value propositionlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab 2-ts-bmc...existing competitors...
TRANSCRIPT
21
BAB II
VALUE PROPOSITION
2.1. ANALISA INDUSTRI MINYAK ATSIRI
Untuk mengetahui peluang dan tantangan industri minyak atsiri maka
dilakukan analisa yaitu Porter’s Five Forces dan PESTLE.
2.1.1. ANALISA PORTER’S FIVE FORCES
Untuk menganalisa industri minyak atsiri maka digunakan
Porter’s 5 forces model yang merupakan metode untuk menganalisa industri
dan pengembangan strategi bisnis yang dipublikasikan oleh Michael E
Porter (1979). Setiap forces akan diukur dengan satuan Low, Medium dan
High. Secara garis besar five forces model merumuskan kekuatan dari 5
forces yang mempengaruhi dinamika industri yaitu
a. Bargaining Power of Buyers.
b. Bargaining Power of Suppliers.
c. Threats of New Entrants.
d. Threats of Substitute Products or Services.
e. Rivalry Among Existing Competitors.
Interaksi dari kelima faktor di atas dapat menentukan tingkat
potensi keuntungan melalui harga, biaya serta modal investasi yang
22
dibutuhkan. Berikut ini adalah analisa five forces dalam industri minyak
atsiri di Indonesia:
Gambar 1. Five Force Analisis Bisnis Minyak Atsiri di Indonesia
(Sumber: Penulis, 2019)
Analisa 5 Forces ini dilakukan pada konteks lokal yaitu dari
production dan processing dengan mengacu kepada rantai nilai minyak
atsiri yang dibahas pada bab 1.
Bargaining power of buyers - HIGH
Daya tawar buyer dalam hal ini exporter tinggi yang disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu:
Pembelian atau pemesanan dalam jumlah besar sangat penting bagi
sellers.
Rivalry among existing
competitors
MEDIUM
Threats of New
Entrants
HIGH
Bargaining Power of
Buyers
HIGH
Threats of Substitutes
Products
LOW
Bargaining Power of Suppliers
LOW
23
Jumlah pembeli yang dalam hal ini adalah exporter tidak terlalu
banyak, sehingga setiap exporter dianggap berharga.
Ketersediaan sumber informasi kepada buyer yang melimpah
sehingga buyer mudah untuk beralih kepada competitor.
Buyer memiliki kemampuan untuk menunda pembelian ketika
mereka tidak suka dengan harga yang ditawarkan.
Bargaining power of suppliers - LOW
Supplier dalam hal ini petani atau pengumpul memiliki
bargaining power yang rendah karena kurangnya pengetahuan untuk
memproduksi minyak atsiri yang berkualitas tinggi. Bahan baku
penghasil minyak atsiri yang diperoleh dari supplier pun masih belum
terjamin kualitasnya karena para petani maupun pengumpul hanya
fokus kepada kuantitas bahan baku yang dapat dijual. Semakin banyak
bahan baku yang dipanen dan dikumpulkan maka semakin besar
bayaran yang diterima para supplier, tanpa memperhatikan apakah
bahan baku tersebut dapat menghasilkan tingkat rendemen minyak atsiri
yang tinggi atau tidak. Hal tersebut di atas menyebabkan daya tawar
pemasok bahan baku minyak atsiri dengan kualitas tinggi saat ini
dikatakan Low.
Threats of new entrants - HIGH
Minyak atsiri masih menjadi salah satu komoditas unggulan di
Indonesia karena industri yang membutuhkan bahan baku minyak atsiri
24
sangat luas. Permintaan yang tinggi serta potensi yang ada di Indonesia
akan ketersediaan tanaman penghasil minyak atsiri yang sangat
beragam memberikan peluang bagi para pendatang baru untuk
menjalankan bisnis ini. Tanpa membutuhkan modal yang sangat besar
siapapun dapat membangun alat penyulingan tradisional, bahkan saat
ini sudah ada jasa penyewaan alat penyulingan minyak atsiri meskipun
hasilnya memang belum dapat dipastikan berkualitas tinggi atau tidak.
Namun dengan adanya peluang ini dapat dikatakan threat of new
entrants berada pada kategori High.
Threats of substitutes products - LOW
Kegunaan minyak atsiri tergantung dari jenis tumbuhan sebagai
bahan bakunya. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan dasar
wangi-wangian, kosmetik, obat-obatan, penyedap rasa, dan sebagainya.
Produk pengganti minyak atsiri dalam kegunaannya sebagai bahan baku
minyak wangi atau produk-produk seperti sabun, krim, deterjen, dan
sebagainya baik itu sintetis atau alami pun saat ini masih sangat minim.
Diketahui bahwa produk pengganti minyak atsiri khususnya minyak
nilam saat ini adalah produk yang disebut Clearwood, diproduksi dari
fermentasi gula tebu dan saat ini diproduksi di Brazil dan dipasarkan di
Swiss (Ano, 2015). Namun adanya komoditi baru tidak mampu
mengubah permintaan pasar atas minyak atsiri yang sudah digunakan
karena akan terjadi perubahan formula di dalam menghasilkan produk
turunan yang menimbulkan biaya yang lebih besar. Hal ini membuat
25
ancaman akan produk pengganti minyak atsiri berada dalam kategori
Low.
Rivalry among existing competitors - MEDIUM
Persaingan antara pelaku usaha dengan para pesaing yang ada
dapat dikatakan Medium karena beberapa hal, yaitu:
Permintaan akan minyak atsiri di pasar dunia yang terus meningkat
setiap tahun memberikan kesempatan yang sama bagi setiap pelaku
bisnis dalam industri ini untuk terus mengembangkan usahanya.
Industri minyak atsiri di Indonesia saat ini tersebar hampir di semua
pulau di Indonesia namun kebanyakan para penyuling masih
membudidayakan tanaman penghasil minyak atsiri dengan cara
tradisional, sehingga tidak bisa memberikan jaminan kualitas yang
tinggi atas produk yang dihasilkan.
Kurangnya jaminan atas kualitas produk yang tinggi membuat para
pembeli perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar jika ingin
berpindah dari pengusaha satu ke pengusaha lainnya. Biaya yang
dimaksud tidak hanya secara materi namun juga waktu, kepercayaan
dan keyakinan kepada pengusaha juga pada kualitas produk minyak
atsiri yang dihasilkan.
Sekitar 3000 pelaku usaha baik pengusaha kecil, menengah, dan
besar saat ini sedang menjalani bisnis minyak atsiri. Semakin
banyak jumlah pesaing maka pada umumnya akan semakin tinggi
tingkat persaingan yang ada. Namun dengan jumlah pelaku usaha
26
saat ini, total kapasitas produksi minyak atsiri dari Indonesia masih
belum dapat memenuhi permintaan pasar global. Sehingga jumlah
pesaing yang ada saat ini tidak berdampak signifikan.
Berdasarkan hasil analisa 5 Forces di atas dapat disimpulkan
bahwa ada kesempatan bagi perusahaan untuk masuk dalam industry
minyak atsiri ini. Perusahaan dapat mengembangkan strategi bisnis baru
yang lebih efektif dalam menciptakan produk minyak atsiri yang berkualitas
tinggi serta dapat memenuhi permintaan pasar dunia.
2.1.2. ANALISIS PESTEL
Industri minyak atsiri dipengaruhi oleh faktor makro (eksternal)
yaitu yang sering disebut dengan PESTLE (Political, Economic, Social,
Technological, Legal, Environment). Faktro makro yang mempengaruhi
dinamika industri minyak atsiri antara lain.
a) Political
Indonesia memiliki kepentingan terhadap industri minyak atsiri
karena menjadi salah satu produsen minyak atsiri terbesar di dunia
(Kemendag RI, 2014). Setidaknya ada 70 jenis minyak atsiri yang
selama ini diperdagangkan ke pasar regional maupun internasional.
Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi di
Indonesia namun hanya sedikit yang diusahakan oleh pengusaha
Indonesia. Pemerintah melalui kementerian perindustrian menaruh
perhatian dengan permasalahan ini, terlihat dengan adanya road map
27
pengembangan klaster industri minyak atsiri dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 136/M-IND/PER/10/2009.
Akan tetapi dalam road map tersebut hanya terbatas pada arah
perkembangan industri minyak atsiri saja. Belum dijelakan mengenai
kebijakan dari pemerintah untuk mengatur harga komoditi minyak atsiri
yang masih fluktuatif.
b) Economic
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditi ekspor non-migas
di Indonesia yang terus mengalami peningkatan setiap tahun meskipun
harga jualnya cenderung fluktuatif. Menurut data BPS, sejak tahun 2014
sampai dengan 2018 ekspor minyak atsiri mengalami peningkatan
sebesar 4,59%. Adapun kontribusi ekspor minyak atsiri pada tahun 2018
hanya sebesar 0,48% dari total ekspor seluruh komoditi non-migas.
Dengan adanya permintaan pasar dunia yang terus meningkat sebanyak
8,6% CAGR 2019-2023 (Technavio, 2019), produksi minyak atsiri
Indonesia seharusnya masih dapat ditingkatkan lagi. Menurut data
Kementrian Perdagangan RI, negara tujuan utama ekspor minyak atsiri
di Indonesia tahun 2017 dan 2018 adalah Amerika Serikat, India, dan
Perancis. Adapun sampai saat ini India masih berada pada peringkat 2
negara dengan penduduk terbesar di dunia, Amerika Serikat berada
pada peringkat 3, dan Perancis pada peringkat 21.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia (9,6 miliar jiwa
ditahun 2050 dari 8,1 milyar ditahun 2025) kebutuhan akan produk yang
28
memakai minyak atsiri seperti kosmetik, antiseptik, obat-obatan dan
flavoring agent dalam bahan pangan dan minuman akan meningkat
juga. Peningkatan kebutuhan ini tentunya akan meningkatkan
kebutuhan akan minyak atsiri.
c) Social
Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan populasi
dunia, terjadilah peningkatan masyarakat dengan taraf ekonomi
menengah di beberapa negara seperti Indonesia, India dan China.
Masyarakat ekonomi menengah adalah masyarakat dengan aktivitas
transaksi paling banyak ditemui. Masyarakat ekonomi menengah
memiliki penghasilan dan kemudian membelanjakan dana yang
dimilikinya untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga peningkatan
masyarakat ekonomi menengah akan berdampak pada meningkatnya
kebutuhan khususnya kebutuhan non-primer, seperti parfum, deterjen,
shampoo, obat nyamuk, dan produk lainnya dengan bahan baku minyak
atsiri.
Di lain sisi, pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang
membuat kesenjangan yang cukup tinggi dikalangan kaum marjinal
yang mencakup para petani. Kesenjangan yang cukup tinggi ini perlu
untuk diperhatikan dan dicarikan solusi. Menurut Porter (2015), strategi
dalam menciptakan future competitiveness sebuah bisnis adalah dengan
berfokus pada masalah sosial disekitar lingkungan bisnis tersebut dan
secara konsisten memberikan solusi atas permasalahan yang ada.
29
Dikaitkan dengan bisnis minyak atsiri jika berfokus pada masalah sosial
petani yang tidak bisa bangkit dari masalah perekonomian, maka
dengan adanya pemberdayaan kepada para petani ini diharapkan dapat
memberikan solusi bagi kesenjangan dikalangan kelompok marjinal.
d) Technological
Teknologi pengolahan minyak atsiri pada level petani dan
penyuling pada umumnya masih tradisional, sehingga berdampak pada
kualitas produk minyak atsiri yang dihasilkan. Minyak atsiri dengan
kualitas rendah sangat sulit dipasarkan apalagi untuk bisa di ekspor ke
pasar global. Teknologi penyulingan yang terbaru sulit untuk masuk ke
Indonesia karena akses informasi akan teknologi penyulingan terbaru
masih terbatas bagi kalangan petani. Selain itu teknologi penyulingan
terbaru ini juga membutuhkan modal yang lumayan besar bagi para
petani.
e) Legal
Pemerintah Indonesia telah mengatur budidaya tanaman bahan
baku minyak atsiri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan. Secara spesifik melalui Kementrian
Pertanian memberikan arahan antara lain dalam Permentan Nomor
58/Permentan/OT.140/8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem Standarisasi
Nasional di Bidang Pertanian, Permentan Nomor
64/Permentan/OT.14/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik, serta
30
adanya peraturan khusus tanaman nilam dalam Permentan Nomor
138/Permentan/OT.140/12/2014 tentang Pedoman Teknis Budidaya
Nilam yang baik. Peraturan-peraturan ini dibuat guna mendukung
permintaan pasar global minyak atsiri yang saat ini berfokus pada
produk dengan kualitas tinggi dan dibudidayakan secara organik karena
dipercaya dapat memberikan jaminan atas produk yang ada tanpa
merugikan para end-user. Selain peraturan yang ada guna menghasilkan
produk minyak atsiri sesuai harapan buyer, Kementrian Pertanian tidak
lupa untuk memperhatikan kesejahteraan daerah-daerah dalam hal ini
pedesaan dengan memberlakukan Permentan No.
18/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Peningkatan Nilai Tambah dan
Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif Bagi
Tumbuhnya Industri Pedesaan.
f) Environment
Produksi minyak atsiri dimulai dari tahapan pembudidayaan
tanaman bahan baku sampai tahap penyulingan menjadi minyak atsiri
tentu dapat memberikan dampak bagi lingkungan sekitar. Menurut
Bank Indonesia (2008), budidaya tanaman bahan baku minyak atsiri
berskala besar dapat meningkatkan laju erosi tanah dan menurunkan
tingkat kesuburan tanah. Selain itu kegiatan dari industri ini dapat
menyebabkan turunnya kualitas air disekitar lokasi pembuangan limbah
cair yang ada. Agar dapat meminimalisir dampak negatif yang ada maka
perlu diupayakan pengelolaan lingkungan antara lain seperti
31
pembukaan lahan yang baik, pemberian pupuk yang tepat, pengelolaan
limbah padat hasil penyulingan menjadi pupuk, serta pengelolaan
limbah cair yang tepat. Ada juga dampak terhadap komponen flora di
lingkungan sekitar lokasi proyek minyak atsiri ini. Kegiatan pembukaan
lahan berdampak pada hilangnya ekosistem flora terutama pada lahan
hutan primer/sekunder. Namun hal ini bergantung pada besar kecilnya
skala proyek yang ada.
Berdasarkan hasil analisis PESTLE diatas dapat disimpulkan
bahwa adanya peluang bagi perusahaan untuk masuk dalam industry
minyak atsiri dilihat dari dukungan pihak pemerintah dengan kebijakan-
kebijakan yang sudah dibentuk, peningkatan kebutuhan masyarakat akan
produk dengan bahan baku minyak atsiri, dan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan para petani. Namun perusahaan pun perlu untuk
memperhatikan faktor teknologi yang saat ini masih sulit untuk masuk ke
Indonesia, serta bagaimana dampaknya bagi lingkungan sekitar.
2.2. UKURAN DAN PERTUMBUHAN PASAR
Menurut Utomo (2017), market sizing merupakan proses yang
memperkirakan potensi pasar. Hal ini penting bagi perusahaan untuk memahami
potensi pasar yang akan dimasuki guna menentukan keseimbangan antara definisi
pasar yang luas dan pasar yang akan dimasuki (McDonald dan Dunbar, 2012).
Untuk dapat melihat ukuran dan pertumbuhan pasar dapat menggunakan Total
32
Available Market (TAM), Served Available Market (SAM) dan Serviceable
Obtainable Market (SOM) yang akan dianalisa lebih dalam pada poin selanjutnya.
2.2.1. TOTAL AVAILABLE MARKET (TAM)
TAM dapat didefinisikan sebagai potensi pasar yang dapat
dipuaskan dengan semua produk atau jasa yang ditawarkan (Hermawan,
2014). Permintaan minyak atsiri di pasar dunia tahun 2018 mencapai 226,9
kiloton (Grand View Research, 2019) dan diproyeksi akan mengalami
peningkatan sebesar 8,6% CAGR 2019-2023 (Technavio, 2019).
2.2.2. SERVED AVAILABLE MARKET (SAM)
SAM dapat didefinisikan dengan seberapa banyak pasar yang
dapat dijangkau oleh model bisnis yang telah dirancang (Hermawan, 2014).
Nilai dari minyak atsiri di pasar dunia pada tahun 2018 yang dapat terpenuhi
sebesar US$ 7,03B setara dengan 146,54 kiloton, dan diproyeksi akan
mencapai US$ 14,6B pada tahun 2026 (Fortune Business Insight, 2019).
2.2.3. SERVICABLE OBTAINABLE MARKET (SOM)
SOM dapat didefinisikan sebagai kebutuhan yang sudah
terpenuhi oleh produk dan jasa yang ada di pasar (Hermawan, 2014). Dari
total 146,54 kiloton minyak atsiri yang dapat dipenuhi di pasar dunia,
Indonesia telah berkontribusi sebesar 3,9% atau sekitar 5,715 kiloton.
33
Gambar 2. Persentase Hasil Ekspor Minyak Atsiri
(Sumber: The Observatory of Economic Complexity, 2018)
Menurut survey dari Leffingwell & Associates (2015),
Indonesia memasok sekitar 85-90% dari total pangsa pasar minyak nilam
dunia yaitu 2.000 ton per tahun, atau sekitar 35-40% dari total nilai ekspor
minyak atsiri. Minyak nilam yang baik dihasilkan dari proses destilasi uap
atau hidro yang terbagi menjadi dua yaitu light patchouli oil dan dark
patchouli oil. Pengguna utama minyak nilam adalah industri wangi-
wangian dan obat-obatan serta aromaterapi. Tren penggunaan aromaterapi
telah meningkatkan permintaan minyak nilam murni.
Sedangkan untuk pasar citronella oil memiliki permintaan dunia
lebih dari 2.000 ton per tahun dimana sampai dengan saat ini Indonesia baru
mampu menghasilkan citronella oil sebanyak 500-600 ton per tahun. Selain
itu pasar global menyukai citronella oil dari Indonesia karena kualitas yang
lebih baik jika dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh Tiongkok dan
Vietnam (Future Market Insight, 2018).
34
2.3. PERBANDINGAN PELAKU BISNIS MINYAK ATSIRI
Untuk dapat membandingkan perbedaan antara masing-masing pelaku
pada rantai nilai minyak atsiri, penulis melakukan analisa perbandingan pelaku
bisnis minyak atsiri pada tahap production dan processing berdasarkan rantai nilai
yang ada saat ini yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Pelaku Minyak Atsiri
Farmers Crop
Collectors Distillers
Essential Oil
Collectors
Memiliki bahan
baku.
Tidak memiliki
bahan baku.
Tidak memiliki
bahan baku
namun dapat
menghasilkan
minyak atsiri.
Tidak memiliki
bahan baku dan
tidak dapat
menghasilkan
minyak atsiri.
Biasanya
bergantung pada
satu pengumpul
untuk menjual
bahan baku yang
dimilikinya.
Tidak
bergantung
pada satu
petani saja
untuk
menyediakan
bahan baku.
Tidak
bergantung
pada satu
petani atau satu
pengumpul
bahan baku.
Tidak
bergantung
pada satu
penyuling
minyak atsiri.
Tidak
mementingkan
kualitas namun
mementingkan
kuantitas bahan
baku.
Kurang
mementingkan
kualitas, lebih
mementingkan
kuantitas bahan
baku.
Kurang
mementingkan
kualitas, lebih
mementingkan
kuantitas hasil
produksi
minyak atsiri.
Mementingkan
kualitas dan
kuantitas
minyak atsiri.
Membudidayakan
hanya sebatas
perintah dari
essential oil
collectors.
Menyediakan
bahan baku
minyak atsiri
sesuai
permintaan
distillers.
Menyediakan
hasil produksi
minyak atsiri
sesuai
permintaan
essential oil
collectors.
Menyediakan
hasil produksi
minyak atsiri
sesuai
permintaan dan
standard
kualitas dari
eksportir.
35
Berdasarkan tabel diatas, proses produksi minyak atsiri dimulai dari
petani, crop collector, distillers dan essensial oil collector. Mereka
mempersiapkan bahan baku minyak atsiri tanpa memikirkan kualitas yang
dibutuhkan pada akhir permintaan, hanya berfokus pada tengkulak yang sudah
menjadi pelanggan para petani.
Saat ini pola penanaman yang dianut oleh petani hanya berdasarkan
permintaan dari essential oil collector atau distillers selaku penyedia modal.
Selain itu pembudidayaan ini biasanya dilakukan dengan cara multikultur
sehingga menyebabkan tidak adanya komitmen dari petani untuk
membudidayakan tanaman penghasil minyak atsiri karena berfokus pada lebih
dari 1 komoditas yang berimbas pada rendahnya kualitas yang dihasilkan. Hal ini
diperparah dengan tidak adanya badan atau lembaga yang menaungi para petani
dalam hal pembudidayaan serta harga beli minyak atsiri yang tidak berdasarkan
kualitas sehingga para petani hanya membudidayakan tanaman penghasil minyak
atsiri secara perorangan.
Kesimpulannya bahwa saat ini rantai nilai minyak atsiri masih terlalu
panjang. Perusahaan berharap dapat memberikan penawaran yang menarik
kepada petani dan eksportir dengan cara memotong rantai nilai yang panjang
tersebut dan menjamin kualitas minyak atsiri sesuai dengan kebutuhan eksportir
dan menguntungkan petani dari sisi penjualan harga minyak atsiri yang
berdasarkan kualitas.
36
2.4. PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI MINYAK ATSIRI
Dari analisa di atas dapat disimpulkan peluang dan tantangan di industri
minyak atsiri adalah:
1. Peluang
a) Makro
Pasar yang besar ditunjukkan dengan belum terpenuhinya demand
akan minyak atsiri di pasar dunia sebesar 226,9 kiloton/tahun.
Dukungan pemerintah yang tinggi, baik dalam peraturan maupun
dukungan departemen terkait.
Bertambahnya penduduk middle class di seluruh dunia yang
mendorong pertumbuhan barang-barang yang berbahan minyak atsiri.
b) Kompetisi
Masih rendahnya pemain yang belum menerapkan quality
management, sustainability, traceability, dan sertifikasi organic.
Sampai saat ini belum ada substitutsi untuk produk minyak atsiri.
Kompetitor yang tidak memiliki kekuatan jaringan, walaupun
memiliki teknologi sehingga masih sulit untuk memasuki pasar.
2. Tantangan
a) Makro
Adanya potensi bahan baku minyak atsiri yang dapat digantikan oleh
bahan sintetik.
37
Belum adanya kebijakan dari pemerintah yang mengatur secara khusus
terkait harga yang masih fluktuatif.
b) Market
Tingginya bargaining power dari buyer yang menyebabkan harga
tidak bisa optimal karena produk dibeli oleh buyer dalam kuantitas
yang banyak.
Perilaku petani dan pemain minyak atsiri lainnya yang cenderung
malas, tidak percaya diri, meremehkan mutu, tidak disiplin, dan
mengabaikan tanggung jawab.
Lemahnya pengetahuan budidaya petani dan tidak terorganisirnya
petani membuat market tidak efisien.
Pola tanam multikultur yang dianut oleh para petani sehingga tidak
adanya komitmen untuk menghasilkan tanaman bahan baku minyak
atsiri secara konsisten dan berkualitas tinggi.
Peluang dan tantangan diatas dapat menjadi dasar pertimbangan pelaku
bisnis untuk memasuki industri minyak atsiri di Indonesia saat ini khususnya
dalam menentukan strategi bisnis yang harus dimiliki.
2.5. COMPETITOR ANALYSIS
Competitor analysis menjadi penting guna mengetahui posisi
kompetitor utama dan melihat peluang yang tersedia untuk mendapatkan
competitive advantage. Menurut Barringer dan Ireland (2012), kompetitor dibagi
38
menjadi 3 yaitu direct competitor, indirect competitor dan future competitor.
Direct competitor dan indirect competitor sangat penting untuk dianalisa guna
membandingkan kelebihan dan kekurangannya dengan tujuan memenangkan
market share yang telah ditentukan.
a. Organic Supply Co.
Organic Supply Co. berdiri di Jakarta pada tahun 2015 yang merupakan
bisnis yang menyediakan bahan baku kosmetik seperti essential oils, carrier
oils, herbs, hydrosols serta bahan baku lainnya. Organic Supply Co. tidak
banyak menyediakan bahan baku dari petani lokal tetapi lebih banyak
melakukan import. Selain merambah pada bisnis B2B, dia juga menyediakan
produk dengan target B2C. Secara rantai nilai, Organic Supply Co. tidak
memiliki andil bagi para petani lokal yang membudidayakan tanaman organik
penghasil bahan baku kosmetik karena hampir semua bahan baku yang
disediakan di-import, bahkan untuk bahan baku yang sebenarnya ada di
Indonesia. Value proposition yang coba ditawarkan oleh Organic Supply Co.
One stop service for cosmetic ingredients.
Organic Supply Co. memiliki beberapa gerai di kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Selain terdapat toko dengan cara brick
and mortar dia juga memiliki eCommerce dan menggunakan marketplace
untuk menjangkau customer B2C. Untuk menjangkau customer B2B Organic
Supply Co. menyediakan informasi contact us.
39
Gambar 3. Website Organic Supply Co.
(Sumber: Penulis, 2019)
b. Nares Essential Oils
Nares merupakan perusahaan yang lebih mengedepankan penggunaan
bahan baku yang berasal dari hasil pembudidayaan para petani di Indonesia,
khususnya di D.I Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pemberdayaan yang
dilakukan oleh Nares hanya sampai dengan tahap processing jika dilihat dari
rantai nilai minyak atsiri yang mana hanya menampung bahan baku dari
minyak atsiri yang dibudidayakan oleh petani yang disebabkan karena Nares
tidak terlibat dalam tahap production dari rantai nilai minyak atsiri. Hal ini
menyebabkan Nares tidak dapat mengkontrol quality dan traceability bahan
baku yang dihasilkan oleh para petani. Value proposition yang coba
ditawarkan oleh Nares antara lain: Pure and natural, Steam distillation
technology dan Food grade.
40
Selain menjangkau pasar B2B, Nares juga menjangkau pasar B2C
dengan menggunakan eCommerce dan marketplace sebagai media
penjualannya. Nares menawarkan varian minyak atsiri yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan Organic Supply Co. dan dengan harga yang lebih mahal,
bahkan menjual dengan harga Rp 300.000 / 10ml untuk minyak nilam dan Rp
130.000 / 10ml untuk minyak sereh wangi.
Gambar 4. Website Nares
(Sumber: Penulis, 2019)
Sangat sedikit perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang
penyedia minyak atsiri khususnya untuk customer segment B2B karena rantai
nilai minyak atsiri di Indonesia yang panjang dan kebanyakan minyak atsiri
dikumpulkan oleh essential oil collectors. Ada dua perusahaan yang memiliki
kemiripan dengan bisnis yang akan kami bangun yaitu Organic Supply Co.
dan Nares. Berikut ini adalah competitive analysis grid yang penulis analisa
41
dengan cara membeli produk (product testing), pembelajaran website
competitor serta informasi dari majalah dan forum minyak atsiri.
Tabel 2. Competitive Analysis Grid
Organic
Supply Co.
Nares
Essential Oils
Raw materials Import Local
Variants High Medium
Price (Patchouli &
Lemongrass)/Kg
Rp 4.100.000,
Rp 900.000
Rp 4.500.000,
Rp 1.000.000
Organic Not all Not all
Online Shop Yes Yes
Brick and Mortar Yes Yes
Value proposition
One stop
service for
cosmetic
ingrediants
Pure and Food
Grade
2.6. CUSTOMER ANALYSIS
Menurut Kotler (2015) untuk mengenal customer yang akan dituju
dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan yaitu 5W + 1H, yaitu:
Tabel 3. Customer Analysis - 5W1H
Pertanyaan Customer
Who Ada calon pelanggan yang dapat dituju antara lain exporters,
manufacturer, importers, end users dan farmers.
What Semua calon pelanggan membutuhkan minyak atsiri yang
berkualitas tinggi, diketahui asal usulnya serta organik.
Where Dari semua calon pelanggan mereka bisa saja mendapatkan
minyak atsiri langsung dari distiller farmers, essential oil
collectors, distillers dan exporters.
42
When Saat ini kebutuhan akan minyak atsiri sudah dibutuhkan hampir
setiap hari berdasarkan calon pelanggan yang akan dituju.
Why Ada beberapa alasan calon pelanggan membeli minyak atsiri,
antara lain:
Membutuhkan minyak atsiri untuk digunakan sehari-hari.
Membutuhkan minyak atsiri untuk dijual kembali.
Membutuhkan minyak atsiri sebagai bahan baku.
How Ada beberapa cara bagi calon pelanggan ini mendapatkan minyak
atsiri yang dibutuhkan, antara lain:
Untuk customer B2C dapat membeli melalui eCommerce
ataupun marketplace yang ada.
Untuk customer B2B dapat membeli melalui penawaran.
Berdasarkan analisa ini, bisnis yang akan dibangun akan memulai
dengan memenuhi permintaan dari pelanggan B2B yaitu exporters. Berikut ini
adalah data exporter yang didapatkan dari Hogervorst dan Kerver (2019):
Gambar 5. Jumlah Exporters di Indonesia
(Sumber: Hogervorst dan Kerver, 2019)
Banten; 7Jawa
Tengah; 6
Jakarta; 26
Jawa Timur; 5
Yogyakarta; 2
Jawa Barat;
15
Pulau Sumatera; 14
Bali; 4
Jumlah exporters di Indonesia
Banten
Jawa Tengah
Jakarta
Jawa Timur
Yogyakarta
Jawa Barat
Pulau Sumatera
Bali
43
Berdasarkan data ini setidaknya ada lebih dari 80 perusahaan eksportir
yang aktif di Indonesia dimana jika dikelompokkan berdasarkan lokasi terdapat 61
perusahaan di pulau Jawa dengan rincian 7 perusahaan di Banten, 6 di Jawa
Tengah, 26 di Jakarta, 5 di Jawa Timur, 2 di Yogyakarta dan 15 di Jawa Barat.
Kemudian 14 eksportir di pulau Sumatera dan 4 eksportir di pulau Bali.
Dengan demikian jika dikelompokkan berdasarkan geografi maka
distribution channels yang paling tepat untuk menjangkau semua exporter yang
ada di Indonesia adalah di Jakarta untuk menjangkau pasar di barat Indonesia dan
di Surabaya untuk menjangkau pasar di timur Indonesia.
2.7. CUSTOMER SEGMENT
Sebelum membuat value proposition, ditetapkan customer segment
yang akan ditargetkan oleh bisnis ini. Sesuai dengan analisa pelaku bisnis di atas,
untuk bisnis minyak atsiri akan dirujuk kepada marketplace karena berisi penjual
dan pembeli. Dikarenakan melibatkan petani, seharusnya business model ini
merujuk kepada Social Business Model Canvas dengan tujuan untuk
memberdayakan para petani yang ada agar dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan mereka. Karena menargetkan pada dua sisi yaitu penyedia dan
pelanggan, segmen yang diambil adalah multi-sided platform / market dengan
penyedia adalah para petani sedangan pelanggan adalah exporter (Osterwalder &
Pigneur, 2010).
44
2.8. VALUE PROPOSITIONS
Value proposition adalah produk atau layanan yang menciptakan nilai
lebih kepada konsumen dengan menggabungkan elemen yang diperlukan oleh
setiap segmen (Osterwalter dan Pigneur, 2010). Pada bisnis ini terdapat 2 target
segmen yang dilayani yaitu eksportir sebagai penyedia minyak atsiri bagi pasar
global. Kemudian komunitas petani binaan yang akan diberdayakan untuk
menghasilkan bahan baku minyak atsiri. Dengan bisnis model ini, perusahaan
akan mengambil alih fungsi beberapa entitas dari rantai nilai minyak atsiri di
Indonesia yang sebelumnya masih sangat panjang. Perusahaan akan bertindak
sebagai input supplier, crop collector, distiller, empowerment, farm dan juga
essential oil collector.
2.8.1. VALUE PROPOSITIONS CANVAS – FARMERS
Gambar 6. Value Proposition Canvas – Farmers
(Sumber: Penulis, 2019)
45
a) Customer Jobs
Menambah penghasilan dari budidaya dan/atau mengumpulkan
tanaman penghasil minyak atsiri.
b) Customer Pains
Kurangnya pengetahuan mengenai produk serta pasar minyak atsiri
baik pasar regional maupun internasional.
Kurangnya pengetahuan mengenai teknik dan teknologi
pembudidayaan serta pengolahan bahan baku minyak atsiri.
Tingginya biaya pada tingkat production dan processing bahan baku
minyak atsiri.
c) Customer Gains
Mendapatkan tambahan penghasilan yang tetap.
Tidak perlu repot mencari informasi kemana-mana.
d) Product & Services
One Vilage One Commodity (OVOC) Farmers sebagai wadah
pemberdayaan petani untuk membudidayakan tanaman penghasil
minyak atsiri yang membangun bisnis model sebagai pusat produksi
dan processing rantai nilai minyak atsiri.
Bisnis model sebagai pusat produksi dan processing rantai nilai
minyak atsiri.
46
e) Gain Creators
Menjamin tambahan pendapatan yang tetap tanpa harus repot
mencari informasi kemana-mana.
f) Pain Relievers
Dengan menjadi anggota OVOC, petani mendapatkan akses kepada
pasar, pengetahuan dan finansial. Sehingga dapat memproduksi
minyak atsiri berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar.
2.8.2. VALUE PROPOSITIONS CANVAS – EXPORTERS
Gambar 7. Value Proposition Canvas – Exporters
(Sumber: Penulis, 2019)
a) Customer Jobs
Mampu menyediakan minyak atsiri yang memenuhi standar kualitas
yang diinginkan buyer serta secara konsisten.
47
Mampu menelusuri minyak atsiri mulai dari pembibitan sampai
dengan pengiriman yang tertuang dalam bentuk dokumen.
Mampu memastikan sustainability bahan baku baik yang
dibudidayakan ataupun yang dikumpulkan dari alam.
Mampu menyediakan minyak atsiri yang berbahan baku organik
baik secara production dan juga processing-nya.
b) Customer Pains
Kesulitan mendapatkan minyak atsiri yang yang diproduksi dan
diproses secara organik.
Tidak mampu menelusuri asal minyak atsiri karena biasanya pada
level distillers sudah dilakukan pencampuran.
Tidak adanya commitment antara exporters dan essential oil
collectors sehingga pada waktu tertentu terjadi kekurangan stock
yang menyebabkan harga berfluktuasi.
Tidak mampu memenuhi produk minyak atsiri dengan kualitas yang
konsisten yang dapat menyebabkan produk bisa sampai dilakukan
return oleh buyers.
c) Customer Gains
Mendapatkan kepastian kualitas minyak atsiri.
Memiliki Unique Selling Propositions (USP) yang dapat ditawarkan
kepada buyers, terutama buyers importir.
48
Mampu menyediakan dokumen tentang asal minyak atsiri sebagai
salah satu persyaratan yang dibutuhkan oleh buyers, terutama untuk
buyer importir.
Memiliki nama baik sebagai eksportir minyak atsiri dari Indonesia.
Mendapatkan kepastian sustainability minyak atsiri baik yang
berbahan baku dari hasil pembudidayaan atau yang dikumpulkan
dari alam.
d) Products & Services
Menyediakan minyak atsiri dengan jaminan quality, traceability,
sustainability dan organic.
e) Gain Creators
Menyediakan dokumen mengenai produk minyak atsiri mulai dari
pembibitan sampai dengan penyimpanan guna meyakinkan kualitas
dan juga memungkina eksportir untuk melakukan traceability.
Memberikan product stories yaitu pemberdayaan petani Kalimantan
Tengah sebagai Unique Selling Propositions.
Membangun pemberdayaan dengan petani di Kalimantan Tengah
dengan konsep One Village One Commodity (OVOC) Farmers guna
menjaga sustainability dari bahan baku minyak atsiri.
49
f) Pain Relievers
Dengan adanya OVOC, petani pengumpul bahan baku dan penyuling
minyak atsiri harus mengikuti peraturan dan prosedur dari bisnis
model sehingga semua terdokumentasi dan terlacak dengan baik.
2.9. KONSEP BISNIS “ILAU”
Melihat peluang serta permasalahan yang dihadapi sepanjang rantai
nilai bisnis minyak atsiri maka perlu untuk dibuat konsep bisnis yang baru guna
meningkatkan daya saing minyak atsiri Indonesia serta mengurangi kesenjangan
ekonomi petani. Konsep bisnis yang dirasa paling cocok adalah pemberdayaan
para petani yang ada di Kalimantan Tengah sebagai sentra pembudidayaan minyak
atsiri. Konsep bisnis yang mengusung pemberdayaan petani ini memiliki kerangka
pikir seperti diagram yang dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.
50
Wild Collectors
OVOC Farmers
Input Suppliers
Crop Collectors
DistillersEssential Oil
Collectors
Farm
Empowerment
Ilau
Exporters
Importers ManufacturesFlavour and Fragrance Processors
Markets
New Business Model
Gambar 8. Konsep Bisnis Minyak Atsiri "Ilau"
(Sumber: Penulis, 2019)