analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran

12
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran (Studi Kasus: 11 Provinsi di Indonesia Periode 2006-2015) Shela Nindya Saputri Susilo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:[email protected] ABSTRAK This research aims to determine the factors that influence unemployment. Variables used in this research is economic growth, domestic investment, pma, inflation, and umk. The research method in this study is panel regression. The results of this research are economic growth and umk have relationship the negative effect and sinifikan against unemployment. As for inflation, pmdn, and pma has a positive and significant impact on unemployment. Keywords: economic growth, inflation, pmdn, pma, and umk A. LATAR BELAKANG Pada saat ini permasalahan yang dihadapi oleh setiap negara semakin kompleks. Salah satu masalah perekonomian yang saat ini terjadi adalah angka pengangguran yang semakin bertambah dari waktu ke waktu. Masalah pengangguran merupakan hal yang penting untuk diteliti, karena dapat dikaitkan dengan beberapa indikator ekonomi makro lainnya. Menurut BPS pada sensus 2010 pengangguran didefinisikan sebagai orang yang masuk dalam angkatan kerja (15-64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Pengangguran merupakan permasalah yang harus segera diselesaikan dalam perekonomian setiap negara. Peningkatan populasi manusia yang semakin tinggi pada setiap tahunnya akan mengakibatkan bertambahnya jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2015 pengangguran bertambah sebesar 320 ribu orang yaitu dari 7,24 juta orang menjadi 7,56 juta orang. Dengan bertambahnya pengangguran menandakan bahwa daya serap tenaga kerja di beberapa industri melemah, hal ini karenakan jumlah angkatan kerja yang terus bertambah namun tidak diikuti dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. Provinsi dengan pengangguran tertinggi adalah Aceh dengan presentasi 9,93%, posisi kedua yaitu Maluku dengan jumlah persentase yang sama, disusul Banten, Sulawesi Utara dan pada urutan terakhir Jawa Barat. Pengangguran yang terjadi di Indonesia maupun pengangguran yang ada di provinsi dipengaruhi oleh indikator-indikator ekonomi yang diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat upah, inflasi, pengeluaran pemerintah dan investasi baik investasi asing maupun investasi domestik negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 hingga 2015 mengalami tren menurun, hal ini menunjukkan bahwa sedang terjadi perlambatan ekonomi di Indonesia. Iklim investasi di Indonesia juga merupakan faktor yang mempengaruhi pengangguran. Investasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu penanaman modal dalam negeri (domestic direct investment) dan penanaman modal asing (foiregn direct investment). Berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi domestik dan investasi asing mengalami trend yang cenderung meningkat dari tahun 2011 hingga 2015. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia sedang membaik namun penanaman modal tersebut belum merata sehingga pengangguran justru

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

(Studi Kasus: 11 Provinsi di Indonesia Periode 2006-2015)

Shela Nindya Saputri

Susilo

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email:[email protected]

ABSTRAK

This research aims to determine the factors that influence unemployment. Variables used in this

research is economic growth, domestic investment, pma, inflation, and umk. The research method in

this study is panel regression. The results of this research are economic growth and umk have

relationship the negative effect and sinifikan against unemployment. As for inflation, pmdn, and pma

has a positive and significant impact on unemployment.

Keywords: economic growth, inflation, pmdn, pma, and umk

A. LATAR BELAKANG

Pada saat ini permasalahan yang dihadapi oleh setiap negara semakin kompleks. Salah satu

masalah perekonomian yang saat ini terjadi adalah angka pengangguran yang semakin bertambah dari

waktu ke waktu. Masalah pengangguran merupakan hal yang penting untuk diteliti, karena dapat

dikaitkan dengan beberapa indikator ekonomi makro lainnya. Menurut BPS pada sensus 2010

pengangguran didefinisikan sebagai orang yang masuk dalam angkatan kerja (15-64 tahun) yang

sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Pengangguran merupakan permasalah yang

harus segera diselesaikan dalam perekonomian setiap negara. Peningkatan populasi manusia yang

semakin tinggi pada setiap tahunnya akan mengakibatkan bertambahnya jumlah angkatan kerja. Pada

tahun 2015 pengangguran bertambah sebesar 320 ribu orang yaitu dari 7,24 juta orang menjadi 7,56

juta orang. Dengan bertambahnya pengangguran menandakan bahwa daya serap tenaga kerja di

beberapa industri melemah, hal ini karenakan jumlah angkatan kerja yang terus bertambah namun

tidak diikuti dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. Provinsi dengan pengangguran tertinggi

adalah Aceh dengan presentasi 9,93%, posisi kedua yaitu Maluku dengan jumlah persentase yang

sama, disusul Banten, Sulawesi Utara dan pada urutan terakhir Jawa Barat. Pengangguran yang terjadi

di Indonesia maupun pengangguran yang ada di provinsi dipengaruhi oleh indikator-indikator

ekonomi yang diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat upah, inflasi, pengeluaran pemerintah

dan investasi baik investasi asing maupun investasi domestik negara tersebut.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 hingga 2015 mengalami tren menurun, hal ini

menunjukkan bahwa sedang terjadi perlambatan ekonomi di Indonesia. Iklim investasi di Indonesia

juga merupakan faktor yang mempengaruhi pengangguran. Investasi di Indonesia dapat dibagi menjadi

2 macam yaitu penanaman modal dalam negeri (domestic direct investment) dan penanaman modal

asing (foiregn direct investment). Berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi Badan Koordinasi

Penanaman Modal, realisasi investasi domestik dan investasi asing mengalami trend yang cenderung

meningkat dari tahun 2011 hingga 2015. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia

sedang membaik namun penanaman modal tersebut belum merata sehingga pengangguran justru

Page 2: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

meningkat di tahun 2015. Selain berhubungan dengan indikator makro, pengangguran juga

berhubungan dengan upah minimum yang ada di setiap provinsi, ketika upah minimum telah merata

maka pengangguran akan menurun. Pekerja yang memperoleh upah di bawah minimum provinsi

mengalami peningkatan mulai tahun 2013 hingga tahun 2015. Inflasi mempunyai peran penting dalam

perubahan jumlah pengangguran. Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum. Inflasi yang

disebabkan adanya tarikan permintaan (demand pull) secara tidak langsung mampu mengurangi

jumlah pengangguran. Inflasi di Indonesia mengalami tren yang fluktuatif pada 5 tahun terakhir

dengan inflasi tertinggi pada 2013 yaitu sebesar 8,86%.

Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, upah, dan infasi terhadap

jumlah pengangguran dengan menggunakan beberapa metode pengukuran yang berbeda telah diteliti

dan dipublikasikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Salah satu penelitian telah dilakukan oleh Amir

pada tahun 2007 yang melakukan penelitian terhadap pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah

dan tingkat inflasi sebagai variabel yang mempengaruhi jumlah pengangguran terbuka di Indonesia.

Penelitian ini mendapat hasil bahwa pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi

secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia.

Zulhanafi, Hasdi Aimon dan Efrizal Syofyan pada tahun 2013 juga mengungkapkan hasil

penelitiannya yang menggunakan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran

pemerintah, upah, Inflasi dan tingkat pengangguran sebagai variabel independen bahwa secara parsial

investasi dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di

Indonesia.

Berdasarkan uraian penjelasan yang telah disampaikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk

melihat “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran, Studi Kasus: 11 Provinsi di

Indonesia Periode 2006-2015“.

Berdasarkan penjelasan mengenai latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi domestik, investasi asing, dan inflasi

terhadap jumlah pengangguran di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh UMK terhadap jumlah pengangguran di Indonesia?

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pengangguran menurut Sukirno (1994) adalah keadaan dimana seseorang yang tergolong

angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan namun belum mendapatkannya. Angkatan kerja adalah

penduduk yang memasuki usia kerja, baik sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari

pekerjaan. Pengangguran terjadi karena pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan

pertumbuhan angkatan kerja sehingga kesempatan kerja terbatas dan tidak mampu menampung seluruh

angkatan kerja.

Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran Hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dijelaskan oleh hukum okun, pada teori

ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yaitu PDB. Ketika terjadi peningkatan output

nasional/daerah maka akan menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat yang selanjutnya akan

menurunkan tingkat pengangguran, maksudnya adalah ketika pertumbuhan ekonomi meningkat akan

berdampak pada derasnya modal yang masuk sehingga memberikan kesempatan kerja yang ditandai

dengan banyaknya sektor usaha baru yang muncul dengan sistem berorientasi padat karya, sehingga

mengurangi jumlah pengangguran. Sebaliknya jika PDB rill turun maka output yang diproduksi juga

akan turun mengakibatkan produsen mengurangi produksinya dan berimbas pada pengurangan tenaga

kerja.

Hubungan Inflasi Terhadap Pengangguran

Hubungan antara inflasi dan pengangguran dijelaskan pada teori cosh push inflation yang

menekankan pada terjadinya inflasi akibat pergeseran kurva aggregate supply (AS) yang diakibatkan

kenaikan biaya produksi perusahaan secara keseluruhan. Produksi barang juga sangat dipengaruhi oleh

faktor produksi. Dua faktor produksi yang sangat penting adalah modal dan tenaga kerja (Mankiw,

2007) dimana harga dari kedua faktor produksi tersebut adalah masing-masing upah yang merupakan

Page 3: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

biaya tenaga kerja dan tingkat bunga yang merupakan biaya modal. Jika biaya produksi suatu output

meningkat, keuntungan atas satu unit output menurun dan akan mengakibatkan jumlah output yang

ditawarkan akan menurun. Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar dibandingkan

aliran modal yang masuk sehingga terjadi penurunan investasi baik dari sisi swasta ataupun

pemerintah. Keadaan tersebut akan mengakibatkan pada semakin tingginya angka pengangguran.

Hubungan Upah Dengan Jumlah Pengangguran Hubungan besaran upah yang berpengaruh terhadap jumlah pengangguran dijelaskan oleh

Kaufman dan Hotckiss (1999). Tenaga kerja yang menetapkan tingkat upah minimumnya pada upah

tertentu, jika seluruh upah yang ditawarkan besarnya dibawah upah tersebut, seseorang akan menolak

mendapatkan upah tersebut dan akibatnya menyebabkan pengangguran.

Pada kondisi perekonomian yang belum mencapai posisi full employment suatu waktu produsen

mengurangi produksinya (karena barang banyak yang belum laku), maka permintaa tenaga kerja akan

turun. Tingkat upah yang berlaku turun dan jumlah orang yang bekerja juga turun. Bila harga-harga

barang sudah saling menyesuaikan maka semua barang akan terjual dan tingkat produksi menjadi

“normal” kembali. Akibatnya posisi full employment tercapai kembali, dan sekali lagi semua yang ada

di angkatan kerja bisa bekerja, pada tingkat upah riil lama.

Hubungan Investasi dengan Pengangguran Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan kesempatan kerja menurut Harrod-Domar

(Mulyadi, 2008) tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi.

Tenaga kerja yang merupakan salah satu faktor produksi, otomatis akan ditingkatkan penggunanya.

Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan

marak lesunya pembangunan. Maka setiap negara berusaha menciptakan iklim yang dapat

menggairahkan investasi terutama investasi swasta yang dapat membantu membuka lapangan kerja

sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja (Dumairy, 1997).

C. METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif atau Quantitatif Research adalah suatu metode

penelitian yang bersifat induktif, objektif dan ilmiah di mana data yang di peroleh berupa angka-angka

(score, nilai) atau pernyataan-pernyataan yang di nilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. Tujuan

penelitian kuantitatif adalah untuk membuktikan dan menolak suatu teori. Pada penelitian ini

bertujuan untuk melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi dan upah minimum

provinsi terhadap pengangguran secara parsial dan simultan.

Populasi dan Penentuan Sampel Pengertian populasi menurut Sumarni dan Wahyuni (2006) adalah keseluruhan objek yang diteliti

serta terdiri dari sejumlah individu, baik yang terbatas maupun tidak terbatas. Sedangkan sampel

adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Populasi

dalam penelitian ini adalah provinsi yang ada di Indonesia selama periode 2006-2015.

Metode pengambilan sampel yaitu secara non probabilitas(non-probability sampling, hal ini

dipilih karena pertimbangan-pertimbangan non-random seperti kesesuaian sampel dengan kriteria-

kriteria yang dirumuskan peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Metode tersebut berupa judgment

sampling yaitu pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan kriteria berdasarkan suatu

pertimbangan tertentu (Jogiyanto, 2008).

Pada penelitian ini jumlah provinsi yang ada di seluruh Indonesia adalah berjumlah 34 provinsi,

dikarenakan adanya ketidaksempurnaan data sehingga dapat diambil 11 dari total provinsi yang ada.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian yakni

dengan menggunakan regresi data panel. Regresi data panel memiliki tujuan yang sama dengan

regresi linier berganda, yaitu memprediksi nilai intersep dan slope. Penggunaan data panel dalam

regresi akan menghasilkan intersep dan slope yang berbeda pada setiap provinsi dan setiap periode

waktu penelitian.

Page 4: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Menurut Widarjono (2007: 258), ada tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel. Pertama,

uji statistik F digunakan untuk memilih antara metode Commom Effect atau metode Fixed Effect.

Kedua, uji Hausman yang digunakan untuk memilih antara metode Fixed Effect atau metode Random

Effect. Ketiga, uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk memilih antara metode Commom Effect

atau metode Random Effect.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi Data Panel

Analisis model data panel menggunakan tiga macam pendekatan estimasi yaitu, (a) pendekatan

kuadrat terkecil Pooled Least Square (PLS); (b) pendekatan efek tetap Fixed Effect Model (FEM); (c)

pendekatan efek acak Random Effect Model (REM).

Pooled Least square (PLS)

Pendekatan Pooled Least Square secara sederhana menggabungkan (pooled) seluruh data time

series dan cross-section. Model ini mengestimasi data panel dengan metode OLS (Ordinary Least

Square) sebagai salah satu syarat melakukan uji F-Restricted. Pengolahan estimasi model ini

menggunakan program E-Views 7.0 dan didapatkan hasil pada lampiran 1 yaitu R-Squared 0,415159

dan Adjusted R-Squared 0,386491.

Fixed Effect Model (FEM)

Model ini mengestimasi data panel dengan metode OLS (Ordinary Least Square) sebagai

pembanding pada uji F-Restricted. Pengolahan estimasi model ini menggunakan program E-Views 7.0

dan didapatkan hasil pada lampiran 2 yaitu R-Squared 0,569089 dan Adjusted R-Squared 0,498832

Chow Test

Pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed

Effect Model, maka digunakan uji F-Restricted dengan membandingkan F-statistik dan F-tabel. Dalam

pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Pooled Least Square Model (Restricted)

Ha: Fixed Effect Model (Unrestricted)

Pada Lampiran 4 diperoleh nilai F-statistik adalah 3,286423 dengan nilai F-tabel pada df(10,92) α

= 5% adalah 1,94 sehingga nilai F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak sehingga model data panel yang

dapat digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).

Random Effect Model (REM)

Pendekatan REM memperbaiki efisiensi proses least square dengan memperhitungkan error dan

cross-section dan time series. Model REM adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS)

untuk menguji F-Restricted. Pengolahan estimasi model ini menggunakan program E-Views 7.0 dan

didapatkan hasil pada lampiran 8 yaitu R-Squared 0,415159 dan Adjusted R-Squared 0,386491.

Hausman Test

Pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed

Effect Model atau Random Effect Model, sebagai dasar penolakan Ho maka digunakan statistik

Hausman dan membandingkannya dengan Chi-square. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis

sebagai berikut:

Ho: Random Effects Model (Restricted)

Ha: Fixed Effects Model (Unrestricted)

Pada Lampiran 6 diperoleh nilai chi-square (statistic) adalah 30,562777 dengan nilai Chi-square

(tabel) pada df(5) α = 5% adalah 11,070 sehingga nilai Chi-square (statistic) > Chi- square (tabel),

maka Ho ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).

Pengujian Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Salah satu asumsi dalam penerapan data panel adalah distribusi probabilitas dari ganggunan uji-t

memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan memiliki varian yang

konstan. Untuk menguji apakah distribusi data normal dilakukan dengan membandingkan nilai JB

hitung dengan Chi Square tabel, dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Data berdistribusi normal

Page 5: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Ha: Data tidak berdistribusi normal

Pada lampiran 7 diperoleh nilai JB hitung sebesar 2,15 dan nilai Chi Square tabel df(5), α = 5%

adalah 11,070. Sehingga nilai Chi-square (tabel) > JB hitung, maka Ho diterima sehingga data dalam

penelitian ini berdistribusi normal.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual

observasi lainnya (Winarno, 2007). Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik. Autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu

pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Pada lampiran uji Fixed Effect Model,

diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,314514 sedangkan nilai dL= 1,5909 dan nilai dU= 1,7841.

Hal tersebut menjelaskan bahwa nilai dL > dw dan nilai dU > dw, yang artinya terdapat indikasi

autokorelasi. Sehingga dilakukan corss-section SUR pada Fixed Effect Model agar terbebas dari

indikasi autokolerasi, dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

Ho: tidak ada autokorelasi

Ha: terdapat autokorelasi

Pada hasil regresi didapatkan bahwa DW statistic bernilai 1,911791 sedangkan nilai dL= 1,64878

dan nilai dU= 1,72413. Hasil tersebut menjelaskan bahwa nilai DW lebih besar dari dU atau lebih kecil

dari (4-dU) maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak terdapat autokorelasi.

Uji Heterokedisitas Mendeteksi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam data panel digunakan metode

General Least Square (Cross Section Weights). Jika Sum square resid pada Weighted Statistics lebih

kecil dari Sum square resid pada Unweighted Statistics dapat dikatakan bahwa dalam model panel

tersebut terjadi masalah heteroskedastisitas.

Pada lampiran 9, pada uji heterokedastisitas diperoleh hasil regresi Sum squared pada Weighted

sebesar 357,7237, sedangkan Sum squared pada Unweighted sebesar 364,2399. Nilai Sum squared

pada Weighted lebih kecil dibandingkan dengan nilai Sum squared pada Unweighted. Maka dari itu

data regresi penelitian ini terkena masalah heterokedisitas.

Uji Multikoliniearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem

multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen.

Multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing variabel

bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi

multikolinearitas dan sebaliknya. Hasil coefficient Covarian Matrix pada lampiran 10 menjelaskan

bahwa nilai koefisien masing-masing variabel bebas tidak melebihi dari 0,8, maka dapat dikatakan

bahwa data penelitian ini terbebas dari masalah multikolinearitas

Pengujian Hipotesis

Berikut merupakan tabel hasil estimasi variabel dengan fixed effect mode

Page 6: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Cross-section fixed effects test equation:

Dependent Variable: PENGANGGURAN

Method: Panel Least Squares

Date: 06/13/16 Time: 18:13

Sample: 2006 2015

Periods included: 10

Cross-sections included: 11

Total panel (unbalanced) observations: 108 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9.351982 1.298395 7.202727 0.0000

PE -0.357830 0.122602 -2.918630 0.0043

PMDN 0.000199 0.000100 1.989936 0.0493

PMA 0.000763 0.000162 4.698406 0.0000

INFLASI 0.187705 0.073859 2.541397 0.0125

UPAH -0.002461 0.000886 -2.778152 0.0065

Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat di jelaskan melalui persamaan

sebagai berikut;

Y = 9,351982 - 0,357830 PE + 0,000199 PMDN + 0,000763 PMA + 0,187705 Inflasi – 0,002461

Upah

Dimana :

Pengangguran : Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi

PE : Pertumbuhan Ekonomi

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

PMA : Penanaman Modal Luar Negeri/Asing

Inflasi : Laju Inflasi Daerah

Upah : Upah Minimum Regional/Provinsi

Uji hipotesis Secara Parsial Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (pertumbuhan ekonomi, PMDN,

PMA, inflasi, dan upah) berpengaruh secara parsial terhadap variabel bebas yaitu pengangguran dan

seberapa besar pengaruhnya secara parsial, yaitu dengan membandingkan nilai t-statistik masing

masing variabel dengan nilai t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat

kepercayaan α = 5%, df=103 , maka diperoleh t-tabel 1,65978. Berdasarkan hasil regresi maka kita

dapat menentukan hipotesis sebagai berikut:

1. Variabel pertumbuhan ekonomi, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak Hasil estimasi

diatas menjelaskan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap

pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (7,2) > t-tabel

(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).

2. Variabel PMDN, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolakHasil estimasi diatas menjelaskan

bahwa variabel PMDN berpengaruh signifikan terhadap pengangguran provinsi di Indonesia.

Hal ini dikatahui dari nilai t-statistik (1,98) > t-tabel (1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar

95% (α = 5%).

3. Variabel PMA, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak

Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel PMA berpengaruh signifikan terhadap

pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (4,69) > t-tabel

(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).

4. Variabel Inflasi, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak

Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap di

pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (2,54) > t-tabel

(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).

5. Variabel Upah, t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak

Page 7: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel upah berpengaruh signifikan terhadap

pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini diketahui dari nilai t-statistik (2,77) > t-tabel

(1,65) dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 5%).

Uji Hipotesis Secara Simultan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan

terhadap variabel terikat dan seberapa besar pengaruhnya secara simultan, maka digunakan uji F

dengan membandingkan nilai F-statistik dengan nilai F-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis.

Pada tingkat kepercayaan α = 5%, 𝑑𝑓1= 5, 𝑑𝑓2= 108, dan nilai F-statistik 8.1.

Berdasarkan hasil estimasi nilai F-statistik (8,1) > F-tabel (2,3) maka Ho ditolak yang artinya

variabel bebas (Pertumbuhan Ekonomi, PMDN, PMA, Inflasi dan Upah) berpengaruh signifikan

secara simultan terhadap variabel terikat (pengangguran provinsi di Indonesia) pada tingkat

kepercayaan 95 persen.

Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R-squared)

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.8, nilai adjusted R-squared adalah sebesar 0,498.

Hal ini menunjukan bahwa 49,8 persen pengangguran provinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh

pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi dan upah. Sedangkan 50,2 persen variabel pengangguran

provinsi di Indonesia dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Analisis Per Provinsi terhadap Pengangguran di Indonesia

Berikut merupakan analisis pengaruh masing-masing provinsi terhadap total pengangguran di

Indonesia:

a) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Sumatera Utara mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar 4,417715.

b) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Riau mempunyai pengaruh individu

terhadap pengangguran sebesar 3,409376.

c) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Jambi mempunyai pengaruh individu

terhadap pengangguran sebesar 2,304686.

d) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Sumatera Selatan mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar 1,788043.

e) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi DKI Jakarta mempunyai pengaruh individu

terhadap pengangguran sebesar 1,211849.

f) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Bali mempunyai pengaruh individu

terhadap pengangguran sebesar 0,614971.

g) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Barat mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar -0,709405.

h) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Tengah mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar -1,729286.

i) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Selatan mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar -3,138279.

j) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Kalimantan Timur mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar -4,121377.

k) Bila terdapat perubahan pada pertumbuhan ekonomi, PMDN, PMA, inflasi, dan upah baik

antar provinsi maupun antar waktu maka provinsi Sulawesi Selatan mempunyai pengaruh

individu terhadap pengangguran sebesar -5,060366.

Page 8: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Individual Effect Provinsi terhadap Hasil Penelitian

No. Cross section fixed Effect (Provinsi) Individual Effect

(%)

1. Sumatera Utara 4,417715

2. Riau 3,409376

3. Jambi 2,304686

4. Sumatera Selatan 1,788043

5. DKI Jakarta 1,211849

6. Bali 0,614971

7. Kalimantan Barat -0,709405

8. Kalimantan Tengah -1,729286

9. Kalimantan Selatan -3,138279

10. Kalimantan Timur -4,121377

11. Sulawesi Selatan -5,060366

Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Terhadap Pengangguran

Variabel pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

pengangguran di seluruh provinsi di Indonesia sebesar 0,357830 yang menunjukkan setiap ada

kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% maka pengangguran akan berkurang sebesar 0,357830%.

Pertumbuhan ekonomi dihitung dengan melihat perubahan PDRB. Peningkatan PDRB merupakan

hasil dari peningkatan nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia. Jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka peningkatan

produksi barang dan jasa akan mengakibatkan kenaikan faktor-faktor produksi yang salah satunya

adalah tenaga kerja. Peningkatan permintaan tenaga kerja akan membuat lapangan kerja semakin

terbuka. Dengan terbukanya lapangan pekerjaan akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja yang

nantinya akan berimbas pada berkurangnya angka pengangguran. Hal sebaliknya akan terjadi, jika

pertumbuham ekonomi turun maka produksi barang dan jasa juga akan mengalami penurunan.

Penurunan produksi barang dan jasa pada akhirnya juga akan berakibat pada berkurangnya permintaan

terhadap faktor-faktor produksi yang salah satunya adalah tenaga kerja. Berkurangnya permintaan

terhadap tenaga kerja secara otomatis akan mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran.

Hal ini sesuai dengan Hukum Okun yang menjelaskan tentang hubungan negatif pertumbuhan

GDP dengan pengangguran. Setiap kenaikan satu poin pengangguran akan terjadi penurunan

pertumbuhan GPD sebesar dua poin. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa provinsi pada

tahun 2006 sampai dengan 2015 masih berfluktuatif sehingga menyebabkan tingkat pengangguran

tetap meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang baik adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi

diikuti dengan perbaikkan sektor-sektor lainnya, seperti meningkatnya kesejahteraan masyarakat,

berkurangnya pengangguran, dan berkurangnya kemiskinan.

Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zulhanafi, Hasdi Aimon, dan

Efrizal Syofyan pada tahun 2013 yang menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh

negatif signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Artinya, peningkatan pertumbuhan

ekonomi akan menyebabkan terjadinya penurunan tingkat pengangguran. Begitu sebaliknya,

penurunan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan terjadinya peningkatan tingkat pengangguran di

Indonesia.

Penanaman Modal Dalam Negeri Berpengaruh Terhadap Pengangguran Variabel realisasi penanaman modal dalam negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pengangguran provinsi di Indonesia sebesar 0,000199%. artinya setiap ada kenaikan investasi dalam

negeri sebesar 1% maka pengangguran akan bertambah 0,000199%.

Pada penelitian ini investasi dalam negeri ternyata tidak berpengaruh terhadap kesempatan kerja.

Investasi dalam negeri lebih terorientasi pada pembangunan sektor-sektor yang kurang menyerap

tenaga kerja, seperti sub sektor kehutanan, industri kimia, belanja untuk fasilitas umum (sarana dan

prasarana), belanja pendidikan dan pengajaran, belanja sekretariat DPRD dan belanja lain-lain De

Fretes (2007). Disisi lain laju pertumbuhan penduduk yang itu berarti sama dengan pertumbuhan

angkatan kerja semakin meningkat dari tahun ke tahun (BKKBN, 2006). Permasalahan yang

Page 9: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

ditimbulkan oleh besarnya pertumbuhan angkatan kerja menuntut kesempatan kerja yang lebih besar

(kompasiana, 2013). Sehingga apabila investasi dalam negeri hanya terfokus pada sektor yang kurang

menyerap tenaga kerja maka akan banyak angkatan kerja yang tidak terserap sehingga hal ini akan

secara otomatis meningkatkan jumlah pengguran. Selain itu penyebaran investasi yang tidak merata

pada setiap provinsi menyebabkan pengangguran tetap terjadi. Investasi biasanya hanya berpusat di

Jawa sedangkan di daerah seperti Papua dan Sulawesi memiliki investasi yang rendah (BKPM, 2016),

diperburuk oleh rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan

daerah yang tidak pro investasi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada.

Todaro (2003) menjelaskan bahwa investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan

ekonomi karena dengan pembentukan modal dapat membentuk kapasitas produksi maupun

menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat memperluas kesempatan kerja. Dengan adanya

pembentukan lapangan pekerjaan baru secara tidak langsung investasi mengurangi jumlah

pengangguran. Hal ini tidak sejalan dengan teori Harrod-Domar.

Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga

memperbesar kapasitas produksi. Investasi atau pembentukan modal ini merupakan hal yang sangat

penting bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan stok barang modal. Meningkatnya stok

barang modal dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian, sebab peningkatan stok

barang modal akan meningkatkan kegiatan produksi dan meningkatkan kesempatan kerja. Tingginya

kesempatan kerja akan mengurangi pengangguran yang ada,

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sofia Ulfa tahun 2013 yaitu penanaman modal

dalam negeri berpengaruh positif signifikan terhadap kesempatan kerja di provinsi Kalimantan Timur.

Artinya peningkatan PMDN akan menyebabkan bertambahnya pengangguran di Kalimantan Timur.

Penanaman Modal Asing Berpengaruh Terhadap Pengangguran Variabel realisasi penanaman modal asing atau luar negeri berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pengangguran provinsi di Indonesia sebesar 0,000763 yang menunjukkan setiap ada kenaikan

investasi asing sebesar 1% maka pengangguran akan meningkat sebesar 0,000763%.

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa meningkatnya jumlah penanaman modal asing yang

masuk ke Indonesia tidak dapat menyelesaikan masalah pengangguran. Pengujian ini ternyata

menunjukkan hasil yang tidak selaras dengan kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menarik

minat investor asing agar membuka pabrik di Indonesia, karena pembukaan pabrik itu ternyata tidak

mampu menyerap tenaga kerja. Peningkatan investasi asing yang masuk ternyata tidak mempengaruhi

jumlah orang yang bekerja di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, ternyata modal

investasi asing yang masuk dalam rentang waktu terakhir hanya terpusat pada industri padat modal

yang tidak banyak menyerap tenaga kerja seperti industri farmasi dan otomotif (BPS, 2006).

Pemerintah kurang memfokuskan tujuan investasi asing pada industri padat karya. Berdasarkan

teori Mankiw pada tahun 2003 yang menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi menegaskan

pentingnya alokasi investasi ekonomi yang sesuai. Hal ini ditujukan untuk mengarahkan investasi agar

memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian suatu negara berkembang. Kondisi yang

dialami provinsi-provinsi yang ada tidak sesuai dengan teori kesempatan kerja yang dikemukakan oleh

Harrod-Domar.

Harrod-Domar (Mulyadi, 2000:8) menyatakan hubungan PMA dengan kesempatan kerja tidak

hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Tenaga kerja yang

merupakan salah satu faktor produksi, secara otomatis akan ditingkatkan penggunanya. Dinamika

penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak

lesunya pembangunan. Maka setiap negara berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan

investasi terutama investasi swasta yang dapat membantu membuka lapangan kerja sehingga dapat

meningkatkan kesempatan kerja (Dumairy, 1997).

Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Pieter N.De dan Fretes pada tahun 2007 dimana

investasi asing berpengaruh positif signifikan terhadap jumlah pengangguran. Artinya peningkatan

PMA akan menyebabkan bertambahnya pengangguran.

Inflasi Berpengaruh Terhadap Pengangguran Variabel inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap pengangguran provinsi di Indonesia

sebesar 0,187705 yang menunjukkan setiap ada kenaikan inflasi sebesar 1% maka pengangguran akan

meningkat sebesar 0,187705%.

Page 10: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Tingkat inflasi pada penelitian ini berpengaruh positif terhadap pengangguran atau rendahnya

kesempatan kerja yang ada karena inflasi yang terjadi disebabkan kenaikan harga-harga secara umum

yang berakibat pada kenaikan biaya produksi, bukan karena kenaikan permintaan. Kenaikan harga

bbm pada beberapa tahun terakhir seperti yang terjadi pada tahun 2013 menyebabkan harga-harga

secara umum mengalami kenaikan (Indonesia investmen, 2016). Tingkat inflasi memiliki pengaruh

terhadap tingkat pengangguran. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada

harga-harga secara umum maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan

pada tingkat bunga (pinjaman). Akibatnya dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi

investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif karena akan meningkatkan biaya

produksi bagi perusahaan Sukirno (2005). Kenaikan biaya produksi inilah yang menyebabkan

perusahaan akan mengurangi jumlah pekerja yang ada, karena suatu perusahaan akan memilih

memaksimalkan produksinya dengan jumlah pekerja yang sedikit dan dengan biaya produksi yang

tinggi. Hasil dari penelitian ini didukung oleh teori inflasi yang dijelaskan oleh cosh push inflation.

Hubungan antara inflasi dan pengangguran dijelaskan pada teori cosh push inflation yang

menekankan pada terjadinya inflasi akibat pergeseran kurva aggregate supply (AS) yang diakibatkan

kenaikan biaya produksi perusahaan secara keseluruhan. Jika biaya produksi suatu output meningkat,

keuntungan atas satu unit output menurun dan akan mengakibatkan jumlah output yang ditawarkan

akan menurun. Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar dibandingkan aliran modal

yang masuk sehingga terjadi penurunan investasi baik dari sisi swasta ataupun pemerintah. Keadaan

tersebut akan mengakibatkan pada semakin tingginya angka pengangguran.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ni Komang Sopianti dan A.A Ketut Ayuningsasi

tahun 2011 yaitu inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah pengangguran di provinsi

Bali. Artinya peningkatan inflasi akan menyebabkan bertambahnya pengangguran di provinsi Bali.

Upah Minimum Berpengaruh terhadap Pengangguran

Variabel upah minimum berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran provinsi di

Indonesia sebesar -0,002461 yang menunjukkan setiap ada kenaikan upah sebesar 1% maka

pengangguran akan berkurang sebesar 0,002461 %.

Hubungan antara UMK yang berpengaruh terhadap pengangguran disebabkan karena kenaikan

upah yang terjadi di masing-masing provinsi tahun 2006-2015 masih berada dibawah titik

keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja sehingga tidak terjadi kekakuan upah.

Kenaikan upah akan membuat tenaga kerja mendapatkan pekerjaan. Bagi sektor usaha itu sendiri,

kenaikan upah tidak digunakan oleh pihak perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerja tetapi justru

dibuat sebagai strategi penting dalam meningkatkan kinerja pekerja secara riil melalui produktivitas

yang tinggi. Pada akhirnya kondisi seperti ini akan mengurangi tingkat pengangguran yang ada.

Apabila perusahaan dikenakan besaran UMK yang ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak

diikuti dengan adanya kesiapan dari pihak tersebut, maka perusahaan diizinkan untuk mengajukan

permohonan penangguhan pembayaran kenaikan UMK yang telah ditetapkan dengan menyertakan

bukti kesulitan dalam keuangan. Begitupun sebaliknya jika dengan kenaikan UMK yang memberikan

dampak kepada meningkatnya biaya produksi, tidak mampu dihadapi oleh pihak perusahaan dengan

melakukan kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena terikat dengan UU No. 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaaan. Pada penjabaran di atas hasil penelitian ini ternyata searah dengan

teori klasik tentang tenaga kerja.

Hubungan antara upah dengan pengangguran dijelaskan oleh teori klasik tentang tenaga kerja.

Pada kondisi perekonomian yang belum mencapai posisi full employment suatu waktu produsen

mengurangi produksinya (karena barang banyak yang belum laku), maka permintaa tenaga kerja akan

turun. Tingkat upah yang berlaku turun dan jumlah orang yang bekerja juga turun. Bila harga-harga

barang sudah saling menyesuaikan maka semua barang akan terjual dan tingkat produksi menjadi

“normal” kembali. Akibatnya posisi full employment tercapai kembali, dan sekali lagi semua yang ada

di angkatan kerja bisa bekerja, pada tingkat upah riil lama.

Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Tengkoe Sarimuda RB dan Soekarnoto pada tahun

penelitian 2007-2011 yaitu upah minimum provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

jumlah pengangguran di kabupaten/kota provinsi Jawa Timur. Artinya setiap peningkatan UMK akan

menurunkan tingkat pengangguran terbuka di kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur.

Page 11: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran secara langsung berpengaruh negatif terhadap

seluruh provinsi di Indonesia. Artinya, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan

menyebabkan terjadinya penurunan tingkat pengangguran. Jika pertumbuhan ekonomi

meningkat maka peningkatan produksi barang dan jasa akan mengakibatkan kenaikan faktor-

faktor produksi yang salah satunya adalah tenaga kerja. Peningkatan permintaan tenaga kerja

akan membuat lapangan kerja semakin terbuka. Dengan terbukanya lapangan pekerjaan akan

mengakibatkan penyerapan tenaga kerja yang nantinya akan berimbas pada berkurangnya

angka pengangguran.

2. PMDN berpengaruh positif terhadap pengangguran provinsi di Indonesia. Artinya, bahwa

ketika PMDN naik maka jumlah pengangguran yang ada juga akan naik. Hal ini terjadi

karena investasi dalam negeri hanya terfokus pada sektor yang kurang menyerap tenaga kerja

maka akan banyak angkatan kerja yang tidak terserap sehingga hal ini akan secara otomatis

meningkatkan jumlah pengguran. Keadaan itu diperburuk oleh penyebaran investasi yang

tidak merata pada setiap provinsi menyebabkan pengangguran tetap terjadi.

3. PMA berpengaruh positif terhadap pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini bisa

dikatakan bahwa peningkatan PMA akan menyebabkan bertambahnya pengangguran.

Paramater peningkatan PMA yang justru meningkatkan jumlah pengangguran yang ada

karena modal investasi asing yang masuk dalam rentang waktu terakhir hanya terpusat pada

industri padat modal yang tidak banyak menyerap tenaga kerja seperti industri farmasi dan

otomotif.

4. Tingkat inflasi pada penelitian ini akan berpengaruh positif terhadap pengangguran atau

rendahnya kesempatan kerja yang ada karena inflasi yang terjadi pada harga-harga secara

umum yang menyebabkan kenaikan biaya produksi, bukan karena kenaikan permintaan.

Dengan kenaikan biaya produksi inilah yang menyebabkan perusahaan akan mengurangi

jumlah pekerja yang ada, karena suatu perusahaan akan memilih memaksimalkan

produksinya dengan jumlah pekerja yang sedikit dan dengan biaya produksi yang tinggi.

5. Hubungan antara UMK yang berpengaruh negatif terhadap pengangguran disebabkan karena

kenaikan upah yang terjadi di masing-masing provinsi tahun 2006-2015 masih belum

mencapai kondisi full employment. Kenaikan upah akan membuat tenaga kerja mendapatkan

pekerjaan. Bagi sektor usaha itu sendiri justru digunakan sebagai strategi penting dalam

meningkatkan kinerja pekerja melalui produktivitas yang tinggi.

B.Saran

Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah

sebagai berikut:

1. Pemerintah diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi provinsi di Indonesia karena variabel ini memberikan pengaruh terhadap penurunan

pengangguran melalui program-program untuk meningkatkan kualitas barang produksi dalam

negeri. Sehingga dengan kualitas yang baik permintaan yang nantinya akan berimbas pada

produksi terhadap barang dalam negeri akan meningkat.

2. Pemerintah diharapkan lebih mengarahkan dan mengatur investasi baik PMA maupun PMDN

pada sektor-sektor padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah

pengangguran melalui peraturan-peraturan penanaman modal di wiliayah Indonesia.

3. Tingkat inflasi harus dinamis, dimana pemerintah perlu menargetkan, mengawasi, dan

mengontrol tingkat harga di pasar nasional. Pemerintah melalui Dewan Pengupahan

kabupaten/kota serikat pekerja, dan pengusaha perlu bersamasama untuk mencapai

kesepakatan dalam menentukan besaran upah, sehingga keinginan angkatan kerja untuk

bekerja semakin tinggi dan pengusaha masih memperoleh keuntungan yang layak dengan

UMK yang ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Algofari, Farid. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran di Indonesia. Semarang. Universitas

Diponegoro. Skripsi.

Amri, Amir. 2007. Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia.

Jurnal Inflasi dan Pengangguran, 1(1).

Arka, Ni Putu Sucitrawati Sudarsana. 2012. Pengaruh Inflasi, Investasi, dan Tingkat Upah Terhadap

Tingkat Pengangguran di Bali. Jurnal FE Udayana, 1(1).

BKKBN. 2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program KB Nasional Materi Konseling.

Jakarta:BKKBN

Boediono. 1998. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2.

Yogyakarta : BPFE UGM

Cooper, D. R. and Schindler, P. S. 2014. Business Research Methods. 12th ed. New York: McGraw-

Hill.

De Fretes, Pieter N. 2007. Analisis Tentang Pengaruh Investasi Terhadap Pembangunan Ekonomi Di

Papua. Jurnal aplikasi manajemen, 5(1).

Dornbusch Rudigersch, Fischer Stanley, and Startz Richard. 2004. Macroeconomics, 9th. Mc Graw Hill

Dumairy.1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga

Kaufman, dan Julie Hotchkiss. 1999. “ The Economics Of Labor Market”, Fifth Edition.

Yogyakarta : BPFE UGM

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia :Menuju Negara

Industri Baru 2030? .Yogyakarta :Penerbit Andi.

Multifiah. 2011.Teori Ekonomi Mikro. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Murti Sumarni dan Salamah Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta:

CV. Andi Offset.

Nachrowi. 2006. Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit

FE UI. 381

Ni Komang Sopianti, dan A.A Ketut Ayuningsasi. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat

Inflasi, dan Upah Minimum terhadap Jumlah Pengangguran di Bali. E-Jurnal EP Unud, 2

(4), 216-225.

Pieter N. De Fretes. 2007. Analisis Tentang Pengaruh Investasi terhadap

Pembangunan Ekonomi di Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen,

5 (1).

Putu Dyah Rahadi Senet, dan Ni Nyoman Yuliarmi. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah

Pengangguran di Provinsi Bali. E- Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana

3(6).

Putu Eka Suwandika, dan I Nyoman Mahaendra Yasa. 2015. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan

Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bali. . E-

Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana 4(7).

Ronny Pitartono, dan Banatul Hayati. 2012. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun

1997-2010. Diponegoro Journal Of Economics 1(1), 1-10.

Salvatore. 2007. Mikroekonomi. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Sugiyono 2007, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif . Bandung: Alfabeta.

Sukirno, S. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo

T.Gilarso. 2007. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Edisi Pertama. Yogyakarta : IKAPI.

Tengkoe Sarimuda RB, dan Soekarnoto. 2014. Pengaruh PDRB, UMK, Inflasi, dan Investasi terhadap

Pengangguran Terbuka di Kab/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011. Jurnal

Ekonomi dan Bisnis 2 (4).

Todaro, Michael dan Stephen C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Alih Bahasa

Haris Munandar dan Puji A.L.). Jakarta: Erlangga.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ekonisia FE UII, 250-260.

Winarno, Wing Wahyu. (2009). Analisis ekonometrika dan statistika dengan eviews. Edisi kedua.

Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Zulhanafi, Hasdi Aimon dan Efrizal Syofyan. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produktivitas dan Tingkat Penangguran. Jurnal Kajian Ekonomi 2 (3)