1. konsep integrated water resources management (iwrm
TRANSCRIPT
1
1. Konsep Integrated Water Resources Management
(IWRM)/Pengelolaan Sumber Air Secara Terpadu.
Tujuan: Peserta dapat memahami konsep, perkembangan, manfaat dan proses
perencanaan IWRM pada level nasional, sektor dan wilayah sungai.
1) Sejarah dan perkembangan IWRM
Dimasa lalu pengembangan sumber air diartikan sebagai usaha pemanfaatan sumber
air untuk memenuhi kebutuhan tertentu saja (satu tujuan), misalnya untuk memenuhi
kebutuhan irigasi atau untuk air minum, tanpa memikirkan lebih jauh dampak dari
eksplorasi sumber air yang ada, serta perubahan atau variasi kebutuhan air
dikemudian hari. Sehingga pedekatan pengelolaan sumberdaya air menekankan pada
bagaimana agar kebutuhan air dapat terpenuhi. Pendekatan seperti ini ditandai oleh
pembangunan fasilitas baru untuk memenuhi penambahan kebutuhan, misalnya:
pembangunan bendungan, saluran-saluran air, instalasi fasilitas air bersih dan lain
sebagainya. Pendekatan seperti ini kemudian dirasa dapat mengakibatkan persoalan
baru seperti: penggunaan air secara berlebihan, pemanfaatan modal tidak effisien,
pencemaran terhadap lingkungan, eksplorasi sumber air tidak terkontrol dan
sebagainya.
Pada era 1980an sudah mulai diwacanakan pengembangan dan pengelolaan sumber
daya air berbasis pada daerah aliran sungai (river catchment), sehingga timbul idea
untuk mengelola satu sungai dalam satu manajemen (one river one management).
Selanjutnya pada era 1990an konsep keberlanjutan (sustainability) sebagai
implementasi pembangunan berkelanjutan mulai berkembang dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari pembangunan berbagai sektor, termasuk dalam
pengembangan sumber air. Sehingga pengembangan sumber daya air menjadi jauh
lebih komleks dari pada hanya pembangunan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan air.
Idea pengelolaan sumber daya air secara terpadu kemudian dirumuskan dalam
International Conference on Water and the Environment di Dublin tahun 1992,
dengan keluarnya rekomendasi Prinsip-Prinsip Dublin (Dublin Principles), antara
lain:
Air tawar adalah terbatas dan mudah berubah, dan sangat esensial untuk
melangsungkan kehidupan, pembangunan dan lingkungan
2
Pengembangan sumberdaya air harus berdasar atas pedekatan partisipasi, dengan
mengikut sertakan para pemakai air, para perencana dan para pemegang kebijakan
pada semua tingkatan
Peran wanita merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perencanaan,
pengelolaan, dan pelestarian sumber daya air
Air mempunyai nilai ekonomis dalam semua tingkat pemanfaatan dan harus
diperhitungkan sebagai ‘economic good’.
Selanjutnya pada UNCED Tahun 1992 di Rio de Jeneiro dengan menghasilkan
Agenda 21, Chapter 18 yang merupakan panduan dalam mengembangkan dan
mengelola sumber daya air secara terpadu dan berlanjut, yang menekankan bahwa
pengembangan dan pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan
harus:
Direncanakan secara terpadu dan holistic untuk mencegah kekurangan air dan
pencemaran
Memenuhi kebutuhan dasar manusia dan melestarikan ekosistem sebagai
prioritas utama
Pemakaian air seharusnya dipungut biaya sepantasnya.
Semua negara harus :
Mempunyai program pengelolaan air atas dasar daerah aliran sungai (DAS)
dan program penghematan air.
Integrasi pengembangan sumberdaya air dengan tata guna lahan dan
pembangunan lain, konservasi, pengelolaan permintaan (demand
management) dengan peraturan (legislation) dan iuran air, re-use dan recycling
air.
Selanjutnya Agarwal (2000) menyatakan bahwa Techical Advisory Committee (TAC)
dari Global Water Partnership (GWP) pada periode 1996-1999 telah menelorkan
penjelasan, formulasi dan rekomendasi tentang Pengelolaan Sumberdaya Secara
Terpadu (Integrated Water Resources Management / IWRM) sebagai tindak lanjut
dari berbagai issue yang telah dicetuskan dalam konferensi Dublin dan Rio de Jeneiro
di atas, dan IWRM didefinisikan: sebagai suatu proses yang menekankan pada
koordinasi pengembangan dan pengelolaan sumber daya air, lahan dan sumber
daya lain yang terkait, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan secara
merata tanpa mengorbankan kelangsungan ekosistem. Sehingga dari prinsip
3
tersebut dirumuskan dalam bentuk integrasi dari natural system dan integrasi dari
human system. Integrasi natural system menyangkut integrasi pengelolaan air tawar
dan kawasan pantai, integrasi pengelolaan lahan dan air, integrasi pengelolaan air
permukaan dan air tanah, integrasi pengelolaan kuantitas dan kualitas sumberdaya air,
dan integrasi pengelolaan kawasan hulu dan hilir. Sedangkan integrasi human system
meliputi persepsi dan pengertian masyarakat akan sumberdaya air, integrasi antar
sektor dalam policy pembangunan nasional, pengaruh pengembangan sumber air
terhadap system ekonomi makro,integrasi dalam pembuatan kebijakan, integrasi dari
semua stakeholders dalam perencanaan dan pembuatan keputusan, integrasi dalam
pengelolaan air baku dan air limbah, serta integrasi penglolaan air untuk berbagai
kebutuhan.
Wong et al, (1999) dalam Norken (2003) menyatakan beberapa kriteria yang sangat
prinsip dala IWRM antara lain:
Memberikan kontribusi jangka panjang terhadap ekonomi, lingkungan dan
kesejahteraan social
Dapat diulang, tahan lama, terjangkau, dapat diterima oleh stakeholder,
termonitor dan terdokumentasi
Menjamin kebutuhan dasar manusia dan ekosistem akan air
Menghasilkan pemanfaatan air yang lebih effisien
Pemerataan distribusi penggunaan air
Mengurangi pemborosan penggunaan air
Meningkatkan kualitas air
Meningkatkan kualitas air limbah sebelum disalurkan ke water system
Mengikutsertakan semua stakeholder dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan dan pengelolaan sumber air
Melaksanakan kordinasi antar sektor dan tingkatan dalam pemerintahan
Mengembangkan mekanisme dalam menghidari dan menyelesaikan konflik.
Sejak itu setiap Negara di dunia mulai secara intensif membuat berbagai konsep dan
persiapan untuk melaksanakan konsep IWRM tersebut, termasuk Indonesia. Pada
tahun 2004 Indonesia sudah berhasil membuat Undang Undang No 7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air, yang merupakan perubahan yang sangat drastis dari
Undang Undang No 11 tahun 1974 tentang Pengairan. Undang Undang No 7 tahun
4
2004 sudah menuangkan dan mengatur berbagai aspek tentang IWRM dan telah
ditidak lanjuti dengan membuat peta wilayah sungai, institusi pengelolaan sumber
daya air dan berbagai aspek lainnya, termasuk sudah membuat kebijakan dan strategi
pengelolaan sumber daya air yang tertuang dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
berbasis wilayah sungai. Hassing, et.al., (2009) mencatat bahwa UU No.7 tahun 2004
yang dibuat oleh pemerintah Indonesia merupakan salah satu praktek baik dan
referensi dalam melaksanakan IWRM di dunia.
2) Manfaat IRWM berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, pengelolaan risiko,
mata pencaharian dan pendekatan antar sektor.
Manfaat IWRM terhadap berbagai aspek berikut:
Berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu aspek IWRM merupakan upaya pemanfaatan air untuk memenuhi
berbagai kebutuhan, seperti: kebutuhan pokok, sanitasi, lingkungan, pertanian,
ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan
keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika,
serta kebutuhan lain. Pengembangan sumber daya air dalam upaya untuk
meningkatkan kemanfaatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dapat memicu
terjadinya suatu proses perubahan perekonomian kearah yang lebih baik. Sebagai
contoh: pengembangan atau pembangunan dan perluasan daerah irigasi dengan
membangun berbagai prasarana irigasi seperti: waduk, jaringan irigasi dan lain
lain akan menjadi penggerak utama kegiatan perekonomian antara lain: lapangan
pekerjaan baru, peningkatan pedapatan para petani, mengurangi ketergantungan
penyediaan pangan dari daerah lain malahan bisa menjadi penyedia/pemasok
bahan pangan kepada daerah lain, memicu bergeraknya sektor riil yaitu
meningkatnya permintaan dan penyediaan barang dan jasa di wilayah/daerah
tersebut. Hal ini merupakan indikasi dari terjadinya pertumbuhan ekonomi akibat
adanya pembangunan atau peluasan jaringan irigasi tersebut.
Demikian juga dengan pengembangan sumber daya air dan pemenuhan kebutuhan
air untuk mendukung pertambangan, industry, ketenagaan, pariwisata dan laian
lain, akan dapat memicu pertumbuhan ekonomi dimana pengembangan sumber
daya air tersebut dilakukan. Namun sebaliknya, apabila suatu daerah terjadi
keterbatasan sumber daya air, serta apabila berbagai aktivitas tidak dapat
dilaksanakan akibat ketidak mampuan dalam mendukung peningkatan permintaan
5
air, maka proses perubahan perekonomian kearah yang lebih baik akan menjadi
lambat, hal ini akan menghambat pertumbuhan perekonomian. Sehingga berbagai
contoh tadi dapat dikatakan bahwa peranan IWRM baik secara langsung maupun
secara tidak langsung akan memberikan kontribusi yang besar terhadap tinggi atau
terdahnya pertumbuhan perekonomian pada satu daerah maupun satu Negara.
Berkaitan dengan pengelolaan risiko.
Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air juga berpotensi menimbulkan
berbagai risiko yang merupakan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian)
yang tak diinginkan atau tidak terduga. Risiko atau akibat buruk yang berpotensi
merugikan yang berkaitan dengan sumber daya air dapat berupa: banjir, tanah
longsor, hujan lebat, kekeringan, bahkan potensi kegagalan fungsi
struktur/bangunan air yang telah dilaksanakan atau sudah dibangun atau saat
dioperasikan, atau potensi over budget/pembengkaan biaya saat pembangunan
atau bahkan kualitas bangunan air yang kurang memadai yang terjadi saat masa
konstruksi. Bahkan potensi konflik pemanfaatan sumber air akibat terbatasnya
ketersediaan ataupun akibat lemahnya institusi pengelola sumber daya air. IWRM
sebagai upaya pengelolaan sumber daya air memberikan peluang untuk
meminimalkan berbagai dampak atau potensi risiko yang berpeluang terjadi.
Peluang meminimalkan/mereduksi risiko dapat melalui: pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan daya rusak sumber daya air, koordinasi antara
instansi terkait dengan masyrakat, perencanaan yang terpadu dan menyeluruh
dalam pola/recana pengelolan sumber daya air.
Manfaat IWRM dalam meminimalisasi/mitigasi risiko antara lain:
Dapat mengurangi/memperkecil potensi/tingkat risiko sampai pada tingkat yang
dapat diterima (potensi bahaya tanah longsor dilakukan melalui konservasi dengan
mereboisasi/menanam hutan), dan lain lain.
Dapat mengurangi potensi terancamnya jiwa dan raga manusia, melalui relokasi
dari potensi bencana besar, panduan/cara melakukan evakuasi bencana, membuat
bangunan yang mampu mengurangi risiko bencana, membuat system peringatan
dini dari potensi bencana, dan lain lain.
Dapat mengurangi potensi kerugian/hilangnya harta benda, dengan memahami
besar kecilnya potensi risiko, membuat perencanaan implentasi IWRM yang dapat
mengurangi tingkat risiko sampai pada level yang bias diterima.
6
Dapat meningkatkan kemampuan, koordinasi dan kesadaran dari berbagai
sektor/institusi terkait dan masyarakat untuk memahami, memitigasi,
menanggulangi dan memulihkan berbagai potensi dan dampak dari risiko yang
dihadapi.
Selain itu tentu juga prinsip pengelolaan risiko (risk management) harus
dijadikan pedoman yang meliputi: Recource Risk dan Enterprise risk. Resource
Risks meliputi: Supply security, Raw water quality/Safety, Extreme (non-
average) climatic events, Public health dan Environmental, including water
pollution. Sedangkan Enterprise Risks mencakup: Design and construction,
Political and legal risks, Operating failures, Market risks, Financing risks and
shortages, Labour risks, Compliance risks, dan Contingent liabilities.
Berkaitan dengan mata pencaharian.
Disamping pertumbuhan ekonomi, implementasi dari IWRM juga dapat berpengaruh
terhadap mata pencaharian masyarakat pada satu daerah, misal dengan meningkatkan
atau membuka daerah irigasi baru, maka akan memberi maanfat berkaitan dengan
mata pencaharian, antara lain:
Dapat meningkatkan jumlah masayarakat yang berprofesi/bermata pencaharian
sebagai petani.
Dapat membuka lapangan kerja baru/sumber mata pencaharian baru seperti:
pedagang, buruh/tenaga penggarap lahan, pengrajin dan lain lain.
Berkaitan dengan pendekatan terkoordinasi multi sektor.
Ikut berpartisipasinya berbagai sektor pada berbagai level pemerintahan, serta
berbagai elemen masyarakat akan memberi berbagai manfaat dalam implementasi
IWRM, manfaat tersebut antara lain:
Dapat mendorong dan memfasilitasi peran dan partisipasi berbagai stakeholders
dalam pengambilan keputusan.
Dapat melibatkan semua sektor dan berbagai level dari pemerintahan dalam
menyusun perencanaan.
Dapat melibatkan berbagai pihak dalam pembiayaan.
Dapat menghindari terjadinya konflik dari para pengguna sumber daya air.
Dapat menghasilkan perencanaan yang komperehensif dan terintegrasi yang
diharapkan oleh berbagai stakeholdres.
7
Dapat mengindari terjadinya tumpang tindih dalam melaksanakan implementasi
IWRM.
Dapat melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya
(sumber daya manusia, keuangan) dalam implementasi IWRM.
3) IWRM pada skala nasional; sektor, dan wilayah sungai/river basin.
Pada berbagai tingkatan, IWRM di Indonesia dapat dilihat pada skala nasional,
sektor maupun pada skala wilayah sungai atau daerah aliran sungai. Pada level
nasional, pemerintah pusat diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan nasional
dalam pengelolaan sumber daya air serta bertanggungjawab dalam pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh satu unit
kerja yaitu Balai Wilayah Sungai sesuai dengan status wilayah sungai tersebut.
Khusus untuk pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional dan wilayah sungai
lintas negara, kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh
Dewan Sumber Daya Air Nasional/Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Nasional dan
ditetapkan oleh Menteri sebagai pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
lintas Negara, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan penyusunan perjanjian
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dengan negara yang
bersangkutan.
Sementara pemerintah provinsi bertanggungjawab serta membantu Balai Wilayah
Sungai lintas kabupaten/kota dalam membuat dan menetapkan pola dan rencana serta
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
Selanjutnya pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dan membantu dalam
membuat, menetapkan pola dan rencana serta pelaksanaan pengelolaan sumber daya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Untuk menyusun kebijakan dan
strategi pengelolaan sumber daya air dikoordinaskan oleh wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air/dewan sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.
Sementara dalam hal pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, dilaksanakan oleh
unit kerja Balai Wilayah Sungai sesuai dengan keweangannya. Balai wilayah sungai
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang
menjadi tanggungjawabnya antara lain: perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi
dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, dan
8
pengendalian daya rusak sumber daya air pada: sungai, danau, waduk, bendungan dan
tampungan air lainnya, irigasi, air tanah, air baku, rawa, tambak dan pantai.
Sebagai contoh: Wilayah sungai Bali-Penida untuk Provinsi Bali merupakan wilayah
sungai strategis nasional, yang mencakup Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida, yang
merupakan satuan kerja dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air di Wilayah
sungai Bali-Penida.
4) Proses perencanaan dalam IWRM.
Proses perencanaan dalam IWRM harus senantiasa memperhatikan Prinsip-prinsip
Dublin sebagai prinsip universal yang harus dipegang, seperti: air tawar sangat
berharga dan terbatas, pengebangan harus didasarkan pada prinsip partisipasi, wanita
harus dilibatkan dan air sebagai barang ekonomis, serta arahan dari Agenda 21 bab 18
dari UNCED rio de Jenairo.
Walaupun prinsip-prinsip tersebut belum seluruhnya dapat diterapkan dalam proses
perencanaan di Indonesia, tetapi sebagian besar telah dicoba untuk dijadikan rujukan,
dan telah diatur dengan ketentuan berikut: perencanaan pengelolaan sumber daya air
dilaksanakan berdasarkan asas: kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,
keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan
akuntabilitas, dengan prinsip: menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan
hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan
untuk kemakmuran rakyat. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai
dengan prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar
perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya
air, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
Tahapan perencanaaan dilakukan sebagai berikut:
Menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah oleh presiden.
Menyusun dan menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air oleh wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air/Dewan Sumber Daya Air sesuai dengan
kewenangannya.
Menyusun dan menetapkan pola pengelolaan sumber daya air oleh wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air/Dewan Sumber Daya Air, berbasis
wilayah sungai sesuai dengan kewenangannya.
Menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan sumber daya berbasis wilayah
sungai sesuai dengan kewenangannya, dengan tahapan sebagai berikut:
9
o Membuat rancangan rencana pengelolaan sumber daya air yang disusun secara
terpadu pada setiap wilayah sungai berdasarkan strategi pengelolaan sumber
daya air yang dipilih dari alternatif strategi yang terdapat dalam pola
pengelolaan sumber daya air.
o Strategi merupakan strategi yang dipilih oleh wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
o Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air disusun dengan
mempertimbangkan penggunaan dan ketersediaan air tanah dalam cekungan
air tanah pada wilayah sungai dengan tetap mengutamakan penggunaan air
permukaan.
o Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air memuat upaya fisik dan
nonfisik.
o Upaya fisik dan nonfisik dalam rancangan rencana pengelolaan sumber daya
dilengkapi dengan desain dasar dan prakiraan kelayakan.
o Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai
disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
o Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis
nasional disusun oleh unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air
wilayah sungai melalui konsultasi public, dengan instansi teknis dan unsur
masyarakat terkait.
o Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air dibahas oleh wadah
koordinasi/dewan sumber daya air sesuai dengan kewenangannya sebelum
ditetapkan memjadi rencana pengelolaan sumber daya air.
Setelah rancangan rencana ditetapkan menjadi rencana selanjutnya dilakukan tahapan-
tahapan sebagai berikut:
Rencana pengelolaan sumber daya air yang telah ditetapkan dapat ditinjau
kembali paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui konsultasi publik.
Rencana pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan, merupakan dasar
penyusunan program dan rencana kegiatan setiap sektor yang terkait dengan
sumber daya air; dan sebagai masukan dalam penyusunan, peninjauan kembali,
dan/atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan.
Rencana pengelolaan sumber daya air yang telah ditetapkan ditindaklanjuti
dengan melakukan studi kelayakan, untuk menyeleksi kegiatan-kegiatan
10
pengelolaan sumber daya air yang akan dilaksanakan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun, dan mencakup:
o kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan;
o kesiapan masyarakat untuk menerima rencana kegiatan,
o keterpaduan antarsektor;
o kesiapan pembiayaan; dan
o kesiapan kelembagaan.
Studi kelayakan ditindaklanjuti dengan penyusunan program pengelolaan sumber
daya air.
o Program pengelolaan sumber daya air mencakup rangkaian kegiatan
pengelolaan yang dapat dilaksanakan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan
ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kegiatan pengelolaan sumber daya
air.
o Rencana kegiatan pengelolaan sumber daya air merupakan kegiatan-kegiatan
pengelolaan sumber daya air yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu 1
(satu) tahun.
o Rencana kegiatan diuraikan ke dalam rencana detail yang memuat rencana
pelaksanaan konstruksi serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya
air.
Studi kelayakan, program, rencana kegiatan, dan rencana detail pengelolaan
sumber daya air diinformasikan kepada pemilik kepentingan.
5) Contoh IWRM dari negara berkembang.
Sebagai contoh dalam pengelolaan sumber daya air berbasis IWRM di Negara yang
sedang berkembang yang dirujuk adalah Republik Indonesia. Upaya pengelolaan
sumber daya air berbasis IWRM telah dilakukan pada tahun 1999 dengan bantuan dan
dorongan dari bantuan Bank Dunia. Bantuan tersebut diawali dengan membuat dan
merumuskan kebijakan nasional dalam pengelolaan sumberdaya air berbasis wilayah
sungai. Dalam perkembangan selanjutnya pengembangan dan pengelolaan
sumberdaya air di tingkat nasional Presiden membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumberdaya Air yang merupakan realisasi dari pembentukan Dewan yang dimaksud
(Kepres No: 123 Tahun 2001), yang terdiri dari 13 Menteri dan Menteri Negara yang
diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga merangkap
anggota. Tim ini telah merumuskan arahan kebijakan nasional sumberdaya air
11
(Kepmen No:Kep-14/M.Ekon/12/2001), pada tahun 2009 telah dirubah menjadi
Dewan Sumber Daya Air Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 6 tahun 2009,
yang merupakan wadah koordinasi pengelola sumber daya air ditingkat nasional.
Dibidang regulasi, ide perubahan UU No 11 Tahun 1974 yang sudah dianggap tidak
relevan lagi dengan perkembangan zaman, dilanjutkan dengan tahap penyiapan
Rancangan Undang-Undang Tentang Sumberdaya Air, yang kemudian ditetapkan
sebagau undang-udang pada tahun 2004, yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 2004
tentang sumber daya air. Terbitnya UU No. 7 tahun 2004, merupakan hasil reformasi
regulasi dalam bidang sumber daya air dan merupakan dasar hukum yang sangat
penting dalam implentasi IWRM di Indonesia. Penetapan wilayah sungai pada tahun
2006 melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 11A/PRT/M/2006,
dilakukan sebagai dasar pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai/river
basin diseluruh Indonesia, yang kemudian diperbaharui melalui Keputusan Presiden
RI No. 12 tahun 2012. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan
Wilayah Sungai, telah menetapkan 131 Wilayah Sungai (WS) yang terdiri dari 5 WS
Lintas Negara, 29 WS Lintas Provinsi, 29 WS Srategis Nasional, 53 WS Lintas
Kabupaten/Kota dan 15 WS Dalam Satu Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangannya masing-masing, seperti Gambar berikut:
Gambar 1. Peta Wilayah Sungai di Indonesia
(Sumber: http://sda.pu.go.id:8181/sda/peta_ws.php).
12
Langkah selanjutnya adalah pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya
air dan balai pengelolaan sumber daya air pada pada tingkat wilayah sungai/provinsi
maupun kabupaten sesuai dengan kewenangannya. Sebagai contoh: Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Brantas, dibentuk dengan Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum, Nomor: 248/KPTS/M/2009, Tanggal: 9 Februari 2009,
sedangkan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bali-
Penida, dibentuk dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor:
26/KPTS/M/2011, Tanggal: 2 Februari 2011.
Sedangkan Balai Besar/Balai Wilayah Sungai yang meupakan Unit Pelaksana Teknis
(UPT) adalah organisasi yang bersifat mandiri yang melaksanakan tugas teknis
operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang tertentu dari organisasi induknya,
yang dalam hal ini adalah unit pelaksana teknis di bidang konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah
sungai, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal
Sumber Daya Air. Pembentukan Balai Wilayah sungai terus berkembang sesuai
dengan tuntutan dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan berkembangnya jumlah
wilayah sungai yang ada. Pembentukan Balai Wilayah Sungai dimulai pada tahun
2006 dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:26/PRT/M/2006 Tanggal: 9
November 2006 tentang Susunan dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai.
Setelah regulasi dan kelembagaan terbentuk sebagai reformasi/penyempurnaan dari
kelembagaan yang telah ada, dan sesuai dengan tuntutan IWRM, maka selanjutnya
lembaga tersebut mulai melaksanakan tugasnya sesuai dengan kewenangnan yang
dimiliki. Tugas pertama yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber
daya Air dan Balai wilayah Sungai adalah menyusun kebijakan dan strategi
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang menjadi kewenangannya, dan
menyusun rangcangan pola pengelolaan sumber daya air yang selanjutnya ditetapkan
sebagai pola pengelolaan sumber daya air untuk masa 20 tahun. Sebagai contoh: Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Brantas telah ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 268/KPTS/M/2010. Sementara untuk Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Wilayah Sungai Bali Penida masih dalam bentuk
rancangan yang masih perlu proses untuk ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum RI. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air tersebut selanjutnya dipakai
13
sebagai pedoman dan arahan untuk membuat rencana, program dan kegiatan dalam
melaksanaan pengelolaan sumber daya air berbasis IWRM di Indonesia yang berbasis
kepada wilayah sungai ( river basin).
Wilayah Sungai Bali-Penida merupakan salah satu wilayah sungai di Indonesia, yang
mencakup Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dan Balai Wilayah Sungai Bali-Penida
merupakan satuan kerja yang bertugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air di
Wilayah Sungai Bali-Penida.
Rangkuman:
Pengelolaan sumber daya air secara terpadu dibahas dalam International Conference
on Water and the Environment di Dublin tahun 1992, yang dikenal dalam Prinsip-
prinsip Dublin dan UNCED tahun 1992 di Rio de Jeneiro, yang dituangkan dalam
Agenda 2, Bab 18.
Pengelolaan sumber daya air secara terpadu dapat memberikan manfaat terhadap
pertumbuhan ekonomi, pengelolaan risiko, mata pencaharian dan pendekatan serta
koordinasi antar sektor.
IWRM di Indonesia dapat dilihat pada skala nasional, sektor maupun pada skala
wilayah sungai atau daerah aliran sungai. Pada level nasional, pemerintah pusat
diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan nasional dalam pengelolaan sumber
daya air serta bertanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh satu unit kerja yaitu Balai
Wilayah Sungai sesuai dengan status wilayah sungai tersebut. Khusus untuk
pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional dan wilayah sungai lintas negara,
kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh Dewan Sumber
Daya Air Nasional/Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Nasional.
Proses perencanaan dalam IWRM harus senantiasa memperhatikan Prinsip-prinsip
Dublin sebagai prinsip universal yang harus dipegang, serta arahan dari Agenda 21
bab 18 dari UNCED rio de Jenairo. Selain itu juga harus berpedoman pada prinsip-
prisip pengelolaan risiko (risk management).
Wilayah Sungai Bali-Penida merupakan salah satu wilayah sungai di Indonesia, yang
mencakup Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dan Balai Wilayah Sungai Bali-Penida
merupakan satuan kerja yang bertugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air di
Wilayah Sungai Bali-Penida.
14
2. National Water Recources Council/Dewan Sumber Daya Air
Nasional (Dewan SDA).
Tujuan: untuk memahami tugas, fungsi dan wewenang dewan sumber daya air sebagai
wadah koordinasi dalam pengelolaan sumber daya air.
1) Dewan SDA dan Tugas/Fungsi Dewan SDA
Dewan Sumber Daya Air di Indonesia di atur Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Dewan Sumber Daya Air, yang memberikan definisi
sebagai berikut:
Dewan sumber daya air adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air yang
meliputi Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air provinsi atau
dengan nama lain, dan dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain.
Dewan Sumber Daya Air Nasional yang selanjutnya disebut Dewan SDA
Nasional adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat nasional.
Dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut
dewan sumber daya air provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber
daya air tingkat provinsi.
Dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya
disebut dewan sumber daya air kabupaten/kota adalah wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air tingkat kabupaten/kota.
Dewan SDA Nasional mempunyai tugas membantu Presiden dalam:
Menyusun dan merumuskan kebijakan nasional serta strategi pengelolaan sumber
daya air;
Memberikan pertimbangan untuk penetapan wilayah sungai dan cekungan air
tanah;
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan wilayah sungai
dan cekungan air tanah, serta pengusulan perubahan penetapan wilayah sungai
dan
Cekungan air tanah; dan
Menyusun dan merumuskan kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi,
hidrometeorologi, dan hidrogeologi pada tingkat nasional.
15
Untuk melaksanakan tugas tersebut Dewan SDA Nasional menyelenggarakan fungsi
koordinasi pengelolaan sumber daya air melalui:
Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan dan pengintegrasian kebijakan
serta tercapainya kesepahaman dan keselarasan kepentingan antarsektor,
antarwilayah dan antarpemilik kepentingan.
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan nasional pengelolaan sda;
Konsultasi dengan pihak terkait guna pemberian pertimbangan untuk penetapan
wilayah sungai dan cekungan air tanah;
Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan kebijakan sistem informasi
hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi; dan
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan sistem informasi hidrologi,
hidrometeorologi, dan hidrogeologi pada tingkat nasional.
2) Susunan Organisasi Dewan SDA.
Susunan organisasi Dewan SDA Nasional terdiri atas:
a. Ketua merangkap anggota;
b. Ketua Harian merangkap anggota; dan
c. Anggota.
Ketua Dewan SDA Nasional dijabat oleh menteri koordinator yang membidangi
perekonomian.
Ketua Harian Dewan SDA Nasional dijabat oleh Menteri.
Keanggotaan Dewan SDA Nasional berasal dari unsur-unsur pemerintah dan
nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar prinsip keterwakilan.
o Keanggotaan Dewan SDA Nasional yang berasal dari unsur Pemerintah
meliputi:
a. Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian;
b. Menteri/Kepala Badan yang membidangi perencanaan pembangunan
nasional;
c. Menteri yang membidangi sumber daya air;
d. Menteri yang membidangi urusan dalam negeri;
e. Menteri yang membidangi lingkungan hidup;
f. Menteri yang membidangi pertanian;
g. Menteri yang membidangi kesehatan;
h. Menteri yang membidangi kehutanan;
16
i. Menteri yang membidangi transportasi;
j. Menteri yang membidangi perindustrian;
k. Menteri yang membidangi energi dan sumber daya mineral;
l. Menteri yang membidangi kelautan dan perikanan;
m. Menteri yang membidangi riset dan teknologi;
n. Menteri yang membidangi pendidikan nasional;
o. Kepala Badan yang membidangi meteorologi dan geofisika;
p. Kepala Lembaga yang membidangi ilmu pengetahuan; dan
q. Perwakilan pemerintah daerah.
Perwakilan pemerintah daerah terdiri atas:
a. 2 (dua) orang gubernur yang mewakili wilayah Indonesia bagian
barat;
b. 2 (dua) orang gubernur yang mewakili wilayah Indonesia bagian
tengah;
c. 2 (dua) orang gubernur yang mewakili wilayah Indonesia bagian
timur.
Pemilihan dan pengangkatan perwakilan pemerintah daerah dilakukan
oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian selaku
Ketua Dewan SDA Nasional berdasarkan pertimbangan Menteri
Dalam Negeri.
o Keanggotaan Dewan SDA Nasional yang berasal dari unsur nonpemerintah
pada tingkat nasional dapat terdiri atas unsurunsur:
a. Organisasi/asosiasi pengguna air untuk pertanian;
b. Organisasi/asosiasi pengusaha air minum;
c. Organisasi/asosiasi industri pengguna air;
d. Organisasi/asosiasi pengguna air untuk perikanan;
e. Organisasi/asosiasi konservasi sumber daya air;
f. Organisasi/asosiasi pengguna sumber daya air untuk energi listrik;
g. Organisasi/asosiasi pengguna sumber daya air untuk transportasi;
h. Organisasi/asosiasi pengguna sumber daya air untuk pariwisata/olah raga;
i. Organisasi/asosiasi pengguna sumber daya air untuk pertambangan;
j. Organisasi/asosiasi pengusaha bidang kehutanan; dan
k. Organisasi/asosiasi pengendali daya rusak air.
17
o Anggota Dewan SDA Nasional dari unsur nonpemerintah diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usulan kelompok organisasi/asosiasi yang
diwakilinya.
Dalam melaksanakan tugas, Dewan SDA Nasional dapat dibantu oleh tim kerja
yang terdiri atas tenaga ahli/pakar di bidang pengelolaan sumber daya air.
o Tim kerja dibentuk oleh Ketua Dewan SDA Nasional.
o Tim Kerja bertugas:
a. Melakukan kajian terhadap isu atau permasalahan yang diberikan oleh
Dewan SDA Nasional guna penyelesaian permasalahan; dan
b. Membantu penyiapan rancangan kebijakan sebagai bahan pembahasan
Dewan SDA Nasional.
Untuk membantu tugas Dewan SDA Nasional, dibentuk Sekretariat Dewan SDA
Nasional. Sekretariat Dewan SDA Nasional bertugas :
a. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan SDA Nasional;
b. Memfasilitasi penyediaan tenaga ahli/pakar/narasumber yang diperlukan oleh
Dewan SDA Nasional;
c. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan;
d. Menyelenggarakan administrasi keuangan; dan
e. Memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan anggota dewan atas unsur
nonpemerintah.
Untuk Dewan Sumber Daya Air Provinsi tugas dan fungsi serta organisasinya mirip
dengan Dewan Sumber Daya Air nasional, hanya kewenangannya untuk tingkat
provinsi.
Contoh Organisasi Dewan SDA Nasional Indonesia dan Contoh Organisasi Dewan
SDA Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2.
18
3. Conflics of Water Resources ( Konflik Sumber Daya Air).
Tujuan: Mengenal dan memahami konflik dan potensi konflik dalam pemanfaatan
sumber daya air serta cara penyelesaian dan pengelolaannya.
1) Konflik dan Potensi Konflik dalam Sumber Daya Air.
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau
lebih pihak. Konflik organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara
dua atau lebih anggota anggota atau kelompok organisasi yang timbul karena adanya
kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan
kerja karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau
persepsi. Potensi konflik dalam sumber daya air adalah diakibatkan oleh tidak adanya
kesepakatan dalam pemanfaatan sumber air yang ada, atau salah satu pihak merasa
lebih berhak atas pihak lain sehingga berujung pada perselisihan atau yang lazim
disebut konflik. Konflik dalam sumberdaya air sering terjadi antara berbagai sektor
misal antara sektor irigasi dan pengusaha air minum, atau antara irigasi dengan sektor
pariwisata dan sebagainya, atau konflik juga bisa terjadi antar satu kelompok
pengguna air dari sektor yang sama, misal satu kelompok petani pemakai air
berselisih dengan kelompok lain akibat salah satu kelompok merasa kurang adanya
keadilan dalam pembagian air, dan sebagainya. Beberapa contoh knflik yang terjadi di
indonesia misalnya: terjadinya konflik dalam pemanfaatan sumber daya air di Dusun
Denokan Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta disebabkan oleh
adanya perbedaan pendapat antara petani sawah dengan peternak ikan dalam
menentukan alternatif penggunaan sumber daya air, konflik semacam ini banyak
dijumpai di berbagai tempat di Indonesia (dapat dilihat pada Tabel 1), termasuk di
bali, konflik bisa terjadi antar para pengguna air seperti: irigasi (subak) dengan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau dengan organisasi rafting dan
sebagainya, bahkan konflik bisa terjadi antar satu subak dengan subak lainya,
walaupun sektor irigasi di Bali telah mempunyai metoda dan cara yang unik dalam
memanfaatkan air.
19
Tabel 1. Beberapa Contoh Konflik Pemanfaatan SDA di Indonesia.
Sumber: Direktorat Pengairan dan Irigasi
(perpustakaan.bappenas.go.id/.../file?...Pengairan%20dan%20Irigasi)
2) Penyelesaian Konflik.
Cara Penyelesaian Konflik.
Untuk menyelesaiakan konflik agar masing-masing pihak yang bersengketa dapat
memenuhi harapan mereka, secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui kompromi dan penyelesaian secara integratif.
Melalui kompromi, manajer mencoba menyelesaikan melalui pencarian jalan
tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-
20
bentuk kompromi meliputi: pemisahan (separation) dimana pihak-pihak
yang sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan;
abritasi (perwasitan) dimana pihak ketiga yang diminta memberi pendapat;
kembali ke peraturan yang berlaku dimana kebuntuan dikembalikan pada
ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan mnyetujui bahwa peraturan-
peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik; dan “penyuapan”
(bribing) dimana salah satu pihak menerima kompensasi untuk tercapainya
penyelesaian konflik.
Penyelesaian konflik integrative, dimana konflik antar kelompok diubah
menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui
teknik-teknik pemecahan masalah. Secara bersama-sama, pihak-pihak yang
bertentangan mencoba untuk memecahkan masalah yang timbul di antara
mereka. Pihak-pihak yang bersengketa secara terbuka mencoba menemukan
penyelesaian yang dapat di terima semua pihak. Dalam hal ini diperlukan
mediator yang dapat mendorong untuk mencapai tujuan bersama, melakukan
pertukaran gagasan secara bebas dan menekankan usaha-usaha pencarian
penyelesaian yang optimum, agar tercapai penyelesaian integratif.
Penyelesaian Konflik dalam SDA
Dari pengalaman penyelesaian konflik dalam bidang sumber daya air di
Indonesia, ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
Melalui mediasi, dimana yang menjadi mediator dapat dari pemerintah
maupun dari lembaga/perorangan dari non-pemerintah dengan memanggil
pihak-pihak yang bersengketa kemudian dicarikan penyelesaian agar semua
pihak dapat menerimanya.
Melalui rekonsiliasi, dilakukan sebagai hasil dari mediasi dimana pihak-pihak
yang bersengketa dalam keputusannya membentuk semacam forum atas
kesepakatan bersama yang nantinya akan menjadi sarana/media untuk
berkomunikasi antar pengguna sumber daya air. Forum juga berfungsi sebagai
tempat untuk berkonsultasi dalam menyelesaiakan sengketa dalam
pemanfaatan air.
Melalui negosiasi, dimana pihak-pihak yang berkonflik bertemu untuk sama-
sama menurunkan tuntutan serta mencari titik temu untuk menyelesaikan
masalah.
21
Untuk mengurangi konflik dan potensi konflik dalam pemanfaatan sumber daya
air, beberapa hal yang perlu dan harus dilakukan, antara lain:
Pengelolaan sumber daya air harus dilakukan atas dasar wilayah sungai
(river basin) yang dapat berupa satu daerah aliran sungai/river catchmen
(DAS) atau lebih.
Ada satu pengelolaan yang merupakan badan pengelola yang
melaksanakan perencanaan, pembangunan sampai operasi dan
pemeliharaan semua kegiatan dalam wilayah sungai.
Ada wadah koordinasi dari berbagai stakeholders yang mampu
mengkoordinasikan semua kepentingan stakeholdres.
Ada regulasi yang mengatur sumber daya air.
Ada keterpaduan dalam perencanaan, pembangunan sampai operasi dan
pemeliharaan semua kegiatan dalam wilayah sungai.
Apabila terjadi sengketa dalam pemanfaatan sumber adaya air,
penyelesaian diusahakan melalui musyawarah mufakat melalui wadah
koordinasi yang ada.
Ada arbitrase untuk penyelesaian sengketa, apabila musyawarah mufakat
tidak disepakati dalam pemanfaatan sumber daya air.
Daftar Pustaka.
Anonim, (1974). Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan.
Anonim, (1992). Fresh Water, Agenda 21, Chpter 18, UNCED Rio de Jeneiro, Brasil.
Anonim, (1999). Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 9 tahun 1999, tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian
Daerah Aliran Sungai.
Anonim, (2001). Keputusan Presiden Republik Indonesia No 123 Tahun 2001 Tim
Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air.
Anonim, 2004, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (tidak
berlaku sejak 18 Februari 2015).
Anonim, 2008, PP No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (tidak
berlaku sejak 18 Februari 2015).
Anonim, 2008, Peraturan Presiden No. 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air.
Anonim, (2006). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 13/PRT/M/2006 tentang
rganisasi Dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai
Anonim, (2012). Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah
Sungai.
Anonim, (tt), Penyelesaian Konflik Pengelolaan Sumber Daya Air, Direktorat Irigasi,
(www.perpustakaan.bappenas.go.id/.../file?...Pengairan%20dan%20Irigasi)
22
Agarwal, A, delos Angeles M. S., Bhatia R., Chéret, I., Davila-Poblete, Sonia.,
Falkenmark, M., Villarreal, F. G., Jønch-Clausen, T., Kadi, M. A., Kindler, J., Rees,
J., Roberts, P., Rogers, Miguel , P., Solanes, dan Wright, A. (2000). Integrated
Water Resources Management, Technical Advisory Committee (TAC) Background
Papers No.4, Global Water Partnership (GWP), Stockholom.
Hassing, J., Ipsen, N., Clausen, T. J., Larsen, H., dan Lindgaard-Jørgensen, P. (2009).
Integrated Water Resources Management in Action, The United Nations World
Water Assessment Programme, UNESCO, Paris
Norken, I N., (2002). Water Supply and Wastewater Reuse for Urban Areas, the Role of
Risk Analysis: Case Studies in Bali Island, Ph.D Thesis, University of Manchester
Institute of Science and Technology, Manchester, Inggris.
Norken, I N., (2003). Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Secara Terpadu
dan Berkelanjutan (Satu Tantangan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di
Indonesia), FT Universitas Udayana, Denpasar.
The International Hydrological Programme of UNESCO, and the Network of Asian River
Basin Organizations (NARBO), (2009). Introduction to the IWRM Guidelines at
River Basin Level, The United Nations World Water Assessment Programme,
UNESCO, Paris.
Wahyudi, Topan., 2014, Konflik Pemanfaatan Sumber Daya Air Antara Petani Sawah
Dan Peternak Ikan (Di Dusun Denokan Maguwoharjo Depok Sleman), Skripsi,
Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta.
http://sda.pu.go.id:8181/sda/peta_ws.php
http://bwsbali.pdsda.net
http://www.bbwsbrantas.com/baru
23
Lampiran 1. Dewan SDA Nasional Indonesia.
24
25
26
27
28
29
30
31
Lampiran 2. Dewan SDA Provinsi NTT.
32
33
34
35
36
37