iiidigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital...melanogaster yang diinduksi fes04 andi...
TRANSCRIPT
STUDI AKTIVITAS 2,5-BIS(4-HIDROKSI-3-METOKSIBENZILIDIN) SIKLOPENTANON TERHADAP
LEVEL ANTIOKSIDAN ENDOGEN SOD1 DAN SOD2 PADADrosophila melanogaster YANG DIINDUKSI FeSO4
STUDY ON THE ACTIVITY OF 2,5-BIS(4-HYDROXY-3-METHOXYBENZYLIDINE) CYCLOPENTANONE ON THELEVEL OF ENDOGENOUS ANTIOXIDANTS SOD1 AND
SOD2 IN FeSO4-induced Drosophila melanogaster
ANDI NURLINDASARI
N111 14 057
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
ii
STUDI AKTIVITAS 2,5-BIS(4-HIDROKSI-3-METOKSIBENZILIDIN) SIKLOPENTANON TERHADAP LEVEL
ANTIOKSIDAN ENDOGEN SOD1 DAN SOD2 PADA Drosophilamelanogaster YANG DIINDUKSI FeSO4
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhisyarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ANDI NURLINDASARIN111 14 057
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
ii
STUDI AKTIVITAS 2,5-BIS(4-HIDROKSI-3-METOKSIBENZILIDIN) SIKLOPENTANON TERHADAP LEVEL
ANTIOKSIDAN ENDOGEN SOD1 DAN SOD2 PADA Drosophilamelanogaster YANG DIINDUKSI FeSO4
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhisyarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ANDI NURLINDASARIN111 14 057
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
ii
STUDI AKTIVITAS 2,5-BIS(4-HIDROKSI-3-METOKSIBENZILIDIN) SIKLOPENTANON TERHADAP LEVEL
ANTIOKSIDAN ENDOGEN SOD1 DAN SOD2 PADA Drosophilamelanogaster YANG DIINDUKSI FeSO4
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhisyarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ANDI NURLINDASARIN111 14 057
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
iii
iv
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah Subhana Wataala atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini banyak
hambatan yang dihadapi, namun berkat doa dan bantuan dari berbagai pihak
skripsi ini dapat terealisasikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis
mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Ibu Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing utama dan
Bapak Firzan Nainu, S.Si., M. Biomed., Ph.D., Apt. selaku pembimbing
pertama yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan,
nasehat, dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt., Bapak Sukamto S. Mamada,
S.Si., M.Sc., Apt., Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku tim
dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran sehingga
membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, yang
telah mendidik dan membagikan ilmunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dengan lancar di Fakultas Farmasi.
vii
Ucapan terima kasih penulis kepada laboran terkhusus di Laboratorium
Biofarmaka atas arahan, bantuan dan segala fasilitas yang penulis gunakan
selama melakukan penelitian sehingga dapat menyelsaikan penelitian
penulis. Rudi Ardiansyah, S.Si., Apt. yang telah memberikan bantuan dan
meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
Terima kasih kepada ayahanda dan ibunda tercinta Abdul Rasid dan
Hamsiah, yang selalu mendoakan, memberikan dukungan materi dan kasih
sayang kepada penulis, serta saudara-saudara penulis Andi Kiki Reski FR.
dan Muhammad Fajri Rasid atas dukungan dan perhatian yang di berikan
kepada penulis.
Terima kasih kepada teman-teman UFRG (Unhas Fly Research Group)
Nutfatun Khasanah, Nur Wahdaniyah, Riski Asngurun, Seprilianti, Muh.
Shoalihin dan Atina Abdullah sekaligus sebagai rekan penelitian penulis atas
kerja sama selama penelitian dan saling memberikan dukungan baik dalam
suka maupun duka sehingga penelitian yang dilakukan dapat selesai dengan
baik.
Ucapan terima kasih setulusnya kepada teman-teman angkatan 2014
“HIOSIAMIN” Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas kebersamaan
selama berada di Fakultas Farmasi baik dalam keadaan suka maupun duka,
semoga tetap semangat dalam menjalani kehidupan ini dan ilmu yang
diperoleh dapat bermanfaat serta cita-cita yang diinginkan dapat tercapai.
viii
ix
ABSTRAK
ANDI NURLINDASARI. Studi Aktivitas 2,5-bis(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin) siklopentanon terhadap Level Antioksidan Endogen SOD1dan SOD2 pada Drosophila melanogaster yang Diinduksi FeSO4 (dibimbingoleh Risfah Yulianty, Firzan Nainu)
Analog kurkumin 2,5-bis(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin) siklopentanonatau pentagamavunon-0 (PGV-0) mampu mempertahankan hidupDrosophila melanogaster yang mengalami penurunan survival setelahdiberikan FeSO4. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitasPGV-0 terhadap antioksidan endogen SOD1 dan SOD2 pada Drosophilamelanogaster yang diinduksi FeSO4. Pada penelitian ini Drosophilamelanogaster diberikan FeSO4 lalu selanjutnya diberikan pakan yangmengandung. kurkumin 1 mg dan PGV-0 0,25 mg, 0,5 mg dan 1 mg.Selanjutnya pengukuran level mRNA SOD1 dan SOD2 denganmenggunakan metode reverse-transcriptase quantitative PCR (RT-qPCR).Hasil analisis level mRNA SOD1 dan SOD2 dengan menggunakan One WayAnova, menunjukkan bahwa pemberian FeSO4 tidak menyebabkanpeningkatan level antioksidan endogen SOD1 dan SOD2, mengindikasikanbahwa penurunan survival Drosophila melanogaster tidak disebabkan olehpeningkatan radikal bebas yang menjadi substrat SOD1 dan SOD2. Selainitu, pemberian kurkumin dan PGV-0 dapat menurunkan level SOD1 danSOD2 dan memberikan hasil tidak signifikan (P value>0,05) dengankelompok perlakuan FeSO4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwakematian Drosophila melanogaster akibat pemberian FeSO4 maupun efekpenyelamatan yang diberikan kurkumin dan PGV-0 tidak dipengaruhi olehlevel antioksidan endogen SOD1 dan SOD2.
Kata Kunci : Drosophila melanogaster, FeSO4, Kurkumin, PGV-0, RT-qPCR SOD1, SOD2
x
ABSTRACT
ANDI NURLINDASARI. Study On The Activity Of 2,5-bis(4-hydroxy-3-methoxybenzylidine) cyclopentanone On The Level Of EndogenousAntioxidants SOD1 and SOD2 In FeSO4-induced Drosophila Melanogaster(supervised by Risfah Yulianty, Firzan Nainu)
Curcumin analogue 2,5-bis(4-hydroxy-3-methoxybenzylidine)cyclopentanone or pentagamavunon-0 (PGV-0) is able to survive Drosophilamelanogaster which decreases survival after being given FeSO4. Thepurpose of this research was to determine the activity of PGV-0 onendogenous antioxidants SOD1 and SOD2 in Drosophila melanogasterinduced by FeSO4. In this research, Drosophila melanogaster was givenFeSO4 and then given the feed containing curcumin 1 mg and PGV-0 0,25mg, 0,5 mg and 1 mg. Then, measure the level of mRNA SOD1 and SOD2using the reverse-transcriptase quantitative PCR (RT-qPCR) method. Theresults of SOD1 and SOD2 mRNA level analysis using One Way Anova,showed that giving FeSO4 did not cause an increase in endogenousantioxidant levels of SOD1 and SOD2, indicating that the decrease insurvival of Drosophila melanogaster was not caused by an increase in freeradicals being substrates SOD1 and SOD2. In addition, giving curcumin andPGV-0 can reduce the levels of SOD1 and SOD2 and give insignificantresults (P value> 0,05) with the FeSO4 treatment group. Thus, it can beconcluded that the death of Drosophila melanogaster due to given of FeSO4and the effects of salvation given by curcumin and PGV-0 were not affectedby endogenous antioxidant levels of SOD1 and SOD2..Keywords : Drosophila melanogaster, FeSO4, Curcumin, PGV-0, RT-qPCR SOD1, SOD2
xi
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
II.1 Uraian Senyawa 5
II.1.1 Kurkumin 5
II.1.2 Analog Kurkumin 6
II.2 Radikal Bebas 7
II.2.1 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas 10
II.2.2 Sumber Pembentukan Radikal Bebas 11
II.2.3. FeSO4 (Besi(II)Sulfat)................................................................................................ 13
II.3 Antioksidan .................................................................................... 15
II.4 Drosophila melanogaster 18
II.4.1 Fisiologis Drosophia melanogaster 19
II.4.2 Siklus Hidup Drosophia melanogaster 21
xii
II.4.3 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Drosophila
melanogaster 24
II.5 Polymerase Chain Reaction (PCR)................................................ 25
II.5.1 Tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) ............... 26
II.5.2 Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)........ 29
II.5.3 Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR) 30
II.5.4 Jenis-Jenis Polymerase Chain Reaction (PCR) 30
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 33
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan 33
III.2 Metode Kerja ......................... 33
III.2.1 Penyiapan Sampel ....................... 33
III.2.2 Penyiapan Hewan Uji .............................. 34
III.2.3 Pembuatan Pakan Drosophila .............. 34
III.2.4 Pembuatan Pakan yang Mengandung Kurkumin atau Analog
Kurkumin ............................................................................................. 34
III.2.5 Pembuatan Larutan Glukosa 1 % .............................................. 35
III.2.6 Pembuatan Larutan FeSO4 Konsentrasi 15 mM dengan
Menggunakan Pelarut Glukosa 1% .................................................... 35
III.2.7 Prosedur Percobaan 35
III.2.8 Analisis Level mRNA Gen SOD1 dan SOD2 ............................. 36
III.2.8.1 Isolasi RNA Total .................................................................... 36
III.2.8.2 Analisis menggunakan Real Time reverse transcriptase
quantitative PCR (real time RT-qPCR) ................................................ 36
xiii
III.2.9 Analisis Statistik ......................................................................... 37
III.3 Pembahasan Hasil dan Kesimpulan 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38
IV.I Hasil Analisis Level mRNA SOD1 ................................................. 39
IV.2 Hasil Analisis Level mRNA SOD2 ................................................ 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 43
V.1 Kesimpulan 43
V.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN I 49
LAMPIRAN II 51
LAMPIRAN III 52
LAMPIRAN IV 53
LAMPIRAN V ....................................................................................... 55
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS) ................................. 9
2. Sumber Radikal Bebas.................................................................. 13
3. Primer Superoksida Dismutase (SOD1 dan SOD2) dan rp49 ....... 37
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktrur Kurkumin......................................................................... 5
2. Struktur Pentagamavunon-0 (PGV-0)............................................ 7
3. Struktur Besi(II) Sulfat ................................................................... 14
4. Reaksi Pembentukan Superoksida dan aktivitas enzim SOD ...... 18
5. Perbedaan Drosophila melanogaster Jantan dan Betina 21
6. Siklus Hidup Drosophila melanogaster.......................................... 23
7. Alat Real Time-PCR ...................................................................... 26
8. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)................. 28
9. Hasil analisis level mRNA SOD1 ................................................... 39
10. Hasil analisis level mRNA SOD2 ................................................... 40
11. Uji Survival .................................................................................... 53
12. Proses Persiapan Ekstraksi RNA .................................................. 53
13. Penghalusan Sampel .................................................................... 53
14. Proses Heatingblock...................................................................... 53
15. Proses Sentrifuge ......................................................................... 53
16. Proses Penambahan Gen ............................................................. 53
17. Pengukuran Level Ekspresi Gen .................................................. 54
18. Grafik Uji Survival .......................................................................... 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja 49
2. Perhitungan .......... 51
3. Komposisi Pakan 52
4. Gambar Penelitian .... 53
5. Hasil Preliminary Study (Uji Survival) ............................................ 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analog kurkumin adalah senyawa-senyawa yang memiliki struktur
mirip kurkumin yang dibuat untuk memperbaiki ketidakstabilan kurkumin
dari cahaya dan pH (Sharma et al. 2005). Salah satu senyawa analog
kurkumin yaitu 2,5-bis(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin) siklopentanon
(pentagamavunon-0). Senyawa ini memiliki struktur rantai tengah
kurkumin yang termodifikasi pada kelompok asetil aseton diganti dengan
siklopentanon (Sardjiman, 2000). Pentagamavunon-0 (PGV-0) mempunyai
aktivitas biologis mirip kurkumin yaitu antifungi, antibakteri, antiinflamasi,
antioksidan dan penghambatan siklooksigenase (Yuniarti et al. 2012).
Pentagamavunon-0 memiliki potensi sebagai antioksidan lebih kuat
dibanding senyawa analog kurkumin lainnya, misalnya heksagamavunon-
0 (HGV-0) dan gamavuton-0 (GVT-0) (Sardjiman, 2000).
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi dan berfungsi untuk menghentikan kerusakan
sel akibat radikal bebas. Untuk mengatasi bahaya yang timbul akibat
radikal bebas maka tubuh mengembangkan mekanisme perlindungan
dengan cara mengekspresikan antioksidan endogen seperti SOD1, SOD2,
catalase, dan lain-lain (Bourg, 2001). Superoxide dismutase (SOD) terdiri
atas dua jenis yaitu SOD1 dihasilkan di sitosol sel dan SOD2 dihasilkan di
2
mitokondria yang berperan sebagai lini pertama pertahanan antioksidan
yang mengubah radikal superoksida yang sangat reaktif (dismutation)
menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen (Aguilar et al. 2016).
Beberapa senyawa kimia dapat menyebabkan peningkatan radikal
bebas, salah satunya adalah FeSO4 (Brailovskaya et al. 2001). FeSO4
digunakan sebagai penginduksi yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species) karena adanya logam
transisi seperti Fe2+/Fe3+ (Imlay et al. 1988). .FeSO4 yang disebabkan
karena ion logam Fe2+, dapat bereaksi dengan oksigen atau hidrogen
peroksida (H2O2), menghasilkan radikal OH yang berbahaya (Young dan
Woodside, 2001; Botman dan Mayes, 2009). Peningkatan yang
berkelanjutan atau berlebihan pada Reactive Oxygen Species (ROS)
dapat menimbulkan kerusakan acak pada protein, lipid, dan asam nukleat
(Ayodele et al. 2017). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Joshua
(2017), FeSO4 pada dosis 15 mM dapat menyebabkan penurunan
lokomotor hingga kematian pada Drosophila melanogaster.
Model organisme uji yang saat ini mulai banyak digunakan adalah
lalat buah Drosophila melanogaster. Serangga ini memiliki kesamaan
secara genetik, hampir 75% gen yang berhubungan dengan penyakit
pada manusia, ditemukan pada Drosophila (Panchal dan Tiwari, 2017).
Drosophila melanogaster merupakan serangga dari ordo Diptera dan
famili Drosophilidae. Secara fisik, serangga ini memiliki tubuh yang kecil
dengan panjang rata-rata 3 mm. Drosophila melanogaster mempunyai
3
siklus hidup pendek, tingkat reproduksi yang cepat, biaya perawatan yang
rendah, dan genom yang mudah dimanipulasi secara genetik (Wixon dan
O’Kane, 2000; Husnul dkk. 2017).
Berdasarkan hasil preliminary study untuk uji survival diperoleh
bahwa pemberian FeSO4 dapat menurunkan survival Drosophila
melanogaster dan pemberian diet pentagamavunon-0 (PGV-0) dapat
menyelamatkan dan mempertahankan hidup Drosophila melanogaster
setelah diinduksi dengan FeSO4 dosis 15 mM selama 25 jam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ayodele et al. (2017),
pemberian diet kurkumin pada D. melanogaster meningkatkan level SOD
yang berimplikasi pada meningkatnya kemampuan bertahan hidup D.
melanogaster. Analog kurkumin yang mempunyai aktivitas biologis yang
mirip dengan kurkumin juga diharapkan dapat memberikan efek yang
sama dengan kurkumin. Penelitian terhadap aktivitas biologis analog
kurkumin (pentagamavunon-0) sebagai antioksidan secara in vitro telah
banyak dilakukan sehingga penelitian ini bertujuan untuk menguji efek dari
analog kurkumin (pentagamavunon-0) secara in vivo terhadap level
antioksidan endogen SOD1 dan SOD2 Drosophila melanogaster.
I.2 Rumusan Masalah
Apakah analog kurkumin pentagamavunon-0 (PGV-0) dapat
meningkatkan level antioksidan endogen SOD 1 dan SOD 2 pada
Drosophila melanogaster yang diinduksi FeSO4 ?
4
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas analog kurkumin
pentagamavunon-0 (PGV-0) terhadap level antioksidan endogen SOD1
dan SOD2 pada Drosophila melanogaster yang diinduksi FeSO4.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Uraian Senyawa
II.1.1 Kurkumin
Kurkumin adalah senyawa polifenol bioaktif utama yang terdapat di
rimpang tanaman Curcuma longa (kunyit). Kunyit (Curcuma longa L.)
merupakan tanaman dari famili zingiberaceae yang banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai rempah dan obat-obatan. Komposisi utama penyusun
kunyit adalah minyak atsiri, turmerol, sineol, zingiberin, borneol, karvon
dan kurkumin. Kurkumin memiliki potensi sebagai antiinflammasi,
antitumor, penghambat karsinogen-DNA dan antioksidan (Natalina dkk,
2009).
Gambar 1. Struktur Kimia Kurkumin (Saputri dan Nigrum, 2010)
Kurkumin ( 1,7-bis(4′ hidroksi-3 metoksifenil )-1,6 heptadien, 3,5-dion
merupakan komponen penting dari Curcuma longa Linn. yang
memberikan warna kuning yang khas (Saputri dan Nigrum, 2010).
Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia
mirip asam ferulat yang banyak digunakan sebagai penguat rasa pada
6
industri makanan (Saputri dan Nigrum, 2010). Serbuk kering rhizome
(turmeric) mengandung 3-5% kurkumin dan dua senyawa derivatnya
dalam jumlah yang kecil yaitu desmetoksi kurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya sering disebut sebagai
kurkuminoid (Dandekar dan Gaikar, 2002). Kurkumin tidak larut dalam air
tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO). Degradasi
kurkumin tergantung pada pH tetapi lebih cepat pada kondisi netral-basa
(Aggarwal et al. 2003).
Adapun sifat kimia dan fisika kurkumin, yaitu (Saputri dan Nigrum, 2010) :
a. Sifat Kimia
1) Melting Point : 183°C
2) Molar Mass : 368.38 g/mol
3) Tidak larut di dalam air dan eter tetapi larut di dalam alkohol
4) Di dalam alkali warnanya akan menjadi merah kecoklatan dan di
dalam asam akan berwarna kuning terang.
b. Sifat Fisika
1) Bentuk : serbuk
2) Warna : kuning terang atau kuning kemerahan
II.1.2 Analog Kurkumin
Salah satu analog kurkumin yaitu pentagamavunon-0 [2,5-bis(4’-
hidroksi-3’-metoksibenzilidin) siklopentanon] adalah analog kurkumin yang
dikenal dengan PGV-0. PGV-0 memiliki berat molekul 352,130 dibuat
dengan merubah gugus β diketon pada kurkumin menjadi analog gugus
7
monoketon sekaligus menghilangkan gugus metilen aktif sehingga bersifat
lebih stabil terhadap pH dan cahaya (Sharma et al. 2005). Senyawa ini
diharapkan masih tetap memberikan aktivitas dengan spektrum yang
sama dengan aktivitas kurkumin, tetapi dengan kualitas yang lebih baik,
yaitu berefek lebih besar dan aman. PGV-0 juga relatif lebih mudah dalam
sintesisnya, memiliki potensi sebagai antioksidan dan antiinflamasi lebih
kuat disbanding senyawa analog kurkumin lainnya, misalnya
heksagamavunon-0 (HGV-0) dan gamavuton-0 (GVT-0) (Sardjiman,
2000). PGV-0 mempunyai aktivitas biologis mirip kurkumin yaitu aktivitas
antifungi, antibakteri, antiinflamasi, antioksidan dan penghambatan
siklooksigenase. Senyawa ini aktivitas sebagai antioksidan dikarenakan
adanya gugus OH fenolik pada strukturnya (Yuniarti et al. 2012).
Gambar 2. Struktur Kimia PGV-0 (Saputri dan Nigrum, 2010)
II.2 Radikal Bebas
Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai suatu molekul, atom, atau
beberapa atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak
berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat sangat reaktif. Suatu
molekul bersifat stabil bila elektronnya berpasangan, tetapi bila tidak
berpasangan (single) molekul tersebut menjadi tidak stabil dan memiliki
8
potensi untuk merusak. Bila molekul tidak stabil ini mengambil satu
elektron dari senyawa lain maka molekul tersebut menjadi stabil
sedangkan molekul yang diambil elektronnya menjadi tidak stabil berubah
menjadi radikal dan memicu reaksi pembentukan radikal bebas berikutnya
(reaksi berantai) (Yuniastuti, 2008). Radikal dalam tubuh berasal dari
dalam (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal
bebas terbentuk sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia
dalam tubuh. Secara alamiah radikal bebas dibentuk dalam tubuh
makhluk hidup termasuk manusia, binatang dan tumbuhan. Dalam kondisi
normal jumlah radikal tersebut berada dalam keseimbangan atau
terkendali. Sumber radikal bebas endogen tersebut berasal dari proses
otooksidasi, oksidasi enzimatik, respiratory burst, reaksi yang dikatalisis
ion logam transisi, dan ischemia reperfusion injury (Khachik, 2002).
Radikal terpenting yang terdapat dalam tubuh merupakan derivat
oksigen atau oksi-radikal yang sering disebut Reactive Oxygen Species
(ROS). Radikal tersebut terdapat dalam bentuk singlet oxygen (1O2*),
anion superoksida (O2*), radikal hidroksil (OH*), nitrogen oksida (NO*),
peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklor (HOCl), hydrogen peroksida (H2O2),
radikal alkoksil (LO*) dan radikal peroksil (LO2*) (Helliwell dan Gutteridge,
1999).
Berbagai jenis Reactive Oxygen Species (ROS) dalam tubuh
diperlihatkan pada Tabel 1, dari tabel tersebut terlihat bahwa diantara
berbagai ROS terdapat molekul yang bukan radikal bebas, yaitu 1O2 dan
9
H2O2, namun karena sifatnya yang sangat reaktif maka dimasukkan ke
dalam kelompok ini (Kurnani, 2001).
Tabel 1. Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS KeteranganAnion superoksida O2* Tidak terlalu merusak,
tetapi dapat membentukhidrogen peroksida,yang merupakanreduktan logam transisidalam pembentukanradikal hidroksil
Radikal hidroksil OH* Radikal pengoksidasiyang sangat reaktif dandapat bereaksi denganhampir seluruhbiomolekul
Radikal peroksil LO2* Dihasilkan antara lainpada proses peroksidasilipid
Hydrogen peroksida H2O2. Hidrogen peroksidabukan radikal bebastetapi dikategorikansebagai ROS. Molekulini merupakan sumberradikal hidroksil dalamkondisi jenuh ion logamtransisi, juga terlibatdalam pembentukanHOCl
Oksigen singlet 1O2 Meskipun bukan radikalbebas, tetapimerupakanpengoksidasi yang kuat
Nitrogen oksida NO* Radikal bebas dalambentuk gas
Peroksinitrit ONOO- Terbentuk dari reaksiNO* dengan O2*
Asam hipoklor HOCl Dihasilkan oleh netrofilpada proses inflamasiterbentuk dari H2O2 danCl- yang dikatalisis olehmieloperoksidase.
10
Sumber : Kurnani TB. Radikal Bebas Dalam Polutan Lingkungan. Dalam SeminarNasional Dan Lokakarya Penelitian Konsep Radikal Bebas Dan Peran Antioksidan DalamMeningkatkan Kesehata Menuju Indonesia Sehat 2010. 2001
II.2.1 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas
Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal,
baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah
peroksidasi lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya
serangkaian reduksi asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran
dan organel sel (Dawn, 2000). Peroksidasi (otooksidasi) lipid bertanggung
jawab tidak hanya pada kerusakan makanan, tapi juga menyebabkan
kerusakan jaringan in vivo karena dapat menyebabkan kanker, penyakit
inflamasi, aterosklerosis, dan penuaan. Efek merusak tersebut akibat
produksi radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) pada proses pembentukan
peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai
yang memberikan pasokan radikal bebas secara terus-menerus yang
menginisiasi peroksidasi lebih lanjut. Proses secara keseluruhan dapat
digambarkan sebagai berikut (Esti, 2002) :
a. Inisiasi
ROOH + logam(n) ROO• + Logam(n-1) + H+
X• + RH R• + XH
b. Propagasi
R• + O2 ROO•
ROO• + RH ROOH + R•
11
c. Terminasi
ROO• + ROO• ROOR + O2
ROO• + R• ROOR
R• + R• RR
Dalam kimia organik, peroksida adalah suatu gugus fungsional dari
sebuah molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-
oksigen (R-O-O-R'). Jika salah satu dari R atau R' merupakan atom
hidrogen, maka senyawa itu disebut hidroperoksida (R-O-O-H) (Esti,
2002).
Karena prekursor molekuler dari proses inisiasi adalah produk
hidroksiperoksida (ROOH), peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai
yang sangat berpotensi memiliki efek menghancurkan. Untuk mengontrol
dan mengurangi peroksidasi lipid, digunakan senyawa yang bersifat
antioksidan (Dawn, 2000).
II.2.2 Sumber Pembentukan Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga
radiasi (misalnya sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi
oksidasi yang selama proses fisiologi normal atau mungkin berasal dari
metabolisme enzimatik bahan-bahan kimia eksogen. Tenaga radiasi dapat
melisiskan air dan melepaskan radikal seperti ion hidroksil dan H+. Radikal
bebas lain ialah superoksida yang berasal dari reduksi molekul oksigen.
Oksigen secara normal direduksi menjadi air, tetapi pada beberapa reaksi
12
terutama yang menyangkut xantin oksidase, O2- dapat terbentuk (Dawn,
2000).
Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan representasi katagori
molekul yang luas yang merupakan derivate oksigen radikal dan non-
radikal. Derivate oksigen radikal meliputi ion OH, superoksida, nitric oxide,
dan peroxyl, sedangkan derivate oksigen yang non-radikal meliputi ozone,
singlet oksigen, lipid peroksida, dan hydrogen peroksida. Derivate oksigen
non-radikal selanjutnya akan mengambil bagian dalam kaskade reaksi
yang menghasilkan radikal bebas (Varhliou, 2010; Botham, 2009).
Selain derivate oksigen, radikal bebas juga dapat berasal dari
derivate nitrogen seperti nitrit oksida, peroksi nitrit, dan ion nitroksil yang
juga merupakan subklas dari ROS (Makker, 2009). Berbagai macam ROS
tersebut dapat bersumber dari dalam tubuh (intrinsik) atau dari luar tubuh
(extrinsik).
Radiasi sinar rontgen maupun sinar ultraviolet merupakan sumber
pembentukan ROS yang cukup penting, mengingat kedua sinar tersebut
dapat melisiskan air menjadi radikal OH. Selain itu ion logam seperti Fe2+,
Co2+ dan Cu+ juga dapat bereaksi dengan oksigen atau hydrogen
peroksida (H2O2), menghasilkan radikal OH (Makker, 2009). Nitrit oksida,
suatu senyawa yang penting untuk relaksasi pembuluh darah, selain
merupakan senyawa radikal bebas, juga dapat bereaksi dengan
superoksida menghasilkan peroksinitrit, yang kemudian dapat membentuk
radikal OH (Makker, 2009).
13
Sumber ROS yang lain adalah berasal dari respiratory burst dari
makrofag yang teraktifkan. Aktivasi makrofag ini menyebabkan
peningkatan penggunaan glukosa melalui lintasan pentose fosfat yang
dipakai untuk mereduksi NADP menjadi NADPH, dan peningkatan
penggunaan oksigen yang dipakai untuk mengoksidasi NADPH guna
menghasilkan superoksida dan halogen radikal sebagai agen yang
sitotoksik untuk membunuh mikroorganisme yang telah difagosit (Makker,
2009).
Tabel.2 Sumber Radikal Bebas
Sumber Internal Sumber EksternalMitokondria
FagositXantine oksidase
Reaksi yang melibatkan besi dan logamtransisi lainnya
Arachidonat pathwayPeroksisomOlah raga
PeradanganIskemia/reperfusi
RokokPolutan lingkungan
RadiasiObat-obatan tertentu, pestisida dan
anestesi dan larutan industriOzon
Sumber : Varhliou. Reactive Oxygen Species In Cancer. Free Radical Research. 44 (5):479–496. 2010
II.2.3 FeSO4 (Besi(II)Sulfat)
Ferrous sulfate dikenal juga sebagai Green Vitriol yang merupakan
sintetis asal dan termasuk kelompok farmakologis yang disebut agen
hematologi dan garam besi. Obat ini adalah suplemen zat besi yang
digunakan untuk mengobati atau mencegah kadar besi darah rendah
(misalnya, untuk anemia atau selama kehamilan) (Alleyne et al. 2008).
Farmakodinamik dari sulfat besi dapat diringkas sebagai berikut:
transportasi dan penyimpanan oksigen, transpor elektron dan
14
metabolisme energi, antioksidan dan fungsi pro-oksidan yang
menguntungkan, penginderaan oksigen, dan replikasi DNA dan perbaikan
(Geisser dan Burckhardt, 2011).
Besi biasanaya ada pada keadaan besi (Fe2+) atau besi (Fe3+), tetapi
karena Fe2+ mudah teroksidasi menjadi Fe3+ yang dalam larutan berair
netral dengan cepat akan terhidrolisis menjadi besi yang tidak larut (III)-
hidroksida, besi diangkut dan disimpan terikat dengan protein plasma.
Pengikatan zat besi yang efektif sangat penting tidak hanya untuk
memastikan bahwa penyimpanan tersedia ketika diperlukan tetapi juga
karena fakta bahwa Fe2+ dapat mengkatalisis pembentukan spesies
oksigen reaktif, yang menyebabkan stres oksidatif, merusak konstituen
seluler (Geisser dan Burckhardt, 2011). Berikut adalah uraian bahan dari
FeSO4, yaitu :
Nama : Besi(II)Sulfat/Ferrosi Sulfat
Nama lain : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat; besi sulfat anhidrat
Berat molekul : FeSO4.7H2O BM 273,01
Anhidrat BM 151,90
Rumus struktur :
Gambar 3. Struktur Besi(II)Sulfat (Dirjen POM, 1995)
14
metabolisme energi, antioksidan dan fungsi pro-oksidan yang
menguntungkan, penginderaan oksigen, dan replikasi DNA dan perbaikan
(Geisser dan Burckhardt, 2011).
Besi biasanaya ada pada keadaan besi (Fe2+) atau besi (Fe3+), tetapi
karena Fe2+ mudah teroksidasi menjadi Fe3+ yang dalam larutan berair
netral dengan cepat akan terhidrolisis menjadi besi yang tidak larut (III)-
hidroksida, besi diangkut dan disimpan terikat dengan protein plasma.
Pengikatan zat besi yang efektif sangat penting tidak hanya untuk
memastikan bahwa penyimpanan tersedia ketika diperlukan tetapi juga
karena fakta bahwa Fe2+ dapat mengkatalisis pembentukan spesies
oksigen reaktif, yang menyebabkan stres oksidatif, merusak konstituen
seluler (Geisser dan Burckhardt, 2011). Berikut adalah uraian bahan dari
FeSO4, yaitu :
Nama : Besi(II)Sulfat/Ferrosi Sulfat
Nama lain : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat; besi sulfat anhidrat
Berat molekul : FeSO4.7H2O BM 273,01
Anhidrat BM 151,90
Rumus struktur :
Gambar 3. Struktur Besi(II)Sulfat (Dirjen POM, 1995)
14
metabolisme energi, antioksidan dan fungsi pro-oksidan yang
menguntungkan, penginderaan oksigen, dan replikasi DNA dan perbaikan
(Geisser dan Burckhardt, 2011).
Besi biasanaya ada pada keadaan besi (Fe2+) atau besi (Fe3+), tetapi
karena Fe2+ mudah teroksidasi menjadi Fe3+ yang dalam larutan berair
netral dengan cepat akan terhidrolisis menjadi besi yang tidak larut (III)-
hidroksida, besi diangkut dan disimpan terikat dengan protein plasma.
Pengikatan zat besi yang efektif sangat penting tidak hanya untuk
memastikan bahwa penyimpanan tersedia ketika diperlukan tetapi juga
karena fakta bahwa Fe2+ dapat mengkatalisis pembentukan spesies
oksigen reaktif, yang menyebabkan stres oksidatif, merusak konstituen
seluler (Geisser dan Burckhardt, 2011). Berikut adalah uraian bahan dari
FeSO4, yaitu :
Nama : Besi(II)Sulfat/Ferrosi Sulfat
Nama lain : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat; besi sulfat anhidrat
Berat molekul : FeSO4.7H2O BM 273,01
Anhidrat BM 151,90
Rumus struktur :
Gambar 3. Struktur Besi(II)Sulfat (Dirjen POM, 1995)
15
Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, tidak
berbau dan rasa seperti garam. Merekah di udara
kering. Segera teroksidasi di udara lembab,
berbentuk besi(III)sulfat berwarna kuning kecoklatan.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; tidak larut dalam etanol;
sangat mudah larut dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Dirjen POM, 1995).
II.3 Antioksidan
Antioksidan adalah suatu molekul atau senyawa yang dapat
menangkap radikal bebas. Antioksidan dalam makanan dapat mencegah
atau memperlambat proses makanan menjadi tengik ataupun rusak dan
mengalami perubahan warna. Molekul-molekul antioksidan di dalam tubuh
bertugas untuk melindungi sel-sel tubuh dan komponen tubuh lainnya dari
radikal bebas, baik yang berasal dari metabolisme tubuh ataupun yang
berasal dari lingkungan (Kumar dan Kumar, 2009).
Berdasarkan reaksinya dengan radikal bebas atau oksidan dalam
sistem pertahanan tubuh, antioksidan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Antioksidan primer bekerja dengan memutus rantai reaksi menjadi
senyawa nonradikal atau radikal yang lebih stabil. Antioksidan jenis ini
dapat menetralisasi radikal bebas dengan menyumbangkan salah satu
elektronnya. Antioksidan yang termasuk dalam kelompok ini adalah
tokoferol dan asam askorbat (Christyaningsih dkk. 2003).
16
2. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mencegah tahapan inisiasi
dalam reaksi berantai radikal bebas. Antioksidan yang tergolong dalam
kelompok ini adalah superoksida dismutase dan glutation peroksidase
(Tandon et al. 2005).
3. Antioksidan tersier merupakan antioksidan yang bertugas untuk
memperbaiki molekul-molekul yang telah mengalami kerusakan akibat
radikal bebas. Antioksidan tersier juga berperan dalam membuang
berbagai molekul yang telah rusak akibat teroksidasi sebelum molekul-
molekul tersebut terakumulasi dalam tubuh dan mengganggu berbagai
proses di dalam sel tubuh (Tandon et al. 2005).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dalam tubuh manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Antioksidan endogen merupakan antioksidan yang dihasilkan oleh
tubuh, berupa enzim yang dapat mengubah radikal bebas menjadi
radikal bebas lain atau senyawa lainnya yang lebih tidak berbahaya
bagi tubuh (Ming et al. 2009). Beberapa contoh enzim antioksidan
endogen, yaitu :
1) Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan
terbanyak di dalam tubuh, yang sebagian besar dari enzim ini
terletak di organ hati. Enzim ini termasuk dalam golongan
metaloenzim. SOD mengkatalisis dismutasi anion superoksida yang
sangat reaktif menjadi oksigen (O2) dan senyawa yang tidak terlalu
reaktif seperti hidrogen peroksida (H2O2). Berdasarkan kofaktor
17
dan distribusinya didalam tubuh, enzim superoksida dismutase
dibagi menjadi copper, zinc superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD)
yang terdapat dalam sitoplasma eukariot, manganese superoxide
dismutase (Mn-SOD) yang terdapat pada mitokondria organisme
aerobik, iron superoxide dismutase (Fe-SOD) yang terdapat pada
prokariot dan ekstra selular superoksida dismutase (ec-SOD) yang
banyak ditemukan pada cairan ekstraselular mamalia (Choi, 1999).
2) Katalase adalah enzim yang mengkatalisis perubahan hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen dan mampu mencegah formasi
atau pembentukan gelembung CO2 dalam darah (Yunanto, 2009).
3) Glutation Peroksidase (GSH Prx) yang mengandung ion selenium
(Se). GSH Prx adalah enzim yang berperan aktif dalam memecah
H2O2 di dalam tubuh dan mempergunakannya untuk merubah
glutation (GSH) menjadi glutation teroksidasi (GSSH). Enzim
tersebut mendukung aktivitas enzim SOD bersama-sama dengan
enzim katalase dan menjaga konsentrasi oksigen akhir agar stabil
dan tidak berubah menjadi pro-oksigen (Yunanto, 2009).
18
2. Antioksidan eksogen adalah senyawa-senyawa yang memiliki daya
antioksidan yang berasal dari luar tubuh, contohnya adalah vitamin A,
asam askorbat, tokoferol, dan beberapa polifenol (Ming et al. 2009).
Gambar 4. Reaksi Pembentukan Superoksida dan aktivitas enzim SOD (Kumar danKumar, 2009)
II.4 Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi phylum Arthropoda, kelas
Insecta, ordo Diptera, Sub Ordo Cyclorrhapha, series Acalyptrata, Familia
Drosophilidae dan Genus Drosophila (Strickberger, 1962). Drosophila
melanogaster (lalat buah) adalah suatu serangga kecil dengan panjang
dua sampai lima milimeter dan komunitasnya sering kita temukan di
sekitar buah yang rusak/busuk. Drosophila melanogaster seringkali
19
digunakan dalam penelitian biologi terutama dalam perkembangan ilmu
genetika (Aini, 2008).
Ada beberapa alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai
model organisme yaitu karena D. melanogaster ukuran tubuhnya kecil,
mudah ditangani dan mudah dipahami, praktis, siklus hidup singkat yaitu
hanya dua minggu, murah dan mudah dipelihara dalam jumlah besar
(Aini, 2008), mudah berkembangbiak dengan jumlah anak banyak,
beberapa mutan mudah diuraikan (King, 1962), memiliki empat pasang
kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar saliva pada fase larva
(Strickberger, 1962).
II.4.1 Fisiologis Drosophila melanogaster
Lalat buah ini memiliki sifat dimorfisme. Tubuh lalat jantan lebih
kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara makroskopis
adanya warna gelap pada ujung abdomen, pada kaki depannya dilengkapi
dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi hitam mengkilap (Shorrock,
1972). Banyak mutan-mutan Drosophila melanogaster yang dapat diamati
dengan mata biasa, dalam artian tidak memerlukan alat khusus.
Drosophila melanogaster tipe liar mempunyai mata merah, tipe sepia
mempunyai mata coklat tua dan tipe ebony mempunyai tubuh berwarna
hitam mengkilap (Aini, 2008).
Drosophila melanogaster tergolong serangga, pada umumnya
ringan dan memiliki eksoskeleton atau integumen yang kuat. Jaringan otot
dan organ-organ terdapat di dalamnya. Di seluruh permukaan tubuhnya,
20
integumen serangga memiliki berbagai syaraf penerima rangsang cahaya,
tekanan, bunyi, temperatur, angin dan bau (Aini, 2008). Pada umumnya
serangga memiliki 3 bagian tubuh yaitu kepala, toraks dan abdomen.
Kepala berfungsi sebagai tempat dan alat masukan makanan dan
rangsangan syaraf, serta untuk memproses informasi (otak). Lalat memiliki
tipe mulut spons pengisap. Toraks yang terdiri atas tiga ruas memberikan
tumpuan bagi tiga pasang kaki (sepasang pada setiap ruas), dan jika
terdapat sayap, dua pasang pada ruas kedua dan ketiga. Fungsi utama
abdomen adalah untuk menampung saluran pencernaan dan alat
reproduksi (Aini, 2008).
Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan
lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan
runcing, sedangkan pada jantan agak membulat (Gambar 4). Tanda hitam
pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis
kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan
berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat
jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex
comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa
bulu rambut kaku dan pendek (Demerec dan Kaufmann, 1961). Lalat
betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan
pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Wiyono, 1986).
21
II.4.2 Siklus Hidup Drosophila melanogaster
1) Telur
Telur Drosophila memiliki panjang kira-kira setengah millimeter. Bagian
struktur punggung telur ini lebih datar dibandingkan dengan bagian perut.
Telur lalat akan nampak di permukaan media makanan setelah 24 jam
dari perkawinan (Wiyono, 1986). Perkembangan embrio, yang mengikuti
pembuahan dan bentuk zigot, terjadi dalam membran telur (Demerec dan
Kaufmann, 1961). Lensa tangan akan mempermudah untuk mengamati
telur-telur lalat. Setelah fertilisasi acak telur berkembang kurang lebih satu
hari, kemudian menetas menjadi larva (Wiyono, 1986).
2) Larva
Sekitar satu hari setelah fertilisasi, embrio berkembang dan menetas
menjadi larva (Aini, 2008). Larva yang baru menetas disebut sebagai larva
fase (instar) pertama dan hanya nampak jelas bila diamati dengan
menggunakan alat pembesar. Larva makan dan tumbuh dengan cepat
(Demerec dan Kaufmann, 1961) kemudian berganti kulit mejadi larva fase
kedua dan ketiga. Larva fase ketiga, dua sampai tiga hari kemudian
Gambar 5. Jantan (Kiri) dan Betina ( Kanan) (Wiyono, 1986)
22
berubah menjadi pupa (Wiyono, 1986). Setelah penetasan dari telur, larva
mengalami dua kali molting (ganti kulit) (Demerec dan Kaufmann, 1961),
memakan waktu kurang lebih empat hari untuk selanjutnya menjadi pupa
(Wiyono, 1986). Fase terakhir dapat mencapai panjang sekitar 4,5
milimeter. Larva sangat aktif dan termasuk rakus dalam makan, sehingga
larva tersebut bergerak pelan pada media biakan. Saat larva siap menjadi
pupa, mereka berjalan perlahan dan menempel dinpermukaan relatif
kering, seperti sisi botol atau di bagian kertas kering yang diselipkan ke
pakannya (Demerec dan Kaufmann, 1961).
3) Pupa
Pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti
kulit larva tahap akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan
warnanya gelap (Demerec dan Kaufmann, 1961). Diatas dari empat hari,
tubuh pupa tersebut sudah siap dirubah bentuk dan diberi sayap dewasa,
dan akan tumbuh menjadi individu baru setelah 12 jam (waktu perubahan
fase diatas berlaku untuk suhu 25 °C) (Aini, 2008). Tahap akhir fase ini
ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti mulai terlihatnya
bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh
sudah mencapai sempurna maka Drosophila melanogaster dewasa akan
muncul melalui anterior end dari pembungkus pupa. Lalat dewasa yang
baru muncul ini berukuran sangat panjang dengan sayap yang belum
berkembang. Waktu yang singkat, sayap mulai berkembang dan tubuhnya
berangsur menjadi bulat (Demerec dan Kaufmann, 1961). Hari kelima
23
pupa terbentuk dan pada hari kesembilan keluarlah imago dari selubung
pupa (puparium) (Wiyono, 1986).
4) Imago
Perkawinan biasanya terjadi setelah imago berumur 10 jam, tetapi
meskipun demikian lalat betina biasanya tidak segera meletakkan telur
sampai hari kedua. Lalat buah Drosophila pada suhu 25°C, dua hari
setelah keluar dari pupa mulai dapat bertelur kurang lebih 50 sampai 75
butir per hari sampai jumlah maksimum kurang lebih 400-500 dalam 10
hari, tetapi pada suhu 20°C mencapai kira-kira 15 hari (Aini, 2008).
Jumlah telur tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik, temperatur
lingkungan dan volume tabung yang digunakan (Mulyati,1985). Siklus
hidup total terhitung dari telur sampai telur kembali berkisar antara 10-14
hari. Siklus hidup Drosophila melanogaster selengkapnya adalah sebagai
berikut :
Gambar 6. Siklus hidup Drosophila melanogaster (Aini, 2008)
24
II.4.3 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Drosophilamelanogaster
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup
lalat buah (Drosophila melanogaster) diantaranya sebagai berikut yaitu :
a. Suhu Lingkungan
Lalat buah (Drosophila melanogaster) mengalami siklus selama 8-
11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu
sekitar 25-28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus
secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama
dan lambat yaitu sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30°C, lalat dewasa yang
tumbuh akan steril (Oktary, 2015).
b. Ketersediaan Media Makanan
Jumlah telur lalat buah (Drosophila melanogaster) yang dikeluarkan
akan menurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang
kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini
mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal
berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa
yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini
juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva
betina (Oktary, 2015).
c. Tingkat Kepadatan Botol Pemeliharaan
Botol medium sebaiknya diisi dengan medium buah yang cukup
dan tidak terlalu padat. Selain itu, lalat buah yang dikembangbiakan di
25
dalam botol pun sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup beberapa pasang
saja. Pada lalat buah (Drosophila melanogaster) dengan kondisi ideal
dimana tersedia cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat
hidup sampai kurang lebih 40 hari. Namun apabila kondisi botol medium
terlalu padat akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan
meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa (Oktary, 2015).
d. Intensitas Cahaya
Lalat buah (Drosophila melanogaster) lebih menyukai cahaya
remang-remang dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama
berada di tempat yang gelap (Oktary, 2015).
II.5 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan
amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh
Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam
beberapa jam. Dengan diketemukannya teknik PCR di samping juga
teknik-teknik lain seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains
dan teknologi khususnya di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran
forensik dan evolusi molekular (Hasibuan, 2015 ; Yusuf, 2010).
26
Gambar 7. Alat Real Time-PCR (Yusuf, 2010)
II.5.1 Tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat,
penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA.
Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua
utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat
penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan
pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit
(Hasibuan, 2015). Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR
adalah sebagai berikut:
1). Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka
menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi
yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa
yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan,
misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi
biasanya dilakukan antara suhu 900C – 950C (Hasibuan, 2015).
2). Penempelan Primer
27
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju
daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada
proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan
urutan komplemen pada templat (Hasibuan, 2015).
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 500C – 600C. Selanjutnya,
DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan
menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan
reaksi polimerisasi selanjutnya misalnya pada 720C (Hasibuan, 2015).
3). Reaksi Polimerisasi (Extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi
pada suhu 720C. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami
perpanjangan pada sisi 3‟nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan
berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di
amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai
ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan
(2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul
DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung,
setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi
4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga
perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan
menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus
akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3‟ dari
28
potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat
di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T
pada ujung-ujung 5‟-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat
yang disebut thermocycler (Hasibuan, 2015).
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan
diakhiri oleh tahapan berikut :
a). Pradenaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan
kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-
start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu) (Hasibuan, 2015).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-
15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah
diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR
terakhir (Hasibuan, 2015)
Gambar 8. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Hasibuan, 2015)
28
potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat
di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T
pada ujung-ujung 5‟-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat
yang disebut thermocycler (Hasibuan, 2015).
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan
diakhiri oleh tahapan berikut :
a). Pradenaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan
kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-
start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu) (Hasibuan, 2015).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-
15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah
diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR
terakhir (Hasibuan, 2015)
Gambar 8. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Hasibuan, 2015)
28
potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat
di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T
pada ujung-ujung 5‟-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat
yang disebut thermocycler (Hasibuan, 2015).
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan
diakhiri oleh tahapan berikut :
a). Pradenaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan
kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-
start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu) (Hasibuan, 2015).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-
15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah
diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR
terakhir (Hasibuan, 2015)
Gambar 8. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Hasibuan, 2015)
29
II.5.2 Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama adalah :
a. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA
cetakan yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105 – 106 molekul.
Dua hal penting tentang cetakan adalah kemurnian dan kuantitas
(Yusuf, 2010).
b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18
– 28 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai
DNA. Dan mempunyai kandungan G + C sebesar 50 – 60% (Yusuf,
2010).
c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP,
dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi
efektif ion. Ini yang diperlukan untuk reaksi polimerasi (Yusuf, 2010).
d. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi
sintesis rantai DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut
Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada
tahun 1969. Enzim polimerase taq tahan terhadap pemanasan
berulang-ulang yang akan membantu melepaskan ikatan primer yang
tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder
(Yusuf, 2010).
e. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR
umumnya mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 200C);
50 mM KCl; 0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20
30
sebanyak 0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak
0,1%; disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2 (Yusuf, 2010).
II.5.3 Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaction (PCR Polymerase Chain) dapat digunakan untuk (Hasibuan,
2015) :
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami
mutasi.
c. Bidang kedokteran forensik.
d. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
II.5.4 Jenis-Jenis Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik PCR dapat dimodifikasi ke dalam beberapa jenis diantaranya:
1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP); metode ini
digunakan untuk membedakan organisme berdasarkan analisis model
derifat dari perbedaan DNA (Yusuf, 2010).
2. Inverse-PCR, metode ini digunakan ketika hanya satu sekuen internal
yang diketahui. Template didigesti dengan enzim restriksi yang
memotong bagian luar daerah yang akan diamplifikasi, fragmen
restriksi yang dihasilkan ditempelkan dengan ligasi dan diamplifikasi
dengan menggunakan sekuen primer yang memiliki titik ujung yang
memiliki jarak yang jauh satu sama lain dengan segmen eksternal
31
yang telah tergabung. Metode ini khusus digunakan untuk
mengidentifikasi ”sekuen antara” dari beragam gen (Yusuf, 2010).
3. Nested-PCR, proses ini memungkinkan untuk mengurangi kontaminasi
pada produk selama amplifikasi dari penyatuan primer yang tidak
diperlukan. Dua set primer digunakan untuk mendukung metode ini,
set kedua mengamplifikasi target kedua selama proses pertama
berlangsung. Sekuens DNA target dari satu set primer yang disebut
primer inner disimpan di antara sekuens target set kedua dari primer
yang disebut sebagai outer primer. Pada prakteknya, reaksi pertama
dari PCR menggunakan outer primer, lalu reaksi PCR kedua dilakukan
dengan inner primer atau nested primer menggunakan hasil dari
produk reaksi yang pertama sebagai target amplifikasi. Nested primer
akan menyatu dengan produk PCR yang pertama dan menghasilkan
produk yang lebih pendek daripada produk yang pertama.
4. Quantitative-PCR; digunakan untuk pengukuran berulang dari hasil
produk PCR. Metode ini secara tidak langsung digunakan untuk
mengukur kuantitas, dimulai dari jumlah DNA, cDNA, atau RNA. Hasil
dari metode ini juga menampilkan copy dari sampel (Yusuf, 2010).
5. Reverse Transcriptase (RT-PCR); metode ini digunakan untuk
amplifikasi, isolasi atau identifikasi sekuen dari sel atau jaringan RNA.
Metode ini dibantu oleh reverse transcriptase (mengubah RNA menjadi
cDNA), mencakup pemetaan, menggambarkan kapan dan dimana gen
diekspresikan (Yusuf, 2010).
32
6. Random Amplified Polymorphic DNA ( RAPD ) bertujuan untuk
mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA. Metode ini dikembangkan
oleh Welsh and Mc Clelland (1990) dengan cara mengkombinasikan
teknik PCR menggunakan primer – primer dengan sequens acak untuk
keperluan amplifikasi lokus acak dari genom (Yusuf, 2010).
33
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf
(Hirayama), alat-alat gelas, BSC kelas II (Faster), timbangan analitik
(Sartorius), CO2Pad (Flystuff), pinset (Taiyo electric), inkubator
(HerathermTM), mikrosentrifuge (Tomy), mikropipet (Dragonlab),
micropestle (Geneaid), Treff tube (TreffLab), Real-Time PCR (Rotor-Gene
Q (Qiagen)), oven (Memmert), vial Drosophila (Biologix) dan Zoom Stereo
Microscope (Motic).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Drosophila
melanogaster Oregon-R (Laboratory Host Defense and Responses,
Kanazawa University, Japan), aquadest, etanol 96% (OneMed), pakan
Drosophila, kertas saring, glukosa, satu set primer SOD1 dan SOD2,
reagen SV Total RNA Isolation System (Promega), FeSO4 (EMSURE®),
gas CO2 (Samator), mikrotube (genfollower), filter tips mikropipet (Rainin),
dan kit GoTaq® 1-Step RT-qPCR System (Promega).
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Penyiapan Sampel
Sampel kurkumin dan analog kurkumin diperoleh dari Dr. Risfah
Yulianty S.Si., M.Si., Apt.
34
III.2.2 Penyiapan Hewan Uji
Drosophila melanogaster Oregon-R (wild type) betina dewasa
merupakan model hewan uji yang digunakan, dengan umur 4 sampai 7
hari yang berada dalam sebuah botol yang berfungsi sebagai kandang,
berisi pakan Drosophila. Sistem pencahayaan 12 jam gelap dan 12 jam
terang dan suhu tetap dijaga pada 25ºC.
III.2.3 Pembuatan Pakan Drosophila
Pakan dibuat dengan menimbang masing-masing bahan yaitu agar,
aquadest steril, glukosa, tepung jagung, dan yeast lalu dicampurkan ke
dalam gelas kimia dan di tambahkan 1000 ml aquadest steril, dan diaduk
hingga homogen. Panaskan campuran, kemudian ditambahkan metil
paraben 15 % dan asam propionat sambil diaduk selama ± 1 jam. Jika
telah mencapai suhu 80-90ºC, campuran akan mengental. Selanjutnya,
pakan yang sudah siap dituang ke dalam botol kultur kemudian ditunggu
hingga memadat (± 2 hari, suhu 25ºC). Setelah itu, pakan siap digunakan.
III.2.4 Pembuatan Pakan yang Mengandung Kurkumin atau AnalogKurkumin
Pakan yang mengandung kurkumin 1 mg/g dan analog kurkumin
0,25 mg, 0,5 mg/g dan 1 mg/g, dibuat dengan menimbang pakan
Drosophila dalam vial sebanyak 2 g kemudian ditambahkan dengan
kurkumin atau analog kurkumin.
35
III.2.5 Pembuatan Larutan Glukosa 1 % b/v
Sebanyak 1 gram glukosa ditimbang lalu dimasukkan ke dalam gelas
kimia kemudian ditambahkan air hingga 100 ml, diaduk hingga larutan
homogen.
III.2.6 Pembuatan Larutan FeSO4 Konsentrasi 15 mM denganMenggunakan Pelarut Glukosa 1%
Larutan FeSO4 dengan konsentrasi 15 mM dibuat dengan
menimbang FeSO4 sebanyak 113,5 mg lalu dilarutkan dengan 50 ml
glukosa 1%.
III.2.7 Prosedur Percobaan
Lalat betina dewasa sebanyak 75 ekor dipuasakan selama 2 jam
kemudian dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri atas 15
ekor lalat pada vial yang berbeda. Vial pertama sebagai kontrol negatif
berisi kertas saring yang mengandung 200 µl FeSO4 15 mM, setelah 25
jam lalat dipindahkan kedalam pakan lalat. Vial kedua sebagai kontrol
positif berisi kertas saring yang mengandung 200 µl FeSO4 15 mM,
setelah 25 jam lalat dipindahkan kedalam pakan lalat yang mengandung
kurkumin 1 mg/g. Vial ketiga, vial kempat dan vial kelima masing-masing
berisi kertas saring yang mengandung 200 µl FeSO4 15 mM, setelah 25
jam lalat di pindahkan kedalam masing-masing vial yang berisi pakan
yang mengandung analog kurkumin dengan konsentrasi 0,25 mg/g, 0,5
36
mg/g, dan 1 mg/g. Setelah itu, dilakukan analisis level mRNA gen SOD1
dan SOD2 pada Drosophila melanogaster sebanyak 3 kali replikasi.
III.2.8 Analisis Level mRNA Gen SOD1 dan SOD2
III.2.8.1 Isolasi RNA Total
Isolasi RNA total dilakukan dari lima ekor Drosophila melanogaster
yang masih hidup, dimasukkan ke dalam Treff tube kemudian dihaluskan
menggunakan micropestle. Selanjutnya, diekstraksi menggunakan reagen
SV Total RNA Isolation System (Promega).
III.2.8.2 Analisis menggunakan Real time reverse transcriptasequantitative PCR (real time RT-qPCR)
Level ekspresi gen superoksida dismutase (SOD1 dan SOD2) diukur
dengan menggunakan real-time PCR dengan kit GoTaq® 1-Step RT-qPCR
System (Promega). Real-time PCR dijalankan menggunakan satu set
primer SOD1 (SOD1 F dan SOD1 R) dan SOD2 (SOD2 F dan SOD2 R),
di dalam tube PCR dengan volume 20 µl. Rangkaian siklus sebagai
berikut : 1 siklus pada suhu 95ºC selama 10 menit, 40 siklus pada suhu
95ºC selama 15 detik, 55ºC selama 45 detik dan 60ºC selama 30 detik.
Digunakan protein ribosom gen rp49 sebagai kontrol internal (Nolan et al.
2006).
37
Tabel 3. Primer superoksida dismutase (SOD1 dan SOD2) dan rp49
Namagen
Sekuens PrimerKondisi PCR
Forward Reverse
SOD15’AGGTCAACATCACCGACTCC3’
5’GTTGACTTGCTCAGCTCGTH 3’
Siklus PCR : 40 siklusInisiasi : 95ºC, 10 menitDenaturasi : 95ºC, 15 detikAnnealing : 55ºC, 45 detikElongasi : 72ºC, 30 detik
SOD25’TGGCCACATCAACCACAC 3’
5’TTCCACTGCGACTOGATG3’
Siklus PCR : 40 siklusInisiasi : 95ºC, 10 menitDenaturasi : 95ºC, 15 detikAnnealing : 55ºC, 45 detikElongasi : 72ºC, 30 detik
rp49
5’GACGCTTCAAGGGACAGTATC3’
5’AAACGCGGTCTGCATGAG 3’
Siklus PCR : 40 siklusInisiasi : 95ºC, 10 menitDenaturasi : 95ºC, 15 detikAnnealing : 55ºC, 45 detikElongasi : 72ºC, 30 detik
Sumber : Cassar M. A dopamine receptor contributes to paraquat-induced neurotoxicityin Drosophila. Human Molecular Genetics. 24. (1): 197-212. hal. 209
III.2.9 Analisa Statistik
Data level ekspresi gen superoksida dismutase (SOD1 dan SOD2)
dianalisis dengan metode perhitungan level ekspresi komparatif
(comparative quantification) menggunakan aplikasi Rotor-Gene Q
(Qiagen). Analisis statistik dengan metode One Way Anova menggunakan
Graph Pad Prism®7.
III.3 Pembahasan Hasil dan Kesimpulan
Pembahasan hasil dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan
analisis data yang diperoleh kemudian diambil kesimpulan berdasarkan
hasil pembahasan.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, dilakukan analisis level antioksidan endogen
SOD1 dan SOD2 dengan menggunakan model hewan uji Drosophila
melanogaster untuk mengetahui aktivitas dari analog kurkumin yakni
pentagamavunon-0 (PGV-0) sebagai antioksidan. Penginduksian dengan
FeSO4 dilakukan untuk menyebabkan terjadinya peningkatan ROS
(Reactive Oxygen Species) karena adanya ion logam Fe2+, yang dapat
bereaksi dengan O2 atau H2O2, menghasilkan radikal OH (Young dan
Woodside, 2001; Botman dan Mayes, 2009). FeSO4 bagi manusia
berfungsi sebagai pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi.
Akan tetapi, besi (Fe2+) yang tidak diserap, dapat meningkatkan produksi
radikal bebas dalam usus besar ke konsentrasi yang dapat menyebabkan
kerusakan sel mukosa atau peningkatan produksi karsinogen (Lunk et al.
2003; Carrier et al. 2001). Peningkatan radikal bebas dapat dilawan
dengan antioksidan endogen SOD1 dan SOD2 yang akan mengubah
radikal bebas menjadi radikal bebas lainnya atau senyawa lainnya yang
lebih tidak berbahaya bagi tubuh (Ming, et al. 2009).
Tujuan dari analisis level mRNA SOD1 dan SOD2 adalah untuk
mengetahui pengaruh ekspresi gen antioksidan endogen SOD1 dan
SOD2 terhadap kemampuan hidup Drosophila melanogaster. Pada
penelitian Ayodele et al. (2017), pemberian kurkumin pada Drosophila
39
melanogaster akan meningkatkan level mRNA SOD, tanpa penginduksian
FeSO4.
IV.I Hasil Analisis Level mRNA SOD1
Superoksida dismutase (SOD1) yang dikode oleh gen sod1 dihasilkan
di sitosol dan berperan sebagai faktor pertahanan utama yang bertugas
melindungi sel dari radikal superoksida yang sangat reaktif (Costa et al.
1997). Pada Drosophila, rusaknya gen sod1 menyebabkan penurunan
masa hidup, infertilitas, dan hipersensitivitas terhadap stres oksidatif
(Woodruff et al. 2004). Dibawah ini adalah gambar hasil analisis level
mRNA SOD1.
Keterangan : ns=tidak signifikan
Gambar 9. Grafik hasil analisis level mRNA SOD1 pada Drosophila melanogaster
Pada gambar diatas, menunjukkan level mRNA SOD1, analisis yang
dilakukan dengan metode One Way Anova, menunjukkan pemberian
FeSO4, kurkumin dan PGV-0 memberikan hasil tidak signifikan (P>0.05)
artinya tidak terdapat perbedaan level SOD1 dengan pemberian FeSO4
dan pemberian kurkumin maupun PGV-0 setelah diinduksi FeSO4. Pada
40
perlakuan kelompok kurkumin dan PGV-0 level SOD1 mengalami
penurunan yang tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok FeSO4.
Dari hasil tersebut, diperoleh bahwa kurkumin lebih kuat daripada PGV-0
dalam menurunkan level SOD1. Semakin tinggi dosis PGV-0 yang
diberikan maka terjadi peningkatan level SOD1. Hal ini kemungkinan
karena SOD1 aktivitasnya mengalami kejenuhan sehingga tidak mampu
menetralisir radikal bebas yang terbentuk sehingga SOD1 diproduksi lebih
banyak.
IV.II Hasil Analisis Level mRNA SOD2
Superoksida dismutase (SOD2) yang dikode oleh gen sod2
dihasilkan di mitokondria yang berperan dalam pertahanan sel dalam
menghadapi stres oksidatif dengan pemberian etanol (Costa et al. 1997).
Dibawah ini adalah hasil analisis level mRNA SOD2.
Keterangan : ns=tidak signifikan
Gambar 10. Grafik hasil analisis level mRNA SOD2 pada Drosophila melanogaster
41
Gambar diatas, menunjukkan hasil analisis level mRNA SOD2,
analisis statistik menggunakan One Way Anova, menunjukkan bahwa
pemberian FeSO4, kurkumin dan PGV-0 memberikan hasil tidak signifikan
(P>0.05) artinya tidak terdapat perbedaan level SOD2 dengan pemberian
FeSO4 dan pemberian kurkumin maupun PGV-0 setelah diinduksi FeSO4.
Pada perlakuan kelompok kurkumin dan PGV-0 level SOD2 mengalami
penurunan yang tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok FeSO4.
Pada grafik tersebut juga menunjukkan bahwa kurkumin lebih kuat
daripada PGV-0 dalam menurunkan level SOD2 dan dari ketiga dosis
PGV-0 yang digunakan, menunjukkan level SOD2 yang hampir sama
sehingga peningkatan dosis PGV-0 tidak meningkatkan level SOD2.
Superoksida dismutase (SOD) adalah salah satu antioksidan
enzimatik yang dimiliki tubuh manusia untuk melindungi sel dari Reactive
Oxygen Spesie (ROS), yaitu superoksida (Murray et al. 2008).
Kurkumin sebagai antioksidan dipengaruhi oleh adanya 2 gugus hidroksi
fenolik dan adanya gugus β diketon (Da’i, 2011). Begitupun dengan PGV-
0 yang memiliki gugus OH fenolik pada strukturnya dalam penangkapan
radikal pertama kali pada senyawa antioksidan fenolik (Yuniarti et al.
2012). Berdasarkan hasil preliminary study yang dilakukan pemberian
FeSO4 dapat menurunkan survival Drosophila melanogaster yang
berujung pada kematian dan pemberian kurkumin dan PGV-0 dapat
menyelamatkan dan mempertahankan hidup Drosophila melanogaster.
Akan tetapi, kematian Drosophila melanogaster akibat pemberian FeSO4
42
kelihatannya tidak terjadi melalui jalur sinyal yang berhubungan dengan
SOD1 dan SOD2. Pemberian kurkumin dan PGV-0 dapat menurunkan
level SOD1 dan SOD2 setelah diinduksi FeSO4. Hal ini kemungkinan
karena kurkumin dan PGV-0 memiliki peran sebagai antioksidan eksogen
yang dapat menurunkan jumlah substrat yang ada pada sel dibawah dari
kadar basal (base line) sehingga SOD1 dan SOD2 tidak perlu diproduksi
dalam jumlah besar.
Kurkumin memberikan efek melalui chelating dengan besi bebas
karena berdasarkan hasil kuantifikasi spektrofotometri kurkumin terhadap
besi menunjukkan afinitas Fe2+ setidaknya mengikat dua molekul
kurkumin (Jiao et al. 2006). Hal ini kemungkinan yang dapat menyebakan
berkurangnya kadar ion Fe2+ sehingga jumlah radikal bebas mengalami
penurunan. Jumlah radikal bebas menurun akibat pemberian kurkumin
dan PGV-0 sehingga menyebabkan pula penurunan level SOD1 dan
SOD2. Apabila terjadi peningkatan SOD1 ataupun SOD2 maka dapat
diasumsikan bahwa terjadi pula peningkatan radikal bebas. Pemberian
kurkumin dan PGV-0 tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan SOD1
dan SOD2. Bahkan, justru cenderung menurunkan level kedua SOD.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa, survival Drosophila
melanogaster terlihat pada kelompok yang mengalami penurunan SOD1
dan SOD2 sehingga mengimplikasikan bahwa level SOD1 dan SOD2
yang rendah bermanfaat untuk peningkatan survival Drosphila
melanogaste
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian
analog kurkumin yakni pentagamavunon-0 (PGV-0) dengan dosis 0,25;
0,5; dan 1 mg tidak memberikan pengaruh terhadap level antioksidan
endogen SOD1 dan SOD2 pada Drosophila melanogaster yang diinduksi
FeSO4.
V.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian ini, sebaiknya isolasi RNA dilakukan
pada hari ke-2 dan disarankan untuk dilakukan penelitian terhadap kadar
radikal superoksida. Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian
lanjutan untuk mengetahui penyebab kematian Drosophila melanogaster
yang melalui jalur lain.
44
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. 2008. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster.Skripsi tidak diterbitkan. Bogor. Fakultas Peternakan. InstitutPertanian Bogor.
Aggarwal, BB, Kumar, A dan Bharti, AC. 2003. Anticancer potential ofcurcumin: preclinical and clinical studies. Anticancer Research. 23.(1A) : 98-100.
Aguilar, T.A.F., Navarro, B.C.H., and Perez., J.A.M. 2016. EndogenousAntioxidants: A Review of their Role in Oxidative Stress. Intech. p. 8-9.
Alleyne M., McDonald K. Horne MD. K., and Miller J.L. 2008. IndividualizedTreatment for Iron Deficiency Anemia in Adults. Am J Med. 121.(11): 943-948
Ayodele, J.A. Ganiyu, O., Opeyemi, O., Amos, O.A., Adetutu, U. 2017.Curcumin Supplemented Diets Improve Antioxidant Enzymes andAlter Acetylcholinesterase Genes Expression Level in Drosophilamelanogaster Model. Springer Science Business Media.
Bourg, E. Le. 2001. Oxidative Stress, Aging and Logevity in Drosophilamelanogaster. FEBS Letters. 498. (2-3): 183
Botham, K.M. and Mayes, P.A. 2009. The Repiratory Chain & OxidativePhosphorilation. In: Murray K, Bender DA, Botham KM. et.al.Harper’s Illustrated Biochemistry, Ed 28th. Mc Graw Hill Lange p.12-103.
Brailovskaya, I. V., Starkov A. A., and Mokhova, E. N. 2001. Ascorbateand Low Concentrations of FeSO4 Induce the Ca2+-Dependent Porein Rat Liver Mitochondria. Biochemistry (Moscow). 66. (8): 909-912
Carrier J., Aghdassi E., Platt I., Cullen J., and Allard J.P. 2001. Effect ofOral Iron Supplementation on Oxidative Stress and Colonicinflammation in Rats with Induced Colitis. Aliment Pharmacol Ther. 15:1989-1999.
Cassar M, Issa A, Riemensperger T, Petitgas C. Rival T, Coulom H,Iche-Torres M, Han K and Birman S. 2015. A dopamine receptorcontributes to paraquat-induced neurotoxicity in Drosophila. HumanMolecular Genetics. 24. (1): 197-212.
45
Choi J, Roche E, Caquet T. 1999. Characterization of superoxidedismutase activity in Chironomus riparius Mg. (Diptera,Chironomidae) larvae – a potential biomarker. ComparativeBiochemistry and Physiology Part C. 124:73–81.
Christyaningsih J, Suwandito, Purnomo SU. 2003. PengaruhSuplementasi Vitamin E Dan C Terhadap Aktivitas EnzimSuperoksida Dismutase (SOD) Dalam Eritrosit Tikus Yang TerpaparAsap Rokok Kretek. JBP. 5: 87-91.
Costa, V., Amorim, M.A., Reis, E., Quintanilha, A., and Moradas-Ferreira,P. 1997. Mithocondrial Superoxide Dismutase is Essential of EthanolTolerance of Saccharomyces cerevisiae in The Post Diauxic Phase.Microbiol.143:1649 – 1956.
Da’i M., Wulandari R.R., dan Utami W. 2011. Uji Aktivitas Penagkap RadikalDPPH Analog Kurkumin Siklik dan N-Heterosiklik Monoketon.Pharmacon.12. (1): 22
Dandekar, Deepak V dan Gaikar V.G. 2002. Microwave AssistedExtraction Of Curcuminoids From Curcuma Longa. SeparationScience And Technology. 37. (11) : 2670.
Dawn B.M., Allan D.M., dan Colleen M.S. 2000. Metabolisme Oksigen danToksisitas Oksigen. In: Joko S, Vivi S, Lydia IM (editors). BiokimiaKedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC. Hal. 9-321.
Demerec and Kaufmann. 1961. Drosophila Guide. Introduction to theGenetics and Cytology of Drosophila melanogaster. CarnegieInstitution of Washington, Washington D.C. Available as HTML helpfile.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. FarmakopeIndonesia Edisi 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta. Hal. 381-382.
Esti S. 2002. Introduksi Reaksi Sel Terhadap Jejas. Dalam: Sudarto P,Sutisna H, Achmad T (editors). Buku Ajar Patologi I (Umum).Jakarta. Sagung Seto. Hal. 3-21.
Geisser P. and Burckhardt S. 2011. The Pharmacokinetics andPharmacodynamics of Iron Preparations. Pharmaceutics. 3. (1): 12-33.
Halliwel B dan Gutteridge JM. 1999. Free Radicals, Reactive Species AndToxicology. Dalam: Free Radicals In Biology And Medicine Third
46
edition. New York: Oxford University Press: 547-550.
Hasibuan, L. 2015. Peranan teknik polymerase chain reaction (pcr)terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara.
Husnul H., Purwatiningsih dan Kartika S. 2017. Deskripsi MorfologiDrosophila melanogaster Normal (Diptera:Drosophilidae Strain Sepiadan Plum. Jurnal Ilmu Dasar. 18. (1): 55-56.
Imlay, J.A., Chin S.M., Linn S. 1988. Toxic DNA Damage by HydrogenPeroxide Through the Fenton Reaction In Vivo and In Vitro. Science.240. (4852): 640-642.
Jiao Y., Wilkinson Jt., Christine Pietsch E., Buss JL., Wang W. 2006. Ironchelation in the biological activity of curcumin. Free Radic Biol Med40: 1152–1160.
Jimenez-Del-Rio M., Gusman-Martinez C., Velez-Pardo C. 2010. TheEffect of Polyphenols on Survival and Locomotor ActivityinDrosophila melanogaster Exposed to Iron and Paraquat. NeurochemRes 35: 227-238.
Joshua, C.P. 2017. Pengaruh FeSO4 Terhadap Lokomotor, Survival, danLevel mRNA SOD1 Drosophila melanogaster Sebagai PengembangModel In Vivo Untuk Penyakit Parkinson. Skripsi tidak diterbitkan.Makassar. Fakultas Farmasi. Universitas Hasanudin.
Khachik F, Carvalho L, Bernstein PS, Muir GJ, Da-You Zhao, Katz NB.2002. Chemistry, distribution and metabolism of tomato carotenoidsand their impact on human health. EBM. 227 (10) : 845-851.
King, R.C. 1962. Genetics. 2nd Edition. Oxford University Press, NewYork. Available as HTML help file.
Kurnani TB. 2001. Radikal Bebas Dalam Polutan Lingkungan. DalamSeminar Nasional Dan Lokakarya Penelitian Konsep Radikal BebasDan Peran Antioksidan Dalam Meningkatkan Kesehata MenujuIndonesia Sehat 2010. Bandung: pusat penelitian kesehatanlembaga penelitian UNPAD.
Kumar S. dan Kumar D. 2009. Antioxidant and radical scavengingactivities of edible weeds. African Journal of Food AgricultureNutrition and Development 9 : 1174-1190.
Lund E.K., Wharf S.G., Fairweather-Tait S.J., and Johnson I.T. 1999. Oralferrous sulfate supplements increase the free radical-generating
47
capacity of feces from healthy volunteers. The American Journal ofClinical Nutrition. 69. (2): 250–255.
Makker K, Agarwal A, and Sharma R. 2009. Oxidative Stress And MaleInfertility. Indian J Med Res. 129: 357-367.
Ming M, Guanhua L, Zhanhai Y, Guang C, Xuan Z. 2009. Effect of theLycium barbarum polysaccharides administration on blood lipidmetabolism and oxidative stress of mice fed high-fat diet in vivo.Food Chemistry. 113: 872–877.
Mulyati, M.A.S. 1985. Pengaruh Silang Dalam Terhadap Heritabilitas DanKeragaman Lebar Thorax, Jumlah Bulu Sternopleural Dan JumlahAnak Pada Lalat Buah. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor. FakultasPeternakan Institut Pertanian Bogor.
Murray R.K., Granner D.K., and Rodwell V. W. 2008. Harpers IlustratedBiochemistry 27th ed. USA. McGraw-Hill Companies.
Natalina, Elly, Puji Rahayu, Sulistyowati dan Leenawaty L. 2009.Fotoproteksi Kurkumin terhadap β-Karoten pada Berbagai NisbahMolar serta Aktivitas Antioksidannya. Jurnal Natur Indonesia. 12. (1) :1.
Nolan, T., Hans, R.E., and Bustin., R.A. 2006. Quantification of mRNAUsing Real Time RT-PCR. Nature Protocol. 1. (3): 1559-1582.
Oktary A.P., Ridhwan M., dan Armi. 2015. Ekstrak Daun Kirinyuh(Eupatorium odoratum) dan Lalat Buah (Drosophila melanogaster).Serambi Akademica. 3. (2): 430
Panchal K. dan Tiwari, A.K. 2017. Drosophila melanogaster “a potentialmodel organism” for identification of pharmacological properties ofplants/plant-derived components. Biomedicine & Pharmacotherapy.89 : 1332
Saputri, A. Dan Nigrum, S.D.K., 2010. Pengeringan Kunyit MenggunakanMicrowave dan Oven. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang. JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknik.
Sardjiman. 2000. Synthesis of Some New Series of Curcumin Analogues,Anti-oxidative, anti-inflamatory, Antibacterial Activities andQualitative-Structure Activity Relationship. Disertasi tidak diterbitkan.Yogyakarta. Gadjah Mada University.
Sharma, R.A., Gescher, A.J., and Steward, W.P. 2005. Curcumin: Thestory so far. Eur. J. of Cancer. 41. (13): 1955–1968.
48
Shorrocks, B. 1972. Drosophila, Ginn and Company Limited. London. p.31-48; 71-76; 103-116. Available as HTML help file.
Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetic with Drosophila. JohnWiley and Sons Inc, New York. Available as HTML help file.
Tandon VR, Verma S, Singh JB, Mahajan A. 2005. Antioxidants andcardiovascular health. JK Science. 7: 61-64.
Varhliou G and Storz P. 2010. Reactive Oxygen Species In Cancer. FreeRadical Research. 44 (5): 479–496
Wixon, J. dan O’Kane C. 2000. Featured Organism Drosophilamelanogaster. Yeast. 17: I46-147
Woodruff, R C., Phillips, J P., Hilliker, A J. 2004. Increased SpontaneousDNA Damage in Cu/Zn Superoxide Dismutase (SOD1) DeficientDrosophila. Genom. 47. (6):1029-1035
Yuniarti, N., Nugroho, P.A., Asyhar, A., Sardjiman, S., Ikawati, Z.,Istyastono, E.P. 2012. In vitro and in Silico Studies on Curcumin andits Analogues as Dual Inhibitors for Cyclooxygenase-1 (COX-1) andCyclooxygenase-2 (COX-2). Journal of Mathematic and FundamentalScience. 44. (1): 51-66
Yuniastuti, A., 2008. Gizi dan Kesehatan. Cetakan I. Graha Ilmu.Yogyakarta.
Yusuf, ZK. 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek. 5 (6): 1-4
Yunanto A, Bambang S, dan Eko S. 2009. Kapita Selekta Biokimia : PeranRadikal Bebas Pada Intoksikasi dan Patobiologi Penyakit..Banjarmasin. Cetakan I. Pustaka Banua. Banjarmasin. p. 18-19.Available as PDF file.
Young, I.S. and Woodside, J.V. 2001. Antioxidants in Health and Disease.J Clin Pathol. 54 : 176-186
49
Lampiran 1. Skema Kerja
1. Skema Kerja Secara Umum
Drosophilamelanogaster
Pengumpulan & Analisis Data
Pembahasan Hasil
Pengambilan Kesimpulan
Uji level mRNA genSOD1
Uji level mRNA genSOD2
Analog Kurkumin
50
2. Analisis Level mRNA Superoksida Dismutase (SOD1 dan SOD2)
Time Point ditentukan dari hasil uji survival
5 ekor Drosophila melanogaster yang masihhidup dimasukkan ke dalam Treff tube
Haluskan dengan micropestle
RNA total dari 5 ekor lalat buah diekstraksimenggunakan reagen SV Total RNA
Isolation System
Mengukur level ekspresi gen SOD1 danSOD2 menggunakan real-time PCR
Analisis data dengan metode ComparativeQuantification menggunakan aplikasi Rotor
Gene Q (Qiagen)
Klp 2 Kontrol PositifDrosophila melanogasterKertas saring (FeSO415
mM), 25 jam pakan lalat +1 mg/g kurkumin
1 mg/g
Klp 1 Kontrol NegatifDrosophila melanogasterKertas saring (FeSO415
mM), 25 jam pindahkan kepakan lalat
Klp 5 Perlakuan 3Drosophila melanogasterKertas saring (FeSO415
mM), 25 jam pakan lalat +1 mg/g analog kurkumin
Klp 4 Perlakuan 2Drosophila melanogasterKertas saring (FeSO415
mM), 25 jam pakan lalat +0,5 mg/g analog kurkumin
Klp 3 Perlakuan 1Drosophila melanogasterKertas saring (FeSO415
mM), 25 jam pakan lalat +0,25 mg/g analog kurkumin
Analisis statistik dengan metode One WayAnova menggunakan aplikasi Graph Pad
Prism®7
51
Lampiran 2. Perhitungan
Pembuatan larutan FeSO4 15 mM (BM FeSO4 = 151,9)
mM = mg = × ×FeSO4 = 15 × 151,9 × 0,05
= 114 mg (di ad dengan larutan glukosa 1 % hingga 50 ml)
52
Lampiran 3. Komposisi Flyfood (Pakan) Drosophila melanogaster
Komposisi pakan Drosophila melanogaster untuk 1 liter:
1. Corn meal : 75 g
2. Gula Pasir : 45 g
3. Yeast (ragi) : 25 g
4. Agar : 9 g
5. Air steril : ad 1 liter
6. Metil Paraben : 4,3 ml (15 % dalam 5 ml = x 5 = 0,75 g)
7. Asam propionat : 3,8 ml
53
Lampiran 4. Gambar Penelitian
Gambar 11. Uji survivalGambar 12. Proses persiapan
ekstraksi RNA
Gambar 14. Proses Heatingblocksuhu 70oC selama 3 menitGambar 13. Penghalusan Drosophila
menggunakan micropastle
Gambar 15. Proses sentrifugeselama 10 menit dengan kecepatan
14.000 G, 4 oC
Gambar 16. Proses penambahangen
54
Gambar 17. Pengukuran levelekspresi gen menggunakan RT- PCR
55
Lampiran 5. Hasil Preliminary Study (Uji Survival)
Gambar 18. Grafik hasil pengujian survival Drosophila melanogaster