon perempuan memecah kendhi

(tempat air minum yang terbuat dari batu bata dan tanah liat). Setelah penjualan habis,

hasil dari pecahan kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut

diberikan kepada calon pengantin perempuan yang telah menunggu di kamar. Maksud

dari pemberian kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut adalah

orang tua memberikan nafkah terakhir kepada calon pengantin yang selanjutnya

menjadi kewajiban suami untuk memberikan nafkah. Maksud serta tujuan

dilakukannya dodol dawet pada waktu acara pernikahan banyak tamu yang

berdatangan.Tradisi dodol dawet merupakan acara yang khas sebelum pernikahan

dilaksanakan dalam prosesi pernikahan adat Jawa.

g. Langkahan

Langkahan dilakukan dengan tujuan untuk meminta doa restu kepada saudara

tertua yang belum menikah dan mendoakan supaya saudara yang belum menikah

tersebut segera mendapatkan jodoh dan memohon doa restu kepada kakak calon

pengantin karena melaksanakan pernikahan terlebih dahulu dan malambangkan

kebesaran jiwa kakak (yang dilangkahi) untuk rela jika adiknya menikah menikah

terlebih dahulu.

Langkahan dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan keris kecil

atau gunting untuk memotong benang lawe yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Page 155: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

140

Acara ini melambangkan bahwa kakaknya telah ikhlas mengizinkan adiknya untuk

mendahului kawin.

Langkahan yang dilakukan calon pengantin yaitu dengan cara memberikan

berbagai perlengkapan. Orang Jawa menyebut perlengkapan sepengadhek

(perlengkapan kerudung, kebayak, jarik, sandal, kosmetik) yang diberikan calon

pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan sewaktu acara peningsetan

ataupun acara tunangan. Langkahan dilakukan sehari sebelum akad nikah yaitu, pada

waktu selesai acara siraman.

h. Ngerik

Upacara ngerik merupakan upacara yang selalu dilakukan setelah acara

siraman dan pelangkahan. Setelah acara siraman dan langkahan (jika ada) calon

pengantin perempuan dirias dikamar pengantin oleh juru rias, rambut pengantin putri

dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa wangi. Upacara ngerik dalam

keluarga bukan priyayi langsung dilaksanakan sebelum acara akad nikah

dilaksanakan. Wajahnya dirias dan rambutnya digelung. Maksud dari upacara ngerik

adalah untuk membuang rasa sial (sebel).

i. Midodareni

Tradisi midodareni jarang di lakukan dengan penyerahan srah-srahan dari

pihak laki-laki kepada pihak perempuan karena selama pelaksanaan perkawinan pihak

laki-laki maupun pihak perempuan sendiri atas dana sendiri, sehingga acara

midodareni jarang dilakukan. Pada malam melepas lajang pihak perempuan dipingit

dalam kamar, ditemani beberapa perempuan yang belum menikah dengan membakar

dupa pengantin.

Page 156: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

141

j. Nyantri

Acara nyantri tetap dilakukan oleh keluarga priyayi untuk kelancaran calon

pengantin pada waktu acara ijab Kabul dan prosesi perkawinan adat yang dilakukan.

k. Maskawin

Pemberian jumlah maskawin tersebut jauh hari sebelum acara akad nikah

diberitahukan kepada pihak perempuan terlebih dahulu, apakah sepakat dengan

jumlah pemberian maskawin atau belum. Jika belum, maka pihak laki-laki

menambahkan sampai terjadi kesepakatan tentang jumlah pemberian maskawin.

Jumlah pemberian maskawin tersebut akan disebutkan dalam acara akad nikah yang

disaksikan para undangan secara sah, sesuai dengan agama yang diyakini serta

perpaduan dengan adat setempat.

3. Pelaksanaan Prosesi Upacara perkawinan

a. Akad Nikah

Akad nikah merupakan kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh warga

negara muslim yang akan melakukan perkawinan. Sebelum acara akad nikah

dilaksanakan pihak calon pengantin mengurus surat ke kantor urusan agama terlebih

dahulu, setelah itu baru bisa dilakukan akad nikah sesuai dengan tanggal yang telah

dipersiapkan oleh calon pengantin.

b. Upacara Panggih

Pada waktu acara panggih keluarga bukan priyayi pengantin laki-laki diantar

oleh keluarga tanpa disertai dengan kembar mayang. Sedangkan kelaurga priyayi pada

waktu acara panggih pengantin laki-laki diantar oleh keluarga dekat laki-laki yang

dituakan, yang disebut dengan (kembang mayang putra) menuju ke rumah pengantin

perempuan, sedangkan pengantin perempuan diantar oleh wanita yang dituakan yang

disebut dengan (kembang mayang putri) keluar dari kamar pengantin menuju ke

Page 157: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

142

halaman rumah menyambut datangnya pengantin laki-laki. Dua kembang mayang

putra dan dua kembang mayang putri membawa kembar mayang yang tingginya

sekitar satu meter atau lebih, dimana kembang mayang perempuan lebih kecil, terbuat

dari janur dengan dihiasi bunga, sedangkan kembang mayang laki-laki terbuat dari

pohon pisang yang dihiasi dengan janur serta bunga. Kedua kembang mayang laki-

laki nantinya akan ditukar dengan kembang mayang perempuan pada waktu pengantin

laki-laki bertemu dengan pengantin perempuan.

Setelah kembang mayang ditukar, kembang mayang perempuan yang sudah

ditukar dengan kembang mayang laki-laki tersebut diletakkan dipersimpangan dekat

rumah, sedangkan kembang mayang laki-laki diletakkan sejajar di depan dekorasi

tempat pengantin.

c. Balang Suruh

Balang suruh dilakukan setelah acara panggih, dimana kedua pengantin

saling melempar suruh yang telah dibuntel (dibungkus atau di balut) dengan benang

putih. Balang suruh kedua pengantin, dimana suruh tersebut dibuntel (dibungkus atau

di balut) dengan benang putih. Tradisi balang suruh dilakukan pada waktu acara

temon kedua pengantin, pengantin perempuan melempar bungkusan daun sirih yang

diikat dengan benang putih kepada pengantin laki-laki melambangkan cinta kasih,

kesucian serta kesetiaan.

d. Wijidadi

Tradisi wijidadi melambangkan bahwa pikiran kedua pengantin bisa serta

mampu berfikir untuk kedepannya dalam berbagai hal dan membangun keluarga

secara lahir dan batin. wijidadi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan dalam

perkawinan masyarakat yang menggunakan perkawinan adat Jawa.

Page 158: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

143

e. Sindurbinayang

Prosesi sindurbanayang di lakukan ayah pengantin perempuan menunjukkan

bahwa orang tua akan menunjukkan jalan kebahagian kepada kedua pengantin,

sedangkan ibu pengantin akan memberikan dorongan moral kepada kedua pengantin

apabila dalam berumah tangga mendapat musibah. Acara sindurbinayang yang

dilanjutkan dengan acara sungkem, merupakan suatu lambang bahwa anak meminta

doa restu untuk berumah tangga dan akan terus berbakti kepada orang tua walaupun

pasangan pengantin sudah menikah.

f. Timbang

Pada waktu acara timbang kedua orang tua pengantin perempuan menerima

pengantin laki-laki sebagai anak sendiri. Acara timbang dilakukan ayah pengantin

mengatakan sama beratnya. Melambangkan cinta kedua pengantin sederajat dan orang

tua pengantin perempuan sudah menganggap pengantin laki-laki seperti anaknya

sendiri walaupun hanya anak menantu

g. Tanem

Pada waktu acara tanem melambangkan bahwa ayah pengantin perempuan

sudah menyetujui dan ayah pengantin perempuan memberikan restu kepada kedua

pengantin atas perkawinan mereka.

h. Sungkeman

Sungkem melambangkan bentuk penghormatan tulus kepada orang tua dan

pinisepuh. Pada waktu sungkem (menghormat dengan posisi jongkok, kedua telapak

tangan menyembah dan mencium lutut yang disungkemi), keris yangdipakai pengatin

pria dilepas terlebih dahulu dan dipegangi oleh juru rias, sesudah selesai sungkem,

keris dikanakan kembali.

Page 159: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

144

i. Kacar Kucur/Tampakaya

Tradisi kacar kucur merupakan salah satu dari prosesi pernikahan adat Jawa

kacar kucur dilaksanakan setelah acara tanem. Kacar-kucur mempunyai makna suami

akan memberikan gaji yang diperoleh kepada istrinya dan pengantin perempuan

menerima pemberian serta berhati-hati dalam membelanjakan dan akan mengurus

serta menjadi ibu rumah tangga yang baik.

j. Dahar Kalimah/Dahar Kembul

Acara dahar kembul Dahar kembul mempunyai makna bahwa kedua

pengantin mempunyai tekad untuk hidup bersama serta berat ringan kehidupan

keluarga dipikul bersama.

k. Resepsi Perkawinan

Resepsi dilakukan sesudah seluruh rangkaian upacara perkawinan selesai

dilakukan, dimana kedua pengantin baru diapit kedua belah pihak orang tua menerima

ucapan selamat dari para tamu. Pada waktu acara resepsi para tamu dipersilahkan

menyantap hidangan yang sudah disediakan sambil beramah tamah dengan kerabat

dan kenalan.

l. Nguduh Mantu

Acara ngunduh mantu merupakan suatu tradisi yang dilakukan setelah lima

hari acara pernikahan dikediaman pihak laki-laki, acara ngunduh mantu lebih

sederhana dari pada acara dikediaman pihak perempuan. Ngunduh mantu

dilaksanakan setelah acara sepasar dikeluarga pihak perempuan, maksud dari sepasar

(selamatan setelah acara pernikahan). Acara sepasar dilaksanakan sehari setelah acara

pernikahan. Acara sepasar membuat nasi tumpeng dengan mengundang tetangga

ataupun jamaah pengajian.

Page 160: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

145

Ngunduh mantu dilaksanakan dikediaman pihak laki-laki setelah lima hari

acara pernikahan dipihak perempuan dengan menggadakan pesta hanya saja tidak

melalui tahap yang rumit, Acara ngunduh mantu mempunyai makna pengantin yang

sudah bertekad untuk membangun rumah tangga harus siap mandiri lepas dari

menggantungkan diri pada orangtua. Pengantin tidak boleh madhep, mantep,

mangan, melu, mertuwo yang artinya hanya menguntungkan diri pada mertua. Tetapi

juga momong, momot, momor, mursid, murakabit, mendidik, menjadi wadah, tidak

mudah sakit hati apabila dikritik, pandai dan berguna. Acara ngunduh mantu juga

mempunyai tujuan syukuran karena orangtua telah berhasil menikahkan anaknya,

memperkenalkan pengantin (wanita) dengan masyarakat sekitar, keluarga mempelai

pria.untuk mendapatkan pengakuan (legitimasi) secara adat, menjalin persaudaraan.

Sehingga acara ngunduh mantu perlu untuk dilakukan.

Page 161: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

146

BAB V

PEMBAHASAN

1. Sistem Perkawinan Priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan

Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian yang terdapat dalam Bab IV

tentang sistem perkawinan priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan adalah perkawinan keluarga priyayi bersifat monogami. Perkawinan dengan

sistem poligami dalam keluarga priyayi bukan merupakan sesuatu yang tidak boleh

akan tetapi membawa pengaruh terhadap keharmonisan keluarga, percecokan ataupun

pertengkaran yang sering terjadi dalam rumah tangga dapat menjadi penyebab dengan

permasalahan yang sepele, apabila pertengkaran kerap terjadi tentunya akan sangat

mempengaruhi keharmonisan keluarga serta perkembangan psikologis anak. Sehingga

perkawinan dengan sistem poligami tidak dikehendaki dan hampir tidak dilakukan

untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Apabila ingin poligami tentunya ada

persetujuan dari istri pertama dengan sebab istri pertama tidak dapat menjalankan

kewajiban dengan baik maka poligami dapat dilakukan.

Berdasarkan Undang-Undang Pasal 4 dan 5 Nomor I Tahun 1974 tentang

perkawinan dijelaskan bahwa seorang pria yang bermaksud kawin lebih dari satu

harus ada alasan-alasan yaitu: (1) tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

(2) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (3) istri

tidak dapat melahirkan keturunan

apabila alasan-alasan sebagaimana tersebut diatas sudah terpebuhi, maka

Pengadilan Agama juga harus meneliti apakah ada tidaknya syarat-syarat tertentu

secara kumulatif yaitu: (1) persetujuan dari istri atau istri-istrinya, kalau ada harus

146

Page 162: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

147

diucapkan dimuka majelis hakim; (2) kemampuan material dari orang bermaksud

menikah lebih dari satu orang; (3) jaminan berlaku adil terhadap istri-istrinya apabila

ia sudah menikah, jaminan berlaku adil ini dibuat dalam persidangan majelis hakim

Perkawinan poligami banyak menimbulkan beberapa hal yang sangat

mempengaruhi kehidupan dengan istri pertama sehingga menimbulkan ketegangan

berumah tangga. Keluarga priyayi mempunyai kesadaran secara hukum maupun

kesadaran yang terdapat dalam diri sendiri bahwa seorang istri membutuhkan

pengayoman dari seorang suami, terlebih seorang anak dalam masa pertumbuhan serta

perkembangan membutuhkan perlindungan, ketenangan, kenyamanan, pendidikan,

serta kasih sayang dari orang tua sehingga Undang-Undang Nomor I Tahun 1974

tentang perkawinan poligami dapat menjadi sebuah dasar yang kuat tentang peraturan

perkawinan di Indonesia.

Kesadaran hukum, kedisiplinan serta tanggung jawab dari masyarakat sangat

diharapkan karena hal tersebut merupakan suatu dasar untuk tercipta serta

terlaksananya peraturan secara baik, dengan adanya peraturan tanpa disertai kesadaran

hukum, kedisiplinan serta tanggung jawab dari masyarakat sangat sulit peraturan

tersebut untuk diterapkan akan tetapi dengan adanya kesadaran hukum dari

masyarakat penerapan peraturan yang ada tidak terlalu sulit.

Kesadaran yang dimiliki tergantung dalam diri masing-masing individu

semakin dini kita menerapkan peraturan semakin tinggi kesadaran yang terbentuk

dalam diri masyarakat, kesadaran, kedisiplinan serta tanggung jawab dapat diperoleh

dengan cara belajar dari orang tua, orang lain maupun diri kita sendiri. Pada

hakekatnya perkawinan menurut Koentjaraningrat (1984:43) sebagai berikut:

Page 163: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

148

Perkawinan sebagai pranata hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita, seorang pria dan dengan beberapa orang wanita yang diresmikan menurut prosedur adat istiadat agama dalam masyarakat yang bersangkutan dan karena itu mempunyai konsekuensi ekonomi sosial dan keagamaan sebagai individu yang bersangkutan para kaum kerabat mereka. Kesadaran hukum yang berkenaan dengan moral selain hukum yang berlaku

di Indonesia, kedisiplinan serta tanggung jawab yang sudah ada dalam keluarga

priyayi sehingga dalam perkawinan seorang laki-laki disarankan mempunyai seorang

istri kecuali dengan dasar alasan yang sangat kuat untuk dapat melakukan poligami

walaupun mempunyai harta yang berlebihan bukan berarti pihak laki-laki mudah

untuk melakukan perkawinan secara poligami.

Berdasarkan Inpres No I Tahun 1991, perkawinan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Dengan adanya perkawinan ini, diharapkan agar kedua suami-istri dapat tinggal

dirumah dengan damai serta saling mencintai antara keduanya dan memberikan kasih

sayang serta cinta kepada satu sama lain sesuai dengan tujuan pernikahan.

2. Tradisi yang Dilakukan Sebelum Pelaksanaan Perkawinan

Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian yang telah disajikan dalam

Bab IV tentang tradisi yang dilakukan sebelum pelaksanaan perkawinan adalah

sebagai berikut:

a. Nontoni

Menanyakan merupakan tindakan terlebih dahulu yang dilakukan oleh pihak

laki-laki ataupun pihak keluarga pihak laki-laki kepada pihak perempuan, apakah

pihak perempuan sudah mempunyai pilihan untuk dijadikan pendamping atau belum

dan menanyakan perempuan tersebut bersedia dipinang oleh laki-laki tersebut atau

tidak. Pada waktu nontoni tersebut keluarga pihak laki-laki tersebut dapat menilai

pihak keluarga perempuan yang akan dilamar. Hal ini perlu dilakukan tidak hanya

Page 164: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

149

untuk kalangan priyayi akan tetapi perlu dilakukan untuk kalangan masyarakat umum

untuk menghindari dari rasa malu apabila lamarannya nanti ditolak oleh pihak

perempuan. Nontoni sangat penting dilakukan tidak hanya untuk keluarga kalangan

priyayi tetapi juga untuk masyarakat Jawa umumnya untuk menghidari hal yang tidak

diinginkan.

b. Lamaran

Tradisi lamaran di Desa Ngembal, keluarga pihak laki-laki melamar pihak

perempuan untuk dijadikan istri, pada saat ini biasanya kedua pihak sudah saling

mengenal. Tradisi lamaran tidak hanya untuk kalangan keluarga priyayi akan tetapi

menyeluruh baik keluarga priyayi maupun bukan tetap melakukan lamaran.

Menurut Geertz (1983: 31) sebagai berikut:

Pola pinangan secara formal yang benar menurut kejawen terdiri dari tiga tahap. Pertama-tama, semacam perundingan penjajakan yang dilakukan oleh seorang teman atau saudara si pemuda, dengan maksud menghindari rasa malu apabila ditolak. Tahap kedua, sekurang-kurangnya dengan suatu jamuan yang serba basa-basi, kunjungan resmi pemuda tersebut ke rumah si gadis yang disertai ayah atau sanak saudaranya yang lain. Kunjungan ini dinamakan nontoni, ’melihat-lihat’, tujuannya untuk memberi kesempatan bagi orangtua kedua belah pihak untuk saling menilai secara tradisional, dan bahkan sekarang pun masih sering terjadi, bakal mempelai itu belum saling kenal maka saat inilah salah-satunya kesempatan bagi mereka untuk menaksir. Pinangan resmi kepada seorang gadis dapat terjadi sebelum ataupun sesudah si pemuda melihatnya. Orangtua sang pemuda berkunjung ke orangtua pemudi, atau mengirim seorang utusan atau mengirim sehelai surat. Biasanya pinangannya dinyatakan bahwa mereka bermaksud menjadi besan bagi orangtua pemudi itu. Perundingan pinangan dapat diselenggarahkan dengan cara yang sangat resmi, penuh dengan tata cara dan njelimet, tetapi juga dapat dengan cara sederhna dan lugas jika semua pihak yang bersangkutan merupakan teman lama dan sanak saudara. Pola yang formal itu lebih lazim berlaku di kalangan priyayi, yaitu kelas atas kota; sedangkan pola yang tidak lazim di kalangan petani di desa dan di kalangan kelas bawah kota.

Tradisi melamar dengan cara tradisional sangat baik untuk diterapkan karena

mempunyai nilai tersendiri dalam masyarakat, salah satu nilai tersebut adalah untuk

menjadikan perempuan sebagai seorang istri dan menerima keluarga baru terdapat tata

Page 165: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

150

cara yang sopan. Dalam Undang-undang No I Tahun 1974, terdapat penjelasan asas

sukarela dalam perkawinan, sebagai berikut:

Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, agar suami-istri dapat membentuk keluarga bahagia dan sejahtera serta kekal, maka diwajibkan kepada calon mempelai untuk saling kenal terlebih dahulu. Kenalan yang dimaksud disini adalah perkenalan atas dasar moral dan tidak menyimpang dari norma agama yang dianutnya. Orang tua dilarang memaksa anak-anaknya untuk dijodohkan dengan pria atau wanita pilihannya, melainkan diharapkan membimbing dan menuntut anak-anaknya agar memilih pasangan yang cocok sesuai dengan anjuran agama yang mereka peluk.

Tradisi lamaran mempunyai manfaat, salah satu diantaranya kedua belah

pihak saling mengenal, apabila terdapat kecocokan dan kedua pihak keluarga setuju

maka lamaran tersebut diterima dan dilanjutkan ketahap berikutnya. Sebaliknya

apabila lamaran tersebut ditolak maka pihak keluarga perempuan dapat menolak

dengan ungkapan yang halus untuk menghindari rasa sakit hati kepada pihak laki-laki.

Pihak laki-laki diharapkan dapat menerima dengan lapang dada, berfikir secara

positif, serta mengambil hikma dari semua yang terjadi karena segala sesuatu terdapat

baik buruk yang sudah ditetapkan.

Tradisi lamaran sangat penting bagi pihak keluarga kedua pasangan untuk

saling mengenal, selain itu pihak orang tua dilarang memaksa anak-anaknya untuk

dijodohkan dengan pria atau wanita pilihannya, melainkan dengan tradisi lamaran

diharapkan membimbing dan menuntun anak-anaknya agar memilih pasangan yang

cocok sesuai dengan anjuran agama yang mereka peluk.

c. Ningseti

Ningseti merupakan acara yang dilaksanakan setelah acara lamaran diterima

oleh pihak perempuan, acara ningseti adalah mengencangkan tali ikatan antara pihak

laki-laki dengan pihak perempuan. Pada waktu acara ningseti tersebut pihak laki-laki

berkunjung kerumah pihak perempuan untuk menyerahkan barang-barang yang

Page 166: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

151

disebut dengan peningset (tanda pengikat) untuk meresmikan lamaran tersebut dan

sebagai bukti bahwa anak perempuan tersebut sudah diikat dan tidak boleh menikah

dengan laki-laki lain.

Peningset tersebut berupa seperangkat pakaian secara lengkap serta

membawa makanan tradisonal yang terbuaut dari beras ketan. Penyerahan barang

pada waktu acara ningseti di sesuaikan dengan adat yang berlaku didaerah tersebut.

Penyerahan barang oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan tergantung

dari kemampuan pihak laki-laki. Acara ningseti dikediaman pihak perempuan dan

penyerahan yang diberikan kepada pihak laki-laki dapat diberikan secara mewah akan

tetapi juga dapat dilakukan secara sederhana, pantas serta tetap mempunyai nilai adat.

Sehingga tidak menghamburkan dana terlalu berlebihan karena masih terdapat prosesi

dalam pernikahan yang membutuhkan dana lebih banyak.

d. Sengkeran atau pingitan

Sengkeran bertujuan untuk memberikan pembekalan mental dan berbagai

nasihat oleh sesepuh kepada calon pengantin dan menjaga keselamatan calon

pengantin agar tidak ‘melarikan diri’, misalnya calon pengantin tidak mau dinikahkan.

Pada zaman dahulu calon pengantin belum saling bertemu dan saling mengenal.

Dengan perkembangan zaman pernikahan atas permintaan calon pengantin,

perjodohan oleh orangtua sudah sangat jarang terjadi, walaupun masih ada sehingga

sengkeran atau pingitan dilakukan tidak seperti dahulu dimana pingitan dilakukan

selama 40 hari akan tetapi tradisi pingitan dilakukan menjelang hari penikahan yaitu

selama 7 hari sebelum upacara panggih. Sengkeran ataupun pingitan dilakukan

dengan tujuan menjaga serta mengamankan pihak calon pengantin dari orang lain,

menjaga sari (aura) dalam diri calon pengantin sehingga pingitan perlu untuk

dilakukan untuk menjaga kelancaran pelaksanaan pernikahan.

Page 167: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

152

e. Siraman

Siraman adalah calon pengantin dimandikan oleh keluarga dengan air yang

berasal dari tujuh mata air dan diberi doa terlebih dahulu oleh perias pengantin.

Siraman tersebut dilakukan atas permintaan dari pihak keluarga dan kedua pihak

calon pengantin. Tradisi siraman bukan merupakan suatu keharusan untuk semua

calon pengantin, akan tetapi adat Jawa yang berlaku secara melekat dalam kalangan

tertentu sehingga seseorang tersebut tetap melaksanakan posesi siraman dengan tujuan

calon pengantin terlihat lebih cantik.

Tradisi siraman yang tidak wajib dilaksanakan sebelum melaksanakan

pernikahan dan tetap dilaksanakan oleh sebagian kecil masyarakat Jawa sekarang ini

diharapkan tetap dilaksanakan untuk menjaga serta melestarikan tradisi yang hanya

dilaksanakan oleh sebagian kecil masyarakat Jawa karena tradisi siraman merupakan

tahap-tahap pernikahan Jawa sebelum dilaksanakan.

Sebagian masyarakat tidak melakukan prosesi siraman karena terbentur

dengan permasalahan ekonomi akan tetapi hal ini dapat dilaksanakan dengan prosesi

siraman yang dilakukan secara sederhana tanpa berlebihan. Prosesi siraman yang

dilakukan tergantung dari tempat siraman yang ditempati sehingga tinggi rendah dana

yang dikeluarkan untuk prosesi siraman tergantung dari permintaan keluarga dan

calon pengantin. Keterbatasan dana pernikahan dapat diatasi seseorang dengan prosesi

yang sederhana sehingga semua prosesi dapat terlaksana secara adat Jawa.

f. Dodol dawet

Dodol dawet adalah menjual dawet (minuman yang terbuat dari santan

dengan gula merah) dengan cara orang tua calon pengantin membanting kendhi

(tempat air minum yang terbuat dari batu bata dan tanah liat) yang digunakan sebagai

alat pembelian dawet. Setelah penjualan dawet habis, hasil dari pecahan kreweng

Page 168: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

153

(pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut diberikan kepada calon

pengantin perempuan yang telah menunggu di kamar. Maksud dari pemberian

kreweng (pecahan kendhi yang terbuat dari batu bata) tersebut adalah orang tua

memberikan nafkah terakhir kepada calon pengantin yang selanjutnya menjadi

kewajiban suami untuk memberikan nafkah. Maksud serta tujuan dilakukannya dodol

dawet pada waktu acara pernikahan banyak tamu yang berdatangan.

Dodol dawet yang dilakukan keluarga priyayi dengan tujuan pada waktu

acara pernikahan diharapkan banyak tamu yang hadir merupakan suatu kepercayaan

dari masyarakat harus tetap kita hormati, tradisi perlu dijaga dan dilestarikan dengan

cara belajar, memahami makna yang terkandung dalam tradisi serta melakukan tradisi

tersebut. khususnya masyarakat Jawa yang jarang melakukan acara dodol dawet pada

waktu acara pernikahan dapat belajar, memahami makna yang terkandung dalam

tradisi dodol dawet serta melakukan tradisi dodol dawet dalam pernikahan.

g. Langkahan

Langkahan dilakukan dengan tujuan untuk meminta doa restu kepada saudara

tertua yang belum menikah dan mendoakan supaya saudara yang belum menikah

tersebut segera mendapatkan jodoh dan memohon doa restu kepada kakak calon

pengantin karena melaksanakan pernikahan terlebih dahulu dan malambangkan

kebesaran jiwa kakak (yang dilangkahi) untuk rela jika adiknya menikah menikah

terlebih dahulu.

Langkahan dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan keris kecil

atau gunting untuk memotong benang lawe yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Acara ini melambangkan bahwa kakaknya telah ikhlas mengizinkan adiknya untuk

menikah terlebih dahulu.

Page 169: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

154

h. Ngerik

Upacara ngerik merupakan upacara yang selalu dilakukan dalam keluarga

priyayi setelah acara siraman dan pelangkahan. Setelah acara siraman dan langkahan

(jika ada) calon pengantin perempuan dirias dikamar pengantin oleh juru rias, rambut

pengantin putri dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa wangi. Wajahnya

dirias dan rambutnya digelung. Maksud dari upacara ngerik adalah untuk membuang

rasa sial (sebel). Pada malam sebelum akad orangtua calon mempelai putri

memberikan suapan terakhir karena mulai besok, dia sudah berada dibawah tanggung

jawab suaminya.

i. Midodareni

Midodareni adalah malam melepas lajang sebelum acara pernikahan

dilaksanakan. Pelaksanaan acara midodareni dimulai pukul 18.00 wib. Pada waktu

acara midodareni ini calon pengantin berada didalam kamar serta tidak boleh tidur

sebelum pukul 00.00 wib. Midodareni dipercaya akan memberikan berkah kepada

calon pengantin dan pada waktu acara pernikahan membuat wajah pengantin cantik

seperti bidadari. Pada waktu acara midodareni diharapkan calon pengantin berdoa

dalam hati agar pernikahan yang akan dilangsungkan besok berjalan dengan lancar

serta berdoa pada waktu acara pengantin terpancar kecantikan dari dalam dan luar diri

pengantin.

(Suwarno, 2006: 135) adapun tujuan midodareni adalah sebagai berikut: (a)

menunjukkan tekad bulat dan suci untuk siap menjalankan pernikahan; (b) pernyataan

syukur kepada Tuhan karena telah siap untuk dinikahkan. Pernikahan anak merupakan

kebahagian tak terhingga bagi orangtua; (c) permohonan kepada Tuhuan agar

pelaksanaan acara berikutnya berjalan lancar dan selamat; (d) sebagai sarana menjalin

kekerabatan, kerukunan, kekompakan bersama antara pemangku hajat, pinisepuh,

Page 170: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

155

sesepuh, dan kerabat tetangga; (e) meminta doa restu (bantuan) para hadirin agar

perhelatan berjalan selamat dan lancar; (f) mempersiapkan berbagai kebutuhan dan

acara hari berikutnya. Acara hari berikutnya merupakan acara inti, sacral, dan agung

(yaitu pernikahan dan upacara panggih, resepsi).

Menurut Noviana (2007: 14) sebagai berikut:

Pada zaman sekarang, acara midodareni berubah sedikit menjadi acara pertemuan keluarga dari pengantin laki-laki dengan keluarga calon perempuan disertai secara resmi berupa penyerahan barang-barang (sanggahan srah-srahan) sebagai upaya bantuan diadakannya upacara adat besok harinya.

Pada acara pernikahan keluarga priyayi tidak terdapat srah-srahan (sanggan

srah-srahan) sebagai upaya bantuan dari pihak laki-laki karena selama ini didalam

keluarga priyayi pelaksanaan pernikahan dengan menggunakan dana sendiri.

Menurut pendapat Suwondo ( 1981: 39) sebagai beriku:

Mengadakan pemberian-pemberian pada waktu perkawinan ini sangat umum di seluruh Indonesia, meskipun jumlah dan macamnya barang yang diberikan tentu berbeda-beda. Besarnya jumlah yang harus diberikan umumnya tergantung dari pada tingkat kedudukan wanita, makin tinggi kedudukannya makin banyak jumlah pemberian itu.

Terdapat penyerahan srah-srahan atau tidaknya penyerahan srah-srahan dari

pihak laki-laki kepada pihak perempuan dengan tujuan meringankan beban pihak

perempuan sebaiknya diterima dengan baik, karena setiap daerah mempunyai tradisi

yang berbeda. Keinginan maupun kemampuan dari setiap individu berbeda sehingga

mempengaruhi terdapat dan tidak terdapat srah-srahan dalam perkawinan.

j. Nyantri

Acara nyantri tetap dilakukan oleh keluarga priyayi untuk kelancaran calon

pengantin pada waktu acara ijab Kabul dan prosesi perkawinan adat yang dilakukan.

Nyantri dilaksanakan untuk segi praktisnya, mengingat besok pagi dia sudah harus

didandani untuk pelaksanaan ijab kabul/pernikahan. Juga untuk keamanan

Page 171: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

156

pernikahan, kedua calon mempelai sudah berada disatu tempat

(http://jagadkejawen.com).

k. Maskawin

Maskawin merupakan pemberian yang wajib diberikan dari calon pengantin

laki-laki kepada calon pengantin perempuan berupa uang, ataupun barang. Pemberian

maskawin tidak hanya berlaku dalam keluarga priyayi akan tetapi berlaku untuk

seluruh lapisan, karena pemberian maskawin merupakan suatu kewajiban yang harus

diberikan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang akan dinikahi sesuai

dengan hukum Islam.

Pemberian jumlah maskawin diberitahukan kepada pihak perempuan terlebih

dahulu sebelum acara akad nikah merupakan sesuatu yang baik karena pihak

perempuan berhak menentukan berapa jumlah maskawin yang harus diberikan.

Dengan memberitahukan pemberian jumlah maskawin kepada pihak perempuan,

pihak laki-laki wajib menambah jumlah maskawin yang diminta oleh pihak

perempuan sampai terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.

Pemberian maskawin disesuaikan dengan daerah adat setempat, apabila adat

pemberian maskawin yang berlaku tidak memberatkan pihak laki-laki diharapkan

pihak perempuan tidak menekan pihak laki-laki dengan memberikan maskawin secara

berlebihan akan tetapi disesuaikan dengan kemampuan pihak laki-laki dan diharapkan

pihak laki-laki dalam memberikan maskawin tidak sembarangan akan tetapi sesuatu

yang pantas dan disesuaikan dengan pihak perempuan. Menurut Rasjidi (1991: 42)

sebagai berikut:

Tentang besarnya maskawin tidak ditentukan secara pasti; semuanya diserahkan kepada pihak-pihak yang akan kawin. Biasanya dalam hal ini pun terdapat perpaduan di antara agama Islam dan adat setempat. Beberapa faktor turut berperan dalam menentukan besarnya maskawin ini, yang status sosial orang tua mempelai perempuan, pendidikan, dan lain-lain.

Page 172: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

157

Berdasarkan pendapat Rasjidi dapat disimpulkan bahwa faktor status sosial

sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan dalam pemberian maskawin oleh pihak

laki-laki. Jumlah pemberian maskawin tersebut akan disebutkan dalam acara akad

nikah yang disaksikan para undangan secara sah, sesuai dengan agama yang diyakini

serta perpaduan dengan adat setempat. Pemberian maskawin diberikan pada waktu

acara akad nikah dilangsungkan, pada waktu acara akad nikah tersebut pemberian

maskawin disebutkan secara jelas dan penyerahan maskawin dihadapan para

undangan.

3. Pelaksanaan Prosesi Upacara perkawinan

Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian yang telah dipaparkan

dalam Bab IV diketahui bahwa Prosesi perkawinan adat priyayi menggunakan adat

perkawinan sebagai berikut:

a. Akad nikah

Akad nikah merupakan hal yang sakral bagi perhatian seseorang tidak hanya

berdasarkan agama saja akan tetapi juga berdasarkan agama. Akad nikah atau ijab

qobul merupakan kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh warga negara yang

akan hendak melaksanakan pernikahan dengan perubahan yang terjadi. Orang Jawa

kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi, menghormati hukum negara, dan

menganggap perkawinan baru sah jika dilakukan dihadapan pejabat dari kantor urusan

agama sebagai wakil negara. Pelaksanaan akad nikah dilakukan kantor pencatatan

sipil komunitas muslim.

Berdasarkan Undang-undang No I Tahun 1974 sebagai berikut:

perkawinan diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita. Mereka harus mencari nafkah hidup untuk membiayai dirinya dan juga anak-anaknya yang harus mencari nafkah hidup untuk membiayai dirinya dan juga anak-anknya yang seharusnya menjadi tanggung jawab pihak suami. Banyak suami meninggalkan begitu saja istrinya tanpa memikirkan biaya hidup yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Page 173: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

158

Secara lahiriah, wanita makhluk yang paling banyak memerlukan memerlukan perlindungan, pengayoman, dan kasih kasih sayang. Kehadiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diharapkan pada masa yang akan datang suami harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap istri dan anak-anaknya didalam hal pemeliharaan dan perlindungannya.

Dengan adanya pencatatan pernikahan di kantor urusan agama pihak

perempuan lebih terlindungi serta mendapatkan pengayoman dan keadilan secara

hukum.

b. Panggih

Panggih dalam perkawinan merupakan acara pertemuan antara pengantin

laki-laki dengan pengantin perempuan. Pertemuan pengantin laki-laki dengan

pengantin perempuan dihalaman rumah. Pengantin laki-laki diantar oleh keluarga

dekat dengan diiringi dua laki-laki muda yang membawa kembang mayang. Pengantin

perempuan diantar oleh dua orang wanita yang dituakan menuju kehalaman rumah

untuk melakukan upacara panggih diikuti oleh orang tua pengantin perempuan serta

diiringi dua perempuan muda membawa kembang mayang. Kembang mayang laki-

laki tersebut ditukar dengan kembang mayang perempuan pada waktu pertemuan

pasangan pengantin bertemu.

Upacara panggih merupakan upacara puncak perkawinan dalam keluarga

priyayi dan kehormatan. (Suwarno, 2006: 190) upacara panggih bertujuan: (a) Untuk

memperoleh pengukuhan secara adat atas perjodohan dua insan yang sudah terikat tali

pernikahan; (b) Untuk memperkenalkan kepada khayalak (masyarakat) teentang

terjadinya perkawinan sekaligus mendapatkan pengakuan secara adat; (c) Untuk

mendapatkan doa dan restu pada sesepuh dan semua tamu yang hadir.

Pada waktu acara panggih mempunyai makna bahwa pengantin perempuan

keluarga pihak perempuan menyambut dan menerima kedatangan pengantin laki-laki

dan keluarga pihak laki-laki. Pihak perempuan akan patuh dan setia kepada suami.

Page 174: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

159

Acara panggih diharapkan kedua pihak keluarga saling menerima kedua pengantin.

Setelah acara panggih dilanjutkan dengan upacara lainnya yaitu balang suruh.

c. Balang suruh

Balang suruh dilakukan waktu acara panggih yaitu pertemuan pengantin laki-

laki bertemu pengantin perempuan dengan melempar daun sirih yang diikat sebagai

lambang cinta kasih dan kesetiaan. Tradisi balang suruh mencerminkan cinta kasih

dan kesetian antara suami-istri, dengan acara balang suruh diharapkan cinta kasih dan

kesetian dapat melekat dalam hati pasangan pengantin serta terwujud dalam

kehidupan sehari-hari sebagai suami-istri, karena dalam sebuah pernikahan cinta kasih

dan kesetiaan merupakan hal yang penting dalam pernikahan, tanpa kasih sayang dan

kesetiaan maka tujuan pernikahan tidak dapat tercapai secara baik.

d. Wijidadi

Acara wijidadi dilakukan setelah acara balang suruh dengan cara pengantin

laki-laki menginjak telur dan pengantin perempuan membasuh kaki pengantin laki-

laki dengan air bunga. Tradisi wijidadi dalam pernikahan tetap dilakukan pada waktu

acara panggih. Tradisi wijidadi diharapkan kedua pengantin mempunyai pemikiran

yang pecah, untuk berkarya, bekerja dan bertanggung jawab dalam membangun

keluarga yang sejahtera lahir dan batinnya.

e. Sindurbinayang.

Sindurbinayang merupakan tradisi pernikahan setelah acara wijidadi

dilaksanakan. Berdasarkan hasil dari www.indonesiabrides.com sebagai berikut:

Setelah upacara wijidadi, ayah pengantin perempuan mengantar pasangan pengantin ke kursi pengantin, ibu pengantin perempuan menutup pundak pasangan pengantin dengan sidur. Itu berarti bahwa ayah akan menunjukkan jalan kebahagiaan. Ibu memberi dorongan moral.

Tradisi sindurbinayang diharapkan tetap dilaksanakan dalam perkawinan adat

Jawa, dengan melaksanakan tradisi sindurbinayang setiap pernikahan dalam keluarga

Page 175: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

160

secara tidak langsung dapat melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Nilai yang

terkandung dalam tradisi sindurbanayang dapat diterapkan dalam kehidupan. Acara

sindurbinayang diharapkan kedua pengantin dalam menghadapi masalah dalam

berumah tangga tidak putus asa tetap teguh, belajar dan mengambil hikma dari segala

sesuatu yang terjadi, dan dapat bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan tanpa

dengan kekerasan.

f. Timbang

Upacara timbang merupakan setelah acara sindurbinayang. Acara timbang

dilakukan di saat kedua pengantin di atas kursi pengantin, dengan cara ayah pengantin

perempuan duduk di kursi pengantin dan kedua pengantin duduk di atas pangkuan

ayah pengantin perempuan sambil mengucapkan kedua pengantin sama beratnya.

Tradisi timbang yang dilaksanakan dalam pernikahan adat Jawa mempunyai

makna bahwa kedua orangtua pihak laki-laki maupun kedua orangtua pihak

perempuan sudah bisa menerima menjadi keluarga dengan cara memberikan kasih

sayang yang sama, bersikap adil tanpa membedakan antara anak kandung dan anak

menantu.

g. Tanem

Pada waktu acara pengantin terdapat tradisi tanem, dimana dilakukan dengan

cara yang sederhana yaitu ayah pengantin perempuan mendudukan kedua pengantin

dikursi pengantin. Acara tamen mempunyai makna bahwa orang tua kedua pengantin

telah menyetujui dengan pernikahan mereka. Tradisi tanem yang dilaksanakan dalam

perkawinan diharapkan kedua orang tua memberikan doa restu kedua pengantin dan

berdoa agar perkawinan dapat langgeng.

Page 176: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

161

h. Sungkeman

Sungkem melambangkan bentuk penghormatan tulus kepada orang tua dan

pinisepuh. Pada waktu sungkem (menghormat dengan posisi jongkok, kedua telapak

tangan menyembah dan mencium lutut yang disungkemi), keris yangdipakai pengatin

pria dilepas terlebih dahulu dan dipegangi oleh juru rias, sesudah selesai sungkem,

keris dikanakan kembali. Orang tua pengantin sudah memberikan restu yang

dilambangkan dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum artinya miliki

rejeki yang cukup selama hidup. Kedua orang tua menggunakan ikat pinggang

besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk,

artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak hati-hati,

bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini (http://jagadkejawen.com).

i. Kacar kucur

Kacar kucur/Tampakaya melambangkan seorang suami yang tidak curang,

semua hasil jerih payahnya diperuntukkan bagi keluarga, istri harus pandai mengatur

ekonomi rumah tangga (Sadila dalam Suwarno, 2006: 197).

Acara kacar kucur adalah tradisi pengantin laki-laki memberikan bungkusan

yang terbuat dari kain kepada pengantin perempuan, pemberiaan ini diletakkan di atas

pangkuan pengantin perempuan yang dialasi dengan tikar. Sedangkan pengantin laki-

laki mengucurkan isi dalam bungkusan tersebut sedikit demi sedikit dipangkuan

pengantin perempuan, dimana dalam bungkusan kain putih tersebut terdapat berbagai

macam persediaan bahan pangan. Misalnya, kedelai, kacang, padi, jagung, beras,

jamu dlingo, bunga, serta beberapa mata uang (jumlah mata uang harus genap).

Pada waktu acara kacar kucur diharapkan pihak laki-laki dapat melakukan

kewajiban sebagai seorang suami, yaitu memberi nafkah kepada istri, sedangkan

pihak istri dapat menerima besar kecil gaji dan pemberian suami. Seorang istri harus

Page 177: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

162

dapat mengatur keuangan dan berhati-hati dalam membelanjakan gaji suami untuk

keperluan rumah tangga.

Tradisi kacar kucur juga diharapkan pihak istri tidak menghambur-

hamburkan gaji suami dengan membelanjakan keperluan yang tidak penting dengan

cara istri membuat daftar rincian belanja antara pemasukan yang diberikan suami dan

pengeluaran untuk keperluan rumah tangga, dari perincian tersebut dapat diketahui

kebutuhan yang seharusnya didahulukan dan kebutuhan yang harus dikesampingkan

terlebih dahulu. Pembuatan perincian tentang anggaran keuangan rumah tangga istri

dapat meminimalkan pengeluaran yang kurang penting. Pihak suami juga harus

menyadari dan sering berkomunikasi dengan istri tentang berapa besar yang

diperlukan keperluan rumah tangga sehingga keuangan rumah tangga dapat

dikendalikan.

j. Dahar kembul

Tradisi dahar kembul merupakan tradisi dalam pernikahan Jawa yaitu kedua

pengantin makan dan minum bersama dalam satu wadah. Tradisi dahar kembul

mempunyai makna bahwa berat ringannya kehidupan berumah tangga akan dipikul

bersama. Makna yang terdapat dari tradisi dahar kembul pada waktu acara pernikahan

diharapkan kedua pengantin dapat mengambil makna yang terkandung dalam tradisi

tersebut, yaitu berat ringannya kehidupan berumah tangga akan dipikul bersama.

Dalam kehidupan berrumah tangga tidak hanya terdapat kesenangan akan

tetapi terdapat suka duka, dalam keadaan suka maupun duka suami istri diharapkan

tetap saling mendukung antara satu sama lain. Berikut pendapat As-Sanan (2003: 21-

22).

Manusia membutuhkan kestabilan dan ketenangan dalam kehidupan rumah tangganya yang tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali melalui keberadaan kawan hidup yang menjadi pembantu dan penguat dirinya. Suami-istri dan dapat menemukan ketenangan dengan pasangannya, saling membantu

Page 178: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

163

meringankan beban dan penderitaan hidup, dan saling merasakan cinta dan kasih sayang.

Seperti yang di firmankan Allah swt:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-isri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang (Qs. 30:31).

Keadaan suka maupun duka seorang istri harus mendampingi serta bisa

memberikan ketenangan kepada suami pada waktu terjadi permasalahan dalam

keluarga mereka. Sedangkan, suami diharapkan dapat berfikir jernih dan dapat

bersikap serta dapat mengambil keputusan yang bijaksana tanpa dengan kekerasan.

k. Ngunduh mantu

Ngunduh mantu adalah tradisi yang dilakukan oleh keluarga laki-laki setelah

acara pernikahan dikediaman pihak perempuan dengan mengadakan pesta. Acara

ngunduh mantu dilaksanakan dengan jangka waktu tujuh hari setelah acara panggih

dikediaman pihak perempuan. Berikut merupakan pendapat dari Geertz (1985: 68-71)

bahwa:

Pengambilan pengantin perempuan pulang ke rumah mempelai laki-laki itu dinamakan ngunduh manten harfiah berarti memetik atau panen pengantin. Acara ngunduh mantu yang dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki

pelaksanaannya tergantung dari keinginan dan kemampuan keluarga pihak laki-laki,

pelaksanaan dapat dilakukan lebih sederhana dibanding dengan acara temon

dikediaman pihak perempuan atau dilakukan secara lebih dibanding pada waktu acara

temon.

Pada waktu acara ngunduh mantu diharapkan keterbukaan keluarga laki-laki

untuk menerima pihak perempuan untuk menjadi bagian dalam keluarga pihak laki-

laki serta menerima kelebihan dan kekurangan yang miliki pihak perempuan, begitu

Page 179: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

164

juga dengan pihak perempuan menerima kelebihan serta kekurangan yang terdapat

dalam keluarga pihak laki-laki.

Page 180: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

165

BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah mengadakan penelitian tentang upacara adapt perkawinan priyayi

Desa Ngembal, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasurun dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Upacara perkawinan adat priyayi merupakan perkawinan yang menggunakan

adat Jawa biasanya bersifat monogami. Poligami hampir tidak dilakukan oleh

keluarga priyayi mengingat perkawinan poligami banyak mempengaruhi

rumah tangga dengan istri pertama walaupun masing-masing istri dalam

keadaan tempat tinggal yang terpisah. Undang-Undang Nomor I Tahun 1974

tentang perkawinan poligami diharapkan dapat menjadi sebuah dasar yang

kuat tentang peraturan perkawinan di Indonesia. Kesadaran hukum,

kedisiplinan serta tanggung jawab dari masyarakat sangat diharapkan karena

hal tersebut merupakan suatu dasar untuk tercipta serta terlaksananya

peraturan secara baik, dengan adanya peraturan tanpa disertai kesadaran

hukum, kedisiplinan serta tanggung jawab dari masyarakat sangat sulit

peraturan tersebut untuk diterapkan. Akan tetapi, dengan adanya kesadaran

hukum dari masyarakat diharapkan penerapan peraturan yang ada dapat

terwujud dengan baik.

2. Perkawinan merupakan hal yang sakral sehingga sebelum melaksanakan

perkawinan banyak beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Mengingat

di Jawa Keluarga priyayi masih terdapat perkawinan sedarah. Namun,

perkawinan sedarah bukan merupakan suatu larangan akan tetapi juga perlu

diperhatikan nasab sesuai dengan agama yang diyakini. Perkawinan sedarah

Page 181: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

166

juga dapat mempererat hubungan antar keluarga akan tetapi tidak harus

dilakukan. Perkawinan sedarah hanya dilakukan apabila kedua belah pihak

merasa ada kecocokan dan dalam silsilah keturunan dapat dinikahkan, maka

perkawinan dapat dilangsungkan. Pada dasarnya masyarakat telah menetapkan

cara-cara tertentu sebelum melaksanakan pernikahan. Masing-masing keluarga

mempunyai cara tersendiri dalam menetapkan serta memilih menantu untuk

dijadikan dan diterima dalam keluarga mereka. Meskipun calon mempelai

diberi kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya berdasarkan atas sukarela,

tetapi karena perkawinan itu merupakan suatu peristiwa penting dalam

kehidupan seseorang, maka partisipasi keluarga sangat diharapkan di dalam

pelaksanaan akad perkawinan tersebut pihak keluarga masing-masing pihak

diharapkan memberikan restu perkawinan yang dilaksanakan itu. Hal ini

sesuai dengan sifat dan kepribadian bangsa Indonesia yang penuh etika sopan

santun dan religius. Dalam perkawinan, seseorang membutuhkan kestabilan

dan ketenangan dalam kehidupan rumah tangganya yang tidak mungkin dapat

diwujudkan kecuali melalui keberadaan suami-istri yang menjadi pembantu

dan penguat dirinya. Suami-istri dapat menemukan ketenangan dengan

pasangannya dan saling membantu meringankan beban dan penderitaan hidup

dan saling merasakan cinta dan kasih sayang.Partisipasi keluarga sangat

diharapkan dalam hal peminangan dan dalam hal pelaksanaan perkawinan.

Dengan adanya partisipasi keluarga diharapkan dapat terjalin hubungan

silaturahmi antar keluarga pihak mempelai pria dengan keluarga pihak

mempelai wanita. Melibatkan kedua belah pihak dalam hal ini dengan suatu

harapan pula agar dapat membimbing pasangan yang baru menikah itu supaya

Page 182: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

167

dapat mengadakan rumah tangganya dengan baik dan benar sesuai dengan

norma-norma yang berlaku.

3. Upacara perkawinan priyayi menggunakan adat Jawa. Tradisi perkawinan

dalam keluarga priyayi tidak berubah meskipun dengan perubahan zaman dan

perkembangan. Perubahan zaman dan perkembangan menjadikan pemikiran

seseorang semakin berkembang dan semakin maju sehingga perias pengantin

menyesuaikan pakaian dan tata rias pengantin dengan kondisi saat ini, dengan

model pakaian dan tata rias pengantin semakin indah namun tidak

menghilangkan lambang ataupun simbol dalam pakaian tersebut, yakni

lambang masyarakat Jawa serta tanpa merubah tradisi upacara perkawinan

Jawa yang sudah ada. Tradisi masyarakat Jawa yang jarang dilakukan oleh

masyarakat sangat perlu dijaga dan dilestarikan dengan cara belajar,

memahami makna yang terkandung dalam tradisi serta melakukan tradisi

tersebut. Upacara adat perkawinan priyayi dengan menggunakan adat Jawa

harus tetap dijaga serta dipertahankan. Perkawinan adat Jawa diharapkan tidak

hanya kalangan keluarga priyayi yang menggunakan prosesi adat Jawa secara

menyeluruh akan tetapi diharapkan masyarakat Indonesia khususnya

masyarakat Jawa. Meskipun dalam hal menentukan pilihan dari masing-

masing keluarga mempunyai tata cara yang berbeda akan tetapi dalam

pelaksanaan upacara prosesi perkawinan diharapkan tetap menggunakan adat

di Indonesia khususnya masyarakat Jawa tetap menggunakan dan melestarikan

adat Jawa. Dengan demikian kebudayaan yang kita miliki akan tetap terjaga

dan kita tetap melestarikan kebudayaan Jawa.

Page 183: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

168

B. SARAN

1. Prosesi perkawinan priyayi dengan menggunakan adat perkawinan Jawa tidak

dapat dikleim hanya untuk kalangan priyayi akan tetapi untuk semua lapisan

masyarakat dapat melaksanakan perkawinan dengan menggunakan adat Jawa.

2. Penentuan faktor bibit, bebed, dan bobot dalam menentukan serta memilih

menantu baik untuk diterapkan karena cara seseorang membawa diri, bergaul

dan bertingkah laku, cara mengolah emosi, kemampuan berfikir serta dengan

latar belakang lingkungan sosial dan keluarga yang baik mempengaruhi status

sosial dalam kehidupan masyarakat.

3. Keterbatasan dana bukan merupakan faktor penghalang untuk melaksanakan

pernikahan, akan tetapi dapat diatasi seseorang dengan melaksanakan

pernikahan berdasarkan agama yaitu akad nikah yang dilakukan dihadapan

pejabat dari kantor urusan agama sebagai wakil negara sehingga pernikahan

dapat sah secara hukum.

4. Masyarakat harus tetap melestarikan prosesi perkawinan Jawa, mengingat

dengan kemajuan teknologi saat ini banyak transformasi kebudayaan yang

sebagian dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang kita pelajari

melalui wahana pendidikan. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang

semakin canggih, masyarakat diharapkan tetap melestarikan proses

perkawinan Jawa sebagai salah satu adat perkawinan di Indonesia.

Page 184: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

DAFTAR RUJUKAN

Al-Shabbagh, Mahmud. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam. 1991. BAndung: PT

Remaja Rosdakarya. As-Sana Abdurrahman, Arif. 2003. Memahami Keadilan Dalam Poligami. Jakarta: PT

Globalmedia Cipta Publishing. Bugin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Sosial

Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Childred Geertz. 1985. Keluarga Jawa. Jakarta: PT. Temprint. Daeng, Hans. 1986. Atropologi Budaya. Nusa Indah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Antropologi Budaya. Bandung: CV: CV

Kutamas. Koenjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi II. Jakarta: PT. Rineka

Cipta. Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT. Abdi Mahastya Manan, Abdul. 2006. Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Musa, Kamil. 2000. Suami Istri Islami. Badung: PT. Remaja Rosdakarya. Mardalis. 2002. Metode Penelitian Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Noviana, Anita. 2007. Sistem Perkawinan Pada Masyarakat Samin di Bojonegoro. Skripsi tidak

diterbitkan. Malang. Program Sarjana Universitas Negeri Malang. Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Sumber Bandung. Poesponoto, Soebakti. 1991. Asas dan Susunan Kedudukan Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya

Paramita. Pringgawiddagda, Suwarna. 2006. Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta.

Jakarta: Kanisius. Rasjidi, Lili. 1991. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia. Badung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Page 185: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Sarwana, Solfiana Florence. 2007. Pelaksanaan upacara Perkawinan Adat Kraton dalam Pelestarian Nilai Budaya di Kabupaten Sumenep. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Program Sarjana Universitas Negeri Malang.

Setiadi, M., Elly, Dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. Soekanto, Soejono. 1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suwondo, Nani. 1981. Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat.. Jakarta:

Ghalia Indonesia. Usman, H., & Akbar P. S. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara. ......, ......... 2009. Perkawinan Priyayi. Http://www. Indonesiabrids. Com. (Online) Diakses

tanggal 25 Februari 2009. ......, ......... 2010. Kelas Sosial. Http://nugzz. blogspot. Com. (Online) Diakses tanggal 20

Agustus 2010. ......, ......... 2010. Perkawinan Priyayi. Http://perkawinan kejawen. Com. (Online) Diakses

tanggal 28Agustus 2010.

Page 186: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

PEDOMAN WAWANCARA

Nama informan : Umur : Pekerjaan : Waktu wawancara : Tempat :

1. Apakah yang dimaksud dengan perkawinan priyayi?

2. Apakah yang membedakan upacara adat perkawinan priyayi dengan upacara

perkawinan adat Jawa?

3. Sebelum melaksanakan upacara perkawinan, hal apa saja yang sudah mentradisi

dalam keluarga priyayi?

4. Bagaimana proses memilih jodoh yang baik dalam keluarga priyayi?

5. Apakah faktor bibit, bebet, bobot tetap menjadi prioritas utama dalam pemilihan

dan menentukan jodoh dalam keluarga priyayi?

6. Sekarang ini, apakah dalam keluarga priyayi masih dikenal dengan sistem

perjodohan?

7. Apakah saat ini orang tua dan keluarga masih berperan penting ikutserta dalam

pemilihan jodoh?

8. Apakah dalam keluarga priyayi ada pantangan-pantangan dalam hal memilih jodoh

seperti yang dilakukan masyarakat pada umumnya

9. Apakah ada perubahan dengan prosesi perkawinan terdahulu dengan perubahan

zaman modern pada saat ini?

10. Apakah sampai saat ini upacara adat perkawinan priyayi masih dilaksanakan,

berikan alasannya?

11. Bagaimana jika pelaksanaan upacara perkawinan priyayi tidak mengikuti tata cara

menurut adat, apakah belum dikatakan sah?

Page 187: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

12. Apakah dalam keluarga priyayi terdapat perkawinan sedarah, mengapa terjadi

perkawinan sedarah?

13. Bagaimana peran orangtua apabila dalam perkawinan sedarah pihak yang hendak

menikah tidak setuju dengan perjodohan tersebut?

14. Apakah dalam keluarga priyayi terdapat perkawinan karang wulu atau perkawinan

sambungan?

15. Apakah dalam keluarga priyayi dalam perkawinan terdapat perceraian, faktor apa

saja yang melatarbelakangi perceraian?

16. Bagaimana prosesi lamaran dalam keluarga priyayi?

17. Apa yang dimaksud dengan ningseti dan bagaimana prosesi ningseti dalam

perkawinan?

18. Apa dalam keluarga priyayi masih terdapat sengkeran atau pingitan seperti yang

dilakukan oleh orang terdahulu, bagaiamana prosesinya, mengapa pihak pengantin

perlu diadakan pingitan?

19. Sebelum melaksanakan perkawinan mengapa pihak pengantin melakukan

siraman, apakah siraman merupakan sesuatu hal yang mutlak sebelum

melaksanakan perkawinan, siapa saja yang melaksanakan prosesi siraman, apa

tujuan dan makna siraman sebelum melaksanakan perkawinan?

20. Apakah yang dimaksud dengan dodol dawet, bagaiman proses dodol dawet, siapa

saja yang ikut serta dalam proses dodol dawet tersebut?

21. Apakah prosesi langkahan masih tetap dilakukan dalam keluarga priyayi, apa

maksud dan tujuan dari prosesi dodol dawet sebelum melaksanakan pernikahan?

22. Bagaimana prosesi pernikahan priyayi?

Page 188: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Linda Puji Astuti

NIM : 105811480809

Jurusan : Hukum dan Kewarganegaraan

Program Studi : PPKn

Fakultas : Ilmu Sosial

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil atau pikiran saya

sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 25 November 2010

Yang membuat pernyataan

Linda Puji Astuti.

Page 189: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

FORMAT KONSULTASI PENYUSUNAN SKRIPSI

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG

SEMESTER GASAL 2010/2011

1. NAMA MAHASISWA / NIM : Linda Puji Astuti

2. JUDUL SKRIPSI : Upacara Adat Perkawinan Priyayi Di Desa

Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan

3. DOSEN PEMBIMBING : Drs. H. Suparlan, M.Si

No Aspek yang

dikonsultasikan

(BAB/SUB BAB)

Penilaian/komen

tar pembimbing

Tanggal Paraf

1.

2

Proposal bab 1-3

Bab 4-5

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Acc bab 1-3

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Acc bab 4-5

17 April 2009

26 Juni 2009

08 September 2009

26 Juni 2009

23 Oktober 2009

16 November 2009

2 November 2009

7 Mei 2010

16 April 2010

26 April 2010

07 Mei 2010

21 Mei 2010

22 Mei 2010

4 Juni 2010

5 Juli 2010

Page 190: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Mengetahui, ..........November 2010

Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Drs. Ketut Diara Astawa, S.H, M.Si NIP. 19540522 1982031 005

Page 191: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

FORMAT KONSULTASI PENYUSUNAN SKRIPSI

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG

SEMESTER GASAL 2010/2011

1. NAMA MAHASISWA / NIM : Linda Puji Astuti

2. JUDUL SKRIPSI : Upacara Adat Perkawinan Priyayi Di Desa

Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan

3. DOSEN PEMBIMBING : Drs. Ketut Diara Astawa, S.H, M.Si

No Aspek yang

dikonsultasikan

(BAB/SUB

BAB)

Penilaian/komentar

pembimbing

Tanggal Paraf

1.

2

Proposal bab 1-3

Bab 4-5

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Revisi bab 1-3

Acc bab 1-3

Revisi bab 4-5

Revisi bab 4-5

Acc bab 4-5

2 November 2009

06 Agustus 2010

25 Agustus 2010

27 September 2010

22 Okotober 2010

09 November 2010

24 November 2010

25 November 2010

Mengetahui, .......... November 2010

Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Drs. Ketut Diara Astawa, S.H, M.Si NIP. 19540522 1982031 005

Page 192: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

RIWAYAT HIDUP

Linda Puji Astuti dilahirkan di Pasuruan tanggal 20 Oktober 1986, anak

pertama dari empat bersaudara, pasangan Bapak Suyitno (Alm) dan Ibu Hastuti.

Pendidikan dasar dan menengah ditempuh di Pasuruan. Tamat SD tahun 1998, SMP

tahun 2003, dan SMA pada tahun 2005.

Pendidikan berikutnya ditempuh di Universitas Negeri Malang pada tahun

2005 dengan mendapatkan beasiswa Gudang Garam. Semasa mahasiswa, aktif dalam

organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan dan dipercaya sebagai

Koordinator Kerohanian Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang.

Page 193: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Page 194: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Page 195: UPACARA ADAT PERKAWINAN PRIYAYI DI DESA …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel45B23742D9824AE21E2EE... · Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan