wensil okta promalia - fkik
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
1/140
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP LANJUT USIA TENTANG
KONSUMSI OBAT YANG AMAN TERHADAP PERILAKU MINUM
OBAT DI POSBINDU CEMPAKA RW 06 KELURAHAN CEMPAKA
PUTIH CIPUTAT
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) padaFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
WENSIL OKTA PROMALIA
108104000017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
2/140
ii
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
3/140
iii
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
4/140
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Proposal skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah sayacantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau
merupakan jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Februari 2013
WENSIL OKTA PROMALIA
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
5/140
v
RIWAYAT HIDUP
Nama : WENSIL OKTA PROMALIA
Tempat, Tanggal Lahir : Liwa, 13 Oktober 1990
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Mawar no.90 RT/RW 001/003 Pasar Liwa,
Balik Bukit, Lampung Barat, Lampung
Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
Telepon : 085768432853
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 3 Liwa tahun 1996-2002
2. SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun 2002-2005
3. SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008
4. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008-2013
Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Rohis SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun 2002-2005
2. Seketaris Bidang Seni OSIS SMA Negeri 1Bandar Lampung tahun 2006-
2007
3. Anggota Modern Dance SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008
4. Anggota Seni Tari Tradisional SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun
2005-20085. Anggota KIR SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008
6. Staf Ahli Divisi Kesenian Olahraga dan Sosial BEMF Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2008-2010.
7. Staf Ahli Divisi Kesenian dan Olahraga BEMF Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan tahun 2010-2012.
8. Anggota Saman FKIK tahun 2008-2012.
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
6/140
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Februari 2013
Wensil Okta Promalia, NIM: 108104000017
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia Tentang Konsumsi Obat yangAman Terhadap Perilaku Minum Obat di Posbindu Cempaka, RW 06,Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
xvii + 93 halaman +11 tabel+ 2 gambar+ 6 lampiran
ABSTRAK
Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia yaitu sekitar 12% dari populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan seperti penyakit- penyakit kronik serta gejala yang sering diderita menyebabkan kelompok usia inimenggunakan sekitar 25% dari semua obat-obatan. Lansia mengalami perubahanfisiologis, sehingga mudah mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan.Kejadian efek samping pada lansia 3 sampai 7 kali lebih banyak daripada orangdewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuandan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obatdi Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat Penelitian inimerupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampelyang digunakan pada penelitian ini sebesar 72, teknik purposive sampling.Pengumpulan data menggunakan kuesioner, data dianalisis menggunakan uji chi
square dengan SPSS versi 20 . Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan lansiatentang konsumsi obat yang aman adalah berpengetahuan baik (87,5%), sikaplansia terhadap konsumsi obat yang aman adalah bersikap baik (58,3%), perilakulansia dalam minum obat adalah berperilaku baik (55,6%), serta ada hubunganantara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilakuminum obat (p=0,021) dan tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadapkonsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p=0,128). Dari hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk memberikan penyuluhankepada lansia agar pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yangaman serta perilaku minum obat bisa lebih baik lagi, penyuluhan ini bisadilakukan oleh para kader Posbindu dan petugas kesehatan.
Kata kunci : lansia, minum obat, perilaku, pengetahuan, sikap
Daftar bacaan : 46 (1996-2012)
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
7/140
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCENURSING SCIENCE STUDY PROGRAMISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, February 2013
Wensil Okta Promalia, NIM: 108104000017
The Relationship between knowledge and attitudes about the elderly safedrug consumption toward medication behavior in Posbindu Cempaka, RW06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
xvii + 93 pages + 11 tables + 2 pictures + 6 attachments
ABSTRACT
Along with the increasing number of elderly is about 12% of the population and many complaints related to health status of elderly such as chronicdiseases with the symptoms that often affects to this age group using about 25%of all drugs. Elderly having physiological changes, so prone to adverse reactionsand interactions. The incidence of adverse effects in elderly 3 to 7 times as manythan in adults. The aim of this research to determine the relationship betweenknowledge and attitudes of the elderly in drug consumption safety towardmedication behavior in Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih,
Ciputat. This research is quantitative research with cross sectional. The number ofsamples in this research was 72, with the technique of purposive sampling. Thecollection of data using questionnaires, then the data were analyzed using chisquare test with SPSS version 20. The results showed that the elderly ’s knowledgeabout a safe drug consumption is good (87.5%), attitudes of the elderly in safedrug consumption is good (58.3%), the behavior of the elderly in takingmedication is good (55.6%), and there is a relationship between knowledge and
behavior of the elderly related to safe drug consumption (p = 0.021) and norelationship between attitudes and behavior of the elderly related to safe drugconsumption (p=0,128). From the results of this research can be used as areference to provide counseling to the elderly so that their knowledge and attitude
of elderly about a safe drug consumption and medication behavior could be better.This counseling could be done by volunteers of Posbindu and healthcare workers.
Keywords: elderly, taking medication, behaviors, knowledge, attitudes
Reference : 42 (1996-2012)
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
8/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
9/140
ix
5. Bapak Ns.Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM, selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
pembimbing akademik penulis selama kuliah..
6. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku pembimbing I dan Ibu Ns. Uswatun khasanah,
S.Kep, MNS, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan
arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini..
7. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta
staff akademik (Bapak azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya
yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Segenap jajaran staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN yang telah banyak membantu dalam menyediakan
referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
9. Orang tua tercinta (Bapak Akim, S. Pd dan Ibu Rita Erpenda, S. Pd SD) yang
telah memberikan kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan
motivasi tiada hentinya kepada penulis.
10. Kakak – kakak dan adik tersayang (Sefri Martika, S. Pd, Nevi Tensilia, S.T.Pdan Lisa Merlinta) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun
materiil serta doa yang tiada henti.
11. Teman-teman seluruh angkatan 2008 yang telah bersama-sama dengan penulis
melewati hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan kuliah di
PSIK UIN Jakarta.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
10/140
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Ciputat , 1 Februari 2013
Penulis
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
11/140
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACK .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .............................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
1. Tujuan Umum .......................................................................... 9
2. Tujuan Khusus ......................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
12/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
13/140
xiv
G. Kerangka Teori ............................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL ...................................................................................... 53
A. Kerangka Konsep ........................................................................... 53
B. Hipotesis ......................................................................................... 54
C. Definisi Operasional ....................................................................... 55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 57
A. Desain Penelitian ............................................................................ 57
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 57
C. Populasi Dan Sampel ..................................................................... 57
1. Populasi .................................................................................... 57
2. Sampel ...................................................................................... 57
3. Besar Sampel ............................................................................ 58
D. Pengumpulan Data ......................................................................... 59
1. Metode Dan Instrumen ............................................................. 59
2. Instrumen Penelitian ................................................................. 59
3. Uji Instrumen ........................................................................... 64
E. Pengolahan Data.............................................................................. 65
F.
Analisis Data .................................................................................. 671. Analisis Univariat ..................................................................... 67
2. Analisis Bivariat ....................................................................... 67
G. Etika Penelitian .............................................................................. 68
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................. 70
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 70
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
14/140
xv
B. Keadaan Lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka
Putih Ciputat ................................................................................... 71
1. Keluhan yang sering dirasakan ................................................. 71
2. Penyakit yang sedang diderita .................................................. 71
3. Jenis obat yang sering dikonsumsi ............................................ 71
4. Cara mendapatkan obat ............................................................. 72
C. Gambaran Demografi Responden ................................................... 72
1. Usia .......................................................................................... 72
2. Jenis kelamin ............................................................................. 73
3. Pendidikan ................................................................................. 74
4. Pekerjaan ................................................................................... 74
D. Analisis Univariat............................................................................ 75
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman ......................................................................................... 75
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman .......................................................................................... 75
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat ......................... . 76
E. Analisis Bivariat ............................................................................ 76
1.
Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yangaman dengan perilaku minum obat ......................................... 76
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat .................................................. 78
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................... 80
A. Gambaran Karakteristik Responden ............................................. 80
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
15/140
xvi
1. Usia ........................................................................................ 80
2. Jenis kelamin ........................................................................... 81
3. Pendidikan ............................................................................... 82
4. Pekerjaan ................................................................................ 83
B. Hasil Analisis Univariat ................................................................ 83
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman ...................................................................................... 83
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman ........................................................................................ 85
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat ......................... 86
C. Hasil Analisis Bivariat .................................................................. 88
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat ......................................... 88
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat ......................................................... 90
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 93
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 94
A. Kesimpulan ................................................................................... 94
B.
Saran ............................................................................................. 95DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
16/140
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian……………………………………….
52Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 53
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
17/140
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional......................................................................... 54
Tabel 4.1 Kuesioner Pengetahuan .................................................................... 61
Tabel 4.2 Kuesioner Sikap .............................................................................. 62
Tabel 4.3 Kuesioner Perilaku .......................................................................... 63
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ......................... 71
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ......................... 71
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .......... 72
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan .............. 73
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan ...... 74
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Responden Tentang Konsumsi Obat yang Aman ........................... 74
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Responden
Terhadap Konsumsi Obat yang Aman ............................................. 75
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Responden
dalam Minum Obat .......................................................................... 75
Tabel 5.9 Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat ............................................................ 76
Tabel 5.10 Hubungan Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman
dengan Perilaku Minum Obat .......................................................... 77
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
18/140
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Uji validitas di RW 06, Kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat
Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian ( Informed
consent )
Lampiran 4 Kuesioner penelitian
Lampiran 5 Hasil Uji validitas
Lampiran 6 Hasil pengolahan data responden
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
19/140
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998. Penuaan adalah proses
alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan
berkesinambungan, sehingga menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada tubuh. Perubahan tersebut mempengaruhi fungsi dan kemampuan
tubuh secara keseluruhan menyebabkan lansia memiliki beberapa penyakit atau
dalam keadaan sakit meningkat (Depkes 1998; Santrock, 2002).
Perkembangan lansia Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung
meningkat dengan semakin meningginya usia harapan hidup. Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2000
sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen dari jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa
(9,77 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia). Pada tahun 2020
diprediksikan jumlah lansia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen dari jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia). Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesarkeempat di dunia, selain itu Indonesia juga merupakan negara keempat dengan
jumlah lansia terbanyak, setelah China, Amerika dan India (Badan Pusat Statisik
Indonesia, 2011).
Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia yaitu sekitar 12% dari
populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan menyebabkan kelompok
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
20/140
2
usia ini menggunakan sekitar 25% dari semua obat-obatan. Lansia menggunakan
banyak obat karena penyakit-penyakit kronik dan banyaknya penyakit serta gejala
yang sering diderita. Lansia mengalami perubahan fisiologis, sehingga mudah
mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan. Lansia dapat memberikan
respons yang berbeda dari orang dewasa muda, dengan sering terjadi efek
samping atau efek toksik obat. Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang
terjadi pada lansia adalah 3 sampai 7 kali lebih banyak daripada orang dewasa
(Joyce & Evelyn, 1996).
Lansia di Amerika yang berusia di atas 65 tahun masuk bagian gawat
darurat akibat reaksi obat yang tidak diinginkan, jumlahnya lebih dari 175.000
pasien dalam setahun (Andri, 2009). Peneliti dari University of North Carolina di
Chapel Hill telah membuat daftar peresepan obat yang meningkatkan resiko jatuh
pada pasien berusia di atas 65 tahun. Mereka adalah kelompok usia yang biasa
menggunakan empat macam obat atau lebih. Studi di rumah sakit di New Castle,
NSW, Australia menunjukkan bahwa 30% dari lansia menerima 6-10 jenis obat,
dan 13% menerima lebih dari 10 jenis setiap harinya. Perawatan gawat darurat
untuk lansia dilaporkan hingga 22% disebabkan karena masalah kesalahan obat
(Hasriyanto, 2008). Kejadian merugikan akibat obat yang menyebabkan penderita
lansia harus dirawat inap sebanyak satu dari setiap tujuh penghuni panti jompo.
Obat yang paling banyak sebagai penyebab lansia harus dirawat inap adalah obat
anti-inflamasi non-steroid (AINS), psikotropika, kardiotonika digoxin dan
antidiabetika insulin (Cooper ,1999).
Pemakaian obat pada lansia memerlukan perhatian dan pertimbangan
khusus. Jika dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa muda juga diberikan
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
21/140
3
kepada lansia, sering timbul respons yang berlebihan atau efek toksik serta
berbagai efek samping. Masalah tambahan yang juga mengakibatkan reaksi yang
merugikan dari obat-obat adalah pengobatan diri sendiri dengan obat-obat bebas,
memakai obat yang diresepkan untuk masalah kesehatan yang lain, menggunakan
obat yang diberikan oleh beberapa dokter, dosis yang berlebihan jika gejala-gejala
tidak mereda, menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain, dan tentunya,
proses penuaan fisiologis yang terus berjalan. Lansia mengonsumsi lebih banyak
obat dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Hampir sepertiga dari
semua obat dengan resep dokter yang digunakan di Amerika Serikat digunakan
oleh orang yang berusia lebih dari 65 tahun, dan hampir dua pertiga dari semua
lansia menggunakan suatu produk obat yang dijual bebas secara teratur (Joyce &
Evelyn, 1996).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia menunjukkan dalam
pengobatan sendiri ada kecenderungan penggunaan obat menurun, tetapi
penggunaan obat tradisional dan cara tradisional meningkat dari tahun 1998 ke
tahun 2001 (Supardi, 2005). Golongan obat yang digunakan dalam pengobatan
sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17% dan obat resep 9,83% (Ditjen POM,
1993).
Usia bertambah akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang
berkaitan dengan proses penuaan yang mempunyai efek utama dalam terapi obat.
Beberapa perubahan fisiologis yang bisa berefek terhadap terapi obat pada lansia
adalah: pada mukosa rongga mulut elastisitas hilang, sehingga menjadi kering dan
pecah-pecah; sensitif terhadap obat yang membuat mulut kering; rentan terhadap
penyakit pada gusi dan gigi berlubang. Bersihan esofagus lambat karena kontraksi
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
22/140
4
melemah dan sfingter esofagus bawah tidak bisa relaksasi; sulit menelan tablet
atau kapsul yang besar. Penurunan keasaman lambung dan peristaltik;
meningkatnya efek pengiritasi obat yang sangat asam (misal aspirin), perubahan
larut obat tertentu. Tonus otot kolon menurun, refleks defekasi hilang,
menggunakan laksatif secara berlebihan; aliran darah pada usus menurun; ekskresi
obat melambat; absorpsi obat melambat. Jantung dan sirkulasi, terjadi penurunan
curah jantung, dan penurunan aliran darah. Hati, mengalami penurunan fungsi
enzim; waktu biotransformasi lebih panjang; durasi kerja obat lebih lama dari
normal; resiko sensitivitas dan toksisitas obat lebih besar. Ginjal, mengalami
penurunan aliran darah, penurunan fungsi nefron (sel-sel ginjal), dan penurunan
laju filtrasi glomerulus; risiko akumulasi obat dan toksisitas (Joyce & Evelyn,
1996; Potter & Perry, 2005).
Terapi obat merupakan suatu cara hemat biaya untuk penatalaksanaan
masalah kesehatan yang berkaitan dengan umur. Respons obat pada lansia
kadang-kadang tidak dapat diramalkan karena variasi dalam sensitivitas terhadap
efek obat terapeutik dan efek toksiknya. Banyak obat yang mempunyai indikasi
terapeutik yang sempit, sehingga perawat harus secara konstan waspada terhadap
efek yang tidak dikehendaki. Obat memainkan suatu peran integral dalam
keseluruhan penatalaksanaan berbagai permasalahan kesehatan yang dihubungkan
dengan penuaan (Stanley & Beare, 2006).
Penggunaan banyak obat lebih sering terjadi pada pasien yang sudah lansia
dengan menderita lebih dari satu penyakit. Satu atau lebih diantaranya bersifat
kronis, sementara penyakit yang lain bersifat akut, jika tidak ditangani dengan
baik dapat memperburuk kondisi. Penyakit-penyakit yang seringkali
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
23/140
5
menyebabkan lansia mengkonsumsi banyak obat diantaranya adalah hipertensi,
gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus,
gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan
sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan,
penglihatan dan pendengaran (Darmansjah, 1994; Corsonello et al , 2007).
Hasil penelitian menunjukkan 78% lansia menderita tidak kurang dari 4
macam penyakit, 38% menderita lebih dari 6 macam penyakit, dan 13%
menderita lebih dari 8 macam penyakit. Banyaknya penyakit yang diderita ini
sering menyulitkan seorang dokter membuat diagnosis yang tepat dan memberi
pengobatan yang rasional. Sehingga sering dijumpai, dokter meresepkan obat
secara berlebihan ( over prescribing ) atau memberikan obat tidak tepat (incorrect
prescribing ) pada penderita lansia (Mustofa,1995) .
Perawat berada pada posisi yang ideal untuk memantau respons klien
terhadap pengobatan, memberikan pendidikan untuk klien dan keluarga tentang
program pengobatan dan menginformasikan kepada dokter efektifitas atau
ketidakefektifan obat serta obat yang tidak dibutuhkan lagi. Perawat harus
memantau apakah seorang klien menerima obat pada waktunya dan mengkaji
kemampuan klien untuk menggunakan obat secara mandiri. Perawat yang berada
di dalam masyarakat dapat memberikan konseling mengenai penggunaan obat
yang aman bagi lansia, memberikan penyuluhan dan pendidikan terkait konsumsi
obat yang aman bagi lansia. Perawat juga dapat melakukan kunjungan rumah
terhadap klien lansia yang mempunyai penyakit kronik yang setiap hari
mengkonsumsi obat, perawat dapat membuat catatatan berupa catatan pengobatan
(medication record) (Potter & Perry 2005).
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
24/140
6
Fungsi dan peran perawat dalam pemberian obat bagi pasien meliputi
peran perawat sebagai tenaga pengelola obat, peran perawat dalam mengobservasi
reaksi dan efek samping obat, fungsi perawat dalam pelaksanaan kolaborasi
dengan dokter dan apoteker, serta fungsi perawat dalam pemberian obat yang
telah tersedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat sebagai tenaga
pengelola obat (81,67%), peran perawat dalam mengobservasi reaksi dan efek
samping obat (87,50%), fungsi perawat dalam pelaksanaan kolaborasi dengan
dokter dan apoteker (98,33%), fungsi perawat dalam pemberian obat yang telah
tersedia (84,50%) (Muntasir, 2007).
Pengelolaan obat sangat penting dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan yang baik bagi lansia. Perawat dapat bekerja secara
kolaboratif dengan klien untuk memastikan penggunaan semua obat dengan aman
dan tepat. Klien harus diajarkan nama obat-obatan yang digunakan, kapan dan
bagaimana menggunakannya, dan efek obat yang diharapkan serta yang tidak
diharapkan. Perawat juga mengajarkan bagaimana menghindari efek merugikan
atau interaksi obat dan bagaimana membentuk dan mengikuti pola pemberian obat
secara mandiri dengan tepat (Potter & Perry, 2005).
Perawat harus merencanakan strategi dengan lansia dan keluarga serta
teman mereka untuk mengurangi masalah-masalah yang mungkin terjadi. Dengan
hanya memberikan perintah pengobatan tidak menjamin klien dapat meminum
obat atau memakai obat dengan benar contohnya, obat seperti ibuprofen dapat
mengiritasi saluran gastrointestinal, sehingga seringkali membuat lansia tidak
akan memakai obat tersebut, untuk itu dapat diberikan magnesium hidroksida
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
25/140
7
sebelum pemberian ibuprofen untuk mengurangi efek samping (Joyce & Evelyn,
1996).
Obat-obat yang sering dikonsumsi oleh lansia, seperti obat analgesik
(terutama aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen) digunakan oleh 30 sampai 40 %
lansia, banyak yang menggunakan lebih dari satu butir analgesik secara bersama-
sama. Vitamin dan pelengkap makanan digunakan oleh 1 dari tiap 3 orang yang
berusia 65 tahun. Lansia sering juga memakai obat laksatif. Hampir 10% orang
yang berusia lebih dari 65 tahun mengakui menggunakan laksatif secara teratur,
dan menjadi ketergantungan, penggunaannya meningkat seiring dengan
peningkatan usia (Stanley & Beare, 2006).
Kriteria penggunaan obat rasional adalah tepat diagnosis, tepat indikasi
penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis (dosis, jumlah, cara, waktu dan lama
pemberian obat harus tepat), waspada terhadap efek samping. Dengan penggunaan
obat yang rasional membuat konsumsi obat menjadi aman (Direktorat bina
penggunaan obat rasional, 2008).
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lama (long lasting).
Pengetahuan akan menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap dan akan
menimbulkan respons yang lebih jauh lagi yaitu berupa perilaku. perilaku yang
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
26/140
8
diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari
pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki (Notoatmodjo, 2003).
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 Juni 2012, lansia yang berada di
Posbindu Cempaka mendapatkan obat dari warung, Posbindu Cempaka,
Puskesmas, Rumah sakit, dan apotik. Lansia mencari obat bila ada keluhan yang
dirasakan, bila keluhan ringan seperti flu, pilek, batuk dan demam membeli obat
yang ada di warung, bila keluhan sudah mulai berat maka lansia datang ke
puskesmas atau ke Rumah sakit. Konsumsi obat sesuai dengan yang telah
diresepkan oleh dokter dan meminum obat tersebut sampai habis, bila keluhan
masih terasa atau keluhan datang lagi lansia membeli obat ke apotik dengan resep
ataupun tanpa resep dari dokter. Menurut kader lansia biasanya diberikan obat
paling sedikit 3 macam obat. Lansia mengaku jenuh dengan banyaknya obat yang
diminum dan harus teratur, sehingga terkadang mereka tidak patuh minum obat.
Dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat pemakaian obat yang tidak
aman dikonsumsi pada lansia dan atas dasar teori diatas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat
yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat.
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas dengan semakin banyaknya jumlah
lansia, dan makin banyak lansia yang mengkonsumsi obat, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian ini yakni “ Hubungan pengetahuan dan sikap
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sikaphttp://id.wikipedia.org/wiki/Sikaphttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
27/140
9
lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di
Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat ?”.
C. Pertayaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
2. Bagaimana gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di
Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
3. Bagaimana perilaku minum obat lansia di Posbindu Cempaka Kelurahan
Cempaka Ciputat?
4. Adakah hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka
Ciputat?
5. Adakah hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan
perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
1.
Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap lansia terhadap
perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka, Ciputat.
2. Tujuan khusus
a. Melihat gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
28/140
10
b. Melihat gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di
Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat
c. Melihat gambaran perilaku minum obat lansia di Posbindu Cempaka
Kelurahan Cempaka Ciputat
d. Mengetahui hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat
yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka
Kelurahan Cempaka Ciputat.
e. Mengetahui hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan
Cempaka Ciputat.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi tempat penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam melaksanakan program
yang bersifat perilaku minum obat di lansia. Sebagai program promosi
konsumsi obat yang aman bagi lansia.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Diharapkan dapat memperluas bahasan yang berkaitan dengan lingkup
keperawatan gerontik (lansia). Dalam hal ini dikhususkan pada
pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi
lansia terhadap perilaku minum obat yang hingga pada saat ini masih
sedikit bahasannya.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
29/140
11
3. Bagi peneliti
Merupakan hal yang sangat menarik bagi peneliti, karena yang dihadapi
yaitu lansia yang memerlukan perawatan yang komprehensif dan dapat
menambah wawasan tentang pengetahuan dan sikap lansia tentang
konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat.
4. Bagi peneliti selajutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengetahuan dan
sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap
perilaku minum obat untuk dapat mengembangkan penelitian-penelitian
selanjutnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif-korelasional,
dengan menggunakan metodologi penelitian cross sectional . Data dikumpulkan
dengan cara penyebaran kuesioner terkait pengetahuan dan sikap lansia tentang
konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat. Populasi
dalam penelitian ini yakni lansia yang tercatat di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat dengan teknik sampling yakni purposive
sampling dimana obyek datang dan memenuhi ktiteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
30/140
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas
karena adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah
kesejahteraan dihari tua (Mangoenprasodjo, 2005). Ada dua pandangan
tentang definisi lansia, yaitu pandangan orang barat yang tergolong lansia
adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan
membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut, sedangkan
pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60
tahun karena dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-
ciri ketuaan (Santrock, 2002).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a.
Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
31/140
13
3. Konsep Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Perubahan menjadi tua adalah perubahan alami yang akan dilalui
oleh setiap orang saat memasuki lansia. Selama proses ini akan terjadi
penurunan sejumlah sel-sel tubuh baik bentuk maupun jumlahnya, yang
tentunya berpengaruh pada fungsi organ-organ tubuh lainnya. Perubahan juga
terjadi dalam aspek sosial berupa kehilangan pekerjaan, pensiun, kehilangan
pasangan dan terpisah dengan anak. Selain itu juga terjadi perubahan kejiwaan
berupa daya ingat yang menurun, cepat lupa, mudah sedih, mudah
tersinggung, mudah frustasi, merasa kesepian, dan takut kemandirian hilang
(Nugroho dalam Maryam, 2008).
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan
sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
kematian (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).
Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer,
merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai
pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun,
terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya, sedangkan
penuaan sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan
faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
32/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
33/140
15
penurunan aliran darah, penurunan nefron-nefron yang berfungsi (sel-sel
ginjal), dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada lansia, obat-obat yang
bersifat asam kurang diserap karena sekresi lambung yang basa, dan obat-obat
lebih lama berada di dalam saluran gastrointestinal karena berkurangnya
motilitas lambung. Lansia mengalami penurunan curah jantung dan penurunan
aliran darah, sehingga mempengaruhi aliran darah kehati dan ginjal,
menyebabkan setelah usia 65 tahun, fungsi nefron berkurang sampai 35%, dan
setelah usia 70 tahun, aliran darah ke ginjal berkurang sampai 50%. Disfungsi
hati dapat dialami oleh lansia akibat menurunnya fungsi enzim, dan juga
menurunnya kemampuan hati untuk memetabolisir dan mendetoksikasi obat-
obat, sehingga meningkatkan risiko toksisitas obat (Joyce & Evelyn, 1996).
Dengan adanya disfungsi hati dan ginjal, efektivitas dari suatu
dosis obat biasanya berkurang. Pemakaian obat yang banyak dapat
meningkatkan efek obat dan ekskresi obat pada orang lansia. Hati dan ginjal
adalah 2 organ utama yang bertanggung jawab untuk klirens (bersihan) obat
dari tubuh. Jika efisiensi kedua sistem tubuh ini berkurang, maka waktu paruh
obat diperpanjang dan toksisitas obat mungkin terjadi. Perawat perlu menilai
fungsi ginjal dan memantau keluaran urin dan nilai-nilai laboratorium dari
nitrogen urea darah (BUN=Blood Urea Nitrogen)dan kreatinin serum (Cr).
Untuk menilai fungsi hati, enzim-enzim hati perlu diperiksa. Kadar yang
meningkat menunjukkan adanya kemungkinan disfungsi hati. Faktor-faktor
yang menunjang terjadinya reaksi yang merugikan pada orang lansia adalah
berkurangnya tempat pengikatan pada protein, yang meningkatkan jumlah
obat bebas yang bersirkulasi, berkurangnya metabolisme dalam hati, dan
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
34/140
16
waktu paruh obat yang memanjang akibat menurunnya fungsi hati dan ginjal.
Interval waktu antara dosis suatu obat mungkin perlu ditambah untuk klien
lansia. Penilaian untuk efek-efek yang merugikan merupakan proses yang
terus-menerus dalam merawat orang lansia (Joyce & Evelyn, 1996).
B. Masalah Obat Pada Lansia
1. Pengertian Obat
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia
atau hewan. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap
untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan
Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan
dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan,
karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi
sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena
penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari
tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi, peran obat secara umum
adalah sebagai berikut dalam Sanjoyo (2005):
a. Untuk pencegahan penyakit
b. Menyembuhkan penyakit
c. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
35/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
36/140
18
kepekaan terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid
(analgetika-narkotik) juga meningkat.
3) Antidepresansia
Jenis obat diantaranya, Deproz, Antiprestin, Ludios, Sandepril, dan
Valdoxan. Efek yang dihasilkan untuk mengobati gejala-gejala
depresi, insomnia. Sering menimbulkan efek samping pada lansia,
antara lain berupa mulut kering, retensi urin, konstipasi, hipotensi
postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia jantung.
b. Obat-obat kardiovaskuler
1) Antihipertensi
Jenis obat diantaranya, Cardura, Catapres, Captopril, dan Dopamet.
Efek yang dihasilkan untuk mengatasi darah tinggi. Pengobatan
hipertensi pada lansia sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal
pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga
menyangkut keterlibatan pasien secara terus menerus dalam proses
terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya jangka panjang.
2) Obat-obat antiaritmia
Jenis obat seperti Tiaryt. Efek yang dihasilkan untuk menekan dan
mencegah terjadinya aritmia ventrikuler dan supraventrikuler yang
membahayakan jiwa. Pengobatan antiaritmia pada lansia akhir-akhir
ini semakin sering dilakukan mengingat makin tingginya angka
kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
37/140
19
3) Glikosida jantung
Jenis obat diantaranya, Fargoxin, Digoxin, dan Indop. Digoksin
merupakan obat yang diberikan pada penderita lansia dengan
kegagalan jantung atau aritmia jantung. Gejala intoksikasi digoksin
sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan penglihatan, dan psikosis
hingga gangguan irama jantung yang serius.
c. Antibiotika
Jenis obat diantaranya, Ciprofloxacin, Garamycin, dan Claforan. Efek yang
dihasilkan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh mikroba.
Pemakaian antibiotika golongan aminoglikosida dan laktam perlu
diwaspadai karena ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi
ginjal karena lansia akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di
mana waktu paruh obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin,
kanamisin, dan netilmisin dapat meningkat sampai dua kali lipat) dan
memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun organ lain
(misalnya ototoksisitas).
d. Obat-obat antiinflamasi
Jenis obat diantaranya, Aktofen, Antalgin, Cataflam, dan Arcoxia. Obat-
obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada lansia,
terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi
menunjukkan bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti
misalnya indometasin dan fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan
waktu paruh jika diberikan pada lansia, karena menurunnya kemampuan
metabolisme hati.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
38/140
20
e. Laksansia
Jenis obat diantaranya, Bicolax, Microlax, dan Laxasium. Pada lansia
umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang biasanya
dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka
panjang sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi
juga akan memperlemah motilitas usus.
Daftar obat yang tidak dianjurkan pemberiannya kepada lansia karena adanya efek
samping yang serius dalam Maryam (2008):
a. Psikofarmaka: diazepam, lorazepm, fluoksetin, semua senyawa barbital
(terkecuali fenobarbital dan untuk epilepsi)
b. analgetik dan obat rema: naproksen, piroksikam, indometasin
c. Obat jantung: disopiramida, dipirimadol, amiodaron, metildopa, nifedipin
d. Antihistamin: siproheptadin, prometazin, deksklorfeniramin
e. Obat parkinson: orfenadrin
f. Obat anti-bakteril:nitrofurantoin
g. Hormon pria: testosteron
h. Obat lambung: simetidin, emulsi parafin
Banyak obat yang dapat menyebabkan kerusakan kognitif pada lansia
seperti: amantadine, aspirin, klorpromazin, simetidin, diazepam, difenhidramin,
flurazepam, haloperidok, meperidin, metildopa, reserpin, triazolam dan
kemungkinan 2 atau lebih dari obat-obat ini akan diresepkan secara bersamaan
cukup tinggi (Stanley & Beare, 2006).
Sebagian dari perubahan farmakokinetik ini sukar untuk diramalkan,
petugas kesehatan, termasuk perawat harus memulai terapi dengan dosis efektif
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
39/140
21
yang paling rendah. Titrasi dosis yang hati-hati, dengan sedikit peningkatan
jumlah dalam dosis obat, mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.
Dosis yang konservatif dapat membantu mencegah keracunan dan membantu
pasien menghemat biaya tambahan untuk obat yang tidak perlu (Stanley & Beare,
2006).
Obat oral adalah obat yang paling aman dan paling mudah diberikan,
kecuali jika klien menderita gangguan fungsi cerna atau tidak mampu menelan
(Potter, Ferry 2005). Kadang-kadang sulit menelan tablet yang terlalu besar, tetapi
sebaliknya tablet yang kecil sulit dipegang karena tangan dan jari-jari mulai kaku.
Kadang-kadang sulit mengeluarkan obat dari wadahnya. Obat cair sepertinya
pilihan yang baik, tetapi tetap ada kendala karena mulai sulit untuk menuangkan
obat dari botolnya dan tidak tepat dalam mengisi sendok dengan takaran yang
seharusnya. Juga mulai sulit untuk membawa sendok kearah mulut karena tangan
mulai gemetar dan tidak lentur lagi (Hanna & Andar, 2009).
3. Masalah Dalam Peresapan Obat Pada Lansia
Masalah dalam peresepan obat dalam Manjoer (2004), yaitu:
a. Farmakokinetik
Yang meliputi penyerapan, distribusi, metabolisme dan pengeluaran obat.
b. Farmakodinamik
Perubahan ini berupa gangguan kepekaan target organ terhadap obat yang
dikonsumsi pada lansia yang menyebabkan meningkatnya atau
berkurangnya efek obat tersebut dibandingkan dengan pada usia yang
lebih muda
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
40/140
22
c. Masalah-masalah khusus
Beberapa masalah khusus perlu diperhatikan di dalam meresepkan obat
pada lansia, yaitu :
1) Polifarmasi: lansia cenderung mengalami polifarmasi karena
penyakitnya yang lebih dari satu jenis (multipatologi), dan diagnosis
tidak jelas.
2) Takaran obat : akibat perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik
pada lansia maka takaran obat perlu diberikan serendah mungkin yang
masih mempunyai efek untuk menyembuhkan.
3) Efek samping, interaksi, toksisitas obat dan penyakit iatrogenik
(penyakit yang disebabkan obat yang digunakan)
4) Ketidakpatuhan menggunakan obat menurut aturan pemakaian,
memegang peranan untuk timbulnya efek samping obat.
4. Interaksi Obat Pada Lansia
Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya
dalam lingkungan. Efek suatu obat merubah efek obat lain atau saling
mempengaruhi. Ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang
terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley,
2008). Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan
meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat
ini dan kecenderungan polifarmasi (Tatro, 2001).
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
41/140
23
Penggunaan berbagai obat, beberapa orang dokter, dan
penggunaan obat yang dijual bebas semua turut berperan dalam terjadinya
interaksi obat. Penurunan fungsi ginjal dan hati yang berhubungan dengan
penuaan membuat konsekuensi interaksi obat tampaknya dapat menjadikan
penyakit yang dialami lansia akan lebih serius. Interaksi obat yang mungkin
mempunyai konsekuensi kecil pada orang dewasa muda, dapat menimbulkan
konsekuensi yang merusak pada lansia. Sebagai contoh, orang muda tidak
diragukan lagi akan mengalami sedasi oleh kombinasi difenhidramin dan
suatu fenotiazin seperti klopromazin. Pada lansia, kombinasi ini turut berperan
dalam kejadian jatuh, baik karena sedasi yang berlebihan atau karena
pengaruh pada tekanan darah postural. Interaksi obat dapat dideteksi hanya
jika suatu daftar obat lengkap yang digunakan dapat dipelihara. Profil obat
termasuk daftar obat yang diresepkan maupun yang dijual bebas selalu ditulis
oleh setiap dokter pasien tersebut (Maryam, 2008).
Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang
melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi
respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada
beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi.
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh
obat lain (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat
diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta
mekanisme farmakokinetik obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini
akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
42/140
24
merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn dan Day,
1997).
Interaksi obat yang paling penting pada lansia termasuk obat
dengan indikasi terapeutik yang sempit atau obat yang memengaruhi sistem
saraf pusat. Perawat perlu menyaring profil pengobatan untuk interaksi obat
pada pasien yang menggunakan obat seperti warfarin, fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital, digoksin, quinidin, prokainamid, antidepresan, atau
benzodiazepin (Maryam, 2008).
5. Polifarmasi Pada Lansia
Kombinasi obat yang tidak diperlukan adalah penggunaan dua
macam obat atau lebih dengan kelas terapi yang sama namun berbeda
golongan yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas terapi namun
salah satu obat atau lebih dalam kombinasi tersebut sebenarnya tidak
diperlukan bagi pasien (Rahmawati, 2008).
Kelompok lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan
dengan kelompok umur lain. Polifarmasi ada bila obat-obatan yang digunakan
tidak memiliki indikasi yang nyata, duplikasi pengobatan, interaksi
pengobatan yang sedang digunakan saat ini, kontraindikasi pengobatan yang
digunakan, obat yang digunakan untuk mengobati reaksi obat yang
merugikan, atau terdapat perbaikan setelah pemutusan obat (Stanley & Beare,
2006).
Terapi obat adalah dasar perawatan untuk artritis, hipertensi,
penyakit arteri koroner, diabetes, dan banyak dari permasalahan medis kronis
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
43/140
25
lain dapat dilihat pada lansia. Karena 4 dari 5 orang yang berusia di atas 65
tahun mempunyai satu atau lebih penyakit kronis, tidak mengejutkan bahwa
kelompok usia ini adalah pemakai paling besar obat yang diresepkan. Adanya
sejumlah permasalahan medis mungkin membawa pasien untuk mencari
bantuan dari beberapa dokter. Suatu resep dibuat untuk 60% kunjungan ke
tempat praktik, dan karena lansia mengunjungi dokter lebih banyak daripada
kelompok usia yang lain, mereka menerima lebih banyak obat yang
diresepkan (Stanley & Beare,2006).
6. Dampak Masalah Polifarmasi Pada Lansia
Penggunaan berbagai macam obat meningkatkan potensi untuk
terjadinya ketidakpatuhan dan turut berperan dalam terjadinya reaksi obat
yang tidak diinginkan, interaksi obat, dan biaya pelayanan kesehatan.
Penambahan suatu obat baru pada program pengobatan mungkin memerlukan
suatu perubahan gaya hidup pasien ( misalnya: harus ingat untuk memakan
satu tablet pada pagi hari) atau perubahan yang lebih penting (misalnya: harus
ingat untuk memakan enam atau delapan kapsul setiap harinya, melakukan
penyesuaian untuk diet yang dikendalikan, membatasi aktifitas fisik atau
menggunakan obat tambahan untuk mengantisipasi efek samping obat).
Kurangnya dukungan terhadap program pengobatan yang kompleks
merupakan hal yang sering terjadi, dan kegagalan penyedia layanan kesehatan
untuk mengkoordinasikan program pengobatan . Perilaku ketergantungan
kemudian mungkin mendorong kearah tidak mematuhi, kegagalan perawatan,
atau ketergantungan yang berlebihan pada obat. Tipe perilaku mencari obat ini
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
44/140
26
mungkin mendorong kearah penggunaan obat yang berlebihan (Stanley &
Beare, 2006).
Berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara
jumlah obat yang diminum dengan kejadian efek samping obat. Artinya,
makin banyak jenis obat yang diresepkan pada individu-individu lansia, makin
tinggi pula kemungkinan terjadinya efek samping. Secara epidemiologis, 1
dari 10 orang (10%) akan mengalami efek samping setelah pemberian 1 jenis
obat. Resiko ini meningkat mencapai 100% jika jumlah obat yang diberikan
mencapai 10 jenis atau lebih. Secara umum angka kejadian efek samping obat
pada lansia mencapai 2 kali lipat kelompok usia dewasa. Obat-obat yang
sering menimbulkan efek samping pada lansia antara lain analgetika,
antihipertensi, antiparkinsion, antipsikotik, sedatif dan obat-obat
gastrointestinal. Sedangkan efek samping yang paling banyak dialami antara
lain hipotensi postural, ataksia, kebingungan, retensi urin, dan konstipasi.
Tingginya angka kejadian efek samping obat ini nampaknya berkaitan erat
dengan kesalahan peresepan oleh dokter maupun kesalahan pemakaian oleh
pasien, dalam Franklin (2009),
a. Kesalahan peresepan
Sebagai contoh simetidin yang sering diberikan pada kelompok usia ini,
ternyata memberi dampak efek samping yang cukup sering (misalnya
halusinasi dan reaksi psikotik), jika diberikan sebagai obat tunggal. Obat
ini juga menghambat metabolisme berbagai obat seperti warfarin, fenitoin
dan beta blocker. Sehingga pada pemberian bersama simetidin tanpa lebih
dulu melakukan penetapan dosis yang sesuai, akan menimbulkan efek
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
45/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
46/140
28
2) Pasien sering lupa instruksi yang berkenaan dengan cara, frekuensi dan
berapa lama obat harus diminum untuk memperoleh efek terapetik
yang optimal. Untuk antibiotika, misalnya pasien sering menganggap
bahwa hilangnya simptom memberi tanda untuk menghentikan
pemakaian obat.
3) Pada penderita yang tremor, mengalami gangguan visual atau
menderita artritis, jangan diberi obat cairan yang harus ditakar dengan
sendok.
4) Untuk pasien lansia dengan katarak atau gangguan visual karena
degenerasi makular, sebaiknya etiket dibuat lebih besar agar mudah
dibaca.
7. Reaksi Obat yang Tidak Diharapkan
Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama
sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan
menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar dapat diketahui. Dampak
negatif masalah efek samping obat dalam klinik antara lain dapat
menimbulkan keluhan atau penyakit baru karena obat, meningkatkan biaya
pengobatan, mengurangi kepatuhan berobat serta meningkatkan potensi
kegagalan pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena pada pasien lansia
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi organ sehingga pada saat
pemberian obat, dosisnya harus disesuaikan. Selain itu faktor kepatuhan
minum obat, dimana untuk pasien lansia terkadang lupa untuk minum obat
(Shargel dan Andrew 1985).
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
47/140
29
Polifarmasi merupakan salah satu dari faktor utama yang
memberikan kontribusi, faktor resiko lain termasuk postur tubuh yang kecil
(terutama pada wanita), riwayat penyakit alergi, reaksi obat yang tidak di
harapkan yang telah terjadi sebelumnya, berbagai macam penyakit kronis,
gagal ginjal, berobat kepada beberapa orang dokter, status mental yang
abnormal, tinggal sendiri, masalah keuangan, tidak patuh, dan masalah
penglihatan atau pendengaran. Faktor resiko ini mungkin sering timbul secara
bersamaan pada lansia. Reaksi obat yang tidak diharapkan mungkin
menyebabkan perubahan kecil yang tidak menyenangkan atau perubahn
penting pada dosis obat. Reaksi tidak diharapkan yang lebih serius mungkin
cukup berat sehingga perlu dilakukan hospitalisasi. Dalam suatu penelitian
melaporkan bahwa 1 dari setiap 5 orang pasien lansia yang masuk ke rumah
sakit adalah akibat dari suatu reaksi obat yang tidak diharapkan. Obat-obat
yang dapat menyebabkan hospitalisasi karena reaksi yang tidak diharapkan :
analgesik, aspiri, kemoterapi, digoksin, insulin, prednison, teofilin, warfarin
(Stanley & Beare, 2006).
Banyak efek obat yang tidak di harapkan berhubungan dengan
dosis atau konsentrasi dan ada kecenderungan obat untuk terakumulasi pada
lansia. Untuk mencegah reaksi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh
efek farmakologis yang berlebihan, perawat harus memahami bagaimana
fisiologis, perubahan yang memengaruhi penumpukan obat di dalam tubuh.
Efek yang tidak diharapkan seperti hipotensi ortostatik, keadaan mengantuk,
pusing, pandangan kabur, atau konfusi. Gejala reaksi obat yang tidak
diharapakan ini mungkin akan diatasi dengan menambah obat lain, yang
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
48/140
30
hanya menambah masalah akibat penggunaan berbagai macam obat (Stanley
& Beare, 2006).
8. Fisiologis dan Penimbunan Obat Pada Lansia
Obat mengalami proses 4 tahap sebelum meninggalkan tubuh menurut
Stanley & Beare, (2006):
a. Absorpsi
Absorsi obat terjadi dengan cara difusi sederhana melalui usus halus, suatu
proses yang bergantung pada konsentrasi, tidak memerlukan energy dan
tidak di pengaruhi oleh usia. Tetapi, tingkat kecepatan absorsi dan efek
puncak dari beberapa obat mungkin lebih lambat pada lansia karena
penurunan yang berhubungan dengan penuaan pada aliran darah dan
otilitas gastrointestinal. Karena absorsi obat pada lansia mungkin
terlambat, toksiksitas obat yang terjadi pada pasien lansia mungkin terjadi
lebih lama dan lebih panjang daripada toksiksitas obat pada pasien yang
lebih muda. Berkurangnya keasaman lambung mengubah absorpsi obat-
obat yang bersifat asam lemah, seperti aspirin. Berkurangnya aliran darah
ke saluran gastrointestinal (berkurangnya 40-50%) adalah akibat dari
curah jantung yang menurun. Karena adanya aliran darah yang berkurang,
maka absorpsi diperlambat tetapi tidak berkurang. Berkurangnya laju
motilitas gastrointestinal (peristaltik) akan mengakibatkan tertundanya
mula kerja.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
49/140
31
b. Distribusi
Saat di absorpsi, sebagian besar obat di distribusikan keseluruh tubuh
dalam konsentrasi yang bergantung pada kemampuan obat untuk
menembus baik kompartemen yang mengandung air maupun yang
mengandung lipid. Karena total cairan tubuh menurun 10 sampai 15% di
antara usia 20 tahun dan 80 tahun, lansia akan mengalami peninggian
konsentrasi plasma ketika obat yang di distribusikan kedalam plasma di
berikan, kecuali jika penyesuaian dosis telah di lakukan. Sebagai contoh,
lansia yang diberi suatu dosis standar etanol intravena mengalami puncak
konsentrasi alkohol yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda
dengan dosis yang sama.
Akibat berkurangnya air tubuh pada orang lansia, obat-obat yang larut
dalam air akan lebih terkonsentrasi (pekat). Terdapat peningkatan rasio
lemak terhadap air pada orang lansia, obat-obat yang larut dalam lemak
disimpan dan mengalami akumulasi. Lemak tubuh berfungsi sebagai
reservoir bagi obat yang larut dalam lemak, membantu menurunkan
konsentrasi plasma tetapi meningkatkan durasi aksi obat tersebut. Telah
terjadi peningkatan durasi aksi dari obat yang dapat larut dalam lemak
seperti flurazepam, diazepam, klorpromazin, dan antidepresan trisiklik
pada lansia. Perubahan ini disebabkan oleh peningkatan proporsi lemak
pada tubuh lansia. Orang lansia mempunyai serum protein dan kadar
albumin yang berkurang, sehingga terdapat lebih sedikit tempat
pengikatan pada protein, akibatnya terdapat lebih banyak obat bebas.
Obat-obat dengan afinitas yang tinggi terhadap protein bersaing untuk
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
50/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
51/140
33
Pada orang lansia terdapat penurunan aliran darah ginjal dan penurunan
laju filtrasi glomerulus sebanyak 40-50%. Dengan adanya penurunan
fungsi ginjal, terdapat penurunan ekskresi obat, dan terjadi akumulasi obat.
Dosis obat yang dieliminasi oleh ginjal harus dikurangi pada pasien lansia.
Contoh obat yang mengalami penurunan eliminasi pada lansia karena
penurunan fungsi ginjal: amantadin, amilorid, aminoglikosid, antibiotik,
atenolol, kaptopril, klorpropamid, simetidin, klonidin, digoksin,
disopiramid, etambutol, litium, metotreksat, metildopa, metoklopramid,
prokainamid, pridostigmin, vankomicin. Toksisitas obat harus dinilai
secara terus-menerus selama klien menerima pengobatan.
C. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Obat Pada Lansia
Penggunaan obat harus mempertimbangkan rasio manfaat dan resiko bagi
pasien. Pemilihan obat tidak hanya melihat manfaatnya menyembuhkan penyakit,
namun harus selalu disertai pertimbangan kondisi pasien. Obat dikategorikan
tidak aman bagi kondisi pasien apabila obat tersebut potensial menyebabkan efek
samping yang berbahaya bagi kondisi pasien atau sudah terbukti menyebabkan
efek samping pada pasien (Rahmawati,2008).
Ketidakrasionalan obat yang terjadi karena ketidak sesuaian kombinasi
obat dalam satu resep yang mengakibatkan terjadinya interaksi antar obat yang
dapat mengakibatkan kehilangan kerja obat, berkurangnya efek obat, dan
peningkatan toksisitas obat (Herianto, dkk., 2006). Secara singkat, pemakaian
obat, dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
52/140
34
kecil atau tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan
efek samping atau biayanya (Vance dan Millington, 1986).
Penggunaan obat pada pasien lansia memerlukan perhatian khusus karena
adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat terkait proses
penuaan. Resiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan (edverse drug reactions)
dan interaksi obat juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah obat yang
dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan rumitnya tata cara pengobatan membuat
pasien lansia, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami
penurunan, menjadi tidak patuh terhadap tata cara pengobatan yang telah
ditetapkan. Selain itu, kondisi psikososial pasien lansia sangat potensial untuk
memperburuk status kesehatannya (Retno, 2010).
Kriteria penggunaan obat rasional dalam Direktorat bina penggunaan obat
rasional (2008) adalah :
1. Tepat diagnosis
Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan
dengan benar maka pemilihan obat akan salah.
2. Tepat indikasi penyakit
Obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit.
3.
Tepat pemilihan obat
Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
4. Tepat dosis
Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat.
a. Tepat Jumlah
Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
53/140
35
b. Tepat cara pemberian
Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya
dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur
dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi sehingga menurunkan efektifitasnya.
c. Tepat interval waktu pemberian
Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis
agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat
perhari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum
obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat
tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
d. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing – masing.
Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama
pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 – 14 hari.
5. Tepat penilaian kondisi pasien
Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus
memperhatikan: kontraindikasi obat, komplikasi, serta banyaknya penyakit
yang diderita.
6. Waspada terhadap efek samping
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual,
muntah, serta gatal-gatal.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
54/140
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
55/140
37
2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkan dan
tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya
3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada orang dewasa yang masih muda, kemudian dosis ditingkatkan
sesuai respons.
4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat umumnya lebih
rendah.
5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan
untuk memelihara kepatuhan pasien
6. Lakukan evaluasi secara berkala obat-obat yang digunakan dalam jangka
waktu lama, apakah perlu penyesuaian tata cara atau bahkan perlu dihentikan.
7. Tidak mengobati setiap gejala yang timbul.
8. Sederhanakan tata cara. Hanya obat-obat dengan indikasi jelas yang
diresepkan dan sedapat mungkin dengan frekuensi penggunaan sekali atau dua
kali sehari.
9. Berilah penandaan yang jelas pada label wadah obat. Hindari penggunaan
singkatan yang tidak dimengerti.
10. Berikan informasi yang jelas dan dapat dipahami oleh pasien. Libatkan pelaku
rawat (care giver).
D. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge ) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
56/140
38
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang ( overbehavior ) (Notoatmojo, 2003).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
menurut Notoatmojo(2003), yaitu:
1. Tahu ( know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu yang telah dipelajari. tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Yang termasuk ke dalam
pengetahuan ini ialah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur
bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut
menyebutkannya, menguraikannya, mendefinisikan dan sebagainya.
2. Paham ( comprehension )
Paham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
3. Aplikasi ( application )
Aplikasi ini diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
57/140
39
diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis ( analysis )
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu konsep, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis ( syntesis )
Sintesis menunjuk kepada satu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi ( evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmojo (2003),
yaitu :
1. Pengalaman, yakni pengalaman yang didapat seseorang terutama pengalaman
dalam menerima pelayanan kesehatan.
2. Informasi, yakni informasi yang didapat seseorang yang biasa diperoleh dari
guru, media massa, orang tua, dan sebagainya.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
58/140
40
Pengetahuan lansia dan pemahaman tentang terapi obat memengaruhi
keinginan atau kemampuannya dalam mengikuti suatu program pengobatan.
Apabila lansia tidak memahami tujuan obat, penjadwalan dosis yang teratur,
metode pemberian yang tepat, dan efek samping yang mungkin timbul dapat
membuat lansia tidak mematuhi program pengobatan (Potter dan Perry, 2005).
Pengetahuan yang perlu diketahui lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi
lansia dalam Potter dan Perry, (2005); Direktorat bina penggunaan obat rasional
(2008) , yaitu:
1. Obat yang diminum
Lansia mengetahui obat apa saja yang akan diminum. Pemilihan obat harus
disesuaikan dengan efek klinik yang diharapkan sesuai dengan keluhan dan
penyakit. Obat tidak kontraindikasi dengan penyakit yang diderita. Obat
memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang
yang asing harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi petugas
kesehatan untuk menanyakan nama generik atau kandungan obat.
2. Tujuan minum obat
Mengetahui tujuan meminum obat tersebut, dan mengetahui efek terapi yang
dihasilkan obat tersebut untuk mengatasi keluhan ataupun penyakit yang
diderita.
3. Dosis
Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup, tidak dikurangi
ataupun dilebihkan untuk mendapatkan efek obat yang maksimal.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
59/140
41
4. Waktu pemberian
Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, misalnya seperti
dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga
kadar obat dalam plasma tubuh dapat dipertimbangkan. Obat yang harus
diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam, yaitu obat dalam tubuh akan habis dalam waktu
8 jam. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang
waktu tertentu. Tepat lama pemberian obat adalah penetapan lama pemberian
obat sesuai dengan diagnosa penyakit dan kondisi. Apakah obat cukup
diminum hingga gejala hilang saja, atau obat perlu diminum selama 3 hari, 5
hari, ataupun 3 bulan.
5. Cara pemberian
Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan memadai.
Obat dapat diberikan dengan cara peroral (melalui mulut), per rektal (melalui
dubur), parenteral (melalui suntikan, bisa intravena, intramuskular, subkutan)
atau topikal (dioleskan di kulit, seperti krim, gel, salep). Jika obat masih bisa
diberikan melalui oral, hindari pemberian melalui parenteral. Jika terapi cukup
secara lokal melalui obat-obat topikal, tidak perlu diberikan melalui oral. Cara
pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu
baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu
karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi
sehingga menurunkan efektifitasnya.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
60/140
42
6. Efek samping yang mungkin timbul
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual,
muntah, serta gatal-gatal. Lansia harus mengetahui efek yang mungkin timbul
bila meminum obat dan tindakan yang harus dilakukan bila efek tersebut
terjadi.
7. Tindak lanjut
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan
ke dokter.
E. Sikap
Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan
mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat menguntungkan atau
merugikan (Eagle & Chaiver, 1993). Menurut Fazio (1995) sikap adalah asosiasi
dalam memori antara objek yang diberikan dan evaluasi dari rangkuman objek
yang yang diberikan tersebut. Definisi lain dari sikap adalah respon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak
setuju, baik –
tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Sikap adalah
evaluasi keseluruhan objek yang berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan
perilaku (Maio et al , 2009).
Sikap seperti kebanyakan keadaan psikologis lain, tidak dapat secara
langsung diamati. Kita tidak dapat melihat sikap seperti kita melihat berapa tinggi
atau cepatnya lari sebuah mobil. Sikap berada di dalam fikiran manusia, dan
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
61/140
43
hanya dapat disimpulkan dari tanggapan mereka (Fazio & Olsson 2003,
Himmelfarb, 1993).
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang menurut
Notoatmojo(2003), yaitu :
1. Komponen kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku
atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka
akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat
diharapkan dari objek tertentu. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak
selalu akurat karena kepercayaan itu kadang terbentuk dari kurang atau tidak
ada informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.
2. Komponen afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.
3. Komponen konatif
Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Bagaimana orang berperilaku
dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan
dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku
secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk
sikap individual.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
62/140
44
Ada beberapa faktor yang menghambat maupun menunjang perubahan sikap,
menurut Notoatmojo (2003) yaitu :
1. Faktor yang menghambat perubahan sikap, yaitu :
a. Stimulus (sifat indeferent ) sehingga faktor perhatian kurang berperan
terhadap stimulus yang diberikan.
b. Tidak memberikan harapan untuk mada depan.
c. Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut sehingga tidak ada
pengertian terhadap stimulus tersebut.
2. Faktor yang menunjang perubahan sikap, yaitu :
a. Dasar utama terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan
hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai
dengan imbalan dan hukuman.
b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi
perubahan dalam sikap.
c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap
semula.
Menurut Notoatmodjo (2007) ada 4 tingkatan dari sikap, yaitu :
1. Menerima ( receiving )
Menerima berarti subjek yang bersedia dan mau memperhatikan stimulus
yang diberikan objek.
2. Merespon ( responding )
Merespon berarti bersedia memberikan jawaban apabila ditanya maupun
mengerjakan tugas yang telah diberikan.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
63/140
45
3. Menghargai ( valuing )
Tingkatan ke tiga dari sikap adalah subjek mengajak subjek lain untuk
mengerjakan atau berdiskusi tentang suatu masalah.
4. Bertanggungjawab ( responsible )
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan tingkatan dari sikap yang tertinggi.
Sikap lansia terhadap obat menunjukkan tingkat ketergantungannya pada
obat. Lansia seringkali tidak mau mengungkapkan perasaannya tentang obat,
khususnya jika mengalami ketergantungan obat. (Potter dan Perry, 2005).
Sikap yang tepat dalam minum obat dalam Potter dan Perry (2005), adalah:
1. Benar obat
Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya harus diperhatikan kebenaran obat
sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan
obat, saat obat akan diminum, dan saat mengembalikan ketempat
penyimpanan. Melihat label di wadah obat yang akan diminum sesuai atau
tidak dengan obat yang akan diminum. Jika labelnya tidak terbaca, isinya
tidak boleh dipakai.
2.
Benar dosis
Minum obat sesuai dosis yang dianjurkan. Untuk menghindari kesalahan
pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan
menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas
ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain
sehingga perhitungan obat benar. Seringkali melebihkan dosis bila efek dari
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
64/140
46
obat belum terlihat, hal itu akan meningkatkan efek samping yang
ditimbulkan.
Adanya ketidaktepatan dosis ini dapat menimbulkan efek samping yang
tidak diharapkan pada pasien. Dosis yang kurang akan menyebabkan tidak
tercapainya dosis terapi yang berakibat keadaan pasien tidak membaik.
dimana dengan dosis yang lebih besar maka akan menyebabkan konsentrasi
plasma yang lebih besar pula dan lebih besar kemungkinan tercapai dosis
toksik. (Shargel, 1985).
Menurut Rahardja (2007) Lansia menggunakan dosis yang lebih rendah,
yakni:
a. 65-74 tahun : dosis biasa-10%
b. 75-85 tahun: dosis biasa-20%
c. 85 th dan lebih: dosis biasa-30%
3. Benar cara pemberian
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum, kecepatan
respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang
diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, topikal, rektal, dan inhalasi.
a. Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman.
b. Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa.
Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
-
8/19/2019 Wensil Okta Promalia - Fkik
65/140
47
c. Rektal yaitu pemberian obat melalui anus berupa supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh
efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol).
Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral.
d. Inhalasi yaitu pemberian obat