staffnew.uny.ac.idstaffnew.uny.ac.id/upload/132309869/penelitian/pembinaan... · web viewagal-alus...
TRANSCRIPT
PEMBINAAN GENERASI MUDA
MENURUT SERAT WULANG PUTRA
PurwadiPendidikan Bahasa JawaFakultas Bahasa & Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRACT
This research will describe about teaching for young generation according to Wulang Putra book. Children have to be given good lessons, such as morality, spirituality, humanity and society. Sinuwun Paku Buwana IX advise everyone to do nice behaviour in their community. This king of Surakarta palace is very popular among Javanese. He always makes development for his country. Historically he gives herritage literature that called Serat Wulang Putra. We can use local wisdom as guidance of life.
Keywords: wulang putra, teaching, young generation
A. Pengantar
Perjalanan umat manusia datang pergi silih berganti. Lahir, dewasa, mati,
adalah peristiwa yang terus menerus terjadi secara alamian. Masing-masing
generasi memiliki pengalaman yang berbeda. Dari perspektif historis pengalaman
tersebut mengandung pengalaman yang berlimpah ruah. Bagi generasi selanjutnya
pengalaman kolektif tersebut merupakan pelajaran yang berharga.
Kesadaran sejarah ini dipahami oleh Sinuwun Paku Buwana IX, raja
Surakarta Hadiningrat yang memerintah tahun 1861-1813 ini menyusun Serat
Wulang Putra (Krisnina Mahanani Tanjung, 2015: 70). Kitab ini merupakan sastra
piwulang yang dapat digunakan sebagai panduan untuk membina generasi muda.
Mereka golongan strategis yang menjadi pemilik masa depan. Bekal untuk
1
mengelola masa depan harus cukup. Wawasan, ketrampilan, kemampuan mereka
berguna untuk menggerakkan peradaban.
Ksatria utama dalam cerita Ramayana ditunjukkan oleh tokoh Anoman.
Tokoh ini memiliki mental yang bagus dibanding dengan Dasamuka (Suwardi,
2015: 110). Karya agung Sinuwun Paku Buwana IX tetap relevan sebagai
panduan masa kini. Kaum pendidik yang bertugas mengajari anak muda amat
tepat bereferensi pada serat Wulang Putra. Pembinaan generasi muda memang
sebaiknya berpangkal dari kearifan lokal.
B. Pengetahuan Tata Praja
Generasi muda sebaiknya dibekali dengan pengetahuan tentang tata praja.
Di dalamnya meliputi ilmu kemasyarakatan, pergaulan, birokrasi, cinta tanah air
dan kepemimpinan. Kecakapan dalam pemerintahan menjadikan seseorang dapat
meniti karir dengan baik. Strategi bekerja, menyusun rencana dan meniti karir
memerlukan pengetahuan tentang dasar-dasar birokrasi, pemerintahan dan
kepemimpinan. Dalam tembang Kinanthi, Sinuwun Paku Buwana IX memberi
wejangan demikian:
Kinanthi
mring bumi tulus tinandurkang darmanireng wadya litlumaksana tan reksasatitah narimeng atimiturut tanpa leledawidadanireng praja di
andina dina tumimbunpurbaning kahanan jatituhu atining tyas tama
2
marma dimurtining atitutumanen dimen tumankataman sajeruning sih
terjemahan:
pada bumi subur ditanamisebagai tindakan perbuatanpasukan kecil berjalan tiada menjagasegala tindakan diterima dalam hatipasrah tanpa melawankeselamatan pada negara
sehari-hari berdatanganmengolah keadaan sejatiuntuk hati yang utamadengan menghidupkan perasaanbertanam dalam sanubarimendapat hakikat kasih
Kutipan tembang di atas dapat digunakan oleh para aparat negara sebagai
bekal untuk pengabdian. Birokrasi pemerintahan di mana saja pasti dibentuk
dengan sistem hirarkis. Tingkat-tingkat kepemimpinan ini berfungsi untuk
membagi tugas secara kelembagaan. Kepentingan pribadi melebur dalam cita-cita
bersama. Bentuk institusi ini menampung beragam pikiran dan tindakan. Oleh
karena itu muncul regulasi dengan harapan distribusi tugas, wewenang dan
kekuasaan berjalan teratur. Generasi muda perlu mengetahui dan mendalami
sistem di lingkungan sekitar.
Bangsa Indonesia memerlukan nilai yang berorientasi pada achievment
dari karya, nilai yang mementingkan eksplorasi, sifat hemat dan jiwa bersaing
(Koentjaraningrat, 2002: 68). Lebih dari itu sistem birokrasi menumbuhkan sikap
disiplin, bertanggung jawab, apresiatif dan konsisten. Seseorang yang aktif dalam
sebuah organisasi akan cepat memahami masalah dan tahu cara mengatasi. Peta
3
komunitas yang ada dapat dianalisis dengan tepat. Komunitas yang dipimpin
percaya sekali. Keputusan yang diambil akan menguntungkan. Generasi muda
sebagai pewaris peradaban dapat belajar dari para pendahulu. Sinuwun Paku
Buwana IX memberi nasehat seperti kutipan berikut:
Kinanthi
kayumanan ing sakayunmamayu isining bumimardawa darunanirariringane wus rinuktitan pepeka lumaksanapinardi dimen lestari
estarining aosikipunmanungsa kang sinung elingmarang utamaning tindaking buwana aywa nisthippanggusthinireng kasidansidaning dadi ngadadi
dadia jayeng jaya nungmenanga mengku mumpunimring nuswa jawa widadadarsaneng praja utamimulus lulusa utamasedyane ingkang marsudi
terjemahan:
terlaksana segala kehendakmenyelamatkan isi bumidengan tujuan menghiasisegalanya serba dijagatidak ceroboh berjalanhati-hati supaya lestari
abadi segala cita-citamanusia yang diliputi rasa ingatpada keutamaan tindakandi dunia jangan keliruusaha dalam keberhasilankeberhasilan sungguh nyata
4
jadilah kejayaan agung
unggul dalam bekerjapada bangsa negara selamatkesejahteraan sekalian negaralancar segala urusancita-cita diusahakan terlaksana
Pada abad XIX masyarakat Jawa terbagi menjadi empat klasifikasi.
Keempatnya yaitu golongan priyayi, tani, seni, santri. Golongan priyayi terdiri
dari pejabat pemerintahan, pegawai, aktivis. Mereka menjadi pengurus sosial
kemasyarakatan. Tenaga dan pikiran dicurahkan untuk kepentingan publik.
Masyarakat menghormati priyayi karena pengabdian, keteladanan, ketulusan,
ketekunan dan kecakapan. Pada umumnya mereka tidak kaya, tetapi cukup
terpandang. Keberadaan para priyayi bisa sebagai atap pengayom bagi kelompok
tani, seni dan santri. Posisi priyayi sungguh terhormat. Dalam hal ini kualitas
manusia merupakan persoalan sosial yang perlu mendapat perhatian wajar (Ignas
Kleden, 1988: 105).
Kedudukan kaum tani terkait dengan faktor produksi. Termasuk dalam
jenis tani meliputi orang yang berprofesi sebagai pekerja di sawah, pedagang di
pasar, pertukangan. Mereka berproduksi untuk mencukupi kebutuhan dasar.
Sedangkan kaum seni bertugas untuk memberi hiburan kepada masyarakat.
Mereka terdiri dari wiyaga, waranggana, dalang, penari. Untuk dapat menjadi
seniman perlu belajar. Sedangkan fungsi santri untuk menjadi marwah spiritual.
5
C. Mengasah Ketrampilan
Ketrampilan merupakan unsur penting bagi generasi muda untuk
menghadapi masa depan. Sinuwun Paku Buwana IX terlalu peduli terhadap nasib
muda. Jangan sampai anak muda menghadapi hidup dengan tangan kosong.
Ketarmpilan yang dipraktekkan dalam hidup sehari-hari akan mendatangkan
respek dari pihak lain. Malah respek itu diwujudkan dalam bentuk benda materi.
Peningkatan sumber daya manusia sebaiknya memperhatikan tata
pendidikan berkeadilan sosial (Francis Wahono, 2001: 83). Kebutuhan hidup
dipenuhi dengan bekerja. Dari aktivitas pekerjaan seseorang mendapat imbalan.
Sebetulnya imbalan materi merupakan bentuk apresiasi atas jasa yang diberikan
pada orang lain. Bekerja berarti menjual jasa. Oleh karena itu jasa itu perlu
berbobot. Semakin bermutu maka bobotnya akan diberi nilai tinggi. Imbalan atau
upah pun mengalir. Setiap orang perlu jasa pihak lain. Jasa yang diberikan orang
lain lebih mudah diwujudkan dalam bentuk ketrampilan. Terkait dengan
kecakapan dan ketrampilan, Sinuwun Paku Buwana IX memberi nasehat berikut:
Dhandhanggula
yen sinewa den awas ningalimarang wadya apa karyaniraaywa dhompo pamintanemring karya wajibipuntuwin wadya ciptane rungsittan bares sedya lawanparentah irekuwong agung aywa kuciwaagal-alus mring karepe wadya mamrihdurcana tan prasaja
wus winawas ing jaman samangkinakeh wong mangarti basaning liyankapiran basane dhewe
6
jamake wong met kawruhden salesih wajibirekiden manggon tekadiraywa was-wasing kalbuiku lagi ngupoyoakawruh liyan dadi busaneng nagriywa malbu kalbunira
terjemahan:
jika menghadap selalu waspadaterhadap apa yang dikerjakanjangan berserakan permintaanpada tugas kewajibanserta sebagai narapraja pentingtidak beres segalanya dengan segala perintah demikianpembesar jangan mengecewakansemua cita-cita diusahakandengan sungguh-sungguh dan nyata
sudah diteliti jaman sekarangbanyak orang mengganggu dengan kritikantak tahu kerja sendirilumrah orang cari ilmuharus telaten tugasnyahendaknya bersungguh hatijangan sampai bimbang raguitu semua diusahakanpengalaman orang lain sebagai busana negerimerasuk dalam sanubari
Masyarakat memiliki ketrampilan kolektif yang diberikan secara turun
temurun. Warisan budaya itu dalam bentuk tradisi, tata cara, upacara, adat istiadat.
Masing-masing memiliki perlengkapan. Generasi muda harus mengetahui jenis-
jenis upacara dan perlengkapan. Dengan demikian mereka bisa terlibat aktif dalam
penyediaan properti upacara. Dari situ jasa dan barang mengalami transaksi.
Persewaan barang dan jasa aneka rupa ragamnya. Barangkali itu menjadi peluang
7
untuk mendapat untung. Peluang bisnis properti upacara tradisi tersedia dengan
berlimpah ruah.
Kebudayaan suatu masyarakat memiliki fungsi untuk menghubungkan
antara manusia dengan alam sekitar (Sutiyono, 2009: 1). Kebiasaan untuk
mengikuti pekerjaan secara terus menerus hendaknya dilakukan dengan sukarela.
Magang kerja itu lama-kelamaan dapat mempertajam ketrampilan. Pada ujungnya
akan menjadi insan trampil. Nafkah bisa dijalankan lewat ketrampilan yang
dimiliki. Pada titik puncak ketrampilan seseorang menjadi tak tertandingi oleh
pihak manapun. Itulah yang disebut dengan profesional. Tiap-tiap orang yang
memiliki ketrampilan khusus, mereka punya percaya diri yang tinggi. Jatidiri bisa
dibangun dengan membekali diri. Ketrampilan memperkokoh jatidiri seseorang.
Mijil
lamun sira trahing nayaka diaywa karem babocabe wana menek dadi kethekprayogane suwiteng narpatiden temen nastitiiku adatipun
wahyu iku nora anabani:manungsa kang adohmarang ingkang sinengitan lireyekti tiba mring kang den senengimulane wong ngabdiminta kasihipun
terjemahan:
jika kalian keturunan aparatjangan bermalas-malasanseperti halnya hewan liar di hutansebaiknya mengabdi pada negaraharus teliti hati-hatiitulah adatnya
8
keberuntungan itu modal utamamanusia yang jauhpada kewajiban demikianakan jatuh dengan sendirinyaoleh karena orang mengabdibanyak berbelas kasihan
Wejangan Sinuwun Paku Buwana IX dalam tembang Mijil di atas dapat
digunakan sebagai referensi bagi segenap generasi muda. Pihak lain akan selalu
membutuhkan, mengundang, menanggap, menggunakan tenaga trampil. Perasaan
orang yang dibutuhkan akan menciptakan rasa bangga. Ketika tenaga trampil
berlimpah ruah,maka masyarakat akan mandiri. Kemandirian tentu menciptakan
keselarasan. Itulah wujud kesejahteraan lahir batin.
D. Memiliki Tanggung Jawab
Kedewasaan seseorang dapat diukur dari seberapa jauh dia dapat
mempertanggungjawabkan segala gerak langkahnya. Langkah-langkahnya
berguna atau tidak, dia dapat memikirkan. Semua rencana dan aplikasi
diperhitungkan dengan matang. Segi untung rugi digagas dengan jelas. Sedapat-
dapatnya dia menghindari kerugian dan kerusakan. Baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain. Tanggung jawab memiliki kepekaan, itu terkait dengan
perasaan, gengsi, harga diri seseorang.
Rasa tanggung jawab sosial dapat dibina melalui lembaga sosial. Mediasi
hubungan seni dan masyarakat hendaknya memperhatikan faktor teknologi,
lembaga sosisal dan kondisi sosial historis (Jazuli, 2013: 55). Rencana membina
rumah tangga adalah fase penting hidup. Masa remaja akan berakhir. Kehidupan
9
baru berlangsung dengan jaya, tuntutan dan tanggung jawab yang berlainan sama
sekali dengan periode masih lajang. Berumah tangga berarti berbagi tanggung
jawab dengan pasangan. Suami istri harus memenuhi tanggung jawab. Bila
melanggar tentu dapat menciptakan kegoncangan. Rumah tangga yang berantakan
menimbulkan gaduh pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Maka perlu
belajar yang teliti terhadap komitmen membagun rumah tangga. Sinuwun Paku
Buwana IX memberi nasehat dalam tembang Gambuh berikut:
Gambuh
sababe manungsekubisa ngliling sariranipun yen rumasa alane bisa ngowahipae lawan khewan ikulamun cirine wus awon
tan bisa owah ikusabab tanpa angen-angenipunyen manungsa pinunjul titahing Widhimbokmenawa bisa ngleburalane pating calorong
terjemahan:
sebab manusia demikianbisa mawas diriterhadap kesalahan bisa merubahseperti halnya binatangkalau cacat akan jelek
tak bisa merubah demikiansebab tanpa cita-citakarena manusia makhluk Tuhanbarangkali bisa meleburkekurangan bisa diamati
10
Sandang pangan papan sebaiknya dicukupi dengan usaha maksimal.
Ketiga kebutuhan dasar itu menyangkut keberlangsungan rumah tangga.
Penghasilan dan pengeluaran harus seimbang. Tidak boleh boros. Kesenangan
dikelola dengan baik. Jangan ada pengeluaran mubazir. Jika jatuh dalam bidang
ekonomi, keluarga akan sengsara. Apalagi terjerat dalam utang piutang hidup
keluarga menjadi susah. Kredibilitas keluarga menjadi merosot. Status keluarga
akan dipandang rendah. Dari situ mudah muncul perselisihan suami istri.
Keduanya lantas saling menyalahkan. Gejala seperti ini harus secepatnya diatasi.
Masyarakat sewajarnya mau memperhatikan lingkungan budaya supaya
terjadi keselarasan (Marbangun Hardjowirogo, 1979: 9). Begitu pula buah hati
yang sudah lahir. Kebutuhan pun bertambah. Hak anak untuk mendapatkan
pendidikan, pembimbingan dan asuhan supaya tumbuh menjadi anak yang
normal, wajar. Tiap gerak langkah anak memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Tanggung jawab orang tua untuk memenuhi rancangan belanja dan pengeluaran
dihitung dengan teliti, hemat, cermat dan bersahja. Anak-anak inilah nantinya
akan menggantikan peran generasi tua. Begitulah manajemen keluarga yang perlu
dilakukan oleh generasi muda, terutama kalangan remaja yang memasuki tahap
berkeluarga. Peringatan Sinuwun Paku Buwana IX dalam tembang Sinom berikut
dapat digunakan sebagai pegangan hidup.
Sinom
wus watake wong tarunakeras budi kurang titimung karep ubyang-ubyungansayah nora antuk mingsilbarang kang den karemimirungga ginawe perlu
11
anebih mring wong tuwawedi lamun den srengeniwus rumangsa lamun durung nuting karsa
terjemahan:
sudah watak orang mudakeras budi kurang telitihanya kehendak semaunyapayah tidak ada hasilsegalanya yang disenangibanyak yang tidak perlumenjauh dari orang tuatakut kalau dimarahisudah merasa kalau tidak menuruti kehendak
Sikap bertanggung jawab ini dianjurkan betul oleh Sinuwun Paku Buwana
IX. Dalam serat Wulang Putra beliau memberi petunjuk teoritis dan praktis.
Ajaran beliau bersandar pada aspek sosiologis, historis dan filosofis. Serat
Wulang Putra hendaknya dijadikan ajaran bagi sekalian generasi muda. Singkat
kata dengan membaca serat Wulang Putra hidup akan lebih beruntung.
Masa depan umat manusia sebaiknya selalu memperhatikan aspek
pendidikan dan kebudayaan (Ajip Rosidi, 2009: 17). Menurut Sinuwun Paku
Buwana IX setiap orang perlu mengusahakan drajat, pangkat, semat. Dalam serat
Wedhatama disebut dengan istilah ‘guna, kaya, purun’. Ketiganya kerap diberi
sebutan wirya, arta, winasih. Jika ketiganya tidak dimiliki oleh manusia, maka
dirinya dikatakan aji godhong jati aking. Orang yang tidak memiliki kekuasaan,
kekayaan dan kepandaian cenderung diremehkan orang. Dalam pergaulan dia
tidak dianggap penting, sering dipandang remeh. Kehidupannya tanpa makna.
Orang hidup sebaiknya mempunyai penghargaan. Mari diperhatikan wejangan
Sinuwun Paku Buwana IX dalam tembang Maskumambang berikut:
12
Maskumambang
yen ketemu dununge we tata darmisayekti nugrahananging ta angel kepatiyen tan awas ing sasmita
sasmitane sang wiku tanggap ing atinira kang waskithalelejeme sang asung sihsayekti minulyeng jagad
terjemahan:
jika ketemu dengan peraturansesungguhnya anugerahtapi sunguh sulit yang tidak mengetahui perlambang
perlambang guru ditanggapidengan hati bijaksanaserta tingkah kasihuntuk memuliakan dunia
Pembinaan generasi muda dipaparkan dalam kolom tulisan yang berjudul
Memburu Kesempatan dalam Kesempitan. Uraian ini mengandung anjuran
tentang kegigihan (Umar Kayam, 1994: 235). Anak keturunan Paku Buwana IX
menghayati ajaran leluhur. Misal mereka membaca kitab Wulangreh, Centhini dan
Sasana Sunu. Tujuan dari semua itu agar dirinya mendapat keberuntungan. Dalam
masyarakat selalu dihormati. Dalam bidang pekerjaan semakin profesional.
Apresiasi atas prestasi mendatangkan kewibawaan, kemulaian dan kebahagiaan.
Piwulang Sinuwun Paku Buwana IX dibaca sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan rohani. Refleksi spiritual ini membuat keseimbangan antara bidang
jasmani dan rohani. Karya Raja Surakarta ini menjadi bacaan yang berharga bagi
masyarakat di sekitar istana yang berpusat di desa Solo (Abdul Gafur, 1993: 8).
13
Ajaran dalam karya sastra itu ditulis dalam tembang macapat yang dipelajari oleh
masyarakat Jawa.
E. Kesimpulan
Pembinaan generasi muda hendaknya memperhatikan faktor historis,
sosiologis dan filosofis. Faktor historis terkait dengan perjalanan peradaban. Segi
sosiologis berhubungan dengan sistem sosial kemasyarakatan. Dari aspek filosofis
nilai luhur ajaran nenek moyang perlu digali, dipelajari dan dikembangkan.
Pewarisan nilai luhur hendaknya dilakukan turun temurun.
Sastra piwulang karya Sinuwun Paku Buwana IX menjadi referensi yang
berharga buat pembinaan mental spiritual. Sebagai raja yang banyak pengalaman,
wawasan dan pengakuan karya yang terhimpun dalam Serat Wulang Putra dapat
digunakan sebagai referensi pemebntukan budi pekerti luhur. Kitab ini diciptakan
dalam bentuk tembang macapat. Publikasinya bisa lewat pentas kesenian.
Para pendidik sangat cocok mengambil butir-butir kearifan lokal dalam
Serat Wulang Putra. Karya Sinuwun Paku Buwana IX ini memberi kontribusi
yang positif bagi penyempurnaan identitas nasional yang bersumber dari akar
sejarah bangsa.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gafur, 1993, Siti Hartinah Soeharto, Ibu Utama Indonesia. Jakarta: PT Citra Lamtoro Gung Persada
Ajip Rosidi, 2009, Masa Depan Budaya Daerah. Jakarta: Pustaka Pelajar
Francis Wahono, 2001, Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ignas Kleden, 1987, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES
Jazuli, 2013, Sosiologi Seni. Yogyakarta: Graha Ilmu
Koentjaraningrat, 2002, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Krisnina Maharani A Tanjung, 2015, Keraton Kasunanan: Kisah Kebangsaan dari Solo. Jakarta: Yayasan Warna-warni Indonesia
Marbangun Hardjowirogo, 1979. Adat Istiadat Jawa. Bandung: Padma
Sutiyono, 2009, Puspawarna Seni Tradisi dalam Perubahan Sosial Budaya. Yogyakarta: Kanwa Publisher
Suwardi, 2015, Revolusi Mental dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Narasi
Umar Kayam, 1994, Sugih Tanpa Banda. Jakarta: Grafiti
15