3447-4544-1-pb

Upload: nia-utari

Post on 13-Apr-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    1/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-17 ISSN: 19075022

    Sistematic Review: Model Peramalan Wabah

    Penyakit Demam Berdarah

    Agus Qomaruddin Munir

    Program Studi Manajemen InformatikaUniversitas Respati Yogyakarta

    Yogyakarta, [email protected]

    Anny Kartika Sari

    Jurusan Ilmu Komputer & ElektronikaFakultas MIPA Universitas Gadjah Mada

    Yogyakarta, [email protected]

    AbstractPenyebaran wabah penyakit demam berdarahdengue (DBD) secara global dengan tingkat frekuensi yang

    cenderung tinggi pada kurun waktu 50 tahun terakhir

    memunculkan sebuah gagasan pencegahan yang sistematis.

    Epidemiologi DBD memberikan pola pencegahan terhadapwabah DBD untuk menangulangi masalah tersebut.

    Ulasan ini bertujuan memberikan gambaran secara sistematis

    terhadap pemodelan peramalan (forecast) data DBD dengan

    pendekatan pola spasial dan spatio-temporal yang menghasilkanpeta risiko kejadian DBD. Untuk mendapatkan hasil peramalan

    yang tepat harus memperhatikan variabel peramalan/prediktor.

    Variabel prediktor memiliki kategori yang terdiri atas variabel

    demografis dan sosial ekonomi (misal: usia jenis kelamin,pendidikan, dan kondisi wilayah tempat tinggal). Diantara faktor

    lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikan adalah curah

    hujan dan suhu udara. Peta deskriptif memberikan informasi

    titik lokasi DBD (dengue hotspot) yang berguna untukmengidentifikasi besaran resiko pada suatu wilayah.

    Tinjauan dilihat dari beberapa kategori yaitu trend riset

    penyakit DBD, dari aspek bidang ilmu epidemiologi, forecasting

    model, statistical model, dan spasial model. Selanjutnya dari

    aspek teknis sistem yang dihasilkan dengan melihat dampak,kontribusi, ketepatan (accuracy) dan algoritma. Tersedianya

    sumber daya, kelayakan akuisisi, kualitas data, di samping

    keahlian teknis yang tersedia, menentukan akurasi modelperamalan dan peta risiko DBD serta penerapannya dalambidang kesehatan masyarakat. Beberapa variabel prediktor yang

    tidak diketahui menimbulkan tantangan dan membatasi

    kemampuan untuk menghasilkan model peramalan dan peta

    risiko yang efektif dan menjadi faktor kegagalan dalampengembangan sistem.

    Keywordsdemam berdarah dengue, forecast, prediction,spatial model, data mining

    I.

    PENDAHULUAN

    Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenispenyakit arbovirus yang ditransmisikan oleh 2 jenis vektornyamuk yaituAedes aegyptidanAe. Albopictus. Wabah DBD

    kebanyakan ditemukan di daerah tropis dan sub tropis.Transmisi persebaran virus disebabkan oleh bermacam-macamfaktor, salah satunya adalah kepadatan vektor nyamuk,peredaran serotipe virus dan tingkat populasi penduduk.Diperkirakan DBD mengalami kenaikan jumlah penderitasetiap tahun dengan range antara 50-100 juta dan angka

    kematian kurang lebih 25.000 di seluruh dunia pada tahun2013 [1].

    WHO melaporkan bahwa kembali munculnya penyakitmenular merupakan peringatan bahwa kemajuan yang dicapaisejauh ini terhadap keamanan global di bidang kesehatan dankemakmuran mungkin terbuang. Jumlah penduduk di duniakurang lebih 2,5 miliar manusia dengan jumlah 2/5 dari

    penduduk tersebut yang berada di wilayah tropis dan subtropis [2] beresiko terhadap penularan penyakit DBD. Demamberdarah dengueendemik di lebih dari 100 negara di wilayahAfrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara danPasifik Barat. Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakandaerah terparah karena dampak dari penyakit menular tersebut[1].

    Di Indonesia DBD menjadi masalah kesehatanmasyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telahterjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dankabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota padatahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun

    2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi jugapeningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 [3].

    Perubahan faktor demografis, urbanisasi, pasokan airbersih yang tidak memadai, migrasi penduduk [4], danpengenalan wilayah baru melalui perjalanan internasionalmenyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap wabahDBD dan sekitar 3,6 miliar orang saat ini memiliki potensiresiko terkena wabah [5] selain itu faktor pengaruh yang lainyaitu perubahan iklim suatu wilayah [6; 7]. Perubahanlingkungan dan populasi profil imunologi, transmisi terhadapwabah DBD menunjukkan pola spasial dan temporal inherendinamis. Prediktor yang memiliki sifat non-homogen dan

    tidak stabil dalam distribusi, mempersulit anggapan bahwaperubahan epidemiologi sebagai faktor tunggal. Meskipunmemiliki kompleksitas yang tinggi, analisis variabel terkait,distribusi vektor dan identifikasi kasus DBD dapat menjadialat yang berguna untuk menghasilkan data spasial dantemporal terhadap skenario penanggulangan wabah DBD [8].

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    2/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-18 ISSN: 19075022

    Penerapan surveilans yang diupayakan salahsatunyamadalah dengan melihat peta wilayah kejadian, yangselanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untukmeningkatkan kesiapan kesehatan masyarakat dalammenghadapi kejadian DBD di suatu wilayah denganmenyediakan alat bantu visual dalam pengambilan keputusan.Suatu daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah kejadianpenyakit menular dapat digunakan sebagai fasilitas tambahan

    alokasi sumber daya dalam bidang kesehatan masyarakat, danjuga dapat digunakan untuk sampel pencarian metode dalammelakukan penilaian epidemiologi DBD. Beberapa tools telahdikembangkan dan memiliki arti penting dalam beberapadekade terakhir, tetapi kebanyakan tidak digunakan dalamkonteks kesehatan masyarakat karena kompleksitasnya.

    Review secara sistematis digunakan untuk menemukansejauh mana riset yang telah dilakukan, menemukan structureoverview, metode yang digunakan dan mencari variabelprediktor yang relevan terhadap peramalan kejadian kasusDBD dan jenis peta resiko DBD suatu wilayah. Penelitian inimembahas tentang perbandingan prediktor dan metodepemodelan yang umum digunakan dalam rangka

    menghasilkan jenis peta resiko yang relevan untuk pendukungkeputusan kesehatan masyarakat. Hal ini dilakukan untukmeningkatkan ketersediaan pengawasan DBD dan petaprediksi yang memungkinkan petugas kesehatan masyarakatuntuk mengidentifikasi dan menargetkan daerah-daerahberesiko tinggi dengan tepat dan langkah-langkahpengendalian yang tepat waktu. Tujuan dari tinjauansistematis ini adalah:

    i. Untuk melakukan peninjauan terhadap metodeperamalan (forecast) kejadian penyakit DBD di suatuwilayah.

    ii. Untuk menilai variabel prediktor pemodelan yangdigunakan sebagai dasar dalam pengembangan peta

    resiko DBD.iii. Untuk menggambarkan metode yang digunakandalam pemetaan resiko DBD pembahasan sertapenerapannya dalam konteks kesehatan masyarakat.

    II. METODOLOGI

    Penulisan review secara sistematisdilakukan pada kurunwaktu bulan Agustus 2014 sampai dengan Januari 2015.Pencarian artikel dilakukan dengan cara mengakses ke portaljurnal elektornik seperti: World Health Organization (WHO),IEEE, Springer, Elsevier, Ebscohost, Proquest, Scientdirect

    dan sebagainya. Referensi lain yaitu WHO, CDC (Centers forDisease Control and Prevention), web KementerianKesehatan.

    A.

    Teknik Pencarian Artikel

    Dalam melakukan pencarian artikel dilakukan dengan carapendekatan multilevel. Langkah pertama yaitu denganpenggunaan heading article berupa medical subject headinguntuk tema di bidang kesehatan dan penggunaan kata kuncidalam pencarian ke dalam beberapa kategori yaitu:

    i. Penyakit DBD(trend penyakitDBD, epidemiologi).ii. Model peramalan penyakit DBD (forecasting).iii. Model classification DBD (pendekatan model data

    mining).iv.

    Spasial model (mapping, cluster analysis).v.

    Surveillance dan monitoring.

    Dalam pencarian artikel di database WHO digunakan

    untuk wilayah regional Asia Tenggara, pencarian dilanjutkandengan mencari artikel abu-abu kemudian mencari daftarreferensi yang yang ada pada artikel tersebut.

    Hasil dari pencarian dikombinasikan dengan menggunakanmendeley desktop (mendeley.com), kemudian dilakukan

    filtering artikel yang disesuaikan dengan masing-masingkategori. Setelah hasil pencarian diperoleh, dilakukan seleksistudi untuk mengklasifikasikan literatur menggunakanpendekatan tahap kedua.

    Selama tahap pertama, peneliti melakukan pencarianartikel berdasarkan judul dan abstrak yang relevan dengantopik penelitian. Reviewartikel dilakukan dengan membagi ke

    dalam 3 kategori bahasan penelitian. Gambar 1 menunjukkandiagram alirpencarian dan pembagian artikel.

    Gambar1. Diagram Pencarian Artikel

    Kemudian untuk kemudahan dalam melakukan rencanariset dibuat dengan menggunakan software Xmind seperti padagambar 2:

    Gambar2. Deskripsi Review Sistematis Penelitian

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    3/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-19 ISSN: 19075022

    B. Kriteria

    Kriteria standar yang digunakan adalah sebagai berikut :i. Artikel teks lengkap yang menghasilkan model

    forecasting data dan peta resiko terjadinya wabahDBD. Dukungan forecasting data dan peta resikodidefinisikan sebagai peta yang diperoleh melaluibeberapa pendekatan pemodelan dengan tujuanperamalan data dan mengukur tingkat resiko DBD disuatu wilayah geografis.

    ii.

    Area studi menggunakan tingkat morbiditas danmortalitas sebagai variabel prediktor.

    Kriteria khusus yang diterapkan:i. Model hanya berkaitan dengan komponen peramalan

    data dan variabel temporal terhadap pemetaan resikoDBD.

    ii.

    Penggunaan referensi yang mengandung abstrak,karya ilmiah berupa publikasi paper, artikel suratkabar ilmiah dan kuliah yang mewakili pendapat ahlitunggal tentang DBD.

    C. Ekstraksi Data

    Data artikel dikumpulkan secara manual kemudian dibuat

    ke dalam bentuk matriks. Variabel yang dikumpulkan selaininformasi umum yang berkaitan jenis penelitian, yaitu periodepengumpulan data dan model peramalan yang digunakan.

    Analisis karakteristik yang lain adalah berupa skalawilayah studi (misal: salah satu wilayah negara yang berupaprovinsi, kecamatan dan kabupaten), wilayah spasial (misal: dilevel rumah tangga atau teragregasi untuk kota atau daerahyang lebih besar), dan wilayah studi yang dibedakanberdasarkan kota atau karakteristik pedesaan. Detil informasiperamalan data dan variabel yang berpengaruh disampaikanmelalui peta resiko. Selain data morbiditas dan mortalitasDBD, terdapat juga data entomologi (vektor nyamuk dewasa,larva, nyamuk) keadaan sosial ekonomi, iklim dan prediktorlingkungan yang akan diekstraksi.

    Kategori model peramalan data yang membedakannyaadalah antara hasil peramalan (forecast), peta resiko DBD danprobabilitas meluasnya wabah DBD yang disebabkan olehvariabel prediktor. Output dari penelitian berupa analisisperamalan data (forecast), tipe pemetaan resiko danrelevansinya sampai mendapatkan kunci temuan yang baru.Bagian kunci temuan menyajikan saran dan faktor korelasiantara variabel yang berdiri sendiri (independent) dan faktorpenyebab terjadinya wabah DBD. Variabel pemodelandirangkum dalam deskripsi narasi dari area studi pada periodekurun waktu yang diambil dari referensi adalah mulai tahun2006 sampai dengan tahun 2014.

    D.

    Batasan Studi Literatur

    Pencarian di basis data literatur dilakukan pada penelitianyang berbahasa Inggris dan Indonesia saja. Meskipun tidakada batasan bahasa hasil aplikasi, penggunaan kata kuncidalam bahasa yang lain merupakan tambahan referensi gunamemperkaya hasil studi literatur. Pencarian artikel denganbatasan kata kunci cuaca, iklim, musim, kelembaban udara,curah hujan, prediksi, peramalan dan resiko yang diteliti

    dalam literatur tidak terbatas dalam pencarian. Kebanyakandata yang digunakan untuk model peramalan data kejadianDBD dan pemetaan risiko merupakan data sekunder olehkarena itu peramalan data dan pemetaan menjadi inherendapat membatasi kualitas analisis data.

    E. Statistik Artikel

    Terdapat 96 artikel jurnal yang terbagi menjadi 4 kategoriyaitu:

    i.

    25 jurnal yang terkait dengan review penyakit DBD.ii. 29 jurnal yang terkait dengan classificationdata miningpenyakit DBD.

    iii.

    17 jurnalforecastingmodel data penyakit DBD.iv.

    19 artikel tentang kesehatan secara global.

    III. HASILOBSERVASI

    Pada sub bab berikut akan diuraikan mengenai ruanglingkup penelitian, rancangan studi yang akan dilakukan,tinjauan prediktor, dan tinjauan bahasan mengenai model.

    A. Ruang Lingkup

    Ruang lingkup studi yaitu meliputi banyak wilayah, negara

    dan tingkat administrasi pada pencarian artikel publikasi.Sebagian besar studi dilakukan pada skala lokal terjadi didaerah perkotaan kemudian informasi yang didapatkan bahwadaerah perkotaan tersebut memiliki potensi resiko tinggi untukpenularan virus dengue[1].

    B. Rancangan Studi

    Sebagian besar dari riset yang dilakukan menggunakandata sekunder kasus DBD dari survei yang dilaksanakan padasistem pengawasan kesehatan, meskipun beberapa penelitian[9; 10; 11] dilakukan selama periode waktu yang lebih singkatpada saat terjadinya kasus epidemi DBD. Selain kasus DBDyang dilaporkan, prediktor penting yang digunakan untukmodel peramalan (forecast) DBD berupa peta resiko termasukvariabel dari berbagai kategori yaitu populasi penduduk,

    demografi, status sosial ekonomi, iklim, lingkungan danentomologi. Terdapat 11 studi membahas tentang DBDdengan menggunakan dataset kurang dari 2 tahun, sementara13 dari 26 studi menggunakan dataset pada kurun waktu limatahunan atau lebih lama.

    C. Prediktor

    Studi yang dilakukan kebanyakan menggunakan distribusipopulasi untuk mendeskripsikan model peramalan data danpeta resiko DBD [12; 13; 14], secara umum data ini berasaldari sensus nasional. Misalnya, kelompok kerja di Arab Saudimenggunakan citra satelit untuk memperkirakan kepadatanpenduduk. Data demografi, terutama usia, digunakan dalambeberapa studi. Prediktor sosial, seperti tingkat pendidikan,

    status pekerjaan, pendapatan dan kondisi perumahan,digunakan untuk menilai kondisi lingkungan serta kebersihan.Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan sering digunakansebagai dasar untuk kesadaran terhadap transmisi penyakitDBD. Selain itu, jumlah vektor berkembang biak di sekitarperumahan juga digunakan dalam lingkup area studi. Berikut

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    4/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-20 ISSN: 19075022

    merupakan beberapa prediktor penyebab terjadinya wabahDBD.

    Data CuacaData cuaca diperlukan karena merujuk pada faktor yang

    disebabkan karena lingkungan. Sebagian dari artikelmemasukkan cuaca sebagai prediktor. Prediktor dominan yangdigunakan adalah curah hujan dan suhu udara [15; 16; 17].Variabel iklim digunakan untuk menggambarkan pendukung

    data spasial dan temporal resiko demam berdarah.

    Data LingkunganInformasi lingkungan terdiri atas data vegetasi, air

    permukaan dan cakupan lahan. Sebagian prediktor besardigunakan untuk menggambarkan kesesuaian kondisilingkungan untuk perkembangbiakan vektor dan kelangsunganhidup. Jenis data yang didapat dari lapangan diturunkan darihasil penginderaan jauh dalam skala wilayah yang diamati.

    Komponen TemporalDari 26 studi penelitian, 10 penelitian berkaitan dengan

    komponen model temporal yang ditambahkan peta resiko

    spasial. Klasifikasi sementara risiko DBD tidak homogen.Pendekatan yang berbeda dari prediksi jangka panjang dibawah pengaruh perubahan iklim (misalnya, wabah DBD diwilayah yang baru dengan pola cuaca tahunan yang berbeda).Untuk memperoleh prediksi sementara yang lebih tepat,variabel prediktor berupa meteorologi perlu melakukanpendalaman resolusi temporal agar lebih cepat dalammengakomodasi perubahan kondisi lingkungan. Beberapapenelitian tidak menggunakan prediktor iklim untukpembentukan model, sementara penelitian lain memasukkandata iklim namun tidak memodelkan risiko temporal.

    Di antara studi literatur yang ditinjau, jumlah dan jenisprediktor yang digunakan sangat bervariasi. Dari enamkategori yang diidentifikasi, yaitu populasi, demografi, sosial

    ekonomi, iklim, lingkungan, dan data entomologis, terdapatperbedaan dari penelitian-penelitian yang sebagian besarmenggunakan model tunggal untuk mendapatkan peta resiko.Tiga diantaranya menggunakan satu kategori sebagaitambahan laporan kasus kejadian DBD, kemudian yang lainmenggunakan data lingkungan dan jumlah populasi. Darisebagian besar artikel yang di-review tidak ditemukan polaspesifik yang dikenali sebagai kombinasi dari masing-masingkategori yang dijadikan sebagai objek studi.

    D. Bahasan Model

    Bahasan model dalam penentuan resiko menggunakanmetode matematika dan statistik yang digunakan untukmenghasilkan peta resiko DBD. Kasus kejadian DBD yangdilaporkan kemudian ditambah dengan variabel prediktor yang

    dipilih (misalnya, sosial ekonomi, iklim dan demografi) untukmemperkirakan resiko terjadinya DBD di suatu wilayahgeografis. Peta-peta tersebut dihitung dengan mengambilvariabel prediktor untuk masing-masing peta, berupa luaspermukaan terkecil dengan nilai tertentu. Metode yangmembedakan adalah pada saat penggunaan model itu sendiri,

    indeks potensi resiko dihitung sedemikian rupa untukmendapatkan perkiraan resiko.

    IV.

    PEMBAHASAN

    Pada sub bab ini akan dibahas tinjauan tentang variabelprediktor, tinjauan mengenai peta resiko, tinjauan mengenaipeta peramalan, tinjauan mengenai peramalan kejadian dariteknik pemodelan yang selama ini telah dilakukan.

    A.

    Variabel PrediktorVariabel prediktor adalah variabel yang dikumpulkan dan

    digunakan untuk menentukan peta resiko DBD. Tidak adapola spesifik dalam penentuan prediktor terkait denganbeberapa macam pendekatan model tertentu.

    1) Populasi Penduduk, Demografi dan Data Sosial

    Ekonomi

    Data demografi yang dijadikan sebagai objek penelitiandigunakan untuk mengembangkan peta resiko pada skalalokal, misal lingkungan desa maupun kota. Selain kedua datadi atas, mobilitas penduduk dan kondisi rumah merupakanvektor yang berpotensi tinggi sebagai penyebab. Dalamulasan artikel pada review penelitian ini, prediktor yangberkaitan dengan kondisi perumahan yang buruk merupakan

    indikator kuat yang mendukung terjadinya wabah DBD [6; 8;18], terlepas dari data yang dikumpulkan oleh penginderaanjauh ataupun dengan cara yang lain.

    Peta resiko menggambarkan letak dimana terjadi sebuahkasus DBD yang sebagian besar didasarkan pada data populasipenduduk. Selain sebagai peta populasi, peta deskriptif sepertiini berguna untuk memvisualisasikan hotspotwilayah kejadianpenyakit DBD dengan tingkat resiko yang tinggi. Padabeberapa artikel, identifikasi dilakukan pada variabel yangtidak biasa yang mungkin penting untuk pemetaan resikopenyakit DBD. Sebagai contoh, penelitian Liebman et al.(2014) yang melakukan identifikasi antara lain letak wilayahyang dekat pemakaman, rumah sakit, sekolah dan infrastrukturpublik merupakan prediktor yang signifikan. Sedangkan tiga

    penelitian lain, yaitu [6; 9; 14] mengidentifikasi kombinasigender dan kelompok usia tertentu.

    2)

    Iklim, Data Lingkungan dan Komponen TemporalData iklim dan cuaca yang ditemukan berguna untuk prediksipeta resiko dan hampir semua publikasi mengulas tentangkomponen tersebut yang digunakan sebagai masukan data.Prediktor lingkungan dominan yang digunakan adalah curahhujan dan suhu udara [7; 8; 14; 19; 20], sedangkan terdapatvariabel tambahan variabel kelembaban udara [9, 21]. Temuanini menunjukkan bahwa untuk jenis data resolusi tinggimerupakan sebagai prasyarat untuk penciptaan peta prediksi,terutama yang digunakan untuk peringatan dini (early warningsystem). Pemodelan temporal DBD ditunjukkan untuk

    menghasilkan peramalan (forecast) yang baik dari situasiumum wabah DBD di beberapa studi, review menunjukkanbahwa untuk pemetaan resolusi tinggi, faktor-faktor lain,seperti gerakan manusia atau kondisi perumahan, jugamerupakan faktor yang lebih mungkin terkait denganterjadinya kasus DBD.

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    5/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-21 ISSN: 19075022

    B. Peta Spasial Model Peramalan

    Peta spasial merupakan alat bantu yang esensial dalampenyampaian deskripsi dalam bentuk gambar wilayah dengandukungan data spasial. Terdapat berbagai jenis peta spasialdengan tujuan tertentu dan peta yang digunakan untuk modelperamalan.

    1)Berbagai Jenis Peta Dengan Tujuan Tertentu

    Berbagai jenis peta dengan tujuan yang berbeda danmemiliki peran yang berbeda dalam aplikasi kesehatanmasyarakat. Review tentang penerapan alat untuk prediksi,deteksi dan tren monitoring dalam sistem surveilansmembahas kurangnya bukti tentang pengawasan yang palinglayak dan berkelanjutan [22]. Studi prospektif sangatdiperlukan untuk dapat menentukan model yang paling tepatdan paling hemat dari segi biaya serta sistem pengawasan danrespon yang baik untuk pencegahan kedaruratan wabah DBD.

    2) Peta Prediksi Peramalan

    Sebagian penelitian [1; 8; 19; 23; 24] membahas tentangpenanganan DBD menggunakan peta deskriptif menggunakanvariabel lingkungan dan manusia yang berhubungan dengankasus DBD. Salah satu kelemahan dari jenis peta yangdihasilkan adalah nilai peramalan yang terbatas, karena hanyamenunjukkan histori daerah dari kejadian penyakit DBD.

    Meskipun relatif sederhana, hasil riset dapat membantuotoritas kesehatan masyarakat dalam menentukan titik daerahyang memiliki probabilitas meningkat dari waktu ke waktudan memiliki kecenderungan pola yang sama di masa depan.Pendekatan model bekerja relatif cukup baik di daerah yangmemiliki potensi transmisi endemis DBD dan mendeteksicluster geografis. Meskipun dengan melakukan prediksi adabeberapa kapasitas yang kurang, namun informasi tersebutdapat menjadi informasi yang berharga untuk perawatan,pengendalian vektor, kampanye vaksin ke daerah endemisDBD.

    C.

    Pendekatan ModelPada sub bab 4.3 berisi tentang model yang dikembangkan

    untuk model peramalan data kejadian kasus DBD. Terdapatbeberapa penelitian yang memiliki tujuan yang sama namundengan cara atau teknik penyelesaian yang berbeda.

    1) Pemodelan dari sisi Data Mining, Statistik & Spasial

    Berikut ini beberapa model pendekatan untuk peramalan datakejadian kasus DBD ditinjau dari sisi data mining, statistik

    1. Terdapat pengembangan model dengan penerapanepidemiologi spasial dan spasial temporal untuk mengukurvariasi spasial dari hasil kesehatan, prediksi dan korelasi.Penelitian dilakukan dengan menguji hipotesis epidemiologi,

    untuk mengevaluasi hubungan kesehatan lingkungan dansebagai petunjuk perancangan sampling data [9]. Batas-batasgeografis merupakan zona perubahan yang cepat padaperubahan nilai variabel spasial yang didistribusikan dansecara matematis dapat didefinisikan sebagai lokasipermukaan spasial.

    2. Pengembangan model peramalan dengan metode statistikdata time series analisis biasanya menggunakan teknikARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) danseasonal ARIMA namun memerlukan keahlian pengolahandata statistik yang ahli (expert) [25; 26; 27].

    3.Model lain dilakukan oleh Seera & Lim (2014) pada [28]dengan mengembangkan sistem cerdas hibrid yang terdiri dari

    jaringan saraf Min-Max Fuzzy, klasifikasi dan regresi treesebagai alat bantu pendukung keputusan dan alat dukunganuntuk klasifikasi data medis, namun tidak ada modelperamalan data dan pemetaan pola spasial. Pekerjaan yangdilakukan memiliki kegunaan untuk pengukuran metrik dalamaplikasi medis yang meliputi akurasi, sensitivitas, spesifisitas,serta daerah di bawah kurva Receiver OperatingCharacteristic yang dihitung. Hasil analisis kemudiandibandingkan dengan metode lain. Sistem cerdas hybridefektif untuk melakukan klasifikasi data medis jika diterapkandalam penanganan wabah DBD.

    4. Model lain membahas tentang prediksi kejadian kasus DBDyang mewabah, yang memerlukan dilakukannya pengendalian

    dan pencegahan. Prediksi dilakukan menggunakan entropytechnique dan artificial neural network [29]. Penelitian inimenggunakan data eksternal seperti temperatur, curah hujan,dan kelembaban udara sebagai eksrak data masukan.Selanjutnya, supervised neural networkdikembangkan untukmenghitung kemungkinan resiko kejadian DBD. Prediksidilakukan pada tahun 2007 dengan perbandingan akurasi dataaktual sebesar 85,92 %.

    5. Pengembangan model prediksi yang lain dilakukan denganmenitikberatkan pada peta resiko kejadian kasus DBD. Petaresiko dibuat secara global dengan dukungan basis datakejadian wabah penyakit DBD yang memiliki referensi datakejadian dari publikasi penelitian. Pemanfaatan data

    penginderaan jauh dari satelit (dari seri MODIS NASA), datameteorologi diinterpolasi, kemudian memprediksi petadistribusi dua spesies vektor utama demam berdarah yaitu

    Aedes AegyptidanAedes Albopictus. Data permukaan elevasidigital dan data kepadatan populasi digunakan sebagaivariabel prediktor potensial pada pengembangan pemodelan[30].

    6. Pengembangan model analisis spasial pada umumnyaditinjau oleh Pfeiffer et. al. (2008) pada penelitian [31], dimana sebagian besar teknik yang dijelaskan untuk ilustrasiprediksi penyakit menular menggunakan datasetepizootiological tuberkulosis pada sapi di Inggris 1986-1999.

    7. Ada beberapa pendekatan yang telah digunakan dalammemprediksi wabah demam berdarah di masa depan denganmengoptimalkan keakuratan dalam prediksi [20; 32].Penggunaan metode dalam prediksi menyebabkan perbedaanakurasi pada prediksi. Penggunaan data training dan learningtechnique yang berbeda memiliki tingkat keakuratan yang

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    6/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-22 ISSN: 19075022

    berbeda pula. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasivariabel yang berpengaruh sebagai data training serta mampumenghasilkan prediksi dengan akurasi yang tinggi pada kasuskejadian wabah DBD.

    8. Penelitian lain membahas tentang pengembangan modelprediksi untuk deteksi wabah DBD menggunakan beberapaaturan berdasarkan classifiers (multiple rule based classifier)[33]. Dalam hal ini dapat digunakan teknik klasifikasi nave

    bayes, decision tree, rough set theory dan associativeclassification. Model prediksi diperoleh dari pengklasifikasianberdasarkan aturan independen kemudian model prediktifdigabungkan dengan mengadopsi prosedur post-mining [34].Pada umumnya beberapa pengklasifikasi diperoleh melaluilangkah-langkah yaitu penghapusan redundansi dalam aturan(rule), ringkasan dan generalisasi aturan, mengelompokkanaturan, dan menciptakan kombinasi classifier.

    9. Penelitian yang dilakukan di wilayah negara Malaysiadengan menggunakan sistem surveilans DBD dengan integrasimodel prediksi wabah DBD secara konvensional masihdilakukan [35]. Penelitian ini bertujuan untuk merancangmodel neural network modelling(NNM) dan model non linear

    regression (NLRM) menggunakan arsitektur dan parametertime series data, lokasi dan data curah hujan untukmenentukan arsitektur terbaik dalam melakukan prediksi awalwabah DBD.

    10. Penelitian yang lain membahas tentang analisis time seriesdata kejadian kasus DBD dengan memasukkan variabel iklimsebagai prediktor [36]. Pendekatan model yang digunakanadalah Box Jenkins yang memungkinkan untuk data musimanmenggunakan Autoregressive Integrated Moving Average(ARIMA) terhadap kejadian kasus DBD tahun 2000-2006sebagai data training dan tahun 2007 sebagai data testing.Perhitungan perbandingan menggunakan 3 pendekatan yangberbeda yaitu 1 tahun ke depan, 3 bulan- ke depan dan 1 bulan

    ke depan. Penilaian terhadap dampak dari variabelmeteorologi (curah hujan, suhu dan kelembaban relatif) padaprediksi kejadian berdarah dan wabah, merupakan modelterbaik yang dihasilkan.

    11.Penelitian yang dilakukan di daerah Machala Negarabagian Equador melakukan analisis terhadap kasus DBDdengan georeferensi, data sensus nasional, data surveilans,data time series mingguan yang dikumpulkan pada tingkatkota serta data cuaca [37]. Analisis spasial dilakukan denganmenggunakan LISA (Local Indicators of Spatial Association)dan Morans I untuk analisis distribusi spasial kasus kejadianDBD, penggunaan model multivariat regresi. Dukungan datatime series (wavelet) mingguan atau bulanan dan data kejadian

    kasus DBD pada periode (misal tahunan, dua tahunan) yangmemiliki keterkaitan variabel yang menyebabkan wabahDBD.

    2) Indikasi PenelitianIndikasi yang digunakan dalam penelitian sebagian besar

    terdiri dari tiga indeks sementara yaitu indeks yangmenggambarkan kejadian, durasi, dan intensitas dengueberdasarkan laporan kasus DBD dan data penduduk.

    3) Level Resiko

    Pada beberapa penelitian tingkatan risiko dihitung darimodel yang dibentuk atau merupakan indeks perkiraan dengan

    memulainya dari angka nol sampai angka satu, yaitu jika"nol" menunjukkan tidak ada resiko DBD dan "satu"menunjukkan terjadinya kasus DBD. Beberapa penelitianmenggunakan 3-4 tingkatan kategori resiko dengan modelgradasi dari tingkatan rendah ke tingkatan yang lebih tinggi.Penelitian yang menggunakan variabel temporal [2; 38]memiliki kategori yang lebih kompleks yaitu terdiri dari 8kategori. Selanjutnya terdapat pembahasan artikel pada nilaikategori resiko yang dideskripsikan dalam bentuk piksel petadengan mempertimbangkan resiko daerah tetangga dalamanalisis menggunakan metode Local Indicator Spatial

    Autocorrelation (LISA) [4; 9; 13]. Dalam pendekatan modelsecara umum digunakan paling sedikit hanya kategoriprediktor. Dalam penelitian yang lebih spesifik minimal

    diberikan tiga kategori prediktor dengan menyertakan populasidan sosial-ekonomi.

    4) Beberapa Peluang PenelitianProfil serologi dan keragaman genetik virus menjadikan

    kelemahan peramalan data kejadian DBD saat ini. Petapenyebaran virus yang sesuai dengan keadaan nyatadilapangan memiliki karakter yang dinamis dan multifaktorial.Peramalan data dengan model klasifikasi data miningdikembangkan, kemudian dibandingkan dengan model yanglain untuk uji akurasi model yang dibentuk [2]. Selain itu,prediksi spasial dilakukan untuk mencari pengetahuan yangtersembunyi dalam basis data spasial.

    Pengumpulan data spasial dengan model analisis, peramalandan tafsiran data ke organisasi kesehatan ditujukan untukmelakukan kampanye pencegahan [39]. Penelitian lainmembahas tentang toolkit geospasial yang dirancang untukintegrasi antara modul pengelolaan data spasial yangdigunakan ahli epidemiologi untuk upload data spatiotemporal, kemudian menggunakan Kernel Density Estimation(KDE) untuk memetakan wabah demam berdarah, modulbasis data spasial kemudian memvisualisasikan hubunganruang-waktu pada kejadian penyakit DBD [40].

    Pembentukan model peramalan data kejadian DBD selaindapat diprediksi dengan model matematika dan statistikamembuka peluang juga dalam teknik peramalan klasifikasi

    data mining dengan mengukur tingkat keakurasian hasilperamalan. Ulasan di atas menunjukkan berbagai macamsudut pandang penelitian untuk menentukan peta resiko DBD.

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    7/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-23 ISSN: 19075022

    Dari dua prediktor dan pendekatan pemodelan yangdigunakan untuk membuat peta risiko, belum ada standardisasiataupun metode secara spesifik untuk melakukan analisis data.Hal ini menunjukkan bahwa bidang peramalan data kejadianDBD dengan pendekatan klasifikasi data miningdan pemetaanrisiko penyakit DBD masih perlu penelusuran lebih lanjut danmasih perlu untuk dikembangkan.

    V. KESIMPULAN

    DBD memiliki karakteristik mewabah yang ditandai dengantingginya laporan kejadian secara klinis dari kasus kejadianditinjau dari sisi ruang dan waktu. Sampai saat ini, hal ini tetapmenjadi tantangan. Model peramalan masih kurang handaluntuk mengantisipasi wabah. Peramalan data tentang kasuskejadian DBD untuk pemetaan resiko spasial dan spatio-temporal kompleks untuk model dan tergantung padakeberagaman faktor prediktor. Untuk meningkatkanimprovisasi dalam menggambarkan dinamika penularanwabah penyakit DBD, model yang berorientrasi pada masadepan sangat dibutuhkan dengan mempertimbangkan variabelvektor virus dengue dan variabel pergerakan manusia dalammelakukan peramalan data kejadian DBD di masa yang akandatang. Peramalan (forecast to the future) data tentang wabah

    DBD dimasa yang akan datang dan analisis data spasialmerupakan langkah penting yang dijadikan sebagai goaldaririset selanjutnya.

    Ketersediaan perangkat dengan perkembangan yang pesatsaat ini mendukung fasilitas georeferensi memungkinkanuntuk melakukan spekulasi dengan cara mengintegrasikan duafaktor terakhir (virus dan pergerakan manusia) dalam jangkawaktu yang wajar. Dengan segala keterbatasan penelitian yangada, peramalan (forecast) data kejadian DBD dan analisis dataterhadapnya, yang kemudian bisa menyajikannya ke dalampeta resiko, merupakan sebuah alat ampuh untuk memfasilitasikeputusan-keputusan dalam bidang kesehatan masyarakat.

    REFERENSI

    [1]

    World Health Organization (WHO). (2013) Comprehensive Guidlinesfor Prevention and Control of Dengue Haemorraghic Fever. RegionalOffice for South East Asia.

    [2] Chen, C.-C., & Chang, H.-C. (2013). Predicting dengue outbreaks usingapproximate entropy algorithm and pattern recognition. (2013). The

    Journal of Infection, 67(1), 6571. doi:10.1016/j.jinf.2013.03.012

    [3] Achmadi U.F. (2010). Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun1968-2009, Buletin Jendela Epidemiologi Vol-2, pp. 1-13.

    [4] Cattand P, Desjeux P, Guzmn MG, Jannin J, Kroeger A, Medici A,Musgrove P, Nathan MB, Shaw A, Schofield CJ. (2006). TropicalDiseases Lacking Adequate Control Measures: Dengue, Leishmaniasis,and African Trypanosomiasis. In Disease Control Priorities inDeveloping Countries. 2nd edition. Edited by Jamison DT, Breman JG,Measham AR, Alleyne G, Claeson M, Evans DB, Jha P, Mills A,Musgrove P. Washington (DC): World Bank.

    [5] Wilder-Smith A, Gubler DJ. (2008). Geographic expansion of dengue:the impact of international travel. Med Clin North Am. 92:13771390.

    [6]

    Astrm C., Rocklv, J., Hales, S., Bguin, A., Louis V, Sauerborn R:Potential distribution of dengue fever under scenarios of climate changeand economic development. Ecohealth. (2012). 9:448454.

    [7] Banu S, Hu W, Hurst C, Tong S. (2011). Dengue transmission in theAsia-Pacific region: impact of climate change and socio-environmentalfactors. Trop Med Int Health, 16:598607.

    [8] Ostfeld RS, Glass GE, Keesing F. (2005). Spatial epidemiology: anemerging (or re-emerging) discipline. Trends Ecol Evol (Amst) 2005,20:328336.

    [9] Boyer S, Foray C, Dehecq J-S. (2014). Spatial and temporalheterogeneities of Aedes albopictus density in La Reunion Island: riseand weakness of entomological indices. PLoS One, 9:e91170.

    [10] Syed M, Saleem T, Syeda U-R, Habib M, Zahid R, Bashir A, RabbaniM, Khalid M, Iqbal A, Rao EZ, Shujja-ur-Rehman, Saleem S. (2010).Knowledge, attitudes and practices regarding dengue fever among adultsof high and low socioeconomic groups. J Pak Med Assoc 3:2437.

    [11] Reiner RC, Stoddard ST, Forshey BM, King AA, Ellis AM, Lloyd AL,Long KC, Rocha C, Vilcarromero S, Astete H, Bazan I, Lenhart A,Vazquez-Prokopec GM, Paz-Soldan VA, McCall PJ, Kitron U, Elder JP,Halsey ES, Morrison AC, Kochel TJ, Scott TW: Time-varying,serotype-specific force of infection of dengue virus. (2014). Proc NatlAcad Sci U S A, 111:e2694.

    [12] Liebman KA, Stoddard ST, Reiner RC, Perkins TA, Astete H, SihuinchaM, Halsey ES, Kochel TJ, Morrison AC, Scott TW. (2014).Determinants of Heterogeneous Blood Feeding Patterns by Aedesaegypti in Iquitos Peru. Plos Neglect Trop Dis. 8:e2702.

    [13] Barmak DH, Dorso CO, Otero M, Solari HG. (2011). Dengue epidemicsand human mobility Phys Rev E Stat Nonlin Soft Matter Phys 2011,84(1 Pt 1):011901.

    [14] Runge-Ranzinger S, McCall PJ, Kroeger A, Horstick O. (2014). Denguedisease surveillance: an updated systematic literature review. Trop MedInt Health. 19:11161160.

    [15] Fan, J., Lin, H., Wang, C., Bai, L., Yang, S., Chu, C., Liu, Q. (2014).Identifying the high-risk areas and associated meteorological factors ofdengue transmission in Guangdong Province, China from 2005 to 2011.

    Epidemiology and Infection, 142(3), 63443.doi:10.1017/S0950268813001519.

    [16] Lover, A. A., Buchy, P., Rachline, A., Moniboth, D., Huy, R., Meng, C.Y., Brett, J. L. (2014). Spatial epidemiology and climatic predictors ofpaediatric dengue infections captured via sentinel site surveillance ,Phnom Penh Cambodia 2011 2012. BMC Public Health, 1471-2458,18.

    [17] Sang, S., Yin, W., Bi, P., Zhang, H., Wang, C., Liu, X., Liu, Q. (2014).Predicting local dengue transmission in Guangzhou, China, through theinfluence of imported cases, mosquito density and climate variability.PloS One, 9(7), e102755. doi:10.1371/journal.pone.0102755

    [18] Wilder-Smith A, Gubler DJ. (2008). Geographic expansion of dengue:the impact of international travel. Med Clin North Am. 92:13771390.

    [19] Hii YL, Zhu H, Ng N, Ng LC, Rocklov J. (2012). Forecast of DengueIncidence Using Temperature and Rainfall. Plos Neglect Trop Dis 2012,6:e1908.

    [20] Nevai AL. (2013). Soewono E: A model for the spatial transmission ofdengue with daily movement between villages and a city. Math MedBiol 2013, 30:dqt002.

    [21] Barrera R, Amador M, Clark GG. (2006). Use of the pupal surveytechnique for measuring Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) productivityin Puerto Rico. Am J Trop Med Hyg 2006, 74:290302.

    [22] Runge-Ranzinger S, Horstick O, Marx M, Kroeger A. (2008). What doesdengue disease surveillance contribute to predicting and detectingoutbreaks and describing trends? Trop Med Int Health. 13:10221041.

    [23] Jancloes M, Thomson M, Costa MM, Hewitt C, Corvalan C, Dinku T,Lowe R, Hayden M. (2014). Climate Services to Improve Public Health.Int J Environ Res Public Health, 11:45554559.

    [24] Raghwani J, Rambaut A, Holmes EC, Hang VT, Hien TT, Farrar J,Wills B, Lennon NJ, Birren BW, Henn MR, Simmons CP. (2011).Endemic dengue associated with the co-circulation of multiple virallineages and localized density-dependent transmission. PLoS Pathog

    2011, 7:e1002064.[25] Pei-Chih Wu, How-Ran Guo, Shih-Chun Lung, Chuan-Yao Lin, and

    Huey-Jen Su. (2007). "Weather as an effective predictor foroccurrenceof dengue fever in Taiwan," in Acta Tropica, 103, pp. 50-57.

    [26] S. Promprou, M. Jaroensutasinee and K. Jaroensutasinee, (2006).Forecasting Dengue Haemorrhagic Fever Cases in Southern Thailandusing ARIMA Models. Dengue Bulletin, vol. 30, pp. 99-106.

  • 7/26/2019 3447-4544-1-PB

    8/8

    Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015

    Yogyakarta, 6 Juni 2015 I-24 ISSN: 19075022

    [27] S. Wongkoon, M. Pollar, M. Jaroensutasinee, and K. Jaroensutasinee.(2007). Predicting DHF Incidence in Northern Thailand using TimeSeries Analysis Technique. International Journal ofBiological andMedical Sciences, vol.1 Number 3, October 15, pp. 117-1121.

    [28] Seera, M., & Lim, C. P. (2014). A hybrid intelligent system for medicaldata classification.Expert Systems with Applications, 41(5), 22392249.doi:10.1016/j.eswa.2013.09.022

    [29] Road, P. (2008). Automatic Prediction System of DengueHaemorrhagic-Fever Outbreak Risk by Using Entropy and ArtificialNeural Network, (Iscit), 210214.

    [30] Rogers, D. J., Suk, J. E., & Semenza, J. C. (2014). Using global maps topredict the risk of dengue in Europe. Acta Tropica, 129, 114.doi:10.1016/j.actatropica.2013.08.008

    [31] Pfeiffer, D.U., Robinson, T.P., Stevenson, M., Stevens, K.B., Rogers,D.J., Clements,A.C.A. (2008). Spatial Analysis in Epidemiology.Oxford University Press, Oxford.

    [32] Y. Wu, G. Lee, X. Fu, and T. Hung. (2008). Detect Climatic FactorsContributing to Dengue Outbreak based on Wavelet Support VectorMachines and Genetic Algorithm. Proc. World Congress onEngineering, pp. 1947-1949.

    [33] Bakar, A. A., Kefli, Z., Abdullah, S., & Sahani, M. (2011). PredictiveModels for Dengue Outbreak Using Multiple Rulebase Classifiers. 2011

    International Conference on Electrical Engineering and Informatics 17-19 July 2011, Bandung, Indonesia.

    [34] Thabtah, F. (2007). A review of Associative Classification Mining. TheKnowledge Engineering Review, vol. 22.1, pp. 37-65.

    [35] Husin, N.A. (2008). Back propagation neural network and non -linearregression models for dengue outbreak, M. Sc. Thesis. UniversitiTeknologi Malaysia, Johor, Malaysia.

    [36] Gharbi, M., Quenel, P., Gustave, J., Cassadou, S., Ruche, G. La,Girdary, L., & Marrama, L. (2011). Time series analysis of dengueincidence in Guadeloupe, French West Indies: forecasting models usingclimate variables as predictors. BMC Infectious Diseases, 11, 166.doi:10.1186/1471-2334-11-166.

    [37] Stewart-ibarra, A. M., Muoz, . G., Ryan, S. J., Ayala, E. B., &Borbor-cordova, M. J. (2014). Spatiotemporal clustering , climateperiodicity , and social-ecological risk factors for dengue during an

    outbreak in Machala , Ecuador , in 2010, 116. doi:10.1186/s12879-014-0610-4.

    [38] Bhatt S, Gething PW, Brady OJ, Messina JP, Farlow AW, Moyes CL,Drake JM, Brownstein JS, Hoen AG, Sankoh O, Myers MF, George DB,Jaenisch T, Wint GRW, Simmons CP, Scott TW, Farrar JJ, Hay SI.(2013). The global distribution and burden of dengue. Nature 2013,496:504507.

    [39] Devi, B. R., Rao, K. N., Setty, S. P., & Rao, M. N. (2013). DisasterPrediction System Using IBM SPSS Data Mining Tool. 4(August),33523357.

    [40] Delmelle, E. M., Zhu, H., Tang, W., & Casas, I. A web-based geospatialtoolkit for the monitoring of dengue fever. (2014). Applied Geography,52, 144152. doi:10.1016/j.apgeog.2014.05.007