analisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, …

12
1 ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, EKSPOR DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP RISIKO KREDIT DI WILAYAH ASIA TENGGARA (ASEAN) (STUDI PADA NEGARA THAILAND, FILIPINA, MALAYSIA DAN INDONESIA PERIODE 1998-2014) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Fitria Wulandari 125020400111002 PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

1

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI,

INFLASI, EKSPOR DAN JUMLAH UANG BEREDAR

TERHADAP RISIKO KREDIT DI WILAYAH ASIA

TENGGARA (ASEAN)

(STUDI PADA NEGARA THAILAND, FILIPINA,

MALAYSIA DAN INDONESIA PERIODE 1998-2014)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Fitria Wulandari

125020400111002

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016

Page 2: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

2

Page 3: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

3

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI,

EKSPOR DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP RISIKO

KREDIT DI WILAYAH ASIA TENGGARA (ASEAN)

(STUDI PADA NEGARA THAILAND, FILIPINA, MALAYSIA DAN

INDONESIA PERIODE 1998-2014)

Fitria Wulandari

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email :[email protected]

ABSTRACT

This study aimed to examine the effect of economic growth, inflation, exports

and the money supply on credit risk in the region of Southeast Asia (ASEAN). The author

uses nonperforming loans as the dependent variable and include variables of economic

growth, inflation, exports and money supply as an independent variable. The author uses

quantitative research methods and using panel data analysis that the merger between the

data time series and cross section data.

The results showed that the variable economics growth (GDP) and export

significant and negative influential on credit risk in ASEAN, while the inflation influence

significantly and positive on credit risk in ASEAN and variable money supply does not

significantly influence the credit risk in ASEAN

Keywords: Credit Risk, Non Performing Loan, GDP, Inflation, Export, Money Supply

A. PENDAHULUAN

Pada era globalisasi ini persaingan sektor perbankan semakin ketat. Khususnya di

kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang pada tahun 2015 menghadapi Masyarakat

Ekonomi Asean (MEA) dalam bentuk pasar tunggal atau pasar bebas dan berbasis

produksi regional. MEA ini merupakan tantangan yang baru bagi perbankan di kawasan

tersebut sehingga diharapkan sektor perbankan untuk menyalurkan kredit untuk

perusahaan-perusahaan yang membutuhkan modal. Kawasan ASEAN sebagian besar juga

sebagai negara berkembang yang membutuhkan modal untuk pertumbuhan ekonomi

suatu negara. Semakin besar kredit yang disalurkan maka semakin besar pula risiko kredit

yang akan dihadapi.

Secara umum, risiko kredit diproyeksikan dalam rasio NPL (Non Performing

Loan) yaitu rasio perbandingan total kredit bermasalah terhadap total kredit yang

disalurkan oleh kreditur. Meningkatnya rasio NPL menunjukkan sinyal penurunan kinerja

sektor perbankan dan penurunan kualitas portofolio kredit (Festic & Beko ,2008). Menurut (Boyd & Champ) Risiko kredit yang terjadi pada negara berkembang lebih besar

daripada risiko kredit di negara maju dikarenakan di negara berkembang penyaluran

kredit lebih besar selain itu juga dilihat dari tingkat kemakmuran suatu negara. Tingkat

kemakmuran bisa dilihat dari GDP Percapita Terdapat 6 negara di kawasan ASEAN

yang mempunyai GDP Percapita yang tinggi dbandingkan negara di wilayah ASEAN

yang lain. Negara yang memiliki GDP PerCapita paling tinggi adalah negara Singapura,

Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina.

Page 4: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

4

Grafik 1.1 Rata-rata GDP Per Capita Negara di Asia Tenggara

Sumber: World Bank, Data diolah

Grafik diatas merupakan rata-rata PDB percapita negara di ASEAN. Enam

negara ASEAN yang memilki PDB percapita tertinggi yaitu Singapura Brunei

Darussalam, Malaysia, Thailand, Indonesia dan Filipina. Hal itu berarti bahwa tingkat

produktivitas enam negara tersebut lebih baik daripada Vietnam, Laos, Myanmar dan

Kamboja. Produktivitas juga mempengaruhi risiko kredit. Ketika produktivitas tinggi

maka pendapatan rata-rata masyarakat di suatu negara akan meningkat dan kemampuan

untuk membayar kewajiban akan meningkat sehingga bisa mempengaruhi tingkat

NonPerforming Loan (NPL). Tabel 1.1 Rata-rata Nonperforming Loans (NPL) 6 Negara di Asia

Tenggara Tahun 2009-2014

Negara Tahun Rata-rata

2009 2010 2011 2012 2013 2014 NPL

Brunei 6.86703 6.0320 5.37616 4.5253 3.67443 3.6744 5.024893

Thailand 5.22061 3.8878 2.93262 2.4301 2.43019 2.5104 3.235324

Filipina 3.48947 3.3807 2.55546 2.2228 2.44086 2.4408 2.75505

Malaysia 3.62656 3.3540 2.68139 2.0158 1.84915 1.6457 2.528792

Indonesia 3.28838 2.5318 2.14413 1.7733 1.68677 2.0668 2.248559

Singapura 2.03438 1.4063 1.06046 1.0426 0.86694 0.7565 1.194549

Sumber: Sumber: World Bank, Data diolah

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Brunei merupakan Negara yang

mempunyai risiko kredit yang paling besar. Di Asia Tenggara (ASEAN) khususnya enam

negara di kawasan tersebut, rata-rata risiko kredit yang paling besar yaitu Brunei

Darussalam. namun negara Brunei Darussalam dan Singapura merupakan negara yang

sudah memilki pendapatan perkapita tinggi sehingga keadaan makroekonomi akan

berbeda dengan negara Thailand, Filipina, Malaysia dan Indonesia yang merupakan

negara berkembang. Risiko kredit pada sektor perbankan memiliki keterkaitan dengan

kondisi makro yang terjadi pada setiap negara. Perubahan kondisi makroekonomi akan

menyebabkan perekonomian sangat sensitif terhadap guncangan atau fluktuasi yang

terjadi. Perubahan kondisi makro akan membuat kondisi perbankan juga mengalami

perubahan. Perbedaan keadaan makro terhadap risiko kredit bisa dilihat pada fase

sebelum resesi tahun 2008 dengan pasca resesi tahun 2008.

Pada fase setelah resesi yaitu setelah tahun 2008 keadaan makroekonomi mulai

mengalami perubahan. Berubahnya keadaan makro dapat mempengaruhi risiko kredit.

Pertumbuhan ekonomi, inflasi, ekspor dan Jumlah Uang Beredar merupakan variabel

0

20000

40000

60000

Rata-rata GDP Per Capita (US) ASEAN Tahun 2009-2014

Page 5: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

5

makroekonomi yang memiliki keterkaitan terhadap risiko kredit. Dari latar belakang

maka peneliti mengangkat judul “Analisis Pengaruh Pertumbuhan ekonomi, Inflasi,

Ekspor dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Risiko Kredit di Wilayah Asia Tenggara

(ASEAN) (Studi pada Negara Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Malaysia,

Indonesia Periode 1998-2014)”.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Risiko Kredit

Kredit merupakan suatu pengdaan suatu pinjaman dengan perjanjian pembayarannya

dilakukan pada waktu yang telah disepakati. Penyaluran kredit yang dilakukan oleh pihak

debitur akan memperoleh keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh yaitu

memperoleh tambahan nilai dari pokok pinjaman yang berupa bunga sebagai pendapatan

bank.

Kerugian pemberian kredit dari perbankan kepada nasabah yaitu adanya risiko kredit.

Menurut Gereuning (2009) Risiko kredit adalah suatu keadaan dimana debitur ataupun

penerbit instrumen keuangan baik individu, perusahaan maupun negara tidak akan

membayar kembali kas pokok yang telah ditetapkan sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati dalam penjanjian kredit. Dalam hal ini berarti pembayaran akan tertunda atau

tidak sama sekali, yang dapat menyebabkan masalah arus kas dan mempengaruhi

likuiditas bank.

Risiko kredit diproyeksikan dalam NonPerforming Loans (NPL) yaitu perbandingan

antara kredit yang bermasalah terhadap kredit yang disalurkan.

NPL = Kredit Bermasalah

Total Kredit X 100%

Rasio ini digunakan oleh pihak perbankan untuk mengukur kemampuan bank dalam

menangani risiko kredit. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa semakin buruk

kualitas dari kredit yang disalurkan oleh bank yang menyebabkan semakin banyak debitur

yang tidak dapat membayar kewajibannya kepada bank.

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Risiko Kredit

Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan jumlah barang dan jasa yang

diproduksi dalam negeri dan dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang

ditunjukkan oleh GDP menunjukkan adanya peningkatan income suatu perusahaan atau

individu. Jika terjadi resesi, pertumbuhan ekonomi pastinya akan menurun sehingga akan

mempengaruhi income suatu perusahaan dan akan kesulitan membayar (gagal bayar).

Apabila terjadi resesi maka suatu pertumbuhan ekonomi akan mengalami kelesuan

dan kelambanan hal ini akan menunjukkan bahwa harga-harga, output dan tingkat

pengangguran tidak dapat dipertahankan (Badar dan Javid, 2013). Pertumbuhan ekonomi

yang dilihat dari GDP menunjukan pertumbuhan pendapatan suatu perusahaan.

Kemampuan para debitur untuk membayar hutangnya juga akan meningkat seingga

risiko kredit yang ditunjukkan oleh NPL akan menurun. Sebaliknya apabila terjadi

penurunan GDP maka kemampuan debitur untuk membayar hutang akan semakin rendah

karena pendapatan perusahaan atau individu tersebut menurun dan akan menaikkan

risiko kredit (NPL).

Hubungan Inflasi dengan Risiko Kredit Inflasi merupakan kenaikkan harga-harga barang yang menyebabkan harga barang

yang lain juga akan meningkat. Teori mengatakan bahwa saat harga meningkat secara

umum atau terjadi inflasi maka akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berubah

karena saat inflasi pendapatan riilnya akan menurun (Putong,2002).

Saat terjadi inflasi daya beli masyarakat akan menurun karena harga barang-barang

secara umum akan mengalami peningkatan. Daya beli masyarakat yang menurun

menyebabkan pendapatan para produsen juga akan menurun sehingga kemampuan

membayar kewajibannya tidak tepat waktu dan risiko kredit akan meningkat. Dilain

Page 6: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

6

pihak, pendapatan masyarakan secara riil juga akan menurun karena harga yang

meningkat sehingga menyebabkan masyarakat sebagai debitur kesulitan untuk membayar

pijaman kepada pihak kreditur sehingga risiko kredit akan meningkat.

Hubungan Ekspor dengan Risiko Kredit Ekspor merupakan kegiatan penjualan barang dan jasa keluar negeri yang dijual

secara luar keluar negeri. Ekspor merupakan perekonomian terbuka dalam perekonomian

suatu negara. Dalam system perekonomian terbuka sebagian output akan dijual didalam

negeri dan sebagian akan diekspor keluar negeri (Mankiw, 2000). Apabila ekspor

mengalami penurunan maka kinerja keuangan eksportir juga akan menurun karena

pendapatannya juga menurun. Kemampuan eksportir untuk membayar kewajibannya juga

akan menurun yang pada akhirnya mempengaruhi NPL.

Sebaliknya apabila ekspor mengalami peningkatan maka kinerja keuangan eksprtir

tersebut meningkat. Kemampuan eksportir untuk membayar kewajibannya akan

meningkat sehingga akan menurunkan risiko kredit.

Hubungan Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Risiko Kredit

Jumlah Uang Beredar (JUB) ditunjukkan dalam M2. M2 adalah jumlah mata uang

yang beredar ditambah dengan uang giral dan uang kuasi (deposito berjangka, tabungan,

dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta domestik). Jumlah uang yang beredar

menyebabkan terjadinya inflasi. Inflasi menyebabkan bank sentral di setiap negara akan

menaikkan suku bunga mereka agar uang yang beredar di masyarakat semakin sedikit.

Namun di sisi lain, para debitur juga akan mengalami.kesulitan akibat tingginya suku

bunga yang diberikan oleh pihak perbankan. Tinggiya suku bunga mengakibatkan para

debitur akan mengembalikan kewajiban lebih tinggi dari sebelumnya sehingga

kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya akan menurun. Kemampuan

debitur yang menurun mengakibatkan risiko kredit (NPL) akan meningkat. Sebaliknya,

apabila Jumlah Uang yang bereedar sedikit dan tingkat suku bunga turun maka para

debitur memiliki kemampuan untuk membayar kewajibanya tepat waktu sehingga risiko

kredit akan menurun.

C. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) “Metode

kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postivisme,

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan

tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan. Penelitian ini menggunakan analisis data

panel untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh variabel makroekonomi yaitu

pertumbuhan GDP, inflasi, ekspor, dan jumlah uang yang beredar terhadap risiko kredit

dengan 4 negara anggota ASEAN yang merupakan yang memiliki angka NPL paling

tinggi yaitu Thailand, Filipina. Malaysia dan Indonesia menggunakan data pada tahun

1998-2014. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.:

NPLit = α + β1 GDPt + β2 Infit + β3 EXit + β3 M2it ɛit

Keterangan:

NPL : NonPerforming Loans (Risiko Kredit)

GDP : Pertumbuhan Ekonomi

Inf : Inflasi

EX : Ekspor

M2 : Jumlah Uang beredar

α : Konstanta

β : Koefisien/elastisitas

I : Negara ke I (Thailand, Filipina, Malaysia, Indonesia)

t : Tahun pengamatan 1998,…….,2014)

ɛ : error

Page 7: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

7

Dalam regresi data panel ada tiga macam pendekatan yaitu pendekatan Common

Effect Method (CEM), pendekatan Fixed Effect method (FEM) dan pendektan Random

Effect Method (REM). Untuk menentukan model terbaik yang akan digunakan dengan

meggunakan uji Chow.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Model Estimasi

Tabel 2. Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Pool: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 10.027829 (5,26) 0.0000

Berdasarkan hasil uji chow nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan

kondisi H0 ditolak. Dalam hal ini H0 nya adalah model common effect lebih baik

dibandingkan model fixed effect. Sehingga dengan tingkat keyakinan 95% dapat

disimpulkan bahwa untuk data yang dimiliki model fixed effect lebih sesuai

digunakan.

Tabel 4.2 Hasil Regresi Data Panel dengan Fixed Effect Method (FEM)

Variable Koefisien t-statistik Probabilitas Keputusan

C 23.94236* 8.863552 0.0000 Signifikan

GDPit? -0.594550* -2.008953 0.0490 Signifikan

INFLit? 0.397453*** 1.648848 0.1044 Signifikan

EXPit? -0.172510* -6.746137 0.0000 Signifikan

M2it? 0.006619 0.037157 0.9705 Tidak Signifikan

R-squared 0.626592

Prob (F-statistic) 0.000000

*signifikan pada α =1% **signifikan pada α= 5% *** signifikan pada α = 10%. Keterangan

:GDPit (Pertumbuhan Ekonomi 4 Negara ASEAN), INFLit (Inflasi 4 negara ASEAN), EXPit

(Ekspor 4 Negara ASEAN), M2it (Jumlah Uang Beredar Inflasi 4 negara ASEAN)

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Risiko Kredit di Asia Tenggara

(ASEAN)

Pengaruh Pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari total GDP terhadap risiko

kredit di wilayah Asia Tenggara (ASEAN) berpengaruh negative dengan signifikan level

(tingkat kesalahan) sebesar 5% dan dengan nilai koefisien sebesar -0.594550 Dari hasil

regresi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 1%

maka pengaruhnya terhadap risiko kredit di Asia Tenggara (ASEAN) adalah sebesar -

0.594550 %. hal ini berarti bahwa ketika pertumbuhan ekonomi yang diindikasikan oleh

GDP mengalami kenaikan sebesar 1% maka risiko kredit di masing-masing negara

wilayah Asia Tenggara mengalami penurunan sebesar 0.594550 %.

Hal ini sesuai dengan teori secara umum saat tingkat pertumbuhan GDP

meningkat maka akan meningkatkan aktivitas ekonomi (Samuelson, 2001). Ketika

aktivitas ekonomi meningkat maka akan membuat pendapatan masyarakat akan

meningkat juga sehingga masyarakat bisa memenuhi kewajibannya dan risiko kredit atau

NPL akan menurun.

Page 8: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

8

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Louis (2012)

bahwa rasio NonPerforming Loan mempunyai hubungan yang negative dengan

pertumbuhan ekonomi dari semua jenis kredit yang disalurkan. Pertumbuhan ekonomi

paling besar mempengaruhi risiko kredit yang berasal dari perusahaan sehingga ketika

pertumbuhan ekonomi suatu negara tersebut naik maka perusahaan akan memiliki

kemampuan untuk membayar kredit yang diberikan oleh pihak kreditur. Adanya

kemampuan untuk membayar kewajiban akan mempengaruhi rasio NonPerforming Loan

yang menyebabkan adanya penurunan risiko kredit.

Pengaruh Inflasi Terhadap Risiko Kredit di Asia Tenggara (ASEAN)

Pengaruh inflasi terhadap risiko kredit di wilayah Asia Tenggara (ASEAN)

berpengaruh positif dengan signifikan level (tingkat kesalahan) sebesar 10% dan dengan

nilai koefisien sebesar 0.397453. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika inflasi

di masing-masing negara di ASEAN meningkat sebanyak 1% maka pengaruhnya

terhadap risiko kredit di wilayah tersebut adalah sebesar 0.397453%. Hal ini menjelaskan

bahwa ketika inflasi mengalami kenaikan sebesar 1% maka risiko kredit di wilayah Asia

Tenggara (ASEAN) mengalami kenaikan sebesar 0.397453%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subagio (2005) yang

menunjukkan adanya hubungan positif antara inflasi dengan risiko kredit. Inflasi adalah

kenaikan harga secara umum dan terus menerus yang menyebabkan sektor perbankan

juga sangat terpengaruh oleh adanya inflasi yang terjadi pada setiap negara.

Secara teori menunjukkan adanya hubungan positif antara inflasi dengan risiko

kredit bahwa saat harga meningkat secara umum atau terjadi inflasi maka akan

menyebabkan daya beli masyarakat akan berubah karena saat inflasi pendapatan riilnya

akan menurun (Putong,2002). Saat terjadi inflasi daya beli masyarakat akan menurun

karena harga barang-barang secara umum akan mengalami peningkatan. Daya beli

masyarakat yang menurun menyebabkan pendapatan para produsen juga akan menurun

sehingga kemampuan membayar kewajibannya tidak tepat waktu dan risiko kredit akan

meningkat.

Menurut Sukirno (2006) inflasi akan menyebabkan pembagian kekayaan akan

memburuk yang ditunjukkan oleh masyarakat yang memiliki pendapatan tetap akan

mengurangi pendapatan riilnya sedangkan untuk masyarakat yang memiliki harta yang

tetap akan dapat mempertahankan ataupun dapat menambah pendapatan riilnya. Ketika

terjadi inflasi, masyarakat yang memilki pendapatan tetap akan memiliki pendapatan riil

yang menurun sehingga kemampuan untuk membayar kewajiban kepada kreditur akan

menurun sehingga risiko kredit akan meningkat.

Pengaruh Ekspor Terhadap Risiko Kredit di Asia Tenggara (ASEAN)

Ekspor merupakan jumlah barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri dan

dijual secara luas keluar negeri. Ekspor memiliki hubungan yang negatif dengan risikio

kredit di wilayah Asia Tenggara (ASEAN). Pengaruhnya negatif dengan significant level

(tingkat keselahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar -0.172510. Hal tersebut

dapat disimpulkan bahwa apabila jumlah ekspor suatu negara terhadap risiko kredit

mengalami penurunan sebesar 1% maka risiko kredit mengalami peningkatan sebesar

0.172510%. demikian pula sebaliknya, jika jumlah ekspor mengalami kenaikan sebesar

1% maka risiko kredit di wilayah Asia Tenggara juga akan mengalami penurunan sebesar

0.172510%.

Penelitian ini sama dengan penelitian yang digunakan oleh Ahmad (2013) yang

berjudul “Explanatory of Macroeconomics Variables as Determinant of Non-Performing

Loans: Evidence from Pakistan” bahwa ekspor berpengaruh negatif terhadap

NonPerforming Loan. Menurut penelitian Ahmad (2003) Ketika ekspor menurun maka

aktivitas ekonomi menurun dan menyebabkan risiko kredit juga akan meningkat .

Sebaliknya, ketika ekspor meningkat maka aktivitas ekonomi akan meningkat sehingga

risiko kredit akan menurun.

Ketika ekspor menurun maka pendapatan produsen barang dan jasa juga akan

mengalami penurunan karena produksi yang menurun. ketika pendapatan menurun

Page 9: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

9

menyebabkan pertumbuhan ekonomi suatu negara tersebut juga akan menurun karena

faktor dari pertumbuhan ekonomi salah satunya yaitu dari hasil ekspor dan impor

sehingga kemampuan untuk membayar kewajiban akan menurun sehingga risiko kredit

akan meningkat. Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Risiko Kredit di Asia Tenggara

(ASEAN)

Variabel M2it mencerminkan jumlah uang beredar ditambah uang giral dan uang

kuasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jumlah Uang Beredar tidak berpengaruh

terhadap risiko kredit di negara ASEAN, dengan nilai koefisien sebesar 0.006619. Dari

hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika Jumlah Uang Beredar meningkat sebanyak

1% maka tidak ada perubahan terhadap risiko kredit di negara kawasan Asia Tenggara.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Poudel

(2013) yang berjudul “Macroeconomic Determinants of Credit Risk in Nepalese Banking

Industry” yang menyatakan bahwa Jumlah Uang Beredar (M2) tidak berpengaruh secara

langsung terhadap risiko kredit. Jumlah Uang Beredar yang tidak signifikan terhadap

risiko kredit juga didukung oleh teori netralitas uang. Menurut Lucas (1972) netralitas

uang merupakan sebuah situasi apabila jumlah uang beredar berubah akan menyebabkan

perubahan dalam variabel nominal tetapi variabel riil seperti output, konsumsi, investasi

dan kesempatan kerja tidak ada perubahan. Selain itu menurut ahli ekonomi klasik yaitu

Hume (1752) menyatakan bahwa jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap

kesempatan kerja maupun investasi serta tingkat atau pertumbuhan output.

Apabila jumlah uang beredar meningkat yang disebabkan oleh kredit perbankan

yang meningkat untuk sektor-sektor usaha dalam jangka panjang misalnya satu tahun,

maka pengaruhnya hanya berupa kenaikan harga tetapi output tidak berubah. Perubahan

dalam jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap jumlah output dari sektor-sektor

usaha yang modalnya berasal dari kredit yang disalurkan oleh perbankan. Ketika output

tidak berubah maka perdapatan para produsen yang diterima juga tidak akan berubah.

Pendapatan yang tetap karena output yang tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan

juga menyebabkan kemampuan membayar kewajiban pada pihak perbankan juga tetap

seperti awal sehingga risiko kredit tetap dan tidak akan dipengaruhi oleh jumlah uang

yang beredar.

E. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil estimasi regresi pada bagian analisis dan pembahasan,

maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain yaitu:

1. Variabel-variabel GDP dan ekspor diketahui memiliki pengaruh negatif dan

signifikan terhadap risiko redit di wilayah ASEAN. Sehingga apabila variable-

variabel tersebut mengalami peningkatan, risiko kredit di wilayah tersebut akan

menurun.

2. Diantara variable-variabel yang diteliti variable inflasi memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap risiko kredit di wilayah ASEAN. Sehingga apabila variable-

variabel tersebut mengalami peningkatan, maka dapat meningkatkan risiko kredit

yang ada di wialayah ASEAN.

3. Diantara seluruh variable yang diteliti hanya variable Jumlah Uang Beredar yang

tidak signifikan terhadap risiko kredit di wilayah ASEAN. Sehingga adanya nilai

perubahan pada Jumlah Uang Beredar maka tidak akan mempengaruhi risiko kredit

di wilayah ASEAN.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat diberikan

adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti maka diharapkan hasil

penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi perbankan di Asia khususnya di

wilayah Asia Tenggara (ASEAN) untuk lebih berhati-hati terhadap dampak dari

Page 10: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

10

variabel makroekonomi khususnya untuk variabel pertumbuhan ekonomi ini sangat

berperan penting dan berpengaruh besar terhadap risiko kredit.

2. Bagi pemerintah di semua negara di ASEAN diharapkan dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, menstabilkan inflasi dan mengurangi ekspor yang berisiko

adanya risiko kredit sehingga diharapkan risiko kredit akan menurun.

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat memperluas wilayah yang diteliti selain di wilayah

Asia Tenggara misalnya di wilayah Asia ataupun negara yang tergabung dalam

negara yang sebagian besar negara maju seperti EEC (European Economic

Community) sehingga dapat mengetahui perbedaan dari pengaruh variabel

makroekonomi terhadap risiko kredit di negara berkembang dan di negara maju.

4. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih dalam lagi pengaruh variabel

makroekonomi diharap dapat mengupas lebih dalam lagi dan menambah variabel

selain variabel yang digunakan oleh peneliti misalnya variabel jumlah penduduk

karena setiap negara memilki jumlah penduduk yang sangat berbeda dengan

pendapatan yang berbeda

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

Asosiasi Desen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya khususnya kepada Bapak Al

Muizzudin SE., ME selaku dosen pembimbing penulis atas bimbingan yang

diberikan dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad F, Bashir T. 2013. Explanatory Power of Macroeconomic Variables as

Determinants of Non-Performing Loans: Evidence form Pakistan. World

Applied Sciences Journal 22 (2): 243-255

Ali A., Daly K. 2010. Macroeconomic determinants of credit risk: Recent evidence

from a cross country study. International Review of Financial Analysis

19,165-171

Arintoko. 2011. Pengujian Netralitas Uang Dan Inflasi Jangka Panjang Di Indonesia.

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 79-117

Badar, M., & Javid, A. Y. 2013, Januari. Impact of Macroeconomic Forces on

Nonperforming Loans: An Empirical Study of Commercial Banks in

Pakistan. WSEAS Transactions on Business and Economics, 10, 40-48.

Boyd, John H., & Champ, Bruce. 2006. Inflation, banking, and economic growth.

Federal Reserve Bank of Cleveland.

Boediono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi

No.4, BPFE, Yogyakarta

Case, Karl E. dan Ray C. Fair, 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Edisi Kelima,

Cetakan Kesatu. Jakarta: PT. Indeks.

Castro V. 2013. Macroeconomic and bank-spesific determinants of the credit risk

in the banking system: The case of GIPSI. Economic Modelling 31, 672-683

Page 11: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

11

Greuning, Hennie van dan Bratanovis, Sonja Brajovic. 2009. Analisis Risiko

Perbankan. Jakarta : Salemba Empat

Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta : Erlangga

Hume, D. 1752. Of Money, Of Interest, and Of the Balance of Trade,In Essays,

Moral, Political, and Literary, Reprinted in Hume Economics Journals,

Eugene Rotwein ed. Diakses pada tanggal 2 Maret 2016

Indriantoro. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen.

Cetakan 2. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Kasmir, Dr. 2008. Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada

Kuncoro. M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta : Erlangga

Kuznets, P. S. 1971. Contributions to Economics. The Swedish Journal of Economics.

73, 444 - 459.

Lipsey, Richard G. Courant, Paul N. Purvis, Douglas D. Steiner, Peter O. 1995.

Pengantar Makroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Binarupa Aksara

Louis D.P., Vouldis A.T., Metaxas V.L..2012. Macroeconomic and bank-spesific

determinants of non-performing loans in Greece : A comparative study of

mortgage, business and consumer loan portofolios. Journal of Banking &

Finance 36,1012-1027

Lucas, R.E. 1972. Expectations and the Neutrality of Money. Economic Theory

journals, 4(2): 103-124.

Mankiw, N. Geregory. 2007. Makroekonomi. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga

Mankiw, N. Gregory. 2004. Principles of Macroeconomics. Third Edition. Thomson

South Western

Marcuci J, Quagliariello M. 2009. Asymmetric effects of the Business Cycle on Bank

Credit Risk. Journal of Banking & Finance 33. 1624–1635

Masyhud, Ali. 2006. Manajemen Risiko: strategi perbankan dan dunia usaha

menghadapi tantangan globalisasi bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Miskhin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Jakarta:

Salemba Empat

Poetry, Zakiyah D. & Sanrego, Yulizar D. 2011. Pengaruh Variabel Makro dan Mikro

Terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah.

Perbankan Syariah. Islamic Finance & Business ReviewJournal, Vol. 6,

No.2.

Poudel Sharma. 2013. Macroeconomic Determinants of Credit Risk in Nepalese

Banking Industry. Ryerson University, Toronto, Canada, ISBN: 978-1-922069-

25-2

Putong, Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Kedua. Jakarta:

Penerbit Ghalia Indonesia.

Page 12: ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, …

12

Rahardja, P dan Manurung, M. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi

dan Makroekonomi). Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia

Samuel, Paul dan W.D Nordhaus. 2005. Ilmu Makroekonomi. Jakarta : PT. Media

Global Edukasi

Soebagio H. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Non

Performing Loan (NPL) pada Bank Umum Komersial. Semarang: Universitas

Diponegoro

Siamat, Dahlan. 1993. Manajemen Bank Umum. Edisi Kedelapan. Jakarta : Intermedia

Sugiyono, Dr. 2014. Cara Mudah Menyusun : SKRIPSI, TESIS dan DISERTASI.

Bandung : Alfabeta

Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Edisi Kedua. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada

World Bank. 2014 GDP Per Capita Tahun 1998-2014. http://www.worldbank.org.

Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015

World Bank. 2014. Money and Quasi Money (M2) Tahun 1998-2014.

http://www.worldbank.org. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015

World Bank. 2014. Inflation Tahun 1998-2014. http://www.worldbank.org. Diakses

pada tanggal 30 Oktober 2015

World Bank. 2014. NonPerforming Loan Tahun 1998-2014.

http://www.worldbank.org. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015

Zeman J, Jurca P. 2008. Macro Stress Testing of the Slovak Banking Sector. National

Bank of Slovakia.