vegetations analysis as a basic for agroforestry development in
TRANSCRIPT
TESIS
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK,
KABUPATEN BULELENG
I WAYAN GEDE WIRYANATA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
TESIS
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK,
KABUPATEN BULELENG
I WAYAN GEDE WIRYANATA
NIM 1090961002
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK,
KABUPATEN BULELENG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Pertanian Lahan Kering,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN GEDE WIRYANATA NIM 1090961002
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 30 APRIL 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Gede Wijana, M.S. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S. NIP. 19610707 198603 1 001 NIP. 19590519 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Program Studi Direktur Magister Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K) NIP. 19620421 198803 2 001 NIP. 19590215 198510 2 001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal, 23 April 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No : 1094/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 22 April 2014
Ketua : Dr. Ir. Gede Wijana, M.S.
Anggota :
1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S.
2. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S.
3. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P.
4. Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara
nugraha-Nya/kurnia-Nya, Tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, pembimbing utama dengan penuh
perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama
penulis mengikuti program Magister, khususnya dalam penyelesaian Tesis ini.
Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan
Suarna, M.S, Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp.S.(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa Program Magister pada program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan Program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Ni Luh Kartini selaku ketua Program
Studi Lahan Kering. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para
penguji tesis yaitu Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S., Dr.
Ir. Ni Luh Kartini, M.S., Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P., dan Dr. Ir. I Made Sudarma,
M.S.yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga Tesis
ini dapat terwujud seperti ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
disertai penghargaan kepada keluarga tercinta Bapak Drs. I Ketut Sukanata, Ibu
Nyoman Suwarti, Spd, Adiku Yanti dan Koming, keponakanku si Saka dan Iparku
Budi sekeluarga, kalian merupakan penyemangat hidupku yang selalu memberikan
dukungan dan dorongan kepada penulis untuk maju. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S sekeluarga, Ibu Kartiniasih, Gekta
dan Teguh. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pegawai akademik
Magister Lahan Kering Universitas Udayana yaitu Bu Made, Bu Komang, dan Pak
Ketut.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, April 2014
Penulis
ABSTRAK
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMA TAN
GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) terbesar Sistem Agroforestri Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%. Hasil perhitungan keanekaragaman jenis vegetasi yang meliputi keragaman jenis, indeks kemerataan, dan indeks dominansi memperoleh hasil penelitian yang dapat membedakan tingkat pengelolaan pada masing-masing sistem agroforestri. Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar.
Kata kunci : komposisi jenis, keanekaragaman jenis, tingkat pengelolaan Agroforestri
ABSTRACT
VEGETATIONS ANALYSIS AS A BASIC FOR AGROFORESTRY DEVELOPMENT IN MICRO WATERSHED TUKAD SUMAGA VILLAGE ,
GEROKGAK DISTRICT, BULELENG REGENCY Forest changed to agricultural has consciousness effected many problems such as soil degradations, erosion, flora and fauna extinctions, floods, dryness, and even global environmental change. Agroforestry is one of solutions to protect the biodiversity. The research was held at Micro Watershed Tukad Sumaga Village, Gerokgak District, Buleleng Regency which consist of intercropping agroforestry system, alley cropping agroforestry system, and the trees for soil conservations agroforestry system. The purpose of this research is to discover biodiversity and composition of vegetations species in each agroforestry system and also to find out the agroforestry management level at Micro Watershed Tukad Sumaga Village. The research result shows that the biggest Important Value Index (INP) in intercropping agroforestry system is in trees level by mango at 59.46%, scrubs and sapling level by teak at 80.13%, seedling level by gosh bean at 49.57%. The biggest INP in Alley Cropping Agroforestry System is in trees level by cashew at 150.33%, scrubs and saplings level by lamtoro at 95.26%, seedling level by legetan at 84.93%. The biggest INP in The Trees for Soil Conservations Agroforestry System is in trees level by tamarind at 165.35%, %, scrubs and saplings level by india apple at 114.09%, seedling level by legetan at 83.98%. The calculations of species biodiversity which as species variety, prevalent index, and domination index can separated the management level in each agroforestry system. The best management is Intercropping Agroforestry System. The second is The Trees for Soil Conservations Agroforestry System. The last is Alley Cropping Agroforestry System. The development of Intercropping Agroforestry System is needed because this system is the best. Monitoring, evaluations, and technical learning about forest and agricultural plantation are needed for increasing the social benefit dan preventing the deforestations. Key words : composition of vegetations species, biodiversity, level management of agroforestry
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Wayan Gede Wiryanata
NIM : 1090961002
Program Studi : Magister Pertanian Lahan Kering
Judul Tesis : Analisis Vegetasi Sebagai Dasar Pengembangan Agroforestri di
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak,
Kabupaten Buleleng
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 30 April 2014
Yang membuat pernyataan,
I Wayan Gede Wiryanata
RINGKASAN
ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMA TAN
GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak
masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah
satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.
Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman
dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan
lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan
menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan
mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat
akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan.
Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga,
Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang
sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi
tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat
pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa INP terbesar Sistem Agroforestri
Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar
dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang
hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley
Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan
sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan
84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada
tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel
india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%.
Hasil penelitian memperoleh data keanekaragaman jenis. Keragaman jenis (H)
tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun tergolong keragaman
jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem
agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak
belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1).
Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi tanah diduduki oleh tingkatan tingkatan semak belukar dan sapihan,
namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H<1). Indeks kemerataan tertinggi pada
sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh
tingkatan pohon sebesar 0,762. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri
penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan
sapihan sebesar 0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri
pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751.
Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,9095.
Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley
cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks
dominansi tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan
yaitu 0,833.
Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang
terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk
Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman
Lorong (Alley Cropping).
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem
agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem
agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi.
Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan
pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
dan mencegah penebangan liar.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… xiii
DAFTAR TABEL…... ……………………………………………………. xvi
BAB I PENDAHULAN ………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………….………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………... 4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………….………………… 4
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………...
2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi …………….………..
6
6
2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi …………..……… 8
2.3 Keanekaragaman Jenis Vegetasi ………………….………… 10
2.4 Agroforestri ............................................................................. 13
2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS) ………………......……………. 17
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN …………………………………….………………
22
3.1 Kerangka Berfikir ....................................................................
3.2 Konsep Penelitian …………….…………..…………………..
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………...……………..…
22
24
25
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 27
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 27
4.2 Alat dan Bahan Penelitian ………………………..………….. 29
4.3 Pelaksanaan Penelitian…………… …………………..…….. 29
4.3.1 Pengambilan Data Primer………………………….…… 29
4.3.2 Pengambilan Data Sekunder…………………………… 33
4.4 Metode dan Analisis Data………...………………….………. 33
4.4.1 Komposisi Jenis Vegetasi……………………….……… 33
4.4.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi……………...…..…….. 34
4.4.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri..…………...…..…….. 36
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................... 37
5.1 Jumlah Jenis ............................................................................ 37
5.2 Kerapatan Jenis ………………..………………..………….. 43
5.3 Frekwensi Jenis………………...……………………..…….. 51
5.4 Luas Penutupan ……………….…...……….………….…… 58
5.5 Indeks Nilai Penting ………….………………...…………... 67
5.6 Keragaman Jenis (H) ………….………………..………….. 75
5.7 Indeks Kemerataan (e) …………………………...…………. 81
5.8 Indeks Dominansi (D) …………………………..…………... 82
5.9 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga ……………………………………………………..
88
BAB VI PEMBAHASAN ………………………………………………… 91
6.1 Komposisi Jenis ……………………………………………... 91
6.2 Keanekaragaman Jenis ……………………………………….. 93
6.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga………………………………………………………..
97
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 99
7.1 Simpulan …………………………………………………….. 99
7.2 Saran …………………………………………………………. 101
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….... 102
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
5.1 Jenis-jenis Vegetasi Penyususn Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng .....................
38 5.2 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri
Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.......................................................
41 5.3 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri
Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng......................................................
43 5.4 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri
Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ……………………………….....
45 5.5 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri
Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng ……………..
49 5.6 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri
Pepohonan Untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………...…
51 5.7 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri
Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………...………
53 5.8 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri
Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………...…
56 5.9 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri
Pepohonan untuk Konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………….…...
58 5.10 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem
Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………...
61 5.11 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem
Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………………………………...
64 5.12 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem
Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro
Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………………………………..
67
5.13 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………………………………
69 5.14 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong
(Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………………....
71 5.15 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk
Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………........
74 5.16 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang
Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng..
77 5.17 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri
Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng …………………………………..
79 5.18 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri
Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng …………………………………..
80 5.19 Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan
Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng……………...
82
5.20 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng...........................................................................................
84 5.21 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri
Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng…………………………………...
86 5.22 Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri
Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………
87 5.23 Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks
Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng………………………
89
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................ 18 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................. 26 4.1 Cara Penentuan Proyeksi Tajuk ................................................ 31 4.2 Denah Petak Ukur di Lapangan................................................. 32 4.3 Anak Petak Ukur di Lapangan ..................................................
32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropika dengan kondisi
iklim stabil sepanjang tahun sehingga terbentuk habitat dan keanekaragaman hayati
lebih banyak dibandingkan kawasan negara lainnya yang bukan tropis. Keberagaman
topografi Indonesia dari dataran rendah sampai berbukit hingga pegunungan tinggi
mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroba yang beraneka ragam.
Keanekaragaman hayati Indonesia merupakan sumberdaya alam yang harus
dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Dunia memiliki sekitar 200.000 jenis hewan dan 28.000 jenis tumbuhan, 10%
dari semua jenis tumbuhan terdapat di Indonesia. Mengingat potensi keanekaragaman
hayati Indonesia belum sepenuhnya diketahui, perlu dikembangkan metodologi cepat
untuk mencacah tipe ekosistem, kekayaan jenis dan variasi genetika yang ada serta
pembinaan masyarakat (Irwan, 1992).
Kebakaran hutan, pembalakan liar, dan perladangan berpindah merupakan
penyebab degradasi lingkungan yang berdampak luas terhadap keanekaragaman
hayati ekosistem, lingkungan bahkan berbagai aspek sosial ekonomi.
Keanekaragaman hayati mempunyai peranan sangat penting dalam suatu ekosistem
dan pembangunan yang berkelanjutan.
Seiring dengan tingginya kebutuhan penduduk Indonesia akan pangan, banyak
kawasan hutan mulai beralihfungsi menjadi lahan pertanian. Alih guna lahan hutan
menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan
kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan
perubahan lingkungan global (Widianto dkk., 2003). Hutan yang menjadi sumber
keanekaragaman hayati menjadi semakin berkurang. Agroforestri merupakan salah
satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Agroforestri pada
pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon-pohon yang dikombinasikan dengan
tanaman pertanian dan/atau ternak pada unit lahan diharapkan akan mampu
mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.
Masyarakat telah menyadari bahwa dengan menanam pohon bernilai ekonomi di sela-
sela sistem pertanian berarti mereka telah mempertahankan DAS karena pepohonan
mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat
erosi dan aliran air (Rahayu et al., 2009).
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga merupakan kawasan lahan kering dengan
mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Unit-unit lahan di kawasan
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tidak teririgasi secara efektif pada musim kering.
Permasalahan di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang muncul saat ini yaitu
dominansi berbagai jenis spesies vegetasi tanaman yang dikarenakan oleh pengolahan
lahan secara terus menerus dan perubahan iklim.
Masyarakat Desa Tukad Sumaga juga mengembangkan sentra peternakan
dimana ternak yang mereka pelihara umumnya sapi dan babi. Sistem agroforestri
sangat penting untuk diterapkan pada kawasan DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
karena menyangkut persediaan pakan ternak. Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang tata cara pengolahan lahan secara berkelanjutan menjadi salah satu kendala
dalam pengembangan agroforestri di kawasan DAS Mikro ini. Tipe iklim yang sangat
kering pada areal ini menyebabkan berbagai vegetasi herba dan semak belukar
mengalami dormansi pada musim kering. Hal seperti ini mengakibatkan pasokan
pakan ternak pada waktu musim kering menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang jenis vegetasi tanaman yang bisa dijadikan pakan ternak juga
mengakibatkan beberapa ternak mengalami kematian karena bloating atau perut
kembung.
Pentingnya nilai keanekaragaman hayati dalam pengelolaan DAS sangat perlu
ditekankan kepada masyarakat. Vegetasi tanaman kehutanan dan pertanian dapat
memberikan nilai lebih dalam menunjang kesejahteraan masyarakat setempat.
Banyaknya manfaat dan fungsi vegetasi tanaman yang belum diketahui dan
bagaimana peruntukan tanaman tersebut sangat perlu dikembangkan kepada
masyarakat. Banyak predator dan parasitoid yang berhabitat di tanaman kehutanan
yang dapat menjadi musuh biologis bagi hama tanaman pertanian misalnya tawon
parasit. Selain itu simbiosis dari tanaman kehutanan dengan makro dan
mikroorganisme di dalam tanah dapat meningkatkan kualitas tanah dalam
meningkatkan produktivitas tanaman pertanian. Naungan yang cukup pada tanaman
kehutanan dapat memberikan perlindungan bagi tanaman pertanian. Berbagai bentuk
tajuk pada tanaman kehutanan akan dapat menjadi kawasan winbreak yang dapat
mereduksi kecepatan angin yang menjadi pelindung bagi tanaman pertanian. Bentuk
tajuk vegetasi tanaman kehutanan tergantung dari jenis vegetasi yang ditanam di
suatu lahan.
Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman
dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan
lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan
menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan
mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat
akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Pengamatan terhadap jenis vegetasi
baru sebagai data series diharapkan akan dapat memberikan informasi yang
menunjang pengelolaan selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman
pertanian dan kehutanan yang terdapat pada sistem agroforestri tumpang sari,
penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah di
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng?
2. Bagaimanakah tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada
sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan
pepohonan untuk konservasi tanah DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
2. Mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
1.4 Manfaat Penelitian
Komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem
agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk
konservasi tanah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembangunan
agroforestri khususnya di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng yang menunjang pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi
tanaman.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988 menyatakan bahwa
vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan dari suatu kawasan dalam kaitan dengan
lingkungan serta menurut ukuran derajat dalam ruang yang telah diambil sebagai
tempat tumbuhan tersebut. Struktur vegetasi adalah suatu gambaran atau deskripsi
dari suatu komunitas tumbuhan secara menyeluruh (Wahyuni, 2007). Hutan hujan
tropis di Indonesia membentuk beberapa strata tajuk. Arief (1994 dalam Indriyanto,
2005) menyatakan struktur hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum
berurutan dari atas ke bawah :
1. Strata A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk
oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Umumnya tajuk pohon pada
stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon
lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan
diskontinu.
2. Strata B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B
membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon di stratum
A.
3. Strata C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai bentuk
tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal.
4. Strata D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh
spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum itu juga
terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase
anakan (seedling).
5. Strata E (E-storey), yaitu lapisan tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas)
yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang
tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit
dibandingkan dengan stratum lainnya.
Sutrisno (1998) menyatakan selama masa hidup suatu vegetasi pohon dalam
mencapai umur tertentu, akan melewati berbagai tingkatan kehidupan yang
berhubungan dengan ukuran tinggi dan diameter batang. Tingkatan-tingkatan hidup
suatu pohon antara lain :
1. Semai (seedling) : anakan pohon yang sejak berkecambah, tingginya
sampai 1,524 meter
2. Sapihan (sapling) : tinggi antara 1,524 sampai 3,048 meter dan
diameter < 0,152 meter
3. Tiang (poles) : diameter > 0,152 meter
4. Pohon ( trees) : diameter > 0,3048 meter (dbh)
(Diameter disini diukur setinggi dada ± 1,30 meter (dbh singkatan dari diameter
breast hight).
Komposisi dapat diartikan sebagai susunan dan jumlah jenis yang membentuk
suatu tegakan (Bratawinata, 2000). Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979), untuk
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekwensi, dan dominansi.
Indriyanto (2005) menyatakan densitas adalah jumlah individu per unit luas
atau per unit volume. Densitas sama artinya dengan kerapatan. Frekwensi merupakan
besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan
keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Dominansi dapat juga disebut
dengan luas penutupan. Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas
tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi
Pada suatu ekosistem terjadi perbedaan antara aspek fisiologis dan ekologis
yang disebabkan oleh adanya kompetisi antara dua atau lebih tanaman yang tumbuh
bersama-sama (Fandeli, 1984). Kompetisi ini akan mengakibatkan terdapat jenis
tanaman yang mati, pertumbuhan tertekan, dan jenis yang satu diganti oleh jenis yang
lainnya.
Indriyanto (2005) menyatakan spesies-spesies anggota populasi saling
berinteraksi satu dengan lainnya dan membentuk interaksi seperti:
1. Neutralisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing
tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.
2. Kompetisi (tipe gangguan langsung), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies
yang masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif.
3. Kompetisi (tipe penggunaan sumberdaya alam), yaitu interaksi antara dua atau
lebih spesies dalam menggunakan sumberdaya alam yang persediannya berada
dalam kondisi kekurangan. Interaksi tersebut, masing-masing spesies berpengaruh
saling merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumberdaya
alam.
4. Amensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah
satu pihak dirugikan (mendapat rintangan), sedangkan pihak lainnya tidak
terpengaruh oleh adanya asosiasi.
5. Parasitisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu
pihak (inang) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (parasit) beruntung.
6. Predasi atau pemangsaan, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah
satu pihak (prey atau organisme yang dimangsa) dirugikan, sedangkan pihak
lainnya (predator atau organisme yang memangsa) beruntung.
7. Komensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak
beruntung, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.
8. Protokooperasi, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing
saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi, tetapi asosiasi yang terjadi tidak
merupakan keharusan.
9. Mutualisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing
saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi.
2.3 Keanekaragaman Jenis Vegetasi
Hutan memberikan peranan yang sangat penting dalam menjaga
keanekaragaman hayati di Indonesia. Dalam jangka waktu menengah dalam
pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan merupakan jangka waktu yang
panjang bagi kebanyakan makhluk hidup dan sumberdaya alam hasil hutan nir
kayu tertentu akan menjadi langka, tetapi mekanisme pasar secara umum dapat
menanggulangi terjadinya kelangkaan ini, pada gilirannya mendorong pelestarian
maupun pencarian penggantinya yang efektif (Lahjie, 2004). Pelestarian
keanekaragaman biologis pada KTT bumi dicantumkan dalam agenda internasional
pada tahun 1992 menjadi pedoman bagi penandatanganan konvensi pelestariannya
(Lahjie, 2004). Indonesia telah menandatangani Protokol Nagoya pada 11 Mei 2011
di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.
Protokol Nagoya merupakan sebuah perjanjian untuk melindungi keanekaragaman
hayati baik flora dan fauna endemik pada negara-negara tertentu. Inventarisir kembali
kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara sangat penting untuk dilakukan
sehingga jika negara lain yang ingin memanfaatkan kekayaan alam untuk
kepentingan penelitian dan bisnis di suatu daerah di Indonesia, maka daerah bisa
mendapatkan pembagian keuntungan yang adil. Usaha pelestarian keanekaragaman
hayati melalui jalur diplomasi antar negara merupakan salah satu usaha sadar
masyarakat dunia tentang pentingnya arti keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman jenis adalah suatu konsep variabilitas makhluk hidup di
bumi dan diukur dengan jumlah seluruh spesies di bumi atau di kawasan tertentu
(Suripto, 1997). Keanekaragaman jenis meningkat sesuai ukuran sampel, di lokasi
kawasan tropis, di dalam habitat yang memungkinkan organisme-organisme
mendapatkan tekanan fisiologis yang rendah, di tempat yang memiliki beberapa
habitat berbeda, pada masa daratan yang lebih besar dan di tempat yang tidak
memiliki gangguan ekosistem terhadap habitat (McNaughton dan Wolf, 1979).
Pratiwi et al., (2007) menyatakan keberagaman makhluk hidup dan
ekosistemnya membentuk keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati dapat
terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai
tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga
tingkat, yaitu :
1. Keanekaragaman Gen
Keanekaragaman gen menyebabkan variasi antar individu sejenis. Gen adalah
materi dalam kromosom makhluk hidup yang mengendalikan sifat organisme. Variasi
makhluk hidup dapat terjadi melalui perkawinan dan interkasi gen dengan
lingkungan. Konsep keanekaragaman gen menunjukkan bahwa di dalam suatu
populasi tidak ada satu individu yang penampilannya sama persis dengan induknya.
2. Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman hayati antarspesies mudah diamati karena perbedaannya
sangat mencolok. Keanekaragaman hayati spesies misalnya kelapa, kurma, dan sagu.
Tumbuhan tersebut merupakan satu kelompok tumbuhan palem-paleman, namun
memiliki fisik dan habitat yang berbeda.
3. Keanekaragaman Ekosistem
Pada suatu ekosistem, faktor biotik berinteraksi dengan faktor abiotik.
Komponen biotik dan abiotik sangat beraneka ragam, ini menyebabkan perubahan
dari interaksi yang ada sehingga menciptakan ekosistem yang berbeda.
Keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan akan menyusun ekosistem yang
berbeda.
Keanekaragaman hayati memiliki nilai dan manfaat, antara lain (Pratiwi et al., 2007) :
a. Dapat memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan primer maupun sekunder,
b. Memiliki nilai biologi yang menghasilkan sesuatu (produk) yang bermanfaat
untuk hidup dalam menjaga kesehatan manusia,
c. Memiliki nilai estetika yang dapat menciptakan keindahan,
d. Memiliki nilai ekonomi yang dapat menghasilkan produk berupa materi atau jasa
yang dapat diperjualbelikan,
e. Memiliki nilai budaya yang dapat memberikan kebanggaan bagi suku masyarakat
tertentu karena keindahan dan kekhasannya,
f. Memiliki nilai pendidikan yang dapat digunakan oleh para ahli untuk tujuan ilmu
pengetahuan misalnya: pemuliaan hewan atau tanaman, pelestarian alam, dan
pencarian alternatif bahan pangan serta energi.
Irwan (1992) menyatakan bahwa semakin besar jumlah jenis, maka semakin
besar keanekaragaman hayati. Pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting,
karena:
a. Merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan atau ekosistem,
b. Mampu merangkai satu unsur dengan unsur tatanan lingkungan yang lain,
c. Dapat menunjang tatanan lingkungan itu sehingga menjadikan lingkungan alami
suatu lingkungan hidup yang mampu memberikan kebutuhan makhluk hidupnya.
Tatanan lingkungan yang hanya terdiri dari sedikit jenis hayati akan sangat
peka dan mudah terganggu keseimbangannya. Semakin beranekaragam sumber alam
hayati, semakin stabil tatanan lingkungan tersebut (Irwan, 1992). Keanekaragaman
hayati sangat penting peranannya tidak hanya untuk makhluk hidup itu sendiri
melainkan sangat penting juga bagi lingkungan.
2.4 Agroforestri
Lahjie (2004) menyatakan agroforestri merupakan istilah kombinasi bersama
pertanian dan kehutanan pada pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon yang
dikombinasikan dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak pada unit lahan.
Ciri dan karakteristik pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri antara lain:
1. Usaha pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan produksi dari berbagai output
dengan perlindungan bagi sumberdaya dasar,
2. Usaha pemanfaatan lahan sistem agroforestri umumnya lebih dari satu tahun;
3. Timbulnya interaksi dari beberapa aspek sosial, ekonomi, ekologi diantara
komponen-komponen tanaman pangan dengan tanaman pepohonan yang berkayu,
4. Usaha pemanfaatan lahan dengan produk lebih dari dua macam, misalnya
tanaman pangan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, obat-obatan, pakan
ternak ataupun kayu sebagai bahan energi dan atau sebagai bahan industri
perkayuan,
5. Mempunyai beberapa fungsi dari aspek lingkungan, misalnya konservasi lahan
terhadap kesuburan dan erosi/kelongsoran, penahan derasnya angin yang akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang lain, sebagai tempat peristirahatan
keluarga untuk melakukan pekerjaan industri rumah tangga,
6. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri yang sederhana pun secara
biologis maupun ekonomis lebih kompleks dari pada usaha pemanfaatan lahan
monokultur,
7. Usaha pemanfaatan lahan diupayakan oleh seseorang maupun kelompok secara
terencana maupun tidak terencana menjadi tolak ukur keberhasilan sistem
agroforestri,
8. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri melibatkan lebih banyak
nilai-nilai sosial budaya yang saling mempengaruhi, dibandingkan dengan sistem-
sistem pemanfaatan lahan lainnya,
9. Mempunyai strata tajuk yang bervariasi khususnya pada komunitas vegetasi yang
membentuk ekosistem setempat.
Arief (2001) menyatakan bahwa sistem agroforestri mencakup berbagai ilmu
atau multidisipliner, seperti agronomi, sosial, kehutanan, dan ekonomi yang
berkelanjutan dengan didasarkan pada prinsip ekologis. Sistem agroforestri
ditujukan kepada pendekatan:
1. Adanya introduksi tanaman semusim ke dalam sistem tanaman kehutanan yang
tujuannya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan secara umum dan
mengendalikan erosi, terutama memelihara ternak dan penambahan pendapatan.
2. Adanya kegiatan konservasi lahan berhutan menjadi sistem agroforestri sebagai
upaya meningkatkan produksi komoditas komersial.
Daerah yang memiliki lokasi untuk pengembangan sistem agroforestri yang
luasannya tergolong tanah milik dengan bidang lahan kecil, sistem agroforestri ini
sangat cocok digunakan. Sistem agroforestri untuk bidang kecil lahan milik secara
luas dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu (Lahjie, 2004):
- Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lahan
- Sistem untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan pertanian
Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian dapat dibagi lagi
menjadi beberapa bagian antara lain (Lahjie, 2004):
1. Sistem Tumpang Sari
Sistem ini merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat jalur pepohonan
permanen yang digabungkan dengan tanaman pertanian dimana vegetasi jenis pohon
yang ditanam akan menghasilkan interaksi yang saling menguntungkan dengan
tanaman pertanian. Interaksi ini merupakan suatu kesatuan dalam ekosistem yang
menggunakan prinsip tidak merugikan satu dengan yang lainnya sebagai contoh jika
pada musim kering, vegetasi pohon akan merontokkan daunnya. Hal ini menjadi
peluang kesempatan pada tanaman pertanian untuk mendapatkan sinar matahari yang
cukup dan hasil seresah daun yang rontok yang dapat dijadikan sebagai pupuk hijau
bagi tanaman pertanian.
2. Penanaman Lorong (Alley Cropping)
Penanaman lorong dengan baris-baris pohon yang disejajarkan dengan garis
kontur terbukti sebagai alat efektif untuk mengendalikan erosi. Pepohonan yang
sudah tumbuh, harus dipangkas pada waktu musim tanam tanaman pertanian. Ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah naungan dan persaingan dengan
tanaman pertanian. Sistem ini sangat menguntungkan bagi petani yang memiliki
ternak. Hasil pangkasan dari pohon-pohon yang disukai ternak dapat menjadi sumber
pakan ternak. Hasil pangkasan dapat juga dijadikan sebagai mulsa yang disebarkan
pada tanah diantara jalur pohon dan disela sela tanaman pertanian. Mulsa akan
berfungsi untuk mengurangi evaporasi pada tanah sehingga kelembaban tanah
menjadi terjaga. Mulsa yang telah mengalami proses pelapukan, dapat dijadikan
pupuk hijau yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.
3. Pepohonan untuk Konservasi Tanah
Sistem ini dapat diterapkan pada lahan terasering dimana vegetasi pohon
ditanam rapat dengan baris tunggal, ganda, atau tiga baris sepanjang kontur dan
dipangkas sedikit. Tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai rintangan terhadap
aliran air permukaan dan akan meningkatkan kesuburan tanah dengan sisa
pemangkasan. Rerumputan dan tanaman untuk rintangan erosi juga ditanam diareal
ini. Penanaman rumput pada berbagai tempat sangat penting dalam membantu
mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan. Hal ini dapat membantu
menstabilkan konservasi tanah melalui perakaran pohon, semak dan rerumputan.
2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi
oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung, maupun batas bantuan seperti
jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan
kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Keberadaan vegetasi tanaman pada DAS
bagian hulu sangat penting karena mencakup cadangan air (Suripin, 2002).
DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan
hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur
aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan
ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini
menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi
berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung
bagaimana suatu DAS dikelola (Agus dkk., 2004).
Gambar 2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus
DAS Mikro atau tampungan mikro (
pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut
kemungkinan mempunyai aliran
flow) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (
lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari
DAS tersebut. Sebuah DAS yang menjadi
dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai
(Agus dkk., 2004).
Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus
DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan
pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut
kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (
) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow
lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari
DAS tersebut. Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar
dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai
Punggung (batas DAS)
Hujan
Anak Sungai
PertanianSub DAS
Danau Zona Pelindung
Outlet (Muara)
Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus dkk., 2004).
) adalah suatu cekungan
pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut
selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten
perennial flow). Sebidang
lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari
bagian dari DAS yang lebih besar
dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai
Hujan
Pertanian
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS,
perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :
(1) Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan
lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi.
Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak
yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari
DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang
melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan
pengelolaan.
(2) Eksternalitas, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktivitas/program dan atau
kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan
dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan
kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu
tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah
kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu
tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan
berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral
externalities).
(3) Pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka konsep “externalities” dapat
dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh
adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh
para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang
melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor
yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut.
Kerangka pemikiran pengelolaan DAS terdiri dari tiga dimensi pendekatan analisis
pengelolaan DAS yaitu (Hufschmidt, 1986 dalam Asdak, 2007) :
a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan
dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat kaitannya.
b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat
implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan
terkait.
c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan
memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik.
Hasil penelitian Sulistiawati (2003) di bagian hulu DAS Buleleng wilayah
Kabupaten Buleleng menunjukkan erosi rata-rata sebesar 3.224 t/ha/th. Hasil
penelitian Gunamanta (2002) di DAS Anyar Kabupaten Buleleng menunjukkan telah
terjadi erosi berat (180-480 t/ha/th) pada lahan kawasan hutan di bagian hulu DAS.
Hasil penelitian Widarto (2004) di DAS Tukad Ngis Kabupaten Karangasem
menunjukkan perencanaan konservasi tahah dengan teras bangku atau teras gulud
serta multi purpose tree species dan agroforestri menunjukkan erosi berkurang dari
28,156 – 2.135,524 t/ha menjadi 0,297 – 3,258 t/ha. Tingginya nilai erosi dapat
menimbulkan degradasi lingkungan dan menurunnya kualitas kemampuan lahan
untuk mendukung pertumbuhan tanaman .
Penutupan vegetasi di suatu wilayah DAS berkaitan erat dengan masalah
konservasi tanah dan air dimana hutan sebagai salah satu penyangga utama dalam
sistem DAS (Indriyanto, 2008). Arief (2001) menyatakan bahwa agroforestri juga
merupakan salah satu sarana penting untuk merehabilitasi lahan kritis, terutama di
daerah hulu DAS. Pepohonan dapat menciptakan struktur permanen yang
menstabilkan tanah dan neraca hidrologi.
BAB III
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir
Indonesia terletak di daerah tropik memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim
kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai
macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem
hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem
air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing
ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati tersendiri.
Agroforestri yang memadukan konsep kehutanan, pertanian dan
peternakan merupakan salah satu upaya kongrit dalam memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan dengan tetap menjaga dan melestarikan
keanekaragaman hayati. Interaksi dan rantai makanan di dalam agroforestri akan
menjaga keseimbangan ekosistem yang tentunya konsep organik memberikan
peranan penting dalam pengembangan agroforestri. Keanekaragaman hayati yang
stabil di dalam suatu agroforestri akan menjaga rantai makanan di dalam suatu
ekosistem sehingga tidak terjadi ledakan hama yang menyerang tanaman
pertanian dan peternakan. Ada beberapa spesies tanaman kehutanan tertentu yang
menjadi habitat bagi hama, sehingga keberadaan tanaman pertanian tidak
terserang oleh hama. Tajuk tanaman kehutanan merupakan tempat habitat juga
bagi predator yang akan memangsa hama tanaman pertanian.
Kondisi DAS mikro desa tukad Sumaga yang sebagian besar topografinya
bergelombang merupakan sentra peternakan, pertanian dan kehutanan. Alih fungsi
lahan yang tidak bisa dihindari merupakan salah satu penyebab menurunnya pasokan
air pada musim kering. Ketersediaan air yang menurun menyebabkan produktivitas
panen menurun, pasokan pakan ternak pada waktu kering berkurang dan
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan vegetasi tanaman bahkan banyak
tanaman yang mengalami kematian sehingga menyebabkan keanekaragaman jenis
vegetasi menurun. Kendala-kendala seperti ini sangat perlu diantisipasi, salah satunya
dengan Pengembangan Agroforestri. Sistem agroforestri yang mencakup sistem
agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah
diharapkan akan mampu memperbaiki kualitas lahan. Pemilihan vegetasi tanaman
dalam pengembangan sistem agroforestri sangat perlu dipertimbangkan karena
menyangkut peruntukan dan fungsi dari masing-masing spesies vegetasi tanaman.
Hasil evaluasi komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan agroforestri yang menunjang
pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi tanaman. Pengembangan pembangunan
pertanian, kehutanan dan peternakan dengan konsep agroforestri akan dapat
mengoptimalkan fungsi lahan di Kecamatan Gerokgak. Agroforestri akan dapat
memanfaatkan banyak lahan tidur yang belum tergarap secara maksimal.
3.2 Konsep Penelitian
Agroforestri atau wanatani merupakan pengelolaan lahan secara terpadu yang
berkonsep kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan. Pemanfaatan lahan
dengan Agroforestri sangat dinamis karena menggunakan vegetasi tanaman yang
multistrata dimana pemilihan jenis tanaman dan tata ruang sangat menentukan
keberhasilan agroforestri. Pemanfaatan lahan dengan vegetasi tanaman yang berbeda
misalnya dengan tanaman vegetasi bawah (empon-empon, umbi-umbian, rumput
sebagai pakan ternak), vegetasi pancang atau tanaman semusim, dan vegetasi pohon.
Keanekaragaman jenis tanaman pada suatu agroforestri akan dapat memberikan
pendapatan bagi masyarakat yang mana akan dapat meningkatkan ketahanan pangan
dan papan bagi masyarakat. Besar kecilnya pendapatan masyarakat tergantung dari
jenis vegetasi yang mereka tanam. Agroforestri juga bermanfaat bagi keseimbangan
ekosistem. Multistrata pada agroforestri yang memungkinkan untuk pemilihan jenis
tanaman langka dan endemik pada suatu lahan merupakan salah satu cara pelestarian
terhadap keanekaragaman hayati. Ada beberapa jenis vegetasi pohon merupakan
habitat bagi serangga dan hama sehingga tidak menyerang tanaman pertanian.
Munculnya hama akan menarik hadirnya predator dan parasitoid yang menjadi musuh
alami bagi hama tanaman.
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman
pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk
konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng.
2. Terdapat perbedaan tingkat pengelolaan agroforestri pada sistem agroforestri
tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Alih Fungsi Lahan
Ketersediaan Air Menurun
Pasokan Pakan Ternak Pada Waktu Musim Kering Berkurang
Evaluasi Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping)
Hasil Evaluasi Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tanaman
Evaluasi Sistem Agroforestri Tumpang Sari
Evaluasi Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah
Bahan Pertimbangan dalam Pembangunan Agroforestri Khususnya di DAS Mikro yang Menunjang Pelestarian Keanekaragaman Hayati Vegetasi Tanaman.
Kondisi DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kabupaten Buleleng
Produktifitas Panen yang Menurun
Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tanaman Menurun
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Tukad Sumaga yang
secara administratif terletak di Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak,
Kabupaten Buleleng. Tiga lokasi tersebut adalah lokasi sistem agroforestri tumpang
sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah.
Survey awal penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember
2012. Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2013.
Penelitian ini terhitung dari survey lokasi penelitian dan pengambilan sampel
penelitian di lapangan.
Penggunaan lahan pada DAS Mikro desa Tukad Sumaga seluas 212,700 ha
(28,68%) berada di luar kawasan hutan dan 542,500 ha (71,84%) merupakan hutan
negara. Vegetasi penutupan lahan pada DAS Tukad Sumaga meliputi vegetasi hutan,
vegetasi kebun campuran, tegalan dan sawah tadah hujan.
Jenis tanah yang terdapat di DAS Tukad Sumaga adalah termasuk tanah jenis
Latosol dengan bahan induk penyusunannya adalah abu vulkanik Intermedier dengan
bentuk wilayah berbukit sampai bergunung. Geologi batuan pembentuk wilayah
permukaan DAS Tukad Sumaga adalah berupa lava dan breksi hasil muntahan
Gunung Api Pulaki yang terbentuk sejak periode tersier epoch pleosen sekitar 0,6-11
juta tahun lalu yang sebagian besar sekarang telah tertutup oleh endapan alluvium.
Segi topografi, sebagian kawasan DAS Tukad Sumaga merupakan daerah landai
dengan kemiringan rata-rata 8-15 %, sedangkan sebagian besar lagi merupakan
daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan > 15%. Ketinggian tempat
DAS Tukad Sumaga berkisar antara 82 meter sampai dengan 1.029,26 meter diatas
permukaan laut (BPDAS Unda Anyar, 2003).
Berdasarkan kondisi alirannya, sungai Tukad Sumaga termasuk tipe annual,
yaitu sungai yang alirannya besar pada musim hujan akan tetapi pada musim kemarau
sangat kecil alirannya sampai tidak mengalir. DAS Tukad Sumaga terdiri dari
beberapa anak sungai yaitu Tukad Bajra dan Tukad Salak serta beberapa sungai kecil,
dengan pengaliran seluas 755,200 ha ( BPDAS Unda Anyar, 2003).
Curah hujan tahunan rata-rata (tahun 1993-2002) pada DAS Tukad Sumaga
adalah sebesar 1.014 mm dengan jumlah hari hujan tahunan rata-rata sebesar 58,8
hari ( BPDAS Unda Anyar, 2003). Jumlah rata-rata hujan basah (BB) dan bulan
kering (BK) selama 10 tahun terakhir sebagai dasar untuk perhitungan tipe iklim
menurut Schmidt dan Fergusson adalah 7 bulan kering dan 4 bulan basah, sehingga
tipe iklim DAS Tukad Sumaga adalah tipe F (sangat kering).
Jumlah penduduk desa Tukad Sumaga berdasarkan kecamatan Gerokgak
dalam angka tahun 2002 adalah 5.038 orang, mengalami pertumbuhan 4,57% dari
tahun 1996 yang berjumlah 4.818 orang. Dilihat dari kepadatan penduduk desa Tukad
Sumaga menunjukkan rata-rata 126,93 jiwa/km².
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan untuk menganalisis vegetasi dalam penelitian antara lain:
1. Patok bambu dan tali plastik untuk membuat petak ukur,
2. Hagameter, digunakan untuk mengukur tinggi vegetasi tanaman,
3. Pitameter, digunakan untuk mengukur diameter batang,
4. Amplop ukuran besar untuk identifikasi sampel tumbuhan yang belum
teridentifikasi,
5. Kamera digital, untuk dokumentasi,
6. Alat tulis, untuk mencatat data-data di lapangan,
7. Buku monografi tumbuhan,
8. GPS,
9. Seperangkat komputer untuk analisis data dan menyusun laporan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi yang terdapat
pada petak-petak ukur sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan
pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro DAS Tukad Sumaga Kecamatan
Gerokgak Kabupaten Buleleng.
4.3 Pelaksanaan Penelitian
4.3.1 Pengambilan Data Primer
Pengambilan data primer meliputi jenis tanaman, tinggi, diameter, kerapatan
pohon, dan luas penutupan tajuk. Pengolahan data komposisi jenis dilakukan dengan
menghitung vegetasi yang terdapat pada agroforestri dan dengan menentukan jenis
vegetasi tanaman dengan mencocokkan dengan literatur atau dengan mencocokkan
dengan data sekunder.
Pengambilan data primer menggunakan metode penelitian plot ganda. Plot
ganda adalah plot coba yang dibuat dalam suatu areal hutan yang dianalisis lebih dari
satu. Peletakan plot ganda secara random atau acak. Total luas plot coba ganda harus
berdasarkan dengan Intensitas Sampling (IS) yang digunakan. Intensitas sampling
yang digunakan adalah 1%. Wilayah agroforestri pertama-tama dibuat petak ukur.
Petak ukur akan dibuat bidang-bidang petak di dalamnya yang meliputi (Bratawinata,
2000):
( 10 X 10 ) m : untuk pohon,
( 4 X 4 ) m : untuk tumbuhan semak belukar sampai tinggi 3 meter,
sapihan (sapling),
( 1 X 1 ) m : untuk tumbuhan bawah, semak kecil dan semai/seedling.
Tingkat pohon dan sapling diukur tinggi, diameter (untuk menentukan luas
bidang dasar), kerapatan, frekwensi, dominansi, dan indeks nilai penting. Vegetasi
tanaman pertanian di analisis pada petak ukur 4 X 4 meter. Untuk vegetasi rumput,
semai kecil dan seedling di analisis pada petak 1 X 1 meter.
Data yang diukur untuk petak 1 X 1 meter adalah :
- Nama jenis semai atau belukar
- Jumlah individu per jenis
- Tinggi rata-rata per jenis
- Frekwensi atau penyebaran jenis
- Prosentase penutupan lahan (cover prosentage)
Cover prosentage adalah besar atau luas proyeksi tajuk dari tiap-tiap individu pada
lantai hutan. Cara pengukurannya sebagai berikut (Bratawinata, 2000):
Gambar 4.1
Cara Penentuan Proyeksi Tajuk
d = d1 + d22
d merupakan jari-jari yang diimplimentasikan untuk mencari luas penutupan dan
dengan ini akan diperoleh luas penutupan dengan rumus sebagai berikut:
Luas Penutupan = ¼ πd²
d2 d1
Berikut Gambar petak ukur yang akan dibuat pada masing-masing sistem agroforestri
di lokasi penelitan:
Gambar 4.2
Denah Petak Ukur di Lapangan
Gambar 4.3
Anak Petak Ukur di Lapangan
10 X 10 m
4 X 4 m
1 X 1 m
4.3.2 Pengambilan Data Sekunder
Pengambilan data sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Buleleng yang meliputi klimatologi, geologi, sosial ekonomi, dan data-
data pendukung lainnya.
4.4 Metode dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rumus kerapatan, frekwensi, luas penutupan jenis,
dan Indeks Nilai Penting di dalam menentukan komposisi jenis vegetasi, setelah itu
keanekaragaman jenis vegetasi dianalisis dengan menggunakan berbagai rumus.
Tingkat pengelolaan agroforestri dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.
4.4.1 Komposisi Jenis Vegetasi
Vegetasi yang terdapat pada Petak Ukur (PU) dicatat jenis dan jumlahnya.
Setelah itu data yang diperoleh diolah untuk mengetahui kerapatan, frekuensi, dan
luas penutupan tajuk yang akan digunakan untuk menentukan indeks nilai penting.
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan
pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks Nilai Penting
(INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau kepentingan suatu
jenis tanaman dalam suatu komunitas. Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini
diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas
penutupan relatif dari vegetasi pada masing-masing lokasi. Data tersebut dianalisis
dengan menggunakan rumus Indriyanto (2005) :
Kerapatan Jenis (KJ) = Jumlah individu suatu jenisLuas semua PU
Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenisJumlah kerapatan semua jenis x100%
Frekuensi Jenis (FJ) = Jumlah PU yang ditemukan suatu jenisJumlah semua PU
Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenisJumlah frekuensi semua jenis x100%
Luas Penutupan Jenis = Luas penutupan tajuk suatu jenisLuas semua PU
Luas Penutupan Relatif = Luas penutupan suatu jenisJumlah luas penutupan tajuk semua jenis x100%
Indeks Nilai Penting (INP) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Luas
Penutupan Relatif
4.4.2 Keanekaragaman Jenis Vegetasi
Penentuan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman yang menunjukkan tingkat
stabilitas pada suatu tingkat pertumbuhan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan
pohon serta bentuk vegetasi lainnya, maka dihitung Indeks Keragaman jenis (H),
Indeks Kemerataan (e), Indeks Dominansi (C) sebagai berikut (Bratawinata, 2000):
1. Keragaman jenis (H)
Keragaman jenis dari berbagai tingkatan vegetasi menggunakan rumus Shanon
dan Wiener (Odum, 1993, dalam Bratawinata, 2000) :
H = −Σ 'niN) Log 'ni
N)
Keterangan :
H : Indeks keragaman jenis
Ni : Jumlah individu Tiap jenis
N : Jumlah Individu Seluruh Jenis
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keragaman jenis Shanon
dan Wiener (Ferianita-Fachrul et al.,2005, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011): H
<1 = keragaman rendah; H 1-3 = keragaman sedang; H >3 = keragaman tinggi.
2. Indeks Kemerataan (e)
Kemerataan distribusi individu-individu pada jenis-jenis yang hadir pada suatu
tingkat pertumbuhan dapat ditentukan melalui Indeks Kemerataan (e) sesuai rumus
Pielow (Odum, 1993, dalam Bratawinata, 2000) sebagai berikut :
e = HLog S
keterangan :
e : Indeks Kemerataan
H : Indeks Keragaman Jenis
S : Jumlah Jenis yang Hadir
Semakin tinggi indeks kemerataan dari suatu tingkat pertumbuhan menunjukkan
semakin meratanya distribusi suatu jenis individu.
3. Indeks Dominansi ( D )
Indeks Dominansi (D) digunakan dalam menentukan vegetasi-vegetasi yang lebih
terpusat pada satu atau beberapa jenis dari suatu tingkat pertumbuhan dengan
rumus (Rad et al., 2009, dalam Sudarma dan Suprapta, 2011):
D = 1 - C
Keterangan :
D : Indeks Dominansi
C : Indeks Simpson
Indeks Simpson ditentukan dengan rumus (Pirzan dan Pong-Masak, 2008, dalam
Sudarma dan Suprapta, 2011) :
C = - Pi².
/01
Keterangan :
C : Indeks Simpson
S : Jumlah Jenis
Pi : ni/N
ni : Jumlah Individu Suatu Jenis
N : Jumlah Individu Seluruh Jenis
4.4.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri
Tingkat pengelolaan agroforestri pada masing-masing sistem diolah dengan
menggunakan metode deskriptif dengan mengacu pada perhitungan keanekaragaman
jenis pada masing-masing sistem agroforestri. Hasil perhitungan keanekaragaman
jenis pada masing-masing sistem akan di skoring. Indikator keanekaragaman jenis
yang tertinggi pada masing-masing sistem agroforestri akan diberikan tanda bintang.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Jumlah Jenis
Penelitian yang dilakukan pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari dengan
menggunakan 25 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut terdapat 3 buah
anak petak ukur berdasarkan tingkatan-tingkatan vegetasi. Wilayah Agroforestri
Tumpang Sari terdapat 75 buah anak petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun
Sistem Agroforestri Tumpang Sari berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro
Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada
Tabel 5.1.
Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada
tingkatan pohon adalah mangga dan asem yang masing-masing sebanyak 4 tanaman.
Peringkat kedua diduduki oleh jati, mimba, dan lontar yang masing-masing sebanyak
2 tanaman. Pada peringkat ketiga diduduki oleh tanaman sonokeling, jati belanda,
leda, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.
Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada
tingkatan semak belukar dan sapihan adalah jati sebanyak 13 tanaman. Peringkat
kedua diduduki oleh lamtoro dan gamal yang masing-masing sebanyak 5 vegetasi.
Peringkat ketiga diduduki oleh mimba, mangga, dan jati belanda yang masing-masing
sebanyak 4 tanaman.
Tabel 5.1 Jenis- jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari
Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Semak
Belukar dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan Seedling
1 Jati Tectona grandis 2 13 1 16 2 Mimba Azadirachta indica 2 4 1 7 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 1 3 - 4 4 Mangga Mangifera indica 4 4 - 8 5 Jati Belanda Gmelina arborea 1 4 - 5 6 Asem Tamarindus indica 4 1 - 5 7 Leda Eucalyptus deglupta 1 - - 1 8 Lontar Borassus flabellifer 2 - - 2 9 Mente Anacardium
occidentale 1 3 - 4
10 Lamtoro Leucaena leucocephala
1 5 1 7
11 Angsana Pterocarpus indicus 1 1 - 2 12 Kapuk Ceiba pentandra 1 - - 1 13 Kenanga Cananga odorata - 1 - 1 14 Pisang Musa paradisiacal - 3 - 3 15 Kelor Moringa oleifera - 1 - 1 16 Gamal Gliricidia sepium - 5 - 5 17 Kelapa Cocos nucifera - 1 - 1 18 Mahoni Swietenia macrophylla - 1 - 1 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - 3 1 3 20 Bambu Bambusa glaucescens - 1 - 1 21 Sirsak Annona muricata - 1 - 1 22 Jarak Ricinus communis - 1 - 1 23 Dadap Erythrina variegate - 1 - 1 24 Srikaya Silik Annona squamosa - 1 - 1 25 Kamboja Plumeria alba - 1 - 1 26 Jagung Zea mays - - 8 8 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - 12 12 28 Legetan Spilanthes
iabadicensis - - 24 24
29 Rumput Karpet
Axonopus compressus - - 3 3
30 Tekelan Chromolaena odorata - - 13 13
Tabel 5.1 (Lanjutan)
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Semak
Belukar dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan Seedling
31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 1 1 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - 4 4 33 Apel India Ziziphus sativa - - 1 1 34 Harendong
Bulu Clidemia hirta - - 1 1
35 Saliara Lantana camara - - 1 1 36 Rumput
Pangola Digitaria eriantha - - 2 2
37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - 3 3 38 Pletekan Ruellia tuberose - - 1 1 39 Labu Cucurbita moschata - - 1 1 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - 4 4 41 Kacang
Tunggak Vigna unguiculata - - 1 1
42 Cabai Capsicum annuum - - 2 2 Jumlah 21 59 86 165
Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada
tingkatan tumbuhan bawah dan seedling adalah legetan sebanyak 24 tanaman.
Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tekelan sebanyak 13 tanaman. Peringkat
ketiga diduduki oleh tanaman lemon balm sebanyak 12 tanaman. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa vegetasi agroforestri tumpang sari di Desa Tukad Sumaga ini
didominasi oleh tingkatan tumbuhan bawah dan seedling sebanyak 86 tanaman.
Penelitian yang dilakukan pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley
Cropping) dengan menggunakan 10 buah petak ukur dimana pada petak ukur tersebut
terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan vegetasi. Pada satu wilayah
agroforestri penanaman lorong ini terdapat jumlah total 30 buah petak ukur. Hasil
analisis vegetasi penyusun sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping)
berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan
Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada
tingkatan pohon adalah lontar sebanyak 5 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh
tanaman mente sebanyak 4 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh kelapa dan salam
yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.
Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan
sapihan adalah lamtoro sebanyak 15 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh gamal
dan jati yang masing-masing sebanyak 3 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh
mente, jati belanda, dan angsana yang masing-masing sebanyak 2 tanaman.
Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling adalah legetan sebanyak 44 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh rumput
teki sebanyak 8 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh rumput karpet sebanyak 7
tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanaman agroforestri penanaman lorong
(alley cropping) di Desa Tukad Sumaga ini didominasi oleh tingkatan tumbuhan
bawah, dan seedling sebanyak 77 tanaman.
Tabel 5.2 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Semak
Belukar dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan Seedling
1 Mente Anacardium occidentale 4 2 - 6 2 Kelapa Cocos nucifera 1 - - 1 3 Lontar Borassus flabellifer 5 - - 5 4 Salam Syzygium polyanthum 1 1 - 2 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - 15 - 15 6 Jati Belanda Gmelina arborea - 2 - 2 7 Gamal Gliricidia sepium - 3 - 3 8 Mimba Azadirachta indica - 1 - 1 9 Angsana Pterocarpus indicus - 2 - 2 10 Mangga Mangifera indica - 1 - 1 11 Jati Tectona grandis - 3 - 3 12 Kakao Theobroma cacao - 1 - 1 13 Rambutan Nephelium lappaceum - 1 - 1 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - 7 7 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - 8 8 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 44 44 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 1 1 18 Cabai Capsicum annuum - - 1 1 19 Bayam Amaranthus spinosus - - 5 5 20 Nenas Ananas comosus - - 2 2 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 1 1 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 6 6 23 Jagung Zea mays - - 1 1 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - 1 1 Jumlah 11 32 77 120
Penelitian yang dilakukan pada sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi tanah dengan menggunakan 5 buah petak ukur dimana pada petak ukur
tersebut terdapat 3 buah anak petak ukur berdasarkan tingkatan-tingkatan vegetasi
sehingga pada satu wilayah agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah ini terdapat
jumlah total 15 buah petak ukur. Hasil analisis vegetasi penyusun sistem agroforestri
pepohonan untuk konservasi tanah berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel
5.3. Tanaman yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada
tingkatan pohon adalah asem sebanyak 2 tanaman. Peringkat kedua diduduki oleh
lontar dan angsana yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.
Vegetasi yang menduduki peringkat pertama paling banyak dijumpai pada
tingkatan semak belukar dan sapihan adalah vegetasi gamal sebanyak 3 tanaman.
Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lontar, apel india, dan jati yang masing-
masing sebanyak sebanyak 2 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh jati belanda,
jeruk keprok, dan sonokeling yang masing-masing sebanyak 1 tanaman.
Tanaman yang paling banyak dijumpai pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling, adalah vegetasi rumput gajah sebanyak 4 tanaman. Peringkat kedua
diduduki oleh vegetasi legetan sebanyak 3 tanaman. Peringkat ketiga diduduki oleh
vegetasi kacang tanah sebanyak 2 tanaman. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di Desa Tukad
Sumaga ini didominasi oleh tingkat semak belukar dan sapihan sebanyak 12 tanaman.
Tabel 5.3 Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
5.2 Kerapatan Jenis
Kerapatan Jenis suatu vegetasi merupakan banyaknya individu dalam satuan
luas. Kerapatan relatif suatu jenis merupakan persentase kerapatan suatu jenis
terhadap jumlah total kerapatan semua jenis. Semakin tinggi kerapatan relatif suatu
jenis, maka jenis tersebut akan semakin banyak pula ditemukan pada lokasi
bersangkutan. Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri tumpang
sari di Das Mikro Desa tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.4.
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon
Semak Belukar
dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan
Seedling
1 Asem Tamarindus indica 2 - - 2 2 Lontar Borassus flabellifer 1 - - 1 3 Angsana Pterocarpus indicus 1 - - 1 4 Lontar Borassus flabellifer - 2 - 2 5 Jati Belanda Gmelina arborea - 1 - 1 6 Gamal Gliricidia sepium - 3 - 3 7 Apel India Ziziphus sativa - 2 - 2 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - 1 - 1 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - 1 - 1 10 Jati Tectona grandis - 2 - 2 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - 2 2 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 3 3 13 Tekelan Chromolaena odorata - - 1 1 14 Sereh Cymbopogon citratus - - 1 1 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 4 4 Jumlah 4 12 11 27
Lokasi pada sistem agroforestri tumpang sari terdapat berbagai jenis tanaman
penyusun hutan. Hal ini dikarenakan sistem agroforestri tumpang sari menyerupai
hutan alam dimana terdapat berbagai macam stratum hutan. Pada tingkatan pohon,
kerapatan jenis yang tertinggi di areal ini dijumpai pada tanaman asem dan mangga
yaitu 16 tan/ha dengan kerapatan relatif 19,05%. Pada peringkat kedua diduduki oleh
tanaman jati, mimba, dan lontar dengan kerapatan jenis masing-masing 8 tan/ha dan
kerapatan relatif masing-masing 9,52%. Pada peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi
sonokeling, jati belanda, leda, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk dengan kerapatan
jenis masing-masing 4 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 4,76%. Hal ini
membuktikan jenis asem dan mangga paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon
pada sistem agroforestri tumpang sari.
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai
pada tanaman jati yaitu 325 tan/ha dengan kerapatan relatif 22,03%. Peringkat kedua
diduduki oleh lamtoro dan gamal dengan kerapatan jenis masing-masing 125 tan/ha
dan kerapatan relatif masing-masing 8,47%. Peringkat ketiga diduduki oleh mimba,
mangga, dan jati belanda dengan kerapatan jenis masing-masing 100 tan/ha dan
kerapatan relatif masing-masing 6,78%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jati ini
paling banyak dijumpai pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari.
Tabel 5.4 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon
Semak Belukar dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan Seedling
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
1 Jati Tectona grandis 8 9,52 325 22,03 400 1,16 2 Mimba Azadirachta
indica 4 9,52 100 6,78 400 1,16
3 Sonokeling Dalbergia latifolia 16
4,76 75 5,08 - -
4 Mangga Mangifera indica 4
19,05 100 6,78 - -
5 Jati Belanda Gmelina arborea 16 4,76 100 6,78 - - 6 Asem Tamarindus
indica 4 19,05 25 1,69 - -
7 Leda Eucalyptus deglupta 8
4,76 - - - -
8 Lontar Borassus flabellifer 4
9,52 - - - -
9 Mente Anacardium occidentale 4
4,76 75 5,08 - -
10 Lamtoro Leucaena leucocephala 4
4,76 125 8,47 400 1,16
11 Angsana Pterocarpus indicus 4
4,76 25 1,69 - -
12 Kapuk Ceiba pentandra 8 4,76 - - - - 13 Kenanga Cananga
odorata - - 25 1,69 - -
14 Pisang Musa paradisiaca
- - 75 5,08 - -
15 Kelor Moringa oleifera - - 25 1,69 - - 16 Gamal Gliricidia
sepium - - 125 8,47 - -
17 Kelapa Cocos nucifera - - 25 1,69 - - 18 Mahoni Swietenia
macrophylla - - 25 1,69 - -
19 Ketela Pohon Manihot esculenta
- - 75 5,08 400 1,16
20 Bambu Bambusa glaucescens
- - 25 1,69 - -
21 Sirsak Annona muricata
- - 25 1,69 - -
22 Jarak Ricinus communis
- - 25 1,69 - -
23 Dadap Erythrina variegata
- - 25 1,69 - -
Tabel 5.4 (Lanjutan)
Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Pohon
Semak Belukar dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan Seedling
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
24 Srikaya Silik Annona squamosa
- - 25 1,69 - -
25 Kamboja Plumeria alba - - 25 1,69 - - 26 Jagung Zea mays - - - - 3200 9,30 27 Lemon Balm Melissa
officinalis - - - - 4800 13,95
28 Legetan Spilanthes iabadicensis
- - - - 9600 27,91
29 Rumput Karpet Axonopus compressus
- - - - 1200 3,49
30 Tekelan Chromolaena odorata
- - - - 5200 15,12
31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria
- - - - 400 1,16
32 Kacang Hantu Centrosema pubescens
- - - - 1600 4,65
33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 400 1,16 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - - - 400 1,16 35 Saliara Lantana camara - - - - 400 1,16 36 Rumput Pangola Digitaria
eriantha - - - - 800 2,33
37 Tapak Liman Elephantopus scaber
- - - - 1200 3.49
38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 400 1,16 39 Labu Cucurbita
moschata - - - - 400 1,16
40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 1600 4,65 41 Kacang Tunggak Vigna
unguiculata - - - - 400 1,16
42 Cabai Capsicum annuum
- - - - 800 2,33
Jumlah 84 100 59 100 86 100
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada tanaman legetan yaitu 9600 tan/ha dengan kerapatan relatif 27,91%.
Peringkat kedua diduduki oleh tekelan dengan kerapatan jenis masing-masing 5200
tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 15,12%. Peringkat ketiga diduduki oleh
lemon balm dengan kerapatan jenis masing-masing 4800 tan/ha dan kerapatan relatif
13,95%. Hal ini menunjukkan jenis legetan paling banyak dijumpai pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari.
Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri penanaman
lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel
5.5. Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan pohon di areal ini dijumpai pada
tanaman lontar yaitu 50 tan/ha dengan kerapatan relatif 45,45%. Peringkat kedua
diduduki oleh mente dengan kerapatan jenis 40 tan/ha dan kerapatan relatif 36,36%.
Peringkat ketiga diduduki oleh kelapa dan salam dengan kerapatan jenis masing-
masing 10 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,09%. Hal ini membuktikan
jenis lontar paling banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri
tumpang sari.
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai
pada tanaman lamtoro yaitu 937,5 tan/ha dengan kerapatan relatif 46,88%. Peringkat
kedua diduduki oleh vegetasi gamal dan jati dengan kerapatan jenis masing-masing
187,5 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 9,38%. Peringkat ketiga diduduki
oleh tanaman mente, jati belanda, dan angsana dengan kerapatan jenis masing-masing
125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa
jenis lamtoro paling banyak dijumpai pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada
sistem agroforestri tumpang sari.
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada tanaman legetan yaitu 44000 tan/ha dengan kerapatan relatif 57,14%.
Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi rumput teki dengan kerapatan jenis 8000
tan/ha dan kerapatan relatif 10,39%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi rumput
karpet dengan kerapatan jenis 7000 tan/ha dan kerapatan relatif 9,09%. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman legetan paling banyak dijumpai pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling pada sistem agroforestri tumpang sari.
Tabel 5.5 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman
Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon Semak Belukar
dan Sapihan
Tumbuhan Bawah, dan
Seedling KJ
(tan/ha) KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
1 Mente Anacardium occidentale
40 36,36 125 6,25 - -
2 Kelapa Cocos nucifera 10 9,09 - - - - 3 Lontar Borassus flabellifer 50 45,45 - - - - 4 Salam Syzygium
polyanthum 10 9,09 62,5 3,13 - -
5 Lamtoro Leucaena leucocephala
- - 937,5 46,88 - -
6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 125 6,25 - - 7 Gamal Gliricidia sepium - - 187,5 9,38 - - 8 Mimba Azadirachta indica - - 62,5 3,13 - - 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 125 6,25 - - 10 Mangga Mangifera indica - - 62,5 3,13 - - 11 Jati Tectona grandis - - 187,5 9,38 - - 12 Kakao Theobroma cacao - - 62,5 3,13 - - 13 Rambutan Nephelium
lappaceum - - 62,5 3,13 - -
14 Rumput Karpet
Axonopus compressus
- - - - 7000 9,09
15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 8000 10,39 16 Legetan Spilanthes
iabadicensis - - - - 44000 57,14
17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1000 1,30 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 1000 1,30 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 5000 6,49 20 Nenas Ananas comosus - - - - 2000 2,60 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 1000 1,30 22 Rumput Gajah Penisetum
purpureum - - - - 6000 7,79
23 Jagung Zea mays - - - - 1000 1,30 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 1000 1,30 Jumlah 110 100 2000 100 77000 100
Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif
Kerapatan jenis dan kerapatan relatif pada sistem agroforestri pepohonan
untuk konservasi tanah di Das Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel
5.6. Kerapatan jenis yang tertinggi pada tingkatan pohon di areal ini dijumpai pada
tanaman asem yaitu 40 tan/ha dengan kerapatan relatif 50%. Peringkat kedua
diduduki oleh lontar dan angsana dengan kerapatan jenis masing-masing 20 tan/ha
dan kerapatan relatif masing-masing 25%. Hal ini membuktikan jenis asem paling
banyak dijumpai pada tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai
pada tanaman gamal yaitu 375 tan/ha dengan kerapatan relatif 25 %. Peringkat kedua
diduduki oleh vegetasi lamtoro, apel india, dan jati dengan kerapatan jenis masing-
masing 250 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 16,67%. Peringkat ketiga
diduduki oleh vegetasi jati belanda, jeruk keprok, dan sonokeling dengan kerapatan
jenis masing-masing 125 tan/ha dan kerapatan relatif masing-masing 8,33%. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman gamal paling banyak dijumpai pada tingkatan semak
belukar dan sapihan pada sistem agroforestri tumpang sari.
Kerapatan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada vegetasi rumput gajah yaitu 8000 tan/ha dengan kerapatan relatif
36,36%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi legetan dengan kerapatan jenis 6000
tan/ha dan kerapatan relatif 27,27%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi kacang
tanah dengan kerapatan jenis 4000 tan/ha dan kerapatan 18,18%.
Tabel 5.6 Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan
untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon
Semak Belukar dan Sapihan
Tumbuhan Bawah dan Seedling
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
KJ (tan/ha)
KR (%)
1 Asem Tamarindus indica 40 50 - - - - 2 Lontar Borassus flabellifer 20 25 - - - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 20 25 - - - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 250 16,67 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 125 8,33 - - 6 Gamal Gliricidia sepium - - 375 25,00 - - 7 Apel India Ziziphus sativa - - 250 16,67 - - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 125 8,33 - - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 125 8,33 - - 10 Jati Tectona grandis - - 250 16,67 - - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 4000 18,18 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 6000 27,27 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 2000 9,09 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 2000 9,09 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 8000 36,36 Jumlah 80 100 1500 100 22000 100
Keterangan : KJ : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif
5.3 Frekwensi Jenis
Frekwensi jenis menunjukkan tingkat keberadaan suatu jenis pada tempat
tertentu. Frekwensi jenis merupakan banyaknya jenis tersebut yang ditemukan pada
suatu area. Semakin tinggi nilai frekwensi suatu jenis, maka semakin sering jenis
tersebut di jumpai pada lokasi tersebut. Frekwensi relatif suatu jenis menunjukkan
tingkat penyebaran suatu jenis pada tempat tersebut. Frekwensi relatif merupakan
persentase frekwensi suatu jenis terhadap jumlah total frekwensi semua jenis. Jika
frekwensi relatif suatu jenis semakin tinggi, maka jenis tersebut memiliki penyebaran
jenis yang semakin luas, dan sebaliknya jika frekwensi relatif suatu jenis semakin
rendah, maka jenis tersebut memiliki penyebaran yang semakin sempit.
Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri tumpang sari
dapat dilihat pada Tabel 5.7. Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai
pada tanaman mangga dan asem yaitu masing-masing 0,16 dengan frekwensi relatif
masing-masing 19,05%. Peringkat kedua diduduki oleh jati, mimba, dan jati belanda
dengan frekwensi masing-masing 0,08 dan frekwensi relatif 9,52%. Peringkat ketiga
diduduki oleh sonokeling, leda, lontar, mente, lamtoro, angsana, dan kapuk dengan
frekwensi masing-masing 0,04 dan frekwensi relatif masing-masing 4,76 %. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman mangga dan asem memiliki penyebaran vegetasi yang
paling luas pada tingkatan pohon di areal ini.
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai
pada tanaman jati yaitu 0,44 dengan frekwensi relatif 22,45%. Peringkat kedua
diduduki oleh mimba, lamtoro, dan gamal dengan frekwensi jenis masing-masing
0,16 dan frekwensi relatif 8,16%. Peringkat ketiga diduduki oleh mangga dan mente
dengan frekwensi jenis masing-masing 0,12 dan frekwensi relatif masing-masing
6,12%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jati memiliki penyebaran vegetasi yang
paling luas pada tingkatan semak belukar dan sapihan di areal ini.
Tabel 5.7 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
1 Jati Tectona grandis 0,08 9,52 0,44 22,45 0,04 3,03 2 Mimba Azadirachta indica 0,08 9,52 0,16 8,16 0,04 3,03 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 0,04 4,76 0,08 4,08 - - 4 Mangga Mangifera indica 0,16 19,05 0,12 6,12 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea 0,08 9,52 0,08 4,08 - - 6 Asem Tamarindus indica 0,16 19,05 0,04 2,04 - - 7 Leda Eucalyptus deglupta 0,04 4,76 - - - - 8 Lontar Borassus flabellifer 0,04 4,76 - - - - 9 Mente Anacardium occidentale 0,04 4,76 0,12 6,12 - - 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 0,04 4,76 0,16 8,16 0,04 3,03 11 Angsana Pterocarpus indicus 0,04 4,76 0,04 2,04 - - 12 Kapuk Ceiba pentandra 0,04 4,76 - - - - 13 Kenanga Cananga odorata - - 0,04 2,04 - - 14 Pisang Musa paradisiaca - - 0,08 4,08 - - 15 Kelor Moringa oleifera - - 0,04 2,04 - - 16 Gamal Gliricidia sepium - - 0,16 8,16 - - 17 Kelapa Cocos nucifera - - 0,04 2,04 - - 18 Mahoni Swietenia macrophylla - - 0,04 2,04 - - 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 0,08 4,08 0,04 3,03 20 Bambu Bambusa glaucescens - - 0,04 2,04 - - 21 Sirsak Annona muricata - - 0,04 2,04 - - 22 Jarak Ricinus communis - - 0,04 2,04 - - 23 Dadap Erythrina variegata - - 0,04 2,04 - - 24 Srikaya Silik Annona squamosa - - 0,04 2,04 - - 25 Kamboja Plumeria alba - - 0,04 2,04 - - 26 Jagung Zea mays - - - - 0,16 12,12 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - - - 0,08 6,06 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 0,08 6,06 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 0,08 6,06 30 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 0,16 12,12 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 0,04 3,03 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - - - 0,04 3,03 33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 0,04 3,03 34 Harendong
Bulu Clidemia hirta
- - - - 0,04 3,03
Tabel 5.7 (Lanjutan)
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
35 Saliara Lantana camara - - - - 0,04 3,03 36 Rumput
Pangola Digitaria eriantha
- - - - 0,04 3,03 37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - - - 0,12 9,09 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 0,04 3,03 39 Labu Cucurbita moschata - - - - 0,04 3,03 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 0,04 3,03 41 Kacang
Tunggak Vigna unguiculata
- - - - 0,04 3,03 42 Cabai Capsicum annuum - - - - 0,08 6,06 Jumlah 0,84 100 1,96 100 1,32 100
Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada tanaman jagung dan tekelan yaitu 0,16 dengan frekwensi relatif
masing-masing 9,09%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tapak liman dengan
frekwensi jenis 0,12 dan frekwensi relatif 9,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman lemon balm, legetan, rumput karpet, dan cabai dengan frekwensi masing-
masing 0,08 dan frekwensi relatif masing-masing 6,06 %. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman jagung dan tekelan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas
pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di areal ini.
Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri penanaman
lorong (alley cropping) dapat dilihat pada Tabel 5.8. Frekwensi jenis tertinggi pada
tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mente yaitu 0,3 dengan frekwensi relatif
50%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman kelapa, lontar, dan salam dengan
frekwensi masing-masing 0,1 dan frekwensi relatif masing-masing 16,67%. Hal ini
menunjukkan bahwa mente memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada
tingkatan pohon.
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai
pada tanaman lamtoro yaitu 0,6 dengan frekwensi relatif 28,57 %. Peringkat kedua
diduduki oleh tanaman gamal dengan frekwensi jenis 0,3 dan frekwensi relatif
14,29%. Peringkat ketiga diduduki oleh mente, jati belanda, dan jati dengan
frekwensi jenis masing-masing 0,2 dan frekwensi relatif masing-masing 9,52 %. Hal
ini menunjukkan bahwa tanaman lamtoro memiliki penyebaran vegetasi yang paling
luas pada tingkatan sapihan di areal ini.
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada tanaman legetan yaitu 0,5 dengan frekwensi relatif 25%. Peringkat
kedua diduduki oleh rumput karpet dan rumput gajah dengan frekwensi jenis masing-
masing 0,3 dan frekwensi relatif masing-masing 15%. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman rumput teki dengan frekwensi 0,2 dan frekwensi relatif 10 %. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman legetan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas
pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di areal ini.
Tabel 5.8 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman
Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah Pohon
Semak belukar
dan sapihan
Tumbuhan bawah,
dan seedling
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
1 Mente Anacardium occidentale 0,3 50,00 0,2 9,52 - - 2 Kelapa Cocos nucifera 0,1 16,67 - - - - 3 Lontar Borassus flabellifer 0,1 16,67 - - - - 4 Salam Syzygium polyanthum 0,1 16,67 0,1 4,76 - - 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 0,6 28,57 - - 6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 0,2 9,52 - - 7 Gamal Gliricidia sepium - - 0,3 14,29 - - 8 Mimba Azadirachta indica - - 0,1 4,76 - - 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 0,1 4,76 - - 10 Mangga Mangifera indica - - 0,1 4,76 - - 11 Jati Tectona grandis - - 0,2 9,52 - - 12 Kakao Theobroma cacao - - 0,1 4,76 - - 13 Rambutan Nephelium lappaceum - - 0,1 4,76 - - 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 0,3 15 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 0,2 10 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 0,5 25 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 0,1 5 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 0,1 5 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 0,1 5 20 Nenas Ananas comosus - - - - 0,1 5 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 0,1 5 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 0,3 15 23 Jagung Zea mays - - - - 0,1 5 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 0,1 5 Jumlah 0,6 100 2,1 100 2 100 Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif
Frekwensi jenis dan frekwensi relatif pada sistem agroforestri pepohonan
untuk konservasi tanah dapat dilihat pada Tabel 5.9. Frekwensi jenis tertinggi Pada
tingkatan pohon dijumpai pada tanaman asem yaitu 0,4 dengan frekwensi relatif 50%.
Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi lontar dan angsana dengan frekwensi masing-
masing 0,2 dan frekwensi relatif masing-masing 25. Hal ini berarti bahwa vegetasi
jenis asem memiliki penyebaran vegetasi yang relatif luas pada tingkatan pohon.
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan dijumpai
pada tanaman lamtoro, jati belanda, gamal, apel india, jeruk keprok, sonokeling, dan
jati yaitu 0,2 dengan frekwensi relatif 14,29%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
lamtoro, jati belanda, gamal, apel india, jeruk keprok, sonokeling, dan jati memiliki
penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semak belukar dan sapihan di
areal ini.
Frekwensi jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada tanaman legetan yaitu 0,4 dengan frekwensi relatif 33,3%. Peringkat
kedua diduduki oleh vegetasi kacang tanah, tekelan, sereh dan rumput gajah dengan
frekwensi 0,2 dan frekwensi relatif 16,67%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
legetan memiliki penyebaran vegetasi yang paling luas pada tingkatan semai di areal
ini.
Tabel 5.9 Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan
untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan
sapihan
Tumbuhan bawah, dan
seedling FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
FJ
FR (%)
1 Asem Tamarindus indica 0,4 50 - - - - 2 Lontar Borassus flabellifer 0,2 25 - - - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 0,2 25 - - - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 0,2 14,29 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 0,2 14,29 - - 6 Gamal Gliricidia sepium - - 0,2 14,29 - - 7 Apel India Ziziphus sativa - - 0,2 14,29 - - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 0,2 14,29 - - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 0,2 14,29 - - 10 Jati Tectona grandis - - 0,2 14,29 - - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 0,2 16,67 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 0,4 33,33 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 0,2 16,67 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 0,2 16,67 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 0,2 16,67 Jumlah 0,8 100 1,4 100 1,2 100 Keterangan : FJ : Frekwensi Jenis FR : Frekwensi Relatif 5.4 Luas Penutupan
Luas penutupan merupakan suatu proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh
spesies tumbuhan dengan luas total habitat (Indriyanto, 2005). Luas penutupan dapat
dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar.
Data yang dipakai untuk menentukan luas penutupan dalam penelitian ini adalah luas
penutupan tajuk. Luas penutupan jenis diperoleh dari perbandingan luas penutupan
tajuk suatu jenis terhadap luas total areal. Total areal yang dimaksud adalah luas
semua petak ukur. Semakin tinggi luas penutupan suatu jenis, maka jenis tersebut
akan semakin banyak ditemui.
Luas penutupan relatif merupakan penguasaan suatu jenis terhadap jenis yang
lain yang terlihat dari luas penutupan vegetasi baik itu luas penutupan tajuk ataupun
luas penutupan batang persatuan luas oleh jenis-jenis yang bersangkutan. Penguasaan
suatu jenis meliputi kompetisi mendapatkan sinar matahari, mendapatkan unsur hara,
dan kompetisis mendapatkan air.
Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem
agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari
pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.10. Luas penutupan jenis tertinggi pada
tingkatan pohon dijumpai pada jenis vegetasi mangga yaitu 175,10 m²/ha dengan luas
penutupan relatif 21,36 %. Peringkat kedua diduduki oleh lamtoro dengan luas
penutupan jenis 121,68 m²/ha dan luas penutupan relatif 14,84%. Peringkat ketiga
diduduki oleh tanaman angsana dengan luas penutupan jenis 120,70 m²/ha dan luas
penutupan relatif masing-masing 14,72%. Hal ini menunjukkan tanaman mangga
yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan pohon pada sistem
agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan
dijumpai pada tanaman jati yaitu 1240,67 m²/ha dengan luas penutupan relatif
35,65%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi mimba dengan luas penutupan jenis
596,98m²/ha dan luas penutupan relatif 17,15%. Peringkat ketiga diduduki oleh
vegetasi mangga dengan luas penutupan jenis 293,81m²/ha dan luas penutupan relatif
masing-masing 8,44%. Hal ini menunjukkan vegetasi jenis jati yang mendominasi
luas penutupan tajuk pada tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem
agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada tanaman kacang hantu yaitu 1600 m²/ha dengan luas penutupan relatif
41,89 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman labu dengan luas penutupan jenis
500m²/ha dan luas penutupan relatif 13,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman
tekelan dengan luas penutupan jenis 461,68m²/ha dan luas penutupan relatif masing-
masing 12,09%. Hal ini menunjukkan tanaman kacang hantu yang mendominasi luas
penutupan tajuk pada tingkatan semai di pada sistem agroforestri tumpang sari di
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.10 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Tumpang
Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
1 Jati Tectona grandis
77,73 9,48 1240,67 35,65 4 0,11
2 Mimba Azadirachta indica
39,42 4,81 596,98 17,15 120 3,14
3 Sonokeling Dalbergia latifolia
2,83 0,35 19,96 0,57 - -
4 Mangga Mangifera indica
175,10 21,36 293,81 8,44 - -
5 Jati Belanda Gmelina arborea
41,83 5,10 196,01 5,63 - -
6 Asem Tamarindus indica
95,13 11,60 173,69 4,99 - -
7 Leda Eucalyptus deglupta
27,33 3,33 - - - -
8 Lontar Borassus flabellifer
31,80 3,88 - - - -
9 Mente Anacardium occidentale
48,99 5,98 189,55 5,45 - -
10 Lamtoro Leucaena leucocephala
121,68 14,84 143,39 4,12 160 4,19
11 Angsana Pterocarpus indicus
120,70 14,72 15,03 0,43 - -
12 Kapuk Ceiba pentandra
37,37 4,56 - - - -
13 Kenanga Cananga odorata
- - 37,10 1,07 - -
14 Pisang Musa paradisiaca
- - 143,03 4,11 - -
15 Kelor Moringa oleifera
- - 7,67 0,22 - -
16 Gamal Gliricidia sepium
- - 37,37 1,07 - -
17 Kelapa Cocos nucifera
- - 86,55 2,49 - -
18 Mahoni Swietenia macrophylla
- - 15,90 0,46 - -
19 Ketela Pohon Manihot esculenta
- - 14,83 0,43 32 0,84
20 Bambu Bambusa glaucescens
- - 53,43 1,54 - -
Tabel 5.10 (Lanjutan) Tingkatan vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
21 Sirsak Annona muricata
- - 9,62 0,28 - -
22 Jarak Ricinus communis
- - 1,77 0,05 - -
23 Dadap Erythrina variegata
- - 101,57 2,92 - -
24 Srikaya Silik Annona squamosa
- - 48,68 1,40 - -
25 Kamboja Plumeria alba - - 53,43 1,54 - - 26 Jagung Zea mays - - - - 512 13,4 27 Lemon Balm Melissa
officinalis - - - - 0,19 0,01
28 Legetan Spilanthes iabadicensis
- - - - 3,39 0,09
29 Rumput Karpet Axonopus compressus
- - - - 3,60 0,09
30 Tekelan Chromolaena odorata
- - - - 461,68 12,09
31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria
- - - - 8 0,21
32 Kacang Hantu Centrosema pubescens
- - - - 1600 41,89
33 34
Apel India Harendong Bulu
Ziziphus sativa Clidemia hirta
- -
- -
- -
- -
120 160
3,14 4,19
35 Saliara Lantana camara
- - - - 24 0,63
36 Rumput Pangola Digitaria eriantha
- - - - 1,6 0,04
37 Tapak Liman Elephantopus scaber
- - - - 1,96 0,05
38 Pletekan Ruellia tuberosa
- - - - 0,20 0,01
39 Labu Cucurbita moschata
- - - - 500 13,09
40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 1,60 0,04 41 Kacang Tunggak Vigna
unguiculata - - - - 40 1,04
42 Cabai Capsicum annuum
- - - - 65,6 1,72
jumlah 819,91 100 3480,04 100 3819,82 100
Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif
Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem
agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.11. Luas penutupan jenis
tertinggi pada tingkatan pohon dijumpai pada tanaman mente yaitu 653,05 m²/ha
dengan luas penutupan 119elative 63,97 %. Peringkat kedua diduduki oleh lontar
dengan luas penutupan jenis 289,58 m²/ha dan luas penutupan 119elative 28,37 %.
Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman salam dengan luas penutupan jenis 45,22
m²/ha dan luas penutupan 119elative masing-masing 4,43%. Hal ini menunjukkan
tanaman mente yang mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan pohon pada
sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan
dijumpai pada tanaman jati yaitu 872,52 m²/ha dengan luas penutupan 119elative
32,15%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lamtoro dengan luas penutupan jenis
537,63 m²/ha dan luas penutupan 119elative 19,81%. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman rambutan dengan luas penutupan jenis 412,62 m²/ha dan luas penutupan
119elative 15,21%. Hal ini menunjukkan vegetasi jenis jati yang mendominasi luas
penutupan tajuk pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri penanaman lorong
(alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.11 Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri
Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
1 Mente Anacardium occidentale
653,05 63,97 317,99 11,72 - -
2 Kelapa Cocos nucifera 32,99 3,23 - - - - 3 Lontar Borassus
flabellifer 289,58 28,37 - - - -
4 Salam Syzygium polyanthum
45,22 4,43 96,16 3,54 - -
5 Lamtoro Leucaena leucocephala
- - 537,63 19,81 - -
6 Jati Belanda Gmelina arborea
- - 96,47 3,56 - -
7 Gamal Gliricidia sepium
- - 50,11 1,85 - -
8 Mimba Azadirachta indica
- - 41,98 1,55 - -
9 Angsana Pterocarpus indicus
- - 29,72 1,10 - -
10 Mangga Mangifera indica
- - 4,42 0,16 - -
11 Jati Tectona grandis
- - 872,52 32,15 - -
12 Kakao Theobroma cacao
- - 253,93 9,36 - -
13 Rambutan Nephelium lappaceum
- - 412,62 15,21 - -
14 Rumput Karpet
Axonopus compressus
- - - - 40,36 3,10
15 Rumput Teki
Cyperus rotundus
- - - - 23,26 1,79
16 Legetan Spilanthes iabadicensis
- - - - 36,32 2,79
17 Kunyit Putih
Curcuma zedoaria
- - - - 16,50 1,27
18 Cabai Capsicum annuum
- - - - 82,92 6,38
19 Bayam Amaranthus spinosus
- - - - 5,98 0,46
Tabel 5.11 (Lanjutan)
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
20 Nenas Ananas comosus
- - - - 119,71 9,21
21 Ketela Pohon
Manihot esculenta
- - - - 70,65 5,43
22 Rumput Gajah
Penisetum purpureum
- - - - 728,09 55,99
23 Jagung Zea mays - - - - 158,96 12,22 24 Meniran Phyllanthus
urinaria - - - - 17,66 1,36
1020,84 100 2713,55 100 1300,41 100
Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif
Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada jenis vegetasi rumput gajah yaitu 728,09 m²/ha dengan luas penutupan
relatif 55,99 %. Peringkat kedua diduduki oleh jagung dengan luas penutupan jenis
158,96 m²/ha dan luas penutupan relatif 12,22%. Peringkat ketiga diduduki oleh nenas
dengan luas penutupan jenis 119,71 m²/ha dan luas penutupan relatif 9,21%. Hal ini
menunjukkan tanaman rumput gajah yang mendominasi luas penutupan tajuk pada
tingkatan tumbuhan bawah dan seedling di pada sistem agroforestri penanaman
lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Hasil perhitungan luas penutupan jenis dan luas penutupan relatif pada sistem
agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
dapat dilihat pada tabel 5.12. Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan pohon
dijumpai pada tanaman asem yaitu 448,43 m²/ha dengan luas penutupan relatif
65,35%. Peringkat kedua diduduki oleh angsana dengan luas penutupan jenis 209,16
m²/ha dengan luas penutupan relatif 30,48 %. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman lontar dengan luas penutupan jenis 28,61m²/ha dan luas penutupan relatif
4,17%. Hal ini menunjukkan tanaman asem tersebut yang mendominasi luas
penutupan tajuk untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan
dijumpai pada jenis tanaman apel india yaitu 1861,68 m²/ha dengan luas penutupan
relatif 83,13 %. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lamtoro dengan luas
penutupan jenis 137,19 m²/ha dengan luas penutupan relatif 6,13 %. Peringkat ketiga
diduduki oleh tanaman gamal dengan luas penutupan jenis 101,31m²/ha dan luas
penutupan relatif 4,52%. Hal ini menunjukkan tanaman apel india yang mendominasi
luas penutupan tajuk pada tingkatan sapihan pada sistem agroforestri pepohonan
untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Luas penutupan jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling
dijumpai pada jenis tanaman tekelan dan sereh yaitu 613,28 m²/ha dengan luas
penutupan relatif 31,44%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman legetan dengan
luas penutupan jenis 456,09 m²/ha dengan luas penutupan relatif 23,38 %. Peringkat
ketiga diduduki oleh rumput gajah dengan luas penutupan jenis 231,58m²/ha dan luas
penutupan relatif 11,87%. Hal ini menunjukkan tanaman tekelan dan sereh yang
mendominasi luas penutupan tajuk pada tingkatan semai di pada sistem agroforestri
pepohonan untuk konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
Tabel 5.12
Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Tingkatan Vegetasi
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
Pohon
Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
LJ (m²/ha)
LR (%)
1 Asem Tamarindus indica 448,43 65,35 - - - - 2 Lontar Borassus flabellifer 28,61 4,17 - - - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 209,16 30,48 - - - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 137,19 6,13 - - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 12,02 0,54 - - 6 Gamal Gliricidia sepium - - 101,31 4,52 - - 7 Apel India Ziziphus sativa - - 1861,68 83,13 - - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 29,68 1,33 - - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 48,08 2,15 - - 10 Jati Tectona grandis - - 49,55 2,21 - - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 36,31 1,86 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 456,09 23,38 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 613,28 31,44 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 613,28 31,44 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 231,58 11,87 jumlah 686,2 100 2239,51 100 1950,54 100
Keterangan LJ : Luas Penutupan Jenis LR : Luas Penutupan Relatif
5 .5 Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang
menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks
Nilai Penting (INP) memberikan perkiraan menyeluruh mengenai pengaruh atau
kepentingan suatu jenis tanaman dalam suatu komunitas. Setiap jenis tumbuhan
dalam komunitas mempunyai peranan yang spesifik yang dapat diketahui melalui
perhitungan INP (Wahyuni, 2007). Indeks Nilai Penting dalam penelitian ini
diperoleh dari penjumlahan dari kerapatan relatif, frekwensi relatif, dan luas
penutupan relatif dari tingkatan-tingkatan hidup pohon pada masing-masing lokasi.
Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri tumpang sari di
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari pengamatan, dapat dilihat pada
Tabel 5.13. Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga, INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada tanaman mangga yaitu
59,46%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi asem dengan INP sebesar 49,7%.
Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi jati dengan INP sebesar 28,52%. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman mangga memiliki peranan yang paling besar pada
tingkatan pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga.
INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada tanaman
jati yaitu 80,13%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mimba dengan INP
sebesar 32,09%. Peringkat ketiga diduduki oleh mangga dengan INP sebesar 21,34%.
Hal ini menunjukkan bahwa jati memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan
sapihan terhadap ekosistem pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro
Desa Tukad Sumaga.
75
Tabel 5.13 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro
Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
INP (%)
Pohon
Semak belukar
dan sapihan
Tumbuhan bawah dan
seedling
1 Jati Tectona grandis 28,52 80,13 4,3 2 Mimba Azadirachta indica 23,85 32,09 7,33 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 9,87 9,73 -
4 Mangga Mangifera indica 59,46 21,34 - 5 Jati Belanda Gmelina arborea 19,38 16,49 - 6 Asem Tamarindus indica 49,7 8,72 - 7 Leda Eucalyptus deglupta 12,85 - - 8 Lontar Borassus flabellifer 18,16 - - 9 Mente Anacardium occidentale 15,5 16,65 - 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 24,36 20,75 8,38 11 Angsana Pterocarpus indicus 24,24 4,16 - 12 Kapuk Ceiba pentandra 14,08 - - 13 Kenanga Cananga odorata - 4,8 - 14 Pisang Musa paradisiaca - 13,27 - 15 Kelor Moringa oleifera - 3,95 - 16 Gamal Gliricidia sepium - 17,7 - 17 Kelapa Cocos nucifera - 6,22 - 18 Mahoni Swietenia macrophylla - 4,19 - 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - 9,59 5,03 20 Bambu Bambusa glaucescens - 5,27 - 21 Sirsak Annona muricata - 4,01 - 22 Jarak Ricinus communis - 3,78 - 23 Dadap Erythrina variegata - 6,65 - 24 Srikaya Silik Annona squamosa - 5,13 - 25 Kamboja Plumeria alba - 5,27 - 26 Jagung Zea mays - - 34,82 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - 20,02 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 34,06 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - 9,64 30 Tekelan Chromolaena odorata - - 39,33 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 4,4 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - 49,57 33 Apel India Ziziphus sativa - - 7,33 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - 8,38 35 Saliara Lantana camara - - 4,82 36 Rumput Pangola Digitaria eriantha - - 5,4 37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - 9,14 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - 4,2
76
Tabel 5.13 (Lanjutan)
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
INP (%)
Pohon
Semak belukar
dan sapihan
Tumbuhan bawah dan
seedling
39 Labu Cucurbita moschata - - 17,28 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - 7,72 41 Kacang Jongkok Vigna unguiculata - - 5,23 42 Cabai Capsicum annuum - - 10,11 jumlah 300 300 300
Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada
tanaman kacang hantu yaitu 49,57%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi
tekelan dengan INP sebesar 39,33%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi
jagung dengan INP sebesar 34,82%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi jenis
kacang hantu memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semai terhadap
ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga. INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat
mempengaruhi kestabilan ekosistem pada areal tersebut.
Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri
penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat
dilihat pada Tabel 5.14. INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada mente
yaitu 150,33%. Peringkat kedua diduduki oleh lontar dengan INP sebesar 90,49%.
Peringkat ketiga diduduki oleh salam dengan INP sebesar 30,19%. Hal ini
menunjukkan bahwa mente memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan
pohon terhadap ekosistem pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley
cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
77
Tabel 5.14 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley
Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
INP (%)
Pohon
Semak belukar
dan sapihan
Tumbuhan bawah dan
seedling
1 Mente Anacardium occidentale
150,33 27,49 -
2 Kelapa Cocos nucifera 28,99 - - 3 Lontar Borassus flabellifer 90,49 - - 4 Salam Syzygium polyanthum 30,19 11,43 - 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - 95,26 - 6 Jati Belanda Gmelina arborea - 19,33 - 7 Gamal Gliricidia sepium - 25,52 - 8 Mimba Azadirachta indica - 9,44 - 9 Angsana Pterocarpus indicus - 12,11 - 10 Mangga Mangifera indica - 8,05 - 11 Jati Tectona grandis - 51,05 - 12 Kakao Theobroma cacao - 17,25 - 13 Rambutan Nephelium lappaceum - 23,1 - 14 Rumput
Karpet Axonopus compressus
- - 27,19
15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - 22,18 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 84,93 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - 7,57 18 Cabai Capsicum annuum - - 12,68 19 Bayam Amaranthus spinosus - - 11,95 20 Nenas Ananas comosus - - 16,81 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 11,73 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 78,78 23 Jagung Zea mays - - 18,52 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - 7,66 jumlah 300 300 300 Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting
78
INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada
tanaman lamtoro yaitu 95,26 %. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi jati
dengan INP sebesar 51,05%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi mente
dengan INP sebesar 27,49%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi lamtoro
memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semak belukar dan sapihan
terhadap ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga.
INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada
tanaman legetan yaitu 84,93%. Peringkat kedua diduduki oleh vegetasi rumput
gajah dengan INP sebesar 78,78%. Peringkat ketiga diduduki oleh vegetasi
rumput karpet dengan INP sebesar 27,19%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi
jenis legetan memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan semai terhadap
ekosistem pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga.
Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting pada sistem agroforestri pepohonan
untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang diperoleh dari
pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 5.15. INP terbesar pada tingkatan pohon
terdapat pada tanaman asem yaitu 165,35%. Peringkat kedua diduduki oleh
tanaman angsana dengan INP sebesar 80,48%. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman lontar dengan INP sebesar 54,17%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
asem memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan pohon terhadap
ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga.
79
INP terbesar pada tingkatan semak belukar dan sapihan terdapat pada
tanaman apel india yaitu 114,09%. Peringkat kedua diduduki oleh gamal dengan
INP sebesar 43,81%. Peringkat ketiga diduduki oleh lamtoro dengan INP sebesar
37,09%. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi apel india memiliki peranan yang
paling besar pada tingkatan sapihan terhadap ekosistem pada sistem agroforestri
pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.
INP terbesar pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling terdapat pada
tanaman legetan yaitu 83,98%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman rumput
gajah dengan INP sebesar 64,9 %. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman tekelan
dan sereh dengan INP masing-masing sebesar 57,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
legetan memiliki peranan yang paling besar pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling terhadap ekosistem pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi
di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka
jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem pada areal tersebut.
80
Tabel 5.15 Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten
Buleleng
No
Nama Lokal Nama Ilmiah
INP (%)
Pohon
Semak belukar dan
sapihan
Tumbuhan bawah dan
seedling 1 Asem Tamarindus indica 165,35 - - 2 Lontar Borassus flabellifer 54,17 - - 3 Angsana Pterocarpus indicus 80,48 - - 4 Lamtoro Leucaena leucocephala - 37,09 - 5 Jati Belanda Gmelina arborea - 23,16 - 6 Gamal Gliricidia sepium - 43,81 - 7 Apel India Ziziphus sativa - 114,09 - 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - 23,95 - 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - 24,77 - 10 Jati Tectona grandis - 33,17 - 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - 36,71 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - 83,98 13 Tekelan Chromolaena odorata - - 57,2 14 Sereh Cymbopogon citratus - - 57,2 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - 64,9 Jumlah 300 300 300
Keterangan : INP : Indeks Nilai Penting
81
5.6 Keragaman Jenis (H)
Berdasarkan hasil analisis vegetasi dan perhitungan keragaman jenis (H)
pada masing-masing tingkatan vegetasi, maka didapat hasil keragaman jenis.
Perhitungan keragaman jenis vegetasi pada penelitian ini menggunakan rumus
Shanon dan Wiener. Keragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari
kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Semakin tinggi
kestabilan suatu vegetasi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini
disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai
kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-
komponennya (Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008).
Keragaman jenis vegetasi pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel 5.16. Keragaman jenis (H)
pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya
yaitu 1,007 (H 1-3). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan
tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong
keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keragaman jenis pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,043 (H
1-3).
Keragaman jenis vegetasi pada sistem agroforestri penanaman lorong
(alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel
5.17. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah dari
tingkatan vegetasi lainnya dan tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,505
(H<1). Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong
82
paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong keragaman
jenis rendah yaitu 0,808 (H<1). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah
dan seedling tergolong rendah yaitu 0,663 (H<1).
Keragaman jenis vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel
5.18. Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon tergolong paling rendah
dibandingkan tingkatan vegetasi yang lain yaitu 0,452 (H <1). Keragaman jenis
pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dibandingkan
dengan tingkatan vegetasi lain, namun masih tergolong keragaman jenis rendah
yaitu 0,809 (H <1). Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling tergolong keragaman jenis rendah yaitu 0,638 (H <1).
83
Tabel 5.16 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Keragaman
jenis (H) Semak belukar dan sapihan
Keragaman jenis (H)
Tumbuhan Bawah dan Seedling
Keragaman jenis (H)
1 Jati Tectona grandis 2 0,097 13 0,145 1 0,022 16 2 Mimba Azadirachta indica 2 0,097 4 0,079 1 0,022 7 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 1 0,063 3 0,066 - - 4 4 Mangga Mangifera indica 4 0,137 4 0,079 - - 8 5 Jati Belanda Gmelina arborea 1 0,063 4 0,079 - - 5 6 Asem Tamarindus indica 4 0,137 1 0,030 - - 5 7 Leda Eucalyptus deglupta 1 0,063 - - - - 1 8 Lontar Borassus flabellifer 2 0,097 - - - - 2 9 Mente Anacardium occidentale 1 0,063 3 0,066 - - 4 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 1 0,063 5 0,091 1 0,022 7 11 Angsana Pterocarpus indicus 1 0,063 1 0,030 - - 2 12 Kapuk Ceiba pentandra 1 0,063 - - - - 1 13 Kenanga Cananga odorata - - 1 0,030 - - 1 14 Pisang Musa paradisiaca - - 3 0,066 - - 3 15 Kelor Moringa oleifera - - 1 0,030 - - 1 16 Gamal Gliricidia sepium - - 5 0,091 - - 5 17 Kelapa Cocos nucifera - - 1 0,030 - - 1 18 Mahoni Swietenia macrophylla - - 1 0,030 - - 1 19 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 3 0,066 1 0,022 3 20 Bambu Bambusa glaucescens - - 1 0,030 - - 1 21 Sirsak Annona muricata - - 1 0,030 - - 1 22 Jarak Ricinus communis - - 1 0,030 - - 1 23 Dadap Erythrina variegata - - 1 0,030 - - 1
84
Tabel 5.16 (Lanjutan)
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Keragaman
jenis (H) Semak belukar dan sapihan
Keragaman jenis (H)
Tumbuhan Bawah dan Seedling
Keragaman jenis (H)
24 Srikaya Silik Annona squamosa - - 1 0,030 - - 1 25 Kamboja Plumeria alba - - 1 0,030 - - 1 26 Jagung Zea mays - - - - 8 0,096 8 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - - - 12 0,119 12 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 24 0,155 24 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 3 0,051 3 30 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 13 0,124 13 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,022 1 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - - - 4 0,062 4 33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 1 0,022 1 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - - - 1 0,022 1 35 Saliara Lantana camara - - - - 1 0,022 1 36 Rumput Pangola Digitaria eriantha - - - - 2 0,038 2 37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - - - 3 0,051 3 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 1 0,022 1 39 Labu Cucurbita moschata - - - - 1 0,022 1 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 4 0,062 4 41 Kacang Tunggak Vigna unguiculata - - - - 1 0,022 1 42 Cabai Capsicum annuum - - - - 2 0,038 2 jumlah 21 1,007 59 1,187 86 1,043 165
85
Tabel 5.17 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di
DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Keragaman
jenis (H) Semak belukar dan sapihan
Keragaman jenis (H)
Tumbuhan Bawah dan Seedling
Keragaman jenis (H)
1 Mente Anacardium occidentale 4 0,160 2 0,075 - - 6 2 Kelapa Cocos nucifera 1 0,095 - - - - 1 3 Lontar Borassus flabellifer 5 0,156 - - - - 5 4 Salam Syzygium polyanthum 1 0,095 1 0,047 - - 2 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 15 0,154 - - 15 6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 2 0,075 - - 2 7 Gamal Gliricidia sepium - - 3 0,096 - - 3 8 Mimba Azadirachta indica - - 1 0,047 - - 1 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 2 0,075 - - 2 10 Mangga Mangifera indica - - 1 0,047 - - 1 11 Jati Tectona grandis - - 3 0,096 - - 3 12 Kakao Theobroma cacao - - 1 0,047 - - 1 13 Rambutan Nephelium lappaceum - - 1 0,047 - - 1 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 7 0,095 7 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 8 0,102 8 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 44 0,139 44 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,024 1 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 1 0,024 1 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 5 0,077 5 20 Nenas Ananas comosus - - - - 2 0,041 2 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 1 0,024 1 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 6 0,086 6 23 Jagung Zea mays - - - - 1 0,024 1 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 1 0,024 1 jumlah 11 0,505 32 0,808 77 0,663 120
86
Tabel 5.18 Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi
di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Keragaman
jenis (H) Semak Belukar dan Sapihan
Keragaman jenis (H)
Tumbuhan Bawah dan Seedling
Keragaman jenis (H)
1 Asem Tamarindus indica 2 0,151 - - - - 2 2 Lontar Borassus flabellifer 1 0,151 - - - - 1 3 Angsana Pterocarpus indicus 1 0,151 - - - - 1 4 Lontar Borassus flabellifer - - 2 0,130 - - 2 5 Jati Belanda Gmelina arborea - - 1 0,090 - - 1 6 Gamal Gliricidia sepium - - 3 0,151 - - 3 7 Apel India Ziziphus sativa - - 2 0,130 - - 2 8 Jeruk Keprok Citrus reticulata - - 1 0,090 - - 1 9 Sonokeling Dalbergia latifolia - - 1 0,090 - - 1 10 Jati Tectona grandis - - 2 0,130 - - 2 11 Kacang Tanah Arachis hypogaea - - - - 2 0,135 2 12 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 3 0,154 3 13 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 1 0,095 1 14 Sereh Cymbopogon citratus - - - - 1 0,095 1 15 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 4 0,160 4 jumlah 4 0,452 12 0,809 11 0,638 27
87
5.7 Indeks Kemerataan (e)
Indeks kemerataan vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman
lorong (alley cropping), dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro
Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.18. Indeks kemerataan untuk
tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya
yaitu 0,762. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu
0,670. Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong
yang terendah pada berbagai tingkatan vegetasi pada sistem agroforestri tumpang
sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu 0,539.
Indeks kemerataan untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri
penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu
0,485. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong
yang tertinggi pada berbagai tingkatan vegetasi yaitu 0,534. Indeks kemerataan
pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah
dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,351.
Indeks kemerataan untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri pepohonan
untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tergolong yang
tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,751. Indeks
kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,750. Indeks
kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang
terendah dibandingkan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,613.
88
Tabel 5.19 Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan
Gerokgak Kabupaten Buleleng
No. Sistem Agroforestri
Indeks Kemerataan (e)
Pohon Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan
seedling 1 Tumpang Sari 0,762
0,670
0,539
2 Penanaman Lorong
(Alley Cropping ) 0,485
0,537
0,351
3 Pepohonan untuk
Konservasi Tanah 0,751
0,750
0,613
5.8 Indeks Dominansi (D)
Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.22. Indeks dominansi pada
tingkatan pohon yaitu 0,8844. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar
dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi
lainnya yaitu 0,9095. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi
lainnya yaitu 0,8618.
Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley
cropping ) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada tabel 5.23.
Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,6446. Indeks dominansi pada
tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan
dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,7461. Indeks dominansi pada tingkatan
89
tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan
dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,6426.
Indeks dominansi vegetasi pada sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga dapat dilihat pada Tabel
5.24. Indeks dominansi pada tingkatan pohon tergolong yang terendah
dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,625. Indeks dominansi
pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan
dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,833. Indeks dominansi pada
tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu 0,744.
90
Tabel 5.20 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Pi Semak
belukar dan sapihan
Pi Tumbuhan Bawah dan Seedling
Pi
1 Jati Tectona grandis 2 0,0091 13 0,0485 1 0,0001 16 2 Mimba Azadirachta indica 2 0,0091 4 0,0046 1 0,0001 7 3 Sonokeling Dalbergia latifolia 1 0,0023 3 0,0026 - - 4 4 Mangga Mangifera indica 4 0,0363 4 0,0046 - - 8 5 Jati Belanda Gmelina arborea 1 0,0023 4 0,0046 - - 5 6 Asem Tamarindus indica 4 0,0363 1 0,0003 - - 5 7 Leda Eucalyptus deglupta 1 0,0023 - - - - 1 8 Lontar Borassus flabellifer 2 0,0091 - - - - 2 9 Mente Anacardium occidentale 1 0,0023 3 0,0026 - - 4 10 Lamtoro Leucaena leucocephala 1 0,0023 5 0,0072 1 0,0001 7 11 Angsana Pterocarpus indicus 1 0,0023 1 0,0003 - - 2 12 Kapuk Ceiba pentandra 1 0,0023 - - - - 1 13 Kenanga Cananga odorata - - 1 0,0003 - - 1 14 Pisang Musa paradisiaca - - 3 0,0026 - - 3 15 Kelor Moringa oleifera - - 1 0,0003 - - 1 16 Gamal Gliricidia sepium - - 5 0,0072 - - 5 17 Kelapa Cocos nucifera - - 1 0,0003 - - 1 18 Mahoni Swietenia macrophylla - - 1 0,0003 - - 1
91
Tabel 5.20 (Lanjutan)
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi Jumlah Pohon Pi Semak
belukar dan sapihan
Pi Tumbuhan Bawah dan Seedling
Pi
19 Ketela Pohon Manihot esculenta - - 3 0,0026 1 0,0001 3 20 Bambu Bambusa glaucescens - - 1 0,0003 - - 1 21 Sirsak Annona muricata - - 1 0,0003 - - 1 22 Jarak Ricinus communis - - 1 0,0003 - - 1 23 Dadap Erythrina variegata - - 1 0,0003 - - 1 24 Srikaya Silik Annona squamosa - - 1 0,0003 - - 1 25 Kamboja Plumeria alba - - 1 0,0003 - - 1 26 Jagung Zea mays - - - - 8 0,0087 8 27 Lemon Balm Melissa officinalis - - - - 12 0,0195 12 28 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 24 0,0779 24 29 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 3 0,0012 3 30 Tekelan Chromolaena odorata - - - - 13 0,0229 13 31 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,0001 1 32 Kacang Hantu Centrosema pubescens - - - - 4 0,0022 4 33 Apel India Ziziphus sativa - - - - 1 0,0001 1 34 Harendong Bulu Clidemia hirta - - - - 1 0,0001 1 35 Saliara Lantana camara - - - - 1 0,0001 1 36 Rumput Pango
la Digitaria eriantha - - - - 2 0,0005 2
37 Tapak Liman Elephantopus scaber - - - - 3 0,0012 3 38 Pletekan Ruellia tuberosa - - - - 1 0,0001 1 39 Labu Cucurbita moschata - - - - 1 0,0001 1 40 Kacang Gude Cajanus cajan - - - - 4 0,0022 4 41 Kacang Tunggak Vigna unguiculata - - - - 1 0,0001 1 42 Cabai Capsicum annuum - - - - 2 0,0005 2 Indeks Simpson 0,1156 59 0,0905 86 0,1382 165 Indeks Dominasi (D) 0,8844 0,9095 0,8618
92
Tabel 5.21 Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan
Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Pi
Semak belukar dan sapihan
Pi
Tumbuhan Bawah dan Seedling Pi
1 Mente Anacardium occidentale 4 0,1322 2 0,0039 - - 6 2 Kelapa Cocos nucifera 1 0,0083 - - - - 1 3 Lontar Borassus flabellifer 5 0,2066 - - - - 5 4 Salam Syzygium polyanthum 1 0,0083 1 0,0010 - - 2 5 Lamtoro Leucaena leucocephala - - 15 0,2197 - - 15 6 Jati Belanda Gmelina arborea - - 2 0,0039 - - 2 7 Gamal Gliricidia sepium - - 3 0,0088 - - 3 8 Mimba Azadirachta indica - - 1 0,0010 - - 1 9 Angsana Pterocarpus indicus - - 2 0,0039 - - 2 10 Mangga Mangifera indica - - 1 0,0010 - - 1 11 Jati Tectona grandis - - 3 0,0088 - - 3 12 Kakao Theobroma cacao - - 1 0,0010 - - 1 13 Rambutan Nephelium lappaceum - - 1 0,0010 - - 1 14 Rumput Karpet Axonopus compressus - - - - 7 0,0083 7 15 Rumput Teki Cyperus rotundus - - - - 8 0,0108 8 16 Legetan Spilanthes iabadicensis - - - - 44 0,3265 44 17 Kunyit Putih Curcuma zedoaria - - - - 1 0,0002 1 18 Cabai Capsicum annuum - - - - 1 0,0002 1 19 Bayam Amaranthus spinosus - - - - 5 0,0042 5 20 Nenas Ananas comosus - - - - 2 0,0007 2 21 Ketela Pohon Manihot esculenta - - - - 1 0,0002 1 22 Rumput Gajah Penisetum purpureum - - - - 6 0,0061 6 23 Jagung Zea mays - - - - 1 0,0002 1 24 Meniran Phyllanthus urinaria - - - - 1 0,0002 1 Indeks Simpson 11 0,3554 32 0,2539 77 0,3574 120 Indeks Dominansi (D) 0,6446 0,7461 0,6426
88
Tabel 5.22 Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No Nama Lokal
Nama Ilmiah
Jumlah Pada Tingkatan Vegetasi
Jumlah Pohon Pi
Semak Belukar dan Sapihan
Pi
Tumbuhan Bawah dan Seedling
Pi
1 Asem Tamarindus indica
2 0,250 - - - - 2
2 Lontar Borassus flabellifer
1 0,063 - - - - 1
3 Angsana Pterocarpus indicus
1 0,063 - - - - 1
4 Lontar Borassus flabellifer
- - 2 0,028 - - 2
5 Jati Belanda
Gmelina arborea
- - 1 0,007 - - 1
6 Gamal Gliricidia sepium
- - 3 0,063 - - 3
7 Apel India Ziziphus sativa
- - 2 0,028 - - 2
8 Jeruk Keprok
Citrus reticulata
- - 1 0,007 - - 1
9 Sonokeling Dalbergia latifolia
- - 1 0,007 - - 1
10 Jati Tectona grandis
- - 2 0,028 - - 2
11 Kacang Tanah
Arachis hypogaea
- - - - 2 0,033 2
12 Legetan Spilanthes iabadicensis
- - - - 3 0,074 3
13 Tekelan Chromolaena odorata
- - - - 1 0,008 1
14 Sereh Cymbopogon citratus
- - - - 1 0,008 1
15 Rumput Gajah
Penisetum purpureum
- - - - 4 0,132 4
Indeks Simpson 4 0,375 12 0,167 11 0,256 27 Indeks Dominansi (D) 0,625 0,833 0,744
89
5.9 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
Tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
dapat dilihat dari perbandingan Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan
Indeks Dominansi (D) pada masing-masing sistem agroforestri. Keragaman Jenis
(H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) vegetasi penyusun
agroforestri berdasarkan tingkatan vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dapat dilihat pada Tabel 5.22.
Nilai Keragaman Jenis (H), indeks kemerataan (e), dan Indeks Dominansi
(D) pada tingkatan vegetasi di masing-masing sistem agroforestri sangat
bervariasi. Pada tingkatan pohon, nilai keragaman jenis tertinggi dijumpai pada
sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,007. Nilai indeks kemerataan tertinggi
pada tingkatan pohon diduduki oleh sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,762.
Indeks dominansi tertinggi pada tingkatan pohon diduduki oleh sistem
agroforestri tumpang sari yaitu 0,8844.
Nilai keragaman jenis tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan
dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,187. Nilai indeks
kemerataan tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan diduduki oleh
sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah yaitu 0,750. Indeks
dominansi tertinggi pada tingkatan semak belukar dan sapihan diduduki oleh
sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,9095.
90
Tabel 5.23 Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan
Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
No. Sistem Agroforestri
Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D)
Skoring Pohon Semak belukar dan sapihan
Tumbuhan bawah dan seedling
A B C A B C A B C 1 Tumpang Sari 1,007 0,762 0,8844 1,187 0,670 0,9095 1,043 0,539 0,8618 ******* 2 Penanaman Lorong (Alley
Cropping ) 0,505 0,485
0,6446 0,808 0,537
0,7461 0,663 0,351
0,6426
3 Pepohonan untuk Konservasi Tanah
0,452 0,751
0,625 0,809 0,750
0,833 0,638 0,613
0,744 **
Keterangan: A: Keragaman Jenis B: Indeks Kemerataan C: Indeks Dominansi
Nilai keragaman jenis tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling dijumpai pada sistem agroforestri tumpang sari yaitu 1,043. Nilai indeks
kemerataan tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling diduduki oleh
sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah yaitu 0,613. Indeks
dominansi tertinggi pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling diduduki oleh
sistem agroforestri tumpang sari yaitu 0,8618.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Komposisi Jenis
Analisis vegetasi pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari, Penanaman
Lorong (Alley Cropping), dan Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro
DAS Tukad Sumaga menunjukkan bahwa jenis vegetasi pada masing-masing
sistem agroforestri sangat bervariasi. Komposisi jenis pada suatu areal agroforestri
sangat penting diketahui karena menyangkut kerapatan, frekuensi, dan luas
penutupan tajuk pada masing-masing vegetasi.
INP terbesar untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri tumpang sari
di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada tanaman mangga yaitu 59,46%.
Buah mangga selain memiliki nilai ekonomi juga pada bagian daun dapat
digunakan oleh penduduk setempat sebagai sumber pakan ternak sapi pada waktu
musim kemarau. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman asem dengan INP
sebesar 49,7%. Tanaman asem mempunyai perakaran yang dalam yang mampu
mengikat air tanah sehingga mampu mempertahankan kelembaban tanah.
Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman jati dengan INP sebesar 28,52%.
Tanaman jati memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk kayu pertukangan.
Tanaman jati sangat cocok ditumpang sari dengan jagung, kunyit putih, kacang
jongkok, dan tanaman pertanian lainnya.
INP terbesar untuk tingkatan semak belukar dan sapihan pada sistem
agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga adalah jati yaitu
80,13%. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman mimba dengan INP sebesar
32,09%. Tanaman mimba sangat penting karena merupakan tanaman multi fungsi.
Daun tanaman mimba dapat digunakan sebagai obat sedangkan biji mimba dapat
digunakan sebagai insektisida alami (Sukrasno et al., 2003). Peringkat ketiga
diduduki oleh tanaman mangga dengan INP sebesar 21,34%.
INP terbesar untuk tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem
agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada
tanaman kacang hantu yaitu 49,57%. Tanaman kacang hantu biasanya tumbuh
subur pada waktu musim penghujan dan merupakan sumber pakan ternak.
Peringkat kedua diduduki oleh tanaman tekelan dengan INP sebesar 39,33%.
Tekelan dapat digunakan sebagai pakan ternak. Peringkat ketiga diduduki oleh
tanaman jagung dengan INP sebesar 34,82%. Jagung merupakan tanaman
pertanian yang multifungsi. Biji jagung digunakan sebagai sumber bahan
makanan sedangkan daun dan batangnya dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak.
INP terbesar untuk tingkatan pohon pada sistem agroforestri penanaman
lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga terdapat pada
tanaman mente yaitu 150,33%. Biji mente bernilai ekonomi tinggi karena dapat
dijadikan bahan makanan. Buah mente yang sudah masak dapat dijadikan sebagai
bahan pakan ternak babi. Peringkat kedua diduduki oleh tanaman lontar dengan
INP sebesar 90,49%. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman salam dengan INP
sebesar 30,19%. Daun salam digunakan sebagai bumbu masakan dan bernilai
ekonomi.
INP terbesar untuk tingkatan tumbuhan bawah dan seedling pada sistem
agroforestri penanaman lorong (alley cropping) terdapat pada tanaman legetan
yaitu 84,93%. Legetan merupakan sumber pakan ternak sapi dan biasanya tumbuh
pada musim hujan. Legetan termasuk tumbuhan bawah yang berfungsi
mengurangi evaporasi pada tanah dan menjaga kelembaban tanah. Peringkat
kedua diduduki oleh tanaman rumput gajah dengan INP sebesar 78,78%. Rumput
gajah merupakan sumber pakan ternak sapi. Rumput gajah berfungsi
mempertahankan tanah dari erosi. Peringkat ketiga diduduki oleh tanaman rumput
karpet dengan INP sebesar 27,19%. Rumput karpet merupakan sumber pakan
ternak sapi dan dapat menjaga kelembaban tanah.
6.2 Keanekaragaman Jenis
Keragaman jenis dibandingkan pada tingkatan vegetasi pada masing-masing
sistem agroforestri, nilai yang lebih tinggi menunjukkan stabilitas yang lebih
tinggi (Bratawinata, 2000). Keragaman jenis (H) pada tingkatan pohon pada
sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tergolong
paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 1,007 (H 1-3). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkatan pohon memiliki stabilitas yang paling rendah
dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan pada tingkatan pohon
tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya pada
sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yaitu sebesar
0,762. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi individu-individu pada tingkatan
pohon paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks
dominansi pada tingkatan pohon yaitu 0,8844. Keragaman jenis pada tingkatan
semak belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya,
namun masih tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkatan semak belukar dan sapihan memiliki stabilitas
paling tinggi dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan pada
tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,670. Indeks dominansi pada
tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan
dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,9095. Hal ini menunjukkan bahwa
dominasi jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan lebih terkonsentrasi
pada satu atau beberapa jenis tertentu saja bila dibandingkan dengan jenis yang
lainnya. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan seddling tergolong
keragaman jenis sedang yaitu 1,043 (H 1-3). Indeks kemerataan pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah pada berbagai tingkatan
vegetasi lainnya yaitu 0,539. Hal ini menunjukkan bahwa distridusi individu-
individu pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata
dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada
tingkatan tumbuhan bawah dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan
dengan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,8618.
Keragaman jenis (H) pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley
cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga pada tingkatan pohon tergolong
paling rendah dari tingkatan vegetasi lainnya dan tergolong keragaman jenis
rendah yaitu 0,505 (H<1). Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan pohon memiliki
stabilitas paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lain. Indeks kemerataan
pada tingkatan pohon yaitu 0,485. Indeks dominansi pada tingkatan pohon yaitu
0,6446. Keragaman jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong
paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya, namun masih tergolong rendah yaitu
0,808 (H<1). Ini menunjukkan bahwa tingkatan semak belukar dan sapihan
memiliki stabilitas yang paling tinggi dibandingkan tingkatan vegetasi lain pada
sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar dan sapihan
tergolong paling tinggi dari tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,537. Hal ini
menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan semak belukar dan
sapihan paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks
dominansi pada tingkatan semak belukar dan sapihan tergolong yang tertinggi
dibandingkan dengan tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,7461. Hal ini
menunjukkan bahwa dominasi jenis pada tingkatan semak belukar dan sapihan
lebih terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis tertentu saja bila dibandingkan
dengan jenis yang lainnya. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling tergolong rendah yaitu 0,663 (H<1). Indeks kemerataan pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling tergolong paling rendah dari tingkatan vegetasi
lainnya yaitu 0,351. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada
tingkatan tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata dibandingkan dengan
tingkatan vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah
dan seedling tergolong yang terendah dibandingkan dengan dengan tingkatan
vegetasi lainnya yaitu 0,6426.
Keragaman jenis (H) pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi
tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga pada tingkatan pohon tergolong paling
rendah dibandingkan tingkatan vegetasi yang lain yaitu 0,452 (H <1). Tingkat
stabilitas pada tingkatan pohon tergolong paling rendah sehingga sangat rentan
terhadap gangguan. Indeks kemerataan pada tingkatan pohon tergolong paling
tinggi yaitu 0,751 sehingga distridusi individu-individu pada tingkatan pohon
paling merata dibandingkan dengan tingkatan vegetasi yang lain. Indeks
dominansi pada tingkatan pohon tergolong yang terendah dibandingkan dengan
tingkatan vegetasi lainnya yaitu 0,625. Keragaman jenis pada tingkatan semak
belukar dan sapihan tergolong paling tinggi dibandingkan dengan tingkatan
vegetasi lain pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga, namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H <1).
Tingkat stabilitas, kompleksitas, dan interaksi pada tingkatan semak belukar dan
sapihan tergolong paling tinggi sehingga mempunyai kemampuan yang tinggi
dalam menghadapi gangguan. Indeks kemerataan pada tingkatan semak belukar
dan sapihan yaitu 0,750. Indeks dominansi pada tingkatan semak belukar dan
sapihan tergolong yang tertinggi dibandingkan dengan dengan tingkatan vegetasi
lainnya yaitu 0,833. Keragaman jenis pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling yaitu 0,638 (H <1). Indeks kemerataan pada tingkatan tumbuhan bawah
dan seddling tergolong paling rendah dibandingkan tingkatan vegetasi lainnya
yaitu 0,613. Hal ini menunjukkan distridusi individu-individu pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling paling tidak merata dibandingkan dengan tingkatan
vegetasi yang lain. Indeks dominansi pada tingkatan tumbuhan bawah dan
seedling yaitu 0,744.
6.3 Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga
Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan pohon
merupakan tingkat pengelolaan terbaik dari ketiga sistem agroforestri di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga ditinjau dari segi nilai Keragaman Jenis (H), Indeks
Kemerataan (e) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing memiliki nilai
1,007; 0,762 dan 0,8844.
Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan
semak belukar dan sapihan merupakan terbaik ditinjau dari segi nilai
keanekaragaman jenis (H) dan Indeks Dominansi (D) yang masing-masing 1,187
dan 0,9095. Ditinjau dari indeks kemerataan, tingkat pengelolaan sistem
agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah merupakan yang terbaik dengan
nilai 0,750 dibandingkan dari ketiga sistem.
Tingkat pengelolaan sistem agroforestri tumpang sari pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling merupakan yang terbaik dari ketiga sistem di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga ditinjau dari segi nilai keragaman jenis (H) dan Indeks
Dominansi (D) yang masing-masing memiliki nilai 1,043 dan 0,8618. Ditinjau
dari indeks kemerataan, tingkat pengelolaan sistem agroforestri pepohonan untuk
konservasi tanah merupakan yang terbaik dengan nilai 0,613 dibandingkan dari
ketiga sistem.
Berdasarkan perhitungan keanekaragaman jenis pada masing-masing
sistem agroforestri didapatkan hasil yang menunjukkan perbedaan nilai-nilai
indikator keanekaragaman jenis. Hasil dari perhitungan keanekaragaman jenis
yang tertinggi akan diskoring menggunakan tanda bintang. Sistem agroforestri
yang memiliki tanda bintang yang paling banyak merupakan sistem agroforestri
yang memiliki tingkat pengelolaan yang terbaik. Berdasarkan skoring, tingkat
pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang terbaik
diduduki oleh Sistem Agroforestri Tumpang Sari. Peringkat kedua diduduki oleh
Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir
diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Komposisi jenis penyusun berbagai sistem agroforestri di DAS Mikro Desa
Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai berikut:
a. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari terdiri dari 42
jenis tanaman dengan INP terbesar pada tingkatan pohon terdapat pada
tanaman mangga yaitu 59,46%. Pada tingkatan semak belukar dan sapihan,
nilai INP terbesar adalah tanaman jati yaitu 80,13%. Pada tingkatan
tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis
kacang hantu yaitu 49,57%.
b. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley
Cropping) terdiri dari 24 jenis vegetasi dengan INP terbesar pada tingkatan
pohon terdapat pada tanaman mente yaitu 150,33%. Pada tingkatan semak
belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah tanaman lamtoro yaitu
95,26%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai INP terbesar
adalah vegetasi jenis legetan yaitu 84,93%.
c. Vegetasi jenis penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi
Tanah terdiri dari 15 jenis vegetasi dengan INP terbesar pada tingkatan
pohon terdapat pada vegetasi jenis asem yaitu 165,35%. Pada tingkatan
semak belukar dan sapihan, nilai INP terbesar adalah vegetasi jenis apel
india yaitu 114,09%. Pada tingkatan tumbuhan bawah dan seedling, nilai
INP terbesar adalah vegetasi jenis legetan yaitu 83,98%.
2. Keanekaragaman jenis vegetasi peyusun berbagai sistem agroforestri di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
sebagai berikut:
a. Keragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan
sapihan, namun tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3).
Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri penanaman
lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan,
namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1). Keanekaragaman jenis
(H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah
diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong
rendah yaitu 0,809 (H<1).
b. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,762.
Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong
(alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan sebesar
0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan
untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751.
c. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS
Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan
sapihan yaitu 0,9095. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri
penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar
dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks dominansi tertinggi pada sistem
agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad
Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,833.
3. Tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang
terbaik diduduki oleh Sistem Agroforestri Tumpang Sari. Peringkat kedua
diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah.
Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley
Cropping).
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro
Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang
terbaik berdasarkan analisis vegetasi.
2. Perlu adanya penanaman kembali tanaman hutan dan pertanian pada masing-
masing sistem agroforestri sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman
jenis.
3. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan
dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat dan mencegah penebangan liar.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian. World
Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor Arief, A. 2001. “Hutan dan Kehutanan” . Kanisius. Yogyakarta. Asdak, C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air
sebagai Indikator Sentral”,Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air” , 21 Desember 1999. Jakarta.
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai, Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Awang, S.A., Sepsiaji, D., dan Himmah, B. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan
Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta. Bratawinata, A.A. 2000. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan.
Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur (BKS-PTN-INTIM). Makassar.
Fandeli, C. 1984. Agroforestri. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah mada. Yogyakarta. Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979. Elements of Ecology. Departement of Botany.
Rajasthan University Jaipur. India. Gumanta, P.G. 2002. “Identifikasi Karakteristik Lahan Kering Sebagai Acuan
Perencanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Anyar Bali”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.
Lahjie, M. 2004. Teknik Agroforestri. Universitas Mulawarman. Samarinda. Menteri Dalam Negeri. 1998. Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1998.
Jakarta. Ningsih, S.S. 2008. “Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya
Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang”. (tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan
Pelestariannya. PT Bumi Aksara. Bandung. Pratiwi D. A, Maryanti S, Srikini, Suharno, dan Bambang S. 2007. Biologi untuk
SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta. Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009.
Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor.
Sudarma, I M. and D. N. Suprapta. 2011. Diversity of Soil Microorganisms in
Banana Habitats With and Without Fusarium Wilt Symptom. J. ISSAAS. 17(1): 147-159.
Sukrasno dan Tim Lentera. 2003. Mimba Tanaman Obat Multifungsi. Agromedia
Pustaka. Jakarta. Sulistiawati, N.P. 2003. ”Prediksi Erosi, Perencanaan Konservasi Tanah dan Air
di Daerah Hulu DAS Buleleng, Kabupaten Buleleng”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.
Suripin. 2002, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI.
Yogyakarta. Suripto, B.A. 1997. Prinsip-prinsip dan Pengelolaan Sumber Daya dan
Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Direktorat Jendral Pendidikan Departemen Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Sutrisno. 1998. Silvika. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada.Yogyakarta. Wahyuni, S. 2007. ”Studi Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Penyusun
Pekarangan Pada Berbagai kelerengan Lahan di Desa Ngoro-Oro Kecamatan Patuk kabupaten Gunung Kidul”(Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widarto, B. 2004. ”Prediksi Tingkat Bahaya Erosi dan Upaya Konservasi Tanah
di Daerah Aliran Sungai Tukad Ngis Kabupaten Karangasem ”. (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.
Widianto, Hairiah K, Suharjito D, Sardjono MA. 2003. Fungsi dan Peran
Agroforestri. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor