volume 4 no.2 edisi juli - desember...

56

Upload: others

Post on 05-Feb-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca
Page 2: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019

BERITA PSTA3 Perjalanan Kompetisi Muatan Balon Atmosfer

(KOMBAT) ke-5

6 Peran PSTA LAPAN dalam Konsorsium Uji Dinamik Roket Pertahanan (R-Han) 122B

9 Seminar Nasional Sains Atmosfer 2019 dan Upaya Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

11 Paracita Atmaloka Adventure Camp 2019 SDGs for Young Leaders

14 Training on Hydrometeorological Disaster Prevention: Program Visiting Scholar Perdana sebagai Awal Kerja Sama PSTA dengan DPRI

PROFIL15 Jejak Karir Djoko Trianas

HIGHLIGHT17 Mengamati Musim di Indonesia

FOKUS20 Klasifikasi Iklim di Jawa dan Bandung dan dampak

Perubahan Skala Ruang

24 Fenomena Enso sebagai Salah Satu Pemicu Variabilitas Curah Hujan di Indonesia

27 Mengenal Mascarene High

29 Kontribusi Gunung pada Variabilitas Iklim

31 Saatnya Melirik Interaksi Troposfer-Stratosfer untuk Memahami Perubahan Iklim

OPINI33 Indian Ocean Dipole (lOD): Sang Penghambat

Datangnya Awal Musim Hujan di Pulau Jawa

QUESTIONs & ANSWERs35 Menelaah Mitos dan Mematahkan Hoax di

Masyarakat dengan Teori Sains Atmosfer

TUTORIAL38 Panduan Instalasi dan Simulasi WRF di Linux berbasis

Windows Bagian I: Instalasi WRF

SERBA SERBI41 PPID: Melayani Setulus Hati

42 Mengukur Distribusi Ukuran Butiran Hujan (RDSD) menggunakan Parsivel Disdrometer

44 PM2,5 - 'Makhluk Halus' yang Mengancam Kesehatan Dimanapun Kita Berada

47 Mengamati Pergantian Musim di Wilayah Ekstratropis

TIPS & TRICK50 Merantau di Negeri Ginseng

GALERI KEGIATAN PSTA53 Galeri Kegiatan PSTA

KUIS

KOMIK PaSTA Coffee

Ketentuan bagi Penulis Buletin ANTASENA

Naskah yang dikirim merupakan karya penulis sendiri dan belum pernah dipublikasikan pada media publikasi lainnya.

Naskah diketik dalam Microsoft Word dengan format 1 kolom, Times New Romans 12, spasi 1,2.

Ukuran kertas A4.

Panjang Naskah maksimal 5 halaman termasuk gambar dan/atau tabel.

Naskah tidak disertai abstrak dan daftar pustaka.

Naskah dikirim ke [email protected]

Diterbitkan oleh:Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA)Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Alamat:Jl. Dr. Djundjunan No, 133 Bandung 40173Telepon: (022) 6037445Fax: (022) 6037443Email: [email protected]

Pembina: Kepala LAPAN Deputi Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer

Penanggung jawab: Kepala Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Kepala Bidang Diseminasi PSTA

Redaktur:Risyanto

Penyunting Pelaksana:Nani CholianawatiTiin SinatraDita Fatria AndariniListi Restu Triani

Desain Grafis:Emmanuel Adetya

Sekretariat:Sigit Kurniawan Jati W.

Page 3: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera,

Pertanyaan terkait cuaca yang seringkali muncul di setiap pertengahan sampai akhir tahun adalah kapan kemarau berakhir, atau kapan musim hujan tiba. Seperti kita ketahui, di tahun 2019 ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang jauh lebih lama dari biasanya. Kemarau tahun ini juga disinyalir memperburuk kejadian kebakaran hutan dan lahan seperti yang dilaporkan terjadi di beberapa daerah di Sumatera. Isu-isu mengenai pergeseran, durasi dan penentuan awal musim merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas. Termasuk di dalamnya adalah variasi parameter cuaca dan iklim seperti suhu, tekanan, curah hujan, kelembapan, angin dan radiasi. Untuk itu, Antasena kali ini (Volume 4 Nomor 2 Edisi Juli – Desember 2019) mengangkat tema “variabilitas atmosfer”.

Terdapat beragam rubrik menarik yang kami sajikan, dengan artikel utama dimuat dalam “Highlight” berjudul “Mengamati Musim di Indonesia”. Artikel pendukung dalam rubrik “Fokus” membahas topik-topik seperti klasifikasi iklim, fenomena ENSO, Mascarene High, kontribusi topografi dalam iklim, serta interaksi troposfer – stratosfer. Rubrik “Opini” berisi pandangan Prof. Eddy Hermawan mengenai apa yang menjadi penyebab terlambatnya musim hujan di Indonesia tahun ini.

Di edisi kali ini, kami juga merangkum beberapa mitos dan hoax terkait cuaca/iklim yang biasa beredar dan dipercaya di masyarakat dalam rubrik “QnA”, lengkap beserta bagaimana penjelasannya dalam perspektif sains atmosfer. Menarik, bukan? Tidak hanya itu, artikel dalam rubrik-rubrik lainnya seperti “Serba-serbi”, “Tips and Trick” dan “Tutorial” diharapkan dapat pula menambah wawasan pembaca.

Dokumentasi seputar kegiatan PSTA selama pertengahan – akhir 2019 seperti biasa kami sajikan dalam rubrik “Berita” dan “Galeri Kegiatan PSTA”. Di rubrik “Profil”, kami mengenalkan Pak Djoko (Djoko Trianas), salah satu figur senior LAPAN Bandung yang telah malang melintang di dunia kearsipan.

Akhir kata, tak lupa kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan kontribusi dari semua pihak yang telah membantu penerbitan Antasena edisi kali ini.

Selamat membaca dan semoga larut di dalamnya!

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

SALAM REDAKSI

Page 4: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

3Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Sosialisasi KOMURINDO dan KOMBAT di Universitas Udayana, Bali (kiri) dan Universitas Sriwijaya, Palembang Sumatera Selatan (kanan).

Penelitian di bidang teknologi atmosfer dewasa ini berkembang dengan pesat, d i a n t a r a n y a a d a l a h t e k n o l o g i u n t u k pengamatan profil atmosfer. Pengamatan atmosfer secara vertikal sangat dibutuhkan untuk mengetahui kondisi parameter atmosfer seperti tekanan, temperatur, dan kelembapan di beragam level ketinggian. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan pengamatan ini adalah radiosonde. Radiosonde m e r u p a k a n s e p e r a n g k a t a l a t y a n g diterbangkan menggunakan wahana balon atmosfer yang dapat mengukur parameter-parameter atmosfer dan mengirimkan datanya melalui gelombang radio ke sistem penerima di permukaan bumi.

Mengingat pentingnya pengamatan atmosfer menggunakan radiosonde, maka kemampuan mengembangkan teknologi pengamatan ini sudah sepatutnya dimiliki oleh kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk meningkatkan kemandirian bangsa. Untuk itu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) melalui b i d a n g D i s e m i n a s i , menyelenggarakan Kompetisi Muatan Balon Atmosfer (KOMBAT) yang merupakan bagian dari program edukasi keantariksaan. Kompetisi ini dimaksudkan untuk memberikan fasil itas kepada m a h a s i s w a g u n a m e n g a p l i k a s i k a n i l m u d a n kemampuan kerekayasaannya.

D e n g a n a d a n y a p e n g e m b a n g a n t e k n o l o g i instrumentasi untuk pengamatan atmosfer, maka akan bertambah pula hasil atau data pengamatan atmosfer yang sangat penting untuk penelitian sains atmosfer dan b idang-b idang terka i t lainnya.

KOMBAT pertama kali diselenggarakan di Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 2014. Kompetisi ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan Kompetisi Muatan Roket dan Roket Indonesia (KOMURINDO) dan Kompetisi Wahana Sistem Kendali. KOMBAT diadakan setiap tahun hingga tahun 2017. Pada penyelenggaraannya yang ke-5, yaitu tahun 2018-2019, kompetisi ini diubah menjadi ajang dua tahunan. Hal ini dilakukan agar para peserta memiliki persiapan yang lebih baik terkait materi kompetisi.

KOMBAT 2018-2019 diawali dengan sosialisasi yang diadakan di kampus-kampus di Indonesia yang telah dipilih secara bergiliran. Pada tahun 2018 sosial isasi di lakukan di Universitas Udayana – Bali dan Universitas Sriwijaya – Palembang, Sumatera Selatan. Kedua lokasi ini dipilih untuk mempermudah calon peserta kompetisi, baik dari wilayah timur maupun wilayah barat Indonesia agar dapat menghadiri kegiatan sosialisasi. Adapun tujuan sosialisasi adalah untuk mempromosikan dan mengajak mahasiswa bergabung di kompetisi yang diadakan oleh LAPAN tersebut.

PERJALANAN KOMPETISIMUATAN BALON ATMOSFER (KOMBAT) KE-5

BE

RIT

A P

ST

A

Page 5: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

4 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Serangkaian uji telemetri yang terdiri atas uji berat (a), uji dimensi (b), uji fekuensi (c) dan uji komunikasi (d).

Workshop KOMBAT di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY)

Acara puncak KOMBAT 2018-2019 diselenggarakan pada tanggal 24-25 Agustus 2019 di Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Acara ini merupakan tahap terakhir dari rangkaian kegiatan kompetisi

muatan balon atmosfer. Setiap peserta KOMBAT mengikuti uji telemetri dan uji terbang. Pada pengujian terakhir ini muatan peserta akan diperiksa kembali kesesuaian spesifikasinya dengan rulebook yang telah ditentukan panitia. Pengujian telemetri terdiri dari uji berat, uji dimensi, dan uji komunikasi (pengujian komunikasi antara pemancar dan penerima radio pada jarak dekat).

Seleksi tahap awal KOMBAT 2018-2019 diikuti oleh 30 perguruan tinggi di Indonesia. Seluruh tim tersebut dinyatakan lolos pada seleksi tahap pertama dan dapat meneruskan proses seleksi ke tahap berikutnya. Pada seleksi tahap kedua, para peserta diminta untuk mengirimkan video perkembangan yang telah mereka kerjakan. Seleksi tahap kedua ini meloloskan 24 tim, untuk selanjutnya dapat mengikuti kegiatan workshop dan acara puncak kompetisi.

K e g i a t a n w o r k s h o p d i s e l e n g g a r a k a n d i U n i v e r s i t a s Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada bulan Oktober 2018. Kegiatan ini diisi d e n g a n p e m b e r i a n m a t e r i s e r t a bimbingan teknis terkait kompetisi balon atmosfer sebagai persiapan menuju a c a r a p u n c a k k o m p e t i s i y a n g diselenggarakan pada bulan Agustus 2019.

BE

RIT

A P

ST

A

Page 6: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

5Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Pemberian hadiah Juara 1 KOMBAT 2018-2019.Penerbangan balon.

Sensor yang ada pada muatan yang diterbangkan oleh balon tersebut akan mengukur parameter atmosfer di setiap ketinggian, kemudian mengirimkan datanya ke sistem penerima di permukaan bumi (ground station). Penilaian pada tahap uji terbang ini didasarkan pada kualitas data yang diterima di ground station, yang mencakup kontinuitas, akurasi atau kesesuaian dengan data referensi, serta tampilan (interface) sistem penerima yang dibuat oleh masing-masing peserta. Setelah beberapa tahapan seleksi dalam kompetisi ini dilalui, tim terbaik yang berhasil meraih peringkat pertama pada KOMBAT 2018-2019 akhirnya jatuh pada tim POLAR dari Politeknik Negeri Batam.

(Penulis: Soni Aulia Rahayu dan Edy Maryadi)

Pengujian telemetri ini menentukan tim mana saja yang diperbolehkan mengikuti uji terbang pada keesokan harinya. Tujuan pengujian telemetri ini adalah untuk melihat kesiapan muatan peserta sebelum mengikuti uji terbang. Pada acara puncak kompetisi, uji terbang dilakukan dengan menerbangkan muatan peserta menggunakan 2 buah balon atmosfer.

BE

RIT

A P

ST

A

Page 7: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

6 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 1. Uji dinamik roket R-Han 122B yang ditembakkan dengan menggunakan Multiple Launch Rocket System (MLRS) menuju titik sasaran.

(Sumber Gambar : https://pindad.com/dua-puluh-lima-unit-rhan-122b-berhasil-diluncurkan)

Salah satu program prioritas nasional Kementrian Pertahanan Republik Indonesia ( K e m h a n ) a d a l a h k e m a n d i r i a n d a l a m pengembangan alat utama sistem persenjataan (a luts i s ta) , termasuk d iantaranya yai tu pengembangan roket pertahanan (R-Han). Roket pertahanan yang saat ini dikembangkan oleh Kemhan adalah R-Han 122B, yang merupakan roket balistik berhulu ledak dengan diameter 122 mm. Diharapkan roket ini dapat digunakan oleh prajurit TNI dalam agenda latihannya, sehingga tidak perlu lagi memiliki ketergantungan terhadap produk asing.

Konsorsium Uji Dinamik R-Han 122B

Pengembangan roket R-Han dimulai sejak tahun 2005 oleh Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek) melalui konsorsium b e r s a m a l e m b a g a p e n e l i t i a n d a n pengembangan (litbang) terkait, salah satunya adalah Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) yang diwakili oleh Pusat Teknologi Roket (Pustekroket). Pengembangan roket ini kemudian dilanjutkan oleh Kemhan yang menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Pindad (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Dahana (Persero), serta LAPAN selaku lembaga litbang pemerintah.

Kegiatan konsorsium R-Han 122B meliputi uji dinamik dan uji statik. Pada proyek konsorsium tahun 2018-2019, Kemhan menunjuk PT Pindad sebagai koordinator. PT Pindad telah melakukan beberapa tahapan uji statik dan uji dinamik sejak bulan November 2018. Pada kegiatan uji dinamik sebelumnya, penentuan sudut elevasi dan azimut peluncur roket untuk mencapai titik sasaran hanya mempertimbangkan faktor cuaca di permukaan dan mengabaikan faktor kecepatan dan arah angin pada lapisan atmosfer di atas permukaan. Hasilnya, menurut informasi dari PT Pindad, ketika melakukan uji

dinamik pada bulan Maret 2019, terdapat penyimpangan dari titik sasaran roket sampai dengan 700 m. Diduga bahwa sirip atau fin pada pangkal roket pada saat terbang terpengaruh oleh angin sehingga mengubah trayektori roket tersebut. Oleh karena itu, PT Pindad melibatkan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN untuk kegiatan uji dinamik pada tanggal 12–15 Juni 2019 di Pantai Dampar dan Pantai Bambang, Lumajang, Jawa Timur.

Peran PSTA LAPAN

PSTA memiliki produk informasi cuaca sebagai layanan kepada publik yang dikemas dalam sistem yang disebut Satellite-based Disaster Early Warning System (SADEWA). SADEWA merupakan sebuah sistem informasi peringatan dini bencana berdasarkan luaran model Weather and Research Forecasting (WRF). SADEWA juga dilengkapi data pengamatan cuaca berbasis teknologi satelit (Himawari-8) dan pengamatan di permukaan dari Automatic Weather Station (AWS).

PERAN PSTA LAPANDALAM KONSORSIUM UJI DINAMIKROKET PERTAHANAN (R-Han) 122B

BE

RIT

A P

ST

A

Page 8: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

7Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 5. Peluncuran radiosonde di Pantai Bambang, Lumajang, Jawa Timur.

Gambar 4. Peluncuran radiosonde di Pantai Dampar, Lumajang, Jawa Timur.

Gambar 3. Contoh tampilan prakiraan data angin horizontal dari SADEWA untuk pelayanan informasi cuaca dalam mendukung Uji Dinamik R-Han 122B. Lingkaran biru merupakan titik awal penembakan roket yang biasa dikenal dengan sebutan pucuk. Arah penembakan roket adalah menuju ke timur, yang melawan pergerakan angin yang menuju ke barat di ketinggian 83 m.

Gambar 2. Contoh tampilan web SADEWA LAPAN yang menunjukkan prediksi vektor angin di 850 mb (ketinggian 1,5 - 2 km). Kotak hitam menunjukkan lokasi Lumajang yang terletak di pulau Jawa bagian timur.

Pada agenda konsorsium uji dinamik R-Han 122B ini, PSTA menyediakan informasi prakiraan kondisi angin horizontal dari SADEWA di sekitar lokasi peluncuran roket (Lumajang). Informasi dari SADEWA ini dapat digunakan oleh tim uji dinamik untuk melihat prakiraan profil vektor angin dari permukaan sampai ketinggian ~10 km mulai jam 06:00 WIB sampai dengan jam 19:00 WIB.

Plot vektor angin horisontal dari SADEWA (seperti terlihat pada Gambar 2) tersedia setiap jam dan dimutakhirkan setiap hari sebelum pelaksanaan peluncuran roket. Hasil prakiraan pola vektor angin ini kemudian diinformasikan kepada tim teknis peluncuran roket, seperti tim penentu tabel tembak, yaitu tabel informasi terkait penentuan sudut azimut dan zenit peluncur roket, dan juga marinir TNI untuk analisis simpangan jatuhnya roket dari titik sasaran.

Selain menyediakan informasi prakiraan profil angin berdasarkan model WRF dari SADEWA, PSTA juga melakukan pengamatan cuaca di permukaan menggunakan AWS dan pengukuran profil angin secara langsung m e n g g u n a k a n i n s t r u m e n r a d i o s o n d e . Radiosonde yang digunakan adalah produk Vaisala dari Finlandia dengan jenis RS-41-SG. Radiosonde diluncurkan sebanyak 2 kali sehari selama pengujian berlangsung, yaitu pada pukul 06:00 dan 10:00 WIB, menggunakan wahana balon atmosfer (Gambar 4 dan 5). Balon radiosonde yang diterbangkan akan mengirim sinyal data atmosfer ke sistem penerima Vaisala MW-41.

Contoh hasil pengamatan radiosonde ditunjukkan oleh Gambar 6. Terlihat bahwa hasil pengamatan radiosonde mampu menunjukkan perubahan arah dan kecepatan angin secara rinci di atmosfer. Informasi rinci mengenai perubahan arah dan kecepatan angin ini sangat dibutuhkan dalam menganalisis hasil uji dinamik roket untuk penyusunan tabel tembak.

BE

RIT

A P

ST

A

Page 9: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

8 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 6. Contoh plot data profil arah dan kecepatan angin hasil pengukuran radiosonde.

Outlook

PSTA telah berkontribusi dalam kegiatan uji dinamik R-Han 122B berupa penyediaan informasi prakiraan data angin dan pengukuran secara langsung menggunakan radiosonde.

Salah satu hasil evaluasi kegiatan ini menyebutkan bahwa masih banyak potensi produk litbang PSTA yang dapat dimanfaatkan untuk pelayanan informasi cuaca, seperti data kandungan uap air, PM2.5 (partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron), data tutupan awan dari satelit Himawari-8, dan prakiraan curah hujan. Informasi kandungan uap air di atmosfer sangat penting, karena dapat mempengaruhi jarak pandang (visibiltas) ketika melihat titik jatuhnya roket di sekitar titik sasaran. H a s i l p e n g u k u r a n r a d i o s o n d e d a p a t dimanfaatkan pula oleh peneliti PSTA untuk melakukan validasi hasil model WRF dan penelitian terkait lapisan batas atmosfer

(Penulis: Listi Restu Triani, Rachmat Sunarya, Edy Maryadi, Soni Aulia Rahayu, Noersomadi dan Laras Tursilowati)

BE

RIT

A P

ST

A

Page 10: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

“Dengan penelitian dan pengembangan di bidang sains atmosfer, diharapkan dapat

terjadi peningkatan kualitas lingkungan hidup serta adanya upaya mitigasi dan

adaptasi terhadap perubahan yangterjadi pada atmosfer bumi”

9Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mempertemukan pakar dan peneliti dari berbagai instansi dan perguruan tinggi serta pengguna terkait untuk berbicara masalah cuaca dan iklim, komposisi atmosfer, perkembangan teknologi atmosfer, bencana hidrometeorologi, perubahan iklim, dan ruang lingkup sains atmosfer lainnya dalam acara Seminar Nasional Sains Atmosfer (SNSA) 2019. Pertemuan itu digelar pada Kamis (4/7) di Kantor LAPAN Bandung.

SNSA 2019 adalah seminar tahunan yang difasilitasi oleh Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA), LAPAN. Untuk tahun in i , SNSA mengambil tema “Peran Sains dan Teknologi Atmosfer dalam mewujudkan SDGs (Sustainable Development Goals) di Indonesia”. Pengambilan tema ini dilatarbelakangi pentingnya penerapan SDGs sebagai kunci bagi suatu negara untuk dapat memiliki daya saing di dunia internasional. Tercapainya SDGs dapat terjadi dengan adanya integritas dari berbagai sektor yang didukung oleh sains, dalam hal ini termasuk s a i n s a t m o s f e r d a n p e n g e m b a n g a n teknologinya.

Acara dibuka pada pukul 09.00 oleh Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaludin, dilanjutkan dengan laporan dari Ketua Panitia, Martono, M.Si. Pada kesempatan tersebut, Ketua Panitia SNSA menyampaikan bahwa sains atmosfer sebagai salah satu cabang ilmu yang terus berkembang dapat memberikan kontribusi s i g n i fi k a n d a l a m p e n c a p a i a n t u j u a n pembangunan berkelanjutan. Beliau berharap

seminar ini dapat dijadikan tempat untuk saling bertukar informasi dan pengetahuan di dalam menghadapi fenomena-fenomena atmosfer dan iklim yang terjadi saat ini.

Seminar Nasional Sains Atmosfer 2019 DAN UPAYA MEWUJUDKAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BE

RIT

A P

ST

A

Page 11: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

10 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

SNSA 2019 diikuti oleh 60 pemakalah oral dari berbagai instansi dan perguruan tinggi. Proses seleksi terhadap pemakalah dilakukan sejak bulan Februari hingga Mei 2019 melalui seleksi abstrak. Dari proses seleksi tersebut terpilih 60 pemakalah yang berhak mempresentasikan hasil penelitiannya secara oral dalam sesi paralel. Acara SNSA berlangsung selama satu hari dan terbagi menjadi beberapa sesi, yaitu sesi keynote speaker, sesi invited speaker, dan sesi paralel berupa oral presentation. Dr. Muhammad Dimyati, M.Sc. yang diwakili oleh Bapak Dr. Syafarudin selaku Kepala Sub Direktorat Bidang Energi dan Transportasi (Ristekdikti) dan Drs. Afif Budiyono, M.T. (Deputi Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer) menjadi keynote speaker dalam acara ini. Sesi invited speaker menghadirkan Dr. Orbita Roswintiarti (LAPAN), Prof. Muhayatun Santoso (BATAN), dan Dr. Emilya Nurjani, M.Si. (UGM). Presentasi oral dalam sesi paralel diisi oleh para peneliti yang berasal dari LAPAN dan lembaga riset lainnya, serta perguruan tinggi.

P a d a a k h i r n y a d e n g a n terselenggaranya seminar ini diharapkan akan m e m a c u k u a l i t a s p e n e l i t i a n d a n pengembangan sains dan teknologi atmosfer yang dapat berkontribusi dalam pencapaian pembangunan berke lan jutan. Dengan penelitian dan pengembangan di bidang sains atmosfer, diharapkan dapat terjadi peningkatan kualitas lingkungan hidup serta adanya upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada atmosfer bumi sehingga b e r b a l i k m e n j a d i k u n c i p e n i n g k a t a n kemampuan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

(Penulis: Amalia Nurlatifah dan Asri Indrawati)

BE

RIT

A P

ST

A

Kirim jawabanmu ke : [email protected] paling lambat 28 Februari 2020.Pemenang akan mendapat hadiah berupa bingkisan cantik dari Tim Redaksi.

Pecahkan kalimat yang sudah dienkripsi di bawah ini menjadi kalimat yang benar. Jawaban kuis terdapat pada isi buletin kali ini. Petunjuk: N=I

Contoh:

Jawaban: Variabilitas

Selamat Mencoba!!!

KUIS

Page 12: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

11Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Foto bersama pesertaParacita Adventure Camp 2019 – SDGs for Young Leaders.

Kualitas lingkungan merupakan masalah penting yang dihadapi dunia saat ini. Tingginya t ingkat konsums i , banyaknya akt iv i tas transportasi, dan pembangunan yang intens telah menurunkan kualitas lingkungan dan mengancam kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Selain itu, perubahan iklim yang terjadi turut berkontribusi pada memburuknya kondisi lingkungan. Untuk itu, perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas l ingkungan hidup dan mengembangkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan yang sehat. Upaya-upaya tersebut per lu d ise laraskan dengan Sustainable D e v e l o p m e n t G o a l s ( S D G s ) s e b a g a i kesepakatan internasional yang ditandatangani pada tanggal 25 September 2015. SDGs pada dasarnya merupakan konsep yang lahir dalam konferensi PBB Sustainable Development Rio+20 pada tahun 2012 yang menggantikan Milenium Development Goals (MDGs). Konsep SDGs ini perlu dijabarkan menjadi target-target dengan didukung oleh indikator pencapaiannya. Karena SDGs menyentuh semua aspek dan sektor

pembangunan, maka program-program pembangunan yang dilaksanakan sebaiknya berorientasi pada konsep SDGs. Dalam hal ini, program pembangunan perlu berpegang pada prinsip-prinsip SDGs yang mencakup: universal development principles, integration, no one left behind, dan inclusive principles.

Pada tanggal pada tanggal 21-22 September 2019 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) – Lembaga Penerbangan dan A n t a r i k s a N a s i o n a l ( L A P A N ) t e l a h menyelenggarakan kegiatan Peringatan Cinta Atmosfer dan Lingkungan (Paracita Atmaloka) 2019. Acara ini diisi oleh kegiatan camp yang bertema “SDGs for Young Leaders”. Paracita A t m a l o k a m e r u p a k a n k e g i a t a n y a n g diselenggarakan oleh PSTA setiap tahun. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menunjang program aksi pemerintah dalam menjalankan Sustainable Development Goals dan melibatkan generasi muda dalam kegiatan-kegiatan penyelamatan lingkungan, adaptasi, dan mitigasi dampak perubahan iklim.

Paracita Atmaloka Adventure Camp 2019

SDGs for Young Leaders

BE

RIT

A P

ST

A

Page 13: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

12 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Penyampaian materi oleh Dr. Noersomadi.

Penyampaian materi oleh Dr. Susanti Withaningsih.

Kegiatan Paracita Atmaloka 2019 diawali dengan seleksi menulis esai yang diikuti oleh p e l a j a r S M A d a n s e d e r a j a t y a n g diselenggarakan satu bulan sebelum acara inti berlangsung. Esai ini merupakan 'tiket masuk' untuk mengikuti kegiatan camp. Esai harus berisi ide-ide mengenai perlindungan atmosfer dan lingkungan. Esai yang diterima panitia mencapai 120 esai dari berbagai daerah, mencakup Sumatera Selatan, Manado, Bali, Kupang, dan didominasi oleh peserta lomba dari kota-kota di Pulau Jawa. Dari 120 peserta lomba esai, terseleksi 50 esai terbaik yang berhak mengikuti kegiatan camp.

Rangkaian kegiatan camp dimulai dengan 'fun test' pada tanggal 21 September 2019. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji pengetahuan peserta camp mengenai sains atmosfer. Penilaian terhadap tes tersebut menjadi salah satu poin penting dalam penilaian peserta yang berhak mendapatkan hadiah utama dan Paracita Atmaloka Award 2019. Fun test dilaksanakan di Auditorium LAPAN Bandung. Selanjutnya, para peserta diberi uraian mengenai LAPAN, khususnya PSTA, pemaparan aturan selama mengikuti camp, dan terakhir dilanjutkan dengan perjalanan ke tempat camp.

Foto bersama pesertaParacita Adventure Camp 2019 – SDGs for Young Leaders.

Sasaran utama kegiatan Paracita Atmaloka tahun ini adalah para remaja. Dasar pertimbangannya adalah bahwa remaja merupakan agen perubahan yang memiliki jiwa seni dan kreativitas dalam menjalankan ide-idenya serta akan sangat menguntungkan jika kekayaan ide yang dimiliki remaja digunakan untuk hal-hal yang positif dan berarti bagi keberlanjutan bumi dan lingkungan. Diharapkan para remaja yang terlibat dalam acara ini dapat menemukan dan mengembangkan berbagai alternatif tindakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi saat ini. Untuk itu, kepedulian remaja terhadap lingkungan dan kondisi bumi di masa yang akan datang perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan.

Proses internalisasi materi-materi yang disampaikan kepada para pelajar dilakukan agar diperoleh hasil yang optimal. Oleh karena itu, penyelenggaraan Paracita Atmaloka tahun ini menggunakan format kegiatan yang berbeda, yaitu dalam bentuk camp dengan pembekalan materi berupa kegiatan nyata yang berhubungan langsung dengan alam. Harapan yang ingin dicapai adalah para peserta memahami bahwa keberlanjutan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya tidak dapat lepas dari kondisi alam. Kegiatan seperti ini pada dasarnya telah dilakukan oleh banyak negara secara kontinu karena memberikan implikasi positif pada peningkatan keterlibatan generasi muda dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan, termasuk untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

BE

RIT

A P

ST

A

Page 14: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

13Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Penyerahan Paracita Atmaloka Award 2019oleh Kepala Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer kepada Theresna Zahra Sembiring dari SMA Negeri 2 Bandung,

sebagai peserta terbaik Angkatan 2019.

Lokasi camp berada di Cikole, Lembang. Di tempat camp, peserta diberi materi yang mencakup:

Ecological footprint dalam upaya mengurangi pencemaran, disampaikan oleh Dr. Susanti Withaningsih.

Perubahan iklim di masa kini dan upaya penanggulangannya, disampaikan oleh Brurce Mecca, S.T., M.Esc.

Urban Pollution dan Heat Island, disampaikan oleh Ahmad Safrudin

Ozon dan kaitannya dengan kehidupan manusia, disampaikan oleh Dr. Ninong Komala.

Pengaruh limbah padat terhadap produksi pencemaran udara, disampaikan oleh Ibu Sumaryati, M.T.

Perubahan iklim dan hal-hal yang telah dilakukan PSTA dalam menanggulanginya, disampaikan oleh Dr. Noersomadi.

Selain pemberian materi, kegiatan hari pertama juga diisi oleh acara api unggun sekaligus perkenalan sesama peserta camp dan tugas kelompok pada malam hari.

Hari kedua, tanggal 22 September 2019, kegiatan diisi oleh team building yang salah satunya adalah penanaman pohon yang dilaksanakan per kelompok. Acara hari kedua berlangsung sampai tengah hari yang ditutup oleh penyampaian pengumuman peserta terbaik, pemilihan ketua angkatan, serta pesan dan kesan dari para peserta.

(Penulis: Indah Susanti)

BE

RIT

A P

ST

A

Page 15: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

14 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Di awal tahun 2019, Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN telah menyelenggarakan kegiatan International School on Equatorial Atmosphere (ISQUAR), hasil kerja sama dengan Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH), Kyoto University. PSTA kembali menyelenggarakan kegiatan pelatihan pada bulan Oktober lalu dengan mendatangkan narasumber dari Kyoto University, akan tetapi kali ini menggandeng Disaster Prevention Research Institute (DPRI). Pelatihan ini adalah kegiatan perdana dan menjadi awal mula kerja sama antara LAPAN – PSTA dengan DPRI – Hydrometeorological Disaster Laboratory. Kerja sama ini dinaungi oleh dokumen kerja sama cooperation agreement yang ditandatangani oleh kedua pihak. Kegiatan in i juga terselenggara berkat dukungan dari Program Non-Gelar (Non-Degree) RISET-Pro dari RISTEKDIKTI tahun anggaran 2019. Program visiting scholar yang m e n g a n g k a t j u d u l T r a i n i n g o n Hidrometeorological Disaster Prevention ini diselenggarakan selama 3 hari, yaitu dari tanggal 14 hingga 16 Oktober 2019 di kantor PSTA – LAPAN, Bandung.

Prof. Eiichi Nakakita dan Assoc. Prof. Kosei Yamaguchi hadir sebagai narasumber untuk p e l a t i h a n i n i . N a k a k i t a - s e n s e i t e l a h berpengalaman dalam melakukan riset tentang b e n c a n a h i d r o m e t e o l o g i d a n t e l a h menerapkan apl ikas i pendeteks ian dini bencana hidrometeorologi terutama tentang h u j a n d e r a s s k a l a l o k a l y a n g d a p a t menyebabkan banjir dan tanah longsor. Aplikasi t e r s e b u t t e l a h d i t e r a p k a n d i J e p a n g menggunakan hasil observasi radar dan pemodelan numerik. Yamaguchi-sensei adalah

associate professor di Kyoto University sejak tahun 2016. Pemodelan menggunakan cloud resolving storm simulator (CreSS) serta asimilasi dengan data radar adalah salah satu bidang riset yang digelutinya.

Kegiatan pelatihan dibagi menjadi 5 sesi dalam 3 hari pelatihan. Sesi pertama yakni mengenai aplikasi deteksi dini awal echo hujan serta proyeksi risikonya dengan teknik deteksi vorticity dari radar Doppler. Sesi kedua pelatihan berkaitan dengan karakteristik vertical vortex untuk deteksi fenomena badai. Sesi ketiga pelatihan adalah pengenalan model LES untuk riset proses konveksi, updraft, serta simulasi mekanisme vortex tube. Sesi keempat adalah penggunaan model CreSS serta asimiliasi data untuk meningkatkan akurasi forecast. Sesi kelima pelat ihan adalah pemaparan tentang p e n g a r u h p e r u b a h a n i k l i m t e r h a d a p meningkatnya frekuensi kejadian hujan deras ska la loka l d i Jepang. Pemaparan in i berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan menggunakan model NHRCM (Non-Hydrostatic Regional Climate Model).

Pada kesempatan ini Nakakita-sensei dan Yamaguchi-sensei juga mengunjungi fasilitas high performance computing (HPC) di PSTA. Pada saat pelatihan dilakukan instalasi model CReSS dan simulasi sederhana pada HPC PSTA. Terselenggaranya pelatihan dan kerja sama ini diharapkan mampu meningkatkan penelitian serta mempercepat kemampuan dan keahlian SDM peneliti di LAPAN, khususnya di PSTA serta membuka kerja sama riset antara LAPAN dan DPRI.

(Penulis: Tiin Sinatra dan Ginaldi Ari Nugroho)

Training on Hydrometeorological Disaster Prevention:

PROGRAM VISITING SCHOLAR PERDANAsebagai Awal Kerja Sama PSTA dengan DPRI

BE

RIT

A P

ST

A

Page 16: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

15Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Salah satu kewajiban lembaga/instansi pemerintah, termasuk Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN), adalah memberikan layanan informasi secara terbuka dan transparan kepada publik. Oleh karena itu setiap

lembaga pemerintah wajib membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID),

sesuai dengan UU No.14/2008, yang bertanggung jawab dalam

penyimpanan, pendokumentasian,

penyediaan, dan/atau pelayanan informasi. Rubrik profil

edisi kali ini mengangkat figur salah satu petugas PPID di Pusat

Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA). Beliau adalah Djoko Trianas, Petugas Meja Informasi PPID yang

biasa berhubungan langsung dengan

publik selaku pemohon

informasi, dan juga merupakan

arsiparis senior PSTA yang telah berkarir selama

lebih dari 35 tahun di LAPAN.

Jejak Karir

DJOKO TRIANAS

PR

OF

IL

Page 17: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

16 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Djoko Trianas lahir di Pacitan 57 tahun silam atau tepatnya pada 22 Juni 1962, sama dengan tanggal lahirnya Piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal dari naskah pembukaan UUD 1945 dan Dasar Negara Pancasila. Beliau biasa disapa dengan panggilan Pak Djoko atau Pak Trianas. Jenjang karir Pak Djoko di LAPAN Bandung d iawal i sebagai Pegawai Perpustakaan di Pusat Riset Dirgantara (Pusrigan), pada tahun 1980-1993. Pak Djoko kemudian beralih menjadi Staf Redaksi Pelaksana pada tahun 1982-1994 untuk Berita Pusrigan, Proceeding Program dan Kolokium di LAPAN Bandung.

Tahun 1994 Pak Djoko menjadi Staf Tata Usaha di Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim (PUSFATSATKLIM) - nama satuan kerja (kepusatan) sebelum menjadi PSTA seperti sekarang. Satu tahun kemudian Pak Djoko diangkat menjadi Kepala Urusan Perlengkapan PUSFATSATKLIM dan Petugas Protokoler LAPAN Bandung pada tahun 1996. Sebelum melaksanakan tugas belajar pada program Diploma II I Kearsipan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (2000-2003), Pak Djoko diberi amanah untuk menjadi Bendahara Proyek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada tahun 1999-2000. Selang 4 tahun Pak Djoko diangkat menjadi Kepala Urusan Tata Usaha, PUSFATSATKLIM (2004-2008) yang dilanjutkan pada tahun-t a h u n b e r i k u t n y a s e b a g a i K e p a l a Subbagian Tata Usaha - PSTA, dan Petugas PPID PSTA sampai sekarang.

Baginya, mampu menyelesaikan pendidikan D3 Kearsipan di Universitas Padjadjaran merupakan sa lah satu pencapaian berharga selama berkarir di L A P A N . B e r k a t k e t e r a m p i l a n s e r t a pengalaman yang beliau miliki, pada tahun

2018 Pak Djoko mencatatkan namanya sebagai Arsiparis Terampil Teladan di lingkup instansi LAPAN. Kesan baik dan ramah yang ditorehkan oleh Pak Djoko menjadi inspirasi dan panutan bagi pegawai lainnya, khususnya di lingkungan PSTA.

Pria yang di tanah kelahirannya akrab disapa dengan panggilan Pak Anas in i , menyampaikan bahwa menjadi pegawai LAPAN adalah pilihan yang merupakan jalan hidupnya. Banyak cerita dan kesan yang mewarnai setiap langkah kehidupannya, mulai dari kedisplinan dalam bekerja sampai rasa kekeluargaan dari para pegawai. Meskipun beliau dengan jujur mengaku kerepotan untuk mengenal lebih dekat rekan kerjanya yang lain karena jumlahnya yang semakin banyak, namun hal itu tak mengurungkan niatnya untuk tetap berkawan akrab dan selalu sigap ketika diminta bantuan terutama terkait pekerjaan. Harapan Pak Djoko bagi LAPAN adalah agar LAPAN semakin mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai lembaga yang bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung serta dapat menegakkan profesionalisme setiap fungsional dan struktural. Beliau juga menginginkan LAPAN dapat memupuk kemampuan pegawai sesuai jabatannya dengan kursus, pelat ihan dan/atau magang sehingga pada akhirnya LAPAN dapat menjadi lembaga yang disegani kemampuannya baik nasional maupun internasional.

“Bekerja dan beraktifitas untuk agama, bangsa dan negara merupakan amal yang akan diperhitungkan” (Trianas, 2019)

PR

OF

IL

Page 18: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

17Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Musim di Indonesia digambarkan dengan menggunakan akumulasi curah hujan dalam 10 harian (dasarian). Khusus dasarian pada akhir bulan, jumlah hari dapat bervariasi antara 8 – 11 hari. Seperti pada bulan Januari, curah hujan dasarian ke-3 mempunyai arti akumulasi curah hujan selama 11 hari, yaitu antara tanggal 21 sampai 31 Januari. Terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi musim khususnya di Indonesia, yaitu awal musim dan panjang musim. Awal musim adalah waktu pertama kali musim tersebut muncul/datang. Contohnya awal musim hujan yaitu saat pertama kali musim hujan muncul. Sedangkan panjang musim adalah lama dari musim tersebut terjadi, mulai dari awal musim hingga musim selanjutnya muncul/datang.

Meskipun di Indonesia musim digambarkan d enga n p a ra m ete r c u ra h hu j a n , na m un sebenarnya musim sangat dipengaruhi oleh

parameter angin, seperti karena adanya sirkulasi monsun Asia-Australia. Monsun (bentuk tidak baku: muson) menurut KBBI adalah iklim yang ditandai oleh pergantian arah angin dan musim hujan atau kemarau selang lebih kurang enam bulan, mengikuti posis i matahari pada bulan Juni dan Desember, terdapat di daerah tropis dan subtropis yang diapit oleh benua dan samudra. Sedangkan menurut Slingo (2003) dalam Ensiklopedia Ilmu Atmosfer, kata monsun diambil dari bahasa arab “mausam” yang berarti musim (season). Monsun di beberapa wilayah di dunia sangat berbeda, hal ini dikemukakan oleh Ramage setelah mengamati kondisi monsun di beberapa wilayah, seperti Afrika, Asia Selatan, dan Australia. Hal tersebut mendasari munculnya 4 kriteria monsun dalam perspektif iklim menurut Ramage, yaitu:

Seringkali kita mendengar kata “musim” dalam keseharian hidup kita. Kata musim biasanya digunakan untuk menggambarkan waktu tertentu yang berkaitan dengan keadaan iklim, seperti musim hujan atau kemarau, meskipun menurut KBBI (Kamus besar Bahasa Indonesia) makna musim tidak hanya itu. Musim bisa juga berarti bilangan waktu tertentu ketika pohon buah-buahan, palawija, dan sebagainya banyak menghasilkan, contohnya musim durian, atau ketika sesuatu (peristiwa, kegiatan, permainan, dan sebagainya) banyak terjadi atau sering berlangsung, seperti, musim maling, ataupun musim layang-layang. Dari beragam definisi tersebut, yang akan dibahas disini adalah musim sesuai definisi yang pertama, yaitu yang berkaitan dengan kondisi iklim. Apa itu musim, faktor apa saja yang mempengaruhi, dan bagaimana cara mengamatinya? Mari kita simak penjelasan berikut!

Musim di daerah subtropis berbeda dengan musim di daerah tropis. Daerah subtropis mempunyai 4 musim, yaitu musim panas, gugur, dingin, dan semi, sedangkan di daerah tropis seperti di Indonesia hanya mengalami 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Namun demikian, banyak juga kalangan akademisi maupun peneliti yang membagi musim di Indonesia menjadi 4, yaitu musim hujan, peralihan hujan ke kemarau (pancaroba/transisi 1), kemarau, dan peralihan dari kemarau ke hujan (pancaroba/transisi 2).

Indikator Penggambaran Musim di Indonesia

MENGAMATI MUSIM DI INDONESIA

AntarcticTwo SeasonsPolar day, polar night

Mid-latitudesFour SeasonsSpring, Summer, Autumn, Winter

TropicsTwo SeasonsWet, Dry

Mid-latitudesFour SeasonsSpring, Summer, Autumn, Winter

ArcticTwo SeasonsPolar Day, Polar Night

HIG

HL

IGH

T

Page 19: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

18 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Setiap negara biasanya memiliki cara tersendiri dalam mengamati musim, tergantung letak dan posisi geografisnya. Beberapa diantaranya menjadikan parameter angin dan curah hujan sebagai indikator. Parameter angin merupakan indikator untuk mengamati monsun, baik untuk melihat fase peralihan, aktif, maupun jeda (break). Pengamatan monsun biasanya disajikan dalam bentuk indeks monsun, seperti Australia Monsoon Index (AUSMI), Webster-Yang Monsoon Index (WYMI), India Monsoon Index (IMI) dan Western North Pacific Monsoon Index (WNPMI).

Karena Indonesia terletak di antara benua Asia dan Australia, maka pemantauan

monsun dapat dilakukan dengan mengamati AUSMI dan WYMI. Pemantauan musim di Indonesia tidak hanya dilakukan menggunakan i n d e k s m o n s u n , n a m u n j u g a d e n g a n pengamatan curah hujan, terutama hujan dasarian dan bulanan, baik berdasarkan data obervasi permukaan dan satelit, serta hasil prediksi model. Kriteria awal musim di Indonesia menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yaitu awal musim kemarau terjadi jika terdapat curah hujan dasarian kurang dari 50 mm selama 3 dasarian berturut-turut, sedangkan awal musim hujan terjadi jika terdapat curah hujan lebih dari atau sama dengan 50 mm selama 3 dasarian berturut-turut.

Bagaimana Cara Mengamati Musim?

1. Terdapat pembalikan arah angin setidaknya 120° antara bulan Januari dan Juli.

2. Pembalikan arah angin ini persisten terjadi setidaknya 40% dari total waktu pada bulan Januari dan Juli.

3. Kecepatan rata-rata angin lebih dari 3 m/s di setiap bulan.

4. Sedikitnya terdapat satu siklon-antisiklon yang terjadi di setiap 2 tahun di bulan-bulan tersebut pada rentang 5° LU dan LS.

Monsun di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan tekanan di benua Asia dan Australia. Pada bulan Juni, Juli, Agustus (JJA), benua Asia mengalami musim panas, tekanan udara rendah terjadi di daerah ini. Sebaliknya, pada saat yang sama benua Australia sedang mengalami musim dingin dan mempunyai tekanan udara tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya pergerakan udara (angin) dingin dari Australia menuju Asia melewati daerah Indonesia. Pola sebaliknya terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari (DJF). Selain bersifat dingin, monsun Australia juga bersifat kering, karena monsun Australia berhembus menuju Indonesia melewati daerah Australia Utara dan Barat yang sebagian besar berupa gurun pasir yang luas dan kering. Sedangkan monsun Asia mempunyai sifat hangat dan basah, karena luasnya lautan sebagai sumber uap air yang dilewati oleh monsun Asia.

Selain sirkulasi monsun Asia dan Australia, pengaruh dari Samudra Hindia dengan fenomena Dipole Mode dan Samudra Pasifik dengan fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) juga sangat mempengaruhi musim di Indonesia. ENSO merupakan fenomena yang paling banyak dikaj i karena dis inyal i r memberikan pengaruh yang lebih terlihat terhadap mus im d i sebag ian besar w i layah Indonesia. Pada saat terjadi El Nino, musim kemarau akan leb ih pan jang dar i normalnya dan musim hujan akan lebih pendek dari normalnya, sedangkan pengaruh La Nina berlaku sebaliknya. S e l a i n i t u , E l N i n o j u g a b i a s a n y a berpengaruh terhadap rendahnya curah hujan dan La Nina berpengaruh terhadap tingginya curah hujan pada suatu musim di Indonesia.

Skema sirkulasi angin pada saat monsun Australia (atas)dan monsun Asia (bawah).

Monsun yang terdapat di beberapa wilayah di dunia (http://www.netweather.tv)

HIG

HL

IGH

T

Page 20: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

19Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Penentuan awal musim berdasarkan kriteria BMKG akan selalu terlambat 2 dasarian jika menggunakan data curah hujan observasi (baik data permukaan maupun satelit). Sehingga prediksi musim menggunakan model, baik statistik maupun dinamis, sangat penting untuk dilakukan.

Apa yang dilakukan PSTA LAPAN?

PSTA LAPAN melakukan pengamatan dan pemantauan curah hujan menggunakan satelit dan prediksi curah hujan menggunakan model atmosfer. Hasil analisis dari pemantauan curah hujan satelit dan curah hujan prediksi mode l d ibuat da lam bentuk laporan variabilitas iklim yang dimutakhirkan setiap bulan dan dapat diakses di laman PSTA.

Laporan variabilitas iklim menyajikan informasi kondisi atmosfer terkini yang dianalisis ba ik secara dasar ian maupun bu lanan berdasarkan parameter curah hujan, angin, suhu permukaan laut dan radiasi gelombang panjang (Outgoing Longwave Radiation/OLR). Data-data tersebut diperoleh dari NCEP/NCAR II Re-analysis, sedangkan data curah hujan merupakan produk GSMaP. Selain kondisi terkini atmosfer, laporan ini juga memuat analisis prediksi musim yang dilakukan PSTA LAPAN menggunakan Conformal Cubic Atmospheric Model (CCAM).

Melakukan prediksi musim dengan tingkat akurasi yang tinggi merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan tantangan tersendiri bagi para peneliti iklim. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya kemampuan model yang tersedia saat ini untuk memprediksi iklim jangka menengah seperti musim. Dibandingkan dengan prediksi jangka pendek dan panjang, hasil prediksi iklim jangka menengah biasanya memiliki akurasi yang lebih rendah. Di PSTA LAPAN, prediksi musim m e n g g u n a k a n m o d e l a t m o s f e r m u l a i d i kembangkan , sa lah sa tunya dengan menggunakan CCAM. Dari penelitian yang pernah dilakukan, secara umum curah hujan hasil prediksi musim menggunakan CCAM rata-rata bernilai lebih rendah dibandingkan dengan data observasi satelit (underestimate). Meskipun demikian, di beberapa daerah seperti di Indonesia bagian selatan (Pulau Jawa), hasil prediksi musim menggunakan CCAM sudah menunjukkan pola curah hujan tahunan yang mirip dengan observasi satelit. Hal ini merupakan indikasi bahwa prediksi musim menggunakan model atmosfer dinamis dapat dilakukan dan perlu pengembangan lebih lanjut.

(Penulis: Haries Satyawardhana)

Laporan Variabilitas Iklim yang dimuat dalam website PSTA LAPAN (http://psta.lapan.go.id/index.php/subblog/categories/NjU/variabilitas-iklim-indonesia)

Contoh penentuan awal musim menggunakan kriteria BMKG di Makasar (Giarno dkk., 2012).

Kotak merah adalah awal musim kemaraudan kotak biru adalah awal musim hujan.

Definisi indeks monsun IMI, WNMPI, WYMI, dan AUSMI yang dihitung berdasarkan rata-rata angin zonal di ketinggian 850 mb (U850)

dan/atau 200 mb (U200) dalam area yang ditandai. (http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/definition.html)

HIG

HL

IGH

T

Page 21: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

20 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 2. Beberapa spesies hewan yang hidup di kutub utara: Nanook (kiri atas), Wolverine (kanan atas),Caribou

(kiri bawah), dan Rubah merah (kanan bawah).

Gambar 1. Hutan hujan tropis (atas), Gurun Gobi (kiri bawah),dan padang tundra (kanan bawah).

IKLIM DAN SEBARAN FLORA-FAUNA

Matahar i ada lah sumber u tama terjadinya perbedaan panas di permukaan bumi. Keadaan tersebut akan mempengaruhi atmosfer yang menyelimuti di atasnya, sehingga kerapatan dan ketebalan atmosfer akan berbeda antara siang dan malam, musim hujan dan kemarau, musim panas dan dingin, di atas lautan dan benua, serta antara daerah lintang rendah dan tinggi. Proses pendinginan dan pemanasan baik di permukaan maupun atmosfer bumi akibat radiasi matahari akan berubah terhadap waktu dan tempat.

Hal ini menyebabkan cuaca dan iklim di bumi juga berbeda-beda menurut waktu dan tempat. Jenis iklim suatu wilayah biasanya berhubungan dengan flora yang ada di lokasi tersebut. Iklim tropis yang hangat dan lembab berhubungan dengan hutan hujan tropis (misalnya hutan hujan tropis Amazon dan Kalimantan), iklim subtropis berhubungan dengan gurun (misalnya Gurun Gobi di Mongolia, Cina), atau padang tundra yang berhubungan dengan iklim kutub.

Seperti halnya flora, fauna pun berbeda di setiap lokasi dengan iklim yang berbeda.

Fauna atau hewan yang terdapat di daerah tropis antara lain: gajah, orang utan, harimau, kerbau, rusa, dan masih banyak lagi yang lain.

Sedangkan hewan yang hidup di daerah beriklim sedang atau subtropis antara lain: rubah, rakun, dan beruang. Daerah beriklim dingin seperti Greenland, kutub utara, dan kutub selatan dihuni oleh fauna seperti penguin, beruang kutub, dan rusa kutub.

Flora dan fauna di masing-masing wilayah memiliki ciri khas. Flora di wilayah tropis biasanya berdaun lebar dan hijau abadi (tidak menggugurkan daun), atau jika memiliki perilaku peluruh mereka tidak dipengaruhi oleh suhu atau durasi radiasi matahari, melainkan oleh ketersediaan air di tanah. Ciri-ciri flora di daerah subtropis adalah daunnya selalu hijau, kurang rimbun dan spesiesnya tidak banyak. Pohonnya tidak begitu tinggi dan daunnya lebih kecil dan tidak banyak terdapat semak. Vegetasi yang khas di hutan ini antara lain pakis, agathis, palem, bambu, dan belukar. Ciri-ciri flora di daerah kutub adalah memiliki jenis vegetasi berupa lumut-lumutan dan semak-semak. Sementara fauna di wilayah kutub memiliki ciri khas yang mudah diamati yaitu bulu yang tebal untuk melindungi dari suhu dingin.

KLASIFIKASI IKLIM DI JAWA DAN BANDUNG

DAN DAMPAK PERUBAHAN SKALA RUANG

FO

KU

S

Page 22: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

21Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Z o n a

K r i te r ia

B u la n b a s a h

( < 2 0 0 m m / b u la n )

B u la n k e r in g

( < 1 0 0 m m / b u la n )

A > 9 -

B 1 7 - 9 < 2

B 2 7 - 9 2 - 4

C 1 5 - 6 < 2

C 2 5 - 6 2 - 4

C 3 5 - 6 5 - 6

D 1 3 - 4 < 2

D 2 3 - 4 2 - 4

D 3 3 - 4 5 - 6

D 4 3 - 4 > 6

E 1 < 3 < 2

E 2 < 3 2 - 4

E 3 < 3 5 - 6

E 4 < 3 > 6

Tabel 3. Klasifikasi Iklim Oldeman.

G o lo n g a n N ila i Q (% ) U ra ia n

A 0 < Q < 0 ,1 4 3 Sa n g a t b a sa h

B 0 ,1 4 3 < Q < 0 ,3 3 3 B a sa h

C 0 ,3 3 3 < Q < 0 ,6 0 0 A g a k b a sa h

D 0 ,6 0 0 < Q < 1 ,0 0 0 Se d a n g

E 1 ,0 0 0 < Q < 1 ,1 6 7 A g a k ke rin g

F 1 ,1 6 7 < Q < 3 ,0 0 0 K e rin g

G 3 ,0 0 0 < Q < 7 ,0 0 0 Sa n g a t ke rin g

H 7 ,0 0 0 < Q Lu a r b ia sa ke rin g

Tabel 2. Klasifikasi Iklim Schmidth-Ferguson.

Z o n a J u m la h b u la n

b a sa h J u m la h b u la n

k e rin g

A 1 1 2 0

A 2 < 1 2 0

B 1 < 1 1 2

B 2 < 9 6

C < 7 6

D < 5 8

Tabel 1. Klasifikasi Iklim Mohr.

KLASIFIKASI IKLIM

Telah disinggung sebelumnya bahwa klasifikasi iklim secara global terdiri dari iklim tropis, subt ropis , dan ik l im kutub. Bagaimana mengetahui klasifikasi iklim untuk skala ruang yang lebih kecil? Klasifikasi iklim dibuat untuk membedakan iklim suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Klasifikasi iklim yang sering digunakan adalah k las ifikas i ik l im yang dikembangkan oleh Vladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, pada sekitar tahun 1884 (dengan beberapa perubahan pada tahun 1918 dan 1936). Kemudian, seorang ahli iklim Jerman lainnya yang bernama Rudolf Geiger bekerja sama dengan Köppen mengubah sistem klasifikasi, sehingga sistem ini kadang-kadang disebut sebagai sistem klasifikasi Köppen–Geiger. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada konsep bahwa tanaman adalah ekspresi terbaik iklim dan lingkaran zona iklim dipilih sesuai distribusi t a n a m a n . S i s t e m i n i m e n g g a b u n g k a n temperatur dan kelembapan rata-rata bulanan dan tahunan, serta kelembapan musiman. Klasifikasi ini berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologis.

Penerapan klasifikasi iklim di beberapa negara biasanya disesuaikan untuk mengatasi variasi iklim spasial yang beragam. Indonesia misalnya, lebih sering menggunakan sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson (SF) untuk kajian-kajian kehutanan dan pertanian. Sistem SF didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun diperhalus kriterianya. Klasifikasi iklim lain adalah klasifikasi Oldeman yang juga menggunakan kriteria bulan basah dan kering dengan modifikasi pada jumlah kumulatif hujan per bulan.

Klasifikasi Mohr

Klasifikasi iklim Mohr menggolongkan iklim dengan membagi zona wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering per tahun. Bulan basah adalah bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm/bulan, sedangkan bulan kering adalah bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm/bulan. Kriteria klasifikasi iklim Mohr ditunjukkan pada Tabel 1.

Klasifikasi Schmidth-Ferguson

Klasifikasi Schmidth-Ferguson merupakan pengembangan dari klasifikasi iklim Mohr. Klasifikasi ini banyak dimanfaatkan di Indonesia te rutama untuk sektor kehutanan dan perkebunan, mengingat penentuan tipe ini cukup sederhana karena hanya memperhatikan unsur iklim hujan. Penentuan tipe iklim ini memerlukan data hujan bulanan minimal 10 tahun dan menggunakan kriteria bulan kering (BK, hujan < 60 mm/bulan), bulan lembap (BL, hujan antara 60 – 100 mm/bulan), dan bulan basah (BB, hujan > 100 mm). Penentuan tipe iklim Schmidth-Ferguson seperti ditunjukkan pada Tabel 2, dimana nilai Q adalah perbandingan nilai rata-rata jumlah BK dan BB per tahun.

Klasifikasi Oldeman

Klasifikasi iklim Oldeman digunakan terutama pada lahan padi sawah dan lahan kering. Klasifikasi ini didasari pada pertimbangan bahwa curah hujan lebih besar atau sama dengan 200 mm per bulan dianggap cukup untuk mengairi padi sawah, dengan umur padi sawah diperkirakan sekitar 5 bulan. Sementara untuk tanaman palawija cukup 100 mm per bulan. Oldeman membagi beberapa zona agroklimat seperti disajikan pada Tabel 3.

FO

KU

S

Page 23: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

22 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 4. Batasan wilayah data TRMM Bandungo o o o (06,75 – 7,25 LS dan 107,25 -107,75 BT)

Klasifikasi iklim Keterangan

Koppen Aw dan Am Aw (memiliki curah hujan di bawah 60 milimeter sekurang-kurangnya satu bulan dan Am (endapan hujan pada tipe iklim Am di bawah 60 mm dalam bulan - bulan terkering),

Mohr B2 Jumlah bulan basah = 8

Schmidt-Ferguson

Sedang Q = 0,6053

Oldeman B2 Jumlah bulan basah =8, jumlah bulan kering = 4

Tabel 5. Klasifikasi iklim di Pulau Jawa dan sekitarnya.

Bulan Curah hujan (mm)

Januari 209,4736

Februari 233,6902

Maret 197,6260

April 146,2416

Mei 98,6043

Juni 78,7886

Juli 52,6010

Agustus 26,6629

September 27,2345

Oktober 60,8891

November 122,1777

Desember 204,8284

Tabel 4. Curah hujan rata-rata bulanan di pulau Jawadan sekitarnya (1998-2009).

Gambar 3. Batasan wilayah data TRMM pulau Jawao o o o (06,00 – 12,00 LS dan 95,00 -130,00 BT)

IKLIM DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA

Klasifikasi iklim seperti telah diuraikan di a tas , dapat d i lakukan dengan hanya menggunakan data curah hujan. Dalam artikel ini, data curah hujan diperoleh dari Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) (sumber data: https://trmm.gsfc.nasa.gov/) berupa curah hujan mingguan periode 1998-2009 dengan

oresolusi ruang 0,25 atau sekitar 27,75 km. Hasil perhitungan hujan bulanan rata-rata dan pengklasifikasian iklim di Pulau Jawa dan sekitarnya disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

IKLIM DI BANDUNG

Dengan pengolahan data yang sama seperti di atas, diperoleh curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Bandung (Tabel 6) dan hasil k l a s i fi k a s i i k l i m n y a ( T a b e l 7 ) . D e n g a n membandingkan Tabel 5 dan Tabel 7, terlihat bahwa Pulau Jawa dan Kota Bandung memiliki klasifikasi Koppen yang sama, tetapi berbeda dalam klasifikasi Mohr, Schmidt-Ferguson dan Oldeman. Ini menunjukkan bahwa untuk klasifikasi iklim Koppen perlu ditambahkan elemen iklim lain, sehingga perbedaan iklim Pulau Jawa dan Kota Bandung dapat terlihat.

Artikel ini ingin menunjukkan bahwa penggunaan klasifikasi iklim yang berbeda dapat memberikan hasil iklim yang berbeda pula. Selain itu, meskipun menggunakan data yang sama, tipe iklim yang diperoleh bisa saja berbeda, seperti antara Pulau Jawa dan Kota Bandung yang ditampilkan dalam artikel. Ini berarti perlu kehati-hatian dalam proses perata-rataan, terutama untuk data curah hujan dengan skala ruang yang cukup besar. Hal ini karena perata-rataan data curah hujan dapat menutupi karakter lain dalam data tesebut. Sebagai contoh, karakter curah hujan Kota Bandung tertutupi ketika dilakukan proses perata-rataan untuk Pulau Jawa.

Contoh lain ditunjukkan pada Tabel 8, yaitu klasifikasi iklim untuk Bojongsalam (pada Gambar 4 adalah titik merah nomor 4, berada dalam wilayah Bandung) yang karakter curah hujannya juga tertutupi oleh karakter iklim Bandung. Semakin banyak skala ruang yang digunakan klasifikasi iklim akan semakin beragam.

FO

KU

S

Page 24: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

23Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 6. Skenario perubahan dalam Kottek et al. (2006), Rubel and Kottek (2010) and Rubel et al. (2017).

Gambar 5. Klasifikasi iklim masa lalu dalam Kottek et al. (2006), Rubel and Kottek (2010) and Rubel et al. (2017).

Klasifikasi iklim Keterangan

Koppen Aw dan Am Aw (memiliki curah hujan di bawah 60 milimeter sekurang-kurangnya satu bulan dan Am (endapan hujan pada tipe iklim Am di bawah 60 mm dalam bulan - bulan terkering),

Mohr B2 Jumlah bulan basah = 8

Schmidt-Ferguson

Agak Basah Q = 0,5000

Oldeman B2 Jumlah bulan basah =8, jumlah bulan kering = 4

Tabel 8. Klasifikasi iklim Bojongsalam.

Klasifikasi iklim Keterangan

Koppen Aw dan Am Aw (memiliki curah hujan di bawah 60 milimeter sekurang-kurangnya satu bulan dan Am (endapan hujan pada tipe iklim Am di bawah 60 mm dalam bulan - bulan terkering),

Mohr C Jumlah bulan basah dan bulan kering hampir sama

Schmidt-Ferguson

Basah Q = 0,3069

Oldeman C2 Jumlah bulan basah dan bulan kering hampir sama

Tabel 7. Klasifikasi iklim di Bandung.

Bulan Curah hujan (mm)

Januari 369,2592

Februari 343,2904

Maret 317,4751

April 264,9500

Mei 148,3168

Juni 88,6639

Juli 58,4356

Agustus 28,4844

September 68,7864

Oktober 199,0194

November 289,7395

Desember 306,8714

Tabel 6. Curah hujan rata-rata bulanan di di Bandungselama 12 tahun.

Kajian tentang klasifikasi iklim tidak selesai disini karena ada kecenderungan terjadi perubahan jenis iklim untuk wilayah-wilayah tertentu seperti yang ditemukan oleh Kottek et al. (2006), Rubel and Kottek (2010) and Rubel et al. (2017) pada Gambar 5 dan Gambar 6.

(Penulis: Ina Juaeni, AR Aditya Hasanuddin, Dian Maulidiyah)

FO

KU

S

Page 25: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

24 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 1. Skema fenomena El Nino dan La Nina

(Sumber gambar: https://www.climate.gov/enso)

Pola rata-rata dari faktor-faktor cuaca dalam jangka panjang (setidaknya 30 tahun) dikenal dengan istilah iklim. Dinamika atau penyimpangan kondisi iklim dari pola rata-ratanya di suatu wilayah dan tidak berlangsung lama disebut sebagai variabilitas iklim. Faktor pengendali variabilitas ikl im diantaranya interaksi antara atmosfer, lautan, dan daratan. Laut memiliki peranan penting terhadap kondisi atmosfer berkaitan dengan sifat fisis air laut yang berupa fluida, mepunyai kapasitas panas yang besar, dan albedo yang rendah. Posisi Indonesia secara geografis terletak di antara dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sehingga perubahan kondisi parameter laut di Samudra Hindia maupun Samudra Pasifik berpengaruh terhadap kondisi atmosfer di atas Indonesia.

Sa lah satu parameter laut yang berpengaruh terhadap variabilitas iklim adalah suhu permukaan laut (SPL), yang berperan penting terhadap interaksi antara atmosfer dan laut terutama dalam proses pertukaran energi. Meskipun variasi bulanan SPL dipengaruhi oleh letak geografis dan distribusi wilayah Indonesia, tapi secara umum pola tersebut mengikuti gerak semu tahunan matahari. Salah satu fenomena yang terjadi akibat interaksi laut-atmosfer berkaitan dengan SPL dan atmosfer di Samudera Pasifik adalah fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO), dengan El Nino yang merupakan komponen laut di Samudra Pasifik Tropis dan Osilasi Selatan (Southern Oscillation) sebagai komponen atmosfer. Kejadian ENSO merupakan fenomena penyimpangan suhu permukaan laut ditandai dengan pergeseran kolom air hangat antara Pasifik Tengah dan Pasifik Timur. Adanya pergerakan angin dan siklus global di permukaan bumi seperti siklus Hadley dan Walker yang membawa massa udara ke suatu tempat menyebabkan dampak dari interaksi laut dan atmosfer ini menjadi lebih luas.

Interaksi ENSO dengan curah hujan di Indonesia dapat dilihat berdasarkan nilai Southern Oscillation Index (SOI). SOI secara sederhana merupakan perbedaan tekanan udara permukaan antara wilayah Pasifik Timur yang diukur di Tahiti (Hawai) dengan wilayah Pasifik Barat yang diukur di Darwin (Australia). Saat fase Nino positif (El Nino), terjadi pergeseran panas ke arah timur Samudera Pasifik sehingga tekanan permukaan laut menjadi turun di Pasifik Timur dan naik di Pasifik Barat (SOI bernilai negatif). Sebaliknya, pada fase ENSO negatif (La Nina), terjadi pergeseran panas permukaan ke w i l a y a h b a r a t S a m u d e r a P a s i fi k y a n g menyebabkan peningkatan tekanan udara di Pasifik Barat dan penurunan tekanan udara di Pasifik Timur (SOI bernilai positif). Di Indonesia, berdasarkan standar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suatu tahun dinyatakan sebagai tahun El Nino kuat jika nilai SOI kurang dari -5 selama 3 bulan berturut-turut dan sebaliknya nilai SOI lebih dari 5 selama 3 bulan berturut-turut maka tahun tersebut dapat dinyatakan sebagai tahun La Nina kuat.

FENOMENA ENSOSEBAGAI SALAH SATU PEMICUVARIABILITAS CURAH HUJAN DI INDONESIA

FO

KU

S

Page 26: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

25Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 3. Grafik deret waktu Oceanic Nino Indeks (ONI) wilayah Nino 3.4 tahun 2000-2019.

(Sumber data: https://origin.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/ONI_v5.php)

Gambar 2. Pembagian wilayah Oceanic Nino Index (ONI).

(Sumber: http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/ninoareas_c.jpg)

Metode la in untuk mengana l i s i s kekuatan ENSO adalah Oceanic Nino Index (ONI). ONI berfokus pada anomali SPL di daerah Samudra Pasifik Ekuatorial yang dibagi menjadi 4 wilayah seperti pada Gambar 1. NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menyebutkan pengaruh terbesar terhadap wilayah Indonesia adalah adanya perubahan SPL di wilayah Nino 3.4. Gambar 2 menunjukkan grafik deret waktu kondisi ONI di wilayah Nino 3.4 selama 20 tahun (tahun 2000-2019).

Anomali SPL kurang dari sama dengan -0,5 (di bawah garis biru) mengindikasikan kondisi

ENSO fase dingin, anomali SPL lebih dari sama d e n g a n 0 , 5 ( d i a t a s g a r i s m e r a h ) mengindikasikan kondisi ENSO fase hangat, dan diantara -0,5 hingga 0,5 adalah kondisi ENSO normal. Nilai ONI pada bulan x merupakan rata-rata anomali SPL 3 bulanan (x-1, x, x+1). Dengan metode ONI, suatu tahun dinyatakan tahun El Nino jika 5 bulan berturut-turut indeks ONI lebih dari 0,5 dan dinyatakan tahun La Nina jika selama 5 bulan berturut-turut indeks ONI kurang dari -0,5.

FO

KU

S

Page 27: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

26 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 4. Grafik deret waktu rata-rata curah hujan bulanan wilayah Indonesia dan nilai ONI wilayah Nino 3.4

(Sumber data curah hujan: www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.cmap.html)

Salah satu dampak perubahan SPL di Samudera Pasifik pada saat fenomena ENSO adalah perubahan curah hujan dan pergeseran musim di Indonesia. El Nino menyebabkan pengurangan jumlah curah hujan di wilayah Indonesia karena adanya pelemahan konveksi m a s s a u d a r a y a n g d i a k i b a t k a n o l e h peningkatan tekanan udara. Sebaliknya, dalam peristiwa La Nina konveksi menjadi kuat di atas wilayah Indonesia sehingga terjadi peningkatan curah hujan di Indonesia. Pengaruh kejadian ENSO terhadap peningkatan dan penurunan curah hujan di Indonesia tidak sama untuk seluruh wilayah. Letak geografis suatu wilayah mempengaruhi respon wi layah tersebut terhadap fenomena El Nino maupun La Nina. Gambar 4 menunjukkan grafik deret waktu rata-rata curah hujan bulanan untuk seluruh wilayah Indonesia dan ONI wilayah 3.4. Beberapa kejadian El Nino kuat terjadi penurunan curah hujan yang signifikan dan beberapa kejadian La Nina kuat terjadi kenaikan curah hujan yang cukup signifikan pula.

Curah hujan erat kaitannya dengan pembentukan musim di Indonesia, yaitu musim hujan dan kemarau. Kriteria awal musim hujan menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah jika terjadi curah hujan lebih dari 50 mm pada 3 dasarian berturut-turut

(≥150 mm/bulan), sedangkan awal musim kemarau didefinisikan jika dalam 3 dasarian berturut-turut terdapat curah hujan <50 mm (<150 mm/bulan). Secara umum di Indonesia terdapat 3 tipe curah hujan berdasarkan pola hujan bulanannya yaitu monsunal, ekuatorial, dan lokal. Dampak pergeseran musim akibat kejadian ENSO lebih terlihat pada wilayah yang memiliki pola curah hujan monsunal. Hal tersebut dapat diindikasikan oleh awal musim hujan yang lebih lambat dibanding rata-ratanya ketika terjadi El Nino atau lebih cepat dibanding rata-ratanya ketika terjadi La Nina. Pengaruh variabilitas curah hujan dan pergesaran musim dapat berdampak pada sektor-sektor penting seperti pertanian, sumber daya air, pariwisata, dan sektor penggerak perekonomian Indonesia lainnya. Dalam hal ini, prediksi musim dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan sektor-sektor tersebut. Penentuan awal tanam pada sebagian besar sistem pertanian tanaman pangan dan hortikultura

sangat dipengaruhi oleh awal musim, perkiraan musim yang tidak tepat akan berpengaruh pada hasil produksi dan d a m p a k n y a a k a n m e n e n t u k a n keuntungan dan kerugian bagi petani. S e l a i n i t u , k o n d i s i c u r a h h u j a n berpengaruh pada pengelolaan sumber daya air. Adanya prediksi musim dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sumber daya ai r sehingga dapat dilakukan tindakan preventif jika terjadi bencana banjir pada awal atau puncak musim hujan, juga tindakan-tindakan preventif terhadap kondisi kering yang mungkin terjadi pada musim kemarau.

(Penulis: Eka Putri Wulandari)

FO

KU

S

Page 28: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

27Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 1. Nilai klimatologis tekanan udara rata-rata bulanan pada ketinggian permukaan laut selama 40 tahun (1979-2018)untuk bulan Januari, April, Juli, dan Oktober dalam hPa.

Variabilitas cuaca dan iklim di Indonesia merupakan topik kajian dan penelitian yang semakin hari semakin menarik. Sudah lama para ilmuwan, baik dari dalam maupun luar negeri mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas cuaca dan iklim Indonesia, mulai dari monsun, El Nino Southern Oscillation (ENSO), Madden Julian Oscillation (MJO), Indian Ocean Dipole Mode, cold surge, hingga arus lintas Indonesia. Terdapat salah satu fenomena alam yang mungkin belum banyak dikenal tetapi bisa berdampak siginfikan pada variabilitas cuaca dan iklim Indonesia, yaitu Mascarene high.

Mascarene high merupakan wilayah sistem tekanan tinggi yang terletak di antara 25° LS – 35° LS dan 40° BT – 90° BT. Sistem ini disebut Mascarene h igh karena ter letak dekat Kepulauan Mascarene di Lautan India bagian selatan. Kepulauan Mascarene sendiri terdiri dari tiga pulau utama yaitu Mauritius, Reunion, dan Rodrigues.

Sistem tekanan tinggi Mascarene high terjadi sepanjang tahun (Gambar 1). Pada bulan Januari, sistem ini mempunyai tekanan udara rata-rata paling rendah yaitu di bawah 1022 hPa. Pusat sistem ini berada agak ke timur atau di sekitar 90° BT. Memasuki bulan April, Mascarene high berekspansi ke arah barat dengan pusat sistem bergeser sedikit ke daerah sekitar 80° BT. Pergerakan ke arah barat ini berlangsung hingga bulan Juli dan pusat Mascarene berada di sekitar 60° BT. Pada bulan Juli, Mascarene high mencapai puncaknya dengan tekanan udara rata-rata di atas 1024 hPa. Setelah bulan Juli, tekanan udara rata-rata di Mascarene high perlahan-lahan mengalami penurunan. Luas cakupan sistem ini berangsur-angsur mengecil dan pusat tekanan tinggi mulai bergerak ke arah timur kembali. Pada bulan Oktober, pusat Mascarene high berada di sekitar 75° BT dengan tekanan udara rata-rata di bawah 1024 hPa.

Mengenal

MASCARENE HIGHFO

KU

S

Page 29: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

28 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 3. Ketinggian gelombang laut di laut selatan wilayah Indonesia mencapai ketinggian hingga 8 m

pada tanggal 18 Juli 2018.

Gambar 2. Tekanan udara rata-rata permukaan laut pada tanggal 18 Juli 2018 jam 21 UTC.

M a s c a r e n e h i g h t e l a h l a m a dihubungkan dengan variabilitas musim di berbagai wilayah. Seperti di India, Krishnamurty dan Bhalme (1976) menunjukkan bahwa hujan monsun minimum terjadi 9 hari setelah kejadian Mascarene high berintensitas tinggi. Mascarene high mempunyai pengaruh penting dalam variasi sirkulasi monsun musim panas di Asia Timur (Huang dkk., 1989). Variabilitas musim di Indonesia juga dipengaruhi oleh Mascarene high. Xue dkk. (2004) menunjukkan bahwa intensitas angin lintas ekuator di Indonesia cenderung men ingkat se i r i ng dengan perkembangan Mascarene high . Dalam eksperimennya menggunakan model iklim global (GCM), Morioka dkk. (2015) menyebutkan pentingnya peran Mascarene high dalam memodulasi iklim Afrika Selatan. Sementara itu Han dkk . (2017) menyebutkan bahwa Mascarene high beserta Austral ian high merupakan faktor paling signifikan yang berpengaruh pada variabilitas hujan di Cina Selatan.

Selain berpengaruh pada variabilitas hujan, Mascarene high juga berpengaruh pada variabilitas ketinggian gelombang laut. Sebagai contoh, Gambar 2 menunjukkan posisi dan intensitas Mascarene high pada tanggal 18 Juli 2018 jam 21:00 UTC. Pada tanggal tersebut, intensitas Mascarene high sedang memuncak dengan tekanan permukaan laut melebihi 1030

hPa. Pada saat yang sama, ketinggian gelombang laut di pantai Selatan Jawa terutama Yogyakarta dan sekitarnya mencapai 7 m atau lebih (Gambar 3).

Ket inggian gelombang laut yang ekst rem in i berdampak pada rusaknya infrastruktur Pelabuhan Sadeng (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan beberapa perahu nelayan. Setelah intensitas Mascarene high menurun, ketinggian gelombang laut di pantai selatan Jawa juga berangsur-angsur normal. Variabilitas ketinggian gelombang di pantai selatan Jawa itu sendir i t idak langsung disebabkan oleh Mascarene high, tetapi oleh adanya pusat tekanan tinggi di sebelah barat Australia yang disebut dengan Australian high. Perkembangan Australian high ini dipicu oleh perkembangan Mascarene high dengan jeda waktu antara 5 sampai 10 hari (Xue dkk., 2004).

Penelitian tentang pengaruh Mascarene High terhadap variabilitas cuaca dan iklim di Indonesia belum banyak dilakukan. Artikel pendek ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi para peneliti di Indonesia, khususnya peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN, untuk mengkaji hal ini secara lebih mendalam.

(Penulis: Suaydhi)

FO

KU

S

Page 30: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

29Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Jenis gunung Aspek

Fisika Kimia Biologi Gunung Api Suhu dari awan

panas, topografi,

ketinggian gunung

Emisi gas: CO, CO2,

H2S, SO2, NO2, H2O, H2,

HCl, HF

-

Gunung Non Api Topografi - Evapotranspirasi

dari vegetasi

Tabel 1. Perbedaan gunung api dan gunung non api dilihat dari kontribusinya terhadap variabilitas iklim.

Sejarah telah mencatat bahwa pada tahun 1816 benua Eropa mengalami tahun tanpa musim panas. Hal ini disebabkan oleh erupsi (letusan) Gunung Tambora yang berada di Indonesia. Erupsi Gunung Tambora yang dahsyat mengemisikan gas-gas sampai ke benua Eropa dan daratan Amerika Utara yang mengakibatkan kedua kawasan tersebut tidak mengalami musim panas pada tahun 1816. Kemudian pada tahun 1883, ketika Gunung Krakatau meletus, erupsinya sampai terdengar ke Srilanka. Setahun setelah peristiwa letusan pada tahun 1884, rata-rata suhu global diinformasikan turun 2,4°C dan sampai tahun 1888 pola suhu global selalu berubah. Pada tahun 1982 erupsi Gunung El Chichon di Chili dan erupsi Gunung Pinatubo pada 1991 di Filipina telah mengubah tahun yang seharusnya adalah tahun el niño yang bersifat kering (kemarau panjang) menjadi tahun yang basah (banyak hujan). Pada tulisan ini, pembaca akan diajak untuk mengetahui peran dari gunung api dan gunung non api pada variabilitas cuaca dan iklim.

Kontribusi Erupsi Gunung Api dan Gunung Non Api pada Variabilitas Iklim

Berdasarkan erupsi, gunung dapat dibedakan menjadi gunung api (vulkanik) dan gunung tidak berapi (non api). Masing-masing jenis gunung memiliki kontribusi terhadap variabilitas iklim yang berbeda baik dari aspek fisika, kimia, maupun biologi. Tabel 1 berikut menyajikan perbedaan antara gunung api dan non api.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa gunung non api hanya memiliki aspek secara langsung dari fisika dan biologi. Aspek fisika dari gunung non api lebih menonjol daripada aspek biologi. Aspek fisika pada gunung non api berupa topografi lembah dan puncak gunung. Perbedaan topografi ini menghasilkan variabilitas jangka pendek atau dapat disebut variabilitas cuaca berupa angin lembah, angin gunung, hujan orografis, daerah bayang-bayang hujan (rain shadow), atau puncak gunung yang selalu tertutup salju (puncak Gunung Jayawijaya di Papua). Daerah sekitar gunung non api akan memiliki iklim lokal yang bersifat khas. Kondisi iklim di sekitar daerah bergunung akan tetap bersifat lokal (khas) asalkan kondisi lingkungan tetap terjaga. Perubahan tata guna lahan adalah awal dari berubahnya iklim setempat.

Hujan orografis adalah sumber air bagi masyarakat daerah pegunungan dan hutan sebagai penyimpan airnya. Hujan orografis terjadi karena ada angin lembah dan vegetasi yang hidup di sekitar gunung. Uap air hasil evapotranspirasi dari vegetasi sekitar gunung akan dibawa oleh angin lembah, lalu naik sampai puncak gunung pada siang hari. Ketika malam hari, suhu udara sekitar gunung turun, u a p a i r h a s i l e v a p o t r a n s p i r a s i a k a n berkondensasi menjadi titik-titik air dalam awan atau kabut. Ketika telah jenuh, maka titik-titik air dalam awan atau kabut akan menjadi hujan orografis. Daerah di bal ik gunung akan mengalami hal sebaliknya, yaitu akan beriklim lokal bersifat khas yang lebih panas dan kering. Daerah ini disebut sebagai daerah bayang-bayang hujan. Adanya angin-angin lokal seperti angin lada di Pameungpeuk, angin bohorok di Deli, angin gending di Probolinggo, angin kumbang di Cirebon, angin langkisau di Malang, dan angin wambrau di Papua sebenarnya adalah jenis angin gunung yang bertiup di d a e r a h b a y a n g - b a y a n g h u j a n y a n g dipengaruhi oleh kondisi iklim global.

Banyak anggapan bahwa variabilitas iklim hanya ditentukan oleh aspek fisika saja, seperti sirkulasi udara (sel Hadley dan sel Walker) dan faktor dari matahari (siklus 11 tahunan sun spots). Kontribusi dari aspek kimia jarang diperhitungkan dalam mempengaruhi variabilitas iklim, padahal dapat berpengaruh besar pada perubahan iklim.

KONTRIBUSI GUNUNG PADA VARIABILITAS IKLIM

FO

KU

S

Page 31: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

30 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Tabel 2. Nilai VEI beberapa erupsi gunung.

Nama gunung api Tanggal meletus Nilai VEI

Merapi 8 November 2010 4

Kelud Maret 1990 4

Colo Desember 1983 4

Galunggung 8 Januari 1983 4

Agung 27 Januari 1964 5

Krakatau Februari 1884 6

Lalu bagaimana dengan kondisi Puncak Jayawijaya yang selalu tertutup salju. Puncak Jayawijaya merupakan puncak gunung tertinggi di Indonesia. Ketinggiannya mencapai 4884 meter dari permukaan laut. Dengan kondisi ketinggian seperti ini, maka suhu udara dapat mencapai kurang dari 0°C, dan air yang ditemui biasanya berbentuk padatan berupa salju. Di Puncak Jayawijaya akan ditemui variabilitas cuaca berupa tiga jenis presipitasi yaitu hujan (bentuk cair), hujan es (hail), dan salju. Di setiap harinya salju menutupi Puncak Jayawijaya disebabkan ketinggian gunung yang sangat tinggi. Pada musim penghujan, maka presipitasi akan berbentuk hujan, sedangkan pada musim kemarau presipitasi akan berbentuk hujan es.

Aspek biologi dari gunung non api tidak menonjol, kontribusi hanya dari vegetasi yang terdapat di sekitar gunung. Uap air hasil evapotranspirasi merupakan bahan baku untuk hujan orografis dan embun.

Berbeda dengan gunung non api, gunung api memiliki kontribusi pada variabilitas iklim dari aspek kimia dan fisika. Aspek kimia dari gunung api lebih menonjol daripada aspek fisika dalam mempengaruhi dan berkontribusi pada variabilitas iklim dan cuaca. Aspek kimia dari gunung api yang berkontribusi pada variabilitas iklim dan cuaca adalah dari emisi gas yang dikeluarkan ketika erupsi terjadi. Erupsi dari gunung api mengemisikan gas-gas antara lain karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO ), 2

sulfur dioksida (SO ), nitrogen dioksida (NO ), uap 2 2

air (H O), nitrogen (N ), asam klorida (HCl), dan 2 2

asam fluorida (HF).

Aspek fisika dari gunung api adalah dari ketinggian gunung, topografi, dan suhu awan panas yang diemisikan pada sebagian gunung api. Saat terjadi erupsi, variabilitas cuaca yang terdampak adalah langit menjadi mendung serta visibilitas (daya jangkau penglihatan) berkurang. Aspek fisika dari gunung berupa ketinggian dan volcano explosive index (VEI) akan mempengaruhi jangkauan vertikal dan horizontal penyebaran emisi gas dan awan panas. Tabel 2 menyajikan nilai VEI beberapa erupsi gunung.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui Gunung Krakatau memiliki nilai VEI paling tinggi, yaitu sebesar 6. Penyebaran emisi gas yang d i t imbu lkannya dapat mempengaruh i variabilitas iklim dunia. Seperti yang telah disebutkan di awal, suhu global setelah erupsi Krakatau turun 2,4°C dan dampaknya dapat dirasakan sampai lima tahun setelahnya (tahun 1888). Emisi gas dan debu yang dihasilkan dari erupsi Gunung Krakatau berupa SO akan 2

menjadi inti kondensasi untuk pendinginan atmosfer dan pembentukan hujan. Bukti ini tidak hanya yang terjadi pada Gunung Krakatau, tetapi juga pada erupsi Gunung Tambora, Gunung Pinatubo, dan Gunung El Chichon. Tanggal 10 April 1815 Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat meletus. Penyebaran emisi dan debu aerosolnya sampai ke daratan Eropa dan Amerika Utara. Dampaknya terasa setahun kemudian, yaitu pada 1816 Eropa dan sekitarnya tidak mengalami musim panas.

Aspek fisika dari gunung api yang lain adalah topografi. Sama halnya dengan gunung non api, hujan orografis tetap terjadi di sekitar gunung api. Gunung Semeru di daerah Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang termasuk jenis gunung api. Hujan orografis terjadi di Malang, sedangkan daerah bayang - bayang hujannya adalah Kabupaten Probolinggo. Aspek fisika lain dari gunung api adalah emisi awan panas yang dihasilkan oleh beberapa gunung di tanah air seperti Gunung Merapi di Yogyakarta (wedus gembel adalah sebutan awan panas yang diemisikan oleh Gunung Merapi) dan Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Emisi awan panas dapat mempengaruhi variabilitas cuaca selama beberapa hari yang ditandai dengan meningkatnya suhu udara di sekitar lokasi erupsi dan penyebaran awan panas.

Penutup

Kedua jenis gunung, baik gunung api maupun non api, berkontribusi pada variabilitas cuaca dan variabilitas iklim. Gunung non api dan gunung api mempengaruhi variabilitas cuaca melalui hujan orografis dan angin-angin lokal yang terjadi. Di sisi lain, gunung api juga dapat mempengaruhi variabilitas iklim (tahun tanpa musim dingin di Eropa, suhu udara global turun, dan perubahan iklim) melalui emisi gas yang dihasilkan dari erupsi.

(Penulis: Lilik S. Supriatin)

FO

KU

S

Page 32: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

31Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 1. Sketsa dinamika atmosfer di sekitar troposfer atasdan stratosfer bawah.

Penelitian interaksi troposfer–stratosfer berawal dari laporan pengamatan oleh Alan Brewer (1949) yang menujukkan adanya sirkulasi di stratosfer. Brewer berargumen bahwa udara di ekuator setelah melalui proses kondensasi di troposfer masuk ke stratosfer, kemudian merambat ke lapisan stratosfer bawah di London (lintang tengah). Udara kering yang masuk ke lapisan stratosfer bawah akan menaikkan temperatur melalui proses termodinamika. Kemudian Brewer berpendapat bahwa apabila sirkulasi ini membawa O dari ekuator, maka 3

akan meningkatkan O di stratosfer wilayah 3

kutub. Gordon Dobson (1956) adalah orang yang membuktikan hipotesis Brewer (1949) terkait perambatan O di stratosfer dari ekuator 3

menuju kutub. Laporan Dobson mengenai penurunan dan peningkatan konsentrasi O di 3

ekuator dan kutub adalah fakta penjalaran udara secara perlahan dari tropis menuju kutub. Mulai periode 1970-an, sirkulasi di stratosfer ini disebut Brewer-Dobson circulation sebagai penghormatan kepada mereka yang telah menemukan. Penelitian dinamika di stratosfer tidak hanya terbatas pada sirkulasi yang terbentang antara ekuator dan kutub, namun di wilayah tropis sendiri ada perubahan arah angin dengan

periode rata-rata 26 bulan dan merambat ke bawah di ketinggian 20-30 km. Pada awal tahun 1960-an, R. J. Reed melaporkan pergantian arah angin ini dan menyebutnya sebagai Quasi Biennial Oscillation (QBO). Tahun 1968, Richard Lindzen dan James Holton mengemukakan teori QBO yang dibangkitkan oleh gelombang gravitas dan berinteraksi dengan Stratospheric Semi Annual Oscillation yaitu osilasi 6 bulanan di ~35 km. Pengembangan model dan teori QBO terus bermunculan hingga saat ini seiring dengan perkembangan teknologi pengamatan, baik dari permukaan bumi maupun satelit.

Sejarah Penelitian Interaksi Troposfer–Stratosfer

Aktivitas kehidupan manusia saat ini memiliki ketergantungan besar terhadap kondisi cuaca dan iklim. Cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu waktu, sedangkan iklim menggambarkan rerata kondisi atmosfer dari pengamatan jangka panjang. Baik secara langsung atau pun tidak langsung, mulai dari perencanaan pembangunan, pengembangan teknologi, kegiatan kebudayaan, kompetisi olahraga, sektor pariwisata, dan lain-lain, memerlukan analisis cuaca dan iklim. Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan sains atmosfer penting bagi keberlangsungan hidup.

Atmosfer meliputi empat lapisan utama berdasarkan perubahan karakteristik temperatur: (1) troposfer; (2) stratosfer; (3) mesosfer; dan (4) termosfer. Diantara empat lapisan tersebut terdapat suatu lapisan batas dengan temperatur relatif konstan yakni, tropopause, stratopause dan mesopause. Fenomena cuaca terjadi di troposfer, lapisan atmosfer paling bawah yang dimulai dari permukaan bumi. Di daerah ekuator atau khatulistiwa, ketinggian lapisan troposfer bisa mencapai hingga ~17 km. Di ekstratropis (lintang tengah) ketinggian maksimum troposfer bervariasi dari 12–17 km, sedangkan di kutub hanya mencapai 5–8 km. Semakin jauh dari permukaan bumi, temperatur di troposfer semakin dingin. Hal ini menjadikan bahwa troposfer adalah lapisan tidak stabil.

Stratosfer adalah lapisan di atas troposfer yang dibatasi oleh tropopause. Di stratosfer temperatur kembali hangat karena terdapat ozon (O ), sehingga menjadikannya lapisan stabil. 3

Perbedaan karakteristik temperatur antara troposfer dan stratosfer mengakibatkan kajian sains atmosfer untuk ke dua lapisan atmosfer ini kerap dipisahkan.

SAATNYA MELIRIK

INTERAKSI TROPOSFER-STRATOSFERUNTUK MEMAHAMI PERUBAHAN IKLIM F

OK

US

Page 33: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

32 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Troposfer dibagi menjadi lapisan batas atmosfer (planetary boundary layer; PBL) mulai dari permukaan sampai ketinggian ~3 km dan lapisan free troposphere yang meliputi middle dan upper troposphere (di atas 3 km sampai tropopause). Kajian lapisan batas kerap menarik perhatian. Secara umum, lapisan batas di atmosfer menunjukkan dua karakteristik yang berbeda antara lapisan di bawah dan di atas batas, biasanya diidentikkan oleh karakteristik variabel temperatur atau kandungan uap air. Sebagai contoh, kandungan uap air di lapisan dekat permukaan cenderung konstan karena efek turbulen sampai ketinggian PBL (~3 km), kemudian kandungan uap air menurun drastis di atas PBL.

Layaknya PBL di dekat permukaan bumi, lapisan tropopause menjembatani troposfer atas dan stratosfer bawah (upper troposphere and lower stratosphere; UTLS). Di troposfer atas, atmosfer mengalami radiasi pendinginan, sedangkan di stratosfer bawah atmosfer mengalami radiasi pemanasan. Kajian ULTS diantaranya meliputi aktivitas gelombang

planeter (gelombang Kelvin dan Rossby) dan gelombang skala lokal (gelombang gravitas), lapisan inversi tropopause dan kaitannya dengan aktivitas konvektif di troposfer, Sudden Stratosphere Warming (SSW) di kutub utara, efek jet polar di kutub selatan, dan hubungan antara QBO-MJO di tropis.

Definisi ikl im adalah kondisi rerata atmosfer pada jangka waktu panjang. Oleh karena itu, arti perubahan iklim yang mudah dipahami adalah perubahan kondisi rerata atmosfer. Susan Solomon pada tahun 2010 melaporkan bahwa perubahan komposisi uap air di stratosfer berkontribusi pada perubahan temperatur permukaan dalam jangka waktu panjang (perubahan iklim). Hasil penemuan Solomon ini semakin meyakinkan para peneliti di bidang UTLS bahwa kajian perubahan iklim tidak lepas dari interaksi fluida atmosfer di lapisan batas antara troposfer dan stratosfer.

(Penulis: Noersomadi)

Interaksi Troposfer-Stratosfer dan Perubahan Iklim

Di sisi lain, penemuan besar di lingkup troposfer terjadi pada tahun 1971 dan 1972, ket ika Roland Madden dan Paul Jul ian melaporkan hasi l penelit iannya tentang perambatan angin bersamaan dengan awan konvektif (awan hujan) di wilayah tropis dengan periode 40-50 harian. Pada dekade 1990-an, para peneliti mulai menyebut perambatan gelombang 40-50 harian di tropis ini sebagai Madden-Julian Oscillation (MJO). Kemudian Matthew Wheeler dan Harry Hendon (2004) membuat definisi indeks berdasarkan statistik

multivariat untuk menentukan fase MJO aktif dan inaktif.

Interaksi QBO-MJO kini tengah menjadi isu yang hangat dibicarakan. Hubungan antara QBO-MJO erat kaitannya dengan perambatan gelombang Kelv in ekuator ia l d i sek i tar tropopause dan pembentukan awan sirus di troposfer atas. Penelitian terkini memunculkan hipotesis bahwa MJO yang terjadi di troposfer dikendalikan oleh dinamika di stratosfer seperti QBO.

FO

KU

S

Page 34: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

33Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 2. Data time-series SST Nino 3.4 sejak Mei hingga November 2019, serta prediksinya hingga April 2020. (di-download 15.11.2019)

Gambar 1. Anomali SST di sepanjang lautan pasifik sejak tanggal 1 hingga 31 Oktober 2019.

(sumber: http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-surface)

Apa yang menar i k ket i ka o rang berbicara tentang kondisi iklim/cuaca pada akhir musim transisi kedua (periode September-Oktober-November), tepatnya menjelang akhir November 2019? Muncul berbagai macam isu seperti adanya gelombang panas (heat wave), hadirnya puting beliung, atau turunnya hujan yang sifatnya sporadis (tidak menentu) dan tidak merata. Di beberapa kawasan seperti Sumatera Utara dan Aceh, hujan deras disertai angin kencang telah beberapa kali terjadi, sementara di kawasan Jawa Barat, penurunan debit air di beberapa waduk (Sagul ing, Cirata dan Jatiluhur) justru memuncak, terutama pada bu lan Ok tober 2019 . Mesk ipun med ia memberitakan bahwa pada bulan November telah turun hujan di beberapa kawasan Indonesia, khususnya di Jawa Barat, namun apakah ini pertanda bahwa musim kemarau (MK) panjang telah berakhir dan masuk awal musim hujan (MH) 2019?

Posisi Matahari saat ini berada di garis ekuator bumi sejak tanggal 23 September dan menuju Belahan Bumi Selatan (BBS) hingga tanggal 22 Desember 2019. Namun hampir semua data global/regional memperlihatkan bahwa BBS sampai akhir November ini masih merupakan pusat tekanan tinggi sehingga curah hujan umumnya masih berada di BBU Benua Maritim Indonesia (BMI). Walaupun sudah terjadi hujan di beberapa wilayah BBS BMI, seperti Pulau Jawa, tetapi hal tersebut masih belum optimal.

Lalu, mengapa di BBS BMI masih menjadi pusat tekanan tinggi? Atau dengan kata lain, mengapa sea surface temperature (SST) di sekitar BMI masih relatif rendah?

Berdasarkan Gambar 1 (arah panah berwarna merah), terlihat bahwa sejak tanggal 1 hingga 31 Oktober 2019 kawasan barat Indonesia merupakan pusat tekanan tinggi, yang diindikasikan dengan nilai anomali SST negatif (warna biru). Hal ini diduga menjadi penyebab utama bergesernya pusat-pusat tekanan tinggi meninggalkan kawasan barat Indonesia menuju pantai timur Afrika.

Sementara, data indeks SST Nino 3.4 (Gambar 2) memperlihatkan bahwa kondisi saat ini (November 2019) nilai indeks berada “sedikit” di atas normal. Meskipun demikian, hal ini sepertinya tidak memiliki pengaruh yang signifikan, mengingat di beberapa kawasan telah terjadi sedikit peningkatan intensitas curah hujan di Pulau Jawa. Dengan kata lain, pengaruh Monsun diduga akan dominan di akhir Musim Transisi kedua.

Di sisi lain, beberapa kasus kejadian hujan kerap terjadi terutama menjelang sore hari, khususnya di Jawa Barat, seperti Bandung. Hal ini kemungkinan terjadi akibat faktor lokal setempat (terutama kawasan pegunungan), sehingga di w i l a y a h t e r s e b u t m a s i h b e r p e l u a n g m e n g h a s i l k a n h u j a n k a r e n a a d a n y a penghalang (barrier) yang menyebabkan kumpulan awan penghasil hujan tidak bergerak jauh.

Indian Ocean Dipole (lOD): SANG PENGHAMBAT DATANGNYA AWAL MUSIM HUJAN DI PULAU JAWA

OP

INI

Page 35: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

34 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 5b. Prediksi nilai IOD untuk bulan Januari dan Februari 2020.

Gambar 5a. Prediksi nilai IOD untuk bulan November dan Desember 2019.

Gambar 4. Konsep dasar IOD positif dan negatif.

Gambar 3. Anomali sea surface temperature (SST) bulanan untuk wilayah IOD.

Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa indeks SST Nino 3.4 “terkini” masih dalam kondisi normal (neutral) sejak Juni 2019. Hampir semua model, baik berbasis dinamik dan statistik, menuju satu kesimpulan yaitu SST Nino 3.4 menuju kondisi normal hingga bulan Mei-Juni-Juli (MJJ) 2020 mendatang. Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh signifikan El-Nino terhadap kondisi saat ini.

Lalu, bagaimana dengan indeks Indian Ocean Dipole (IOD)? Gambar 3 menunjukkan bahwa periode IOD positif telah selesai mencapai puncaknya di bulan Oktober 2019. Indeks IOD cukup besar pada kondisi puncaknya, yaitu mendekati nilai 2,0. Padahal di bulan yang sama tahun 1997 saat Indonesia mengalami kemarau panjang, nilai indeks IOD hanya sekitar 1,8. Maka tidaklah heran jika Oktober lalu kita mengalami panas yang sangat terik. Bahkan, beberapa kota di Pulau Jawa, seperti Jakarta, suhu udaranya mencapai hampir 40°C. Kini nilai IOD secara teratur turun seiring dengan bergesernya posisi matahari terhadap bumi (gerak semu matahari terhadap bumi).

Sesuai dengan konsep IOD positif (Gambar 4), maka pusat tekanan rendah berada di pantai timur Afrika. Ini yang menyebabkan bergesernya kumpulan awan-awan penghasil hujan ke arah barat Indonesia menuju pantai timur Afrika sehingga di kawasan barat Indonesia mengalami musim kemarau. Hal ini karena uap air yang dibawa umumnya berasal dari gurun pasir Australia, apalagi beberapa kawasan di Australia mengalami kebakaran hutan. Kondisi ini mendukung makin lamanya MK di Indonesia.

Hasil prediksi yang dikeluarkan b e b e r a p a b a d a n m e t e o r o l o g i menunjukkan bahwa IOD positif akan terus bertahan hingga Januari 2020 (Gambar 5a dan 5b). Musim hujan, khususnya untuk Pulau Jawa, yang seharusnya sudah dimulai sejak November 2019, akan mengalami kemunduran selama kurang lebih satu hingga dua bulan. Artinya, hingga Desember 2019 nanti diperkirakan hujan belum turun secara intensif di Pulau Jawa. Hal ini terjadi akibat IOD masih berada pada fase posit if, sehingga mengakibatkan gagalnya angin baratan (westerly wind) yang membawa uap air memasuki kawasan barat Indonesia. Sementara hasil prediksi menunjukkan bahwa IOD menuju fase normal (neutral) baru terjadi di sekitar Februari 2020. Monsun Asia bisa saja akan mengambil alih peran ini, namun dengan masih bernilai positifnya IOD, paling tidak aktivitas Monsun Asia akan diredam untuk sementara.

(Penulis: Eddy Hermawan)

OP

INI

Page 36: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

35Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Selain menebar garam dengan harapan hujan akan segera turun, masih terdapat kepercayaan di masyarakat bahwa meletakkan ember berisi air di halaman rumah dapat pula mempercepat turunnya hujan. Kepercayaan ini mungkin didasari oleh teori pembentukan hujan

dalam siklus hidrologi (siklus air) di alam. Akan tetapi, suplai penguapan dari air di ember tidak akan cukup untuk pembentukan awan. Sebab, pembentukan awan hujan memerlukan suplai uap air dalam jumlah besar seperti penguapan air laut oleh penyinaran matahari.

2. Meletakkan ember berisi air di tanah terbuka agar hujan turun.

Saat memasuki bulan-bulan musim penghujan, namun hujan belum juga turun, s e b a g i a n m a s y a r a k a t m a s i h p e r c a y a melakukan penebaran garam dapur ke atas angkasa. Tindakan ini dari sisi sains atmosfer adalah tindakan yang sia-sia. Mengapa demikian?

Begini penjelasannya. Penebaran garam dapur agar segera turun hujan adalah tepat asalkan garam ditebar pada waktu akhir musim penghujan atau akhir musim kemarau dan berada di ketinggian di atas 5 km (setinggi lapisan troposfer dan bukan menebar garam di permukaan tanah). Garam juga perlu ditebar dalam jumlah yang banyak. Penebaran garam dapur adalah upaya modifikasi cuaca yaitu metode untuk mempercepat proses terjadinya

hujan. Di tengah masyarakat kerap dikenal dengan proses hujan buatan.

Garam yang bers i fat h igroskopis bert indak sebagai int i kondensasi akan menyerap uap air dan membentuk awan hujan. Secara kasat mata, proses kondensasi atau pengembunan sering terlihat di sekeliling kita. Misal, saat pagi hari terlihat banyak embun yang menempel di permukaan mobil yang di parkir semalaman di luar rumah. Artinya, proses kondensasi membutuhkan suatu permukaan. Garam yang disebar di atmosfer berperan mengumpulkan uap air, kemudian akan membetuk butiran hujan (droplet) dan setelah mencapai kondisi jenuh akan menjadi tetes hujan.

1. Menebar garam dapur agar hujan turun.

Banyak pendapat yang beredar di masyarakat terkait mitos atau kepercayaan yang turun-temurun dan masih berakar kuat sampai saat ini. Tidak hanya di Indonesia yang tergolong negara berkembang, di Jepang pun masih ada yang memegang teguh dan menjalankan ritual ketika akan menerbangkan balon untuk pengukuran dan observasi atmosfer.

Sudah menjadi kewajiban bagi Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar “melek” dalam memilah informasi tentang sains atmosfer yang beredar di masyarakat sehingga masyarakat tidak terjerumus pada hal-hal yang sifatnya salah kaprah dan berakibat buruk. Berikut adalah beberapa mitos yang beredar di masyarakat dan akan dijawab dari sisi sains atmosfer.

MENELAAH MITOSDAN MEMATAHKAN HOAX

DI MASYARAKAT DENGAN

TEORI SAINS ATMOSFER

QU

ES

TIO

NS

& A

NS

WE

RS

Page 37: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

36 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Ada pendapat yang menyatakan “minumlah air hujan yang pertama agar tidak g a m p a n g s a k i t ” . M i t o s i n i s a n g a t m e n j e r u m u s k a n . S e p e r t i d i s e b u t k a n sebelumnya, bahwa air hujan pertama adalah akumulasi atau kumpulan dari polutan udara dan bakteri pathogen (merugikan) yang membahayakan jika diminum. Air tersebut akan menjadi racun dan kuman dalam tubuh yang bisa mengakibatkan kondisi tubuh menjadi sakit.

Kepercayaan in i mungk in dapat disamakan dengan tindakan vaksinasi dan imunisasi. Vaksinasi dan imunisasi adalah

tindakan menginjeksi tubuh seseorang dengan kuman-kuman penyakit yang telah dilemahkan. Dengan vaksinasi atau imunisasi diharapkan tubuh dengan cepat membentuk antibodi untuk melawan penyakit. Perbedaan terdapat pada proses pembentukan hujan dengan vaksinasi. Proses pembentukan hujan merupakan proses pendinginan, sedangkan vaksinasi dilakukan dengan proses sterilisasi atau pasteurisasi

°dengan metode pemanasan pada suhu 80 C secara berulang-ulang. Penguapan air laut oleh penyinaran matahari.

5. Meminum air hujan pertama agar tidak mudah sakit.

Pendapat dan kepercayaan ini adalah benar dan secara sains atmosfer dapat dipertanggungjawabkan. Air hujan yang baru kali pertama turun setelah tidak hujan selama b e b e r a p a h a r i a t a u b e b e r a p a b u l a n mengandung akumulasi dari bakteri dan polutan udara yang terdapat di atmosfer dan terlarut dalam air hujan. Bakteri adalah mikroorganisme yang bersifat ubikuotus yang berarti bahwa jumlah bakteri berlimpah dan dapat ditemukan di hampir semua tempat di dunia baik di darat, air, maupun udara, atau bersimbiosis dengan makhluk hidup lain. Beberapa komunitas bakteri juga dapat bertahan hidup di dalam awan dengan ketinggian sampai 10 kilometer.

Hujan dapat berfungsi sebagai pencuci dari gas-gas dan debu yang terdapat dalam atmosfer (wash out). Gas-gas dan debu yang merupakan polutan (zat pencemar) udara akan tercuci dengan adanya hujan. Pada periode ketika hujan tidak turun selama beberapa hari atau bulan, sedangkan polutan udara tetap

dihasilkan, maka polutan udara akan bertahan di atmosfer. Ketika hujan pertama kali turun, maka polutan udara dan bakteri akan tercuci dan terlarut dalam air hujan. Hujan pertama setelah beberapa hari atau beberapa bulan tidak turun hujan biasanya tergolong ke dalam hujan asam (pH< 5,6). Hujan asam akan terasa pedih jika mengenai mata. Kondisi sakit kulit dapat saja dialami oleh anak-anak yang bermain di dalam air banjir. Air banjir sering kali mengandung air seni dari tikus yang dapat mengakibatkan penyakit.

4. Bermain hujan yang turun pertama kali dapat menyebabkan sakit.

Sebagian masyarakat percaya dengan menusukkan cabai merah dan bawang merah ke sebatang lidi dan memasangnya di depan rumah dapat berguna untuk menolak hujan. Hal ini sering dilakukan oleh masyarakat ketika akan menggelar hajat, baik khitanan maupun pernikahan. Lalu bagaimana sisi ilmiah sains atmosfer menjawabnya?

Teknik modifikasi cuaca dapat dibagi dua yaitu hujan buatan dan melenyapkan awan hujan agar hujan tidak turun pada tempat tertentu. Teknik untuk melenyapkan awan penghasil hujan dapat dilakukan dengan menaburkan bubuk kapur gamping. Hal ini dilakukan karena bubuk mineral kapur gamping

mengeluarkan energi panas yang dapat menguapkan partikel air dalam awan sehingga tetes hujan akan lenyap.

Penggunaan cabai merah dan bawang merah untuk menolak hujan merupakan tindakan sia-sia dan takhayul. Tindakan ini mungkin dilakukan karena terdapat kesamaan antara cabai merah dan bawang merah dengan kapur (kalsium). Kesamaan pertama itu terdapat pada kandungan kimia dari cabai merah, bawang merah, dan kapur yang sama-sama mengandung tinggi vitamin C. Kesamaan kedua adalah ketiga jenis materi tersebut adalah bersifat panas.

3. Memasang cabai merah dan bawang merah untuk menolak hujan.

QU

ES

TIO

NS

& A

NS

WE

RS

Page 38: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

37Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Ada yang berpendapat bahwa musim dingin, atau musim hujan di Indonesia, dapat membuat tubuh kita rentan terhadap penyakit. Pendapat ini, jika menilik bakteri atau virus sebagai sumber penyakit, adalah salah. Saat musim dingin atau musim hujan, suhu udara cenderung lebih rendah dari suhu rata-rata. Di sisi lain, bakteri dan virus akan lebih cepat menyelesaikan perkembangan stadium hidupnya pada suhu udara yang lebih tinggi (panas; musim kemarau) daripada lingkungan dengan suhu udara yang lebih rendah (dingin; musim penghujan). Kondisi ini berakibat pada jumlah generasi virus atau bakteri yang

dihasilkan di daerah bersuhu lebih tinggi lebih banyak daripada di daerah bersuhu lebih rendah. Ketika musim hujan, bakteri dan virus akan tidur (dorman), sementara pada musim kemarau perkembangan bakteri dan virus akan meningkat. Oleh karena itu, pendapat yang m e n y a t a k a n m u s i m d i n g i n d a p a t mengakibatkan sakit, lebih tepat jika dikaitkan dengan kondisi stamina tubuh seseorang saja (aspek fisik tubuh), bukan dari aspek biologi atau lingkungan.

(Narasumber: Lilik S. Supriatin, Noersomadi)

7. Musim dingin membuat mudah sakit.

Tahun Masehi

Tanggal Imlek

Tahun Masehi

Tanggal terjadi Imlek

1996 19 Februari 2008 7 Februari

1997 7 Februari 2009 26 Januari

1998 28 Januari 2010 14 Februari

1999 16 Februari 2011 3 Februari

2000 5 Februari 2012 23 Januari

2001 24 Januari 2013 10 Februari

2002 12 Februari 2014 31 Januari

2003 1 Februari 2015 19 Februari

2004 22 Januari 2016 8 Februari

2005 9 Februari 2017 28 Januari

2006 29 Januari 2018 16 Februari

2007 18 Februari 2019 5 Februari

Tabel 1. Tanggal Imlek pada Kalender Masehi. Imlek atau tahun baru masyarakat Tionghoa di Indonesia selalu diidentikan dengan turunnya hujan pada hari tersebut. Apakah mitos ini benar? Begini penjelasannya.

Pada kalender masyarakat Tionghoa ditetapkan bahwa Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal antara 21 Januari sampai dengan 20 Februari setiap tahunnya. Tabel 1 menyajikan tanggal Tahun Baru Imlek pada kalender Masehi selama periode 1996 – 2019.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa selama periode 1996 – 2019 Tahun Baru Imlek jatuh pada rentang waktu antara tanggal 22 Januari – 19 Februari sehingga pendapat atau kepercayaan yang menyatakan bahwa hari Imlek identik dengan turunnya hujan terjawab sudah. Jika memang Tahun Baru Imlek selalu jatuh pada rentang waktu antara tanggal 22 Januari – 19 Februari, sudah tentu memiliki peluang tinggi untuk terjadinya hujan. Dalam rentang waktu tersebut, Indonesia memang sedang mengalami musim hujan. Bulan Desember, Januari, dan Februari (DJF) adalah termasuk dalam bulan basah (curah hujan lebih besar dari 200 mm/bulan). Jadi, dapat dipastikan bahwa ketika Tahun Baru Imlek, peluang turunnya hujan sangat besar.

6. Hujan selalu turun pada saat Imlek.

QU

ES

TIO

NS

& A

NS

WE

RS

Page 39: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

38 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Instalasi WRF pada tutorial ini dilakukan di Bash on Windows Ubuntu 16.04 yang diinstal di laptop dengan spesifikasi prosesor 2,9 GHz dan RAM 8 Gb dengan sistem operasi Windows 10. Linux dalam Windows (Linux on Windows, atau dikenal juga secara umum sebagai Bash on Windows ) , merupakan has i l ker jasama Canonical (perusahaan induk Ubuntu) dan Microsoft. Linux dalam Windows merupakan subsistem Windows dengan Linux Ubuntu yang beroperasi didalamnya dan bukan virtual machine (VM) ataupun aplikasi seperti Cygwin. S istem ini mengi j inkan pengguna untuk menjalankan bash shell yang biasa ditemui di Linux, tanpa harus melakukan instalasi VM atau dual-boot. Untuk memastikan komponen pada Linux merupakan yang terbaru, lakukan langkah-langkah berikut:

1. Pastikan komputer terhubung dengan jaringan internet, kemudian ketik perintah: sudo apt-get update dan sudo apt-get

upgrade untuk melakukan update komponen.

2. Instal software yang dibutuhkan dengan perintah: sudo apt-get install build-

essential csh gfortran m4.

Membangun Libraries

1. Buat direktori LIBRARIES (mkdir LIBRARIES) untuk instalasi library yang dibutuhkan. Pastikan semua library ini diinstal dengan c o m p i l e r y a n g s a m a d e n g a n y a n g digunakan untuk proses instalasi WRF dan WPS nanti.

2. Masuk ke direktori LIBRARIES dan unduh 4 file yang dibutuhkan sebagai library, dengan perintah:

Wget http://www2.mmm.ucar.edu/wrf/ OnLineTutorial/compile_tutorial/tar_files

/netcdf-4.1.3.tar.gz http://www2.mmm.ucar.edu/wrf/ OnLineTutorial/compile_tutorial/tar_files

/jasper-1.900.1.tar.gz http://www2.mmm.ucar.edu/wrf/ OnLineTutorial/compile_tutorial/tar_files

/libpng-1.2.50.tar.gz http://www2.mmm.ucar.edu/wrf OnLineTutorial/compile_tutorial/tar_files

/zlib-1.2.7.tar.gz

Perlu diperhatikan bahwa versi yang diunduh bukan merupakan versi terbaru, melainkan versi yang telah teruji kompatibilitasnya. Pembaca dapat bereksperimen dengan mengunduh versi-versi yang lebih baru.

3. Berikutnya adalah memodifikasi file .bashrc dengan nano atau vi (nano ~/.bashrc) untuk mengatur variabel-variabel environment yang dibutuhkan. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan baris-baris kode seperti di bawah untuk menentukan direktori dan library yang akan digunakan pada login berikutnya.

export DIR=/home/(username)/LIBRARIES export CC=gcc export CXX=g++ export FC=gfortran export FCFLAGS=-m64 export F77=gfortran export FFLAGS=-m64

Weather and Research Forecasting (WRF) merupakan salah satu model cuaca numerik yang populer dan digunakan di berbagai negara. Penggunaan WRF untuk mendapatkan prediksi cuaca dengan resolusi temporal dan spasial yang tinggi harus didukung oleh teknologi superkomputer. Agar proses komputasi lebih efektif, prediksi menggunakan WRF sebaiknya dilakukan pada komputer yang mendukung komputasi tingkat tinggi yaitu High Performance Computing (HPC). Meskipun demikian, bukan berarti WRF sama sekali tidak bisa dijalankan di laptop atau komputer pribadi (PC). Spesifikasi laptop saat ini yang sudah semakin canggih mampu melakukan komputasi cukup tinggi walaupun tidak setinggi superkomputer. Instalasi WRF di laptop/PC dimaksudkan agar pembaca dapat melakukan penelitian/eksperimen mandiri untuk memahami cara kerja model numerik WRF.

Panduan Instalasi dan SimulasiWRF di Linux Berbasis Windows

Bagian I: Instalasi WRF

TU

TO

RIA

L

Page 40: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

39Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Selanjutnya mengaktifkan sesi saat ini (hasil modifikasi kode pada .bashrc) dengan perintah source ~/.bashrc.

4. Konfigurasi pertama adalah konfigurasi NetCDF. Masuk ke direktori unduhan NetCDF dan ekstrak file (tar -zxvf

netcdf-4.1.3.tar.gz) . Masuk ke direktori hasil ekstraksi dan lakukan perintah ini untuk konfigurasi dan i n s t a l a s i : . / c o n fi g u r e - -prefix=$DIR/netcdf --disable-dap --

disable-netcdf-4 --disable-shared, make, dan terakhir make install. Kemudian modifikasi kembali file .bashrc ( n a n o ~ / . b a s h r c ) d e n g a n menambahkan baris-baris kode seperti di bawah, dan aktifkan lagi sesi saat ini (source ~/.bashrc).

export PATH=$DIR/netcdf/bin:$PATH export NETCDF=$DIR/netcdf

5. Berikutnya adalah konfigurasi zlib. Zlib merupakan library untuk kompresi yang diperlukan ketika mengkompilasi WPS (terutama program ungrib) dan akan dijelaskan kemudian. Sebelum proses instalasi, lakukan modifikasi kembali pada file .bashrc (nano ~/.bashrc). Tambahkan baris-baris kode seperti di bawah, dan aktifkan lagi sesi saat ini (source ~/.bashrc)

export LDFLAGS=-L$DIR/grib2/lib export CPPFLAGS=-I$DIR/grib2/include

Selanjutnya masuk ke direktori unduhan zlib dan ekstrak file zlib (tar -zxvf zlib-1.2.7.tar.gz). Masuk ke direktori hasil ekstraksi dan lakukan perintah ini untuk konfigurasi dan instalasi: ./configure --prefix=$DIR/grib2, make , dan terakhir make install .

6. Lakukan hal yang sama seperti nomor 6 (ekstrak, masuk ke direktori hasil ekstraksi, ./configure --prefix=$DIR/grib2, make, dan terakhir make install) untuk instalasi

dan konfigurasi libpng dan JasPer.

Membangun Environment WRF

1. Unduh dan ekstrak file instalasi WRF d e n g a n p e r i n t a h w g e t http://www2.mmm.ucar.edu/wrf

/src/WRFV4.0.TAR.gz dan tar -zxvf

W R F V 4 . 0 . T A R . g z y a n g a k a n menghasilkan folder WRF. WRFV4.0 merupakan versi terbaru WRF yang telah terintegrasi dengan WRFDA dan akan dijelaskan pada tutorial selanjutnya.

2. Berikutnya masuk ke direktori hasil ekstraksi (WRF) dan lakukan ./configure

untuk menghasilkan file konfigurasi. Karena instalasi dilakukan di laptop (serial) dengan compiler gfortran/gcc, maka penulis memilih opsi nomor 32 (lihat gambar di bawah). Opsi paralel (smpar dan dmpar) tidak dilakukan di tutorial ini. Step lebih lanjut untuk compiler dan library khusus opsi paralel biasanya dilakukan di superkomputer (HPC).

3. Selanjutnya pilih basic (nomor 1) seperti gambar di bawah. Konfigurasi yang sukses akan menghasilkan file configure.wrf, dan siap untuk melakukan compile WRF.

4. Beberapa pilihan untuk compile akan muncul. Pada tutorial ini dipilih WRF untuk real case. Kemudian ketik perintah ./compile em_real >&

compile.log & dan tail -f compile.log untuk menampi l kan proses compi le dalam fi le compile.log. Proses compile membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit.

5. Periksa apakah proses compile berhasil, yaitu munculnya file executables (di direktori WRF/main) dengan perintah ls -las main/*.exe.

Membangun Environment WPS(WRF Preprocessing System)

1. Sebagai bagian dalam menjalankan real case, diperlukan program WPS. Program WPS ini dapat dibangun jika langkah-langkah sebelumnya (membangun library dan environment WRF) sukses dilakukan. Unduh dan ekstrak file WPS dengan perintah wget http://www2.mmm.ucar.edu/wrf/src

/WPSV4.0.TAR.gz dan tar -zxvf WPSV4.0.TAR.gz yang akan menghasilkan folder WPS. Versi 4.0 dipilih sesuai dengan versi WRF yang telah dibangun pada langkah sebelumnya.

2. Langkah selanjutnya adalah konfigurasi WPS, yang dimulai dengan pengaturan path untuk library ungrib melalui modifikasi file .bashrc (nano

TU

TO

RIA

L

Page 41: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

40 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

~/.bashrc). Tambahkan kembali baris-baris kode seperti di bawah, dan mengaktifkan sesi saat ini (source ~/.bashrc).

export JASPERLIB=$DIR/grib2/lib export JASPERINC=$DIR/grib2/include

3. Berikutnya ketik perintah ./configure untuk menghasilkan file konfigurasi, dan memilih opsi pemrosesan. Dalam tutorial ini disarankan untuk memilih opsi serial, kecuali berencana membuat domain yang sangat besar. Selain itu disarankan juga untuk memilih opsi GRIB2 karena mayoritas data saat ini menggunakan format grib2.

Berikutnya akan muncul pesan seperti dibawah ini:

4. Berikutnya lakukan ./compile >&

compile.log & dan tail -f compile.log untuk membangun WPS (compile) dan menampilkan proses compiling di file compile.log. Untuk memastikan bahwa compile berhasil, ketik ls -ls *.exe untuk menampilkan 3 file executables seperti di bawah.

Membangun Environment Geografi Statis (Static Geography)

Dalam menjalankan real case, diperlukan informasi fisik dan statik untuk daerah dari domain (terrestrial) dalam bentuk set data yang di dalamnya t e r m a s u k t o p o g r a fi d a n k a t e g o r i penggunaan lahan.

Langkah yang dilakukan adalah :

1. Mengunduh dan melakukan ekstrak data geografi statis dengan perintah wget http://www2.mmm.ucar.edu/wrf/

src/wps_files/geog_complete.tar.gz dan tar -zxvf geog_complete.tar.gz. File ini akan berukuran menjadi sekitar 50 Gb setelah diekstrak. Agar lebih mudah diingat, folder hasil ekstraksi sebaiknya diubah (rename) dengan perintah mv geog/ WPS_GEOG. Data ini nantinya akan digunakan untuk menjalankan program geogrid.

2. Berikutnya adalah konfigurasi fi le namelist.wps di folder WPS (nano WPS/namelist.wps), yaitu mengganti path geog_data_path menjadi lokasi data geografi statis (folder WPS_GEOG).

Setelah langkah-langkah di atas selesai dilakukan (membangun library dan environment) maka WRF telah berhasil diinstal dan simulasi siap dijalankan.

(Penulis: Farid Lasmono)

TU

TO

RIA

L

Page 42: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

41Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 1. Struktur Organisasi PPID PSTA LAPAN.

Keterbukaan informasi merupakan sa lah satu e lemen pent ing dalam mendorong terciptanya iklim transparansi. Apalagi di era keterbukaan saat ini, keinginan masyarakat untuk memperoleh informasi semakin tinggi. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dengan motivasi menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang t ransparan dan akuntabe l da lam mengelola sumber daya publik. Dengan diberlakukannya UU KIP tersebut, setiap lembaga dan badan pemerintah dalam pengelolaan informasi harus berprinsip good governance, tata kelola yang baik dan akuntabilitas.

Pelaksanaan UU KIP dijabarkan secara leb ih luas pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008. Dalam PP ter sebut d i jabarkan bahwa set iap lembaga wajib membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang berperan dalam membuat pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap pemohon informasi publik.

P P I D a d a l a h p e j a b a t y a n g b e r t a n g g u n g j a w a b d i b i d a n g penyimpanan, pendokumentas ian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di lembaga tertentu. Di LAPAN, PPID telah dirintis sejak tahun 2011, namun struktur organisasi PPID secara jelas baru terbentuk pada awal 2014. LAPAN memiliki 1 (satu) PPID Utama yaitu di LAPAN Pusat dan 21 (dua puluh satu) PPID Pelaksana di setiap Satuan Kerja, salah satunya di Pusat

Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA). Berdasarkan Keputusan Kepala LAPAN Nomor 215 Tahun 2019 tentang Petugas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, struktur organisasi PPID Pelaksana di PSTA LAPAN ditunjukkan pada Gambar 1.

PPID Pelaksana membawahi Sekretaris, Petugas Meja Informasi, dan Petugas Dokumentasi. Sekretaris bertugas antara lain:

(1) menyiapkan bahan komunikasi baik internal maupun eksternal, menyelenggarakan rapat,

(2) melaksanakan pengelolaan website/akun PPID, dan

(3) Membuat laporan kegiatan

Petugas Meja Informasi mempunyai tugas: (1) menerima permohonan informasi, (2) melakukan pencatatan di buku registrasi

permohonan informasi, (3) memahami klasifikasi permohonan informasi

yang boleh dan tidak boleh diberikan, (4) memberikan informasi apabila informasi

tersebut telah tersedia, (5) berkoordinasi dengan Sekretariat, PPID

Pelaksana atau PPID Utama apabila informasi yang diminta belum tersedia, dan

(6) menerima keluhan dan pengaduan dari masyarakat dan mengkoordinasikan dengan Sekretariat, PPID Pelaksana atau PPID Utama.

Sementara Petugas Dokumentasi bertugas: (1) menyiapkan informasi yang diminta oleh

pemohon informasi, (2) mendokumentasikan informasi sesuai klasifikasi

informasi, dan (3) berkoordinasi dengan Sekretariat dan Petugas

Meja Informasi dalam penyiapan informasi yang akan diberikan kepada pemohon informasi.

Daftar informasi publik, informasi yang dikecualikan, dan standar biaya pelayanan informasi publik ditetapkan dengan Keputusan Kepala LAPAN berdasarkan usulan dari PPID Utama. Masyarakat dapat memperoleh semua informasi tentang LAPAN melalui portal http://ppid.lapan.go.id/. Informasi tersebut diklasifikasikan menjadi (1) informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, (2) informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, (3) informasi yang wajib tersedia setiap saat, dan (4) informasi yang dikecualikan.

(Penulis: Djoko Trianas, Nani Cholianawati)

PPID: Melayani Setulus Hati

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 43: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

42 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Sensor head

Ukuran lebar = 225 mm, tinggi = 200 mm

Berat 5 kg

Panjang gelombang laser D\diode 780 nm

Daya 3 mW

Ukuran lembar cahaya 30 mm × 1 mm × 160 mm

Luas daerah pengukuran 48 cm2

Diameter jarak pengukuran 0,3 - 30 mm (0,1 - 10 mm)

Kecepatan 0,1 - 20 ms-1

Elektronik

Ukuran 250 mm × 260 mm × 150 mm

Berat 5 kg

Power Supply 10 - 40 V DC or 100 - 230 V AC

Power Consumption 10 W

Resolusi A/D Converter 12 bit

Jarak Sampel 50 × 103 s-1

Kapasitas Memori Internal 1 bulan hujan

Access, Interface PC via RS 232

Tabel 1. Spesifikasi ParsivelDisdrometer.

Gambar 1. Parsivel Disdrometer.

Pengukuran curah hujan yang akurat sangat penting dalam sektor hidrologi dan disiplin ilmu sains kebumian. Di samping itu, jumlah curah hujan adalah input utama untuk model curah hujan dan memainkan peran penting dalam desain sebagian besar struktur hidrolik. Oleh karena itu, pengetahuan, pemahaman dan pengukuran curah hu jan dan variabilitasnya yang akurat dalam ruang dan waktu sangat diperlukan.

Curah hujan dapat diukur secara langsung dengan perangkat berbasis darat atau yang dikenal dengan istilah ground-based devices seperti penakar hujan (rain gauge) dan disdrometer. Selain itu, curah hujan juga dapat diestimasi menggunakan teknik penginderaan jauh seperti satelit, sensor gelombang mikro pasif atau aktif, maupun radar cuaca. Teknik penginderaan jarak jauh mengukur curah hujan secara tidak langsung. Teknik ini sangat penting untuk memahami proses dan karakterisasi hujan pada cakupan spasial yang luas. Namun, pengukuran tidak langsung umumnya dipengaruhi oleh berbagai sumber potensi ketidakakuratan yang dapat disebabkan oleh kesalahan instrumen ataupun konversi pengukuran seperti yang ditunjukkan antara lain dari penelitian Stephens dan Kummerow (2007), Brandes et al. (1999), Villarini dan Krajevski (2010), Sebastianelli et al.(2013).

Pengukuran curah hujan secara langsung melibatkan sifat-sifat mikrofisika hujan, antara lain seperti ukuran dan kecepatan jatuh butiran hujan yang dikenal dengan istilah distribusi ukuran butiran hujan atau raindrop size distribution (RDSD). RDSD menurut Tseng dkk. (2005) didefinisikan sebagai sebaran ukuran butiran hujan pada ukuran tertentu per satuan volume sampel selama interval waktu. Pengamatan RDSD ini biasanya dilakukan dengan menggunakan alat yang dikenal dengan nama Disdrometer.

Prinsip Kerja Parsivel Disdrometer

Particle Size Velocity D i s d r o m e t e r ( P a r s i v e l D i s d r o m e t e r ) a d a l a h disdrometersensoroptic-laser yang dapat mengukur ukuran dan kecepatan jatuh dar i presipitasi (butiran hujan, salju, dan sebagainya) seperti yang ditunjukkan Gambar 1. Parsivel d i s d r o m e t e r t e r d i r i d a r i lembaran laser diode dengan lebar 30 mm, panjang 180 mm, tinggi 1 mm, dan luas daerah

2pengamatan 5400 mm .

Atribut-Atribut Parsivel Disdrometer

Disdrometer terdiri dari sensor optik di dalam housing dan beberapa komponen elektronik termasuk memori solid state, yang memungkinkan untuk dapat melakukan perekaman data hujan setidaknya selama satu bulan. Atribut dari instrumen ini disajikan pada Tabel 1.

MENGUKUR DISTRIBUSIUKURAN BUTIRAN HUJAN (RDSD)MENGGUNAKAN PARSIVEL DISDROMETER

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 44: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

43Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Tabel 2. Kelas butiran hujan, kecepatan jatuh, dan interval kelas.

Gambar 3. Software ASDO (Sumber: Nemeth, 2004).

Gambar 2. Sinyal akibat butiran hujan yang jatuh ketikamelewati sensor cahaya, (A) partikel kecil dan besar jatuh

pada lembaran laser diode, (B) sinyal mentah dari sensor, dan (C) pembalikan dan penguatan sinyal setelah diolah

untuk tujuan pengukuran (Sumber: Nemeth, 2004)

Loffler-Mang dan Joss menyatakan bahwa lembaran laser diode (light sheet) mampu menangkap cahaya matahari dengan tegangan keluaran sebesar 5 V. Ketika butiran hujan tepat jatuh pada sensor (Gambar 2A), maka tidak ada cahaya yang dapat ditangkap oleh sensor tersebut sehingga tegangan keluaran yang dihasilkan berkurang. Semakin besar ukuran butiran hujan maka semakin kecil tegangan keluaran yang dihasilkan (Gambar 2B). Tegangan keluaran dari butiran hujan perlu d i lakukan pembal i kan dan penguatan untuk mendapatkan interval waktu dari setiap butiran hujan yang jatuh. Pada proses ini, tegangan keluaran dari cahaya matahari (5V) diubah menjadi 0 V (Gambar 2C). Data yang diperoleh dari Parsivel Disdrometer ini diproses dengan menggunakan software yang bernama ASDO (Gambar 3).

Parsivel Disdrometer tidak secara langsung memberikan informasi nilai RDSD, tetapi hanya mengukur jumlah butiran hujan per ukuran tertentu per waktu pengamatan (Δn). Ukuran butiran dan kecepatan jatuh hujan dikelompokkan ke dalam 32 kelas sehingga terdiri dari 1024 kelas (32 × 32). RDSD dihitung bersamaan dengan nilai intensitas curah hujan dari Δn menggunakan persamaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan pengembangan alat ini yaitu:

Dengan N(D) merupakan nilai DSD, R merupakan intensitas curah hujan, F merupakan luas daerah pengamatan efektif, t adalah waktu pengamatan selama satu menit, v(Di) adalah nilai kecepatan rata-rata butiran pada kelasi, Δn adalah jumlah butiran dalam kelas i atau diameter Di ( m m ) d a n l e b a r k e l a s ( Δ D ) , v kecepatan jatuh butiran hujan (mm/s) sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 2.

(Penulis: Fadli Nauval, Asif Awaludin, Tiin Sinatra, dan Atep Radiana)

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 45: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

44 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 2. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh PM2,5. Deposisi PM2,5 di otak dapat menyebabkan stroke, penurunan fungsi saraf pusat dan penurunan IQ. Serangan jantung dan fluktuasi detak jantung juga dipicu oleh PM2,5. Hal-hal yang berkaitan dengan kesuburan pun diduga kuat disebabkan oleh PM2,5. Kanker paru-paru dan pengentalan darah pun dipicu oleh PM2,5.

Gambar 1. Perbandingan ukuran PM2,5 terhadap lebar rambut manusia dan butiran pasir halus (sumber: US-EPA).

Rumahmu adalah surgamu. Berada di dalam rumah yang nyaman, terlindung dari panas teriknya sinar matahari, hujan, debu, dan polusi kendaraan serta kondisi iklim lainnya, tentunya merupakan idaman bagi semua orang di dunia ini. Selain itu, rumah yang nyaman memberikan kenikmatan untuk beristirahat setelah seharian disibukkan dengan pekerjaan yang membuat penat dan lelah. Namun, dibalik kenyamanan itu, banyak orang yang tidak mengetahui adanya bahaya yang mengintai kesehatan. Rumah yang bersih dan terawat juga tidak luput dari ancaman bahaya ini.

Bahaya tersebut berupa materi sangat halus yang tidak dapat terlihat dengan mata telanjang, yang populer dengan nama Particulatte Matter (PM). Keberadaan PM sangat tidak terbatas, tidak hanya di udara terbuka, bahkan di dalam rumah juga dapat ditemukan. Seperti halnya makhluk halus, PM tidak dapat dilihat namun terkadang dapat dirasakan keberadaannya apabi la berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi di udara.

PM dapat diter jemahkan sebagai partikulat, yaitu partikel-partikel halus yang berukuran kurang dari 10 µm (1 µm = sepersejuta meter). Partikulat juga diklasifikasikan ke dalam PM10, PM5, dan PM2,5 (Gambar 1), tanda subscript mewakili ukuran partikulat yaitu masing-masing 10 µm, 5 µm, dan 2,5 µm. Begitu kecilnya ukuran PM2,5 ini sehingga dapat dengan mudah

menembus masker kesehatan yang biasa dipakai, kemudian memasuki sistem pernapasan dan menjadi part ikel halus yang paling mematikan bagi manusia. Organisasi dunia nirlaba Greenpeace memasukkan PM2.5 sebagai salah satu penyebab kematian dini dan beberapa penyakit non-generatif yaitu asma, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis, dan penyakit kardiovaskular.

Sebagai wu jud tanggung jawab pemerintah dalam perl indungan warga negaranya dalam pemantauan konsentrasi partikulat di udara ambien, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.41/1999 melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Peraturan pemerintah ini mengizinkan batas atas partikulat PM2.5 sebesar

PM2,5‘Makhluk Halus'

yang Mengancam KesehatanDimanapun Kita Berada

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 46: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

45Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 3. Skema kerja Palm-Sized Optical PM sensor.2,5

365 µg/m untuk untuk durasi pengukuran 24 jam, 3dan 15 µg/m untuk durasi pengukuran 1 tahun.

Bila dibandingkan dengan nilai baku mutu World Health Organization (WHO), nilai baku mutu untuk PM2,5 yang ditetapkan oleh Pemerintah nilainya masih di atas nilai baku mutu yang ditetapkan oleh WHO, dimana nilai baku mutu

3yang ditetapkan oleh WHO adalah 25 µg/m . Melihat perbedaan nilai baku mutu yang hampir separuh dari baku mutu yang ditetapkan oleh P e m e r i n t a h , a d a b a i k n y a d i l a k u k a n pembaharuan dan kajian mengenai perubahan nilai baku mutu PM2,5 di Indonesia. Hal ini d idasar i bahwa dalam 20 tahun se jak diterbitkannya PP tersebut penelitian-penelitian dan pemantauan yang berkaitan dengan partikulat, khususnya PM2,5, sudah dilakukan di Indonesia. Meskipun belum banyak jumlahnya, namun pemantauan dan penelitian yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai masukan dalam pembaharuan nilai baku mutu PM2,5 di Indonesia.

PM2,5 dapat terbentuk dari banyak

proses alami dan antropogenik, misalnya aktivitas rumah tangga sehari-hari seperti memasak di dapur pun dapat menghasilkan PM2,5. Hal ini menjadi semakin berbahaya jika PM2,5 tersusun dari unsur kimia berbahaya. Lima

aktivitas manusia yang menjadi penghasil terbesar PM2,5 antara lain adalah penggunaan kendaraan bermotor yang berbahan bakar fosil, pembangkit listrik tenaga uap khususnya yang berbahan bakar batubara, kegiatan industri, pembakaran sampah baik skala rumah tangga maupun skala besar, dan penggunaan kayu bakar untuk memasak. Penduduk di Indonesia, masih banyak yang sehari-hari memasak dengan menggunakan kayu bakar, terutama penduduk di daerah pedesaan. Meningkatnya penggunaan batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik dapat menjadi bom waktu terhadap kesehatan masyarakat secara luas, baik masyarakat di sekitar tambang, maupun masyarakat di sekitar pembangkit listrik. Bahkan, kawasan yang jauh dari sumber emisi pun terdampak juga akibat angin skala meso. Selain itu, proses transportasi batubara juga berpotensi memindahkan PM2,5 ke lokasi yang dilaluinya.

Siapa saja yang rentan terhadap serangan PM2,5? Greenpeace mencatat ada lima kelompok yang rentan. Pertama adalah kelompok anak-anak, yaitu berpengaruh pada perkembangan otak dan ketahanan tubuh. Setiap orang tua tentunya sangat tidak berharap generasi penerusnya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan daya tahan tubuh yang lemah. Kelompok kedua adalah ibu-ibu hamil yang apabila terkena paparan PM2,5 dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungan. Kelompok ketiga adalah lansia yang sistem metabolismenya sudah banyak

mengalami penurunan. Lansia-lansia yang memiliki umur panjang umumnya berasal dari negara maju yang memiliki kesadaran akan l ingkungan sehat yang tinggi. Kelompok k e e m p a t a d a l a h p e n d e r i t a p e n y a k i t pernapasan dan kardiovaskular, dan kelompok terakh i r adalah o lahragawan. Dengan menggabungkan analisis resiko dari Global Burden of Disease Project yang dilakukan oleh The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan kadar PM2,5 tahunan, Greenpeace menghitung adanya peningkatan resiko kematian akibat stroke sebesar hampir 2,5 kali di Cibubur, dan sekitar 2 kali lipat di wilayah Tambun, Setiabudi, Ciledug, Kebagusan, Depok, Cikunis, Jatibening, dan Warung Buncit.

Saat ini bagaimanakah tingkat kualitas l ingkungan hidup di Indonesia? Kondis i l ingkungan hidup di Indonesia biasanya dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setiap tahunnya dalam laporan Status Kualitas Lingkungan Hidup. Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang memberi perhatian khusus pada informasi tersebut. KLHK melalui Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada tanggal 12 Maret 2019 menyampaikan bahwa selama tahun 2018 terdapat 34 hari berkualitas udara Baik, 122 hari berkualitas udara Sedang, dan 196 hari berkualitas udara Tidak Sehat. Bagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia? Bagaimana kontribusi LAPAN dalam memantau kualitas udara di Indonesia?

LAPAN, khususnya Pusat Sains dan Tekno log i Atmosfer d i Bandung, pada pertengahan tahun 2018 mendapat hibah sebuah alat ukur Palm Sized Optical PM2,5 Sensor.

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 47: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

46 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 4. Hasil pengukuran pada tanggal 28 Februari 2019, dihitung setiap jam dari pengukuran setiap 6 detik.

Hibah ini sebagai bagian dari aktifnya peneliti PSTA dalam melakukan riset bersama Universitas Nagoya melalui Prof. Takashi Shibata. Sensor tersebut merupakan hasi l perekayasaan Universitas Nagoya (Prof. Yutaka Matsumi) bekerja sama dengan Panasonic Corporation, Jepang. Sensor ini berukuran sangat mungil dan bekerja berdasarkan proses hamburan sinar laser yang disebabkan oleh PM2,5. Partikulat yang sangat halus ini bersama-sama dengan udara masuk ke dalam sebuah chamber atau ruangan yang disinari oleh sinar laser pada panjang gelombang 625 nm, dan sensor ini memberikan hasil pembacaannya setiap 6 detik atau near real time. Ukuran partikulat halus yang dapat dilihat oleh sensor ini adalah ~ 3 µm.

Contoh hasil pengukuran dari alat Palm Sized Optical PM2,5 Sensor ditunjukkan seperti pada Gambar 4, yang menampilkan nilai rata-rata PM2,5 tiap jam di Bandung, dengan rata-

3rata harian sebesar 41,28 µg/m . Nilai ini masih di b a w a h b a t a s a m a n y a n g d i t e t a p k a n pemerintah melalui PP No 41/1999 yaitu sebesar

365 µg/m untuk paparan selama 24 jam. Namun demikian, jika mengikuti baku mutu yang

3ditetapkan oleh WHO, yaitu sebesar 25 µg/m , maka paparan PM2,5 hasil pengukuran di Bandung tersebut telah melebihi batas aman. Mari kita coba bandingkan hasil ini dengan pengukuran PM2,5 di Jambi, hasil pengukuran BMKG (https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/informasi-partikulat-pm25.bmkg). Pada tanggal 26 Maret 2019 hasil pengukuran konsentrasi rata-rata tiap jam PM2,5 kurang dari 5

3µg/m , atau di bawah ambang batas yang diizinkan oleh PP 41/1999. Tingginya konsentrasi PM2,5 pada pengukuran di kantor LAPAN dapat

diduga terjadi karena posisi pengukuran di sekitar bandara Husein Sastranegara yang memiliki aktivitas penerbangan cukup aktif, dan tidak jauh dari kepadatan lalu lintas di sekitarnya, atau bisa juga sebagai akibat dari aktivitas industri di daerah-daerah sekelilingnya misalnya Cimahi, Padalarang, dan Bandung Timur.

Penelitian untuk mengungkap seluk-beluk PM2,5 tentunya sangat diperlukan demi

mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Bagi peneliti PSTA, ini merupakan tantangan tersendiri dan kesempatan yang semestinya tidak dilewatkan. Kolaborasi dengan instansi pemerintah lainnya yang telah lama melakukan pemantauan dan penelitian mengenai PM2,5 seperti BATAN dan Kementerian LHK, juga perlu dilakukan sehingga hasil yang diperoleh akan lebih optimal.

(Penulis: Saipul Hamdi)

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 48: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

47Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 2. Suasana halaman di depan Uji campus Kyoto University Japan dan di sebuah taman bermain pada saat: (a) dan (c) musim dingin; (b) dan (d) musim panas. (sumber: dokumen pribadi).

Pada bulan Desember, Januari, dan Februari, matahari berada di atas BBS. Durasi siang hari di BBS lebih lama dibanding durasi malam hari. Selama periode ini, orang yang hidup di BBU mengalami musim dingin (winter). Musim dingin adalah musim salju dengan suhu udara dapat mencapai 0°C atau di bawahnya. Udara terasa sangat kering sehingga menyebabkan kulit bersisik atau pecah-pecah. Musim ini juga ditandai oleh tumbuhan tanpa daun.

Gambar 1. Citra satelit Himawari-8 dari sensor visible pada: (a) bulan Desember atau musim dingin; (b) bulan Juni atau musim panas. Pantulan cahaya matahari menunjukkan posisi semu yang terlihat jelas di sekitar Samudera Pasifik.

(sumber: Japan Meteorological Agency).

Indonesia berada di wilayah tropis yang dikenal sebagai daerah khatulistiwa. Sebagian besar penduduknya hidup di Pulau Jawa, pulau di bagian selatan Indonesia yang terletak di 10°LS. Oleh karena itu, daerah ini hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan (musim basah) dan musim kemarau (musim kering) dengan variasi suhu udara sepanjang tahun berkisar 20°–30°C.

Bagaimana dengan wilayah ekstratropis? Ekstratropis adalah daerah di luar tropis berada di sekitar 20°– 60° LU/LS. Ekstratropis biasa disebut wi layah l intang tengah baik Belahan Bumi Utara (BBU) seperti di Jepang, Amerika, dan Eropa, atau pun Belahan Bumi Selatan (BBS) seperti Australia dan Selandia Baru. Orang yang hidup di ekstratropis mengalami empat perbedaan musim yang berbeda berdasarkan rata-rata suhu udara di permukaan. Perbedaan suhu ini disebabkan oleh perubahan semu posisi matahari terhadap bumi.

MENGAMATI PERGANTIAN MUSIM

DI WILAYAH EKSTRATROPIS

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 49: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

48 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Setelah musim dingin, musim semi, dan musim panas, musim ke empat adalah musim gugur (autumn). Suhu udara kembali ke rentang nyaman di bulan September, Oktober, dan November. Pada bulan September, intensitas hujan masih tinggi di Jepang, bahkan sering terjadi taifun karena udara masih hangat dan lembap. Sebelum kembali memasuki musim dingin, daun-daun mulai berubah warna. Pertengahan bulan November adalah puncak saat daun berubah warna karena intensitas hujan berkurang, kemudian mengering dan berguguran. Itulah sebabnya, musim ini disebut juga fall season.

Gambar 4. (a) Contoh informasi real time saat terjadi taifun pada tanggal 30 September 2018 (sumber: Japan Meteorological Agency); (b) dan (c) Pemandangan sebuah sungai besar sebelum dan sesudah terjadi taifun (sumber: dokumen pribadi). Terlihat bahwa sungai mampu menampung air dari hujan deras selama taifun sehingga mengurangi risiko banjir.

Gambar 3. Salah satu jenis pohon yang mengalami perubahan mengikuti pergantian musim di Jepang pada saat: (a) musim dingin; (b) musim semi; (c) musim panas; (d) musim gugur. (sumber: dokumen pribadi).

Bulan Maret, April, dan Mei adalah musim semi (spring), musim yang paling dinantikan orang-orang di BBU. Mengapa paling dinantikan? Karena suhu udara berada pada rentang yang nyaman bagi manusia yaitu sekitar 15°–25°C. Udara terasa hangat dan sedikit lebih lembap dibandingkan saat musim dingin. Di BBU, musim semi biasanya ditandai oleh musim bunga sakura dan daun-daun mulai tumbuh.

Suhu udara mulai terasa panas dan lembap saat memasuki bulan Juni. Durasi siang di BBU lebih lama dibanding durasi malam. Bulan Juni adalah musim hujan bagi penduduk Jepang, tumbuhan terlihat segar dan penuh daun. Rumput pun kembali tampak hijau di musim panas (summer). Puncak ekstrem panas adalah periode pertengahan Juli – Agustus yang dapat mencapai ~40°C di siang hari. Pada musim panas ini, posisi semu matahari berada di BBU. Sebaliknya, di Australia dan Selandia Baru mulai masuk musim dingin.

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 50: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

49Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Gambar 4. (a) Tempat wisata taman sakura di musim semi; (b) Tempat wisata pohon daun berwarna merah di musim gugur.

L a l u , a p a m a n f a a t m e n g a m a t i pergantian musim di ekstratropis? Manusia mampu beradaptasi terhadap pergantian musim dengan cuaca yang esktrem dingin atau ekstrem panas. Selain beradaptasi, pergantian musim juga dimanfaatkan untuk pembangunan, pengembangan teknologi, budaya, olahraga, d a n p a r i w i s a t a . P e m b a n g u n a n y a n g mempertimbangkan kondisi iklim suatu daerah d a p a t m e m b e r i k a n k e n y a m a n a n d a n keselamatan dalam beradaptasi terhadap cuaca ekstrem. Contoh pengembangan teknologi adalah bagaimana manus ia

menciptakan alat penghangat dan pendingin ruangan. Daerah pegunungan bersal ju dimanfaatkan untuk sektor pariwisata pada musim dingin dan olahraga snowboard atau ski. Daerah pantai atau danau adalah tempat wisata yang favorit dikunjungi orang-orang saat musim panas. Taman dan kebun sakura yang dikelola dengan baik dapat mengundang wisatawan lokal dan mancanegara.

(Penulis: Noersomadi)

SE

RB

A-S

ER

BI

Page 51: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

50 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Sulbing - es serut khas Korea.

Musim Semi (봄:bom)

Korea Selatan adalah negara subtropis yang membuat negara tersebut memiliki 4 musim: semi, panas, gugur dan dingin. Selama tinggal di sana kurang lebih 2 tahun, saya menikmati sekali perubahan musimnya. Ketika musim semi, biasanya terjadi mulai bulan Maret hingga Mei, udara mulai menghangat dan banyak bunga bermekaran. Mereka yang memiliki alergi terhadap serbuk bunga harus berhati-hati di musim ini. Bagi saya, musim semi adalah waktu yang tepat untuk menyalurkan hobi fotografi. Dengan suhu udara rata-rata 10-17°C, coat tipis dan celana jeans cukup nyaman untuk digunakan sebagai kostum sehari-hari di musim ini. Temperatur yang sangat bersahabat juga sering saya manfaatkan untuk jalan-jalan, duduk-duduk, ataupun jogging di taman.

Musim Panas (여름:yeoleum)

Sebagai orang Indonesia, tahan dong yang namanya suhu panas? Apalagi Indonesia adalah negara tropis. Tapi tunggu dulu! Musim kemarau di Indonesia dan musim panas di Korea itu berbeda. Musim panas di Korea (Juni - Agustus) terasa lebih panas, karena tidak ada angin sepoi-sepoi seperti misalnya di Bandung, yang walaupun panas tetap terasa adem karena Kota Bandung dikelilingi pegunungan. Selain itu, posisi matahari yang tepat berada di atas wilayah sub-tropik dan kelembapan yang tinggi membuat musim panas di Korea terasa berbeda dengan di Indonesia. Saat musim panas, jajanan yang paling mantap itu hanya

sulbing (설빙), sejenis es serut khas Korea yang bikin segar mata dan tenggorokan. Selain sulbing, ada juga naengmyeon (냉면), yaitu mie dengan kuah dingin khas Korea.

Musim Gugur (가을:ga-eul)

Pada saat musim gugur (September - November), daun-daun mulai berwarna kecoklatan kemudian berguguran, dan udara menjadi sejuk. Di musim ini matahari nampaknya lebih 'senang' terbit agak lambat (sekitar pukul 7.30 pagi) dan tenggelam lebih awal (kira-kira pukul 5.30 sore). Jaket adalah pelindung tubuh yang sudah harus saya pakai di musim ini, karena temperatur sudah mulai berubah dingin. Suhu udara di pagi hari biasanya berada di sekitar angka 6-9°C dan siang hari bisa meningkat hingga 13-15°C. Meski musim gugur terkesan sedih dan galau, saya menyukai pemandangan daun-daun yang jatuh berserakan di tanah beserta warna-warninya.

Bagi saya, dapat melanjutkan studi di Busan, Korea Selatan merupakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Ya, tentu saja. Pertama karena atmosfernya berbeda dengan suasana di negara sendiri yang beriklim tropis, kedua karena makanannya. Beberapa teman pun ada yang penasaran dengan habitat baru saya itu. Pertanyaan mereka umumnya: "Enak gak sih tinggal di sana? Memang lo bisa bahasanya? Ketemu banyak artis K-pop dong? Kalo musim dingin sampai minus gak? Lo kedinginan gak kalo lagi musim dingin? Pake bajunya gimana? Pas musim panas berapa derajat ya? Makan apa lo di sana? Makanannya pedas semua ya? Susah gak nyari makan di sana?"

Merantau di

NEGERI GINSENG Merantau di

NEGERI GINSENG

TIP

S &

TR

ICK

Page 52: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

51Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Salah satu sudut Nampo-dong, di Jung District.

Musim Dingin (겨울:gyeoul)

Musim dingin (Desember - Februari) merupakan musim dimana orang-orang Indonesia kepo dengan salju. Tetapi di Busan, meskipun suhu pada musim dingin bisa turun hingga -14°C, turunnya salju merupakan peristiwa langka. Saya sendiri paling suka dengan musim dingin, dimana sebagian besar orang Korea malah tidak begitu menikmati karena dinginnya udara membuat mereka gampang terkena flu. Di musim ini, saya bisa pakai winter coat yang disainnya cute, mirip seperti oppa yang ada di drama-drama Korea. Winter coat dan muffler scarf saja kadang belum cukup. Sarung tangan dan beanie (kupluk) pun wajib agar badan tidak kedinginan. Di pagi hari suhunya bisa jatuh ke angka -4°C dan di siang hari perlahan-lahan naik paling tinggi menjadi 5°C. Pelembap wajah dan tubuh serta lip balm (pelembab bibir) juga menjadi senjata andalan agar terhindar dari kekeringan kulit yang disebabkan hawa dingin di luar.

Kuliner

Ya, Korea adalah negara yang bisa dinikmati setiap sudutnya. Bahkan melihat kumpulan bangunan dengan tulisan Hangeul mungkin bisa jadi objek foto.

Soal kuliner, menurut pendapat saya, makanan Korea itu bentuknya saja yang menggoda tapi rasanya hampir mirip semuanya. Makanan Korea yang menurut saya sangat bisa dinikmati semua kalangan adalah bulgogi (불고기), sejenis olahan daging sapi pilihan atau daging sirloin, dengan bumbu campuran kecap asin kedelai (진간장) dan gula. Ada juga bibimbab (비빔밥). Ist i lah "bibim" berart i mencampur berbagai bahan, sedangkan kata benda "bab" mengacu pada nasi. Bibimbab disajikan sebagai semangkuk nasi putih hangat, dengan namul (나물) atau kimchi dan bumbu doenjang, kecap, atau saus gochujang sebagai topping di atasnya.

Ada puluhan jenis mie (ramyun) instan di Korea. Sebagian besar ramyun instan Korea mengandung campuran minyak atau daging

babi (돼지:dwaeji). Untuk kalian yang tidak dapat mengkonsums i bab i , seba iknya perhatikan ingredients yang tertera pada kemasannya. Produk yang mengandung babi umumnya terdapat tulisan “돼지“ dan biasanya dicetak tebal agar mudah terbaca. Ada restoran yang menyajikan makanan halal, tetapi masih jarang ditemui. Harga makanan di restoran halal pun relatif lebih mahal.

Harga mahal?

Ya, biaya hidup, biaya makan, biaya transportasi, dan biaya jajan, semuanya lumayan lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Jajanan pinggir jalan seperti tteokbokki (떡볶이) saja harganya ± ₩3000, atau sekitar Rp. 36,000. Di Indonesia, harga tersebut sudah dapat membeli tiga porsi ayam geprek plus nasi. Sebagian teman bilang, "Jangan merupiahkan harga di Korea".

Bahasa Korea

T idak semua kampus mewajibkan mahasiswa luar negeri bisa berbahasa Korea. Untungnya, universitas tempat saya menimba ilmu mempunyai international class yang mumpuni dengan pengajaran berbahasa Inggris. Sebagian besar orang Korea (terutama di kota-kota besar, seperti Seoul dan Busan) cenderung individualis dan tidak peduli dengan orang lain yang tidak mereka kenal. Apalagi terhadap orang as ing yang t idak b i sa berbahasa Korea. Jadi tidak benar anggapan bahwa orang Korea tidak seramah seperti di drama-drama Korea. Banyak di antara mereka yang menghindari untuk berbicara dengan orang asing hanya karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris. Tetapi jika kamu juga tidak mengerti bahasa Korea, disarankan untuk berhati-hati mengucapkan sesuatu yang berbahasa Korea terhadap lawan bicara kamu yang berasal dari Korea. Apabila kamu salah mengucapkannya, kamu bisa saja dianggap tidak sopan dengan lawan bicara kamu. Bahasa Korea memiliki beberapa tingkatan. Contohnya saja, kata salam seperti “annyeong”, hanya bisa diucapkan pada teman dekat atau adik kelas saja, sedangkan untuk menyapa profesor, kamu wajib menggunakan ucapan yang formal dan sopan, yaitu “annyeonghasimnikka“.

TIP

S &

TR

ICK

Page 53: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

52 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Sensitif Atribut Agama

Di Korea Selatan, bagi kalian yang memakai atribut agama tertentu harus ekstra berlapang hati. Lebih dari separuh penduduk Korea tidak memeluk agama apapun, sehingga sebagian besar dari mereka mungkin tidak memahami apa itu agama beserta atributnya. P e n d u d u k K o r e a S e l a t a n c e n d e r u n g memandang aneh dan kadang risih terhadap orang yang memakai atribut agama. Tidak ada larangan terhadap agama atau kepercayaan manapun, hanya saja kamu tak perlu merasa tersinggung dengan sikap mereka yang merasa aneh dengan atribut keagamaanmu.

Budaya dan Kearifan Lokal

Alkohol tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan keseharian masyarakat Korea Selatan. Hampir semua kegiatan atau acara sosial di Korea Selatan, pasti melibatkan alkohol. Soju adalah minuman keras dari fermentasi air beras yang sudah mendarah daging dalam budaya negeri ini. Mereka yang tahan banyak minum soju seringkali menjadi “anak emas” profesor atau pimpinan, karena bisa menemani sampai akhir acara. Saat saya kuliah pun banyak ajakan minum. Bukan untuk mabuk-mabukan, minum soju di Korea ini sebenarnya lebih bertujuan untuk mempererat pertemanan dan hubungan dengan orang lain. Bila ditawari soju oleh orang Korea, mau tak mau kamu harus

menerima. Menolak tawaran soju, apalagi bila menolak tawaran oleh profesor atau senior, maka dianggap tindakan tidak sopan. Etika untuk menolak minum soju adalah tetap m e n e r i m a t a w a r a n s o j u , t e t a p i t i d a k meminumnya. Sedangkan kode tidak minum banyak adalah dengan menyisakan separuh soju dalam gelas, supaya tidak ada yang menuangnya lagi. Beberapa alasan seperti hamil, mengendarai mobil, mengonsumsi obat dokter, alergi alkohol, atau dilarang agama, dapat pula diterima jika ingin menghindari minum soju.

Serba Cepat

Ya, segala aktivitas dilakukan dengan cepat dan tepat waktu. Saat kamu janji bertemu dengan profesor, usahakan tepat waktu. Tidak lebih cepat, apalagi sampai terlambat. Saya suka sekali dengan budaya ini, tidak membuang waktu dan jadi bisa menghargai waktu diri sendiri dan orang lain. Tentunya, kalian sudah tahu dong bagaimana pekerja kerasnya orang Korea?

Work hard, play hard. Karena hidup tak hanya sebatas K-drama saja.

(Penulis: Emmanuel Adetya)

TIP

S &

TR

ICK

Page 54: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

53Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

PenandatangananPerjanjian Kerja Sama

Gerakan Masyarakat Sehat

UpacaraMemperingati Dirgahayu ke-74

Republik Indonesia

GALERIKEGIATAN PSTA

GA

LE

RI

KE

GIA

TA

N P

ST

A

Page 55: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca

54 Buletin AntasenaJuli - Desember 2019

Kegiatan Pendidikan Non Gelar

Kunjunganke PSTA

GALERIKEGIATAN PSTA

GA

LE

RI K

EG

IAT

AN

PS

TA

Page 56: VOLUME 4 NO.2 EDISI JULI - DESEMBER 2019psta.lapan.go.id/files_uploads/buletin/Vol.4_No.2_Juli-Desember2019.pdfformat 1 kolom, Times New Romans 12, spasi ... Pertanyaan terkait cuaca