vol 14, no. 4, mei 2014 issn 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 desain hukum, vol. 14, no. 4, mei...

36
Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 http://www.komisihukum.go.id SUARA PARLEMEN FOKUS BOARD GOVERNING Pramono Anung Wibowo Wakil Ketua DPR RI “HARUS BERANI TAMPIL MENJADI PELAKU PASAR” Dr. Frans H. Winarta, SH, MH. Anggota KHN MENGKRITISI UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN YANG BARU

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943

http://www.komisihukum.go.id

SUARA PARLEMEN FOKUS BOARDGOVERNING

Pramono Anung WibowoWakil Ketua DPR RI

“HARUS BERANI TAMPIL MENJADI PELAKU PASAR”

Dr. Frans H. Winarta, SH, MH.Anggota KHN

MENGKRITISI UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN YANG BARU

Page 2: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

DARI REDAKSI

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Mereka yang memiliki cara pandang beda dengan para penggagas UU Perdagangan dan Anggota dewan yang mensyahkannya

adalah dari beberapa kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka adalah Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI). Monitoring dan Riset Manager IGJ Rachmi Hartanti menyindir bahwa pengesahan UU Perdagangan oleh DPR dan pemerintah pada dasarnya tidak mengubah wajah kolonialisme dari undang-undang perdagangan terdahulu. Sebagian materi UU Perdagangan dituding sebagai adopsi ketentuan perjanjian perdagangan internasional, yakni World Trade Organization (WTO).

Karena itu mereka beranggapan ketentuan WTO merupakan suatu bentuk aturan neo-kolonialisme yang mendorong liberalisasi perdagangan sehingga mengakibatkan hilangnya kedaulatan Negara dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya akibat komitmen yang diikatkannya. Karena itu IGJ menilai, UU Perdagangan berpotensi melanggar Konstitusi.

Pertama, alasan inkonstitusional itu antara lain, UU Perdagangan telah menimbulkan perlakuan yang tidak adil bagi pelaku usaha kecil seperti petani, nelayan dan UMKM. Beberapa pasal dalam UU Perdagangan yang dianggap melanggar Pasal 28 H ayat (2) Konstitusi adalah pasal 2 huruf c, pasal 14 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 57 ayat (1) dan (2), serta pasal 113. Untuk pasal 57 ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang standardiasasi, Rachmi menilai akan merugikan pelaku usaha kecil yang akan kesulitan memenui SNI.

Kedua, UU Perdagangan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan sehingga menghilangkan

Undang-undang Perdagangan

baru saja diterbitkan

pemerintah, bahkan aturan

pelaksananya belum

dikeluarkan oleh pemerintah

dan kementerian terkait.

Regulasi yang baru saja

disahkan parlemen sekaligus

menggantikan peraturan

perdagangan warisan penjajah

belanda yang usianya sudah

mencapai 80 tahun itu, kini

mulai menuai protes dari

beberapa kalangan yang

memandang bahwa UU No.7

Tahun 2014 tidak berpihak

pada kepentingan nasional.

PRO KONTRA UU PERDAGANGAN

Page 3: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Redaksi Newsletter KHN mengundang kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyampaikan ide, pendapat atau gagasan dalam bentuk tulisan (makalah, artikel, esai, features) berkaitan dengan reformasi hukum di Newsletter KHN. Tulisan juga akan dimuat

di Website KHN: http://www.komisihukum.go.id.

Alamatkan tulisan Anda ke Kantor Komisi Hukum Nasional,

Jl. Diponegoro 64, Lt. 3 & 4. Tlp. ( 62-21) 3912778, 3901218, 3912756, 3912759, 3901265.

Fax. 3912765, 3912756 atau ke email KHN:

[email protected]

DESAINHUKUM

Newsletter Komisi Hukum Nasional

Penanggungjawab; Prof. Dr. J.E. Sahetapy, SH, MA,

Prof. Mardjono Reksodiputro, SH, MA, Dr. Frans Hendra Winarta, SH, MH,

Mohammad Fajrul Falaakh, SH, MA, MSc

Konsultan; Suhadibroto SH,

Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD

Redaktur Pelaksana;Mohammad Saihu

Agus Surono, Suyanto Londrang

Sekretaris Redaksi; Farakh

Sidang Redaksi; Mujahid A Latief, T. Rifqy Thantawi,

Hardian Aprianto, Jodi Santoso, Ikhwan Fakhrozi,

Jamil Burhan, Ariyanti Hoed,Ghina N, Sulaiman

Data dan Dokumentasi; Sadariyah Ariningrum

Information Technology; Mahmud Fauzi, Dody M. Barus,

Triono Salimudin

Keuangan; Dedi Setiawan, Imam Mustofa,

Linda Siti Nurjannah Yos Fauzi Nur Muhammad

Masri PurwantoArum Ratna Mustika

Distribusi; Yulianti Choirunnisa,

Helena Fitriani, Achmad Fauzi,

Fajar Syam, Purwo Ratriono

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Dari REDAKSI

tanggung jawab Negara, dalam hal ini pemerintah, untuk melindungi hak-hak dasar kelompok nasyarakat rentan yang dirugikan dari praktik perdagangan bebas. Praktik perdagangan bebas yang merugikan masyarakat, khususnya petani, nelayan dan UMKM, semakin dilanggengkan dengan keberadaan UU Perdagangan. Materi UU Perdagangan yang dinilai melanggar Pasal 28 D ayat (1) dan Psal 28 I ayat (1) Konstitusi adalah pasal 13 ayat (2) huruf a, pasal 14 ayat (3), psal 25 ayat (3), pasal 26 ayat (3), pasal 35 ayat (2), pasal 50 ayat (2), pasal 54 ayat (1), pasal 54 ayat (3), pasal 57 ayat (2) dan (4), pasal 66, pasal 83, pasal 84 ayat (1) dan ayat (7), pasal 85 ayat (2) dan pasal 113.

Ketiga, UU Perdagangan dinilai telah menghilangkan hak-hak petani, nelayan, dan UMKM untuk mendapatkan perlindungan dan melakukan pembelaan untuk mempertahankan kepentingannya. Dalam hal ini, pengambilan kebijakan perdagangan yang akan berdampak terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, Negara tidak melibatkan petani, nelayan, dan UMKM sebagai unsur utama. Adapun pasal-pasal dalam UU Perdagangan yang dianggap melanggar konstitusi adalah pasal 60 ayat (3), pasal 70 ayat (1), dan pasal 97 ayat (3).

Keempat, UU Perdagangan telah menghilangkan kedaulatan rakyat untuk dapat mempertahanan kehidupannya. Pembukaan pasar telah mendorong lonjakan impor yang akhirnya menyingkirkan keberadaan produk lokal yang kalah bersaing dengan produk impor.Hal ini kemudian berdampak terhadap pelaku usaha kecil lokal yang semakin tersingkir perannya dan pada akhirnya menghilangkan sumber penghidupannya.

Kelima, UU Perdagangan menghilangkan jaminan dan hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak. Hal tersebut tergambar di dalam pasal 26 ayat (1) dan pasal 57 ayat (4) dan ayat (7). Keenam, UU Perdagangan telah melanggar kedaulatan ekonomi nasional seperti terdapat di pasal 13 ayat (1) UU Perdagangan.

Pendapat berbeda datang dari pihak yang pro dengan UU Perdagangan, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Perdagangan akan menjadi peristiwa bersejarah karena setelah puluhan tahun ahirnya Indonesia memiliki undang-undang yang komplet mengatur perdagangan. Undang-undang yang memuat 19 bab dan 122 pasal ini, kata Bayu, penuh dengan semangat untuk membela kepentingan nasional dan memberdayakan perdagangan dalam negeri.

Selain itu undang-undang ini juga memberi ruang perlindungan untuk usaha kecil-menengah dan koperasi (UKMK). “Betul-betul mencerminkan sebuah undang-undang yang menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas utama. Inilah yang menjadi dasar kami untuk bergerak dalam bidang perdagangan, dalam menyusun regulasi pelaksanaan.

Melihat alasan-alasan yang dirincikan oleh pihak-pihak kontra UU perdagangan itu sepertinya sudah ada ancang-ancang untuk menguji materiilkan UU No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dengan menyebutkan beberapa pasal UUD 45 sebagai batu uji konstitusi atas UU Perdagangan. Dengan begitu nasib UU baru ini masih dihadapkan pada proses uji konstitusionalitas dipersidangan Mahkamah Konstitusi.[]

Page 4: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

DAFTAR ISI

Dr. Frans H. Winarta, SH, MH :

“Undang-undang ini harus menjamin para pembeli (konsumen) agar dapat membeli produk yang berkualitas dan baik untuk kesehatan.” ____ 12

Gita Wiryawan :

“UU Perdagangan dapat menopang ketahanan pangan, energi, serta menjaga keseimbangan kepentingan produsen dari hulu dan hilir. ”__ 10

Dr. Dikdik Tandika, SE, M.Sc :

“Dengan UU Perdagangan ini barangkali pemerintah ingin menghilangkan orang yang meneguk keuntungan dengan menggunakan tangan orang lain.” ____ 18

DARI REDAKSI PRO KONTRA UU PERDAGANGAN _______ 2

LAPORAN UTAMA PAYUNG HUKUM KAUM PEDAGANG _____ 5

PERSPEKTIF “MENPANG KETAHANAN DARI HULU KE HILIR” _______ 10

Gita Wiryawan, Mantan Menteri Perdagangan RI

“UU BARU AKAN MENCABUT KETENTUAN YANG MENGATUR MENGENAI PERDAGANGAN”__ 10 Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan RI

“PEMERINTAH BELUM TERLALU SIAP MENERAPKAN SNI” _____ 11

Bambang Sujagad, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang

Industri, Riset dan Teknologi

FOKUS GOVERNINGBOARD “MENGKRITISI UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN YANG BARU”_12

Dr. Frans H. Winarta, SH., MH, Anggota KHN

RESENSI Hukum Dagang Indonesia ___ 15

SUARA PARLEMEN

“HARUS BERANI TAMPIL MENJADI PELAKU PASAR” ___ 16

Pramono Anung Wibowo, Wakil Ketua DPR RI

“WILAYAH PERBATASAN

LAUT SEPERTI RIAU AKAN DIUNTUNGKAN MELALUI UU

PERDAGANGAN BARU" ____ 16

Lukman Edy, Anggota Komisi VI DPR RI FPKB

“KEPENTINGAN NASIONAL AKAN TERLIHAT DARI PROMOSI,

SOSIALISASI ATAU PEMASARAN” ____ 17

Airlangga Hartarto, Ketua Komisi VI DPR

WAWANCARA KHUSUS “EKONOMI USAHA KECIL DAN MENENGAH, NAMPAK ADA KESEJAJARAN” _______ 18

Dr. Dikdik Tandika, SE, M.Sc. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam

Bandung

WACANA HUKUM “RUU Perdagangan, Pasar

dan UMKM” ____ 22

Prof. Firmanzah, PhD, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan

Pembangunan

WACANA HUKUM “Undang-undang Perdagangan: Antara Proteksi dan

Liberalisaisasi” _______ 24

Muh. Risnain, Dosen Hukum Internasional FH Universitas

Mataram, NTB

OPINI STAF “PERDAGANGAN PERBATASAN MEMUPUK NASIONALISME”___ 26

Suyanto Londrang, Staf KHN

LIPUTAN KHN MASUKAN UNTUK RPJMN 2015-2019 _____ 28

PUTUSAN PENGADILAN HARUS KONSISTEN DAN DAPAT DIPREDIKSI _____ 29

KABARKUMDA PKL “digusur” _______30

SUARA PEKERJA SENI ______ 32

SUARA MAHASISWA ______ 34

CATATAN LEPAS PERDAGANGAN : KEPENTINGAN SIAPA ?! ______ 35

J.E. Sahetapy, Ketua Komisi Hukum Nasional

Page 5: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Payung Hukum Kaum Pedagang

Isu perdagangan merupakan salah satu hal paling dinamis dalam perkembangan peradaban manusia. Dewasa ini perdagangan tidak bisa diartikan sempit sebatas

kegiatan jual-beli antara pedagang dan pembeli. Perdagangan sekarang ini berkaitan erat dengan sistem administrasi pemerintahan menyangkut tata kelola

perindustrian dan mekanisme perijinan serta prosedur penjualan barang dan jasa di dalam negeri maupun luar negeri sampai dengan perlunya payung hukum untuk memberikan perlindungan sekaligus pedoman bagi semua pihak didalam

interaksi ekonomi.

LAPORAN KHUSUS

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Page 6: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Isu hukum dibidang ekonomi ini menjadi perhatian serius Komisi Hukum Nasional (KHN) dalam rangka

mengembang tugas dan tanggung jawabnya selaku lembaga pengarah pembaruan hukum di Indonesia. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan KHN terkait “Problematika Menciptakan Iklim Usaha Kondusif ” menyiratkan bahwa law enforcement harus ditegakkan sebagai dasar bagi terciptanya atmosfir perdagangan yang berbasis pada konstitusi dan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Basis dari kepastian hukum tersebut adalah menyangkut tiga hal yakni, aturan hukum yang pantas, aparatur pelaksana peraturan itu dan kesadaran hukum seluruh masyarakat.

Secara teoritis inti perdagangan adalah mengenai tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan jasa baik ditingkat nasional maupun lintas batas antar negara dalam bentuk ekspor / impor dengan tujuan mendapatkan imbalan atau kompensasi. Di dalam rumusan UU perdagangan interaksi antara warga masyarakat indonesia dengan warga negara lain di wilayah perbatasan dibahasakan menjadi perdagangan perbatasan. Lingkup perdagangan perbatasan ini terbatas hanya bagi masyarakat di lingkungan tapal batas antar negara indonesia dengan negara lain. Pendeknya semua interaksi kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat diatur melalui UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Upaya meningkatkan kualitas produk dalam negeri dan memperkuat lembaga ekonomi kecil menengah dan koperasi juga menjadi perhatian serius dalam UU perdagangan yang baru ini. Pengembangan UMKM dan Koperasi ini dilakukan melalui penerapan standar nasional. Tujuan standarisasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk nasional agar tidak tersingkir dari pertarungan pasar. Secara normatif standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar itu sendiri.

Secara asas dalam UU Perdagangan ini, kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas, kepentingan nasional, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, kesederhanaan, kebersamaan dan berwawasan lingkungan. Dari sisi tujuan keberadaan UU Perdagangan ditujukan untuk, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Serta untuk melindungi segala sumberdaya ekonomi yang dimiliki indonesia. Termasuk didalamnya pemerintah berperan secara aktif dalam mengembangkan budaya yang terwaris dari leluhur bangsa indonesia.

Secara sistematis lingkup pengaturan mengenai perdagangan yang diatur didalam UU perdagangan ini meliputi, Perdagangan dalam negeri, perdagangan

luar negeri, perdagangan perbatasan, standarisasi, perdagangan melalui sistem elektronik, perlindungan dan pengamanan perdagangan, pemberdayaan koperasi dan Usaha mikro kecil menengah, pengembangan ekspor, kerjasama perdagangan internasional, sistem informasi perdagangan, tugas dan wewenang pemerintah dibidang perdagangan, komite perdagangan nasional, pengawasan dan penyidikan.

Pengaturan perdagangan dalam negeri sebagaimana dijelaskan didalam pasal 5 UU No. 7 Tahun 2014 diarahkan untuk, meningkatkan efisiensi dan efektifitas distribusi, peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha, pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri, peningkatan akses pasar bagi produk dalam negeri, dan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Upaya tersebut dilakukan dengan pengharmonisasian peraturan, standart, prosedur kegiatan perdagangan antara pemerintah pusat dan daerah, prosedur perijinan, memfasilitasi sarana dan prasarana perdagangan dalam negeri, termasuk perdagangan antar pulau.

UU Perdagangan juga mewajibkan kepada setiap pelaku usaha untuk menggunakan dan melengkapi label berbahasa indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Hal mana nantinya secara lebih detail akan diatur melalui peraturan menteri. Terkait dengan distribusi bisa dilakukan melalui single level atau multi level. Barang dengan hak distribusi ekslusif yang diperdagangkan dengan sistem penjualan langsung hanya dapat dipasarkan oleh penjual resmi yang terdaftar sebagai anggota perusahaan penjualan langsung. Terkait dengan hak distribusi ekslusif ini perlu mendapat perhatian khusus karena ada kemungkinan terdapat unsur monopoli didalamnya. Selain itu pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan skema piramida dalam mendistribusikan barang.

Kerjasama pemerintah daerah, dan pelaku usaha secara sendiri ataupun bersama-sama dalam mengembangkan sarana perdagangan memungkinkan dalam hal, pengembangan pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan, gudang, perkulakan, pasar lelang komoditas, pasar berjangka komoditi, atau sarana perdagangan lainya. Kesemua itu diharuskan mengacu pada ketentuan undang-undang terkait. Pengaturan ini disatu sisi memperlihatkan semangat kegotong-royongan antar stake holders, namun disisi lain dapat menghilangkan kewenangan pemerintah daerah untuk mengembangkan pasar rakyat melalui intervensi pemerintah pusat. Di era otonomi daerah sekarang ini mekanisme semacam ini sepertinya agak sulit dijalankan mengingat sepanjang perjalanan penerapan otonomi daerah, kesan yang muncul pemerintahan daerah sepertinya memiliki ego besar untuk melepaskan diri dari campur tangan pemerintah pusat.

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Laporan Khusus

Page 7: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Mengenai kriteria penyedian jasa sendiri mengalami perubahan lebih baik dari sebelumnya, dimana penyedia jasa diwajibkan memiliki sumberdaya manusia atau tenaga teknis yang kompeten dengan disertai ancaman sanksi bagi yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut. Dalam hal tenaga teknis ini, pemerintah dimungkinkan memberi pengakuan terhadap kompetensi tenaga teknis dari negara lain berdasarkan perjanjian bilateral atau regional. Menyangkut hal ini sebaiknya pemerintah tetap fokus pada pemberdayaan sumberdaya manusia dalam negeri sebagai bagian dari pengembangan anak bangsa. Kalaupun harus mengakomodasi SDM asing maka harus ada pembatasan mengenai bidang-bidang apa saja yang boleh diemban oleh tenaga teknis asing.

Tak luput dari pengaturan dalam peraturan ini adalah mengenai perdagangan antar pulau menurut UU Perdagangan diarahkan sebagai upaya menjaga keseimbangan antar daerah yang surplus dan daerah minus, memperkecil kesenjangan harga antar daerah, mengamankan distribusi perdagangan, mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap daerah, menyediakan sarana dan prasarana perdagangan antar pulau di indonesia, mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan didalam negeri dan keluar negeri serta menghilangkan hambatan perdagangan antar pulau. Tata kelola perdagangan antar pulau ini selain menganut tujuan diatas juga mengigatkan kembali kebesaran nusantara dalam sejarahnya dibidang perniagaan antar pulau dimasa lampau.

Tak kalah peniting UU perdagangan juga mengatur soal kebutuhan pokok masyarakat diseluruh indonesia, khususnya mengenai ketersediaan kebutuhan pokok dan kualitas mutu yang baik. Dalam pasal 25 ayat (2) sinergi antara pemerintah pusat dan daerah diwajibkan mendorong peningkatan dan melindungi produksi barang kebutuhan pokok dan barang penting untuk pemenuhan kebutuhan nasional yang mengenai kriteria barang pokok dan penting tersebut akan diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden. Ini merupakan angin segar bagi para petani sebagai produsen kebutuhan pokok yang selama ini cenderung dipandang sebelah mata lantaran pemerintah cenderung menghamba pada penyedia kebutuhan pokok dari luar negeri sehingga produk impor membanjiri pasar nasional dan menggilas petani nasional. Seandainya pada pelaksanaanya nanti pemerintah bisa konsisten dengan kehendak UU maka dapat kita bayangkan bahwa dimasa mendatang, pertanian akan berkembang lahan pertanian bertambah dan mental kemandirian dalam berusaha akan tertanam kuat didiri setiap warga negara. Cara ini sekaligus merupakan strategi ampuh mengurangi pengangguran dan kemiskinan yang selama ini menjadi beban nasional.

Kalausula larangan bagi pelaku usaha menimbun kebutuhan pokok dan barang penting bagi masyarakat disaat terjadi krisis lebih memberikan jaminan keadilan bagi pemerataan kebutuhan pokok masyarakat. Campur tangan pemerintah dalam hal semacam ini menunjukan adanya kosistensi penyelenggara negara dalam menjalankan konstitusi. Sekaligus membatasi ruang gerak para penjahat yang gemar memanfaatkan keadaan untuk mengambil keuntungan pribadi dengan mengabaikan hak masyarakat lainya.

Poin Penting dalam UU Perdagangan

Di dalam UU Perdagangan baru, terdapat hal-hal penting berkaitan dengan keberlangsung aktifitas perdagangan di indonesia yaitu :1. Perdagangan sebagai tatanan perdagangan sebagai

transaksi perdagangan, jasa melampaui batas wilayah;

2. Pengaturan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara adil dan sehat serta ke mana berusaha;

3. Pembahasan pasar rakyat, pemerintah kerjasama dengan pemerintah daerah untuk revitalisasi pasar rakyat;

4. Pasar rakyat dan swalayan dilakukan melalui perizinan tata ruang dengan jarak lokasi;

5. Gudang didaftarkan sesuai penggolong dan luas kapasitas penyimpanannya;

6. Pengembangan pemberdayaan penguatan dalam negeri melalui promosi;

7. Pemerintah daerah mengendalikan ketersediaan bahan pokok dalam jumlah memadai.

8. Menganggu perdagangan nasional, pemerintah harus jamin kebutuhan pokok bersumber dari belanja negara. Sesuai dengan peraturan perundangan. Pemerintah turut andil dalam rangka penyediaan distribusi dengan mengacu kebijakan perintah;

9. Mengatur larangan dan batasan perdagangan barang baik dalam dan luar negeri;

10. Ekspor dan impor harus memiliki izin;11. Perdagangan perbatasan, setiap warga Indonesia

yang berbatasan langsung bertempat tinggal; dapat memenuhi kebutuhan sehari hari di perbatasan darat dan laut;

12. Barang dalam negeri memenuhi SNI, persyaratan teknis wajib mengunakan label berbahasa Indonesia;

13. Perlindungan pelaku usaha dalam negeri;14. Melakukan pemberdayaan koperasi, UKM dapat

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Laporan Khusus

Page 8: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

berupa fasilitas insentif bantuan permodalan dan pemasaran;

15. Pembinaan pelaku usaha, perluasan akses pasar, jasa dan produksi;

16. Meningkatkan akses pasar, mengamankan kepentingan nasional ketika kerja sama dengan negara lain;

17. Presiden membentuk komite perdagangan nasional dibiayai bersumber dari APBN;

18. Pengawasan dilakukan menteri dengan wewenang pelarangan dan menarik distribusi yang diperdagangkan tidak sesuai bidang dagangnya. Dan mencabut izin mereka;

19. Pejabat dan instansi pemerintah pada lingkup tugas diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan sipil.Kehadiran UU Perdagangan ini dianggap

sebagai momentum bersejarah dalam perekonomian nasional baik terkait dengan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya maupun mendorong kemajuan ekonomi bangsa. Pengesahan UU perdagangan sekaligus mengkonfirmasi arah dan orientasi kebijakan perdagangan Indonesia di tengah volatilitas permintaan dunia.Menurutnya, pemerintah bersama DPR meyakini bahwa potensi perdagangan nasional merupakan salah satu keunggulan ekonomi Indonesia di bandingkan ekonomi negara berkembang lainnya. Salah satu keunggulan yang dimiliki indonesia dalam hal ini adalah jumlah penduduknya, dengan banyaknya warga negara maka secara tidak langsung akan menjadi pasar strartegis untuk menyerap produk-produk yang diperdagangkan.

Konon katanya RUU Perdagangan ini merupakan pertama kali diundangkan setelah selama 80 tahun ini menggunakan aturan Bedrijfsreglementerings Ordonnatie (BRO) tahun 1934.

Sesuai kaidah peraturan perundang-undangan, dengan disahkannya RUU Perdagangan, maka ketentuan perdagangan dalam Bedrijfdreglementerings Ordonnantie 1934 serta undang-undang lain seperti UU tentang barang, UU perdagangan barang-barang dalam pengawasan, dan UU pergudangan sudah tidak berlaku lagi.

Mengakomodasi Perkembangan IT

Dalam undang-undang ini banyak hal yang dibahas seperti aturan yang mengatur perdagangan melalui sistem elektronik atau biasa disebut e-commerce. Ketentuan terkait e-commerce itu tertera dalam pasal 65. Antara lain, mengatur pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik

wajib menyediakan data dan atau informasi secara lengkap dan benar.

“Setiap pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi,” pasal 65 ayat (2) RUU Perdagangan itu.

Data dan informasi yang dimaksud antara lain: identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen atau pelaku usaha distribusi, persyaratan teknis barang yang ditawarkan, persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang ditawarkan, harga dan cara pembayaran barang dan atau jasa, dan cara penyerahan barang.

Adapun penggunaan sistem elektronik sebagaimana dimaksud, wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jika terjadi sengketa terkait transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikannya melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.

Setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud di atas, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin.

Aturan lain menyangkut transaksi e-commerce akan dijabarkan lebih rinci dalam peraturan pemerintah. “Ketentuan lebih lanjut mengenai transaksi perdagangan melalui sistem elektronik diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah( Pasal 66 UU Perdagangan).

Angin Segar Bagi UMKM dan Koperasi

Undang-undang ini juga memuat pasal khusus tentang perlindungan dan pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dalam Bab X Pasal 73 UU ini disebutkan bahwa pada pasal 1, pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pemberdayaan terhadap koperasi serta UMKM di sektor perdagangan.

Pemberdayaan tersebut berupa pemberian fasilitas, insentif, bimbingan teknis akses dan/atau bantuan permodalan, bantuan permodalan, bantuan promosi dan pemasaran. Selanjutnya, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan pemberdayaan tersebut.

Sepintas nampak bahwa UU Perdagangan ini ingin memberikan proteksi terhadap UMKM dan Koperasi agar dapat berkembang dan bersaing didalam pasar domestik dan internasional. Disatu sisi sepanjang perjalanan pembangunan ekonomi nasional, koperasi tidak pernah bisa tumbuh dengan normal layaknya

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Laporan Khusus

Page 9: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

korporasi-korporasi modern. Melalui UU Perdagangan ini kita akan melihat sejauh mana komitmen pemerintah untuk membesarkan UMKM dan Koperasi karena kedua unit usaha ini akan dapat berkembang optimal jika didukung kebijakan pemerintah yang searah dengan visi misi dan filosofi usaha ini.

Pada Pasal 84 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap perjanjian perdagangan internasional disampaikan kepada DPR paling lama 90 hari kerja setelah penandatanganan perjanjian Lalu, perjanjian ini akan dibahas DPR dan diputuskan perlu atau tidaknya persetujuan DPR. Dalam ayat 5 dijelaskan, dalam hal perjanjian internasional yang dapat membahayakan kepentingan nasional, DPR bisa menolak penjanjian perdagangan internasional. Keikusertaan DPR dalam perjanjian perdagangan internasional ini merupakan hal baru yang tidak pernah diatur. Pemerintah sebelumnya bisa melakukan perjanjian perdagangan internasional tanpa perlu melapor ke DPR.

Dalam undang-undang ini juga dibahas perdagangan ekspor dan impor. Dalam regulasi ini, tepatnya dalam Bab V Perdagangan Luar Negeri, diatur beberapa hal terkait dengan perdagangan ekspor, impor, perdagangan jasa, dan perdagangan perbatasan. Para eksportir dan importir wajib memiliki izin impor dari pemerintah. “Ekspor barang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah terdaftar dan ditetapkan sebagai eksportir, kecuali ditentukan oleh Menteri.

Tapi, eksportir harus bertanggung jawab dengan barang yang diekspornya. Kalau tidak, dia akan dikenai hukuman, seperti pencabutan izin usaha. “Eksportir yang tidak bertanggung jawab terhadap barang yang diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan perizinan, persetujuan, dan pengakuan dan/atau penetapan di bidang perdagangan.

Eksportir yang melakukan tindakan penyalahgunaan atas penetapan sebagai eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dikenai sanksi adminstratif berupa pembatalan penetapan sebagai eksportir.

Begitu pula dengan importir. Importir juga bertanggung jawab terkait dengan barang impornya. Pelaku usaha ini wajib memasok barang dalam keadaan baru, tapi, bisa juga memasok barang bekas. Impor barang tidak baru itu terjadi untuk keadaan tertentu. Surat perizinan impor atas barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (2) diserahkan pada saat menyelesaikan kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Para eksportir dan importir juga dilarang untuk mengimpor barang yang tidak sesuai dengan ketentuan

pembatasan barang yang diekspor dan diimpor. Apabila aturan ini dilanggar, mereka akan dikenai sanksi administratif. “Setiap eksportir yang mengekspor barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan barang untuk diekspor sebahaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.”

“Setiap importir yang mengimpor barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan barang untuk diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kemudian, barang ekspor yang eksportirnya dihukum, akan dikuasai negara, sementara importir yang dihukum, diwajibkan untuk mengekspor kembali barang impornya. Hal ini tertuang dalam pasal 53 ayat 1 dan 2.

1. Eksportir yang dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (4) terhadap barang ekspornya dikuasai oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Importir yang dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (5) terhadap barang impornya, wajib diekspor kembali, dimusnahkan oleh importir, atau ditentukan lain oleh menteri.

Kita masih menunggu kedaya gunaan UU Perdagangan ini seperti apa nantinya, apakah benar dapat mendorong meningkatnya perekonomian nasional atau malah memposisikan indonesia kedalam lorong sempit arus perdagangan di orde globalisasai yang semakin merangsek kedalam dan memojokan peran industri kecil menengah dan pasar tradisional. Waktu jualah akan membawa kita menyaksikan keadaan dimasa yang akan datang.

Menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2014, KHN melakukan penelitian mengenai program-program hukum partai politik. Penelitian itu dimaksudkan untuk mengukur seberapa fokus partai-partai peserta pemilu dalam memahami persoalan-persoalan hukum di indonesia dan konsep seperti apa yang ditawarkan untuk menjawab berbagai promatika hukum tersebut. Sehingga hasil penelitian dan setelah diolah dengan berbagai hasil penelitian KHN, Program legislasi nasional, serta RPJMN diharapkan bisa menjadi guidance bagi partai politik dalam menyusun program hukum mereka untuk diselaraskan dengan persoalan-persoalan strategis disektor sektor fital yang bersentuhan dengan keberlangsungan hidup masyarakat dalam bingkai nasional maupun internasional.[]

� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Laporan Khusus

Page 10: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

10 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Gita Wiryawan, Mantan Menteri Perdagangan RI

"MENPANG KETAHANAN DARI HULU KE HILIR”

Saya mengaku bangga DPR akhirnya mengesahkan RUU Perdagangan menjadi

Undang-Undang. Saya mengapresiasi langkah yang sudah diambil para anggota legislatif. Untuk itu, saya berharap, semoga jerih payah semua pihak yang selama ini tercurah bisa membawa berkah dan maslahat utuk kemajuan bangsa dan negara ke depan.

Lebih jauh mengenai UU perdagangan ini, dalam perspektif strategis, konsep besar Undang-Undang Perdagangan untuk mengamankan perdagangan republik Indonesia. Tujuanya menciptakan nilai tambah untuk perekonomian nasional. Selain itu, UU

Perdagangan dapat menopang ketahanan pangan, energi, serta menjaga keseimbangan kepentingan produsen dari hulu dan hilir. Dengan begitu harapan kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia dapat tercapai.[]

PERSPEKTIF

Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan RI

“UU BARU AKAN MENCABUTKETENTUAN YANG MENGATUR MENGENAI PERDAGANGAN”

Konsekuensi hukum paling utama melalui pengesahan RUU Perdagangan menjadi Undang-undang, maka akan mencabut ketentuan yang mengatur mengenai perdagangan dalam Bedrijfsreglementerings Ordonnantie

1934 dan UU lain yang bersifat parsial seperti UU tentang Barang, UU tentang Perdagangan Barang-Barang dalam Pengawasan, UU tentang Pergudangan.

Kehendak politik legislasi melalui UU ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional serta berdasarkan asas kepentingan nasional, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, kesederhanaan, kebersamaan, dan berwawasan lingkungan. UU

Page 11: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

11 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

PERSPEKTIF

Bambang Sujagad, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Industri, Riset dan Teknologi.

“PEMERINTAH BELUM TERLALU SIAP MENERAPKAN SNI”

Undang-Undnag Perdagangan belum sepenuhnya bisa memfasilitasi keinginan

pengusaha, seperti soal SNI. UU Perdagangan harusnya menciptakan perdagangan yang adil (fair trade) dan bukan hanya perdagangan bebas (free trade) serta tak terlalu menjadikan UU Perdagangan sebagai sarana ancaman kepada pengusaha.Mengenai SNI, pemerintah sebenarnya belum terlalu siap untuk menerapkan SNI ini berlaku wajib bagi semua produk nasional.

Untuk pelaksanaan SNI, pemerintah terlalu banyak memberikan ancama kepada

pengusaha. Misalkan berkaitan dengan unsur pidana bagi pengusaha yang menolak mengikuti standar SNI. Sangsi pidana ini ditujukan bagi CEO perusahaan, padahal bisa saja CEO itu bukan pemilik dan mereka hanya mengikuti keinginan pemilik.

Di situ masalah pidana juga dimasukkan dalam masalah menyangkut lingkungan. Padahal, unsur perdata akan lebih tepat untuk menyelesaikan satu masalah terkait sektor perdagangan. Hukuman yang paling berat bagi pengusaha dicabut izin saja.

Semestinya UU Perdagangan harus bisa memberikan perlindungan bagi pengusaha lokal. Apalagi dalam menghadapi perdagangan internasional, di mana pemerintah harus bisa menciptakan perdagangan yang adil dan bukan hanya perdagangan sebebas-bebasnya.[]

akan menjadi menjadi landaran perdagangan Indonesia yang maju dan mengembangkan perdagagan di era globalisasi.

Langkah selanjutnya setelah terbit UU Perdagangan ini, pemerintah akan segera menyiapkan peraturan pelaksanaan UU tersebut dalam bentuk 9 Peraturan Pemerintah (PP), 14 Peraturan Presiden (Perpres) dan 20 Peraturan Menteri (Permen). Ini penting agar UU baru ini bisa menjadi haluan dalam kegiatan perdagangan secara praktis.[]

Page 12: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Dr. Frans H. WinartaAnggota KHN

"MENGKRITISI UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN YANG BARU"

FOKUS GOVERNINGBOARD

Pada tahun 2014 ini DPR Mensyahkan RUU Perdagangan menjadi UU, beberapa anggota dewan yang terlibat dalam pembahasan menyampaikan suka citanya atas terbitnya regulasi yang menjadi pedoman pelaku bisnis lokal, nasional, dan asing yang menjalankan bisnisnya di indonesia. Suasana kebatinan seperti itu juga dirasakan pemerintah dengan mengapresiasi keberhasilan DPR dalam mewujudkan UU Perdagangan baru.

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Sekilas Pengaturan Mengenai Perdagangan di IndonesiaSetelah 80 tahun menggunakan hukum perdagangan Belanda

yang sangat tua (Bedfrijfsreglementerings Ordonnantie 1934, Staatsblad 1938 Nomor 86), Indonesia akhirnya memperkenalkan undang-undang tersendiri mengenai Perdagangan. Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU Perdagangan”) ini disahkan oleh DPR pada tanggal 11 Februari 2014 dan mulai berlaku pada 13 Maret 2014 kemarin UU Perdagangan itu sendiri mengamanatkan 9 (sembilan) peraturan pemerintah, 14 (empat belas) peraturan presiden, dan 20 (dua puluh) peraturan menteri.

Dengan adanya UU Perdagangan ini, maka ketentuan perdagangan dalam Bedfrijfsreglementerings Ordonnantie Tahun 1934 serta undang-undang lain seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Barang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1962 Tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1965 Tentang Pergudangan sudah tidak berlaku lagi.

Pada dasarnya, pengesahan RUU Perdagangan tersebut merupakan akibat desakan dari berbagai kalangan dengan mengusung nasionalisme dan kepentingan nasional (national interest). Hal ini dikarenakan banyak pihak yang merasa nasionalisme bangsa Indonesia semakin mengendur dan semakin pro-asing. Untuk itu klausula-klausula dalam UU Perdagangan dibuat lebih nasionalistik, hal itu seperti terlihat dalam keberpihakan atas kepentingan nasional dan produksi dalam negeri.

Menurut Prof. Firmanzah, PhD selaku Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, RUU perdagangan ini merupakan manifestasi dari keinginan untuk memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan perdagangan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Hal ini sangat jelas dalam Pasal 2 huruf (a) UU Perdagangan tersebut yang menyatakan bahwa: “Kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional”.

Artinya, secara eksplisit kebijakan perdagangan nasional semata-mata ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional.

Page 13: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

FOKUS GOVERNINGBOARD

Kepentingan tersebut antara lain meliputi: mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong daya saing perdagangan, melindungi produksi dalam negeri, memperluas pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang dan jasa, penguatan UMKM dan lain sebagainya. Undang-undang yang terdiri dari 19 bab dan 122 pasal ini memuat fungsi kebijakan, pengaturan dan pengendalian di sektor perdagangan yang diharapkan dapat memacu kinerja sektor perdagangan nasional.

Sejalan dengan itu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin juga mengatakan: (republika.co.id) “UU Perdagangan ini menyinkronkan seluruh peraturan perundangan

di bidang perdagangan serta mengatur kebijakan perdagangan secara menyeluruh dalam rangka menyikapi perkembangan situasi perdaganagan era globalisasi masa kini dan masa depan,” Bagaimanapun juga UU Perdagangan sedikit banyak

mengakomodir berbagai regulasi terkait perdagangan internasional yang telah diadopsi ke dalam Undang-Undang No.7 tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Perdagangan Dunia (WTO). Karena ratifikasi perjanjian mengenai WTO memiliki konsekuensi hukum, sehingga pasal-pasal dalam UU Perdagangan harus sejalan dengan Ratifikasi Perjanjian WTO tersebut.

Beberapa Catatan Terhadap UU Perdagangan Yang Baru

Terlepas dari pro dan kontra dengan terbitnya UU ini namun patut juga untuk diapresiasi dengan kenyataan bahwa Indonesia selama ini belum memiliki satu pengaturan yang utuh dan sistematis yang mengatur perdagangan apalagi pengaturan perdagangan selama ini merupakan warisan dari zaman Kolonial Hindia Belanda. Beberapa catatan yang bisa menjadi bahan untuk didiskusikan lebih lanjut terkait dengan terbitnya UU perdagangan ini, sebagai berikut:1. Dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perdagangan menyebutkan, “Pelaku

usaha wajib menggunakan dan melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri.”

Kewajiban penggunaan label berbahasa Indonesia dapat melindungi konsumen dalam negeri. Dengan adanya label berbahasa Indonesia, konsumen dalam negeri dapat lebih paham tentang informasi produk yang dikonsumsinya. Apalagi pelabelan ini erat kaitannya dengan produk makanan, yang notabene para konsumen membutuhkan info sebanyak-banyaknya mengenai produk makanan tersebut, terkait dengan keamanan dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh pembeli atau konsumen. Mulai dari info nutrisi sampai dengan info kadaluarsa dalam kemasan produk makanan.

2. Pemerintah berwenang melarang dan membatasi perdagangan dalam negeri dengan tujuan peningkatan efisiensi dan efektifitas distribusi, iklim usaha dan kepastian usaha, pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri, akses pasar produk dalam negeri dan perlindungan konsumen. Dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perdagangan menyebutkan, “Pemerintah menetapkan larangan atau pembatasan perdagangan Barang dan/atau Jasa untuk kepentingan nasional dengan alasan: melindungi kedaulatan ekonomi; melindungi keamanan negara; melindungi moral dan budaya masyarakat; melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup; melindungi penggunaan sumber daya alam yang berlebihan untuk produksi dan konsumsi; melindungi neraca pembayaran

dan/atau neraca perdagangan; melaksanakan peraturan perundang-undangan; dan/atau pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas pemerintah.”

Pertimbangan mengenai kondisi tertentu yang berpotensi membahayakan perdagangan seharusnya dilengkapi dengan kriteria yang jelas. Apabila tidak, hal ini rentan disalahgunakan sehingga mengulangi kesalahan Era Orde Baru. Saat itu, pasokan komoditas seperti cengkeh, gula, dan barang-barang lainnya justru dibatasi dan dinikmati oleh segelintir konglomerat yang dekat dengan kekuasaan. Pada zaman itu, pembatasan, pelarangan, dan bahkan favoritism terhadap pelaku usaha justru dilakukan atas justifikasi kepentingan nasional, penumbuh-kembangan industri dalam negeri, dan jargon-jargon lain. Istilah favoritism ini sering terdengar dalam lingkup perdagangan internasional. Seorang wartawan Chicago Tribune dalam tulisannya yang berjudul “The Hidden Trade Fight” menyebutkan bahwa Most-Favored-Nation secara ekonomi sama dengan pengakuan diplomatik. Kata-kata most favored nation terdengar seperti favoritism secara ekonomi, sejenis keuntungan yang diberikan oleh suatu negara kepada sahabat terdekatnya. Sebenarnya, artinya hanyalah bahwa suatu negara akan memberikan kepada negara yang lain perlakuan yang sama (equal treatment) mengenai tarif dan persyaratan perdagangan yang diberikannya kepada mitra dagangnya yang lain. Praktek ini rutin dilakukan dan merupakan salah satu dasar perdagangan dunia. Contohnya adalah, Amerika Serikat memberikan perlakuan tersebut kepada hampir semua negara kecuali negara yang tidak disukai seperti Kuba, Irak, atau Korea Utara.

Favoritism ini harus dimaknai secara universal dalam lingkup perdangangan internasional, bukan dalam lingkup internal, yaitu favoritism terhadap pelaku usaha tertentu seperti yang terjadi pada Era Orde Baru. Untuk itu, poin dalam UU Perdagangan yang memberikan keleluasaan yang begitu besar bagi pemerintah, antara lain: pembatasan, pelarangan, dan bahkan favoritism ini patut diwaspadai. Kita harus belajar dari kesalahan yang lalu dan tidak mengulang lagi kesalahan seperti itu di masa sekarang terlebih di masa mendatang.

3. Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah menata dan membina pasar rakyat, pusat perbelanjaan dan toko swalayan. Caranya dengan pengaturan perizinan, tata ruang, dan pembagian wilayah dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian, kemitraan dan kerjasama. Komitmen kerberpihakan kepada pasar rakyat/tradisional tertuang dalam Pasal 12, 13, dan 14 UU Perdagangan.

Pembinaan terhadap pasar lokal tidak hanya soal perizinan semata. Dalam konteks yang riil, infrastruktur pasar tradisional perlu dibenahi untuk menunjang aktifitas perdagangan. Perlu ada standar kelayakan dan kenyamanan di pasar-pasar rakyat sehingga pembeli atau konsumen dapat dengan nyaman berbelanja. Kondisi lain yang saat ini dialami oleh pedagang-pedagang kecil adalah maraknya pungutan-pungutan liar oleh preman-preman yang di back up oleh oknum militer ataupun kepolisian. Oleh karena itu, apa yang diatur dalam pasal ini bukanlah titik akhir tetapi justru menjadi awal pembenahan pasar tradisional. Selain itu, munculnya banyak swalayan dan minimarket baik franchise atau milik pribadi tentu merugikan para pedagang di pasar tradisional. Sehingga pada dasarnya ketentuan ini dibuat untuk melindungi pasar tradisional dalam negeri.

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Page 14: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

14 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

FOKUS GOVERNINGBOARD

4. Adanya larangan dan pembatasan ekspor impor (Pasal 50 – 54 UU Perdagangan). Pemerintah diberi kewenangan oleh UU Perdagangan dalam hal larangan dan pembatasan ekspor-impor dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia, peningkatan dan perluasan akses pasar di luar negeri serta peningkatan kemampuan eksportir dan importir sehingga menjadi pelaku usaha andal. Dalam hal ekspor, pemerintah melakukan pembatasan dengan alasan menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan di dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, meningkatkan nilai tambah ekonomi bahan mentah, mengantisipasi kenaikan harga yang drastis dari komoditas ekspor tertentu di pasaran internasional dan menjaga harga komoditas lokal dan untuk impor pemerintah melakukan pembatasan dengan tujuan melindungi industri tertentu dalam negeri dan untuk menjaga neraca pembayaran serta neraca perdagangan.

Pengaturan mengenai ekspor-impor harus dilakukan dengan standar yang jelas dan tegas, terutama mengenai pembatasan dan pelarangan ekspor-impor tersebut. Praktek korup yang terjadi baru-baru ini yang melibatkan ketua umum PKS dalam kasus kuota impor daging sapi menunjukkan bahwa kewenangan pemerintah rentan disalahgunakan. Beredarnya beras impor asal Vietnam yang tidak memiliki dokumen jelas juga menunjukkan bahwa praktek ekspor-impor rentan terjadi masalah. Oleh karena itu, sebetulnya yang perlu diperhatikan tidak hanya soal aturan yang baik saja tetapi terutama efektifitas penerapan aturan di lapangan dan kesiapan aparat untuk melaksanakan aturan ini. Apabila tidak, kewenangan ini justru abusive bagi kelangsungan usaha para pelaku usaha di Indonesia karena jaminan ketersediaan bahan baku yang tidak sedikit yang asalnya dari luar negeri bisa terhalang.

5. Dalam rangka pengembangan pemberdayaan dan penguatan perdagangan dalam negeri, Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pemangku kepentingan lainnya diwajibkan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri (Pasal 22 UU Perdagangan).

Peningkatan penggunaan produk lokal harus tetap memperhatikan daya saing dan kelangsungan usaha. Dalam hal ini memang baik bagi nasionalisme, tetapi juga harus realistis bagi kelangsungan bisnis para pelaku usaha. Penggunaan barang-barang dalam negeri akan mengurangi ketergantungan pelaku usaha terhadap fluktuasi harga dolar Amerika Serikat. Pada gilirannya akan membantu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Hanya saja, peraturan ini masih perlu disokong oleh UU Perlindungan Konsumen dan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk domestik yang diperdagangkan memang layak untuk dilempar ke pasaran. Selain itu, dibutuhkan pula penekanan dan kampanye intensif dari pemerintah soal kecintaan terhadap produk dalam negeri. Karena apabila ternyata barang domestik yang dijual di pasaran tidak disambut dengan antusias oleh pasar, pengusaha yang akan menderita kerugian. Maka, program cinta produk Indonesia yang digalakkan oleh Kementerian Perdagangan harus semakin ditingkatkan.

6. Dalam Pasal 97 UU Perdagangan menyebutkan Presiden dapat membentuk Komite Perdagangan Nasional yang bertugas, antara lain: memberikan masukan dalam penentuan kebijakan dan regulasi di bidang perdagangan; memberikan pertimbangan atas

kebijakan pembiayaan Perdagangan; memberikan pertimbangan kepentingan nasional terhadap rekomendasi tindakan anti-dumping, tindakan imbalan, dan tindakan pengamanan perdagangan; memberikan masukan dan pertimbangan dalam penyelesaian masalah perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri; membantu pemerintah dalam melakukan pengawasan kebijakan dan praktik Perdagangan di negara mitra dagang; memberikan masukan dalam menyusun posisi runding dalam kerja sama perdagangan internasional; membantu pemerintah melakukan sosialisasi terhadap kebijakan dan regulasi di bidang Perdagangan; dan tugas lain yang dianggap perlu.

Keberadaan Komite Perdagangan Nasional ini sebetulnya patut diapresiasi. Hanya saja, penambahan Komite Perdagangan yang kewenangannya hanyalah rekomendatif bisa menjadi tidak efektif. Apabila kewenangannya hanyalah bersifat memberikan rekomendasi, tidak perlu ada sebuah komite khusus. Misalnya pengawasan terhadap tindakan anti-dumping, sebetulnya Kementerian Perdagangan saja sudah cukup untuk mengawasi tindakan anti-dumping.

7. Ketentuan lain yang diatur di dalam UU Perdagangan adalah mengenai perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce, yang diatur dalam Pasal 65-66 UU Perdagangan. Pemberlakuan aturan e-commerce yang tercantum di dalam UU Perdagangan ini berlaku untuk skala internasional. Maksudnya, seluruh transaksi elektronik yang dilakukan pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri, yang menjadikan Indonesia sebagai pasar wajib mematuhi aturan e-commerce yang ada di dalam UU Perdagangan kelak. UU Perdagangan mengatur bagaimana transaksi elektronik dan binis online dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku bisnis. Tujuan dari pengaturan e-commerce dalam UU Perdagangan adalah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan juga bagi para pelaku usaha. Nantinya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menyusun peraturan pelaksana atau pedoman yang relevan. Ini merupakan awal yang baik karena akhirnya Indonesia memiliki dasar hukum untuk melakukan pengelolaan perdagangan transasksi elektronik.

Pengaturan e-commerce ini tentunya dapat memberikan ketenangan bagi masyarakat yang sering melakukan kegiatan bisnis berbasis internet. UU ini mewajibkan pelaku usaha untuk menyediakan data dan /atau informasi secara lengkap dan benar sehingga akan memudahkan untuk menelusuri legalitasnya. Namun, implementasi dari ketentuan ini akan susah terwujud jika aturan pelaksananya tidak segera diterbitkan oleh pemerintah, karena e-commerce itu sendiri sangat kompleks dan terjadi di lintas negara.

Penutup

Dengan adanya UU Perdagangan ini diharapkan dapat memperkuat sistem perekonomian Indonesia melalui perdagangan dengan mengutamakan kepentingan nasional, dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha, dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Undang-undang ini harus menjamin para pembeli (konsumen) agar dapat membeli produk yang berkualitas dan baik untuk kesehatan.

Terlepas dari pro kontra yang ada, harapannya ke depan adalah UU Perdagangan ini dapat memberikan daya dorong dan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia dan sektor perdagangan dapat bersaing secara global.[]

Page 15: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

RESENS I

-----------------------------------------------------------------Judul : Hukum Dagang Indonesia : Sejarah, Pengertian dan Prinsip-prinsip Hukum DagangPenulis : Djoko Imbawani AtmadjajaPenerbit : Setara PressTahun Terbit : April 2012Kolasi : xiv, 335 hlm.; 21 cm. Peresensi : Sadariyah Ariningrum-----------------------------------------------------------------

Melihat perkembangan hukum dagang yang terjadi selama ini sangatlah dinamis. Oleh karena itu, untuk

memahami hukum dagang bukanlah semata hanya ingin mengerti hal yang sifatnya teknis pengaturan tentang dagang atau melakukan bisnis saja. Namun memahami hukum dagang secara umum adalah untuk mengerti tentang prinsip-prinsip substansi dan peranan hukum dagang di Indonesia dalam rangka membangun dinamika pembangunan nasional.

Penulis dalam bukunya menjelaskan juga sejarah hukum dagang dunia secara ringkas. Dalam sejarahnya, hukum dagang lahir dari kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam praktek bisnis di kalangan pedagang. Dalam melaksanakan hubungan atau transaksi perdagangan, para pedagang biasanya tidak menggunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perdata. Mereka menganggap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perdata kurang memberikan fasilitas bagi kelancaran kegiatan perdagangan. Dengan menggunakan prinsip kebebasan kontrak dalam hukum perdata, maka kontrak dagang yang mereka buat merupakan sendi utama dalam perkembangan hukum dagang. Berdasarkan prinsip ini, maka ketentuan-ketentuan yang dirumuskan oleh pihak dalam perjanjian, dipergunakan oleh pedagang yang lain, dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan di kalangan pedagang, hal ini mungkin terjadi karena ketentuan-ketentuan tersebut dapat memenuhi kebutuhan hukum dari masyarakat pedagang tersebut. Dengan semakin pesatnya kemajuan di bidang perdagangan dan dengan adanya dukungan alat transportasi dan komunikasi yang memadai, maka kegiatan perdagangan mulai melintasi batas teritorial suatu negara. Kemudian, karena semakin pesatnya dan semakin besarnya volume perdagangan yang bersifat internasional ini maka semakin kompleks pula permasalahan yang muncul. Jika selama ini hubungan antar mereka hanya diatur melalui

keniasaan-kebiasaan belaka, maka dalam skala yang lebih besar ini dirasakan perlu untuk mulai m e m b u k u k a n ( m e n c a t a t ) kebiasaan-kebiasaan tersebut untuk lebih memudahkan terutama untuk m e n e m u k a n kembali ketentuan-ketentuan tentang suatu hal atau masalah tertentu.

M e l a l u i paparan sejarah lahirnya hukum dagang diatas, kita mengetahui pentingnya hukum dagang. Selain itu, penulis juga menyusun buku ini dari 3 (tiga) bagian. Bagian pertama, pembaca disuguhkan pentingnya memahami hukum dagang, sejarah lahirnya hukum dagang serta fungsi hukum datang kini dan mendatang. Pada bagian kedua, mengulas tentang prinsip-prinsip hukum dagang yang meliputi prinsip hukum kontrak, pelaku dagang, penyelesaian sengketa dagang, dan perihal kepailitan. Kemudian, memasuki bagian ketiga, penulis mengungkapkan prinsip khusus hukum dagang, diantaranya pembahasan hukum dagang nasional dan hukum dagang internasional, prinsip badan usaha, prinsip HAKI, dan prinsip perbankan.

Buku ini dirancang untuk memberikan dasar pengetahuan mengenai hukum dagang khususnya di Indonesia. Adapun untuk mengetahui kondisi terkini hukum perdagangan di Indonesia, pembaca perlu menyimak landasan hukumnya yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014. Secara sistematis lingkup pengaturan mengenai perdagangan yang diatur didalam UU perdagangan ini meliputi, Perdagangan dalam negeri, perdagangan luar negeri, perdagangan perbatasan, standarisasi, perdagangan melalui sistem elektronik, perlindungan dan pengamanan perdagangan, pemberdayaan koperasi dan Usaha mikro kecil menengah, pengembangan ekspor, kerjasama perdagangan internasional, sistem informasi perdagangan, tugas dan wewenang pemerintah dibidang perdagangan, komite perdagangan nasional, pengawasan dan penyidikan. Undang-undang perdagangan ini bisa menjadi wujud cerminan harapan agar perekonomian nasional membaik demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong kemajuan ekonomi bangsa.[]

Hukum Dagang Indonesia

Page 16: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Pramono Anung Wibowo, Wakil Ketua DPR RI

“HARUS BERANI TAMPIL MENJADI PELAKU PASAR”

Se j a k m e r d e k a ,

I n d o n e s i a belum punya UU yang m e n g a t u r perdag ang an s e c a r a menye lu r uh .

Jujur untuk urusan payung hukum perdagangan, kita sangat jauh tertinggal. Selama ini kita masih mengacu pada produk kolonial, yakni UU Hukum Perdagangan Belanda tahun 1934. Setelah 68 tahun merdeka, UU Perdagangan hasil pemikiran bangsa sendiri akhirnya disetujui dan ini merupakan sejarah.

Kita semua berharap UU Perdagangan nantinya dapat mendorong perdagangan yang makin maju dan berdaya saing. Apalagi di tahun 2015 nanti kita sudah memasuki pasar bebas ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC). Ini tantangan yang harus dijawab melalui perbaikan di segala aspek dan kesiapan secara sempurna.

Di bidang perdagangan Indonesia tidak boleh sekedar hanya menjadi pasar bagi produk negara-negara maju, kita harus berani tampil menjadi pelaku pasar dan ikut dalam kompetisi untuk menawarkan berbagai keunggulan yang kita miliki. Dan sejarah kejayaan nusantara mencatat bahwa kita bisa mengungguli para pesaing di kancah perdagangan dunia.[]

SUARA PARLEMEN

Lukman Edy, Anggota Komisi VI DPR RI FPKB

“WILAYAH PERBATASAN LAUT SEPERTI RIAU AKAN DIUNTUNGKAN MELALUI UU PERDAGANGAN BARU”

Da e r a h y a n g

m e m i l i k i w i l a y a h p e r b a t a s a n laut seperti Riau akan

diuntungkan melalui UU Perdagangan baru ini karena

perdagangan perbatasan tidak hanya di wilayah perbatasan darat, tapi juga perbatasan laut. Pengaturan ini menurutnya bakal menguntungkan Riau sebagai daerah perbatasan laut dengan Malaysia dan Singapura.

Pada Bab VI tentang perdagangan perbatasan, pasal 55 ayat (1) dikatakan setiap warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di wilayah NKRI

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Page 17: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

SUARA PARLEMEN

Airlangga Hartarto, Ketua Komisi VI DPR

“KEPENTINGAN NASIONAL AKAN TERLIHAT DARI PROMOSI, SOSIALISASI ATAU PEMASARAN”

Undang-undang Perdagangan

itu sasaran utamanya untuk melindungi k e p e n t i n g a n p e r d a g a n g a n

nasional. Lihat saja, keperpihakan terhadap kepentingan nasional akan terlihat dari promosi, sosialisasi, atau pemasaran. Di situ kebijakan diformat dengan menerapkan kebijakan yang mewajibkan penggunaan produksi dalam negeri untuk seluruh pembelanjaan negara.

Dengan begitu produk dalam negeri akan terserap sehingga perputaran ekonomi dapat terus meningkat dan produksi pun menjadi semakin lancar karena negara mempunyai cukup dana untuk membeli hasil produksi dalam negeri.

Dalam UU Perdagangan tersebut juga mengamanatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerja sama untuk melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan pengelolaan pasar rakyat sebagai salah satu sarana perdagangan, dan melakukan revitalisasi pasar rakyat. Dengan begitu perkembangan pasar rakyat ke depan bisa semakin maju dan kompetitif.

Selain itu, UU Perdagangan ini akan berperan sebagai katalisator peningkatan ekspor nasional sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Perlu diketahui bahwa dengan adanya UU Perdagangan ini, sekarang Indonesia memiliki UU Perdagangan sendiri. Sebelumnya, Indonesia masih menggunakan UU Perdagangan produk Kolonial Belanda dan itu sudah lebih dari setengah abad usianya bahkan sudah hampir memasuki satu abad.[]

yang berbatasan langsung dengan negara lain dapat melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan.

Pada ayat (2) nya dikatakan, perdagangan perbatasan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan di wilayah perbatasan darat dan perbatasan laut yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP). Pada ayat (3) disebutkan perdagangan perbatasan dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kami memasukkan perbatasan laut sebagai perdagangan lintas batas. Karena di draf pemerintah perbatasan laut tidak diatur. Hanya diatur perbatasan darat. Sementara kami di Riau kan perbatasan laut.

Pertimbangan agar perdagangan perbatasan laut dimasukkan ke dalam UU Perdagangan. Karena Riau sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sudah melakukan perdagangan perbatasan secara tradisional

sejak lama. Misalnya pedagangan ikan di perbatasan Kabupaten Rokan Hilir dengan Singapura, Malaysia, yang selama ini belum diatur secara kuat.

Amanah dari UU ini, pemerintah harus segera membuat PP tentang batasan-batasan, volume, hingga jenis-jenis barang yang boleh melewati lintas batas dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat setempat. UU Perdagangan juga mengamanahkan agar pemerintah membentuk pos-pos perdagangan lintas batas. Ini dilakukan supaya transaksi perdagangan antara masyarakat setempat dengan negara tetangga itu terlindungi dengan UU dan tidak dianggap penyelundupan.

Pada bagian lain UU Perdagangan juga mengamanatkan sedikitnya 9 Peraturan Pemerintah, 14 Peraturan Presiden dan 20 Peraturan Menteri. Semua peraturan ini berkaitan dengan hal teknis seputar kegiatan perdagangan hingga pemberian sanksi bagi pelanggarnya.[]

Page 18: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Dr. Dikdik Tandika, SE, M.Sc.Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung

"EKONOMI USAHA KECIL DAN MENENGAH, NAMPAK

ADA KESEJAJARAN"

WAWANCARA KHUSUS

Pada tahun 2014 ini

DPR Mensyahkan RUU

Perdagangan menjadi

UU, beberapa anggota

dewan yang terlibat

dalam pembahasan

menyampaikan suka

citanya atas terbitnya

regulasi yang menjadi

pedoman pelaku bisnis

lokal, nasional, dan

asing yang menjalankan

bisnisnya di indonesia.

Suasana kebatinan

seperti itu juga

dirasakan pemerintah

dengan mengapresiasi

keberhasilan DPR

Page 19: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

1� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

WAWANCARA KHUSUS

Namun perasaan gembira yang dialami beberapa anggota dewan

dan tim Kementerian Perdagangan ternyata belum dapat dipahami oleh beberapa kalangan sebagai sebuah keberhasilan dalam menyusun norma mengenai konsep tata kelola perekonomian yang berbasis pada upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang diamanatkan konstitusi. Nada sumbang kerap datang menyerang eksistensi UU Perdagangan dengan berbagai tudingan sinis, seperti tidak nasionalis, mengancam usaha kecil menengah dan adanya skenario asing untuk mengusai market indonesia.

Atas kemunculan fenomena tersebut, Komisi Hukum Nasional memandang perlu menjaring penda-pat dari kalangan akademisi untuk mendapatkan informasi komprehensif mengenai kelebihan dan kelemahan yang ada di dalam UU Perdagangan ini.

Dekan Fakultas Ekonomi Uni-versitas Islam Bandung (UNISBA) dinilai memiliki kapasitas dan kompetensi sebagai narasumber untuk memberikan tanggapan dan kontribusi pemikiran dalam rangka memperkuat perekonomian nasional berbasis pada peningkatan industri kecil menengah dan pelaku usaha lain di indonesia. Berikut hasil wawancara Desain Hukum Newsletter KHN dengan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung

Bagaimana tanggapan Anda mengenai norma-norma di dalam UU Perdagangan yang baru saja disahkan DPR beberapa waktu lalu ?

Melihat sepintas, terutama pasal 12, media pelaksanaan/penyelengaraan perdagangan mulai pasar rakyat/tradisional, pusat perbelanjaan, toko swalayan, gudang, pasar lelang, perkulakan, pasar

dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

Apa ada yang salah dengan model kerjasama antara Pemda dengan pihak ketiga semacam itu?

Oh jelas, karena para pedagang bukan diatur oleh Pemda, melainkan oleh pihak ketiga akhirnya yang semula mestinya mendapatkan, tetapi menjadi tidak dapat karena tidak sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu, perlu penegasan dalam Perpres itu tentang tentang bagaimana pasar rakyat memberikan peran usaha kecil supaya lebih meningkat.

Menurut Anda apa tujuan pemerintah membuat standarisasi ketat sebuah produk, UKM/Koperasi ?

Mungkin di satu sisi pemerintah ingin sebuah produk memiliki legalitas hukumnya. Tetapi disisi yang lain kan banyak sekali produk-produk dari masyarakat yang meniru dan menjiplak, sehingga UU yang terkait dengan Hak Akan Kekayaan Intelektual (HAKI) banyak yang dilanggar. Seperti Standard Nasional Indonesia (SNI), pemerintah mesti mengatur lebih rinci tentang SNI untuk usaha rakyat dan nantinya harus dibedakan dengan jelas.

Langkah apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan menyangkut pelanggaran hak cipta dan kualitas produk tersebut ?

Hal tersebut perlu diatur, seperti SNI itu, apakah tahapan untuk mengurusnya menjadi lebih panjang dan mahal. Karena kalau mengurusnya SNI mahal orang lebih baik membuat produknya laku itu sudah cukup baik. Memang harus ada pengaturan yang mengatur SNI ini. Bahkan sampai

berjangka dan sarana perdagangan. Kalau dikaitkan dengan ekonomi usaha kecil dan menengah, nampak ada kesejajaran.

Bisa dipertegas yang Anda maksud ada kesejajaran itu seperti apa?

Artinya pasar rakyat yang notabene memerlukan perhatian di satu pasalkan dengan yang lain, seperti pusat pembelanjaan, swalayan.

Menurut Anda pengaturan semacam itu sudah tepat ?

Kelihatannya nanti kalau ada Peraturan Presiden (Perpres) harus dibedakan dengan yang lainnya, dan diatur lebih lanjut.

Apa ada kendala yang akan muncul dengan model penyatuan antara UMKM dengan jenis usaha lain seperti pasal Anda sebutkan tadi?

Kalau seperti ini melihat persaingan menjadi ketat. Bahwa pasar rakyat dengan pasar swalayan diadu, padahal kapitalnya jelas berbeda. Jadi secara normatif mestinya masuk pada tataran koperasi, karena koperasi banyaknya di pasar rakyat. Tidak ada di pusat pembelanjaan itu ada koperasinya. Artinya ada di sisi kelembagaan yang nampaknya masih mengandung kelemahan-kelemahan agar di Perpres itu nantinya diatur secara terpisah. Sehingga nantinya pasar rakyat itu betul-betul dilindungi keberadaanya.

Strategi apa lagi yang diperlukan guna memperkuat pasar rakyat?

Peran pemerintah daerah diharapkan bisa meningkatkan pasar rakyat. Tetapi apa yang kita lihat selama ini kadang-kadang pihak Pemda tidak memiliki uang, kemudian

Page 20: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�0 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

WAWANCARA KHUSUS

pada mainan anak-anak harus ada SNI untuk melindungi resiko-resikonya.

Untuk itu, aturan yang baik dan bagus sangat diperlukan,sementara pada tataran implimentasi/penera-pannya harus melihat kondisi yang ada. Harus dilihat juga SNI yang untuk rakyat itu seperti apa dan SNI yang menengah seperti apa. Jadi dilihat dari sisi level mana yang harus bisa membidik hal tersebut. Kemudian diadapdtasi dengan karakteristik konsumennya.

Terkait dengan kebutuhan pokok, ada keinginan memberikan jaminan dan perlindungan terhadap ketersediaan dan ketercukupan kebutuhan pokok. Tetapi belum lama ini kedelai sebagai bahan pokok tempe sempat terjadi kelangkaan dan sempat melakukan impor?

Susahnya kalau barangnya lokal, tapi bahan bakunya impor, sehingga pada saat nilai rupiah turun, dollar naik sehingga menjadi naik dan mahal, apalagi ini makanan sehari-hari.

Upaya apa untuk mewujudkan ketahanan pangan seperti yang tersurat di dalam UU tersebut?

Memang penting untuk me-ngoptimalkan lahan-lahan yang harus diberikan insentif oleh pemerintah. Karena masyarakat tidak mungkin hanya diberikan pupuk dan sebagainaya. Sayangnya pemberian insentif untuk orang yang menghasilkan produk tadi belum ada. Sehingga kadang orang berfikir daripada membuat untuk lahan mendingan untuk yang lain yang itu lebih cepat menghasilkan. Di samping itu juga perlu diperhatikan mengenai tata niaganya yang harus dibenahi

Apakah UU Perdagangan ini cukup memadai untuk dijadikan payung hukum bagi

perlindungan dan peningkatan produk dalam negeri?

UU Perdagangan ini harus diikuti oleh Undang-Undang lainnya, seperti UU Produksi dan sebagainya. Karena kalau dagang saja kan hanya menjual saja, padahal bahan bakunya itu berasal dari hasil produksi. Sebetulnya itu kan perdagangan pada level atas. Jadi bahan baku kemudian diproses menjadi bahan jadi. Gudang pun tidak akan terisi kalau bahan pokoknya tidak ada, makanya ada yang mengatur gudang. Kalau bahan bakunya tidak ada, terus bagaimana?

Apakah UU Perdagangan baru dapat lebih menjamin kenyamanan dan kepastian dalam menjalankan kegiatan ekonomi?

Kalau menurut pridiksi saya akan lebih bagus, manakala diikuti dengan Perpres yang mengatur secara lebih komprehensif kedalamannya. Karena UU tidak mungkin lebih dalam. Untuk itu di Perpresnya yang lebih dalam. Sekarang sistemnya berbeda-beda, misalnya Multilevel marketing yang marak, tapi pengatuarannya belum ada, maka dengan adanya UU ini sangat mungkin akan bisa diatur.

Bagaimana dengan ketentuan yang mengatur mengenai MLM di dalam UU Perdagangan ini ?

Multilevel marketing membuat si konsumen sangat ketergantungan dengan produk tertentu. Sebetulnya konsumen itu diatur marketnya (multi level marketing). Hal itu sama dengan beli di toko sendiri. Misalnya kita agen membeli sebuah produk, supaya mendapat bonus harus tetap memakai itu, artinya kita belanja ditoko sendiri. Memang lebih murah, tetapi ada berikade yang sangat kuat untuk konsumen lain untuk masuk. Sehingga yang mendapatkan untung itu yang berada pada level atas,

sementara yang baru/yang di bawah tetap harus usaha.

Dengan UU Perdagangan ini barangkali pemerintah ingin menghilangkan orang yang meneguk keuntungan dengan menggunakan tangan orang lain. Untuk itu memang harus diatur dengan UU Perdagangan, karena secara faktual ada di dalam bisnis yang terjadi. Sementara kalau dilihat dari sisi pasarnya, hal demikian termasuk pasar monopoli terselubung juga dan melanggar aturan. Untuk itu harus ada sanksi. Sehingga ada payug hukum untuk memidanakan prelangggaran-pelanggaran

Mungkin Anda bisa jelaskan, kebijakan perdagangan di indonesia ini menganut sistem ekonomi apa?

Waktu orde lama pernah tentang terjadi praktik perdagangan sosialis yang diatur oleh pemerintah, seperti membeli sesuatu dengan kupon, itukan praktik sosialis. Kemudian kita menganut ekonomi campuran dimana mulai masuknya peran pemerintah temasuk, tapi disisi lain perusahaan-perusahaan juga terlibat dan ikut mengatur pemerintah. Kemudian ada kecenderunga lebih liberal. Dan liberal ini nanti dikukuhkan dengan UU Perdagangan ini menjadi sah. Karena nampaknya ada pasal-pasal yang membolehkan ekspor/import masuk dalam bisnis kita.

Apa penyebab masih adanya nuansa liberal didalam aturan mengenai perdagangan kita?

Kita masih tergantung pada pasar internasional, sehingga ototomatis liberal masih masuk, karena memang kita belum bisa mandiri untuk menyediakan semua yang dibutuhan oleh masyarakat.

Apa koreksi Anda terhadap mekanisme perdagangn saat

Page 21: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�1 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

WAWANCARA KHUSUS

ini?Diperlukan behavior para

pelakunya itu punya standing moral yang tinggi. Sehingga kontribusi regulasi energinya tidak begitu besar. Tapi standing moral itu kan tidak teramati. Regulasi pemerintah harus bisa menekan/menahan motif amoral/moral hazard yang bisa merusak harmonisasi baik itu dalam tata masyarakat ASEAN, AFTA dan skema-skema yang lainnya. Menurut pandangan kami tetap dibutuhkan proteksi-proteksi, terutama proteksi di bidang pertanian, karena pertanian itu beda dengan manufacture, kemudian juga masalah agriculture jadi ada unsur budayanya.

Meskipun kedelai kita kalah dengan kedelai Amerika, tapi lahan kedelai itu punya nilai history, punya nilai budaya, bukan sekedar nilai ekonomis saja. Bahkan Amerika sendiri masih melakukan proteksi kepada sektor pertanian dan tidak meliberalkan. Sektor pertanian perlu didukung dan dikembangkan dan diberikan proteksi.

Kebijakan seperti apa untuk mengelola sektor pertanian?

Setiap wilayah itu punya pronogsa, neraca mengenai kebutuhan komoditi-komoditi pertanian. Nah kalau yang suduah terpenuhi ya berarti bisa swasembada. Tapi untuk komoditi yang kurang ya memang harus dipenuhi oleh import. Tapi jangan lupa jugam bahwa import itu berpengaruh terhadap strultur pasar. Seperti impor daging sapi. Memang sapi import kualitas lebih bagus dan cepat untuk dikonsumsi, tetapi ketika import masuk dengan harga yang relatif lebih murah membuat insentif kepada peternak sapi untuk masuk kepasar menjadi berkurang. Padahal sapi dalam negeri ini kan bebas dari praktik transgenik (sapi makan sapi) lebih sehat dibanding dengan sapi

import. Yang dikhawatirkan itu ketika

importir diberikan hak atau klaim untuk penunjukan itu harus di back-up oleh kriteria yang memadai, jangan sampai memunculkan isu kita kekuarangan daging sapi, kekurangan kedelai padahal sebetulnya ada, sehingga membuat motivasi kita menjadi menurun. Jadi wajar kalau banyak lahan pertanian kita semakin berkurang.

Dalam sirkulasi yang tidak menentu, satu sisi kita punya ketersediaan daging sapi, kedelai yang cukup, tapi sisi yang lain impor tetap jalan, apa yang sebenarnya terjadi?

Satu sisi pemerintah belum sempurna mengembangkan sektor kemampuan sektor riil, khususnya sektor pertanian kita. Tapi kemudian desakan di sektor perdagangan datang bertubi-tubi, ketidaksempurnaan yang belum disempurnakan oleh pemerintah. Di dalam UU Perda-gangan ini perlu dicermati Pasal 45 (ayat 2), dimana dalam hal tertentu import barang dapat dilakukan oleh importir yang tidak memiliki kewenangan sebagai importir. Itu kan menjadi keistimewaan perusahaan yang dulunya tidak mengimport, tiba-tiba ada peluang untuk mengimport, bisa ditunjuk untuk melakukan import. Untuk itu harus diatur lebih lanjut karena bisa menimbulkan moral hazard. Ini bagian dari kelemahan UU ini.

Sebentar lagi kita menghadapi pasar bebas ASEAN dimana nanti akan begitu mudah lalu-lintas produk keluar-masuk, bagaimana kesiapan menghadapi hal itu?

Barangkali dengan UU perda-gangan ini juga sebagai salah satu

upaya untuk melindungi produk dalam negeri. Memang kita terikat perjanjian WTO tentang perdagangan, tetapi tetap saja kan ada kuota. Untuk itu Indonesia harus siap dan harus mandiri untuk berbagai produk yang ada. Apalagi Indonesia ini merupakan pasar potensial yang berjumlah lebih dari 200 juta.

Selain itu juga diperlukan adanya semacam asosiasi. Kehadiran asosiasi ini sangat penting, bahkan para pengusaha sendiri juga menganggapnya hal yang sama. Nantinya asosiasi itu menjadi pusat informasi, seperti informasi harga, kualitas barang, serta arah penjualannya kemana. Informsi ini yang menjadi semangat dari UU Perdagangan tersebut. Informasi ini yang bisa menggerakkan kinerja para pengrajin. Jadi selain regulasi, asosiasi ini juga merupakan hal yang penting. Dan asosiasi ini baik karena diinisiasi langsung dan tumbuh dari para pungusaha/pengrajin untuk memperkuat kelembagaan mereka. Sehingga ketika ada produk dari luar mereka telah siap bersaing. Artinya kertelibatan langsung dengan asosiasi tersebut. Dan adanya UU Perdagangan tersebut semakin memperkuat asosiasi perdagangan.

Mungkin Anda punya masukan mengenai langkah atau kiat tertentu untuk meningkatkan perdagangan nasional kita?

Yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah bisa men-dorong masyarakat semakin mandiri secara luas. Karena kalau tidak mandiri akan tetap saja masuk ke nagara kita. Karena Indonesia menjadi pasar potensial. Harus membuat keterkaitan antara perdagangan dengan semua lingkup industri dan itu tidak bisa berdiri sendiri.[]

Page 22: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perdagangan Indonesia oleh DPR-RI pada

11/02/14 merupakan sejarah baru di sektor perdagangan nasional. RUU perdagangan ini merupakan satu satunya dan pertama kali diundangkan setelah selama 80 tahun ini menggunakan aturan Bedrijfsreglementerings Ordonnatie (BRO) tahun 1934. Dengan disahkannya RUU Perdagangan ini, maka ketentuan perdagangan dalam Bedrijfdreglementerings Ordonnantie 1934 serta undang-undang lain seperti UU tentang barang, UU perdagangan barang-barang dalam pengawasan, dan UU pergudangan sudah tidak berlaku lagi.

Pengesahan RUU perdagangan ini didasari keinginan untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia khususnya di tengah integrasi ekonomi dunia yang sarat dengan ketidakpastian. Pada sisi yang lebih strategis, RUU perdagangan ini merupakan respresentasi dari komitmen besar Pemerintah dan DPR untuk menjaga sektor perdagangan nasional agar dapat memberikan daya dorong dan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Atau dalam konteks ketahanan ekonomi, maka RUU perdagangan ini menjadi salah satu pilar strategis bagi kesinambungan kinerja dan kedaulatan ekonomi nasional.

RUU perdagangan ini merupakan manivestasi dari keinginan untuk memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan perdagangan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Hal ini sangat jelas dalam pasal 2 (a) yang menyatakan

bahwa “kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional”. Artinya secara eksplisit kebijakan perdagangan nasional semata-mata ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional.

Kepentingan tersebut meliputi mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong daya saing perdagangan, melindungi produksi dalam negeri, memperluas pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang dan jasa, penguatan UMKM dan lain sebagainya. Undang-undang yang terdiri dari 19 bab dan 122 pasal ini memuat fungsi kebijakan, pengaturan dan pengendalian di sektor perdagangan yang diharapkan dapat memacu kinerja sektor perdagangan nasional.

Disain kebijakan perdagangan ini menjadi pedoman dalam mengelola sektor perdagangan terutama untuk memperkuat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Perluasan sumber pertumbuhan terus dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkesinambungan, kokoh, dan berkualitas. Selama satu dekade ini, ekonomi nasional ditopang oleh sektor konsumsi dan investasi. Melalui kebijakan perdagangan dalam RUU perdagangan ini, kita berharap sektor perdagangan akan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi bersama-sama dengan konsumsi dan investasi. Resturukturisasi sumber pertumbuhan dan diversifikasi sumber pertumbuhan tentunya akan berdampak positif bagi pengelolaan perekonomian nasional. Ancaman potensi risiko ekonomi global akan lebih mudah ditangani

“RUU Perdagangan, Pasar dan UMKM”

WACANA HUKUM

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 1, Jan - Feb �014�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Prof. Firmanzah., PhD, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Page 23: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

WACANA HUKUM

dengan beberapa mesin pertumbuhan dibanding hanya mengandalkan satu sektor saja.

Sejak pertengahan 2012, kinerja neraca perdagangan Indonesia relatif melambat akibat pelemahan permintaan yang mengganggu kinerja ekspor. Begitu halnya sepanjang 2013, kondisi perdagangan dunia juga masih dalam tekanan dan menekan permintaan negara-negara maju seperti Amerka dan Zona Eropa, dan hard landing ekonomi Tiongok. Kondisi ini tentunya memberi sentimen negatif bagi kinerja perdagangan nasional. Namun demikian, di akhir tahun 2013, Neraca perdagangan dalam tiga bulan berturut-turut (Oktober-November-Desember 2013) mulai menunjukkan kinerja yang menggembirakan.

Neraca perdagangan Oktober, November, Desember 2013 secara berturut-turut surplus US$ 42 juta, US$ 776,8 juta dan US$ 1,52 milyar. Bahkan surplus neraca perdagangan di bulan Desember 2013 mencatatkan surplus tertinggi sejak 2011. Surplus ini tentunya akan memberi dampak positif terhadap neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran. Surplus neraca perdagangan Desember 2013 juga telah mendorong peningkatan cadangan devisa dan penguatan nilai tukar rupiah hingga akhir Januari 2014. Cadangan devisa hingga akhir Januari 2014 sebesar US$ 100,7 miliar atau setara dengan 5-6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Dalam upaya mendorong daya saing perdagangan nasional, substansi penting yang merefleksikan perlindungan pelaku usaha nasional (khususnya usaha rakyat) dalam RUU perdagangan ini adalah kebijakan perpasaran (perlindungan pasar), Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro-Kecil-Menengah). Untuk memberi ruang bagi tumbuh kembangnya kegiatan perpasaran (pasar rakyat/tradisional), UU perdagangan ini mengatur setidaknya 3 hal yakni: revitalisasi pasar, zonasi, harmonisasi kemitraan dengan ritel modern, tata ruang, manajemen pengelolaan pasar, dan memfasilitasi akses pembiayaan bagi pedagang pasar. Komitmen kerberpihakan kepada pasar rakyat/tradisional tertuang dalam pasal12,13, dan 14. Dalam pasal 13 ayat 1, “Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan Pasar rakyat dalam rangka peningkatan daya saing”.

Ini menjadi wujud nyata komitmen Pemerintah untuk terus mendorong daya saing pasar tradisional sehingga mampu sejajar dengan peritel modern lainnya. Untuk mempertegas kebijakan keberpihakan kepada

pasar tradisional tertuang dalam pasal 13 ayat 2 yang berbunyi “Pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan Pasar rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a) pembangunan dan/atau revitalisasi Pasar rakyat; b)implementasi manajemen pengelolaan yang profesional; c) fasilitasi akses penyediaan Barang dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing; dan/atau d) fasilitasi akses pembiayaan kepada pedagang Pasar di Pasar rakyat.

Sementara itu untuk mendorong pertumbuhan Koperasi dan UMKM diatur dalam satu bab khusus (Bab X) pasal 73 ayat 1 yang berbunyi : “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan terhadap koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor Perdagangan”. Pemberdayaan Koperasi dan UMKM ini dilakukan melalui sejumlah program fasilitas dan insentif yang tertuang dalam ayat 2: “Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian fasilitas, insentif, bimbingan teknis, akses dan/atau bantuan permodalan, bantuan promosi, dan pemasaran”.

Penekanan ini (Pemberdayaan Pasar, Koperasi dan UMKM) merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan UU kepada pelaku usaha perdagangan dalam negeri khususnya di sektor ekonomi kerakyatan. Pemerintah percaya memberikan perlindungan, pemberdayaan dan penguatan bagi pelaku usaha di sektor ini merupakan sarana untuk mewujudkan ketahanan ekonomi secara luas dan mendorong daya saing pelaku usaha lokal secara spesifik. Kita yakin dan optimis kelahiran UU perdagangan ini menjadi momentum yang bersejarah dalam perekonomian nasional baik terkait dengan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya maupun mendorong kemajuan ekonomi bangsa. UU perdagangan ini juga sekaligus mengkonfirmasi arah dan orientasi kebijakan perdagangan Indonesia di tengah volatilitas permintaan dunia.

Pemerintah bersama DPR meyakini bahwa potensi perdagangan nasional merupakan salah satu keunggulan ekonomi Indonesia di bandingkan ekonomi negara berkembang lainnya. Namun hal ini membutuhkan pengungkilan yang optimal (leveraging), dan ini ditempuh dengan disahkannya RUU perdagangan ini menjadi Undang-Undang sebagai alat pengungkil potensi perdagangan nasional. Seiring dengan pengesahan RUU ini, maka Pemerintah dalam waktu dekat ini akan menjabarkan amanat UU ini sebagai pedoman teknis pelaksanaan dalam bentuk 9 Peraturan Pemerintah, 14 Peraturan Presiden, dan 20 Peraturan Menteri. (jurnas.com)[]

Page 24: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Setelah 68 tahun merdeka, Indonesia akhirnya memiliki Undang-undang Perdagangan sendiri. Sebelumnya,

aktivitas perdagangan diatur dalam Bedriifsreglementerings Ordonnantie (BO) 1934 yang merupakan warisan jaman kolonial Belanda. Beleid itu berlaku selama 80 tahun. Pada tanggal 12 Februari 2012, DPR dan Pemerintah mengesahkan undang-undang Nomor 7 tshun 2014 tentang perdagangan.Dapat dikatakan Undang-undang perdagangan adalah karya anak bangsa. Namun, di tengah kehadiran undang-undang pro dan kontra selalu mewarnainya. Pemerintah dan DPR optimis undang-undang ini akan menjadi obat mujarab bagi persoalan perdagangan indonesia, namun bagi para aktivis LSM yang konsen dengan isu perdagangan cenderung menolak undang-undang ini karena berbaju liberalisas dan berbaju kolonialisme gaya baru. Ke depan penulis khawatir undang-undang yang baru seumur jagung ini akan jadi objek judicial review oleh mereka yang menolak kehadiran undang-undang ini seperti nasib undang-undang yang “berbau” liberalisasi seperti Undang-undang tentang pengesahan piagam ASEAN.

Secara filosofis kehadiran Undang-Undang ini hendak menghadirkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mencapai cita-cita tersebut undang-undang ini dilengkapi oleh asas-asas hukum yang merupakan norma abstrak yang diaktualisasikan melalui norma hukum dalam pasal-pasal. Beberapa asas penting dalam undang-undang ini adalah asas kepentingan nasional, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, kesederhanaan, kebersamaan, dan berwawasan lingkungan.

Berjumlah 122 pasal dan 19 BAB undang-undang telah mengatur secara komprehensif masalah perdagangan mulai dari perdagangan dalam negeri, perdagangan

luar negeri, perdagangan perbatasan, standardisasi, perdagangan melalui sistem elektronik, pelindungan dan pengamanan perdagangan, pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah, pengembangan ekspor, kerja sama perdagangan internasional, sistem informasi perdagangan, tugas dan wewenang pemerintah di bidang perdagangan, komite perdagangan nasional, pengawasan, penyidikan sampai masalah perdagangan jasa-jasa (trade in services).

Nuansa proteksionis dalam undang-undang ini terlihat dengan diberikannya kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan larangan dan pembatasan perdagangan barang dan/atau jasa dengan alasan-alasan : melindungi kedaulatan ekonomi, melindungi keamanan negara, melindungi moral dan budaya masyarakat, melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup, melindungi penggunaan sumber daya alam yang berlebihan untuk produksi dan konsumsi, melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan,melaksanakan peraturan perundang-undangan, dan/atau pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas Pemerintah. Namun jika ditilik lebih lanjut instrumen proteksi perdagangan dalam sebenarnya merupakan implementasi dari ketentuan-ketentuan WTO yang memang masih membolehkan negara-negara untuk mengambil kebijakan tertentu dalam melindungi kepentingan nasional, tetapi kewenangan itu tidak diberikan seperti “cek kosong” oleh WTO, setiap kebijakan pemerintah membatasi perdagangan harus didasarkan pada pembuktian bahwa memang betul perdagangan yang sedang berlangsung menyebabkan terjadinya kerugian pada kepentingan nasional, jika tidak dapat dibuktikan adanya kepentingan nasional yang dirugikan oleh aktivitas perdagangan.Sulit juga untuk membuktikan apa yang dimaksud dengan kedaulatan ekonomi di tengah

“Undang-undang Perdagangan: Antara Proteksi dan Liberalisaisasi”

WACANA HUKUM

�4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 1, Jan - Feb �014�4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Muh. Risnain, Dosen Hukum Internasional FH Universitas Mataram, NTB.

Page 25: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

WACANA HUKUM

perjanjian perdagangan internasional yang telah mengikat “kaki dan tangan” negara dan bangsa. Sebab berbagai perjanjian perdagangan internasional yang telah diratifikasi Indonesia,sesungguhnya adalah pelepasan kedaulatan hukum dan ekonomi kepada organisasi perdagangan internasional seperti WTO, ASEAN, ACFTA, dan MEA.

Nuansa liberalisasi perdagangan terlihat dalam asas adil dan sehat dalam Undang-undang perdagangan yang baru. Penjelasan resmi undang-undang ini menjelaskan asas adil dan sehat adalah adanya kesetaraan kesempatan dan kedudukan dalam kegiatan usaha antara produsen, pedagang, dan pelaku usaha lainnya untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif sehingga menjamin adanya kepastian dan kesempatan berusaha yang sama. Asas ini sebenarnya cukup efektif jika Indonesia tidak menjadi pihak dalam berbagai perjanjian perdagangan internasional, dengan kata lain Indonesia menutup diri dalam perdagangan global. Merupakan suatu hal yang hampir mustahil dalam pergaulan internasional sekarang ini. Asas adil dan sehat sesungguhnya kalau ditilik lebih mendalam sesungguhnya mengacu pada prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional di bawah payung liberalisasi seperti, non-diskriminasi, national treatment dan most-favoured nation. Apa dampaknya ? dalam perdagangan nasional pemerintah harus memberlakukan sama antara pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing yang melakukan bisnis di Indonesia. Mereka

Harapan besar masyarakat Indonesia agar undang-undang ini mengangkat perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan pengaturan perdagangan internasional membawa bangsa Indonesia tidak hanya perdagangan dalam skala nasional, tetapi juga dalam skala global. Indonesia telah terikat dalam berbagai perjanjian internasional ditingkat multilateral, Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak 1994. Pada tahun 2003, AFTA mulai berlaku. Pada tahun 2010 ACFTA mulai berlaku. Tahun depan, 2015 masyarakat ekonomi ASEAN akan berlaku. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai perjanjian perdagangan internasional sejatinya untuk mendapatkan keuntungan perdagangan agar Indonesia dapat memasarkan produknya ke negara-negara lain, tetapi kenyataannya Indonesia sering menjadi korban dari perdagangan internasional sejak berlakunya ACFTA banyak terjadi de-industrialisasi. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), industri alas kaki, industri mainan anak telah menjadi korban keganasan rezim perdagangan bebas. Jika kita tidak mempersiapkan industri dan perdagangan dalam negeri dengan baik, akan banyak lagi UKM yang terpaksa gulung tikar. Untuk itu perlu ada kebijakan pemerintah dalam mendukung daya saing industri agar dapat bersaing dalam perdagangan dengan produk dari luar negeri terutama Tiongkok. Jika tidak maka Indonesia menjadi “penonton” bahkan korban perdagangan internasional.

Namun sayangnya beberapa riset terakhir menunjukkan kondisi daya saing ekonomi indonesia

menurun. Sejak 2009-2013 hasil survey World Economic Forum Penelitian daya saing Indonesia yang dilakukan WEF dalam waktu lima tahun terkahir (2009-2013) mengalami fluktuasi dan cenderung pada kondisi penurunan. Pada tahun 2008-2009 peringkat daya saing Indonesia berada pada urutan ke-55 dari 133 negara yang disurvei. Pada tahun 2010-2011 daya saing global Indonesia berada pada posisi ke-54 dari 133 negara. Tahun 2010-2011posisi Indonesia berada pada peringkat ke-44 dari 139 negara. Tahun 2011-2012 peringkat daya saing global Indonesia mengalami penurunan menjadi urutan ke-46 dari 142 negara. Pada tahun 2012-2013 kondisi daya saing global Indonesia berada pada posisi ke-50 dari 138 negara yang disurvei. Terakhir pada tahun 2013-2014 posisi daya saing global Indonesia berada pada posisi ke-38 dari 144 negara yang disurvei. Bahkan di ASEAN daya saing Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara-negara kompetior utama. Sejak tahun 2008-2013 posisi Indonesia masih stagnan berada pada posisi ke-5 di bawah negara-negara tetangga : Singapura (1), Malaysia (2), Brunei Darusallam (3), Thailand (4).Daya saing ekonomi menentukan tingkat kesejahteraan sebuah bangsa.

Penulis berpendirian bahwa kontroversi yang menyelimuti lahirnya undang-undang perdagangan merupakan suatu hal yang lumrah. Pro kontra adalah saudara kandung dari demokrasi dan kebebasan berpendapat saat ini. Hal yang lebih penting dan krusial adalah bagaimana bangsa Indonesia menyiapkan diri memasuki perdagangan internasional yang sudah sangat liberal dan penuh persaingan ini. Kita mesti belajar dari negara-negara lain yang menikmati perdagangan internasional dan mendapatkan keuntungan luar biasa.Tiongkok saat ini menjadi raksasa perdagangan internasional karena mereka mempersiapkan diri secara maksimal untuk memasuki perdagangan internasional, begitu juga Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunai Darrusallam. Hal penting adalah bagaimana kita mempersiapkan daya saing kita sebagai negara dalam perdagangan,termasuk perangkat hukum dan kebijakan industrialisasi.

Lima besar penyebab anjloknya daya saing Indonesia versi WEF dalam lima tahun terakhir adalah persoalan : korupsi, birokrasi pemerintahan yang buruk, infrastrukur yang tidak memadai, akses terhadap pembiayaan dan peraturan ketenagakerjaan yang tidak kondusif. Oleh karena itu jika kita mau menjadi pemenang dalam perdagangan internasional saat maka pemerintah Indonesia harus menghilangkan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi dunia usaha saat ini. Korupsi harus dicegah dan diberantas, reformasi birokasi harus terus dilakukan, infrastruktur harus disediakan dengan maksimal, permudah pembiayaan dan konsistensi peraturan ketenagakerjaan merupakan langkah tepat untuk memenangkan persaingan perdagangan. Dengan begitu kita tidak lagi mengimpor garam, ikan, beras dan berbagai kebutuhan pokok dari luar negeri. Semoga !.[]

Page 26: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Wilayah perbatasan menjadi salah satu perhatian pemerintah di dalam undang-undang (UU)

Perdagangan. Pengaturan mengenai perdagangan di wilayah perbatasan antar dua negara sebagaimana dimuat dalam pasal 1 angka 4 UU No.7 Tahun 2014 dapat menjadi dasar sekaligus tujuan masyarakat melakukan kegiatan ekonomi.

Batas wilayah terluar merupakan zona paling rawan dan memerlukan perhatian khusus bagi negara. Karena itu membangun kawasan perbatasan melalui pengembangan perdagangan tidak sebatas pada keuntungan ekonomi semata melainkan juga mengenai ketahanan pertahanan nasional kaitanya dengan kedaulatan wilayah NKRI.

Kepedulian pemerintah pusat terhadap pengembangan kawasan perbatasan terluar negara mengandung pesan dan semangat kecintaan terhadap bangsa dan negara. Sepanjang perjalanan bangsa ini, kerap kali muncul tudingan mengarah ke pemerintah pusat, bahwasanya pemerintah pusat dipandang lalai mengurus perbatasan khususnya menyangkut distibusi pembangunan dan pemerataan kesejahteraan.

Sejauh ini perhatian terhadap wilayah perbatasan selalu identik dengan mobilisasi angkatan bersenjata republik Indonesia (ABRI) yang sekarang berganti nama menjadi tentara nasional republik Indonesia (TNI). Pendekatan melalui mobilisasi pasukan tempur semacam ini ternyata tidak efektif jika tidak dibarengi dengan penataan ekonomi. Beberapa catatan bisa kita buka untuk menunjukan bahwa kita pernah punya pengalaman memalukan manakala warga negara kita atau pemuda yang mendiami wilayah perbatasan di daerah kalimantan direkrut dan bekerja sebagai penjaga perbatasan negara tetangga(Malaysia).

Keadaan itu sangat memprihatinkan dan tentu para pemuda tersebut punya alasan mengapa mereka memilih bekerja untuk kepentingan kedaulatan negara lain. Salah satu faktornya adalah persoalan ekonomi. Ketika problem ekonomi masyarakat perbatasan tidak tersentuh oleh kebijakan pusat maka naluri mereka untuk terus bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat cenderung akan menerima tawaran pekerjaan yang mereka nilai secara ekonomi menguntungkan meskipun untuk mengabdi kepada kedaulatan negara tetangga. Persoalan nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air dia sandarkan pada pemerintah pusat. Jelas ada konflik kepentingan disitu, manakala mereka harus mengemban amanah pemberi gaji untuk mengamankan batas wilayah mereka. Bahkan mungkin juga konflik hati nurani dengan kebutuhan ekonomi. Tetapi semua itu hanya ulasan masa lalu, kedepan semangat kita adalah membangun daerah perbatasan berbasis pada gotong royong dan kecintaan terhadap segenap bangsa indonesia.

Konstitusi mengamanatkan agar perekonomian dan distribusi kemakmuran dicurahkan untuk seluruh rakyat indonesia. Sangat jelas bahwa tujuan bernegara dan pembangunan perekonomian disegala lini termasuk sektor perdagangan akan bermuara pada rakyat luas. Karena itu UU Perdagangan sebagai pedoman kegiatan perekonomian dibidang barang dan jasa memberi perhatian serius terhadap upaya mesejahterakan penduduk perbatasan negara melalui pengaturan lalulintas perdagangan diwilayah perbatasan. Ini dilakukan agar ada kepastian bagi pelaku usaha dan masyarakat perbatasan dalam aktifitas berusaha atau mengusahakan barang tertentu dan jasa tertentu demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

“PERDAGANGAN PERBATASAN MEMUPUK NASIONALISME”

OPINI STAF

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 1, Jan - Feb �014�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Suyanto Londrang, Staf KHN

Page 27: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

OPINI STAF

Perdagangan Perbatasan Indonesia Papua Nugini

Kami memiliki pengalaman empiris mengenai situasi dan kondisi perdagangan di wilayah perbatasan Indonesia Timur ( Papua). Ketika Redaksi Newsletter KHN melakukan kegiatan wawancara di Papaua pada akhir tahun 2013 lalu, di sela-sela kegiatan tim menyempatkan untuk melihat secara langsung kegiatan masyarakat di perbatasan Indonesia dengan masyarakat perbatasan Papua Nuigini. Beberapa catatan kami menunjukan bahwa wilayah perbatasan sesungguhnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan melalui sentuhan-sentuhan pemerintah. Selain tukar menukan barang dan jasa di pasar perbatasan Indonesia maupun di pasar perbatasan Papua Nugini, di antaranya sandang, produk kerajinan masyarakat, produk pertanian dan perkebunan, dan produk kreatif, masih ada potensi lain yang belum tersentuh pengembangan yaitu sektor pariwisata.

Sektor pariwisata ini masih memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut melaui wisata sejarah dan wisata alam. Artinya potensi ekonomi perbatasan masih sangat mungkin untuk tumbuh manakala ada keseriusan pemerintah pusat dan daerah melakukan penataan dan pengembangan.

Tampak jelas antusiasme, semangat para pedagang dua negara hilir mudik masuk dan keluar tapal batas kedua negara. Interaksi yang sudah terbangun tersebut hendaknya dipelihara diperkuat sehingga bisa memperoleh nilai tambah ekonomi bagi kedua negara. Di saat yang sama hubungan kedua negara bertetangga bisa lebih baik dan bisa saling mengisi kekurangan dengan kelebihan sumber daya ekonomi di masing-masing negara. Interaksi masyarakat dan negara melalui media perdagangan memberi kesan harmoni dalam kehidupan bertetangga.

Indonesia Negara KepulauanSebagai negara kepulauan luas wilayah paling tepi

indonesia tentu bersinggungan dengan wilayah paling ujung negara lain. Seperti berbatasan dengan Malaysia, Berbatasan dengan Papua Nugini, Berbatasan dengan Singapura, Berbatasan dengan Vietnam dan masih banyak lagi.

Jumlah negara tetangga yang banyak itu merupakan potensi untuk pengembangan perdagangan di wilayah perbatasan. Di tempat-tempat itu pertukaran sumberdaya ekonomi dan produktifitas dapat dibingkai dalam kerangka pengembangan ekonomi masyarakat perbatasan Indonesia dengan masyarakat perbatasan negara-negara tetangga itu.

Berkaitan dengan pengaturan perdagangan di wilayah perbatasan ini, ada peluang yang dapat dicapai oleh pemerintah, antara lain dalam hal meningkatkan taraf hidup dan daya beli masyarakat perbatasan, menumbuhkan dan memperkuat jiwa kebangsaan, mempertebal kecintaan kepada bangsa dan negara, serta melibatkan masyarakat dalam merawat batas wilayah NKRI. Dengan begitu, selain keuntungan ekonomi, pemerintah juga dapat lebih meningkatkan efisiensi karena

banyak kebutuhan masyarakat dapat mereka penuhi sendiri, tanpa harus menunggu distribusi dari pusat. Dengan syarat pemerintah juga harus menyediakan lahan untuk dikelola dan infrastruktur penunjang guna kelancaran arus distribusi hasil produksi.

Daya berlaku UU PerdaganganSebagai hukum positif cakupan mengikat UU

Perdagangan hanya sebatas teritorial NKRI. Karena perdagangan di wilayah perbatasan ini menyangkut nteraksi masyarakat perbatasan Indonesia dengan masyarakat perbatasan negara lain. Tentu tidak menutup kemungkinan terjadi persoalan-persoalan baik berhubungan dengan aspek transaksi perdagangan maupun aspek lainya semacam kejahatan, pencurian yang pelakunya warga negara lain. Tentu ini membutuhkan perhatian serius pemerintah.

Atau perlu ada semacam kesepahaman antar negara berbatasan untuk menentukan mekanisme penyelesaian persoalan-persoalan yang mungkin timbul antar masyarakat perbatasan dua negara. Mekanisme penyelesaian masalah bisa ditentukan melalui perundingan atau pendekatan lain yang memungkinkan untuk dipahami, diterima dan dapat efektif dalam pelaksanaanya.

Selain aspek hukum mengatur tentang hal ikhwal perdagangan beserta anak turunanya, aspek non hukum juga perlu dirancang untuk menunjang efektifitas dan kelancaran perdagangan di wilayah perbatasan.

Seara tersurat ketentuan pasal 1 angka 4 UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan menyebutkan : “Perdagangan perbatasan adalah perdagangan yang dilakukan

oleh warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di daerah perbatasan Indonesia dengan penduduk negara tetangga untuk memenuhi kebutuhan sehari hari”Pasal 1 angka 4 jelas mengatur mengenai perdagangan

perbatasan dan subyek hukum warga negara Indonesia dan warga negara bukan Indonesia. Dengan begitu potensi munculnya persoalan dalam pelaksanaan UU Perdagangan ini dimungkinkan.

Persoalan bisa terjadi karena perbedaan pemahaman warga negara tetangga terhadap norma UU Perdagangan dan dalam hal lainya. Karena itu untuk menghindari terjadinya kendala di lapangan, perlu disediakan alternatif penyelesaian setiap permasalahan menyangkut hubungan dagang antar dua warga negara ini. Dengan begitu interaksi bisnis akan lebih fleksibel dan mendekatkan setiap penyelesaian dengan mekanisme win-win solution.

Melalui penataan dan pengelolaan potensi perdagangan perbatasan ini bukan hanya efek ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat perbatasan meningkat, efek lain yang tidak kalah penting adalah dapat mendorong peran serta masyarakat mengamankan wilayah negara sehingga relasi TNI dan rakyat dapat memperkuat pertahanan ekonomi, sosial, politik, budaya, dan kedaulatan wilayah.[]

Page 28: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Usai penyelenggaraan Pemilu Legislatif pada April 2014 lalu, Indonesia kini bersiap menuju

penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014 nanti. Jika tak ada aral melintang, setelah dua hajatan demokrasi besar itu, maka Republik ini akan memiliki legislatif dan eksekutif baru yang salah satu tugasnya adalah merancang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019 (RPJMN).

Komisi Hukum Nasional (KHN) sebagai lembaga negara yang salah satu fungsinya adalah melakukan pengkajian masalah-masalah hukum sebagai masukan kepada Presiden untuk tindak lanjut kebijakan di bidang hukum, menggelar kegiatan dalam rangka turut memberikan masukan untuk rancangan RPJMN Tahun 2015-2019. Kegiatan itu bentuknya adalah Diskusi Bersama Komunitas Hukum.

Diskusi yang digelar rutin ini akan membahas tiga permasalahan yang diidentifikasi KHN sebagai permasalahan hukum dalam pembaruan hukum di masa pemerintahan mendatang.Pertama, memperkuat kelembagaan penegak hukum dan kekuasaan kehakiman. Kedua, dukungan hukum pada iklim usaha yang kondusif.Ketiga, perubahan Konstitusi.

KHN memandang ketiga permasalahan hukum tersebut berkaitan erat dengan permasalahan hukum yang mendasar dalam hal pembenahan sistem hukum yang melingkupi substansi, struktur dan budaya hukumnya.

Melalui acara Diskusi Bersama Komunitas Hukumini, KHN berharap dapat mengkompilasi dan kemudian menganalisis pendapat serta masukan komunitas hukum sebagai representasi suara masyarakat. Komunitas hukum tersebut meliputi narasumber ahli pemerhati hukum maupun mitra KHN. Hasil diskusi ini akan diolah KHN menjadi rumusan intisari pemikiran yang nantinya dimasukkan dalam rancangan akhir pendapat hukum KHN.

Rangkaian acara Diskusi Bersama Komunitas Hukum telah dimulai pada 13 Mei 2014 dengan tema pembahasan “Memperkuat Kelembagaan Penegak

Hukum dan Kekuasaan Kehakiman”. Narasumber yang hadir antara lain Sekretaris KHN Prof Mardjono Reksodiputro, perwakilan pimpinan POLRI, perwakilan pimpinan KejaksaanAgung, perwakilan pimpinan KPK, perwakilan Pimpinan Mahkamah Konstitusi, perwakilan pimpinan Mahkamah Agung, perwakilan pimpinan Komisi Yudisial, danmitra KHN.

Seri diskusi berikutnya digelar pada 20 Mei 2014 dengan tema pembahasan “Dukungan Hukum pada Iklim Usaha yang Kondusif ”. Narasumber yang akan hadir antara lain Anggota KHN Frans Hendra Winarta, perwakilan pimpinan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, perwakilan pimpinan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, perwakilan pimpinan Lembaga Penelitian INDEF, Prof Erman Rajagukguk,Yunus Husein,dan Mitra KHN.

Seri penutup akan digelar pada 3 Juni 2014 dengan tema pembahasan “Perubahan Kembali Konstitusi”. Narasumber yang akan hadir antara lain Ketua KHN Prof JE Sahetapy, perwakilan pimpinan MPR, perwakilan Forum Rektor, perwakilan pimpinan DPD, perwakilan anggota DPR, ahli HTN Irman Putra Sidin, dan para mitra KHN. (berita: kerjasama KHN + hukumonline)[]

MASUKAN UNTUK RPJMN 2015-2019

LIPUTAN KHN

Page 29: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

“Iklim usaha mutlak membutuhkan dukungan hukum. Dukungan itu di antaranya berupa regulasi yang

jelas sehingga tidak multitafsir dan putusan pengadilan yang konsisten. Intinya, iklim usaha yang kondusif sangat bergantung pada kepastian hukum. Dukungan hukum berarti kepastian dan penegakan hukum, yang muaranya pada putusan pengadilan atau arbitrase,” kata anggota KHN, Frans Hendra Winarta dalam acara Diskusi Komunitas Hukum yang diselenggaran di Kantor KHN, Jakarta, Selasa, 20 Mei 2014.

Menurut Frans, putusan pengadilan harus konsisten dan dapat diprediksi (predictable) dalam arti putusan atas beberapa perkara yang sejenis seharusnya tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Ditegaskan Frans, disparitas putusan harus dihindari karena dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dukungan hukum untuk iklim investasi, kata Frans, merupakan satu dari tiga permasalahan hukum yang diidentifikasi KHN harus menjadi perhatian para bakal capres dan cawapres yang akan bertarung di Pemilu Presiden 2014. Dua masalah lainnya adalah penguatan kelembagaan penegak hukum dan kekuasaan kehakiman, dan amandemen Konstitusi.

Menurut Frans, ketiga permasalahan hukum tersebut berkaitan erat dengan permasalahan hukum yang mendasar dalam hal pembenahan sistem hukum yang melingkupi substansi, struktur dan budaya hukumnya.

“Praktis belum terdapat visi-misi Presiden-Wakil Presiden terpilih yang dapat dimasukkan dan dirincikan dalam Rancangan RPJMN 2015-2019. Ini mengkhawatirkan sekali,” ujar Frans.

Memaparkan hasil penelitian KHN, Peneliti Sulaiman Sujono mengatakan Indonesia memiliki kesempatan sekaligus tantangan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) yang rencananya mulai berlaku tahun 2015.

Kesempatan itu antara lain akses ekonomi yang lebih luas, arus perdagangan yang lebih bebas antar negara anggota ASEAN, peningkatan potensi investasi dan integrasi ASEAN. Sementara, tantangannya adalah daya saing ekonomi Indonesia dan regulasi yang menguntungkan dan melindungi Indonesia.

“Yang perlu diperhatikan ialah bahwa lemahnya penegakan hukum merupakan penghalang mendasar dari penanaman modal di Indonesia,” ujar Sulaiman.

Sulaiman juga menekankan pentingnya kepastian hukum. Menurut dia, kepastian hukum merupakan unsur penting bagi iklim investasi. Dengan kepastian hukum, lanjut dia, Indonesia dapat menjaga kepentingan nasional dalam kondisi ekonomi yang terbuka pada era AEC.

Penafsiran Konstitusi

Turut hadir dalam acara diskusi, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengungkapkan fakta miris, bahwa indeks kebijakan pertambangan Indonesia berada di posisi bawah dibandingkan negara-negara lain. Padahal, potensi pertambangan Indonesia termasuk yang sangat besar di dunia.

Kunci permasalahannya, kata Hendra, adalah kebijakan dan regulasi yang tidak bagus. Andai kebijakan dan regulasi di sektor pertambangan sudah bagus, Hendra yakin Indonesia mampu menjadi negara besar. Untuk itu, dia berharap ada perbaikan yang dilakukan pemerintah terkait kebijakan dan regulasi pertambangan.

Selama ini, Hendra melihat kebijakan dan regulasi yang terkesan tidak mendukung perkembangan bisnis pertambangan berpatokan pada Pasal 33 UUD 1945 yang di dalamnya terkandung frasa “dikuasai oleh negara”. Dia berpendapat penafsiran seperti ini tidak tepat, karena seharusnya Pasal 33 ditafsirkan bersama-sama dengan Pasal 1.

Terdiri dari tiga ayat, salah satu prinsip penting dalam Pasal 1 itu adalah penegasan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dari ketentuan ini, Hendra mengatakan kepastian hukum harus selalu diutamakan dalam hal apapun, terlebih untuk sektor bisnis.

“Ada penafsiran konstitusi, orang seringnya langsung Pasal 33 tapi lupa soal Pasal 1 tentang Kepastian Hukum,” kritiknya. (berita: kerjasama KHN + hukumonline)[]

PUTUSAN PENGADILAN HARUS KONSISTEN DAN DAPAT DIPREDIKSI

LIPUTAN KHN

Page 30: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�0 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Tri Rismaharini,Walikota Surabaya

“PKL Wajib Bayar Retribusi”

Kebijaksanaan Pemerintah Kota Surabaya dalam

merelokasi PKL ke dalam sentra yang tersebar di seluruh kecamatan di Surabaya membuahkan hasil. Selain masyarakat dan pedagang menuai manfaat, Kota Surabaya juga terlihat lebih bersih, rapi, dan asri.

Pada bulan April tahun 2014, telah dikeluarkan peraturan mengenai pemungutan retribusi terhadap pedagang dalam Perwali no. 27 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi atas Pemakaian Stand Sentra Makanan dan Minuman.

Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan:

Wajib retribusi yang telah menempati Sentra Makanan dan Minuman sejak sebelum ditetapkannya Peraturan Walikota ini, diberikan Surat Persetujuan Pemakaian Stand terhitung sejak tanggal 1 Maret 2013 sampai dengan tanggal 31 Desember 2013.

PKL “digusur”

KabarKUMDA

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi: “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan suatu fenomenakegiatan perekonomian rakyat kecil. PKL lahir dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian yang tidak merata. PKL ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi.

Ketika redaksi mencoba mennanyai salah seorang anggota PKL di sekitar Stasiun Cikini Jakarta Pusat, ia menyimpulkan pembicaraan; “kami menjadi PKL karena tidak mampu beli kios, sewa ruko apalagi menjadi pedagang besar atau seperti pengusaha yang sangat gampang memperoleh tempat-tempat berdagang yang layak. Menjadi PKL belum sampai pada tahap mengumpulkan harta, usaha kami hanyauntuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.”

Namun, akhir-akhir ini fenomena penggusuran terhadap para PKL marak terjadi di kota-kota besar di negeri ini. Kenapa digusur? Apa solusi yang mereka tawarkan? Kabarkumda kali ini menyajikan kebijakan daerah terhadal PKL.

Page 31: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�1 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

KABARKUMDA

Pasal 8 ayat (2) menyebutkan:

Setiap orang atau badan yang akan menggunakan Sentra Makanan dan Minuman setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan permohonan/perpanjangan menurut ketentuan dalam Peraturan Walikota ini.

Terhadap peraturan tersebut, Pemerintah Kota Surabaya mengundang perwakilan dari kelurahan dan kecamatan di seluruh Surabaya untuk diberikan sosialisasi mengenai peraturan baru bagi sentra PKL tersebut. Harapannya, petugas di kecamatan paham, mampu membimbing dan mengawasi pedagang di sentra PKL supaya berkegiatan sesuai dengan peraturan yang berlaku.[]

-----------------------------

Firdaus, MT,Walikota Pekanbaru

“Jalan itu Bukan Milik Pedagang Tapi Milik Semua Masyarakat”

Masalah jalan yang telah beralih fungsi menjadi tempat berjualan oleh para Pedagang Kaki

Lima (PKL) tela sebabkan kemacetan panjang di Kota Pekanbaru.

Pada tahun lalu, kami telah meminta kepada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo), Dinas Pasar dan juga Satpol PP serta semua pihak yang bertanggung jawab mengenai masalah PKL termasuk pihak kepolisian untuk dapat bersama sama mengkoordinasikan dan menertibkan serta mengembalikan fungsi jalan kepada fungsi sebenarnya.

Saya juga telah meminta agar parkir yang tidak pada tempatnya juga sangat mengganggu pemandangan serta merusak dan melanggar rambu rambu yang ada.“Kembalikan fungsi jalan itu untuk umum supaya masyarakat yang lain juga bisa menggunakannya. Semua pihak harus bisa bekerjasama untuk menertibkannya”

“Semuanya harus di tertibkan jalan jalan itu bukan milik pedagang tapi milik semua masyarakat yang juga ingin menggunakannya”.

Dengan tegas saya menyatakan bahwa jalan itu harus kembali berfungsi sebagai mana mestinya. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, dikerahkan seluruh kekuatan personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) guna menghalau para PKL tersebut. (gagasanriau.com)

------------------------------

Ridwan Kamil,Walikota Surabaya

“Denda 1 Juta Bagi Pembeli Dagangan PKL”

Pemerintah Kota Bandung mengatakan, sanksi denda bagi para pembeli barang dagangan para

PKL yang berjualan di zona terlarang mulai diterapkan mulai pada tanggal 1 Pebruari 2014. Selama seminggu menjelang diberlakukannya denda maksimal Rp 1 juta, Pemkot akan terus menyosialisasikan kebikan tersebut.

Menurutnya, pemberlakuan denda tersebut akan dimulai di empat titik lokasi zona merah, yaitu di Jalan Merdeka, Jalan Kepatihan, Jalan Dalem Kaum, dan sekitar Alun-alun. Sanksi tersebut mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung No 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan PKL.

Pasal 24 ayat 1 dan 2 Perda tersebut, menyatakan bahwa masyarakat dilarang membeli dari PKL yang berada di zona merah dan zona kuning yang tidak sesuai dengan peruntukan waktu dan tempat. Jika hal itu dilanggar, akan dikenakan denda Rp 1 juta.

Pada hari pertama pemberlakuan aturan ini, para pembeli akan mendapat peringatan terlebih dahulu. Sanksi denda baru akan diterapkan pada hari-hari berikutnya. Pemkot Bandung tak pernah melarang orang berjualan. Namun, berjualan itu ada aturannya, dan itu tak boleh dilanggar.[]

Page 32: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Faang, Grup band Wali

"pemerintah Bersikap Tegas Pembajak Produk"

Grup Band Wali sudah menorehkan karya-karya terbaik di blantika musik Indonesia, namun pada saat meluncurkan album kedua

yang bertajuk ‘Cari Jodoh’ yang terbilang laku keras di pasaran, ternyata dibajak oleh Negara tetangga (Malaysia).

Irononisnya album bajakan milik Wali Band saat itu diedarkan secara legal atau resmi di outlet dan toko musik di negara tersebut. Kami

kaget dan tak menyangka negara lain dapat berbuat seperti itu. “Kaget, kita kaget banget. Maksudnya kok bisa barang bajakan dilegalkan dan

parahnya lagi ada barkot dan pita cukainya lagi. Kami sendiri dengarnya dari produser yang mengatakan ada yang mengarransement ulang lagu Wali

tanpa seizin pihak label. “Ya allah kok tega banget sih.

Okelah kalo misalnya hanya dibajak saja, bagi kami hal itu sudah lumrah meski bukan berarti kami mengamini adanya pembajakan. Tapi ini dibajak di negeri orang dan anehnya lagi karya bajakan itu dilegalkan oleh pemerinta tersebut.

Saat itu Wali hanya berharap pemerintah Indonesia dapat bersikap tegas mengambil keputusan untuk permasalahan tersebut. “Baru kali itu kami berani bersuara. Kami tau pemerintah sangat perhatianlah dengan perkembangan seni bangsa. Saat itu kami berharap, mudah-mudahan saja pemerintah buka mata lebar-lebar tentang masalah ini dan masalah lainnya. (cumi-cumi.com)[]

Daniel Mananta, Mantan ‘video jockey’ MTV Indonesia dan ‘Indonesian Idol’

“Pembajak Produk itu Tidak Tahu Malu”

Saya ‘marah’ setelah mengetahui produk fesyen saya ‘Damn! I Love Indonesia’ dibajak di Singapura dan Yogyakarta.Di Singapura, muncul kaos bertuliskan ‘Damn! I Love Singapura,

Grab and Go’. Sedangkan di Yogyakarta, mendadak muncul sebuah toko yang menamakan diri sebagai toko ‘Damn! I Love Indonesia’.

Padahal saya tidak pernah membuka toko di Yogyakarta. “Sebenarnya sudah dibajak sejak tiga tahunan ini,” kata Daniel ahir tahun lalu.

Saya menganggap, para pembajak produk itu tidak tahu malu. “Gue sedih banget. Produk ‘Damn! I Love Indonesia’ ini punya misi dan visi untuk memperkenalkan budaya Indonesia.”

Sejak membuat desain produk fesyen tersebut, sayal sudah mendaftarkan nama mereknya ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (HAKI). Sejak lima tahun lalu, saya sudah mengantongi sertifikat dan nama dagang dari HAKI. (tribunnews.com)[]

Page 33: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Suara PEKERJASENI

Delon, Penyanyi Indonesia Idol

“Kasus Pembajakan Karya Seni Sangat Meresahkan dan Merugikan”

Kasus pembajakan atas karya seni di Indonesia sudah sangat meresahkan dan merugikan bagi para pekerja seni. Pembajakan

sudah seperti virus. Karena itu harus dibasmi sampai tuntas.“Ini udah kayak virus yang masuk pikiran manusia. Sungguh jadi

penyakit. Makanya itu mesti dibasmi.”[]

Terry Putri, Bintang sinetron

“Kuncinya Adalah Kerja Sama Yang Terjalin Baik”

Selain permasalahan pajak yang begitu tinggi di Indonesia soal film asing, sebelumnya sudah muncul keluhan yang belum sepenuhnya tertangani

mengenai tingginya angka pembajakan di Indonesia. Saya meminta pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak asing untuk menyelesaikan masalah ini.

Terus juga untuk masalah piracy, kalau orang luar protes soal pembajakan film-film mereka di Indonesia, ya udah gimana caranya dicari cara dan jalan ke luar supaya nggak ada lagi pembajakan film asing di Indonesia. Harusnya sih ada kerja sama antara pemerintah dan pihak sana

Semua masalah perfilman tanah air yang mencuat ini bukan sepenuhnya salah pemerintah. Kuncinya adalah kerja sama yang terjalin baik antara pihak pemerintah dengan orang yang mengerti perfilman.

“Aku sih nggak mau nyalahin pemerintah ya, sebagai penikmat film, aku juga pingin dong ada kerja sama yang baik di antara pemerintah dan orang-orang yang mengerti soal perfilman untuk supaya film-film asing nggak menarik diri dari bioskop Indonesia.[]

Widi, Vokalis Hello

“Gak Jelas Royaltinya”

Saya sedih dengan kondisi pembajakan yang masih terjadi di Industri music tanah air. Terlebih para musisi semakin bingung soal royalty.Sebagai anak band sedih ya. Ya meski, mungkin ada, yang besar dari

bajakan tapi justru jadi dilema, karena gak jelas royaltinya. Maka dari itu kami harap ada tips khusus untuk mengatasi hal ini.[]

Page 34: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

�4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Akbar Rhamdani, Jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung

Menurut saya, k e b i j a k a n

pemerintah terkait impor itu kebijakan pragmatis. Ketika memang kebutuhan di dalam negeri itu tidak mencukupi, lantas wajar bagi kita untuk ambil dari luar (impor). Namun pada beberapa aspek tertentu, seperti

misalnya Indonesia kan wilayah agraris, maka akan sangat konyol jika kita mengimpor kedelai atau sapi dari luar.

Disamping itu, pemberdayaan masyarakat dari pemerintah kita itu masih minim. Dari aspek pembelajarannya dan dananya pun kurang disokong pemerintah. Padahal, seperti yang kita ketahui, pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang menyatakan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, balik lagi ke pemerintahan kita, pemerintahan kita ini sibuk dengan perpolitikan masing-masing, sehingga hal-hal yang menyangkut kesejahteraan masyarakat tidak tersentuh. Jadi harapannya, kita balik lagi ke konstitiusi dan pemimpinnya itu yang merakyat, mau melayani, mau berperanan.[]

Elsa Gustiany Mardianto, Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pasundan Bandung

Sekarang ini banyak barang impor

masuk ke Indonesia. Contohnya, sekarang kan pulpen aja, kita impor dari China atau Korea. Padahal kalau pemerintah lebih memperhatikan perdagangan di Indonesia, kita bisa berbuat lebih, bisa buka pabrik atau

apapun itu untuk mengembangkan perdagangan di Indonesia.

Itu akan jauh lebih baik dari pada barang bakunya dari kita, cuma kita gak bisa mengolahnya itu untuk jadi barang jadi, terus kita mesti ke luar untuk jadikan barang jadi, terus masuk lagi ke sini kan harganya lebih mahal, dan kita rugi.

Selain itu, sebentar lagi kita akan menghadapi Asean Economic Community (AEC). Kalau kita tidak mempersiapkan diri, yang kaya akan makin kaya, yang miskin akan makin miskin. Masing-masing dari kita perlu menyadari pentingnya meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM). Peningkatan daya saing SDM penting karena yang merupakan kunci dari kemajuan bangsa adalah bukan karena kekayaan alamnya melainkan SDM yang ada di dalamnya.[]

SUARA MAHASISWA

Page 35: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Catatan Lepas KETUA KHN

Sebagai seorang warganegara biasa, yang tidak memiliki keahlian dalam bidang ekonomi, sungguh mengherankan

membaca dan mendengarkan para ahli ekonomi Indonesia berdebat dan atau menulis tentang teori-teori ekonomi luar negeri, tanpa sedikit pun berpijak pada Undang-Undang Dasar 1945, khusus Pasal 33. Mengapa sampai begitu, saya tidak tahu dan tidak ingin tahu maupun berspekulasi bertalian dengan hal tersebut.

Masalah perdagangan bukan masalah baru, apalagi buat Indonesia yang telah merasakan dan menderita akibat serbuan orang-orang kulit putih dari Eropa, meskipun pada mula pertama cuma bertalian dengan pencarian rempah-rempah cengkih, pala dan fuli.

Pasal 33 UUD 1945 tidak begitu saja “jatuh” dari langit. Ia pasti telah diperdebatkan dengan sengit. Demikian pula secara “mutatis mutandis” diperdebatkan sampai ada yang menangis ketika membicarakan amandemen UUD 1945. Tetapi terlepas dari “huruf-huruf mati” itu dan terlepas pula dari teori-teori ekonomi dari Barat, para pemimpin kita dewasa ini mau membawa Indonesia ke mana !!!

Kekayaan sumber alam kita terutama merangsang orang-orang bule dengan berbagai cara untuk menguasai perekonomian Indonesia c.q. perdagangan kita. Kalau para pemimpin kita tidak bisa disogok dengan uang dan berbagai fasilitas atau gratifikasi, maka tentu akan disediakan wanita-wanita cantik yang menggiurkan. Tolong dibaca buku “Confessions of an economic hit man” karangan John Perkins (2006).

Mereka yang beristirahat abadi di Taman-Taman Makam Pahlawan akan gelisah dan menangis bila melihat sepak terjang para pemimpin kita yang telah “menjual” harta kekayaan Indonesia melalui berbagai cara dan memanipulasi via perdagangan. Tolong renungkan : minyak kita di expor via cecunguk-cecunguk, lalu kemudian diimpor kembali via cecunguk-cecunguk yang sama. Tambang-tambang dengan berbagai hasil diexpor oleh segelintir orang atau oleh politikus-politikus tengik. Para pemimpin kita seperti kena sihir dan melongo. Dan rakyat kecil kita ? Ah, jangan tanya seperti itu. Bayangkan : garam saja di waktu yang lalu harus diimpor !!

Quo vadis ! John Perkins benar : “No country or combination of countries can thrive in the long term by exploiting others”. Ini supaya disadari oleh para pemimpin kita dan wakil-wakil rakyat di DPR yang mendapat kedudukan mereka juga dengan cara yang sama : “menipu” rakyat. Lalu ?!

“Confessing a sin is the beginning of redemption”.

J.E. SahetapyKetua Komisi Hukum Nasional

PERDAGANGAN : KEPENTINGAN

SIAPA ?!

The rich get richer and the poor grow poorer. Yet, from a statistical

standpoint, this is recorded as economic progress.

• John Perkins

�� Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei �014

Page 36: Vol 14, No. 4, MEI 2014 ISSN 1829 - 7943 · 2014. 8. 31. · 4 Desain Hukum, Vol. 14, No. 4, Mei 014 DAFTAR ISI Dr. Frans H. Winarta, SH, MH : “Undang-undang ini harus menjamin

Mereka yang beristirahat abadi di Taman-Taman Makam Pahlawan akan gelisahdan menangis bila melihat sepak terjang para pemimpin kita yang telah

“menjual” harta kekayaan Indonesia melalui berbagai cara dan memanipulasi via perdagangan. Tolong renungkan : minyak kita di expor via cecunguk-cecunguk, lalu kemudian diimpor kembali via cecunguk-cecunguk yang sama. Tambang-

tambang dengan berbagai hasil diexpor oleh segelintir orang atau oleh politikus-politikus tengik. Para pemimpin kita seperti kena sihir dan melongo. Dan rakyatkecil kita ? Ah, jangan tanya seperti itu. Bayangkan : garam saja di waktu yang

lalu harus diimpor !!

Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., MAKetua KHN

REFORMASI HUKUM Tanggung Jawab BERSAMA

PENEGAKAN HUKUM Kewajiban SEMUA