whole animal assay

13
WHOLE ANIMAL ASSAY KELOMPOK 7: WAKHIDAH KURNIAWATI FARIDAH NUR’AINI 12/333913/BI/8918 NAFILA FAKHRURRIZA LUQMAN FIKRI A WIDYA RIZKI ANANDA

Upload: luqman-fikri-amrullah

Post on 25-Sep-2015

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Presentasi Kuliah Mikrobiologi Bahan Makanan

TRANSCRIPT

Whole Animal Assay

WHOLE ANIMAL ASSAY

KELOMPOK 7:

Wakhidah Kurniawati

Faridah nuraini12/333913/bi/8918

Nafila fakhrurriza

Luqman fikri a

Widya rizki ananda

BIOASSAY

Bioanalisis merupakan salah satu ilmu terapan yang bermanfaat dan memberikan dukungan yang cukup besar kemajuan berbagai aspek ilmu. Secara garis besar ilmu ini dibagi dalam dua bagian penting yaitu bioassay atau analisis hayati (merupakan analisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang melibatkan sistem hayati). Sistem hayati yang digunakan bervariasi bisa berupa hewan utuh atau organ terisolasi (whole animals dan part of animals), organisme atau bagian-bagian tertentu dari makhluk hidup misalnya enzim, protein atau DNA. Penelitian dapat dilakukan secara in-vitro maupun in-vivo.

Bioassay atau uji hayati diklasifikasikan dalam uji hayati kualitatif yang meliputi :

Uji pirogen

Uji sterilitas

Uji mikrobia

Uji toksisitas

Penetapan angka antigen

Sedangkan uji hayati kuantitatif meliputi :

Hubungan dosis respon dengan efek quantal maupun gradual.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN BIOASSAY

Keuntungan

Keuntungan metode bioassay adalah : dapat mendeteksi toksin yang sukar dipisahkan dan dibedakan satu sama lain didalam ekstrak dan dapat mendeteksi aktivitas biologis dari gabungan beberapa toksin atau toksin yang memiliki struktur kimia beraneka ragam.

Kerugian :

Kerugian dari metode ini adalah animal care issues (menimbulkan isu dalam penanganan hewan), harganya yang mahal, membutuhkan waktu yang lama karena tidak dapat mendukung pendeteksian toksin secara cepat serta seringkali menimbulkan efek berbahaya seperti aflatoxin dan kanker.

Metode bioassay terdiri dari :

Whole animals

Parts of animals (misalnya : bagian ileum)

Kultur sel

Metode Bioassay diatas dapat mendeteksi toksin atau mengkarakterisasi aktivitas biologis pada mikrobia. Sampai saat ini beberapa negara telah mengembangkan metode bioassay pada tikus atau mencit untuk mendeteksi toksin berupa bakteri lipofilik (marine) pada jenis kerang-kerangan.

SEJARAH WHOLE ANIMAL BIOASSAY

Whole animal bioassay pertama kali diterapkan oleh Paul Ehrlich pada tahun 1984. Ehrlich memperkenalkan suatu konsep standar kestabilan preparasi dan satuan aktivitas yang dimaksudkan sebagai standar preparasi dari teknik assay. Assay seringkali dianggap sebagai syarat analisis kuantitatif pada prinsip dasar biologis, maka dari itu assay dapat diaplikasikan dalam pengobatan klinis.

Whole animal bioassay tidak hanya dapat diaplikasikan pada analisis kuantitatif dari biological product atau assay analitik tetapi juga untuk perbandingan dari bermacam-macam produk yang berbeda dengan tanda klinis yang sama (perbandingan atau penelitian assay).

Pentingnya mengevaluasi kandungan gizi dari makanan dengan tes hewan dibandingkan dengan metode alternatif Analysis (yaitu, kimia atau mikrobiologi) diakui baik. Studi ini telah sangat berguna dalam membangun spesifisitas metode analisis yang berbeda dalam hal uji hewan bukti adanya bentuk-bentuk kompleks nutrisi tertentu seperti asam pantotenat.

Kelebihan penggunaan hewan utuh yaitu:

Pada hewan utuh (whole animal) memberikan overall/net effect darI suatu obat karena obat telah mengalami peristiwa

- Absorpsi

- Distribusi

- Metabolisme

- Ekskresi

Seperti halnya saat digunakan pada manusia.

- Faktor koreksi karena perbedaan kondisi percobaan diharapkan tidak terlalu besar

Seluruh bioassay hewan umumnya digunakan hanya karena alternatif in vitro atau uji biokimia belum dibuktikan prediksi aktivitas obat. Uji hewan hidup yang sulit untuk memvalidasi membutuhkan sejumlah besar hewan perdose kelompok / pengobatan karena hewan sangat kurang untuk reproduktifitas hewan. Di samping itu, upaya validasi yang diperlukan mahal dan memerlukan panjang yang luar biasa waktu karena setiap bioassay membutuhkan beberapa hari atau beberapa minggu untuk mendeteksi efek biologis diukur setelah pemberian dosis dengan obat. Meskipun validasi tes seperti di dicapai terbukti dengan bioassay seluruh hewan yang telah ditetapkan untuk produk bioteknologi berasal seperti hormon pertumbuhan manusia dan insuline manusia, sangat diinginkan untuk mengembangkan sistem alternatif untuk membangun potensi farmasi.

Clonality and Antimicrobial Susceptibility of Staphylococcus aureus and Methicillin-Resistant S. aureus Isolates from Food Animals and Other Animals

Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia dan hewan. Sejak tahun 2005, perkembangan obat methicillin-resistant (MRSA) S. aureus telah meningkat di dunia peternakan, terutama babi. Namun, penelitian yang telah dilakukan sangatlah terbatas untuk membandingkan populasi struktur klonal methicillin-sensitif S. aureus (MSSA) dan MRSA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rata-rata MRSA dan MSSA antara berbagai hewan uji dengan metode molekuler. Sejak September 2008 hingga Agustus 2011, diambil sampel hidung atau trakhea yang diperoleh dari hewan di penjagalan sapi dan babi, pasar (Ayam), dan daerah perkotaan anjing liar, kucing liar, dan binatang pengerat liar). Bakteri diidentifikasi sebagai S. aureus dengan metode PCR yang didasarkan pada fragmen kromosom S. aureus. PCR assay bisa digunakan untuk membedakan S. aureus dari spesies lain yang mirip. Isolat dari kucing dan anjing diuji lebih lanjut dengan metode multipleks PCR berdasarkan gen thermonuclease (nuc), yang memungkinkan pemisahan dari Staphylococcus pseudointermedius. Tes PCR digunakan untuk mendeteksi makrolida, lincosamide, dan streptogramin B (MLS) penentu resistensi (ERMA, ermB, ermC, dan Mefa dan mefE) dan dua gen virulensi(PVL dan Arca).

Secara total digunakan 3.081 hewan, termasuk 609 kucing, 660 ayam, 589 anjing, 310 sapi, 305 babi, dan 608 tikus (Rattus norvegicus 281, 22 Rattus rattus, 151 Rattus andamanensis, 100 Niviventer fulvescens, dan 54 spesies tak dikenal) dan secara keseluruhan, 24,9% dari babi, 4,7% dari ayam, 6,3% dari anjing, 10,5% dari kucing, dan 7,1% dari tikus yang S. aureus positif. Dari 252 hewan yang pulih sebanyak 254 isolat S.aureus, termasuk 188 MSSA dan 66 MRSA. Secara keseluruhan kecuali satu dari isolat dari ayam dan babi resisten terhadap obat laktam. Sebaliknya, sebagian besar isolat dari anjing, kucing, dan tikus sepenuhnya rentan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa ST9 MRSA adalah stok utama MRSA (LA-MRSA) pada babi. Pada babi dan ayam, S. aureus populasi yang jauh lebih klonal dilestarikan daripada di spesies hewan lain dan sering multidrug resistant. Klon t034 / CC398 dominan di antara isolat adalah dari hewan pengerat (terutama R. norvegicus), yang mengungkapkan bahwa urban tikus bisa menjadi reservoir penting dari CC398 isolat. Anjing bukanlah host alami dari S. aureus. Sebagai kesimpulan, penelitian ini mengungkapkan bahwa ada distribusi yang khas dari spa utama dan MLST jenis antara S. aureus dan populasi yang hanya terbatas nomor yang dikaitkan dengan fenotipe resistensi multidrug. Dari 3.081 hewan yang diteliti, 24,9% dari babi, 4,7% dari ayam, 6,3% dari anjing, 10,5% dari kucing, dan 7,1% dari tikus yang positif Staphylococcus aureus. Prevalensi methicillin-resistant S. aureus (MRSA) tertinggi pada babi dengan isolat MRSA isolat dan paling sensitif methicillin isolat S. aureus milik klonal kompleks 9 (CC9).

DAFTAR PUSTAKA

Knechtges, Paul L. 2012. Food Safety : Theory and Practice. Jones and Barlett Learning. USA. P: 350-355

Presented ar the symposium on Biomolecules-Analytical option, May 1988, Sollentuna Sweden (Published by Elsevier B.V)

Riley, M.C and Rosanske, T.W. 1996. Development and Validation of Analytical Methods. Elsevier Science Ltd. USA