“analisis playing for change ; songs around the world dan kaitannya dengan identitas komunikasi...
DESCRIPTION
UJIAN AKHIR SEMESTERMEDIA DAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYATRANSCRIPT
UJIAN AKHIR SEMESTER
MEDIA DAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
“Analisis Playing For Change ;
Songs Around The World dan Kaitannya dengan Identitas Komunikasi Antar
Budaya”
Oleh :
Dianti Ratih Ramadhani
1106085680
Komunikasi Media
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, DESEMBER 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Abstrak
Makalah ini membahas tentang sebuah pergerakkan sosial yang bertujuan
mengkampanyekan perdamaian ke seluruh dunia melalui music dibawah sebuah
organisasi bernama Playing For Change. Organisasi ini membentuk sebuah
proyek bernama Songs Around the World sebagai salah satu ajang mereka
mengampanyekan perdamaian ke seluruh dunia. Konsep dari kampanye ini adalah
video musik yang mengkombinasikan berbagai musisi yang datang dari seluruh
dunia—Asia, Afrika, Amerika, Eropa, Timur Tengah—dengan berbagai ciri khas
dan kebudayaannya masing-masing, dan tergabung dalam satu video. Yang
menarik adalah, dengan perbedaan alat musik dan instrumen, musik yang
dihasilkan justru membuktikkan bahwa perbedaan bukan berarti tidak dapat
menciptakan harmoni dan keselarasan. Untuk itu, makalah ini akan membahas
songs around the world dengan mengaitkannya kepada teori – teori yang dianggap
relevan, yaitu Agenda Setting, karena memang adanya tujuan yang ingin diraih
melalui musik ini, yaitu kampanye perdamaian, serta konsep yang berupa identitas
dalam komunikasi antar budaya.
1.2 Latar Belakang
Musik merupakan salah satu produk media yang cukup banyak memberi
pengaruh bagi perubahan-perubahan terutama dalam kehidupan sosial.
Contohnya, ketika masa penjajahan Amerika ke Vietnam di era tahun 60-an, yang
kemudian menggerakkan musisi untuk menyuarakan perdamaian dan
menghentikan perang seperti yang dilakukan oleh kaum hippies di Amerika
Serikat, dengan prakarsa John Lennon dan juga istrinya, Yoko Ono. Salah satu
lagu yang paling meraja lela pada saat itu berjudul “Give Peace a Chance”,
dengan lirik yang berulang-ulang “…all we are sayin’, is give peace a chance..”.
Menarik, karena pada saat itu banyak sekali masyarakat yang terpengaruh dengan
demam perdamaian yang diprakarsai John Lennon melalui music tersebut.
Musik, memiliki kekuatan yang cukup besar dalam memberi pengaruh, dan
juga salah satu produk hiburan yang paling lama dikenal dalam sejarah peradaban
manusia. Dalam konteks komunikasi antar budaya sendiri, seingkali muncul
stereotype-stereorype tertentu dalam musik. Seperti contohnya, musik Asia—
India, memiliki ciri khas adanya keterlibatan alat musik tradisional seperti sitar.
Lalu musik kulit hitam—black music—di Amerika Serikat identik dengan
keterlibatan alat musik bass yang kental, serta tema dramatis seperti cinta dan
perdamaian.
Makalah ini akan membicarakan Playing For Change, yaitu sebuah
pergerakkan sosial bertujuan kampanye untuk menyebarkan perdamaian, inspirasi,
serta menghubungkan dunia lewat musik, salah satunya melalui proyek mereka
yang bernama songs around the world. Dengan melibatkan musisi-musisi dari
seluruh dunia, dengan segala keunikan dan ciri khas—beberapa menggunakan alat
musik tradisional negaranya—masing-masing. Playing For Change
menggunakan medium berupa internet dan sosial media seperti Twitter ataupun
Youtube dalam menyebarkan music yang mereka jadikan sarana menjalankan
pergerakkan mereka. Dengan ini, topik akan dikaitkan dengan konsep-konsep
Identitas Komunikasi Antar Budaya dan juga salah satu teori komunikasi, yaitu
Agenda Setting.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Isi1
Playing for change merupakan sebuah gerakan berbasis multimedia
dengan tujuan inspirasi, menghubungkan, serta menyebarkan aura perdamaian ke
seluruh dunia melalui musik. Bersumber dari situs resmi Playing For Change,
gagasan mengenai proyek ini berangkat dari keyakinan bahwa musik memiliki
kekuatan untuk meruntuhkan batasan dan mendekatkan jarak antar manusia, tanpa
harus memandang latar belakang identitas secara geografis, pandangan politik,
ekonomi, kepercayaan, ideologi—musik memiliki kekuatan yang bersifat
universal
untuk
menyatukan
manusia dan
berfokus
bahwa kita
semua
adalah sama
sebagai ras
manusia.
Produksi musik yang melibatkan musisi-musisi dari seluruh dunia
adalah dengan membangun mobile recording studio—studio rekaman yang dapat
dipindah-pindah lokasinya—begitu juga dengan peralatan-peralatan musik yang
digunakan, dan melakukan perjalan ke seluruh dunia. “Wherever music took us”,
begitu lah yang disebutkan dalam situs resmi-nya. Mungkin dalam produksinya,
banyak perubahan yang terjadi dari segi teknologi, namun yang tidak pernah
berubah adalah semangat dan komitmen untuk menghilangkan rasa perbedaan
lewat kehadiran musik, dimana para musisi yang datang dari seluruh dunia dapat
dengan bebas mengaspirasikan keinginannya bermusik di dalam perbedaan. 1 Bersumber dari situs resmi Playing For Change, http://playingforchange.com/
Sebagai efek dari playing for change, teciptalah playing for change foundation,
yaitu sebuah organisasi yang bertujuan profit untuk amal dan menjadi
perpanjangan dari playing for change yang pada awalnya merupakan sebuah
pergerakkan non-profit. Pada awal tahun 2008, beberapa perusahaan rekaman
melakukan joint venture dibawah nama Playing For Change, sehingga
mempertebal tujuan dari Playing For Change sendiri, yaitu menyebarkan musik,
video, serta pesan kepada khalayak seluas-luasnya. Sejak saat itu hingga saat ini,
bertambah lagi sebuah tujuan dari playing for change, yaitu menjadikan musiknya
sebagai ajang pemberian amal bagi membangun sekolah seni dan musik di dalam
komunitas yang dianggap memerlukan inspirasi dan harapan. Adapun musisi-
musisi dari seluruh dunia yang berada di dalam playing for change antara lain
Clarence Bekker (Netherlands/Suriname), Grandpa Elliott (New Orleans, USA),
Mermans Mosengo (DRC Congo), dan Louis Mhlanga (Zimbabwe).
2.2 Landasan Konseptual
Makalah ini akan mengaitkan dan menganalisis produksi media berupa
music yang menjadi sebuah proyek dari organisasi bernama playing for
change, disebut juga sebagai songs around the world, yang melibatkan musisi
dari berbagai Negara dari berbagai belahan dunia. Teori yang akan digunakan
adalah Agenda Setting, serta konsep-konsep komunikasi antar budaya yang
akan paling banyak dikaitkan adalah identitas, simbol verbal dan non-verbal,
feminimitas dan maskulinitas, serta high dan low context communication.
A. Teori Agenda Setting (McCombs & Shaw, 1976)
Pada dasarnya, teori ini berbicara mengenai agenda media kemudian
berubah menjadi agenda publik dan mempengaruhi agenda kebijakan.
Diasumsikan bahwa khalayak tidak hanya mempelajari isu-isu yang
disuguhkan media, melainkan juga mempelajari seberapa arti penting yang
diberikan oleh sebuah isu berdasarkan cara media massa memberikan
penekanan terhadap isu atau topic tersebut. Dengan begitu, hal-hal yang
dianggap penting oleh media, kemudian akan dipandang penting juga oleh
khalayak. Dengan begitu, agenda media akan berubah menjadi agenda
publik atau khalayak.
Terdapat dua level efek dari Agenda Setting, yaitu :
• Level 1 = Agenda-Setting (what to think about)
Level satu merujuk kepada bagaimana isu yang disuguhkan media
memberikan khalayak efek berupa ‘sesuatu untuk dipikirkan’ dan
turut menjadi kepentingannya. Level satu ini hanya sebatas
mengarahkan khalayak mengenai isu-isu yang kemudian menjadi
pikiran bagi khalayak.
• Level 2 = Priming (how to think about)
Level dua telah menjajaki media kemudian mengarahkan khalayak
kepada bagaimana ‘cara’ memikirkan isu yang tersaji, yang
kemudian akan menjadi tindakan yang akan dilakukan oleh
khayalak.
McQuail mengeluarkan hipotesis terhadap agenda setting dalam bukunya yang
berjudul ‘Mass Communication Theory’, yaitu 2:
• Debat publik diwakili seperangkat isu yang penting (agenda untuk
bertindak)
• Agenda berasal dari opini publik dan proposal dari elit politik
• Kepentingan yang bersaing mencoba mempromosikan kepentingan
isu mereka masing-masing
• Berita media massa memilih isu untuk diberikan perhatian dengan
porsi tertentu sesuai dengan tekanan-tekanan, terutama yang datang
dari elit yang berkepentingan.
• Keluaran dari media memberikan pemahaman publik terhadap
agenda yang terjadi dan juga memiliki efek yang lebih jauh
terhadap opini dan evaluasi
• Efek agenda bersidat periferal dan jangka pendek
Berdasarkan hipotesis McQuail diatas, dapat disimpulkan bahwa
agenda setting merupakan sebuah gagasan untuk mengarahkan opini public
sesuai dengan isu-isu yang dianggap penting terutama oleh pihak-pihak yang
memiliki tujuan tertentu, namun efeknya dianggap jangka pendek, dimana
kemudian produk media tersebut akan memberikan pemahaman kepada
2 McQuail, Denis. Mass Communication Theory versi Bahasa Indonesia, hlm. 279
khalayak terkait dengan isu yang terjadi, serta memiliki efek yang jauh dari
sekedar opini dan evaluasi; yaitu tindakan. Singkatnya, isu yang diangkat
media adalah sesuai dengan kepentingan pihak-pihak tertentu yang kemudian
mengarahkan khalayak bagaimana untuk bertindak.
Rogers & Dearing menggambarkannya dalam sebuah model mengenai
perbedaan dari agenda setting :
Rogers & Dearing (1987) menjelaskan bahwa kita perlu membedakan dengan jelas
tiga agenda yang berbeda, yaitu agenda media, agenda khalayak, dan agenda
kebijakan. Ketiga agenda tersebut berinteraksi secara kompleks dan mungkin
memberikan efek dengan arah yang berbeda. Rogers & Dearing juga mencatat bahwa
media memiliki kredibilitas beragam, dimana pengalaman pribadi dan gambaran
media mungkin berbeda-beda, dimana public tidak memiliki nilai yang sama
mengenai berita atau isu, sebagaimana media yang mengangkatnya. Kurang lebih
definisi yang dituangkan oleh Rogers & Dearings dapat digambarkan dengan bagan
diatas; terdapat dua sumber berbeda yaitu pengalaman pribadi dan indikator dunia
nyata yang kemudian menentukan seberapa pentingnya sebuah isu untuk diangkat,
yang kemudian akan memberi pengaruh ke masing-masing agenda, sehingga
kemudian dalam satu titik ketika dua pengaruh tersebut telah terdistribusi, agenda satu
dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi.
2.3 Analisis
Dalam kaitannya dengan Agenda setting, songs around the world yang merupakan
sebuah produk media berupa lagu-lagu yang memiliki makna kampanye perdamaian.
Cukup relevan, karena terlihat bagaimana media memiliki sebuah motif tertentu
dalam
mengarahkan
opini publik,
dalam hal ini
konteksnya adalah
perdamaian.
Dalam dua level
pembentukan
opini publik yang
terdapat dalam
teori agenda setting, yang pertama adalah agenda-setting, dimana media memberikan
khalayak sebuah asupan isu yang dalam tahap pertama ini diterjemahkan sebagai
‘what to think about’. Dengan mengangkat isu perdamaian dan bagaimana SARA
tidak mempengaruhi keharmonisan yang dianalogikan melalui perbedaan instrument
musik, mengkonstruksikan perdamaian di kepala khalayak. Kemudian, karena melihat
antusiasme khalayak terhadap songs around the world ini, playing for change
kemudian
membentuk
playing for
change
foundation
yang dapat
diikutsertai
oleh siapapun
dengan
memberikan donasi untuk membangun sekolah seni dan musik di daerah tertentu yang
dirasa membutuhkan. Fase itu sudah memasuki tahap kedua, atau level priming,
diterjemahkan dalam ‘how to think about’. Disini, tindakan khalayak mulai
diarahkan, salah satunya adalah melalui pemberian donasi agar program ini tetap
berjalan dan tujuannya menyebarkan perdamaian melalui musik tetap dapat
tersosialisasikan.
Kemudian, dari konteks Komunikasi Antar Budaya dapat terlihat beberapa
aspek yang mampu
dikaitkan dengan
konsep identitas.
Terlihat budaya
dominan-non
dominan di dunia,
dilihat dari ras-ras
non kulit putih
banyak menggunakan
alat musik modern
yang banyak berkembang di Negara barat, meskipun beberapa menggunakan alat
musik tradisional, sementara tidak banyak terlihat ras kulit putih yang memainkan alat
music tradisional dari suatu Negara. Konsep Bounded vs Dominant Identities terlihat
disini. Bagaimana alat musik modern ini sudah menjadi sebuah identitas dominan
yang digunakan hampir seluruh lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang
identitas etnis, rasial, dan lain-lain. sementara alat musik tradisional—kebanyakan
digunakan masyarakat dengan identitas budaya spesifik seperti masyarakat Asia,
masih ada namun keberadaannya tidak dapat mendominasi seperti alat musik modern
yang kebanyakan
berkembang di
Negara barat,
sementara untuk
vokal, lebih banyak
diambil alih oleh
kaum kulit hitam dan
kulit putih,
menandakan bahwa
musik asli yang
datang dari dataran Asia tidak banyak menggunakan vokal dan lebih menunjukkan
instrumental.
Terlihat simbol-simbol nonverbal dari tiap ‘scene’ yang menunjukkan Negara
yang berbeda. Misal, musisi dari India terlihat duduk di depan lukisan2 dewa,
sedangkan musisi dari Jamaica memilih latar yang khas dengan negaranya, yaitu
pantai. Musisi dari Nepal memilih latar di depan tempat peribadatannya yang seperti
kuil. Karena berbasis menyebarkan perdamaian, tidak jarang terlihat simbol-simbol
yang akrab dengan perdamaian yang telah disepakati dengan sedemikian rupa, dan
telah dimengerti oleh masyarakat dunia, seperti simbol ‘peace’, atau slogan-slogan
yang tertulis dengan bahasa inggris—lingua franca—seperti “when we come together,
the flame begins. MORE
FIRE.”
Identitas Regional
terlihat disini, dimana
musisi yang negaranya
mayoritas pegunungan,
suasana bermusiknya
lebih terkesan ‘adem’,
sementara musisi yang
datang dari Negara
pantai dengan kondisi alam lebih ekstrim, akan lebih berapi-api gaya bermusiknya.
Selain konsep-konsep identitas dan simbol-simbol, gaya berkomunikasi high dan low
context juga menjadi salah satu unsur yang menonjol dalam fenomena songs around
the world ini. Kaum kulit hitam adalah kaum yang paling ekspresif dalam bermusik
atau mengkomunikasikan pesan melalui lirik yang ia bawakan dan instrument yang ia
mainkan, terlihat dari potongan-potongan scene yang melibatkan musisi kaum kulit
hitam, bahkan diiringi dengan gerakan gesture tubuh yang mendukung lirik apa yang
ia ucapkan. Seperti dalam lirik “stand by me”, gestur yang mereka ciptakan seolah-
olah meyakinkan bahwa berada di sisi mereka memang aman, dengan ekspresi yang
seolah-olah dapat berbicara, dapat dinilai apabila eksprestifitas masyarakat kulit hitam
sebagai sebuah bentuk komunikasi low context yang mudah dimengerti.
Terakhir yang cukup terlihat dalam video-video musik songs around the world
adalah, beberapa musisi dari Amerika Serikat muncul namun dengan identitas rasial
yang berbeda-beda, menunjukkan AS adalah icon multikultural dunia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Musik merupakan salah satu bentuk media yang memiliki banyak pengaruh, apalagi
bila diintegrasikan dengan teori agenda setting. Gerakan Playing For Change dengan
proyeknya yang berjudul songs around the world ini memiliki potensi yang sangat
efektif dalam menjalankan agenda-agendanya, terutama karena musik tidak hanya
sebagai hiasan untuk telinga semata, tetapi dapat dinikmati dalam bentuk video. Cara
untuk menikmatinya pun tidak sulit, karena menggunakan media youtube yang kini
dapat diakses dari manapun.
Dalam songs around the world ini keterlibatan musisi yang berlatar belakang berbagai
macam identitas rasial, etnis, regional, bahkan religious sendiri sangat menarik untuk
diamati, terutama bagaimana perbedaan tersebut justru menciptakan harmoni yang
sangat nyaman untuk dinikmati, dan mengetahui tujuannya yaitu untuk menyebarkan
perdamaian dan mengurangi disintegrasi akibat perbedaan identitas.
Agenda Setting apabila diolah sedemikian rupa dengan motif yang mulia—seperti
perdamaian—dapat menjadi pengaruh besar yang baik dampaknya bagi khalayak,
terutama apabila menyangkut komunikasi antar budaya dan komunikasi secara global.
DAFTAR PUSTAKA
McQuail, Denis. 2010. Mass Communication Theory 6th edition. Oxford: SAGE
Publications
Dominick, Joseph R,. 2009. The Dynamics of Mass Communication; Media in the
Digital Age 10th Edition. New York : McGraw-Hill.
West, Richard & Turner, Lynn H. Introducing Communication Theory; Analysis and
Application 3rd Edition. New York : McGraw-Hill
Baran, Stanley J. & Davis, Dennis K. 2012. Mass Communication Theory :
Foundations, Ferment, and Future 6th Edition. Boston : Wadsworth Cengage
Learning
Martin, Judith N. & Nakayama, Thomas K. 2012. Intercultural Communication in
Contexts 5th Edition. New York : Mc-Graw Hill.
Music –Intercultural Communication? Micro Musics, World musics and Multicultural
Discourse by Eva Fock
PRANALA LUAR
Playingforchange.com
Playingforchange.org
Youtube.com/PlayingForChange