vol. 27, no. 2, desember 2013 issn 0852-0682

102
Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682 Ketua Penyunting: Drs. Yuli Priyana, M. Si. Wakil Ketua Penyunting: Agus Anggoro Sigit, S. Si., M. Sc. Dewan Penyunting: Dr. Ir. Imam Hardjono, M. Si. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M. Si. Dra. Alif Noor Anna, M. Si. Drs. Priyono, M. Si. Jumadi, S. Si, M. Sc. Distribusi dan Pemasaran: Agus Anggoro Sigit, S. Si., M. Sc. Kesekretariatan: Jumadi, S. Si, M. Sc. Periode Terbit: Juli dan Desember Terbit Pertama: Juli 1987 Cetak Sekali Terbit: 410 exp Alamat Redaksi: Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102, Telp (0271) 717417 Psw 151-153, Fax: (0271) 715448, E-mail: [email protected]

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Ketua Penyunting:Drs. Yuli Priyana, M. Si.

Wakil Ketua Penyunting:Agus Anggoro Sigit, S. Si., M. Sc.

Dewan Penyunting:Dr. Ir. Imam Hardjono, M. Si.

Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M. Si.Dra. Alif Noor Anna, M. Si.

Drs. Priyono, M. Si.Jumadi, S. Si, M. Sc.

Distribusi dan Pemasaran:Agus Anggoro Sigit, S. Si., M. Sc.

Kesekretariatan:Jumadi, S. Si, M. Sc.

Periode Terbit: Juli dan DesemberTerbit Pertama: Juli 1987

Cetak Sekali Terbit: 410 exp

Alamat Redaksi:Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102, Telp (0271) 717417 Psw 151-153,Fax: (0271) 715448, E-mail: [email protected]

Page 2: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

DAFTAR ISI

PENGEMBANGAN LINGKUNGAN KARS GUA URANG SEBAGAI LOKASI WISATASrijono dan Nisa Nadia 99 - 110

MODEL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASIBENCANA ALAM MELALUI PENDEKATAN MORFOKONSERVASI DI DAERAHALIRAN SUNGAI SAMIN KABUPATEN KARANGANYAR

Setya Nugraha, Sulastoro RI, dan Rahning Utomowati 111 - 118

ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK PADAPERMUKIMAN PADAT UNTUK EVAKUASI PADA GEMPA SUSULANStudi Kasus Kelurahan Sukahaji, BandungSaut Sagala dan Sari Saraswati 119 - 130

MODEL KONSERVASI LINGKUNGAN SAGARA ANAKANDede Sugandi 131 - 146

TIPOLOGI, DINAMIKA, DAN POTENSI BENCANA DI PESISIR KAWASAN KARSTKABUPATEN GUNUNGKIDUL

Muh Aris Marfai, Ahmad Cahyadi, Dini Feti Anggraini 147 - 158

STUDI TENTANG KARAKTERISTIK FISIK DAN HIDROLOGI PADA 15 DAS DIJAWA TIMURIndarto 159 - 178

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR TELUKKENDARI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI (KURUNWAKTU 2003-2009)

Laode Muh. Golok Jaya 179 - 188

ZONASI DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR DI SULAWESI SELATANNasiah dan Ichsan Invanni 189 - 198

Indeks Penulis 199

Indeks Subjek 200

iDaftar Isi

Page 3: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 11099

PENGEMBANGAN LINGKUNGAN KARS GUA URANGSEBAGAI LOKASI WISATA

Urang Cave Karst Environmental Development as Tourism Area

Srijono1 dan Nisa Nadia2

1) Laboratorium Geologi Dinamik, Jur. T. GeologiFakultas Teknik UGM

2) Sarjana Teknik Geologi bekerja di PT Aneka Tambang, Tbk.Email: [email protected]

ABSTRACTThis study aims to do zoning district Urang Cave as tourist sites. The research method is using contour mapsas a base map of Urang Cave karst environment geomorphological mapping. Each development zone isanalyzed its geophysical environmental element, then set scoring and value summation. For comprehensiveenvironmental element analysis, chemical analysis of rocks, and water-soil chemistry. In reference toMinister of Energy Mineral Resource decrees No. 1456/K/20/MEM/2000, Urang Cave zoningdefined into 3 (three) zone, as follow: the Protected Zone, Cultivation Zone 1, and Cultivation Zone 2.Protected Zone, consists of Urang Cave tunnel/hallway with a unique spheleothem in it. This zone as acave tracking site tourism, potential to produce karst water as a decent drinking water while maintaininghardness. Cultivation Zone 1 is spreading about 200 m in distance from outer appearance of springaround the cave hallway. In this zone mining of cave sediments may be done in the inactive form caves,without changing the state of the existing major exokarst morphology. Cultivation Zone 2, an outerzone, located farthest from the tunnel/hallway Urang Cave. Utilization of this zone as a limestonemining quarry, although only on a small scale.

Keywords: karst environment, Urang Cave, tourism

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan melakukan zonasi kawasan Gua Urang sebagai lokasi wisata. Metode penelitianmenggunakan peta kontur sebagai peta dasar pemetaan geomorfologi lingkungan kars Gua Urang.Setiap zona pengembangan dianalisis unsur lingkungan geofisik, selanjutnya ditetapkan pengharkatandan penjumlahan nilainya. Untuk kelengkapan analisis unsur lingkungan, dilakukan analisis kimiabatuan, dan kimia air-tanah. Dengan mengacu KepMen ESDM No. 1456/2000, zonasi Gua Urangditetapkan menjadi tiga, yaitu zona lindung, zona budidaya 1, dan zona budidaya 2. Zona lindung,terdiri dari lorong Gua Urang dengan di dalamnya terbentuk speleotem yang unik. Zona ini sebagailokasi wisata penelusuran gua, potensial menghasilkan air kars yang layak sebagai air baku dengantetap memperhatikan kesadahannya. Zona budidaya 1, terhampar mulai jarak 200 m sebelah luarpemunculan mata-air di sekitar lorong gua. Pada zona ini boleh dilakukan penambangan sedimen guapada bagian gua yang sudah tidak aktif terbentuk, dengan tanpa merubah keadaan morfologi eksokarsmayor yang ada. Zona budidaya 2, merupakan zona terluar, berada paling jauh dari lorong Gua Urang.Pemanfaatan zona ini dapat sebagai kuari penambangan batugamping, meskipun hanya skala kecil.

Kata kunci: lingkungan kars, Gua Urang, wisata

Page 4: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

100Pengembangan Lingkungan Kars ... (Srijono dan Nadia)

PENDAHULUAN

Lingkungan Kars merupakan geosistemhasil pelarutan air alami terhadap batu-gamping. Proses tersebut dikenal sebagaikarstifikasi, menghasilkan topografi yangkhas baik di atas permukaan tanah maupunbawah tanah. Salah satu topografi karsbawah tanah adalah gua.

Gua terbentuk di lingkungan Kars Sukolilowilayah Kabupaten Grobogan dan Pati,Provinsi Jawa Tengah. Pelamparan karstersebut di bagian utara Kabupaten Grobogan.Secara geologi Kars Sukolilo termasukmendala Perbukitan Rembang, terbentukoleh batugamping Formasi Bulu. Salah satupembentukan adalah Gua Urang. Gua inimerupakan gua horizontal, dan memilikisistem sungai bawah tanah yang masihaktif. Luasan Gua Urang dan sekitar lebihkurang empat kilometer persegi, terletak 10km di sebelah utara kota-kabupatenPurwodadi atau 9 km di sebelah selatanPati (Gambar 1), tercakup dalam wilayahadministrasi Kabupaten Grobogan diselatan, dan Kabupaten Pati di sebelahutara. Lokasi penelitian ini dapat dicapaidengan kendaraan bermotor selama empatjam dari Yogyakarta.

Usaha meningkatkan pendapatan aslidaerah (PAD) antara lain melalui pengem-bangan wisata, baik secara jumlah lokasinyamaupun keanekaragaman jenis wisata. GuaUrang melalui usaha pengembangannyadapat memenuhi harapan PemerintahDaerah Kabupaten Grobogan sebagailokasi wisata yang mampu memberikonstribusi meningkatkan PAD.

Geologi Regional

Pada fisiografi Pulau Jawa (Van Bemmelen,1949), daerah penelitian Gua Urang termasukbagian Zona Rembang. Zona ini merupa-

kan perbukitan memanjang berarah barat– timur sesuai dengan arah struktur geologi.Struktur geologi regional daerah ini dikenalsebagai antiklinorium Rembang. Tektonikpembentuk antiklinorium terjadi pada kalaPliosen-Pleistosen, berasosiasi dengansistem sesar mendatar sinistral berarahtimurlaut-baratdaya. Antiklinorium ini ter-bentuk oleh formasi batuan berumurMiosen Awal (Pringgoprawiro, 1983),sedangkan Gua Urang terbentuk olehbatugamping anggota Formasi Bulu,dengan ketebalan 248 m. Formasi Bulutersusun oleh batugamping berlapis tipis,berbentuk pelat, ketebalan 10-33 cm, danke arah atas ketebalan berangsur menjadi20-50 cm. Di bagian tengah ada temuansisipan napal dengan tebal 1-5 m. Fosilpenciri formasi ini terdiri dari foraminiferabesar Cycloclypeus annulatus, Cycloclypeusindopacificus, Lepidocyclina angulosa, Lepido-cyclina sumatrensis, Lepidocyclina ssp., dan fora-minifera planktonik yang menunjukkanumur Miosen Tengah (Nl3), diendapkanpada laut lingkungan neritik tengah.

Geosistem Kars

Karst merupakan istilah dalam bahasaJerman yang diturunkan dari bahasaSlovenia (kars) yang berarti lahan gersangberbatu. Namun saat ini istilah kars telahdiadopsi untuk istilah bentuk lahan hasilproses pelarutan.

Kartisifikasi merupakan serangkaian prosesmulai dari terangkatnya batugamping kepermukaan bumi akibat proses endogenserta terjadinya proses pelarutan hinggaakhirnya menghasilkan bentuk yang khas.Larutnya CO2 dalam air membentuk AsamKarbonat (H2CO3). Larutan H2CO3 tidakstabil terurai menjadi H- dan HCO3

2-, IonH- inilah yang selanjutnya menguraikanCaCO3 menjadi Ca2

+ dan HCO3 2- . Secara

Page 5: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 110101

Sumber: data sekunder

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian

Page 6: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

102Pengembangan Lingkungan Kars ... (Srijono dan Nadia)

ringkas proses pelarutan dirumuskandengan reaksi sebagai berikut :

H2CO3 + CaCO3 Ca2+ + 2HCO3-

Asam karbonat kalsit larutan kalsiumbikarbonat

Dalam pembentukan geosistem karsdipengaruhi oleh beberapa faktor fisikbatugamping, faktor kimia, faktor biologisdan faktor iklim serta lingkungannya(Ritter, 1978). Faktor fisik yang ber-pengaruh dalam pembentukan BentangAlam Kars yaitu, ketebalan batugamping,porositas dan permeabilitas batugampingserta intensitas struktur kekar (joint).

Faktor kimia yang dimaksud adalahkimiawi batuan dan media pelarutnya.Untuk membentuk geosistem karsdisyaratkan kandungan kalsit minimal 60%dalam batuan. Aktivitas tumbuhan danmikrobiologi berpeluang membentuk hu-mus yang menutupi batugamping sehinggatercapai kondisi anaerobic, sehingga tekananparsial CO2 dari air permukaan akan me-ningkat berarti kemampuannya melarutkanbatuan juga meningkat (Bloom. 1978).Lingkungan yang berpengaruh meliputibiotik (aktivitas biologi) dan abiotik (suhu,curah hujan, presipitasi dan evaporasi). MenurutRitter (1978), kondisi lingkungan sekitarbatugamping harus lebih rendah elevasinyasehingga sirkulasi air berjalan baik.

Morfologi hasil karstifikasi dapat berada dipermukaan (eksokars) maupun di bawahpermukaan (endokars). Bentukan endokarsyang populer adalah gua yang dilengkapidengan ornamen gua (speleothem), danberpeluang berkembang sungai bawahtanah. Menurut Thornbury (1969), guaadalah suatu lubang alam yang kosong,bentuk sederhana - bercabang, berarahvertikal maupun horizontal, dapat memilikisatu tingkat atau lebih, baik ada maupuntidak terdapat suatu sungai di dalamnya.

Kehadiran gua pada lingkungan karssebagai pertanda karstifikasi mencapai sta-dium dewasa. Proses pembentukan guamelibatkan air dan udara. Faktor-faktoryang mempengaruhi pembentukan guaadalah struktur geologi seperti sesar, kekardan bidang perlapisan. Arah perkembang-annya akan mengikuti pola struktur tersebut.

Speleothem adalah bentukan kristalin hasildari proses pengendapan mineral (CaCO3)yang berasal dari lingkungan gua sendiri(Moore, 1969 dalam Fairbridge, 1969).Kondisi geologi yang berpengaruh dalampembentukan speleothem adalah perlapisan,rekahan akibat kekar (joint) dan sesar (fault).Speleothem dalam perkembangannya meng-hasilkan ornamen gua. Ornamen gua sebagianbesar terbentuk melalui tetesan air (drip-stone), aliran air (flowstone), dan hasil evaporasi.

Lingkungan kars merupakan hasil dinamikaair yang dikendalikan oleh faktor geologiseperti jenis batuan, struktur geologi,komposisi mineral dan strat igrafi.Pembentukan kars memerlukan jaringanper meabilitas awal (hydrogeologicalpreviousness) terdiri dari porositas massadasar, bidang perlapisan dan retakan yangberkembang akibat korosi, erosi mekanik,atau dilenyapkan oleh sementasi dansedimentasi (Kusumayudha, 2004). Airhujan melarutkan batugamping, masukkedalam celah atau rongga batuan danmenghasilkan sungai bawah tanah sertamembentuk sebuah sistem perguaan,kemudian pada batas jenuhnya keluarmenjadi mata air-mata air yang muncul dipermukaan. Mataair inilah yang secaraalamiah digunakan oleh masyarakat dikawasan kars sebagai salah satu sumberkehidupan mereka.

Pengembangan Lingkungan Kars

Lingkungan kars memiliki multi fungsi,

Page 7: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 110103

antara lain sebagai habitat dari anekaspesies flora dan fauna yang memiliki nilaiendemik tinggi, hidrologi, wisata baikeksokars maupun endokars, dan fungsipenelitian (Mukna dan Hedy, 2009).Pengembangan industri wisata di suatudaerah sebagai salah satu usaha men-dongkrak pendapatan asli daerah (PAD).Senyatanya, inventasi di bidang wisatatidak murah.

Permasalahan lingkungan kars terletakpada daya dukung yang rendah dan sukardiperbaiki jika sudah terlanjur rusak,menjadikan kawasan ini sangat pekaterhadap perubahan lingkungan. Selain itu,keterbatasan data dan informasi terkaitdengan lingkungan ini, berpengaruh padakebijakan yang ditetapkan. Dalamkerangka kebijakan, landasan pengelolaankawasan kars hanya melalui KeputusanMenteri Energi Sumber Daya MineralNomor 1456.K/20/MEM/2000 tentangPedoman Pengelolaan Kawasan Kars(Anonimous, 2000). Dari keterbatasanperundang-undangan mengakibatkanpemerintah daerah menetapkan kebijakanpengelolaan kars berlaku khusus untukdaerahnya sendiri.

METODE PENELITIAN

Bahan utama penelitian adalah Gua Urang.Pada Lokasi peta rupabumi digital Indo-nesia, gua tersesebut tercakup dalamLembar Tambakromo nomor 1509-111,berskala 1:25.000 (Anonimous, 1999).

Peralatan penelitian dikelompokkanmenjadi peralatan pemetaan geomorfologiper mukaan dan pemetaan gua, danpengolahan data di laboratorium. Peralatanpemetaan geomorfologi meliputi kompasklinometer (kompas geologi), palu batuansedimen, kaca pembesar, dan HCl 0,1 N.Kompas geologi merk Sokuisha untuk

keperluan pengukuran slope morfologi,strike and dip perlapisan batuan, maupunstruktur geologi seperti joint dan fault. Palubatuan sedimen dimanfaatkan untuk sam-pling batuan. Kaca pembesar (loupe) untukidentifikasi mineral pembentuk batuan dilapangan. Larutan HCl 0,1 N untuk ujisenyawa karbonat pada batuan di lapangan.Sampel batuan dari lapangan selanjutnyadipergunakan uji laboratorium petrografi,dan kimia batuan. Sampel air dipergunakanuntuk uji kualitas air. Pengolahan datadigunakan mikroskop polarisasi, alat ujikualitas air dan kimia batuan.

Pada tahapan pemetaan geomorfologiper mukaan, maupun pemetaan guadilakukan pengumpulan data di lapangan,dan pengambilan sampel. Metode peng-ambilan data gua mencakup memetakanlorong gua beserta ciri morfologi permukaanlainnya, mengamati batuan pembentuk,str uktur geologi, ornamen gua, danmegukur debit aliran di dasar gua. Metodepemetaan menggunakan sistem fowardmethod mencakup sepanjang lorong gua.

Analisis data geomorfologi, dan petrografidilakukan di Jurusan Teknik Geologi,Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.Analisis geomorfologi menghasilkan petageomorfologi. Penamaan satuan morfologipermukaan ditetapkan secara subyektif,dengan acuan UU mengenai tata ruang.Dari metode ini, ditetapkan zone kawasanlindung, dan budidaya. Hasil pemetaangeomorfologi dijadikan salah satu kriteriauntuk menentukan pengembangan lingkung-an kars Gua Urang untuk lokasi wisata.Analisis petrografi sayatan tipis untuk menge-tahui jenis dan kekhasan batugamping.Kimia batuan diketahui dengan meng-hitung persentase kandungan senyawaoksida mayor. Analisisnya dilakukan di dilaboratorium kimia Balai Penyelidikan danPengembangan Teknologi Kegunungapian

Page 8: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

104Pengembangan Lingkungan Kars ... (Srijono dan Nadia)

(BPPT – Kegunungapian), Yogyakarta.Analisis air tanah untuk keperluan menge-tahui kualitasnya sebagai air-baku, dilakukandi laboratorium teknik lingkungan SekolahTinggi Teknik Lingkungan (STTL),Yogyakarta. Mengikuti metode yangdilakukan Badri, dkk., (1999), disertaidengan perubahan, dari lingkungan geologiditetapkan tujuh komponen lingkungan,terdiri dari keberadaan mataair, kualitas airtanah, morfologi khas bentangalam kars,kedalaman air tanah, litologi batugamping,zone sesar, dan rawan banjir. Selanjutnyasetiap komponen tersebut secara subyektif-kuantitatif ditetapkan kisaran, bobot,danintensitas. Hasil perkalian antara angkabobot,dan intensitas, merupakan nilai darizone pengembangan wilayah Gua Urang(Tabel 1).

Pengolahan data dan penggambaran petagua menggunakan sof twar e Survex.Penambahan garis dinding lorong tiapstasiun menggunakan perhitungan yangdilakukan di MS-Excel 2003. Peng-gabungan dinding lorong tiap stasiunsehingga menjadi dinding lorong guadilakukan di AutoCAD 2003 dan peng-gambaran detail lorong dan kelengkapanpeta menggunakan Corel Draw 13.Pengeplotan mulut gua, lorong gua, danmata air pada peta topografi menggunakansoftware Map Info 7 dan ArcView GIS 3.3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Geomorfologi

Daerah Gua Urang dan sekitar, diamatisecara geomorfologi permukaan (Gambar2) merupakan perbukitan dengan sudutlereng berkisar 60-450, pada elevasi 300 –530 m di atas permukaan laut (dpl), denganrelief bukit-bukit 70 – 130 m.

Proses eksogenik yang bekerja di GuaUrang dan sekitar utamanya pelarutan atau

karstifikasi, diikuti pelapukan, erosi, dantransportasi & sedimentasi. Karstifikasi didaerah ini menghasilkan peta kontur yangdicirikan oleh kontur yang khas,merupakan ekspresi dari morfologi depresi,dan bukit-bukit kerucut sebagai hasilbentukan eksokars. Selain itu terbentukendokars jenis gua dan sungai bawah tanah.Proses pelapukan menghasilkan tanah insitu. Akibat erosi, pada lereng bukit kerucutberkembang alur-alur (gullies), dan sungaimusiman ( intermittent streams). Erosivertikal lebih intensif dibandingkan denganerosi lateral, sehingga dihasilkan lembahsungai berbentuk huruf V. Media prosestransportasi adalah anak- anak sungai,untuk kemudian diendapkan di dasarsungai utama yang berada di lembah.

Litologi penyusun satuan ini adalah batu-gamping jenis packstone, anggota FormasiBulu. Dalam tatanan stratigrafi regional(Pringgoprawiro, 1983) Formasi Bulutersusun oleh batugamping masif yangmengandung Koral, Alga, dengan selinganbatupasir kuarsa karbonatan. Formasi initerbentuk pada masa Meosen Tengahbagian atas – Meosen Akhir bagian bawah,berumur 25 juta tahun yang lalu. Bebatuantersebut mengalami tektonik, sebagaipenyebab pembentukan struktur geologidengan manifestasi tampak retakan-retakanpada permukaan batugamping. Retakan ituawalmula terjadinya karstifikasi yang dalamperkembangan endokars menghasilkansistem dengan sungai bawah tanahnya.

Pada sebelah selatan daerah Gua Urang,terbentuk sinklin dengan arah sumbulipatan barat – timur, dengan indikasipembentukan struktur patahan berarahtimurlaut – baratdaya. Arah-arah ini secararegional disebut sebagai struktur PolaMeratus (Pringgoprawiro, 1983).

Tataguna lahan sebagian besar luasan di-gunakan untuk pertanian, jenis: hutan jati,

Page 9: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 110105

No Komponen Kisaran Bobot Intensitas Nilai

1. Keberadaan mataair Ada Tidak

3 2

6 18 12

2. Kualitas air tanah

Baik Buruk

3 2

5 15 10

3. Morfologi khas bentangalam kars

Banyak Sedang Tidak ada

3 2 1

4 12 8 4

4. Kedalaman air tanah

Dangkal Agak dalam Dalam

3 2 1

3 9 6 3

5. Litologi batugamping Tidak lapuk Sedang Lapuk

3 2 1

2 6 4 2

6. Zona sesar Jarak < 100 m - - Tidak layak untuk

pemukiman 7. Rawan banjir Periode ulang <

25 tahun - -

Tabel 1. Penilaian Komponen Geologi Untuk Pengembangan Wilayah Kars

Sumber: Badri, dkk., 1999, dengan perubahan

Sumber: hasil analisis

Gambar 2. Geomorfologi Permukaan

Page 10: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

106Pengembangan Lingkungan Kars ... (Srijono dan Nadia)

Sumber: hasil analisis

Gambar 3. Peta Zonasi Pengembangan Wilayah

tegalan tanaman pangan, dan sawah tadahhujan. Selain itu, sebagian yang lain diguna-kan sebagai permukiman apalagi apabilatopografi relatif lebih datar, dan terdukungpemunculan sumber air dari sungai bawahtanah.

Pengembangan lingkungan kars Gua Urangdibagi menjadi tiga zona, yaitu Lindung,Budidaya 1, dan Budidaya 2 (Gambar 3,Tabel 1, Tabel 2).

Zona Lindung

Zona Lindung merupakan zona inti darilingkungan kars daerah penelitian. Secarageomorfologi merupakan eksokaras, danendokars. Pembentukan eksokars meng-hasilkan morfologi depresi, dan bukit-bukitkerucut. Endokars yang berkembang

adalah gua, yaitu Gua Urang. Ukuran panjanglorong gua 1,9 kilometer (yang terpetakan),tinggi lorong berkisar 1 - 20 m. Pembentuk-an gua masih aktif, hal ini ditandai denganadanya sungai bawah tanah dan per-tumbuhan ornamen. Pada dasar gua terbentuksungai bawah tanah, dan pada atapnyatumbuh ornamen jenis dripstone yang masihberlangsung. Berdasarkan evaluasi unsurlingkungan geofisik, Zona Lindungmemiliki nilai lebih dari 50.

Potensial sumberdaya alam Gua Urangterdiri dari batugamping, dan fosfat guano.Batugamping pembentuk gua merupakanpackstone dengan komposisi mineral kalsit,fosil foraminifera planktonik dan materialkarbonat.

Tataguna lahan zona ini diperuntukkansebagai permukiman, tegalan, dan kuari

Page 11: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 110107

Tabe

l 2. P

emer

ian Z

ona

Peng

emba

ngan

Lin

gkun

gan

Kar

s Gua

Ura

ng

Sum

ber:

hasil

ana

lisis

Page 12: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

108Pengembangan Lingkungan Kars ... (Srijono dan Nadia)

pertambangan. Masyarakat sekitar guasepakat melarang kegiatan penambanganbatugamping, dengan tujuan menjagasumberdaya air. Air gua urang memilikikesadahan 253,50 mg/L CaCO3,kandungan Fe 0,02 mg/L , Mg 0,03 mg/Ldan NO3 0,29 mg/L. Kandungan bakteriColiform masih dibawah ambang batasstandar baku mutu air bersih

Rekomendasi pengembangan zona lindungdiperuntukkan sebagai lokasi wisata, jeniswisata minat khusus, yaitu penelusuranlorong Gua Urang. Ornamen gua padadaerah mulut gua urang sangat sedikitragamnya. Sebagian besar berupa stalaktit,hampir tidak terdapat ornamen pada lantaigua karena terdapat sungai bawah tanah.Semakin masuk ke dalam ornamentsemakin beragam, selain stalaktit jugaterdapat flowstone.

Zona Budidaya 1

Zona Budidaya 1 secara spasial berada disisi luar dari wilayah Zona Lindung. Secarageomorfologi merupakan eksokars, dan endo-kars. Pembentukan eksokars menghasilkanmorfologi depresi, dan bukit-bukit kerucut.Frekuensi bukit kerucut satu sampai limaper 100 m. Endokars yang berkembangadalah gua, namun sudah tidak aktif,dicirikan tidak adanya tetes air-kars diujung-ujung stalaktit, terbentuk ornamenjenis stalaktit dan stalagmit. Berdasarkanevaluasi unsur lingkungan geofisik, ZonaBudidaya 1 memiliki nilai 32 – 50.

Potensial sumberdaya alam Zona Budidaya1 terdiri dari batugamping, fosfat guano.Batugamping pembentuk lingkungan inimerupakan packstone dengan komposisikalsit dan material karbonat.

Tataguna lahan zona ini diperuntukkansebagai permukiman, tegalan, dan kuaripenambangan fosfat guano.

Pada zona ini diperbolehkan kegiatanpertambangan, asalkan tidak merubahmorfologi eksokars. Aktivitas penambang-an fosfat sebagai model pertambangan yangdimaksud. Fosfat ini dimanfaatkan untukcampuran pupuk.

Zona Budidaya 2

Zona Budidaya 2 secara spasial berada palingluar, terjauh dari wilayah Zona Lindung.Secara geomorfologi merupakan eksokars.Pembentukan eksokars menghasilkanmorfologi depresi, dan bukit-bukit kerucut.Frekuensi bukit kerucut berjumlah nolsampai 1 per 100 m. Berdasarkan evaluasiunsur lingkungan geofisik, Zona Budidaya2 memiliki nilai kurang dari 32.

Potensial sumberdaya alam Zona Budidaya2 terdiri dari batugamping. Batugampingpembentuk eksokars merupakan packstonedengan komposisi kalsit dan material karbonat.

Tataguna lahan zona ini diperuntukkansebagai permukiman, perkebunan, dankuari penambangan batugamping.Penambangan dirokemndasikan skalakecil, dengan syarat tertentu. Persyaratanyang dimaksud adalah kepastian kelayakansetelah dilakukan survei.

Pada zona ini diperbolehkan kegiatanpertambangan, asalkan tidak merubahmorfologi eksokars. Aktivitas penambang-an fosfat sebagai model pertambangan yangdimaksud. Fosfat ini dimanfaatkan untukcampuran pupuk.

KESIMPULAN DAN SARAN

Daerah Gua Urang dan sekitar, diamatisecara geomorfologi permukaan (Gambar2) merupakan perbukitan lingkungan kars,dengan sudut lereng maksimum 450, elevasi

Page 13: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 110109

300 – 530 m dpl, dengan relief bukitmaksimum 130 m. Karstifikasi di daerahini menghasilkan eksokars mayor jenisbukit kerucut, dan depresi di antara bukit,serta endokars jenis gua yang di bawahnyaberkembang sungai bawah tanah. Batuanpembentuk daerah Gua Urang adalah batu-gamping jenis packstone, dan struktur geologipengontrol adalah lipatan amupun sesar-sesar yan berarah timurlaut – baratdaya.

Pengembangan lingkungan kars Gua Uranguntuk wisata dibagi menjadi tiga zona,yaitu zona lindung, zona budidaya 1, danzona budidaya 2. Zona Lindung merupa-kan zona inti lokasi wisata minat khususpenelusuran gua bagi wisatawan dansebagai kawasan konservasi air. ZonaBudidaya 1 sebagai zona penyangga,diperbolehkan penambangan fosfat guanosecara terbatas, tampa merusak morfologilingkungan kars. Zona Budidaya 2,berfungsi sebagai zona penyangga pula,penambangan batugamping skala kecildiijinkan dengan syarat sebelumnya telahdilakukan survei kelayakan.

Gua Urang direkomendasikan untuk lokasiwisata, dengan mempertimbangkankeanekaragaman jenis wisata, dan memper-

banyak lokasi tujuan wisata, serta kepenting-an pemerintah daerah Kabupaten Pati maupunGrobogan. Dua pemerintahan tersebutberkepentingan, dikarenakan Gua Urangtermasuk dalam wilayah administrasinya.

Dari sudut pandang lingkungan kars,apabila lokasi wisata Gua Urang berhasilselain meningkatkan PAD, tercapai pulapenyebarluasan informasi lingkungan karssecara umum. Luasan lingkungan kars diPulau Jawa lebih kurang 5% dari seluruhpermukaan daratan.

Kendala yang muncul terhadaprekomendasi di atas adalah infrastrukturjalan untuk sampai di Gua Urang.Utamanya jalan dari kota-kabupaten Patimasih belum mempesona mendukungpengembangan wisata ke Gua Urang.Dikarenakan wisata kars ini ter-masukwisata minat khusus, utamanya bagikawula muda, usaha pengembangannyamasih terkendala sosialisasi kepada siswasekolah-sekolah lanjutan, dan kelompok-kelompok pencinta alam. Alamiahlingkungan kars rentan mengalamidegradasi ekosistem apabila padanya‘dimanfaatkan’ berlebihan seperti sebagailokasi wisata, hal ini merupakan kendala.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1999, Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar Tambakromo Nomor 1569-111,Badan Koordinasi dan Pemetaan Nasional, Bogor, Indonesia.

Anonimous, 2000, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456/K/20/MEM/2000, tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars, Dept. ESDM, Jakarta.

Bloom, A. L., 1978, Geomorphology : A systematic Analisys of Late Cenozoic Landforms, PrenticeHall Englewood Cliffs, New Jersey.

Badri, I., Djarwoto, A., Sutarjan, W., dan Suhari, 1999, Selection of Settlement Area Based

Page 14: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

110Pengembangan Lingkungan Kars ... (Srijono dan Nadia)

on Environmental Geological Aspects, Proceedings of Indonesian Association of Geologists- vol.IV, PP.33-39, The 28th Annual Convention, Jakarta.

Moore, G.W., 1969, Speleothem, in: Fairbridge, R.W. (Ed), 1969, The Encyclopedia ofGeomorphology, pp.1040-1041, Reinhold Book Coorporation, New York.

Kusumayudha, S. B., 2004, Mengenal Hidrogeologi Kars, Pusat Studi Kars LPPM UPN“Veteran” Yogyakarta.

Mukna, H.S., 2009, Kebijakan Nasional Pengelolaan Kawasan Kars, Kumpulan MakalahWorkshop Nasional Kawasan Kars Indonesia.

Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleografi Cekungan Jawa Timur Utara Suatupendekatan Baru, Tesis untuk memperoleh gelar Doktor, ITB, Bandung.

Ritter, D.F., 1978, Process Geomorphology, Wm. C. Brown Publisher, Iowa.

Thornbury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, New york.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, Martinus Nijhoff, The Hague- Netherland.

Page 15: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Juli 2013: 111 - 118111

MODEL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASIBENCANA ALAM MELALUI PENDEKATAN MORFOKONSERVASI DI

DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMIN KABUPATEN KARANGANYAR

Direction of Landuse Model as Disaster Mitigation with MorfoconservationApproach Samin Watershed at Karanganyar

Setya Nugraha, Sulastoro RI, Rahning UtomowatiPusat Penelitian Lingkungan Hidup (LPPM)

Universitas Sebelas Maret SurakartaE-mail: [email protected]

ABSTRACTThis research can be used for long time that want to make direction of landuse model wherever it hasenvironmental insightful and local wisdom oriented and the land able to produce optimally but risk ofabout disaster able to minimization. The method used by conservation morfoconservation approach basedon carrying capacity of the land and local wisdom with the identification of the actual landuse, functionareas, land capability, land suitability evaluation and decide Focus Group Disscusion (FGD) to deter-mine the direction of landuse models. In this case, a spatial analysis using software application, it nameGeographic Information Systems (GIS). The results for first Year is : most of the area has the function ofa buffer (39.52%), sub – class capabilities VIIIw land (39.50%), erosion class II (42.91%), land-slides class II (76.21%). Based on the quality of the land there are 20 different models of conservation.Most models of conservation are recommended to reduce the soil erosion that occurs. The conservationmodel will be disseminated to society when research at second year.

Keywords: watershed, erosion, landslide, morfoconservation, disaster mitigation

ABSTRAKPenelitian ini tujuan jangka panjang ingin membuat model arahan penggunaan lahan yang berorientasipada penggunaan lahan yang berwasawasan lingkungan dan kearifan lokal sehingga lahan tetapberproduksi secara optimal tetapi resiko terjadinya bencana dapat diminimalisasi. Metode yang digunakandengan pendekatan morfokonservasi yaitu konservasi yang berbasis pada daya dukung lahan dan kearifanlokal melalui identifikasi penggunaan lahan aktual, fungsi kawasan, kemampuan lahan, evaluasikesesuaian lahan dan melakukan Focus Group Disscusion (FGD) untuk menentukan model arahanpenggunaan lahannya. Dalam penelitian ini analisis dilakukan secara keruangan dengan bantuanperangkat lunak dari Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian pada Tahun I adalah: sebagianbesar kawasan mempunyai fungsi penyangga (39,52%), sub kelas kemampuan lahan VIIIw (39,50%), erosi kelas II (42,91 %), dan longsor kelas II (76,21%). Berdasarkan pada kualitas lahantersebut maka terdapat 20 jenis model konservasi. Sebagian besar model konservasi yang dianjurkanuntuk mengurangi besar erosi tanah yang terjadi. Model konservasi tersebut akan dilakukan sosialisasikemasyarakat pada penelitian Tahun II.

Kata kunci: DAS, erosi, longsor, morfokonservasi, mitigasi bencana

Page 16: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

112Model Arahan Penggunaan ... (Nugraha S., et al)

PENDAHULUAN

Dalam upaya mencapai pembangunanyang berkelanjutan (sustainable development)di Indonesia, maka prinsip dasar yang ber-kaitan dengan sumberdaya lahan yang perludipahami adalah bagaimana memenuhikebutuhan lahan secara memadai denganmempertimbangkan aspek daya dukungdan asas-asas konservasi lahan. Daya dukunglahan suatu wilayah merupakan parameteryang memperlihatkan perbandingan antarakebutuhan dan kemampuan lahan melaluipenataan penggunaan lahan yang bersifatberkelanjutan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin me-rupakan anak Sungai Bengawan Solo yangbagian hulu dan tengah terletak di KabupatenKaranganyar, sedangkan bagian hilirtermasuk Kabupaten Sukoharjo PropinsiJawa Tengah. Ditinjau dari kekomplekkandan keruwetan (complicated) hubungankomponen abiotik-biotik dan budayadalam ekosistem di DAS Samin tersebutdisebab-kan karena di dalam DASterkandung multiguna dan multikonflikpermintaan atau kebutuhan (multiple use andconflicting demands). Bertumpang tindihdengan ekosistem alam tersebutterdapatlah ekosistem binaan/buatan ataulebih umum dikenal dengan sistem sosial(socio systems), sehingga banyak konsekuensiyang muncul akibat dari hubungan timbalbalik antara ekosistem alam dan ekosistemsosial yang terdapat di DAS Samin tersebut.Potensi DAS Samin antara lain: (1) adanyavariasi suhu udara, morfologi dan jenistanah sehingga mengakibatkan tingginyakeanekaragaman hayati, (2) tingginyapotensi air tanah, sehingga mempunyaikemelimpahan sumberdaya air, dan (3)kawasan wisata alam yang sangat menarik.

Potensi di atas mendapatkan tanggapan(respon) manusia sebagai pengguna lahansehingga tekanan terhadap lahan semakin

tinggi. Tanggapan yang dilakukan berupaperubahan penggunaan lahan kawasannon-terbangun menjadi terbangun. Per-ubahan pola penggunaan lahan dari tanamantahunan menjadi tanaman semusim.Perubahan penggunaan lahan ini diper-cepat oleh adanya gerakan permukimanpenduduk dari kawasan perkotaan dansekitarnya ke pinggiran kota (spread effect),yang didukung oleh timbulnya pusat-pusatpertumbuhan baru di DAS Samin bagianhulu, sebagai akibat dari daya tarik lokasiwisata alam dan wisata religius yang ber-kembang. Indikasi dari pernyataan tersebutdi atas bahwa intensitas, kuantitas dan kualitastingkat bahaya erosi tanah dan tanah longsorterjadi semakin intensif yang dapat meng-akibatkan lahan menjadi kritis bahkan seringmengakibatkan kerugian fasilitas permukim-an, fasilitas umum bahkan korban jiwa.

Oleh karena itu perlu menetapkan programyang terpadu dan multidisipilin untukkoreksi atau kontrol terhadap penyalah-gunaan lahan dan penataan lahan di DASoleh keinginan masyarakat, menjagakeseimbangan antara tataguna lahan DASdan kemampuan daya dukung lingkunganDAS yang meliputi kemampuan dan kesesuai-an lahan, kontrol pertumbuhan pendudukdan peningkatan produktivitas lahan bagianhulu (upland watershed). Upaya tersebutdiharapkan diperoleh pengelolaan DaerahAliran Sungai yang terpadu dan menyeluruh.

Tujuan dalam penelitian ini adalah: (a)Melakukan pemetakan penutupan lahanaktual DAS Samin, (b) Mengetahui danmemetakan fungsi kawasan DAS Samin, (c)Mengetahui dan memetakan kemampuanlahan DAS Samin, (d) Mengetahui danmemetakan potensi tingkat bahaya erosiDAS Samin, (e) Mengetahui danmemetakan potensi rawan longsor lahanDAS Samin, dan (f) Menentukan danmemetakan arahan umum penggunaanlahan DAS Samin.

Page 17: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Juli 2013: 111 - 118113

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Daerah AliranSungai (DAS) Samin yang termasukwilayah Kecamatan Tawangmangu yangsecara astronomis ter letak diantara7°37´48´´ LS – 7°41´24´´ LS dan110°4´24´´ BT – 110°11´24´´ BT. Secaraadministrasi daerah penelitian meliputiDesa Tengklik, Gondosuli, Plumbon,Karanglo, Nglebak, Bandardawung,Sepangjang, Kelurahan Blumbang,Kaliroro, dan Kelurahan Tawangmangudengan luas keseluruhan 5.187,557 Ha.Waktu penelitian ini dimulai April 2012 –Nopember 2012.

Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode survai dan deskriptif. Teknikpengambilan sampel dengan cara StratifiedPurposive Random Sampling, strata yangdigunakan adalah satuan lahan. Purposivedimaksudkan bahwa pada setiap satuanlahan yang sama dilakukan pengambilansampel minimal satu, karena pada setiapsatuan lahan yang sama diasumsikan mem-punyai kualitas dan karateristik lahan yangsama. Random dimaksudkan bahwa peng-ambilan sampel pada satuan lahan yang samadilakukan secara acak, namun juga mem-pertimbangkan kemudahan aksesbilitas.

Analisis data penutupan lahan denganmenggunakan interpretasi citra Ikonosdaerah penelitian, fungsi kawasan denganmenggunakan tiga parameter yaitu: tanah,kemiringan lereng, dan intensitas curahhujan. Penetapan fungsi kawasanberdasarkan Balai Rehabilitasi Lahan danKonservasi Tanah (BRLKT) DepartemenKehutanan (1986). Konsep dan klasifikasikemampuan lahan berdasarkan padaSitanala Arsyad ( 1989 ), dimana lahandapat diklasifikasikan menjadi 8 kelas yaitudari kelas I – VIII. Tingkat bahaya erosidengan menggunakan Persamaan UmumKehilangan Tanah atau USLE. Model

prediksi erosi permukaan menggunakanrumus USLE : A = R K L S C P (A =Banyaknya tanah tererosi dalam ton/ha/tahun, R = Faktor erosivitas hujan dalamton/ha, K=Faktor erodibitas. L = Faktorpanjang lereng, S = Faktor kemiringanlereng, C = Faktor vegetasi penutup ataupengelolaan tanaman, P = Faktor terdalamkonser vasi atau pengelolaan lahan).Penilaian potensi longsor lahan denganmenggunakan parameter yang berpengaruhterhadap longsor lahan antara laintopografi, tanah, vegetasi, struktur geologidan penggunaan tanah. Penentuanmorfokonservasi berdasarkan pada hasilkesesuaian antara penggunaan lahan danpenutupan lahan dengan fungsi kawasandan kemampuan lahan yang dibandingkan(matching) dengan tingkat bahaya ersi dantingkat bahaya longsor. Konservasi yangditetapkan bertujuan untuk melakukanpengurangan resiko terjadinya erosi danlongsor lahan. Arahan penggunaan lahandidasarkan pada morfokonservasi padasetiap kawasan dan kelas kemapuan lahanyang berbasis pengurangan resiko bencanadengan melakukan pemilihan konservasiteknik dan konservasi vegetatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Satuan lahan (land unit) merupakan satuanwilayah dengan satu atau lebihkarakteristik lahan tertentu yang dapatdigambarkan dalam suatu peta. Penelitianini menggunakan satuan lahan sebagaisatuan analisis dan satuan pemetaan dalammenentukan fungsi kawasan, kemampuanlahan, tingkat bahaya erosi, tingkat bahayalongsor, dan morfokonservasi. Parameterpenyusun satuan lahan sebagai satuananalisis terdiri atas satuan batuan (geologi),lereng, bentuk lahan, tanah, dan peng-gunaan lahan. Berdasarkan tumpang susunantara beberapa parameter tersebut maka

Page 18: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

114Model Arahan Penggunaan ... (Nugraha S., et al)

No Fungsi Kawasan Luasan (Ha) Luas (%) 1 Lindung 597,6559 11,5071 2 Penyangga 2052,5223 39,5186

3 Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan 1543,3608 29,7154 4 Kawasan Budidaya Tanaman Semusim 1000,2683 19,2589

Total 5193,8073 100,0000

Tabel 1. Fungsi Kawasan di DAS Samin Kecamatan Tawangmangu

Sumber: hasil analisis data dengan aplikasi SIG

dihasilkan 119 satuan lahan di DAS Saminyang termasuk wilayah KecamatanTawangmangu.

Berdasarkan karakteristik DAS yangberupa aspek topografi, tanah dan curahhujan maka pembagian fungsi kawasan diDAS Samin di Kecamatan Tawangmangudapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkantabel tersebut maka fungsi kawasan yang

terluas adalah fungsi kawasan penyanggasebesar 39,52 %.

Berdasarkan pada karakteristik lahan diDAS Samin Kecamatan Tawangmangumaka sub kelas kemampuan lahan dapatdilihat VIII w yang paling luas. Hal inimemberikan bukti bahwa pemilihanpenggunaan lahan di DAS Samin hulusangat terbatas (Tabel 2).

No Kelas Kemampuan Lahan Luasan (Ha) Luas (%)

1 IV e,w 285,2369 5,49 2 IV t,e,w 53,4578 1,02

3 IV t,w 1038,9872 20,01

4 IV w 591,5237 11,38

5 VI e 491,6453 9,46

6 VI t 635,2345 12,23

7 VI t,e 29,2310 0,56

8 VII t 17,0914 0,33

9 VIII w 2051,3995 39,49

Total 5193,8073 100,00

Tabel 2. Kemampuan Lahan di DAS Samin Kecamatan Tawangmangu

Sumber: hasil analisis data dengan aplikasi SIG

Page 19: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Juli 2013: 111 - 118115

Berdasarkan persamaan USLE maka DASSamin yang terletak di KecamatanTawangmangu mempunyai luas 5.193,81Ha, terjadi erosi tanah sebesar 1.834,59ton/Ha/Thn. Berdasarkan Tabel 3 sebagi-an besar DAS Samin mempunyai erosiringan seluas 2.228,90 ha (42,91). Uraiansecara rinci akan dijelaskan pada kalimatberikut ini.

Tanah longsor merupakan salah satu jenisgerakantanah yaitu proses bergeraknyamassa tanah dan batuan dari tempat yangtinggi ke tempat yang rendah akibat adanyagangguan keseimbangan lereng. Berdasaratas jenis gerakannya, gerakantanah dapatdipilahkan menjadi longsoran (slides),jatuhan (falls), aliran (flows), dan komplek.Ada 5 faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya gerakantanah, yaitu morfologi(kemiringan lereng), litologi (tanah/batuan), air, jenis penggunaan lahan dankegempaan (Varnes, DJ, 1988). Tanahlongsor merupakan bencana alam eksogenyang dapat dipicu oleh adanya kegiatanmanusia/antropogen (Verstappen, 1985).Berdasarkan hasil penelitian bahwa tanahlongsor yang ada di DAS Samin diKecamatan Tawangmangu dapat dilihatpada Tabel 4. Berdasarkan tabel tersebutDAS Samin di Kecamatan Tawangmangusebagian besar mempunyai tingkat bahayaerosi cukup tinggi (76,21%).

Berdasarkan permasalahan lahan yangdiketahui dari ketiga unsur di atas, makaditentukanlah tindakan konservasi yanghendaknya dilakukan terhadap suatu lahan,

No Kelas Erosi Luasan (Ha) Luas (%)

1 I (Sangat Ringan ) 1.603,1671 30,87 2 II (Ringan) 2.228,8970 42,91 3 III (Sedang) 568,5152 10,95 4 IV (Berat) 714,0543 13,75 5 V (Sangat Berat 79,1738 1,52

Total 5193,8073 100,00

Tabel 3. Kelas Erosi Tanah di DAS Samin Kecamatan Tawangmangu

Sumber: hasil analisis data dengan aplikasi SIG

No Kelas TBE Luasan (Ha) Luas (%) 1 I ( Tinggi ) 1.217,3659 23,44 2 II (Cukup Tinggi ) 3.958,0370 76,21 3 III (Sedang) 18,4044 0,35

Total 5193,8073 100,00

Tabel 4. Kelas TBE di DAS Samin Kecamatan Tawangmangu

Sumber: hasil analisis data dengan aplikasi SIG

Page 20: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

116Model Arahan Penggunaan ... (Nugraha S., et al)

baik itu konservasi secara vegetatif mau-pun konservasi secara teknik. Klasifikasimorfokonservasi terhadap 119 satuanlahan di daerah penelitian menghasilkan 20kelompok morfokonservasi. Morfo-konser vasi kelompok keempatbelasmer upakan yang terbesar di daerahpenelitian dengan luas 896,11 Ha (17,25%) di daerah penelitian terdiri dari sepuluhsatuan lahan. Lahannya dicirikan dengantingkat bahaya erosi pada tingkat sangatringan – sedang, tingkat bahaya longsor-lahan cukup tinggi serta potensi lahan yangada mempunyai kelas kemampuan lahan IV,VI dan VIII dengan faktor pembatasdrainase, erosi dan kemiringan lereng.Kondisi lereng pada kelompok inibervariasi dari kelas curam (25-40%).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, di DAS samindi Kecamatan Tawangmangu, terdapatPenutupan lahan aktual yang terdiri dari,penggunaan lahan permukiman seluas639,10 Ha (12,30%), Sawah 662, 29 Ha(12,75%), Hutan seluas 1.902,07 Ha(36,62 Ha), Semak Belukar seluas1.127,24 Ha (21,70%), Tegalan seluas852,16 Ha (16, 41 %), Tanah Kosongseluas 10,95 Ha (0,21 %). Berdasarkanfungsi kawasannya, Fungsi kawasan yangada di DAS Samin terdiri dari, fungsikawasan lindung (11,5069 %), fungsikawasan penyangga (39,5182 %), FungsiBudidaya Tanaman Tahunan (29.7154%),Fungsi Budidaya Tanaman Semusim(19,2589%). berdasarkan kemampuanlahannya terdapat kemampuan lahan IV(20,004 %), kemampuan lahan VI (12,230%), kemampuan lahan VII (0,329%),kemampuan lahan VIII (39,497%).Sedangkan tingkat bahaya erosi (TBE)terdapat, Tingkat Bahaya Erosi SangatRingan (30,8669 %), Tingkat Bahaya Erosi

Ringan (42,91%), Tingkat Bahaya ErosiSedang (10,95 %), Tingkat Bahaya ErosiBerat (13,75 %), Tingkat Bahaya ErosiSangat Berat (1,52 %). Selain itu, Tingkatbahaya longsor (TBL) yang terdapat diDAS Samin adalah, tingkat bahaya longsorsedang (0,35435%), Tingkat bahayalongsor cukup tinggi (76, 206%), Tingkatbahaya longsor tinggi (23,4388%),Berdasarkan permasalahan lahan yangdiketahui dari penutupan lahan aktual,Fungsi kawasan, kemampuan lahan,Tingkat Bahaya Erosi (TBE), Tingkatbahaya longsor (TBL), maka ditentukanlahtindakan konservasi yang hendaknyadilakukan terhadap suatu lahan, baik itukonservasi secara vegetatif maupun konser-vasi secara teknik. Klasifikasi morfokonser-vasi/arahan umum peng-gunaan lahanterhadap 119 satuan lahan di daerah

Saran yang diberikan berdasarkan hasilpenelitian ini adalah: (a) Penatagunaanlahan yang sesuai dengan fungsi kawasan ,(b) Pengaturan tata air pada lahan miringsehingga longsor dapat dikurangi , (c) Perluadanya sosialisasi ke masyarakat terutamapada wilayah yang mempunyai potensilongsor kategori berat dan sangat berat,sehingga masyarakat dapat melakukanmitigasi secara dini, (d) Perlu adanya tanda/rambu yang pada wilayah yang potensiallongsor berat dan sangat berat yangdilakukan oleh pemerintah daerah dan (e)perlu pengaturan penggunaan lahan yangdilakukan oleh masyarakat pada wilayahyang mempunyai potensi longsor tanahsedang, berat dan sangat berat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Secara khusus ucapan terimaka kasihdisampaikan kepada Rektor UNS, DekanFKIP UNS, Kepala PPLH LPPM UNS,Mahasiswa Kelompok Samin.

Page 21: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Juli 2013: 111 - 118117

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1981, Gerakan Tanah di Indonesia, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, DirektoratJenderal Pertambangan Umum, Bandung: Departemen Pertambangan dan Energi.

Asdak, C.1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Arsyad, Sitanala. 1995. Strategi Konservasi Tanah. Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu.Yogyakarta : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit IPB

Departemen Kehutanan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan RehabilitasiLahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta : Direktorat Jenderal Reboisasidan Rehabilitasi Lahan.

Djaenudin, D., H Marwan, H Subagjo & A Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahanuntuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak.

Hiroyuki, Y., Masaaki, S., & Kazuo, K. 2005.Numerical Simulation of Landslide Mass

Movement by CIVA-Stabilized Finite Element Method” Journal of the Japan Landslide Society.42, 205-215.

Karnawati, Dwikorita. 2005. Bencana Alam Gerakan Masa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangan-nya. Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Kartasapoetra A.G, G Kartasapoetra, Mulyani Sutedja. 1985. Teknologi Konservasi Tanahdan Air.Jakarta: Rineka Cipta.

Nugraha, Setya.1997. Studi Morfokonservasi di DAS Nagung Kabupaten Dati II Kulonprogo

Daerah Istimewa Yogjakarta. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas GadjahMada.

Nugraha Setya, Sulastoro, Tunjung W Sutirto, Sentot Sudarwanto. 2006. Potensi dan Tingkat

Kerusakan Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin KabupatenKaranganyar dan Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006 Laporan Penelitian.PPLH LPPM UNS.

Raharjo P.P, El Fie Salim, Budijanto Wijaya, 2002, Slope Stability, Short Cours. Bandung:Universitas Katolik Parahyangan.

Sartohadi, Junun. 2005. Bencana Banjir dalam Perspektif Geografi. Studium Generale padaProgram Studi Geografi Universitas Sebelas Maret. Surakarta: Program StudiPendidikan Geografi Jurusan PIPS FKIP Universitas Sebelas Maret.

Page 22: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

118Model Arahan Penggunaan ... (Nugraha S., et al)

Sitorus, Santun R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan . Bandung : Tarsito.

Sulasmi, Sri. 2005. Analisis Laju Erosi Dengan Kenampakan – Kenampakan Erosi Tanahdi DAS Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Skripsi.Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Sumantri. 2004. Potensi Bencana Tanah Longsor di Daerah Bagian Hulu Sungai Selondodan Nglarangan Desa Ngrayudan Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi. Tesis.Surakarta : Pasca Sarjana UNS

Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah Dan Air. Yogyakarta: Andi.

Thornbury, W.D. 1986. Principles of Geomorfologi (1-st edition). New York: John Wiley and Sons.

Verstappen, H.Th. 1983. Applied Geomorphology Geomorphological Survey for InvironmentalDevelopment. Amsterdam: Elsvier.

Zuidam, R.A. van. and van Zuidam Cancelado , F.I. 1979. Terrain Analysis and ClassificationUsing Aerial Photograph. Enchede: ITC. 136.

Page 23: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 119 - 130119

ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK PADAPERMUKIMAN PADAT UNTUK EVAKUASI PADA GEMPA SUSULAN

Studi Kasus: Kelurahan Sukahaji, Bandung

Spatial Analysis of Existing Public Open Space for Evacuation Area DuringSecondary Earthquake

A Case Study: Sukahaji Village, Bandung

Saut Sagala1* dan Sari Saraswati2

1Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan,Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan,

Institut Teknologi Bandung2Kementerian Perekonomian dan Industri, Jakarta

E-mail: [email protected]

ABSTRACTPopulation living in highly densed settlements in urban area is considered vulnerable to earthquake riskdue to limited space exists in the area. To reduce population risks to aftershock earthquake in highlydense settlements, this paper applied simple simulation based on supply-demand concepts in order tounderstand carrying capacity of current open space for people to evacuate. The case study takes place inone of the most densed populated areas in Bandung City under aftershock earthquake.. The researchintegrates multi-sources of data: sattelite image, building footprint and GPS field survey to producedetailed landuse. The results show that open spaces that exist in the study area is not able to contain allresidents when an aftershock occurs. Finally, this paper recommends some strategies that are necessary toreduce the risks in highly densed urban areas.

Keywords: earthquake, emergency planning, open space, urban

ABSTRAKPenduduk yang tinggal di permukiman padat di daerah rawan gempa memiliki kerentanan terkenadampak gempa karena keterbatasan ruang terbuka yang tersedia di tempat tersebut. Untuk mengurangirisiko populasi terhadap gempa susulan di permukiman padat penduduk, studi ini mencoba menggunakanmetode simulasi sederhana berbasis konsep supply-demand untuk memahami kapasitas daya tampungdari ruang terbuka yang tersedia saat ini untuk tempat evakuasi. Lokasi studi yang dipilih dilakukanpada salah satu tempat terpadat di Kota Bandung yang rawan terhadap gempa. Riset ini mengintegrasikanberbagai sumber data: citra satelit, peta bangunan, survei GPS untuk menghasilkan peta yang detail.Hasil analisis menunjukkan bahwa ruang terbuka yang tersedia di lokasi studi tidak mampu menampungsemua penduduk ketika gempa terjadi. Selanjutnya, tulisan ini memberikan beberapa strategi yangdiperlukan untuk mengurangi risiko pada penduduk yang tinggal di lokasi kepadatan tinggi terhadaprisiko gempa bumi.

Kata kunci: gempa bumi, kota, perencanaan emergensi, ruang terbuka

Page 24: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

120Analisis Spasial Ketersediaan ... (Sagala dan Saraswati)

PENDAHULUAN

Gempa bumi mer upakan salah satubencana alam yang sering terjadi di Indo-nesia dan memiliki daya rusak besarterhadap kawasan dan bangunan yangterdapat di dalamnya. Dalam kurun waktu1 dekade terakhir di Indonesia, (2002-2012), tercatat beberapa gempa besar diIndonesia yang menelan korban jiwa > 500orang, seperti Gempa Yogyakarta, danGempa Sumatera Barat (Bappenas, 2006;Bappenas 2009). Pada kenyataannya, riset-riset terkait dengan gempa telah semakinmenjadi pusat perhatian, terutama yangterkait dengan kegempaan semakin seringdilakukan. Sebagaimana risiko timbulkarena interaksi antara bahaya (gempa)dengan kerentanan (populasi), riset-risetyang terkait dengan bagaimana populasimemiliki kemampuan untuk menghadapigempa perlu dikembangkan. Para pekerja-pekerja sosial dari lembaga swadayamasyarakat dan komunitas, umumnyamelakukan analisis kerentanan dankapasitas (vulnerability and capacity analysis),pelatihan-pelatihan kebencanaan berbasiskomunitas (Sagala dan Bisri 2011).

Kawasan perkotaan yang berdekatandengan jalur patahan akan memilikikerentanan terhadap gempa bumi,terutama pada kawasan perkotaan dengankepadatan tinggi. Gempa bumi umumnyaterjadi dalam beberapa seri, terdiri atasgempa utama (primary shock) dan gempasusulan (aftershocks). Sebagaimana prediksigempa bumi masih sulit dilakukan hinggasaat ini, gempa susulan mungkin dapatdiantisipasi dengan cara bersiap segerasetelah gempa utama terjadi. Sesaat setelahterjadi gempa, penduduk dianjurkan segerakeluar bangunan dan menuju tempatberkumpul yang aman, baik tempat yangtelah direncanakan sebelumnya atau tidak(Fema, 2006).

Terdapat beberapa kota besar di Indonesiayang rawan terhadap bencana gempa bumi.Umumnya adalah kota-kota besar yangterletak dekat dengan patahan-patahanaktif, seperti Banda Aceh, Padang,Bandung dan Yogyakarta. Ditambahdengan tingkat kepadatan yang tinggi,risiko yang ditimbulkan oleh gempa akansemakin besar (Sengara et al. Untuk itu,perlu dilakukan kajian-kajian penguranganrisiko bencana yang dikaitkan dengankepadatan penduduk perkotaan (Sagala etal 2011; Bakornas, 2002). Studi inimencoba berkontribusi terhadappengurangan risiko bencana yang terkaitdengan gempa di kota berkepadatan tinggi.Tujuan utama studi ini adalah mengkajiketersediaan ruang terbuka sebagai tempatpenduduk untuk melakukan evakuasidengan skenario gempa susulan. Studikasus yang dipilih adalah Kota Bandungyang merupakan salah satu kota dengankepadatan penduduk yang tinggi di Indo-nesia dan berada di dekat tiga patahan aktif.Kota Bandung berada dalam zona IIIwilayah gempa yang menunjukkan kondisimenengah dalam zona tersebut (Rahayudan Kertapati 1999). Kota Bandungmemiliki tingkat kerusakan 8-9,25 skalaMMI yang dapat mengakibatkan kerusakanpada bangunan, jalan dan jaringan lainnyayang berada di dalamnya sehingga dapatmenelan korban jiwa (Rahayu danKertapati, 1999). Di dalam penelitian ini,sistem informasi geografis dipilih karenakemampuannya di dalam menyediakanpengolahan database secara spasial,sehingga dapat melakukan simulasi-simulasi yang terkait dengan data spasial,seperti evakuasi yang dibutuhkan di dalampenelitian ini (Fauzi et al 2009 danMutalazimah et al 2009). Selanjutnyadengan menggunakan Sistem InformasiGeografis (SIG), dilakukan analisis lokasi-lokasi dan ketersediaan ruang terbuka dankebutuhan ruang terbuka berdasarkan

Page 25: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 119 - 130121

jumlah penduduk. Kajian seperti inidiharapkan dapat membantu prosespembuatan kebijakan pada lingkunganpadat terkait pengurangan risiko bencanagempa. Selain pengantar ini, pembagiantulisan ini dilakukan sebagai berikut.Penjelasan dilanjutkan dengan kajianmetode penelitian yang mencakup lokasistudi, pengumpulan data dan teknik analisiskebutuhan (demand) dan ketersediaan (sup-ply), serta analisis spasial. Selanjutnya,dengan menggunakan data yang ada,dilakukan analisis dan pembahasan didalam penentuan ruang terbuka publikyang optimum.

METODE PENELITIAN

Lokasi Studi

Sebagaimana diutarakan sebelumnya, KotaBandung dipilih sebagai lokasi studi ini.Karena tingkat kepadatan penduduk danbahaya gempa yang berbeda-beda danuntuk mendapat kedetailan yang tinggi,pada akhirnya dipilih satu kelurahan yangmemiliki kepadatan penduduk yang tinggiberdasarkan data statistik dan memilikibahaya gempa bumi yang tinggi.Berdasarkan kriteria tersebut terdapat satukelurahan yang memiliki kepadatanpenduduk dan bahaya terhadap gempa yangtinggi yaitu Kelurahan Sukahaji (Sengaraet al 1999; Rahayu dan Kertapati, 1999).Kelurahan Sukahaji memiliki kepadatanpenduduk 611,9 jiwa/ha dan koefisiendasar bangunan (KDB) 80-90%. KelurahanSukahaji berada pada zona bahayagoncangan tanah 8,75 skala MMI dimanaangka tersebut menunjukkan tingkatkerusakan akibat gempa yang tinggi.

Pengumpulan Data

Keseluruhan tahapan pengumpulan data

primer dilakukan empat kali dalam kurunwaktu 23 April – 20 Juli 2011. Tahapanpengumpulan data dilakukan dengan caraberikut. Tahap pertama, pengumpulan datadilakukan dengan data sekunder yang telahtersedia sebelumnya, yaitu: (1). Peta build-ing footprint dari Bappeda Kota Bandungtahun 2004, (2). Citra satelit dari Googleearth tahun 2011 yang digunakan untukmengoreksi perubahan bangunan. Tahapkedua, penggabungan kedua data tersebutsehingga diperoleh peta dasar yangmenyerupai kondisi di lapangan (Gambar1). Prosedur penggabungan citra satelit danbuilding footprint dilakukan dengan geo-ref-erencing dan overlay untuk menghasilkan citrayang lebih akurat. Pada proses ini jugadilakukan proses pengecekan melaluiobservasi lapangan dengan GPS sehinggageo-referencing dapat dilakukan denganbaik. Tahap ketiga, digitasi tambahandilakukan pada beberapa penambahanbangunan yang tidak ditemukan di buildingfootprint tahun 2004, sehingga diperolehbuilding footprint versi tahun 2011. Tahapkeempat, survei dilakukan pada bangunanyang ada untuk memperoleh informasiterkait dengan kerentanan fisik bangunan.Pemilihan kerentanan fisik bangunanmengacu kepada (Montoya 2002; Singh2005) yang menyebutkan bahwa observasiperlu meliputi jenis material bangunan,atap, jarak antar bangunan. Dari total 3.577bangunan yang ada, dipilih 882 bangunan(± 25%) bangunan yang tersebar, untukdisurvei sehingga memberikan informasitentang jenis bangunan yang terdapat diwilayah studi dan dilakukan observasisecara keseluruhan terkait bangunanwilayah studi dalam skala rumah tangga(RT). Tahap kelima, survei terhadap ruangterbuka yang digunakan sebagai lokasievakuasi di wilayah studi. Pada saat observasijuga dilakukan penitikan menggunakanGPS sehingga dapat dipetakan lokasibangunan dan ruang terbuka yang disurvei.

Page 26: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

122Analisis Spasial Ketersediaan ... (Sagala dan Saraswati)

Analisis Kebutuhan vs Ketersediaan

Analisis yang dilakukan pada penelitian inimengacu kepada teori aksesibilitas yangmembenturkan antara permintaan/kebutuhan (demand) dan ketersediaan (sup-ply) terhadap ruang terbuka untuk lokasievakuasi (Budiarjo et al 2006). Dalammelakukan analisis ini terdapat beberapaasumsi yang digunakan seperti dalamanalisis kebutuhan ruang terbuka publik,diasumsikan bahwa seluruh penduduk diwilayah studi membutuhkan lokasievakuasi setelah terjadi gempa, pendudukdianggap memiliki ukuran dan kebutuhanruang bergerak yang sama dengan standarbergerak orang dewasa oleh departemenPU yaitu 2,52 m2 (Departemen PU, 1999).Dalam melakukan evakuasi, pendudukmelakukannya dengan berjalan secarabergerombol dan memiliki kecepatan

berjalan yang sama, dan Waktu yang dimilikioleh penduduk untuk melakukan evakuasisetelah terjadi gempa adalah satu menitsehingga ruang terbuka publik harus dapatdijangkau oleh penduduk dalam waktu d”satu menit.

Dalam melakukan analisis ketersediaanruang terbuka publik dilakukan pendekatandengan menggunakan asumsi seperti jenisruang terbuka publik yang dapat dijadikanlokasi evakuasi setelah gempa adalah ruangterbuka yang kepemilikannya dapat olehpemerintah atau penduduk dan dapatdiakses secara bebas oleh penduduk sepertitaman, kebun, lapangan, jalan, dan tanahkosong. Asumsi lainnya yaitu ruang terbukapublik yang dapat digunakan sebagai lokasievakuasi secara langsung adalah ruangterbuka publik yang memiliki dasar yang keringsehingga dapat digunakan oleh penduduk.

Sumber: analisis dataGambar 1. Pertampalan antara Building Footprint dan Citra Satelit

Page 27: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 119 - 130123

Analisis Spasial

Analisis spasial ini akan menunjukkanlokasi-lokasi yang terlayani dan tidakterlayani oleh ruang terbuka untu lokasievakuasi setelah terjadi gempa. Dalam halini, pelayanan ruang terbuka dilihat darikapasitas, jarak, dan gabungan dari kedua-nya sehingga dihasilkan pelayanan optimumdari ruang terbuka untuk lokasi evakuasi.Untuk menentukan pelayanan optimumruang terbuka untuk lokasi evakuasi diguna-kan pula suatu fungsi yang menggambarkanhubungan antara jarak dengan kapasitasruang terbuka. Dalam analisis ini mengguna-kan bantuan software Arc GIS 9.3 denganmenggunakan perangkat seperti join atributetable, buffer, union, clip, select by location,selectby atribute, dan query.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelurahan Sukahaji merupakan salah satukelurahan dengan kepadatan penduduk dankepadatan bangunan yang tinggi. Kepadat-an penduduk dan bangunan di kelurahanSukahaji menyebabkan keterbatasan ruangterbuka di kelurahan sukahaji. Ruangterbuka publik dapat diklasifikasikanmenjadi taman publik, square dan plasa,jalan, aman ber main, ruang terbukakomunitas, dan jalur hijau (Carr, 1992).Berdasarkan klasifikasi ini, ruang terbukapublik yang terdapat di lokasi wilayah studidapat berupa taman, kebun, lapangan,jalan, dan tanah kosong. Ruang terbukapublik yang terdapat di wilayah studi dapatdimiliki oleh publik atau penduduk secarapribadi namun sampai saat ini masih dapatdiakses secara publik. Hal ini yang menyebab-kan ketersediaan ruang terbuka publikdapat berkurang karena dikhawatirkanadanya pembangunan pada lahan-lahantidur tersebut. Luas total ruang terbukapublik di wilayah studi diperoleh denganmenggunakan persamaan seperti berikut:

dimana:n = jumlah ruang terbuka publikLRTP = luas ruang terbuka publik.

Dengan menggunakan persamaan tersebutmaka diperoleh luas seluruh ruang terbukapublik yang terdapat di wilayah studi adalah

= 27. 897 m2

Jumlah penduduk yang bermukim diKelurahan Sukahaji adalah 17.287 Jiwasehingga ruang terbuka yang dibutuhkanuntuk lokasi evakuasi sesuai standarbergerak manusia oleh Departemen PUminimal 43.550,64 m2 (± 15% dari totalluas wilayah). Pembahasan terkaitketersediaan ruang terbuka publik terbagimenjadi tiga bagian. Pertama akan dilihatdari segi kapasitas ruang terbuka publikkemudian dilihat dari jarak dan bagianterakhir menggabungkan antara kapasitasdengan jarak sehingga dapat diketahuipelayanan optimum dari ruang terbuka publik.

Kapasitas Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka publik sebagai r uangterbuka publik yang dapat digunakansecara langsung hanya memiliki luas 7.725m2 dan berdasarkan perhitungan yangdilakukan, hanya mampu menampung3.065 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwaruang terbuka publik kering secarakapasitas belum mampu menampungseluruh penduduk yang ada di wilayahstudi. Apabila seluruh penduduk hanyadapat melakukan evakuasi pada ruangterbuka publik kering maka setiap oranghanya memiliki ruang gerak 0,4 m2 dimanamanusia akan sulit bergerak. Hal inimenunjukkan bahwa ruang terbuka publik

Page 28: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

124Analisis Spasial Ketersediaan ... (Sagala dan Saraswati)

di wilayah studi masih belum mampumenjawab kebutuhan seluruh penduduk diwilayah studi untuk lokasi evakuasibencana gempa sebagai antisipasi gempasusulan (Tabel 1).

Jangkauan Pelayanan Ruang TerbukaPublik Berdasarkan Jarak

Dalam analisis ini, diasumsikan jarak darirumah penduduk ke ruang terbuka publikadalah jarak yang dapat ditempuh dalamwaktu kurang dari satu menit. Standarkecepatan orang berjalan adalah 84m/menit (Sleight, 1972). Kecepatan berjalanmanusia secara bergerombol adalah 66,6m/menit (Edwards, 1992). Berdasarkandua pernyataan tersebut maka diambil jarakrumah penduduk ke ruang terbuka publikadalah 80 m dan 60 m. Dalam penelitian inidigunakan dua asumsi jarak karena reaksisetiap orang dapat berbeda-beda setelahterjadi gempa. Tidak semua pendudukakan langsung berlari menuju ruang terbukapublik dan tidak semua orang memilikikecepatan yang sama dalam berjalan olehkarena itu hanya dapat menjangkau ruangterbuka publik yang berada maksimal 80m atau kurang dari rumahnya (Gambar 2).

Analisis ini dilakukan dengan meng-gunakan bantuan software Arc GIS 9.3dimana digunakan analisis spasial untukmelihat jangkauan pelayanan ruang

terbuka publik dalam jarak 60 dan 80 m.Perangkat yang digunakan dalam analisisini adalah Buffer, Select by location, dan over-lay. Sedangkan untuk mengetahui jumlahpenduduk yang terlayani dapat dilihat padapilihan statistic.

Dalam jarak 60m, ruang terbuka publikhanya dapat melayani 10.498 jiwa dimanamasih terdapat penduduk yang tidak dapatdilayani. Hal ini menunjukkan bahwa ruangterbuka publik yang ada di wilayah studibelum tersebar secara merata sehinggamasih terdapat lokasi-lokasi pemukimanyang tidak dapat menjangkau ruangterbuka publik dalam jarak < 60m(Gambar 3). Untuk lebih jelasnya dapatdilihat pada gambar dibawah ini, dimanayang berwana coklat tua merupakan lokasiyang tidak terlayani oleh ruang terbukapublik dalam jarak 60m.

Dalam jarak 80 m, ruang terbuka publikjuga belum mampu melayani seluruhpenduduk. Hal ini dilihat dari jumlahpenduduk yang terlayani oleh ruang terbukapublik belum mencapai angka yang samadengan jumlah penduduk di wilayah studidimana jumlah penduduk maksimal yangdapat dilayani adalah 15.198 jiwa. Ruangterbuka publik kering hanya dapatmelayani 13.026 jiwa dalam jarak 80 msedangkan ruang terbuka publik kering danjalan mampu melayani 14.698 jiwa. Hal inijuga menunjukkan bahwa ruang terbuka

Tabel 1. Luas Ruang Terbuka Publik dengan Kapasitas

Luas Kapasitas Manusia

Berdasarkan Standar Ruang Gerak

7.725 m2 3.065 0,4 m2

Sumber: hasil analisis

Page 29: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 119 - 130125

Gambar 2. Analisis Jangkauan Pelayan Ruang Terbuka Publik Berdasarkan Jarak

Overlay

Peta RuangTerbuka Publik

Peta Bangun

Studi

Jangkauan RuangTerbuka Publik 60 m

dan 80 m

Peta JangkauanRuang Terbuka

Publik

Jumlah Bangunandalam Jangkauan 60 m

dan 80 m

Jumlah Pendudukdalam Jangkauan

Buffer

Select byLocation

Statistics

Page 30: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

126Analisis Spasial Ketersediaan ... (Sagala dan Saraswati)

Gambar 3. Jangkauan Pelayanan Ruang Terbuka Publik pada Jarak 60m

publik belum mampu melayani seluruhpenduduk dalam jarak 60 m ataupun 80m. Hal ini juga menunjukkan bahwa ruangterbuka di wilayah studi masih belumtersebar merata sehingga terdapat lokasi-lokasi yang belum dapat terlayani. Untuklebih jelasnya dapat dilihat pada gambardibawah ini dimana masih terdapatbangunan-bangunan berwarna coklat yangmenunjukkan bahwa bangunan tersebuttidak terlayani oleh ruang terbuka publikdalam jarak 80 m (Gambar 4).

Pelayanan Optimum Ruang TerbukaPublik

Untuk melakukan perhitungan kapasitasoptimum dari ruang terbuka publik,dipergunakan suatu fungsi matematis yangmenghubungkan antara kapasitas optimumdari suatu ruang terbuka dengan jarak.Secara sederhana fungsi yang digunakanadalah kapasitas (y) merupakan fungsi lineardari jarak (x), atau dapat dituliskan menjadi:y = f(x)

Jalan

Ruang Terbuka Publik Kering

Buffer Kering 60 m

Bangunan dalam Jangkauan 60 m

Bangunan di Luar Jangkuan Optimum

Ruang Terbuka Publik Basah

RTP_Non Publik

KETERANGAN:

Page 31: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 119 - 130127

dimana:y = kapasitas manusia yang dapat

dilayanix = jarak.

Untuk menentukan fungsi dari kapasitasmaka digunakan dua titik bantu yang telahdijelaskan sebelumnya, yaitu: 60 m dan 80m. Fungsi yang diperoleh denganmenggunakan dua titik bantu digunakanuntuk mencari jarak pelayanan optimumdari ruang terbuka publik. Fungsi yang

dihasilkan dari empat titk bantu tersebutmenunjukkan R2 mendekati satu sehinggadefiasi dari fungsi tersebut semakin kecildan mendekati linier.

Pada skenario jenis ruang terbuka publikkering, fungsi yang diperoleh dari empattitk bantu adalah :

y = 163,4x + 293,5

Kapasitas maksimum dari ruang terbukapublik kering adalah 3.065 jiwa, sehinggadari fungsi tersebut, fungsi untuk jarak

Gambar 4. Jangkauan Pelayanan Ruang Terbuka Publik pada Jarak 80m

Jalan

Ruang Terbuka Publik Kering

Bangunan di Luar Jangkuan Optimum

Ruang Terbuka Publik Basah

RTP_Non Publik

Buffer Kering 80 m

Bangunan dalam Jangkauan 80 m

KETERANGAN:

Page 32: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

128Analisis Spasial Ketersediaan ... (Sagala dan Saraswati)

pelayanan optimum dari ruang terbukapublik kering adalah :

3.065 = 163,4x + 293,5

Dari fungsi tersebut, diperoleh bahwa jarakpelayanan optimum dari ruang terbukapublik kering adalah 17 m dari ruang terbukapublik. Jarak tersebut menunjukkan bahwapelayanan optimum dari ruang terbukapublik kering sangat kecil dan sempit sehinggamasih banyak bangunan-bangunan yangtidak dapat terlayani oleh ruang terbukapublik di wilayah studi. Hal ini menunjuk-

kan bahwa diperlukan ruang terbuka laindi lokasi-lokasi yang masih belum dapat ter-layani oleh ruang terbuka publik (Gambar 5).

KESIMPULAN DAN SARAN

Tulisan ini telah menunjukkan bahwaruang terbuka publik di wilayah studi belummampu menampung seluruh pendudukyang ada di wilayah studi sesuai denganstandar Departemen PU. Hal ini menyebab-kan ruang bergerak seluruh penduduk

Gambar 5. Jangkauan Pelayanan Optimum RTP

Jalan

Ruang Terbuka Publik Kering

Bangunan di Luar Jangkuan Optimum

Ruang Terbuka Publik Basah

RTP_Non Publik

Bangunan Dalam Jangkuan Optimum

Jangkauan Optimum 17 m

KETERANGAN:

Page 33: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 119 - 130129

apabila harus melakukan evakuasi ke ruangterbuka publik yang ada sangat sempit dansulit untuk bergerak. Dari segi jarak pelayan-an, ruang terbuka publik juga belum mampumelayani penduduk dalam jarak yang dapatditempuh oleh penduduk dengan berjalankurang dari satu menit, yaitu pada jarak 60m dan 80 m. Hal ini menunjukkan bahwaperlu adanya persebaran ruang terbukapublik secara merata di wilayah studi.Pelayanan optimum dari ruang terbukapublik juga belum mampu melayaniseluruh penduduk yang ada.

Secara umum, studi ini berguna bagi arsitekdan perencana kota (urban planner) ,pemerintah daerah dan juga masyarakatsehingga dapat mempertimbangkan untuktetap menyediakan ruang terbuka publikyang selain berfungsi sebagai tempatinteraksi penghuni, tetapi juga dapatberguna untuk tempat yang aman untukmengungsi dalam mengantisipasi gempasusulan. Integrasi dari kajian-kajian sepertiini, akan berguna di dalam mengurangirisiko bencana yang diakibatkan olehgempa susulan. Pada kenyataannya, kajianseperti ini masih belum banyak dilakukandan dipertimbangkan di dalam analisis ur-ban design, terutama terkait dengan

permukiman-permukiman padat di per-kotaan yang banyak ditemui di Indonesia.

Studi ini pada dasarnya belum mem-pertimbangkan ruang terbuka publik yangpada kenyataan sulit diakses pada saat nor-mal, seperti ruang terbuka yang tidakkering (tanah yang basah dan sawah), yangterdapat dilokasi studi. Selain itu, skenariogempa yang dilakukan masih belummempertimbangkan kapan waktu gempaberlangsung yang akan berakibat padaperbedaan dalam proporsi jumlahpenduduk yang terdapat pada lokasi studi.Jika gempa terjadi pada siang hari,kemungkinan jumlah penduduk yangberada di rumah tidak sebanyak jumlahsemua penduduk karena sebagianpenduduk akan beraktivitas di luar rumahatau di luar lokasi studi. Di sisi lain, aspekyang penting dipertimbangkan juga adalahkerentanan fisik bangunan yang perludimasukkan dalam mempertimbangkanbangunan-bangunan dengan potensi rubuhyang berakibat pada penghuni bangunanyang tertimpa cedera dan tidak memilikiwaktu untuk berevakuasi. Keterbatasan-keterbatasan ini diharapkan dapatdiperbaiki dalam tulisan dan skenario yanglebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas, 2006, Preliminary Damage and Loss Assessment, Yogyakarta and Central Java NaturalDisaster, The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia, Jakarta, June14, 2006.

Bappenas, 2009, West Sumatra and Jambi Natural Disasters: Damage, Loss and Preliminary NeedsAssessment, A joint report by BNPB, Bappenas and the Provincial and DistrictGovernments of West Sumatra and Jambi and international partners, October 2009

Sagala, S. and Bisri, M. (2011). Perencanaan Tata Ruang Berbasis Kebencanaan di Indonesia,dalam Anwar, H. dan Haryono, H. (2011) Perspektif Kebencanaan dan Lingkungan

Page 34: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

130Analisis Spasial Ketersediaan ... (Sagala dan Saraswati)

di Indonesia: Studi Kasus dan Pengurangan Risikonya. Penerbit Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia (LIPI)

FEMA. Earthquake Preparedness. FEMA, 2006.

Sengara, W. Surahman, A. dan Pribadi, K.S. (1999). Seismic Hazards and Countermeasures inBandung, Indonesia, Institut Teknologi Bandung.

Sagala, S., Handika, P. dan Arisandy, M. (2011) Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan danPendekatan Penanganannya, dalam Gunawan, M., Nurzaman, S., Warpani, S. (2011),Menarik Pelajaran dari 50 Tahun Perjalanan Perencanaan Wilayah dan Kota diIndonesia, Penerbit ITB.

BAKORNAS PBP. Arahan Kebijakan Mitigasi bencana Perkotaan Di Indonesia. Jakarta:BAKORNAS PBP, 2002.

Rahayu, H. dan Kertapati, E. RADIUS: Rencana Tindak Mitigasi Bencana Gempa Di KotamadyaBandung. Bandung : IDNDR LP-ITB, 1999.

Fauzi, Y., Susilo, B. dan Mayasari, Z. 2009, Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah PesisirKota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial dan Sistem Informasi Geografis(SIG), Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 101-111

Mutalazimah, Handaga, B., Sigit, A. Aplikasi Sistem Informasi Geografis pada PemantauanStatus Gizi Balita di Dinas Kesehatan Sukoharjo, Forum Geografi, Vol. 23, No. 2,Desember 2009, 153-166

A.L. Montoya, Urban Disaster Management: A case of Earthquake Risk Management inCartago,Costarica, PhD Thesis, Netherlands, ITC, 2002.

P. Singh, Population vulnerability for earthquake loss estimation using community basedapproach with GIS, Master Thesis, Netherlands, ITC, 2005.

A. Budiarjo, T. de Jong, Escape Building Planning for Tsunami-prone Area, A Case Study ofMeulaboh City, Aceh, Indonesia, International Disaster Reduction COnference, DavosSwitzerland, 27 August - 1 September 2006

Departemen Pekerjaan Umum, Persyaratan Aksesibilitas Pada Jalan Umum No. 022/T/BM/1999, Jakarta, 1999

S. Carr, M. Francis, L.G.Rivlin, dan A.M. Stone. Public Space. Cambridge: Cambridge UniversityPress, 1992.

R.B. Sleight, Human Factors and Traffic Safety. New York: John Wiley & Sons, 1972.

J. Edwards, Transportation Planning Handbook, Institute of Transportation Engineers, 1992.

Page 35: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146131

MODEL KONSERVASI LINGKUNGAN SAGARA ANAKANModel of Conservation on Sagara Anakan Environmental

Dede SugandiPendidikan Geografi

Universitas Pendidikan Indonesia, BandungE-mail: [email protected]

ABSTRACTThis study aims to (1) conduct socio-economic analysis of the influence of farmers on conservation activities, (2)identify the shape and model of integrated conservation and the role of the community in these activities inSegaraAnakan. Activities of the population in the process of land affected when in Sagara tillers. The methodused was a survey with a sample divided by the watershed upstream, downstream and coastal tengahm. Usingstatistical analysis techniques and geography, so that part of the watershed characteristics can be imaged. ShallowingSagara Anakan, physically was affected by the physical condition of the easily eroded and accelerated by humanactivities. The activities of farmer on the watershed have done conservation unless doing reforestation, whereasthe farmer on the swamp and coastal areas are not doing conservation. Different physical circumstances, theconservation of watersheds and coastal forms differ. Socio-economic condition of farmer affect the conservation.The farmer could not reforestation conservation form, as the socio-economic needs. While in the farmer swampand coastal conservation is not done, because the physical state was not possible. To conserve of Sagara Anakan,then the shape of coastal conservation by planting trees, not catch fish, marine dredging, not taking out the trash,do not use drugs to win the fish and catch a certain size. While in conservation should be done with differentshape and performed in an integrated manner that requires the participation of the population.Keywords: environment, conservation, economic social, Conservation model and Participation

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan analisis pengaruh sosial ekonomi petani terhadap kegiatan konservasi,(2) mengidentifikasi bentuk dan model konservasi secara terpadu serta peran masyarakat dalam kegiatan tersebutdi Segara Anakan. Kegiatan penduduk dalam mengolah lahan berpengaruh terhadap kegiatan di Sagara Anakan.Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan sampel dibagi pada DAS bagian hulu, tengahm hilirdan pesisir. Teknik analisis menggunakan statistic dan geografi, sehingga karakteristik bagian DAS dapattergambar. Pendangkalan perairan Sagara Anakan secara fisis dipengaruhi oleh keadaan fisis yang mudahtererosi dan dipercepat oleh kegiatan manusia. Kegiatan penduduk DAS melakukan konservasi kecualipenghutanan, sedangkan daerah bekas rawa dan pesisir tidak melakukan konservasi. Keadaan fisis yang berbeda,maka bentuk konservasi DAS dan pesisir berbeda. Sosial ekonomi penduduk berpengaruh terhadap tindakankonservasi. Penduduk tidak dapat melakukan bentuk konservasi penghutanan, karena kebutuhan sosial ekonomi.Sedangkan di daerah bekas rawa dan pesisir tidak dilakukan konservasi, karena keadaan fisis tidak mungkin.Untuk melestarikan perairan Sagara Anakan, maka Bentuk konservasi pesisir dengan Tanam pohon, Tidaknangkap ikan, pengerukan perairan, tidak membuang sampah, tidak menggunakan obat untuk menangkanikan dan menangkap ukuran tertentu. Sedangkan dalam konservasi harus dilakukan dengan bentuk yangberbeda dan dilakukan secara terpadu yang membutuhkan partisipasi penduduk.Kata kunci: lingkungan, konservasi, sosial ekonomi, model konservasi dan partisipasi.

Page 36: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

132Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

PENDAHULUAN

Perkembangan penduduk menyebabkanpenurunan luas lahan pertanian yangberdampak terhadap penurunan produksidan berkurangnya luas hutan (Collier,1996:98; Soemarwoto, 2001:23). Kenyata-an bahwa kehidupan manusia tidak terlepasdari lingkungannya, karena pemenuhankebutuhan diperoleh dari lingkungandengan memanfaatkan lahan (Jaya TK,2004). Tisdell C.A (1993:2) menyatakanbahwa The major portion of the dominant theoryof welfare economics is based upon the view thatthe wants of individuals are to be satisfied to themaximum extent possible by the allocation ofresources. Pertambahan penduduk disertaipeningkatan kebutuhan, sehingga terjadi-nya perubahan keseimbangan lingkungan.

Ismawan (1999: 22) menyatakan bahwa isuutama permasalahan lingkungan, yaitu, air,deforestasi, erosi, lahan kritis dan kerusak-an sumberdaya alam. Eksploitasi sumberdayaalam hutan berpengaruh terhadap sumberdaya alam lain. Soeriatmadja (1997:59)menyatakan hutan berpengaruh terhadaptiga faktor lingkungan yang saling ber-hubungan, yaitu iklim, tanah dan pengada-an air bagi berbagai wilayah. Fungsi-fungsiekologi, ekonomi dan sosial dari hutanmemberikan manfaat jika pengelolaansumberdaya alam berupa hutan diiringiupaya pelestarian guna mewujudkanpembangunan berkelanjutan (Rahmawaty: 2004). menyatakan usaha melindungihutan menjadi sia-sia, jika petani tidakmemiliki sumber kehidupan (Dietz,1998:23).Artinya bahwa hutan bermanfaat bagikehidupan yang diperoleh bila hutanterjamin eksistensinya. Perubahan hutanmenjadi perkebunan campuran danpemukiman membawa dampak terhadappeningkatan bahaya erosi yang meng-akibatkan kemerosotan sumberdayalingkungan (Dewi, 2004:6; Ismawan, 1999:23). Menurut Direktur Pengelolaan DAS

dan Rehabilitasi Lahan DepartemenKehutanan RI dalam Gusti (2006)menyatakan bahwa luas kerusakan hutandan lahan di Indonesia 43 juta Ha (24 jutaHa di hutan dan 19 juta Ha di luar hutan).Sedangkan laju deforestasi tahun 1982-1990 sebesar 900.000 Ha/tahun.

Pembangunan secara fisik akan menggeserfungsi lahan perlu diantisipasi agarpemanfaatan lahan mendapatkan hasilotimum dengan kerusakan minimum,sehingga terbentuk kehidupan yangsejahtera dan bertanngung jawab (Darsiharjo,2010:5). Undang Undang Republik Indo-nesia No.32 tahun 2009 tentangKetentuan-Ketentuan Pokok PengelolaanLingkungan Hidup merupakan lingkunganadalah kesatuan ruang dengan semuabenda, daya, keadaan, dan mahluk hidupter masuk manusia dan perilakunya.Lingkungan sebagai suatu ruang (DAS)mempengaruhi ruang lain yaitu pesisir.Ekosistem dalam suatu lingkung-anmerupakan suatu sistem lingkungan yangsaling berinteraksi membentuk suatukesatuan (Asdak, 2002:10). SelanjutnyaSupriharyono (2008:18) menyatakanbahwa wilayah pesisir adalah pertemuanantara daratan dan laut. Karena kondisipesisir dipengaruhi DAS, maka jika padaDAS terjadi erosi, maka di pesisir terjadipengendapan.

Perairan Sagara Anakan merupakan muaraCi Tanduy dan Ci Beureum yang meng-alami pendangkalan disebabkan sedimentasiyang tinggi dari sungai-sungai yangber muara dan t ingkat sedimentasimencapai 1 juta m3/tahun (Krida; 1996:9).Bahari (2003) menyatakan Sagara Anakanmengalami perubahan luas akibat sedimenlumpur dari Ci Tanduy yang setiaptahunnya menyumbang 740.000 m3 lumpurdari total sedimen 1 juta m3 /th yangmengancam kelestarian hutan mangrovedan penurunan produksi ikan dan udang

Page 37: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146133

yang dikembangbiakkan (Satyana:2010).Sukardi (2010) menyatakan bahwaperubahan luas perairan Sagara Anakanpada tahun 1984 kawasan ini memiliki luas2.906 ha, tahun 1994 memiliki luas 1.575ha dan pada tahun 2003 memiliki luas 600ha, artinya rata-rata penurunan luas inisekitar 104,8182 ha/th. Pada tahun 1974luas hutan mangrove 15.551 ha, sedangkanpada tahun 2003 memiliki luas 8.506 ha(BPKSA, 2007:27). Erftemeijer, Balen,dan Djuharsa. E (1988:35). Bahwa man-grove Sagara Anakan memiliki luas 13.500ha, dan mengalami penyusuta akibatreklamasi lahan dan penebangan kayubakau. Laju sedimentasi makin cepat sejaktahun 1931 ket ika penduduk mulaimengkonversi hutan mangrove menjadilahan pertanian (Zia dan Sudjono : 2011).Sementara itu Sukmawardani (2006:65)bahwa hutan mangrove merupakan salahsatu sumberdaya alam potensial danmemiliki arti penting bagi masyarakatsecara ekonomi, ekologis, dan biologis.

Erosi sebagai penyebab kerusakan tanahdipengaruhi oleh iklim, jasad hidup, bahaninduk, relief dan waktu. Yasushi S danHardjosuwarno (1994) menyatakan bahwaperubahan penting dari proses sedimentasidi Sagara Anakan akibat aliran proses erosidaerah aliran Ci Tanduy yang diakibatkankegiatan penduduk dalam pengolahanlahan dari daerah hulu sungai dan perluasanladang baru pada daerah berlereng curam.Untuk mengembalikan pada keadaan asal,maka perlu dilakukan konservasi, karenaitu fungsi hubungan antar unsur erosi dankonservasi sama (Sinatala, 1989; 1-10).Saragih (1993:77) menyatakan bahwakonservasi merupakan suatu paket teknologiusaha tani yang bertujuan meningkatkanproduksi dan pendapatan usaha tani, sertamelestarikan sumberdaya tanah dan air.Pengangkutan tanah oleh aliran permukaanmenimbulkan kerusakan tanah, sehingga

mengganggu keseimbangan antara prosespembentukan dan pengangkutan(Darsiharjo, 2010:17). Meyer and Turner(1998:239) menyatakan bahwa land coverchanges can have four mayor direct (or first-order)impact upon the hydrological cycle and water qual-ity; they can cause flouds, droughts, and changesin rivers and ground water regime, and they canaffect water quality.

Dampak perubahan tersebut terhadappenurunan fungsi, terutama perairanSagara Anakan mengalami pendangkalandan penyempitan. Hutan mangrove diSagara Anakan tempat berlindung 85spesies burung yang hidup di hutan man-grove: Centropus nigrorufus. Bahkan hutanbakau sering menjadi ajang berkumpulnyakawanan burung yang bermigrasi dariwilayah Australia (Erftemeijer, Balen, danDjuharsa,1988:35). Terjadi penurunanjumlah spesies ikan. Pada tahun 1985terdapat 45 spesies ikan, sedangkan padatahun 1999 terdapat 18 spesies dan 15spesies merupakan spesies baru (Boesono: 2008). Selanjutnya Tim LPM Unpad(1998) menemukan bahwa wilayah SagaraAnakan mempunyai jenis-jenis burung yangdilindungi undang-undang, antara lainRangkong, Elang hutan, Bangau tongkang,Kuntul, juga merupakan persinggahanburung migran seperti; layang-layang Asia(Hirundo rustica), Bambangan kuning(Ixobrycus sinensis) dan Kodidi putih (Calidrisalba). Hutan mangrove mempunyai artipenting sebagai sumber makanan hewanlaut. Sistem perakaran yang kokoh melindungipantai dari erosi, gelombang, dan ombak,juga berfungsi sebagai daerah asuhan (nurs-ery ground) dan pemijahan (spawning ground)bagi udang, ikan dan kerang-kerangan(Dahuri, 2001). Ewuasie (1990:285)menyatakan bahwa habitat bakaumerupakan tempat berpijah beberapa jenisikan laut, sehingga pemusnahan hutan bakauberdampak terhadap kehidupan ikan.

Page 38: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

134Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

Sumaatmadja (2005:129) menyatakanpenurunan kualitas lingkunganmenyebabkan penurunan kesehatan danpotensi ekonomi, serta perubahan tatanansosial. Kesenjangan yang miskin denganyang kaya terus menganga, akibat turunnyadaya dukung lingkungan (Gusti, 2006).Penurunan kualitas lingkungan makin terasayang berdampak baik secara langsungataupun tidak langsung terhadap segikehidupan ekonomi, sosial dan budaya(Sukojo, 2003:37). Konservasi dilakukanuntuk mengurangi kerusakan lahan, karenakerusakan lahan disebabkan oleh ter-jadinya erosi. Besarnya erosi perlu dilakukankonservasi, terjadinya erosi perlu diatasidengan mengembangkan fungsi-fungsi darifaktor erosi yang identik dengan faktor-faktor konservasi. Erosi yang ter jadimerupakan fungsi dari iklim, relief,vegetasi, tanah dan manusia dengan fungsisebagai berikut:

E = ƒ(i, r, v, t, m)

dimana:E = Erosi,i = iklim,r = relief,v = vegetasi,t = tanah,m = manusia

Untuk mengembalikan lingkungan, makaperlu upaya untuk memelihara dan menjagalingkungan. Salah satu upaya-upaya tersebutdapat dilakukan dengan konservasi yangsesuai secara terpadu. Konservasi bukanmelarang mengelola dan memanfaat-kansumber daya alam tetapi dalam pengelolaandituntut memperhatikan kaidah-kaidahkonservasi tanah, sehingga sumberdayaalam dapat menjadi warisan kepada generasimendatang (Uwityangyoyo, 2009).

Sedangkan di pesisir konservasi sumber-daya ikan merupakan upaya perlindungan,pelestarian dan pemanfaatan sumber dayaikan termasuk ekosistem, genetik untukmenjamin keberadaan, ketersediaan dankesinambungannya dengan tetap memeliharadan meningkatkan kualitas nilai dankeanekaragaman sumber daya ikanberkelanjutan (Suraji: 2009).

Konservasi pada DAS dapat dilakukandengan menggunakan metode dan bentukkonservasi, tetapi di pesisir perlu dilakukankonservasi yang berbeda. Hasil studi Krida(1996) menyatakan bahwa perlu batas-batas konservasi, sehingga penyudetan,pengerukan dan pemantauan diperlukanterhadap daerah yang sudah dilakukanpengerukan. Penanganan dampak tersebutsalah satunya adalah rencana pengelolaanlingkungan dengan pendekatan teknologi,sosial ekonomi dan institusional padalembaga terkait. Selain itu dilakukan jugapengerukan Ci Meneng perairan SagaraAnakan. Dalam pemulihan ekosistem man-grove perlu melibatkan masyarakat,sehingga masyarakat tidak merasa ikutmemiliki (sense of belonging tidak tumbuh)hutan mangrove tersebut (Rizkam,2010:85). Partisipasi berkaitan informasitentang keadaan penduduk, keterlibatanpenduduk pada program pembangunandalam persiapan dan perencanaannya,karena tanpa keterlibatannya akan me-nyebabkan kegagalan (Conyers, 1991:154).Sementara Unesco (2010) menyatakankegagalan dalam konservasi pesisir harusdidasari oleh kesadaran masyarakat nelayandan budaya yang berkembang di masya-rakat. Kesadaran masyarakat menjagawilayah pesisir, perlu pemerintah ber-inisiatif memberdayakan masyarakat,sehingga masyarakat mempunyai rasa cintadan memiliki wilayah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakanhutan adalah sosial ekonomi berupa, pen-

Page 39: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146135

didikan, pendapatan, luas lahan garapan,frekuensi penyuluhan, dan intensitas kegiatanpetani (Lalogiroth, 2001). Kesadaran akanpentingnya sumberdaya air berawal darikesadaran pribadi, masyarakat, sehinggamenyadari untuk melestarikan sumberdayadan mengelolanya (Widayani dkk, 2011:13).

Keberhasilan program konservasi perairanSagara Anakan berkaitan dengan pendudukyang tinggal di sekitarnya, sehingga perluadanya keterlibatan penduduk yangmemanfaatkan hutan, yaitu; petani, sedang-kan di pesisir adalah nelayan. Keadaandaerah yang berbeda, maka pelaksanaankonservasi perlu dilakukan secara terpadudengan melibatkan berbagai pihak baikpemerintah, lembaga dan penduduk.Partisipasi penduduk dalam konservasimenjadi indikator yang sangat pentinguntuk keberhasilan program konservasi.Untuk meningkatkan partisipasi pendudukdapat ditingkatkan melalui penyuluhan agarpenduduk memahami pentingnya lingkung-an, sehingga dapat mempertahankan kualitastanah dan air serta sumberdaya lahan untukmenjaga keberlangsungan dan kelestarianlahan (Sutrisno, A;2007). Pelestarianlingkungan yang dilakukan melaluikonservasi, karena konservasi merupakanupaya untuk memelihara dan melindungikeberlanjutan sumber daya yang ada padaDAS dan perairan Sagara Anakan. UU RINo. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwaLingkungan hidup adalah kesatuan ruangdengan semua benda, daya, keadaan, danmakhluk hidup, termasuk manusia danperilakunya, yang mempengaruhi alam itusendiri, kelangsungan kehidupan, ke-sejahteraan manusia dan makhluk hiduplain. Konservasi yang dilakukan pada DASdan pesisir perlu dilakukan terpadu danberbeda yang sesuai dengan keadaan daerah,sehingga tingkat erosi pada DAS menurunsedangkan di pesisir tidak mengalamipendangkalan dan penyempitan.

Atas dasar masalah yang muncul bahwaSagara Anakan memiliki berbagai fungsiyang mengalami penurunan fungsi, makaperlu upaya konservasi, karena itu tujuandalam penelitian ini adalah:

(1) Menganalisis pengaruh sosial ekonomipetani dalam melakukan konservasi lingkung-an Sagara Anakan. (2) Menganalisis bentukkonservasi yang dilakukan penduduk yangmemanfaat-kan lahan dan perairan SagaraAnakan. (3) Membuat model konservasiyang secara terpadu pada DAS dan pesisirSagara Anakan. (4) Meng-analisis peranpenduduk dalam melakukan konservasipada DAS dan pesisir Sagara Anakan.

METODE PENELITIAN

Daerah penelitian secara geografi terletakantara 1080 01’15,66 “ BT – 1090 00’00"BT dan 70 01’12,96" LS – 70 46’44,4" LS,daerah ini meliputi daerah aliran Ci Tanduydan Ci Beureum dan perairan SagaraAnakan yang selanjutnya disebutlingkungan Sagara Anakan. Daerah yangmenjadi kajian adalah konservasi yangdilakukan penduduk yang menggarap lahanpada DAS dan pesisir Sagara Anakan.

Daerah hulu Ci Tanduy dari KabupatenMajalengka dan Ci Beureum yang darikabupaten Brebes. Pada muara DASterdapat Kecamatan Kampung Laut yangterdiri atas 4 desa, yaitu Desa Klaces,Ujungalang, Ujunggagak dan Panikel.Sebelumnya disebut Kampung Laut,karena sebagian besar dan penduduknyatinggal di atas perairan Sagara Anakan.Sekarang kenampakannya sudah tidakberada di atas laut, karena sudah tidakberwujud rumah panggung yang berdiri diatas air, tetapi telah menjadi rumah yangberdiri di daratan akibat sedimentasi.

Dalam penelitian ini akan berkaitan dengan

Page 40: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

136Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

pengolahan lahan oleh penduduk di daerahaliran Ci Tanduy dan Ci Beureum yangberpengaruh terhadap kegiatan di SagaraAnakan, seperti nelayan, perdagangan, jasatransportasi dan wisata yang mengalamipenurunan. Untuk menganalisi pengaruhkegiatan penduduk dalam melakukankonservasi pada daaerah aliran Ci Tanduydan Ci Beureum yang bermuara ke SagaraAnakan dengan melakukan survey padalahan yang digarap oleh penduduk. Jumlahpopulasi besar dengan sampel relativesedikit, maka digunakan metode survey(Sukmadinata, 2007:82). Suharsimi(1993:9) menyatakan bahwa penelitiansurvey dibatasi pada pengertian sampelpada metode penelitian survey dimanainformasinya dikumpulkan sebagianpopulasi untuk mewakili seluruh populasisecara bersamaan. Sampel yang relativesedikit tetapi dapat mewakili populasi yangbesar, maka sampel responden padapenduduk yang menggarap lahan pada DASbagian hulu, tengah, hilir dan pesisir.Karena itu penelitian ini menggunakanmetode penelitian Survey.

Populasi yang dijadikan dasar adalahpenduduk yang menggarap lahan di daerahaliran Ci Tanduy, Ci Beureum dan pesisirSagara Anakan. Luasnya daerah penelitian,maka untuk pengambilan sampel DAShulu, tengah, hilir dan pesisir. Sampelpenelitian adalah penduduk yang mengolahlahan di DAS hulu, tengah, hilir dan pesisir,agar mewakili seluruh DAS dan pesisir.Untuk menentukan jumlah sampel denganmenggunakan formula Slovin (TaroYamane). Ukuran populasi petani berkisar632.213 responden dengan taraf kepercaya-an adalah 5 %, maka jumlah sampel yangdiambil 240 responden yang tersebar pada4 bagian DAS.

Untuk memperoleh data dari respondenyang mengolah lahan dilakukan denganintrumen penelitian. Instrumen penelitian

dikembangkan berdasarkan variabel-variabel penelitian, seperti:

(1) Sosial Ekonomi meliputi; pendapatan,pengetahuan dan kepemilikan lahan. (2)Bentuk konservasi yang dilakukan petanidan nelayan.

Untuk memperoleh data dari respondendengan langkah sebagai berikut:

(1) Quesioner, dilakukan untuk mengisipertanyaan-pertanyaan yang ber-hubungandengan cara-cara penduduk menggaraplahan pertanian. (2) Cek lapangan dilaku-kan untuk mengamati bentuk konservasipada lahan yang digarap petani maupunnelayan di pesisir. (3) Studi dokumentasidari penelitian sebelumnya, citra pengindera-an jauh, hasil penelitian, jurnal, peraturandan sebagainya untuk mendukung penelitian.(4) Studi literatur, pengumpulan data dariberbagai buku teks untuk menunjanglandasan teori yang mendukung masalahyang dikaji.

Variabel yang diamati dalam penelitian initerbagi menjadi variable bebas dan terikat.Variabel eksogen adalah Pendapatan,Pengetahuan dan Kepemilikan lahan.Variabel ini mempengaruhi variabelendogen yaitu partisipasi. Analisis statis-tic dan geografis dengan menggunakan ceklist yang didasarkan bentuk konservasiyang dilakukan penduduk dalam mengolahlahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perairan Sagara Anakan merupakan tempatbermuaranya Ci Tanduy,dan Ci Beureumdan perairan ini terhalang oleh Pulau NusaKambangan. Tempat bermuaranya sungaitersebut adalah perairan Sagara Anakan.Pada muara DAS tersebut terdapat KecamatanKampung Laut, yang terdiri atas 4 desa,yaitu; Desa Klaces, Ujung Alang, Ujung

Page 41: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146137

Gagak dan Desa Panikel. Kegiatan pendudukdi Kecamatan ini dipengaruhi olehkeberadaan potensi perairan SagaraAnakan. Kegiatan penduduk dalam bentuklapangan kerja, seperti: nelayan, jasatranportasi, perdagangan. Artinya keber-lanjutan kehidupan penduduk di sekitarkecamatan kampung laut sangat ter-pengaruh pada keberadaan potensinya. Halyang menjadi dasar pemicu permasalahanadalah, karena terjadi pendangkalan danpenyempitan, sehingga berpengaruhperolehan pendapatan.

Penurunan fungsi perairan Sagara Anakanakibat sedimentasi adalah pendangkalandan penyempitan perairan disebabkankarena material yang diendapkan berasaldari sungai-sungai yang bermuara keperairan ini. Kegiatan sebagian pendudukdengan memanfaatkan, menggali daripotensi Sagara Anakan, sedangkan didaerah aliran sungai didominasi olehkegiatan pertanian.

Iklim merupakan keadaan cuara rata-ratadengan indicator berdasarkan curah hujan,suhu, kelembaban, ketinggian dan vegetasimaupun letak geografis suatu daerah.Berdasarkan letak geografis di atas daerahpenelitian termasuk beriklim tropis. Datacurah hujan yang termasuk lengkap adalahKabupaten Cilacap dan Ciamis(BalaiHidrologi dan Tata Air, 2009) dengan curahhujan rata-rata 2219 mm/tahun. Curahhujan bervariasi, musim kemarau tersebarpada bulan-bulan yang hampir sama, yaitusekitar April – September. Persebaran curahhujan menjadi dasar dalam melakukanpenanaman dalam pertanian.

Batuan yang mendasari DAS Ci Tanduy danCi Beureum menurut Supriatna, dkk(1992), Kastowo dan Suwarna (1996),Budhistrisna (1986), Simanjuntak danSurono (1992) didasari oleh beberapa jenisbatuan, yaitu:

(1) Qv merupakan batuan yang berasaldari letusan gunungapi muda tersebar dipuncak gunungapi Galunggung. Material-material hasil letusan, yaitu; breksi gunungapi,lahar dan tufa bersusunan andesit sampaibasal. (2) QTv merupakan batuan yangberasal dari hasil letusan gunungapi tuayang terbagi menjadi QTvs, QTvk, QTvb,QTvd, QTvr, QTvc, Qvt dengan materialhasil telusan yaitu; breksi gunungapi, lahardan tufa bersusunan andesit - basal. (3) Qadan Qf merupakan batuan yang terbentukkarena proses pengendapan dengan mate-rial memiliki ukuran halus, sepert i;lempung, pasir dan kerikil. (4) Tpt termasukformasi Tapak dengan material terdiri daribatupasir kasar keabuan, dengan sisipannapal pasiran, kelabu kekuningan yangmudah ter-erosi. (5) Tmph termasuk formasiHalang dengan material turbidit; per-selingan batupasir, batulempung, batulanaudengan sisipan breksi, batugampingan(mudah larut). (6) Tmpk termasuk formasikumbang dengan material breksigunungapi, lava, retas dan tuf bersusunanandesit sampai basal yang sifatnya resistenterhadap erosi. (7) Tmnt termasuk formasiNusa-kambangan dengan material Tuf, Tuflapili, tuf pasir dan kerikilan dengan sisipanbatu pasir yang bersifat resisten erosi. (8)Tmkl termasuk formasi Kalipucang denganmaterial berasal dari fosil binatang karangyang terdiri dari batugamping terumbu.Batuan ini resisten terhadap suhu, tetapimudah larut oleh air, sehingga erosi diper-cepat kegiatan manusia. (9) Tmr termasukformasi Rambatan dengan material terdiridari batupasir, gampingan dan konglomeratbersisipan lapisan napal dan serpih di bagianbawah. Sifat material serpih dan napalrentan erosi dan gampingan mudah larut.(10) Tml termasuk formasi Lawak denganmaterial napal kehijauan dengan sisipanbatugamping. Bagian atas terdiri napalglobigerina dengan sisipan batupasir dengansifat material rentan terhadap erosi dan

Page 42: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

138Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

pelarutan. (11) Tpc termasuk formasiCijulang dengan material terdiri atas breksigunungapi, aliran lava dan retas ber-susunan andesit tufa dan batupasir tufaan.Material memiliki sifat yang resisten ter-hadap air, sehingga potensi erosi kecil.

Tmhg termasuk anggota Gununghuripdengan material Turbidit; breksi gunung-api, batupasir, serpih dan konglomerat danresisten terhadap air. Geologi daerahpenelitian ditunjukan pada gambar petageologi (Gambar 1).

Macam tanah menurut Pusat PenelitianTanah dengan menggunakan system DudalSoepraptohardjo (1957, dalam danDarmawijaya I, 1990 dan Hardjowigeno,S;2003). Daerah aliran Ci Tanduy dan CiBeureum didasart macam tanah:

Aluvial merupakan macam tanah yangterbentuk karena endapan liat yang tersebardi dataran-landai dengan sifat kurangmenyerap air dan cenderung menjadigenangan, dan tahan erosi, Regosolmerupakan tanah baru dengan sifat teksturkasar, struktur butir tunggal - remah,konsistensi lepas, pH 6-7 dan mudahtererosi. Andosol berkembang sampaiketinggian 3.000 meter dari bahan vokanikyang tidak padu dengan sifat pH antara 4,5-6, warna hitam kecoklatan, struktur remah,Bahan organic tinggi, mudah erosi danporositas tinggi tersebar di DAS bagianhulu. Gleysol merupakan proses endapandengan solum kurang dari 1 meter, warnakelabu, tekstur geluh - lempung, strukturpejal, konsistensi teguh dan plastis, pHantara 5-6, bahan organic rendah yangtersebar di DAS bagian hilir. Organosolyang terbentuk dari fosil yang mengendapdengan sifat tekstur liat, struktur gumpal,pH di bawah 6 dan Bo t inggi yangmembentuk lapisan gambut yang tersebardi daerah hutan mangrove. Grumusolberkembang kurang dari 300 meter dengan

tekstur lempung, struktur atas granuler, borendah, mengalami pengkerutan, konsis-tensi tinggi yang ini mengalami pelapukandari batu kapur, napal, tuff, endapan allu-vial dan abu vulkanik yang mudah larut.Latosol mengalami pelapukan intensif,perkembangan lanjut dan mengalamipencucian dengan sifat tekstur halus,struktur remah, bo rendah, pH 4,5-5,5,konsistensi gembur, pencucian silica.Mediteran berkembang dari bahan indukbatu kapur dengan sifat tekstur kasar,struktur gumpal, bo rendah, pH 6 – 7,5 danmengandung kongkresi kapur dan besi sertamudah larut yang tersebar di DAS bagiantengah dan perbukitan. Litosol ber-kembang di perbukitan dan mudah torerosidengan sifat kedalaman dangkal, belumada perkembangan profil, umumnya akibaterosi yang kuat yang tersebar di DAS bagianhulu, tengah.

Perairan Sagara Anakan merupakan lauttempat ber muaranya Ci Tanduy, CiBeureum dan sungai kecil lainnya yangterhalang oleh Pulau Nusa Kambangan.Pasang surut air laut mempengaruhi alirandari darat, maka semua aliran air dari daratterhambat oleh arus dari Samudera Hindia.Aliran tetrsebut membawa material hasilerosi diendapkan di laut ini, sehinggamenjadi dangkal, terbentuknya delta,perairan menjadi sempit akibat sedimentasi.

Lahan di DAS digunakan berbagai kegiatanpenduduk. Penggunaan lahan hasil análisiscitra Landsat tahun 2005, yaitu;

(1) Hutan dan mangrove, berisi berbagaijenis vegetasi yang memiliki fungsi menjagakeseimbangan ekosistem lingkungan yangtersebar di DAS bagian hulu, punggungandan sebagian kecil tersebar di DAS bagiantengah, sedangkan hutan mangrovetersebar di daerah aliran bagian hilir danpesisir, karena erosi dari hulu sungai yangdiendapkan di dataran, tergenang dan

Page 43: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146139

Sum

ber:

anali

sis d

ata

Gam

bar 1

. Geo

logi

Dae

rah

Pene

litian

Page 44: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

140Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

berkembangnya mangrove. (2) Kebun/per-kebunan dikelola oleh penduduk maupundikelola pemerintah maupun swasta.Kebun yang dikelola penduduk kurangsesuai dengan kaidah konservasi, , sehinggapotensi erosi lebih besar dari yang dikelolaoleh perusahaan. (3) Tegalan merupakanlahan pertanian kering yang diolah pen-duduk dengan tanaman semusim, sehinggaselalu diolah secara rutin, tanah menjadigembur. (4) Permukiman merupakan lahanyang digunakan dengan meratakan tanah,sehingga memberikan kemungkinanterjadinya erosi dari tanah yang diratakanyang mengakibatkan menurunnyakemampuan resapan. (5) Sawah merupa-kan lahan yang digunakan sawah denganterasering, tetapi dengan tanah yang kedapair, air akan tergenang dan sewaktu terjadihujan air. Sawah tersebar di DAS bagianhulu, tengah dan hilir. (6) Semak belukarmer upakan lahan yang tidak diolahpenduduk, meskipun pernah diolah. Semakbelukar tersebar di DAS bagian hulu,tengah dan hilir.

Dari hasil análisis data citra Landsat tahun2005 ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukan bahwa luas hutanhanya 697,30 Km 2 (15,79 %), dimanahutan berfungsi reservoir air, resapan airdan fondasi tanah. Lahan perkebunan dankebun dengan luas 2055 Km(46,52 %),penggunaan lahan yang berpotensiterjadinya erosi adalah Kebun, Ladang,sawah, permukiman.

Mata pencaharian merupakan kegiatan ru-tin sehari-hari yang dilakukan dalamberbagai kegiatan(BPS, West Java in 2010and Central Java in 2009). Mata pencaharianpenduduk ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukan penduduk yangbermata pencaharian pertanian men-dominasi dan ini akan berpengar uhterhadap potensi terjadinya erosi.

Kecamatan Kampung laut KabupatenCilacap terdiri 4 Desa yang dipisahkan olehselat. Desa-desa dihubungkan olehpelayaran rakyat dengan menggunakanperahu dan kapal (Dinas Perhubungan;2004). Tahun 2004, kapal Feri dan kapalseukuran perahu besar berhenti, karenaSagara Anakan mengalami pendangkalanyang digantikan perahu motor (compreng)

No Penggunaan lahan Luas (Km 2 ) Persentase (%)

1. Hutan 697,30 15,79 2. Hutan Mangrove 10,30 0,23 3. Kebun/Perkebunan 2055,00 46,52 4. Ladang/tegalan 248,40 5,62 5. Permukiman 310,70 7,03 6. Sawah 801,20 18,13 7. Sungai/tubuh air 284,50 6,44 8. Semak belukar 9,33 0,21 Luas DAS 4.417,13 100,00

Sumber: Sugandi, dkk (2008)

Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan Daerah Aliran Ci Tanduy dan Ci Beureum

Page 45: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146141

yang menghubungkan Majungklak –Karang Anyar - Ujunggalang hanya 1 kali,sedangkan ke Majingklak ke Cilacap dansebaliknya hanya carteran.

Pengaruh Sosial ekonomi

Hasil pengujian statistik menunjukanbahwa variabel X1,2,3 (Sosial ekonomi)berpengaruh terhadap Y (Partisipasi). Hasilpengujian statistik menunjukan bahwaterdapat pengaruh X1, X2, X3 terhadap Ysebesar 29 % dan sebesar 71 %dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Artinyabahwa konservasi pada DAS akandilakukan karena merupakan syarat dalammengolah lahan, tetapi pesisir tidakmelakukan metode konservasi. Dengankehidupan sosial ekonomi pendudukrendah, partisipasi semakin meningkat.

Bentuk Konservasi

Metode Vegetatif, mekanik dan kimiawi

dilakukan penduduk, karena merupakanpersyaratan dalam mengolah lahan agarmemperoleh hasil maksimal. Bentuk yangtidak dilakukan hanya penghutanan, karenaakan mempengaruhi hasil. Tanaman seringkurang penyinaran (hieum), sehinggaproduksi rendah dan cenderung gagal panen,terutama DAS bagian hulu. Sedangkanpada DAS bagian hilir terutama pada lahanbekas rawa dan pesisir sulit dilakukankonservasi metode tersebut, karena lerengdatar dan banyak cekungan, sehingga padamusim hujan sering tergenang danmengalami gagal panen. Daerah bekas rawadan pesisir harus dilakukan pelestarianperairan Sagara Anakan dengan bentukkonservasi berbeda.

Model Konservasi

Bentuk konservasi di pesisir yaitu; Tanampohon, Tidak nangkap ikan, pengerukanperairan, tidak membuang sampah, tidakmenggunakan obat untuk menangkan ikandan menangkap ukuran tertentu. Dengan

No. Kabupaten/ Kota

Persentase Pertanian Industri Perdagangan Jasa Jumlah

1. Kab.Garut 3,37 10.108 9.087 4.251 1.000 24.446 2. Kab.Majalengka 16,62 26.919 4.027 16.931 3.662 51.539 3. Kab.Sumedang 1,24 2.041 250 781 144 3.216 4. Kab.Kuningan 23,05 42.655 2.445 17.219 2.753 65.072 5. Kab.Tasikmalaya 12,52 35.772 16.834 14.201 2.944 69.751 6. Kab.Ciamis 64,28 176.814 38.672 70.074 6.130 291.690 7. Kab.Cilacap 64,39 172.254 112.434 85.522 59.825 430.034 8. Kab.Brebes 5,97 22.696 5.292 10.925 6.422 45.335 9. Kab.Banyumas 4,48 7.173 8.156 6.764 6.612 28.705

10. Kota Tasikmalaya 19,60 2.156 9.088 7.284 2.073 20.601 11. Kota Banjar 95,04 8.107 2.901 10.855 2.284 24.147

Jumlah 632.213 291.045 307.125 137.442 1.054.536 Sumber: hasil analisis

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Luas DAS

Page 46: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

142Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

bentuk konservasi yang khas dan berbedadengan DAS, maka perairan akan lestari.Pelaksanaan konser vasi harus selaludilakukan baik secara individu, kelompokmaupun pemerintah. Dengan alas an petanimelakukan konservasi oleh petani, makakonservasi pesisir harus dilakukan nelayandan pemerintah.

Dengan keadaan fisis yang cekung danterhalang P. Nusa kambangan, pesisirSagara Anakan sering tergenang pasut,maka bentuk konservasi yang sesuai untukmelestarikan dan mengembalikan padakeadaan semula dengan bentuk konservasia) penanaman pohon, untuk mengurangidampak dari pasut, b) pengerukan, sebagaipenyeimbang terjadinya sdimentasi, c)tidak menangkap ikan, karena daerah inimerupakan daerah konservasi, terutamapada hutan bakau, d) tidak buang sampah,karena akan mengurangi kehidupan biotalaut dan keindahan, e) tidak menggunakanpestisida, karena akan berakibat terhadapbiota dan tumbuhan dan f) menangkap ikanukuran tertentu, agar keberlanjutansumberdaya dan fungsi Sagara Anakanterpelihara. Bentuk konservasi pesisirkurang dilakukan. Artinya partisipasipenduduk t idak pernah dan kadang(83,28%) dan 16,72% sering melakukankonservasi dengan harapan, jika tidaktergenang merupakan hasil dari kerjakerasnya. Hal ini didasarkan bahwa bentukkonservasi ini membutuhkan biaya besar,peralatan, kebijakan, karena itu perlu konser-vasi pesisir perlu dilakukan secara terpaduantara pemerintah, swasta dan pemerintah.

Peran Penduduk dalam Konservasi

Konservasi berkaitan dengan sosialekonomi penduduk, jika lahan rusak, makamenurunkan keberlanjutan sumberdayadan berdampak terhadap keberlanjutan

kehidupan dan pembangunan. Untukmenjaga agar sumberdaya berkelanjutan,perlu peran penduduk yang didukung dandiberdayakan oleh pemerintah dalammelakukan konservasi. Artinya konservasiharus dilakukan di DAS dan pesisir denganbentuk konservasi yang berbeda dandilaksanakan secara terpadu dari berbagaikalangan penduduk, lembaga swasata danpemerintah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penduduk yang mengolah lahan dalamlahan pertanian selalu melakukan metodedan bentuk konservasi, kecuali penghutan-an, tetapi erosi selalui terjadi. Erosidipengaruhi keadaan fisis yang mudaherosi. Meskipun demikian konservasi harusdilakukan, karena itu dalam penelitian iniada beberapa kesimpulan.

(1) Dalam mengolah lahan penduduk selalumelakukan tindakan konservasi, meskipunpada lereng yang sangat curam dan batuanmudah tererosi. Karena itu pada daerahtersebut harus dihutankan, tetapi kebutuh-an sosial ekonomi yang rendah menuntutmenggarap lahan pada daerah yang rentanerosi. (2) Metode dan bentuk konservasidalam mengolah lahan dilakukan pendudukpada DAS, karena merupakan persyaratan,tetapi penduduk yang mengolah lahanbekas rawa dan pesisir kurang melakukankonservasi, karena keadaan daerah tidakbersyarat. Daerah tersebut harus dilakukanbentuk konservasi Tanam pohon, Tidaknangkap ikan, pengerukan perairan, tidakmembuang sampah, tidak menggunakanobat untuk menangkan ikan dan menangkapukuran tertentu. (3) Model konservasiharus selalu dilakukan baik secara individu,kelompok maupun pemerintah. Denganalasan petani melakukan konservasi olehpetani, maka konservasi pesisir harusdilakukan nelayan dan pemerintah serta

Page 47: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146143

konservasi DAS dan pesisir dilakukansecara terpadu dengan bentuk berbeda. (4)Keberlanjutan lingkungan harus men-dukung keberlanjutan hidup dan pem-bangunan, maka perlu konservasi yangmendukung upaya pelestarian keber-lanjutan ekosistem lingkungan. Karena ituperlu konservasi yang dilaku-kan terpaduyang melibatkan penduduk, lembaga swastadan pemerintah.

Keberlanjutan kehidupan, karena potensiperairan Sagara Anakan, maka untukmelestarikan perairan ini diajukan beberaparekomendasi yaitu: (1) Pada lahan dengankeadaan fisis yang rentan erosi seharusnyadihutankan dengan pengelolaan hutan oleh

penduduk dan diawasi oleh pemerintahmelalui pemberdayaan. (2) Bentuk konservasipada DAS dan pesisir berbeda, makapemerintah bersama lembaga swasta danpenduduk harus melakukan konservasidengan pengerukan perairan, sehinggamendukung keberlanjutan potensi perairanSagara Anakan. (3) Konservasi harusdilakukan secara terpadu yang melibatkanpemerintah, lembaga swasta dan penduduk.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaProf. Dr. Darsiharjo, M.S yang telahmembantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press,

Bahari (2003). Segara Anakan Butuh Pertolongan. [Online]. Tersedia: www. sinarharapan.co.id,[20 Mei 2011].

Boesono, H (2008). Perkembangan Perikanan Tangkap Akibat Perubahan Luasan Laguna SegaraAnakan Cilacap, Jawa Tengah.[Online]. Tersedia: http://web. ipb.ac.id/~psp/old ind/index.php?pilih=hal &id=47, Disertasi. [11 Peb 2011].

Dahuri (2001). Model-Penge lolaan-Wilayah-Pesis ir-Kabupaten [Online] .http: //www.pdfchaser.com/MODEL-PENGELOLAAN-WILAYAH-PESISIR-KABUPATEN.html, 24 jan 2011.

Balai Hidrologi dan Tata Air (2011). Curah Hujan Ci Tanduy dan Ci Beureum tahun 2009, Bandung.

BPKSA (2007). Laporan Kegiatan Pengendalian Penduduk dan Penduduk Pendatang di KawasanSegara Anakan, Cilacap.

BPS (2010). Jawa Barat dalam Angka, Jawa Barat in Figures 2010, Badan Pusat Statistik,Provinsi Jawa Barat.

BPS (2009). Jawa Tengah dalam angka 2009, Bali nDeso mBangun Deso mewujudkan masyarakatJateng yang sejahtera, Kerjasama BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah dan Badan PusatStatistik Provinsi Jawa Tengah.

Page 48: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

144Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

Budhistrisna, T (1986). Peta Geologi lembar Tasikmalaya, Badan Geologi Direktorat GeologiBandung.

Collier W.L at al ( 1996). Pendekatan Baru dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Conyers, D (1991). Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. Yogyakarta: UGM Press.

Darmawidjaya, I (1990). Klasifikasi Tanah (Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah Dan PelaksanaPertanian Di Indonesia). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Darsiharjo (2010). Model Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan di Daerah Hulu Sungai, ProgramStudi Manajemen Resort dan Leisure. Bandung: FPIPS UPI.

Dewi.A.K (2004). Studi Tingkat Bahaya Erosi pada Lahan Pertanian di Sub Daerah Aliran CiKendang Kabupaten Garut, Geografi FPIPS UPI. Tidak diterbitkan.

Dietz, T (1998). Entitlements to Natural Resources Countours of Political Environmental Geography,International Book, Utrech, kerjasama Remdec, Insist Press dan Yogyakarta: PustakaPelajar.

Dinas Perhubungan (2004). Laporan Pelaksanaan Kegiatan Bidang Perhubungan Laut,Pemerintah Kabupaten Cilacap.

Erftemeijer. P, Balen, B.V. dan Djuharsa. E (1988). The Importance of Sagara Anakan ForNature Conservation (with special reference to its avifauna). Bogor: PHPA-AWB/INTERWADER.

Ewuasie (1990). Ekologi Tropika. Bandung: ITB.

Gusti, A.K.R.H (2006). Krisis Air, Illegal Logging Danpenegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia[Online]. Tersedia: http://Si.Uns.Ac.Id/Profil/ Upload-publikasi/Yustisia/2006/K r i s i s % 2 0 a i r , % 2 0 i l l e g a l % 2 0 l o g g i n g % 2 0dan%20penegakan%20hukum%20lingkungan%20di%20indonesia.Pdf, Jurnal yustisiaEdisi Nomor 69 Sept. – Desember 2006. [18 Oktober 2011].

Hardjowigeno, S (2003). Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Jakarta: Penerbit AkademikaPressindo.

Ismawan, I (1999). Risiko Ekologis, di balik Pertumbuhan Ekonomi.Yogyakarta: Media Presindo.

Jaya, TK (2004). Potensi kekayaan alam Indonesia [online].Tersedia: http:// www.jurnal-ekonomi.org/204/04/22/Ada%20Apa%20dengan%20 Penge-lolaan%20Sumber%20Daya%20Alam%20Indonesia%20_%20 JURNAL%20EKONOMI%20IDEOLOGIS.htm,kons%202010.htm, [10 Agustus 2011].

Kastowo dan Suwarna, N (1996). Peta Geologi lembar Majenang, badan Geologi DirektoratGeologi Bandung.

Page 49: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 131 - 146145

Lalogiroth, J.J. (2001). Analisis Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dan Aktivitas Petani yang Bermukimdi Pinggiran Hutan Dalam Hubungan Dengan Kerusakan Hutan di Kecamatan LangowanKabupaten Minahasa [Online].Tersedia: http://digilib. itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op= read &id=saptunsrat-gdl-s2-2001-johnny-1954-sosial,tesis. [18 Oktober 2011].

Meyer W.B and Turner B.L (1998). Change in Land Use and Land Cover ( A Global Perspective).United Kingdom: Cambridge University Press,.

Pratama Krida (PT) (1996) Analisis Dampak Lingkungan Sagara Anakan. Kabupaten Cilacap.Tidak diterbitkan.

Rahmawaty, S (2004).Hutan: Fungsi Dan Peranannya Bagi Masyarakat, Fakultas Pertanian,Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara, 2004 Digitized by USU digitallibrary. Tidak diterbitkan.

Rizkam, M (2010). Upaya Pelestarian Hutan Mangrove Berdasarkan Pendekatan Masyarakat,Tesis, Bengkulu: Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan, FakultasPertanian Universitas Bengkulu. Tidak diterbitkan.

Saragih, B (1993). Pemantapan Kelembagaan Sosial Ekonomi: Suatu Upaya PenanggulanganKemiskinan di DAS Kritis. Yogyakarta Prosiding Kongres 2 dan Seminar.

Satyana, A (2010). Sedimentasi Segara Anakan, Cilacap. [Online], Tersedia: http:// www.mail-archive.com/[email protected]/msg21920. Html, [21 Juni 2011].

Simanjuntak dan Surono (1992). Peta Geologi lembar Pangandaran Badan GeologiDirektorat Geologi Bandung.

Sinatala, A (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit IPB.

Soemarwoto, O (2001). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Soeriaatmadja, R.E (1997). Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB.

Sugandi, D dkk (2008). Pemanfaatan Citra Satelit Landsat dalam Pengelolaan Tata Ruang dan AspekPerbatasan Delta di Laguna Segara Anakan, Bandung: Geografi, UPI. Tidak diterbitkan.

Suharsimi, A (1993). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik, edisi ke-8, Jakarta: Rineks Cipta.

Sukardi, Y (2010). Permasalahan Sagara Anakan. [Online].http://sidhat. blogspot. com/[29 Juli 2011].

Sukmadinata, N.S (2007:82). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Sukmawardani, I (2006). Respon Masyarakat dalam Pelestarian Sumberdaya Hutan Mangrove diSagara Anakan Kecamatan Kampung Laut Kab. Cilacap. Yogyakarta: Universitas GadjahMada. Tidak diterbitkan.

Page 50: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

146Model Konservasi Lingkungan ... (Dede S.)

Sukojo, B.M (2003). Penggunaan Metode Analisa Ekologi Dan Penginderaan Jauh UntukPembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai.jurnal Makara, Sains, Vol. 7,No. 1,32-37, APRIL 2003.

Sumaatmadja, N (2005). Manusia, dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup.Bandung: CV. Alfabeta.

Supriharyono (2008). Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Semarang: Pustaka Pelajar.

Supriatna, S. dkk (1992). Peta Geologi lembar Karang Nunggal, Badan Geologi, DirektoratGeologi, Bandung.

Suraji (2009). Mengenal Potensi Kawasan Konservasi perairan(Laut) Daerah.[Online].Tersedia:http://surajis.multiply.com/journal/item/128/Mengenalpoten-si_Kawasan_Konservasi_Perairan_Laut_Daerah_-_Volume_I. [12 nov 2010].

Sutrisno, A (2007). Penyuluhan Pertanian Partisipatif (Penyuluhan yang berorien-tasi pada petani).[Online]. Tersedia: http://antonsutrisno.webs. Com/apps/ blog/show/4575324-penyuluhan-pertanian-partisipatif-penyuluhan-yang-ber-orientasi-pada-petani- [13September 2011].

Tim LPM Unpad (1998). Sagara Anakan Terus Mendangkal. [Online]. http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/message/6969, [9 Maret 2011].

Tisdell, C.A (1993). Economics of Environmental Conservation, Economics for Environmental andEcological Management. Amsterdam-London-New York-Tokyo: Elsevier.

Undang Undang Republik Indonesia No.32 tahun 2009 tentang Ketentuan-KetentuanPokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Unesco (2010). Daratan, Lautan dan Masyarakat (Mencari Keseimbangan yang Lestari).[Online]. Tersedia: http://www.unesco.org/csi/intro/brochb.htm, [8 nov 2010].

Uwityangyoyo (2009). Usahatani Konservasi Untuk Pelestarian Sumberdaya  Alam. [Online].Tersedia: http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/05/04/ usahatani-konservasi-untuk-pelestarian-sumberdaya-alam/, [9 maret 2011].

Widayani, P dkk (2011). Penyusunan Basis Data Spasial Sumberdaya Air melalui PartisipasiMasyarakat, Jurnal Gea, Vol 11.

Yasushi, S dan Hardjosuwarno, S (1994), Mangrove Forest of Sagara Anakan Lagoon, NODAICenter for International Program, Tokyo University of Agriculture, JSPS=DGHEProgram. Tidak diterbitkan.

Zia, P dan Sudjono, P (2011). Kajian Konservasi Ekosistem Akuatik Hutan Mangrove DenganPendekatan Model Kaitan Sistem (Studi Kasus: Desa Pamotan-Sagara Anakan), [Online].Tersedia: Https://Sites.Google. Com/A/Comices.Org/ Www/ Tesis-Zia-Perdana&Md=Comices.Org, [12 Jan 2011].

Page 51: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 147 - 158147

TIPOLOGI, DINAMIKA, DAN POTENSI BENCANA DI PESISIRKAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Typology, Dynamics, and Potential Disaster in The Coastal Area District KarstGunungkidul

Muh Aris Marfai1, Ahmad Cahyadi2, Dini Feti Anggraini3

1Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas GeografiUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta

2,3 Program BEASISWA UNGGULAN BPKLN KEMDIKBUD RI pada MagisterPerencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) Fakultas Geografi

UGM YogyakartaE-mail: [email protected]

ABSTRACTThis study aims to determine the typology, dynamics and potential disasters in the coastal area ofGunungkidul, Yogyakarta Special Province. The results showed that the typology formed in the coastalregion is structurally shaped karst Gunungkidul coast, Wave Erotion Coast, marine deposition coast,coast erosion land, coast and sub-aerial deposition of man-made coastal typology. Coastal dynamics thatoccur in karst Gunungkidul coastal areas affected by dominant geodinamic processes, hydrodynamic andantropodinamic. There are several potential disaster in the karst Gunungkidul coastal region, namelytsunami, rip currents, abrasion, and waves reflection.

Keywords: coastal dynamics, coastal typology, disaster coast, gunungkidul, karst area

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi, dinamika dan potensi bencana yang terdapatdi pesisir kawasan karst Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa tipologi yang terbentuk di pesisir kawasan karst Gunungkiduladalah structurally shaped coast, wave erotion coast, marine deposition coast, land erosion coast,sub aerial deposition coast dan tipologi pesisir buatan manusia. Dinamika kepesisiran yang terjadidi pesisir kawasan karst Gunungkidul dominan dipengaruhi oleh proses-proses geodinamik,hidrodinamik dan antropodinamik. Potensi bencana yang terdapat di pesisir kawasan karstGunungkidul terdiri atas tsunami, rip current, abrasi dan hempasan gelombang refleksi.

Kata kunci: bencana pesisir, dinamika pesisir, gunungkidul, kawasan karst, tipologipesisir

Page 52: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

148Tipologi Dinamika dan Potensi ... (Marfai, et al)

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan terbesardi dunia yang memiliki lebih dari 17.000pulau. Sumber daya alam Indonesia meliputi±193 juta hektar daratan dan ±500 jutahektar lautan, dan di dalamnya terkandungsumber daya alam hayati lebih dari 25.000jenis tumbuhan dan 400.000 jenis binatangdan berbagai biota perairan yang belumbanyak diketahui, serta 70 tipe ekosistemyang berpotensi dalam menunjangkehidupan umat manusia pada umumnyadan rakyat Indonesia pada khususnya(Departemen Kehutanan, 1992). Sebagainegara berbentuk kepulauan, masing-masing pulau memiliki suatu keunikansumber daya alam yang beragam,diantaranya adalah sumberdaya wilayahkepesisiran (Abubakar, 2006).

Pengelolaan wilayah pesisir diharapkandapat memberikan manfaat danmeningkatkan tingkat kesejahteraan bagimasyarakat. Pengelolaan wilayah pesisirdapat meningkatkan fungsi ekonomis yangdiikuti oleh efek ganda (multipler effect),yaitu berkembangnya kegiatan lain yang

berkaitan langsung ataupun ridak langsungdengan kegiatan ekonomi utama (Gunawandkk, 2005). Oleh karena itu diperlukansuatu pengelolaan wilayah pesisir yangterpadu dan terintegrasi, yang harusdidahului dengan beberapa kajian keilmuanantara lain kajian tentang tipologi, dinamikadan potensi bencana di pesisir kawasankarst Kabupaten Gunungkidul.

Wilayah kajian meliputi wilayah pesisirKabupaten Gunungkidul yang terletak dikawasan karst. Kawasan karst diKabupaten Gunungkidul masuk ke dalamkawasan karst Gunungsewu (Gambar 1).Kawasan karst Gunungsewu membentangdari Pantai Parangendog di KabupatenGunungkidul sampai dengan sebelah baratPantai Telengria di Kabupaten Pacitan.

Berdasarkan pembagian fisografi PulauJawa menurut Van Bemmelen (1949)Kawasan Karst Gunungsewu masuk kedalam Zona Pegunungan Selatan JawaTimur bagian barat. Rangkaian pegunung-an ini memiliki arah barat-timur denganperbukitan karst yang memiliki ketinggian25 meter sampai dengan 150 meter

Sumber: hasil analisis

Gambar 1. Peta Lokasi Kajian

Page 53: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 147 - 158149

(Kusumayudha, 2005). Apabila ditinjaudari struktur geologinya, Pegunungan Sewumerupakan homoklin yang mempunyaikemiringan umum ke arah selatan. Peneliti-an ini bertujuan untuk (1) Mengetahuitipologi-tipologi pesisir yang berkembangdi kawasan karst Gunungkidul, (2) Menge-tahui dinamika pesisir di kawasan karstGunungkidul, dan (3) Mengetahui potensibencana di pesisir kawasan karst Gunung-kidul.

METODE PENELITIAN

Penentuan Tipologi Pesisir KawasanKarst Gunungkidul

Klasifikasi tipologi pesisir yang digunakandalam penelitian ini adalah klasifikasitipologi pesisir menurut Shepard (1972)dalam Pethick (1984). Shepard dalamPethick (1984) membagi tipologi pesisirmenjadi dua klasifikasi besar, yakni pesisirprimer dan pesisir sekunder. Pesisir primer(primary coast), yaitu pesisir yangkonfigurasinya tebentuk karena adanyakontrol dari proses-proses yang berasalbukan dari aktivitas marin, atau bisadikatakan lebih dikontrol oleh proses-proses yang berasal dari darat (terrestrial).Sedangkan pesisir sekunder (secondary coast),yaitu pesisir yang konfigurasinya terbentukkarena adanya kontrol dari proses-prosesyang berasal dari marin, termasuk karenaaktivitas organisme yang ada di laut.

Pesisir primer dibagi lagi menjadi empattipologi, yaitu land erosion coast, volcanic coast,structurally shaped coast dan sub aerial deposi-tion coast. Land erosion coast adalah pesisiryang terbentuk dan berkembang akibatpengaruh dari erosi pada lahan-lahan bawahdi daratan yang diikuti oleh proses inundasioleh laut. Dinamika yang terjadi padapesisir ini adalah dominan karena proseserosi. Proses ini kemudian membentuk

lembah-lembah yang semakin dalam dankemudian menjadi teluk sehingga nampakgaris pantai yang tidak teratur.

Sub Aerial Deposition Coast adalah tipepesisir yang terbentuk oleh akumulasisecara langsung material-material sedimensungai, glasial, angin atau akibat longsorlahan ke arah laut. Volcanic Coast adalah tipepesisir yang terbentuk sebagai akibatproses vulkanik, dapat berupa pesisir aliranlava, tephra coast yang terdiri dari materialpiroklastis, dan pesisir akibat letusangunungapi. Jenis pesisir primer yangterakhir adalah Structurally Shaped Coast,yaitu pesisir yang terbentuk akibat prosespatahan atau pelipatan atau intrusi batuansedimen, seperti kubah garam atau lumpurlaut dangkal. Pesisir semacam ini biasanyamengalami dinamika berupa abrasi padadinding-dinding cliff-nya.

Pesisir sekunder dibagi menjadi tiga tipe,yaitu marine deposition coast, wave erosion coastdan coast built by organism. Marine DepositionCoast Adalah Pesisir yang terbentuk olehdeposisi material sedimen marin. Termasukdalam jenis ini adalah pesisir berpenghalangseperti barrier beaches, dan barrier spits. WaveErosion Coast, adalah pesisir dengan garispantai yang terbentuk oleh akibat aktivitasgelombang yang mungkin membentuksuatu pola garis pantai yang lurus atau tidakteratur. Tipe terakhir adalah Coast Built byOrganism, yaitu pesisir yang terbentukakibat aktivitas hewan atau tumbuhan,termasuk di dalamnya terumbu karang dantumbuh-tumbuhan mangrove.

Penentuan Dinamika Pesisir KawasanKarst Gunungkidul

Dinamika pesisir adalah perubahan ruangdan waktu daerah pesisir oleh berbagaitenaga baik endogen ataupun eksogen.Faktor penyebab dinamika menur ut

Page 54: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

150Tipologi Dinamika dan Potensi ... (Marfai, et al)

Sunarto (2008) terdiri atas astrodinamik,aerodinamik, hidrodinamik, morfodinamik,geodinamik, ekodinamik dan antropo-dinamik. Faktor astrodinamik adalahfaktor yang disebabkan oleh pengaruhkedudukan Bulan dan Matahari. Keduduk-an Bulan akan berpengaruh terhadap pasang-surut air laut, sedangkan kedudukanmatahari akan berpengaruh terhadapperubahan musim, gerakan angin, kondisikelembaban, suhu dan gerakan arus laut.

Faktor kedua yang menyebabkanterjadinya dinamika pesisir adalah faktoraerodinamik. Faktor ini berupa gerakanangin yang menyebabkan terjadinyagerakan gelombang (ombak). Selain itu,faktor ini juga menyebabkan dinamikapesisir berupa proses erosi oleh angin padapesisir yang memiliki material yang halus(deflasi).

Dinamika pesisir yang ketiga terjadi akibatdari gerakan air laut seperti gelombang,arus laut dan pasang surut. Faktor tersebutdisebut sebagai hidrodinamik. Dinamikapesisir ini nantinya akan menyebabkanterjadinya tipologi pesisir wave erosion coastapabila yang terjadi abrasi atau marine depo-sition coast apabila terjadi pengendapansedimen marin oleh arus susur pantai.

Dinamika pesisir yang keempat disebabkanoleh peristiwa erosi dan sedimentasi olehaliran sungai yang berinteraksi denganpesisir. Faktor tersebut disebut faktormorfodinamik. Dinamika ini terjadi padatipologi sub aerial deposition coast, misalnyapembentukkan delta, pembelokkan muarasungai, dan pembentukan bura.

Dinamika pesisir yang kelima adalahdinamika yang disebabkan oleh prosesendogenetik seperti patahan, lipatan danvulkanisme atau disebut sebagaiendodinamik. Dinamika ini membentuktipologi structurally shaped coast dan volcanic

coast. Dinamika endogenik dapat berlangsungsangat pelan dalam waktu yang sangat lamasehingga dinamika ini seringkali ditemukanberlangsung secara bersamaan denganfaktor yang lain.

Dinamika pesisir yang keenam disebabkanoleh perkembangan ekosistem, rusaknyaekosistem, hilangnya suatu ekosistem danmunculnya suatu ekosistem baru akibatadanya perubahan lingkungan atau disebutekodinamik. Contoh faktor ekodinamikmisalnya hilangnya ekosistem mangrove,berkembangnya ekosistem mangrove,berkembangnya padang lamun, ber-kembangnya hutan pantai dan sebagainya.Faktor ekodinamik akan membentuktipologi coast built by organism.

Faktor terakhir yang menyebabkanterjadinya dinamika pesisir adalah faktorantropo-dinamik. Faktor ini sangatberpengaruh dan dapat berlangsung sangatcepat (Hadi, 2009). Contohnya reklamasipesisir, pembuatan bangunan pantai danpembangunan dermaga atau pelabuhan.Faktor antropo-dinamik akan menghasil-kan tipologi buatan manusia.

Penentuan Potensi Bencana pesisirKawasan Karst Gunungkidul

Bencana (disaster) adalah peristiwa ataurangkaian peristiwa yang mengancam danmengganggu kehidupan dan penghidupanmasyarakat yang disebabkan oleh faktoralam dan/atau faktor nonalam maupunfaktor manusia sehingga mengakibatkantimbulnya korban jiwa manusia, kerusakanlingkungan, kerugian harta benda dandampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007tentang Penanggulangan Bencana).Sunarto (2008) menjelaskan bahwabencana pesisir adalah peristiwa yangdisebabkan oleh dinamika kepesisir yangmengakibatkan lingkungan pesisir dan

Page 55: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 147 - 158151

coast (Gambar 3). Tipologi ini adalahtipologi yang paling dominan, tertama padabagian barat dan bagian timur wilayahpesisir di kawasan karst KabupatenGunungkidul. Bentukkan yang menjadi ciritipologi ini adalah stack (runtuhan batuandi dasar cliff), teras marin (marine terrace),pelataran pantai, gerongan pantai (marinenocth), pelengkung laut (sea arc) dan pulauyang terpisah.

Tipologi ketiga yang dapat ditemukan dipesisir kawasan karst Gunungkidul adalahmarine deposition coast (Gambar 4). Pesisirini dicirikan dengan terbentuknya gisikpantai dengan material endapan marin.Tipe ini terbentuk pada teluk-teluk yangkemudian dikenal juga dengan sebutan gisiksaku (pocket beach). Tipologi ini banyak yangdigunakan sebagai tempat wisata sepertiPantai Baron, Kukup, Sundak, Ngandongdan sebagainya.

Tipe tipologi yang lain seperti tipologipesisir buatan manusia (Gambar 5), subaerial deposition coast (Gambar 6) dan land

kerugian harta, benda, bahkan korban jiwaanggota masyarakat di wilayah pesisir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipologi Pesisir Kawasan KarstGunungkidul

Tipologi pesisir yang terdapat di kawasankarst Kabupaten Gunungkidul sangatdipengaruhi oleh sejarah geologi dari pem-bentukkan kawasan karst Gunungsewu.Kawasan karst Gunungsewu merupakanbagian dari plato selatan Pulau Jawa yangmengalami pengangkatan dan memilikikemiringan ke arah selatan (Tjia danSamodra, 2011; Fadilestari, 2011; Nusantara,2011). Hal ini menyebabkan tipologi yangberkembang pada kawasan ini didahuluidengan pembentukkan structurally shapedcoast berupa tebing-tebing curam/cliff(Gambar 2).

Tipologi kedua yang dapat ditemui diwilayah kajian adalah tipologi wave erosion

Sumber: Cahyadi, 2010

Gambar 2. Tipologi Structurally Shaped Coast di Sebelah Timur Pantai Ngrenehan

Cliff

Page 56: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

152Tipologi Dinamika dan Potensi ... (Marfai, et al)

Pulau yang terpisah

Runtuhan Batuan (Stack)

Sumber: Cahyadi, 2009

Gambar 3. Tipologi Wave Erosion Coast di Sebelah Barat Pantai Siung

Sumber: Cahyadi, 2009

Gambar 4. Tipologi Marine Deposition Coast di Pantai Ngandong

Page 57: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 147 - 158153

Sumber: Cahyadi, 2010

Gambar 5. Tipologi Pesisir Buatan Manusia pada Pelabuhan Sadeng

Sumber: Cahyadi, 2010

Gambar 6. Tipologi Sub Aerial Deposition Coast yang Membentuk Pulau Kecil (A) Dilihatdari Sisi Utara, (B) Menunjukkan Pulau dari Sisi Barat, (C) Menunjukkan Amblesan

yang Terjadi di Sebelah Utara Pulau

Page 58: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

154Tipologi Dinamika dan Potensi ... (Marfai, et al)

erosion coast hanya ditemui di beberapatempat saja. Tipologi buatan manusiamisalnya adalah Pelabuhan Sadeng.Tipologi sub aerial deposition coast antara lainadalah longsoran pada tebing curam dipinggir pantai. Bentukkan ini dapat ditemuidi sebelah barat Pantai Ngungap yangmenyebabkan terbentuknya sebuah pulaukecil dengan tebing yang tegak. Tipologiland erosion coast nampak dari bentukkancliff yang memiliki morfologi berbukit.Proses yang dominan selain erosi karenaair adalah proses erosi secara kimia padabatu gamping atau sering disebut sebagaipelarutan atau solusional.

Dinamika Pesisir di Kawasan KarstGunungkidul

Berdasarkan tipologi pesisir yang ada,setidaknya dapat dilakukan pembagiantahap perkembangan atau evolusi tipologiwilayah kepesisiran di kawasan karstKabupaten Gunungkidul. Penelitian inimembagi tahapan evolusi tersebut menjadiempat tahap. Tahap pertama adalah tahappembentukan plato selatan yangmenyebabkan terangkatnya PegununganSewu. Pengangkatan ini membentuktipologi structurally shaped coast berupatebing-tebing curam (cliff). Dinamika inidisebabkan oleh faktor geodinamik.

Tahap berikutnya adalah berkembangnyatipologi wave erosion coast akibat energigelombang yang mengerjai bentukkan cliff.Dinamika ini dipengaruhi oleh faktorhidrodinamik. Bentukkan yang dihasilkandiantaranya adalah stack (runtuhan batuandi dasar cliff), gerongan pantai (marine nocth),pelengkung laut (sea arc) yang berkembangdari gerongan pantai yang sudah berlubang,pelataran pantai, dan teras marin (marineterrace). Keberadaan sesar dan kekar padabatuan gamping yang membentuk cliffmenyebabkan adanya perbedaan resistensi

batuan sehingga menyebabkan terbentuk-nya tanjung dan teluk. Pada saat yang ber-samaan pada tahap ini dapat pula terbentuksub aerial deposition coast apabila terjadilongsoran cliff dan biasanya proses tersebutjuga merupakan gabungan dari terbentuk-nya pesisir oleh proses erosi dan pelarutan.

Gelombang datang yang mengalamidivergensi pada bagian teluk menyebabkanterjadinya deposisi marin pada bagian telukmembentuk gisik saku (pocket beach).Dinamika ini dipengaruhi oleh faktorhidrodinamik. Hal ini berarti bahwa tahapketiga evolusi pesisir di kawasan karstadalah terbentuknya tipologi marine deposi-tion coast . Proses berikutnya adalahpembentukkan pesisir oleh aktivitasmanusia atau antropo-dinamik. Jenispesisir ini ditemukan di tipologi marine depo-sition coast seperti nampak di PelabuhanIkan Sadeng yang terletak di DesaSongbanyu, Kecamatan Girisubo.

Hakikatnya, tidak ada proses di alam iniyang berdiri sendiri. Hal ini nampak daribeberapa bentukkan yang sebenarnyadihasilkan oleh beberapa proses yangbekerja secara bersamaan. Hal ini sesuaidengan prinsip dasar geomorfologi, di manaproses yang bekerja pada suatu bentuk-lahan biasanya bersifat multiproses. Olehkarena itu, seringkali ditemukan bentukantipologi yang dihasilkan oleh beberapafaktor penyebab dinamika kepesisiran.

Potensi Bencana di pesisir KawasanKarst Gunungkidul

Beberapa bencana yang ada di pesisirkawasan karst Kabupaten Gunungkidulantara lain; tsunami, rip current, abrasi danhempasan gelombang refleksi. Tsunamiadalah ist ilah yang digunakan untukmenggambarkan gelombang lautan yangsangat besar yang dihasilkan oleh

Page 59: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 147 - 158155

perubahan vertikal massa air dan jugadikaitkan oleh massa air di laut yang terjadisecara tiba-tiba (Bryant, 2008 dan Dewidan Dulbahri, 2009). US Army Corps ofEngineers dalam Kodoatie dan Sjarief, 2006)dan Bryant (2005) mendefinisikan tsunamisebagai gelombang laut gravitasi periodepanjang yang ditimbulkan oleh gerakanpatahan, gempa, longsor, jatuhnya benda-benda langit, letusan gunungapi, di bawahlaut atau di dekat muka air laut.

Bencana tsunami yang terjadi di wilayahkajian sangat terkait dengan keberadaanwilayah kajian yang berhadapan langsungdengan Samudra Hindia yang terletak disebelah selatan Pulau Jawa, di mana padatempat tersebut terdapat zona subduksi(Lavigne dkk, 2007; Marfai dkk, 2009).Zona subduksi ini terbentuk akibat adanyapenunjaman lempeng Samudra Hindia-Benua Australia di bawah Lempeng BenuaAsia (Verstappen, 2000). Wilayahpenunjaman ini bersifat aktif atau danmasing-masing lempeng terus bergeraksehingga memungkinkan terjadinyadeformasi di dasar samudra yang kemudiandapat menyebabkan terjadinya bencanatsunami. Selain itu, wilayah kajian termasuksalah satu dari delapan celah seismik (seis-mic gap) yang berpotensi mengalami gempadengan magnitude yang besar (Marfai dkk,2012; Cahyadi dkk, 2012).

Abrasi yang terjadi di kawasan karstKabupaten Gunungkidul membentukbentuklahan residual hasil proses marin(Mutaqin dkk, 2012) . Bentukkan iniantaranya adalah stack (runtuhan batuan didasar cliff), teras marin (marine terrace),pelataran pantai, gerongan pantai (marinenocth), dan pelengkung laut (sea arc).Keberadaan sesar dan kekar pada batuangamping yang membentuk cl iff me-nyebabkan adanya perbedaan resistensibatuan sehingga menyebabkan terbentuk-nya tanjung dan teluk. Energi gelombang

yang datang menuju tanjung dan teluktidaklah sama besar. Hal ini karena padatanjung terjadi konvergensi gelombangyang menyebabkan terjadinya konsentrasigelombang datang, sedangkan pada telukterjadi divergensi gelombang sehingga tidakterjadi konsentrasi gelombang datang.Oleh karena itu, maka bentukkan yangterjadi pada keduanya menjadi berbeda, dimana pada teluk terbentuk gisik saku(pocket beach) akibat terjadinya deposisimarin dan pada tanjung terjadi proses erosimarin (abrasi).

Pantai dengan morfologi teluk memilikibahaya gelombang hempasan akibatrefleksi gelombang. Gelombang refleksi initidak hanya dapat terjadi pada gelombangdatang saja tetapi dapat pula terjadi padagelombang tsunami yang sampai di teluk.Selain itu, pada morfologi teluk seringterjadi arus balik (rip current). Arus balikadalah aliran balik terkonsentrasi melewatijalur sempit yang mengalir kuat kea rah lautdari zona empasan melintasi gelombangpecah hingga ada di laut lepas-pantai(Sunarto, 2003). Keterdapatan arus balikdipengaruhi oleh topografi lepas pantaiyang umumnya terdapat di perairan pantaidengan tinggi gelombang pecah yangrendah dan di perairan dekat pantai yangmengalami pemencara gelombang akibatrefraksi gelombang. Selain dapat terjadi dimorfologi teluk, arus ini dapat terjadi puladi morfologi tanjung apabila terdapatgosong yang berbentuk bulan sabit (crescen-tic bar) yang sejajar dengan gisik pantaiyang memiliki bentuk seperti bulan sabit(crescentic beach). Namun demikian, arus baliktidak akan terjadi apabila terdapat gosonglurus (linear bar) di depan pantai.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pembentukan tipologi di kawasan karstGunungkidul dapat dibagi menjadi empat

Page 60: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

156Tipologi Dinamika dan Potensi ... (Marfai, et al)

tahapan. Pertama adalah pembentukanstructurally shaped coast dengan prosespengangkatan. Kedua, pembentukan WaveErotion Coast pada cliff. Pembentukan ma-rine deposition coast oleh proses sedimentasidi wilayah pesisir, pembentukan land ero-sion coast dan sub- aerial deposition coast olehproses aliran air dari daratan dan keempatpembentukan tipologi pesisir buatanmanusia. Dinamika kepesisiran yang terjadidi pesisir kawasan karst Gunungkidulterdiri dari proses-proses geodinamik,hidrodinamik dan antropodinamik.Bencana kepesisiran yang terdapat dipesisir kawasan karst Gunungkidul terdiriatas tsunami, rip cur rent , abrasi danhempasan gelombang refleksi.

Data dan informasi tentang tipologi,dinamika dan potensi bencana dapat

digunakan sebagai masukan dalamperencanaan pengelolaan kawasan pesisir.Namun demikian, masih diperlukan kajianyang lebih detail termasuk potensisumberdaya air dan lahan serta aspek sosialekonomi masyarakat di pesisir kawasankarst Gunungkidul sehingga dapat dibuatsuatu rencana pengelolaan dan pembangun-an yang berkelanjutan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kami sampaikan kepada Pro-gram Pengembangan Doktor (P2D)Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan danKerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kementri-an Pendidikan dan Kebudayaan (KEM-DIKBUD) Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, M. 2006. Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan: Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitandan Sebatik. Jakarta: Kompas.

Anonim. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Bryant, E. 2008. Tsunami: The Underrated Hazard (Second Edition). Chichester: PraxisPublishing.

Bryant, E. 2005. Natural Hazard (Second Edition). New York: Cambridge University Press.

Cahyadi, A.; Afianita, I.; Priliani, G. Dan Fauziyah, S. 2012. Evaluasi Tata Ruang PesisirSadeng Kabupaten Gunungkidul: Perspektif Penguranganm Risiko Bencana. Makalahdalam Seminar Nasional Sustainable Culture, Architecture and Nature, 15 Mei 2012. ProgramStudi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Dewi, R.S. dan Dulbahri. 2009. Bencana Tsunami Parangtritis. Dalam Sunarto; Marfai,Muh Aris; dan Mardiatno, Djati. (eds), Penaksiran Multirisiko Bencana di WilayahKepesisiran Parangtritis. Yogyakarta: Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas GadjahMada, 65-88.

Departemen Kehutanan, 1992. Koservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. BiroHubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan. Jakarta.

Page 61: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 147 - 158157

Fadilestari, I.; Novian, M.I. dan Husein, S. 2011. Diagenetic Changes on Secondary Porosityin Reservoir Potential of Wonosari Limestones, Panggang, Gunungkidul Yogyakarta.Makalah dalam Asian Trans-Disciplinary Karst Conference, 7-10 Januari 2011. FakultasGeografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gunawan, T.; Santosa, L.W.; Muta’ali, L.; dan Santosa, S.H.M.B. 2005. Pedoman SurveiCepat Terintegrasi Wilayah Kepesisiran. Yogyakarta: Badan Penerbit dan PercetakanFakultas Geografi (BPFG).

Hadi, S.P. 2009. Manusia dan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Kodoatie, R.J. dan Sjarief, R. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Jakarta: Yarsif Watampone.

Kusumayudha, S.B. 2005. Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah Gunungsewu.Yogyakarta: Adi Cita.

Lavigne, F.; Gomez, C.; Gifo, M.; Wassmer, P.; Hoebreck, C.; Mardiatno, D.; Priyono, J.;dan Paris, R. 2007. Field observations of the 17 July 2006 Tsunami in Java. NaturalHazards and Earth System Sciences, Vol. 7(1). Hal:177–183.

Marfai, M.A.; King, L.; Singh, L.P.; Mardiatno, D.; Sartohadi, J.; Hadmoko, D.S.; dan Dewi,A. 2008. Natural hazards in Central Java Province, Indonesia: an overview.Environmental Geology, Vol. 56. Hal: 335–351.

Marfai, M.A.; Cahyadi, A; Sekaranom, A. dan Nucifera, F. 2012. Pemetaan Risiko BecanaTsunami Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Pesisir Sadeng KabupatenGunungkidul. Laporan Penelitian. Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan DaerahAliran Sungai, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mutaqin, B.W.; Cahyadi, A. dan Dipayana, G.A. 2012. Indeks Kerentanan KepesisiranTerhadap Kenaikan Muka Air laut pada Beberapa Tipologi Kepesisiran di PropinsiDaerah Istimewa Yogyakarta, 21 Januari 2012. Makalah dalam Seminar NasionalPenginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012, Fakultas Geografi UniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Nusantara, V.D.M.; Novian, M.I. dan Husein, S. 2011. Facies and Depositional Environmentof Wonosari Formation, Eastern Part of The Soutern Mountain, Pacitan, As AResponse to Sea Level Change. Makalah dalam Asian Trans-Disciplinary Karst Conference,7-10 Januari 2011. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pethick, J. 1984. An Introducrion to Coastal Geomorphology. London: Edward Arnold Ltd.

Sunarto. 2003. Geomorfologi Pantai: Dinamika Pantai. Makalah dalam Kegiatan Susur PantaiKarst Gunungkidul pada Raimuna 2003. Yogyakarta: Laboratorium GeomorfologiTerapan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Sunarto. 2008. Hakikat Bencana Kepesisiran dalam Perspektif Geomorfologi dan UpayaPengurangan Risikonya. Jurnal kebencanaan Indonesia, Vol.1 (4). Hal: 211-228.

Page 62: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

158Tipologi Dinamika dan Potensi ... (Marfai, et al)

Tjian, H.D. dan Samodra, H. 2011. Active Crustal Deformation at The Coast of Gunungsewu,Jawa. Makalah dalam Asian Trans-Disciplinary Karst Conference, 7-10 Januari 2011. FakultasGeografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Verstappen, H.Th. 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. Enschede: ITC.

Page 63: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178159

STUDI TENTANG KARAKTERISTIK FISIK DAN HIDROLOGI PADA 15DAS DI JAWA TIMUR

Study on The Physical Characteristics and Hydrology of 15 Watershed inEast Java

IndartoLaboratorium Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan (lab TPKL)

Program Studi Teknik Pertanian - UNEJE-mail: [email protected]

ABSTRACTThe study demonstrated the application of statistical method to describe physical and hydro-meteorologi-cal characteristics by means of time series analysis. Fifteen (15) watersheds in East Java were selected forthis study. Data input for the analysis include: physical data, rainfall and discharge. Physical data ofthe watershed (topography, river network, land use, and soil type) are extracted from existing databaseand treated using GIS Software. Daily rainfall data were collected from existing pluviometers around theregion. Daily discharge data were obtained from measurement station located at the outlet of each water-shed. Areal Rainfall for each watershed was determined using average value of existing pluviometersaround the watershed and determined using simple arithmetic method. These time series data are thenimported to RAP (River Analysis Package). Analysis on the RAP, include: general statistical, flowduration curve (FDC), and baseflow analysis. The result then presented in graphic and tables. Researchshows that among the watersheds have different physical and hydrological characteristics.

Keywords: physical characteristics, hydroligical characteristics, watershed, statistical analysis

ABSTRAKMakalah ini mendeskripsikan karakteristik fisik dan hidro-meteorologi pada limabelas (15) DAS diwilayah Tapalkuda di Jawa Timur. Karakteristik fisik DAS yang dianalisa mencakup: Luas DAS,topografi, jaringan sungai, peruntukan lahan, dan jenis tanah. Karakteristik fisik diturunkan dari:peta topografi melalui Digital Elevation Model (DEM), peta peruntukan lahan, peta kelas tanah, danpeta digital RBI. Karakteristik hidrologi diperoleh dari hasil analisis terhadap data hujan dan datadebit harian pada masing-masing DAS. Hujan harian DAS dihitung dengan rerata aritmatik daribeberapa stasiun hujan di wilayah DAS tersebut. Data debit harian diambil dari stasiun pengukurandebit (AWLR) yang terpasang pada outlet DAS. Selanjutnya, data-data tersebut diolah dengan keexcel dan perangkat lunak River Analysis Package (RAP). Analisis di dalam RAP mencakup:statiktik umum; kurva durasi aliran; dan aliran dasar. Hasil analisis selanjutnya ditampilkan dalamtabel dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kerakteristik fisik dan hidro-meteorologi padan ke liam belas (150 DAS tersebut. Hasil penelitian berguna sebagai dasar klasifikasiatau studi lanjut tentang regionalisasi DAS-DAS di Jawa Timur.

Kata kunci: karakteristik fisik, hidrologi, DAS, analisis statistik

Page 64: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

160Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

PENDAHULUAN

Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basis-nya adalah pengukuran Fenomena Alam,dihadapkan pada tantangan bagaimanamemodelkan atau memprediksi proseshidrologi pada wilayah (atau DAS) yangtidak terukur. Fenomena Alam dalam halini adalah Siklus Hidrologi, yang padahakekat-nya adalah suatu proses yangsangat kompleks. Sementara, pengukuranfenomena tersebut umumnya dilakukansecara parsial atau hanya mengukurbeberapa variabel hidrologi saja (misalnya:hujan, aliran, evaporasi, infiltrasi, dll).Pengukuran umumnya dilakukan pada titik-titik tertentu (tidak mencakup keseluruhanwilayah di dalam DAS), dengan asumsibahwa pengukuran fenomena yangdilakukan pada suatu titik dapat mewakilifenomena alam untuk keseluruhan wilayahyang dimaksud.

Demikian juga di Indonesia, pada umum-nya, data dan pengukuran fenomena alamterkait dengan sikuls hidrologi juga sangatterbatas. Hal ini dilakukan karena keter-batasan sumberdaya dan teknologi yangada, sehingga tidak semua fenomena alamdapat diukur secara menyeluruh. Selanjut-nya digunakan berbagai jenis model untukmenirukan berbagai fenomena alam terkaitdengan siklus hidrologi, dengan asumsibahwa model yang disusun dapat mewakiliproses utama dari siklus yang komplektersebut. Dari model inilah selanjutnyailmuwan dan praktisi berusaha memahamibagaimana fenomena alam tersebut salingberinteraksi dan berproses.

Prediction for Ungauged Bassin (PUB) telahdicanangkan sebagai tema RISET Globalbidang hidrologi dan sumberdaya air untukperiode 2003 sd 2012 (Sivapalan et al.,2005). Intisari dari PUB pada hakekatnyaadalah bagaimana kita dapat menggunakandata atau informasi atau hasil kalibrasi

model yang telah dilakukan pada DAS-DASyang terukur, untuk selanjutnya digunakansebagai dasar prediksi atau perhitunganproses hidrologi bagi DAS yang tidak/belum terukur (Ungauged Bassin).

Pemahaman terhadap fenomena hidrologiyang terjadi di dalam suatu Daerah AliranSungai (DAS) sangat diperlukan sebagaidasar pengelolaan DAS. Analisa keruangan(spatial analysis) dan analisa rentang waktu(time series analysis) dapat digunakan untukmendeskripsikan variabilitas fenomenahidrologi yang bervariasi terhadap ruangdan waktu. Termasuk data rentang waktuadalah data hujan dan data debit harian.Gordon et al., (1992) memberikan pengantaraplikasi analisa rentang waktu dalam konteksmanajemen Daerah Aliran Sungai (DAS).

Kedua jenis analisa tersebut pada hakekat-nya merupakan penerapan metode statis-tic terhadap data yang bervariasi sebagaifungsi ruang (spatial variability) dan data yangbervariasi sepanjang waktu (time variability).Berbagai metode statistik telah dikembang-kan dan digunakan sebagai tool (alatanalisa) dalam pengelolaan sumberdaya airpada level DAS.

Makalah ini bertujuan untuk memaparkanhasil analisis dan perbandingan karakteristikfisik dan hidrologi pada 15 (lima belas)DAS di wilayah Jawa Timur. Persamaan,perbedaan, keteraturan dan ketidakteratur-an di antara DAS-DAS dapat dijadikansebagai landasan bagi upaya kalsifikasi danregionalisasi DAS.

METODOE PENELITIAN

Lokasi Studi

Penelitian dilakukan dengan mengambilsampel lima belas (15) DAS di wilayahJawa Timur (Gambar 1). Ke limabelas (15)DAS tersebut dipilih karena memiliki

Page 65: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178161

Sumber: hasil analisis

Gambar 1. Lokasi ke 15 DAS Sampel

rekaman data debit harian yang relatif seragam,yaitu dari: 01 Januari 1996 sd 31 Desember2005.

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitianini, meliputi: (1) Personal Komputer , (2)Software Microsoft Excel dan River Analy-sis Package (RAP), yang digunakan untukmengolah data-data, (3) Software ArcGIS10/MapWindow/MapInfo, yang diguna-kan untuk membuat layout peta lokasi DASsampel yang diamati. Data-data masukanyang digunakan dalam penelitian inimeliputi: (1) Data Fisik DAS, untukmenghitung ciri spesifik dari masing-masingDAS sampel, (2) Data Debit untukmemperkirakan besarnya debit banjir pada

masing-masing DAS, dan (3) Data Hujanuntuk menghitung curah hujan padakawasan sekitar DAS Sampel.

Inventarisasi Data

Data yang digunakan dalam penelitian inimencakup: (1) data debit harian, (2) datahujan harian, dan (3) Data Geografis.

Data Geografis

Data geografis terdiri dari peta-peta tematikdigital, mencakup: Digital Elevation Model(DEM) peta peruntukan lahan, peta tanah(jenis, kedalaman, dan tekstur), hidrogeologi,batas administratif pemerintahan, batas ad-ministratif pengelolaan sumberdaya air,

Page 66: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

162Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

lokasi stasiun hujan dan lokasi alat pengukurdebit. Peta tematik tersebut diperoleh daridatabase GIS yang tersedia di laboratoriumTeknik Pengendalian dan KonservasiLingkungan (lab. TPKL), Program StudiTeknik Pertanian, FTP- UniversitasJember. Data Digital Elevation Model(DEM) diperoleh dari Peta DEM se JawaTimur (dengan resolusi 100 x 100m) (Indartodan Faisol, 2010). Semua layer selanjutnyadipotong (clip) sebatas wilayah DAS.Pengolahan data meng-gunakan OSS-GISMapwindow, ArcGIS-10, MapInfo danMicrosoft EXCEL. Batas DAS diturunkansecara otomatis dari DEM.

Data debit

Data Debit Harian (DH) diperoleh darirekaman AWLR yang terpasang pada Out-let masing-masing DAS. Studi ini meng-gunakan rekaman data debit harian dari: 1Januari 1996 sampai 31 Desember 2005.

Data Hujan

Data hujan harian yang digunakan adalahHujan Harian (HH) untuk masing-masingDAS. HH diperoleh dari rerata aritmatikdata hujan harian yang diperoleh daribeberapa stasiun di sekitar DAS. Rekamandata HH yang digunakan adalah : 1 Januari1997 sampai dengan 31 Desember 2005.Data-data tersebut diperoleh dari DINASPU Pengairan Provinsi Jawa Timur.

Analisa

Analisa Karakteristik fisik DAS

Karakteristik fisik DAS yang mencakup:bentuk dan luas DAS, topografi, jaringansungai dan morphometrik, peruntukanlahan, jenis tanah, dan hidro-geologi

dihitung dengan EXCEL dan software GIS.Selanjutnya, Tabel(1) pada Lampiran,meringkaskan nilai karaktersitik untuk ke15 DAS tersebut.

Nomor DAS (No-DAS) ditentukan secaraacak dan hanya untuk keperluan penelitianini, Nomor DAS sebagaimana tercantumdi dalam peta (Gambar 1). Outlet DAS atausub-DAS ditentukan berdasarkan posisiAWLR atau lokasi pengukuran Debit.Nama DAS/Sub-DAS ditentukanberdasarkan nama lokasi atau nama sungaidimana terdapat alat pengukur debit.

Batas DAS ditentukan menggunakan petadigital, selanjutnya ditentukan luas DASdari peta yang terbentuk. Panjang sungaiutama (Lb) diukur langsung dari peta DEMuntuk masing-masing DAS. Pengukurandimulai dari titik outlet terus ke arah hulu,hingga berakhirnya sungai utama (pada titikpertemuan sungai utama dengan anaksungai yang terakhir).

Range nilai ketinggian diperoleh dari petaDigital Elevation Model (DEM).Bentuk-DAS secara kuantitatif diperkira-kan dengan menggunakan nilai nisbahmemanjang (Elongation Ratio) atau Re danNisbah Kebulatan (Circulation Ratio) atauRc. Nilai nisbah memanjang (Re ) dihitungdengan rumus Schumn (1956), sebagaiberikut:

----------------------- (1)

dimana:Re : faktor bentuk (elongation ratio), A:

luas DAS (km2), Lb : panjangsungai utama (km),

Nilai nisbah kebulatan (circularity ratio)dihitung dengan rumus Miller (1953),sebagai berikut:

---------------------------------- (2)

Page 67: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178163

Dimana :Rc : faktor bentuk (circularity ratio), A:

luas DAS (km2), P: keliling DAS (km)

Kerapatan Jaringan Sungai (Drainage density)ditentukan berdasarkan rumus:

---------------------------------- (3)

Karakteristik peruntukan lahan, jenis dankedalaman tanah, hidrologeologi ditentu-kan dengan menghitung prosentase luasterhadap luas total masing-masing DAS.

Analisa Karakteristik hidrologi

Data Hujan Harian (HH) dan Debit harian(DH) selanjutnya diurutkan sebagai datarentang-waktu. Periode rekaman yangdigunakan adalah dari: 1 Januari 1996 s/d31 Desember 2005. Data dalam formatExcel tersebut selanjutnya diformat dalamfile (*.csv). File(*.csv) ini selanjutnyadiimpor ke dalam RAP (River Analysis Pack-age). Analisa dilakukan dalam perangkatlunak RAP (Herman, 2005ab). RAP merupa-kan seperangkat tool (software) yang dapatdigunakan untuk menganalisa data rentangwaktu (time series). RAP memfasilitasidengan teknik analisa-rentang-waktu untukdata debit yang mencakup tujuh aspek, yaitu:(a) Statistik umum (General Statistics), (b)Kurva durasi banjir (Flow Duration Curve /FDC), (c) Analisa debit musiman (High/Low flow spell analysis), (d) Analisa kenaikandan penurunan hidrograf (Rates of rise andfall), (e) Analisa baseflow (Baseflow separa-tion), (f) Indeks Colwells (Colwells Indice)

Statistik Umum: Nilai statistik umummencakup tiga kategori evaluasi: ringkasan,distribusi, dan nilai lain. Nilai statistikdapat dihitung untuk seluruh periode,untuk tahun tertentu, tiap tahun, tiap bulandan tiap musim.

Nilai Ringkasan Statistik mencakup: mini-mum (Min), maksimum (Max), percentile(P10, … P90), rerata (Mean), median(MED). Berikut penjelasan masing-masingkonsep tersebut:(a) Debit minimum (Min)menyatakan nilai debit terkecil selamaperiode pelaporan data, (b) Debitmaksimum (Max) menyatakan nilaimaksimum debit masukan, selama periodepelaporan tertentu, (c) Percentile 10%(P10), menyatakan nilai debit (flow)dengan frekuensi kejadian lebih dari 10%selama periode pelaporan. Nilai Q10menunjukkan 10% teratas dari debit yangada dalam rentang waktu yang sedangdianalisis, (d) Percentile 90% (P90),menyatakan debit dengan frekuensikejadian lebih dari 90%. Nilai P90menunjukan proporsi 10% terendah daridata debit yang terekam selama periodepelaporan, (e) Mean Daily Flow (MDF)atau debit rerata merupakan ukuran pusatkecendrungan. MDF = (Jumlah totaldebit)/(jumlah hari) dihitung sebagai nilairerata dari semua data rekaman yangdiperhitungkan dalam analisis, (f) MedianDaily Flow (Med) atau Median merupakanukuran nilai tengah dari suatu seri data.Median flow adalah niai tengah dari seluruhrekaman data debit. Median adalah debitdengan frekuensi kejadaian lebih dari 50%.Nilai median umumnya lebih rendah darinilai MDF, karena distribusi data debitumumnya mempunyai nilai skewnessnegatif dengan batas bawah 0, dan batasatas tak terhingga.

Nilai Distribusi Statistik mencakup: Coef-ficient of variation (CV), Standard deviation(STD), Skewness (Skw), Variability (Var),range of daily flow, Standard deviation of thelog of daily flows (S_Lg), dan lane Variabilityindex (Lane). Berikut penjelasan masing-masing konsep tersebut: (a) Coeffisient ofvariation (CV) didefinisikan sebagai NilaiStandard Deviasi (STD) / Nilai rerata

Page 68: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

164Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

(MDF), (b) Standard Deviasi (STD)mengukur seberapa lebar (atau seberapabeda) data terdispersi dari nilai reratanya.Satuan STd sama dengan satuan input datanya.

------------------ (4)

Dimana:n = jumlah datax = nilai data,

(c) Skewness mengukur seberapa beda antaraMean dan Median data debit. Skew =mean/median flow. Pada DAS yang kurangluas misalnya, nilai baseflow umumnyasangat kecil dan perubahan debit yangsignifikan umumnya teramati selamaperiode hujan lebat (Banjir). Sebagian besardebit terjadi karena kontribusi dari periodebanjir, sementara sebagian besar hari diisioleh debit-debit kecil. Dalam kasus ini, me-dian flow (Med) menjadi kecil, danbesarnya nilai debit rerata lebih disebabkankarena pengaruh dari debit banjir padaperiode hujan lebat tersebut. Akibatnya,nilai Skewness (skw) untuk DAS tersebutumumnya lebih besar dari DAS yang lebihluas. Demikian juga, nilai skw untuk aliransungai yang masih alami (unregulated stream)akan cenderung lebih besar bila dibanding“ regulated stream” tergantung padametode pelepasan debit yang digunakan,(d) Skewness dapat digunakan untukmembedakan DAS-DAS yang mempunyairespon cepat dan lambat terhadap hujan.Suatu DAS dengan respon cepat, makawaktu antara terjadinya hujan danterbentuknya debit di sungai relatif cepat(banjir terjadi dengan cepat). Misalnya,DAS yang berukuran kecil (relatif tidak luasatau luasnya sekitar 200km2), makanormalnya debit aliran dasar (base-flow) nyajuga sangat kecil, dan terjadi perubahandrastis besarnya debit ketika kejadian

banjir. Debit banjir yang hanya beberapakejadian akan menyumbang besar terhadapnilai rerata debit di DAS tersebut (karenadebit hariannya sangat kecil). Akibatnya,nilai rerata cenderung naik (karenapengaruh beberapa kejadian banjir yangbesar), dan nilai median relatif rendah(karena debit harian umumnya kecil).Konsekuensinya, nilai skewness untuk DASkecil tersebut cenderung lebih besardaripada DAS yang ukurannya lebih luas,(e) Variabilitas (VAR) di dalam TSAdidasarkan pada penggunaan median flowsebagai pusat kecenderungan (central ten-dency). Variabilitas dihitung sebagai rangedibagi dengan nilai median. Rangedidefinisikan oleh pengguna sebagai rangepercentile data debit. Nilai default dariRange adalah perbedaan antara P10 danP90, (f) Range debit harian dihitungberdasar-kan range nilai percentile. Rangedigunakan untuk menghitung variabilitasdebit harian. Nilai default untuk rangeadalah P10-P90, yang menyatakan nilai, (g)Debit lebih dengan frekuensi lebih dari 10%dikurangi dengan nilai debit denganfrekuensi kejadian lebih dari 90%. Rangebiasanya digunakan bersamaan denganmedian debit harian untuk men-deskripsikan variabilitas debit harianmenggunakan median sebagai pusatkecenderungan. RAP menyediakanberbagai nilai range yakni Q10-Q90 ; Q15-Q85; Q20-Q80; dan Q30-Q70, (h) S_logdigunakan untuk memperkira-kan nilaistandard deviasi logaritmik (base10) daridata hujan harian. Data debit/ aliranumumnya ditransformasi ke logaritmikuntuk mengurangi skewness, S_logmengukur distribusi data yang telahditransformasikan (Gordon et al., 1992pp376).

--------- (5)

Page 69: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178165

Dimana :Q = discharge

(a) Indek variabilitas lane ( Lanes variabilityindex = Lane) menggambarkan nilai stan-dard deviasi dari nilai logaritma Q5, Q15,Q25, ….,Q85 dan Q95 values. Lane tidakpas digunakan jika data debit NOL = 0lebih dari 5 %. (atau Q95 = 0) atau suatuseri data yang didominasi oleh nilai NOL(Gordon et al., 1992), (j) Zero value, TSAjuga menghitung jumlah hari dimana debit= NOL. Data kosong tidak termasuk dalamhitungan jumlah hari dengan debit NOL,kecuali data kosong tersebut diisi denganNOL.

Flow Duration Curve (FDC):

Kurva durasi aliran (Flow Duration Curves/FDC) merupakan metode sederhana untukmenyatakan frekuensi kejadian debit darisuatu seri data rentang-waktu. AnalisaFDC dapat juga diterapkan untuk datarentang waktu yang lain (selain debit). FDCdibuat dengan merangking semua data yangada di dalam rentang waktu tersebut danmemplotkannya dengan nilai prosentasekemunculannya dari 0% sampai 100%.

Marsh (2004) and Herman (2005ab)menjelaskan metode FDC sebagai berikut:“FDC is a simple way of representing the rangeand spread of data in a time series. It is createdby taking all the data in a time period and rank-ing them from largest to smallest. The rankeddata is plotted against a percentage value from0% to 100%. The percentage is the proportionof the time that that flow is exceeded. FDC isusually shaped like a backward S with low prob-ability of high flows, a central reasonably linearsection of the curve and a flattening off with highprobability of low flow. The central section ofthe plot is usually linear, and the slope (as wellas linearity) of this section tells us something aboutthe flow regime”. Finally, the results are com-

pared for two watersheds by means oftables and figures of FDC curves. Uraianlebih detail tentang ke tujuh teknik analisayang tersedia di dalam RAP dapatditemukan di dalam tulisan (Marsh, 2004;dan Herman, 2005ab).

Aliran Dasar (Base Flow)

Aliran dasar (Base flow) menyatakan aliranair yang masih ada di sungai pada saat tidakada hujan dan bukan berasal dari aliranpermukaan. Hidrograf biasanya memilikiperiode debit kecil (low flow) yang panjang.Hal ini banyak terjadi pada sungai di manakomponen utama debit berasal darikontribusi air tanah, yang diselingi olehdebit besar karena kejadian hujan yangekstrim. Tujuan dari analisa base flow adalahmemisahkan komponen hidrograf menjadi:aliran dasar (base flow) dan aliran permukaanyang berasal dari kejadian hujan ekstrim(flood flow).

Di dalam RAP, pemisahan aliran dasar(Baseflow) dari komponen Direct RunOff(DRO) menggunakan metode “Lyne-Hollick-filter”. Metode ini menghitungkomponen aliran dasar menggunakan fil-ter digital sebagaimana dijelaskan olehGrayson (Grayson et al., 1996). PersamaanLyne-Hollick, dijelaskan sebagai berikut:

Qf(i) = áqf(i-1) + (q(i) – q(i-1)) ----------------- (6)

Keterangan:q(i) = nilai debit sungai pada hari ke (i)qb(i) = nilai baseflow pada hari ke ( i)qb(i-1) = nilai baseflow pada hari sebelumnya

(i - 1)qf(i) = nilai DRO pada hari ke ( i)qf(i-1) = nilai DRO pada hari sebelumnya

(i – 1)á = parameter filter yang digunakan

Page 70: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

166Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

Selanjutnya nilai Base Flow Index (BFI),dihitung sebagai berikut:BFI = Rerata baseflow / rerata debit ---- (7)

Tujuan digital filter adalah membuattransisi yang halus (smooth transitiion) antaraperiode baseflow sebelum kejadian banjirdan baseflow pada saat banjir. Pada saatbanjir komponen baseflow juga relatif naikdan proporsinya lebih besar dari pada saattidak ada hujan. Idealnya tidak ada carayang benar-benar akurat untuk menentukanbesar aliran dasar selama periode banjir,tetapi metode “Lyne and Holick” dapatditerima dengan beberapa asumsi danpendekatan (Grayson et al., 1996). Metodeini hanya menggunakan satu parameter(yaitu: nilai alpha). Grayson et al, (1996)merekomendasikan nilai alpha = 0,975.

Analisa data hujan

Data rentang waktu untuk Hujan Bulanan(HB) dan Hujan Tahunan diperoleh darikumulatif HH. Data Hujan Bulanan danHujan Tahunan diolah dengan fasilitasTime-series-manager (TSM) yang ada didalam RAP. Data ini ditentukan dari datarentang waktu harian. Analisa statistikumum yang mencakup nilai: rerata,maksimal, minimal, median, skewness, stan-dard deviasi, koefisien variasi, dan percen-tile dilakukan terhadap data rentang waktutersebut. Selanjutnya hasil analisaditampilkan dalam tabel (3), tabel (4), dantabel (5). Frekuensi kejadian hujan yangmelebihi nilai tertentu divisualisasikandalam bentuk grafik dan dibandingkanantar ke 15 DAS.

Anallisa data debit

Analisa data debit menggunakan fasilitasyang ada pada perangkat lunak RAP.

Analisa di dalam RAP meliputi: (1) nilaistatistik umum: rerata, maksimal, minimal,median, skewness, standard deviasi, koefisienvariasi, variability, lane variability index, danpercentile, (2) Flow duration Curve (FDC) dan(3) baseflow analysis. Hasil analisa untuk kelima belas (15) DAS selanjutnya dibanding-kan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik

Tabel (1) meringkaskan karakteristik fisikke 15 DAS: (a) topografi dan jaringansungai, yang meliputi: Luas DAS, Panjangsungai utama, Keliling DAS, Slope factor,Nisbah memanjang, Nisbah kebulatan, danDrainage Density; (b) Prosentase luas untukJenis tanah, (c) Kedalaman tanah, dan (d)Peruntukan lahan.

Nama-nama ke lima belas (15) DAS sampeltersebut adalah: (1) Rawatamtu, (2) Mayang,(3) Wonorejo, (4) Mujur, (5) Sanenrejo, (6)BomoBawah, (7) BomoAtas, (8) Karangdoro,(9) Kloposawit, (10) Stail, (11) Kadalpang-Bangil, (12) Welang, (13) Kramat, (14)Pekalen, dan (15) Rondodingo (Gambar 1).

Luas DAS. DAS dengan luas terbesaradalah DAS Rawatamtu (DAS-1) sebesar= 783 km2, yang paling sempit adalah DASBomoAtas = 37 km2. Mayoritas DASsampel memiliki luas diantara 100 sd 400km2.

Bentuk DAS bervariasi antara satu DASdengan lainnya dan secara kasar dapatdiklasifikasikan ke dalam bentuk: (1)Oval/Elips, (2) Triangle Melebar, (3)Memanjang. Bentuk triangel melebarmisalnya dijumapai pada DAS: Rawatamtu(DAS-1), Kloposawit (DAS-9), danWonorejo (DAS-3). Bentuk memanjangdijumpai pada sebagian besar DAS sampel,yaitu: Mayang (DAS-2), Mujur (DAS-4),

Page 71: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178167

BomoBawah (DAS-6), BomoAtas (DAS-7), Stail (DAS-10), Kadalpang-Bangil(DAS-11), Welang (DAS-12), Kramat(DAS-13), pekalen (DAS-14), danRondodingo (DAS-15). Bentuk ovaldijumpai pada DAS: Sanenrejo (DAS-5) danKarangdoro (DAS-8).

Nisbah memanjang (Elongation ratio = Re)tertinggi pada Sanenrejo (DAS-5) = 1,2 danterendah pada DAS BomoAtas (DAS-7) =0,2. DAS yang lain memiliki nilai Re relatifseragam antara 0,3 sd 0,8. Nisbahkebulatan (Rc) juga relatif seragam nilainyaantara 0,2 sd 0,7. Nilai Rc paling berbedapada DAS-12 = 1,1.

Panjang sungai utama (L) berkisar antara16 sd 56,4 km. Keliling DAS (P) berkisarantara 58 sd 152 km. Nilai Slope-Factor (SF)tertinggi pada DAS-5 (Sanenrejo) = 1,1 dannilii SF terendah pada DAS-10(Kloposawit) = 0,03. DAS yang lainmemiliki nilai SF relatif seragam berkisarantara (0,1) sd (0,6).

Lapisan tanah yang ada pada DAS- DAStersebut mayoritas terdiri dari tanahberjenis: Andosol, Grumosol, dan Mediteran.Hanya beberapa DAS yang memiliki tanahberjenis: Aluvial dan Regosol. Jenisperuntukan lahan utama, terdiri dari: hutan,kebun, ladang, pemukiman, dan sawah irigasi.

Meskipun ada beberapa karakteristik fisikyang relatif dapat diklasifikasikan, tetapiTabel 1 (Lampiran) dan uraian di atasmenunjukkan adanya variabilitas karak-teristik fisik yang sangat beragam pada kelima belas DAS sampel yang dianalisis.

Karakteristik Hujan

Ringkasan nilai statistik untuk HujanHarian (HH) pada ke lima belas DAS,diberikan dalam Tabel 2a (Lampiran).Selanjutnya Tabel 2b (Lampiran) memuat

ringkasan nilai statistik untuk HujanBulanan (HB) dan Tabel 2c (Lampiran)meringkaskan nilai statistik untuk HujanTahunan (HTn).

Hujan Harian maksimal atau hujan 24-jammaksimal (Tabel 2a) sangat bervariasiantara satu DAS dengan DAS lainnya danterekam antara: 72 s/d 177 mm/hariselama periode analisis. Sementara, HujanHarian rerata (M-HH) yang jatuh pada kelima belas (15) DAS berkisar antara: 3 sd 9mm/hari dan relatif seragam untuk semuaDAS. Besarnya HH yang jatuh sangatbervariasi dari satu hari ke hari lainnya. Halini ditunjukkan oleh nilai Coeeficient of vari-ance (CV) dan Standard Deviasi (STD) yangrelatif besar, bila dibandingkan terhadapnilai rerata. Grafik pada Gambar (2.a)mengilustrasikan frekuensi kejadian HHyang lebih besar dari batas tertentu.Gambar (2.b) grafik yang sama untuk hujanBulanan. Hujan tertinggi terjadi pada DASKramat, sedangkan frekuensi kejadianhujan terendah pada DAS Bomo Bawah.

Nilai Maksimum Hujan Bulanan terekamsebesar: 1096 mm/bulan (Tabel 2b) danterjadi pada DAS Kramat (DAS-14).Sedangkan, Hujan Bulanan rerata (M_Hbl)yang jatuh pada masing-masing DAS padakondisi normal berkisar antara: 80 sd180mm/bulan. Lebih lanjut, analisissederhana dengan menggunakan grafikfrekuensi kejadian hujan bulanan dapatmenunjukkan perbedaan dan persamaankarakteristik hujan bulanan pada ke limabelas DAS tersebut. Misalnya, Gambar 3menunjukkan ada tiga type distribusi hujanbulanan. Gambar 3a, menunjukkan: Batasatas (terjadi pada DAS-4 dan DAS-6); danbatas Bawah (terjadi pada DAS: 7, 9 dan13). Selanjutnya, mayoritas DAS memilikikarakteristik distribusi frekuensi kejadianhujan antara ke dua batas tersebut(Gambar 3b).

Page 72: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

168Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

Sumber: hasil analisis

Gambar 2. Frekuensi Kejadian Hujan Lebih dari Batas : (a) Hujan Harian (Hh), (b)Hujan Bulanan(HB)

(a) (b)

Sumber: hasil analisis

Gambar 3. Karakteristik Hujan Bulanan : (a) Batas Bawah & Atas ; (b) Mayoritas DAS

(a) (b)

Page 73: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178169

Nilai Maksimum Hujan Tahunan tercatatsebesar: 4472 mm/tahun pada DAS-14(Kramat). Hujan Tahunan Rerata (HTR)yang diterima pada masing-masing DASbervariasi dari: 911 sd 3227 mm/tahun.

Nilai CV untuk Hujan Bulanan berkisarantara (0,8) sd (1,1) dan relatif seragamantar DAS. Sementara nilai StandardDeviasi (STD) berkisar antara 90 sd 243.Besarnya nilai standard deviasi untuk hujanbulanan adalah normal, karena perbedaantebal hujan yang jatuh sangat mencolokantara bulan pada musim kemarau danmusim penghujan.

Nilai CV Hujan Tahunan berkisar antara(0,1) sd (0,8). Nilai CV hujan tahunan lebihrendah dari pada hujan bulanan. Hal inimenunjukkan variasi tebal hujan setiaptahunnya, yang diterima oleh masing-masing DAS relatif kecil.

Skewness mengukur tingkat simetri dari suatudistribusi. Distribusi frekuensi yang simetri(kiri dan kanan relatif seimbang), dikatakanmemiliki nilai skewness = 0. Distribusifrekuensi dengan nilai skewness positif berarticondong ke kanan dan lebih banyakmempunyai nilai besar. Sebaliknya, distribusidengan nilai skewness negatif disebut sebagaicondong ke kiri dan lebih banyak terdiri darinilai-nilai kecil (Johnston et al., 2001).

Nilai skewness pada ke lima belas (15) DAS,baik untuk hujan bulanan maupun tahunanmenunjukkan nilai positif semua, yang ber-arti distribusi frekuensinya condong ke kanandan proporsi debit besar lebih banyak. Halini menunjukkan jumlah bulan dengan hujanyang tinggi masih lebih besar daripadajumlah bulan kering. Artinya, dari satu bulanke bulan lainnya air relatif tersedia dan hanyapada beberapa bulan saja kekurangan air.

Karakteristik Debit

Periode rekaman data Debit harian yang

digunakan untuk penelit ian pada kelimabelas (15) DAS adalah dari: 1 Januari1996 s/d 31 Desember 2005. Data rentangwaktu tersebut selanjutnya diimport kedalam RAP dan dijadikan sebagai dasaranalisa Debit Harian (DH). Dalampenelitian ini digunakan tiga macamanalisis terhadap data debit, yaitu: statistikumum, Kurva Durasi Aliran (Flow Dura-tion Curve) dan analisa aliran dasar (baseflow). Hasil statistik umum dan hasilanalisis base flow diberikan dalam Tabel (5).Selanjutnya, Analisis Flow Duration Curve(FCD) dilakukan dengan mengkombinasi-kan fasilitas yang ada di dalam RAP danMicrosoft Excell.

Besarnya Debit Harian maksimal pada kelima belas (15) DAS sangat bervariasi.Debit maksimal terendah dijumpai padaDAS-12, sebesar = 32,6 m3/detik,sedangkan nilai debit tertinggi terjadi padaDAS-1 (Rawatamtu), sebesar = 588 m3/detik. Nilai debit harian rerata (Mean dailyflow=MDF) pada ke lima belas DAS, jugabervariasi 2,1 m3/detik (DAS-7) sd 35,2m3/detik (DAS-1). Hanya empat DAS yangmemiliki nilai MDF lebih dari 10 m3/detik(DAS-1, DAS-3, DAS-8, dan DAS-14).Mayoritas DAS yang dianalisis memilikidebit harian rerata (MDF) yang besarnyakurang dari 10 m3/detik. Nilai CV debit hari-an berkisar antara (0,6) sd (1,4). Nilai stan-dard deviasai bervariasi dari (2,6) sd (48,8).

Nilai skewness berkisar antara (1,2) sd (2,8).Nilai skewness (Skw) dapat dikelompokanmenjadi dua kelompok. Kelompokpertama, DAS dengan nilai skewnessantara: (1,2) sd (1,5) terdiri dari: DAS-2,DAS-3, DAS-4, DAS-8, DAS-9, DAS-12,DAS-14 dan DAS-15. Kelompok keduadengan nilai skewness antara : (1,9) sd (2,8)terdiri dari: DAS-1, DAS-5, DAS-6, DAS-7, DAS-10, DAS-11, dan DAS-13.Kelompok pertama tergolong DAS-DASdengan respon lambat. Nilai Skw yang besar

Page 74: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

170Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

menunjukkan DAS yang rawan terhadapbanjir, karena kontribusi debit besar yangmendadak terjadi akibat kejadian hujanyang ekstrim.

Nilai variabilitas berkisar antara: (-1,1) sd (-7,1).Nilai S_log dan lane ke lima belas DAS ber-kisar antara: (0,2) sd (0,5) dan relatif seragamdiantara ke lima belas DAS tersebut.

Grafik FDC ke delapan (8) DAS dengannilai skewness yang kecil ( antara 1,2 sd 1,5)ditampilkan pada Gambar 4. Grafik FDCuntuk DAS dengan nilai Skew >= 1,9diberikan dalam Gambar 5.

Pola dan bentuk FDC dapat menunjukkankaraktersitik hidrologi suatu DAS. Ada ber-bagai macam metode interpretasi terhadapgrafik FDC untuk mendesksipsikan karak-teristik hidrologi suatu DAS. Dua metodesederhana berikut dapat sebagai contoh.

Misalnya, dari Gambar 4 dapat diketahuibahwa 80% debit pada DAS-15 dan DAS-4 nilainya >= 1 m3/detik, selanjutnyauntuk DAS-12 dan DAS-2 nilai nya >= 1,5m3/detik. Selanjutnya, untuk DAS-8, DAS-9 dan DAS-14 80% kejadian debit nilainya>= 5 sd 6 m3/detik. Hanya DAS-3 yangmemiliki debit dengan frekuensi kejadian80% dan nilainya di atas 10 m3/detik. Halini berarti 80% kejadian debit harian padaDAS-3 nilainya di atas 10 m3/detik atau80% debit tersedia pada DAS-3 minimaladalah 10 m3/detik. Selanjutnya, pe-manfaatan debit untuk berbagai keperluan(Irigasi, air baku, industri, dll) dapat meng-gunakan kurva FDC sebagai bahanpertimbangan dalam penentuan debit mini-mal yang tersedia.

Selanjutnya, Bentuk FDC juga dapatmenunjukkan karakteristik aliran darisuatu DAS. Misalnya, secara umum

Sumber: hasil analisis

Gambar 4. Grafik FDC 8 DAS, dengan Nilai Skew Antara 1, 2 s/d 1, 5

0.1

1

10

100

1000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

DAS 2

DAS 3

DAS 4

DAS 8

DAS 9

DAS 12

DAS 14

DAS 15

Deb

it (>

=) m

3/de

tik

% kejadian lebih dari

FDC 8 DAS, dengan nilai Skew : 1,2 sd 1,5

Page 75: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178171

terlihat bahwa kemiringan Kurva DurasiAliran (FDC) yang ada pada Gambar 5relatif lebih besar bila dibandingkankemiringan FDC pada Gambar 4. Hal inimenunjukkan bahwa prosentase alirandengan nilai debit besar lebih bnayakterjadi pada Gambar 5. Nilai debit besaryang terjadi pada Gambar 5 akanberpengaruh terhadap nilai debit rerata,dan nilai skewness distrisbusi data.Tabel (3) memuat juga hasil stastistik alirandasar yang digambarkan oleh tiga indeks,yaitu Base Flow Index (BFI), Flood Flow Index(FFI) dan Mean Daily Base Flow (MDBF). BFImerupakan perbandingan antara: (Base-flow/Total flow). FFI ditentukan denganrumus (1 – Base Flow Index). MDBF dapatdiartikan sebagai nilai rerata harian darialiran-dasar.

Dari tabel (3) diperoleh: (1) nilai MDBFbervariasi dari: 1,0 m3/detik pada DAS-7sd 16,2 m3/detik pada DAS-1; (2) nilai BFIberkisar antara: 0,4 sd 0,8 dan (3) nilai FFIberkisar antara: 0,2 sd 0,6. Nilai MDBFsangat bervariasi dari satu DAS ke DASlain, hal ini menunjukan karakteristikspesifik masing-masing DAS. Nilai MDBFyang besar menunjukkan kondisi aliransungai yang relatif besar juga. Sebaliknyanilai BFI dan FFI relatif seragam untuksemua DAS. Hal ini menunjukkan tingkatbase flow yang seragam diantara sungai-sungai tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil analisa menunjukkan bahwa ke limabelas (15) DAS memiliki karakteristik fisik,

0.1

1

10

100

1000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

DAS 1

DAS 5

DAS 6

DAS 7

Das 10

DAS 11

DAS 13

Sumber: hasil analisis

Gambar 5. Grafik FDC 7 DAS, dengan Nilai Skew >= 1,9

% kejadian debit lebih dari

Deb

it (>

=) m

3/de

tik

FDC 7 DAS, dengan nilai Skew : 1,9

Page 76: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

172Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

klimatologi dan hidrologi yang beragamdan spesifik untuk masing-masing DAS.Karakteristik fisik yang bervariasi diwakilioleh karakteristik topografi, prosentaseperuntukan lahan, jenis dan kedalamanlapisan tanah. Nilai kerapatan jaringan(Drainage Density) relatif seragam antara: 0,1sd 0,3 km/km2.

Peruntukan lahan utama pada ke 15 DAS,terdiri dari: pemukiman, sawah irigasi,sawah tadah hujan, kebun, hutan, ladang.Jenis tanah Andosol, mediteran dangrumosol mendominasi lapisan tanah padake 15 DAS. Curah hujan juga bervariasiantara satu DAS dengan lainya. Hujanharian maksimum berkisar antara: 71 sd177 mm/hari. Hujan Bulanan rerata antara:80 sd 262 mm/bulan. Hujan tahunan rerataberkisar antara: 911 sd 3227 mm/tahun.Debit rerata juga bervariasi antar DAS.Nilai Debit harian rerata berkisar antara 2,1

sd 35,2 m3/detik. Rerata Aliran Dasar(baseflow) juga berbeda-beda antar DAS danberkisar antara: 1,0 sd 16,2 m3/detik. NilaiBFI pada ke 15 DAS, berkisar antara 0,4sd 0,8. Penelitian menunjukkan bahwametode statistik sederhana melalui kurvadurasi Aliran (FDC) dapat menggambarkankarakteristik hidrologi suatu DAS dan dapatdigunakan sebagai dasar acuan bagikalsifikasi DAS.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Program HibahKompetensi - DP2M-DIKTI Th. 2010 dan2012. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dinas PU-Pengairan ProvinsiJawa Timur yang telah menyediakan data-data dan semua pihak yang telah memberi-kan kontribusi terhadap penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Blöschl, G., and Grayson, R. 2000. ‘Spatial observation and interpolation.’ In : R. Grayson andG. Blöschl,(eds.), Spatial Pattern in Catchment Hydrology : Observation andmodelling“, Cambridge University Press, Cambridge, pp : 17-50.

Buras, N (Eds). 1997. Reflections on Hydrology Science and Practise. American Geophysical Union.

Croke, B.F.W. and Jakeman A.J. 2004, “A Catchment Moisture Deficit module for the IHACRESrainfall-runoff model”, Environmental Modelling and Software, vol 19, pp 1-5.

Croke, B.F.W., Andrews, F., Spate, J., and Cuddy, S., 2004. IHACRES User Guide, SoftwareVersion Classic Plus – V2.0, ICAM Centre, The Australian National University.

Croke, B.F.W., Andrews, F., Jakeman, A.J., Cuddy, S. and Luddy, A. 2005. Redesign of theIHACRES rainfall-runoff model, to appear in the proceedings of the 29th Hydrologyand Water Resources Symposium, Engineers Australia, February 2005.

Colwell, R.K., 1974. Predictability, Constancy, and Contingency of Periodic Phenomena.Ecology, 55: 1148-1153.  

Dye P.J. and B. F. W. Croke 2003, “Evaluation of streamflow predictions by the IHACRES

Page 77: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178173

rainfall-runoff model in two South African catchments”, Environmental Modellingand Software, vol 18, pp 705-712.

Fleeming, G. 1975. Computer Simulation Techniques in Hydrology. El Sevier.

Floyd, C. 1987. Outline of a Paradigma Change in Software Engineering. In Bjerknes, G., Eha, P. andKyng, M (Eds) Computers and Democracy. Avebury, Aldershort, UK, and Brookfield, USA

Gordon, N.D., McMahon, T.A. and Finlayson, B.L., 1992. Stream Hydrology: anIntroduction for Ecologists. John Wiley and Sons, 526 pp.  

Grayson, R., Argent, R., Nathan, R., McMahon, T. and Mein, R., 1996. Hydrological Recipes.Cooperative Research Centre for Catchment Hydrology, Melbourne Victoria.  

Institution of Engineers Australia, 1997. Australian Rainfall and Runoff: a Guide to FloodEstimation, Revised Edition. Institution of Engineers Australia.  

Jakeman, A.J., Littlewood, I.G., and P.G. Whitehead., 1990, “Computation of theinstantaneous unit hydrograph and identifiable component flows with application totwo small upland catchments”, Journal of Hydrology, vol 117, pp 275-300.

Jakeman, A. J., and Hornberger G. M. 1993, “How much complexity is warranted in arainfall-runoff model?”, Water Resources. Research, vol 29, pp 2637-2649.

Klemes, V. 1986. ‘ Dilettantism in hydrology : transition or destiny ? ‘ Water Resource Research, 22,9, pp : 177-188.

Littlewood, I.G, K. Down, J.R. Parker and D.A Post. 1997b. IHACRES Catchment Scale Rainfall-Streamflow Modelling (PC Version). The Australian National University, Canberra, 99p.

Maidment, D. R. 1993.’ Developping a spatially distributed unit hydrograph by using GIS.’ In : K.KOVAR and H. P. NACHTNEBEL, (Eds.), HydroGIS’93 : Application ofGeographic Information Systems in hydrology and water resources management,Vienne, Autriche IAHS Publication, n°211, pp : 181-192.

Refsgaard, J. S. 2000. ‘ Towards a Formal Approach to Calibration and Validation of ModelsUsing Spatial Data.’ In : R. Grayson and G. Blöschl, (eds.), Spatial Patterns in CatchmentHydrology, Cambridge University Press, Cambridge, pp : 397 + index.

Stewardson, M. and Gippel, C., 2003. Incorporating flow variability into environmental flow regimesusing the flow events method. River Research and Applications, 19: 459-472.

Singh, V. P. 1995. ‘Watershed Modeling.’ In : V. P. Singh, (ed.), Computers Models of WatershedHydrology, Water Resources Publications, Baton Rouge, Laoisiana, USA.

Sivapalan, M., Franks, S.W., Takeuchi, K. and Tachikawa, Y., 2005. International Perspectiveson PUB and Pathways Forward. Chapter 2, in: Predictions in Ungauged Basins: InternationalPrespectives on the State of the Art and Pathways Forward (ed. By S.W. Franks, M. Sivapalan,K. takeuchi & Y. Tachikawa), 1 - 14, IAHS Publ. 301. IAHS Press, Wallingford, UK.

Page 78: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

174Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

Lam

pira

nTa

bel 1

. Kar

akte

ristik

Fisi

k ke

Lim

a Be

las (1

5)

DA

S ya

ng D

igun

akan

dala

m P

eneli

tian

Sum

ber:

hasil

ana

lisis

Page 79: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178175

Tabe

l 2a.

Kar

akte

ristik

Huj

an H

arian

(mm

/har

i) pa

da k

e 15

DA

S

Sum

ber:

hasil

ana

lisis

Tabe

l 2b.

Kar

akte

ristik

Huj

an B

ulan

an (m

m/b

ulan

) pad

a ke

15

DA

S

Sum

ber:

hasil

ana

lisis

Page 80: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

176Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

Tabe

l 2c.

Kar

akte

ristik

Huj

an T

ahun

an (m

m/t

ahun

) pad

a ke

15

DA

S

Sum

ber:

hasil

ana

lisis

Ket

eran

gan

:Ta

ngga

l ana

lisis

:04

Agu

stus

201

2 ;

data

kos

ong

tidak

diik

utka

n da

lam

perh

itung

an.

Perio

de d

ata

yang

dig

unak

an: 0

1 –

01 –

199

7 sd

31-1

2-20

05;

Mus

im h

ujan

dia

sum

sikan

mul

ai:

01 O

ktob

er s

d 31

Apr

il;m

usim

kem

arau

dar

i:

01 M

ei s

d 30

Sep

tem

ber.

Max

:hu

jan m

aksim

al;

STD

:st

anda

rd d

evia

si;P1

0:

perc

entil

e 10;

Skw

:ni

lai k

emen

ceng

an d

istrib

usi;

P90

:pe

rcen

tile 9

0;M

_Hbl

:re

rata

huj

an b

ulan

a;M

HH

:ni

lai r

erat

a huja

n ha

rian

;M

ed_H

bl:

med

ian

hujan

bul

anan

;M

ed:

nila

i med

ian

huja

n ha

rian

;M

_HTn

:hu

jan t

ahun

an re

rata

;C

V:

coeffi

cient

of va

rianc

e;M

ed-H

Tn:

med

ian h

ujan

tahu

nan.

Page 81: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 159 - 178177

Tabe

l 3. K

arak

teris

tik D

ebit

Har

ian p

ada

ke 1

5 D

AS

(DH

= m

3 /de

tik)

Ring

kasa

n N

ilai S

tatis

tik U

mum

dan

Kar

akte

ristik

dist

ribus

i dat

a

Sum

ber:

hasil

ana

lisis

Page 82: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

178Studi tentang Karakteristik ... (Indarto)

Ket

eran

gan

:Ta

ngga

l ana

lisis

:04

Agu

stus

201

2 ; d

ata

koso

ng ti

dak

diik

utka

n da

lam p

erhi

tung

an;

Perio

de y

ang

digu

naka

n:

01 –

01

– 19

96 s

d 31

-12-

2005

;M

usim

huj

an d

iasum

sikan

mul

ai:

01 o

ktob

er s

d 31

Apr

il; m

usim

kem

arau

dar

i: 01

mei

sd 3

0 Se

ptem

ber.

Max

=D

ebit

haria

n m

aksim

al;M

in=

Deb

it ha

rian

min

imum

,P1

0=

Perc

entil

e 10

;P9

0=

Perc

entil

e 90

;M

DF

=M

ean

daily

flow

ata

u de

bit h

arian

rer

ata;

Med

=m

edian

deb

it ha

rian

;CV

=co

effici

ent

of va

rianc

e;ST

D=

stan

dard

dev

iasi;

Skw

=Sk

ewne

ss =

kem

ence

ngan

dist

ribus

i;va

r=

varia

bilit

y;la

ne=

Lane

var

iabili

ty in

dex;

S_lg

=ni

lai v

ariab

ilita

s log

aritm

ik;

BFI

=ba

seflow

Ind

ex ;

FFI

=Fl

ood

Flow

Ind

ex;

MD

BF=

Mea

n D

aily

Basef

low

Page 83: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 179 - 188179

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR TELUKKENDARI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI

(KURUN WAKTU 2003-2009)

Changes in Land Cover Analysis in The Gulf Coast Kendari Using HighResolution Satellite Image (Period: 2003-2009)

Laode Muh. Golok JayaFakultas Teknik Universitas Haluoleo

Kampus Hijau Unhalu Bumi Tridharma Anduonohu Kendari, Sulawesi TenggaraE-mail: [email protected]

ABSTRACTThis research was aimed to indentify land cover change in coastal area of Kendari Bay in period 2003to 2009. The satellite imagery data (Ikonos and Quick Bird) collected in 2003 and 2009 were usedin this research to obtain the land cover change. The method used in this research was comparing theclassification of satellite imagery. Field survey was conducted using handheld GPS for ground truth.The result of this research showed us the land use change in period 2003-2009. Mangrove vegetationdecreased 56.57 Ha and the fishpond also decreased 205.5 Ha. The primary forest decreased into3.28 Ha in year 2009. The secondary forest also decreases 124.84 Ha. In the same time the urbanarea increased from 382.37 Ha in year 2003 to 674.37 Ha in 2009. The land use change alsooccured for the public space which increased from 6.49 Ha in 2003 to 18.46 Ha in 2009 or increased11,97 Ha.

Keywords: land cover, high resolution, ikonos, quick bird, coastal area of Kendari

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan tutupan lahan di pesisir Teluk Kendaridalam kurun waktu 2003-2009. Data yang digunakan adalah citra satelit Ikonos hasil perekamantahun 2003 dan citra satelit Quick Bird hasil perekaman tahun 2009. Metode yang digunakan adalahmembandingkan hasil digitasi klasifikasi tutupan lahan pada kedua citra satelit tersebut. Survey lapanganmenggunakan GPS Handheld digunakan untuk pengecekan lapangan. Hasil yang diperoleh adalahterjadinya perubahan tutupan lahan di pesisir Teluk Kendari dalam kurun waktu tahun 2003-2009.Luasan mangrove dalam kurun waktu 6 tahun (2003-2009) mengalami pengurangan sebesar 56,57Ha dan lahan tambak berkurang seluas 205,5 Ha. Luas hutan primer berkurang menjadi 3.28 Hapada tahun 2009. Demikian pula hutan sekunder mengalami penurunan luas sebesar 124.84 Ha.Kawasan permukiman bertambah luasnya dari 382.37 Ha pada tahun 2003 menjadi 674.37 Hapada tahun 2009 atau mengalami perluasan sebesar 292 Ha. Demikian pula dengan public spacebertambah dari 6,49 Ha pada tahun 2003 menjadi 18,46 Ha pada tahun 2009 atau mengalamipertambahan luas sebesar 11,97 Ha.

Kata kunci: tutupan lahan, resolusi tinggi, ikonos, quick bird, pesisir Teluk Kendari

Page 84: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

180Analisis Perubahan Tutupan ... (Jaya)

terletak di bagian Selatan Garis khatulistiwaberada di antara 3° 54’ 30"- 4° 3’ 11" LintangSelatan dan membentang dari Barat keTimur diantara 122° 23’- 122° 39’ Bujur Timur.

Sepintas tentang letak wilayah KotaKendari sebelah Utara berbatasan denganKecamatan Soropia, Sebelah Timurberbatasan dengan Laut Kendari, sebelahSelatan berbatasan dengan KecamatanMoramo dan Kecamatan Konda, sebelahBarat berbatasan dengan KecamatanRanomeeto dan Kecamatan Sampara.

Kota Kendari terbentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6Tahun 1995 yang disahkan pada tanggal 3Agustus 1995 dengan status KotamadyaDaerah Tk. II Kendari.

Wilayah Kota Kendari terletak di jazirahTenggara Pulau Sulawesi. Wilayah daratan-nya sebagian besar terdapat di daratanPulau Sulawesi mengelilingi Teluk Kendaridan terdapat satu pulau yaitu PulauBungkutoko. Luas wilayah daratan KotaKendari 295,89 Km2 atau 0,70 persen dariluas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Wilayah pesisir Teluk Kendari merupakanbagian dari wilayah Kota Kendari yangmerupakan satu kesatuan wilayah Kendariyang cukup unik. Di sebelah utara KotaKendari dengan jarak bervariasi antara 1-5 km dari pesisir Teluk Kendari terhamparpegunungan Nipa-Nipa yang merupakanhutan lindung. Bagian Selatan dari TelukKendari dengan jarak 5-8 km terletak hutanlindung pegunungan Nanga-Nanga. SementaraKota Kendari terletak di antara hutan-hutan lindung ini dengan Teluk Kendari.

Teluk Kendari dengan luas sekitar 29,5 km2

dengan sendirinya merupakan bagianwilayah yang sangat strategis. Di pesisirTeluk Kendari tumbuh dan berkembangpermukiman dan beragam pusat kegiatanmasyarakat lainnya. Keberadaan Teluk

PENDAHULUAN

Fenomena alih fungsi lahan utamanya diperkotaan sesungguhnya akan senantiasaterjadi dalam pemenuhan aktivitas sosialekonomi yang menyertai pertumbuhanpenduduk kota tersebut. Persediaan lahanyang bersifat tetap sedangkan permintaan-nya yang terus bertambah menjadikanpenggunaan lahan suatu kota berubah kearah aktivitas yang lebih menguntungkandilihat dari potensi sekitarnya yang ada.Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwakota merupakan lokasi yang paling efisiendan efektif untuk kegiatan-kegiatanproduktif sehubungan dengan ketersediaansarana dan prasarana, tenaga kerja terampil,serta dana sebagai modal (Tjahjati, 1996).

Kota-kota di Indonesia yang kebanyakanberada di wilayah pesisir menghadapiperubahan penggunaan lahan yang cepatseiring pesatnya pembangunan dan dampakpertumbuhan penduduk yang relatif tinggi.Tidak dipungkiri lagi bahwa perkembangankota pesisir telah merubah tutupan lahanyang secara alamiah justru merupakanpelindung kota dari bahaya abrasi dangelombang laut. Wilayah pesisir jugamerupakan wilayah yang amat rentanterhadap sumber-sumber pencemar yangberasal dari daratan. Muara sungai beradadi pesisir. Permukiman pun kebanyakanberada di wilayah pesisir. Pergeseran garispantai ke arah daratan, sedimentasi,penebangan hutan mangrove, reklamasipantai, masuknya sampah dan bahan-bahan berbahaya ke laut melalui muarasungai dan seterusnya, mer upakanperistiwa-peristiwa yang sering terjadi diwilayah pesisir.

Perkembangan pesat kota-kota pesisir, takterkecuali, juga terjadi di Kota Kendari.Wilayah Kota Kendari dengan ibu kotanyaKendari dan sekaligus juga sebagai ibukotaProvinsi Sulawesi Tenggara secara geografis

Page 85: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 179 - 188181

Kendari menjadi bagian yang tidakterpisahkan dari aktivitas masyarakat disepanjang pesisir Teluk Kendari. Ketigaaspek yakni pesisir Teluk Kendari besertaTeluk Kendari itu sendiri, kawasan KotaKendari dan hutan lindung Nipa-Nipa danNanga-Nanga merupakan satu kesatuanekosistem yang saling berkaitan.

Oleh karena itu, perubahan yang terjadipada tutupan lahan di wilayah pesisir TelukKendari akan sangat mempengar uhikondisi Kota Kendari. Adanya perubahantutupan lahan, salah satunya dapatmenyebabkan banjir [Susilowati dan Tima,2006], tanah longsor dan kekeringan[Suroso dan Susanto, 2006].

Belum lagi bila dinilai dari sisi intangibleasset (Allen et al., 1998). Pesisir Teluk Kendarijuga adalah intangible asset (asset yang takternilai harganya) dimana merupakandaerah yang dapat dijadikan tujuan wisatakarena keindahan panoramanya, tempathidup beberapa satwa liar seperti burungbangau putih, beberapa jenis reptil, tempatberkembang biak kepiting rawa yangmerupakan komoditas ekspor maupunhutan mangrove yang menjadi penahanabrasi dan sedimentasi yang masuk keTeluk Kendari. Perubahan tutupan lahanakan sangat mer ugikan karena akanmenghilangkan asset Kota Kendari yangtak ternilai harganya ini.

Dengan demikian merupakan hal yangsangat mendesak dan penting untuk meng-indentifikasi dan mengetahui bagaimanakarakteristik perubahan tutupan lahan diwilayah studi, serta sejauh mana perubahantutupan lahan yang terjadi minimal dalamkurun waktu tahun 2003-2009 sesuai keter-sediaan data, untuk meng-hindari rusaknyaasset yang tak ternilai harganya tersebutdan untuk menghindari bencana-bencanayang tentu tidak kita harapkan yang bakalterjadi pada masa yang akan datang.

Penelitian ini bertujuan untuk meng-identifikasi perubahan tutupan lahan dipesisir Teluk Kendari dalam kurun waktutahun 2003-2009. Dan menentukanbesaran perubahan tutupan lahan di pesisirTeluk Kendari dalam kurun waktu tahun2003-2009.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Identifikasi perubahan tutupan lahandilakukan dalam kurun waktu 2003-2009di sepanjang pesisir Teluk Kendari denganpanjang wilayah sekitar 10 km dan lebar0,5-1 km dari garis pantai Teluk Kendari(Gambar 1).

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah GPS (Glo-bal Positioning System) tipe Garmin Oregon550 untuk mengidentifikasi tutupan lahan.Sedangkan bahan yang digunakan adalahcitra satelit Ikonos Kota Kendari hasilperekaman tahun 2003 dan citra satelitQuick Bird Kota Kendari hasil perekamantahun 2009. Kedua citra satelit diperolehdari Badan Perencanaan PembangunanDaerah (Bappeda) Kota Kendari.

Diagram Alur Penelitian

Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan tutupan lahan tidak terlepas dariperubahan pola penggunaan lahanPengertian konversi lahan atau perubahanguna lahan adalah alih fungsi atau mutasilahan secara umum menyangkut tran-formasi dalam pengalokasian sumber daya

Page 86: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

182Analisis Perubahan Tutupan ... (Jaya)

lahan dari satu penggunaan ke penggunaanlain [Tjahjati, 1997]. Penggunaan lahansangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitasdan lokasi, dimana hubungan ketiganyasangat berkaitan, sehingga dianggap sebagaisiklus perubahan penggunaan lahan.

Penelitian mengenai pemanfaatanteknologi penginderaan jauh (remote sens-ing) untuk keperluan pemantauan danidentifikasi perubahan tutupan lahan dantata guna lahan sudah banyak dilakukan.Citra satelit yang digunakan untukkeperluan ini pun beragam, mulai dari citrasatelit resolusi menengah seperti Landsat[Boakye et al., 2008 dan Yudo danNugraha, 2006] maupun citra satelitresolusi tinggi yakni Ikonos maupun QuickBird. Citra satelit merupakan data utama

dalam pengolahan Sistem InformasiGeografis (SIG).

Kota Kendari sebagai ibukota provinsiSulawesi Tenggara tak luput dari tekananterhadap sumberdaya lahan yang ada. KotaKendari saat ini telah berkembang darihanya sebagai kota pelabuhan biasa sejakawal abad ke-20 hingga akhir tahun 1980-an lalu menjadi kota perdagangan, pendidik-an dan jasa saat ini. Laju perkembanganpenduduk dan aktivitas ekonomi di KotaKendari sangat pesat utamanya dalamkurun waktu 2003 hingga 2009, sehinggamenimbulkan masalah lahan dan tata ruang.

Berdasarkan pengamatan, secara gradualperubahan penggunaan lahan di KotaKendari sesungguhnya telah terjadi sejak

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Page 87: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 179 - 188183

Citra satelit Ikonos 2003 (Citra I )

Citra satelit Quick Bird 2009 (Citra II)

Georeferensi Citra I

Geor eferensi Citr a II

I mage Enhancement

Citra I

Im age Enhancem ent

Citr a II

Klas ifikasi Terawasi Citra I

Klas ifikas i Ter awasi Citra II

Survey GPS

Digitasi Tutupan Lahan Citra I

Digitasi Tutupan Lahan Citra I I

Peta Tutupan Lahan Citra I

Peta Tutupan Lahan Citra II

Over lay

Peta Perubahan Tutupan Lahan

2003-2009

Ana lisis

Kesim pulan

Gambar 2. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Page 88: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

184Analisis Perubahan Tutupan ... (Jaya)

akhir dekade 1990-an dan mencapaipuncaknya pada awal tahun 2008 semenjakadanya demam emas Bombana. Ditemu-kannya emas di Kabupaten Bombana telahmendorong munculnya investasi diberbagai bidang di Kota Kendari sebagaiibu kota provinsi. Kota Kendari diminatibukan hanya karena kondisinya yang relatiflebih aman dibandingkan dengan beberapakota lainnnya di Indonesia Bagian Timur,tetapi juga karena lokasinya yang strategissebagai pintu masuk dan keluar dariSulawesi Tenggara. Tersedianya fasilitaspelabuhan laut dan bandar udara cukupmenarik perhatian investor utamanya dibidang pertambangan, perkebunan dankehutanan untuk menanamkan investasi-nya di Kota Kendari.

Multiplier effects dari kegiatan pertambangandi Sultra menjadikan Kota Kendari sebagaipusat pengumpulan hasil-hasil produksidari daerah hinterland-nya dan jugasebaliknya yaitu mendistribusikan hal-halyang dibutuhkan daerah hinterland-nyatersebut. Perkembangan ini menuntutuntuk terpenuhinya berbagai fasilitas gunamenunjang berbagai kegiatan, mulai darikawasan permukiman sampai dengankawasan kegiatan ekonomi kota.

Adanya investasi dan masuknya pemodaldari luar Sulawesi Tenggara juga telahmengubah wajah ibu kota provinsi menjadikota dengan seribu harapan. Lahan-lahanyang tadinya tidur atau terlantar mulaidilirik oleh investor untuk diberdayakandan dibangun. Demikian pula lahan-lahanyang diperuntukkan bagi pertanian tidaksedikit yang beralih fungsi. Tidak terkecualilahan-lahan mangrove dan tambak yangbanyak terdapat di hampir seluruh pesisirTeluk Kendari.

Pesisir Teluk Kendari merupakan kawasanyang mengelilingi Teluk Kendari. Berdasar-kan data citra satelit Ikonos Kota Kendari

yang direkam tahun 2003, terlihat bahwapesisir Teluk Kendari didominasi olehlahan tambak dan mangrove yangmengelilingi pesisir Teluk Kendari utama-nya pesisir bagian selatan kota (Gambar 3).Namun berdasarkan data citra satelit QuickBird hasil perekaman tahun 2009, terlihatbahwa pada beberapa lokasi, telah terjadiperubahan penggunaan lahan dari mangrovedan tambak menjadi kawasan perdagangandan pusat bisnis baru. Selain itu, telah terjadipula konversi lahan mangrove menjadikawasan perumahan dan permukiman(Gambar 4).

Perubahan tutupan lahan ini, tentu sajaakan memberikan dampak negatif bagimasyarakat dan lingkungan. Hilangnyavegetasi mangrove akan menyebabkanberkurangnya sumber pendapatan masya-rakat nelayan karena mangrove diketahuimerupakan tempat pemijahan benih ikan,udang dan kepiting. Berkurangnya man-grove juga dapat menyebabkan berkurang-nya perlindungan pantai dari gelombang danarus air laut. Secara fisik, hutan mangrovedapat melindungi pantai karena sistemperakaran dan kerapatan mangrove akanmengurangi kekuatan energi gelombangdan kecepatan arus air laut yang masuk kedaratan. Terkait perubahan iklim, berkurang-nya tutupan lahan mangrove juga akan me-nyebabkan meningkatnya suhu di sekitar-nya.

Wilayah pesisir yang dikaji dalam penelitianini secara administratif berada pada 17Kelurahan yakni Kelurahan Benu-benua,Punggaloba, Tipulu, Watu-watu, Kemaraya,Lahundape, Korumba, Bende, Lalolara,Kambu, Anduonohu, Rahandouna,Anggoeya, Matabubu, Pudai, Lapulu danKelurahan Abeli. Berdasarkan analisisSistem Informasi Geografis (GIS) total luaswilayah kajian adalah 1386,34 ha.

Berdasarkan analisis Sistem InformasiGeografis, pada tahun 2003, kawasan

Page 89: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 179 - 188185

Sumber: Citra Satelit Ikonos, 2003

Gambar 3. Peta Landuse Pesisir Teluk Kendari Tahun 2003

Sumber: Citra Satelit Quick Bird, 2009

Gambar 4. Peta Landuse Pesisir Teluk Kendari Tahun 2009

Page 90: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

186Analisis Perubahan Tutupan ... (Jaya)

permukiman merupakan kawasan yangpaling luas di pesisir Teluk Kendari denganluas 382,37 ha. Berikutnya tambak denganluas 330,96 ha. Selanjutnya hutan sekunderdengan luas 202, 57 ha. Vegetasi mangrovemenempati luas keempat dengan luas 182ha.

Berdasarkan peta tutupan lahan tahun2003 terlihat bahwa kawasan permukimanpaling dominan berada di bagian utarakawasan teluk yakni di bagian wilayahKecamatan Kendari dan Kendari Barat.Demikian pula halnya kawasan hutanprimer dan sekunder juga berada di wilayahtersebut. Adapun wilayah tambak danhutan mangrove dominan berada di bagianselatan Teluk Kendari.

Berdasarkan analisis peta tutupan lahantahun 2009 yang dibandingkan dengan petatutupan lahan tahun 2003, diperoleh nilai per-ubahan tutupan lahan tahun 2003-2009.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa telahterjadi pengurangan luasan mangrovedalam kurun waktu 6 tahun (2003-2009)sebesar 56,57 Ha. Demikian pula halnyadengan tambak yang berkurang seluas 205,5Ha. Pada saat yang sama, kawasan per-mukiman bertambah luasnya dari 382.37Ha menjadi 674.37 Ha atau mengalamiperluasan sebesar 292 Ha.

Hutan Primer dan sekunder yang beradadi sekitar pesisir Teluk Kendari jugamengalami pengurangan. Bila pada tahun2003, luas hutan primer mencapai 4.73 Hamaka pada tahun 2009 luas hutan primertinggal 1.45 Ha atau terjadi penguranganseluas 3.28 Ha. Hutan sekunder yang padatahun 2003 mencapai luas 202.57 ha, menjadi77.73 ha pada tahun 2009 atau mengalamipenurunan luas sebesar 124.84 Ha.

Secara umum terlihat bahwa komponentata guna lahan hutan primer, hutan

Tutupan Lahan Tahun 2003 Tahun 2009

Perubahan (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)

Mangrove 182 125.43 -56.57 Tambak 330.96 125.46 -205.5 Permukiman 382.37 674.37 + 292 Rawa 17.63 85.94 +68.31 Tubuh air 22.31 24.29 +1.98 Tanah kosong 28.91 58.33 +29.42 Hutan sekunder 202.57 77.73 -124.84 Hutan primer 4.73 1.45 -3.28 Semak belukar 19.19 37.72 +18.53 Kebun 71.09 55.98 -15.11 Ladang 84.35 67.98 -16.37 Vegetasi 32.66 33.03 +0.52 Public Space 6.49 18.46 +11.97

Total Luas (Ha) 1386.34 1386.34

Tabel 1. Kriteria Nilai Parameter Kesesuaian Lahan untuk Tempat Tinggal

Sumber: hasil analisis

Page 91: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 179 - 188187

sekunder, mangrove, tambak, ladang dankebun terkonversi menjadi lahan permukim-an, public space, rawa, tanah kosong danvegetasi lain. Pengurangan yang palingsignifikan terjadi pada lahan tambak danhutan sekunder. Konversi lahan yang palingutama terjadi untuk kawasan permukiman.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis penelitian ini, dapatdisimpulkan: (1) Telah terjadi perubahanpenggunaan lahan dan tutupan lahan dipesisir Teluk Kendari dalam kurun waktutahun 2003-2009. Pola perubahan yangterjadi adalah bertambahnya luas beberapakomponen tata guna lahan dan pada saatyang sama terjadi pengurangan luaskomponen tata guna lahan yang lainnya.(2) Komponen tata guna lahan yangmengalami pengurangan adalah hutanprimer, hutan sekunder, mangrove, tambak,ladang dan kebun dan komponen tata gunalahan yang mengalami penambahan luasadalah permukiman, public space, rawa,tanah kosong dan vegetasi lain. (3) Luasanmangrove dalam kurun waktu 6 tahun

(2003-2009) mengalami pengurangansebesar 56,57 Ha dan lahan tambakberkurang seluas 205,5 Ha. Luas hutanprimer berkurang menjadi 3.28 Ha padatahun 2009. Demikian pula hutan sekundermengalami penurunan luas sebesar 124.84Ha. (4) Kawasan permukiman bertambahluasnya dari 382.37 Ha pada tahun 2003menjadi 674.37 Ha pada tahun 2009 ataumengalami perluasan sebesar 292 Ha.Demikian pula dengan public spacebertambah dari 6,49 Ha pada tahun 2003menjadi 18,46 Ha pada tahun 2009 ataumengalami pertambahan luas sebesar 11,97Ha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh DIPA BLUUnhalu Tahun Anggaran 2011. Untuk itupenulis mengucapkan terima kasih kepadaLembaga Penelit ian Unhalu atasdibiayainya penelitian ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Bappeda KotaKendari atas izinnya menggunakan citrasatelit Ikonos dan Quick Bird sebagai dataprimer dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Jeffery S., Lu, Kang Shou, Potts, Thomas D., 1998, A GIS-Based Analysis and Predictionof Land-Use Change in a Coastal Tourism Destination Area

Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian SumberdayaPesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Boakye, E., Odai, S.N., Adjei, K.A., Annor, F.O., 2008, Landsat Images for Assessment of theImpact of Land Use and Land Cover Changes on the Barekese Catchment in Ghana, EuropeanJournal of Scientific Research, ISSN 1450-216X Vol.22 No.2, pp.269-278,EuroJournals Publishing, Inc.

Manonmani, R., Suganya, G.M.D., 2010, Remote Sensing and GIS Application In Change DetectionStudy In Urban Zone Using Multi Temporal Satellite, International Journal of Geomaticsand Geoscience Volume 1, No. 1, Research Article, ISSN 0976 – 4380.

Page 92: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

188Analisis Perubahan Tutupan ... (Jaya)

Netzband, M., Wentz, E.L., Rahman, A., 2005, Urban Land Cover and Spatial VariationObservation using Satellite Image Data-The Urban Environmental Monitoring Project

Prabaharan, S., Raju, K.S., Lakshumanan, C., Ramalingam, M., 2010, Remote Sensing andGIS Applications on Change Detection Study in Coastal Zone Using Multi Temporal SatelliteData, International Journal of Geomatics and Geoscience Volume 1, No. 2, ResearchArticle, ISSN 0976 – 4380

Prenzel, Bjorn, 2004, Remote sensing-based quantification of land-cover and land-use change for planning,Department of Geography, York University, 4700 Keele Street, Toronto, Ont., Canada,www.elsevier.com

Sreenivasulu, V., Bhaskar, P.U., 2010, Change Detection in Landuse and landcover using RemoteSensing and GIS Techniques, Department of Civil Engineering, Jawaharlal NehruTechnological University, Kakinada, International Journal of Engineering Science andTechnology Vol. 2(12), 2010, 7758-7762, India

Suroso, Susanto, H.A., 2006, Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit BanjirDaerah Aliran Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3 , No. 2., Jurusan TeknikSipil Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah

Susilowati, Tima Santita N.R., 2006, Analisis Perubahan Tata Guna Lahan dan Koefisien Limpasanterhadap Debit Drainase Perkotaan, Media Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, UniversitasSebelas Maret, Surakarta.

Tjahyati, Budhy, et al. 1996. “Pengelolaan Perkotaan dalam MenghadapiTantangan PembangunanPerkotaan”. Prosiding-Forum ManajemenPerkotaan, Bandung.

Yudo, Prasetyo, Nugraha, A.L., 2006, Analisis Tata Guna Lahan Kawasan Waduk KedungomboMenggunakan Citra Satelit Landsat Tahun 1998 dan 2002, Prosiding Pertemuan IlmiahTahunan Masyarakat Pengideraan Jauh Indonesia, Surabaya.

Page 93: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 189 - 198189

ZONASI DAERAH RAWAN BENCANA LONGSORDI SULAWESI SELATAN

Landslide Suceptibility Zonation in South Sulawesi

Nasiah dan Ichsan InvanniFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri MakassarEmail: [email protected]

ABSTRACTLandslide Hazard Zonationin South Sulawesi. Landslides are natural disasters that can cause sub-stantial loss in the form of life and properties. Therefore, it is necessary to inventory landslide-vulnerableareas. A weighted summation model (Dibyosaputro, 1998) was applied to determine the landslide-vulnerable areas in the Geographic Information Systems (GIS). Factors that trigger the landslides aregeology (rock properties, stratigraphy, structural geology, weathering level and earthquake), climate (rain-fall), soil (solum thickness), topography (slope), vegetation (vegetation density) and human (land use);Siagian & Sugalan (in Sutikno, 1991) in combination with Dibyosaputro (1998). There are fiveclasses of landslide vulnerability i.e. invulnerable, fairly vulnerable, quite vulnerable, vulnerable, andvery vulnerable. In general, South Sulawesi is quite vulnerable to landslides, but there are three regenciesvery vulnerable for landslides; Luwu, Northern Luwu and Northern Toraja.Keyword : landslide, SouthSulawesi.

Keywords: landslide, South Sulawesi

ABSTRAKZonasi Daerah Rawan Bencana Longsor di Sulawesi Selatan. Longsor merupakan bencana alamyang dapat mengakibatkan kerugian baik berupa jiwa maupun harta benda. Oleh karena itu,maka perlu dilakukan penelitian inventarisasi daerah rawan bencana longsor. Model yangditerapkan untuk menentukan daerah rawan bencana longsor yaitu metode penjumlahan harkatDibyosaputro (1998) dengan menerapkannya pada Sistem Informasi Geografi (SIG). Beberapafaktor penyebab longsor adalah geologi (sifat batuan, stratigrafi, stuktur geologi, tingkat pelapukandan kegempaan), iklim (curah hujan), soil (tebal solum), topografi (kemiringan lereng), vegetasi(kerapatan vegetasi) dan manusia (penggunaan lahan) merupakan kombinasi Siagian dan Sugalan(dalam Sutikno, 1995) dengan Dibyosaputro (1998). Hasil analisis menunjukkan bahwa diSulawesi Selatan terdapat 5 kelas tingkat rawan bencana longsor yaitu tidak rawan, agak rawan,cukup rawan, rawan, dan sangat rawan. Secara umum Provinsi Sulawesi Selatan termasuk cukuprawan bencana longsor, tetapi ada tiga kabupaten yang sangat rawan longsor yaitu; Luwu, LuwuUtara, dan Toraja Utara.

Kata kunci: longsor, Sulawesi Selatan

Page 94: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

190Zonasi Daerah Rawan ... (Nasiah dan Invanni)

PENDAHULUAN

Longsor akhir akhir ini sering terjadihampir selur uh wilayah Indonesia,merupakan suatu bencana yangmengakibatkan kerugian yang cukup besarbaik berupa jiwa maupun harta benda. Halitu menyebabkan bencana ini dianggapsebagai bencana nasional yang harusditanggulangi bersama seluruh rakyat In-donesia. Kerugian yang ditimbulkanefeknya dalam jangka waktu yang lamapada kehidupan masyarakat. Besarnyakerugian yang ditimbulkan oleh bencanaalam longsor tersebut, disebabkanminimnya informasi secara spasial dantemporal tentang wilayah-wilayah manayang rawan bencana longsor. Oleh karenaitu, maka perlu dilakukan penelitianinven-tarisasi daerah rawan/rentanbahaya longsor. Jika longsor yang akanterjadi dapat diperkirakan maka dapatditentukan model penanggulangannya dantindakan konservasi tanah yang diperlu-kan agar t idak ter jadi longsor ataukerusakan lahan supaya dapat diperguna-kan secara lestari.

Faktor penyebab longsor yaitu iklim(curah hujan), topografi (kemiringan danpanjang lereng, vegetasi (penggunaanlahan), tanah (jenis tanah), dan faktormanusia (pengelolaan lahan/tindakankonservasi). Faktor manusia yang palingmenentukan apakah tanah yang di-usahakan akan rusak atau menjadi baikdan produktif secara lestari. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusiaterhadap penggunaan lahan tentu akanberdampak pada longsor dan lingkungan-nya (Kartasapoetra, 1991).

Kebijakan penanggulangan ben-cana danpenerapan konservasi lahan kurang berhasilatau bahkan gagal total, disebabkan kurangmelibatkan masyarakat utamanya masya-rakat lokal, sehingga mereka tidak memahami

kepentingannya sendiri. Ketidak pahamantersebut menyebabkan aktivitasnya malahmenimbulkan bencana longsor dankerusakan lahan yang menimbulkankerugian besar pada mereka sendiri.

Besarnya kerugian yang ditimbulkan olehbencana longsor telah menjadi isu Nasionalmaupun Internasional, sehingga dirasakanoleh peneliti perlu kajian yang mendammengenai hal tersebut utamanya bagaimanasystem informasi tentang bencana tersebutsecara keruangan, cepat mudah dikelolaagar dampak atau kerugian yang ditimbul-kan bisa diminimalisir. Daerah sebaran yangterkena longsor cukup luas, namun dalampenelitian ini hanya difokuskan di ProvinsiSulawesi Selatan.

Banyaknya kerugian yang ditimbulkanbencana alam longsor tersebut sehinggapeneliti tertarik mengkaji secara geografisyaitu dengan menggunakan pendekatanekologi (ecological approach), pendekatankeruangan (spatial approach). Pendekatanekologi dimaksudkan untuk menganalisisfaktor-faktor lingkungan sebagai penyebabterjadinya bencana longsor. Pendekatankeruangan dimaksudkan untuk meng-analisis daerah-daerah yang potensi rawanbencana longsornya tinggi.

Berdasarkan hal tersebut perlu ada peneliti-an yang terkait dengan zonasi daerahrawan bencana longsor di wilayah ProvinsiSulawesi Selatan. Adapun permasalahanPenelitian yaitu ; 1. Bagaimana tingkatrawan bencana longsor di wilayahPenelitian; 2. Bagaimana persebaran daerahrawan bencana longsor di wilayahpenelitiam.

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitianini adalah : 1. Mengetahui tingkat rawanbencana longsor di wilayah Penelitian, 2.Mengetahui persebaran daerah rawanbencana longsor di wilayah Penelitian.

Page 95: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 189 - 198191

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitianini adalah data primer dan data sekunder.Data primer dikumpul-kan langsung darihasil observasi (pengamatan dan peng-ukuran), dari informan dari responden.

Data Primer. Data yang akan dikumpulkandalam penelitian ini yaitu ; Citra LandsatProvinsi Sulawesi Selatan, Kemiringanlereng, Kedalaman pelapukan, Kedalamantanah, Pengelolaan tanah, Kerapatan vegetasi,Penggunaan lahan, dan Wawancara denganmasyarakat dengan menggunakankuaesioner.

Data Sekunder, meliputi : Peta Adminis-tratif Provinsi Sulawesi Selatan skala 1 :250.000, Peta Rupabumi Indonesia skala1: 250.000 10 lembar Edisi-1 tahun 1993,Peta Geologi Provinsi Sulawesi Selatanskala 1: 250.000, tahun 1999, Peta TanahTinjau Provinsi Sulawesi Selatan tahun1999 skala 1 : 250.000, Peta PenggunaanLahan Provinsi Sulawesi Selatan tahun1999, skala 1 : 250.000, Peta LokasiStasiun Hujan Propinsi Sulawesi Selatanskala 1 : 250.000., Data Curah seluruhstasiun di wilayah Provinsi SulawesiSelatan + 10 tahun terakhir, Peta TingkatKerawanan Bencana Gempa ProvinsiSulawesi Selatan skala 1 : 250.000., Data-data dari penelitian sebelumnya dan studiliteratur yang ada.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian initerdiri atas alat pengukuran di lapangan danalat laboratorium. Alat-alat tersebut sebagaiberikut:

(1) Alat pengukuran di lapangan. Terdiriatas GPS, Altimeter untuk mengukur

ketinggian tempat dari permukaan air laut,Abney level untuk mengukur kemiringanlereng, Kompas geologi untuk mengetahuiarah dan kemiringan lereng, Rollmeteruntuk mengukur panjang lereng, Linggis,garpu, dan sekop, untuk membuat profiltanah, Bor tanah untuk penentuankedalaman pelapukan, dan kedalamantanah, Palu Geologi untuk memecahkanbatuan dalam pengamatan jenis batuan,Alat tulis menulis, digunakan dalampemberian kode /nomor sampel atau untukmencatat data di lapangan, Kuesioner ataudaftar pertanyaan yang digunakan untukwawancara pada masyarakat, Kamerauntuk pengambilan gambar di lapanganyang sesuai dengan sasaran penelitian. (2)Alat- alat Laboratorium. Alat laboratoriumyang digunakan yaitu Komputer.Digunakan untuk mendigitasi, mengolahdata, analiis data, dan pengetika laporan.Untuk analisis Citra Landsat digunanakanprogram Er-Mapper, dan pembuatan peta,digunakan komputer Sistem InformasiGeografis (SIG) menggunakan programArcGis versi 8,0 di Laboratorium SIGJurusan Geografi FMIPA UNM.

Populasi dan Sampel

Populasi atau sasaran dalam penelitian iniadalah seluruh wilayah provinsi SulawesiSelatan. Oleh karena wilayahnya cukupluas untuk memudahkan dalam pelaksana-an penelitian ini dibuat unit analisis yaitupeta satuan lahan ( land unit) yangditunpangsusun (overlay) dari peta tematik; Kemiringan lereng, peta jenis tanah, danpeta penggunaan lahan Provinsi SulawesiSelatan menggunakan sistem informasiGeografis (Geography Information System)dengan software ArcGis.

Penentuan titik sampel dilakukan secarapurposif sampling. Pada setiap titik sampel

Page 96: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

192Zonasi Daerah Rawan ... (Nasiah dan Invanni)

dilakukan pengukuran, pengamatan, danwawancara dengan masyarakat. Dengancara ini diharapkan dapat representatifsehingga tujuan penelitian dapat tercapai.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakandisesuaikan dengan data yang diperlukanmeliputi: Teknik Observasi (pengamatandan pengukuran), Teknik Dokumentasi,dan Teknik Wawancara.

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini dilakukan analisis databerikut ini yaitu (1) Analisis di Laboratoriumkomputer dengan menggunakan SIGdengan software Er-Mapper dan ArcGis. AnalisisCitra Landsat dengan program Er-Mapper.Analisis peta daerah rawan bencana longsor,digunakan program ArcGis versi 9,0. (2)Analisis Daerah Rawan Bencana Longsor

Daerah rawan bencana longsor ditentukandari hasil tumpangsusun (overlay) denganpenjumlahan harkat variabel penentutingkat kerawanan bencana longsor denganprogram SIG software ArcGis versi 9,0.Variabel yang digunakan adalah kombinasiSugalang dan Siagian (1991), dalam Sutiknodkk, (1995) dengan dengan Dibyosaputro(1999) dengan pengem-bangan.

Masing masing klas parameter lahan yangmerupakan faktor penentu tingkat rawanlongsor diberikan harkat. Ada 10 (sepuluh)variabel yang ditetapkan sebagai faktorpenentu tingkat rawan bencana longsorlahan tersebut, yang selanjutnya ditentukankelas tingkat rawan bencana longsorsebagai berikut. Adapun 10 variabel yaitu:aspek geologi yang meliputi; sifat batuan,stratigrafi, struktur geologi, kedalamanpelapukan, dan kegempaan. Aspek topo-

grafi yaitu kemiringan lereng. Aspek tanahmeliputi; ketebalan solum tanah. Aspek iklimyaitu intensitas curah hujan. Aspek Vegetasiyaitu kerapatan vegetasi, dan penutup lahan.Aspek manusia yaitu aktivitas manusiayang tergambar dalam penggunaan lahan.

Dengan menggunakan 10 (sepuluh) faktorpenentu tingkat rawan bencana longsorlahan, dapat ditentukan klas tingkat rawanbencana longsornya lahannya, yaitumenggunakan rumus berikut ini.

Jumlah variabel yang digunakan 10 variabel(a) Jumlah harkat terendah dari 10

variabel 10(b) Jumlah Harkat tertinggi dari 10 variabel

45(c) Besar Klas Interval

kb - c I

Dimana:I = Besar julat kelasb = Jumlah harkat terendahc = Jumlah harkat tertinggik = Jumlah kelas yang diinginkan

Berdasarkan persamaan tersebut di atas,maka besar julat masing masing-masingklas rawan bencana disetiap satuan lahanadalah :

5735

5

10 - 45 I

Dengan demikian maka klas rawan bencanalongsor dapat ditetapkan dengan interval 7(Tujuh) seperti yang disajikan Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Daerah Penelitian

Daerah penelitian mencakup wilayah

Page 97: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 189 - 198193

Provinsi Sulawesi Selatan, terletak antara01o 55’ LS Sampai 06o 43’ LS, 119o

23’sampai 121o 48’ BT. Daerah inimencakup selur uh wilayah-wilayahkabupaten dan kota yang berada di wilayahProvinsi Sulawesi Selatan sebanyak 24.

Mulai dari Kabupaten Luwu Utara, LuwuTimur, Kota Palopo, Luwu, Wajo, Bone,Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto,Takalar, Gowa, Makassar, Maros, Pangkep,Barru, Parepare, Sidrap, Soppeng, Pinrang,Enrekang, Tanah Toraja dan TanahTorajaUtara. Seluruh daerah penelitian merupa-kan wilayah yang bervariasi dari daratanrendah sampai pegunungan, WilayahProvinsi Sulawesi Selatan berbatasandengan : Sebelah Utara Provinsi SulawesiTengah, Sebelah Timur Teluk Bone danSulawesi Tenggara, Sebelah Selatan LautFlores, Sebelah Barat Selat Makassar danProvinsi Sulawesi Barat. Luas wilayahProvinsi Sulawesi Selatan yaitu seluas4.542.776,49 ha.

Iklim sebagai salah satu faktor lingkunganfisikal mempunyai peranan penting dalammenentukan keadaan fisik suatu daerah.Tipe iklim daerah Penelitian menurut sys-tem Koppen termasuk iklim A. (iklim hujantropis) yang terdiri dari Af, Am, dan Aw.Kondisi iklim tersebut berarti iklim wilayahProvinsi Sulawesi Selatan iklim tropis basah

hingga kering. Menurut data curah hujandari 175 stasiun di wilayah ProvinsiSulawesi Selatan, jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar kurang dari 1000 mmhingga lebih 4000 mm per tahun.

Secara fisiografi daerah Penelitian terletakdi Lengan Selatan Sulawesi yang memilikikondisi geologi yang sangat rumit. DaerahPenelitian tersusun atas beberapa formasibatuan yang meliputi 69 formasi. Dari 69formasi tersebut secara garis besarnyaterdiri dari batuan beku (batuan intrusi danbatuan ekstrusi), batuan sedimen sungaidanau dan laut (laut dangkal dan lautdalam),dan batuan metamorf.

Proses geomorfologi yang bekerjamencakup proses pelapukan, pelarutan,erosi maupun pengendpan oleh sungai.Sebagai akibat dari proses pelapukandengan bernagai tingkatan dan faktor-faktor pembentuk tanah yang lain sehinggaberkembangnya yang bermacam-macam.Berbagai jenis tanah yang berkembang didaerah Penelitian meliputi: tanah Aluvial,Komplek Lasosol, Regosol, Grumosol,Renzina, Mediteran, Brown Forest.

Kondisi hidrologi tidak lepas dari faktortopografi, geomorfologi, batuan dan iklim.Perubahan musim hujan dan kemarauselain berpengaruh pada kondisi air

Sumber: Dibyosaputro (1998) dengan pengembangan

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Rawan Bencana Longsor

N o. Klas Klas Interval Tingkat Rawan Longsor

1. I = 17 T idak Rawan 2. I I 18 – 24 Agak Rawan 3. II I 25 – 31 Cukup Rawan 4. IV 32 -38 Rawan 5. V = 39 Sangat Rawan

Page 98: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

194Zonasi Daerah Rawan ... (Nasiah dan Invanni)

permukaan, juga mempengaruhi air tanah.Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan memilikiperbedaan waktu musim hujan antaraSulawesi Selatan bagian barat dan SulawesiSelatan bagian timur.

Penggunaan lahan adalah penggunaansumberdaya alam untuk kesejahteraan yangtercermin dalam berbagai bentuk pemanfaat-an lahan. Di daerah penelian terdapat 13jenis penggunaan lahan yaitu; Hutan lahankering, hutan mangrove, semak, hutan tanam-an industri, per-kebunan, pertanianlahankering, savana, sawah, permukiman,pertambangan, tambak dan tanah terbuka.

Tingkat Rawan Bencana Longsor

Tingkat rawan bencana longsor ditetapkandari hasil tumpangsusun (overlay) petatematik sepuluh variabel faktor penyebablongsor. Kesepuluh variabel tersebut yaitu;Geologi (sifat batuan, stratigrafi, strukturgeologi, kedalaman pelapukan, tingkatrawan gempa), tanah (ketebalan solum),iklim (curah hujan), topografi (kemiringanlereng), vegetasi (kerapatan vegetasi),manusia (penggunaan lahan).

Di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan darihasil overlay kesepuluh faktor penyebablongsor diperoleh 5 (lima) kelas tingkatrawan bencana longsor, meliputi ; tidakrawan, agak rawan, cukup rawan, rawandan sangat rawan. Secara umum ProvinsiSulawesi Selatan cukup rawan bencanalongsor terdapat 2398,250.18 Ha atau52,79 persen, yang tidak rawan hanya13442.90 Ha atau 0,30 persen. Daerahyang sangat rawan bencana longsor hanyaseluas 21,049.82 Ha atau 0.46 persenUntuk lebih jelasnya lihat Tabel 2.

Sebaran Daerah Rawan Bencana Longsor

Daerah yang cukup rawan bencana longsor-nya tersebar hampir seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.Daerah yang sangat rawan bencana longsortersebar di 3 (tiga) Kabupaten meliputi;Luwu Utara (Kecamatan Rambo), Luwu(Kecamatan Lamasi dan Walengrang) danTana Toraja Utara (Kecamatan Balusu,Sesean, Sa’dan). Untuk lebih jelasnya lihatGambar 1 (Lampiran) Peta Tingkat RawanBencana Longsor Provinsi SulawesiSelatan.

Sumber: hasil analisis

No Kelas Kriteria Kelas Rawan Bencana Luas (Ha) Persen (%) 1. 0 Perairan Perairan 93218.81 2.05 2. I = 17 Tidak Rawan 13442.90 0.30 3. II 18 - 24 Agak Rawan 804,971.32 17.72 4. III 25 - 31 Cukup Rawan 2398,250.18 52.79 5. IV 32 - 38 Rawan 1221843.46 26.68 6. V = 39 Sangat Rawan 21,049.82 0.46

Jumlah 4,542,776.49 100.00

Tabel 2. Tingkat Rawan Bencana Longsor di Provinsi Sulawesi Selatan

Page 99: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 189 - 198195

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis secara umum diProvinsi Sulawesi Selatan sebagian besarwilayahnya cukup rawan terhadap bencanalongsor. Oleh karena sifat geologinya yangkomplek, ke-miringan lereng bervariasi,dan curah hujan bervariasi dari sangatrendah hingga sangat tinggi. Wilayah yangsangat rawan terjadi bencana longsortersebar di 3 (tiga) kabupaten yaitu; LuwuUtara, Luwu, dan Tanah Toraja Utara.

Dari hasil analisis dapat direkomendasi-kan bahwa perlu adanya kesadaran

pemerintah dan masyarakat memahamifaktor penyebab longsor di wilayahnyaagar akt ivitasnya dalam memenuhikebutuhan t idak tenjadi penyebabterjadinya longsor.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanbeserta stafnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Bencana Longsor Gunung Bawakaraeng. Berita. (http//www.fajar.co.id/koran/1263039174/FAJAR.UTM-11-8.pdf).

Anonim, 2006. Data Kerusakan dan Kerugian Bencana Alam Sinjai. Berita. PKPU OnlineMakassar, 26/6/2006.

Anonim, 2009. Longsor Poros Malino Majannang. Berita Tribun Timur, 2 Februari 2009.

Anonim, 2009.Gunung Bawakaraeng Masih Mengancam. Berita. (http// www.sabo.int.org/case/bawakaraeng.pdf).

Anonim, 2010. Archive for category Tanah Longsor. Berita. Error! Hyperlink reference not valid.

Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institud Pertanian Bogor.

Basri. 1987. Dasar-Dasar Geomorfologi Indonesia. Penerbit UI.Jakarta.

Bemmelen, V.R.W. 1942. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and AdjacentArchipelagoes. Vol IA. The Hague Wageningen.

Budiyanto, Eko. 2004. Sistem Informasi Geografis Menggunakan MapInfo. Andi Yogyakarta.

Daldjoeni, N. 1986. Pokok Pokok Klimatologi. Alumni. Bandung.

Departemen P.U. 1987. Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran. Yayasa Badan PenerbitPU. Jakarta.

Dibyosaputro, Suprapto. 1997. Geomorfologi Dasar. Fakultas Geografi Universitas GadjahMada. Yogyakarta.

Page 100: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

196Zonasi Daerah Rawan ... (Nasiah dan Invanni)

Dibyosaputro, Suprapto. 1998. Pemetaan Longsor Kabupaten Kulonprogo. Laporan Penelitian.Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Dibyosaputra, Suprapto. 1999. Longsor Lahan di Daerah Kecamatan Samigaluh kanupatenKulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia. UGM.Yogyakarta

Graha, D.S. 1987. Batuan dan Mineral. Penerbit Nova Bandung.

Hartuti, Evi Rine, 2009. Buku Pintar Gempa. DIVA Press.Yogyakarta.

Harjowigeno, S.1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, AKAPRESS, Jakarta

Kartasapoetro, G. 1991. Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Rineka Cipta, Jakarta.

Katili, J.A. Geologi. Percetakan Kilatmadju. Bandung.

Nasiah, 2008. Zonasi Bahaya Longsor di Wilayah Hulu DAS Kelara Kabupaten Gowa.Laporan Penelitian. UNM Makassar.

Nasiah, 2010. Zonasi Bahaya Longsor Lahan di DAS Dondole Keamatan TompobuluKabupaten Gowa. Jurnal LaGeografia. Jurusan Geografi FMIPA UNM.

————, 2012. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor dan Model PenanggulanganBencana Berbasis Masyarakat. Laporan Penelitian Strategis Nasional. Dikti. UNMMakassar.

Notohadiprawiro, N. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber Daya Lahan UGM

Sitter, L.U. 1974. Structural Geology. Mc. Graw Hill Book Company New York.

Soeriaatmadja, R.E. 1989. Pengembangan Analisis Risiko Bencana Alam Sebagai BagianDari PP 29/1986 Tentang AMDAL. Makalah Pusat Penelitian dan PengembanganGeologi. Bandung.

Suharyadi. 1984. Geologi Teknik Untuk Teknik Sifll Biro Penebit TS UGM. Yogyakarta.

Sudjadi, M., I.M. Widjik dan M. Soleh.1971. Penuntun Analisis Tanah, Air dan Tanaman.Bagian Kesuburan Tanah LPT Bogor.

Sungkowo, Andi, Yudo Wiyono. 1994. Petunjuk Praktikum Geomorfologi. UPN VeteranYogyakarta.

Suriamiharja, D.A.2000. Dinamika Pertumbuhan dan Penggunaan Hamparan DeltaJeneberang. Laporan Penelitian. PPLH. UNHAS

Sutikno, dkk,. 1995. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Provinsi Jawa Tengah. LaporanPenelitian. Kerjasama antara BAPPEDA TK I. Provinsi Jawa Tengah dengan FakultasGeografi UGM. Yogyakarta.

Page 101: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 189 - 198197

Thornbury, W.D. 1969. Principles of Geomorphology Second Edition. John Wiley and Sons, Inc.New York – London – Sydney – Toronto.

Uca, dan Nasiah. 2007. Pemetaan dan Zonasi Rawan Longsor Kabupaten Enrekang. LaporanPenelitian. Bappeda Kabupaten Enrekang.

Yousman, yeyep. 2004. Sistem Informasi Geografis dengan MapInfo Profesional. Andi Yogyakarta.

Zaruba, Q and Vojtech Mencl. 1982. Landslides And Their Control. Elsevier ScientificPublishing Company.

Page 102: Vol. 27, No. 2, Desember 2013 ISSN 0852-0682

198Zonasi Daerah Rawan ... (Nasiah dan Invanni)

LAMPIRAN

Gambar 1. Peta Tingkat Rawan Bencana Longsor Provinsi Sulawesi Selatan