analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran
TRANSCRIPT
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran
(Studi Kasus: 11 Provinsi di Indonesia Periode 2006-2015)
Shela Nindya Saputri
Susilo
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email:[email protected]
ABSTRAK
This research aims to determine the factors that influence unemployment. Variables used in this
research is economic growth, domestic investment, pma, inflation, and umk. The research method in
this study is panel regression. The results of this research are economic growth and umk have
relationship the negative effect and sinifikan against unemployment. As for inflation, pmdn, and pma
has a positive and significant impact on unemployment.
Keywords: economic growth, inflation, pmdn, pma, and umk
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini permasalahan yang dihadapi oleh setiap negara semakin kompleks. Salah satu
masalah perekonomian yang saat ini terjadi adalah angka pengangguran yang semakin bertambah dari
waktu ke waktu. Masalah pengangguran merupakan hal yang penting untuk diteliti, karena dapat
dikaitkan dengan beberapa indikator ekonomi makro lainnya. Menurut BPS pada sensus 2010
pengangguran didefinisikan sebagai orang yang masuk dalam angkatan kerja (15-64 tahun) yang
sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Pengangguran merupakan permasalah yang
harus segera diselesaikan dalam perekonomian setiap negara. Peningkatan populasi manusia yang
semakin tinggi pada setiap tahunnya akan mengakibatkan bertambahnya jumlah angkatan kerja. Pada
tahun 2015 pengangguran bertambah sebesar 320 ribu orang yaitu dari 7,24 juta orang menjadi 7,56
juta orang. Dengan bertambahnya pengangguran menandakan bahwa daya serap tenaga kerja di
beberapa industri melemah, hal ini karenakan jumlah angkatan kerja yang terus bertambah namun
tidak diikuti dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. Provinsi dengan pengangguran tertinggi
adalah Aceh dengan presentasi 9,93%, posisi kedua yaitu Maluku dengan jumlah persentase yang
sama, disusul Banten, Sulawesi Utara dan pada urutan terakhir Jawa Barat. Pengangguran yang terjadi
di Indonesia maupun pengangguran yang ada di provinsi dipengaruhi oleh indikator-indikator
ekonomi yang diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat upah, inflasi, pengeluaran pemerintah
dan investasi baik investasi asing maupun investasi domestik negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 hingga 2015 mengalami tren menurun, hal ini
menunjukkan bahwa sedang terjadi perlambatan ekonomi di Indonesia. Iklim investasi di Indonesia
juga merupakan faktor yang mempengaruhi pengangguran. Investasi di Indonesia dapat dibagi menjadi
2 macam yaitu penanaman modal dalam negeri (domestic direct investment) dan penanaman modal
asing (foiregn direct investment). Berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi Badan Koordinasi
Penanaman Modal, realisasi investasi domestik dan investasi asing mengalami trend yang cenderung
meningkat dari tahun 2011 hingga 2015. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia
sedang membaik namun penanaman modal tersebut belum merata sehingga pengangguran justru
meningkat di tahun 2015. Selain berhubungan dengan indikator makro, pengangguran juga
berhubungan dengan upah minimum yang ada di setiap provinsi, ketika upah minimum telah merata
maka pengangguran akan menurun. Pekerja yang memperoleh upah di bawah minimum provinsi
mengalami peningkatan mulai tahun 2013 hingga tahun 2015. Inflasi mempunyai peran penting dalam
perubahan jumlah pengangguran. Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum. Inflasi yang
disebabkan adanya tarikan permintaan (demand pull) secara tidak langsung mampu mengurangi
jumlah pengangguran. Inflasi di Indonesia mengalami tren yang fluktuatif pada 5 tahun terakhir
dengan inflasi tertinggi pada 2013 yaitu sebesar 8,86%.
Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, upah, dan infasi terhadap
jumlah pengangguran dengan menggunakan beberapa metode pengukuran yang berbeda telah diteliti
dan dipublikasikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Salah satu penelitian telah dilakukan oleh Amir
pada tahun 2007 yang melakukan penelitian terhadap pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah
dan tingkat inflasi sebagai variabel yang mempengaruhi jumlah pengangguran terbuka di Indonesia.
Penelitian ini mendapat hasil bahwa pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia.
Zulhanafi, Hasdi Aimon dan Efrizal Syofyan pada tahun 2013 juga mengungkapkan hasil
penelitiannya yang menggunakan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran
pemerintah, upah, Inflasi dan tingkat pengangguran sebagai variabel independen bahwa secara parsial
investasi dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di
Indonesia.
Berdasarkan uraian penjelasan yang telah disampaikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
melihat “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran, Studi Kasus: 11 Provinsi di
Indonesia Periode 2006-2015“.
Berdasarkan penjelasan mengenai latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi domestik, investasi asing, dan inflasi
terhadap jumlah pengangguran di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh UMK terhadap jumlah pengangguran di Indonesia?
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengangguran menurut Sukirno (1994) adalah keadaan dimana seseorang yang tergolong
angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan namun belum mendapatkannya. Angkatan kerja adalah
penduduk yang memasuki usia kerja, baik sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari
pekerjaan. Pengangguran terjadi karena pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan
pertumbuhan angkatan kerja sehingga kesempatan kerja terbatas dan tidak mampu menampung seluruh
angkatan kerja.
Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran Hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dijelaskan oleh hukum okun, pada teori
ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yaitu PDB. Ketika terjadi peningkatan output
nasional/daerah maka akan menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat yang selanjutnya akan
menurunkan tingkat pengangguran, maksudnya adalah ketika pertumbuhan ekonomi meningkat akan
berdampak pada derasnya modal yang masuk sehingga memberikan kesempatan kerja yang ditandai
dengan banyaknya sektor usaha baru yang muncul dengan sistem berorientasi padat karya, sehingga
mengurangi jumlah pengangguran. Sebaliknya jika PDB rill turun maka output yang diproduksi juga
akan turun mengakibatkan produsen mengurangi produksinya dan berimbas pada pengurangan tenaga
kerja.
Hubungan Inflasi Terhadap Pengangguran
Hubungan antara inflasi dan pengangguran dijelaskan pada teori cosh push inflation yang
menekankan pada terjadinya inflasi akibat pergeseran kurva aggregate supply (AS) yang diakibatkan
kenaikan biaya produksi perusahaan secara keseluruhan. Produksi barang juga sangat dipengaruhi oleh
faktor produksi. Dua faktor produksi yang sangat penting adalah modal dan tenaga kerja (Mankiw,
2007) dimana harga dari kedua faktor produksi tersebut adalah masing-masing upah yang merupakan
biaya tenaga kerja dan tingkat bunga yang merupakan biaya modal. Jika biaya produksi suatu output
meningkat, keuntungan atas satu unit output menurun dan akan mengakibatkan jumlah output yang
ditawarkan akan menurun. Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar dibandingkan
aliran modal yang masuk sehingga terjadi penurunan investasi baik dari sisi swasta ataupun
pemerintah. Keadaan tersebut akan mengakibatkan pada semakin tingginya angka pengangguran.
Hubungan Upah Dengan Jumlah Pengangguran Hubungan besaran upah yang berpengaruh terhadap jumlah pengangguran dijelaskan oleh
Kaufman dan Hotckiss (1999). Tenaga kerja yang menetapkan tingkat upah minimumnya pada upah
tertentu, jika seluruh upah yang ditawarkan besarnya dibawah upah tersebut, seseorang akan menolak
mendapatkan upah tersebut dan akibatnya menyebabkan pengangguran.
Pada kondisi perekonomian yang belum mencapai posisi full employment suatu waktu produsen
mengurangi produksinya (karena barang banyak yang belum laku), maka permintaa tenaga kerja akan
turun. Tingkat upah yang berlaku turun dan jumlah orang yang bekerja juga turun. Bila harga-harga
barang sudah saling menyesuaikan maka semua barang akan terjual dan tingkat produksi menjadi
“normal” kembali. Akibatnya posisi full employment tercapai kembali, dan sekali lagi semua yang ada
di angkatan kerja bisa bekerja, pada tingkat upah riil lama.
Hubungan Investasi dengan Pengangguran Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan kesempatan kerja menurut Harrod-Domar
(Mulyadi, 2008) tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi.
Tenaga kerja yang merupakan salah satu faktor produksi, otomatis akan ditingkatkan penggunanya.
Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan
marak lesunya pembangunan. Maka setiap negara berusaha menciptakan iklim yang dapat
menggairahkan investasi terutama investasi swasta yang dapat membantu membuka lapangan kerja
sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja (Dumairy, 1997).
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif atau Quantitatif Research adalah suatu metode
penelitian yang bersifat induktif, objektif dan ilmiah di mana data yang di peroleh berupa angka-angka
(score, nilai) atau pernyataan-pernyataan yang di nilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. Tujuan
penelitian kuantitatif adalah untuk membuktikan dan menolak suatu teori. Pada penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi dan upah minimum
provinsi terhadap pengangguran secara parsial dan simultan.
Populasi dan Penentuan Sampel Pengertian populasi menurut Sumarni dan Wahyuni (2006) adalah keseluruhan objek yang diteliti
serta terdiri dari sejumlah individu, baik yang terbatas maupun tidak terbatas. Sedangkan sampel
adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah provinsi yang ada di Indonesia selama periode 2006-2015.
Metode pengambilan sampel yaitu secara non probabilitas(non-probability sampling, hal ini
dipilih karena pertimbangan-pertimbangan non-random seperti kesesuaian sampel dengan kriteria-
kriteria yang dirumuskan peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Metode tersebut berupa judgment
sampling yaitu pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan kriteria berdasarkan suatu
pertimbangan tertentu (Jogiyanto, 2008).
Pada penelitian ini jumlah provinsi yang ada di seluruh Indonesia adalah berjumlah 34 provinsi,
dikarenakan adanya ketidaksempurnaan data sehingga dapat diambil 11 dari total provinsi yang ada.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian yakni
dengan menggunakan regresi data panel. Regresi data panel memiliki tujuan yang sama dengan
regresi linier berganda, yaitu memprediksi nilai intersep dan slope. Penggunaan data panel dalam
regresi akan menghasilkan intersep dan slope yang berbeda pada setiap provinsi dan setiap periode
waktu penelitian.
Menurut Widarjono (2007: 258), ada tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel. Pertama,
uji statistik F digunakan untuk memilih antara metode Commom Effect atau metode Fixed Effect.
Kedua, uji Hausman yang digunakan untuk memilih antara metode Fixed Effect atau metode Random
Effect. Ketiga, uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk memilih antara metode Commom Effect
atau metode Random Effect.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Regresi Data Panel
Analisis model data panel menggunakan tiga macam pendekatan estimasi yaitu, (a) pendekatan
kuadrat terkecil Pooled Least Square (PLS); (b) pendekatan efek tetap Fixed Effect Model (FEM); (c)
pendekatan efek acak Random Effect Model (REM).
Pooled Least square (PLS)
Pendekatan Pooled Least Square secara sederhana menggabungkan (pooled) seluruh data time
series dan cross-section. Model ini mengestimasi data panel dengan metode OLS (Ordinary Least
Square) sebagai salah satu syarat melakukan uji F-Restricted. Pengolahan estimasi model ini
menggunakan program E-Views 7.0 dan didapatkan hasil pada lampiran 1 yaitu R-Squared 0,415159
dan Adjusted R-Squared 0,386491.
Fixed Effect Model (FEM)
Model ini mengestimasi data panel dengan metode OLS (Ordinary Least Square) sebagai
pembanding pada uji F-Restricted. Pengolahan estimasi model ini menggunakan program E-Views 7.0
dan didapatkan hasil pada lampiran 2 yaitu R-Squared 0,569089 dan Adjusted R-Squared 0,498832
Chow Test
Pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed
Effect Model, maka digunakan uji F-Restricted dengan membandingkan F-statistik dan F-tabel. Dalam
pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Pooled Least Square Model (Restricted)
Ha: Fixed Effect Model (Unrestricted)
Pada Lampiran 4 diperoleh nilai F-statistik adalah 3,286423 dengan nilai F-tabel pada df(10,92) α
= 5% adalah 1,94 sehingga nilai F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak sehingga model data panel yang
dapat digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).
Random Effect Model (REM)
Pendekatan REM memperbaiki efisiensi proses least square dengan memperhitungkan error dan
cross-section dan time series. Model REM adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS)
untuk menguji F-Restricted. Pengolahan estimasi model ini menggunakan program E-Views 7.0 dan
didapatkan hasil pada lampiran 8 yaitu R-Squared 0,415159 dan Adjusted R-Squared 0,386491.
Hausman Test
Pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed
Effect Model atau Random Effect Model, sebagai dasar penolakan Ho maka digunakan statistik
Hausman dan membandingkannya dengan Chi-square. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis
sebagai berikut:
Ho: Random Effects Model (Restricted)
Ha: Fixed Effects Model (Unrestricted)
Pada Lampiran 6 diperoleh nilai chi-square (statistic) adalah 30,562777 dengan nilai Chi-square
(tabel) pada df(5) α = 5% adalah 11,070 sehingga nilai Chi-square (statistic) > Chi- square (tabel),
maka Ho ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Salah satu asumsi dalam penerapan data panel adalah distribusi probabilitas dari ganggunan uji-t
memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan memiliki varian yang
konstan. Untuk menguji apakah distribusi data normal dilakukan dengan membandingkan nilai JB
hitung dengan Chi Square tabel, dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Data berdistribusi normal
Ha: Data tidak berdistribusi normal
Pada lampiran 7 diperoleh nilai JB hitung sebesar 2,15 dan nilai Chi Square tabel df(5), α = 5%
adalah 11,070. Sehingga nilai Chi-square (tabel) > JB hitung, maka Ho diterima sehingga data dalam
penelitian ini berdistribusi normal.
Uji Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual
observasi lainnya (Winarno, 2007). Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik. Autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu
pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Pada lampiran uji Fixed Effect Model,
diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,314514 sedangkan nilai dL= 1,5909 dan nilai dU= 1,7841.
Hal tersebut menjelaskan bahwa nilai dL > dw dan nilai dU > dw, yang artinya terdapat indikasi
autokorelasi. Sehingga dilakukan corss-section SUR pada Fixed Effect Model agar terbebas dari
indikasi autokolerasi, dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:
Ho: tidak ada autokorelasi
Ha: terdapat autokorelasi
Pada hasil regresi didapatkan bahwa DW statistic bernilai 1,911791 sedangkan nilai dL= 1,64878
dan nilai dU= 1,72413. Hasil tersebut menjelaskan bahwa nilai DW lebih besar dari dU atau lebih kecil
dari (4-dU) maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak terdapat autokorelasi.
Uji Heterokedisitas Mendeteksi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam data panel digunakan metode
General Least Square (Cross Section Weights). Jika Sum square resid pada Weighted Statistics lebih
kecil dari Sum square resid pada Unweighted Statistics dapat dikatakan bahwa dalam model panel
tersebut terjadi masalah heteroskedastisitas.
Pada lampiran 9, pada uji heterokedastisitas diperoleh hasil regresi Sum squared pada Weighted
sebesar 357,7237, sedangkan Sum squared pada Unweighted sebesar 364,2399. Nilai Sum squared
pada Weighted lebih kecil dibandingkan dengan nilai Sum squared pada Unweighted. Maka dari itu
data regresi penelitian ini terkena masalah heterokedisitas.
Uji Multikoliniearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem
multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen.
Multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing variabel
bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi
multikolinearitas dan sebaliknya. Hasil coefficient Covarian Matrix pada lampiran 10 menjelaskan
bahwa nilai koefisien masing-masing variabel bebas tidak melebihi dari 0,8, maka dapat dikatakan
bahwa data penelitian ini terbebas dari masalah multikolinearitas
Pengujian Hipotesis
Berikut merupakan tabel hasil estimasi variabel dengan fixed effect mode
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: PENGANGGURAN
Method: Panel Least Squares
Date: 06/13/16 Time: 18:13
Sample: 2006 2015
Periods included: 10
Cross-sections included: 11
Total panel (unbalanced) observations: 108 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9.351982 1.298395 7.202727 0.0000
PE -0.357830 0.122602 -2.918630 0.0043
PMDN 0.000199 0.000100 1.989936 0.0493
PMA 0.000763 0.000162 4.698406 0.0000
INFLASI 0.187705 0.073859 2.541397 0.0125
UPAH -0.002461 0.000886 -2.778152 0.0065
Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat di jelaskan melalui persamaan
sebagai berikut;
Y = 9,351982 - 0,357830 PE + 0,000199 PMDN + 0,000763 PMA + 0,187705 Inflasi – 0,002461
Upah
Dimana :
Pengangguran : Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi
PE : Pertumbuhan Ekonomi
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PMA : Penanaman Modal Luar Negeri/Asing
Inflasi : Laju Inflasi Daerah
Upah : Upah Minimum Regional/Provinsi
Uji hipotesis Secara Parsial Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (pertumbuhan ekonomi, PMDN,
PMA, inflasi, dan upah) berpengaruh secara parsial terhadap variabel bebas yaitu pengangguran dan
seberapa besar pengaruhnya secara parsial, yaitu dengan membandingkan nilai t-statistik masing
masing variabel dengan nilai t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat
kepercayaan α = 5%, df=103 , maka diperoleh t-tabel 1,65978. Berdasarkan hasil regresi maka kita
dapat menentukan hipotesis sebagai berikut:
1. Variabel pertumbuhan ekonomi, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak Hasil estimasi
diatas menjelaskan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (7,2) > t-tabel
(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).
2. Variabel PMDN, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolakHasil estimasi diatas menjelaskan
bahwa variabel PMDN berpengaruh signifikan terhadap pengangguran provinsi di Indonesia.
Hal ini dikatahui dari nilai t-statistik (1,98) > t-tabel (1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar
95% (α = 5%).
3. Variabel PMA, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak
Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel PMA berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (4,69) > t-tabel
(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).
4. Variabel Inflasi, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak
Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap di
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (2,54) > t-tabel
(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).
5. Variabel Upah, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak
Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel upah berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (2,77) > t-tabel
(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).
Uji Hipotesis Secara Simultan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan
terhadap variabel terikat dan seberapa besar pengaruhnya secara simultan, maka digunakan uji F
dengan membandingkan nilai F-statistik dengan nilai F-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis.
Pada tingkat kepercayaan α = 5%, 𝑑𝑓1= 5, 𝑑𝑓2= 108, dan nilai F-statistik 8.1.
Berdasarkan hasil estimasi nilai F-statistik (8,1) > F-tabel (2,3) maka Ho ditolak yang artinya
variabel bebas (Pertumbuhan Ekonomi, PMDN, PMA, Inflasi dan Upah) berpengaruh signifikan
secara simultan terhadap variabel terikat (pengangguran provinsi di Indonesia) pada tingkat
kepercayaan 95 persen.
Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R-squared)
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.8, nilai adjusted R-squared adalah sebesar 0,498.
Hal ini menunjukan bahwa 49,8 persen pengangguran provinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh
pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi dan upah. Sedangkan 50,2 persen variabel pengangguran
provinsi di Indonesia dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Analisis Per Provinsi terhadap Pengangguran di Indonesia
Berikut merupakan analisis pengaruh masing-masing provinsi terhadap total pengangguran di
Indonesia:
a) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Sumatera Utara mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar 4,417715.
b) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Riau mempunyai pengaruh individu
terhadap pengangguran sebesar 3,409376.
c) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Jambi mempunyai pengaruh individu
terhadap pengangguran sebesar 2,304686.
d) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Sumatera Selatan mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar 1,788043.
e) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi DKI Jakarta mempunyai pengaruh individu
terhadap pengangguran sebesar 1,211849.
f) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Bali mempunyai pengaruh individu
terhadap pengangguran sebesar 0,614971.
g) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Barat mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar -0,709405.
h) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Tengah mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar -1,729286.
i) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Selatan mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar -3,138279.
j) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Timur mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar -4,121377.
k) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik
antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Sulawesi Selatan mempunyai pengaruh
individu terhadap pengangguran sebesar -5,060366.
Individual Effect Provinsi terhadap Hasil Penelitian
No. Cross section fixed Effect (Provinsi) Individual Effect
(%)
1. Sumatera Utara 4,417715
2. Riau 3,409376
3. Jambi 2,304686
4. Sumatera Selatan 1,788043
5. DKI Jakarta 1,211849
6. Bali 0,614971
7. Kalimantan Barat -0,709405
8. Kalimantan Tengah -1,729286
9. Kalimantan Selatan -3,138279
10. Kalimantan Timur -4,121377
11. Sulawesi Selatan -5,060366
Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Terhadap Pengangguran
Variabel pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
pengangguran di seluruh provinsi di Indonesia sebesar 0,357830 yang menunjukkan setiap ada
kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% maka pengangguran akan berkurang sebesar 0,357830%.
Pertumbuhan ekonomi dihitung dengan melihat perubahan PDRB. Peningkatan PDRB merupakan
hasil dari peningkatan nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia. Jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka peningkatan
produksi barang dan jasa akan mengakibatkan kenaikan faktor-faktor produksi yang salah satunya
adalah tenaga kerja. Peningkatan permintaan tenaga kerja akan membuat lapangan kerja semakin
terbuka. Dengan terbukanya lapangan pekerjaan akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja yang
nantinya akan berimbas pada berkurangnya angka pengangguran. Hal sebaliknya akan terjadi, jika
pertumbuham ekonomi turun maka produksi barang dan jasa juga akan mengalami penurunan.
Penurunan produksi barang dan jasa pada akhirnya juga akan berakibat pada berkurangnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi yang salah satunya adalah tenaga kerja. Berkurangnya permintaan
terhadap tenaga kerja secara otomatis akan mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran.
Hal ini sesuai dengan Hukum Okun yang menjelaskan tentang hubungan negatif pertumbuhan
GDP dengan pengangguran. Setiap kenaikan satu poin pengangguran akan terjadi penurunan
pertumbuhan GPD sebesar dua poin. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa provinsi pada
tahun 2006 sampai dengan 2015 masih berfluktuatif sehingga menyebabkan tingkat pengangguran
tetap meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang baik adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
diikuti dengan perbaikkan sektor-sektor lainnya, seperti meningkatnya kesejahteraan masyarakat,
berkurangnya pengangguran, dan berkurangnya kemiskinan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zulhanafi, Hasdi Aimon, dan
Efrizal Syofyan pada tahun 2013 yang menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh
negatif signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Artinya, peningkatan pertumbuhan
ekonomi akan menyebabkan terjadinya penurunan tingkat pengangguran. Begitu sebaliknya,
penurunan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan terjadinya peningkatan tingkat pengangguran di
Indonesia.
Penanaman Modal Dalam Negeri Berpengaruh Terhadap Pengangguran Variabel realisasi penanaman modal dalam negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengangguran provinsi di Indonesia sebesar 0,000199%. artinya setiap ada kenaikan investasi dalam
negeri sebesar 1% maka pengangguran akan bertambah 0,000199%.
Pada penelitian ini investasi dalam negeri ternyata tidak berpengaruh terhadap kesempatan kerja.
Investasi dalam negeri lebih terorientasi pada pembangunan sektor-sektor yang kurang menyerap
tenaga kerja, seperti sub sektor kehutanan, industri kimia, belanja untuk fasilitas umum (sarana dan
prasarana), belanja pendidikan dan pengajaran, belanja sekretariat DPRD dan belanja lain-lain De
Fretes (2007). Disisi lain laju pertumbuhan penduduk yang itu berarti sama dengan pertumbuhan
angkatan kerja semakin meningkat dari tahun ke tahun (BKKBN, 2006). Permasalahan yang
ditimbulkan oleh besarnya pertumbuhan angkatan kerja menuntut kesempatan kerja yang lebih besar
(kompasiana, 2013). Sehingga apabila investasi dalam negeri hanya terfokus pada sektor yang kurang
menyerap tenaga kerja maka akan banyak angkatan kerja yang tidak terserap sehingga hal ini akan
secara otomatis meningkatkan jumlah pengguran. Selain itu penyebaran investasi yang tidak merata
pada setiap provinsi menyebabkan pengangguran tetap terjadi. Investasi biasanya hanya berpusat di
Jawa sedangkan di daerah seperti Papua dan Sulawesi memiliki investasi yang rendah (BKPM, 2016),
diperburuk oleh rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan
daerah yang tidak pro investasi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada.
Todaro (2003) menjelaskan bahwa investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan
ekonomi karena dengan pembentukan modal dapat membentuk kapasitas produksi maupun
menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat memperluas kesempatan kerja. Dengan adanya
pembentukan lapangan pekerjaan baru secara tidak langsung investasi mengurangi jumlah
pengangguran. Hal ini tidak sejalan dengan teori Harrod-Domar.
Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga
memperbesar kapasitas produksi. Investasi atau pembentukan modal ini merupakan hal yang sangat
penting bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan stok barang modal. Meningkatnya stok
barang modal dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian, sebab peningkatan stok
barang modal akan meningkatkan kegiatan produksi dan meningkatkan kesempatan kerja. Tingginya
kesempatan kerja akan mengurangi pengangguran yang ada,
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sofia Ulfa tahun 2013 yaitu penanaman modal
dalam negeri berpengaruh positif signifikan terhadap kesempatan kerja di provinsi Kalimantan Timur.
Artinya peningkatan PMDN akan menyebabkan bertambahnya pengangguran di Kalimantan Timur.
Penanaman Modal Asing Berpengaruh Terhadap Pengangguran Variabel realisasi penanaman modal asing atau luar negeri berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pengangguran provinsi di Indonesia sebesar 0,000763 yang menunjukkan setiap ada kenaikan
investasi asing sebesar 1% maka pengangguran akan meningkat sebesar 0,000763%.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa meningkatnya jumlah penanaman modal asing yang
masuk ke Indonesia tidak dapat menyelesaikan masalah pengangguran. Pengujian ini ternyata
menunjukkan hasil yang tidak selaras dengan kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menarik
minat investor asing agar membuka pabrik di Indonesia, karena pembukaan pabrik itu ternyata tidak
mampu menyerap tenaga kerja. Peningkatan investasi asing yang masuk ternyata tidak mempengaruhi
jumlah orang yang bekerja di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, ternyata modal
investasi asing yang masuk dalam rentang waktu terakhir hanya terpusat pada industri padat modal
yang tidak banyak menyerap tenaga kerja seperti industri farmasi dan otomotif (BPS, 2006).
Pemerintah kurang memfokuskan tujuan investasi asing pada industri padat karya. Berdasarkan
teori Mankiw pada tahun 2003 yang menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi menegaskan
pentingnya alokasi investasi ekonomi yang sesuai. Hal ini ditujukan untuk mengarahkan investasi agar
memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian suatu negara berkembang. Kondisi yang
dialami provinsi-provinsi yang ada tidak sesuai dengan teori kesempatan kerja yang dikemukakan oleh
Harrod-Domar.
Harrod-Domar (Mulyadi, 2000:8) menyatakan hubungan PMA dengan kesempatan kerja tidak
hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Tenaga kerja yang
merupakan salah satu faktor produksi, secara otomatis akan ditingkatkan penggunanya. Dinamika
penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak
lesunya pembangunan. Maka setiap negara berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan
investasi terutama investasi swasta yang dapat membantu membuka lapangan kerja sehingga dapat
meningkatkan kesempatan kerja (Dumairy, 1997).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Pieter N.De dan Fretes pada tahun 2007 dimana
investasi asing berpengaruh positif signifikan terhadap jumlah pengangguran. Artinya peningkatan
PMA akan menyebabkan bertambahnya pengangguran.
Inflasi Berpengaruh Terhadap Pengangguran Variabel inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap pengangguran provinsi di Indonesia
sebesar 0,187705 yang menunjukkan setiap ada kenaikan inflasi sebesar 1% maka pengangguran akan
meningkat sebesar 0,187705%.
Tingkat inflasi pada penelitian ini berpengaruh positif terhadap pengangguran atau rendahnya
kesempatan kerja yang ada karena inflasi yang terjadi disebabkan kenaikan harga-harga secara umum
yang berakibat pada kenaikan biaya produksi, bukan karena kenaikan permintaan. Kenaikan harga
bbm pada beberapa tahun terakhir seperti yang terjadi pada tahun 2013 menyebabkan harga-harga
secara umum mengalami kenaikan (Indonesia investmen, 2016). Tingkat inflasi memiliki pengaruh
terhadap tingkat pengangguran. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada
harga-harga secara umum maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan
pada tingkat bunga (pinjaman). Akibatnya dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif karena akan meningkatkan biaya
produksi bagi perusahaan Sukirno (2005). Kenaikan biaya produksi inilah yang menyebabkan
perusahaan akan mengurangi jumlah pekerja yang ada, karena suatu perusahaan akan memilih
memaksimalkan produksinya dengan jumlah pekerja yang sedikit dan dengan biaya produksi yang
tinggi. Hasil dari penelitian ini didukung oleh teori inflasi yang dijelaskan oleh cosh push inflation.
Hubungan antara inflasi dan pengangguran dijelaskan pada teori cosh push inflation yang
menekankan pada terjadinya inflasi akibat pergeseran kurva aggregate supply (AS) yang diakibatkan
kenaikan biaya produksi perusahaan secara keseluruhan. Jika biaya produksi suatu output meningkat,
keuntungan atas satu unit output menurun dan akan mengakibatkan jumlah output yang ditawarkan
akan menurun. Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar dibandingkan aliran modal
yang masuk sehingga terjadi penurunan investasi baik dari sisi swasta ataupun pemerintah. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan pada semakin tingginya angka pengangguran.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ni Komang Sopianti dan A.A Ketut Ayuningsasi
tahun 2011 yaitu inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah pengangguran di provinsi
Bali. Artinya peningkatan inflasi akan menyebabkan bertambahnya pengangguran di provinsi Bali.
Upah Minimum Berpengaruh terhadap Pengangguran
Variabel upah minimum berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran provinsi di
Indonesia sebesar -0,002461 yang menunjukkan setiap ada kenaikan upah sebesar 1% maka
pengangguran akan berkurang sebesar 0,002461 %.
Hubungan antara UMK yang berpengaruh terhadap pengangguran disebabkan karena kenaikan
upah yang terjadi di masing-masing provinsi tahun 2006-2015 masih berada dibawah titik
keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja sehingga tidak terjadi kekakuan upah.
Kenaikan upah akan membuat tenaga kerja mendapatkan pekerjaan. Bagi sektor usaha itu sendiri,
kenaikan upah tidak digunakan oleh pihak perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerja tetapi justru
dibuat sebagai strategi penting dalam meningkatkan kinerja pekerja secara riil melalui produktivitas
yang tinggi. Pada akhirnya kondisi seperti ini akan mengurangi tingkat pengangguran yang ada.
Apabila perusahaan dikenakan besaran UMK yang ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak
diikuti dengan adanya kesiapan dari pihak tersebut, maka perusahaan diizinkan untuk mengajukan
permohonan penangguhan pembayaran kenaikan UMK yang telah ditetapkan dengan menyertakan
bukti kesulitan dalam keuangan. Begitupun sebaliknya jika dengan kenaikan UMK yang memberikan
dampak kepada meningkatnya biaya produksi, tidak mampu dihadapi oleh pihak perusahaan dengan
melakukan kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena terikat dengan UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaaan. Pada penjabaran di atas hasil penelitian ini ternyata searah dengan
teori klasik tentang tenaga kerja.
Hubungan antara upah dengan pengangguran dijelaskan oleh teori klasik tentang tenaga kerja.
Pada kondisi perekonomian yang belum mencapai posisi full employment suatu waktu produsen
mengurangi produksinya (karena barang banyak yang belum laku), maka permintaa tenaga kerja akan
turun. Tingkat upah yang berlaku turun dan jumlah orang yang bekerja juga turun. Bila harga-harga
barang sudah saling menyesuaikan maka semua barang akan terjual dan tingkat produksi menjadi
“normal” kembali. Akibatnya posisi full employment tercapai kembali, dan sekali lagi semua yang ada
di angkatan kerja bisa bekerja, pada tingkat upah riil lama.
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Tengkoe Sarimuda RB dan Soekarnoto pada tahun
penelitian 2007-2011 yaitu upah minimum provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
jumlah pengangguran di kabupaten/kota provinsi Jawa Timur. Artinya setiap peningkatan UMK akan
menurunkan tingkat pengangguran terbuka di kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran secara langsung berpengaruh negatif terhadap
seluruh provinsi di Indonesia. Artinya, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat pengangguran. Jika pertumbuhan ekonomi
meningkat maka peningkatan produksi barang dan jasa akan mengakibatkan kenaikan faktor-
faktor produksi yang salah satunya adalah tenaga kerja. Peningkatan permintaan tenaga kerja
akan membuat lapangan kerja semakin terbuka. Dengan terbukanya lapangan pekerjaan akan
mengakibatkan penyerapan tenaga kerja yang nantinya akan berimbas pada berkurangnya
angka pengangguran.
2. PMDN berpengaruh positif terhadap pengangguran provinsi di Indonesia. Artinya, bahwa
ketika PMDN naik maka jumlah pengangguran yang ada juga akan naik. Hal ini terjadi
karena investasi dalam negeri hanya terfokus pada sektor yang kurang menyerap tenaga kerja
maka akan banyak angkatan kerja yang tidak terserap sehingga hal ini akan secara otomatis
meningkatkan jumlah pengguran. Keadaan itu diperburuk oleh penyebaran investasi yang
tidak merata pada setiap provinsi menyebabkan pengangguran tetap terjadi.
3. PMA berpengaruh positif terhadap pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini bisa
dikatakan bahwa peningkatan PMA akan menyebabkan bertambahnya pengangguran.
Paramater peningkatan PMA yang justru meningkatkan jumlah pengangguran yang ada
karena modal investasi asing yang masuk dalam rentang waktu terakhir hanya terpusat pada
industri padat modal yang tidak banyak menyerap tenaga kerja seperti industri farmasi dan
otomotif.
4. Tingkat inflasi pada penelitian ini akan berpengaruh positif terhadap pengangguran atau
rendahnya kesempatan kerja yang ada karena inflasi yang terjadi pada harga-harga secara
umum yang menyebabkan kenaikan biaya produksi, bukan karena kenaikan permintaan.
Dengan kenaikan biaya produksi inilah yang menyebabkan perusahaan akan mengurangi
jumlah pekerja yang ada, karena suatu perusahaan akan memilih memaksimalkan
produksinya dengan jumlah pekerja yang sedikit dan dengan biaya produksi yang tinggi.
5. Hubungan antara UMK yang berpengaruh negatif terhadap pengangguran disebabkan karena
kenaikan upah yang terjadi di masing-masing provinsi tahun 2006-2015 masih belum
mencapai kondisi full employment. Kenaikan upah akan membuat tenaga kerja mendapatkan
pekerjaan. Bagi sektor usaha itu sendiri justru digunakan sebagai strategi penting dalam
meningkatkan kinerja pekerja melalui produktivitas yang tinggi.
B.Saran
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi provinsi di Indonesia karena variabel ini memberikan pengaruh terhadap penurunan
pengangguran melalui program-program untuk meningkatkan kualitas barang produksi dalam
negeri. Sehingga dengan kualitas yang baik permintaan yang nantinya akan berimbas pada
produksi terhadap barang dalam negeri akan meningkat.
2. Pemerintah diharapkan lebih mengarahkan dan mengatur investasi baik PMA maupun PMDN
pada sektor-sektor padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah
pengangguran melalui peraturan-peraturan penanaman modal di wiliayah Indonesia.
3. Tingkat inflasi harus dinamis, dimana pemerintah perlu menargetkan, mengawasi, dan
mengontrol tingkat harga di pasar nasional. Pemerintah melalui Dewan Pengupahan
kabupaten/kota serikat pekerja, dan pengusaha perlu bersamasama untuk mencapai
kesepakatan dalam menentukan besaran upah, sehingga keinginan angkatan kerja untuk
bekerja semakin tinggi dan pengusaha masih memperoleh keuntungan yang layak dengan
UMK yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Algofari, Farid. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran di Indonesia. Semarang. Universitas
Diponegoro. Skripsi.
Amri, Amir. 2007. Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia.
Jurnal Inflasi dan Pengangguran, 1(1).
Arka, Ni Putu Sucitrawati Sudarsana. 2012. Pengaruh Inflasi, Investasi, dan Tingkat Upah Terhadap
Tingkat Pengangguran di Bali. Jurnal FE Udayana, 1(1).
BKKBN. 2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program KB Nasional Materi Konseling.
Jakarta:BKKBN
Boediono. 1998. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2.
Yogyakarta : BPFE UGM
Cooper, D. R. and Schindler, P. S. 2014. Business Research Methods. 12th ed. New York: McGraw-
Hill.
De Fretes, Pieter N. 2007. Analisis Tentang Pengaruh Investasi Terhadap Pembangunan Ekonomi Di
Papua. Jurnal aplikasi manajemen, 5(1).
Dornbusch Rudigersch, Fischer Stanley, and Startz Richard. 2004. Macroeconomics, 9th. Mc Graw Hill
Dumairy.1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
Kaufman, dan Julie Hotchkiss. 1999. “ The Economics Of Labor Market”, Fifth Edition.
Yogyakarta : BPFE UGM
Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia :Menuju Negara
Industri Baru 2030? .Yogyakarta :Penerbit Andi.
Multifiah. 2011.Teori Ekonomi Mikro. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Murti Sumarni dan Salamah Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Nachrowi. 2006. Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit
FE UI. 381
Ni Komang Sopianti, dan A.A Ketut Ayuningsasi. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat
Inflasi, dan Upah Minimum terhadap Jumlah Pengangguran di Bali. E-Jurnal EP Unud, 2
(4), 216-225.
Pieter N. De Fretes. 2007. Analisis Tentang Pengaruh Investasi terhadap
Pembangunan Ekonomi di Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen,
5 (1).
Putu Dyah Rahadi Senet, dan Ni Nyoman Yuliarmi. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah
Pengangguran di Provinsi Bali. E- Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana
3(6).
Putu Eka Suwandika, dan I Nyoman Mahaendra Yasa. 2015. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan
Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bali. . E-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana 4(7).
Ronny Pitartono, dan Banatul Hayati. 2012. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun
1997-2010. Diponegoro Journal Of Economics 1(1), 1-10.
Salvatore. 2007. Mikroekonomi. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
Sugiyono 2007, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif . Bandung: Alfabeta.
Sukirno, S. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo
T.Gilarso. 2007. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Edisi Pertama. Yogyakarta : IKAPI.
Tengkoe Sarimuda RB, dan Soekarnoto. 2014. Pengaruh PDRB, UMK, Inflasi, dan Investasi terhadap
Pengangguran Terbuka di Kab/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis 2 (4).
Todaro, Michael dan Stephen C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Alih Bahasa
Haris Munandar dan Puji A.L.). Jakarta: Erlangga.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ekonisia FE UII, 250-260.
Winarno, Wing Wahyu. (2009). Analisis ekonometrika dan statistika dengan eviews. Edisi kedua.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Zulhanafi, Hasdi Aimon dan Efrizal Syofyan. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas dan Tingkat Penangguran. Jurnal Kajian Ekonomi 2 (3)