analisis retorika visual street photography ...repository.ub.ac.id/2120/1/pratama, rido...
TRANSCRIPT
-
]
ANALISIS RETORIKA VISUAL STREET PHOTOGRAPHY TENTANG
KOTA DAN KESENJANGAN SOSIAL DI KOTA MALANG
SKRIPSI
Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Peminatan
Komunikasi Massa Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Brawijaya
Oleh:
Rido Satriya Pratama
NIM : 105120200111008
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
LEMBAR PENGESAHAN
Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang Kota dan
Kesenjangan Sosial Di Kota Malang
Disusun Oleh:
RIDO SATRIYA PRATAMA
NIM. 105120200111008
Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana pada tanggal
12 Juni 2017.
Pembimbing I Pembimbing II
Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A
NIP/NIK 2011028508181001 NIP/NIK 2013048808312001
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya,
Prof. Dr. UnNIP. 1969 0814 1994 0210 01
-
LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 12 Juni 2017 dengan daftar
penguji sebagai berikut :
NO NAMA JABATAN
1
Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si
Ketua Majelis Sidang
2
Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A
Sekretaris Majelis Sidang
3
Dyan Rahmiati, S.Sos., M.Si
Anggota Sidang Majelis Penguji 1
4
Abdul Wahid, S.I.Kom., M.A
Anggota Sidang Majelis Penguji 2
-
]
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI
NAMA : RIDO SATRIYA PRATAMA
NIM : 105120200111008
TANGGAL UJIAN : 12 Juni 2017
JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI
JUDUL SKRIPSI : Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang
Kota dan Kesenjangan Sosial Di Kota Malang
NO NAMA TANDA TANGAN
1
Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si
2
Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A
3
Dyan Rahmiati, S.Sos., M.Si
4
Abdul Wahid, S.I.Kom., M.A
TELAH DIREVISI DAN DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI
-
]
-
]
ABSTRAK
Rido Satriya Pratama (105120200111008). Minat Komunikasi Massa,
Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya. Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang Kota dan
Kesenjangan Sosial di Kota Malang. Dibimbing oleh Dewanto Putra Fajar,
S.Sos., M.Si dan Nisa Alfira S.I.Kom., MA.
Street photography merupakan tradisi pemotretan dengan objek-objek
utama atau tema yang berada di area jalanan dan ruang publik. Melalui sudut
pandang personal masing-masing 12 fotografer mendokumentasikan serta
menampilkan pada pameran street photography tentang sisi kota dan kesenjangan
sosial di Kota Malang. Fotografer juga dapat beretorika melalui foto yang
ditampilkan dalam pameran street photography. Karya visual menggunakan
simbol visual yang dihasilkan fotografer sebagai rhetor dengan tujuan
berkomunikasi dan persuasi adalah pengertian retorika visual.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
paradima konstruktivis. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan
menganalisis proses pembuatan pesan dan fungsi tentang kota dan kesenjangan
sosial yang disampaikan oleh fotografer melalui media street photography
menggunakan retorika visual. Teknik analisis menggunakan analisis retorika
visual.
Hasil analisis memperlihatkan 20 foto bertemakan street photography
sebagai media penyampaian pesan fotografer kepada audien. Pesan dan fungsi
yang dihasilkan berbeda-beda sesuai pandangan personal masing-masing
fotografer namun memiliki 1 ide yang sama mengenai kota dan kesenjangan
sosial di Kota Malang. Melalui pemeran street photography tentang kota dan
kesenjangan, fotografer mengkomunikasikan hasil karya visual dengan potret
kondisi jalanan Kota Malang serta sisi menarik manusia atau human interest
dalam aktivitas sehari-hari. Hasil potret tersebut merupakan visualisasi pesan
fotgrafer. Pesan yang disampaikan fotografer difungsikan sebagai bentuk persuasi
kepada audien bahwa sisi kota dan kesenjangan sosial harus lebih diperhatikan.
Kata Kunci : Retorika Visual, Street Photography, Fotografi
-
]
ABSTRACT
Rido Satriya Pratama (105120200111008). Interest in mass communication,
major in communication studies, Faculty of social and political sciences of the
University of Brawijaya. The analysis of the Visual rhetoric of Street
Photography Of cities and the social gap in the city of Malang. Guided by
Dewanto Putra Fajar, s. Sos., M.Si and Nisa Alfira S.I. Kom., MA.
Street photography is a tradition a photo shoot with the main objects or
themes that are in the area of the streets and public spaces. Through the personal
viewpoint of each of 12 photographers documenting and showing at the exhibition
of street photography on the side of the city and the social gap in the city of
Malang. Photographers can also be rhetorical through photos shown in the street
photography exhibition. Visual work using visual symbols that are generated as a
photographer which its aim to communicating the rhetor and persuasion is
understanding the visual rhetoric.
The methods used in this research is qualitative with constructivist
paradigm. The purpose of the study was to describe and analyze the process of
creating messages and the functions about the city and social disparities submitted
by photographers through the medium of street photography using visual rhetoric.
Analysing techniques using analysis of visual rhetoric.
Analysis results shows 20 photos of themed street photography as a
medium of delivery message to photographers audien. The message and the
resulting function varies according to personal view of each photographer but
have the same ideas about 1 city and the social gap in the city of Malang. Through
the cast of street photography of cities and gaps, communicate the results of the
visual work of photographer with portrait of the condition of the city streets and
interesting side of Poor human beings or human interest in daily activities. The
results of these portraits is a visualization of the message fotgrafer. The message
conveyed photographers functioned as a form of persuasion to audience that side
of town and social disparities have to be more aware.
Kata Kunci : Visual Rhetoric, Street Photography, Photography
-
]
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat ilahi rabbi penulis panjatkan atas limpahan
rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga dapat terselesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Retorika Visual Street Photography Tentang Kota dan Kesenjangan
Sosial Di Kota Malang” dengan penuh berkah sebagai syarat memenuhi
pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Peminatan Komunikasi Massa di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.
Skripsi ini merupakan sebuah karya yang memiliki nilai istimewa, karena
penulis menyadari dalam prosesnya terdapat ikut andil dari berbagai pihak
sehingga dapat berjalan lancar dan sukses. Maka dari itu pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas brawijaya Malang.
2. Bapak Dr. Antoni, S.Sos., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Brawijaya Malang.
3. Bapak Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si dan Ibu Nisa Alfira, S.I.Kom.,
M.A, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang tidak henti-hentinya
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk
terus berjuang dan menghilangkan rasa keputusasaan selama proses
pengerjaan skripsi.
-
]
4. Orang tua terkasih ayah dan mama, Bapak Dodi Budi dan Ibu Tutut Puji
Rahayu yang terus bersabar menunggu penulis menyelesaikan pendidikan
dengan pemberian doa, motivasi, dukungan secara moral dan materi, serta
kasih sayang yang tidak terbatas kepada penulis dari kecil hingga dapat
mencapai tahapan ini. Serta adik Larissa Resita Dewi atas motivasi dan
dukungannya.
5. Sahabat-sahabat terbaik Oka Johansyah, Trenda Defra Frandisman, Rizki
Alfiantoni, Farizza Rement, Roni Setiawan, Nuzul Amrullah, M. Faisal,
Adi Bakhtiar, Bangun Sasongko, Iqbal Oktavian, Daviq Umar Al Faruq,
Hardiansyah Dinan, sahabat-sahabat OYISAM, teman-teman BLIDZ,
serta arek-arek Gg14 yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
selama proses pengerjaan skripsi ini.
6. Teman-teman jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2010 yang terus
mendukung satu sama lain.
7. Teman-teman komunitas Galeri Kalimetro dan teman-teman fotografer
jalanan yang mengikuti pameran Street Photography di Galeri Kalimetro
atas segala yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang membangun demi
kemajuan pengetahuan khususnya di bidang komunikasi massa. Akhir kata,
penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 30 Juli 2017
Rido Satriya Pratama
-
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI .............................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI ........................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................ Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv
BAB 1 .................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ................................................. Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ......................................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah .................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian ..................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.
1.4.1 Secara Praktis ................................... Error! Bookmark not defined.
1.4.2 Secara Akademis .............................. Error! Bookmark not defined.
BAB II .................................................................... Error! Bookmark not defined.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined.
2.1 Fotografi ................................................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Komunikasi Menggunakan Media Foto Sebagai Penyampaian Pesan
Error! Bookmark not defined.
2.3 Street Photography Dalam Mengkonstruksi Kota dan Kesenjangan
Sosial di Kota Malang .............................. Error! Bookmark not defined.
2.4 Tradisi Retorika ....................................... Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Definisi Retorika .............................. Error! Bookmark not defined.
-
]
2.4.2 Retorika Visual................................. Error! Bookmark not defined.
2.5 Kerangka Berfikir Penelitian ................... Error! Bookmark not defined.
BAB III .................................................................. Error! Bookmark not defined.
METODE PENELITIAN ....................................... Error! Bookmark not defined.
3.1 Jenis Penelitian......................................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Fokus Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
3.3 Objek Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
3.4 Unit Analisis ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.5 Sumber Data dan Jenis Data .................... Error! Bookmark not defined.
3.6 Teknik Pengumpulan Data ....................... Error! Bookmark not defined.
3.7 Teknik Analisis Data................................ Error! Bookmark not defined.
BAB IV .................................................................. Error! Bookmark not defined.
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................. Error! Bookmark not defined.
4.1 Street Photography Sebagai Media Dalam Menyampaikan Pesan.. Error!
Bookmark not defined.
4.2 Analisis Street Photography .................... Error! Bookmark not defined.
4.2.1 Street Photography oleh Biyan Mudzaky Hanindito ............... Error!
Bookmark not defined.
4.2.2 Street Photography oleh Dimas Ade Surya Lukito ................. Error!
Bookmark not defined.
4.2.3 Street Photography oleh Dylan Aprialdo Rachman ................ Error!
Bookmark not defined.
4.2.4 Street Photography oleh Muhammad Fakhrul Izzati ............... Error!
Bookmark not defined.
4.2.5 Street Photography oleh Lusiya Ningsih Rachmania .............. Error!
Bookmark not defined.
4.2.6 Street Photography oleh Muhammad Arif ..... Error! Bookmark not
defined.
4.2.7 Street Photography oleh Resti Syafitri Andra Error! Bookmark not
defined.
-
]
4.2.8 Street Photography oleh Widya Kresna ......... Error! Bookmark not
defined.
4.2.9 Street Photography oleh Riska Tulus Wibawati ... Error! Bookmark
not defined.
4.2.10 Street Photography oleh Nurul Azizah .......... Error! Bookmark not
defined.
4.2.11 Street Photography oleh Muhammad Oktoda Noorrohman .... Error!
Bookmark not defined.
4.2.12 Street Photography oleh Agnes Damaeka Nur Adin ............... Error!
Bookmark not defined.
4.3 Diskusi Hasil ............................................ Error! Bookmark not defined.
BAB V .................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENUTUP .............................................................. Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan .............................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran ........................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN .......................................... Error! Bookmark not defined.
-
]
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 .............................................................................................. 41
Gambar 4.2 .............................................................................................. 46
Gambar 4.3 .............................................................................................. 50
Gambar 4.4 .............................................................................................. 54
Gambar 4.5 .............................................................................................. 57
Gambar 4.6 .............................................................................................. 61
Gambar 4.7 .............................................................................................. 64
Gambar 4.8 .............................................................................................. 69
Gambar 4.9 .............................................................................................. 73
Gambar 4.10 ............................................................................................ 76
Gambar 4.11 ............................................................................................ 80
Gambar 4.12 ............................................................................................ 84
Gambar 4.13 ............................................................................................ 87
Gambar 4.14 ............................................................................................ 90
Gambar 4.15 ............................................................................................ 95
Gambar 4.16 ............................................................................................ 99
Gambar 4.17 ............................................................................................ 103
Gambar 4.18 ............................................................................................ 105
Gambar 4.19 ............................................................................................ 109
Gambar 4.20 ............................................................................................ 113
-
]
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 .................................................................................................. 117
-
]
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 ................................................................................................ 30
Bagan 2.2 ................................................................................................ 32
Bagan 3.1 ................................................................................................ 39
-
]
Daftar Riwayat Hidup
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rido Satriya Pratama
Umur : 25 tahun
Tempat, tanggal lahir : Malang, 19 November 1991
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. I.R Rais Gang 14/12, Tanjungrejo, Malang
Telp : 081230558587
Email : [email protected]
Latar belakang pendidikan :
1. 1998 – 2004 SD Negeri Bareng 3 Malang
2. 2004 – 2007 SMP Negeri 8 Malang
3. 2007 – 2010 SMK Negeri 4 Malang
Pengalaman kerja :
1. Praktek Kerja Nyata Malang Post, Wartawan.
Malang, 30 Juli 2017
Hormat Saya
Rido Satriya Pratama
105120200111008
-
]
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan
sesamanya untuk saling membantu_dan memenuhi kebutuhannya. Proses
interaksinya yang dilakukan oleh manusia akan melibatkan proses
komunikasi untuk menyampaikan_gagasannya. Dalam proses ini ada sebuah
penghubung dan penghubung tersebut adalah_bahasa dengan segala
aspeknya. Proses komunikasi yang_dilakukan oleh komunikator dan
komunikan dibedakan menjadi dua proses_yaitu komunikasi primer dan
sekunder. Komunikasi primer identik dengan jenis komunikasi yang
dilakukan secara langsung dengan menggunakan symbol verbal (bahasa
lisan) maupun menggunakan komunikasi non verbal_(isyarat) (Mulyana,
2012, h. 148). proses komunikasi sekunder cenderung disampaikan dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai
lambang sebagai media. Komunikasi_sekunder dilakukan karena
komunikan dan komunikator berada pada tempat yang jauh sehingga
memanfaatkan media sebagai alat bantu komunikasinya. Beberapa contoh
media yang diguakan dalam komunikasi_sekunder diantaranya_surat,
telepon, teks, surat kabar, radio, televisi, internet, dan sebagainya_(Effendy,
2000, h. 11).
Media_dalam komunikasi_memiliki peran untuk_memudahkan
proses komunikasi dan_menunjang agar proses komunikasi menjadi efektif.
-
2
Media komunikasi_baik konvensional maupun digital di dalamnya memiliki
berbagai unsur_kombinasi visual_seperti foto, gambar ilustrasi, tulisan,
garis, bentuk,_dan warna mampu_memudahkan seseorang_menangkap
maksud dari_pesan yang disampaikan. Desain pesan yang disampaikan
melalui media_tersebut bisa_berupa kombinasi berbagai_unsur maupun
berdiri (cangara, 2010, h. 28). Salah_satu contoh desain_pesan yang
disajikan dengan mengkombinasikan beberapa unsur visual_adalah surat
kabar atau jurnalistik dimana_foto jurnalistik dikombinasikan dengan isi
berita berupa teks untuk_menampilkan makna. Sedangkan contoh unsur
komunikasi visual_yang ditampilkan_sendiri dapat dilihat seperti pada
pameran_fotografi maupun_lukisan.
Foto yang merupakan bentuk gambar/visualisasi bisa memiliki
makna yang kuat._Bahkan fotografi memiliki makna yang lebih kuat
daripada_kata-kata ketika ditampilkan_secara bersamaan. Bachtiar (2011, h.
7) menjelaskan bahwa_sebuah foto,_tidak hanya_berbicara seribu kata,
melainkan juga_mampu menjelaskan dan menceritakan_ribuan rangkaian
peristiwa. Gambar yang_salah satunya_adalah fotografi, merupakan suatu
bagian dari_keberaksaraan visual yang_telah menjadi bagian_dari tata cara
berbahasa,_pengungkapan citra, dan rasa yang personal (Ajidarma, 2003, h.
26).
Tidak hanya_menggunakan kata-kata_untuk bisa memberi dampak
emosi seseorang, pesan_visual juga efektif_dan lebih cepat_menangkap
perhatian (Suh, 1999, h. 3). Seseorang_tidak harus menterjemahkan_kata-
kata terlebih dahulu dan mengolahnya agar berbentuk rangkaian pesan.
-
3
Proses penerjemahan pesan yang disampaikan melalui fotografi berlangsung
lebih cepat karena mengandung berbagai unsur seperti warna, bentuk,
tipografi, dan seting/latar (Sless, 1981, hal. 187).
Seiring dengan_perkembangannya,_dunia fotografi memunculkan
berbagai genre. Hajar (2015) menjelaskan_terdapat 5 jenis genre fotografi
yang berkembang saat ini yaitu 1) Wildlife Photography, 2) Landscape
Photography, 3) Street Photography, 4) Journalism Photography, 5) Foto
comercial advertising. Dari kelima genre tersebut, genre fotografi jalanan
(street photography) merupakan salah satu genre baru dalam fotografi. Jenis
fotografi ini bersifat_dokumenter dan humanistik.
Soedjono (2006, h.145-146) menjelaskan bahwa ‘street
photography’ merupakan tradisi pemotretan dengan objek-objek_utama atau
tema_yang berada di area jalanan dan ruang publik. Keunikan yang dimiliki
street photography dalam menghadirkan sosok manusia yang mendominasi
subjek-subjek foto dengan setting atau latar di ruang publik
menjadi_tonggak perkembangan_dunia fotografi. Objek foto yang beragam
bisa menjadi sebuah rekaman_yang kemudian ditampilkan kembali sebagai
refleksi zaman karena mampu menggambarkan keluasan objek foto.
Visualisasi, rasa hingga gambaran_realita pada_sebuah foto pun bisa
diramu oleh fotografer melalui berbagai macam keputusan teknis fotografis.
Fotografer mempunyai pengetahuan,_pengalaman, dan pandangan yang
berbeda mengenai_kehidupan, kemudian_memvisualisasikan realita yang
terjadi_dimasyarakat dengan berbagai_wujud foto yang berbeda. Melalui
street photography, realita kota dan_kesenjangan sosial yang ada di
-
4
masyarakat kemudian_dikonstruksi oleh fotografer untuk menyampaikan
pesan dan mempersuasi kepada_audien yang bisa memunculkan potensi
perbaikan_keadaan sosial.
Kesenjangan sosial sendiri merupakan sebuah fenomena yang terjadi
di hampir semua Negara di dunia termasuk Indonesia. Perbedaan yang
sangat mencolak di masyarakat ditimbulkan karena adanya
ketidakseimbangan sosial (Badruzaman, 2009, h. 284). Perbedaan strata atau
kedudukan_biasanya menjadi_penyebab kesenjangan sosial. Di masyarakat
kita kesenjangan sosial tidak hanya terjadi ketika negara kita sedang dijajah,
bahkan_setelah merdeka_kesenjangan_sosial di negeri ini_masih saja terjadi
dan menjadi suatu_permasalahan besar bagi kehidupan_bermasyarakat. Hal
ini masalah rumit_dan sukar untuk_diselesaikan karena_menyakut aspek-
aspek yang harus diketahui secara mendalam_dan pendekatan lebih serta
adanya saling berkaitan berbagai aspek. Tidak meratanya akses sumber daya
di masyarakat menjadi sebab dari kesenjangan sosial. Masalah sosial
memilki keterkaitan dengan masalah keadilan yang merupakan masalah
kesenjangan (Oman Sukmana, 2005).
Kesenjangan sosial pun hampir terjadi dibanyak wilayah di
Indonesia, tidak terkecuali dengan_kota Malang. Sebanyak 36.862 warga
kota Malang berstatus sebagai Penyadang Masalah Kesenjangan Sosial
(PMKS). Hal tersebut sebagaimana dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota
Malang (http://wartamalang.com/2014/06/39-193-warga-kota-malang-
berstatus-pmks/, diakses 29 Desember 2016). Kebanyakan dari PMKS
mempunyai masalah pada kesehatan, kemiskinan dan juga minimnya
http://wartamalang.com/2014/06/39-193-warga-kota-malang-berstatus-pmks/http://wartamalang.com/2014/06/39-193-warga-kota-malang-berstatus-pmks/
-
5
pendidikan. Kesenjangan di bidang pendidikan biasanya dialami oleh anak
jalanan yang masih banyak tersebar, sementara itu masalah dalam bidang
kesehatan mengarah kepada orang tua dan juga jompo serta lansia. Tidak
hanya itu, bagi sebagian warga Malang, kesemerawutan kota, banyaknya
parkir liar, tidak adanya kesadaran untuk mematuhi rambu lalu lintas serta
pembangunan yang tidak merata dianggap sebagai fenomena kesenjangan
sosial (Fakhrul, hasil wawancara tanggal 20 Oktober 2016).
Hal tersebut yang kemudian memunculkan ide diadakannya pameran
street photography oleh komunitas Kalimetro tentang kota dan kesenjangan.
Komunitas Kalimetro sendiri merupakan komunitas yang aktif dibidang
gerakan budaya yang menjadi budaya itu sebagai aspek kegiatan sosial.
Seperti bedah buku, diskusi publik serta pameran yang berkaitan dengan
sosial dan kemanusian. Dengan menampilkan 20 foto terbaik karya dari
beberapa fotografer, pameran ini ingin menampilkan potret kondisi
masyarakat dalam menjalani hidup di tengah perkotaan dari sudut pandang
yang lebih ekstrem dengan menampilkan berbagai perjuangan hidup
penduduk kota yang termarjinalkan serta sisi yang tak tampak dari sebuah
kota besar. Kegiatan ini mengajak para fotografer tidak hanya bicara secara
artistik atau estetika, namun juga bisa sebagai media penyampaian
persoalan-persoalan kesenjangan sosial disekitar kemegahan Kota Malang.
Hasil wawancara dengan ketua pelaksana Yogi Fakhri Prayoga menyatakan
pameran ini sebagai bentuk kritik sosial kepada pemerintah serta untuk
menarik empati masyarakat luas. Selain menampilkan 20 foto terbaik dari
sayembara dengan objek Kota Malang dan kesenjangan sosial didalamnya,
-
6
panitia juga menampilkan 200 foto Paidi Jholali seorang street
photographer sekaligus kurator dari 20 foto terbaik pameran street
photography di galeri Kalimetro.
Pandangan personal terhadap kota dan kesenjangan sosial tersebut
dapat berbeda antara satu fotografer dengan fotografer lainnya.
Penyampaian pesan yang diberikan tergantung dari tingkat pengetahuan dan
pengalaman fotografer dalam melihat sesuatu hal. Kesenjangan sosial
seringkali dijdikan sebagai objek oleh para fotografer untuk mengabdikan
momen. Melalui pengabadian momen tersebut, baik dalam bentuk
foto,video, maupun audio, fotografer tentunya memiliki makna tersirat
dalam memaknai visual tersebut yang kemudian ingin disampaikan kepada
audien. Melalui foto, fotografer juga dapat beretorika. Genre street
photography merupakan proses penyampaian pesan dalam foto dari
fotografer sebagai rhetor kepada komunikan/audien menciptakan terjadinya
situasi retorika yang dapat diteliti menggunakan retorika visual.
Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis objek-objek fotografi
bergenre fotografi jalanan (street photography) dengan pendekatan retorika
visual. Howard (2010, h. 173) menjelaskan bahwa retorika visual dapat
mempengaruhi pemikiran dan perilaku masing-masing individu melalui
strategi penyampaian pesan dalam gambar. Secara sederhana, retorika visual
dapat diartikan bagaimana atau mengapa gambar visual mempunyai makna
dan arti. Dalam konteks retorika lama, pesan cenderung disampaikan
melalui verbal, namun menurut Kenneth Burke (1966, h. 220) pesan tidak
hanya disampaikan melalui verbal, tetapi bisa melalui semua sistem simbol
-
7
manusia lainnya seperti dalam bentuk matematika, musik, lukisan, tarian,
dan gaya seni yang salah satunya adalah fotografi.
Dalam analisis perspektif retoris_pada citra visual adalah investigasi
fitur dari gambar visual untuk menghasilkan teori retoris yang
memperhitungkan dan menjelaskan_karakteristik yang berbeda dari simbol
visual dengan eksplorasi_gambar_visual dan beroperasi secara induktif.
Sebah perspektif_retorika pada citra_visual juga ditandai dengan perhatian
khusus pada satu atau lebih_dari tiga_aspek_visual yaitu sifat, fungsi, dan
evaluasi.
Karakteristik retorika visual menurut Foss (2005, h. 141) terdapat
tiga karakteristik dari retorika visual yaitu gambar harus simbolik,
melibatkan intervensi manusia dan disajikan kepada audien untuk tujuan
berkomunikasi dengan audien tersebut. Dalam Rhetorical Visions: Reading
and Writing in a Visual Culture, Wendy Hesford dan Brenda Jo
Brueggemann, mengungkapkan jika analisis fotografi melibatkan gambar
dalam hal subjek/konten, audien/konteks, dan perspektif. Semua dari elemen
itu disebut segitiga retoris.
Penelitian tentang retorika visual telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya diantaranya oleh Paul Booth and Amber Davisson
(2008) berjudul “visualizing the Rhetorical Situation of Hurricane Katrina:
Photography, Popular Culture, and Meaning in Images” Penelitian ini
bertujan untuk menyajikan makna retorika visual khususnya dari aspek
dimana sebuah foto mampu menceritakan situasi dan kondisi yang sedang
terjadi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
-
8
menggunakan retorika visual Sonja K.Foss untuk mengindentifikasi sifat
dan arti dari sebuah fotografi jurnalistik. Hasil penelitian menunjukan
bahwa seluruh objek foto memiliki arti yang berbeda dan mampu
menyajikan situasi dan kondisi lokasi bencana mulai dari situasi korban,
keadaan sosial masyarakat terdampak, tindakan pemerintah dan lain-lain.
Laurie Gries dengan penelitiannya yang berjudul Iconographic
Tracking: A Digital Research Method for visual Rhetoric and Circulation
Sudies, juga menggunakan teori retorika visual Sonja Foss. Dalam
penelitian ini menjelaskan bahwa simbol yang ditunjukan oleh iconographic
tracking mampu melebihi fungsinya. Hal ini tergambar pada contoh fitur
media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter dan media sosial lain.
Dengan penerapan teori retorika visual Sonja Foss pada Iconographic
Tracking, mempermudah orang untuk mengenali makna simbol yang
melampaui fungsinya sendiri (Gries, 2013).
Penelitian lain tentang retorika visual datang dari Desideria C. W.
Murti (2012) meneliti video kontrovensial berjudul “Meet Your Meat” yang
di produksi oleh people for the Ethical Treatment of Animals (PETA),
tentang kekejaman di peternakan hewan. Menggunakan sampel video
kontrovensial, penulis membahas bagaimana retorika visual yang dapat
memanfaatkan daya tarik emosional menyebabkan perasaan negatif, yang
kemudian dapat menyebabkan tindakan. Desidera berpendapat bahwa dalam
perspektif retorika visual, video ini telah menciptakan gangguan penonton
kognisi tetapi juga memori hidup dan pesan persuasi pada waktu yang sama.
-
9
Penelitian retorika visual juga dilakukan oleh Hamdani Alif Artana
(2014) yang berjudul “Retorika Visual Buku Foto Requiem Karya Mamuk
Ismuntoro dalam Mengangkat Isu Bencana Lumpur Lapindo”. Fenomena
sosial menjadi salah satu objek yang diteliti dan dikaji secara retorika visual
menggunakan teori retorika visual Sonja Foss. Dalam penelitian ini peneliti
ingn menyampaikan pesan bagaimana penderitaan korban lumpur lapindo
melalui rangkaian foto-foto di buku foto Requiem. Fotografer Mamuk
Ismuntoro mencoba mengkrontruksi apa yang dilihatnya melalui sudut
pandang kamera. Melalui ide-ide visualnya serta teknik fotografi dalam
melihat realita kemudian dijadikan dalam bentuk visualisasi pesan
fotografer Mamuk Ismuntoro dalam melihat bencana lumpur lapindo.
Keempat penelitian terdahulu yang berangkat dari kajian retorika
visual memilki genre dan media yang berbeda juga. Penelitian Paul Booth
and Amber Davisson (2008) bergenre foto jurnalistik, penelitian Gries
(2013) menampilkan media digital sedangkan Hamdani Alif Artana (2014)
mengambil foto yang berasal dari media buku dan Desideria C. W. Murti
(2012) melakukan penelitian menggunakan media video yang di produksi
(PETA) tentang kekejaman di peternakan di peternakan hewan. Meskipun
demikian penelitian fotografi dengan kajian retorika visual masih terbilang
jarang. Dalam penelitian kali ini peneliti mengambil genre fotografi jalanan
dengan tema kota dan kesnjangan sosial karena masih terbilang jarang
penelitian dalam ranah ilmu komunikasi yang membahas tentang street
photography yang merupakan genre fotografi tergolong baru dan sedang
berkembang.
-
10
Penelitian yang dilakukan peneliti memfokuskan pada tiga dimensi
yaitu subjek/konten, audien/konteks, dan perspektif untuk tujuan
berkomunikasi dengan audien melalui pesan visual. Pemilihan 20 foto
sebagai objek yang diteliti dikarenakan foto tersebut mendapatkan penilaian
yang bagus serta mampu menggambarkan tentang kota dan kesenjangan dari
juri yang berkompeten di bidangnya, sehingga unsur pesan dan simbol yang
ditampilkan dari foto yang dipamerkan memiliki kekuatan untuk
menyampaikan gambar atau objek didalamnya.
Sehubungan dengan penelitian terdahulu di atas, penelitian ini hadir
untuk mengungkap pesan secara visual dalam 20 jenis foto yang didukung
oleh caption singkat untuk mempertajam dan memberi kesan khusus dalam
foto. Berdasarkan ulasan latar belakang di atas, peneliti melakukan
penelitian dengan judul ”Analisis Retorikal visual Street Photography
Tentang Kota dan Kesenjangan Sosial di Kota Malang”
Peneliti memilih judul tersebut karena dengan street photography
fotografer juga dapat beretorika melalui foto. Dalam hal ini menjadi
menarik untuk diteliti karena terdapat beberapa fotografer yang beretorika
melalui foto sehingga ada banyak obyek dan pesan yang berbeda-beda. Tiap
fotografer memiliki sudut pandang dan pengalaman yang berbeda serta
strategi-strategi tertentu dalam proses penyampaian pesan. Fotografer
mencoba mengkonstruks realita yang ada, kemudian meyampaikan pesan
kepada audiens tentang kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang.
-
11
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana retorika visual dari pesan yang ingin disampaikan
fotografer tentang kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang melalui
street photography ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan
menganalisis proses pembuatan pesan dan fungsi tentang kota dan
kesenjangan sosial yang disampaikan oleh fotografer melalui media street
photography menggunakan retorika visual.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Praktis
Penelitian ini kiranya mampu menjadi acuan fotografer berbagai
genre khususnya fotografi jalanan (street photography) dalam membuat
serta menyampaikan pesan secara efektif melalui foto. Selain itu, penelitian
ini kiranya memberikan kontribusi tersendiri tentang kajian penelitian dalam
bidang ilmu komunikasi.
1.4.2 Secara Akademis
Dipandang secara akademis, penelitian ini diharapkan menjadi
sebuah pembelajaran bagi studi mengenai retorika visual serta menjadi
pijakan bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang retorika visual dalam
bidang fotografi maupun bidang visual lainnya.
-
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fotografi
Cahaya, sinar atau penyinaran bisa disebut definisi dari foto,
sedangkan melukis atau menulis arti dari kata grafi, dari kata tersebut
munculah istilah fotografi yang memiliki arti melukis dengan cahaya.
Yanto_(1997, h. 8) menjelaskan, Foto adalah_hasil proses fotografi,
sedangkan foto sendiri memiliki arti luas gambar_mati yang terbentuk dari
penyinaran dengan alat kamera mendistribusikan_cahaya kesuatu_bahan
yang peka terhadap cahaya. Fotografi memberikan suatu kesadaran
baru_tentang apa yang ada disekitar_kita dan juga memberikan
pelajaran_untuk melihat dunia_dengan cara unik dalam dunia seni (Sukarya,
2009, h. 11).
Sejarah mencatat fotografi ada sejak abad 17, para astronom
memanfaatkan camera obscura untuk_merekam bintang-bintang. Alat bantu
rekam ini kemudian_digunakan juga untuk objek lainya. Tahun 1901
fotografi mulai popular setelah diperkenalkannya Kodak Brownie (
Darmawan, 2009, h. 15). Peralatan modern_dalam bentuk_kodak dan
gulungan film, baru_ditemukan tahun 1877 oleh George Eastman, di New
York. Eastman kemudian_mengembangkan temuannya itu, hingga pada
tahun 1888 memperkenalkan film_gulung yang digunakan pada kamera
analog.
-
13
Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, Haryanto (2010, h. 29)
mengungkapkan bahwa di dalam dunia_fotografi “pesan” dalam foto sering
juga disebut sebagai “isi” atau “picture content”. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa semua visual yang berarti gagasan_di dalam foto adalah “pesan” dari
fotografer. Hal inilah_yang meneguhkan_bahwa fotografi juga merupakan
sebuah medium komunikasi visual. Langford (2000, h. 128) juga
menjelaskan, foto memungkinkan untuk menyampaikan pesan lebih
daripada subyek itu sendiri.
a. Seni fotografi yang merupakan_perpaduan antara teknologi dan
seni. Dimana terdapat nilai estetika yang tidak tercakup dalam
teknologi fotografi yang harus_terdapat nilai estetika yang tidak
tercakup dalam teknologi fotografi yang harus_diselaraskan
dengan proses_teknis untuk mendapatkan karakter dan keindahan
dari hasil yang_didapatkan pada hasil visualnya. Seni
fotografi_yang didapatkan tidak hanya menjadi gambar_melainkan
karya seni yang nyata yang memiliki_makna dan pesan. Seni
dalam fotografi bisa dapat dikatakan juga kegiatan penyampaian
pesan secara visual dari pengalaman yang dimiliki
seniman/fotografer kepada orang lain dengan tujuan_orang lain
mengikuti jalan pemikirannya. Pesan visual lebih cepat menangkap
perhatian dan juga efektif memberi dampak emosi (Suh, 1999, h.
3) Fotografi menampilkan kenyataan (realita) dan tidak ada unsur
abstrak (dalam seni fotografi).
-
14
Suatu kenyataan bahwa_pembuatan seni fotografi dnegan kamera
berarti membatasi subyek dengan batas format pada jendela pengamat. Hal
ini menjadikan seni fotografi lebih jujur daripada seni lainnya karena
merekam seperti memfotocopy subyek yang ada di depannya. Dalam proses
berkarya seni fotografi atau proses visualisasi karya adalah menghidupkan
dan memberi jiwa pada karya foto. Seperti halnya dengan seniman seni rupa
lainnya, fotografer bekerja menggunakan otak dan hatinya yaitu segala
tindakan yang dilakukan, terutama dalam proses pengamblan obyek, ias
akan mengetahui hasil yang akan diperoleh sehingga melakukan tindakan-
tindakan yang berguna untuk mendukung ide dan gagasannya.
Karya foto memiliki berbagai tujuan dalm penciptannya. Fotografer
sebagai pencipta sebuah karya visual berupa foto mempunyai tujuan dan
ranah yang spesifik. Beberapa tujuan hasil dari fotografi adalah sebagai
berikut Feininger (1969, h. 6) :
a. Information
Pemberian informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk
mendidik serta mengarahkan dalam pengambilan keputusan yang
benar. Seperti contoh fotografi pada majalah, surat kabar dan buku-
buku pendidikan.
b. Slanted Information
Foto komersil, iklan, dan propaganda politik (kampanye)
merupakan contoh dari slanted infomation. Tujuannya adalah untuk
penjualan produk, pelayan iklan, dan penyebaran ide.
c. Discovery
-
15
Fotografi ini bertujuan dalam hal eksplorasi penelitian. Misalnya
untuk keperluan riset keilmuan dari berbagai bidang dan juga foto
forensik. Serta untuk membantu meningkatkan pengembangan sebuah
peristiwa dan kebudayaan.
d. Recording
Alasan utama orang dalam memotret adalah dokumentasi, karena
fotografi sendiri mudah diakses, disimpan dan murah. Dokumentasi
sendiri bertujuan merekam serta menyimpan moment bersejarah, baik
itu skala kecil seperti dokumentasi kehidupan pribadi maupun skala
besar.
e. Entertainment
Pembuatan motion picture merupakan pengembangan fotografi
sebagai media hiburan atau yang biasa disebut gambar bergerak.
Majalah travelling juga salah satu media hiburan yang mengajak
pembacanya untuk melakukan perjalanan dan hiburan.
f. Self Expression
Pengekspresian diri melalui media foto untuk mengutaran
perasaan, kreativitas, ide serta pikiran. Dan juga mengembangkan
kemampuan fotografer akan seni foto dan teknik fotografi.
Pemilihan teori tentang fotografi akan membantu dan sbegai acuan
peneliti dalam membahas tentang fotografer dalam menyampaikan pesan
mengenai kesenjangan sosial di kota Malang melalui street photography.
-
16
2.2 Komunikasi Menggunakan Media Foto Sebagai Penyampaian Pesan
Dalam mengefektifkan transformasi dua arah sebagai perantara dalam
penyampaian pesan-pesan sosial, diperlukan alat bantu berupa media
komunikasi. Unsur-unsur_dalam komunikasi adalah sumber, pesan, saluran,
dan penerima serta_efek yang ditimbulkan (Effendy, 2000, h. 39). Banyak
komponen dalam proses komunikasi, elemennya antara lain : source
(sumber), message (pesan), channel (media), receiver (penerima).
Dalam proses komunikasinya, fotografer sebagai komunikator
memproduksi pesan melalui media foto dengan genre street photography
untuk ditujukan kepada khalayak sebagai komunikan, dimana pesan yang
dikirim berdasarkan tujuan tertentu. Penyampaian pesan diperoleh_dari
kejadian yang nyata maupun tidak, sampai pada_penyampaian ide yang
sangat subjektif (Langford, 2000, h. 22). Sebuah foto_dapat berperan lebih
fleksibel daripada rekaman sedrhana mengenai suatu waktu. Memotret tidak
hanya berhenti pada makna pendokumentasian tentang isu kesenjangan
sosial dengan apa adanya. Seperti yang dikatakan Ajidarma (2003, h. 101)
dalam buku “Kisah Mata”, bahwa memotret bukan hanya sekedar
representasi, tapi memotret adalah menyatakan.
Fotografer perlu mengekplorasi hubungan pribadinya dengan
lingkungan sekitar yang menjadi objek fotografinya (Galer, 2002). Untuk
menyampaikan pesannya, fotografer perlu berinteraksi dan memberi respon
pada aspek eksternal yang ada di sekitarnya. Hasil kedekatan fotografer
terhadap lingkungan sekelilingnya bisa berupa penciptaan foto yang
mengandung nilai-nilai dan harapan tertentu (Galer, 2002, h. 132). hasil foto
-
17
bisa juga mengandung pesan kemanusiaan yang dapat mengundang
perhatian orang lain (Langford, 2000, h. 8).
Kualitas artistikbvisual dari fotografer mengenai pemahaman dan
kepekaan tentang bagaimana melihat objek foto untuk mengankat daya tarik
sangat mempengaruhi perhatian penikmat foto atau khalayak yang melihat
foto. Baik itu daya tarik foto lanskap tentang simbol-simbol yang ada di
alam atau melalui foto human interest yang tentang detail kisah manusia.
Perlu untuk fotografer menciptakan suatu komunikasi detail benda yang
menjadi latar belakang dan ekspresi subjek utama (Galer, 2002, h. 146).
selain latar belakang suasana, pesan pada foto dapat terlihat melalui gestur
subyek serta bagaimana subyek berekspresi. Dari ekspresi ataupun gestur
yang diperlihatkan manusia merupakan suatu bentuk komunikasi (Mulyana,
2008, h. 24).
Lebih lanjut, fotografer juga perlu memperhatikan elemen-elemen
pembangun sebuah foto dan membutuhkan kreativitas untuk memadukan.
Elemen-elemen yang dibutuhkan dalam sebuah foto adalah sebagai berikut
(Artana, 2014, h. 15):
1. Shape (bentuk)
Dalam sebuah foto, bentuk dapat berupa obyek tunggal maupun
jamak. Akan lebih mudah menonjolkan sebuah objek dengan
menampakkan garis tebal atau keras., misalnya dengan menciptakan
siluet atau bayangan. Bayangan yang juga dapat menonjolkan bentuk
pada sebuah foto biasanya dapat direkam saat pagi hari setelah matahari
-
18
terbit dan beberapa saat sebelum gelap ( The Editors Time-Life Books,
1972, h. 80).
2. Texture (tekstur)
Visualisasi yang ditampilkan pada tekstur memberi kesan khusus
mengenai karakter benda atau objek. Tekstur juga bisa menjadi simbol
berlalunya waktu, mulai dari halusnya kulit masa remaja kerutan di usia
senja. Dengan pencahayaan dari samping kesan tekstur pada objek akan
lebih nampak.
3. Pattern (pola)
Pola merupakan susunan dari beberapa obyek yang memiliki
tampilan, warna, atau bentuk identik, seperti paving yang tertata rapi,
lampu-lampu di jalanan, atau sekumpulan ranting pohon kering.
Dengan lebih memperhatikan dan mengeksplorasi pola, akan
menciptakan keselarasan dalam sebuah foto.
4. Form (bentuk tiga dimensi)
Hampir tidak ada perbedaan antara elemen form dengan elemen
shape. Namun pada titik ini bentuk tiga dimensi dari sebuah
benda/obyek lebih ditonjolkan sehingga yang akan nampak adalah
volume dan kepadatan pada obyek tersebut. Penonjolan elemen form
bisa dilakukan dengan pencahayaan dari samping, mengatur area
bayangan yang sesuai, sehingga sebuah obyek tidak nampak datar (The
Editors Time-Lime Books, 1971, h.26).
-
19
5. Movement (pergerakan)
Pergerakan pada sebuah foto mampu memberi kesan dinamis
tertentu. Pergerakan bisa dibentuk dengan kecepatan tinggi sehingga
gambar menjadi beku atau tidak ada pergerakan, maupun dengan
kecepatan rendah yang menjadikan gambar memunculkan kesan blur.
Membekukan gambar dengan kecepatan tinggi memberikan kesempatan
kepada fotografer untuk bisa mengeksplorasi lebih jauh kemenarikan
sebuah obyek (Galer, 2002, h. 57). Elemen pergerakan seringkali
membantu fotografer dlam menyusun pesan yang ingin disampaikan.
6. Colour and Tone Values (nilai dan sifat warna)
Foto dengan warna gelap atau siluet identik dengan kemuraman,
merah maupun kuning menandakan perasaan hangat atau sinar matahari
terbit. Pada akhirnya, perpaduan warna tersebut menimbulkan
kekontrasan terhadap kesan yang ditangkap mata (Soelarko, 1985, h.
48).
Foto yang pada dasarnya memiliki berbagai arti dalam kegunaannya.
Dimana foto hanya bisa digunakan sebagai media untuk penyimpanan suatu
momen ataupun kegiatan yang sudah berlangsung, namun sebagai artian
foto atau gambar juga memiliki pesan yang dapat disampaikan kepada para
penikmat seni fotografi. Dari hasil gambar yang didapatkan terdapat makna
dan penyampaian pesan dari seni fotografi.
Dalam dunia fotografi, kreasi dan kreativitas dalam memotret tidak
ada batasannya. Namun diperlukan kejelian menyangkut segala aspek dan
proses pembuatannya. Pemilihan peralatan pemotretan, kejelian dalam
-
20
menentukan obyek foto serta pada tahap pencetakan foto. Di era fotografi
saat ini, kreatiitas serta dukungan teknologi kamera sangat berperan besar
terhadap hasil foto. Penyederhanaan teknis fotografi yang di ringkas pada
kamera digital saat ini mempermudah fotografer untuk lebih kreatif dalam
berkarya. Tetapi untuk menjadi fotografer kreatif harus berani mencoba dan
belajar dari kesalahan.
2.3 Street Photography Dalam Mengkonstruksi Kota dan Kesenjangan
Sosial di Kota Malang
Pada umumnya street photography lebih menampilkan objek yang
berada di tempat umum seperti taman, bangunan, manusia, jalanan dan
ruang publik lainnya. Kebanyakan para street photography tidak terlalu
memikirkan teknik dalam memotret. Dengan menggunakan teknik
fotografi langsung, foto bisa terkesan ironis atau emosional seakan
menggambarkan cerminan masyarakat serta menunjukan visual foto secara
nyata dari situasi yang ada saat. Lebih lanjut, aspek kunci dari pembuatan
foto adalah Framing dan waktu. Hal ini bertujuan untuk menunjukan
informasi dari foto tersebut dan membuat gambar yang mempunyai tujuan
atau fotografer dapat mencari gambaran yang mempunyai nilai kejadian
yang patut diangkat dari tempat kejadian perkara, sebagai bentuk
dokumenter sosial (Scott, 2007).
Teknik framing perlu untuk diketahui fotografer agar lebih efektif
dalam penyampaian pesan. Adapun beberapa teknik framing sebagai
berikut (Artana, 2014, h. 19):
a. Communication and context (komunikasi dan konteks)
-
21
Menciptakan framing visual dalam kegiatan memotret Pernyataan
obyektif adalah sebuah fakta yang tidak dapat disanggah kebenarannya,
namun melalui foto, dengan segala keterbatasan objek visual yang ada
realitas jadi terbatas. Untuk menciptakan framing visual, fotografer
terlebih dahulu harus memahami konteks apa yang akan disampaikan.
b. Format (format)
Dalam hal ini pengertian dari format adalah format sebuah gambar
atau ukuran gambar dalam sebuah kamera. Hal ini penting mengingat
format ukuran gambar tiap kamera berbeda.
c. Content (isi)
Kreatifitas menyusun elemen isi dan arti pada sebuah foto
merupakan kesempatan puncak fotografer untuk mengekspresikan
emosi, kekaguman, atau kebahagiaan. Relasi yang bercerita antara
obyek utama dan latar belakang dapat memperkuat isi dari sebuah foto.
Isi dan arti bisa muncul dari subyek itu sendiri, atau diciptakan
fotografer dengan menggunakan simbol-simbol unik yang ada di
sekelilingnya.
d. Balance (keseimbangan)
Objek yang ada di depan penglihatan fotografer, yang bisa saja
terdapat unsur warna, bayangan, pergerakan, atau pola, dan lain-lai
dapat menjadi bentuk visual yang menarik secara estetika jika dijaga
keseimbangan satu dan lainnya.
-
22
e. Subject placement (penempatan subjek)
Penempatan subjek/objek utama dalam sebuah foto yang
disampaikan dengan penggunaan ukuran lebih besar atau mendominasi
dapat memancing perhatian viewver untuk mendekatkannya pada pesan
personal yang memang ingin disampaikan. Subject placement biasanya
dilakukan dengan menempatkan objek utama di tengah atau di sepertiga
bagian frame sesuai the rule of third.
f. The decisive moment (klimaks kejadian)
Merupakan momen puncak yang bisa terjadi pada setiap
keadaan. Baik itu manusia berlari, melempar, tertawa atau menangis,
semua itu akan bisa tertangkap kamera jika fotografer siap memencet
tombol rana bukan hanya melihat.
g. Vantage point (sudut yang menguntungkan)
Dalam mengambil gambar fotografer mempunyai keleluasaan
penentuan sudut sesuai dengan rencana dan pesan apa yang ingin
disampaikan melalui foto. Bisa menggunakan sudut pandang tinggi atau
rendah dari samping atau bawah, tentunya, perbedaan sudut yang
diambil menentukan bagaimana kesan yang akan muncul pada sebuah
foto.
h. Use of lines (penggunaan garis)
Baik garis horisontal atau vertikal, hingga diagonal, akan
menambah estetika pada framing yang akan dilakukan, selain
penentuan garis dapat menggiring mata audien untuk menuju pada
objek utama.
-
23
Mengenai teknik, street photography lebih “bermain-main” dalam
pengambilan gambar. Berbeda dengan fotografi jurnalistik yang lebih
intens dan serius untuk memberitahu khalayak luas tentang sebuah
informasi serta memiliki etika tertentu.
Dalam buku Pot-pouri fotografi, Soedjono (2006, h. 145-146)
menyebutkan karya foto jalanan atau street photography merupakan tradisi
pemotretan dengan objek-objek atau tema di jalanan. Bisa di ruang publik,
mall, jalanan, taman, pantai hingga pasar tradisional yang menggambarkan
hal-hal keseharian, rutinitas yang terjadi dilingkungan sekitar kita berbeda.
Hal-hal yang bisa direkam melalui Street Photography selain
objek-objek yang ada dijalan, diantaranya adalah mengambil aktivitas
manusia dalam sehari-hari, kegiatan alat transportasi dan sangat banyak
hal dan kejadian diluar sana yang menarik untuk diabadikan. Masalah
teknis bukan hal penting dalam street photography, melainkan tentang
bagaimana menangkap momentum dengan tepat sehingga foto mampu
bercerita yang didukung dengan keindahan didalamnya. Kategori-kategori
foto seperti Humanisme, protaiture, arsitektur, landscape, dan budaya
merupakan gabungan munculnya street photography.
Dalam street photography warna menjadi elemen penting agar foto
mampu bercerita dan mengeluarkan simbol-simbolnya. Namun terkadang
elemen warna dapat mengganggu foto dalam bercerita. Oleh karena itu
banyak fotografer menggunakan hitam putih agar foto menjadi lebih kuat
dalam bercerita, tapi jika warna tersebut malah menguatkan isi maka
-
24
sebaiknya warna tetap dipertahankan. Untuk membangun suasana dan
mood sebuah foto, warna mempunyai peranan penting dilihat dari nilai
dan sifat (Darmaprawira, 2002, h. 45-48)
2.4 Tradisi Retorika
2.4.1 Definisi Retorika
Retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan
seni berbicara. Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup proses
untuk menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan
ide melalui berbagai macam pesan. Retorika memberi perhatian pada
aspek proses pembuatan pesan atau symbol. Prinsip utama disini adalah
bagaimana menggunakan symbol yang tepat dalam menyampaikan
maksud yang berkaitan dengan proses pembuatan pesan (message
production) (Craig, 1999, h. 135-136).
Masalah komunikasi dalam tradisi retoris dikandung sebagai
urgensi sosial yang dapat dipecahkan melalui penggunaan wacana untuk
membujuk khalayak (Bitzer,1968). Kemampuan dalam merancang pesan
yang memadai menjadi perhatian yang penting dalam kajian komunikasi.
Factor-faktor nilai, ideologi, budaya, dan sebagainya yang hidup dalam
suatu organisasi media atau dalam diri individu merupakan factor yang
menentukan dalam proses pembuatan pesan. Bahwa pesan dihasilkan
melalui proses yang melibatkan nilai-nilai, kepentingan, pandangan hidup
tertentu dari manusia yang menghasilkan pesan (Craig, 1999, h. 135-136)
Pusat dari tradisi retorika adalah 5 karya agung retorika yakni :
penemuan, penyusunan, gaya, penyampaian dan daya ingat. Semuanya
-
25
adalah elemen-elemen dalam mempersiapkan sebuah pidato, sedangkan
pidato orang Yunani dan Roma kuno berhubungan dengan ide-ide
penemuan, pengaturan ide, memilih bagaimana membingkai ide-ide
tersebut dengan bahasa serta akhirnya penyampaian isu dan daya ingat.
Penemuan, mengacu pada konseptualisasi yakni proses menentukan
makna dari simbol melalui interpretasi, respons terhadap fakta yang tidak
mudah ditemukan pada apa ayang telah ada, tetapi menciptakannya
melalui penafsiran dari kategori-kategori yang digunakan.
Penyusunan, adalah pengaturan simbol-simbol, menyusun
informasi dalam hubungannya di antara orang-orang, simbol-simbol dan
konteks yang terkait. Gaya, berhubungan dengan semua anggapan yang
terkait dalam penyajian dari semua simbol tersebut, mulai dari memilih
sistem simbol sampai makna yang diberikan pada semua simbol tersebut,
sebagaimana dengan semua sifat dari simbol, mulai dari kata-kata dan
tindakan sampai pada busana dan perabotan. Penyampaian, menjadi
peerwujudan dari simbol-simbol dalam bentuk fisik, mencakup pilihan
nonverbal untuk berbicara, menulis dan memediasikan pesan. Dan daya
ingat, tidak lagi mengacu pada penghafalan pidato, tetapi cakupan yang
lebih besar dalam mengingat budaya sebagaimana dengan proses persepsi
yang berpengaruh pada bagaimana kita menyimpan dan mengolah
informasi.
2.4.2 Retorika Visual
Retorika visual membawa pemahaman bagaimana gambar visual
mempunyai arti. Tidak hanya mengenai desain atau gambar, retorika
-
26
visual juga berbicara tentang budaya dan makna yang tercermin di dalam
karya visual tersebut. Penerapan proses simbolis pada gambar dalam
berkomunikasi merupakan fokus dari retorika visual. Hingga pada tahun
1970 gambar visual dimasukkan ke dalam studi retorika melalui
pertemuan Konferensi Nasional Retorika yang diselenggarakan oleh
Speech Communication Association (Sloan dalam Foss, 2005, h.141).
Retorika visual adalah gambar yang dihasilkan oleh rhetors yang
menggunakan simbol-simbol visual untuk tujuan berkomunikasi. Retorika
visual adalah produk dari tindakan kreatif, seperti sebuah lukisan, foto,
iklan, atau bangunan. Gambar yang termasuk dalam ranah retorika visual
memiliki fungsi sebagai retorik atau persuasif, selain itu juga terdapat
estetika dan manfaat retorika visual. Misalnya karya seni serta iklan, tidak
hanya menjadi alat komunikasi tetapi juga menjadi menarik.
Tidak semua objek visual merupakan retorika visual terdapat tiga
karakteristik dari retorika visual. Gambar harus simbolik, melibatkan
intervensi manusia, dan disajikan kepada audien untuk tujuan
berkomunikasi dengan audien tersebut (Foss, 2005,h. 141):
a. Symbolic Action
Retorika visual seperti semua komunikasi, yang merupakan sistem
tanda. Dalam arti sederhana, tanda berkomunikasi apabila terhubung ke
obyek lain. Sebagai contoh, karena perubahan daun di musim gugur
dihubungkan dengan tindakan menghentikan mobil saat mengemudi.
Untuk memenuhi syarat sebagai retorika visual, gambar harus melampaui
fungsinya sebagai tanda, dan menjadi simbolik, dengan hanya gambar
-
27
tersebut secara tidak langsung terhubung pada referensinya. Bentuk dan
warna tanda berhenti, misalnya, tidak memiliki hubungan alami untuk
tindakan menghentikan mobil karena sedang didorong. Dimensi-dimensi
dari tanda tersebut disiptakan oleh seseorang yang membutuhkan cara
untuk mengatur lalu lintas.
b. Human Interview
Retorika visual melibatkan beberapa jenis dari tindakan manusia.
Manusia terlibat dalam retorik visual ketika mereka terlibat dalam proses
penciptaan gambar misalnya lukisan cat air atau mengambil foto. Proses
ini melibatkan keputusan yang disadari untuk berkomunikasi serta pilihan
yang disadari tentang strategi untuk membuat fungsi di bidang-bidang
seperti warna, bentuk, media, dan ukuran. Intervensi manusia dalam
retorika visual mungkin juga menganggap bentuk dari pengubahan gambar
visual non-retorik menjadi retorika visual. Misalnya, pohon tidak secara
inheren menjadi retorika visual. Pohon tersebut dimaknai seperti itu hanya
ketika manusia memutuskan untuk menggunakan pohon sebagai retorika,
seperti ketika mereka dibawa ke rumah-rumah unruk melambangan Natal
hari libur atau keika mereka digunakan pada brosur oleh para aktifis
lingkungan untuk menciptakan seruan tentang kasus-kasus lingkungan.
Retorika visual memerlukan tindakan manusia baik dalam proses
penciptaan atau dalam proses penafsiran.
-
28
c. Presence of Audience
Elemen visual yang diatur dan dimodifikasi oleh ahli retorik tidak
hanya untuk mengekspresikan diri sendiri. Meskipun itu mungkin motif
utama bagi pencita suatu gambar, tetapi juga untuk berkomunikasi dengan
audien. Pencipta dari suatu gambar dapat menjadi audien terhadap
gambarnya sendiri, dan audien sendiri tidak perlu menjadi ahli retorik .
Sebuah perspektif retorika pada citra visual juga ditandai dengan
perhatian khusus pada satu atau lebih dari tiga aspek visual yaitu sifat, fungsi,
dan evaluasi (Foss, 2004,h. 303).
a. Nature of Image
Deskripsi sifat retorika visual melibatkan perhatian dua elemen
komponen, yaitu elemen yang dipresentasikan dan elemen yang disarankan.
Dalam tahap ini terdapat penjelasan mengenai elemen-elemen yang disajikan
sebagai ruang yang menyangkut massa dan ukuran gambar. Setelah itu
mengindentifikasi unsur-unsur yang disarankan yaitu konsep, ide, tema, dan
kiasan, dimana audien bisa menyimpulkan elemen-elemen yang disajikan
tersebut. Analisis elemen yang disajikan memungkinkan kita untuk
memahami unsur-unsur komunikatif utama dari suatu gambar, dan secara
konsekuensi untuk membantu mengembangkan makna dan gambar oleh
audien.
b. Function of Image
Perspektif fungsi disini adalah menjelaskan bagaiman gambar dapat
beroprasi untuk audien. Berbeda dengan tujuan, fungsi disini meliputi efek
dari intensitan pembuat gambar. Perspektif tentang gambar visual tidak
-
29
melihat niat pencipta sebagai alat untuk menentukan kebenaran interpretasi
dari sebuah karya. Audien sebagai komunikan atau peneliti dapat melihat
biografi dan sejarah tentang pembuatan karya visual, tetapi pembuat karya itu
sendiri belum tentu mampu menjelaskan secara verbal tujuan dan motivasi
mereka dalam karya visual-nya.
c. Evaluation of Image
Beberapa peneliti memilih untuk mengevaluasi gambardengan
menggunakan kriteria dari berbagai fungsi gambar tersebut. Dalam hal ini
peneliti mungkin tertarik untuk menilai gambar yang bisa dilakukan dengan
berbagai cara. Jika fungsi gambar adalah untuk mengenang seseorang atau
tokoh, misalnya seperti evaluasi yang melibatkan fungsi media, warna,
bentuk, dan konten yang sebenarnya untuk mencapai fungsi keseluruhan pada
gambar.
Dalam Rhetorical Visions: Reading and Writing in a Visual Culture,
Wendy Hesford dan Brenda Jo Brueggemann, mengungkapkan jika analisis
fotografi melibatkan gambar dalam hal subyek/konten, audien/konteks, dan
perspektif. Semua dari elemen itu disebut segitiga retoris. Segitiga retoris
digunakan peneliti sebagai panduan untuk menjabarkan visual rhetoric street
photography dalam memaknai kesenjangan sosial di kota Malang. Penjabaran
segitiga retoris adalah sebagai berikut:
1. Subject/ Content:
a. Subyek gambar, penampilan dan sudut pandang.
b. Komponen gambar, pengaturan, penggunaan warna, dan point
of interest.
-
30
c. Jenis-jenis elemen naratif apa yang diceritakan. Kronologi
sebelum atau sesudah gambar.
2. Audience and Context:
a. Dari konteks sejarah dan budaya mana gambar tersebut
muncul.
b. Konteks sejarah dan budaya dimana gambar terlihat oleh
audien.
c. Pesan/gambar itu sendiri, dan bagaimana konteks sejaraah dan
budaya membentuk tema atau topik tertentu yang disajikan.
3. Perspective:
a. Sudut pandang fotografer dari sudut kamera.
b. Frame dari bentuk subjek.
c. Penggunaan kamera untuk membentuk ilusi keintiman, atau
rasa jarak.
Subjek/Konten Audien/konteks
Perspektif
Gambar 2.1 Segitiga Retorika Visual
-
31
Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, visual adalah sebagai
pesan (message) yang disampaikan dalam bentuk gambar yang dicetak di
atas kertas foto atau dapat berupa video dan pesan suara. Dalam
komunikasi massa pesan atau makna terdiri dari dua aspek, yakni isi pesan
(the content of message) dan lambang (symbol) untuk
mengekspresikannya. Lambang yang disampaikan pun beraneka. Lambang
utama pada radio adalah bahasa lisan, pada surat kabar adalah tulisan,
gambar (karikatur, foto), sedangkan pada film dan televisi adalah gambar
yang hidup.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa retorika visual adalah makna,
budaya, ataupun arti yang tersirat dalam gambar ataupun audiovisual yang
ada. Sehingga dapat diartikan juga bahwa retorika visual adalah
bagaimana gambar, audio atau video tersebut dalam melakukan
komunikasi dengan audiens, sehingga audiens dapat memaknai makna-
makna tesirat yang ada di dalam gambar dan audiovisual tersebut.
Retorika visual yang dimaksud dalam penelitian, yaitu berupa
gambar mengenai Kota dan kesenjangan sosial antara masyarakat kaya dan
miskin, masyarakat perkotaan dan pedesaan, masyarakat yang tinggal di
tempat kumuh dan masyarakat yang tinggal di perumahan. Melalui visual
tersebut pasti terdapat makna-makna yang tersimpan dan juga melekat di
dalamnya. Pemaknaan yang telah diberikan tersebut tergantung dari
pengetahuan dan juga pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing
individu. Fotografer dengan dasar pengetahuan dan pengalamannya
sendiri, yang lebih banyak berkutat dalam dunia visual tentunya memiliki
-
32
pemaknaan yang lain terhadap Kota dan kesenjangan sosial didalamnya
yang terjadi tersebut, yang dalam penelitian ini khususnya di Kota Malang.
2.5 Kerangka Berfikir Penelitian
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2016
Keterangan:
Alur pemikiran penelitian di atas adalah bagaimana proses
pembuatan makna yang berasal dari pandangan fotografer dalam melihat
isu kesenjangan sosial yang ada di Kota Malang. Proses tersebut diawali
Street Photographer
Fenomena Kota dan
Kesenjangan Sosial
Tujuan
Perspective/The Rethor
Gaze
Audience/Context Subject/Content
Proses Pembuatan Makna
Retorika Visual
-
33
oleh sudut pandang street fotografer dalam melihat isu kesenjangan sosial
yang kemudian di interpretasikan menjadi foto-foto yang mempunyai
tujuan tertentu, salah satunya untuk menyampaikan pemaknaan atau
content yang dimaksudkan oleh street fotografer kepada pembaca.
Kemudian dalam proses selnajutnya terdapat tiga bagian dari metode
visual rethoric untuk menjabarkan proses pembuatan maknanya.
-
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan paradigma konstruktif
dengan pendekatan kualitatif. Paradigma konstruktif dilakukan karena dalam
penelitian ini akan dilakukan pengamatan secara mendalam tentang suatu
realitas atau objek penelitian untuk mengetahui makna atau arti dari objek
yang diamati (Hidayat, 2003, h. 3). Sedangkan pendekatan kualitatif
digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara
mendalam hasil pengamatan yang dihubungkan dan dibahas berdasarkan teori
yang ada dimana peneliti lebih memfokuskan pada aspek kualitas
pembahasannya bukan aspek kuantitas (Kriyantono, 2006, h. 58). Dalam
konteks penelitian ini peneliti akan menggali pesan dan fungsi tentang kota
dan kesenjangan sosial di Kota Malang melalui street photography ditinjau
dari teori segitiga retoris Wendy Hesford dan Brenda Jo Brueggemann.
Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan analisis deskriptif yang
digunakan untuk memaparkan hasil pengamatan menggunakan prosedur
ilmiah untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan (Sugiyono, 2011, h.
45). Penelitian deskriptif yang dilakukan peneliti hanya sebatas memaparkan
saja tidak menguji hipotesis atau mengukur variabel penelitian yang diteliti.
Penelitian ini menggunakan teori retorika visual untuk membahas dan
menjabarkan makna atau pesan serta fungsi yang tergambar pada foto yang
dipamerkan dengan tema kota dan kesenjangan sosial yang ada di Kota
-
35
Malang. Foto yang dianalsis berjumlah 20 foto yang merupakan hasil foto
terbaik dari peserta lomba.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan pokok permasalahan atau tujuan penelitian
yang akan dibahas secara mendalam dalam penelitian. Adapun fokus dalam
penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis proses pembuatan
pesan dan fungsi yang disampaikan fotografer melalui media street
photography tentang kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang
menggunakan retorika visual.
3.3 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah street photography yang dipamerkan
berjumlah 20 foto pilihan kurator foto.
3.4 Unit Analisis
Menurut Hamidi (2005, h. 75-76) menyatakan bahwa unit analisis
adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau
suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas atau kelompok sebagai
subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah berupa
bagian atau elemen terkecil yang dapat membangun pesan dalam setiap foto,
meliputi komponen gambar, point of interest, penggunaan warna, kemudian
meliputi dari konteks dan budaya mana gambar tersebut muncul, serta
perspektif sudut pandang fotografer dari sudut mata lensa kamera.
3.5 Sumber Data dan Jenis Data
Moleong (2007, h. 470) mengatakan bahwa sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
-
36
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana data penelitian didapatkan
melalui dua sumber data, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data umum atau data yang paling utama
dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah berupa
informasi dan deskripsi terkait dengan street photography tentang
kota dan kesenjangan sosial di Kota Malang.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak
langsung yang berasal dari sumber tertulis, seperti buku, jurnal,
dokumen pribadi atau resmi, dan majalah ilmiah. Sumber data
sekunder dalam penelitian ini berupa 20 street photography yang
yang sudah mendapatkan kurasi dari kurator foto pada pameran
street photography.
Kedua data tersebut digunakan untuk menjabarkan proses pembuatan
pesan menggunakan retorika visual melalui media street photography.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data berupa wawancara. Salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan secara langsung untuk memperoleh informasi adalah
wawancara (Kriyantono, 2006, h. 100). Model wawancara dalam
-
37
penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur. Pada wawancara
semistruktur ini, peneliti mempunyai daftar pertanyaan tertulis, tapi
peneliti juga berhak untuk menanyakan pertanyaan secara bebas,
terarah dan berada pada jalur pokok permasalahan.
2. Dokumentasi
Dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
mendukung analisis dan interpretasi data. Dokumen bisa berbentuk
berita-berita surat kabar, majalah, foto, memo dan lain sebagainya
(Kriyantono, 2006, h. 120). Dalam hal ini peneliti mengumpulkan foto
dari beberapa fotografer sebagai dokumentasi untuk di analisis.
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut moleong (2007, h. 248), adalah upaya yang
dilakukan untuk mengolah, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Berdasarkan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari analsis data
adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara sistematis, kemudian
mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis foto dalam
penelitian ini adalah menggunakan teori retorika visual yang dikembangkan
oleh Wendy Hesford dan Brenda Jo Brueggemann (2006, h. 26). Menurutnya
analsis fotografi melibatkan gambar dalam hal subjek/konten, audien/konteks,
dan perspektif. Semua dari elemen itu disebut segitiga retoris. Teori segitiga
-
38
retoris digunakan peneliti sebagai paduan untuk menjabarkan pesan visual
yang ada pada media street photography. Segitiga retoris dianggap mampu
membedah foto tidak dilihat melalui sisi keindahannya, namun juga
bagaimana foto mampu menjadi media penyampaian pesan.
1. Subjek/konten
a. Subjek gambar, penampilan gambar, dan pandangan.
b. Komponen-komponen gambar, pengaturan susunan
komponen, penggunaan warna, dan point of interest.
c. Jenis-jenis elemen naratif yang dihadirkan, apa yang
diceritakan oleh gambar ? apakah ada kronologi sebelum
atau sesudah gambar diciptakan ?
2. Audien/konteks
a. Dari konteks sejarah dan budaya mana gambar tersebut
muncul.
b. Konteks sejarah dan budaya dimana gambar terlihat dan
terbaca oleh audien.
c. Bagaimana konteks sejarah dan budaya membentuk tema
atau topik tertentu dalam gambar
-
39
3. Perspektif
a. Sudut pandang fotografer dan sudut mata lensa kamera
b. Bingkai/frame dari bentuk objek
c. Penggunaan teknik kamera untuk menstabilkan ilusi yang
intim atau rasa jarak seperti dekat/jauh.
Subjek/Konten Audien/Konteks
Perspektif
Gambar 3.1 Segitiga Retorika Visual
-
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Street Photography Sebagai Media Dalam Menyampaikan Pesan
Street photography digunakan fotografer sebagai sebuah medium
untuk berkomunikasi. Melalui street photography fotografer membentuk
sebuah pesan atau simbol dalam menyampaikan pesan. Simbol-simbol
ditempat umum seperti jalanan, bangunan, taman serta ruang publik dijadikan
sebagai pembuat pesan. Agar intrepretasi makna simbol mudah dipahami oleh
audien fotografer harus paham simbol dan kebudayaan audien yang akan
melihat foto. Tidak hanya berbagi foto tentang ruang publik beserta isinya,
pesan yang disajikan pun beragam mengenai kritik sosial, informasi ataupun
ajakan kepada audien.
4.2 Analisis Street Photography
4.2.1 Street Photography oleh Biyan Mudzaky Hanindito
Biyan Mudzakky Hanindito adalah seorang Fotografer yang lahir
di Jakarta, 14 Oktober 1995 dan beralamatkan di Perum Java Residence
B5, Jalan Candi Mendut Selatan VII Blok B Tulusrejo Lowokwaru Kota
Malang. Dia adalah seorang Mahasiswa. Dalam pameran “Street
Photography” Biyan menampilkan sebuah foto yang diambil gambarnya
tanggal 20 April tahun 2016 dengan judul “Main di Lahan Parkir”. Berikut
adalah identifikasi penjelasan foto tersebut:
-
41
Gambar 4.1 Main di Lahan Parkir
(Malang, 20 April 2016)
Sumber: Dokumentasi penelitian
a) Subject/Content
Subjek utama yang digunakan dalam foto ini adalah anak kecil
yang terlihat sedang bermain sepeda di area kampus Universitas Brawijaya
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Dalam foto tersebut fotografer melihat
dampak dari pembangunan di Universitas Brawijaya sehingga secara
simbol fotografer melihat secara nyata dalam foto bahwa tidak terdapat
sebuah arena bermain bagi anak-anak. Penyimbolan tersebut berdasarkan
fungsi dari objek yang sebenarnya yaitu sebagai penghubung manusia
terhadap dua wilayah atau bisa disebut symbolic action (Foss, 2005, h.
141). Sudut pandang foto anak beserta sepeda yang dinaikinya dan
diseberang jauh tampak parkir sebuah mobil dipilih karena foto yang
diambil memang tidak sengaja diambil oleh fotografer di dalam mobil.
Latar belakang diambilnya foto ini pun dijelaskan bahwa komposisi yang
-
42
ditangkap oleh fotografer cukup menarik dan bagus disimbolkan dalam
elemen trotoar paving yang diibaratkan bahwa pembangunan semakin
maju artinya anak-anak yang ada di lokasi tersebut menjadi tidak punya
lahan bermain. Menghubungkan satu objek dengan yang lainnya bisa
memunculkan pemaknaan lain terhadap konteks yang sudah ada (Galer,
2002, h.39)
Komponen yang ada dalam foto dianggap sangat sederhana karena
menurut pengakuan fotografer jepretan foto yang diambil merupakan
pengambilan yang natural sehingga komponen yang ada menunjukkan
adanya kesenjangan di kota Malang melalui elemen anak kecil yang
bermain di daerah yang sebenarnya bukan tempat untuk bermain
melainkan kampus yang merupakan tempat untuk belajar dan menuntut
ilmu, namun karena di daerah tempat tinggal mereka yang tidak jauh dari
Universitas Brawijaya sudah minim area bermain karena faktor
pembangunan, sehingga mereka tidak ada pilihan lagi untuk bermain di
dalam kampus. Meskipun gambar ini diambil secara spontan, namun
fotografer juga tidak lupa memasukan elemen pattern terlihat dari trotoar
dan paving sehingga terlihat dinamis serta menciptakan keselarasan dalam
sebuah foto (Artana, 2014). Sedangkan elemen mobil warna merah yang
terlihat mewah dan dimiliki oleh orang kalangan menengah keatas
sedangkan foto anak kecil dengan sepeda yang ada disekitar menunjukkan
seorang dari kalangan menengah ke bawah. Anak kecil dalam foto ini
dianggap sebagai Point of Interest yang sangat kuat dalam foto ini.
Symbolic action dalam foto ini diperlihatkan oleh fotografer melalui
-
43
penggabungan komponen-komponen yang ada dalam gambar sebagai
tanda. Tanda berkomunikasi apabila terhubung dengan objek lain (Foss,
2005, h.141-152).
Setting waktu yang digunakan oleh sang fotografer saat mengambil
foto adalah siang hari sekitar pukul 14.00 WIB – 15.00 WIB berlokasi di
Universitas Brawijaya Kota Malang secara tidak sengaja diambil dan
ternyata ketika dianalisis cukup sesuai dengan tema yang dikaitkan
mengenai kesenjangan yang ada di Kota Malang dimana dalam foto ini
terlihat dari kesenjangan area bermain untuk anak-anak yang mulai
berkurang seiring dengan pembangunan yang pesat.
b) Audience/Context
Tema yang dibuat adalah tentang ketimpangan pembangunan dan
tidak adanya lahan bermain untuk anak-anak. Sekumpulan anak kecil
bersama temannya bersepeda mendatangi wilayah lokasi Universitas
Brawijaya Malang serta melihat kearah bangunan yang menjulang tinggi
di sekelilingnya. Konteks yang diambil dalam foto ini adalah tema yang
berkaitan dengan kesenjangan sosial dimana dalam foto ini fotografer
melihat kesenjangan yang ada dari elemen dimana kurangnya lahan
bermain untuk anak-anak, sehingga mereka terpaksa bermain di area
kampus yang sebenarnya bukan lahan bermain, hal ini menurut fotografer
dikarenakan pembangunan yang semakin melebar, dan fotografer melihat
hal itu sebagai sebuah kesenjangan. Serta alat transportasi berupa mobil
yang terlihat begitu mewah dengan sepeda anak-anak yang digunakan
yang tersirat kesenjangan sebuah ekonomi di dua kalangan yang berbeda.
-
44
Selain itu dilihat dari bangunan gedung yang tinggi sehingga sekumpulan
anak kecil seperti terkesima melihat bangunan tersebut.
Simbol foto yang ada dalam satu wilayah dengan berbagai elemen
yang ada disegmentasikan untuk semua kalangan. Namun, pada dasarnya
makna yang diambil shoot dalam foto ini menunjukkan adanya perbedaan
sosial yang terlihat dari sisi alat transportasi dan bangunan gedung yang
begitu tinggi di sekeliling kumpulan anak kecil yang sedang bersepeda.
Sebenarnya penentuan segmentasi penting karena untuk
mengkerucutkan audien yang dimaksud dalam foto tersebut supaya dapat
memahami pesan dalam foto, namun menurut wawancara peneliti dengan
fotografer dijelaskan bahwa foto ini tidak disegmentasikan untuk kalangan
tertentu. Semua kalangan bisa menikmati_foto tersebut, hanya saja untuk
membaca pesan yang ada dalam foto tersebut tidak semua orang bisa
memaknainya. Hal ini tentu akan berakibat pada komunikasi yang tercipta
kurang efektif.
Pesan_dalam foto itu sendiri berasal dari ide pribadi fotografer
tanpa melihat audien terlebih dahulu dengan spontan mengambil foto
ketika lewat di lokasi tempat pengambilan foto tersebut karena pesan yang
akan disampaikan sesuai dengan tema_Street Photography yang
menggambarkan kesenjangan yang ada di Kota Malang. Tidak ada survey
sebelumnya dan memang secara spontan sang fotografer langsung
mengambil foto dan memahami objek yang dimasukkannya ke dalam foto,
termasuk elemen yang ada di sekitarnya.
-
45
c) Perspective
Sudut pandang fotografer melalui kamera dalam foto ini adalah
sudut yang sejajar atau eye-level. Sudut ini dipilih oleh fotografer secara
spontan karena kondisi sedang berada didalam mobil yang berjalan.
Namun dengan keterampilannya menggunakan shuteer speed tinggi,
fotografer mampu mem frezee objek sehingga gambar tidak sampai
goyang atau blur.
Berdasarkan segitiga visual rhetoric diatas dapat dijelaskan bahwa,
fotografer melihat objek yang ada di sekitar terlebih dahulu kemudian baru
dikaitkan antar komponen yang ada sehingga gambar dapat berkomunikasi antara
objek dan komponen lain yang ada dalam gambar. Fungsi dari foto tersebut
menunjukkan adanya kesenjangan sosial yang disimbolkan dengan gambar anak-
anak yang sedang bermain sepeda di lokasi jalanan/lahan parkir Universitas
Brawijaya khususnya Fakultas Ilmu sosial dan politik.
Untuk memperkuat pesan, judul foto disesuaikan dengan narasi yang
disampaikan yaitu “Pembangunan lingkungan sekitar Universitas Brawijaya yang
menggebu-gebu dan banyaknya civitas academika UB juga berdampak pada aena
bermain anak-anak sekitar kampus UB (Jalan Kerto, Watumujur serta Watugong)
yang makin membuat ramai lingkungan sekitar mereka dengan lalu lalang
kendaraan mahasiswa sebagai dampak dari pembangunan tersebut.”
-
46
4.2.2 Street Photography oleh Dimas Ade Surya Lukito
Gambar 4.2
Malang, 21 April 2016
Sumber: Dokumentasi penelitian
Seorang fotografer bernama Dimas Ade Surya Lukito lahir di
Surabaya, 4 Juni tahun 1996 sebagai seorang mahasiswa Brawijaya yang
beralamat di Jl. Bendungan Sigura-gura barat No.07 Malang. Dalam
pameran Street Photography Dimas menampilkan sebuah foto yang
diambil gambarnya tanggal 21 April tahun 2016 dengan judul/caption
“melihat keluar untuk melihat sisi lain dari tempat yang tidak terjamah
oleh orang atas yang wajibnya mengamati untuk di realisasikan dan di
konstruksikan tempat terabaikan.”. Berikut adalah identifikasi penjelasan
foto tersebut :
-
47
a) Subject/Content:
Objek gambar dalam foto milik Dimas adalah pemandangan jalan
yang penuh sesak dengan pedagang kaki lima di kiri-kanan bahu jalan.
Foto yang diambil dari luar mikrolet tetapi seolah-olah diambil dari dalam
mikrolet, hal inilah yang merupakan sebuah point of interest dimana foto
difokuskan pada kendaraan yang melewati jalan tersebut dan kerumunan
para pedagang yang berjualan. Pengambilan foto dilakukan secara spontan
dimana posisi fotografer berlaku sebagai pejalan kaki yang melihat ke arah
pasar tumpah dan diambil melalui komponen mikrolet.
Komponen lain yang ada di dalam foto adalah adanya gerobak
penjual serta pedagang kaki lima yang di sekelilingnya juga terdapat parkir
liar kendaraan. Kemudian fotografer juga melihat ada komponen rambu
lalu lintas adanya pelarangan melewati jalan tersebut. Seluruh komponen
tersebut menurut sang fotografer adalah komponen yang cukup jelas
menggambarkan adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ingin
disampaikan melalui foto ini menonjolkan sebuah keadaan dimana tidak
seharusnya di jalan tersebut ada sebuah pemandangan pasar tumpah dan
tidak teratur kendaraan yang parkir sehingga sangat kelihatan tidak bersih
apalagi ketika ada mikrolet yang tiba-tiba berhenti. Hal yang ingin
disampaikan dalam foto ini adalah mengenai sudut pandang sang
fotografer dimana ingin menyampaikan bahwa masyarakat pada umumnya
dan p