analisis kinerja saham perbankan sebelum & · pdf filejurnal manajemen & bisnis...
TRANSCRIPT
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
ANALISIS KINERJA SAHAM PERBANKAN
SEBELUM & SESUDAH REVERSE STOCK SPLIT
DI PT. BURSA EFEK JAKARTA
Amir Hamzah - Alumni Program Studi MM Unsri Tahun 2006
ABSTRACT
This study is issued to describe one of corporate action that is reverse
stock split and its effect to the bank stock performance. Theoretically, the
corporate action that has been done by a company is purposed to develop
strategic and operational value which the result could influence stock value
and outstanding stock and finally will influence the stock performance or the
liquidity of company. As one of corporate action, reverse stock split is
purposed to make new stock price, to equal stock price with the bank stock
that has same characteristic and to form stock price normally. This study is
researched by using 6 samples of 23 banking that have done reverse stock
split at Jakarta Stock Exchange by analyzing the data of stock price volatility
and stock volume everyday during 12 months before and after reverse stock
split by using MC-Nemar and T-test. The result at banking can be indicated
that reverse stock split corporate action of reverse stock split does not have
differences/influences to the increasing of stock performance (price and
volume) before and after reverse stock split .
Key Words : Reverse Stock Split, Stock Price, Stock Volume, Stock Price,
Volatility and Trading Volume.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997
membawa dampak yang sangat buruk pada sektor perbankan yang ditandai
dengan beberapa indikator kunci perbankan yang berada pada kondisi yang
sangat mengkhawatirkan antara lain ; Non Performing Loan (NPL) bank-bank
komersial mencapai 50 persen, tingkat keuntungan industri perbankan berada
pada titik minus 18 persen dan Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 13
kondisi minus 15 persen, sehingga dengan terpuruknya sektor perbankan akibat
krisis tersebut memaksa pemerintah untuk melakukan tindakan membekukan
kegiatan operasi perbankan dengan melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak
sehat dan tidak layak lagi untuk beroperasi. (Febryani, 2003).
Pemerintah melakukan tindakan untuk membekukan kegiatan operasi
perbankan khususnya bank swasta disebabkan pinjaman luar negeri yang
diperoleh membengkak lebih dari tiga kali lipat akibat nilai tukar rupiah
terhadap dollar naik secara drastis dan penyaluran kredit diberikan kepada
industri terkait yang memiliki hubungan kepemilikan dengan bank tersebut
yang berakhir dengan macet, sedangkan untuk bank pemerintah (BUMN)
dilakukan restrukturisasi dengan cara penggabungan (merger) dan
rekapitalisasi melalui penerbitan obligasi pemerintah untuk menambah modal
bank. (Samosir, 2003).
Dampak krisis perbankan yang terjadi tidak hanya mengakibatkan ratio
keuangan perbankan menjadi memburuk, juga berdampak telah berubahnya
struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta / publik menjadi milik
negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank
(bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah dan meningkatnya jumlah
lembar saham bank-bank publik dari semula paling besar kurang lima miliar
lembar saham sebelum rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi
ratusan miliar lembar saham. Pembengkakan jumlah lembar saham pasca
rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembar saham
turun drastis dan harga saham perbankan juga menyesuaikan diri mengalami
penurunan dari level sekitar Rp.1.000-an menjadi relatif rendah hingga di
bawah Rp.50 per lembar saham sebagai akibat terjadinya ketimpangan (gap)
yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar sahamnya. Untuk
saham bank yang memiliki harga relatif rendah jelas mengalami kesulitan
untuk bergerak naik maupun turun kendati bank tersebut telah mengalami
peningkatan kinerja secara substansial, sebaliknya bank yang memiliki harga
saham tinggi telah terbaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun
sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus.(Susiyanto,
2004).
Krisis ekonomi tidak hanya dialami pada sektor perbankan saja, namun
di sektor pasar modal juga terkena dampaknya yang tercermin dari lesunya
perdagangan saham / obligasi yang ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata
transaksi harian (ekuitas) BEJ, yang mana pada tahun 1999 nilai transaksinya
sebesar Rp. 598,7 miliar, tahun 2000 menurun menjadi sebesar Rp. 513,7
miliar dan tahun 2001 semakin menurun lagi menjadi sebesar Rp. 396,7 miliar.
Sedangkan untuk nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir
tahun 1999 sebesar 676,919, pada akhir tahun 2000 menurun menjadi sebesar
416,321 dan pada akhir tahun 2001 menurun lagi menjadi sebesar 392,036.
(Laporan BEJ, 2003).
Amir Hamzah
14 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Untuk mengatasi dampak krisis multidimensi tersebut, maka
perbankan perlu melakukan konsolidasi saham melalui reverse stock bagi
saham-saham bank yang berharga relatif rendah dan jumlah lembar saham
yang sangat besar dan sebaliknya melakukan stock split bagi saham bank
yang harganya relatif tinggi, namun memiliki jumlah lembar saham yang tidak
terlalu banyak, sehingga dengan dilakukannya konsolidasi tersebut, diharapkan
akan tercipta saham sektor perbankan yang lebih baik dan seimbang yang
sekaligus dapat memberikan kemudahan bagi investor dalam memilih saham-
saham bank yang prospektif tanpa harus dibingungkan dengan perbedaan harga
saham yang relatif besar dan perbedaan jumlah lembar saham yang besar pula.
Menurut Susiyanto (2004) bahwa pemecahan saham (stock split) dapat
didefinisikan sebagai aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai
nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio stock
split yang ditentukan, dimana perubahan nilai nominal tersebut hanya
mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah
jumlah modal ditempatkan dan modal disetor atau tidak akan mengurangi atau
menambah nilai investasi dari pemegang saham / investor dengan tujuan untuk
membuat harga saham menjadi lebih rendah dari sebelumnya, mensejajarkan
harga sahamnya dengan saham-saham bank sejenis atau yang dianggap
memiliki karakteristik yang sama, membentuk harga saham menjadi lebih
wajar dan meningkatkan likuiditas saham di pasar modal. Sedangkan
penggabungan saham (reverse stock split) merupakan kebalikan dari stock split
yaitu dengan cara menggabungkan nilai nominal saham menjadi nominal yang
lebih besar sesuai dengan rasio reverse stock split yang telah ditentukan dengan
tujuan untuk membuat harga saham menjadi lebih tinggi dari sebelumnya,
mensejajarkan harga saham dengan saham-saham bank sejenis atau yang
dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari
saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama dan
membentuk harga saham yang lebih wajar. Selanjutnya dengan adanya aksi
korporat reverse stock split ini, maka risiko yang akan dihadapi investor
kemungkinan harga saham pasca reverse menjadi turun lebih dalam dan
kemungkinan terjadinya pecahan saham serta kepemilikan saham kurang dari
satu satuan perdagangan saham (odd lot).
Untuk mengukur kinerja saham berupa pergerakan harga dan volume
saham yang diperdagangkan melalui pasar modal diperlukan alat analisis yang
dapat menunjukkan performance masing-masing saham sebelum dan sesudah
diterapkannya aksi korporat pemecahan saham (stock split) maupun
penggabungan saham (reverse stock split) .
Selanjutnya dapat diketahui bahwa dari saham perbankan yang masih
aktif saat ini sebanyak 23 (dua puluh tiga) emiten, terdapat 6 (enam) emiten
yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split ) dengan
data sebagai berikut ;
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 15
Tabel 1.1.
Emiten Saham Perbankan Yang Melakukan
Aksi Reverse Stock Split Tahun 2001-2004
No Nama Emiten Tanggal
IPO
Jumlah Saham (ribuan)
Harga Perdana
Rp.
Tanggal Reverse
Stock
1 Bank Danamon (BDMN) 06.12.1989 4.917.481 12.000 17.07.2001
2 Bank BII (BNII) 21.11.1989 47.818.300 11.000 13.06.2002
3 Bank Lippo (LPBN) 10.11.1989 3.915.733 15.000 11.12.2002
4 Bank BNI (BBNI) 25.11.1996 13.281.687 850 23.12.2003
5 Bank Niaga (BNGA) 29.11.1989 7.880.462 12.500 21.05.2004
6 Bank Permata (BNLI) 15.01.1990 7.743.125 9.900 08.06.2004
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Berdasarkan hasil uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap saham sektor perbankan
khususnya yang telah melakukan aksi korporat reverse stock split untuk
mengetahui hasil kinerja sahamnya sebelum dan sesudah reverse stock split
tersebut dengan judul “ Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum &
Sesudah Reverse Stock Split di PT. Bursa Efek Jakarta ”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis
dapat merumuskan permasalahan menjadi sebagai berikut ;
Bagaimana kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi
penggabungan saham (reverse stock split).
.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja
saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan
saham (reverse stock split).
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian mengenai permasalahan ini, maka
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak perusahaan maupun
pengembangan ilmu pengetahuan, antara lain :
1) Dapat membantu memberikan pendapat dan sumbang saran bagi perbankan
mengenai hasil analisa kinerja saham sebelum dan sesudah dilakukannya
aksi penggabungan saham (reverse stock split).
Amir Hamzah
16 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
2) Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pengembangan ilmu pengetahuan
terutama mengenai kebijakan dan strategi dalam meningkatkan kinerja
saham perusahaan perbankan.
II. STUDI PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pasar Modal
Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian
pasar modal dijelaskan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar
modal memberikan peranan yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara
yang memiliki dua fungsi pokok sebagai fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi, karena menyediakan fasilitas
atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki
kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan
adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar
masyarakat melalui penjualan efek saham melalui prosedur IPO atau efek
utang (obligasi). Sedangkan pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan,
karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan
(return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Menurut Tandelin (2001,13) pasar modal berfungsi sebagai lembaga
perantara, di mana dalam fungsi ini pasar modal menunjukkan peran yang
sangat penting dalam menunjang perekonomian, karena pasar modal dapat
menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki
kelebihan dana. Selain itu juga pasar modal dapat mendorong terciptanya
alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal, maka pihak
yang memiliki kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif investasi
yang memberikan return yang paling optimal dengan asumsi investasi yang
memberikan return yang lebih besar adalah sektor-sektor yang paling produktif
yang ada di pasar, sehingga dana yang berasal dari investor dapat digunakan
secara produktif oleh perusahaan tersebut. Secara umum, manfaat keberadaan
pasar modal dapat dikemukakan sebagai berikut ;
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha
sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor, sehingga
memungkinkan untuk melakukan diversifikasi dengan potensi keuntungan
dan tingkat risiko yang dapat diperhitungkan.
3. Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian suatu
negara.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 17
4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan
iklim berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen
profesional.
2.1.2. Investasi Saham
Saham merupakan salah satu produk yang diperjualbelikan di pasar
modal yang dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan terbatas yang
berwujud berupa selembar kertas yang menerangkan siapa pemiliknya. Sistem
kepemilikan saham di pasar modal Jakarta saat ini tanpa menggunakan warkat,
dimana bentuk kepemilikan tidak lagi berupa lembaran saham yang diberi
nama pemiliknya, tapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham
tanpa warkat, sehingga penyelesaian transaksi akan semakin cepat dan mudah.
Investasi saham memiliki 2 (dua) keuntungan yang dapat diperoleh pemodal
dengan membeli saham berupa dividen dan capital gain. Dividen yang
diberikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, dimana pemodal atau
pemegang saham mendapatkan uang tunai sesuai dengan jumlah saham yang
dimiliki dan dividen saham, dimana pemegang saham mendapatkan jumlah
saham tambahan. Sedangkan capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas
perdagangan di pasar sekunder. (Rubrik Eurika,2002)
2.1.3. Penilaian Pergerakan Harga Saham
Menurut Sunariyah (2003,152) bahwa untuk menghadapi pergerakan
harga saham di pasar modal terdapat 2 (dua) pendekatan yang berguna untuk
menilai harga suatu saham, antara lain ;
1. Analisis Teknikal ;
Merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan
mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan
penawaran suatu saham tertentu atau pasar secara keseluruhan. Pendekatan
analisis ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan, seperti harga
saham, volume perdagangan, indeks harga saham gabungan dan individu,
serta faktor-faktor lain yang bersifat teknis. Analis teknis mempelajari
sejarah dari harga saham dan sejarah harga dari bursa saham secara
keseluruhan dengan mengembangkan berbagai indikator untuk memberikan
informasi yang berguna dari sisi volume dan harga.
Beberapa kesimpulan menyangkut pendekatan analisis teknikal, antara lain
a) Analisis teknikal didasarkan pada data pasar yang dipublikasikan.
Amir Hamzah
18 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
b) Fokus analisis teknikal adalah ketepatan waktu yang penekanannya
hanya pada perubahan harga dan faktor-faktor internal melalui analisis
pergerakan di dalam pasar dan atau suatu saham.
c) Para analis teknikal dirancang cenderung lebih berkonsentrasi pada
jangka pendek.
2. Analisis Fundamental ;
Merupakan pendekatan yang didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap
saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari
variabel-variabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan
suatu return yang diharapkan dan suatu resiko yang melekat pada saham
tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik dibandingkan dengan harga pasar
yang sekarang (current market price). Analisis fundamental mempelajari
semua informasi yang berhubungan dengan saham dan pasar yang dituju
dengan mencoba melihat bisnis di masa yang akan datang dan
perkembangan keuangan / finansial termasuk pergerakan dari harga saham
itu sendiri. Informasi fundamental yang dipelajari termasuk laporan
keuangan, dan akun-akunnya, data industri seperti trend penjualan dan
pemesanan serta melihat lingkungan ekonomi dan keuangan seperti trend
dari tingkat suku bunga.
2.1.4. Volatilitas Harga Saham
Menurut Alwi (2003,87) bahwa Volatilitas atau pergerakan naik-turun
harga saham dari suatu perusahaan go public menjadi fenomena umum yang
sering dilihat di lantai bursa efek yang tidak banyak orang yang mengerti atau
banyak yang masih bingung mengapa harga saham suatu perusahaan bisa
berfluktuasi secara drastis pada periode tertentu. Sebagai salah satu instrumen
ekonomi ada faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga saham di suatu
bursa efek, baik harga saham individual maupun harga saham gabungan
misalnya IHSG dan indeks LQ45, yaitu faktor internal (lingkungan mikro) dan
eksternal (lingkungan makro).
Lingkungan Mikro yang mempengaruhi volatilitas harga saham dan
indeks harga saham antara lain ;
1. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan,
rincian kontrak, produk baru, perubahan harga, penarikan produk baru,
laporan produksi, laporan keamanan produk dan laporan penjualan.
2. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman
yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang, sekuritas yang hybrid,
leasing, kesepakatan kredit, pemecahan saham, penggabungan saham,
pembelian saham, joint venture dan lainnya.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 19
3. Pengumuman badan direksi manajemen (management board of director
announcements), seperti perubahan dan penggantian direksi, manajemen
dan struktur organisasi.
4. Pengumuman penggabungan pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan
merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisi dan
diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya.
5. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti melakukan
ekspansi pabrik, pengembangan riset dan pengembangan, penutupan usaha
dan lainnya.
6. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negosiasi
baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
7. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba
sebelum akhir tahun dan setelah akhir tahun fiskal, EPS, DPS, PER, NPM,
ROA, ROE, dan lain-lain.
Sedangkan Lingkungan Makro yang mempengaruhi volatilitas harga
saham dan indeks harga saham antara lain ;
1. Pengumuman dari pemerintah, seperti perubahan suku bunga tabungan dan
deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi
ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.
2. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan
terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan
terhadap manajernya.
3. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan
pertemuan tahunan, insider trading, volume / harga saham perdagangan,
pembatasan / penundaan trading.
4. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya volatilitas
harga saham di bursa efek suatu negara.
5. Berbagai issue, baik dari dalam dan luar negeri, seperti issue lingkungan
hidup, hak azazi manusia, kerusuhan massal, yang berpengaruh terhadap
perilaku investor.
2.1.5. Indeks Harga Saham
Menurut Alwi (2003,89) bahwa suatu indeks diperlukan sebagai sebuah
indikator utama untuk menggambarkan pergerakan harga dari sekuritas-
sekuritas. Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham
terakhir yang terjadi di bursa.
Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki 5 (lima) fungsi,
antara lain ;
1. Sebagai indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan dan penurunan
pasar.
2. Sebagai indikator tingkat keuntungan dari saham.
Amir Hamzah
20 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
3. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio investasi
4. Sebagai dasar pembentukan portofolio dengan strategi pasif.
5. Menggambarkan perkembangan produk derivatif yang diperdagangkan di
bursa.
Indeks harga saham yang dipergunakan di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu ;
1. Indeks harga saham individual yang mencerminkan perkembangan harga
suatu saham. Indeks individual ini menggunakan indeks harga masing-
masing saham terhadap harga dasarnya. Perhitungan indeks ini
menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu: Harga Pasar/Harga
Dasar x 100.
2. Indeks harga saham gabungan yang mencerminkan perkembangan pasar
secara keseluruhan. Indeks harga saham yang digunakan dalam perhitungan
di bursa adalah harga saham yang terjadi di pasar regular. Indeks Harga
Saham Gabungan / IHSG (Composite Share Price Indeks), menggunakan
semua saham uang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.
Untuk menghitung indeks harga saham gabungan, dapat digunakan
formula sebagai berikut :
Nilai Pasar = Jumlah saham tercatat x harga terakhir
IHSG = ------------------------------------------------------------------- x 100
Nilai Dasar = Jumlah saham tercatat x harga perdana
Pergerakan IHSG secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan /
perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi besar, sebaliknya dalam
indeks yang dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai pasar, perubahan
harga saham-saham dengan kapitalisasi kecil nyaris tidak berdampak terhadap
IHSG. Hal ini karena timbangan bobot masing-masing saham berbeda satu
sama lain, sehingga tidak mengherankan jika pergerakan IHSG sangat
ditentukan oleh saham-saham dengan kapitalisasi besar. Untuk kejadian-
kejadian seperti pemecahan lembar saham (stock split), dividen berupa saham
(stock dividend), dividen tunai, nilai dasar IHSG tidak berubah, karena
peristiwa-peristiwa ini tidak mengubah nilai pasar secara total.
2.1.6. Volatilitas Jumlah Saham
Menurut Alwi (2003,91) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah saham yang beredar dan pergerakan (volatilitas) jumlah saham yang
diperdagangkan di bursa efek, antara lain :
1. Bertambahnya emiten yang mencatatkan saham hasil penawaran umum
di bursa efek (go public)
2. Perusahaan / emiten yang sudah go public melakukan corporate action.
Corporate Action merupakan aktivitas emiten yang berpengaruh terhadap
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 21
jumlah saham yang beredar maupun harga saham di pasar. Adapun jenis-
jenis Corporate Action sebagai berikut :
a. Emiten melakukan stock split saham,
b. Emiten memberikan dividen saham bonus.
c. Emiten memberikan repurchasing stock
d. Emiten memberikan Dividen dalam bentuk saham
2.1.7. Penilaian Kinerja Saham
Menurut Tandelin (2001,08) bahwa proses keputusan investasi
merupakan suatu proses keputusan yang berkesinambungan (on going process)
yang meliputi lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai
tercapai keputusan investasi yang terbaik, yang terdiri dari lima tahap
keputusan, yaitu: penentuan tujuan investasi, penentuan kebijakan investasi,
pemilihan strategi portofolio, pemilihan aset, serta pengukuran dan evaluasi
kinerja portofolio. Dengan demikian, tahap kelima dalam proses keputusan
investasi tersebut merupakan tahap yang penting untuk mengetahui apakah
kinerja portofolio yang telah dibentuk sudah mampu memenuhi tujuan
investasi yang ingin dicapai investor. Jika tahap pengukuran dan evaluasi
kinerja telah dilewati dan ternyata hasilnya kurang baik, maka proses
keputusan investasi harus dimulai lagi dari tahap pertama, demikian seterusnya
sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal. Tahap pengukuran
dan evaluasi kinerja ini meliputi pengukuran kinerja portofolio dan
pembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portofolio lainnya
melalui proses benchmarking.
Dalam mengevaluasi kinerja suatu portofolio ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan antara lain;
1. Tingkat resiko
2. Periode waktu
3. Penggunaan patok duga (benchmark) yang sesuai
4. Tujuan investasi
Selanjutnya untuk mengukur kinerja sebuah portofolio saham, tidak
bisa hanya melihat tingkat return yang dihasilkan oleh portofolio tersebut,
tetapi juga harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat resiko
portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa
ukuran kinerja saham sudah memasukkan faktor return dan resiko dalam
perhitungannya, antara lain sebagai berikut;
2.1.7.1. Indeks Sharpe
Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga
disebut dengan reward-to-variabililty ratio. Indeks Sharpe mendasarkan
perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai
Amir Hamzah
22 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
patok duga, yaitu dengan cara membagi premi resiko portofolio dengan standar
deviasinya.
ˆSp = Rp −RF σ TR
dimana :
ˆSp = Indeks Sharpe Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode
pengamatan
σTR = Standar deviasi return portofolio ρ selama periode
pengamatan
Indeks Sharpe digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa
portofolio berdasarkan kinerjanya. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu
portofolio dibanding portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio
tersebut.
2.1.7.2. Indeks Treynor
Indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang
dikembangkan oleh Jack Treynor dan indeks ini sering disebut juga dengan
reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada indeks
Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return
portofolio dengan besarnya resiko dari portofolio tersebut. Perbedaannya
dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security
market line) sebagai patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada
indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio
sudah terdiversifikasi dengan baik, sehingga risiko yang dianggap relevan
adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara
menghitung indeks Sharpe, hanya saja risiko yang diukur dengan standar
deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan beta portofolio. Dengan demikian,
indeks Treynor suatu portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut ;
ˆTp = Rp −RF ˆβp
ˆTp = Indeks Treynor Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode
pengamatan
ˆβp = Beta portofolio ρ
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 23
2.1.7.3. Indeks Jensen
Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara
tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang
diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan
untuk Indeks Jensen ini adalah:
ˆJp = Rp − [RF + (RM −RF)ˆβp ]
dimana:
ˆJp = Indeks Jensen Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode
pengamatan
ˆβp = Beta portofolio ρ
Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua
indeks ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas
sebagai dasar untuk membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah
bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi
portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan
selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola
dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar)
2.1.8. Penggabungan Saham (Reverse Stock Split) dan Pemecahan
Saham (Stock Split)
Menurut Susiyanto (2004) bahwa banyak emiten bank yang telah
melakukan aksi korporat berupa penggabungan saham (reverse stock) dan atau
pemecahan saham (stock split) dilatar belakangi oleh adanya krisis keuangan
dan perbankan yang telah terjadi tahun 1997 yang tidak hanya telah mengubah
struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta atau publik (private /
public) menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program
rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal
pemerintah, tetapi juga telah mengakibatkan jumlah lembar saham, khususnya
saham bank-bank publik yang di-bailout, menjadi sangat besar. Dari semula
paling besar berjumlah kurang lima miliar lembar saham sebelum
rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar
saham.
Pembengkakan jumlah saham pasca rekapitalisasi tersebut secara
otomatis membuat nilai buku per lembarnya turun drastis dan harga saham
bank juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level Rp 1.000-an
menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp 50 per lembar saham. Sebagai
akibat, terjadi ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham
Amir Hamzah
24 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
maupun jumlah lembar saham sektor perbankan di pasar modal. Untuk saham
bank yang memiliki harga relatif rendah mengalami kesulitan untuk bergerak
naik maupun turun, kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja
secara substansial, terutama sepanjang tahun 2002 dan 2003. Sebaliknya, bank
yang memiliki harga tinggi pun bisa jadi dibaca oleh investor sudah amat
tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus.
2.1.9. Pemecahan Saham ( Stock Split)
2.1.9.1. Teori Stock Split
Menurut Sabardi (1994,64) bahwa “ stock split “ merupakan
peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara mengurangi nilai dari
saham tersebut, sedangkan menurut Riyanto (2001,275) bahwa stock split
merupakan pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang
lebih banyak dengan pengurangan harga nominal per lembarnya secara
proporsional, sehingga dengan melakukan stock split maka jumlah lembar
saham akan bertambah secara proporsional dengan pengurangan harga nominal
saham, misalnya perusahaan akan mengadakan stock split “two to one stock
split” yang maksudnya bahwa dengan dua lembar saham baru akan ditukar
dengan satu lembar saham lama.
Menurut Susiyanto (2004) bahwa pemecahan saham (stock split)
merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai nominal
saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio stock split yang
ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan
penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal
ditempatkan dan modal disetor (paid in capital). Dengan kata lain, aksi
pemecahan saham tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari
pemegang saham / investor. Sebagai ilustrasi, jika seorang investor memiliki
1.000 lembar saham bank X, yang akan melakukan stock split dengan
perbandingan 2 : 1 atau nilai nominal saham X akan dipecah menjadi dua
bagian yang sama, dan harga saham X di pasar sekarang ini sebesar Rp 1.000,
yang berarti investor tersebut memiliki nilai investasi Rp 1 juta. Setelah
dilakukan pemecahan saham, nilai investasi investor tetap sama, yaitu Rp 1
juta. Secara teoritis, yang berubah adalah jumlah lembar saham yang
dimilikinya meningkat dua kali lipat menjadi 2.000 lembar, dan harga saham
turun setengahnya menjadi Rp 500.
2.1.9.2. Tujuan Pemecahan Saham (Stock Split)
Menurut Susiyanto (2004) bahwa tujuan perusahaan melakukan
pemecahan saham / stock split adalah untuk membuat harga saham menjadi
lebih rendah dari sebelumnya (bukan menurunkan harga saham),
mensejajarkan harga sahamnya dengan saham-saham bank sejenisnya atau
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 25
yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, membentuk harga saham
menjadi lebih wajar dan meningkatkan likuiditas saham
2.1.10. Penggabungan Saham (Reverse Stock Split)
2.1.10.1. Teori Reverse Stock Split.
Menurut Susiyanto (2004) bahwa penggabungan saham (reverse stock
split) merupakan aksi emiten yang berkebalikan dengan stock split, yaitu
dengan cara menggabungkan nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih
besar sesuai dengan rasio reverse stock split yang telah ditentukan, dimana
perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan pengurangan jumlah
lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal
disetor (Paid in Capital). Dengan kata lain seperti halnya aksi stock split
(pemecahan saham), aksi reverse stock split (penggabungan saham) juga tidak
akan mengurangi atau menambah nilai investasi atau modal dari pemegang
saham / investor. Sebagai ilustrasi, jika seorang investor memiliki 2.000 lembar
saham bank Y yang akan melakukan reverse stock dengan perbandingan 2 : 1
atau nilai nominal saham Y akan digabung menjadi dua bagian, dan harga
saham Y di pasar sekarang ini sebesar Rp 500 yang berarti investor tersebut
memiliki nilai investasi sebesar Rp 1 juta, maka setelah dilakukan
penggabungan saham nilai investasi investor tetap sama, Rp 1 juta. Secara
teoretis, yang berubah adalah jumlah lembar saham yang dimilikinya turun
setengahnya menjadi 1.000 lembar, dan harga saham naik dua kali lipat
menjadi Rp 1.000.
2.1.10.2. Tujuan Penggabungan Saham (Reverse Stock Split)
Menurut Susiyanto (2004) bahwa tujuan perusahaan melakukan aksi
penggabungan saham (reverse stock split) adalah untuk membentuk harga
saham menjadi lebih tinggi dari sebelumnya (bukan menaikkan harga saham),
mensejajarkan harga saham dengan saham-saham Bank sejenisnya atau yang
dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari
saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama dan
membentuk harga saham yang lebih wajar.
2.1.10.3. Resiko Reverse Stock Split.
Reverse Stock Split dapat menimbulkan dampak dan risiko sebagai
berikut :
1. Adanya kemungkinan harga saham perbankan di pasar akan turun kembali
setelah reverse stock dilaksanakan. Penurunan harga saham yang
Amir Hamzah
26 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
disebabkan oleh kondisi pasar adalah faktor risiko yang tidak dapat
dihindari oleh setiap pemegang saham. Akan tetapi dengan
dilaksanakannya reverse stock, diharapkan walaupun terjadi penurunan
harga saham karena kondisi perbankan dan ekonomi Indonesia secara
umum, harga saham perbankan akan tetap berada diatas kriteria Delisting
menurut peraturan BEJ.
2. Adanya kemungkinan terjadinya pecahan saham serta kepemilikan saham
kurang dari satu satuan perdagangan saham (odd lot).
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang analisa kinerja saham telah dilakukan,
antara lain oleh Yahya Marwazi (2002) mengenai analisis kinerja saham ; Studi
Komparatif di Bursa Efek Jakarta ( BEJ ), dengan kesimpulan bahwa dari
pengukuran kinerja saham yang diteliti menunjukkan bahwa 70 % saham turun
kinerjanya dari kondisi performed pada periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000)
menjadi underperformed pada periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001), yang berarti
bahwa kinerja saham pada periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001) lebih buruk
dibandingkan pada periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000) dan terdapat perbedaan
kinerja saham yang cukup signifikan pada BEJ, baik ditinjau dari pemodal
domestik maupun pemodal asing, dimana periode II (Juli 2000 s/d Juni
2001) kinerja sahamnya lebih buruk dibandingkan dengan periode I (Juli 1999
s/d Juni 2000).
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Fatmawati dan Asri (1999)
mengenai pengaruh stock split terhadap likuiditas saham yang menyimpulkan
bahwa secara keseluruhan aktifitas stock split berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat harga saham, volume turnover dan persentase spread. Hasil
penelitian menunjukkan adanya penurunan harga rata-rata saham sesudah stock
split, sedangkan persentase spread sesudah stock split mengalami peningkatan.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Ewijaya dan Nur Indriantono
(1999) yang menyimpulkan bahwa stock split berpengaruh negatif terhadap
perubahan harga saham relatif. Harga pasar saham sesudah stock split yang
diharapkan naik justru menurun. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk
melakukan stock split akan merugikan investor lama.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Frits Rajagukguk (2001) mengenai
pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham pada sektor
perbankan di Bursa Efek Jakarta dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
volume perdagangan saham antara sebelum dengan sesudah dilakukannya
stock split dan terdapat perbedaan harga saham antara sebelum dengan
sesudah dilakukannya stock split.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 27
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian
Dalam mengkaji kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah
dilakukannya reverse stock split, maka terdapat beberapa faktor yang perlu
dilakukan, antara lain ;
♦ Analisa pergerakan tingkat harga saham perbankan sebelum dan sesudah
dilakukannya reverse stock split.
♦ Analisa pergerakan volume saham perbankan sebelum dan sesudah
dilakukannya reverse stock split.
Penggabungan analisa di atas dapat diketahui baik tidaknya kinerja
saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi reverse stock split
tersebut, sehingga secara ringkas pola pemikiran tersebut dapat diskemakan
sebagai berikut ;
Gambar 2.1.
Pola Pemikiran Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil perumusan masalah dan landasan teori yang perlu
diuji kebenarannya, maka dapatlah dibuat suatu Hipotesis sebagai berikut ;
1. H0 a : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja harga saham sesudah dilakukannya reverse stock split.
Amir Hamzah
28 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
H1 a : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja
harga saham sesudah dilakukannya reverse stock split
2. H0 b : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja volume saham sesudah dilakukannya reverse stock split.
H1 b : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja
volume saham sesudah dilakukannya reverse stock split.
2.5. Metode Penelitian
2.5.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat deskriptif yaitu suatu
keadaan yang menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi selama
penelitian berlangsung yang dalam prosesnya bukan sekedar mengumpulkan
data tetapi juga mengolah, menganalisis dan menginterpretasikan serta
memberikan saran-saran.
2.5.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan data sampel dilakukan pada perusahaan perbankan yang
telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dimana dari 23 (dua puluh tiga)
emiten perbankan yang masih aktif saat ini, hanya terdapat 6 (enam) emiten
yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split) dengan
menganalisis data perkembangan harga dan volume saham setiap harinya
selama 12 (dua belas) bulan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi korporat
reverse stock split dengan teknik pengambilan data berikut ;
Tabel 2.1.
Teknik Pengambilan Data Emiten Saham Perbankan Yang Melakukan
Reverse Stock Split Tahun 2001-2004
No Nama Emiten Tanggal Sebelum Reverse Stock
Tanggal Reverse Stock
Tanggal Setelah Reverse Stock
1 Bank Danamon (BDMN)
03 Juli 2000 s/d 16 Juli 2001
17 Juli 2001 18 Juli 2001 s//d 28 Juni 2002
2 Bank BII (BNII)
01 Juni 2001 s/d 12 Juni 2002
13 Juni 2002 14 Juni 2002 s/d 29 Mei 2003
3 Bank Lippo (LPBN)
03 Des 2001 s/d 10 Des 2002
11 Des 2002 12 Des 2002 s/d 21 Nov 2003
4 Bank BNI (BBNI)
02 Des 2002 s/d 22 Des 2003
23 Des 2003 24 Des 2003 s/d 30 Nov 2004
5 Bank Niaga (BNGA)
01 Mei 2003 s/d 20 Mei 2004
21 Mei 2004 22 Mei 2004 s/d 29 April 2005
6 Bank Permata (BNLI)
02 Juni 2003 s/d 07 Juni 2004
08 Juni 2004 09 Juni 2004 s/d 31Mei 2005
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 29
2.5.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama 1 (satu) bulan
terhitung sejak bulan Maret s/d April 2006.
2.5.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh jawaban atas
permasalahan yang telah dirumuskan dengan data yang dipergunakan dalam
penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari sumber data internal
pusat informasi BEJ.
2.5.5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalis permasalahan, beberapa teknik analisa yang
dipergunakan untuk menganalisis kinerja saham perbankan sebelum dan
sesudah dilakukannya reverse stock split, antara lain ;
2.5.5.1. Indeks Sharpe
ˆSp = Rp −RF σ TR
ˆSp = Indeks Sharpe Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan
σTR = Standar deviasi return portofolio ρ selama periode pengamatan
2.5.5.2. Indeks Treynor
ˆTp = Rp −RF ˆβp
ˆTp = Indeks Treynor Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan
ˆβp = Beta portofolio ρ
2.5.5.3. Indeks Jensen
ˆJp = Rp − [RF + (RM −RF)ˆβp ]
Jp = Indeks Jensen Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan
Amir Hamzah
30 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
RM = Resiko pasar portofolio
ˆβp = Beta portofolio ρ
Selanjutnya dilakukan pengujian atas perbedaan kinerja saham
perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split dengan
menggunakan statistik non parametrik uji Mc Nemar dan uji t-test.
III. HASIL PENELITIAN
3.1. Emiten Perusahaan Perbankan
Jumlah perusahaan perbankan yang telah terdaftar dan masih aktif
melakukan transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebanyak
23 (dua puluh tiga) emiten, yang terdiri dari 20 (dua puluh) emiten Bank
Swasta Nasional dan 3 (tiga) emiten Bank BUMN dengan profil sebagai
berikut ;
3.1.1. Emiten Bank Swasta Nasional.
Periode awal Bank Swasta Nasional menjual sahamnya di Pasar Modal
pada tahun 1989, yang pertama kali dimulai oleh Bank Lippo dan pada tahun
yang sama juga diikuti oleh Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank
Danamon. Dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2002 telah tercatat
sebanyak 20 (duapuluh) emiten saham Bank Swasta Nasional dengan total
asset yang dimiliki masing-masing bank tersebut pada tahun 2004 di atas Rp. 1
trilyun. Selanjutnya seiring dengan perjalanan waktu telah tercatat sebanyak 9
(sembilan) emiten Bank Swasta Nasional yang telah melakukan aksi korporasi
(corporate action), yaitu emiten yang melakukan aksi stock split sebanyak 4
(empat) emiten yang terdiri dari ; Bank BCA, Bank Century, Bank NISP dan
Bank Panin, sedangkan emiten yang melakukan aksi Reverse Stock Split
sebanyak 5 (lima) emiten yang terdiri dari ; Bank Niaga, Bank BII, Bank
Permata, Bank Danamon dan Bank Lippo. Sebagai gambaran dapat disajikan
profil emiten Bank Swasta
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 31
Tabel 3.1.
Profil Emiten Bank Swasta Nasional
No Nama Emiten
Kode Tanggal Berdiri
Tanggal IPO
Jumlah Saham
Aksi Korporasi
1 Arta Niaga ANKB 18.09.1969 02.11.2000 190.000.000 --
2 Bumi Putera BABP 31.07.1989 15.07.2002 2.000.000.000 --
3 BCA BBCA 10.08.1955 31.05.2000 12.199.903.060 Stock Split
4 Kesawan BKSW 01.04.1913 21.11.2002 401.034.500 --
5 Niaga BNGA 26.09.1955 29.11.1989 7.880.462.717 Reverse Stock
6 Buana BBIA 31.08.1956 28.07.2000 5.766.242.737 --
7 Parahyangan BBNP 18.01.1972 10.01.2001 158.275.000 --
8 BII BNII 15.05.1959 21.11.1989 47.818.300.331 Reverse Stock
9 Permata BNLI 17.12.1954 15.01.1990 7.743.125.924 Reverse Stock
10 Swadesi BSWD 28.09.1968 01.05.2002 310.000.000 --
11 Century BCIC 30.05.1989 25.06.1997 19.940.660.117 Stock Split
12 Danamon BDMN 16.07.1956 06.12.1989 4.917.481.000 Reverse Stock
13 Victoria BVIC 05.10.1994 30.07.1999 1.294.593.360 --
14 Artha Graha INPC 07.09.1973 23.08.1990 9.687.500.000 --
15 Lippo LPBN 11.03.1948 10.11.1989 3.915.733.039 Reverse Stock
16 Eksekutif BEKS 11.09.1992 13.07.2001 775.000.000 --
17 NISP NISP 04.04.1941 20.10.1994 4.133.979.422 Stock Split
18 Panin PNBN 17.08.1971 29.12.1982 16.065.433.573 Stock Split
19 Mayapada MAYA 07.09.1989 29.08.1997 1.288.266.000 --
20 Mega MEGA 15.04.1969 17.04.2000 1.425.388.642 --
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.1.2. Emiten Bank BUMN.
Periode awal Bank BUMN yang mencatatkan sahamnya di Pasar
Modal dilakukan pertama kali oleh Bank BNI pada tahun 1996 yang kemudian
pada tahun 2003 diikuti oleh Bank Mandiri dan Bank BRI, dengan total asset
yang dimiliki oleh masing-masing bank tersebut pada tahun 2004 di atas Rp.
100 trilyun dan tercatat lebih dari 59 % (lima puluh prosen) sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya hanya
Bank BNI yang telah melakukan aksi korporasi (corporate action) berupa aksi
reverse stock split pada tahun 2003. Sebagai gambaran dapat disajikan profil
emiten Bank BUMN di Indonesia sebagai berikut ;
Tabel 3.2.
Profil Emiten Bank BUMN
No Nama Emiten
Kode Tanggal Berdiri
Tanggal IPO
Jumlah Saham
Aksi Korporasi
1 BNI BBNI 05.07.1946 25.11.1996 13.281.687.400 Reverse Stock
2 Mandiri BMRI 02.10.1998 14.07.2003 20.165.862.518 --
3 BRI BBRI 18.12.1868 10.11.2003 11.761.113.450 --
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Amir Hamzah
32 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
3.2. Profil Reverse Stock Split Emiten Perbankan
Dari jumlah emiten perbankan yang masih aktif melakukan transaksi
perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebanyak 23 (dua puluh tiga)
emiten, terdapat 6 (enam) emiten yang telah melakukan aksi penggabungan
saham (reverse stock split) yang terdiri dari; 5 (lima) emiten Bank Swasta
Nasional dan 1 (satu) emiten Bank BUMN dengan data sebagai berikut ;
Tabel 3.3.
Aksi Reverse Stock Split Emiten Perbankan 2001-2004
No Nama Emiten Tanggal IPO
Jumlah Saham (ribuan)
Harga Perdana
Rp.
Tanggal Reverse
Stock
1 Bank Danamon (BDMN) 06.12.1989 4.917.481 12.000 17.07.2001
2 Bank BII (BNII) 21.11.1989 47.818.300 11.000 13.06.2002
3 Bank Lippo (LPBN) 10.11.1989 3.915.733 15.000 11.12.2002
4 Bank BNI (BBNI) 25.11.1996 13.281.687 850 23.12.2003
5 Bank Niaga (BNGA) 29.11.1989 7.880.462 12.500 21.05.2004
6 Bank Permata (BNLI) 15.01.1990 7.743.125 9.900 08.06.2004
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Berdasarkan hasil transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta
selama setahun sebelum dan sesudah melakukan aksi reverse stock split dapat
dilakukan penelitian dan pengujian apakah aksi korporasi yang dilakukan
emiten tersebut dapat meningkatkan kinerja masing-masing saham tersebut.
Berikut ini data kepemilikan saham dan keuangan masing-masing
emiten yang melakukan aksi reverse stock split sebagai berikut :
3.2.1. Profil Bank Danamon (BDMN).
1). Nama Pemegang Saham :
- PT. Perusahaan Pengelolaan Asset : 515.278.500 lembar
- Asia Financial (Indonesia) : 3.226.616.720 lembar
- Masyarakat : 1.165.026.680 lembar
2). Tanggal IPO : 06 Desember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 12.000
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 2.000.000 lembar
- Company Listing : 155.200.000 lembar
- Stock Split (23.06.1997) : 1.120.000.000 lembar
- Reverse Stock Split (17.07.2001) : 466.157.590.000 lembar
- Reverse Stock Split (22.01.2003) : 19.627.688.000 lembar
- Jumlah saham yang dikeluarkan : 4.917.481.000 lembar
- Rasio Reverse Stock Split : 20 : 1
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 33
Tabel 3.4.
Kondisi Keuangan Bank Danamon (BDMN)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 7.627 7.463 7.639 7.694
2 Total Asset (milyar Rp.) 52.680 46.911 52.682 58.012
3 Kewajiban (milyar Rp.) 48.507 42.257 45.859 50.881
4 Ekuitas (milyar Rp.) 4.171 4.653 6.822 7.804
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 722 948 1.530 2.408
6 PBV 1,65 1,85 1,44 2,72
7 PER 9,50 9,05 6,50 8,91
8 Harga Saham Rp. 280 350 4.858 4.375
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 6.870 8.587 9.837 21.253
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.2. Profil Bank Internasional Indonesia (BNII)
1). Nama Pemegang Saham :
- Sorak Financial Holding PTE : 9.179.506.000 lembar
- Menteri Keuangan : 9.929.794.000 lembar
- Masyarakat : 10.674.046.000 lembar
2). Tanggal IPO : 21 Nopember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 11.000
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 12.000.000 lembar
- Company Listing : 100.000.000 lembar
- Stock Split (04.11.1996) : 967.184.602 lembar
- Reverse Stock Split (13.06.2002) : 82.586.182.711 lembar
- Jumlah saham yang dikeluarkan : 47.818.300.331 lembar
- Rasio Reverse Stock Split : 10 : 1
Tabel 3.5.
Kondisi Keuangan Bank Internasional Indonesia (BNII)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 3.988 3.702 4.046 4.021
2 Total Asset (milyar Rp.) 30.754 36.325 34.729 36.077
3 Kewajiban (milyar Rp.) 32.954 3.348 31.369 31.866
4 Ekuitas (milyar Rp.) 2.199 2.977 3.360 4.211
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 4.131 133 309 822
6 PBV 1,04 0,79 1,55 2,08
7 PER 0,56 10,80 17,00 10,76
8 Harga Saham Rp. 25 50 110 185
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 2.297 2.365 5.204 8.752
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Amir Hamzah
34 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
3.2.3. Profil Bank Lippo (LPBN)
1). Nama Pemegang Saham :
- Swiss Asia Global : 2.038.198.061 lembar
- PT. Lippo E-Net Tbk. : 218.263.688 lembar
- PT. PPA : 100.015.081 lembar
- Masyarakat : 1.559.256.203 lembar
2). Tanggal IPO : 10 Nopember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 15.000
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 6.800.000 lembar
- Company Listing : 27.875.000 lembar
- Stock Split (09.12.1996) : 428.490.000 lembar
- Reverse Stock Split (11.12.2002) : 34.850.024.042 lembar
- Jumlah saham yang dikeluarkan : 3.915.733.039 lembar
- Rasio Reverse Stock Split : 10 : 1
Tabel 3.6.
Kondisi Keuangan Bank Lippo (LPBN)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 2.862 2.704 2.417 2.305
2 Total Asset (milyar Rp.) 23.811 25.200 26.466 27.832
3 Kewajiban (milyar Rp.) 21.015 22.885 24.991 25.524
4 Ekuitas (milyar Rp.) 2.796 2.316 1.475 2.308
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 271 506 516 893
6 PBV 0,42 0,44 1,18 1,18
7 PER 4,35 2,02 3,42 3,07
8 Harga Saham Rp. 30 260 450 700
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 1.163 1.008 1.744 2.714
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.4. Profil Bank BNI (BBNI).
1). Nama Pemegang Saham :
- Negara Republik Indonesia : 13.163.757.500 lembar
- Karyawan & Direksi : 6.515.467 lembar
- Masyarakat : 111.414.433 lembar
2). Tanggal IPO : 25 Nopember 1996
3). Harga Perdana : Rp. 850
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 1.085.032.000 lembar
- Company Listing : 3.255.096.000 lembar
- Reverse Stock Split (23.12.2003) : 185.943.623.600 lembar
- Jumlah saham yang dikeluarkan : 13.281.687.400 lembar
- Rasio Reverse Stock Split : 15 : 1
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 35
Tabel 3.7.
Kondisi Keuangan Bank BNI (BBNI)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 15.601 16.221 15.327 14.765
2 Total Asset (milyar Rp.) 129.053 125.623 131.487 136.482
3 Kewajiban (milyar Rp.) 122.248 117.386 121.465 123.595
4 Ekuitas (milyar Rp.) 6.797 8.231 10.016 12.858
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 1.757 2.508 828 3.136
6 PBV 2,61 2,64 1,45 1,45
7 PER 10 8,46 20,63 7,10
8 Harga Saham Rp. 90 110 1.300 1.675
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 17.751 21.696 14.504 18.687
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.5. Profil Bank Niaga (BNGA)
1). Nama Pemegang Saham :
- Commerce Asset-Holding Berhand : 4.962.060.882 lembar
- Pemegang Saham lainnya : 2.923.294.838 lembar
2). Tanggal IPO : 25 Nopember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 12.500
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 5.000.000 lembar
- Company Listing : 46.090 lembar
- Reverse Stock Split (21.05.2004) : 70.421.460 lembar
- Jumlah saham yang dikeluarkan : 7.880.462.717 lembar
- Rasio Reverse Stock Split : 10 : 1
Tabel 3.8.
Kondisi Keuangan Bank Niaga (BNGA)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 2.519 3.176 2.922 3.059
2 Total Asset (milyar Rp.) 22.957 22.838 23.749 30.798
3 Kewajiban (milyar Rp.) 21.738 21.355 21.766 28.429
4 Ekuitas (milyar Rp.) 1.217 1.476 1.975 2.363
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 203 141 467 660 6 PBV 3,82 1,84 1,37 1,36
7 PER 23,08 19,44 5,86 5,45
8 Harga Saham Rp. 60 35 35 460
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 4.648 2.711 2.711 3.218
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Amir Hamzah
36 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
3.2.6. Profil Bank Permata (BNLI)
1). Nama Pemegang Saham :
- Standard Chartered Bank : 2.443.250.661 lembar
- PT. Astra Internasional Tbk : 2.443.250.061 lembar
- PT. Perusahaan Pengelolaan Asset : 2.026.079.350 lembar
- Masyarakat : 830.546.444 lembar
2). Tanggal IPO : 15 Januari 1990
3). Harga Perdana : Rp. 9.900
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 3.999.000 lembar
- Company Listing : 42.525.000 lembar
- Reverse Stock Split (08.07.2004) : 185.835.022.176 lembar
- Jumlah saham yang dikeluarkan : 7.743.125.924 lembar
- Rasio Reverse Stock Split : 25 : 1
Tabel 3.9.
Kondisi Keuangan Bank Permata (BNLI)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004 1 Penjualan (milyar Rp.) 1.513 2.386 3.524 3.292
2 Total Asset (milyar Rp.) 13.002 28.028 29.035 31.757
3 Kewajiban (milyar Rp.) 12.452 26.831 27.279 29.368
4 Ekuitas (milyar Rp.) 514 1.157 1.714 2.341
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 216 808 558 623
6 PBV 5,23 4,18 3,39 2,46
7 PER 13,33 3,13 10,00 9,38
8 Harga Saham Rp. 40 25 30 750
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 2.688 4.839 5.807 5.749
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.3. Perkembangan Saham Sebelum Reverse Stock Split
3.3.1. Kondisi Saham Bank Danamon Sebelum Reverse Stock Split
Bank Danamon telah melakukan reverse stock split tanggal 17 Juli
2001, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama
12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 03 Juli
2000 sampai dengan 16 Juli 2001 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 125 dan terendah Rp. 30
� Rata-rata harga saham Rp. 61
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 84.066.000 lembar dan
terendah sebanyak 10.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 4.410.937 lembar
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 37
3.3.2. Kondisi Saham Bank BII Sebelum Reverse Stock Split
Bank Internasional Indonesia (BII) telah melakukan reverse stock split
tanggal 13 Juni 2002, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume
saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak
tanggal 01 Juni 2001 sampai dengan 12 Juni 2002 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 35 dan terendah Rp. 15
� Rata-rata harga saham Rp. 25
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 687.920.000 lembar dan
terendah sebanyak 350.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 19.040.763 lembar
3.3.3. Kondisi Saham Bank Lippo Sebelum Reverse Stock Split
Bank Lippo telah melakukan reverse stock split tanggal 11 Desember
2002, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama
12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 03
Desember 2001 sampai dengan 10 Desember 2002 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 80 dan terendah Rp. 30
� Rata-rata harga saham Rp. 51
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 813.420.000 lembar dan
terendah sebanyak 20.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 88.168.200 lembar
3.3.4. Kondisi Saham Bank BNI Sebelum Reverse Stock Split
Bank Negara Indonesia 1946 (BNI) telah melakukan reverse stock split
tanggal 23 Desember 2003, sehingga dapat diketahui perkembangan harga &
volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau
sejak tanggal 02 Desember 2002 sampai dengan 22 Desember 2003 sebagai
berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 225 dan terendah Rp. 90
� Rata-rata harga saham Rp. 125
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 116.671.500 lembar dan
terendah sebanyak 500 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 9.704.306 lembar
3.3.5. Kondisi Saham Bank Niaga Sebelum Reverse Stock Split
Bank Niaga telah melakukan reverse stock split tanggal 21 Mei 2004,
sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12
bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 01 Mei 2003
sampai dengan 20 Mei 2004 sebagai berikut ;
Amir Hamzah
38 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
� Harga saham tertinggi Rp. 50 dan terendah Rp. 25
� Rata-rata harga saham Rp. 35
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 12.714.259.000 lembar dan
terendah sebanyak 243.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 167.835.039 lembar
3.3.6. Kondisi Saham Bank Permata Sebelum Reverse Stock Split
Bank Permata telah melakukan reverse stock split tanggal 08 Juli 2004,
sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12
bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 08 Juni 2003
sampai dengan 07 Juli 2004 sebagaimana tabel berikut ini ;
� Harga saham tertinggi Rp. 45 dan terendah Rp. 30
� Rata-rata harga saham Rp. 37
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 123.613.500 lembar dan
terendah sebanyak 2.500 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 6.720.528 lembar
3.4. Perkembangan Saham Sesudah Reverse Stock Split
3.4.1. Kondisi Saham Bank Danamon Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Danamon selama 12 bulan
sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 18 Juli 2001 sampai
dengan 28 Juni 2002 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 675 dan terendah Rp. 270
� Rata-rata harga saham Rp. 444
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 42.475.000 lembar dan
terendah sebanyak 500 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 1.240.039 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Danamon sesudah
melakukan reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume
saham yang diperdagangkan menurun sebesar 345,08 % atau 851.555.520
lembar dari 1.098.323.330 lembar menjadi 246.767.810 lembar, begitu juga
dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 256 % atau
3.170.898 lembar dari 4.410.937 lembar menjadi 1.240.039 lembar.
3.4.2. Kondisi Saham Bank BII Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Internasional Indonesia
(BII) selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak
tanggal 14 Juni 2002 sampai dengan 29 Mei 2003 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 145 dan terendah Rp. 40
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 39
� Rata-rata harga saham Rp. 77
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 70.050.500 lembar dan
terendah sebanyak 5.500 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 2.059.943 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank BII sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang
diperdagangkan menurun sebesar 899,39 % atau 4.335.286.514 lembar dari
4.817.313.098 lembar menjadi 482.026.584 lembar, begitu juga dengan rata-
rata volume saham mengalami penurunan sebesar 824 % atau 16.980.820
lembar dari 19.040.763 lembar menjadi 2.059.943 lembar.
3.4.3. Kondisi Saham Bank Lippo Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Lippo selama 12 bulan
sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 12 Desember 2002
sampai dengan 21 Nopember 2003 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 650 dan terendah Rp. 210
� Rata-rata harga saham Rp. 451
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 115.188.500 lembar dan
terendah sebanyak 16.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 11.310.962 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Lippo sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang
diperdagangkan menurun sebesar 736,37 % atau 19.406.595.950 lembar dari
22.042.050.050 lembar menjadi 2.635.454.100 lembar, begitu juga dengan
rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 679 % atau 76.857.238
lembar dari 88.168.200 lembar menjadi 11.310.962 lembar.
3.4.4. Kondisi Saham Bank BNI Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Negara Indonesia 1946
(BNI) selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak
tanggal 24 Desember 2003 sampai dengan 30 Nopember 2004 berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 1.625 dan terendah Rp. 1.025
� Rata-rata harga saham Rp. 1.302
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 15.580.367 lembar dan
terendah sebanyak 1.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 609.522 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank BNI sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang
diperdagangkan menurun sebesar 1.708,24 % atau 2.301.076.391 lembar dari
2.435.780.685 lembar menjadi 134.704.294 lembar, begitu juga dengan rata-
Amir Hamzah
40 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
rata volume saham mengalami penurunan sebesar 1.492 % atau 9.094.784
lembar dari 9.704.306 lembar menjadi 609.522 lembar.
3.4.5. Kondisi Saham Bank Niaga Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Niaga selama 12 bulan
sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 22 Mei 2004 sampai
dengan 29 April 2005 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 520 dan terendah Rp. 280
� Rata-rata harga saham Rp. 420
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 1.558.671.245 lembar dan
terendah sebanyak 47.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 58.731.867 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Niaga sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang
diperdagangkan menurun sebesar 218,64 % atau 29.021.027.936 lembar dari
42.294.429.774 lembar menjadi 13.273.401.838 lembar, begitu juga dengan
rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 186 % atau 109.103.172
lembar dari 167.835.039 lembar menjadi 58.731.867 lembar.
3.4.6. Kondisi Saham Bank Permata Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Permata selama 12 bulan
sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 09 Juni 2004 sampai
dengan 31 Mei 2005 sebagai berikut ;
� Harga saham tertinggi Rp. 1.275 dan terendah Rp. 650
� Rata-rata harga saham Rp. 848
� Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 3.978.415.720 lembar dan
terendah sebanyak 2.000 lembar
� Rata-rata volume saham sebanyak 29.376.035 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Permata sesudah melakukan
reverse stock split mengalami peningkatan, dimana total volume saham yang
diperdagangkan meningkat sebesar 76,45 % atau 5.322.311.343 lembar dari
1.639.808.878 lembar menjadi 6.962.120.221 lembar, begitu juga dengan rata-
rata volume saham mengalami peningkatan sebesar 77 % atau 22.655.507
lembar dari 6.720.528 lembar menjadi 29.376.035 lembar.
3.5. Perkembangan Saham Perbankan Sebelum dan Sesudah Reverse
Stock Split
Perkembangan volume saham emiten perbankan antara sebelum dan
sesudah melakukan reverse stock split mengalami penurunan kinerja, dimana
dari 6 (enam) emiten yang melakukan reverse stock split hanya Bank Permata
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 41
yang mengalami peningkatan volume perdagangan saham, sedangkan 5 (lima)
bank lainnya mengalami penurunan, baik secara total volume maupun rata-rata
volume saham.
Volume perdagangan saham sesudah reverse stock split mengalami
penurunan sebesar 213,16 % atau 50.593.230.968 lembar saham dari
74.327.705.815 lembar saham menjadi 23.734.474.847 lembar saham, begitu
juga dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 186 % atau
192.551.405 lembar saham dari 295.879.773 lembar saham menjadi
103.328.368 lembar saham.
3.6. Perkembangan IHSG & SBI Tahun 2000 - 2005
3.6.1. Perkembangan IHSG Tahun 2000-2005
Indeks harga saham gabungan yang mencerminkan perkembangan
pasar secara keseluruhan secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan /
perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi besar.
Dari data Indeks Harga Saham Gabungan yang diperoleh antara tahun
2000-2005, dapat diketahui bahwa perkembangan IHSG pada tahun 2000 –
2003 belum menunjukkan kondisi pasar modal yang kondusif, mengingat pada
saat itu iklim ekonomi & investasi masih belum pulih sebagai akibat dampak
krisis ekonomi yang belum menggairahkan pasar modal, dengan hanya
memperoleh Indeks tertinggi sebesar 691,895 yang terjadi pada tahun 2003.
Selanjutnya pada tahun 2004-2005, pasar modal mulai bergairah yang
ditunjukkan dengan nilai indeks yang selalu berada di atas level 730an dan
mencapai puncak tertinggi pada tahun 2005 dengan mencapai angka indeks
sebesar 1.182,301 yang terjadi pada bulan Juli 2005 dan pada tahun itu juga
angka indeks selalu bertahan pada level 1.000an setiap bulannya.
Amir Hamzah
42 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Tabel 3.10.
Perkembangan IHSG Tahun 2000 – 2005
Tahun No Bulan
2000 2001 2002 2003 2004 2005
1 Januari
636,372 425,614 451,636
388,443
752,932
1.045,435
2 Februari
576,542
428,303 453,246
399,220
761,081
1.073,828
3 Maret
583,276
381,050 481,775
398,004
735,677
1.080,165
4 April
526,737
358,232 534,062
450,861
783,413
1.029,613
5 Mei
454,327
405,863 530,790
494,776
732,516
1.088,169
6 Juni
515,110
437,620 505,009
505,499
732,401
1.122,376
7 Juli
492,193
444,081 463,669
507,985
756,983
1.182,301
8 Agustus
466,380
435,552 443,674
529,675
754,704
1.050,090
9 September
421,336
392,479 419,307
597,652
820,134
1.079,275
10 Oktober
405,347
383,735 369,044
625,546
860,487
1.066,224
11 Nopember
429,214
380,308 390,425
617,084
977,767
1.096,641
12 Desember
416,321
392,036 424,945
691,895
1.000,233
1.162,635
Sumber : Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) dan diolah Penulis (2006)
3.6.2. Perkembangan SBI Tahun 2000-2005
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterbitkan oleh BI dengan tujuan
untuk memelihara kestabilan nilai rupiah merupakan surat berharga atas unjuk
dalam rupiah sebagai pengakuan hutang yang berjangka waktu pendek dengan
sistem diskonto.
Dari data suku bunga SBI 1 bulan yang diperoleh antara tahun 2000-
2005, dapat diketahui bahwa perkembangan SBI pada tahun 2000 – 2003
belum menunjukkan kondisi ekonomi yang cukup kondusif akibat banyaknya
jumlah uang yang beredar di masyarakat yang memaksa Bank Sentral
menerapkan kebijakan dengan menaikkan suku bunga SBI dengan rata-rata
antara 9,53 % sampai dengan 15,54 %. Selanjutnya pada tahun 2004-2005,
kondisi ekonomi moneter mulai menunjukkan kondisi membaik yang
ditunjukkan dengan menurunnya suku bunga SBI dengan rata-rata antara 6,86
% sampai 7,60 %.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 43
Tabel 3.11.
Perkembangan Suku Bunga SBI 1 Bulan Tahun 2000 – 2005
No Bulan Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005
1 Januari - 14,73 17,50 12,89 8,24 7,42
2 Februari - 14,80 16,91 12,65 7,77 7,42
3 Maret - 14,83 16,86 11,97 7,42 7,43
4 April - 15,79 16,74 11,40 7,34 7,53
5 Mei - 16,16 16,50 10,91 7,32 7,81
6 Juni 11,74 16,38 15,17 10,27 7,33 7,98
7 Juli 12,69 16,76 15,06 9,30 7,37 -
8 Agustus 13,52 17,15 14,87 9,06 7,37 -
9 September 13,55 17,69 14,07 8,83 7,38 -
10 Oktober 13,63 17,59 13,06 8,59 7,40 -
11 Nopember 13,81 17,58 13,10 8,46 7,42 -
12 Desember 14,32 17,61 13,06 8,43 7,43 -
Rata2 15,54 14,96 14,15 9,53 6,86 7,60
Sumber : Bank Indonesia dan diolah Penulis (2006)
IV. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan penelitian atas harga dan
volume saham di Bursa Efek Jakarta dapat dilakukan analisis untuk
mengetahui perbedaan kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah
dilakukannya reverse stock split baik dari tingkat harga maupun volume saham
yang diperdagangkan sebagai berikut ;
4.1. Analisis Kinerja Saham
4.1.1. Kinerja Saham Bank Danamon
Hasil analisa pengujian kinerja saham dengan menggunakan Indeks
Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui kinerja harga saham Bank
Danamon (BDMN) sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split
sebagai berikut :
� Sebelum dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Danamon tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
memperoleh nilai pengukuran negatif. Hal ini tercermin dari hasil rata-rata
return harga saham Bank Danamon memperoleh nilai negatif yang
disebabkan harga saham selama periode tersebut cenderung turun, dimana
pergerakan turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya
Amir Hamzah
44 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
harga saham. Memburuknya hasil kinerja harga saham Bank Danamon
membuat manajemen melakukan aksi korporasi dengan harapan dapat
memperbaiki kinerja sahamnya yang salah satu aksinya dengan melakukan
reverse stock split.
� Sesudah dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Danamon juga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil
pengukuran seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan
Jensen memperoleh nilai pengukuran tetap negatif. Hal ini tercermin dari
hasil rata-rata return harga saham Bank Danamon yang tetap memperoleh
nilai negatif yang disebabkan harga saham sesudah dilaksanakannya
reverse stock split cenderung turun.
� Hasil pengukuran kinerja saham Bank Danamon pada periode sesudah
dilakukannya reverse stock split secara umum membaik dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yang tercermin dari meningkatnya nilai rata-
rata return saham, return bebas risiko (SBI) dan return risiko pasar (IHSG),
namun kinerja indeks harga saham seluruhnya menunjukkan kondisi yang
memburuk, sehingga apa yang telah dilakukan oleh manajemen Bank
Danamon dengan melakukan aksi korporasi berupa reverse stock split
belum mencapai harapan yang diinginkan.
Tabel 4.1.
Kinerja Harga Saham Bank Danamon
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
No Pengukuran Sebelum RSS Sesudah RSS Hasil Sesudah
RSS
1 PR
- 0,0078 - 0,0025 Membaik
2 FR
0,1469 0,1701
Membaik
3 σTR 0,0760 0,0380 Membaik
4 2
σσβ =
M
PM
p 0,7807 0,2792
Memburuk
5 MR - 0,0006 0,0004 Membaik
6 Indeks Sharpe -2,0353 - 4,5388 Memburuk
7 Indeks Treynor - 0,1982 - 0,6180
Memburuk
8 Indeks Jensen - 0,0396 - 0,1252
Memburuk
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 45
4.1.2. Kinerja Saham Bank Internasional Indonesia (BII)
Hasil analisa pengujian kinerja saham dengan menggunakan Indeks
Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui kinerja harga saham Bank BII
(BNII) sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split sebagai berikut :
� Sebelum dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank BII
dengan menggunakan Indeks Sharpe dan Jensen tidak begitu baik / under
perform dengan memperoleh nilai pengukuran negatif yang tercermin dari
hasil rata-rata return harga saham Bank BII yang memperoleh nilai negatif
yang disebabkan harga saham selama periode tersebut cenderung turun,
dimana pergerakan turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan
naiknya harga saham. Sedangkan dengan menggunakan Indeks Treynor
kinerjanya cukup baik / perform dengan memperoleh nilai positif yang
disebabkan adanya pengaruh Beta yang memperoleh nilai negatif terhadap
return saham yang juga memperoleh negatif, dimana apabila Beta
memperoleh nilai negatif mencerminkan adanya setiap kenaikan return
pasar (IHSG) akan berdampak pada menurunnya perolehan return saham
Bank BII. Memburuknya hasil kinerja harga saham Bank BII membuat
manajemen melakukan aksi korporasi dengan harapan dapat memperbaiki
kinerja harga sahamnya yang salah satu aksinya dengan melakukan reverse
stock split.
� Sesudah dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank BII
juga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
memperoleh nilai pengukuran negatif, padahal pada periode sebelumnya
indeks Treynor memperoleh nilai pengukuran positif / perform. Hal ini
tercermin dari hasil rata-rata return harga saham Bank BII yang tetap
memperoleh nilai negatif yang disebabkan harga saham sesudah
dilaksanakannya reverse stock split cenderung turun, dimana pergerakan
turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya harga saham.
� Hasil pengukuran kinerja saham Bank BII pada periode sesudah
dilakukannya reverse stock split secara umum memburuk dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yang tercermin dari menurunnya tingkat rata-
rata return bebas risiko (SBI), return risiko pasar (IHSG) dan
memburuknya kinerja Indeks Sharpe dan Treynor, walaupun nilai rata-rata
return saham dan Indeks Jensen membaik dibandingkan pada periode
sebelumnya, namun tidak berdampak pada perbaikan kinerja harga saham
secara keseluruhan, sehingga apa yang telah dilakukan oleh manajemen
Bank BII dengan melakukan aksi korporasi berupa reverse stock split
belum mencapai harapan yang diinginkan.
Amir Hamzah
46 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Tabel 4.2.
Kinerja Harga Saham Bank BII
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
No Pengukuran Sebelum RSS Sesudah RSS Hasil Sesudah
RSS
1 PR
- 0,0088 - 0,0034 Membaik
2 FR
0,1696 0,1318 Memburuk
3 σTR 0,1223 0,0666 Membaik
4 2
σσβ =
M
PM
p - 0,0938 1,4252 Membaik
5 MR 0,0010 - 0,0005 Memburuk
6 Indeks Sharpe - 1,4584 - 2,0317 Memburuk
7 Indeks Treynor 1,9022 - 0,0949 Memburuk
8 Indeks Jensen - 0,1942 0,0533 Membaik
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
4.1.3. Kinerja Saham Bank Lippo
Hasil analisa pengujian kinerja saham dengan menggunakan Indeks
Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui kinerja harga saham Bank Lippo
(BNLI) sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split sebagai berikut :
� Sebelum dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Lippo dengan menggunakan Indeks Sharpe dan Treynor tidak begitu baik /
under perform dengan memperoleh nilai pengukuran negatif yang
tercermin dari hasil rata-rata return harga saham Bank Lippo yang
memperoleh nilai negatif yang disebabkan harga saham selama periode
tersebut cenderung turun, dimana pergerakan turunnya harga saham lebih
besar dari pergerakan naiknya harga saham. Sedangkan dengan
menggunakan Indeks Jensen kinerjanya cukup baik / perform dengan
memperoleh nilai positif yang disebabkan adanya pengaruh Beta yang
cukup kuat terhadap rata-rata tingkat return saham, baik saham Lippo
sendiri maupun return bebas risiko (SBI) dan resiko pasar (IHSG). Nilai
Beta yang dihasilkan saham Bank Lippo >1, sehingga mencerminkan
saham yang kuat, dimana setiap adanya kenaikan return pasar (IHSG) akan
berdampak pada meningkatnya perolehan return saham Bank Lippo.
Memburuknya hasil kinerja harga saham Bank Lippo membuat manajemen
melakukan aksi korporasi dengan harapan dapat memperbaiki kinerjanya.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 47
� Sesudah dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Lippo juga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
memperoleh nilai pengukuran negatif, padahal pada periode sebelumnya
indeks Jensen memperoleh nilai pengukuran positif / perform. Hal ini
tercermin dari hasil rata-rata return harga saham Bank Lippo yang tetap
memperoleh nilai negatif yang disebabkan harga saham sesudah
dilaksanakannya reverse stock split cenderung turun, dimana pergerakan
turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya harga saham dan
turunnya nilai beta dari >1 menjadi < 1.
� Hasil pengukuran kinerja saham Bank Lippo pada periode sesudah
dilakukannya reverse stock split secara umum memburuk dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yang tercermin dari menurunnya tingkat rata-
rata return return risiko pasar (IHSG), nilai Beta dan memburuknya seluruh
kinerja Indeks saham baik Sharpe, Treynor dan Jensen, walaupun nilai rata-
rata return saham dan return bebas risiko (SBI) membaik dibandingkan
pada periode sebelumnya, namun tidak berdampak pada perbaikan kinerja
harga saham secara keseluruhan.
Tabel 4.3.
Kinerja Harga Saham Bank Lippo
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
No Pengukuran Sebelum RSS Sesudah RSS Hasil Sesudah
RSS
1 PR
- 0,0033 0,0015 Membaik
2 FR
0,1542 0,1062 Memburuk
3 σTR 0,0734 0,0455 Membaik
4 2
σσβ =
M
PM
p 1,2810 0,6081 Memburuk
5 MR 0,0001 0,0019 Membaik
6 Indeks Sharpe - 2,1445 - 2,3012 Memburuk
7 Indeks Treynor - 0,1229 - 0,1722 Memburuk
8 Indeks Jensen 0,0400 - 0,0413 Memburuk
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
Amir Hamzah
48 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
4.1.4. Kinerja Saham Bank BNI
Hasil analisa pengujian kinerja saham dengan menggunakan Indeks
Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui kinerja harga saham Bank BNI
(BBNI) sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split sebagai berikut :
� Sebelum dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
BNI dengan menggunakan Indeks Sharpe dan Treynor tidak begitu baik /
under perform dengan memperoleh nilai pengukuran negatif yang
tercermin dari hasil rata-rata return harga saham Bank BNI yang
memperoleh nilai negatif yang disebabkan harga saham selama periode
tersebut cenderung turun, dimana pergerakan turunnya harga saham lebih
besar dari pergerakan naiknya harga saham. Sedangkan dengan
menggunakan Indeks Jensen kinerjanya cukup baik / perform dengan
memperoleh nilai positif yang disebabkan adanya pengaruh Beta yang
cukup kuat terhadap rata-rata tingkat return saham, baik saham BNI sendiri
maupun return bebas risiko (SBI) dan resiko pasar (IHSG). Nilai Beta yang
dihasilkan saham Bank BNI >1, sehingga mencerminkan saham yang kuat,
dimana setiap adanya kenaikan return pasar (IHSG) akan berdampak pada
meningkatnya perolehan return saham Bank BNI. Memburuknya hasil
kinerja harga saham Bank BNI membuat manajemen melakukan aksi
korporasi dengan harapan dapat memperbaiki kinerja harga sahamnya yang
salah satu aksinya dengan melakukan reverse stock split.
� Sesudah dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank BNI
juga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
memperoleh nilai pengukuran negatif, padahal pada periode sebelumnya
indeks Jensen memperoleh nilai pengukuran positif / perform. Hal ini
tercermin dari hasil rata-rata return harga saham Bank BNI yang walaupun
memperoleh nilai positif tapi sangat kecil, sehingga tidak mempengaruhi
peningkatan nilai indeks dan turunnya nilai beta harga saham Bank BNI
dari >1 menjadi < 1.
� Hasil pengukuran kinerja saham Bank BNI pada periode sesudah
dilakukannya reverse stock split secara umum memburuk dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yang tercermin dari menurunnya tingkat rata-
rata return return risiko pasar (IHSG), return bebas risiko (SBI), nilai Beta
dan memburuknya seluruh kinerja Indeks saham baik Sharpe, Treynor dan
Jensen, walaupun nilai rata-rata return saham Bank BNI membaik
dibandingkan pada periode sebelumnya, namun tidak berdampak pada
perbaikan kinerja harga saham secara keseluruhan, sehingga apa yang
telah dilakukan oleh manajemen Bank BNI dengan melakukan aksi
korporasi berupa reverse stock split belum mencapai harapan yang
diinginkan.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 49
Tabel 4.4.
Kinerja Harga Saham Bank BNI
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
No Pengukuran Sebelum RSS Sesudah RSS Hasil Sesudah
RSS
1 PR
- 0,0017 0,0006 Membaik
2 FR
0,1045 0,0757 Memburuk
3 σTR 0,0470 0,0266 Membaik
4 2
σσβ =
M
PM
p 1,2370 0,7915 Memburuk
5 MR 0,0021 0,0015 Memburuk
6 Indeks Sharpe - 2,2591 - 2,8174 Memburuk
7 Indeks Treynor - 0,0858 - 0,0948 Memburuk
8 Indeks Jensen 0,0204 - 0,0163 Memburuk
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
4.1.5. Kinerja Saham Niaga
Hasil analisa pengujian kinerja saham dengan menggunakan Indeks
Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui kinerja harga saham Bank Niaga
(BNGA) sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split sebagai berikut
� Sebelum dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Niaga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
memperoleh nilai pengukuran negatif. Hal ini tercermin dari hasil rata-rata
return harga saham Bank Niaga memperoleh nilai negatif yang disebabkan
harga saham selama periode tersebut cenderung turun, dimana pergerakan
turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya harga saham,
rendahnya nilai perolehan rata-rata return resiko pasar (IHSG), return bebas
risiko (SBI) dan nilai Beta saham. Memburuknya hasil kinerja harga saham
Bank Niaga membuat manajemen melakukan aksi korporasi dengan
harapan dapat memperbaiki kinerja harga sahamnya yang salah satu
aksinya dengan melakukan reverse stock split.
� Sesudah dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Niaga juga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
Amir Hamzah
50 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
memperoleh nilai pengukuran tetap negatif. Hal ini tercermin dari hasil
rata-rata return harga saham Bank Niaga yang walaupun memperoleh nilai
positif tapi sangat kecil, sehingga tidak mempengaruhi peningkatan nilai
indeks dan turunnya nilai rata-rata return risiko pasar (IHSG) serta return
bebas risiko (SBI), walaupun nilai Beta saham mengalami peningkatan,
namun tidak banyak mempengaruhi perbaikan kinerja Indeks saham.
� Hasil pengukuran kinerja saham Bank Niaga pada periode sesudah
dilakukannya reverse stock split secara umum membaik dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yang tercermin dari meningkatnya nilai rata-
rata return saham, nilai Beta saham, meningkatnya nilai kinerja Indeks
Treynor dan Jensen, namun hal ini tidak berdampak secara signifikan
terhadap perbaikan kinerja Indeks yang positif, sehingga apa yang telah
dilakukan oleh manajemen Bank Niaga dengan melakukan aksi korporasi
berupa reverse stock split belum memenuhi harapan yang diinginkan.
Tabel 4.5.
Kinerja Harga Saham Bank Niaga
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
No Pengukuran Sebelum RSS Sesudah RSS Hasil Sesudah
RSS
1 PR
- 0,0053 0,0013 Membaik
2 FR
0,0861 0,0740 Memburuk
3 σTR 0,0991 0,0204 Membaik
4 2
σσβ =
M
PM
p 0,2148 0,9429 Membaik
5 MR 0,0017 0,0015 Memburuk
6 Indeks Sharpe - 0,9224 - 3,5668 Memburuk
7 Indeks Treynor - 0,4255 - 0,0772 Membaik
8 Indeks Jensen - 0,0733 - 0,0044 Membaik
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 51
4.1.6. Kinerja Saham Bank Permata
Hasil analisa pengujian kinerja saham dengan menggunakan Indeks
Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui kinerja harga saham Bank Permata
(BNLI) sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split sebagai berikut :
� Sebelum dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Permata tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil pengukuran
seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen
memperoleh nilai pengukuran negatif. Hal ini tercermin dari hasil rata-rata
return harga saham Bank Permata memperoleh nilai negatif yang
disebabkan harga saham selama periode tersebut cenderung turun, dimana
pergerakan turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya
harga saham, rendahnya nilai perolehan rata-rata return resiko pasar
(IHSG), return bebas risiko (SBI) dan nilai Beta saham. Memburuknya
hasil kinerja harga saham Bank Permata membuat manajemen melakukan
aksi korporasi dengan harapan dapat memperbaiki kinerja sahamnya yang
salah satu aksinya dengan melakukan reverse stock split.
� Sesudah dilaksanakannya reverse stock split kinerja harga saham Bank
Permata juga tidak begitu baik / under perform, dimana dari hasil
pengukuran seluruh Indeks yang terdiri dari Indeks Sharpe, Treynor dan
Jensen memperoleh nilai pengukuran tetap negatif. Hal ini tercermin dari
hasil rata-rata return harga saham Bank Permata yang tetap negatif,
turunnya nilai rata-rata return bebas risiko (SBI), walaupun hasil rata-rata
return resiko pasar (IHSG) dan nilai Beta saham mengalami peningkatan,
namun tidak banyak mempengaruhi perbaikan kinerja Indek harga saham
secara keseluruhan.
� Hasil pengukuran kinerja saham Bank Permata pada periode sesudah
dilakukannya reverse stock split secara umum membaik dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yang tercermin dari meningkatnya nilai rata-
rata return saham, nilai Beta saham, meningkatnya nilai kinerja Indeks
Treynor dan Jensen, namun hal ini tidak berdampak secara signifikan
terhadap perbaikan kinerja Indeks yang positif, sehingga apa yang telah
dilakukan oleh manajemen Bank Permata dengan melakukan aksi korporasi
berupa reverse stock split belum memenuhi harapan yang diinginkan.
Amir Hamzah
52 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Tabel 4.6.
Kinerja Harga Saham Bank Permata
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
No Pengukuran Sebelum RSS Sesudah RSS Keterangan
1 PR
- 0,0059 - 0,0014 Membaik
2 FR
0,0834 0,0744 Memburuk
3 σTR 0,0981 0,0359 Membaik
4 2
σσβ =
M
PM
p 0,0683 0,9922 Membaik
5 MR 0,0007 0,0015 Membaik
6 Indeks Sharpe - 0,9101 - 2,1121 Memburuk
7 Indeks Treynor - 1,3067 - 0,0765 Membaik
8 Indeks Jensen - 0,0836 - 0,0035 Membaik
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
4.1.7. Kinerja Saham Emiten Perbankan
Berdasarkan hasil analisa yang mendasari pengujian kinerja harga
saham dengan menggunakan Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen dapat
diketahui hasil perhitungan saham emiten perbankan sebelum dan sesudah
dilakukannya reverse stock split sebagai berikut :
1. Sebelum dilaksanakan aksi reverse stock split,
� Nilai rata-rata return saham (Rp) seluruh emiten perbankan
memperoleh nilai pengukuran negatif yang disebabkan harga saham
sebelum melakukan aksi reverse stock split cenderung menurun,
dimana pergerakan turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan
naiknya harga saham.
� Nilai rata-rata return bebas risiko/SBI (Rf) seluruh emiten perbankan
yang terendah diperoleh Bank Permata sebesar 8,34 % dan yang
tertinggi diperoleh Bank BII sebesar 16,96 %.
� Nilai Beta saham () yang menunjukkan saham yang tergolong
aggressive stock karena memiliki nilai > 1 adalah Bank Lippo dan BNI,
sedangkan yang menunjukkan saham yang tergolong defensif stock
karena memiliki nilai < 1 adalah Bank Danamon, Niaga, Permata dan
BII.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 53
� Nilai rata-rata return pasar/IHSG (Rm) seluruh emiten perbankan yang
terendah diperoleh Bank Danamon sebesar -0,0006 dan yang tertinggi
diperoleh Bank BNI sebesar 0,0021.
Tabel 4.7.
Dasar Perhitungan Indeks Harga Saham
Sebelum Reverse Stock Split
Nama Emiten PR FR σTR
2
σσβ =
M
PM
p
MR
Bank Danamon - 0,0078 0,1469 0,0760 0,7807 - 0,0006
Bank BII - 0,0088 0,1696 0,1223 - 0,0938 0,0010
Bank Lippo - 0,0033 0,1542 0,0734 1,2810 0,0001
Bank BNI - 0,0017 0,1045 0,0470 1,2370 0,0021
Bank Niaga - 0,0053 0,0861 0,0991 0,2148 0,0017
Bank Permata - 0,0059 0,0834 0,0981 0,0683 0,0007
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
2. Sesudah dilaksanakan aksi reverse stock split,
� Nilai rata-rata return saham (Rp) seluruh emiten perbankan mengalami
perbaikan/peningkatan, dimana yang telah memperoleh perubahan nilai
menjadi positif terdiri dari; Bank Lippo, BNI dan Niaga, sedangkan
Bank Danamon, BII dan Permata tidak mengalami perubahan tetap
memperoleh nilai negatif yang disebabkan harga saham sesudah
melakukan aksi reverse stock split masih cenderung menurun, dimana
pergerakan turunnya harga saham tersebut lebih besar dari pergerakan
naiknya harga saham.
� Nilai rata-rata return bebas risiko/SBI (Rf) seluruh emiten perbankan
yang terendah diperoleh Bank Niaga sebesar 7,40 % dan yang tertinggi
diperoleh Bank Danamon sebesar 17,01 %.
� Nilai Beta saham () yang menunjukkan saham yang tergolong
aggressive stock karena memiliki nilai > 1 adalah Bank BII dan
Permata, sedangkan Bank Lippo dan BNI yang sebelumnya memiliki
nilai > 1 turun menjadi saham yang tergolong defensif stock karena
memiliki nilai < 1 diikuti oleh Bank Niaga dan Bank Danamon.
� Nilai rata-rata return pasar/IHSG (Rm) seluruh emiten perbankan yang
terendah diperoleh Bank BII sebesar -0,0005 dan yang tertinggi
diperoleh Bank Lippo sebesar 0,0019.
Amir Hamzah
54 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Tabel 4.8.
Dasar Perhitungan Indeks Harga Saham
Sesudah Reverse Stock Split
Nama Emiten PR FR σTR
2
σσβ =
M
PM
p
MR
Bank Danamon - 0,0025 0,1701 0,0380 0,2792 0,0004
Bank BII - 0,0034 0,1318 0,0666 1,4252 - 0,0005
Bank Lippo 0,0015 0,1062 0,0455 0,6081 0,0019
Bank BNI 0,0006 0,0757 0,0266 0,7915 0,0015
Bank Niaga 0,0013 0,0740 0,0204 0,9429 0,0015
Bank Permata -0,0014 0,0744 0,0359 0,9922 0,0015
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
Selanjutnya berdasarkan hasil analisa pengujian kinerja harga saham
dengan menggunakan Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen dapat diketahui hasil
perhitungan saham emiten perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya
reverse stock split sebagai berikut :
1. Sebelum dilaksanakan aksi reverse stock split,
a) Indeks Sharpe,
Dengan menggunakan Indeks Sharpe, maka seluruh emiten perbankan
sebelum melakukan aksi reverse stock split menunjukkan kondisi
kinerja harga saham yang tidak begitu baik / under perform, karena
memiliki nilai Indeks negatif yang disebabkan rata-rata return harga
saham bank-bank tersebut memperoleh nilai negatif, sebagai dampak
cenderung turunnya harga saham selama periode tersebut, dimana
pergerakan turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya
harga saham. Selanjutnya rendahnya nilai perolehan rata-rata return
resiko pasar (IHSG), return bebas risiko (SBI) dan nilai Beta saham
juga mempengaruhi hasil perhitungan kinerja Indeks Sharpe menjadi
under perform.
b) Indeks Treynor,
Dengan menggunakan Indeks Treynor, maka dari seluruh emiten
perbankan yang akan melakukan reverse stock split, hanya Bank BII
yang menunjukkan kinerja harga saham yang cukup baik / perform
dengan memperoleh nilai indeks positif yang disebabkan adanya
pengaruh Beta yang memperoleh nilai negatif terhadap return saham
yang juga memperoleh negatif, dimana apabila Beta memperoleh nilai
negatif mencerminkan adanya setiap kenaikan return pasar (IHSG) akan
berdampak pada menurunnya perolehan return saham Bank BII.
Sedangkan harga saham 5 (lima) bank lainnya yang terdiri dari ; Bank
Danamon, Lippo, BNI, Niaga dan Permata menunjukkan kinerja harga
saham yang tidak begitu baik / under perform, karena memiliki nilai
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 55
Indeks negatif yang disebabkan rata-rata return harga saham bank-bank
tersebut memperoleh nilai negatif, sebagai dampak cenderung
menurunnya harga saham selama periode tersebut, dimana pergerakan
turunnya harga saham lebih besar dari pergerakan naiknya harga saham,
selain itu juga akibat rendahnya nilai perolehan rata-rata return resiko
pasar (IHSG), return bebas risiko (SBI) dan nilai Beta saham yang juga
dapat mempengaruhi hasil perhitungan kinerja Indeks Treynor menjadi
under perform.
c) Indeks Jensen,
Dengan menggunakan Indeks Jensen, maka dari seluruh emiten
perbankan yang akan melakukan aksi reverse stock split, hanya Bank
Lippo dan BNI yang menunjukkan kinerja harga saham yang cukup
baik / perform dengan memperoleh nilai indeks positif yang disebabkan
adanya pengaruh Beta yang cukup kuat terhadap rata-rata tingkat return
saham, baik saham Lippo & BNI sendiri maupun return bebas risiko
(SBI) dan resiko pasar (IHSG). Nilai Beta yang dihasilkan saham Bank
Lippo & BNI >1, sehingga mencerminkan saham yang kuat, dimana
setiap adanya kenaikan return pasar (IHSG) akan berdampak pada
meningkatnya perolehan return saham Bank Lippo & BNI. Sedangkan
harga saham 4 (empat) bank lainnya yang terdiri dari; Bank Danamon,
BII, Niaga dan Permata menunjukkan kinerja harga saham yang tidak
begitu baik / under perform, karena memiliki nilai Indeks negatif yang
disebabkan rata-rata return harga saham ke 4 (empat) bank tersebut
memperoleh nilai negatif yang disebabkan harga saham selama periode
tersebut cenderung turun, dimana pergerakan turunnya harga saham
lebih besar dari pergerakan naiknya harga saham, rendahnya nilai
perolehan rata-rata return resiko pasar (IHSG), return bebas risiko (SBI)
dan nilai Beta saham yang juga dapat mempengaruhi hasil perhitungan
kinerja Indeks Jensen menjadi under perform.
Melihat kondisi memburuknya hasil kinerja saham perbankan tersebut,
mengakibatkan manajemen masing-masing bank melakukan aksi korporasi
berupa reverse stock split dengan harapan dapat memperbaiki & meningkatkan
kinerja harga sahamnya.
Amir Hamzah
56 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Tabel 4.9.
Hasil Kinerja Harga Saham Emiten Perbankan
Sebelum Reverse Stock Split
Indeks Kinerja
No Nama
Emiten Periode
Sharpe Treynor Jensen Sharpe Treynor Jensen
1 Bank Danamon
03 Juli 2000 s/d 16 Juli 2001
-2,0353 -0,1982 -0,0396 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM
2 Bank BII
01 Juni 2001 s/d 12 Juni 2002
-1,4584 1,9022 -0,1942 UNDER
PERFORM PERFORM
UNDER PERFORM
3 Bank Lippo
03 Des 2001 s/d 10 Des 2002
-2,1445 -0,1229 0,0400 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM PERFORM
4 Bank BNI
02 Des 2002 s/d 22 Des 2003
-2,2591 -0,0858 0,0204 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM PERFORM
5 Bank Niaga
01 Mei 2003 s/d 20 Mei 2004
-0,9224 -0,4255 -0,0733 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM UNDER
PERFOM
6 Bank Permata
02 Juni 2003 s/d 07 Juni 2004
-0,9101 -1,3067 -0,0836 UNDER
PERFOM UNDER
PERFOM UNDER
PERFOM
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
2. Sesudah dilaksanakan aksi reverse stock split,
a). Indeks Sharpe,
Dengan menggunakan Indeks Sharpe, maka seluruh emiten perbankan
sesudah melakukan aksi reverse stock split tetap menunjukkan kinerja
harga saham yang tidak begitu baik / under perform, karena tidak
mencapai komponen nilai maksimal yang dapat memperbaiki /
meningkatkan kinerja Indeks saham antara lain ; perolehan rata-rata
return harga saham, nilai rata-rata return bebas risiko (SBI), nilai rata-
rata return resiko pasar (IHSG) dan nilai Beta, yang secara keseluruhan
komponen pengukuran tersebut tidak banyak mempengaruhi secara
signifikan perbaikan kinerja Indek saham secara keseluruhan, sehingga
apa yang telah dilakukan oleh manajemen masing-masing Bank dengan
melakukan aksi korporasi berupa reverse stock split belum memenuhi
harapan yang diinginkan.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 57
b) Indeks Treynor,
Dengan menggunakan Indeks Treynor, maka seluruh emiten perbankan
sesudah melakukan aksi reverse stock split tetap menunjukkan kinerja
harga saham yang tidak begitu baik / under perform, karena tidak
mencapai komponen nilai maksimal yang dapat memperbaiki /
meningkatkan kinerja Indeks saham antara lain ; perolehan rata-rata
return harga saham, nilai rata-rata return bebas risiko (SBI), nilai rata-
rata return resiko pasar (IHSG) dan nilai Beta, yang secara keseluruhan
komponen pengukuran tersebut tidak banyak mempengaruhi secara
signifikan perbaikan kinerja Indek saham secara keseluruhan. Kondisi
seperti ini menimpa pula pada Bank BII yang pada awal sebelum
melakukan aksi reverse stock split telah mencapai hasil kinerja yang
positif / perform, namun pada periode sesudahnya justru terjadi
sebaliknya, Indeks kinerja saham Bank BII menjadi negatif / under
perform. Dengan demikian apa yang telah dilakukan oleh manajemen
masing-masing Bank dengan melakukan aksi korporasi berupa reverse
stock split belum memenuhi harapan yang diinginkan.
c) Indeks Jensen,
Dengan menggunakan Indeks Jensen, maka dari seluruh emiten
perbankan yang telah melakukan aksi reverse stock split, hanya Bank
BII yang mengalami perbaikan / peningkatan Indeks kinerja harga
saham yang periode sebelumnya tidak begitu baik / under perform
menjadi cukup baik / perform dengan memperoleh nilai indeks positif,
yang disebabkan adanya pengaruh Beta yang cukup kuat terhadap rata-
rata tingkat return saham, baik saham BII sendiri maupun return bebas
risiko (SBI) dan resiko pasar (IHSG). Nilai Beta yang dihasilkan saham
Bank BII>1, sehingga mencerminkan saham yang kuat, dimana setiap
adanya kenaikan return pasar (IHSG) akan berdampak pada
meningkatnya perolehan return saham Bank BII. Sedangkan harga
saham 5 (lima) Bank lainnya yang terdiri dari; Bank Danamon, Lippo,
BNI, Niaga dan Permata menunjukkan kinerja harga saham yang tidak
begitu baik / under perform, karena tidak mencapai komponen nilai
maksimal yang dapat memperbaiki / meningkatkan kinerja Indeks
saham antara lain ; perolehan rata-rata return harga saham, nilai rata-
rata return bebas risiko (SBI), nilai rata-rata return resiko pasar (IHSG)
dan nilai Beta, yang secara keseluruhan komponen pengukuran tersebut
tidak banyak mempengaruhi secara signifikan perbaikan kinerja Indek
saham secara keseluruhan, Kondisi seperti ini terutama terjadi pada
Bank Lippo dan BNI yang pada awal sebelum melakukan aksi reverse
stock split telah mencapai hasil kinerja yang positif / perform, namun
pada periode sesudahnya justru terjadi sebaliknya, Indeks kinerja harga
saham Bank Lippo dan BNI menjadi negatif / under perform. Dengan
demikian apa yang telah dilakukan oleh manajemen masing-masing
Amir Hamzah
58 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Bank dengan melakukan aksi korporasi berupa reverse stock split
belum memenuhi harapan yang diinginkan.
Tabel 4.10.
Hasil Kinerja Saham Emiten Perbankan
Sesudah Reverse Stock Split
Indeks Kinerja
No Nama
Emiten Periode
Sharpe Treynor Jensen Sharpe Treynor Jensen
1 Bank Danamon
18 Juli 2001 s//d 28 Juni 2002
-4,5388 -0,6180 -0,1252 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM UNDER PERFORM
2 Bank BII
14 Juni 2002 s/d 29 Mei 2003
-2,0317 -0,0949 0,0533 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM PERFORM
3 Bank Lippo
12 Des 2002 s/d 21 Nov 2003
-2,3012 -0,1722 -0,0413 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM UNDER
PERFOM
4 Bank BNI
24 Des 2003 s/d 30 Nov 2004
-2,8174 -0,0948 -0,0163 UNDER
PERFOM UNDER
PERFOM UNDER
PERFORM
5 Bank Niaga
22 Mei 2004 s/d 29 April
2005
-3,5668 -0,0772 -0,0044 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM
6 Bank Permata
09 Juni 2004 s/d 31 Mei 2005
-2,1121 -0,0765 -0,0035 UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM UNDER
PERFORM
Sumber : Hasil Pengolahan Data dan Analisis Penulis (2006)
4.2. Uji Statisitik Perbedaan Kinerja Saham
Untuk menguji pengaruh peningkatan kinerja harga saham perbankan
antara sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split, maka
dipergunakan 2 (dua) uji statistik untuk mengetahui perbedaan / pengaruh
kinerja harga dan volume saham berikut
1. Uji Mc Nemar,
Uji statistik ini merupakan uji data 2 (dua) sampel harga saham yang
berhubungan dengan mensyaratkan adanya skala pengukuran dan nominal
atau kategori binary, dimana angka 0 (nol) menunjukkan tidak dan angka 1
menunjukkan ya yang disajikan dalam bentuk tabel kontingency,
sedangkan pemrosesannya menggunakan program SPSS.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 59
Uji statistik ini dipergunakan untuk menjawab hipotesis dengan kondisi
sebagai berikut ;
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan kinerja harga saham sesudah dilakukannya
reverse stock split.
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja harga saham sesudah dilakukannya reverse stock
split.
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima, namun jika probabilitas < 0,05
maka H0 ditolak. Selanjutnya dari hasil pengukuran kinerja saham sebelum
dan sesudah reverse stock split akan dilakukan tabulasi silang / cross tab
untuk mengetahui berapa jumlah saham yang perform dan under perform
pada kedua periode penelitian tersebut. Kinerja yang memiliki kondisi
perform dikategorikan menjadi angka binary 1, sedangkan under perform
dikategorikan menjadi angka binary 0.
2. Uji T ( T-test) dengan paired sample.
Uji statistik ini merupakan uji data 2 (dua) sampel volume saham yang
berpasangan dengan jumlah data yang harus sama di antara kedua periode
penelitian tersebut, yang disajikan dalam bentuk tabel kontingency,
sedangkan pemrosesannya menggunakan program SPSS.
Uji statistik ini dipergunakan untuk menjawab hipotesis dengan kondisi
sebagai berikut ;
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja volume saham sesudah dilakukannya reverse stock
split.
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja volume saham sesudah dilakukannya reverse stock
split.
Jika nilai T-test < nilai T-tabel, maka H0 diterima, namun jika nilai T-test
> nilai T-tabel, maka H0 ditolak.
4.2.1. Uji Perbedaan Mc. Nemar
Berdasarkan hasil analisa perhitungan dengan menggunakan tabulasi
silang untuk menguji Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen sebelum dan sesudah
dilakukannya reverse stock split dapat diketahui sebagai berikut ;
4.2.1.1. Uji Indeks Sharpe
Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang seluruh
perbankan sebelum dan sesudah melakukan reverse stock split dapat diketahui
bahwa kinerja harga saham seluruh emiten perbankan yang berjumlah
Amir Hamzah
60 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
sebanyak 6 (enam) bank, baik sebelum maupun sesudah melakukan aksi
reverse stock split tidak ada 1 (satu) pun yang memiliki perubahan kinerja dari
perform / baik menjadi under perform / tidak baik, begitu pula sebaliknya,
sehingga dapat disampaikan bahwa sesudah melakukan aksi reverse stock split
tidak memiliki pengaruh terhadap perbaikan / peningkatan kinerja indeks harga
saham seluruh emiten perbankan tersebut.
Tabel 4.11.
Hasil Tabulasi Silang Kinerja Saham Indeks Sharpe
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
Selanjutnya untuk menguji apakah terdapat pengaruh terhadap
peningkatan kinerja yang signifikan antara kedua periode tersebut, dilakukan
uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Mc Nemar terhadap data
tabulasi silang, dan atas pengujian data tersebut diperoleh hasil bahwa uji Mc
Nemar tidak dapat ditampilkan, mengingat kedua periode antara sebelum dan
sesudah reverse stock split menunjukkan kinerja under perform / tidak baik
dengan hasil “The McNemar Test for Sblm & Sdh is not performed because
both variables are not dichotomous with the same values ”.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa dari hasil yang
diperoleh sebelum dan sesudah reverse stock split memperoleh nilai binary nol
(0), sehingga hipotesanya H0 diterima yang berarti bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja harga saham sesudah
dilakukannya reverse stock split.
4.2.1.2. Uji Indeks Treynor
Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang seluruh
perbankan sebelum dan sesudah melakukan reverse stock split dapat diketahui
bahwa kinerja harga saham sebelum melakukan reverse stock split terdapat 5
(lima) bank yang memiliki kinerja under perform / tidak baik (Bank Danamon,
Lippo, BNI, Niaga dan Permata), namun sesudah melakukan reverse stock split
tidak mengalami perubahan kinerja / tetap under perform. Sedangkan 1 (satu)
bank yang sebelum melakukan reverse stock split memiliki kinerja perform /
baik (Bank BII), namun sesudah melakukan reverse stock split mengalami
perubahan kinerja harga saham menjadi under perform / tidak baik .
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 61
Tabel 4.12.
Hasil Tabulasi Silang Kinerja Saham Indeks Treynor
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
Selanjutnya untuk menguji apakah terdapat pengaruh terhadap
peningkatan kinerja yang signifikan antara kedua periode tersebut dilakukan uji
statistik non parametrik dengan menggunakan uji Mc Nemar terhadap data
tabulasi silang diperoleh eksak uji 2 (dua) sisi sebesar 1,000 dengan
probabilitas 0,05, sehingga diperoleh hasil 1,000 > 0,05 atau H0 diterima yang
berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja harga saham sesudah dilakukan reverse stock split.
Gambaran mengenai uji Mc Nemar terhadap tabulasi silang Indeks
Treynor sebelum dan sesudah reverse stock split dapat dilihat dalam tabel
berikut ini.
Tabel 4.13.
Hasil Uji Mc Nemar Indeks Treynor
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
Test Statistics(b)
Sebelum & Sesudah
N 6
Exact Sig. (2-tailed) 1,000(a)
a. Binomial distribution used. b. McNemar Test
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS (2006)
4.2.1.3. Uji Indeks Jensen
Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang seluruh
perbankan sebelum dan sesudah melakukan reverse stock split dapat diketahui
bahwa terdapat 3 (tiga) bank yang sebelum dan sesudah melakukan reverse
stock split menghasilkan kinerja harga saham yang tidak mengalami perubahan
Amir Hamzah
62 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
/ peningkatan dan tetap memiliki kinerja under perform / tidak baik (Bank
Danamon, Niaga dan Permata). Selanjutnya terdapat 2 (dua) bank yang
mengalami perubahan kinerja harga saham yang sebelum melakukan reverse
stock split menghasilkan kinerja yang perform / baik, namun sesudah
melakukan reverse stock split memiliki kinerja under perform / tidak baik
(Lippo dan BNI). Kemudian terdapat 1 (satu) bank yang juga mengalami
perubahan kinerja harga saham yang sebelum melakukan reverse stock split
memiliki kinerja under perform / tidak baik, namun sesudah melakukan
reverse stock split memiliki kinerja perform / baik (Bank BII).
Tabel 4.14.
Hasil Tabulasi Silang Kinerja Saham Indeks Jensen
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
Selanjutnya untuk menguji apakah terdapat pengaruh peningkatan
kinerja yang signifikan antara kedua periode tersebut, dilakukan uji statistik
non parametrik dengan menggunakan uji Mc Nemar terhadap data tabulasi
silang diperoleh eksak uji 2 (dua) sisi sebesar 1,000 dengan probabilitas 0,05,
sehingga diperoleh hasil 1,000 > 0,05 atau H0 diterima yang berarti bahwa
tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja harga
saham sesudah dilakukannya reverse stock split.
Tabel 4.15.
Hasil Uji Mc Nemar Indeks Jensen
Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
Test Statistics(b)
Sebelum & Sesudah
N 6
Exact Sig. (2-tailed) 1,000(a)
a Binomial distribution used. b McNemar Test
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS (2006)
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 63
4.2.2. Uji Perbedaan T-test ( Paired Samples )
Berdasarkan hasil perhitungan uji t-test dengan menggunakan paired
samples test dapat diketahui bahwa dari seluruh emiten perbankan yang
berjumlah 6 (enam) bank memperoleh nilai t-test positif sebesar 1,571 < dari
nilai t-table 2,571 atau H0 diterima yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan kinerja volume saham sesudah
dilakukannya reverse stock split, sehingga dapat disampaikan bahwa dengan
adanya aksi reverse stock split tidak mempengaruhi peningkatan kinerja
volume perdagangan saham menjadi lebih meningkat atau mengalami
perbaikan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis permasalahan dan pembahasan
tentang kinerja harga dan volume saham sebelum dan sesudah dilaksanakannya
reverse stock split oleh emiten perbankan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut ;
1. Hasil pengujian kinerja saham sebelum dilaksanakan reverse stock split
dengan menggunakan analisa Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen sebagai
berikut ;
� Indeks Sharpe, seluruh emiten perbankan yang terdiri dari ; Bank
Danamon, BII, BNI, Lippo, Niaga dan Permata menunjukkan kinerja
harga saham yang tidak begitu baik / under perform, karena memiliki
nilai Indeks negatif yang disebabkan rata-rata return harga saham bank-
bank tersebut memperoleh nilai negatif, rendahnya nilai perolehan rata-
rata return resiko pasar (IHSG), return bebas risiko (SBI) dan nilai Beta
saham.
� Indeks Treynor, hanya Bank BII yang menunjukkan kinerja harga
saham yang cukup baik / perform dengan memperoleh nilai indeks
positif karena memiliki Beta yang memperoleh nilai negatif terhadap
return saham yang juga memperoleh negatif, sedangkan harga saham 5
(lima) bank lainnya yang terdiri dari ; Bank Danamon, Lippo, BNI,
Niaga dan Permata menunjukkan kinerja harga saham yang tidak begitu
baik / under perform, karena memiliki nilai Indeks negatif yang
disebabkan rata-rata return harga saham bank-bank tersebut
memperoleh nilai negatif, rendahnya nilai perolehan rata-rata return
resiko pasar (IHSG), return bebas risiko (SBI) dan nilai Beta saham.
� Indeks Jensen, hanya Bank Lippo dan BNI yang menunjukkan kinerja
harga saham yang cukup baik / perform dengan memperoleh nilai
Amir Hamzah
64 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
indeks positif karena pengaruh Beta yang cukup kuat terhadap rata-rata
tingkat return saham, return bebas risiko (SBI) dan resiko pasar (IHSG),
sedangkan harga saham 4 (empat) bank lainnya yang terdiri dari; Bank
Danamon, BII, Niaga dan Permata menunjukkan kinerja harga saham
yang tidak begitu baik / under perform, karena memiliki nilai Indeks
negatif yang disebabkan rata-rata return harga saham memperoleh nilai
negatif yang disebabkan harga saham selama periode tersebut
cenderung turun, rendahnya nilai perolehan rata-rata return resiko pasar
(IHSG), return bebas risiko (SBI) dan nilai Beta saham.
2. Hasil pengujian kinerja saham sesudah dilaksanakan reverse stock split
dengan menggunakan analisa Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen sebagai
berikut ;
� Indeks Sharpe, seluruh emiten perbankan yang terdiri dari ; Bank
Danamon, BII, BNI, Lippo, Niaga dan Permata tetap menunjukkan
kondisi kinerja saham yang tidak begitu baik / under perform, karena
tidak mencapai komponen nilai maksimal yang dapat memperbaiki /
meningkatkan kinerja Indeks saham antara lain ; perolehan rata-rata
return harga saham, nilai rata-rata return bebas risiko (SBI), nilai rata-
rata return resiko pasar (IHSG) dan nilai Beta.
� Indeks Treynor, seluruh emiten perbankan yang terdiri dari ; Bank
Danamon, BII, BNI, Lippo, Niaga dan Permata tetap menunjukkan
kinerja harga saham yang tidak begitu baik / under perform, karena
tidak mencapai komponen nilai maksimal yang dapat memperbaiki /
meningkatkan kinerja Indeks saham antara lain ; perolehan rata-rata
return harga saham, nilai rata-rata return bebas risiko (SBI), nilai rata-
rata return resiko pasar (IHSG) dan nilai Beta.
� Indeks Jensen, hanya Bank BII yang mengalami perbaikan /
peningkatan Indeks kinerja saham yang periode sebelumnya tidak
begitu baik / under perform menjadi cukup baik / perform dengan
memperoleh nilai indeks positif, yang disebabkan adanya pengaruh
Beta yang cukup kuat terhadap rata-rata tingkat return saham, return
bebas risiko (SBI) dan resiko pasar (IHSG), sedangkan harga saham 5
(lima) Bank lainnya yang terdiri dari; Bank Danamon, Lippo, BNI,
Niaga dan Permata menunjukkan kinerja harga saham yang tidak begitu
baik / under perform termasuk Bank Lippo dan BNI yang pada periode
sebelumnya telah mencapai hasil kinerja yang positif / perform, namun
pada periode sesudahnya justru terjadi sebaliknya, dimana Indeks
kinerja harga saham Bank Lippo dan BNI menjadi negatif / under
perform, yang keseluruhannya disebabkan tidak tercapainya komponen
nilai maksimal yang dapat memperbaiki / meningkatkan kinerja Indeks
saham antara lain ; perolehan rata-rata return harga saham, nilai rata-
rata return bebas risiko (SBI), nilai rata-rata return resiko pasar (IHSG)
dan nilai Beta saham.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 65
3. Hasil analisa tabulasi silang untuk menguji Indeks Sharpe, Treynor dan
Jensen sebelum dan sesudah dilaksanakannya reverse stock split sebagai
berikut ;
� Indeks Sharpe, kinerja harga saham seluruh emiten perbankan yang
berjumlah sebanyak 6 (enam) bank, baik sebelum maupun sesudah
melakukan aksi reverse stock split tidak ada 1 (satu) pun yang memiliki
perubahan kinerja dari perform / baik menjadi under perform / tidak
baik, begitu pula sebaliknya, sehingga aksi reverse stock split tidak
memiliki pengaruh terhadap perbaikan / peningkatan kinerja indeks
harga saham seluruh emiten perbankan. Selanjutnya berdasarkan uji
statistik non parametrik dengan menggunakan uji Mc Nemar terhadap
data tabulasi silang diperoleh hasil hipotesa H0 diterima yang
berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan kinerja harga saham sesudah dilakukannya reverse stock
split.
� Indeks Treynor, kinerja harga saham sebelum melakukan reverse
stock split terdapat 5 (lima) bank yang memiliki kinerja under perform /
tidak baik (Bank Danamon, Lippo, BNI, Niaga dan Permata), namun
sesudah melakukan reverse stock split tidak mengalami perubahan
kinerja / tetap under perform, sedangkan 1 (satu) bank yang sebelum
melakukan reverse stock split memiliki kinerja perform / baik (Bank
BII), namun sesudah melakukan reverse stock split mengalami
perubahan kinerja harga saham menjadi under perform / tidak baik.
Selanjutnya berdasarkan uji statistik non parametrik dengan
menggunakan uji Mc Nemar terhadap data tabulasi silang diperoleh
nilai eksak uji 2 (dua) sisi sebesar 1,000 dengan probabilitas 0,05,
sehingga memperoleh hasil 1,000 > 0,05 atau H0 diterima yang berarti
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja harga saham sesudah dilakukannya reverse stock split.
� Indeks Jensen, terdapat 3 (tiga) bank yang sebelum dan sesudah
melakukan reverse stock split menghasilkan kinerja harga saham yang
tidak mengalami perubahan / peningkatan dan tetap memiliki kinerja
under perform / tidak baik (Bank Danamon, Niaga dan Permata) dan
terdapat 2 (dua) bank yang mengalami perubahan kinerja harga saham
yang sebelum melakukan reverse stock split menghasilkan kinerja yang
perform / baik, namun sesudah melakukan reverse stock split memiliki
kinerja under perform / tidak baik ( Lippo dan BNI), kemudian terdapat
1 (satu) bank yang juga mengalami perubahan kinerja harga saham
yang sebelum melakukan reverse stock split memiliki kinerja under
perform / tidak baik, namun sesudah melakukan reverse stock split
memiliki kinerja perform / baik ( Bank BII). Selanjutnya berdasarkan
uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Mc Nemar
terhadap data tabulasi silang diperoleh nilai eksak uji 2 (dua) sisi
Amir Hamzah
66 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
sebesar 1,000 dengan probabilitas 0,05, sehingga memperoleh hasil
1,000 > 0,05 atau H0 diterima yang berarti bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja harga saham
sesudah dilakukannya reverse stock split.
4. Hasil pengujian dengan menggunakan uji t-test paired samples bahwa dari
seluruh emiten perbankan yang berjumlah 6 (enam) bank memperoleh nilai
t-test positif sebesar 1,571 < dari nilai t-table 2,571 atau H0 diterima yang
berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan kinerja volume saham sesudah dilakukannya reverse stock
split, sehingga adanya aksi reverse stock split tidak mempengaruhi
peningkatan kinerja volume perdagangan saham menjadi lebih meningkat
atau mengalami perbaikan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah
dikemukakan, maka saran-saran yang dapat disampaikan sebagai bahan
penyempurnaan penelitian di masa yang akan datang sebagai berikut ;
1. Emiten yang aktif melakukan transaksi perdagangan saham di pasar bursa,
hendaknya melakukan penelitian yang lebih mendalam / due dilligence
baik internal maupun eksternal perusahaan, mengenai rencana kebijakan
aksi korporasi yang salah satunya berupa reverse stock split, mengingat
hasil analisa emiten perbankan yang sesudah melakukan aksi reverse stock
split kinerja sahamnya tetap tidak mengalami perbaikan / peningkatan
kinerja.
2. Aksi reverse stock split yang dilakukan oleh emiten perbankan di Bursa
Efek Jakarta bukan merupakan satu-satunya corporate action yang dapat
meningkatkan kinerja saham, tetapi ada beberapa aksi korporasi lainnya,
antara lain pemberian dividen dalam bentuk saham dan repurchasing stock
yang dapat meningkatkan kinerja saham, namun tentunya disesuaikan
dengan kondisi perusahaan masing-masing.
3. Penelitian dan pembahasan dalam analisa ini hanya berpatokan data emiten
perbankan yang berjumlah 6 (enam) emiten yang telah melakukan reverse
stock split dari 23 (dua puluh tiga) emiten perbankan yang aktif melakukan
transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta, sehingga untuk
mendapatkan data yang lebih akurat, sebaiknya dengan menggunakan
seluruh perusahaan emiten yang telah melakukan aksi reverse stock split di
pasar bursa (Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya), sehingga
analisa mengenai kinerja saham sesudah melakukan aksi korporasi berupa
reverse stock split dapat lebih komprehensif, valid dan mendekati faktual.
Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse StockSsplit di PT Bursa Efek
Jakarta
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 67
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Z. Iskandar, 2003, Pasar Modal Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama,
Penerbit Yayasan Pancur Siwah, Jakarta.
Bank Indonesia, Maret 1999, Sekilas Tentang Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), http :// www.BI.go.id, Jakarta.
Bank Indonesia, 2006, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Jangka Waktu
1 bulan, http :// www.BI.go.id, Jakarta.
BNI Securities, 2006, Data Informasi Profil Emiten Perbankan, Palembang.
Budiono dan Koster, Wayan, 2001, Statistika dan Probabilitas, Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
David, R. Fred, 2004, Manajemen Strategis, Edisi Kesembilan, Penerbit PT.
Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Febryani, Anita dan Zulfadin, Rahadian, Desember 2003, Analisis Kinerja Bank Devisa dan
Bank Non Devisa di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 7 No. 4,
Jakarta.
Han, Ki C, 1995, The Effects of Reverse Splits on The Liquidity of The Stock,
Journal of Financial and Quantitative Analysis, Volume 30 No. 1
Manurung, Haymans, Adler, 2004, Strategi Memenangkan Transaksi
Saham di Bursa, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Marwazi, Yahya, 2002, Analisis Kinerja Saham ; Studi Komparatif di
Bursa Efek Jakarta (BEJ), Tesis, Universitas Sriwijaya Palembang.
Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM), 2006, Data Perkembangan Harga dan
Volume Saham Sektor Perbankan yang Melakukan Reverse Stock Split,
Palembang.
Rajagukguk, Fritz, 2001, Analisis Pengaruh Stock Split terhadap Volume
Perdagangan Saham Pada Sektor Perbankan di Bursa Efek Jakarta,
Tesis, Universitas Sriwijaya Palembang.
Riyanto, Bambang, 2001, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi
Keempat, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Rubrik Eurika, 2002, Investasi Saham di Pasar Modal,
Http:/www.redaksi@ sinarharapan.co.id, Jakarta.
Sabardi, Agus, 1994, Manajemen Keuangan, Jilid 2, Penerbit UPP AMP
YKPN, Yogyakarta.
Salim, Lani, 2003, Analisa Teknikal dalam Perdagangan Saham, Edisi
Pertama, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Amir Hamzah
68 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
Samosir P, Agunan, Maret 2003, Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah
Merger dan Sebagai Bank Rekapitalisasi, Kajian Ekonomi dan
Keuangan, Volume 7 No. 1, Jakarta.
Sunariyah, 2003, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Ketiga,
Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Susanti, Arozzy, M.F dan Setyawan, 2005, Pengaruh Harga, Volume
Perdagangan dan Volatilitas Harga Saham pada Bis-Ask
Perusahaan yang Melakukan Stock Split, Usahawan, Edisi No 10 TH
XXXIV, Halaman 36, Jakarta.
Susiyanto, Fendi, M, 23 April 2004, Penggabungan dan Pemecahan Saham,
Konsolidasi Saham Sektor Perbankan, Http://www.kompas.com,,
Halaman 1-5, Jakarta.
Tandelin, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio,
Edisi Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Tim Pengkajian Pengembangan Perusahaan Efek, 2003, Analisis Perusahaan
Efek di BEJ, Http:/www.jsx.co.id, Jakarta.