vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

124
TESIS ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG I WAYAN GEDE WIRYANATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: vokiet

Post on 23-Dec-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

TESIS

ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK,

KABUPATEN BULELENG

I WAYAN GEDE WIRYANATA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 2: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

TESIS

ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK,

KABUPATEN BULELENG

I WAYAN GEDE WIRYANATA

NIM 1090961002

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 3: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK,

KABUPATEN BULELENG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Pertanian Lahan Kering,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I WAYAN GEDE WIRYANATA NIM 1090961002

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 4: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 30 APRIL 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Gede Wijana, M.S. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S. NIP. 19610707 198603 1 001 NIP. 19590519 198601 1 001

Mengetahui, Ketua Program Studi Direktur Magister Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K) NIP. 19620421 198803 2 001 NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal, 23 April 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No : 1094/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 22 April 2014

Ketua : Dr. Ir. Gede Wijana, M.S.

Anggota :

1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S.

2. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S.

3. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P.

4. Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S

Page 6: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara

nugraha-Nya/kurnia-Nya, Tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, pembimbing utama dengan penuh

perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama

penulis mengikuti program Magister, khususnya dalam penyelesaian Tesis ini.

Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan

Suarna, M.S, Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.

Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana

Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, Sp.S.(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi

mahasiswa Program Magister pada program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak

lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan Program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga

Page 7: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Ni Luh Kartini selaku ketua Program

Studi Lahan Kering. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para

penguji tesis yaitu Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S., Dr.

Ir. Ni Luh Kartini, M.S., Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P., dan Dr. Ir. I Made Sudarma,

M.S.yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga Tesis

ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

disertai penghargaan kepada keluarga tercinta Bapak Drs. I Ketut Sukanata, Ibu

Nyoman Suwarti, Spd, Adiku Yanti dan Koming, keponakanku si Saka dan Iparku

Budi sekeluarga, kalian merupakan penyemangat hidupku yang selalu memberikan

dukungan dan dorongan kepada penulis untuk maju. Ucapan terima kasih juga

penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S sekeluarga, Ibu Kartiniasih, Gekta

dan Teguh. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pegawai akademik

Magister Lahan Kering Universitas Udayana yaitu Bu Made, Bu Komang, dan Pak

Ketut.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan dan

penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, April 2014

Penulis

Page 8: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

ABSTRAK

ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMA TAN

GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG

Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) terbesar Sistem Agroforestri Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%. Hasil perhitungan keanekaragaman jenis vegetasi yang meliputi keragaman jenis, indeks kemerataan, dan indeks dominansi memperoleh hasil penelitian yang dapat membedakan tingkat pengelolaan pada masing-masing sistem agroforestri. Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar.

Kata kunci : komposisi jenis, keanekaragaman jenis, tingkat pengelolaan Agroforestri

Page 9: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

ABSTRACT

VEGETATIONS ANALYSIS AS A BASIC FOR AGROFORESTRY DEVELOPMENT IN MICRO WATERSHED TUKAD SUMAGA VILLAGE ,

GEROKGAK DISTRICT, BULELENG REGENCY Forest changed to agricultural has consciousness effected many problems such as soil degradations, erosion, flora and fauna extinctions, floods, dryness, and even global environmental change. Agroforestry is one of solutions to protect the biodiversity. The research was held at Micro Watershed Tukad Sumaga Village, Gerokgak District, Buleleng Regency which consist of intercropping agroforestry system, alley cropping agroforestry system, and the trees for soil conservations agroforestry system. The purpose of this research is to discover biodiversity and composition of vegetations species in each agroforestry system and also to find out the agroforestry management level at Micro Watershed Tukad Sumaga Village. The research result shows that the biggest Important Value Index (INP) in intercropping agroforestry system is in trees level by mango at 59.46%, scrubs and sapling level by teak at 80.13%, seedling level by gosh bean at 49.57%. The biggest INP in Alley Cropping Agroforestry System is in trees level by cashew at 150.33%, scrubs and saplings level by lamtoro at 95.26%, seedling level by legetan at 84.93%. The biggest INP in The Trees for Soil Conservations Agroforestry System is in trees level by tamarind at 165.35%, %, scrubs and saplings level by india apple at 114.09%, seedling level by legetan at 83.98%. The calculations of species biodiversity which as species variety, prevalent index, and domination index can separated the management level in each agroforestry system. The best management is Intercropping Agroforestry System. The second is The Trees for Soil Conservations Agroforestry System. The last is Alley Cropping Agroforestry System. The development of Intercropping Agroforestry System is needed because this system is the best. Monitoring, evaluations, and technical learning about forest and agricultural plantation are needed for increasing the social benefit dan preventing the deforestations. Key words : composition of vegetations species, biodiversity, level management of agroforestry

Page 10: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : I Wayan Gede Wiryanata

NIM : 1090961002

Program Studi : Magister Pertanian Lahan Kering

Judul Tesis : Analisis Vegetasi Sebagai Dasar Pengembangan Agroforestri di

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak,

Kabupaten Buleleng

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 30 April 2014

Yang membuat pernyataan,

I Wayan Gede Wiryanata

Page 11: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

RINGKASAN

ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMA TAN

GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG

Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak

masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,

kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah

satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.

Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman

dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan

lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan

menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan

mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat

akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan.

Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga,

Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang

sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi

tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat

pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa INP terbesar Sistem Agroforestri

Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar

dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang

hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley

Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan

sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan

84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada

Page 12: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel

india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%.

Hasil penelitian memperoleh data keanekaragaman jenis. Keragaman jenis (H)

tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun tergolong keragaman

jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem

agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak

belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1).

Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi tanah diduduki oleh tingkatan tingkatan semak belukar dan sapihan,

namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H<1). Indeks kemerataan tertinggi pada

sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh

tingkatan pohon sebesar 0,762. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri

penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan

sapihan sebesar 0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri

pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751.

Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,9095.

Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley

cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks

dominansi tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan

yaitu 0,833.

Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang

terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk

Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman

Lorong (Alley Cropping).

Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem

agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem

Page 13: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi.

Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan

pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

dan mencegah penebangan liar.

Page 14: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL…... ……………………………………………………. xvi

BAB I PENDAHULAN ………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang …………………………….………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………... 4

1.3 Tujuan Penelitian ……………………….………………… 4

1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………...

2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi …………….………..

6

6

2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi …………..……… 8

2.3 Keanekaragaman Jenis Vegetasi ………………….………… 10

2.4 Agroforestri ............................................................................. 13

2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS) ………………......……………. 17

BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN …………………………………….………………

22

3.1 Kerangka Berfikir ....................................................................

3.2 Konsep Penelitian …………….…………..…………………..

3.3 Hipotesis Penelitian ………………………...……………..…

22

24

25

Page 15: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 27

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 27

4.2 Alat dan Bahan Penelitian ………………………..………….. 29

4.3 Pelaksanaan Penelitian…………… …………………..…….. 29

4.3.1 Pengambilan Data Primer………………………….…… 29

4.3.2 Pengambilan Data Sekunder…………………………… 33

4.4 Metode dan Analisis Data………...………………….………. 33

4.4.1 Komposisi Jenis Vegetasi……………………….……… 33

4.4.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi……………...…..…….. 34

4.4.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri..…………...…..…….. 36

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................... 37

5.1 Jumlah Jenis ............................................................................ 37

5.2 Kerapatan Jenis ………………..………………..………….. 43

5.3 Frekwensi Jenis………………...……………………..…….. 51

5.4 Luas Penutupan ……………….…...……….………….…… 58

5.5 Indeks Nilai Penting ………….………………...…………... 67

5.6 Keragaman Jenis (H) ………….………………..………….. 75

5.7 Indeks Kemerataan (e) …………………………...…………. 81

5.8 Indeks Dominansi (D) …………………………..…………... 82

5.9 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga ……………………………………………………..

88

Page 16: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB VI PEMBAHASAN ………………………………………………… 91

6.1 Komposisi Jenis ……………………………………………... 91

6.2 Keanekaragaman Jenis ……………………………………….. 93

6.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga………………………………………………………..

97

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 99

7.1 Simpulan …………………………………………………….. 99

7.2 Saran …………………………………………………………. 101

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….... 102

Page 17: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

5.1 Jenis-jenis Vegetasi Penyususn Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng .....................

38 5.2 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri

Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.......................................................

41 5.3 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri

Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng......................................................

43 5.4 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri

Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ……………………………….....

45 5.5 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri

Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ……………..

49 5.6 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri

Pepohonan Untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………...…

51 5.7 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri

Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………...………

53 5.8 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri

Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………...…

56 5.9 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri

Pepohonan untuk Konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………….…...

58 5.10 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem

Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………...

61 5.11 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem

Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………………………………...

64 5.12 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem

Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro

Page 18: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………………………………..

67

5.13 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………………………………

69 5.14 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong

(Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………………....

71 5.15 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk

Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………........

74 5.16 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang

Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng..

77 5.17 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri

Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng …………………………………..

79 5.18 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri

Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng …………………………………..

80 5.19 Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan

Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………...

82

5.20 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng...........................................................................................

84 5.21 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri

Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………...

86 5.22 Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri

Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………

87 5.23 Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks

Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………

89

Page 19: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................ 18 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................. 26 4.1 Cara Penentuan Proyeksi Tajuk ................................................ 31 4.2 Denah Petak Ukur di Lapangan................................................. 32 4.3 Anak Petak Ukur di Lapangan ..................................................

32

Page 20: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropika dengan kondisi

iklim stabil sepanjang tahun sehingga terbentuk habitat dan keanekaragaman hayati

lebih banyak dibandingkan kawasan negara lainnya yang bukan tropis. Keberagaman

topografi Indonesia dari dataran rendah sampai berbukit hingga pegunungan tinggi

mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroba yang beraneka ragam.

Keanekaragaman hayati Indonesia merupakan sumberdaya alam yang harus

dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Dunia memiliki sekitar 200.000 jenis hewan dan 28.000 jenis tumbuhan, 10%

dari semua jenis tumbuhan terdapat di Indonesia. Mengingat potensi keanekaragaman

hayati Indonesia belum sepenuhnya diketahui, perlu dikembangkan metodologi cepat

untuk mencacah tipe ekosistem, kekayaan jenis dan variasi genetika yang ada serta

pembinaan masyarakat (Irwan, 1992).

Kebakaran hutan, pembalakan liar, dan perladangan berpindah merupakan

penyebab degradasi lingkungan yang berdampak luas terhadap keanekaragaman

hayati ekosistem, lingkungan bahkan berbagai aspek sosial ekonomi.

Keanekaragaman hayati mempunyai peranan sangat penting dalam suatu ekosistem

dan pembangunan yang berkelanjutan.

Page 21: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Seiring dengan tingginya kebutuhan penduduk Indonesia akan pangan, banyak

kawasan hutan mulai beralihfungsi menjadi lahan pertanian. Alih guna lahan hutan

menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan

kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan

perubahan lingkungan global (Widianto dkk., 2003). Hutan yang menjadi sumber

keanekaragaman hayati menjadi semakin berkurang. Agroforestri merupakan salah

satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Agroforestri pada

pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon-pohon yang dikombinasikan dengan

tanaman pertanian dan/atau ternak pada unit lahan diharapkan akan mampu

mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.

Masyarakat telah menyadari bahwa dengan menanam pohon bernilai ekonomi di sela-

sela sistem pertanian berarti mereka telah mempertahankan DAS karena pepohonan

mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat

erosi dan aliran air (Rahayu et al., 2009).

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga merupakan kawasan lahan kering dengan

mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Unit-unit lahan di kawasan

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tidak teririgasi secara efektif pada musim kering.

Permasalahan di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang muncul saat ini yaitu

dominansi berbagai jenis spesies vegetasi tanaman yang dikarenakan oleh pengolahan

lahan secara terus menerus dan perubahan iklim.

Masyarakat Desa Tukad Sumaga juga mengembangkan sentra peternakan

dimana ternak yang mereka pelihara umumnya sapi dan babi. Sistem agroforestri

Page 22: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

sangat penting untuk diterapkan pada kawasan DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

karena menyangkut persediaan pakan ternak. Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang tata cara pengolahan lahan secara berkelanjutan menjadi salah satu kendala

dalam pengembangan agroforestri di kawasan DAS Mikro ini. Tipe iklim yang sangat

kering pada areal ini menyebabkan berbagai vegetasi herba dan semak belukar

mengalami dormansi pada musim kering. Hal seperti ini mengakibatkan pasokan

pakan ternak pada waktu musim kering menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang jenis vegetasi tanaman yang bisa dijadikan pakan ternak juga

mengakibatkan beberapa ternak mengalami kematian karena bloating atau perut

kembung.

Pentingnya nilai keanekaragaman hayati dalam pengelolaan DAS sangat perlu

ditekankan kepada masyarakat. Vegetasi tanaman kehutanan dan pertanian dapat

memberikan nilai lebih dalam menunjang kesejahteraan masyarakat setempat.

Banyaknya manfaat dan fungsi vegetasi tanaman yang belum diketahui dan

bagaimana peruntukan tanaman tersebut sangat perlu dikembangkan kepada

masyarakat. Banyak predator dan parasitoid yang berhabitat di tanaman kehutanan

yang dapat menjadi musuh biologis bagi hama tanaman pertanian misalnya tawon

parasit. Selain itu simbiosis dari tanaman kehutanan dengan makro dan

mikroorganisme di dalam tanah dapat meningkatkan kualitas tanah dalam

meningkatkan produktivitas tanaman pertanian. Naungan yang cukup pada tanaman

kehutanan dapat memberikan perlindungan bagi tanaman pertanian. Berbagai bentuk

tajuk pada tanaman kehutanan akan dapat menjadi kawasan winbreak yang dapat

Page 23: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

mereduksi kecepatan angin yang menjadi pelindung bagi tanaman pertanian. Bentuk

tajuk vegetasi tanaman kehutanan tergantung dari jenis vegetasi yang ditanam di

suatu lahan.

Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman

dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan

lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan

menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan

mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat

akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Pengamatan terhadap jenis vegetasi

baru sebagai data series diharapkan akan dapat memberikan informasi yang

menunjang pengelolaan selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman

pertanian dan kehutanan yang terdapat pada sistem agroforestri tumpang sari,

penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah di

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng?

2. Bagaimanakah tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga?

Page 24: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada

sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan

pepohonan untuk konservasi tanah DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

2. Mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

1.4 Manfaat Penelitian

Komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem

agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk

konservasi tanah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembangunan

agroforestri khususnya di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak

Kabupaten Buleleng yang menunjang pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi

tanaman.

Page 25: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi

Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988 menyatakan bahwa

vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan dari suatu kawasan dalam kaitan dengan

lingkungan serta menurut ukuran derajat dalam ruang yang telah diambil sebagai

tempat tumbuhan tersebut. Struktur vegetasi adalah suatu gambaran atau deskripsi

dari suatu komunitas tumbuhan secara menyeluruh (Wahyuni, 2007). Hutan hujan

tropis di Indonesia membentuk beberapa strata tajuk. Arief (1994 dalam Indriyanto,

2005) menyatakan struktur hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum

berurutan dari atas ke bawah :

1. Strata A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk

oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Umumnya tajuk pohon pada

stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon

lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan

diskontinu.

2. Strata B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh

pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B

membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon di stratum

A.

Page 26: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

3. Strata C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh

pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai bentuk

tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal.

4. Strata D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh

spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum itu juga

terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase

anakan (seedling).

5. Strata E (E-storey), yaitu lapisan tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas)

yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang

tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit

dibandingkan dengan stratum lainnya.

Sutrisno (1998) menyatakan selama masa hidup suatu vegetasi pohon dalam

mencapai umur tertentu, akan melewati berbagai tingkatan kehidupan yang

berhubungan dengan ukuran tinggi dan diameter batang. Tingkatan-tingkatan hidup

suatu pohon antara lain :

1. Semai (seedling) : anakan pohon yang sejak berkecambah, tingginya

sampai 1,524 meter

2. Sapihan (sapling) : tinggi antara 1,524 sampai 3,048 meter dan

diameter < 0,152 meter

3. Tiang (poles) : diameter > 0,152 meter

4. Pohon ( trees) : diameter > 0,3048 meter (dbh)

Page 27: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

(Diameter disini diukur setinggi dada ± 1,30 meter (dbh singkatan dari diameter

breast hight).

Komposisi dapat diartikan sebagai susunan dan jumlah jenis yang membentuk

suatu tegakan (Bratawinata, 2000). Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979), untuk

kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam

parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekwensi, dan dominansi.

Indriyanto (2005) menyatakan densitas adalah jumlah individu per unit luas

atau per unit volume. Densitas sama artinya dengan kerapatan. Frekwensi merupakan

besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan

keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Dominansi dapat juga disebut

dengan luas penutupan. Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas

tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.

2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi

Pada suatu ekosistem terjadi perbedaan antara aspek fisiologis dan ekologis

yang disebabkan oleh adanya kompetisi antara dua atau lebih tanaman yang tumbuh

bersama-sama (Fandeli, 1984). Kompetisi ini akan mengakibatkan terdapat jenis

tanaman yang mati, pertumbuhan tertekan, dan jenis yang satu diganti oleh jenis yang

lainnya.

Indriyanto (2005) menyatakan spesies-spesies anggota populasi saling

berinteraksi satu dengan lainnya dan membentuk interaksi seperti:

Page 28: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

1. Neutralisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing

tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.

2. Kompetisi (tipe gangguan langsung), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies

yang masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif.

3. Kompetisi (tipe penggunaan sumberdaya alam), yaitu interaksi antara dua atau

lebih spesies dalam menggunakan sumberdaya alam yang persediannya berada

dalam kondisi kekurangan. Interaksi tersebut, masing-masing spesies berpengaruh

saling merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumberdaya

alam.

4. Amensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah

satu pihak dirugikan (mendapat rintangan), sedangkan pihak lainnya tidak

terpengaruh oleh adanya asosiasi.

5. Parasitisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu

pihak (inang) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (parasit) beruntung.

6. Predasi atau pemangsaan, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah

satu pihak (prey atau organisme yang dimangsa) dirugikan, sedangkan pihak

lainnya (predator atau organisme yang memangsa) beruntung.

7. Komensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak

beruntung, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.

8. Protokooperasi, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing

saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi, tetapi asosiasi yang terjadi tidak

merupakan keharusan.

Page 29: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

9. Mutualisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing

saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi.

2.3 Keanekaragaman Jenis Vegetasi

Hutan memberikan peranan yang sangat penting dalam menjaga

keanekaragaman hayati di Indonesia. Dalam jangka waktu menengah dalam

pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan merupakan jangka waktu yang

panjang bagi kebanyakan makhluk hidup dan sumberdaya alam hasil hutan nir

kayu tertentu akan menjadi langka, tetapi mekanisme pasar secara umum dapat

menanggulangi terjadinya kelangkaan ini, pada gilirannya mendorong pelestarian

maupun pencarian penggantinya yang efektif (Lahjie, 2004). Pelestarian

keanekaragaman biologis pada KTT bumi dicantumkan dalam agenda internasional

pada tahun 1992 menjadi pedoman bagi penandatanganan konvensi pelestariannya

(Lahjie, 2004). Indonesia telah menandatangani Protokol Nagoya pada 11 Mei 2011

di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.

Protokol Nagoya merupakan sebuah perjanjian untuk melindungi keanekaragaman

hayati baik flora dan fauna endemik pada negara-negara tertentu. Inventarisir kembali

kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara sangat penting untuk dilakukan

sehingga jika negara lain yang ingin memanfaatkan kekayaan alam untuk

kepentingan penelitian dan bisnis di suatu daerah di Indonesia, maka daerah bisa

mendapatkan pembagian keuntungan yang adil. Usaha pelestarian keanekaragaman

Page 30: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

hayati melalui jalur diplomasi antar negara merupakan salah satu usaha sadar

masyarakat dunia tentang pentingnya arti keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman jenis adalah suatu konsep variabilitas makhluk hidup di

bumi dan diukur dengan jumlah seluruh spesies di bumi atau di kawasan tertentu

(Suripto, 1997). Keanekaragaman jenis meningkat sesuai ukuran sampel, di lokasi

kawasan tropis, di dalam habitat yang memungkinkan organisme-organisme

mendapatkan tekanan fisiologis yang rendah, di tempat yang memiliki beberapa

habitat berbeda, pada masa daratan yang lebih besar dan di tempat yang tidak

memiliki gangguan ekosistem terhadap habitat (McNaughton dan Wolf, 1979).

Pratiwi et al., (2007) menyatakan keberagaman makhluk hidup dan

ekosistemnya membentuk keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati dapat

terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai

tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga

tingkat, yaitu :

1. Keanekaragaman Gen

Keanekaragaman gen menyebabkan variasi antar individu sejenis. Gen adalah

materi dalam kromosom makhluk hidup yang mengendalikan sifat organisme. Variasi

makhluk hidup dapat terjadi melalui perkawinan dan interkasi gen dengan

lingkungan. Konsep keanekaragaman gen menunjukkan bahwa di dalam suatu

populasi tidak ada satu individu yang penampilannya sama persis dengan induknya.

Page 31: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

2. Keanekaragaman Spesies

Keanekaragaman hayati antarspesies mudah diamati karena perbedaannya

sangat mencolok. Keanekaragaman hayati spesies misalnya kelapa, kurma, dan sagu.

Tumbuhan tersebut merupakan satu kelompok tumbuhan palem-paleman, namun

memiliki fisik dan habitat yang berbeda.

3. Keanekaragaman Ekosistem

Pada suatu ekosistem, faktor biotik berinteraksi dengan faktor abiotik.

Komponen biotik dan abiotik sangat beraneka ragam, ini menyebabkan perubahan

dari interaksi yang ada sehingga menciptakan ekosistem yang berbeda.

Keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan akan menyusun ekosistem yang

berbeda.

Keanekaragaman hayati memiliki nilai dan manfaat, antara lain (Pratiwi et al., 2007) :

a. Dapat memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan primer maupun sekunder,

b. Memiliki nilai biologi yang menghasilkan sesuatu (produk) yang bermanfaat

untuk hidup dalam menjaga kesehatan manusia,

c. Memiliki nilai estetika yang dapat menciptakan keindahan,

d. Memiliki nilai ekonomi yang dapat menghasilkan produk berupa materi atau jasa

yang dapat diperjualbelikan,

e. Memiliki nilai budaya yang dapat memberikan kebanggaan bagi suku masyarakat

tertentu karena keindahan dan kekhasannya,

Page 32: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

f. Memiliki nilai pendidikan yang dapat digunakan oleh para ahli untuk tujuan ilmu

pengetahuan misalnya: pemuliaan hewan atau tanaman, pelestarian alam, dan

pencarian alternatif bahan pangan serta energi.

Irwan (1992) menyatakan bahwa semakin besar jumlah jenis, maka semakin

besar keanekaragaman hayati. Pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting,

karena:

a. Merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan atau ekosistem,

b. Mampu merangkai satu unsur dengan unsur tatanan lingkungan yang lain,

c. Dapat menunjang tatanan lingkungan itu sehingga menjadikan lingkungan alami

suatu lingkungan hidup yang mampu memberikan kebutuhan makhluk hidupnya.

Tatanan lingkungan yang hanya terdiri dari sedikit jenis hayati akan sangat

peka dan mudah terganggu keseimbangannya. Semakin beranekaragam sumber alam

hayati, semakin stabil tatanan lingkungan tersebut (Irwan, 1992). Keanekaragaman

hayati sangat penting peranannya tidak hanya untuk makhluk hidup itu sendiri

melainkan sangat penting juga bagi lingkungan.

2.4 Agroforestri

Lahjie (2004) menyatakan agroforestri merupakan istilah kombinasi bersama

pertanian dan kehutanan pada pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon yang

dikombinasikan dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak pada unit lahan.

Ciri dan karakteristik pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri antara lain:

Page 33: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

1. Usaha pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan produksi dari berbagai output

dengan perlindungan bagi sumberdaya dasar,

2. Usaha pemanfaatan lahan sistem agroforestri umumnya lebih dari satu tahun;

3. Timbulnya interaksi dari beberapa aspek sosial, ekonomi, ekologi diantara

komponen-komponen tanaman pangan dengan tanaman pepohonan yang berkayu,

4. Usaha pemanfaatan lahan dengan produk lebih dari dua macam, misalnya

tanaman pangan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, obat-obatan, pakan

ternak ataupun kayu sebagai bahan energi dan atau sebagai bahan industri

perkayuan,

5. Mempunyai beberapa fungsi dari aspek lingkungan, misalnya konservasi lahan

terhadap kesuburan dan erosi/kelongsoran, penahan derasnya angin yang akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang lain, sebagai tempat peristirahatan

keluarga untuk melakukan pekerjaan industri rumah tangga,

6. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri yang sederhana pun secara

biologis maupun ekonomis lebih kompleks dari pada usaha pemanfaatan lahan

monokultur,

7. Usaha pemanfaatan lahan diupayakan oleh seseorang maupun kelompok secara

terencana maupun tidak terencana menjadi tolak ukur keberhasilan sistem

agroforestri,

8. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri melibatkan lebih banyak

nilai-nilai sosial budaya yang saling mempengaruhi, dibandingkan dengan sistem-

sistem pemanfaatan lahan lainnya,

Page 34: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

9. Mempunyai strata tajuk yang bervariasi khususnya pada komunitas vegetasi yang

membentuk ekosistem setempat.

Arief (2001) menyatakan bahwa sistem agroforestri mencakup berbagai ilmu

atau multidisipliner, seperti agronomi, sosial, kehutanan, dan ekonomi yang

berkelanjutan dengan didasarkan pada prinsip ekologis. Sistem agroforestri

ditujukan kepada pendekatan:

1. Adanya introduksi tanaman semusim ke dalam sistem tanaman kehutanan yang

tujuannya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan secara umum dan

mengendalikan erosi, terutama memelihara ternak dan penambahan pendapatan.

2. Adanya kegiatan konservasi lahan berhutan menjadi sistem agroforestri sebagai

upaya meningkatkan produksi komoditas komersial.

Daerah yang memiliki lokasi untuk pengembangan sistem agroforestri yang

luasannya tergolong tanah milik dengan bidang lahan kecil, sistem agroforestri ini

sangat cocok digunakan. Sistem agroforestri untuk bidang kecil lahan milik secara

luas dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu (Lahjie, 2004):

- Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lahan

- Sistem untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan pertanian

Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian dapat dibagi lagi

menjadi beberapa bagian antara lain (Lahjie, 2004):

1. Sistem Tumpang Sari

Sistem ini merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat jalur pepohonan

permanen yang digabungkan dengan tanaman pertanian dimana vegetasi jenis pohon

Page 35: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

yang ditanam akan menghasilkan interaksi yang saling menguntungkan dengan

tanaman pertanian. Interaksi ini merupakan suatu kesatuan dalam ekosistem yang

menggunakan prinsip tidak merugikan satu dengan yang lainnya sebagai contoh jika

pada musim kering, vegetasi pohon akan merontokkan daunnya. Hal ini menjadi

peluang kesempatan pada tanaman pertanian untuk mendapatkan sinar matahari yang

cukup dan hasil seresah daun yang rontok yang dapat dijadikan sebagai pupuk hijau

bagi tanaman pertanian.

2. Penanaman Lorong (Alley Cropping)

Penanaman lorong dengan baris-baris pohon yang disejajarkan dengan garis

kontur terbukti sebagai alat efektif untuk mengendalikan erosi. Pepohonan yang

sudah tumbuh, harus dipangkas pada waktu musim tanam tanaman pertanian. Ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah naungan dan persaingan dengan

tanaman pertanian. Sistem ini sangat menguntungkan bagi petani yang memiliki

ternak. Hasil pangkasan dari pohon-pohon yang disukai ternak dapat menjadi sumber

pakan ternak. Hasil pangkasan dapat juga dijadikan sebagai mulsa yang disebarkan

pada tanah diantara jalur pohon dan disela sela tanaman pertanian. Mulsa akan

berfungsi untuk mengurangi evaporasi pada tanah sehingga kelembaban tanah

menjadi terjaga. Mulsa yang telah mengalami proses pelapukan, dapat dijadikan

pupuk hijau yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.

3. Pepohonan untuk Konservasi Tanah

Sistem ini dapat diterapkan pada lahan terasering dimana vegetasi pohon

ditanam rapat dengan baris tunggal, ganda, atau tiga baris sepanjang kontur dan

Page 36: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

dipangkas sedikit. Tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai rintangan terhadap

aliran air permukaan dan akan meningkatkan kesuburan tanah dengan sisa

pemangkasan. Rerumputan dan tanaman untuk rintangan erosi juga ditanam diareal

ini. Penanaman rumput pada berbagai tempat sangat penting dalam membantu

mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan. Hal ini dapat membantu

menstabilkan konservasi tanah melalui perakaran pohon, semak dan rerumputan.

2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi

oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung, maupun batas bantuan seperti

jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan

kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Keberadaan vegetasi tanaman pada DAS

bagian hulu sangat penting karena mencakup cadangan air (Suripin, 2002).

DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan

hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur

aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan

ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini

menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi

berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung

bagaimana suatu DAS dikelola (Agus dkk., 2004).

Page 37: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Gambar 2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus

DAS Mikro atau tampungan mikro (

pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut

kemungkinan mempunyai aliran

flow) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (

lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari

DAS tersebut. Sebuah DAS yang menjadi

dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai

(Agus dkk., 2004).

Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus

DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan

pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut

kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (

) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow

lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari

DAS tersebut. Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar

dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai

Punggung (batas DAS)

Hujan

Anak Sungai

PertanianSub DAS

Danau Zona Pelindung

Outlet (Muara)

Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus dkk., 2004).

) adalah suatu cekungan

pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut

selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten

perennial flow). Sebidang

lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari

bagian dari DAS yang lebih besar

dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai

Hujan

Pertanian

Page 38: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS,

perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :

(1) Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan

lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi.

Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak

yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari

DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang

melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan

pengelolaan.

(2) Eksternalitas, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktivitas/program dan atau

kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan

dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan

kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu

tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah

kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu

tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan

berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral

externalities).

(3) Pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka konsep “externalities” dapat

dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh

adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh

para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang

Page 39: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor

yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut.

Kerangka pemikiran pengelolaan DAS terdiri dari tiga dimensi pendekatan analisis

pengelolaan DAS yaitu (Hufschmidt, 1986 dalam Asdak, 2007) :

a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan

dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat kaitannya.

b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat

implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan

terkait.

c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan

memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik.

Hasil penelitian Sulistiawati (2003) di bagian hulu DAS Buleleng wilayah

Kabupaten Buleleng menunjukkan erosi rata-rata sebesar 3.224 t/ha/th. Hasil

penelitian Gunamanta (2002) di DAS Anyar Kabupaten Buleleng menunjukkan telah

terjadi erosi berat (180-480 t/ha/th) pada lahan kawasan hutan di bagian hulu DAS.

Hasil penelitian Widarto (2004) di DAS Tukad Ngis Kabupaten Karangasem

menunjukkan perencanaan konservasi tahah dengan teras bangku atau teras gulud

serta multi purpose tree species dan agroforestri menunjukkan erosi berkurang dari

28,156 – 2.135,524 t/ha menjadi 0,297 – 3,258 t/ha. Tingginya nilai erosi dapat

menimbulkan degradasi lingkungan dan menurunnya kualitas kemampuan lahan

untuk mendukung pertumbuhan tanaman .

Page 40: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Penutupan vegetasi di suatu wilayah DAS berkaitan erat dengan masalah

konservasi tanah dan air dimana hutan sebagai salah satu penyangga utama dalam

sistem DAS (Indriyanto, 2008). Arief (2001) menyatakan bahwa agroforestri juga

merupakan salah satu sarana penting untuk merehabilitasi lahan kritis, terutama di

daerah hulu DAS. Pepohonan dapat menciptakan struktur permanen yang

menstabilkan tanah dan neraca hidrologi.

Page 41: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB III

KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berfikir

Indonesia terletak di daerah tropik memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim

kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai

macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem

hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem

air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing

ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati tersendiri.

Agroforestri yang memadukan konsep kehutanan, pertanian dan

peternakan merupakan salah satu upaya kongrit dalam memenuhi kebutuhan

sandang, pangan, dan papan dengan tetap menjaga dan melestarikan

keanekaragaman hayati. Interaksi dan rantai makanan di dalam agroforestri akan

menjaga keseimbangan ekosistem yang tentunya konsep organik memberikan

peranan penting dalam pengembangan agroforestri. Keanekaragaman hayati yang

stabil di dalam suatu agroforestri akan menjaga rantai makanan di dalam suatu

ekosistem sehingga tidak terjadi ledakan hama yang menyerang tanaman

pertanian dan peternakan. Ada beberapa spesies tanaman kehutanan tertentu yang

menjadi habitat bagi hama, sehingga keberadaan tanaman pertanian tidak

Page 42: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

terserang oleh hama. Tajuk tanaman kehutanan merupakan tempat habitat juga

bagi predator yang akan memangsa hama tanaman pertanian.

Kondisi DAS mikro desa tukad Sumaga yang sebagian besar topografinya

bergelombang merupakan sentra peternakan, pertanian dan kehutanan. Alih fungsi

lahan yang tidak bisa dihindari merupakan salah satu penyebab menurunnya pasokan

air pada musim kering. Ketersediaan air yang menurun menyebabkan produktivitas

panen menurun, pasokan pakan ternak pada waktu kering berkurang dan

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan vegetasi tanaman bahkan banyak

tanaman yang mengalami kematian sehingga menyebabkan keanekaragaman jenis

vegetasi menurun. Kendala-kendala seperti ini sangat perlu diantisipasi, salah satunya

dengan Pengembangan Agroforestri. Sistem agroforestri yang mencakup sistem

agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah

diharapkan akan mampu memperbaiki kualitas lahan. Pemilihan vegetasi tanaman

dalam pengembangan sistem agroforestri sangat perlu dipertimbangkan karena

menyangkut peruntukan dan fungsi dari masing-masing spesies vegetasi tanaman.

Hasil evaluasi komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman dapat

menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan agroforestri yang menunjang

pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi tanaman. Pengembangan pembangunan

pertanian, kehutanan dan peternakan dengan konsep agroforestri akan dapat

mengoptimalkan fungsi lahan di Kecamatan Gerokgak. Agroforestri akan dapat

memanfaatkan banyak lahan tidur yang belum tergarap secara maksimal.

Page 43: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

3.2 Konsep Penelitian

Agroforestri atau wanatani merupakan pengelolaan lahan secara terpadu yang

berkonsep kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan. Pemanfaatan lahan

dengan Agroforestri sangat dinamis karena menggunakan vegetasi tanaman yang

multistrata dimana pemilihan jenis tanaman dan tata ruang sangat menentukan

keberhasilan agroforestri. Pemanfaatan lahan dengan vegetasi tanaman yang berbeda

misalnya dengan tanaman vegetasi bawah (empon-empon, umbi-umbian, rumput

sebagai pakan ternak), vegetasi pancang atau tanaman semusim, dan vegetasi pohon.

Keanekaragaman jenis tanaman pada suatu agroforestri akan dapat memberikan

pendapatan bagi masyarakat yang mana akan dapat meningkatkan ketahanan pangan

dan papan bagi masyarakat. Besar kecilnya pendapatan masyarakat tergantung dari

jenis vegetasi yang mereka tanam. Agroforestri juga bermanfaat bagi keseimbangan

ekosistem. Multistrata pada agroforestri yang memungkinkan untuk pemilihan jenis

tanaman langka dan endemik pada suatu lahan merupakan salah satu cara pelestarian

terhadap keanekaragaman hayati. Ada beberapa jenis vegetasi pohon merupakan

habitat bagi serangga dan hama sehingga tidak menyerang tanaman pertanian.

Munculnya hama akan menarik hadirnya predator dan parasitoid yang menjadi musuh

alami bagi hama tanaman.

Page 44: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman

pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk

konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak

Kabupaten Buleleng.

2. Terdapat perbedaan tingkat pengelolaan agroforestri pada sistem agroforestri

tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.

Page 45: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Alih Fungsi Lahan

Ketersediaan Air Menurun

Pasokan Pakan Ternak Pada Waktu Musim Kering Berkurang

Evaluasi Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping)

Hasil Evaluasi Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tanaman

Evaluasi Sistem Agroforestri Tumpang Sari

Evaluasi Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah

Bahan Pertimbangan dalam Pembangunan Agroforestri Khususnya di DAS Mikro yang Menunjang Pelestarian Keanekaragaman Hayati Vegetasi Tanaman.

Kondisi DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kabupaten Buleleng

Produktifitas Panen yang Menurun

Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tanaman Menurun

Page 46: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Tukad Sumaga yang

secara administratif terletak di Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak,

Kabupaten Buleleng. Tiga lokasi tersebut adalah lokasi sistem agroforestri tumpang

sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah.

Survey awal penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember

2012. Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2013.

Penelitian ini terhitung dari survey lokasi penelitian dan pengambilan sampel

penelitian di lapangan.

Penggunaan lahan pada DAS Mikro desa Tukad Sumaga seluas 212,700 ha

(28,68%) berada di luar kawasan hutan dan 542,500 ha (71,84%) merupakan hutan

negara. Vegetasi penutupan lahan pada DAS Tukad Sumaga meliputi vegetasi hutan,

vegetasi kebun campuran, tegalan dan sawah tadah hujan.

Jenis tanah yang terdapat di DAS Tukad Sumaga adalah termasuk tanah jenis

Latosol dengan bahan induk penyusunannya adalah abu vulkanik Intermedier dengan

bentuk wilayah berbukit sampai bergunung. Geologi batuan pembentuk wilayah

Page 47: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

permukaan DAS Tukad Sumaga adalah berupa lava dan breksi hasil muntahan

Gunung Api Pulaki yang terbentuk sejak periode tersier epoch pleosen sekitar 0,6-11

juta tahun lalu yang sebagian besar sekarang telah tertutup oleh endapan alluvium.

Segi topografi, sebagian kawasan DAS Tukad Sumaga merupakan daerah landai

dengan kemiringan rata-rata 8-15 %, sedangkan sebagian besar lagi merupakan

daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan > 15%. Ketinggian tempat

DAS Tukad Sumaga berkisar antara 82 meter sampai dengan 1.029,26 meter diatas

permukaan laut (BPDAS Unda Anyar, 2003).

Berdasarkan kondisi alirannya, sungai Tukad Sumaga termasuk tipe annual,

yaitu sungai yang alirannya besar pada musim hujan akan tetapi pada musim kemarau

sangat kecil alirannya sampai tidak mengalir. DAS Tukad Sumaga terdiri dari

beberapa anak sungai yaitu Tukad Bajra dan Tukad Salak serta beberapa sungai kecil,

dengan pengaliran seluas 755,200 ha ( BPDAS Unda Anyar, 2003).

Curah hujan tahunan rata-rata (tahun 1993-2002) pada DAS Tukad Sumaga

adalah sebesar 1.014 mm dengan jumlah hari hujan tahunan rata-rata sebesar 58,8

hari ( BPDAS Unda Anyar, 2003). Jumlah rata-rata hujan basah (BB) dan bulan

kering (BK) selama 10 tahun terakhir sebagai dasar untuk perhitungan tipe iklim

menurut Schmidt dan Fergusson adalah 7 bulan kering dan 4 bulan basah, sehingga

tipe iklim DAS Tukad Sumaga adalah tipe F (sangat kering).

Page 48: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Jumlah penduduk desa Tukad Sumaga berdasarkan kecamatan Gerokgak

dalam angka tahun 2002 adalah 5.038 orang, mengalami pertumbuhan 4,57% dari

tahun 1996 yang berjumlah 4.818 orang. Dilihat dari kepadatan penduduk desa Tukad

Sumaga menunjukkan rata-rata 126,93 jiwa/km².

4.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk menganalisis vegetasi dalam penelitian antara lain:

1. Patok bambu dan tali plastik untuk membuat petak ukur,

2. Hagameter, digunakan untuk mengukur tinggi vegetasi tanaman,

3. Pitameter, digunakan untuk mengukur diameter batang,

4. Amplop ukuran besar untuk identifikasi sampel tumbuhan yang belum

teridentifikasi,

5. Kamera digital, untuk dokumentasi,

6. Alat tulis, untuk mencatat data-data di lapangan,

7. Buku monografi tumbuhan,

8. GPS,

9. Seperangkat komputer untuk analisis data dan menyusun laporan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi yang terdapat

pada petak-petak ukur sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan

pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro DAS Tukad Sumaga Kecamatan

Gerokgak Kabupaten Buleleng.

4.3 Pelaksanaan Penelitian

Page 49: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

4.3.1 Pengambilan Data Primer

Pengambilan data primer meliputi jenis tanaman, tinggi, diameter, kerapatan

pohon, dan luas penutupan tajuk. Pengolahan data komposisi jenis dilakukan dengan

menghitung vegetasi yang terdapat pada agroforestri dan dengan menentukan jenis

vegetasi tanaman dengan mencocokkan dengan literatur atau dengan mencocokkan

dengan data sekunder.

Pengambilan data primer menggunakan metode penelitian plot ganda. Plot

ganda adalah plot coba yang dibuat dalam suatu areal hutan yang dianalisis lebih dari

satu. Peletakan plot ganda secara random atau acak. Total luas plot coba ganda harus

berdasarkan dengan Intensitas Sampling (IS) yang digunakan. Intensitas sampling

yang digunakan adalah 1%. Wilayah agroforestri pertama-tama dibuat petak ukur.

Petak ukur akan dibuat bidang-bidang petak di dalamnya yang meliputi (Bratawinata,

2000):

( 10 X 10 ) m : untuk pohon,

( 4 X 4 ) m : untuk tumbuhan semak belukar sampai tinggi 3 meter,

sapihan (sapling),

( 1 X 1 ) m : untuk tumbuhan bawah, semak kecil dan semai/seedling.

Tingkat pohon dan sapling diukur tinggi, diameter (untuk menentukan luas

bidang dasar), kerapatan, frekwensi, dominansi, dan indeks nilai penting. Vegetasi

Page 50: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

tanaman pertanian di analisis pada petak ukur 4 X 4 meter. Untuk vegetasi rumput,

semai kecil dan seedling di analisis pada petak 1 X 1 meter.

Data yang diukur untuk petak 1 X 1 meter adalah :

- Nama jenis semai atau belukar

- Jumlah individu per jenis

- Tinggi rata-rata per jenis

- Frekwensi atau penyebaran jenis

- Prosentase penutupan lahan (cover prosentage)

Cover prosentage adalah besar atau luas proyeksi tajuk dari tiap-tiap individu pada

lantai hutan. Cara pengukurannya sebagai berikut (Bratawinata, 2000):

Gambar 4.1

Cara Penentuan Proyeksi Tajuk

d = d1 + d22

d merupakan jari-jari yang diimplimentasikan untuk mencari luas penutupan dan

dengan ini akan diperoleh luas penutupan dengan rumus sebagai berikut:

Luas Penutupan = ¼ πd²

d2 d1

Page 51: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Berikut Gambar petak ukur yang akan dibuat pada masing-masing sistem agroforestri

di lokasi penelitan:

Gambar 4.2

Denah Petak Ukur di Lapangan

Gambar 4.3

Anak Petak Ukur di Lapangan

10 X 10 m

4 X 4 m

1 X 1 m

Page 52: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

4.3.2 Pengambilan Data Sekunder

Pengambilan data sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Buleleng yang meliputi klimatologi, geologi, sosial ekonomi, dan data-

data pendukung lainnya.

4.4 Metode dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rumus kerapatan, frekwensi, luas penutupan jenis,

dan Indeks Nilai Penting di dalam menentukan komposisi jenis vegetasi, setelah itu

keanekaragaman jenis vegetasi dianalisis dengan menggunakan berbagai rumus.

Tingkat pengelolaan agroforestri dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.

4.4.1 Komposisi Jenis Vegetasi

Vegetasi yang terdapat pada Petak Ukur (PU) dicatat jenis dan jumlahnya.

Setelah itu data yang diperoleh diolah untuk mengetahui kerapatan, frekuensi, dan

luas penutupan tajuk yang akan digunakan untuk menentukan indeks nilai penting.

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan

pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks Nilai Penting

(INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau kepentingan suatu

jenis tanaman dalam suatu komunitas. Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini

diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas

Page 53: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

penutupan relatif dari vegetasi pada masing-masing lokasi. Data tersebut dianalisis

dengan menggunakan rumus Indriyanto (2005) :

Kerapatan Jenis (KJ) = Jumlah individu suatu jenisLuas semua PU

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenisJumlah kerapatan semua jenis x100%

Frekuensi Jenis (FJ) = Jumlah PU yang ditemukan suatu jenisJumlah semua PU

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenisJumlah frekuensi semua jenis x100%

Luas Penutupan Jenis = Luas penutupan tajuk suatu jenisLuas semua PU

Luas Penutupan Relatif = Luas penutupan suatu jenisJumlah luas penutupan tajuk semua jenis x100%

Indeks Nilai Penting (INP) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Luas

Penutupan Relatif

Page 54: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

4.4.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi

Penentuan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman yang menunjukkan tingkat

stabilitas pada suatu tingkat pertumbuhan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan

pohon serta bentuk vegetasi lainnya, maka dihitung Indeks Keragaman jenis (H),

Indeks Kemerataan (e), Indeks Dominansi (C) sebagai berikut (Bratawinata, 2000):

1. Keragaman jenis (H)

Keragaman jenis dari berbagai tingkatan vegetasi menggunakan rumus Shanon

dan Wiener (Odum, 1993, dalam Bratawinata, 2000) :

H = −Σ 'niN) Log 'ni

N)

Keterangan :

H : Indeks keragaman jenis

Ni : Jumlah individu Tiap jenis

N : Jumlah Individu Seluruh Jenis

Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keragaman jenis Shanon

dan Wiener (Ferianita-Fachrul et al.,2005, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011): H

<1 = keragaman rendah; H 1-3 = keragaman sedang; H >3 = keragaman tinggi.

Page 55: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

2. Indeks Kemerataan (e)

Kemerataan distribusi individu-individu pada jenis-jenis yang hadir pada suatu

tingkat pertumbuhan dapat ditentukan melalui Indeks Kemerataan (e) sesuai rumus

Pielow (Odum, 1993, dalam Bratawinata, 2000) sebagai berikut :

e = HLog S

keterangan :

e : Indeks Kemerataan

H : Indeks Keragaman Jenis

S : Jumlah Jenis yang Hadir

Semakin tinggi indeks kemerataan dari suatu tingkat pertumbuhan menunjukkan

semakin meratanya distribusi suatu jenis individu.

3. Indeks Dominansi ( D )

Indeks Dominansi (D) digunakan dalam menentukan vegetasi-vegetasi yang lebih

terpusat pada satu atau beberapa jenis dari suatu tingkat pertumbuhan dengan

rumus (Rad et al., 2009, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011):

D = 1 - C

Keterangan :

D : Indeks Dominansi

Page 56: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

C : Indeks Simpson

Indeks Simpson ditentukan dengan rumus (Pirzan dan Pong-Masak, 2008, dalam

Sudarma dan Suprapta, 2011) :

C = - Pi².

/01

Keterangan :

C : Indeks Simpson

S : Jumlah Jenis

Pi : ni/N

ni : Jumlah Individu Suatu Jenis

N : Jumlah Individu Seluruh Jenis

4.4.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri

Tingkat pengelolaan agroforestri pada masing-masing sistem diolah dengan

menggunakan metode deskriptif dengan mengacu pada perhitungan keanekaragaman

jenis pada masing-masing sistem agroforestri. Hasil perhitungan keanekaragaman

jenis pada masing-masing sistem akan di skoring. Indikator keanekaragaman jenis

yang tertinggi pada masing-masing sistem agroforestri akan diberikan tanda bintang.

Page 57: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Jumlah Jenis

Penelitian yang dilakukan pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari dengan

menggunakan 25 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut terdapat 3 buah

anak petak ukur berdasarkan tingkatan-tingkatan vegetasi. Wilayah Agroforestri

Tumpang Sari terdapat 75 buah anak petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun

Sistem Agroforestri Tumpang Sari berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro

Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada

Tabel 5.1.

Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada

tingkatan pohon adalah mangga dan asem yang masing-masing sebanyak 4 tanaman.

Peringkat kedua diduduki oleh jati, mimba, dan lontar yang masing-masing sebanyak

2 tanaman. Pada peringkat ketiga diduduki oleh tanaman sonokeling, jati belanda,

leda, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.

Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada

tingkatan semak belukar dan sapihan adalah jati sebanyak 13 tanaman. Peringkat

kedua diduduki oleh lamtoro dan gamal yang masing-masing sebanyak 5 vegetasi.

Peringkat ketiga diduduki oleh mimba, mangga, dan jati belanda yang masing-masing

sebanyak 4 tanaman.

Page 58: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.1 Jenis- jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari

Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Semak

Belukar dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan Seedling

1 Jati Tectona grandis 2 13 1 16 2 Mimba Azadirachta indica 2 4 1 7 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 1 3 - 4 4 Mangga Mangifera indica 4 4 - 8 5 Jati Belanda Gmelina arborea 1 4 - 5 6 Asem Tamarindus indica 4 1 - 5 7 Leda Eucalyptus deglupta 1 - - 1 8 Lontar Borassus flabellifer 2 - - 2 9 Mente Anacardium

occidentale 1 3 - 4

10 Lamtoro Leucaena leucocephala

1 5 1 7

11 Angsana Pterocarpus indicus 1 1 - 2 12 Kapuk Ceiba pentandra 1 - - 1 13 Kenanga Cananga odorata - 1 - 1 14 Pisang Musa paradisiacal - 3 - 3 15 Kelor Moringa oleifera - 1 - 1 16 Gamal Gliricidia sepium - 5 - 5 17 Kelapa Cocos nucifera - 1 - 1 18 Mahoni Swietenia macrophylla - 1 - 1 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - 3 1 3 20 Bambu Bambusa glaucescens - 1 - 1 21 Sirsak Annona muricata - 1 - 1 22 Jarak Ricinus communis - 1 - 1 23 Dadap Erythrina variegate - 1 - 1 24 Srikaya Silik Annona squamosa - 1 - 1 25 Kamboja Plumeria alba - 1 - 1 26 Jagung Zea mays - - 8 8 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - 12 12 28 Legetan Spilanthes

iabadicensis - - 24 24

29 Rumput Karpet

Axonopus compressus - - 3 3

30 Tekelan Chromolaena odorata - - 13 13

Page 59: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.1 (Lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Semak

Belukar dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan Seedling

31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 1 1 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - 4 4 33 Apel India Ziziphus sativa - - 1 1 34 Harendong

Bulu Clidemia hirta - - 1 1

35 Saliara Lantana camara - - 1 1 36 Rumput

Pangola Digitaria eriantha - - 2 2

37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - 3 3 38 Pletekan Ruellia tuberose - - 1 1 39 Labu Cucurbita moschata - - 1 1 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - 4 4 41 Kacang

Tunggak Vigna unguiculata - - 1 1

42 Cabai Capsicum annuum - - 2 2 Jumlah 21 59 86 165

Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada

tingkatan tumbuhan bawah dan seedling adalah legetan sebanyak 24 tanaman.

Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tekelan sebanyak 13 tanaman. Peringkat

ketiga diduduki oleh tanaman lemon balm sebanyak 12 tanaman. Tabel tersebut

menunjukkan bahwa vegetasi agroforestri tumpang sari di Desa Tukad Sumaga ini

didominasi oleh tingkatan tumbuhan bawah dan seedling sebanyak 86 tanaman.

Penelitian yang dilakukan pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley

Cropping) dengan menggunakan 10 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut

terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan vegetasi. Pada satu wilayah

Page 60: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

agroforestri penanaman lorong ini terdapat jumlah total 30 buah petak ukur. Hasil

analisis vegetasi penyusun sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping)

berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan

Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada

tingkatan pohon adalah lontar sebanyak 5 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh

tanaman mente sebanyak 4 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh kelapa dan salam

yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.

Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan

sapihan adalah lamtoro sebanyak 15 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh gamal

dan jati yang masing-masing sebanyak 3 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh

mente, jati belanda, dan angsana yang masing-masing sebanyak 2 tanaman.

Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling adalah legetan sebanyak 44 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh rumput

teki sebanyak 8 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh rumput karpet sebanyak 7

tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanaman agroforestri penanaman lorong

(alley cropping) di Desa Tukad Sumaga ini didominasi oleh tingkatan tumbuhan

bawah, dan seedling sebanyak 77 tanaman.

Page 61: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.2 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Semak

Belukar dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan Seedling

1 Mente Anacardium occidentale 4 2 - 6 2 Kelapa Cocos nucifera 1 - - 1 3 Lontar Borassus flabellifer 5 - - 5 4 Salam Syzygium polyanthum 1 1 - 2 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - 15 - 15 6 Jati Belanda Gmelina arborea - 2 - 2 7 Gamal Gliricidia sepium - 3 - 3 8 Mimba Azadirachta indica - 1 - 1 9 Angsana Pterocarpus indicus - 2 - 2 10 Mangga Mangifera indica - 1 - 1 11 Jati Tectona grandis - 3 - 3 12 Kakao Theobroma cacao - 1 - 1 13 Rambutan Nephelium lappaceum - 1 - 1 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - 7 7 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - 8 8 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 44 44 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 1 1 18 Cabai Capsicum annuum - - 1 1 19 Bayam Amaranthus spinosus - - 5 5 20 Nenas Ananas comosus - - 2 2 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 1 1 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 6 6 23 Jagung Zea mays - - 1 1 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - 1 1 Jumlah 11 32 77 120

Penelitian yang dilakukan pada sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi tanah dengan menggunakan 5 buah petak ukur dimana pada petak ukur

tersebut terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan-tingkatan vegetasi

sehingga pada satu wilayah agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah ini terdapat

Page 62: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

jumlah total 15 buah petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun sistem agroforestri

pepohonan untuk konservasi tanah berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel

5.3. Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada

tingkatan pohon adalah asem sebanyak 2 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh

lontar dan angsana yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.

Vegetasi yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada

tingkatan semak belukar dan sapihan adalah vegetasi gamal sebanyak 3 tanaman.

Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lontar, apel india, dan jati yang masing-

masing sebanyak sebanyak 2 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh jati belanda,

jeruk keprok, dan sonokeling yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.

Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling, adalah vegetasi rumput gajah sebanyak 4 tanaman. Peringkat kedua

diduduki oleh vegetasi legetan sebanyak 3 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh

vegetasi kacang tanah sebanyak 2 tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa

vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di Desa Tukad

Sumaga ini didominasi oleh tingkat semak belukar dan sapihan sebanyak 12 tanaman.

Page 63: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.3 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

5.2 Kerapatan Jenis

Kerapatan Jenis suatu vegetasi merupakan banyaknya individu dalam satuan

luas. Kerapatan relatif suatu jenis merupakan persentase kerapatan suatu jenis

terhadap jumlah total kerapatan semua jenis. Semakin tinggi kerapatan relatif suatu

jenis, maka jenis tersebut akan semakin banyak pula ditemukan pada lokasi

bersangkutan. Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri tumpang

sari di Das Mikro Desa tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.4.

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon

Semak Belukar

dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan

Seedling

1 Asem Tamarindus indica 2 - - 2 2 Lontar Borassus flabellifer 1 - - 1 3 Angsana Pterocarpus indicus 1 - - 1 4 Lontar Borassus flabellifer - 2 - 2 5 Jati Belanda Gmelina arborea - 1 - 1 6 Gamal Gliricidia sepium - 3 - 3 7 Apel India Ziziphus sativa - 2 - 2 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - 1 - 1 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - 1 - 1 10 Jati Tectona grandis - 2 - 2 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - 2 2 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 3 3 13 Tekelan Chromolaena odorata - - 1 1 14 Sereh Cymbopogon citratus - - 1 1 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 4 4 Jumlah 4 12 11 27

Page 64: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Lokasi pada sistem agroforestri tumpang sari terdapat berbagai jenis tanaman

penyusun hutan. Hal ini dikarenakan sistem agroforestri tumpang sari menyerupai

hutan alam dimana terdapat berbagai macam stratum hutan. Pada tingkatan pohon,

kerapatan jenis yang tertinggi di areal ini dijumpai pada tanaman asem dan mangga

yaitu 16 tan/ha dengan kerapatan relatif 19,05%. Pada peringkat kedua diduduki oleh

tanaman jati, mimba, dan lontar dengan kerapatan jenis masing-masing 8 tan/ha dan

kerapatan relatif masing-masing 9,52%. Pada peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi

sonokeling, jati belanda, leda, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk dengan kerapatan

jenis masing-masing 4 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 4,76%. Hal ini

membuktikan jenis asem dan mangga paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon

pada sistem agroforestri tumpang sari.

Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai

pada tanaman jati yaitu 325 tan/ha dengan kerapatan relatif 22,03%. Peringkat kedua

diduduki oleh lamtoro dan gamal dengan kerapatan jenis masing-masing 125 tan/ha

dan kerapatan relatif masing-masing 8,47%. Peringkat ketiga diduduki oleh mimba,

mangga, dan jati belanda dengan kerapatan jenis masing-masing 100 tan/ha dan

kerapatan relatif masing-masing 6,78%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jati ini

paling banyak dijumpai pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari.

Page 65: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.4 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon

Semak Belukar dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan Seedling

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

1 Jati Tectona grandis 8 9,52 325 22,03 400 1,16 2 Mimba Azadirachta

indica 4 9,52 100 6,78 400 1,16

3 Sonokeling Dalbergia latifolia 16

4,76 75 5,08 - -

4 Mangga Mangifera indica 4

19,05 100 6,78 - -

5 Jati Belanda Gmelina arborea 16 4,76 100 6,78 - - 6 Asem Tamarindus

indica 4 19,05 25 1,69 - -

7 Leda Eucalyptus deglupta 8

4,76 - - - -

8 Lontar Borassus flabellifer 4

9,52 - - - -

9 Mente Anacardium occidentale 4

4,76 75 5,08 - -

10 Lamtoro Leucaena leucocephala 4

4,76 125 8,47 400 1,16

11 Angsana Pterocarpus indicus 4

4,76 25 1,69 - -

12 Kapuk Ceiba pentandra 8 4,76 - - - - 13 Kenanga Cananga

odorata - - 25 1,69 - -

14 Pisang Musa paradisiaca

- - 75 5,08 - -

15 Kelor Moringa oleifera - - 25 1,69 - - 16 Gamal Gliricidia

sepium - - 125 8,47 - -

17 Kelapa Cocos nucifera - - 25 1,69 - - 18 Mahoni Swietenia

macrophylla - - 25 1,69 - -

19 Ketela Pohon Manihot esculenta

- - 75 5,08 400 1,16

20 Bambu Bambusa glaucescens

- - 25 1,69 - -

21 Sirsak Annona muricata

- - 25 1,69 - -

22 Jarak Ricinus communis

- - 25 1,69 - -

23 Dadap Erythrina variegata

- - 25 1,69 - -

Page 66: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.4 (Lanjutan)

Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Pohon

Semak Belukar dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan Seedling

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

24 Srikaya Silik Annona squamosa

- - 25 1,69 - -

25 Kamboja Plumeria alba - - 25 1,69 - - 26 Jagung Zea mays - - - - 3200 9,30 27 Lemon Balm Melissa

officinalis - - - - 4800 13,95

28 Legetan Spilanthes iabadicensis

- - - - 9600 27,91

29 Rumput Karpet Axonopus compressus

- - - - 1200 3,49

30 Tekelan Chromolaena odorata

- - - - 5200 15,12

31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria

- - - - 400 1,16

32 Kacang Hantu Centrosema pubescens

- - - - 1600 4,65

33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 400 1,16 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - - - 400 1,16 35 Saliara Lantana camara - - - - 400 1,16 36 Rumput Pangola Digitaria

eriantha - - - - 800 2,33

37 Tapak Liman Elephantopus scaber

- - - - 1200 3.49

38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 400 1,16 39 Labu Cucurbita

moschata - - - - 400 1,16

40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 1600 4,65 41 Kacang Tunggak Vigna

unguiculata - - - - 400 1,16

42 Cabai Capsicum annuum

- - - - 800 2,33

Jumlah 84 100 59 100 86 100

Page 67: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada tanaman legetan yaitu 9600 tan/ha dengan kerapatan relatif 27,91%.

Peringkat kedua diduduki oleh tekelan dengan kerapatan jenis masing-masing 5200

tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 15,12%. Peringkat ketiga diduduki oleh

lemon balm dengan kerapatan jenis masing-masing 4800 tan/ha dan kerapatan relatif

13,95%. Hal ini menunjukkan jenis legetan paling banyak dijumpai pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari.

Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri penanaman

lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel

5.5. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan pohon di areal ini dijumpai pada

tanaman lontar yaitu 50 tan/ha dengan kerapatan relatif 45,45%. Peringkat kedua

diduduki oleh mente dengan kerapatan jenis 40 tan/ha dan kerapatan relatif 36,36%.

Peringkat ketiga diduduki oleh kelapa dan salam dengan kerapatan jenis masing-

masing 10 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,09%. Hal ini membuktikan

jenis lontar paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri

tumpang sari.

Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai

pada tanaman lamtoro yaitu 937,5 tan/ha dengan kerapatan relatif 46,88%. Peringkat

kedua diduduki oleh vegetasi gamal dan jati dengan kerapatan jenis masing-masing

187,5 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,38%. Peringkat ketiga diduduki

oleh tanaman mente, jati belanda, dan angsana dengan kerapatan jenis masing-masing

125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa

Page 68: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

jenis lamtoro paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada

sistem agroforestri tumpang sari.

Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada tanaman legetan yaitu 44000 tan/ha dengan kerapatan relatif 57,14%.

Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi rumput teki dengan kerapatan jenis 8000

tan/ha dan kerapatan relatif 10,39%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi rumput

karpet dengan kerapatan jenis 7000 tan/ha dan kerapatan relatif 9,09%. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman legetan paling banyak dijumpai pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari.

Page 69: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.5 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman

Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon Semak Belukar

dan Sapihan

Tumbuhan Bawah, dan

Seedling KJ

(tan/ha) KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

1 Mente Anacardium occidentale

40 36,36 125 6,25 - -

2 Kelapa Cocos nucifera 10 9,09 - - - - 3 Lontar Borassus flabellifer 50 45,45 - - - - 4 Salam Syzygium

polyanthum 10 9,09 62,5 3,13 - -

5 Lamtoro Leucaena leucocephala

- - 937,5 46,88 - -

6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 125 6,25 - - 7 Gamal Gliricidia sepium - - 187,5 9,38 - - 8 Mimba Azadirachta indica - - 62,5 3,13 - - 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 125 6,25 - - 10 Mangga Mangifera indica - - 62,5 3,13 - - 11 Jati Tectona grandis - - 187,5 9,38 - - 12 Kakao Theobroma cacao - - 62,5 3,13 - - 13 Rambutan Nephelium

lappaceum - - 62,5 3,13 - -

14 Rumput Karpet

Axonopus compressus

- - - - 7000 9,09

15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 8000 10,39 16 Legetan Spilanthes

iabadicensis - - - - 44000 57,14

17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1000 1,30 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 1000 1,30 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 5000 6,49 20 Nenas Ananas comosus - - - - 2000 2,60 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 1000 1,30 22 Rumput Gajah Penisetum

purpureum - - - - 6000 7,79

23 Jagung Zea mays - - - - 1000 1,30 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 1000 1,30 Jumlah 110 100 2000 100 77000 100

Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif

Page 70: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri pepohonan

untuk konservasi tanah di Das Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel

5.6. Kerapatan jenis yang tertinggi pada tingkatan pohon di areal ini dijumpai pada

tanaman asem yaitu 40 tan/ha dengan kerapatan relatif 50%. Peringkat kedua

diduduki oleh lontar dan angsana dengan kerapatan jenis masing-masing 20 tan/ha

dan kerapatan relatif masing-masing 25%. Hal ini membuktikan jenis asem paling

banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai

pada tanaman gamal yaitu 375 tan/ha dengan kerapatan relatif 25 %. Peringkat kedua

diduduki oleh vegetasi lamtoro, apel india, dan jati dengan kerapatan jenis masing-

masing 250 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 16,67%. Peringkat ketiga

diduduki oleh vegetasi jati belanda, jeruk keprok, dan sonokeling dengan kerapatan

jenis masing-masing 125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 8,33%. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman gamal paling banyak dijumpai pada tingkatan semak

belukar dan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari.

Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada vegetasi rumput gajah yaitu 8000 tan/ha dengan kerapatan relatif

36,36%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi legetan dengan kerapatan jenis 6000

tan/ha dan kerapatan relatif 27,27%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi kacang

tanah dengan kerapatan jenis 4000 tan/ha dan kerapatan 18,18%.

Page 71: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.6 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan

untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon

Semak Belukar dan Sapihan

Tumbuhan Bawah dan Seedling

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

KJ (tan/ha)

KR (%)

1 Asem Tamarindus indica 40 50 - - - - 2 Lontar Borassus flabellifer 20 25 - - - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 20 25 - - - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 250 16,67 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 125 8,33 - - 6 Gamal Gliricidia sepium - - 375 25,00 - - 7 Apel India Ziziphus sativa - - 250 16,67 - - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 125 8,33 - - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 125 8,33 - - 10 Jati Tectona grandis - - 250 16,67 - - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 4000 18,18 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 6000 27,27 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 2000 9,09 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 2000 9,09 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 8000 36,36 Jumlah 80 100 1500 100 22000 100

Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif

5.3 Frekwensi Jenis

Frekwensi jenis menunjukkan tingkat keberadaan suatu jenis pada tempat

tertentu. Frekwensi jenis merupakan banyaknya jenis tersebut yang ditemukan pada

suatu area. Semakin tinggi nilai frekwensi suatu jenis, maka semakin sering jenis

tersebut di jumpai pada lokasi tersebut. Frekwensi relatif suatu jenis menunjukkan

tingkat penyebaran suatu jenis pada tempat tersebut. Frekwensi relatif merupakan

Page 72: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

persentase frekwensi suatu jenis terhadap jumlah total frekwensi semua jenis. Jika

frekwensi relatif suatu jenis semakin tinggi, maka jenis tersebut memiliki penyebaran

jenis yang semakin luas, dan sebaliknya jika frekwensi relatif suatu jenis semakin

rendah, maka jenis tersebut memiliki penyebaran yang semakin sempit.

Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri tumpang sari

dapat dilihat pada Tabel 5.7. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai

pada tanaman mangga dan asem yaitu masing-masing 0,16 dengan frekwensi relatif

masing-masing 19,05%. Peringkat kedua diduduki oleh jati, mimba, dan jati belanda

dengan frekwensi masing-masing 0,08 dan frekwensi relatif 9,52%. Peringkat ketiga

diduduki oleh sonokeling, leda, lontar, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk dengan

frekwensi masing-masing 0,04 dan frekwensi relatif masing-masing 4,76 %. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman mangga dan asem memiliki penyebaran vegetasi yang

paling luas pada tingkatan pohon di areal ini.

Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai

pada tanaman jati yaitu 0,44 dengan frekwensi relatif 22,45%. Peringkat kedua

diduduki oleh mimba, lamtoro, dan gamal dengan frekwensi jenis masing-masing

0,16 dan frekwensi relatif 8,16%. Peringkat ketiga diduduki oleh mangga dan mente

dengan frekwensi jenis masing-masing 0,12 dan frekwensi relatif masing-masing

6,12%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jati memiliki penyebaran vegetasi yang

paling luas pada tingkatan semak belukar dan sapihan di areal ini.

Page 73: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.7 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

1 Jati Tectona grandis 0,08 9,52 0,44 22,45 0,04 3,03 2 Mimba Azadirachta indica 0,08 9,52 0,16 8,16 0,04 3,03 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 0,04 4,76 0,08 4,08 - - 4 Mangga Mangifera indica 0,16 19,05 0,12 6,12 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea 0,08 9,52 0,08 4,08 - - 6 Asem Tamarindus indica 0,16 19,05 0,04 2,04 - - 7 Leda Eucalyptus deglupta 0,04 4,76 - - - - 8 Lontar Borassus flabellifer 0,04 4,76 - - - - 9 Mente Anacardium occidentale 0,04 4,76 0,12 6,12 - - 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 0,04 4,76 0,16 8,16 0,04 3,03 11 Angsana Pterocarpus indicus 0,04 4,76 0,04 2,04 - - 12 Kapuk Ceiba pentandra 0,04 4,76 - - - - 13 Kenanga Cananga odorata - - 0,04 2,04 - - 14 Pisang Musa paradisiaca - - 0,08 4,08 - - 15 Kelor Moringa oleifera - - 0,04 2,04 - - 16 Gamal Gliricidia sepium - - 0,16 8,16 - - 17 Kelapa Cocos nucifera - - 0,04 2,04 - - 18 Mahoni Swietenia macrophylla - - 0,04 2,04 - - 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 0,08 4,08 0,04 3,03 20 Bambu Bambusa glaucescens - - 0,04 2,04 - - 21 Sirsak Annona muricata - - 0,04 2,04 - - 22 Jarak Ricinus communis - - 0,04 2,04 - - 23 Dadap Erythrina variegata - - 0,04 2,04 - - 24 Srikaya Silik Annona squamosa - - 0,04 2,04 - - 25 Kamboja Plumeria alba - - 0,04 2,04 - - 26 Jagung Zea mays - - - - 0,16 12,12 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - - - 0,08 6,06 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 0,08 6,06 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 0,08 6,06 30 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 0,16 12,12 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 0,04 3,03 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - - - 0,04 3,03 33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 0,04 3,03 34 Harendong

Bulu Clidemia hirta

- - - - 0,04 3,03

Page 74: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.7 (Lanjutan)

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

35 Saliara Lantana camara - - - - 0,04 3,03 36 Rumput

Pangola Digitaria eriantha

- - - - 0,04 3,03 37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - - - 0,12 9,09 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 0,04 3,03 39 Labu Cucurbita moschata - - - - 0,04 3,03 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 0,04 3,03 41 Kacang

Tunggak Vigna unguiculata

- - - - 0,04 3,03 42 Cabai Capsicum annuum - - - - 0,08 6,06 Jumlah 0,84 100 1,96 100 1,32 100

Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif

Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada tanaman jagung dan tekelan yaitu 0,16 dengan frekwensi relatif

masing-masing 9,09%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tapak liman dengan

frekwensi jenis 0,12 dan frekwensi relatif 9,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh

tanaman lemon balm, legetan, rumput karpet, dan cabai dengan frekwensi masing-

masing 0,08 dan frekwensi relatif masing-masing 6,06 %. Hal ini menunjukkan

bahwa tanaman jagung dan tekelan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas

pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di areal ini.

Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri penanaman

lorong (alley cropping) dapat dilihat pada Tabel 5.8. Frekwensi jenis tertinggi pada

Page 75: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mente yaitu 0,3 dengan frekwensi relatif

50%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman kelapa, lontar, dan salam dengan

frekwensi masing-masing 0,1 dan frekwensi relatif masing-masing 16,67%. Hal ini

menunjukkan bahwa mente memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada

tingkatan pohon.

Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai

pada tanaman lamtoro yaitu 0,6 dengan frekwensi relatif 28,57 %. Peringkat kedua

diduduki oleh tanaman gamal dengan frekwensi jenis 0,3 dan frekwensi relatif

14,29%. Peringkat ketiga diduduki oleh mente, jati belanda, dan jati dengan

frekwensi jenis masing-masing 0,2 dan frekwensi relatif masing-masing 9,52 %. Hal

ini menunjukkan bahwa tanaman lamtoro memiliki penyebaran vegetasi yang paling

luas pada tingkatan sapihan di areal ini.

Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada tanaman legetan yaitu 0,5 dengan frekwensi relatif 25%. Peringkat

kedua diduduki oleh rumput karpet dan rumput gajah dengan frekwensi jenis masing-

masing 0,3 dan frekwensi relatif masing-masing 15%. Peringkat ketiga diduduki oleh

tanaman rumput teki dengan frekwensi 0,2 dan frekwensi relatif 10 %. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman legetan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas

pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di areal ini.

Page 76: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.8 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman

Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah Pohon

Semak belukar

dan sapihan

Tumbuhan bawah,

dan seedling

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

1 Mente Anacardium occidentale 0,3 50,00 0,2 9,52 - - 2 Kelapa Cocos nucifera 0,1 16,67 - - - - 3 Lontar Borassus flabellifer 0,1 16,67 - - - - 4 Salam Syzygium polyanthum 0,1 16,67 0,1 4,76 - - 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 0,6 28,57 - - 6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 0,2 9,52 - - 7 Gamal Gliricidia sepium - - 0,3 14,29 - - 8 Mimba Azadirachta indica - - 0,1 4,76 - - 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 0,1 4,76 - - 10 Mangga Mangifera indica - - 0,1 4,76 - - 11 Jati Tectona grandis - - 0,2 9,52 - - 12 Kakao Theobroma cacao - - 0,1 4,76 - - 13 Rambutan Nephelium lappaceum - - 0,1 4,76 - - 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 0,3 15 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 0,2 10 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 0,5 25 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 0,1 5 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 0,1 5 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 0,1 5 20 Nenas Ananas comosus - - - - 0,1 5 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 0,1 5 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 0,3 15 23 Jagung Zea mays - - - - 0,1 5 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 0,1 5 Jumlah 0,6 100 2,1 100 2 100 Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif

Page 77: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri pepohonan

untuk konservasi tanah dapat dilihat pada Tabel 5.9. Frekwensi jenis tertinggi Pada

tingkatan pohon dijumpai pada tanaman asem yaitu 0,4 dengan frekwensi relatif 50%.

Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lontar dan angsana dengan frekwensi masing-

masing 0,2 dan frekwensi relatif masing-masing 25. Hal ini berarti bahwa vegetasi

jenis asem memiliki penyebaran vegetasi yang relatif luas pada tingkatan pohon.

Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai

pada tanaman lamtoro, jati belanda, gamal, apel india, jeruk keprok, sonokeling, dan

jati yaitu 0,2 dengan frekwensi relatif 14,29%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman

lamtoro, jati belanda, gamal, apel india, jeruk keprok, sonokeling, dan jati memiliki

penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semak belukar dan sapihan di

areal ini.

Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada tanaman legetan yaitu 0,4 dengan frekwensi relatif 33,3%. Peringkat

kedua diduduki oleh vegetasi kacang tanah, tekelan, sereh dan rumput gajah dengan

frekwensi 0,2 dan frekwensi relatif 16,67%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman

legetan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semai di areal

ini.

Page 78: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.9 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan

untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan

sapihan

Tumbuhan bawah, dan

seedling FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

FJ

FR (%)

1 Asem Tamarindus indica 0,4 50 - - - - 2 Lontar Borassus flabellifer 0,2 25 - - - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 0,2 25 - - - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 0,2 14,29 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 0,2 14,29 - - 6 Gamal Gliricidia sepium - - 0,2 14,29 - - 7 Apel India Ziziphus sativa - - 0,2 14,29 - - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 0,2 14,29 - - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 0,2 14,29 - - 10 Jati Tectona grandis - - 0,2 14,29 - - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 0,2 16,67 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 0,4 33,33 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 0,2 16,67 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 0,2 16,67 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 0,2 16,67 Jumlah 0,8 100 1,4 100 1,2 100 Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif 5.4 Luas Penutupan

Luas penutupan merupakan suatu proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh

spesies tumbuhan dengan luas total habitat (Indriyanto, 2005). Luas penutupan dapat

dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar.

Data yang dipakai untuk menentukan luas penutupan dalam penelitian ini adalah luas

penutupan tajuk. Luas penutupan jenis diperoleh dari perbandingan luas penutupan

Page 79: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

tajuk suatu jenis terhadap luas total areal. Total areal yang dimaksud adalah luas

semua petak ukur. Semakin tinggi luas penutupan suatu jenis, maka jenis tersebut

akan semakin banyak ditemui.

Luas penutupan relatif merupakan penguasaan suatu jenis terhadap jenis yang

lain yang terlihat dari luas penutupan vegetasi baik itu luas penutupan tajuk ataupun

luas penutupan batang persatuan luas oleh jenis-jenis yang bersangkutan. Penguasaan

suatu jenis meliputi kompetisi mendapatkan sinar matahari, mendapatkan unsur hara,

dan kompetisis mendapatkan air.

Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem

agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari

pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.10. Luas penutupan jenis tertinggi pada

tingkatan pohon dijumpai pada jenis vegetasi mangga yaitu 175,10 m²/ha dengan luas

penutupan relatif 21,36 %. Peringkat kedua diduduki oleh lamtoro dengan luas

penutupan jenis 121,68 m²/ha dan luas penutupan relatif 14,84%. Peringkat ketiga

diduduki oleh tanaman angsana dengan luas penutupan jenis 120,70 m²/ha dan luas

penutupan relatif masing-masing 14,72%. Hal ini menunjukkan tanaman mangga

yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan pohon pada sistem

agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan

dijumpai pada tanaman jati yaitu 1240,67 m²/ha dengan luas penutupan relatif

35,65%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi mimba dengan luas penutupan jenis

596,98m²/ha dan luas penutupan relatif 17,15%. Peringkat ketiga diduduki oleh

Page 80: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

vegetasi mangga dengan luas penutupan jenis 293,81m²/ha dan luas penutupan relatif

masing-masing 8,44%. Hal ini menunjukkan vegetasi jenis jati yang mendominasi

luas penutupan tajuk pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem

agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada tanaman kacang hantu yaitu 1600 m²/ha dengan luas penutupan relatif

41,89 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman labu dengan luas penutupan jenis

500m²/ha dan luas penutupan relatif 13,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman

tekelan dengan luas penutupan jenis 461,68m²/ha dan luas penutupan relatif masing-

masing 12,09%. Hal ini menunjukkan tanaman kacang hantu yang mendominasi luas

penutupan tajuk pada tingkatan semai di pada sistem agroforestri tumpang sari di

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Page 81: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.10 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Tumpang

Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

1 Jati Tectona grandis

77,73 9,48 1240,67 35,65 4 0,11

2 Mimba Azadirachta indica

39,42 4,81 596,98 17,15 120 3,14

3 Sonokeling Dalbergia latifolia

2,83 0,35 19,96 0,57 - -

4 Mangga Mangifera indica

175,10 21,36 293,81 8,44 - -

5 Jati Belanda Gmelina arborea

41,83 5,10 196,01 5,63 - -

6 Asem Tamarindus indica

95,13 11,60 173,69 4,99 - -

7 Leda Eucalyptus deglupta

27,33 3,33 - - - -

8 Lontar Borassus flabellifer

31,80 3,88 - - - -

9 Mente Anacardium occidentale

48,99 5,98 189,55 5,45 - -

10 Lamtoro Leucaena leucocephala

121,68 14,84 143,39 4,12 160 4,19

11 Angsana Pterocarpus indicus

120,70 14,72 15,03 0,43 - -

12 Kapuk Ceiba pentandra

37,37 4,56 - - - -

13 Kenanga Cananga odorata

- - 37,10 1,07 - -

14 Pisang Musa paradisiaca

- - 143,03 4,11 - -

15 Kelor Moringa oleifera

- - 7,67 0,22 - -

16 Gamal Gliricidia sepium

- - 37,37 1,07 - -

17 Kelapa Cocos nucifera

- - 86,55 2,49 - -

18 Mahoni Swietenia macrophylla

- - 15,90 0,46 - -

19 Ketela Pohon Manihot esculenta

- - 14,83 0,43 32 0,84

20 Bambu Bambusa glaucescens

- - 53,43 1,54 - -

Page 82: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.10 (Lanjutan) Tingkatan vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

21 Sirsak Annona muricata

- - 9,62 0,28 - -

22 Jarak Ricinus communis

- - 1,77 0,05 - -

23 Dadap Erythrina variegata

- - 101,57 2,92 - -

24 Srikaya Silik Annona squamosa

- - 48,68 1,40 - -

25 Kamboja Plumeria alba - - 53,43 1,54 - - 26 Jagung Zea mays - - - - 512 13,4 27 Lemon Balm Melissa

officinalis - - - - 0,19 0,01

28 Legetan Spilanthes iabadicensis

- - - - 3,39 0,09

29 Rumput Karpet Axonopus compressus

- - - - 3,60 0,09

30 Tekelan Chromolaena odorata

- - - - 461,68 12,09

31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria

- - - - 8 0,21

32 Kacang Hantu Centrosema pubescens

- - - - 1600 41,89

33 34

Apel India Harendong Bulu

Ziziphus sativa Clidemia hirta

- -

- -

- -

- -

120 160

3,14 4,19

35 Saliara Lantana camara

- - - - 24 0,63

36 Rumput Pangola Digitaria eriantha

- - - - 1,6 0,04

37 Tapak Liman Elephantopus scaber

- - - - 1,96 0,05

38 Pletekan Ruellia tuberosa

- - - - 0,20 0,01

39 Labu Cucurbita moschata

- - - - 500 13,09

40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 1,60 0,04 41 Kacang Tunggak Vigna

unguiculata - - - - 40 1,04

42 Cabai Capsicum annuum

- - - - 65,6 1,72

jumlah 819,91 100 3480,04 100 3819,82 100

Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif

Page 83: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem

agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.11. Luas penutupan jenis

tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mente yaitu 653,05 m²/ha

dengan luas penutupan 119elative 63,97 %. Peringkat kedua diduduki oleh lontar

dengan luas penutupan jenis 289,58 m²/ha dan luas penutupan 119elative 28,37 %.

Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman salam dengan luas penutupan jenis 45,22

m²/ha dan luas penutupan 119elative masing-masing 4,43%. Hal ini menunjukkan

tanaman mente yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan pohon pada

sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan

dijumpai pada tanaman jati yaitu 872,52 m²/ha dengan luas penutupan 119elative

32,15%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lamtoro dengan luas penutupan jenis

537,63 m²/ha dan luas penutupan 119elative 19,81%. Peringkat ketiga diduduki oleh

tanaman rambutan dengan luas penutupan jenis 412,62 m²/ha dan luas penutupan

119elative 15,21%. Hal ini menunjukkan vegetasi jenis jati yang mendominasi luas

penutupan tajuk pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri penanaman lorong

(alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Page 84: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.11 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri

Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

1 Mente Anacardium occidentale

653,05 63,97 317,99 11,72 - -

2 Kelapa Cocos nucifera 32,99 3,23 - - - - 3 Lontar Borassus

flabellifer 289,58 28,37 - - - -

4 Salam Syzygium polyanthum

45,22 4,43 96,16 3,54 - -

5 Lamtoro Leucaena leucocephala

- - 537,63 19,81 - -

6 Jati Belanda Gmelina arborea

- - 96,47 3,56 - -

7 Gamal Gliricidia sepium

- - 50,11 1,85 - -

8 Mimba Azadirachta indica

- - 41,98 1,55 - -

9 Angsana Pterocarpus indicus

- - 29,72 1,10 - -

10 Mangga Mangifera indica

- - 4,42 0,16 - -

11 Jati Tectona grandis

- - 872,52 32,15 - -

12 Kakao Theobroma cacao

- - 253,93 9,36 - -

13 Rambutan Nephelium lappaceum

- - 412,62 15,21 - -

14 Rumput Karpet

Axonopus compressus

- - - - 40,36 3,10

15 Rumput Teki

Cyperus rotundus

- - - - 23,26 1,79

16 Legetan Spilanthes iabadicensis

- - - - 36,32 2,79

17 Kunyit Putih

Curcuma zedoaria

- - - - 16,50 1,27

18 Cabai Capsicum annuum

- - - - 82,92 6,38

19 Bayam Amaranthus spinosus

- - - - 5,98 0,46

Page 85: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Tabel 5.11 (Lanjutan)

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

20 Nenas Ananas comosus

- - - - 119,71 9,21

21 Ketela Pohon

Manihot esculenta

- - - - 70,65 5,43

22 Rumput Gajah

Penisetum purpureum

- - - - 728,09 55,99

23 Jagung Zea mays - - - - 158,96 12,22 24 Meniran Phyllanthus

urinaria - - - - 17,66 1,36

1020,84 100 2713,55 100 1300,41 100

Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif

Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada jenis vegetasi rumput gajah yaitu 728,09 m²/ha dengan luas penutupan

relatif 55,99 %. Peringkat kedua diduduki oleh jagung dengan luas penutupan jenis

158,96 m²/ha dan luas penutupan relatif 12,22%. Peringkat ketiga diduduki oleh nenas

dengan luas penutupan jenis 119,71 m²/ha dan luas penutupan relatif 9,21%. Hal ini

menunjukkan tanaman rumput gajah yang mendominasi luas penutupan tajuk pada

tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di pada sistem agroforestri penanaman

lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem

agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

dapat dilihat pada tabel 5.12. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan pohon

Page 86: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

dijumpai pada tanaman asem yaitu 448,43 m²/ha dengan luas penutupan relatif

65,35%. Peringkat kedua diduduki oleh angsana dengan luas penutupan jenis 209,16

m²/ha dengan luas penutupan relatif 30,48 %. Peringkat ketiga diduduki oleh

tanaman lontar dengan luas penutupan jenis 28,61m²/ha dan luas penutupan relatif

4,17%. Hal ini menunjukkan tanaman asem tersebut yang mendominasi luas

penutupan tajuk untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan

dijumpai pada jenis tanaman apel india yaitu 1861,68 m²/ha dengan luas penutupan

relatif 83,13 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lamtoro dengan luas

penutupan jenis 137,19 m²/ha dengan luas penutupan relatif 6,13 %. Peringkat ketiga

diduduki oleh tanaman gamal dengan luas penutupan jenis 101,31m²/ha dan luas

penutupan relatif 4,52%. Hal ini menunjukkan tanaman apel india yang mendominasi

luas penutupan tajuk pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri pepohonan

untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling

dijumpai pada jenis tanaman tekelan dan sereh yaitu 613,28 m²/ha dengan luas

penutupan relatif 31,44%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman legetan dengan

luas penutupan jenis 456,09 m²/ha dengan luas penutupan relatif 23,38 %. Peringkat

ketiga diduduki oleh rumput gajah dengan luas penutupan jenis 231,58m²/ha dan luas

penutupan relatif 11,87%. Hal ini menunjukkan tanaman tekelan dan sereh yang

Page 87: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan semai di pada sistem agroforestri

pepohonan untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Tabel 5.12

Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

Tingkatan Vegetasi

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

Pohon

Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

LJ (m²/ha)

LR (%)

1 Asem Tamarindus indica 448,43 65,35 - - - - 2 Lontar Borassus flabellifer 28,61 4,17 - - - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 209,16 30,48 - - - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 137,19 6,13 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 12,02 0,54 - - 6 Gamal Gliricidia sepium - - 101,31 4,52 - - 7 Apel India Ziziphus sativa - - 1861,68 83,13 - - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 29,68 1,33 - - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 48,08 2,15 - - 10 Jati Tectona grandis - - 49,55 2,21 - - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 36,31 1,86 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 456,09 23,38 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 613,28 31,44 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 613,28 31,44 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 231,58 11,87 jumlah 686,2 100 2239,51 100 1950,54 100

Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif

5 .5 Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang

menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks

Nilai Penting (INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau

Page 88: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

kepentingan suatu jenis tanaman dalam suatu komunitas. Setiap jenis tumbuhan

dalam komunitas mempunyai peranan yang spesifik yang dapat diketahui melalui

perhitungan INP (Wahyuni, 2007). Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini

diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas

penutupan relatif dari tingkatan-tingkatan hidup pohon pada masing-masing lokasi.

Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri tumpang sari di

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada

Tabel 5.13. Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga, INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada tanaman mangga yaitu

59,46%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi asem dengan INP sebesar 49,7%.

Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi jati dengan INP sebesar 28,52%. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman mangga memiliki peranan yang paling besar pada

tingkatan pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga.

INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada tanaman

jati yaitu 80,13%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mimba dengan INP

sebesar 32,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh mangga dengan INP sebesar 21,34%.

Hal ini menunjukkan bahwa jati memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan

sapihan terhadap ekosistem pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro

Desa Tukad Sumaga.

Page 89: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

75

Tabel 5.13 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro

Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

INP (%)

Pohon

Semak belukar

dan sapihan

Tumbuhan bawah dan

seedling

1 Jati Tectona grandis 28,52 80,13 4,3 2 Mimba Azadirachta indica 23,85 32,09 7,33 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 9,87 9,73 -

4 Mangga Mangifera indica 59,46 21,34 - 5 Jati Belanda Gmelina arborea 19,38 16,49 - 6 Asem Tamarindus indica 49,7 8,72 - 7 Leda Eucalyptus deglupta 12,85 - - 8 Lontar Borassus flabellifer 18,16 - - 9 Mente Anacardium occidentale 15,5 16,65 - 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 24,36 20,75 8,38 11 Angsana Pterocarpus indicus 24,24 4,16 - 12 Kapuk Ceiba pentandra 14,08 - - 13 Kenanga Cananga odorata - 4,8 - 14 Pisang Musa paradisiaca - 13,27 - 15 Kelor Moringa oleifera - 3,95 - 16 Gamal Gliricidia sepium - 17,7 - 17 Kelapa Cocos nucifera - 6,22 - 18 Mahoni Swietenia macrophylla - 4,19 - 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - 9,59 5,03 20 Bambu Bambusa glaucescens - 5,27 - 21 Sirsak Annona muricata - 4,01 - 22 Jarak Ricinus communis - 3,78 - 23 Dadap Erythrina variegata - 6,65 - 24 Srikaya Silik Annona squamosa - 5,13 - 25 Kamboja Plumeria alba - 5,27 - 26 Jagung Zea mays - - 34,82 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - 20,02 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 34,06 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - 9,64 30 Tekelan Chromolaena odorata - - 39,33 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 4,4 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - 49,57 33 Apel India Ziziphus sativa - - 7,33 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - 8,38 35 Saliara Lantana camara - - 4,82 36 Rumput Pangola Digitaria eriantha - - 5,4 37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - 9,14 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - 4,2

Page 90: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

76

Tabel 5.13 (Lanjutan)

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

INP (%)

Pohon

Semak belukar

dan sapihan

Tumbuhan bawah dan

seedling

39 Labu Cucurbita moschata - - 17,28 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - 7,72 41 Kacang Jongkok Vigna unguiculata - - 5,23 42 Cabai Capsicum annuum - - 10,11 jumlah 300 300 300

Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada

tanaman kacang hantu yaitu 49,57%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi

tekelan dengan INP sebesar 39,33%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi

jagung dengan INP sebesar 34,82%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi jenis

kacang hantu memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semai terhadap

ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga. INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat

mempengaruhi kestabilan ekosistem pada areal tersebut.

Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri

penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat

dilihat pada Tabel 5.14. INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada mente

yaitu 150,33%. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dengan INP sebesar 90,49%.

Peringkat ketiga diduduki oleh salam dengan INP sebesar 30,19%. Hal ini

menunjukkan bahwa mente memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan

pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley

cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

Page 91: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

77

Tabel 5.14 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley

Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

INP (%)

Pohon

Semak belukar

dan sapihan

Tumbuhan bawah dan

seedling

1 Mente Anacardium occidentale

150,33 27,49 -

2 Kelapa Cocos nucifera 28,99 - - 3 Lontar Borassus flabellifer 90,49 - - 4 Salam Syzygium polyanthum 30,19 11,43 - 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - 95,26 - 6 Jati Belanda Gmelina arborea - 19,33 - 7 Gamal Gliricidia sepium - 25,52 - 8 Mimba Azadirachta indica - 9,44 - 9 Angsana Pterocarpus indicus - 12,11 - 10 Mangga Mangifera indica - 8,05 - 11 Jati Tectona grandis - 51,05 - 12 Kakao Theobroma cacao - 17,25 - 13 Rambutan Nephelium lappaceum - 23,1 - 14 Rumput

Karpet Axonopus compressus

- - 27,19

15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - 22,18 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 84,93 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 7,57 18 Cabai Capsicum annuum - - 12,68 19 Bayam Amaranthus spinosus - - 11,95 20 Nenas Ananas comosus - - 16,81 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 11,73 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 78,78 23 Jagung Zea mays - - 18,52 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - 7,66 jumlah 300 300 300 Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting

Page 92: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

78

INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada

tanaman lamtoro yaitu 95,26 %. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi jati

dengan INP sebesar 51,05%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi mente

dengan INP sebesar 27,49%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi lamtoro

memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semak belukar dan sapihan

terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga.

INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada

tanaman legetan yaitu 84,93%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi rumput

gajah dengan INP sebesar 78,78%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi

rumput karpet dengan INP sebesar 27,19%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi

jenis legetan memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semai terhadap

ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga.

Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri pepohonan

untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari

pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.15. INP terbesar pada tingkatan pohon

terdapat pada tanaman asem yaitu 165,35%. Peringkat kedua diduduki oleh

tanaman angsana dengan INP sebesar 80,48%. Peringkat ketiga diduduki oleh

tanaman lontar dengan INP sebesar 54,17%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman

asem memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan pohon terhadap

ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga.

Page 93: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

79

INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada

tanaman apel india yaitu 114,09%. Peringkat kedua diduduki oleh gamal dengan

INP sebesar 43,81%. Peringkat ketiga diduduki oleh lamtoro dengan INP sebesar

37,09%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi apel india memiliki peranan yang

paling besar pada tingkatan sapihan terhadap ekosistem pada sistem agroforestri

pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.

INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada

tanaman legetan yaitu 83,98%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman rumput

gajah dengan INP sebesar 64,9 %. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman tekelan

dan sereh dengan INP masing-masing sebesar 57,2%. Hal ini menunjukkan bahwa

legetan memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling terhadap ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi

di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka

jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem pada areal tersebut.

Page 94: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

80

Tabel 5.15 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten

Buleleng

No

Nama Lokal Nama Ilmiah

INP (%)

Pohon

Semak belukar dan

sapihan

Tumbuhan bawah dan

seedling 1 Asem Tamarindus indica 165,35 - - 2 Lontar Borassus flabellifer 54,17 - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 80,48 - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - 37,09 - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - 23,16 - 6 Gamal Gliricidia sepium - 43,81 - 7 Apel India Ziziphus sativa - 114,09 - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - 23,95 - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - 24,77 - 10 Jati Tectona grandis - 33,17 - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - 36,71 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 83,98 13 Tekelan Chromolaena odorata - - 57,2 14 Sereh Cymbopogon citratus - - 57,2 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 64,9 Jumlah 300 300 300

Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting

Page 95: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

81

5.6 Keragaman Jenis (H)

Berdasarkan hasil analisis vegetasi dan perhitungan keragaman jenis (H)

pada masing-masing tingkatan vegetasi, maka didapat hasil keragaman jenis.

Perhitungan keragaman jenis vegetasi pada penelitian ini menggunakan rumus

Shanon dan Wiener. Keragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari

kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Semakin tinggi

kestabilan suatu vegetasi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini

disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai

kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-

komponennya (Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008).

Keragaman jenis vegetasi pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.16. Keragaman jenis (H)

pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya

yaitu 1,007 (H 1-3). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan

tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong

keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keragaman jenis pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,043 (H

1-3).

Keragaman jenis vegetasi pada sistem agroforestri penanaman lorong

(alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel

5.17. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari

tingkatan vegetasi lainnya dan tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,505

(H<1). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong

Page 96: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

82

paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong keragaman

jenis rendah yaitu 0,808 (H<1). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah

dan seedling tergolong rendah yaitu 0,663 (H<1).

Keragaman jenis vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel

5.18. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah

dibandingkan tingkatan vegetasi yang lain yaitu 0,452 (H <1). Keragaman jenis

pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dibandingkan

dengan tingkatan vegetasi lain, namun masih tergolong keragaman jenis rendah

yaitu 0,809 (H <1). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,638 (H <1).

Page 97: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

83

Tabel 5.16 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Keragaman

jenis (H) Semak belukar dan sapihan

Keragaman jenis (H)

Tumbuhan Bawah dan Seedling

Keragaman jenis (H)

1 Jati Tectona grandis 2 0,097 13 0,145 1 0,022 16 2 Mimba Azadirachta indica 2 0,097 4 0,079 1 0,022 7 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 1 0,063 3 0,066 - - 4 4 Mangga Mangifera indica 4 0,137 4 0,079 - - 8 5 Jati Belanda Gmelina arborea 1 0,063 4 0,079 - - 5 6 Asem Tamarindus indica 4 0,137 1 0,030 - - 5 7 Leda Eucalyptus deglupta 1 0,063 - - - - 1 8 Lontar Borassus flabellifer 2 0,097 - - - - 2 9 Mente Anacardium occidentale 1 0,063 3 0,066 - - 4 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 1 0,063 5 0,091 1 0,022 7 11 Angsana Pterocarpus indicus 1 0,063 1 0,030 - - 2 12 Kapuk Ceiba pentandra 1 0,063 - - - - 1 13 Kenanga Cananga odorata - - 1 0,030 - - 1 14 Pisang Musa paradisiaca - - 3 0,066 - - 3 15 Kelor Moringa oleifera - - 1 0,030 - - 1 16 Gamal Gliricidia sepium - - 5 0,091 - - 5 17 Kelapa Cocos nucifera - - 1 0,030 - - 1 18 Mahoni Swietenia macrophylla - - 1 0,030 - - 1 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 3 0,066 1 0,022 3 20 Bambu Bambusa glaucescens - - 1 0,030 - - 1 21 Sirsak Annona muricata - - 1 0,030 - - 1 22 Jarak Ricinus communis - - 1 0,030 - - 1 23 Dadap Erythrina variegata - - 1 0,030 - - 1

Page 98: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

84

Tabel 5.16 (Lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Keragaman

jenis (H) Semak belukar dan sapihan

Keragaman jenis (H)

Tumbuhan Bawah dan Seedling

Keragaman jenis (H)

24 Srikaya Silik Annona squamosa - - 1 0,030 - - 1 25 Kamboja Plumeria alba - - 1 0,030 - - 1 26 Jagung Zea mays - - - - 8 0,096 8 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - - - 12 0,119 12 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 24 0,155 24 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 3 0,051 3 30 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 13 0,124 13 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,022 1 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - - - 4 0,062 4 33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 1 0,022 1 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - - - 1 0,022 1 35 Saliara Lantana camara - - - - 1 0,022 1 36 Rumput Pangola Digitaria eriantha - - - - 2 0,038 2 37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - - - 3 0,051 3 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 1 0,022 1 39 Labu Cucurbita moschata - - - - 1 0,022 1 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 4 0,062 4 41 Kacang Tunggak Vigna unguiculata - - - - 1 0,022 1 42 Cabai Capsicum annuum - - - - 2 0,038 2 jumlah 21 1,007 59 1,187 86 1,043 165

Page 99: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

85

Tabel 5.17 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di

DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Keragaman

jenis (H) Semak belukar dan sapihan

Keragaman jenis (H)

Tumbuhan Bawah dan Seedling

Keragaman jenis (H)

1 Mente Anacardium occidentale 4 0,160 2 0,075 - - 6 2 Kelapa Cocos nucifera 1 0,095 - - - - 1 3 Lontar Borassus flabellifer 5 0,156 - - - - 5 4 Salam Syzygium polyanthum 1 0,095 1 0,047 - - 2 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 15 0,154 - - 15 6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 2 0,075 - - 2 7 Gamal Gliricidia sepium - - 3 0,096 - - 3 8 Mimba Azadirachta indica - - 1 0,047 - - 1 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 2 0,075 - - 2 10 Mangga Mangifera indica - - 1 0,047 - - 1 11 Jati Tectona grandis - - 3 0,096 - - 3 12 Kakao Theobroma cacao - - 1 0,047 - - 1 13 Rambutan Nephelium lappaceum - - 1 0,047 - - 1 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 7 0,095 7 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 8 0,102 8 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 44 0,139 44 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,024 1 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 1 0,024 1 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 5 0,077 5 20 Nenas Ananas comosus - - - - 2 0,041 2 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 1 0,024 1 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 6 0,086 6 23 Jagung Zea mays - - - - 1 0,024 1 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 1 0,024 1 jumlah 11 0,505 32 0,808 77 0,663 120

Page 100: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

86

Tabel 5.18 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi

di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Keragaman

jenis (H) Semak Belukar dan Sapihan

Keragaman jenis (H)

Tumbuhan Bawah dan Seedling

Keragaman jenis (H)

1 Asem Tamarindus indica 2 0,151 - - - - 2 2 Lontar Borassus flabellifer 1 0,151 - - - - 1 3 Angsana Pterocarpus indicus 1 0,151 - - - - 1 4 Lontar Borassus flabellifer - - 2 0,130 - - 2 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 1 0,090 - - 1 6 Gamal Gliricidia sepium - - 3 0,151 - - 3 7 Apel India Ziziphus sativa - - 2 0,130 - - 2 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 1 0,090 - - 1 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 1 0,090 - - 1 10 Jati Tectona grandis - - 2 0,130 - - 2 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 2 0,135 2 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 3 0,154 3 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 1 0,095 1 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 1 0,095 1 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 4 0,160 4 jumlah 4 0,452 12 0,809 11 0,638 27

Page 101: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

87

5.7 Indeks Kemerataan (e)

Indeks kemerataan vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman

lorong (alley cropping), dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro

Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.18. Indeks kemerataan untuk

tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya

yaitu 0,762. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu

0,670. Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong

yang terendah pada berbagai tingkatan vegetasi pada sistem agroforestri tumpang

sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu 0,539.

Indeks kemerataan untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri

penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu

0,485. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong

yang tertinggi pada berbagai tingkatan vegetasi yaitu 0,534. Indeks kemerataan

pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah

dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,351.

Indeks kemerataan untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan

untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tergolong yang

tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,751. Indeks

kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,750. Indeks

kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang

terendah dibandingkan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,613.

Page 102: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

88

Tabel 5.19 Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan

Gerokgak Kabupaten Buleleng

No. Sistem Agroforestri

Indeks Kemerataan (e)

Pohon Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan

seedling 1 Tumpang Sari 0,762

0,670

0,539

2 Penanaman Lorong

(Alley Cropping ) 0,485

0,537

0,351

3 Pepohonan untuk

Konservasi Tanah 0,751

0,750

0,613

5.8 Indeks Dominansi (D)

Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.22. Indeks dominansi pada

tingkatan pohon yaitu 0,8844. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar

dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi

lainnya yaitu 0,9095. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi

lainnya yaitu 0,8618.

Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley

cropping ) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.23.

Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,6446. Indeks dominansi pada

tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan

dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,7461. Indeks dominansi pada tingkatan

Page 103: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

89

tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan

dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,6426.

Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel

5.24. Indeks dominansi pada tingkatan pohon tergolong yang terendah

dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,625. Indeks dominansi

pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan

dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,833. Indeks dominansi pada

tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu 0,744.

Page 104: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

90

Tabel 5.20 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Pi Semak

belukar dan sapihan

Pi Tumbuhan Bawah dan Seedling

Pi

1 Jati Tectona grandis 2 0,0091 13 0,0485 1 0,0001 16 2 Mimba Azadirachta indica 2 0,0091 4 0,0046 1 0,0001 7 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 1 0,0023 3 0,0026 - - 4 4 Mangga Mangifera indica 4 0,0363 4 0,0046 - - 8 5 Jati Belanda Gmelina arborea 1 0,0023 4 0,0046 - - 5 6 Asem Tamarindus indica 4 0,0363 1 0,0003 - - 5 7 Leda Eucalyptus deglupta 1 0,0023 - - - - 1 8 Lontar Borassus flabellifer 2 0,0091 - - - - 2 9 Mente Anacardium occidentale 1 0,0023 3 0,0026 - - 4 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 1 0,0023 5 0,0072 1 0,0001 7 11 Angsana Pterocarpus indicus 1 0,0023 1 0,0003 - - 2 12 Kapuk Ceiba pentandra 1 0,0023 - - - - 1 13 Kenanga Cananga odorata - - 1 0,0003 - - 1 14 Pisang Musa paradisiaca - - 3 0,0026 - - 3 15 Kelor Moringa oleifera - - 1 0,0003 - - 1 16 Gamal Gliricidia sepium - - 5 0,0072 - - 5 17 Kelapa Cocos nucifera - - 1 0,0003 - - 1 18 Mahoni Swietenia macrophylla - - 1 0,0003 - - 1

Page 105: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

91

Tabel 5.20 (Lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Pi Semak

belukar dan sapihan

Pi Tumbuhan Bawah dan Seedling

Pi

19 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 3 0,0026 1 0,0001 3 20 Bambu Bambusa glaucescens - - 1 0,0003 - - 1 21 Sirsak Annona muricata - - 1 0,0003 - - 1 22 Jarak Ricinus communis - - 1 0,0003 - - 1 23 Dadap Erythrina variegata - - 1 0,0003 - - 1 24 Srikaya Silik Annona squamosa - - 1 0,0003 - - 1 25 Kamboja Plumeria alba - - 1 0,0003 - - 1 26 Jagung Zea mays - - - - 8 0,0087 8 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - - - 12 0,0195 12 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 24 0,0779 24 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 3 0,0012 3 30 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 13 0,0229 13 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,0001 1 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - - - 4 0,0022 4 33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 1 0,0001 1 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - - - 1 0,0001 1 35 Saliara Lantana camara - - - - 1 0,0001 1 36 Rumput Pango

la Digitaria eriantha - - - - 2 0,0005 2

37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - - - 3 0,0012 3 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 1 0,0001 1 39 Labu Cucurbita moschata - - - - 1 0,0001 1 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 4 0,0022 4 41 Kacang Tunggak Vigna unguiculata - - - - 1 0,0001 1 42 Cabai Capsicum annuum - - - - 2 0,0005 2 Indeks Simpson 0,1156 59 0,0905 86 0,1382 165 Indeks Dominasi (D) 0,8844 0,9095 0,8618

Page 106: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

92

Tabel 5.21 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan

Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Pi

Semak belukar dan sapihan

Pi

Tumbuhan Bawah dan Seedling Pi

1 Mente Anacardium occidentale 4 0,1322 2 0,0039 - - 6 2 Kelapa Cocos nucifera 1 0,0083 - - - - 1 3 Lontar Borassus flabellifer 5 0,2066 - - - - 5 4 Salam Syzygium polyanthum 1 0,0083 1 0,0010 - - 2 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 15 0,2197 - - 15 6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 2 0,0039 - - 2 7 Gamal Gliricidia sepium - - 3 0,0088 - - 3 8 Mimba Azadirachta indica - - 1 0,0010 - - 1 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 2 0,0039 - - 2 10 Mangga Mangifera indica - - 1 0,0010 - - 1 11 Jati Tectona grandis - - 3 0,0088 - - 3 12 Kakao Theobroma cacao - - 1 0,0010 - - 1 13 Rambutan Nephelium lappaceum - - 1 0,0010 - - 1 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 7 0,0083 7 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 8 0,0108 8 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 44 0,3265 44 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,0002 1 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 1 0,0002 1 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 5 0,0042 5 20 Nenas Ananas comosus - - - - 2 0,0007 2 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 1 0,0002 1 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 6 0,0061 6 23 Jagung Zea mays - - - - 1 0,0002 1 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 1 0,0002 1 Indeks Simpson 11 0,3554 32 0,2539 77 0,3574 120 Indeks Dominansi (D) 0,6446 0,7461 0,6426

Page 107: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

88

Tabel 5.22 Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No Nama Lokal

Nama Ilmiah

Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi

Jumlah Pohon Pi

Semak Belukar dan Sapihan

Pi

Tumbuhan Bawah dan Seedling

Pi

1 Asem Tamarindus indica

2 0,250 - - - - 2

2 Lontar Borassus flabellifer

1 0,063 - - - - 1

3 Angsana Pterocarpus indicus

1 0,063 - - - - 1

4 Lontar Borassus flabellifer

- - 2 0,028 - - 2

5 Jati Belanda

Gmelina arborea

- - 1 0,007 - - 1

6 Gamal Gliricidia sepium

- - 3 0,063 - - 3

7 Apel India Ziziphus sativa

- - 2 0,028 - - 2

8 Jeruk Keprok

Citrus reticulata

- - 1 0,007 - - 1

9 Sonokeling Dalbergia latifolia

- - 1 0,007 - - 1

10 Jati Tectona grandis

- - 2 0,028 - - 2

11 Kacang Tanah

Arachis hypogaea

- - - - 2 0,033 2

12 Legetan Spilanthes iabadicensis

- - - - 3 0,074 3

13 Tekelan Chromolaena odorata

- - - - 1 0,008 1

14 Sereh Cymbopogon citratus

- - - - 1 0,008 1

15 Rumput Gajah

Penisetum purpureum

- - - - 4 0,132 4

Indeks Simpson 4 0,375 12 0,167 11 0,256 27 Indeks Dominansi (D) 0,625 0,833 0,744

Page 108: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

89

5.9 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

Tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

dapat dilihat dari perbandingan Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan

Indeks Dominansi (D) pada masing-masing sistem agroforestri. Keragaman Jenis

(H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) vegetasi penyusun

agroforestri berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Nilai Keragaman Jenis (H), indeks kemerataan (e), dan Indeks Dominansi

(D) pada tingkatan vegetasi di masing-masing sistem agroforestri sangat

bervariasi. Pada tingkatan pohon, nilai keragaman jenis tertinggi dijumpai pada

sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,007. Nilai indeks kemerataan tertinggi

pada tingkatan pohon diduduki oleh sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,762.

Indeks dominansi tertinggi pada tingkatan pohon diduduki oleh sistem

agroforestri tumpang sari yaitu 0,8844.

Nilai keragaman jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan

dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,187. Nilai indeks

kemerataan tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan diduduki oleh

sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah yaitu 0,750. Indeks

dominansi tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan diduduki oleh

sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,9095.

Page 109: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

90

Tabel 5.23 Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan

Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng

No. Sistem Agroforestri

Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D)

Skoring Pohon Semak belukar dan sapihan

Tumbuhan bawah dan seedling

A B C A B C A B C 1 Tumpang Sari 1,007 0,762 0,8844 1,187 0,670 0,9095 1,043 0,539 0,8618 ******* 2 Penanaman Lorong (Alley

Cropping ) 0,505 0,485

0,6446 0,808 0,537

0,7461 0,663 0,351

0,6426

3 Pepohonan untuk Konservasi Tanah

0,452 0,751

0,625 0,809 0,750

0,833 0,638 0,613

0,744 **

Keterangan: A: Keragaman Jenis B: Indeks Kemerataan C: Indeks Dominansi

Page 110: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Nilai keragaman jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,043. Nilai indeks

kemerataan tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling diduduki oleh

sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah yaitu 0,613. Indeks

dominansi tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling diduduki oleh

sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,8618.

Page 111: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Komposisi Jenis

Analisis vegetasi pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari, Penanaman

Lorong (Alley Cropping), dan Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro

DAS Tukad Sumaga menunjukkan bahwa jenis vegetasi pada masing-masing

sistem agroforestri sangat bervariasi. Komposisi jenis pada suatu areal agroforestri

sangat penting diketahui karena menyangkut kerapatan, frekuensi, dan luas

penutupan tajuk pada masing-masing vegetasi.

INP terbesar untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari

di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada tanaman mangga yaitu 59,46%.

Buah mangga selain memiliki nilai ekonomi juga pada bagian daun dapat

digunakan oleh penduduk setempat sebagai sumber pakan ternak sapi pada waktu

musim kemarau. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman asem dengan INP

sebesar 49,7%. Tanaman asem mempunyai perakaran yang dalam yang mampu

mengikat air tanah sehingga mampu mempertahankan kelembaban tanah.

Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman jati dengan INP sebesar 28,52%.

Tanaman jati memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk kayu pertukangan.

Tanaman jati sangat cocok ditumpang sari dengan jagung, kunyit putih, kacang

jongkok, dan tanaman pertanian lainnya.

INP terbesar untuk tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem

agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga adalah jati yaitu

Page 112: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

80,13%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mimba dengan INP sebesar

32,09%. Tanaman mimba sangat penting karena merupakan tanaman multi fungsi.

Daun tanaman mimba dapat digunakan sebagai obat sedangkan biji mimba dapat

digunakan sebagai insektisida alami (Sukrasno et al., 2003). Peringkat ketiga

diduduki oleh tanaman mangga dengan INP sebesar 21,34%.

INP terbesar untuk tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem

agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada

tanaman kacang hantu yaitu 49,57%. Tanaman kacang hantu biasanya tumbuh

subur pada waktu musim penghujan dan merupakan sumber pakan ternak.

Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tekelan dengan INP sebesar 39,33%.

Tekelan dapat digunakan sebagai pakan ternak. Peringkat ketiga diduduki oleh

tanaman jagung dengan INP sebesar 34,82%. Jagung merupakan tanaman

pertanian yang multifungsi. Biji jagung digunakan sebagai sumber bahan

makanan sedangkan daun dan batangnya dapat digunakan sebagai bahan pakan

ternak.

INP terbesar untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri penanaman

lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada

tanaman mente yaitu 150,33%. Biji mente bernilai ekonomi tinggi karena dapat

dijadikan bahan makanan. Buah mente yang sudah masak dapat dijadikan sebagai

bahan pakan ternak babi. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lontar dengan

INP sebesar 90,49%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman salam dengan INP

sebesar 30,19%. Daun salam digunakan sebagai bumbu masakan dan bernilai

ekonomi.

Page 113: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

INP terbesar untuk tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem

agroforestri penanaman lorong (alley cropping) terdapat pada tanaman legetan

yaitu 84,93%. Legetan merupakan sumber pakan ternak sapi dan biasanya tumbuh

pada musim hujan. Legetan termasuk tumbuhan bawah yang berfungsi

mengurangi evaporasi pada tanah dan menjaga kelembaban tanah. Peringkat

kedua diduduki oleh tanaman rumput gajah dengan INP sebesar 78,78%. Rumput

gajah merupakan sumber pakan ternak sapi. Rumput gajah berfungsi

mempertahankan tanah dari erosi. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman rumput

karpet dengan INP sebesar 27,19%. Rumput karpet merupakan sumber pakan

ternak sapi dan dapat menjaga kelembaban tanah.

6.2 Keanekaragaman Jenis

Keragaman jenis dibandingkan pada tingkatan vegetasi pada masing-masing

sistem agroforestri, nilai yang lebih tinggi menunjukkan stabilitas yang lebih

tinggi (Bratawinata, 2000). Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon pada

sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tergolong

paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 1,007 (H 1-3). Hal ini

menunjukkan bahwa tingkatan pohon memiliki stabilitas yang paling rendah

dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan pada tingkatan pohon

tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya pada

sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu sebesar

0,762. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi individu-individu pada tingkatan

pohon paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks

Page 114: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,8844. Keragaman jenis pada tingkatan

semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya,

namun masih tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Hal ini

menunjukkan bahwa tingkatan semak belukar dan sapihan memiliki stabilitas

paling tinggi dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan pada

tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,670. Indeks dominansi pada

tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan

dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,9095. Hal ini menunjukkan bahwa

dominasi jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan lebih terkonsentrasi

pada satu atau beberapa jenis tertentu saja bila dibandingkan dengan jenis yang

lainnya. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seddling tergolong

keragaman jenis sedang yaitu 1,043 (H 1-3). Indeks kemerataan pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah pada berbagai tingkatan

vegetasi lainnya yaitu 0,539. Hal ini menunjukkan bahwa distridusi individu-

individu pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata

dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada

tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan

dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,8618.

Keragaman jenis (H) pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley

cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga pada tingkatan pohon tergolong

paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya dan tergolong keragaman jenis

rendah yaitu 0,505 (H<1). Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan pohon memiliki

stabilitas paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan

Page 115: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

pada tingkatan pohon yaitu 0,485. Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu

0,6446. Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong

paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong rendah yaitu

0,808 (H<1). Ini menunjukkan bahwa tingkatan semak belukar dan sapihan

memiliki stabilitas yang paling tinggi dibandingkan tingkatan vegetasi lain pada

sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan

tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,537. Hal ini

menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan semak belukar dan

sapihan paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks

dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi

dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,7461. Hal ini

menunjukkan bahwa dominasi jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan

lebih terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis tertentu saja bila dibandingkan

dengan jenis yang lainnya. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling tergolong rendah yaitu 0,663 (H<1). Indeks kemerataan pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi

lainnya yaitu 0,351. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada

tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata dibandingkan dengan

tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah

dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan

vegetasi lainnya yaitu 0,6426.

Page 116: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Keragaman jenis (H) pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi

tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga pada tingkatan pohon tergolong paling

rendah dibandingkan tingkatan vegetasi yang lain yaitu 0,452 (H <1). Tingkat

stabilitas pada tingkatan pohon tergolong paling rendah sehingga sangat rentan

terhadap gangguan. Indeks kemerataan pada tingkatan pohon tergolong paling

tinggi yaitu 0,751 sehingga distridusi individu-individu pada tingkatan pohon

paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks

dominansi pada tingkatan pohon tergolong yang terendah dibandingkan dengan

tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,625. Keragaman jenis pada tingkatan semak

belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dibandingkan dengan tingkatan

vegetasi lain pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga, namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H <1).

Tingkat stabilitas, kompleksitas, dan interaksi pada tingkatan semak belukar dan

sapihan tergolong paling tinggi sehingga mempunyai kemampuan yang tinggi

dalam menghadapi gangguan. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar

dan sapihan yaitu 0,750. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan

sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi

lainnya yaitu 0,833. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling yaitu 0,638 (H <1). Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah

dan seddling tergolong paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lainnya

yaitu 0,613. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata dibandingkan dengan tingkatan

Page 117: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan

seedling yaitu 0,744.

6.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga

Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan pohon

merupakan tingkat pengelolaan terbaik dari ketiga sistem agroforestri di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga ditinjau dari segi nilai Keragaman Jenis (H), Indeks

Kemerataan (e) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing memiliki nilai

1,007; 0,762 dan 0,8844.

Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan

semak belukar dan sapihan merupakan terbaik ditinjau dari segi nilai

keanekaragaman jenis (H) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing 1,187

dan 0,9095. Ditinjau dari indeks kemerataan, tingkat pengelolaan sistem

agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah merupakan yang terbaik dengan

nilai 0,750 dibandingkan dari ketiga sistem.

Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling merupakan yang terbaik dari ketiga sistem di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga ditinjau dari segi nilai keragaman jenis (H) dan Indeks

Dominansi (D) yang masing-masing memiliki nilai 1,043 dan 0,8618. Ditinjau

dari indeks kemerataan, tingkat pengelolaan sistem agroforestri pepohonan untuk

konservasi tanah merupakan yang terbaik dengan nilai 0,613 dibandingkan dari

ketiga sistem.

Page 118: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Berdasarkan perhitungan keanekaragaman jenis pada masing-masing

sistem agroforestri didapatkan hasil yang menunjukkan perbedaan nilai-nilai

indikator keanekaragaman jenis. Hasil dari perhitungan keanekaragaman jenis

yang tertinggi akan diskoring menggunakan tanda bintang. Sistem agroforestri

yang memiliki tanda bintang yang paling banyak merupakan sistem agroforestri

yang memiliki tingkat pengelolaan yang terbaik. Berdasarkan skoring, tingkat

pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang terbaik

diduduki oleh Sistem Agroforestri Tumpang Sari. Peringkat kedua diduduki oleh

Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir

diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping).

Page 119: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Komposisi jenis penyusun berbagai sistem agroforestri di DAS Mikro Desa

Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai berikut:

a. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari terdiri dari 42

jenis tanaman dengan INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada

tanaman mangga yaitu 59,46%. Pada tingkatan semak belukar dan sapihan,

nilai INP terbesar adalah tanaman jati yaitu 80,13%. Pada tingkatan

tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis

kacang hantu yaitu 49,57%.

b. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley

Cropping) terdiri dari 24 jenis vegetasi dengan INP terbesar pada tingkatan

pohon terdapat pada tanaman mente yaitu 150,33%. Pada tingkatan semak

belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah tanaman lamtoro yaitu

95,26%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar

adalah vegetasi jenis legetan yaitu 84,93%.

c. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi

Tanah terdiri dari 15 jenis vegetasi dengan INP terbesar pada tingkatan

pohon terdapat pada vegetasi jenis asem yaitu 165,35%. Pada tingkatan

semak belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis apel

india yaitu 114,09%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai

INP terbesar adalah vegetasi jenis legetan yaitu 83,98%.

Page 120: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

2. Keanekaragaman jenis vegetasi peyusun berbagai sistem agroforestri di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng

sebagai berikut:

a. Keragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan

sapihan, namun tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3).

Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri penanaman

lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan,

namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1). Keanekaragaman jenis

(H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah

diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong

rendah yaitu 0,809 (H<1).

b. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,762.

Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong

(alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan sebesar

0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan

untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751.

c. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS

Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan

sapihan yaitu 0,9095. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri

penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar

dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks dominansi tertinggi pada sistem

Page 121: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad

Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,833.

3. Tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang

terbaik diduduki oleh Sistem Agroforestri Tumpang Sari. Peringkat kedua

diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah.

Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley

Cropping).

7.2 Saran

Berdasarkan simpulan, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro

Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang

terbaik berdasarkan analisis vegetasi.

2. Perlu adanya penanaman kembali tanaman hutan dan pertanian pada masing-

masing sistem agroforestri sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman

jenis.

3. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan

dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat dan mencegah penebangan liar.

Page 122: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian. World

Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor Arief, A. 2001. “Hutan dan Kehutanan” . Kanisius. Yogyakarta. Asdak, C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air

sebagai Indikator Sentral”,Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air” , 21 Desember 1999. Jakarta.

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai, Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta. Awang, S.A., Sepsiaji, D., dan Himmah, B. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan

Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta. Bratawinata, A.A. 2000. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan.

Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur (BKS-PTN-INTIM). Makassar.

Fandeli, C. 1984. Agroforestri. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas

Gadjah mada. Yogyakarta. Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979. Elements of Ecology. Departement of Botany.

Rajasthan University Jaipur. India. Gumanta, P.G. 2002. “Identifikasi Karakteristik Lahan Kering Sebagai Acuan

Perencanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Anyar Bali”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.

Lahjie, M. 2004. Teknik Agroforestri. Universitas Mulawarman. Samarinda. Menteri Dalam Negeri. 1998. Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1998.

Jakarta. Ningsih, S.S. 2008. “Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya

Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang”. (tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Page 123: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan

Pelestariannya. PT Bumi Aksara. Bandung. Pratiwi D. A, Maryanti S, Srikini, Suharno, dan Bambang S. 2007. Biologi untuk

SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta. Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009.

Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor.

Sudarma, I M. and D. N. Suprapta. 2011. Diversity of Soil Microorganisms in

Banana Habitats With and Without Fusarium Wilt Symptom. J. ISSAAS. 17(1): 147-159.

Sukrasno dan Tim Lentera. 2003. Mimba Tanaman Obat Multifungsi. Agromedia

Pustaka. Jakarta. Sulistiawati, N.P. 2003. ”Prediksi Erosi, Perencanaan Konservasi Tanah dan Air

di Daerah Hulu DAS Buleleng, Kabupaten Buleleng”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.

Suripin. 2002, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI.

Yogyakarta. Suripto, B.A. 1997. Prinsip-prinsip dan Pengelolaan Sumber Daya dan

Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Direktorat Jendral Pendidikan Departemen Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Sutrisno. 1998. Silvika. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah

Mada.Yogyakarta. Wahyuni, S. 2007. ”Studi Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Penyusun

Pekarangan Pada Berbagai kelerengan Lahan di Desa Ngoro-Oro Kecamatan Patuk kabupaten Gunung Kidul”(Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Page 124: vegetations analysis as a basic for agroforestry development in

Widarto, B. 2004. ”Prediksi Tingkat Bahaya Erosi dan Upaya Konservasi Tanah

di Daerah Aliran Sungai Tukad Ngis Kabupaten Karangasem ”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.

Widianto, Hairiah K, Suharjito D, Sardjono MA. 2003. Fungsi dan Peran

Agroforestri. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor