58 identifikasi pigmen betasianin pada beberapa jenis infloresence celosia

9
SB/O/BG/06 IDENTIFIKASI PIGMEN BETASIANIN PADA BEBERAPA JENIS INFLORESCENCE Celosia Retno Mastuti 1) , Yizhong Cai 2) dan Harold Corke 2) 1) Jurusan Biologi Fakultas MIPA UB; email: [email protected] 2) School of Biological Science, The University of Hong Kong ABSTRAK Saat ini pigmen betasianin semakin banyak menarik perhatian karena berpotensi sebagai pewarna alami yang sehat. Pigmen betasianin merupakan anggota pigmen betalain yang berwarna merah-violet dan telah diketahui mempunyai kapasitas sebagai antioksidan dan scavenging senyawa radikal. Celosia yang banyak ditanam sebagai tanaman hias merupakan salah satu anggota famili Amaranthaceae yang banyak mengandung pigmen betsianin pada bagian bunganya. Di daerah Malang dan sekitarnya banyak dijumpai tanaman Celosia dengan berbagai warna bunga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi senyawa pigmen betasianin pada berbagai warna bunga Celosia dengan menggunakan HPLC. Sampel bunga yang diidentifikasi berwarna merah-oranye, merah dan merah-violet dengan inflorescence berbentuk cristate, plumous maupun spicata. Profil HPLC menunjukkan bahwa semua sampel bunga dengan tingkat warna merah yang berbeda mengandung amaranthin dan isoamaranthin yang terelusi lebih cepat dibanding subklas betasianin yang lain. Kata kunci: Betasianin, Celosia, HPLC PENDAHULUAN Betasianin merupakan pigmen berwarna merah atau merah-violet dari kelompok pigmen betalain. Pigmen betalain hanya dapat dijumpai pada tanaman beberapa famili anggota ordo Caryophyllales, termasuk Amaranthaceae, dan bersifat mutual eksklusif dengan pigmen antosianin [1]. Sifat ini berarti bahwa pigmen betalain dan antosianin tidak pernah dijumpai bersama-sama pada satu tanaman. Oleh karena itu pigmen betalain sangat signifikan dalam penentuan taksonomi tanaman tingkat tinggi. Betalain adalah salah satu pewarna alami penting yang banyak digunakan dalam sistem pangan. Walaupun pigmen betalain/betasianin telah digunakan untuk pewarna alami sejak dahulu tetapi pengembangannya tidak secepat antosianin. Hal ini karena keterbatasan tanaman yang mengandung pigmen betalain [2]. Sampai saat ini pigmen betalain yang telah diproduksi dalam skala besar hanya berasal dari Beta vulgaris sedangkan dari sumber tanaman yang lain, seperti Amaranthus dan Celosia masih aktif dieksplorasi untuk diteliti. Betalain dari akar bit (Beta vulgaris) telah diketahui Seminar Nasional Biologi 2010 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 664

Upload: mirna-sri-suningsih

Post on 31-Jul-2015

544 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

SB/O/BG/06

IDENTIFIKASI PIGMEN BETASIANIN PADA BEBERAPA JENIS

INFLORESCENCE Celosia

Retno Mastuti1)

, Yizhong Cai2)

dan Harold Corke2)

1)

Jurusan Biologi Fakultas MIPA UB; email: [email protected] 2)

School of Biological Science, The University of Hong Kong

ABSTRAK

Saat ini pigmen betasianin semakin banyak menarik perhatian karena berpotensi sebagai

pewarna alami yang sehat. Pigmen betasianin merupakan anggota pigmen betalain yang

berwarna merah-violet dan telah diketahui mempunyai kapasitas sebagai antioksidan dan

scavenging senyawa radikal. Celosia yang banyak ditanam sebagai tanaman hias merupakan

salah satu anggota famili Amaranthaceae yang banyak mengandung pigmen betsianin pada

bagian bunganya. Di daerah Malang dan sekitarnya banyak dijumpai tanaman Celosia dengan

berbagai warna bunga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi senyawa

pigmen betasianin pada berbagai warna bunga Celosia dengan menggunakan HPLC. Sampel

bunga yang diidentifikasi berwarna merah-oranye, merah dan merah-violet dengan

inflorescence berbentuk cristate, plumous maupun spicata. Profil HPLC menunjukkan bahwa

semua sampel bunga dengan tingkat warna merah yang berbeda mengandung amaranthin dan

isoamaranthin yang terelusi lebih cepat dibanding subklas betasianin yang lain.

Kata kunci: Betasianin, Celosia, HPLC

PENDAHULUAN

Betasianin merupakan pigmen

berwarna merah atau merah-violet dari

kelompok pigmen betalain. Pigmen

betalain hanya dapat dijumpai pada

tanaman beberapa famili anggota ordo

Caryophyllales, termasuk Amaranthaceae,

dan bersifat mutual eksklusif dengan

pigmen antosianin [1]. Sifat ini berarti

bahwa pigmen betalain dan antosianin

tidak pernah dijumpai bersama-sama pada

satu tanaman. Oleh karena itu pigmen

betalain sangat signifikan dalam penentuan

taksonomi tanaman tingkat tinggi.

Betalain adalah salah satu pewarna

alami penting yang banyak digunakan

dalam sistem pangan. Walaupun pigmen

betalain/betasianin telah digunakan untuk

pewarna alami sejak dahulu tetapi

pengembangannya tidak secepat

antosianin. Hal ini karena keterbatasan

tanaman yang mengandung pigmen

betalain [2]. Sampai saat ini pigmen

betalain yang telah diproduksi dalam skala

besar hanya berasal dari Beta vulgaris

sedangkan dari sumber tanaman yang lain,

seperti Amaranthus dan Celosia masih

aktif dieksplorasi untuk diteliti. Betalain

dari akar bit (Beta vulgaris) telah diketahui

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010664

Page 2: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

memiliki efek antiradikal dan aktivitas

antioksidan yang tinggi sehingga mewakili

kelas baru yaitu dietary cationized

antioxidant [3,4].

Celosia merupakan salah satu

anggota famili Amaranthaceae yang

mempunyai 60 species dan berasal dari

daerah subtropics di Afrika, Amerika

Selatan dan Asia Tenggara. Celosia

banyak dibudidayakan untuk tanaman hias

karena tanaman Celosia memiliki beraneka

warna bunga yang merupakan bunga

majemuk (selanjutnya disebut

inflorescence). Di Cina dan beberapa

negara lain seedling, daun muda dan

inflorescence banyak digunakan sebagai

sayur sedangkan daun, inflorescence dan

biji keringnya di Cina banyak digunakan

sebagai obat tradisional. Di Indonesia

Celosia lebih dikenal dengan Jengger

Ayam. Di banyak daerah di Indonesia

inflorescence Celosia telah banyak

digunakan sebagai obat tradisional untuk

menyembuhkan 1) perdarahan seperti

mimisan (epistaksis), batuk darah

(hemoptisis), muntah darah (hematemesis),

air kemih berdarah (hematuria), wasir

berdarah, perdarahan rahim, 2) disentri,

diare, 3) penglihatan kabur, mata merah, 4)

infeksi saluran kencing.

Karena betasianin telah diketahui

mempunyai banyak manfaat dan bernilai

taksonomi yang signifikan maka banyak

teknik yang telah digunakan untuk

mengkarakterisasi senyawa ini.

Identifikasi betasianin banyak dilakukan

dengan perbandingan spektroskopi,

kromatografi, sifat elektroforesis dengan

standar otentik atau data sekunder dan

menggunakan teknik analisis tradisional

dan modern [5,6,7] seperti kromatografi

kertas, kromatografi lapis tipis,

elektroforesis kertas, High Performance

Liquid Chromatography (HPLC), Liquid

Chromatography - Mass Spectrometry

(LC-MS), Liquid Chromatography-Mass

Spectrometry (LC-MS), Electrospray

Ionization tandem Mass Spectrometry

(ESI-MS/MS), Nuclear Magnetic

Resonance (NMR), and LC-NMR.

Celosia dengan inflorescence yang

berwarna merah atau merah violet

merupakan sumber pigmen betasianin.

Inflorescence Celosia dengan variasi

warna oranye, merah dan violet banyak

dijumpai di daerah Malang dan sekitarnya.

Variasi warna tersebut menunjukkan

kandungan kualitatif maupun kuantitatif

pigmen yang berbeda. Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan untuk

mengindentifikasi profil pigmen betasianin

pada berbagai variasi bentuk dan warna

inflorescence Celosia yang dijumpai di

daerah Malang dan sekitarnya.

BAHAN DAN CARA KERJA

Ekstraksi pigmen

Bahan segar berupa inflorescence

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 665

Page 3: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

Celosia berbagai warna dipotong-potong

menjadi bagian yang kecil, kemudian

dibekukan di dalam freezer. Selanjutnya

potongan inflorescence yang telah beku

dikeringkan dengan freeze drying agar

pigmen tidak mengalami kerusakan selama

proses penghilangan kandungan air.

Potongan inflorescence yang telah kering

dihaluskan dengan blender sampai menjadi

serbuk inflorescence. Selanjutnya

sebanyak 20 mg serbuk inflorescence

dimasukkan ke dalam vial volume 1.5 ml,

ditambahkan 1 ml 80% methanol,

dihomogenkan dengan vortex beberapa

detik kemudian dibiarkan selama lebih

kurang 6 jam pada suhu ruang. Larutan

pigmen yang dihasilkan disentrifugasi

dengan kecepatan 14.000 rpm selama 5

menit kemudian disaring dengan filter

Milliphore (0.2 m nylon membrane) dan

siap untuk diidentifikasi menggunakan

HPLC.

Analisis HPLC

Identifikasi betasianin Celosia

dilakukan di Laboratorium Cereal Science,

School of Biological Sciences, the

University of Hong Kong. Analisis HPLC

menggunakan Hewlett-Packard 1100

Series HPLC System dengan diode array

detector (DAD) yang dioperasikan pada

suhu ruang. Data diproses dengan Hewlett-

Packard HPLC2D ChemStation Software.

Metode yang digunakan mengacu pada

metode yang digunakan untuk

mengidentifikasi distribusi betacyanin

pada beberapa anggota famili

Amaranthaceaea yang salah satunya adalah

C. argentea var. cristata [8] dengan sedikit

modifikasi. Kondisi untuk preparative

HPLC adalah : kolom Zorbax SB-C18 ( 5

um, 250 x 9.4 mm) dengan guard coloumn

( 5 um, 15 x 9.4 mm) (Agilent

Technologies); gradient linier diamati

selama 40 menit dari 20% solvent B

(aqueous 100% MeOH) dalam solvent A

(2.5% aqueous formic acid) ke 40% B

dalam A+B dengan kecepatan aliran 1

ml/menit. Esktrak diinjeksikan sebanyak

20 l dan dideteksi pada panjang

gelombang 538 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi inflorescence Celosia

Bahan segar yang digunakan untuk

identifikasi ini adalah inflorescence dengan

berbagai warna yaitu pink-violet, merah-

violet, merah-oranye dan merah (Gambar

1). Tanaman yang dijumpai sebagian besar

dibudidayakan walaupun ada juga yang

tumbuh liar. Bentuk inflorescence dapat

dibedakan menjadi tiga macam yaitu

crested (cockscomb), spicata dan plumosa

(Tabel 1).

Analisis HPLC

Semua betacyanin berada dalam

bentuk glycosylated dan berasal dari unit

struktur dasar utama, yaitu aglycon

betanidin dan isobetanidin (C-15 epimer).

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010666

Page 4: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

Betasianin mempunyai empat subklas,

yaitu amaranthin, betanin, gomphrenin dan

2-descarboxy betanin [9]. Betasianin tipe

betanin yang merupakan komponen mayor

atau minor pada beberapa tanaman

penghasil betasianin mempunyai gugus

hidroksil yang memungkinkan

pembentukan glikosida terutama sebagai 5-

O-glucosides. Selanjutnya, glikosilasi

pada 5-O-glucosides banyak dijumpai

contohnya glukuronosilglukosida pada

betacyanin tipe amaranthin yang

merupakan pigmen yang banyak terdapat

pada Amaranthaceae. Beberapa anggota

famili Amaranthaceae telah diketahui

mempunyai betasianin non-acylated, yaitu

amaranthine, isoamaranthine, betanin dan

isobetanin atau betasianin acylated

diantaranya adalah celosianin I,

isocelosianin I, celosianin II dan

isocelosianin II [8].

Berdasarkan perbandingan dengan

hasil penelitian sebelumnya pada kondisi

yang sama UV-vis spectra dari DAD-

HPLC menunjukkan bahwa betacyanin

yang diamati mempunyai panjang

gelombang maksimum 538 nm [8]. Pada

penelitian ini profil HPLC ekstrak

methanol dari beberapa jenis Celosia yang

dideteksi pada panjang gelombang 538 nm

umumnya menunjukkan 4-5 puncak yang

terpisah secara jelas. Pada profil HPLC

semua sampel yang diamati, puncak

pertama muncul pada waktu retensi sekitar

13-14 menit (Gambar 2). Puncak kedua

mempunyai waktu retensi sekitar 14.5 –

14.8 menit. Sedangkan puncak ketiga dan

keempat masing-masing mempunyai

waktu retensi antara 20 dan 25 menit.

Profil ini sesuai dengan profil HPLC dari

ekstrak methanol inflorescence C.

argentea berwarna violet yang mempunyai

enam puncak [8]. Pada kondisi yang

berbeda profil HPLC dari ekstral methanol

juga menunjukkan bahwa elusi yang

pertama muncul adalah amaranthin

sedangkan yang kedua adalah

isoamaranthin [10]. Puncak pertama dan

kedua diduga sebagai amaranthin dan

epimernya yaitu isoamaranthine sedangkan

puncak-puncak berikutnya yang tampak

dominan diduga berturut-turut sebagai

celosianin I, isocelosianin I, celosianin II

dan isocelosianin II. Amaranthin dan

isoamaranthin merupakan betasianin

sederhana tanpa adanya gugus acyl

sedangkan celosianin I dan II merupakan

betasianin dengan gugus acyl. Urutan elusi

pada HPLC diketahui bahwa adanya gugus

acyl menyebabkan senyawa mempunyai

waktu retensi lebih panjang sehingga akan

terelusi lebih akhir. Selanjutnya gugus

substitusi pada struktur C-5 akan terlusi

lebih cepat daripada gugus substitutsi pada

struktur C-6. Oleh karena itu puncak yang

muncul lebih cepat diduga mempunyai

struktur C-5 yaitu amaranthin (5-O-

glukuronosilglukosida). Selain itu, solvent

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 667

Page 5: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

B berupa 80% MeOH menyebabkan

senyawa betasianin glikon yang bersifat

lebih polar akan terelusi lebih cepat diikuti

dengan senyawa aglikon yang bersifat

kurang polar. Hidrolisis betacyanin secara

enzimatik dengan pemberian -

glukuronidase mengkonfirmasi urutan

elusi betacyanin pada Amaranthus [11].

Pada penelitian ini tipe betasianin pada

puncak ketiga dan keempat masih perlu

dikonfirmasi lebih lanjut dengan metode

yang lebih akurat (LC-MS) untuk

memastikan apakah senyawa tersebut

adalah kelompok celosianin.

Kandungan individu betasianin pada

sampel inflorescence dapat dideteksi dari

luas area masing-masing puncak pada

profil HPLC (Tabel 2). Sampel 1, 3, 4, 5,

6, 10 dan 11 mempunyai kandungan

amaranthin lebih dari 60% dibanding luas

area puncak total. Sebaliknya, pada sampel

2, 7, 8 dan 9 yang mempunyai rata-rata

luas area puncak amaranthin < 30%

mengandung senyawa yang diduga

kelompok celosianin lebih banyak yaitu

masing-masing 46.03%, 40.1%, 97.7% dan

94.9%.

Walaupun profil pigmen betasianin

utama pada beberapa inflorescence Celosia

yang diamati dapat dikatakan sama

(Gambar 1) namun variasi warna yang ada

diduga disebabkan adanya variasi

kandungan pada masing-masing pigmen

tersebut. Perbandingan kandungan pigmen

antar jenis sebaiknya dilakukan pada

tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi

lingkungan seperti intensitas cahaya, jenis

tanah yang relatif sama. Namun informasi

tentang profil pigmen betasianin pada

beberapa jenis inflorescence Celosia yang

dijumpai di Malang dan sekitarnya ini

dapat digunakan sebagai dasar

pengembangan kajian selanjutnya seperti

pengaruh lingkungan terhadap kandungan

pigmen dan kemotaksonomi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini didanai oleh I-MHERE

Jurusan Biologi, UB tahun 2009-2010.

DAFTAR PUSTAKA

Grotewold, E. 2006. The genetics and

biochemistry of floral pigments. Ann.

Rev. Plant Biol. 57:761-780.

Stintzing, F.C. dan R. Carle. 2007.

Betalains – emerging prospects for

food scientists. Tends Food Sci.

Technol. 18 : 514 – 525.

Moreno, D.A., C. Garcia-Viguera, J.I. Gil

dan A. Gil-Izquierdo. 2008. Betalains

in the era of global agri-food science,

technology and nutritional health.

Phytocem. Rev. 7(2):261-280.

Kanner, J., S. Harel dan R. Granit. 2001.

Betalains – A new class of dieary

cationized antioxidants. J. Agrig.

Food Chem. 49:5178-5185.

Strack, D., T. Vogt dan W.

Schliemann. 2003. Recent advances in

betalain research. Phyochemistry

62:247-269.

Stintzing, F.C. dan R. Carle. 2004.

Functional properties of anthocyanins

and betalains in plants, food, and in

human nutrition. Trends Food Sci.

Technol. 15 : 19 – 38.

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010668

Page 6: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

Stintzing, F.C., J. Conrad, I. Klaiber, U.

Beifuss, R. Carle. 2004. Structural

investigation on betacyanin pigments

by LC NMR and 2D spectroscopy.

Phytochem. 65:415-422.

Cai, Y., M. Sun dan H. Corke. 2001.

Identification and distribution of

simple acylated betacyanin pigments

in the Amaranthaceae. J. Agric. Food

Chem. 49:1971-1978.

Strack, D., T. Vogt dan W.

Schleimann. 2003. Recent advances in

betalain research. Phytochem. 62:247-

269.

Schleimann, W., Y. Cai., T. Degenkolb, J.

Schmidt dan H. Corke. 2001.

Betalains of Celosia argentea.

Phytochem. 58:159-165.

Cai, Y., M. Sun., H. Wu, R. Huang dan H.

Corke. 1998. Characterization and

quantification of betacyanin pigments

from diverse Amaranthus species. J.

Agric. Food Chem. 46(6):2063-2069.

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 669

Page 7: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

Lampiran

Tabel 1. Inflorescence beberapa Celosia

No Warna Bentuk

1 Pink - violet Crested (cockscomb)a)

2 Pink - violet Spicata b)

3 Merah-oranye Crested (cockscomb) a)

4 Merah Crested (cockscomb) a)

5 Merah-violet Crested (cockscomb) a)

6 Pink-violet Spicata a)

7 Merah-oranye Plumosa a)

8 Pink-violet Spicata b)

9 Pink-violet Spicata b)

10 Merah Crested (cockscomb) a)

11 Merah Crested (cockscomb) a)

12 Merah-oranye Plumosa b)

Keterangan : a)

budidaya, b)

liar

Gambar 1. Sampel inflorescence Celosia (gambar sampel no 4, 5, 7 tidak tersedia)

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010670

Page 8: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

Tabel 2. Persentase area puncak dari total area beberapa inflorescence Celosia

Sampel

no.

Warna

inflorescence

Persentase area puncak dari total area

1 1’ ? 2 2’

1 Pink - violet 80.935 12.818 1.385 1 - 1.5 2.3

2 Pink - violet 7.807 16.720 - 46.031 -

3 Merah-oranye 88.898 11.102 - - -

4 Merah 82.340 17.660 - - -

5 Merah-violet 69.188 24.326 16.04

3

3.345 -

6 Pink-violet 72.567 14.900 - 12.533 -

7 Merah-oranye 29.915 - - 32.684 37.401

8 Pink-violet 2.298 - - 35.032 62.669

9 Pink-violet 6.026 - - 39.419 54.556

10 Merah 72.728 11.369 - 15.902 -

11 Merah 70.224 21.281

12 Merah-oranye dtt*)

dtt*)

dtt*)

dtt*)

dtt*)

*) dtt : data tidak tersedia; 1 ; amaranthine; 1’isoamaranthine; 2 : celosianin; 2’

isocelosianin

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 671

Page 9: 58 Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Infloresence Celosia

1 2 3

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

10

20

30

40

50

60

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN1-1.D)

13

.89

7 1

4.6

88

17

.11

1

20

.28

8

21

.82

1 2

2.6

99

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

5

10

15

20

25

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN2-1.D)

13

.87

4 1

4.6

70

21

.84

4 2

2.7

21

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

-2

0

2

4

6

8

10

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN3-1.D)

13

.89

9 1

4.6

99

4 5 6

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

5

10

15

20

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN4-1.D)

13

.90

5 1

4.7

10

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

5

10

15

20

25

30

35

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN6-3.D)

13

.80

3 1

4.6

23

17

.04

9

22

.68

4

33

.94

3

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

1

2

3

4

5

6

7

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN7-3.D)

13

.79

7 1

4.6

19

20

.26

5

7 8 9

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

1

2

3

4

5

6

7

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RM8-N.D)

13

.85

9 1

4.6

43

20

.14

0

22

.71

5

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

5

10

15

20

25

30

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN9-3.D)

13

.78

0

21

.75

1 2

2.6

40

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

5

10

15

20

25

30

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN10-1.D)

13

.77

9

21

.75

7 2

2.6

43

10 11 12

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

1

2

3

4

5

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN11-1.D)

13

.77

4 1

4.6

01

22

.64

1

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

-2

0

2

4

6

8

10

12

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RM13-N.D)

13

.81

9 1

4.6

18

22

.67

3

min0 5 10 15 20 25 30 35

mAU

0

1

2

3

4

5

DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RM14-N.D)

13

.85

8 1

4.6

57

22

.73

3

Gambar 2. Profil HPLC 12 sampel inflorescence Celosia

Seminar Nasional Biologi 2010

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010672